BAB 2. 2.1.
LANDASAN TEORI
Model Tujuh Lapisan OSI Pengertian model Open System Interconnection (OSI) adalah suatu model
konseptual yang terdiri atas tujuh lapisan, yang masing-masing lapisan tersebut mempunyai fungsi yang berbeda. OSI dikembangkan oleh badan Internasional yaitu International Organization for Standardization (ISO) pada tahun 1977. (Todd Lammle 2007)
Gambar 2.1 Lapisan Model Tujuh Gambar 1 Model Tujuh OSILapisan OSI
Definisi dari Model tujuh lapisan OSI adalah sebagai berikut. a.
Application Lapisan ke-7 ini menjelaskan spesifikasi aplikasi jaringan berkomunikasi dengan layanan jaringan. Lapisan ini bertanggung jawab atas pertukaran informasi antara program komputer, seperti program e-mail, dan service lain yang jalan di jaringan, seperti server printer atau aplikasi komputer lainnya. Berfungsi sebagai pengatur bagaimana aplikasi dapat mengakses jaringan, dan kemudian membuat pesan-pesan kesalahan. Protokol yang berada dalam lapisan ini adalah HyperText Transfer Protocol (HTTP), File Transfer Protocol (FTP), Simple Mail Transfer Protocol (SMTP), Domain Name Server (DNS).
8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
b.
Presentation Lapisan ke-6 ini berfungsi untuk mentranslasikan data yang hendak ditransmisikan oleh aplikasi ke dalam format yang dapat ditransmisikan melalui jaringan. Protokol yang berada dalam level ini adalah perangkat lunak redirektor, seperti layanan Workstation dan juga Virtual Network Computing (VNC).
c.
Session Lapisan ke-5 ini berfungsi untuk mendefinisikan bagaimana koneksi dapat dibuat, dipelihara, atau dihancurkan. Selain itu, di level ini juga dilakukan resolusi nama.
d.
Transport Lapisan ke-4 ini berfungsi untuk memecah data ke dalam paketpaket data serta memberikan nomor urut ke paket-paket tersebut sehingga dapat disusun kembali pada sisi tujuan setelah diterima. Selain itu, pada level ini juga membuat sebuah tanda bahwa paket diterima dengan sukses (acknowledgement), dan mentransmisikan ulang terhadap paket-paket yang hilang di tengah jalan.
e.
Network Lapisan ke-3 ini berfungsi untuk mendefinisikan alamat-alamat IP, membuat header untuk paket-paket, dan kemudian melakukan routing melalui internetworking dengan menggunakan router dan Switch lapisan-3. Protokol yang berada dalam lapisan ini contohnya adalah Address Routing Protocol (ARP).
f.
Data Link Lapisan ke-2 ini berfungsi untuk menentukan bagaimana bit-bit data dikelompokkan menjadi format yang disebut sebagai frame. Selain itu, pada level ini terjadi koreksi kesalahan, flow control, pengalamatan perangkat keras Media Access Control Address (MAC Address), dan menetukan bagaimana perangkat-perangkat jaringan seperti hub, bridge, repeater, dan Switch lapisan 2 beroperasi.
g.
Physical Lapisan ke-1 ini berfungsi untuk mendefinisikan media transmisi jaringan, metode pensinyalan, sinkronisasi bit, arsitektur jaringan, topologi jaringan dan pengabelan. Selain itu, level ini juga mendefinisikan bagaimana Network Interface Card (NIC) dapat berinteraksi dengan media kabel atau radio. Protokol yang berada dalam lapisan ini adalah Ethernet, dan Fiber Distributed Data Interface (FDDI). 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.2. Model Jaringan Hirarki Model jaringan hirarki dipilih untuk mendesain suatu jaringan karena mudah digunakan untuk mengolah dan memperluas suatu jaringan sehingga dapat mempermudah pembentukan jaringan tersebut. Model hirarki jaringan terdiri dari tiga layer, yaitu : core, distribution, dan access (Kevin Wallace 2015)
CORE CLOUD CORE
DISTRIBUTION
ACCESS
Gambar 2.2 Model Hirarki Jaringan Desain jaringan hirarki membagi jaringan menjadi beberapa lapisan yang menyerupai bentuk pohon. Setiap lapisan menyediakan fungsi-fungsi tertentu yang mendefinisikan perannya dalam jaringan secara keseluruhan. Dengan memisahkan berbagai fungsi-fungsi yang ada di jaringan, maka jaringan menjadi desain modular, yang memfasilitasi skalabilitas dan performa. (i)
Core Layer Core Layer adalah backbone kecepatan tinggi dari internetwork. Core
Layer ini penting untuk interconnectivity antara perangkat layer distribusi, sehingga sangat penting untuk core yang ketersediaan dan redundansi. Aggregasi core lalu lintas dari semua lapisan distribusi perangkat, sehingga harus mampu meneruskan sejumlah data yang besar dengan cepat. layer ini bertanggung jawab untuk mengirim trafik secara tepat dan andal, tujuannya hanyalah men-Switch traffic secepat mungkin (dipengaruhi oleh kecepatan dan latency). Core layer dapat mendukung layanan jaringan layer 3, Gigabit Ethernet/10Gigabit Ethernet, Very high forwarding rate dan Redundant components. 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
(ii)
Distribution Layer Distribution Layer teragregasi data yang diterima dari access layer aktif
sebelum dikirim ke core layer untuk routing ke tujuan akhir. Distribution Layer mengontrol arus lalu lintas jaringan dengan pengawasan dan perencanaan broadcast domain yang dilakukan oleh fungsi routing antara VLAN ditetapkan pada access layer. VLAN memungkinkan untuk mengelompokkan lalu lintas pada Switch ke subnetworks yang terpisah. fungsi utamanya adalah filtering, akses, dan menentukan akses core layer jika diperlukan. Distribution Layer dapat mendukung layanan jaringan layer 3, Gigabit Ethernet/10Gigabit Ethernet, Very high forwarding rate, Redundant components dan VLAN. (iii)
Access Layer Antarmuka- access layer dengan perangkat akhir seperti Router, Switch,
dan PC Pelanggan untuk menyediakan akses ke semua jaringan. Layer ini menyediakan aksess jaringan untuk user/workgroup dan mengontrol akses dan end user local ke Internetwork. Sering di sebut juga desktop layer. Tujuan utama dari layer access adalah menyediakan sarana untuk menghubungkan perangkat ke jaringan dan mengendalikan perangkat yang diizinkan berkomunikasi pada jaringan. Keuntungan Jaringan Hierarki : a)
Scalability: jaringan hierarki dapat diperluas/dikembangkan secara lebih mudah.
b)
Redundancy: menjamin ketersediaan jalur pada level core dan distribution.
c)
Performance:
performa Switch pada layer core dan distribution lebih
handal (link aggregation). d)
Security: port keamanan pada level access dan aturan pada level distribution membuat jaringan lebih aman
e)
Manageability: konsistensi antar Switch pada tiap level membuat manajemen menjadi lebih mudah.
f)
Maintainability: modularitas desain hirarki mengijinkan jaringan dibagibagi tanpa menambah kerumitan.
11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3. Metro Ethernet Pada cakupan daerah internet dikenal istilah Metro Ethernet (Metro-E) yaitu teknologi jaringan Ethernet yang diimplementasikan di sebuah metropolitan area. Perusahaan-perusahaan besar dapat memanfaatkan teknologi tersebut untuk menghubungkan kantor-kantor cabang mereka ke dalam sistem intranet yang ada di dalam perusahaan tersebut. Jaringan Metro-E umumnya didefenisikan sebagai bridge dari suatu jaringan atau menghubungkan wilayah yang terpisah juga menghubungkan Local Area Network (LAN) dan Wide Area Network (WAN). Jaringan Metro-E, secara harfiah berarti jaringan komunikasi data yang berskala metro (skala untuk menjangkau satu kota besar seperti Jakarta) dengan menggunakan teknologi Ethernet sebagai protokol transportasi datanya. Sehingga jaringan yang berskala metro dapat dibentuk dengan menggunakan teknologi Ethernet biasa. Metro-E menggunakan protokol atau teknologi yang sama persis dengan Ethernet pada LAN tetapi ada penambahan beberapa fungsi sehingga dapat digunakan untuk menghubungkan dua lokasi (dua LAN) dengan jarak puluhan bahkan ratusan kilometer. (Henry Reynold 2011)
Gambar 2.3 Topologi Jaringan Metro-E Pada gambar 2.3 menggambarkan topologi jaringan Metro-E antar kota dalam tiap cabang perusahaan. Node yang terhubung satu sama lain digambarkan dalam cloud besar, yang nantinya didalam cloud tersebut banyak terhubung sistem jaringan. Berdasarkan prinsip teknologinya, Metro-E ini mempunyai kelebihan – kelebihan yaitu.
12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
a)
Memberikan pelayanan ke pelanggan serta mendukung aplikasi-aplikasi yang membutuhkan speed dan bandwidth yang besar.
b)
Terdapat beberapa tipe pelanggan yang tidak perlu menggunakan router, sehingga efisien untuk penggunaan perangkat.
c)
Sudah sangat umum digunakan sehingga teknologi atau aspek teknisnya dapat dimengerti oleh semua orang.
2.3.1. Protocol Metro Ethernet Metro-E menggunakan protokol atau teknologi yang sama persis dengan Ethernet atau Fast Ethernet pada LAN tetapi ada penambahan beberapa fungsi sehingga dapat digunakan untuk menghubungkan dua lokasi (dua LAN) dengan jarak puluhan bahkan ratusan kilometer. Sebenarnya Metro-E adalah jenis Broadband Wired karena kecepatan atau bandwidthnya sudah besar yaitu 10 Mbps sampai 100 Mbps, bahkan 1 sampai 10 Gbps. Teknologi Ethernet dipilih untuk jaringan berskala Metro dikarenakan teknologi Ethernet telah digunakan secara luas oleh masyarakat, terutama dalam LAN. Interface Ethernet telah tersebar ke mana-mana dan keberadaannya sangat banyak. Selain itu, bandwidth yang ditawarkan oleh teknologi ini juga dapat dengan mudah diperbesar. Hingga kini teknologi Ethernet yang perangkatnya telah banyak beredar di pasaran telah mencapai bandwidth tertinggi sebesar 10 Gbps. Ethernet juga menyediakan teknologi Ethernet dengan bandwidth 10 Mbps, 100 Mbps, dan 1 Gbps. Metro-E merupakan salah satu solusi teknologi untuk High End Market (HEM) dalam memberikan solusi terintegrasi untuk layanan voice, data dan video. Tiap link atau node terhubung satu sama lain agar membentuk suatu komunikasi antar router agar dapat mengirimkan suatu packet data ke tujuan dengan baik. (Henry Reynold 2011) 2.3.2. Multi Protocol Label Switching (MPLS) MPLS merupakan teknologi penyampaian paket pada jaringan backbone berkecepatan tinggi. Sistem kerjanya menggabungkan beberapa kelebihan dari 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
sistem komunikasi circuit-Switched dan packet-Switched yang melahirkan teknologi yang lebih baik dari keduanya. Sebelumnya, paket-paket diteruskan dengan protocol routing seperti (Open Shorted Path First) OSPF, (Border Gateway Protocol) BGP, atau (Exterior Gateway Protocol) EGP. Protokol routing berada di lapisan network (ketiga) dalam sistem OSI, sedangkan MPLS berada di antara lapisan kedua dan ketiga.Prinsip kerja MPLS ialah menggabungkan kecepatan Switching pada layer 2 dengan kemampuan routing dan skalabilitas pada layer 3. Cara kerjanya adalah dengan menyelipkan label di antara header layer 2 dan layer 3 pada paket yang diteruskan. Label dihasilkan oleh label-Switching Router dimana bertindak sebagai penghubung jaringan MPLS dengan jaringan luar. Label berisi informasi tujuan node selanjutnya kemana paket harus dikirim. Kemudian paket diteruskan ke node berikutnya, di node ini label paket akan dilepas dan diberi label yang baru yang berisi tujuan berikutnya. Dalam proses pembuatan label ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu. dengan Metode berdasarkan topologi jaringan, yaitu dengan menggunakan protokol IP-routing seperti OSPF. Selain paket IP paket MPLS juga bisa dienkapsulasikan kembali dalam paket MPLS. Maka sebuah paket bisa memiliki beberapa header,
dan
bit stack pada header menunjukan
apakah
suatu header sudah terletak di dasar tumpukan header MPLS itu. Teknologi MPLS diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dari jaringan IP. Ide dasar dari pengembangan MPLS adalah dengan menggunakan “label” untuk melakukan mekanisme Switching ditingkat IP. Sistem proteksinya (reliabilitas) dilakukan dengan alternatif route dan metode proteksi path yang umum pada jaringan IP. (Todd Lammle 2011) 2.4. Failover Failover adalah teknik mem-backup suatu koneksi dalam jaringan. Jika salah satu jalur koneksi mengalami kegagalan (link disconnected) atau jalur koneksi terputus, jalur koneksi yang terputus akan digantikan dengan jalur koneksi yang kedua begitu juga sebaliknya jika jika jalur koneksi yang kedua 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
terputus maka jalur koneksi yang pertama akan menggantikannya (Dewobroto 2013)
2.5. Quality of Service (QoS) Quality of Service (QoS)
adalah kemampuan suatu jaringan untuk
menyediakan layanan yang baik dengan kapasitas jaringan, mengatasi jitter dan delay (waktu tertunda). QoS dirancang untuk membantu pengguna menjadi lebih prosuktif dengan memastikan bahwa pengguna mendapatkan kinerja yang handal dari aplikasi – aplikasi berbasis jaringan QoS mengacu pada kemampuan jaringan untuk menyediakan layanan yang lebih baik pada trafik jaringan tertentu melalui teknologi yang berbeda-beda. QoS suatu tantangan yang besar dalam jaringan berbasis IP dan internet secara keseluruhan. Tujuan dari QoS adalah untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan layanan yang berbeda, yang menggunakan infrastruktur yang sama. QoS menawarkan kemampuan untuk mendefinisikan atribut - atribut layanan yang disediakan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat beberapa parameter yang harus dipertimbangkan untuk menentukan QoS diataranya Throughput, Delay, Packet Loss, Latency, Ping dan Traceroute. (Mujahidin 2011) 2.5.1. Parameter Quality of Service (QoS) Peformasi merupakan kumpulan dari beberapa parameter beseran teknis, yaitu : 1. Throughput Throughput merupakan rate (kecepatan) transfer data efektif, yang diukur dalam bit per second (bps). Througput merupakan jumlah total kedatangan paket yang sukses diamati pada destinasi selama interval waktu tertentu dibagi oleh durasi interval waktu tersebut. 2. Delay Waktu tunda (delay) merupakan akumulasi berbagai waktu tunda dari ujung ke ujung pada jaringan internet. Waktu tunda mempengaruhi kualitas layanan 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
(QoS) karena waktu tunda menyebabkan suatu paket lebih lama mencapai tujuan. ITU-T G.114 merekomendasikan waktu tunda tidak lebih besar dari 150ms untuk berbagai aplikasi, dengan batas 400ms untuk komunikasi suara yang masih dapat diterima. Rekomendasi tersebut ditunjukan pada tabel. Tabel 2.1 Rekomendasi ITU – G.114
Waktu Tunda (ms)
Kualitas
0–5
Baik
150 – 400
Cukup , masih dapat di terima
>400
Buruk
3. Packet Loss Packet loss didefinisikan sebagai kegagalan transmisi paket mencapai tujuan. Paket hilang dapat disebabkan oleh pembuangan paket di jaringan (network loss) atau pembuangan di gateway/terminal sampai kedatangan terakhir. Network loss secara normal disebabkan kemacetan ( router buffer overflow), perubahan rute secara seketika, kegagalan link, dan lossy link sepert saluran nirkabel. Kemacetan atau kongesti pada jaringan merupakan penyebab utama dari paket hilang. Tabel 2.2 menunjukan rekomendasi paket hilang yang mempengaruhi kualitas layanan (QoS) berdasarkan ITU-G. Tabel 2.2 Rekomendasi ITU – G.114
Paket Hilang (%)
Kualitas
0–1
Baik
1 – 10
Dapat diterima
>10
Tidak dapat diterima
4. Latency Adalah waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak dari asal ke tujuan atau jumlah waktu yang dibutuhkan paket data untuk berpindah di seluruh koneksi jaringan. Delay dapat dipengaruhi oleh jarak, media fisik, kongesti atau juga waktu proses yang lama. 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
5. Traceroute Traceroute adalah adalah perintah untuk menunjukkan rute yang dilewati paket untuk mencapai tujuan. Ini dilakukan dengan mengirim pesan Internet Control Message Protocol (ICMP) Echo request ke tujuan dengan nilai Time to Live yang semakin meningkat. Rute yang ditampilkan adalah daftar interface router (yang paling dekat dengan host) yang terdapat pada jalur antara host dan tujuan 2.6. Router Router adalah perangkat jaringan komputer yang mengirimkan paket data melalui sebuah jaringan atau Internet menuju tujuannya, melalui sebuah proses yang dikenal sebagai routing. Proses routing terjadi pada lapisan 3 (lapisan jaringan ) dari protokol tujuh-lapis OSI. (Todd Lammle,2007) Fungsi dasar router : 1.
Mengatur routing protocol Routing protocol adalah aturan atau cara pencarian jalur terbaik yang
digunakan untuk mengirimkan paket data dari node pengirim ke node penerima. Paket akan melewati beberapa node penghubung (intermediate node), dimana protokol routing berfungsi untuk mencarikan jalur yang terbaik dari beberapa jalur yang akan dilalui melalui mekanisme pembentukan tabel routing ( Sing, Valentino, L., Simamora, Sihar, N. M. P. & Siregar, Simon. 2010 ). Routing protocol dibagi menjadi dua yaitu static routing dan dynamic routing : a. Static Routing Static routing adalah jenis routing yang dilakukan admin/pengelola jaringan untuk mengkonfigurasi informasi tentang jaringan yang dituju secara manual. Ciri-ciri routing statis adalah sebagai berikut: jalur spesifik ditentukan oleh admin jaringan. pengisian tabel routing dilakukan secara manual oleh admin jaringan. b. Dynamic Routing Dynamic routing adalah proses router yang me-rutekan jalur yang dibentuk secara otomatis oleh router itu sendiri sesuai dengan konfigurasi yang dibuat.
17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Jika ada perubahan topologi antar jaringan, router otomatis akan membuat ruting yang baru. Dynamic routing banyak jenisnya sebagai berikut : 1. Routing Information Protocol (RIP) Routing Information Protocol (RIP) adalah sebuah protokol routing dinamis yang digunakan dalam jaringan LAN (Local Area Network) dan WAN (Wide Area Network). Oleh karena itu protokol ini diklasifikasikan sebagai Interior Gateway Protocol (IGP). Protokol ini menggunakan algoritma DistanceVector Routing. Pertama kali didefinisikan dalam RFC 1058 (1988). Protokol ini telah dikembangkan beberapa kali, sehingga terciptalah RIP Versi 2 (RFC 2453). 2. Enhanced Interior Gateway Routing Protocol (EIGRP) Enhanced Interior Gateway Routing Protocol (EIGRP) adalah sebuah protokol routing dinamis menggunakan alogoritma Distance-Vector Routing yang dirancang oleh Cisco Systems sebagai proprietary protocol dan hanya tersedia pada router Cisco. Pada tahun 2013 Cisco mengkonversi EIGRP menjadi open standard sehingga bisa digunakan oleh router-router dengan brand lain. EIGRP digunakan pada router untuk berbagi routing antar router yang memiliki autonomous system yang sama dan mengirim update routing secara bertahap untuk mengurangi beban kerja router. 3. Open Shortest Path First (OSPF) Open Shortest Path First (OSPF) adalah sebuah protokol routing dinamis menggunakan algoritma Link-State Routing dan diklasifikasikan sebagai Interior Gateway Protocol (IGP). OSPF versi 2 didefinisikan dalam RFC 2328 (1998) untuk IPV4, dan pembaruan untuk IPV6 ditetapkan sebagai OSPF versi 3 dalam RFC 5340 (2008). 4. Border Gateway Protocol (BGP) Border Gateway Protocol (BGP) adalah inti dari protokol routing internet. Protocol ini yang menjadi backbone dari jaringan internet dunia. BGP adalah protokol routing inti dari internet yang digunakan untuk melakukan pertukaran informasi routing antar jaringan. BGP dijelaskan dalam RFC 4271. RFC 4276 menjelaskan laporan implementasi pada BGP-4, RFC 4277 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
menjelaskan hasil ujicoba penggunaan BGP-4. Ia bekerja dengan cara memetakan sebuah tabel IP network yang menunjuk ke jaringan yang dapat dicapai antar Autonomous System (AS). Hal ini digambarkan sebagai sebuah protokol path vector. 2.
Membangun routing table menggunakan routing protocol Routing table menjaga track dari tiap tiap network, jalur menuju network,
dan metric untuk masing-masing jalur. Router memilih route terbaik untuk tujuan tertentu di antara banyak yang disajikan oleh routing protocol, konfigurasi manual dan berbagai cara lainnya dengan mempertimbangkan kriteria sebagai berikut : i. Valid next-hop IP address : tiap-tiap routing proses menerima update dan informasi route. Informasi pertama yang dilakukan pengecekan oleh router adalah route tersebut memiliki valid next-hop IP address ii. Metric : router memilih jalur terbaik untuk tujuan apapun yang diberikan berdasarkan metric yang terendah. Routing protocol menawarkan jalur ini kepada routing table. iii. Administrative distance : protokol routing memiliki struktur metrik dan algoritma yang tidak kompatibel dengan protokol lain. Sangat penting bahwa jaringan menggunakan beberapa protokol routing dapatbertukar informasi rute dan dapat memilih yang terbaik jalan di beberapa protokol. Administrative distance adalah taraf kepercayaan routing protocol. Pada router cisco telah diberikan default administrative distance
untuk tiap-tiap routing protocol.
Nilainya antara 0 dan 255, Semakin rendah nilai administrative distance, semakin tinggi kepercayaan protokol atau kepercayaan. Table 1-6 daftar default administrative distance dari routing protocol yang ada di cisco router.
19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.4 Nilai Administrative Distance 3.
Melakukan route paket melalui informasi routing protocol dan routing table. Dengan adanya routing table router dengan jelas tahu tentang jaringan ,
jalur menuju network tujuannya. Sehingga router melakukan route paket sesuai apa yang ada pada routing table. 2.7. IP Service Level Agreement (SLA) Suatu metode yang memungkinkan kita untuk mengumpulkan informasi yang realistis tentang bagaimana keadaan jalur jaringan yang dilalui secara otomatis oleh sebuah router. IP SLA menjalankan tes yang telah dikonfigurasikan dan pada perangkat yang dituju akan merespon dengan paket yang diterima kembali pada sumbernya, IP SLA mengumpulkan data tentang apa yang terjadi di sepanjang jalan. IP SLA memonitor kesehatan jaringan dan reachability. Sebuah router kemudian dapat memilih kapan untuk menggunakan rute, dan bisa mengabaikan rute, berdasarkan status ditentukan oleh IP SLA (David Hucaby 2015) 2.7.1.
Sistem kerja IP Service-Level Agreement (SLA) 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
IP SLA menggunakan konsep operasi, setiap operasi mendefinisikan jenis paket yang router akan menghasilkan, tujuan dan sumber alamat, dan karakteristik lain dari paket. konfigurasi termasuk pengaturan tentang waktu hari ketika router harus mengirim paket dalam sebuah operasi khusus, jenis statistik yang harus dikumpulkan, dan seberapa sering router harus mengirim paket. Juga, Anda dapat mengkonfigurasi router dengan beberapa operasi dari berbagai jenis.
Gambar 2.5 .Konsep kerja IP SLA
Daftar berikut merangkum sebagian besar jenis operasi yang tersedia, hanya untuk perspektif : 1. ICMP 2. RTP (VoIP) 3. Koneksi TCP (menetapkan koneksi TCP) 4. UDP 5. DNS 6. DHCP 7. HTTP 2.7.2.
Tracking SLA Operation
Tracking objek melihat pada status IP SLA operation kemudian menentukan keadaan status track objek “UP” atau “DOWN”. Tergantung pada jenis SLA operasi, kode status track bisa menjadi beralih sederhana, dengan “OK” yang berarti bahwa operasi terakhir bekerja.
21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Salah satu fungsi dari tracking objek adalah untuk melakukan otomatisasi dalam routing table, router mempunyai 2 jalur menuju tujuan. Tetapi salah satu jalur ini akan dijadikan jalur utama dan di pantau keadaan status objek nya. Bila statusnya “UP” maka akan digunakan, tetapi bila statusnya “DOWN” maka akan dihilangkan dan disimpulkan tidak beroperasi. 2.8. Floating Static Routing Berdasarkan default administrative distances router percaya rute static lebih daripada rute dynamic, karena router akan memilih administrative distances yang terendah. Dalam beberapa hal perilaku default ini mungkin tidak menjadi yang diinginkan. Kasusnya adalah ada 2 route yang sama tetapi hanya salah satu route yang akan dijadikan pilihan utama, dalam kasus ini kita dapat memanipulasi parameter administrative distances dalam perintah konfigurasi static routing untuk membuat rute static tidak di tampilkan daripada rute static yang lain. Static route yang muncul di routing table hanya bila primary static route hilang disebut floating static routing. administrative distances dari static route di konfigurasi lebih tinggi daripada administrative distances primary static route dan “float” diatas primary static route sampai primary static route tidak lagi tersedia. (Kevin Wallace 2015) 2.9. Kualitas Jaringan Metro-E Kualitas jaringan Metro-E ditentukan oleh beberapa parameter diantaranya yaitu reliabilitas dan availabilitas. Reliabilitas merupakan probabilitas suatu sistem untuk dapat melakukan fungsi-fungsinya secara terus menerus tanpa gangguan pada interval waktu yang ditentukan. Availabilitas menunjukkan derajat dimana sistem atau komponen sedang beroperasi dan dapat diakses ketika diperlukan. Semakin besar nilai reliabilitas dan availabilitas, semakin baik performasi suatu system. Secara matematis, reliabilitas dinyatakan sebagai. (Paul Marshall 2010) Reliabilitas =
(2.1)
22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dengan, t
= Lamanya waktu pengukuran
MTBF = Mean Time Between Failure Reliabilitas = 1 menunjukkan tidak ada gangguan yang terjadi sedangkan reliabilitas = 0 menunjukkan kejadian gangguan terjadi dalam jumlah yang banyak tak terhingga atau tidak ada waktu antara gangguan yang satu dengan gangguan yang lain (MTBF = 0). Gangguan merupakan suatu kejadian dimana layanan tersebut tidak tersedia pada waktu pengoperasian. Setiap gangguan memerlukan sebuah action untuk memperbaiki gangguan tersebut. Gangguan layanan Metro-E didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi pada jaringan Metro-E mulai dari perangkat MetroE hingga ujung kabel yang dihubungkan ke perangkat pelanggan. Gangguan layanan Metro-E dapat berupa kerusakan pada infrastruktur akses, kerusakan hardware seperti router dan Switch, atau kerusakan patch cord. Gangguan yang terjadi pada perangkat pelanggan seperti mati listrik di lokasi pelanggan, atau kerusakan perangkat pelanggan yang menyebabkan ketidak tersediaan layanan Metro-E tidak dikategorikan sebagai gangguan layanan Metro-E. MTBF atau rata-rata waktu diantara kejadian gangguan merupakan ukuran reliabilitas system dalam satuan jam. MTBF adalah kebalikan dari Gangguan Rate (FR). Semakin besar nilai MTBF, semakin tinggi reliabilitas layanan. MTBF dinyatakan sebagai : MTBF =
(2.2)
Dengan, N = banyaknya link T = jangka waktu pengukuran [jam] F
= banyaknya gangguan pada n link
Availabilitas ditentukan oleh reliabilitas sistem dan waktu recovery ketika terjadi gangguan. Nilai dapat dihitung dengan membagi rata-rata waktu „on‟ dengan penjumlahan dari rata-rata waktu „up‟ dan rata-rata waktu „down‟. Ratarata waktu „up‟ adalah MTBF dan rata-rata waktu „down‟ adalah Mean Time To Restore (MTTR) service, sehingga availabilitas diberikan oleh: 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Availabilitas =
x 100
(2.3)
MTBF : Mean Time Between Failure MTTR : Mean Time To Restore Persamaan (2.3) ini berdasarkan beberapa asumsi bahwa gangguan dari masing-masing segmen tidak saling berpengaruh dan semua trafik diantara system akhir dibawah oleh sebuah jalur. MTTR adalah rata-rata waktu yang diperlukan dalam melakukan action untuk memperbaiki gangguan yang terjadi. MTTR diperoleh dengan membagi seluruh Time To Restore ( TTR ) dengan banyaknya gangguan. Apabila MTTR masing-masing jenis gangguan diketahui, MTTR total dapat dihitung dengan persamaan : MTTR total =
∑
(2.4)
∑
Keterangan : m
= Banyaknya jenis gangguan
f
= Banyaknya gangguan
x
= nilai MTTR untuk setiap gangguan [jam]
24 http://digilib.mercubuana.ac.id/