Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
PENGARUH TEKNOLOGI BUDIDAYA RAMAH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN KEDELAI DI LAHAN SULFAT MASAM DAN DALAM CEKAMAN KEMARAU THE EFFECT OF ENVIRONMENTALLY FRIENDLY TECHNOLOGY ON THE GROWTH OF SOYBEAN ON ACID SULFATE LAND AND IN DROUGHT STRESS Joni Karman dan Agus Suprihatin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan Jl. Kol.H. Barlian No. 83 km 6 Palembang 30153 *) Penulis untuk korespondensi: HP. 081363931986 email:
[email protected] ABSTRACT Soybean cultivation on acid sulfate soil in South Sumatra faced constraints due to pH and drought stress, given the soy IS cultured after harvest of rice and dry season. Environmentally friendly culture in addition to promising the preservation of our environment, can also help plants deal with stress due to abiotic stresses. This research was conducted using rice husk, humic acid, hormonic, and a dose reduction of inorganic fertilizer as factor of environmentally friendly technologies. Soybean varieties used is varieties Tanggamus. The use of rice husk and dolomite each 1 ton per hectare with the use of urea, KCl and SP-36 half of recommendation (P3), was significantly different to the number of pods by 147.77% and 62.77% compared to the control and fertilization recommendation (P1). P3 technology significantly different on plant height of 12.96% compared to controls, and not significantly different to the number of branches. Keywords: soybean, acid sulfate, enviromentally friendly, rice husk ABSTRAK Budidaya kedelai pada lahan sulfat masam di Sumatera Selatan dihadapkan pada kendala cekaman akibat pH dan kekeringan, mengingat kedelai dibudidayakan setelah panen padi dan memasuki musim kemarau. Budidaya ramah lingkungan selain menjanjikan terjaganya kelestarian alam, juga dapat membantu tanaman menghadapi stress akibat cekaman abiotik. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan arang sekam, asam humat, hormonik, dan pengurangan dosis pupuk anorganik sebagai faktor teknologi ramah lingkungan. Varietas kedelai yang digunakan adalah varietas tanggamus. Penggunaan arang sekam dan dolomit masing-masing 1 ton per hektar dengan penggunaan urea, KCl, dan SP-36 separuh dari rekomendasi (P3), berbeda nyata terhadap jumlah polong sebesar 147,77% dan 62,77% dibanding kontrol dan pemupukan rekomendasi (P1). Paket teknologi P3 berbeda nyata terhadap tinggi tanaman sebesar 12,96% dibanding kontrol, dan tidak berbeda nyata terhadap jumlah cabang. Kata kunci: kedelai, sulfat masam, ramah lingkungan, arang sekam
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
PENDAHULUAN Lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi produktivitas tanaman. Cekaman akibat kekeringan, lahan masam, dan lahan salin, mempengaruhi secara nyata penurunan produktivitas tanaman. Wang, et al. (2003) menyebutkan bahwa cekaman abiotik merupakan penyebab utama kehilangan hasil pada pertanian, hingga mencapai 50% dari hasil panen tanaman utama pertanian. Salah satu tantangan dalam peningkatan produksi pertanian di Sumatera Selatan adalah pengelolaan budidaya di lahan sulfat masam, yang tersebar luas di kabupaten Banyuasin. Tanah yang masam membatasi produksi pertanian. Rendahnya kandungan basis kation, terutama kalsium, dan toksisitas alumunium mempengaruhi pertumbuhan akar dan serapan air serta nutrisi oleh tanaman (Caires, et al. 2008). Kandungan Ca2+ tanah membatasi hasil panen kedelai sebagai konsekuensi dari ketidakseimbangan kation (Barbieri, et al. 2015). Liu, et al. (2014) melaporkan bahwa rendahnya pH, kapasitas tukar kation, serta K dan Si tersedia, merupakan faktor yang paling mempengaruhi rendahnya produktivitas padi. Rendahnya pH juga mempengaruhi kecepatan nitrifikasi. Kecepatan nitrifikasi pada tanah alkali 5 kali lebih besar dibandingkan dengan tanah masam (Jiang, et al. 2015). Suriadikarta (2005) menyebutkan bahwa Ameliorasi dan pengapuran diperlukan untuk meningkatkan produktivitas lahan sulfat masam. Bahan amelioran yang diperlukan adalah kaptan dengan takaran untuk tanah sulfat masam potensial 2 t/ha, sedangkan untuk tanah sulfat masam aktual 4−8 t/ha bergantung pada kadar pirit dalam tanah. Semakin tinggi kadar pirit maka kebutuhan kapur untuk meningkatkan pH tanah semakin tinggi pula.
BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan meliputi benih kedelai varietas tanggasmus, urea, KCl, SP-36, pupuk organik cair, hormonik, pupuk kandang, arang sekam, dan dolomit. Penelitian di lakukan di desa Banyuurip, kecamatan Tanjung Lago, kabupaten Banyuasin. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok, 4 perlakuan dan 5 ulangan. P0 = Kontrol (tanpa pupuk Urea, SP-36 & KCl), sekam 2 ton/ha. P1 = (Urea = KCl = 50 kg/ha, SP-36 = 100 kg/ha), dolomit 750 kg/ha. P2 = (Urea = KCl = 25 kg/ha, SP-36 = 50 kg/ha), arang sekam 2 t/ha, pupuk organik cair 5 l/ha, hormonik 1 l/ha. P3 = (Urea = KCl = 25 kg/ha, SP-36 = 50 kg/ha), arang sekam 1 t/ha, dolomit 1 t/ha, pupuk organik cair 5 l/ha, hormonik 1 l/ha. Masing-masing perlakuan diberi pupuk kandang kotoran sapi 0,5 t/ha. Arang sekam dan pupuk kandang diberikan satu kali, disebar merata setelah tanah dibajak. Pupuk urea diberikan dua kali, yaitu saat tanaman berumur 7 dan 30 hari. Pupuk KCl dan SP-36 diberikan satu kali, yaitu saat tanaman berusia 7 hari. Pupuk-pupuk anorganik tersebut diberikan dengan cara disebar merata. Penelitian dilakukan setelah panen padi dan pada musim kemarau. Lahan diairi air hujan terakhir satu hari sebelum tanam. Setelah itu lahan tidak mendapat air lagi baik dari hujan maupun irigasi, kecuali satu kali hujan terjadi saat tanaman berumur 6 minggu. Pengamatan pertumbuhan dilakukan terhadap tinggi tanaman saat tanaman berumur 2, 4, dan 6 minggu setelah tanam. Pengamatan terhadap jumlah cabang dan polong dilakukan menjelang panen. Untuk mengetahui kondisi tanah yang digunakan dalam penelitian dilakukan analisis tanah sebelum diberi perlakuan. Analisa yang dilakukan meliputi pH, kadar air, C-organik, N-total, P2O5 Bray II, K, Ca, Mg, dan KTK terekstrak NH4Acetat 1 N pH 7, dan Al3+. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan analisis dengan tingkat ketelitian 5% berdasarkan DMRT.
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
HASIL Karakteristik tanah Tanah yang digunakan bersifat masam dengan kadar C-organik sangat tinggi dan Ntotal sedang. Kandungan P terekstrak Bray II rendah. Kadar K dan Ca termasuk rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah yang digunakan untuk penelitian termasuk rendah. Hal ini berarti kemampuan tanah memegang hara rendah. KTK dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan pembenah tanah (amelioran), seperti pemberian kapur, dolomit, dan bahan organik. Tabel 1. Sifat kimia tanah lokasi penelitian Sifat tanah pH (H2O) Bahan organik C-organik (%) N-total (%) C/N P2O5 (ppm, Bray II) Ekstrak NH4 Asetat 1 M pH 7 K (me/100 g) Ca (me/100 g) Mg (me/100 g) KTK (me/100 g)
Hasil analisa tanah 4,6 5,12 0,29 17,66 18,6 0,49 2,10 3,32 14,46
Pengaruh aplikasi pemupukan terhadap pertumbuhan kedelai Pada umur 14 HST, hanya pemupukan sesuai rekomendasi (P1) yang secara nyata meningkatkan tinggi tanaman dibanding kontrol. Sementara perlakuan lain, dengan pengurangan dosis pupuk anorganik hingga setengah dari rekomendasi tidak secara nyata meningkatkan tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa, pada tahap awal umur tanaman, serapan hara lebih cepat terjadi pada perlakuan dengan pemupukan anorganik sesuai dengan rekomendasi. Pada umur 28 HST, semua perlakuan pemupukan tidak menunjukkan beda nyata tinggi tanaman dibanding kontrol. Diduga kemarau mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menyerap hara. Sehingga tidak terdapat beda nyata antara tanaman yang dipupuk dengan berbagai perlakuan dibanding kontrol. Kobraei, et al. (2011) melaporkan berkurangnya hasil dan komponen hasil kedelai akibat cekaman kekeringan. Cekaman akibat tanah yang masam diduga juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Rendahnya kandungan basis kation, terutama kalsium, dan toksisitas alumunium mempengaruhi pertumbuhan akar dan serapan air serta nutrisi oleh tanaman (Caires, et al. 2008). Sementara Barbieri, et al. (2015) menyebutkan bahwa kandungan Ca2+ tanah membatasi hasil panen kedelai sebagai konsekuensi dari ketidakseimbangan kation. Pada usia tanaman mencapai 42 HST, perlakuan P3 menunjukkan perbedaan tinggi tanaman yang nyata dibanding kontrol. Perlakuan P3 merupakan perlakuan ramah lingkungan, memadukan penggunaan dolomit dan arang sekam sebagai amelioran, menggunakan pupuk anorganik setengah dari dosis rekomendasi, dan penggunaan pupuk organik cair dan hormonik. Hormon ZPT yang dikandung hormonik berupa giberelin, auksin dan sitokinin, diduga berperan cukup besar dalam hal tersebut. Nautiyal, et al. (2013) dalam penelitian pertumbuhan padi cekaman salin dalam menyebutkan bahwa peningkatan pada pertumbuhan tanaman, termasuk area permukaan akar, disebabkan oleh aktivitas ACC deaminase dan auksin.
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Tabel 2. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap tinggi tanaman kedelai Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6 P0 4,74 a 12,40 27,00 a P1 5,70 b 13,10 29,70 ab P2 4,90 ab 11,60 28,00 ab P3 5,00 ab 11,30 30,50 b Keterangan: nilai pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DNMRT pada taraf nyata 5%. Pengaruh aplikasi pemupukan terhadap komponen hasil kedelai Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai perlakuan pemupukan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam jumlah cabang dibanding kontrol. Namun perlakuan pemupukan dengan perlakuan P2 dan P3 menunjukkan perbedaan yang nyata dalam jumlah polong dibanding kontrol dan perlakuan P1. Tabel 3. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap jumlah cabang dan jumlah polong kedelai. Perlakuan Jumlah cabang Jumlah polong P0 29,2 a 18,0 a P1 33,8 a 27,4 a P2 21,0 a 46,8 b P3 23,8 a 44,6 b Keterangan: nilai pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DNMRT pada taraf nyata 5%. Perlakuan P2 meningkatkan jumlah polong 160,00% dan 70,80% dibanding kontrol dan perlakuan P1. Sementara perlakuan P3 meningkatkan jumlah polong 147,78% dan 62,77% dibanding kontrol dan perlakuan P1. Statistik menunjukkan bahwa jumlah polong P2 dan P3 tidak berbeda nyata. Perlakuan P2 dan P3 adalah perlakuan dengan menggunakan pendekatan ramah lingkungan. Kedua perlakuan tersebut menggunakan pupuk organik cair, hormonik, arang sekam, dan aplikasi pupuk anorganik separuh dari dosis rekomendasi. P2 mengaplikasikan 2 t/ha arang sekam, sedangkan P3 mengaplikasikan arang sekam dan dolomit masing-masing 1 t/ha sebagai amelioran. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan aplikasi bahan organik dan hormonik dapat membuat kedelai lebih toleran menghadapi cekaman tanah masam dan kemarau, walaupun hanya mendapatkan nutrien dari pupuk anorganik separuh dari dosis rekomendasi. Hal ini sesuai dengan Kang, et al. (2014) yang melaporkan bahwa cekaman kemarau mengakibatkan berkurangnya panjang tunas, berat tanaman segar, dan kandungan klorofil. Namun kehadiran giberelin memperbaiki efek rusak akibat cekaman kemarau dengan meningkatkan panjang tunas, berat tanaman segar, dan kandungan klorofil pada kedelai. Zelicourt, et al. (2013) menyebutkan bahwa giberelin meningkatkan pertumbuhan akar, sehingga meningkatkan serapan nutrien. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah polong yang berbeda nyata antara perlakuan P2 dan P3 dengan P1 dan P0, walaupun mereka tidak berbeda nyata dalam jumlah cabang. Aplikasi arang sekam diduga juga mempengaruhi kemampuan tanaman dalam menyerap nutrien, sehingga perlakuan P2 dan P3 menghasilkan jumlah polong yang lebih banyak dibandingkan kontrol dan P1. Jun Jiang, et al. (2015) melaporkan bahwa aplikasi biochar yang diproduksi dari arang sekam dapat merubah sifat kimia permukaan tanah, lalu berefek pada serapan fosfat dan ketersediaan fosfat di tanah. Aplikasi kombinasi dolomit dan arang sekam diduga juga berperan dalam meningkatkan serapan nutrien untuk pembentukan
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
polong. Masud, et al. (2014) melaporkan bahwa aplikasi kombinasi alkaline slag dan biochar dari sekam dapat meningkatkan level Ca, Mg, K, dan P tanah, serta meningkatkan serapan Ca, Mg, K, dan P oleh tanaman kedelai di tanah masam ultisol. Relative Agronomic Effectiveness (RAE) aplikasi budidaya dengan pendekatan ramah lingkungan cukup tinggi untuk jumlah polong yang dihasilkan. RAE adalah perbandingan antara kenaikan hasil karena aplikasi budidaya ramah lingkungan dengan kenaikan hasil dengan penggunaan pupuk dosis standar dikalikan 100. Tabel 4. Nilai RAE aplikasi budidaya ramah lingkungan terhadap jumlah cabang dan polong kedelai Perlakuan Jumlah cabang Jumlah polong -----------------------------------%--------------------------------P1 100 100 P2 - 178 306 P3 - 117 283
KESIMPULAN 1. Paket teknologi ramah lingkungan dapat diaplikasikan untuk meningkatkan toleransi tanaman kedelai yang ditanam di tanah sulfat masam dan dalam cekaman kemarau. 2. Komponen hasil kedelai dan nilai RAE dengan teknologi ramah lingkungan lebih tinggi dibandingkan paket pemupukan rekomendasi. 3. Paket teknologi ramah lingkungan dapat mengurangi pemakaian pupuk anorganik untuk menghasilkan komponen hasil yang lebih tinggi dibandingkan pemupukan rekomendasi.
DAFTAR PUSTAKA Barbieri, P.A., H.E. Echeverría, H.R.S. Rozas, J.P. Martínez. 2015. Soybean and Wheat Response to Lime in No-Till Argentinean Mollisols. Soil & Tillage Research 152 (2015) 29–38. Caires, E.F., F.J. Garbuio, S. Churka, G. Barth, and J.C.L. Corrˆ ea. 2008. Effects of Soil Acidity Amelioration by Surface Liming on No-Till Corn, Soybean, and Wheat Root Growth and Yield. Europ. J. Agronomy 28 (2008) 57–64. Jun Jiang, M. Yuan, R. Xu, and D.L. Bish. 2015. Mobilization of Phosphate in VariableCharge Soils Amended with Biochars Derived from Crop Straws. Soil & Tillage Research 146 (2015) 139–147. Jiang, X., X. Hou, X. Zhou, X. Xin, A. Wright, and Z. Jia. 2015. pH Regulates Key Players of Nitrification in Paddy Soils. Soil Biology & Biochemistry 81 (2015) 9-16. Kang, Sang-Mo, R. Radhakrishnan, A.L. Khan, Min-Ji Kim, Jae-Man Park, Bo-Ra Kim, Dong-Hyun Shin, In-Jung Lee. 2014. Gibberellin Secreting Rhizobacterium, Pseudomonas putida H-2-3 Modulates the Hormonal and Stress Physiology of Soybean to Improve the Plant Growth Under Saline and Drought Conditions. Plant Physiology and Biochemistry 84 (2014) 115-124. Kobraei, S., A. Etminan, R. Mohammadi, and S. Kobraee. 2011. Effects of Drought Stress on Yield and Yield Components of Soybean. Annals of Biological Research, 2011, 2 (5) :504-509
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
Liu, Z., W. Zhou, J.Shen, PingHe, QiuliangLei, G. Liang. 2014. A Simple Assessment on Spatial Variability of Rice Yield and Selected Soil Chemical Properties of Paddy fields In South China. Geoderma 235–236 (2014) 39–47. Masud, M.M., LI Jiu-Yu, XU Ren-Kou. 2014. Use of Alkaline Slag and Crop Residue Biochars to Promote Base Saturation and Reduce Acidity of an Acidic Ultisol. Pedosphere 24(6): 791-798, 2014. Nautiyal, C.S., Suchi Srivastava, Puneet Singh Chauhan, Karishma Seem, Aradhana Mishra, and Sudhir Kumar Sopory. 2013. Plant Growth-Promoting Bacteria Bacillus Amyloliquefaciens NBRISN13 Modulates Gene Expression Profile of Leaf and Rhizosphere Community in Rice During Salt Stress. Plant Physiology and Biochemistry 66 (2013) 1-9 Suriadikarta, D.A. 2005. Pengelolaan Lahan Sulfat Masam untuk Usaha Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian, 24(1), 2005. Wang, W., B. Vinocur, and A. Altman. 2003. Plant Responses to Drought, Salinity and Extreme Temperatures: Towards Genetic Engineering for Stress Tolerance. Planta (2003) 218: 1–14. Zelicourt, A., M. Al-Yousif, and H. Hirt. 2013. Rhizosphere Microbes as Essential Partners for Plant Stress Tolerance. Molecular Plant Advance Access published March 9, 2013.