BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Diskripsi Lokasi Penelitian Kota Salatiga adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan sepenuhnya dengan Kabupaten Semarang. Salatiga terletak 49 km sebelah selatan Kota Semarang atau 52 km sebelah utara Kota Solo. Secara
astronomi,
Salatiga
terletak
antara
1100.27'.56,81"
-
1100.32'.4,64" BT dan 0070.17'. - 0070.17'.23" LS. Kota Salatiga berada di daerah cekungan, kaki gunung Merbabu diantara gunung-gunung kecil antara lain gunung Gajah Mungkur, gunung Telomoyo dan gunung Payung Rong dengan ketinggian 450-825 mdpl dari permukaan air laut, hal inilah yang menjadikan kota Salatiga beriklim tropis, berhawa sejuk dan udara segar. Secara geografi, kota Salatiga berbatasan dengan wilayah kabupaten Semarang, adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: a. Sebelah utara : desa Pabelan, Pejaten, Kesongo, Watu Agung b. Sebelah timur : desa Ujung-Ujung, Sukoharjo, Bener, Nyamat c. Sebelah selatan : desa Sumogawe, Jetak, Patemon, Karang Duren d. Sebelah barat : desa Candirejo, Sraten, Gedangan, Polobogo
55
56
Relief kota Salatiga terdiri dari 3 bagian yaitu : daerah bergelombang 65% ( kelurahan Dukuh, Ledok, Kutowinangun, Salatiga, Sidorejo Lor, Bugel, Kumpulrejo dan kauman Kidul), daerah miring 25% (kelurahan Tegalrejo, Mangunsari, Sidorejo Lor, Sidorejo Kidul, Tingkir Lor, Pulutan, Kecandran, Randuacir, Tingkir Tengah dan Cebongan), serta daerah darat 10% (kelurahan Kalicacing, Noborejo, Kalibening dan Blotongan). Penggunaaan lahan di kota Salatiga sebagian besar lahan sawah digunakan sebagai lahan sawah berpengairan teknis (46,61 %), lainnya berpengairan setengah teknis, sederhana, tadah hujan dan lainlain. Sedangkan lahan kering yang dipakai untuk tegal/kebun sebesar 33,79 % dari total bukan lahan sawah. Dalam pembagian wilayah administratif, pada awalnya kotamadya Salatiga hanya terdiri dari satu kecamatan saja yaitu kecamatan Salatiga. Seiring dengan adanya pemekaran wilayah, kota Salatiga mendapatkan beberapa tambahan daerah yang berasal dari kabupaten Semarang. Hingga sekarang, secara administratif kota Salatiga terdiri dari 4 kecamatan dan 22 kelurahan. Kecamatan dan kelurahan tersebut meliputi: a. Kecamatan Sidorejo (kelurahan Blotongan, kelurahan Sidorejo Lor, Salatiga, kelurahan Bugel, kelurahan Kauman Kidul dan kelurahan Pulutan)
57
b. Kecamatan
Tingkir
(kelurahan
Kutowinangun,
kelurahan
Gendongan, kelurahan Sidorejo Kidul, kelurahan Kalibening, kelurahan Tingkir Lor dan kelurahan Tingkir Tengah) c. Kecamatan Argomulyo (kelurahan Noborejo, kelurahan Ledok, kelurahan
Tegalrejo,
kelurahan
Kumpulrejo,
kelurahan
Randuacir dan kelurahan Cebongan) d. Kecamatan Sidomukti (kelurahan Kecandran, kelurahan Dukuh, kelurahan Mangunsari, dan kelurahan Kalicacing) Kota Salatiga merupakan daerah yang berada dilereng gunung dengan luas wilayah 56.781 km². Kota Salatiga memiliki penduduk yang berjumlah 177.088 jiwa dengan kepadatan 3.12 jiwa/km². Jumlah penduduk laki-laki 87.900 orang dan penduduk perempuan 89.188 orang. 2. Diskripsi Data Penelitiaan a. Lahan Yang Akan Dibebaskan Lahan atau tanah yang dibebaskan oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dan Tim Pengadaan Tanah (TPT) untuk proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo (ruas jalan Bawen-Salatiga) yang menghubungkan antara wilayah barat laut Salatiga hingga Salatiga bagian timur yaitu dari wilayah kelurahan Bugel hingga kelurahan Tingkir Tengah adalah seluas kurang lebih 14,17 Ha sepanjang 17,57 km yang terdiri dari 240 bidang ( kelurahan Bugel 51 bidang, kelurahan Kauman Kidul 124 bidang, kelurahan Kutowinangun 27 bidang, dan kelurahan Tingkir Tengah 38 bidang).
58
Tanah tersebut terdiri dari 9,09 Ha wilayah Kecamatan Sidorejo ( kelurahan Bugel 2,89 Ha dan kelurahan Kauman Kidul 6,20 Ha) serta 5,08 Ha wilayah Kecamatan Tingkir ( kelurahan Kutowinangun 2,54 Ha dan kelurahan Tingkir Tengah 2,54 Ha). Status tanah yang akan dibebaskan adalah tanah hak milik yang sudah bersertifikasi ( termasuk Letter C), dimana sebagian besar pemilik tanah tersebut telah menyatakan kesediannya untuk melepaskan hak atas tanahnya kepada Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dan Tim Pengadaan Tanah (TPT). Biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembebasan lahan ini sebesar Rp. 56 M yang bersumber dari investor ( Badan Layanan Umum BPJT) serta APBN. Pengalokasian dana itu sendiri Rp. 42 M untuk kecamatan Sidorejo dan Rp. 14 M untuk kecamatan Tingkir. Proses pembayaran sendiri sampai bulan April 2014 sudah mencapai presentase sebesar 58,90 % dari total keseluruhan ( kecamatan Sidorejo 54,75% dan kecamatan Tingkir 71,35%). b. Tata Cara/ Tahapan Pengadaan Tanah dalam Pembangunan Tol Kota Salatiga Pembangunan terutama untuk kepentingan umum memerlukan bidang tanah yang cukup, sedangkan pengadaannya perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pelaksanaan pengadaan tanah tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan prinsip penghormatan terhadap hak individu yang sah
59
atas tanah. Atas dasar pertimbangan ini maka dalam setiap pengadaan tanah diusahakan dengan cara yang seimbang dan memperhatikan status tanah yang diperlukan serta subyek yang memerlukan tanah tersebut. Secara sistematik dapat digambarkan dalam tabel 1 berikut ini Tabel 1. Tahapan Pengadaan Tanah No 1.
Tahapan Sosialisasi
Instansi Pelaksana BPJT, TPT, Tapem, BPN, P2T, Ciptakaru, Dinas Pertanian
2.
Pematokan ( Right Of
BPN, Ciptakaru, Dinas Pertanian, P2T
Way) ROW 3.
Pengukuran Ricikan
BPN, Ciptakaru, Dinas Pertanian, P2T
4.
Iventarisasi bangunan dan
DPU (Ciptakaru), BPN, Dinas Pertanian,
tanaman
P2T
Pengumuman hasil ukur
TPT, Tapem, BPN, P2T, Ciptakaru, Dinas
5.
Pertanian 6.
Musyawarah harga
Appraisal, TPT, P2T
7.
Pembayaran
TPT, BPN, Tata Pemerintahan, Bank yang ditunjuk, P2T
8.
Pelepasan hak
TPT, BPN
9.
Sertifikasi
BPN
Sumber: Data dari Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Salatiga, 2014 Tim Pengadaan Tanah (TPT) dan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Kota Salatiga bersama instansi pemerintah yang memerlukan tanah melaksanakan sosialisasi / penyuluhan untuk menjelaskan
60
manfaat, maksud dan tujuan pembangunan kepada masyarakat serta dalam rangka memperoleh kesediaan dari para pemilik. Sosialisasi / penyuluhan dilaksanakan di tempat yang ditentukan dalam surat undangan yang dibuat oleh Panitia Pengadaan Tanah Kota Salatiga, dan dalam pelaksanaannya dipandu Tim Pengadaan Tanah pembangunan tol ruas jalan Bawen-Salatiga. Untuk wilayah Salatiga, sosialisasi pengadaan tanah dilaksanakan di 4 kelurahan yaitu Bugel, Kauman Kidul, Kutowinangun dan Tingkir Tengah. Setelah diadakan sosialisasi dan penyuluhan mengenai rencana adanya pembangunan tol Semarang-Solo, TPT dan P2T beserta instansi terkait kota Salatiga memulai kegiatan pengadaan tanah dengan pematokan Right of Way (ROW). Pengukuran ROW dilakukan untuk mengetahui luas lahan milik warga yang terkena proyek secara detail. Pengukuran lahan untuk proyek tol SemarangSolo sesi tiga ditargetkan dalam waktu sebulan selesai dan akan dilakukan secara marathon mulai daerah Bugel, Kauman Kidul dilanjutkan di Kutowinangun dan terakhir diadakan di Tingkir Tengah. Setelah proses pengukuran ROW dilanjutkan dengan pengukuran ricikan, pengukuran ricikan dengan cara mengukur secara lebih rinci terhadap objek yang akan dilakukan pembebasan. Hasil dari pengukuran ricikan tanah dan inventarisasi bangunan,
kemudian
Satuan
Tugas
(Satgas)
kota
Salatiga
menghitung luas dan jenis bangunan serta jenis tanaman keras yang
61
terkena jalan tol guna penentuan besaran ganti rugi atas bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Kegiatan inventarisasi ini meliputi inventarisasi bangunan untuk mengetahui pemilik, jenis, luas, konstruksi, dan kondisi bangunan, dilakukan pengukuran dan pendataan oleh petugas dari Instansi Pemerintah kota Salatiga yang bertanggung jawab dibidang pembangunan di masing-masing wilayah kelurahan oleh Dinas Ciptakaru kota Salatiga; selain itu juga inventarisasi tanaman untuk mengetahui pemilik, jenis, umur dan kondisi tanaman, dilakukan pendataan oleh petugas dari Dinas Pertanian kota Salatiga. Setelah proses pengukuran selesai maka dilakukan pengumuman hasil ukur oleh P2T, TPT, BPN, Tapem, Dinas Pertanian dan Dinas Ciptakaru. Proses
selanjutnya
ialah
musyawarah,
pelaksanaan
musyawarah ini adalah untuk menetapkan besarnya ganti rugi yang akan diberikan Tim Pengadaan Tanah kepada warga yang terkena pengadaan tanah pembangunan jalan tol Semarang – Solo ruas jalan Bawen-Salatiga. Musyawarah yang dilaksanakan dalam pelaksanaan pengadaan tanah pembangunan jalan tol Semarang – Solo ini telah sesuai dengan prinsip-prinsip musyawarah yang tertuang dalam Pasal 31 s/d 38 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 junto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan
62
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Proses musyawarah dilakukan maksimal 3 kali setelah mencapai kesepakatan maka akan dilakukan pembayaran ganti rugi kepada para pemegang hak tanah. Pengadaan tanah untuk Pembangunan Jalan Tol SemarangSolo (ruas jalan Bawen-Salatiga) dimulai sejak tanggal 10 Januari 2012, yaitu sejak disetujuinya penetapan lokasi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/1/2012 tertanggal 10 Januari 2012 tentang Perpanjangan Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa di Provinsi Jawa Tengah. Pada tahap awal pengadaan tanah dilakukan permohonan penetapan lokasi pembangunan tol Semarang-Solo (ruas jalan Bawen-Salatiga) oleh Direktur Jenderal Bina Marga Nomor JL.02.01-Db/566 tanggal 29 November 2011 perihal pengajuan surat permohonan untuk memulai kegiatan Pengadaan Tanah Ruas Tol Bawen-Salatiga. Pemohon melengkapi permohonan ijin lokasi dengan keterangan mengenai lokasi tanah yang diperlukan khusus kota Salatiga (kelurahan Bugel, Kauman Kidul, Kutowinangun dan Tingkir Tengah), luas tanah yang dibutuhkan yaitu 14,17 Ha sepanjang kurang lebih 17,57 km, tujuan rencana penggunaan tanah pada saat permohonan diajukan adalah untuk pembangunan fasilitas umum berupa jalan tol rute Semarang-Solo.
63
Pemohon juga menyertakan uraian rencana proyek yang akan dibangun disertai keterangan mengenai aspek pembayaran dan lamanya pelaksanaan pembangunan. Pengajuan permohonan untuk tanah ini akan digunakan untuk proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo.
Tujuan
pembangunan
tersebut
seperti
yang
diungkapkan oleh Ibu Dra. Tatik Rusmiati, M.Kes kepala bagian Tata Pemerintaha kota Salatiga sebagai berikut: “seperti yang kita tahu, pembangunan tol ini tujuannya ya antara lain untuk memperluas jaringan jalan tol di pulau Jawa dalam rangka mengatasi kemacetan serta mengurangi kepadatan arus lalu lintas yang menghubungkan kota Semarang - kabupaten Semarang - kota Salatiga - kabupaten Boyolali - kabupaten Karanganyar dan kabupaten Sukoharjo. Selain itu pembangunan tol ini juga sebagai peningkatan perekonomian warga sekitar jalan tol” (hasil wawancara tanggal 19 Februari 2014). Saat ini tahapan proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga baru sampai pada tahap pembebasan lahan yang akan dibutuhkan pada proyek tersebut. Setelah menerima permohonan ijin tersebut, Gubernur Jawa Tengah kemudian memerintahkan kepada kepala kantor wilayah BPN Propinsi Jawa Tengah untuk mengadakan Koordinasi dengan Ketua BAPPEDA Propinsi Jawa Tengah atau Dinas Tata Kota dan Instansi terkait untuk bersama-sama melakukan penelitian mengenai kesesuaian peruntukkan tanah yang dimohon dengan Rencana Tata Ruang Wilayah atau Perencanaan Ruang Wilayah dan Kota.
64
Berdasarkan permohonan dan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Gubernur Jawa Tengah menetapkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/1/2012 tertanggal 10 Januari 2012
tentang
Perpanjangan
Persetujuan
Penetapan
Lokasi
Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa di Provinsi Jawa Tengah. Dalam Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) tersebut menyebutkan bahwa untuk wilayah Kota Salatiga yang terkena lokasi pembangunan Jalan Tol Semarang – Solo adalah kelurahan Bugel, Kauman Kidul, Kutowinangun dan Tingkir Tengah. c. Badan
Khusus
Pelaksanaan
Pembebasan
Lahan
Proyek
Pemerintah Dalam setiap kegiatan dalam proses pengadaan tanah, P2T (Panitia Pengadaan Tanah) dan TPT (Tim Pengadaan Tanah) memiliki tugas dan peran yang sangat besar dalam pelaksanaan pengadaan tanah tersebut. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/1/2012 tertanggal 10 Januari 2012 tentang Perpanjangan Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa di Provinsi Jawa Tengah, ditetapkan bahwa wilayah kota Salatiga yang terkena pembangunan tol yaitu wilayah kelurahan Bugel, Kauman Kidul, Kutowinangun dan Tingkir Tengah. Berkaitan dengan hal tersebut, maka Pemerintah Kota Salatiga membentuk
Panitia
Pengadaan
Tanah
bagi
Pelaksanaan
65
Pembangunan Jalan Tol kota Salatiga, panitia tersebut dibentuk oleh Pemerintah Kota Salatiga melalui Surat Keputusan Walikota Salatiga Nomor 590.05/341/2012, tertanggal 3 Juli 2012 tentang Panitia Pengadaan Tanah dalam Rangka Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa Provinsi Jawa Tengah di Kota Salatiga, Adapun susunan Kepanitiaan P2T dalam pengadaan tanah untuk proyek pembangunan Tol Semarang-Solo (ruas jalan Bawen-Salatiga) adalah sebagai berikut : Tabel 2. Susunan Kepanitiaan Pengadaan Tanah kota Salatiga No
Kedudukan dalam Dinas
Kedudukan dalam Tim
1.
Sekretaris Daerah
Ketua merangkap anggota
2.
Asisten I Pemerintahan
wakil ketua merangkap anggota
3.
Kepala BPN
Sekretaris merangkap anggota
4.
Kepala Bappeda
Anggota
5.
Kepala Ciptakaru
Anggota
6.
Kepala Dinas Pertanian
Anggota
7.
Kepala Tata Pemerintahan
Anggota
8.
Kabag Hukum Pemerintahan
Anggota
9.
Camat
Anggota
Sumber: data kantor Tata Pemerintahan Kota Salatiga tanggal 19 Februari 2014 Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Salatiga, Panitia Pengadaan Tanah ini bertugas: 1) Menerima hasil penilaian harga tanah, dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dari Lembaga Penilai Harga Tanah;
66
2) Mengadakan musyawarah dengan para pemilik dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi; 3) Menaksirkan dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang haknya akan dilepaskan; 4) Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemilik; 5) Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak; 6) Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan
tanah
serta
menyerahkan
kepada
Instansi
Pemerintah yang memerlukan tanah dan Kantor Pertanahan Kota; 7) Menyampaikan
permasalahan
disertai
pertimbangan
penyelesaian pengadaan tanah kepada Walikota apabila musyawarah tidak tercapai kesepakatan untuk pengambilan keputusan; dan 8) Melaporkan hasilnya dan bertanggung jawab kepada walikota. Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah diatas telah sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 junto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang tertuang dalam
67
Pasal 14 peraturan tersebut, bahwa Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum harus dibentuk Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten / Kota dengan Keputusan Bupati / Walikota. Susunan
dan
jumlah
Panitia
Pengadaan
Tanah
Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Dalam Rangka Pembangunan Jalan Tol Semarang - Solo ini sesuai dengan peraturan pelaksanaannya, yakni paling banyak 9 (sembilan) orang. Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas Panitia Pengadaan
Tanah
Bagi
Pelaksanaan
Pembangunan
Untuk
Kepentingan Umum Kota Salatiga, Ketua Panitia Pengadaan Tanah ( Sekretaris Daerah kota Salatiga) mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 590.05/54/2012 tanggal 5 Juli 2012 tentang Satuan Tugas Pengadaan Tanah dalam Rangka Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa Provinsi Jawa Tengah di Kota Salatiga. Tugas dari Satuan Tugas berdasarkan Surat Keputusan Panitia Pengadaan tanah Nomor 590.05/54/2012 tersebut adalah untuk membantu
Panitia
Pengadaan
Tanah
Bagi
Pelaksanaan
Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa Provinsi Jawa Tengah di Kota Salatiga dalam hal pembangunan jalan tol Semarang – Solo ruas Bawen - Salatiga adalah sebagai berikut : a) Membantu pelaksanaan tugas identifikasi dan inventarisasi atas tanah, tanaman, dan bangunan;
68
b) Membuat peta bidang tanah; c) Membuat daftar dari hasil identifikasi dan inventarisasi d) Melaporkan hasilnya dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Daerah selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah (P2T). Selain Panitia Pengadaan Tanah dan Satuan Tugas terdapat pula Tim Pengadaan Tanah yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 333/RPTS/M/2011 tentang Pembentukan Tim Pengadaan Tanah Jalan Tol tertanggal 8 November 2011. Susunan Kepanitiaan TPT (Tim Pengadaan Tanah) untuk proyek pembangunan Tol Semarang-Solo (ruas jalan BawenSalatiga) adalah sebagai berikut: 1) Ketua
: Heru Budi Prasetya, SH
(Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah) 2) Sekretaris : Sutikno, Amd (SNVT Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Jawa Tengah) Tim Pengadaan Tanah bertugas: a) Membantu P2T melakukan penyuluhan dan sosialisasi kepada pemegang hak atas tanah; b) Melakukan musyawarah mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dengan pemegang hak atas tanah;
69
c) Melaksanakan pembayaran ganti rugi hak atas tanah, bangunan dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah termasuk bangunan utilitas dan jaringan utilitas; d) Menyampaikan laporan penyelesaian pembebasan tanah dalam rangka serah terima tanah bebas untuk kepentingan dimulainya pekerjaan konstruksi. Panitia dan Tim Pengadaan Tanah bekerja bersama-sama dalam proses pelaksanaan pembebasan lahan di Kota Salatiga sesuai tugas dan perannya masing-masing secara berdampingan. d. Implementasi Kebijakan Pengadaan Tanah dalam Pembangunan Tol Semarang-Solo (ruas jalan Bawen-Salatiga) 1) Sosialisasi Tahap pertama yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dalam rangka melaksanakan kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol Semarang-Solo (ruas jalan Bawen-Salatiga) adalah persiapan sosialisasi pembebasan lahan yaitu pada tanggal 28 Februari 2012 di ruang Eksekutif Pemkot Salatiga yang diundang oleh Forkompinda Kota Salatiga sebagai tim pendamping. Forkompinda terdiri dari beberapa instansi antara lain Polres, Korem, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri serta DPRD kota Salatiga. Sosialisai awal dilaksanakan oleh BPJT ( Badan Pengatur Jalan Tol) tanggal 25 Januari 2013, dengan dasar Surat Kemen
70
PU Nomor UM.01.03-BT/503.A tanggal 30 November 2011 perihal Penyampaian ROW Plan Bawen-Solo. Sosialisasi dilaksanakan
di
tiap
kelurahan
yang
terkena
proyek
pembangunan tol. Sosialisasi tersebut disampaikan dengan maksud dan tujuan seperti yang diungkapkan oleh bapak Pri sebagai staf Tim Pengadaan Tanah ruas jalan Bawen-Salatiga yaitu: “kalau dalam sosialisasi kita selalu menyampaikan mengenai fungsi pembangunan tol dan masalah-masalah terkait tanah serta sekaligus meminta ijin untuk memulai kegiatan pengadaan tanah yang diawali dengan pemasangan pematokan ROW, selain itu tujuan dari sosialisasi ini nantinya agar bisa membujuk masyarakat agar tanahnya bersedia diserahkan untuk pembangunan jalan tol Semarang-Solo” (data hasil wawancara pribadi tanggal 2 April 2014). Sasaran dari sosialisai awal ini ialah masyarakat umum di kelurahan yang akan terkena proyek pembangunan tol. Sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat di sekitar wilayah Salatiga tentang rencana pembebasan tanah untuk pembangunan tol,
tahapan-tahapan
pengadaan
tanah
dan
ijin
untuk
melaksanakan pemasangan patok yang akan terkena jalan tol dengan jadwal sebagai berikut :
71
Tabel 3. Jadwal sosialisasi pemasangan patok No
Hari/Tanggal
Tempat
Yang Diundang
a.
Kamis, 22 Maret 2013 Kelurahan Tokoh masyarakat, RT, jam 13.00 WIB Kutowinangun RW, sejumlah 100 orang b. Selasa, 27 Maret 2013 Kelurahan Kauman Tokoh masyarakat, RT, jam 15.30 WIB Kidul RW, sejumlah 100 orang c. Kamis, 29 Maret 2013 Kelurahan Tingkir Tokoh masyarakat, RT, jam 13.00 WIB Tengah RW, sejumlah 100 orang d. Jumat, 30 Maret 2013 Kelurahan Bugel Tokoh masyarakat, RT, jam 16.00 WIB RW, sejumlah 100 orang Sumber : data kantor Tata Pemerintahan kota Sakatiga, 7 April 2014 Jadwal tersebut ialah untuk sosialisi guna menyampaikan jadwal pemasangan patok yang dilakukan di tiap-tiap kelurahan yang terkena pembebasan lahan. Untuk sosialisi ini, panitia mengundang tokoh masyarakat, ketua RT/RW serta warga terkena proyek (WTP). Tokoh masyarakat serta ketua RT/RW bertindak sebagai saksi. Sosialisasi dilakukan dalam kurun waktu yang berbeda-beda sesuai jadwal yang sudah ditentukan di masing-masing kelurahan. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Reno staf Panitia Pengadaan Tanah kota Salatiga sebagai berikut: “karena banyaknya warga yang terkena pembebasan lahan maka untuk jadwal sosialisasi ini kita tentukan hari untuk tiap masing-masing kelurahan. Ini karena kalau kita ya sebenarnya untuk lebih efisien bisa melakukan sosialisasi secara serentak tetapi karena warga yang terkena pembebasan begitu banyak maka sosialisasi ini kita lakukan di tiap-tiap kelurahan agar penyampaiannya bisa lebih optimal” (hasil wawancara tanggal 2 April 2014). Setelah dilakukan sosialisai dan ditentukan jadwal pemasangan patok ROW untuk masyarakat terkena proyek
72
(WTP) maka selanjutnya adalah pemasangan patok ROW yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2013. Sebelum pemasangan patok dilakukan, telah dilaksanakan sosialisasi pemasangan patok ROW kembali pada tanggal 17-20 September 2013. Adanya sosialisasi mengenai pengadaan tanah ini, masyarakat menjadi lebih memahami akan maksud dan tujuan adanya pembebasan lahan untuk pembangunan tol SemarangSolo di kota Salatiga. Tidak dipungkiri, dalam proses sosialisasi ini juga timbul beberapa hambatan, seperti yang diungkapkan dalam wawancara dengan bapak Reno staf Tim Pengadaan Tanah sebagai berikut: “proses sosialisainya memang berjalan lancar, namun tidak jarang ada beberapa masyarakat yang menganggap bahwa sosialisasi ini belum bisa memberi penjelasan secara jelas dan gamblang mengenai keuntungan jika mereka melepaskan hak tanah mereka dengan ketentuanketentuan yang berlaku, terutama bagi mereka yang maaf, notabennya berpendidikan kurang maupun pada warga yang sudah lanjut usia. Ketentuan disini maksudnya yaitu besarnya harga ganti rugi maupun luas tanah yang akan dibebaskan sesuai kebutuhan” (hasil wawancara tanggal 2 April 2014). Sosialisasi pengadaan tanah memang memiliki kendala, namun secara keseluruhan proses tersebut sudah mampu terlaksana dengan baik dan lancar sesuai harapan panitia pengadaan tanah. Masyarakat secara garis besar mendukung adanya kegiatan tersebut. Harapan masyarakat dengan adanya
73
proses sosialisasi ini akan mencegah adanya kecurangankecurangan dalam proses pembebasan lahan. 2) Inventarisasi Tahapan selanjutnya ialah inventarisasi yaitu dengan mendata warga terkena proyek (WTP)
dengan melakukan
pengukuran sesuai bidang. Kegiatan inventarisasi atas bidangbidang tanah yang telah ditetapkan batas-batasnya itu dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah dengan menugaskan petugas dari instansi yang bertanggung jawab dibidangnya masing-masing. Proses pengukuran sempat mengalami kesulitan karena sejumlah patok sementara yang telah di pasang beberapa waktu lalu sudah tertutup semak, sehingga petugas harus mencari kembali untuk menentukan titik lahan terkena proyek tol. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui luas lahan milih warga yang terkena proyek secara detail agar tidak muncul persoalan di kemudian hari. Dalam pengukuran ini, tim gabungan menggunakan teodholit dengan teknologi GPRS untuk mencapai akurasi luasan lahan mendekati kebenaran. Lokasi tanah yang terkena pembebasan lahan untuk proyek pembangunan tol Semarang-Solo (ruas jalan BawenSalatiga) di wilayah Kelurahan Bugel, Kauman Kidul, Kutowinangun, dan Tingkir Tengah kota Salatiga sesuai hasil penelitian penulis secara umum adalah pertanian dan sebagian
74
terdapat bangunan, sehingga petugas yang ditugaskan panitia untuk menginventarisasi hanya petugas yang mengangani secara khusus di bidang pertanahan, pertanian dan bangunan. Petugas khusus tersebut ialah a) Petugas Pertanahan Kota Salatiga, yang bertugas melakukan pengukuran
dan
pemetaan,
penyelidikan
riwayat
penguasaan dan penggunaan tanah guna mengetahui luas, status pemegang hak atas tanah yang bersangkutan; b) Petugas Kantor Dinas Pertanian Kota Salatiga, yang bertugas melakukan pendataan terhadap jenis tanaman yang terkena proyek pembangunan tol guna mengetahui pemilik, jenis, umur, dan koordinasi tanaman di lokasi tanah yang bersangkutan. c) Petugas Kantor Cipta Karya dan Tata Ruang (Ciptakaru), yang bertugas melakukan pendataan terhadap bangunan yang terkena proyek pembangunan tol guna mengetahui pemilik, jenis, dan bentuk/ tipe bangunan di lokasi tanah yang bersangkutan. Petugas-petugas tersebut diatas adalah merupakan satu tim dan melaksanakan tugasnya secara serentak, dibawah koordinasi panitia. Laporan hasil inventarisasi tim terpadu tersebut di atas ditanda-tangani masing-masing petugas yang melaksanakan tugas dan dilegalisir oleh atasan dan pimpinan instansi yang
75
bersangkutan dan selanjutnya diserahkan kepada panitia. Laporan hasil inventarisasi tersebut oleh panitia selama 1 (satu) bulan diumumkan di tujuh tempat, yakni : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Tingkir, Kelurahan Bugel, Kelurahan Kauman Kidul, Kelurahan Kutowinangun, serta Kelurahan Tingkir Tengah. Pengumuman hasil identifikasi dan inventarisasi atas penguasaan, penggunaan dan pemilikan tanah, bangunan, tanaman yang terkena pembangunan tol Semarang-Solo (ruas jalan Bawen-Salatiga) di kota Salatiga Nomor 590/249/011.1 dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 2013. Pengumuman dilakukan melalui kelurahan masing-masing wilayah yang terkena pembebasan. Setelah adanya pengumuman mengenai hasil perhitungan luas, masyarakat (WTP) boleh melakukan
komplain
dengan
waktu
1
minggu
setelah
pengumuman. Apabila ada WTP yang komplain mengenai hasil pengumuman dari petugas, maka Tim Pengadaan Tanah beserta dinas terkait akan melakukan pengecekan secara langsung. Namun selama pengumuman berlangsung tidak ada pihak lain yang merasa berkeberatan atas lokasi tanah yang terkena proyek pembangunan tol Semarang-Solo (ruas jalan Bawen-Salatiga). Hasil dari inventarisasi yang diumumkan antara lain kelurahan Bugel sebanyak 51 bidang dengan luas 2,89 Ha;
76
kelurahan Kauman Kidul 124 bidang dengan luas 6,20 Ha; kelurahan Kutowinangun 27 bidang dengan luas 2,54 Ha serta kelurahan Tingkir Tengah sebanyak 38 bidang dengan luas 2,54 Ha. 3) Proses Musyawarah dan Pemberian Ganti Rugi pada Warga Terkena Proyek (WTP) Musyawarah dilaksanakan setelah proses pengukuran dilakukan.
Pelaksanaan
musyawarah
ini
adalah
untuk
menetapkan besarnya ganti rugi yang akan diberikan Tim Pengadaan Tanah kepada warga yang terkena pengadaan tanah pembangunan jalan tol Semarang – Solo ruas jalan Bawen Salatiga. Dalam pelaksanaan musyawarah, hal-hal yang dibahas meliputi rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut serta bentuk dan/atau besarnya ganti rugi. Musyawarah bentuk dan/atau besarnya ganti rugi berpedoman pada kesepakatan para pihak, hasil penilaian tenggang waktu penyelesaian proyek pembangunan. Musyawarah dilaksanakan secara langsung dan bersamasama antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemilik yang sudah terdaftar dalam Peta dan Daftar yang telah disahkan. Musyawarah tersebut dipimpin oleh Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kota Salatiga. Ditinjau dari jumlah pemilik, tidak dimungkinkan terselenggaranya musyawarah
77
secara langsung. Musyawarah dilakukan secara bertahap sesuai dengan jadwal kelurahan masing-masing. Dari hasil musyawarah yang telah dilaksanakan di 4 (empat) kelurahan yakni Bugel, Kauman Kidul, Kutowinangun dan Tingkir Tengah, penulis memaparkan hasil musyawarah dari masing-masing kelurahan tersebut: a) Kelurahan Bugel Pada hari Selasa, 23 April 2013, Tim Pengadaan Tanah ruas jalan Bawen-Salatiga beserta P2T dalam rangka pembangunan jalan tol trans Jawa Provinsi Jawa Tengah kota Salatiga bertempat di balai kelurahan Bugel telah melaksanakan musyawarah ganti rugi tanah dengan Warga Terkena Proyek (WTP) dengan hasil sebagai berikut: 1. Tanah yang akan terkena pembangunan jalan tol Semarang-Solo kota Salatiga di wilayah kelurahan Bugel, kecamatan Sidorejo sebanyak 51 bidang berupa
tanah
pertanian
dan
non
pertanian
dikategorikan dalam 2 zona sawah dan 1 zona pekarangan oleh lembaga Appraisal (Tim Penilai Harga Tanah). 2. Tim Pengadaan Tanah menyampaikan zona penilaian harga tanah dari Appraizal sebagai berikut:
78
a. Tanah sawah zona 1 sebesar Rp 172.000,b. Tanah sawah zona 2 sebesar Rp 172.000,c. Tanah Pekarangan zona 1 sebesar Rp 288.000,3. Warga Terkena Proyek (WTP) minta ganti ruginya sebesar Rp 1.500.000,- untuk pekarangan Zona 1, sawah Zona 1 dan Zona 2. 4. Tim Pengadaan Tanah menyampaikan nilai tertinggi hasil penilaian Appraizal: a. Tanah sawah zona 1 sebesar Rp 230.000,b. Tanah sawah zona 2 sebesar Rp 220.000,c. Tanah Pekarangan zona 1 sebesar Rp 370.000,5. Musyawarah pada hari itu tidak / belum terjadi kesepakatan, kepada masing-masing pihak diberi kesempatan untuk berpikir dan dengan sesama pemilik tanah untuk disampaikan pada kesempatan musyawarah kedua yang waktunya akan ditentukan kemudian. 6. Setelah
musyawarah
pertama
belum
dicapai
kesepakatan, maka pada musyawarah kedua dicapai dengan
hasil
yaitu
Tim
Pengadaan
Tanah
menawarkan kepada peserta musyawarah apakah akan dilakukan tawar menawar lagi mengenai harga tanah atau langsung diumumkan harga maksimal yang
79
ditetapkan Tim Pengadaan Tanah. Dari hasil voting masyarakat, sebagian besar memilh langsung untuk diumumkan penetapan harga maksimal dari Tim Pengadaan Tanah. 7. Tim Pengadaan Tanah langsung mengumumkan kepada masyarakat mengenai harga tanah yang telah ditetapkan yaitu untuk kelurahan Bugel yaitu seharga Rp 370.000,-/m² dan Rp 220.000,-/m². b) Kelurahan Kauman Kidul Pada hari Senin, 29 April 2013, Tim Pengadaan Tanah ruas jalan Bawen-Salatiga beserta P2T dalam rangka pembangunan jalan tol trans Jawa Provinsi Jawa Tengah kota Salatiga bertempat di balai kelurahan Kauman Kidul telah melaksanakan musyawarah ganti rugi tanah dengan Warga Terkena Proyek (WTP) dengan hasil sebagai berikut: 1. Tanah yang akan terkena pembangunan jalan tol Semarang-Solo kota Salatiga di wilayah kelurahan Kauman Kidul, kecamatan Sidorejo sebanyak 124 bidang berupa tanah pertanian dan non pertanian dikategorikan dalam 2 zona sawah dan 3 zona pekarangan oleh lembaga Appraisal (Tim Penilai Harga Tanah).
80
2. Tim Pengadaan Tanah menyampaikan zona penilaian harga tanah dari Appraizal sebagai berikut: a. Tanah sawah zona 1 sebesar Rp 293.000,b. Tanah sawah zona 2 sebesar Rp 59.000,c. Tanah
Pekarangan
zona
1
sebesar
Rp
1.154.000,d. Tanah Pekarangan zona 2 sebesar Rp 357.500,e. Tanah Pekarangan zona 3 dan 4 sebesar Rp 265.000,3. Warga Terkena Proyek (WTP) minta ganti rugi: a. Tanah sawah zona 1 sebesar Rp 1.500.000,b. Tanah sawah zona 2 sebesar Rp 750.000,c. Tanah
Pekarangan
zona
1
sebesar
Rp
zona
2
sebesar
Rp
7.500.000,d. Tanah
Pekarangan
6.000.000,e. Tanah Pekarangan zona 3 dan 4 sebesar Rp 6.000.000,4. Tim Pengadaan Tanah menyampaikan harga tertinggi hasil penilaian Appraizal: a. Tanah sawah zona 1 sebesar Rp 400.000,b. Tanah sawah zona 2 sebesar Rp 80.000,-
81
c. Tanah
Pekarangan
zona
1
sebesar
Rp
1.620.000,d. Tanah Pekarangan zona 2 sebesar Rp 480.000,e. Tanah Pekarangan zona 3 dan 4 sebesar Rp 340.000,5. Musyawarah pada hari itu tidak / belum terjadi kesepakatan, kepada masing-masing pihak diberi kesempatan untuk berpikir dan dengan sesama pemilik tanah untuk disampaikan pada kesempatan musyawarah kedua yang waktunya akan ditentukan kemudian. 6. Setelah musyawarah berikutnya, maka disimpulkan bahwa harga yang ditawarkan oleh TPT dengan penawaran terakhir seharga Rp 1.620.000,-/m² untuk pekarangan
zona
1,
Rp
480.000,-/m²
untuk
pekarangan
zona
2,
Rp
340.000,-/m²
untuk
pekarangan zona 3 dan 4, Rp 400.000,-/m² untuk swah zona 1 serta Rp 200.000,-/m² untuk sawah zona 2. c) Kelurahan Kutowinagun Pada hari Senin, 22 April 2013, Tim Pengadaan Tanah ruas jalan Bawen-Salatiga beserta P2T dalam rangka pembangunan jalan tol trans Jawa Provinsi Jawa
82
Tengah kota Salatiga bertempat di balai kelurahan Kutowinagun telah melaksanakan musyawarah ganti rugi tanah dengan Warga Terkena Proyek (WTP) dengan hasil sebagai berikut: 1. Tanah yang akan terkena pembangunan jalan tol Semarang-Solo kota Salatiga di wilayah kelurahan Kauman Kidul, kecamatan Sidorejo sebanyak 27 bidang berupa tanah pertanian dan non pertanian dikategorikan dalam 2 zona sawah oleh lembaga Appraisal (Tim Penilai Harga Tanah). 2. Tim Pengadaan Tanah menyampaikan zona penilaian harga tanah dari Appraizal sebagai berikut: a. Tanah sawah zona 1 sebesar Rp 59.000,b. Tanah sawah zona 2 sebesar Rp 56.000,3. Warga Terkena Proyek (WTP) minta ganti rugi: a. Tanah sawah zona 1 sebesar Rp 500.000,b. Tanah sawah zona 2 sebesar Rp 475.000,4. Tim Pengadaan Tanah menyampaikan harga tertinggi hasil penilaian Appraizal: a. Tanah sawah zona 1 sebesar Rp 80.000,b. Tanah sawah zona 2 sebesar Rp 70.000,5. Musyawarah pada hari itu tidak / belum terjadi kesepakatan, kepada masing-masing pihak diberi
83
kesempatan untuk berpikir dan dengan sesama pemilik tanah untuk disampaikan pada kesempatan musyawarah kedua yang waktunya akan ditentukan kemudian. 6. Setelah musyawarah berikutnya, maka diperoleh kesimpulan bahwa harga tertinggi dan terakhir yang ditawarkan oleh TPT yaitu sebesar Rp 200.000,-/m² , Rp 190.000,-/m² dan Rp 177.650,-/m². d) Kelurahan Tingkir Tengah Pada hari Rabu, 24 April 2013, Tim Pengadaan Tanah ruas jalan Bawen-Salatiga beserta P2T dalam rangka pembangunan jalan tol trans Jawa Provinsi Jawa Tengah kota Salatiga bertempat di balai kelurahan Tingkir Tengah telah melaksanakan musyawarah ganti rugi tanah dengan Warga Terkena Proyek (WTP) dengan hasil sebagai berikut: 1. Tanah yang akan terkena pembangunan jalan tol Semarang-Solo kota Salatiga di wilayah kelurahan Kauman Kidul, kecamatan Sidorejo sebanyak 38 bidang berupa tanah pertanian dan non pertanian dikategorikan dalam 3 zona sawah dan 1 zona pekarangan oleh lembaga Appraisal (Tim Penilai Harga Tanah).
84
2. Tim Pengadaan Tanah menyampaikan zona penilaian harga tanah dari Appraizal sebagai berikut: a. Tanah sawah zona 1 sebesar Rp 266.000,b. Tanah sawah zona 2 sebesar Rp 230.000,c. Tanah sawah zona 3 sebesar Rp 184.000,d. Tanah Pekarangan zona 1 sebesar Rp 616.000,3. Warga Terkena Proyek (WTP) minta ganti ruginya sebesar 10 kalilipat dari harga yang disampaikan Tim Pengadaan Tanah (TPT) dan meminta untuk zona sawah disesuaikan dengan ketersediaan air dan kesuburan tanah. 4. Tim Pengadaan Tanah menyampaikan harga tertinggi hasil penilaian Appraizal: a. Tanah sawah zona 1 sebesar Rp 370.000,b. Tanah sawah zona 2 sebesar Rp 310.000,c. Tanah sawah zona 3 sebesar Rp 240.000,d. Tanah Pekarangan zona 1 sebesar Rp 800.000,5. Musyawarah pada hari itu tidak / belum terjadi kesepakatan, kepada masing-masing pihak diberi kesempatan untuk berpikir dan dengan sesama pemilik tanah untuk disampaikan pada kesempatan musyawarah kedua yang waktunya akan ditentukan kemudian.
85
6. Setelah musyawarah berikutnya, maka diperoleh kesimpulan bahwa harga tertinggi dan terakhir yang ditawarkan oleh TPT yaitu sebesar Rp 800.000,-/m² untuk pekarangan zona 1, Rp 310.000,-/m² untuk sawah zona 1, Rp 240.000,-/m² untuk sawah zona 2 dan Rp 228.000,-/m² untuk sawah zona 3.
Dalam musyawarah, selain disampaikan mengenai harga yang akan dibayarkan, panitia juga menyampaikan mengenai sisa tanah yang kurang dari 100m² dapat diajukan permohonan ganti rugi sesuai dengan harga kesepakatan. Jika tanah yang hendak ditawarkan lebih dari 100m², maka ada tim peninjau sisa tanah. Mengenai hal tersebut bapak Heru Budi Prasetyo, SH sebagai ketua Tim Pengadaan Tanah mengungkapkan bahwa: “kalau ada masyarakat yang tanahnya terkena pembebasan lahan dan tanahnya terdapat sisa yang tidak terbebaskan, mereka tetap bisa mengajukan untuk permohonan ganti rugi dengan pertimbangan. Jika memang tanah tersebut sudah tidak bisa dimanfaatkan oleh warga, maka tanah tersebut bisa mendapat ganti rugi melalui tinjauan dari tim peninjau sisa tanah. Tim peninjau sisa tanah perlu mempertimbangkan berbagai aspek, misalnya jika mereka membangun jembatan akan lebih memakan biaya yang lebih banyak atau tidak jika dibandingkan dengan membeli sisa tanah tersebut” (hasil wawancara tanggal 2 April 2014). Setelah proses musyawarah di setiap kelurahan tersebut terlaksana, kemudian Tim Pengadaan Tanah memberikan pengarahan kepada warga/ peserta musyawarah bahwa harga
86
yang telah diumumkan tersebut merupakan harga maksimal yang telah ditetapkan oleh Tim Pengadaan Tanah jalan tol Semarang-Solo berdasarkan hasil penilaian dari Tim Aprraisal dengan didasarkan pada harga pasaran tanah di kelurahan Bugel pada tahun terakhir. Setelah musyawarah tersepakati, kemudian selanjutnya yaitu pengumpulan berkas yang sebelumnya oleh TPT pada saat musyawarah memberikan blangko kepada warga yang akan dibebaskan tanahnya. Blangko tersebut diminta untuk segera dilengkapi dan dikumpulkan kembali kepada TPT melalui kelurahan setempat. Warga terkena proyek (WTP) juga melakukan penandatanganan kesepakatan serta mengajukan surat pengajuan pembayaran (SPP). Proses selanjutnya setelah musyawarah tersepakati dan terlaksana
ialah
proses
pembayaran
ganti
rugi
kepada
masyarakat yang tanahnya akan dibebaskan. Dalam proses pembayaran ganti rugi, warga pemegang hak tanah harus menyerahkan sertifikat asli kepemilikan tanah dan kemudian warga akan mendapat surat pelepasan hak. Untuk tanah bersertifikat akan dibayar sejumlah 100% dari harga yang sudah ditentukan sedangkan untuk tanah Letter C ( tanah bersertifikat tetapi belum dilegalkan pemerintah) akan dibayar sejumlah 95%.
87
Proses pembayaran ganti rugi sampai bulan februari 2014 melalui beberapa tahap disetiap kelurahan, yaitu sebagai berikut: a) Kelurahan Bugel Pembayaran Tahap I pada tanggal 6 November 2013 sejumlah 17 bidang dengan uang ganti rugi sejumlah Rp 3.583.898.059,-. Pada tahap II dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 2014 sejumlah 17 bidang dengan uang ganti rugi sebesar Rp 3.324.154.471,-. Tanah/ bidang yang sudah dilakukan pembayaran ganti rugi seluas 1,97 Ha dengan total pembayaran ganti rugi sebesar Rp 6.908.056.530,-. b) Kelurahan Kauman Kidul Pembayaran tahap I dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2013 sejumlah 8 bidang dengan uang ganti rugi sejumlah Rp 7.174.733.408,-. Pada tahap II dilaksanakan pada tanggal 4 Desember 2013 sejumlah 11 bidang dengan uang ganti rugi sebesar Rp 1.599.018.574,-. Tahap III dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 2014 sejumlah 27 bidang dengan uang ganti rugi sebesar Rp 5.575.722.421,-. Pada tahap IV dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2014 sejumlah 16 bidang
dengan
uang
ganti
rugi
sebesar
Rp
1.739.315.435,-. Luas tanah yang dibayar yaitu 3,12 Ha
88
dengan total pembayaran ganti rugi sebesar Rp 16.088.789.838,-. c) Kelurahan Kutowinangun Pembayaran ganti rugi tahap I dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2013 sejumlah 1 bidang dengan jumlah Rp 271.200.000,-. Tahap II pada tanggal 25 September 2013 sejumlah 21 bidang dengan ganti rugi sebesar Rp 3.944.688.900,-. Luas lahan yang sudah dilakukan pembayaran seluas 2,17 Ha dengan total pembayaran sejumlah Rp 4.215.888.900,-. d) Kelurahan Tingkir Tengah Pembayaran ganti rugi tahap I dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 2013 sejumlah 5 bidang dengan uang ganti rugi sebesar Rp 1.236.199.190,-. Tahap II dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2013 sejumlah bidang
dengan
uang
ganti
rugi
sebesar
Rp
1.872.082.859,-. Tahap III tanggal 25 September 2013 sejumlah 8 bidang dengan jumlah pembayaran Rp 1.422.038.000,-. Tahap IV pada tanggal 11 Februari 2014 sejumlah 5 bidang dengan ganti rugi sebesar Rp 1.242.500.000,-. Luas lahan yang sudah dilakukan pembayaran ganti rugi yaitu 1,59 Ha dengan total ganti rugi sebesar Rp 5.772.820.049,-.
89
Total pembayaran yang sudah dilakukan oleh Tim Pengadaan Tanah (TPT) sampai bulan Februari 2014 yaitu Rp 32.985.555.317,- sejumlah 135 bidang dengan luas 8,84 Ha. Pembayaran dilakukan dengan cara mengundang secara langsung warga pemilik lahan untuk menerima ganti rugi tanah mereka, yang dilakukan di kantor kelurahan masing-masing. Pembayaran ganti rugi dilakukan secara transfer melalui bank yang sudah ditunjuk oleh panitia yaitu bank BRI. Jadi, setiap warga yang menerima pembayaran akan langsung menerima buka tabungan dan rekening pribadi yang langsung diperoleh dari bank tersebut, rekening tersebut berlaku untuk setiap satu kali transaksi pembayaran per orang. Dalam pembayaran ganti rugi, setiap warga harus melakukan penandatanganan berita acara pembayaran yang sudah disiapkan oleh Tim Pengadaan Tanah. Ganti rugi yang dibayarkan dalam rangka pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol ini hanya berupa uang. Tim Pengadaan Tanah jalan tol Semarang-Solo dalam menentukan besarnya ganti rugi didasarkan pada harga pasaran dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, sedangkan pemilik tanah meminta ganti kerugian yang nilainya jauh dari harga pasaran di masing-masing wilayah tersebut sehingga susah tercapainya kesepakatan antara Tim Pengadaan Tanah jalan tol
90
Semarang-Solo dengan pemilik tanah. TPT perlu bekerja ekstra dalam menghadapi para pemilik tanah untuk mencapai kesepakatan harga ganti rugi. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh bapak Heru Budi Prasetyo, SH sebagai ketua TPT jalan tol Semarang-Solo yaitu: “jika ada masyarakat yang belum bersepakat mengenai jumlah ganti rugi yang ditawarkan, maka Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/ Kota mengupayakan musyawarah kembali sampai tercapai kesepakatan besarnya ganti rugi. Selama musyawarah, TPT dan P2T akan terus melakukan pendekatan-pendekatan dengan warga pemilik tanah. Hal ini dimaksudkan agar warga memahami betul mengenai kepentingan umum serta maksud dan tujuan diadakannya pengadaan tanah ini” (hasil wawancara tanggal 2 April 2014). TPT mengharapkan kepada warga agar mau melepaskan tanah mereka karena lokasi pembangunan tol ini tidak mungkin untuk dipindahkan dan TPT telah menetapkan nilai ganti rugi diatas harga pasaran yang sebenarnya, penetapan harga ini dilakukan dengan pertimbangan nilai-nilai kemanusiaan. Apabila jangka waktu musyawarah yang ditentukan telah berakhir, maka TPT akan menyerahkan ganti rugi kepada pemilik dan dibuatkan Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi atau Berita Acara Penawaran Penyerahan Ganti Rugi. Apabila pemilik tetap menolak penyerahan ganti rugi atau tidak menerima penawaran ganti rugi, maka setelah jangka waktu yang ditetapkan oleh Panitia Pengadaan Tanah Kota Salatiga
91
membuat Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi. Jika pemilik tanah tetap menolak, maka berdasarkan Berita Acara tersebut, Panitia Pengadaan Tanah Kota Salatiga memerintahkan agar TPT menitipkan uang ganti rugi ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah bagi pelaksanaan pembangunan. Kemudian Panitia Pengadaan Tanah Kota Salatiga membuat Berita Acara Hasil Pelaksanaan Musyawarah Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Penetapan Bentuk dan/atau Besarnya Ganti Rugi yang ditandatangani oleh seluruh anggota Panitia Pengadaan Tanah Kota Salatiga, TPT dan para pemilik. 3. Hambatan dalam Pengadaan Tanah dan Upaya Penyelesaiannya Dalam setiap implementasi kebijakan pasti timbul adanya hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaan kebijakan tersebut. Hambatan tersebut timbul dari berbagai faktor. Dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga ini juga tidak lepas dari adanya hambatan-hambatan yang terjadi. Hambatan tersebut antara lain yaitu mengenai penetapan ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan tol di kota Salatiga. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan dan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai rencana
92
dan tujuan pembangunan jalan tol menjadikan kendala awal Panitia Pengadaan Tanah untuk melaksanakan pembebasan lahan. Adanya perbedaan pendapat serta keinginan setiap pemilik lahan dalam menentukan besarnya ganti rugi sangat menghambat kerja panitia dalam pelaksanaan pemberian ganti rugi karena sulitnya mencapai mufakat dalam musyawarah yang berlarut-larut, masyarakat cenderung mementingkan kepentingan individual atau nilai ekonomis tanah dan mereka meminta harga ganti rugi yang melebihi dari penilaian appraisal. Hambatan dalam pelaksanaan pembebasan tanah lainnya yaitu adanya data atau dokumen kepemilikan tanah yang tidak lengkap atau tanah yang tidak ada hak kepemilikannya. Hal tersebut sangat menyulitkan panitia maupun tim untuk menyelesaikan pembayaran ganti rugi karena tidak ada bukti/dokumen yang sah yang dijadikan barang bukti untuk dilakukan pembebasan lahan, padahal tanah tersebut merupakan tanah yang terkena proyek pembangunan tol. Secara tidak langsung, hambatan-hambatan yang terjadi tersebut akan menunda pembangunan jalan tol Semarang-Solo di kota Salatiga. Pada
setiap
kendala
atau
hambatan,
pasti
ada
upaya
penyelesaiannya agar proses tersebut tetap dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Penyelesaian hambatan tersebut dilakukan dengan adanya peran aktif dari instansi yang memerlukan tanah dengan melakukan pendekatan secara persuasif kepada para pemilik tanah yang bersikeras tidak mau melepaskan hak tanah mereka
93
karena tidak setuju dengan hasil musyawarah mengenai nilai ganti rugi yang akan diberikan. Jika pemilik lahan tetap bersikukuh untuk tidak menyerahkan tanah mereka maka jalan keluar yang diambil oleh instansi yang memerlukan tanah yaitu dengan jalan konsinyasi atau penitipan uang ganti rugi ke pengadilan. Penitipan ganti rugi di pengadilan ini dilakukan jika tidak ada kesepakatan nilai ganti rugi sedangkan musyawarah telah melewati jangka waktu 120 hari, yang berhak ganti rugi tidak dapat diketahui keberadaannya serta masih dipersengketakan kepemilikan tanahnya. Penitipan ganti rugi dilakukan oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah kepada ketua pengadilan negeri setempat yaitu kota Salatiga untuk memperoleh penetapan dengan melampirkan berita acara pembayaran ganti rugi, berita acara hasil pelaksanaan musyawarah dan penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi, keputusan Walikota, Gubernur dan Mendagri terhadap adanya keberatan, keterangan dan alasan penitipan ganti rugi serta surat-surat lain terkait penitipan ganti rugi. Menurut bapak Heru Budi Prasetyo, SH sebagai ketua Tim Pengadaan Tanah yang mengungkapkan ketidaksetujuannya mengenai konsinyasi yaitu sebagai berikut “kalau bisa masyarakat lebih memahami pentingnya pembangunan tol ini agar mereka setuju dengan nilai ganti rugi yang ditawarkan oleh tim. Karena jika sampai terjadi konsinyasi, ini akan malah merugikan berbagai pihak, baik warga pemilik lahan itu sendiri maupun tim pengadaan tanah. Kalapun sudah terjadi konsinyasi maka akan menunda-nunda proses pembangunan tol. Selain itu jika tim melakukan penitipan ganti rugi ke pengadilan maka seluruh biaya di pengadilan harus ditanggung oleh tim pengadaan tanah
94
dan warga pun mendapat ganti rugi belum tentu sesuai keinginan mereka. Karena keputusan konsinyasi ini ditetapkan menunggu keputusan dari Gubernur dan Walikota tentang surat keberatan dari warga pemilik tanah dan pada kenyataannya sebagian besar warga yang tidak setuju ini tetap tidak bisa mendapatkan harga tanah yang sesuai dengan keinginan mereka atau dengan kata lain harga yang ditawarkan tetap tidak bisa naik” (hasil wawancara tanggal 2 April 2014). Masalah mengenai dokumen atau sertifikat pemilik tanah yang tidak lengkap atau hilang, maka penyelesaiaannya yaitu dengan cara Tim Pengadaan Tanah dan Panitian Pengadaan Tanah membantu warga untuk melegalkan tanah mereka. Warga pemilik tanah dibantu untuk mengurus dokumen kepemilikan tanah mereka agar menjadi sah secara hukum melalui kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Untuk biaya pengurusan dokumen ini akan dipotong dari jumlah nilai ganti rugi yang diberikan. Seperti status kepemilikan tanah Letter C maka akan dibayar sejumlah 95% dari harga sertifikat. Upaya-upaya yang dilakukan oleh tim dan panitia pengadaan tanah menjadi salah satu cara agar pelaksaan pengadaan tanah dalam pembangunan tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga ini dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan yang hendak dicapai. Pelaksanaan pengadaan tanah ini sendiri bukan hanya untuk kepentingan satu pihak melainkan untuk kepentingan umum yang nantinya dinikmati oleh seluruh masyarakat karena adanya pembangunan tol SemarangSolo. Jadi disini diharapkan adanya kerjasama antar berbagai pihak guna kelancaran pelaksaan pengadaan tanah dalam pembangunan tol di kota Salatiga.
95
4. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Tol di Kota Salatiga Dalam pelaksanaan suatu kebijakan tidak bisa dipungkiri adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya baik yang bersifat positif maupun negatif, baik itu mendukung maupun menghambat. Demikian pula dengan implementasi kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol Semarang-Solo kota Salatiga ini terdapat beberapa faktor penghambat dan faktor pendukung. Faktor pendukung dan penghambat tersebut dapat dilihat dari Komunikasi (transmisi, kejelasan, konsistensi), Sumber daya (kualitas SDM dan kuantitas SDM serta sumber daya anggaran), Disposisi (pengangkatan birokrasi) dan Struktur Birokrasi (efektifitas struktur birokrasi, pembagian kewenangan dan hubungan antar unit-unit organisasi). a. Komunikasi Komunikasi menjadi salah satu faktor pendukung dan penghambat dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah dalam pembangunan tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga, faktor tesebut menjadi penentu keberhasilan implementasi kebijakan pengadaan tanah di kota Salatiga. Komunikasi tersebut mencangkup transmisi (transmission), kejelasan (clarity), dan konsistensi (consistency).
96
1) Dimensi Transmisi ( proses penyampaian informasi) Informasi mengenai kebijakan pengadaan tanah perlu disampaikan kepada berbagai pihak, selain kepada kelompok sasaran (masyarakat) juga kepada para pelaksana kebijakan (implementor).
Proses
penyampaian
informasi
kebijakan
pengadaan tanah ini disampaikan melalui pertemuan serta sosialisasi. a) Penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan Proses penyampaian informasi kebijakan pengadaan tanah dilaksanakan melalui rapat seluruh instansi-instansi serta tim/panitia yang bertugas atau berperan dalam pelaksanaan
pengadaan
tanah.
Seluruh
pihak
yang
bersangkutan saling berkoordinasi sesuai tugas mereka masing-masing agar dalam melaksanakan tugas dapat terkoordinir dengan baik. Dalam hal ini yang memegang peranan penting yaitu panitia pengadaan tanah yang dibentuk sesuai surat keputusan oleh Walikota Salatiga. Berikut
petikan
wawancara
dengan
kepala
Tata
Pemerintahan Kota Salatiga, Dra. Tatik Rusmiati, M.Kes : “sebelum panitia dan instansi-instansi terjun ke lapangan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, maka terlebih dulu kita semua dikumpulkan untuk diberi penjelasan-penjelasan mengenai apa saja yang akan kita laksanakan dalam melakukan pengadaan tanah. Jadi, nantinya kita semua mengetahui apa saja yang akan kita lakukan dan apa saja yang terkait dengan proses pelaksanaan
97
kebijakan pengadaan tanah ini. Dengan rapat tersebut sangat bermanfaat bagi kita agar nantinya kita juga bisa menyampaikan informasi yang tepat kepada masyarakat” (wawancara tanggal 19 Februari 2014). Dari pernyataan tersebut maka dapat dilihat jika penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan memang sangat penting guna kelancaran pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan jalan tol Semarang-Solo di kota Salatiga. Komunikasi terjalin bukan hanya saat rapat melainkan juga saat pelaksanaan kebijakan tersebut dari proses awal hingga akhir. Rapat penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan dilakukan tidak secara rutin, hal tersebut dikarenakan waktu yang tdak efektif jika dilakukan secara terus menerus. b) Penyampaian informasi kepada masyarakat (kelompok sasaran) Penyampaian
informasi
mengenai
kebijakan
pengadaan tanah dalam pembangunan tol Semarang-Solo di kota Salatiga kepada masyarakat menjadi hal yang paling penting dan utama. Hal ini karena proses awal dalam pelaksanaan pengadaan tanah ialah proses penyampaian informasi yaitu dengan sosialisasi kepada masyarakat khususnya yang terkena pembebasan lahan.
98
Panitia Pengadaan Tanah yang dibantu oleh Tim Pengadaan Tanah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan menyampaikan tujuan awal mengenai informasi pemahaman jalan tol sekaligus memohon ijin untuk memulai kegiatan pengadaan tanah di wilayah tersebut. Sosialisasi dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan oleh panitia. Penyampaian informasi ini dilakukan di wilayah/ kelurahan masingmasing yang terkena pembebasan lahan. Berikut petikan wawancara dengan staf Tim Pengadaan Tanah : “sosialisasi ini sangat penting dalam proses pelaksaan pengadaan tanah, karena dengan penyampaian informasi kepada masyarakat menjadikan kunci keberhasilan terlaksanannya pembebasan lahan. Panitia harus benar-benar mempersiapkan dengan baik apa yang akan disampaikan kepada masyarakat agar masyarakat merasa puas dan memahami tentang apa yang disampaikan” (wawancara pada tanggal 2 April 2014). Pada
proses
penyampaian
informasi
mengenai
kebijakan pengadaan tanah terkadang muncul hambatan yaitu masyarakat yang cuek atau tidak menganggap serius tentang apa yang disampaikan oleh panitia, hal inilah yang bisa menghambat pelaksanaan pengadaan tanah karena beberapa masyarakat yang kurang bisa mendukung.
99
2) Dimensi Kejelasan Kejelasan penyampaian informasi mengenai kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol Semarang-Solo di kota Salatiga ini dikatan sudah baik. Kejelasan informasi ini dirasakan oleh para pelaksana kebijakan (implementator) maupun masyarakat (kelompok sasaran). Para implementator mampu memahami apa saja yang terkait dengan kebijakan pengadaan tanah sehingga mereka bisa menyampaikan kembali informasi kepada masyarakat. Dari penyampain informasi tersebut, para implementator akan mengetahui tugas serta peran masing-masing sesuai dengan isi kebijakan pengadaan tanah. Dari sisi kelompok sasaran (masyarakat), penyampaian informasi yang dilakukan melalui sosialisasi juga bisa dikatakan cukup jelas, seperti yang diungkapkan oleh warga pemilik lahan di kelurahan Kauman Kidul sebagai berikut : “sosialisasi yang dilakukan oleh petugas saya kira sudah cukup jelas mbak. Sebelumnya masyarakat yang tidak mengetahui apa-apa perihal pembebasan lahan sekarang jadi tahu. Petugasnya juga waktu menerangkan dengan cara yang komunikatif, jadi kami warga merasa terbuka dengan apa yang disampaikan” (wawancara pada tanggal 20 maret 2014). Namun disisi lain, ada warga yang kurang bisa memahami apa yang disampaikan oleh petugas. Hal tersebut karena tidak semua warga yang terkena pembebasan lahan adalah orang yang
100
masih mampu jelas menerima informasi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan salah satu warga : “saya ini sudah tua mbak, kadang yo ra mudeng apa sing disampeke petugas kae, isone manut wae sing penting ora ngrugike warga”. (wawancara pada tanggal 20 Maret 2014). Dari petikan wawancara tersebut bisa dikatakan jika kejelasan informasi terkadang menemui kendala dari berbagai faktor yang dalam masalah ini yaitu karena faktor usia kelompok sasaran (warga). Oleh karena itu, para implementator perlu tindakan khusus agar seluruh informasi yang akan disampaikan dapat diterima baik oleh masyarakat untuk menghindari kesalahpahaman yaitu salah satunya dengan memberi kesempatan warga untuk bertanya jika belum paham tentang informasi kebijakan pengadaan tanah ini. 3) Dimensi Konsistensi Informasi
yang
disampaikan
mengenai
kebijakan
pengadaan tanah dalam pembangunan tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga di kota Salatiga sudah sesuai dengan peraturan dan pedoman yang ada. Konsistensi ini selalu menjadi pedoman agar pada pelaksanaan pengadaan tanah dapat berjalan dengan baik dan sesuai tujuan yang hendak dicapai. Dalam menyampaikan informasi harus mengacu pada peraturan yang sudah ada. Penyampaian informasi kebijakan pengadaan tanah
101
ini termasuk yang mengutamakan konsistensi, seperti yang diungkapkan oleh staf Tim Pengadaan Tanah sebagai berikut : “apa yang kita sampaikan kepada masyarakat harus benarbenar sesuai dengan pedoman dan peraturan. Kami tidak mau memberi harapan kepada warga dengan menyampaikan informasi yang melebih-lebihkan atau jika nantinya warga ada yang menuntut, kita sudah mempunyai pedoman yang bisa dijadikan barang bukti” (hasil wawancara tanggal 2 April 2014). Selain itu, konsistensi dalam komunikasi kepada warga juga terbukti dari pernyataan warga yang terkena pembebasan lahan yaitu sebagai berikut : “apa yang disampaikan petugas saat sosialisasi saya kira sudah sesuai dengan pelaksanaannya, sudah sesuai urutan dan tata cara yang disampaikan” (wawancara tanggal 20 Maret 2014). Apa yang disampaikan dalam proses komunikasi terutama dalam
penyampaian
kebijakan
pengadaan
tanah
dalam
pembangunan tol di kota Salatiga ini harus konsisten dan jelas agar para pelaksana kebijakan maupun kelompok sasaran tidak merasa bingung. Apa yang menjadi pedoman harus disampaikan dengan benar. b. Sumber Daya Sumber daya yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga yaitu sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya peralatan dan sumber daya kewenangan.
102
1) Sumber daya manusia (pelaksana kebijakan) Sumber daya manusia dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah pada pembangunan tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga tergolong cukup memadai jika dilihat dari peran dan fungsi masing-masing, walaupun jumlah sumber daya yang tidak banyak, namun para pelaksana kebijakan ini mampu bekerja dengan baik sesuai dengan tugas mereka masingmasing. Para pelaksana kebijakan dibentuk sesuai dengan surat keputusan yang sengaja dibentuk untuk melaksanakan proses pengadaan tanah dalam pembangunan tol di kota Salatiga. Pembentukan para pelaksana kebijakan ini dimaksudkan agar memperlancar
proses
pengadaan
tanah.
Para
pelaksana
kebijakan tersebut antara lain yaitu Panitia Pengadaan Tanah yang berjumlah 9 orang yang dibantu oleh Satgas (Satuan Tugas) berjumlah 20 orang serta Tim Pengadaan Tanah berjumlah kurang lebih 6 orang. Panitia pengadaan tanah (P2T) dibentuk sesuai Surat Keputusan dari Walikota Salatiga. Panitia tersebut bertugas untuk mendampingi warga dalam pelaksanaan pengadaan tanah, dari tahap awal yaitu sosialisasi hingga proses terakhir yaitu pelepasan hak tanah. Karena jumlah panitia yang terbatas maka Walikota Salatiga juga membentuk satuan tugas guna membantu proses pelaksanaan pembebasan lahan. Jika panitia saja yang
103
bertugas tidak akan bisa berjalan maksimal, seperti yang diungkapkan oleh staf Tata Pemerintahan kota Salatiga sebagai berikut : “panitia pengadaan tanah yang hanya 9 orang tidak mungkin bisa bekerja maksimal dalam menangani pelaksanaan pembebebasan lahan yang cukup rumit ini sedangkan masyarakat yang dihadapi saja sangat banyak. Maka dari itu, Walikota membentuk satuan tugas agar bisa bekerja bersama-sama dengan panitia pengadaan tanah” (wawancara tanggal 18 Februari 2014). Dalam mempersiapkan sumber daya yang baik dan optimal, maka setiap instansi yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah perlu dibekali dengan pengetahuanpengetahuan sebelumnya tentang segala sesuatu yang terkait dengan pengadaan tanah. Hal tersebut bertujuan agar dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Jika sumber dayanya sudah baik maka tidak dipungkiri pelaksanaannya pun bisa berjalan dengan baik pula. Pembekalan tentang kebijakan pengadaan tanah diadakan seperti halnya sebuah seminar mengenai seluk beluk pengadaan tanah terutama yang akan dilaksanakan di kota Salatiga. Disisi lain masih timbul kendala dalam sumber daya manusia ini, yaitu kedisiplinan SDM yang berbeda-beda sehingga terkadang menimbulkan perilaku yang berbeda pula. Seperti halnya jika dilakukan pembekalan, terkadang ada beberapa orang (perwakilan instansi) yang tidak menghadiri,
104
sehingga apa yang disampaikan tidak semua paham dengan jelas tentang kebijakan tersebut. Namun terlepas dari itu semua, kerjasama dari semua pihak menjadi modal penting dalam keberhasilan terlaksananya kebijakan pengadaan tanah. 2) Sumber daya anggaran Pelaksanaan
kebijakan
pengadaan
tanah
dalam
pembangunan tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga dapat terlaksana karena adanya sumber daya anggaran, karena memang persoalan utama dalam pengadaan tanah ini ialah pembayaran ganti rugi kepada warga yang terkena pembebasan lahan. Biaya atau anggaran yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembebasan lahan ini yaitu sebesar Rp. 56 M yang bersumber dari investor ( Badan Layanan Umum BPJT) serta APBN. Pengalokasian dana itu sendiri Rp. 42 M untuk kecamatan Sidorejo dan Rp. 14 M untuk kecamatan Tingkir. Anggaran yang tersedia tersebut murni untuk pembayaran ganti rugi kepada warga pemilik lahan, jadi tidak termasuk untuk dana sosialisasi maupun pengukuran. Ketersediaan anggaran tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah di kota Salatiga. Pengalokasian dana tersebut juga sudah digunakan
105
secara tepat yaitu untuk pembayaran ganti rugi dalam pembebasan lahan untuk pembangunan tol di kota Salatiga. 3) Sumber daya peralatan Sumber daya peralatan diperlukan untuk mendukung operasional pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah di kota Salatiga. Peralatan-peralatan tersebut antara lain peralatan untuk mengukur luas tanah/ bidang yang akan diambil alih haknya. Kendalanya, peralatan yang digunakan untuk mengukur luas tanah tersebut terbatas sedangkan bidang yang akan diukur luasnya mencapai 14,17 Ha yang tersebar di 4 kelurahan di kota Salatiga. Walaupun terkendala di alat pengukur, namun petugas tetap melaksakan tugasnya dengan maksimal sehingga tanah yang akan dikur bisa selesai dengan baik. 4) Sumber daya kewenangan Sumber
daya
lain
yang
cukup
penting
dalam
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol di kota Salatiga ini ialah sumber daya daya kewenganan, dimana para pelaku kebijakan diberi kewengan khusus untuk melaksanakan kebijakan sesuai dengan perannya masing-masing. Kewenganan yang diberikan sesuai dengan keputusan dari atasan. Panitia pengadaan tanah (P2T)
106
diberi kewenganan khusus oleh Walikota untuk melaksanakan segala proses pelaksanaan pengadaan tanah di kota Salatiga. Walikota memberi surat keputusan secara langsung kepada panitia yang menyangkut susunan kepanitiaan beserta tugas masing-masing. Dengan adanya kewenangan yang diberikan tersebut, maka para pelaksana kebijakan khususnya P2T dapat bekerja dengan baik. Selain itu pembentukanpembentukan tim juga telah diberi kewenangan masing-masing, pada Tim Pengadaan Tanah (TPT) kewenangan diberikan secara langsung menurut Keputusan Menteri, sedangkan untuk tim independen penilai harga tanah (appraisal) juga sudah memiliki kewenangan masing-masing, sehingga hal tersebut menjadi pedoman
utama
dalam
melaksanakan
tugas
maupun
menyelesaikan permasalahan dalam proses pengadaan tanah di kota Salatiga. Sesuai pernyataan yang disampaikan oleh ketua TPT jalan tol Semarang-Solo, bapak Heru Budi Prasetya, SH yang menyatakan : “semua tim yang bekerja dalam pelaksanaan pengadaan tanah ini bekerja sesuai dengan prosedur dan kewenangan masing-masing sesuai keputusan yang diberikan. Untuk TPT, kami memang dibentuk khusus untuk pelaksaan pembebasan lahan khususnya dalam proses pelaksanaan ganti rugi. Dari tugas yang diberikan tersebut kita mempunyai kewenangan penuh dalam menjalankan tugas ini, namun tetap saja kita harus memperhatikan prosedurprosedur yang sudah ada” (wawancara tanggal 2 April 2014).
107
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa keberhasilan suatu implementasi kebijakan pengadaan tanah tergantung juga pada sumber daya kewenangan yang diberikan kepada setiap pelaksana kebijakan. Walaupun masih timbul berbagai polemik dan masalah dalam proses pelaksanaannya terutama masalah dari masyarakat, namun pengadaan tanah ini tetap dapat berjalan dengan baik dan para pelaksana kebijakan dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan baik sesuai kewenangan yang diberikan. c. Disposisi (sikap para pelaksana) Sikap para pelaksana kebijakan dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol di kota Salatiga ini menunjukan sikap positif dan tanggungjawab. Seperti yang diungkapkan oleh ketua TPT jalan tol Semarang-Solo berikut ini: “kami bekerja sudah berusaha dengan sungguh-sungguh dan mendukung adanya pelaksanaan pengadaan tanah ini. Pengadaan tanah untuk pembangunan tol ini kan juga nantinya sangat bermanfaat untuk masyarakat, jadi kita ya harus mendukung sepenuhnya” (wawancara tanggal 2 April 2014). Selain itu sikap positif juga ditunjukan oleh masyarakat pemilik lahan sesuai kutipan wawancara sebagai berikut: “kami setuju dengan apa yang disampaikan petugas tentang adanya pembangunan tol di wilayah kota Salatiga, jadi kalau tanah kita akan dibebaskan maka dengan sukarela kami akan melepaskan tanah kami namun dengan syarat tidak merugikan masyarakat” (wawancara tanggal 20 Maret 2014).
108
Dari kedua pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelaksana kebijakan maupun sasaran kelompok menunjukan sikap positif terhadap pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah di kota Salatiga ini. Dengan adanya tanggapan positif dari berbagai pihak, maka akan memperlancar proses jalannya kebijakan tersebut dan pembangunan tol pun bisa segera terwujud setelah proses pengadaan tanah terlaksana dengan baik. Selain sikap positif, indikator disposisi/sikap pelaksana dalam implementasi kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol Semarang-Solo di kota Salatiga yaitu terdiri dari pengangkatan birokrat dan insentif. 1) Pengangkatan birokrat Pengangkatan birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol di kota Salatiga dilakukan sesuai dengan bidangnya masing-masing untuk melaksanakan tugas. Pengangkatan birokrasi khususnya untuk panitia pengadaan tanah (P2T) yaitu dari dinas/instansi-instansi kota Salatiga yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah. Pengangkatan birokrasi ini langsung oleh Walikota Salatiga melalui surat keputusan resmi. Panitia yang dibentuk sudah disiapkan sedemikian rupa untuk melaksanakan tugas masingmasing sesuai bidang agar tidak terjadi kesulitan yang berarti
109
karena mereka sudah memahami betul dengan bidang apa yang mereka kerjakan. 2) Insentif Terkait dengan pemberian intensif kepada para pelaksana kebijakan (P2T) terdapat anggaran khusus dari APBD yaitu 0,4% dari total pembayaran yang dilakukan dalam pembebasan lahan. Pemberian intensif kepada para pelaksana ini dilakukan guna memperlancar kinerja mereka. d. Struktur Birokrasi Struktur birokrasi akan memudahkan dan penyesuaian tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan bidangnya. Struktur birokrasi pada pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah ini mencangkup aspekaspek seperti struktur organisasi, pembagian wewenang serta hubungan antar unit-unit organisasi/instansi. Setiap tim yang bekerja dalam pengadaan tanah ini memiliki struktur organisasi masingmasing seperti yang sudah di bahas pada badan pelaksana pengadaan tanah sebelumnya. Struktur/pembagian tugas juga disesuaikan dengan peran instansi masing-masing. Untuk Panitia Pengadaan Tanah yang didalam struktur organisasinya terdapat dinas/instansiinstansi memiliki tugas sesuai bidangnya, yaitu BPN bertugas untuk mengukur dan mengurusi segala macam yang berhubungan dengan
110
tanah, Dinas Ciptakaru bertugas untuk mengukur bangunan yang akan terkenan pembebasan lahan, sedangkan Dinas Pertanian bertugas untuk mengukur, menghitung serta menafsirkan harga tanaman
yang
terkena
pembebasan.
Pembagian-pembagian
wewenang tersebut bertujuan untuk memfokuskan kinerja para birokrat agar dapat menjalankan perannya masing-masing. Jadi, adanya struktur birokrasi pada setiap tim yang bekerja dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah ini menjadi faktor penentu keberhasilan terlaksananya kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga di kota Salatiga. Namun, meskipun struktur birokrasinya sudah baik, terkadang muncul masalah intern dalan tubuh birokrasinya. Seperti masalah kemampuan masing-masing instansi yang berbeda-beda dalam menangani dan menjalankan tugas mereka masing-masing. Kemampuan disini antara lain mengenai kemampuan individunya yang berbeda-beda maupun sarana prasarana yang kurang memadai/ kurang mendukung untuk bekerja secara optimal. B. Pembahasan Implementasi kebijakan merupakan suatu tahapan yang sangat penting dalam serangkaian proses yang berupa tindakan-tindakan dari berbagai aktor untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan adanya aktivitas pencapaian tujuan sehingga mencapai adanya hasil kegiatan. Ripley dan Franklin (dalam Budi Winarno, 2012:148) mengungkapkan bahwa
111
implementasi memiliki arti apa yang telah terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan atau suatu jenis keluaran yang nyata. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 junto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang
Pengadaan
Tanah
Bagi
Pelaksanaan
Pembangunan
Untuk
Kepentingan Umum, dimana dalam kegiatan pengadaan tanah ini menggunakan pendekatan masyarakat yang tanahnya akan terkena proyek pembangunan Tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga melalui tahapan yang telah diatur dalam peraturan. Tahapan tersebut antara lain sosialisasi, pematokan
ROW,
pengukuran
ricikan,
inventarisasi,
pengumuman,
musyawarah harga, pembayaran, pelepasan hak serta sertifikasi. Pelaksanaan pengadaan tanah dalam rangka pembangunan Tol di kota Salatiga ini dilaksanakan oleh pemerintah kota Salatiga melalui keputusan Walikota. Melalui Surat Keputusan Walikota Salatiga Nomor 590.05/341/2012 tertanggal 3 Juli 2012, maka pelaksanaan pengadaan tanah di kota Salatiga di limpahkan melalui pembentukan Panita Pengadaan Tanah (P2T) yang diberi tugas masing-masing sesuai dengan bidangnya. Dengan adanya surat keputusan Walikota Salatiga, maka P2T secara langsung bertindak sesuai kewenangan yang diberikan. Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/1/2012 tertanggal 10 Januari 2012 tentang Perpanjangan Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa di Provinsi
112
Jawa Tengah, dalam Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) tersebut menyebutkan bahwa untuk wilayah Kota Salatiga yang terkena lokasi pembangunan Jalan Tol Semarang – Solo adalah kelurahan Bugel (51 bidang), Kauman Kidul (124 bidang), Kutowinangun (27 bidang) dan Tingkir Tengah (38 bidang). Sebuah kebijakan akan dapat diimplementasikan dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan apabila didalamnya terdapat kerjasama yang baik di berbagai elemen dan sumber daya yang mencukupi untuk pelaksanaan kebijakan tersebut. Namun dalam pelaksanaan implementasi kebijakan pengadaan tanah di kota Salatiga ini masih menemui berbagai kendala, baik dalam pelaksanaan kebijakan maupun kendala di lapangan. Sehingga pelaksaan pembebasan lahan di kota Salatiga ini belum berjalan dengan maksimal. Hal ini bisa dilihat dari masih terdapat sejumlah warga yang belum sepakat dengan harga ganti rugi yang ditawarkan oleh panitia untuk tanah mereka yang akan dibebaskan, mereka meminta harga yang jauh lebih tinggi dari harga yang ditawarkan tim penilai harga tanah (Appraisal). Dalam pelaksanaan pengadaan tanah di kota Salatiga ini, akan dipaparkan pembahasan mengenai
faktor-faktor
yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan menurut Edward III yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Peneliti mengacu pada model implementasi Edward III karena sangat berkaitan dengan apa yang diteliti dan dapat dianalisis sesuai dengan hasil penelitian. Dari hasil analisis indikator-
113
indikator
tersebut
maka
akan
menghasilkan
masukan
bagi
proses
implementasi dari kebijakan tersebut. a. Komunikasi Menurut Edward III dalam Widodo (2007:97), komunikasi diartikan sebagai “proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”. Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III dalam Widodo (2007:97) perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Komunikasi menjadi salah satu faktor pendukung dan penghambat dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah dalam pembangunan tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga, faktor tersebut menjadi penentu keberhasilan implementasi kebijakan pengadaan tanah di kota Salatiga. Komunikasi mencangkup transmisi, kejelasan dan konsistensi. Informasi yang terjalin antara pelaksana kebijakan (Panitia Pengadaan Tanah) dengan kelompok sasaran (masyarakat pemilik lahan) terjalin dengan baik melalui rapat maupun sosialisasi, selain itu informasi yang disampaikan juga cukup jelas dan konsisten tentang apa
yang
disampaikan
dengan
pelaksanaannya.
Penyampaian
informasi mengenai kebijakan pengadaan tanah di kota Salatiga
114
kepada masyarakat menjadi hal yang sangat penting dan utama. Hal ini karena proses awal dalam pelaksanaan pengadaan tanah ialah proses penyampaian informasi yaitu dengan sosialisasi kepada masyarakat yang terkena pembebasan lahan. b. Sumber daya Edward III dalam Widodo (2007:98) mengemukakan bahwa faktor sumber daya mempunyai peran penting dalam implementasi kebijakan. Menurut Edward III dalam Widodo (2007:98) bahwa sumber daya tersebut meliputi : sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya peralatan dan sumber daya kewenangan.
Sumber daya manusia dalam pelaksanaan pengadaan tanah di kota Salatiga tergolong sudah mencukupi, para pelaksana kebijakan dibentuk menjadi badan pelaksana pengadaan tanah yang terdiri dari P2T berjumlah 9 orang yang dibantu oleh Satgas yang berjumlah 20 anggota serta TPT yang berjumlah kurang lebih 6 orang. Untuk sumber daya anggaran, pada pengadaan tanah ini sebesar Rp. 56 M yang bersumber dari investor ( Badan Layanan Umum BPJT) serta APBN. Sumber daya peralatan pada pengadaan tanah di kota Salatiga masih terbatas, kurangnya alat untuk mengukur luas tanah menjadi kendala pada proses pengukuran bidang yang akan dibebaskan. Untuk sumber daya kewenangan, pada pengadaan tanah kewenangan yang diberikan sudah sangat baik sesuai dengan tugas instansi masingmasing.
115
Dalam mempersiapkan sumber daya yang baik dan optimal, maka setiap instansi yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah perlu dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan yang terkait dengan pengadaan tanah. Hal tersebut bertujuan agar dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Jika sumber dayanya sudah baik maka tidak dipungkiri pelaksanaannya pun bisa berjalan dengan baik pula. c. Disposisi
Pengertian disposisi menurut Edward III dalam Widodo (2007:104) dikatakan sebagai “kemauan, keinginan, kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan”. Sikap para pelaksana kebijakan dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol di kota Salatiga ini menunjukan sikap positif dan tanggungjawab. Pengangkatan birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol di kota Salatiga dilakukan sesuai dengan bidangnya masing-masing untuk melaksanakan tugas. Terkait dengan pemberian intensif kepada para pelaksana kebijakan (P2T) terdapat anggaran khusus dari APBD yaitu 0,4% dari total pembayaran yang dilakukan dalam pembebasan lahan.
116
d. Struktur birokrasi
Struktur (2007:106)
birokrasi
mencakup
pembagian kewenangan
menurut
Edward
aspek-aspek hubungan
seperti
III dalam struktur
Widodo birokrasi,
antar unit-unit organisasi dan
sebagainya. Struktur birokrasi akan memudahkan dan penyesuaian tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan tugas masingmasing sesuai dengan bidangnya. Struktur birokrasi pada pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah ini mencangkup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian wewenang serta hubungan antar unitunit organisasi/instansi. Setiap tim yang bekerja dalam pengadaan tanah kota Salatiga ini memiliki struktur organisasi masing-masing. Pembagian-pembagian
wewenang
tersebut
bertujuan
untuk
memfokuskan kinerja para birokrat agar dapat menjalankan perannya masing-masing. Hasil
penelitian
mengenai
kebijakan
pengadaan
tanah
dalam
pembangunan tol Semarang-Solo ruas jalan Bawen-Salatiga mempunyai keterkaitan dengan penelitian relevan yang dipilih oleh peneliti. Penelitian yang dipilih ialah Tesis dari Dwi Agus Purwanto, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang berjudul Kebijakan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dalam Pembangunan Jalan Lintas Selatan Pulau Jawa di Kabupaten Wonogiri tahun 2008. Peneliti memilih penelitian tersebut sebagai peneltian yang relevan karena peneliti merasa bahwa dari penelitian tersebut
117
menjelaskan bahwa pengadaan tanah menjadi sebuah pelaksanaan dari kebijakan publik yang dalam prosesnya juga menimbulkan beberapa konflik kepentingan. Penelitian inilah yang menjadi sorotan dimana dalam hal ini peneliti juga membahas proses pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah serta konflik yang terdapat dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga. Hasil penelitian yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan tol di Kota Salatiga dengan penelitian yang sudah ada yaitu mengenai pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah jalan lintas selatan di kabupaten Wonogiri mempunyai kesamaan dalam proses pelaksanaannya. Proses tersebut sudah sesuai tahapan pelaksanaan pengadaan tanah dari mulai tahap persiapan sampai tahap pelaksanaan hingga akhir pelaksanaan. Dalam penelitian yang dilakukan Dwi Agus Purwanto juga menggunakan indikator keberhasilan implementasi kebijakan menurut Edward III yang sama dilakukan pada penelitian mengenai pengadaan tanah dalam pembangunan tol di kota Salatiga. Kendala yang dihadapi juga hampir sama yaitu susahnya mencapi mufakat dalam penentuan besarnya ganti rugi pembebasan lahan, masih ada masyarakat yang belum memahami mengenai pengadaan tanah dalam rangka pembangunan kepentingan umum. Tujuan umum dalam kedua penelitian ini hampir sama yaitu untuk mengetahui proses pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah dalam pembangunan kepentingan umum serta mengetahui kendala dan upaya dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah.