DAFTAR ISI
Kata Pengantar Abstrak Daftar Isi BAB I
i ii iii PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian C. Tujuan Penelitian D. Kontribusi Penelitian
1 1 6 6 7
BAB KERANGKA II KONSEPTUAL TENTANG URGENSI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI PERGURUAN TINGGI A. Esensi Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi B. Kebutuhan Mahasiswa terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi C. Karakteristik Tugas-tugas Perkembangan Mahasiswa D. Karakteristik Belajar di Perguruan Tinggi
8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian B. Sumber Data C. Data dan Instrumen Pengumpulan Data D. Teknik Analisis Data
26 26 26 27 28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian B. Pembahasan Hasil Penelitian C. Rancangan Implementasi Layanan Bimbingan dan Konseling di IAIN Raden Intan Lampung
29 29 49
SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan B. Rekomendasi
64 64 65
BAB V
8 10 15 18
57
68
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salah satu komponen sistem pendidikan nasional yang tidak dapat diabaikan keberadaannya dalam pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan adalah bimbingan dan konseling. Pentingnya layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan nasional ini dikemukakan oleh Dahlan1 bahwa bimbingan dan penyuluhan (konseling) merupakan momen ilmu mendidik di mana ilmu pendidikan dan bimbingan penyuluhan adalah aspek-aspek esensial untuk umat manusia masa kini dan masa datang, karena kedua disiplin ilmu ini mendapat tempat yang bukan saja wajar namun bahkan esensial dalam pendidikan. Sejalan dengan itu Patterson dalam Ardimen2 mengungkapkan bahwa: “…education is concerned with development of the whole child and not his intellect alone, attention must given toindividual differences in other areas as well. Counseling develop on supplement to instruction, directed to the needs of individual atudents”. Sejumlah temuan studi memperlihatkan betapa layanan bimbingan dan konseling di lingkungan perguruan tinggi sangat dibutuhkan keberadaannya sebagai unsur terpadu dalam keseluruhan program pendidikannya khususnya yang berkenaan dengan peningkatan mutu dan relevansi pendidikan di perguruan tinggi. Hasil kajian Supriadi 3 menggambarkan bahwa rendahnya kualitas dan produktivitas perguruan tinggi adalah disebabkan karena banyaknya kongesti studi dan angka putus kuliah, terdapat sejumlah hambatan yang bersumber dari adaptasi diri dan gangguan sosioemosional, serta rendahnya motivasi mahasiswa merupakan suatu alasan pentingnya bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Bimbingan dan konseling di perguruan tinggi adalah proses pemberian bantuan kepada mahasiswa yang dilakukan secara berkesinambungan agar mahasiswa tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan kampus, keluarga, dan masyarakat serta kehidupan 1
MD. Dahlan, Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam Kerangka Ilmu Pendidikan : Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Pendidikan FIP IKIP Bandung, 9 April 1988 (Bandung: IKIP Bandung, 1988), hal. 26-27. 2 Ardimen, Implementasi Layanan Bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi Dikaitkan Dengan Kebutuhan Mahasiswa, Tesis pada Program Pascasarjana UPI Bandung, 2000 (tidak diterbitkan), hal. 1. 3 Dedi Supriadi, Isu dan Agenda Pendidikan Tinggi di Indonesia ( Bandung: CV Rosdakarya, 2002), hal.93
2
pada umumnya4. Dengan demikian ia dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan dapat memberi sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada umumnya 5. Salah satu tujuan keberadaan layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi adalah membantu mahasiswa mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk pribadi, sosial, dan spiritual serta mengupayakan peningkatan efesiensi, kualitas serta produktivitas pendidikan tinggi. Yuwono6 mengemukakan bahwa tujuan umum layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi adalah sebagai upaya membantu memberikan kemudahan dan kelancaran mahasiswa dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya, melalui upaya pengembangan kemampuan mahasiswa dalam mengambil keputusan secara mandiri, mempertautkan kepentingan individu dengan tuntutan sosial, dan menyelaraskan potensi mahasiswa dengan kemungkinan pekerjaan dan kariernya di masa mendatang. Tujuan-tujuan layanan bimbingan dan konseling di atas menggambarkan bahwa belajar di perguruan tinggi menuntut berbagai kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa dalam studinya. Karena sejatinya mahasiswa dituntut untuk lebih banyak belajar sendiri. Dalam konteks ini Dahlan7 mengatakan bahwa karakteristik utama belajar di perguruan tinggi adalah kemandirian. Mahasiswa dituntut untuk lebih banyak belajar sendiri, mencari sumber belajar dan buku-buku sendiri, tanpa banyak diatur, diawasi, dan dikendalikan oleh dosen-dosennya. Untuk itu mahasiswa harus siap mental menghadapi kesulitan dan hambatan dalam belajar. Dengan kata lain mahasiswa dituntut mandiri untuk berolah fikir, berolah rasa, dan berkemauan. Berangkat dari sejumlah uraian di atas dapat dipahami bahwa layanan bimbingan dan konseling
di
perguruan
tinggi
bertujuan
membantu
mahasiswa
mengiringi
proses
perkembangannya melewati masa-masa belajar dan menuntut ilmu di perguruan tinggi sehingga terhindar dari berbagai kesulitan dan hambatan, dapat menyelesaikan masalahnya sendiri baik masalah akademik maupun nonakademik, mampu menumbuhkembangkan dirinya secara optimal, mampu mengaktualisasikan diri serta dapat mengambil tanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
4
Kartadinata, S. (2000) “Pendidikan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Bermutu Memasuki Abad XXI: Implikasi Bimbingannya”. Jurnal Psikopedagogia. 1. (1). 1-12. 5 Juntika Nurihsan, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (Bandung: Mutiara, 2003), hal. 101-102. 6 Dwi Yuwono PS., Pencarian Model Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi, Disertasi Bandung: PPs UPI (tidak diterbitkan), hal. 180. 7 Dahlan, Ibid, hal. 4
3
Dalam konteks belajar di perguruan tinggi mahasiswa senantiasa menjadi obyek dan subyek. Sebagai obyek mahasiswa merupakan fokus dari segala kegiatan pendidikan yang telah dirancang secara terencana sistematis. Sedangkan sebagai subyek mahasiswa diharapkan mampu menguasai standar kompetensi yang diharapkan, baik yang berkenaan dengan kompetensi akademik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, kompetensi profesional, maupun kompetensi spiritual8. Dengan kata lain mahasiswa dituntut agar mampu berperan sebagai subyek aktif mengembangkan potensinya dalam proses belajar mengajar di kampus. Untuk itu kemandirian, kemauan, keuletan dan sikap rohani sangat diharapkan dari mahasiswa. Sikap rohani memungkinkan mereka memiliki kesediaan mental dalam menghadapi segala kesulitan dan hambatan dalam belajar. Tanpa kesediaan mental ini mahasiswa akan mudah frustrasi bahkan putus asa dalam menghadapi dinamika dunia kampus yang tidak mudah. Sebab bagaimanapun juga pendidikan tinggi mengemban tugas yang tidak gampang dan hanya mampu diraih dengan kesungguhan. Dalam kaitan ini Peraturan Pemerintah No.60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, Bab II pasal 2 ayat (1) menyuratkan bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah (a) menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan /atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan atau menciptakan ilmu pengetahuan teknologi dan/atau kesenian; (b) mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Selanjutnya Roosdi dalam Ardimen9 melakukan penelitian tentang perkembangan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi yang menemukan bukti empiris bahwa perkembangan layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi telah memenuhi syarat minimal, yaitu sebagai berikut. Pertama, perkembangan layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi telah melewati tahap perintisan dan persiapan pengembangan yang meliputi: ide bimbingan dan konseling telah diterima sivitas akademika, ide bimbingan dan konseling akan dan telah berkembang dan ditampung dalam suatu unit pelayanan, adanya kesediaan pimpinan dan staf pengajar perguruan tinggi untuk ikut menyukseskan program bimbingan dan konseling, unit
8
Matta. M. Anis, Model Manusia Muslim Abad XXI, Pesona Manusia Pengemban Misi Peradaban Islam. (Bandung: Progressio, 2007) 9 Ardimen, Ibid, hal. 3
4
pelayanan bimbingan dan konseling masuk ke dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, dan unit layanan bimbingan dan konseling telah mendapatkan alokasi pembiayaan kegiatan. Kedua, adanya upaya dari lembaga perguruan tinggi untuk memasuki tahap pengembangan, yang berupa kesepakatan tentang : perlunya pengadaan dan pengembangan personil bimbingan yang memenuhi persyaratan, kesediaan, dan kesiapan pimpinan dan staf pengajar perguruan tinggi untuk ikut aktif dalam mengembangkan unit layanan bimbingan dan konseling, pengadaan fasilitas dan pembiayaan yang diperlukan, perlunya pemantapan struktur organisasi dan mekanisme layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, dan perlunya pengembangan dan adaptasi agar unit layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi menjadi unsur terpadu dalam keseluruhan sistem pendidikan tinggi. Dianalisis dari dimensi perguruan tinggi sebagai suatu sistem, kajian di atas menghendaki agar upaya peningkatan mutu lulusan perguruan tinggi di samping penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian juga mencakup pengembangan kemampuan secara utuh baik pada aspek sosial, pribadi, akademik, maupun karier. Perwujudan dari upaya ini menuntut agar keseluruhan unsur-unsur sistemik pelayanan pendidikan di perguruan tinggi dikembangkan secara selaras, seimbang dan terpadu10. Dalam konteks sistem pendidikan tinggi di Indonesia layanan bimbingan dan konseling bagi mahasiswa telah dilaksanakan secara bervariasi sesuai dengan kondisi lembaga pendidikan yang bersangkutan. Namun adanya sejumlah penelitian terhadap panorama layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi semakin menguatkan pemikiran dan keyakinan bahwa layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi yang dikembangkan secara profesional akan banyak membantu mahasiswa dalam upaya penyelesaian tugas-tugas perkembangannya secara optimal11. Sejalan dengan perkembangan dan tujuan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi yang telah dipaparkan di atas, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan sejak tahun 2008 sudah membuka Jurusan Bimbingan dan Konseling. Demikian juga pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi pada tahun 2013 sudah dibuka Jurusan Bimbingan dan Konseling Islami. Namun 10
11
Sidi, I.P. dan Setiadi, B.N. (2004). Manusia Indonesia Abad 21 yang Berkualitas Tinggi Ditinjau dari Sudut Pandang Psikologi [Online]. Tersedia: http://himpsi.org/BERITA%20KITA/Makalah%2004.htm [29 Oktober2010]. Supriatna, M dan Nurihsan A.J. (2005), Pendidikan dan Konseling di Era Global dalam Perspektif Prof. Dr. M. Djawad Dahlan, Bandung: Rizqi Press.
5
sejauh ini belum dibentuk dan dikembangkan semacam lembaga layanan bimbingan dan konseling yang terstruktur dalam sistem penyelenggaraan pendidikan di IAIN Raden Intan yang didukung oleh sistem manajemen yang efektif. Padahal keyakinan dan pemikiran bahwa layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi yang didukung oleh sistem manajemen yang efektif akan memberikan sumbangan yang strategis bagi upaya peningtan mutu lulusan perguruan tinggi. Analisis ini menggulirkan persoalan perlunya pengembangan layanan bimbingan dan konseling yang utuh dan aplikatif untuk diterapkan di IAIN Raden Intan. Apalagi bila dikaitkan dengan pencapaian tugas-tugas perkembangan dan kebutuhan mahasiswa akan layanan bimbingan dan konseling dalam mengiringi proses perkembangannya melewati masa-masa perguruan tinggi sehingga terhindar dari berbagai masalah. Karena sesungguhnya dalam dunia pendidikan termasuk pendidikan tinggi, proses pendidikan yang bermutu mengacu pada kemampuan lembaga pendidikan dalam mengintegrasikan, mendistribusikan, mengelola, dan mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal – seperti pusat layanan konseling – sehingga dapat meningkatkan kemampuan belajar lulusannya. Dalam upaya mengantisipasi terjadinya hal tersebut di atas maka langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi dan mendeskripsikan pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa. Langkah pemecahan masalah yang diajukan untuk pengembangan program bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung adalah membuat program layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa melalui perencanaan yang matang, terperinci, dan komprehensif. Adanya perencanaan program yang baik dan terperinci menurut Natawidjaja12 akan memberikan banyak keuntungan baik bagi siswa (mahasiswa) yang mendapat bantuan maupun bagi petugas yang menyelenggarakannya. Berkaitan dengan implementasi layanan bimbingan dan konseling di lapangan Petter dan Shertzer dalam Ardimen13 mengatakan ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu (1) kesesuaian program bimbingan dan konseling dengan kebutuhan mahasiswa; (2) kesadaran staf pimpinan dan pengajar akan pentingnya layanan bimbingan; dan (3) penggunaan pendekatan tim. Hal ini tentunya dapat dimengerti karena bagaimanapun juga sebuah kemauan dan usaha memang diperlukan untuk menyelenggarakan sebuah program yang baik. Adanya kemauan dan upaya
12 13
Rochman Natawidjaja, Bimbingan di Sekolah. Edisi Revisi (Bandung : CV Abardin, 2000), hal. 48. Ardimen, Ibid, hal. 6.
6
untuk membuat aktivitas bimbingan dan kopnseling di perguruan tinggi dengan menyesuaikan aktivitas dan pengorganisasiannya menurut kondisi lokal masing-masing merupakan satuan yang terintegrasikan secara total dengan corak khas perguruan tinggi yang bersangkutan. Mengacu dan mencermati upaya dan persoalan-persoalan di atas maka penelitian ini berada dalam kerangka meneliti bagaimanakah urgensi layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi bila dikaitkan dengan pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa dan kebutuhan mahasiswa akan layanan bimbingan dan konseling sebagai langkah awal upaya pengembangan layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung.
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berangkat dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka pertanyaan umum yang dicari jawabannya melalui penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah urgensi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung, bila dikaitkan dengan kebutuhan dan pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung?”. Masalah umum penelitian sebagaimana disebutkan di atas selanjutnya akan dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimanakah kebutuhan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung? 2. Sampai ke taraf mana pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah penelitian, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran yang jelas dan objektif tentang urgensi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung. Secara rinci tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Mendeskripsikan kebutuhan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung. 2. Mendeskripsikan tentang pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung.
7
D. Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan, khususnya dalam upaya merancang dan mengimplementasikan layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung dengan mempertimbangkan berbagai kondisi yang ada dan benar-benar sesuai dengan kebutuhan mahasiswa IAIN. Karena sejauh ini rancangan dan implementasi layanan bimbingan dan konseling dimaksud baru pada tataran wacana, belum terimplementasi dan menjadi salah satu unsur terpadu dalam keseluruhan program pendidikan di IAIN Raden Intan.
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TENTANG URGENSI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI PERGURUAN TINGGI 1. Esensi Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi Adanya program bimbingan dan konseling di perguruan tinggi didasarkan atas dua pertimbangan, yaitu pertimbangan formal dan pertimbangan aktual. Pertimbangan formal berkenaan dengan adanya peraturan pemerintah, yaitu UU No.30 tahun 1990 dan PP No. 60 tahun 1999 mengenai perlunya layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit mengenai perlunya bimbingan dan konseling di selenggarakan di perguruan tinggi namun secara implisit Bab X pasal 109 ayat (1) butir b, c, d, e, f, dan g pada PP no 60 tahun 1999 menyiratkan bahwa program bimbingan dan konseling di perguruan tinggi sangat penting dilaksanakan. Di samping pertimbangan formal hasil temuan beberapa studi dapat dijadikan pertimbangan aktual akan perlunya layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Yuwono1 mengungkapkan bahwa perguruan tinggi perlu mengantisipasi tiga strategi pokok kebijakan pendidikan nasional. Strategi pokok pertama yakni peningkatan pemerataan pendidikan yang bertujuan untuk menciptakan keadaan di mana setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan pada semua jenis, jenjang, maupun jalur pendidikan tanpa membedakan jenis kelamin status sosial, ekonomi, agama, dan letak georafis. Sehingga diharapkan bahwa keadilan di dalam layanan pendidikan akan meningkat. Dengan demikian meningkatnya jumlah mahasiswa, maka mereka yang berstatus mahasiswa akan semakin beragam latar belakangnya, baik latar belakang sosial ekonomi, motivasi, aspirasi terhadap perguruan tinggi maupun kemampuan akademiknya. Agar dapat mencapai target pengembangan diri yang optimal sesuai dengan tingkat keragamannya, komponen layanan yang bersifat kelompok perlu didampingi dan ditopang oleh layanan pendidikan yang memusatkan perhatian kepada aspek-aspek perbedaan individual mahasiswa. Komponen layanan pendamping ini penting untuk dikembangkan, karena jika tidak mendapatkan fasilitas pelayanan yang memadai, keragaman latar belakang mahasiswa tersebut dapat memperbesar peluang terjadinya
1
Dwi Yuwono, Ibid, hal. 19
9
kesulitan penyesuaian diri dan semakin banyaknya kongesti serta putus kuliah pada mahasiswa. Komponen pendidikan yang dimaksud adalah layanan bimbingan dan konseling. Strategi pokok kedua berkenaan dengan peningkatan relevansi pendidikan dengan pembangunan, dimaksudkan agar proses dan hasil pendidikan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga ahli. Dalam rangka meningkatkan relevansi antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat tersebut, perguruan tinggi perlu menyelenggarakan layanan pendidikan yang memfokuskan kepedulian kepada bantuan pengembangan karier mahasiswa. Karier dalam konteks ini adalah dalam arti luas dan bersifat life long. Dimensinya bukan hanya berkenaan dengan posisi seseorang dalam kedudukan atau pekerjaan pada saat tertentu, melainkan menekankan kepada persiapannya. Proses persiapan ini dibentuk dan dilakukan pada masa pendidikan. Oleh sebab itu pengertian karier merefleksikan kemampuan manusia untuk menghadapi dan menguasai tuntutan hari depan. Karier itu sendiri merupakan urutan dari posisi utama yang berkenaan dengan kerja sebagai usaha untuk memperoleh nafkah. Tantangan yang hingga kini masih dihadapi perguruan tinggi adalah belum terselenggaranya layanan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk membantu mahasiswa merencanakan kehidupan kariernya di masa depan. Dalam konteks ini Supriadi2 mengatakan bahwa tingginya orientasi vokasional mahasiswa di satu pihak dan makin kompetitifnya peluang kerja di pihak lain, dapat membuat mahasiswa mengalami kebimbangan dalam menatap masa depannya. Kondisi inilah yang menuntut tersedianya layanan bimbingan dan konseling sebagai wahana konsultasi bagi para mahasiswa, baik untuk sekedar mengungkapkan perasaannya maupun untuk mendapatkan informasi mengenai langkah-langkah yang sebaiknya mereka tempuh dalam karier nantinya. Strategi pokok yang ketiga ialah peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan sistem pendidikan. Efisiensi itu sendiri akan tercapai bila sistem pendidikan mencapai sasarannya secara efektif. Guna meraih efektivitas pengelolaan sistem pendidikan perlu dikembangkan berbagai faktor penunjangnya seperti profesionalisme dalam manajemen nasional sistem pendidikan yang di dalamnya terkandung disiplin, kesetiaan, etos kerja, dan efektivitas biaya. Dalam upaya peningkatan efisiensi ini tantangan yang dihadapi perguruan tinggi adalah penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia masih belum begitu efisien, misalnya masih tingginya angka putus kuliah. Banyaknya kongesti mahasiswa Indonesia, khusus di akhir perkuliahan mereka, diduga bukan semata-mata karena 2
Dedi Supriadi, Ibid, (2002), hal. 58.
10
lemah dari segi kemampuan, melainkan karena ada hambatan-hambatan psikologis yang bersumber dari penyesuaian diri dan gangguan-gangguan sosioemosional serta lemahnya motivasi. Strategi pokok keempat ialah peningkatan kualitas pendidikan yang menunjuk pada upaya peningkatan kualitas dan proses pendidikan. Suatu sistem pendidikan disebut bermutu dari segi proses jika proses belajar mengajar terlaksana secara efektif dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna dan ditunjang sumber daya – manusia, dana, sarana, prasarana – yang memadai. Proses pendidikan yang berkualitas akan membuahkan output yang bermutu dan relevan dengan pembangunan. Karenanya intervensi sistematis perlu diberikan terhadap input, proses, dan sistem ujiannya sehingga akan dapat memberikan jaminan terciptanya kualitas hasil yang tinggi. Dalam strategi ini, tantangan yang dihadapi perguruan tinggi adalah mutu pendidikan Indonesia belum memenuhi harapan masyarakat sebagai pihak pengguna. Gejala dan tantangan di atas berimplikasi bagi pengembangan layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, yaitu tingginya angka putus kuliah dan keterlambatan studi mahasiswa sebagai salah satu faktor penyebab penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi belum efisien dan menuntut adanya intervensi lain di luar intervensi konvensional, yaitu melalui proses belajar mengajar serta layanan akademik lain dari penasehat/pembimbing akademik. Intervensi yang dimaksud adalah layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan secara professional.
2. Kebutuhan Mahasiswa terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi Mengkaji dan menelaah kebutuhan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan Hal ini merupakan salah satu indikator untuk mewujudkan keberhasilan layanan bimbingan dan konseling baik dalam seting persekolahan maupun dalam seting perguruan tinggi. Sehubungan dengan itu Garland dalam Ardimen3 mengungkapkan bahwa lembaga-lembaga pendidikan tinggi sekarang ini dihadapkan pada berbagai kondisi yang menantang dan menuntut perhatian berbagai pihak, Sebenarnya tanggapan-tanggapan yang sesuai dan efektif pada kondisi yang menantang itu
3
Ardimen hal.40
11
dirasakan semakin penting bagi kelangsungan hidup mahasiswa dan pengembangan lembagalembaga pendidikan tinggi. Seiring dengan semakin meningkatnya perkembangan- perkembangan tersebut, upaya yang dilakukan oleh unit pelayanan konseling mahasiswa (organisasi urusan kemahasiswaan) yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas belajar dan kehidupan mahasiswa, mengintegrasikan kelompok-kelompok mahasiswa baru. Untuk menarik dan mempertahankan mahasiswa menjadi kritis dan dinamis, lembaga-lembaga pendidikan tinggi berusaha mempertahankan dan menjadikan mahasiswa berkualitas, menjamin menempatan para lulusan, mengembangkan dukungan para alumni, dan menguatkan keterlibatan dan peranan seluruh sivitas akademika. Di atas telah di katakan bahwa mengkaji kebutuhan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling adalah suatu keniscayaan dan asas kebutuhan ini merupakan fokus penting dalam bimbingan dan konseling, karena sejatinya serangkaian kebutuhan yang melekat pada diri mahasiswa adalah spesifik dan kompleks, berbeda dibanding semasa sekolah sebelumnya, lain pula dibanding kelompok seusia yang bukan mahasiswa. Dalam konteks ini Ahmadi dan Rohani 4 menyatakan bahwa: Besar kemungkinan masalah yang dihadapi mahasiswa dan tingkahlaku sala-suai yang ditunjukkan mereka berasal dari pengalaman frustrasi terhambat pemenuhan kebutuhan. Hambatan pemenuhan kebutuhan bergaul, boleh jadi mengakibatkan pengasingan diri, tak diperolehnya penghargaan yang layak, mungkin saja menyebabkan hilangnya motivasi belajar. Tak terpenuhinya kebutuhan kerohanian dapat mendatangkan rasa hampa, rasa bersalah, hidup tanpa arti dan sebagainya. Hambatan pemenuhan kebutuhan seksual seperti tidak pernah pacaran, putus cinta, dan semacamnya dapat melahirkan rasa bingung, sikap putus asa, dan menilai negatif lawan jenis. Pendek kata, dari kebutuhan dan hambatan terhadap pemenuhannya dapat melahirkan berbagai bentuk masalah bagi mahasiswa. Kajian tentang kebutuhan ini dapat dilihat dalam teori Maslow tentang teori kebutuhan bertingkat. Dikatakannya bahwa manusia sebagai makhluk yang tidak pernah berada dalam keadaan sepenuhnya puas, bagi manusia, kepuasan itu sifatnya sementara. Jika suatu kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan-kebutuhan lainnya akan muncul menuntut pemuasan, begitu seterusnya, itulah yang dimaksud kepuasan sementara menurut Maslow. Diingatkannya bahwa dalam pemuasan kebutuhan itu tidak selalu kebutuhan yang ada di bawah didahulukan dari kebutuhan yang ada di atasnya, walaupun secara umum kebutuhan yang lebih rendah pemuasannya lebih mendesak daripada kebutuhan yang lebih tinggi. Berdasarkan ciri yang 4
Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, 2001, hal. 151
12
demikian, Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan yang pada manusia adalah merupakan bawaan tersusun menurut tingkat atau bertingkat mulai dari kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan memiliki, kebutuhan akan rasa harga diri, dan kebutuhan akan aktualisasi diri, hingga dalam pengembangan teorinya yang terakhir Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan yang sangat penting dan tertinggi yaitu kebutuhan spiritualitas5. Mengutip Sunarto, Farozin6 menyatakan empat kebutuhan yang dipunyai manusia dari yang terendah hingga yang tertinggi yaitu bahwa kebutuhan dasar seorang individu dapat digambarkan kepada kebutuhan jasmaniah, juga keamanan dan pertahanan diri, kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang, kebutuhan untuk memiliki, dan kebutuhan aktualisasi diri. Keempat jenis kebutuhan yang dimulai dengan kebutuhan yang paling rendah sampai kepada kebutuhan yang paling tinggi. Hirarki kebutuhan tersebut sejalan dengan hirarki kebutuhan yang diutarakan oelh Maslow di atas. Sementara itu kebutuhan khas remaja mahasiswa menurut Sunarto adalah kebutuhan jasmaniah, kebutuhan psikologis, kebutuhan ekonomi, kebutuhan sosial, kebutuhan politik, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi dirinya. Ditilik dari alasan diperlukannya layanan dan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, Nurihsan7 mengemukakan pemikirannya bahwa ada tiga permasalahan yang sering dihadapi mahasiswa dalam proses perkuliahannya yakni problema mahasiswa, problema akademik, dan problema sosial pribadi. Pertama, pemberian layanan bimbingan dan konseling mahasiswa didesak oleh banyaknya problema yang dihadapi mahasiswa dalam perkembangan studinya. Belajar di perguruan tinggi memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan belajar di sekolah lanjutan. Karakteristik utama dari studi di kampus adalah kemandirian, baik dalam pelaksanaan kegiatan belajar dan pemilihan program studi maupun dalam pengelolaan dirinya sebagai mahasiswa. Seorang mahasiswa dipandang telah cukup dewasa untuk memilih dan menentukan program studi yang sesuai dengan bakat, minat, dan cita-citanya, dituntut belajar sendiri. Begitupun dalam mengelola hidupnya mahasiswa dipandang telah dapat mengatur kehidupannya sendiri, bahkan ada beberapa di antaranya sudah berkeluarga dan memiliki anak. 5
Mujib, Abdul dan Yusuf Mudzakir. (2001). Nuansa-Nuansa Psikologi Islami. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Muh. Farozin, Pendapat dan Kebutuhan Mahasiswa tentang Layanan PA di Perguruan Tinggi, Makalah, Bandung : UPI, 2009) 7 Juntika Nurihsan, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Bandung: Mutiara, 2005), hal. 36-39. 6
13
Kedua. Problema akademik merupakan hambatan atau kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam merencanakan, melaksanakan, dan memaksimalkan perkembangan belajarnya. Dalam proses ini mahasiswa tidak jarang kesulitan memilih program studi/konsentrasi/pilihan matakuliah yang sesuai dengan kemampuan dan waktu yang tersedia, kesulitan mengatur waktu belajar disesuaikan dengan banyaknya tuntutan dan aktivitas serta kegiatan mahasiswa lainnya, kesulitan dalam mendapatkan sumber belajar dan referensi yang dibutuhkan, kesulitan menyusun makalah, laporan, dan tugas akhir, kesulitan dalam mempelajari buku-buku berbahasa asing, kurang motif atau semangat belajar, kebiasaan belajar yang salah, rendahnya rasa ingin tahu dan ingin mendalami ilmu dan rekayasa, dan kurangnya minat terhadap profesi. Ketiga, problema sosial pribadi yakni permasalahan dalam mengelola kehidupannya sendiri serta menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial baik di kampus maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Problema yang dimaksud antara lain kesulitan biaya ekonomi/biaya kuliah, kesulitan biaya pemondokan, kesulitan menyesuaikan diri dengan teman sesama mahasiswa di kampus ataupun di tempat tinggal bahkan dengan masyarakat sekitar tempat tinggal, kesulitan dengan masalah-masalah keluarga dan masalah pribadinya. Dalam mereliasasikan kemandirian dan mengatasi permasalahan-permasalahan seperti yang diuraikan di atas perkembangan dan penyelesaiannya tidak selalu mulus dan lancar, banyak hambatan dan problema yang harus dihadapi mahasiswa. Untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan hambatan dan problema tersebut diperlukan layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan secara sistematik. Selanjutnya Aryatmi dalam Ardimen8 secara lebih operasional menguraikan delapan masalah kebutuhan mahasiswa di perguruan tinggi, yaitu: Pertama, masalah dan kebutuhan di bidang pendidikan. Kebutuhan yang meliputi perlunya mengetahui dan memiliki keterampilan belajar, informasi tentang hal-hal yang dapat memperlancar proses belajar, penguasaan bahasa pengantar, memiliki fasilitas belajar yang memadai dan sebagainya. Masalah yang bisa muncul dalam bidang ini meliputi antara lain salah pilih jurusan, kurang motivasi belajar, kemampuan mental tidak seimbang dengan cita-cita, menghadapi godaan-godaan yang mempunyai pengaruh sangat merugikan bagi hasil belajar, tidak dapat mengatur waktu, kurang disiplin, dan sebagainya. Kedua, masalah psikologis, kepribadian, penyesuaian dan pergaulan. Problem kejiwaan dan kepribadian berupa antara lain terlalu emosional, mudah terombang-ambing, 8
Ardimen, 43-44
14
mengalami depresi, penyesuaian diri kurang baik, tidak dapat konsentrasi, cepat putus asa, konsep diri kurang realistis, dan sebagainya. Masalah penyesuaian; belum cocok dengan tempat kediaman baru, selalu ingat rumah, gelisah, tidak dapat tidur, makan tidak cocok, dan sebagainya. Kemudian masalah pergaulan misalnya merasa kesepian, berselisih dengan teman di asrama, merasa terganggu, atau pergaulan mengurangi waktu belajar. Ketiga, masalah dan kebutuhan di bidang vokasional, di antaranya bimbingan mengenali diri sendiri dan bakat, minat, kecerdasan, cita-cita; bimbingan dalam pemilihan pekerjaan, dan jurusan studi; bimbingan dalam perencanaan studi dan pekerjaan. Adapun masalah yang lazim dihadapi mahasiswa ialah tidak tahu apakah cocok dengan bidang studi yang dipilihnya, dan apakah ia mampu menyelesaikan studi di jurusan studi yang telah dipilih; merasa salah pilih jurusan, kehilangan semangat belajar karena kurang minat, setelah lulus ujian bekerja di mana, masuk fakultas karena kehendak orang tua, dan sebagainya. Keempat, masalah dan kebutuhan sehubungan dengan kehidupan seksual. Pemberian informasi dan bimbingan di bidang ini sangat diperlukan oleh mahasiswa, dan dapat diberikan dengan menyediakan buku-buku, pemberian ceramah, dan tanya jawab, panel, dan sebagainya. Masalah yang lazim dihadapi mahasiswa diantaranya putus hubungan dengan pacar, ragu-ragu memilih karena tidak tahu caranya yang tepat, memilih karena motif yang keliru, merasa bersalah karena masturbasi/onani, kebutuhan/dorongan yang tidak terpenuhi, harus menikah, atau pun tidak sependapat dengan keinginan orang tua dalam memilih jodoh. Kelima, masalah keluarga yang sering cukup berpengaruh pada proses pendidikan. Jenis masalah ini meliputi konflik dan ketegangan dalam keluarga, hubungan antara ayah dan ibu kurang serasi, sikap dan perlakuan orang tua yang kurang bijaksana atau kurang adil, kurang ada pemahaman dari pihak orang tua, dan sebagainya. Keenam, masalah dan kebutuhan di bidang kerohanian, yaitu berupa keragu-raguan dalam memeluk/memilih agama, rasa bersalah, merasa hidup tidak berarti, kebutuhan akan pegangan hidup, rasa hampa, konflik batin sehubungan dengan kepercayaan, kemunduran, kelesuan, dan sebagainya. Lazimnya mereka mencari kesempatan untuk dapat berbicara dengan orang yang tahu, beriman kuat, akan sangat dihargai dan bermanfaat. Ketujuh, masalah di bidang ekonomi. Lumrahnya Bila di luar negeri mahasiswa ditangani oleh badan yang disebut “Student Personel Services”. Namun pembimbing tidak dapat menerima mahasiswa yang datang dengan peroalan-persoalan studi macet karena uang kiriman belum datang, tidak dapat menyelesaikan tugas membayar uang kuliah karena berbagai macam sebab, kekurangan fasilitas belajar, masalah ekonomi yang disebabkan oleh ketidakmampuan
15
mengatur keuangan, kejadian-kejadian dalam kerluarga yang menyebabkan kemacetan dalam pembiayaan studi, dan sebagainya. Kedelapan, adalah masalah kesehatan jasmani.
3. Karakteristik Tugas-tugas Perkembangan Mahasiswa Dikaji dari sisi tahap dan proses perkembangan manusia, keberadaan layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi sangat diperlukan kehadirannya. Masa perkembangan mahasiswa adalah masa yang ditandai dengan sejumlah kecenderungan fenomena dan tantangan seperti berikut ini. Secara umum mahasiswa sedang berada pada tahap perkembangan akhir masa remaja dan memasuki awal masa dewasa. Ada sejumlah tuntutan yang ditemui pada masa ini kepada para mahasiswa antara lain mahasiswa dituntut untuk mempersiapkan dirinya menjadi manusia dewasa yang mandiri. Kemandirian inilah yang menjadikan mereka diberi label sebagai manusia dewasa. Pada fase ini mereka dituntut untuk mencapai kematangan fisik, intelektual, emosional, dan sosial bahkan spiritual. Dalam kehidupan spiritualnya manusia secara bertanggung jawab dituntut untuk mampu mewujudkan perilaku iman dan takwa sesuai dengan agama yang dianutnya. Dalam konteks yang lebih operasional mahasiswa diharapkan mampu menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya tanpa tergantung kepada kontrol dari luar. Selanjutnya para mahasiswa juga memiliki tugas perkembangan untuk melakukan segenap persiapan memasuki kehidupan berkeluarga, yang berarti mereka dituntut untuk mulai memikirkan pasangan hidup yang cocok, berfikir dan bersikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga, dan memiliki anak bahkan dituntut juga memperoleh pengetahuan yang tepat tentang pengelolaan keluarga dan pemeliharaan anak. Berikutnya adalah persiapan memasuki dunia kerja sebagai salah satu tugas perkembangan manusia. Pada tataran ini mahasiswa dituntut untuk mampu berfikir antisipatif merencanakan dan mempersiapkan bidang pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya. Karenanya mereka diharapkan mempelajari keterampilan atau keahlian yang dituntut oleh suatu pekerjaan tertentu, sebagaimana yang dikatakan oleh Hurlock bahwa remaja/ mahasiswa seyogyanya sudah mulai memikirkan masa depan mereka secara sungguh-sungguh karena suatu pekerjaan bagi mahasiswa merupakan sesuatu yang secara sosial diakui sebagai cara (langsung atau tidak langsung) untuk memenuhi kepuasaan berbagai kebutuhan atau motif yang tidak terpuaskan secara penuh pada masa sebelumnya, di samping dapat mengembangkan
16
perasaan eksis dalam masyarakat, memperoleh sesuatu yang diinginkan, dan mencapai tujuan hidup. Selanjutnya transisi jenjang pendidikan dari sekolah menengah atas ke perguruan tinggi membawa serangkaian perubahan, mulai dari sifat dan cara belajar sampai dengan lingkungan kampus, baik yang menyangkut lingkungan fisik maupun sosialnya. Kondisi ini tak pelak menuntut mahasiswa untuk mampu menyesuaikan diri secara adekuat. Dinamika perjalanan dan kondisi perkembangan seperti yang diuraikan di atas tidak selamanya sesuai dengan kaidah-kaidah dan konsep-konsep yang diharapkan, namun tidak jarang ditemui adanya sejumlah hambatan dan tantangan yang apabila tidak segera terselesaikan akan berkembang menjadi masalah yang serius. Permasalahannya adalah tidak semua masalah atau hambatan yang dialami mahasiswa itu mampu diselesaikan sendiri oleh mahasiswa yang bersangkutan dan tidak terfasilitasi secara sistematik melalui proses pembelajaran atau perkuliahan. Oleh karena itu upaya peningkatan mutu lulusan perguruan tinggi perlu didukung oleh penyediaan layanan pendidikan yang dapat memfasilitasi pengentasan permasalahan mahasiswa. Terdapat harapan sosial dalam setiap tahap perkembangan. Setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui pada berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. R.J. Havighurst menamakannya
tugas-tugas
dalam
perkembangan.
Dalam
formulasi
Havighurst9
menggambarkan makna tugas perkembangan sebagai berikut. A developmental task is a task which arises at or about a certain period in the life of the individual, succsesfull achievement of which leads to his happiness and to success with later task, while failure leads to unhappiness in the individual, disapproval by the society, and difficulty which the later tasks. Jadi tugas-tugas perkembangan (developmental tasks) mahasiswa merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan mahasiswa yang apabila mahasiswa mampu menuntaskan tugas tersebut akan melahirkan suatu kepuasan pada dirinya dan akan memperlancar
9
penunaian
tugas
berikutnya.
Sebaliknya
ketidakberhasilan
mahasiswa
Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000).60
17
menuntaskan tugas-tugas perkembangannya akan melahirkan sejumlah hambatan untuk pencapaian tugas-tugas perkembangan selanjutnya10. Ditilik dari proses dan tahap perkembangan individu mahasiswa berada di antara masa remaja dengan masa dewasa awal yang secara umum berusia antara 18-27 tahun. Dalam proses perkembangannya terdapat sejumlah karakteristik perkembangan mahasiswa yang merupakan corak atau keragaman yang menunjukkan ciri khas perkembangan yang dialaminya. Sejalan dengan tahapan tersebut mahasiswa juga dihadapkan kepada tantangan yang tidak sedikit yang menuntut mereka untuk bersikap lebih arif, kreatif, dan lebih realistis dalam menyikapinya. Tugas-tugas dalam perkembangan memiliki tiga macam tujuan yakni, (1) sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia-usia terrtentu; (2) dalam memberi motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupan mereka, dan (3) menunjukkan kepada setiap individu tentang apa yang akan mereka hadapi dan tindakan apa yang diharapkan kalau sampai pada tingkatan perkembangan berikutnya. Becker dalam Ardimen11 mengemukakan ada empat karakteristik perkembangan yang menggambarkan keterpaduan antara masa remaja dengan masa dewasa awal, yaitu sebagai usia produktif, usia reproduktif, usia banyak masalah, dan usia tegang dalam hal emosi. Sekaitan dengan perkembangan mahasiswa ini, Yuwono12 menguraikan bahwa masa perkembangan mahasiswa merupakan masa yang ditandai oleh kecenderungan gejala dan tantangan sebagai berikut : pertama, para mahasiswa pada umumnya sedang berada pada fase perkembangan akhir remaja dan memasuki masa dewasa. Pada masa ini mereka bukan hanya dituntut untuk mempersiapkan dirinya menjadi manusia mandiri, mencapai kematangan fisik, intelektual, emosional, moral, dan sosial namun juga dituntut untuk memiliki kesiapan untuk memasuki gerbang kehidupan berkeluarga13. Kedua, mereka dituntut untuk mampu mempersiapkan karier masa depan. Untuk itu mereka harus mampu berfikir antisipatif mempersiapkan bidang pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dirinya. Ketiga, priode transisional dari sekolah menengah ke perguruan tinggi membawa berbagai macam perubahan, mulai dari sifat dan cara
10
Dahlan, MD. (2004), Prespektif Filosofis-Religius dalam Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling. Dalam kumpulan makalah utama Konvensi Nasional XIII Bimbingan dan Konseling. 11 Ardimen, hal.14-15 12 Dwi Yuwono PS, Ibid, hal. 27. 13 Yusuf, Syamsu, Loc. Cit hal .66
18
belajarsampai dengan lingkungan kampus, baik yang menyangkut lingkungan fisik maupun sosialnya yang menuntut mahasiswa untuk mampu menyesuaikan diri secara adekuat. Berkenaan dengan konsep adekuasi penyesuaian diri ini Kartadinata14 mengemukakan bahwa konsep ini hendaklah didasarkan kepada orientasi positif, dalam arti bahwa penyesuaian diri yang adekuat bukanlah semata-mata terhindar gangguan psikis. Keadaan well-adjusted lebih dari sekedar terhindarnya mahasiswa dari gejala-gejala abnormal, karena mahasiswa yang mampu menyesuaikan diri memiliki keterampilan dan ciri-ciri tertentu. Keterampilan dan ciriciri yang dimaksud adalah mampu mempersepsikan kenyataan secara tepat, memanfaatkan pengalaman dan menyusun rencana selanjutnya, memperoleh kepuasan kerja, melakukan hubungan sosial yang intim, merasakan dan mengekspresikan kehidupan emosi, dan melihat dirinya secara obyektif. Sementara itu Havighurst15 secara rinci menyebutkan ada 11 (sebelas) tugas perkembangan yang dilalui masa remaja/mahasiswa yaitu : mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita, menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif, mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya, mencapai jaminan kemandirian ekonomi, memilih dan mempersiapkan karier, mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga, mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara, mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial, memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam bertingkah laku, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa.
4. Karakteristik Belajar di Perguruan Tinggi Sebagai institusi pendidikan yang mengemban tri dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat maka perguruan tinggi sejatinya adalah mempersiapkan tenaga yang berpengalaman dalam bidang keahlian tertentu, terampil serta dapat mengembangkan keahliannya melalui metode yang sistematis dan terencana untuk kepentingan masyarakat dan bangsa16. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 tentang 14
Sunaryo Kartadinata, Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling sebagai Upaya Pedagogis, (Bandung: UPI Press, 2011), hal. 39. 15 Ibid. hal. 74. 16 Sunaryo Kartadinata. Isu-isu Pendidikan: Antara Harapan dan Kenyataan. (Bandung: UPI Press, 2010). hal. 102.
19
Pendidikan Tinggi, Bab II, pasal 2, ayat (1) menyatakan bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah untuk (a) menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian; (2) mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Sejalan dengan tujuan pendidikan tinggi di atas, sebagai salah satu perguruan tinggi, IAIN memikul tugas dan tanggung jawab untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dimaksud menempatkan IAIN pada posisi penting dan strategis yakni dimaksudkan agar mahasiswa memiliki kualitas dalam keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian dengan akhlak mulia, keilmuan dan ketarmpilan profesional 17. Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah hasil yang diperoleh tidak selalu berbanding lurus dengan yang diharapkan. IAIN sebagaimana perguruan tinggi lainnya di Indonesia menurut kajian Supriadi18 memperlihatkan hal-hal sebagai berikut. Tingkat produktivitas perguruan tinggi kita, baik PTN maupun PTS umumnya masih rendah. Banyak terjadi kongesti studi mahasiswa yang mengakibatkan terjadinya pemborosan dalam penggunaan sumber daya perguruan tinggi. Penyebabnya bukan semata-mata karena mahasiswa lemah secara intelektual, melainkan karena faktor motivasi dan kelembagaan perguruan tinggi yang kurang menunjang. Di manapun, manakala jumlah mahasiswa meningkat dengan latar belakang sosial ekonomi yang makin beragam, maka mutu pelayanan harus ditingkatkan, sesuai dengan kebutuhan mahasiswa yang kian beragam. Dalam meningkatkan efisiensi internal pendidikan tinggi, di samping layanan instruksional, layanan bimbingan dan konseling perlu lebih dikembangkan. Brojonegoro dalam Supriadi19 menegaskan bahwa berbagai upaya telah, sedang, dan akan terus dilakukan untuk menangani masalah tentang rendahnya produktivitas, rendahnya daya tampung perguruan tinggi negeri, dan cukup tingginya angka putus kuliah, maka salah satu arah pengembangan IAIN mendatang adalah upaya lebih meningkatkan akuntabilitas IAIN baik dari segi kelembagaan maupun akademis sehingga kelembagaan IAIN lebih kokoh dan alumninya
17
Arief Furchan (2004) Transformasi Pendidikan Islam Di Indonesia Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI .Yogyakarta : Gama Media. 18 Dedi Supriadi, Profesi Konseling dan Keguruan. (PPs IKIP & PPB FIP IKIP Bandung, 1997), hal. 78. 19 Dedi Supriadi, 19 Dedi Supriadi, Isu dan Agenda Pendidikan Tinggi di Indonesia ( Bandung: CV Rosdakarya, 2002), hal.11.
20
lebih profesional baik dalam ilmu agama (basicly) maupun dalam ilmu umum, keahlian dan keterampilan. Dari perspektif akademis keberhasilan mahasiswa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal20. Hasil belajar yang diraih sangat tergantung kepada kedua faktor tersebut. Faktor internal merupakan faktor yang terdapat dalam diri individu mahasiswa yang mencakup kepribadian, kecerdasan, bakat, minat, motivasi, cara belajar, sikap belajar, dan kebiasaan belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan keluarga, kampus, dan masyarakat. Sejumlah faktor tersebut akan dapat menentukan karakteristik belajar mahasiswa dengan berbagai keragamannya. Kausmeir dalam Ardimen21 menguraikan ada sejumlah karakteristik belajar mahasiswa yang berpengaruh terhadap prestasi belajarnya yaitu (a) kematangan mental dan abilitas intelektual; (b) kematangan fisik dan abilitas psikomotorik; (c) karakteristik afektif yang terdiri atas minat, motif, sikap, nilai-nilai, dan ekspektasi emosional; (d) kesehatan; (e) konsep diri; (f) persepsi terhadap situasi; dan (g) usia dan jenis kelamin. Selanjutnya pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada mahasiswa didesak oleh banyaknya problema yang dihadapi oleh para mahasiswa22. Belajar di perguruan tinggi memiliki sejumlah karakteristik yang berbeda dengan belajar di sekolah menengah. Karakteristik utama dari studi pada tingkat ini adalah kemandirian, baik dalam pelaksanaan kegiatan belajar dan pemilihan program studi maupun dalam pengelolaan dirinya sebagai mahasiswa. Seorang mahasiswa telah dipandang cukup dewasa untuk memilih dan menentukan program studi yang sesuai dengan bakat, minat, dan cita-citanya. Mahasiswa juga dituntut untuk lebih banyak belajar sendiri tanpa banyak diatur, diawasi, dan dikendalikan oleh dosen-dosennya. Dalam mengelola hidupnya juga mahasiswa telah dipandang cukup dewasa untuk dapat mengatur kehidupan sendiri, bahkan tidak menutup kemungkinan mereka juga telah berkeluarga dan mempunyai anak. Dalam upaya merealisasikan kemandirian tersebut, perkembangannya tidak selalu mulus dan lancar, banyak hambatan dan problema yang dihadapi mahasiswa, yang secara keseluruhan dapat dikategorikan dalam dua kelompok yaitu problema studi dan problema sosial pribadi 23. 20
Sunaryo Kartadinata, Kerangka Kerja Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan : Pendekatan Ekologis Sebagai Suatu Alternatif. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu pendidikan tanggal 18 Oktober 1996, FIP IKIP Bandung 21 Ardimen (2000), hal. 18. 22 Juntika Nurihsan, ( 2003) Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara. 23 Juntika Nurihsan, (2003), hal. 37-38.
21
Problama akademik merupakan hambatan atau kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam merencanakan dan memaksimalkan perkembangan belajarnya. Serangkaian problema dimaksud adalah (1) kesulitan dalam memilih program studi/konsentrasi/pilihan mata kuliah yang sesuai dengan kemampuan dan waktu yang tersedia; (2) kesulitan dalam mengatur waktu belajar disesuaikan dengan banyaknya tuntutan dan aktivitas perkuliahan serta kegiatan kemahasiswaan lainnya; (3) kesulitan dalam mendapatkan sumber belajar dan buku-buku sumber; (4) kesulitan dalam menyusun makalah, laporan, dan tugas akhir; (5) kesulitan dalam mempelajari buku-buku yang berbahasa asing; (6) kurang motif atau semangat belajar; (7) adanya kebiasaan belajar yang salah; (8) rendahnya rasa ingin tahu dan ingin mendalami ilmu dan rekayasa; dan (9) kurangnya minat terhadap profesi. Sedangkan problema sosial pribadi merupakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam mengelola kehidupannya sendiri serta menyesuaikan diri dengan kehidupan social, baik di kampus maupun di tempat tinggalnya. Serangkaian problema yang mungkin dihadapi mahasiswa adalah (1) kesulitan ekonomi/biaya kuliah; (kesulitan berkenaan dengan masalah pemondokan; (3) kesulitan menyesuaikan diri dengan teman sesame mahasiswa baik di kampus maupun di lingkungan tempat tinggal; (4) kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar tempat tinggal mahasiswa (khususnya mahasiswa pendatang); (5) kesulitan karena masalah-masalah keluarga; dan (6) kesulitan karena masalah-masalah pribadinya24. Bertumpu kepada sejumlah problema dan untuk membantu mahasiswa mengembangkan diri secara optimal melewati masa-masa perguruan tinggi Dirjen Dikti25 merekomendasikan lima jenis layanan bimbingan dan konseling untuk mahasiswa. Kelima jenis layanan bimbingan dan konseling dimaksud adalah (1) bimbingan pengembangan diri; (2) bimbingan akademik; (3) konseling akademik; (4) bimbingan karier; dan (5) konseling pribadi. Namun bila dikaitkan dengan masalah yang sering dihadapi mahasiswa ada tiga jenis layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi yaitu pertama, bimbingan belajar/akademik: merupakan jenis layanan bimbingan untuk membantu para mahasiswa dalam menghadapi dan memecahkan masalahmasalah belajarnya, misalnya pengenalan kurikulum, sistem kredit semester, pemilihan jurusan, cara belajar, dan perencanaan pendidikan. Kedua, bimbingan dan konseling karier, yaitu jenis jenis layanan bimbingan untuk membantu para mahasiswa dalam menghadapi dan memecahkan 24 25
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika (2005). Landasan Bimbingan & Konseling, Bandung: Remaja Rosdakarya. Ditjen Dikti (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Ditjen Dikti.
22
masalah-masalah yang berhubungan dengan karier seperti pemahaman terhadap dunia kerja, perencanaan karier, informasi karier, penyesuaian pekerjaan, dan pemilihan lapangan kerja. Ketiga bimbingan sosial-pribadi-emosional seperti masalah pergaulan penyelesaian konflik, dan penyesuaian diri. Oleh karena itu upaya peningkatan mutu dan produktivitas lulusan perguruan tinggi perlu didukung oleh penyediaan layanan pendidikan yang lebih komprehensif. Layanan dimaksud adalah berupa layanan bimbingan dan konseling. Di samping hal-hal yang telah diuraikan di atas karakteristik belajar di perguruan tinggi adalah adanya kegiatan belajar mengajar yang merupakan perpaduan banyak unsur antara lain unsur pribadi dosen. Pribadi dosen dalam konteks ini mencakup pandangannya tentang mengajar, kekuatan pribadinya, dan pandangan serta filsafat hidupnya termasuk pandangan dan kepeduliannya terhadap bimbingan dan konseling dalam interaksi manusiawi. James E. Weigand dalam Nurihsan26 berpendapat bahwa proses belajar mengajar di perguruan tinggi terpusat pada diri mahasiswa dengan membangun kondisi atau suasana belajar yang menyenangkan, serta memanfaatkan kompetensi dosen, terarah kepada pendidikan, yang mempribadi (personalizing education) melalui interaksi manusiawi anatara mahasiswa dan dosen. Dalam kaitan ini mahasiswa dipandang sebagai individu yang manusiawi, rasional, serta memiliki daya penemuan dan harga diri. Adapun kondisi atau suasana belajar yang menyenangkan dikhususkan dalam unsurunsur (1) kebebasan untuk menjelajah; (2) waktu yang cukup untuk menjelajah; (3) pemanfaatan dan penerimaan terhadap jawaban yang salah; (4) tidak terlampau peduli (lesser concern) terhadap kurun waktu belajar; dan (5) tidak terlampau peduli terhadap verbalisasi 27. Pertama, suasana belajar yang baik memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memecahkan masalah dengan menggunakan pendekatan dan cara yang bervariasi. Mahasiswa tidak diarahkan untuk menggunakan hanya satu cara dalam menyelesaikan masalah. Kadangkadang di kampus terjadi dosen seakan-akan memaksa mahasiswa untuk menggunakan satu cara saja, misalnya dalam memecahkan masalah fisika, dosen melatih siswanya untuk menggunakan jalan tunggal, yang menurut pendapatnya merupakan jalan yang paling mudah. Hal yang serupa itu mungkin dapat mempercepat penyelesaian dalam mengerjakan soal-soal fisika, akan akan tetapi mahasiswa tidak diberi kesempatan yang luas untuk belajar kreatif. Kedua, kecukupan 26 27
Juntika Nurihsan, Op.Cit, hal. 107 Ibid, 107-110.
23
waktu ini disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa. Kondisi ini sangat penting, mengingat bahwa proses belajar itu menyangkut proses berpikir, dan proses berpikir itu memerlukan waktu. Waktu yang dibutuhkan untuk berpikir itu bervariasi di antara para mahasiswa. Seorang mahasiswa yang tidak cukup diberi waktu untuk berpikir sesuai dengan kemampuannya, cenderung untuk lekas putus asa. Apabila mahasiswa dihadapkan kepada masalah yang sulit untuk dipecahkannya, maka ia cenderung untuk meninggalkan masalah tersebut tanpa pemecahan. Dalam kaitan ini banyak dosen yang hanya memberikan kesempatan untuk menjelajah ini kepada para mahasiswa yang mempunyai kemampuan tinggi, dan mengabaikan mereka yang kurang mampu. Ketiga, keberhasilan belajar kadang-kadang dapat dicapai melalui berbagai kesalahan dan penilaian yang salah. Berbagai penemuan diperoleh melalui seperangkat kesalahan. Seorang mahasiswa yang memberikan jawaban salah kepada dosen dan oleh dosen secara langsung disalahkan dan ditolak, akan cenderung mengalihkan kegiatannya ke luar proses belajar dan ke luar interaksi belajar-mengajar. Sebaliknya apabila jawaban yang salah itu diterima dan dikejar dengan suatu pertanyaan tambahan, maka mahasiswa akan segera mengetahui kesalahannya dan kemudian menemukan sendiri jawaban yang benar. Kondisi serupa itu akan mendorong mahasiswa untuk berpatisipasi secara bebas dalam proses belajar-mengajar. Keempat, banyak dosen yang terlalu ketat terikat pada waktu yang tersedia untuk belajar dan cenderung untuk mengakhiri kegiatan belajar tepat pada waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, sedangkan setiap mahasiswa memiliki kecepatan belajar sendiri-sendiri.. Tentunya situasi ini sangat tidak menguntungkan bagi mahasiswa yang belum selesai belajar, dan yang belum siap untuk mengakhiri kegiatan belajarnya. Mereka terpaksa mengakhiri kegiatan belajarnya dengan tidak mendapatkan semua bahan yang ingin dipelajarinya. Ini berarti dosen menyia-nyiakan keinginan atau motivasi pada mahasiswa untuk belajar. Dengan perkataan lain, dosen yang terlalu ketat dengan kurun waktu belajar itu tidak menyediakan kondisi belajar yang baik bagi mahasiswanya. Seyogyanya dosen selalu memperhatikan perbedaan kecepatan belajar itu dan menyesuaikan akhir pelajarannya dengan perbedaan kecepatan belajar mahasiswa itu. Untuk menanggulangi hal ini, maka dosen seyogyanya mengenal dalam memahami kecepatan belajar mahasiswa secara perorangan. Ini tidak berarti bahwa setiap mahasiswa harus ditangani secara perorangan dalam belajar. Dalam keadaan tertentu, mahasiswa yang lebih cepat belajar dan telah menyelesaikan pelajarannya sebelum temannya yang lambat, dapat diminta membantu temannya yang lebih
24
lambat itu. Kelima, dalam menilai keberhasilan mahasiswa belajar, seorang dosen seharusnya tidak terjebak oleh kemampuan mahasiswa di dalam berkomunikasi secara verbal. Kemampuan memang penting, dan merupakan salah satu alat untuk menyatakan hasil belajar, dan sekaligus merupakan salah satu hasil belajar pula. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa tidak semua mahasiswa memiliki kemampuan verbal yang sama. Dalam hal ini tidak sedikit mahasiswa yang telah mencapai hasil belajar yang memadai, akan tetapi tidak mampu mengkomunikasikan hasil belajarnya itu dengan kata-kata secara memadai. Mahasiswa ini pun berhak mendapat penilai hasil belajar yang sewajarnya. Siswa yang tidak mampu menyatakan pikirannya dengan katakata yang memadai, pada umumnya mempergunakan komunikasi nonverbal (body language). Oleh karena itu, dosen seyogyanya memahami komunikasi nonverbal ini. Apabila kondisikondisi untuk belajar itu telah disadari oleh dosen, maka dosen memerlukan kompetensi untuk memanfaatkannya. Dalam kaitan ini, kompetensi dosen itu mencakup kemampuan untuk merumuskan tujuan, kemampuan menilai kemajuan mahasiswa, kemampuan menata urutan dari pelajaran yang akan disajikannya, kemampuan memahami tingkat perkembangan intelektual mahasiswa, kemampuan untuk mengembangkan daya cipta atau kreativitas mahasiswa, serta kemampuan mengembangkan keterampilan bertanya-jawab. Kesadaran dosen akan kondisi belajar serta penguasaannya terhadap kompetensi dosen itu ternyata tidaklah cukup. Semuanya itu tidak berjalan sendiri. Yang lebih penting ialah penerapannya dalam interaksi belajarmengajar antara mahasiswa dan dosen. Wahana yang efektf untuk dapat terpadunya pengembangan kondisi belajar dan penerapan kompetensi untuk menunjang kelestarian hasil belajar pada diri mahasiswa ialah interaksi manuasiawi di antara mahasiswa dan dosen. Interaksi manusiawi itu dapat menjadikan pengajaran sebagai pendidikan yang mempribadi. Ini berarti bahwa pengajaran bukan hanya terarah pada dikuasainya sejumlah pengetahuan, melainkan keseluruhannya memberikan sumbangan kepada pembentukan dan pengembangan kepribadian mahasiswa yang bersangkutan. Dari uraian di atas dapat diambil sebuah pengertian bahwa di samping kemandirian, karakteristik belajar di perguruan tinggi yakni dalam proses perkuliahan adalah interaksi manusiawi dan proses belajar mengajar di perguruan tinggi adalah pendidikan yang mempribadi. Pendidikan mempribadi ini berasumsi bahwa hasil pengajaran atau pendidikan bukan hanya berupa kepatuhan akan kaidah dan peraturan yang diajarkan, atau identifikasi terhadap perilaku pendidiknya, melainkan sampai kepada internalisasi norma dan nilai yang diinginkan.
25
Kepatuhan (compliance) dan identifikasi berbeda dari internalisasi. Kepatuhan terjadi apabila orang yang bersangkutan patuh hanya karena menginginkan reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok tertentu. Sedangkan internalisasi terjadi apabila individu yang bersangkutan menerima pengaruh tertentu karena isi dari pesan yang diperkenalkan itu yang berupa gagasan atau tindakan yang diajarkan itu adalah benar-benar mengganjar secara intrinsik. Dengan memperhatikan uraian di atas, tampak bahwa peran bimbingan dalam proses belajar-mengajar yang diwujudkan melalui interaksi manusiawi antara dosen dan mahasiswa mempunyai peranan yang penting dalam melestarikan hasil belajar mahasiswa dalam bentuk hasil pendidikan yang mempribadi. Suasana kelas yang dilatarbelakangi interaksi manusiawi itu mendorong dosen untuk bukan hanya sekedar memindahkan pengetahuan kepada mahasiswa, melainkan mendorong mahasiswa untuk belajar. Di pihak lain, mahasiswa belajar bukan hanya menerima bahan yang diberikan oleh dosen, melainkan melakukan aktivitas mental secara optimal. Dengan kata lain, suasana kelas yang diwarnai interaksi manusiawi itu akan mendorong mahasiwa untuk terlibat dalam proses belajar-mengajar secara intelektual dan emosional. Mahasiswa melakukan asimilasi serta akomodasi kognitif untuk memperoleh pengetahuan, berbuat dan berpengalaman langsung dalam mengembangkan keterampilan, dan melakukan penghayatan serta internalisasi dalam pembentukan sikap dan nilai-nilai. Proses sedemikian itu akan memperlipatgandakan kebermaknaan belajar bagi mahasiswa yang bersangkutan. Kebermaknaan belajar bagi mahasiswa itulah yang merupakan penunjang yang sangat penting untuk mencapai prestasi belajar yang sangat penting untuk mencapai prestasi belajar yang sesungguhnya. Dalam keadaan itu, belajar bukan lagi menjadi beban bagi mahasiswa, melainkan menjadi suatu kebutuhan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Sesuai dengan fokus, permasalahan, dan tujuan penelitian maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, yakni suatu metode yang menggambarkan keadaan yang sedang berlangsung pada saat penelitian dilakukan, berdasarkan fakta yang ada 1. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang urgensi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Rden Intan Lampung dan dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan mendeskripsikan kebutuhan yang dirasakan mahasiswa, serta memotret kondisi obyektif tentang pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung yang nantinya akan dijadikan sebagai salah satu dasar penyusunan rancangan untuk mengimplementasikan layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung.
2. Sumber Data Sumber data pada penelitian ini adalah peristiwa, obyek, dan sejumlah tindakan atau perilaku yang berkaitan dengan urgensi layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Guna pengambilan data dan pemotretan hal-hal dimaksud maka diperlukan sumber kunci (key person) yang representatif untuk dapat mengungkapkannya. Secara purposif sumber data ditentukan yakni dengan ditetapkan berdasarkan akuntabilitas dan kelayakan dalam memberikan pemahaman makna terhadap serangkaian masalah yang menjadi fokus penelitian2. Sumber data pertama pada penelitian ini adalah, pimpinan perguruan tinggi (rektor dan dekan di empat fakultas – Tarbiyah dan Keguruan, Syariah, Ushuluddin, dan Dakwah dan Ilmu Komunikasi – yang ada di IAIN Raden Intan) sebagai penanggung jawab yang turut menentukan kebijakan berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan. Sumber data kedua, yaitu dosen termasuk di dalamnya dosen pembimbing/penasehat akademik (PA), yang dijadikan sumber informasi, karena dosen termasuk dosen PA mempunyai peranan dan kedudukan strategis dalam keseluruhan proses pendidikan di sebuah 1 2
Furqon. (2003). Statistik Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, hal. 10 Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Alfabeta : Bandung, 2006)
27
institusi pendidikan tinggi. Dosen bukan hanya sekedar penyampai pelajaran, bukan pula sebagai penerap metode mengajar, melainkan dosen adalah pribadinya, yakni keseluruhan penampilan serta perwujudan dirinya dalam berinteraksi dengan mahasiswa, termasuk pandangan dan kepeduliannya tentang bimbingan dan konseling. Sumber data ketiga adalah mahasiswa, guna mendapatkan tanggapan terhadap kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling selama mereka melewati masa-masa menuntut ilmu di IAIN Raden Intan Lampung.
3. Data dan Instrumen Pengumpul Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data tentang urgensi layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi yaitu di IAIN Raden Intan Lampung. Untuk melihat bagaimana urgensitas layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan ini maka diperlukan data lebih rinci tentang kebutuhan para mahasiswa akan layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung dan kondisi obyektif taraf pencapaian tugastugas perkembangan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung. Instrumen pengumpul data tentang urgensi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung ini akan dikonstruksi alat pengumpul data berupa pedoman wawancara yang memuat aspek-aspek yang akan diwawancarai dan dilengkapi dengan studi dokumentasi. Wawancara ditujukan kepada pimpinan perguruan tinggi dan dosen untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana visi, misi, dan fungsi bimbingan dan konseling menurut reponden. Pedoman wawancara didasarkan kepada kajian kepustakaan tentang urgensi layanan layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Berangkat dari hasil kajian ini lalu disusunlah kisi-kisi pedoman wawancara beserta indikatornya. Setelah tersusun kisi-kisi langkah berikutnya adalah merumuskan pertanyaan pokok dengan merujuk kepada beberapa indikator yang ada dalam kisi-kisi alat pengumpul data penelitian ini. Dengan adanya pertanyaan tersebut diperoleh jawaban responden penelitian kemudian jawaban tersebut diperdalam lagi dengan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya hingga diperoleh data yang lebih lengkap. Selanjutnya data tentang kebutuhan mahasiswa akan layanan bimbingan dan konseling dan pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa diungkap dengan kuesioner. Instrumen penelitian ini dikembangkan mengacu kepada hal-hal yang dibutuhkan mahasiswa tentang layanan bimbingan dan konseling dan sampai ke taraf mana pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa. Kedua data dimaksud diambil dengan diawali menyusun kisi-kisi instrumen pengumpul data. Selanjutnya dikembangkan sejumlah item-item pertanyaan
28
dan/atau pernyataan yang memuat data tentang kebutuhan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling dan pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa.
4. Teknik Analisi Data Terdapat dua data dalam penelitian ini nantinya, yaitu data naratif dan data kuantitatif. Data pertama berupa komentar-komentar responden tentang urgensi layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data naratif ini adalah analisis isi. Analisis isi (content analisys) merupakan teknik untuk mereduksi informasi naratif kompleks menjadi rumusan yang lebih sederhana 3. Analisis ini dikenakan kepada komentar-komentar responden terhadap urgensi layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi khususnya tentang visi, misi, dan fungsi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung. Sedangkan data kedua berupa kecenderungan jawaban responden terhadap setiap butir pernyataan dalam instrument sesuai/tidak sesuai dengan keinginan atau kebutuhan yang dirasakan dan tercapai atau tidak tercapai tugas-tugas perkembangan yang harus ditunaikan oleh mahasiswa di perguruan tinggi. Data kedua ini akan dianalisis statistik deskriptik yang dibantu dengan bantuan perangkat lunak program SPSS for MS Window Release 8.0 pada komputer pribadi untuk menentukan rata-rata (mean), simpangan baku (SD), dan coefficients correlation. Berangkat dari hasil analisis kedua jenis data inilah kemudian disusun suaru rancangan implementasi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Bandar Lampung.
3
Gall M.D, Gall G.P., Borg, W.R. Education Research. (Boston New York: Pearson Education Inc, 2001), hal. 215
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian 1. Kebutuhan Mahasiswa Terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling di IAIN Raden Intan Lampung Sebelum mendeskripsikan tentang temuan penelitian berkenaan dengan kebutuhan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling (BK) di IAIN Raden Intan Lampung dapatlah dideskripsikan data temuan penelitian mengenai implementasi layanan bimbingan dan konseling di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan perguruan tinggi lainnya. Adapun responden penelitian dalam kajian ini adalah pimpinan institut dan fakultas, dosen yang sekaligus sebagai pembimbing akademik, dan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung. Berangkat dari hasil pengumpulan data yang dilakukan dengan responden melalui wawancara diperoleh gambaran secara umum bahwa implementasi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung belum seperti yang diharapkan. Bahkan ada di beberapa fakultas layanan ini belum tersentuh sama sekali. Sejumlah aspek dapat dijadikan indikator untuk membuktikan rendahnya implementasi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung, di antaranya mayoritas para pimpinan belum memiliki visi yang jelas tentang eksistensi layanan bimbingan dan konseling, belum terbentuk organisasi dan manajemen layanan bimbingan dan konseling yang berarti sekaligus belum ada program layanan yang disusun dengan baik berikut isi dan metode layanan serta evaluasi layanan bimbingan, dan belum ada petugas bimbingan dan konseling yang memenuhi kualifikasi profesional. Sesuai dengan tujuan penelitian maka deskripsi data temuan penelitian tentang kebutuhan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi diangkat dari penyebaran intrumen penelitian identifikasi kebutuhan mahasiswa terhadap layanan psikologis ini. Responden memberikan jawaban bahwa sejumlah aspek kebutuhan mahasiswa yang diidentifikasi meliputi (1) kebutuhan belajar, (2) kebutuhan pribadi-sosial, (3) kebutuhan karier, dan (4) kebutuhan psikologis, emosional, dan kerohanian. Penjaringan data terhadap kebutuhan mahasiswa ini diperkuat dengan meminta pendapat dan pandangan dari dosen pembimbing akademik dan para dosen senior di IAIN Raden Intan Lampung.
30
Hasil identifikasi kebutuhan yang dilakukan terhadap mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung sebagai berikut. Untuk aspek kebutuhan belajar mahasiswa diperoleh skor rata-rata (mean) sebesar 20,21 dengan simpangan baku (SD) sebesar 2,51, dan skor idealnya sebesar 30. Hasil tersebut bermakna bahwa mahasiswa IAIN sangat membutuhkan layanan bimbingan belajar untuk memenuhi kebutuhan belajar yang alaminya. Sementara itu harapan mahasiswa terhadap layanan BK di IAIN tidak sejalan dengan kemampuan dan kondisi yang ada di kampus tersebut. Ditemukan cukup banyak kekurangan dan kelemahan dalam konteks layanan BK, misalnya belum seluruh civitas akademika mengetahui atau mempunyai visi tentang keberadaan layanan BK di IAIN Raden Intan, tidak tersedianya fasilitas yang memadai untuk menyelenggarakan layanan BK sehingga tidak mengherankan bila sebagian besar mahasiswa dan dosen belum mengetahui dan memahami bahwa layanan BK merupakan salah satu unsur terpadu dalam keseluruhan program pendidikan di lingkungan perguruan tinggi. Untuk aspek kebutuhan pribadi-sosial diperoleh mean sebesar 26,61 dan SD sebesar 4,41 dan skor idealnya 37. Hasil tersebut bermakna bahwa sebagian besar (77,69%) mahasiswa IAIN Raden Intan sangat mendambakan layanan BK dalam lingkup kehidupan pribadi dan social mereka. Sedangkan untuk aspek kebutuhan karier diperoleh mean sebesar 16,22 dengan SD sebesar 2,91, dan skor idealnya sebesar 23. Hasil ini menggambarkan bahwa mayoritas (73,75%) para mahasiswa sangat membutuhkan layanan BK karier untuk memenuhi dan melengkapi kebutuhan karier yang dirasakannya. Selanjutnya untuk aspek kebutuhan mahasiswa di bidang kebutuhan psikologis, emosional, dan kerohanian diperoleh mean sebesar 13,01 dengan SD sebesar 1,21, dan skor idealnya sebesar 15. Hasil dimaksud menggambarkan bahwa mahasiswa IAIN Raden Intan pada umumnya (90,90%) sangat membutuhkan layanan psikologis dan emosional serta BK agama untuk memenuhi kebutuhan religiusitas-spiritualitas yang dirasakannya. Guna memperkuat hasil penelitian di atas secara lebih rinci deskripsi masing-masing aspek kebutuhan yang diidentifikasi dengan memakai sejumlah indikator serta pernyataanpernyataannya yang telah diajukan kepada responden dapat diamati dalam uraian berikut ini. a. Kebutuhan Belajar Acuan yang dijadikan indikator untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung adalah (1) orientasi dan informasi mengenai iklim dan tuntutan belajar di perguruan tinggi; (2) strategi belajar dalam SKS; (3) kenyamanan belajar; (4) prinsip-prinsip belajar di perguruan tinggi; (5) pengenalan sistem pendidikan; (6) pemecahan
31
masalah belajar; (7) peningkatan motivasi dan keterampilan belajar; (8) pengembangan sikap dan kebiasaan belajar efektif; dan (9) penguasaan bahasa pengantar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kecenderungan kebutuhan belajar yang dirasakan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung terkait dengan sejumlah aspek. Aspek pertama berkenaan dengan orientasi dan informasi tentang situasi, kondisi dan iklim serta tuntutan belajar di IAIN, 83,67% mahasiswa telah mengetahui tujuan perguruan tinggi yang dimasukinya, dan hanya 16,33% yang tidak atau belum mengetahui tujuan perguruan tinggi yang mereka masuki. Ada 78,00% mahasiswa tidak mengetahui keahlian yang dimiliki para lulusan dari jurusan yang dimasuki di IAIN. Angka dimaksud memperlihatkan bahwa mahasiswa sangat mengharapkan adanya penjelasan dan arahan dari berbagai pihak di IAIN mengenai arah dan tujuan dari masing-masing jurusan yang ada di IAIN, sehingga proses perkuliahan dapat dijalankan mahasiswa dengan baik dan memperoleh hasil yang diharapkan. Kemudian berkenaan dengan persyaratan dan prinsip-prinsip belajar di perguruan tinggi ada 82,00% mahasiswa tidak mengetahui sejumlah persyaratan yang dituntut dalam belajar di IAIN Raden Intan, misalnya strategi belajar efektif dalam sistem SKS. Ada 87,34% mahasiswa tidak mengetahui dan memahami strategi belajar dalam SKS dan hanya 12,66% yang mengetahui dan memahami strategi belajar dimaksud. Namun sebanyak 72,32% mahasiswa mengaku merasa puas belajar pada jurusan yang dipilihnya. Sebanyak 87,66% mengetahui mata kuliah pokok dalam jurusan yang dipilihnya dan hanya 12,34% yang tidak mengetahuinya. Selanjutnya 80,32% mahasiswa yang memasuki IAIN ini sesuai dengan minatnya sendiri, 84,33% mahasiswa mengetahui peraturan yang ada di IAIN dan 78,00% mahasiswa merasakan bahwa layanan BK diyakini dapat meningkatkan produktivitas mahasiswa IAIN Raden Intan. Berkenaan dengan kenyamanan belajar, 81,66% mahasiswa senang belajar pada jurusan yang dipilihnya, namun hanya 30,00% mahasiswa yang sering berdiskusi dengan orang-orang yang berpengalaman. Sebanyak 81,00% mahasiswa mengaku membutuhkan layanan bimbingan belajar secara berkelompok dan 81,00% membutuhkan bantuan dan bimbingan yang berkenaan dengan sistem pendidikan di IAIN. Ada 84,32% belum berupaya mencari dan membaca referensi dan literatur yang berhubungan dengan jurusan yang dipilihnya dan 88,67% mahasiswa membutuhkan bantuan dan bimbingan agar mudah memahami mata kuliah yang diberikan dosen. Sebanyak 63,32% mahasiswa sudah membuat kelompok diskusi namun hanya 23,66% yang telah membuat dan mengatur waktu belajar setiap hari, bahkan 86, 66% mengaku belum disiplin dalam belajar dan bekerja. Yang
32
menggembirakan adalah 86,32% mahasiswa sudah berupaya tepat waktu menyerahkan tugastugas yang dibebankan kepada mereka. Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan peningkatan motivasi dan keterampilan belajar, 81,67% mahasiswa senantiasa berupaya memotivasi diri dan bersemangat dalam belajar dan hanya 18,33% yang belum termotivasi untuk lebih giat belajar. 83,00% mahasiswa membutuhkan bimbingan belajar untuk kelancaran proses perkuliahan. Selanjutnya berkenaan dengan penguasaan bahasa pengantar, 53,45% mahasiswa belum mampu memahami dan mendalami bahasa Arab dan bahasa Inggris, 53,00% berniat dan berupaya belajar dan berdiskusi dengan orang yang mempunyai pengalaman dalam bidang bahasa, 46,00% berusaha memasuki lembaga kursus untuk memacu penguasaan bahasa, dan 73,00% mahasiswa mengaku belajar serius untuk memahami bahasa Arab dan bahasa Inggris, serta 81,00% mahasiswa mengaku tidak memiliki keterampilan secara aktif maupun pasif dalam bahasa Arab dan ataupun Inggris. Beranjak dari hasil analisis data penelitian diperoleh mean 21,18 dengan SD 2,27 dan skor ideal 29 bermakna bahwa kebutuhan belajar mahasiswa IAIN Raden Intan berada pada kategori tinggi. Fenomena ini dapat dijelajahi dari pernyataan mahasiswa sebagaimana diuraikan di atas. Mahasiswa IAIN Raden Intan lampung merasakan perlu adanya orientasi dan informasi tentang situasi, kondisi dan iklim serta tuntutan belajar di perguruan tinggi, mengharapkan menguasai strategi belajar yang efektif dalam sistem SKS, membutuhkan kenyamanan belajar, pengembangan sikap dan kebiasaan belajar efektif, dan membutuhkan penguasaan bahasa pengantar. Secara rinci kebutuhan belajar mahasiswa IAIN Raden Intan dapat diamati pada tabel 1 berikut ini.
33
Tabel 1. Persentase Kebutuhan Belajar Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung
No
Jenis Kebutuhan
%
1
Pengetahuan dan pemahaman mengenai orientasi dan tujuan perguruan tinggi
82,00
2
Perolehan keterampilan dan keahlian pada jurusan yang dimasuki
87,34
3
Pengetahuan tentang syarat dan prinsip-prinsip yang dituntut dalam belajar di 12,66 PT
4
Kepuasaan belajar pada jurusan yang dipilih
72,32
5
Pemahaman mengenai strategi belajar dalam sistem SKS
87,66
6
Pengetahuan tentang mata kuliah pokok
12,34
7
Berdiskusi dengan orang yang lebih berpengalaman
30,00
8
Mengembangkan bakat dan minat
80,32
9
Pengetahuan tentang sejumlah peraturan yang ada di IAIN
84,33
10
Layanan bimbingan dan konseling
78,00
11
Kenyamanan belajar pada jurusan yang dipilih
81,66
12
Mengadakan diskusi di kampus dan di luar kampus
30,00
13
Bimbingan belajar secara berkelompok
81,00
14
Pemahaman mengenai sistem pendidikan di IAIN
81,00
15
Mendapatkan referensi dan literatur yang berkenaan dengan jurusan pilihan
84,32
16
Menguasai pelajaran dan mata kuliah
88,67
17
Kelompok belajar
63,32
18
Mengatur jadwal dan waktu belajar dan pekerjaan lain
23,66
19
Mendisiplinkan diri dalam belajar dan pekerjaan lain
86,66
20
Membuat dan meneyerahkan tugas tepat waktu
86,32
21
Motivasi dalam belajar
81,67
22
Bimbingan belajar untuk kelancaran proses perkuliahan
83,00
23
Keterampilan berbahasa asing
53,45
24
Berdiskusi dan belajar dengan orang yang lebih berpengalaman
53,00
25
Memasuki kursus bahasa Arab dan Inggris
46,00
26
Keseriusan dalam belajar untuk menguasai bahasa pengantar
73,00
27
Menyadari kelemahan dalam penguasaan bahasa asing
81,00
34
b. Kebutuhan Pribadi dan Sosial Kebutuhan pribadi dan sosial diidentifikasi dengan menjaring data dengan menggunakan beberapa indikator kebutuhan, yakni kebutuhan (1) rasa aman; (2) mempunyai harga diri; (3) cinta dan kasih sayang; (4) kemandirian emosional; (5) mengaktualisasikaan diri; (6) keharmonisan pergaulan sosial; (7) mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga; (8) memilih pasangan hidup; dan (9) kemandirian ekonomi. Berkenaan dengan rasa aman 95,00% mahasiswa membutuhkan ketenangan dan kenyamanan di lingkungannya. Perolehan angka tersebut bermakna bahwa ketenangan dan kenyamanan dalam lingkungan sekitar merupakan hal yang mutlak dibutuhkan dalam keseharian mahasiswa baik dalam perkuliahan di kampus maupun di tempat tinggalnya. Kemudian 85,00% mahasiswa belum mampu memahami dirinya sendiri dan lingkungannya, 63,00% mahasiswa menyesali keadaan fisik dan kemampuan yang dimilikinya, 83,32% mahasiswa berupaya untuk senantiasa merawat diri secara efektif, dan 80,00% mahasiswa berusaha menerima kelemahan dan keterbatasan dirinya. Berkenaan dengan penghargaan diri, 74,67% mahasiswa kian memperlihatkan rasa percaya dirinya setelah memperoleh arahan dan bimbingan dari banyak pihak baik orang-orang yang ada di kampus maupun lingkungan tempat tinggal. Sebanyak 79, 32% mahasiswa merasakan dihargai orang lain saat mereka meraih prestasi terbaik di kelas atau di kampus, dan ada 87,00% mahasiswa membutuhkan iklim keterbukaan dan kebebasan berpendapat. Sedangkan dalam hal cinta dan kasih sayang, 72,00% mahasiswa mengaku membutuhkan penghargaan atas usaha dan pekerjaan yang dilakukannya, dan 73,00% mahasiswa merasakan mampu memecahkan permasalahannya sendiri bila memperoleh arahan dan bimbingan yang diharapkannya. Berkenaan dengan kemandirian emosional, 82,00% mahasiswa merasa senang dicintai orang lain secara wajar, dan 76,33% mahasiswa mengatakan bahwa keamanan dan kematangan emosional muncul dari penerimaan diri secara wajar. 87,00% mahasiswa merasakan bila mendapat arahan dan bimbingan dari orang lain mereka merasa kian mampu mengelola dan mengontrol diri. Sebanyak 76,33% mengaku merasa terbebas dari sikap childish setelah mendapat arahan dan bimbingan, namun 81,00% mahasiswa merasakan kegelisahan saat menghadapi problema. Berkenaan dengan aktualisasi diri, 67,00% mahasiswa belum mampu menghadapi situasi apapun dalam hidup ini secara positif. 83,34% mahasiswa merasakan bahwa berpikir dan bertindak merupakan proses mengaktualisasikan diri, dan 88,00% mahasiswa mengaku senang bekerjasama dengan temannya di kampus ataupun di luar kampus, serta 83,66% mengatakan bahwa mereka mampu berkerjasama dengan orang lain dalam memecahkan persoalan keseharian mereka. Sementara itu 75,00% mahasiswa menyatakan bahwa mereka
35
memasuki kelompok sosial untuk kelancaran studi di perguruan tinggi, dan 73,00% mengaku aktif berperan dalam kelompok sosial untuk kebermaknaan hidup serta 81,68% merasa dapat berkomunikasi dan bergaul dengan teman secara wajar. Sebanyak 83,00% mahasiswa mengaku telah mempersiapkan diri untuk hidup berkeluarga, dan 67,00% mengaku sudah berusaha memahami nilai-nilai pernikahan, 78,00% dapat memiliki sikap positif terhadap hidup berkeluarga. Bahkan 73,00% telah memiliki kriteria calon pasangan hidup yang ideal, dan 76,00% menyatakan bahwa mereka juga telah berupaya memilih pasangan hidup secara bertanggung jawab. Secara rinci kebutuhan pribadi dan sosial mahasiswa IAIN Raden Intan dapat diamati pada tabel 2 berikut ini.
36
Tabel 2. Persentase Kebutuhan Pribadi-Sosial Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung No
Jenis Kebutuhan
%
1
Ketenangan dan kenyamanan di lingkungan
95,00
2
Pemahaman terhadap diri sendiri dan lingkungan
85,00
3
Keadaan fisik dan kemampuan yang dimiliki
63,00
4
Perawatan diri secara efektif dan wajar
83,32
5
Penerimaan kelemahan dan keterbatasan diri
80,00
6
Memiliki rasa percaya diri
74,67
7
Penghargaan dan penerimaan dari orang lain secara wajar
79,32
8
Keterbukaan dan kebebasan berpendapat
87,00
9
Penghargaan atas usaha dan pekerjaan yang dilakukan
72,00
10
Menyelesaikan masalah sendiri
73,00
11
Kesenangan dan rasa cinta
82,00
12
Keamanan dan kematangan emosional
76,33
13
Arahan dan bimbingan guna mengelola dan mengontrol diri
87,00
14
Terbebas dari sikap childish
76,33
15
Menghindarkan kegelisahan saat menghadapi problema
81,00
16
Kemampuan menghadapi situasi apapun dalam hidup secara positif
67,00
17
Kemampuan berpikir dan bertindak
83,34
18
Merasa senang bekerjasama dengan teman di dalam & di luar kampus
88,00
19
Kerjasama dengan orang lain dalam memecahkan persoalan keseharian
83,66
20
Berkelompok sosial untuk kelancaran studi di perguruan tinggi
75,00
21
Berperan dalam kelompok sosial untuk kebermaknaan hidup
73,00
22
Dapat berkomunikasi dan bergaul dengan teman
81,68
23
Persiapan diri ke arah hidup berkeluarga
83,00
24
Memahami nilai-nilai pernikahan
67,00
25
Dapat memiliki sikap positif terhadap hidup berkeluarga
78,00
26
Memiliki kriteria calon pasangan hidup ideal
73,00
27
Memilih pasangan hidup secara bertanggung jawab
76,00
37
c. Kebutuhan Karier Hasil identifikasi kebutuihan karier yang dirasakan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung diperoleh dengan menggunakan sejumlah indikator kebutuhan karier, yaitu (1) memiliki wawasan tentang dunia kerja; (2) ketepatan memilih jurusan dan pekerjaan yang dibutuhkan; (3) pemahaman tentang prosedur dalam memasuki dunia kerja; (4) memperoleh informasi terbaru mengenai dunia kerja; (5) mengharapkan memiliki sejumlah keterampilan; (6) memiliki pengetahuan tentang lapangan pekerjaan yang cocok; (7) mengetahui berbagai tuntutan pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan; (8) kesiapan sebagai pencari kerja dan merencanakan pekerjaan sesuai dengan bakat dan minat; dan (9) memperoleh pekerjaan sampingan sambil kuliah. Berkenaan dengan wawasan tentang dunia kerja, 87,00% mahasiswa memahami akan adanya hak dan kewajiban sebagai warga kampus dan warga negara, 77,00% mahasiswa belum memiliki pengetahuan tentang keahlian yang dimiliki oleh para lulusan IAIN, 77,00% merasakan perlu memahami kaitan antara mata kuliah dari jurusan yang dimasuki, 66,33% mahasiswa senantiasa mencari informasi perkembangan baru yang berkaitan dengan pekerjaan, dan 60,00% mahasiswa berkeinginan memasuki tempat kursus yang mendukung pengembangan keahlian yang dimiliki. Sementara itu 72,00% mahasiswa berupaya untuk mengetahui wawasan tentang persyaratan yang dituntut dunia kerja pekerjaan, 63,00% mahasiswa mengaku mampu menjelaskan proses pengambilan keputusan tentang pilihan pekerjaan yang cocok, 78,66% mengakui bahwa menyelesaikan masalah karier sendiri merupakan tanggung jawab diri sendiri, 66,00% mengatakan memahami perihal memperoleh pekerjaan, dan 70,00% mahasiswa berupaya mencari informasi untuk mengetahui prosedur memasuki pekerjaan. Berkaitan dengan cara-cara memperoleh informasi di seputar dunia kerja, 67,00% mahasiswa berupaya menggunakan sumber-sumber informasi yang tersedia, 72,33% mahasiswa berdiskusi dengan orang-orang yang sudah berpengalaman dalam bidang pekerjaan yang diminati, 80,00% mahasiswa berkeinginan untuk mendapatkan sejumlah keterampilan yang mendukung pekerjaannya, dimana 81,66% berupaya dengan menanyakan kepada sejumlah orang yang sudah bekerja dalam bidang pekerjaan tertentu, dan 83,33% dengan meminta arahan dan bimbingan untuk memperoleh pekerjaan yang diidamkan. Bersangkutan dengan pengetahuan mengenai lapangan pekerjaan yang sesuai, 75,66% mahasiswa berupaya memiliki pekerjaan yang diminati, 58,00% mengaku mampu menyesuaikan kemampuan diri dengan jenis pekerjaan yang diinginkan dan 59,00% mengatakan telah memilih jurusan yang sesuai atas kesadaran sendiri. Berkenaan dengan
38
tuntutan pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan tertentu 76,00% mengaku mengetahuinya dan 80,10% mampu memperkirakan jangka waktu penyelesaian studi di IAIN Raden Intan Lampung. Berkenaan dengan kesiapan sebagai pencari kerja yang sesuai dengan bakat dan minat, 70,00% mahasiswa merasa yakin akan mampu merampungkan studinya tepat waktu, dan dalam mendapatkan pekerjaan, 68,00% mahasiswa merencanakan untuk bekerja sambil kuliah, dan 68,33% mahasiswa meyakini akan mendapatkan pekerjaan sampingan sambil kuliah. Hasil analisis data penelitian mengenai identifikasi kebutuhan karier menunjukkan mean sebesar 16,24 dengan SD sebesar 2,91, dan skor idealnya sebesar 23. Dari hasil perhitungan ini digambarkan bahwa kebutuhan karier mahasiswa IAIN Raden Intan umumnya tinggi. Kondisi ini terlihat dari kecenderungan jawaban mahasiswa terhadap kebutuhan karier yang diidentifikasi, yakni bahwa mahasiswa membutuhkan bantuan untuk dapat mengembangkan kemampuan dan memiliki wawasan tentang dunia kerja, mengharapkan adanya bantuan agar dapat memahami prosedur memasuki dunia kerja dan bantuan dalam mendapatkan informasi baru perkembangan dunia kerja, serta bantuan agar mendapatkan pekerjaan sampingan sambil kuliahnya tetap berjalan. Secara rinci kebutuhan karier mahasiswa IAIN Raden Intan dapat diamati pada tabel 3 berikut ini.
39
Tabel 3. Persentase Kebutuhan Karier Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung No 1
Jenis Kebutuhan Pemahaman terhadap hak dan kewajiban sebagai warga kampus dan warga
% 87,00
negara 2
Pengetahuan tentang keahlian yang dimiliki oleh para lulusan IAIN
77,00
3
Pemahaman kaitan antara mata kuliah dari jurusan yang dimasuki
77,00
4
Informasi perkembangan baru yang berkaitan dengan pekerjaan,
66,33
5
Memperoleh tempat kursus yang mendukung pengembangan keahlian dimiliki
60,00
6
Pengetahuan & wawasan tentang persyaratan yang dituntut dunia kerja
72,00
pekerjaan 7
Kemampuan menjelaskan proses pengambilan keputusan tentang pilihan
63,00
pekerjaan 8
Kemampuan untuk bertanggung menyelesaikan karier sendiri
78,66
9
Memahami perihal memperoleh pekerjaan
66,00
10
Mencari dan mendapatkan informasi prosedur memasuki pekerjaan.
70,00
11
Menggunakan sumber-sumber informasi yang berkenaan dengan karier
67,00
12
Berdiskusi dengan orang berpengalaman dalam bidang pekerjaan yang diminati
72,33
13
Berkeinginan untuk mendapatkan keterampilan yang mendukung pekerjaan
80,00
14
Berupaya bertanya kepada yang sudah bekerja dalam bidang pekerjaan tertentu
81,66
15
Meminta arahan dan bimbingan untuk memperoleh pekerjaan yang diidamkan
83,33
16
Berupaya memiliki pekerjaan yang diminati
75,66
17
Kemampuan menyesuaikan kemampuan dengan jenis pekerjaan yang
58,00
diinginkan 18
Memilih jurusan yang sesuai atas kesadaran sendiri
59,00
19
Pengetahuan tentang tuntutan pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan tertentu 76,00
20
Kemampuan memperkirakan jangka waktu penyelesaian studi
80,10
21
Kemampuan merampungkan studi tepat waktu dan mendapatkan pekerjaan
70,00
22
Merencanakan untuk bekerja sambil kuliah
68,00
23
Meyakini akan mendapatkan pekerjaan sampingan sambil kuliah.
68,33
40
d. Kebutuhan Psikologis, Emosional, dan Kerohanian Guna mengidentifikasi kebutuhan mahasiswa di bidang psikologis, emosional, dan kerohanian sejumlah indikator digunakan yakni (1) kebutuhan akan pegang hidup; (2) melaksanakan shalat tepat waktu; (3) menghindarkan diri dari hal-hal yang dilarang agama; (4) menghormati kedua orang tua; (5) bersabar dan bersyukur; (6) mengatasi konflik bathin berkenaan dengan keyakinan/kepercayaan. Berkenaan dengan pegangan hidup, 88,33% mahasiswa meyakini bahwa agama yang dianutnya mampu memberikan jaminan keselamatan hidup di dunia maupun di akhirat dan 11,67% merasakan kebimbingan dengan agama yang dipeluknya dengan mempertanyakan apakah agama dapat membahagiakan hidupnya sekarang di dunia ini ataupun di kehidupan nanti. Berkaitan dengan melaksanakan Allah Swt sesuai dengan syariat, 88,33% mahasiswa merasakan shalat yang sesuai aturan dapat mendisiplinkan diri sendiri, dan 91,66% mengakui bahwa melaksanakan shalat tepat pada waktunya dapat menghilangkan kegelisahan. Begitupun 92, 32% mengakui bahwa berbuat baik kepada orang lain dapat memunculkan ketenangan dalam diri. Namun 88,33% mahasiswa merasakan belum mampu rendah hati saat berkomunkasi dan berhubungan dengan orang lain. 92,00% mahasiswa mengatakan bahwa melaksanakan ajaran agama dengan baik akan membawa kebahagiaan dalam hidup dan keseharian mereka. Dalam hal berbuat baik dengan orang tua 90,00% mahasiswa merasakan sangat membutuhkan saran dan dukungan orang tua dan keluarga untuk menggapai cita-cita dan masa depan. Sejumlah 77,67% mahasiswa mengaku belum dapat sepenuhnya taat dan menyenangkan orang tua dalam kehidupan keseharian mereka. Berkenaan dengan sikap sabar dan syukur atas nikmat dan karunia yang mereka terima, 92,00% mahasiswa merasakan belum mampu bersikap sabar dalam menerima musibah yang menimpa ataupun bila menerima kegagalan dalam kehidupan ini. 95,00% mengaku merasakan ada hikmah di balik semua tantangan dan cobaan yang harus mereka hadapi dalam kehidupan ini, dan 96,57% mahasiswa merasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah. Berkenaan dengan konflik bathin/psikologis yang sering dihadapi para remaja pada umumnya khususnya yang berkaitan dengan keyakinan atau kepercayaan, 99,57% mahasiswa merasakan ada makna dan nilai-nilai yang terkandung di semesta ini dan itu adalah kekuasaan Allah Swt, dan umumnya mahasiswa mengemukakan bahwa mereka memerlukan arahan dan bimbingan dalam upaya membaca dan memaknai Al Quran dan Al Hadits sebagai
41
pedoman untuk meraih kebahagiaan hidup saat ini dan di hari akhir, serta 95,00% mengaku berupaya mahir membaca dan memahami Al Quran dan Al Hadits Berangkat dari hasil analisis jawaban responden terhadap identifikasi kebutuhan mahasiswa pada aspek psikologis, emosional, dan kerohanian di atas maka didapat mean sebesar 12,72 dengan SD 1,21, dan skor ideal 15. Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan mahasiswa pada aspek dimaksud tergolong kategori tinggi. Tingginya kebutuhan mahasiswa pada aspek ini dapat ditelusuri dari jawaban mahasiswa. Mereka menyatakan bahwa perlu adanya bimbingan untuk dapat melaksanakan shalat sesuai aturan, perlu adanya bimbingan psikologis dan bernuansa emosional agar dapat menghindar dari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama, agar dapat memiliki rasa sabar dan syukur yang tinggi, dan dibutuhkan adanya strategi untuk mengatasi konflik bathin dan emosionalitas yang berkenaan dengan keyakinan dan kepercayaan Secara rinci kebutuhan psikologis, emosional, dan kerohanian mahasiswa IAIN Raden Intan dapat diamati pada tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Persentase Kebutuhan Psikologis, Emosional, dan Kerohanian Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung No
Jenis Kebutuhan
%
1
Meyakini bahwa agama yang dianut memberikan jaminan keselamatan
88,33
2
Merasakan kebesaran kekuasaan Allah dalam hidup
11,67
3
Merasakan shalat yang sesuai aturan dapat mendisiplinkan diri sendiri
88,33
4
Mengakui melaksanakan shalat tepat waktu dapat menghilangkan kegelisahan
91,66
5
Mengakui berbuat baik kepada orang lain memunculkan ketenangan dalam diri.
92,32
6
Mampu bersikap rendah hati dalam berkomunikasi dalam keseharian
88,33
7
Melaksanakan ajaran agama dengan baik untuk kebahagiaan hidup
92,00
8
Membutuhkan saran dan dukungan untuk menggapai cita-cita dan masa depan
90,00
9
Mematuhi dan menyenangkan orang tua dalam kehidupan keseharian mereka.
77,67
10
Bersikap sabar dalam menerima musibah dankegagalan dalam kehidupan
92,00
11
Merasakan hikmah di balik semua tantangan dan cobaan dalam kehidupan
95,00
12
Merasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah
96,57
13
Merasakan makna dan nilai-nilai yang terkandung di semesta
99,57
14
Mahir membaca dan memahami Al Quran dan Al Hadits
95,00
42
2. Pencapaian Tugas-tugas Perkembangan Mahasiswa Deskripsi tingkat pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung diangkat dari hasil jawaban kuesioner tentang tugas-tugas perkembangan mahasiswa yang mencakup (1) keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) perolehan perangkat nilai sebagai pedoman berperilaku; (3) penerimaan keadaan diri dan penggunaannya secara obyektif; (4) pencapaian peranan sosial sebagai pria/wanita; (5) pencapaian hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria/wanita; (6) berperilaku sosial yang bertanggung jawab; (7) pengembangan keterampilan intelektual, (8) pencapaian kemandirian emosional; (9) pencapaian kemandirian ekonomi; (10) memilih dan mempersiapkan pekerjaan; (11) mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga; (12) memilih pasangan hidup; (13) menemukan kelompok sosial yang bermakna. Temuan penelitian tentang pencapaian aspek-aspek tugas perkembangan mahasiswa tersebu di atas dideskripsikan sebagai berikut. 1). Perkembangan Keimanan dan Ketakwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indikator yang dijadikan acuan untuk mengkaji pencapaian tugas perkembangan ini adalah: (a) meyakini bahwa agama yang dianut menjamin keselamatan hidup di dunia dan di akhirat; (b) melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya; (c) melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang di anutnya; (d) menghormati kedua orang tua; dan (e) bersabar dan bersyukur dalam menjalani kehidupan. Jawaban responden yang dianalisis memperlihatkan bahwa sejumlah indikator dari tugas perkembangan tersebut belum dilaksanakan secara seimbang. Dalam indikator keyakinan bahwa agama yang dianut menjamin keseluruhan hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat, menunjukkan tingkat pencapaian yang tinggi. Fenomena ini bermakna bahwa keyakinan mahasiswa terhadap agama yang dianutnya sebagai pedoman hidup cukup kokoh. Pada indikator yang lain, yaitu melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, menunjukkan bahwa belum semua mahasiswa dapat melaksanakannya secara konsekuen. Demikian pula dalam hal menjauhi perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama yang dianutnya, masih banyak mahasiswa yang belum melaksanakannya secara utuh. Dalam berbagai kegiatan, dengan alasan solidaritas, sekedar menyesuaikan diri, atau karena dalam keadaan “terpaksa” mahasiswa masih sering tergoda melaksanakan perubatan-perbuatan yang dilarang oleh agama yang dianutnya. Dalam hubungan dengan indikator menghormati kedua orang tua, sebagaian besar mahasiswa sudah mampu melaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah agama yang dianutnya, namun dalam hal bersabar dan bersyukur masih banyak mahasiswa yang belum mampu
43
melaksanakannya dalam perilaku sehari-hari. Sebagian besar dari mereka menyatakan masih mengalami kesulitan untuk memaknai musibah yang dialaminya sebagai cobaan yang mengandung hikmah. 2). Perkembangan Pemerolehan Perangkat Nilai sebagai Pedoman Berperilaku Analisa terhadap tugas perkembangan ini munujukkan kecenderungan bahwa mahasiswa menyatakan sudah mampu bersikap jujur dalam berinterkasi dengan orang lain, namun sering belum mampu mewujudkan perilaku jujur terhadap diri sendiri. Dalam mengikuti perkuliahan misalnya, mahasiswa menyatakan masih sering berindak tidak jujur apabila menurut perhitungannya ada kesempatan dan tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Gejala ini ditemukan baik pada mahasiswa semester awal maupun semester akhir pada empat fakultas yang diteliti yaitu Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Fakultas Syariah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, dan Fakultas Ushuluddin. 3). Perkembangan Penerimaan Keadaan Diri dan Penggunaannya secara Efektif Pencapaian tugas perkembangan yang berhubungan dengan aspek penerimaan diri dan penggunaannya secara efektif ini dijaring melalui tiga indikator, yaitu: (a) sikap respek terhadap diri sendiri; (b) perawatan dan pengembangan diri; (c) pemanfaatan kemampuan diri secara efektif. Temuan tugas perkembangan ini menunjukkan bahwa sikap respek terhadap diri sendiri pada mahasiswa yang duduk di semester awal dan semester akhir menunjukkan tingkat pencapaian yang bervariasi. Pada mahasiswa yang masih duduk di semester awal, yaitu semester II, menunjukkan kecenderungan yang relatif lemah dalam pemahaman diri, konsep diri, dan kepercayaan diri, mereka juga cenderung kurang memahami dan menyadari potensi diri yang dimilikinya. Sedangkan pada mahasiswa semester IV ke atas cenderung memiliki respeksibilitas yang lebih mantap. Mereka telah memiliki kemampuan untuk mengembangkan kemampuan diri dan menyadari keterbatasan dirinya. 4). Perkembangan Pencapaian Peran Sosial sebagai Pria/Wanita Analisis terhadap aspek ini memperlihatkan bahwa mahasiswa dari keempat fakultas menunjukkan tingkat pencapaian yang seimbang. Di mana indikator-indikator yang dijadikan acuan untuk mempelajari tugas perkembangan ini dilaksanakan secara baik oleh mahasiswa. Dalam koknteks kajian perilaku, temuan ini mengandung makna bahwa mahasiswa telah mampu memilah-milah jenis peranan yang secara normatif lazim dilakukan oleh pria/wanita. Temuan lain dalam tugas perkembangan ini adalah mahasiswa dari keempat fakultas telah memiliki pemahaman yang lebih cermat terhadap peran sosial sebagai pria/wanita sesuai dengan norma masyarakat.
44
5). Perkembangan Pecapaian Hubungan Baru yang Lebih Matang dengan Teman Sebaya baik Pria/Wanita Dalam tugas perkembangan hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, baik pria/wanita, ditemukan fenomena sebagai berikut. Mahasiswa pada semester-semester awal menunjukkan kemampuan kerjasama yang baik khususnya dalam kegiatan-kegiatan penyelesaian tugas perkuliahan dan kegiatan organisasi kemahasiswaaan. Pada mahasiswa semester-semester akhir pola kerjasama yang terjadi sudah ditandai oleh nilai-nilai kompetisi, melibatkan diri dalam kelompok-kelompok sosial dan tertarik mempelajari informasiinformasi atau isu-isu kesenjangan sosial. Temuan lain yang diperoleh dalam aspek pencapaian hubungan baru yang lebih matang ini adalah kemampuan berperan secara proporsional dalam kelompoknya, yang untuk mahasiswa semester-semseter awal menunjukkan kecenderungan berkelompok atas dasar perasaan senasib dan kesamaan latar belakang. Di samping kecenderungan yang positif, perkembangan kemampuan berperan dalam kelompok secara proposional pada mahasiswamahasiswa semester awal ini juga ditandai oleh beberapa perilaku yang negatif, seperti tiaptiap anggota masih menunjukkan sikap individualitasnya, masih menunjukkan sikap berlawanan antara anggota kelompok yang berbeda jenis kelaminnya, ada anggota yang berambisi mendominasi kelompok, sementara ada juga anggota kelompok yang pasif dan mengikuti saja kelompok tanpa reserve. 6). Perkembangan Perilaku Sosial yang Bertanggung Jawab Kajian mengenai tugas perkembangan ini dipelajari dari indikator: (a) berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial baik di kampus maupun di masyarakat; (b) memiliki kepedulian terhadap kepentingan orang lain; (c) memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah sosial; (d) berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat; dan (e) bertanggung jawab terhadap perilakunya. Temuan penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang berada pada semeter VI ke atas memiliki kepekaan sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang masih duduk di semester II dan IV. Dalam hal ini kepedulian terhadap kepentingan orang lain hampir semua mahasiswa di setiap fakultas menunjukkan tingkat perkembangan yang menonjol. Hal ini sangat menungkin terjadi karena mahasiswa IAIN Raden Intan sejak awal telah diarahkan untuk memahami dan memperdulikan kepentingan orang lain, yaitu sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Mahasiswa menunjukkan kepekaan terhadap masalah-masalah sosial. Temuan studi ini menunjukkan bahwa dalam hubungannya dengan masalah-masalah sosial yang terjadi di
45
masyarakat mahasiswa IAIN Raden Intan memiliki tingkat kepedulian yang lebih tinggi. Hal ini tampak dari perilaku mereka yang lebih peduli dan aktif melibatkan diri dalam kegiatan yang bertujuan mengangkat dan menanggulangi kesenjanganan sosial, seperti kasus perjudian. Dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, temuan studi ini menunjukkan bahwa mahasiwa belum sepenuhnya mampu mewujudkan perilaku di masyarakat sesuai dengan kaidah dan norma yang berlaku. Hal ini tampak dengan masih seringnya terjadi kesenjangan antara perilaku yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat dengan kaidah dan norma yang diharapkan oleh kelompok masyarakat tersebut. Gejala ini mengembangkan temuan yang mengisyaratkan mahasiswa cenderung lemah dalam hal mewujudkan pola pikir dan pola tindak yang sistematik dalam memecahkan persoalan-persoalan kehidupan di masyarakat. Bahkan dalam bererapa kasus sering mereka cenderung melihatnya dari dimensi tertentu saja, padahal masyarakat menghendaki agar mahasiswa mampu memperlihatkan kerangka beripikir sistematik sehingga mampu mengkaji persoalan sosial dari berbagai dimensi yang terkait. Di samping itu juga masih ditemui mahasiswa yang mepersepsi diri dan almamaternya sebagai “menara gading” yang kedudukannya lebih tinggi dan cenderung terpisah dari masyarakat. Padahal masyarakat menghendaki agar mahsiswa dan almamaternya mampu berperan sebagai “menara air” yang dapat menyatu dan menjadi panutan dalam menghadapi persoalan di masyarakat. Fenomena perilaku tersebut di atas mendukung temuan selanjutnya, yakni mahasiswa belum memperlihatkan pencapaian perkembangan yang menggembirakan dalam hal kepemilikan rasa tanggung jawab terhadap beberapa tindakan yang diambilnya. Kondisi inilah yang sering menjadi penyebab mahasiswa sering bertindak emosional, sangat reaktif dalam menghadapi isu-isu sosial, baik di kampus maupun di masyarakat, namun mereka kurang antisipasif terhadap risikonya. Akibatnya, mereka cenderung mengelak atau bahkan menghindarkan diri bila harus menanggung risiko buah dari perilakunya. 7). Perkembangan Keterampilan Intelektual Indikator yang digunakan untuk mengkaji pencapaian tugas perkembangan ini, adalah: (a) kemampuan mengambil keputusan yang paling efektif bagi dirinya; (b) kemampuan berpikir sistematis; (c) kemampuan meyelesaikan konflik yang dihadapinya; (d) pemilikan keterampilan belajar yang efektif bagi dirinya; dan (e) pemahaman terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
46
Hasil penelitian indikator pertama, memperlihatkan bahwa mahasiswa belum memiliki kemampuan ynag memadai. Mereka cenderung ragu-ragu dalam mengambil keputusan, bersikap emosional, atau terkadang lebih menggunakan acuan timbangan berdimensi untung-rugi baik yang berhubungan dengan penyelesaian studi maupun dalam kegiatan-kegiatan lain di masyarakat. Hasil penelitian di atas memfenomena juga pada indikator yang kedua dan ketiga, yaitu kecenderung lemah dalam berpikir sistematik dan menyelesaikan konflik. Untuk perkembangan kepemilikan keterampilan belajar yang efektif bagi dirinya tingkat pencapaiannya cenderung lebih baik, khususnya dalam kegiatan belajar materi perkuliahan. Ditemukan adanya perbedaan kemampuan mengembangkan keterampilan belajar pada mahasiswa yang duduk di semester awal dan akhir. Mahasiswa yang masih duduk pada semester II cara belajarnya cenderung masih tergantung kepada teman-teman dalam kelompoknya, khususnya kelompok di tempat kost/di asrama. Cara belajarnya juga masih menekankan kepada dimensi kuantitatif. Namun pada mahasiswa yang duduk pada semester IV ke atas sudah memiliki keterampilan belajar yang lebih sistematis, strategis dan taktis, baik dalam hal pola pengaturan waktunya maupun cara mempelajari materi belajarnya. Terlihat mereka sudah memiliki cara belajar yang sesuai bagi dirinya masing-masing. Pada indikator yang kelima yaitu memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara menunjukkan bahwa mahasiswa cenderung belum seimbang dalam menyikapinya. Mereka sering lebih menonjolkan tuntutan terhadap hak-haknya dan cenderung kurang tanggap terhadap kewajiban-kewajibannya. Kecenderungan tersebut muncul dalam beberapa perilaku seperti mahasiswa sangat reaktif dalam menyikapi kebijakan pimpinan institut yang diperkirakan merugikan haknya sebagai mahasiswa, misalnya berkenaan dengan kenaikan SPP atau uang kuliah tunggal (UKT). Namun bila ditegur atau diperingatkan tentang kewajiban-kewajibannya mereka akan sangat lamban reaksinya. 8). Perkembangan Kemandirian Emosional Pada aspek perkembangan kemandirian emosional, ditemukan bahwa mahasiswa yang berasal dari daerah cenderung lebih mampu terbebas perasaannya dari perilaku kekanak-kanakan. Kemampuan tersebut lebih cepat terbentuk karena kondisi yang sangat kondusif, yakni mahasiswa yang berasal dari daerah luar kota Bandar Lampung harus kost atau hidup di asrama. Situasi kehidupan sehari-hari yang tidak bersama dengan keluarga ini mengharuskan mahasiswa untuk berlatih hidup sendiri, baik dalam hal pengelolaan kehidupan sehari-hari maupun dalam mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dialaminya. Kondisi “keharusan” semacam itu kurang ditemui pada mahasiswa yang berasal
47
dari kota Bandar Lampung, karena dalam kehidupan sehari-harinya mereka tinggal bersama dengan keluarga dan orang tuanya. Dampaknya mahasiwa tersebut kurang tertantang dan terlatih untuk mengembangkan kemandirian emosionalnya. Masih didukung oleh suasana kehidupan kost/asrama yang menuntut kemandirian, para mahasiswa yang berasal dari luar kota Bandar Lampung pun cenderung memiliki tingkat pencapaian perkembangan yang lebih tinggi dalam mengembangkan rasa sayang dengan orang tua tanpa perasaan terlalu bergantung kepadanya. Pada indikator kemampuan mengembangkan rasa hormat kepada orang tua tanpa bergantung kepadanya, perkembangannya tidak diwarnai oleh latar belakang asal daerah. Faktor yang mempengaruhi perkembangan indikator ini adalah lamanya mahasiswa kuliah. Hal ini tampak dari temuan yang menunjukkan bahwa mahasiswa yang duduk pada semester akhir cenderung menunjukkan perilaku menghormati dan mengakui kemampuan orang lain secara obyektif. Sikap dan rasa hormat ini juga sudah tampak pada perilaku mahasiswa yang duduk di semester awal, namun sering didasari oleh alasan yang kurang obyektif, seperti karena kedudukan, kekuasaan atau senioritas. 9). Perkembangan Kemandirian Ekonomi Hasil penelitian memperlihatkan ada pencapaian tingkat perkembangan kemandirian ekonomi mahasiswa bahwa mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan lebih dominan mempersepsi menyiapkan diri untuk mendapatkan pekerjaan sehingga mereka dapat mencapai kemandirian ekonomi. Dominasi ini dimungkinkan karena setelah menjadi alumni bisa langsung mengajar walaupunpun menjadi guru honor di lembaga pendidikan tertentu sehingga tidak menjadi pengangguran. Temuan di atas mendukung perkembangan yang lebih menonjol dalam menghargai kegiatan-kegiatan yang mendukung pengembangan karirnya kelak. Hubungannya dengan pengelolaan keuangan sesuai dengan kemampuan prioritas kepentingannya, studi ini menunjukan bahwa mahasiswa yang kost/hidup di asrama lebih mampu mengelola penggunaan keuangannya dari pada mahasiswa yang tinggal bersama dengan orang tuanya. Sejalan dengan aspek perkembangan kemandirian emosionalnya berkembangnya kemampuan mengelola keuangan yang lebih baik pada mahasiswa yang kost/hidup di asrama, juga karena didukung oleh kondisi yang mengharuskan mahasiswa mengelola penggunaan uangnya dalam kehidupan sehari-hari. 10). Perkembangan Kemampuan Memilih dan Memperseiapkan Pekerjaan Sejumlah fenomena yang ditemukan dalam pencapain tugas perkembangan ini adalah mahasiswa cenderung kurang memahami, menyadari dan menerima dengan mantap
48
mengenai jenis perkerjaan yang diminati dan dicita-citakannya, meskipun saat ini mereka telah duduk di bangku perguruan tinggi. Mereka merasa cemas terhadap peluang untuk mendapatkan kerja di masa depan karena situasi persaingan yang semakin ketat dan cenderung kurang obyekif. Selanjutnya dalam perkembangan memilih dan mempersiapkan pekerjaan mereka telah menunjukkan gejala yang positif. Sejak sekarang mereka cukup aktif mencari dan mengikuti infomasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya kelak, antara lain dengan meningkatkan keterampilan pendukung dan mempelajari berbagai kiat dalam mencari kerja dengan berpandangan bahwa mereka seyogyanya mendapatkan indeks perestasi yang tinggi sebagai salah satu bentuk usaha mengembangkan kemampuan untuk mewujudkan pekerjaan yang diidamkannya. 11). Perkembangan dalam Mempersiapkan Pernikahan dan Hidup Berkeluarga Temuan dari keempat fakultas menunjukkan bahwa dalam hal perkembangan persiapan pernikahan dan hidup berkeluarga para mahasiswa cenderung memiliki pemahaman yang positif terhadap nilai-nilai positif dari perkawinan dan hidup berkeluarga. Pemahaman terhadap aspek tersebut mendukung berkembangnya indikator kepemilikan sikap yang positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga. Pada umumnya para mahasiswa dari keempat fakultas telah memiliki sikap yang positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga. 12). Perkembangan dalam Memilih Pasangan Hidup Kajian terhadap tugas perkembangan ini menggunakan indikator memiliki kriteria calon pasangan hidup secara realistik dan mampu memilih calon pasangan hidup secara bertanggung jawab, memperlihatkan sejumlah fenomena sebagai berikut. Pertama, mahasiswa cenderung telah memiliki tentang calon pasangan hidup yang sesuai dengan kemampuan dan keadaan dirinya. Namun sebagian besar dari mereka menyatakan masih mengalami kesulitan dalam memilih atau menetapkan calon pasangan hidup yang sesuai dengan kriterianya itu. Temuan fenomena ini tidak diwarnai oleh latar belakang jurusan ataupun daerah asal mahasiswa. 13). Perkembangan dalam Penemuan Kelompok Sosial yang bermakna Pada aspek ini ditemukan gejala bahwa mahsiswa yang duduk pada semester awal cenderung belum mampu memilih dan menemukan kelompok-kelompok sosial yang menyenangkan, baik di dalam lingkungan kampus maupun lingkungan masyarakat. Kecenderungan ini menjadikan mereka belum mampu mengambil peranan dalam kelompok sosialnya untul meningkatkan kebermaknaan hidupnya. Untuk mahsiswa yang telah duduk pada semester akhir cenderung telah mampu memilih dan memasuki kelompok-kelompok
49
sosial yang sesuai dengan pandangan hidup dan sifat pribadinya. Bahkan di antara mereka telah mampu mengambil peranan yang strategis dengan menjadi pengurus inti pada organisasi-organisasi yang dimasukinya. Para mahasiswa yang termasuk dalam kelompok ini telah mampu mengambil peranan dalam kelompok sosialnya guna meningkatkan kebermaknaan hidupnya.
B. Pembahasan Hasil Penelitian Guna memperoleh pemahaman dan gambaran yang lebih komprehensif tentang hasil penelitian urgensi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung, dikaitkan dengan kebutuhan dan pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung seperti yang telah dideskripsikan di atas, berikut akan dibahas dua data temuan penelitian untuk dijadikan dasar pertimbangan membuat rancangan implementasi layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Kedua data dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Kebutuhan Mahasiswa terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi Temuan penelitian memperlihatkan bahwa mahasiswa memerlukan layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam konteks identifikasi kebutuhan mahasiswa yang dilakukan terdapat empat kebutuhan yang dirasakan mahasiswa, yakni kebutuhan belajar, kebutuhan pribadi dan sosial, kebutuhan karier, dan kebutuhan psikologis, emosional, dan kerohanian. Pembahasan dari masing-masing kebutuhan akan diutarakan secara berurutan dengan mengacu kepada konsep-konsep bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. a. Kebutuhan Belajar Data penelitian memperlihatkan bahwa tingkat kebutuhan belajar mahasiswa berada pada kategori tinggi. Temuan ini bermakna bahwa mahasiswa membutuhkan layanan bimbingan dan konseling yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Mahasiswa belum sepenuhnya menemukan, mendapatkan, dan memahami secara mendalam orientasi dan informasi mengenai iklim dan tuntutan belajar di perguruan tinggi, strategi belajar efektif dalam SKS, sejumlah prinsip belajar di perguruan tinggi, kenyamanan belajar, pengenalan mengenai system pendidikan, belum mampu memecahkan masalah belajar, pengembangan sikap dan kebiasaan belajar efektif, memerlukan bantuan peningkatan motivasi dan
50
keterampilan belajar, dan memerlukan pelatihan untuk penguasaan bahasa pengantar (bahasa Inggris dan Arab). Temuan ini menggambarkan bahwa mahasiswa membutuhkan layanan bimbingan dan konseling di IAIN raden Intan Lampung untuk dapat menyesuaikan diri dengan iklim kehidupan dan situasi belajar di perguruan tinggi, memenuhi kebutuhan belajarnya, mengantisipasi kendala dan halangan dalam mengikuti proses perkuliahan dan untuk mencapai perkembangan diri secara optimal. Temuan ini sejalan dengan temuan studi Supriadi1 yang mengungkapkan bahwa layanan bimbingan dan konseling khususnya layanan bimbingan pribadi dan social sangat dibutuhkan bagi kelancaran hidup dan komunikasi mahasiswa di perguruan tinggi.
b. Kebutuhan Pribadi dan Sosial Berdasarkan data temuan penelitian kebutuhan pribadi sosial mahasiswa berada pada kategori tinggi. Temuan penelitian ini bermakna bahwa mahasiswa memerlukan layanan bimbingan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan sosialnya. Ada sejumlah kebutuhan pribadi sosial yang dirasakan oleh mahasiswa yaitu kebutuhan rasa aman, memiliki harga diri, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, memiliki kematangan emosional, kemampuan mengaktualisasikan diri, mempunyai kemandirian ekonomi, keharmonisan pergaulan sosial, mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga, memilih pasangan hidup, dan penyelesaian sejumlah problem psikis serta pengembangan keterampilan intelektual. Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian Ardimen2 yang dilakukan di IAIN Imam Bonjol Padang yang menghasilkan bahwa ada beberapa hal yang menyangkut kebutuhan sosial, pribadi dan emosional yang dirasakan mahasiswa di perguruan tinggi. Hasil kajian penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa membutuhkan bantuan layanan bimbingan dan konseling untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakannya. Masa mahasiswa merupakan periode perkembangan ke arah otonomi (kemandirian) atau independensi pribadi. Untuk mencapai aspek ini maka mahasiswa harus mampu menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya, misalnya menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkannya secara efektif; atau mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Dalam rangka membantu mahasiswa mencapai semua ini maka adanya layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan tahapan perkembangannya sangatlah 1
Dedi Supriadi, Isu dan Agenda Pendidikan Tinggi di Indonesia, (Bandung: Rosdakarya, 1997), hal. 77. Ardimen, Implementasi Layanan Bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi Dikaitkan dengan Kebutuhan Mahasiswa, (Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung, 2000), hal. 108. 2
51
diperlukan. Hal ini sejalan dengan pendapat Havighurs3 yang mengemukakan bahwa institusi pendidikan mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu warga didiknya mencapai tugas perkembangannya. Dalam konteks ini kampus seyogyanya berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk memfasilitasi mahasiswa untuk mencapai perkembangannya secara optimal. c. Kebutuhan Karier Hasil analisis terhadap perolehan data terhadap tingkat perkembangan karier mahasiswa berada pada kategori tinggi. Tingginya kebutuhan karier mahasiswa itu dapat ditentukan dengan beberapa kriteria yang teridentifikasi, yakni mahasiswa membutuhkan bantuan untuk dapat mengembangkan kemampuan dan memiliki wawasan tentang dunia kerja, perlu adanya bantuan untuk dapat memilih pekerjaan dan jurusan studi yang dibutuhkan, perlu adanya bantuan agar dapat memahami prosedur memasuki dunia kerja, adanya bantuan untuk memperoleh informasi baru perkembangan dunia kerja, dan bantuan agar mendapatkan pekerjaan sampingan sambil kuliah. Sejumlah makna terkandung dari hasil penelitian ini, antara lain bahwa mahasiswa sangat membutuhkan bantuan bimbingan dan konseling dalam rangka memenuhi kebutuhan kariernya, dan mengantisipasi permasalahan dan tantangan kariernya di masa depan. Kenyataan yang ada di IAIN Raden Intan Lampung memperlihatkan bahwa mahasiswa belum sepenuhnya mendapatkan orientasi dan informasi tentang pengembangan kariernya. Bertolak dari permasalahan tersebut maka bimbingan dan konseling karier akan semakin dirasakan sebagai kebutuhan mendesak. Hal ini bersesuaian dengan pemikiran Supriadi 4 yang mengemukakan bahwa semakin rumitnya situasi kehidupan di masa depan yang dihadapi mahasiswa di satu sisi dan semakin beragamnya karakteristik dan kondisi mahasiswa di sisi lain, menuntut peningkatan mutu layanan pendidikan. Selanjutnya Garland dalam Ardimen 5 juga mendukung pemikiran dimaksud dengan menyatakan bahwa bimbingan mahasiswa berpotensi untuk meningkatkan kualitas hidup mahasiswa, mempersipkan pengembangan karier dan menggerakkan alumni untuk mendukung peningkatan mutu perguruan tinggi. Satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah adanya kenyataan yang dirasakan belakang ini kelihatan mahasiswa IAIN Raden Intan lampung tidak sedikit yang menjadi pengangguran. Salah satu penyebabnya kemungkinan adalah semakin ketatnya persaingan dalam merebut kesempatan kerja didukung oleh peluang kerja yang kian sempit karena 3
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung : Rosdakarya, 2004), hal. 72 Dedi Supriadi, Op Cit, hal. 103. 5 Ardimen, Op. Cit., hal. 122 4
52
ekonomi yang cenderung lambat membaik di negeri ini, dan juga kurang adanya arah dan tujuan yang jelas selama ini dari sebagian alumni lulusan IAIN, khususnya untuk alumni fakultas selain Tarbiyah dan Keguruan dan Syariah. Selanjutnya hal yang juga perlu diperhatikan adalah dari segi peluang kerja, contohnya peluang kerja pada jajaran Kementerian Agama di mana sudah ada formasi untuk tenaga penyuluh agama di tingkat kabupaten dan kecamatan. Ditilik dari segi alokasi tenaga penyuluh agama, masing-masing alumni IAIN kecuali alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan memperoleh kesempatan yang sama untuk menjadi tenaga penyuluh agama. Yang menjadi masalah dari kebijakan dimaksud adalah kurang jelasnya arah dan ketentuan tentang tenaga profesional yang jelas untuk menjadi tenaga penyuluh agama. Dalam hal ini seharusnya alumni jurusan-jurusan yang ada di Fakultas Dakwah dan Komunikasi mendapat kesempatan yang lebih besar, karena sesuai dengan orientasi studi dan tingkat profesionalitas dari fakultas itu sendiri. Oleh karena itu sangat diharapkan kepada sivitas akademika khususnya kepada pimpinan IAIN untuk dapat mensosialisasikan dan membuat semacam kesepakatan atau kerjasama dengan instansi terkait khususnya kementerian agama. Sehingga alumni Fakultas Dakwah dan Komunikasi dapat diterima sebagai suatu profesi dan bekerja pada profesinya sendiri dalam rangka pemberdayaan dan pengembangannya. Di samping itu juga perlu dirumuskan kembali kekhususan dan kejelasan arah dan orientasi dari masing-masing jurusan studi di IAIN, yang muaranya nanti berimplikasi kepada kejelasan dan kepastian bagi para alumni masing-masing jurusan dalam menempati peluang kerja baik instansi pemerintah maupun swasta. d. Kebutuhan Psikologis, Emosional, dan Kerohanian Analisis terhadap perolehan data penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan mahasiswa pada aspek psikologis, emosional, dan kerohanian berada pada kategori tinggi. Temuan ini bermakna bahwa mahasiswa sangat membutuhkan layanan bimbingan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhannya di bidang psikologis, emosional, dan kerohanian. Temuan penelitian ini sejalan dengan pemikiran Maslow6 yang menyatakan bahwa manusia juga mempunyai kebutuhan spiritual (spiritual needs) dalam kehidupannya sehari-hari. Sementara kenyataan di IAIN Raden Intan Lampung adanya laboratorium bimbingan dan konseling keberadaan, fungsi dan pemanfaatannya masih belum dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan. Padahal fasilitas yang sifatnya pelayanan seperti pelayanan 6
Syamsu Yusuf, Op. Cit. hal. 89.
53
bimbingan dan konseling, pelayanan kesehatan, selain perpustakaan keberadaannya masih sangat dinantikan oleh mahasiswa. Temuan penelitian ini juga mengandung makna bahwa kehadiran laboratorium bimbingan dan konseling sangat diharapkan oleh mahasiswa. Dengan keyakinan bahwa hal demikian akan memiliki pengaruh yang berarti dalam membina pribadi dan mental spiritual mahasiswa. Kenyataan ini didukung oleh observasi dan informasi yang diperoleh yaitu masih belum banyak mahasiswa yang mempunyai disiplin waktu dalam melaksanakan shalat, banyak mahasiswa yang pikiran emosionalnya lebih cepat daripada pikiran rasional – langsung bertindak tanpa mempertimbangkan bahkan sekejap apa pun yang dilakukannya – sehingga tidak jarang keliru atau salah arah. Masih ada sebagian mahasiswa yang kurang baik dalam bacaan Al Qurannya, bahkan masih ada sebagian kecil dari mahasiswa IAIN Raden Intan yang belum bisa membaca Al Quran. Juga sebagian kecil mahasiswa masih melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang agama. Informasi ini didukung oleh keterangan beberapa sumber di IAIN Raden Intan Lampung, di mana ada sebagian kecil mahasiswa yang suka menggelapkan buku perpustakaan. Kenyataan ini hendaknya menjadi perhatian khusus bagi sivitas akademika IAIN Raden Intan lampung dan secepatnya dilakukan penanganan serius dalam mencegah terjadinya kasus serupa. Selanjutnya untuk dapat menumbuhkembangkan kepribadian mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam dan dapat menjadikan dirinya sebagai muslim yang bertakwa, menjadi manusia sempurna (insan kamil) dihadapan Allah, perlu diberikan layanan bimbingan dan konseling islami, sehingga kebutuhan spiritualnya tidak terabaikan atau diabaikan sama sekali, usaha ke arah ini penting dilakukan. Hasil penelitian M. Jamil Yusuf7 menunjukkan bahwa bimbingan dan konseling islami dirumuskan sebagai suatu model bimbingan dan konseling yang berwawasan islami yang berusaha mempelajari keunika-keunikan tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan, alam sekitar, dan dengan alam keruhanian atau hubungan dengan Allah, guna memberikan layanan keagamaan untuk meningkatkan
kesehatan
mental,
menyembuhkan
berbagai
penyakit
masyarakat,
meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah, mengembalikan individu kepada fitrah keagamaannya, sehingga hidupnya selaras dengan ketentuan Allah.
7
Ardimen, Op.Cit. hal. 145.
54
Dalam konteks kerohanian ini Wagner8 berpendapat bahwa periode remaja dan mahasiswa dapat dikatakan periode keraguan religious yang merupakan “tanya jawab religious”, karena banyak mahasiswa menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari rangsangan emosional dan intelektual, di mana mereka ingin mempelajari agama berdasarkan pengertian intelektual – bukan menerima begitu saja atau ingin menjadi atheis atau agnostik – tetapi karena mereka ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan menentukan keputusan mereka sendiri. Namun tidak jarang mahasiswa tergelincir kepada pemikiran yang “aneh” dan “nyeleneh” bahkan dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Temuan terhadap kebutuhan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling ini menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan konseling sangat diperlukan kehadirannya di perguruan tinggi Islam ini sebagai mitra layanan pendidikan yang lain. Kekurangpahaman sivitas akademika terhadap apa dan bagaimana layanan bimbingan dan konseling berimplikasi yakni sangat mendesak untuk dikembangkan lembaga sejenis unit pelayanan terpadu di IAIN Raden Intan Lampung.
2. Pencapaian Tugas-tugas Perkembangan Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung Temuan penelitian tentang kondisi kondisi obyektif pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasisws menunjukkan bahwa aspek-aspek tugas perkembangan yang semestinya tampil menjadi dimensi keunggulan mahasiswa belum dapat diwujudkan secara optimal. Dengan kata lain penelahaan terhadap profil perkembangan mahasiswa memperlihatkan bahwa kondisi obyektif pencapaian tugas perkembangan mahasiswa belum sepenuhnya mampu mencapai tingkat kondisi ideal. Temuan
penelitian
menggambarkan
bahwa
belum
semua
indikator
tugas
perkembangan mahasiswa dapat dicapai dan berkembang dengan optimal. Dengan demikian masih ada aspek dan jenis tugas perkembangan yang membutuhkan sentuhan intervensi layanan bimbingan dan konseling untuk mengoptimalisasikan pencapaiannya. Aspek-aspek tugas perkembangan tersebut secara rinci dikemukakan sebagai berikut. Dalam aspek perkembangan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimensi indikator yang pencapaiannya tinggi melingkupi keyakinan bahwa agama yang dianutnya dapat menjamin keselamatan hidupnya dan menghormati kedua orang tua dan berperilaku sopan dalam bergaul dengan orang lain. Namun ada indikator yang pencapaiannya cenderung 8
Juntika Nurihsan dan Mubiar Agustin, Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja, Tinjauan Psikoliogi, Pendidiukan, dan Bimbingan, (Bandung: Refika Aditama, 2011), hal. 87.
55
lemah seperti pada aspek melaksanakan ibadah sebagian bagian integral dalam perilaku sehari-hari atau pengendalian diri guna menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang agama, termasuk bersikap jujur dalam keseharian baik kepada diri sendiri maupun orang lain, pun bersikap rendah hati dalam berkomunikasi dengan orang lain. Pada aspek yang cenderung rendah inilah dibutuhkan intervensi layanan bimbingan dan konseling. Kondisi obyektif fenomena di atas terdukung oleh sikap penyesuaian dan penerimaan diri yang cenderung belum memadai. Walau telah memasuki usia mahasiswa, mereka kurang mampu menunjukkan sikap dan perilaku respek terhadap diri sendiri, belum memiliki pemahaman bagaimana menyiasati keterbatasan dan kemampuan dirinya secara efektif. Bahkan tidak jarang masih dominan munculnya serangkaian perilaku mahasiswa yang tidak mandiri, suka mengeluh, cenderung menuntut, konflik berkepanjangan, hingga bermuara pada kondisi stress tinggi dan frustrasi. Masalah penyesuaian diri berkenaan dengan masalah hubungan antara identitas diri dan konformitas, dan mahasiswa yang hanya berorientasi kepada salah satu arah berarti menghindari kesejatian eksistensinya. Dengan kata lain sehat tidaknya pribadi seorang individu (mahasiswa) bergantung kepada sejauh mana mahasiswa di samping menghayati identitas dirinya juga menghayati kebersamaan, dan meletakkan keduanya dalam hubungan yang seimbang. Aspek yang seyogyanya dikembangkan dalam tugas perkembangan berperilaku sosial yang bertanggung jawab adalah kepedulian terhadap kepentingan orang lain dan kepekaan terhadap masalah-masalah social secara bertanggung jawab. Hal ini perlu ditekankan, karena akhir-akhir ini kian berkembang perilaku mahasiswa yang mengatasnamakan wujud kepedulian social tetapi kurang diwujudkan dan diimbangkan dengan perilaku yang bertanggung jawab. Dalam tugas perkembangan intelektual, unsur yang membutuhkan intervensi untuk dikembangkan meliputi kemampuan berfikir sistematis dan kepemilikan keterampilan belajar yang efektif bagi dirinya. Pada aspek perkembangan intelektual memperlihatkan bahwa masih cukup dominan mahasiswa yang posisi perkembangan intelektualnya berada pada tingkat simplisistik, memandang ilmu pengetahuan secara absolut, menggunakan dukungan data danstrategi problem solving yang sangat sedikit. Perry dalam Dwi Yuwono9 memformulasikan dualisme posisi yang ditandai oleh cara pandang terhadap konsep dan gagasan secara absolut, yaitu sebagai betul dan salah atau baik dan buruk. Dalam keseharian peristiwa dapat ditemui dengan fenomena masih banyaknya mahasiswa yang dalam 9
Dwi Yuwono, Pencarian Model Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi (Bandung: PPs IKIP Bandung, 1998), hal. 193.
56
menjawab soal-soal ujian hanya berada pada tingkat terka saja, tanpa dilandasi oleh sistematika berfikir yang memadai. Sedangkan dalam aspek mencapai kemandirian emosional indicator yang memerlukan intervensi layanan bimbingan adalah dalam hal mengembangkanaspek kasih sayang kepada orang lain tanpa bergantung padanya. Pada aspek perkembangan pribadi sosial ditemukan bahwa mahasiswa juga cenderung belum berkembang secara sehat dan optimal. Semakin berkembangnya perilaku vandalisme di kampus, permusuhan bahkan perkelahian antar kelompok mahasiswa, penyalahgunaan obat-obat terlarang, dan dilakukannya sejumlah tindakan kriminal menunjukkan bahwa kawasan dimensi pribadi sosial mahasiswa sangat membutuhkan sentuhan layanan yang memadai. Demikian juga kecenderungan dalam bersikap hedonistik dan pragmatis. Implikasinya, sangat diperlukan upaya peningkatan efektivitas pengelolaan layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi agar mampu berperan nyata dalam upaya mengoptimalkan pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa. Pemikiran ini sejalan dengan pemikiran Kartadinata10 yang mengemukakan bahwa proses bimbingan dan konseling harus membawa konseli (mahasiswa) ke arah berfikir internal, yang dimaksudkan bahwa konseli bertanggung jawab penuh atas semua masalah yang dibawanya ke dalam proses bimbingan dan konseling. Untuk itulah adanya pendekatan bimbingan hendaklah berorientasi pada pendekatan kekhalifahan atau kemakhlukan manusia, sesuai dengan esensi tugas manusia hidup di dunia ini sebagai khalifah dan berdasar kepada sifat-sifat kemanusiawian di dalam implementasinya. Dalam upaya membantu mahasiswa mencapai pribadi yang utuh, bimbingan dan konseling peduli terhadap upaya pengembangan kemampuan nalar yang motekar (kreatif) untuk bisa hidup baik dan benar. Upaya bimbingan dan konseling dalam merealisasikan fungsi pendidikan akan terarah kepada upaya membantu individu – dengan kemotekaran nalarnya
–
untuk
memperluas
(refine),
menginternalisasi,
memperbaharui,
mengintegrasikansistem nilai yang diwujudkan secara kongruen ke dalam pola perilaku yang mandiri. Dalam konteks internal, peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling, di samping diupayakan melalui komponen layanan instruksional, layanan bimbingan dan konseling perlu lebih dikembangkan. Kesejalanan pemikiran ini mengkondusifkan strategi yang relevan bila temuan tentang kondisi obyektif pencapaian tugas-tugas perkembangan
10
Sunaryo Kartadinata, Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling sebagai Upaya Pedagogis, (Bandung: UPI Press, 2011), hal. 28
57
dimaksud dijadikan dasar dalam perumusan tujuan dan pengembangan isi layanan bimbingan.
C. Rancangan Implementasi Layanan Bimbingan dan Konseling di IAIN Raden Intan Lampung 1. Dasar Pemikiran Keberadaan layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi menempati posisi sebagai komponen pendidikan terpadu dalam keseluruhan proses penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi. Layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan dapat membantu mahasiswa mencapai perkembangan optimal dengan berusaha memenuhi kebutuhannya, dapat bersikap secara mandiri, dan mempunyai kematangan emosional maupun sosial kemasyarakatan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Rancangan untuk mengimplementasikan layanan bimbingan dan konseling ini disusun berdasarkan pada temuan dan analisis kebutuhan mahasiswa terhadap layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung dan pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung. Penyusunan rancangan implementasi layanan bimbingan dan konseling yang terencana dan terarah akan dapat meningkatkan kualitas implementasi layanan bimbingan dan konseling. Selanjutnya implementasi layanan bimbingan dan konseling di IAIN ini akan difokuskan kepada aspek-aspek pengembangan program layanan bimbingan dan konseling yang didasarkan kepada kebutuhan yang dirasakan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung, peningkatan komitmen pimpinan IAIN Raden Intan Lampung terhadap keberadaan dan penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling, pengembangan struktur organisasi dan manajemen layanan bimbingan dan konseling, peningkatan profesionalitas dan kualifikasi akademik petugas bimbingan dan konseling, pengembangan isi program dan metode layanan bimbingan dan konseling, penyediaan dan pengembangan fasilitas dan pembiayaan layanan bimbingan dan konseling, peningkatan kerjasama dengan instansi-instansi lain, khususnya lembaga-lembaga yang dianggap dapat membantu upaya peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung.
2. Visi dan Misi Layanan Bimbingan dan Konseling Visi bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung adalah pengembangan. Pengembangan mengandung makna bahwa layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung tidak hanya sekedar mengembangkan layanan yang bersifat kuratif dan
58
preventif, melainkan menitikberatkan kepada antisipasi dan pencegahan kendala, mengoptimalkan serta mengupayakan kepada pemenuhan kebutuhan yang dirasakan mahasiswa. Sedangkan misi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung difokuskan kepada pemberian bantuan kepada mahasiswa dalam mengatasi hambatan dan menjawab tantangan dan kebutuhannya serta mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Misi ini menghendaki agar layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan kemudahan kepada mahasiswa dalam memecahkan masalah belajar, masalah pribadi sosial, masalah karier dan masalah dibidang psikologis, emosional, dan kerohanian.
3. Fungsi dan Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Fungsi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung adalah memberikan bantuan kepada mahasiswa dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dirasakannya untuk mencapai perkembangan optimal serta memberikan pelayanan bagi sivitas akademika ataupun masyarakat umum yang membutuhkan pelayanan bimbingan dan konseling baik secara individual maupun secara kelompok. Sejalan dengan visi, misi dan fokus kepedulian layanan bimbingan dan konseling, maka tujuan layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung diupayakan dapat membantu kelancaran studi mahasiswa serta memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dalam rangka mencapai perkembangan optimal melalui usaha pengembangan kemampuan mahasiswa dalam mengambil keputusan secara mandiri dan menyesuaikan potensi pribadi mahasiswa dengan tuntutan dan perkembangan dunia kerja dan peluang kariernya di masa yang akan datang.
4. Ruang Lingkup Layanan Bimbingan dan Konseling Dilihat dari segi sasaran, permasalahan dan program layanan bimbingan dan konseling maka ruang lingkup bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung adalah sebagai berikut. 4.1. Target Populasi Layanan Bimbingan dan Konseling Layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung diperuntukkan bagi semua mahasiswa baik mahasiswa yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah, seterusnya dapat diperluas kepada pihak lainnya seperti kepada dosen, penasehat akademik, pimpinan IAIN, dan orang tua mahasiswa serta masyarakat yang membutuhkan layanan bimbingan dan konseling. Kontribusi yang besar dari hasil layanan bimbingan dan konseling terhadap pihak-pihak lainnya tersebut akhirnya juga akan bermuara kepada mahasiswa,
59
mahasiswa sebagai subjek populasi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung merupakan komponen yang menjadi dasar bagaimana program bimbingan dan konseling itu dikembangkan dalam kerangka berpikir sistemik, komponen ini lazim disebut sebagai raw input atau masukan mentah. Dengan berpegangan pada pemikiran guidance for all, maka setiap mahasiswa memerlukan dan berhak memperoleh layanan bimbingan dan konseling. 4.2. Isi dan Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling Berdasarkan hasil temuan penelitian terhadap analisis kebutuhan mahasiswa di IAIN Raden Intan Lampung, maka kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada mahasiswa adalah layanan bimbingan belajar, bimbingan pribadi sosial, bimbingan karier, dan bimbingan di bidang psikologis, emosional, dan kerohanian. Keempat jenis layanan bimbingan yang disebutkan itu akan diuraikan berikut ini. a. Bimbingan Belajar Layanan bimbingan belajar yang diselenggarakan di IAIN Raden Intan Lampung diarahkan sebagai upaya bantuan kepada mahasiswa agar dapat memenuhi kebutuhan belajarnya dan dapat mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan potensi dan mampu mengatasi permasalahannya sendiri dalam belajar. Adapun ruang lingkup dari bimbingan belajar yang dimaksud meliputi membantu mahasiswa (1) agar memahami orientasi tentang iklim dan tuntutan belajar di IAIN; (2) agar memahami strategi belajar yang efektif dalam SKS; (3) agar memahami prinsip-prinsip belajar di perguruan tinggi; (4) agar memiliki kenyaman belajar; (5) agar mampu menyelesaikan masalah belajar dengan baik; (6) agar dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar dengan baik; (7) agar dapat meningkatkan motivasi dan keterampilan belajar; (8) dan agar dapat menguasai bahasa pengantar. b. Bimbingan Pribadi Sosial Untuk memenuhi kebutuhan pribadi sosialnya maka kepada mahasiswa perlu diberikan layanan pribadi sosial yakni layanan bimbingan yang berkenaan dengan cara-cara menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga, kampus, dan lingkungan masyarakat. Jenis bantuan yang dapat diberikan kepada mahasiswa untuk dapat memenuhi kebutuhan pribadi sosial yang dirasakannya adalah membantu mahasiswa (1) agar memiliki rasa penghargaan kepada diri sendiri; (2) untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang; (3) agar memiliki kemandirian ekonomi; (4) agar mampu mengaktualisasikan dirinya secara optimal; (5) agar dapat bergaul dengan baik dalam lingkungannya; (6) agar dapat mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga; dan (7) agar dapat menyelesaikan masalah psikis serta dapat mengembangkan keterampilan intelektual.
60
c. Bimbingan Karier Bimbingan karier yang akan diberikan kepada mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung difokuskan kepada upaya pemenuhan kebutuhan karier yang dirasakannya dan dapat mengatasi masalah-masalah kariernya di masa depan. Bimbingan karier yang akan diberikan adalah membantu mahasiswa agar (1) memiliki kemampuan dan wawasan tentang dunia kerja; (2) dapat memilih secara tepat pekerjaan dan jurusan yang dibutuhkan; (3) memahami prosedur memasuki dunia kerja; (4) memperoleh informasi baru tentang perkembangan dunia kerja; (5) memiliki semangat untuk memperoleh berbagai keterampilan; dan (6) memiliki kesiapan dalam mencari peluang kerja dan merencanakan jenis pekerjaan yang cocok dengan bakat dan minatnya. d. Bimbingan di Bidang Psikologis, Emosional, dan Kerohanian Bimbingan dan konseling yang akan diberikan kepada mahasiswa adalah bimbingan dan konseling keagamaan. Dengan bimbingan ini diharapkan mahasiswa sebagai makhluk yang beriman kepada Allah memahami serta mendalami pegangan hidupnya yaitu Al Quran dan Al Hadits. Selanjutnya membantu mahasiswa agar dapat memiliki kemandirian emosional, menyadari dan melaksanakan shalat tepat pada waktunya. Membantu mahasiswa agar dapat menyadari dan menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang agama, bersabar saat ditimpa musibah dan bersyukur bila diberi kenikmatan serta membantu mahasiswa agar dapat menyadari bahwa berbuat baik kepada orang tua merupakan keharusan dalam kehidupannya. Pun membantu mereka mengatasi konflik psikoligis yang berhubungan dengan kepercayaan dan keyakinannya. Guna mengimplementasikan layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung yang telah didasarkan kepada program yang disusun secara terarah dan terencana dan didasarkan kepada kebutuhan mahasiswa, setidaknya dapat dilakukan dengan beberapa jenis layanan bimbingan dan konseling berikut ini. a. Layanan Dasar Umum. Layanan
ini
diberikan
kepada
seluruh
mahasiswa
untuk
mengembangkan
keterampilan dasar hidupnya, mempunyai tekad, semangat, keyakinan, berakhlak mulia, dan mempunyai kemandirian serta dapat bersikap bijaksana dalam kehidupannya. Dalam layanan ini juga diupayakan dapat memahami keadaan diri mahasiswa, seperti keadaan fisik, kepribadiannya, termasuk juga lingkungan di sekitarnya seperti lingkungan keluarga, lingkungan kampus dan lingkungan masyarakat. b. Layanan Responsif.
61
Dengan layanan ini mahasiswa memperoleh kesempatan mendapatkan bantuan secara langsung dalam mengatasi permasalahan pribadi, sosial kemasyarakatan, mengayomi, dan memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan memahami serta mengembangkan potensi dirinya secara maksimal dan berhasil dalam menempuh studi dengan baik di IAIN Raden Intan Lampung. Kemudian pemberian keterangan atau informasi yang penting kepada mahasiswa seperti peraturan belajar di IAIN Raden Intan Lampung, informasi untuk memasuki jurusan tertentu, informasi karier, dan kesempatan kerja, serta informasi di bidang keagamaan, serta dapat menghadapi dan menjawab berbagai tantangan ke depan. c. Layanan Perencanaan Individual. Layanan ini difokuskan untuk membantu mahasiswa agar dapat memahami, merencanakan, dan dapat menumbuhkembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya yang akhirnya diharapkan menjadi pribadi yang mandiri, berakhlak mulia dan beriman kepada Allah. d. Placement and follow up. Layanan ini untuk memberikan berbagai alternatif penyaluran mahasiswa agar memperoleh posisi yang sesuai dengan keadaan dirinya. Misalnya, memasuki perguruan tinggi yang cocok, memasuki jurusan tertentu yang sesuai dengan keadaan dirinya, dan membantu dalam memperoleh pekerjaan sesuai dengan potensinya. Sedangkan dengan adanya follow up dapat dilakukan pemberian bantuan jarak jauh atau pun secara langsung jika memungkinkan, apabila mahasiswa mengalami permasalahan. e. Layanan Penelitian. Layanan ini berupa penelitian yang berkaitan dengan masalah dan kebutuhan yang dirasakan mahasiswa dalam proses belajarnya, penelitian terhadap psikologis mahasiswa serta lingkungan hidupnya baik lingkungan keluarga, lingkungan kampus, maupun lingkungan masyarakat.
4.3.Fasilitas dan Pembiayaan Bimbingan dan Konseling Layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan di IAIN Raden Intan Lampung perlu didukung oleh fasilitas dan pembiayaan yang memadai. Fasilitas yang diperlukan adalah, alat pengumpul dan penyimpan data, perlengkapan teknis dan perlengkapan administratif. Secara lebih rinci fasilitas dan pembiayaan yang diperlukan adalah : (a) gaji semua petugas bimbingan dan konseling; (b) kebutuhan material untuk program, perabot kantor, telepon, alat-alat khusus seperti tempat arsip, perekam, alat cetak dan biaya rekaman, ruang khusus untuk kegiatan-kegiatan bimbingan; (c) biaya program,
62
yang meliputi daftar tes termasuk pembelian alat tes, pembuatan skor, pembuatan profil, biaya rutin dan tanda penghargaan; (d) layanan mahasiswa, yang meliputi orientasi dan pertemuan-pertemuan, kegiatan-kegiatan mahasiswa, penempatan, publikasi mahasiswa; dan (e) biaya administrasi untuk sekretaris dan pembantu kantor. 4.4. Evaluasi Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi Agar layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung terarah dan terencana, dilaksanakan secara efektif dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, maka penting sekali diadakan evaluasi terhadap implementasi layanan bimbingan dan konseling. Aspek-aspek yang akan dievaluasi dari segi internal adalah koordinasi dan pengawasan kegiatan layanan bimbingan dan konseling di laboratorium, motivasi dan kerjasama antar petugas bimbingan dan konseling, kesesuaian program bimbingan dan konseling dengan kebutuhan mahasiswa, pemberdayaan laboratorium bimbingan dan konseling. Selanjutnya dari segi eksternal, aspek-aspek yang penting sekali dievaluasi adalah kelengkapan data mahasiswa dan lingkungannya, rasio petugas bimbingan dan konseling dengan jumlah mahasiswa, kelengkapan fasilitas dalam penyelenggaraan program, efektivitas dan efisiensi program layanan bimbingan dan konseling dalam membantu mahasiswa dan upaya peningkatan produktivitas perguruan tinggi, dan ketersediaan anggaran biaya untuk penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling.
5. Organisasi dan Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling Guna mengimplementasikan layanan bimbingan dan konseling secara efektif dan dapat menjangkau seluruh sivitas akademika IAIN Raden Intan Lampung dibutuhkan organisasi dan manajemen yang mantap. Organisasi layanan bimbingan dan konseling tersebut diharapkan berada langsung di bawah Rektor, dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT), tanpa mengabaikan unit-unit layanan yang ada di tingkat Fakultas. Selanjutnya seperti yang telah disebutkan di atas, layanan bimbingan dan konseling IAIN Raden Intan Lampung perlu dikelola dengan tepat dan baik, agar kegiatan tersebut berlangsung secara efektif. Fungsi-fungsi manajemen layanan bimbingan dan konseling yang berkaitan
dengan
perencanaan,
proses
pelaksanaan
program,
pengorganisasian,
pengkoordinasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan layanan bimbingan dan konseling harus dijalankan secara tepat. Kemudian tenaga pengelola layanan bimbingan dan konseling sekurang-kurangnya lulusan S.1 bimbingan dan konseling dengan koordinator sekurangkurangnya lulusan S.2 bimbingan dan konseling. Upaya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang profesional di bidang bimbingan dan konseling, dapat dilakukan oleh IAIN
63
dengan merekrut lulusan jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PBB), penataran intensif bagi petugas bimbingan dan konseling yang ada, atau mengizinkan dan memberikan beasiswa bagi mereka yang ingin mendalami bimbingan dan konseling pada jenjang S.2 dan S.3. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya untuk kemajuan proses layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung adalah adanya kerjasama yang baik antara petugas bimbingan dan konseling dengan dosen termasuk didalamnya penasehat akademik, pembimbing penulisan skripsi dan pihak terkait lainnya. Usaha ke arah itu sangat mendesak untuk dilakukan mengingat prinsip bahwa keinginan untuk memperoleh kesuksesan tidak dapat hanya dengan mengandalkan satu aspek saja, melainkan harus mempertimbangkan beberapa aspek yang terkait dengan itu. Alasan tersebut didukung dan dipertegas lagi oleh Kartadinata11 yang menyatakan bahwa perlu adanya kemauan dan usaha untuk melanjutkan aktivitas bimbingan dan konseling di perguruan tinggi dengan menyesuaikan aktivitas dan pengorganisasiannya menurut kondisi setempat sehingga fungsi-fungsi bimbingan dan konseling terintegrasikan dengan corak dan karakterisitik perguruan tinggi. Dalam hal ini juga bimbingan dan konseling semestinya diterapkan secara terintegrasi dalam proses perkuliahan di perguruan tinggi.
11
Ibid.
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan Berdasarkan temuan-temuan penelitian dan pembahasan hasil penelitian serta kajian kepustakaan tentang urgensi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung, bila dikaitkan dengan kebutuhan mahasiswa dan pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut. Pertama, dari temuan-temuan empiris studi ini berhasil diidentifikasi kebutuhan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung dan diperoleh gambaran bahwa mahasiswa sangat membutuhkan layanan bimbingan dan konseling yang tercakup dalam empat kebutuhan pokok, yakni kebutuhan belajar, kebutuhan pribadi social, kebutuhan karier, dan kebutuhan psikologis, emosional, dan kebutuhan di bidang kerohanian. Beberapa kebutuhan belajar yang dirasakan mahasiswa pada umumnya berkaitan dengan orientasi dan informasi tentang iklim dan tuntutan belajar di IAIN, strategi belajar efektif dalam SKS, berkenaan dengan prinsip-prinsip belajar di IAIN, kenyamanan belajar, keterampilan menyelesaikan problema belajar, peningkatan motivasi belajar, serta penguasaan bahasa pengantar yang meliputi Bahasa Arab dan Inggris. Selanjutnya kebutuhan pribadi dan social yang diurasakan mahasiswa berkenaan dengan memiliki rasa aman, kebutuhan harga diri, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, memiliki kemandirian ekonomi, kemampuan mengaktualisasikan diri, keharmonisan pergaulan social, persiapan pernikahan dan hidup berkeluarga, memilih pasangan hidup, dan penyelesaian problem psikis, serta pengembangan keterampilan intelektual. Sedangkan kebutuhan karier yang diurasakan mahasiswa adalah berkemampuan dan berwawasan tentang dunia kerja, ketepatan memilih jurusan dan pekerjaan yang dibutuhkan, memahami prosedur memasuki dunia kerja, keinginan untuk memperoleh sejumlah keterampilan, berwawasan dan berpengetahuan tentang lapangan kerja yang cocok, memiliki kesiapan dalam mencari pekerjaan, dan dapat merencanakan jenis pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat, serta bagaimana mendapatkan pekerjaan sampingan sambil kuliah. Adapun kebutuhan pada aspek psikologis, emosional, dan kerohanian yang dirasakan mahasiswa IAIN Raden Ingan Lampung adalah berkenaan dengan kebutuhan akan pegangan hidup sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan yang baik dan bermakna baik di dunia
65
maupun di akhirat, mampu melaksanakan shalat tepat pada waktunya, mampu menghindarkan dirinya dari serangkaian operilaku yang dilarang agama, menyeru kepada yang makruf dan mencegah kepada kemungkaran, menghormati kedua orang tua, mampu bersabar dan bersyukur, serta mampu memiliki kemandirian emosional, dan mampu mengatasi konflik psikologis berkenaan dengan kepercayaan dan keyakinan. Guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dimaksud sangatlah mendesak untuk dilaksanakan layanan bimbingan dan konseling yang sistematis, terencana, dan terarah sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik perkembangan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung. Kedua, dalam temuan penelitian berkenaan dengan pemotretan kondisi di lapangan menunjukkan bahwa belum semua aspek tugas perkembangan mahasiswa terwujud dalam perilakunya sehari-hari, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus. Hal ini mengandung makna bahwa mahasiswa belum mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal.
B. Rekomendasi Penelitian ini telah menghasilkan rancangan implementasi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung yang didasarkan kepada kebutuhan yang dirasakan oleh mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung dan kondisi obyektif pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung. Rancangan yang telah disusun tersebut mencakup sejumlah aspek yakni dasar pemikiran, visi dan misi layanan bimbingan dan konseling, fungsi dan tujuan, ruang lingkup layanan, dan organisasi dan manajemen layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung, untuk itu direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, kepada personalia Program Studi Bimbingan dan Konseling pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung diharapkan lebih menyadari pentingnya upaya peningkatan kualitas layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi dan dapat menjadi “motor” penggerak untuk diterapkannya layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung, serta dapat mempertimbangkan penyelenggaraan dan pengembangan rancangan implementasi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan lampung yang merupakan temuan akhir dari penelitian ini. Usaha, perhatian dan kerja keras ke arah ini penting dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dirasakan mahasiswa dalam perkuliahannya di IAIN Raden Intan Lampung. Selanjutnya kegiatan dimaksud juga akan berimplikasi kepada
66
hasil yang diperoleh dengan kualitas yang diharapkan menjadikan mahasiswa yang dapat menjalani proses studi dan perkembangannya kea rah perkembangan optimal, memiliki kemandirian emosional maupun spiritual dalam menatap perkembangan dan dinamika zaman di masa yang akan datang. Dengan kata lain mampu menjadikan mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung sebagai individu yang mampu menatap segala situasi dengan caranya sendiridan sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga mahasiswa dan alumni IAIN Raden Intan Lampung mampu menjadi sosok yang produktif, kreatif, dan memiliki kesiapan dalam menyikapi serangkaian permasalahan dan tantangan di era global ini. Kedua, kepada pimpinan IAIN Raden Intan Lampung diharapkan dalam upaya meningkatkan kualitas layanan pendidikan, pimpinan perlu memberikan dukungan penuh terhadap implementasi layanan bimbingan dan konseling dan selalu mengawasi kegiatan layanan bimbingannya. Diharapkan mempelajari dan memahami makna dan implikasi prinsip-prinsip dasar layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, dan memantapkan komitmen tentang visi dan misi layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, serta menetapkan serangkaian kebijakan manajerial yang sekurang-kurangnya meliputi tiga aspek mendasar, yakni (1) struktur organisasi, (2) pengadaan, persiapan, dan pengembangan staf, (3) penyediaan dan pengembangan sarana pendukung. Di samping langkah-langkah tersebut di atas, untuk tataran institusional konteks pendukung berikut juga efektif bagi implementasi layanan bimbingan dan konseling di IAIN Raden Intan Lampung, yaitu persepsi, sikap, dan partisipasi sivitas akademika akan pentingnya peningkatan layanan pendidikan berdasarkan kondisi obyektif dan perkembangan mahasiswa. Selain itu dukungan juga menyangkut (1) pengembangan program lembaga yang memungkinkan terjadinya langkah yang serasi dan seimbang dari semua unit-unit pendidikan di IAIN Raden Intan Lampung, (2) penataan jalinan kerjasama yang memungkinkan terjadinya harmonisasi kerja antar unit pendidikan sebagai suatu sistem, dan (3) pengembangan sarana dan lingkungan kampus yang membantu upaya pengembangan pribadi mahasiswa. Adapun dalam tataran kurikuler, dalam seting perkuliahan, atau seting individual, konteks yang mendukung menyangkut pengembangan muatan materi perkuliahan dan penataan iklim interaksi dosenmahasiswa yang kondusif bagi pengembangan diri mahasiswa. Ketiga, untuk penelitian mendatang masih banyak isu-isu atau tema-tema penelitiandan permasalahan yang dapat ditelitidan ditelusuri berkenaan dengan implementasi layanan
67
bimbingan dan konseling diperguruan tinggi dikaitkan dengan kebutuhan mahasiswa dan pencapaian tugas-tugas perkembangan mahasiswa. Temuan-temuan penelitian ini dapat dijadikan titik tolak untuk mengadakan penelitian lanjutan tentang layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi dari berbagai perspektif antara lain dengan meninjau berbagai kondisi objektif karakteristik perkembangan mahasiswa, karakteristik belajar di perguruan tinggi dan lingkungan perkembangannya. Kegiatan-kegiatan penelitian lanjutan dimaksud akan sangat kontributif bagi upaya pengembangan dan penyempurnaan temuan studi ini, sehingga memiliki nilai efektivitas dan kualitas yang kian meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
ABKIN (2008), Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Jalur Pendidikan Formal, Bandung: Publikasi Jurusan PPB-FIP-UPI Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani (2001) Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : PT Rineka Cipta. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu, Memanusiakan Manusia, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. An-Nahlawi, A. (1996) Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. (alih bahasa: Shihabuddin). Jakarta: Gema insani Press. Ardimen (2000) Implementasi Layanan Bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi Dikaitkan Dengan Kebutuhan Mahasiswa, Tesis pada Program Pascasarjana UPI Bandung (tidak diterbitkan) Arief Furchan (2004) Transformasi Pendidikan Islam Di Indonesia Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI .Yogyakarta : Gama Media. ---------, (2002) Pengantar Penelitian Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Atkinson R. et al. (1996) Pengantar Psikologi. Jilid II, Alih Bahasa Wijaya Kusuma. Batam : Interaksara. Aziz, Fayaz, Man Syahkumul 'Alam. (2006) (alih bahasa): Ahmad Syakur. Dicari Pemimpin Peradaban Dunia; Menakar Visi Universal Paham dan Agama-agama Besar Dunia. Solo: Era Intermadia. Bastaman, H.J. (2007). Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Blocher, Donald H. (1974) Developmental Counseling. New York : John Wiley & Sons. Dahlan, MD. (1988) Posisi Bimbingan dan Penyuluhan dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Pendidikan. Bandung : FIP IKIP. ----------, (1992) “Peranan Manusia Indonesia yang Beriman dan Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa”, Makalah, Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II di Medan, Bandung: University Press. ----------, (2004), Prespektif Filosofis-Religius dalam Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling. Dalam kumpulan makalah utama Konvensi Nasional XIII Bimbingan dan Konseling.
69 Dedi Supriadi (2002) Isu dan Agenda Pendidikan Tinggi di Indonesia. Bandung: CV Rosdakarya
---------- (1997). Profesi Konseling dan Keguruan. PPs IKIP & PPB FIP IKIP Bandung Ditjen Dikti (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Ditjen Dikti. Ditjen PMPTK. (2007) Rambu-rambu Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: PMPTK. Dwi Yuwono PS., (1998). Pencarian Model Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi, Disertasi Bandung: PPs UPI (tidak diterbitkan) Furqon. (2002). Statistik Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Gall M.D, Gall G.P., Borg, W.R. (2001) Education Research. Boston New York: Pearson Education Inc. Hall, CS. & Lindzey, G. (1993). Teori-teori Holistik Organismik-Fenomenologis). Editor: Supratiknya. Yogyarta: Kanisius Hawari, D. (2004). Al-Qur'an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. Jalaluddin. (2003) Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Juntika Nurihsan, ( 2003) Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara. ----------. (2006). Akhlak Mulia dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling Islami. Bandung: Rizqi Press. Kartadinata, S. (2000) “Pendidikan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Bermutu Memasuki Abad XXI: Implikasi Bimbingannya”. Jurnal Psikopedagogia. 1. (1). 1-12. --------- (2010). Isu-isu Pendidikan: Antara Harapan dan Kenyataan. Bandung: UPI Press. ---------, (1996) Kerangka Kerja Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan : Pendekatan Ekologis Sebagai Suatu Alternatif. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu pendidikan tanggal 18 Oktober 1996, FIP IKIP Bandung Matta. M. Anis. (2007), Model Manusia Muslim Abad XXI, Pesona Manusia Pengemban Misi Peradaban Islam. Bandung: Progressio. Muh. Farozin, (2009) Pendapat dan Kebutuhan Mahasiswa tentang Layanan PA di Perguruan Tinggi, Makalah, Bandung : SPs UPI Mujib, Abdul dan Yusuf Mudzakir. (2001). Nuansa-Nuansa Psikologi Islami. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
70
Najali, Muhammad Ustman. (2002). Jiwa dalam Pandangan Para Filusuf Muslim. terj. Gazi Saloom Bandung: SPI Natawidjaja, Rochman (2000) Bimbingan di Sekolah. Edisi Revisi.Bandung : CV Abardin. Nashori, F (2002). Agenda Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nasr, Sayyed Hossein (ed). (2002). Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam (alih bahasa: Rahmani Astuti). Bandung: Mizan. Prayitno & Amti, Erman (1994) Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud. Sidi, I.P. dan Setiadi, B.N. (2004). Manusia Indonesia Abad 21 yang Berkualitas Tinggi Ditinjau dari Sudut Pandang Psikologi [Online]. Tersedia: http://himpsi.org/BERITA%20KITA/Makalah%2004.htm [29 Oktober2010]. Sugiyono (2006). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Bandung. Sukmadinata, N.S. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa. Bandung: Maestro. Supriatna, M dan Nurihsan A.J. (2005), Pendidikan dan Konseling di Era Global dalam Perspektif Prof. Dr. M. Djawad Dahlan, Bandung: Rizqi Press. Syamsudin, Abin. (2007). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika (2005). Landasan Bimbingan & Konseling, Bandung: Remaja Rosdakarya. Yusuf, Syamsu (2000) Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.