THE MEDIATING ROLE OF LOCUS OF CONTROL IN IMPULSE BUYING BEHAVIOR Surpiko Hapsoro Darpito Chaula Anwar Faculty of Economic University of Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Jalan SWK 104 (Lingkar Utara), Yogyakarata 55283, Indonesia ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah menganalisis peran locus of control individu pada perilaku pembelian impulsif, menganalisis dampak langsung maupun tidak langsung respon emosi terhadap kecenderungan pembelian impulsive. Perilaku konsumen dalam pembelian produk fashion sangat menarik untuk diteliti, karena hal tersebut sangat kompleks dan dilandasi oleh berbagai faktor. Menurut beberapa ahli, pembelian produk fashion dapat dikatakan sebagai pembelian produk high involvement. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk menguji perilaku pembelian impulsif konsumen dalam membeli produk fashion. Alat uji dalam penelitian ini menggunakan SEM, dengan jumlah sample sebanyak 205 orang yang sedang berbelanja di Matahari Dept Store Yogyakarta. Hasil pengujian dapat diperoleh hasil bahwa peran locus of control tidak memediasi pengaruh orientasi belanja rekreasi dan kenyamanan terhadap impulse buying. Namun locus of control berpengaruh langsung terhadap impulse buying. Berdasarkan hasil penelitian ini di harapkan pengelola toko Matahari memperhatikan dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri seseorang dalam perilaku pembelian. Beberapa aspek yang merupakan bagian kontrol diri seseorang yaitu standar, monitoring, dan kapasitas untuk berubah. Karakteristik demograÞ mempengaruhi perbedaan perilaku pembelian impulsive, sehingga penelitian yang akan datang diarahkan untuk menguji perbedaan perilaku berdasarkan uang saku/pendapatan dan gender. Keywords : locus of control, impulse buying, resource expenditure, pleasure, arousal
1. PENDAHULUAN Fashion saat ini merupakan bisnis yang menguntungkan. Gejala ramai-ramainya berbagai produk mengarah ke fashion tatkala konsumen ingin diakui jati dirinya sebagai suatu pribadi. Karena itu mereka sengaja membentuk identitasnya sendiri dan kemudian bersatu dengan kelompok yang selaras dengannya. Inilah kebanggan seseorang jika bisa masuk ke dalam apa yang menjadi kecenderungan umum, berarti ia termasuk fashionable atau modern karena selalu mengikuti mode. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk menguji perilaku pembelian impulsif konsumen dalam membeli produk fashion. Perilaku konsumen dalam pembelian produk fashion sangat menarik untuk diteliti, karena hal tersebut sangat kompleks dan dilandasi oleh berbagai faktor. Menurut beberapa ahli, pembelian produk fashion dapat dikatakan sebagai pembelian produk high involvement (Seo, Hatchote, Sweney, 2001). Pakaian juga dikategorikan sebagai high involvement, karena biasanya konsumen membelinya karena memiliki arti simbolik. Menurut Keiser (1990) pakaian dapat memperlihatkan status sosial pemakaianya, image, dan karakteristik pribadi mereka.
171
172
Proceeding International Conference And Call For Paper
Rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah individu yang memiliki tingkat locus of control yang rendah cenderung mudah melakukan pembelian impulsif, Apakah terdapat dampak langsung respon emosi (pleasure dan arousal) terhadap kecenderungan pembelian impulsif, Apakah ada dampak tidak langsung respon emosi terhadap kecenderungan pembelian impulsif dengan orientasi belanja dan sumberdaya yang dikeluarkan, dan locus of control sebagai variabel mediasi.
2. TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Pemahaman tentang konsep pembelian impulsif ( impulsif buying ) dan pembelian tidak direncanakan ( unplanned buying) oleh beberapa peneliti tidak dibedakan. Philipps dan Bradshow (1993), dalam Bayley dan Nancarrow (1998) tidak membedakan antara unplanned buying dengan impulsif buying , tetapi memberikan perhatian penting kepada periset pelanggan harus mengfokuskan pada interaksi antara point-of-sale dengan pembeli yang sering diabaikan. Engel dan Blacwell (1982), mendeÞ nisikan unplanned buying adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada didalam toko. Cobb dan Hayer (1986), mengklasiÞ kasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk kedalam toko. Kollat dan Willett (1967) memperkenalkan tipologi perencanaan sebelum membeli didasarkan pada tingkat perencanaan sebelum masuk toko, meliputi perencanaan terhadap; produk dan merek produk, kategori produk, kelas produk, kebutuhan umum yang ditetapkan, dan kebutuhan umum yang belum ditetapkan. Beberapa peneliti pemasaran beranggapan bahwa impulse sinonim dengan unplanned ketika para psikolog dan ekonom mengfokuskan pada aspek irasional atau pembeli impulsif murni (Bayley dan Nancarrow 1998). Thomson et al. (1990), mengemukakan bahwa ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih dari pada rasional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibanding irasional. Rook dan Fisher (1995), mendeÞ nisikan sifat pembelian impulsif sebagai “ a consumers’ tendency to by spontaneusly, immediately and kinetically”. Stern (1962), mengidentiÞ kasi hubungan sembilan karakteristik produk yang mungkin dapat mempengaruhi pembelian impulsif, yaitu, harga rendah, kebutuhan tambahan produk atau merek, distribusi massa, self service, iklan massa, display produk yang menonjol, umur produk yang pendek, ukuran kecil, dan mudah disimpan. Stone (1954) mengenalkan dan mendeÞ nisikan orientasi belanja sebagai konsep yang agak luas, yang merupakan suatu gaya hidup berbelanja atau gaya pembelanja mencakup aktivitas berbelanja, pendapat dan minat. Peneliti lain (Darden& Howell, 1987; Gutman& Mills, 1982; Hawkins, Best, dan Coney, 1989; Lumpkin, 1985; Shim dan Bickle, 1994), menggambarkan orientasi belanja sebagai sesuatu yang kompleks dan mempunyai fenomena multidimensional (e.g., motif, kebutuhan, ketertarikan, kondisi ekonomi, dan kelas sosial) dan dimensi perilaku pasar (pilihan sumber informasi, perilaku panutan, dan atribut toko). Sebagian besar literature orientasi belanja mencoba untuk menggambarkan segmen pembelanja yang bervariasi menurut gaya belanja. Orientasi belanja dalam penelitian ini, digambarkan sebagai suatu sikap pembelanja ke arah aktivitas belanja yang dapat berbeda menurut situasi, lebih dari suatu perangai kepribadian yang tidak bervariasi dari pembelanja. DeÞ nisi ini didasarkan pada Holbrook (1986), yaitu deÞ nisi dari suatu nilai belanja sebagai hasil kunci atau harapan manfaat yang dikejar oleh pembelanja. Di dalam teori kognitif sosial, hasil yang diharapkan adalah suatu faktor penting dalam menentukan perilaku (Bandura, 1991), dalam hal ini perilaku berbelanja. Dari perspektif ini, pembelanja boleh memiliki berbagai orientasi belanja dan dapat menerapkannya dalam situasi permintaan tertentu. Kemungkinan yang paling sering digunakan orientasi belanja di dalam literatur pemasaran adalah orientasi kenyamanan dilawan dengan orientasi rekreasi (Bellenger, Robertson, dan Greenberg, 1977). Orientasi kenyamanan menekankan pada nilai belanja yang bermanfaat, sebagai sesuatu yang terkait dengan tugas, masuk akal, berhati-hati, dan eÞ siensi aktivitas (Babin, Darden, dan GrifÞ n, 1994). Oleh karena Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
Proceeding International Conference And Call For Paper
173
itu, pembelanja dengan orientasi kenyamanan selalu berusaha untuk memperkecil biaya pencariannya sedapat mungkin untuk dapat menghemat energi atau waktu yang dapat digunakan untuk aktivitas selain dari belanja (Anderson, 1971). Pada sisi lain, di dalam situasi di mana orientasi rekreasi yang nampak, maka berbelanja bisa merupakan suatu aktivitas leisure-time atau suatu fungsi dari motif tidak membeli, dengan alasan hanya sebagai kebutuhan interaksi sosial, hiburan atau pengalihan dari aktivitas rutin, rangsangan berhubungan dengan perasaan, dan latihan (Bellenger dan Korgaonkar, 1980). Nilai hedonik dari orientasi rekreasi diakibatkan dari kenikmatan dan senang bermain dibandingkan penyelesaian tugas (Holbrook& Hirschman, 1982). Locus of control merupakan suatu keyakinan mengenai sumber kontrol dari penguat ( reinforcement). Rotter (dalam Schultz & Schultz 1994) mendeÞ nisikan locus of control sebagai atribut kepribadian dimana seorang individu dibedakan berdasarkan derajat keyakinan dalam mengendalikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup mereka. Tambahan menurut Rotter (dalam Lefcourt, 1982) orientasi locus of control merupakan suatu kontinum unidimensional, dari eksternal menuju internal. Individu yang memiliki locus of control internal cenderung lebih percaya diri, lebih independent, dan lebih yakin terhadap diri dan kemampuan mereka sendiri (Roueche & Mink, 1976; Fournier & Jeanrie, 1999, dalam Pinto, 2004). Mereka menunjukkan lebih inisiatif dan berusaha untuk dapat mengontrol dunia sekitar mereka dan cenderung untuk mengontrol keimpulsifan atau keinginan mereka dengan lebih baik daripada individu yang memiliki locus of control eksternal (Joc, 1971, dalam Pinto, 2004). Hipotesis Hasil penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positip antara emosi dengan perilaku (Kacen dan Lee, 2002; Adelaar, et al., 2003; Negara, 2002). Hipotesis alternatif yang berkenan dengan respon emosi yaitu pleasure dan arousal terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif sebagai berikut: H1a: Pleasure berpengaruh positip terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. H1b: Arousal berpengaruh positip terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Pembelanja boleh memiliki berbagai orientasi belanja dan mengaplikasikan dalam situasi permintaan tertentu. Belanja dengan convenience orientation (orientasi kenyamanan) dapat disebabkan oleh pleasure atau arousal dan tidak harus mengabaikan hedonic value. Shopping orientation (orientasi belanja) dideÞ nisikan sebagai sikap pembeli atau pembelanja yang berhubungan langsung dengan aktivitas belanja dan mungkin bervariasi berdasarkan situasi dalam sifat individu pembelanja, (Kim dan LaRose, 2004). Dalam teori kognitif sosial, ekspektasi orientasi belanja merupakan sesuatu penentuan perilaku yang penting (Bandura, 1991). Pembelanja yang tidak merencanakan pembelian dan memiliki orientasi rekreasi ( rekreation orientation ) akan menghabiskan waktu dan uang (sumberdaya yang dikeluarkan) lebih banyak dibandingkan orientasi kenyamanan ( convenience orientation). Berdasarkan penjabaran di atas dapat disusun hipotesis alternatif sebagai berikut: H2a: Pleasure berpengaruh positip terhadap sumberdaya yang dikeluarkan (sumberdaya yang dikeluarkan). H2b: Arousal berpengaruh positip terhadap sumberdaya yang dikeluarkan (sumberdaya yang dikeluarkan) konsumen. Selain itu dapat dibuat hipotesis tandingan yang menjelaskan pengaruh respon emosi terhadap orientasi belanja, maupun pengaruh sumberdaya yang dikeluarkan terhadap orientasi belanja berdasarkan temuan Negara (2002) serta Kim dan LaRose (2004) H3a: Pleasure berpengaruh positip terhadap orientasi belanja kenyamanan. H3b: Arousal berpengaruh positip terhadap orientasi belanja kenyamanan. H3c: Pleasure berpengaruh positip terhadap orientasi belanja rekreasi. Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
174
Proceeding International Conference And Call For Paper
H3d: Arousal berpengaruh positip terhadap orientasi belanja rekreasi. H4a: Sumberdaya yang dikeluarkan berpengaruh positip terhadap orientasi belanja rekreasi. H4b: Sumberdaya yang dikeluarkan berpengaruh negatip terhadap orientasi belanja kenyamanan . H5 : Terdapat pengaruh negatip antara orientasi belanja rekreasi dengan perilaku pembelian impulsif. H6 : Terdapat pengaruh positip antara orientasi belanja kenyamanan dengan perilaku pembelian impulsif. Ada bebeberapa hal yang bisa diusahakan oleh seseorang untuk menahan diri dari pembelian impulsif maupun kompulsif. Beberapa aspek ini merupakan bagian locus of control (kontrol diri) seseorang yaitu standar, monitoring, dan kapasitas untuk berubah (Baumeister, 2000). Seseorang yang tidak memiliki kontrol diri lebih memprioritaskan konsumsi yang bersifat hedonis daripada fungsional karena memang menginginkan sesuatu yang lebih bersifat luas, misalnya hasrat untuk mendapatkan kemewahan dan kesenangan (Philips, Olson, & Baumgartner, 1995; Kivetz dan Simonson, 2002). H7 : Terdapat pengaruh positip antara orientasi belanja kenyamanan dengan locus of control. H8 : Terdapat pengaruh positip antara orientasi belanja rekreasi dengan locus of control. H9 : Terdapat pengaruh negatip antara locus of control dengan perilaku pembelian impulsif. Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kecenderungan pembelian impulsif ditinjau dari locus of control sehingga dapat menjadi masukan yang berguna bagi para pelaku pasar dalam memahami kecenderungan pembelian impulsif. Ditinjau dari sisi peran locus of control sebagai variabel antara pengaruh respon emosi terhadap impulse buying adalah bagi ilmu pengetahuan berguna dalam membangun model yang lebih komprehensif serta bagi perusahaan dapat melakukan strategistrategi pemasaran yang lebih efektif. Isu penelitian ini mengetengahkan adanya pergeseran perspektif dalam memahami perilaku pembelian impulsif dari perspektif psikiatrik ke perspektif lain yakni perspektif psikologi . Pendekatan psikologi berkaitan dengan pemahaman emosi, sikap, motivasi yang dimiliki oleh konsumen. Pendekatan ini juga berkaitan dengan segi kejiwaan seseorang yang meliputi kepribadian. Mowen dan Spears (1999) berpendapat bahwa, aspek kepribadian bisa menjelaskan kecenderungan seseorang untuk melakukan perilaku impulsif. Perspektif psikologi ini dijelaskan oleh locus of control (kontrol diri) dan nilai materialisme. Individu yang memiliki kontrol diri yang rendah, cenderung tidak mampu mengalihkan perhatian untuk memiliki produk baru (Hirschman,1992). Baumeister (2002) mendeÞ nisi kontrol diri sebagai suatu kapasitas untuk memberikan alternatif kondisi dan respon tertentu. Kontrol diri merupakan pola respon yang baru dimulai untuk menggantikan sesuatu dengan yang lain, misalnya respon yang berkaitan dengan mengalihkan perhatian dari sesuatu yang diinginkan, mengubah emosi, menahan dorongan tertentu dan memperbaiki kinerja. Pendekatan psikologi lain adalah nilai materialisme. Studi Dittmar (2005) menun-jukkan bahwa, nilai materialisme yang dimiliki oleh individu menyebabkan seseorang memiliki kecenderungan untuk melakukan pembelian secara impulsif. Sifat materialistis cenderung menyebabkan individu untuk berusaha memperkaya diri dengan terus menerus menumpuk kekayaan. Tindakan untuk mengumpulkan kekayaan atau materi merupakan sumber kebahagiaan dan kesuksesan. Tindakan untuk memperkaya diri yang dilakukan dengan frekuensi tinggi menyebabkan individu untuk melakukan impulsif. Konsep ini terdiri dari tiga dimensi, yaitu : kesuksesan, sentralitas dan kebahagiaan (Gambar 1).
Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
Proceeding International Conference And Call For Paper
175
Sumber : Dittmar, H. 2005 dan Baumeister (2002)
Gambar 1. Pendekatan Psikologi pada Perilaku Pembelian Impulsif
3. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi yaitu wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 1999 : 72). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang berbelanja di Matahari Dept Store di Yogyakarta. Teknik Analisis Data pada penelitian ini menggunakan Struktur Equation Modeling (SEM), merupakan suatu teknik modeling statistika yang paling umun, dan telah digunakan secara luas dalam ilmu perilaku ( behavior science). Operasionalisasi Variabel meliputi Respon emosi adalah tingkat perasaan partisipan melalui cara berperilaku, dan dapat diungkapkan secara lisan maupun laporan tertulis tentang kondisi diri sendiri, (Mehrabian dan Russell,1974; Donavan dan Rossiter, 1982) setelah mengalami perlakuan, dalam hal ini setelah melihat iklan dalam bentuk format yang dipilihnya. Respon emosi dapat dikelompokkan menjadi: (1) kesenangan ( pleasure) mengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia, atau puas; (2) kegairahan ( arousal) mengacu pada tingkat dimana individu merasakan tertarik, siaga atau aktif dalam suatu situasi. Dijabarkan sebagai tingkatan perasaan yang bervariasi dari perasaan-perasaan kegembiraan ( excitement), terdorong ( stimulation), kewaspadaan ( alertness) atau menunjukkan keaktifan ( activeness) yang membuat kelelahan ( tired), perasaan lelah atau perasaan kantuk ( sleepy), atau bosan ( bored). Kecenderungan pembelian impulsif adalah tingkat kecenderungan partisipan berperilaku untuk membeli secara spontan, dan tiba-tiba (Bayley dan Nancorrow, 1998), atau ingin membeli karena mengingat apa yang pernah dipikirkan, atau secara sugesti ingin membeli, atau akan direncanakan untuk membeli, (Stern, 1962), setelah melihat iklan dalam bentuk format media yang dipilih. Resources Expenditure, merupakan respon perilaku approach-avoidance yang dimodelkan sebagai money spent dan time spent, maupun perhatian lain yang dianggap sebagai pengorbanan sumberdaya partisipan (Babin dan Darden, 1995). Orientasi belanja, adalah sikap pembelanja ke arah aktivitas belanja yang dapat berbeda menurut situasi, yaitu suatu nilai belanja sebagai hasil atau harapan akan manfaat yang dikejar oleh pembelanja, (Holbrook 1986). Orientasi belanja kenyamanan (convenience orientation) adalah sikap pembeli atau pembelanja yang berhubungan langsung dengan aktivitas belanja, dan lebih mengukur pada manfaat dari barang dan jasa yang diperoleh (Kim dan LaRose, 2004). Orientasi belanja rekreasi (recreation orientation) adalah sikap pembeli atau pembelanja yang berhubungan dengan memperoleh kepuasan mencari, bersenang dan bermain, selain melakukan pembelian. Locus of control dioperasionalisasikan sebagai kemampuan diri untuk tidak melakukan pembelian spontan atau kemampuan diri untuk menunda pembelian dengan melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Selanjutnya untuk melihat pengaruh langsung maupun tidak langsung respon emosi terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif pada Gambar 2. berikut. Pada Gambar 2. ini dimasukan variabel mediasi sumberdaya yang dikeluarkan (resources expenditure) dan orientasi belanja kenyamanan (convenience shopping orientation) dan orientasi belanja rekreasi (recreation shopping orientation) dan locus of control sebagai variabel mediasi antara respon emosi dan kecenderungan perilaku pembelian impulsif.
Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
176
Proceeding International Conference And Call For Paper
Sumber : Diadopsi dan dimodiÞ kasi dari Kacen dan Lee, (2002); Adelaar, et al., (2003); Negara, (2002) dalam Semuel, Hatane (2006); Dittmar, H. (2005); Joc, (1971) dalam Pinto, (2004).
Gambar 2. Model Penelitian Pengaruh Langsung Maupun Tidak Langsung Respon Emosi terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif
4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Jumlah kuesioner yang disebar dalam penelitian ini sebanyak 250 keusioner. Jumlah responden yang mengisi lengkap dan mengembalikan sebanyak 205 reponden untuk dianalisis. Meskipun tidak terdapat ketentuan mengenai jumlah sample yang tepat, jumlah sample tersebut telah memenuhi jumlah sample yang disarankan yaitu antara 100-200 sample (Hair et al, 1998). Untuk dianalisis menggunakan analisis statistik Structural Equation Modeling (SEM) dengan prosedur Maximum Likelihood Estimation (MLE) dengan jumlah sample minimal agar hasil valid yaitu sebanyak 50 sample. Selain itu jumlah sample ini juga memenuhi jumlah sample minimal 5 observasi untuk tiap parameter yang diobservasi (Hair et al, 1998). Untuk menguji normalitas distribusi data yang digunakan dalam analisis, peneliti menggunakan uji skewness value dari data yang digunakan. Nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut sebagai z-value. Bila nilai-z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signiÞ kansi yang dikehendaki. Misalnya, bila nilai yang dihitung lebih besar dari + 2.58 berarti kita dapat menolak asumsi mengenai normalitas dari distribusi pada tingkat 0.01. Uji normalitas dapat dilakukan menggunakan hasil perhitungan dengan program AMOS 4.0. Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk variabel tunggal maupun variabel kombinasi (Hair et al, 1998). Pada umumnya perlakuan terhadap outlier adalah dengan mengeluarkannya dari data dan tidak diikutsertakan dalam perhitungan selanjutnya. Menurut Ferdinand (2002) apabila tidak ada alasan khusus dari proÞ l responden untuk mengeluarkan outliers dari analisis, maka observasi dapat diikutsertakan dalam analisis selanjutnya, karena data tersebut menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Nilai mahalanobis distance dengan nilai degree of freedom sejumlah variabel yang digunakan dalam penelitian pada tingkat p<0.001 dapat digunakan untuk mengevaluasi outlier. Pada penelitian ini variabel yang dimaksud adalah jumlah item pengukuran pada model. Jumlah variabel indicator yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 24 indikator. Oleh karena itu apabila terdapat nilai mahalanobis distance yang lebih besar dari (24, 0.001)= 51,18 maka dapat dikatakan bahwa nilai tersebut adalah outlier multivariate. Uji Goodness of Fit Model Model teoritis pada kerangka konseptual penelitian, dikatakan Þ t jika didukung oleh data empirik. Hasil pengujian goodnees of Þ t overall model digunakan untuk mengetahui apakah model hipotetik didukung oleh data empirik. Hasil komputasi AMOS untuk model SEM ini dihasilkan indeks-indeks goodnees of Þ t seperti diberikan pada Tabel 1. berikut.
Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
Proceeding International Conference And Call For Paper
177
Pada Gambar 3. Hasil pengujian goodnees of Þ t menunjukkan bahwa model hipotetik tidak didukung oleh data empirik, atau model belum dapat dikatakan baik. Tabel 1. Pengujian Good of Fit Model Goodness of Fit Hasil Perhitungan Cut-off Value Keterangan X2-Chi-Square 360.912 Diharapkan kecil Marginal Probability 0,000 >0.05 Marginal CMIND/DF 1.529 <2.00 Baik GFI 0.876 >0.90 Marginal AGFI 0.843 >0.90 Marginal TLI 0.844 >0.95 Marginal CFI 0.867 >0.94 Marginal RMSEA 0.051 <0.08 Baik
Sumber : data primer yang diolah (2012)
Untuk itu perlu dilakukan revisi model untuk membuktikan apakah memang model tersebut tidak menunjukkan nilai kesesuaian yang baik.
e1
. 3 7
x11
e2
.52
e3
.45
x12 .72 x13
.33
x14
. 6 7
.61
e4
.58 Pleasure
.25 .04
e8
z2
x41
.25.50 x42 .50
e9
e19
.78
.26
.24-.03 belanja .49 Orientasi kenyamanan
e10
x61
e20
.24
e21
.30
x62
.38
e22
e23
.48
x63
x71
e24
.33
x72
.02
x73
x43 .1 6 .3
9
.57-.
.49
16
.55 .62
x44.56
e11
58
.36
e12
.31.16.3
.34
x45 e13 e14
0.55x3 1.40 .48 Expenditure 1.23 Resource .38 .14
x32 e15
x33
e17
.69 .16
control
.80 Impulse buying
.69
. 5 4
z5
.59
z4
.17 .48 .46 x51 .41 .35 Orientasi belanja .60
e16
.77 Locus.67 of
z1
-.84
x52 e18
.65.431.2
x53
0 -.02
z3
Arousal
.39
.47 .15 .22
rekreasi
chi-squares=360.912 df=236 prob=.000 GFI=.876 AGFI=.843 TLI=.844 RMSEA=.051
.45 .21
x21
x22
x23
e5
e6
e7
Gambar 3. Model Penelitian Sebelum Revisi Menurut Imam Ghozali (2004) dalam suatu penelitian bisa jadi beberapa faktor tidak secara eksplisit dibuat model. Sebagai misal teori tidak dikembangkan sampai mencapai spesiÞ kasi model secera sempurna, si peneliti mungkin tidak mampu mendapatkan ukuran yang dikehendaki. Hal ini menimbulkan apa yang disebut kesalahan spesiÞ kasi model (Imam Ghozali, 2004). Dalam kasus dimana dua atau lebih indicator variabel laten dalam suatu model secara sistematik dipengaruhi oleh sebuah factor yang secara eksplisit tidak dimasukkan dalam model, maka bisa jadi ada korelasi antar kesalahan pengukuran indikator (error measurement).
Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
178
Proceeding International Conference And Call For Paper .14
e1 e2
.37
x11
.48 e3.42 e4.34 x12 .69 x13 x14 . 6 5
.61
.15 .21
.58 .29 Pleasur e
z2
.18 .16 .25 .07 -.18
e8 x41
.27 .50 .52
e9 x42
.21
-.23 e19
.77
x43
e22
.23
x61
.24
x62
.27.17
.25 .50
e14
.35
.24 .51x45.29 z1 1.36.54
.39 .16
e15
x33
Expenditur e
-.15
e18
-.16
.68
.91
x53
.54
. 7 1
Impuls e buyin
z 5 z 4
.49 -.86
z 3
.00
.77 Locus of
g
x51
-.18
chi-squares=209.040 prob=.60 df=21 2 5 GFI=.924 AGFI=.89TLI=1.00 4 8 RMSEA=.000
-.18
Arousal
.41
.02
x73
.49
.47
.15 .30 .38 .34 Orientasi e17 .59 belanja rekreasi x52 .40 1.1 6 .63 e16
.29
x72
control
x31 Resourc e
x32
56
x71
.85
.47 .30 .22
e13
e24
.54
x44
e12
.46
x63
.49 .65
.48 .20
e23
.42
kenyamanan
. 1 2 .35
e11
e21
.00
-.24 .18.01 .42 Orientasi belanja
e10
e20
.52 .17 .27
.47 .22
x21
x22
x23
e5
e6
e7
Gambar 4. Model Sesudah Revisi Tabel 2. menunjukkan bahwa rata-rata kriteria yang digunakan mempunyai nilai baik, oleh karena itu model ini dapat diterima dengan baik. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pengujian ini menghasilkan konÞ rmasi yang baik atas dimensi-dimensi variabel serta hubungan-hubungan kausalitas antar variabel. Pada Gambar 4.Hasil pengujian goodnees of Þ t menunjukkan bahwa model hipotetik didukung oleh data empirik, atau model menunjukkan nilai kesesuaian yang baik. Tabel 2. Pengujian Good of Fit Model Sesudah Revisi Goodness of Fit Hasil Perhitungan Cut-off Value Keterangan X2-Chi-Square 209.040 Diharapkan kecil Baik Probability 0.602 >0.05 Baik CMIND/DF 0.972 <2.00 Baik GFI 0.924 >0.90 Baik AGFI 0.894 >0.90 Marginal TLI 1.008 >0.95 Baik CFI 1.000 >0.94 Baik RMSEA 0.000 <0.08 Baik
Sumber : data primer yang diolah (2009)
Hipotesis penelitian berupa hubungan antar variabel yang diuji dengan cara melihat uji secara partial masing-masing variabel. Untuk menerima hipotesis alternatif bahwa terdapat pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen dapat dinilai dari nilai C.R. Hipotesis alternatif diterima apabila nilai C.R > 2 (Ferdinand, 2000).
Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
179
Proceeding International Conference And Call For Paper Tabel 3. Hubungan antar Variabel Model Struktural Regression Weights:
Estimate S.E.
C.R.
P -------------------
--------
------
-------
------- R_Expenditure <-- Arousal 1.076 0.324 3.323 0.001 R_Expenditure <-- Pleasure 0.008 0.127 2.065 0.048 Or belanja_kenyamanan <-- Pleasure 0.045 0.104 3.430 0.007 Or belanja_rekreasi <-Arousal 0.003 0.446 2.007 0.095 Or belanja_rekreasi <-- Pleasure 0.242 0.119 2.035 0.042 Or belanja_kenyamanan <-- Arousal 0.312 0.329 2.947 0.044 Or belanja_kenyamanan <-- R Expenditure -0.506
0.215
-2.351
0.028 Or belanja_rekreasi <-- R Expenditure 0.632 0.530 2.191 0.034 Locus
of_control <-- Or belanja_kenyamanan 0.042 0.152 0.278 0.220 Locus of_control <-- Or belanja_rekreasi 0.030 0.185 0.863 0.104 Impulse_buying <-- Locus of_control -0.873 0.738 -2.183 0.037 Impulse_buying <-- Or belanja_kenyamanan 1.242 0.982 3.264 0.006 Impulse_buying <-- Or belanja_rekreasi -0.599 0.559 -2.073 0.083 Impulse_buying <-- Arousal 1.322 0.886 2.492 0.036 Impulse_buying <-- Pleasure 0.002 0.228 2.009 0.093 Sumber : data diolah (2012)
H.PEMBAHASAN 1. Analisis Pengaruh Pleasure dan arousal terhadap perilaku pembelian impulsif dan sumberdaya yang dikeluarkan. H1a: Pleasure berpengaruh positip terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. H1b: Arousal berpengaruh positip terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. H2a: Pleasure berpengaruh positip terhadap sumberdaya yang dikeluarkan (sumberdaya yang dikeluarkan). H2b: Arousal berpengaruh positip terhadap sumberdaya yang dikeluarkan (sumberdaya yang dikeluarkan) konsumen. Hasil analisis untuk menguji apakah Pleasure dan arousal berpengaruh terhadap perilaku pembelian impulsif dan sumberdaya yang dikeluarkan diperoleh nilai C.R > 2. Hal ini berarti bahwa Pleasure dan arousal berpengaruh positip terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Hasil ini medukung penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, seperti Sherman et al., (1997), Negara, (2002); dan Adelaar et al., (2003). Dengan demikian, maka hipotesis penelitian H1a, dan H1b dapat diterima. Selain itu nampak pula bahwa pleasure dan arousal berpengaruh positip terhadap sumberdaya yang akan dikeluarkan.. Hasil ini juga mendukung penelitian terdahulu Sherman et al., (1997), yang menyatakan ada pengaruh positip pleasure dan arousal terhadap money spent , yang kemudian oleh Negara,(2002) memasukannya pada variabel sumberdaya yang akan dikeluarkan . Hal yang sama dikemukan oleh Kim dan LaRose, (2004) yang menyatakan bahwa arousal berpengaruh positip terhadap money and time spent . Kesimpulan dari pembahasan ini bahwa hipotesis penelitian H2a, dan H2b dapat diterima.
Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
180 2.
Proceeding International Conference And Call For Paper Analisis pengaruh Pleasure dan arousal terhadap orientasi belanja
kenyamanan dan orientasi belanja rekreasi H3a: Pleasure berpengaruh positip terhadap orientasi belanja kenyamanan. H3b: Arousal berpengaruh positip terhadap orientasi belanja kenyamanan. H3c: Pleasure berpengaruh positip terhadap orientasi belanja rekreasi. H3d: Arousal berpengaruh positip terhadap orientasi belanja rekreasi. Hasil analisis untuk menguji apakah Pleasure dan arousal berpengaruh terhadap orientasi belanja kenyamanan dan orientasi belanja rekreasi diperoleh nilai C.R > 2. Pleasure dan arousal berpengaruh positip terhadap orientasi belanja kenyamanan. Hasil ini juga mendukung penelitian sebelumnya, seperti penelitian Kim dan LaRose (2004). Hal yang sama juga untuk hasil penelitian Negara, (2002), yang menemukan bahwa pleasure dan arousal berpengaruh positip terhadap pengalaman utilitarian shopping value yang dikelompokan kedalam orientasi belanja kenyamanan oleh LaRose, (2004). Pleasure dan arousal berpengaruh positip terhadap orientasi belanja rekreasi, Berdasarkan nilai-nilai C.R > 2, maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh positip nyata pleasure dan arousal terhadap orientasi belanja rekreasi. Hasil ini juga mendukung penelitian sebelumnya, seperti penelitian Kim dan LaRose (2004). Penelitian Negara, (2002), juga menemukan bahwa pleasure dan arousal berpengaruh positip terhadap pengalaman hedonic shopping value yang dikelompokan kedalam orientasi belanja rekreasi oleh LaRose, (2004) seperti pada penelitian ini. Hasil pembahasan ini menunjukan bahawa hipotesis penelitian H3a, H3b, H3c dan H3d dapat diterima. 3.
Analisis pengaruh Sumberdaya yang dikeluarkan terhadap orientasi belanja kenyamanan dan orientasi belanja rekreasi H4a: Sumberdaya yang dikeluarkan berpengaruh positip terhadap orientasi belanja rekreasi. H4b: Sumberdaya yang dikeluarkan berpengaruh negatip terhadap orientasi belanja kenyamanan.
Hasil analisis untuk menguji apakah Sumberdaya yang dikeluarkan berpengaruh terhadap orientasi belanja kenyamanan dan orientasi belanja rekreasi diperoleh nilai C.R > 2. Sumberdaya yang dikeluarkan berpengaruh positip terhadap orientasi belanja rekreasi, sumberdaya yang dikeluarkan terlihat berpengaruh negatip terhadap orientasi belanja kenyamanan diperoleh nilai C.R >2. Hal ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh nyata terhadap orientasi belanja kenyamanan, artinya makin besar sumberdaya yang akan dikeluarkan akan mengurangi nilai tambah atau nilai manfaat yang diterima (Miller dan Meiners, 2000), sehingga hipotesis penelitian H4a dan H4b dapat diterima. Hasil penelitian juga mendukung penelitian Kim dan LaRose, (2004) dan Negara, (2002). 4.
Analisis pengaruh orientasi belanja rekreasi terhadap perilaku pembelian impulsif. H5 : Terdapat pengaruh negatip antara orientasi belanja rekreasi dengan perilaku pembelian impulsif. H6 : Terdapat pengaruh positip antara orientasi belanja kenyamanan dengan perilaku pembelian impulsif.
Hasil analisis untuk menguji apakah orientasi belanja rekreasi berpengaruh terhadap perilaku pembelian impulsive diperoleh nilai C.R > 2. Terdapat pengaruh negatip antara orientasi belanja rekreasi dengan perilaku pembelian impulsif. Hasil ini mendukung hipotesis penelitian H5 dan sesuai dengan temuan Negara (2002), yang menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai hedonik shopping value yang tinggi akan cenderung lebih menikmati lingkungan belanja dari pada melakukan pembelian, konsep ini didukung juga oleh penelitian Babin, et al., (1994). Hasil analisis juga menunjukan bahwa terdapat pengaruh positip antara orientasi belanja kenyamanan dengan kecenderungan perilaku pembelian impulsive pada H6.
Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
Proceeding International Conference And Call For Paper
181
5. Analisis pengaruh orientasi belanja kenyamanan dan orientasi belanja rekreasi terhadap locus of control. H7 : Terdapat pengaruh positip antara orientasi belanja kenyamanan dengan locus of control. H8 : Terdapat pengaruh positip antara orientasi belanja rekreasi dengan locus of control. Hasil uji H7 dan H8 menunjukkan bahwa orientasi belanja rekreasi dan orientasi belanja kenyamanan tidak berpengaruh terhadap locus of control karena diperoleh nilai C.R < 2. Pada penelitian pengaruh orientasi belanja kenyamanan dan orientasi belanja rekreasi terhadap locus of control tidak signiÞ kan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya nilai-nilai kesenangan/kebahagiaan (orientasi belanja kenyamanan/rekreasi) berpengaruh langsung terhadap pembelian impulsive. Hasil penelitian Lombard dan Ditton (1997). Dittmar, H. 2005 dan Baumeister (2002) nilai materialisme kebahagiaan mempengaruhi perilaku kompulsif secara positif. Konsumen dalam melakukan pemilihan produk tidak hanya didasarkan pada keinginan untuk memenuhi aspek manfaat, tetapi juga menginginkan sesuatu di luar aspek manfaat penggunaan merek produk, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan rasa senang. Konsumen melakukan pembelian berlebihan karena faktor psikologis dan bukan karena kebutuhan. Sisi gelap perilaku konsumen adalah pembelian kompulsif atau pembelian yang tidak direncanakan. Menurut Hirschman dan Stern (2001) pembelian impulsif maupun kompulsif adalah kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian secara spontan, tidak tereß eksi, secara terburuburu dan didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk dan tergoda oleh persuasi dari pemasar. 6.
Analisis pengaruh locus of control terhadap perilaku pembelian impulsif. H9 : Terdapat pengaruh negatip antara locus of control dengan perilaku pembelian impulsif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa locus of control berpengaruh negatif pada perilaku impulsif. Ada
sisi lain yang menarik untuk dikaji terkait dengan perilaku konsumen yang mudah dipersuasi oleh pemasar sehingga melakukan pembelian yang tidak bisa dikontrol. Konsumen melakukan pembelian berlebihan karena faktor psikologis dan bukan karena kebutuhan. Sisi gelap perilaku konsumen adalah pembelian kompulsif atau pembelian yang tidak direncanakan. Menurut Hirschman dan Stern (2001) pembelian impulsif maupun kompulsif adalah kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian secara spontan, tidak tereß eksi, secara terburuburu dan didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk dan tergoda oleh persuasi dari pemasar. Di samping itu, para pemasar beramai-ramai mempersuasi konsumen untuk menjadi pembeli yang kompulsif. Pembelian kompulsif ini bisa dicegah konsumen apabila mampu mengendalikan dirinya. Perilaku konsumen yang rasional adalah konsumen yang mampu menggunakan logika rasional dalam keputusan pembeliannya. Konsumen melakukan pembelian bukan karena menginginkan sebuah produk, melainkan karena memerlukan produk tersebut. Namun kenyataannya, dalam penelitian ini konsumen memiliki kontrol diri yang rendah. Simpulan dan Saran Berdasarkan analisis model penelitian menggunakan program AMOS 4.00 yang sudah dilakukan, ada beberapa hal penting yang dapat diambil sebagai kesimpulan yaitu: 1. Pleasure berpengaruh positip terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. 2. Arousal berpengaruh positip terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. 3. Pleasure berpengaruh positip terhadap sumberdaya yang dikeluarkan (sumberdaya yang dikeluarkan). 4. Arousal berpengaruh positip terhadap sumberdaya yang dikeluarkan (sumberdaya yang dikeluarkan) konsumen. 5. Pleasure berpengaruh positip terhadap orientasi belanja kenyamanan. 6. Arousal berpengaruh positip terhadap orientasi belanja kenyamanan. Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
182
Proceeding International Conference And Call For Paper
7. Pleasure berpengaruh positip terhadap orientasi belanja rekreasi. 8. Arousal berpengaruh positip terhadap orientasi belanja rekreasi. 9. Sumberdaya yang dikeluarkan berpengaruh positip terhadap orientasi belanja rekreasi. 10. Sumberdaya yang dikeluarkan berpengaruh negatip terhadap orientasi belanja kenyamanan . 11. Terdapat pengaruh negatip antara orientasi belanja rekreasi dengan perilaku pembelian impulsif. 12. Terdapat pengaruh positip antara orientasi belanja kenyamanan dengan perilaku pembelian impulsif. 13. Tidak terdapat pengaruh positip antara orientasi belanja kenyamanan dengan locus of control. 14. Tidak terdapat pengaruh positip antara orientasi belanja rekreasi dengan locus of control. 15. Terdapat pengaruh negatip antara locus of control dengan perilaku pembelian impulsif. Beberapa saran bersarkan hasil penelitian ini adalah a. Karakteristik demograÞ mempengaruhi perbedaan perilaku pembelian impulsive, sehingga penelitian yang akan datang diarahkan untuk menguji perbedaan perilaku berdasarkan uang saku dan gender. Menurut Ling dan Lin dalam Semuel (2007) uang saku membedakan perilaku pembelian impulsive sedangkan menurut Loudon dan Bitta (1993) yang membedakan perilaku pembelian impulsive adalah gender. Dittmar (1995) mengatakan bahwa pada umumnya perempuan lebih sering melakukan pembelian impulsive dibandingkan laki-laki. b. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini peran locus of control tidak memediasi pengaruh orientasi belanja kenyamanan dan orientasi belanja rekreasi terhadap perilaku pembelian impulsive, sehingga untuk penelitian yang akan datang peneliti ingin menguji peran locus of control sebagai variabel antara pengaruh resource expenditure terhadap impulse buying. Semakin tinggi sumber daya yang dimiliki konsumen apakah locus of controlnya semakin rendah atau sebaliknya. c. Obyek retail yang diteliti disarankan memiliki karakterisitik yang berbeda dengan matahari dept strore, misalnya retail yang dikemas secara eksklusif, barang yang dijual harga premium dan jarang/sedikit diskon, misalnya centro. Sehingga diharapkan dengan setting penelitian yang berbeda tingkat generalisasi hasil penelitian dapat lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA Abratt, Russell, and Stephen Donald Goodey, 1990, Unplanned Buying and In-Store Stimuli in Supermarkets. Managerial and Decision Economics, May, 11, 2. ABI/INFORM Global pg. 111. Adelaar, Thomas., Susan Chang, Karen M. Lancendorfer, Byoungkwan Lee, and Mariko Morimoto, 2003, Effects of Media Formats on Emotions and Impulse. Journal of Information Technology, 18, 247-266. Applebaum, W., 1951, A Studying Consumer Behavior in Retail Stores. Journal of Marketing,Vol. 16, October, pp. 172-178. Arbuckle, J.L. & Wothke, W., 1999, Amos 4,0 User’sGuide : SPSS, Smallwaters Corporation Babin, B.J. and Darden, W.R., 1995, Consumer Self-Regulation in a Retail Environment. Journal of Retailing, 71. 47-70. Babin, B.J., Darden, W.R., and GriÞ n, M., 1994,Work and/or Fun: Measuring Hedonic andUtilitarian Shopping Value. Journal of ConsumerResearch, 20 (March): 644-656. Baker, J., Grewal, D. and Parasuraman, 1994, TheInß uence of Store Environment on QualityInferences and Store Image. Journal of theAcademy of Marketing Science, 22 (4): 328-339.
Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
Proceeding International Conference And Call For Paper
183
Bandura, A., 1991, Social Cognitive Theory of Self-Regulation . Organizational Behavior andHuman Decision Process, 50, 48-87. Baumeister, R.F. 2002. Yielding to temptation: Self-control failure, impulse purchasing, and consumer behavior. Journal of Consumer Research, 28. Bayley, Geoff, and Clive Nancarrow, 1998, ImpulsePurchasing: A Qualitative Explanation of ThePhenomenon. MCB UP Limited. Beatty, S. E. and Ferrell M. E., 1998, A ImpulsiveBuying: Modeling Its Precursors, Journal ofRetailing, Vol. 74 No. 2, pp. 169-191. Bellenger, D., Robertson D. H., and Hirschman E. C.,1978, A Impulse Buying Varies by Product. Advertising Research, Vol. 18,December, pp. 15-18.
Journal of
Buendicho, Patricia. (2003). Impulse Purchasing: Trend Or Trait? . [On-line]. Diakses 03 Maret 2009 melalui http://www.bus.ucf.edu/mdickie/Research%20Methods/Student%20Papers/Other/Buendicho%20 Impulse%20Purchasing.pdf Cobb, C. J. and Hoyer W. D., 1986, A Planned VersusImpulse Purchase Behavior, ofRetailing , Vol. 62, Winter, pp. 67-81.
Journal
Compeau, Deborah R. and CA. Higgins, 1995,.Computer Self EfÞ casy: “Development ofMeasure and Initial Test”. MIS Quartely. Vol.19. No.12 Consumer Research, pp. 23-27.Santosa, P., 2002. Pengembangan Pariwisata Indonesia . Dawson, S., Bloch, P.H., and Ridgway, N.M., 1990,Shopping Motive, Emotional States, and RetailOutcome. Journal of Retailing, 66(Winter):408-427. Dittmar, H. 2005. Compulsive buying-a growing concern? An examination of gender, age, and endorsement of materialistic values as predictors. British Journal of Psychology, 96: 467-491. Dittmar, H. 2005. A new look at compulsive buying: Self discrepancies and materialistic values as predictors of compulsive buying tendency. Journal of Social and Clinical Psychology, 24: 832-859. Donovan, R.J. and Rossiter, J.R., 1982, Store Atmosphere:An Environment Psychology Approach. Journal of Retailing, 58 (Spring): 34-57. Engel, J., and Blackwell, R., 1982, Consumer Behaviour.Dryden Press, Chicago, Ferdinand, A., 2002, Structural Equation ModellingDalam Penelitian Manajemen. Semarang Indonesia.
UniversitasDiponegoro
Gardner, M.P., 1985, Mood States and ConsumerBehavior: Critical Review . Journal of ConsumerResearch , 12 (December): 281-300. Girard, T., Korgaonkar, P., & Silverblatt, R., 2003,Relationship of type of product, shoppingorientations, and demographics with preferencefor shopping on the Internet. Journal ofBusiness and Psychology, 18 (1), 101-121. Grunig, J.E., 1983, Communication Behavior andAttitudes of Environmental Public: Two Studies. Monographs (81), 1-16.
Jurnalism
Gutman, J., and Mills, M.K., 1982, Fashion Life Style,Self-Concept Shopping Orientation, and StorePatronage: An Integrative Analysis. Journal ofRetailing, 58(2), 64-86. Hausman, A., 2000, A multi-method investigation ofconsumer motivations in impulse buyingbehavior. Journal of Consumer Marketing,Vol.17 No.5, pp. 403-417. Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
184
Proceeding International Conference And Call For Paper
Hirschman, E.C. 1992. The consciousness of addiction: Toward a general theory of compulsive consumption. Journal ofConsumer Research, 19: 155-179. Holbrook, M.B, and Hirschman, E.C., 1982, TheExperimental Aspects of Consumption: ConsumerFantasies, Feelings, and Fun. Journal ofConsumer Research, 9, 132-140. Holbrook, M.B., 1986, Emotion in the ConsumptionExperience: Toward : a New Model of theHuman Consumer, In R.A. Peterson et al.(Eds.), The Role of affect in Consumer Behavior .Emerging Theories and applications ( pp.17-52)’ Lexington, MA: Heath. IL.Eroglu, S.A. and Machleit, K., 1990, An EmpiricalStudy of Retailing Crowding: Antecedent andConsequences. Journal of Retailing, 66(Summer): 201-221. Inman, J.J., McAlister. L., Hoyer, W.D., 1990,.Promotion Signal: Proxy for a price cut. Research, 17, 74-81.
Journal of Consumer
Iyer, S.E., 1989, Unplanned Purchasing: Knowledgeof Shopping Environment and Time Pressure .Journal of Retailing, 65 (Spring): 40-57. Jaya Negara, 2002, “The Relationship betweenShopping Environment and ShoppingBehavior: An Approach to Structural EquationModelling.” Sinrem I, 29 Juni :305. Kim, Junghyun and Robert LaRose, 2004, InteractiveE-Comermerce: “Promoting Consumer EfÞ ciencyor Impulsivity?” JCMC 10(1), Article9, November. Kollat, D. T. and Willet R.P., 1967, A ConsumerImpulse Purchasing Behavior . Journal ofMarketing Research, Vol. 4, February, pp. 21-31. Kotler Philip, Swee Hoon Ang, Siew Meng Leong,Chin Ting Tan, 2004, Manajemen PemasaranSudut Pandang Asia. Edisi Ketiga. Indonesia:Indeks. LaRose, Robert and Matthew E. S., 2002, Is OnlineBuying Out of Control? Electronic Commerceand Consumer Self-Regulation. Journal ofBroadcasting and Electronic Media, vol. 46,no. 4, 549-564. Li, Ching-Chun, 1975, Path Analysis: A Primer TheBoxwood Press, PaciÞ c Grove, California. Li, Daugherty and Biocca (in press), 2002, “Impact of3-D Advertising on Product Knowledge, BrandAttitude, and Purchase Intention: TheMediating Role of Presence,” Journal ofAdvertising. Li, H., Kuo, C., and Russel, M.G., 1999, The Impactof Perceived Channel Utilities, ShoppingOrientations, and Demographis on TheConsumer’s Online Buying Behavior. Journalof Computer Mediated Communication, 5(2). Mehrabian A. and Russell, J.A., 1974, An Approach toEnvironmental Psychology. in Fisher, FeffreyD., Paul A. Bell, and Andrew Baum (1984) .Environmental Psycholog. 2nd ed. New York:Holt, Rinehart and Winston. Mirapaul, Matthew, 2000, October 5, 3-D Space as New Frontier. The New York Times on theWeb, [On- line] Retrieved May 5, 2002, from Peter, Paul and Olson, Jerry, 2002, ConsumerBehavior and Marketing Strategy . 6th ed. NewYork: McGrawHill, Inc. Philips, D.M., Olson, J.C., & Baumgartner, H. 1995. Consumption visions in consumer decision making. Advances in Consumer Research, 22: 280-284. Pinto, Mary Bet., Phylis M. MansÞ eld., and Diane H. Parente. (2004). Relationship of Credit Attitude and Debt to Self-Esteem and Locus of Control in College Consumers. [On-line]. Diakses 10 Mei 2009 melalui http://road.uww.edu/road/peltierj/College%20Credit%20Card/Relationship%20of%20credit%20attitude.pdf. Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015
Proceeding International Conference And Call For Paper
185
Piron, F., 1991, A DeÞ ning Impulse Purchasing,Advances in Consumer Research, Vol. 18, pp.509-514. Ramanathan, S. and Menon, G., 2004, DinamycEffects of Cronic Hedonic Goals on SpontaneousAffect and Impulsive Behavior, Working Paper, University of Chicago. Rook, D. W. and Fisher R. J., 1995, A NormativeInß uences on Impulsive Buying Behavior,Journal of Consumer Research, Vol. 22,December, pp. 305-313. Rook, D. W. and Hoch S. J., 1985, A ConsumingImpulses, Advances in Consumer Research,Vol. 12, eds. Morris B. Holbrook and ElizabethC. Hirschman, Provo, UT: Association for Rook, D.W., 1987, The Buying Impulse. Journal ofConsumer Research, 14 (September): 189-199. Schiffman, G. Leon, and Leslie Lazar Kanuk, 2004,.Consumer Behavior. Seventh ed. Prentice-Hall,Inc. Sekaran, Uma, 1992, Research Methods For Business:A Skill-Building Approach. Second Edition.John Wiley & Sons, Inc. New York. Semuel, Hatane, 2006, Dampak Respon Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif Konsumen Online dengan Sumberdaya yang Dikeluakan dan Orientasi Belanja Sebagai Variabel Mediasi, Jurnal Manajemen dan Kewirusahaan, Vol.8, No. 2: 101-115 Solimun, 2002, Multivariat Analysis StructuralEquation Modelling (SEM) Lisrel dan Amos. Universitas Negeri Malang, Malang. Solomon, R. Michael, 2004, Consumer Behavior.Sixth ed. Prentice-Hall, Inc.. Stern, H., 1962, A The SigniÞ cance of ImpulseBuying Today, Journal of Marketing, Vol. 26,April, pp. 59-63. Stone, N., V. Arunachalam and John S. Chandler,1996, “Crosscultural Comparisons: An EmpiricalInvestigation of Knowledge, Skill, SelfEfÞ cacy and Computer Anxiety in AccountingEducation ”. Issues in Accounting Education.Vol.11. No.2. Wheeler, S. Christian, Richard E. Petty, and Georgr Y.Bizer, 2005, Self-Schema Matching andAttitude Change: Situational and DispositionalDeterminants of Message Elaboration. Journalof Consumer Research , Inc. Vol. 31.
Transformation Malaysia Indonesia Relation : Toward Asean Community 2015