e-Journal PBSI Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
KUALITAS BUTIR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL BAHASA INDONESIA KELAS XI SMA NEGERI 2 SINGARAJA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 DARI SEGI TARAF KESUKARAN, DAYA PEMBEDA, DAN FUNGSI PENGECOH Ni Kadek Ratna Wati, I Nengah Suandi, I Wayan Wendra Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kualitas butir soal ulangan akhir semester ganjil Bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja tahun pelajaran 2015/2016 dari segi taraf kesukaran soal, daya pembeda soal, fungsi pengecoh, dan kendala-kendala yang dihadapi oleh guru Bahasa Indonesia dalam penyusunan soal ulangan akhir semester ganjil kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja. Rancangan penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI dan objeknya adalah kualitas butir soal serta kendala-kendala yang dihadapi oleh guru Bahasa Indonesia dalam penyusunan soal ulangan akhir semester. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi dan metode wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI memiliki taraf kesukaran yang berkualitas karena sebanyak 21 soal (42%) sudah berada pada taraf kesukaran sedang. (2) butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI memiliki daya pembeda yang kurang berkualitas karena sebanyak 35 soal (70)%) berada pada daya pembeda yang tidak memadai. (3) butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI memiliki fungsi pengecoh yang kurang berkualitas karena sebanyak 128 distraktor (64%) belum berfungsi sebagai pengecoh yang memadai. (4) kendala-kendala yang dihadapi oleh guru bahasa Indonesia dalam penyusunan soal ulangan akhir semester ganjil kelas XI yakni dari segi teknis seperti penyusunan option, penyebaran domain, pembatasan materi, penentuan waktu terkait jumlah soal yang dibuat, serta dari segi konten, yaitu kurangnya penguasaan atau wawasan guru dalam merumuskan konten bahasa dan sastra Indonesia dalam soal. Kata kunci : kualitas, butir soal, bahasa Indonesia
Abstract This study aimed to describe the quality of the final exam items bahasa Indonesia class XI SMA Negeri 2 Singaraja in the academic year 2015/2016 in terms of difficulty index, different power, the function of detractors, and the constraints encountered by teacher of bahasa Indonesia in preparation of final exam questions. The design of this research is descriptive quantitative and qualitative descriptive. The subject of this study is the final exam items bahasa Indonesia class XI and and the object is the quality of the final exam items and and the constraints encountered by teacher of bahasa Indonesia in the preparation of final exam questions semester. The method that used in collecting data were documentation method and interview method. The result of this study indicated that (1) final exam items bahasa Indonesia class XI has a quality level of difficulty as many as 21 items (42%) already on the medium difficulty level. (2) final exam items bahasa Indonesia class XI has a different power that is less qualified for a total of 35 items (70)%) are in distinguishing inadequate. (3) final exam items bahasa Indonesia class XI has the function of posing less qualified as much as 128 distractor (64%) were not functioning as posing sufficient. (4) the constraints encountered by teacher of bahasa Indonesia in the preparation of final exam questions semester of class XI namely in terms of technical as preparation option, domain deployment, capping material, the timing related to the number of questions that are made, as well as in terms of content, namely the
e-Journal PBSI Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 lack of mastery or knowledge of teachers in formulating the content bahasa Indonesia and literature in the matter. Key words : quality, items, bahasa Indonesia
PENDAHULUAN Untuk menentukan keberhasilan sebuah evalusi, digunakanlah sebuah alat evaluasi. Alat evaluasi ini berfungsi untuk mengukur atau mengevaluasi sesuatu dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Alat evaluasi ini juga disebut sebagai instrumen evaluasi. Dalam menggunakan instrumen evaluasi, terdapat alat evaluasi yang disebut sebagai tes. Menurut Semiawan (dalam Arifin, 2009: 3) tes adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Dalam pelaksanaan evaluasi, salah satu tes yang harus dilakukan oleh guru untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa setelah mengikuti program pengajaran adalah tes sumatif. Tes sumatif adalah jenis tes yang dilakukan di setiap akhir program pengajaran atau pendidikan. Salah satu pelaksanaan tes sumatif yang dilakukan di sekolah yakni ulangan akhir semester ganjil, termasuk juga dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Dalam pelaksanaan ulangan akhir semester ganjil mata pelajaran bahasa Indonesia, guru juga dilibatkan dalam pembuatan tes. Dari segi pembuatannya, tes yang disusun oleh guru biasanya disebut tes buatan guru. Arikunto (2009: 146) menyatakan tes buatan guru adalah tes yang didasarkan atas bahan dan tujuan khusus yang dirumuskan oleh guru untuk kelasnya sendiri. Dalam pelaksanaan ulangan akhir semester ganjil, tes yang digunakan oleh guru yakni tes objektif dan tes uraian (essay). Tes objektif yang digunakan biasanya berbentuk pilihan ganda. Dari kedua bentuk tes tersebut, guru biasanya lebih sering menggunakan tes objektif pilihan ganda saja. Hal tersebut didasari karena beberapa faktor, salah satunya lebih mudah dalam penskoran. Tes buatan guru sangat jarang menggunakan butir-butir tes yang sudah diujicobakan,
dianalisis, dan direvisi terutama pada tes objektif pilihan ganda. Dari pengertian tes buatan guru di atas yang termasuk juga tes untuk ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia, maka dapat dipahami bahwa tes buatan guru sebagai alat evaluasi juga perlu dianalisis yaitu dengan menganalisis kualitas tes yang telah dibuat terutama pada tes objektif pilihan ganda. Secara umum, kualitas berarti tingkat baik buruknya sesuatu. Dengan mengetahui kualitas soal atau tes yang telah dibuat, maka akan menentukan pula hasil belajar yang telah dicapai dan selanjutnya menentukan kualitas lulusan. Dengan kata lain, tes yang berkualitas baik akan mampu mencerminkan dengan baik hasil belajar yang sesungguhnya dari siswa itu sendiri, begitu pula dengan sebaliknya. Salah satu cara untuk mengetahui kualitas tes, terutama tes objektif pilihan ganda yakni dengan menganalisis kualitas setiap butir soal. Kegiatan menganalisis kualitas butir soal merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan mutu soal yang telah ditulis. Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan penggunaan informasi dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang setiap penilaian. Nurgiantoro (2010: 190) menyatakan analisis butir soal adalah estimasi kualitas butir-butir soal sebuah alat tes atau yang dimaksudkan untuk menguji efektivitas butir-butir soal. Analisis kualitas butir soal dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni taraf kesukaran soal, daya pembeda soal, dan fungsi pengecoh. Taraf kesukaran soal didefinisikan sebagai soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. Di samping
e-Journal PBSI Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 taraf kesukaraan, analisis kualitas soal lainnya adalah daya pembeda soal. Daya beda soal aadalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Hal lainnya adalah fungsi pengecoh. Daryanto (2005 : 179) menyatakan fungsi pengecoh atau pola jawaban soal adalah distribusi testee dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, d, atau e yang tidak memilih pilihan manapun (blangko). Dari pola jawaban soal, dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu jelek, terlalu menyolok menyesatkan, begitu juga sebaliknya. Azwar (2000: 142) menyatakan analisis kualitas butir soal yang mencakup analisis tingkat kesukaran, daya beda butir soal, dan fungsi pengecoh merupakan analisis klasik yang sekarang sudah jarang dilakukan. Jika guru tidak melakukan analisis butir soal, kualitas butir soal yang diujikan menjadi tidak terukur dan belum jelas kelayakannya. Hal ini disebabkan oleh pengembangan kualitas butir soal yang tidak didasari perhitungan yang baik, salah satunya kurangnya kemampuan guru dalam penyusunan tes yang baik dan tidak mengetahui cara dalam mengevaluasi tes yang sudah dibuat. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 2 Singaraja, peneliti memperoleh beberapa informasi terkait dengan pelaksanaan evaluasi pembelajaran, khususnya dalam pelaksanaan ulangan akhir semester ganjil (UAS). Peneliti mewawancarai salah satu guru Bahasa Indonesia Kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja yang bernama Nengah Warni. Dalam pelaksanaan ulangan akhir semester ganjil yang diselenggarakan oleh SMA Negeri 2 Singaraja, beliau ditunjuk sebagai panitia pembuat soal, khusus untuk kelas XI mata pelajaran Bahasa Indonesia wajib. Informasi yang cukup penting diperoleh dari hasil
wawancara yakni (1) guru SMA Negeri 2 Singaraja membuat soal ulangan akhir semester ganjil sendiri/teacher made test, (2) guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 2 Singaraja belum pernah melakukan analisis terhadap kualitas tes, baik dari segi tingkat kesukaran soal, daya pembeda soal, dan fungsi pengecoh soal, (3) guru atau pihak sekolah belum memiliki bank soal, dan (4) banyak nilai siswa yang tidak tuntas. Dari beberapa masalah yang ditemukan tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang kualitas soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia. Kualitas tes yang dimaksud yakni menganalisis tiap butir soal dengan memperhatikan taraf kesukaran, daya pembeda, dan fungsi pengecoh. Dengan demikian, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Kualitas Butir Soal Ulangan Akhir Semester Ganjil Bahasa Indonesia Kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016 dari Segi Taraf Kesukaran, Daya Pembeda, dan Fungsi Pengecoh”. Analisis butir soal ulangan akhir semester ganjil yang akan dianalisis yakni sebanyak 50 butir soal dan jumlah lembar jawaban siswa kelas XI MIA 1 sebanyak 36 lembar. Alasan utama peneliti memilih menganalisis kualitas butir soal (taraf kesukaran, daya pembeda dan fungsi pengecoh) dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kekurangankekurangan butir soal yang telah dibuat oleh guru dalam pelaksanaan ulangan akhir semester ganjil. Menganalisis kualitas butir soal bertujuan untuk membantu meningkatkan tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif. Selain itu, analisis kualitas butir soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Dengan adanya analisis kualitas soal, maka dapat diperoleh informasi tentang bagaimana kualitas tes atau soal yang telah dibuat, sehingga dijadikan petunjuk untuk mengadakan perbaikan. Ada penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti lain, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Winata (2014) dengan judul “Analisis Butir Soal Pilihan Ganda Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
e-Journal PBSI Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 SMK Negeri 3 Singaraja”. Penelitian tersebut dirancang dalam bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian tersebut terdiri atas tiga berkas soal ulangan umum semester ganjil tahun ajaran 2013/2014. Objek penelitian ini adalah (1) kesesuaian kisi-kisi, (2) penerapan kaidah penulisan soal pada butir soal pilihan ganda, dan (3) penggunaan kaidah bahasa Indonesia pada butir soal pilihan ganda mata pelajaran bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian sejenis lainnya dilakukan oleh Sartika (2013) dengan judul “Analisis Soal Ulangan Tengah Semester Bahasa Indonesia Kelas XII Mas Raudhatul Ulum Meranti”. Penelitian tersebut dirancang dalam bentuk penelitian deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan kualitas soal ulangan Bahasa Indonesia dari segi validitas, taraf kesukaran dan daya pembeda. Subjek penelitian tersebut yakni soal ulangan tengah semester bahasa Indonesia kelas XII dan objek penelitiannya adalah kualitas soal dari segi validitas, taraf kesukaran, dan daya beda. Kedua penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Persamaan tersebut adalah sama-sama menganalisis tes yang digunakan dalam pelaksanaan evaluasi. Perbedaan yang ditemui antara kedua penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah terletak pada subjek dan objek penelitian, lokasi penelitian, dan tentunya rumusan masalah penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja tahun ajaran 2015/2016. Objek penelitiannya adalah (1) kualitas butir soal dari segi taraf kesukaran soal, daya pembeda soal, fungsi distraktor/pengecoh, dan kendala-kendala yang dihadapi oleh guru Bahasa Indonesia dalam penyusunan soal ulangan akhir semester kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja. Sehubungan dengan pemaparan pada bagian latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kualitas butir soal ulangan akhir semester ganjil Bahasa
Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja tahun pelajaran 2015/2016 dari segi (1) taraf kesukaran soal? (2) daya beda soal? (3) fungsi pengecoh? dan (4) kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi oleh guru Bahasa Indonesia dalam penyusunan soal ulangan akhir semester ganjil kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja? Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kualitas butir soal ulangan akhir semester ganjil Bahasa Indonesia kelas XI MIA 2 SMA Negeri 2 Singaraja tahun pelajaran 2015/2016 dari segi (1) taraf kesukaran soal, (2) daya pembeda soal, (3) fungsi pengecoh, dan (4) mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapi oleh guru Bahasa Indonesia dalam penyusunan soal ulangan akhir semester ganjil kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat, bik secara teoretis maupun secara praktis bagi beberapa pihak. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan terhadap khazanah ilmu pengetahuan di bidang pelaksanaan evaluasi pembelajaran khusunya dalam bidang analisis kualitas butir soal dari segi taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban siswa atau fungsi pengecoh. Bagi guru bahasa Indonesia, hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman atau referensi yang dapat membantu guru menindaklanjuti atau mengevaluasi tes yang belum atau sudah digunakan dalam program pembelajaran, khusunya terhadap kualitas tes ulangan akhir semester ganjil. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mengonstruksi program pembelajaran, terutama kegiatan analisis tes sebagai tindak lanjut pelaksanaan ulangan akhir semester yang direncanakan untuk mengembangkan kualitas pendidikan di sekolah. Bagi mahasiswa calon guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam melaksanakan analisis kualitas butir soal ulangan akhir semester ganjil. Dengan demikian, penelitian ini memberi bayangan dalam melaksanakan teknik analisis, baik itu analisis dari segi kualitas soal yang meliputi taraf kesukaran, daya beda, dan
e-Journal PBSI Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 fungsi pengecoh maupun analisis kualitas tes lainnya, seperti validitas dan reliabilitas. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan gambaran, bandingan, ataupun pedoman untuk melakukan penelitian sejenis. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja tahun ajaran 2015/2016. Untuk membantu menganalisis butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI, peneliti juga menggunakan hasil ulangan siswa berupa lembar jawaban siswa. Nilai yang diperoleh oleh siswa di kelas XI bersifat homogen. Artinya, nilai yang diperoleh siswa hampir sama di setiap kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja. Selain itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan Waka Kurikulum SMA Negeri 2 Singaraja Drs. I Wayan Wartawan bahwa tidak adanya kelas unggulan di kelas XI, baik itu di kelas XI MIA 1, 2, 3, XI IBB, maupun XI IIS. Hal tersebut disebabkan oleh pemerataan siswa atau sistem rolling sudah dilakukan setiap kenaikan ke kelas XI sehingga kemampuan siswa di setiap kelasnya hampir sama. Jadi, tidak ada kelas yang mendominasi untuk dijadikan kelas unggulan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti akhirnya mengacak seluruh kelas XI untuk memilih satu kelas yang akan dijadikan sampel dengan menggunakan teknik random sampling. Machfoedz (2005: 69) mengatakan rancangan acak sederhana (random sampling) adalah rancangan yang paling sederhana dan disebut juga random murni. Syarat populasi harus homogen atau mendekati homogen. Setelah mengacak seluruh kelas XI, akhirnya peneliti memilih lembar jawaban siswa kelas XI MIA 1 untuk menunjang kegiatan analisis atas dasar data yang diperoleh dari semua kelas XI mendekati homogen. Objek penelitian ini adalah (1) kualitas butir soal dari segi taraf kesukaran soal, (2) daya pembeda soal, (3) fungsi pengecoh, dan (4) kendalakendala yang dihadapi oleh guru Bahasa
Indonesia dalam penyusunan soal ulangan akhir semester kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan metode wawancara. Instrumen dalam penelitian ini adalah kartu data dan pedoman wawancara. Metode dokumentasi digunakan oleh peneliti untuk mencari data mengenai kualitas butir soal ulangan akhir semester ganjil Bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja tahun pelajaran 2015/2016 dari segi taraf kesukaran, daya pembeda, dan fungsi pengecoh. Metode wawancara digunakan oleh peneliti untuk mencari data mengenai kendala-kendala yang dihadapi oleh guru Bahasa Indonesia dalam penyusunan soal ulangan akhir semester ganjil kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja. Metode pengumpulan data dengan wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada responden. Dalam penelitian ini, wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur agar responden bisa menjawab secara bebas sesuai dengan pikiran dan isi hatinya. Responden secara spontan dan lugas dapat mengemukakan segala sesuatu yang ingin dikemukakannya. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskritif-kuantitatif dan deskritif-kualitatif. Teknik deskritif-kuantitatif digunakan untuk menganalisis data dengan cara menginterpretasikan data pemanfaatan hasil evaluasi bagi siswa yang diperoleh dari hasil angket dengan menggunakan angka-angka. Teknik deskritif-kualitatif digunakan untuk menganalisis data dengan cara menginterpretasikan data yang diperoleh dari hasil dokumentasi dan wawancara dengan menggunakan katakata. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mencakup empat hal, yaitu kualitas butir soal ulangan akhir semester ganjil Bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja tahun pelajaran 2015/2016 dari segi (1) taraf kesukaran soal, (2) daya beda soal, (3) fungsi pengecoh, dan (4) kendala-kendala yang dihadapi oleh guru Bahasa Indonesia
e-Journal PBSI Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 dalam penyusunan soal ulangan akhir semester ganjil kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja. Sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat disebutkan bahwa ada beberapa temuan yang diperoleh dalam penelitian ini. Temuan-temuan yang dimaksud adalah 1) Taraf kesukaran butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja tahun pelajaran 2015/2016 dibagi menjadi tiga kategori indeks kesukaran, yakni sukar, sedang, dan mudah. Jumlah soal yang dinalaisis sebanyak 50 soal dan 36 lembar jawaban siswa kelas XI. Untuk lebih jelasnya, berikut akan disajikan tabel taraf kesukaran butir soal ulangan akhir semester bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja.
Tabel 1. Taraf taraf kesukaran butir soal ulangan akhir semester bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja. Berdasarkan tabel di atas, butir soal yang masuk dalam kategori sukar dengan indeks kesukaran kurang dari 0,30 berjumlah 11 soal atau 22%. Butir soal yang masuk dalam kategori sedang dengan indeks kesukaran diantara 0,31 sampai dengan 0,70 berjumlah 21 soal atau 42%. Butir soal yang masuk dalam kategori mudah dengan indeks kesukaran diantara 0,71 sampai dengan 1,00 berjumlah 18 soal atau 36. Dari uraian tersebut, butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI tahun pelajaran 2015/2016 memiliki taraf kesukaran yang baik dan berkualitas, karena jumlah soal sedang mendekati 50% dari jumlah keseluruhan soal. Hasil penelitian yang diperoleh didukung oleh pendapat Arikunto (2009: 207) yang menyatakan bahwa taraf kesukaran soal yang baik adalah taraf kesukaran soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Itu berarti bahwa soal dengan taraf kesukaran baik berada pada kriteria soal sedang. Berdasarkan pendapat tersebut, jelas bahwa butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja tahun pelajaran 2015/2016 layak dikategorikan sebagai soal yang
baik karena sebagian dari keseluruhan jumlah soal tersebut masuk dalam kriteria sedang. Soal yang baik juga bisa dilihat dari kesesuaian terhadap skala penyusunan tes yang seimbang. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa soal tersebut juga sudah hampir mendekati skala penyusunan tes pada tes objektif pilihan ganda, yakni 1:2:1. Kesesuaian yang dimaksud yakni proporsi jumlah soal dengan taraf kesukaran sukar, sedang, dan mudah sudah mendekati seimbang. Hal ini sejalan dengan pendapat Arifin (2012: 266) yang menyatakan bahwa jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang (proporsional), dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Tingkat kesukaran seimbang berarti proporsi jumlah soal dengan kriteria mudah, sedang, dan sukar sudah mengikuti skala penyusunan tes, yakni 25% untuk soal dengan kriteria mudah, 50% untuk soal sedang, dan 25% untuk soal sukar. Skala penyusunan tes tersebut menjadi salah Indeks Kriteria Jml % Kesukaran 0,00 - 0,30 Sukar 11 22% 0,31 - 0,70 Sedang 21 42% 0,71 - 1,00 Mudah 18 36% Jumlah 50 100% satu patokan bagi guru dalam menyusun instrumen evaluasi. Dengan adanya skala tersebut, guru juga dapat memperkirakan nilai yang diperolah oleh siswa, baik itu nilai minimum maupun maksimum. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, soal dikatakan baik apabila soal tersebut memiliki taraf kesukaran sedang dan sudah mengikuti skala penyusunan tes, dalam artian memiliki tingkat kesukaran seimbang. Daya pembeda butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja tahun pelajaran 2015/2016 dibagi menjadi 4 kategori daya pembeda soal, yakni soal dengan kategori jelek (poor), cukup (satisfactory), baik (good), dan negatif atau dibuang. Untuk lebih jelasnya, berikut akan disajikan tabel daya pembeda butir soal ulangan akhir semester bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja.
e-Journal PBSI Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
Tabel 2. Daya Pembeda butir soal ulangan akhir semester bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja. Berdasarkan tabel tersebut, butir soal yang memiliki daya pembeda jelek (poor) dengan indeks diskriminasi kurang dari 0,20 berjumlah 27 soal atau 54%. Butir soal yang memiliki daya pembeda cukup/sedang (satisfactory) dengan indeks diskriminasi antara 0,20 sampai dengan 0,40 berjumlah 12 soal atau 24%. Butir soal yang memiliki daya pembeda baik (good) dengan indeks diskriminasi antara 0,40 sampai dengan 0,70 berjumlah 3 soal atau 6%. Butir soal yang memiliki daya pembeda dibuang dengan indeks diskriminasi bertanda negatif berjumlah 8 soal atau 16%. Dari uraian tersebut, jelas bahwa butir soal pilihan ganda ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI tahun pelajaran 2015/2016 belum mampu membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan testee yang berkemampuan rendah. Sesuai dengan hasil di atas, jumlah soal yang dapat dikatakan memiliki daya beda memadai hanya 15 soal atau 30%. Jumlah soal tersebut dikatakan memadai karena sudah sesuai dengan kriteria daya beda soal, yakni berada pada kriteria cukup dan baik dengan indeks diskriminasi di antara 0,20 sampai dengan 1,00. Hasil tersebut didukung dengan pendapat Sudijono (2005: 386) menyatakan bahwa daya pembeda soal dikatakan memadai jika berada pada indeks diskriminasi antara 0,20 sampai dengan 1,00 yang terletak pada daya pembeda soal cukup dan baik. Sisa dari jumlah tersebut yakni 35 atau 70% soal dapat dikatakan bahwa soal belum memiliki daya pembeda yang memadai. Jumlah soal yang belum memadai tersebut berarti soal belum dapat membedakan siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah. Faktor yang menyebabkan soal tidak memiliki daya beda yang berkualitas dapat dibedakan menjadi 2, yakni kualitas soal yang dibuat oleh guru dan kemampuan siswa dalam menjawab soal.
Dari segi kualitas soal, hal yang menyebabkan soal tidak memiliki daya beda yang baik yakni soal yang diberikan cukup sulit, sehingga siswa yang berada Indeks Diskrimina si > 0,20
Daya beda
Jml soal
Persenta se
Jelek
27
54%
0,20 - 0,40 Cukup 12 24% 0,40 - 0,70 Baik 3 6% Bertanda Dibuan 8 16% negatif g Jumlah 50 100% di kelompok atas (pintar) ataupun kelompok bawah tidak dapat menjawab soal tersebut dengan benar. Selain itu, bahan yang dijadikan soal oleh guru melenceng dari materi yang selama ini diberikan oleh guru. Hal tersebut akan mengakibatkan siswa kebingungan dalam menjawab soal dengan benar. Anggapan guru bahwa soal yang dibuat dapat dijawab oleh beberapa siswa yang berada di kelompok atas tidak terbukti, sehingga banyak siswa yang salah dalam menjawab soal. Hal tersebutlah yang mengakibatkan soal yang dibuat tidak memiliki daya beda yang memadai. Dari segi kemampuan siswa dalam menjawab, hal yang menyebabkan soal tidak memiliki daya beda yang baik yakni kemampuan siswa kelompok bawah dalam hal menjawab soal lebih baik daripada kelompok atas. Itu artinya, jumlah siswa yang berada di kelompok bawah lebih banyak menjawab benar daripada jumlah siswa yang berada di kelompok atas. Hal tersebut disebabkan karena motivasi dan kesiapan siswa kelompok bawah dalam menghadapi ulangan atau ujian lebih matang, sehingga mereka berpeluang untuk mendapatkan skor yang lebih bagus daripada kelompok atas. Dari segi fungsi pengecoh, berdasarkan 200 pengecoh yang dipasang, 72 pengecoh atau 36% sudah berfungsi sebagai pengecoh yang baik, dan 128 pengecoh atau 64% belum berfungsi sebagai pengecoh yang baik. Patokan yang digunakan untuk menentukan distraktor sudah berfungsi dengan baik atau belum yakni jumlah siswa yang memilih atau tidak memilih
e-Journal PBSI Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 distraktor tersebut sebanyak 5% dari jumlah keseluruhan pengikut tes. Distraktor yang belum memadai disebabkan oleh jumlah siswa yang memilih distraktor kurang dari 5% dari jumlah keseluruhan pengikut tes. Hasil tersebut didukung oleh pendapat Daryanto (2005: 193) yang menyatakan bahwa distraktor yang tidak berkualitas adalah distraktor yang jumlah siswa yang memilih distraktor kurang dari 5% dari jumlah pengikut tes. Begitu juga dengan sebaliknya. Distraktor yang berkualitas adalah distraktor yang dapat dipilih oleh siswa dengan jumlah lebih dari 5% dari keseluruhan siswa yang mengikuti tes. Implikasi dari hal tersebut adalah semakin banyak jumlah siswa yang memilih distraktor, maka semakin berkualitas distraktor tersebut dan dapat menjalankan fungsinya sebagai pengecoh yang baik. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah siswa yang memilih distraktor, semakin tidak berkualitas distraktor tersebut. Hal tersebut didukung oleh pendapat Sudijono (2005: 410) yang menyatakan bahwa makin banyak testee yang terkecoh, maka dapat dinyatakan bahwa distraktor itu makin dapat menjalankan fungsinya dengan sebaikbaiknya. Sebaliknya, apabila distraktor yang dipasang pada setiap butir item itu “kurang laku”, maka hal ini mengandung makna bahwa distraktor distraktor tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik atau kurang berkualitas. Secara umum, ada beberapa faktor yang mengakibatkan distraktor yang dipasang tidak dapat merangsang atau memiliki daya tarik sehingga berdampak pada kualitas distraktor itu sendiri. Faktor tersebut yakni kualitas distraktor yang dibuat sangat lemah dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa cukup tinggi. Distraktor yang berkualitas berhubungan dengan penyusunan option yang baik. Untuk menjadi pengecoh yang berfungsi dengan baik, guru harus mengikuti kaidahkaidah penyusunan option, salah satunya homogenitas option. Beberapa guru kurang memiliki wawasan yang cukup terhadap hal tersebut, sehingga kemampuan guru mengemas option yang berfungsi sebagai distraktor menjadi kurang memiliki daya tarik agar dipilih oleh
siswa. Selain itu, kemampuan siswa yang cukup tinggi dalam menjawab soal menjadi penyebab distraktor yang dipasang tidak mampu mengecoh siswa untuk menjawab. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan siswa dalam memahami materi dengan baik, sehingga siswa dengan mudah memilih jawaban dengan benar. Hasil tersebut didukung dengan pendapat Wahyuningsih (2005) mengenai pengecoh yang tidak memadai disebabkan oleh kemampuan siswa itu sendiri dan kemampuan guru yang belum bisa membuat alternatif jawaban sebagai pengecoh yang baik. Jelas bahwa faktorfaktor tersebut menjadi penyebab kurang berkualitasnya distraktor yang dibuat oleh guru. Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru bahasa Indonesia dalam penyusunan soal ulangan akhir semester ganjil kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja dapat dibedakan menjadi 2, yakni 1) dari segi teknis penyusunan soal dan 2) dari segi konten bahasa dan sastra Indonesia. Dari segi teknis, kendala yang dihadapi yakni berkaitan dengan penyusunan option, penyebaran domain, pembatasan materi, dan menentukan waktu terkait jumlah soal yang dibuat. Dari segi konten bahasa dan sastra, kendala yang dihadapi yakni kurangnya penguasaan atau wawasan guru dalam menonjolkan atau merumuskan konten/materi bahasa dan sastra Indonesia dalam penyusunan soal. Dari segi penyusunan option, kendala yang dihadapi yakni belum mampu menguasai kaidah penulisan option dengan baik. Hal tersebut tercermin dari beberapa option yang dibuat belum mengikuti kaidah dengan baik, seperti option yang dibuat tidak homogen, dan panjang pendek option tidak sama, bahkan option yang dibuat belum mampu berfungsi sebagai pengecoh. Faktor yang menjadi kendala tersebut adalah kurangnya waktu yang dimiliki oleh guru dalam menyusun soal dan kurangnya sumber buku yang dimiliki oleh guru terkait teknis penyusunan soal. Kurangnya waktu yang dimiliki guru dalam menyusun soal mengakibatkan guru harus cepatcepat menyusun soal dengan batas waktu yang telah ditentukan. Hal tersebut akan mengakibatkan guru tidak memiliki
e-Journal PBSI Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 perencanaan yang matang dalam membuat soal dan tidak terlalu memperhatikan teknis penyusunan soal dengan baik. Dengan waktu yang terbatas tersebut, guru hanya memfokuskan pada materi atau konten yang akan dikeluarkan dalam soal. Jika hanya memperhatikan konten atau materi saja tanpa memperhatikan kaidah penyusunan soal, tentu soal yang dibuat menjadi kurang baik. Kurangnya penguasaan terhadap kaidah penulisan option juga disebabkan oleh kurangnya sumber buku mengenai kaidah-kaidah penyusunan soal yang baik sebagai patokan dalam penyusunan soal. Tidak hanya pada soal ulangan semester ganjil saja, guru juga mengakui bahwa kendala tersebut juga ditemui dalam penyusunan instrumen evaluasi lainnya. Menyadari hal tersebut, lamanya pengalaman guru mengajar tidak menjamin guru dapat membuat instrument evaluasi yang lebih baik. Berkaitan dengan penyebaran domain, kendala yang dihadapi yakni guru tidak mampu membuat penyebaran domain secara merata. Penyebaran domain yang tidak merata disebabkan oleh guru kurang mampu merumuskan soal pada domain-domain tertentu, seperti pada domain C5 (sintesis) dan C6 (evaluasi), sehingga soal yang cukup banyak dibuat oleh guru yakni pada domain C2 (pemahaman) dan C3 (aplikasi). Soal pada domain tersebut seharusnya lebih banyak diterapkan dalam soal pada siswa sekolah dasar. Untuk siswa yang berada di tingkat lanjut, seharusnya soal yang banyak disusun oleh siswa yakni pada domain C5 dan C6, karena siswa dituntut untuk lebih memiliki pemikiran kriitis. Hal tersebut didukung oleh pendapat Arikunto (2009: 121) bahwa beberapa aspek kognitif, sebagian hanya cocok diterapkan di sekolah dasar seperti C1, C2, dan C3, sedangkan C4, C5, dan C6 baru dapat dilatihkan di SLTP, SMU, dan perguruan tinggi secara bertahap. Dengan hal tersebut jelas bahwa soal yang seharusnya banyak disusun oleh guru yakni berada pada domain C4, C5, dan C6. Namun, tidak berarti bahwa soal yang mengukur domain C1, C2, dan C3 tidak diberikan kepada siswa pada jenjang lanjut. Semua domain harus tercermin
pada soal yang disusun oleh guru agar dapat mengukur semua domain secara maksimal pada aspek kognitif. Bentuk tes yang digunakan juga memengaruhi hal tersebut. Susahnya mengemas soal agar mengarah pada domain yang akan diukur terkadang menjadi tidak sesuai setelah guru melakukan telaah soal. Hasilnya, soal yang dibuat kurang mampu mengukur secara maksimal kemampuan siswa pada aspek kognitif. Untuk mengatasi hal tersebut, guru harus benar-benar merencanakan dalam penyusunan soal, dan harus berpatokan pada kata kerja operasional di masing-masing domain. Hal tersebut akan membuat guru memiliki gambaran terkait jumlah soal yang dibuat di masing-masing domain. Selain itu, bentuk tes yang digunakan tidak hanya berpatokan pada satu bentuk tes saja. Agar aspek berfikir siswa dapat terukur di setiap domain, tes yang digunakan harus dikombinasikan, seperti membuat tes objektif dan uraian. Kendala lainnya yakni susahnya membatasi materi yang dijadikan bahan dalam penyusunan soal. Semakin banyak materi, semakin banyak soal yang bisa dibuat. Akan tetapi, tidak semua materi yang ada bisa diterapkan ke dalam soal karena faktor jumlah soal yang dibuat tidak terlalu banyak. Hal tersebutlah yang sering menjadi kendala bagi guru dalam membatasi materi-materi dalam penyusunan soal. Kurang mampunya guru dalam membatasi materi terkadang membuat soal yang dibuat tidak representatif dengan materi yang selama ini dipelajari. Membuat soal dengan materi yang representatif sebenarnya cukup sulit, tetapi soal yang dibuat nantinya akan mampu mewakili atau dapat menjangkau semua materi yang selama ini sudah diajarkan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Arikunto (2009: 47) bahwa salah satu sumber penyebab dalam pengukuran hasil belajar yakni susahnya membatasi materi dalam penyusunan tes. Butir-butir soal yang dikeluarkan dalam tes menjadi tidak mencerminkan atau tidak merupakan wakil yang representatif dari keseluruhan bahan pelajaran yang seharusnya diteskan. Mengingat hal tersebut, perlu adanya perencanaan guru
e-Journal PBSI Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 lebih matang dalam penyusunan tes agar semua soal yang dibuat mampu mewakili seluruh materi yang sudah diajarkan. Kendala terakhir dari segi teknis yaitu menentukan waktu pelaksanaan tes dengan jumlah soal yang telah disusun. Mengingat soal yang disusun memiliki tingkat kesukaran yang berbeda-beda dan dengan kemampuan siswa yang berbedabeda pula, guru sering kesulitan menentukan waktu yang benar-benar sesuai diberikan kepada siswa dalam mengerjakan tes. Karena faktor tersebut, beberapa siswa memprotes guru karena waktu yang diberikan dalam mengerjakan soal tidak sesuai dengan jumlah soal. Di sisi lain, jika perolehan nilai siswa tidak memuaskan, terkadang mereka menganggap bahwa waktu yang diberikan terlalu sedikit, sehingga mereka terburuburu bahkan belum selesai dalam mengerjakan soal tersebut. Di sisi lain juga, perolehan nilai siswa tersebut disebabkan oleh kemampuan siswa dalam menjawab soal. Hal tersebut tentu menjadi dilema bagi guru. Kurangnya memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh siswa dalam menjawab setiap butir soal akan mengakibatkan guru kebingungan memberikan waktu yang tepat. Selain itu, kurangnya perencanaan yang matang dan uji coba soal sebelum tes tersebut diberikan menjadi salah satu kesulitan dan kendala guru untuk menentukan waktu yang tepat terkait jumlah tes yang diberikan. Dari segi konten, hal yang menjadi kendala adalah guru kurang mampu menonjolkan unsur bahasa dan sastra dalam soal. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang terlalu berpatokan pada konten bahasa yang terdapat dalam buku teks. Konten bahasa dalam buku teks yang digunakan berbentuk teks sehingga sangat sulit membuat soal yang bisa menonjolkan unsur bahasa dan sastra Indonesia terkait dengan materi tersebut. Kurangnya sumber yang dimiliki oleh guru terkait buku-buku bahasa dan sastra Indonesia sebagai penunjang pembelajaran bahasa Indonesia akan mencerminkan sampai sejauh mana pembelajaran bahasa Indonesia dapat diberikan kepada siswa. Hal tersebut juga secara langsung akan memengaruhi
kualitas tes yang akan dibuat. Selama ini, dalam proses pembelajaran maupun dalam penyusunan soal, guru kurang mampu menghubungkan materi yang ada dalam buku teks dengan unsur-unsur bahasa Indonesia, seperti fonologi (pembentukan bunyi bahasa), morfologi (pembentukan kata), dan sintaksis (kalimat). Konten bahasa tersebut tentu sangat diperlukan oleh siswa baik dalam proses pembelajaran maupun tes yang akan diberikan oleh guru dalam pelaksanaan evaluasi. Selain itu, konten sastra terkait contoh-contoh karya sastra yang diterapkan dalam soal juga sangat sedikit. Soal yang disusun oleh guru terlalu banyak teori, sehingga pemahaman siswa mengenai sastra yang terintegrasi dengan pembelajaran bahasa Indonesia tidak akan maksimal. Kendala yang dihadapi tersebut berdampak pada kualitas soal yang dibuat oleh guru. Adapun yang menjadi penyebab terkait dengan kendala-kendala yang dihadapi guru dalam penyusunan soal bahasa Indonesia yaitu 1) kurangnya pelatihan/workshop yang diikuti oleh guru untuk mengembangkan wawasan yang dimiliki, 2) jenjang pendidikan guru yang hanya S1 saja, dan 3) terbatasnya sumber-sumber/buku yang relevan yang dimiliki guru guna menunjang proses pembelajaran maupun pedoman dalam penyusunan instrumen evaluasi. PENUTUP Ada beberapa hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini. Pertama, butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI tahun pelajaran 2015/2016 memiliki taraf kesukaran yang baik dan berkualitas, karena jumlah soal sedang mendekati 50% dari jumlah keseluruhan soal. Kedua, daya beda butir soal ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI tahun pelajaran 2015/2016 kurang berkualitas dan belum mampu membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan testee yang berkemampuan rendah. Ketiga, fungsi pengecoh pada butir soal pilihan ganda ulangan akhir semester ganjil bahasa Indonesia kelas XI tahun pelajaran 2015/2016 belum berkualitas, karena pengecoh yang dipasang belum
e-Journal PBSI Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 mampu memiliki daya tarik yang memadai agar bisa dipilih oleh siswa. Keempat, kendala-kendala yang dihadapi oleh guru bahasa Indonesia dalam penyusunan soal ulangan akhir semester ganjil kelas XI SMA Negeri 2 Singaraja dapat dibedakan menjadi 2, yakni 1) dari segi teknis penyusunan soal dan 2) dari segi konten bahasa dan sastra Indonesia. Dari segi teknis, kendala yang dihadapi berkaitan dengan penyusunan option, penyebaran domain, pembatasan materi, dan menentukan waktu terkait jumlah soal yang dibuat. Dari segi konten bahasa dan sastra, kendala yang dihadapi yakni kurangnya penguasaan atau wawasan guru dalam menonjolkan atau merumuskan konten/materi bahasa dan sastra Indonesia dalam penyusunan soal. Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, peneliti dapat menyampaikan beberapa saran, yaitu (1) taraf kesukaran butir soal tersebut perlu dipertahankan, dan sebisa mungkin dapat ditingkatkan jumlah soal dengan taraf kesukaran soal sedang. Dengan begitu, soal yang dibuat sebagai instrumen evaluasi dapat lebih berkualitas, (2) butir soal yang sudah memiliki daya pembeda soal yang baik hendaknya guru memasukkan atau mencatat dalam buku bank soal. Butir-butir soal tersebut pada tes hasil belajar yang akan datang dapat dikeluarkan lagi karena kualitasnya sudah cukup memadai. Butir-butir soal yang daya pembedanya masih rendah (poor), ada dua kemungkinan tindak lanjut, yaitu a) ditelusuri kemudian diperbaiki, b) dibuang atau didrop. Untuk tes yang akan datang, butir soal tersebut tidak akan dikeluarkan lagi. Khusus butir-butir soal yang angka indeks diskriminasi soalnya bertanda negatif, sebaiknya pada tes hasil belajar yang akan datang tidak akan dikeluarkan lagi, sebab butir soal yang demikian itu kualitasnya sangat jelek. Fungsi pengecoh/distraktor yang sudah dapat menjalankan fungsinya dengan baik dapat dipakai lagi pada tes-tes yang akan datang, sedangkan distraktor yang belum dapat berfungsi dengan baik sebaiknya diperbaiki atau diganti dengan distraktor lain. Sehubungan dengan hambatan berupa kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam penyusunan soal ulangan
akhir semester bahasa Indonesia, hal yang perlu dilakukan oleh guru yakni melakukan perencanaan yang matang sebelum penyusunan tes dilakukan. Selain itu, kegiatan yang penting dilakukan oleh guru yakni selalu mengikuti pelatihan/workshop mengenai penyusunan instrumen evaluasi agar dapat menambah wawasan atau pengalaman guru dalam penyusunan soal. DAFTAR PUSTAKA Arifin,
Zaenal.2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. -------. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Azwar, Saifudin. 2000. Tes Prestasi : Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar, edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Daryanto. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Machfoeds, Ircham. 2005. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Fitramaya. Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.