UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS GELATIN SAPI DAN GELATIN BABI PADA PRODUK CANGKANG KAPSUL KERAS OBAT VITAMIN DAN MINERAL MENGGUNAKAN FTIR DAN KCKT
SKRIPSI
FATHMAH SYAFIQOH 1110102000001
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2014
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS GELATIN SAPI DAN GELATIN BABI PADA PRODUK CANGKANG KAPSUL KERAS OBAT VITAMIN DAN MINERAL MENGGUNAKAN FTIR DAN KCKT
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
FATHMAH SYAFIQOH 1110102000001
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2014
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama
: Fathmah Syafiqoh
NIM
: 1110102000001
Program Studi
: Farmasi
Judul Skripsi
: Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin Babi pada Produk Cangkang Kapsul Keras Obat Vitamin dan Mineral Menggunakan FTIR dan KCKT
Disetujui oleh
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama
: Fathmah Syafiqoh
NIM
: 1110102000001
Program Studi : Farmasi Judul Skripsi : Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin Babi pada Produk Cangkang Kapsul Keras Obat Vitamin dan Mineral Menggunakan FTIR dan KCKT Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal
: 29 Agustus 2014
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama
: Fathmah Syafiqoh
Program Studi : Farmasi Judul Skripsi
: Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin babi pada Produk Cangkang Kapsul Keras Obat dan Vitamin Menggunakan FTIR dan KCKT
Gelatin sering digunakan secara luas dalam industri farmasi pada pembuatan cangkang kapsul keras. Penggunaan gelatin pada cangkang kapsul keras menimbulkan kontroversi karena adanya kekhawatiran konsumen mengenai kehalalan sumber gelatin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan gelatin sapi dan gelatin babi pada cangkang kapsul keras dengan FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy) dan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Analisis Komposisi asam amino pada cangkang kapsul keras dilakukan dengan KCKT, sampel dihidrolisis terlebih dahulu dengan HCl 6N kemudian diderivatisasi menggunakan AQC (Aminokuinolil-Nhidroksisuksini-midil karbamat). Analisis gugus fungsi pada sampel cangkang kapsul keras dilakukan dengan FTIR, sampel diekstraksi terlebih dahulu menggunakan aseton dingin pada suhu -20oC lalu dianalisis dengan alat FTIR pada panjang gelombang 4000-750cm-1. Setelah itu dilakukan analisis data menggunakan Principal Component Analysis (PCA) untuk mengklasifikasikan antara gelatin sapi dan babi pada cangkang kapsul keras. Berdasarkan kurva score plot FTIR standar gelatin babi berada pada kuadran 2 dan standar gelatin sapi berada pada kuadran 1. Pada lembar cangkang kapsul babi berada pada kuadran 3 dan lembar cangkang kapsul sapi berada pada kuadran 4. Sedangkan hasil kurva score plote KCKT standar gelatin babi dan lembar cangkang kapsul babi berada pada kuadran 2. Standar gelatin sapi dan lembar cangkang kapsul sapi berada pada kuadran 3. Hasil analisis gelatin sapi dan gelatin babi dengan metode FTIR dan KCKT dapat disimpulkan bahwa metode FTIR dan teknik kemometrik PCA dapat mengklasifikasikan antara gelatin sapi dan gelatin babi sedangkan analisis menggunakan KCKT dan teknik kemometrik PCA dapat membedakan komposisi asam amino pada standar gelatin sapi dan babi serta lembar cangkang kapsul yang dibuat sendiri, tetapi belum bisa membedakan sumber gelatin yang dipakai pada produk cangkang kapsul keras yang diambil dari pasaran.
Kata kunci: gelatin, cangkang kapsul keras, KCKT, FTIR, PCA
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Nama
: Fathmah Syafiqoh
Program Studi : Farmasi Judul Skripsi : Analysis Bovine Gelatin and porcine Gelatin in Hard Shell Capsule Products on Drugs and Vitamin Using FTIR dan HPLC Gelatin was widely used in pharmaceutical industry for manufacturing of hard shell capsules. The use of gelatin in the capsule caused controversy due to consumer concerns about halal gelatin source. This study aimed to determine differences of bovine and porcine gelatin used in the hard shell capsule by FTIR and HPLC. Analysis of amino acid composition in hard shell capsule was determined by HPLC, the sample was hydrolyzed with HCl 6N and derivatization with AQC (Aminokuinolil- N- hidroksisuksini- midil carbamate). Analysis of functional groups in hard shell capsule was determined by FTIR, the samples were extracted using cold acetone at -20°C and analyzed by FTIR at a wavelength 4000-750cm-1. Analysis of the data was performed using the Principal Component Analysis (PCA) to classify between bovine and porcine gelatin in hard shell capsule. Based on the score plot curve of FTIR standard gelatin of porcine was in quadrant 2 and standard gelatin of bovine was in quadrant 1. In sheets of hard shell capsule porcine were in quadrant 3 and sheets hard shell capsule bovine were in quadrant 4. While based on the score plot curve of HPLC standard gelatin of porcine and sheets hard shell capsule porcine were in quadrant 2. Standard gelatin of bovine and sheets hard shell capsule bovine were in quadrant 3. The results of the analysis of bovine and porcine gelatin with FTIR and HPLC could be concluded that the FTIR method and technique chemometric PCA can classify between bovine and porcine gelatin whereas analysis using HPLC and techniques chemometric PCA could classify standard bovine and porcine gelatin and capsule shells self made but was not successful for classification of commercial capsule shells.
Keywords : gelatin, hard capsule, HPLC, FTIR, PCA
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin
atas
segala
nikmat
iman,
Islam,
kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam untuk tuntunan dan suri tauladan Rasulullah Shallallahu‘alaihiwasallam beserta keluarga dan sahabat beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini dapat dinikmati oleh seluruh manusia di dunia. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana farmasi dari Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Judul skripsi ini adalah “uji aktivitas antibakteri ekstrak daun sintok (Cinnamomum sintoc Blume.) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta analisa komponen senyawa fraksi aktif dengan kromatografi gas – spektrometri massa”. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Zilhadia, M.Si, Apt selaku pembimbing kedua yang senantiasa dengan sabar tulus dan ikhlas memberikan arahan, bimbingan, dorongan, semangat, saran dan solusi selama penelitian dan penulisan skripsi. 2. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Para laboran Farmasi UIN, Ka Liken, Ka Rahmadi, Ka Eris, Mba Rani, Ka Lisna dan Ka Tiwi yang telah banyak membantu selama praktikum maupun penelitian. 6. Mama yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan doa yang tiada henti serta dukungan baik moral maupun materil dan almarhum ayah yang telah mendidik dan memberi nasehat semasa beliau ada. Kasih sayang yang kalian berikan sungguh tak ternilai. 7. Kaka dan adikku tersayang, Rahmi Asyifani yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa, Rahmah Nur Sabrina yang selalu mendukung dan memberikan bantuan setiap kali dibutuhkan. 8. Teman – teman seperjuangan dalam penelitian ini yaitu Farida Kusumaningrum dan Afifah Nurul Izzah yang senantiasa dengan sabar menemani, mendukung dan membantu disaat sedang dibutuhkan. 9. Teman – teman “ngocol” tersayang Amel, Zakiya, Afifah, Dita, Ipho, Dias, Diah dan Desi Syifa, terima kasih karena kalian selalu mengerti, membantu, mendukung dan berbagi cerita disaat senang maupun sedih, semoga ukhuwah kita akan selalu terjaga sampai kapanpun. 10. Teman – teman “Andalusia” Farmasi 2010 yang solid dan selalu membantu satu sama lain.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak keterbatasan dan kekurangan. Oleh Karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan member sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan, Universtas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 1 September 2014 Penulis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NIM
: Fathmah Syafiqoh : 1110102000001
Program Studi
: Farmasi
Fakultas
: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya
: Skripsi
demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :
Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin Babi pada Produk Cangkang Kapsul Keras Obat Vitamin dan Mineral Menggunakan FTIR dan KCKT untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Jakarta
Pada Tanggal
:
Yang menyatakan,
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...............................................iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................. iv HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v ABSTRAK ............................................................................................................ vi ABSTRACT ........................................................................................................vii KATA PENGANTAR .......................................................................................viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... x DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvii DAFTAR ISTILAH..........................................................................................xviii BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 3 1.4 Manfaat penelitian ................................................................................. 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5 2.1 Gelatin ................................................................................................... 5 2.1.1 Definisi Gelatin ............................................................................ 5 2.1.2 Komposisi Kimia Gelatin ............................................................. 5 2.1.3 Sifat Fisika Kimia Gelatin ............................................................ 7 2.1.4 Aplikasi Penggunaan Gelatin ....................................................... 9 2.2 Kapsul.................................................................................................... 9 2.2.1 Cangkang Kapsul Keras ........................................................... 10 2.2.2 Cangkang Kapsul Lunak ............................................................ 11 2.3 Protein.................................................................................................. 12 2.3.1 Struktur Primer ........................................................................... 13
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xii
2.3.2 Struktur Sekunder....................................................................... 13 2.3.3 Struktur Tersier........................................................................... 14 2.3.4 Struktur Kuartener...................................................................... 15 2.4 Asam Amino........................................................................................ 15 2.5 Spektroskopi FTIR .............................................................................. 18 2.6 Analisis Asam Amino dengan KCKT ................................................. 20 2.7 PCA (Principal Component Analysis)................................................. 25 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 27 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................. 27 3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 27 3.2.1 Alat ............................................................................................ 27 3.2.2 Bahan.......................................................................................... 27 3.3 Tahapan Penelitian .............................................................................. 27 3.3.1 Pengumpulan Sampel dari Pasaran ............................................ 27 3.3.2 Pembuatan Lembaran Cangkang Kapsul ................................... 27 3.3.3 Analisis Gelatin dengan FTIR ................................................... 28 3.3.3.1 Pemisahan Titanium Dioksida ...................................... 29 3.3.3.2 Ekstrasi Gelatin............................................................. 29 3.3.4 Analisis Profil Gelatin dengan FTIR........................................ ..29 3.3.5 Analisis Data menggunakan PCA .............................................. 29 3.3.6 Analisis Gelatin dengan KCKT................................................ ..30 3.3.6.1 Hidrolisis Asam Amino ................................................ 30 3.3.6.2 Derivatisasi Asam Amino ............................................. 30 3.3.7 Analisis Profil Gelatin dengan KCKT...................................... ..30 3.3.8 Analisis Data menggunakan PCA ............................................ ..31 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 32 4.1 Pengumpulan Sampel Dari Pasaran..................................................... 32 4.2 Pembuatan Lembaran Kapsul ............................................................. 32 4.3 Analisis Gelatin dengan FTIR ............................................................. 33 4.3.1 Pemisahan Titanium Dioksida.................................................... 33 4.3.2 Ekstrasi Gelatin .......................................................................... 34 4.3.3 Analisis Profil Gelatin dengan FTIR.......................................... 35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xiii
4.3.4 Analisis Data menggunakan PCA .............................................. 39 4.4 Analisis Gelatin dengan KCKT........................................................... 44 4.4.1 Hidrolisis Asam Amino.............................................................. 44 4.4.2 Derivatisasi Asam Amino .......................................................... 45 4.5 Analisis Profil Asam Amino dengan KCKT ....................................... 47 4.5.1 Analisis Standar Asam Amino ................................................... 48 4.5.2 Analisis Asam Amino pada Standar Gelatin, Lembar Cangkang Kapsul Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Pasaran........................................................................................ 48 4.6 Analisis Data menggunakan PCA ....................................................... 49 BAB 5 PENUTUP................................................................................................ 54 5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 54 5.2 Saran .................................................................................................... 54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1 Komposisi Asam Amino Gelatin Kulit Babi dan Sapi ……………….
6
2.2 Daftar Rantai Samping Asam Amino …………………………………
18
3.1 Formulasi Lembaran Cangkang Kapsul Keras ……………………….
28
4.1 Pengumpulan Sampel Kapsul dari Pasaran …………………………...
32
4.2 Karakteristik Serapan IR Pada Rantai Peptida ………………………..
38
4.3 Worksheet pada Penyusunan Standar Gelatin, Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul dari Pasaran …………………………………………………………………………
40
4.4 Kontribusi Masing-Masing Variabel terhadap Nilai Komponen Utama ………………………………………………………………................
40
4.5 Komposisi Asam Amino pada Standar Gelatin, Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul dari Pasaran …………………………………………………………………………
48
4.6 Worksheet pada Penyusunan Standar Gelatin, Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul keras dari Pasaran ………………………………………………………………..
50
4.7 Kontribusi Masing-Masing Variabel Terhadap Nilai Komponen Utama …………………………………………………………………
50
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gelatin Berbentuk Serbuk, Serbuk Kasar ……………………….
8
Gambar 2 Struktur Asam Amino Kolagen dan Gelatin …………………….
8
Gambar 3 Cangkang Kapsul Keras ………………………………………….
11
Gambar 4 Cangkang Kapsul Lunak …………………………………………
11
Gambar 5 Tingkatan Struktur Protein ……………………………………….
15
Gambar 6 Struktur Asam Amino ……………………………………………
16
Gambar 7 Ion Amfoter ………………………………………………………
16
Gambar 8 Asam Amino dalam Suasana Asam ……………………………..
16
Gambar 9 Asam Amino dalam Suasana Basa ……………………………….
17
Gambar 10 Skema Kerja Alat FTIR ………………………………………….
19
Gambar 11 Skema Kerja Alat KCKT ………………………………………...
23
Gambar 12 Lembaran Cangkang Kapsul Gelatin Keras………………………
33
Gambar 13 Endapan Gelatin diperoleh dari Hasil Ekstraksi …………………
34
Gambar 14 Penggabungan Spektrum FTIR Standar Gelatin Babi dan Sapi …
35
Gambar 15 Penggabungan Spektrum FTIR Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Babi dan Gelatin Sapi …………………………………………….
36
Gambar 16 Penggabungan Spektrum Gelatin yang Diperoleh dari Produk Cangkang Kapsul yang Ada Dipasaran …………………………. Gambar 17 Kurva Score Plot PC1 Dan PC2 pada Standar Gelatin,
39
Lembar
Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Pasaran ……………………………………………………………
41
Gambar 18 Kurva Loading Plot PC1 Dan PC2 Pada Standar Gelatin, Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Pasaran …………………………………………………………...
43
Gambar 19 Reaksi Derivatisasi Reagen AQC ……………………………….
46
Gambar 20 Profil Standar Asam Amino ……………………………………
47
Gambar 21
Kurva Score Plot PC1 Dan PC2 pada Standar Gelatin, Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Keras dari Pasaran ………………………………………………
51
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xvi
Gambar 22
Kurva Loading Plot PC1 Dan PC2…………………………………...
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Kerja ………………………………………………………… 59 Lampiran 2. Interferogram FTIR …………………………………………........
60
Lampiran 3. Kromatogram KCKT ……………………………………………..
69
Lampiran 4. Rekaman Pengujian Asam Amino HPLC ……………………….
78
Lampiran 5. Pembuatan Larutan ……………………......................................
87
Lampiran 6. Gambar Penelitian ………………………………………………..
88
xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISTILAH
AABA
: α-aminobutyric acid
AMQ
: 6-aminoquinoline
AQC
: 6-amino-quinolil-N-hidroksisuccinimidil karbamate
BPS
: Badan Pusat Statistik
DNA
: Deoxyribosa Nucleic Acid
FTIR
: Fourier Transform Infrared
GMIA
: Gelatin Manufacturers Institute Of America
HPLC
: High Performance Liquid Chromatography
KCKT
: Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
LCMS
: Liquid Chromatography Mass Spectrometry
LPPOM
: Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik
MPA
: 3 Mercaptopropionic Acid
MUI
: Majelis Ulama Indonesia
NHS
: N-hidroksisuccimid
OPA
: Orto-phatalaldehyde
PC
: Principal Component atau Komponen utama
PCA
: Principal Component Analysis
PCR
: Polymerase Chain Reaction
PEG
: Polietilen Glikol
SDS-PAGE
: Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electroforesis
xviii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelatin merupakan campuran heterogen dari polipeptida yang diperoleh melalui hidrolisis kolagen dari jaringan ikat hewan (GMIA, 2012). Gelatin memiliki sifat yang unik sehingga digunakan secara luas dalam industri makanan dan farmasi. Dalam industri makanan, gelatin ditemukan dalam produk seperti jelly, es krim, yogurt, ataupun marshmallow. Industri farmasi menggunakan gelatin sebagai pembuatan kapsul keras dan lunak, (Nhari, Ismail & Che Man, 2012). Gelatin bersumber dari tulang hewan yang berasal dari babi dan sapi. Gelatin yang berasal dari babi dan sapi mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan sumber lainnya seperti ikan (Jamaludin et al., 2011). Meskipun demikian, ada masalah lain yang timbul yaitu status kehalalan produk dengan bahan baku gelatin dari babi. Gelatin umumnya diimpor dari negara-negara non-muslim yang tidak memperhatikan kehalalan produk karena sebagian besar bahan dasarnya bersumber dari babi. Penggunaan kulit babi sebagai bahan baku gelatin di seluruh dunia mencapai 44,9% dari total gelatin yang dihasilkan. Eropa Barat merupakan penghasil gelatin terbesar di dunia yaitu 68% gelatin yang diproduksi berasal dari kulit babi. Penghasil gelatin kedua terbesar di dunia adalah NAFTA (The North American Free Trade Agreement), konsorsium tiga negara yaitu Amerika, kanada dan Meksiko (Jamaludin et al., 2011). Obat vitamin dan mineral merupakan golongan bebas yang boleh digunakan tanpa resep dan dapat dijual bebas di warung, toko obat berizin, supermarket, serta apotek. Sediaan obat vitamin dan mineral sebagian besar dalam bentuk cangkang kapsul keras dan cangkang kapsul lunak (ISO, 2014). Cangkang kapsul baik keras maupun lunak banyak menjadi perhatian terkait status kehalalan gelatin yang digunakan, karena dipasaran banyak beredar produk kapsul yang tidak mencantumkan label halal pada kemasan. Dalam jurnal halal LPPOM MUI No.94 edisi Maret-April 2012 baru tiga produk cangkang kapsul gelatin yang terdaftar dalam produk halal LPPOM MUI. Hal 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini menimbulkan kekhawatiran karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim dan membawa konsekuensi perlunya perlindungan konsumen dengan adanya jaminan kehalalan mengenai sumber gelatin (Jamaludin et al., 2011). Keberadaan gelatin babi dan sapi dalam produk pangan sangat sukar untuk diidentifikasi karena memiliki sifat fisika dan kimia yang hampir mirip (Nemati et al., 2004). Oleh karena itu perlu diupayakan metode yang selektif untuk membedakan gelatin babi dan gelatin sapi. Berbagai studi telah dilakukan dengan bermacam-macam metode analisis untuk membedakan gelatin sapi dan babi (Nhari et al., 2012). Di antaranya analisis berbasis DNA dengan Real Time PCR (Sahilah et al., 2012) dan LCMS (zhang et al., 2008). Analisis perbedaan gelatin babi dan gelatin sapi juga dilakukan dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red) (Hasyim et al., 2010). FTIR (Fourier Transform Infra Red) merupakan metode spektroskopi IR yang banyak digunakan untuk analisis kehalalan (Rohman and Che Man, 2012). Analisis menggunakan FTIR banyak dikembangkan karena dinilai lebih mudah, cepat, murah dan ramah lingkungan. Selain itu, analisis perbedaan antara gelatin sapi dan gelatin babi dapat dilakukan dengan KCKT (kromatografi cair kinerja tinggi). KCKT merupakan metode yang banyak digunakan untuk analisis asam amino ditunjang dengan peralatan yang baik dan modern, menggunakan kolom yang sangat efisien di bawah tekanan yang besar, sehingga analisis asam amino dapat dilakukan dalam waktu yang singkat dan memberikan hasil yang tepat dan teliti (Rediatning et al., 1987). Perkembangan metode analisis menggunakan FTIR dan HPLC sekarang telah digabungkan dengan teknik kemometrik yaitu analisis komponen utama. PCA (Principal component analysis) adalah teknik proyeksi data yang sangat membantu dalam klasifikasi suatu objek (Miller & Miller, 2005). Analisis pada produk cangkang kapsul lunak komersial telah dilakukan menggunakan HPLC berdasarkan profil asam amino dengan metode derivatisasi ortho-phtalaldehyde (OPA) – 2-mercaptoethanol (MCE) dengan teknik kemometrik (Widyaninggar et al., 2012). Dari hasil penelitian widyaninggar tersebut dikatakan bahwa analisis profil asam amino dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
teknik kemometrik komponen utama dapat mengklasifikasikan cangkang kapsul lunak yang dibuat dari gelatin sapi dan gelatin babi. Akan tetapi, PCA (Principal component analysis) belum bisa mengklasifikasikan produk cangkang kapsul lunak komersial yang beredar dipasaran. Analisis perbedaan gelatin babi dan gelatin sapi juga telah dilakukan menggunakan FTIR dan teknik kemometrik. Hasil penelitian tersebut metode FTIR dan teknik kemometrik komponen utama dapat mengklasifikasikan kedua sumber gelatin (Hasyim et al., 2010). Pada penelitian ini dilakukan analisis gelatin sapi dan gelatin babi pada produk cangkang kapsul keras obat yang mengandung vitamin dan mineral menggunakan FTIR dan HPLC, dikarenakan belum banyak publikasi tentang pembeda gelatin sapi dan gelatin babi pada produk cangkang kapsul keras. Penggabungan dua metode ini diharapkan dapat memberikan data komposisi asam amino dan gugus fungsi dari gelatin sapi dan gelatin babi yang dapat saling melengkapi.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah metode FTIR dapat digunakan untuk membedakan antara gelatin sapi dan gelatin babi yang terdapat dalam cangkang kapsul keras pada obat vitamin dan mineral yang beredar dipasaran? 2. Apakah metode HPLC dapat digunakan untuk membedakan antara gelatin sapi dan gelatin babi yang terdapat dalam cangkang kapsul keras pada obat vitamin dan mineral yang beredar dipasaran?
1.3 1.
Tujuan Penelitian Mengetahui perbedaan antara gelatin babi dan gelatin sapi pada cangkang kapsul keras obat vitamin dan mineral dengan metode FTIR
2.
Mengetahui perbedaan antara gelatin sapi dan babi yang digunakan pada cangkang kapsul keras obat vitamin dan mineral dengan metode HPLC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi bahwa metode
FTIR dan KCKT dapat digunakan dalam mendeteksi adanya gelatin babi dan sapi, sehingga metode ini dapat diaplikasikan untuk menguji kandungan babi dalam gelatin pada cangkang kapsul obat. Manfaat lainnya adalah memberikan informasi kepada masyarakat tentang kehalalan cangkang kapsul keras pada obat yang beredar di pasaran.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gelatin
2.1.1 Definisi Gelatin Gelatin merupakan campuran heterogen polipeptida yang diperoleh melalui hidrolisis parsial kolagen dari jaringan ikat hewan dengan perlakuan asam atau basa (GMIA, 2012). Gelatin adalah istilah umum untuk campuran fraksi protein murni yang dihasilkan baik dengan hidrolisis parsial asam (tipe A gelatin) atau dengan hidrolisis parsial basa (tipe B gelatin) dari kolagen hewan yang diperoleh dari sapi dan tulang babi, kulit sapi (hide), kulit babi, dan kulit ikan (Rowe et al., 2009). Istilah gelatin mulai populer sekitar tahun 1700 dan berasal dari bahasa latin ‘gelatus’ yang berarti kuat atau kokoh. Secara fisik gelatin berbentuk padat, kering, tidak berasa dan transparan. Ada tiga sifat yang paling menonjol pada gelatin yaitu: kemampuan untuk membentuk gel, kekenyalan dan kekuatan lapisan tinggi. Gelatin merupakan polimer tinggi alami yang memiliki berat molekular dari 20.000 sampai 70.000. Gelatin ini dipersiapkan dari bahan yang mengandung kolagen termasuk kulit, tulang dan tendon dengan pemecahan hidrolisis melalui pendidihan dengan air atau dengan menggunakan uap panas yang tinggi. (Perwitasari, 2008).
2.1.2 Komposisi Kimia Gelatin Gelatin sangat kaya dengan asam amino glisin (Gly) (hampir sepertiga dari total asam amino), prolin (Pro) dan 4-hidroksiprolin (4Hyd). Struktur gelatin yang umum adalah: -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyd-Gly-Pro-. Kandungan 4Hyd berpengaruh terhadap kekuatan gel gelatin, makin tinggi asam amino ini, kekuatan gel juga lebih baik. Meskipun diturunkan dari protein hewani, gelatin tergolong sebagai protein dengan nilai biologis yang rendah dan sering juga dianggap protein tidak lengkap. Hal ini disebabkan karena tidak adanya triptophan (Trp) yang merupakan salah satu asam amino esensial, serta rendah dalam sistein (Cys) dan tirosin (Tyr) (Jaswir, 2007).
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Gelatin terutama mengandung asam amino glisin sebesar 33% , prolin 22% dan hidroksiprolin 22 %. Gelatin komersial terdiri dari 84–90% protein, 812% air dan 2-4 % adalah garam mineral.
Tabel 2.1 Komposisi asam amino gelatin kulit sapi dan kuilt babi Asam amino
BSG (residu per
PSG (residu per 1000
1000 total residu
total residu
asam amino)
asam amino )
hidrofobik Alanin
33
80
Valin
10
26
Leusin
12
29
Isoleusin
7
12
Fenilalanin
10
27
Metionin
4
10
Prolin
63
151
Total
139
335
bermuatan Glisin
108
239
Serin
15
35
Threonin
10
26
Tirosin
2
7
135
307
Asam aspartat
17
41
Asam glutamat
34
83
Total
51
124
Non polar
Polar tidak
Total Asam polar
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
Basa polar Lisin
11
27
Arginin
47
111
Histidin
Tidak terdeteksi
Tidakterdeteksi
58
138
Total Sumber : (Nhari et al.,2011)
Komposisi asam amino mempengaruhi sifat fisika dan kimia gelatin. Analisis asam amino gelatin menunjukkan bahwa struktur molekul gelatin memiliki perbedaan yang terlihat pada kandungan asam amino (Nhari et al., 2011). Gelatin memiliki kadar asam amino yang rendah pada metionin, sistein dan tirosin. Hal ini disebabkan karena ketiga asam amino ini mengalami kerusakan karena hidrolisis pada proses pembuatan gelatin (Hafidz et al., 2011). Perbedaan komposisi asam amino pada gelatin kulit sapi dan kulit babi ditunjukkan oleh tabel 2.1 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa komposisi asam amino dinyatakan sebagai residu per 1000 residu asam amino. Bovine skin gelatin (BSG) dan Porcine skin gelatin (PSG) keduanya memiliki kandungan glisin, prolin dan arginin dalam jumlah yang tinggi. PSG mengandung jumlah asam amino glisin, prolin dan arginin yang lebih tinggi dibandingkan dengan BSG. Kedua gelatin memiliki jumlah tirosin yang rendah dan histidin tidak terdeteksi pada keduanya (Nhari et al., 2011).
2.1.3 Sifat Fisika Kimia Gelatin Fraksi protein pada gelatin hampir seluruhnya terdiri atas berbagai macam asam amino yang bergabung melalui ikatan amida dan membentuk polimer yang linear. Gelatin memiliki berat molekul yang bervariasi yaitu 20 kDa sampai 200 kDa. Gelatin tidak larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), eter, dan methanol. Larut dalam gliserin, asam, dan basa meskipun asam kuat atau alkalis dapat menyebabkan pengendapan (Rowe et al., 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
Sumber : Schrieber, 2007
Gambar 1. Gelatin berbentuk serbuk , serbuk kasar Gelatin merupakan sistem koloidal padat (protein) dalam cairan (air) sehingga pada suhu dan kadar air yang tinggi gelatin mempunyai kemampuan cairan yang disebut fase sol, sebalinya pada suhu dan kadar air yang rendah gelatin mempunyai kemampuan yang lebih kasar atau lebih pekat strukturnya, yang disebut fase gel. Pemanasan dan penambahan air akan mengubah gelatin menjadi fase sol, sebaliknya pendinginan dan pengurangan air akan mengubah gelatin menjadi fase gel (Jannah, 2008). Hal ini seperti terlihat pada Gambar.
Sumber: http://www.gelatin.in
Gambar 2. Struktur Asam Amino Kolagen dan Gelatin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
Gelatin larut dalam air minimal pada suhu 490C, atau biasanya pada suhu 600C sampai 700C (Ward dan Court, 1997). Gelatin tidak larut dalam air dingin, tetapi hanya akan mengembang. Perendaman dalam air dingin menjadikan gelatin lunak dan berangsur-angsur menyerap air 5 sampai 10 kali bobotnya. Gelatin larut dalam air panas. Setelah pendinginan sampai 3540°C, membentuk gel. Pada suhu 40°C, berbentuk sol (Singh et al., 2002).
2.1.4 Aplikasi Penggunaan Gelatin Gelatin banyak digunakan di berbagai industri pangan, farmasi dan fotografi. Dalam industry pangan gelatin sebagai pembentuk gel, agen pembentuk busa, pengental, plasticizer, emulsifier, dan memperbaiki tekstur. Gelatin banyak digunakan dalam produk susu dan roti terutama pada es krim, yogurt, keju dan kue. Selain itu gelatin juga digunakan dalam industri makanan lain seperti cokelat, es krim, marshmallow, permen, permen karet, mentega, dan sosis (Sahilah et al., 2012). Gelatin bernilai bagi industri farmasi karena dapat dibuat dalam berbagai formulasi. Gelatin banyak digunakan pada larutan, sirup, tablet, tablet salut gula, inhalansia, vagina, dan topikal dan suntikan. Gelatin juga digunakan untuk membentuk kapsul gelatin keras dan lunak sebagai pembentuk lapisan film (Singh et al., 2002). Gelatin juga digunakan dalam bentuk spons untuk mengobati luka dan sebagai koloid untuk menambah plasma pada luka yang banyak kehilangan darah (Nhari et al., 2012). Penggunaan gelatin dalam farmasi karena membantu untuk melindungi obatobatan terhadap pengaruh berbahaya, seperti cahaya dan oksigen. Kapsul lunak misalnya terutama digunakan untuk bahan cairan, sedangkan kapsul keras yang digunakan untuk bahan serbuk (Sahilah et al., 2012).
2.2
Kapsul Kapsul berasal dari bahasa latin “capsula” yang artinya wadah kecil.
Dalam ilmu farmasi, kapsul merupakan wadah kecil untuk melindungi obat. Kapsul termasuk bentuk sediaan padat yang dapat diisikan obat atau zat kimia yang berbentuk serbuk, granul, pasta, atau cair. Berdasarkan elastisitas dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
komponen pembentuknya, kapsul dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu kapsul keras (dua cangkang) dan kapsul lunak (satu cangkang). Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan cangkang kapsul keras dan cangkang kapsul lunak pada umumnya sama, yaitu gelatin, air, dan pewarna. Namun yang
membedakannya
adalah
bahan
tambahan
lainnya
dan
cara
pembuatannya. Selain terbuat dari gelatin, kapsul dapat terbuat dari HPMC, PVA, dan Starch. (Rabadiya, 2013).
2.2.1 Cangkang Kapsul Keras Sebagian besar produk kapsul terbuat dari kapsul gelatin keras. Cangkang kapsul keras gelatin harus dibuat dalam dua bagian yaitu badan kapsul dan bagian tutupnya yang lebih pendek. Kedua bagian saling menutupi bila dipertemukan, bagian tutup akan menyelubungi bagian tubuh secara tepat dan ketat. Cangkang kapsul kosong terbuat dibuat dari campuran gelatin, gula, dan air, jernih tidak berwarna dan pada dasarnya tidak berasa. Gelatin USP dihasilkan dari hidrolisis sebagian dari kolagen yang diperoleh dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang binatang-binatang (Ansel, 2005) Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi mudah mengalami penguraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair. Oleh karena itu kapsul yang lunak mengandung lebih banyak uap air daripada kapsul keras. Biasanya kapsul keras gelatin mengandung uap air antara 9-12%. Bilamana disimpan dalam lingkungan dengan kelembaban yang tinggi, penambahan uap air akan diabsorbsi oleh kapsul dan kapsul keras ini akan rusak dari bentuk kekerasannya. Sebaliknya dalam lingkungan udara yang sangat kering, sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin mungkin akan hilang dan kapsul ini menjadi rapuh serta mungkin akan remuk bila dipegang (Ansel, 2005). Jenis bahan untuk pengisian ke dalam kapsul gelatin keras terdiri dari dry solid (Bubuk, pelet, butiran atau tablet), semisolid (suspensi atau pasta), cairan (cairan non-air) (Rabadiya, 2013). Sebuah kapsul gelatin keras yang sempurna harus memiliki spesifikasi sebagai berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
Kekuatan Gel 200-300 Bloom, tergantung pada jenis gelatin Viskositas (60 ° C/6-23% w/w dalam air) 44-60 MPa, tergantung pada tipe gelatin
Sumber: www.pharmaceutical-technology.com
Gambar 3. Cangkang kapsul keras
2.2.2
Cangkang Kapsul Lunak Gelatin lunak disebut juga softgel atau lunak elastis. Kapsul terdiri dari
satu bagian cangkang lunak yang disegel kedap udara. Kapsul dibuat dengan menambahkan plasticizer seperti gliserin atau sorbitol, plasticizer membuat gelatin bersifat elastis. Kapsul gelatin lunak terdiri dari berbagai bentuk seperti bulat, elips, persegi panjang. Kapsul gelatin lunak dapat mengandung cairan non-air, suspensi, bahan seperti bubur, atau serbuk kering. Kapsul gelatin lunak ini menjadi sangat penting bila diisi dengan obat dari bahanbahan yang mudah menguap atau obat yang mudah mencair bila terkena udara (Rabadiya, 2013).
Sumber : www.alibaba.com
Gambar 4. Cangkang Kapsul lunak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Kapsul gelatin lunak harus memiliki spesifikasi sebagai berikut : Kekuatan Gel 150-200 Bloom, tergantung pada jenis gelatin Viskositas (60°C/6-2/3% b / b dalam air) 2,8-4,5 MPa s, tergantung pada tipe gelatin Ukuran partikel yang baik untuk memungkinkan disolusi yang cepat. Pada gelatin konsentrasi tinggi kapsul lunak bentuknya bagus dan lebih mudah ditelan oleh pasien. Kapsul gelatin lunak dapat digunakan untuk mengisi macam-macam jenis bahan, bentuk cair dan kering. Cairan yang dapat dimasukkan ke dalam kapsul gelatin lunak termasuk : 1. Tidak tersatukan dengan air, cairan yang mudah menguap dan tidak menguap, seperti minyak nabati, hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon alifatik. 2. Tersatukan dengan air, cairan yang tidak menguap seperti polietilen glikol dan surfaktan nonionik 3. Tersatukan dengan air dan kelompok kompnen yang tidak meguap seperti propilen glikol dan isopropil alcohol (Ansel, 1989).
2.3
Protein Protein berasal dari kata proteos yang berarti pertama atau utama.
Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh (Podjiadi,1994). Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2004). Komposisi rata rata unsur kimia yang terdapat dalam protein adalah karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0 – 3 % dan fosfor 0 – 3 %. Protein mempunyai molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara 5000 sampai jutaan. Dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim , protein akan menghasilkan asam asam amino. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
dalam molekul protein. Asam asam amino ini terikat satu dengan lain oleh ikatan peptida. Protein mudah dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH dan pelarut organik (Poedjiadi, 1994). Terdapat empat tingkatan struktur yang saling mempengaruhi konformasi fungsional biologis dari protein, yaitu:
2.3.1 Struktur Primer Struktur ini merupakan urutan asam amino penyusun protein yang disebutkan dari N-terminal (kiri) ke C-terminal (kanan). Ikatan peptida kovalen merupakan satu-satunya jenis ikatan yang terlibat pada tingkat struktur protein ini. Penetapan struktur primer suatu polipeptida atau protein dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya, hidrolisis protein dengan asam kuat (misalnya HCL 6 N), yang diikuti oleh pemisahan dan identifikasi konstituen-konstituen dari hidrolisat (produk hidrolisis). Salah satu pereaksi yang umum dipakai untuk menetapkan asam amino N-terminal adalah 2,4-dinitrofluorobenzena (pereaksi Sanger). Selama bereaksi, atom fluor menjalani pergantian nukleofilik oleh gugus amino bebas. Tripeptida termodifikasi ini kemudian dihidrolisis, produk-produknya dipisahkan, dan asam aminonya dimodifikasi dengan 2,4-dinitroflourobenzena sehingga dapat diidentifikasi dengan kromatografi karena berwarna kuning. Enzim karboksipeptidase mengkatalis dengan efektif reaksi pembelahan hidrolitik pada ujung C-terminal dari peptide tersebut. Dengan demikian asam amino C-terminal bisa diidentifikasi dengan segera. Struktur primer akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein mengandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil (Winarno, 2004, h. 65).
2.3.2 Struktur Sekunder Struktur sekunder protein berkaitan dengan pelipatan struktur primer. Ikatan hidrogen antara nitrogen amida dan oksigen karbonil merupakan gaya yang menstabilkan yang utama. Ikatan ini dapat terbentuk antara bagian yang berbeda pada rantai polipeptida yang sama atau antara rantai yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
berdampingan (Deman, 1997, h.110). Berbagai bentuk struktur sekunder yaitu: a. Alpha-helix, terbentuk oleh ‘backbone’ ikatan peptida yang membentuk spiral, dinamakan alpha karena ketika dilihat tidak lurus dari atas, arah putarannya adalah searah jarum jam menjauhi pengamat. Satu putaran terdiri atas 3,6 residu asam amino. Struktur ini terbentuk karena adanya ikatan hidrogen antara atom O pada gugus CO dengan atom H pada gugus NH. b. Beta-sheet (lempeng beta), terbentuk karena adanya ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H). Ikatan hidrogen terjadi antara dua bagian rantai yang pararel sehingga membentuk lembaran yang berlipat-lipat. c. Beta-turn (lekukan beta) d. Gamma-turn (lekukan gamma)
2.3.3 Struktur Tersier Struktur ini menggambarkan keseluruhan rantai polipeptida yang dapat melipat atau menggulung sehingga membentuk struktur 3 dimensi yang tepat. Pembentukan struktur tersier menyebabkan terbentuknya satuan yang tersusun padat dan rapat dengan sebagian besar residu asam amino polar terletak pada bagian luar dan dihidrasi. Hal ini mengakibatkan sebagian besar rantai samping apolar berada pada bagian dalam dan sebenarnya tidak ada hidrasi (Deman, 1997). Pelipatan dipengaruhi oleh interaksi antara gugus samping (R) satu sama lain. Interaksi yang terlibat yaitu: a. Ikatan ion, terjadi antara gugus samping yang bermuatan positif dan gugus negatif. b. Ikatan hidrogen, terjadi antar gugus samping, seperti –OH, -COOH, CONH2, atau –NH2. c. Jembatan Sulfida, seperti pada sistein yang memiliki gugus samping –SH yang dapat membentuk ikatan sulfida dengan –SH sistein lainnya. Ikatan ini berupa ikatan kovalen sehingga lebih kuat dibandingkan dengan ikatan yang lain. d. Gaya Dispersi Van der Waals.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
2.3.4
Struktur Kuartener Polipeptida yang sudah memiliki struktur tersier dapat saling
berinteraksi dan bergabung menjadi suatu multimer. Struktur kuartener menggambarkan pengaturan sub unit protein dalam ruang (Styer, 2000). Struktur ini berkaitan dengan interaksi intermolekuler dimana dua atau lebih rantai polipeptida berasosiasi secara spesifik membentuk protein oligomerik yang secara biologis aktif.
Sumber : www.sciencebiotech.net
Gambar 5. Tingkatan struktur protein
2.4
Asam Amino Asam amino merupakan unit penyusun protein. Satu atom C sentral
yang mengikat secara kovalen gugus amino, gugus karboksil, satu atom H dan rantai samping (gugus R), ditunjukkan pada gambar struktur Asam Amino.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
Sumber: www.sciencebiotech.net
Gambar 6. Struktur Asam Amino
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Apabila asam amino dilarutkan dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, seperti pada reaksi berikut (Poedjiadi, 2009) COOH ↔ COO - + H+ NH2 + H+ ↔ NH3+ Dengan adanya kedua gugus tersebut, asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitter ion).
Sumber : Poedjiadi, 2009
Gambar 7. Ion amfoter (Zwitterion)
Keadaan ini bergantung pada pH larutan. Jika asam amino dalam air ditambahkan asam, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion -COO- sehingga membentuk gugus –COOH. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk ion positif.
Sumber : Poedjiadi, 2009
Gambar 8. Asam amino dalam suasana asam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Sedangkan dengan penambahan basa, konsentrasi ion –OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus - NH3+.
Sumber : (Poedjiadi, 2009)
Gambar 9. Asam amino dalam suasana basa
Gugus fungsional pada asam amino merupakan atom karbon tetrahedral atau dikenal sebagai C alpha (Cα). Asam amino dibedakan pada rantai samping (gugus R) yang terikat pada Cα. Gugus R yang berbeda-beda menentukan: struktur, ukuran, muatan elektrik, dan sifat kelarutan di dalam air (Nelson, D.L., & Cox, M.M,2005). Berdasarkan polaritas atau kecenderungan berinteraksi dengan air pada pH biologis (dekat pH 7,0) terdapat lima golongan asam amino yaitu (Nelson, D.L., & Cox, M.M,2005): 1. Asam amino dengan gugus R non polar, bersifat hidrofobik dan memiliki gugus R alifatik seperti glisin, alanin, valin, metionin, leusin, isoleusin dan prolin. 2. Asam amino dengan gugus R polar, bersifat hidrofilik (mudah larut dalam air) tetapi tidak bermuatan seperti serin, threonin, sistein, asparagin, glutamin. 3. Asam amino dengan gugus R aromatik, bersifat relatif non polar, hidrofobik seperti fenilalanin, tirosin dan triptofan. Asam amino aromatik mampu menyerap sinar UV λ 280 nm sehingga sering digunakan untuk menentukan kadar protein. 4. Asam amino dengan gugus R bermuatan positif pada pH netral, bersifat polar mempunyai gugus yang bersifat basa pada rantai sampingnya, seperti lisin, arginin, dan histidin. 5. Asam amino dengan gugus R bermuatan negatif pada pH fisiologis, mempunyai gugus karboksil pada rantai sampingnya, seperti asam aspartat dan asam glutamate.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Tabel 2.2. Daftar rantai samping asam amino Asam
Rantai Samping
Amino Asam
Asam
Rantai Samping
Amino —CH2—COOH
Tirosin
Serin
—CH2—OH
Lisin
—(CH2)4—H2N
Glutamat
—(CH2)2—COOH
Metionin
—(CH2)2— SCH3
Glisin
—H
Valin
—CH2(CH3)2
Treonin
—CHOH—CH3
Leusin
—CH2—CH(CH3)2
Alanin
—CH3
Sistein
—CH2—SH
Aspartat
Sumber : Bailey, 1990
2.5
Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy) Spektroskopi FTIR merupakan salah satu teknik analisa yang tersedia
bagi para ilmuwan saat ini. Spektroskopi FTIR merupakan suatu teknik yang didasarkan pada vibrasi atom dalam suatu molekul. Spektrum dihasilkan melalui pelewatan sinar inframerah pada sampel uji dan kemudian dilanjutkan dengan penentuan fraksi dalam molekul yang menyerap sinar tersebut pada tingkatan energi tertentu. Energi pada tiap puncak dalam spektrum absorbsi yang muncul berhubungan dengan frekuensi vibrasi dari bagian senyawa dari sampel tersebut. Keuntungan analisa menggunakan alat ini adalah dapat menguji semua bentuk sampel berupa cairan, larutan, pasta, serbuk ataupun gas. Infra Red (IR) menyangkut interaksi antara radiasi cahaya di daerah infra merah dengan materi. Spektra Infra Red dari suatu senyawa memberikan gambaran keadaan dan struktur molekul. Spektra IR biasa dihasilkan dengan mengukur absorpsi radiasi di daerah IR. Analisa Infra Red lebih banyak digunakan untuk analisa bahan-bahan organik, tetapi kadangkadang juga untuk molekul poliatomik anorganik atau organometalik. Proses instrument spektroskopi FTIR diantaranya adalah :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
1. Sumber energi: energi infra merah dipancarkan dari sebuah sumber yang disebut glowing black-body. Sinar ini kemudian melewati celah yang dapat mengontrol jumlah energi yang mengenai sampel. 2. Interferometer: sinar memasuki interferometer dimana spectral encoding berlangsung. Sinar tersebut nantinya akan diubah menjadi sinyal interferogram yang kemudian akan keluar dari interferometer. 3. Sampel : sinar memasuki ruang sampel, sinar ini akan diteruskan atau dipantulkan oleh permukaan sampel, tergantung pada jenis analisis yang diinginkan. 4. Detektor : sinar diteruskan ke detektor untuk pengukuran akhir. Detektor yang digunakan secara khusus dirancang untuk mengukur sinyal interferogram khusus. 5. Komputer : sinyal yang diukur didigitalkan dan dikirim kekomputer dimana Fourier transformasi berlangsung. Spektrum inframerah terakhir ini kemudian disajikan kepada pengguna untuk interpretasi.
Sumber : www.chem.is.try.org
Gambar 10. Skema Kerja Alat FTIR
Untuk ahli kimia organik, fungsi utama dari spektroskopi IR adalah untuk mengidentifikasi struktur molekul khususnya gugus fungsional. Dengan adanya interferometer dan penggunaan laser sebagai sumber radiasi serta komputer untuk memproses data, maka metode pengukuran dengan spektroskopi IR berkembang dengan adanya metode baru yaitu FTIR
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
(Fourier Transform Infa Red). Dengan metode ini spektroskopi IR dapat menyerap radiasi hingga frekuensi 4000-400 cm-1. Perbedaan antara spektroskopi FTIR dengan spektroskopi IR adalah pada pengembangan sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel. Hampir semua molekul menyerap sinar inframerah, kecuali molekul diatomik homonuklear seperti O2, N2 dan H2. Spektra IR dari molekul poliatomik relatif kompleks karena adanya beberapa kemungkinan transisi vibrasi, adanya overtone dan perubahan pita. Namun demikian pita absorpsi untuk beberapa gugus fungsi tertentu cukup tajam dan karakteristik. Keseluruhan spektra IR dari satu molekul tertentu adalah karakteristik sehingga sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar terjadi peresapan radiasi inframerah yaitu : 1. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi. 2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap. 3. Proses absorpsi (spectra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan. ATR adalah peralatan dimana sampel ditempatkan dipermukaan kontak dengan elemen ATR (ZnSe kristal, 45oujung). ATR digunakan untuk sampel
yang
menggunakan
pelarut
air
seperti
gelatin.
Kelebihan
menggunakan ATR yaitu sensitifitasnya tinggi, tidak memerlukan preparasi sampel dan dapat meningkatkan reprodusibilitas antar sampel.
2.6
Analisis Asam Amino dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) Analisis asam amino merupakan metode penentuan komposisi asam
amino atau kandungan protein dan peptida. Untuk mengidentifikasi adanya asam amino, terlebih dahulu kita perlu menghidrolisis ikatan amin dengan sempurna untuk memperoleh asam amino dalam keadaan bebas, kemudian kita memisahkan, mengidentifikasi dan menghitungnya. Hidrolisis dapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
dilakukan pada kondisi asam dan basa yang kuat, atau menggunakan enzim spesifik untuk memperoleh asam amino (Bailey ,1990 ). Pada hidrolisis asam unsur yang diperlukan adalah HCl 6M, suhu 1100 C dan waktu 24 jam. Reaksinya biasanya dilakukan ditabung kaca yang tertutup. Sementara itu pada hidrolisis basa, ikatan amida dapat diputus dengan perlakuan terhadap peptida menggunakan NaOH 2M pada 1000C. Hidrolisis basa menghasilkan destruksi arginin, sistein, serin dan treonin. Selain itu adapula hidrolisis enzim. Peristiwa ini terjadi didalam tubuh. Untuk menghancurkan makanan, perut memiliki enzim dengan kadar tertentu yang dapat dikatalisasi untuk memotong ikatan peptida yang dikenal sebagai peptidase. Aminopeptidase bekerja cepat dan efisien dalam hidrolisis ikatan peptida sekaligus memotong suatu residu asam amino mulai dari ujung N. Tahap selanjutnya, yaitu pemisahan. Pemisahan yang umum dilakukan adalah dengan cara kromatografi. Diantara teknik kromatografi yang dapat dilakukan untuk pemisahan yaitu kromatografi penukar ion, kromatografi kertas, dan kromatografi cair kinerja tinggi ( Bailey ,1990 ). Kromatografi penukar ion umumnya sangat efisien dalam memisahkan campuran asam amino. Metode ini menggunakan kolom penukar ion secara paralel dengan metode deteksi ninhidrin yang hasilnya reprodusibel sehingga teknik ini sangat banyak digunakan dalam pemisahan dan analisis campuran asam amino. Kromatografi kertas digunakan dalam pemisahan asam amino berdasarkan fakta bahwa gugus selulosa kertas memiliki afinitas kuat terhadap molekul air ,yang terbentuk oleh ikatan hidrogen dengan gugus OH pada rantai polisakarida. Jika asam amino tidak dapat dipisahkan dengan sempurna dengan kromatografi kertas sederhana,maka kromatogram dua dimensi dapat digunakan. Kromatografi merupakan salah satu teknik pemisahan yang dapat memisahkan dua atau tiga komponen dalam suatu campuran. HPLC atau biasa disebut Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. KCKT merupakan salah satu teknik kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan teknik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
KCKT didasarkan pada pengukuran luas/area puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas/area standar. Pada prakteknya, pembandingan kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan satu standar. Oleh karena itu, maka pembandingan dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain. Prinsip kerja KCKT adalah sebagai berikut dengan bantuan pompa, fasa gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor, cuplikan dimasukkan ke dalam fasa gerak dengan penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan kepolaran, dimana terdapat fase gerak dan fase diam. Fase gerak berupa zat cair yang disebut eluen atau pelarut, sedangkan fase diam berupa silika gel yang mengandung hidrokarbon (Pare, J.R.J., & Belanger, J.M.R, 1997). Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukan sampel,kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung dan suatu komputer atau integrator atau perekam.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
Sumber : www.chem-is-try.org
Gambar 11. Skema Kerja Alat HPLC
Dari diagram alat diatas akan dijelaskan secara singkat komponen HPLC (High Performance Liquid Chromatography): 1. Pompa : Fase gerak dalam HPLC sudah tentu zat cair dan untuk menggerakkannya melalui kolom diperlukan adanya pompa. 2. Injektor : Cuplikan harus dimasukkan kedalam pangkal kolom diusahakan agar sedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. 3. Kolom : Kolom merupakan jantung kromatograf. Keberhasilan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. 4. Detektor : Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen cuplikan didalam eluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yang baik sangat peka, tidak banyak berbunyi, rentang tanggapan linearnya lebar dan menanggapi semua jenis senyawa (Johnson dan Stevenson, 1991). Keuntungan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) adalah : 1. Waktu analisis cepat 2. Mempunyai daya pisah yang baik dan Kolom dapat digunakan kembali 3. Peka dan Mudah memperoleh kembali cuplikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
4. Ideal untuk molekul besar dan ion ( Johnson dan Stevenson, 1991).
KCKT banyak digunakan untuk analisis asam amino karena analisa memerlukan waktu yang singkat dan memberikan hasil yang tepat dan teliti. Untuk mendeteksi asam amino dapat digunakan detektor UV atau detektor fluoresen. Akan tetapi kebanyakan asam amino tidak mempunyai serapan baik didaerah ultraviolet atau didaerah visibel. Dalam hal ini asam amino harus diderivatisasi terlebih dahulu supaya membentuk derivat yang dapat menyerap cahaya UV, tampak, atau berfluoresensi (Rediatning & Kartini 1987, h. 2-3). Tujuan dari derivatisasi pada HPLC untuk meningkatkan deteksi, mengubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan menghasilkan puncak kromatogram yang lebih baik, mengubah matriks sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik, dan menstabilkan analit yang sensitif. Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yaitu produk yang dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau sinar tampak atau dapat membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat dideteksi dengan spektrofotometri, proses derivatisasi harus cepat dan menghasilkan produk yang sebesar mungkin (100%), produk hasil derivatisasi harus stabil selama proses derivatisasi dan deteksi, serta sisa pereaksi untuk derivatisasi tidak mengganggu ketika pemisahan pada kromatografi ( Abdul Rohman et al., 2007 ). Ada dua macam derivatisasi yaitu derivatisasi pascakolom dan derivatisasi
prakolom.
Beberapa
metode
menggunakan
pacakolom
derivatisasi di mana asam amino yang dipisahkan pada kolom pertukaran ion diikuti dengan derivatisasi dengan ninhidrin, o-phthalaldehyde. Pada derivatisasi pascakolom, pemisahan asam amino berdasarkan pertukaran ion antara gugus amino yang terprotonasi dengan ion Na+ dari resin penukar kation (R-SO3-NA+) pada pH rendah. Pendekatan lain adalah untuk derivatisasi asam amino sebelum pemisahan pada kolom HPLC fase terbalik seperti
fenil
isothiosianat;
6-amino-quinolil-N-hidroksisuccinimidil
karbamate; 9-fluorenil metil kloroformate (Cooper et al., vol. 159). Pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
kromatografi fase terbalik, silika non polar dimodifikasi melalui perlekatan rantai-rantai hidrokarbon panjang berupa atom karbon 8 atau 18 dan menggunakan pelarut polar berupa campuran air dan alkohol seperti metanol. Senyawa-senyawa non polar dalam campuran akan cenderung membentuk interaksi dengan gugus hidrokarbon karena adanya dispersi gaya van der waals. Senyawa ini juga kurang larut dalam pelarut karena membutuhkan waktu untuk pemutusan hidrogen, sehingga senyawa non polar akan tertahan lebih lama di dalam kolom, sedangkan molekul-molekul polar akan bergerak lebih cepat melalui kolom.
2.7
PCA (Principal Component Analysis) Teknik menggunakan kemometri untuk menginterpretasi sejumlah
besar data yaitu PCA (Principle Component Analysis). PCA adalah teknik untuk menentukan komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari variabel asli. Analisis data komponen utama menggunakan software Minitab 15. Analisis komponen utama dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau multikolinearitas. PCA juga digunakan untuk mengurangi dimensi dari satu set data, tetapi bisa memberikan informasi terhadap seluruh variabel asli (Miller, J.N., & Miller, J.C. 2005). Berdasarkan Kaiser Criterion, komponen utama atau Principal Component (PC) yang digunakan adalah PC dengan eigen value (nilai ciri atau varians setiap komponen utama) lebih dari 1 sedangkan proporsi keragaman yang dianggap cukup mewakili total keragaman data jika keragaman kumulatif mencapai 70-80% (Miller, J.N., & Miller, J.C. 2005). Komponen utama dibentuk berdasarkan urutan varians yang terbesar hingga terkecil. Komponen utama pertama (PC1) merupakan kombinasi linier dari seluruh variabel yang diamati dan memiliki varians terbesar. Komponen utama kedua (PC2) merupakan kombinasi linier dari seluruh variabel yang diamati yang bersifat ortogonal terhadap PC1 dan memiliki varians kedua terbesar. Komponen utama ke-n (PCn) merupakan kombinasi linier dari seluruh variabel yang diamati yang bersifat ortogonal terhadap PC1, PC2,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
PC(n-1) dan memiliki varians terkecil. Sebagian besar variasi (keragaman atau informasi) dalam keseluruhan variabel cenderung berkumpul pada komponen utama pertama, dan semakin sedikit informasi dari variabel asal akan berkumpul pada komponen utama terakhir. Komponen utama bersifat orthogonal (Miller, J.N., & Miller, J.C. 2005). Berdasarkan kontribusi PC1 dan PC2 maka dapat dibuat kurva score plot. Kurva score plot digunakan jika ada 2 komponen pertama merupakan nilai terbanyak dalam variabilitas di dalam data. Komponen utama pertama (PC1) sebagai absis sedangkan komponen utama kedua (PC2) sebagai ordinat. Semakin dekat letak antar sampel pada score plot, maka semakin besar pula kemiripannya atau sampel merupakan kelompok yang sama.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Maret-Juli 2014 di Laboratorium Product
Halal Analysis, Laboratorium Penelitian II Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Waters 2695 HPLC, Shimadzu FTIR, lemari pendingin (refrigerator), sentrifuge 5417R, oven, neraca analitik, hote plat, labu ukur, erlenmeyer, kaca arloji, tabung reaksi bertutup, mikro pipet 100-1000 ul beserta tip nya, spatula, gelas ukur, beaker glass, vortex, pipet tetes, pinset, syringe filter, termometer, membran filter 0,45 µm ,vial, cawan porselen, batang pengaduk.
3.2.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: standar asam amino yaitu: asam L- aspartat, L- serin, asam L- glutamat, glisin, Lhistidin, L- arginin, L- treonin, L-alanin, L- prolin, L- sistein, L- tirosin, Lvalin, L- metionin, L- lisin, L- isoleusin, L- leusin, L- fenilalanin, triptofan, standar gelatin sapi (sigma aldrich), standar gelatin babi (sigma aldrich), internal standar AABA (alpha amino butiric acid), Accq-fluor borat, reagen fluor A, HCl, asetonitril grade HPLC, aquabidest, aseton, sampel cangkang kapsul, gliserin, titanium dioksida dan pewarna tartrazin.
3.3
Tahapan Penelitian
3.3.1 Pengumpulan Sampel dari Pasaran Pengumpulan sampel dilakukan secara acak dengan cara mendata berbagai macam produk kapsul dari populasi obat vitamin dan mineral yang
27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
terdapat di dalam buku mims edisi 2014. Lalu didata semua produk vitamin bercangkang kapsul keras dan diperoleh 25 produk vitamin bercangkang kapsul keras. Kemudian diambil secara acak 5 produk kapsul bercangkang keras dengan produsen yang berbeda-beda yang resmi beredar di Indonesia.
3.3.2 Pembuatan Lembaran Cangkang Kapsul Gelatin Keras Simulasi Menggunakan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi Formulasi lembaran cangkang kapsul gelatin keras simulasi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.1 Formulasi Lembaran Cangkang kapsul gelatin keras Bahan
Jumlah
Gelatin
50%
Gliserin
10%
Titanium dioksida
1,25%
Tartrazin
0,05%
Aquadest
Ad 100%
Dibuat total sediaan : 10 mL
Sebanyak 5 g gelatin dimasukkan ke dalam becker glass 50 mL, dibasahi dengan 5 mL aquadest. Kemudian dipanaskan pada suhu 60oC sampai membentuk larutan jernih. Lalu ditambahkan 1 mL gliserin, 0,125 g titanium dioksida (yang telah didispersikan dalam 1 mL aquadest) dan 5 mg pewarna tartrazin (yang telah dilarutkan dalam 1 mL aquadest) lalu di add kan dengan aquadest hingga 10 mL. Diaduk hingga homogen. Campuran dituangkan ke dalam cetakan untuk memperoleh lapisan tipis larutan gelatin. Lalu disimpan di dalam desikator bersilika untuk menurunkan kandungan air pada lembaran cangkang kapsul keras (Widyaninggar et al., 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
3.3.3
Analisis Gelatin dengan FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy)
3.3.3.1
Pemisahan Titanium Dioksida
Sebanyak 0,3 g lembaran cangkang kapsul keras simulasi dari standar gelatin sapi dan babi, dan sampel uji cangkang kapsul keras dilarutkan dengan 2 mL aquadest panas pada suhu 60oC. Campuran dimasukkan ke dalam mikrotube dan disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 10.000 rpm.
3.3.3.2 Ekstraksi Gelatin Sebanyak 2 mL supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifugasi pada proses pemisahan titanium dioksida dimasukkan ke dalam mikrosentrifuge dan ditambahkan dengan 8 mL aseton dingin dengan perbandingan 1:4. Lalu divortex selama 5 menit sampai homogen. Diinkubasi pada suhu -20oC selama semalam kemudian disentrifuge selama 25 menit dengan kecepatan 6000 rpm. Supernatan dibuang dan endapan yang diperoleh kemudian dicuci dengan aseton sebanyak 3 kali. Setelah itu endapan ditimbang (Fic et al., 2010)
3.3.4 Analisis Profil Gelatin dengan FTIR Sebanyak 0,5 g standar gelatin sapi dan babi dilarutkan dengan aquadest 1 mL. Sebanyak 0,2 g endapan yang diperoleh dari hasil ekstraksi lembaran cangkang kapsul keras simulasi, dan sampel uji cangkang kapsul keras dilarutkan dengan aquadest 600 μL pada suhu 60oC hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam ATR (Attenuated total reflectance). Scanning sampel dilakukan menggunakan spektroskopi FTIR pada panjang gelombang 4000-750 cm-1 (Hasyim et al., 2010 )
3.3.5 Analisa Data menggunakan PCA Data gugus fungsi yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan teknik PCA dengan cara memasukkan data absorbansi dari bilangan gelombang baik standar gelatin sapi dan babi, lembaran cangkang kapsul keras simulasi sapi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
dan babi serta sampel uji cangkang kapsul keras ke dalam software Minitab 15 untuk membedakan gugus fungsi pada standar gelatin, lembaran cangkang kapsul keras simulasi dan sampel uji cangkang kapsul keras (Miller, J.N., & Miller, J.C. 2005).
3.3.6
Analisis Gelatin dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
3.3.6.1 Hidrolisis Asam Amino Ditimbang sebanyak 0,1 gram masing-masing sampel standar gelatin sapi dan babi, lembaran kapsul gelatin keras yang dibuat sendiri dari standar gelatin sapi dan babi, dan produk kapsul keras yang telah dikeluarkan isinya, ditambahkan 5 mL HCl 6 N dan dialiri gas nitrogen untuk
mencegah
oksidasi. Tabung reaksi ditutup, kemudian divortex selama 5 menit. Dihidrolisis
pada suhu 1100C selama 22 jam di dalam oven. Setelah
dihidrolisis, campuran didinginkan pada suhu ruang (Hafidz et al., 2011; Fountoulakis & Lahm, 1998). Lalu dipindahkan isi tabung reaksi ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan aquabides sampai tanda batas. Disaring dengan filter 0,45µm. Dipipet 500 µL filtrat lalu ditambahkan 40 µL larutan standar internal (6,45 mg α-aminobutyric acid dalam 25 mL HCl 0,1M) dan 460 µL aquabides.
3.3.6.2 Derivatisasi Dipipet 10 µL campuran larutan dari hasil hidrolisis dan larutan standar internal, ditambahkan 70 µL AccQ.Tag Fluor borate, divortex. Ditambahkan 20 µL reagen fluor A, divortex, diamkan selama 1 menit. Di inkubasi selama 10 menit pada suhu 550C, lalu disuntikkan 5 µL filtrat pada HPLC (Kabelova et al., 2009). 3.3.7 Analisis Profil Gelatin dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) Sebanyak 5 µL filtrat diinjeksikan ke dalam kolom HPLC dengan kondisi : Waters AccQ•Tag kolom Nova-Pak C18, 4 μm (3,9 x 150 mm), temperatur kolom 37°C, laju alir fase gerak 1,0 mL/menit, kromatografi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
menggunakan sistem gradien dengan fase gerak AccQTag Eluent A (buffer asetat-fosfat) dan Acetonitril 60% grade HPLC (campuran 60% asetonitril dan 40% aquabidest); detektor fluoresen
tipe 2475
(Waters, Milford,
Massachusetts, USA) pada panjang gelombang eksitasi 250 nm dan emisi 395 nm (Kabelova et al., 2009). Konsentrasi asam amino dalam sampel dihitung sebagai berikut: (
)=
(
(
)
)
x 100%
3.3.8 Analisis Data menggunakan PCA Data kromatogram yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan teknik PCA dengan cara memasukkan data % height dari kromatogram baik standar gelatin sapi dan babi, lembaran kapsul gelatin keras sapi dan babi serta pada produk kapsul keras ke dalam software Minitab 15 untuk membedakan komposisi asam amino pada standar gelatin, lembaran cangkang kapsul keras simulasi dan sampel cangkang kapsul keras
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN
4.1
Pengumpulan Sampel dari Pasaran Pengumpulan sampel dilakukan secara acak terhadap 5 sampel obat
bercangkang kapsul keras dari populasi obat vitamin dan mineral dengan produsen yang berbeda-beda yang belum teridentifikasi dengan jelas sumber bahan baku gelatinnya. Masing-masing sampel diberi identitas sebagai berikut : Tabel 4.1 Pengumpulan sampel kapsul keras dari pasaran No
Kategori
1.
Kapsul merk E
A
2.
Kapsul merk D
B
3.
Kapsul merk V
C
4.
Kapsul merk C
D
Kapsul merk I
E
5. 5.
4.2
Sampel
Pembuatan Lembaran Cangkang Kapsul Keras Simulasi dari Standar Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Lembaran cangkang kapsul keras simulasi dibuat dari bahan dasar
gelatin dan air dengan penambahan gliserin, TiO2 (titanium dioksida) dan pewarna tartrazin. Tujuan penggunaan TiO2 (titanium dioksida) adalah sebagai opacifier agent. Titanium dioksida memiliki indeks bias yang tinggi sehingga mempunyai sifat yang dapat menghamburkan cahaya dalam penggunaannya sebagai pigmen pemutih atau pengopak (Rowe et al., 2003). Lembaran cangkang kapsul keras simulasi yang dihasilkan berupa lapisan tipis, bewarna kuning, opaque dan dapat digulung. Secara organoleptis dapat dilihat bahwa lembaran cangkang kapsul keras simulasi yang dibuat dari standar gelatin sapi memiliki warna kuning pucat atau kuning kecoklatan sedangkan lembaran cangkang kapsul keras yang dibuat dari standar gelatin babi memiliki warna kuning terang. Hal ini sebagaimana dengan serbuk 32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
gelatin standar yang digunakan pada standar gelatin babi memiliki warna putih dan standar gelatin sapi memiliki warna kecoklatan.
(a)
(b)
(c)
(d)
Keterangan gambar: (a): serbuk standar gelatin sapi, (b) : lembar cangkang kapsul yang dibuat dari standar gelatin sapi, (c): serbuk standar gelatin babi, (d) : lembar cangkang kapsul yang dibuat dari standar gelatin babi.
Gambar 12. Lembaran cangkang kapsul gelatin keras 4.3
Analisis Gelatin dengan FTIR
4.3.1 Pemisahan TiO2 (Titanium dioksida) Pada penelitian ini dilakukan pemisahan titanium dioksida pada sediaan lembaran cangkang kapsul keras simulasi dan sampel cangkang kapsul keras dari pasaran. Tujuan dilakukan pemisahan titanium dioksida terhadap kapsul keras dilakukan karena memiliki serapan IR yang tidak spesifik namun menujukkan beberapa puncak pada bilangan gelombang sekitar 1450 nm dan 1950 nm yang di duga dapat mengganggu proses analisis dengan FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy) (Rowe et al., 2009). Pemisahan Titanium dioksida dapat dilakukan dengan teknik sentrifugasi. Sentrifugasi dilakukan bertujuan mengendapkan atau memisahkan titanium dioksida dari cangkang kapsul keras. Pemisahan titanium dioksida dilakukan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
dengan sentrifugasi dikarenakan adanya gaya sentrifugasi yang menyebabkan partikel-partikel menuju dinding tabung dan terakumulasi membentuk endapan. 4.3.2 Ekstraksi Gelatin dari Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Keras dari Pasaran Pada penelitian ini untuk menganalisis gelatin pada lembaran cangkang kapsul keras simulasi dan sampel cangkang kapsul keras dari pasaran, dilakukan terlebih dahulu ekstraksi gelatin agar diperoleh gelatin yang bebas dari bahan tambahan dalam cangkang kapsul keras. Ekstraksi gelatin dilakukan dengan menggunakan aseton dingin perbandingan 1;4 yang menyebabkan denaturasi pada protein atau gelatin (Winarno, 1974). Aseton dapat
mengendapkan
protein
lebih
banyak
dibandingkan
dengan
menggunakan pelarut organik lainnya seperti metanol, kloroform (Fic et al., 2005). Kemudian diinkubasi semalaman bertujuan menyempurnakan proses pengendapan gelatin. Hasil yang diperoleh berupa endapan gelatin yang berbentuk seperti permen karet. Lalu endapan tersebut dicuci dengan aseton sebanyak 3 kali dengan tujuan menghilangkan endapan tersebut dari pengotor.
Gambar 13. Endapan gelatin diperoleh dari hasil ekstraksi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
4.3.3 Analisis Profil Gelatin pada Standar Gelatin, Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Keras dari Pasaran Menggunakan FTIR Spektroskopi FTIR merupakan metode analisis yang cepat dan memiliki potensi untuk membedakan spektrum diantara dua sampel (Hasyim et al., 2010). Analisa ini bertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari asam amino kedua sumber gelatin. Identifikasi dengan FTIR dilakukan berdasarkan karakteristik gugus fungsi asam amino penyusun gelatin. Scanning sampel dilakukan pada panjang gelombang 4000-750 cm-1 dengan resolusi 4 cm-1 . Hasil perbedaan sperktrum antara gelatin babi dan sapi dapat dilihat pada Gambar 14. Kedua spektrum ini menunjukan pola spektrum yang hampir sama. Perbedaan yang dapat terlihat yaitu tinggi atau rendahnya serapan pada masing-masing pola spektrum.
Keterangan; 1: Standar gelatin sapi, 2: standar gelatin babi
Gambar 14. Penggabungan spektrum FTIR standar gelatin babi dan gelatin sapi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
Berdasarkan gambar 14 terlihat bahwa kedua sumber gelatin memiliki pola spektrum yang hampir sama jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Hasyim et al., 2010). Dimana spektrum pada standar gelatin babi dan gelatin sapi memiliki ciri khas pada daerah-daerah yang spesifik yaitu di daerah 3600-2300 cm-1 (Amida A), 1656-1644 cm-1 (Amida I), 1560-1335 cm-1 (Amida II) dan 1240670 cm-1 (Amida III) (Hasyim et al., 2010). Setelah dilakukan analisis pada standar gelatin sapi dan babi selanjutnya dilakukan analisis pada lembaran kapsul keras simulasi yang dibuat dari gelatin sapi dan babi. Hasil spektrum yang diperoleh dapat dilihat pada gambar 15. Keterangan; 1: lembar cangkang kapsul simulasi sapi, 2: lembar cangkang kapsul simulasi babi.
Gambar 15. Penggabungan Spektrum FTIR lembaran cangkang kapsul gelatin babi dan gelatin sapi simulasi Berdasarkan gambar 15 terlihat bahwa kedua sumber gelatin dari lembar cangkang kapsul keras simulasi memiliki pola spektrum yang hampir sama dengan spektrum standar gelatin babi dan sapi. Di mana spektrum pada lembaran cangkang kapsul keras simulasi juga memiliki ciri khas di daerahdaerah spesifik untuk gelatin yaitu 3600-2300 cm-1 (Amida A), 1656-1644 cm-1 (Amida I), 1560-1335 cm-1 (Amida II) dan 1240-670 cm-1 (Amida III) (Hasyim et al., 2010).
Dari spektrum di atas dapat disimpulkan bahwa
gelatin dari lembaran cangkang kapsul simulasi berhasil diekstraksi dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
komponen lainnya. Namun demikian untuk mengkonfirmasi hal tersebut perlu dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu dengan optimasi preparasi sampel karena bisa jadi bilangan gelombang ini adalah pengotor yang ikut terbawa dalam sampel gelatin. Dari spektrum FTIR gambar 14 dan gambar 15 terlihat bahwa secara umum gelatin sapi dan gelatin babi memiliki puncakpuncak serapan pada bilangan gelombang yang hampir identik. Namun jika dibandingkan lebih rinci, diantara puncak-puncak serapan yang dihasilkan (absorbansi) pada masing-masing bilangan gelombang secara kualitatif relatif berbeda. Misalnya spektrum gelatin sapi pada daerah Amida A relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan spektrum gelatin babi begitu pula pada daerah amida I dan II (1656-1644 cm-1 dan 1560-1335 cm-1). Serapan pada daerah 3290-3280 cm-1 berkaitan dengan ikatan N-H stretching dan ikatan hidrogen intramolekuler pada gugus amina dalam rantai asam amino. Absorpsi terpolarisasi paralel pada ikatan N-H, menunjukkan adanya interaksi ikatan hidrogen pada struktur alpha heliks dalam struktur gelatin tersebut. Puncak yang dihasilkan dapat bergeser ke frekuensi yang lebih rendah ketika kekuatan ikatan hidrogennya meningkat (Hasyim et al., 2010) Ikatan rangkap stretching pada gugus karbonil C=O berinterkasi dengan gugus N-H dari ikatan peptida (C-N), muncul pada daerah 1660-1620 cm-1 yang sering disebut sebagai daerah amida I. Rentang frekuensi 16601650 cm-1 merepresentasikan sturktur alpha heliks dan 1640-1620 cm-1 sebagai struktur beta sheet. Frekuensi pada daerah amida II yaitu 1550-1520 cm-1 menunjukkan deformasi gugus N-H dari struktur alpha heliks (15501540 cm-1) dan struktur beta sheet (1525-1520 cm-1) (Fischer et al., 2005). Sedangkan frekuensi pada 1500-1200 cm-1 merupakan representasi dari deformasi CH2. Daerah ini juga bersifat spesifik dan menjadi ciri khas dari beberapa gugus hidrokarbon yang terdapat pada beberapa senyawa makromolekul seperti asam lemak, protein dan polisakarida. Gugus peptida merupakan struktur berulang dari protein yang memberikan 9 karakteristik ikatan yang dinamakan amida A, B dan I-VII. Karakteristik serapan IR pada protein dan peptide terlihat pada tabel 4.2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Tabel 4.2 Karakteristik Serapan IR pada rantai peptida Rantai Peptida Amida A
Bilangan Gelombang (cm-1) 3300
Keterangan NH stretching
Amida B
3100
NH stretching
Amida I
1600-1690
C=O stretching
Amida II
1480-1575
CN stretching, NH bending
Amida III
1229-1301
CN stretching, NH bending
Amida IV
625-767
OCN bending
Amida V
640-800
Out-of-plane
NH
bending Amida VI
537-606
Out-of-plane C=O bending
Amida VII
200
Skeletal torsion
Sumber : Kong, J. and Yu, S. 2007
Selanjutnya dilakukan analisis pada produk cangkang kapsul keras yang beredar dipasaran. Hasil spektrum yang diperoleh dapat dilihat pada gambar 16 bahwa spektrum sampel B terlihat sedikit berbeda di daerah amida III yang memiliki serapan lebih tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya. Hal ini diduga adanya pengotor yang ikut terbawa dalam sampel gelatin sehingga memiliki serapan yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 16.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Keterangan; a: sampel A, b: sampel B, c: sampel C, d: sampel D, e: sampel E
Gambar 16. Penggabungan spektrum gelatin yang diperoleh dari produk cangkang kapsul keras yang ada dipasaran Walaupun ketiga bentuk spektrum gelatin sapi dan gelatin babi pada gambar 14, 15 dan 16 memiliki spektrum yang sangat mirip satu sama lain, namun melalui analisis diskriminasi yang berfokus pada profil protein dan struktur sekunder dari kedua sampel tersebut akan terlihat perbedaan diantara gelatin babi dan gelatin sapi terutama karena spektrum yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh coupling dari vibrasi gugus peptida tetangga (Hasyim et al., 2010)
4.3.4
Analisis PCA (Principal Components Analysis) pada Standar Gelatin, Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Keras dari Pasaran Dalam penelitian ini jumlah variabel yang digunakan sebanyak 8
variabel. Setelah itu 8 variabel absorbansi dari bilangan gelombang hasil analisis standar gelatin babi dan sapi, lembar cangkang kapsul keras simulasi dan Produk cangkang kapsul keras dari pasaran dimasukkan ke dalam software Minitab 15. Kemudian dilakukan analisis PCA
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Tabel 4.3 Worksheet pada penyusunan standar gelatin, lembar cangkang kapsul keras simulasi dan produk cangkang kapsul keras dari pasaran dengan PCA
GB 1 GB 2 GS 1 GS 2 KGS 1 KGS 2 KGB 1 KGB 2 Kapsul A1 KapsulA2 Kapsul B1 Kapsul B2 Kapsul C1 Kapsul C2 Kapsul D1 Kapsul D2 Kapsul E1 Kapsul E2
698 1,12 1,14 1,22 1,20 1,37 1,37 1,22 1,22 1,14 1,13 1,27 1,28 1,31 1,30 1,20 1,21 1,31 1,31
1243 0,36 0,36 0,41 0,44 0,40 0,30 0,26 0,32 0,30 0,26 0,44 0,45 0,32 0,33 0,33 0,34 0,36 0,37
1338 0,32 0,32 0,36 0,38 0,39 0,37 0,26 0,30 0,28 0,25 0,44 0,44 0,37 0,37 0,31 0,31 0,34 0,34
1409 0,34 0,33 0,39 0,41 0,40 0,38 0,26 0,32 0,30 0,27 0,45 0,46 0,34 0,35 0,33 0,33 0,36 0,36
1455 0,39 0,39 0,45 0,48 0,45 0,44 0,32 0,37 0,32 0,28 0,46 0,48 0,35 0,36 0,37 0,37 0,39 0,40
1556 0,65 0,65 0,73 0,80 0,69 0,66 0,51 0,60 0,52 0,45 0,61 0,66 0,51 0,52 0,62 0,62 0,62 0,63
1633 0,96 0,96 0,99 1,07 1,13 1,10 0,89 0,95 0,81 0,77 0,91 0,94 0,90 0,90 0,94 0,93 1,01 1,00
3263 1,09 1,06 1,13 1,11 1,37 1,37 1,20 1,23 1,05 1,09 1,23 1,23 1,25 1,25 1,12 1,13 1,31 1,31
Tabel 4.4 Kontribusi masing-masing variabel terhadap komponen utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Berdasarkan kontribusi PC1 dan PC2 maka dapat dibuat kurva score plot. Kurva score plot digunakan untuk menaksir struktur data yaitu sebagai dasar perbedaan gelatin sapi dan babi (Minitab 15 Statguide, 2007). Semakin dekat letak antar sampel pada score plot, maka semakin besar pula kemiripannya atau sampel merupakan kelompok yang sama. Sampel dengan nilai score plot yang hampir sama mempunyai sifat fisika kimia yang hampir sama. Pada software Minitab 15, pengelompokan dilakukan berdasarkan posisi sampel pada score plot, apakah memiliki nilai PC1 dan PC2 yang positif ataukah negatif. Pada gambar 17 merupakan kurva score plot PC1 dan PC2 pada standar gelatin, lembaran kapsul keras dan sampel uji.
Score Plot of 702, ..., 3263 2
GS GB
Second Component
GB
Ii
A
1 A
D
0
GS
B
I
D
B
KGB KGB
-1
C
Iii
-2
C
E
Iv
E
KGS
KGS -3 -5
-4
-3
-2
-1 0 First Component
1
2
3
4
Keterangan: GB : standar gelatin babi, GS : standar gelatin sapi, KGB : kapsul gelatin babi, KGS : kapsul gelatin sapi, A: sampel 1, B: sampel 2, C: sampel 3, D: sampel 4, E: sampel 5
Gambar 17. Kurva score plot FTIR PC1 dan PC2 pada standar gelatin, lembar cangkang kapsul Keras Simulasi dan produk cangkang kapsul keras dari pasaran Berdasarkan hasil kurva score plot diatas tampak bahwa lembar cangkang kapsul yang dibuat dari gelatin babi berada pada kuadran 3 yang memiliki nilai PC1 dan PC2 negatif. Lembar cangkang kapsul keras yang dibuat dari gelatin babi tersebut dapat dibedakan dari kapsul yang dibuat dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
gelatin sapi yang berada pada kuadran 4 yang memiliki nilai PC1 positif dan PC2 negatif. Sementara itu standar gelatin babi berada pada kuadran 2 yang memiliki nilai PC1 negatif dan PC2 positif dan standar gelatin sapi berada pada kuadran 1 yang memiliki nilai PC1 dan PC2 positif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa standar gelatin babi dan standar gelatin sapi memiliki profil asam amino yang berbeda dengan lembar cangkang kapsul simulasi yang dibuat dari gelatin yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat formulasi dilakukan pemanasan, penambahan bahan-bahan tambahan atau proses ekstraksi yang kurang baik yang dapat mempengaruhi komposisi asam amino. Pada sampel uji A dan D berada pada kuadran yang sama dengan standar gelatin babi yaitu pada kuadran 2. Begitu juga dengan sampel uji C berada pada kuadran yang sama dengan lembar cangkang kapsul yang dibuat dari standar gelatin babi. Hal ini diduga bahwa sampel uji A, C dan D memiliki kemiripan sifat fisika kimia yang sama dengan standar gelatin babi. Pada sampel uji B berada pada kuadran yang sama dengan standar gelatin sapi yaitu berada pada kuadran 1 sedangkan sampel uji E berada pada kuadran yang sama dengan lembar cangkang kapsul yang dibuat dari gelatin sapi. Hal ini diduga bahwa sampel uji B dan E memiliki kemiripan sifat fisika kimia yang sama. Untuk mengetahui variabel asam amino yang paling berpengaruh terhadap pembedaan gelatin sapi dan gelatin babi dapat dilihat berdasarkan kurva loading plot yang dihasilkan dari analisis PCA. Kurva loading plot digunakan untuk menentukan variabel asam amino yang paling berkontribusi dalam pembentukan nilai principal component. Semakin jauh suatu variabel dari titik asalnya (0,0) maka kontribusinya terhadap proses PCA akan semakin besar (Widyaninggar et al., 2011). Gambar 18 adalah kurva yang menunjukkan loading plot untuk PC1 dan PC2.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Loading Plot of 698, ..., 3263 0.4
1556 1243
1455
Second Component
0.2
1409 1338
0.0 1633
-0.2
-0.4 698 3263
-0.6 0.0
0.1
0.2 First Component
0.3
0.4
Gambar 18. Kurva loading plot FTIR PC1 dan PC2 pada standar gelatin, lembar cangkang kapsul keras simulasi dan produk cangkang kapsul keras dari pasaran.
Dari kurva loading plot diatas diketahui bahwa bilangan gelombang 1455 cm-1, 1409 cm-1 dan 1338 cm-1 memiliki jarak horisontal terjauh dari garis x = 0. Artinya variabel tersebut memiliki kontribusi paling besar terhadap pembentukan nilai PC1 dengan nilai koefisien masing-masing 0,420, 0,408, dan 0,392. Sedangkan variabel – variabel yang berkontribusi paling besar terhadap pembentukan PC2 memiliki jarak terjauh vertikal dari garis y = 0 adalah bilangan gelombang 1556 cm-1, 698 cm-1 dan 3263 cm-1 dengan nilai koefisien masing-masing 0,341, 0,276, 0,235. Variabel-variabel lain dengan nilai koefisien yang lebih kecil juga tetap berpengaruh pada nilai PC1 dan PC2 yang akhirnya juga berpengaruh pada score plot dan menentukan hasil pembedaan gelatin sapi dan gelatin babi. Walaupun demikian kontribusinya tidak sebesar variabel-variabel utama diatas.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
4.4
Analisis Gelatin dengan KCKT
4.4.1 Hidrolisis Asam Amino Hidrolisis asam amino dilakukan dengan menimbang 0,1 gram kapsul gelatin keras dengan menambahkan larutan HCl 6 N sebanyak 5 ml dengan konsentrasi 2%. Proses hidrolisis dilakukan pada suhu 110oC selama 22 jam di dalam oven. Hidrolisis dilakukan menggunakan HCl karena HCl bersifat oksidator kuat yang dapat memecah ikatan peptida secara sempurna. Setelah dihidrolisis, campuran didinginkan pada suhu ruang. Pada hidrolisis asam, asparagin dan glutamin dihidrolisis menjadi asam aspartat dan asam glutamat, triptofan secara lengkap dirusak, sistein tidak dapat ditentukan, tirosin sebagian dirusak, serin dan treonin dapat dihidrolisis tetapi masih rusak sekitar 10% dan 5% berturut-turut (Fountoulakis, M., & Lahm, H.W, 1998). Kemudian isi tabung tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan aquabidest sampai tanda batas sehingga konsentrasi larutan menjadi 0,2%. Hasil hidrolisis menghasilkan larutan hitam kecoklatan, sehingga di filter terlebih dahulu dengan menggunakan membran filter berpori 0,45 µm. Hal ini bertujuan untuk memisahkan asam amino dari komponen lain yang dapat mengganggu proses pada saat analisis. Setelah proses filtrasi menggunakan membran filter 0,45 µm, larutan akan terlihat bening dan bersih. Hidrolisis dilakukan untuk melepaskan asam amino - asam amino yang terdapat dalam gelatin, yaitu melalui pemotongan ikatan peptida asam amino penyusun gelatin. Selama proses hidrolisis ini, hubungan antara ikatan rantai polipeptida dari kolagen dengan ikatan rantai polipeptida yang lain akan menjadi terpisah. Hal ini disebabkan karena rusaknya struktur fibrosa dari kolagen (See et al., 2010). Setelah itu dipipet sebanyak 500µL, ditambahkan 40µL larutan standar internal (6,45mg α-aminobutyric acid dalam 25 mL HCl 0,1M) ditambahkan 460 µL aquabides sehingga konsentrasi larutan menjadi 0,1%. Penambahan larutan standar internal digunakan sebagai faktor koreksi kesalahan volumetrik selama persiapan sampel dan mengkoreksi hilangnya residu asam amino selama proses hidrolisis yang akan dideteksi dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
berkurangnya standar internal, sehingga penggunaan larutan standar internal dapat meningkatkan presisi.
4.4.2 Derivatisasi Asam Amino Derivatisasi asam amino dilakukan dengan menambahkan 70 µL AccQ.Tag Fluor borate dan 20 µL reagen fluor A ke dalam 10 µl filtrat dengan konsentrasi 0,01%. Kemudian di vortex dan diamkan selama 1 menit. Inkubasi selama 10 menit pada suhu 550C, lalu disuntikkan 5 µL filtrat ke dalam HPLC. Proses ini merupakan proses derivatisasi pra kolom. Asam amino akan diderivatisasi terlebih dahulu di dalam hidrolisat, kemudian derivat dipisahkan pada HPLC fase terbalik. Kelebihan dari derivatisasi pra kolom yaitu waktu analisa cepat, dan cocok untuk analisa dengan jumlah residu yang sedikit atau sekitar 20 residu (Fountoulakis, M., & Lahm, H.W, 1998). Kolom yang digunakan Waters AccQtaq ( 3,9 x 150 mm) dengan temperatur kolom 37°C, laju alir fase gerak 1,0 mL/menit, kromatografi menggunakan sistem gradien dengan fase gerak AccQTag Eluent A (buffer asetat-fosfat) dan Acetonitril 60% grade HPLC (campuran 60% asetonitril dan 40% aquabidest). Detektor yang digunakan adalah detektor fluoresen. Detektor fluoresen memonitor emisi dari cahaya fluoresen dari fase gerak. Detektor fluoresen lebih selektif dan sangat sensitif (pikogram sampai femtogram) untuk komponen dengan daya fluoresen tinggi (Ahuja, S., & Dong, M.W, 2005). Detektor fluoresen yang digunakan adalah detektor fluoresen 2475 dengan panjang gelombang emisi 395 nm dan panjang gelombang eksitasi 250 nm. Hal ini dapat diartikan bahwa detektor memancarkan gelombang pada panjang gelombang 250 nm dan menangkap emisi fluoresensi yang dipancarkan oleh sampel pada panjang gelombang 395 nm. Ada beberapa agen penderivat yang dapat digunakan untuk menderivatisasi asam amino antara lain ortho-phtalaldehyde (OPA), 7-kloro-4-nitrobenzo2-oksa-1,3diazol (NBD-Cl), 3-mercaptopropionic acid (MPA), aminokuinolil -Nhidroksisuksini-midil karbamat (AQC). Metode derivatisasi yang digunakan adalah metode AccQTaq yang menggunakan reagen aminokuinolil -N-
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
hidroksisuksini-midil karbamat (AQC). Pemilihan digunakan aminokuinolil N-hidroksisuksini-midil
karbamat
(AQC)
sebagai
dikarenakan aminokuinolil-N-hidroksisuksini-midil
agen
derivatisasi
karbamat (AQC) ini
prosesnya cepat dan sederhana selain itu produk yang dihasilkan stabil dan adanya kelebihan AQC tidak mengganggu proses pemisahan (Rohman dan Sumantri, 2007). AQC ini merupakan agen penderivat yang paling stabil jika dibandingkan dengan agen penderivat lainnya. Agen penderivat AQC ini stabil selama 7 hari pada suhu ruang. Selain itu juga AQC dapat bereaksi dengan asam amino primer dan asam amino sekunder (Masuda dan Domae, 2011) sehingga paling cocok digunakan dalam proses derivatisasi. . Kelebihan reagen AQC akan bereaksi secara cepat di dalam air membentuk 6-aminoquinoline (AMQ), N-hidroksisuccimid (NHS) dan CO2 (t½ = 15 detik) (Marten, S., & Naguschewski, M., 2011). AMQ bereaksi lambat dengan reagen AQC berlebih untuk membentuk bis aminoquinolin urea. Produk-produk samping tidak mengganggu identifikasi dan kuantisasi dari salah satu asam amino (www.waters.com/aaa).
Sumber: www.waters.com/aaa
Gambar 19. Reaksi Derivatisasi Reagen AQC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
4.5
Analisis Profil Asam Amino dengan KCKT
4.5.1 Analisis Standar Asam Amino Penelitian ini dilakukan analisis terhadap standar asam amino, standar gelatin babi dan sapi, lembar cangkang kapsul keras simulasi yang dibuat dari gelatin babi dan gelatin sapi dan analisis terhadap sampel uji yang beredar dipasaran. Analisis standar asam amino dapat dilihat bahwa ada 18 Asam amino yang digunakan sebagai standar adalah L-asam aspartat (Asp), L-serin (Ser), L-asam glutamat (Glu), L-glisin (Gly), L-histidin (His), L-arginin (Arg), L-treonin (Thr), L-alanin (Ala), L-prolin (Pro), L-tirosin (Tyr), L-valin (Val), L-metionin (Met), L-lisin (Lys), L-isoleusin (Ile), L-leusin (Leu), Lfenilalanin (Phe), L- sistein (Cys), dan triptofan. Penentuan standar asam amino dilakukan dengan menambahkan campuran dari hidrolisat asam amino dengan larutan baku standar internal, reagen fluor borat, dan reagen fluor A. Hasil kromatogram dari standar asam amino ditunjukkan pada gambar berikut.
Keterangan : 1: asam aspartat; 2: serin; 3: asam glutamat; 4: glisin ; 5: histidin; 6 : arginin; 7: treonin; 8 : alanin ; 9 : prolin; 10: tirosin ; 11 : valin ; 12 : metionin; 13: lisin; 14: isoleusin; 15: leusin; 16: fenilalanin
Gambar 20. Profil standar asam amino
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
4.5.2
Analisis Asam Amino pada Standar Gelatin, Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Keras dari Pasaran.
Tabel 4.5 Komposisi Asam Amino pada Standar Gelatin dan Lembar Cangkang Kapsul keras dalam % b/b (1 gram/100 gram)
Asam Amino
L-Aspartic acid L-Serine L-Glutamic acid Glycine L-Histidine L-Arginine L-Threonine L-Alanine L-Proline L-Cystine L-Tyrosine L-Valine LMetheonine L-Lysin HCl L-Isoleucine L-Leucine LPhenylalanine Triptophan
Standar gelatin babi (210,2200)
Standar gelatin sapi (210,2199)
4,471
Lembaran Kapsul keras dari standar gelatin babi (209,2244) 1,293
Lembaran Kapsul keras dari standar gelatin sapi (209,2245) 1,331
5,258 3,213 8,219
3,017 7,344
1,128 2,531
1,181 2,490
21,944 1,642 11,448 2,360 6,659 10,274 0,461 0,925 2,635 0,648
20,493 1,552 9,319 1,934 6,187 9,542 0,201 0,474 2,361 0,856
7,442 0,409 2,940 0,635 2,980 1,008 0,000 0,398 0,722 0,461
7,936 0,481 3,109 0,737 2,491 1,563 0,000 0,546 0,715 0,622
2,771 1,347 2,900 3,229
2,647 1,616 2,879 2,276
0,892 0,362 0,904 0,729
0,829 0,454 0,872 0,831
0,000
0,000
0,000
0,000
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa asam amino glisin, prolin dan arginin pada gelatin babi memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin sapi. Gelatin memiliki kadar asam amino metionin, sistin dan tirosin yang rendah. Semua jenis asam amino terdapat dalam gelatin kecuali triptofan (Nhari et al., 2011). Pada penelitian ini juga dihasilkan asam amino glisin, prolin dan arginin pada gelatin babi memiliki
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin sapi dan memiliki kadar asam amino metionin dan tirosin yang rendah sedangkan asam amino triptofan rusak selama proses hidrolisis. Selanjutnya dilakukan penetapan kadar masing-masing asam amino pada standar gelatin, lembaran cangkang kapsul keras simulasi dan sampel uji cangkang kapsul keras. Untuk mengetahui kadar masing-masing asam amino pada gelatin, dapat dilakukan pehitungan sebagai berikut :
(
)=
(
%
( ) )
x 100
Contoh: Asam amino asam L-aspartic (mg/100gram) pada sampel uji cangkang kapsul B =
µ
,
,
= 4571,9 mg/100gram b/b
(
(
)
)(µ )
x 100%
4.6 Analisis PCA (Principal Components Analysis) pada Standar Gelatin, Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi dan Produk Cangkang Kapsul Keras dari Pasaran. Pengelompokkan masing-masing sampel gelatin dapat dilakukan dengan menggunakan teknik kemometrik yaitu PCA (Principal Components Analysis). Pada puncak kromatogram PCA dapat mengekstrak komponen utama dan mengklasifikasikan gelatin sapi dan babi (Nemati et al., 2004). Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah % tinggi puncak dari masing masing asam amino dalam kromatogram. Variabel % tinggi puncak dipilih karena % tinggi puncak berbanding lurus dengan konsentrasi asam amino pada sampel. Jumlah variabel yang digunakan 15 variabel (% tinggi puncak 15 asam amino). Setelah itu data % tinggi puncak masing-masing asam amino pada kromatogram hasil analisis standar gelatin babi dan sapi, lembaran cangkang kapsul keras simulasi dan sampel uji dimasukkan ke dalam software minitab 15. Kemudian dilakukan analisis PCA.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Tabel 4.6 Worksheet pada penyusunan standar gelatin, lembar cangkang kapsul keras simulasi dan produk cangkang kapsul keras dari pasaran dengan PCA
Tabel 4.7 Kontribusi masing-masing variabel terhadap nilai komponen utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Berdasarkan kontribusi PC1 dan PC2 maka dapat dibuat kurva score plot. Kurva score plot digunakan untuk menaksir struktur data yaitu sebagai dasar perbedaan gelatin sapi dan babi (Minitab 15 Statguide, 2007). Semakin dekat letak antar sampel pada score plot, maka semakin besar pula kemiripannya atau sampel merupakan kelompok yang sama. Sampel dengan nilai score plot yang hampir sama mempunyai sifat fisika kimia yang hampir sama. Pada Minitab, pengelompokan dilakukan berdasarkan posisi sampel pada score plot, apakah memiliki nilai PC1 dan PC2 yang positif ataukah negatif. gelatin, lembaran cangkang kapsul keras simulasi dan sampel uji. Pada gambar 21 dapat dilihat kurva score plot PC1 dan PC2 penyusun standar gelatin, lembaran kapsul simulasi dan sampel uji. Score Plot of aspartat, ..., penilalanin B
3 KB
Second Component
2
Ii
KB
1
C
-1
Iii
-2 GS
-3 -5
-4
-3
D D
GB
0
I
C
GB
GS
i
-2
B
A A
Iv KS
E
KS
-1 0 First Component
1
2
3
E 4
Keterangan: GB : standar gelatin babi, GS : standar gelatin sapi, KB : lembaran kapsul keras gelatin babi, KS : lembaran kapsul keras gelatin sapi, A: sampel 1, B: sampel 2, C: sampel 3, D: sampel 4, E: sampel 5
Gambar 21. Kurva score plot HPLC PC1 dan PC2 pada standar gelatin dan lembaran kapsul Keras Simulasi dan sampel uji
Berdasarkan kurva score plot diatas bahwa standar gelatin babi dan lembar cangkang kapsul yang dibuat dari standar gelatin babi berada dalam satu kuadran yaitu kuadran 2 yang memiliki nilai PC1 negatif dan PC2 positif. Standar gelatin sapi dan lembar cangkang kapsul yang dibuat dari standar
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
gelatin sapi berada dalam satu kuadran yaitu kuadran 3 yang memiliki nilai PC1 dan PC2 negatif. Hal ini menunjukkan bahwa standar gelatin babi dengan lembar cangkang kapsul simulasi babi dan standar gelatin sapi dengan lembar cangkang kapsul simulasi sapi memiliki komposisi asam amino yang sama dan dapat dipisahkan dengan proses ekstraksi yang baik oleh sistem HPLC. Sementara itu kurva score plot pada sampel uji A,B,C dan D memiliki nilai PC1 dan PC2 positif. Sedangkan sampel uji E memiliki nilai PC1 positif dan PC2 negatif. Hal ini diduga bahwa sampel A,B,C,D dan E terbuat dari campuran antara gelatin babi dan sapi atau terbuat dari selain gelatin sapi atau gelatin babi. Untuk mengetahui variabel asam amino yang paling berpengaruh terhadap pembeda gelatin sapi dan gelatin babi dapat dilihat dari kurva loading plot yang dihasilkan dari analisis PCA. Loading plot ini digunakan untuk menentukan variabel asam amino yang paling berkontribusi dalam pembentukan nilai principal component. Semakin jauh suatu variabel dari titik asalnya (0,0) maka kontribusinya terhadap proses PCA akan semakin besar (Widyaninggar et al., 2011). Gambar 22 adalah kurva yang menunjukkan loading plot untuk PC1 dan PC2. Loading Plot of aspartat, ..., penilalanin 0.5
lysin hcl
0.4
Second Component
0.3
alanin
glutamat
valine
0.2
0.0
arginin
aspartat
0.1
threonin leucin tyrosine
-0.1 penilalanin isoleusin
-0.2 serine
-0.3
metionin prolin
glycine
-0.4 -0.4
-0.3
-0.2
-0.1 0.0 0.1 First Component
0.2
0.3
0.4
Gambar 22. Kurva loading plot PC1 dan PC2 pada standar gelatin, lembar cangkang kapsul keras simulasi dan produk cangkang kapsul keras dari pasaran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Berdasarkan kurva loading plot diatas bahwa variabel tirosin, treonin dan leusin memiliki jarak horizontal yang jauh dari garis x = 0, artinya asam amino tersebut memiliki kontribusi yang besar pada pembentukan nilai PC1 dengan nilai koefisien masing-masing -0.321, 0.102 dan 0.305. Sedangkan variabel – variabel yang berkontribusi paling besar terhadap pembentukan PC2 memiliki jarak terjauh vertikal dari garis y = 0 adalah lysine hcl, valin dan glisin dengan nilai koefisien masing-masing -0.341, 0.317 dan 0.341. Variabel variabel lain dengan nilai koefisien yang lebih kecil juga tetap berpengaruh pada nilai PC1 dan PC2 yang akhirnya juga berpengaruh pada score plot dan menentukan hasil pembeda gelatin sapi dan gelatin babi. Walaupun demikian kontribusinya tidak sebesar variabel-variabel utama diatas.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 1.
Kesimpulan Analisis perbedaan gelatin babi dan gelatin sapi dengan metode FTIR dan teknik kemometrik PCA (Principal Component Analysis) dapat mengklasifikasikan kedua sumber gelatin.
2.
Analisis perbedaan gelatin babi dan gelatin sapi dengan metode HPLC dengan teknik kemometrik PCA (Principal Component Analysis) baru bisa membedakan komposisi asam amino pada standar gelatin sapi dan babi serta lembaran kapsul keras yang dibuat sendiri, tetapi belum bisa membedakan sumber gelatin yang dipakai pada produk kapsul keras yang diambil dari pasaran.
5.2 Saran 1.
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu dengan optimasi preparasi sampel pada metode FTIR karena bisa jadi masih terdapat pengotor yang ikut terbawa dalam sampel gelatin.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap cara membedakan gelatin babi dan gelatin sapi pada produk kapsul keras yang diperoleh dari pasaran dengan metode HPLC dengan teknik PCA serta perlu dilakukan variasi lebih banyak yaitu dengan membuat lembaran cangkang kapsul keras yang dibuat dengan menggunakan campuran gelatin babi dan sapi dengan berbagai konsentrasi.
54 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Ahuja, S., & Dong, M.W. 2005. Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC Volume 6 of Separation Science and Technology. New York: Elsevier Academic Press Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi keempat. Jakarta : UI Press Bailey ,P.D.1990. An Introduction to peptide Chemistry. Wiley Interscience. New York Bennion, M. 1980. The Science of Food. John Wiley and Sons. New York. Brauner, J. W., Flach, C, R., & Mendelsohn, R. (2005). A quantitative reconstruction of the amide I contour in the IR spectra of globular proteins: From structure to spectrum. Journal of the American Chemical Society, 127, 100-109. Carr, J. M., K. Sufferling, dan J. Poppe. 1995. Hydrocolloids and their use in the confectionery Industry. Journal of Food Tech. 32 (7): 41-42 Cooper, C., Packer, N., dan Williams, N. Methods in Molecular Biology, vol.159: Amino Acid Analysis Protocols. Humana Press Inc 16. DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB
diterjemahkan
oleh
Kosasih
Fischer, G., Cao, X., Cox, N., & Francis, M. (2005). The FTIR spectra of glycine and glycylglycine zwitterions isolated in alkali halide matrices. Journal of Chemical Physics, 313, 39-49 Fountoulakis, M., & Lahm, H.W. 1998. Hydrolysis and amino acid composition analysis of proteins. Journal of Chromatography A, 826 (1998) 109–134 Gui-Feng, Z., Tao, L., Qian, W., Jian-Du, L., Guang-Hui, MA., dan Zhi-Guo, SU. 2008. Identification of Marker Peptides in Digested Gelatins by High Performance Liquid Chromatography / Mass Spectrometry. Chinese Journal of Analytical Chemistry Volume 36, Issue 11, November 2008 GMIA, 2012. Gelatin Handbook, USA: Gelatin Manufacturers Institute of America Hafidz, R.M, Yaakob, R.N, Amin I, C.M, dan Noorfaizan, A. 2011. Chemical and Functional Properties of Bovine and Porcine Skin Gelatin. International Food Research Journal 18: 813-817 (2011) Hashim, D.M, Che Man, Y.B., Norakasha, R., Shuhaimi, M., Salmah, Y., & Syahariza, ZA. 2010. Potensial Use of Fourier Transfor Infared
55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Spectroscopy for Differentiation of Bovine and Porcine Gelatins. Journal of Food Chemistry 118: 856-860 Jamaludin, M.A., Zaki, N.N.M., Ramli, M.A., Hashim, D.M., dan Ab.Rahman, S. 2011. Istihalah: Analysis on The Utilization of Gelatin in Food Products. 2011 2nd International Conference on Humanities, Historical and Social Science IPEDR vol. 17. Singapore: IACSIT Press. Jannah, A. 2008. Gelatin: Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Malang: UIN-Malang Press
Produksi.
Johnson,E.L dan Stevenson,R.1991.Dasar Kromatografi Cair. Bandung: ITB Jurnal Halal LPPOM MUI No.94 edisi Maret-April Tahun 2012 ISSN 08524947 Kabelova, I., Dvořáková, M., Čížková, H., Dostálek, P., dan Melzoch, K. 2009. Determination of free amino acids in cheeses from the Czech market. Czech J. Food Sci. Vol. 27, 2009, No. 3: 143–150 Kong, J. and Yu, S. 2007. Fourier transform infrared spectroscopic analysis of protein secondary structures. Acta Biochimica et Biophysica Sinica 39(8): 549- 559. Kurniawati, Farida Dewi. 2006. Studi Pengaruh Metode dan Tahapan Ekstraksi Multistage Terhadap Mutu Gelatin [skripsi]. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Marten, S., & Naguschewski, M. 2011. Application Note: High speed separation and detection of 18 AQC derivatized amino acids using UHPLC-ESI-MS. Diakses tanggal 30 September 2012 pukul 11.08 pada www.knauer.net Miller, J.N., & Miller, J.C. 2005. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry Fifth edition. Inggris : Pearson Education Limited Miyazawa T, Shimanouchi T, Mizushima S. 1956. Characteristic Infared Bands of Monosubtited. Journal of Chem Phys 1956, 24: 408 Nhari, R.M.H.R., Ismail, A., dan Che Man, Y.B. 2012. Analytical Methods for Gelatin Differentiation from Bovine and Porcine Origins and Food Products. Journal of Food Science Vol. 71, Nr.1 2012 Nelson, D. L., & Cox, M. M. 2005. Lehninger Principles of Biochemistry Fourth Edition. W.H. Freeman and Company Nemati, M., Oveisi, M.R., Abdollahi, H., dan Sabzevari, O. 2004. Differentiation of bovine and porcine gelatins using principal component analysis. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 34(2004) 485–92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Nur Azira, T., Amin, I. dan Che Man, Y. B. 2012. Differentiation of bovine and porcine gelatins in processed products via Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) and principal component analysis (PCA) techniques. International Food Research Journal 19 (3): 1175-1180 (2012) Pare, J.R.J., & Belanger, J.M.R. 1997. Instrumental Methods in Food Analysis. Elsevier science Perwitasari,D.S. 2008. Hidrolisis tulang sapi menggunakan HCl untuk pembuatan gelatin. Makalah seminar nasional soebardjo brotohardjono.ISSN 1978-0427. Poedjiadi, A. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press Rediatning, W., & Kartini, N. 1987. Analisis Asam Amino dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Secara Derivatisasi Prakolom dan Pascakolom; Proceedings ITB Vol. 20 No. ½, 1987 Rohman,A dan Che Man,Y.B. 2011. Analysis of Pig Derivatives for Halal Authentication Studies,Food review international, 28:97-112. Rohman,A dan Sumantri, 2007. Analisis Makanan.Jogjakarta :Gadjah Mada University press. Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Quinn, M. E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient Sixth Edition. USA: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association 2009 Sahilah, A.M., Mohd. Fadly, L., Norrakiah, A.S., Aminah, A., Wan Aida, W.M., Ma’aruf, A.G dan Mohd. Khan, A. 2012. Halal Market Surveillance of Soft and Hard Gel Capsules in Pharmaceutical Products Using PCR and Southern-Hybridation on the Biochip Analysis. International Food and Research Journal 19 (1): 371-375 (2012) Schrieber, R., & Gareis, H. 2007. Gelatine Handbook : Theory dan Industrial Practice. Jerman: Wiley VCH Verlag GmbH dan Co. KGaA Singh, S., Rao, K.V.R., Venugopal, K., Manikandan, R. 2002. Alteration in Dissolution Characteristics of Gelatin-Containing Formulations; A Review of the Problem, Test Methods, and Solutions. Pharmaceutical Technology April, 2002 tersedia online pada www.pharmtech.com Waters. 2009. Amino acid analysis. Diambil dari www.waters.com/aaa, diakses pada 30 September 2012 pukul 11.45 Waters AccQTag Chemistry Package: Instruction Manual. Millipore Corporation, April 1993 Widyaninggar, A., Triwahyudi., Triyana, K., dan Ab.Rohman. 2012. Differentiation between porcine and bovine gelatin in commercial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
capsule shells based on amino acid profiles and principal component analysis. Indonesian J.Pharm Vol. 23 No. 2: 96-101 ISSN-p : 0126-1037 Winarno,F.G.1997.Kimia pangan dan gizi.jakarta.PT.gramedia pustaka utama. Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Kerja
Standar Gelatin
5 produk pasaran
Lembaran Kapsul Keras Simulasi
Hidrolisis asam amino
Ekstraksi gelatin menggunakan aseton
Derivatisasi Analisis menggunakan FTIR Analisis menggunakan HPLC Hasil Spektrum Hasil Kromatogram
Analisa data dengan PCA
Hasil Analisa
Kesimpulan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 2. Hasil Interferogram
3346.50 3304.06 3269.34 3242.34
721.38
Spektrum FTIR Standar Gelatin Babi Duplo 1.2
1633.71
Abs 1
1556.55
0.8
1082.07
1031.92
1244.09
1203.58
1163.08
1338.60
1282.66
1454.33
0.4
1408.04
0.6
0.2
0 3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
702.09
4000 GB 50% 1
3315.63 3292.49 3278.99 3265.49
1.2
1633.71
Abs 1
1552.70
0.8
1082.07
1033.85
1203.58
1165.00
1244.09
1336.67
0.4
1282.66
1454.33
Spektrum FTIR Standar Gelatin Babi 3
1408.04
0.6
0.2
0 4000 GB 50% 2
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
1.2
1631.78
3315.63 3304.06 3273.20 3261.63
Spektrum FTIR Standar Gelatin Sapi Duplo
Abs Spektrum FTIR Standar Gelatin Sapi 2
1554.63
1
1082.07
1033.85
1244.09
1203.58
0.4
1163.08
1338.60
1282.66
1454.33
0.6
1406.11
0.8
0.2
0 3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
1.2
1633.71
3319.49 3305.99 3273.20 3261.63
702.09
4000 3500 GS 50% 1.10
Abs
1556.55
1
0.8
1082.07
1033.85
1203.58
1165.00
1244.09
1338.60
1282.66
1454.33
0.4
1408.04
0.6
0.2
0
4000 GS 50% 2
3500
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
3325.28 3309.85 3282.84 3273.20 3261.63
Spektrum FTIR Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Babi Simulasi Duplo
1.2
1633.71
Abs 1
1031.92
1080.14
1246.02
1203.58
1338.60
0.4
1284.59
1456.26
0.6
1408.04
1556.55
0.8
0.2
0 3500
3000
2500
2000
1750
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
3327.21 3300.20 3284.77 3263.56
4000 KGB 1
1.2 1631.78
Abs 1
1552.70
0.8
1080.14
1031.92
1203.58
1338.60
1280.73 1246.02
1456.26
0.4
1411.89
0.6
0.2
0 4000 KGB 2
3500
1500
1250
1000
750 1/cm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0.5 1456.26
4000 KGS 2
3500
3000
2500 700.16
2000
2000 1750
1750 1500
1500
1250 1082.07
2500 1250
1031.92
3000
1203.58
3500
1338.60
4000 KGS 1 1456.26
1033.85
1082.07
1203.58
1280.73 1246.02
1338.60
1409.96
0.5
1280.73 1246.02
1.25 1633.71
1556.55
1633.71
1.25
1409.96
0.75 1556.55
3317.56 3307.92 3298.28 3282.84 3271.27 3263.56
709.80
3311.78 3307.92 3290.56 3271.27 3265.49 3257.77
63
Spektrum FTIR Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Sapi Simulasi Duplo
Abs
1
0.75
0.25
0 1000
1000
750 1/cm
Abs
1
0.25
0
750 1/cm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
3309.85 3282.84 3263.56 3253.91
Spektrum FTIR Sampel Kapsul A Duplo
1631.78
1 Abs
1031.92
1082.07
1203.58 1166.93
1336.67
0.4
1282.66 1247.94
1456.26
0.6
1406.11
1552.70
0.8
0.2
0 3500
4000 kapsul A3
3500
3000
2500
2000
1750
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
3331.07 3319.49 3253.91
4000 kapsul A
1
1633.71
Abs 0.8
1026.13
1072.42
1153.43
1199.72
1249.87
1338.60
1458.18
0.4
1408.04
1562.34
0.6
0.2
0 1500
1250
1000
750 1/cm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
3354.21 3317.56 3255.84
Spektrum FTIR Sampel Kapsul B Duplo
1631.78
1 Abs
1028.06
1078.21
1151.50
1247.94
1203.58
0.4
1336.67
1452.40
0.6
1408.04
1552.70
0.8
0.2
0
4000 kapsul B2.1
3500
3000
2500
2000
1750
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
709.80
3500
3352.28 3307.92 3259.70 3248.13
4000 kapsul B1.1
1.25
1147.65
1203.58
1247.94
1336.67
1454.33
0.5
1409.96
0.75
1078.21
1552.70
1
1026.13
1631.78
Abs
0.25
0 1500
1250
1000
750 1/cm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
3356.14 3329.14 3309.85 3253.91
Spektrum FTIR Sampel Kapsul C Duplo
1.25
1635.64
Abs 1
1016.49
1083.99
1240.23
1166.93
1369.46 1340.53
1458.18
0.5
1411.89
1556.55
0.75
0.25
0 3000
2500
2000
1750
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
3356.14 3329.14 3309.85 3253.91
4000 3500 kapsul C1.1
1.25
1635.64
Abs 1
1016.49
1083.99
1240.23
1166.93
1369.46 1340.53
1458.18
0.5
1411.89
1556.55
0.75
0.25
0 4000 3500 kapsul C1.1
1500
1250
1000
750 1/cm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
3332.99 3317.56 3284.77 3250.05
715.59
Spektrum FTIR Sampel Kapsul D Duplo
1.2 Abs
1631.78
1
0.8
1018.41 1080.14
1149.57
1238.30
1369.46
1452.40
0.4
1413.82
1566.20
0.6
0.2
0 3500
3000
2500
2000
1750
3000
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
3321.42 3315.63 3280.92 3265.49 3251.98
4000 kapsul D1
1.2
1631.78
Abs 1
1554.63
0.8
1082.07
1031.92
1246.02
1203.58
1165.00
1336.67
1454.33
0.4
1406.11
0.6
0.2
0 4000 3500 kapsul D2.1
1500
1250
1000
750 1/cm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
704.02
3313.71 3302.13 3284.77 3261.63
Spektrum FTIR Sampel Kapsul E Duplo
1633.71
1.25 Abs
1033.85
1080.14
1246.02
1203.58
1165.00
0.5
1338.60
1460.11
0.75
1408.04
1554.63
1
0.25
0 3500
3000
2500
2000
1750
2500
2000
1750
1500
1250
1000
750 1/cm
3354.21 3319.49 3296.35 3273.20 3259.70
4000 KAPSUL E
1.2 1631.78
Abs 1
1554.63
0.8
1082.07
1031.92
1246.02
1203.58
1165.00
1338.60
1456.26
0.4
1406.11
0.6
0.2
0 4000 3500 KAPSUL E 2
3000
1500
1250
1000
750 1/cm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Lampiran 3. Hasil Kromatogram Kromatogram KCKT Standar Gelatin Babi Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Kromatogram KCKT Standar Gelatin Sapi Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
Kromatogram KCKT Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Babi Simulasi Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Kromatogram KCKT Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Sapi Simulasi Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
Kromatogram KCKT Sampel Kapsul A Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
Kromatogram KCKT Sampel Kapsul B Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
Kromatogram KCKT Sampel Kapsul C Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Kromatogram KCKT Sanpel Kapsul D Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
Kromatogram KCKT Sampel Kapsul E Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
Lampiran 4. Rekaman Pengujian Asam Amino HPLC Informasi Data KCKT Standar Gelatin Sapi Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
Informasi Data KCKT Standar Gelatin Babi Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
Informasi Data KCKT Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Sapi Simulasi Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
81
Informasi Data KCKT Lembar Cangkang Kapsul Gelatin Babi Simulasi Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
82
Informasi Data KCKT Sampel Uji A Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83
Informasi Data KCKT Sampel Uji B Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84
Informasi Data KCKT Sampel Uji C Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
85
Informasi Data KCKT Sampel Uji D Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86
Informasi Data KCKT Sampel Uji E Duplo
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
87
Lampiran 5. Pembuatan Larutan A.
Pembuatan larutan standar asam amino Dipipet 40 µl standar campuran asam amino, tambahkan 40 µl larutan standar internal (6,45 mg α-aminobutyric acid dalam 25 ml HCl 0.1M) dan 920 µl aquabides, homogenkan. Diambil 10 µl campuran standar, tambahkan 70 µl AccQTag fluor borate, vortex selama 5 menit, tambahkan 20 µl reagen fluor A, vortex, diamkan selama 1 menit. Inkubasi selama 10 menit pada suhu 550C lalu suntikkan 5 µl pada HPLC (Kabelova et al., 2009).
B.
AccQ·Tag Fluor Reagen serbuk (Waters Corporation): serbuk kering reagen derivatisasi AQC (Salazar et al., 2012).
C.
AccQ·Tag buffer borat (Waters Corporation): buffer Borate digunakan untuk memastikan pH optimum (8.8) untuk derivatisasi (Salazar et al., 2012).
D.
Pembuatan AccQ.Tag Flour Reagen 1 ml AccQ•Tag Fluor Reagen Diluent dimasukkan kedalam vial yang berisi Waters AccQ•Tag Fluor Reagen serbuk, tutup vial kemudian campuran di vortex selama 10 detik dan dipanaskan pada hot plate 55°C sampai larut (pemanasan tidak lebih dari 10 menit). Reagen dapat disimpan di dalam lemari pendingin sampai 2 minggu (Kabelova et al., 2009).
E.
Pembuatan AccQ.Tag eluent A Buffer asetat-fosfat (tambahkan 200 ml konsentrat dalam 2 L MiliQWater) (Kabelova et al., 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
88
Lampiran 6. Gambar Penelitian
Serbuk standar gelatin sapi
Serbuk standar gelatin babi
Ekstraksi gelatin dengan Endapan gelatin aseton -20oC hasil ekstraksi
Pemisahan TiO2
Larutan gelatin dimasukkan ke dalam plat ATR
Plat ATR
Seperangkat alat FTIR shimadzu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta