1
Kajian Potensi Kedelai Lokal sebagai Bahan Baku Industri Tahu Sumedang Endah Djuwendah,Deddy Ma’mun dan Hepi Hapsari Program Studi Agribisnis fakultas Pertanian Unpad Jl Raya Jatinangor Km 21 Bandung 40600 Korespondensi : endah_djuwendah @yahoo.com
The Study Potential of Local Soybean as a Raw Material for the Sumedang tofu Industry
ABSTRACT The research purposes were to identify the potency of soybean supplying in sumedang Regency and toidentify thefactorsthat caused SumedangRegency was still unable to fullfill
thesoybeanfortofu industry. This research design was
descriptivequalitativeandmethodschosenwas
case
studies.The
technique
of
analysis dataused were the locationquetion (LQ), coefficient oflocalization(α,) specializationcoefficient(β) ,and fishbone diagram. The results showed that land resources, soil type and agroclimate in Sumedang had potencyfor soybeans development, especially in Sub-district Ujungjaya, Conggeang, Wado, Jatigede, Cisarua,
Buahdua,
Surian,
Tanjungkerta,
andTanjungmedar.
Sumedang’slocalsoybeanproductionfor twoyears at 2009 and 2010only fulfilled 33 – 39 percent of theneeds. There weretechnical, socialandeconomic factorscausedSumedang were not beable to fullfillthe needs ofsoybean. The technical factors were less of andbad
irrigation
implementationsoybeanproduction technology
facilities.Socialfactors
were
restriction
ofcropping
patternsanddecliningpublic interest in theagricultural sector. Economicfactors were the limitedland, limited capitalandthe low competitivenessof localsoybeanat marketing. Keywords: Resourcepotential, localsoybean, Sumedang tofu industry ABSTRAK
2
Penelitianinibertujuanuntuk
mengidentifikasi
potensi
Kabupaten
Sumedang dalam pengadaan kedelai dan mengidentifikasi faktor
yang
menyebabkan Kabupaten Sumedang tidak dapat memenuhi kebutuhan kedelai untuk industri tahu Sumedang. Desain penelitian menggunakan deskriptif kualitatif dan metode yang dipilih adalah studi kasus. Teknis analisis data menggunakan analisis Location quetion (LQ), koefisien lokalisasi(α,) koefisien spesialisasi (β) dan diagram sebab-akibat (fishbone). Hasilpenelitianmenunjukkan sumberdaya lahan, jenis tanah dan iklim Kabupaten Sumedang potensial bagi pengembangan kedelai terutama di Kecamatan Ujungjaya, Conggeang,Wado, Jatigede,Cisarua,Buahdua,
Surian, Tanjungkerta, danTanjungmedar. Produksi
kedelai lokal Sumedang pada tahun 2009 dan 2010 hanya memenuhi 34 s.d 39 persen dari kebutuhan. Terdapat faktor teknis, sosial dan ekonomi yang menyebabkan Kabupaten Sumedang tidak mampu memenuhi kebutuhan kedelai. Rendahnya tingkat
penerapan teknologi produksi kedelai
dan ketersediaaan
sarana irigasi yang kurang baik merupakan kendala utama dari aspek teknis. Kendala sosial berupa
keterbatasan pola tanam dan menurunnya minat
masyarakat terhadap sektor pertanian. Kendala ekonomis berasal dari sempitnya luas lahan, keterbatasan permodalan dan rendahnya daya saing kedelai lokal di pasaran.
Kata kunci : Potensi sumberdaya, kedelai lokal, industri tahu sumedang
PENDAHULUAN Kedelai
(Glycine
termasukfamiliLeguminosae, dikembangkan
keberbagai
max(L)
Merril)
berasaldari negara
adalahtanamansemusim
dataran
sepertiAmerika,
Cina
dan
Amerika
yang
kemudian Latin
dan
Asia.Kedelai dapa tdibudidayakan di daerah sub tropis dantropis dengan teknisbudidaya yang sederhana. Kandungan giz ikedelai cukupt inggi, terutamaprotein lebih dari 40persendan lemak
10-15 persen, saat ini kedelai
merupakan bahan pangan yang relatifmurahdibandingkandengan protein hewani sehingga
kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai 95 persen dari
kebutuhan kedelai Indonesia (Adisarwanto, 2005).
total
3
Kedelaimerupakan setelahberasdanjagung.
salahsatukomodita
strategis
Kebutuhankedelaiterusmeningkat
di
Indonesia
sejalan
dengan
pertambahanpenduduk.Meningkatnyakonsumsi
per
kapitaterutamadalambentukmakanan olahan seperti tahu, tempe, kecap, tauco, susukedelai, nata de soya,dan lain-lain. Selain itu permintaan kedelai untuk industri non makanan seperti kertas, cat air, tinta cetak danpakanternak juga meningkat.
Tahu merupakan produk koagulasi protein kedelai dengan kandungan protein 6-9 persen dan kadar air 84-88%. Tahu banyak diminati konsumen karena murah dan bergizi (Adisarwanto, 2005).Tahu Sumedang atau tahu Pong alias tahu kulit berbentuk lembaran putih setebal
sekitar 3 Cm memiliki tekstrur
lunak dan kenyal dan setelah digoreng memiliki cita rasa yang khas dibandingkan jenis tahu lainnya. Oleh karena itu tahu sumedang banyak diminati konsumen tidak hanya dari sekitar Sumedang tetapi juga dari luar Jawa Barat. Industri tahu di Kabupaten Sumedang terus bertambah dari tahun ke tahun. Menurut data Kopti Kabupaten Sumedang, pada tahun 2000 terdapat 74 industri tahu dengan kebutuhan kedelai 2.151 kg per bulan. Pada tahun 2005 terdapat 136 industri tahudengan kebutuhan kedelai 300 ton per bulan. Menurut Sukmawati, (2011), kebutuhan kedelai untuk industri
tahu
di Kabupaten
Sumedang pada tahun 2009 adalah 603,18 ton per bulan. Sementara jumlah produksi kedelai dari KecamatanJatigede dan Surian berjumlah 542 ton Dengan demikian Kabupaten Sumedang belum mampu mencukupi permintaan kedelai untuk kebutuhan daerahnya sendiri.Sebagian besar kebutuhan kedelai dipenuhi dari hasil impor. Supaya
ikon
Sumedang
sebagai
kota
tahu
tetap
terjaga
dan
berkesinambungan, maka pasokan kedelai harus terjaga dan harganya juga harus terjangkau oleh para pengrajin tahu.
Oleh karena itu
perlu menciptakan
swasembada kedelai melalui agribisnis kedelai yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan metodestudi kasus dengan obyek analisisnya kebutuhan kedelai pada industri tahu dan data produksi usahatani kedelai di
4
seluruh kecamatan di Kabupaten Sumedang.Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari arsip, hasil penelitian, dokumen dan informasi dari Bappeda, BPS, Dinas Pertanian,Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten
Sumedang.Analisis data
menggunakan
diagramsebab akibat (Fish bone), teknis location Quotien (LQ), koefisien lokalisasi (α) dan koefisien spesialisasi(β).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kebutuhan Kedelai Untuk Agroindustri Tahu Sumedang Agroindustri menurut Mangunwidjaja dan Sailah (2009) merupakan bagian dari kompleksitas
industri pertanian sejak produksi bahan pertanian
primer, industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen.Agroindustri merupakan kegiatan yang saling berhubungan dengan aktivitas produksi, pengolahan, pendanaan, penyimpanan, pemasaran
dan
distribusi pertanian. Industri tahu
adalah industri yang mengolah kedelai melalui prinsip
pengendapan protein susu kedelai dari bagian yang tidak mengendap dengan cara pengepresan. Tahu diperdagangkan dalam berbagai bentuk, ukuran dan jenis seperti tahu Bandung, tahu Kuning, tahu Takwa, tahu Sutera, tahu Kuningan dan tahu Sumedang/tahu kulit. Tabel. 1. Industri Tahu dan Kebutuhan kedelai di Kabupaten Sumedang Tahun 2011 No Kecamatan Jumlah Produksi/hari(ancak(50x50 Kebutuhan usaha x 3 Cm) Kedelai per (unit) tahun (ton) 1 Jatinangor 6 257,5 185.319 2 Cimanggung 9 902,5 649.800 3 Tanjungsari 36 2.231,5 1606.660 4 Pamulihan 10 787,5 567.000 5 Sumedang selatan 45 4.219,6 3.038.100 6 Sumedang utara 66 5.570,7 4.010.885 7 Ganeas 2 5,7 4.080 8 Situraja 19 649 460.880 9 Cisitu 8 550 396.000 10 Darmaraja 11 359 258.500 11 Cibugel 5 364,6 262.500 12 Wado 10 363 261.600 12 Jatinunggal 15 230,5 165.960
5
13 14 15 16 17 18 20 21
Jatigede 7 82,5 59.400 Tomo 1 25 18.000 Ujungjaya 4 100 72.000 Conggeang 8 502 361.500 Paseh 4 294,2 211.800 Cimalaka 10 210 151.200 Tanjungkerta 5 222,5 160.200 Cisarua 1 20 14.400 Jumlah 282 17.737,3 12.745.700 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumedang 2013 (diolah) Tahu sumedang umumnya dijual dalam bentuk tahu goreng berukuran 3 cm x 3 cm atau 2,5 cm x 3 cm, berwarna coklat muda, kulit berintik, bagian dalam yang lembut, renyah dan gurih. Kekenyalan dan kerenyahan menyebabkan tahu ini memiliki cita rasa yang khas sehingga
diminati banyak konsumen.
Industri tahu Sumedang merupakan salah satu agroindustri yang potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan data pada tahun 2011terdapat 282 agroindustri tahu yang tersebar pada 21 kecamatan di Kabupaten Sumedang (Dinas Perindustrin dan Perdagangan Kabupaten Sumedang, 2012). Penelitian yang pernah dilakukan oleh Nugrahana (2002) menunjukkan bahwa pengusaha tahu Sumedang lebih menyukai kedelai lokal dari pada kedelai impor. Penggunaan kedelai lokal akan menghasilkan tahu dengan cita rasa yang lebih gurih, lebih kenyal serta rendemen tahu yang lebih tinggi. Alasan lain pengusaha tahu sumedang lebih menyukai kedelai lokal menurut Ghaisani (2013) adalah kandungan protein dan sari kedelainya lebih tinggi daripada kedelai impor. Hal ini disebabkan kedelai lokal masih segar belum lama disimpan. Selain itu kedelai lokal merupakan kedelai asli hayati sehingga aman dikonsumsi, berbeda dengan kedelai impor yang merupakan tanaman transgenik yang dikawatirkan mempengaruhi kesehatan. Namun komposisi penggunaan kedelai pada industri tahu sumedang ratarata 30 persen kedelai lokal dan 70 persen kedelai impor. Hal ini disebabkan kedelai impor memiliki kelebihan seperti keseragaman ukuran, kebersihan dari kotoran dan yang paling utama adalah ketersediaannya lebih banyak dari kedelai lokal (Ghaisani, 2013).
6
Potensi SumberdayaAlamKabupaten banganKomoditasKedelai
Sumedang
dalam
Pengem-
Keberadaan sumberdaya lokal di suatu wilayah dapat menjadi basis ekonomi untuk mengembangkan perekonomian wilayah. Dalam pengembangan wilayah berbasis pertanian bisa dilihat dari potensialitas sumberdaya berupa ketersediaan lahan dengan jenis tanah yang sesuai, agroklimat yang cocok bagi pengembangan komoditas pertanian, ketersediaan sumberdaya manusia
dan
kelembagaan pendukung. Kabupaten Sumedang merupakan daerah berbukit dan bergunung dengan ketinggian tempat antara 25 m – 1.667 m diatas permukaan laut dan secara geografis terletak diantara garis meridian 7o 50’ bujur barat , 68 o 45’ bujur timur dan 1o 23’ lintang selatan 1o 43’.. Luaswilayah Kabupaten Sumedang adalah 152.220 Ha yang secara administratif terbagi dalam 26 Kecamatan 262 desa dan 7 kelurahan. Secara fisik lahan di Kabupaten Sumedang merupakan daerah yang subur sehingga secara potensial bidang pertanian dapat berkembang di wilayah ini (BPS, 2012). Salah satu subsektor pertanian
adalah tanaman pangan yang terdiri dari
pertanian lahan basah dengan komoditas utama padi sawah dan pertanian lahan kering yang ditanami padi ladang dan palawija. Istilah palawija berasal dari bahasa Sansekerta phaladwija, berarti tanaman kedua. Secara umum bermakna tanaman
hasil
panen
kedua
di
palawijaberartisemuatanamansemusim termasuktanamanpalawija adalah
selain yang
padi.
Dalampengertiansekarang,
ditanampadalahankering.
Yang
kacangtanah, jagung, ketelapohon, kedelai,
danumbijalar (Tim Penebar Swadaya, 2005, Danarti dan Sri Najayati, 1998).Tanaman Palawija di Kabupaten Sumedang umumnya ditanam di lahan kering dan tersebar relatif merata di setiap kecamatan. Berdasarkan hasil analisis koefisien lokalisasi dan spesialisasi
secara
umum komoditas palawija tersebar relatif merata di setiap kecamatan. Hampir semua kecamatan tidak melakukan spesialisasi, kecuali Kecamatan Ganeas cenderung spesialisasi pada komoditas jagung dan ubi jalar. Komoditas` kedelai tersebar pada 12 kecamatan, namun kategori wilayah produksi tinggi berada di Kecamatan Ujungjaya, Jatinunggal, Conggeang, Tanjungkerta dan Tomo.
7
Tabel 2. Sentra Produksi Palawiija Kabupaten Sumedang Tahun 2010 No KomoProdukti- Produksi Koefisien Wilayah Sentra ditas fitas Ton Lokalisasi Produksi Ton/ha (α) 1 Jagung 5,74 90.937 0,16 Cimanggung, Sukasari, Tanjungsari,,Pamuihan, Tomo, Ganeas,Cibugel,Congg eang,Buahdua, Ujungjaya,Paseh, Tanjungkerta, Rancakalong 2 Kacang 1,44 9.950 0,53 Situraja, Cisitu, DarmaTanah raja,Jatigede,Tomo,Paseh,Buahdua,Surian,Ci malaka,Tanjungkerta, Tanjungmedar 3 Kedelai 1,42 7.414 0,31 Cisitu,Wado,Jatigede, Surian,Ujungjaya, Jatinunggal,Tanjungmedar Congeang,Cisarua, Buahdua, Tanjungkerta 4 Kacang 1,05 1.539 0,67 Situraja, Tomo, Ujunghijau jaya, Congeang,Cisarua Surian, Buahdua 5 Ubi kayu 15,39 153.292 0,07 Jatinangor,Cimalaka, Rancakalong,Cimanggung,Jatigede, Ganeas,Sumedang Selatan, Darmaraja,Cibugel,Situ raja,Tanjungmedar,Jati nunggal 6 Ubi jalar 12,91 19.477 0,36 Paseh,Cimalaka,Tanjungkerta,Surian,Rancakalong,Sukasari,Tanjungsari,Pamulihan, SumedangSelatan,Situraja,Darmaraja, SumedangUtara Sumber : BPS Kabupaten Sumedang, (diolah) Kebijakan pertanian di Jawa Barat
telah menetapkan Kabupaten
Sumedang sebagai salah satu daerah pengembangan kedelai selain Kabupaten Garut,Cianjur, Ciamis, Indramayu,Sukabumi, Tasikmalaya dan Majalengka. Kebijakan ini disambut baik oleh Pemda Sumedang dengan menetapkan wilayah pengembangan komoditas kedelai di Kecamatan Buahdua dan Jatigede.
8
Tanah dan iklim merupakan dua komponen lingkungan tumbuh yang berpengaruh terhadap produktifitas kedelai . Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tanah bertekstur gembur, tidak tergenang air, memiliki Ph 6-6,8 wilayah yang memiliki curah hujan optimum 100-200 mm/bulan dan ketinggian tempat 300- 400 m dpl (Danarti dan Sri Najiyati, 1998). Melihat kondisi iklim Kabupaten Sumedang . yang bertipe C dan D yaitu iklim agak basah dan sedang dengan curah hujan berkisar 43 mm/bln s.d 426 mm/bln dan rata-rata 139 mm/bln, maka sumedang merupakan daerah yang cocok untuk ditanami kedelai. Berdasarkan ketinggian tempat,daerah yang cocok bagi pengembangan kedelai adalah Kecamatan Sumedang Selatan, Cimalaka, Sumedang Utara, Tanjungkerta, Darmaraja, Situraja, Wado, Jatigede, Congeang, Paseh, Buah dua, Tomo, dan Ujungjaya. Waktu yang tepat untuk penanaman kedelai baik di sawah maupun tegalan sangat tergantung pada
keadaan pengairan saat musim hujan dan kemarau.
Penanaman kedelai pada lahan sawah
dengan pengairan teknis penanaman
kedelai dapat dilaksanakan dua kali tanam atau lebih, pada lahan tegalan bisa tiga kali setahun dan pada sawah tadah hujan dua kali tanam.
Berdasarkan
ketersediaan lahan terdapat potensi sawah satu kali tanam seluas 4.571 Ha, sawah dua kali tanam 27.704 Ha, tegal/kebun seluas 35.223 Ha dan ladang/huma 6.925 Ha. yang cukup potensial untuk pengembangan kedelai ( BPS, 2012). Produktifitas usahatani kedelai di Kabupaten Sumedang pada tahun 2010 adalah 1,42 Ton/Ha. Guna memenuhi kebutuhan kedelai untuk industri tahu sumedang sebesar 635,13 ton per
bulan atau sekitar 7622 ton per tahun
diperlukan pengembangan areal pertanaman kedelai sebesar 5.367 Ha pada pola tanam satu kali pertahun atau 2.684 Ha pada pola tanam dua kali per per tahun. Faktor Penyebab Kabupaten Sumedang tidak dapat Berswasembada Kedelai Kemampuan
Kabupaten Sumedang dalam pengadaan kedelai untuk
industri tahu terlihat dari data produksi dan kebutuhan kedelai
seperti tertera
pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi Kedelai dan Kebutuhan kedelai pada Industri Tahu Sumedang Tahun Produksi (ton) Kebutuhan(ton) Pemenuhan (%) 2009 6.341 7.562,16 83,85 2010 7.031 7.621,56 92,25
9
2011 5.001 12.745,70 Sumber : BPS Kabupaten Sumedang 2011-2012
39,24
Berdasarkan data pada Tabel 3, terihat bahwa kemampuan pemenuhan bahan baku kedelai lokal untuk industri tahu sumedang pada tahun 2010 cukup baik yaitu 92 persen, namun pada tahun 2011mengalami penurunan menjadi 39 persen dari kebutuhan.Hal ini disebabkan pertumbuhan industri tahu sumedang yang cukup pesat dari 232 unit tahun 2010 menjadi 282 unit tahun 2011 tidak diikuti oleh pertumbuhan produksi
usahatani kedelai bahkan mengalami
penurunan. Bila dirata-ratakan selama tiga tahun pemenuhan bahan baku kedelai lokal untuk industri tahu sumedang baru mencapai 71,78 persen. Hasil analisis diagram sebab akibat (fishbone)mengenai ketidakmam-puan pengadaan kedelai untuk industi tahu di Kabupaten Sumedang disajikan pada Gambar 1.
MODAL Modal Terbatas
LAHAN Areal tanamsempit
PEMASARAN Harga
Keinginan bercocoktanam Perlindungantanaman Tidak maksimal Benihtidak berlabel Budidaya bercocoktanam PengolahanlahanPemupukan dan jarak tanam tidak berimbang POLA SDM tidak sesuai TANAM Pengairan kurangbaik PenerapanT eknologi
Gambar 1.Diagram Sebab – Akibat(Fishbone ) Faktor-FaktorMenyebabkan KabupatenSumedangTidakMampuMemenuhiKebutuhanKedelai
Ketidakmampuan Pengadaan kedelai
10
Faktor yang menyebabkan Kabupaten Sumedang tidak dapat memenuhi kebutuhan penerapan
kedelai
dapat dikelompokan atas (1) faktor teknis diantaranya
teknologidan
berupasumberdaya
manusia
kondisi dan
jaringan pola
irigasi,(2)
tanam,serta
(3)
faktor faktor
sosial ekonomi
berupaketerbatasan luasan lahan,modal dan pemasaran. Tabel 4. Tingkat Penerapan Teknologi Produksi Kedelai di Kabupaten Sumedang No
Komponen Teknologi
Tingkat Penerapan Teknologi ( %)
1 2 3 4 5 6 7
Penggunaan benih Unggul dan berlabel Pemupukan Berimbang Tata guna Air Perlindungan Tanaman cara bercocok tanam Penerapan Pola tanam Panen dan Pasca Panen Rata-rata Sumber ; Erna Rachmawati dan Endah Djuwendah (2008)
68 52 51 66 66 63 73 63
Tingkat penerapan teknologi merupakan salah satu indikator sejauhmana teknologi budidaya diterapkan dalam usahatani. Berdasarkan Tabel 3, tingkat penerapan
teknologi produksi kedelai adalah
63 persen, artinya tingkat
penerapan teknologi relatif rendah. Pengolahan lahan dan pengaturan jarak tanam yang tidak sesuai anjuran, penggunaan benih yang tidak berlabel, pemupukan tidak berimbang karena tingginya harga pupuk, perlindungan tanaman yang tidak maksimal karena petani berusaha meminimalkan curahan waktu kerja dan biaya produksi serta ketersediaan pengairan yang kurang karena saat ini 60 persen jaringan irigasi berada dalam kondisi rusak berat, sedang dan ringan dan sisanya 40 persen dalam kondisi baik. Penerapan teknologi yang rendah ini diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya produktifitas usahatani kedelai
di Sumedang
yaitu berkisar 1,42 ton per Ha, padahal potensi daya hasil kedelai unggul seperti varietas Orba, Galunggung dan Guntur bisa mencapai 2,04 ton per Ha serta varietas Jayawijaya mencapai 2,5 ton/Ha(Adisarwanto, 2005). Oleh karena itu masih perlu perbaikan penerapan teknologi melalui pembinaan dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yangterkait.
11
Aspek sosial berupa kebiasaan petani menerapkan pola tanam kedelai hanya satu kali tanam per tahun. Kedelai ditanam sebagai penyelang diantara musim tanam padi sebagai
tanaman pokok.
Faktor sosial lainnya adalah
menurunnya minat masyarakat prdesaan terhadap pekerjaan di sektor pertanian. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya nilai tukar produk pertanian dan menurunnya kesadaran masyarakat perdesaan terhadap perannya sebagai penyedia pangan bagi masyarakat perkotaan. Rendahnya keterlibatan tenaga kerja muda di sektor pertanian menyebabkan
semakin sulitnya mendapatkan buruhtani di
perdesaan. Padahal penggunaan tenaga kerja pada usahatani kedelai rata-rata 143 hari orang kerja(HOK) per Ha per musim tanam. Tingginya penyerapan tenega kerja ini karena sifat tanaman kedelai yang memerlukan penanganan intensif dan berisiko
karena intensitas serangan hama dan penyakit tanaman yang relatif
tinggi. Aspek ekonomi yang mempengaruhi ketidakmampuan pengadaan kedelai diantaranya sempitnya lahan usahatani, keterbatasan modal dan permasalahan dalam pemasaran kedelai. Luas lahan penanaman kedelai
yang semakin
menyempit yang mana rata-rata lahan yang digarap petani berkisar 0,24 s.d 0,27 Ha. Padahal luas lahan berpengaruh terhadap tingkat penerapan teknologi dan produktifitas usahatani kedelai (Erna dan Endah, 2008).
Disisi lain
kedelai
umumnya ditanam pada masa tanam ketiga dalam pola tanam, sehingga modal untuk penanaman kedelai kadang diminimalkan karena kedelai bukan tanaman prioritas utama seperti padi. Apalagi terbatasnya akses petani terhadap lembaga permodalan formal akan memperkuat ketidakmampuan dalam pengadaan modal pada usahatani kedelai. Pada segipemasaran, kedelai impor lebih banyak ketersediaannya daripada kedelai impor. Kedelai lokal hanya ada saat musim panen. Hargariilkedelai imporjauhlebihmurahdaripadakedelailokal,
akibatnya
arusimporakansemakintinggi, sehinggahargakedelaiproduksidalamnegriakanturun. Kondisi
ini
menunjukkan
Halinimenyebabkanmenurunnya
rendahnya minat
Penurunanhargariilmenjadidisinsentif areal tanam kedelai (Sukmawati, 2011).
yang
daya
saing
petanidalam
kedelai
lokal.
berusahatanikedelai.
menyebabkanterjadinyapenurunan
12
Secara Ekonomis rasio pendapatan dengan biaya (R/C) pada usahatani kedelai
berkisar 1,43 (Erna dan Endah 2006). Hal ini menunjukkan walaupun
usahatani kedelai layak tetapi keuntungan yang diperoleh relatif masih kecil. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan
potensi
sumberdaya
lahan,
jenis
tanah
dan
agroklimatKabupaten Sumedang memenuhi kriteria dalam pengembangan kedelai terutama di kecamatan Ujungjaya, Conggeang, Wado, Cisitu,Jatigede,Cisarua, Buahdua, Surian, Tanjungkerta, danTanjungmedar. Namun pasokan kedelai lokal pada tahun 2009 sampai 2011rata-rata baru memenuhi 71,78 persen kebutuhan bahan baku industri tahu sumedang.Ketidakmampuan Kabupaten Sumedang dalam pemenuhan bahan baku kedelai lokal disebabkan oleh faktor teknis, sosial dan ekonomis. Rendahnya tingkat penerapan teknologi produksi kedelai dan ketersediaaan sarana irigasi yang kurang baik merupakan kendala utama dari aspek teknis. Kendala sosial berupa keterbatasan pola tanam dan menurunnya minat masyarakat terhadap sektor pertanian. Kendala ekonomis
berasal dari
sempitnya luas lahan, keterbatasan permodalan dan rendahnya daya saing kedelai lokal di pasaran. Guna
menanggulangi
keterbatasan
pasokan
kedelai
lokal
untuk
pemenuhan industri sebaiknya ada perlindungan harga kedelai lokaldengan cara mengontrol harga kedelai impor, memberikan subsidi harga sarana produksi kedelai, pembinaan teknologi usahatani, membangun kemitraan antara industri tahu dan petani untuk memperpendek rantai pemasaran dan meningkatkan luas tanam di daerah yang potensial bagi pengembangan kedelai.
DAFTAR PUSTAKA ----------, 2012. Buku data dan Informasi Pasca Panen Kedelai dan Aneka Kacang, Direktorat pascapanen Tanaman Pangan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Jakarta. -------------, 2012 Direktori Perusahaan IKM Tahu Sumedang. Dinas Perindustrian dan Perdagangan KabupatenSumedang
13
Adisarwanto,T, 2005, Kedelai, Budidaya dengan Pemupukan Efektidf dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar, Penebar Swadaya, Jakarta. BPS, 2011. Kabupaten Sumedang dalam Angka Tahun 2011, BPS Kabupaten Sumedang Danarti dan Sri Najayati, 1998. Palawija Budidaya dan Analisis Usahatani, Penebar Swadaya, Jakarta Djuwendah, E, dkk, 2006. Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Sumedang, Laporan Penelitian, LPPM, UNPAD Ghaisani, Aida 2013. Analisis Komposisi Kedelai Impor dan Lokal sebagai Bahan Baku Utama Tahu Sumedang. Skripsi Prodi Agribisnis, FapertaUnpad
Mangunwidjaja D dan Sailah I, 2009. Pengantar Teknologi Pertanian, Penebar Swadaya, Bogor Nugrahana, 2002. Preferensi Pengusaha Industri Tahu Sumedang terhadap Kedelai Lokal dan Kedelai Impor, Jurusan Sosial konomi Pertanian, Faperta, Unpad Penebar Swadaya, 2005, Kamus Pertanian Penebar Swadaya, Jakarta.
Umum, Tim Penyusun Kamus
Rachmawati E dan Endah Djuwendah, 2008. Tingkat Penerapan Teknologi Produksi Kedelai (Glysine max (L) Merril) di Kecamatan Conggeang dan Buahdua Kabupaten Sumedang, Jurnal Sosiohumaniora, Volume 10 No 1, LPPM, UNPAD Sukmawati, Dety, 2011.Kebutuhan Kedelai dan Kapasitas Produksi Tahu pada Pengrajin Tahu di Kabupaten Sumedang, Jurnal Ilmiah Pertanian Paspalum Vol 1 No 1 Hal. 1-10, UNWIM Sumedang