Pengembangan Pelayanan Publik Di Tingkat Desa / Kelurahan Studi Pada Desa dan Kelurahan di Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Oleh : Bambang Pujiyono, M.Si
[email protected] Penyediaan pelayanan publik yang berkualitas dianggap sebagai salah satu kunci menuju tata pemerintahan yang baik (good governance). Penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah kepada masyarakat dilakukan karena sudah merupakan tugas, tanggungjawab dan fungsi pemerintah sebagai pemberi pelayanan (public servant). Selaras dengan konsep desentralisasi, menjadikan pelayanan kepada public semakin optimal. Hal ini terjadi karena desentralisasi mendekatkan jarak antara kebutuhan public dengan aparat pelayanan public sehingga pelayanan yang diberikan berbasiskan kebutuhan riil masyarakat. Kelurahan atau Desa menjadi instrument penting dalam konteks pemerintahan daerah yang mengusung konsep desentralisasi. Namun demikian, fungsi pelayanan yang dilaksanakan oleh Desa / Kelurahan masih terbatas / sebatas pelayanan administrative yang konvensional seperti pengurusan KTP, pembuatan surat pengantar untuk keperluan tertentu dalam rangka mendapatkan legitimasi administrative dari instansi vertikalnya. Kondisi ini justru menciptakan problem baru di tingkat pelayanan public dan menjauhkan fungsi/peran Desa / Kelurahan yang dekat dengan masyarakat dalam mengoptimalkan pelayanan public. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kondisi factual pelayanan. dengan adanya gambaran kondisi factual tersebut kemudian dapat dirumuskan model pelayanan yang sesuai dengan konsep pelayanan prima. Kajian dilakukan dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini metode wawancara, dan studi dokumen. Berdasarkan hasil analisa data Pengembangan Pelayanan di Desa / Kelurahan di Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan, kondisi factual pelayanan masih didominasi jenis pelayanan administrative dan kemasyarakatan, belum menyentuh pada pelayanan pembangunan dan utilitas. Pelayanan juga belum dapat maksimal karena belum adanya dukungan kebijakan yang mengatur tentang pelayanan public di Kota Tangerang Selatan. Upaya pengembangan pelayanan public dapat diwacanakan dengan cara memberi diskresi pelayanan yang merupakan bagian dari dinas-dinas di kota Tangerang Selatan. Sebagian kewenangan dari dinas dapat ditarik ke Desa / Kelurahan dan teknis pelaksanaannya dapat dilakukan oleh masyarakat di tingkat Desa / Kelurahan. Sisi positif dari pengembangan pelayanan ini adalah upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kata Kunci: Desentralisasi, Pelayanan Publik, pelayanan administrative, fungsi Desa / Kelurahan.
I.
LATAR BELAKANG MASALAH KAJIAN Pembangunan
nasional
merupakan
rangkaian
upaya
pembangunan
yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang tecantum dalam pembukaan Undangundang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional khususnya pembangunan di daerah, serta untuk menjamin terpenuhinya tuntutan perkembangan dan kemajuan sesuai dengan aspirasi
masyarakat
maka
perlu
menganut
asas
desentralisasi
dalam
menjalankan
pemerintahan dengan memberikan keleluasaan dan kesempatan bagi daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah, sehingga daerah tidak perlu kawatir kalau pusat mengambil potensi-potensi daerah tanpa memperhatikan kepentingan daerah. Desetralisasi pemerintahan yang pelaksanaannya diwujudkan dengan pemberian otonomi kepada daerah-daerah ini bertujuan untuk memungkinkan daerah-daerah tersebut meningkatkan dayaguna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksana pembangunan. Dengan demikian daerah perlu diberikan kewenangan sebagai urusan rumah tangganya, serta sekaligus memiliki pendapatan daerah seperti pajak-pajak daerah, restribusi daerah dan lain-lain. Pemerintah daerah dalam menjalankan system pemerintahannya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di daerah dibantu beberapa instansi pemerintah yang antara lain adalah Pemerintah Desa dan Pemerintah Kelurahan yang berada lansung dibawah camat. Desa dilihat dari segi geografis, sebenarnya adalah perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu adalah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik
dan cultural yang saling berinteraksi antar unsure tersebut dan juga dalam hubungan dengan daerah-daerah lain. Di dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tentang Desa, dan dalam pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa yang dimaksud Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa,adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin maju dan untuk mewujudkan peningkatan penyelenggaraan pemerintahan bagi masyarakat maka status desa dapat ditingkatkan menjadi kelurahan. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan di dalam Pasal 200 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, juga diatur mengenai pembentukan, penghapusan dan / atau penggabungan desa. Dan secara operasinal diterbitkan Permendagri Nomor 28 tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Perubahan desa menjadi Kelurahan. Kecamatan Setu merupakan salah satu kecamatan di Kota Tangerang Selatan yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Cisauk. Dalam menjalankan fungsi pelayanan dan kepemerintahan, terdapat 1 kelurahan dan 5 desa. dan memang hanya di kecataman Setu yang masih terdapat desa di Kota Tangerang Selatan. Wacana untuk meningkatkan status desa menjadi kelurahan memang telah mengemuka di kalangan masyarakat Setu. Perubahan status desa menjadi kelurahan memerlukan persayaratan yang ketat. Salah satu persyarakat yang menjadi indicator adalah mengenai kinerja pemerintah desa dalam memberikan pelayanan kepada public. Terkait dengan wacana peningkatan status desa menjadi kelurahan, kajian ini menjadi bagian penting dalam rangka memenuhi salah salah satu indicator yang akan memudahkan dalam penilaian layak atau tidak perubahan dilakukan pada desa. Kajian ini mencoba
mendeskripsikan kinerja aparat desa, kelurahan, dan kecamatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. II.
Permasalahan Penelitian Bagaimana langkah stratejik dan teknis dalam rangka pengembangan dan optimasi pelayanan publik di tingkat Desa dan Kelurahan pada Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan ?
III. Problematika Pelayanan Publik di Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Di bawah ini disajikan table yang merupakan rangkuman permasalahan mendasar yang ditemukan dalam Penelitian Pengembangan Pelayanan Prima di Kecamatan Setu yang perlu mendapat perhatian lebih fokus dalam pngembangan pelayanan prima di Kecamatan Setu.
Tabel :3.1. Permasalahan Mendasar dalam Rangka Pengembangan Pelayanan Prima di Kecamatan Setu Dimensi Jenis pelayanan
Problem Masih
terbatas
pada
pelayanan
pemerintahan
dan
kemasyarakatan, dan belum mengembangkan pelayanan pembangunan dan utilitas. Akibatnya, fungsi Desa dan kelurahan
dan
sekaligus
kecamatan
dalam
konteks
pelayanan publik sangat rendah. Prosedur Pelayanan
Prosedur Pelayanan kurang tersosialisasi dengan baik. Akibatnya, proses pelayanan yang dirasakan masih belum lancar. Selain itu juga masyarakat tidak mengetahui kepastian proses pelayanan, salah satu penyebabnya adalah proses pelayanan yang terlalu hirarkis yang mengakibatkan membutuhkan waktu yang lama.
Pola Pelayanan
Pola pelayanan di setiap kelurahan dan Desa tidak memiliki pola yang seragam (masih beragam). Tapi secara umum, pola yang dilakukan masih menggunakan pola fungsional
dimana
proses
pelayanan
ditujukan
berdasarkan kasi atau kaur. Tentu saja model ini sangat tergantung
dengan
individu
dan
staff,
sedangkan
keberadaan SDM untuk kasi dan kaur di beberapa
kelurahan banyak yang belum terisi. Beragamnya pola pelayanan akan menyulitkan dalam pembinaan dan evaluasi serta penialaian kinerjanya. Sarana dan Prasarana
Secara umum kondisi sarana pelayanan belum memadai. Keterbatasan sarana kerja di kantor desa dan kelurahan di wilayah ini sehingga berdampak pada kuantitas dan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
SDM
Untuk kecamatan, jumlah SDM dirasakan cukup. Hanya dari segi kompetensi yang dirasa perlu ditingkatkan. Sedangkan untuk Kelurahan, jumlah SDM masih minim dan
kompetensi
yang
kurang
mendukung
dalam
menciptakan pelayanan prima di desa dan kecamatan di wilayah Kecamatan Setu
Legalitas Pelayanan
Tidak ditemukan peraturan daerah maupun Peraturan Peraturan dan perundang-perundangan tingkat pusat belum diterjemahkan menjadi suatu pedoman yang lebih teknis yaitu berupa Petunjuk Pelaksanaan atau Petunjuk Teknis tentang Pelayanan Publik di tingkat Provinsi maupun
Kota
yang
mengatur
lebih
lanjut
tentang
Pelayanan Publik Model Pelayanan Publik
Pelayanan
publik
tradisional,
akibatnya
masih
mengandalkan
pelayanan
belum
birokrasi berorientasi
melayani masyarakat. Anggaran Pelayanan
Anggaran
terbatas,
akibatnya
kreativitas
untuk
mengoptimalkan pelayanan belum bisa dilaksanakan oleh aparat desa dan kelurahan Sumber : data diolah dari berbagai sumber, 2011 Masalah yang mungkin relatif sulit dan membutuhkan jangka panjang untuk memperbaikinya adalah “budaya rikuh” apabila pengguna tidak memberikan imbalan terhadap pemberi pelayanan, meskipun pelayanan tersebut tidak dipungut biaya (gratis). Untuk memperbaiki kesalahan yang sistematis dan sudah berakar di masyarakat ini perlu adanya
upaya-upaya secara sistematis dan berkesinambungan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah. IV. POLA PENERAPAN PELAYANAN PUBLIK
Sesuai dengan Pedoman Pelayanan Publik sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menpan Nomor : 63/KEP/M.PAN/7/2003, terdapat 3 (tiga) jenis pola penyelenggaraan publik yaitu : 1. Fungsional yaitu pola pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya 2. Terpusat
yaitu
penyelenggara
pola
pelayanan
pelayanan
publik
berdasarkan
diberikan
secara
pelimpahan
tunggal
oleh
wewenang
dari
penyelenggara pelayanan kepada yang bersangkutan 3. Terpadu yang terdiri dari 2 (dua) kakatagori : a. Terpadu satu atap yaitu pola pelayanan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. b. Terpadu satu pintu yaitu pola pelayanan yang diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu 4. Gusus Tugas yaitu pola pelayanan secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian untuk pengembangan pelayanan prima di Kecamatan Setu maka kebijakan yang dapat ditempuh adalah penerapan pola pelayanan Terpadu satu pintu di kelurahan dan kecamatan dalam penyelenggaraan pelayanan di Kecamatan Setu. Pola ini dipilih karena model yang digunakan lebih memberikan sentuhan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan masyarakat, bukan aparat. Dukungan politik dan kebijakan menjadi hal yang utama guna kesuksesan sebuah kebijakan. Tanpa ada dukungan politik dari pimpinan daerah yang kemudian dituangkan dalam bentuk peraturan, maka tentu saja penerapan pola pelayanan tidak dapat berjalan. Hal ini karena peraturan merupakan pedoman bagi aparat dalam menjalankan tugasnya. Di
sisi lain, dengan adanya peraturan memiliki implikasi hokum bagi aparat yang tidak mampu menjalankan tugas sesuai dengan apa yang termaktub dalam peraturan tersebut. Langkah selanjutnya adalah memetakan kewenangan yang dapat didistribusikan, dengan cara mengidentifikasi kewenangan yang selama ini ada di dinas di tingkat kota untuk dapat didelegasikan ke tingkat kecamatan dan kelurahan. Pendelegasian ini bertujuan untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian maka secara eksplisit akan teridentifikasi kewenangan apa saja yang dimilik oleh kecamatan dan kelurahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Setelah diketahui jenis kewenangan yang akan dilayani, maka dibuat standar pelayanan. Standar pelayanan ini menjadi acuan bagi masyarakat dan pemerintah Kecamatan Setu. Bagi pemerintah dapat dijadikan alat evaluasi untuk penyelenggara pelayanan, sedangkan bagi masyarakat mendapatkan kejelasan dan kepastian dalam mengurus pelayanan. Beberapa hal yang menjadi unsure dalam standar pelayanan adalah : a. jenis pelayanan; b. persyaratan pelayanan; c. proses/prosedur pelayanan; d. pejabat yang bertanggungjawab terhadap pelayanan; e. waktu pelayanan; dan f.
biaya pelayanan.
g. Produk pelyanan Dukungan politik dan pendelegasian kewenangan tentu saja perlu diimbangi dengan peningkatan sarana dan prasarana. Hal tersebut tentu bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Dalam konteks pelayanan terpadu satu pintu, sarana yang dibutuhkan antara lain: a. loket/meja pendaftaran b. Tempat pemrosesan berkas; c. Tempat pembayaran; d. Tempat penyerahan dokumen; e. Tempat pengolahan data dan informasi; f. Tempat penanganan pengaduan; g. Tempat piket; h. Ruang tunggu; dan i. Alat Elektronik pendukung pelayanan (Komputer, jaringan internet dll) j. Perangkat pendukung lainnya.
Tentu saja keberadaan sarana dan sarana tidak bisa digunakan dengan baik kalau tidak diisi oleh sumber daya manusia yang kompeten. Keluhan sebagian besar di kecamatan dan kelurahan adalah minimnya SDM yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan. Maka dari itu, di bawah ini beberapa sumber daya manusia yang mendukung dalam peningkatan kualitas pelayanan terpadu satu pintu dibutuhkan : a.
petugas informasi;
b.
petugas loket/penerima berkas;
c.
petugas operator komputer;
d.
petugas pemegang kas; dan
e.
petugas lain sesuai kebutuhan.
Keberadaan sumber daya tersebut akan lebih maksimal bila kemudian dibuat standar operasional prosedur yang menjadi acuan bagi aparat dalam menjalankan tugas pelayanan. Standar tersebut nantinya dapat dibakukan dan dimaksimalkan dengan penerapan ISO. Tahap terakhir tentu saja implementasi kebijakan pelayanan terpadu satu pintu di kecamatan dan kelurahan. Tentunya penerapan yang sudah didukung dengan perangkat dan sumber daya manusia yang kompeten menjadi harapan terciptanya kondisi pelayanan cepat, transparan, mudah dan berorientasi pada kepentingan masyarakat. Penerapan yang berdasarkan pada electronic government (e-gov) menjadi solusi yang efektif untuk pelayanan yang mudah dan transparan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan proses pelayanan yang mendukung prin sip-prinsip good governance. Dan tak lupa juga, agar pelaksanaan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang telah direncanakan, maka perlu dibentuk Komisi Daerah Pengawasan Pelayanan Publik yang bertugas untuk melakukan monitoring dan mengevaluasi kinerja kecamatan dan kelurahan / Desa sebagai bagian peningkatan pelayanan prima di Kecamatan Setu.
Bagan 4.1. langkah penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Guna Peningkatan Pelayanan Prima di Kecamatan dan Kelurahan Kecamatan Setu
Dukungan Kebijakan Pemerintah Daerah melalui Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota
Identifikasi Kewenangan di tingkat dinas yang dapat didistribuskan ke Kecamatan dan Kelurahan guna mendekatkan pelayanan kepada masyarakat
Peningkatan Sarana dan
Penerbitan Peraturan Walikota
prasarana yang mendukung
tentang kewenangan pelayanan
pelayanan. meliputi loket
di Kecamatan dan Kelurahan
pendaftaran, Tempat pemrosesan berkas, Tempat pembayaran, Tempat penyerahan dokumen,Tempat pengolahan data dan informasi, Tempat penanganan pengaduan, Tempat piket, Ruang tunggu, dan Alat Elektronik pendukung pelayanan (Komputer, jaringan internet dll)
Pembuatan Standar Pelayanan bagi aparatur penyelenggara Pelayanan yang meliputi jenis pelayanan, persyaratan pelayanan, proses/ prosedur pelayanan, pejabat yang bertanggungjawab terhadap pelayanan, waktu pelayanan; dan biaya pelayanan.
Menyiapkan Sumber Daya
Pembuatan Standar
Manusia yang Kompeten untuk
Operasional Prosedur bagi
tugas Pelayanan
aparat kecamatan dan kelurahan
Monitoring dan Evaluasi oleh Komisi Daerah Pengawas Pelayanan Publik yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat / Ombudsman tingkat Daerah
PENERAPAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU Dengan electronic Government melalui penerapan prinsip-prinsip Good Governance
Langkah sistematis seperti yang dipaparkan diatas merupakan deskripsi alur kerja dalam pengembangan / penerapan pelayanan prima di Kecamatan Setu. Langkah-langkah tersebut merupakan solusi untuk memberikan pelayanan prima di Kecamatan Setu. Tentu saja dengan langkah-langkah tersebut dapat menjawab keinginan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang murah, transparan dan adanya kepastian serta tertib adminisgtrasi. Di sisi lain bila langkah tersebut dilaksanakan juga berdampak pada peningkatan kinerja aparatur pemerintah Kecamatan Setu, dan lebih pentingnya menimalisir terjadi praktik-praktik koruptif yang bukan hanya merugikan masyarakat, tapi juga membiarkan budaya birokrasi yang tidak mendukung pada penciptaan good governance di Kecamatan Setu. Secara terperinci, beberapa manfaat akan didapat dari penerapan pola pelayanan terpadu satu pintu di tingkat kecamatan dan kelurahan antara lain : 1. Bagi penyelenggara pelayanan a.
Memudahkan dalam pengawasan internal dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan pengukuran kinerjanya
serta mengurangi intensitas komunikasi
aparat dengan pengguna pelayanan publik yang dapat menimbulkan terjadinya kolusi b.
Pelaksanaan pekerjaan dan tugas rutin aparat penyelenggara lainnya tidak akan terganggu karena pengguna pelayanan sudah disediakan tempat atau loket dan ruang tunggu khusus
c.
Biaya penyelenggaraan pelayanan publik lebih efisien
d.
Tidak memerlukan petugas pelayanan yang banyak, sehingga petugas yang ada dapat dimanfaatkan dan diberdayakan untuk pekejaan lainnya. Dengan demikian produktivitas karyawan akan semakin meningkat.
e.
Memudahkan dalam melakukan reenggineering (rekayasa ulang) setelah dilakukan evaluasi kembali terhadap apa yang telah berjalan dan kemudian disempurnakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
2. Bagi Pengguna Pelayanan (masyarakat) a.
Efisien dalam pengurusan pelayanan publik baik dari proses dan waktu pelayanannya/ kepengurusannya karena semua urusan hanya melewati satu pintu (loket) yang sudah disediakan
b.
Memberikan kepastian
dalam memperoleh pelayanan, karena tempat
pelayanannya (tempat yang dituju) sudah jelas yaitu melalui pintu/loket pelayanan baik pengajuan permohonannya maupun pengambilan hasilnya
c.
Terhindar dari oknum yang tidak bertanggung jawab (calo) dalam pengurusan pelayanan publik
Konsekuensi
logis
dari
penyelenggaraan
pelayanan
terpadu
satu
pintu,
maka
penyelenggara harus menyiapkan beberapa instrumen antara lain : 1.
Payung hukum sebagai landasan dalam penyelenggaraan pelayanan publik terpadu satu pintu termasuk di dalamnya standar pelayanan dan SOPnya
2.
Ruang pelayanan (loket) termasuk ruang tunggu yang representatif dan nyaman
3.
Tenaga atau petugas yang handal dan profesional
4.
Sarana pendukung termasuk yang paling penting komputer
5.
Biaya penyelenggaraan pelayanan publik, meskipun perbaikan dalam pelayanan publik tidak harus berarti pengalokasian dana yang besar
6.
Sarana lainnya yang diperlukan seperti toilet, musholla, tempat parkir, kotak pengaduan dll
V. PENUTUP V.1. KESIMPULAN Berdasarkan data penelitian yang disajikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sbb. : 1. Secara umum, pengguna pelayanan publik telah merasakan adanya peningkatan atau perbaikan pelayanan publik yang dilaksanakan di kecamatan dan kelurahan, meskipun demikian masih terdapat sebagian pengguna pelayanan publik yang belum merasakan adanya peningkatan pelayanan publik tersebut secara signifikan. 2. Pelayanan publik yang dilakukan di tingkat kelurahan dan kecamatan masih lebih bersifat tradisional birokratis sehingga pengguna pelayanan belum mendapatkan pelayanan yang terbaik (prima). Hal ini karena pelayanan masih berspektif kepada
kepentingan
birokrasi/pemerintah
dibanding
dengan
berspektif
(mengutamakan) kepentingan pengguna pelayanan publik/masyarakat. 3. Perbaikan pelaksanaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di Kecamatan Setu masih lebih berorientasi kepada pelayanan yang sifatnya untuk memenuhi kewajiban pengguna pelayanan pengguna pelayanan publik.
dibanding dengan untuk memenuhi hak
4. Pola pelayanan publik yang dilaksanakan di kecamatan dan kelurahan masih sangat beragam, hal ini karena belum adanya standar pelayanan publik secara formal di tingkat kecamatan dan kelurahan / desa. 5. Kewenangan yang diberikan dalam melaksanakan pelayanan di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa masih sebatas pada pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan, belum menyentuh secara signifikan pelayanan pada pembangunan dan pelayanan utilitas 6. Dalam kaitan dengan keberadaan petugas pelayanan publik di tingkat kecamatan tidak menjadi kendala yang berarti dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini sangat berbeda dengan keberadaan petugas di tingkat kelurahan yang masih ada posisi jabatan struktural yang belum terisi. Tentu saja kekosongan posisi jabatan ini sangat mengganggu dalam memberikan pelayanan.
V.2. REKOMENDASI Berdasarkan berbagai kondisi eksisting dan permasalahan pelaksanaan pelayanan publik serta saran dan harapan dari masyarakat, maka diperlukan dilakukan langkah nyata guna menciptakan pelayanan prima di Kecamatan Setu antara lain meliputi :
1. Pola Pelayanan Dalam hal peningkatan pelayanan perlu dibuat pola pelayanan baku bagi kecamatan dan kelurahan dalam memberikan pelayanan. Hal tersebut untuk kesegaraman pola pelayanan yang dilakukan Kecamatan dan Kelurahan serta dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan. Rekomendasi yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan penerapan Pola Pelayanan Terpadu satu pintu di Kelurahan dan Kecamatan. 2. Pelimpahan Kewenangan Selain itu juga pelimpahan beberapa kewenangan pelayanan publik dari struktur organisasi yang lebih tinggi ke struktur organisasi yang lebih rendah dan merupakan front liner pelayanan publik perlu dilakukan dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat yang akan dilayani. Disamping itu, pelimpahan kewenangan juga dalam rangka mendistribusikan beban kerja secara proporsional sehingga pelayanan publik dapat dilakukan dengan baik dan memuaskan masyarakat.
3. Dukungan Kebijakan Rekomendasi lain terkait dengan peningkatan pelayanan di Kecamatan Setu adalah dukungan kebijakan dari pemerintah daerah. Hal ini untuk menegaskan dan memperkuat fungsi pelayanan di Kecamatan Setu.
VI. DAFTAR PUSTAKA Bayu Suryaningrat, 1992. Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan, , Jakarta : PT. Rineka Cipta, Cetakan keempat. Bayu Surianingrat, 1980. Desa Dan Kelurahan Menurut UU NO. 5/1979, Jakarta : PT. Rineka Cipta. Creswell, Jhon W., 1994. Research Design, Quantitave and Qualitative Approaches. California : Sage Publication, Inc Denhard, R, 1999. Public Admnistration: An Action Orientation, USA : Harcourt University Hartono Sunaryati, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Bandung : Alumni, 2000, Hal. 106. Irawan, Prasetya, 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu Sosial, Jakarta : Fisip UI Press Prasojo, Eko, 2006. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Jakarta: Fisip UI Press Tali Ziduhu Ndraha, 1991. Dimensi-dimensi Pemeirntahan Desa, Jakarta : Bumi Aksara, Cet. 3 Tjokrowinoto, Moeljarto, 2007. Pembangunan – Dilema Dan Tantangan, Jakarta, Pustaka Pelajar. Widjaja H.A.W., Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli Bulat dan Utuh, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003
Peraturan Undang – Undang pemerintahan Daerah Nomor 32 tahun 2004 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 2007 tentang Kelurahan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 28 tahun 2006 tentang
Pembentukan,
Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan Peraturan Daerah Jembrana nomor 7 tahun 2007 tentang pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan serta perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan Lain – lain Profil Kota Tangerang Selatan, Tahun 2009 Rencana pembangunan Jangka Menengah Desa (RPMJM Des)