ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara regulasi diri dengan kecenderungan adiksi terhadap game online pada remaja awal. Kriteria sampel yang digunakan adalah remaja awal (12-15 tahun) dan sudah bermain game online selama minimal 6 bulan. Teknik sampling yang digunakan purposive sampling.Jumlah sampel yang diambil ada 80 orang, yang diambil di empat lokasi di daerah Salatiga dan Karanggede. Metode pengumpulan data pada variable adiksi game online berupa Game Addiction Scaleyang diadopsi dari teori Griffiths & Davies(2004) yang menggambarkan adanya ketergantungan terhadap game online pada remaja berdasarkan kriteria DSM IV dengan mengembangkan tujuh aspek diantaranya : Sailience, Tolerance, Mood Modification, Relapse, Withdrawal symptoms, Conflict, dan Problems.Pada variable regulasi diri menggunakan Self Regulation Quesionaire (SRQ) dari Brown, Miller, &Lawendowski (1999). Hasil penelitian ini diperoleh nilai korelasi product moment rxy = - 0,323 ; p = 0,003 (p < 0,05) yang berarti terdapat hubungan negatif dan signifikan antara regulasi diri terhadap kecenderungan adiksi game online pada remaja. Kata kunci :Kecenderungan adiksi game online, Regulasi Diri
ABSTRACT
This study aims to investigate the relationship between self-regulation with a tendency to addiction to online games in early adolescence . Criteria sample is early adolescence ( 12-15 years ) and has been playing games online for at least 6 months . The sampling technique used purposive sampling . The number of samples were 80 people, who were taken at four locations in the area and Karanggede Salatiga . Methods of data collection in the form of online gaming addiction variables Game Addiction Scale, which was adopted from the theory of Griffiths and Davies (2004) which describes the dependence on online games on adolescents based on DSM-IV criteria by developing seven aspects including : Sailence , Tolerance , Mood modification , Relapse , Withdrawal symptoms , Conflict , and Problems . In the variable self-regulation using Self Regulation Quesionaire (SRQ) from Brown , Miller , & Lawendowski (1999) . The results of this study showed the value of the product moment correlation r xy = - 0.323 ; p = 0.003 (p<0.05) , which means there is a negative and significant relationship between self-regulation on the trend of online gaming addiction in adolescents .
Keywords :The trend of online gaming addiction , Self Regulation
Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin pesat menghasilkan
produk-produk
teknologi
yang
memberikan
manfaat
dan
kemudahan bagi manusia, mulai dari manfaat ilmu pengetahuan, pendidikan dan hiburan. Salah satu produk teknologi yang memberikan manfaat hiburan yaitu game online (Ameliya, 2008).Game online adalah game yang berbasis elektronik dan visual (Rini, 2011). Game online mempunyai perbedaan yang sangat besar dengan game lainya yaitu pemain game tidak hanya dapat bermain dengan orang yang berada disebelahnya namun juga dapat bermain lain di lokasi lain, bahkan hingga pemain dibelahan bumi lain (Young, 2007). Game online merupakan situs yang menyediakan berbagai jenis permainan yang dapat melibatkan beberapa pengguna internet di berbagai tempat yang berbeda untuk saling terhubung diwaktu yang sama dengan melalui jaringan komunikasi online (Young, 2009). Hal ini memungkinkan para pemain mendapat kesempatan sama-sama bermain, berinteraksi dan berpetualang serta membentuk komunitasnya sendiri dalam dunia maya. Game online tidak hanya memberikan hiburan tetapi juga memberikan tantangan yang menarik untuk diselesaikan sehingga individu bermain game online tanpa memperhitungkan waktu demi mencapai kepuasan. Hal ini menjadikan gamer tidak hanya menjadi penikmat game online tetapi juga dapat menjadi pecandu game online (Pratiwi,2012). Istilah kecanduan (addiction) awalnya digunakan terutama mengacu kepada penggunaan alkohol dan obatobatan. Kecanduan adalah ketergantungan yang menetap dan kompulsif pada 1
suatu perilaku atau zat. Kecanduan game online ditandai oleh sejauh mana seseorang bermain game secara berlebihan yang dapat berpengaruh negatif bagi pemain game tersebut (Weinstein, 2010). Menurut Lemmens (2009) seseorang yang mengalami kecanduan game online akan mengalami beberapa gejala seperti salience (berpikir tentang bermain game online sepanjang hari), tolerance (waktu bermain game online yang semakin meningkat), mood modification (bermain game online untuk melarikan diri dari masalah), relapse (kecendrungan untuk bermain game online kembali setelah lama tidakbermain), withdrawal (merasa buruk jika tidak dapat bermain game online),conflict (bertengkar dengan orang lainkarena bermain game online secara berlebihan), dan problems (mengabaikan kegiatan lainnya sehingga menyebabkan permasalahan). Tujuh kriteria kecanduan game online ini merupakan pengukuran untuk mengetahui kecanduan atau tidaknya seorang pemain game online yang ditetapkan. Pemain yang memenuhi empat dari tujuh criteria di atas, menunjukan indikasi mengalami kecanduan game online. Kecanduan bermain game secara berlebihan dikenal dengan istilah Game Addiction (Grant & Kim, 2003). Artinya seseorang seakan-akan tidak ada hal yang ingin dikerjakan selain bermain game, dan seolah-olah game ini adalah hidupnya. Penelitian yang dilakukan oleh Kusumadewi (2009) mengenai hubungan kecanduan game online terhadap keterampilan sosial remaja membuktikan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kecanduan game online terhadap keterampilan sosial remaja yaitu emotional sensivity (ES) dan emosional 2
expresivity (EE). Disimpulkan bahwa semakin kecanduan seorang remaja terhadap game online maka semakin rendah keterampilan sosialnya dan berdampak pada prilaku masing-masing individu, yang sampai pada taraf tertentu dapat dikategorikan sebagai adiksi. Orang yang kecanduan game online akhirnya dapat mengarah pada munculnya prilaku kompulsif, tak acuh pada kegiatan yang lain, dan gejala aneh, seperti rasa tak tenang pada saat keinginan tersebut tidak terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa kecanduan bermain game online memberikan dampak negatif bagi kehidupan emosional remaja. Menurut Papalia dkk (2004) Masa remaja merupakan periode transisi dari perkembangan masa kanak kanak menuju ke masa dewasa, batasan usia remaja menurut World Health Organization yaitu 10-20 tahun. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan yang melibatkan perubahan fisik, kognitif dan psikososial dari masa anak – anak (childhood) ke masa dewasa (adulthood). Saat ini peneliti Sarwono (2001) batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah menjadi definisi remaja Indonesia. Menurut
Hurlock
(1973)
Remaja
yang
paling
rentan
akan
perkembangannya adalah masa remaja pada tahap remaja awal karena Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial Pada masa transisi tersebut kemungkinan
dapat
menimbulkan
masa
krisis,
yang
ditandai
dengan
kecenderungan munculnya perilaku menyimpang, Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu, Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat 3
keperibadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja (Ekowarni, 1993). Remaja yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain game online akan menghambat proses interaksi dengan teman sebaya, termasuk kematangan identitas dirinya. Hal ini dapat membatasi kesempatan remaja untuk dapat belajar dari lingkungan sosialnya dan belajar peran dari teman sebayanya. Remaja yang bermain game online dapat menginternalisasikan elemen-elemen yang didapatkan dari game online, seperti aksi tokoh game yang dimainkannya (Mazalin & Moore, 2004). Penelitian yang dilakukan Anderson dan Bushman (2001) menyatakan bahwa perilaku pemain game online dapat menjadi kasar dan agresif karena terpengaruh dari yang dilihat dan yang dimainkan dalam permainan game online tersebut. American Medical Association menyatakan bahwa pada tahun 2007 terdapat 90% remaja Amerika bermain game online dan 15% atau lebih dari 5 juta remaja mengalami kecanduan game online, sedangkan di Cina pada tahun2007 terdapat 10% atau 30 juta remaja yang mengalami kecanduan game online (Young, 2009). Situs resmi game online Indonesia yaitu detik net menyatakan bahwa pada tahun 2010 terdapat 50% jumlah pengguna game online diIndonesia adalah pelajar dan mahasiswa (Hariyanto, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pengguna game online baik di luar negeri maupun dalam negeri adalah remaja. dan Hasil survey yang dilakukan oleh media analysis laboratory (Djunaidi 4
& Dwiastuti, 2007) menunjukan bahwa pengguna game online terbanyak dari kalangan remaja. Hal ini juga didukung oleh penelitian Djunaidi & Dwiastuti (2007) yang mengatakan bahwa pengunjung rental game online didominasi oleh remaja SMA dan mahasiswa. Hasil penelitian Danforth (2003) menunjukan hal yang menyerupai dimana remaja rata-rata bermain game online selama 10 jam dan ada juga yang sampai 24 jam. Bermain game online yang dilakukan secara berlebihan dapat menyebabkan adiksi atau kecanduan. Riset di Amerika Serikat menemukan bahwa beberapa organisasi mengalami dampak negatif sebagai akibat dari kecanduan akan games off-line (seperti Solitaire dan Tetris yang populer di dekade 1980-an lalu), yang memang rata-rata banyak di-install dalam komputer. Untuk saat ini ada pula games online seperti ayo dance, poker, the sims dan lain-lain yang sangat disukai banyak orang. Menurut survei terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan di Singapura, sekitar 520.000 pelajar SMP dan SMA mengalami kecanduan internet, terutama untuk game online dan e-mail. Survei menunjukkan bahwa 9 persen dari pelajar SMP dan 14 persen dari pelajar SMA mengakses internet lebih dari lima jam setiap hari kerja. Adiksi terhadap game online adalah kesenangan bermain game karena memberi rasa kepuasan tersendiri bagi individu tersebut. Contoh kasus “Seperti anak laki-laki yang tidak lulus sekolah atau mendapatkan nilai yang kurang karena di pengaruhi oleh dunia internet, ia selalu kecanduan untuk bermain internet atau di warnet bahkan sampai lupa waktu. Seketika berangkat sekolah pamit pada orang tua tetapi ia ternyata bolos sekolah hanya karena ingin bermain game online yang menurut ia lebih
5
penting daripada pendidikan sangat di sayangkan waktu terbuang hanya untuk bermain game online” (Amarildo Rizkia,2009) Hawadi (2007) mengemukakan bahwa pada prinsipnya game memiliki sifat seduktif, yaitu membuat orang menjadi kecanduan untuk terpaku di depan monitor selama berjam jam. Apalagi game online di rancang untuk suatu reinforcement atau penguatan yang bersifat segera begitu permainan berhasil melampaui target tertentu. game online menyebabkan remaja terasa tertantang sehingga terus-menerus memainkanya, dan menyebabkan remaja tidak memiliki skala prioritas dalam menjalani aktivitas sehari-hari, sikap kurang memiliki self control yang baik terhadap ketertarikanya pada game online dan pada saat itulah seseorang yang kecanduan atau bermain game harus bisa mengatur diri mereka sendiri. Hal ini membutuhkan pengaturan diri pada pecandu game online tersebut atau dengan kata lain regulasi diri pada perilaku adiksi game online. Regulasi diri (self regulation) merupakan dasar dari proses sosialisasi karena berhubungan dengan seluruh domain yang ada dalam perkembangan fisik, kognitif, social, dan emosional (Papalia & Olds, 2001). Selain itu regulasi diri (self regulation) juga merupakan kemampuan mental serta pengendalian emosi (Papalia & Olds, 2001). Seluruh perkembangan kognitif, fisik, serta pengendalian emosi dan kemampuan sosialisasi yang baik, membawa seseorang untuk dapat mengatur dirinya dengan baik (Papalia & Olds, 2001). Regulasi diri dapat dipahami sebagai penggunaan suatu proses yang mengaktivasi pemikiran, perilaku dan affect (perasaan) yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Schunk dan Zimmerman dalam Susanto, 2006,
6
hal.65). Regulasi diri meliputi self – generation dan pemantauan secara kognitif terhadap pikiran, perasaan dan perilaku dalam rangka mencapai suatu tujuan tanpa mengandalkan orang lain (Santrock, 2007). Zimmerman (dalam Ormrod. 2003), juga menjelaskan jika seseorang disebut memiliki regulasi diri jika pikiran dan perilakunya berada dibawah kendalinya sendiri, tidak dikendalikan oleh orang lain dan lingkungan. Menurut Carver & Scheier, (1998); Vohs & Baumeister, (2004), bahwa istilah regulasi diri (Self-regulation) sering digunakan secara luas yang mengacu pada upaya-upaya individu untuk mengubah pikiran (thoughts), perasaan (feelings), keinginan (desires) , dan tindakan (actions) dalam mencapai tujuan hidup tertentu. (de Ridder, & de Wit, …), terutama jika berhadapan dengan masalah dan rintangan, baik masalah pribadi maupun sosial. Peneliti telah melakukan studi awal melalui metode observasi kepada 8 remaja di dua warung internet (warnet) penyedia game online di desa Togaten , Pasar Sapi dan di desa Nanggulan didapatkan data bahwa pengunjung warnet lebih banyak adalah remaja usia 10-16 tahun dan didominasi oleh remaja laki-laki. Hal yang paling banyak dilakukan oleh remaja tersebut adalah bermain game online. Remaja tersebut mengatakan lebih suka bermain game online di warnet daripada berkumpul dengan teman-temannya dengan alasan bermain game online lebih menyenangkan, dapat menghilangkan rasa bosan dan dapat melampiaskan kekesalan mereka di kehidupan nyata, Dengan bermain game online meraka seakan melupakan semua (keluarga, Teman bermain , dan tanggung jawabnya misalkan belajar, membantu orang tua) dan seakan memiliki dunia sendiri, Semua 7
remaja tersebut menghabiskan waktu bermain game online lebih dari 3 jam/hari dan biasanya meningkat setiap harinya. Dari 7 dari 8 remaja mengatakan merasakan ada sesuatu yang hilang atau bosan jika tidak bermain game online dalam sehari dan akan timbul perasaan senang saat memulai bermain game online kembali. Mereka bermain game online dan menjadi kecanduan itu dikarenakan Kurangnya pengawasan , kontrol diri , pengendalian dan self-regulation pada diri mereka sendiri sehingga mereka terus-menerus bermain game online. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “hubungan antara regulasi diri dengan kecenderungan adiksi game online pada remaja ”Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melanjutkan penelitian tersebut dengan merumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah ada hubungan negative yang signifikan antararegulasi diri dengan kecenderungan adiksi game online pada remaja ? Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan rumusan malasah : Apakah ada hubungan negatif yang signifikan antara regulasi diri dan kecenderungan adiksi game online ?
8
Tinjauan Pustaka Adiksi Game online Pengertian Adiksi Game online Game online adalah permainan dimana banyak orang yang dapat bermain pada waktu yang sama dengan melalui jaringan komunikasi online (Internet). Game online dapat juga menghasilkan uang tambahan yaitu dengan menukarkan mata uang di game online dengan bentuk rupiah atau bisa juga dengan menjual karakter game online kepada orang lain (Ayu Rini, 2011: 89). Dengan demikian kecanduan game online merupakan salah satu jenis kecanduan yang disebabkan oleh teknologi internet atau yang lebih dikenal dengan internet addictive disorder (IAD). Internet dapat menyebabkan kecanduan, salah satunya adalah Computer game Addiction (berlebihan dalam bermain game). Game online merupakan bagian dari internet yang sering dikunjungi dan sangat digemari dan bisa menyebabkan kecanduan yang memiliki intensitas yang sangat tinggi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan pengertian adiksi game online adalah suatu keadaan seseorang terikat pada kebiasaan yang sangat kuat dan tidak bisa lepas untuk bermain game online. Memiliki kesenangan bermain game karena memberi rasa kepuasan tersendiri, sehingga ada perasaan untuk mengulangi lagi kegiatan yang menyenangkan ketika bermain game online. Seor ang pecandu game online dapat menghabiskan waktu untuk bermain sekitar 6 jam atau lebih dalam satu hari. Jika tidak memiliki aktivitas yang dilakukan pecandu game online dalam satu hari, mereka terbiasa untuk bermain game online lebih lama dan dapat menghabiskan waktu hingga 20 jam dalam satu hari.
9
Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Adiksi Game Online Faktor – faktor yang memengaruhi perilaku adiksi game online dalam studi kualitatif Wan dan Choiu (2006) diantaranya kontrol diri, motivasi dan kebutuhan psikologis seperti keinginan berkuasa, keinginan berprestasi, kesepian. Frekuensi bermain game online juga menjadi penyebab seseorang semakin terikat dan menjadi pecandu (Griffiths, davies& Chappell, 2004). Depresi juga merupakan faktor atau determinan yang cukup kuat pada munculnya kecanduan terhadap game online (Haagsma, 2008). Sedangkan menurut hasil penelitian dari Kim et al (2009) bahwa seseorang yang memiliki ketrampilan sosial rendah dapat membentuk perilaku kompulsif terhadap penggunaan internet. Remaja yang sedikit memiliki teman terpaksa memusatkan perhatiannya pada bentuk kegiatan rekreasi yang dapat dilakukan sendiri seperti bermain game online (Soedjarwo & Istiwidayanti, 2001). Bersadarkan peneliti Yee (2002) dua faktor yang menyebabkan seseorang kecanduan terhadap permainan game online : a) Attraction factor Pada attraction factor individu menjadi kecanduan karena adanya sesuatu yang menarik dari permainan game online. Pertama dikarenakan adanya reward, diberikan saat awal permainan. Network relationship, sama halnya dengan chating dapat berkomunikasi melalui permainan. Immersion, individu dapat melebur didalam tokoh yang dimainkan sehingga merasa individu ada di dunia nyata.
10
b) Motivation factor Yaitu suatu kondisi didunia nyata yang menekan sehingga menjadi sarana yang mendorong untuk bermain game. Individu yang memiliki sel esteem rendah dalam kehidupanya, game online bisa menjadi tempat pelarian karena dalam permainan individu dapat menutupi sifat lemah dan ketidakmampuanya
Berdasarkan beberapa penjelasan dari teori di atas maka dapat disimpulkan faktor – faktor yang memengaruhi perilaku adiksi game online diantaranya faktor atraksi, faktor motivasi, kontrol diri, depresi, frekuensi bermain games, keinginan berkuasa, keinginan berprestasi, kesepian, ketrampilan sosial yang rendah, ketersediaan jaringan PC, kurangnya perhatian orangtua, pengaruh teman.
Aspek - Aspek Adiksi Game Online Pada Remaja
Griffiths & Davies (dalam Lemmens, 2009) mengembangkan dua puluh satu aitem yang menggambarkan adanya ketergantungan terhadap game online pada remaja berdasarkan kriteria DSM IV dengan mengembangkan tujuh aspek diantaranya : a. Salience( berfikir tentang bermain game online sepanjang hari ): sebuah aktivitas tertentu yang menjadikan sebuah peristiwa yang paling penting dalam hidup seseorang dan mendominasi pemikiran mereka (keasyikan adanya distirsi kognitif), perasaan, dan perilaku (kerusakan perilaku)
11
b. Tolerance( waktu bermain game online yang semakin meningkat ) : ini adalah proses dimana meningkatnya jumlah aktivitas tertentu yang diperlukan untuk mecapai suatu efek tertentu. c. Mood modification( bermain game online untuk melarikan diri dari masalah ) : hal ini mengacu pada pengalaman subjektif seseorang, ini merupakan konsekuensi dari terlibatnya dalam kegiatan tertentu dan dapat dilihat sebagai coping (yaitumelarikan diri dari perasaan) d. Relapse( kecenderungan untuk bermain game online kembali setelah lama tidak bermain ): ini cenderung pada kegiatan yang terulang yang telah diobati selama bertahun-tahun dan muncul kembali e. Withdrawal symptoms( merasa buruk jika tidak dapat bermain game online): suatu perasaan yang tidak menyenangkan atau efek fisik yang terjadi ketika aktivitas tertentu dihentikan atau tiba-tiba dikurangi, misalnya , marah. f. Conflict( bertengkar dengan oranglain karena bermain game online secara berlebihan ): konflik ini mengacu pada konflik antara pecandu dan orang disekitar mereka (konflik antar pribadi), konflik dengan kegiatan lain (pekerjaan, kehidupan sosial, hobi dan minat) atau dari dalam diri individu sendiri (konflik intrapsikis) terkait dengan kegiatan tertentu. g. Problem
(
mengabaikan
kegiatan
lainnya
sehingga
menyebabkan
permasalahan ) : mengacu pada masalah yang disebabkan oleh bermain game online secara berlebihan. Bermain game online secara berlebihan mengakibatkan dirinya bermasalah dalam sekolah, bekerja dan sosialisasi.
12
Masalah lainnya mungkin juga terjadi didalam diri subjek seperti konflik psikis dan perasaan terhadap hilangnya kontrol diri)
Tujuh kriteria kecanduangame online ini merupakan pengukuran untuk mengetahui kecanduan atau tidaknya seorang pemain game online, apabila pemain yang menunjukkan gejala empat dari tujuh aspek di atas maka dirinya memiliki
indikasi
sebagai
remaja
yangmengalami
kecanduan
game
online(Lemmens, 2009).
Regulasi Diri (Self Regulation)
Pengertian Regulasi Diri (Self Regulation)
Baumeister dan Vohs ( dalam McCullough & Willoughby, 2009) dalam buletin psikologi yang diterbitkan APA (American Psychology Association) mendefinisikan regulasi diri dengan aktivitas bagaimana seseorang mengontrol dirinya atau tanggapannya untuk mengejar tujuan dan memenuhi standar. Bandura (dalam Boekaerts, Pintrich, dan Zeidner, 2003) mengatakan bahwa dalam perspektif kognisi sosial, regulasi-diri dipandang sebagai proses interaksi triadik antara personal, behavioral, dan environmental (lingkungan). Hal itu tidak hanya memerlukan keterampilan perilaku dalam mengelola-diri (self-managing), tetapi juga mengelola pengetahuan dan merasa sebagai agen pribadi (personal agency) untuk memberlakukan keterampilan regulasi-diri itu dalam konteks yang relevan. Regulasi-diri mengacu pada pikiran yang dihasilkan
13
oleh diri-sendiri, perasaan, dan tindakan yang direncanakan untuk pencapaian tujuan-tujuan pribadi. Selanjutnya terdapat definisi lain yang diungkapkan oleh Miller & Brown (dalam Papalia & Olds, 2001) bahwa self regulation atau regulasi diri sebagai kapasitas untuk merencanakan, mengarahkan, dan memonitor prilaku fleksibel untuk mengubah keadaan. Self regulation adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilaku mereka agar sesuai dengan apa yang mereka ketahui sehingga dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Berdasarkan dari beberapa pengertian yang sudah di uraikan, dapat disimpulkan bahwa regulasi diri (self regulation) adalah kemampuan dalam mengontrol, mengatur, merencanakan, mengarahkan, dan memonitor perilaku untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan menggunakan strategi tertentu dan melibatkan unsur fisik, kognitif, motivasi, emosional, dan social. Tahapan Regulasi Diri (Self Regulation) Proses self regulation dilakukan agar seseorang atau individu dapat mencapai tujuan yang diharapkannya.Dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan seseorang perlu mengetahui kemampuan fisik, kognitif, sosial, pengendalian emosi yang baik sehimgga membawa seseorang kepada self regulation yang baik. Miller & Brown (dalam Neal & Carey, 2005) memformulasikan self regulation sebanyak tujuh tahap yaitu: a.
Receiving atau menerima informasi yang relevan.
14
Yaitu langkah awal individu dalam menerima informasi dari berbagai sumber.Dengan informasi-informasi tersebut, individu dapat mengetahui karakter yang lebih khusus dari suatu masalah.Seperti kemungkinan adanya hubungan dengan aspek lainnya. b.
Evaluating atau mengevaluasi.
Setelah kita mendapatkan informasi, langkhan berikutnya adalah menyadari seberapa besar masalah tersebut. Dalam proses evaluasi diri, individu menganalisis informasi dengan membandingkan suatu masalah yang terdeteksi di luar diri (eksternal) dengan pendapat pribadi (internal) yang tercipta dari pengalaman yang sebelumnya yang serupa. Pendapat itu didasari oleh harapan yang ideal yang diperoleh dari pengembangan individu sepanjang hidupnya yang termasuk dalam proses pembelajaran. c.
Triggering atau membuat suatu perubahan.
Sebagai akibat dari suatu proses perbandingan dari hasil evaluasi sebelumnya, timbul perasaan positif atau negative. Individu menghindari sikap-sikap atau pemikiran-pemikiran yang tidak sesuai dengan informasi yang didapat dengan norma-norma yang ada. Semua reaksi yang ada pada tahap ini yaitu disebut juga kecenderungan ke arah perubahan. d.
Searching atau mencari solusi.
Pada tahap sebelumnya proses evaluasi menyebabkan reaksi-reaksi emosional dan sikap. Pada akhir proses evaluasi tersebut menunjukkan pertentangan antara sikap individu dalam memahami masalah. pertentangan tersebut
15
membuat individu akhirnya menyadari beberapa jenis tindakan atau aksi untuk mengurangi
perbedaan
yang
terjadi.
Kebutuhan
untuk
mengurangi
pertentangan dimulai dengan mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi. e.
Formulating atau merancang suatu rencana.
yaitu perencanaan aspek-aspek pokok untuk meneruskan target atau tujuan seperti soal waktu, aktivitas untuk pengembangan, tempat-tempat dan aspek lainnya yang mampu mendukung efesien dan efektif. f.
Implementing atau menerapkan rencana
yaitu setelah semua perencanaan telah teralisasi, baerikutnya adalah secepatnya megarah pada aksi-aksi atau melakukan tindakan-tindakan yang tepat yang mengarah ke tujuan dan memodifikasi sikap sesuai dengan yang diinginkan dalam proses. g.
Assessing atau mengukur efektivitas dari rencana yang telah dibuat.
Pengukuran ini dilakukan pada tahap akhir.Pengukuran tersebut dapat membantu dalam menentukan dan menyadari apakah perencanaan yang tidak direalisasikan itu sesuai dengan yang diharapkan atau tidak serta apakah hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan hasil uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya proses regulasi diri (self regulation) terdiri dari receiving atau menerima, evaluating atau mengevaluasi, triggering atau membuat suatu perubahan,
16
searching atau mencari solusi, formulating atau merancang suatu rencana, implementing atau menerapkan rencana, assessing atau mengukur efektivitas dari rencana yang telah dibuat.
Remaja awal
Masa remaja adalah masa transisi perkembangan yang melibatkan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial dari masa anak-anak (childhood) ke masa dewasa (adulthood) (Papalia, et,al., 2004). Sarwono (2001) menggunakan batasan umur 11-24 tahun dan belum menikah menjadi definisi remaja indonesia. Sedangkan Monks dkk. (2001) membedakan masa remaja awal dengan batasan usia 12-24 tahun, remaja awal 11-24 tahun, remaja tengah untuk usia 15-18 tahun dan remaja akhir 19-24 tahun. Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel pada remaja awal (11-24 tahun) karena remaja yang paling rentan akan perkembanganya adalah masa remaja pada tahap remaja awal karena masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis,maupun secara sosial (hurlock,1973). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang, Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu, Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat keperibadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang
17
melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja. (Ekowarni, 1993)
Hubungan Antara Regulasi Diri Pada Remaja Dengan Kecenderungan Adiksi Terhadap Game Online
Seseorang yang mengalami kecanduan game online akan mengalami beberapa gejala seperti salience (berpikir tentang bermain game online sepanjang hari), tolerance (waktu bermain game online yang semakin meningkat), mood modification (bermain game online untuk melarikan diri dari masalah), relapse (kecendrungan untuk bermain game online kembali setelah lama tidak bermain), withdrawal (merasa buruk jika tidak dapat bermain game online),conflict (bertengkar dengan orang lain karena bermain game online secara berlebihan), dan
problems
(mengabaikan
kegiatan
lainnya
sehingga
menyebabkan
permasalahan). Tujuh kriteria kecanduan game online ini merupakan pengukuran untuk mengetahui kecanduan atau tidaknya seorang pemain game online yang ditetapkan pemain yangmendapatkan empat dari tujuh kriteria merupakan indikasi pemain yang mengalami kecanduan game online (Lemmens, 2009). Santrock (2010) mengemukakan bahwa salah satu ketrampilan yang penting dimiliki remaja adalah kemampuan meregulasi dan mengontrol emosi dan perilaku. Laki – laki biasanya memperlihatkan regulasi diri yang lebih rendah dibandingan perempuan (Eisenberg, Spinrad & Smith, 2004). Rendahnya regulasi diri pada diri individu menyebabkan banyak permasalahan secara kognitif, fisik, emosional maupun sosial. Salah satu
18
permasalahan yang ditimbulkan dari kecanduan game online secara kognitif adalah menurunnya prestasi akademik (Yee, 2002). Permasalahan lainnya yang ditimbulkan akibat ketergantungan terhadap game online adalah masalah relasi sosial pada remaja. Menurut Hurlock (1999) remaja juga memiliki tugas untuk membentuk dan mempertahankan relasi sosial yang bertanggung jawab. Pemenuhan tugas perkembangan remaja tersebut memerlukan ketrampilan sosial.Young (1996) menemukan bahwa 53% individu yang mengalami kecanduan internet mempunyai permasalahan dalam relasi sosialnya. Penelitian Amstrong, Philips dan Salling (2000) menyimpulkan individu dengan ketrampilan sosial yang kurang atau kepercayaan diri yang rendah lebih mungkin untuk kecanduan terhadap internet sebagai bentuk kompensasi dari ketidakmampuannya tersebut. Kim et al (2009) dalam penelitiannya menyatakan seseorang yang kesepian atau memiliki ketrampilan sosial yang rendah dapat membentuk perilaku kompulsif terhadap penggunaan internet dan menghasilkan dampak buruk bagi kehidupannya. Metode Penelitian Populasi adalah suatu wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karateristtik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2009). Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Suharsimi Arikunta, 1995).Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah remaja awal yang berusia 12-15 tahun (Monks, Knoers & Haditomo, 2002)
19
Sampel Dan Teknik Sampling Penelitian Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh karateristik tersebut (Sugiyono, 2009).Sampel adalah kelompok kecil yang diamati dan merupakan bagian dari populasi sehingga sifat dan karakteristik populasi juga di miliki oleh sampel. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini diantaranya : a)
Remaja awal yang berusia 12 – 15 tahun
b)
Telah bermain game online selama minimal 6 bulan. Asumsinya remaja yang memiliki ketergantungan terhadap game online baru dapat terlihat bila minimal 6 bulan bermain menurut ketentuan dari DSM IV (Young, 1998)
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditentukan (Sugiyono, 2009) Metode pengumpulan data Metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian adalah metode kuantitatif dengan skala sebagai alat pengumpulan data. Skala adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis untuk dijawab secara tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden penelitian.Setiap subjek yang termasuk dalam sampel penelitian ini diharapkan mengisi masing –masing alat ukur tersebut secara lengkap. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala regulasi diri dan skala Adiksi Game Online. 20
Skala Kecenderungan Adiksi Game Online Skala Kecenderungan Adiksi Game Online adalah skala yang dibuat untuk mengetahui apakah responden memiliki kecenderungan adiksi pada game online atau tidak. Kecenderungan adiksi game online diukur dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh Griffiths & Davies (dalam Lemmens, 2009) yaitu Game Addiction Scale yang memiliki 21 aitem yang menggambarkan adanya ketergantungan terhadap game online pada remaja berdasarkan kriteria DSM IV dengan mengembangkan tujuh aspek diantaranya : Sailience, Tolerance, Mood Modification, Relapse, Withdrawal symptoms, Conflict, dan Problems. Adapun skoringnya berkisar dari 1 = tidak pernah; 2 = jarang; 3 = kadangkadang; 4 = sering; 5 = sangat sering. Nilai reliabilitas pada skala adiksi game online sudah diuji cobakan oleh Griffiths & Davies (2004)dan menemukan alpha cronbach berkisar 0,92 – 0,94 yang dilakukan pada 352 sampel di penelitian pertama dan 369 pada sampel penelitian kedua. Dalam penelitian ini skala kecenderungan adiksi game online dalam uji coba ini tidak ada aitem yang gugur, Adapun daya diskriminasi aitem diuji cobakan
kembali
dengan
menggunakan
try
out
terpakai
pada
skala
Kecenderungan Adiksi Game Online pada variabel ini berkisar antara 0,3240,708. Koefisien reliabilitas skala dengan formulasi Alpha’s Cronbach ditemukan sebesar 0.864.
21
Skala Regulasi Diri Skala ini dibuat untuk mengukur regulasi diri yang didasarkan pada tujuh tahapan dalam penilaian regulasi diri dari Brown, Miller, & Lawendowski (1999) diantaranya Receiving atau menerima informasi yang relevan, Evaluating atau mengevaluasi, Triggering atau membuat suatu perubahan, Searching atau mencari solusi, Formulating atau merancang suatu rencana, Implementing atau menerapkan rencana, Assessing atau mengukur efektivitas dari rencana yang telah dibuat. Adapun nilai reliabilitas test retest pada SRQ adalah 0.94. Skala regulasi diri ini diukur dengan menggunakan skala Likert yang diadopsi dari teori Brown, Miller, & Lawendowski (1999). Skala regulasi diri memiliki 63 aitem yang di skor mulai dari nilai 1 hingga 5, yaitu : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju) , STS (Sangat Tidak Setuju) . Pemberian skor bergerak dari rentang nilai lima (SS) sampai dengan satu (STS) untuk aitem – aitem favourable, sedangkan untuk aitem – aitem unfavourable pemberian skor bergerak dari nilai satu (SS) sampai dengan empat (STS). Dalam penelitian ini , Skala Regulasi Diri dalam uji coba ini tidak ada aitem yang gugur Adapun daya diskriminasi aitem diuji cobakan kembali dengan menggunakan try out terpakai pada Skala Segulasi Diri pada variabel ini berkisar antara 0,318-0,764. Koefisien reliabilitas skala dengan formulasi alpha’s cronbachditemukan sebesar 0,925. Adapun jumlah aitem gugur adalah 25 aitem, 38 aitem valid dan tidak ada aspek yang gugur, semua aspek terwakili.
22
Pelaksanaan Penelitian Pengambilan data ini dilaksanakan pada tanggal 28 November 2014 didaerah salatiga dan sekitarnya. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Regulasi Diri sebanyak 63 aitem dan Skala Adiksi Game Online terdiri dari 21 item. Selama pelaksanaan uji coba dan penelitian ini, peneliti dibantu oleh penjaga warnet dengan peneliti memberi satu persatu angket kepada subyek dan dalam pengisian peneliti menunggu
subyek menyelesaikannya .
Sebelum peneliti memberikan skala tersebut ke subjek yang bersangkutan, peneliti memastikan terlebih dahulu apakah subjek sudah sesuai dengan karakteristik populasi dalam penelitian ini dan menanyakan apakah sudah pernah diminta untuk mengisi skala sebelumnya. Bila sudah sesuai barulah peneliti memberikan skala tersebut. Sebelum meminta subjek untuk mengisi skala, peneliti sebelumnya memberitahukan mengenai petunjuk pengisian skala tersebut. Selama pengisian, peneliti menunggu subjek sampai selesai mengisi skala. Jika subjek sudah selesai mengisi skala, peneliti memeriksa secara langsung skala untuk mengetahui dan memastikan ada nomor yang terlewatkan atau tidak.
Deskripsi Statistik Penelitian Analisis data deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.Berdasarkan skor yang didapat, maka diperoleh gambaran umum mengenai hubungan antara regulasi diri dengan kecenderungan adiksi game online pada remaja.
23
Gambaran umum Skor Variabel-variabel penelitian Descriptive StatisticsRegulasi Diri Mean
Std.
N
Deviation 116.8875
Regulasi Diri
27.74655
80
Berdasarkan kategorisasi regulasi diri dapat dilihat bahwa N = 80, Mean = 116,89 , Std. Deviation = 27.74655 , Kategorisasi variabel Regulasi Diri Jumlah Kategori
Bobot
Jenjang subjek
Sangat Rendah
≤ 63,34
0
0%
Rendah
63,34< x ≤ 88,67
0
0%
Sedang
88,67< x ≤139,3
75
93,75%
Tinggi
139,3< x ≤164,63
5
6,25%
Sangat Tinggi
x >164,63
0
0%
Total
100%
x = skor kecenderungan Regulasi Diri
24
Tabel diatas artinya regulasi diri dalam kategori sedang dan yang lainnya tersebar dalam level rendah sebanyak 93,75%, level tinggi sebanyak 6,25%dan level sangat tinggi 0%. Descriptive Statistics AdiksiGameOnline Mean
Std.
N
Deviation 62.9375
Adiksi Game
7.64289
80
Online
Berdasarkan kategorisasi adiksigame online dapat dilihat bahwa N = 80, Mean = 62.9375, Std. Deviation = 7.64289. Kategorisasi variabel Kecenderungan Adiksi Game Online Jumlah Kategori
Bobot
Jenjang subjek
Sangat Rendah
≤ 35
0
0%
Rendah
35< x ≤ 49
5
6,25%
Sedang
49< x ≤77
52
65%
Tinggi
77< x ≤91
17
21,25%
Sangat Tinggi
x >91
6
7,5%
Total
100%
25
x = skor kecenderungan adiksi game online Tabel diatas artinya adiksi game online dalam kategori sedang dan yang lainnya tersebar dalam level rendah sebanyak 6,25%, level
tinggi sebanyak
21,25% dan level sangat tinggi 7,5%. Hasil Uji Asumsi, Analisis Data dan Interpretasi Analisis data yang dilakukan untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode analisis Korelasi Product Moment dari Pearson. Sebelum menguji kebenaran hipotesis dilakukan uji asumsi yang berupa uji normalitas dan uji linearitas sebagai syarat penggunaan statistik parametric yaitu Korelasi Product Moment. Uji Asumsi Uji Normalitas Data setiap variabel diuji dengan menggunakan program uji normalitas sebaran.Perhitungan normalitas sebaran dilakukan dengan menggunakan teknik analisis Kolmogorov-Smirnov (K-SZ) dari SPSS (Statistical Packages for Social Sciences) 17.0. Uji normalitas pada variabel regulasi diri menunjukkan hasil K-SZ sebesar 1,033dengan p = 0,236 ( p>0,05). Uji normalitas pada variabel adiksi game online menunjukkan hasil K-SZ sebesar 1,089 dengan p = 0,189 (p>0,05). Berdasarkan uji normalitas tersebut dapat disimpulkan bahwa distribusi dari kedua variabel tersebut adalah normal.
26
Uji Linearitas Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel penelitian.Dengan memiliki nilai F = 0,842 , Sig = 0.677 , p > 0,05 pada deviation from linearity sehingga dapat dibuktikan bahwa pada taraf kepercayaan 95% tidak terjadi penyimpangan signifikan terhadap linearitas. Artinya korelasi antara variabel Regulasi Diri dan Kecenderungan Adiksi Game Online bersifat linier. Uji Linieritas ANOVA Table
Sum of Squares
Mean df
Regulasi Diri * Between (Combined) 21793.333 27
Square
F
Sig.
807.160 1.075 .401
Kecenderungan Groups Linearity
5361.253
1
5361.253 7.143 .010
Adiksi Deviation from
16432.080 26
632.003
Within Groups
39026.467 52
750.509
Total
60819.800 79
Linearity
27
.842 .677
Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara regulasi diri terhadap kecenderungan adiksi game online pada remaja, yang ditunjukkan dengan hasil rxy = - 0,323 ; p = 0,003 ( p <0,05 ). Hal ini berarti semakin tinggi regulasi diri yang dimiliki maka semakin rendah kecenderungan adiksi terhadap game online, sebaliknya semakin rendah regulasi diri yang dimiliki maka semakin tinggi kecenderungan adiksi terhadap game online . Ini berarti hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Untuk melihat seberapa besar koefisien determinasi yang ditunjukkan dalam Nilai koefisien determinasi yaitu 10,43% Artinya regulasi diri memberikan sumbangan terhadap kecenderungan adiksi game online sebesar 10,43 % dan sisanya 100 % - 10,43 % = 89,57 % ditentukan oleh faktor-faktor lain. Pembahasan Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara regulasi diri terhadap kecenderungan adiksi game online pada remaja, yang ditunjukkan dengan hasil rxy = - 0,323 ; p = 0,003 ( p < 0,05% ) yang berarti semakin tinggi regulasi diri yang dimiliki maka semakin rendah kecenderungan adiksi terhadap game online, sebaliknya semakin rendah regulasi diri yang dimiliki maka semakin tinggi kecenderungan adiksi terhadap game online . Ini berarti hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya.
28
Berdasarkan tingkat signifikansi yang dimiliki dapat dilihat dari nilai p = 0,003 (p<0.05%) yang artinya hubungan antara regulasi diri terhadap kecenderungan adiksi game online pada remaja adalah signifikan. Hal ini sesuai dengan teori dari Hawadi (2007) yang mengemukakan bahwa pada prinsipnya game memiliki sifat seduktif, yaitu membuat orang menjadi kecanduan untuk terpaku di depan monitor selama berjam – jam. Game online menyebabkan remaja terasa tertantang sehingga terus-menerus memainkanya, dan menyebabkan remaja tidak memiliki skala prioritas dalam menjalani aktivitas sehari-hari, sikap kurang memiliki self control yang baik terhadap ketertarikanya pada game online dan pada saat itulah seseorang yang kecanduan atau bermain game harus bisa mengatur diri mereka sendiri. Hal ini membutuhkan pengaturan diri (regulasi diri) pada pecandu game online tersebut atau dengan kata lain regulasi diri pada perilaku adiksi game online. Regulasi diri (self regulation) merupakan dasar dari proses sosialisasi karena berhubungan dengan seluruh domain yang ada dalam perkembangan fisik, kognitif, social, dan emosional (Papalia & Olds, 2001). Selain itu regulasi diri (self regulation) juga merupakan kemampuan mental serta pengendalian emosi (Papalia & Olds, 2001). Seluruh perkembangan kognitif, fisik, serta pengendalian emosi dan kemampuan sosialisasi yang baik, membawa seseorang untuk dapat mengatur dirinya dengan baik (Papalia & Olds, 2001). Regulasi diri dapat dipahami sebagai penggunaan suatu proses yang mengaktivasi pemikiran, perilaku dan affect (perasaan) yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Schunk dan Zimmerman dalam Susanto, 2006,
29
hal.65). Regulasi diri meliputi self – generation dan pemantauan secara kognitif terhadap pikiran, perasaan dan perilaku dalam rangka mencapai suatu tujuan tanpa mengandalkan orang lain (Santrock, 2007). Zimmerman (dalam Ormrod. 2003), juga menjelaskan jika seseorang disebut memiliki regulasi diri maka pikiran dan perilakunya berada dibawah kendalinya sendiri, tidak dikendalikan oleh orang lain dan lingkungan. Tingginya tingkat adiksi terhadap game online pada remaja ini,salah satunya disebabkan karena rendahnya regulasi diri yang mereka miliki. Regulasi diri yang rendah pada diri individu menyebabkan banyaknya permasalahan bagi para pecandu game online secara kognitif, fisik, emosional maupun sosial. Mazalin dan Moore (2004), juga menyatakan aktivitas internet seperti bermain game online yang dilakukan oleh remaja akan mengurangi dan membatasi interaksi individu dengan teman sebayanya yang seharusnya lebih sering terjadi pada masa remaja. Kedekatan remaja secara langsung dengan teman sebaya di dunia nyata dapat mempengaruhi remaja untuk belajar peran, menentukan sikap dan membentuk perilaku yang juga mempengaruhi perkembangan identitas remaja.Kurangnya kedekatan secara langsung dengan teman sebaya merupakan salah satu hal yang dapat membatasi kesempatan remaja untuk belajar dari lingkungan sosialnya dan belajar peran dari teman sebaya. Seseorang yang mengalami kecanduan game online akan mengalami beberapa gejala seperti salience (berpikir tentang bermain game online sepanjang hari), tolerance (waktu bermain game online yang semakin meningkat), mood modification (bermain game online untuk melarikan diri dari masalah), relapse 30
(kecendrungan untuk bermain game online kembali setelah lama tidak bermain), withdrawal (merasa buruk jika tidak dapat bermain game online), conflict (bertengkar dengan orang lain karena bermain game online secara berlebihan), dan
problems
(mengabaikan
kegiatan
lainnya
sehingga
menyebabkan
permasalahan). Tujuh kriteria kecanduan game online ini merupakan pengukuran untuk mengetahui kecanduan atau tidaknya seorang pemain game online yang ditetapkan pemain yang mendapatkan empat dari tujuh kriteria merupakan indikasi pemain yang mengalami kecanduan game online (Lemmens, 2009). Adapun kategori adiksi terhadap game online pada remaja di penelitian ini tergolong sedang dengan melihat nilai Mean Empiris = 62,9375; Mean Hipotetsik = 63 dan Standar deviasi hipotetik = 14, artinya adiksi terhadap game online pada remaja awal masih dapat dikendalikan, ini dapat terlihat dari nilai regulasi diri yang dimiliki oleh subjek yang juga tergolong sedang dengan nilai Mean Empiris = 116, 8875; Mean Hipotetik = 114 dan standar deviasi hipotetik = 25,33. Dampak negatif secara psikologis bagi remaja yang kecanduan permainan online menurut penelitian Soleman (2009) diantaranya : pikiran para pemain game online menjadi terus menerus memikirkan permainan yang sedang dimainkan. Para pemain menjadi sulit berkonsentrasi terhadap studi, pekerjaan, sering bolos atau menghindari pekerjaan, bersikap cuek, acuh tak acuh, kurang peduli terhadap hal-hal yang terjadi di sekelilingnya serta dalam takaran yang lebih parah, para pemain mampu melakukan apapun demi bisa bermain permainan online seperti berbohong, mencuri uang dan lain-lain. Selain itu terbiasa hanya berinteraksi satu arah dengan computer membuat para pemain menjadi
31
tertutup,sulit mengekspresikan diri ketika berada dilingkungan nyataDalam penelitian ini, besarnya pengaruhi regulasi diri terhadap kecenderungan adiksi terhadap game online dapat terlihat dari nilai koefisien determinasi yaitu sebesar 10,43% dan sisanya 89,57 % ditentukan oleh faktor-faktor lain, seperti : motivasi diri, kesepian, depresi, ketrampilan sosial yang rendah dan sebagainya. Regulasi diri pada remaja di penelitian ini tergolong sedang (sekitar 65% atau 52 orang) yang ditunjukkan dengan N = 80, Mean = 116,89. Kecenderungan adiksi game online pada remaja di penelitian ini juga tergolong sedang, hal ini dapat dilihat dengan nilai N = 80, Mean = 62.9375, Std. Deviation = 7.64289 yang lainnya tersebar dalam level tinggi sebanyak 6,25% (5 orang). Kelemahan dalam penelitian ini diantaranya kurang adanya kontrol dari peneliti saat pengisian skala berlangsung dimana subjek saling bertanya selama pengisian skala tersebut, subjek banyak yang kurang memahami pernyataan yang dibuat sehingga saat pengisian skala tersebut kondisi menjadi gaduh, kurangnya konsentrasi saat pengisian skala karena subjek mengerjakan sambil bermain game. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat hubungan negatif dan signifikan antara regulasidiri terhadap kecenderungan adiksi pada game online, yang berarti semakin tinggi regulasi diri yang dimiliki maka semakin rendah kecenderungan adiksi terhadap game online, sebaliknya semakin rendah regulasi diri yang dimiliki maka semakin tinggi kecenderungan adiksi terhadap game online .
32
Saran
a)
Bagi Remaja Remaja dapat lebih dapat mengontrol dirinya agar tidak terperosok dalam permainan game online yang terus-menerus yang akibatnya dapat mempengaruhi prestasi akademik, kehidupan sosial serta emosional remaja itu sendiri.
b)
Bagi Orangtua Orangtua dapat memberikan pengawasan ekstra serta batasan waktu kepada remaja yang sering bermain game agar remaja tidak kehilangan kontrol dalam bermain game online yang nantinya dapat berdampak negatif bagi kehidupan emosional maupun sosialnya.
c)
Bagi Peneliti berikutnya Bagi peneliti berikutnya yang tertarik meneliti mengenai permasalahan sejenis, dapat melihat dari faktor-faktor lainnya seperti motivasi diri, kepercayaan diri, tipe kepribadian dan sebagainya.
33