Seminar Nasional Pendidikan IPA tahun 2011 "Membangun Masyarakat Melek (Literate) Sains yang Berbudaya Berkarakter bangsa melalui Pembelajaran Sains"
UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN SAINS DENGAN MENGGUNAKAN METODE INKUIRI Oleh : Dr. Nancy Susianna, M.Pd * dan Maria Theressa Parsono, SSi, M.Pd** *Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pelita Harapan **Alumni Mahasiswa S2 Fakultas Ilmu Pendidikan UPH
[email protected] [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mencari tahu hasil penerapan metode inkuiri dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis yang dituangkan dalam bentuk lisan dan tulisan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian adalah 13 siswa SD yang berlokasi di Jakarta Barat. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, angket tes tertulis, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan metode inkuiri dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa secara lisan, namun tidak dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa secara tulisan. Siswa kurang terampil dalam menuangkan pikirannya secara sistematis dalam bentuk tulisan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan siswa belum berinisiatif untuk membuat catatan pribadi mengenai hasil diskusi untuk dijadikan pegangan sebagai bahan belajar untuk ujian. Kata kunci: Metode tanya-jawab Inkuiri, keterampilan berpikir kritis, pembelajaran IPA.
PENDAHULUAN Berdasarkan tujuan pendidikan nasional untuk siswa sekolah dasar, siswa dituntut memiliki sikap kritis. Seorang pemikir kritis harus mampu memberi alasan atas pilihan keputusan yang diambilnya (Harsanto 2005, 44). Hal ini berarti siswa belajar untuk mencari alasan-alasan yang mendasari sebuah konsep suatu mata pelajaran yang dipelajarinya di sekolah. Menurut Ward dkk (2005, 3), seperti yang dikutip dari Badan Kurikulum Nasional Inggris, sains dapat menstimulasi dan merangsang keingintahuan (curiosity) siswa mengenai lingkungan di sekeliling mereka. Konsep-konsep dalam pembelajaran sains dapat merangsang dan melatih siswa untuk mencari alasan yang mendasari ilmu pengetahuan tersebut. Menurut Nugraha (2008, 5) sains adalah suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, dengan cara menelusuri gejala dan fakta-fakta alam yang dilakukan melalui kegiatan laboratorium beserta perangkatnya. Secara umum, pembelajaran sains, menuntut proses berpikir
Seminar Nasional Pendidikan IPA tahun 2011 "Membangun Masyarakat Melek (Literate) Sains yang Berbudaya Berkarakter bangsa melalui Pembelajaran Sains"
yang dinamis, pengamatan yang teliti guna merumuskan berbagai teori. Menurut Syah (2005, 126), pembelajaran sains juga mengandung nilai-nilai manusiawi yang bersifat universal yang harus dikembangkan dan dimiliki oleh setiap individu di dunia ini (Nugraha, 2005, 7). Pentingnya pembelajaran sains bagi siswa, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, menuntut adanya suatu metode pembelajaran yang dapat dinikmati dengan baik oleh siswa, baik di dalam kelas, maupun di luar kelas dan dapat mencapai tujuan akhir pembelajaran. Berdasarkan studi pendahuluan tentang metode pembelajaran sains yang sering diterapkan di dalam kelas, maka angket disebarkan kepada 25 orang mahasiswa guru di sebuah fakultas keguruan swasta di Tangerang. Responden mahasiswa guru dipilih berdasarkan pengalaman mengajar, sedikitnya di dua lokasi yang berbeda. Angket tersebut mengkaji pengalaman mengajar sains saat praktikum dan pengalaman saat mengobservasi guru mentor ketika sedang mengajar sains. Hasil yang diperoleh, sekitar 66.7% guru mentor menggunakan metode ceramah dan sekitar 16.6% menggunakan demonstrasi percobaan di depan kelas saat mengajar sains. Metode ceramah dipilih oleh responden karena lebih sistematis dan materi pun akan lebih cepat selesai mencapai target waktu yang telah ditetapkan, sedangkan metode demonstrasi percobaan di depan kelas dapat menarik perhatian siswa karena mereka dapat belajar secara visual sehingga konsepnya bisa tertanam dengan lebih mudah. Kelemahan metode demonstrasi disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu kurang tersedianya waktu yang cukup. Metode ceramah dan demonstrasi yang diterapkan oleh guru kurang memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan pengetahuannya secara konstruktif. Siswa cenderung hanya “disuapi” informasi oleh guru. Akibatnya, siswa menjadi kurang memiliki kemampuan berpikir kritis dan mengembangkan ilmu pengetahuannya berdasarkan pengalaman belajarnya. Hasil angket juga menunjukkan bahwa 41.60% mahasiswa guru menyatakan bahwa telah menerapkan pembelajaran konstruktif, yaitu menggunakan metode pembelajaran inkuiri. Berdasarkan jawaban para mahasiswa guru yang tertera pada angket, meskipun mereka telah menerapkan metode pembelajaran inkuiri yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme, hanya sekitar 30% yang mengerti hakikat pembelajaran konstuktivisme. Menurut Widodo (2007), berdasarkan pengalamannya berinteraksi dengan calon guru dan guru, hal ini memberikan indikasi kuat bahwa mereka belum memahami betul mengenai konstruktivisme dan implementasinya dalam pembelajaran. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah metode inkuiri dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran sains di kelas 4 SD?”. Penelitian ini bermanfaat bagi siswa kelas 4 SD karena memberikan suasana pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam proses pembelajaran sains, bagi guru bidang studi untuk mengembangkan suatu metode inkuiri untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Seminar Nasional Pendidikan IPA tahun 2011 "Membangun Masyarakat Melek (Literate) Sains yang Berbudaya Berkarakter bangsa melalui Pembelajaran Sains"
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas dengan menggunakan dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa-siswa kelas 4A di SD X yang berlokasi di Jakarta Barat sejumlah 13 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, angket tes tertulis, dan dokumentasi.
PEMBAHASAN 1.
Siklus Pertama
Tahap Perencananaan Penelitian ini dimulai dengan mengamati fenomena yang terjadi di dalam kelas. Berdasarkan wawancara pendahuluan dengan guru bidang studi sains di SD X, maka peneliti mulai mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam proses belajar-mengajar sains di kelas 4A yaitu, (1) siswa kurang antusias dalam proses pembelajaran sains dan (2) siswa kurang diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya. Hal ini menuntut adanya suatu solusi guna meningkatkan antusiasme siswa dalam belajar sains dan memberikan ruang untuk diskusi bagi siswa. Selain itu metode inkuiri belum pernah diberlakukan, baik di kelas 4B maupun kelas 4A. Mengingat kondisi siswa kelas 4A yang sebagian besar pasif, maka peneliti mulai merancang taktik pembelajaran yang dapat mengakomodir siswa seluruh kelas supaya terlibat aktif dalam kegiatan tanya-jawab. Tahap Tindakan Langkah awal yang dilakukan adalah membagikan soal pretest kepada siswa. Peneliti memotivasi siswa dengan berkata, “Anak-anak, kalian tidak perlu khawatir jika belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Karena materi ini memang belum diajarkan. Cobalah isi dengan jawaban-jawaban yang kalian tahu saja. Jika ada yang belum tahu, tidak perlu dijawab soalnya.” Hal ini bertujuan supaya siswa tidak merasa khawatir apabila tidak dapat menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan. Setelah pre-test selesai dilakukan, peneliti menjelaskan pentingnya keterampilan berpikir kritis dalam mempelajari sains menggunakan media Power Point. Peneliti menceritakan kisah tentang asal-usul nama detektif Conan yang sudah dikenal siswa melalui serial televisi. Langkah selanjutnya yaitu peneliti menjelaskan tentang metode inkuiri kepada siswa dengan tujuan agar siswa mengerti bahwa selama proses belajar mengajar akan banyak pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Peneliti menyajikan tayangan berupa kombinasi dari slide Power Point dan video tentang eksploitasi SDA Sungai dan Laut menggunakan Pukat Harimau selama 5 menit pada awal pertemuan. Pertanyaan pembuka yang ditayangkan dalam
Seminar Nasional Pendidikan IPA tahun 2011 "Membangun Masyarakat Melek (Literate) Sains yang Berbudaya Berkarakter bangsa melalui Pembelajaran Sains"
slide adalah : “Apakah kita tidak boleh makan ikan lagi?”. Setelah itu, peneliti mulai mengajukan tanya-jawab konstruktif yang telah disusun berdasarkan taksonomi Bloom. Sebelum kegiatan pembelajaran berakhir, peneliti membagikan Lembar Refleksi Siswa untuk merefleksikan hal-hal yang telah mereka pelajari. Tahap Pengamatan Kegiatan tanya-jawab berlangsung dengan tertib. Seluruh siswa menaati aturan-aturan yang telah ditetapkan, meskipun ada beberapa siswa yang sesekali menyela ketika ada temannya yang sedang berbicara, namun siswa-siswa lainnya saling mengingatkan satu sama lain. Saat berdiskusi mengenai boleh atau tidaknya kita mengkonsumsi ikan, ada seseorang siswa yang menyatakan setuju, namun ada beberapa siswa lain yang menyatakan tidak setuju. Kedua kubu pendapat ini saling mengungkapkan pendapat dan solusinya, sementara beberapa siswa yang pasif nampak memperhatikan dengan seksama. Berdasarkan pengamatan peneliti, siswa-siswa yang pasif mulai memiliki keinginan untuk bicara, namun masih ragu-ragu. Tahap Refleksi Keterampilan berpikir kritis siswa dinilai dengan 2 cara, yaitu melalui tes tertulis dan tes lisan. Tes tertulis yaitu melalui pre-test dan post-test. Tes tertulis berfungsi untuk menguji indikator keterampilan berpikir kritis yang pertama yaitu siswa dapat merancang langkahlangkah praktis untuk menanggulangi pencemaran sungai dan laut. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa secara tertulis dapat dilihat berdasarkan perbandingan nilai pre-test dan posttestnya, yang selanjutnya dicari nilai N-Gain. Penilaian pre-test dan post-test menggunakan indikator penilaian kemampuan berpikir kritis, yaitu siswa dituntut untuk menguraikan jawabannya secara sistematis, jelas dan tajam. Rata-rata N gain yang diperoleh adalah 0,44, termasuk kategori sedang. Lebih lanjut ditemukan ada 7 orang siswa yang tidak menunjukkan ada peningkatan, yaitu S5, S7, S8, S9, S11, S12 dan S13. Hal ini berarti hanya 36% dari jumlah keseluruhan siswa yang mengikuti pretest dan post-test, yang mengalami peningkatan dalam keterampilan berpikir kritis. Hal ini perlu ditingkatkan lagi. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa secara lisan dapat dilihat saat proses belajar mengajar berlangsung. Tes lisan berfungsi untuk menguji indikator keterampilan berpikir kritis yaitu siswa dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri tentang cara melestarikan lingkungan sungai dan laut. Indikator yang dinilai adalah kemampuan siswa dalam menilai dan mengolah informasi serta kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan. Siswa juga tidak pernah membuat analisis yang relevan sesuai dengan topik yang di bahas. Siswa kurang
Seminar Nasional Pendidikan IPA tahun 2011 "Membangun Masyarakat Melek (Literate) Sains yang Berbudaya Berkarakter bangsa melalui Pembelajaran Sains"
menggali informasi dari media-media lain, selain buku cetak pembelajaran sains yang digunakan di sekolah.
2.
Siklus Kedua
Tahap Perencanaan Berdasarkan tahap refleksi yang telah dilakukan setelah melakukan tindakan pada siklus pertama, maka peneliti mengevaluasi kelebihan dan kekurangan yang telah terjadi, serta merencanakan hal-hal yang akan dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkannya pada pelaksanaan siklus kedua. Peneliti mempersiapkan 2 buah video yaitu video yang menggambarkan tentang ekploitasi SDA hutan dan video klip lagu “The Earth Song” (dinyanyikan oleh Michael Jackson) yang menggambarkan akibat dari eksploitasi SDA di seluruh dunia. Peneliti juga menyiapkan bola yang dibuat dari kertas koran bekas yang akan digunakan sebagai alat pembelajaran dalam kegiatan diskusi.Pelaksanaan siklus kedua dibagi menjadi 2 tahap yaitu; tahap evaluasi bersama dan tahap pelaksanaan metode inkuiri. Tahap Tindakan Peneliti membagikan hasil tes kepada siswa. Siswa diinstruksikan untuk membandingan hasil pre-test dan post-test guna mengevaluasi kelebihan dan kelemahan diri sendiri saat pembelajaran dengan metode inkuiri. Peneliti memberi contoh cara menjawab pertanyaan secara sistematis, jelas dan tajam. Peneliti memotivasi siswa dengan berkata, “Anak-anak, yang Ms harapkan, cobalah kalian berlajar untuk menuliskan jawaban kalian secara lebih sistematis. Ungkapkan segala sesuatu yang ada di dalam pikiran kalian secara jelas dan tajam. Tajam berarti tulislah dan uraikanlah sedetil-detilnya semua yang kalian ketahui. Oh ya, jangan lupa untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.” Hal ini bertujuan untuk mendorong siswa untuk menjawab soal-soal pre-test dengan cara diuraikan secara lebih sistematis, jelas dan tajam, meskipun materinya belum diajarkan. Tahap Pelaksanaan Peneliti menginstruksikan siswa untuk merubah posisi tempat duduknya. Hal ini bertujuan supaya siswa dapat saling berkomunikasi satu sama lain saat tanya-jawab berlangsung dengan lebih efektif. Langkah selanjutnya, peneliti menjelaskan tentang tata-cata diskusi. Peneliti mengadakan tanya-jawab dengan siswa mengenai kesimpulan pembelajaran pada pertemuan sebelumnya. Masing-masing siswa mengemukakan kesimpulannya dan peneliti menuliskannya di papan tulis. Hal ini bertujuan supaya seluruh siswa dapat mengetahui
Seminar Nasional Pendidikan IPA tahun 2011 "Membangun Masyarakat Melek (Literate) Sains yang Berbudaya Berkarakter bangsa melalui Pembelajaran Sains"
kesimpulan yang diperoleh oleh teman-temannya yang lain. Setelah itu, peneliti menyimpulkannya secara keseluruhan dan menghubungkannya dengan materi yang akan dipelajari. Peneliti lalu mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan konstruktif yang memiliki kesinambungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan pada pertemuan sebelumnya. Peneliti menutup kegiatan pembelajaran dengan menyimpulkan hasil kegiatan tanya-jawab, lalu diikuti dengan pelaksanaan post-test. Peneliti memotivasi siswa dengan cara mendorong untuk menulis dan menguraikan hal-hal yang mereka pikirkan dan pendapat mereka yang telah dikemukakan, maupun belum dikemukakan selama kegiatan tanya-jawab berlangsung. Tahap Pengamatan Sebagian besar siswa tampak puas dengan nilai pre-test dan post-test yang mereka capai. Peneliti mengamati ada beberapa siswa yang biasanya aktif dalam kegiatan tanya-jawab tampak kurang puas dengan hasilnya. Hal itu terlihat dari raut wajah dan ekspresi mereka, namun hal itu tidak berlangsung lama karena tidak lama kemudian ekspresi mereka kembali terlihat ceria. Berdasarkan hasil observasi guru bidang studi IPA, siswa-siswa yang masih pasif pada pelaksanaan siklus pertama, mulai terlihat aktif pada pelaksanaan siklus kedua ini. Siswa-siswa tersebut mulai berani menjawab dan mengungkapkan pendapatnya, karena giliran menjawab diatur dengan prosedur “Lempar Tangkap Bola”. Seluruh siswa mulai terlibat dalam seluruh proses kegiatan tanya-jawab, meskipun beberapa siswa yang tergolong pasif beberapa kali menjawab “pass” ketika mendapat giliran. Tahap Refleksi Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa secara tertulis dilihat dari perbandingan nilai pre-test dan post-testnya. Indikator pembelajaran yang akan dilihat yaitu siswa dapat merancang langkah-langkah praktis untuk melestarikan hutan. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa secara lisan dilihat berdasarkan hasil observasi guru bidang studi sains. Indikator pembelajaran yang akan dilihat yaitu siswa dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri tentang cara melestarikan lingkungan hutan. Jawaban tertulis siswa harus diuraikan secara sistematis, jelas dan tajam. Hal ini untuk melihat perkembangan siswa dalam menuangkan hasil pemikiran dan ide-ide baru yang diperoleh dari hasil diskusi dalam bentuk tulisan. Hasil analisis data ditemukan rata-rata N Gain -0,15, hanya 7,7% siswa yang mengalami peningkatan, sedangkan sebanyak 23% siswa mengalami penurunan dan sebanyak 38,4% siswa tidak mengalami peningkatan dalam kemampuan berpikir kritis secara tertulis. Berdasarkan pengamatan peneliti, banyaknya siswa yang mengalami penurunan disebabkan karena siswa malas menuliskan jawaban uraian yang panjang dan menggambarkan hasil pemikirannya sendiri, terlebih lagi karena soal-soalnya sama dan hanya berbeda pada urutannya saja. Hal ini terlihat
Seminar Nasional Pendidikan IPA tahun 2011 "Membangun Masyarakat Melek (Literate) Sains yang Berbudaya Berkarakter bangsa melalui Pembelajaran Sains"
dari sikap siswa yang terburu-buru menyelesaikan soal tes yang diberikan oleh peneliti, meskipun peneliti telah memberitahu mereka bahwa siswa waktu untuk mengerjakan masih panjang. Siswa terlihat enggan memeriksa kembali hasil pekerjaannya setelah mereka selesai selesai mengerjakan semua soal-soal tes tersebut. Siswa sudah terbiasa untuk menuliskan jawaban yang singkat dan benar, tetapi kurang mengeksplorasi ide-ide baru yang mereka pikiran dan hal-hal yangterdapat dalam kegiatan diskusi. Selain itu siswa kurang terampil dalam menuangkan pikirannya secara sistematis dalam bentuk tulisan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan siswa belum berinisiatif untuk membuat catatan pribadi mengenai hasil diskusi untuk dijadikan pegangan sebagai bahan belajar untuk ujian. Penilaian keterampilan berpikir kritis siswa secara lisan terlihat ada peningkaran karena ada beberapa siswa yang mampu membuat analisis yang relevan dengan topik. Berdasarkan pengakuan beberapa siswa, mereka mulai menggali informasi dari sumber-sumber lain, yaitu media televise dan buku-buku ilmu pengetahuan. Kemampuan siswa untuk membuat kesimpulan sedikit penutunan. Siswa kelas 4A masih tergolong cukup baik dalam membuat kesimpulan tentang pengetahuan yang mereka peroleh melalui hasil diskusi. Secara umum, keterlibatan siswa-siswa yang tadinya pasif dan kemauan siswa untuk menggali sumber-sumber informasi dari berbagai buku dan media lain dapat meningkatkan pencapaian keterampilan berpikir kritis lisan secara umum.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis, temuan dan pembahasan, maka peneliti menyimpulkan : 1). keterampilan berpikir kritis siswa dapat dinilai dari dua kemampuan, yaitu keterampilan mengungkapkan pikirannya secara lisan dan tulisan. Untuk mengukur keterampilan mengukapkan pikiran secara lisan, digunakan dua buah indikator yaitu kemampuan siswa dalam menilai dan mengolah informasi dan kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan. Untuk mengukur kemampuan mengungkapkan pikiran dalam bentuk tulisan, digunakan sebuah indikator yaitu kemampuan siswa menjelaskan dengan kata-kata sendiri tentang cara melestarikan SDA sungai, laut dan hutan. b) Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pembelajaran inkuiri pada topic sumber daya alam untuk kelas 4 A di salah satu sekolah di Jakarta Barat belum dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam bentuk tulisan, tetapi dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam bentuk lisan. Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut;
Seminar Nasional Pendidikan IPA tahun 2011 "Membangun Masyarakat Melek (Literate) Sains yang Berbudaya Berkarakter bangsa melalui Pembelajaran Sains"
1) Perlu dilakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama dan siklus yang lebih panjang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan keefektifan metode inkuiri. 2) Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam metode inkuiri harus disusun lebih kontektual supaya mengarahkan siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan hasil diskusi ke dalam kehidupan sehari-hari. 3) Siswa perlu dimotivasi dan dilatih menulis dan membuat catatan sendiri selama kegiatan diskusi berlangsung, jadi siswa dapat membuat kesimpulan akhir pelajaran dengan lebih baik dan mempunyai pegangan untuk belajar saat ujian. 4) Siswa perlu dilatih untuk berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam bentuk tulisan.
REFERENSI Alberta. “Focus on inquiry: a teacher`s guide to implementing inquiry-based learning”. (2004). Diperoleh dari http://www.learning.gov.ab.ca/k_12/curriculum/bySubject/focusoninquiry.pdf; internet; 28 Agustus 2009 Annisimov, M. What are the Natural Sciences?. (tanpa tahun). Diperoleh http://www.wisegeek.com/what-are-the-natural-sciences.htm; internet; 6 Mei 2010
dari
Arends, R.I. Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar Buku Satu, Edisi ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008. Arikunto, S, Suhardjono, Supardi. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 2009. Carlson, M.O, Humprey, G.E, Reinhardt, K.S. Weaving Science Inquiry and Continous Assessment : Using Formative Assessment to Improve. California: Corwin Pree, Inc, 2003. Fischer, A. Critical Thinking-An Introduction. Cambridge : Cambridge University Press, 2004. Hake,
R. Analyzing Change/Gain Scores. (1999). Diperoleh dari http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf; internet; 26 April 2010
Langrehr, J. Teaching Children : Thinking Skills. Jakarta: Penerbit PT Gramedia, 2003. Meltzer, D. E. The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physiscs: A Possible “Hidden Variable”in Diagnostic Pretest Scores. (Tanpa
Seminar Nasional Pendidikan IPA tahun 2011 "Membangun Masyarakat Melek (Literate) Sains yang Berbudaya Berkarakter bangsa melalui Pembelajaran Sains"
Tahun). Diperoleh dari www.physicseducation.net/docs/Addendum_on_normalized_gain.pdf; Internet; 26 April 2010. Paul, R., Elder, L. A Guide for Educators to Critical Thinking Competency Standards : Standards, Principles, Performance Indicators, and Outcomes with a Critical Thinking Master Rubric. Cambridge : The Foundation of Critical Thinking, 2005. ________________ . Critical Thinking : The Art of Socratic Questioning. Journal of Developmental Education Volume 31, Issue 1. Diambil dari http://www.uph.library.ac/id/ebscohost ; internet; 6 Mei 2010. Pannen, P, Mustafa, D & Sekarwinahyu, M. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, 2001. Syah, M. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005. Widodo. A. Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 064, Tahun ke-13, Januari 2007. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2007