1
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT AWAM TENTANG PENANGANAN PENDERITA HENTI JANTUNG DI DESA GUNUNGAN CANAN WEDI KLATEN
Manuscript
Oleh : Niko Cahaya NIM : G2A012003
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016
http://jurma.unimus.ac.id
2 PERNYATAAN PERSETUJUAN
Manusripst dengan judul
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT AWAM TENTANG PENANGANAN PENDERITA HENTI JANTUNG DI DESA GUNUNGAN CANAN WEDI KLATEN
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan Semarang, Agustus 2016
Pembimbing I
Ns. Chanif., S.kep., MNS
Pembimbing II
Ns. Sri Widodo., S.Kep., M.Sc.
http://jurma.unimus.ac.id
3
Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat awam tentang penanganan penderita henti jantung di desa gunungan canan wedi klaten
Niko Cahaya1, Chanif2 ,Sri widodo3 1
Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes UNIMUS,
[email protected] Dosen Keperawatan Gawat Darurat Fikkes UNIMUS,
[email protected] 3 Dosen Keperawatan Medikal Bedah Fikkes UNIMUS,
[email protected] 2
Abstrak
Kematian jantung mendadak atau henti jantung adalah berhentinya fungsi jantung secara tiba-tiba pada seseorang yang telah atau belum diketahui menderita penyakit jantung. Henti jantung penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia, hal ini disebabkan paling banyak karena faktor aliran darah di otot jantung. Tingginya angka kematian akibat henti jantung menyadarkan kita mengenai pentingnya penyelenggaraan pelayanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana. Henti jantung dapat dipulihkan jika tertangani dalam jangka waktu 8-10 menit dengan pijat jantung luar. Teknik pijat jantung adalah penanganan legal yang dilakukan oleh orang awam selama tidak ada orang medis yang tersedia ditempat kejadian peristiwa. Masyarakat di sekitar kejadian hendaknya mengetahui cara melakukan pertolongan pertama pada korban henti jantung, karena semakin cepat dan tepat pertolongan yang dilakukan maka akan semakin besar harapan korban diselamatkan. Kematian akibat penyakit jantung di kecamatan Wedi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan penanganan awal penderita kurang cepat dan tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat awam tentang penanganan henti jantung. Metode penelitian yang digunakan deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 217 responden. Hasil penelitian menunjukkan gambaran tingkat pengetahuan masyarakat awam dalam kategori kurang (58,1%), cukup (37,3), dan baik (4,5%). Sebagian besar warga belum mengetahui tentang cara pijat jantung untuk menangani penderita henti jantung. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian instansi kesehatan di daerah terdekat untuk memberikan edukasi, pendidikan kesehatan dan pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) kepada masyarakat Kata kunci
: henti jantung, tingkat pengetahuan
Abstract Sudden cardiac death or cardiac arrest is the cessation of heart function suddenly in someone who has or has not known to suffer from heart disease. Cardiac arrest is the number one cause of death worldwide, and this is the most widely because of the blood flow in the heart muscle. The high rate of death from cardiac arrest us aware of the importance of the implementation of integrated services for emergency patients both in everyday situations and in case of disaster. Cardiac arrest can be reversed if handled in a period of 8-10 minutes with external cardiac massage. Mechanical heart massage is performed by the legal handling of ordinary people as long as no medical person available on the spot events. Communities in the vicinity of the incident should know how to perform first aid on victims of cardiac arrest, because the more quickly and accurately help that
http://jurma.unimus.ac.id
4 do, the greater the expectations of victims rescued. Deaths due to heart disease in the district of Wedi from year to year has increased, this is because the initial treatment of patients less rapidly and precisely. This study aims to determine the level of knowledge of the general public about the handling of cardiac arrest. The research method used descriptive with a total sample of 217 respondents. The results showed picture of the level of knowledge of ordinary people in the poor category (58.1%), sufficient (37.3), and both (4.5%). Most citizens do not know about how to handle patients with cardiac massage cardiac arrest. This research is expected to increase awareness of health establishments in the nearby area to provide education, health education and training of basic life support (BHD) to the public Keywords: cardiac arrest, the level of knowledge
PENDAHULUAN Perubahan pola hidup yang terjadi meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan berperan besar pada mortalitas serta morbiditas. Penyakit jantung diperkirakan akan menjadi penyebab utama kematian diseluruh dunia, hal tersebut dimungkinkan dengan adanya peningkatan prevalensi penyakit jantung secara cepat di negara maju dan negara berkembang (Erawati, 2015). Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu, yakni penyebab 39% dari seluruh kematian di dunia (Depkes RI, 2012), dimana 60% diantaranya adalah penyakit jantung iskemik (WHO, 2012). Setelah penyakit jantung penyebab kematian terbanyak di dunia selanjutnya adalah penyakit Kanker 27%, Diabetes Melitus 4% dan penyakit pernafasan kronis, pencernaan, serta penyakit lain sebanyak 30% (Priyana, Irmalita, 2011).
Henti jantung dapat menyebabkan kematian otak dan kematian permanen terjadi dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit, ditandai dengan hilangnya kesadara, tidak teraba denyut arteri besar, henti nafas, warna kulit pucat sampai kelabu, dan pupil dilatasi. Henti jantung dapat dipulihkan jika tertangani segera dengan pijat jantung luar dan defibrilasi utuk mengembalikan denyut jantung normal, cara untuk memeriksa sendiri dengan cara look feel listen ( a.periksa kesdaran, b.periksa pernafasan, c.periksa nadi) dan segera minta bantua tenaga medis. Kesempatan pasien untuk bisa bertahan hidup berkurang 7 sampai 10 % pada tiap menit yang berjalan tanpa pijat jantung (Erawati, 2015). Inti dari penanganan henti jantung adalah kemampuan untuk bisa mendeteksi dan bereaksi secara cepat dan benar untuk sesegera mungkin mengembalikan denyut jantung ke kondisi
http://jurma.unimus.ac.id
5 normal untuk mencegah terjadinya kematian otak dan kematian permanen. Kunci penanganan kondisi kegawatan henti jantung, adalah harus adanya kesinambungan dari hulu (orang yang pertama kali menemukan) harus mempunyai pengetahuan tentang pertolongan pertama, pelayanan ambulans kegawatan, UGD, ICU, sampai ke hilir (pelayanan perawatandi bangsal) harus satu bahasa dalam memandang situasi kegawatan (Nawaningrum, 2015). Bantuan Dasar Hidup (HDB) harus diberikan kepada korban-korban yang mengalami henti napas, henti jantung, dan perdarahan. Namun seringkali enggan untuk menawarkan bantuan, karena takut jika mereka melakukan sesuatu yang salah. Kemudian akan dituntut atau digugat untuk luka (meskipun tidak diengaja) atau kematian. Penundaan penyelamatan atau perawatan darurat dapat menjadi faktor penentu dalam kelangsungan hidup korban (Basbeth, 2011). Tanpa disertai dengan pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan RJP adalah suatu hal yang sia-sia dan tidak akan memberikan hasil yang optimal. Kita harus mengakui bahwa saat ini sistem penanggulangan gawat darurat pra hospital di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan mulai dari fasilitas Automated External Defibrillator (AED) yang terbatas, minimnya pengetahuan masyarakat awam baik awam khusus maupun umum mengenai RJP dan penggunaan AED serta pusat informasi kegawat-daruratan yang tidak jarang sulit dihubungi dengan respon waktu yang lama, sehingga keterlambatan petugas medis untuk datang ketempat kejadian masih sering terjadi (Priyana &Irmalita, 2011).
METODE Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini mendiskripsikan dan mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat awam tentang penanganan penderita henti jantung. Sempel disini adalah warga desa gunungan RT 12 RW 07 yang berjumlah 217 responden dari 474 warga dan 120 kepala keluarga (KK). Alat pengumpulan data dengan kuisoner tingkat pengetahuan yang berjumlah 15 pertanyaan, proses penelitian berlangsung 2 bulan yaitu pada bulan mei-juli
http://jurma.unimus.ac.id
6
HASIL PENELITIAN
Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di RT 12 Desa Gunungan Canan Wedi Klaten bulan Mei-Juli (n=217) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Frekuensi 98 119 217
Persentase 45,2 54,8 100,0
menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 119 (54,8%) responden.
Tabel 2 Diskripsi Umur Responden di Desa Gunungan Canan Wedi Klaten bulan Mei-Juli (n=217) Karakteristik Umur
Median 42
Standar Deviasi 11,066
Minimum
Maksimum
18
58
menunjukkan deskriptif umur responden dimana responden rata-rata berusia 42 tahun dengan umur termuda adalah 18 tahun dan umur tertua adalah 58 tahun.
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pendidikan di RT 12 Desa Gunungan Canan Wedi Klatenbulan Mei-Juli (n=217) Pendidikan SD SLTP SLTA PT Total
Frekuensi 49 51 91 26 217
http://jurma.unimus.ac.id
Persentase 22,6 23,5 41,9 12,0 100,0
7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan terakhir adalah SLTA sebanyak 91 (41,9%) responden.
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pekerjaan di Desa Gunungan Canan Wedi Klatenbulan Mei-Juli (n=217) Pekerjaan Tidak bekerja Pelajar Buruh Petani Wiraswasta Swasta PNS Total
Frekuensi 8 10 63 86 9 22 19 217
Persentase 3,7 4,6 29,0 39,6 4,1 10,1 8,8 100,0
menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pekerjaan sebagai petani sebanyak 86 (39,6%) responden.
Tabel 6 Gambaran tingkat pengetahuan tentang Penanganan Penderita Henti Jantung di RT 12 Desa Gunungan Canan Wedi Klaten bulan Mei-Juli (n=217)
Kurang f 126
% 58,1
Tingkat pengetahuan Cukup f % 81 37,3
Baik f 10
% 4,5
menunjukkan tingkat pengetahuan responden terbanyak adalah kurang yaitu 126 (58,1%) responden.
PEMBAHASAN a. Karakteristik responden 1) Jenis kelamin Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 119 (54,8%) responden. Penelitian sebelumnya oleh Yuda (2015) tentang pengetahuan tentang penanganan kegawatdaruratan juga menunjukkan hasil yang sama, mayoritas responden perempuan sebanyak 23 (69,7%) responden dan laki-laki sebanyak
http://jurma.unimus.ac.id
8 10 (30,3%). Menurut teori Frame (2010) mengatakan bahwa keterampilan Bantuan Hidup Dasar (BHD) dapat diajarkan pada siapa saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki ketrampilan dan pengetahuan tentang (BHD) baik laki-laki maupun perempuan. Semua lapisan masyarakat termasuk masyarakt awam seharusnya diajarkan tentang bantuan hidup dasar (BHD)terlebih bagi para pekerja yang berkaitan dengan pemberian pertolongan keselamatan ( Europian Resusitacion Council, 2010).
Penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan baik pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebanyak 50%. Menurut penelitian Yuda (2015) tingkat pengetahuan dengan jenis kelamin perempuan lebih baik dibandingkan respon laki-laki mungkin dikarenakan perempuan lebih peka dibanding laki-laki.
2) Umur Penlitian ini menunjukkan umur responden dimana rata-rata berusia 42,00 tahun dengan umur termuda adalah 18 tahun dan umur tertua adalah 58 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Lumangkun (2014) tentang tingkat pengetahuan BHD pada polisi lalu lintas, dimana responden dengan usia 20-24 tahun sebanyak 30,8% dan usia > 40 tahun sebanyak 69,2%.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan baik terdapat pada usia 28 tahun. Hasil penelitian Turambi (2016) menunjukkan bahwa usia remaja-dewasa awal sebagai orang awam dapat melakukan pertolongan pertama pada siapapun dalam keadaan yang gawat darurat terutama pada orang yang mengalami henti jantung dan henti napas yang pada umumnya ditemukan oleh orang awam. Dimana peran orang awam sebagai penemu pertama korban sangat berpengaruh. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa jika di usia remaja, seseorang berada dalam tahap-tahap perkembangan dengan ciri khas mencari indentitas diri, rasa ingin mengetahui yang besar dalam mengembangkan kemampuan berpikir yang dapat mempengaruhi sikap dan perbuatan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Monks, 2009).
3) Pendidikan Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan terakhir adalah SLTA sebanyak 91 (41,9%) responden. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat
http://jurma.unimus.ac.id
9 awam di daerah desa Gunungan yang tidak meneruskan pendidikan yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan Lumangkun (2014) bahwa tingkat pendidikan responden penelitianterbanyak adalah SMA sebanyak 30 (76,9%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwatingkat pengetahuanmengenai penanganan penderita henti jantung dalam kategori baik terdapat pada jenjang pendidikan SLTA sebanyak (5,5%). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, dimana makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi, semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Pendidikan termasuk dalam faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat pengtahuan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengerahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting di kehidupan sehari-hari untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmojo, 2010).Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon yang lebih rasional trehadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut.
4) Pekerjaan Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pekerjaan sebagai petani sebanyak 86 (39,6%) responden. Kebanyakan masyarakat awam yang ada di desa Gunungan bekerja sebagai petani dan buruh, sehingga pengetahuan mengenai penanganan henti jantung kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dalam kategori baik tentang penanganan penderita henti jantung terdapat padapekerjaan PNS sebanyak 4 (21,1%) responden. Jenis pekerjaan pegawai negeri yang selalu bekerja atau mengajar dan berlatar belakang pendidikan lebih tinggi dibanding petani dan buruh membuat penyerapan materi pengetahuan dan perubahan sikap relatif lebih baik.
Hasil penelitian ini didukung oleh teori bahwa pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Ditinjau dari jenis pekerjaan yang sering berinteraksi dengan orang lain lebih banyak pengetahuannya bila dibandingkan dengan orang tanpa ada interaksi dengan orang lain. Pengalamn belajar dalam bekerja yang dikembangkan
http://jurma.unimus.ac.id
10 memebrikan pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalaman belajar dalam bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang merupakan keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik (Ratnawati, 2009).
b. Tingkat pengetahuan masyarakat awam tentang penanganan penderita henti jantung Tingkat pengetahuan tentang penangan penderita henti jantung di Desa Gunungan Canan Wedi Klaten dalam kategori kurang sebanyak 126 (58,1%) responden, hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan yang mayoritas responden adalah berpendidikan SLTA dan bekerja sebagai petani atau buruh.
Gambaran hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan masyarakat awam pada usia muda dan usia tua memiliki tingkat pengetahuan tentang penanganan penderita henti jantung yang kurang, dikerenakan tingkat pendidikan responden di desa Gunungan yang mayoritas berpendidikan SLTA. Faktor lain yang mempengaruhi dari rendahnya tingkat pengetahuan penanganan penderita henti jantung di desa Gunungan adalah faktor pekerjaan dan pendidikan. Kebanyakan responden lebih memilih untuk langsung bekerja di ladang atau sawah setelah lulus SLTA dan tidak meneruskan ke jenjang perguruan tinggi. Di desa Gunungan juga termasuk wilayah penghasil tanaman padi sehingga banyak masyarakat lebih memilih untuk menghabiskan waktu bekerja di ladang, bercocok tanam dan mengurus hewan ternak di rumah dari pada memilih untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Faktor pendidikan lain yang mempengaruhi rendahnya pengetahuan masyarakat awam tentang penanganan penderita henti jantung di desa Gunungan adalah lokasi perguruan tinggi yang jauh dari desa Gunungan Canan Wedi Klaten menjadi faktor banyak responden tidak memilih melanjutkan pendidikan.
Pengembangan suatu pengetahuan sesungguhnya tidak lepas dari pemberian informasi dan pelatihan. Di Desa Gunungan Canan Wedi Klaten sendiri juga belum pernah mendapatkan dan pengetahuan dan pelatihan tentang bagaimana cara penanganan penderita henti jantung sebelumnya, yang mungkin akan membuat masyarakat awam lebih paham dan mampu untuk mengetahui bagaimana cara bertindak dalam menangani penderita henti jantung di Desa Gunungan Canan Wedi Klaten.
http://jurma.unimus.ac.id
11
Hasil penelitian ini didukung dengan pengisian jawaban pada kuisioner tentang tingkat pengetahuan penanganan penderita henti jantung yang paling banyak jawaban benarnya pertanyaan nomor 1 yaitu dengan pertanyan (pengertian henti jantung) dengan prosentase (72.4%). Henti jantung merupakan hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak (Saptawati, 2011).
Pertanyaan kuisoner dengan jawaban benar paling sedikit tentang tingkat pengetahuan penanganan penderita henti jantung yaitu pertanyaan nomor 4 sebanyak 59 (27,2%)tentang (cara meminta tolong untuk membantu menyadarkan orang yang mengalami henti jantung), cara yang benar dilakukan dalam menyadarkan orang yang mengalami henti jantung yaitu dengan memanggil tenaga kesehatan atau medis terdekat. Menurut teori Alton (2011) tahapan penanganan penderita henti jantung yang pertama yaitu memeriksa kesadaran, tahapan kedua memeriksa pernapasan, tahapan ketiga memeriksa nadi, dan tahapan keempat memanggil bantuan medis. Jika mendapati seseorang yang mengalami henti jantung, sebisa mungkin untuk tidak panik dan diam saja. Tetapi, segeralah untuk menelepon unit gawat darurat terdekat atau rumah sakit terdekat untuk meminta bantuan ambulans beserta tenaga medis. Saat memanggil ambulans dengan telepon diharapkan menyebutkan nama, lokasi, nomor telepon, umur pasien, keadaan pasien secara singkat, dan menjelaskan secara singkat keperluan seperti peralatan medis, dokter, maupun perawat yang dibutuhkan untuk menanagani penderita henti jantung.
PENUTUP Karakteristik responden paling banyak berjenis kelamin perempuan yang berjumlah 119 (54,8%) dengan rata-rata umur responden yaitu 42 tahun. Mayoritas responden berpendidikan paling banyak adalah SLTA sebanyak 91 (41,9%), sedangkan mayoritas pekerjaan responden yaitu sebagai petani 86 (39,6%). Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat awam tentang penanganan penderita henti jantung di desa Gunungan, Canan, Wedi, Klaten RT 12 dalam kategori kurang 126 (58,1%).
http://jurma.unimus.ac.id
12 Hasil penelitian ini sangat bermakna yang pertama bagi masyarakat awam diamana penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya promotif, informasi bagi masyarakat awam dan memberikan manfaat sebagai upaya preventif dalam menangani penderita henti jantung, kedua puskesmas terdekat, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian puskesmas dalam memberikan pendidikan kesehatan, edukasi, dan pelatihan mengenai penananganan penderita henti jantung, ketiga bagi perawat, penelitian ini dapat dijadikan salah satu intervensi dalam memberikan edukasi, pelatihan, serta pemantauan kesehatan pada masyarakat awam untuk lebih mengerti tentang penanganan pnderita henti jantung.
KEPUSTAKAAN Basbeth. (2011). Cardiocerebral Resuscitation : Advances In Cardiac Arrest Rescitation. Jakarta Universitas Indonesia. Boston. (2014). Pertolongan Pertama. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/997/1/10E00560.pdf
di:
Cristie, Lh. (2013). Pengaruh Pelatihan Teori Bantuan Hidup Dasar Terhadap Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru Siswa-siswi SMA Negeri 1 Tolli. Manado : UN SAM Ratulangi. Dahlan. B. (2011). Keberhasilan Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak Di Ruang Resusitasi. Surabaya : Universitas Airlangga. Data Primer, Dinas Kesehatan Puskesmas Wedi Klaten. (2014-2015). Pasien meninggal mendadak di Wilayah Puskesmas Wedi Klaten. Erawati, P.D. (2015). Resusitasi Kardio Pulmoner (RJP) sebagai salah satu bekal ketrampilan profesi guru pendidikan jasmani Riset. Yogyakarta : FIK Universitas Negeri Yogyakarta. European Resuscitation Council Guidlines. (2010). http://www.cprguidelines.eu/2010/ Farrel, dkk. (2012). Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan Bantuan Hidup Dasar (BHD). Jakarta : EGC Frame, S. B. (2010). Basic and advance prehospital trauma life support. Missouri :Mosby. Hidayat, A.A. (2010). Metode Penelitian Kesehatan Tehnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Kompasiana. (2014). Kejadian Serangan Jantung dan Henti Jantung serta penanganannya di Indonesia. Koran Online Masyarakat Indonesia.
http://jurma.unimus.ac.id
13
Lumangkun, P. E dan Lucky T. Kumat. (2014). Hubungan karakteristik polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan bantuan hidup dasar (BHD0 di direktorat lalu lintas POLDA Sulawesi Utara. Jurnal keperawatan FK Universitas Sam Ratulangi Manado. Masyur. I. (2012). Statistika Deskriptif: Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan (Bio Statistik). Yogyakarta: Fitramaya; 2007. Maulana. (2013). Konsep Masyarakat. Yogyakarta : Nuha Medika . Monks. (2009). Tahap perkembangan masa remaja. Medical Journal New Jersey Muin. Maulana. (2013). Konsep Hidup Bermasyarakat. Jogjyakarta : Salemba Medika. Nawaningrum. (2015). Resusitasi Jantung Paru (RJP) Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR). Sumatra Barat : UNAND. Notoatmodjo, S.(2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat: Ilmu & Seni. Jakarta. Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta; 2010. Priyana, Irmalita (2011). Analisis Etik Terkait Resusitasi Jantung Paru. Jakarta. UNYARSI Pudiastuti (2013). Masalah Jantung & tindakan Keperawatan. Jogyakarta : Nuha Medika Riwidikdo, H. Statistik Kesehatan: Belajar mudah teknik analisis data Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). Yogjakarta: Mitra Cendikia Press; 2007. Saptawati. (2011). Penanganan Henti Jantung. Jakarta : EGC Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Surajiyo. (2010). Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Suryono. (2013). Masyarakat dan Pemerintah. Bandung : Cipta Karya Suyanto & Salamah. (2010). Riset Kebidanan: Metodologi dan Aplikasi. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press Soekanto. (2013). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha medika; 2010. Thygerson, Alton. (2011). Pertolongan Pertama Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: EGC
http://jurma.unimus.ac.id
14
Turambi, D.E dan Maykel Kiling. (2016). Pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) terhadap peniingkatan pengetahuan dan ketrampilan siswa kelas XI dan XII. Jurnal Keperawatan buletin sariputra, Vol.6 (2). Juni 2016. Widiyanto (2012). Serba-serbi penyakit akibat merokok (JANTUNG). Yogyakarta : Salemba Medika Yuda, H.T dan Putra Agina. (2015). Pengetahuan tentang enanganan kegawatdaruratan pada siswa anggota Hizbul Wathan di SMA Muhammadiyah Gombong. Jurnal ilmiah kesehatan keperawatan, Volume 11, No.3. November 2015.
http://jurma.unimus.ac.id