DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Arum Munawaroh
Tempat, Tanggal Lahir
: Karawang, 03 Januari 1991
Status Pernikahan
: Belum menikah
Alamat
: Jalan Galunggung no.47 B Perumahan Karang Indah Kab.Karawang
Telepon
: 085659921851
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1. SD Negeri Karang Pawitan II
[1997-2003]
2. SMP Negeri 1 Karawang Barat
[2003-2006]
3. SMA Negeri 5 Karawang
[2006-2009]
Riwayat Organisasi 1. Pengurus Ikatan Remaja Masjid Jamiatul Amaliyah Perumahan Karang Indah[2006-20013] 2. Staff pengurus Organisasi Kerohanian SMA Negeri 5 Karawang [2007-2009] 3. Pengurus Organisasi Lembaga Dakwah Kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
[2009-2011]
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi, September 2013 ARUM MUNAWAROH, NIM : 109104000006 Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Perilaku Pencegahan Osteoporosis pada Mahasiswi di Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013 (xxi + 83 halaman + 2 bagan + 7 lampiran ) ABSTRAK Osteoporosis merupakan penyakit pengeroposan tulang yang disebabkan karena adanya penurunan massa tulang. Adanya pengetahuan yang baik akan menghasilkan perilaku yang baik pula dalam mencegah suatu penyakit. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang didapatkan bahwa 5 dari 9 mahasiswi yang belum mengetahui mengenai osteoporosis dan pencegahannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan terhadap pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013 dengan menggunakan desain cross sectional dan pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Responden penelitian ini yakni mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang sebanyak 100 sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan adanya tingkat pengetahuan yang baik dalam mencegah osteoporosis sebanyak 72 mahasiswi (72%). Sebagian besar lainnya memiliki perilaku pencegahan osteoporosis yang cukup baik sebanyak 53 mahasiswi (53%). Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis. Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Perilaku, Osteoporosis, Mahasiswi, Universitas Singaperbangsa
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE NURSING SCIENCE PROGRAM STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA Undergraduated Thesis, September 2013 ARUM MUNAWAROH, NIM : 10910400006 The Relationship Level of Knowledge on the Prevention of Osteoporosis in Student’s Singaperbangsa Karawang University in 2013 (xxi +84pages+2 bagan +7attachments)
ABSTRACT Osteoporosisis adiseasecausedbydecrease inbone mass. Osteoporosisis calledthe silent disease, because thesigns andsymptomscome on slowly. Good knowledgewill be result a good bahaviour in preventing thedisease. Based onpreliminarystudiesthat had do onstudent’s Singaperbangsa Karawang Universitywas found that5of the9students whodo not knowaboutosteoporosisandits prevention. This study conducted to determine the relationship level of knowledge on the prevention of osteoporosis in student’s Singaperbangsa Karawang University in 2013 by using a cross-sectional design and the retrieval of data was done by using a questionnaire. The samples of research is 100 student’s Singaperbangsa Karawang University. The results showed a good level of knowledge in preventing osteoporosis as much as 72 students (72%). Most of the others have osteoporosis prevention behaviors are good enough as many as 53 students (53%). Moreover, there is a significant relationship between the level of knowledge on osteoporosis prevention behaviors. Keywords: Knowledge,Behaviour, Student, Singaperbangsa Karawang University
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
proposal
penelitian
yang
berjudul
Hubungan
Tingkat
Pengetahuan Terhadap Perilaku Pencegahan Osteoporosis Pada Mahasiswi Di Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah dengan doa, kesungguhan, kerja keras, dan kesabaran disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaikbaiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.Andselaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.kep., MKMselaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.kep., MKM
selaku pembimbing
pertama dan Ibu Ns EniNur’ainiAgustini,.S.Kep, M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran
v
selama membimbing peneliti dan memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti. 4.
Ibu Ita Yuanita, S.Kp., M.Kep selaku Dosen Penasehat Akademik peneliti yang telah membimbing dan memberi nasehat kepada peneliti.
5.
Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar, pada lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada bangku kuliah
6.
Teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Keperawatan
7.
Pihak kampus Universitas Singaperbangsa Karawang yang telah memberikan kesempatan dan perizinan dalam melakukan uji validitas dan reabilitas dan penelitian untuk penyusunan skripsi ini. Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi
peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.
Ciputat, Oktober 2013
Arum Munawaroh
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................
i
PERNYATAAN ORISINALITAS .........................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ...................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi ABSTRAK ............................................................................................................... vii ABSTRACT ............................................................................................................. viii KATA PENGANTAR ............................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xv DAFTAR TABEL.................................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xx DAFTAR SINGKATAN........................................................................................... xxi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................
5
C. Pertanyaan Penelitian......................................................... .............
5
D. Tujuan Penelitian.............................................................................
6
a. Tujuan Umum.............................................................................
6
b. Tujuan Khusus ............................................................................
6
E. Manfaat Penelitian...........................................................................
6
a. Manfaat Bagi Institusi Keperawatan ..........................................
6
vii
F. BAB II
b. Manfaat Bagi Masyarakat ..........................................................
7
Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................
7
TINJAUAN TEORI A. Pengetahuan ....................................................................................
8
1. Definisi .....................................................................................
8
2. Tingkatan Pengetahuan ............................................................
8
3. Pengukuran Pengetahuan ......................................................... 10 B. Perilaku ........................................................................................... 10 1. Definisi ...................................................................................... 10 2. Faktor yang mempengaruhi perilaku ........................................ 11 C. Perilaku Kesehatan .......................................................................... 12 1. Unsur-unsur dalam Perilaku Kesehatan .................................... 12 2. Klasifkasi Perilaku Kesehatan................................................... 14 3. Pengukuran Perilaku ................................................................. 15 D. Osteoporosis .................................................................................... 15 1. Definisi..................................................................... ................ 15 2. Gejala....................................................................... ................ 17 3. Faktor Resiko............................................................ ............... 19 4. Penyebab.................................................................. ................ 26 5. Akibat..................................................................... .................. 27 6. Pengobatan dan Pencegahan.......................................... .......... 28 E. Penelitian Terkait ............................................................................ 33 F. BAB III
Kerangka teori ................................................................................. 35
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
viii
A. Kerangka Konsep ............................................................................ 37 B. Definisi Operasional........................................................................ 37 C. Hipotesis .......................................................................................... 39 BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian............................................................................. 40 B. Lokasi dan waktu penelitian ........................................................... 40 C. Populasi dan sampel ........................................................................ 40 D. Instrumen penelitian ........................................................................ 44 E. Pengumpulan Data .......................................................................... 48 F.
Pengolahan data ............................................................................. 50
G. Analisis data .................................................................................... 51 H. Etika penelitian................................................................................ 52 BAB V
HASIL PENELITIAN A. Gambaran lokasi penelitian ............................................................. 58 B. Analisis univariat ............................................................................ 58 C. Analisis bivariat .............................................................................. 69
BAB VI
PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Data .......................................................................... 70 1. Gambaran Karakteristik Responden ................................................. 70 2. Gambaran Tingkat Pengetahuan terhadap Perilaku Pencegahan Osteoporosis ...................................................................................... 71
3. Gambaran Tingkat Pengetahuan Osteoporosis Secara Umum..... 73
ix
4. Gambaran
Perilaku
Pencegahan
Osteoporosis................................................................................... 5. Gambaran
Pencegahan
Osteoporosis
Secara
Umum
..................................................................................................... 6. Hubungan
Antara
Tingkat
Pengetahuan
Dengan
75
79
Perilaku
Pencegahan Osteoporosis..........................................................
81
7. Keterbatasan Penelitian............................................................
82
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan...........................................................................
83
B. Saran.....................................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Judul Bagan
Halaman 2.1
Kerangka Teori
............................................... 36
3.1
Kerangka Konsep
............................................... 37
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Tabel
Halaman
2.1
Sayuran dan Buah-Buahan
30
Pencegah Osteoporosis 3.1
Definisi Operasional
38
4.1
Populasi Responden
41
4.2
Jumlah Sampel
44
4.3
Kisi-Kisi Final Instrumen
45
Pengumpul Data 4.4
Panduan interpretasi hasil uji
hipotesis
52
berdasarkan
kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi 5.1
Distribusi
Frekuensi
Karakteristik responden
56
Usia Berdasarkan
Semester 5.2
Distribusi frekuensi
56
responden mengenai definisi osteoporosis 5.3
Distribusi frekuensi
57
responden mengenai tandatanda dan gejala terkena osteoporosis
5.4
Distribusi frekuensi responden mengenai faktorfaktor yang berisiko terkena osteoporosis
xii
58
5.5
Distribusi frekuensi
58
responden mengenai sebabakibat osteoporosis
5.6
Distribusi frekuensi
59
responden mengenai makanan dan asupan kandungan gizi untuk mencegah osteoporosis
5.7
Distribusi frekuensi
60
responden terapi pencegahan osteoporosis
5.8
Distribusi frekuensi
60
responden berdasarkan tingkat pengetahuan 5.9
Distribusi frekuensi
61
responden dalam berjalan 1000 langkah setiap hari
5.10
Distribusi frekuensi
62
responden berdasarkan perilaku pencegahan osteoporosis dalam terpaparnya sinar matahari pada pagi hari (jam 7-9) 5.11
Distribusi frekuensi responden dalam
xiii
62
pemeriksaan densitas tulang 5.12
Distribusi frekuensi
63
responden dalam meminumminuman keras
5.13
Distribusi frekuensi
63
responden dalam Perilaku merokok 5.14
Distribusi frekuensi
64
responden dalam mengonsumsi soft-drink 5.15
Distribusi Frekuensi
64
Responden dalam Kerutinan Olahraga 5.16
Distribusi frekuensi
65
responden dalam mengonsumsi sayuran hijau 5.17
Distribusi frekuensi
65
responden dalam mengonsumsi susu
5.18
Distribusi frekuensi
66
responden dalam mengonsumsi wortel
5.19
Distribusi frekuensi responden dalam pemeriksaan densitas tulang
xiv
66
5.20
Distribusi frekuensi
67
responden dalam kegemaran melakukan jogging
5.21
Distribusi frekuensi
67
responden dalam rutinitas mengonsumsi suplemen kalsium
5.22
Distribusi frekuensi
68
berdasarkan perilaku pencegahan osteoporosis secara umum 5.23
Korelasi antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis
xv
69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 2
Kuesioner penelitian
Lampiran 3
Hasil pengolahan data
Lampiran 4
Surat izin studi pendahuluan
Lampiran 5
Surat izin validitas dan reabilitas
Lampiran 6
Surat izin penelitian
Lampiran 7
Surat pernyataan telah melakukan penelitian
xvi
DAFTAR SINGKATAN
BUA
Broadband Ultrasound Attenuation
DMT
Densitas Masa Tulang
Dkk
dan kawan-kawan
DXA
daul-energy x-ray absorptiometry
g
Gram
KemenKes RI
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Km
Kilometer
mg
miligram
NIH
National Institute of Health
OA
OsteoArthritis
PTH
Parathyroid Hormon
QCT
Quantitative Computed Tomography
SERM
Selective Estrogen Receptor Modulator
WHO
World Health Organization
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Setiap manusia yang hidup di dunia pasti akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan, baik itu dari segi fisik maupun mental. Hal ini dikarenakan mereka akan mengalami proses penurunan fungsi tumbuh, seperti kulit, tulang, dan lain-lain. Proses penurunan fungsi tubuh ini dapat diartikatakan sebagai proses penuaan. Penuaan menurut Constantinindes yang dikutip dalam karangan Darmojo (2009) merupakan proses penurunan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri, mempertahankan struktur dan fungsi normal secara perlahan, sehingga dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan dapat memperbaiki kerusakan yang diderita. Saat penuaan terjadi proses kepadatan tulang pun menurun. Penurunan kepadatan tulang tersebut dinamakan osteoporosis. Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sehingga apabila terkena benturan yang ringan saja tulang tersebut akan patah. Penyakit osteoporosis ini sering disebut dengan silent disease karena proses kepadatan tulang terjadi secara perlahan dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari tanda dan gejalanya. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa osteoporosis ini merupakan pembunuh tersembunyi (silent killer) (Tandra, 2009).
1
2
World Health Organization (WHO) (2009), osteoporosis menduduki peringkat kedua dibawah penyakit jantung sebagi masalah utama di dunia. Munculnya berbagai penyakit di dunia ini, akan mempengaruhi usia harapan hidup seseorang, termasuk dengan munculnya osteoporosis sebagai penyakit angka kejadian yang cukup tinggi. Menurut data Internasional Osteoporosis Foundation
(IOF) (2009) lebih dari 30%
wanita diseluruh dunia mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang akibat osteoporosis, bahkan mendekati 40%, sedangkan pada pria resikonya berada pada angka 13%. Menopause dini meyebabkan wanita usia 20tahun, 30 tahun atau bahkan 40 tahun berisiko terkena osteoporosis (Munch dan Shapiro, 2006). Wanita adalah kelompok yang paling berisiko terkena fraktur osteoporosis di masa tua. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau pengeroposan tulang. Saat ini jumlah penderita osteoporosis di Indonesia pun kini jauh lebih besar dari data terakhir . Lima provinsi dengan risiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), Kalimantan Timur (10,5%) (Departemen Kesehatan, 2005). Sementara data Sistem Informasi Rumah Sakit (2010) insiden patah tulang paha atas akibat osteoporosis adalah 200 dari 100 ribu kasus pada usia 40 tahun.(Supari, 2008.) Berdasarkan data yang diambil dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2008), menyatakan bahwa angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar
3
10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki risiko untuk terkena osteoporosis, dimana 41,2% dari keseluruhan sampel yang berusia kurang dari 55 tahun terdeteksi menderita osteopenia. Prevalensi osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibanding wanita, sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia pada wanita enam kali lebih besar dari pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pria. Research International Osteoporosis Foundation
(IOF) 2009
memperkirakan sekitar 674.524 perempuan usia 35-39 tahun dan 591.911 perempuan usia 40-44 tahun di Jawa Barat beresiko osteoporosis. Data yang dihasilkan tersebut tidaklah sedikit, ini merupakan data yang cukup mengejutkan dalam dunia kesehatan. Berdasarkan data dari Puskesmas Karawang Kulon, dalam setiap bulannya terdapat 7 orang yang menderita Osteoarthritis (OA) sedangkan penderita yang mengeluh nyeri punggung bawah mereka klasifikasikan ke dalam penyakit tulang keropos (osteoporosis). dimana data pada bulan Oktober 2012 di Puskesmas Karawang Kulon menerangkan bahwa dari 3 penderita yang diperiksa, terdapat 2 diantaranya yang terindikasi osteoporosis. Berdasarkan Journal of Clinical (2008) yang ditulis oleh Chang ShuFang menyebutkan bahwa warga Taiwan yang menjadi responden dalam penelitiannya, terdapat 44% responden memahami tentang osteoporosis, sedangkan sisanya belum memahami secara baik mengenai osteoporosis dan pencegahannya. Dengan demikian dari jurnal tersebut dapat
4
disimpulkan bahwa informasi yang didapat warga Taiwan mengenai osteoporosis dan pencegahannya itu masih kurang. Lakey, et al (2003) melakukan penelitian mengenai pencegahan osteoporosis, dalam penelitian yang berjudul “Osteoporosis Prevention: Knowledge and Behaviour in SouthWestern Community” ini menjelaskan tentang bagaimana pengetahuan wanita usia 25-55 tahun di Marcopa Country, Arizona dalam mencegah osteoporosis. Adapun dalam penelitian tersebut terdiri atas pengetahuan mengenai definisi osteoporosis, faktor resiko osteoporosis, konsumsi kalsium dalam mencegah osteoporosis maupun diet dan aktifitas yang berkaitan terhadap pencegahan osteoporosis. Penelitian tersebut didaptkan hasil bahwa dari 200 responden (wanita usia 25-35 tahun) hanya 154 yang mengetahui osteoporosis, namun dari 154 tersebut hanya 117 yang mengetahui definisi osteoporosis. Lain halnya dengan perilaku dalam mencegah osteoporosis, terdapat 9% responden yang melakukan pencegahan osteoporosis dengan melakukan jalan kaki. Sinnathambi
(2010)
menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan
wanita-wanita premenopause di Kecamatan Medan Selayang II terhadap osteoporosis dalam kategori baik telah mencapai 87% sedangkan untuk tindakan pencegahannya yang dalam kategori baik hanya mencapai 16% saja. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk tingkat pengetahuan wanita premenopause mengenai osteoporosis dalam kategori baik namun untuk tindakan pencegahannya masih kategori sedang. Sehingga perlu ada tindakan promosi kesehatan lanjutan lagi. Sedangkan
5
berdasarkan data yang di dapat dari mahasiswi Universitas Singaperbangsa yaitu 5 dari 9 mahasiswi yang belum mengetahui tentang osteoporosis dan pencegahannya Berdasarkan studi pendahuluan tersebut membuat peneliti tertarik
untuk
melakukan
penelitan
mengenai
hubungan
tingkat
pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa. B. Rumusan Masalah Begitu tingginya prevalensi osteoporosis pada wanita di usia lanjut. Pada wilayah Jawa Barat saja dari 1.686.312 sekitar 674.524 wanita usia produktif yang mengalami osteoporosis. Sedangkan untuk wilayah Karawang sendiri, berdasarkan data yang di dapat dari mahasiswi Universitas Singaperbangsa yaitu 5 dari 9
mahasiswi yang belum
mengetahui tentang osteoporosis dan bagaimana pencegahannya. Berdasarkan data yang dihasilkan tersebut menyebabkan penulis tertarik sekali untuk mengamati sejauh mana mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang khususnya pada wanita usia subur dalam memahami osteoporosis dan pencegahannya. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan adapun pertanyaan penelitiannya, yaitu: 1. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku mengenai osteoporosis pada mahasiswi Unversitas Singaperbangsa Karawang?
6
2. Apakah
mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang dalam
mengetahui perilaku apa saja yang dapat dilakukan dalam mencegah osteoporosis? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum a) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a) Teridentifikasi
pengetahuan
mahasiswi
Universitas
Singaperbangsa
Karawang mengenai osteoporosis. b) Teridentifikasi perilaku mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang dalam mencegah osteoporosis. c) Teridentifikasi
hubungan
tingkat
pengetahuan
terhadap
perilaku
pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh mahasiswa keperawatan sebagai literatur tambahan untuk materi yang telah didapat dan juga sebagai
bahan
pertimbangan
penelitian
lebih
lanjut
tentang
pengetahuan masyarakat tentang praktik pencegahan dan perawatan osteoporosis.
7
2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh individu (responden ), dan keluarga sebagai bahan informasi mengenai osteoporosis, penanganannya dan faktor-faktor yang dapat memperburuk kondisi penderita osteoporosis sehingga individu (responden) dan keluarga dapat turut serta dalam mencegah osteoporosis dan mengetahui perawatan yang tepat untuk osteoporosis. Selain itu, dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang praktik pencegahan dan perencanaan perawatan osteoporosis. F. Ruang Lingkup Penelitian ini merupakan penelitian mengenai
hubungan tingkat
pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang tahun 2013. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hdayatullah
Jakarta.
Penelitian
ini
dilakukan
di
Universitas
Singaperbangsa Karawang pada bulan Juni 2013. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan design penelitian cross sectional yang menggunakan data primer yaitu berupa data yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel ini dengan cara proportional random sampling. Populasi yang digunakan yaitu mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan Sunaryo (2004) pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng. Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. (Notoatmodjo, 2007). Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang bayi melihat, memegang dan merasakan benda yang dia kenal, maka otaknya pun akan memproses mengenai benda tersebut sehingga bayi itu pun mendapatkan pengetahuan mengenai benda itu baik mengenai bentuk, nama dan sebagainya. 2. Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat
(Soekidjo
Notoatmodjo,2007:145
keperawatan karangan Sunaryo, 2004 ), yaitu:
8
dalam
buku
psikologi
9
a) Mengenal (recognition) dan mengingat kembali (recall) diartikan sebagai kemampuan untuk mengingat kembali suatu yang pernah diketahui sehingga bisa memilih satu dari dua atau lebih jawaban. b) Pemahaman
(comprehention)
diartikan
sebagi
kemampuan
untuk
memahami suatu materi atau objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan. c) Penerapan (application)diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan secara benar mengenai sesuatu hal yang diketahui dalam situasi yang sebenarnya. d) Analisis artinya kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagianbagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suami struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengetian psikologi dengan fisiologi. e) Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
10
f) Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri. 3. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat domain di atas (Notoatmodjo, 2007 dalam buku karangan Sunaryo, 2004). B. Perilaku 1. Definisi Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan , binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masingmasing.(Notoatmodjo,2007). Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari bentuk respon stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: a) Perilaku tertutup (covert behaviour) Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
11
b) Perilaku terbuka (overt behaviour) Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam atau praktik (practice) yang dengan mudah diamati atau dilihat orang lain. 2. Faktor yang mempengaruhi perilaku Faktor-faktor
yang mempengaruhi terbentuknya perilaku menurut
Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo 2003 adalah: a) Faktor Pendukung (Predisposing Factors) Faktor pendukung adalah faktor pemicu atau anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku mencakup: pengetahuan, sikap masyarakat dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah
terwujudnya perilaku maka
sering disebut faktor pemudah. b) Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, lingkungan fisik misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit dan lain-lain. Masyarakat memerulukan sarana dan prasarana yang menduku demi berperilaku sehat.
c) Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)
12
Faktor-faktor ini mencakup faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang, peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan C. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang berkaitan dengan sakit-penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan (Sunaryo, 2004). Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. 1. Unsur-unsur dalam Perilaku Kesehatan Menurut Maulana (2009) terdapat empat unsur dalam perilaku kesehatan, diantaranya yaitu: a) Perilaku terhadap sakit dan penyakit Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respons internal dan eksternal seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk respons tertutup (sikap, pengetahuan ) maupun dalam bentuk respons terbuka (tindakan nyata). Perilaku terhadap sakit dan penyakit dapatdiklasifikasikan menurut tingkat pencegahan penyakit sebagai berikut:
13
1) Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan Perilaku seseorang untuk memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh masalah kesehatan. Sebagai contoh, melakukan jalan 1000 langkah dalam sehari demi mencegah osteoporosis, melakukan senam jantung sehat untuk mencegah penyakit jantung koroner da lain sebagainya. 2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour) Segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari penyakit, misalnya imunisasi pada balita, meminum susu demi menjaga kesehatan tulang, dan lain sebagainya. 3) Perilaku pencegahan pengobatan (health seeking behaviour) Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan /atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (self-treatment) sampai mencari bantuan ahli. Misalkan, individu pergi ke rumah sakit saat sakit, membeli obat di apotek dan lain-lainya 4) Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour) Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental, dan sosial. Sebagai contoh penderita osteoporosis mengkonsumsi susu tinggi kalsium, penderita DM melakukan diet dengan mengurangi konsumsi makanan manis, dan melakukan kontrol rutin selama seminggu.
14
5) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern dan atau tradisional, meliputi respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan kesehatan, perilaku terhadap petugas, dan respons terhadap pemberian obat-obatan. 6) Perilaku terhadap makanan Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan makanan 7) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai determinan agar tidak memengaruhi kesehatannya. 2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan Menurut Becker (1979) seperti dikutip Notoatmodjo (2003), perilaku yang berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut: a) Perilaku Hidup Sehat Perilaku hidup sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Hal ini mencakup makan dengan menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak meminum-minuman keras, dan lain-lain. b) Perilaku Sakit Perilaku ini merupakan respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi terhadap sakit dan usaha-usaha untuk mencegah penyakit.
15
c) Perilaku Peran Sakit Perilaku peran sakit adalah segala aktivitas individu yang menderita sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku peran sakit meliputi hal-hal berikut: tindakan untuk memperoleh kesembuhan dan mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan atau penyembuhan penyakit yang layak. 3. Pengukuran perilaku Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, yakni dengan pengamatan (obsevasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu. (Notoatmodjo, 2005) D. Osteoporosis 1. Definisi Osteoporosis Osteoporosis merupakan ancaman terbesar bai individu dan masyarakat karena tingginya morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan itu serta biaya keuangan terkait kesehatan tulang pun turut mempengaruhinya. (Dawson-Hughes et al, 2008 dalam jurnal penelitian Chang-Hong et al, 2010) Osteoporosis bukan sekadar masalah proses penuaan biasa seperti wajah yang keriput atau rambut beruban, tetapi merupakan suatu
16
penyakit, dan Anda bisa mencegahnya, bahkan dapat mengobatinya. Mungkin Anda beranggapan bahwa osteoporosis hanya masalah minum susu atau mengkonsumsi kalsium saja, lalu menjaga tubuh agar tidak terjatuh sampai menimbulkan patah tulang. Osteoporosis bukan hanya bisa menyebabkan fraktur tulang, tetapi juga dapat menimbulkan cacat tubuh, tinggi badan berkurang sampai belasan sentimeter, hingga penderitaan dan komplikasi yang bermacam-macam. Sebenarnya tulang keropos sudah ada di zaman Mesir kuno sekitar 2000 tahun sebelum Masehi. Pada pemeiksaan scan terhadap tulang mummy ternyata dijumpai patah tulang panggul dan kompresi di beberapa ruas tulang belakang (Tandra, 2008). Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous,osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. (Tandra, 2008). Corwin (2008) menyatakan bahwa osteoporosis adalah penyakit tulang metabolik yang ditandai oleh penurunan densitas tulang yang parah sehingga mudah terjadi fraktur tulang. Rubenstein, dkk (2007)
menyatakan bahwa Osteoporosis adalah
hilangnya massa tulang dan bukan perubahan kandungannya. Keadaan ini ditandai oleh meningkatnya risiko fraktur akibat kerapuhan tulang.
17
Definisi osteoporosis menurut WHO (2009) adalah densitas tulang 2,5 standar deviasi dibawah rata-rata bagi wanita dewasa kulit putih. Menurut National Institute of Health (NIH) (2001), Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang. Osteoporosis
adalah
suatu
penyakit
yang
ditandai
dengan
berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikro-arsitektur jaringan tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga tulang mudah patah (Supari, 2008). 2. Gejala Osteoporosis Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut: a) Tinggi badan berkurang b) Patah tulang Penipisan pada tulang, baik itu tulang vertebra ataupun tulang yang lainnya, dapat membuat tulang menjadi rapuh, ringan dan akan mudah patah. Hilangnya kekuatan dan kepadatan tulang akan menyebabkan
18
tulang bisa hancur sehingga akan terasa sakit dan tinggi punggung pun akan berkurang. Patah tulang ini sering terjadi pada pergelangan, tulang belakang, dan pinggul. Patah tulang pergelangan yang disebut juga patah tulang Colles, paling sering terjadi pada wanita usia 50-70 tahun (Compston, 2002). Patah tulang belakang bisa disebabkan karena terjatuh, namun tidak semua rasa sakit pada punggung tersebut disebabkan karena patah tulang belakang, bisa juga disebabkan karena sebab lainnya seperti artritis patah tulang belakang ini tidak menyebabkan siatika (sakit pada punggung yang menyebar ke tungkai) (Compston, 2002). Patah tulang pinggul terjadi pada bagian atas tulang paha, rata-rata penderita berusia 80 tahun (Compston, 2002). c) Makin Pendek Tinggi manusia akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 18 tahun, artinya Anda akan tetap pada tinggi itu dan tidak akan bertambah tinggi lagi. Penyebab penurunan tinggi badan (height loss) ini adalah fraktur tulang belakang (vertebra) yang umumnya tanpa keluhan, tetapi tubuh semakin pendek dan bungkuk. Bila terdapat penurunan tinggi badn sebanyak dua senti dalam tiga tahun terakhir, itu menandakan adanya fraktur tulang belakang yang baru (Tandra,2009). d) Tubuh Membungkuk Tubuh yang membungkuk (kiposis) atau dorsal kyphosis atau dowager’s hump, biasanya terjadi akibat kerusakan beberapa ruas tulang
19
belakang
dari
daerah
dada
(thoracal)dan
pinggang
(lumbal).
Osteoporosis pada tulang belakang ini menimbulkan fraktur kompresi atau kolaps tulang dan menyebabkan badan membungkuk ke depan. Kiposis yang berat bisa mengakibatkan gangguan pergerakan otot pernapasan. Anda bisa merasakan sesak napas, kadang bahkan timbul komplikasi pada paru-paru (Tandra, 2008). 3. Faktor Resiko Osteoporosis Faktor risiko osteoporosis digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu risiko yang tidak dapat dikendalikan dan risiko yang dapat dikendalikan. Risiko yang tidak dapat dikendalikan terdiri dari jenis kelamin, umur, ras, riwayat, keluarga, tipe tubuh, dan menopause. Adapun faktor risiko yang dapat dikendalikan yaitu gaya hidup sehat, kurang aktivitas fisik, pengaturan makan atau pola konsumsi, kebiasaan merokok, dan minum-minuman beralkohol. a) Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan data statistik, faktor risiko risiko di bawah ini dikatakan tidak dapat dikendalikan. 1) Jenis Kelamin Wanita mempunyai risiko terkena osteoporosis lebih besar daripada pria. Sekitar 80% diantara pederita osteoporosis adalah wanita. Secara umum, wanita menderita osteoporosis empat kali lebih banyak daripada pria. Satu dari tiga wanita memiliki kecendrungan untuk menderita osteoporosis. Adapun kejadian osteoporosis pada pria lebih kecil yaitu satu dari tujuh pria. Hal ini terjadi antara lain karena massa tulang wanita 4
20
lebih kecil dibandingkan dengan pria. Nilai massa tulang wanita umumnya hanya sekitar 800 gram lebih kecil dibandingkan dengan pria yaitu sekitar 1200 gram. Karena nilai massa tulang yang diikuti dengan kerapuhan tulang sangat mungkin terjadi (Tandra, 2008). 2) Umur Semakin tua umur seseorang, risiko terkena osteoporosis menjadi semakin besar. Osteoporosis merupakan kejadian alamiyang terjadi pada tulang manusia sejalan dengan meningkatnya usia. Proses densitas (kepadatan) tulang hanya berlangsung sampai seseorang berusia 25 tahun. Selanjutnya, kondisi tulang akan tetap (konstan) hingga usia 40 tahun, densitas tulang mulai berkurang secara perlahan. Dengan demikian, osteoporosis pada usia lanjut terjadi akibat berkurangnya massa tulang. Pada lansia, kemampuan tulang dalam menghindari keretakan akan semakin menurun. Kondisi ini juga diperparah dengan kecenderungan rendahnya konsumsi kalsium dan kemampuan penyerapannya. Timbulnya berbagai penyakit pada lansia juga akan semakin menurunkan kemampuan penyerapan kalsium maupun meningkatnya pengeluaran kalsium (Larkey, 2003). 3) Ras Semakin terang kulit seseorang maka risiko terkena osteoporosis terkena osteoporosis yang lebih besar dibandingkan dengan ras AfrikaAmerika memiliki massa tulang tertinggi, sedangkan ras kulit putih dari Eropa memiliki massa tulang terendah. Ras campuran Asia-Amerika
21
berada diantara keduanya. Wanita Afrika-Amerika memiliki massa tulang yang lebih padat, rangka tulang dan massa otot yang lebih besar. Antara massa tulang dan massa otot terdapat kaitan yang erat. Semakin besar otot, tekanan pada tulang semakin tinggi dan tulang semakin besar. Ditambah lagi kadar hormon estrogen ras Afrika-Amerika lebih tinggi dari ras yang lain sehingga wanita Afrika-Amerika cenderung lebih lambat menua daripada wanita kulit putih (Tandra, 2008). Pigmentasi kulit dan tempat tinggal juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Wanita Afrika berkulit gelap dan bertempat tinggal dekat dengan garis khatulistiwa memiliki risiko osteoporosis yang lebih rendah dari wanita berkulit putih yang tinggal jauh dari garis khatulistiwa, misalnya di negara-negara Norwegia dan Swedia (Tandra, 2008). 4) Riwayat keluarga Bila salah seorang anggota keluarga (ibu atau nenek) memiliki massa tulang yang rendah atau mengalami osteoporosis maka ada kecenderungan seseorang mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hal yang sama (Wirakusumah, 2009). 5) Tipe tubuh Semakin kecil rangka tubuh maka seakin besar risiko terkena osteoporosis. Demikian pula dengan wanita yang mempunyai tubuh kurus cenderung mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena osteoporosis daripada yang mempunyai berat badan lebih besar. Berdasarkan data penelitian Chang-Hong, et.al (2010) terdapat 64 % responden yang
22
menganggap dirinya pendek, dan 61% responden memiliki tubuh bungkuk (Chang, et al. 2010). 6) Menopause Pada massa menopause, terjadi kehilangan kalsium dari jaringan tulang. Osteoporosis pada menopause terjadi akibat jumlah estrogen dan progesteron menurun. Hormon estrogen diproduksi wanita dari masa kanak0kanak sampai dewasa. Pada masa menopause, hanya bagian tubuh seperti kelenjar adrenalin dan sel-sel lemak yang memproduksi estrogen, itupun dalam jumlah yang sangat kecil. Hormon tersebut diperlukan untuk pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Rendahnya hormon estrogen dalam tubuh akan membuat tulang menjadi keropos dan mudah patah. Selain karena meningkatnya umur, menopause dapat juga terjadi karena pengangkatan ovarium pada wanita. Umunya, pengangkatan ovarium dilakukan sebagai solusi akhir dari penanganan ovarium penyakir kandungan, misalnya disebabkan adanya penyakit kanker, myom, dan lain sebagainya. (Wirakusumah,2009) b) Faktor risiko yang dapat dikendalikan Faktor risiko yang dapat dikendalikan maksudnya yaitu bila faktorfaktor penyebab tersebut dilaksanakan dengan benar maka hal-hal yang tidak diinginkan dapat diantisipasi.
23
1) Kurang aktivitas (olahraga) Semakin
rendah
aktivitas
fisik,
semakin
besar
risiko
terkena
osteoporosis. hal ini terjadi karena aktivitas fisik (olahraga) dapat membangun tulang da otot menjadi lebih kuat, juga meningkatkan keseimbangan metabolisme tubuh (W 2) Diet yang buruk Bila makanan yng dikonsumsi tidak mencukupi akan berpengaruhi buruk terhadap kesehatan tulang. Makanan sumber kalsium, fosfor dan vitamin D yang dikonsumsi cukup sejak usia dini dapat membantu memperkuat
massa
tulang,
mencegah
pengaruh
negatif
dari
berkurangnya keseimbangan kalsium dan mengurangi tingkat kehilangan massa kalsium pada tahun-tahun selanjutnya. 3) Merokok Perokok mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih besar dibandingkan bukan perokok. Pada wanita perokok ada kecenderungan kadar estrogen dalam tubunya lebih rendah dan kemungkinan memasuki masa menopause lima tahun lebih awal dibandingkan dengan bukan perokok. Kecepatan kehilangan massa tulang juga terjadi lebih cepat pada wanita perokok. Asap perokok dapat menghambat kerja ovarium dalam memproduksi hormon estrogen. Di samping itu, nikotin juga mempengaruhi kemampuan tubuh ubtuk menyerap dan menggunakan kalsium (Supari, 2008).
24
4) Minum-minuman beralkohol Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit mungkin baik bagi tubuh, tetapi bila jumlahnya sudah terlalu banyak (lebih dari 2 gelas sehari) dapat merugikan kesehatan karena akan mengganggu proses metabolisme kalsium dalam tubuh. Alkohol dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding lambung yang terjadi beberapa saat setelah minum-minuman beralkohol. Banyaknya luka kecil akibat minum-minuman beralkohol akan menyebabkan pendarahan. Hal ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan kalsium karena kalsium banyak terdapat dalam darah (Wirakusumah, 2009). 5) Imobilitas Imobilitas dalam waktu yang lama memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena osteoporosis dibandingkan menopause. Imobilitas akan berakibat pada pengecilan tulang dan pengeluaran kalsium dari tubuh (hiperkalsiuria). Imobilitas umumnya dialami orang yang berada dalam masa penyembuhan yang perlu mengistirahatkan tubuhnya untuk waktu lama. (Supari,2008) 6) Postur tubuh kurus Postur
tubuh
yang
kurus
cenderung
mengalami
osteoporosis
dibandingkan dengan postur ideal (dengan berat badan ideal), karena dengan postur tubuh yang kurus sangat mempengaruhi tingkat pencapaian massa tulang (Tandra, 2008).
25
7) Asupan gizi rendah. Pola makan yang tidak seimbang yang kurang memperhatikan kandungan gizi, seperti kalsium, fosfor, seng, vitamin B6, C, D, K, serta phytoestrogen (estrogen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti toge), merupakan faktor risiko osteoporosis (Wirakusumah, 2009) 8) Kurang terkena sinar matahari Orang jarang terkena sinar matahari, terutama sinar pada pagi dan sore hari, karena pada saat tersebut sinar dibutuhkan untuk memicu kulit membentuk vitamin D3, dimana vitamin D (D3 + D2/berasal dari makanan) di ubah oleh hepar dan ginjal menjadi kalsitriol (Supari, 2008). 9) Penggunaan obat untuk waktu lama. Pasien osteoporosis sering dikaitkan dengan istirahat total yang terlalu lama akibat sakit, kelainan tulang, kekurangan bahan pembentuk dan yang terutama adalah pemakaian obat yang mengganggu metabolisme tulang. Jenis obat tersebut antara lain : kortikosteroid, sitostatika (metotreksat), anti kejang, anti koagulan (heparin, warfarin) (Tandra, 2008). 10 ) Lingkungan Lingkungan yang berisiko osteoporosis, adalah lingkungan yang memungkinkan orang tidak terkena sinar matahari dalam jangka waktu yang lama seperti : daerah padat hunian, rumah susun, apartemen, dan lain-lain (Supari, 2008).
26
4. Penyebab Osteoporosis Kecepatan pembentukan tulang berkurang secara progresif sejalan dengan usia, yang dimulai pada usia sekitar 30 atau 40 tahun. Semakin padat tulang sebelum usia tersebut, semakin kecil kemungkinan terjadi osteoporosis. pada individu yang berusia70-an dan 80-an, osteoporosis menjadi penyakit yang sering ditemukan. Meskipun resorpsi tulang mulai melebihi pembentukan tulang pada usia dekade keempat atau kelima, pada wanita penipisan tulang yang paling signifikan terjadi selama dan setelah menopause. Penurunan estrogen pascamenopause tanpak sangat berperan dalam perkembangan ini pada populasi wanita lansia. Meskipun mekanisme estrogen bekerja untuk mempertahankan densitas tulang belum jelas, diperkirakan bahwa estrogen menstimulasi aktivitas osteoblas dan membatasi efek stimulasi osteoklas pada hormon paratiroid. Dengan demikian, penurunan estrogen menyebabkan perubahan besar pada aktvitas osteoklas (Corwin, 2008). Wanita kurus, wanita berambut terang, dan wanita yang merokok sangat rentan terhadap osteoporosis karena tulang mereka kurang padat sebelum menopause dibandingkan tulang wanita gemuk, berambut gelap, dan tidak merokok. Pria lansia kurang rentan mengalami osteoporosis karena mereka biasanya memiliki tulang yang lebih padat daripada wanita (sekitar 30 %), dan kadar hormon reproduktif tetap tinggi sampai pria mencapai usia 80-an. Akan tetapi, pria lansia memiliki tulang yang kurang padat daripada yang lebih muda.(Corwin, 2008).
27
5. Akibat Osteoporosis Massa tulang yang berkurang menyebabkan tulang menjadi rapuh daln lemah sehingga bila terbentur atau jatuh dapat menyebabkan fraktur (patah tulang). Data Chang-Hong, et al (2010) menyebutkan bahwa terdapat 83 % responden penelitiannya yang memiliki riwayat fraktur. Mengungkap gejala terjadinya osteoporosis agak sulit untuk dilakukan sebab penyakit osteoporosis terjadi secara diam-diam. Berkurangnya massa tulang dan tulang menjadi rapuh baru disadari setelah timbul dampak seperti tinggi badan berkurang, tibatiba terjadi rasa nyeri pada tulang, sakit punggung, sakit pinggang yang parah, atau kelainan bentuk tulang belakang yang menyebabkan postur tubuh bungkuk (kyposis).( Wirakusumah, 2009). a) Tulang Rapuh dan Patah Tulang yang rapuh dan patah dinamakan fragility fracture. Pada kondisi ini bisa terjadi patah tulang meskipun tidak harus timbul karena trauma yang hebat, melainkan cukup hanya dengan terjatuh biasa yang ringan, mengangkat, mendorong sesuatu, atau akibat trauma ringan.Selain pada tulang belakang, fraktur sering pula menimpa tulang pergelangan tangan, pergelangan kaki, atau panggul. Fraktur multiple di beberapa tempat juga bisa terjadi. Fraktur yang terjadinya mendadak atau akut akan menimbulkan ras nyeri yang hebat, yang kadang memerlukan obat penekan ras nyeri yang kuat sampai pada golongan narkotika. Fraktur yang berlangsung kronis sampai harus menjalani tirah-baring yang lama akan mengganggu peredaran darah, menimbulkan bahaya infeksi, dan
28
komplikasi pada jantung serta saluran napas. Kesulitan perawatan pada orang tua, ditambah dengan beberapa penyakit kronis lain yang menyertai, seperti diabetes, stroke, atau sakit jantung, akan memperburuk keadaan dan bisa fatal akibatnya.(Tandra, 2008) 6. Pengobatan dan Pencegahan Osteoporosis Osteoporosis ini sebenarnya dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat, seperti halnya mengonsumsi buah-buahan dan sayuran, olahraga, tidak mengonsumsi alkohol dan lain sebagainya. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai trik-trik dalam pencegahan osteoporosis a) Sayur dan buah-buahan pencegah osteoporosis Lignan dan isoflavonoid dalam buah dan sayur berperan dalam mencegah osteoporosis. di dalam tubuh, kedua zat tersebut diubah menjadi komponen yang strukturnya sama dengan estrogen. (Wirakusumah, 2009) Berikut ini adalah jenis buah dan sayur beserta kandungannya (baik zat gizi maupun fitokimia) yang memegang peranan penting dalam pencegahan osteoporosis. b) Wortel Wortel mengandung kalsium (39 mg), fosfor (37 mg/100g), serta fitoestrogen yaitu lignan (346 mg/100g) dan isoflavon serta mineral boron (3,6mg/100g), juga tinggi akan kandungan vitamin A (1800 mg) (Wirakusumah, 2009).
29
c) Brokoli Brokoli dan famili kubis-kubisan lainnya dikenal sebagai bahan makanan antikanker usu besar.selain itu, komponen dalam brokoli yaitu indole dapat meningkatkan sekresi estrogen yang dibutuhkan dalam mempertahankan massa tulang. Selain itu, brokoli juga tinggi mineral kalsium, kandungan vitamin C,E, dan karoten (Wirakusumah, 2009). d) Kubis Kubis mengandung vitamin C,A, dan B1 yang cukup tinggi. Selain itu juga mengandung berbagai jenis mineral yaitu kalsium, fosfor, kalium, klor, yodium, sulfur, dan boron. Bagian luar dari kubis yang berawarna hijau mengandung 40% kalsium yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian dalamnya. Selain itu, sayuran ini juga mengandung fitoestrogen yaitu lignan dan isoflavon yang berperan dalam pencegahan osteoporosis (Wirakusumah, 2009). e) Bayam Bayam merupakan sayuran dengan kandungan zat besi yang cukup tinggi (dua kali lipat dibandingkan jenis sayuran yang lain). Di samping itu juga mengandung vit.A, vit.C, kalsium, kalium, mangan, dan boron juga berperan dalam pencegahan osteoporosis. di dalam bayam, juaga terdapat fitoestrogen (Wirakusumah, 2009). f) Kacang kedelai Kacang kedelai merupakan sumber mineral kalsium dan fosfor (254 mg dan 781 mg). Di samping itu juga mengandung fitoestrogen
30
(isoflavonoid) yang cukup tinggi. Kacang kedelai dapat dibuat menjadi susu kedelai yang kemudian dapat ditambahkan dalam pembuatan jus buah dan sayuran (Wirakusumah, 2009) Tabel 2.1 buah-buahan dan sayuran pencegah osteoporosis Jenis Buah dan Sayur Sawi Hijau Kangkung Daun singkong Selada Pepaya Jagung Mangga Mentimun Alpukat Pisang Jeruk Anggur Apel Cabai
Komponen Penting untuk Pencegahan Osteoporosis Kalsium (220,50mg/100g), fosfor (38,40mg/100g) Kalsium (73,00mg/100g),fosfor (50,00mg/100g) Vitamin C, kalsium (165,00mg/100g) Kalsium (97mg/100g),fosfor (34,00g) Kalsium (23mg/100g),vitamin C (76mg/100g),dan boron Magnesium, fosfor, fitoestrogen lignan, boron Vitamin A (573 RE), vitamin C (30mg/100g), mangan, dan boron Fitoestrogen (isoflavonoid), boron, silika Boron, zat besi, tembaga Kalium, boron Boron (23mg/100g), kalsium (33mg/100g), vitamin C Fitoestrogen (isovlafonoid)dan boron Fitoestrogen (isovlafonoid)dan boron Fitoestrogen (isovlafonoid), boron, dan vitamin C
g) Latihan Fisik untuk Pencegahan Osteoporosis Latihan fisik yang teratur juga membantu mencegah keadaankeadaan atau penyakit kronis, seperti osteoporosis, diabetes, tekana darah tinggi, penyakit jantung iskemik, dan lain-lain. Latihan fisik atau olahraga di luar rumah merupakan kesemapatn untuk besosialisasi dan berkomunikasi dengan sesama. Sekarang ini banyak jenis musik yang
31
dapat diapakai untuk mengiringi berbagai latihan fisik sehingga akan lebih menyenangkan dan tidak membosankan. (Santoso,dkk.2009) Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis. 1) Jalan kaki secara teratur, kalau memungkinkan sekitar 4,5km/jam selama 50 menit, 5 kali seminggu. Ini diperlukan untuk mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6km/jam) akan bermanfaat untuk jantung dan paru-paru. 2) Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat “dumbble” kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu. 3) Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan. 4) Latihan melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan dengan duduk di kursi, dengan atau tanpa penahan; hal ini dapat menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi
kemungkinan
bongkok,
sekaligus
memperkuat
punggung. h) Terapi Penggantian Hormon Terapi penggantian estrogen-progesteron atau modulator reseptor estrogen selektif (selective estrogen receptor modulator, SERM) yang dilakukan selama dan setelah menopause perkembangan osteoporosis pada wanita.
dapat
mengurangi
32
i) Obat-obatan Obat-obatan yang dikenal sebagai bisfosfonat (mis., alendronat, risedronat, dan ibandronat) terbukti mengurangi resorpsi tulag dan mencegah pengeroposan tulang. Obat-obatan ini, dalam kombinasi dengan suplemen vitamin D dan kalsium, digunakan untuk terapi dan pencegahan osteoporosis. bisfosfonat secara signifikan meningkatkan densitas tulang terutama pada panggul dan spina, dan dapat digunakan pada osteoporosis pascamenopause dan osteoporosis akibat obat (glukokortikoid). j) Pemeriksaan Densitas Tulang Pada
seseorang yang mengalami
patah tulang,
diagnosis
osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, dan rontgen tulang (Karmana,2006). Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya yang bisa diatasi, yang bisa menyebabkan osteoporosis. Dalam mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang, dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Dari ciri-ciri khas tulang yang menentukan kekuatannya, kandungan mineral paling mudah diukur. Beberapa teknik pemeriksaan sudah tersedia, diantaranya adalah DXA (daul-energy x-ray absorptiometry) yang merupakan pemeriksaan yang paling baik. k) Suplemen Kalsium dan Vitamin D bagi pencegahan fraktur
33
Beberapa penelitian epidemiologi memastikan bahwa pada belahan dunia sebelah utara meupun selatan dan dari lintang 35 hingga 60 derajat, insidens fraktur panggul menunjukkan jumlah yang lebih besar pada bulan-bulan ketika musim dingin. Keadaan ini berkaitan dengan variasi musiman pada kadar vitamin D dan hormon paratiroid yang dicerminkan melalui densitas mineral tulang (Islam, et al.2010). E. Penelitian Terkait a) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizka F.A.P mengenai “Hubungan Tingkat Pengetahuan Osteoporosis dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis pada Wanita Pre-Menopause di Kelurahan Jebres Surakarta didapatkan hasil bahwa hampir seluruhnya (81,6%) responden mempunyai pengetahuan baik tentang osteoporosis, sebagian kecil
(16,7%) responden mempunyai
pengetahuan cukup baik dan sisanya 1,7% responden memiliki pengetahuan kurang baik tentang osteoporosis. sementara untuk hasil penelitian mengenai perilaku, didapatkan bahwa hampir seluruhnya (53,3%) responden mempunyai perilaku cukup baik tentang osteoporosis, sebagian kecil (26,7%) responden mempunyai perilaku baik dan sisanya 20% responden memiliki perilaku kurang baik terhadap pencegahan osteoporosis. b) Hasil penelitian lain mengenai tingkat pengetahuan osteoporosis adalah berdasarkan hasil penelitian dari harly viani (2010) yang berjudul “Gambaran mengenai Pengetahuam, sikap dan tindakan
34
tentang pencegahan osteoporosis pada WUS di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Tahun 2010”. Dimana berdasarkan hasil
penelitian
didapatkan
bahwa
mayoritas
responden
berpengetahuan cukup baik mengenai osteoporosis yaitu sebanyak 52 responden (82,5%), sedangkan untuk kategori pengetahuan baik terdapat 9 responden (14,3%) dan pengetahuan kurang baik sebanyak 2 responden (3,2%). Pratami (2010) dalam penelitiannya yang berjudul
“Gambaran Mengenai Perilaku WUS tentang
penyakit Osteoporosis di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2010 menyatakan bahwa untuk pengetahuan respondennya itu sendiri, sebanyak 64 orang (67,4%) memiliki pengetahuan baik dan responden yang mempunyai kategori kurang hanya 3 orang (3,2%). c) Secara global, sekitar 1,7 juta orang setiap tahunnya terdapat kejadian fraktur panggul. Pada tahun 2050 diperkirakan hal ini akan melebihi enam juta (Chang et al,2007). Di Amerika sendiri osteoporosi yang merupakan anacaman kesehatan yang utama, dapat mempengaruhi 28 juta jiwa, dan sebagian besar dari mereka itu adalah perempuan Holroyd et al, 2008 dalam Chang et.al 2011). Pada tahun 2050, kejadian patah tulang panggul ini menyerang 50% populasi di Asia. Di taiwan sendiri, sekitar 452.000 wanita berusia >50 tahun menderita osteoporosis dan hal ini akan meningkat secara perlahan (Yong et al, 2006 dalam Chang et.al 2011). Berdasarkan
35
hasil penelitian dari Chang et.al (2011) dengan judul “Global computer-assisted appraisal of osteoporosis risk in Asian women: an innovative study” didapatkan bahwa pasien dengan riwayat keluarga osteoporosis terdapat 16,3%, pasien dengan pascamenopause 90%. Sementara itu, sebagian besar peserta tidak minum alkohol (96%), minum obat endokrin (61%), menganggap diri mereka kyphotic sebanyak 76,3%, menganggap diri mereka pendek (64%), memiliki tubuh membungkuk 61,3%), mengalami nyeri punggung bawah (61,3%), dan memiliki riwayat fraktur (83,7%). F. Kerangka Teori Berdasarkan teori menurut Notoatmodjo 2010 pengetahuan
itu
sendiri
dipengaruhi
oleh
bahwa tingkatan pengukuran
tingkat
pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, dan sosial budaya. Sedangkan teori menurut Notoatmodjo (2010) bahwa perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor pendorong, faktor predisposisi, dan faktor pendukung. Adapun bagan dari kerangka teori yang didapat dapat yakni :
36
Stimulus
Proses Stimulus
(rangsangan
Reaksi Terbuka (Tindakan)
Reaksi Tertutup (Pengetahuan) Tingkatan Pengetahuan: Tahu Memahami Aplikasi Analisis Sintesis Evaluasi
-
Perilaku Pencegahan Osteoporosis
Faktor yang mempengaruhi perilaku: Faktor pendukung - Faktor Pemungkin - Faktor Pendorong -
37
Sumber : Modifikasi dari Green (1990), Islam et al (2010), Notoatmodjo (2010), Wirakusumah (2009), Compston (2002), Chang et al (2010), Larkey (2003),
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep ini dibuat untuk menjelaskan gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku mengenai osteoporosis terhadap usaha pencegahan osteoporosis pada mahasiswi di Universitas Singaperbangsa Karawang tahun 2013. Variabel dependen pada penelitian ini adalah perilaku pencegahan osteoporosis sedangkan variabel independennya adalah tingkat pengetahuan mahasiswi Variabel independen
Variabel Dependen Perilaku pencegahan
Tingkat Pengetahuan Mahasiswi
osteoporosis
Skema 1. Kerangka konseptual penelitian gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku terhadap usaha pencegahan osteoporosis yang dilakukan mahasiswi B. Definisi Operasional Definis operasional merupakan uraian tentang batasan variabel yang dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional dapat membantu dalam mengarahkan pengukuran atau pengamatan
terhadap
variabel-variabel
mengembangkan instrumen.
37
yang
bersangkutan
serta
dalam
38
No. Variabel
Definisi
Cara ukur
Alat Ukur Hasil Ukur
Skala
Kuesioner Baik,jika
Ordinal
Operasional 1.
Pengetahuan
Segala
Responden
terhadap
informasi
diberikan
responden
pencegahan
yang
pertanyaan
menjawab
osteoporosis
dimengerti
sebanyak
-Definisi
dan dipahami pertanyaan
Cukup,jika
-Tandadan
yang meliputi Dengan
responden
gejala
- Definisi
menjawab
-Penyebab
-Tanda
- Akibat
gejala
dan
- Pencegahan
-Penyebab
berupa jawaban
Kurang Baik,
- Akibat
benar
jika
- Pencegahan
nilai 1 dan salah
responden
diberi nilai 0
menjawab 0-
16
menggunakan dan pilihan
ganda hasilnya
diberi
76-100%
60-75% pertanyaan
59% (Arikunto 1998
dalam
Rizka 2010) 2.
Perilaku
Segala
Memberikan 14 Kuesioner Kurang, bila Ordinal
terhadap
bentuk
pertanyaan
pencegahan
perilaku yang kepada
benar < 60%
osteoporosis
memiliki
responden
Sedang, bila
pengaruh
mengenai
jawaban
jawaban
39
terhadap
osteoporosis
benar 60-
upaya
dengan
80%
pencegahan
menggunakan
Baik,
osteoporosis
skala likert
jawaban
Dengan
benar >80%
statement
(Khomsan,
positif:
2000)
-
Selalu=4
-
Sering=3
-
Jarang=2
-
Tidak Pernah=1
Statement negatif: -
Selalu=1
-
Sering=2
-
Jarang=3
-
Tidak pernah=4
C. Hipotesis
bila
40
Adanya
hubungan
antara
tingkat
pengetahuan
terhadap
perilaku
pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah alat bagi peneliti untuk mengendalikan atau mengontrol
variabel-variabel
yang
berperan
dalam
suatu
penelitian.Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional study. Desain cross sectional ini merupakan suatu desain dengan sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu dalam satu kurun waktu saja (Husein, 2011). Adapun pada penelitian ini menggunakan metode analitik korelasi. Metode analitik korelasi ini digunakan untuk mengukur hubungan (korelasi) antara tingkat pengetahuan dan perilaku terhadap usaha pencegahan osteoporosis. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Universitas Singaperbangsa Karawang pada tanggal 28 Juni sampai 3 Juli 2013. C. Populasi dan Sample Penelitian 1. Populasi Adapun populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Agama Islam semester 2 dan 4 di Universitas Singaperbangsa Karawang tahun ajaran 2013/2014. Alasan peneliti memilih Fakultas Agam Islam Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun Ajaran 2013/2014 sebagai tempat penelitian karena mahasiswi Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang mewakili
40
41
mahasiswi dalam menganalisa hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis dimana target penelitian ini adalah mahasiswi yang tergolong usia subur. Adapun jumlah mahasiswi yang ada di Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa tahun ajaran 2013/2014 terdapat pada tabel 4.1 No
Semester 2
1.
A
B
C
2.
20 20 20 Jumlah: 80
Semester 4 D
A
B
20 20 20
Total
C
D
160
20
20
mahasiswi
Jumlah : 80
Sumber : Data Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun Ajaran 2013/2014 2. Sample Sample pada penelitian ini adalah mahasiswi semester II dan IV Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang tahun ajaran 2012/2013. Agar kriteria sampel dalam penelitian ini tidak menimbulkan kerancuan, maka sampel ini diklasifikasikan menjadi dua kriteria, yaitu kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria sampel yang digunakan antara lain: a) Kriteria inklusi 1) Wanita berusia 19-25 tahun yang sedang menempuh pendidikan atau aktif dalam perkuliahan di Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013 2) Bersedia menjadi responden
42
b) Kriteria eksklusi 1) Wanita berusia lebih dari 25 tahun dan kurang dari 19 tahun yang sedang menempuh pendidikan atau aktif dalam perkuliahan di Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013 2) Mahasiswi merupakan seorang atlet 3) Mahasiswi
yang
mengikuti
ekstrakulikuler
(kegiatan
tambahan di luar kuliah) olahraga 4) Mahasiswi yang pernah patah tulang 5) Tidak bersedia menjadi responden c) Besar Sampel Perhitungan sample pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi seperti di bawah ini (Ρratiwi, 2011):
√
n= Z21-α√2 2P (1-P) + Z1-β√P1(1-P1)+(P2(1-P2)
[
(P1-P2)2
n:Besar sample Z21-α√2 : Derajat Kepercayaan (95%)=1,96 Z1-β
: Kekuatan uji 80 % Z=0,84
p
: Rata-rata proporsi pada populasi
p
: P1+P2 2
= 64+28
2
= 78=0,78%
]2
43
P1
:
Proporsi
kejadian
pengetahuan baik P2
:
Proporsi
osteoporosis
dengan
tingkat
64=0,64% (Rizka,2012)
kejadian
osteoporosis
dengan
tingkat
pengetahuan cukup 28=0.28(Rizka,2012) Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, didapatkan bahwa jumlah sampel yang diambil adalah 47 orang. Jadi, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk pengambilan data penelitian adalah 47 orang dikalikan 2, dikarenakan menggunakan uji hipotesis dua proporsi sehingga jumlah sampel yang harus diambil adalah sebesar 94 orang. Namun, demi menghindari adanya missing, maka dilakukan pembulatan sehingga jumlah keseluruhan sampel menjadi 100 orang. d) Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan proportional random sampling. Dimana sampel secara proporsi dilakukan dengan mengambil subyek dari setiap strata atau setiap kelas ditentukan seimbang dengan banyaknya subyek dalam masing-masing strata atau kelas (Arikunto,2006). Adapun jumlah sampel untuk masing-masing kelas dengan menggunakan rumus menurut Sugiyono (2007). n= X/N.N1 Keterangan: n= Jumlah sampel yang diinginkan setiap kelas
44
N= jumlah seluruh populasi yang ingin diteliti X= Jumlah Populasi pada setiap kelas N1= Sampel Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel dari masing-masing kelas tersebut yaitu dapat dilihat pada tabel 4.2 Table 4.2 Proporsi Jumlah Sampel
Semester 2
Semester 4
Total
A
B
C
D
A
B
C
D
20/160
20/160
20/160
20/160
20/160
20/160
20/160
20/160
x100=
x100=
x100=
x100=
x100=
x100=
x100=
x100=
13
12
13
12
13
12
13
12
Jumlah: 50
100
Jumlah : 50
D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Pada saat penelitian, kuesioner mengenai osteoporosis belum dilakukan uji validitas oleh peneliti sebelumnya untuk mengetahui validitas dan reliabilitas setiap pertanyaan yang terdapat kuesioner. Adapun kuesioner yang telah ada kemudian dibagikan langsung kepada responden oleh peneliti ataupun enumerator. Variabel Bebas (independen) : tingkat pengetahuan Variabel Terikat (dependen) : perilaku pencegahan osteoporosis Apabila sudah diketahui variabelnya, maka penyusunan instrumen mencoba menjabarkan setiap variabel menjadi sub variabel, yaitu
45
aspek-aspek atau bagian-bagian dari variabel. Dari sub variabel yang ada, peneliti dapat menjabarkannya menjadi indikator. 1. Menyusun Butir-Butir Instrumen Pengumpulan Data Sebelum mulai dengan merumuskan butir-butir pertanyaan atau butir-butir soal, terlebih dahulu peneliti membuat kisis-kisi final, yaitu kisi-kisi
yang lengkap dan sudah mengandung informasi
mengenai jumlah dan nomor-nomor butir pertanyaan. Adapun tabel kisi-kisi final penyusunan instrumen pengumpul data tersebut dapat terlihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3 kisi-kisi final penyusunan instrumen pengumpul data
Variabel Penelitian Pengetahuan
Sub Variabel
Banyaknya Butir 2
Nomor Butir
-
Mengidentifikasi tentang definisi osteoporosis
1,2
-
Mengidentifikasi pengetahuan mengenai tandatanda dan gejala terkena osteoporosis
2
5,8
-
Mengidentifikasi pengetahuan faktorfaktor yang berisiko terkena osteoporosis
3
4,6,9
-
Mengidentifikasi pengetahuan mengenai sebabakibat osteoporosis
3
3,7,10
-
Mengidentifikasi
2
11,13
46
pengetahuan mengenai makanan dan asupan kandungan gizi yang baik untuk mencegah osteoporosis -
Mengeidentifikasi pencegahan yang dapat dilakukan
4
12,14,15,16
TOTAL Perilaku
16
-
Mengidentifikasi perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
4
1,2,13,7
-
Mengidentifikasi perilaku pencegahan penyakit osteoporosis
3
4,5,9
-
Mengidentifikasi perilaku pencegahan dan pengobatan
3
14,6,3
Mengidentifikasi makanan yang dikonsumsi yang dapat mencegah osteoporosis seperti sayur-sayuran hijau.
3
10,11,8
TOTAL
13
47
2. Uji Coba Kuesioner Data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Namun, sebelum mengumpulkan data primer ini, terlebih dahul peneliti melakukan uji uji validitas dan reliabilitas kuesioner terlebih dahulu. Adapun uji validitas dan reliabilitas ini dilakukan
pada
30
mahasiswi
Fakultas
Hukum
Universitas
Singaprebangsa Karawang yang memiliki karakteristik mahasiswi yang hampir sama dengan mahasiswi di Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang. a) Uji Validitas Uji validitas dilakukan pada 30 responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel. Dalam melakukan uji validitas dapat dihitung dengan menggunakan software statistik. Dari hasil
uji
coba
kuesioner mengenai pengetahuan pencegahan
osteoporosis terdapat dua pertanyaan yang tidak valid dari 16 pertanyaan dengan nilai t hitung
r tabel berarti reliabel dan apabila ralpha cronbach < r tabel tidak reliabel. Hasil uji reliabitas menunjukan nilai reabilitas 0,374 sedangkan nilai
48
koefisien reabilitas yang baik adalah diatas 0,7. Pada hasil penelitian ini, didapatkan bahwa pertanyaan bagian B memiliki hasil koefisien reliabilitas 0,715 sedangkan pertanyaan bagian C memiliki hasil koefisien 0,811. E. Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data ini, peneliti dibantu oleh rekan-rekan peneliti yang lainnya, baik itu rekan dari dalam institusi maupun dari luar institusi. 1. Jenis Data Data Primer Data primer ini dapat diperoleh dari kuesioner yang telah diisi oleh responden. Adapun kuesioner ini mencekup mengenai pertanyaanpertanyaan seputar osteoporosis baik itu pengetahuannya maupun perilaku responden dalam mencegah osteoporosis tersebut. 2. Pengukuran Data a) Pengetahuan mengenai pencegahan osteoporosis Dalam memperoleh data mengenai tingkat pengetahuan pencegahan osteoporosis ini responden terlebih dahulu menjawab pertanyaanpertanyaan yang tercantum pada kuesioner. Adapun pertanyaanpertanyaan tersebut pengembangan dari skala guttman yang nantinya akan menghasilkan jawaban benar dan salah. Dimana untuk jawaban salah diberi nilai 0 dan jawaban benar diberi nilai 1. Kurang, bila jawaban benar < 60% Sedang, bila jawaban benar 60-80%
49
Baik, bila jawaban benar >80% (Khomsan, 2000) b) Pengukuran perilaku dalam pencegahan osteoporosis 1) Skala likert merupakan skala kuesioner yang tepat dalam mengukur perilaku responden dalam mencegah osteoporosis. setelah data terkumpul, kemudian dilakukan penilaian dengan skor dimana setiap jawaban dari pertanyaan diberi bobot 3 jika menjawab selalu, 2 jika menjawab sering, 1 jika menjawab kadang-kadang, 0 jika menjawab tidak pernah untuk jenis pertanyaan positif. Sebaliknya untuk jenis pertanyaan negatif penilaian dengan skor 0 jika menjawab selalu, 1 jika menjawab sering, 2 jika menjawab kadang-kadang, dan 3 jika menjawab tidak pernah. 2) Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut (Arikunto 1998 dalam Rizka 2010): N=(Sp/Sm)x100%
Keterangan : N= prosentase hasil Sm=Skor tertinggi Sp= skor yang didapat Kemudian hasil peengukuran perilaku dikelompokkan dengan mengklasifikasikan menjadi 3 kategori jenjang ordinal yaitu:
50
Baik,jika responden menjawab 76-100% Cukup,jika responden menjawab 60-75% pertanyaan Kurang Baik, jika responden menjawab 0-59% (Arikunto, 1998 dalam Rizka 2010) F. Pengolahan Data Pengolahan data yang telah dikumpulkan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Editing Setelah data tersebut dikumpulkan kemudian diperiksakan kembali kelengkapannya. 2. Coding Data yang akan dimasukkan ke dalam komputer, terlebih dahulu diberikan kode pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan pengolahan data selanjutnya. Variabel pengetahuan terhadap pencegahan osteoporosis diberikan kode 0=Kurang (jawaban benar <60% ) 1= sedang (jawaban benar 6080%) dan 2=baik(jawaban benar >80%). Variabel perilaku terhadap penceghan osteoporosis diberikan kode 0= Kurang baik,(jika responden menjawab <60%), 1=Cukup,(jika responden menjawab 6075%pertanyaan) dan 2=Baik, (jika responden menjawab >76%). 3. Entry Setelah dilakukan penyuntingan data, kemudian memasukkan daftar pertanyaan yang telah diberi kode dengan menggunakan software komputer.
51
4. Cleaning Tahap terakhir yaitu pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap untuk dianalisis.(Pratiwi, 2011) G. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel independen dan dependen. Variabel tersebut adalah tingkat
pengetahuan
responden
terhadap
perilaku
pencegahan
osteoporosis. 2. Analisis Bivariat Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen (tingkat pengetahuan dan perilaku) dengan variabel dependen ( pencegahan osteoporosis). dalam analisis data ini menggunakan uji Spearman dengan signifikansi 5%. Jika P value ≤ 0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika P value >0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen. Tabel 4.4 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi
52
No. 1.
Parameter Kekuatan korelasi (r)
2.
Nilai p
Nilai 0,0 sd <0,2 0,2 sd <0,4 0,4 sd <0,6 0,6 sd <0,8 0,8 sd 1 P <0,05
P >0,005
3.
Arah korelasi
+ (positif)
Interpretasi Sangat Lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat Terdapat korelasi yang bermakna Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji Searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel yang lainnya. Berlawanan arah. Semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.
Sd : sampai dengan (Dahlan, 2012) H. ETIKA PENELITIAN Etika penelitian kesehatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan lngsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etik yang harus diperhatikan menurut Nursalam (2008) yaitu: 1. Prinsip manfaat a) Bebas dari penderitaan
53
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek khususnya jika menggunakan tindakan khusus b) Bebas dari eksploitasi Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun. c) Risiko (Benefits ratio) Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan menguntungkan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan. 2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (Respect human dignity) a) Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (Right to self determination) Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek maupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang klien. b) Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (Right to full disclosure) Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek. c) Informed consent Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
54
consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, manfaat, kerahasiaan dan lain-lain. 3. Prinsip keadilan (Right to justice) a) Hak untuk mendapatkaan perlakuan yang adil (Right in fair treatment) Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian. b) Hak dijaga kerahasiaannya (Right to privacy) Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan untuk itu perlu adanya 2 hal : 1) tanpa nama (anonymity) yaitu memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan, 2) rahasia (confidentiality) yaitu memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Universitas Singaperbangsa Karawang yang berlokasi di Jalan H.S Ronggowaluyo. Universitas Singaperbangsa Karawang merupakan universitas swasta satu-satunya yang berada di wilayah Karawang. Adapun universitas ini berlokasi di Jalan H.S Ronggowaluyo Kabupaten Karawang. Universitas tersebut berdiri pada tangal 5 September 1965. Adapun universitas tersebut memiliki delapan fakultas, diantaranya: Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Pertanian, Fakultas Agama Islam, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Komputer serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. B. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk melihat adanya gambaran disribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel independen (tingkat pengetahuan
mahasiswi)
dan
dependen
(perilaku
pencegahan
osteoporosis). 1. Karakteristik responden Penelitian ini dilakukan pada mahasiswi Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa. Namun, tidak semua mahasiswi yang mengikuti perkuliahan di Fakultas Agama Islam tersebut dijadikan responden. Pada penelitian ini, mahasiswi yang dijadikan responden yakni
55
56
semester 2 dan 4 yang usianya berkisar 18 hingga 25 tahun. Adapun gambaran karakteristik responden berdasarkan usia dan semester tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Usia responden Berdasarkan Semester Usia Semester
N
Mean± SD Min
Max
II
50
18
19
IV
50
20
21
19.47 ±1.17
Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa frekuensi responden dari semester II dengan rentang umur 18-19 tahun memiliki jumlah responden 50 orang dan semester IV dengan rentang umur 2021 memiliki jumlah 50 orang. 2. Gambaran
Tingkat
Pengetahuan
Osteoporosis
Responden
Berdasarkan Item Pertanyaan a) Gambaran Tingkat Pengetahuan Responden mengenai Definisi Osteoporosis
Distribusi Frekuensi Responden mengenai Definisi Osteoporosis Tabel 5.2 Tingkat Pengetahuan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang Sedang Baik Total
6 0 94 100
6.0 0.0 94.0 100.0
57
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.2 menyebutkan bahwa sebagian besar (94%) responden memilik tingkat pengetahuan yang baik mengenai definisi osteoporosis. Sebagian kecil lainnya responden dengan tingkat pengetahuan kurang (6%) dan responden dengan tingkat pengetahuan sedang (0%). b) Gambaran Tingkat Pengetahuan Responden mengenai TandaTanda dan Gejala Terkena Osteoporosis Distribusi Frekuensi Responden mengenai Tanda-Tanda dan Gejala Terkena Osteoporosis Tabel 5.3 Tingkat Pengetahuan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang Sedang Baik Total
45 2 53 100
45.0 2.0 53.0 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.3 menyebutkan bahwa sebagian besar (53%) responden memilik tingkat pengetahuan yang baik mengenai tanda dan gejala terkena osteoporosis.
Sebagian kecil lainnya responden dengan tingkat pengetahuan kurang (6%) dan responden dengan tingkat pengetahuan sedang (0%). c) Gambaran Tingkat Pengetahuan Distribusi Frekuensi Responden mengenai Faktor-Faktor yang Berisiko terkena Osteoporosis Distribusi Frekuensi Responden mengenai Faktor-Faktor yang Berisiko terkena Osteoporosis Tabel 5.4
58
Tingkat Pengetahuan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang 11 11.0 Sedang 66 66.0 Baik 23 23.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.4 menyebutkan bahwa sebagian besar (66%) responden memilik tingkat pengetahuan sedang mengenai faktor resiko terkena osteoporosis. Hasil penelitian sebagian kecil lainnya yakni responden dengan tingkat pengetahuan baik mengenai faktor-faktor yang berisiko terhadap osteoporosis sebesar 23% dan responden dengan tingkat pengetahuan kurang sebesar 11%. d) Gambaran Tingkat Pengetahuan Distribusi Frekuensi Responden mengenai Sebab-Akibat Osteoporosis
Distribusi Frekuensi Responden mengenai Sebab-Akibat Osteoporosis Tabel 5.5 Tingkat Pengetahuan
Frekuensi (n)
Prosentase (%)
Kurang 28 Sedang 43 Baik 29 Total 100 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian
28.0 43.0 29.0 100.0 pada tabel 5.6
menyebutkan bahwa sebagian besar (43%) responden memilik tingkat pengetahuan sedang mengenai sebab-akibat terkena osteoporosis. Sebagian kecil lainnya, responden dengan tingkat pengetahuan
baik
(29%)
dan
responden
dengan
tingkat
59
pengetahuan kurang dalam mengetahui sebab-akibat osteoporosis yakni 28%. e) Gambaran Tingkat Pengetahuan Distribusi Frekuensi Responden mengenai
Makanan
dan
Asupan
Kandungan
Gizi
untuk
Mencegah Osteoporosis
Distribusi Frekuensi Responden mengenai Makanan dan Asupan Kandungan Gizi untuk Mencegah Osteoporosis Tabel 5.6 Tingkat Pengetahuan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang 32 Sedang 0 Baik 68 Total 100 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian
32.0 0.0 68.0 100.0 pada tabel 5.7
menyebutkan bahwa sebagian besar (68%) responden memilik tingkat pengetahuan baik mengenai makanan dan asupan kandungan gizi untuk mencegah osteoporosis. Hasil penelitian sebagian
kecil
lainnya
yakni
responden
dengan
tingkat
pengetahuan kurang (32%) dan responden dengan tingkat pengetahuan sedang (0%). f) Gambaran Tingkat Pengetahuan Distribusi Frekuensi Responden Terapi Pencegahan Osteoporosis Distribusi Frekuensi Responden Terapi Pencegahan Osteoporosis Tabel 5.7
60
Tingkat Pengetahuan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang 7 Sedang 20 Baik 73 Total 100 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian
7.0 20.0 73.0 100.0 pada tabel 5.8
menyebutkan bahwa sebagian besar (73%) responden memilik tingkat
pengetahuan
baik
mengenai
terapi
pencegahan
osteoporosis, sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan sedang sebesar 20% dan responden dengan tingkat pengetahuan kurang yakni 7% 3. Gambaran
Responden
Berdasarkan
Tingkat
Pengetahuan
Osteoporosis Secara Umum Gambaran tingkat pengetahuan responden mengenai osteoporosis tersebut dapat dilihat pada tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tabel 5.8 Tingkat Pengetahuan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang 7 7.0 Sedang 21 21.0 Baik 72 72.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.8 menyebutkan bahwa sebagian besar (72%) responden memilik tingkat pengetahuan yang baik mengenai osteoporosis dan pencegahannya secara umum, sedangkan hasil penelitian lainnya responden dengan tingkat pengetahuan sedang sebesar 21% dan responden dengan tingkat pengetahuan kurang sebesar 7%.
61
4. Gambaran
Perilaku
Responden
mengenai
Pencegahan
Osteoporosis Berdasarkan Item Pertanyaan Perilaku responden dalam mencegah osteoporosis dapat dilihat melalui pernyataan-pernyataan responden pada kuesioner penelitian. Adapun pernyataan tersebut dapat dilihat pada tabel 5.9-5.21 a) Pernyataan mengenai Berjalan 1000 langkah setiap hari Distribusi Frekuensi Responden dalam Berjalan 1000 Langkah Setiap Hari Tabel 5.9 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 48 48.0 Cukup 24 24.0 Baik 28 28.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.9 mengenai perilaku berjalan 1000 langkah setiap hari menyebutkan bahwa sebagian besar (48%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan kurang baik. Hasil penelitian lainnya responden yang melakukan pencegahan dengan berjalan 1000 langkah setiap hari dengan baik sebesar 28% dan responden dengan perilaku cukup baik sebesar 24%. b) Pernyataan mengenai Terpaparnya Sinar Matahari pada Pagi Hari (jam 7-9) Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Pencegahan Osteoporosis dalam Terpaparnya Sinar Matahari pada Pagi Hari (jam 7-9)
62
Tabel 5.10 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 50 50.0 Cukup 27 27.0 Baik 23 23.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.10 mengenai perilaku terpaparnya sinar matahari pada pagi hari (jam 7-9) menyebutkan
bahwa
perilaku
pencegahan
responden
dengan
terpaparnya sinar matahari tergolong dalam kategori kurang baik (50%). Sebagian kecil lainnya responden dengan perilaku cukup baik sebesar 27% dan responden dengan perilaku baik sebesar 23%. c) Pernyataan mengenai Pemeriksaan Densitas Tulang Distribusi Frekuensi Responden dalam Pemeriksaan Densitas Tulang Tabel 5.11 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 46 46.0 Cukup 35 35.0 Baik 19 19.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.11 mengenai perilaku pemeriksaan densitas tulang menyebutkan bahwa sebagian besar (46%) responden kurang dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis. Hasil penelitian sebagian kecil lainnya yakni responden dengan perilaku cukup baik sebesar 35% dan responden dengan perilaku baik (19%). d) Pernyataan mengenai Meminum-Minuman Keras Distribusi Frekuensi Responden dalam Meminum-Minuman Keras
63
Tabel 5.12 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 1 1.0 Cukup 0 0.0 Baik 99 99.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.12 mengenai perilaku meminum-minuman keras menyebutkan bahwa sebagian besar (99%)
responden
menjawab tidak pernah
meminum-minuman keras. Dengan begitu, responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik. Hasil penelitian sebagian kecil lainnya yakni responden dengan perilaku kurang baik (1%) dan responden dengan perilaku cukup baik (0%). e) Pernyataan mengenai Perilaku Merokok Distribusi Frekuensi Responden dalam Perilaku Merokok Tabel 5.13 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 1 1.0 Cukup 0 0.0 Baik 99 99.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.13 mengenai perilaku merokok menyebutkan bahwa sebagian besar (99%) responden menjawab tidak pernah merokok. Dengan begitu responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik. Hasil penelitian sebagian kecil lainnya, responden yang melakukan pencegahan osteoporosis kurang baik dengan tidak
64
merokok sebesar 1 % dan responden dengan perilaku cukup baik sebesar 0%. f) Pernyataan mengenai Konsumsi Soft-Drink Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengonsumsi Soft-Drink Tabel 5.14 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 23 23.0 Cukup 50 50.0 Baik 27 27.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.14 mengenai perilaku mengonsumsi soft-drink menyebutkan bahwa sebagian besar (50%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan cukup baik, sedangkan responden dengan perilaku baik dalam pencegahan osteoporosis yakni sebesar 27% dan responden dengan perilaku kurang baik sebesar 23%. g) Pernyataan mengenai Kerutinan Olahraga Distribusi Frekuensi Responden dalam Kerutinan Olahraga Tabel 5.15 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 44 44.0 Cukup 37 37.0 Baik 19 19.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.15 mengenai perilaku rutinitas olahraga menyebutkan bahwa sebagian besar (44%) responden kurang dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis. Hasil penelitian sebagian kecil lainnya
65
yakni responden dengan cukup baik (37%) dan responden dengan baik (19%). h) Pernyataan mengenai Konsumsi Sayuran Hijau Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengonsumsi Sayuran Hijau Tabel 5.16 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik Cukup Baik Total
34 42 24 100
34.0 42.0 24.0 100.0
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.16 mengenai perilaku mengonsumsi sayuran hijau menyebutkan bahwa sebagian besar (42%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan cukup baik, sedangkan sebagian kecil lainnya reponden dengan perilaku kurang baik dalam mencegah osteoporosis dengan mengonsumsi sayuran hijau sebesar 34% dan responden dengan perilaku yang baik dalam mencegah osteoporosis sebesar 24%. i) Pernyataan mengenai Konsumsi Susu Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengonsumsi Susu Tabel 5.17 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 36 36.0 Cukup 39 39.0 Baik 25 25.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.17 mengenai perilaku mengonsumsi susu menyebutkan bahwa
66
sebagian besar (39%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan cukup baik. Hasil penelitian lainnya yakni responden dengan perilaku kurang baik (36%) dan responden dengan baik (25%). j) Pernyataan mengenai Mengonsumsi Wortel Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengonsumsi Wortel Tabel 5.18 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 33 33.0 Cukup 33 33.0 Baik 34 34.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.18 mengenai perilaku mengonsumsi wortel menyebutkan bahwa sebagian besar (34%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik. Hasil penelitian sebagian kecil lainnya yakni responden dengan perilaku cukup baik (33%) dan responden dengan kurang baik (33%). k) Pernyataan mengenai Kegemaran Mengkonsumsi Brokoli Distribusi Frekuensi Responden dalam Mengkonsumsi Brokoli Tabel 5.19 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 31 31.0 Cukup 28 28.0 Baik 41 41.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.19 mengenai
perilaku mengonsumsi
brokoli
menyebutkan bahwa
67
sebagian besar (41%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik, sedangkan sebagian kecil lainnya responden dengan perilaku kurang baik sebesar 31% dan perilaku dengan cukup baik dalam mengonsumsi brokoli sebesar 28%. l) Pernyataan mengenai Kegemaran melakukan Jogging Distribusi Frekuensi Responden dalam Kegemaran melakukan Jogging Tabel 5.20 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 51 51.0 Cukup 22 22.0 Baik 27 27.0 Total 100 100.0 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.20 mengenai perilaku melakukan jogging menyebutkan bahwa sebagian besar (51%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan kurang baik. Hasil penelitian sebagian kecil lainnya yakni responden dengan perilaku baik (27%) dan responden dengan perilaku cukup baik (22%). m) Pernyataan mengenai Rutinitas Mengonsumsi Suplemen Kalsium Distribusi Frekuensi Responden dalam Rutinitas Mengonsumsi Suplemen Kalsium Tabel 5.21 Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik Cukup Baik Total
54 30 16 100
54.0 30.0 16.0 100.0
68
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.21 mengenai perilaku mengonsumsi suplemen kalsium menyebutkan bahwa sebagian besar (54%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan kurang baik. Hasil penelitian lainnya, responden dengan perilaku cukup baik dalam mengonsumsi suplemen kalsium yakni 30% dan perilaku baik dalam mecegah osteoporosis sebesar 16%. 5. Gambaran Perilaku mengenai Pencegahan Osteoporosis Secara Umum Gambaran
perilaku
responden
dalam
melakukan
pencegahan
osteoporosis dapat dilihat pada tabel 5.22 Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Perilaku
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Kurang baik 23 23.0 Cukup 53 53.0 Baik 24 24.0 Total 100 100.0 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai perilaku pencegahan osteoporosis didapatkan bahwa hampir sebagian
besar
responden
memiliki
perilaku
pencegahan
osteoporosis yang cukup (53%). Hasil penelitian sebagian kecil lainnya yakni responden dengan perilaku baik (24%) dan responden dengan perilaku kurang baik (23%).
69
C. Analisis Bivariat Korelasi antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis dapat dilihat pada tabel 5.23 Perilaku Pengetahuan
Cukup
Baik
Kurang
Total
N
%
N
%
N
%
N
%
Sedang
5
71,4
2
28,6
0
0
7
100
Baik
2
9,5
17
81
2
9,5
21
100
Kurang baik
16
22,2
34
47,2
22
30,6
72
100
Total
23
23
53
53
24
24
100
100
P
r
value
value
0,041
0,204
Berdasarkan data penelitian pada tabel 5.23 didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar 0.204 dengan taraf signifikansi untuk hipotesis umum sebesar 0.041. Dari penjabaran tabel 5.2 didapatkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0.041 < α (0.05) maka hipotesis kerja Hi diterima. Dimana, antara variabel perilaku pencegahan osteoporosis dengan tingkat pengetahuan mahasiswi terdapat hubungan yang signifikan. Hubungan ini ditunjukkan dengan nilai korelasi sebesar 0.204 yang termasuk kedalam kategori lemah (0,2 sd <0,4) (Dahlan, 2012).
BAB VI PEMBAHASAN
A. Hasil Analisi Data 1. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis. Adapun sasaran yang dijadikan responden penelitian ini adalah mahasiswi semester 2 dan 4 yang sedang menempuh masa perkuliahan di Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang. Selain itu, responden penelitian ini pun diberikan batasan umur sekitar 18 hingga 25 tahun. Hal ini dilakukan agar ruang lingkup penelitian ini tidak terlampau luas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa frekuensi umur mahasiswi yang dijadikan responden penelitian ini yakni: a. Mahasiswi dengan umur 18 tahun sebesar 29% b. Mahasiswi berumur 19 tahun memiliki persentase 21 % c. Persentase lainnya berada pada mahasiswi dengan umur 21 tahun (26%) dan 20 tahun (21%). Selain dilihat berdasarkan umurnya, karakteristik responden ini pun dilihat berdasarkan semester. Pada semester 4 memiliki persentase yang seimbang dengan semester 2 yakni 50% dan 50%.
70
71
2. Gambaran Tingkat Pengetahuan
terhadap Perilaku Pencegahan
Osteoporosis Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden mengenai osteoporosis. Adapun hasil tingkat pengetahuan berdasarkan item pertanyaan sebagai berikut: Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai
definisi
osteoporosis
menyebutkan bahwa sebagian besar (94%) responden memilik tingkat pengetahuan yang baik. Dengan begitu, hampir sebagian responden telah mengetahui informasi mengenai osteoporosis. Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Larkey, dkk (2003), dimana sebanyak 77% (117
responden
dari
154
responden)
mengetahui
tentang
definisi
osteoporosis. Dengan demikian, hampir seluruh individu telah mengetahui definis osteoporosis. Pada hasil penelitian mengenai tanda dan gejala terkena osteoporosis menyebutkan bahwa sebagian besar (53%) responden memilik tingkat pengetahuan yang baik. Penelitian lainnya 73,7% meyatakan bahwa gejala awal timbulnya osteoporosis adalah pegal-pegal dan nyeri di bagian punggung sedangkan 22,1% lainnya menyatakan bahwa pengurangan masa tulang dapat menjadi tanda terkena osteoporosis (Pratami, 2010). Dengan demikian, individu telah banyak mengetahui tanda-gejala apa saja yang dapat berpengaruh terhadap osteoporosis. Lain halnya pada penelitian mengenai faktor resiko terkena osteoporosis yang menyebutkan bahwa sebagian besar (66%) responden memilik tingkat pengetahuan sedang. Walaupun begitu, hasil penelitian tersebut sudah
72
membuktikan
bahwa
wawasan
pengetahuan
responden
mengenai
osteoporosis sudah cukup baik. Menurut penelitian lainnya yang dilakukan oleh Pratami tahun 2010 menyatakan bahwa 66,3% menjawab wanita yang telah berhenti menstruasinya dan kurang berolahraga merupakan orang yang berisiko terkena osteoporosis. Penelitian mengenai sebab-akibat terkena osteoporosis menyebutkan bahwa sebagian besar (43%) responden memilik tingkat pengetahuan sedang. Hasil penelitian di atas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Larkey, dkk (2003) yang menyebutkan bahwa 73 % respondennya berpendapat
apabila
individu
yang
kehilangan
berat
badan
dapat
menyebabkan terkena osteoporosis. Pada hasil penelitian mengenai makanan dan asupan kandungan gizi untuk mencegah osteoporosis menyebutkan bahwa sebagian besar (68%) responden memilik tingkat pengetahuan baik. Penelitian lainnya yang membahas mengenai makanan dan kandungan gizi untuk pencegahan osteoporosis yaitu penelitian yang dilakukan oleh Larkey, dkk (2003) yang menyebutkan bahwa 83% respondennya mengetahui tentang asupan kalsium yang dapat mencegah osteoporosis sedangkan 95% dan 82% respondennya mengetahui tentang konsumsi susu dan sayuran hijau dapat mencegah osteoporosis. Terakhir, pada hasil penelitian mengenai terapi pencegahan osteoporosis. menyebutkan bahwa sebagian besar (73%) responden memilik tingkat pengetahuan yang baik. Teknologi informasi yang semakin meningkat berdampak pada meningkatnya wawasan ilmu pengetahuan individu. Dengan
73
demikian telah banyak masyarakat yang mengetahui tentang osteoporosis dan penceghannya. Penelitian yang telah dilakukan ini menunjukan bahwa masyarakat telah banyak mengetahui tentang pencegahan osteoporosis. Lain halnya penelitian yang telah dilakukan oleh Gammage and Klentrou (2011) yang menyebutkan bahwa 48 % responden yang mengetahui tentang pencegahan osteoporosis dan hanya 2 % saja yang benar-benar mengetahui tentang pencegahan osteoporosis, baik mengenai konsumsi kalsium maupun mengenai aktifitas fisik yang dapat mencegah timbulnya osteoporosis. Hasil penelitian lainnya menyebutkan bahwa 9% beranggapan bila dengan berjalan santai saja dapat mencegah osteoporosis (Larkey, dkk.2003). Setelah
peneliti
menjelaskan
hasil
penelitian mengenai
tingkat
pengetahuan responden terhadap pencegahan osteoporosis berdasarkan itemitem pertanyaan, dapat diketahui bahwa responden telah memiliki informasi yang sangat baik mengenai osteoporosis. Peneliti berharap informasi yang telah didapat oleh responden ini dapat dipertahankan sehingga, dengan adanya pengetahuan yang baik responden dapat mengaplikasikan perilaku pencegahan osteoporosis tersebut dengan baik pula. 3. Gambaran Tingkat Pengetahuan Osteoporosis Secara Umum Perilaku
yang
baik
akan
terbentuk
melalui
hubungan
yang
berkesinambungan antara faktor eksternal (pengalaman, fasilitas, sosialbudaya) dengan faktor internal (persepsi, pengetahuan, keyakinan, keinginan, motivasi, niat dan sikap) (Notoatmodjo, 2010).
74
Pada pokok pembahasan sebelumnya, peneliti sudah menjelaskan dengan rinci hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan osteoporosis responden berdasarkan item-item pertanyaan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa responden telah memiliki tingkat pengetahuan yang begitu baik, mulai dari informasi mengenai definisi osteoporosis hingga informasi mengenai terapi pencegahan osteoporosis. Pada pokok bahasan selanjutnya yakni untuk mengetahui hasil penelitian terhadap tingkat pengetahua responden mengenai osteoporosis secara umum. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswi memiliki persentase sebagai berikut a) Responden dengan pengetahuan kategori baik 72% b) Sebagian kecil masih ada yang memiliki tingkat pengetahuan sedang (21%) c) Responden dengan tingkat pengetahuan kurang baik (7%). Hal ini seiring dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rizka (2012) pada wanita pre-menopause yang dilakukan di Surakarta menyebutkan bahwa: a) Tingkat pengetahuan wanita pre-menopause tersebut dalam mencegah osteoporosis sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (81.6%) b) Sebagian kecil memiliki pengetahuan cukup baik (16.7%) dan sisanya 1.7% responden memiliki pengetahuan yang kurang biak dalam mencegah osteoporosis. Berdasarkan uji analisa data statistik yang dilakukan dengan α = 5% didapatkan nilai korelasi 0.04, dimana terdapat hubungan antara tingkat
75
pengetahuan dengan perilaku osteoporosis dengan kekuatan korelasi yang lemah. Hal ini sejalan dengan penelitian yangn dilakukan oleh Rizka (2012), dimana terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis. 4. Gambaran Perilaku Pencegahan Osteoporosis Berdasarkan Item Pernyataan Perilaku dapat dilihat melalui berbagai aspek, yakni aspek biologis, psikologis maupun sosio-psikologis. Berdasarkan aspek biologis perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan.
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2010) perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi
sehat-sakit.
Perilaku
pencegahan
osteoporosis
merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa responden telah dapat melakukan pencegahan osteoporosis dengan cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian mengenai perilaku berjalan 1000 langkah setiap hari menyebutkan bahwa sebagian besar (52%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik. Hal ini dikarenakan masih banyak reponden yang jika berpergian dengan menggunakan kendaraan. Penelitian lainnya yang membahas tentang perilaku berjalan adalah penelitian Larkey, dkk (2003) yang menyatakan bahwa hanya
76
9 % responden yang rutin melakukan olahraga dengan berjalan kaki. Kedua hasil penelitian tersebut dapat menunjukan bahwa masih banyak individu yang kurang memperhatikan pentingnya olahraga dengan berkalan kaki. Berdasarkan data yang diperoleh mengenai perilaku terpaparnya sinar matahari pada pagi hari (jam 7-9) menyebutkan bahwa perilaku pencegahan responden dengan terpaparnya sinar matahari tergolong dalam kategori kurang baik (50%). Penelitian lain yang membahas mengenai perilaku paparan sinar matahari yang dapat mencegah osteoporosis yakni dilakukan oleh Larkey, dkk (2003) yang menyebutkan 46% responden yang melakukan perilaku terpapar sinar matahari sebagai pencegahan osteoporosis. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.11 mengenai perilaku pemeriksaan densitas tulang menyebutkan bahwa sebagian besar (46%) responden kurang dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis sedangkan hasil penelitian mengenai perilaku meminum-minuman keras menyebutkan bahwa sebagian besar (99%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik. Hal ini telah menunjukan bahwa masyarakat peduli akan kesehatan tubuhnya terutama pada tulang. Penelitian lainnya yang membahas mengenai perilaku konsumsi alkohol dilakukan oleh Chang et al (2011), dimana dalam penelitiannya terdapat 96% responden tidak mengkonsumsi alkohol. Penelitan-penelitian tersebut menunjukan bahwa masyarakat sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari konsumsi alkohol terhadap pertumbuhan tulang. Rokok memiliki banyak dampak negatif termasuk dampak pada tulang. Hasil penelitian mengenai perilaku merokok menyebutkan bahwa sebagian
77
besar (99%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik. Hasil penelitian diatas sangat berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Larkey. Larkey,dkk (2003) menyatakan bahwa 28% rata-rata responden penelitiannya pernah merokok sedangkan pada wanita pre dan post menopause terdapat 40% dan 27% pernah merokok. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.14 mengenai perilaku mengonsumsi soft-drink menyebutkan bahwa sebagian besar (50%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan cukup baik. Lain halnya dengan penelitisn mengenai perilaku rutinitas olahraga yang menyebutkan bahwa sebagian besar (44%) responden kurang dapat melakukan
perilaku
pencegahan
osteoporosis.
Larkey,
dkk
(2003)
berpendapat bahwa 50% wanita post-menopause kurang melakukan aktivitas fisik (olahraga). Larkey pun melakukan penelitian pada wanita dengan ras hispanic dan non-hispanic. Dimana penelitian tersebut menghasilkan 51% wanita hispanic senang melakukan aktivitas fisik (olahraga) kurang dari 150 menit dan 40% wanita non-hispanic melakukan aktivitas fisik kurang dari 150 menit. Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat telah sadar akan pentingnya melakukan aktivitas fisik untuk kesehatan tulang. Begitu banyak manfaat yang terkandung dalam sayuran hijau termasuk untuk kesehatan tulang. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.16 mengenai perilaku mengonsumsi sayuran hijau menyebutkan bahwa sebagian besar (42%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan cukup baik. Larkey, dkk (2003) menyatakan
78
bahwa 82% responden mengkonsumsi sayuran hijau. Hal tersebut menunjukan bahwa masyarakat sadar akan pentingnya mengkonsumsi sayuran hijau untuk kesehatan mereka, terutama untuk kesehatan tulang. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.17 mengenai perilaku mengonsumsi susu menyebutkan bahwa sebagian besar (39%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan cukup baik. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Karolina (2009) menyatakan bahwa 27,3% responden sering mengkonsumsi susu yang mengandung kalsium dan 33% kadang-kadang mengkonsumsi susu. Selain dapat membantu menyehatkan mata karena kandungan vitamin A di dalamnya, wortel pun dapat mengurangi resiko terkena osteoporosis. Hasil penelitian mengenai perilaku mengonsumsi wortel menyebutkan bahwa sebagian besar sebagian besar (34%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik. Selain wortel, tumbuhan lainnya pun dapat mencegah osteoporosis. Brokoli merupakan salah satu sayuran hijau yang dapat membantu mengurangi resiko terkena osteoporosis. Hasil penelitian mengenai perilaku mengonsumsi brokoli menyebutkan bahwa sebagian besar (41%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan baik, sedangkan sebagian kecil lainnya responden dengan perilaku kurang baik sebesar 31% dan perilaku dengan cukup baik dalam mengonsumsi brokoli sebesar 28%. Osteoporosis dapat dicegah dengan latihan fisik. Latihan fisik yang teratur dapat membantu dalam pencegahan terjangkitnya penyakit kronis seperti diabetes, jantung maupun osteoporosis. Hasil penelitian mengenai perilaku
79
melakukan jogging menyebutkan bahwa Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian pada tabel 5.20 mengenai perilaku melakukan jogging menyebutkan bahwa sebagian besar (51%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan kurang baik. Walaupun perilaku dalam melakukan jogging masih kurang diperhatikan oleh responden, namun masih ada perilaku pencegahan yang lain, yang menunjukkan perilaku yang baik dalam mencegah osteoporosis. Hasil penelitian mengenai rutinitas mengonsumsi suplemen kalsium menunjukkan hasil yang kurang memuaskan dimana sebagian besar (54%) responden dapat melakukan perilaku pencegahan osteoporosis dengan kurang baik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gammage dan Klentrou (2011) menghasilkan bahwa 8% wanita post-menopause dan 16 % remaja wanita melakukan pencegahan osteoporosis dengan mengkonsumsi kalsium. Dengan begitu, masih banyak wanita yang kurang memperhatikan pentingnya konsumsi kalsium dalam pencegahan osteoporosis. Data Internasional Osteoporosis Foundation (2009) menyebutkan, hasil penelitian di 14 negara Asia mencerminkan rendahnya asupan kalsium orang Asia, yaitu rata-rata hanya 450 mg dari 1300 mg yang dibutuhkan per hari. 5. Gambaran Perilaku Pencegahan Osteoporosis Secara Umum Manusia dapat hidup sehat bila dapat menerapkan perilaku hidup sehat. Perilaku sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya mdalam mempertahankan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Perilaku sehat tersebut dapat dibentuk melalui berbagai cara diantaranya dengan mengonsumsim makanan dengan menu seimbang dan juga melakukan pencegahan terhadap
80
penyakit. Perilaku pencegahan osteoporosis merupakan salah satu dari sekian banyak perilaku hidup sehat. Namun banyak individu yang kurang memperhatikan perilaku hidup sehatnya. Berdasarkan penyajian data penelitian pada tabel 5.3, perilaku responden dalam mencegah osteoporosis secara umum dapat dilihat pada point dibawah ini: a) Secara umum, mahasiswi memiliki perilaku pencegahan osteoporosis dalam kategori cukup (53%). b) Sedangkan sebagian kecil lainnya perilaku responden tergolong dalam kategori baik (24%) c) Mahasiswi yang memiliki perilaku kurang dalam mencegah osteoporosis ini terdapat 23%. Dengan kata lain, mahasiswi Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa ini sudah cukup baik dalam melakukan pencegahan osteoporosis. Hal ini seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizka (2012), dimana penelitiannya ini dilakukan pada wanita pre-menopause di Surakarta. Berdasarkan penelitiannya menyebutkan bahwa responden memiliki perilaku cukup baik (53.3%) sebagian kecil lainnya memiliki perilaku yang baik dalam mencegah osteoporosis (26.7%) dan sisanya memiliki perilaku yang kurang dalam mencegah osteoporos Berdasarkan penelitian lain, dari Chang et.al (2011) dengan judul “Global computer-assisted appraisal of osteoporosis risk in Asian women: an innovative study” didapatkan bahwa pasien dengan riwayat keluarga osteoporosis terdapat 16,3%, pasien dengan pascamenopause 90%. Sementara
81
itu, sebagian besar peserta tidak minum alkohol (96%), minum obat endokrin (61%). Dengan kata lain, responden penelitian yang dilakukan oleh Chang et al sudah memiliki perilaku yang baik dalam mencegah osteoporosis. Pada hakikatnya, pencegahan lebih efektif bila dilakukan pada usia dini atau usia muda. Hal ini dikarenakan apabila dilakukan di usia yang lanjut atau mendekati usia lanjut maka resiko yang ditimbulkan akan semakin lebih berat. Oleh karena itu, peneliti mengambil responden pada wanita usia muda. 6. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Pengetahuan merupakan faktor internal terbentuknya perilaku kesehatan. Dengan adanya pengalaman maka akan terbentuk pengetahuan yang baik, dan adanya pengetahuan yang baik inilah akan membentuk perilaku yang baik pula. Menurut teori “ PRECED-PROCEED” yang dikembangkan oleh Lawrence Green ( 1980) menyebutkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni: faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor pendorong. Dalam faktor predisposis ini terdiri dari pengetahuan,sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Dengan demikian, perilaku dapat terbentuk melalui pengetahuan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Spearman rank didapatkan bahwa nilai signifikansi 0.041< 0.05 yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis. Hal ini sejalan dengan nilai korelasi yang dihasilkan yakni 0.204, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif (+) antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis yang
82
bersifat searah (berbanding lurus). Artinya, semakin tinggi atau besar tingkat pengetahuan akan semakin bertambah besar atau tinggi pula nilai perilaku pencegahan osteoporosis. Namun bila dilihat dari nilai korelasi (0.204), hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi dalam kategori lemah. Penelitian lain yang memiliki hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis yakni dilakukan oleh Rizka tahun 2012. Dalam penelitian tersebut terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis. 7. Keterbatasan Penelitian Segala sesuatu pasti ada kekurangan dan kelebihan. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Pada penelitian ini terdapat beberapa kekurangan yang menjadi keterbatasan penelitian. Keterbatasan tersebut akan dijabarkan pada point di bawah ini: a) Dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas satu faktor intern saja yang dapat
mempengaruhi
perilaku. Padahal
faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor intern saja, namun juga dipengaruhi oleh faktor ekstern. b) Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dimana penelitian dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Sehingga peneliti hanya melihat hasil penelitian dalam satu waktu saja, tidak melihat hasil selanjutnya. c) Alat pengukuran penelitian ini hanya sebatas menggunakan kuesioner saja dan tidak ada respon timbal balik kepada responden sehingga responden tidak mengetahui jawaban yang benar dari kuesioner tersebut.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswi Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang dapat disimpulkan bahwa: 1. Responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 72%. Hal ini merupakan prevalensi pertama diantara tingkat pengetahuan yng lain, yakni sedang 21% dan kurang 7%. 2. Responden yang memiliki persentase perilaku pencegahan tertinggi yakni responden dengan perilaku yang cukup (53%) dalam mencegah osteoporosis. Sedangkan perilaku pencegahan yag lain, yakni perilaku baik (24%) dan kurang baik (23%). 3. Pada penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang. B. Saran 1. Mahasiswi Pada penelitian ini mahasiswi sudah menunjukkan tingkat pengetahuan yang baik mengenai pencegahan osteoporosis dan seharusnya mahasiswi dapat mempertahankan pengetahuannya ini. Namun untuk perilaku kesehatannya sebaiknya mahasiswi lebih meningkatkan kembali perilaku pencegahannya. Hal ini dikarenakan perilaku pencegahan mahasiswi 83
84
masih dalam kategori cukup baik. Perilaku ini dapat dilikakukan dengan mengkonsumsi susu atau lebih memperhatikan gerak sehat seperti jalan kaki dan jogging. 2. Penelitian Selanjutnya Osteoporosis merupakan pengeroposan tulang. Pengeroposan tulang ini disebabkan oleh berbagai macam factor termasuk penurunan kadar hormone dan terjadinya menopause. Namun penurunan hormone ini tidak hanya terjadi pada
laki-laki pun dapat mengalami penurunan
hormon. Sehingga laki-laki pun memegang peranan dalam mengalami osteoporosis. Selain itu, penelitian mengenai pencegahan osteoporosis pada wanita sudah banyak yang mengkaji dan meneliti. Dengan demikian, kepada peneli selanjutnya dapat meneliti dan mengkaji mengenai pencegahan osteoporosis pada kaum pria.
Lampiran 3 Analisa Univariat
Usia N
Valid Missing
Mean Median Mode Std.Deviation Variance Minimum Maximum Sum
Semester
100 0 19.4700 19.5000 18.00 1.16736 1.363 18.00 21.00 1947.00
100 0 3.0000 3.0000 2.00a 1.00504 1.010 2.00 4.00 300.00
a. Multiple modes exist. The smallest is Shown
usia Frequency Usia
18 19 20 21 Total
Percent 29 21 24 26 100
29.0 21.0 24.0 26.0 100.0
Valid Percent 29.0 21.0 24.0 26.0 100.0
Cumulative Percent 29.0 50.0 74.0 100.0
Semester
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Semester 2
50
50.0
50.0
50.0
4
50
50.0
50.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Analisa Bivariat HASIL UJI KORELASI Correlations pengetahuan Spearman's rho
Pengetahuan
Correlation Coefficient
*
1.000
.204
.
.041
100
100
Sig. (2-tailed) N Perilaku
perilaku
Correlation Coefficient
.204
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.041
.
N
100
100
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Pengetahuan Pengetahuan*Perilaku Crosstabulation Pengetahuan Sedang Baik Kurang Total
Perilaku Baik
Cukup 71,4 9,5 22,2 23
28,6 81 47,2 53
Kurang 0 9,5 30,6 24
Total 100 100 100 100
r
p
0,204
0,041
DATA PENGETAHUAN DAN PERILAKU
Statistics pengetahuan N
Valid
perilaku
100
100
0
0
Mean
2.6500
2.0100
Median
3.0000
2.0000
3.00
2.00
.60927
.68895
Variance
.371
.475
Minimum
1.00
1.00
Maximum
3.00
3.00
265.00
201.00
Missing
Mode Std. Deviation
Sum
Pengetahuan Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid kurang
7
7.0
7.0
7.0
sedang
21
21.0
21.0
28.0
baik
72
72.0
72.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Perilaku Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid kurang baik
23
23.0
23.0
23.0
cukup
53
53.0
53.0
76.0
baik
24
24.0
24.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
HASIL UJI KUESIONER PER-ITEM PERTANYAAN
Statistics Definisi osteoporosis N
Valid
Tanda dan
Faktor
Sebab-
Makanan
Terapi
gejala
resiko
akibat
dan
pencegah
osteo
osteo
osteo
Asupan gizi
osteo
Jalan 1000 langkah
Terpapar
Pemeriksa
sinar
an densitas
matahari
tulang
100
100
100
100
100
100
100
100
100
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Mean
1.8800
1.0800
1.1200
1.0100
1.3600
1.6600
1.8000
1.7300
1.7300
Median
2.0000
2.0000
1.0000
1.0000
2.0000
2.0000
2.0000
1.5000
2.0000
2.00
2.00
1.00
1.00
2.00
2.00
1.00
1.00
1.00
.47737
.99168
.57349
.75872
.93765
.60670
.85280
.81470
.76350
Variance
.228
.983
.329
.576
.879
.368
.727
.664
.583
Minimum
.00
.00
.00
.00
.00
.00
1.00
1.00
1.00
Maximum
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
3.00
3.00
3.00
188.00
108.00
112.00
101.00
136.00
166.00
180.00
173.00
173.00
Missing
Mode Std. Deviation
Sum
perilaku
Perilaku
minum
merokok
alkohol
Perilaku
Perilaku
Konsumsi
Perilaku
Perilaku
Perilaku
Konsumsi
rutinitas
sayuran
Konsumsi
konsumsi
soft-drink
olahraga
hijau
susu
wortel
Perilaku
Perilaku
Konsumsi Melakukan Jogging
Brokoli
Konsumsi Suplemen
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.9800
2.9800
2.0400
1.7500
1.9000
1.8700
1.9900
2.1000
1.7600
1.6200
3.0000
3.0000
2.0000
2.0000
2.0000
2.0000
2.0000
2.0000
1.0000
1.0000
3.00
3.00
2.00
1.00
2.00
1.00
1.00
3.00
1.00
1.00
.20000
.20000
.70953
.75712
.75879
.78695
.83479
.84686
.85422
.74914
.040
.040
.503
.573
.576
.619
.697
.717
.730
.561
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
298.00
298.00
204.00
175.00
190.00
187.00
199.00
210.00
176.00
162.00
Definisi Osteoporosis Cumulative Frequency Valid
kurang baik
Percent
Valid Percent
Percent
6
6.0
6.0
6.0
baik
94
94.0
94.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Tanda dan gejala osteoporosis Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang
45
45.0
45.0
45.0
sedang
2
2.0
2.0
47.0
baik
53
53.0
53.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Faktor resiko osteo Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang
11
11.0
11.0
11.0
sedang
66
66.0
66.0
77.0
baik
23
23.0
23.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Sebab-akibat osteo Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang
28
28.0
28.0
28.0
sedang
43
43.0
43.0
71.0
baik
29
29.0
29.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Makanan dan Asupan gizi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang
32
32.0
32.0
32.0
baik
68
68.0
68.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Terapi pencegah osteo Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang
7
7.0
7.0
7.0
sedang
20
20.0
20.0
27.0
baik
73
73.0
73.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Perilaku Jalan 1000 langkah Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang baik
48
48.0
48.0
48.0
cukup
24
24.0
24.0
72.0
baik
28
28.0
28.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Terpapar sinar matahari Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang baik
50
50.0
50.0
50.0
cukup
27
27.0
27.0
77.0
baik
23
23.0
23.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Pemeriksaan densitas tulang Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang baik
46
46.0
46.0
46.0
cukup
35
35.0
35.0
81.0
baik
19
19.0
19.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
perilaku minum alkohol Cumulative Frequency Valid
kurang baik
Percent
Valid Percent
Percent
1
1.0
1.0
1.0
baik
99
99.0
99.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Perilaku merokok Cumulative Frequency Valid
kurang baik
Percent
Valid Percent
Percent
1
1.0
1.0
1.0
baik
99
99.0
99.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Perilaku Konsumsi soft-drink Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang baik
23
23.0
23.0
23.0
cukup
50
50.0
50.0
73.0
baik
27
27.0
27.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Perilaku rutinitas olahraga Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang baik
44
44.0
44.0
44.0
cukup
37
37.0
37.0
81.0
baik
19
19.0
19.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Konsumsi sayuran hijau Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang baik
34
34.0
34.0
34.0
cukup
42
42.0
42.0
76.0
baik
24
24.0
24.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Perilaku Konsumsi susu Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang baik
38
38.0
38.0
38.0
cukup
37
37.0
37.0
75.0
baik
25
25.0
25.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Perilaku konsumsi wortel Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang baik
35
35.0
35.0
35.0
cukup
31
31.0
31.0
66.0
baik
34
34.0
34.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Perilaku Konsumsi Brokoli Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang baik
31
31.0
31.0
31.0
cukup
28
28.0
28.0
59.0
baik
41
41.0
41.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Perilaku Melakukan Jogging Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang baik
51
51.0
51.0
51.0
cukup
22
22.0
22.0
73.0
baik
27
27.0
27.0
100.0
Total
100
100.0
100.0
Perilaku Konsumsi Suplemen Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang baik
54
54.0
54.0
54.0
cukup
30
30.0
30.0
84.0
baik
16
16.0
16.0
100.0
Total
100
100.0
100.0