KINETIKA ADSORPSI Pb (II) PADA ABU LAYANG TERAKTIVASI
Wardani, R.K.*, Fahmi, M.Z. dan Permana, A,J. Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya,Indonesia
*E-mail:
[email protected] ABSTRAK Untuk mengembangkan pemahaman aplikasi yang lebih baik dari abu layang, dalam makalah ini, abu layang mentah diberikan perlakuan awal untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi ion. Produk dari proses aktivasi dengan larutan alkali dapat diteliti melalui morfologi permukaan dan perubahan term dari spektra FTIR. Dengan membandingkan abu sebelum dan sesudah diaktivasi, kristal yang terbentuk berada di -1 -1 permukaan abu yg telah diaktivasi dan menyusun bilangan gelombang di 500-420cm dan 1200 – 950 cm mengindikasikan penyimpangan dari permukaan abu yg belum diaktivasi. Adsorpsi Pb (II) pada abu layang yg telah diaktivasi, diuji dalam larutan berdasarkan konsentrasi awal dari ion Pb(II). Proses aktivasi dilakukan dengan mencampur abu layang yang belum teraktivasi ke dalam larutan NaOH, dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi dr ion Pb(II) karena susunan morfologi dari permukaan abu layang dengan penambahan gugus -OH dan gugus -ONa diatas permukaan abu layang. Model persamaan Langmuir dan Freundlich telah diaplikasikan untuk mendeskripsikan keseimbangan isotermal dan kedua 2 model tersebut sangat cocok. Namun, berdasarkan nilai R dari masing-masing kurva, adsorpsi monolayer 2 dari persamaan Langmuir lebih baik atau bisa juga disebut yang lebih disukai (Nilai R persamaan Langmuir lebih dari 0,9990). Karakteristik kinetika dari adsorpsi ion Pb(II) lebih cocok dengan pseudo orde dua (nilai 2 R diatas 0,9900) yaitu meningkatkan konsentrasi awal dan akan mempengaruhi kinetika secara konstan dari proses adsorpsi. Sisi aktif berperan dalam proses kinetika adsorpsi. Kata kunci: Aktivasi Abu Layang, NaOH, Adsorpsi isoterm, kinetika adsorpsi.
ABSTRACT To better understanding advance application of fly ash, in this paper, raw fly ash was pretreated to increase its ability to adsorp ions. Product of activation procees with alkali solution was investigated by morphology surface and changing term of FTIR spectra. By comparing original and activated fly ash, the crystal like on -1 -1 surface of activated fly ash and composing wavenumber on 500 – 420 cm and 1200 – 950 cm , it indicates disorientation of original surface. The adsorption of Pb(II) onto Activated fly ash was examined in aqueous solution with respect to the initial concentration of Pb(II) ions. Activating process by mixing raw fly ash and NaOH solution, can increase adsorption capability of Pb(II) ions due to composing morphology of fly ash surface by adding –OH site and –ONa site on fly ash surface. The linear Langmuir and Freundlich 2 models were applied to describe equilibrium isotherms and both models fitted well. But, according to R 2 value of each curve, The monolayer adsorption of Langmuir equation is preferable (R value for Langmur equation more than 0,9990). Kinetical characteristic of adsorption Pb(II) ions is favorable with Pseudo2 second-order (R value above 0,9900) which is increasing initial concentration and affect kinetical constant of adsorption process. The active site was play a role on kinetical adsorption process. Keywords: activating fly ash,NaOH, Adsorption isotherm, kinetical adsorption.
PENDAHULUAN Logam berat dari air limbah industri memiliki efek toksik permanen untuk lingkungan dan manusia. Polusi timbal biasanya berasal dari beberapa industri, dan secara umum, timbal diendapkan atau melekat pada bentuk terlarut melalui adsorpsi atau pertukaran ion (Mondal, 2009). Proses presipitasi biasanya tidak cukup untuk mengurangi konsentrasi timbal agar memenuhi standar kualitas air. Karena timbal sebagai elemen yang sangat beracun yang mempengaruhi lingkungan dan bersifat karsinogenik. Timbal yang dikeluarkan dari
limbah cair akan diserap dan diakumulasikan oleh mikroorganisme. Selanjutnya, timbal akan berpindah ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada ginjal dan tulang. Dengan meningkatnya tekanan pada sumber daya air dan meningkatnya polutan beracun yang memasuki waduk, sungai dan air tanah yang mana merupakan pemasok air minum berkualitas tinggi akan menambah tingkat kesulitan dalam pengolahan limbah cair di masa yang akan datang. Hal di atas merupakan alasan dilakukannya beberapa usaha untuk
menghilangkan ion timbal dari limbah cair dengan menggunakan berbagai macam adsorben (Gupta et al, 2001;. Sekar et al, 2004;. Moufilh et al, 2005;. Sabriye dan Ali, 2006; Park et al , 1999; Demirabas, 2004; Amarasinghe dan Williams, 2007). Dalam beberapa tahun terakhir, adsorben dengan biaya rendah yang dikembangkan dari beberapa jenis material telah mendapat perhatian karena manfaat ganda generasi sumber daya dan pengurangan polusi (Wang et al, 2009;. Sen Gupta et al, 2009;. Sawalha et al, 2009;. Mata et al, 2009;. Salim et al, 2008. ;. Aydin et al, 2008). Abu layang adalah bahan limbah dari pembakaran batu bara. Kurang dari setengah abu layang digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan beton dan konstruksi,sisanya dibuang sebagai limbah. Pembuangan selalu menjadi perhatian pihak yang berwenang, seperti membuang abu layang dianggap sangat cocok untuk pemanfaatan pertanian dan juga dapat menjadi sumber polusi udara di lingkungan sekitarnya. Akibat peraturan pemerintah dan terbatasnya lahan, cara-cara baru untuk pemanfaatan abu layang sangat diperlukan karena abu layang terdiri dari oksida logam serta memiliki luas permukaan dan porositas tinggi. Sifat pada abu layang tersebut diharapkan dapat meningkatkan situs adsorpsi pada abu layang, meskipun ini telah digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan logam pada tahun-tahun sebelumnya (Polowczky, dkk, 2004; Shakhapure, et al, 2005). Jumlah dan jenis elemen dalam abu layang berhubungan dengan kualitas batubara dan proses pembakaran. Aspek ini akan berhubungan dengan sifat kimia dan fisik pada penerapan abu layang. Sebagai bahan penyerap, hal itu memungkinkan bagi abu layang untuk diaktivasi dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi abu layang. Polowczky I. (2010) menggunakan abu layang yang telah dihilangkan kandungan airnya sebagai proses perlakuan awal (pretreatment) sebelum menggunakan bahan ini untuk menghilangkan arsen. Ini adalah proses aktivasi dimana ada beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan penyerapan abu layang. Irani (2010) sukses meningkatkan sifat mekanik geopolimer abu layang dengan aktivasi abu layang menggunakan larutan NaOH. Dalam risetnya, NaOH membuat sisi yang lebih aktif pada abu layang yang mendorong untuk polimerisasi efektif.
Tulisan ini merupakan upaya untuk mengeksplorasi kemungkinan abu layang yang diaktivasi dengan larutan NaOH sebagai adsorben Pb (II) dan proses kinetika adsorpsi 2+ ion-ion Pb ke abu layang teraktivasi. Tidak hanya membandingkan antara abu layang sebelum dan sesudah teraktivasi, masa adsorpsi dan proses kinetik juga menjadi fokus pada makalah ini.
METODE PENELITIAN Bahan dan Kimia Abu layang yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sektor listrik Palant Wilmar co. Ltd. Adapun komposisi kimia abu layang tersebut tertera dalam Tabel 1. Berdasarkan klasifikasi kandungan kalsium oksidanya (CaO), abu layang tersebut termasuk ke dalam tipe C (menurut ASTM C 618-03). Larutan Pb (II) yang akan digunakan sebagai larutan yang teradsorbsi oleh abu layang teraktivasi, dibuat dengan melarutkan Pb (NO3)2 99,5% dalam aquadem, atau dalam hal ini larutan Pb(II) diambil sebagai solusi adsorptif. Adapun reagen lain yang digunakan dalam penelitian ini antara lain NaOH, Asam Asetat Glasial, aquades, serta semua kelas analitis dan semua solusi dibuat dengan aquadem. Persiapan dan karakterisasi adsorben Pada tahap awal, abu layang dioven pada suhu 120ºC selama 5 jam, kemudian sampel diambil 100 gram dan dilarutkan pada 250 mL asam asetat glasial 0,1 M, distirer atau diaduk dengan magnetic stirer selama 5 jam dan dibiarkan selama 16 jam, lalu disaring dengan penyaring Buchner. Residu yang didapat dikeringkan dalam oven pada temperatur o 120 C selama 5 jam. Hasil yang diperoleh di analisa dengan XRF. Proses aktivasi dilakukan dengan menambahkan 31,25 gram abu layang dalam 250 ml NaOH 3M dan distirrer pada 60-70ºC selama 5 jam. Setelah itu disaring dan residu yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 120ºC selama 5 jam. Abu terbang dan abu baku teraktivasi terbang dianalisis menggunakan X-ray Fluoroscence (XRF) dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Adsorpsi dan studi kinetik 2+ Larutan standar ion Pb dibuat dengan konsentrasi 1, 10, 100, dan 1000 ppm. Masing-masing variasi larutan ini dianalisa
mengunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) untuk mendapatkan kurva kalibrasi dari SSA. Untuk sampel adsorbat dibuat larutan 2+ dengan masing-masing konsentarsi Pb sebsesar 1,10,100, dan 1000 ppm. Percobaan adsorpsi dievaluasi dalam modus batch ekuilibrium. Semua eksperimen dilakukan dengan mencampur Sebanyak 25,50, dan 75 gram abu layang masingmasing dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan secara berurutan 50, 100, dan 150 mL larutan adsorbat 1 ppm. Campuran tersebut di shaker selama 1 jam setelah waktu yang ditentukan, dalam hal ini 1, 1 ½, 2, 3, 4 dan 5 hari. Tepat pada saat waktu yang ditentukan tersebut (1, 1 ½, 2, 3, 4 dan 5 hari) sedikit Pb (II) pada campuran masing-masing larutan diambil kemudian diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Prosedur ini dilakukan juga untuk adsorbat dengan konsentrasi 10, 100, dan 1000 ppm dan untuk tiap jenis logam adsorbat. Untuk mendapatkan data pembanding maka, 50 gram abu terbang mentah (belum teraktivasi) dicampur dengan 100 mL air (II) solusi Pb kemudian diolah dan dianalisis yang sama seperti pada campuran abu layang teraktivasi di atas. Adapun proses adsorpsi dievaluasi dengan menggunakan dua isoterm model, yakni model Langmuir dan model Freundlich. Adsorpsi isoterm Langmuir [1] diterapkan untuk keseimbangan adsorpsi dengan asumsi monolayer adsorpsi ke permukaan dengan jumlah terbatas yang identik dan diwakili dalam bentuk linier (1)
1
Dimana Ce adalah konsentrasi kesetimbangan dari logam (mg / L) dan qe adalah jumlah logam teradsorpsi (mg) oleh unit per adsorben (g). qm dan KL yang berkaitan adsorpsi Langmuir yakni konstan kapasitas (mg / g) dan energi adsorpsi (L / g), masing-masing. Konstanta ini dievaluasi dari nilai slope dan intercept dari plot linear Ce/qe vs Ce, masing-masing. Data adsorpsi yang diperoleh kemudian dipasang ke adsorpsi isoterm Freundlich, yang merupakan hubungan paling awal dikenal menggambarkan kesetimbangan adsorpsi dan dinyatakan dalam bentuk linier dengan persamaan berikut:
log qe = log KF + 1/n log Ce
(2)
dimana KF (mg / g) dan n adalah konstanta Freundlich menggabungkan semua faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi seperti kapasitas adsorpsi dan intensitas adsorpsi. Konstanta ini ditentukan masing-masing dari perpotongan dan kemiringan linier log Ce terhadap log qe. Untuk persamaan kinetik yang mewakili adsorpsi Pb (II) ke abu layang, terdapat dua jenis model kinetik yang digunakan untuk menguji data eksperimen. Model kinetic tersebut adalah Lagergren-persamaan orde pertama dan persamaan orde kedua. Bentuk Lagergren-persamaan orde pertama adalah dq/dt = k1 (qe − qt )
(3)
Setelah integrasi yang pasti dengan menerapkan kondisi qt = 0 pada t = 0 dan qt = qt pada t = t, Persamaan. (3) menjadi sebagai berikut: (4)
ln (qe − qt ) = ln qe − k1t
dimana qt (mg / g) adalah jumlah adsorpsi waktu t (menit); k1, tingkat konstan dari persamaan (min-1) dan qe adalah jumlah adsorpsi kesetimbangan (mg / g). Tingkat adsorpsi k1 konstan, dapat ditentukan secara eksperimental dengan memplot dari ln (qe-qt) versus t. Persamaan orde kedua yakni sebagai berikut: dq/dt = k2(qe − qt )2
(5)
Setelah integrasi yang pasti dengan menerapkan kondisi qt = 0 pada t = 0 dan qt = qt pada t = t, Persamaan. (5) menjadi sebagai berikut: 2 t/qt = 1/k2(qe) + t/qe (6)
dimana k2 (g/mg min) adalah tingkat konstan dari persamaan orde kedua; qt (mg/g), jumlah adsorpsi waktu t (menit) dan qe adalah jumlah adsorpsi kesetimbangan (mg/g).
HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi dan Karakterisasi Adsorben Pada proses perlakuan awal, abu layang harus bebas dari kandungan air. Tahap pemanasan dalam oven dimaksudkan agar
(2)
air dalam abu layang hilang dan proses pengayakan dilakukan untuk mendapatkan ukuran abu layang yang seukuran. Perbedaan analisa struktur ikatan kimia pada abu layang sebelum dan sesudah aktivasi ditunjukkan pada gambar 1. Di mana spektra dari aluminiumsilikat terlihat pada 500 – 420 -1 -1 cm and 1200 – 950 cm
Dari Gambar 2, kristal ditemukan pada partikel permukaan abu terbang. Hal ini menunjukkan perubahan struktur permukaan fly ash yang membentuk situs-Ona Adsorpsi dan Kinetika Adsorpsi 2+ Proses adsorpsi ion Pb pada abu layang teraktivasi dapat meningkatkan kemampuan penyerapan dari abu layang (Gambar 3.). sisi aktif dalam-OH dan-Ona adalah tanggung jawab untuk fenomena ini. Activited FA FA
Gambar 1. Perbandingan abu layang sebelum dan (a) sesudah teraktivasi (b) Dari gambar di atas, perubahan ikatan ke bilangan gelombang yang lebih rendah (1090.67 sampai 990.38) dipengaruhi oleh NaOH yang memutus ikatan Si-O-Si. Perubahan ikatan pada gambar 1 diikuti oleh kenaikan puncak aluminosilikat (500 – 420 -1 Si-O-Si cm ) karena terputusnya ikatan membuat sisi aktif abu layang dapat menyerang sisi lainnya terutama aluminium oksida, kemudian membuat aluminosilikat. Di -1 lain pihak ikat di wilayah 990-960 cm , yang diteliti oleh lee dan devanter, mengindikasikan peregangan getaran Si-O + + yang berikatan dengan alkalin (Na or K ). Proses aktivasi dengan mencampurkan abu layang dengan larutan NaOH, pada langkah pertama, akan meningkatkan sisi hidroksil + pada abu dan langkah selanjutnya ion Na dapat menggantikan posisi hidrogen. Sisi – OH dan -ONa adalah sisi aktif yang memberikan kegunaan untuk abu layang sebagai geopolimer dan sebagai adsorben. Keberadaan sisi –Ona pada abu layang yang teraktivasi dapat dilihat di gambar 2. Yang mana proses aktivasi akan menyusun morfologi abu layang.
Gambar 2. Morfologi abu layang sebelum (a) dan sesudah (b) aktivasi
Consentration of Pb (II) solution (ppm)
60
50
40
30
20
10 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
Time (day)
2+
Gambar 3. Konsentrasi ion Pb dengan adsorben abu layang sebelum dan sesudah teraktivasi Pada gambar 3. Abu layang sebelum dan sesudah teraktivasi diberi perlakuan yang sama dan proses adsorpsi (pada konsentrasi 2+ awal ion Pb ) kemudian dapat kita lihat kemampuan adsorpsi dari abu layang yang teraktivasi adalah dua kali dibandingkan abu layang sebelum teraktivasi. Diperoleh data keseimbangan dari adsorpsi 2+ ion Pb dalam abu layang teraktivasi telah disesuaikan dengan persamaan linear Langmuir dan persamaan freudlich. Dengan 2+ konsentrasi ion Pb awal yang bervariasi, dapat dihasilkan model adsorpsi abu layang yang paling tepat oleh determinasi koefisien tertinggi. (nilai R) dari gambar 4 dan gambar 5 telah ditunjukkan persamaan Langmuir dan freundlich. Dari kedua gambar diatas menunjukkan kesesuaian yang tepat untuk 2+ adsorpsi isotherm ion Pb dalam abu layang teraktivasi.
Table 2. Perbandingan Tipe Adsorpsi Langmuir dan Freudlich Initial Adsorption consentration 2 R model of Pb (II) solution (ppm) 10 0,9999
10 ppm 100 ppm 1000 ppm
0.2 0.0 -0.2 -0.4
log qe
-0.6 -0.8 -1.0
Langmuir
-1.2 -1.4 -1.6 -1.8 -0.2 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
2.2
2.4
Freundlich
log Ce
2+
Gambar 4. Grafik Adsorpsi ion Pb pada abu layang teraktivasi berdasarkan persamaan Langmuir. 160
10 ppm 100 ppm 1000 ppm
140
Ce/qe (g/L)
120
100
80
60
40 -1
10
-1
5x10
0
5x10
1
2
5x10
5x10
Ce (ppm)
2+
Gambar 5. Grafik Adsorpsi ion Pb pada abu layang teraktivasi berdasarkan persamaan Freundlich. Berdasarkan data regresi plot isotherm Langmuir dan freudlich (table 2), tipe adsorpsi Langmuir lebih dipilih dibandingkan tipe adsorpsi freudlich dan ini mengindikasikan 2+ jika tipe adsorpsi ion Pb atas abu layang cenderung merupakan adsorpsi monolayer. Ini mengindikasikan bahwa –OH dan –Ona melakukan perubahan ion dan berperan 2+ dalam adsorpsi ion Pb .
100
0,9991
1000
0,9996
10
0,9977
100
0,9929
1000
0,9965 2+
Kinetika adsorpsi ion Pb telah dilakukan dengan membandingkan persamaan lagergen-orde pertama dan persamaan orde kedua. Berdasar atas semua data kinetika 2+ (table 3) adsorpsi kinetika ion Pb lebih cocok dengan pseudo orde kedua. Ini diasumsikan bahwa mekanisme adsorpsi reaksi permukaan bisa mengambil tempat sebagai hasil dari interaksi, secara khusus, antara penambahan group (Si O-, Al O-) 2+ secara negative dan penambahan ion Pb secara positif (pustaka) atau mengambil tempat melalui mekanisme pertukaran ion kimia antara gugus –OH diatas permukaan 2+ abu layang dan ion Pb . Konsentrasi awal 2+ ion Pb mempengaruhi konstanta kinetika dimana konstanta kinetika akan meningkat dengan menurunkan konsentrasi awal. Tabel 3. Parameter Lagergren orde satu dan pseudo orde dua pada adsorpsi ion 2+ Pb pada abu layang teraktivasi dengan 2+ variasi konsentrasi awal ion Pb Initial concentratio n (ppm)
Lagergrenfirst-order k1(mi -1 n ) -5
10
1.10
100
2.10
1000
6.10
-5
-6
R
2
0,81 85 0,67 92 0,98 71
Pseudosecond-order k2(min g/mg) 1.5888 3 0.1001 4 0.0109 2
R
2
0,9 944 0,9 994 0,9 974
KESIMPULAN Dalam penelitian ini, sejumlah adsorpsi 2+ penelitian untuk memindahkan ion Pb dari suatu cairan dengan menggunakan abu layang teraktivasi telah dilaksanakan. Hasil
yang diperoleh dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Abu layang teraktivasi memberikan pengaruh terhadap morfologi abu layang mentah dan meningkatkan sisi aktif (-OH dan –ONa), disebabkan proses aktivasi, yang berperan penting terhadap proses adsorpsi. 2+ 2. Karakteristik adsorpsi ion Pb terhadap abu layang lebih cenderung ke adsorpsi monolayer berdasar model adsorpsi Langmuir. Ini dipengaruhi oleh ikatan kimia antara sisi aktif (-OH dan –ONa) 2+ dan ion Pb . 3. Studi kinetis dari adsorpsi lebih cenderung ke pseudo orde kedua dengan meningkatkan kinetis terus menerus tergantung terhadap penurunan konsentrasi awal.
DAFTAR PUSTAKA Álvarez-ayuso E. Querol X. Plana F. Vázquez E. dan Barra M. (2007), “Enviromental, Physical, and structural characterization of Geopolymer Matrixes Synthesisd from coal (co)combustion fly ashes”, Journal of Hazardous Material, Vol. 154, hal. 175-183. Amarasinghe, B.M.W.P.K. dan Williams, R.A. (2007), “Tea waste as a low cost adsorbent for the removal of Cu and Pb from waste water”, Chem. Eng. J, Vol. 132, hal. 299–309. Aydin, H. Bulut, Y. dan Yerlikaya, C. (2008), ”Removal of copper (II) from aqueous solution by adsorption onto low-cost adsorbents”, J. Environ. Manage, Vol. 87, hal. 37–45. Demirabas, A. (2004), “Adsorption of lead and calcium ions in aqueous solutions onto modified lignin from alkali glycerol delignication”, J. Hazard. Mater. B, Vol. 109, hal. 221–226. Gupta, V.K. Gupta, M. dan Sharma, S. (2001), ”Process development for the removal of lead and chromium from aqueous solution using red mud – an aluminium industry waste”, Water Res. Vol. 35, hal. 1125–1134. Irani, K. Fansuri, H. dan Atmaja, L. (2009), “Surface Modification of Fly Ash by NaOH and Its Application for Geopolymer: Physical and Mechanical Properties”, Procceding of The First International Seminar on Science and Tecnology.
Jouad, E.M. Jourjon, F. Guillanton, G.L. dan Elothmani, D. (2005), “Removal of metal ions in aqueous solutions by organic polymers: use of a polydiphenylamine resin”, Desalination, Vol. 180, hal. 271–276. Lee, W.K.W. dan van Deventer, J.S.J. (2007), “Chemical Interactions between Siliceous Aggregatesan and Low-Ca Alkali-activated Cemant”, Cement and Concrete Research, Vol. 37, hal. 844-855. Mata, Y.N. Bla´zquez, M.L. Ballester, A. Gonza´lez, F. dan Mun˜oz, J.A. (2009), “Optimization of the continuous biosorption of copper with sugar-beet pectin gels”, J. Environ. Manage, Vol. 90, No. 5, hal. 1737– 1743. Mondal, M.K. (2009), “Removal of Pb(II) ions from aqueous solution using activated tea waste: Adsorption on a fixed-bed column”, Journal of Environmental Management, Vol. 90, hal. 3266–3271. Moufilh, M. Aklil, A. dan Sebti, S. (2005), ”Removal of lead from aqueous solutions by activated phosphate”, J. Hazard. Mater. Vol 119, hal. 183–188. Park, K.H. Park, M.A. Jang, H. Kim, E.K. dan Kim, Y.H. (1999), ”Removal of heavy metals, cadmium (II) and Pb(II) ions in water by saragassum”, Anal. Sci. Technol. Vol. 12, No. 3, hal. 196–202. Polowczyk, I. Bastrzyk, A. Koz´lecki, T. Sawin´ski, W. Rudnicki, P. Sokołowski, A. dan Sadowski, Z. (2010), “Use of fly ash agglomerates for removal of arsenic”, Environ Geochem Health, Vol. 32, hal. 361–366. Sabriye, D. dan Ali, C. (2006), “Pb(II) and Cd(II) removal from aqueous solutions by olive cake”, J. Hazard. Mater, Vol. 138, hal. 409–415. Salim, R. Al-Subu, M. dan Dawod, E. (2008), “Efficiency of removal of cadmium from aqueous solutions by plant leaves and the effects of interaction of combinations of leaves on their removal efficiency”, J. Environ. Manage, Vol. 87, hal. 521–532. Sawalha, M.F. Peralta-Videa, J.R. SanchezSalcido, B. dan Gardea-Torresdey, J.L. (2009), “Sorption of hazardous metals from single and multi-element solutions by saltbush
biomass in batch and continuous mode: interference of calcium and magnesium in batch mode”, J. Environ. Manage. Vol. 90, hal. 1213–1218 Sekar, M. Sakthi, V. dan Rengaraj, S. (2004), ”Kinetics and equilibrium adsorption study of Pb(II) onto activated carbon prepared from coconut shell”, J. Colloid Interface Sci. Vol. 279, hal. 307–313. Sen Gupta, B. Curran, M. Hasan, S. dan Ghosh, T.K. (2009), “Adsorption characteristics of Cu and Ni on Irish peat moss”, J. Environ. Manage. Vol. 90, hal. 954– 960. Shakhapure, J. Vijayanand, Basavaraja, S. Hiremath, V. dan Venkataraman, A. (2005), “Uses of a-Fe2O3 and fly ash as solid adsorbents”, Bull. Mater. Sci. Vol. 28, hal. 713 – 718. Wang, X.S. Li, Z.Z. Tao, S.R. (2009), “Removal of chromium (VI) from aqueous solution using walnut hull”, J. Environ. Manage. Vol. 90, hal. 721–729.