Salam Redaksi Takwil adalah memahami atau memaknai ayat atau hadits tidak sesuai dengan zhahirnya. Zhahir sebuah kata atau kalimat artinya makna mutabaadir (yang pertama kali tertangkap) dari perkataan tersebut. Jadi takwil pada hakekatnya adalah berpindahnya pemahaman kita dari makna yang mutabaadir kepada makna lain; yakni makna kedua, ketiga dan seterusnya yang memang secara kebahasaan dimiliki oleh kata tersebut, karena ada dalil lain yang menuntut diperlukannya pemaknaan tersebut. Jadi sebenarnya makna lain tersebut adalah makna yang sesungguhnya dimaksudkan oleh suatu nash (teks al Qur'an atau Hadits). karena biasanya sebuah ayat atau hadits tertentu tidak akan terlepas dari ayat-ayat atau haditshadits lain yang terkait. Biasanya tentang suatu permasalahan terdapat beberapa teks ayat atau hadits. Antara ayat-ayat dan hadits yang berbicara tentang satu tema ini tidak mungkin terjadi kontradiksi (pertentangan). Melainkan yang terjadi adalah bahwa ayat-ayat tersebut yang satu menguatkan yang lainnya, atau memperinci penjelasan yang ada pada yang lainnya, atau memberikan tambahan penjelasan yang tidak ada
pada teks lainnya. Karenanya diadakan proses yang bernama al jam' wa at-Taufiq yakni penyesuaian, penyelarasan dan pemaduan. Dan inilah inti dari takwil tersebut; yaitu penyelarasan antara ayat-ayat atau hadits-hadits yang mutasyabihat dengan ayat-ayat dan prinsip-prinsip Islam yang muhkamat, antara satu teks yang umum dengan teks yang bermakna khusus, antara teks yang mujmal dengan yang mubayyan, yang muthlaq dengan yang muqayyad dan seterusnya. Jadi takwil pada hakekatnya menginduk kepada tafsir dan merupakan salah satu dari bentukbentuk penafsiran. Tafsir sifatnya lebih umum dan takwil adalah salah satu bagian dari tafsir. Tafsir secara umum dan takwil secara khusus adalah hal yang diperbolehkan, selama didukung oleh dalil-dalil yang ada. Takwil tidak boleh dilakukan kecuali jika didukung dengan dalil 'aqli yang qathi' atau dalil naqli yang tsabit. Kaedah ini dituturkan oleh para ulama ushul fiqh seperti arRazi dalam al Mahshul dan lainnya. Karena takwil tanpa didasari dengan dalil adalah tindakan 'abats bi an-Nushush; mengacak-acak dan mempermainkan nash yang berujung pada ilhad dan pengrusakan terhadap pilar-pilar Islam satu demi satu ('urwatan urwah). Takwil semacam ini
www.darulfatwa.org.au
diistilahkan dengan takwil bathil, sedangkan takwil yang didukung oleh dalil disebut takwil yang sahih. Takwil yang sahih adalah seperti takwil yang dilakukan oleh para ulama salaf dan khalaf terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits mutasyabihaat seperti dilakukan oleh Ibnu 'Abbas, Mujahid, Sufyan ats-Tsawri, Imam al Awzaa-'i, Imam Malik, Imam Ahmad ibnu Hanbal, Imam al Bukhari dan lainnya. Kalaulah istilah takwil dengan pemaknaan ini belum dikenal di kalangan ulama salaf, tetapi substansi dari takwil semacam ini telah benar-benar dilakukan oleh para ulama salaf seperti yang kita sebutkan dan yang tidak kita sebutkan. Takwil yang bathil, yang merupakan tindakan mengacak-acak nash ini dulu dipelopori oleh kalangan Bathiniyyah dari golongan Syi'ah, para mulhidin dan zanadiqah. Takwil-takwil serupa dilakukan oleh golongan-golongan yang menyempal dari mayoritas ummat (Ahlul Ahwaa') terhadap ayat-ayat yang sekiranya mendukung keyakinan dan bid'ah i'tiqadiyyah mereka seperti Khawarij, Mu'tazilah, Musyabbihah dan lain-lain. Hal yang serupa juga dilakukan oleh para filsuf yang mengaku sebagai filsuf muslim tetapi kenyataannya mereka sampai pada pengingkaran
terhadap prinsip-prinsip Islam yang masuk dalam wilayah qath'iyyaat. Di masa belakangan takwil bathil semacam ini dilakukan oleh orang-orang seperti Jamaluddin al Afghani, Muhammad 'Abduh, Rasyid Ridla dan murid-murid mereka terhadap teks-teks tentang mukjizat dan semacamnya seperti diungkap oleh Syekh Yusuf an-Nabhani dan lainnya. Kemudian disusul juga oleh orang-orang seperti Sayyid Quthb, Mutawalli asy-Sya'rawi dan orang-orang semacam mereka seperti diungkap oleh Syekh Abdullah al Ghumari dan lainnya. Di masa mutakhir ini, takwil bathil dilakukan oleh kelompok-kelompok liberal terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan permasalahan pluralisme agama dan isu-isu modern seperti demokrasi, HAM, humanisme, kesetaraan gender dan isu-isu sejenis. Hal yang sama dilakukan oleh sebagian orang yang dianggap sebagai pakar tafsir di negeri kita ini yang setelah melahap pemikiran barat yang keruh itu berkeinginan untuk menjustifikasi isu-isu tersebut dan memuluskan proses masuknya ide-ide tersebut ke tubuh ummat Islam dengan menjadikan ayat-ayat al Qur'an sebagai alat propaganda dengan ditakwilkan secara bathil. Jadi metode yang mereka pakai adalah metode lama dengan mengangkat isu-isu baru. Dulu kebusukan
www.darulfatwa.org.au
orang semacam mereka ini diungkap oleh orangorang seperti al Imam al Ghazali; yang berhasil menyingkap kebusukan mereka dan mematahkan syubhat-syubhat mereka dalam karya-karyanya seperti Fadla-ih al Bathiniyyah, Tahafut al Falaasifah. Sekarang, kebusukan para ahli takwil fasid ini sudah sangat nyata bagi orang yang berilmu, Wal hamdulillah. Selamat membaca !
KORIDOR TAKWIL Allah ta'ala berfirman:
) ﻳﻮﻣﺌﺬ ﲢﺪﺙ ﺃﺧﺒﺎﺭﻫﺎ ﺑﺄﻥ ﺭﺑﻚ ﺃﻭﺣﻰ ﳍﺎ ﻳﻮﻣﺌﺬ ﻳﺼﺪﺭ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﺷﺘﺎﺗﺎ ﻟﻴـﺮﻭﺍ ﺃﻋﻤﺎﳍﻢ ﻓﻤﻦ ﻳﻌﻤﻞ ﻣﺜﻘﺎﻝ ﺫﺭﺓ ﺧﻴـﺮﺍ ﻳﺮﻩ ﻭﻣﻦ ( 8-4 : ﻳﻌﻤﻞ ﻣﺜﻘﺎﻝ ﺫﺭﺓ ﺷﺮﺍ ﻳﺮﻩ ( )ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺰﻟﺰﻟﺔ
Maknanya: "Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) perbuatan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula". (Q.S. az-Zalzalah: 4-8) Surat az-Zalzalah ini berisi penjelasan tentang beberapa peristiwa yang terjadi pada hari kiamat. Di antaranya adalah kesaksian bumi
www.darulfatwa.org.au
tentang segala perbuatan yang dikerjakan oleh manusia, Allah ta'ala menjadikannya bisa berbicara dan mengungkapkan kesaksiannya tentang manusia. Bahwa benda mati ini bisa berbicara dengan izin Allah, hal ini bisa diterima, karena Allah juga-lah yang menjadikan manusia bisa berbicara, padahal sebelumnya hanya berasal dari air mani yang kemudian disempurnakan menjadi tubuh manusia. Allah menumbuhkannya melewati tahapan demi tahapan pertumbuhan, dari hanya berupa air mani, lalu menjadi janin yang tersusun dari daging dan tulang, kemudian Allah memberinya roh dan akhirnya keluar dari perut ibunya. Pada saatnya, Allah juga-lah yang menjadikannya bisa berbicara dan mengungkapkan isi hatinya, Allah juga memberinya kekuatan setelah sebelumnya lemah dan tak berdaya untuk melindungi dirinya sendiri dari bahaya-bahaya yang menimpa, Allah-lah yang menjadikannya kuat dan mampu melindungi dirinya sendiri dan melindungi selainnya, berulah ia menjadi seorang laki-laki (rajul). Yang dimaksud dengan "rajul" di sini adalah manusia (anak Adam) yang sudah baligh, karena kata "rajul" dipakai juga untuk menyebut jin laki-laki. Sementara bagi perempuan digunakan
kata "Imra'ah" baik masih perawan atau sudah menikah. Allah ta'ala menciptakan manusia dari air mani melalui beberapa tahapan sampai akhirnya menjadi seorang laki-laki. Ketika masih berupa air mani, air mani tersebut tidak memilki roh, keadaannya hanya seperti halnya benda mati. Kemudian Allah menumbuhkannya hingga menjadi seorang laki-laki atau perempuan yang bisa berbicara dan mampu mengatur kehidupannya. Allah ta'ala Maha Kuasa untuk menciptakan kemampuan berbicara dalam diri manusia, Ia juga Maha Kuasa untuk menciptakan kemampuan berbicara bagi bumi yang kita tempati ini, sehingga bisa berbicara dan memberikan kesaksian tentang segala apa yang telah dikerjakan oleh manusia, memberi kesaksian tentang kebaikan dan keburukan mereka. Mengenai orang-orang mukmin yang bertaqwa, bumi hanya memberi kesaksian tentang kebaikan mereka, karena keburukankeburukan telah dihapus dari mereka. Allah subhanahu wa ta'ala mengampuni dos-dosa dan keburukan seorang muslim yang saleh sehingga dihapus semua keburukan tersebut dan yang ada dalam catatan amalnya hanyalah kebaikan. Kemudian pada hari kiamat kelak bumi akan
www.darulfatwa.org.au
memberi kesaksian akan kebaikannya dengan berkata: "Orang saleh ini telah beramal saleh di atasku pada hari sekian, bulan sekian…". Sementara bagi orang-orang kafir, bumi akan memberi kesaksian tentang kejahatan, kekufuran, kafasikan dan kemaksiatan mereka, di akhirat kelak mereka tidak memiliki satupun kebaikan yang akan diberikan kesaksian baik untuknya oleh bumi. Karena kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang kafir sudah dibalas oleh Allah ketika mereka hidup di dunia dengan makanan, kesehatan dan yang semisalnya. Oleh karena itu ketika mereka keluar dari dunia ini, tidak ada satupun kebaikan yang mereka miliki. Misalnya jika mereka semasa hidup pernah memberi makan orang yang kelaparan atau memberi pakaian bagi orang yang telanjang, maka kebaikan mereka semacam itu sudah dibalas oleh Allah sewaktu mereka masih hidup di dunia, sehingga pada saat mereka meninggal dunia, tak ada satupun kebaikan yang mereka miliki di akhirat nanti. Sedangkan orang-orang mukmin yang pernah melakukan dosa besar, lalu meninggal dalam keadaan belum bertaubat, mereka akan terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama; bumi akan memberi kesaksian tentang amalan baik yang
mereka kerjakan juga tentang perbuatan buruk yang mereka kerjakan. Kelompok kedua; Allah ta'ala akan menutupi keburukan mereka, sehingga bumi tidak memberi kesaksian tentang keburukan yang mereka kerjakan di atasnya. Inilah makna dari ayat:
( ) ﻳﻮﻣﺌﺬ ﲢﺪﺙ ﺃﺧﺒﺎﺭﻫﺎ,
yang dimaksud
dengan berita bumi (akhbaraha) adalah berita semacam ini. Sedangkan firman Allah ta'ala selanjutnya:
( ) ﺑﺄﻥ ﺭﺑﻚ ﺃﻭﺣﻰ ﳍﺎ,
memberikan
pemahaman bahwasanya bumi pada saat itu diberikan kemampuan mencerna (Idraak) oleh Allah, kemudian Allah beritahukan kepadanya tentang segala apa yang telah dikerjakan di atasnya. Ayat ini dan ayat-ayat serupa yang mengandung makna yang asing dari kebiasaan manusia diartikan secara zhahirnya dan tidak dipalingkan dari zhahirnya dengan ditakwil, karena hal semacam ini (yang tersebut dalam ayat) termasuk hal-hal yang mungkin terjadi dan bukan mustahil, oleh karena itu tidak boleh ditakwil. Begitu juga setiap ayat atau hadits yang memilki makna serupa, yaitu makna yang asing dari kebiasaan manusia di dunia, diartikan secara zhahirnya dan tidak boleh dipalingkan dari
www.darulfatwa.org.au
zhahirnya kecuali jika ada dalil syar'i yang tsabit atau dalil 'aqli yang kuat. Jika ada ayat al Qur'an atau hadits Nabi yang tidak bisa dipahami sesuai zhahirnya, maka harus dipahami tidak seperti yang ditunjukkan oleh zhahirnya. Inilah yang disebut takwil. Takwil tidak boleh ditempuh kecuali jika ada sebab syar'i. Sebuah nash baru ditakwil karena ada dalil 'aqli yang sudah pasti, atau ada ayat lain atau hadits lain yang sahih. Tanpa kedua dalil tersebut, tidak boleh diberlakukan takwil terhadap suatu nash. Barangsiapa mencoba untuk mentakwilkan surat az-Zalzalah ini karena maknanya dianggapnya tidak sesuai dengan kebiasaan manusia, maka pendapatnya tersebut tidak bisa diterima. Banyak orang yang berusaha mentakwil mukjizat-mukjizat para nabi dengan berbagai macam makna yang bukan makna sesungguhnya. Jika mereka terbiasa dengan melakukan hal ini pada setiap mukjizat yang dimiliki oleh para nabi, maka perbuatan mereka itu adalah salah satu bentuk ilhad; penentangan terhadap agama. Misalnya jika ada orang yang mencoba mentakwil mukjizat-mukjizat Nabi Musa, Isa, Shalih, Ibrahim, lalu memaknainya dengan makna yang bukan makna sesungguhnya dengan alasan takwil dan
menafsirkannya dengan hal-hal yang biasa, maka perbuatan ini adalah sebuah kekufuran karena mengandung usaha mematahkan hujjah para nabi. Orang-orang seperti mereka ini memiliki metodemetode yang jitu untuk mengelabuhi orang-orang yang pemahamannya lemah tentang agama agar meyakini bahwa yang mereka sampaikan itu benar, maka orang-orang semacam ini harus diwaspadai dan dilarang keras untuk menelaah buku-buku mereka. Begitu juga orang-orang yang mentakwil bahwasanya syetan tiada lain adalah pikiran-pikiran buruk yang terlintas dalam benak seseorang, mereka telah jatuh dalam kekufuran meskipun mereka berpura-pura sebagai ahli tafsir. Sesungguhnya mereka telah mendustakan ajaran Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam. Ada satu kitab tafsir yang bernama "Tafsir al Maraaghi". Ketika menjelaskan tentang syetan, pengarangnya berkata: "Sesungguhnya syetan hanyalah lintasanlintasan pikiran yang buruk, yang tidak ada tujuan yang mulia di sana". Maksud penulis tafsir ini sesungguhnya adalah mengeluarkan manusia dari agama ini, karena mentakwilkan setan dengan makna seperti ini berarti telah keluar dari agama. Kita tidak bermaksud menyalahkan semua takwil
www.darulfatwa.org.au
terhadap ayat atau hadits, namun yang kita maksudkan di sini bahwasanya mentakwil kebanyakan teks-teks al Qur'an dan hadits tentang gambaran hari kiamat, sifat-sifat surga dan neraka adalah penentangan terhadap agama. Demikian juga orang yang berusaha mentakwil ayat-ayat hukum yang maknanya telah disepakati oleh semua umat Islam sebagaimana telah mereka ketahui bersama, perbuatan semacam ini termasuk kekufuran. Misalnya orang yang mentakwil shalat yang terdapat pada ayat:
(110 ،43 : ) ﻭﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ ( )ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
dengan shalat lain yang bukan shalat sebagaimana yang telah diketahui seluruh umat Islam, seraya berkata: "Yang dimaksud dengan shalat di situ adalah makna lain", maka yang seperti ini adalah kekufuran. Begitu juga orang yang mentakwil zina dengan berkata –wal 'iyadzu billah-: "Yang dimaksud dengan zina bukanlah seperti yang kalian pahami, zina yang diharamkan oleh Allah tidaklah seperti zina yang kalian pahami, zina yang dimaksud adalah suatu perkara yang bersifat immateri", ini adalah pengingkaran terhadap keharaman zina, dan ini termasuk kekufuran, tujuannya hanyalah untuk menghancurkan agama. Oleh karena itu tidak boleh didengarkan perkataan
orang semacam ini, dan takwil mereka tidak bisa diterima, dan seharusnya dikatakan kepada mereka: "Kamu telah menyelewengkan Kitab Allah". Ada sekelompok orang yang dikenal dengan sebutan "al Bathiniyyah", mereka ini kerjaannya adalah menyelewengkan ayat-ayat al Qur'an, sehingga mereka mengeluarkan orangorang yang tertipu dengan perkataan mereka dari agama ini. Dengan cara semacam ini, dahulu mereka berhasil membahayakan umat Islam dengan berbagai macam tipuan yang mereka lancarkan terhadap kaum muslimin. Jika keadaannya seperti ini, maka hukumnya wajib bagi setiap orang untuk memahami al Qur'an sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Rasulullah dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik. Dan alhamdulillah hal ini senantiasa dilakukan oleh mayoritas umat Islam. Dari segi pemahaman mayoritas kaum muslimin akan tetap seperti itu sampai hari kiamat kelak, meskipun banyak di antara mereka yang sangat malas melaksanakan kewajiban-kewajiban amaliyyah. Siapa saja yang mengingkari perkara yang sudah jelas di kalangan umat Islam, baik itu orang alim atau orang awam, maka sesungguhnya ia
www.darulfatwa.org.au
telah mengingkari syari'at Allah. Misalnya jika seseorang beranggapan bahwa orang yang suci batinnya, selalu menyibukkan waktunya dengan berdzikir dan mendidik hawa nafsu dengan berfikir dan melakukan khalwah (menyendiri), maka diperbolehkan baginya untuk meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka orang seperti ini telah menentang agama –wal 'iyadzu billah-. Untuk membenarkan perkataan mereka ini, mereka berdalih dengan ayat:
(99 : ) ﻭﺍﻋﺒﺪ ﺭﺑﻚ ﺣﱴ ﻳﺄﺗﻴﻚ ﺍﻟﻴﻘﲔ ( )ﺳﻮﺭﺓ ﺍﳊﺠﺮ
Padahal kesepakatan umat Islam tentang makna ayat ini adalah bahwasanya kewajiban-kewajiban seperti sholat dan puasa itu tidak akan gugur hingga seseorang mati. Jadi sebanyak apapun orang berdzikir atau merutinkan wirid thariqah, ia masih tetap menanggung beban taklif untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut. Inilah makna ayat tersebut yang benar, namun begitu masih ada saja orang yang tertipu dengan ajakan mereka itu, padahal Allah ta'ala memerintahkan kepada kita agar selalu mengikuti jejak Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam dan para sahabatnya dan orang yang mengikuti mereka
dalam keyakinan dan pemahaman mereka. Allah ta'ala berfirman:
) ﻭﺍﻟﺴﺎﺑﻘﻮﻥ ﺍﻷﻭﻟﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﳌﻬﺎﺟﺮﻳﻦ ﻭﺍﻷﻧﺼﺎﺭ ﻭﺍﻟﺬﻳﻦ ﺍﺗﺒﻌﻮﻫﻢ : ﺑﺈﺣﺴﺎﻥ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺭﺿﻮﺍ ﻋﻨﻪ … ( )ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ (100
Maknanya: "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan mereka-pun ridla kepada Allah …" (Q.S. at-Taubah : 100)
www.darulfatwa.org.au