LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Ruang Lingkup Industri Petrokimia
Industri petrokimia secara umum dapat didefinisikan sebagai ”industri yang berbahan baku utama produk migas (naphta, kondensat yang merupakan produk samping eksploitasi gas bumi dan gas alam), batubara, gas metana batubara, serta biomassa yang mengandung senyawa-senyawa olefin, aromatik, n-parrafin, gas sintesa, asetilena dan menghasilkan beragam senyawa organik yang dapat diturunkan dari bahan-bahan baku utama tersebut, untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi daripada bahan bakunya.” Kondisi ketersediaan bahan baku dari produk migas yang makin terbatas dan mahal mengakibatkan mulai munculnya pencarian-pencarian bahan baku pengganti, diantaranya gas etana, batubara, gas dari coal bed methane, dan limbah refinery (coke).
Indonesia mempunyai sumber yang potensial untuk pengembangan klaster industri petrokimia yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti sandang, papan dan pangan. Produk-produk petrokimia merupakan produk strategis karena merupakan bahan baku bagi industri hilirnya (industri tekstil, plastik, karet sintetik,
kosmetik,
pestisida, bahan pembersih, bahan farmasi, bahan peledak, bahan bakar, kulit imitasi, dan lain-lain).
1.2. Pengelompokan Industri Petrokimia Industri petrokimia dapat dikelompokkan secara horizontal sebagai berikut :
Industri petrokimia methane-based (C-1) beserta turunannya: amonia, metanol, urea, formaldehid, asam asetat, dsb.
1
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
Industri petrokimia olefin beserta turunannya: etilen, propilen, buten, butilen, etilen glikol, polietilen, dsb.
Industri petrokimia aromatik beserta turunannya: para-silen, orto-silen, toluen, benzen, alkil benzen, etil benzen, dsb.
Industri petrokimia dapat dikelompokkan secara vertikal sebagai berikut :
Industri petrokimia hulu: industri C-1, olefin dan aromatik.
Industri petrokimia antara: industri turunan dari petrokimia hulu seperti etilen glikol, alkil benzen, etil benzen, pthalik anhidrid, PTA, dsb.
Industri petrokimia hilir: industri yang menghasilkan produk yang dimanfaatkan oleh industri pengguna akhir, seperti industri plastik, serat sintetis,dsb.
1.3. Pohon Industri Petrokimia Pohon industri petrokimia berbasis migas dan kondensat dapat dilihat pada gambar 1.1, sedangkan pohon industri berbasis batubara (sumber tidak terbarukan lainnya) dan biomassa (sumber terbarukan) dilihat pada gambar 1.2. dan gambar 1.3.
2
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010 Hulu
Antara
End Use
Hilir
EDC polimerisasi
Ethylene
oksidasi
klorinasi polimerisasi oksidasi Olefin
Propylene
Gas Kilang
Ethylene oxide Acetaldehyde
alkilasi
ammoksidasi hidrasi
Cracking
PET
Polyethylene
Ethylbenzene
hidrasi oksidasi dehidrogenasi
Ethylene glycol Asam asetat Styrene Vinyl Chloride Monomer
Dichloroethylene
LDPE, LDPE, DPE
polimerisasi polimerisasi
Propylene oxide
Plastik
ABS (Acrylonitrile Butadiene Styrene)
Acrylonitrile dehidrogenasi
PVC SAN (StyreneAcrylonitrile)
PP
Isopropyl alcohol
EPS, PS
Acetone
polimerisasi
PAN
Acrylic acid Acrylic ester MTBE Butanol
Butadiene
Py-gas
polimerisasi Bensin mentah
hidrogenasi
Minyak Mentah
Caprolactam
Nylon-6
Serat Sintetik
disproporsionasi
Maleic Anhydride Pelarut Toluene diisocyanate
disproporsionasi oksidasi
Xylene
dehidrogenasi
Karet Sintetik
Phenol
Toluene
Kilang
Nafta
dealkilasi
Steam reforming
Aromatics
Benzene
Cyclohexane
SBR
TNT c-PTA 2-etil-heksanol
p-PTA
Bahan Pelembut/ Plasticizer
DMT
Phtalic anhydride Middle pemisahan Normal distillate parafin
Alkyl Benzene Bahan pembersih
Oksidasi parsial Steam reforming
Gas Bumi pirolisis
Syn-gas
Residue
H2 + CO
CO N2
Methanol
Oxo-alcohol
Formic Acid
Acetic acid
Ethyl acetate
Ammonia
Pupuk
Acetylene
Butandiol Acrylic acid
Gambar 1.1. Pohon industri petrokimia berbasis migas dan kondensat
3
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
HIDROGEN Batubara Kokas Minyak bumi Minyak berat Gas nafta
Distilasi kering Gasifikasi
Oksidasi parsial
H2 + CO
Steam Reforming
Metanol Amoniak Urea H2
Elektrolisis
KOMPLEKS OLEFIN Nafta
Perengkahan Olefin
Gas alam
Dehidrogenasi
Plastik Karet sintetis Bahan baku untuk serat sintetis
KOMPLEKS AROMATIK
Reforming Gas dari batubara Gas dari kokas
Ekstraksi
Ekstraksi BTX
Aromatik
Serat sintetis
Benzena
Gambar 1.2. Pohon industri petrokimia berbasis batubara (sumber tidak terbarukan lainnya)
4
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
Produk Hulu
Bahan Mentah Alami
Lignin
Produk Hilir
Produk Petrokimia
Phenol Butadiena
Pati Etanol Hemiselulosa Selulosa
Polimer Etilena
Metanol
Karet sintetis
Gula Molase dan bahan yang mengandung gula Biomassa
Etanol
Pelarut
Alkil Ester
Bahan Pembersih
Asam Lemak
Phenolic Resin
Bahan Bakar Cair
Phenolic compounds
Amonia
Pupuk
Hidrokarbon Berat Hidrokarbon Ringan
Lateks dan Extractives
Gasifikasi
Likuefaksi / Hidrogenasi
Gas Sintesis (CO + H2)
Asam Asetat
Serat Sintetis
Asam Format
Hidrokarbon berat Hidrokarbon ringan
Likuefaksi
Gambar 1.3. Pohon industri petrokimia berbasis biomassa (sumber terbarukan)
5
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
BAB II SASARAN 2.1. Sasaran Jangka Menengah (2010-2014) a. Optimalisasi pemanfaatan kapasitas terpasang industri petrokimia dari 81 % (2009) menjadi lebih dari 85 % (2014). b. Meningkatnya pemanfaatan bahan baku lokal menjadi lebih dari 20 % (2014). c. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu :
Olefin : Ethylene dari 600.000 Ton/Tahun menjadi 750.000 Ton/Tahun, Propylene dari 865.000 Ton/Tahun menjadi 1.270.000 Ton/Tahun.
Aromatik : Toluene dari 100.000 Ton/Tahun menjadi 170.000 Ton/Tahun, Benzene
440.000 Ton/Tahun, Paraxylene 796.000
Ton/Tahun, Orthoxylene 120.000 Ton/Tahun.
Berbasis C1 : amoniak 6,4 Juta Ton/Tahun menjadi 6,8 Juta Ton/Tahun, methanol 990.000 Ton/Tahun.
d. Terintegrasinya pengembangan industri petrokimia dengan pendekatan klaster, untuk berbasis aromatik berlokasi di Jawa Timur (Tuban, Gresik, Lamongan) dan berbasis C1 berlokasi di Kalimantan Timur (Bontang) serta didukung oleh industri berbasis olefin di Banten (Anyer, Merak, Cilegon, Serang) dan Jawa Barat (Balongan).
2.2. Sasaran Jangka Panjang (2015-2025) a. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu :
Olefin : ethylene dari 750.000 Ton/Tahun menjadi 1,6 Juta Ton/Tahun, Propylene dari 1,270 juta Ton/Tahun menjadi 1.334 juta Ton/Tahun.
Aromatik : Toluene 170.000 Ton/Tahun, Benzene
440.000
Ton/Tahun, Paraxylene 796.000 Ton/Tahun menjadi 1,25 juta Ton/tahun dan Orthoxylene 120.000 Ton/Tahun.
6
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
Berbasis C1 : amoniak 6,8 Juta Ton/Tahun menjadi 7,5 Juta Ton/Tahun,
methanol
990.000
Ton/Tahun
menjadi
1,5
Juta
Ton/Tahun. b. Terintegrasinya industri migas dengan industri petrokimia hulu, industri petrokimia antara dan industri petrokimia hilir melalui jaringan distribusi dan infrastruktur yang efektif dan efisien.
7
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN 3.1. Visi dan Arah Pengembangan Industri Petrokimia Visi : Mewujudkan industri petrokimia yang berdaya saing dan mandiri. Misi :
Pemantapan struktur industri petrokimia
Peningkatan efisiensi.
Perluasan lapangan kerja.
Percepatan alih teknologi
Arah Pengembangan Industri Petrokimia : Pengembangan industri berskala besar Strategi a. Peningkatan utilisasi : -
Penguasaan pasar Dalam Negeri dan pasar ekspor, serta peningkatan informasi pasar.
-
Peningkatan efisiensi bahan baku dan energi.
-
Optimalisasi pemanfaatan bahan baku dalam negeri.
-
Penciptaan iklim usaha kondusif terhadap industri daur ulang petrokimia.
-
Integrasi industri petrokimia hulu dengan industri migas.
b. Penguatan struktur industri petrokimia yang terkait pada semua tingkat dalam rantai nilai (value chain) : -
Peningkatan nilai tambah dengan peningkatan kandungan lokal (bahan baku, barang modal/peralatan pabrik, SDM, teknologi, jasa konstruksi, jasa pemeliharaan dan modal Dalam Negeri)
8
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
-
Penciptaan Iklim investasi dan usaha yang kondusif melalui pemberian insentif dibidang fiskal, moneter dan administrasi termasuk jaminan hukum dan kestabilan keamanan.
-
Pengembangan
industri
yang
berwawasan
lingkungan
dan
berkelanjutan. -
Pengembangan kemampuan SDM.
c. Pengembangan teknologi masa depan : -
Meningkatkan kegiatan riset teknologi proses industri dan rekayasa produk petrokimia yang terintegrasi dengan lisensi dan inovasi.
-
Sinergi dalam penelitian teknologi proses industri petrokimia berbasis bahan baku tak terbarukan dan terbarukan/nabati.
d. Pengembangan lokasi klaster : -
Bontang dan Balikpapan, Kalimantan Timur
-
Gresik, Lamongan, Tuban dan Cepu - Jawa Timur
-
Anyer, Merak, Cilegon, Serang dan Bojanegara - Banten
-
Balongan - Jawa Barat
-
Cilacap - Jawa Tengah
Kebijakan
Pengaturan alokasi SDA lokal sebagai bahan baku industri petrokimia.
Pengaturan efisiensi bahan baku/energi melalui penghematan maupun diversifikasi bahan baku/energi.
Pengaturan limbah/scrap/used-product petrokimia sebagai bahan baku.
Pengaturan insentif pajak untuk mendorong peningkatan investasi industri petrokimia.
Pengaturan
peningkatan
SDM
melalui
peningkatan
standar
kompetensi kerja nasional industri petrokimia.
9
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
Pengaturan mengenai pembangunan infrastruktur industri antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan swasta.
Pengaturan yang mengutamakan penggunaan Produksi Dalam Negeri.
Pengaturan
pengembangan
Penelitian
dan
Pengembangan
Teknologi Dalam Negeri yang terintegrasi dan berkualitas melalui pemberian insentif.
3.2. Indikator Pencapaian
Meningkatnya pemanfaatan kapasitas terpasang industri petrokimia.
Meningkatnya pemanfaatan bahan baku lokal.
Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu : Olefin, Aromatik, Berbasis C1.
3.3. Tahapan Implementasi
Mengalokasikan secara khusus pemanfaatan komponen-komponen gas bumi, kondensat, naphta dan senyawa-senyawa alkana, yang di satu sisi mendukung perkembangan kebutuhan untuk industri petrokimia dan di sisi lain tidak mengganggu upaya penggalangan cadangan devisa nasional;
Membuka peluang pemanfaatan bahan baku alternatif dari dalam negeri, seperti batubara dan biomassa yang saat ini belum digunakan di industri petrokimia.
Memacu pengembangan industri petrokimia yang menggunakan kandungan teknologi yang dikembangkan di dalam negeri yang makin meningkat;
Mendorong
pengembangan
industri
petrokimia
yang
memiliki
keterkaitan kuat dengan sektor ekonomi lainnya.
10
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
Menciptakan iklim investasi yang menarik bagi pengembangan industri petrokimia berskala menengah, terutama pada tingkat daerah, bagi pengembangan industri petrokimia antara dan hilir dan yang berpotensi memanfaatkan sumber daya alam lain selain minyak dan gas bumi, yaitu batubara dan biomassa.
Menstimulasi
dan
memobilisasi
kemampuan
nasional
untuk
membangun
dan
menegakkan
berfungsinya
teknologi
yang
berhubungan dengan industri petrokimia.
11
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
Industri Inti Industri dasar olefin, aromatik dan C1
Industri Pendukung Refinery, Kondesat; Naphta; Gas Alam; Residu;
Sasaran Jangka Menengah 2010 – 2014 1. Optimalisasi pemanfaatan kapasitas terpasang industri petrokimia dari 81 % (2009) menjadi lebih dari 85 % (2014). 2. Meningkatnya pemanfaatan bahan baku lokal menjadi lebih dari 20 % (2014). 3. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu : Olefin : Ethylene dari 600.000 Ton/Tahun menjadi 750.000 Ton/Tahun, Propylene dari 865.000 Ton/Tahun menjadi 1.270.000 Ton/Tahun. Aromatik : Toluene dari 100.000 Ton/Tahun menjadi 170.000 Ton/Tahun, Benzene 440.000 Ton/Tahun, Paraxylene 796.000 Ton/Tahun, Orthoxylene 120.000 Ton/Tahun. Berbasis C1 : amoniak 6,4 Juta Ton/Tahun menjadi 6,8 Juta Ton/Tahun, methanol 990.000 Ton/Tahun. 4. Terintegrasinya pengembangan industri petrokimia dengan pendekatan klaster, untuk berbasis aromatik berlokasi di Jawa Timur (Tuban, Gresik, Lamongan) dan berbasis C1 berlokasi di Kalimantan Timur (Bontang) serta didukung oleh industri berbasis olefin di Banten (Anyer, Merak, Cilegon, Serang) dan Jawa Barat (Balongan).
Industri Terkait Produk Plastik; Tekstil; Coating/Painting Product; Speciality Chemical; Pharmacy ; Perlengkapan Otomotif ; Peralatan Listrik ; Karet Sintetis ; Serat Sintetis, Mesin dan peralatan, Transportasi. Sasaran Jangka Panjang 2015 – 2025 1. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu : Olefin : ethylene dari 750.000 Ton/Tahun menjadi 1,6 Juta Ton/Tahun, Propylene dari 1,270 juta Ton/Tahun menjadi 1.334 juta Ton/Tahun. Aromatik : Toluene 170.000 Ton/Tahun, Benzene 440.000 Ton/Tahun, Paraxylene 796.000 Ton/Tahun menjadi 1,25 juta Ton/tahun dan Orthoxylene 120.000 Ton/Tahun. Berbasis C1 : amoniak 6,8 Juta Ton/Tahun menjadi 7,5 Juta Ton/Tahun, methanol 990.000 Ton/Tahun menjadi 1,5 Juta Ton/Tahun. 2. Terintegrasinya industri migas dengan industri petrokimia hulu, industri petrokimia antara dan industri petrokimia hilir melalui jaringan distribusi dan infrastruktur yang efektif dan efisien
Strategi : Peningkatan produksi guna memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri melalui diversifikasi produk, peningkatan nilai tambah, peningkatan kandungan lokal (bahan baku/penolong, peralatan pabrik, jasa teknik dan konstruksi, jasa pendukung produksi), integrasi industri migas dengan industri petrokimia, restrukturisasi usaha (merjer dan akuisisi), dan promosi investasi industri petrokimia unggulan. Teknologi : Meningkatkan litbang teknologi proses dan produk dengan inovasi dan lisensi Pengembangan rekayasa dan engineering industri peralatan pabrik. Infrastruktur : Pengembangan dan pembangunan infrastruktur di daerah klaster industri petrokimia yang berdaya saing Insentif : Penciptaan insentif baik fiskal maupun non fiskal untuk pengembangan industri petrokimia Pokok-pokok Rencana Aksi Jangka Menengah ( 2010 – 2014) Pokok-pokok Rencana Aksi Jangka Panjang ( 2015 – 2025) 1. Mengupayakan insentif fiskal dan non fiskal 1. Mengembangkan diversifikasi sumber bahan baku dan sumber energi 2. Usulan kebijakan mengenai alokasi bahan baku (Domestic Market Obligation) industri petrokimia. 3. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industri petrokimia 2. Peningkatan kapasitas industri petrokimia. 4. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk petrokimia yang terintegrasi. 3. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk 5. Peningkatan kualitas SDM melalui training dan kerjasama pihak industri dengan lembaga pendidikan/Perguruan petrokimia yang terintegrasi. Tinggi. 4. Peningkatan kualitas SDM melalui trainning & standar kompetensi kerja 6. Peningkatan aktivitas kelompok kerja dalam mengevaluasi pengembangan industri petrokimia. nasional industri petrokimia. 7. Promosi investasi industri petrokimia 5. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industri 8. Pembangunan centre of excellence industri petrokimia petrokimia antara lain pelabuhan, jalan akses, dan utilitas. 9. Harmonisasi tarif bea masuk industri petrokimia 6. Pengembangan centre of excellence industri petrokimia. 10. Pengembangan industri petrokimia berbasis batubara dan biofeed stok. 7. Pembangunan refinery yang terintegrasi dengan industri petrokimia. 11. Melakukan koordinasi antara industri pembuatan peralatan, Engineering Procurement & Construction (EPC) dan jasa perawatan pabrik. 12. Mengembangkan lokasi klaster industri petrokimia di daerah lainnya. Sektor
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
Lokasi Pengembangan Klaster Industri Petrokimia
Indikasi Lokasi: Jawa Timur, Kalimantan Timur, Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
Kerangka Keterkaitan Industri Petrokimia Forum : •Working Group •Forum Daya Saing •Fasilitator Klaster
Pemerintah Pusat: Kemperin, KemESDM, Kemdag, Kemkeu, Kemnakertrans, Kemristek, KemPU, BKPM
Gas Alam, Kondensat, Naphta, Residu
Aromatic Center
Olefin Center
Mesin Peralatan dan Teknologi
Lembaga Litbang/PT: PT (ITB/UGM/UI dll), BPPT, LIPI
Methane Based (C1) Center
Pupuk Plastik, Tekstil, Coating / Painting, Speciality Chemical, Farmasi, Komponen Otomotif, Peralatan Listrik, Karet Sintetis, Serat Sintetis
Jasa : Transportasi DaratLaut, Penyedia mesin peralatan, keuangan, Tabel 1. konsultasi.
Pemda/Dinas : Propinsi, Kab./kota
Eksportir
Distributor
PASAR LUAR NEGERI
PASAR DALAM NEGERI
Assosiasi INAPLAS, APKODI, APROBSI, APPI, AIFTA, ARSI, FIKI
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
Peran Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Industri Petrokimia Pemerintah Pusat
O
O
O
O
O
O
O O
O
O
Working Group Daerah
O
O
Working Group Nasional
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
LIPI
O
O
BPPT
O
O
O
PT
O
Pers/Ind.
O
Forum
Asosiasi
O
Perguruan Tinggi & Litbang
Kab./Kota
O
Swasta
Propinsi
O
KemHub
Kemkeu
O
BKPM
Kemdag
O
KemPU
Kem. ESDM
O
Kemristek
Kemperin
1. Mengupayakan insentif fiskal dan non fiskal 2. Usulan kebijakan mengenai alokasi bahan baku (Domestic Market Obligation . 3. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industri petrokimia 4. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk petrokimia yang terintegrasi 5. Peningkatan kualitas SDM melalui training dan kerjasama pihak industri dengan lembaga pendidikan/Perguruan Tinggi. 6. Peningkatan aktivitas kelompok kerja dalam mengevaluasi pengembangan industri petrokimia 7. Promosi investasi industri petrokimia
Kem. Nakertrans
Rencana Aksi 2010 – 2014
Pemda/Dinas
O
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
Peran Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Industri Petrokimia (lanjutan) Pemda/Dina s
Pemerintah Pusat
PT
BPPT
LIPI
O
O
O
O
O
O
O O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
Working Group Daerah
Pers/Ind.
O
Forum Working Group Nasional
Asosiasi
O
Kab./kota
O
O
Perguruan Tinggi & Litbang
Propinsi
O
O
KemHub
O
O
BKPM
O
O
KemPU
O
O
Kemristek
O
Kem. Nakertrans
O
Kemkeu
O
Kemdag
Kemperin
8. Pembangunan centre of excellence industri petrokimia 9. Harmonisasi tarif bea masuk industri petrokimia 10. Pengembangan industri petrokimia berbasis batubara dan biofeedstok 11. Melakukan koordinasi antara industri pembuatan peralatan, Engineering Procurement & Construction (EPC) dan jasa perawatan pabrik. 12. Mengembangkan lokasi klaster industri petrokimia di daerah lainnya
Kem. ESDM
Rencana Aksi 2010 – 2014
Swasta
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
O
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
I. Rencana Aksi Klaster Industri Petrokimia Nasional RENCANA AKSI
PENANGGUNG JAWAB
INSTANSI TERKAIT
KRITERIA KEBERHASILAN
UKURAN KEBERHASILAN
BENTUK KEGIATAN
TARGET PELAKSANAAN
Penyusunan Perubahan Peta Panduan (Roadmap) Klaster Industri Petrokimia.
Kemperin
Menko Perekonomian, KemESDM, Kemdag, Kemkeu, Kemnakertrans, Meneg BUMN, KemPU, Pemda setempat
Tersusunnya Perubahan Peta Panduan (Roadmap) Klaster Industri Petrokimia
Terbitnya Permenperin tentang Perubahan Peta Panduan (Roadmap) Klaster Industri Petrokimia
Selesai tanggal 29 Januari 2010
-
Penyusunan kelompok kerja dalam mengevaluasi pengembangan industri petrokimia
Kemperin
Menko Perekonomian, KemESDM, Kemdag, Kemkeu, Kemnakertrans, Meneg BUMN, KemPU, Pemda setempat
Tersusunnya Tim Monitoring dan Evaluasi Pengembangan Klaster Industri Petrokimia Nasional
Terbentuknya Tim Monitoring dan Evaluasi Pengembangan Klaster Industri Petrokimia Nasional
Selesai tanggal 29 Januari 2010
Rapat koordinasi
Pengkajian Pengembangan Bahan Baku Industri Petrokimia
Kemperin
BP Migas, Ditjen Migas, Menko Perekonomian, Pemda Setempat
Tersusunnya kajian pembangunan 3 (tiga) refinery/steam cracker yang terintegrasi untuk mendukung ketersediaan bahan baku naphta industri petrokimia dan BBM di dalam negeri dengan kapasitas masing-masing 300.000 barrel/hari.
Tersedianya FS pembangunan 3 (tiga) refinery/steam cracker dalam rencana aksi Pengembangan Industri Petrokimia di Propinsi Banten, Jatim dan Kaltim.
Nopember 2011
Pihak ketiga
Pengkajian Pengembangan bahan baku alternatif : biofeed stok dan batubara.
Kemperin
Menko Perekonomian, Kem.ESDM, Kem Tan, BP Migas, KemRistek, PT. Pertamina.
Tersusunnya kajian pemanfaatan sebagai bahan baku alternatif Industri petrokimia 1. Biofeed stok 2. Batubara
Adanya hasil studi kelayakan pemanfaatan bio feed stock dan batubara sebagai bahan baku alternatif Industri petrokimia
Nopember 2011
Pihak ketiga
1
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
RENCANA AKSI
PENANGGUNG JAWAB
INSTANSI TERKAIT
KRITERIA KEBERHASILAN 1. Tersusunnya model kelembagaan, program, dan standar kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Industri Petrokimia. 2. Meningkatnya keahlian dan keterampilan SDM di bidang industri petrokimia
Pengembangan SDM
Kemperin
KemNakertrans, Menko Perekonomian, Pemda setempat
Peningkatan kapasitas lembaga riset
Kemperin
Kemristek, KemESDM, Pemda setempat.
Pengkajian peraturan/ kebijakan
Kemperin
Meningkatnya mutu balai riset yang menunjang industri petrokimia terutama untuk peningkatan penggunaan teknologi dan bahan baku alternatif. Adanya kajian peraturan/kebijakan untuk pengembangan Industri petrokimia berupa :
UKURAN KEBERHASILAN
TARGET PELAKSANAAN
BENTUK KEGIATAN
Terbentuknya kerjasama antara lembaga pendidikan dan pelatihan dengan industri petrokimia
Dimulai Maret 2010 (Program Tahunan)
Program bersama
Terbentuknya kerjasama antara lembaga riset dengan industri petrokimia
Dimulai Maret 2010 (Program Tahunan)
Program bersama
Adanya rekomendasi kajian peraturan/kebijakan untuk pengembangan Industri petrokimia berupa :
BSN, Kementerian Perdagangan
Penyusunan SNI bahan baku dan barang jadi industri turunannya .
Tersedianya SNI bahan baku dan barang jadi industri turunan petrokimia.
Dimulai Maret 2010 (Program Tahunan)
Rapat koordinasi
Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Menko Perekonomian
Penyusunan Rules Of Origin (ROO) bahan baku dan produk barang jadi petrokimia.
Tersusunnya Rules Of Origin (ROO) bahan baku dan produk barang jadi petrokimia
Selesai Nopember 2010
Pihak ketiga
2
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
RENCANA AKSI Pengkajian model yang terkait dengan pemberian insentif
PENANGGUNG JAWAB Kemperin
INSTANSI TERKAIT Kementerian Keuangan, Menko Perekonomian
KRITERIA KEBERHASILAN Adanya model pemberian insentif untuk pengembangan Industri petrokimia berupa :
UKURAN KEBERHASILAN
TARGET PELAKSANAAN
BENTUK KEGIATAN
Adanya rekomendasi mengenai model pemberian insentif untuk pengembangan Industri petrokimia berupa :
keringanan pajak seperti tax keringanan pajak seperti holiday, tax allowance untuk tax holiday, tax allowance investasi baru dan penambahan untuk investasi baru dan kapasitas serta pembangunan penambahan kapasitas infrastruktur; serta pembangunan infrastruktur;
Rumusan selesai Mei 2011
Rapat koordinasi
subsidi bunga pinjaman untuk revitalisasi mesin produksi;
subsidi bunga pinjaman untuk revitalisasi mesin produksi;
Rumusan selesai Mei 2011
Rapat koordinasi
mekanisme kemudahan dalam memperoleh modal investasi;
mekanisme kemudahan dalam memperoleh modal investasi;
Rumusan selesai Mei 2011
Rapat koordinasi
skema pendanaan dari Pemerintah : Share Holder Loan, Konsorsium Bank Dalam Negeri dan Soft Loan berupa Kredit Ekspor dengan jaminan dari Pemerintah.
skema pendanaan dari Pemerintah : Share Holder Loan, Konsorsium Bank Dalam Negeri dan Soft Loan berupa Kredit Ekspor dengan jaminan dari Pemerintah.
Rumusan selesai Mei 2011
Rapat koordinasi
3
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
II. RENCANA AKSI Pemenuhan Bahan Baku : Condensate dan gas
Pengembangan Bahan Baku Industri Petrokimia :
PENANGGUNG JAWAB Kemperin
Kemperin
Rencana Aksi Klaster Industri Petrokimia Jawa Timur
INSTANSI TERKAIT
KRITERIA KEBERHASILAN
UKURAN KEBERHASILAN
TARGET PELAKSANAAN
BP Migas, Ditjen Migas, PT. Pertamina, Menko Perekonomian, Pemda Jatim
Terpenuhinya pasokan bahan baku kondensat 100.000 barrel/hari untuk PT. TPPI selama 20 tahun.
Adanya prioritas pasokan kondensate 100.000 barrel/hari untuk TPPI Tuban
Tahun 2011
BP Migas, Ditjen Migas, Menko Perekonomian, Pemda Jatim
Alokasi supply gas dari EXXON Cepu sebesar 85 MMSCFD sebagai bahan baku untuk industri ammoniak.
dimasukkan dalam neraca gas nasional 2010
Sudah diusulkan
BP Migas, Ditjen Migas, Menko Perekonomian, Pemda Jatim
Tersusunnya kajian pembangunan 1 (satu) refinery/steam cracker yang terintegrasi untuk mendukung ketersediaan bahan baku naphta industri petrokimia (olefin dan aromatik) dan BBM di dalam negeri dengan kapasitas 300.000 barrel/hari.
Terealisasinya FS pembangunan 1 (satu) refinery/steam cracker dalam rencana aksi Pengembangan Industri Petrokimia Jawa Timur
Nopember 2011
BENTUK KEGIATAN Rapat koordinasi
Pihak ketiga
4
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
III. Rencana Aksi Klaster Industri Petrokimia Kalimantan Timur RENCANA AKSI Pemenuhan Bahan Baku Gas
Pengembangan Bahan Baku Industri Petrokimia
PENANGGUNG JAWAB Kemperin
Kemperin
INSTANSI TERKAIT BP Migas, Ditjen Migas Kementerian ESDM, PT. Pertamina, Menko Perekonomian, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
BP Migas, Ditjen Migas, Menko Perekonomian, Pemda Kaltim
KRITERIA KEBERHASILAN
UKURAN KEBERHASILAN
TARGET PELAKSANAAN
BENTUK KEGIATAN
Penetapan kebijakan kepastian pasokan bahan baku gas dan utilitas untuk industri berbasis C1 dan turunannya minimal selama 20 tahun.
Surat perjanjian jual beli pasokan gas sebesar 123 MMSCFD dari KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) ke PKT V untuk produksi awal tahun 2012.
Ditandatangani Principle of Agreement tanggal 28 Januari 2010 untuk 80 MMSCFD
Pelaksanaan komitmen alokasi gas Kalimantan Timur minimum 50% untuk kebutuhan industri berbasis C1 di Kalimantan Timur pada tahun 2015.
Pernyataan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur mengenai komitmen alokasi gas Kalimantan Timur minimum 50% untuk kebutuhan industri berbasis C1 di Kalimantan Timur pada tahun 2015.
Tahun 2011 (program tahunan)
Monitoring dan evaluasi
Tersusunnya kajian pembangunan 1 (satu) refinery/steam cracker yang terintegrasi untuk mendukung ketersediaan bahan baku naphta industri petrokimia dan BBM di dalam negeri dengan kapasitas 300.000 barrel/hari.
Tersedianya FS pembangunan 1 (satu) refinery/steam cracker dalam rencana aksi Pengembangan Industri Petrokimia Kalimantan Timur.
Nopember 2011
Pihak ketiga
5
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 14/M-IND/PER/1/2010
RENCANA AKSI Penyediaan Infrastruktur
PENANGGUNG JAWAB Kemperin
INSTANSI TERKAIT KemESDM, PLN, Menko Perekonomian, Meneg BUMN, Pemda Provinsi Kaltim, Kemhub
KRITERIA KEBERHASILAN
UKURAN KEBERHASILAN
TARGET PELAKSANAAN
BENTUK KEGIATAN
Terlaksananya komitmen Pemda Kaltim untuk penyediaan dukungan infrastruktur :
Terealisasinya penyediaan dukungan infrastruktur :
Pemenuhan kebutuhan pasokan listrik jangka menengah dan jangka panjang.
Pemenuhan kebutuhan pasokan listrik jangka menengah dan jangka panjang.
Tahun 2011 (program tahunan)
1. Monitoring 2. Analisis supplydemand
Rencana pembangunan jalan Free way Balikpapan-Sengata sebagai jalur distribusi produk dan bahan baku
Pembangunan jalan Free way BalikpapanSengata sebagai jalur distribusi produk dan bahan baku
Tahun 2011 (program tahunan)
1. Monitoring 2. Integrasi pembangun an freeway dengan program pengemban gan industri petrokimia
Pengembangan SDM
Kemperin
Kemnakertrans, Menko Perekonomian, Pemda setempat
1. Tersusunnya model kelembagaan, program, dan standar kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Industri Petrokimia. 2. Meningkatnya keahlian dan keterampilan SDM di bidang industri petrokimia
Terbentuknya kerjasama antara lembaga pendidikan dan pelatihan, program dengan industri petrokimia di Kalimantan Timur.
Dimulai Maret 2010 (Program Tahunan)
Program bersama
Peningkatan kapasitas lembaga riset
Kemperin
Kemristek, KemESDM, Pemda setempat.
Meningkatnya mutu balai riset yang menunjang industri petrokimia terutama untuk peningkatan penggunaan teknologi dan bahan baku alternatif.
Terbentuknya kerjasama antara balai riset dengan industri petrokimia di Kalimantan Timur
Dimulai Maret 2010 (Program Tahunan)
Program bersama
6