w
tp :// w
ht
.p a
w
ab
pu
at .
ar
.id
bp s. go
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2007 :
91522.08.22
Katalog BPS
:
4102002.91
Ukuran Buku
:
16,5 x 21 cm
Jumlah Halaman
:
x Rumawi + 124 Halaman
at .
bp s. go
.id
Nomor Publikasi
ab
ar
Naskah : Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat
w
.p a
pu
Penyunting : Bidang Integrasi Pengolahan Data dan Diseminasi Statistik BPS Provinsi Papua Barat
ht
tp :// w
w
Layout dan Design Cover: Bidang Integrasi Pengolahan Data dan Diseminasi Statistik BPS Provinsi Papua Barat Diterbitkan oleh: BPS Provinsi Papua Barat Dicetak oleh CV. ALIA JAYA
Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya.
GU UBERNUR PAPU UA BARAT SAMBUTA AN
bp s. go
.id
Dengan meemanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yaang Maha Esa, ssaya menyambut gembira diterb bitkannya publikasi Indeks Pembangunan Manusia M Provinssi Papua Barat 2007 oleh B Badan Pusat Statistik Provinsi Pap pua Barat bekerja sama dengan Badan Perrencanaan Pemb bangunan D Daerah Provinsi Pa apua Barat.
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Data dan iinformasi statisttik yang disajikaan dalam publikasi ini sanggat bermanfaat bagi Pemerintah h Daerah Papua Barat d di dalam meru umuskan kebijaaksanaan pembangunan, kkhususnya pem mbangunan man nusia di Provinsi Papua Baarat serta mengeevaluasi sejauh mana m pe‐ laaksanaan program pembanggunan manusiaa telah m meningkatkan ku ualitas manusia terutama padaa derajat keesehatan, pendidikan dan kemampuan ekonomi m masyarakat.
ht
tp :// w
w
dan Pusat Statisstik Provinsi Pap pua Barat Kepada Bad yaang telah berupaya menerb bitkan buku ini i saya m mengucapkan teri ima kasih dan semoga arah pemb bangunan m manusia dapat leb bih mendapatkan n perhatian dalam m rangka m mewujudkan kese ejahteraan rakyat Terima kasih h. Maanokwari, Agusttus 2008 GU UBERNUR PAPUA A BARAT A ABRAHAM O. AT TURURI
i
KETUA BADAN PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DAERAH (BP3D) PROVINSI PAPUA BARAT SAMBUTAN
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Meningkatnya usaha‐usaha pembangunan di segala bidang menuntut tersedianya data statistik yang lengkap, akurat, mutakhir, dan berkesinambungan terutama guna menunjang terwujudnya perencanaan yang tepat, pengawasan yang baik, serta evaluasi kritis terhadap hasil‐hasil pembangunan yang telah dicapai. Terutama pada pembangunan manusia, Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat berusaha menyajikan situasi sumber penyusun daya manusia dan komponen‐komponen pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat untuk memberikan gambaran perkembangan pembangunan manusia yang teraktualisasikan dalam publikasi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat Tahun 2007. Data dan informasi statistik yang dicakup dalam publikasi ini, dibutuhkan tidak hanya oleh Badan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat, namun juga oleh berbagai konsumen data. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat dan semua pihak yang telah membantu terbitnya publikasi ini. Semoga publikasi ini bermanfaat. Manokwari, Agustus 2008 Badan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat K e t u a, DRS. ISHAK L. HALLATU Pembina Tingkat I
ii
KATA PENGAN NTAR
ar
at .
bp s. go
.id
ndeks Pembanggunan Manusia Provinsi Publikasi In Papua Barat Tahu un 2007 ini tersaaji atas kerjasam ma Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Pap pua Barat dengaan Badan Perencanaan Pem mbangunan Daeerah (BAPPEDA) Provinsi p ini mem mberikan Papua Barat. Secaara garis besar publikasi m mengenai kondisi pemb bangunan gaambaran umum m masyarakat Provvinsi Papua Barat. Adapun data dan in nformasi yang d disajikan terdiri dari hasil pengghitungan besaran IPM b beserta kompon nen‐komponennyya, hasil pengolahan Suseenas dan data‐daata sekunder peendukung laainnya.
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
mua pihak yang teelah berpartisipaasi hingga Kepada sem teerbitnya publikassi ini, kami samp paikan terima kassih. Kritik dan saran yang m membangun sangat kami harapkkan guna perbaikan di masaa mendatang.
Manokkwari, Agustus 2008 BPS Provinsi Papua Baarat K e p a l a, Y S. SULAIMAN, M M. ENG IR. DUDY N NIP. 340005952
iii
DAFTAR ISI
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Kata Pengantar Sambutan Gubernur Provinsi Papua Barat Sambutan Kepala BP3D Provinsi Papua Barat Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Manfaat 1.4 Sistematika Penulisan II. Metodologi 2.1 Ringkasan Sejarah Penghitungan IPM 2.2 Sumber Data Penghitungan IPM 2.3 Metode Penghitungan IPM 2.4 Pengelompokkan IPM III. SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT 2005 – 2007 3.1 Kependudukan 3.2 Situasi Kesehatan 3.2.1 Akar Masalah Kesehatan 3.2.2 Sarana Kesehatan 3.2.3 Derajat Kesehatan Masyarakat 3.2.4 HIV/AIDS 3.3 Kondisi Pendidikan 3.3 Kondisi Pendidikan 3.3.1 Angka Buta Huruf Dewasa 3.3.2 Rata‐rata Lama Sekolah 3.3.3 Angka Partisipasi Sekolah 3.3.4 Angka Partisipasi Murni 3.3.5 Angka Putus Sekolah
Hal. i ii Iv v vii ix 1 1 5 6 7 9 9 10 12 23 24 24 29 29 35 37 41 42 47 51 53 55 58
iv
3.3.6 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 3.4 Kondisi Perekonomian 3.4.1 Pertumbuhan Ekonomi regional 3.4.2 PDRB per Kapita Perkembangan Komponen IPM 2005‐2007 4.1 Perkembangan Kesehatan 4.2 Perkembangan Pendidikan 4.2.1 Perkembangan Angka Melek huruf 4.2.2 Perkembangan Rata‐rata Lama Sekolah 4.3 Paritas Daya Beli Perkembangan IPM Provinsi Papua Barat 2005 ‐2007 5.1 Perkembangan IPM 5.2 Posisi Relatif IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat 2005 – 2007 5.3 Posisi Relatif IPM Kabupaten/Kota secara Nasional 5.4 Reduksi Shortfall 5.5 Analisis Kuadran IV Kesimpulan Daftar Pustaka Lampiran
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
IV V
ht
w
tp :// w
w
89 90 94 105 107 110
.p a
62 64 67 69 72 72 76 76 78 80 82 83 87
v
DAFTAR TABEL No
bp s. go
2.4
at .
2.5 2.6 3.1
ab
ar
3.2
32
34
56
w
w
.p a
pu
3.3
3.4
Indikator dan Sumber Data IPM………….…………. Dimensi Indikator dan Indeks………………………… Konversi Tingkat Pendidikan menjadi Variabel Lama Sekolah Daftar Paket Komoditi yang Digunakan untuk Menghitung Paritas Daya Beli……………………….. Skor Variabel Kualitas dan Fasilitas Rumah……. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dirinci Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Air Tinja dirinci Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007……………………………………………………… Jumlah Penduduk, Jumlah Dokter, dan Rasio Dokter Penduduk di Provinsi Papua Barat Tahun 2007……………………………………………………. Angka Partisipasi Murni menurut Jenis Kelamin, Tipe Daerah dan Jenjang Pendidikan, Tahun 2006‐2007…………………………………………… Angka Putus Sekolah menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, Tahun 2007 Angka Putus Sekolah menurut Kabupaten/kota dan Jenis Kelamin dan kelompok Umur Tahun 2007………………………………………………………………. Persentase Penduduk Berumur 5 tahun ke atas menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin Tahun 2007………………………………………. PDRB Provinsi Papua Barat ADHB dan ADHK dengan Migas dan Tanpa Migas 2000‐2007 (Juta Rupiah)…………………………………………………..
Hal. 11 12 15 17 19 21 31
.id
2.1. 2.2 2.3
Judul Tabel
tp :// w
3.5
ht
3.6
3.7
3.8
59 60
64
64
vi
3.9
PDRB per Kapita Serta Pertumbuhannya di Provinsi Papua Barat Tahun 2000‐2007…………………………………
4.1
Tabel Angka Harapan Hidup Provinsi Papua Barat Tahun 2005‐2007………………………………….. Persentase Wanita Berumur 10 Tahun atau Lebih Menurut Jumlah Anak Lahir Hidup menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat Tahun 2007…………………………………………… Persentase Wanita Berumur 10 Tahun atau Lebih Menurut Jumlah Anak Masih Hidup menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat Tahun 2007…………………………………………… Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005‐2007………………..
.id
4.2
bp s. go
4.3
75
75
84
ht
ar ab pu .p a w
tp :// w
w
at .
5.1
70
vii
DAFTAR GAMBAR No.
Judul Gambar Jumlah Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 1971 – 2007…………………………………………………… Pertumbuhan Penduduk per Tahun Provinsi Papua Barat Tahun 1971 – 2007 (%)………………. Distribusi Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2007……………………………………………………. Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2007……………………………………………………. Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Papua Barat Tahun 2007……………………………………………………. Jumlah Puskesmas, Pustu, dan Balai Pengobatan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2007……………………………………………………. Persentase Penduduk Yang Mengalami Keluhan Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2007……………………………………………………. Prevalensi HIV di Tanah Papua, Tahun 2006
3.1
.id
3.2
bp s. go
3.3 3.4
at .
3.5
ar
3.6
.p a
pu
ab
3.7 3.8 3.9
Angka Buta Huruf Dewasa (ABHD) menurut Tipe Daerah, 2006 dan 2007…………………………………………….
Angka Buta Huruf Dewasa (ABHD) menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2006 dan 2007……………………………………………….
tp :// w
w
w
3.10
4.3
Rata‐Rata Lama Sekolah (tahun) menurut Jenis Kelamin, Tahun 2006‐2007…………………………………….. Angka Partisipasi Sekolah menurut Kelompok Umur, 2006 dan 2007…………………………………………….. Pertumbuhan Ekonomi Regional Provinsi Papua Barat Tahun 2000‐2007…………………………………………. Perkembangan Angka Melek Huruf (%) menurut Kabupaten/Kota Papua Barat 2005‐2007………………. Rata‐rata lama sekolah (thn) menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat Tahun 2005‐2007 Boxplot IPM Papua Barat Tahun 2005‐2007…………..
5.2
Posisi Relatif IPM Kab/Kota di Papua Barat
3.11
ht
3.12 3.13 4.1 4.2
Hal. 25 29 26 28 36 37
38
42 48 49
51 53 70 77 79 83 88
viii
Tahun 2005‐2007…………………………………………… Reduksi Shortfall IPM Kab/Kota di Papua Barat Tahun 2005‐2007…………………………………………… Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran PDRB dan IPM Tahun 2007…………………………….. Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran Pertumbuhan Ekonomi dan IPM 2007…………… Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran PDRB per kapita dan IPM Tahun 2007 Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran Reduksi Shortfall dan IPM Tahun 2007.............
5.3 5.4 5.5
.id
5.6
bp s. go
5.7
96 99 101 103
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
91
ix
Indeks Pembangunan Manusia 2007
BAB I PENDAHULUAN
.id
bp s. go
1.1 Latar Belakang
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Keberhasilan pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi positif. Pertumbuhan ekonomi sebagai gambaran dari perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada tahun 2006, PDRB Provinsi Papua Barat tercatat 8,94 triliun rupiah. Angka ini meningkat menjadi 10,37 triliun rupiah pada tahun 2007. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat pada tahun 2006 dan 20071 masing‐masing 4,55 dan 6,95 persen. Pertumbuhan ekonomi yang cukup fantastis ini ternyata tidak diikuti oleh distribusi pendapatan penduduknya. Survei sosial ekonomi nasional (Susenas) 2007 mencatat gini ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0,33 pada skala 0 – 1. Artinya, masih terdapat ketimpangan pendapatan penduduk meskipun bukan dalam kategori ketimpangan tinggi. Dalam Konferensi Internasional bertema Asia
1
BPS Provinsi Papua Barat, (2008), “PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008”
Hal. | 1
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
2015 di London pada 6 – 7 Maret 2006 terungkap bahwa pertumbuhan ekonomi yang tidak diikuti perbaikan ketimpangan pendapatan kurang efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Jumlah penduduk miskin dan pengangguran di Provinsi Papua Barat tidak sedikit. Jumlah penduduk miskin diperkirakan mencapai 284,1 ribu jiwa atau 41,34 persen pada tahun 2006. Jumlah ini berkurang menjadi 266,8 ribu jiwa pada tahun 2007 atau berkurang 2,03 persen. Sementara itu, angka pengangguran Provinsi Papua Barat cukup tinggi. Pada Agustus 2007, angka pengangguran Provinsi Papua Barat diperkirakan 9,46 persen. Angka ini lebih tinggi dari pengangguran nasional yang tercatat 9,11 persen2. Tingginya persentase penduduk miskin dan angka pengangguran merupakan dua hal yang kontraproduktif dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pada saat kesempatan ekonomi diperluas, kelompok penduduk miskin tidak dapat terlibat aktif dalam menciptakan produk barang atau jasa yang dapat mengangkat derajat
2
BPS Provinsi Papua Barat, (2008), “Berita Resmi Statistik, Provinsi Papua Barat Tahun 2007”
Hal. | 2
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
kehidupannya. Pada akhirnya mereka akan menjadi sumber masalah‐masalah sosial yang juga menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini tidak mungkin terjadi apabila negara/pemerintah tidak lalai dalam menginvestasikan sumber dana yang dimiliki untuk pembangunan manusia. Manusia adalah kekayaan yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi manusia untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Pembangunan manusia adalah suatu proses memperluas pilihan‐pilihan bagi manusia. Di antara pilihan‐pilihan hidup yang terpenting adalah pilihan untuk hidup sehat, untuk menikmati umur panjang dan sehat, untuk hidup cerdas, dan berkehidupan mapan. Paradigma pembangunan manusia3 terdiri dari empat komponen yang utama: • Produktivitas. Masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan 3
HDR 1995, halaman 12 Hal. | 3
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia. • Ekuitas. Masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan‐kesempatan ini. • Kesinambungan. Akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup harus dilengkapi. • Pemberdayaan. Pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat, dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses‐proses yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Dengan demikian, konsep pembangunan manusia lebih luas dari sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi. Konsep pembangunan
Hal. | 4
Indeks Pembangunan Manusia 2007
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
manusia lebih “memanusiakan” manusia agar dapat mempunyai lebih banyak pilihan dalam hidupnya. Konsep pembangunan manusia harus dapat diukur. Pengukuran keberhasilan pembangunan manusia penting agar dapat diamati antar waktu dan dapat dibandingkan antar wilayah. Salah satu ukuran yang merefleksikan pilihan hidup mendasar yaitu pendidikan, kesehatan, dan kemampuan ekonomi adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bagi suatu wilayah angka IPM yang diperoleh menggambarkan kemajuan pembangunan manusia di daerah itu. Untuk mendapatkan gambaran pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat pada tahun 2006 dan 2007 perlu disusun publikasi “Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat Tahun 2005 ‐ 2007.”
ht
1.2 Tujuan Tujuan penyusunan publikasi “Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat Tahun 2005 – 2007” menyajikan analisis deskriptif perkembangan pembangunan manusia selama tahun 2005 – 2007. Publikasi ini memberikan
Hal. | 5
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ab
ar
at .
bp s. go
.id
gambaran capaian pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat dan perubahan‐perubahan komponen penting penghitungan IPM yang secara rinci bertujuan untuk: Menggambarkan situasi pembangunan manusia khususnya pada bidang pendidikan dan kesehatan di Provinsi Papua Barat tahun 2005 ‐ 2007. Melihat perkembangan IPM dan masing‐ masing komponen penghitungan IPM tahun 2005 ‐ 2007.
pu
1.3 Manfaat
ht
tp :// w
w
w
.p a
Manfaat yang ingin dicapai dari penyusunan publikasi ini adalah: Tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan dalam memantau proses pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat secara kesinambungan. Selain sebagai sumber informasi dalam pemantauan pembangunan manusia, data dan informasi dalam publikasi ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam
Hal. | 6
Indeks Pembangunan Manusia 2007
bp s. go
.id
perencanaan pembangunan manusia pada tahap pembangunan selanjutnya. Publikasi ini dapat dijadikan rujukan atau referensi keilmuan bagi masyarakat pendidikan.
1.4 Sistematika Penulisan
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Agar diperoleh alur pembahasan yang baik, publikasi ini disusun dengan mempertimbangkan sistematika sebagai berikut. Bab I Pendahuluan merupakan bab permulaan yang dimulai dengan latar belakang pentingnya penyusunan publikasi yang memantau proses pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat. Ulasan selanjutnya dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat dari publikasi ini. Bab ini ditutup dengan sistematika penulisan. Bab II Metodologi mengulas sumber data, sejarah penghitungan IPM dan metode penghitungan IPM. Metode penghitungan masing‐ masing komponen IPM juga disertakan dalam sub bab metode penghitungan IPM. Bab III Kondisi Pembangunan Manusia di Provinsi Papua Barat memberikan gambaran secara
Hal. | 7
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
lengkap hasil‐hasil pembangunan manusia. Pembahasan difokuskan bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian. Bab selanjutnya menganalisis perkembangan komponen IPM 2005 ‐ 2007. Pembahasan diperluas dengan melakukan komparasi pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat Indonesia. Dengan demikian dapat diketahui posisi relatif Provinsi Papua Barat di Indonesia. Bab V mengulas perkembangan IPM Provinsi Papua Barat 2005 – 2007. Ulasan IPM difokuskan pada perkembangan IPM, reduksi shortfall, peringkat capaian IPM kabupaten/kota menurut peringkat nasional dan provinsi. Analisis IPM diperdalam dengan melakukan perbandingan keberhasilan ekonomi dan pembangunan manusia. Publikasi ini ditutup dengan Bab VI. Bab Penutup ini terdiri dari sub bab kesimpulan dan saran yang berisi ringkasan dari paparan pada Bab III dan bab VI sekaligus sebagai jawaban atas tujuan dari penyusunan publikasi ini.
Hal. | 8
Indeks Pembangunan Manusia 2007
BAB II METODOLOGI
.id
2.1 Ringkasan Sejarah Penghitungan IPM
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
IPM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh Perserikatan Bangsa‐Bangsa (PBB) melalui laporan pembangunan manusia (Human Development Report) yang pertama tahun 1990. Tujuan IPM untuk mengetahui perkembangan pembangunan kualitas manusia di 177 negara. Di Indonesia, pemantauan pembangunan manusia mulai dilakukan pada tahun 1996. Laporan pembangunan manusia tahun 1996 memuat informasi pembangunan manusia untuk kondisi tahun 1990 dan 1993. Cakupan laporan pembangunan manusia terbatas pada level provinsi. Mulai tahun 1999, informasi pembangunan manusia telah disajikan sampai level kabupaten/kota. IPM Provinsi Papua Barat mulai dihitung sejak tahun 2005. Provinsi Papua Barat merupakan provinsi pemekaran berdasarkan Undang‐Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah,
Hal. | 9
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ar
at .
bp s. go
.id
Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Provinsi Irian Jaya Barat memenuhi kelengkapan syarat sebuah pemerintahan provinsi paska pemilihan gubernur dan wakil gurbernur yang menetapkan Abraham Octavianus Atururi (Brigjen Marinir Purn.) dan Drs. Rahimin Katjong, M.Ed sebagai gubernur dan wakil gurbernur yang dilantik pada tanggal 26 Juli 2006. Publikasi IPM ini mengawali penerbitan rutin buku IPM Provinsi Papua Barat.
pu
ab
2.2 Sumber Data Penghitungan IPM
ht
tp :// w
w
w
.p a
Sumber data yang digunakan dalam publikasi ini adalah: Susenas Kor: digunakan untuk menghitung indikator seperti angka harapan hidup, rata‐ rata lama sekolah, angka melek huruf, dan penghitungan pengeluaran per kapita. Susenas Modul Konsumsi: digunakan untuk menghitung daya beli masyarakat Provinsi Papua Barat yang didasarkan pada 27 komoditi. Provinsi Papua Barat Dalam Angka 2008: digunakan untuk melihat hasil‐hasil
Hal. | 10
Indeks Pembangunan Manusia 2007
bp s. go
.id
pembangunan manusia pada kurun waktu 2005 – 2007. PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007/2008: digunakan untuk melihat PDRB Provinsi Papua Barat, pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan per kapita sebagai gambaran pembangunan perkenomian.
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Tabel 2.1 Indikator dan Sumber Data IPM
Hal. | 11
Indeks Pembangunan Manusia 2007
2.3 Metode Penghitungan IPM
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
IPM mengukur pencapaian pembangunan manusia dalam tiga dimensi. Ketiga dimensi tersebut dapat diamati pada diagram di halaman berikut. Dimensi umur panjang dan sehat (lama hidup sehat) diukur dengan angka harapan hidup pada saat lahir. Dimensi pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata‐rata lama sekolah. Dimensi kehidupan yang layak diukur dengan paritas daya beli (purchasing power parity) yang telah disesuaikan. Penjelasan rinci metode penghitungan masing‐masing komponen IPM sebagai berikut:
.p a
Tabel 2.2 Dimensi, Indikator, dan Indeks
ht
tp :// w
w
w
(Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2004 hal. 200)
Hal. | 12
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Angka harapan hidup pada saat lahir Angka harapan hidup pada saat lahir adalah perkiraan lama hidup rata‐rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut kelompok umur. Adapun langkah‐langkah penghitungan angka harapan hidup adalah: a. Mengelompokkan umur wanita dalam interval 15 – 19, 20 – 24, 25 – 29, 30 – 34, 35 – 39, 40 – 44, dan 45 – 49 tahun. b. Menghitung rata‐rata anak lahir hidup dan rata‐rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin menurut kelompok umur pada huruf a di atas. c. Input rata‐rata anak lahir hidup dan anak masih hidup pada huruf b pada paket program MORTPACK sub program CEBCS. d. Gunakan metode Trussel untuk mendapatkan angka harapan hidup saat lahir. Referensi waktu yang digunakan 3 atau 4 tahun sebelum survei. e. Untuk mendapatkan angka harapan hidup pada tahun 2006 dan 2007 dilakukan dengan ekstrapolasi.
Hal. | 13
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Angka Melek Huruf Angka melek huruf adalah proporsi penduduk berumur 15 tahun atau lebih yang dapat membaca huruf latin atau huruf lainnya. Adapun langkah‐langkah penghitungan angka melek huruf adalah: a. Menghitung jumlah penduduk berumur 15 tahun atau lebih. b. Menghitung jumlah penduduk 15 tahun atau lebih yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. c. Membagi jumlah penduduk pada huruf b dengan jumlah penduduk pada huruf a dikalikan 100. Rata‐rata lama sekolah Rata‐rata lama sekolah adalah rata‐rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berumur 15 tahun atau lebih untuk menempuh suatu jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Langkah‐langkah penghitungan rata‐rata lama sekolah sebagai berikut: a. Menghitung jumlah penduduk berumur 15 tahun atau lebih.
Hal. | 14
Indeks Pembangunan Manusia 2007
b.
Melakukan konversi variabel tingkat pendidikan yang ditamatkan ke variabel lama sekolah seperti pada Tabel 2.3.
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Tabel 2.3 Konversi Variabel Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan menjadi Variabel Lama Sekolah
ht
c.
Menghitung rata‐rata lama sekolah dengan melakukan agregat data menggunakan fungsi mean. Untuk menghitungnya dapat menggunakan paket Program SPSS. Hal. | 15
Indeks Pembangunan Manusia 2007
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Paritas Daya Beli yang Disesuaikan Langkah‐langkah menghitung paritas daya beli adalah: a. Menghitung pengeluaran per kapita, y. b. Menghitung pengeluaran per kapita yang dimark up 20 persen, y1 = y x (1,20). c. Menghitung pengeluaran riil, y2 dengan membagi y1 dengan indeks harga konsumen. d. Menghitung paritas daya beli dari 27 komoditi seperti pada Tabel 2.4 dengan persamaan:
.p a
ht
tp :// w
w
w
Hal. | 16
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Tabel 2. 4 Daftar Paket Komoditi yang Digunakan untuk Menghitung Paritas Daya Beli.
Hal. | 17
Indeks Pembangunan Manusia 2007
at .
bp s. go
.id
Dengan: PPP = paritas daya beli, Ei,j = Pengeluaran komoditas ke – j di Kabupaten ke‐i Provinsi Papua Barat, P9, j = Harga komoditas ke – j di Jakarta Selatan, Qi , j = volume komoditi j (unit) yang dikonsumsi di di Kabupaten ke‐i Provinsi Papua Barat.
ar
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
Khusus komoditi rumah sewa, unit kualitasnya ditentukan berdasarkan indeks kualitas rumah. Indeks kualitas rumah dihitung berdasarkan kualitas dan fasilitas rumah tinggal dari tujuh variabel. Ketujuh variabel ini diberi skor berdasarkan karakteristik yang sesuai seperti ditampilkan pada Tabel 2.5:
ht
Hal. | 18
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ar
at .
bp s. go
.id
Tabel 2.5. Skor Variabel Kualitas dan Fasilitas Rumah
ab
pu
ht
tp :// w
w
w
.p a
Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan skor dibagi dengan delapan. Sebagai contoh, sebuah rumah tangga menempati rumah berlantai tanah (0), berdinding kayu (0), luas lantai per kapita 18 meter per segi (1), beratap seng (0), menggunakan penerangan listrik (1), minum dari air hujan (0), jamban milik sendiri (1). Maka skor indeks kualitas rumah adalah 4/8 = 0,50. Artinya,
Hal. | 19
Indeks Pembangunan Manusia 2007
.id
Formula Atkinson
(
ab
ar
()
⎧C( i ) jika C(i ) < Z ⎪ 12 ⎪ Z + 2 C − Z ( ) jika Z < C ≤ 2 Z (i ) i) ( ⎪ =⎨ 1 3) ( 1 2 ( ) jika 2Z < C(i ) ≤ 3Z ⎪ Z + 2 ( Z ) + 3 C( i ) − 2Z ⎪ ⎪ Z + 2 ( Z )(1 2) + 3 ( Z )(1 3) + 4 C − 3Z (1 4) jika 3Z < C ≤ 4 Z (i ) (i ) ⎩
)
at .
Ci*
bp s. go
e. f.
kuantitas rumah yang dikonsumsi rumah tangga tersebut adalah 0,50 unit. Menghitung y3 = y2/PPP. Mengurangi y3 dengan formula Atkinson sebagai berikut:
(
) (
)
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
Dengan: C(i) = PPP dari pengeluaran riil per kapita, y3. Z = Batas pengeluaran yang ditetapkan, biasanya garis kemiskinan.
Menghitung IPM a. Setelah masing‐masing komponen IPM dihitung, maka masing‐masing indeks dihitung dengan persamaan: Hal. | 20
Ind deks Pembangun nan Manusia 20 007
bp s. go
.id
Den ngan: X(i,j)j) = Indekks komponeen ke-i daari kabupaten ke –j;; X(i-mmin) = Nilai m minimum daari Xi X(i-mmaks) = Nilai maksimum dari Xi Nilaai maksimu um dan minimum m daari masing‐masing indeks terrcantum pad da Tab bel 2.6 beriku ut.
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Tabe el 2.6 Nilai Maksimum dan Minimu um Kompone en IPM
b.
Menghitung ind deks pengettahuan : 2 1 X 2 = ( X 21 ) + ( X 22 ) 3 3 Den ngan: X 211 = Indeks M Melek Huruf X 222 = Indeks Laama Sekolah h Hal. | 21
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Nilai IPM dapat dihitung sebagai: 1 IPM = ∑ Indeks X (i ) 3 j Dengan Indeks X(i) = Indeks komponen IPM ke i; i = 1 (Indeks angka harapan hidup), 2 (Indeks pendidikan), 3 (Indeks daya beli).
bp s. go
.id
c.
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Menghitung Reduksi Shortfall (r) : digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu tertentu. Dengan: r = reduksi shortfall, IPMt + n = IPM pada tahun (t + n) IPMt = IPM pada tahun (t)
Hal. | 22
Indeks Pembangunan Manusia 2007
2.4 Pengelompokkan IPM IPM suatu wilayah dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok. Keempat kelompok itu adalah:
at .
bp s. go
.id
IPM Tinggi apabila IPM sama dengan 80,00 atau lebih IPM Menengah Atas apabila IPM antara 66,00 – 79,90 IPM Menengah Bawah apabila IPM antara 50,00 – 65,90 IPM Rendah apabila IPM kurang dari 50,00
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
Hal. | 23
Indeks Pembangunan Manusia 2007
BAB III SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT 2005 – 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
3.1 Kependudukan Penduduk menjadi faktor dominan dalam pembangunan. Selain sebagai objek, penduduk menjadi subjek pembangunan. Jumlah penduduk yang besar berpotensi menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Tetapi, tanpa disertai pengembangan kualitas penduduk, penduduk bisa menjadi faktor penghambat pembangunan. Pada waktu masih menjadi bagian Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat hanya dihuni oleh 221,46 ribu jiwa pada tahun 1971. Jumlah ini terus bertambah menjadi 283,49 ribu jiwa pada 1980. Hasil sensus penduduk terakhir tahun 2000, penduduk Papua Barat tercatat 571,11 ribu jiwa. Penduduk Papua Barat diproyeksikan akan terus bertambah pesat. Hasil Proyeksi Penduduk Indonesia 2005 – 2015 mencatat jumlah penduduk Provinsi Papua Barat pada tahun 2006 dan 2007 adalah 702,10 dan 716,00 ribu jiwa.
Hal. | 24
Ind deks Pembangun nan Manusia 20 007
bp s. go
.id
ab
ar
at .
Gambar 3..1 Jum mlah Penduduk k Provin nsi Papua Baraat Tah hun 1971 - 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
Selama kurun k 1971 hingga 2007 pendudu uk Pro ovinsi Papua Barat rata‐rata tumbuh 3,31 perseen perr tahun. Pertumbuhan n penduduk antar du ua perriode sensus berkisar antara a 2,78 8 hingga 4,0 01 perrsen per tah hun. Berdasaarkan proyeeksi pendudu uk Indonesia 2005 – 2015, pertumbuhan pendudu uk anttara 2000 – 2006 diproyyeksikan 3,5 50 persen per tahun. Sementtara pertum mbuhan penduduk antara 200 00 – 2007 diproyeksikan 3,28 persen n per tahun. Pertumbu uhan penduduk di su uatu wilayaah dipengaruhi olleh tingkat fertilitas, mortalitas m daan miggrasi. Deraajat kesehaatan masyyarakat yan ng sem makin memb baik menuru unkan tingkkat mortalitaas. Di ssisi lain, kesaadaran rumah tangga untuk memiliki
Hal. | 25
Indeks Pembangunan Manusia 2007
anak berkualitas menurunkan tingkat fertilitas. Pertumbuhan penduduk Provinsi Papua Barat kemungkinan lebih banyak dipengaruhi faktor migrasi.
bp s. go
.id
pu
ab
ar
at .
Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk per Tahun Provinsi Papua Barat Tahun 1971 – 2007 (%)
ht
tp :// w
w
w
.p a
Meskipun pertumbuhan penduduk tergolong cepat namun dibandingkan dengan luas wilayah Provinsi Papua Barat, jumlah penduduk yang ada sebarannya tidak merata. Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong merupakan dua kabupaten/kota yang menjadi pusat hunian penduduk. Pada tahun 2007, Kota Sorong dengan luas 1.105 Km2 dihuni oleh 165,90 ribu jiwa. Kota Sorong dikenal sebagai Kota paling padat penduduk di Provinsi Papua Barat. Kepadatan penduduk Kota Sorong 150 jiwa
Hal. | 26
Ind deks Pembangun nan Manusia 20 007
ar
at .
bp s. go
.id
perr Km2. Dibandingka D n dengan Kabupateen Manokwari, kepadatan pen nduduk Kotaa Sorong leb bih k lipat. Kaabupaten So orong Selataan darri sepuluh kali seb bagai kabupaaten terluass pada tahun 2007 hanyya dihuni oleh 60,40 ribu jiw wa dengan keepadatan du ua jiwaa perr Km2.
.p a
pu
ab
Gaambar 3.3 Distribusi Penduduk P Provinsi Pap pua Barat Taahun 2007
ht
tp :// w
w
w
Perbedaaan n perrekonomian anttar perrkembangan kab bupaten/kota mengakib batkan perbedaan dayya tariik migran untuk u datan ng dan men ngembangkaan perrekenomian.. Kota Sorong telah memainkaan perran penting perekonom mian Provinsi Papua Barrat sejaak menjadii bagian dari d Kabupaaten Soron ng. Seb bagai pintu gerbang memasuki pulau papu ua (pu ulau cendraw wasih), Kota Sorong telah h lebih
Hal. | 27
Indeks Pembangunan Manusia 2007
dulu berkembang. Kantor perusahaan minyak pada masa penjajahan Belanda didirikan di Kota Sorong. Hal ini menjadi salah satu daya tarik migran untuk menetap di Kota Sorong.
tp :// w
w
w
Gambar 3.4 Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2007
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
ht
Dilihat dari struktur umur, penduduk Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 tergolong penduduk muda. Proporsi penduduk berumur 0 – 14 tahun 37,4 persen dan hanya 1,6 persen penduduk berumur 65 tahun atau lebih. Dengan banyaknya anak di usia belia, maka permintaan terhadap
Hal. | 28
Indeks Pembangunan Manusia 2007
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
barang dan jasa seperti fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sekolah, dan pengadaan guru sangat penting untuk dipenuhi karena berhubungan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Selain itu, pada fase struktur umur muda rasio ketergantungan cukup besar. Satu orang penduduk usia produktif harus menanggung satu hingga dua orang anak. Konsumsi rumah tangga akan didominasi oleh pemenuhan kebutuhan anak seperti susu dan makanan pendamping, kebutuhan pendidikan dasar dan fasilitasnya seperti TK, SD dan SMP dan kebutuhan pemeliharaan kesehatan anak. 3.2 Situasi Kesehatan
w
3.2.1 Akar Masalah Kesehatan
ht
tp :// w
w
Kesehatan merupakan salah satu hal terpenting dalam hal penentuan tingkat pembangunan manusia di suatu daerah. Ada tiga penyebab yang menjadi akar masalah kesehatan, antara lain adalah: Penyebab Mendasar. Penyebab Tak Langsung. Penyebab Langsung.
Hal. | 29
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Penyebab Mendasar Yang menjadi penyebab mendasar untuk masalah kesehatan adalah masalah lingkungan. Masalah lingkungan tersebut bisa dilihat dari bagaimana kondisi dan fasilitas air bersih, bagaimana kondisi tempat buang air tinjanya, dan sanitasi. Dari data Susenas 2007 bisa dilihat beberapa masalah lingkungan tersebut. Berdasarkan tabel 1, bisa dilihat bahwa persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih sebagai sumber air minumnya sebesar 57,90 persen. Sedangkan rumah tangga yang tidak menggunakan air bersih sebagai sumber air minumnya ada sebesar 42,10 persen. Ini berarti masih ada hampir separuh dari penduduk Provinsi Papua Barat yang menggunakan sumber air minum selain air bersih. Jika ini berkelanjutan akan mengakibatkan dampak yang kurang baik terhadap tingkat kesehatan masyarakat.
Hal. | 30
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Tabel 3.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dirinci Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007
52,89
47,11
70,98
29,02
68,32
31,68
74,78
25,22
52,05
47,95
52,05
47,95
84,97 15,03
11,88
88,12
23,38
76,62
81,37 18,63
58,25
41,75
64,48
35,52
86,25 13,75
41,10
58,90
45,69
54,31
11,28
88,72
11,28
88,72
59,81
40,19
59,81
40,19
87,89 12,11
72,11
27,89
86,33
13,67
88,56 11,44
46,01
53,99
57,90
42,10
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
Bukan Air Bersih
9,70
.id
0,00
90,30
Air Bersih
100,00
Bukan Air Bersih
Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong PROVINSI PAPUA BARAT
Kota dan Desa
Air Bersih
Kabupaten/ Kota
Bukan Air Bersih
Perdesaan
Air Bersih
Perkotaan
Sumber: Hasil Pengolahan Susenas 2007
ht
tp :// w
w
w
Kabupaten/kota yang lebih dari 50 persen penduduknya menggunakan sumber air minum selain air bersih dan perlu mendapatkan perhatian yaitu Kabupaten Teluk Bintuni (76,62 persen) dan Kabupaten Sorong (88,72 persen).
Hal. | 31
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Tabel 3.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Air Tinja dirinci Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007
7,81
9,97
5,47
2,34
45,31
Teluk Bintuni
25,26
1,16
19,81
Manokwari
48,35
1,28
10,93
Sorong Selatan
52,96
0,54
Sorong
37,84
4,32
Raja Ampat
32,81
Kota Sorong
81,30
w
PROVINSI PAPUA BARAT
37,97
Total
.id
Lainnya
100,00
26,23
100,00
12,11
34,77
100,00
32,73
11,28
9,76
100,00
12,99
21,53
4,92
100,00
9,56
9,23
17,38
10,32
100,00
7,03
41,62
9,19
100,00
0,52
9,90
10,42
41,67
4,69
100,00
3,61
4,21
5,46
5,11
0,30
100,00
1,86
10,21
18,40
16,28
3,21
100,00
ab
pu
11,02
w
50,03
Pantai/tanah lapang/kebun
0,88
29,62
.p a
Teluk Wondama
bp s. go
34,18
at .
42,32
Kaimana
ar
Fakfak
Lobang tanah
Sungai/ danau/ laut
Kabupaten/ Kota
Kolam/sawah
Tangki/SPAL
Tempat Pembuangan Air Tinja
Sumber: Hasil Pengolahan Susenas 2007
Sedangkan untuk kondisi tempat buang air tinja dan sanitasi bisa dilihat dari kebiasaan masyarakat tentang tempat pembuangan air tinja. Karena dengan kondisi ini bisa diketahui seberapa besar kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan. Secara umum masyarakat di Papua Barat tempat pembuangan air tinjanya di tangki
ht
tp :// w
Hal. | 32
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
atau SPAL (50,03 persen) dan sisanya adalah sawah/kolam, sungai, dll. Semua penyebab mendasar tersebut sebenarnya berawal dari kurangnya budaya hidup sehat dari masyarakatnya sendiri. Sebagus apa pun fasilitas yang tersedia, kalau dari masyarakatnya kurang ada kesadaran tentang pentingnya kesehatan, maka akan sia‐sia hasilnya. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor jarak atau keterisolasian. Sehingga menyebabkan kurang adanya masukan informasi kepada masyarakat bagaimana pola hidup sehat. Penyebab Tak Langsung Penyebab yang kedua ini lebih ke arah fasilitas sarana dan prasana kesehatan. Kurang tersedianya tenaga kesehatan, kurangnya kualitas tenaga kesehatan, dan minimnya sarana kesehatan yang memadai. Di Provinsi Papua Barat ketersediaan tenaga kesehatan sangatlah minim. Ini bisa dilihat dari jumlah dokter yang tersebar di 9 Kabupaten/Kota pada Tahun 2007 sebanyak 1197 orang, dan semuanya tersebar di 9 Kabupaten/Kota. Untuk
Hal. | 33
Indeks Pembangunan Manusia 2007
mengetahui sebarannya dan rasio dokter per penduduk, dapat dilihat di tabel 3.3. Tabel 3.3 Jumlah Penduduk, Jumlah Dokter, dan Rasio Dokter Penduduk di Provinsi Papua Barat Tahun 2007
bp s. go
.id
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk
Jumlah Dokter
Rasio Doker Penduduk
(1)
(2)
(3)
(4)
65645
141
466
132
313
22731
67
339
52801
70
754
169590
265
640
60404
181
334
at .
Fakfak Teluk Wondama Manokwari
96928
142
683
.p a
pu
Sorong Selatan
ab
Teluk Bintuni
ar
41346
Kaimana
Raja Ampat
40654
110
370
Kota Sorong
165900
89
1864
PAPUA BARAT
715999
1197
598
ht
tp :// w
w
w
Sorong
Sumber: BPS dan Dinas Kesehatan Prov. Papua Barat, 2007
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rasio dokter penduduk yang paling tinggi ada di Kota Sorong (1.864), yang berarti bahwa 1 dokter di Kota Sorong harus menangani kurang lebih 1.864 orang penduduk. Sedangkan angka rasio Provinsi sendiri hampir seperti tiga dari kota Sorong, yaitu 598.
Hal. | 34
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Berarti seorang dokter di Provinsi Papua Barat mempunyai beban menangani 598 orang. Penyebab Langsung Penyebab langsung dari masalah kesehatan, adalah penyebab yang langsung dialami oleh pasien yang berhubungan dengan hal pelayanan kesehatan dan perawatan. Karena dua hal tersebutlah yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Penyebab inilah yang berpengaruh terhadap beberapa indikator kesehatan untuk penghitungan IPM, salah satunya adalah Angka Harapan Hidup (AHH), karena AHH mencerminkan derajat kesehatan manusia di suatu daerah. 3.2.2 Sarana Kesehatan Sarana kesehatan seperti penjelasan di atas sangat penting pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat di suatu daerah. Di Provinsi Papua Barat tahun 2007 tercatat ada 12 rumah sakit, dengan rincian 5 rumah sakit pemerintah, 3 rumah sakit ABRI dan 4 rumah sakit swasta.
Hal. | 35
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Papua Barat Kota Sorong Raja Ampat
.id
Sorong
bp s. go
Sorong Selatan Manokwari Teluk Bintuni
at .
Teluk Wondama
Fakfak
3
6
9
12
.p a
pu
0
ab
Gambar 3.5 Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Papua Barat Tahun 2007
ar
Kaimana
Sumber : BPS Provinsi Papua Barat, Th. 2007
ht
tp :// w
w
w
Kemudian sarana kesehatan lainnya seperti yang tergambar pada gambar 3.6, puskesmas di Provinsi Papua Barat totalnya ada 76, puskesmas pembantu ada 334, dan balai pengobatan ada 15. Sedangkan untuk sarana kesehatan yang lainnya yang terdapat di Provinsi Papua Barat seperti posyandu ada sebanyak 886 unit, polindes ada 217 unit dan puskesmas keliling ada 69 unit,
Hal. | 36
Ind deks Pembangun nan Manusia 20 007
dan n hampir di d seluruh kabupaten/k k kota terdap pat fasiilitas tersebu ut. 60
48 8
40
35
38
37
33 3
30
24 17 8 9 1
8
0
4
2
0
ar
0
ab
0
21
1 13 14
6
5
4
21
15 14 14
at .
20 10
bp s. go
50
.id
55
.p a
pu
Gaambar 3.6 Ju umlah Puskesmaas, Pustu, dan Balai Pengo obatan di Provinsi Pap pua Barat, Tahun 2007
Puskesmas P Pembantu
Balai Pengobatan
w
Puskesmas
Sum mber : Dinas Kesehatan Provinsi Papu ua Barat, Th. 2007 7
ht
tp :// w
w
3.2.3 Derajat K Kesehatan M Masyarakat Indikato or kesehataan yang dissajikan dalaam pub blikasi ini adalah a kelu uhan keseh hatan, karen na kelu uhan keseh hatan meru upakan uku uran tentan ng derrajat kesehaatan di suaatu wilayah berdasarkaan tinggkat keluh han kesehaatan dari masyarakaat.
Hal. | 37
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Indikator ini pun yang menunjukkan sehatnya suatu masyarakat dari sedikitnya angka sakit, sedangkan angka sakit itu sendiri tergantung dari ada tidaknya keluhan. Di dalam Susenas 2007 meskipun petugas lapangan tidak dibarengi oleh tenaga medis saat wawancara dalam pengumpulan datanya, namun dari pengakuan responden sudah dianggap representatif untuk menggambarkan keluhan dari suatu indikasi penyakit yang sudah sangat umum. Sehingga kategori keluhan sakit disesuaikan dengan pengakuan responden. Ada Keluhan 32.09% Gambar 3.7 Persentase Penduduk Yang Tidak Ada Mengalami Keluhan Keluhan Kesehatan di Provinsi Papua 67.91% Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan Barat Tahun 2007 Sumber : Susenas 2007 Papua Barat
Hal. | 38
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Berdasarkan gambar 3.7 dapat dilihat bahwa masyarakat Provinsi Papua Barat Tahun 2007 yang mengalami keluhan kesehatan ada sebanyak 32,09 persen dari total penduduk, sedangkan yang tidak mengalami keluhan kesehatan ada sebanyak 67, 91 persen dari total penduduk secara keseluruhan. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 dan tahun 2006 lalu, tahun 2007 persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan meningkat sangat tinggi. Dari tahun 2004 tercatat sebesar 23,30 persen, kemudian di tahun 2006 menurun menjadi 22,13 persen. Tetapi dalam kurun waktu yang relatif singkat, kenaikan tersebut sangat tinggi menjadi 32,09 persen di tahun 2007. Ini berarti bahwa tingkat morbiditas di Provinsi Papua Barat relatif tinggi bila dibandingkan dengan angka kesakitan secara nasional yang mencapai angka 30,90 persen. Hal ini mungkin disebabkan beberapa fakta yang terjadi di Provinsi Papua Barat, seperti penderita penyakit malaria yang masih sangat tinggi, masih minimnya fasilitas sarana dan prasarana kesehatan di daerah pedalaman, dan mungkin juga dikarenakan pengetahuan dari penduduk tentang menjaga kesehatan masih sangat kurang.
Hal. | 39
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Keluhan kesehatan yang dirasakan masyarakat bermacam‐macam, mulai dari panas, sakit kepala berulang, batuk, pilek, diare, asma, sakit gigi, dan keluhan kesehatan lainnya. Dari sejumlah keluhan kesehatan yang dirasakan masyarakat Provinsi Papua Barat, panas/demam merupakan keluhan kesehatan yang paling banyak diderita (47,04 persen). Salah satunya bisa disebabkan oleh penyakit malaria yang biasanya ditandai dengan demam. Kemudian disusul dengan keluhan penyakit batuk (45,01 persen) dan pilek (44,32 persen), dimana penyakit ini merupakan penyakit umum yang diderita masyarakat. Rata‐rata lama sakit dari masyarakat yang menderita sakit, persentase tertinggi kurang dari sama dengan 3 hari (49,98 persen), sedangkan masyarakat yang mengalami sakit lebih dari 3 hari hanya 50,02 persen. Kemudian cara atau metode pengobatan yang digunakan 58,11 persen berobat sendiri dan 39,68 persen berobat jalan, sedangkan sisanya menggunakan pengobatan tradisional. Pengobatan sendiri dilakukan dengan mengkonsumsi obat tradisonal (41,36 persen), obat modern (82,60 persen) dan 7,55 persen dengan pengobatan lainnya.
Hal. | 40
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Masyarakat Provinsi Papua Barat dalam melakukan pengobatan terutama dengan cara berobat jalan lebih memilih puskesmas sebagai rujukan pertama untuk pengobatan (72, 73 persen), sedangkan untuk pengobatan ke rumah sakit pemerintah hanya 19,46 persen, 7,81 persen sisanya ke sarana kesehatan lainnya. Ini disebabkan ketersediaan fasilitas kesehatan yang terbatas di daerah kabupaten pemekaran, yang tersedia hanya puskesmas, dan puskesmas pembantu. 3.2.4 HIV/AIDS Penyakit lain yang perlu diwaspadai adalahHIV/AIDS. Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh dan hingga saat ini belum ditemukan obatnya. Obat yang ada saat ini baru sebatas penghambat pertumbuhan virus HIV. Berdasarkan Surveilen Terpadu HIV/AIDS dan Prilaku (STHP) tahun 2006 di Tanah Papua, dimana Provinsi Papua Barat terwakili dengan 3 Kabupaten/Kota, yaitu Kota Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Teluk Bintuni, menyatakan bahwa prevalensi penderita HIV/AIDS
Hal. | 41
Indeks Pembangunan Manusia 2007
di Kabupaten Sorong sangat tinggi, hampir mendekati 4 persen. Prevalensi HIV di Tanah Papua, Menurut Kabupaten/Kota Tertentu
.id
5.0% 4.5%
bp s. go
4.0% 3.5% 3.0% 2.5%
at .
2.0%
Gambar 3.8 Prevalensi HIV di Tanah Papua, Tahun 2006
ar
1.5%
0.5% 0.0%
Paniai
Teluk bintuni
Kota jayapura
Mappi
Yapen Pegunungan Jayapura Kota. sorong waropen bintang
.p a
Sumber : STHP Tanah Papua Tahun 2006
w
Jayawijaya
pu
Sorong selatan
ab
1.0%
ht
tp :// w
w
3.3 Kondisi Pendidikan Salah satu tujuan pembangunan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, kemudian pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Amanat ini kemudian dituangkan pula secara khusus dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Hal. | 42
Indeks Pembangunan Manusia 2007
bp s. go
.id
Pendidikan Nasional (sisdiknas) Bab IV Bagian 1 pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Kedua ayat ini secara jelas memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak untuk mendapatkan pendidikan yang seluas‐luasnya.
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk memajukan pendidikan, mulai Inpres Nomor 10 Tahun 1971 tentang Pembangunan Sekolah Dasar. Puluhan ribu gedung sekolah dasar telah dibangun dan puluhan ribu guru sekolah dasar diangkat agar pemerataan kesempatan belajar untuk jenjang sekolah dasar dapat dilaksanakan dengan murah, dari kota sampai ke desa‐desa. Semua warga negara, kaya atau miskin, diberi kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan dasar sembilan tahun yang biayanya dapat dijangkau bahkan dibebaskan untuk golongan miskin. Gerakan Wajib Belajar (wajar) juga merupakan upaya yang dilakukan untuk mencerdaskan bangsa, pada pertengahan tahun 1980‐an pemerintah mencanangkan Program Wajib Belajar 6 Tahun (Tingkat SD), diteruskan dengan Program Wajib Belajar 9 Tahun (Tingkat SLTP) pada
Hal. | 43
Indeks Pembangunan Manusia 2007
.id
pertengahan tahun 1990‐an. Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat.
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
Dalam UU Sisdiknas 2003 pasal 6 disebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar adalah pendidikan yang berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat (pasal 17 UU Sisdiknas 2003). Dalam upaya mempercepat tercapainya gerakan pendidikan wajib belajar sembilan tahun, pada tahun 2006 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara (PWPPBA). Berbagai lini institusi terkait dilibatkan dalam upaya gerakan pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara.
Hal. | 44
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Target yang ingin dicapai dalam Inpres No. 5 tahun 2006 antara lain adalah: Meningkatkan persentase peserta didik Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/ pendidikan yang sederajat terhadap penduduk usia 7‐12 tahun atau Angka Partisipasi Murni (APM sekurang‐ kurangnya menjadi 95 persen pada akhir tahun 2008. Meningkatkan persentase peserta didik Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah/pendidikan yang sederajat terhadap penduduk usia 13‐15 tahun atau Angka Partisipasi Kasar (APK) sekurang‐kurangnya menjadi 95 persen pada akhir tahun 2008. Menurunkan persentase penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas atau sekurang‐kurangnya menjadi 5 persen pada akhir tahun 2009.
w
at .
.p a
pu
ab
ar
b.
bp s. go
.id
a.
ht
tp :// w
w
c.
Angka partisipasi sekolah yang merupakan salah satu indikator pendidikan menunjukkan perkembangan yang positif dari tahun ke tahun. Hal ini juga tidak lepas dari upaya pemerintah dan masyarakat yang sadar pendidikan.
Hal. | 45
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Pemerintah bahkan telah menyatakan keseriusannya di dunia pendidikan dengan mencantumkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seperti yang dicantumkan dalam amanat konstitusi amandemen UUD 1945 yang kemudian ditegaskan lagi dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat (1) bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, dialokasikan minimal 20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Suatu angka yang fantastik yang sebelumnya angka tersebut tidak pernah lebih dari lima persen. Namun demikian, walau realisasinya saat ini belum mencapai angka dua puluh persen, penetapan peningkatan anggaran pendidikan memberikan harapan besar akan keberhasilan dunia pendidikan yang tidak lain untuk memajukan pendidikan bangsa. Untuk melihat perkembangan dan situasi pendidikan serta dalam rangka mengevaluasi kebijakan program‐program pemerintah perlu didukung data statistik yang akurat dan mutakhir sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang harus
Hal. | 46
Indeks Pembangunan Manusia 2007
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
dicapai. Secara keseluruhan, publikasi ini menyajikan informasi berbagai aspek dalam dunia pendidikan yang sangat bermanfaat sebagai bahan kebijakan pembangunan bidang pendidikan di Papua Barat. Dalam jangka pendek, informasi yang disajikan dalam publikasi ini dapat digunakan sebagai arah penyusunan berbagai upaya penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sesuai dengan target yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 dan Inpres No. 5 Tahun 2006. Semua upaya yang dilakukan pemerintah tersebut semata‐ mata hanya untuk mendukung dan mewujudkan keberhasilan pembangunan pendidikan.
.p a
3.3.1 Angka Buta Huruf Dewasa (ABHD)
ht
tp :// w
w
w
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan pendidikan adalah tingkat buta huruf dewasa atau ABHD. ABHD mengindikasikan tingkat kebutuhan kebijakan dan upaya dalam mengorganisasi program melek huruf dewasa dan kualitas pendidikan dasar. Berdasarkan data hasil susenas 2006, ABHD sebesar 11,45 persen. Sedangkan untuk tahun 2007, indikator ini mengalami penurunan yaitu menjadi 10,10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan
Hal. | 47
Ind deks Pembangun nan Manusia 20 007
16.2 22
bp s. go
at . 1.92 1.73
pu
ab
Gambar 3.9 9 Angka Buta Huruf Dew wasa (ABHD) menurut Tipe Daerah, 200 06 dan 2007.
1 11.45 10.10
ar
Angka Buta Huruf A k B H f
14.23
.id
perrsentase pen nduduk usiaa 15 tahun ke atas yan ng tidaak dapat meembaca dan menulis huruf Latin ataau hurruf lainnya.
.p a
K
D
K+D 20 006
w
w
Sumber: Has il pengolahan data Susenas K Kor, 2006‐2007 7
ht
tp :// w
Berdasarkan tipee daerah, AB BHD di daeraah perrdesaan seb besar 14,23 persen, leb bih tinggi jika dibandingkan dengan di daerah perkotaan yan ng han nya sebesar 1,73 persen. Dari Gamb bar 3.9 terlih hat bah hwa secara umum terjaadi penurunan ABHD daari tahun 2006 baik b di daeerah perkottaan maupu un perrdesaan. Peenurunan ini merupaakan indikaasi perrbaikan ke arah yang positif dan berrarti kebijakaan
Hal. | 48
Ind deks Pembangun nan Manusia 20 007
pem merintah yaang diterapkkan sudah tepat namu un perrlu ditingkatkkan lagi.
.id
19..88 18.79
10.06
2.96 2.5 56
P
L
pu
Kota
.p a
7 7.15
P
L
ab
L Gambaar 3.10 Angka Buta Huruf Dewassa (ABHD) menurut Jenis Keelamin dan Tipe Daerah, 2006 d dan 2007.
ar
8.77
13.20
at .
0.8 86 0.88
bp s. go
14.14
12.65
Desaa
T Tahun 2006
P K+D
Tahun 2007
w
Sum mber: Hasil pengolahan dataa Susenas Kor, 2006‐2007
ht
tp :// w
w
Selan njutnya, ABH HD pendudu uk perempuaan pad da tahun 200 07 sekitar 13 3,20 persen,, lebih rendaah jikaa dibandingkan dengan n pendudukk perempuaan pad da tahun 2006 yang sekitar 14,14 perseen. Pen nurunan jugga terjadi paada ABHD penduduk lakki‐ lakii dimana paada tahun 2007 2 sebesar 8,77 perseen lalu u pada tahu un 2007 turun menjadi 7,15 perseen. Pen nurunan itu u menunjukkkan indikasi yang baaik karena semakin n kecil ABHD D maka semaakin kecil pu ula
Hal. | 49
Indeks Pembangunan Manusia 2007
persentase penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Sedangkan jika membandingkan menurut jenis kelamin, maka ABHD perempuan pada tahun 2007 sebesar 13,20 persen dan hampir dua kali lipat lebih tinggi dibanding dengan penduduk laki‐laki yang hanya 7,15 persen. Pada tahun yang sama, di daerah perdesaan ada sekitar 10,06 persen penduduk laki‐laki dan 18,79 persen penduduk perempuan usia 15 tahun ke atas yang buta huruf. Sementara itu, di daerah perkotaan ada sekitar 0,88 persen penduduk laki‐laki dan 2,56 persen penduduk perempuan yang buta huruf. Dari gambaran di atas terlihat bahwa masih terjadi kesenjangan antara penduduk laki‐laki dan penduduk perempuan dalam kemampuan membaca dan menulis di Papua Barat baik di daerah perdesaan maupun di daerah perkotaan. Pada tingkat kabupaten, masih ada lima kabupaten yang memiliki ABHD cukup tinggi yaitu di atas 10 persen. Kabupaten tersebut yaitu Manokwari (19,65 persen), Teluk Bintuni (19,62 persen), Teluk Wondama (18,98 persen), Sorong (12,37) dan Raja Ampat (10,25 persen).
Hal. | 50
Ind deks Pembangun nan Manusia 20 007
3.3.2 Rata‐Rataa Lama Seko olah
pu
7.60
.p a
6.50
8.00 7.10
w
tp :// w
ht
G Gambar 3.11 Raata‐Rata Lama Sekolah (tahun) m menurut Jenis K Kelamin, Tahun 200 06‐2007
7.63
w
Rata‐rata lama sekolah
8.33
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Indikkator lain yang digunakan untu uk ma melihat tingkat pendidikaan adalah raata‐rata lam sekkolah yang secara s umu um menunju ukkan jenjan ng pen ndidikan yan ng telah diccapai oleh penduduk p ussia 15 tahun ke attas. Berdasaarkan data susenas s 200 07, rataa‐rata lama sekolah penduduk usiaa 15 tahun ke atas pada tingkat provvinsi sedikiit meningkkat menjadi 8,00 tahun sep perti yang tergambar t di Gam mbar 3.11. IIni berarti seecara rata‐raata pendudu uk usiaa 15 tahun ke atas di Papua Barat baru menempuh pen ndidikan sam mpai kelas 2 SMP.
L
P 2006
L+P 2007
Sum mber: Hasil pen ngolahan data Susenas Kor, 2006‐2007 2
Hal. | 51
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Rata‐rata lama sekolah penduduk laki‐laki juga lebih tinggi daripada penduduk perempuan yaitu masing‐masing sebesar 8,33 tahun dan 7,63 tahun.
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Untuk tingkat kabupaten/kota, rata‐rata lama sekolah tertinggi tercatat Kota Sorong yaitu mencapai 9,50 tahun dengan rata‐rata lama sekolah penduduk laki‐laki sebesar 9,79 tahun dan penduduk perempuan sebesar 9,23 tahun. Ini berarti secara rata‐rata penduduk laki‐laki di Kota Sorong sudah mengenyam bangku pendidikan hingga kelas 1 SMA, sedangkan penduduk perempuan baru mengenyam pendidikan hingga kelas 3 SMP. Rata‐rata lama sekolah terendah terdapat di Kabupaten Raja Ampat yaitu sebesar 5,65 tahun atau setara dengan kelas 6 SD. Rata‐rata lama sekolah penduduk laki‐laki di kabupaten tersebut baru mencapai 6,02 tahun dan perempuan 5,23 tahun. Ini berarti secara rata‐rata penduduk laki‐laki di Kabupaten Raja Ampat baru mengenyam pendidikan hingga kelas 6 SD sedangkan penduduk perempuan baru mengenyam pendidikan hingga kelas 5 SD.
Hal. | 52
Ind deks Pembangun nan Manusia 20 007
3.3.3 Angka Paartisipasi Sekkolah
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Indikkator lain keberhasilan p pembangunaan ndidikan adaalah Angka Partisipasi Sekolah S (APSS). pen Indikator ini dapat d digun nakan untukk mengetah hui seb berapa banyak penduduk usia sekolah s yan ng sud dah dapat memanfaatkkan fasilitass pendidikaan. Berrdasarkan daata hasil sussenas 2006, APS di Papu ua Barrat cukup tin nggi untuk kelompok k umur 7‐12 daan 13‐‐15 tahun yaitu y masin ng‐masing sebesar 98,1 12 perrsen dan 97,28 persen. N Namun untu uk tahun 200 07, APSS Papua Barat untuk kelompok k umur tersebut mengalami pen nurunan yaittu masing‐m masing sebessar 92,64 persen dan 87,58 persen.
pu
Massih ada sekitar 8 persen penduduk usia 7‐12 tahun dan 14 persen penduduk usia 5 tahun 13‐15 yang belum nikmati men pendidikaan atau bahkan tidak bisa lagi nikmati men pend didikan dalam m hal ini putus seekolah.
tp :// w
w 80 0
60 0
40 0
Gambar 3.12 Angka 0 Partisipasi Sekolah 20 menurut Kelom mpok Umur, 0 2006 6 dan 2007.
ht
92.64
.p a
w
100 0
98.12
97.28
8 87.58 78.90 57.84
14.46 15.77 7
7‐12
07 200 2006 13‐15
6‐18 16
4 19‐24
Sum mber: Hasil pen ngolahan data Susenas Kor, 2 2006‐2007
Hal. | 53
Indeks Pembangunan Manusia 2007
bp s. go
.id
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa masih ada sekitar 8 persen penduduk usia 7‐12 tahun dan 14 persen penduduk usia 13‐15 tahun yang belum menikmati pendidikan atau bahkan tidak bisa lagi menikmati pendidikan dalam hal ini putus sekolah.
.p a
pu
ab
ar
at .
Penurunan APS yang cukup signifikan terjadi pada kelompok umur 16‐18 tahun dimana APS pada tahun 2006 sebesar 78,90 persen kemudian turun pada tahun 2007 menjadi 57,84 persen. Penurunan juga terjadi pada kelompok umur 19‐24 tahun dimana pada tahun 2006 sebesar 15,77 persen kemudian turun menjadi 14,46 persen.
ht
tp :// w
w
w
Penurunan APS selama periode 2006‐ 2007 menunjukkan adanya kemunduran di bidang pendidikan, terutama yang berkaitan dengan upaya memperluas jangkauan pelayanan pendidikan. Pada tingkat kabupaten/kota, APS tertinggi untuk masing‐masing kelompok umur 7‐ 12, 13‐15, 16‐18 dan 19‐24 tahun berada di Kabupaten Fakfak (97,86 persen), Kabupaten Kaimana (95,63 persen), Kota Sorong (76,85 persen) dan Kabupaten Sorong Selatan (24,77 persen). Kemudian untuk APS terendah untuk 7‐12 dan 13‐
Hal. | 54
Indeks Pembangunan Manusia 2007
bp s. go
.id
15 tahun berada di Kabupaten Manokwari yaitu masing‐masing sebesar 88,10 persen dan 82,14 persen. sedangkan untuk APS terendah pada kelompok umur 16‐18 dan 19‐24 berada di Kabupaten Raja Ampat yaitu masing‐masing sebesar 25,00 persen dan 2,03 persen.
3.3.4 Angka Partisipasi Murni
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Angka partisipasi murni mengukur perbandingan anak yang bersekolah tepat waktu, yang dibagi menjadi empat kelompok jenjang pendidikan yaitu SD untuk penduduk usia 7‐12 tahun, SMP untuk penduduk usia 13‐15 tahun, SMA untuk penduduk usia 16‐18 tahun dan Perguruan Tinggi untuk penduduk usia 19‐24 tahun. Pada saat ini pemerintah telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun dengan sasaran dari program tersebut adalah anak‐anak usia 7‐12 tahun (SD) dan 13‐15 tahun (SMP). Dari Tabel 3.4 terlihat bahwa selama periode 2006‐2007 terjadi peningkatan APM di Papua Barat hampir di semua jenjang pendidikan kecuali jenjang pendidikan SMP yang mengalami sedikit penurunan. Kenaikan yang signifikan terjadi
Hal. | 55
Indeks Pembangunan Manusia 2007
pada jenjang pendidikan PT dimana pada tahun 2007 yaitu sebesar 7,36 persen meningkat hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 4,03 persen.
.id
Jenjang Pendidikan
PT
2006
2007
2006
2007
2006
2007
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
ar
2007
(2)
ab
91,01
92,71 83,11 68,03 70,05 69,05
6,11
8,47
89,06
91,98 82,61 77,99 66,52 69,64
7,28
12,62
90,06
92,36 82,84 73,34 68,13 69,38
6,72
10,75
.p a
92,08 45,16 40,85 19,21 33,88
3,02
6,88
87,36
85,57 44,34 45,23 21,74 34,33
2,02
4,44
87,49
89,14 44,77 43,05 20,44 34,11
2,47
5,62
w
w
87,60
tp :// w
ht
SMA
2006
(1)
Perkotaan L p L+P Perdesaan L p L+P K+D L p L+P
SMP
at .
SD
pu
Tipe Daerah/Jenis Kelamin
bp s. go
Tabel 3.4 Angka Partisipasi Murni menurut Jenis Kelamin, Tipe Daerah dan Jenjang Pendidikan, Tahun 2006‐2007
88,46
92,23 53,39 48,81 33,83 43,52
4,19
7,40
87,83
87,31 54,52 55,65 36,76 45,98
3,88
7,34
88,16
89,97 53,94 52,32 35,31 44,80
4,03
7,36
Sumber: Hasil pengolahan data Susenas Kor, 2006‐2007
Bila dilihat berdasarkan tipe daerah, APM tingkat SD pada tahun 2007 di daerah perkotaan
Hal. | 56
Indeks Pembangunan Manusia 2007
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
(92,36 persen) lebih tinggi dibanding dengan di daerah perdesaan (89,14 persen). Begitu pula APM penduduk laki‐laki di daerah perkotaan (92,71 persen) lebih tinggi dibanding dengan penduduk perempuan (91,98 persen). Namun pada jenjang pendidikan SMP dan SMA terjadi perbedaan yang cukup tinggi antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan. Pada jenjang pendidikan SMP tahun 2007, APM di daerah perkotaan tercatat sebesar 73,34 persen sedangkan di daerah perdesaan baru mencapai 43,05 persen. Sementara untuk jenjang pendidikan SMA pada tahun yang sama, APM daerah perkotaan mencapai 69,38 persen sedangkan di daerah perdesaan baru sekitar 34,11 persen atau setengah dari APM di daerah perkotaan.
ht
tp :// w
w
Bila dilihat berdasarkan kabupaten/kota, maka APM tertinggi untuk jenjang pendidikan SD dan PT yaitu Kabupaten Sorong Selatan (97,14 persen dan 13,93 persen), sedangkan untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA yaitu Kota Sorong (68,84 persen dan 68,84 persen). Kemudian, kabupaten/kota yang memiliki APM terendah untuk jenjang pendidikan SD yaitu Kabupaten Manokwari sebesar 83,99 persen. Sedangkan kabupaten/kota
Hal. | 57
Indeks Pembangunan Manusia 2007
at .
bp s. go
.id
yang memiliki APM terendah untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA yaitu Kabupaten Raja Ampat masing‐masing sebesar 15,22 persen dan 6,25 persen. Selanjutnya untuk jenjang pendidikan PT, ada dua kabupaten yang tidak mempunyai nilai dalam hal ini tidak ada penduduk usia 19‐24 tahun yang bersekolah pada jenjang pendidikan PT.
ar
3.3.5 Angka Putus Sekolah
w
.p a
pu
ab
Angka putus sekolah merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan. Indikator ini menggambarkan kemampuan penduduk usia sekolah untuk menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu.
ht
tp :// w
w
Angka putus sekolah yang mencerminkan anak‐anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu sering pula digunakan sebagai indikator berhasil/tidaknya pembangunan di bidang pendidikan. Penyebab utama putus sekolah antara lain karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak, kondisi ekonomi orang
Hal. | 58
Indeks Pembangunan Manusia 2007
tua yang miskin dan keadaan geografis yang kurang menguntungkan. Tabel 3.5 menyajikan angka putus sekolah pada tahun 2007.
bp s. go
.id
Tabel 3.5 Angka Putus Sekolah menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, Tahun 2007
Kelompok Umur
Tipe Daerah/Jenis kelamin (1)
(3)
(4)
0,11
0,13
2,76
0,22
1,38
3,47
0,33
1,51
6,23
0,22
3,09
15,73
1,56
3,36
16,86
0,22
3,09
15,73
Laki‐laki
0,33
3,21
18,48
Perempuan
1,78
4,74
20,34
L+P
2,11
7,95
38,82
ab
Laki‐laki
pu
Perempuan
.p a
L+P Perdesaan
w
Laki‐laki
tp :// w
L+P
w
Perempuan
K+D
ht
16‐18
(2)
ar
Perkotaan
13‐15
at .
7‐12
Sumber: Hasil pengolahan data Susenas Kor, 2007
Hal. | 59
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Tabel 3.6 Angka Putus Sekolah menurut Kabupaten/kota dan Jenis Kelamin dan kelompok Umur Tahun 2007
(1)
Kelompok Umur L
7‐12 P
L+P
L
(2)
(3)
(4)
(5)
0,00
Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni
(6)
(7)
L
16‐18 P L+P
(8)
(9)
(10)
2,14 3,44
6,87 10,31 15,76 15,76 31,52
0,00
1,12
1,12 3,33
0,54
1,08
1,62 2,41
0,00
1,14
1,14 2,02
Manokwari
0,46
2,77
3,24 3,35
Sorong Selatan
0,00
2,14
2,14 3,61
5,42
Sorong
0,00
0,82
0,82 8,11
5,41 13,51 38,64 25,00 63,64
Raja Ampat
1,59
1,59
3,17 6,52
4,35 10,87 25,00 50,00 75,00
Kota Sorong
0,60
Papua Barat
0,33
bp s. go
2,14
ab
Fakfak
13‐15 P L+P
.id
Kabupaten/ Kotamadya
1,04
4,37 15,27 17,07 32,34
2,41
4,82 19,18 24,66 43,84
10,12 12,15 32,36 28,43 60,79
ar
at .
2,23
5,58 16,40 20,41 36,81 9,03
4,37 17,47 21,83
2,06 0,00
6,16
6,16 10,24 12,91 23,15
1,78
2,11 3,21
4,74
7,95 18,48 20,34 38,82
pu
1,46
.p a
Sumber: Hasil pengolahan data Susenas Kor, 2007
w
ht
tp :// w
w
Pada Tabel 3.5 terlihat bahwa angka putus sekolah tertinggi berada pada kelompok umur 16‐18 tahun atau putus sekolah pada jenjang pendidikan SMA yaitu sebesar 38,82 persen. Sedangkan angka putus sekolah terendah berada pada kelompok umur 7‐12 tahun sebesar 2,11 persen. Lalu untuk kelompok umur 13‐15 tahun sebesar 7,95 persen.
Hal. | 60
Indeks Pembangunan Manusia 2007
bp s. go
.id
Jika melihat berdasarkan jenis kelamin, maka angka putus sekolah perempuan lebih tinggi dibanding dengan laki‐laki untuk semua kelompok umur dan tipe daerah. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan antara laki‐laki dan perempuan dalam bidang pendidikan.
pu
ab
ar
at .
Pada Tabel 3.5 dapat terlihat bahwa berdasarkan tipe daerah, maka angka putus sekolah di daerah perdesaan lebih tinggi dibanding dengan daerah perkotaan untuk kelompok umur 13‐15 tahun dan 16‐18 tahun. Sedangkan angka putus sekolah untuk kelompok umur 7‐12 tahun di daerah perkotaan (0,33 persen) lebih tinggi dibanding dengan daerah perdesaan (0,22 persen).
ht
tp :// w
w
w
.p a
Selanjutnya pada Tabel 3.6 menyajikan angka putus sekolah pada tingkat kabupaten. Pada tingkat kabupaten, angka putus sekolah tertinggi untuk masing‐masing kelompok umur 7‐12 tahun, 13‐15 tahun dan 16‐18 tahun berada pada Kabupaten Manokwari (3,24 persen), Kabupaten Sorong (13,51 persen) dan Kabupaten Raja Ampat (75 persen). Sedangkan angka putus sekolah terendah untuk masing‐masing kelompok umur 7‐ 12 tahun,13‐15 tahun dan 16‐18 tahun berada pada Kabupaten Sorong (0,82 persen), Kabupaten
Hal. | 61
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Kaimana (4,37 persen) dan Kabupaten Sorong Selatan (21,83 persen).
.id
3.3.6 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
Pendidikan yang ditamatkan seseorang secara langsung menunjukkan tingkat pendidikan yang dicapainya. Indikator ini juga diperlukan untuk melihat perkembangan pembangunan di bidang pendidikan. Indikator ini untuk mengetahui tingkat kulaitas pendidikan penduduk dengan menggunakan pendidikan dasar sebagai batasan minimal. Dengan demikian semakin besar persentase penduduk berpendidikan SD ke atas semakin tinggi kualitas pendidikan penduduk.
ht
tp :// w
w
w
Sejalan dengan itu, pola dan distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan tang ditamatkan dapat menggambarkan taraf pendidikan penduduk secara keseluruhan. Semakin tinggi persentase penduduk yang menamatkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi menunjukkan kondisi pendidikan penduduk yang semakin membaik.
Hal. | 62
Indeks Pembangunan Manusia 2007
bp s. go
.id
Tabel 3.7 menyajikan persentase penduduk menurut jenjang pendidikan yang ditamatkan, tipe daerah dan jenis kelamin. Dari Tabel 3.7 juga terlihat bahwa persentase penduduk yang menamatkan suatu jenjang pendidikan cenderung semakin kecil sejalan dengan makin meningkatnya jenjang pendidikan terkecuali untuk jenjang pendidikan SMA.
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Persentase penduduk yang tamat SD sederajat dan SMP sederajat berturut‐turut sebesar 26,17 persen dan 18,94 persen. Sedangkan berdasarkan tipe daerah, persentase penduduk di daerah perkotaan yang menamatkan pendidikan hampir di semua jenjang pendidikan kecuali SD sederajat lebih tinggi dibandingkan dengan di penduduk di daerah perdesaan.
ht
tp :// w
w
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa kualitas tingkat pendidikan penduduk di daerah perkotaan lebih baik dibanding daerah perdesaan. Namun sebaliknya, persentase penduduk yang tidak/belum pernah sekolah dan belum tamat SD di daerah perdesaan lebih tinggi dibanding dengan di daerah perkotaan.
Hal. | 63
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Tabel 3.7 Persentase Penduduk Berumur 5 tahun ke atas menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin Tahun 2007
.id
bp s. go
at .
ab
pu
ar
.p a
w
w
Sumber: Hasil pengolahan data Susenas Kor, 2007
ht
tp :// w
3.4 Kondisi Perekonomian Situasi perekonomian secara makro di Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 tercermin dari besarnya Nilai Tambah Bruto (NTB) yang diperoleh dari aktivitas ekonomi selama satu tahun, atau biasa dikenal dengan istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tren positif dari perkembangan PDRB dari tahun 2000 sampai
Hal. | 64
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
dengan tahun 2007 menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Total PDRB Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 bernilai 10,37 Triliun Rupiah atas dasar harga berlaku dan 5,93 Triliun Rupiah dihitung atas dasar harga konstan. Bila tanpa memperhitungkan subsektor migas, besarnya PDRB atas dasar harga berlaku bernilai 7,45 Triliun Rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 4,57 Triliun Rupiah. Sehingga dapat dikatakan kontribusi subsektor migas di Provinsi Papua Barat cukup signifikan, yaitu sebesar 28,14 persen dari total PDRB Provinsi Papua Barat. Kontributor terbesar dari PDRB Provinsi Papua Barat berada di sektor pertanian, dengan share sebesar 26,64 persen. Sektor tersebut selalu menjadi penyumbang nilai tambah terbesar sejak tahun 2000, namun secara berkala sektor ini semakin menurun produktivitasnya. Kondisi pada tahun 2007, sumbangan sektor pertanian berada pada nilai terendah sejak tahun 2000 yang memberikan share 32,34 persen. Sedangkan sektor bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; dan jasa‐jasa terus menunjukkan peningkatan yang konsisten menjadi penyumbang terbesar setelah sektor pertanian.
Hal. | 65
Indeks Pembangunan Manusia 2007
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Penurunan secara berangsur‐angsurnya sektor pertanian dan kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun pada sektor bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; dan jasa‐jasa di dalam memberikan nilai tambah pada PDRB menunjukkan adanya sebuah pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer/pertanian (agriculture) ke sektor sekunder (manufacture) dan sektor tersier (jasa‐jasa/services). Perkembangan PDRB Provinsi Papua Barat dengan dan tanpa migas, dihitung berdasarkan ADHB dan ADHK tahun 2000‐2007, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut:
.p a
w
Tabel 3.8 PDRB Provinsi Papua Barat ADHB dan ADHK dengan Migas dan Tanpa Migas 20002007 (Juta Rupiah)
w
Tahun
ADHK
Tanpa Migas ADHB
ADHK
2000
3,957,601.89
3,957,601.89
2,817,147.45
2,817,147.45
2001
4,333,104.90
4,089,846.99
3,183,903.19
2,996,834.15
2002
4,796,403.20
4,297,391.29
3,617,835.05
3,221,265.88
2003
5,555,597.23
4,627,370.52
4,137,795.14
3,448,700.42
2004
6,576,536.75
4,969,210.32
4,669,431.02
3,665,642.95
2005
7,913,776.80
5,307,329.12
5,427,856.04
3,915,925.63
2006
8,945,539.50
5,548,900.50
6,367,572.45
4,204,030.38
2007
10,369,836.11
5,934,315.82
7,452,203.55
4,566,066.15
tp :// w ht
Dengan Migas
ADHB
Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha Prov Papua Barat 2007
Hal. | 66
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
3.4.1 Pertumbuhan Ekonomi Regional Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi di suatu daerah biasa digunakan pendekatan dengan membandingkan besarnya nilai tambah antar waktu menurut harga konstan. Dengan menggunakan dasar harga konstan dapat diketahui sejauh mana pertumbuhan riil dari suatu daerah yang menggambarkan kondisi perekonomian yang dapat diperbandingkan antar waktu dan antar daerah. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua Barat tahun 2007 adalah sebesar 6,95 persen pada PDRB dengan migas. Atau sebesar 5,55 Triliun Rupiah pada tahun 2006 menjadi 5,93 Triliun Rupiah pada tahun 2007. Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua Barat dari tahun 2000‐2007 adalah sebesar 49,95 persen atau terjadi kenaikan dari 3,95 Triliun Rupiah pada tahun 2000 menjadi 5,93 Triliun rupiah pada tahun 2007. Sedangkan rata‐rata pertumbuhan ekonomi dengan migas dari tahun 2000‐2007 di Provinsi Papua Barat adalah sebesar 5,97 persen. Bila subsektor migas dikeluarkan dari penghitungan (PDRB tanpa migas), pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 adalah sebesar 8,61 persen, atau terjadi kenaikan
Hal. | 67
Ind deks Pembangun nan Manusia 20 007
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
nilaai tambah dari d 4,20 Trriliun Rupiah h pada tahu un 200 06 menjadi 4 4,57 Triliun Rupiah padaa tahun 200 07. Selaanjutnya pertumbuhan p n ekonomi dari tahu un 200 00‐2007 pad da PDRB tanpa migas yaitu sebessar 62,08 persen. Sedangkan rata‐rata pertumbuhaan eko onomi tanpaa migas dari tahun 2000 0‐2007 adalaah seb besar 7,14 peersen. Pertumbuhan ekon nomi Papua Barat dengaan dan n tanpa migas tahun 2000‐2007 dapat dilih hat pad da gambar 3.13 berikut:
ht
Gam mbar 3.13 Pertumbuhan Ekonomi Regional Provin nsi Papua Barat Tahun 2 2000‐2007
Sum mber: PDRB Menu rut Lapangan Usah ha Prov Papua Barrat 2007
Hal. | 68
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
3.4.2 PDRB per Kapita PDRB per kapita merupakan ukuran yang cukup relevan dalam makro ekonomi untuk menggambarkan tingkat kemakmuran suatu wilayah pada tahun tertentu. Di Provinsi Papua Barat besarnya PDRB per kapita terus meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2000 hingga tahun 2007. Pada tahun 2007 PDRB per kapita di Provinsi Papua Barat Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) mencapai 8,29 Triliun Rupiah untuk PDRB dengan migas. Atau terjadi kenaikan sebesar 2,82 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya (tahun 2006) yaitu sebesar 8,06 Triliun Rupiah. Sedangkan secara agregat dari tahun 2000‐2007 PDRB per kapita Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari 6,93 Triliun Rupiah pada tahun 2000 menjadi 8,29 Triliun Rupiah pada tahun 2007, atau terdapat kenaikan sebesar 19,60 persen. Selain itu, angka rata‐rata pertumbuhan ekonomi pada PDRB dengan migas ADHK antara tahun 2000‐2007 yaitu sebesar 2,63 persen.
Hal. | 69
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Tabel 3.9 PDRB per Kapita Serta Pertumbuhannya di Provinsi Papua Barat Tahun 20002007
Tahun
ADHK Dengan Migas
Tanpa Migas
Petumbuhan Ekonomi Dengan Tanpa Migas Migas
.id
PDRB per Kapita
6,929,703.00
4,932,783.96
‐
‐
2001
7,142,502.61
5,233,666.63
3.07
6.10 1.82
bp s. go
2000
7,108,824.91
5,328,678.16
‐0.47
2003
7,503,292.50
5,592,076.08
5.55
4.94
2004
7,734,516.56
5,705,529.51
3.08
2.03
2005
8,253,857.04
6,089,972.87
6.71
6.74
6,106,914.37
‐2.34
0.28
6,377,196.27
2.82
4.43
8,060,517.43
2007
8,288,162.16
ar
2006
at .
2002
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha Prov Papua Barat 2007 Sementara untuk PDRB per kapita ADHK tanpa migas di Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 6,38 Triliun Rupiah selama tahun 2007. Atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,43 persen dibandingkan dengan kondisi periode sebelumnya (tahun 2006) yang mencapai 6,11 Triliun Rupiah. Pertumbuhan PDRB per kapita tanpa migas ADHK di Provinsi Papua Barat dari tahun 2000‐2007 adalah sebesar 29,28 persen, sedangkan rata‐rata pertumbuhan ekonomi dari tahun 2000‐2007 adalah sebesar 3,76 persen. Mengandung arti bahwa dalam setiap tahun selama tahun 2000‐2007
Hal. | 70
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
bp s. go
ar
at .
.id
pertumbuhan PDRB per kapita tanpa migas ADHK adalah sekitar 3,76 persen per tahun.
Hal. | 71
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Bab IV Perkembangan Komponen IPM
bp s. go
4.1 Perkembangan Kesehatan
.id
2005‐2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Dalam penyusunan IPM yang merupakan indeks komposit terbentuk melalui beberapa komponen untuk mengukur pembangunan manusia. Salah satu parameter dalam mengukur derajat kesehatan adalah dengan menggunakan indikator angka harapan hidup waktu lahir. Perkembangan Angka harapan hidup waktu lahir adalah rata‐rata lamanya harapan hidup seorang anak yang baru lahir jika keseluruhan pola mortalitas yang terjadi pada tahun tersebut secara tetap dipertahankan sepanjang kehidupan anak tersebut. Sejak mulai dihitung mulai tahun 2005‐2007 gambaran situasi perkembangan angka harapan hidup di kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut:
Hal. | 72
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Tabel 4.1 Tabel Angka Harapan Hidup Provinsi Papua Barat Tahun 2005‐2007 Angka Harapan Hidup
pu
Papua Barat
2006 (3) 69,1 68,8 66,5 66,9 66,8 66,0 66,4 64,8 70,3
2007* (4) 69,2 68,8 66,7 67,0 66,9 66,0 66,7 65,0 70,4
66,9
67,3
67,4
at . ar
ab
Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong
2005 (2) 69,0 68,8 66,4 66,8 66,6 65,5 65,7 64,7 70,2
bp s. go
(1)
.id
Kabupaten/Kota
.p a
Catatan: Tanda *) merupakan Angka Sementara
ht
tp :// w
w
w
Berdasarkan Tabel 4.1, menyatakan bahwa angka harapan hidup Provinsi Papua Barat dari tahun 2005 sampai 2007 cenderung mengalami peningkatan. Ini berarti tingkat kesehatan di Provinsi Papua Barat dari tahun 2005 mengalami perbaikan. Pada tahun 2005 tercatat angka harapan hidup Provinsi Papua Barat sebesar 66,9 tahun; mengalami kenaikan sebesar 0,4 poin pada tahun 2006 atau sebesar 67,3 tahun; sedangkan pada
Hal. | 73
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
tahun 2007 hanya mengalami peningkatan sebesar 0,1 poin atau sebesar 67,4 tahun. Jika dilihat menurut kabupaten/kota, Kota Sorong yang memiliki angka harapan hidup yang paling tinggi diantara delapan Kabupaten lainnya. Ini menandakan bahwa tingkat hidup masyarakatnya relatif baik dibandingkan dengan delapan kabupaten lainnya di Provinsi Papua Barat. Pada Tabel 4.2 dan tabel 4.3 menunjukkan bahwa daya hidup (life survival) dari anak‐anak yang pernah dilahirkan oleh wanita pernah kawin cukup tinggi. Dan ini dapat dilihat dari selisih rata‐ rata anak yang dilahirkan hidup dan anak masih hidup kecil untuk semua kelompok umur.
Hal. | 74
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Tabel 4.2 Persentase Wanita Berumur 10 Tahun atau Lebih Menurut Jumlah Anak Lahir Hidup menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat Tahun 2007
Jumlah Anak Lahir Hidup
Kabupaten/Kota
2
3
4
5
6
≥7
7,23
18,36
26,75
14,31
13,36
7,30
6,20
6,50
Kaimana
9,99
18,04
20,46
16,57
15,10
7,42
Teluk Wondama
16,73
15,92
16,33
10,61
10,20
9,39
Teluk Bintuni
11,22
20,84
23,43
14,11
14,50
7,80
Manokwari
12,15
17,73
22,70
17,52
12,23
8,66
Sorong Selatan
8,59
12,47
19,53
14,59
14,00
13,88
10,71
6,24
Sorong
4,47
15,08
18,99
24,58
11,73
9,50
5,59
10,06
Raja Ampat
7,89
15,26
18,42
13,16
13,68
13,68
6,32
11,58
Kota Sorong
7,63
20,28
29,04
16,52
10,74
6,26
3,86
5,68
PAPUA BARAT
8,97
17,67
23,34
17,01
12,38
8,66
5,34
6,64
9,05
8,57
12,24
4,35
bp s. go
3,75
4,71
4,29
at .
3,37
ar
0
.id
1
Fakfak
ab
Sumber: Pengolahan Data susenas 2007 Papua Barat
Kabupaten/Kota
Jumlah Anak Masih Hidup 2
3
4
5
6
≥7
18,83
27,70
14,23
15,33
7,70
4,38
4,60
10,52
18,88
22,99
17,10
14,78
6,05
3,58
6,10
Teluk Wondama
16,73
17,96
15,92
11,84
11,43
9,80
8,16
8,16
Teluk Bintuni
12,94
22,14
21,27
14,54
14,07
6,94
4,35
3,75
Manokwari
12,47
19,59
22,38
18,22
13,69
7,45
3,76
2,44
Sorong Selatan
w
tp :// w
Kaimana
w
1
7,23
Fakfak
0
.p a
pu
Tabel 4.3 Persentase Wanita Berumur 10 Tahun atau Lebih Menurut Jumlah Anak Masih Hidup menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat Tahun 2007
11,88
20,71
12,24
14,59
16,24
10,71
2,71
5,03
15,64
21,23
26,26
12,85
7,82
6,70
4,47
Raja Ampat
7,89
17,89
17,37
14,21
14,21
13,68
7,37
7,37
Kota Sorong
7,92
21,51
29,33
17,68
9,22
7,20
3,28
3,86
PAPUA BARAT
9,54
18,83
23,74
17,65
12,75
8,46
5,02
4,01
ht
10,94
Sorong
Sumber: Pengolahan Data susenas 2007 Papua Barat
Hal. | 75
Indeks Pembangunan Manusia 2007
4.2 Perkembangan Pendidikan 4.2.1 Perkembangan Angka Melek Huruf
bp s. go
.id
Angka melek huruf merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan serta digunakan untuk mengukur Indeks Pembangunan Manusia.
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Perkembangan angka melek huruf di Papua Barat dari tahun 2005 hingga tahun 2007 disajikan pada Gambar 4.1. Angka melek huruf selama periode tersebut terus menunjukkan peningkatan. Tercatat pada tahun 2005, angka melek huruf di Papua Barat sebesar 85,4 persen, setahun kemudian meningkat menjadi 88,6 persen kemudian pada tahun 2007, angka melek huruf di Papua Barat meningkat lagi menjadi 90,0 persen. Hal ini berarti bahwa 90 persen penduduk usia 15 tahun ke atas di Papua Barat dapat membaca dan menulis.
Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase penduduk yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya terus meningkat. Kondisi ini juga menunjukkan adanya
Hal. | 76
Indeks Pembangunan Manusia 2007
peningkatan kualitas sumber daya manusia selama periode 2005‐2007 di Papua Barat.
bp s. go
.id
Jika melihat berdasarkan kabupaten/kota seperti yang tergambar pada gambar 4.1, maka selama periode 2005‐2007 di hampir semua kabupaten/kota terjadi peningkatan angka melek huruf kecuali di Kota Sorong yang stabil pada angka 99,10 persen.
at .
ht
tp :// w
w
Gambar 4.1 Perkembangan Angka Melek Huruf (%) menurut Kabupaten/Kota Papua Barat 2005‐2007
w
.p a
pu
ab
ar
Sumber: Data DAU, 2005‐2007
Berdasarkan data DAU selama periode 2005‐2007, AMH yang disajikan pada level kabupaten/kota terlihat bahwa Kota Sorong memiliki AMH tertinggi selama periode 2005‐2007, angka tersebut stabil pada angka 99,10 persen.
Hal. | 77
Indeks Pembangunan Manusia 2007
.id
Sedangkan Kabupaten Teluk Bintuni memiliki angka melek huruf terendah selama periode tersebut. Namun AMH di Kabupaten Teluk Bintuni terus menunjukkan indikasi peningkatan.
bp s. go
4.2.2 Perkembangan Rata‐Rata Lama Sekolah
pu
ab
ar
at .
Rata‐rata lama sekolah juga merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan pembangunan pendidikan. Indikator ini secara umum menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk usia 15 tahun ke atas.
ht
tp :// w
w
w
.p a
Perkembangan rata‐rata lama sekolah selama periode 2005‐2007 disajikan dalam gambar 4.2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa rata‐rata lama sekolah di Papua Barat pada tahun 2007 sebesar 7,7 tahun, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 7,2 tahun. Begitu pula dengan tahun 2005 yang memiliki angka yang sama dengan tahun 2006. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara rata‐rata penduduk usia 15 tahun ke atas di Papua Barat mampu menempuh pendidikan pada kelas 2 SMP atau dengan kata lain penduduk tersebut putus sekolah pada kelas 2 SMP.
Hal. | 78
Indeks Pembangunan Manusia 2007
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Pada Gambar 4.2 juga tersajikan rata‐rata lama sekolah pada tingkat kabupaten/kota. Pada tingkat kabupaten/kota selama periode 2005‐2007, Kota Sorong memiliki rata‐rata lama sekolah yang tertinggi. Pada tahun 2007, rata‐rata sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di Kota Sorong sebesar 10,6 tahun. Hal ini berarti penduduk usia 15 tahun ke atas di Kota Sorong mampu mengenyam pendidikan hingga kelas 2 SMA, meningkat dari tahun sebelumnya dimana penduduk usia 15 tahun ke atas di Kota Sorong hanya mampu mengenyam pendidikan sampai kelas 1 SMA.
.p a
tp :// w
w
w
ht
Gambar 6. Rata‐rata lama sekolah (thn) menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat Tahun 2005‐2007
Sumber: Data DAU, 2005‐2007
Hal. | 79
Indeks Pembangunan Manusia 2007
at .
bp s. go
.id
Kondisi di atas menunjukkan bahwa program wajib belajar 9 tahun sudah dapat dijalankan dengan baik di daerah ini. Sedangkan rata‐rata lama sekolah terendah pada tahun 2007 berada pada Kabupaten Teluk Bintuni yaitu sebesar 5,8 tahun berarti bahwa secara rata‐rata penduduk usia 15 tahun ke atas hanya mampu menempuh pendidikan hingga kelas 6 SD. Dalam hal ini program wajib belajar 9 tahun belum sepenuh tercapai.
ab
ar
4.3. Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
Salah satu indikator dalam penyusunan IPM melalui indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata‐rata suatu daerah dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia adalah standar hidup yang diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. Kemampuan daya beli memberikan gambaran tentang kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup agar dapat dikatakan memenuhi standar hidup layak. Dengan meningkatnya pendapatan seseorang diharapkan kemampuan daya beli akan meningkat pula, dengan prasyarat kenaikan pendapatan tidak dibarengi dengan
Hal. | 80
Indeks Pembangunan Manusia 2007
kenaikan harga barang dan jasa yang jauh lebih tinggi dari kenaikan pendapatan tersebut.
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Paritas daya beli Provinsi Papua Barat tahun 2007 adalah sebesar Rp. 592.100,‐ meningkat seiring dengan semakin tingginya kebutuhan hidup dibandingkan tahun 2006 yang mencatat paritas daya beli sebesar Rp. 588.000,‐. Kondisi tersebut juga meningkat dibandingkan dengan situasi pada tahun 2005 yang mempunyai paritas daya beli masyarakat sebesar Rp. 584.000,‐. Kenaikan paritas daya beli ini diperkirakan dipengaruhi oleh semakin membaiknya kondisi ekonomi penduduk sehingga dengan adanya kenaikan pendapatan tersebut mengakibatkan kemampuan masyarakat untuk mengakses pendidikan untuk melanjutkan sekolah dan mengakses fasilitas kesehatan menjadi semakin baik.
ht
tp :// w
Kenaikan paritas daya beli Provinsi Papua Barat ternyata juga diikuti oleh kenaikan indeks paritas daya beli. Indeks paritas daya beli pada tahun 2007 Provinsi Papua Barat sebesar 53,6 atau kondisi ini lebih baik bila dibandingkan dengan indeks paritas daya beli tahun 2005 dan 2006 yang masing‐masing mempunyai nilai indeks sebesar 51,8 dan 52,7.
Hal. | 81
Indeks Pembangunan Manusia 2007
BAB V PERKEMBANGAN IPM PROVINSI PAPUA BARAT 2005 ‐2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, pencapaian IPM Provinsi Papua Barat menunjukkan pertumbuhan yang positif pada setiap tahunnya. Pada tahun 2005, IPM Provinsi Papua Barat mencapai 64,8 dan tumbuh secara signifikan menjadi 66,1 atau meningkat 1,3 poin pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007 IPM Papua Barat juga mengalami pertumbuhan 1,0 poin dari setahun sebelumnya yaitu menjadi sebesar 67,1. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, Provinsi Papua Barat telah mengalami peningkatan IPM sebesar 2,3 poin. Hal ini merupakan salah satu peningkatan yang cukup signifikan untuk selang waktu yang cukup singkat. Dengan sasaran pembangunan manusia yang dikembangkan oleh pemerintah daerah dan juga peran serta penduduk Papua Barat selama ini akan dapat lebih memacu lagi pertumbuhan IPM Papua Barat pada beberapa tahun ke depan.
Hal. | 82
Indeks Pembangunan Manusia 2007
5.1 Perkembangan IPM
at .
bp s. go
.id
Gambar boxplot di berikut merefleksikan sebaran besaran IPM kabupaten/kota se‐Provinsi Papua Barat pada tahun 2005‐2007. Semakin tinggi boxplot menunjukkan bahwa semakin besar pula kesenjangan besaran IPM antar kabupaten/kota, sedangkan semakin rendah boxplot menunjukkan bahwa semakin kecil kesenjangan besaran IPM antar kabupaten/kota.
ar
ab
Boxplot IPM Provinsi Papua Barat 2005 - 2007 76
.p a
72
pu
74
75,7 74,9
74,3
68
w
Data
70
w
66
69,1
67,7 66,9
tp :// w
ht
67,2
66,2 65 63,9
63,1
62 60
68,1 67,1
65,5
64
Gambar 5.1 Boxplot IPM Papua Barat Tahun 2005‐2007
68,3
62,9 63 62,5 62,3
64,1 63,8 63,4 62,4
60,9 60,9 60,1 60,1
2005
2006
2007
Kesenjangan pencapaian IPM antar Kabupaten pada tahun 2005 besar. Rata‐rata IPM 2005 adalah 63,1. IPM terendah 60,1 untuk
Hal. | 83
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Teluk Bintuni. IPM tertinggi dicapai Kota Sorong.
2005 67.7
Kaimana
66.9
Teluk Wondama
60.1
Teluk Bintuni
60.1
2006
2007
68.3
69.1
67.1
68.1
62.5
63.4
62.9
63.8
ar
at .
Fakfak
IPM
bp s. go
Tahun
.id
Tabel 5.1 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota Tahun 20052007
60.9
63.0
64.1
63.1
63.9
65.0
65.5
66.2
67.2
60.9
62.3
62.4
Kota Sorong
74.3
74.9
75.7
Papua Barat
64.8
66.1
67.1
Sorong Selatan
w
.p a
Raja Ampat
pu
Sorong
ab
Manokwari
ht
tp :// w
w
Seiring dengan pemekaran Provinsi Papua Barat tahun 2006, kesenjangan capaian IPM antar kabupaten dapat diperkecil. Rata‐rata IPM meningkat menjadi 63,9 pada tahun 2006 dan 65 pada tahun 2007. IPM terendah masih di Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Bintuni. Kota Sorong tetap menjadi Kota dengan capaian IPM tertinggi di Provinsi Papua Barat. Adapun untuk
Hal. | 84
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
lebih jelasnya besaran IPM masing‐masing kabupaten/kota maupun provinsi pada tahun 2005‐ 2007, dapat dilihat pada tabel 5.1 di atas. Jika dirinci berdasarkan kabupaten/kota, maka terlihat bahwa besaran IPM masing‐masing kabupaten/kota juga mengalami pertumbuhan yang positif pada setiap tahunnya. Beberapa kabupaten yang mengalami pertumbuhan IPM yang cukup signifikan pada tahun 2006 yaitu IPM Kabupaten Teluk Bintuni meningkat 2,8 poin, IPM Kabupaten Teluk Wondama meningkat 2,4 poin, IPM Kabupaten Manokwari meningkat 2,1 poin dan IPM Kabupaten Raja Ampat tumbuh 1,4 poin dari tahun sebelumnya. Sedangkan lima kabupaten/kota lainnya hanya mengalami pertumbuhan di bawah 1,0 poin terhadap tahun 2005. Walaupun IPM kabupaten/kota pada tahun 2007 tetap mengalami pertumbuhan yang positif terhadap tahun sebelumnya, tetapi terdapat beberapa kabupaten yang mengalami perlambatan pertumbuhan. IPM kabupaten yang mengalami perlambatan pertumbuhan pada tahun 2007 yaitu IPM Kabupaten Manokwari hanya tumbuh 1,1 poin, IPM Kabupaten Teluk Wondama hanya tumbuh 0,9 poin, IPM Kabupaten Teluk Bintuni tumbuh 0,9 poin
Hal. | 85
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
dan IPM Kabupaten Raja Ampat tumbuh 0,1 poin terhadap tahun sebelumnya. Lima kabupaten/kota lainnya mengalami percepatan pertumbuhan pada tahun 2007 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang tumbuh antara 0,8 – 1,1 poin. Pada gambar di atas terlihat bahwa besaran IPM Provinsi Papua Barat merepresentasikan besaran IPM keseluruhan kabupaten/kota. Oleh karena itu, besar atau kecilnya besaran IPM kabupaten/kota sangat mempengaruhi besaran IPM provinsi. Jika selama periode tahun 2005‐2007 besaran IPM kabupaten/kota dibandingkan dengan besaran IPM provinsi, maka terdapat empat kabupaten/kota yang besarannya relatif lebih tinggi terhadap IPM provinsi. Empat kabupaten/kota tersebut antara lain Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong dan Kota Sorong. Sehingga secara tidak langsung empat kabupaten/kota tersebut yang cukup mengangkat besaran IPM Provinsi Papua Barat.
Hal. | 86
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
5.2 Posisi Relatif IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat 2005 – 2007 Yang dimaksud posisi relatif IPM kabupaten/kota di sini adalah keterbandingan relatif antar masing‐masing besaran IPM kabupaten/kota se‐Provinsi Papua Barat pada tahun 2005‐2007. Adapun posisi relatif masing‐masing IPM kabupaten/kota akan diukur melalui kesamaan capaian IPM atau dengan mengukur jarak posisi IPM terhadap suatu besaran relatif yang telah ditentukan sebelumnya. Kabupaten/kota yang memiliki capaian IPM yang hampir sama dapat digabungkan ke dalam satu kelompok. Melalui proses ini diharapkan dapat membentuk lebih dari satu kelompok capaian IPM kabupaten/kota, sehingga nantinya dapat berguna untuk melihat posisi relatif capaian IPM. Dilihat kesamaan capaian IPM, posisi relatif kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok IPM bawah. Kelompok ini terdiri dari Kabupaten Teluk Wondama (3), Teluk Bintuni (4), Manokwari (5), Raja Ampat (8) dan Sorong Selatan (6). Capaian IPM di kelima kabupaten tersebut
Hal. | 87
Indeks Pembangunan Manusia 2007
bp s. go
.id
kurang dari 65. Kelompok IPM Menengah terdiri dari Kabupaten Fakfak (1), Kaimana (2) dan Sorong(7). Capaian IPM di ketiga kabupaten ini antara 65 hingga 70. Kelompok IPM atas adalah IPM Kota Sorong (9). Capaian IPM Kota Sorong pada tahun 2005 – 2007 lebih dari 70. Posisi Relatif IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
ar
66,42
ab
Kemiripan
at .
49,64
.p a
pu
83,21
Gambar 5.2 Posisi Relatif IPM Kab/Kota di Papua Barat Tahun 2005‐2007
1
2
7
3
4 5 Observations
8
6
9
w
w
100,00
ht
tp :// w
Hasil dari pengelompokkan di atas memperlihatkan bahwa terdapat lima kabupaten yang harus lebih ditingkatkan kembali capaian sasaran pembangunan manusianya. Hal ini ditujukan agar kelima kabupaten tersebut dapat lebih bersaing dengan empat kabupaten/kota lainnya.
Hal. | 88
Indeks Pembangunan Manusia 2007
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Sebaliknya Kota Sorong sebagai daerah tingkat II yang memiliki capaian IPM tertinggi di Provinsi Papua Barat selama periode tahun 2005‐ 2007, diharapkan dapat memberikan efek tetesan ke bawah atau secara tidak langsung dapat ikut memacu pencapaian sasaran pembangunan manusia di kabupaten‐kabupaten yang relatif “tertinggal”. Menurut klasifikasi UN, capaian IPM kabupaten/kota hanya masuk ke dalam dua kategori. Kota Sorong bersama Kabupaten Fakfak, Kaimana, dan Sorong masuk dalam kategori menengah atas. Kelima kabupaten lainnya termasuk kategori IPM menengah bawah.
w
.p a
5.3 Posisi Relatif IPM Kabupaten/Kota secara Nasional
ht
tp :// w
w
Selain perlu melihat keterbandingan pencapaian IPM pada tingkat regional, maka diperlukan juga melihat keterbandingan pencapaian IPM pada tingkat nasional. Hal ini berguna untuk melihat posisi relatif pencapaian IPM kabupaten/kota ataupun IPM provinsi terhadap pencapaian IPM daerah‐daerah lain baik pada Daerah Tingkat II maupun pada Daerah Tingkat I.
Hal. | 89
Indeks Pembangunan Manusia 2007
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Capaian IPM kabupaten/kota di Papua Barat dilihat dari IPM kabupaten/kota se‐Indonesia belum menggembirakan. Kecuali Kota Sorong, peringkat IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat di atas peringkat 250 dari 438 dan 459 kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2005 dan 2006. Provinsi Papua Barat sendiri menempati peringkat ke‐30 dari 33 Provinsi di Indonesia pada tahun 2006. Dengan penambahan 21 kabupaten/kota baru di Indonesia pada tahun 2006, peringkat IPM kabupaten/kota di Papua Barat mengalami penurunan kecuali Kota Sorong. Peringkat IPM Kota Sorong 41 dari 438 kabupaten/kota tahun 2005 dan 41 dari 459 kabupaten/kota pada tahun 2006.
.p a
5.4 Reduksi Shortfall
ht
tp :// w
w
w
Reduksi shortfall ditujukan untuk melihat kemajuan atau kemunduran dari pencapaian sasaran pembangunan manusia di suatu daerah selama kurun waktu tertentu. Dengan kata lain, melalui reduksi shortfall ini dapat dilihat kecepatan perkembangan IPM suatu daerah. Kecenderungan perkembangan IPM, jika semakin dekat ke arah tujuan (angka 100) maka
Hal. | 90
Indeks Pembangunan Manusia 2007
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
perkembangannya semakin lambat. Sebaliknya untuk IPM yang masih rendah maka perkembangan IPM untuk mencapai tujuan semakin cepat. Pada tahun 2006 terlihat bahwa reduksi shortfall Provinsi Papua Barat sebesar 3,54. Hal ini berarti bahwa pembangunan manusia di Papua Barat pada tahun 2006 telah mengurangi jarak tempuh IPM tahun 2005 untuk menuju IPM ideal sebesar 3,54 persen.
ht
tp :// w
Gambar 5.3 Reduksi Shortfall IPM Kab/Kota di Papua Barat Tahun 2005‐2007
Beberapa kabupaten menunjukkan reduksi shortfall yang cukup besar pada tahun 2006, di antaranya yaitu Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten
Hal. | 91
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Manokwari. Nilai reduksi shortfall yang cukup besar menandakan peningkatan IPM yang terjadi pada ketiga kabupaten tersebut lebih cepat jika dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lainnya. Reduksi shortfall Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 ternyata masih lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan IPM Papua Barat pada tahun 2007 lebih lambat daripada tahun 2006. Perlambatan peningkatan IPM Papua Barat tersebut dikarenakan perlambatan peningkatan IPM beberapa kabupaten. Kabupaten‐kabupaten yang mengalami perlambatan peningkatan IPM pada tahun 2007 antara lain Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Raja Ampat. Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab melambatnya peningkatan IPM suatu daerah, maka dapat kita telaah lebih jauh menurut komponen penyusun IPM. Peningkatan IPM Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 didukung oleh meningkatnya kualitas tingkat pendidikan, komponen pendapatan, serta terakhir kualitas kesehatan penduduk. Hal ini tercermin dari kenaikan IPM sebesar 1,0 poin (tahun 2006‐2007), yang merupakan hasil dari
Hal. | 92
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
peningkatan indeks komponen pendidikan sebesar 1,9 poin, indeks komponen pendapatan sebesar 0,9 poin dan indeks komponen harapan hidup sebesar 0,2 poin. Akan tetapi peningkatan IPM Papua Barat beserta komponen‐komponennya tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan yang terjadi pada tahun 2006. Adapun komponen yang menyebabkan perlambatan peningkatan IPM Papua Barat pada tahun 2007 adalah komponen harapan hidup/kesehatan yang meningkat 0,7 poin (tahun 2005‐2006) dan komponen pendidikan yang meningkat 2,1 poin (tahun 2005‐2006). Perlu diketahui bahwa komponen kesehatan dan pendidikan merupakan komponen yang kontribusinya sulit untuk dipacu menghasilkan peningkatan yang sifatnya spontan dan dapat dirasakan dalam waktu singkat. Berbeda halnya dengan komponen pendapatan yang kontribusinya dapat bertambah secara nyata sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi. Potensi tersebut cukup besar, karena indeks pendapatan Papua Barat pada tahun 2007 hanya sebesar 53,6 yang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan capaian indeks pendidikan (77,0) maupun indeks kesehatan (70,7).
Hal. | 93
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
5.5 Analisis Kuadran Pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tinggi tidak selalu membawa sebuah daerah untuk dapat menekan angka kemiskinan, apalagi bila tidak dibarengi dengan pemerataan distribusi pendapatan dalam masyarakat. Tingginya kemiskinan dan kesenjangan pendapatan juga dapat menghambat potensi‐ potensi pertumbuhan ekonomi. Kemudian muncul paradigma baru yaitu pembangunan yang difokuskan pada orientasi investasi manusia yang memiliki komponen produktivitas, ekuitas, berkesinambungan dan pemberdayaan manusia. Semua komponen tersebut dimaksudkan untuk “memanusiakan” manusia agar memiliki pilihan dalam hidup dengan adanya persamaan hak dalam pendidikan dan kesehatan. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, idealnya bila pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia berjalan secara sinergis. Pembanguan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi tinggi disertai dengan pemerataan pendapatan didukung oleh keberhasilan pembangunan manusia.
Hal. | 94
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Berikut ini akan diketahui wilayah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat berada diposisi mana dengan menggunakan grafik kudran. Disini akan dikelompokkan daerah‐daerah tersebut menurut keberhasilan dalam pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia. Walaupun secara global kabupaten/kota di kawasan timur Indonesia masih memiliki pembangunan manusia yang masih rendah dibandingkan kabupaten/kota yang ada di bagian barat dan tengah Indonesia. Pengelompokkan tersebut adalah dengan membandingkan keberhasilan pembangunan ekonomi yang diwakili dengan besarnya nilai tambah (PDRB) dan pembangunan manusia yang digambarkan dengan IPM. Namun pengelompokkan ini hanya terbatas pada lingkup yang masih sempit yaitu dengan membandingkan kedua hal tersebut antar kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat saja. Diagram pembanding akan dibagi menjadi empat kuadran (kriteria) yang terbagi oleh perpotongan sumbu X yaitu besarnya PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2007 dan sumbu Y adalah besarnya angka IPM. Besarnya koordinat titik potong pada sumbu X adalah besarnya rata‐ rata PDRB Provinsi Papua Barat atas dasar harga berlaku tahun 2007, sedangkan koordinat sumbu Y
Hal. | 95
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
adalah besarnya IPM Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 67,1. Kriteria pada kuadran‐kuadran tersebut adalah sebagai berikut: Kuadran I (Q1): PDRB tinggi dan IPM tinggi Kuadran II (Q2): PDRB rendah dan IPM tinggi Kuadran III (Q3): PDRB rendah dan IPM rendah Kuadran IV (Q4): PDRB tinggi dan IPM rendah Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh kondisi keberhasilan pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia dalam lingkup Provinsi Papua Barat yang tercermin pada gambar 5.3.
Gambar 5.4 Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran PDRB dan IPM Tahun 2007
Hal. | 96
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Tampak pada gambar 5.3 semua kuadran terisi oleh set data kabupaten/kota. Kuadran I hanya diduduki oleh Kota Sorong dan Kabupaten Sorong. Kedua kabupaten/kota ini memiliki kategori mempunyai PDRB dan IPM yang tinggi dengan ciri Kota Sorong memiliki nilai IPM yang paling tinggi, sedangkan Kabupaten Sorong memiliki nilai tambah (PDRB) yang terbesar. Sedangkan pada kuadran III yang bercirikan mempunyai PDRB dan IPM yang rendah ternyata ditempati oleh empat kabupaten, yaitu Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama dan Raja Ampat. Kabupaten Manokwari yang memiliki PDRB yang relatif tinggi ternyata angka IPM‐nya masih relatif rendah. Hal ini menandakan bahwa pembangunan ekonomi tidak sebanding dengan pembangunan manusia, atau dengan kata lain pembangunan manusianya masih terabaikan. Sementara Kabupaten Kaimana yang merupakan kabupaten baru berasal dari pemekaran Kabupaten Fakfak ternyata memiliki pembangunan manusia yang lebih baik dibandingkan dengan empat kabupaten pemekaran lainnya. Bahkan Kaimana berada pada kuadran yang sama dan mempunyai ciri yang relatif sama dengan Kabupaten Fakfak
Hal. | 97
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
yang merupakan kabupaten induknya sebelum kabupaten tersebut berdiri sendiri. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pembangunan ekonomi seringkali digunakan indikator pertumbuhan ekonomi. Bila pertumbuhan ekonomi dikombinasikan dengan capaian angka IPM akan diperoleh kelompok‐ kelompok yang mempunyai pertumbuhan tertentu dengan tingkat capaian pembangunan manusianya. Hasil tinjauan dari sisi pertumbuhan ekonomi dan besarnya IPM, akan diperoleh kriteria pada kuadran‐kuadran sebagai berikut: Q1 : Pertumbuhan ekonomi tinggi dan IPM tinggi Q2 : Pertumbuhan ekonomi rendah dan IPM tinggi Q3 : Pertumbuhan ekonomi rendah dan IPM rendah Q4 : Pertumbuhan ekonomi tinggi dan IPM rendah Pada kuadran tersebut yang menjadi tolok ukur adalah IPM Provinsi Papua Barat sebagai acuan sumbu Y (capaian IPM sebesar 67,1) dan angka pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat sebagai ukuran pada sumbu X (pertumbuhan ekonomi sebesar 6,95 persen).
Hal. | 98
Ind deks Pembangun nan Manusia 20 007
bp s. go
.id
.p a
pu
ab
ar
at .
Gambar 5.5 Posisi Kab/Kota di Papua Baratt pada Kuadran Pertumb buhan Ekonomi dan IPM M 2007
ht
tp :// w
w
w
Dari gaambar 5.3 terlihat t bah hwa sebagiaan bessar wilayah menempati posisi padaa kuadran IV, yaittu memiliki pertumbuh han ekonom mi yang relatif tingggi tetapi tin ngkat capaiaan IPM‐nya m masih rendaah. Terrmasuk di dalam d kuadrran IV yaitu u Manokwari, Sorrong Selatan n, Teluk Binttuni dan So orong Selataan. Sem mentara hasil paling baik b yaitu di Kuadran I den ngan ciri pertumbuha p an ekonomi tinggi daan cap paian IPM juga relaatif tinggi diraih oleeh Kab bupaten Kaaimana. Seementara Kota K Soron ng,
Hal. | 99
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Kabupaten Fakfak dan Sorong berada dalam kuadran II dengan pertumbuhan ekonomi rendah meskipun raihan pembangunan manusianya tergolong tinggi. Raja Ampat menjadi kabupaten dengan kondisi terburuk dengan pertumbuhan ekonomi dan capaian IPM yang masih rendah. Dengan melihat PDRB per kapita maka gambaran pembangunan ekonomi akan tercermin pada suatu daerah karena telah memasukkan unsur jumlah penduduk sebagai pembagi besarnya angka PDRB. PDRB per kapita dikombinasikan dengan capaian angka IPM akan diperoleh kelompok‐ kelompok daerah yang berada dalam satu kuadran yang memiliki kesamaan karakteristik. Pada gambar 5.3 dibatasi oleh PDRB per kapita (juta rupiah per tahun) di Provinsi Papua Barat pada sumbu horizontal yaitu sebesar 8,29 juta rupiah per tahun, sedangkan pada sumbu vertikal adalah capaian angka IPM Provinsi Papua Barat sebagai tolok ukurnya. Kriteria penentuan kelompok kuadran pada masing‐masing daerah adalah : Q1 : PDRB per Kapita tinggi dan IPM tinggi Q2 : PDRB per Kapita rendah dan IPM tinggi Q3 : PDRB per Kapita rendah dan IPM rendah Q4 : PDRB per Kapita tinggi dan IPM rendah
Hal. | 100
Ind deks Pembangun nan Manusia 20 007
at .
bp s. go
.id
w
w
.p a
pu
ab
ar
G Gambar 5.6 Posisii Kab/Kota di Papua B Barat pada Kuadran PDRB per kapita dan IPM Tahun 2007
ht
tp :// w
Dapat dijelaskan d p pada Gambaar 5.3 bahw wa yan ng masuk sebagai katego ori PDRB per kapita tingggi dan n capaian IPM tinggi hanya diduduki oleeh Kab bupaten Sorrong. Semen ntara di Kuaadran IV yan ng memiliki kriterria daerah dengan d PDR RB per kapiita ren ndah dan tin ngkat capaiaan IPM yangg rendah pu ula dite empati oleh h empat kab bupaten yaittu Kabupateen Manokwari, So orong Selattan, Teluk Bintuni, daan
Hal. | 101
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Teluk Wondama. Di lain sisi Kota Sorong, Kabupaten Fakfak, dan Kaimana yang mempunyai tingkat capaian IPM relatif tinggi dibandingkan kabupaten lain, masih memiliki PDRB per kapita per tahun yang rendah. Selanjutnya pada gambar 5.4 adalah sebuah pengelompokkan berdasarkan percepatan perkembangan IPM terhadap tahun sebelumnya (reduksi shortfall) dengan batas reduksi shortfall Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 3,01 persen, juga sekaligus menjadi tolok ukur pembatas pada sumbu vertikal (sumbu Y). Sementara yang menjadi batas capaian IPM sebagai sumbu horizontal adalah angka IPM Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 67,1. Kriteria keempat kuadran tersebut adalah: Q1 : Reduksi shortfall tinggi dan IPM tinggi Q2 : Reduksi shortfall tinggi dan IPM rendah Q3 : Reduksi shortfall rendah dan IPM rendah Q4 : Reduksi shortfall rendah dan IPM tinggi Setelah dibagi menjadi empat kuadran, terdapat tiga daerah yang memiliki percepatan kenaikan IPM lebih dari reduksi shortfall Papua Barat. Ketiga daerah itu adalah Kota Sorong, Kabupaten Kaimana, dan Sorong Selatan. Namun
Hal. | 102
Indeks Pembangunan Manusia 2007
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
hanya Kabupaten Sorong Selatan memiliki capaian IPM yang masih rendah sehingga hanya masuk di kuadaran II, sementara Kota Sorong dan Kabupaten Kaimana keduanya berada di kuadran I karena memiliki capaian IPM yang relatif tinggi dibandingkan dengan IPM provinsi.
ht
tp :// w
w
w
Gambar 5.7 Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran Reduksi Shortfall dan IPM Tahun 2007
Sebenarnya sebaran reduksi shortfall di masing‐masing kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat relatif homogen, yaitu berada pada kisaran 2‐ 3 persen kecuali Kabupaten Raja Ampat yang memiliki reduksi shortfall yang paling kecil (0,34
Hal. | 103
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
persen), menandakan bahwa kabupaten ini memiliki perkembangan capaian IPM yang paling lambat dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua Barat.
Hal. | 104
Indeks Pembangunan Manusia 2007
Bab VI Kesimpulan
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Situasi Pembangunan Manusia Kesehatan 1. Angka harapan hidup Provinsi Papua Barat dari tahun 2005 sampai 2007 cenderung mengalami peningkatan. 2. Angka harapan hidup tertinggi di Kota Sorong sebesar 70,4 tahun dan terendah di Kabupaten Raja Ampat sebesar 65 tahun. 3. Indeks derajat kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun 20007 sebesar 70,7. Pendidikan 1. Angka melek huruf selama periode 2005 ‐ 2007 terus menunjukkan peningkatan. 2. Peningkatan angka melek huruf terjadi di seluruh kabupaten/kota. 3. Perkembangan rata‐rata lama sekolah selama periode 2005‐2007 meningkat dari 7,2 tahun pada tahun 2005 menjadi 7,7 tahun pada tahun 2007. Meskipun demikian, rata‐rata lama sekolah termasuk rendah karena rata‐rata lama sekolah hanya mencapai kelas 2 SMP. 4. Indeks pendidikan Provinsi Papua Barat Tahun 20007 sebesar 77,0. Kemampuan Daya Beli 1. Paritas daya beli Provinsi Papua Barat tahun 2007 adalah sebesar Rp. 592.100,‐ meningkat seiring dengan semakin tingginya kebutuhan hidup dibandingkan tahun 2005 yang mencatat paritas daya beli sebesar Rp. 584.000,‐.
Hal. | 105
Indeks Pembangunan Manusia 2007
2. Indeks paritas daya beli Tahun 20007 sebesar 53,6.
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Gambaran IPM Papua Barat Tahun 2007: 1. IPM Provinsi Papua Barat tahun 2007 meningkat dari tahun sebelumnya. 2. Peningkatan IPM Provinsi Papua Barat disebabkan oleh peningkatan ketiga dimensi IPM yaitu umur panjang, pengetahuan, dan kemampuan daya beli. 3. IPM Provinsi Papua Barat menempati peringkat 30 dari 33 provinsi di Indonesia. 4. IPM Provinsi Papua Barat termasuk dalam kategori menengah atas dengan capaian 67,1 dalam skala 0 – 100. 5. IPM tertinggi di tingkat kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun 2007 diraih oleh Kota Sorong dengan indeks 75,7 dalam skala 0 – 100. 6. IPM terendah di tingkat kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun 2007 diraih oleh Kabupaten Raja Ampat dengan indeks 62,4 dalam skala 0 – 100. 7. Berdasarkan kriteria UNDP, kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok menengah bawah dan menengah atas. 8. Kelompok IPM menengah bawah terdiri dari Kabupaten Manokwari, Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama dan Raja Ampat. 9. Kelompok IPM menengah atas terdiri dari Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Fakfak dan Kaimana.
Hal. | 106
Indeks Pembangunan Manusia 2007
DAFTAR PUSTAKA
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Bakrie, Aburizal, (2006), “Mengapa Pembangunan Manusia?” Kompas, 24 Mei 2006. BPS. 2005. Indikator Statistik Bidang Sosial Menurut Jenis dan Penggunaannya. Jakarta: Badan Pusat Statistik ‐‐‐‐‐‐‐‐. 2006. Data dan Informasi Kemiskinan 2005‐2006 Buku 2 (Kabupaten). Jakarta: Badan Pusat Statistik ‐‐‐‐‐‐‐‐. 2006. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2006. Jakarta : Badan Pusat Statistik ‐‐‐‐‐‐‐‐, (1996), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 1996, Jakarta. ‐‐‐‐‐‐‐‐, (2001), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2001, Jakarta. ‐‐‐‐‐‐‐‐‐, (2004), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2004, Jakarta. ‐‐‐‐‐‐‐‐. 2006. Statistik Pendidikan 2006. Jakarta : Badan Pusat Statistik ‐‐‐‐‐‐‐‐, Bappenas, dan UNDP, (1990), Laporan Pembangunan Manusia 1990, Jakarta.
Hal. | 107
Indeks Pembangunan Manusia 2007
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
‐‐‐‐‐‐‐‐. 2007. Memahami Data Strategis yang Dihasilkan BPS. BPS: Jakarta. BPS Provinsi Papua Barat, (2008), Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat Tahun 2007, Manokwari ‐‐‐‐‐‐‐‐, (2007), Papua Barat dalam Angka Tahun 2007, Manokwari. ‐‐‐‐‐‐‐‐. 2007. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha 2007. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari. ‐‐‐‐‐‐‐‐.2005. Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun 2005. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari. ‐‐‐‐‐‐‐‐.2006. Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun 2006. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari. ‐‐‐‐‐‐‐‐.2007. Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun 2007. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari. ‐‐‐‐‐‐‐‐. 2007. Tingkat Keparahan Kemiskinan Provinsi Papua Barat 2007. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari
Hal. | 108
Indeks Pembangunan Manusia 2007
bp s. go
.id
Depdiknas. 2005. Undang‐Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas Depdiknas. 2006. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantassan Buta Aksara. Jakarta: Depdiknas
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
Hal. | 109
DAFTAR PUSTAKA
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
Bakrie, Aburizal, (2006), “Mengapa Pembangunan Manusia?” Kompas, 24 Mei 2006. BPS. 2005. Indikator Statistik Bidang Sosial Menurut Jenis dan Penggunaannya. Jakarta: Badan Pusat Statistik ‐‐‐‐‐‐‐‐. 2006. Data dan Informasi Kemiskinan 2005‐2006 Buku 2 (Kabupaten). Jakarta: Badan Pusat Statistik ‐‐‐‐‐‐‐‐. 2006. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2006. Jakarta : Badan Pusat Statistik ‐‐‐‐‐‐‐‐, (1996), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 1996, Jakarta. ‐‐‐‐‐‐‐‐, (2001), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2001, Jakarta. ‐‐‐‐‐‐‐‐‐, (2004), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2004, Jakarta. ‐‐‐‐‐‐‐‐. 2006. Statistik Pendidikan 2006. Jakarta : Badan Pusat Statistik ‐‐‐‐‐‐‐‐, Bappenas, dan UNDP, (1990), Laporan Pembangunan Manusia 1990, Jakarta. ‐‐‐‐‐‐‐‐. 2007. Memahami Data Strategis yang Dihasilkan BPS. BPS: Jakarta. BPS Provinsi Papua Barat, (2008), Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat Tahun 2007, Manokwari
110 | 110 Hal.
ht
tp :// w
w
w
.p a
pu
ab
ar
at .
bp s. go
.id
‐‐‐‐‐‐‐‐, (2007), Papua Barat dalam Angka Tahun 2007, Manokwari. ‐‐‐‐‐‐‐‐. 2007. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha 2007. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari. ‐‐‐‐‐‐‐‐.2005. Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun 2005. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari. ‐‐‐‐‐‐‐‐.2006. Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun 2006. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari. ‐‐‐‐‐‐‐‐.2007. Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun 2007. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari. ‐‐‐‐‐‐‐‐. 2007. Tingkat Keparahan Kemiskinan Provinsi Papua Barat 2007. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari Depdiknas. 2005. Undang‐Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas Depdiknas. 2006. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantassan Buta Aksara. Jakarta: Depdiknas
111 | 111 Hal.
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
Jenjang Pendidikan SD
SMP
(1)
(2)
(3)
92,71 91,98 92,36 92,08 85,57 89,14 92,23 87,31 89,97
68,03 77,99 73,34 40,85 45,23 43,05 48,81 55,65 52,32
(4)
(5)
69,05 69,64 69,38 33,88 34,33 34,11 43,52 45,98 44,80
8,47 12,62 10,75 6,88 4,44 5,62 7,40 7,34 7,36
at .
ar
ab
pu .p a
PT
ht
tp :// w
w
w
Perkotaan Laki‐laki Perempuan L+P Perdesaan Laki‐laki Perempuan L+P K+D Laki‐laki Perempuan L+P
SMA
bp s. go
Tipe Daerah/ Jenis Kelamin
.id
Tabel 5. Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan, Tahun 2007
Hal. | 114
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
tp :// w
ht
ba
ua
ap
.p
w
w
.id
ra t. bp s. go
w
tp :// w
ht .p a
w ab
pu at .
ar
.id
bp s. go