Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF BERBASIS LABORATORIUM VIRTUAL TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SMP The Influence of Implementation Collaborative Learning Conduct to Virtual Laboratory to Increasing The Result of Study and Learning Activities on Science at Junior High School 1)
1,1,2)
Fajar Lailatul M., 1) Muh. Zainuri, &2) Dimas Fawahid Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan IPA FKIP Universitas Jember 087757635978 email
[email protected]
Abstrak Model pembelajaran yang mengacu pada pendekatan konstruktivistik salah satunya yakni model pembelajaran kolaboratif. Model pembelajaran kolaboratif membawa pendekatan yang lebih kualitatif dalam menganalisis keterampilan siswa dalam mengamati hasil praktikum IPA. Laboratorium virtual pada pembelajaran IPA digunakan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan siswa terhadap konsep IPA. Laboratorium Virtual dirancang agar interaktif, animatif, dan menarik di dalam model pembelajaran kolaboratif. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh model kolaboratif berbasis laboratorium virtual pada pembelajaran IPA terhadap hasil belajar dan aktivitas belajar siswa. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yang dilaksanakan di MTsN Jember 1. Sampel penelitian didapatkan melalui random cluster sampling dimana VIII C merupakan kelas eksperimen dan VIII B merupakan kelas kontrol. Desain Penelitian menggunakan pre-test post-test control design. Analisis Data menggunakan ujit dengan SPSS 20. Berdasarkan analisis hasil belajar dengan signifikansi uji-t= 0.00 dan α=0.05 berarti bahwa Sig<α yaitu Ho ditolak dan Ha diterima. Kata Kunci: model pembelajaran kolaboratif, laboratorium virtual, hasil belajar, aktivitas belajar. Abstract Learning models which reffers to the constructivistic approach one of them is collaborative learning models. collaborative learning models has a qualitative approach to analyze students skill to observe the result of science practicum. Virtual laboratory at science learning used to increase skill and student knowledge about science concepts. Virtual laboratory must be interractive, animatif,and interesting at collaborative learning models. The purpose of this research was to analyze the effect of collaborative learning models based on virtual laboratory at science learning on result of study and learning activities. This research was an experimental research, conducted at MTsN Jember 1. The samples with random cluster sampling were VIII C as the experimental class and VIII B as the control class. Research design using a pre-test post-test control design. The data analysis using independent sample t test with SPSS. From the analysis of test results obtained Sig t-test= 0.00 with α=0.05 means Sig<α that Ho was rejected and Ha accepted. Key words: collaborative learning models, virtual laboratory, result of study, learning activities. PENDAHULUAN IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar beserta isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda yang ada di alam, peristiwa, dan gejala-gejala yang muncul di alam. Ilmu dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat objektif. 660
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
IPA harus dipandang sebagai suatu cara berfikir dalam pencarian tentang pengertian rahasia alam dan sebagai batang tubuh pengetahuan yang dihasilkan dari inquiry‖. Dapat disimpulkan pada hakikatnya IPA merupakan kumpulan pengetahuan atau IPA sebagai produk ilmiah, cara atau jalan berfikir atau IPA sebagai produk ilmiah dan cara untuk penyelidikan atau ipa sebagai proses ilmiah (Dalam Collete dan Chiapetta 1994). Pembelajaran IPA di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau setara dengan Madrasah Tsanawiyah (MTs) saat ini sering mengalami beberapa kendala yaitu metode pembelajaran yang membuat siswa menjadi jenuh dalam belajar, penggunaan media yang kurang tepat sehingga membuat kondisi kelas selalu pasif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Azimatun (2015) terdapat data peningkatan hasil belajar siswa jika disertai pemanfaatan laboratorium virtual. Hal ini tampak dari perilaku siswa di kelas yang menunjukan sikap tidak tertarik pada saat pembelajaran IPA berlangsung, seperti siswa mendiskusikan hal lain yang tidak ada hubungannya dengan materi pembelajaran, sehingga kelas menjadi gaduh ketika guru menyampaikan materi. Adanya aktivitas siswa yang rendah dalam pembelajaran IPA di SMP/ MTs ternyata membawa dampak besar bagi hasil belajar IPA siswa, yaitu rendahnya hasil belajar IPA siswa SMP/ MTS dibandingkan dengan hasil belajar mata pelajaran yang lain. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Kemendiknas Jember tahun 2015 mengenai rata-rata nilai ujian nasional IPA, Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris menunjukkan data nilai unas terrendah diperoleh mata pelajaran IPA. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran IPA memiliki nilai rata-rata ujian nasional yang paling rendah diantara tiga mata pelajaran tersebut. Guru sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran memiliki peran yang sangat besar. Model pembelajaran yang digunakan guru mempunyai peranan dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan penumbuhan minat belajar siswa. Kurangnya variasi dalam pembelajaran berkaitan dengan model dan metode mengajar yang diterapkan, serta kurangnya penggunaan media pembelajaran yang dapat memperjelas gambaran siswa tentang konsep dasar IPA juga berpengaruh pada ketertarikan siswa. IPA tidak hanya berisi tentang teori-teori atau rumus-rumus untuk dihafal, akan tetapi dalam IPA berisi banyak konsep yang harus dipahami secara mendalam. Sesuai dengan sifat IPA yang empiris, maka diperlukan suatu pembelajaran yang cocok dengan sifat ilmu IPA tersebut. Salah satunya adalah dengan pembelajaran konstruktivis. Dalam pembelajaran IPA, siswa dituntut untuk dapat membangun atau mengkonstruksi pengetahuan dalam benak siswa sendiri dengan peran aktifnya dalam proses belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada pandangan konstruktivistik yang berkembang salah satunya adalah model pembelajaran kolaboratif Kolaborasi mengasumsikan pentingnya kerjasama (koperasi) yang dibangun berdasarkan konsensus anggotanya, bukan kompetisi individual diantara anggota kelompok. Dalam kelompok akan terjadi pembagian peran, tugas dan wewenang dari setiap anggota kekompok. Masing-masing anggota kelompok berusaha saling menghargai dan memberikan kontribusi kemampuannya terhadap kegiatan kelompok. Ketika seorang individu (baca: guru) menerapkan filosofi ini ke dalam kelas, keluarga atau komunitas kelompok lainnya untuk kepentingan pembelajaran maka itulah yang disebut pembelajaran kolaboratif. Jadi, pembelajaran kolaboratif pada dasarnya 661
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
adalah sebuah filosofi personal, dan bukan hanya sekedar teknik dalam pembelajaran di kelas (Ted Panitz , 1996). Pembelajaran kolaboratif merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat memacu motivasi belajar siswa serta rasa tanggung jawab. Pembelajaran kolaboratif berbeda dengan metode diskusi yang biasanya dilaksanakan di kelas, karena Pembelajaran kolaboratif menekankan pembelajaran dalam kelompok kecil dimana siswa belajar dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang optimal. Pembelajaran kolaboratif meletakkan tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga diri siswa tumbuh dan berkembang sikap dan perilaku saling ketergantungan secara positif. Kondisi ini dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerja dan bertanggung jawab secara sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Depdiknas, 2007). Anita Lie (dalam Isjoni, 2012) menyebut pembelajaran kolaboratif (collaborative learning) dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pelaksanaan model pembelajaran kolaboratif dengan benar akan memungkinkan kegiatan belajar mengajar berjalan secara aktif dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Pembelajaran IPA memberikan penekanan dan pendekatan proses untuk memperoleh produk. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPA, siswa tidak hanya menghafal rumus, mendengar ceramah, dan membaca buku teks melainkan siswa dituntut untuk berperan aktif secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar (Dahar, 1989). Salah satu usaha yang dapat dilakukan guru untuk memperbaiki, memperbaharui, dan membantu siswa dalam mengkonkretkan konsep-konsep IPA yang bersifat abstrak adalah melalui penggunaan bahan ajar multimedia. Dalam setiap kegiatan belajar-mengajar tidak harus menggunakan satu media, tetapi akan lebih memberikan dukungan yang lebih banyak dalam kegiatan instruksional jika digunakan lebih banyak media, disesuaikan dengan sasaran dan materi yang disampaikan. Kemajuan teknologi elektronik memberikan peluang dan pilihan untuk menggunakan media yang lebih kompleks (multimedia). Multimedia merupakan media pengajaran dan pembelajaran yang efektif dan efisien berdasarkan kemampuannya menyentuh berbagai panca indra: penglihatan, pendengaran dan sentuhan (Munir, 2008). Sajian Laboratorium Virtual dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai media yang menampilkan teks, suara, grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif sehingga membuat siswa tertarik mempelajari IPA. Laboratorium Virtual tidak hanya berorientasi pada produk teknologi, tetapi juga berorientasi pada pemecahan masalah-masalah yang ada di dunia nyata atau di sekelilingnya sebagai konteks bagi peserta didik untuk belajar kritis. Laboratorium Virtualdapat digunakan pada berbagai jenjang pendidikan dan berbagai bidang studi (Sanjaya, 2008). Kedudukan praktikum dalam pembelajaran IPA menjadi sangat penting. Salah satu alasan adalah karena sebagian besar konsep IPA bersifat abstrak sehingga sulit untuk dipahami secara langsung. Adanya praktikum memungkinkan pemahaman konsep menjadi lebih mudah dan peserta didik dapat belajar untuk melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti dari berbagai sumber, mengembangkan penjelasan dari data, dan berkomunikasi serta mempertahankan kesimpulan (NSTA, 2004: 1). 662
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Pelaksanaan praktikum juga terkait dengan tujuan pembelajaran IPA sebagai proses, yaitu meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik sehingga mereka tidak hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga mampu berpikir sistematis, objektif, dan kreatif (Gunawan & Liliasari, 2012). Sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013, yang menetapkan salah satu kompetensi inti adalah kelompok keterampilan. Kompetensi ini menekankan pada proses pembelajaran ilmiah yang berguna bagi pembentukan keterampilan peserta didik. Praktikum dengan menggunakan komputer disebut dengan virtual laboratory. Virtual laboratory adalah serangkaian alat-alat laboratorium yang berbentuk perangkat lunak (software) komputer berbasis multimedia interaktif, yang dioperasikan dengan komputer dan dapat mensimulasikan kegiatan di laboratorium seakan-akan pengguna berada pada laboratorium sebenarnya (Imron, 2012). Sedangkan menurut Budhu (2002: 2) virtual laboratory objek multimedia interaktif yang kompleks dan termasuk bentuk digital baru, dengan tujuan pembelajaran implisit atau eksplisit. Penerapan model pembelajaran kolaboratif berbasis laboratorium virtual diharapkan mampu membuat peserta didik dapat menyelesaikan tugas secara berkelompok dan menjadi tim ahli untuk menyelesaikan persoalan-persoalan dalam praktikum IPA. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Laboratorium Virtual terhadap Peningkatan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran IPA di SMP”. Tujuan Penelitian ini adalah (1) mengkaji pengaruh penerapan model pembelajaran kolaboratif - dengan Laboratorium Virtualberbasis laboratorium virtual terhadap hasil belajar IPA di SMP/ MTS (2) mengkaji penerapan model pembelajaran kolaboratif berbasis laboratorium virtual terhadap aktivitas belajar IPA di SMP/ MTS. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental, dengan tempat penelitian di MTsN Jember 1 Jember yang ditentukan dengan metode purposive sampling area. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas X MTsN Jember 1 Jember. Penentuan sampel diambil dengan metode cluster random sampling yang sebelumnya diuji homogenitas dengan analisis One Way Anova menggunakan SPSS 20 terhadap populasi, sehingga didapat sampel sebanyak dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain yang digunakan dalam penelitian adalah Pre-test Post-Test Control Design dimana kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, kelas eksperimen menerapkan model pembelajaran kolaboratif berbasis laboratorium virtual dan kelas kontrol menerapkan model pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru. Metode pengumpulan data penelitian diperoleh dari observasi, dokumentasi, tes, dan wawancara, dan Post-test. Post-Test digunakan untuk mengukur kemampuan hasil belajar siswa setelah melakukan pembelajaran. Analisa data yang digunakan untuk mengkaji pengaruh model pembelajaran kolaboratif berbasis laboratorium virtual terhadap hasil belajar IPA menggunakan uji Independent-Sample t-tes dengan bantuan SPSS 20.
663
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat dua jenis tes yang dilaksanakan dalam penelitian, yaitu pre-test dan posttest. Pre-test merupakan tes yang dilaksanakan pada kondisi awal sebelum diajarkan materi gerak lurus serta praktikum materi tersebut. Pre-test dilakukan pada dua kelas yaitu kelas eksperimen (8C) dan kelas kontrol (8B) dengan jumlah soal 15 soal untuk masing-masing kelas. Deskripsi hasil pre-test antara kelas kontrol dan kelas eksperimen disajikan pada tabel berikut. Tabel 1. Data Pre-Test
Pre-test Kelas eksperimen (8C) Pre-test Kelas control (8B) Valid N (listwise)
Std. Deviatio n
N
Mean
19
38.17 5
13.454
19
38.92 1
10.217
19
Post-test merupakan tes yang dilaksanakan setelah diajarkan materi gerak lurus, setelah proses belajar mengajar dilakukan selama 2 kali pertemuan. Post-test dilaksanakan pada dua kelas yaitu kelas eksperimen (8C) yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran model kolaboratif berbasis laboratorium virtual, dan kelas kontrol (8B) yang menggunakan pembelajaran dengan metode ceramah dan praktikum seperti yang biasa diterapkan di sekolah. Selanjutnya untuk menguji hipotesis: ‖Penerapan model pembelajaran kolaboratif berbasis laboratorium virtual berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa di SMP/MTs‖ dalam penelitian ini digunakan data peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa dihitung dari selisih nilai post-test dengan nilai pretest dengan rumus: ∆ = Post-test – Pre-test Apabila hasil dari ∆ bernilai positif maka terdapat peningkatan hasil belajar, sedangkan jika hasilnya negatif maka terjadi penurunan hasil belajar. Deskripsi nilai hasil post-test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut.
664
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Tabel 2. Data Post-Test Std. Deviatio N Mean n Post-Test Kelas 19 77.925 14.560 Eksperime n (8C) Post-Test Kelas 19 67.368 12.796 Kontrol (8B) Valid N 19 (listwise) Dalam membandingkan peningkatan hasil belajar siswa menggunakan analisis Independent Sample T-test, yakni terdapat dua tahapan analisis yang harus dilakukan. Pertama menguji dahulu asumsi apakah variance populasi kedua sampel tersebut sama (equal variance assumed) ataukah berbeda (equal variances not assumed) dengan melihat nilai levene‘s test. F hitung levene‘s test sebesar 0.005 dengan probabilitas 0,946. Probabilitas > 0,05 maka disimpulkan analisis uji beda t-tes harus menggunakan asumsi equal variance assumed. Terlihat dari output SPSS diatas bahwa nilai t pada equal variance assumed adalah 5,027 dengan probabilitas signifikansi 0,000 (two tail). Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
Grafik Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
100 % 94.73 % 92.97 % 84.20 %73.68 % 63.15 % 42.10 % 31.57 %
K1
K2
K3
K4
Gambar 1. Grafik aktivitas belajar siswa Data penilaian aktivitas siswa diperoleh dari penilaian guru secara langsung kepada siswa yang aktif menjawab pertanyaan saat proses belajar mengajar berlangsung dan penilaian aktivitas siswa yang berasal dari hasil pengamatan investigasi kelompok dari observer yaitu kolom penilaian kognitif proses, psikomotor, dan afektif keterampilan sosial 665
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
dan berkarakter. Observasi terhadap aktivitas belajar siswa dilakukan selama proses penelitian berlangsung. Observasi aktivitas belajar siswa dalam penelitian ini dilakukan pada saat proses belajar mengajar dan praktikum pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Observer dalam penelitian ini berjumlah empat orang. Setiap observer mengobservasi satu kelompok sehingga observasi aktivitas belajar siswa teliti. Hasil penilaian guru dalam menilai aktivitas siswa di kelas kontrol dan eksperimen memiliki perbedaan yang besar. Penilaian aktivitas siswa oleh guru pada kelas kontrol yaitu siswa yang secara aktif bertanya dan menjawab pertanyan dari guru yaitu sebesar 31,57%. Dalam prosentase tersebut, 6 orang siswa dari 19 orang yang mampu menjawab pertanyaan dari guru pada saat proses belajar mengajar di kelas 8B. Sedangkan siswa di kelas eksperimen yang aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru yaitu dapat diprosentasekan sebesar 89,47%. Pada kelas eksperimen, sebanyak 17 orang dari 19 siswa mampu menjawab pertanyaan dari guru saat proses belajar mengajar. Prosentase rata-rata aktivitas belajar siswa pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas kontrol yaitu sebesar 42,10% siswa memperhatikan penjelasan materi dari guru, 63,15% siswa mencatat penjelasan guru di buku catatan, 31,57% siswa melakukan tanya jawab pada guru, 73,68 % siswa mengumpulkan laporan praktikum dengan tepat waktu. Rata-rata prosentase aktivitas siswa di kelas kontrol yaitu sebesar 52,62%. Menurut Arikunto (2006), kategori aktivitas siswa sebesar 52,62% merupakan kategori sedang. Prosentase rata- rata aktivitas belajar siswa pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas pada kelas eksperimen yaitu rata-rata sebesar 92,97% siswa memperhatikan penjelasan materi dari guru melalui Laboratorium Virtual berbasis praktikum menggunakan laboratorium virtual, 94,73% siswa praktikum materi gerak lurus dalam investigasi kelompok, 100% siswa melakukan presentasi dari hasil laporan dalam investigasi kelompok, 84,20% siswa memberi respon terhadap presentasi terhadap kelompok lain, baik berupa pertanyaan, masukan, tanggapan dari kelompok yang mempresentasikan hasil subtopik dalam investigasi kelompok. Rata-rata prosentase aktivitas siswa di kelas eksperimen yaitu sebesar 92,97%. kategori aktivitas siswa sebesar 92,97% merupakan kategori sangat aktif. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan: 1. Penerapan model pembelajaran kolaboratif - dengan Laboratorium Virtualberbasis laboratorium virtual berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA di SMP 2. Penerapan model pembelajaran kolaboratif berbasis laboratorium virtual dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran di SMP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka saran yang dapat diberikan, antara lain: 1. Bagi guru berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya dalam pembelajaran IPA guru menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di sekolah, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran 666
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
2.
kolaboratif berbasis laboratorium virtual untuk meningkatkan hasil belajar IPA dan aktivitas belajar siswa. Bagi peneliti lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan untuk penelitian selanjutnya dalam hal penerapan model pembelajaran kolaboratif dalam pembelajaran IPA.
DAFTAR PUSTAKA Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Bandung: Erlangga. Depdiknas. 2007. Kurikulum dan Hasil Belajar kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA. Jakarta : Balitbang Depdiknas. Druxes, H. 1986. Kompendium Didaktif IPA. Bandung: Remaja Roesdakarya. Isjoni. 2012. Collaborative Learning. Jakarta : Kencana Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: CV. Alfabeta. Sanjaya, W. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Widodo, C. S. & Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
667