Bab II Studi Pustaka
BAB II STUDI PUSTAKA
2.1
Studi Pustaka Studi pustaka merupakan cara atau teknik pengumpulan data dengan
menelaah dari berbagai referensi berupa buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, laporan-laporan, informasi media cetak maupun online yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang sedang dipecahkan. Menurut Nazir (1998 : 112) studi kepustakaan merupakan langkah yang penting dimana setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Studi pustaka ini meliputi proses mengidentifikasikan teori secara terstruktur dan tersistematis, analisis analisis dokumen dan pengumpulan pustaka yang memiliki keterkaitan dengan topik pembahasan tugas akhir. Dalam pencarian teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan. Tujuan studi kepustakaan (https://rodhiah.wordpress.com, 2010) adalah untuk : 1. Menemukan suatu masalah untuk diteliti. Dalam arti bukti-bukti atau pernyataan
bahwa masalah yang akan diteliti itu belum terjawab atau belum terpecahkan secara memuaskan atau belum pernah diteliti orang mengenai tujuan, data dan metode, analisa dan hasil untuk waktu dan tempat yang sama. 2. Mencari informasi yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.
II-1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
3. Mengkaji beberapa teori dasar yang relevan dengan masalah yang akan diteliti. Menggali teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian dan melakukan komparasi-komparasi dan menemukan konsep-konsep yang relevan dengan pokok masalah yang dibahas dalam penelitian. 4. Mencari landasan teori yang merupakan pedoman bagi pendekatan pemecahan masalah dan pemikiran untuk perumusan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian. Sebab dalam ilmu pengetahuan pada umumnya teori mempunyai dua fungsi pokok yaitu: a) menerangkan generalisasi empiris yang sudah diketahui; dan b) meramalkan generalisasi empiris yang belum diketahui. Untuk jenis -penelitian tertentu, misalnya penelitian eksploratif, mungkin hipotesis tidak ada, namun demikian tidak akan membebaskan peneliti dan menyajikan penelaahan kepustakaan. 5. Untuk membuat uraian teoritik dan empirik yang berkaitan dengan faktor, indikator, variable dan parameter penelitian yang tercermin di dalam masalah-masalah yang ingin dipecahkan. 6. Memperdalam pengetahuan peneliti tentang masalah dan bidang yang akan diteliti. 7. Agar peneliti dapat pandai-pandai memanfaatkan informasi dari suatu makalah yang diperlukan bagi penelitiannya, terutama yang terkait dengan objek dan atau sasaran penelitiannya. Sekurang-kurangnya peneliti dapat menyadap tujuan, data dan metode, analisis dan hasil utama penelitian.
II-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
8. Mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Artinya hasil penelitian terdahulu mengenai hal yang akan diteliti dan atau mengenai hal lain yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti. 9. Menelaah hasil penelitian sebelumnya diarahkan pada sebagian atau seluruh dari unsur-unsur penelitian, yaitu: tujuan penelitian, metode, analisis, hasil utama dan kesimpulan. Hasilnya berupa ulasan tentang penelitian yang sama atau serupa dengan masalah yang akan diteliti yang telah dilakukan di tempat lain atau tempat yang sama dengan daerah penelitian. Dan untuk menunjukkan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang-akan dilakukan. Selanjutnya, studi pustaka ini akan menjadi sebuah acuan untuk mendukung pembahasan topik terkait.
2.2
Tanah Tanah yang berada di bagian atas kulit bumi memiliki sifat bahan anorganik
dan organik yang merupakan salah satu material padat serta memiliki kandungan air dan udara sebagai unsurnya. Ada beberapa definisi dan pengertian tanah menurut para ahli adalah : 1.
Terzaghi (1987) Merupakan tanah dengan ukuran mikronis sampai dengan sub mikronis yang
berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Di II-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Amerika bagian barat, untuk lempung yang keadaan plastisnya ditandai dengan wujudnya yang bersabun atau seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. 2.
DAS (1988) Merupakan tanah yang terdiri dari partikel-partikel tertentu yang
menghasilkan sifat plastis apabila dalam kondisi basah. 3.
Hardiyatmo (2002) Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral
padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahanbahan organik yang telaj melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diatara partikel-partikel tersebut. Tanah yang terdiri dari beberapa akumulasi partikel mineral yang terbentuk dari proses pelapukan batuan tidak memiliki atau lemah terhadap ikatan partikelnya. Pori-pori yang dimiliki tanah timbul dari adanya ruang-ruang kosong diantara partikelpertikelnya. Pori-pori ini yang akan diisi oleh zat gas dan zat cair tergantung dari lokasi tanahnya. Dengan sering terjadinya berbagai proses kimiawi terhadap tanah maka terjadi perubahan susunan mineral batuan asalnya, sehingga menghasilkan pembentukan partikel-partikel yang berukuran koloid (< 0,002 mm) yang disebut dengan mineral lempung (clay mineral). Ukuran partikel-partikel tanah yang beragam memiliki ukuran lebih besar dari 100 mm sampai kurang dari 0,002 mm. Karena
II-4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
adanya ukuran-ukuran partikel tanah, maka dibuatlah suatu standar pengukuran partikel, sebagai berikut :
Gambar 2.1 Rentang Ukuran Partikel
Pengukuran partikel tanah akan dikategorikan berdasar karateristik jenis-jenis tanahnya. Klasifikasi tanah adalah cara untuk mempelajari struktur dari sistem-sistem penggolongan tanah dan penerapannya di lapangan menjadi bagian-bagian berdasarkan kelas tanahnya. Adapun penjelasan klasifikasi tanah yang umum digunakan, sebagai berikut :
Grafik 2.1 Persentase Lolos Butir Terhadap Ukuran Butir Tanah dengan ASTM (D422;D653)
II-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.2. Klasifikasi Butiran menurut Sistem USDA, ASTM, MIT Internasional Nomenclature dan British Standard BS 6930 (Kovacs, 1981)
II-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
1. Sistem AASHTO (American Association of State Highway and Transportation), (http://repository.binus.ac.id, 2006) menyatakan tanah digolongkan dalam 7 golongan utama (A-1 hingga A-7). Penggolongan ini didasarkan pada hasil analisa saringan/ayakan dan batas-batas Atterberg. Sistem ini juga membagi tanah berdasarkan kriteria dibawah ini: a. Ukuran Butir
Kerikil, merupakan bagian tanah yang memiliki diameter sekitar 75 mm, sehingga lolos ayakan 75 mm dan tertahan pada ayakan No.10 (2 mm)
Pasir, merupakan bagian tanah berukuran 0,0625 mm sampai 2 mm, yang lolos ayakan No.10 (2 mm) dan tertahan pada ayakan No. 200 (0,075)
Lanau dan lempung, merupakan bagian tanah berukuran 0,002 mm sampai 0,063mm, yang lolos ayakan No. 200 (0.075mm).
Tabel 2.1. Ukuran Lubang Ayakan (U.S standart) yang Dipakai dalam Tes Analisa Ayakan No. ayakan 4 6 8 10 12 16 20 30 40 50 60 80 100 140 200
Diamater lubang ayakan (mm) 4,750 3,350 2,360 2,000 1,680 1,180 0,850 0,600 0,425 0,300 0,250 0,180 0,150 0,106 0,075
II-7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
b. Plastisitas Plastisitas merupakan kemampuan tanah untuk berdeformasi pada volume yang tetap tanpa retakan yang terjadi pada karateristik tanah berbutir halus (lempung). Tanah dalam kondisi ini memiliki keadaan dasar yang konsistensinya dibedakan menjadi 4 bagian yaitu, padat, semi padat, plastik dan cair. Liquid limit (LL)/batas cair, yaitu transisi dari tanah kondisi plastis ke kondisi cair atau disebut batas cair, dimana kadar air tanah akan mengalir akibat berat sendiri atau keadaan kadar air tanah berada diantara cair dan plastis. Plastic Limit (PL)/batas plastis, yaitu transisi dari kondisi tanah semi padat ke kondisi tanah palstis atau disebut batas plastis, dimana kadar air tanah yang bila digulung sampai berukuran diamater 3,2 mm tanah akan mengalami retak-retak atau keadaan kadar air pada batas bawah daerah plastis. Shringkage Limit (SL)/batas susut, yaitu transisi dari tanah kondsi padat ke kondisi semi padat, dimana besarnya kadar air tanah tersebut mempunyai volume terkecil saat airnya mengering atau keadaan kadar air yang tidak mengalami perubahan volume tanah saat pengurangan kadar air selanjutnya.
Gambar 2.3. Batas-batas Atterberg dan Hubungan Volume terhadap Kadar Air
II-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Selisih antara LL dan PL disebut Indeks Plastisitas (PI), atau PI = LL – PL, dimana pada kondisi PI ini tanah tetap dalam kondisi plastis atau tanah memiliki kandungan lempung lebih banyak. Semakin tinggi nilai PI semakin tinggi kandungan butiran lempungnya, namun bila PI rendah maka kandungan tanah lanau relatif lebih banyak. Pengklasifikasian tersebut menghasilkan beberapa kualitas tanah yang ditentukan dari perhitungan Indeks Group. Dengan berdasarkan asumsi tersebut, AASHTO merumuskan GI (Indeks Group) sebagai berikut : GI = (F-35) {0,2 + 0,005 (LL – 40)} + 0,01 (F -15) (IP -10) dimana : GI
= Grup Indeks
F
= Jumlah persentase yang lolos saringan No. 200 dari material yang lolos saringan 3 inch
LL
= Batas cair
IP
= Indeks plastis
Pada umumnya makin besar nilai GI tanah dalam satu kelompok, maka makin kurang baik tanah tersebut untuk dipakai sebagai tanah dasar.
II-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2. Sistem USCS (Unified Soil Classification System) (Yosadi, 2010), (Repository binus, 2006) menyatakan sistem ini membedakan tanah atas tiga kelompok besar yaitu : II-10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
- Tanah berbutir kasar, < 50% lolos saringan No. 200. Butir-butir tanah ini dapat dilihat secara visual. - Tanah berbutir halus, > 50% lolos saringan No. 200. Butir-butir tanah ini tidak dapat dilihat secara visual. - Tanah organik, dikenal dari warna, bau dan sisa tumbuh-tumbuhan yang terkandung di dalamnya. Jenis tanah dalam sistem USCS memiliki simbol penulisannya yaitu, kerikil (G = Gravel), pasir ( S = Sand), lanau (M = Silt), lempung (C = Clay), organik (O = Organic silt & clay), gambut ( Pt = Peat and highly organic soil), gradasi baik (W = Well graded), Gradasi buruk (P = Poor graded), kompresibiliti rendah (L = Low compresibility), dan kompresibiliti tinggi (H = High compressibility). Sistem ini juga mengkategorikan tanah yang berplastisitas tinggi memiliki batas cari lebih besar dari 50% dan berplastisitas rendah memiliki batas cairnya lebih kecil dari 50%. Tabel 2.3. Sistem Klasifikasi Tanah USCS (Sumber: Bowles, 1991)
Klasifikasi tanah tersebut menjadikan ASTM (American Society for Testing and Materials) memakai sistem USCS ini sebagai motode standar.
II-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.4 Klasifikasi Tanah menurut Sistem USCS (Unified Soil Classification System) (sumber:http://repository.binus.ac.id, 2006)
II-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.3
Penyelidikan Tanah Penyelidikan tanah mempunyai peran yang sangat penting dalam mendesain
dan melaksanakan suatu desain bangunan, karena hasil dari penyelidikan tanah akan menjadi informasi untuk perencana (konsultan) dan pelaksana (kontraktor). Penyelidikan tanah menurut Pedoman Konstruksi dan Bangunan untuk Pekerjaan Tanah Dasar Buku 3 (2006) mencakup aspek-aspek sebagai berikut : 1. Eksplorasi kondasi tanah di sekitar proyek melalui pemboran atau cara lain, serta pembuatan profil yang menunjukkan keadaan tanah. 2. Pemeriksaan dan pengujian contoh tanah sertaa menyimpulkan informasi untuk selanjutnya dijadikan rekomendasi. Ada beberapa cara penyelidikan tanah berdasarkan peralatan yang tersedia dengan kedalaman data yang ingin diperoleh, yaitu berupa : 1. Pengamatan dan pemerikasaan visual 2. Pengujian untk klasifikasi, disamping pengamatan dan pemeriksaan visual 3. Penyelidikan rinci sifat-sifat spesifik tanah, disamping pengujian klasifikasi. Penyelidikan tanah harus mencapai kedalaman tanah yang memberikan daya dukung atau mengkontribusi penurunan akibat struktur atasnya. Penyelidikan tanah mencakup antara lain, pengeboran tanah, pengambilan contoh tanah, pengujian lapangan, pengujian laboratorium dan observasi air tanah.
II-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.3.1 Pengambilan Sampel Tanah Pengambilan sampel tanah adalah tahapan terpenting sebelum dilakukan pengujian tanah, dimana sampel tanah ini diambil sebagai contoh yang mewakili keseluruhan tanah di area yang dijadikan perencanaan sebuah obyek kegiatan. Pengambilan contoh tanah dapat dilakukan dengan dua teknik dasar yaitu pengambilan contoh tanah secara utuh dan pengambilan contoh secara tidak utuh. Tanah yang memiliki sifat-sifat yang berbeda, maka pengambilan contoh tanah dibagi menjadi 3 macam (http://nocovar.blogspot.com, 2014), yaitu: 1. Pengambilan sampel tanah tidak terusik (undisturbed soil sample), diperlukan untuk menganalisis penetapan berat isi atau berat volume (bulk density), distribusi ukuran pori (pore size distribution) dan untuk permeabilitas (konduktivitas jenuh). 2. Pengambilan sampel tanah dalam keadaan agregat tak terusik (distrubed soil sampel), diperlukan untuk penetapan sebaran ukuran agregat dan derajat kemantapan agregat (aggregate stability) 3. Pengambilan tanah terusik (disturbed soil sample), diperlukan untuk penetapan kadar lengas, tekstur, tetapan Atterberg, kenaikan kapiler, sudut singgung, kadar lengas kritik, indeks patahan (Modulus of Rupture:MOR), konduktivitas hidroulik tak jenuh, luas permukaan (specific surface), erodibilitas (sifat ketererosian) tanah menggunakan hujan tiruan (rainfall simulator)
II-14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.3.2 Pengeboran Penyelidikan Pengeboran dilakukan untuk penyelidikan geoteknik bagi keperluan perencanaan fondasi sebuah obyek desain dengan mengambil contoh tanah maupun batuan yang nantinya akan diuji di laboratorium. Ada dua teknik pemboran yang umumnya dilakukan yaitu: 1) Bor Tangan Penggunaan bor tangan ini memiliki keterbatasan untuk mengambil sampel tanah berupa kedalaman yang terbatas. Auger yaitu alat yang digunakan secara manual dengan cara diputar . Bor tangan ini hanya memiliki batas kedalaman 5 meter sampai 6 meter saja. Bila dibantu dengan bor mesin kecil maka kedalaman yang dicapai bisa sampai 10 meter.
Gambar 2.5 Bor Tangan Manual dan Bor Tangan dengan Mesin Kecil. 2) Bor Mesin
Pengeboran dengan bor mesin ini memiliki 3 jenis pelaksanaan bor menurut Manual Fondasi Tiang (2005: 16-17), yaitu :
II-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.1
Bor Basah (Wash Boring) Pemboran basah dilakukan dengan kombinasi pemotongan dan penyemprotan
(jetting) air ke dalam tanah. Kemudian casing dimasukkan ke dalam lubang bor yang dialiri air untuk mengangkut hasil pemotongan tanah ke permukaan. Pemboran basah ini dapat juga dilakukan tanpa casing, bilatidak dijumpai tanah pasiran atau tanah yang amat lunak karena umumnya tanah akan runtuh ke dalam lubang bor tanpa adanya casing. Pengambilan sampel, alat pemotong (chopping bit) dinaikkan ke atas dan diganti dengan tabung contoh tanah.
Gambar 2.6 Bor Basah (Wash Boring) (Sumber: Bell.1993)
2.2
Bor Perkusi (Percussion drilling) Pemboran dapat dilakukan dengan cara memukul-mukul mata bor ke dalam
lubang dengan diameter 600 mm. Tanah yang terpotong akan bercampur dengan air dan menjadi bubur (slurry) yang dikeluarkan secara berangsur-angsur dengan pompa
II-16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
lumpur yang diangkat keluar. Kekurangan bor perkusi ini adalah sampel tanah yang mengalami gangguan terbesar pada sampelnya yang memiliki kualitas rendah.
Gambar 2.7 Bor Perkusi (Percussion drilling) (Sumber: Bell.1993)
2.3
Bor Kering (Rotary drilling/dry coring) Metode pemboran dengan cara kering (Rotary drilling/dry coring) dilakukan
dengan menggunakan rotasi pada mata bor (drill-bit) bersamaan dengan penekanan untuk membuat lubang bor. Bor kering memiliki keuntungan karena contoh tanah dapat disimpan dalam core-box untuk identifikasi secara visual. Metode pemboran dengan cara ini dapat digunakan pada semua jenis tanah sekalipun untuk membor batuan.
II-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.8 Beberapa jenis mata bor : (a)Suface-set diamond bit (bottom discharge); (b)’Stepped’ sawtooth bit; (c)Tungsen carbide bit; (d) Impregnated diamond bit; (e) dan (f) ‘Diadril’ corebit impregnated (Sumber: Bell,1993)
Gambar 2.9 Bor Perkusi (Rotary drilling/dry coring)
II-18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.3.3 Laporan Hasil Pengeboran Laporan hasil pengeboran berisi data berupa catatan selama pengeboran di lapangan yang memiliki keterkaitan dengan pelaksaan pekerjaan, seperti kedalaman lubang saat pergantian alat, pergantiann alat dan tipenya, dan metode penahanan lubang bor agar tetap stabil. Menurut Hardiyatmo (2010: 61) menjelaskan isi hasil-hasil pengeboran antara lain : 1) Kedalaman lapisan tanah 2) Elevasi permukaan titik bor, lapisan tanah dan muka air tanah 3) Simbol jenis tanah secara grafis 4) Deskripsi tanah 5) Posisi dan kedalaman pengambilan contoh. Disebutkan kondisi contoh terganggu atau tak terganggu 6) Nama proyek, lokasi, tanggal, dan nama penanggung jawab pekerjaan pengeboran
2.3.4 Penyelidikan Tanah di Lapangan Pengambilan contoh tanah di lapangan memberi pengaruh pada kondisi tanah, maka diperlukan pengujian-pengujian untuk mengetahui karateristik tanah dalam mendukung beban fondasi. Pengujian-pengujian (Hardiyatmo: 2010,61) tersebut antara lain : 1) Uji penetrasi standar atau uji SPT (Standar Penetration Test) 2) Uji penetrasi kerucut statis (Sondir) 3) Uji beban pelat II-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
4) Uji geser kipas di lapangan 5) Uji pressuremeter
2.3.5 Pengujian Laboratorium Tujuan pengujian laboratorium pada dasarnya untuk memperoleh parameter yang dibutuhkan dalam analisis. Pada pengujian ini dilakukan pada contoh-contoh tanah yang diambil dari pengeboran untuk mendapatkan parameter Index Properties dan Engineering Properties. Pengujian ini dilakukan dengan standard ASTM dibawah pengawasan oleh Geotechnical Engineer. Standar-standar pengujian laboratorium digunakan diperlihatkan pada tabel 2.4. Tabel 2.4 Standar ASTM untuk Pengujian Laboratorium Tanah
II-20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Pengujian di laboratorium dilakukan untuk perancangan fondasi. Menurut Hardiyatmo (2010: 86-89), menerangkan sebagai berikut : 1) Pengujian dari pengamatan langsung, berupa pencatatan warna, bau, konsistensi dari contoh tanah terganggu dan tak terganggu yang diperoleh di lapangan. 2) Kadar air. Pengujian kadar air dilakukan dengan membandingkan hasil-hasil yang diperoleh dari uji batas plastis, batas cair dan kuat geser terhadap contoh tanah tak terganggu yang dikirim ke laboratorium. Kadar air akan menentukan apakah tanah lunak atau tanah granuler, untuk memastikan kondisi tanah lunak tersebut. Pengujian ini bagian dari uji kuat geser tanah. 3) Analisia butiran. Pengujian ini dilakukan melalui analisis saringan dan sedimentasi atau analisis hidrometer, untuk memperoleh kurva gradasinya. 4) Batas plastis dan batas cair. Pengujian ini dari contoh tanah yang dipilih dari tiaptiap tanah yang mewakili dari hasil lubang bor. Kemudian hasil-hasilnya diplot ke dalam grafik plastisitas. 5) Uji triaksial, dilakukan hanya pada tanah-tanah lempung, lanau, dan batuan lunak dari contoh tanah tak terganggu. Bila dilakukan pada tanah pasir, maka hannya dengan mengukur berat volumenya dan dilakukan pengukuran empiris terhadap sudut gesek dalam (φ) dari uji lapangan. 6) Uji tekan bebas, berguna untuk menentukan kuat geser tak terdrainase pada lempung jenuh yang tidak mengandung butiran kasar, dimana akan digunakan dalam hitungan kapasitas dukung.
II-21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
7) Uji konsolidasi, hanya dilakukan untuk jenis tanah berbutir halus (lempung dan lanau) untuk mengukur besarnya penurunan konsolidasi dan kecepatan penurunan. 8) Uji permeabilitas, dilakukan pada contoh tanah tak terganggu untuk mengetahui banyaknya air yang harus dipompa pada penggalian fondasi. 9) Analisa bahan kimia, dilakukan untuk mengetahui kemungkinan kandungan bahan kimia dari air tanah yang dapat merusak fondasi beton, turap baja, atau tiang pancang baja. Analisa pada fondasi beton yaitu menentukan kandungan sulfatnya, untuk fondasi bahan baja dengan menentukan nilai pH dan kandungan klorida pada tanah serta airnya. Sedangkan, tanah yang mengandung bahan organiknya, disarankan untuk menambahkan uji pH dan penentuan presentase kandungan bahan organiknya. Pengujian laboratorium untuk kondisi tanah di Sepolwan Lebak Bulus Jakarta Selatan yaitu: A. Index properties Index properties atau yang disebut sifat-sifat indeks menunjukkan sifat-sifat tanah yang mengindikasikan jenis dan kondisi tanah. Pengujian tanah di laboratorium meliputi :
II-22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
1) Pengujian volume weight
Gambar 2.10 Diagram Fase Tanah beserta Komponen-Komponennya
Angka pori (e), didefinisikan sebagai : ...(1.1) Bila 0 < e < ~ Sands
: 0,4 s/d 1,0
Clays
: 0,3 s/d 1,5
Porositas (n), didefinisikan sebagai : ... (1.2) Hubungan antara e dan n, adalah ... (1.3)
atau
dengan, Va
= volume udara
Vw
= volume air
Vs
= volume butiran padat II-23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
... (1.4)
Bab II Studi Pustaka
Vv
= volume rongga pori = Va + Vw
V
= volume total =Vv + Vs
Kadar air (w) :
w
= Ww / Ws x 100 (%)
... (1.5)
Berat volume kering (Ɣd) : Ɣd
... (1.6)
= Ws / V
Berat volume basah (Ɣb) : Ɣb
= (Ws + Ww + Wa) / V = (Ws + Ww) / V
... (1.7)
Berat udara (Wa) dianggap sama dengan nol. Berat volume butiran padat (Ɣs) : Ɣs
... (1.8)
= Ws / Vs
Berat jenis atau berat spesifik (specific gravity) (Gs) : Gs
... (1.9)
= Ɣs / Ɣw
dengan, W
= Ws + Ww + Wa = Ws + Ww
Ws
= berat butiran padat
Ww
= berat air
Wa
= berat udara, dianggap sama dengan nol
Ɣw
= berat volume air
Derajat kejenuhan (S) adalah perbandingan volume air (Vw) dengan volume rongga pori tanah (Vv), atau S
= Vw / Vv x 100 %
... (1.10a)
II-24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Hubungan w, Gs dan e adalah : S
... (1.10b)
= w . Gs / e
Bila keadan tanah jenuh air (S =1), berlaku : e
= w . Gs
2). Atterberg Limits Standar pengujian ini dengan ASTM D4318 pada kedalaman tanah contoh tak terganggu. Metode pengujian baku untuk menentukan batas cair (LL), batas plastis (PL) dan indeks plastisitas (PI) dari tanah. Mengenai atterberg limit sudah dijelaskan pada pembahasan kalsifikasi tanah dengan sistem AASHTO terkait plastisitas tanah. Tanah yang memiliki plastisitas tinggi menandakan karateristik yanah yang tidak baik, karena dapat menimbulkan penurunan fondasi yang berlebihan, gerakan dinding penahan tanah, keruntuhan lereng, dan lain-lain. Gambar 2.3 menjelaskan diagram batas-batas plastis dan batas cair secara mudah dari Casagrande, serta dapat mengetahui klasifikasi tanah kohesif secara tepat. Ada notas-notasi yang digunakan dalam Gambar 2.3 memiliki arti sebagai berikut : CH = lempung plastisitas tinggi CL = lempung plastisitas rendah MH = lanau plastisitas tinggi ML = lanau plastisitas rendah OL = lanau organik plastisitas rendah OH = lempung organik plastisitas tinggi
II-25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Indeks cair (LI) (Hardiyatmo, 2010:33) didefinisikan sebagai berikut : LI = (WN – PL) / (LL –PL) = (WN – PL) / PI dimana, WN adalah kadar air pada kondisi alam. Bila, WN < PI, maka LI bernilai negatif WN > PI, maka LI bertambah dari 0 sampai 1 WN > LL, maka LI bernilai > 1 Tabel 2.5. Hubungan Nilai Indeks Plastisitas dengan Jenis Tanah menurut Atterberg PI
Tingkat Plastisitas
Jenis Tanah
0
Tidak Plastis
Pasir
0 < PI < 7
Plastisitas Rendah
Lanau (Silt)
7. - 17
Plastisitas Sedang
Silty - Clay
> 17
Plastisitas Tinggi
Lempung (Clay)
3). Hydrometer Analysis Analisis hidrometer adalah metode untuk menghitung disttribusi ukuran butir tanah berdasarkan sedimentasi tanah dalam air, atau disebut juga uji sedimentasi. Tujuannya untuk mengetahui pembagian ukuran butir tanah yang berbutir halus. Pengujian analisis hidrometer dapat dilihat dalam ASTM D-442-63 (98).
II-26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
B. Engineering properties Engineering properties merupakan hubungan terhadap sifat-sifat mekanis tanah seperti kekuatan dan pemampatan atau kecenderungan untuk mengembang dan permeabilitas dari sifat-sifat tanahnya. Pengujian tanah berupa : 1). Consolidation Test Tes konsolidasi dilakukan untuk mendapatkan koefisien indeks pemampatan dan pengembangan (Cc, Cr), koefisien konsolidasi (Cv) serta tekanan prakonsolidasi (Pc). Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan sifat pemampatan suatu jenis tanah, dimana sifat-sifat perubahan isi dan proses keluarnya air dari dalam pori tanah yang diakibatkan adanya perubahan tekanan vertikal yang bekerja pada tanah tersebut. secara keseluruhan konsolidasi terdiri dari dua bagian, yaitu : 1. Primary Consolidation, yaitu penurunan yang terjadi karena air yang keluar dari dalam pori 2. Secondary Consolidation, yaitu penurunan yang terjadi karena adanya penyesuaian diri antar butiran tanah, dan berlangsung dalam waktu yang lama serta nilainya kecil. Penurunan ini berjalan terus setelah Primary Consolidation selesai. 2). Triaxial (UU Test) Uji geser triaksial dilakukan untuk menentukan parameter tergangan geser tanah. Pengujian ini dengan menggunakan sebuah sampel tanah kira-kira berdiameter 1,5 inch (38,1 mm) dan panjang 3 inch (76,2 mm). Sampel tanah tersebut ditutup dengan membrane karet yang tipis dan diletakkan di dalam sebuah bejana silinder dari II-27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
bahan plastik yang kemudian bejana tersebut diisi dengan air atau larutan gliserin. Di dalam bejana, tanah akan mendapat tekanan hidrostatis. Agar terjadinya keruntuhan geser pada sampel tanah, tegangan aksial diberikan melalui piston vertikal atau disebut tegangan deviator (selisih anatar tegangan utama terbesar (σ1) dan tegangan utama terkecil (σ3). Dalam uji geser triaksial ada tiga tipe standar yang biasanya dilakukan yaitu : 1. Consolidated Drained Test (CD Test) Uji teralirkan terkonsolidasi dilakukan dengan cara benda uji diletakkan dari segala arah dengan tegangan penyekap dengan cara memberikan tekanan pada cairan dalam silinder. Setelah penyekapan dilakukan, tegangan air pori dalam benda uji naik. Kenaikan air pori dapat dinyatakan dalam bentuk para meter tak berdimensi.
Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb
Pengujian yang dilakukan beberapa kali dengan tekanan penyekap yang berbedabeda menghasilkan tegangan utama besar dan kecil, sehingga kita dapat menggambar lingkaran-lingkaran mohrnya dan mendapat garis keruntuhannya (failure envelope). Keruntuhan terjadi pada titik yang mengalami keadaan kritis yang disebabkan oleh kombinasi antara tegangan geser dan tegangan normal efektif. 2. Consolidated Undrained Test (CU Test) Uji CU triaksial ini paling umum dipakai, dimana sampel tanah yang mula-mula jenuh air terkonsolidasi dengan tekanan penyekap yang sama dari segala penjuru II-28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
mengakibatkan pengaliran air dari sampel tanah keluar. Kemudian tegangan deviator pada sampel tanah ditambah sampai menyebabkan keruntuhan sampel. Pengaliran air dari dan ke dalam sampel tanah harus dibuat tertutup, maka akan terjadi kenaikan tegangan pori. Keadaan uji ini dilakukan pengukuran terus menerus. Pengujian ini dapat dilakukan pada sampel tanah yang berbeda dengan tegangan penyekap dibuat berbeda-beda untuk menentukan parameter kekuatan geser tanah tersebut. 3. Unconsolidated Undrainned Test (UU Test) Pengujian triaksial UU adalah cara untuk pengujian kuat gese tanah, dimana nantinya akan mendapat nilai kohesi (c) dan E pada lingkaran Mohr dan regresi linier. Pengujian ini mula-mula dibebani dengan penerapan tegangan sel kemudian dibebani dengan bebena normal, melalui penerapan tegangan deviator sampai mencapai keruntuhan.
2.3.6 Observasi Air Tanah Observasi air tanah dapat diketahui dengan mengidentifikasikan kondisi elevasi muka air tanah yang diperoleh dari deskripsi tanah dan contoh. Elevasi muka air tanah dilakukan sekali setelah pengeboran untuk mengukur aliran air yang masuk selama pengeboran. Standar yang berkaitan dengan observasi elevasi muka air tanah mengacu pada ASTM D 4750 “Standar Test Method for Determining Subsurface Liquid Levels in a Borehole or Monitoring Well” dan ASTM D 5092 “Desaign and Installation of II-29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Groundwater Wells in Aquifers”. Pengukuran muka air tanah dilakukan setiap penghentian pekerjaan dan minimal 12 jam (atau 24 jam) setelah pengeboran selesai atau dilakukan pada waktu penyelidikan lapangan selesai dan pada waktu yang ditentukan oleh tenaga ahli dan data serta waktu pengamatann harus dicatat. Selama pengeboran berlangsung dan di lapangan ternjadi keruntuhan tanah, maka kedalaman daerah runtuh harus dilakukan pencatatan dan dilaporkan sebagai data pengeboran akibat kondisi elevasi muka air tanah. Bila tidak ditemukan muka air tanah selama pengeboran dari awal sampai akhir pengerjaan, maka kondisi ini dapat ditanyakan pada sumur masyarakat sekitar.
2.4
Sifat- sifat Teknis Tanah Menurut Hardiyatmo (2012), terdapat pembagian jenis tanah berdasarkan
sifat-sifat teknisnya, yaitu : a) Tanah Granular Yang termasuk tanah-tanah granuler adalah pasir, kerikil, batuan, dan campurannya, sehingga mempunyai sifat-sifat teknis yang sangat baik, diantaranya : 1) Merupakan material yang baik untuk mendukung bangunan dan perkerasn jalan, karena mempunyai kapasitas dukung yang tinggi dan penurunan kecil. 2) Merupakan material yang baik untuk urug pada dinding penahan tanah, struktur bawah tanah, dan lain-lain, karena menghasilkan tekanan lateral yang kecil. 3) Tanah yang baik untuk urugan, karena mudah dipadatkan dan mempunyai kuat geser tinggi.
II-30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
4) Bila tercampur dengan material kohesif, tidak dapat dijadikan sebagai bahan tanggul, bendungan, kolam, dll, dikarenakan permeabilitasnya besar.
b) Tanah Kohesif Yang termasuk tanah kohesif adalah lempung, lempung berlanau, lempung berpasir atau berkerikil yang sebagian besar butiran tanahnya terdiri dari butiran halus dan kuat gesernya dipengaruhi oleh kohesinya. Sifat-sifat tanah kohesif sebagai berikut: 1) Kuat geser rendah, terutama bila kadar air tinggi atau jenuh. 2) Berkurang kuat gesernya bila kadar air bertambah. 3) Berkurang kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu. 4) Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat (mudah terkompresi) 5) Menyusut bila kering dan mengembang bila basah (terutama lempung ekspansif). 6) Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak (creep) pada beban yang konstan. 7) Merupakan material kedap air. 8) Material yang jelek untuk tanah urug (dibelakang dinding penahan), karena, menghasilkan tekanan lateral yang tinggi ketika hujan.
c) Tanah-tanah Lanau dan Loess Lanau mempunyai sifat-sifat yang tidak menguntungkan : 1) Kuat geser rendah, segera sesudah penerapan beban. 2) Kapilaritas tinggi. II-31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
3) Permeabilitas rendah. 4) Kerapatan relatif rendah dan sulit dipadukan. Sedangkan Loess adalah material lanau yang diendapkan oleh angin dengan diameter butiran kira-kira 0,06 mm. Partikel –partikelnya mempunyai rekatan karena adanya kalsium karbonat. Karateristik loess sebagai berikut : 1) Endapan tidak padat dengan volume kira-kira 10 kN/m3 2) Bila mengandung lempung/kapur pada kondisi kering, tanah ini mempunyai kapasitas dukung sedang sampai tinggi. 3) Akan mengalami kehilangan sifat perekat dan penurunan yang tinggi akibat dari penjenuhan. 4) Loess bisa digali pada tebing yang mendekati vertikal.
d) Tanah Organik Tanah organik disebut juga sembarang tanah yang mengandung bahan organik dan mempengaruhi sifat-sifat teknis tanahnya. Sifat-sifat tanah ini memiliki presentase bahan organik yang relatif rendah (kira-kira 2%), mempunyai kuat geser rendah, mudah mampat, bersifat asam, dan sifat-sifat yang dapat merusk material bangunan. 2.5
Uji Penetrasi Kerucut Statis (Uji Sondir) Untuk penyelidikan tanah dalam studi kasus di Sepolwan Lebak Bulus Jakarta
Selatan menggunakan metode pengujian uji penetrasi kerucut stastis atau sondir. Pengujian ini untuk menghitung kapasitas dukung tanah, dimana nilai-nilai tahanan kerucut atau hambatan konus (qc) yang berupa kerucut baja di bagian ujungnya
II-32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
dan mempunya sudut kemiringan 60° berdiameter 35,7 mm atau 10 cm2 pada luas tampangnya ini diperoleh dari pengujian langsung dan dikorelasikan dengan kapaitas dukung tanah. Pengujian penetrasi krucut statis (sondir) mengalami perubahan tegangan tanah ketika penetrasi sehingga sulit di interpretasikan secara teoritis meskipun hasil dari uji sondir ini tetap bersifat empiris. Alat Dutch Cone Penetration (DCPT) dengan kapasitas 2,5 ton yang dilengkapi dengan “Adhision Jacket Cone” adalah alat yang digunakan dalam penyondiran di site ini. Standar umum pada pengujian uji penetrasi kerucut statis menggunakan standar penyelidikan tanah ASTM D3441-86 Standar method for deep, quasi-static, cone and friction-cone penetration test of soils dan SNI 2827:2008 : Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir. Metode pengerjaannya dengan menanamkan kedua angker ke dalam tanah dengan jarak ±1 s/d 1,5 m pada tanah yang sudah dibersihkan dari rumput, kayu dan material lain. Lalu letakkan mesin sondir dan atur kedudukannya pada pelat penahan agar vertikal terhadap tanah. Pada bagian mesin sondirnya dimasukkan oli pada tabung minyak hidrolik sampai penuh dan ditutup rapat sehingga kedap udara atau diberi lapisan pengedap. Pasang bikonus pada ujung pipa sondir, kemudian dihubungkan dengan mesin sondir. Setelah alat siap, lakukan penetrasi sondir dengan memutar engkol pemutar sampai kedalaman 20 cm. Saat ujung konus mengenai kedalaman 20 cm pertama lakukan pembacaan manometer dan catat sebagai pembacaan pentarasi konus (qc). Penakanan selanjutnya akan menggerakkan konus, lalu bacalah manometer sebagai hasil dari jumlah perlawanan (qf) yaitu perlawanan penetrasi konus (qc) dan hambatan lekat (qf). Pasang kembali pipa pada sondir dan
II-33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
lakukan pembacaan manometer tiap kedalaman 20 cm sampai ditemukan lapisan tanah keras (tekanan manometer tiga kali berturut-turut melebihi 150 kg/cm. Alat sondir saat pengujiaan di lapangan dibuat agar mampu mengukur tahanan ujungn tahanan gesek dari selimut silinder mata sondirnya. Menurut Hardiyatmo (2010:72-73), ada beberapa tahap-tahap pengukuran uji kerucut statis (sondir) sebagai berikut : 1) Posisi I
= kerucut (konus) pada kedudukan belum bergerak
2) Posisi II
= ujung kerucut ditekan melalui batang penekan kerucut. Tahap ini
mengukur tahanan konus/kerucut (qc). 3) Posisi III
= pipa luar penguukur lekatan digerakan menekan kerucut bawah,
menghasilkan gerakan pipa luar dan kerucut ke bawah. Tahan ini mengukur tahanan kerucut dan tahanan gesek pipa luar (qc + fs) 4) Posisi IV
= ujung kerucut dan pipa luar digerakkan menuju kembali seperti posisi
I.
Gambar 2.10 Kondisi sondir pada saat tertekan (a) atau pada saat posisi I dan posisi 2.(b) kondisi sondir saat keadaan terbentang seperti posisi I dan posisi IV setelah bergerak dari posisi III.
II-34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Pengujian tanah dengan uji sondir ini memberikan manfaat sebagai pendugaan profil atau lapisan stratifikasi tanah mengingat perilaku tanah dapat diidentifikasi dari kombinasi pembacaan tahanan ujung (qc) dan gesekan selimut (fs). Ada beberapa faktor yang menyebabkan uji sondir banyak digunakan : 1. Cukup ekonomis 2. Dapat dilakukan berulang kali dengan hasil yang konsisten. 3. Memiliki korelasi empirik yang berkembang semakin handal. 4. Pada sondir listrik mempunyai penambahan sensor seperti transduser tekanan air pori dan stress cell untuk mengukur respon tekanan tanah lateral. 5. Dapat digunakan sebagai penentu daya dukung yang baik. Selain faktor-faktor tersebut ada pula kekurangan dalam menggunakan uji sondir ini antara lain : 1. Pengujian lapangan harus dilakukan karena sampel tanah tidak dapat diambil (tanah lunak dan pasir) 2. Kedalaman penetrasi terbatas yaitu ± 20 meter. 3. Tidak dapat menembus pasir padat dan kerikil. Menurut Muromachi (1981), pengaplikasian sondir kebanyakan digunakan untuk melakukan korelasi dengan kuat geser tanah dan penentuan profil tanah terhadap kedalaman. Adanya kegunaan tersebut sondir dapat dikatakan sebagai berikut: 1. Uji sondir mampu menetukan profil tanah dan mengidentifikasi perilaku tanahnya. 2. Sebagai pelengkap informasi dari pengeboran tanah. 3. Karateristik maupun parameter tanah dapat dievaluasi. II-35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
4. Daya dukung fondasi dapat ditentukan dengan hasil yang baik. 5. Penurunan fondasi diketahui dari hasil uji sondir. 6. Mampu mengevaluasi hasil pemadatan tanah. 7. Potensial pencairan tanah (liquefaction) dapat dievaluasi.
2.6
Interpretasi Hasil Uji Sondir Interpretasi hasil uji sondir tanah berupa parameter-parameter tanah seperti
kuat geser dan kompresibilitas tanah dari data-data empiris guna membantu dalam klasifikasi tanah, memiliki beberapa korelasi yang harus diperhatikan. Hasil langsung dari uji sondir adalah nilai qc (tahanan ujung/conus resistance) dan fs (gesekan selimut / friction resistance). Dua nilai ini akan dibahas sebagai berikut: 2.6.1
Tahanan Ujung/Conus Resistance (qc) Tahanan ujung merupakan perlawanan ujung yang diambil sebagai gaya
penetrasi per satuan luas penampang ujung sondir, dimana nilai yang dihasilkan menunjukkan identifikasi dari jenis tanah dan konsistensinya. Hasil nilai qc didapat dari posisi II ujung konus terhadap tanah (lihat gambar 2.10 bagian (a)). Pada tanah pasir memiliki tahanan ujung yang jauh lebih besar daripada tanah lunak / tanah berbutir halus. Kondisi ini menyebabkan uji sondir, terutama sondir ringan tidak dapat menembus lapisan ini dan menyebabkan terhentinya penetrasi. Penetrasi pada lapisan pasir ini belum membuktikan bahwa lapisan tanah pendukungnya dapat dicapai. Hasil uji sondir pada tanah pasir menunnjukkan pembacaan tahanan ujung yang tidak stabil karena terjadi runtuh (slip) dan memperoleh kokoh kembali di lapisan berikutnya, II-36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
secara berselang seling. Lain hal dengan tanah lempung, yang memiliki perubahan nilai tahanan ujung yang stabil dan lebih cepat sehingga hasil nilainya lebih halus. Schemertmann
(1978)
memberikan
petunjuk
sederhana
menginterpretasikan data hasil uji sondir sebagai klasifikasi dan kondisi tanah.
Gambar 2.12 Contoh Interpretasi Hasil Uji Sondir (sumber: Schertmann, 1978)
II-37
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dalam
Bab II Studi Pustaka
Keterangan gambar 2.12 : a) adalah kondisi hasil uji sondir dengan lapisan lempung yang dominan, sehingga mengalami terkonsolidasi normal. b) adalah kondisi hasil uji sondir dengan lapisan pasir yang dominan, sehingga mengalami overkonsolidasi. c) adalah kondisi lapisan pasir yang terkonsolidasi normal dengan harga tahanan ujung (qc) meningkat terhadap kedalaman sehingga memberikan respon yang konstan. d) adalah kondisi lapisan pasir yang mengalami overkonsolidasi pada lapisan permukaanya dan memilki lapisan lunak di tengah kedalaman uji sondir, yang bisa terjadi pada pasir lepas atau lapisan lempung yang memilki kondisi konsolidasi dibawah normal. Dari contoh hasil uji sondir tersebut menerangkan adanya respon tegangan lateral di berbagai lapisan tanahnya, yang berpengaruh pada kekuatan tahanan konus sebagai acuan tanah dalam menerima pembebanan. 2.6.2
Gesekan Selimut / Friction Resistance (fs) Gesekan selimut merupakan data yang didapat setelah konus mengalami tekan
di posisi II (gambar 2.10) yaitu pada posisi III, dimana terjadi pengukuran tahanan kerucut dan tahanan gesek pipa (qc+fs). Nilai fs sendiri dapat diperoleh dengan mengurangi nilai tahanan kerucut dan tahanan gesek pipa (qc+fs) dengan tahanan ujung konus/kerucut (qc). Data yang digunakan dalam mendesain fondasi adalah nilai gesekan selimut dibanding dengan nilai tahanan ujung yang kemudian disebut rasio gesekan (Rf). Nilai Rf ini tidak berdimensi karena akan dipakai untuk menentukan II-38
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
jenis tanah berbutir halus dan kasar dengan menggunakan grafik korelasi hubungan nilai Rf dengan qc. Gambar 2.13 adalah grafik korelasinya dengan menggunakan sondir mekanis.bila nilai Rf < 2%, maka tanah termasuk jenis tanah berbutir kasar sedangkan bila nilai Rf > 2%, maka tanah termasuk jenis tanah berbutir halus
Gambar 2.13 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Hasil Uji Sondir Mekanis menurut Schmertmann, 1978 (Sumber: http://kampuzsipil.blogspot.com, 2012)
Hasil tes sondir tanah merupakan bagian dari pengelompokan jenis lapisan tanah pada kedalaman tertentu sehingga dapat dijadikan pedoman dalam merencanakan bangunan seperti penentuan kedalaman fondasi tiang pancang diusahakan berada pada tanah keras. II-39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Berikut contoh perhitungan dan penggambaran grafik sondir dari suatu test penyelidikan.
Gambar 2.14 Contoh Perhitungan Uji Sondir (Sumber: http://kampuzsipil.blogspot.com, 2012)
II-40
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Pengukuran pada tabel memiliki rumus sebagai berikut :
Nilai luas penampang konus (Apc) sebesar 10 cm2, sehingga didapat Dc = 3,568 cm dan luas selimut/jacket (Aps) sebesar 150 cm2 dengan nilai Ds.Ls = 47,746 cm2. Nilainilai ini berasal dari bi-conus tipe Begemann. Kemudian hasil pengukuran sondir dipindahkan dalam bentuk grafik atau grafik sondir Gambar 2.14. Penentuan jenis kondisi tanahnya dapat diketahui dari grafik korelasi pada Gambar 2.12., dimana sondir menggunakan uji sondir mekanis dengan menarik garis pertemuan hasil dari nilai tahanan conus (qc) dengan rasio gesekan (Rf).
II-41
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.15 Contoh Grafik Sondir (Sumber: http://kampuzsipil.blogspot.com, 2012)
II-42
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.7
Klasifikasi Tanah dari Data Sondir Fungsi dari adanya klasifikasi tanah dari data uji sondir adalah untuk
mendapatkan jenis tanah dari lokasi yang diteliti. Berikut tabel korelasi dari nilai qc (tekanan konus) dan fs (hambatan pelekat). Tabel 2.6. Penafsiran Hasil Penyelidikan Tanah dengan Memakai Alat Sondir Hasil Sondir qc
fs
6,0
0,15 - 0,40 0,2
Klasifikasi Humus, lempung sangat lunak Pasir kelanauan lepas, asir sangat lepas
6,0 -10,0 0,20 - 0,60 0,1
Lempung lembek, lempung kelanauan lembek Kerikil lepas
0,10 - 0,40
Pasir lepas
0,40 - 0,80
Lempung atau lempung kelanauan
0,80 - 2,00
Lempung agak kenyal
10,0 -30,0
1,5
Pasir kelanauan, pasir agak padat
30 - 60 1,0 - 3,0 1,0 60 - 150
1,0 - 3,0 3,0
150 -300
1,0 - 2,0
Lempung atau lempung kelanauan kenyal Kerikil kepasiran lepas Pasir padat, pasir kelanauan atau lempung padat dan lempung kelanauan Lempung kekerikilan kenyal Pasir padat, pasir kekerikilan, pasir kasar, pasir kelanauan, sangat padat
Ket : qc = tekanan konus, fs = hambatan pelekat (Sumber : Ir. Sunggono kh (1995), Buku Teknik Sipil,hal.132, penerbit NOVA , Bandung)
Begeman (1965) menjelaskan adanya hubungan konsistensi terhadap tekanan konus dan undarained cohesion, dimana semakin tinggi nilai c dan qc maka semakin keras tanahnya. Pernyataan ini diperjelas dalam tabel 2.7, sebagai berikut : II-43
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Tabel 2.7 Hubungan Antara Konsistensi dengan Tekanan Konus
Sangat lunak
Tekanan Konus qc (Kg/cm²) < 2,50
Undrained Cohesion (T/m²) < 1,25
Lunak
2,50 - 5,0
1,25 - 2,50
Menengah
5,0 - 10,0
2,50 - 5,0
Kaku
10,0 - 20,0
5,0 - 10,0
Sangat kaku
20,0 - 40,0
10,0 - 20,0
keras
> 40,0
>20,0
Konsistensi Tanah
(Sumber : Dr.Ir. Hary Christady Hardiyatmo M.Eng,DEA (2002), Mekanika Tanah I edisi 4, hal.320,Gajah Mada University Press, Yogyakarta)
Sedangkan, Mayerhof (1965) membuat hubungan antara kepadatan dengan relative density, nilai N-SPT, qc dan Ø adalah sebanding. Korelasi ini dapat diliat dari tabel 2.8. Tabel 2.8 Hubungan antara Kepadatan, Relative Density, nilai N-SPT, qc dan Ø Relative Kepadatan
Density (ɣd)
Nilai N
Tekanan Konus
Sudut
SPT
qc (Kg/cm²)
Geser (Ø)
Sangat padat
< 0,2
<4
< 20
< 30
Lepas
0,2 - 0,4
4 -10
20 - 40
30 - 35
Agak padat
0,4 - 0,6
10 - 30
40 - 120
35 - 40
Padat
0,6 - 0,8
30 - 50
120 - 200
40 - 45
Sangat padat
0,8 - 1,0
> 50
> 200
> 45
(Sumber : Ir. Sunggono kh (1995), Buku Teknik Sipil,hal.133, penerbit NOVA , Bandung)
II-44
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.8
Kuat Geser Tanah dari Uji Sondir Kuat geser adalah kemampuan tanah melawan tegangan geser yang terjadi
pada saat terbebani tanpa terjadi keruntuhan. Pada dasarnya kekuatan geser tanah dapat dibagi sebagai berikut : a. Kohesi (c), gaya tarik menarik antar partikel yang sejenis dan dipengaruhi oleh jarak antar partikel dalam tanah. b. Sudut geser dalam (ϕ), sudut yang dibentuk dari hubungan antar tegangan normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan. c. Tegangan longsor (Cu), energi yang mampu menyebabkan tanah bergeser sangat besar sehingga mengakibatkan longsor. d. Sensitivity / Derajat Kepekaan (St), rasio anatar kuat tekan bebas dalam kondisi asli (undisturbed) dan dalam kondisi teremas (remolded). e. Compression Indeks (Cc), parameter penting yang digunakan para ahli geoteknik untuk menentukan keamanan struktur terhadap tanah setelah konstruksi dan selama waktu umur struktur. f. Koefisien Konsolidasi (Cv), koefisien yang menyatakan kecepatan proses konsolidasi pada suatu contoh tanah per satuan sentimeter tiap detiknya. Parameter kekuatan geser tanah dapat digunakan untuk menghitung daya dukung, stabilitas lereng dan tegangan lateral berupa korelasi nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (ϕ). Sedangkan parameter tegangan longsor (Cu), sensitivity / derajat kepekaan (St), dan compression indeks (Cc) digunakan dalam pembahasan konsolidasi dan penurunan. Kekuatan geser tanah terdiri dari dua parameter yaitu: II-45
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
1) Bagian yang bersifat kohesi c yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatan butirannya. 2) Bagian yang mempunyai sifat gesekan/frictional yang sebanding dengan tegangan efektif (σ) yang bekerja pada bidang geser. Kohesi yang terjadi pada saat keruntuhan bernilai besar, dimana ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah mengalami gerakan lateral tanah. Akibat gerakan lateral tanah ini mengakibatkan keadaan kritis pada tegangan normal dan tegangan geser menjadi tidak sesuai dengan faktor keamanan rencana. Nilai kohesi bisa didapatkan dari pengujian Direct Shear Test di Laboratorium. Secara empiris nilai kohesi (c) dapat ditentukan dari data uji sondir yaitu: Kohesi = qc / 20
2.8.1 Kuat Geser Tanah Non-Kohesif dari Uji Sondir Kuat geser tanah non-kohesif umumnya menggambarkan perilaku dengan kepadatan relatif, dimana terjadi tegangan-regangan (stress-strain behavior) dan besaran kepadatan relatif tanah non-kohesif lebih kompleks. Maka para praktisi memilih parameter-parameter yang seusai dengan kondisi ini terhadap hasil uji sondir. Kuat geser tanah non-kohesif dinyatakan dalam sudut geser dalam (ϕ).
II-46
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
(Sumber: Schmertmann, 1977, dalam Buku Manual Pondasi Tiang edisi 3,2005, hal.23,GECGeotechnical Engineering Center, Bandung) Gambar 2.16 Korelasi Tahanan Ujung Sondir dengan Kepadatan Relatif
(Sumber: Robetson & Campanella,1983 dalam Buku Manual Pondasi Tiang edisi 3,2005, hal.23,GEC-Geotechnical Engineering Center, Bandung) Gambar 2.17 Korelasi Tahanan Ujung Sondir terhadap ϕ
II-47
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Sudut geser dalam yang bekerja dengan kohesi sebagai penentu ketahanan tanah akibat tegangan yang bekerja berupa tekanan lateral tanah. Nilai sudut geser dalam dapat diperoleh dari engineering properties tanah pada uji direct shear test. Berikut hubungan antara sudut geser dalam dengan jenis tanah. Tabel 2.9 Hubungan antara Sudut Geser Dalam dengan Jenis Tanah Jenis Tanah
Sudut Geser Dalam (ϕ)
Kerikil kepasiran
30° - 40°
Kerikil Kerakal
35° - 40°
Pasir Padat
35° - 40°
Pasir Lepas
30°
Lempung Kelanauan
25° - 30°
Lempung
20° - 25°
(Sumber: L.D.Wesley, Mektan, Cetakan VI, hal.135, Badan Penerbit Pekerjaan Umum)
Pada kerapatan relatif (Dr) pasir terhadap sudut geser dalam menurut Poulos dan Davis (1980) : ϕ = 28° + 15.Dr
2.8.2 Kuat Geser Tanah Kohesif Kuat geser tak terdrainase pada tanah kohesif daapat ditentukan dengan uji sondir berdasrkan formula berikut:
Cu =
(
)
Dimana, qc adalah tahanan ujung sondir, σv adalah tegangan vertikal total, dan Nk
II-48
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
adalah faktor konus (cone faktor) yang nilainya bervariasi antara 9 hingga 21, yang merupakan fungsi dari indeks plastisitas tanah.
(Sumber: Lunne et al.,1976 dalam Buku Manual Pondasi Tiang edisi 3, hal.23,GECGeotechnical Engineering Center, Bandung) Gambar 2.18 Variasi Nilai Nk terhadap Indeks Plastisitas
2.8.3 Modulus Young dari Uji Sondir Modulus young adalah besaran nilai elastisitas tanah dengan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap regangan. Nilai modulus young diperoleh dari hasil uji triaxial test di laboratorium. Selain itu, nilai ini bisa didapatkan dari data sondir, boring, dan grafik triaksial. Data yang digunakan untuk mencari nilai modulus young ini adalah nilai qc (tahanan ujung konus). Berikut korelasi rumusnya: E = 2. qc
... (kg/cm2)
E = 3. qc
... (kg/cm2) (untuk pasir)
E = (2 sampai 8) . qc
... (kg/cm2) (untuk lempung) II-49
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Tabel 2.10. Hubungan Antara Es dengan qc Jenis Tanah
CPT (kg/cm²)
Pasir terkonsolidasi normal
Es = (2 s/d 4 ). qc
Pasir over konsolidasi
Es = (6 s/d 30 ). qc
Pasir berlempung
Es = (3 s/d 6 ). qc
Pasir berlanau
Es = (1 s/d 2 ). qc
Lempung lunak
Es = (3 s/d 8 ). qc
(Sumber: Buku Mekanika Tanah, Braja M. Das Jilid 1)
Sedangkan untuk perkiraan modulus elastisitas tanah menurut Bowles dapat dilihat dalam tabel 2.11. Tabel 2.11. Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah Jenis Tanah
E (Kg/cm²)
Lempung o Sangat Lunak
3 -30
o Lunak
20 -40
o Sedang
45 - 90
o Berpasir
300 - 425
Pasir o Berlanau
50 - 200
o Tidak Padat
100 - 250
o Padat
500 - 1000
Pasir dan Kerikil o Padat
800 - 2000
o Tidak Padat
500 - 1400
Lanau
20 - 200
Loses
150 - 600
Cadas
1400 - 14000
(Sumber: Joseph E. Bowles, Analisi dan Desain Pondasi edisi keempat jilid I, hal.94, 1997,Penerbit Erlangga,Jakarta)
II-50
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.8.4 Nilai Poisson’s Ratio (μ) sebagai Parameter Elastik Tanah Nilai poisson’s rasio merupakan rasio kompresi poros terhadap regangan pemuaian lateral. Berdasarkan jenis tanahnya dapat diketahui korelsi dengan nilai poisson’s ratio, seperti pada tabel 2.12 berikut. Tabel 2.12. Perkiraan rasio poison (μ) (Bowles, 1968)
Jenis Tanah Lempung Jenuh Lempung Tak Jenuh Lempung Berpasir Lanau Pasir Padat Pasir Kasar (angaka pori, e = 0,4 - 0,7) Pasir Halus (angka pori, e = 0,4 - 0,7) Batu (tergantung macamnya) Loess
Poisson Ratio (μ) 0,4 -0,5 0,1 - 0,3 0,2 - 0,3 0,3 - 0,35 0,2 - 0,4 0,15 0,25 0,1 - 0,4 0,1 - 0,3
(Sumber: Analisis dan Perancangan Pondai bagian 1, Hardiyatmo, 2010, hal.280)
Adapun tabel korelasi antara nilai poisson’s rasio dengan modulus elastisitas (Es) : Tabel 2.13. Hubungan antara Modulus Elastisitas dengan Poisson’sRatio, μs
Modulus Young, Es MN/m²
lb/in.²
Poisson's Ratio, μs
Pasir Lepas
10,35 - 24,15
1500 - 3500
0,20 - 0,40
Pasir Padat Medium
17,25 - 27,60
2500 - 4000
0,25 - 0,40
Pasir Padat Pasir Kelanauan
34,50 - 55,20 10,35 - 17,25
5000 - 8000 1500 - 2500
0,30 - 0,45 0,20 - 0,40
Pasir Dan Kerilkil
69,00 - 172,50
10000 - 25000
0,15 - 0,35
Lempung Lunak
2,07 - 25,18
300 - 750
Lempung Medium Lempung Kaku
5,18 - 10,35 10,35 - 24,15
750 - 1500 1500 - 3500
Jenis Tanah
0,20 - 0,50
(Sumber: Bahan Ajar Kuliah Rekayasa Fondasi Universitas Mercubuna, Pintor T.Simatupang,Ir.,MT.,Dr.Eng,2014)
II-51
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.9
Tanah sebagai Daya Dukung Fondasi Tanah yang merupakan hasil pelapukan batuan secar mekanis dan kimiawi
memiliki partikel-pertikel yang ukurannya beraneka ragam. Partikel-pertikel tersebut mempunyai nama khusus sebagai kerikil, lanau, lempung, dan sebagainya. Tanah terdiri bagian-bagian berupa padat, cair dan udara yang mengisi ruang-ruang kosong diantara pertikel-partikel padatnya. Tanah sebagai pendukung fondasi memiliki arti bahwa tanah merupakan tempat menanam fondasi dari suatu bangunan dan juga menyangga konstruksi diatasnya. Ketika akan dilakukan suatu konstruksi bangunan di daerah tertentu, maka tanah yang berada di daerah tersebut diharapkan mampu menahan beban bangunan diatasnya. Mengingat letak geografis Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan temperatur dan kelembapan yang tinggi serta curah hujan yang tinggi merupakan faktor yang mempercepat proses pelapukan yang menyebabkan tanah pada suatu daerah belum tentu sama jenis tanah, karakteristisk dan sifat-sifat tanahnya. Maka, jika disuatu daerah yang akan dibangun suatu konstruksi memiliki tanah yang lembek, fondasi yang di gunakan harus fondasi dalam yang berujung pada tanah keras agar tanah pendukungnya mempunyai kapasitas daya dukung yang cukup untuk memikul beban yang bekerja sehingga tidak terjadi keruntuhan dan ambles nya bangunan. Tanah sebagai material konstruksi, ini berarti tanah merupakan suatu bahan atau material yang digunakan untuk membangun suatu bangunan, konstruksi tanggul, bendungan tanah, ataupun dasar jalan. Jadi sudah jelas bahwa tanah memiliki peran penting pada suatu bangunan konstruksi, baik itu sebagai pendukung fondasi ataupun
II-52
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
sebagai material konstruksi. Jika tidak ada tanah, bisa dipastikan tidak akan ada bangunan yang dapat berdiri kokoh.
2.10 Fondasi Fondasi menurut Hardiyatmo (2011: 103) adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah atau ke batuan yang ada di bawahnya. Pengertian fondasi yang lainnya adalah bagian dari elemen bangunan yang berfungsi meletakkan dan meneruskan beban ke dasar tanah yanng kuat mengimbangi dan mendukung (merespon) serta dapat menjamin kestabilan bangunan, paling tidak terhadap beratnya sendiri, beban yang bekerja serta beban gempa.
2.10.1 Kriteria Desain Fondasi Umumnya pemilihan bentuk fondasi disesuaikan dengan kondisi/keadaan lapangan, maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan : 1. Keadaan tanah fondasi 2. Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (superstructure) 3. Batasan-batasan dari sekelilingnya 4. Waktu dan biaya pekerjaan Pertimbangan inilah yang dapat menentukan jenis-jenis fondasi sesuai dengan keadaan tanah fondasi. Ada beberapa uraian (Kazuto Nakazawa dkk, 1994 :75-76) mengenai pemilihan bentuk fondasi, yaitu : a)
Bila tanah pendukung fondasi terletak pada permukaan tanah atau 2 – 3 meter di bawah permukaan tanah, maka hal ini fondasinya adalah fondasi telapak. II-53
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
b)
Bila tanah pendukung fondasi terletak pada kedalaman sekitar 10 meter di bawah permukaan tanah maka, fondasi yang dipakai adalah fondasi tiang atau fondasi tiang apung (floating pile foundation) untuk memperbaiki tanah fondasi. Jika memakai tiang baja atau tiang beton yang di cor ditempat kurang ekonomis karena tiang-tiang tersebut kurang panjang.
c)
Bila tanah pendukung fondasi terletak pada kedalaman sekitar 20 m di bawah permukaan tanah, dimana terjadi penurunan yang diijinkan maka jenis fondasi yang dipakai adalah fondasi tiang pancang (pile driven foundation). Tetapi bila terdapat batu besar (cobble stones) pada lapisan antara maka fondasi yang dipakai fondasi kaison yang lebih menguntungkan.
d)
Bila tanah pendukung fondasi terletak pada kedalaman sekitar 30 meter di bawah permukaan tanah, fondasi yang dipakai biasanya fondasi kaison terbuka , tiang baja atau tiang cor di tempat. Tetapi apabila tekanan atmosfir yang bekerja ternyata kurang dari 3 kg/cm2 digunakan kaison tekanan.
e)
Bila tanah pendukung fondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter di bawah permukaan tanah, fondasi yang paling baik adalah tiang baja dan tiang dicor di tempat. Sedangkan pertimbangan umum yang perlu diperhatikan dalam desain fondasi
tiang, yaitu : 1) Pertimbangan Teknis Analisis dan desain fondasi tiang didasarkan pada banyak asumsi penyederhanaan kondisi tanah dan metode kontruksi yang mempengaruhi ketelitian hasilnya.
II-54
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2) Kepentingan Struktur Jenis, tingkat kepentingan, dan fungsi struktur mempengaruhi keputusan sehubungan dengan rencana penyelidikan geoteknik, metode analisis yang digunakan, prosedur konstruksi dan inspeksi. 3) Definisi Keruntuhan Keruntuhan struktur atau fondasi dapat dikategorikan sebagai keruntuhan yang sebenarnya (collapse) atau kegagalan secara fungsional. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh defleksi yang berlebihan, perbedaan pergeseran yang terlalu besar,getaran yang berlebihan dan kerusakan tiang secara premature akibat faktorfaktor lingkungan. 4) Faktor Keamanan Faktor keamanan mencerminkan cadangan kapasitas yang dimilik fondasi terhadap bahaya collapse akibat beban kerja dan kondisi perancangan. 5) Pertimbangan Interaksi Tanah Struktur Untuk Analisa Tingkat kepentingan struktur dan pertimbangan ekonomi dari struktur akan menentukan jenis dan tingkat keakuratan penyelidikan geoteknik dan desain, rencana pengujian fondasi tiang, dan model analitik yang digunakan dalam analisis. 6) Uji Pembebanan Fondasi Tiang Meskipun pada umumnya uji pembebanan tiang itu mahal dan memakan banyak waktu, tetapi uji pembebanan ini amat bernilai untuk memastikan dan memodifikasi desain fondasi tiang pada saat kontruksi.
II-55
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.10.2 Jenis - Jenis Fondasi Secara garis besar fondasi dapat dibagi menjadi dua jenis : 1)
Fondasi Dangkal Fondasi dangkal digunakan bila kedalaman tanah tidak lebih dari 3 meter atau
sepertiga dari lebar alas fondasi. Kedalaman fondasi dangkal pada umumnya D/B ≤ 1 tetapi mungkin agak lebih. Tanah yang stabil atau keras adalah kondisi tanah yang digunakan sebagai kapasitas dukung fondasi, tetapi tidak disarankan bila pada saat di lapangan tanah kurang stabil atau memiliki tanah yang buruk (tanah rawa / gambut).
Gambar 2.19 Fondasi Dangkal (D/B ≤ 1)
Terzaghi mendefinisikan fondasi dangkal sebagai berikut :
Apabila kedalamaan fondasi lebih kecil atau sama dengan lebar fondasi, maka fondasi tersebut bisa dikatakan sebagai fondasi dangkal.
Anggapan bahwa penyebaran tegangan pada struktur fondasi ke tanah dibawahnya yang berupa lapisan penyangga (bearing stratum) lebih kecil atau sama dengan lebar fondasi.
II-56
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.20 Fondasi Dangkal
2)
Fondasi Dalam Fondasi dalam atau fondasi tiang adalah suatu struktur fondasi yang mampu
menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan menyerap lenturan. Perencanaan tiang dapat dibagi menjadi dua golongan : 2.1. Tiang yang tertahan pada ujung Tiang semacam ini dimasukkan sampai lapisan tanah keras, sehingga daya dukung tanah untuk fondasi ini lebih ditekankan pada tahanan ujungnya. Tiang tipe ini disebut end bearing pile atau point bearing pile. Untuk tiang tipe ini harus diperhatikan bahwa bahwa ujung tiang harus terletak pada lapisan keras. Lapisan keras ini boleh terdiri dari bahan apapun, meliputi lempung keras sampai batuan keras. 2.2. Tiang yang tertahan oleh pelekatan antara tiang dengan tanah (friction pile) Kadang-kadang diketemukan keadaan tanah dimana lapisan keras sangat dalam sehingga pembuatan tiang sampai lapisan tersebut sukar dilaksanakan. Maka untuk
II-57
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
menahan beban yang diterima tiang, mobilisasi tahanan sebagian besar ditimbulkan oleh gesekan antara tiang dengan tanah (skin friction). Tiang semacam ini disebut friction pile atau juga sering disebut sebagai tiang terapung (floating piles). Fondasi dalam sering dibuat dalam bentuk tiang pancang maupun kaison dengan D/B ≥4.
Gambar 2.21 Fondasi Dalam (D/B ≥ 4)
2.10.3 Fondasi Tapak (Pad Foundation) Fondasi tapak digunakan untuk mendukung beban titik individual seperti kolom. Bentuk fondasi ini dapat dibuat bentuk melingkar, persegi/bujur sangkar, dan bentuk empat persegi panjang yang terdiri dari lapisan beton bertulang dengan ketebalan yang seragam.
II-58
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Kelebihan dan kekurangan fondasi tapak : Kelebihan
Kekurangan
fondasi ini lebih murah bila dihitung dari sisi biaya
harus diperhitungkan bekisting atau cetakan terlebih dulu
galian tanah lebih sedikit
diperlukan waktu pengerjaan lebih lama (harus menunggu beton kering/ sesuai umur beton)
pemilihan fondasi telapak lebih kuat dibanding fondasi batu kali
tidak semua tukang bisa mengerjakannya diperlukan pemahaman terhadap ilmu struktur pekerjaan rangka besi dibuat dari awal dan harus selesai setelah dilakukan galian tanah.
Gambar 2.22 Fondasi Tapak
2.10.4 Fondasi Tiang Bor Fondasi tiang bor adalah salah satu fondasi dalam yang dibangun di dalam permukaan tanah dengan kedalaman tertentu. Fondasi tiang bor mempunyai karateristik khusus pada cara pelaksanaanya yang berdampak perbedaan perilakunya II-59
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
di bawah pembebanan dibandingkan dengan tiang pancang. Hal-hal yang dapat mengakibatkan perbedaan (Manual Fondasi Tiang Edisi 3, 2005:47) tersebut adalah: Tiang bor dilaksanakan dengan menggali lubang bor dan mengisinya dengna material beton, sedangkan tiang pancang dimasukkan ke tanah dengan mendesak tanah disekitarnya (displacement pile). Beton dicor dalam keadaan basah dan mengalami masa curing di bawah tanah. Kadang-kadang digunakan casing untuk menjaga stabilitas dinding lubang bor dan dapat pula casing tersebut tidak dicabut karena kesulitan di lapangan. Kadang-kadang digunakan slurry untuk menjaga stabilitas lubang bor yang dapat membentuk lapisan lumpur pada dinding galian serta mempengarhui mekanisme gesekan tiang dengan tanah. Cara penggalian lubang bor disesuaikan dengan kondisi tanah. Beberapa keuntungan pemakaian tiang bor (Manual Fondasi Tiang Edisi 3, 2005: 4748) adalah : 1) Metode desain yang semakin handal yang telah dikembangkan untuk berbagai macam pembebanan dan kondisi tanah. 2) Kepastian penentuan kedalaman elevasi ujung fondasi dari suatu lokasi titik rencana tiang bor dapat diinspeksi atau diukur. 3) Tanah hasil pemboran dapat dilakukan pemeriksaan mengenai jenis tanah yang digunakan dalam perencanaan. 4) Penggunaan tiang bor dapat dilakukan pada berbagai jenis tanah. 5) Suara, getaran dana gerakan dari tanah sekitarnya dapat dikatakan minimum. II-60
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
6) Kemudahan terhadap perubahan konstruksi, jika terjadi kondisi di lapangan yang tidak terduga. 7) Daya dukung yang tinggi memungkinkan perencanaan satu kolom dengan dukungan satu tiang sehingga dapat menghemat kebutuhan pile cap. 8) Dapat memperbesar kepala atau bagian atas tiang bila diperlukan untuk meningkatkan inersia terhadap momen. 9) Dapat memperbesar kaki atau ujung bawah tiang untuk meningkatkan daya dukung ujung tiang. 10)
Tiang bor dapat dibuat dari dimensi 0.5 meter hingga 6.0 meter.
11)
Tidak menimbulkan resiko penyembulan (heaving)
Sedangkan kekurangan pada penggunaan tiang bor (Manual Fondasi Tiang Edisi 3, 2005: 48) adalah : 1)
Pelaksanaan konstruksi tiang bor tergantung dari keterampilan dan kemampuan dari kontraktor, bila pelaksanaannya buruk dapat menyebabkan penurunan daya dukung yang signifikan.
2)
Kondisi tanah di kaki tiang sering rusak oleh proses pemboran dimana terjadi penumpukan tanah dari runtuhan dinding tiang bor atau sedimentasi lumpur.
3)
Pengecoran beton bukan pada kondisi ideal dan tidak dapat segera diperiksa.
4)
Berbahaya bila ada tekanan artesis karena tekanan ini dapat menerobos ke atas.
II-61
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.24 Fondasi Tiang Bor
2.10.5
Fondasi Tiang Pancang Pondasi tiang pancang dalam Manual Pondasi Tiang Edisi 3 (2005: 30)
digunkanan untuk mentransfer beban dari struktur atas ke lapisan tanah yang dalam dimana dapat dicapai daya dukung yang lebih baik dan dapat digunakan pula untuk menahan gaya angkat akibat gaya apung air tanah, menahan gaya lateral ataupun gempa. Kelebihan tiang pancang : 1) Dari segi waktu dapat dilaksanakan dengan cepat
II-62
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2) Kualitas bahan terkontrol 3) Dapat dipancang pada elevasi muka air tanah yang tinggi. Kekurangan tang pancang : 1) Pada saat pemancangan menimbulkan getaran yang dapat mengganggu lingkungan 2) Tidak dapat menembus lensa pasir padat, kecuali didahului oleh pemboran (predrilling) 3) Memiliki panjang tiang yang terbatas dan diameternya kecil.
Gambar 2.23a Bentuk dan Dimensi Tiang Pancang Bulat Berongga (Sumber : WIKA BETON Brosur)
II-63
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.23b Bentuk dan Dimensi Tiang Pancang Bulat Berongga (Sumber : WIKA BETON Brosur)
2.11 Kapasitas Dukung Fondasi Kapasitas dukung fondasi adalah kemampuan fondasi dalam mendukung beban struktur di atasnya, dimana terjadi perlawanan penurunan dari adanya tahanan geser tanah akibat pembebanan. Ada beberapa hal yang harus diperhitungkan dalam perancangan desain fondasi, yaitu :
2.11.1
Kriteria Stabilitas Kriteria stabilitas meliputi daya dukung, geser, dan guling. Kriteria ini
haruslah memenuhi faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah. Umumnya hitungan kapasitas dukung menggunakan faktor aman 3.
2.11.1.1 1)
Kapasitas Dukung Fondasi Tapak
Analisis Daya Dukung Terzaghi (1943)
Menurut Terzaghi (1943) dalam Das (1995) suatu fondasi dangkal ditentukan dari : Df ≤ B
II-64
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
dengan : Df
= kedalaman fondasi dangkal dari permukaan tanah (m)
B
= Lebar fondasi (m)
Persamaan daya dukung untuk fondasi memanjang menurut Terzaghi (1943) dinyatakan sebagai berikut : qu
= c.Nc + Df . ɣ . Nq + 0,5. ɣ. B. Nɣ
dengan : qu
= Daya dukung ultimit pada fondasi memanjang (kN/m2)
c
= Kohesi tanah
Df
= Kedalaman fondasi (m)
ɣ
= Berat volume tanah (kN/m3)
Nc , N q , Nɣ
= faktor daya dukung Terzaghi
D f . ɣ = po
= Tekanan overbuden pada dasar fondasi (kN/m2)
Nilai-nilai Nc , Nq , Nɣ adalah faktor-faktor kapasitas dukung tanah yang merupakan fungsi dari sudut gesek dalam (φ) tanah dari Terzaghi (1943). Nilai-nilai Nc , Nq , Nɣ dalam bentuk grafik, dapat dilihat pada Gambar 2.23 , sedangkan nilai-nilai nuumeriknya diberikan dalam Tabel 2.9.
II-65
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.24 Hubungan ϕ dan Nɣ, Nc, Nq (Terzaghi, 1943)
Tabel 2.14 Nilai-nilai Faktor Kapasitas Dukung Terzaghi (1943) ϕ 0 5 10 15 20 25 30 34 35 40 45 48 50
Keruntuhan Geser Umum Nc Nq Nɣ 5,7 7,3 9,6 12,9 17,7 25,1 37,2 52,6 57,8 95,7 172,3 258,3 347,6
1 1,6 2,7 4,4 7,4 12,7 22,5 36,5 41,4 81,3 173,3 287,9 415,1
0 0,5 1,2 2,5 5 9,7 19,7 35 42,4 100,4 297,5 780,1 1153,2
Keruntuhan Geser Lokal Nc' Nq' Nɣ' 5,7 6,7 8 9,7 11,8 14,8 19 23,7 25,2 34,9 51,2 66,8 81,3
1 1,4 1,9 2,7 3,9 5,6 8,3 11,7 12,6 20,5 35,1 50,5 65,6
0 0,2 0,5 0,9 1,7 3,2 5,7 9 10,1 18,8 37,7 60,4 87,1
Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian 1-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 121
II-66
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Menurut Terzaghi keruntuhan yang terjadi akibat daya dukung fondasi dangkal terdiri dari dua asumsi, yaitu : 1) Keruntuhan tanah di bawah fondasi adalah keruntuhan menyeluruh. Berikut persamaan daya dukung yang disarankan adalah: Fondasi menerus : qu = c. Nc + ɣ.Dr . Nq + 0,5. ɣ. B. Nɣ
Fondasi bujur sangkar : qu = 1,3 . c.Nc + ɣ.Dr . Nq + 0,4. ɣ. B. Nɣ Fondasi lingkaran :
qu = 1,3 . c. Nc + ɣ.Dr . Nq + 0,6. ɣ. B. Nɣ Fondasi persegi empat (B x L) :
qu
= c. Nc (1 + 0,3 B/L) + ɣ.Dr . Nq + 0,5. ɣ. B. Nɣ (1 - 0,2 B/L)
dimana : qu = Daya dukung ultimit pada fondasi memanjang (kN/m2) c
= Kohesi tanah
B
= Lebar fondasi (diameter untuk lingkaran) (m)
L
= panjang fondasi (m)
Df = Kedalaman fondasi (m)
ɣ
= Berat volume tanah (kN/m3) II-67
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Nc , Nq , Nɣ = faktor daya dukung Terzaghi Df . ɣ = po = Tekanan overbuden pada dasar fondasi (kN/m2) = bila terdapat beban merata (q0) maka menjadi (ɣ.Dr + q0) = (p0+ q0)
Tabel 2.15. Faktor-faktor Daya Dukung Terzaghi untuk Kondisi Keruntuhan Geser Menyeluruh Ø Ø Nq Nɣ Nc Nq Nc 5,70 1,00 0,00 27,09 14,21 0 26 6,00 1,10 0,01 29,24 15,90 1 27 6,30 1,22 0,04 17,13 7,07 2 28 1,35 0,06 18,03 7,66 6,62 29 3 6,97 1,49 0,10 18,99 8,31 4 30 7,34 1,64 0,14 20,03 9,03 5 31 7,73 1,81 0,20 21,26 9,82 6 32 2,00 0,27 22,39 10,69 8,15 33 7 8,60 2,21 0,35 23,72 11,67 8 34 9,09 2,44 0,44 25,18 12,75 9 35 2,69 0,56 26,77 13,97 9,61 36 10 10,16 2,98 0,69 28,51 15,32 11 37 10,76 3,29 0,85 30,43 16,85 12 38 3,63 1,04 32,53 18,56 11,41 39 13 4,02 1,26 95,66 81,27 12,11 40 14 4,45 1,52 106,81 93,85 12,86 41 15 4,92 1,82 119,67 108,75 13,68 42 16 14,60 5,45 2,18 134,58 126,50 17 43 6,04 2,59 151,95 147,74 15,12 44 18 6,70 3,07 172,28 173,28 16,59 45 19 7,44 3,64 196,22 204,19 17,69 46 20 18,92 8,26 4,31 224,55 241,80 21 47 9,19 5,09 258,28 287,85 20,27 48 22 10,23 6,00 298,71 344,63 21,75 49 23 11,40 7,08 347,50 415,14 23,36 50 24 12,72 8,34 25,13 25 Sumber : Buku Ajar Rekayasa Fondasi Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang, 2008
II-68
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Nɣ 9,84 11,60 3,29 3,76 4,39 4,83 5,51 6,32 7,22 8,35 9,41 10,90 12,75 14,71 115,31 140,51 171,99 211,56 261,60 325,34 407,11 512,84 650,67 831,99 1072,80
Bab II Studi Pustaka
2) Keruntuhan tanah di bawah fondasi adalah keruntuhan geser setempat. Terzaghi mengasumsikan bahwa :
c’ = 2 / 3. c dan Ø’ = tan-1 ( 2/3 tan Ø)
Sehingga persamaan daya dukung Terzaghi menjadi: Fondasi menerus : qu’ = c’. N'c + ɣ.Dr . N'q + 0,5. ɣ. B. N'ɣ Fondasi bujur sangkar : qu' = 1,3 . c'.N'c + ɣ.Dr . N'q + 0,4. ɣ. B. N'ɣ Fondasi lingkaran : qu' = 1,3 . c'. N'c + ɣ.Dr . N'q + 0,6. ɣ. B. N'ɣ Fondasi persegi empat (B x L) : qu'
= 1,3 . c'. N'c (1 + 0,3 B/L) + ɣ.Dr . N'q + 0,5. ɣ. B. N'ɣ (1 - 0,2 B/L)
dimana : qu = Daya dukung ultimit pada fondasi memanjang (kN/m2) c
= Kohesi tanah
B
= Lebar fondasi (diameter untuk lingkaran) (m)
L
= panjang fondasi (m)
Df = Kedalaman fondasi (m)
ɣ
= Berat volume tanah (kN/m3)
II-69
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Nc , Nq , Nɣ = faktor daya dukung Terzaghi Df . ɣ = po = Tekanan overbuden pada dasar fondasi (kN/m2) = bila terdapat beban merata (q0) maka menjadi (ɣ.Dr + q0) = (p0+ q0)
Tabel 2.16. Faktor-faktor Daya Dukung Terzaghi untuk kondisi keruntuhan geser setempat Ø Ø N'q N'ɣ N'c N'c N'q 5,70 1,00 0,00 15,53 6,05 0 26 0,01 16,30 6,54 5,90 1,07 27 1 0,02 17,13 7,07 6,10 1,14 28 2 6,30 1,20 0,04 18,03 7,66 3 29 6,51 1,30 0,06 18,99 8,31 4 30 0,07 20,03 9,03 6,74 1,39 31 5 0,10 21,16 9,82 6,97 1,49 32 6 7,22 1,59 0,13 22,39 10,69 7 33 0,16 23,72 11,67 7,47 1,70 34 8 7,74 1,82 0,20 25,18 12,75 9 35 0,24 26,77 13,97 8,02 1,94 36 10 0,30 28,51 15,32 8,32 2,08 37 11 8,63 2,22 0,35 30,43 16,85 12 38 8,96 2,38 0,42 32,53 18,56 13 39 0,48 34,87 20,50 9,31 2,55 40 14 2,73 0,57 37,45 22,70 93,67 41 15 10,06 2,92 0,67 40,33 25,21 16 42 3,13 0,76 43,54 28,06 10,47 43 17 3,36 0,88 47,13 31,34 10,90 44 18 11,36 3,61 1,03 51,17 35,11 19 45 3,88 1,12 55,73 39,48 11,85 46 20 12,37 4,17 1,35 60,91 44,54 21 47 12,92 4,48 1,55 66,80 50,46 22 48 4,82 1,74 73,55 57,41 13,51 49 23 14,14 5,20 1,97 81,31 65,60 24 50 14,80 5,60 2.25 25 Sumber : Buku Ajar Rekayasa Fondasi Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang, 2008
II-70
http://digilib.mercubuana.ac.id/
N'ɣ 2,59 2,88 3,29 3,76 4,39 4,83 5,51 6,32 7,22 8,35 9,41 10,90 12,75 14,71 17,22 19,75 22,50 26,25 30,40 36,00 41,70 49,30 59,25 71,45 85,75
Bab II Studi Pustaka
2)
Analisis Daya Dukung Meyerhof (1956) Kapasitas dukung fondasi telapak dengan menggunakan data uji sondir
menurut Meyerhof (1965) dalam Hardiyatmo (2010) menyarankan persamaan sederhana yang didasarkan penurunan satu inchi. Persamaan sederhana tersebut didasarkan pada kurva Terzaghi dan Peck (1943) yang diterapkan untuk fondasi telapak atau fondasi memanjang yang memiliki dimensi yang tidak terlalu besar.
Gambar 2.25 Tipikal Fondasi Telapak
Dari asumsi tersebut maka didapat daya dukung fondasi bujur sangkar atau fondasi memanjang dengan lebar B ≤ 1,20 m, adalah qa= qc / 20 Kd (dalam kg/cm2)
Sedangkan untuk fondasi bujur sangkar atau fondasi memanjang dengan lebar B ≥1,20 m, adalah qa= qc / 33 [ ( B + 0,30) / B ]2 Kd (dalam kg/cm2) dengan, qa = kapasitas dukung ijin untuk penurunan 2,54 cm (1”) qc = tahanan konus (cm) B = lebar fondasi (cm) Kd = 1 + 0,33(D/B), (D = kedalaman dasar fondasi) II-71
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
3)
Daya Dukung Ijin
Adalah beban per satuan luas yang diijinkan untuk dibebankan pada tanah di bawah fondasi untuk menghindari keruntuhan, yaitu daya dukung batas dibagi faktor keamanan (FK = 3). qijin = qu / Fk
4)
Tahanan Fondasi terhadap Gaya Angkat ke Atas Tahanan fondasi terhadap gaya angkat ke atas sering terjadi pada fondasi
menara (tower) yang diakibatkan dari momen yang bekerja. Gaya ini bekerja sepanjang tepi tanah yang mengalami gaya gesekan dan terangkat serta mendapat berat fondasi sendiri dan tanahnya. Ketika gaya angkat bekerja maka reaksi terhadap tanah akan membentuk prisma di bawah pelat fondasinya. Prisma yang terbentuk ini bergantung pada karateristik tanahnya di bawah fondasi.
II-72
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
(b) (a)
(c) Gambar 2.26 Fondasi Menahan Gaya Angkat ke Atas (Teng, 1962 ; Bowles, 1996)
Keterangan gambar: (a) Fondasi telapak yang mengalami gaya angkat akan membentuk prisma dibagian bawah plat fondasinya, yang dipengaruhi oleh jenis tanah dan karateristiknya. Menghasilkan sudut sebesar 600. (b) Cara konvensional untuk menngetahui kapasitas gaya angkatnya yaitu dengan menganggap bentuk tanah yang akan terbongkar = W + Fr. W adalah kapasitas
II-73
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
gaya angkat terhadap gesekan sepanjang fondasi, W =Wp + Wt atau berat pelat fondasi ditambah berat tanah. (c) Menurut Balla (1961) dalam Hardiyatmo (2010), mengusulkan tahanan tarik fondasi dianggap berkembang pada bidang ab. Sedangkan menurut Meyerhof dan Adam (1968), mengusulkan fondasi dapat ditinjau fondasi dalam dan dalam pada tanah kohesif dan granuler. Maka tahanan fondasi yang bekerja terhadap gaya tarikan vertikal ke atas dalam Hardiyatmo (2010), adalah : Tu = Wp + Wt + Fr dengan, Tu
= tahanan ultimit fondasi terhadap gaya tarik vertikal ke atas (kN)
Wp
= berat pelat fondasi (kN)
Wt
= berat prisma tanah (kN)
Fr
= tahanan gesek tanah disepanjang tanah yang tergeser = 0,5. Df . ɣ . A. Ko tg φ (untuk tanah granuler) (kN) = c . A (untuk tanah kohesif) (kN)
A
= luas selimut prisma tanah yang tertarik ke atas (m3)
Df
= kedalaman fondasi (m)
ɣ
= berat volume tanah (kN/ m3)
Ko
= koefisien tekanan tanah lateral saat diam
φ
= sudut gesek dalam tanah (derajat (0))
c
= kohesi (kN/ m2) II-74
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Tahanan Ultimit Fondasi terhadap Gaya Tarik Vertikal ke Atas pada Fondasi Lingkaran dan Bujur Sangkar o Fondasi dengan D < H : Tu = π . B.c . D + Sf . π. B. ɣ (D2 / 2). Ku . tg φ + W
o Fondasi dengan D > H : Tu = π . B.c . H + Sf . π. B. ɣ (2D – H) (H / 2) Ku. tg φ + W
Tahanan Ultimit Fondasi terhadap Gaya Tarik Vertikal ke Atas pada Fondasi Empat Persegi Panjang o Fondasi dengan D < H : Tu = 2.c .D (B + L) + ɣ. D2 ( 2. Sf . B + L – B) Ku . tg φ + W
o Fondasi dengan D > H : Tu = 2.c .H (B + L) + ɣ. ( 2D – H) ( 2. Sf . B + L – B) Ku . tg φ + W
Faktor bentuk Sf secara pendekatan untuk fondasi dangkal : Sf
= 1 + m . D/B (untuk D < H)
Untuk nilai maksimum untuk fondasi dalam : Sf
= 1 + m. H/B (untuk D > H)
dengan, Tu
= tahanan tarik ultimit (kN)
c
= kohesi (kN/ m2) II-75
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
L , B = panjang dan lebar atau diameter fondasi (m) ɣ
= berat volume tanah (kN/ m3)
D
= kedalaman fondasi (m)
H
= D – L (m)
L
= tebal timbunan (m)
Sf
= faktor bentuk fondasi
Ku
= K0 = 1– sin φ = koefisien tekanan tanah lateral
φ
= sudut gesek dalam tanah
W
= berat pelat fondasi dan tanah di atasnya (kN)
Nilai m, Sf dan H/B untuk berbagai nilai φ, ditunjukkan dalam Tabel 2.17 adalah : Tabel 2.17. Nilai-nilai m, Sf, dan H/B untuk berbagai nilai φ (Meyerhof dan Adam, 1968) Batasan
Maksimum
ϕ°
20
25
30
35
40
45
48
H/B
2,5
3
4
5
7
9
11
m
0,05
0,1
0,15
0,25
0,35
0,5
0,6
Sf
1,12
1,3
1,6
2,25
4,45
5,5
7,6
Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian I, Hardiyatmo, 2010 : 197)
5)
Analisis Kontrol Tegangan Tanah Analisis kontrol tegangan dimaksudkan untuk merancang struktur terhadap gaya-
gaya dan momen-momen yang terjadi antara fondasi itu sendiri dengan tanah sebagai bagian yang mendapat tekanan akibat fondasi dan beban yang ditumpunya. Tekanan yang terjadi adalah tekanan sentuh antara fondasi dan tanah, dimana tekanan ini akan
II-76
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
didistribusikan secara linier ke seluruh luasan fondasi dengan asumsi kondisi fondasi sangat kaku. Sehingga terjadi tegangan-tegangan tanah akibat resultan beban-beban eksentris dan momen lentur secara 2 (dua) arah pada dasar fondasi. Akibat pembebanan eksentrisitas ini akan menimbulkan pengurangan (reduksi) daya dukung tanah. Meyerhof (1953) menjelaskan reduksi daya dukung merupakan fungsi dari eksentrisitas beban. Sehingga yang terjadi pada jenis tanah granuler, reduksi daya dukung lebih besar daripada tanah kohesif. Persamaan yang terjadi akibat tegangan tanah pada dasar fondasi, yaitu : q = Pu/A ± Mux/Wx ± Muy/Wy + q’ dimana : q
= tegangan tanah/tekanan sentuh yang terjadi kontak antara dasar fondasi dan tanah dasar pada titik (x0, y0) (kN/m2)
Pu
= beban vertikal (kN)
A
= luas dasar fondasi (m2)
Mx, My
= momen terhadap sumbu-x dan sumbu –y (kN.m)
Wx,Wy
= tahanan momen arah sumbu-x dan sumbu –y (m3)
q’
= tekanan akibat berat footplat dan tanah (kN/m2)
Tegangan pada dasar tanah yang terjadi adalah tegangan maksimum dan tegangan minimum, yang masing-masingnya memiliki syarat: Tegangan maksimum (qmax) < kapasitas ijin fondasi (qa) maka dinyatakan aman. Tegangan minimum (qmin) > 0 maka dinyatakan tidak terjadi tegangan tarik fondasi, bila tidak memenuhi maka diperlukan mendesain kembali dimensi fondasi. II-77
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
6)
Gaya Geser pada Foot Plat Gaya geser pada foot plat atau footing perlu diadakan pengecekan untuk
mengontrol kuat geser secara 1 (satu) arah dan 2 (dua) arah/geser pons, yaitu kuat geser arah sumbu-X dan kuat geser sumbu-Y. Akibat dari adanya gaya geser 1 (satu arah) adalah retak miring pada daerah beton tarik dari distribusi beban vertikal kolom (Pu pedestal) yang diteruskan ke telapak sehingga menyebabkan bagian dasar fondasi mengalami tegangan dan menimbulkan respon gaya reaksi vertikal ke atas (gaya geser). Gaya geser ini mengakibatkan retak miring yang menjalar ke atas dan membuat daerah beton tekan semakin mengecil dan mengalami keruntuhan yang diakibatkan beton tidak mempu menahan beban geser ke arah atas.
(Sumber : mnoerilham.blogspot.com) Gambar 2.27 Kerusakan Fondasi Akibat Gaya Geser 1 (Satu) Arah
Sedangkan, kerusakan gaya geser 2 (dua) arah/ geser pons berupa kerusakan di sekeliling kolom (pedestal) dengan jarak kurang lebih d/2.
II-78
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
(Sumber : mnoerilham.blogspot.com) Gambar 2.28 Kerusakan Fondasi Akibat Gaya Geser 2 (Dua) Arah
6.1 Gaya Geser Foot Plat Tinjauan 1 (Satu) Arah Yaitu Sumbu-X dan Sumbu-Y Menentukan gaya geser foot plat 1 (Satu) arah yaitu sumbu-X dan sumbu-Y diperlukan beberapa tinjauan analisis meliputi tegangan tanah pada bidang kritis geser arah sumbu-X dan sumbu-Y untuk memenuhi persyaratan nilai gaya geser 1 (satu) arah harus lebih kecil dari reduksi kuat geser foot plat, dinyatakan sebagai berikut : x Vc ≥ Vu
II-79
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
dimana: Vu = Vux,y
= gaya geser 1 (satu) arah sumbu-x dan sumbu-y (kN) = [ qx,y + ( qmax - qx,y) / 2 – q’] x ax,y x B x,y Nilai qx,y = qmin + (Bx,y – ax,y) / Bx,y x (qmax –qmin) qx,y = tegangan tanah pada bidang kritis geser arah 1 (satu) arah sumbu-x dan sumbu-y (kN/m2) qmin = kontrol tegangan tanah minimum (kN/m2) qmax = kontrol tegangan tanah maksimum (kN/m2) Bx,y = dimensi fondasi arah sumbu-x dan sumbu-y (m) ax,y = jarak bidang kritis terhadap sisi luar floot plat (m) = (Bx,y - bx,y - d)/2 bx,y = dimensi pedestal/pier arah sumbu-x dan sumbu-y (m)
Vc = Vcx,y
d
= tebal efektif foot plat (m), d = h – d’ (m)
q’
= tekanan akibat berat footplat dan tanah (kN/m2)
= kuat geser footplat minimum 1(satu) arah sumbu-x dan sumbu-y (kN) (SNI-03-287-2002 Pasal 13.12.2.1) Vc diperoleh dari persamaan sebagai berikut :
Vc
= [ 1 + 2 / βc] x (√ fc' x b x d) / 6
Vc
= [ αs x d / b + 2 ] x (√ fc' x b x d) / 12 αs = ( 40 = untuk kolom dalam, 30 = untuk kolom tepi, 20 = untuk kolom sudut)
II-80
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
ɸ
Vc
= 1 / 3 x (√ fc' x b x d)
= faktor reduksi kekuatan geser = 0,75 (SNI 03-2847-2002 (Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung)
(Sumber : mnoerilham.blogspot.com) Gambar 2.29 Distribusi Tegangan yang Terjadi Akibat Gaya Geser dengan Tinjauan Arah Sumbu-X
(Sumber : mnoerilham.blogspot.com) Gambar 2.30 Distribusi Tegangan yang Terjadi Akibat Gaya Geser dengan Tinjauan Arah Sumbu-Y II-81
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
6.2 Gaya Geser pada Foot Plat Tinjauan Geser Dua Arah Gaya geser dengan tinjauan geser 2 (dua) arah untuk mengetahui gaya geser arah sumbu-X dan sumbu-Y secara bersamaan dengan analisis bidang geser 2 (dua) arah agar memenuhi syarat sebagai berikut : x Vnp ≥ Vup
dan x Vnp ≥ Pu
dimana : Vup
= gaya geser 2 (satu) arah yaitu sumbu-x dan sumbu-y (kN) = (Bx x By – Cx x Cy) x [(qmax + qmin) / 2 – q’] qmin = kontrol tegangan tanah minimum (kN/m2) qmax = kontrol tegangan tanah maksimum (kN/m2) Bx,y = dimensi fondasi arah sumbu-x dan sumbu-y (m) cx,y = lebar bidang geser dua arah (m), = (bx,y - d) bx,y = dimensi pedestal/pier arah sumbu-x dan sumbu-y (m)
Vnp
d
= tebal efektif foot plat (m), d = h – d’ (m)
q’
= tekanan akibat berat footplat dan tanah (kN/m2)
= kuat geser footplat minimum 2 (dua) arah yaitu sumbu-x dan sumbu-y (kN) (SNI-03-287-2002 ) Vnp = Ap x fp x 10-3 fp diperoleh dari persamaan sebagai berikut : II-82
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
fp
= [ 1 + 2 / βc] x √ fc' / 6
fp
= [ αs x d / b + 2 ] x √ fc' / 12 αs = ( 40 = untuk kolom dalam, 30 = untuk kolom tepi, 20 = untuk kolom sudut)
fp
= 1 / 3 x √ fc'
Ap = luas bidang geser dua arah = 2 x (Cx + Cy) x d ɸ
= faktor reduksi kekuatan geser = 0,75 (SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung)
Pu
= gaya aksial akibat beban terfaktor (kN)
(Sumber : mnoerilham.blogspot.com) Gambar 2.31 Distribusi Tegangan yang Terjadi Akibat Gaya Geser dengan Tinjauan 2 (Dua) Arah
II-83
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
7)
Pembesian Foot Plat Pembesian foot plat pada fondasi tapak terbuat dari beton bertulang, dimana sebagai penyalur beban yang diteruskan dari pedestal/pier. Pembesian dilakukan untuk menahan tegangan yang terjadi pada tanah di sepanjang luasan dimensi foot plat dan yang terjadi pada foot plate itu sendiri. Untuk memenuhi kekuatan fondasi tapak, maka diperlukan syarat yang harus dipenuhi yaitu :
Rn ≥ Rmax dimana : Rn
= Faktor reduksi nominal tulangan lentur = Mn / (b x d2 )
Rmax
= Faktor reduksi kekuatan lentur maksimum tulangan = 0,75 x ρb x fy x [1 -½ x 0,75 x ρb x fy / ( 0,85 x fc’ ) ]
7.1 Tulangan Lentur Arah Sumbu-X dan Sumbu-Y Tulangan lentur terjadi pada tulangan lateral dimana bagian ini menerima tegangan bolak balik atau mengalami torsi, sehingga perletakan penulangannya terdiri dari sengkang tertutup, sengkang ikat tertutup, atau tulangan spiral yang menerus di sekeliling tulangan lentur berupa tulangan ulir. Perletakan penulangan ini harus memenuhi syarat faktor reduksi akibat tulangan lentur dan akibat kekuatan lentur maksimum tulangan yaitu dengan menentukan : 1) Momen nominal arah sumbu-X dan sumbu-Y Mn
= Mux,y / II-84
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
dimana, Mux,y
= momen yang terjadi pada footplat akibat tegangan tanah arah sumbu-X dan sumbu-Y (kN.m) = ½ x ax,y2 x [qx,y + 2/3 x (qmax – qx,y) – q’] x By,x qmin = kontrol tegangan tanah minimum (kN/m2) qmax = kontrol tegangan tanah maksimum (kN/m2) Bx,y = dimensi fondasi arah sumbu-x dan sumbu-y (m) ax,y = jarak bidang kritis terhadap sisi luar flootplat (m) = (Bx,y - bx,y - d)/2 d
= tebal efektif foot plat (m), d = h – d’ (m)
qx,y = tegangan tanah pada tepi kolom (m), = qmin + (Bx,y - ax,y) / Bx,y x (qmax - qmin) q’ ɸ
= tekanan akibat berat footplat dan tanah (kN/m2)
= faktor kekuatan lentur = 0,8 (SNI 03-2847-2002 (Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung)
2) Faktor distribusi tegangan beton, b b = 1 x 0,85 x fc’/ fy x 600/(600 + fy) … (SNI 03-2847-2002) dimana,
1 = 0,85 untuk beton dengan nilai fc’ < 30 MPa = 0,05 > x < 0,65 untuk beton dengan nilai fc’ > 30 MPa. (SNI 03-2847-2002) fc’ = kuat tekan beton (MPa) fy = kuat leleh baja tulangan (MPa) II-85
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
3) Memenuhi syarat reduksi tulangan lentur Rn < Rmax dimana : Rn
= Faktor reduksi nominal tulangan lentur = Mn / (b x d2 )
Rmax = Faktor reduksi kekuatan lentur maksimum tulangan = 0,75 x ρb x fy x [1 -½ x 0,75 x ρb x fy / ( 0,85 x fc’ ) ]
4) Menentukan rasio tulangan yang digunakan, = nilai maksimum antara ρperlu dengan ρmin ρperlu = 0.85 * fc’ / fy * [ 1 - √ {1 – 2 * Rn / ( 0.85 * fc’ ) } ] ρmin = 1,4/fy
5) Menentukan luas tulangan yang digunakan, Asperlu < Ast Asperlu = x b x d = nilai maksimum antara ρperlu dengan ρmin b = lebar plat fondasi yang ditinjau arah sumbu-X dan sumbuY = By,x (m) d = tebal efektif foot plat (m), d = h – d’ (m)
II-86
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
8)
Pembesian Tulangan Longitudinal pada Pedestal/Pier Tulangan longitudinal merupakan tulangan pokok yang menahan beban aksial dan momen, dimana untuk pedestal yang diasumsikan sebagai kolom juga mempunya batasan 1 - 8% untuk beban gravitasi dan 1 – 6% untuk beban gempa dari luasan pedestal beton bertulang. Penentuan tulangan dibagi atas 2 (dua) kategori, yaitu menggunakan tulangan dua sisi dan tulangan 4 (empat) sisi/ tulangan terdistribusi. Pada desain pedestal, kategori yang digunakan adalah tulangan 4 (empat) sisi. Hubungan momen dengan gaya tekan aksial rencana yang diijinkan kolom dalam hal ini pedestal untuk menahan beban terhadap ukuran penampang tertentu, dapat dibuat dengan diagram interaksi rencana. Diagram interaksi rencana ini memuat momen (Mu) sebagai absis dan gaya tekan aksial (Pu) sebagai ordinat, yaitu diagram interakasi yang dibuat CUR merupakan diagram interaksi yang berlaku umum, dengan Pu / ( . Agr . 0,85 . fc’) . (et/h)
Pu / ( . Agr . 0,85 . fc’)
sebagai absis,
sebagai ordinat
dimana :
= faktor reduksi kekuatan kolom = 0,65 untuk tulangan lateral berupa sengkang ikat = 0,7 untuk tulangan lateral berupa spiral
II-87
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Pu
= . Pn < 0,1 . Ag . fc’ Ag = luas penampang pedestal (mm2) fc’ = kuat tekan beton (MPa) . Pn = Pu = K x Pmax Dimana, K
= faktor beban ultimit = 1,5
Pmax = Gaya aksial akibat beban terfaktor (kN)
Jika nilai Pu cukup kecil, maka SNI-2847-2002 mengenai beton memperbolehkan peningkatan faktor reduksi sebagai berikut :
Untuk kolom dengna tulangan lateral berupa sengkang ikat : = 0,8 – [(0,15 x Pu)/(0,1 x Agx fc’)] 0,65
Untuk kolom dengna tulangan lateral berupa spiral : = 0,8 – [(0,1 x Pu)/(0,1 x Agx fc’)] 0,7
Mu
= . Mn = K x Mmax dimana, K
= faktor beban ultimit = 1,5
Mmax = momen ultimit akibat beban terfaktor (kN.m)
et
= eksentrisitas tulangan = Mu / Pu
h
= tinggi pedestal (mm)
Menentukan luas tulangan yang digunakan, Asperlu < Ast Asperlu = x b x d
II-88
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
dimana, = nilai maksimum antara ρperlu dengan ρmin b = lebar pedestal yang ditinjau (m) d = tebal efektif foot plat (m), d = h – d’ (m)
Sumber : Bahan Ajar Struktur Beton II, Resmi Bestari Muin, 2015, Universitas Mercu Buana, Jakarta
Gambar 2.32 Diagram Interaksi CUR Bentuk Persegi dengan Tulangan 4 Sisi II-89
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
9)
Pembesian Tulangan Geser Pedestal/Pier Tulangan geser dibutuhkan sebagai komponen struktur tekan pada tulangan lateral. Tulangan gser ini menahan gaya tarik arah tegak lurus dari retak yang diakibatkan oleh gaya geser. Ada berbagai cara untuk pemasangan tulangan geser yaitu :
Tulangan geser vertical
Tulangan geser miring/ diagonal
Tulangan geser spiral
Tulangan lentur yang dibengkokkan
Tulangan geser paling efektif adalah tulangan geser miring / diagonal tegak lurus arah retak, dikarenakan pemasangan tulangan tipe ini mampu menahan gaya tarik dari gaya retak geser pada pedestal, akan tetapi cara ini akan memakan biaya yang besar dan pemasangan yang lebih sulit. Pada tulangan geser spiral meskipun efektif dalam menahan gaya geser tapi sulit pwmasangannya dan lebih mahal. Secara umum, pemasangan yang paling disukai dan paling banyak dipakai dalam perencanaan struktur adalah tulangan geser vertikal. Nilai faktor keamanan untuk kolom dalam hal ini pedestal memiliki faktor keamanan untuk sengkang persegi adalah 0,7 dan untuk sengkang spiral adalah 0,75. Nilai faktor keamanan untuk sengkang spiral lebih besar dikarenakan bentuknya lebih daktail. Maka perlu dilakukan perhitungan untuk mendukung kapasitas geser yang terjadi pada pedestal, yaitu :
II-90
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
1) Menentukan kapasitas geser pedestal yang dibebani geser, lentur dan aksial, Vc Vc = [1 + Pu / (14 * Ag)] * [(√f'c) / 6 *b * d)] dimana, Pu = . Pn < 0,1 . Ag . fc’ Ag = luas penampang pedestal (mm2) fc’ = kuat tekan beton (MPa) . Pn = Pu = K x Pmax dimana, K
= faktor beban ultimit = 1,5
Pmax = Gaya aksial akibat beban terfaktor (kN) b = lebar pedestal (m) d = tebal efektif penampang (m), d = b – d’ (m)
2) Menentukan gaya geser terfaktor, Vs Vs = Vu / dimana, Vu = gaya geser ultimit rencana maksimum Vu = gaya geser ultimit akibat momen (N), Vu = Mu / h Vu = gaya geser ultimit akibat gaya lateral (N), Vu = K x h(ijin) diketahui, h
= tinggi pedestal (mm)
K
= faktor beban ultimit = 1,5
h(ijin) = gaya lateral ijin (nilai maksimum dari Fx dan Fy) (N)
II-91
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
3) Menentukan luas tulangan geser yang digunakan, Asvperlu
= Asv x fy x d / Vs
dimana, Asv = luas tulangan geser (mm2), Asv = n x π / 4 x D2 n = jumlah tulangan geser rencana D = diameter tulangan geser rencana (mm) = nilai maksimum antara ρperlu dengan ρmin
b = lebar pedestal (m) d = tebal efektif penampang (m), d = b – d’ (m) 4) Menentukan jarak tulangan geser yang digunakan, Stmax > Stperlu dimana, St = π / 4 x Ø2 x B /Asv B = lebar fondasi (mm) Ø = diameter tulangan geser rencana Asv = luas tulangan geser (mm2), Asv = n x π / 4 x D2
(Sumber : Dipohusodo,1999 dalam http://sma-muhamadiyah.blogspot.com/)
Gambar
2.33
Penulangan Tipikal II-92
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Detail
Susunan
Bab II Studi Pustaka
2.11.1.2
Kapasitas Dukung Fondasi Tiang Bor Kapasitas dukung fondasi tiang bor dengan menggunakan rumus pada
umumnya yaitu diperoleh dari penjumlahan tahanan ujung dan tahanan selimut tiang dikurangi dengan berat fondasi tiang, yaitu:
Qu = Qp + Qs - Wp dimana : Qu
= daya dukung ultimit tiang (ton)
Qp
= daya dukung ultimit ujung tiang (ton)
Qs
= daya dukung ultimit selimut tiang (ton)
Wp
= berat fondasi tiang (ton)
(Sumber: Bahan Ajar Kuliah Rekayasa Fondasi Universitas Mercubuna, Pintor T.Simatupang,Ir.,MT.,Dr.Eng,2014) Gambar 2.34 Desain Fondasi Tiang Bor (a)Fondasi Tiang Bor dengan Ujung Bell Shaft (b) Fondasi Tiang Bor dengan Ujung Drilled Shaft
II-93
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
1)
Kapasitas Dukung Ujung Fondasi Tiang Bor (Qp)
Daya dukung ujung ultimit ujung tiang bor dinyatakan sebagai berikut: Qp = qp . A dimana : Qp
= daya dukung ultimit tiang (ton)
qp
= tahanan ujung per satuan luas (ton/m2)
A
= luas penampang tiang bor (m2)
Tahanan ujung per satuan luas pada tanah kohesif dapat diambil sebesar 9 kali kuat geser tanah, yaitu Qp = 9 x Cu x A, sedangkan pada tanah non-kohesif daya dukung ujung ultimitnya menggunakan rumus, Qp = Ap x Cu x Nc*. Dengan menggunakan Metode LCPC, untuk menetukan nilai qp adalah nilai rata-rata sepanjang 1,5 D dari ujung tiang bor ke bawah dan 1,5D dari ujung tiang bor ke atas. Nilai qp diperoleh dari kb x qc(ev) , dimana kb (menurut Briaud dan Miran, 1991) untuk tanah clays dan silt = 0,6 sedangkan untuk sands dan gravels =0,375.
(Sumber: Bahan Ajar Kuliah Rekayasa Fondasi Universitas Mercubuna, Pintor T.Simatupang,Ir.,MT.,Dr.Eng,2014) Gambar 2.35 Tahanan yang Terjadi pada Ujung Tiang Menurut Metode LCPC
II-94
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
1.1
Kapasitas Dukung Ujung Tiang Bor pada Tanah Granuler (Braja M.Das, 2011) Kapasitas dukung ujung tiang bor pada tanah granuler mempunyai perencanaan
dalam perhitungan dan pelaksanannya dikarenakan sifat tanah granuler yang mudah terganggu kepadatannya. Maka Braja M.Das menyarankan dalam perencanaanya menggunakan perhitungan sebagai berikut :
Qp = Ap [q’ (Nq – 1). Fqs . Fqd . Fqc] dengan: Fqs
= 1 + tan ϕ’
Fqd
= 1 + C. tan-1 (L / Db )
C
= 2 tan ϕ’ ( 1 – sin ϕ’)2
... tan-1 (L / Db ) = radian
Menentukan nilai Fqc menurut Chen dan Kulhawy (1994) 1 Hitung critical rigidity index (Icr) Icr
= 0,5 exp [ 2,85 cot (45 -
)]
Nilai Icr dapat ditentukan dengan gambar 2.36 2 Hitung reduced rigidity index (Ir) Irr Nilai Ir
= Ir / ( 1 + Ir .Δ) = soil riddity index = Es / ( 2 (1 + μs ). q’. tan ϕ’ ) Es = modulus elastisitas tanah = m . pa pa = tekanan atmosfir ≈ 100 kN/m2 atau 2000 lb/ft2 m = 100 ~ 200 (loose soil) , 200 ~ 500 (medium dense soil), II-95
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
500 ~ 1000 (dense soil) μs = Poisson’s ratio tanah = 0,1 + 0,3 ((ϕ’ – 25) / 20) (untuk 250 ≤ ϕ’ ≤ 450 ) . Lihat gambar 2.36 Nilai Δ
= n . (q’ / pa) n = 0,005 (1 – ((ϕ’ – 25) / 20)) . Lihat gambar 2.28.
3 Jika Irr ≥ Icr , maka Fqc = 1 Sedangkan, Irr ≤ Icr , maka Fqc = exp{(-3.8 tan ') + [((3.07 sin ') (log10 2.Irr)) / (1+sin ')}
(Sumber: Braja M. Das , Principles of Foundation Engineering,SI Seventh Edition, 2011, hal.649, Penerbit : Cengage Learning,USA)
Gambar 2.36 Variasi dari Nq, Fqs, C, Icr, μs dan n pada φ' II-96
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
1.2
Kapasitas Dukung Ujung Tiang Bor Berdasarkan Kekuatan Bahan Kapasitas dukung tiang bor ini memperhitungkan tahanan ujung berdasarkan
kekuatan bahan dari tiang bor sendiri. Kekuatan bahan pada tiang bor untuk tahanan ujung yang disarankan oleh M. Noer Ilham adalah :
Q = 0,30 x fc’ x Ap – 1,2 x W dimana : Q
= kapasitas dukung ujung tiang bor berdasarkan kekuatan bahan (kN)
fc’
= kuat tekan beton (MPa)
Ap
= luas penampang ujung tiang (m2)
W
= berat tiang pancang (kN), W =Ap x L x c, L adalah panjang tiang bor (m), c adalah berat beton bertulang (24 kN/m3)
Hasil nilai kapasitas ujung tiang bor ini harus direduksi terhadap kekuatan SNI 032847-2002, yaitu = 0,6.
2)
Kapasitas Dukung Friksi Fondasi Tiang Bor (Qs)
Daya dukung ujung friksi ujung tiang bor dinyatakan sebagai berikut: Qs = fs . L. P
dimana : Qs
= daya dukung selimut tiang (ton)
fs
= gesekan selimut tiang (ton/m2)
II-97
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
L
= panjang tiang (m)
P
= keliling penampang tiang (m)
Untuk tanah kohesif nilai fs dapat diperoleh dengan metode : 1. Reese menerangkan untuk tanah kohesif adalah fs = α . Cu, dimana faktor adhesi α = 0,55, dan Cu adalah kohesi tanah (ton/m2) 2. Kulhawy menyatakan besara faktor adhesi pada tanah kohesi tergantung pada kuat geser tanah, seperti pada gambar berikut.
Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 425
Gambar 2.37 Hubungan Kohesi Tak Terdrainase (Cu) dan Faktor Adhesi (α) untuk Tiang Bor (Kulhawy dan Jackson, 1989)
II-98
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.1
Metode Kulhawy and Jackson (1989)
(Sumber: Braja M. Das , Principles of Foundation Engineering,SI Seventh Edition, 2011, hal.663, Penerbit : Cengage Learning,USA)
Metode Kulhawy and Jackson menyatakan untuk menentukan nilai tahanan selimut: Qs = Σ α x Cu x p x ΔL dimana : α
= 0,21 + 0,25 (Pa/Cu) ≤ 1 , dengan Pa = 100 kN/m2 (2000 lb/ft2) sehingga di asumsikan menjadi α = 0.4
Cu
= kohesi tak terdrainase rata-rata pada lapisan sedalam D (kN/m2)
p
= luasan penamang tiang (m2)
ΔL
= kedalaman (m)
II-99
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.11.1.3
Kapasitas Dukung Fondasi Tiang Pancang Untuk menentukan kapasitas dukung fondasi tiang pancang sama halnya
dengan menentukan kapasitas dukung fondasi pada tiang bor yaitu penentuan kapasitas dukung secara aksial yang dapat dilakukan dengan perhitungan statik berupa perhitungan daya dukung ujung tiang dan daya dukung selimut/friksi tiang pancang. 1.1
Kapasitas Dukung Ujung Fondasi Tiang Pancang (Qp)
Daya dukung ujung ultimit ujung tiang pancang dinyatakan sebagai berikut: Qp = qp . A
dimana : Qp
= daya dukung ultimit tiang (ton)
qp
= tahanan ujung per satuan luas (ton/m2)
A
= luas penampang tiang bor (m2)
1.1.1 Metode Meyerhof (1976)
Qp = qp . A = Ap (c.N*c + q’.N*q)
Untuk kondisi tanah pasir : Qp = Ap. q’ . N*q ≤ Ap . q1
dengan, Qp
= daya dukung ultimit ujung tiang (ton) II-100
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
= daya dukung per satuan luas (ton/m2)
qp
= q’ . Nq*
Ap
= luas penampang ujung tiang tiang (m2)
q’
= tegangan vertikal efektif (ton/m2)
Nq*
= faktor daya dukung ujung (gambar 2.44)
q1
= 0.5 . Pa. N*q. tan ϕ’ , (Pa = tekanan atmosfir (=100kN/m2), ϕ’ = sudut gesek tanah efektif )
Cu
= tekanan tanah tak terdrainase (ton/m2)
Gambar 2.38 Faktor Daya Dukung Ujung N*q (Sumber: Meyerhof, 1976)
II-101
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Dalam menentukan nilai qp menggunakan Metode LPCP dan Metode Dutch. Metode ini berlaku untuk fondasi tiang dalam.
Metode LCPC (Laboratoire Central des Ponts et Chasussees) - Metode ini menghitung daya dukung ujung tiang pancang sebesar 1,5 D diatas ujung tiang dan 1,5D dibawah ujung tiang, sehingga didapat elevasi tanah yang bekerja. Setelah elevasi tanah yang bekerja didapat maka dapat ditentukan nilai qc rata-rata yang bekerja pada lapisan tersebut. - Kemudian menentukan qc(av) yang bekerja sebesar 0,7qc(av) sampai 1,3qc(av). qp dapat ditentukan dengan perhitungan qc(av) x kb, dimana nilai dimana kb (menurut Briaud dan Miran, 1991) untuk tanah clays dan silt = 0,6 sedangkan untuk sands dan gravels =0,375.
Metode DUTCH - Metode ini dengan mencari nilai rata-rata qc pada saat nilai qc1 yang terkecil dari L + (y x D) antara 0,7 < y < 4,0, dimana nilai y antara 0,7 s/d 4,0 dan nilai qc2 adalah qc rata-rata sepanjang 8D dibawah ujung tiang. - Maka nilai qp adalah, qp = (qc1 + qc2) k’b/ 2 ≤ 150. Pa
dengan, k’b
= nilai yang disarankan oleh DeRuiter and Beringen (1979) untuk tanah pasir adalah II-102
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
1.0 untuk OCR (overconsolidation ratio) = 1 0.67 unutk OCR -
= 2 sampai 4
Untuk tanah lempung menurut Nottingham and Schmertamann (1975) and Schmertmann (1978) adalah:
qp = R1. R2 (qc1 + qc2) k’b/ 2 ≤ 150. Pa
dengan nilai R1 adalah faktor reduksi yang merupakan fungsi dari kekuatan geser tak terdrainase Cu dan R2 adalah faktor reduksi bernilai 1 untuk electric cone penetrometer
dan bernilai 0,6 untuk mechanical cone
penetrometer. Tabel 2.18. Nilai Fakor R1 Pada Metode Dutch
Cu/ Pa
R1
≥ 0.5
1
0.75
0.64
1.0
0.53
1.25
0.42
1.5
0.36
1.75
0.33
2.0
0.3
Kapasitas Dukung Ujung Tiang Pancang Berdasarkan Kekuatan Bahan Kapasitas dukung tiang pancang ini sama hal-nya dengan kapsitas ujung tiang bor. Kekuatan bahan pada tiang pancang untuk tahanan ujung yang disarankan oleh M. Noer Ilham adalah : II-103
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Q = 0,30 x fc’ x Ap – 1,2 x W dimana : Q
= kapasitas dukung ujung tiang bor berdasarkan kekuatan bahan (kN)
fc’
= kuat tekan beton (MPa)
Ap
= luas penampang ujung tiang (m2)
W
= berat tiang pancang (kN), W =Ap x L x c, L adalah panjang tiang bor (m), c adalah berat beton bertulang (24 kN/m3)
Hasil nilai kapasitas ujung tiang bor ini harus direduksi terhadap kekuatan SNI 032847-2002, yaitu = 0,6.
1.2
Kapasitas Dukung Friksi Fondasi Tiang Pancang (Qs)
Daya dukung friksi pada fondasi tiang pancang dengan menggunakan rumus berikut: Qs = Σ (As . fs) dimana, Qs
= daya dukung selimut tiang (ton)
As
= luas selimut itng (m2) = p x ΔL, p (keliling tiang (m)), ΔL (panjang segmen tiang (m)
fs
= gesekan selimut satuan (ton/m2)
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan nilai gesekan selimut (fs) dari tiang pancang.
II-104
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Gesekan selimut pada tanah pasir, (fs)
fs = K . σ’v . tan δ
dengan, K
= nilai konstanta
σ’v
= tegangan vertikal efektif tanah, yang dianggap konstan setelah mencapai kedalaman lebih dari 1,5D = 0,5ϕ sampai 0,8 ϕ
δ
untuk tiang pancang, nilai K dapat ditentukan sebagai berikut : Tiang pancang low-displacement driven, K = Ko = 1 – sin ϕ’ sampai 1,4Ko = 1,4 (1 – sin ϕ’) Tiang pancang high-displacement driven,K = Ko = 1 – sin ϕ’ sampai 1,8Ko = 1,8(1 – sin ϕ’) Dimana, ϕ adalah sudut geser dalam (°) Qs = Σp (ΔL). α’.fs dimana, Qs
= daya dukung selimut tiang (ton)
p
= keliling tiang (m)
ΔL
= panjang segmen tiang (m)
fs
= gesekan selimut satuan (ton/m2)
α
= faktor adhesi (gambar 2.39 dan gambar 2.40)
II-105
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
(Sumber: Braja M. Das , Principles of Foundation Engineering,SI Seventh Edition, 2011, hal.577, Penerbit : Cengage Learning,USA) Gambar 2.39 Korelasi z/D Tiang Pancang dengan α pada Manual Cone Penetrometer
(Sumber: Braja M. Das , Principles of Foundation Engineering,SI Seventh Edition, 2011, hal.577, Penerbit : Cengage Learning,USA) Gambar 2.40 Korelasi z/D Tiang Pancang dengan α pada Mechanical Cone Penetrometer
II-106
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.11.1.4
Tahanan Tarik Tiang Tunggal Tahanan tarik tiang adalah gaya tarik ke atas tiang yang mempengaruhi
penarikan batangnya (friksinya) sehingga mengakibatkan diameter mengecil walaupun hanya sedikit. O’Neill dan Reese (1989) menyarankan untuk tiang tanpa pembesaran ujung, tahanan gesek tiang tarik di ambil 0,75 dari tiang tekan atau, fs(tarik) = 0,75 . fs(tekan)
Tabel 2.19. Faktor adhesi untuk tiang bor pada tanah lempung (AASHTO, 1998)
Kuat geser tak terdrainase, Cu (Kpa)
Faktor Adhesi (α)
< 200
0,55
200 - 300
0,49
300 - 400
0,42
400 - 500
0,38
500 - 600
0,35
600 - 700
0,33
700 - 800
0,32
800 - 900
0,31
> 900
dihitung sebagai batu
Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 426
1. Untuk tanah pasir dengan c = 0 , tahanan ujung tarik tiang adalah :
Qu(tarik) = Ab . Nu . Po’ dengan, Ab
= luas dasar tiang (m2)
Nu
= faktor kapasitas dukung tarik. Gambar 2.41 II-107
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Po’
= tekanan overbuden efektif pada dasar tiang (kN/m2)
Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 429
Gambar 2.41 Faktor Kapasitas Dukung Nu untuk Fondasi dengan Pembesaran Ujung dalam Tanah Pasir (Dickin dan Leung, 1990)
2. Untuk tanah yang memiliki kohesi dan sudut geser dalam (tanah c - ), Meyerhof dan Adam (Hardiyatmo, 2010 : 157) menyarankan persamaan ultimit untuk tiang bulat adalah : - Untuk L < db Qtr = π.d.c.L + (π/2).s.ɣ.d.L2.Kt.tgØ + W
II-108
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
- Untuk L > H Qtr = π.d.c.H + (π/2).s.ɣ.d.(2L-H).Kt.tgØ + W
dengan :
= berat volume tanah (dipakai ’ bila tanah terendam air (kN/m3)
s
= faktor bentuk = 1 + m.L/db, dengan nilai maksimum 1 + m.L/db
Kt
= koefisien tekanan tanah (kira – kira 0,9 – 0,95 untuk di antara 250 sampai 400)
m
= koefisien yang bergantung pada
H
= batas tinggi permukaan runtuh di atas dasar tiang (m)
W
= berat tanah dan tiang dalam silinder di atas dasar tiang (kN)
c
= kohesi tanah (kN/m2)
L
= kedalaman tiang (m)
Untuk menentukan koefisien-koefisien nilai diatas, yaitu menggunakan tabel 2.19 Tabel 2.19. Faktor-faktor untuk Hitungan Kapasitas Tarik Tiang pada Tanah c ϕ°
20
25
30
35
40
45
48
H/db
2,5
3
4
5
7
9
11
m
0,05
0,1
0,15
0,25
0,35
0,5
0,6
Sf
1,12
1,3
1,6
2,25
4,45
5,5
7,6
Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 158
II-109
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Sebagai syarat keamanan terhadap tahanan tarik tiang maka diperlukan pembanding agar fondasi yang didesain aman yaitu :
Qtr > Qup
dimana, Qtr Qup
= tahanan tarik tiang (kN) = gaya angkat yang terjadi pada tiang (kN) = V/n - (My. x)/ Sx2 - (Mx. y)/ y2 dengan, V= beban vertikal pada pusat tiang dari beban arah Fzc (kN) Mx = momen yang terjadi terhadap sumbu-X, Mxc (kN.m) My = momen yang terjadi terhadap sumbu-Y, Myc (kN.m)
2.11.1.5
x
= jarak tiang terhadap sumbu-X dimensi tiang (m)
y
= jarak tiang terhadap sumbu-Y dimensi tiang (m)
n
= jumlah tiang
Tahanan Tarik Tiang Kelompok
Tahanan tarik tiang kelompok yang terjadi adalah kemampuan untuk menahan tahanan angkat tiang secara kelompok dengan memperhatikan komponen-komponen yang disarankan Hardiyatmo (2010 : 159) adalah : 1. Berat pelat penutup tiang ditambah berat tanah diatasnya (bila ada) 2. Berat tanah di dalam blok 3. Tahanan gesek tanah di sekitar area blok II-110
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Tahanan tarik tiang kelompok pada tanah granuler dinyatakan dengan persamaan berikut :
dengan,
Qu = Wpc + Wt + Wtb Wpc
= berat pelat penutup tiang = berat pilecap/ foot plat (kN)
Wt
= berat tanah diatas pilecap/ foot plat (kN)
Wtb
= berat tanah di dalam blok dengan penyebaran beban 1H : 4V (kN)
Sebagai syarat keamanan terhadap tahanan tarik tiang kelompok maka diperlukan pembanding agar fondasi yang didesain aman yaitu :
Qtrkelompok > Qupkelompok dimana, Qtrkelompok Qupkelompok
= tahanan tarik tiang (kN) = gaya angkat yang terjadi pada kelompok tiang (kN) = V/n - (My. x)/ Sx2 - (Mx. y)/ y2
dengan, V= beban vertikal pada pusat tiang dari beban arah Fzc (kN) Mx = momen yang terjadi terhadap sumbu-X, Mxc (kN.m) My = momen yang terjadi terhadap sumbu-Y, Myc (kN.m) x
= jarak tiang terhadap sumbu-X dimensi tiang (m)
y
= jarak tiang terhadap sumbu-Y dimensi tiang (m)
n
= jumlah tiang
II-111
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 159
Gambar 2.42. Tahanan Kelompok Tiang dalam Menahan Gaya Tarik ke Atas pada Tanah Granuler (Tomlinson, 1977)
2.11.1.6
Tahanan Lateral Fondasi Tiang
Tahanan lateral tiang adalah tahanan tiang untuk memenuhi dua kriteria gaya lateral ijin yaitu, faktor aman terhadap keruntuhan ultimit dan defleksi dalam batas toleransi yang terjadi akibat beban.Tekanan yang terjadi di sekitar tiang adalah tekanan pasif, dimana distribusi reaksi tanah bergantung pada kekakuan tiang, kekakuan tanah dan fixity ujung tiang. Untuk menentukan besar tahanan ultimit tiang yang mendukung beban lateral, perlu diketahui faktor kekakuan tiang, R dan T. Faktor ini dipengaruhi oleh kekakuan tiang (EI) dan kompresibilitas tanah (modulus tanah), K. II-112
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Jika tanah berupa lempung kaku OC, faktor kekakuan untuk modulus tanah konstan (R) dinyatakan : R = (EI / K)
Dengan
: K adalah modulus tanah
= k1/1,5
k1 adalah modulus reaksi subgrade dari Terzaghi E adalah modulus elastis tiang I adalah momen inersia tiang d adalah lebar atau diameter tiang Tabel 2.21. Nilai-nilai k1 yang disarankan Terzaghi (1955)
Konsistensi
Kaku
Sangat Kaku
Keras
kohesi undrained (Cu), kN/m²
100 - 200
200 - 400
> 400
k1, MN/m³
18 - 36
36 - 72
> 72
k1 direkomendasikan, MN/m³
27
54
>108
Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 314
Untuk tanah lempung NC dan tanah granuler. Faktor kekakuan modulus tanah yang tidak konstan (T) ini dinyatakan : T= 5 (EI / nh)
dengan nilai nh adalah koefisien variasi modulus Nilai nh dapat diketahui dari tabel berikut :
II-113
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Tabel 2.22. Nilai nh Menurut Terzaghi dan Reese dkk, untuk Tanah Granular (c = 0) Kerapatan Relatif (Dr) Interval nilai A Nilai A dipakai nh, pasir kering atau lembab (Terzaghi) (kN/m²) nh, pasir terendam air (Terzaghi) (kN/m³) Reese,dkk (kN/m³)
Tidak Padat 100 - 300 200
Sedang 300 - 1000 600
Padat 1000 - 2000 1500
2425
7275
19400
1386 5300
4850 16300
11779 34000
(Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 315)
Kriteria tiang kaku (pendek) dan tiang tidak kaku (panjang) ditentukan berdasarkan nilai R atau T yang telah dihitung dalam tabel 2.22. Tabel 2.23. Kriteria Jenis Perilaku Tiang Jenis Perilaku Tiang
Kriteria
Pendek (Kaku)
L ≤ 2. T
L ≤ 2. R
Panjang (Elastis)
L ≥ 4.T
L ≥ 3,5.R
(Sumber : Manual Pondasi Tiang edisi 3,2005, hal.23,GEC-Geotechnical Engineering Center, Bandung)
1) Tahanan Lateral Fondasi Tiang dengan Metode Broms Metode ini menggunakan perhitungan dari diagram tekanan tanah yang disederhanakan dengan mengaanggap bahwa sepanjang kedalaman tiang reaksi atau tahanan tanah mencapai nilai ultimit. Keuntungan menggunakan metode Broms adalah :
Dapat digunakan pada tiang panjang maupun pendek.
Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas II-114
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Kerugiannya :
Hanya berlaku untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah kohesi saja atau tanah non-kohesif saja.
Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis.
Broms menjelaskan tahanan tanah dianggap sama dengan nol di permukaan ranah sampai kedalaman 1,5 kali diameter (1,5d) dan konstan sebebsar 9c untuk kedalaman yang lebih besar dari 1,5d. Menurut Hardiyatmo (2010) menyatakan kapasitas dukung yang terjadi pada tiang fondasi diakibatkan oleh kekakuan atau tiepe tiang, macam tanah, penanaman ujung tiang ke dalam pelat penutup kepala tiang, sifat gaya-gaya dan besar defleksi. Sehingga untuk meperhitungkan kapasitas dukung lateral dengan Metode Broms cara konvensional dengan tiang ujung jepit dapat ditinjau berdasarkan : a) Defleksi tiang maksimum, y0
y0 = (0,93 x H) / [nh3/5 x (Ep x Ip) 3/5] maka nilai H sebagai beban lateral ijin adalah : H = 1/0,93 x yo x nh3/5 x (Ep x Ip) 3/5
dengan, H
= beban lateral ijin tiang (kN)
II-115
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
yo = perpindahan lateral ijin pada menara transmisi menurut McNulty (1956) (Hardiyatmo, 2010: 292) = 0,012 mm Ep = modulus elastisitas tiang (MPa), 4700√fc' Ip = momen inersia tiang (m4) nh = konstanta modulus subgrade tanah (kN/m2), lihat tabel 2.22
Menurut Hardiyatmo (2010 : 321) dalam menentukan kriteria jenis tiang panjang dan tiang pendek pada tanah pasir (garanuler) akibat beban lateral sebagai tiang ujung jepit dengan ketentuan sebagai berikut :
α= [nh/ (Ep x Ip)] 1/5 yaitu: 1. Tiang ujung bebas dan ujung jepit sebagai tiang pendek (kaku), bila α . L < 2 2. Tiang ujung bebas dan ujung jepit dianggap sebagai tiang panjang (tidak kaku), bila α . L > 4
b) Momen maksimum yang bekerja pada tiang fondasi. Momen maksimum yang bekerja pada tiang fondasi yang ditahan ujung tiang (ujung jepit), maka akan terjadi keruntuhan tanah akibat tanah yang didesak ke arah horisontal oleh tiang. Sehingga momen maksimum yang bekerja sebesar : Mmak = (2/3) x Hu x L = x d x L3 x Kp
II-116
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
dengan, Mmak = momen maksimum yang terjadi pada kepala tiang (kN.m) Hu
= beban lateral ultimit tiang (kN), Hu = (3/2) x x d x L2 x Kp
= berat volume tanah (kN/m3)
d
= dimensi fondasi tiang (m)
L
= kedalaman fondasi tiang (m)
Kp
= Tekanan tanah pasif, Kp = tan2(45 + ø/2)
Nilai Mmak > My yang terjadi akan berbentuk :
(Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 310)
Gambar. 2.43 Tiang Ujung Jepit pada Tiang Pendek dalam Tanah Granuler (Broms, 1964)
II-117
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
(Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 310)
Gambar. 2.44 Tiang Ujung Jepit pada Tiang Sedang dalam Tanah Granuler (Broms, 1964)
(Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 310)
Gambar. 2.45 Tiang Ujung Jepit pada Tiang Panjang dalam Tanah Granuler (Broms, 1964)
II-118
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Dengan memperhatikan keseimbangan horisontal tiang gambar 2.44, nilai keseimbangan dapat diperoleh yaitu : F = (3/2) x x d x L2 x Kp – Hu, dalam kN
Sedangkan nilai My yang bekerja berlawanan dengan Mmax diperoleh dengan menggunakan gambar 2.46 dan gambar 2.47 adalah :
(Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 311)
Gambar 2.46. Tahanan Lateral Ultimit Tiang Pendek dalam Tanah Granuler (Broms, 1946b)
II-119
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
(Sumber : Analisis dan Perancangan Fondasi bagian II-Hardiyatmo Christady Hardiyatmo,2010 : 311)
Gambar 2.47. Tahanan Lateral Ultimit Tiang Panjang dalam Tanah Granuler (Broms, 1946b) 2.11.1.7
Kapasitas Dukung Ijin Tiang
Tomlinson menganjurkan untuk menentukan nilai kapasitas dukung ijin tiang (Qa) dihitung dengan memakai rumus berikut ini :
Qa = Qu / Fk
atau
Qa = Qp/3 + Qs/1,5
dengan : Qu = Kapasitas dukung ultimate tiang (ton) Qa = kapasitas dukung ijin tiang (ton) Fk = Faktor aman tahanan ujung (3)
II-120
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.11.1.8
Kapasitas Dukung Kelompok Tiang
Sistem kelompok tiang, baik pada ujung maupun pada keliling tiang akan terjadi overlapping pada daerah yang mengalami tegangan-tegangan akibat beban kerja struktur seperti pada gambar 2.46 dan gambar 2.47.
Gambar 2.48 Tegangan di Bawah Ujung Tiang Tunggal dan Kelompok Tiang (Sumber: Tomlinson, 1994)
Gambar 2.49 Ilustrasi Overlapping Zona Tegangan di Sekitar Kelompok Tiang (Sumber: Bowles,1997)
Untuk menentukan jumlah tiang yang diperlukan untuk menyusun tiang kelompok maka perlu diketahui efisiensi kelompok tiang, yaitu : n = Qg(u) / ΣQu II-121
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
n
= efisiensi kelompok
Qg(u) = daya dukung batas tian kelompok Qu
= daya dukung batas tiang tunggal
Menentukan dimensi pilecap untuk kelompok tiang adalah : Lg
= (n1 – 1). d + 2.(D/2)
Bg
= (n2 – 1). d + 2.(D/2)
Menentukan kapasitas dukung kelompok tiang pada tanah pasir
=
=
( )
S
)
[ (
=
)
[ (
]
]
.
jika n < 1 , maka Qg(u) = n. ΣQu jika n ≥ 1 , maka Qg(u) = ΣQu sehingga, ( )
=
[ (
− ) +
+
]
.
II-122
http://digilib.mercubuana.ac.id/
S
)
Bab II Studi Pustaka
2.11.2
Kriteria Penurunan
2.11.2.1 Penurunan pada Fondasi Tapak (Pad Foundation) Penurunan (settlement) fondasi terltak pada tanah berbutir halus yang jenuh dapat dibagi tiga komponen, yaitu : penurunan segera, penurunan konsolidasi primer dan penurunan konsolidasi sekunder. Penurunan total adlaah jumlah dari keriga komponen penurunan tersebut, dinyatakan dalam persamaan: S = Si + Sc + Ss dengan, S
= penurunan total
Si
= penurunan segera
Sc
= penurunan konsolidasi primer
Ss
= penurunan konsolidasi sekunder
2.11.2.2
Penurunan pada Fondasi Tiang
Penurunan pada tiang tunggal adalah
S = S1 + S2 + S3
S1 = (Qwp + ξ. Qws). L / (Ap .Ep) dimana : Qwp
= beban yang dipikul ujung tiang di bawah kondisi beban kerja
Qws
= beban yang dipikul tiang di bawah kondisi beban kerja
Ap
= Luas penampang tiang
II-123
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
L
= panjang tiang
Ep
= Modulus Young beban tiang
ξ
= adalah faktor bentuk penurunan
S2 = (qwp.D/Es ) . (1 - μs2). Iwp dimana : D
= lebar atau diameter tiang
qwp
= beban titik per satuan luas ujung tiang = Qwp / Ap
Es
= modulus young tanah
μs
= nisbah poisson tanah
Iwp
= faktor pengaruh
S3 = (Qws/p.L) .(D/Es). (1 - μs2).Iws dimana : D
= lebar atau diameter tiang
Qwp
= beban titik per satuan luas ujung tiang
Es
= modulus young tanah
μs
= nisbah poisson tanah
Iws
= faktor pengaruh = 2 + 0.35 √(L/D)
II-124
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.11.3
Pembesian Tulangan Longitudinal pada Fondasi Tiang
Pembesian fondasi tiang dapat direncanakan seperti pada perhitungan pembesian tulangan longitudinal pada pedestal/pier di bagian fondasi tapak. Perhitungan ini juga berlaku untuk menentukan penulangan pada pedestal/pier di fondasi tiang. Diagram interaksi rencana memuat momen (Mu) sebagai absis dan gaya tekan aksial (Pu) sebagai ordinat, yaitu diagram interakasi yang dibuat CUR merupakan diagram interaksi yang berlaku umum, dengan Pu / ( . Agr . 0,85 . fc’) . (et/h)
Pu / ( . Agr . 0,85 . fc’)
sebagai absis,
sebagai ordinat
dimana :
= faktor reduksi kekuatan kolom = 0,65 untuk tulangan lateral berupa sengkang ikat = 0,7 untuk tulangan lateral berupa spiral
Pu
= . Pn < 0,1 . Ag . fc’ Ag = luas penampang pedestal (mm2) fc’ = kuat tekan beton (MPa) . Pn = Pu = K x Pmax dimana, K
= faktor beban ultimit = 1,5 Pmax = Gaya aksial akibat beban terfaktor (kN) II-125
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Jika nilai Pu cukup kecil, maka SNI-2847-2002 mengenai beton memperbolehkan peningkatan faktor reduksi sebagai berikut :
Untuk tiang dengan tulangan lateral berupa sengkang ikat :
= 0,8 – [(0,15 x Pu)/(0,1 x Agx fc’)] 0,65
Untuk kolom dengna tulangan lateral berupa spiral :
= 0,8 – [(0,1 x Pu)/(0,1 x Agx fc’)] 0,7 Mu
= . Mn = K x Mmax dimana, K
= faktor beban ultimit = 1,5 Mmax = momen ultimit akibat beban terfaktor (kN.m)
et
= eksentrisitas tulangan = Mu / Pu
h
= panjang fondasi tiang (mm)
Menentukan luas tulangan yang digunakan, Asperlu < Ast Asperlu
= luas tulangan yang diperlukan (mm2), = x Ag
dimana, = nilai maksimum antara ρperlu dengan ρmin Ag = luas penampang fondasi tiang(mm2) Ast
= luas tulangan yang digunakan (mm2)
II-126
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Sumber : Bahan Ajar Struktur Beton II, Resmi Bestari Muin, 2015, Universitas Mercu Buana, Jakarta
Gambar 2.50 Diagram Interaksi CUR Bentuk Bulat Sedangkan untuk fondasi tiang pancang, ada perbedaan perhitungan terhadap momen dan gaya yang bekerja, yaitu pada saat pengangkatan tiang pancang dengan kondisi satu tumpuan dan dua tumpuan, yaitu : 1. Kondisi I (Dua Tumpuan)
II-127
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Momen yang terjadi pada saat kondisi pengangkatan M = ½ x q x a2 ...(kN.m) dimana, q = berat tiang pancang (kN/m), q = π/4 x D2 x ɣc a = jarak titik pengangkatan (m) Gaya yang terjadi pada saat kondisi pengangkatan Dmax = 1/2 x q x L ... (kN) dimana, q = berat tiang pancang (kN/m), q = π/4 x D2 x ɣc L = panjang tiang pancang (m)
2. Kondisi II (Satu Tumpuan)
II-128
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Momen yang terjadi pada saat kondisi pengangkatan M = ½ x q x a2 ...(kN.m) dimana, q = berat tiang pancang (kN/m), q = π/4 x D2 x ɣc a = jarak titik pengangkatan (m) Gaya yang terjadi pada saat kondisi pengangkatan D1 = (q . L2 - 2. a .q . L) / (2 . (L - a ))...(kN) dimana, q = berat tiang pancang (kN/m), q = π/4 x D2 x ɣc a = jarak titik pengangkatan (m) L = panjang tiang pancang (m) Dua kondisi pengangkatan ini diambil nilai momen maksimum dan gaya terbesar untuk perhitungann desain penulangan.
2.11.4
Tulangan Geser pada Fondasi Tiang
II-129
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Perhitungan tulangan geser pada fondasi tiang juga berlaku seperti perhitungan tulangan geser pada pedestal/pier pada pembahasan fondasi tapak. Perhitungan untuk mendukung kapasitas geser yang terjadi pada pedestal, yaitu : 1) Menentukan kapasitas geser pedestal yang dibebani geser, lentur dan aksial, Vc Vc = [1 + Pu / (14 * Ag)] * [(√f'c) / 6 *b * d)] dimana, Pu = . Pn < 0,1 . Ag . fc’ Ag = luas penampang pedestal (mm2) fc’ = kuat tekan beton (MPa) . Pn = Pu = K x Pmax dimana, K
= faktor beban ultimit = 1,5
Pmax = Gaya aksial akibat beban terfaktor (kN) b = lebar pedestal (m) d = tebal efektif penampang (m), d = b – d’ (m)
2) Menentukan gaya geser terfaktor, Vs Vs = Vu / dimana, Vu = gaya geser ultimit rencana maksimum Vu = gaya geser ultimit akibat momen (N), Vu = Mu / h Vu = gaya geser ultimit akibat gaya lateral (N), Vu = K x h(ijin) diketahui, h
= tinggi pedestal (mm)
K
= faktor beban ultimit = 1,5
h(ijin) = gaya lateral ijin (nilai maksimum dari Fx dan Fy) (N) II-130
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
3) Menentukan luas tulangan geser yang digunakan, Asvperlu
= Asv x fy x d / Vs
dimana, Asv = luas tulangan geser (mm2), Asv = n x π / 4 x D2 n = jumlah tulangan geser rencana D = diameter tulangan geser rencana (mm) = nilai maksimum antara ρperlu dengan ρmin
b = lebar pedestal (m) d = tebal efektif penampang (m), d = b – d’ (m) 4) Menentukan jarak tulangan geser yang digunakan, Stmax > Stperlu dimana, St = jarak tulangan geser perlu (mm), = π / 4 x Ø2 x B /Asv B = lebar fondasi (mm) Ø = diameter tulangan geser rencana Asv = luas tulangan geser (mm2), Asv = n x π / 4 x D2 Stmax
2.11.5
= jarak tulanag geser yang digunakan (mm)
Pembesian dan Analisis Pile Cap Tinjauan Terhadap Geser Analisis pile cap terhadap geser yang terjadi sama seperti pada perhitungan
analisis desain foot plat di fondasi tapak, yaitu :
II-131
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
(Sumber : mnoerilham.blogspot.com) Gambar 2.51 Distribusi Tegangan yang Terjadi Akibat Gaya Geser pada Fondasi Tiang Kelompok
Gaya geser yang terjadi sesuai gambar 2.51 dalam Buku Desain Pondasi Tahan Gempa Sesuai SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-287-2002 adalah gaya geser yang berada pada bagian lebar pilecap terbesar (pada sumbu-x) dan harus lebih kecil dari reduksi kuat geser foot plat, dinyatakan sebagai berikut : x Vc ≥ Vu
dimana: Vu
= gaya geser pada penampang kritis (kN), Vu = x L x G' = tegangan tanah yang terjadi x lebar pilecap terbesar x daerah pembebanan yang diperhitungjan untuk geser satu arah = (P/A) x Bx x ((B x - (B x /2 + b x /2 + d)) II-132
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
= kuat geser footplat minimum 1(satu) arah pada sumbu pilecap terbesar (kN)
Vc
(SNI-03-287-2002 Pasal 13.12.2.1) Vc diperoleh dari persamaan sebagai berikut : Vc
= 1 /6 x (√ fc' x B x x d)
dengan, P
= gaya aksial akibat beban terfaktor (kN)
Bx
= dimensi pilecap arah sumbu-X (m)
bx
= dimensi pedestal arah sumbu-X (m)
d
= tebal efektif pilecap (m)
A
= luas pilecap (m2)
= faktor reduksi kekuatan geser = 0,75
ɸ
(SNI 03-2847-2002 (Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung) Untuk pembesian pilecap,dapat dilakukan perhitungan sesuai dengan perhitungan pada pembesian footplat, maka diperlukan syarat yang harus dipenuhi yaitu : Rn ≥ Rmax dimana : Rn
= Faktor reduksi nominal tulangan lentur = Mn / (b x d2 )
Rmax = Faktor reduksi kekuatan lentur maksimum tulangan = 0,75 x ρb x fy x [1 -½ x 0,75 x ρb x fy / ( 0,85 x fc’ ) ] II-133
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Perletakan penulangan harus memenuhi syarat faktor reduksi akibat tulangan lentur dan akibat kekuatan lentur maksimum tulangan yaitu dengan menentukan : 1) Momen nominal arah sumbu-X dan sumbu-Y Mn
= Mux,y / dimana, Mux,y = momen yang terjadi pada footplat akibat tegangan tanah arah sumbu-X dan sumbu-Y (kN.m) = ½ x ax,y2 x [qx,y + 2/3 x (qmax – qx,y) – q’] x By,x qmin = kontrol tegangan tanah minimum (kN/m2) qmax = kontrol tegangan tanah maksimum (kN/m2) Bx,y = dimensi fondasi arah sumbu-x dan sumbu-y (m) ax,y = jarak bidang kritis terhadap sisi luar flootplat (m) = (Bx,y - bx,y - d)/2 d
= tebal efektif foot plat (m), d = h – d’ (m)
qx,y = tegangan tanah pada tepi kolom (m), = qmin + (Bx,y - ax,y) / Bx,y x (qmax - qmin) q’ = tekanan akibat berat footplat dan tanah (kN/m2) ɸ
= faktor kekuatan lentur = 0,8 (SNI 03-2847-2002 (Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung)
2) Faktor distribusi tegangan beton, b b = 1 x 0,85 x fc’/ fy x 600/(600 + fy) … (SNI 03-2847-2002)
II-134
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
dimana,
1
= 0,85 untuk beton dengan nilai fc’ < 30 MPa = 0,05 > x < 0,65 untuk beton dengan nilai fc’ > 30 MPa. (SNI 03-2847-2002)
fc’ = kuat tekan beton (MPa) fy = kuat leleh baja tulangan (MPa)
3) Memenuhi syarat reduksi tulangan lentur Rn < Rmax dimana : Rn
= Faktor reduksi nominal tulangan lentur = Mn / (b x d2 )
Rmax
= Faktor reduksi kekuatan lentur maksimum tulangan = 0,75 x ρb x fy x [1 -½ x 0,75 x ρb x fy / ( 0,85 x fc’ ) ]
4) Menentukan rasio tulangan yang digunakan, = nilai maksimum antara ρperlu dengan ρmin ρperlu = 0.85 * fc’ / fy * [ 1 - √ {1 – 2 * Rn / ( 0.85 * fc’ ) } ] ρmin = 1,4/fy
5) Menentukan luas tulangan yang digunakan, Asperlu < Ast Asperlu
=xbxd = nilai maksimum antara ρperlu dengan ρmin
II-135
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
b = lebar plat fondasi yang ditinjau arah sumbu-X dan sumbu-Y = By,x (m) d = tebal efektif foot plat (m), d = h – d’ (m)
(Sumber : mnoerilham.blogspot.com)
Gambar 2.52 Distribusi Tegangan yang Terjadi Akibat Gaya Geser pada Fondasi Tiang Kelompok
2.11.6
Pembesian Pedestal/Pier Perhitungan untuk pembesian pedestal/pier pada fondasi tiang dapat dilakukan
sesuai dengan perhitungan pedestal/pier pada fondasi tapak (lihat pada bagian pembesian tulangan longitudinal dan pembesian tulangan geser pedestal/pier).
II-136
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.12
AFES 3.0 (Automatic Foundation Engineering System) AFES merupakan perangkat lunak/software yang mendukung perhitungan
fondasi, baik fondasi dangkal (shallow/mat foundation) ataupun dalam (piled foundation). Biasanya digunakan untuk analisis satu sistem fondasi di onshore facilitities area. Software AFES 3.0 ini diedarkan tahun 2005 oleh perusahaan GS Group yang merupakan perusahaan terbesar dari salah satu LG Group di Korea. Cakupan wilayah bisnis GS E & C meliputi perencanaan, sipil, arsitektur, lingkungan dan perumahan. Selain mendapatkan daya dukung dari fondasi yang dikerjakan, software ini mampu menghasilkan output desain gambar secara lengkap. Langkah – langkah pengerjaan AFES 3.0 adalah : 1. Buka software AFES 3.0 dengan klik 2x symbol berikut lalu klik tombol yes
2.
Untuk memulai menjalankan AFES 3.0 ini dengan membuat file baru. Klik file lalu pilih new/open project.
II-137
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Lalu muncul tampilan seperti ini, kemudian pilih new object pada select object.
-
klik OK
-
input of new project information. Ini sebagai contoh : -
Project No.
1
(diisi nomor proyek) II-138
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Project
SAMPLE 1
(diisi nama proyek)
-
Client
SAMPLE 1
(diisi nama relasi)
-
Site
SAMPLE
(diisi nama lokasi proyek)
-
OK
-
Klik
tombol : create new structure. Isi kotak nama. Misalnya :
Sampel 1 -
Klik tombol new
II-139
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Kllik
-
Ada beberapa pengaturan yang perlu disesuaikan dengan peraturan Indonesia
tombol : setting of constant.
yang terkait dengan desain pondasi ini. a) Code
Desaign code : kode desain beton. Di Indonesia setara dengan menggunakan standar American Concrete Institute (ACI 318 : Metric). Pemilihan ACI 318 : Metricagar satuannya menjadi metrik.
II-140
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Horizontal Force : kekuatan horizontal dalam system AFES ini mencakup beban angin dan beban gempa yang secara otomatis dihitung di AFES. Desainnya dapat berupa mesin kapal yang enggunakan gaya vertical, mesin tangki kecil dan tangki-tangki penyimpanan besar. Untuk memasukkan beban horizontal dalam AFES, ada dua hal yang diubah yaitu pada kotak -
“Applied Wind Load” pilih “Uniform Building Code (UBC 1997)”
-
”Applied Seismic Load” pilih “Uniform Building Code (UBC 1997)”
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi. b) Safety Factor Factor keamanan pada umumnya diperlukan untuk kemampuan layanan dan kemampuan stabilitas, yaitu momen putar/jungkirbalik, gaya geser/sliding dan gaya angkat/uplift. Factor gesekan digunakan untuk gaya geser. Kotak-kotak pada Safety Factor for Stability dilengkapi: -
Overtuning Moment : factor keamanan yang digunakan adalah minimal 1.5 (PPIUG 87 hal. 32). jadi nilai OVM1, OVM2, OVM3,dan OVM4 adalah 1.5 lalu centang di kotak centang overtuning moment. Nilai OVM1 menyatakan operatingmoment. Nilai OVM2 menyatakan operation and wind moment Nilai OVM3 menyatakan erectionfooting Nilai OVM4 menyatakan operation & testing footing
II-141
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Sliding Force : faktor keamanan yang digunakan adalah minimal 1.5 (PPIUG 87 hal. 32). jadi nilai SL1, SL 2, SL3,dan SL4 adalah 1.5 lalu centang di kotak centang Sliding Force. Nilai SL1 menyatakan operatingmoment. Nilai SL2 menyatakan operation and wind moment Nilai SL3 menyatakan erectionfooting Nilai SL4 menyatakan operation & testing footing
-
Uplift Force : faktor keamanan yang digunakan adalah minimal 1.5 (PPIUG 87 hal. 32). jadi nilai UPLIFT1, UPLIFT2, UPLIFT3 dan UPLIFT4 adalah 1.5 lalu centang di kotak centang Uplift Force Nilai UPLIFT1 menyatakan operatingmoment. Nilai UPLIFT2 menyatakan operation and wind moment Nilai UPLIFT 3 menyatakan erectionfooting Nilai UPLIFT 4 menyatakan operation & testing footing
-
Friction Factor : factor gesekan yang terjadi pada tanah. Nilai soil for Concrete terdapat dalam table berikut :
Sumber : AFES-English-Manual.pdf Contoh: Soil for concrete dari data penyelidikan tanah diketahui jenis tanah Silt maka friction coefficients adalah 0.35. II-142
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi. c) Bearing Capacity of Soil Bearing capacity of Soil untuk menentukan parameter tanah. Masukkan nilai yang sesuai di lapangan yang ditampilkan berupa : daya dukung tanah (soil bearing capacity), permukaan air (water level), kedalaman es (frost depth),dan sudut geser (internal friction angle). Menentukan nilai Qa dengann rumus Meyerhof (1965), dengan B ≥ 1,2 m
Contoh : Rencana lebar telapak = 6 m qc
= 18 kg/cm2
fs
= 0,467 ton/m2
= 180 ton/m2
II-143
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Rf
= fs/ qc
= 2,59 %
Ø (sudut geser)
= 25°
qa
= 3,969 ton/m2
frost depth ( kedalaman es) tidak ada, kondisi berada di Indonesia yang tidak ditemukan es. -
Pilih “Yes” atau “No” agar AFES menghitung consider buoyancy and passive soil pressure (mempertimbangkan apung dan pasif tekanan tanah).
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi.
-
Tabel informasi untuk kapasitas dukung yang diijinkan adalah :
II-144
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Jenis Tanah Granite Sandstone Medium sandstone Gravel Medium size gravel Sandy gravel
Qa (ton/m²) 500 250 80 50 30 30 ~ 50
Jenis Tanah Gravel and rock with sand sand silty sand clay silt, clay
Qa (ton/m²) 20 ~ 40 20 ~ 40 15 ~ 30 10 ~ 20 5 ~ 10
Sumber : AFES-English-Manual.pdf
d) Capacity of Pile Capacity of pile (kapasitas tiang) digunakan bila dalam desain perencanaan menggunakan tiang dalam sebagai pondasinya. Jenis tiang/pile yang AFES sediakan adalah: Driven pipe pile (tiang pipa pancang) Driven prestressed concrete piles (tiang pancang beton pratekan) Driven prestressed high concrete piles (tiang pancang beton besar pratekan) Cast-in place piles (tiang cor di tempat) Prebored pipe piles (tiang bor pipa) Prebored prestressed concrete piles (tiang bor beton pratekan) Prebored prestressed high concrete piles (tiang bor beton besar pratekan)
II-145
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Bentuk tiang (Pile shape) ada dua yaitu persegi (square) dan lingkaran (circle)
-
Diameter tiang memiliki kriteria sebagai berikut :
Sumber : AFES-English-Manual.pdf -
Masukkan nilai yang sesuai dengan di lapangan meliputi jenis tiang , diameter tiang, tebal tiang,kapasitas ijin tiang, modulus elastisitas dan II-146
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
luasan tiang. Peningkatan kapasitas ijin tiang akibat beban jangka pendek akan dipertimbangkan untuk meningkatkan kapasitas ijin. -
Untuk contoh ini tidak digunakan tiang dalam dalam desain perencanaanya.
-
Berikut tabel standar yang digunakan dalam desain tiang dalam dari Korea.
Sumber : AFES-English-Manual.pdf -
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi.
e) Material and unit weight Menu material and unit weight
dapat ditentukan dari parameter-
paramaternya yang akan dianalisis. Parameter focus pada beton dan baja. Nilai yang perlu dimasukkan adalah nilai kuat tekan beton, yield kekuatan penguatan, satuan berat , menggunakan bar , dan modulus elastisitas.
II-147
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi. f) Concrete Cover Untuk Mengatur Beton Meliputi Parameter , Klik Pada " concrete cover " tab dalam pengaturan konstan Kotak dialog. Hal ini diperlukan untuk menentukan kedalaman minimal mencakup jelas untuk desain dan gambar . -
Parameter footing & pier nilai-nilai yang ditampilkan :
S , S1 , P.CL , F.CL , F.CLT , F.CLB , FP.CLB , PL.CL , TG.CL , TG.CL2 , TG.CL3 , TG.CL4 di dermaga , pijakan , dan dasi - girder .
II-148
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi. -
Parameter tie girder(=beam) nilai-nilai yang ditampilkan : TG. CL1 (Spacing at girder side edge), TG.CL2 (Spacing at girder top edge), TG.CL3 (Spacing at girder bottom edge),TG.CL4 (Spacing at girder front,rear edge).
II-149
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi.
g) Allowable Increase of Soil Tanah akibat beban jangka pendek seperti angin dan gempa dapat ditingkatkan dalam kapasitas vertikal derajat tertentu. Dalam pertimbangan peningkatan tekanan dukung tanah, peningkatan diijinkan faktor tanah dapat diambil pada "allowable increase soil bearing preassure” (peningkatan tekanan kapasitas ijin) . Biasanya factor yang digunakan dengan studi geoteknik dan dapat dipertimbangkan dalam perspektif angin, gempa dan beban uji. Untuk meningkatkan faktor desain diperlukan kombinasi pembebanan yang dapat dijelaskan kemudian. Nilai-nilai yang digunakan untuk wind load case (Vwa), seismic load case (Vsa), dan test load case (Vta) menurut afes english manual.pdf bertururtturut adalah 33.33% , 33.33%, dan 20%.
II-150
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi.
h) Allowable Increase of Pile Seperti dijelaskan dalam bab sebelumnya, peningkatan faktor tanah dijelaskan dalam desain tanah pondasi. Demikian juga, pondasi tiang dapat memiliki faktor peningkatan. Faktor-faktor ini terkait dengan horisontal, vertikal dan kapasitas angkat. Faktor biasanya diberikan
dari studi geoteknik dan mungkin
dipertimbangkan dalam angin, gempa bumi dan uji beban. Untuk menerapkan faktor peningkatan desain, diperlukan pembagian pembebanan kombinasi yang akan dijelaskan kemudian. Nilai-nilai yang digunakan menurut afes english manual.pdf adalah :
II-151
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Horizontal capacity : Wind (Hwa) =33,33%, Seismic (Hsa) = 33,33%, Test (Hta) = 20%
-
Vertical capacity : Wind (Vwa) =33,33%, Seismic (Vsa) = 33,33%, Test (Vta) = 20%
-
Uplift capacity : Wind (Uwa) =33,33%, Seismic (Usa) = 33,33%, Test (Uta) = 20%
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi. i) Strength Reduction Factor Member kekuatan desain mengacu pada kekuatan nominal yang dihitung sesuai dengan persyaratan dari kode desain dengan faktor reduksi kekuatan. Faktor reduksi kekuatan bertujuan untuk memungkinkan member yang dibawah II-152
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
standar kekuatan memiliki variasi dan dimensi kekuatan material, untuk menghindari kemungkinan ketidakaturan dalam persamaan desain, sebagai gambaran tingkat daktilitas dan keandalan yang dibutuhkan dari membermember yang menerima pengaruh beban, dan sebagai gambaran pentignya member-member dalam struktur. Faktor kekuatan reduksi dijelaskan menurut aturan Indonesia yang berlaku : Strength Reduction Factors (SNI 03-2847-2002 Page 61 and 201) Bending, Bending and Tension 0,8 - 0,9 Axial 0,8 - 0,9 Compression 1 (Spiral Reinforcement) 0,7 - 0,85 Compression2 (Tied Reinforcement) 0,7 - 0,85 0,75 - 0,8 Shear And Torsion
-
Partial Safety Factor For Strength Materials Based ASCE, Appendix A Reinforcement 1,05 Concrete in Flexure or Axial Load
1,5
Shear Strength Without Shear Reinforcement
1,25
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi.
II-153
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
j) Support Program AFES memiliki kemampuan metode elemen hingga (finite element method =FEM) untuk analisis dasar dan desain. Untuk mengaktifkan , klik “support” pada kotak setting of contant. Tanah pada pondasi ada pilihan elastic mat atau plate mat. Untuk pengaturannya kliksoil support. Menentukan nilai subgrade modulus (KFZ) menurut Bowles dalam bukunya Foundaton Analysisi and Design page 503. Fps : ks = 12 x SF x qa
kip/ft3
SI : ks = 40 x SF x qa
kN/m3
dimana, qa = allowable bearing capacity of soil dan SF = 3.
II-154
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Kemudian klik “OK” lalu “Save”, untuk menyimpan informasi.
-
Bila pondasi menggunakan pondasi tiang maka klik fixed but untuk mengaktifkan nilai-nilai KFX, KFY, KFZ, KMX, KMY, KMZ dengan perhitungan sebagai berikut :
Dimana : Ap = luas penampang tiang (cm2) Ep = modulus elastisitas bahan tiang (kg/ cm2) L
= panjang tiang (m)
D
= diameter tiang (cm)
α
= faktor kekuatan tiang
Sumber : AFES-English-Manual.pdf
II-155
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Kemudian klik “OK” lalu “Save”, untuk menyimpan informasi. k) Anchor Bolt AFES membantu pengerjaan desain pondasi berikut dengan ukuran baut angkur berupa sistem metrik dan kompak (unified) sehingga dapat membantu menyelesaikan desain pondasi sesuai ukuran yang direncanakan.
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi. II-156
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
3. Add : New Structure name Untuk memulai desain rencana pondasi setelah membuat pengaturan pondasi pada setting of constant adalah membuat nama pekerjaan pondasi pada
add: new
structure name. contoh : name : sampel1. Lalu klik new.
4. Geometry : Foundation Location Plan (Node Data) Pada bagian ini digunakan untuk menentukan titik-titik pondasi yang nantinya menjadi perletakan beban-beban diatasnya. Titik-titik pondasi ini dinyatakan dalam koordinat pada bagian geometry : foundation location plan (node data). Kooordinat-koordinat merupakan letak dimana titik pondasi diletakkan sesuai dengan jarak yang tertera pada gambar rencana pembebanan struktur atas. Contoh ini merupakan koordinat dengan 1 titik, dimana bebannya adalah tunggal berupa tower monopole. Klik add untuk membuat titik pertama koordinat.
II-157
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi, lalu close.
5. Structure Group Structure Group
digunakan untuk mendesain pondasi, apakah pondasi ini
berbentuk isolated, octagonal, hexagonal, tank1, tank2, lombined, mat-foundation, irreguler
II-158
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Contoh pondasi ini menggunakan bentuk isolated.
-
Untuk membuat klik new lalu tulis nama group name (misal, group name : Sampel1). Karena pondasi ini tidak menggunakan pondasi tiang maka klik non pile fdn. Kemudian blok angka 1 pada kotak using node list ke kotak assigned node list.
II-159
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi, lalu close.
-
Tampilan desain pondasi sudah mulai terbentuk
6. Feature
Feature adalah bagian dari langkah membuat desain pondasi pada bagian footing dan pier dengan pengaturan dimensi pondasi yang direncanakan.
Footing -
Soil name : sample1 (pilih nama tanah yang dibuat pada bagian setting of constant di bearing capacity of soil).
-
Spring Support Name : SAMPEL1 (pilih nama yang dibuat pada bagian setting of constant di support)
-
Length : 6500 mm (diisi panjang dimensi footing) II-160
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Width : 6500 mm (diisi lebar dimensi footing)
-
Height: 500 mm (diisi tebal dimensi footing)
-
Angle (from 0°) : 0 degree (diisi kemiringan slope footing)
-
Lean Concrete Ht. : 50 mm (diisi ketebalan lantai kerja footing)
-
Soil Height from top of footing : 1500 mm (diisi ketebalan tanah dari atas footing sampai permukaan elevasi 0 meter).
-
Crushed Stone Ht : 100 mm (diisi ketebalan lapisan batu belah pada lapisan bawah footing).
-
Lean Concrete Hor. Dimension : 0 mm (diisi lebar lantai kerja dihitung dari tepi footing).
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi
PIER -
Shape : RECTANGLE (pilih bentuk pondasi yang direncanakan)
II-161
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Pier Length : 700 mm (diisi panjang pier)
-
Width : 700 mm (diisi lebar pier)
-
Height1 : 2000 mm (diisi ketinggian dari pier)
-
Grout Thickness : 30 mm (diisi tebal kemiringan kepala pier)
-
Base Position : footing :center (diisi letak posisi pier)
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi
7. Reinforcement
Footing -
Perletakan tulangan pilih :
II-162
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Array Type :
-
Top Bar dan Bottom bar : (diisi dengan ukuran penulangan dan jarak antar tulangan desain)
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi
II-163
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Pier -
Pemasangan sengkang pier :
-
Rectangular Shape Bar :
II-164
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi
8. Load & Combination
-
Set Load Case : berisi data pembebanan yang bekerja pada struktur pondasi. Untuk membuat setload case klik New, lalu isi , No.(nomor), Name, Load Case Description. No.
: 32
Name
: TLC (diisi gaya yang bekerja pada pondasi, dalam hal ini pondasi
dibebani monopole dengan gaya compress/ tekan) Load Case Description : Tower Load Compress
II-165
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi
Load Case : berisi data pembebanan yang bekerja pada struktur pondasi. Untuk membuat load case klik unassigned Load Case pada kotak Show state of load case lalu pilih TLC:; TOWER LOAD COMPRESS. Untuk memasukkan load TLC ini klik kembali Assigner Load Case, kemudian klik save untuk menyimpan data. Input data load compress dengan cara klik TLC:; TOWER LOAD COMPRESS pada kotak Show state of load case. Lalu masukkan nilai yang bekerja dari beban monopole (contoh bebannya) ke kotak TLC.
II-166
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi, lalu close.
Load Combination: untuk membuat kombinasi beban klik load combination, klik New isi name (L/C#) : 1 klik SW;: SELF WEIGHT pada kotak Load case
II-167
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
klik
factor = 1 ulangi kembali untuk memasukkan beban TLC:;
TOWER LOAD COMPRESS dengan factor = 1. klik stability :
Maka hasilnya :
Lakukan langkah seperti itu untuk memasukkan kombinasi pembebanan pada kondisi Reinforcement.
-
Kemudian klik “Save”, untuk menyimpan informasi, lalu close. II-168
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
9. Foundation Analysis/Design
Untuk mengetahui hasil dari desain yang direncanakan, apakah sesuai dengan kapasitas ijin yang telah ditentukan. - Pengecekan hasil output pada footing design:
II-169
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
General
Stability
II-170
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Temperature and Shrinkage
Tank Design
II-171
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Detail Report Option
Contents
II-172
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
- Pengecekan hasil output pada pier design:
Pier List
II-173
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Contents
-
Setelah pengaturan footing dan pier ditentukan selanjutnya, klik Analysis pada tiap sheet untuk footing dan pier. Berikut hasil analisis pondasi keseluruhan :
II-174
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.13
Tower Monopole Monopole adalah jenis menara yang hanya terdiri dari satu batang atau satu
tiang yang didirikan atau ditancapkan langsung ke tanah. Tower monopole dalam pelaksanaanya digunakan untuk berbagai aplikasi komunikasi dan disesuaikan pada kondisi sulit, terutama ketersediaan lahan. Menara komunikasi ini merupakan tower yang paling mudah didirikan dalam berbagai kondisi, sehingga menjadikan monopole ini adalah tower yang paling populer di industri komuikasi nirkabel. Kelebihan monopole ini dapat dirancang sebagai tiang penyembunyian berupa, tiang pinus, tiang bendera, tiang sawit dan menara tiang siluman. Dari segi penampangnya, tower monopole dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Circular-pole adalah jenis monople yang memiliki diameter penampang yang seragam dari bawah sampai atas. 2. Tapered-pole adalah jenis monopole yang memiliki ukuran diameter penampang yang bervariasi yaitu diamater yang digunakan semakin keatas akan semakin kecil. Pembahasan tugas akhir ini, monopole untuk pembebanan pondasi adalah tipe tapaered-pole, yang memiliki ukuran diamater pipa 16” sepanjang 16,5 meter dan pipa 8” sepanjang 5,5 meter, dimana masing-masing pipa memiliki segmen/ bagian sepanjang 5,5 meter. Berikut gambar monopole 22 meter :
II-175
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.53 Tower Monopole 22 meter
II-176
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
2.14
Jurnal-Jurnal Terkait Analisis Fondasi untuk Tower Monopole
Jurnal-jurnal yang dimaksud dalam tugas akhir ini dijelaskan berfungsi sebagai berikut : 1) Fungsi jurnal penelitian dalam pembuatan latar belakang maslaah Skripsi/Tesis. Fungsi jurnal adalah untuk mendapatkan permasalahan yang dapat dijadikan sebagai dasar penulisan latar belakang masalah skripsi/tesis. Cara ini mempermudah penulis menyusun latar belakang masalah terhadap masalah-masalah yang relevan untuk nantinya dimasukkan ke dalam rumusan masalah. 2) Fungsi jurnal penelitian dalam penyusunan kerangka teori skripsi / tesis. Jurnal penelitian biasanya disertai dengan ringkasan teori-teori yang relevan dengan tema yang diambil dalam pembahasan skripsi/tesis. Teori-teori ringkasan menjadi teori utama dimaksudkan agar mudah mengembangkan kerangka teori yang sudah ada di dalam jurnal dengan melengkapinya dari buku atau literature, jurnal penelitian yang lain, hasil penelitian, dan lain sebagainya. 3) Fungsi jurnal penelitian dalam penyusunan penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu biasanya adalah ringkasan dari contoh jurnal ilmiah, contoh skripsi atau contoh tesis, yang berisi judul, tujuan penelitian terdahulu, metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian terdahulu dan kesimpulan dari penelitian terdahulu. 4) Fungsi jurnal penelitian dalam metodologi penelitian skripsi / tesis Penelitian sejenis akan memudahkan dalam penyusunan metodologi penelitian. Contoh penelitian sejenis akan terlihat pola yang sudah digunakan agar menghindari adanya kekurangan dari pendekatan penelitian yang dilakukan. II-177
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
5) Fungsi jurnal penelitian dalam pengambilan kesimpulan skripsi/tesis Kesimpulan yang diambil dari penelitian terdahulu berguna agar terlihat perbedaan antara kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dengan penelitian lainnya yang relevan. Perbedaan tersebut berupa perbedaan objek, perbedaan dari aspek metodologi penelitian yang digunakan atau karena faktor-faktor lain. Berikut jurnal – jurnal yang terkait dengan pembahasan tugas akhir ini, adalah : 1) Judul
: Laporan Analisis Struktur Site Kelapa Gading Trade Center dengan Tipe Tower Monopole 18 Meter di DKI Jakarta.
Jenis analisis : Analisis Proyek Fondasi Diterbitkan : PT. Kaizen Konsultan Isi
:
Perhitungan kriteria desain fondasi untuk monopole 18 meter dengan beban Mmax = 102,189 kN.m, Fmax = 11,677 kN dan Hmax = 9,33 kN. Didapat desain pondasi kedalaman total -7.80 m menggunakan 4 tiang bor dengan pile cap, dengan lebar pile cap 2,2 m, tebal 0,4 m dengan kedalaman -1,0 m, dan panjang pondasi tiang bor sepanjang 6,8 m dimensi 4Ø400mm.
2) Judul
: Laporan Analisis Struktur Site Kepodang dengan Tipe Tower Monopole 18 Meter di DKI Jakarta..
Jenis analisis : Analisis Proyek Fondasi Diterbitkan : PT. Kaizen Konsultan
II-178
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Studi Pustaka
Isi
:
Perhitungan kriteria desain fondasi untuk monopole 18 meter dengan beban Mmax = 102,189 kN.m, Fmax = 11,677 kN dan Hmax = 9,33 kN. Didapat desain pondasi kedalaman total -12.80 m menggunakan 4 tiang bor dengan pile cap, dengan lebar pile cap 2,2 m, tebal 0,4 m dengan kedalaman -1,0 m, dan panjang pondasi tiang bor sepanjang -11,8 m dimensi 4Ø400mm. . 3) Judul
: Laporan Analisis Struktur Site Pelabuhan Tanjung Priok dengan Tipe Tower Monopole 25 Meter di DKI Jakarta..
Jenis analisis : Analisis Proyek Fondasi Diterbitkan : PT. Kaizen Konsultan Isi
:
Perhitungan kriteria desain fondasi untuk monopole 18 meter dengan beban Mmax = 600,70 kN.m, Fmax = 60,51 kN dan Hmax = 36.64 kN. Didapat desain pondasi kedalaman total -12.80 m menggunakan 4 tiang bor dengan pile cap, dengan lebar pile cap 2,2 m, tebal 0,4 m dengan kedalaman -0,7 m, dan panjang pondasi tiang bor sepanjang -14,8 m dimensi 4Ø400mm.
II-179
http://digilib.mercubuana.ac.id/