Sebagai bagian dari suatu sistem bentang alam di wilayah A dan kedekatannya Kolam Segaran maka keduanya berpotensi memiliki hubungan fungsi tertentu. Hingga kini belum dapat disimpulkan fungsi spesifik bangunan dan tapaknya. Situs ini berisi sisa-sisa struktur pondasi bangunan yang membentuk sebuah persegi panjang dengan ukuran 41,73 meter x 27,8 meter.
3.2.1.3 Wilayah B - Candi Bajang Ratu Candi berbentuk gapura tipe paduraksa berukuran 11,5 meter x 10,5 meter tinggi 22 meter ini belum diketahui fungsinya kecuali sebagai ruang transisi antara ruang utara-selatan. Berdasarkan arah buka bekas struktur penggantung pintu besi maka orientasi bangunan adalah utara selatan. Lahan pusat seluas 9000 m2 berisi monumen. Lahan IIA seluas 1,38 hektar dan lahan IIB seluas 5000 m2 dan total luas rencana di situs Bajangratu adalah 2,8 hektar.
3.2.1.4 Wilayah B - Candi Tikus Pada wilayah B terdapat monumen Candi Tikus. Fungsi umum candi tipe petirtaan ini secara spesifik yang belum diidentifikasi dengan jelas kecuali sebagi pengatur debit air kanal kota dan waduk13. Tangga turun ke bawah sedalam kurang lebih tiga meter menuju tiga galeri pemandian yang dipisahkan maka berdasarkan ini orientasi bangunan adalah utara selatan. Galeri tersebut terendam air karena ditemukan 46 pancuran dengan kondisi 19 buah masih terpasang di bagian-bagian tertentu sedangkan sisanya disimpan dan dipamerkan di BPA. Denah candi secara keseluruhan berbentuk bujursangkar dengan sisi-sisi yang berukuran 22,5 meter. Lahan pusat seluas 2000 m2, lahan IIA seluas 7000 m2, dan lahan fasilitas IIB seluas 3200 m2. Total luas situs Candi Tikus yang direncanakan adalah 1,23 hektar (lihat Gambar III.26).
13
www.arkeologi.net/index1.php?id=view_news&ct_news=152
73
3.1.5 Wilayah C - Situs Pemukiman Nglinguk Situs pemukiman kuno Nglinguk merupakan situs yang digali bertahap dan terpisah-pisah. Sejumlah kotak gali yang berukuran 2x2 m menunjukkan adanya temuan pondasi yang apabila digabungkan menjadi suatu kesatuan strukturstruktur tertentu yang menunjukkan daerah ini dahulunya adalah bentang alam permukiman. Hal tersebut diperkuat pula dengan adanya temuan lepas berupa alat-alat rumah tangga berbahan tembikar dan keramik. Lebih jauh karena di tapak ini juga ditemukan sejumlah kowi14 dan lokasinya sangat dekat dengan desa Kemasan15 maka dapat disimpulkan pula bahwa dahulunya lokasi ini merupakan sentra industri logam emas. Lahan pusat seluas 2,052 hektar, lahan IIA seluas 3,086 hektar dan lahan IIB seluas 400 m2. Total rencana pengembangan situs permukiman Nglinguk adalah 5,182 hektar. Situs ini dikelilingi oleh situs-situs kekunaan berupa struktur-struktur dan umpak-umpak batu kuno yang berpencar di dalam lahan pusat (lihat Gambar III.27).
3.1.6 Wilayah C - Situs Candi Kedaton Di dalam situs candi Kedaton terdapat tiga bangunan utama. Pertama Candi Kedaton berupa struktur mirip panggung berukuran 8,5 m x 12,6 m dengan ketinggian 1,58 m dari permukaan tanah. Terdapat tangga naik di sisi baratnya sehingga orientasi bangunan ini adalah barat timur. Kedua adalah sebuah kompleks struktur pondasi dan dinding yang membentuk konfigurasi yang kompleks berada di dalam tanah. Kompleks ini diidentifikasi terdiri atas sembilan sisa fitur bangunan dikenal dengan nama Sanggar Pamelengan dan Sumur Upas karena di pusat kompleks ditemukan pula sumur yang konon menurut penduduk adalah mengandung upas/racun. Dengan posisi sedemikian rupa kompleks ini mendominasi tapak namun belum dapat diketahui fungsinya. Orientasi bangunan
14 Alat
pencetak dan pelebur logam kuno.
15 Kemasan sesuai namanya menurut catatan Miksic (Soebadio 1996, hal. 115) berasal dari kata emas maka wilayah (desa kuno) Kemasan berarti juga daerah perajin emas. Nama tersebut masih dikenal dan dipakai hingga kini. Desa Kemasan saat ini berada di sebelah barat tidak jauh dari tapak situs permukiman kuno Nglinguk.
74
3.1.10 Review Rencana Jalur Wisata Budaya16 Pengunjung atau wisatawan mempergunakan suatu pola perjalanan yang acak menuju situs-situs yang telah populer di kawasan Trowulan. Jarak antar obyek/ situs yang relatif berjauhan (lihat Gambar III.31) membuat kunjungan wisata dinilai tidak efisien. Di samping itu manfaat kunjungan berupa pelajaran-pelajaran mengenai gambaran kota kuno dan kesan kebesaran kerajaan Majapahit masih sulit tercapai.
Aspek jarak dapat diuraikan dengan menghitung dari pusat penetrasi kawasan kekunaan Trowulan yaitu pada perempatan utama jalan raya Mojokerto-Jombang dan jalan desa Trowulan-Bejijong. Jarak terjauh adalah Situs Candi Bhre Kahuripan (Wilayah G) sejauh 5,5 kilometer dan yang terdekat adalah Situs Kolam Segaran (Wilayah A) yaitu sejauh 800 meter. Untuk wilayah dan situs lainnya berjarak berkisar satu hingga tiga kilometer. Fasilitas transportasi umum belum dirinci secara jelas pada tahap ini sehingga saat ini pun kawasan Trowulan sebagai obyek wisata budaya masih mengandalkan alat transportasi mandiri atau pribadi17.
Di sisi lain dukungan prasarana informasi kepada wisatawan mengenai skenario kunjungan pun belum tersusun dengan baik. Kondisi demikian harus ditata kembali dengan konsep dasar pengembangan yang telah tersedia khususnya yaang berkaitan dengan aksesibiltas wisatawan, oleh karena itu seperti peningkatan mutu jalan dan penentuan jaringan rute wisata (Depdikbud, 1986:177) akan dipaparkan secara rinci pada ulasan berikut ini.
16 Istilah tersebut dipetik dari Rencana Induk Arkeologi Bekas Kota Kerajaan Majapahit di Trowulan (Depdikbud 1986:177) yang diartikan sebagai sistem perjalanan wisata di Trowulan. Hal tersebut disusun disesuaikan dengan konsep pengembangan yang dibahas di sub bab sebelumnya.
17 Pendapat yang senada juga telah dijadikan semacam skenario kunjungna ke Trowulan ynng dinilai paling unik di Indonesia di para mata wisatawan asing/manca negara. Do-it-yourself tourism in Trowulan, Duncan Graham, www.arkeologi.net pada Agustus 2005
79
Peningkatan mutu jalan meliputi jalur yang menghubungkan keberadaan situssitus kategori A pada wilayah prioritas seperti A, B, C, D dan E dan keberadaan jalan eksisting yang dipakai penduduk. Wilayah A berperan semacam pengendali pengembangan jalan-jalan di dalam jalur wisata budaya. Peningkatan mutu jalan dan penataan jalur dimulai dari kawasan A dan menyebar sesuai pola pusat (lihat Gambar III.31). Pada kawasan ini jalur eksisting sebagai jalur utama antar desa (khususnya desa Trowulan - Pakis). Secara khusus jalur ini yang berada di bagian barat sepanjang sisi terpanjang dinding kolam direkomendasikan untuk dipindah sejauh minimal 50 meter18 . Hal ini dipertimbangkan karena getarangetaran yang dihasilkan oleh kendaraan yang melintas di jalan tersebut dinilai mengancam kelestarian dinding kolam. Jalur eksisting ini direncanakan tetap berperan sebagai jalur utama antar desa. Prioritas pembuatan jalan baru tersebut hanya direncanakan di wilayah A ini dan wilayah lainnya berupa peningkatan mutu perkerasan dan pelebaran jalan. Lebar jalan di seluruh kawasan adalah berkisar antara 4,5 hingga 8 meter. Sebagian kecil jalur wisata budaya pada saat tersebut berupa perkerasan tanah (sekitar Candi Menakjinggo) dan batu (sekitar Candi Kedaton, Brahu dan Bhre Kahuripan) namun sebagian besar kawasan umumnya sudah dipekeras dengan aspal. Porsi kecil pada perhatian rencana berupa usaha-usaha perkerasan jalur tersebut maka langkah-langkah pelebaran jalan yang menjadi prioritas rencana. Pelebaran yang paling dominan terjadi pada jalur utara selatan dari perempatan wilayah A dan C menuju Situs Candi Tikus yaitu dilebarkan menjadi 10 meter karena jalur ini merupakan jalur utama antar kecamatan (Trowulan dan Jatirejo).
Selain ulasan-ulasan rencana umum di atas disusun pula rencana berupa penentuan rute jalur wisata budaya dengan alternatif-alternatifnya. Pada penerapan pola pusat (lihat Gambar III.31) menunjukkan peran wilayah A sebagai wilayah penerima wisatawan karena Situs Kolam Segaran dijadikan fokal mewakili seluruh kawasan karena kebesaran dan keterdekatannya dengan 18
Rencana Induk Arkeologi Bekas Kota Kerajaan Majapahit di Trowulan, Depdikbud 1986:180
80
3.2.3 Review RDTRK Ibukota Kecamatan Trowulan Mojokerto 2011 Kota Kecamatan Trowulan merupakan wilayah yang kondisi topografinya sebagian besar relatif datar dan beberapa kawasan kemiringannya 0-8 % ke arah timur. Luas wilayah 914,9 hektar meliputi wilayah administrasi tiga desa yaitu Desa Trowulan, Bejijong dan Kejagan berada di dataran rendah dengan ketinggian 56 m di atas permukaan laut. Karakter iklim di kawasan ini rata-rata 230 C dan curah hujan rata-rata 2000 mm.
Pertumbuhan penduduk rata-rata 1,2% per tahun. Jumlah penduduk pada tahun 1998 di kota kecamatan adalah 13.854 jiwa. Kepadatan rata-rata di Kota Kecamatan adalah 15 jiwa per hektar. Hal ini kontras dengan jumlah penduduk di kecamatan sejumlah 57.227 jiwa dengan kepadatan 2 jiwa per hektar yang berada di wilayah seluas 39.191 hektar.
Kota Kecamatan Trowulan mata pencaharian penduduk didominasi kegiatan bertani (49,43%) kemudian diikuti industri kerajinan (19,69%). Karakter profesiprofesi di atas tercermin pada bentang alam di Kecamatan Trowulan berupa persawahan, perladangan jagung dan perladangan tebu. Pada koridor kota dan desa bengkel terlihat para perajin bata, logam dan pahat batu.
Memandang kebutuhan ruang dan fasilitas pada pembentukan Kota Kecamatan Trowulan yang didasari potensi dan karakter lingkungan tersebut maka disusunlah Rencana Penggunaan Lahan khusus Kota Kecamatan Trowulan (lihat Gambar III. 34). Situs-situs kekunaan yang berada di kawasan kecamatan Trowulan dianggap sebagai landmark Kota Kecamatan Trowulan dan terdapat pengkhususan dalam menanganinya. Konsep pewilayahan dan penanganan khusus situs-situs tersebut dimasukkan ke dalam Rencana Obyek Khusus19 (lihat Gambar III.34). Kawasan kekunaan khususnya wilayah A, C, D dan E berada di kawasan pengembangan Ibukota Kecamatan Trowulan. Wilayah lainnya (B dan F) berada di Kecamatan 19
RDTRK Ibukota Kec. Trowulan Tahun 2001-2011, Pemkab Mojokerto, 2000:II-13
84
Trowulan. Meski terpisah mereka dimasukkan ke rencana Ibukota Kecamatan Trowulan dengan tetap merujuk Rencana Induk Arkeologi 1986 yang diulas pada sub bab sebelumnya (lihat Gambar III.23-29). Di samping itu lahan I, IIA dan IIB dimasukkan pada kelompok lahan-lahan pencadangan.
Wilayah dan situs-situs tersebut utamanya dibenahi dengan rencana pelengkapan sarana untuk tiap-tiap situs berupa penambahan trotoar dan penerangan jalan (lihat Gambar III.35) bertujuan untuk mengarahkan sekuen, memberi kenyamanan dan keamanan para wisatawan. Situs-situs yang dibenahi semacam itu adalah Kolam Segaran dan Candi Menakjinggo (wilayah A), Candi Bajang Ratu dan Candi Tikus (wilayah B), Situs Kedaton/Sumur Upas, Pendopo Agung, Kubur Panggung dan Troloyo (wilayah C) Candi Brahu (wilayah D), dan yang terjauh dari pusat Kota Kecamatan yaitu Candi Wringinlawang (wilayah E),
Pada rencana kontrol pengunaan lahan dan kaitannya dengan jumlah lantai bangunan yang akan dibangun maka disusun pula rencana KDB dan KLB (lihat Gambar III.35) yang bertujuan menjaga skala ruang terhadap lingkungan khususnya situs-situs kekunaan. Koridor utama di sepanjang jalur Surabaya Madiun terdapat pembatasan yang relatif ketat dan menumbuhkan bagian selatan koridor kota yang lahannya masih relatif luas dan kepadatan bangunannya rendah.
Peningkatan mutu jalan di dalam rencana rangkaian jalur regional telah direncanakan sebagai penunjang kegiatan ekonomi dan pariwisata di kawasan ini. Aspek-aspek teknis seperti usaha-usaha penyempurnaanya seperti pelengkapan sistem off-street parking dijadikan sebagai salah satu arahan strategisnya di masa yang akan datang (lihat Gambar III.36). Kota Kecamatan Trowulan akan dijadikan kota transit 20
karena adanya penetrasi jalur Surabaya-Madiun yang juga
merupakan ruas jalan transportasi utama di jalur antar provinsi Jawa-Bali. Menunjang keberadaanya maka ditempatkan sebuah sub terminal yang juga 20
RDTRK Ibukota Kec. Trowulan Tahun 2001-2011, Pemkab Mojokerto, 2000:II-7-12
85
merupakan bagian dari jaringan transportasi umum regional/antar desa (lihat Gambar III.36). Faktor kebersihan dan pelestarian lingkungan merupakan penunjang produktifitas dan efektifitas fungsi-fungsi ruang dan komunitas kota dan direncanakan suatu jaringan pipa air PDAM dan jaringan pembuangan sampah dan air kotor/drainase kota (lihat Gambar III.37). Penyediaan jalur tersebut umtuk mengantisipasi kebutuhan air minum Kota Kecamatan Trowulan sebanyak 2.458.692 liter di tahun 2011.
Distribusi air kotor dan sampah direncanakan berdasarkan asumsi pembuangan hasil perumahan, irigasi pertanian, industri kecil dan pengendalian dampak genangan air di jalan dan banjir. Air kotor disalurkan melalui saluran-saluran pematusan kota yang secara umum dengan desain yang terbuka. Jaringan utilitas pembuangan ini melalui got dan sungai kecil di sebelah kiri dan kanan jalur transportasi kendaraan. Sanitasi perumahan diasumsikan menggunaan teknologi resapan yang sudah dikenal. Sampah padat dan pendistribusiannya mempegunakan sistem pemusatan. Terdapat dua lokasi yang dianggap layak sebagai ruang konsentrasi pengumpulan sampah padat. Pemilihan posisi tersebut didasari pada syarat-syarat tertentu antara lain; radius jarak 2-7 km dari permukiman, air tanah yang relatif dalam (dua meter), dan frekuensi pemindahan yaitu tiap tiga hari dengan dump truck (asumsi kapasitas 6 m3)21 . Hal tersebut didasarkan pula pada proyeksi volum sampah di tahun 2011 adalah 52.451 liter.
21RDTRK
Ibukota Kec. Trowulan Tahun 2001-2011, Pemkab Mojokerto, 2000:III-46
86
G
SITUS BHRE KAHURIPAN KLINTEREJO
TAWANGSARI
PAKEMULONG
WONOREJO
SEKETI
AY A
KEDUNGMALING
TUMENGGUNG
KE
KALITANGI
N BATAS KECAMATA
SOKOANYAR KEJAGAN
WATESUMPAK
GENTEKAN
PANDANSILI
WONOSARI
SIDOMULYO
MO JO KE RT O-S UR AB
BLENDREN
JATISUMBER
MUTERAN WRINGINLAWANG JAMBUMENTE
BATAS KABUPATEN
D
CANDI BRAHU
E
GAPURA CANDI WRINGINLAWANG
MERJOYO
JATIPASAR
F
SITUS SITI HINGGIL
TEMBORO
KOMPLEKS CANDI GENTONG 1-2
TROWULAN
LEMAHGENENG
SEMANDING BEJIJONG
A
KEBOWUNI
MAKAM PUTRI CAMPA-KUBUR PANJANG SAMBISARI PALEM
PETIRTAAN KOLAM SEGARAN
TEGALAN
SITUS BATU TIANG
KEDUNGWULAN
CANDI MENAKJINGGO
BALAI PENYELAMATAN ARCA
JO
NGLINGUK
NG
BLENDOKULON
BATAS KE CA
KE
A MB
BELOH
N MATA
SITUS PERUMAHAN
BENDORANGKANG
BATOKBALUNG
KEMASAN
PENDOPO AGUNG
C
CANDI KEDATON
B KRATON
GAPURA CANDI BAJANG RATU
DINUK
SITUS LANTAI SEGI ENAM SENTONOREJO
PETIRTAAN CANDI TIKUS
PLINTAHAN
PERMAKAMAN TRALAYA
TEMON KEPITING
DRAINASE
TANGGALREJO
SELOMALANG
AIR BERSIH
PAKIS
KEDUNGLUMPANG
U
TPS
PETA SEBARAN SITUS-SITUS DAN OBYEK-OBYEK KEKUNAAN ERA MAJAPAHIT DI TROWULAN 0
OBYEK-SITUS KEKUNAAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM LANSEKAP (RIA 1986) MINTAKAT OBYEK-OBYEK KEKUNAAN TROWULAN DI DALAM JARINGAN JALUR WISATA BUDAYA (RIA 1986) JALUR-JALUR KANAL KUNO INTERPRETASI FOTO UDARA
100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
PETA GAMBAR ULANG SKALA 1:10.000 BERDASARKAN DOKUMEN ARAHAN SIE PEMUGARAN BP3 JATIM DAN DOKUMEN RENCANA INDUK ARKEOLOGI BEKAS KOTA KERAJAAN MAJAPAHIT DEPDIKBUD 1986
PARIT-IRIGASI-SUNGAI SUTT
Gambar III.38 Rencana Jaringan PDAM, Jalur Air Kotor dan pusatpusat pengumpulan sampah di Kota Kecamatan Trowulan. (Sumber: RDTRK Ibukota Kecamatan Trowulan, Pemkab Mojokerto 2001:III-31-35)
90
KUMITIR
Gambar III.39 Rencana Geometrik Jalan. (Sumber: RDTRK Ibukota Kecamatan Trowulan, Pemkab Mojokerto 2001:III-33)
3.3 Kesimpulan • Rencana pengembangan wilayah belum difokuskan pada pembahasan rinci fasilitas wisata di Trowulan. • Usaha-usaha pelestarian bentang alam sebagai pembentuk karakter dan identitas kawasan Trowulan belum dirinci. • Karakter lingkungan Trowulan masih relatif alami dan berpotensi rekreatif • Karakter lingkungan yang menonjol adalah adanya aktifitas pertanian dan kehidupan khas pedesaan, panorama bentang alam, suasana mistis kejawen dan lingkungan kekunaan Majapahit. • Terdapat pengaruh yang besar akibat sisa-sisa keberadaan kota Majapahit tercermin yang pada elemen fisik dan non-fisik bentang alam Trowulan khususnya daerah bekas ‘pusat kota’ Majapahit yang saat ini dikenal sebagai
91
wilayah administrasi Ibukota Kecamatan Trowulan dan Wilayah A sebagai area penerima wisatawan saat ini. • Situs Trowulan senantiasa terancam kerusakan khususnya pada situs kategori A yang memberi kesempatan pengunjung/pengamat menyentuh obyek, hal ini dinilai menjadi preseden buruk bagi pelestarian situs. • Metode pamer keseluruhan situs Trowulan dinilai kurang komunikatif dalam menggambarkan situs kota kuno dan mengabaikan beberapa elemen kota kuno penting misalnya fitur kanal, batu tiang dan sebagainya.
92