BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Tentang Objek Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Tentang Jilbab Jilbāb adalah busana muslim terusan panjang menutupi seluruh badan kecuali tangan, kaki dan wajah yang biasa dikenakan oleh para wanita muslim. Penggunaan jenis pakaian ini terkait dengan tuntunan syariat Islam untuk menggunakan pakaian yang menutup aurat atau dikenal dengan istilah hijab. Sementara kerudung sendiri di dalam Al-Qur'an disebut dengan istilah khumur, sebagaimana terdapat pada surat An Nur ayat 31:
“Hendaklah mereka menutupkan khumur (kerudung-nya) ke dadanya”. (An Nuur :31)
Secara etimologis jilbab berasal dari bahasa arab jalaba yang berarti menghimpun atau membawa. Istilah jilbab digunakan pada negeri-negeri berpenduduk muslim lain sebagai jenis pakaian dengan penamaan berbeda-beda. Di Iran disebut chador, di India dan Pakistan disebut pardeh, di Libya milayat, di Irak abaya, di Turki charshaf, dan tudung di Malaysia, sementara di negara Arab-Afrika disebut hijab. Di Indonesia, penggunaan kata "jilbab" digunakan secara luas sebagai busana kerudung yang menutupi sebagaian kepala perempuan (rambut dan leher) yang dirangkai dengan baju yang menutupi tubuh kecuali telapak tangan dan kaki. Kata ini masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pada tahun 1990 bersamaan dengan mulai populernya penggunaan jilbab di kalangan muslimah perkotaan. Dalam kosakata bahasa Indonesia menurut KBBI, jilbab adalah kerudung lebar yang dipakai perempuan muslim untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
menutupi kepala dan leher sampai ke dada. Secara umum mereka yang menutupi bagian itu disebut orang yang berjilbab. www.wikipedia.com 4.1.1.1 Pengertian dan Perbedaan Jilbab, Kerudung, Hijab, Purdah dan Cadar Dewasa ini kita menyaksikan banyak wanita yang telah mengenakan jilbab di tempattempat umum apakah yang berjubah, berbaju kurung atau celana. Ini merupakan fenomena yang baik jika dibandingkan dengan zaman kakek nenek kita yang mana sulit untuk kita melihat para wanita mengenakan jilbab. Namun begitu, ada juga beberapa wanita di zaman ini yang kurang mengerti apakah arti sebenar menutup aurat. Sekedar memakai jilbab di tempat-tempat umum sudah disangkanya menutup aurat, sedangkan menutup aurat dan hanya memakai jilbab yang menutupi kepala adalah dua hal yang berbeda. Fenomena bertudung ini akan bertambah baik jika para wanita memahami pengertian aurat dan bagaimana menutup aurat dengan sempurna serta mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
a.
Definisi Aurat Dari segi bahasa, aurat berarti cacat atau keaiban pada sesuatu. Ini juga berarti ada yang
ditutupi oleh manusia karena rasa malu. Sedangkan secara istilahnya, aurat berarti setiap anggota yang wajib ditutup dan haram untuk dilihat b. Ketentuan Pakaian Wanita Muslimah Menutup aurat bukan juga semata-mata tidak menampakkan anggota tubuh kecuali muka dan telapak tangan, tetapi syariat Islam telah menetapkan beberapa syarat pada pakaian wanita Muslimah. Setiap kondisi ini harus dipatuhi agar ia memenuhi maksud menutup aurat itu sendiri. Jika salah satu syarat ini tidak dilaksanakan oleh seseorang wanita itu, maka ia tidak dihitung sebagai menutup aurat. 1.
Menutupi seluruh tubuh kecuali anggota yang bukan aurat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.
Kedua; harus pakaian itu tebal dan tidak tipis. Nabi saw. berkata: 'Dua golongan dari
ahli neraka yang tidak pernah aku lihat: satu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya, dan wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka jauh dari ketaatan kepada Allah serta mengajar yang lain tentang perbuatan mereka (tidak menutup aurat), kepala mereka seperti punuk unta, mereka ini tidak masuk surga dan tidak mencium bau surga sedangkan bau surga itu bisa terhirup dari jarak ini dan ini 3.
Harus pakaian itu longgar dan tidak ketat. Pakaian yang ketat dan menampakkan
sosok
wanita
tidak
memenuhi
maksud
menutup
aurat
karena
dapat
membangkitkansyahwat dan mendatangkan fitnah dan kerusakan. Pakaian yang ketat tetap dilarang meskipun tebal dan tidak tipis. 4.
Pakaian
tersebut
tidak
menyerupai
pakaian
pria. Ibn
'Abbas r.a. berkata:'Rasulullah saw. melaknat pria yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai pria." c.
Definisi Jilbab, Kerudung, Hijab, Purdah, dan Cadar Jilbab, kerudung, hijab, purdah, dan cadar merupakan istilah-istilah jenis pakaian yang
dipakai untuk menutupi aurat wanita. Hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : Jilbab :
Berasal
dari bahasa
arab yang
jamaknya jalaabiib artinya pakaian
yang
lapang/luas. Pengertiannya yaitu pakaian yang lapang dan dapat menutup aurat wanita, kecuali muka dan kedua telapak tangan hingga pergelangan saja yang ditampakan. Jilbab ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
hukumnya adalah wajib sebagai sebuah keharusan yang pasti atau mutlak bagi wanita dewasa yang mukminat atau muslimat.
Kerudung :
Yang ini berasal dari bahasa Indonesia. Bila dalam bahasa arabnya adalah khimaar , jamaknya khumur yaitu tutup/tudung yang menutup kepala, leher, sampai dada wanita. Sekilas kerudung memiliki definisi yang hampir sama dengan jilbab. Tapi tidak sama. Jilbab memiliki arti yang lebih luas, Karena Jilbab dapat diartikan sebagai busa muslimat yang menjadi satu corak, yaitu busana yang menutup seluruh tubuhnya, mulai dari atas kepala sampai kedua telapak kakinya yang jadi satu (menyatu) tanpa menggunakan kerudung lagi. Sedangkan Khimar itu (kerudung) hanya tudung yang menutupi kepala hingga dada saja. Sama halnya seperti Jilbab, kerudung ini hukumnya wajib. Hijab : berasal dari bahasa arab, artinya sama dengan tabir atau diding/penutup. Pengertian yang dimaksud dari hijab atau tabir disini adalah tirai penutup atau sesuatu yang memisahkan/membatasi baik berupa tembok, bilik, gorden, kain dan lain-lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Purdah :
Dapat diartikan dengar burdah yaitu pakaian luar atau tirai berjahit, mirip dengan ‘abaaah/’abaayaa. Niqab (Purdah) ialah sesuatu yang digunakan oleh wanita bagi menutup bagian wajah mereka. Cuma yang dipamerkan hanya bagian mata saja. Istilahistilah yang ada kaitannya dengan niqab. 1. الخمار: ini ialah nama bagi kain yang digunakan untuk menutup bahagian kepala bagi wanita.Ini berdasarkan firman Allah taala di dalam al-Quran surah al-Nur ayat 31: َض ِربْن ْ ََو ْلي بِ ُخ ُم ِر ِھنﱠ َعلَى ُجيُوبِ ِھنﱠ Maksudnya: dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka. Kaitan di antara niqab dan khimar ialah niqab digunakan untuk menutup wajah,manakala khimar digunakan untuk menutup kepala. Kedua-duanya merupakan pakaian muslimah. 2. الحجاب: Ini merupakan nama bagi kain yang digunakan untuk menutup keseluruhan wanita tersebut. 3. البُرقَع: Ini merupakan nama bagi kain yang digunakan untuk menutup keseluruhan wajah wanita.Menurut Ibn Manzhur ,pengarang kitab Lisan al-Arab: Terdapat sedikit ruang untuk memperlihatkan mata bagi burqa’. Jika kita mengambil dengan takrif yang diberikan oleh Ibn Manzhur maka ianya sama maksud dengan niqab.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4. اللِثام: Ini merupakan nama bagi kain yang digunakan untuk menutup bahagian mulut. Kaitan di antara niqab dan al-Litham ialah , niqab digunakan untuk menutup keseluruhan wajah kecuali kedua mata. Manakala al-Litham pula digunakan untuk menutup bahagian mulut dan ke bawah. Bilamana niqab digunakan untuk menutup bahagian wajah wanita maka ianya mempunyai kaitan rapat dengan aurat. Ini kerana, aurat adalah merupakan anggota yang wajib ditutup.
Cadar :
Kain penutup muka atau sebagian wajah wanita, dimana hanya matanya saja yang nampak, bahasa arabnya khidir atau tsiqab, sinonim dengan burqu : marguk. Penggunaan cadar, purdah ini bersifat sunat.
d. Model dan cara pemakaian jilbab
Adapun mengenai model dan cara pemakaian dan jilbab haruslah sederhana dan tidak mencolok baik dari segi warna maupun bentuknya sehingga menarik perhatian laki-laki.
Perhatikan Firman Allah SWT: ''Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliyah dahulu (QS 33: 33). Dan diriwayatkan dari Ummu Salamah Ra: Nabi SAW pernah menemui Ummu Salamah Ra yang pada waktu itu sedang memperbaiki letak kerudungnya, maka sabda beliau SAW, ''Lipatlah sekali jangan dua kali'' (HR Abu Daud).
Jilbab, misalnya, dapat digunakan dengan memakai kancing, kain yang dilipat-lipat dan sebagainya, asalkan syarat jilbab tersebut di atas terpenuhi. Jadi tidak asal menutup aurat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dengan demikian jelaslah bahwa syara' telah menetapkan bentuk khimar dan jilbab secara nyata. Khimar/kerudung adalah kain yang terhampar dapat menutupi bagian kepala (termasuk telinga selain wajah) sampai menutupi dada dan tidak menampakkan warna kulit. Sedangkan jilbab adalah baju kurung atau jubah yang tidak terputus dari atas hingga bawah. Jika pakaian penutup aurat berupa baju potongan, yang terdiri dari beberapa potongan maka bukan termasuk dalam kategori jilbab. Jika wanita dalam kehidupan umum dengan tidak memakai jilbab dalam pengertian tersebut maka ia berdosa meskipun pakaiannya menutupi seluruh auratnya, sebab diwajibkan menggunakan pakaian luar yang diulurkan ke bawah sampai menutupi kedua kakinya.
4.1.2. Profil Informan Penelitian Pada penelitian kualitatif ini, sampel diambil dengan maksud tidak harus menjadi wakil dari seluruh populasi, namun sampel memiliki pengetahuan yang cukup serta mampu menjelaskan keadaan yang sebenarnya tentang objek penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif dapat menjadi informan ( jika menggunakan interview), dapat berupa kejadian (jika menggunakan observasi), jika menggunakan teknik dokumentasi maka sampel dapat berupa bahan-bahan dokumenter, prasasti, legenda, cerita rakyat, dan sebagainya.(Burhan Bungin, 2001:173). Jadi yang dimaksud informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang kondisi dan situasi latar belakang penelitian. Dalam penelitian ini, terdapat 20 orang informan, yang menjadi informan utama adalah 7 pengguna jilbab yang ada di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 4.1. Profil Informan No
Nama
Usia
Status
(Tahun)
Pend.
Pekerjaan
Lama Pemakaian
Terakhir
Jilbab 1.
Ida
24
Gadis
S1
Mahasiswa
5 tahun
dan Karyawan 2.
Ita
20
Gadis
SMA
Mahasiswa
1 tahun
3.
Fitri
41
Menikah
S1
Karyawan
4 tahun
4.
Uty
43
Menikah
S1
Dokter
15 tahun
5
Putri
20
Gadis
SMA
Mahasiswa
2 tahun
6.
Ica
23
Gadis
S1
Mahasiswa
2 tahun
dan Karyawan 7.
Anna
25
Menikah
D3
Ibu Rumah 8 tahun Tangga
Dari tabel diatas, informan-informan yang diteliti merupakan informan yang memiliki karekter yang berbeda. Keanekaragaman informan dapat dilihat bukan hanya dari usia, tapi juga dilihat dari status pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan jangka waktu pemakaian jilbab.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Peneliti memilih empat orang informan yang berprofesi sebagai mahasiswa yaitu Ida, Ita, Putri dan Ica dengan usia 20 tahun sampai dengan 24 tahun. Selain itu informan Uty dan Fitri yang berprofesi sebagai karyawati dan dokter dengan usia 41 sampai dengan 43 tahun. Dan Anna yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dengan usia 25 tahun. Perbedaan tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses yang dilalui oleh informan dengan latar belakang yang berbeda. 4.2. Hasil Penelitian Membahas tentang motif yang menjadi dasar perubahan informan dalam berpenampilan pada dasarnya sangat menyenangkan, hal tersebut terbukti karena ternyata ada banyak motif yang selama ini mempengaruhi dan membuat perubahan besar terhadap kehidupan berpenampilan mereka. Konversi identitas seseorang terhadap penampilannya ternyata bukan semata-mata karena satu faktor saja, namun kombinasi beberapa faktor juga dapat menjadi alasan seseorang melakukan konversi dalam penampilannya.
4.2.1 Motif dalam berjilbab Dalam penelitian mengenai jilbab, peneliti membagi motif-motif tersebut menjadi dua golongan motif yaitu motif internal dan motif eksternal. Motif internal adalah segala sesuatu yang ada dalam diri individu yang keberadaannya mempengaruhi dinamika perkembangan. Yang termasuk kedalam faktor-faktor internal adalah faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kematangan fisik ataupun psikis.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Motif eksternal adalah segala sesuatu yang berada diluar diri individu, yang keberadaannya mempengaruhi dinamika perkembangan. Yang termasuk faktor eksternal antara lain faktor sosial, faktor budaya, faktor lingkungan fisik maupun lingkungan non fisik. Pada dasarnya informan memiliki lebih dari satu motif dalam konversi identitas ini. Sebagian besar informan memiliki motif ganda dalam perubahan identitas mereka. Jadi bisa dikatakan bahwa informan tidak hanya dipengaruhi oleh satu alasan saja tetapi bisa jadi perubahan yang mereka alami merupakan penggabungan antara dua bahkan lebih motif-motif yang melatarbelakanginya. Motif ganda adalah motif yang dimiliki oleh informan dan mempengaruhi perilaku informan dalam berpenampilan yang lebih dari satu motif. Hal tersebut bisa disebabkan karena informan hidup bukan hanya disatu lingkungan saja dan memiliki banyak kebiasaan yang dapat berpengaruh terhadap perubahan tersebut.
4.2.1.1 Motif Internal Faktor ini terkait dengan keinginan seseorang untuk memakai jilbab murni dari keinginan diri sendiri ataupun dari hasil komunikasi intrapersonal. Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi didalam diri komunikator sendiri antara self dengan God. Komunikasi intra personal merupakan keterlibatan internal secara aktif dan individu dalam memproses simbolik pesan-pesan. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses
psikologis
seperti
persepi
dan
keadaran
(awareness)
terjadi
saat
berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Pemahan diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan – perubahan yang terjadi didalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi perilaku kita selama ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
memainkan peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi. www.wikipedia.org Menurut penelitian yang dilakukan oleh peneliti, terdapat tiga sub motif utama yang termasuk dalam motif internal, antara lain : 1. Motif kesadaran terhadap Tuhan dan semua aturanNya Motif kesadaran terhadap Tuhan dan semua aturanNya merupakan kesadaraan dasar seseorang dalam menjalani kehidupan beragamanya. Pada dasarnya semua manusia yang memutuskan untuk menganut suatu agama tertentu adalah semata-mata karena percaya bahwa Tuhan dan segala aturanNya memang ada dan patut untuk dijalankan dan dipatuhi sesuai dengan apa yang dituliskan dalam Kitab dan pedoman-pedoman lainnya. Islam adalah agama yang telah diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw sebagai pengatur perbuatan manusia dalam seluruh aspek kehidupan, yaitu: (1) Mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt sebagai Penciptanya yang tercakup dalam masalah akidah dan ibadah, (2) Mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri yang tercakup dalam masalah akhlak, makanan atau minuman dan pakaian, (3) Mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya yang tercakup dalam masalah mu’amalah dan uqubat/sanksi. Dengan demikian, seorang muslim atau muslimah harus mengikatkan diri dengan aturan-aturan Islam sebagai wujud perintah Allah Swt dan memahami hukumhukum perbuatan manusia menurut aturan Islam. Seorang muslim tidak hanya diperintahkan untuk sholat saja, tetapi juga diperintahkan untuk menuntut ilmu, bekerja, melakukan amar ma’ruf nahi munkar, meninggalkan yang haram, melaksanakan yang sunnah, dan lain sebagainya. Karena itu, tidak layak bagi seorang muslimah melaksanakan perintah Allah Swt untuk berjilbab tetapi meninggalkan perintah Allah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Swt yang lain, bahkan melanggar larangan Allah Swt, seperti: berakhlak buruk, munafik, dusta, menipu, mencuri, dan lain-lain. Seluruh perintah Allah Swt harus dilaksanakan semuanya oleh seorang muslim atau muslimah, dengan dorongan sematamata untuk mencapai ridhoNya. Bukan karena kemanfaatan atau keuntungan semata, atau karena adat istiadat saja. Demikian pula seluruh ajaran Islam harus dilaksanakan bukan karena adanya kesamaan Al Qur’an dengan kitab agama-agama non Islam, seperti Injil, dan lain-lain. Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah ayat 208: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” Seperti apa yang dialami oleh sebagian besar informan yang mengakui bahwa faktor kesadaran terhadap aturan-aturan Tuhan menjadi alasan yang kuat dalam penggunaan jilbab. Sebagian besar informan seperti Ida, Uty, Putri dan Anna sama-sama mempunyai alasan yang sama dalam penggunaan jilbab yaitu sadar akan aturan-aturan yang sudah jelas tertulis didalam AL Quran yang menyatakan bahwa "Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Hal tersebut juga disampaikan oleh Anna bahwa kewajiban menutup aurat atau berjilbab adalah mutlak dan harus dijalankan oleh semua Muslimah karena sudah ada aturan yang nyata yang harus dipatuhi. “ Awalnya saya tidak menggunakan jilbab, tapi karena saya tahu bahwa setiap perempuan Muslim wajib menggunakan jilbab dan semua itu sudah jelas ada aturanNya dalam AL Quran.” (Wawancara dengan Anna, 3-09-2013).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sependapat dengan Anna, informan Putri, Uty dan Ida juga berpendapat yang sama bahwa kewajiban setiap perempuan Muslim selain salat lima waktu adalah menutup auratnya. “ Aku sebenarnya bukan orang yang mendalami ilmu agama secara menyeluruh, tapi memang yang aku tahu bahwa sebagai umat Islam kita sebagai perempuan wajib menutup aurat kita. Walaupun sekarang masih belajar, mudah-mudahan aku bisa konsisten dengan apa yang aku gunakan sesuai dengan peraturan yang ada di agama aku”. Wawancara dengan Putri, 26-08-2013) Motif yang menjadi dasar perubahan beberapa informan dapat dilihat sesuai dengan bagan dibawah ini. Bagan tersebut menggambarkan bahwa satu motif dapat menjadi dasar untuk lebih dari satu orang informan.
2.
Motif takut akan ketidakpatuhan terhadap aturan agama atau hukum agama Dalam kehidupan umum, yaitu pada saat seorang wanita keluar rumah atau pun
wanita di dalam rumah bersama pria yang bukan muhrimnya maka syara' telah mewajibkan kepada wanita untuk berjilbab. Pakaian jilbab yang diwajibkan tersebut adalah memakai khimar/kerudung, jilbab atau pakaian luar dan tsaub atau pakaian dalam. Jika bertemu dengan pria yang bukan mahromnya atau keluar rumah tanpa menggunakan jilbab tersebut meskipun sudah menutup aurat maka ia dianggap telah berdosa karena telah melanggar dari syara'. Banyak kaum wanita yang masuk neraka, semata-mata karena didalam hidupnya tak mau memakai kerudung kepala atau Jilbab, didalam neraka akan mendapat siksaan yang berat sekali sebagai mana diceritakan Nabi Muhammad dalam hadits beliau yang artinya sebagai berikut. ; “Wanita yang akan digantung dengan rambutnya, sampai mendidih otak dikepalanya didalam neraka, ialah wanita-wanita yang memperlihatkan rambutnya kepada laki-laki yang bukan muhrimnya” Hadits diatas adalah bagian akhir dari hadits nabi Muhammad yang cukup panjang, yang menceritakan berbagai macam siksa neraka yang diperlihatkan Allah waktu beliau pergi mikraj. Waktu beliau menceritakan nasib kaum wanita
http://digilib.mercubuana.ac.id/
yang berat siksanya didalam neraka karena tak mau memakai kerudung kepala atau jilbab didalam hidupnya, beliau meneteskan air mata. Sebagian besar informan yang diteliti menyatakan bahwa motif ketakutan akan ketidak patuhan terhadap Tuhan merupakan salah satu motif utama yang mempengaruhi perubahan mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Ica sebagai berikut : “ Jelas aku takut klo nggak pakai jilbab, karena di Islam jelas hukuman apa saja yang akan diterima oleh kaumnya yang tidak mematuhi hukum Islam dan akan percuma rajin salat kalau aku nggak pakai jilbab, pasti nggak akan mencium wangi surga”. (Wawancara dengan Ica, 04-09-2013) Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ida, Anna, Ita, Uty dan Putri. Mereka mengaku bahwa hukuman yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan hukuman yang nyata berdasarkan pedoman-pedoman yang mereka baca dan mereka ketahui. Jadi wajar saja apabila hampir seluruh informan memiliki motif ini yang pada dasarnya memang diyakini hukuman dan resiko itu akan terjadi apabila mereka tidak melaksanakannya. Hal serupa juga dapat dilihat pada bagan diatas bahwa dalam Motif kesadaran terhadap Tuhan dan semua aturanNya dapatn menjadi dasar perubahan bagi beberapa informan antara lain Anna, Putri, Uty, Ida dan Ita.
3. Motif psikologi atau kenyamanan Menurut penelitian, informan yang pada awalnya hanya sekedar mencoba-coba saja menggunakan jilbab, pada akhirnya akan merasa tidak nyaman apabila auratnya atau lebih tepatnya rambut dan sekitar lehernya dilihat oleh lawan jenisnya pada saat diluar rumah. Motif ketidak nyamanan tersebut dapat menjadi alasan sebagian besar informan seperti Ita, Anna, Ica, Fitri, dan Ida yang masih bertahan untuk menggunakan jilbabnya. Hal tersebut
http://digilib.mercubuana.ac.id/
juga diungkapkan oleh Ita yang mengaku baru tiga bulan memutuskan untuk menutup auratnya. “Sekarang kalau mau ke warung udah otomatis langsung pakai jilbab, soalnya rasanya aneh dan ga nyaman kalau keluar rumah terus dilihat sama orang lain nggak pakai jilbab, berasa kayak ga pakai baju.” (Wawancara dengan Ita, 15-09-2013)
4.2.1.2 Motif Eksternal Motif ini terkait dengan pengaruh informan terhadap konversi yang dilakukan terhadap dirinya yang dipengaruhi oleh lingkungan diluar dari dirinya pribadi. Dari penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa motif yang menjadi alasan seseorang melakukan konversi identitas dari tidak menggunakan jilbab menjadi memutuskan memakai jilbab, antara lain : 1.
Motif gaya hidup atau fashion Dewasa ini motif fashion tidak dapat dipandang sebelah mata sebagai pengaruh berkembangnya trend berjilbab dikalangan wanita. Hampir sebagian besar wanita yang berjilbab ingin terlihat cantik dimata orang lain. Hal tersebut menjadi alasan kuat para designer memilih untuk menciptakan karya indah melalui baju-baju yang bernuansa muslimah dan jilbab. Hal tersebut juga ternyata cukup mempengaruhi informan untuk merubah penampilan mereka walaupun tidak sepenuhnya penampilan mereka berfokus pada fashion yang sedang in di lingkungan. Wawancara peneliti kepada Ita, Uty, Ica dan Anna menjelaskan bahwa fashion cukup mempengaruhi perubahan penampilan mereka. Anna menyatakan bahwa menutup aurat memang diwajibkan sebagai seorang Muslimah, namun sebagai seorang wanita dewasa Anna juga ingin terlihat cantik dan modis serta tidak ketinggalan zaman dalam berpenampilan, hal tersebut direalisasikan dengan cara membeli beberapa baju muslim
http://digilib.mercubuana.ac.id/
yang dipadu padankan dengan permainan warna terang dijilbab yang ia kenakan. Model dalam berjilbab pun tidak melulu hanya satu atau dua model saja yang digunakan. Menghindari kejenuhan dalam berpakaian, Anna juga mengkombinasikan beberapa model jilbab yang ada di majalah dan televisi. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Uty. Sebagai seorang wanita yang berprofesi sebagai seorang dokter kecantikan, Uty juga harus menyeimbangkan antara profesi dan penampilannya agar tidak terlihat monoton saat bertemu dengan pasien. “Selama ini saya bekerja melayani pasien-pasien dengan berbagai macam karakter dan penampilan. Merekapun selalu berpenampilan modis dan cantik. Sebagai seorang dokter kecantikan saya nggak bisa terlihat biasa-biasa saja, apalagi dengan penampilan yang biasa, karena mereka nggak akan mau datang ke klinik dokter kecantikan kalau dokternya aja nggak cantik.” (Wawancara dengan Uty, 25-09-2013) Selain itu Ica dan Ita yang berprofesi sebagai mahasiswa juga sependapat dengan informan lainnya, bahwa fashion merupakan hal yang cukup penting dalam berpenampilan, hal tersebut juga didukung dengan banyaknya model baju muslim yang dijual dipasaran yang mendukung penampilan mereka.
2.
Motif lingkungan keluarga dan pekerjaan Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh keluarga dalam pola hidup dan pembentukan karakter seseorang merupakan pengaruh yang paling dominan. Keluarga, khususnya orang tua selalu menjadi buku panduan yang setiap saat dapat merubah perilaku seseorang menjadi yang sesuai dengan keinginan orang tua. Sama halnya dengan perubahan penampilan seseorang yang pada awalnya tidak menggunakan jilbab menjadi memakai jilbab. Perubahan penampilan sebagian besar informan selain dipengaruhi oleh motif fashion, juga sangat dipengaruhi oleh motif keluarga dan pekerjaan. Seperti yang diungkapkan oleh Ida dan Ica. Ida dan Ica mengaku hidup dan tumbuh dilingkungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
yang sangat kuat ajaran agamanya. Sudah tentu pengaruh-pengaruh aturan – aturan menutup aurat sebagai seorang Muslimah dalam Islam sudah bukan suatu hal yang aneh lagi. Justru hal tersebut menjadi hal wajib yang harus dilaksanakan dengan baik dan sungguh-sungguh. Seperti yang diungkapkan Ica pada peneliti “ Dikeluarga aku, khususnya Papa Mamaku adalah merupakan salah satu orang yang aktif dilingkungan Masjid disekitar rumah, yang artinya karakter dan perilaku mereka juga agamis banget. Dan kebiasaan itu juga mereka turunin ke anak-anaknya termasuk aku dan kakakku. Berjilbab merupakan salah satu aturan yang harus diikuti buat seorang perempuan.”(Wawancara dengan Ica, 25-09-2013) Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ida yang memiliki keluarga yanng kuat dalam beragama. Selain itu lingkungan pekerjaanpun ikut berperan besar dalam pembentukan karakter dan penampilan informan. Ida yang saat ini bekerja di salah satu Bank swasta Syariah di Indonesia dan menuntut untuk menggunakan jilbab dalam menjalankan tugasnya. Lain halnya dengan Fitri yang lingkungan keluarga tidak begitu mempengaruhi perubahan penampilannya. Lingkungan pekerjaan yang semua serba kebetulan dan menuntut Fitri untuk merubah penampilannya, seperti yang ia ungkapkan pada peneliti. “ Sekarang saya bekerja di perusahaan media yang sebenarnya nggak menuntut untuk pakai jilbab. Bahkan kebiasaan dan pergaulan di lingkungan media tuh memang jauh dari kehidupan agamis. Hura-hura dan kehidupan malam itu bukan lagi hal yang tabu buat karyawan yang kerja di media. Semua itu terpaksa kita lakukan karena harus melayani dan me lobby client yang dengan berbagai karakter dan kemauan. Mau nggak mau kita harus menuruti keinginan mereka yang kebanyakan pelayanan yang bersifat hiburan. Dan kebetulan pada tahun 2007 saya mendapat tugas untuk meliput perjalanan ibadah haji dan mau nggak mau saya juga harus ikut dalam proses ibadah itu. Banyak hal yang saya dapat disana. Pulang dari tugas mulia itu, saya masih belum berjilbab, tapi lingkungan banyak yang komentar, harusnya kalau sudah pernah datang ke Baitullah harusnya kepalanya harus dihijab, biar cantik. Makin lama agak keganggu juga sama komentar-komentar mereka, dan pada tahun 2008 saya mulai memutuskan untuk memakai jilbab dan benar-benar tertutup.” (Wawancara dengan Fitri, 20-09-2013)
3.
Motif peristiwa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Peristiwa atau kejadian tidak selalu terjadi setiap saat. Begitu pula dengan peristiwa yang mempengaruhi perubahan penampilan seseorang. Tidak banyak informan yang menjadikan sebuah peristiwa menjadi alasan perubahan penampilan mereka dari tidak memakai jilbab menjadi memakai jilbab. Terbukti dari tujuh orang informan, hanya ada satu informan yang mengaku dipengaruhi oleh motif peristiwa. Ita adalah seorang mahasiswa teknik sipil di salah satu Universitas swasta di Jakarta. Awalnya kehidupan dan pergaulannya sangat jauh dari kehidupan Muslimah pada umumnya, gayanya yang seperti laki-laki ditirunya karena terbiasa berada dilingkungan yang mayoritas laki-laki sesuai dengan jurusan yang Ita ambil dalam kuliahnya. Awalnya Ita ingin menutup auratnya dengan cara berjilbab, tapi hal tersebut justru dianggap remeh oleh teman-teman terdekatnya, karena mengingat karakter Ita yang
keras dan jauh dari sifat lemah lembut selayaknya Muslimah pada
umumnya. Dengan banyak keragu-raguan yang ditimbulkan oleh sahabat-sahabat terdekatnya, justru Ita semakin yakin untuk menutup auratnya, walaupun pada awalnya Ita masih membuka jilbabnya saat berkumpul dengan teman-temannya, namun saat ini Ita sudah benar-benar bertekad untuk konsisten dalam menutup auratnya. ”Awalnya aku bener-bener mau berjibab, terus teman-temanku yang rata-rata laki-laki bilang kalau aku nggak mungkin bisa berubah kayak perempuan muslim yang lembut dan rapi dalam busana muslimah lengkap dengan jilbabnya. Karena keragu-raguan dari mereka justru keinginanku untuk pakai jilbab jauh lebih kuat. Aku mau buktiin kemereka kalau aku bisa berubah sesuai dengan aturan yang ada di agamaku, yaitu berjilbab.” (Wawancara dengan Ita, 15-09-2013) Keragu-raguan dan ketidak percayaan dari teman-teman Ita merupakan hal yang awalnya membuat Ita menjadi tertarik menggunakan jilbab dan ingin membuktikan pada temantemannya bahwa Ita sanggup menutup aurat selayaknya wanita-wanita muslimah lainnya. Faktor dari peristiwa tersebut dapat menjadi alasan mengapa seseorang memutuskan untuk melakukan konversi identitas dan penampilan mereka baik secara perlahan maupun berubah secara drastis. Dari sebuah perristiwa, kesadaran seseorang dapat timbul dan tumbuh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
menjadi siatu keyakinan dan keteguhan hati untuk melakukan sesuatu termasuk melakukan perubahan penampilannya. 4.
Motif kebiasaan atau hobi Hobi adalah suatu kebiasaan yang dilakukan karena orang tersebut menyukai kegiatan
yang akhirnya kegiatan tersebut menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan tersebut dapat berupa kegemaran seseorang membaca buku atau melakukan kegiatan olah raga seperti bermain bola dan sebagainya. Motif kebiasaan atau hobi ternyata menjadi salah satu faktor berubahnya karakter dan penampilan sebagian orang. Seperti halnya Putri yang mengaku perubahan penampilannya saat ini dipengaruhi oleh motif kebiasaannya berkumpul oleh teman-temannya yang tergabung pada salah satu organisasi keagamaan yaitu ROHIS (Rohani Islam). Dengan banyak dan seringnya waktu berkumpul Putri dan teman-teman organisasinya, banyak hal yang dipengaruhi oleh kegiatan dan hobi tersebut, salah satunya adalah perubahan penampilan Putri dari yang awalnya tidak menggunakan jilbab saat ini berubah menjadi memakai jilbab. 4.2.2. Makna Diri dan Identitas 4.2.2.1. Makna Jilbab Di Mata Para Ulama Perbedaan Pendapat Para Ulama Tentang Batas Aurat (dari M. Quraish Shihab Menjawab, 2008, Penerbit Lentera Hati ) Ayat Al Qur’an An Nur : 31 memberi petunjuk kepada muslimah agar menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka serta tidak menampakkan hiasannya kecuali pada suami dan orang-orang yang dekat hubungan darahnya sehingga tidak akan timbul berahi terhadap mereka. Hiasan wanita itu dapat berupa bagian dari tubuhnya, juga perhiasan yang digunakan pada tubuhnya. Larangan menampakkan hiasan itu dikecualikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dengan teks ”....kecuali apa yang tampak darinya”. Kalimat pengecualian inilah yang dibahas panjang lebar sekaligus merupakan kunci pemahaman ayat tersebut. Pakar tafsir Ibnu ’Athiyah menulis tentang tafsir ayat An Nur tersebut sebagai berikut : ” ....wanita amat diperintahkan untuk berupaya keras menutup segala sesuatu yang merupakan hiasan mereka dan pengecualian itu kelihatannya hanya berkaitan dengan sesuatu yang bersifat kebutuhan mendesak dalam rangka mempermudah gerak dan perbaikan keadaan (suasana bekerja), dan sebagainya”. Kemudian Al-Qurthuubii, pakar Al Qur’an dan dan hukum berkomentar ”Pendapat Ibnu ’Athiyah baik, hanya saja karena wajah dan kedua telapak tangan sering (biasa) tampak, baik sehari-hari maupun dalam ibadah shalat dan haji, maka sebaiknya ’kecuali yang tampak darinya’ itu dipahami sebagai kecuali waah dan kedua telapak tangan yang biasa tampak itu.” Demikian terlihat beliau mengembalikan pengecualian tersebut pada kebiasaan yang berlaku. Dalam Al-Qur’an dan Terjemahnya susunan Tim DepAg, pengecualian itu diterjemahkan sebagai ’kecuali yang (biasa) tampak darinya’. Mayoritas ulama tafsir memahami ’kebiasaan’ yang dimaksud adalah kebiasaan pada masa turunnya Al-Qur’an, namun ada juga ulama kontemporer yang mengaitkan kebiasaan itu dengan keadaan tiap masyarakat dengan memperhatikan tujuan dari ditetapkannya petunjuk Al-Qur’an tentang cara berpakaian itu. Muhammad Thaahir bin ’Aasyuur menulis dalam bukunya Maqaashid asy-Syarii’ah, ”Kami percaya bahwa adat kebiasaan satu kaum tidak boleh –dalam kedudukannya sebgai adat- untuk dipaksakan terhadap kaum lain atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan pula terhadap kaum itu.” Lalu beliau memberi beberapa contoh dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Ayat Al Ahzaab : 59 yang memerintahkan mukminat untuk mengulurkan jilbabnya adalah ajaran agama yang mempertimbangkan adat orang-orang Arab sehingga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ketentuan agama ini tidak memberikan bagian (tidak berlaku) bagi bangsa-bangsa lain yang tidak menggunakan jilbab. Dalam kitab tafsirnya, Ibnu ’Aasyuur menulis bahwa cara memakai jilbab berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan wanita dan adat mereka. Akan tetapi, tujuan perintah ini adalah seperti bunyi ayat tersebut : ”...agar mereka dapat dikenal (sebagai muslimah atau wanita yang baik) sehingga tidak diganggu.” Demikianlah. Sejak ratusan tahun lalu hingga masa kini, para ulama berbeda pendapat tentang batas aurat wanita. Ada yang berupa riwayat, ada yang berdasarkan logika atau kesan yang diperoleh dari ayat (teks), ada pula yang berdasarkan kebiasaan masanya atau pada masa Nabi SAW. Maka, tidak keliru jika kita memiliki pendapat atau anutan masing-masing terhadapnya. Memang kita boleh berkata bahwa yang menutup seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangannnya berarrti menjalankan bunyi teks ayat Al Qur’an tersebut, bahkan mungkin berlebih. Namun pada saat yang sama ita juga tidak boleh berkata bahwa yang memperlihatkan kepala dan setengah lengannya secara pasti telah melanggar pertunjuk agama.
4.2.2.2. Makna jilbab dimata informan Sama halnya dengan makna jilbab yang dinyatakan oleh informan, dimana jilbab merupakan simbol umat Islam untuk para perempuan sesuai dengan ajaran yang tertulis dalam AlQur’an. “Bagi saya kerudung adalah sesuatu yang wajib saya gunakan dan merupakan suatu kebutuhan, sesuatu yang mencerminkan jati diriku sebagai seorang muslimah. Walaupun saya bukan seorang muslimah yang memakai jilbab lebar dan panjang seperti para muslimah yang sekarang terkenal dengan sebutan akhwat namun saya masih tetap memegang prinsip kalau kita sebagai muslimah harus menutupi auratnya (memakai pakaian yang longgar dan tidak transparan), dan bersangkutan dengan kerudung, saya mengamalkan syariat islam yang menganjurkan untuk mengulurkan kerudungmu hingga menutupi leher dan dadamu. Bagi kami, kerudung adalah suatu yang harus kami gunakan, suatu kebutuhan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dan jika tidak memakai kerudung sama saja tidak memakai pakaian” Ungkap Ida dalam wawancaranya kepada peneliti, 15 September 2013.
4.2.2.3.
Makna Diri Terhadap Agama Dan Nilai-Nilai Moral Apa yang ditemukan oleh peneliti pada bagian ini adalah bagaimana persepsi
masing-masing informan mengenai hubungannya dengan Tuhan, termasuk kepuasan mereka terhadap kehidupan beragama mereka juga nilai-nilai moral yang dipegangnya. Baik Fitri, Ida, Ita, Putri, Ica, Anna maupun Uty mengaku diri mereka rajin dalam melaksanakan ibadah. Seperti Fitri memutuskan untuk menggunakan jilbab setelah mendapat tugas dari kantor untuk melakukan liputan tentang Haji di Tanah Suci Mekkah, dan akhirnya Fitri pun mengaku mendapat hikmah dari pekerjaan sekaligus perjalanan spiritualnya itu dan memutuskan untuk tidak melepaskan jilbabnya lagi. Fitri mengaku sebelum mendapat tugas tersebut, ia tidak pernah memiliki keinginan untuk menutup auratnya dengan jilbab. Bahkan yang penulis ketahui kehidupan lingkungan pekerjaannya pun sangat jauh dari nilai-nilai agama dan masih menganut paham kebebasan bergaul. Namun setelah pulang dari bertugas ke Mekkah Fitri pun berubah total bukan hanya fisiknya saja yang berjilbab namun perilakunya pun jauh lebih santun.
4.2.2.4.
Identitas diri Identitas diri “self” adalah bagian dari aktor lingkungan dimana dia bertindak kepada
sesuatu hal. Ketika individu bersentuhan dan berinteraksi dengan lingkungan yang agamis, maka identitas yang terbentuk dalam interaksi inilah yang menyebabkan seorang individu tersebut menjadi aktor. Misalnya ketika seorang individu bertindak sebagai aktor yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mengenakan jilbab, maka individu tersebut bertindak sebagai aktor yang taat dalam menjalankan apa yang dituliskan dalam Al Qur’an.
4.2.3. Tahapan dan Proses Konversi Dari penelitian yang dilakukan, informan memiliki tahapan-tahapan dalam perubahannya. Ada beberapa informan yang dapat dengan mudah melakukan perubahan dalam penampilannya tanpa ada gangguan yang berarti yang dapat membuat informan ragu akan keyakinannya. Ada pula informan yang harus melewati beberapa tahapan yang sulit untuk mencapai kesempurnaan dalam penampilan berjilbabnya. Tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat lebih terperinci, sebagai berikut : Tahapan-tahapan perubahan informan dalam berjilbab: 1. Belum menggunakan jilbab/ extroverted 2. Pengaruh internal atau eksternal 3. Proses galau 4. Mencari informasi / kepo 5. Menggunakan jilbab 6. Konflik 7. Tetap menggunakan jilbab
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel Tahapan Perubahan Informan Dalam Proses Berjilbab
7 6 5
Bertahan
4
Konflik
3
Menggunakan Jilbab
2
KEPO
1
GALAU Pengaruh internal / Belum
eksternal
berjilbab
Tahapan dalam perubahan penampilan seseorang berbeda-beda. Ada sebagian orang yang melakukan perubahan dengan mudah tanpa ada hambatan dan konflik-konflik yang berarti dalam kehidupannya, ada pula beberapa informan yang harus melewati beberapa tahapan untuk mencapai tujuan dalam perubahan tersebut. Tahapan-tahapan tersebut akan lebih mudah untuk dilihat dengan menggunakan keterangan berupa bagan yang peneliti sebut dengan “Tangga Kemenangan”. Istilah kemenangan peneliti gunakan mengingat banyak beberapa informan yang butuh banyak sekali perjuangan untuk mendapatkan identitas yang ingin mereka raih dan hal tersebut tidak mudah untuk dilewati. Apabila seseorang sudah berhasil mencapai identitas yang diinginkan, dalam hal ini adalah menggunakan jilbab dan dapat konsisten dalam pemakaiannya, itulah yang dapat disebut dengan kemenangan. Ada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
berbagai tahapan yang dilewati oleh informan dan berbeda-beda. Hal tersebut akan dijelaskan lebih terperinci dibawah ini.
7 6 5 4 3 2 1
Keterangan : a.
1,2,3,4,5,7: Informan Ita
b.
1,2,4,5,7 : Informan Putri
c.
1,2,4,5,6,7 : Informan Fitri
d.
1,2,4,5,7 : Informan Ica
e.
1,2,4,5,7 : Informan Ida
f.
1,2,4,5,7 : Informan Uty
g.
1,2,5,7
: Informan Anna
Pada informan Ida, tahapan yang dilalui tidak begitu sulit untuk mencapai perubahan dalam penampilannya. Awal tahapannya adalah dengan belum ditutupnya aurat Ida atau belum menggunakan jilbab. Seiring berjalannya waktu, pengaruh eksternal dari keluargalah yang mendasari perubahan penampilan Ida, karena keluarga merupakan tempat terciptanya identitas seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Setelah adanya pengaruh keluarga, Ida mulai mencari dan mengumpulkan informasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
untuk menunjang penampilannya dan lebih meyakinkan dirinya untuk melakukan konversi identitas dalam penampilan.pencarian informasi tersebut Ida lakukan dengan cara bertanya kepada orang tua dan orang – orang terdekat yang sudah menggunakan jilbab terlebih dahulu. Selain itu, buku-buku agamapun tidak pernah dilewatkan Ida untuk menabah pengetahuannya tentang penggunaan jilbab, hukum berjilbab, cara penggunaan jilbab dengan benar dan semua hal- tentang alsal muasal jilbab itu sendiri. Tidak ada konflik yang berarti dalam proses penggunaan jilbab seorang Ida. Berbeda dengan informan Anna, Anna harus melewati beberapa tahap yang cukup panjang. Awalnya belum mengenakan jilbab, lalu karena adanya pengaruh keluarga dan lingkungan yang mendukung akan penggunaan jilbab, Anna menjadi semakin yakin untuk merubah identitasnya dari tidak menggunakan jilbab menjadi benar-benar menutup auratnya dengan jilbab. Setelah mendapat keyakinan dari keluarga dan lingkungannya, Anna mulai mengumpulkan informasi tentang bagaimana tata cara dan penggunaan jilbab yang benar dan sesuai dengan ketentuanketentuan yang ada. Bukan hanya mencari tahu tentang pemakaian jilbab, Anna juga mulai mencari kebutuhan untuk menunjang penampilannya. Setelah semua sudah dirasakan cukup, kini Anna sudah mulai yakin dengan akhir dari keputusannya yaitu menggunakan jilbab. Lain halnya dengan informan Fitri yang juga hampir melalui setiap tahapan panjang dalam proses konversi identitasnya. Berawal dari belum menggunakan jilbab lalu mendapatkan pengaruh dari lingkungan pekerjaan yang mengharuskan Fitri pergi ke Mekkah untuk meliput kegiatan ibadah Haji lalu pulang dari bertugas Fitri mulai merasakan ketidak pastian didalam hatinya untuk tetap dengan penampilan yang sebelumnya atau berubah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Tanpa mencari informasi tentang tata cara berjilbab yang benar, Fitri pun berusaha menutup auratnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dengan seadanya yang terpenting anggota tubuh bagian atas yaitu kepala dan leher ikut tertutup. Dengan berbagai konflik yang berkecamuk didalam dirinya maupun dari luar dirinya yaitu lingkungannya pada akhirnya Fitri pun memutuskan untuk tetap menggunakan jilbab sebagai penyempurna penampilannya. Putri merupakan informan yang tidak terlalu banyak melalui tahapan dalam penggunaan jilbab. Sama seperti informan lain yang memulainya dengan belum memakai jilbab. Pengaruh-pengaruh yang diberikan oleh teman-teman kuliah dan lingkungan bergaulnya sangat mempengaruhi perubahan dalam penampilannya. Lingkungan keagamaan yang Putri pilih dalam pergaulannya ternyata berperan sangat besar dalam hidupnya. Putri pun dengan yakinnya langsung menggunakan jilbab tanpa ada rasa galau yang menyelimuti hatinya akan keragu-raguan dari penampilannya. Dan pada akhirnya Putri pun memutuskan untuk tetap menutup auratnya. Ita adalah informan yang berprofesi sebagai mahasiswa. Sama halnya dengan Fitri, Ita juga harus melewati beberapa tahapan yang cukup panjang dalam perubahan penampilannya. Mulai dari belum menggunakan jilbab, mendapatkan pengaruh internal dan eksternal yang berawal dari pengaruh teman – temannya yang tidak yakin akan keinginan Ita untuk menggunakan jilbab hingga Ita ingin membuktikan bahwa Ita benar – benar dapat berubah sesuai dengan syariat Islam, lalu Ita pun melewati proses kegalauan akan ingin meneruskan menggunakan jilbab atau tetap dengan penampilannya yang dulu terbuka dan tomboy. Proses mencari informasipun tetap dilalui oleh Ita, mulai dari mencari informasi tentang gaya berjilbab yang tidak mengganggu kegiatannya dalam kuliah hingga cara berjilbab yang sesuai dengan aturan yang ada. Pada akhirnya Ita pun tetap menggunakan jilbab dan memutuskan untuk teru berjilbab hingga saat ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Uty melewati tahapan yang persis seperti Anna. Bermula dari belum menggunakan jilbab, lalu mendapat pengaruh dari lingkungan keluarganya, mencari informasi tentang cara berjilbab yang baik dan sesuai syariat Islam, mulai menggunakan jilbab dan hingga saat ini tetap memilih untuk tidak melepas jilbabnya baik dirumah maupun pada saat praktek dikliniknya. Informan terakhir adalah Ica yang juga perjalanannya hampir sama dengan Anna dan Uty. Tahapan awal yang belum menggunakan jilbab, lalu mendapatkan pengaruh dari keluarga besar yang kebetulan juga kuat dalam ajara keagamaannya, lalu Ica mulai untuk mencari informasi tentang bagaimana cara berjilbab yang baik dan modis. Proses perubahan pun berjalan dengan mulus karena mendapat dukungan penuh dari sanak keluarga, dan pada akhirnya Ica pun tetap yakin dengan keputusannya sekarang yaitu menutup aurat nya dan tetap menggunakan jilbab. 4.2.3.1.
Perkembangan Cara Berjilbab di Indonesia Saat ini di ruang-ruang publik, jilbab sudah menjadi pemandangan yang semakin umum. Hampir tidak ada satu tempat, kalangan, atau lembaga pun yang tidak tersentuh jilbab. Di kantor, lembaga – lembaga pemerintah, LSM, hotel, rumah sakit, kalangan ilmuwan, pejabat negara, artis, buruh, pengusaha, semua telah tersentuh jilbab. Berbagai jenis dan model jilbab yang anggun pun semakin banyak dikreasikan. Menarik diamati, mode jilbab yang yang dikenakan dari satu era ke era selanjutnya ternyata tak lepas dari adanya tren tertentu. Di tahun 80-an, dikenal jilbab a la Ida Royani. Mantan penyanyi pop era 70-an ini memiliki sebuah butik busana muslim. Busana yang dijual sebagian besar amatlah mahal, sekitar 600.000 rupiah (Danandjaja, 2005: 375).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tahun 90-an, muncul artis Neno Warisman yang mode jilbabnya jadi panutan masyarakat. Neno selalu memakai kerudung ganda. Caranya adalah dengan memakai jilbab dasar, kemudian dilapisi dengan kerudung segitiga atau selendang ringkas dengan warna lain. Saat itu, hampir setiap acara resmi semisal resepsi pernikahan atau wisuda, perempuan memakai jilbab meniru gaya Neno ini.
Inneke Koesherawaty, artis yang di era 80-an terkenal dengan film-film panasnya, di tahun 2000-an memutuskan untuk berjilbab. Saat itu dia menyatakan menyesali apa yang telah dilakukannya dalam dunia keartisan. Dengan berjilbab Inneke berharap dapat merekonstruksi dirinya agar menjadi muslimah yang baik. Apa yang dikenakan Inneke, dijadikan panutan oleh masyarakat. Salah satunya adalah “jilbab Inneke” yang kemudian populer. Bentuk jilbab gaya Inneke adalah memakai jilbab segitiga yang relatif kecil (tidak lebar), dililitkan ke leher, kemudian dimasukkan ke dalam kerah baju yang dipermanis dengan penambahan selembar – semacam syal – kecil dengan warna lain yang sesuai untuk dililitkan lagi di atas jilbab dasar. Gaya ini bertahan hingga sekarang. Para eksekutif muda perempuan, mahasiswi, dan ibu-ibu muda amat gemar menggunakan “gaya Inneke” ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Marshanda, artis remaja ini pada penampilannya di bulan Ramadhan tahun 2003, selain menggebrak pasaran lagu religius Islam dengan albumnya “Allah” serta penampilan berjilbabnya di sinetron “Bidadari”, apa yang dikenakan Marshanda menjadi tren di masyarakat. Hampir semua tempat yang menjual busana muslim menyediakan kerudung jenis ini, “kerudung Marshanda”. Bentuk kerudung ini simpel dan instan berupa kerudung segitiga yang bertali di bagian kepala serta bertaut di bagian leher. Tidak perlu peniti, cukup dipaskan di kepala dan diikat.
Ada pula model lain, yaitu “kerudung Lutfiah Sungkar”. Hajjah Lutfiah Sungkar adalah seorang penceramah agama yang mengisi acara tetap disebuah televisi swasta nasional. Penampilannya memang khas, dengan jilbab dasar yang kemudian dilapisi dengan selendang lebar yang menyelimuti hampir seluruh tubuhnya. “Kerudung Lutfiah Sungkar” digemari terutama oleh ibu-ibu.
Sejak pertengahan tahun 2005 lalu, di ruang-ruang publik hampir semua perempuan muslim mulai mengenakan penutup yang bermodel sama di kepalanya. Ini adalah fenomena yang langka, karena se-tren apapun suatu gaya jilbab, belum pernah terlihat begitu masif seperti model tersebut, yaitu jilbab berbahan kaos (semacam bahan kaus untuk membuat blus strech yang biasanya ketat), berlapis spon dan membentuk ‘kanopi’ di bagian dahi dengan pola jahit tindas horizontal. Pola jahitan jilbab ini sangat inovatif karena menghasilkan penutup kepala yang bila dipakai akan membentuk kepala dan sekeliling leher secara ketat, tetapi sekaligus berdraperi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Kebanyakan perempuan muslim sepertinya suka dengan jenis model yang dinamai “jilbab Gita KDI”.
Dalam memahami istilah “jilbab”, tiap orang punya pandangan yang berbeda. Ada yang merasa cukup berkerudung dengan bercelana jeans ketat. Ada yang berkerudung dengan baju longgar dan rok longgar. Ada yang seluruhnya baju longgar dari atas sampai bawah. Ada yang mulutnya harus ditutup. Ada pula, yang selain mulutnya ditutup, matanya juga ditutup dengan jaring-jaring (yang demikian, biasa disebut : burqa). Jilbab hanyalah salah satu cara untuk berbusana sopan dan untuk melindungi dirinya dari gangguan laki-laki. “Hai Nabi, katakanlah kepada para isterimu, para putrimu dan para wanita mukmin, hendaklah mereka memakai jilbab atas dirinya. Hal demikian itu supaya mereka mudah dikenal, maka mereka tidak diganggu. Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( QS. Al Ahzab (33) : 59 )” Dari ayat tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan jilbab adalah mudah dikenali dan melindungi diri dari gangguan laki-laki. Namun kebanyakan orang sangat sibuk membahas “cara”, sampai lupa menghayati tujuannya. Jilbab adalah salah satu solusi untuk wanita Arab pada zaman Nabi Muhammad SAW. Pada masa itu, sekitar abad 6 M, budaya perbudakan dan dominasi kaum pria masih subur di tanah Arab. Masa itu masyarakat Arab sedang dalam proses keluar dari zaman Jahiliyah. Wanita direndahkan, apalagi budak wanita. Kaum pria jauh lebih dominan dan cenderung seenaknya sendiri terhadap wanita. Oleh karena itu Allah SWT memberikan perintah dan anjuran praktis sebagai solusi untuk kaum wanita pada masa itu. Tradisi Timur Tengah untuk status sosial wanita terhormat adalah busana kerudung yang menutup hampir seluruh anggota
http://digilib.mercubuana.ac.id/
badan. Entah dia wanita Yahudi, Nasrani, Islam, maupun musyrik Qurais. Berbeda dengan wanita budak yang cenderung berbusana serampangan dan serba terbuka. Dalam salah satu tulisannya, James Danandjaja mencatat bahwa era tahun 80an merupakan awal munculnya kecenderungan baru di kalangan perempuan muslim terutama di kalangan remaja untuk mengenakan pakaian yang menutupi tubuh dari kepala hingga kaki. Kecenderungan ini semakin meluas tidak saja dipraktikkan oleh para perempuan muda, tetapi juga oleh generasi yang lebih tua. Misalnya saja para perempuan muslim yang pulang dari naik haji cenderung untuk mengenakan pakaian – yang disebutnya sebagai – gaya Arab. Sebagian besar dari mereka hanya memakai pakaian semacam itu selama sekitar empat puluh hari pertama dan kemudian kembali pada pakaian Barat, namun beberapa diantaranya tetap mengenakannya secara permanen (Danandjaja, 2005: 375). Pakaian gaya Arab yang dimaksud adalah busana yang saat ini populer dengan sebutan jilbab. Menurut Hesti Rahayu (2007) pemakai jilbab dapat dibagi dalam dua kategori : yang pertama adalah mereka yang berjilbab dengan alasan sekedar sebagai gaya, (dan) atau sebagai ‘pengguguran kewajiban’ dalam kehidupan sosial. Yang kedua adalah mereka yang berjilbab dengan alasan sebagai upaya proses kesadaran diri dan rekonstruksi diri sebagaimana yang dinyatakan oleh Brenner. Konsep jilbab didasarkan pada kewajiban agama Islam bagi pemeluknya untuk menutup aurat dengan jilbab. Aurat perempuan menurut Islam adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Aurat tidak boleh diperlihatkan kecuali terhadap suami atau mahramnya (saudara atau kerabat dengan kriteria tertentu), yang implikasinya secara umum mewajibkan perempuan menutup auratnya terutama bila di luar ataupun keluar rumah. Pada prakteknya, tidak semua perempuan muslim mempunyai pemahaman dan kesadaran yang sama mengenai konsep tersebut. Di sisi lain tokoh-tokoh agama sebagian besar adalah tokoh yang berpengaruh dalam membentuk opini di tengah masyarakat tradisional dan mampu mempengaruhi kontrol terhadap masyarakat. Maka terjadilah suatu kompromi antara para perempuan dengan para tokoh agama. Kompromi itu terwujud misalnya dengan jilbab yang dikenakan hanya ketika mengikuti acara-acara bertema keagamaan. Selebihnya, dalam kondisikondisi yang seharusnya menutup aurat, banyak perempuan muslim yang tidak melakukannya. Beberapa informan memakai jilbab karena gaya. Bagi sebagian informan, mengenakan jilbab memberi keuntungan-keuntungan secara fisik misalnya untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
menutupi kekurangan tubuh atau sekedar menarik respek dari orang lain. Ada pula yang mengenakan jilbab tanpa alasan yang spesifik, lebih karena “pengen aja”, “kayaknya enak”, dan sebagainya. Pada kategori kedua, para pemakai jilbab dengan alasan sebagai upaya proses kesadaran diri dan rekonstruksi diri mempunyai pola yang khas. Pola-pola itu biasanya diawali dengan adanya suatu kondisi semacam mental shock dari suatu peristiwa yang dialami, berlanjut dengan perenungan diri yang kemudian memunculkan dorongan internal untuk berjilbab, yang biasanya revolusioner. Pola ini terjadi di semua kalangan, termasuk pada para informan. Bagi mereka berjilbab adalah suatu dorongan internal dan sama sekali tidak berasal dari tekanan eksternal. Berdasar pengamatan peneliti, memang ada pemakai jilbab yang memakai jilbab karena paksaan orang lain, tetapi biasanya tidak kita dapati ke-konsisten-an antara pakaian dengan perilakunya, ataupun ke-konsisten-an dalam pemakaiannya. Pemakai jilbab hasil paksaan akan melepaskan jilbabnya begitu ada kesempatan. Kondisi ini berkebalikan dengan pemakai jilbab yang didorong keinginan diri sendiri. Dia tidak akan melepas jilbabnya – bahkan menganggap perintah tersebut sebagai penghinaan besar – dalam kondisi apapun sejauh sesuai aturan dalam Islam. Pemakai jilbab dengan dorongan internal biasanya akan berusaha sekuat tenaga untuk segera berjilbab begitu keinginan itu muncul, untuk kemudian memakainya sekonsisten mungkin. Pada saat itu, mereka akan berusaha agar pakaian mereka dapat memberi dampak rekonstruktif bagi kepribadiannya
4.2.3.2.
Perkembangan Cara Berpakaian Informan Dari Dulu Hingga Sekarang
Berikut merupakan beberapa contoh cara berjilbab para informan:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Informan Anna :
Informan Ita
Informan Ica :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Informan Putri :
4.2.4. Perilaku sebelum dan sesudah berjilbab Perubahan perilaku seseorang biasanya tidak langsung berubah seiring dengan berubahnya penampilan seseorang. Beberapa informan mengaku proses konversi yang mereka lakukan terhadap penampilannya merubah cara pandangnya tentang ajaran Agama yang dianutnya. Pada awalnya keinginan untuk mempelajari hal-hal mengenai keagamaan sudah tentu jarang terlintas dipikiran mereka, namun mereka mengaku setelah melakukan perubahan penampilan dan berusaha untuk lebih tertutup maka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sejalan pula dengan perubahan sifat dan perilaku yang mereka lakukan dilingkungan masyarakat. Contoh nyata yang mereka lakukan adalah lebih rajinnya mereka melakukan ibadah wajib seperti salat lima waktu, dan ibadah-ibadah tambahannya seperti lebih ramah dan lebih sering beramal. Namun tidak semua informan merasa demikian, seperti Ida dan Ica yang memang sudah memiliki kebiasaan yang sama, tidak terlalu banyak perubahan dalam kehidupannya, karena kebiasaan-kebiasaan tersebut sudah sering mereka lakukan sebelum mereka melakukan konversi penampilan mereka seperti sekarang ini. Wujud nyata dari perubahan sebelum dan sesudah melakukan proses konversi akan lebih mudah dilihat dalam gambar bagan dibawah ini : a.
Proses konversi dari sudut pandang penampilan : Penampilan merupakan hal mendasar seseorang memberi penilaian dalam segala hal. Perubahan penampilan pada informan mulai terlihat setelah memutuskan untuk menutup auratnya secara bertahap, hal tersebut dapa dilihat ditabel berikut : Sebelum Menggunakan Jilbab
Sesudah Menggunakan Jilbab
Ida: Sering menggunakan pakaian
yang pendek
Mulai
terlihat
rapi
dengan
pakaian panjang
Sering menggunakan celana
jeans dan pendek
Mulai meninggalkan kebiasaan menggunakan celana jeans dan lebih
banyak
menggunakan
gamis
Penampilan
yang
terkesan
Lebih
http://digilib.mercubuana.ac.id/
memperhatikan
penampilan
cuek dan tidak peduli Fitri
Cara berpakaian yang masih
Cara berpakaian yang sudah mulai tertutup dan longgar
membentuk tubuh dan terlihat auratnya
Uty
Cara berpakaian yang masih
Cara berpakaian yang sudah mulai rapi dan tertutup auratnya
Cara berpakaian yang sudah
terbuka dan membentuk tubuh
Ita
Cara berpakaian yang masih
mulai rapi dan tertutup
berantakan
Ica
Penampilan
dalam
cara
Penampilan sudah jauh lebih rapi karena auratnya yang tertutup
berpakaian yang tidak rapi
Putri
Tidak
peduli
dengan
Lebih menjaga penampilan agar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
terlihat rapi dan tertutup
penampilan
Anna
Cara berpakaian yang masih
berpakaian lebih tertutup
terbuka dan membentuk tubuh
b.
Lebih menjaga penampilan dan
Proses konversi dilihat dari sudut pandang perilaku ( konsep diri ) : Konsep diri merupakan seua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang dirasakan
oleh informan tentang dirinya sendiridan dapat mempengaruhi informan dalam bertindak, hal tersebut dijelaskan seperti ditabel berikut : Sebelum Menggunakan Jilbab
Sesudah Menggunakan Jilbab
Ida :
Masih
menganggap berjilbab
hanya keinginan
untuk
memenuhi
keluarga
karena
keluarga yang berperan untuk
Sudah mulai mengerti arti jilbab yang
sebenarnya,
dan
bukan
hanya terpengaruh oleh keluarga saja.
mendorongnya berpenampilan tertutup Fitri :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Cenderung
memiliki
pergaulan
Sudah
jauh
dari
kehidupan
pergaulan yang bebas
bebas
dilingkungannya
Ibadah yang dilakukan masih
Dalam ibadah belum sempurna
jauh dari sempurna
namun
Fitri
berusaha
untuk
melaksanakan kewajiban dengan tepat waktu. Anna :
Cuek terhadap aturan-aturan
Lebih
peka
dan
perhatian
terhadap keluarga
keluarga Putri :
Tidak peduli dengan ajaran-
Lebih sering membaca bukubuku
ajaran agama
agama
dan
mengikuti
kegiatan agama di kampus Ica :
Cenderung cuek dengan ilmu atau agama
pengetahuan
tentang
Mulai peka dengan lingkungan sekitar khususnya lingkungan keluarga dan mulai mau belajar tentang
ilmu
agama
dari
keluarga dan lingkungannya. Uty :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Cuek dan cenderung tidak
tentang hal-hal mengenai agama
ingin belajar tentang ilmu agama
Beribadah
masih
Cenderung banyak membaca
Sudah mulai berusaha untuk menyempurnakan ibadahnya
diliputi
dengan rasa malas
c.
Proses konversi dilihat dari sudut pandang pola komunikasi : Pola komunikasi merupakan bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam
proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004:1). Pola komunikasi tersebut juga mengalami konversi seiring dengan konversi identitas yang dilakukan oleh informan, hal tersebut dapat dilihat ditabel berikut : Sebelum Menggunakan Jilbab
Sesudah Menggunakan Jilbab
Ida : Pergaulan dalam ingkungan
Sudah
mulai
membatasi
diri
dalam bergaul dengan lawan jenis
yang masih diluar batas Fitri :
Pergaulan bebas yang terus
Jauh lebih lembut dalam berkata dan bertindak
dilakukan Anna :
Cenderung
lebih
mudah
Dapat lebih menjaga emosi dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
jauh lebih sabar
emosi dalam berkomunikasi terhadap lingkungan Putri :
Kurang
peka
dengan
Lebih santun dan peka terhadap lingkungan sekitar
lingkungan sekitar Ita :
Banyak bergaul dengan lawan
pergaulan
jenis dengan bebas
Cenderung
Lebih bisa membatasi diri dalam
sering
menggunakan kata-kata kasar
Terus berusaha untuk menahan diri dalam bicara dan bergaul.
dalam berbicara
4.3. Pembahasan Masyarakat itu dinamis dan yang statis itu adalah perubahannya. Artinya bahwa masyarakat senantiasa bergerak menuju suatu perubahan, tidak ada satupun masyarakat yang tidak mengalami perubahan, dan perubahan itu akan selalu ada dalam masyarakat. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat meliputi hal – hal yang sifatnya sangat kompleks. Ketika suatu perubahan terjadi maka akan menimbulkan perubahanperubahan lainnya. Dari perubahan yang sifatnya sangat dasar yaitu perubahan pada kebudayaan material akan mempengaruhi pada tingkah laku, kemudian dari perubahan pola perilaku tersebut akan berpengaruh pada perubahan sistem itu atau sistem gagasan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Salah satu wujud nyata perubahan nyata perubahan tersebut adalah individuindividu informan yang pada awalnya tidak memakai jilbab yang baru-baru ini mulai mengenakan kerudung atau jilbab. Perubahan ini terjadi secara bertahap dari satu individu ke individu yang lainnya. Pada dasarnya mengenakan jilbab dilakukan oleh Muslimah sebagai wujud takwa atas perintah Allah dalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 59 “ Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istriistri orang mukmin : “ Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Melihat kenyataan yang terjadi sekarang ini, mereka yang sudah berjilbab ataupun baru-baru ini mengenakan jilbab, masih mengenakan pakaian yang menyerupai laki-laki, celana dan baju ketat, menunjukkan bentuk tubuh mereka, dimana seharusnya ini dilarang oleh agama Islam. Bahkan mereka juga menyadari bahwa kerudung atau jilbab yang mereka pakai itu tidak sesuai dengan jilbab yang dianjurkan oleh agama Islam. Model dari jilbab yang digunakan para informan ini bentuknya bervariasi. Beragam macam dan jenis jilbab dikenakan oleh mereka, dari yang hanya berjilbab ala kadarnya dengan bahan yang tipis dan masih terlihat rambutnya, sampai jilbab syar’i yang menutup penuh aurat mereka. Kebiasaan masyarakat atau khususnya informan yang termakan jaman menjadikan mereka gandrung trend fashion yang sedang “hits” saat ini, tidak peduli lagi dengan fungsi jilbab itu sendiri. Tidak usah heran apabila kita temukan di sebuah artikel majalah fashion remaja wanita yang mengulas bagaimana jilbab juga bisa tetap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mengikuti trend fashion saat ini dengan aksesoris juga jenis baju atau celana yang jauh dari busana muslimah (jilbab) ideal yang sesungguhnya. Walaupun sering dipaksakan namun pada kenyataanya para wanita muslimah di masyarakat kita banyak yang mengikuti trend tersebut. Entah karena takut ketinggalan jaman atau sekedar hanya ikut-ikutan karena kurangnya pemahaman yang menyeluruh akan artinya jilbab di dalam agama kita. Pada awalnya, jilbab berfungsi untuk menutup aurat yang harus dikenakan secara konsisten, akan tetapi dari hasil observasi ditemukan adanya pergeseran fungsi jilbab yang dikenakan oleh mahasiswi saat ini. Jilbab dipakai karena praktis, hemat dan modis dengan keragaman variasi. Hal ini menunjukan adanya perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Selo Soemarjan, perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang mempengaruhi system sosial, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soerjono Soekanto 2006:263). Perubahan dari pergeseran fungsi jilbab yang sampai di kalangan mahasiswi yaitu terletak pada orientasi pemakaian jilbab serta perubahan pada nilai, sikap dan pola prilaku individu pemakai jilbab yang diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai islam ke dalam diri sehingga lebih baik dari individu-individu yang tidak memakai jilbab. Perubahan lain nampak pada cara pandang individu terhadap pakaian jilbab yang semakin mudah diterima. Dengan variasi model jilbab saat ini semakin memberikan kemudahan kepada individu pemakai jilbab untuk memilih jenis jilbab yang akan dipakai. Indahnya variasi dalam busana jilbab menjadikan tampilan individu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pemakai jilbab menjadi lebih cantik dan rapi. Dengan demikian pandangan kuno terhadap jilbab berangsur hilang, serta penggunaan jilbab menjadi makin meningkat. Meningkatnya jumlah pemakai jilbab, khususnya di Jakarta menunjukan adanya perubahan kondisi masyarakat sebagai akibat dari kemajuan kemampuan manusia dalam menemukan hal baru yang diminati masyarakat yaitu melalui kemampuan mendesain model jilbab yang menarik individu untuk memakai. Hal ini sesuai dengan konsep perubahan sosial yang dijelaskan oleh Gillil dan Gillin yang mengatakan bahwa perubahan sosial sebagai bagian variasi-variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima,
baik
karena
perubahan-perubahan
kondisi
geografis,
kebudayaan
material,komposisi penduduk, ideology, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan baru dalam masyarakat (Soerjono Soekanto 2006:263). Dari teori yang dikemukakan oleh Gillil dan Gillin, menunjukan pada contoh jilbab yang digunakan oleh sebagian informan,khususnya di Jakarta , model dan bentuk jilbab sangat beragam. Jenis model jilbab yang banyak dipakai oleh informan antara lain jilbab kaos atau jilbab jeblosan (jilbab langsung pakai), jilbab kecil dengan dimasukan ke dalam baju hem, jilbab kecil dililitkan leher yang dipadukan dengan kaos pendek berdeker serta celana panjang. Sedangkan jika dilihat dari kriteria jilbab yang dikemukakan oleh Syeikh Muhammad Nashirudin Al Bani ada tujuh yaitu (1) menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, (2) bukan berfungsi sebagai model pakaian, (3) kain tebal tidak transparan, (4) longgar atau tidak ketat dan tidak membentuk lekuk tubuh, (5) tidak menyerupai pakaian laki-laki, (6) tidak menyerupai pakaian jahiliyah, (7) bukan pakaian popularitas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(Kompasiana.com) Dengan demikian bentuk dan jenis jilbab yang dipakai oleh sebagian informan sekarang ini belum sesuai dengan aturan syari’at islam. Pada dasarnya variasi jilbab tidak menjadi permasalahan selama dalam pembuatan model jilbab memperhatikan aturan kriteria jilbab yang sesuai dengan ajaran islam. 4.3.1.
Motif dan makna Menurut Geertz (Geertz: 1968), hal itu telah menjadi semacam keyakinan dan
pegangan hidup. Ia dianggap merupakan bagian dari great tradition yang ada dalam Islam. Dalam perkembangannya, pemaknaan jilbab tersebut ternyata mengalami pergeseran makna yang signifikan. Jilbab tidak hanya berfungsi sebagai simbol identitas religius, tetapi telah memasuki ranah-ranah budaya, sosial, politik, ekonomi, dan bahkan fashion. Dengan kata lain jilbab telah menjadi sebuah fenomena yang kompleks. Ia tidak hanya menjadi identitas keberagamaan, tetapi juga menjadi identitas kultural. Dalam konteks ini jilbab menjadi medan interpretasi yang penuh makna. Gejala semacam ini dengan mudah dapat dijumpai dalam kehidupan sosial. Sebagai contoh, seorang wanita yang pada mulanya sangat alergi terhadap pemakaian jilbab, namun dengan sedikit sentuhan yang agak trendi, penambahan variasi warna, gaya dan tekstur, dapat membuat dia tertarik untuk mengenakannya. Dari sana kemudian pesan yang muncul bukanlah kesadaran penegasan identitas keberagamaan, tetapi lebih pada perkembangan mode fashion. Bagaimana jilbab yang telah berganti menjadi mode fashion mampu bernegosiasi dengan ruang dan waktu (hlm. 167-168). Karena itu, sejalan dengan kecenderungan kehidupan modern, perjalanan jilbab dari identitas yang bersifat keagamaan ke berbagai identitas ini merupakan pergeseran yang menyimpan banyak persoalan di dalamnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Di sini muncul pertarungan berbagai identitas budaya. Pada satu sisi ada upaya untuk menjadikan tradisi jilbab sebagai penegasan identitas yang homogen, dan di sisi lain ada yang melihat berjilbab sebagai praktik sosial yang di dalamnya ada proses produksi serta reproduksi makna, yang akhirnya menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi dan struktur sosial yang membentuknya. Pada wilayah inilah sebenarnya telah terjadi pergeseran makna dalam berjilbab; antara sebagai identitas religius, tradisi, ideologi, dan juga sebagai simbol resistensi kultural. Pergeseran makna berjilbab kebentuk identitas yang plural tampaknya bukanlah sesuatu yang berdiri begitu saja. Ada kekuatan besar yang juga sangat menentukan, yakni globalisasi. Globalisasi dengan berbagai kekuatan yang ada di dalamnya, ternyata mampu menjadikan jilbab yang semula hanya identitas keberagamaan menjadi multi-identitas. Negosiasi lewat media massa dan juga teknologi industri, telah membuat jilbab tampil dalam pusaran ruang publik yang lebih longgar. Jilbab sekarang tidak hanya dimonopoli oleh dunia ritual keagamaan dan menjadi semacam penegasan keimanan, tetapi telah masuk dalam dunia fesyen, industri, budaya, dan bahkan gaya hidup. Telah terjadi perebutan medan makna yang kuat dalam hal ini. Sehingga orang mengenakan jilbab saat ini bukan semata-mata karena ia memang ingin berjilbab, tapi karena lebih sekedar mengikuti mode dan tren yang berkembang. Apalagi dengan berbagai modifikasi yang dikesankan sebagai produk high fashion yang didesain dan dibuat secara khusus oleh seorang desainer. Tradisi berjilbab yang berkembang dengan berbagai variannya saat ini, ternyata telah menjadi praktik diskursif tersendiri yang mampu mempengaruhi khalayak secara halus dan diterima sebagai kebenaran yang tampak seperti wacana yang statis dan homogen. Padahal dalam praktiknya pemaknaan terhadapnya begitu kompleks dan plural.
http://digilib.mercubuana.ac.id/