Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-2-1 Purwokerto, 6 September 2014
Analisis Prinsip Kesantunan Mahasiswa Asal Thailand Selatan Dalam Berkomunikasi Di Lingkungan Rumah (Sebuah Kajian Sosiolinguistik pada Gegar Budaya Mahasiswa Asing di Universitas Muhammadiyah Purwokerto). Laily Nurlina1,Siti Fathonah2 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl Raya Dukuh Waluh, PO BOX 202 Purwokerto 53182 Telp. (0281) 636751 ext 230 1 Email :
[email protected] 1,2
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan masalah – masalah komunikasi yang dihadapi mahasiswa asal Thailand ketika berbicara dalam bahasa Indonesia, (2) Mendeskripsikan perbedaan prinsip kesantunan antara Thailand dan Indonesia sehingga dapat menjembatani masalah komunikasi yang terjadi, (3) Mendeskripsikan perbedaan budaya antara Thailand dan Indonesia untuk memudahkan proses berinteraksi dengan masyarakat dan (4) Menjelaskan upaya – upaya yang dilakukan mahasiswa Thailand untuk mengatasi gegar budaya di Indonesia. Pembahasan penelitian ini mengupas tentang contoh – contoh pelanggaran prinsip kesantunan, perbedaan budaya yang mencolok antara Thailand Selatan dan Indonesia (Purwokerto), percakapan – percakapan yang kurang tepat dalam kehidupan sehari – hari, kesalahan pilihan kata dan solusi untuk mengatasi masalah – masalah mahasiswa asing sehingga Universitas Muhammadiyah Purwokerto lebih siap ketika menerima mahasiswa asing tidak hanya dari Thailand Selatan tetapi juga dari negara lain. Kata kunci : adaptasi, gegar budaya, pelanggaran prinsip kesopanan, solusi PENDAHULUAN Universitas Muhammadiyah Purwokerto mempersiapkan program World Class University untuk menyambut diberlakukannya Asean Free Trade Association (AFTA) pada 2015 dengan memperkuat kerjasama internasional dengan negara – negara tetangga dan negara lainnya. Hadirnya 14 mahasiswa asing mewarnai lingkungan belajar di UMP sehingga rasa internasional sedikit demi sedikit mulai tampak. Ratusan mahasiswa asing mengadakan pertukaran budaya pada Desember 2013, sungguh suatu upaya yang patut dihargai. Perbedaan latar belakang budaya negara asal dan Indonesia membuat mahasiswa asing mengalami gegar budaya pada saaat pertama kali datang di Purwokerto. Bahasa cablaka Banyumasan mengagetkan mereka karena intonasi dan raut muka masyarakat yang seolah – olah marah dan tidak sabaran bahkan ketika tidak suka langsung berbicara apa adanya. Banyaknya warga muslimah yang tidak berjilbab membuat mereka takut makan di warung makan karena di negara asal mereka akan merasa aman makan di tempat yang penjualnya memakai jilbab. Hal – hal lain juga membuat mereka merasa kaget dan tidak betah tinggal dan menuntut ilmu di Purwokerto. Komunikasi adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok dalam kehidupan masyarakat. Saat berinteraksi manusia menyampaikan pesan sesuai dengan apa yang ada dalam benaknya dan sangat dipengaruhi latar belakang bahasa dan budaya asal. Komunikasi berbeda budaya menimbulkan berbagai masalah kesopanan karena ada ketidakfahaman atas kebiasaan yang berlaku sehari – hari. Perbedaan ini menimbulkan pelanggaran prinsip kesopanan yang bisa terjadi dengan tidak sengaja dan atas dasar ketidaktahuan. Aminudin Azis dalam penelitiannya mengemukakan perbedaan cara komunikasi warga Thailand dan Indonesia. Strategi samar – samar dalam menolak ditunjukkan orang Thailand sehingga sangat kontras dengan kondisi gaya bicara dan budaya Banyumas. Deephuethon dalam kajiannya mengatakan bahwa orang Thailand menggunakan cara yang sangat konvensional dalam menolak yaitu kesantunan negatif, kesantunan positif dan strategi samar – samar . Kesantunan positif ditunjukkan dengan cara menunda atau menghindari jawaban langsung ketika akan menolak sesuatu. Perbedaan – perbedaan inilah yang sangat menarik untuk diteliti dan dianalisis sehingga akan terbangun jembatan komunikasi yang erat antara mahasiswa asing dan warga Indonesia. Pola – pola komunikasi yang dipengaruhi oleh kebudayaan dapat ditelusuri melalui pengamatan terhadap kecenderungan – kecenderungan berbahasa. Proses pembelajaran BIPA harus memperhatikan 183
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-2-1 Purwokerto, 6 September 2014 adanya perbedaan latar belakang budaya tersebut sehingga mahasiswa dapat meminimalkan kesulitan – kesulitan berkomunikasi. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif analisis yang mengambil tempat di lingkungan mahasiswa asing tinggal dan lingkungan kampus. Waktu yang dibutuhkan dari pengambilan data sampai tahap analisis dan pembuatan laporan akhir sekitar empat bulan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang secara langsung berkaitan atau berkenaan dengan masalah yang diteliti dan secara langsung dari sumber. Sumber tersebut dapat berupa dialog maupun konversasi (percakapan) antara mahasiswa asing dengan tetangga atau orang – orang di sekitar tempat tinggalnya yang di dalamnya terkandung kesantunan beserta dengan wujud tanggapannya. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dan metode cakap. Mahsun (2005) mengatakan metode simak memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakekatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Selain itu, peneliti juga menggunakan metode cakap. Metode penyediaan data dengan metode cakap disebabkan cara yang ditempuh dalam pengumpulan data itu adalah berupa percakapan antara peneliti dengan informan . Instrumen untuk mendukung penelitian ini meliputi : angket untuk mengetahui perasaan mereka terhadap perbedaan prinsip kesantunan dan gegar budaya yang dialami, kuesioner untuk memperdalam permasalahan kesantunan dan gegar budaya dan alat perekam untuk merekam pembicaraan yang terjadi. Selanjutnya data pembicaraan akan dibuat transkrip dialog sehingga lebih memudahkan peneliti menganalisisnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Masalah – masalah yang dihadapi mahasiswa asing ketika berbahasa Indonesia antara lain senang sekali menggunakan kata dear (sayang) kepada lawan bicara. Di Banyumas penggunaan kata sayang kurang lazim digunakan apabila dalam percakapan sehari – hari. Salah satu mahasiswa juga selalu menambahkan kata “yaa” di akhir pembicaraan. Hal ini menjadi rancu karena dapat mengganggu makna yang dimaksud dan sering ditertawakan karena tidak tepat penggunaannya. Keakraban antara mahasiswa asing dan peneliti sebagai tutor BIPA mereka sering menimbulkan kesalahan dalam penggunaan kata dan sikap mereka yang menganggap orang yang lebih tua seperti teman saja. pemilihan kata yang terpengaruh dengan bahasa Melayu juga masih sering digunakan seperti “dedekan” yang maksudnya degdegan dan kerita yang dimaksud kereta. Leech (2011) mengemukakan bahwa prinsip kesopanan terdapat enam maksim atau aturan bentuk pragmatik yaitu : (1) maksim kebijaksanaan atau kearifan (tact maxim), (2) maksim penerimaan atau kedermawanan (generosyty maxim), (3) maksim kemurahan atau pujian (approbation maxim), (4) maksim kerendahan hati (modesty maxim), (5) maksim kecocokan atau kesepakatan (agreement maxim), (6) maksim kesimpatian (sympathy maxim). Pelanggaran – pelanggaran prinsip kesopanan yang dilakukan mahasiswa asing lebih pada ketidakfahaman mereka dan perbedaan budaya antara Thailand Selatan dan Indonesia. Pada sopan – santun Indonesia apabila akan memberikan oleh – oleh maka orang tersebut akan mencari yang diberi tanpa memberitahukan dulu apa maksudnya. Tetapi mahasiswa asing ini memberitahukan dulu walaupun mungkin maksudnya tidak ada niat untuk membuat sungkan si penerima. Kejadian dan tuturan yang melanggar maksim kemurahan hati, misalnya suatu saat mahasiswa asing sedang ngobrol dan minum dari minuman kemasan kemudian menawarkan kepada lawan bicaranya (Indonesia) air minum yang sudah diminumnya : “Mau minum? Nih...” Cara menawarkannya sudah betul tetapi caranya yang memberikan air minum kemasan yang sudah diminum kepada orang lain sangat tidak lazim terjadi di Indonesia. Apabila menawarkan sesuatu maka diambilkan air minuman kemasan baru yang belum dibuka. Dalam pergaulan sehari – hari tidak terjadi orang Indonesia menunjukkan sesuatu yang baru bahkan mengatakan dirinya cantik karena yang semestinya memuji orang lain bukan dirinya sendiri. Contoh tuturan yang berkaitan dengan pelanggaran maksim kesepakatan, saat peneliti meminta tolong mahasiswa membawakan makalah dan karena ada kesulitan maka tidak jadi. Tetapi terlihat mahasiswa tidak berusaha membantu dan mempermudah pengambilan makalah sehingga pelanggaran kesopanan.
184
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-2-1 Purwokerto, 6 September 2014 Gegar budaya dalam konteks sosiolinguistik sangat penting untuk ditelaah sehingga para mahasiswa asing dapat lebih memahami budaya Indonesia terutama Banyumas dimana mereka tinggal. Pada awal penelitian, mahasiswa menulis kuesioner yang berisi tentang : Bacalah pernyataan berikut ini dan tulislah apa yang Anda fahami ! Kejadian awal apa yang paling membuat Anda kaget ketika pertama kali tinggal di Purwokerto? Tulislah perbedaan antara Thailand dan Indonesia ! 1.
Makanan : berbeda karena di Thailand lebih kaya rasa asin, manis, asam dll.
2.
Minuman : kopi di Indonesia lebih banyak variasinya.
3.
Mandi : berbeda waktunya karena di Thailand pagi sebelum shubuh dan malam setelah maghrib atau jam 10an.
4.
Tempat ibadah : di Thailand tempat ibadah berbeda pintu masuk antara perempuan dan laki – laki.
5.
Kampus : di Thailand kampus lebih besar, bersih dan disiplin.
6.
Udara : di Indonesia lebih segar karena banyak pohon tetapi juga terlalu banyak orang yang merokok.
7.
Komunikasi : di Purwokerto banyak bahasa sehingga mahasiswa asing sulit beradaptasi.
8.
Uang : nilai mata uang Indonesia lebih rendah dari Thailand sehingga harga barang – barang juga lebih murah.
9.
Pakaian : banyak muslimah di Indonesia yang tidak menggunakan jilbab sehingga di awal kedatangan mahasiswa asing tidak mau membeli makanan di warung takut tidak halal.
10. Pacaran : di Indonesia bebas. Di Thailand selatan hanya yang sudah menikah akan jalan berdua atau datang ke rumah. 11. Waktu : di Indonesia malam cepat datang. 12. Kebersihan : di Thailand lebih bersih dan sudah mengurangi penggunaan plastik. Hal – hal yang membuat gegar budaya atau kaget ketika tinggal di Indonesia antara lain mereka tidak pernah berfikir kalau orang Indonesia tidak sombong dan sangat menyambut mahasiswa asing. Mereka sangat senang ketika mengetahui kedatangan mereka disambut hangat padahal awalnya takut tidak diterima dengan baik. Saat masuk ke lingkungan kampus, mereka mengira Universitas Muhammadiyah Purwokerto terletak di tengah – tengah sawah karena banyak tumbuh – tumbuhan. Sesuatu yang mungkin memalukan adalah banyaknya pengamen dan pengemis yang berkeliaran di Indonesia dimana saja termasuk di rumah. Apabila tidak menutup pintu, pengamen akan masuk tanpa izin. Begitu juga dengan parkir motor walaupun cuma sebentar tetap harus membayar. Mereka berfikir mungkin salah satu jenis pekerjaan di Indonesia ya pengemis,pengamen dan tukang parkir. Untuk makanan mereka berpendapat nasi di Indonesia terlalu lembek dan kaget ketika melihat jenis makanan tempe. Ada yang langsung menyukainya tetapi ada juga yang sampai saat ini tidak bisa makan tempe. Salah satu mahasiswa berpendapat bahwa mendoan itu becek dan terlalu banyak minyak sehingga tidak enak dimakan. Gempa bumi dan gunung meletus di Purwokerto menjadi kejadian yang pertama kali mereka alami. Awalnya mereka sangat takut dan ingin pulang karena merasa tidak aman tinggal di sini. Seiring dengan waktu mahasiswa mulai belajar tentang pencegahan ketika terjadi bencana sehingga lambat laun mereka mulai merasa tahu apa yang harus dilakukan apabila terjadi bencana. Kata – kata yang sulit diucapkan oleh mahasiswa asal Thailand , misalnya : 1) Kata menjemput, saat pengucapan menjemput sering diucapkan dengan meyemput sehingga terlihat ada kebingungan dalam menggunakan huruf j dan y. 2) Kata tolong, saat dia berbicara dan hendak meminta tolong yang diucapkan adalah tulong. Seperti saat penilaian mendongeng, mahasiswa ini mendongeng dengan menggunakan bahasa Indonesia, namun masih dijumpai kata – kata yang lucu dan aneh didengar, meskipun sudah berusaha melafalkan dengan benar. 3) Kata lulur banci Thailand, ketika pulang ke Thailand, ada teman yang nitip dibelikan lulur yang biasa dipakai oleh banci atau laki- laki yang menyerupai wanita dan bisa membuat kulit menjadi cantik. Namun , sampai saat ini mahasiswa asing ini tidak mengerti apa arti banci dan temannya juga bingung menjelaskan maknanya. 4) Bahasa sehari – hari , penggunaan bahasa Indonesia sudah baik tetapi masih dipengaruhi bahasa Melayu dan tidak lazim digunakan oleh kita. Contohnya : sudah tak ada kawan di kelas, maksudnya adalah sudah tidak ada mahasiswa di kelas. 5) Bahasa sms, mahasiswa asal Thailand sudah bisa memahaminya dan 185
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-2-1 Purwokerto, 6 September 2014 menggunakan kata – kata yang disingkat seperti “aku=q”, “bawa=bwa”, “tidak tahu=gk tau” dan lain sebagainya. Upaya – upaya yang dilakukan mahasiswa asing untuk mengatasi gegar budaya adalah faktor pergaulan, mahasiswa belajar membiasakan diri beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan barunya, dengan pembiasaan ini akan menumbuhkan rasa percaya diri dari individu tersebut dalam bersosialisasi dengan orang-orang dan lingkungan barunya tersebut. Faktor teknologi, mahasiswa asing lebih menguasai perkembangan teknologi karena teknologi di Thailand lebih maju. Mereka memanfaatkan kemampuan teknologi untuk bergaul dan membuka komunikasi dengan teman – teman di Indonesia. Faktor geografis, mahasiswa asing beradaptasi dengan perubahan letak geografis dari negara asal termasuk cuaca atau kondisi dimana mereka tidak pernah mengalami gempa dan gunung meletus.Faktor bahasa keseharian, mahasiswa menumbuhkan kemauan belajar bahasa kepada setiap individu ketika tinggal di Purwokerto. Di UMP telah difasilitasi dengan adanya persiapan pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing sebelum mereka mengikuti perkuliahan. Faktor ekonomi, mahasiswa yang mengalami gegar budaya pada faktor ekonomi dapat diatasi dengan cara pengelolaan keuangan yang baik sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu, agar individu dapat menyesuaikan pemasukan keuangan dengan pengeluarannya. UMP membantu dengan memberikan beasiswa sehingga untuk biaya pendidikan sudah tidak menjadi masalah lagi setiap semesternya. Perbedaan kurs antara uang rupiah dan uang baht juga sangat menguntungkan mahasiswa asing. Harga-harga di Purwokerto dirasakan lebih murah dibandingkan dengan harga barang – barang yang sama di Thailand. KESIMPULAN Setelah proses penelitian dan mendapatkan hasil yang telah dibahas sebelumnya maka dapat disimpulkan : Satu, masalah – masalah komunikasi terjadi antara mahasiswa asing dengan masyarakat yang dapat diatasi dengan pemahaman budaya antar negara. Dua, penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat membantu mahasiswa asing untuk lebih cepat beradaptasi dengan lingkungannya. Tiga, saat awal kedatangan, mahasiswa asing mengalami beberapa hal baru yang dapat membuat mereka merasa kaget dan tidak pulang sehingga dapat diberikan orientasi awal dan buku panduan sehingga meminimalkan terjadinya gegar budaya yang berat. Empat, perbedaan budaya menimbulkan gegar budaya namun dapat diatasi dengan lima solusi yaitu melalui faktor pergaulan, faktor bahasa keseharian, faktor teknologi, faktor geografis dan faktor ekonomi. Lima, Universitas Muhammadiyah Purwokerto memberikan fasilitas dengan pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing, pelayanan bimbingan selama mahasiswa asing belajar dan kemudahan – kemudahan lainnya. UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih kepada LPPM dan Kantor Urusan Internasional yang telah memberi kesempatan dan memfasilitasi sehingga terlaksana penelitian ini dengan hasil yang maksimal. DAFTAR PUSTAKA Andayani. 2014. Pendekatan Saintifik dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia.Surakarta : Yuma Pressindo Arikunto, S.2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan Keduabelas. Jakarta : Rineka Cipta BIPA, Tim Pusat Bahasa. 2009. Lentera Indonesia 1,2,3. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Nasional Chaer, Abdul. 2004. Sosiolinguistik : Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta Cresswell, John W. 2005. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitive and Qualitative Research. New Jersey: Pearson Education Intenational Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition. New York: Oxford University. Eltis, KJ. 1991. A Genre-Based Approach to Teaching Writing in Years 3-6. Australia : Commond Ground Publisher. Hastuti, Sri. 1989. Sekitar Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta : PT Mitra Gama Widya Hayes,J.R. and L.S. Flower. 1986. Writing Research and the Writing. American Psychologist, 41(10): 1106 -1113 Hidayat, Rahayu Surtiati. 1990. Pengetesan Membaca secara Komunikatif. Jakarta : Intermasa Hidayat, S. Kosadi. 1998. Kemampuan Mahasiswa Asing pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Membaca Wacana Bahasa Indonesia. Bandung: UPI
186
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-2-1 Purwokerto, 6 September 2014 Hs, Widjono. 2005. Bahasa Indonesia. Jakarta : Grasindo Indrawan, Made Iwan. 2010. Sociolinguistics : The Study of Societies Languages. Yogyakarta : Graha Ilmu Iskandarwassid. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Ohiowutun, Paul. 1997. Sosiolinguistik : Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta : Visipro http://omgeboy.wordpress.com/2013/11/28/makalah-gegar-budaya-shock-culture/ Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta : Rajawali Pers Soedarso.2000. Speed Reading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta Wardhaugh. Ronald. 1992. An Introduction to Sociolinguistics Second Edition. Bodmin: Great Britain by Hartnolls Ltd
187