ISBN: 978-602-72412-0-6
Pembentukan Kader Konservasi Melalui Modul Konservasi untuk Pelestarian Burung di Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Bakut
Amalia Rezeki 1), Mochamad Arief Soendjoto 2) 1) Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Lambung Mangkurat, Jalan Brigjend.H.Hasan Basry, Kayutangi, Banjarmasin 70123; E-mail:
[email protected] 2) Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat, Jalan Ahmad Yani Km. 36 Banjarbaru 70714
Abstrak Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut merupakan kawasan konservasi ber-ekosistem lahan basah yang tergolong unik. Potensi fauna yang diprioritaskan di kawasan ini adalah bekantan, sehingga fauna lain seperti burung kurang diperhatikan. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun modul konservasi burung di kawasan Taman Wisata Alam Pulau Bakut dan menetapkan kader konservasi melalui pengukuran pengetahuan, kinerja dan sikap. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, yaitu calon kader konservasi selama mengikuti pendidikan dan pelatihan dinilai berdasarkan skor dan kriteria yang telah ditentukan, kemudian dianalisis secara deskriptif. Penelitian bertempat di kawasan konservasi TWA Pulau Bakut. Data penelitian yang dikumpulkan berupa modul konservasi serta penilaian pengetahuan, kinerja, dan sikap para calon kader konservasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pengetahuan calon kader konservasi dengan kategori minimal baik mencapai 83,33%, (2) kinerja calon kader konservasi dengan kategori minimal baik mencapai 100%, (3) sikap calon kader konservasi dengan kategori minimal baik mencapai 100%, (4) calon kader konservasi yang ditetapkan menjadi kader konservasi berjumlah 12 orang dengan kategori minimal baik. Kata kunci: kader konservasi, modul, burung, pulau bakut
I.
PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari Balai Konservasi Sumber Daya Kalimantan Selatan (BKSDA) Tahun 2008 terdapat 11 unit kawasan konservasi daratan yang tersebar di berbagai kabupaten dengan areal total seluas 100.001,668 hektar. Salah satunya adalah kawasan konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut yang terletak di Kabupaten Barito Kuala (BKSDA, 2008). Kawasan ini memiliki potensi fauna yang beragam, selain bekantan, potensi lainnya yaitu satwa burung. Satwa burung dapat dijadikan bioindikator lingkungan. Burung dapat dipergunakan untuk mendeteksi perubahan lingkungan dan untuk mencerminkan stabilitas habitat. Burung-burung raptor (bangsa elang dan bangsa burung hantu) dapat dijadikan
116
Pembentukan Kader Konservasi Melalui Modul Konservasi
bioindikator stabilitas habitat, karena burung-burung raptor menduduki puncak piramida makanan, yang sebenarnya berperan mengendalikan keseimbangan ekosistem (Riefani, 2009). Besarnya potensi yang dimiliki oleh TWA Pulau Bakut lantas tidak menjadikannya kawasan yang aman dari dampak negatif lingkungan sekitar. Keanekaragaman hayati TWA ini khususnya burung sekarang berada dalam ancaman. Ancaman tersebut berupa tekanan yang ditimbulkan oleh semakin padatnya lalu lintas pelayaran barang dan jasa, lalu lintas kapal-kapal tongkang pengangkut batubara, dan pembuangan sampah secara sembarangan oleh pengunjung tempat wisata Jembatan Barito. Hal ini tentunya dapat membahayakan keberadaan flora dan fauna yang ada didalamnya. Perhatian pemerintah dalam bidang konservasi sumber daya alam terus meningkat, namun tidak dapat berjalan dengan baik jika tidak ada dukungan dari masyarakat, terutama masyarakat yang bermukim di lingkungan sekitar TWA Pulau Bakut. Penanaman prinsipprinsip konservasi pada masyarakat perlu diciptakan agar terbentuk masyarakat yang sadar dan cinta lingkungan. Cara untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat salah satunya adalah dengan membentuk kader konservasi. Tujuan penelitian ini adalah menyusun modul konservasi burung dan menetapkan kader konservasi berdasarkan pengukuran pengetahuan, kinerja dan sikap.
II. METODE Pengumpulan data dilaksanakan ± selama 8 (delapan) bulan mulai bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Agustus 2013. Penelitian bertempat di kawasan Taman Wisata Alam Pulau Bakut yang termasuk ke dalam wilayah administrasi Desa Beringin, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala. Subyek penelitian adalah siswa sekolah SMA Negeri 1 Alalak kelas X, dan sampelnya sebanyak 12 orang yang mengikuti pendidikan dan pelatihan. Sampel ditentukan berdasarkan latar belakang tempat tinggal calon kader konservasi yang berdekatan dengan lokasi penelitian kawasan TWA Pulau Bakut, dan ditentukan berdasarkan hasil penjaringan calon kader konservasi dalam bentuk uji wawasan lingkungan dalam bentuk soal studi kasus lingkungan. Pendidikan dan pelatihan diselenggarakan selama 1 minggu dengan alokasi 25 jam pelajaran. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk menganalisa peningkatan pengetahuan, kinerja dan sikap kader konservasi setelah mengikuti kegiatan konservasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu: (1) data kuantitatif berupa hasil tes pengetahuan calon kader konservasi sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan konservasi; (2) data kualitatif meliputi hasil pengukuran kinerja dan sikap calon kader konservasi selama mengikuti kegiatan konservasi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembentukan kader konservasi melalui pengukuran pengetahuan, kinerja dan sikap memperlihatkan hasil sesuai dengan harapan. Berdasarkan data Tabel 1, jumlah kader sesuai dengan kriteria berjumlah 12 orang atau 100% setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan program konservasi.
117
ISBN: 978-602-72412-0-6
Tabel 1. Ringkasan hasil perhitungan pengetahuan, kinerja, dan sikap calon kader konservasi
No.
Aspek yang dinilai
1.
Pengetahuan Pre-test Post- test Kinerja - Diskusi - Membuat leaflet - Membuat poster - Penanaman bibit - Pelepasan burung - Pemandu wisata Sikap
2.
3.
Jumlah calon kader
∑ Calon kader yang dinilai Minimal baik (n)
Skor Min.
Max.
Rerata
n1
%
12 12
32 60
68 100
47,67 82,00
1 10
8,33 % 83,33 %
12 12 12 12 12 12 12
74 75 70 79 71 66 67
98 84 84 95 89 83 96
86,58 77,75 76,25 86,83 79,25 75,00 98,42
12 12 12 12 12 12 12
100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %
∑ Kader sesuai dengan kriteria (n) n2 % -
-
12 -
100% -
Dari 12 calon kader konservasi, 6 orang dengan kategori amat baik mencapai skor 84100, 4 orang dengan kategori baik mencapai skor 72-80, 2 orang dengan kategori cukup baik mencapai skor 67. Secara keseluruhan kinerja semua calon kader konservasi dapat dikatakan mencapai 100% sesuai kriteria. Penilaian sikap dari 12 calon kader konservasi diperoleh hasil 4 orang (33,33%) yang memenuhi kriteria amat baik dan 8 orang (66,67%) yang memenuhi kriteria baik. Penilaian skor dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah kuisioner. Skor tertinggi yang dicapai sebesar 96, sedangkan skor terendah sebesar 80. Penetapan kader konservasi ditetapkan setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan program konservasi melalui pengukuran pengetahuan, kinerja dan sikap. Calon kader konservasi yang ditetapkan menjadi kader konservasi adalah yang memenuhi penilaian dengan kategori minimal baik. Kader konservasi yang berhasil ditetapkan yaitu: 1. Aprina, ketercapaian 6 parameter dengan kategori amat baik 2. Ariyadi, ketercapaian 5 parameter dengan kategori amat baik 3. Dwiky Dharmawan, ketercapaian 5 parameter dengan kategori amat baik 4. Ernawati, ketercapaian 7 parameter dengan kategori amat baik 5. Miswati Arifin, ketercapaian 5 parameter dengan kategori amat baik 6. Murjani, ketercapaian 6 parameter dengan kategori amat baik 7. Nuraidati Rahmi, ketercapaian 6 parameter dengan kategori amat baik 8. Reni Septriani, ketercapaian 6 parameter dengan kategori amat baik 9. Riana Andan Dewi, ketercapaian 5 parameter dengan kategori amat baik 10. Rusda Marliana, ketercapaian 5 parameter dengan kategori amat baik 11. Venna Filosofia, ketercapaian 8 parameter dengan kategori amat baik 12. Widayanti, ketercapaian 7 parameter dengan kategori amat baik Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar calon kader dapat menguasai materi yang diberikan melalui modul konservasi dan pembelajaran langsung ke lingkungan. Tercapainya hasil yang baik oleh para calon kader diduga juga didukung oleh latar belakang tempat tinggal dan pengalaman mereka masing-masing. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, bahwa calon kader yang diberikan diklat, bertempat tinggal dan bersekolah di tempat yang lokasinya cukup dekat dengan kawasan konservasi TWA Pulau Bakut. 118
Pembentukan Kader Konservasi Melalui Modul Konservasi
Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Bloom dalam Sunarto (2006), faktor dasar yang berpengaruh menonjol pada kemampuan kognitif dapat dibedakan dalam bentuk lingkungan alamiah dan lingkungan yang dibuat. Perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka rnasing-masing dapat memperlancar prestasinya. Ungkapan senada oleh Trianto (2009), perkembangan kognitif sebagian besar tergantung kepada seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Selain pembelajaran ke lingkungan, pendidikan dan pelatihan calon kader konservasi menggunakan media belajar dengan modul. Penggunaan modul diduga turut mempengaruhi keberhasilan tingkat pengetahuan calon kader, karena materi modul disesuaikan dengan kondisi dimana penelitian dilaksanakan dan diberikan contoh-contoh yang konkret sesuai dengan kondisi lingkungan di kawasan TWA Pulau Bakut. Ketercapaian hasil sesuai dengan kriteria para calon kader konservasi diduga dengan diterapkannya pendekatan lingkungan dalam pembelajaran. Dampak positif dari adanya pembelajaran lingkungan pada siswa dilaporkan oleh Carrier (2010) dalam penelitiannya yang memaparkan bahwa siswa yang pembelajarannya berbasis lapangan menunjukkan kognitif yang lebih besar dibanding pembelajaran di kelas. Program-program lapangan mendorong reaksi afektif yang berbeda dibanding program kelas. Hal tersebut didukung pula dengan penelitian sebelumnya (Zaini,dkk, 2008; Lianah, 2008; Dwindiasih, 2011; Yulinda, 2011; Belawati, 2012; Krisnawati, 2012; Zulfiati, 2012; Ma’moon, 2013; Yulihastarmi, 2013), dimana para peneliti ini pada dasarnya menemukan hasil bahwa dengan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran, dapat meningkatkan hasil belajar dan pengetahuan tentang lingkungan. Selain itu, hasil ini diperkuat oleh Apriana (2012) dalam penelitiannya, bahwa pembelajaran biologi dengan pendekatan lingkungan mencapai hasil pembelajaran yang efektif, siswa menjadi lebih peduli terhadap hutan dan lingkungan terrestrial dengan melakukan tindakan konservasi secara nyata. Senada menurut Sa’ud (2008) pembelajaran langsung ke lingkungan memberikan makna tersendiri. Belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Terdapat hubungan antara bahan pelajaran dengan bahan lainnya, teori dengan praktek, bahan yang bersifat konsep dengan penerapan dalam kehidupan nyata. Selain pemerolehan pengetahuan lingkungan yang baik, kinerja para calon kader konservasi juga bagus berdasarkan ketercapaian paramater. Hasil ini didukung oleh penelitian Chang, dkk. (2011), bahwa pembelajaran ke lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja siswa. Siswa dapat memperoleh lebih banyak pengetahuan dan pengalaman serta dapat mengekspresikan berbagai opini dan perspektif yang menghasilkan keterampilan berpikir kritis. Pencapaian kinerja yang bagus didukung dengan adanya pembelajaran langsung ke lingkungan, seperti kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Krisnawati (2012) dan Zulfiati (2012) disimpulkan hasil yang sama, bahwa kinerja calon kader konservasi setelah mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan di lingkungan langsung menunjukkan aktivitas yang terkategori minimal baik. Hasil ini berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Simpson (1956) dalam Yulaelawati (2007), hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan 119
ISBN: 978-602-72412-0-6
bertindak individu. Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Temuan ini juga sejalan dengan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Belawati (2012); Krisnawati (2012); Zulfiati (2012), bahwa psikomotor calon kader siswa sudah sesuai dengan harapan yaitu dengan kategori baik. Beberapa alasan positif penggunaan lingkungan sebagai bahan, konteks, dan sumber belajar, adalah 1) lingkungan dapat memperkaya bahan dan kegiatan belajar, 2) Penggunaaan lingkungan memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna dan fungsional, sebab anak dihadapkan pada kondisi yang sebenarnya, 3) interaksi yang intensif dengan alam sekitar lebih cenderung menyiapkan perasaan dekat dan positif bagi siswa terhadap berbagai fenomena alam, 4) memberikan tantangan untuk berpikir kritis dan ber-problem solving, karena lingkungan menyediakan permasalahan yang ill-structured dan kompleks (Paidi, 2012). Senada dengan penelitian Conde (2010), bahwa dengan melibatkan siswa dalam pembelajaran lingkungan langsung dapat menimbulkan kesadaran hubungan mereka dengan lingkungan. Selain penilaian kinerja, para calon kader juga dinilai sikapnya, karena nantinya calon kader diharapkan mampu menjadi contoh terutama bagi teman sebayanya, lingkungan sekitar, dan masyarakat untuk dapat mendukung dan melestarikan kawasan TWA Pulau Bakut. Sikap memberikan pengaruh langsung kepada respon individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu. Sikap kepemimpinan erat hubungannya dengan kegiatan konservasi yang dilakukan. Seorang kader konservasi lingkungan semestinya memiliki sikap kepemimpinan yang kuat dan konsisten (Djaali, 2006). Temuan ini juga sejalan dengan penelitian Hidayati (2012); dan Wahyudi (2010), bahwa sikap dan motivasi kader sebagian besar baik setelah diberikan pendidikan dan pelatihan secara berkala. Ditambahkan oleh hasil penelitian Prihatin (2011), yang menyatakan bahwa santri yang mengikuti program konservasi memiliki sikap dan keterampilan yang tinggi yang terkait dengan permasalahan lingkungan. Hasil penetapan kader konservasi ini dapat dijadikan rekomendasi kepada pihak BKSDA Kalimantan Selatan untuk melibatkan kader konservasi dalam setiap kegiatan konservasi yang dilaksanakan di kawasan TWA Pulau Bakut, seperti penambahan pengetahuan tentang kawasan, bimbingan teknis, dan pemberdayaan untuk meningkatkan nilai ekonomis kawasan.
III. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: 1. Terjadi peningkatan pengetahuan, kinerja, dan sikap calon kader konservasi setelah diberikan modul konservasi dan mengikuti kegiatan konservasi di kawasan TWA Pulau Bakut menunjukkan hasil persentase 83,33% kategori minimal baik (pengukuran pengetahuan); 100 % kategori minimal baik (pengukuran kinerja); dan 100 % kategori minimal baik (pengukuran sikap). 2. Kader konservasi yang berhasil ditetapkan berdasarkan pengukuran pengetahuan, kinerja dan sikap sebanyak 12 orang atau persentase 100% dengan rata-rata nilai terkategori minimal baik.
120
Pembentukan Kader Konservasi Melalui Modul Konservasi
V. DAFTAR PUSTAKA Apriana, Evi. 2012. Pengintegrasian Konsep Biokonservasi dalam Pembelajaran Biologi sebagai Upaya Menumbuhkan Literasi dan Kesadaran Lingkungan di Kalangan Siswa. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, 12(1):1-6. Belawati, Octa. 2012. Pengetahuan Kepemimpinan, Proses Kinerja dan Berpikir Tingkat Tinggi pada Pembelajaran Konsep Objek dan Permasalahan Biologi melalui Pendekatan Lingkungan untuk Pembentukan Calon Kader Konservasi Mangrof. Tesis tidak dipublikasikan. Banjarmasin: Program Studi Magister Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat. BKSDA. 2008. Kawasan Konservasi Kalimantan Selatan. Banjarbaru: Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Carrier, Sarah J. 2009. Environmental Education in the Schoolyard: Learning Styles and Gender. Journal of Environmental Education, 40 (3). (Online). http://www.eric.ed.gov, diakses 12 September 2013. Chang, Cheng – Sian, dkk. 2011. The Study on Integrating Webquest with Mobile Learning for Enviromental Education. Computer & Education 57 (1). (Online). http://www.eric ed.gov, diakses 12 September 2013. Conde Maria del Carmen. 2010. The School Curriculum and Enviromental Education: A School Environmental Audit Experience. International Journal of Environmental and Science Education. 5(4): 477-494. Djali. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Dwindiasih, Wahyuli. 2011. Pemahaman Konsep Keanekaragaman Hayati dan Etika Lingkungan Siswa SMAN 3 Banjarbaru melalui Pendekatan Lingkungan. Tesis tidak dipublikasikan. Banjarmasin: Program Studi Magister Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat. Hidayati. 2012. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi dengan Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian Proses Keperawatan di Ruang Rawat Inap Paviliun Garuda Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Kariadi Semarang. Abstrak. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Krisnawati, Tri. 2012. Pembentukan Kader Konservasi melalui Modul Konservasi Berbasis Ekowisata untuk Pelestarian Cagar Alam Gunung Kentawan. Tesis tidak dipublikasikan. Banjarmasin: Program Studi Magister Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat. Lianah. 2008. Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Lingkungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Bervisi SETS terhadap Hasil Belajar Mahasiswa Biologi IAIN Walisongo Semarang. Tesis tidak dipublikasikan. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo. Ma’moon, Oma Era. 2013. Pengetahuan, Kinerja dan Sikap Calon Kader Konservasi melalui Pengembangan Modul Konservasi Anggrek di Loksado Kalimantan Selatan. Tesis tidak dipublikasikan. Banjarmasin: Program Studi Magister Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat. Paidi. 2012. Biologi, Sains, Lingkungan dan Pembelajarannya dalam Upaya Peningkatan Kemampuan dan Karakter Siswa. Prosiding Seminar Nasional IX. Solo. Universitas Sebelas Maret. 9(1):1418. Prihatin, Siti. 2011. Rancangan Program Pendidikan Konservasi di Pesantren Darul Muttaqien Bogor. Abstrak. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Riefani, Maulana Khalid. 2009. Sumber Daya Hayati sebagai Bioindikator (dalam Soendjoto, M.A. dan M. K. Riefani. Merindukan Alam Asri Lestari). Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat Press. Halaman 38-43. Sa’ud, S.U. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
121
ISBN: 978-602-72412-0-6
Sunarto, B. Agung. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana. Wahyudi, Eko. 2010. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi Kader dengan Penemuan Suspek Tuberculosis Paru di Puskesmas Kulon. Abstrak. Solo: Universitas Negeri Sebelas Maret Solo. Yulaelawati. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran, Filosofi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya. Yulinda, Ratna. 2011. Hasil Belajar, Kinerja, dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMA pada Pembelajaran Konsep Jenis dan Daur Ulang Limbah melalui Pendekatan Problem Solving. Tesis tidak dipublikasikan. Banjarmasin: Program Pascasarjana Magister Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat. Zaini, M. Dkk. 2008. Pengembangan Model Perangkat Pembelajaran Sains dan Matematika dan Penerapannya dalam Kegiatan Belajar Mengajar dengan Model Pembelajaran Sekolah Hijau (For The Greening School) untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat. Zulfiati, Ida. 2012. Kinerja dan Keterampilan Berpikir Calon Kader Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut di Taman Nasional Sebangau. Tesis tidak dipublikasikan. Banjarmasin: Program Pascasarjana Magister Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat.
122