JURNAL TUGAS AKHIR “STUDI KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL BETON (AC – WC) TERHADAP PENGARUH PLASTIK SEBAGAI BAHAN SUBTITUSI ASPAL ”
DISUSUN OLEH :
ZULFIANI. AR D111 08 301
JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012
1
STUDI KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL BETON (AC-WC) TERHADAP PENGARUH PLASTIK SEBAGAI BAHAN SUBTITUSI ASPAL S. A. Adisasmita 1, S. Rauf 1, Z. Arifin 2 ABSTRACT: The main objective of this study was to determine the effect of the addition of flakes of plastic on the characteristics of the asphalt concrete (AC-WC). Besides these objectives, the study also look up what percentage of the savings of bitumen 60/70 mixture of AC-WC if given extra flakes of plastic waste into the mix. This type of research is conducted laboratory research in the laboratory of Civil Engineering Materials Testing Laboratory UNHAS and Roads and Bridges Highways Department Government of South Sulawesi. The method used is the method of Marshall (SNI 03-2489-1991). Result in the addition of flakes of plastic into a mixture of asphalt concrete AC-WC can save 2.5% of the weight of the asphalt pavement. Characteristics of AC-WC mixture can be explained that with the addition of plastic waste flakes, stability will increase, flow decrease, Marshal Quotient (MQ) increases, decreases VIM, VMA decreases, and VFB increases. Keywords: Flakes of plastic, Flow, Marshall, Stability , Wearing course
PENDAHULUAN Campuran aspal beton (AC-WC) adalah salah satu lapisan permukaan pada konstruksi perkerasan lentur jalan raya. Komposisinya terdiri atas ; aspal, split, pasir dan abu batu. Split agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam campuran aspal beton (AC-WC) dalam menentukan daya dukung pada campuran. Variasi ukuran agregat sangat diharapkan agar berfungsi saling mengunci antara agregat dalam campuran. Aspal berfungsi sebagai bahan pengikat untuk menyatukan fraksi-fraksi agregat, namun diharapkan menyisahkan rongga udara sesuai yang dianjurkan spesifikasi. Penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil VIM, semakin meningkatkan stabilitas. Nilai VIM ideal adalah dari 3.5% - 5%. Jika kadar aspal dinaikkan VIM akan mengecil, tetapi VIM yang kecil (< 3%), menyebabkan deformasi plastis, karena aspal dalam campuran terlalu besar. Apabila kadar aspal diturunkan, menyebabkan VIM menjadi besar yang mengancam retak pada jalan. Penulis melakukan upaya menurunkan (mengecilkan) nilai VIM tapi mengurangi kadar aspal. Kadar aspal dikurangi dengan mensubtitusi serpih 1 2
plastik kedalam campuran aspal Laston. Posisi plastik menutup pori yang kemudian menurunkan nilai VIM dan mengurangi kadar aspal agar tidak terjadi deformasi plastis. Keberadaan plastik dalam campuran dapat menurunkan nilai VIM apabila ia membesar tanpa menambah kadar aspal dan menambah nilai VIM jika kecil pada campuran. Dengan mensubtitusi aspal dengan plastik dalam campuran aspal beton ACWC, sangat efisien dilakukan setelah campuran sudah selesai dengan kadar aspal yang disesuaikan dengan prosentase subtitusi pada campuran. Bahan plastik yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah bahan plastik sampah dari jenis LDPE dengan asumsi bahwa plastik baru dengan plastik bekas/sampah adalah sama secara spesifik. TINJAUAN PUSTAKA Plastik
Pengertian serpih dalam kamus bahasa Indonesia adalah pecahan, sobekan, potongan, kecil-kecil. Dalam tulisan Iman Mujiarto (2005) dituliskan bahwa plastik adalah suatu polymer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa.
Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
1
Plastik menurut John Farndon (2010), adalah material sintetik buatan manusia yang mudah dibentuk dan dicetak. Sebagian besar plastik adalah polimer. Struktur molekul polimer menentukan karakteristik suatu plastik.
polistirena
PS
lantai, isolasi kawat dan kabel, film dan lembaran Bahan pengemas (busa dan film) isolasi busa, perkakas, perabotan rumah, barang mainan
Perkerasan lentur
Gambar 1. Permukaan Tipis Polyetilene. Tabel 1. Plastik-plastik Komoditi Type Singkatan Kegunaan utama Polietilena LDPE Lapisan masa jenis pengemas, benda isolasi kawat dan kabel, barang mainan, botol fleksibel, perabotan, bahan pelaspis. Polietilena HDPE Botol, drum, massa jenis pipa, saluran, tinggi lembaran, film, isolasi, kawat dan kabel Polipropilena PP Bagianbagian mobil dan perkakas, tali, anyaman, karpet, film. Poli PVC Bahan (vinilklorida) bangunan, pipa tegar, bahan untuk
Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat perkerasan sehingga sifat perkerasan lebih lentur, memiliki deformasi yang lebih besar dan dapat bertahan sampai 20 tahun dengan mempertimbangkan pertumbuhan lalu lintas tiap tahun, bahkan umur perkerasan dapat lebih dari 20 tahun jika konstruksi perkerasan dikerjakan dengan baik dan penggunaan material yang sesuai standar spesifikasi dan spesifikasi design digunakan secara benar. Struktur perkerasan lentur, umumnya terdiri dari 4 lapis yang terdiri dari : 1. Lapis pondasi bawah ( Sub base Course) 2. Lapis pondasi atas (Base Course) 3. Lapis permukaan (Surface Course) 4. Lapisan Aus (Wearing Course)
Gambar 2. Struktur Perkerasan Lentur Jalan 2
Agregat Berdasarkan besar partikel-partikel agregat dibedakan atas: 1. Agregat kasar : agregat > 4,75 mm menurut ASTM atau > 2 mm menurut AASHTO. 2. Agregat halus : agregat < 4,75 mm menurut ASTM atau < 2 mm dan >0.075 mm menurut AASHTO. 3. Abu batu/mineral filler : agregat halus yang umumnya lolos saringan no. 200. Aspal Aspal merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan. Melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan. Aspal merupakan suatu produk berbasis minyak yang merupakan turunan dari proses penyulingan minyak bumi, di kenal dengan nama aspal keras, aspal juga terdapat di alam secara alamiah, aspal ini dinamakan aspal alami. Sedang aspal yang di buat dari menambahkan bahan tambah kedalam aspal yang bertujuan untuk memperbaiki atau memodifikasi sifat rheologinya sehingga menghasilkan jenis aspal baru disebut aspal modifikasi (R. Anwar Yamin, 2002). Menurut Silvia Sukirman (1999), aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak atau cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk ke dalam poripori yang ada pada penyemprotan atau penyiraman pada perkerasan macadam ataupun peleburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis). Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai berikut: 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama aspal.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di dalam butir agregat itu sendiri. METODOLOGI PENELITIAN Pengujian Sifat Bahan Agregat Bahan agregat yang akan diuji berupa agregat kasar, agregat halus dan aspal minyak penetrasi 60/70. Sebelum pembuatan benda uji, bahan-bahan tersebut diuji dengan mengacu kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) dan metode standar lainnya seperti American Association Of State Highway and Transportation Officials (AASTHO) dan American Society for Testing Materials (ASTM), bilamana pengujian tidak termuat dalam Standar Nasional Indonesia. Adapun agregat yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Sungai Jene’berang Kabupaten Gowa. Kegiatan pengujian sifat bahan dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik dari setiap bahan uji, apakah bahan tersebut mempunyai karakteristik yang memenuhi spesifikasi yang digunakan. Kegiatan ini meliputi pengujian terhadap karakteristik bahan untuk campuran aspal beton (AC-WC). Pengujian Sifat Bahan Aspal Pengujian aspal bertujuan untuk mengevaluasi kelayakan kinerja dari aspal minyak 60/70 yang akan digunakan. Jenis pengujian yang dilakukan terhadap sifat fisik aspal minyak antara lain : 1. Pemeriksaan Penetrasi Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memeriksa tingkat kekerasan aspal. 2. Pemeriksaan Berat Jenis 3. Pemeriksaan Titik Lembek 4. Pemeriksaan Kehilangan Berat Minyak dan Aspal 5. Pemeriksaan Daktilitas 6. Pemeriksaan Titik Nyala 7. Pemeriksaan Viskositas Untuk mengetahui temperatur pencampuran dan pemadatan 3
Tabel 2. Gradasi Untuk Campuran Aspal Ukuran Ayakan
ASTM 1” ¾” ½” 3/8” No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No.100 No.200
(mm) 25 19 12,5 9,5 4,75 2,36 1,18 0,600 0,300 0,150 0,075
% Berat yang Lolos LASTON LAPIS AUS-2 (AC – WEARING COURSE) SPESIFIKASI 100 90 - 100 72 - 90 54 - 69 39,1 - 53 31,6 - 40 23,1 - 30 15,5 - 22 9 - 15 4 - 10
Perencanaan dan Pembuatan Benda Uji Jenis campuran yang akan digunakan dalam pembuatan benda uji adalah campuran aspal panas laston untuk lapisan wearing course (AC–WC) dengan spesifikasi gradasi menurut spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga Pembuatan Benda Uji Dalam pembuatan benda uji meliputi pencampuran bahan dan pemadatan. Salah satu syarat untuk mendapatkan suatu mutu yang baik adalah proses pelaksanaan di lapangan harus baik dan benar. Hal ini erat kaitannya dengan proses pencampuran material pembentuk yaitu filler, pasir dan agregat kasar harus dicampur hingga menghasilkan campuran yang merata dan ditambah aspal minyak 60/70 yang sudah ada. Dalam penelitian ini proses pencampuran dilakukan dengan manual. Untuk pemadatan dilakukan sebanyak 2 x 75 tumbukan, dengan menggunakan penumbuk Marshall. Benda uji setelah
dipadatkan, disimpan pada suhu ruang selama 24 jam, kemudian benda uji ditimbang di udara, di dalam air dan dalam kondisi kering permukaan jenuh (Saturated Surface Dry). Selanjutnya direndam pada temperatur 60ºC selama 30 menit dan siap untuk diuji. Parameter – parameter yang diperoleh dalam pengujian adalah stabilitas, kelelehan (flow), Marshall Quotient (MQ), VIM (Voids in Mix), VMA (Voids in Mineral Aggregate) dan VFB (Voids Filled Bitument). Tabel 3. Sifat Campuran Laston WC Sifat-sifat Campuran Penyerapan aspal (%) Jumlah tumbukan per bidang
Maks
AC-WC 1,2 50
Min
3,5
Maks
5,0
Min
15
Min
65
Stabilitas Marshall (kg)
Min
800
Pelelehan (mm)
Min
3
Min
250
Min
90
Min
2,5
Rongga dalam campuran (VIM) (%) Rongga dalam agregat (VMA) (%) Rongga terisi aspal (VFB) (%)
Marshall Quotient (kg/mm) Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60°C Rongga dalam campuran (%) pada Kepadatan membal (refusal)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Karakteristik Agregat Untuk mengetahui karakteristik agregat kasar, halus dan filler yang digunakan dalam campuran, dilakukan pengujian fisik dengan hasil seperti diperlihatkan pada tabel 4 dan 5, agregat yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
4
Tabel 4. Karakteristik Bahan Agregat
Maks
Hasil Uji Agregat
Penyerapan (%) a. Berat Jenis 2.50 Bulk (gr/cc) b. Berat Jenis 2.50 SSD (gr/cc) c. Berat Jenis 2.50 Semu (gr/cc) Keausan Agregat (%) Indeks Kepipihan (%) Indeks Kelonjongan (%) b. Agregat (0,5-1)
3.00
1,390
-
2.626
-
2,663
-
2,726
40
25,49
25
13,47
25
3,494
Penyerapan (%) a. Berat Jenis 2.50 Bulk (gr/cc) b. Berat Jenis 2.50 SSD (gr/cc) c. Berat Jenis 2.50 Semu (gr/cc) Keausan Agregat (%) Indeks Kepipihan (%) Indeks Kelonjongan (%) b. Abu Batu
3.00
2.006
-
2.597
-
2.641
-
2.716
40
27,82
25
15,03
25
2,850
Penyerapan (%) a. Berat Jenis Bulk (gr/cc) b. Berat Jenis SSD (gr/cc) c. Berat Jenis Semu (gr/cc) Sand Equivalent (S.E), (%)
-
3.00
2.306
2.50
-
2,575
2.50
-
2.634
2.50
-
2.738
50
-
87,83
Pengujian
Persyaratan Min
a. Agregat (1-2)
Tabel 5. Karakteristik Sifat Filler (Semen Tonasa Type I) Semen Tonasa
SNI 1520491994
330
> 280
a. Awal (menit)
100
> 45
b.Akhir (menit)
250
> 375
0,05
< 0,08
215
< 125
300
> 200
-
-
No Sifat Fisik
1
Kehalusan Dengan alat Blaine (m2/kg)
2
3
Waktu Pengikat
Kekekalan Pemuaian dalam Auto Clave (%)
4
Kuat Tekan a. 3 hari (kg/cm2) 2
b. 7 hari (kg/cm ) 2
c. 21 hari (kg/cm ) 5
Pengikatan semu (Falseset) Penetrasi Akhir (%) 75
> 50
Komposisi Agregat Dalam Campuran Penentuan komposisi agregat dalam campuran diperoleh dengan menggunakan metode coba-coba atau trial and error. Hasilnya diperoleh komposisi dari masingmasing agregat untuk campuran AC-WC yang ditunjukkan pada tebel 6 dibawah ini. Tabel 6. Komposisi agregat campuran ACWC Komposisi
(%)
Chipping 1-2 Chipping 0,5-1 Abu Batu Filler
13 38 47 2
5
Hasil penentuan komposisi campuran tersebut dibuatkan grafik gradasi agregat gabungan. Kurva gradasi agregat gabungannya dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini:
Tabel 7. Hasil pengujian sifat fisik karakteristik aspal minyak 60/70 Hasil Pengujian
Penetrasi sebelum kehilangan berat Titik Lembek Daktilitas ( 25 °C, 5 cm/menit ) Titik Nyala ( COC )
Gambar 3. Grafik Penggabungan Agregat Hasil Pengujian Karakteristik Aspal Minyak 60/70 Untuk mengetahui temperatur pencampuran dan pemadatan, dilakukan pengujian viskositas terhadap aspal. Pengujian viskositas dilakukan dengan alat Saybolt-Furol pada temperatur 120oC, 140oC, 160oC dan 180oC. Temperatur pencampuran ditentukan pada saat aspal mempunyai nilai viskositas aspal sebesar 17020 cst, sedangkan temperatur pemadatan ditentukan pada nilai viskositas aspal sebesar 28030 cst. Data hasil pengujian diplotkan dalam grafik semi logaritmik yang merupakan hubungan antara viskositas aspal dengan temperatur, sehingga akan diketahui temperatur pencampuran dan pemadatan campuran. Dari grafik tersebut ditunjukkan bahwa temperatur pencampuran pada viskositas aspal 170 cst dicapai pada temperatur 156oC dan temperatur pemadatan pada viskositas aspal 310 cst dicapai pada temperatur 132oC. Hasil pengujian sifat fisik dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:
Berat Jenis
Yang disyaratkan Aspal Minyak 60/70
Satuan
Rata - rata
Min
Max
66,7
60
79
0,1 mm
49
48
58
°C
150
100
-
cm
286
200
-
°C
1,03
1
-
gr/cc
-
0,8
% Berat semula
55
-
0,1 mm
-
-
°C
-
-
°C
Kehilangan berat 163 °C, 5 0,26 jam (thin film oven test ) Penetrasi setelah 82,6 kehilangan berat Viscositas 170 Cst ( Temp. 156 pencampuran ) Viscositas 280 Cst ( Temp. 132 pemadatan )
Karakteristik Marshall Stabilitas Stabilitas merupakan ukuran kemampuan campuran untuk memikul beban lalu lintas sampai terjadi kelelehan plastis. Berdasarkan hasil analisis gambar 4 menunjukkan bahwa nilai stabilitas meningkat dengan bertambahnya kadar aspal dan kemudian kembali menurun setelah melewati kadar aspal tertentu yang dapat diindikasikan sebagai kadar aspal optimum campuran. Nilai-nilai stabilitas penggunaan aspal Minyak pada proporsi campuran laston AC-WC menghasilkan
6
nilai yang memenuhi persyaratan spesifikasi minimum 800 kg yaitu pada kadar limbah 4,5%, 5,0%, 5,5% dan 6,0 %.
Gambar 4. Hubungan Kadar Aspal Minyak dengan Stabilitas Flow
Kelelehan atau flow, merupakan ukuran kelenturan campuran untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas tanpa menimbulkan retak dan perubahan volume. Berdasarkan hasil analisis gambar 5 memperlihatkan bahwa nilai flow semakin meningkat dengan semakin bertambahnya kadar aspal, hal ini disebabkan oleh pengaruh dari aspal yang bersifat plastis. Nilai-nilai flow (kelenturan) penggunaan aspal minyak pada proporsi campuran laston AC-WC menghasilkan nilai-nilai flow (kelenturan) yang memenuhi persyaratan spesifikasi minimum 3 mm yaitu pada kadar limbah 5,0%, 5,5%, 6,0 % dan 6,5%.
cenderung rapuh, mempunyai kecenderungan retak secara dini. Sedangkan nilai VIM yang kecil akan meningkatkan ketahanan campuran terhadap pengerasan aspal, tetapi bila nilai VIM terlalu kecil akan menyebabkan campuran tidak stabil dan kemungkinan terjadi kelelehan plastis yang lebih besar. Berdasarkan hasil analisis gambar 6 memperlihatkan bahwa maksimun penggunaan aspal minyak penetrasi 60/70 pada proporsi campuran laston AC-WC aspal adalah 6,0 % hingga 6,5 % sehingga dapat menghasilkan nilai yang memenuhi persyaratan spesifikasi yaitu minimum 3,5 % dan maksimun 5%.
Gambar 6. Hubungan Kadar Aspal Minyak dengan VIM VMA (Void in Mineral Agregat) VMA adalah volume rongga udara diantara butir-butir agregat dalam campuran beraspal dalam kondisi yang padat. VIM dan volume aspal efektif adalah bagian dari VMA.Berdasarkan hasil analisis gambar 7 memperlihatkan bahwa nilai-nilai VMA (Voids in Mineral Aggregate) penggunaan aspal minyak pada proporsi campuran laston AC-WC menghasilkan nilai yang memenuhi persyaratan spesifikasi yaitu minimum 15 %.
Gambar 5. Hubungan Kadar Aspal Minyak dengan Flow VIM (Void in Mix) Kandungan VIM berhubungan dengan keawetan campuran, bilamana nilai VIM terlalu tinggi campuran akan
Gambar 7. Hubungan Kadar Aspal Minyak dengan VMA 7
VFB (Void Filled with Bitumen) VFB adalah rongga terisi aspal yang merupakan bagian dari VMA yang terisi oleh kandungan aspal efektif. Sedang kadar aspal efektif adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang diserap oleh agregat. Berdasarkan hasil analisis gambar 8 memperlihatkan bahwa nilai-nilai VFB (Voids Filled Bitument) penggunaan aspal minyak pada proporsi campuran laston ACWC menghasilkan nilai VFB yang memenuhi persyaratan spesifikasi minimum 65 % yaitu pada kadar aspal 5,5%, 6,0 % dan 6,5 %.
Kadar Aspal Optimum dengan Metode Marshall Kadar aspal optimum ditentukan dengan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI), dimana ada 6 parameter yang harus di penuhi yaitu Stabilitas, Kelelehan (Flow), Marshall Quetiont (MQ), Void In Mix (VIM), Void In Mineral Agregat (VMA) dan Voids Filled with Bitumen (VFB). kemudian akan didapat kadar aspal optimum dari masing-masing variasi. Dari hasil analisis diperoleh kadar aspal optimum dari titik temu dari hubungan beberapa grafik parameter karakteristik Marshall diperoleh titik temu minimum dan maksimum yaitu 5,50% dan 6,30% dan dari titik temu ini kemudian diambil rata-rata dari nilai yang diperoleh yaitu 5.90%. Pengujian campuran pada kadar aspal optimum
Gambar 8. Hubungan Kadar Aspal Minyak dengan VFB/VFWA MQ (Marshall Quotient Hasil bagi Marshall merupakan rasio antara nilai stabilitas dan nilai kelelehan. Berdasarkan hasil analisis gambar 9 memperlihatkan bahwa nilai-nilai Marshall Quotient penggunaan aspal minyak pada proporsi campuran laston AC-WC menghasilkan nilai-nilai Marshall Quotient yang memenuhi persyaratan spesifikasi minimum 250 kg/mm yaitu pada kadar limbah 4,5%, 5,0%, 5,5% dan 6,0%.
Gambar 9. Hubungan Kadar Aspal Minyak dengan Marshall Quotient
Pengujian perendaman Marshall menunjukkan ukuran ketahanan campuran beraspal terhadap kerusakan akibat pengaruh cuaca, suhu, dan air. Pengujian perendaman Marshall dilakukan menurut prosedur pengujian, yaitu direndam selama 30 menit dengan kondisi suhu air selama perendaman adalah 60 0C. Nilai rata – rata karakteristik Marshall campuran dalam kondisi optimum setelah perendaman 30 menit disajikan dalam tabel 8. Tabel 8. Nilai Karakteristik Marshall Campuran Dalam Kondisi Optimum Karakteristik Marshall
Benda VIM Uji (%)
VMA VFB Stabilitas Flow (%) (%) (kg) (mm)
Hasil dari nilai rataRata
15,90 68,74 1307,66 5,1 8 252,40
4,99
MQ (kg/ mm)
8
Hasil Pengujian Karakteristik Aspal Minyak 60/70 dengan Plastik Sebagai Bahan Subtitusi Aspal Tabel 9. Nilai Karakteristik Marshall Campuran Terhadap Pengaruh Plastik Sebagai Bahan Subtitusi Aspal Kadar Plastik Terhadap Aspal 0,0% 0,5% 1,0% 1,5% 2,0% 2,5% 3,0%
Karakteristik Marshall VIM (%)
VMA VFB (%) (%)
Stabilitas Flow (kg) (mm)
MQ (kg/ mm)
4,99
15,90
68,74
1307,66
5,18
252,40
4,93 4,87
15,70 15,57
68,75 68,76
1457,91 1799,11
5,12 5,01
284,58 359,15
4,84 4,76
15,46 15,32
68,77 69,01
1987,27 2456,01
4,97 4,86
399,93 505,61
4,75 4,67
15,21 15,05
70,09 70,56
2833,16 2959,77
4,46 4,19
638,17 706,57
Flow
Dari tabel 9 di atas dapat dijelaskan bahwa semakin bertambah kadar plastik kedalam campuran AC-WC, semakin mengurangi kelenturan campuran. Hal ini diakibatkan oleh mengerasnya aspal jika plastik tergabung ke dalam campuran. Oleh karena itu penelitian ini membatasi kadar plastik sampai dengan 2,5 % berat terhadap aspal. Karena pada posisi ini flow 4,57 mm, sedang spesifikasi membatasi minimal 3 mm.
Karakteristik Marshall Stabilitas Pada table 9 di atas, memberikan gambaran bahwa dengan masuknya plastik dapat meningkatkan kemampuan campuran dalam menerima beban lalulintas. Namun kemampuan ini terbatas pada proporsi 2,5 % saja terhadap berat aspal. Hal ini disebabkan karena dalam pengujian korelasi aspal terhadap plastik (uji Daktilitas dan Penetrasi), ada kecendrungan aspal tidak lagi memenuhi syarat sebagai aspal penetrasi 60/70. Jika di campur hingga konsentrasi 3 % atau lebih, stabilitas memang naik, tapi konstruksi AC-WC cenderung kaku yang terancam patah dan retak.
Gambar 11. Hubungan Kadar Aspal dengan Plastik Terhadap Flow
Gambar 10. Hubungan Kadar Aspal dengan Plastik Terhadap Stabilitas
Gambar 12. Hubungan Kadar Aspal dengan Plastik Terhadap VIM
VIM (Void in Mix) Dari hasil analisis data pada tabel 9, menunjukkan bahwa masuknya plastik sebagai bahan subtitusi di dalam campuran aspal beton AC-WC dapat berpengaruh kepada nilai VIM yang cenderung mengecil yang diakibatkan oleh berat jenis aspal dengan plastik yang cenderung membesar sesuai kadar plastik terhadap berat aspal.. Semakin banyak porsi pemberian plastik ke dalam campuran akan memberi peluang akan pembesaran berat jenis aspal dengan plastik yang akan menyebabkan pengecilan pada nilai VIM.
9
VMA (Void in Mineral Agregat) Dari hasil analisis data pada tabel 9, menunjukkan bahwa dengan masuknya plastik sebagai bahan subtitusi ke dalam campuran AC-WC, memberikan pengaruh terhadap berat isi campuran yang nilainya cenderung bertambah yang mengakibatkan penurunan nilai VMA.
nilai stabilitas dan nilai kelelehan (flow) yang juga merupakan indikator terhadap kekakuan campuran secara empiris. Stabilitas naik, flow menurun sehingga menjadikan kenaikan MQ. Menurut pandangan spesifikasi MQ tidak boleh kurang dari 250 kg/mm. Dengan masuknya plastik kedalam campuran AC-WC mempengaruhi nilai MQ menjadi naik. Tidak ada pembatasan spesifikasi sampai dimana besar angka MQ. Sehingga dikatakan bahwa dengan masuknya plastik kedalam campuran AC-WC, akan memperbaiki konstruksi tersebut dari segi MQ.
Gambar 13. Hubungan Kadar Aspal dengan Plastik Terhadap VMA VFB (Void Filled with Bitumen) Dari hasil analisis data pada tabel 9, dapat dikatakan bahwa dengan masuknya plastik sebagai bahan subtitusi ke dalam campuran aspal AC-WC, akan mengakibatkan semakin mengecilnya rongga dalam campuran akibat berat jenis aspal dengan plastik yang semakin meningkat. Bertambahnya nilai VFB dalam penelitian ini diakibatkan oleh mengecilnya rongga dalam campuran (VIM) yang merupakan bagian dari pembagi dalam menentukan nilai VFB. Selain itu, dengan masuknya plastik kedalam campuran maka penyerapan aspal kedalan pori material (absorbsi) akan semakin mengecil.
Gambar 14. Hubungan Kadar Aspal dengan Plastik Terhadap VFB/VFWA MQ (Marshall Quotient) Hasil Bagi Marshall atau Marshall Quotient (MQ) adalah perbandingan antara
] Gambar 15. Hubungan Kadar Aspal dengan Plastik Terhadap Marshall Quotient KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, dapat disimpulan bahwa : 1. Serpih plastik dapat larut didalam aspal penetrasi 60/70 pada suhu 154oC berdasarkan dari data yang didapat dari pengujian. 2. Substitusi Serpih plastik terhadap aspal penetrasi 60/70 dapat menghemat penggunaan/pemakaian aspal sebesar 2,5 % terhadap berat aspal yang digunakan dalam campuran aspal beton AC-WC. 3. Substitusi Serpih plastik terhadap aspal penetrasi 60/70 dapat memberikan pengaruh terhadap karakteristik campuran aspal beton AC-WC pada konsentarasi maksimum 2,5 % terhadap berat aspal yaitu : 10
a. Meningkatkan stabilitas campuran yaitu meningkatkan kemampuan campuran (konstruksi jalan) aspal beton AC-WC untuk memikul beban lalulintas sampai terjadi kelelehan plastis. b. Menurunkan nilai Flow campuran yakni mengurangi kelenturan namun pengurangan itu masih tetap dalam ambang spesifikasi pada kadar plastik 2,5 % terhadap berat aspal. c. Meningkatkan nilai Marshall Quotient (MQ). Keberadaan plastik kedalam campuran AC-WC, dapat meningkatkan kemampuan konstruksi jalan dalam menerima beban, namun konstruksi tersebut masih fleksibel dan lentur. d. Menurunkan nilai VIM (memperkecil pori pada campuran), lebih meningkatkan keawetan pada konstruksi jalan tanpa terjadi deformasi plastis (bleeding). e. Menurunkan nilai VMA (rongga diantara agregat), sehingga konstruksi jalan dapat lebih awet. f. Menaikkan nilai VFB (rongga terisi aspal), meningkatkan kadar aspal efektif yang akan menyelimuti material dan menentukan kinerja campuran dalam suatu konstruksi. Saran – Saran Kesimpulan diatas belum cukup untuk memberikan gambaran secara utuh dan menyeluruh tentang bagaimana pengaruh serpihan sampah plastik terhadap karakteristik campuran aspal beton AC-WC, oleh karena itu penulis menyarankan : 1. Melakukan penelitian tentang pengaruh sampah plastik terutama plastik limbah rumah sakit dan puskesmas terhadap karakteristik campuran aspal beton (ACWC) dengan menggunakan aspal minyak penetrasi 80/100. 2. Melakukan penelitian tentang pengaruh serpih sampah plastik terhadap karakteristik campuran aspal beton dengan menggunakan jenis plastik yang lain.
DAFTAR PUSTAKA ----------------, 2010. Spesifikasi Umum. Makassar : Kementrian Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga. David W. Oxtoby,, dkk, 2008. Prinsipprinsip Kimia Modern, Edisi Keempat Jilid Dua. Jakarta : Penerbit Erlangga. Iman Mujiarto. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif. Semarang : AMNI. R. Anwar Yamin, 2002. Desiminasi Spesifikasi Baru Campuran Beraspal Panas dengan Alat PRD. Pustlitbang Prasarana Transportasi. R. Anwar Yamin, 2002. Petunjuk Umum, Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas. Pustlitbang Prasarana Transportasi. Suharto, 2010. Limbah Kimia dalam Perncemaran Udara dan Air. Yogyakarta ; Penerbit Andi Sumadi Surya Brata. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Sarifuddin, 2010. Studi Karakteristik Campuran Beton Aspal (AC-WC) dengan Menggunakan Kaolin Sebagai Filter. Makassar ; Badan Penerbit Pasca Sarjana Unhas. Tjitjik Wasiah Suroso, 2008. Pengaruh Penambahan Plastik LDPE (Low Density Poly Ethilen) Cara Basah dan Cara Kering Terhadap Kinerja Campuran Beraspal. Bandung : Puslitbang Jalan dan Jembatan. Yolly Detra Asrar, 2007. Karakteristik Aspal dengan Bahan Tambah Plastik dan Kinerjanya dalam Campuran HRA. Medan : Departemen Civil and Engineering USU. Yusrianti, 2010. Studi Pengaruh Penambahan Buton Rock Asphalt (BRA Terhadap Karakteristik Campuran Aspal Beton (AC-BC). Makassar ; Badan Penerbit Pasca Sarjana Unhas.
11