LITERASI KEUANGAN, ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN, DAN KINERJA PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI INDUSTRI KERAJINAN MIKRO Perminas Pangeran Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo 5-25, Yogyakarta, 55224 e-mail:
[email protected] ABSTRACT
Tujuan penelitin ini adalah untuk menguji pengaruh literasi keuangan dan orientasi kewirausahaan terhadap kinerja pengembangan produk baru. Ukuran sampel 129 usaha mikro. Analisis regresi moderasian digunakan untuk menguji tiga hipotesis. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa literasi keuangan mempengaruhi kinerja pengembangan produk baru, sementara orientasi kewirausahan tidak. Hasil juga menunjukkan bahwa literasi keuangan tidak memoderasi hubungan antara orientasi kewirausahan dan kinerja pengembangan produk baru. Kata Kunci: Literasi Keuangan, Kewirausahaan, Produk Baru.
The purpose of this study is to examine the effect of financial literacy and entrepreneurial orientation on performance in new product development. Drawing upon a sample of 129 micro sized firms, moderated regression analysis is used for testing three hypotheses. The results reveal that financial literacy influence performance in new product development, while entrepreneurial orientation show no such effect. The Results also show that financial literacy doesn’t moderate these relationships. Keywords: Financial Literacy, Entrepreneurial, New Product.
PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Dalam usaha ini, para wirausaha (entrepreneurs) umumnya diakui selalu ikut serta secara regular dalam aktivitas pengambilan keputusan tentang akuisisi, alokasi, dan utilisasi sumberdaya usahanya. Aktivitas ini, tidak dapat dihindari, memiliki implikasi keuangan dan supaya berfungsi secara efektif, para wirausaha perlu memiliki literasi keuangan yang baik. Bosma dan Harding (2006) mengungkapkan bahwa literasi keuangan yang buruk dan praktik manajemen yang tidak memadai ternyata membatasi aktivitas 1
kewirausahaan, seperti pengembangan produk baru. Walaupun demikian, keterkaitan literasi keuangan dan aktivitas kewirausahaan belumlah jelas. Oleh karena itu penelitian ini berusaha untuk mengisi gap yang ada dalam literatur literasi keuangan. Pengembangan produk baru adalah salah satu strategi bagi seorang wirausaha untuk tetap bertahan dalam persaingan usaha yang ketat. Pengembangan produk berkinerja tinggi suatu perusahaan bergantung pada kapabilitas, seperti orientasi kewirausahaan dan literasi keuangan. Orientasi kewirausahaan (entrepreneurial orientation) telah diakui sebagai determinan utama kinerja perusahaan (Covin and Slevin, 1999; Lumskin and Dess, 1999). Sementara itu, kajian tentang literasi keuangan mengindikasikan bahwa
literasi keuangan diantara para wirausaha
muda ada di atas rata-rata dan literasi keuangan memberi kontribusi secara signifikan terhadap ketrampilan kewirausahaan (Oseifuah, 2010). Untuk itu, penelitian ini berusaha membahas tentang keterkaitan orientasi kewirausahaan
dan literasi keuangan dengan kinerja
pengembangan produk baru. Di pihak lain, dalam literatur yang ada kapabilitas kewirausahaan ini dijelaskan sebagai karakteritisk level unit atau perusahaan. Teece dan Pisano
(1994) menjelaskan bahwa
kewirausahaan adalah kapabiltas yang dinamis karena memiliki sub kompetensi atau kapabilitas yang memungkinkan perusahaan untuk menciptakan proses dan produk baru dan merespon lingkungan bisnis yang berubah. Pernyataan ini didukung oleh Frishammar dan Horte (2007) yang menyatakan bahwa orientasi kewirausahaan menciptakan ketrampilan yang komplek, yang memungkinkan perusahaan menghasilkan gagasan baru untuk penciptaan produk baru. Beberapa penelitian telah mendokumentasikan
bahwa orientasi kewirausahaan
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Davis et al. (2010) membuktikan bahwa para manajer dengan toleransi risiko tinggi, memiliki inovasi, dan tingkat keproaktifan yang tinggi berpengaruh positif terhadapa kinerja perusahaan. Frank, Kessler dan Fink, (2010) juga menemukan ada hubungan positif antara orientasi kewirausaan dan kinerja bisnis pada
2
kondisi lingkungan yang dinamis dan akses terhadap model tinggi. Hasil penelitian Su, et al. (2011) membuktikan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap kinerja pada kondisi perusahaan mantap. Selain itu penelitian menemukan berhubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja berbentuk huruf U terbalik. Sementara itu, hasil penelitian Frishammar dan Horte (2007) membuktikan bahwa dimensi keinovasian berpengaruh positif terhadap kinerja pengembangan produk baru, sedangkan keproaktifan dan pengambilan risiko tidak berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru. Pangeran (2011) membuktikan bahwa dimensi pengambilan risiko dan keproaktifan berpengaruh terhadap kinerja keuangan usaha mikro. Walaupun demikian
penelitian yang ada belum
mempertimbangkan aspek literasi keuangan sebagai variabel penjelas kinerja pengembangan produk baru. Penelitian ini memiliki kontribusi pada beberapa hal. Pertama, penelitian memberi penekanan pada
orientasi kewirausahaan, yaitu keinovasian, pengambilan risiko, dan
keproaktifan, pada kinerja pengembangan produk baru. Penelitian yang ada dalam membahas orientasi kewirausahaan masih jarang dilakukan dalam kasus industri mikro di Indonesia (Pangeran, 2011). Kontribusi kedua, penelitian ini juga secara khusus memfokus pada literasi keuangan. Dalam hal ini, kajian ingin mengungkapkan apakah literasi keuangan berperan sebagai pemoderasi. Kajian demikian ini belum ada dilakukan dalam kasus data Indonesia. Penelitian yang ada mengindikasikan bahwa tingkat literasi keuangan para wirausaha berada di atas rata-rata dan literasi keuangan mempengaruhi secara signifikan ketrampilan kewirausahaan seorang (Oseifuah, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh orientasi kewirausahaan dan literasi keuangan terhadap kinerja keuangan pengembangan produk baru. Penelitian secara khusus juga menguji apakah literasi keuangan sebagai pemoderasi atas pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja pengembangan produk baru pada industri mikro.
3
KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Kewirausahaan dan Pengembangan Produk Baru Hunt (2000) dan Frishammar dan Horte (2007) menyatakan bahwa organisasi tidak dapat mengetahui alternatif produk apa yang pelanggan sukai sehingga organisasi menghadapi ketidakpastian. Dalam hal ini perusahaan atau organisasi perlu inovatif, proaktif, dan mengambil risiko. Hal ini berarti organisasi perlu bertindak dengan berorientasi pada kewirausahaan.
Dimensi pertama dari orientasi kewirausahaan adalah keinovasian.
Keinovasian mengacu kepada kecenderungan perusahaan ikut serta dan mendukung gagasan baru, kebaruan, eksperimentasi, dan proses kreatif yang menghasilkan proses teknologi, jasa, dan produk baru (Lumpkin and Dess,1996). Keinovasian menunjukkan keinginan perusahaan untuk meninggalkan teknologi dan praktik yang ada. Hasil penelitian Frishammar dan Horte (2007) menunjukkan bahwa keinovasian berpengaruh positif pada kinerja pengembangan produk baru. Komponen kedua orientasi kewirausahaan adalah pengambilan risiko. Pengambilan risiko didefinisikan sebagai sejauhmana para manajer berkeinginan membuat komitmen atas sumberdaya yang berisiko dan besar tetapi mereka memiliki peluang besar gagal. Walaupun banyak risiko dapat membahayakan kinerja pengembangan produk baru, risiko itu sendiri tak dapat dihindari karena kesuksesan suatu pengembangan produk baru tidak dapat diketahui sebelumnya. Prototipe mungkin gagal pada pabrik dan desain baru mungkin gagal di pasar tetapi jika tidak ada risiko yang diambil, tidak pernah ada produk baru yang akan dihasilkan dan diluncurkan (Frishammar and Horte, 2007). Komponen terakhir dari orientasi kewirausahaan adalah proaktif. Proaktif berkaitan dengan melihat ke depan dan upaya menjadi penggerak pertama. Tujuannya untuk memperoleh keunggulan untuk membentuk lingkungan dengan memperkenalkan produk baru dalam persaingan yang akan datang (Lyon, Dess and Lumpkin, 2000). Menurut Lumpkin dan Dess
4
(1996), proaktif adalah penting karena menyiratkan pendirian untuk melihat ke depan yang disertai dengan aktivitas yang inovatif atau spekulasi baru. Perusahaan yang proaktif adalah leader bukan follower, karena perusahaan memiliki kemauan dan tinjauan ke masa depan untuk meraih kesempatan baru (Lumpkin and Dess, 1996). Lebih lanjut, perusahaan yang proaktif sering merupakan perusahaan yang mengajukan produk baru dan seringkali memperkenal produk baru lebih dulu atau mendahului pesaingnya (Dess and Lumpkin, 2005; Venkatraman, 1989). Dalam hal ini, keunggulan kompetitif perusahaan tergantung pada kecepatan mereka memasuki pasar dan kemampuan mereka memenuhi kebutuhan pelanggan (Li et al, 2008). Proaktif seharusnya berdampak positif terhadap kinerja pengembangan produk baru. Alasannya, pertama, keproaktifan memiliki keunggulan sebagai penggerak pertama (Frishammar and Horte, 2007) yang memungkinkan laba tinggi atas produk baru ketika kondisi tidak adanya persaingan. Kedua, proaktif menyiratkan peningkatan kecepatan pengembangan produk baru. Kecepatan demikian ini meruapakan syarat penting bagi pengembangan produk baru. Terakhir, kepasifan merupakan suatu ketidakmampuan perusahaan untuk meraih kesempatan. Hal ini benar-benar tidak diinginkan jika kinerja pengembangan produk baru menjadi tujuan perusahaan. Oleh karena itu hipotesis sebagai berikut: H1: Orientasi kewirausahaan (inovasi, pegambilan risiko, keproaktifan) berpengaruh positif terhadap kinerja pengembangan produk baru
Literasi Keuangan dan Pengembangan Produk Baru Kajian literatur mengindikasikan bahwa kebanyakan konsumen tidak memiliki literasi keuangan yang diperlukan untuk membuat keputusan keuangan penting dalam bidangnya (Perry, 2008). Para pakar juga bersetuju bahwa pengetahuan keuangan nampaknya berkaitan langsung dengan perilaku keuangan (Hilgert et al., 2003). Literasi keuangan
mencakup peningkatan dalam pengetahuan dan ketrampilan
keuangan, dan perubahan dalam perilaku keuangan (Hilgert et al., 2003, Mandell, 2008).
5
Literasi keuangan mempengaruhi individu, rumah tangga, institusi keuangan, dan ekonomi yang lebih luas karena bagian integral dari kehidupan sehari-hari.
Elemen utama dari
ketrampilan dan pengetahuan literasi keuangan mencakup literasi matematika, pemahaman keuangan tentang uang, kompetensi keuangan, dan tanggung jawab keuangan.
Jelas,
kepentingan literasi keuangan ini tidak dapat diremehkan karena seseorang yang iliterasi keuangan mungkin tidak dapat menganggar secara tepat untuk memenuhi pengeluarannya, tidak dapat mengidentifikasi jasa atau produk keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka, dan terakhir menjadi korban penipuan dan praktik eksploitasi. Penjelasan sebelumnya menyimpulkan bahwa seorang memiliki literasi keuangan yang baik akan berdampak positif
pada kinerja perusahaan. Seorang yang memiliki literasi
keuangan yang baik akan memiliki pemahaman tentang istilah dan produk atau jasa keuangan. Juga memiliki tindakan berkaitan dengan penggunaan pengetahuan keuangan dalam hal penganggaran, investasi, perencanaan keuangan, penyimpanan pencatatan keuangan yang akurat dan tipe akun bank yang disimpan. Hasil penelitian Oseifuah (2010) menunjukkan bahwa literasi keuangan memberi kontribusi besar pada ketrampilan kewirausahaan. H2: Literasi keuangan berpengaruh positif terhadap kinerja pengembangan produk baru
Orientasi Kewirauhaan dan Pengembangan Produk Baru dengan Literasi Keuangan Sebegai Pemoderasi
Penelitian tentang bagaimana hubungan orientasi kewirausahaan dan kinerja pengembangan produk baru dimoderasi oleh literasi keungan belum ditemukan pada semua tinjuaan literatur. Namun demikian, penelitian Oseifuah, (2010) mengidikasi bahwa tingkat literasi keuangan para wirausaha berada di atas rata-rata. Dengan demikian, hubungan positif antara orientasi kewirausahaan dan kinerja pengembangan produk baru seharusnya lebih kuat pada saat literasi keuangan adalah tinggi. 6
Dasar pemikiran yang mendasari argumen ini adalah jika para wirausaha memiliki literasi keuangan yang baik seharusnya mereka memiliki produktivitas kerja dan profitabilitas yang tinggi. Terakhir, jika wirausaha tidak memiliki tingkat literasi keuangan yang tinggi akan berakibat menurunnya tabungan (Hilgert, 2003), menumpuknya utang konsumen (Stango dan Zinman, 2007) tidak memadainya perancanaan dana pension (Lusardi dan Mitchell, 2007), rendahnya produktivitas ditempat kerja (Fletcher et al., 1997, Joo dan Grable, 2000). Dalam hal ini literasi keuangan berperan penting bagi kesuksesan seorang wirausaha. Dengan demikian hipotesis dirumuskan sebagai berikut. H3: Keinovasian, pengambilan risiko, dan keproaktifan akan memiliki dampak positif yang lebih besar pada kinerja pengembangan produk baru pada saat literasi keuangan lebih tinggi dari pada rendah
METODE PENELITIAN Data dan Sampel Sampel dalam penelitian terdiri dari usaha mikro (UMK), khususnya industri kerajinan mikro yang berada Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sampel ditentukan berdasarkan beberapa kriteria. Pertama, perusahaan atau usaha industry kerajinan mikro yang mencakup produk kerajinan kulit, perak, keramik, gerabah, rotan, dan mebel. Kedua, industri kerajinan mikro mendasarkan pada pengertian dari BPS: usaha mikro dengan jumlah pekerja kurang dari 5 orang. Penelitian menggunakan kuesioner yang diberikan kepada usaha mikro pada industri kerajinan mikro yang berada di Kabupaten Bantul. Jumlah responden yang dapat digunakan dalam penelitian sebanyak 129 responden. Karakteristik demografi responden mendasarkan pada gender, usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, jumlah karyawan, dan terget pasar. Tabel 1 menjelaskan frekuensi dan prosentase responden berdasarkan karakteristik demografi.
7
Tabel 1 Karakteristik Responden No 1 2
3 4
5
Karekteristik
Unsur
Gender
Laki-laki Perempuan Usia < 30 30 -40 >40 -50 >50 Status Perkawinan Nikah Belum Nikah Tingkat Tidak Sekolah Pendidikan SD/SR SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma Sarjana Target Pasar Dalam Negeri Luar Negeri
Frekuensi
Prosentase
52 77 24 48 45 12 113 16 2 2 7 76 15 27 128 1
40 60 18,6 37,2 34,9 9,3 87,6 12,4 1,6 1,6 5,4 58,9 11,6 20,9 99 1
Dari aspek usia responden tampak bahwa mayoritas pengusaha berada pada usia antara 30 - 40. Selanjutnya, terbesar kedua pada kelompok usia > 40 – 50. Sementara itu, pada kelompok usia mudah sebesar 24 persen, yang menunjukkan secara tidak langsung prospek di industri ini semakin menarik bagi anak muda. Ditinjau dari aspek gender dan status perkawinan, mayoritas responden wanita dan mayoritas sudah berkeluarga. Ditinjau dari aspek sumberdaya manusia, mayoritas responden berpendidikan Sekolah Menengah Atas. Hal ini mengindikasikan cukup lumayannya kualitas sumberdaya usaha industri ini. Semakin tingginya pendidikan pengusaha akan mempengaruhi kemampuan seorang dalam melakukan pengelolaan usahanya. Selanjutnya target pasar sebagian besar (99%) di arah kepada pasar dalam negeri. Pengukuran Variabel Variabel penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan independen. Variabel dependen adalah kinerja pengembangan produk baru. Variabel independen meliputi variabel orientasi kewirausahaan dan literasi keuangan
8
Pertama adalah literasi keuangan.
Literasi keuangan adalah kemampuan seorang
individu untuk membuat pertimbangan yang berinformasi dan mengambil keputusan yang efektif dalam mengelola keuangannya (Oseifuah, 2010; Media Research Consultants Pte Ltd, 2005). Dalam literatur tidak ada ukuran standar tentang literasi keuangan. Kerangka teoritis untuk mengukur literasi ini diadaptasi dari instrumen penelitian Oseifuah (2010). Dalam penelitian ini kuesioner disusun untuk menangkap informasi pada aspek utama literasi keuangan yang mencakup tindakan atau perilaku keuangan para wirausahaan. Perilaku keuangan diukur dengan enam butir pernyataan. Butir pernyataan ini mencakup ketrampilan keuangan, yaitu penyusunan anggaran dan penelusuran pada pengeluarannya, peningkatan pengetahuan keuangan, pengelolaan keuangan, perencanaan keuangan, tabungan, pelaporan keuangan. Setiap butir pernyataan diberi skala tipe likert dengan tujuh poin, 1 sampai 5(1= Sangat tidak setuju, sedangkan 5= sangat setuju). Sementara itu, orientasi kewirausahaan mencerminkan sejauhmana perusahaan cenderung untuk melakukan inovasi, mengambil risiko, dan proaktif (Frishammar dan Horte, 2007). Penelitian ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Covin and Slevin (1999), dan Frishammar dan Horte (2007).
Beberapa studi sebelumnya telah menggunakan skala ini
dengan hasil yang memuaskan. Pertama, keinovasian teridiri dari tiga butir pernyataan. Item pernyataan ini mencakup penekanan pada inovasi, keunggulan teknologi, riset dan pengembangan produk baru; produk baru yang ditawarkan selama lima tahun terakhir; perubahan dramatis pada produk. Kedua, pengambilan risiko terdiri dari tiga butir pernyataan. Item pernyataan ini mencakup kecenderungan pada proyek berisiko dan laba tinggi, sikap terhadap risiko, tindakan berisiko. Ketiga, keproaktifan terdiri dari 3 butir pernyataan. Item pernyataan mencakup tindakan mendahului pesaing, menjadi pertama dalam meluncurkan produk, berusaha menghadapi pesaing. Setiap butir pernyataan diberi skala tipe likert dengan tujuh poin, 1 sampai 7 (1= menunjukkan orientasi kewirausahaan
9
sangat rendah, sedangkan 7= menunjukkan orientasi kewirausahaan sangat tinggi). Terakhir, kinerja pengembangan produk baru ini berkaitan dengan sejauhmana suatu produk baru dipersepsikan memenuhi pangsa pasar, target penjualan, dan sesuai penggunaan pelanggan, pertumbuhan penjualan, dan pencapaian profit. Kinerja pengembangan produk baru diukur pada level perusahaan dengan menggunakan instrumen yang digunakan oleh AtuaheneGima and Ko (2001) dan Frishammar dan Horte (2007). Kinerja pengembangan produk baru terdiri dari 4 butir pernyataan. Item pernyataan mencakup pangsa pasar, pertumbuhan penjualan, profit perusahaan, dan keuntungan atas aset. Setiap item pertanyaan diberi skala tipe likert dengan lima poin, 1 sampai 5 (1= Sangat tidak setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Agak Setuju, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju). Uji reliabilitas dan validitas dari item pertanyaan telah dilakukan. Untuk menilai reliabilitas, uji statistik alpha Cronbach digunakan untuk menentukan tingkat konsistensi diantara butir pernyataan pada masing masing faktor atau konstruk. Suatu konstruk dikatakan cukup reliabel jika memberi nilai alpha Cronbach > 70% (Nunnally, 1960). Hasil perhitungan apha Cronbach untuk masing-masing faktor disajikan pada tabel 2. Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu instrumen kuesioner. Instrumen dikatakan valid apabila instrumen dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur. Penelitian ini lebih menguji pada validitas butir instrumen. Untuk mengukur validitas butir instrumen dilakukan dengan cara menghitung korelasi (r) antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk. Adapun harga kritis untuk validitas butir adalah 0,30 (Widoyoko, 2009:143). Jika nilai validitas butir, korelasi, r > 0,30 maka nomor butir tersebut dapat dikatakan valid. Hasil perhitungan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk juga disajikan pada tabel 2.
10
HASIL PENELITIAN Organisasi bahasan akan diawali dengan penyajian data statistik deskriptif dan hasil uji reliabilitas dan validitas. Statistik deskriptif meliputi angka statistik, yaitu rerata, standard deviasi, nilai ekstrim. Deskriptif statistik yang dimaksud disini adalah variabel-variabel utama yang digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis, yaitu orientasi kewirausahaan, literasi keuangan, interakasi orientasi kewirausahaan dan literasi keuangan, dan kinerja pengembangan produk baru. Data deskriptif, hasil uji reliabilitas, dan validitas disajikan pada tabel 2. Hasil uji statistik alpha Cronbach untuk masing masing faktor dan itemnya disajikan ada tabel 1. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai alpha untuk semua konstruk memberi nilai alpha Cronbach, α > 70%. Hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa
semua variabel
memenuhi kriteria reliabilitas. Hasil uji validitas butir menunjukkan bahwa semua item pernyataan untuk masingmasing variabel berada diatas nilai kritis, r > 0,30. Hasil ini dapat dikatakan semua variabel memenuhi kriteria validitas butir. Berdasarkan kriteria ini, dapat disimpulkan bahwa literasi keuangan, orientasi kewirausahaan, dan kinerja pengembangan produk baru semua indikator valid. Tabel 2 Data Deskriptif Variabel Penelitian Cronbach’s Corrected Item-Total Alpha Correlation
Ratarata
Std
Range
Maks
Min
Literasi Keuangan (LK)
3,45
0,66
3,17
4,67
1,50
0,77
>0,30
Orientasi Kewirausahaan(OK)
4,48
0,96
4,89
7,00
2,11
0,84
>0,30
Kinerja Pengembangan Produk Baru
3,60
0,64
3,75
5,00
1,25
0.73
>0,30
Interaksi LK dan OK
15,68
5,21
26,17
31,50
5,33
Variabel
11
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan model regresi moderasi. Rangkuman hasil pengujian disajikan pada tabel 3. Hasil model uji hipotisis dirangkum dalam tabel 3. Hasil analisis koefisien regresi moderasi, model 1 menunjukkan bahwa koefisien variabel orientasi kewirausahaan positif (0,173) dan signifikan (pvalue= 0,003 < α =0,05). Hasil ini mengungkapkan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap kinerja pengembangan produk baru. Hal ini berarti perusahaan yang cenderung berorientasi pada kewirausahaan akan meningkatkan kinerja pengembangan produk baru. Tabel 3 Ringkasan Hasil Model Empiris Penelitian Model 1: Y,it = α + β1OK,it + µ,it Model 2: Y,it = α + β1OK,it+ β2LK,it + µ,it Model 3: Y,it = α + β1OK,it+ β2LK,it + β3 OK*LK,it + µ,it Hipotesis
Variabel
Prediksi
Model 1
Model 2
Model 3
Simpulan
H1
Orientasi Kewirausahaan (OK)
β>0
0,173 (3,04)*
0,066 (1,20)
0,196 (0.735)
H2
Literasi Keuangan (LK)
β>0
-
0,445 (5.64)*
0,606 (1.83)**
Didukung
Interaksi OK x LK
β>0
-
-
-0,037 (-.500)
Tidak Didukung
0,06 9,23*
0,244 21,66*
0,239 14,35*
H3
Adjusted R2 F-test
Tidak didukung
Keterangan: *signifikan pada critical value, α = 5% **signifikan pada critical value, α = 10%
Selanjut, hasil model 2 menunjukkan bahwa koefisien variabel orientasi kewirausahaan adalah positif (0,066) dan tidak signifikan (p-value= 0,231 > α =0,05). Hasil ini berlawanan pada model 1. Sebaliknya, koefisien variabel literasi keuangan adalah positif (0,445) dan signifikan (p-value= 0,00 < α =0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa literasi keuangan berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru.
12
Model 3 menunjukkan bahwa koefisien variabel orientasi kewirausahaan adalah positif (0,196) dan tidak signifikan (p-value= 0,298 > α =0,05). Sementara itu, koefisien variabel literasi keuangan adalah positif (0,445) dan signifikan (pvalue= 0,07 < α =0,10). Hasil ini konsisten dengan model 2, bahwa literasi keuangan berpengaruh positif terhadap kinerja pengembangan produk baru. Juga, koefisien interaksi orientasi kewirausahaan dan literasi keuangan (OK*LK) adalah negatif (0,037) dan signifikan (p-value= 0,618 < α =0,10). Hasil analisis regresi moderasi pada model 3 menunjukkan bahwa orientasi tidak berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru. Hasil ini tidak mendukung hipotesis pertama (H1). Sementara itu, literasi keuangan berpangaruh positif terhadap kinerja pengembangan produk baru. Hasil ini mendukung hipotesis kedua (H2). Selanjutnya, interaksi orientasi kewirausahaan dan literasi keuangan (OK*LK) adalah negatif dan tidak signifikan. Hasil ini mengungkapkan bahwa variabel literasi keuangan tidak berperan sebagai pemoderasi pada hubungan antara orientasi kewirausahan dan kinerja pengambangan produk baru. Hasil ini tidak mendukung hipotesis tiga. Sebaliknya, hasil ini mengungkapkan bahwa literasi keuangan merupakan variabel independen.
PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa literasi keuangan berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru. Hasil ini konsisten dengan indikasi penelitian sebelumnya bahwa literasi keuangan memberi kontribusi secara signifikan terhadap ketrampilan kewirausahaan (Oseifuah, 2010). Hasil ini sesuai dengan harapan bahwa literasi keuangan berdampak positif terhadap kinerja pengembangan produk baru.
Hal ini bisa terjadi karena beberapa alasan,
pertama, literasi keuangan mempengaruhi individu, institusi keuangan, dan ekonomi yang lebih luas karena bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Adanya literasi keuangan akan
13
berakibat peningkatan tabungan (Hilgert, 2003), penggunaan utang yang optimal (Stango dan Zinman, 2007) peningkatan produktivitas ditempat kerja (Fletcher et al., 1997, Joo dan Grable, 2000). Kedua, elemen utama ketrampilan dan pengetahuan dari literasi keuangan mencakup pemahaman keuangan tentang uang, kompetensi keuangan, dan tanggung jawab keuangan. Dalam hal ini, jelas kepentingan literasi keuangan ini tidak dapat diabaikan karena seorang yang memiliki literasi keuangan baik akan dapat menganggar secara tepat untuk memenuhi pengeluarannya, dapat mengidentifikasi jasa atau produk keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka, dan akhirnya dapat meningkatkan kinerja pengembangan produk barunya. Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja pengembangan produk baru, para wirausaha sekarang dan yang akan datang seharusnya memiliki tingkat literasi keuangan yang tinggi. Berdasarkan model 3, hasil penelitian mengungkapkan bahwa literasi keuangan tidak berperan sebagai variabel pemoderasi. Hasil ini tidak sesuai dengan indikasi penelitian sebelumnya (Oseifuah, 2010) bahwa literasi keuangan para wirausaha berada di atas rata-rata. Dalam penelitian ini jelas bahwa peran literasi keuangan hanya sebagai variabel independen. Berikutnya, dalam model 3, orientasi kewirausahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru. Hasil ini juga tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru (Frishammar dan Horte, 2007; Pangeran, 2011). Hal ini bisa terjadi karena orientasi kewirausaan tidak hanya mememili efek langsung tetapi juga efek tidak langsung pada kinerja pengembangan produk baru. Dalam kasus ini literasi keuangan bisa saja berperan sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara orientasi kewirausahaan dan pengembangan produk baru. Hal ini terindikasi dengan hasil analisis model 1, orientasi kewirausahaan berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru.
14
Hasil penelitian ini menyimpulkan beberapa simpulan penting. Pertama, hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi keuangan berpengaruh positif terhadap kinerja pengembangan produk baru. Kedua, literasi keuangan tidak berperan sebagai pemoderasi pada hubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja pengembangan produk baru. Penelitian ini memiliki beberapa implikasi bagi manajemen khususnya usaha mikro. Pertama, usaha mikro yang tertarik meningkatkan kinerja pengembangan produk baru seharusnya mendorong para wirausaha untuk memiliki literasi keuangan yang lebih baik. Literasi ini setidaknya mencakup ketrampilan penyusunan anggaran dan penelusuran pada pengeluarannya, peningkatan pengetahuan keuangan, pengelolaan keuangan, perencanaan keuangan, tabungan, pelaporan keuangan. Penguasaan literasi keuangan sepanjang proses pengembangan produk baru akan mengarah kepada tingkat kesuksesan produk lebih tinggi.
PENUTUP Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, variabel independen hanya memfokus pada orientasi kewirausahaan dan literasi keuangan, masih ada orientasi strategik lainnya yang memiliki potensi
berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru.
Penelitian ke depan dapat juga mempertimbangkan orientasi pemasaran dan orientasi teknologi. Kedua, penelitian ini terikat waktu dan ruang, dan penelitian hanya meneliti industri kerajinan mikro di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Dalam penelitian ini perusahaan yang diteliti tidak membedakan variasi ukuran usaha. Penelitian ke depan disarankan untuk membedakan variasi ukuran usaha, yaitu usaha mikro, kecil, dan menengah. Selain itu, pendekatan penelitian ke depan sebaiknya menggunakan ukuran sampel yang lebih besar untuk meningkatkan eksternal validitas penelitian. Penelitian ini adalah penelitian survey, data dependen variabel adalah data perseptual, yang mungkin bisa bias. Penelitian ke depan sebaiknya tidak hanya survey tetapi dapat juga studi kasus dengan wawancara mendalam.
15
REFERENSI
Atuahene-Gima, K and Ko, A. 2001. An empirical investigation of the effect of market orientation and entrepreneurship orientation alignment on product innovation. Organization Science, 12(1): 54-74; Bosma, N. and R. Harding. 2006. Global Entrepreneurship Minotor (GEM) 2006 Report. London. Babson College and London Business School. Cooper, R., Edget, S. and Kleinschmidt, E. 2004. Benchmarking best NPD practices I. Research Technology Management, 47(1):31-44. Covin, J. G. and Slevin, D. P. 1999. Strategic management of smaller firms in hostile and benign environments. Strategic Management Journal, 10(1): 75-87; Davis, J.L., Bell, R.G., Payne, G.T., and Kreiser, P.M. 2010. Entrepreneurial Orientation and Firm Performance: The Moderating Role of Managerial Power. American Journal of Business, 25 (2): 42-54. Dess, G. G. and Lumpkin, G. T. 2005. The role of entrepreneurial orientation in stimulating effective corporate entrepreneurship. Academy of Management Executive, 19(1):147156; Fletcher, CN., G. Beebout, G. and S. Mendenhall. 1997. Developing and Evaluating Personal Finance Education at The Worksite: Case Study. Personel Finance and Worker Productivity. 1(1): 54-59 Frank, H., Kessler, A. and Fink, M. 2010. Entrepreneurial Orientation and Business Performance: A Replication Study. SBR, 62: 175 – 198. Frishammar, J. 2005. Managing information in new product development: a literature review. International Journal of Innovation and Technology Management, 2(3): 259-275; Frishammar, J. and Hörte, S.Å. 2005. Managing external information in manufacturing firms: the impact on innovation performance. Journal of Product Innovation Management, 22(3): 251-266. Frishammar, J. and Hörte, S.Å. 2007. The Role of Market Orientation and Entrepreneurial Orientation for New Product Development Performance in Manufacturing Firms. Technology Analysis & Strategic Management, 22(3): 251-266. Ghozali, I. 2009. Ekonometrika: Teori, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS 17. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hilgert, M.A. J.M. Hogarth, S.G. Beverly. 2003. Household Financial Management: the connection between knowledge and behaviour. NBER Working Paper 14538
16
Joo, S. and J.E. Grable, 2000. Improving Employee Productivity: The Role of Financial Counselling and Education. Journal of Employment Counselling, 37: 2-15 Kreiser, P. M., Marion, L. D. and Weaver, K. M. 2002. Assessing the psychometric properties of the entrepreneurial orientation scale: a multi-country analysis. Entrepreneurship Theory & Practice, 26(4):49-66. Su, X., E. Xie, and Y. Li. 2011. Entrepreneurial Orientation and Firm Performance in New Ventures and Established Firms. Journal of Small Business Management, 49(4):558-577. Lumpkin, G. T. and Dess, G. G. 1999. Clarifying the entrepreneurial orientation construct and linking it to performance. Academy of Management Review, 21(1):135-172. Lusardi, A. dan O.S. Mitchell. 2007. Financial Literacy and Retirement Preparedness: Evidence and Implication for Financial Education. Business Economics. 42: 35-44. Mandell, L. 2004. Financial Literacy: Are We Improving? Jumpstart Coalition for Personal Financial Literacy, Washington DC Oseifuah, E, K. 2010. Financial Literacy and Youth Entrepreneurship in South Africa. Afican Journal of Economic and Management Studies,1 (2):164-182 Pangeran, P. 2011. Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Keuangan Pengembangan Produk Baru Usaha Mikro dan Kecil. Jurnal Riset Manajeman dan Bisnis, 6(2): 113- 125. Perry, V.G. 2008. Is ignorance bliss? Consumer Accuracy in Judgments about Credit Ratings. Journal of Consumer Affairs, 42 (2): 189 – 205. Stango, V. and J. Zinman. 2007. The Price isnot Right (not even on average): exponential growth bias. Present biased Perception and Household Finance. Working Paper. Darthmauth College, Hanover. Teece, D. and Pisano, G. 1994. The dynamic capabilities of firms: an introduction. Industrial and Corporate Change, 3:537-556. Tzokas, N., Carte, S. and Kyriazopoulos, P. 2001. Marketing and entrepreneurial orientation in smaller firms. Enterprise and Innovation Management Studies, 2(1):19-33. Widoyoko, S.E.P. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
17