8
BAB II KERANGKA / DASAR PEMIKIRAN 2.1
Komunikasi Massa Dalam keseharian kita selalu melakukan aktivitas berkomunikasi.Baik
berkomunikasi secara langsung maupun secara tidak langsung (menggunakan media). Proses komunikasi ini selalu kita jalani tanpa ada hentinya. Bahkan, proses berkomunikasi ini sudah kita lakukan sejak kita masih kecil. Kita sudah mengenal dengan komunikasi yang banyak sekali jenisnya. Baik itu komunikasi antar pribadi, komunikasi intrapribadi, komunikasi organisasi, komunikasi antar budaya, bahkan komunikasi massa. Semua jenis komunikasi tadi terjadi seiring dengan berkembangnya pergaulan dari seseorang tersebut dan juga berdasarkan pengalaman yang sudah ia alami sebelumnya. Komunikasi massa menurut Gerbner (1967) “Mass Comuunication is the tehnologically and institutionally based production and distribution of the most broadly shared continuous flow of messages in industrial societies”. (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industry
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
(Rakhmat, 2003: 188). Selain itu, komunikasi massa juga dapat diartikan sebagai proses penciptaan makna bersama antara media massa dan khalayaknya.3 Istilah ‘massa’ menggambarkan sesuatu (orang atau barang) dalam jumlah besar, sementara ‘komunikasi’ mengacu pada pemberian dan penerimaan arti, pengiriman dan penerimaan pesan. Salah satu definisi awal komunikasi oleh Janowitz (1960) menyatakan bahwa komunikasi massa terdiri atas lembaga dan teknik dimana kelompok-kelompok terlatih menggunakan teknologi untuk menyebarluaskan simbolsimbol kepada audien yang tersebar luas dam bersifat heterogen. Definisi oleh Janowitz ini berupaya untuk menyamakan kata ‘komunikasi massa’ dengan pengiriman (transmisi) pesan yang hanya menekankan pada aspek pengiriman saja, definisi ini tidak memasukan aspek respons dan interaksi.4 Menurut Wright, bentuk baru komunikasi dapat dibedakan dari corak-corak yang lama karena memiliki karakteristik utama sebagai berikut: diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, heterogen dan anonym; pesan yang disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak secara serentak, bersifat sekilas; komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisasi yang kompleks yang melibatkan biaya besar. Definisi Wright mengemukakan karakteristik komunikan secara khusus, yakni anonym dan heterogen.Ia juga menyebutkan pesan
3
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala dan Siti Karlinah, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2012. Hal 3 4 Morissan, Andy Cory Wardhani dan Farid Hamid, Teori Komunikasi Massa, Media, Budaya dan Masyarakat.Jakarta : PT Ghalia Indonesia. Hal 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
diterima komunikan secara serentak (simultan) pada waktu yang sama, serta sekilas (khusus untuk media elektronik, seperti radio siaran dan televisi).5 2.2
Pengertian Film Sejak awal abad ke-19 dilakukan berbagai percobaan untuk menciptakan
sebuah pesawat yang dapat memancarkan gambar yang dapat bergerak. Langkah pertama kearah cinematografi dilakukan oleh E.Muybridge, seorang petualang Inggris yang berimigrasi ke California pada tahun 1849.Awalnya adalah kegemaran bertaruh balapan kuda. Pada tahun 1977, Muybridge menempatkan 12 kamera sepanjang jalur lapangan, dan merentangkan tali-tali menyebrangi jalur. Setiap melewatinya kuda diabadikan oleh satu kamera. Muybridge merealisasikan semua gerakan asli dan memproyeksikannya dengan lentera ajaib. Selama 20 tahun sejak itu, Muybridge meneruskan pengambilan gambar bergerak. Pada tahun 1882 seorang Perancis bernama Etienne Jules Marey, mengambil gambar bergerak dengan satu kamera. Ide ini diambil dari ide Muybridge. Marey membuat sebuah senapan yang dapat menampilkan 12 gambar dalam satu detik. Perkembangan film bergerak dan berlanjut dengan cepat, apalagi setelah penemuan
film
negatif transparan.
Perkembangan
terus
berlanjut dengan
ditemukannya mesin-mesin sinema pertama. Pada tahun 1888 Thomas A. Edison menemukan kamera gambar bergerak yang bernama sinematografi. Kemudian tahun
5
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala dan Siti Karlinah. Ibid. hal 4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
1985 dua bersaudara Perancis, Augustedan Louis Lumiere (dikenal dengan Lumiere bersaudara), mengembangkan penemuan Edison sehingga ditemukan peralatan yang dapat mengambil gambar bergerak (film), memperbanyak, serta memproyeksikan ke layar (screen play). Penemuan-penemuan terus berkembang, apalagi setelah penemuan
Lumiere
mengundang
banyak
peminat
produser
film
karena
keberhasilannya menyajikan film yang baik pada saat itu. Pada awal abad ke-20, produksi film Perancis mempunyai peranan di dunia, bahkan merupakan pembuat film kolosal pertama hasil karya Charles Pathe. Pada Perang Dunia I, banyak sekali industri perfilman Eropa dan pasaran internasional mengalami kehancuran, dan memungkinkan perfilman Amerika Serikat mencapai keberhasilan. Ketika perang berakhir, Hollywood mendominasi perfilman dunia.Teknologi perfilman pun mencapai kesempurnaan, sampai kemudian ditemukan teknologi yang mampu memadukan gambar dan suara (1926-1930), suatu penemuan yang menandakan berakhirnya periode film bisu. Kemudian teknologi film berwarna semakin memacu gairah para masyarakat film. Juga berkembangnya film-film untuk siaran televisi dan film-film tiga dimensi. Dalam teknologi suara muncul teknologi dolby stereo yang membuat suara film bermunculan di semua sisi gedung bioskop. Kehadiran film sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi, pendidikan dan hiburan adalah salah satu media visual auditif yang mempunyai jangkauan yang sangat luas, mengingat sifatnya yang terbuka, cakupan pemirsanya yang tidak mengenal usia dan meliputi seluruh lapisan masyarakat mulai dari anak-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
anak, remaja, hingga orang dewasa. Luas jangkauan siaran dan cakupan pemirsanya bukan saja menjadikan film sebagai media alat untuk mempengaruhi terhadap perkembangan pengetahuan dan tingkat penyerapan pesan-pesan yang disampaikan melalui media ini jauh lebih intensif jika dibandingkan dengan komunikasi lainnya. Film dapat dikatakan sebagai suatu penemuan teknologi modern paling spektakuler yang melahirkan berbagai kemungkinan. Pertama, dalam pengertian kimia fisik dan teknik, film berarti selaput halus. Pengertian ini dapat dicontohkan, misalnya pada selaput tipis cat atau pada lapisan tipis yang biasa dipakai untuk melindungi benda-benda seperti dokumen (laminasi). Dalam fotografi dan sinematografi, film berarti bahan yang dipakai untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan foto. Kedua, film juga mempunyai pengertian paling umum, yaitu untuk menamakan serangkaian gambar yang diambil dari obyek yang bergerak. Gambar obyek itu memperlihatkan suatu serial gerakan atau momen yang berlangsung secara terus-menerus, kemudian diproyeksikan kedalam sebuah layer dengan memutarnya dalam kecepatan tertentu sehingga menghasilkan sebuah gambar hidup. Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layer terlihat gambar itu hidup. Film itu bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual yang berlanjut. Film juga merupakan serangkaian gambar-gambar yang diambil dari obyek yang bergerak memperlihatkan suatu serial peristiwa-peristiwa gerakan yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
berlaku secara berkesinambungan, yang berfungsi sebagai media hiburan, pendidikan, dan penerangan. Sebagai salah satu media informasi maka film secara otomatis akan membawa dampak baik itu positif maupun negatif kepada penontonnya. Menurut Dr. Phil Astrid Susanto, film adalah gambar yang bergerak dikenal dengan gambar hidup dan memang gerakan itu merupakan unsur pemberi hidup kepada suatu gambar, namun betapapun sempurnanya dan modernya teknik yang dipergunakan belum mendekati kenyataan hidup sehari-hari sebagaimana film. Untuk meningkatkan kesan dan dampak dari film, suatu film diiringi suara yang dapat berupa dialog atau musik sehingga dialog atau musik merupakan alat bantu penguat ekspresi, disamping suara musik, warna yang mempertinggi tingkat nilai kenyataan pada film sehingga unsur sungguh-sungguh terjadi sedang dialami oleh khalayak pada saat film diputar makin terpenuhi. Film meniru alur kesadaran yang kita alami secara mental dan visual.Sebuah kata bisa memperlambat alur ini. Film sangat ahli mempengaruhi perasaan kita. Seperti puisi, sebuah film didasarkan pada arsitektur irama (nada), pengarahan perhatian, dan simbolisme, dan tidak terlalu banyak ekspresi literal dan bebas karena film meniru drama puisi, film juga unik secara ekspresi sering kali mencerahkan dan lebih sering menghibur. Namun, harus mematuhi hokum tertentu. Film hanya bisa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
memberikan kita jumlah informasi terbatas mengenai masyarakat, budaya dan kehidupan di dalam diri manusia.6 2.2.1 Fungsi Film Berbicara soal seni, maka film ada didalam bagian dari seni itu. Berbeda dengan pendahulunya seperti sastra, film menghadirkan nuansa baru bagi pecinta seni. Keberadaan film sendiri masih terbilang dini, bila dibandingkan dengan karya seni lainnya. Meski diusia yang belum genap satu abad, film sudah mampu membawa dampak besar bagi khalayak dan mempunyai sifat yang sangat dinamis. Hal inilah yang membuat karya seni film sangat digemari oleh khalayak untuk dinikati atau bahkan untuk ikut memproduksinya. Sejalan dengan eksistensinya, maka produk film pun menuai berbagai pandangan dari banyak lapisan masyarakat. Pandangan yang tercetus pun beragam, ada yang positif dan ada pula yang negatif. Namun dari fenomena ini, kemudian kita dapat mengidentifikasi beberapa hal yang selanjutnya dapat kita kategorikan sebagai fungsi dari film tersebut. Khalayak menonton film terutama untuk hiburan. Akan tetapi dalam film terkandung fungsi informatif, maupun edukatif bahkan persuasif. Film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi 6
Michel LeGault, Think!,PT. Transmedia : 2006. Hal 46
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
muda dalam rangka nation and character building. Fungsi edukasi dapat dicapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah yang objektif atau film dokumenter atau film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang.7 2.2.2 Film sebagai Media Massa Masyarakat mengenal ilmu komunikasi sebagai bidang yang sering menyorot media massa. Sadar atau tidak, media cukup mempengaruhi kehidupan masyarakat. Bentuk-bentuk media massa ini tidak terbatas pada surat kabar cetak, tetapi juga surat kabar online (internet), televisi, radio, pamflet dan sejenisnya. Ilmu komunikasi itu sendiri tidak selalu mengkaji media yang ‘jelas’ bisa disebut media massa. Bidang ini juga mencermati media lain yang ‘sama’ atau bahkan bukan media massa tetapi digunakan untuk melangsungkan komunikasi massa. Media yang dimaksud adalah film. Sejak awal kemunculannya, film selalu mendapat perhatian dari masyarakat tidak hanya karena teknologi yang digunakan,
tetapi
juga
karena
kemampuannya
menghibur
bahkan
mempengaruhi masyarakat. Potensi film untuk ‘menghipnotis’ masyarakat ini kemudian dilihat oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu dan menjalankan propaganda melalui film. Karena dilakukan oleh sumber 7
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-film-definisi-menurut-para.html. Diakses pada tanggal 15 Februari 2017.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
(source) yang lebih sedikit daripada target (destination), dalam hal ini khalayak luas, maka propaganda yang dilancarkan melalui film merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Untuk melihat potensi film sebagai media komunikasi massa yang cukup ampuh menyampaikan pesan kepada audiens, pemahaman tentang komunikasi massa itu sendiri menjadi syarat utama. Film pada hakekatnya adalah medium komunikasi massa sebagaimana terlihat dari cirri-cirinya : 1. Sifat Informasi Film lebih dapat menyampaikan informasi yang matang dalam yang lebih utuh dan lengkap. Maka informasi dari film dapat diserap khalayak secara mendalam. 2. Kemampuan Distorsi Film sama seperti media massa lainnya, dibatasi oleh ruang dan waktu. Untuk mengatasi itu, film menggunakan distorsi dalam proses pembuatannya, baik ditahap perekam gambar maupun pemaduan gambar yang dapat menepatkan informasi. 3. Situasi Komunikasi Film lebih dapat membawakan situasi komunikasi yang menambah intensitas keterlibatan khalayak. Film menumbuhkan keterlibatan yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
lebih intim. Keterlibatan penonton dengan suatu film dapat melepas dari realitas kehidupan yang sesungguhnya. 4. Struktur Hubungan Khalayak film dituntut untuk membentuk kerangka komunikasi yang baru.Setiap kali menonton film, agar mendapat persepsi yang tepat. 5. Kemampuan Referensi Khalayak film mengalami kesulitan referensi dibandingkan dengan khalayak media massa lainnya. Khalayak film harus dapat menyerap informasi pada saat menerima. Kesalahan persepsi dan pengertian tidak dapat diperbaiki, apalagi jika penonton tidak atau belum terbiasa dengan bahasa film yang digunakan. Isi media banyak dilihat oleh pakar media massa sebagai penggambaran simbolik (symbolic representation) dari suatu budaya, sehingga apa yang disampaikan dalam media massa mencerminkan masalah hidup dalam masyarakat dan media massa merupakan pencerminan opini publik. Dalam hal ini, media massa dilihat sebagai mekanisme ideologi yang memberikan perspektif
untuk
memandang
realitas
sosial.
Media
juga
mengekspresikan nilai-nilai ketetapan normativ yang tidak bisa dipisahkan dari perpaduan antara berita dan hiburan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Media
memang
merupakan
pembentuk
definisi
realitas
sosial.Namun, realitas yang disampaikan media adalah realitas yang sudah diseleksi, yaitu realitas tangan kedua. Dengan demikian, media massa mempengaruhi pembentukkan citra mengenai lingkupan sosial yang tidak seimbang, bias dan tidak cermat. Mengenai media film, ada pandangan yang melihat film sebagai media yang menduplikasi media dengan bantuan peralatan dan teknik sinematiknya. Dalam hal ini, film dianggap sebagai medium sempurna untuk mengekspresikan realitas kehidupan
yang
bebas
dari
konflik-konflik
ideologis.
Film
sebagaimana media massa lainnya, lahir sebagai hasil reaksi dan persepsi pembuatnya dari peristiwa atau kenyataan yang terjadi disekelilingnya, lalu dari film tersebut akan lahir suatu kenyataan baru yang merupakan suatu realitas kamera. Pandangan seperti ini menyiratkan bahwa realita yang diekspresikan dalam film bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan adalah hasil dari suatu cara tertentu dalam mengkonstruksi realitas. Dengan demikian film bukan semata-mata memproduksi realitas, tetapi juga mendefinisikan realitas. Sehubungan dengan pemikiran diatas, dalam bagian ini penulis jelaskan pada teori yang menjelaskan tentang pembentukan realitas sosial dalam masyarakat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Melalui teori ini, Berger dan Luckman memandang realitas sosial sebagai sebuah proses dialektika tiga tahap yaitu eksternalisasi, objektivikasi
dan
internalisasi.
Eksternalisasi
yaitu
proses
pengekspresian diri manusia kedalam lingkungan baik secara mental maupun fisik yang ditandai oleh hubungan antara manusia dengan lingkungan dan dengan dirinya sendiri. Melalui eksternalisasi manusia menemukan dirinya dengan cara membangun dan membentuk dunia sekelilingnya, Dengan kata lain, melalui proses ini, masyarakat menjadi produk manusia. Objektivikasi adalah suatu proses dimana suatu objek telah memiliki makna umum sebelum seorang individu lahir kedunia. Hasil objektivasi ini kemudian dikenal dengan sebutan pengetahuan. Sebagian dari pengetahuan ini dianggap hanya sesuai dengan realitas tertentu. Melalui proses objektivasi, masyarakat menjadi sebuah realita alami dan diterima apa adanya. Sedangkan internalisasi merupakan proses awal keterlibatan individu untuk menjadi anggota masyarakat. Pegertian dari internalisasi adalah interpretasi dari peristiwa objektif sebagai pengekspresi makna, yaitu kesatuan dari proses-proses subjektif lainnya yang menjadi makna subjektif dalam diri individu. Melalui proses ini, manusia menjadi produk masyarakat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
2.3
Film Dokumenter Pengertian film dokumenter di Indonesia, bagi mereka yang kurang
mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, biasanya terbatas kepada film propaganda pemerintah yang membosankan, film hitam-putih yang menjelas-jelaskan segala sesuatu tanpa diminta, suatu jenis film-film yang bergerak antara penerangan dan dokumentasi, yang meskipun terkadang diakui penting dalam konteks ilmu pengetahuan, tidak dianggap sebagai sesuatu yang menarik, untuk ditonton maupun untuk dibuat.8 Gaya dan bentuk film dokumenter memang lebih baik memiliki kebebasan dalam bereksperimen meskipun isi ceritanya tetap berdasarkan sebuah peristiwa nyata apa adanya. Bentuk film dokumenter terpecah menjadi dua kategori produksi. Yang pertama, film dokumenter; yang kedua, televisi dokumenter.9 Dimulai dari sejarah film di Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Film pertama yang diputar adalah sebuah film dokumenter tentang peristiwa yang terjadi di Eropa dan Afrika Selatan, termasuk dokumenter politik yang berisi gambar Sri Baginda Maha Ratu Belanda bersama Yang Mulia Hertog Hendrig memasuki kota Den Haag.10
8
Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter: Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta : Lembaga Penerbitan Fakultas Film dan Televisi – Institut Kesenian Jakarta, 2009. 9 Gerzon R. Ayawaila. Ibid. hal 22 10 Teguh Trianton, FILM Sebagai Media Belajar, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2013
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Film genre dokumenter adalah film yang isinya merupakan dokumentasi dari sebuah peristiwa factual atau hal yang nyata. Film dokumenter, menurut Sumarno, film dokumenter film yang mengandung fakta, ia juga mengandung subjektivitas si pembuat. Film dokumenter kerap menyajikan realita melalui berbagai cara yang dibuat untuk berbagai macam tujuan. Intinya jenis film ini berpijak pada realitas yang hal-hal senyata mungkin. Karena bentuknya dokumenter, maka film ini diproduksi dengan tujuan utama untuk penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Menurut ensiklopedia, istilah dokumenter di Perancis, digunakan untuk semua film non-fiksi, termasuk film mengenai perjalanan dan film pendidikan. Film-film pertama semua adalah film dokumenter. Mereka merekam peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke stasiun. Pada dasarnya, film dokumenter merepresentasikan kenyataan. Artinya film dokumenter berarti menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan.11 2.3.1 Jenis-jenis Film Dokumenter Berikut adalah jenis-jenis film dokumenter, yaitu12 :
11
Teguh Trianton. Ibid. hal 25 Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter: Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta : Lembaga Penerbitan Fakultas Film dan Televisi – Institut Kesenian Jakarta, 2009.
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
1. Dokumenter Laporan Perjalanan Umumnya setiap perjalanan ekspedisi dibuat dokumentasinya, baik berupa film maupun foto. Sebagai contoh, ekspedisi penelitian ke Alaska dan Siberia pertama kali dibuat Cherry Kearton. Judulnya In Seville (1909). Bentuk seperti ini sekarang lebih banyak diproduksi untuk program televisi, yang memang memberi tempat bagi rekaman sebuah
petualangan
atau
perjalanan
yang
mencekam
dan
menegangkan. Song of Ceylon (1934), sebagai contoh lainnya, skenario ditulis John Grierson, penyutradaraan ditangani Basil Wright, terhitung sebagai film dokumenter berpola laporan perjalanan yang sampai sekarang masih dibhahas dalam literatur film dokumenter. Bentuk dokumenter ini juga dikenal dengan nama travel film, travel documentary, adventure films, dan road movies. Penuturan dokumenter tipe ini mengetengahkan adegan-adegan yang serba menantang atau menegangkan. Pada era 1950-an hingga 1960-an, tipe ini mampu bersaing dengan film fiksi, karena dokumenter jenis ini diputar di gedung bioskop mampu mengetengahkan suatu bentuk baru yang disebut infotainment dalam artian yang sesungguhnya, yakni penggabungan informasi dengan hiburan, bukan informasi tentang dunia hiburan dan/atau penghibur.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Istilah road movies muncul setelah dua sutradara Amerika, masing-masing Hooper (filmnya: Easy Rider, 1969) dan Robert Kramers (Route One USA, 1989), mampu menarik perhatian publik. Beberapa film fiksi Wim Wenders diantaranya: Alice in the Cities (1974), Kings of the Road (1976), The American Friends (1977), dan yang cukup terkenal Paris, Texas (1984), dikategorikan sebagai road movies. Alasannya, film-filmnya berkisah perihal adventure atau petualangan. Sementara itu, sebagaian pihak menganggap bahwa tidak semua bentuk road movies itu dokumenter.Alasannya? Ya, karena banyak adegan yang tidak berdasarkan apa adanya, karena adegan-adegan itu diciptakan untuk menambah daya tarik film. 2. Dokumenter Sejarah Awalnya, produksi film sejarah dimaksudkan untuk propaganda. Diawali saat meletusnya Perang Dunia I pada sekitar tahun 1914 hingga 1918, kemudian dilanjutkan pada Perang Dunia II sekitar tahun 1935 hingga 1950-an. Kala itu, film lebih diposisikan untuk kebutuhan propaganda. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilik dokumenter sejarah, yaitu: periode (waktu peristiwa sejarah), tempat (lokasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
peristiwa sejarah), dan pelaku sejarah. Berdasarkan ketiga unsur tersebut,
maka
dalam
melakukan
riset,
dokumentaris
dapat
bekerjasama dengan pakar sejarah, untuk memperkuat akurasi kronologi peristiwa sesuai fakta sejarah. 3. Dokumenter Potret/Biografi Isi film jenis ini merupakan representasi kisah pengalaman hidup seorang tokoh terkenal ataupun anggota masyarakat biasa yang riwayat hidupnya dianggap hebat, menarik, unik, atau menyedihkan. Bentuk potret umumnya berkaitan dengan aspek human interest, sementara isi tuturan bisa merupakan kritik, penghormatan, atau simpati. Tuturan berupa kritik misalnya mengenai seorang diktator atau tokoh kriminal yang sangat kejam atau pintar. Tuturan penghormatan misalnya tentang seorang tokoh pejuang hak asasi manusia, pejuang lingkungan hidup, atau pahlawan. Tuturan simpati biasanya menyoroti seseorang yang banyak mengalami penderitaan, atau seorang tokoh tak dikenal tetapi hasil karya atau hasil perjuangannya kelak menjadi sangat bermanfaat bagi sebagian besar masyarakat. Dari potret tentang pengalaman atau kisah hidup seseorang tokoh, dapat diberikan sebuah sketsa yang menginformasikan waktu, tempat,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
dan situasi/kondisi saat itu. Ketiga anasir informasi visual ini merupakan sesuatu yang diharapkan penonton. Potret tidak harus mengenai seseorang atau individu, tetapi dapat pula mengenai sebuah komunitas, sekelompok kecil individu atau sebuah lokasi.Sedangkan biografi, jelas ini mengenai seorang tokoh atau individu, selain mengenai profesi atau posisi, juga dikupas dan diketengahkan gambaran sejak masa kecil hingga dewasa. Jika tidak teliti dalam membuat dokumenter sejarah ataukah potret, bisa saja tejadi tumpang-tindih atau keracunan. Dokumenter tipe potret atau biografi yang terlalu banyak menampilkan proses sejarah dari lingkungan, situasi, kondisi, tempat, dan waktu, akhirnya malah bisa mendekati tipe dokumenter sejarah. Sebaliknya, bila kita ingin membuat dokumenter sejarah, namun terlalu memfokuskan pada para tokoh yang berperan dalam peristiwa tersebut sebagai pelaku sejarah, maka produksi tersebut akhirnya akan menjadi dokumenter potret yang menampilkan profil tokoh tersebut. 4. Dokumenter Perbandingan/Kontradiksi Pada pembuatan film dokumenter perbandingan, ada sedikit perbedaan denga dokumenter jenis kontradiksi. Pasalnya, dalam dokumenter perbandingan, pembuat film hanyalah mengetengahkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
perbedaan suatu situasi atau kondisi dari satu objek atau subjek dengan yang lainnya. Sedangkan untuk dokumenter kontradiksi, hampir memiliki kemiripan dengan tipe perbandingan, hanya saja tipe ini cenderung lebih kritis dan radikal dalam mengupas permasalahan. Untuk itu, tipe ini lebih banyak menggunakan wawancara untuk mendapat informasi lengkap mengenai opini publik. Jadi dapat disimpulkan, tipe perbandingan hanya menampilkan alternatifalternatif saja, sedangkan tipe kontradiksi lebih menekankan pada visi dan solusi mengenai proses menuju suatu inovasi. 5. Dokumenter Ilmu Pengetahuan Cukup jelas bahwa bentuk dokumenter ini berisi penyampaian informasi mengenai suatu teori, sistem, berdasarkan disiplin ilmu tertentu. Dengan adanya teknologi komputer untuk animasi, hal ini banyak membantu memperjelas informasi justru ketika gambar visual tak mampu memberikan detail informasi. Misalnya, informasi statistik atau gambaran mengenai sistem kerja komponen sebuah produk elektronik. Dokumenter ilmu pengetahuan sebagaimana namanya, dibuat untuk keperluan lembaga pendidikan formal atau nonformal, misalnya untuk metode sistem pengajaran yang menggunakan media audio-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
visual. Kendati demikian, tipe dokumenter ilmu pengetahuan ini dapat saja bersifat komersial dengan disisipkan unsur hiburan agar lebih menarik yang biasanya terkemas untuk program televisi dengan tujuan promosi. Dalam disiplin ilmu sosial seperti antropologi dan etnologi, tipe ini memiliki spesifikasi tersendiri, disebut antropologi visual dan film etnografi, yang dibuat untuk menginformasikan sistem budaya suatu kelompok atnis masyarakat. Sistem pengajaran yang ditunjang kemajuan teknologi komputer, audio-visual, dan internet banyak memerlukan bentuk dokumenter ini, termasuk untuk melaksanakan sistem pendidikan jarak jauh yang umumnya dikemas dalam bentuk modul. 6. Dokumenter Nostalgia Kisah yang kerap diangkat dalam dokumenter nostalgia ialah kisah kilas-balik dan napak tilas para veteran perang Amerika yang kembali mengunjungi Vietnam atau Kamboja. Atau dokumenter mengenai orang Belanda yang dulu pernah tinggal di Indonesia, kini mengunjungi tempat mereka pernah dilahirkan dan dibesarkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Dokumenter nostalgia juga bisa mengenai seorang wartawan perang, yang setelah sekian tahun kemudian kembali ke lokasi tempat dia dulu pernah bertugas meliput berita peperangan atau revolusi. Bentuk nostalgia terkadang dikemas dengan menggunakan penuturan
perbandingan,
yang
mengetengahkan
perbandingan
mengenai kondisi dan situasi masa lampau dengan masa kini. 7. Dokumenter Rekonstruksi Film ini mencoba member gambaran ulang terhadap peristiwa yang terjadi secara utuh. Biasanya ada kesulitan tersendiri dalam mempresentasikannya
kepada
penonton,
sehingga
dibutuhkan
rekonstuksi peristiwanya. Peristiwa yang memungkinkan untuk direkonstruksi dalam hal ini seperti peristiwa kriminal dan bencana. Rekonstruksi yang dilakukan tidak membutuhkan mise en scene (pemain, lokasi, kostum, make up, dan lighting) yang persis dengan kejadiannya. Yang hendak dicapai dari rekonstruksi disini adalah sekedar proses terjadinya peristiwa itu. Konsep penuturan rekonstruksi terkadang
tidak
mementingkan
unsur
dramatik,
tapi
memfokuskan pada pemaparan isu sesuai kronologi peristiwa.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
lebih
29
8. Dokumenter Investigasi Tema-tema yang menarik bagi tipe investigasi biasanya berkisar peristiwa kriminalitas dan skandal politik yang mengedepankan adegan penuh ketegangan atau suspens. Ceritanya mengetengahkan adegan demi adegan pelacakan terhadap peristiwa yang penuh sensasi. Dokumenter investigasi mencoba mengungkap misteri sebuah peristiwa yang belum atau tidak pernah terungkap jelas. Yang dipilih biasanya berupa peristiwa besar yang pernah menjadi berita hangat dalam media massa. Tipe ini disebut pula investigative journalism atau dokumenter jurnalistik. Metode kerja jurnalistik dilakukan untuk melacak sumber berita atau narasumber, untuk selanjutnya disusun data sesuai dengan kebenaran peristiwa. Tak jarang pula dokumenter investigasi menemui jalan buntu, sehingga fakta peristiwa tak pernah terungkap secara tuntas. Unsur dramatik dan ketegangan memainkan peran penting agar dokumenter bentuk ini menjadi menarik. Tujuan utama bentuk investigasi ialah melacak fakta yang tersembunyi. Oleh karena itu, saat melakukan riset kita harus jeli membedakan fakta yang ada di permukaan dan fakta yang tersembunyi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
9. Dokumenter Eksperimen/seni Film eksperimen atau film seni menggabungkan gambar, musik, dan suara atmosfer (noise). Penggabungan tersebut secara artistik menjadi unsur utama, karena tidak menggunakan narasi, komentar, maupun dialog / wawancara. Musik memberi nuasa gerak kehidupan yang dapat membangkitkan emosi penontonnya. Jenis dokumentasi ini dipengaruhi oleh film eksperimental. Sesuai dengan namanya, film ini mengandalkan gambar-gambar yang tidak berhubungan, namun ketika disatukan dengan editing, maka makna yang muncul dapat ditangkap penonton melalui asosiasi yang terbentuk dibenak mereka. 10. Dokumenter Buku Harian Dokumenter jenis ini disebut juga diary film. Dari namanya, buku harian, jelas bahwa bentuk penuturannya sama seperti catatan pengalaman hidup sehari-hari dalam buku harian pribadi. Hal ini sebenarnya sama seperti seseorang membuat dokumentasi video secara sederhana tentang kegiatan keluarga atau acara internal lainnya. Bentuk diary dapat dikombinasikan dengan bentuk laporan perjalanan (travel doc) dan nostalgia. Pada dokumenter bentuk ini sering dicantumkan secara lengkap dan jelas tanggal kejadiannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Pendekatannya memang konvensional, termasuk dalam penggunaan narasi. Karena buku harian bersifat pribadi, tak mengherankan bila terlihat pula penuturan dokumenter sangat subjektif, karena berkaitan dengan visi atau pandangan seseorang terhadap komunitas atau lingkungan tempat dia berada. 11. Dokumenter Drama Dokudarama adalah genre dokumenter dimana pada beberapa bagian film disutradarai atau diatur terlebih dahulu dengan perencanaan yang detail. Dokudrama muncul sebagai solusi atas permasalahan mendasar film dokumenter, yakni untuk memfilmkan peristiwa yang sudah ataupun belum pernah terjadi. Genre dalam dokumenter kemudian terus berkembang, hingga ke titik dimana menjadi sangat subjektif, melihat segala sesuatunya hanya dalam satu perspektif yang sangat individual. Selain menjadi subtipe film, dokudrama juga merupakan salah satu dari jenis dokumenter. Film jenis ini merupakan penafsiran ulang terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwanya hampir seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang, dan waktu) cenderung untuk direkonstruksi. Ruang (tempat) akan dicari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
yang mirip dengan tempat aslinya bahkan kalau memungkinkan dibangun lagi hanya untuk keperluan film tersebut. 2.3.2 Tahap-Tahap Pembuatan Film Dokumenter Pada dasarnya tahapan pembuatan dokumenter sama saja dengan filmfilm yang lain, yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap pra produksi, produksi, dan pasca produksi. a. Pra Produksi Dalam tahap pra produksi ini tim awalnya melakukan riset mendalam terhadap topik yang dipilih sebagai tema dokumenter. Setelah riset selesai dilakukan, tim kembali mengadakan brain stroming untuk memilah-milah data riset kira-kira bagian mana yang akan dijadikan permasalahan, klimaks, cerita, dan sebagainya. Dalam tahap produksi ini semua persiapan yang dibutuhkan dalam pembuatan dokumenter mulai dimatangkan. b. Produksi Tahapan kedua adaah produksi, dimana proses shooting dimulai, Schedule biasanya ditentukan oleh produser. Di lapangan, sutradara memulai pekerjaan dengan memastikan bahwa setiap departemen produksi beserta peralatannya dalam kondisi prima, karena produksi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
sebuah dokumenter adalah mengejar timing, biasanya tidak ada re-take kecuali dalam proses rekonstruksi cerita. c. Pasca Produksi Tahapan terakhir adalah pasca produksi, drama setiap hasil shootaudio dan visual-diserahkan kepada editor untuk dilakukan editing. 2.3.3 Pandangan Para Ahli Mengenai Definisi Film Dokumenter John Grierson adalah orang pertama yang menggunakan istilah dokumenter pada saat mengkritik film-film karya Robert Flaherty di New York Sun pada 08 Februari 1926.Dari situlah, kemudian muncul berbagai konsep mengenai film dokumenter menurut para ahli. Misalnya saja menurut Timothy Corrigan, menurutnya dokumenter adalah sebuah film nonfiksi tentang masyarakat dan peristiwanya, sering kali mengabaikan struktur naratif yang tradisional.13Disamping itu, Ira Konigsberg menjelaskan bahwa dokumenter adalah sebuah film yang berkaitan langsung dengan suatu fakta dan nonfiksi yang berusaha untuk menyampaikan kenyataan dan bukan sebuah kenyataan yang direkayasa. Film-film seperti ini peduli terhadap perilaku masyarakat, suatu tempat atau suatu aktivitas.14Sedangkan definisi film dokumenter menurut Gerald Mast dan Bruce F. Kawn, menekankan
13
Timothy Corrigan, A Short Guide to Writing About Film, edisi ke-4, New Jersey : Pearson Education. 2007. Hal 206 14 Ira Konigsberg, The Complete Dictionary, edisi ke-2.Penguin Paperbacks. 1998. Hal 103
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
dokumenter sebuah film nonfiksi yang menata unsure-unsur faktual dan menyajikannya, dengan tujuan tertentu.15 Konsep mengenai film dokumenter tentu sudah bukanlah hal asing ditelinga kita, bahkan sejak masa pemikir-pemikir luar biasa terdahulu. Setiap orang yang memiliki karakternya masing-masing serta latar belakang berbeda, jelas akan mencetuskan konsep yang tidaklah sama. Jadi, dalam hal ini dapat ditarik sebuah prinsip bahwa film dokumenter membiarkan spontanitas objek yang di film kan bukan rekayasa, maka objek riset yang menjadi penggerak utama.16 2.3.4 Teori Film Dokumenter Sejarah dunia perfilman pun mulai berkembang, terutama pada film dokumenter yang dalam hal ini dipelopori oleh Auguste Marie Louise Lumiere dan Louis Jean Lumiere atau dikenal dengan Lumiere Brother. Lewat proyektor ciptaan mereka, pemutaran film dokumenter dapat dilakukan di pelbagi tempat yang berbeda. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, maka muncullah beberapa penggiat dokumenter lain yang teorinya pun masih menjadi referensi dalam setiap kajian. Beberapa nama tersebut adalah Robert Flaherty, John Grierson, dan Dziga Vertov.
15
Gerald Mast, & Bruce F. Kawn, A Short History of The Movies, edisi ke-7, Longman. 2005. Hal 64 Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Produksi Televisi, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012. Hal 319 16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Robert Joseph Flaherty (lahir di Iron Mountain, Michigan, 16 Februari 1884, meninggal di Dummerston, Vermont, 23 Juli 1951) adalah pembuat film Nanook of the North yang dimana film tersebut dinobatkan sebagai The Best Moving Picture of 1922-1923. Dalam menggarap sebuah karya, Flaherty memusatkan perhatiannya pada tahap produksi (shooting). Gambar yang indah hasil penataan fotografi yang sudah dikonsepkan dalam ide kreatifnya, merupakan tuntutan dalam membuat film. Flaherty percaya bahwa esensi dari kreasi dalam membuat film dokumenter terletak pada kamera. Disamping itu, ada pula tokoh yang memberikan pendapatnya sendiri mengenai film dokumenter. Ia adalah John Grierson, ia adalah tokoh dokumentaris Inggris, yang dianggap pelopor dokumenter aliran kontemporer. Pada setiap pembuatan film dokumenternya, Grierson selalu memusatkan perhatiannya pada konsep tertulis (treatment, skenario). Baginya, konsep pada cetak biru yang dibuat saat persiapan produksi (pra-produksi) sangat penting, karena dapat menjadi penentu baik buruknya sebuah proses kerja produksi serta kualitas film yang dihasilkan. Berbeda dengan Flaherty dan juga Grierson, tokoh Dziga Vertov pun memiliki pandangannya sendiri tentang film dokumenter. Dziga Vertov yang memiliki latar belakang sebagai reporter bependapat bahwa kamera merupakan mata film, dan film dokumenter bukan menceritakan suatu realitas objektif, melainkan suatu realitas berdasarkan apa yang terlihat dan terekam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
oleh kamera sebagai mata film. Singkatnya, Vertov beranggapan bahwa proses yang sangat penting dalam produksi film dokumenter adalah terletak pada tahapan editing. Karena pada tahapan ini, segala materi gambar dapat dikelola sedemikian mungkin menjadi satu karya dokumenter. 2.4
Sutradara 2.4.1 Pengertian Sutradara Di proses pementasan teater, penanggung jawab proses transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara yang merupakan pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater. Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja sutradara, meskipun unsur-unsur lainnya juga berperan tetapi masih berada di bawah kewenangan sutradara. Pada mulanya pementasan teater tidak mengenal sutradara. Pementasan teater muncul dari sekumpulan pemain yang memiliki gagasan untuk mementaskan sebuah cerita. Kemudian mereka berlatih dan memainkannya di hadapan penonton. Sejalan dengan kebutuhan akan pementasan teater yang semakin meningkat, maka para aktor memerlukan peremajaan pemain. Para aktor yang telah memiliki banyak pengalaman mengajarkan pengetahuannya kepada aktor muda. Proses mengajar dijadikan tonggak awal lahirnya sutradara. Dalam terminologi Yunani, sutradara (director) disebut didaskalos yang berarti guru,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
dan pada abad pertengah di seluruh Eropa istilah yang digunakan untuk seorang sutradara dapat diartikan sebagai master.17 Menurut Robert Cohen (1994) istilah sutradara seperti yang dipahami dewasa ini baru muncul pada jaman Geroge II. Seorang bangsawan (duke) dari
Saxe-Meiningen
yang
memimpin
sebuah
group
teater
dan
menyelenggarakan pementasan keliling Eropa pada akhir tahun 1870-1880. Dengan banyaknya jumlah pentas yang harus dilakukan, maka kehadiran seorang sutradra yang mampu mengatur dan mengharmoniskan keseluruhan unsur artistik pementasan dibutuhkan. Meskipun demikian, produksi pementasan teater Saxe-Meiningen masih mengutamakan kerja bersama antar pemain dengan giat berlatih untuk meningkatkan kemampuan berakting mereka. Model penyutradaraan seperti yang dilakukan oleh George II diteruskan pada masa lahir dan berkembangnya gaya realism. Andre Antoine di Tokohcis dengan Teater Libre serta Stansilavsky di Rusia adalah dua sutradara berbakat yang mulai menekankan idealism dalam setiap produksinya.
Max
Reinhart
mengembangkan
penyutradaraan
dengan
mengorganisasi proses latihan para aktor dalam waktu yang panjang. Gordon Craig merupakan seorang sutradara yang menanamkan gagasannya untuk para
17
Herman Sutanto, (2008, Agustus), Awal Mula Penyutradaraan [online]. Diakses pada tanggal 23 Februari 2017 dari http://16sanggarsastra.unirow.ac.id
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
aktor sehingga ia menjadikan sutradara sebagai pemegang kendali penuh sebuah pertunjukan teater.18Berhasil tidaknya sebuah pertunjukkan teater mencapai takaran artistik yang diinginkan sangat tergantung kepiawaian sutradra. Dengan demikian sutradara menjadi salah satu elemen pokok dalam teater modern. Oleh karena kedudukannya yang tinggi, maka seorang sutradara harus mengerti dengan baik hal-hal yang berhubungan dengan pementasan. Oleh karena itu, kerja sutradara dimulai sejak merencanakan sebuah pementasan, yaitu menentukan lakon. Setelah itu tugas berikutnya adalah menganalisis lakon, menentukan pemain, menentukan bentuk dan gaya pementasan, memahami dan mengatur blocking serta melakukan serangkaian latihan dengan para pemain dan seluruh pekerja artistik hingga karya teater benarbenar siap untuk dipentaskan. Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan
proses
terciptanya
pementesan,
sutradara
juga
harus
bertanggung jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam tugasnya seorang sutradara dibantu oleh stafnya dalam menyelesaikan tugastugasnya, tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab utama. Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan yang luas agar mampu
18
Herman J. Waluyo. Drama Teori dan Pengajarannya. PT Hanindita Graha Widya, 2001. Hal 89
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan dapat mengatasi kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan. Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai pedoman yang pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul. Ada beberapa tipe sutradara dalam menjalankan penyutradaraannya,19yaitu : 1. Sutradara konseptor. Ia menentukan pokok penafsiran dan menyarankan konsep penafsirannya kepada pemain. Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok penafsiran tsb. 2. Sutradara diktator. Ia mengharapkan pemain dicetak seperti dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk menjadi robot-robot yang tetap buta tuli. 3. Sutradara koordinator. Ia menetapkan diri sebagai pengarah atau polisi lalulintas yang mengkoordinasikan pemain dengan konsep pokok penafsirannya. 4. Sutradara paternalis. Ia bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin para anggotanya. Film disamakan dengan padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang harus setia kepada sutradara. 19
Herman Sutanto. Loc.Cit.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
2.4.2 Teknik Penyutradaraan Produksi film dokumenter yang sangat mengutamakan fakta dan realita, bukan berarti tanpa ada rancangan. Sebuah rancangan mulai dari pra produksi, produksi hingga paska produksi sudah pasti harus dilakukan. Pasalnya, film dokumenter pun perlu memiliki alur yang jelas dan gambar yang baik. Oleh sebab itu, perancanga perlu dibuat. Yang membuat perancangan sendiri adalah seorang sutradara. Bila ditinjau dari Kamu Besar Bahasa Indonesia Online20, definisi sutradara ialah orang yang memberi pengarahan dan bertanggung jawab atas masalah artistik dan teknis dalam pementasan drama, pepbuatan film, dan sebagainya. Sutradara mencoba membuat ide apa yang akan diproduksi menjadi sebuah karya film dokumenter. Kemudian, ia melakukan observasi atau riset secara langsung ke lapangan untuk memperoleh data. Tidak hanya datang langsung ke lokasi, sutradara pun perlu melakukan riset kepustakaan, wawancara dengan pihak terkait hingga menemukan satu karakter yang sesuai dengan ide yang akan diproduksi. Setelah menemukan ide, maka sang sutradara perlu memikirkan gambar apa yang sesuai denga cerita yang akan diangkat. Sutradara besar Indonesia pernah mengatakan bahwa membuat film bagaikan “menulis
20
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbud (Pusat Bahasa).Ebta Setiawan (online). Diakses pada tanggal 23Februari 2017 pukul 22.20 WIB dari http://kbbi.web.id/sutradara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
dengan gambar”. Oleh karena itu, seorang sutradara harus selalu berpikir lewat gambar.21 Terkait jumlah tim produksi, semakin sedikit kru yang terlibat, akan semakin efisien film dokumenter yang dibuat. Hal ini karena, sutradara berperan dalam menciptakan point of view bagi karyanya dan berperan juga dalam menciptakan rasa nyaman bagi subyek filmnya. Pada kegiatan memproduksi film, seorang sutradara sudah pasti terlibat di semua tahap mulai dari pra produksi, produksi dan paska produksi. Bahkan, seorang sutradara ini sudah memiliki bayangan tentang seperti apa hasil jadinya dari film yang akan ia buat tersebut. Kesabaran mengelola produksi, wawasan luas tentang seluk beluk produksi, kejelian kontinyuitas, ketelitian sinkronisasi adalah beberapa kunci sukses diantaranya.22 2.4.3 Tiga Struktur Bertutur Salah satu mutlak dokumenter adalah harus ada perkembangan dan perubahan fakta-fakta, jangan terlalu berdiam pada sebuah situasi statis.Proses perubahan dan perkembangan dapat bersifat waktu (perubahan musim, dari musim kemarau ke musim hujan, musim tanam dan musim menuai bagi petani), atau bersifat fisik (mendapat rumah, pekerjaan baru, atau melakukan perjalanan baru), atau bersifat psikologis (seorang narapidana mendapat
21
Fajar Nugroho. Cara Pinter Bikin Film Dokumenter.Yogyakarta : Penerbit Indonesia Cerdas. 2007. Hal 114 22 Bayu M. Widagdo, dan Winastwan Gora. Bikin Sendiri Film Kamu.Yogyakarta : PD Anindya. 2004. Hal 41
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
kebebasan, seorang anak yang baru bekerja dan menikmati gaji pertama, atau seorang dewasa yang baru mulai belajar membaca dan menulis). Konflik dalam dokumenter tidak harus dipahami sebagaimana konflik ciptaan pada film fiksi. Konflik dalam film dokumenter sudah tersedia, tinggal bagaimana menggarap atau mengarahkan konflik tersebut menjadi menarik dengan melihat aspek dramatiknya. Konflik pun tidak selalu harus konflik emosional, namun konflik intelektual juga dapat menarik bagi dokumenter. Ada dokumenter yang menampilkan urutan sejumlah konflik, yakni konflik pertama berkesinambungan dengan konflik-konflik berikutnya, sehingga keseluruhan
gabungan
konflik
tersebut
memberikan
suatu
gerak
perkembangan. Kombinasi dari konflik-konflik tersebut bisa berasal dari suatu karakter subjek, atau dari dua karakter, atau gabungan konflik antara karakter dan lingkungan. John Grierson23 pernah menyatakan, “Dokumenter yang bagus harus memperlihatkan kekuatannya, dalam membuat kehidupan sehari-hari menjadi dramatik, dan masalah yang ada menjadi suatu pusi.” Dalam hal ini, terdapat tiga cara umum berkaitan struktur penuturan, yakni secara kronologis, tematis dan dialektik.
23
Henk Suer, Scenarioschrijven voor documentairies, Uitgeverij Uniepers, Abcoude, 1992, hal 41.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
1. Secara Kronologis. Yakni, peristiwa dituturkan secara berurutan dari awal hingga akhir. Pada struktur ini, yang namanya waktu menentukan konstruksi atau konstruksi alur kisah bergantung pada waktu. Misalnya jika menggunakan gaya bertutur ‘buku harian’, dilakukan teknik kilas-balik, maka susunan adegan akan mengikuti perjalanan waktu. Di sini struktur kronologis mau tak mau akan terputus, tetapi susunan adegan akan terjaga karena diatur oleh waktu. Struktur ini bisa dipakai dalam film dokumenter sejarah. 2. Secara Tematis. Yakni, cerita dipecah ke dalam beberapa kelompok tema, yang menempatkan sebab dan akibat digabungkan dalam tiap sekuens (sequence). Dalam satu adegan penulis bisa membangun serta menggabungkan sebab dan akibatnya. Hasil gabungan sebab dan akibat dari suatu fakta, yang terdiri dari beberapa adegan itu, lalu disusun ke dalam satu sekuens. Struktur ini biasa dipakai bila fokus cerita adalah sebuah objek lokasi, yang merupakan tempat sejumlah subjek (orang) melakukan aktivitas hidupnya. Misalnya saja film yang berlokasi di tempat wisata Monas, yang selalu ramai oleh beragam orang yang punya kebutuhan ekonomi atau untuk rekreasi. Kegiatannya pun mencangkup tukang parkir, petugas keamanan, penjaga loket, pedagang, dan juga pengunjung. Untuk menceritakan kehidupan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
setiap subjeknya, perlu dipecah ke dalam beberapa tema yang berkaitan. 3. Secara Dialektik. Pada struktur ini lebih memiliki kekuatan dramatik dibandingkan dua lainnya, karena struktur dialektik menyuguhkan suatu tandatanya atau masalah yang langsung diberi jawabannya. Apabila ada aksi, langsung diikuti dengan reaksi. Dalam struktur dialektik terdapat variasi menarik dari cara bertutur yang kontras. Dalam sebuah peristiwa yang terjadi pada waktu bersamaan, sutradara dapat menempatkannya ke dalam sebuah kontradiksi. Tidak ada aturan mengenai panjang-pendeknya suatu adegan, tempo, dan dinamika irama. Misalnya, irama dan tempo film dokumenter Amerika Serikat lebih tinggi atau lebih cepat disbanding film dokumenter gaya Eropa. Tempo dan ritme film dokumenter Finlandia lebih lamban disbanding dokumenter Prancis.Demikian pula hanya pada film fiksi. Hal yang harus dicegah adalah jangan sampai alur cerita di antara dua adegan menjadi statis. Oleh karena itu perlu ditarik garis parallel yang berbeda-beda dalam alur ceritanya. Untuk menjaga agar penonton tidak merasa bosan menantikan klimaks cerita, umumnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
lima hingga sepuluh menit menjelang akhir cerita, disuguhkan adeganadegan dramatik atau adegan-adegan penting dari isi cerita. Penting bahwa realita dalam film dokumenter harus selalu memiliki konteks, karena konteks merupakan makna fakta dari satu peristiwa. Disamping itu konteks juga merupakan pokok utama dalam sebuah penuturan. 2.4.4 Empat Konsentrasi Sutradara Dasar pembuatan film dokumenter adalah mempresentasikan realita berupa perekaman gambar apa adanya. Justru karena apa adanya, setiap adegan sifatnya alamiah atau spontan, yang akan selalu berubah sehingga sulit untuk direkayasa atau diatur. Sutradara dokumenter sudah harus memiliki ide dan konsep yang jelas mengenai apa yang akan disampaikan dan bagaimana menyampaikannya secara logis dan mampu member emosi dramatik. Sutradara harus memiliki sudut pandang dan pengamatan kuat terhadap objek dan subjeknya. Dengan adanya sudutpandang dan pengamatan yang kuat inilah penafsiran atau interpretasi sutradara tidak akan mengubah konstruksi fakta yang ada. Interpretasi sutradara dapat memenggal-menggal realita yang ada. Karena itu, penggunaan teknik direct sound dapat menjaga dan memagari kesinambungan kenyataan tersebut. Jika seorang sutradara dokumenter
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
sembarang atau salah menginterpretasikan suatu fakta adegan, itu sama halnya dengan memanipulasi kenyataan serta mengelabui kepercayaan penonton. Untuk member sentuhan estetika pada film, ada empat topik utama yang menjadi konsentrasi sutradara, yakni; pendekatan, gaya, bentuk, dan struktur.24 1. Pendekatan Untuk jenis film dokumenter sendiri, terdapat dua pendekatan yang dapat dipilih, yakni esai atau naratif. Keduanya memiliki perbedaan yang spesifik dan menuntut daya kreatif tinggi sutradara. Pendekatan esai dapat dengan luas mencangkup isi peristiwa yang dapat diketengahkan secara kronologis atau tematis. Namun, menahan perhatian penonton untuk tetap menyaksikan sebuah pemaparan esai selama itu mungkin cukup berat, mengingat umumnya penonton lebih suka menikmati pemaparan naratif. Sedangkan pendekatan naratif mungkin dapat dilakukan dengan konstruksi konvensional tiga babak penuturan. Pada bagian awal dapat dijabarkan tentang perkenalan sebuah konflik yang terjadi untuk merangsang rasa ingin tahu penonton. Kemudian pada bagian kedua
24
Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter: Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta : Lembaga Penerbitan Fakultas Film dan Televisi – Institut Kesenian Jakarta, 2009.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
dapat dipaparkan tentang tokoh-tokoh yang terlibat hingga klimaks dari konflik yang terjadi. Sedangkan pada bagian akhir, dapat ditampilkan dampak-dampak apa saja yang terjadi paska konflik tersebut dan bisa juga ditampilkan nilai-nilai moral yang dapat diambil oleh penonton. 2. Gaya Pada pembuatan film dokumenter sendiri, ada beberapa gaya yang dapat digunakan sesuai dengan kreativitas sang dokumenteris. Namun, ranah
sosial
sendiri
selalu
terbuka
dengan
perkembangan-
perkembangan yang ada. Dalam gaya, ada tipe pemaparan eksposisi (expository documentary), observasi (observational documentary), interaktif (interactive documentary), refleksi (reflexive documentary), dan performatif (performative documentary). a. Eksposisi (expository documentary) adalah tipe pemaparan yang terhitung konvensional, umumnya merupakan tipe format dokumenter televisi yang menggunakan narator sebagai penutur tunggal atau bisa disebut dengan Voice Of God. b. Observasi
(observational
documentary)
adalah
tipe
pemaparan yang hampir tidak menggunakan narator.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
Konsentrasinya pada dialog antar subjek, sedangkan sutradara menempatkan dirinya sebagai observator. c. Interaktif (interactive documentary) adalah tipe pemaparan yang dimana sutradara yang berperan aktif dalam filmnya. Komunikasi sang sutradara dengan subjeknya sengaja ditampilkan
(in
frame).
Tujuannya
sendiri
untuk
memperlihatkan adanya interaksi langsung antara sutradara dengan subjek. Jadi pada tipe ini, tidak hanya menampilkan kegiatan wawancara, namun sekaligus memperlihatkan bagaimana wawancara itu dilakukan. Sedangkan sutradara memosisikan diri sebagai partisipan. d. Refleksi (reflexive documentary) adalah tipe pemaparan yang sangat jarang ditemui. Gaya refleksi sendiri berbeda jauh dengan gaya interaktif, karena yang menjadi fokus utama adalah penuturan proses pembuatan syuting film ketimbang menampilkan keberadaan subjek atau karakter dalam film itu sendiri. e. Performatif
(performative
documentary)
adalah
tipe
pemaparan yang yang hampir mendekati film fiksi. Pasalnya pada film jenis ini sangat memperhatikan kemasan yang harus semenarik mungkin. Bila umumnya dokumenter tidak mementingkan alur penuturan atau plot,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
dalam gayaperformatif malah lebih diperhatikan. Sebagai pendapat mengategorikanya sebagai film semi-dokumenter. 3. Bentuk Prinsipnya setelah mendapatkan hasil riset, kita sudah dapat menggambarkan secara kasar bentuk penuturan yang akan dipakai. Dengan menentukan sejak awal bentuk yang akan dipilih sebagai kemasannya, selanjutnya pendekatan, gaya dan struktur akan mengikuti ide dari bentuk tersebut. Bentuk pun tidak harus berdiri sendiri secara baku, karena sebuah tema dapat merupakan gabungan dari dua bentuk penuturan. 4. Struktur Struktur merupakan kerangka rancangan untuk menyatukan berbagai anasir film sesuai dengan yang menjadi ide penulis atau sutradara. Struktur film memiliki makna estetika, psikologis, dan bahasa visual (sinematografi) yang lebih luas lagi. Harus diakui bahwa struktur lebih dipentingkan oleh film fiksi daripada film dokumenter, tapi seni tanpa struktur akan mengalami kekeringan estetika.
http://digilib.mercubuana.ac.id/