PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERIODE TAHUN 2009-2012
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh : Meutia Irma Damayanti NIM : 1110084000062
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435H/2014M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama Lengkap
: Meutia Irma Damayanti
2. Tempat/Tanggal Lahir
: Jakarta, 12 Februari 1992
3. Alamat
: Jl. KH. Dewantara Komp. Depkes Blok C3/2,
Kelurahan
Sawah,
Kecamatan
Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten 4. Telepon
: 085693463030
5. E-mail
:
[email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL 1. SD Negeri Ciputat 1
Tahun 1998-2004
2. SMP Negeri 2 Ciputat
Tahun 2004-2007
3. SMAN 1 Kota Tangerang Selatan
Tahun 2007-2010
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2010-2014
III.PENGALAMAN ORGANISASI 1. HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012-2013 2. Milad ke-9 FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012 IV. SEMINAR DAN WORKSHOP 1. Seminar Peluang Berkarir di Dunia Syariah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010 2. Seminar Outlook Peran Otoritas Jasa Keuangan “OJK” terhadap Industri Keuangan dan Perbankan Syariah, 2011 3. Seminar di Badan Kebijakan Fiskal, Kemeterian Keuangan RI, 2012 4. Kuliah Umum Sosialisasi Hemat Energi, UIN Jakarta, 2012
i
5. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Mewujudkan Regenerasi Mahasiswa Ekonomi Berprestasi dalam Bidang Akademik”, 2014 V. KEPANITIAAN 1. Divisi Kesehatan IESP CUP, UIN Jakarta, 2011 2. Divisi Perlombaan Milad ke-10 FEB UIN Jakarta, 2012 3. Wakil Koordinator Humas dan Media HMJ IESP UIN Jakarta, 2012-2013 VI. Latar Belakang Keluarga 1. Ayah
: Trisno, S.IP
2. Tempat/Tanggal Lahir
: Tegal, 23 Mei 1961
3. Ibu
: Kustinah
4. Tempat/Tanggal Lahir
: Gentawangi, 13 Februari 1970
5. Alamat
: Jl. KH. Dewantara Komp. Depkes Blok C3/2,
Kelurahan
Sawah,
Kecamatan
Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten 6. Telepon
: 085693463030
7. Anak ke dari
: 1 dari 3 bersaudara
ii
Abstract The aim of this research is to analyze the influence of local revenues, revenuesharing, general allocation fund, and a special allocation on human development index in the District/City of West Nusa Tenggara Province 2009-2012 period. The human development index as the dependent variable, while local revenues, revenue-sharing, general allocation fund, and a special allocation as the dependent variables. This research uses panel data analysis with random effect model approach (REM). The result showed that the human development index is able to explained by local revenues, revenue-sharing, the general allocation fund, and a special allocation about 81.6% (R2). Furthermore, the human development index is influenced significantly by local revenues, revenue-sharing, the general allocation fund, and a special allocation simultaneously about 38.8% (F-Statistics). However, partially (1) human development index has no significant and negative effect by local revenues, (2) human development index has no significant and positively influenced by revenuesharing, (3) human development index significantly and positively influenced by the general allocation fund, and (4) human development index has no significant and negative effect by special allocation fund.
Keywords: human development index, local revenues, revenue-sharing, general allocation fund, and special allocation fund.
iii
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus terhadap indeks pembangunan manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. Indeks pembangunan manusia sebagai variabel dependen, sedangkan pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus sebagai variabel independen. Penelitian menggunakan analisis data panel dengan pendekatan random effect model (REM). Hasil menunjukkan bahwa indeks pembangunan manusia mampu dijelaskan oleh pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus sebesar 81.6% (R2). Selanjutnya indeks pembangunan manusia dipengaruhi signifikan oleh pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus secara simultan sebesar 38.8% (FStatistic). Namun secara parsial menunjukkan bahwa (1) indeks pembangunan manusia tidak berpengaruh signifikan dan negatif oleh pendapatan asli daerah, (2) indeks pembangunan manusia tidak berpengaruh signifikan dan positif oleh dana bagi hasil, (3) indeks pembangunan manusia dipengaruhi signifikan dan positif oleh dana alokasi umum, dan (4) indeks pembangunan manusia tidak berpengaruh signifikan dan negatif oleh dana alokasi khusus.
Kata kunci : indeks pembangunan manusia, pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
iv
Kata Pengantar Assalamu’alaikum Wr, Wb. Segala puji bagi Allah SWT. yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia, rezeki, dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode Tahun 2009-2012” dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan, bantuan, bimbingan, semangat, dan doa dari orang-orang terbaik yang ada di sekeliling penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT, karena tanpa kehendak dan segala pertolonganNya tidak mungkin saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas segala nikmat yang Engkau berikan, ya Rabb.
v
2. Keluarga terbaik yang saya miliki, Ibunda Kustinah yang selalu berdoa, memberikan yang terbaik, dan mencurahkan perhatiannya selama ini. Ayahanda Trisno yang telah bekerja keras untuk keluarga dan anak-anaknya. Untuk adikadikku Sita dan Jodi, untuk Sita terima kasih karena selalu menghibur dan mendengar keluh kesah selama ini. Untuk Jodi walaupun sering mengganggu,te tapi terima kasih selalu memberikan perhatian kepada orang tua dan kakakkakanya. Tanpa didikan, dukungan, dan pengorbanan kalian saya tidak akan menjadi pribadi seperti sekarang ini. Semoga Allah SWT membalas dan melindungi kebaikan-kebaikan kalian. 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama perkuliahan. 4. Bapak Pheni Chalid, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 yang dengan kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, ilmu yang berharga, serta bimbingan yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang Bapak berikan selama proses penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak. 5. Bapak Zainal Muttaqin, MPP selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, juga selaku Dosen Pembimbing Skripsi 2 yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan serta bimbingan yang sangat berarti kepada penulis. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang bapak berikan vi
sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT. membalas kebaikan bapak. 6. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi saya. Semoga Allah SWT selalu memberikan pahala yang sebesar-besarnya atas kebaikan para dosen FEB UIN Jakarta. Jajaran karyawan dan staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan membantu saya selama perkuliahan. 7. Sahabat-sahabat terbaik yang saya miliki, Arum Shepteoreni Anjari, Dina Komala Sari, Fita Rahmawati, Noni Setianingsih, Novita Nurrahmi, Supita Sari, dan Titi Tri Hastuti, yang telah menghabiskan banyak waktu bersama saya dalam keadaan duka maupun suka, membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini maupun perkuliahan, mengingatkan saya ketika melakukan kesalahan, menemani saya disaat saya membutuhkan mereka. Terima kasih atas apa yang kalian lakukan selama ini. Semoga Allah SWT selalu melindungi kalian dan membalas kebaikan-kebaikan kalian. 8. Teman-teman terbaik yang saya miliki, Pebi, Adi, Reza, Nujma, Amalia, Anggi, Ristha atas semua ilmu yang telah dibagikan ke saya selama ini. Terima kasih atas waktu yang telah dihabiskan bersama saya selama ini. 9. Sahabat terbaik ku Djuwita Desmiyanti dan Fairus Qamila terima kasih karena telah menjadi sahabat yang baik sejak SMP, terima kasih karena sudah ada di dalam duka maupun suka, atas pembelajaran, canda dan tawa serta ilmu yang
vii
dibagikan kepada saya selama ini. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan membalas kebaikan-kebaikan kalian. 10. Kelompok KKN Pelukis Desa Sukaluyu – Nanggung, Bogor, yang telah menghabiskan waktu hidup satu bulan bersama dengan canda dan tawa serta pelajaran hidup yang sangat berguna bagi saya. 11. Teman – teman IESP angkatan 2010 yang saya cintai dan tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas empat tahun kebersamaan dengan kalian yang penuh warna. Kita pasti bisa bertemu kembali. 12. Kakak-kakak jurusan IESP yang dengan kerendahan hati telah berbagi ilmu dan memberikan banyak saran dan dukungan bagi saya selama perkuliahan maupun penulisan skripsi. 13. Seluruh jajaran HMJ IESP periode 2012-2013 yang telah bersama saya selama kepengurusan. Terima kasih atas loyalitas, pembelajaran, dan kerja sama kalian selama kepengurusan. 14. Untuk Saudaraku Windu Sari, Dwi Handayani, dan Tri Murni yang telah memberikan dukungan untuk penulis agar terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT melindungi dan membalas kebaikan-kebaikan kalian.
viii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan, baik kritik yang membangun dari berbagai pihak. Wassalamu’alaikum Wr, Wb.
Tangerang Selatan, Juli 2014
Meutia Irma Damayanti
ix
DAFTAR ISI Cover Lembar Pengesahan Pembimbing Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif Lembar Pengesahan Ujian Skripsi Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah Daftar Riwayat Hidup ……………………………………………………......
i
Abstract ………………………………………………………………….……..
iii
Abstrak ………………………………………………….…………………….
iv
Kata Pengantar ………………………………………………………….……
v
Daftar Isi ………………………………………………………………….…...
x
Daftar Tabel ………………………………………………………….……….
xvi
Daftar Gambar ……………………………………….……………………….
xvii
Daftar Lampiran …………………………………………………..………….
xviii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………….……………..
1
A. Latar Belakang Penelitian …………………………….……………
1
B. Perumusan Masalah …………………………………………….….
15
C. Tujuan Penelitian ………………………………….……………….
17
D. Manfaat Penelitian ……………………………………….………...
18
x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….…...
19
A. Landasan Teori ……………………………….………………………...
19
1. Indeks Pembangunan Manusia ……………………………………
19
a. Pengertian Indeks Pembangunan Manusia ……………….……
19
b. Penggunaan Konsep Pembangunan Manusia ……………….…
21
c. Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia …………….……..
22
(a) Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ………………
22
(b) Penghitungan IPM …………………………………………
26
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ……………………………….…...
29
a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) …………………....
29
a) Pajak Daerah …………………………….…………………
30
1. Pengertian Pajak ……………………………….……….
30
2. Fungsi Pajak …………………………….……………...
32
3. Syarat Pemungutan Pajak ……………………………...
33
b) Retribusi Daerah ………………………………….………..
34
c) Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan …………….…
35
d) Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah ……………..
36
3. Desentralisasi Fiskal ……………………………….………………
37
a. Pengertian Desentralisasi Fiskal ………….....…………………
37
b. Teori Desentralisasi Fiskal …………………….……………….
37
4. Dana Perimbangan …………………………….…………………...
39
xi
1. Dana Bagi Hasil ……………………………………….……….
39
2. Dana Alokasi Umum …………………………………….……..
43
3. Dana Alokasi Khusus …………….…………………………….
53
B. Hubungan Antar Variabel ……………………………………………..
59
1. Hubungan Pendapatan Asli Daerah dengan Indeks Pembangunan Manusia ………………………………………………….…………
59
2. Hubungan Dana Bagi Hasil dengan Indeks Pembangunan Manusia ………………………………………………………….…
60
3. Hubungan Dana Alokasi Umum dengan Indeks Pembangunan Manusia ……………………………………………………………
61
4. Hubungan Dana Alokasi Khusus dengan Indeks Pembangunan Manusia …………………………………………..………………
62
C. Penelitian Terdahulu ………………………………….……………..
63
D. Kerangka Pemikiran …………………………………………………....
70
E. Hipotesis Penelitian ……………………………………………………
73
BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………….………..
76
A. Ruang Lingkup Penelitian …………………………….………………..
76
B. Metode Penentuan Sampel ……………………………………………..
76
C. Metodologi Pengumpulan Data ……………………………….……….
77
D. Metode Analisis Data ……………………………….………………….
77
1. Estimasi Regresi dengan Data Panel ………………………….……
80
xii
a) Pooled Least Square (PLS) ……………………………….……
80
b) Fixed Effect Model (FEM) ………………………………………..
80
c) Random Effect Model (REM) …………………………….…….
81
2. Pemilihan Metode Data Panel ………………………….…………..
82
a) Uji Chow-Test ………………………………………….………
83
b) Uji Hausman Test ……………………………………………..
84
3. Uji Hipotesis ……………………………….………………………
84
a) Uji Secara Parsial (Uji Statistik t) ………………….…………..
84
b) Uji Secara Simultan (Uji Statistik F) ……………..……………
85
c) Uji Adj R2 (Adjusted R Square) ……………………….……….
86
E. Operasional Variabel ………………………………………….……….
86
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………………………….……….
90
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ……………………………….…...
90
B. Penemuan dan Pembahasan ……………………….…………………...
91
1. Analisis Deskriptif ……………………………….………………...
91
a. Analisis Deskriptif Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat ………………………..………..
91
b. Analisis Deskriptif Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat ……………………….………..
93
c. Analisis Deskriptif Dana Bagi Hasil (DBH) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat ………………………………...
95
d. Analisis Deskriptif Dana Alokasi Umum (DAU) di Kabupaten/Kota xiii
Provinsi Nusa Tenggara Barat ………………………………..
96
e. Analisis Deskriptif Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat …………………………………
98
2. Estimasi Model Data Panel …………………………………….…..
99
a. Pendekatan Pooled Least Square (PLS) …………………….…
99
b. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM) …………………….…..
100
c. Pendekatan Random Effect Model (REM) …………….……….
100
3. Memilih Model Data Panel ……………………………………..….
101
a. PLS vs FEM (Uji Chow) ………………………………….…...
101
b. FEM vs REM (Uji Hausman) ……………………….…………
102
4. Pengujian Hipotesis …………………….………………………….
103
a. Uji t dan Interpretasi Hasil Analisis …………………………....
105
b. Uji F dan Interpretasi Hasil Analisis …………….……………..
108
c. Uji Adj R2 (Adjusted R Square) …………………………….….
111
d. Interpretasi Hasil Analisis …………………….………………..
112
e. Analisis Ekonomi ……………………………….……………...
115
1) Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia …………………………………………………….
117
2) Dana Bagi Hasil terhadap Indeks Pembangunan Manusia…………………………………………………......
120
3) Dana Alokasi Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia ……………………………………………………. xiv
121
4) Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia …………………………………………………….
123
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………….…………………
126
A. Kesimpulan …………………………….……………………………...
126
B. Saran …………………………………….……………………………..
127
DAFTAR PUSTAKA ………………………….………………………………
129
LAMPIRAN ……………………………………………………….…………...
131
xv
DAFTAR TABEL No. 1.1
Keterangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi-Provinsi di
Halaman 3
Kepulauan Nusa Tenggara Tahun 2009-2012 1.2
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota
4
Provinsi Nusa Tenggara Barat 1.3
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Provinsi
7
Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2012 1.4
Dana Bagi Hasil (DBH) Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
9
Tenggara Barat Tahun 2009-2012 1.5
Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten/Kota di Provinsi
10
Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2012 1.6
Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten/Kota di Provinsi
12
Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2012 2.1
Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
28
2.2
Penelitian Terdahulu
68
3.1
Operasional Variabel Penelitian
88
4.1
Regresi Pooled Least Square (PLS)
99
4.2
Regresi Fixed Effect Model (FEM)
100
4.3
Regresi Random Effect Model (REM)
100
4.4
Uji Chow
101
4.5
Uji Hausman
102
4.6
Uji t
105
4.7
Hasil Regresi Random Effect Model (REM)
110
4.8
Interpretasi Random Effect Model (REM)
112
xvi
DAFTAR GAMBAR
No. 1.1
Keterangan Komposisi PAD, DBH, DAU, dan DAK di Provinsi Nusa
Halaman 13
Tenggara Barat 2.1
Pengukuran Pembangunan Manusia
26
2.2
Efek unconditional grants terhadap pembiayaan daerah
46
2.3
Efek open-ended matching grants terhadap pembiayaan
56
Daerah 2.4
Kerangka Pemikiran
73
4.1
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Nusa
92
Tenggara Barat Periode Tahun 2009-2012 4.2
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa
94
Barat Periode Tahun 2009-2012 4.3
Dana Bagi Hasil di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara
95
Barat Periode Tahun 2009-2012 4.4
Dana Alokasi Umum di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa
97
Tenggara Barat Periode Tahun 2009-2012 4.5
Dana Alokasi Khusus di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode Tahun 2009-2012
xvii
98
DAFTAR LAMPIRAN No.
Keterangan
Halaman
1
Data
131
2
Pooled Least Square
133
3
Fixed Effect Model
134
4
Random Effect Model
135
5
Uji Chow
136
6
Uji Hausman
137
xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan secara luas dapat didefinisikan sebagai proses perbaikan dari suatu masyarakat yang berkelanjutan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Proses pembangunan yang terjadi di masyarakat memiliki beberapa tujuan, yaitu peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, peningkatan standar hidup, dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan. (Todaro dan Smith, 2006:28) Kegiatan pembangunan tidak terlepas dari peran penduduk atau masyarakat,
karena
penduduk
merupakan
titik
sentral
kegiatan
pembangunan. Pembangunan tidak semata-mata diartikan sebagai kegiatan yang menekankan pada aspek fisik saja, tetapi pembangunan di suatu daerah harus bermanfaat bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pada akhirnya, pembangunan dapat mengangkat kualitas masyarakat. (Statistik Daerah Provinsi NTB, 2013:27). Sasaran
pembangunan ekonomi tidak lagi berorientasi pada
pendapatan, tetapi lebih memusatkan perhatian pada kualitas dari proses pembangunan. Dalam hal ini pembangunan manusia dijadikan sebagai 1
tujuan utama pembangunan melalui peningkatan sumber daya manusia, yang diupayakan dapat berperan dalam proses pembangunan sehingga akan tercapai kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat tersebut bukan hanya kewajiban bagi pemerintah saja, tetapi juga menjadi kewajiban bagi seluruh komponen masyarakat. Pembangunan manusia merupakan model pembangunan yang bertujuan untuk memperluas peluang agar penduduk dapat hidup layak. Untuk menilai pencapaian pembangunan
manusia digunakan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Sebagai alat ukur, IPM merupakan indikator penilaian yang cukup memadai dibandingkan dengan indeks komposit lain. Karena didalam IPM terdapat tiga komponen kebutuhan dasar manusia, yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan daya beli, semua memiliki andil yang cukup besar dalam membentuk kualitas sumber daya manusia. Jika ketiga komponen tersebut menunjukkan kemajuan yang berarti maka bisa dikatakan bahwa sumber daya manusia yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang sejalan dengan perkembangan indeks tersebut. (Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Banten, 2011:25). Hingga saat ini Provinsi Nusa Tenggara Barat masih dihadapkan pada
permasalahan
pembangunan
manusia.
Walaupun
Indeks
Pembangunan Manusia tersebut mengalami kenaikan, jika dibandingkan dengan Indeks Pernbangunan Manusia provinsi lain di Kepulauan Nusa 2
Tenggara maupun Indonesia, maka Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat masih tergolong rendah. Tabel 1.1 memperlihatkan Indeks Pembangunan Manusia provinsi-provinsi yang ada di Kepulauan Nusa Tenggara tahun 2009-2012. Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi-Provinsi di Kepulauan Nusa Tenggara Tahun 2009-2012 Daerah Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Indonesia
2009 71.52 64.66 66.60 71.76
Tahun 2010 2011 72.28 72.84 65.20 66.23 67.26 67.75 72.27 72.77
2012 73.49 66.89 68.28 73.29
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012
Tabel 1.1, menunjukkan angka Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan indeks yang paling rendah diantara Provinsi-provinsi lain di kepulauan nusa tenggara. Selain itu juga nilai IPM Nusa Tenggara Barat masih dibawah Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Secara keseluruhan di tahun 2012 IPM Provinsi Nusa Tenggara Barat berada di peringkat 32 dari 33 Provinsi di Indonesia. Daerah yang memiliki IPM rendah memerlukan suatu pembangunan yang lebih dibandingkan dengan daerah yang memiliki IPM bagus. Walaupun nilai Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat rendah, tetapi pencapaian nilai IPM Provinsi Nusa Tenggara Barat
terus
mengalami peningkatan. Kondisi pembangunan sumber daya manusia di
3
Provinsi Nusa Tenggara Barat juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pembangunan sumber daya manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jika sumber daya manusia di Kabupaten/Kota berjalan dengan baik, maka kondisi pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat juga dalam keadaan baik, begitu pula sebaliknya. (Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Banten, 2011:25) Tabel 1.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Daerah Kab. Lombok Barat Kab. Lombok Tengah Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa Kab. Dompu Kab. Bima Kab. Sumbawa Barat Kab. Lombok Utara Kota Mataram Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat
2009 61,27 60,26 62,21 65,72 64,93 64,81 66,16 58,40 71,82 68,02 64.66
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 (data diolah)
Tahun 2010 2011 61,71 62,50 60,73 61,66 62,68 63,93 66,07 66,67 65,51 66,70 65,18 65,74 66,47 67,08 58,96 60,93 72,32 72,83 68,56 69,10 65.20 66.23
2012 63,19 62,57 64,91 67,23 67,58 66,52 67,85 61,37 73,70 69,83 66.89
Dari tabel di atas jika di lihat di Provinsi Nusa Tenggara Barat dari Kabupaten/Kota, yang memiliki IPM tertinggi berada di Kota Mataram dengan angka tertinggi pada tahun 2012 sebesar 73,70. Sedangkan IPM terendah berada di Kabupaten Lombok Utara pada tahun 2012 sebesar 61,37. Sebagian besar Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat, 4
memiliki angka IPM positif dari tahun 2009-2012 meskipun peningkatan angka IPM untuk beberapa daerah Kabupaten/Kota tidak terlalu tinggi dari tahun ke tahun. Beberapa ahli demografi berpendapat, rendahnya IPM antara lain dikarenakan adanya disparitas akses terhadap hasil pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Adakalanya penyebabnya juga karena proses suatu kegiatan peningkatan pembangunan yang tidak tepat. Meskipun inputnya sudah memadai namun tidak menghasilkan output seperti yang diharapkan (Statistik Daerah Provinsi NTB, 2013 : 29). Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang dalam hal ini dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia diperlukan dana atau anggaran untuk pembangunan daerah tersebut. Ditjen Perbendaharaan Kementrian Keuangan pada tahun 2012 telah mulai melakukan spending review APBN terhadap Indeks Pembangunan
Manusia.
Dirjen
Perbendaharaan
Agus
Suprijanto
menyampaikan bahwa perbandingan volume APBN dengan IPM di Indonesia masih belum sebanding. Hal ini menunjukkan rendahnya outcome pelaksanaan anggaran kementerian/lembaga. Dalam tahap awal, objek spending review yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan baru sebatas APBN sedangkan spending review APBD masih menjadi wacana yang nantinya akan dilakukan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan yang tersebar di 30 kota provinsi di Indonesia. (Lugastro dan Ananda, 2013:1)
5
Membahas spending review APBD tidak terlepas dari tema desentralisasi
ekonomi
sebagai
konsekuensi
diadopsinya
sistem
desentralisasi (otonomi daerah) menggantikan model sentralisasi. Salah satu aspek yang sangat penting dalam desentralisasi ekonomi adalah desentralisasi fiskal. (Lugastro dan Ananda, 2013:2). Menurut UU No. 33 Tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam undang-undang tersebut penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus, dan peneriaman daerah dari lain-lain pendapatan. Sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi yang pertama adalah Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan
perundang-undangan.
Peraturan Pendapatan
Daerah Asli
sesuai
Daerah
dengan merupakan
peraturan sumber
penerimaan daerah sendiri yang perlu ditingkatkan untuk menanggung sebagian
beban
belanja
yang
diperlukan
untuk
penyelenggaraan
pemerintah dan kegiatan pembangunan. (Darise, 2009:48). Dalam UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang pendapatan asli daerah (PAD), bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintahan daerah 6
untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Tabel 1.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2012 (dalam jutaan rupiah)
Kab. Bima
2009 20,024
Tahun 2010 2011 23,052 43,094
Kab. Dompu
15,625
18,513
25,409
31,072
Kab. Lombok Barat
38,000
88,500
114,595
103,247
Kab. Lombok Tengah
28,500
63,219
66,706
68,091
Kab. Lombok Timur
44,017
45,443
52,456
71,434
Kab. Sumbawa
25,972
41,111
43,957
66,755
Kota Mataram
36,046
41,580
52,511
65,562
Kota Bima
9,728
9,763
11,486
12,078
Kab. Sumbawa Barat
22,631
36,526
122,934
98,120
Kab. Lombok Utara
6,768
10,000
17,287
25,000
Daerah
2012 61,446
468,210 529,182 709,889 721,467 Provinsi NTB Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah)
Dalam tabel 1.3, Pendapatan Asli Daerah di kabupaten/kota Provinsi Nusa Tenggara Barat pada umumnya mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi ada beberapa daerah yang mengalami penurunan. Daerah yang mengalami peningkatan PAD pada tahun 2012 adalah Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kota Mataram, Kota Bima, dan Kabupaten Lombok Utara. Sedangkan daerah yang mengalami penurunan PAD adalah Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten
7
Sumbawa Barat. Jika dilihat Kabupaten Lombok Barat nilai PAD nya mengalami penurunan, tetapi masih lebih besar dari pada nilai PAD daerah lainnnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hal ini tidak diimbangi dengan nilai IPM di Kabupaten Lombok Barat yang masih tergolong rendah dibandingkan dengan daerah lain. Sumber penerimaan daerah yang kedua adalah Dana Bagi Hasil (DBH). Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari dana bagi hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. DBH yang berasal dari pajak, yaitu pajak bumi dan bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Sedangkan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam, berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. Dalam Hermawan (2007:20), Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan bantuan yang bersifat blok (block grants), artinya penggunaan dari sumber dana itu ditentukan sendiri oleh daerah berdasarkan prioritas daerah dan tidak ada intervensi dari pemerintah pusat.
8
Tabel 1.4 Dana Bagi Hasil (DBH) Kabupaten/Kota di Provinsi NusaTenggara Barat Tahun 2009-2012 (dalam jutaan rupiah) Daerah Kab. Bima Kab. Dompu Kab. Lombok Barat Kab. Lombok Tengah Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa Kota Mataram Kota Bima Kab. Sumbawa Barat Kab. Lombok Utara Provinsi NTB
2009 35,080 24,151 19,900 30,012 39,092 29,844 36,490 25,625 85,659 14,231 115,005
Tahun 2010 2011 23,308 34,322 26,303 31,121 31,990 32,184 46,414 46,810 84,007 103,494 38,970 49,407 39,440 33,292 36,155 26,569 86,256 144,230 19,051 21,426 131,518 156,006
2012 36,017 30,404 34,755 60,205 108,320 45,249 55,235 33,849 146,352 26,902 183,251
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah)
Tabel 1.4 menunjukkan angka Dana Bagi Hasil di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2009-2012, yang pada umumnya mengalami peningkatan. Tetapi ada beberapa daerah yang mengalami penurunan Dana Bagi Hasil, yaitu Kabupaten Dompu dan Kabupaten Sumbawa. Penurunan tersebut dapat terjadi karena penerimaan daerah di Kabupaten tersebut yang berasal dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam jumlahnya relatif kecil. Sumber penerimaan daerah yang ketiga adalah Dana Alokasi Umum (DAU), dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi 9
Umum merupakan bantuan yang bersifat blok (block grants) sama seperti Dana Bagi Hasil (DBH). Selain itu, Dana Alokasi Umum (DAU) sering disebut bantuan tak bersyarat (unconditional grants) karena merupakan jenis transfer antar tingkat pemerintah yang tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu (Lugastro dan Ananda, 2013 : 6). Tabel 1.5 Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2012 (dalam jutaan rupiah) Daerah
Tahun
Kab. Bima
2009 440,308
2010 449,582
2011 515,831
2012 618,722
Kab. Dompu
300,007
311,257
362,611
419,778
Kab. Lombok Barat
324,119
409,929
466,594
553,918
Kab. Lombok Tengah
515,670
571,708
589,769
702,815
Kab. Lombok Timur
627,038
619,206
697,489
830,534
Kab. Sumbawa
424,707
436,347
496,159
586,148
Kota Mataram
314,252
328,202
367,095
445,894
Kota Bima
234,244
246,393
268,002
329,098
Kab. Sumbawa Barat
170,240
185,700
214,927
259,334
Kab. Lombok Utara
162,614
229,577
246,572
275,520
608,612 602,389 646,671 809,618 Provinsi NTB Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah)
Berdasarkan Tabel 1.5 dapat dilihat bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) dari seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami kenaikan dari tahun 2009-2012. Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2012 merupakan daerah yang memiliki Dana Alokasi Umum yang cukup tinggi, sedangkan untuk daerah yang memiliki Dana Alokasi Umum rendah adalah Kabupaten Lombok Utara. Tetapi dengan memiliki
10
Dana Alokasi Umum yang cukup tinggi di Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2012 tidak di imbangi dengan angka Indeks Pembangunan Manusia yang tinggi pula. Angka Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Lombok Timur adalah 64,91 masih di bawah angka Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu sebesar 66,89. Jika di lihat perbandingan antara Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum, besaran anggaran Dana Alokasi Umum lebih besar jika dibandingkan dengan Dana Bagi Hasil. Hal ini terjadi karena, bagi daerah yang memiliki potensi pajak akan memperoleh penerimaan dari DBH Pajak dan Sumber Daya Alam lebih besar sehingga perolehan DAU akan relatif lebih kecil. Sebaliknya bagi daerah yang memiliki potensi pajak dan sumber daya alam yang relatif kecil akan memperoleh DAU yang lebih besar. (Hermawan, 2007:5) Selain Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan sumber penerimaan daerah, masih ada sumber penerimaan daerah yang ke empat yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Khusus (DAK) menurut UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mambantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pengalokasian DAK memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN, yang berarti bahwa besaran DAK tidak dapat dipastikan setiap tahunnya. Tujuan dari 11
penggunaan DAK dapat diarahkan pada upaya untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan salah satu isu nasional yang harus dituntaskan. DAK memiliki kriteria khusus yang menjadi tolak ukur pengalokasian DAK yang juga sama dengan komponen IPM, yaitu bidang kesehatan, bidang pendidikan, dan bidang infrastruktur (Pheni Chalid, 2005:24). Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan bantuan yang bersifat open-ended matching grants. Matching grants adalah transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menutup sebagian atau seluruh kekurangan pembiayaan atas jenis urusan tertentu. Sedangkan open-ended matching grants adalah transfer yang ditujukan untuk menutup seluruh kekurangan dana. (Hermawan, 2007:20) Tabel 1.6 Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2012 (dalam jutaan rupiah) Daerah
Tahun
Kab. Bima
2009 59,167
2010 56,571
2011 54,221
2012 63,393
Kab. Dompu
48,584
39,596
42,484
44,902
Kab. Lombok Barat
50,917
46,058
53,266
60,379
Kab. Lombok Tengah
57,104
59,580
57,212
74,433
Kab. Lombok Timur
62,836
71,730
69,352
101,451
Kab. Sumbawa
63,874
56,562
58,736
63,239
Kota Mataram
45,117
24,135
25,144
29,437
Kota Bima
41,782
23,654
23,037
40,913
Kab. Sumbawa Barat
45,842
45,967
25,144
28,652
Kab. Lombok Utara
3,300
34,767
35,120
39,153
48,024 48,024 75,254 53,326 Provinsi NTB Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah)
12
Dalam tabel 1.6, nilai Dana Alokasi Khusus (DAK) pada umumnya mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Di tahun 2012 Dana Alokasi Khusus tertinggi terdapat di Kabupaten Lombok Timur yang nilai dari DAK itu sendiri dari tahun 2011 ke tahun 2012 memiliki kenaikan yang cukup signifikan, sedangkan yang terendah terdapat di daerah Kabupaten Sumbawa Barat. Semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah baik dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun dari pendapatan asli daerah sendiri, daerah akan mampu memenuhi dan membiayai semua keperluan yang diharapkan oleh masyarakat (Lugastro dan Ananda, 2013: 2) Gambar 1.1 Komposisi PAD, DBH, DAU, dan DAK di Provinsi Nusa Tenggara Barat 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0
PAD DAU DAK DBH 2009
2010
2011
2012
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2012 (data diolah)
Gambar 1.1 menunjukkan kondisi PAD, DBH, DAU, dan DAK dari tahun 2009 sampai tahun 2012. Dapat dilihat nilai Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Umum mengalami kenaikan yang cukup tinggi setiap tahunnya. Sedangkan untuk Dana Alokasi Khusus 13
yang besarannya tidak dapat dipastikan, juga mengalami kenaikan tetapi tidak begitu besar bila dibandingkan dengan Kenaikan nilai dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum. Kenyataan ini sedikit mencoreng kinerja perekonomian Nusa Tenggara Barat karena dapat dilihat dari tahun 2009-2012 yang mengalami peningkatan, tetapi di sisi lain nilai Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat masih berada di bawah Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Berdasarkan latar belakang di atas diharapkan pemerintah di bantu oleh masyarakat
dengan menggunakan penerimaan daerah berupa
Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi
Khusus
dapat
meningkatkan
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, maka penelitian ini berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode Tahun 2009-2012”.
14
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, kegiatan pembangunan tidak terlepas dari peran penduduk atau masyarakat, karena penduduk dapat dijadikan sebagai titik sentral dalam kegiatan pembangunan. Pembangunan manusia
merupakan
model
pembangunan
yang
bertujuan
untuk
memperluas peluang agar penduduk dapat hidup layak. Untuk menilai pencapaian
pembangunan
manusia
dapat
menggunakan
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Sehingga dalam penelitian ini akan meneliti sejauh mana pengaruh sumber penerimaan daerah berupa Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Daerah yang diambil sebagai studi kasus dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan periode tahun 2009-2012. Dimulai dari tahun 2009 karena pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2008 terjadi pemekaran Kabupaten Lombok Utara, hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat
dijadikan studi kasus karena jika dilihat dengan membandingkan angka Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi-provinsi yang berada di Kepulauan Nusa Tenggara yaitu, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara 15
Barat merupakan yang paling rendah diantara kedua Provinsi lainnya. Selain itu, di tahun 2012 IPM Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan peringkat ke 32 dari 33 Provinsi di Indonesia. Jika dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Provinsi Nusa Tenggara Barat setiap tahunnya beberapa Kabupaten/Kota mengalami kenaikan. Tetapi kenaikan tersebut tidak diimbangi dengan angka Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang di tahun 2012 juga masih menjadi yang terendah diantara Provinsi Kepulauan Nusa Tenggara bahkan dengan IPM Indonesia. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut: 1. Seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012? 2. Seberapa besar pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012? 3. Seberapa besar pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012?
16
4. Seberapa besar pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012? 5. Seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara simultan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara Dana Bagi Hasil (DBH) secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara Dana Alokasi Umum (DAU) secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. 4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara Dana Alokasi Khusus (DAK) secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. 17
5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara simultan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bagian dari kontribusi untuk pemerintah daerah sebagai bahan acuan, petunjuk, dan masukkan dalam menjalankan perekonomian dan pembuat kebijakan sehingga dapat mengembangkan daerahnya, khususnya dalam pembangunan manusia. 2. Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai indeks pembangunan manusia yang dapat dilihat dari pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus dalam pengambilan kebijakan. Serta sebagai bahan literature tambahan bagi penelitian selanjutnya.
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Indeks Pembangunan Manusia a. Pengertian Indeks Pembangunan Manusia UNDP (United Nation Development Programme) mendefinisikan pembangunan manusia (human development) sebagai upaya untuk menciptakan/memberikan perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging people’s choice). Konsepsi berpikir ini terbentuk dari pemahaman bahwa pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan atau sistem sosial ke arah
yang
lebih
kemajuan/perbaikan
baik,
yang
(progress),
dimaknai pertumbuhan
dengan (growth),
adanya dan
diversifikasi (diversification). Perluasan pilihan penduduk yang dimaksud meliputi pilihan untuk berumur panjang dan hidup sehat, berilmu pengetahuan, mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak, memiliki kebebasan untuk berpolitik, serta jaminan perlindungan atas hak asasi manusia dan harga diri. Jadi tujuan utama pembangunan manusia adalah memperbanyak pilihan kepada masyarakat untuk bebas memilih sesuatu hal yang diinginkan dan bagaimana cara untuk menjalani hidup (PGSP, 2012:1).
19
UNDP
juga
memperkenalkan
suatu
indikator
yang
dapat
menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara terukur dan representatif, yang dinamakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). (Pratowo, 2013:16). Paradigma pembangunan manusia yang dijelaskan dalam PGSP (2012:1) merupakan proses atau kegiatan pembangunan yang menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus utama, dan bukan hanya sebagai sasaran akhir, dari seluruh kegiatan tercapainya penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat), serta meningkatkan pendidikan (keterampilan baca tulis) untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi. Paradigma pembangunan manusia terdiri atas empat komponen utama yaitu: 1) Produktvitas Masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi secara penuh dalam memperoleh penghasilan atau pekerjaan yang berupah. 2) Ekuitas Masyarakat harus mempunyai akses untuk memperoleh kesempatan yang adil.
20
3) Kesinambungan Akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga untuk generasi yang akan datang. 4) Pemberdayaan Pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat, sehingga masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi hidup masyarakat itu sendiri. b. Penggunaan Konsep Pembangunan Manusia Di dalam PGSP (2012:2), dijelaskan mengenai penggunaan konsep pembangunan manusia. Salah satu sasaran Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 adalah percepatan peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai sasaran tersebut, dibutuhkan indikator yang dapat mengkaji kemajuan atau progress pembangunan daerah. Salah satu alternatif untuk mengukur kinerja pembangunan suatu Negara atau daerah adalah dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Indeks ini secara umum menangkap kinerja pembangunan manusia dalam dimensi: 1) Pendidikan; 2) Kesehatan; dan 21
3) Ekonomi. Secara khusus indeks ini merupakan agregasi dari Angka Harapan Hidup (AHH), angka melek huruf dan lama sekolah, serta tingkat konsumsi perkapita. Untuk itu, IPM tidak hanya berguna untuk menetapkan prioritas agenda program pembangunan daerah namun juga sebagai alat ukur dampak pembangunan terhadap kualitas pembangunan manusia. Secara singkat dapat dikatakan bahwa penggunaan konsep pembangunan manusia dimaksudkan untuk mengetahui
dan
mengidentifikasi
seberapa
besar
kemajuan
pembangunan di bidang kesejahteraan manusia (penduduk) dalam berbagai dimensi. (PGSP, 2012:2) c. Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (a) Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia IPM yang diperkenalkan oleh United Nation Development Programme (UNDP), sejak tahun 1990, digunakan untuk menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara berkelanjutan. Pada dasarnya IPM mencakup tiga komponen dasar manusia yang secara operasional mudah di hitung untuk menghasilkan
suatu
ukuran
yang
merefleksikan
upaya
pembangunan manusia, yaitu: (PGSP, 2012:51-53)
22
1. Peluang Hidup (Longevity) Komponen peluang hidup di ukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH) yang di hitung menggunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel) berdasarkan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup. 2. Pengetahuan (Knowledge) Komponen pengetahuan di ukur dengan (a) indikator melek huruf, yang diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis, dan (b)
indikator rata-rata lama sekolah, yang di
hitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan yaitu tingkat/kelas
yang
sedang/pernah
dijalani
dan
jenjang
pendidikan tertinggi yang ditamatkan. 3. Standar Hidup Layak (Decent Living) Komponen standar hidup layak di ukur dengan indikator rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan (adjusted real Gross Domestic Product (GDP) per kapita). Perhitungan ini didasarkan pada Purchasing Power Parity – PPP sehingga dapat perbandingan antar Negara. Penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dilakukan melalui tahapan pekerjaan sebagai berikut: a) Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita. 23
b) Mendeflasikan nilai konsumsi per kapita dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) ibukota provinsi. c) Menghitung daya beli per unit (=PPP/unit). Metode penghitungan sama seperti metode yang digunakan International
Comparison
Project
(ICP)
dalam
menstandarkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) suatu Negara. d) Data dasar yang digunakan adalah data harga dan kuantum dari suatu basket komoditi yang terdiri dari nilai 27 komoditi. e) Membagi nilai B dengan PPP/unit. Perhitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus: PPP/Unit =
E(Ii,j)
ΣjΣ(i,j) Σj p(9,j) . q (i,j)
= pengeluaran konsumsi untuk komoditi j di kabupaten ke-i
p(9,j) q(i,j)
= harga komoditi j di kabupaten Jakarta Selatan = jumlah komoditi j (unit) yang di konsumsi di kabupaten ke-i.
Unit kuantitas rumah dihitung berdasarkan indeks kualitas rumah yang di bentuk dari tujuh komponen kualitas tempat tinggal
24
yang diperoleh dari Suseda. Ke tujuh komponen kualitas yang dihunakan dalam penghitungan indeks kualitas rumah diberi skor sebagai berikut:
Lantai : keramik, marmer, atau granit = 1, lainnya = 0
Luas lantai per kapita : > 10 m2 = 1, lainya = 0
Dinding : tembok = 1, lainnya = 0
Atap : kayu/sirap, beton = 1, lainnya = 0
Fasilitas penerangan : listrik = 1, lainnya = 0
Fasilitas air minum : leding = 1, lainnya = 0
Jamban : milik sendiri = 1, lainnya = 0
Skor awal untuk setiap rumah = 1
Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu rumah tinggal dan bernilai antara 1 sampai dengan 8. Kuantitas dari rumah yang di konsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kuantitas rumah yang di konsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit.
25
Gambar 2.1 Pengukuran Pembangunan Manusia DIMENSI
HIDUP
PENGETAHUAN
PANJANG INDIKATOR
HIDUP LAYAK
Angka harapan
Angka Melek
Rata-rata
Pengeluaran
Hidup waktu
huruf
lama sekolah
per kapita
(RLS)
disesuaikan
Lahir
(PPP Rp)
Indeks MH
INDEKS
Indeks Hidup
DIMENSI
panjang
Indeks RLS
Indeks Pengetahuan
Indeks hidup layak
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) Sumber: Pembangunan Provinsi Gorontalo: perencanaan dengan Indeks Pembangunan Manusia, Bappenas-Pemerintah Provinsi Gorontalo, 2010
(b) Penghitungan IPM Di dalam PGSP (2012:3), indeks pembangunan manusia secara umum menangkap kinerja pembangunan manusia dalam dimensi (i) pendidikan, (ii) kesehatan, dan (iii) ekonomi. Secara khusus indeks ini merupakan agregasi dari Angka Harapan Hidup (AHH), angka melek huruf dan lama sekolah, serta tingkat konsumsi perkapita.
26
Sehingga rumus penghitungan IPM yang dikutip dari Arizal Ahnaf dkk, dalam PGSP (2012:54) dapat disajika sebagai berikut: IPM =1/3 (Indeks X1+Indeks X2+Indeks X3) Dimana: X1 = Indeks harapan hidup X2= Indeks Pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah) X3 = Indeks standar hidup layak Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan
antara
selisih
nilai
suatu
indikator
dan
nilai
minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut: Indeks X(i) = (X(i) – X(i)min) / (X(i)maks – X(i)min) Di mana: X(i)
= Indikator ke-i (i = 1,2,3)
X(i) maks
= Nilai maksimum X(i)
X(i) min
= Nilai minimum X(i)
Nilai maksimum dan nilai minimum indikator X(i) dapat di sajikan dalam tabel berikut ini:
27
Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM (2005) Indikator Komponen IPM (=X(I))
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
Catatan
AHH
85
25
Sesuai standar global (UNDP)
Angka Melek Huruf
100
0
Sesuai standar global (UNDP)
Rata-rata sekolah
15
0
Sesuai standar global (UNDP)
732.720a)
300.000b)
UNDP menggunakan PDB per kapita riil yang disesuaikan
lama
Konsumsi per kapita yang disesuaikan 2005
Sumber: PGSP Catatan:
a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk provinsi yang memiliki angka tertinggi (Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan formula Atkinson. Proyeksi mengasumsikan kenaikan 6,5 persen per tahun selama kurun 1996-2018. b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk provinsi yang memiliki angka terendah tahun 1996 di Papua. Dalam Pratowo (2013:16), angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berkisar antara 0 hingga 100. Semakin mendekati 100, maka hal tersebut merupakan indikasi pembangunan manusia yang semakin baik. Berdasarkan nilai 28
IPM, UNDP membagi status pembangunan manusia suatu Negara atau wilayah ke dalam tiga golongan, yaitu: 1. IPM ≤ 50 (rendah) 2. 50 ≤ IPM ≤ 80 (sedang/menengah) 3. IPM ≥ 80 (tinggi)
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah yang merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab dapat dilaksanakan. Sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari: a. Pajak daerah b. Retribusi daerah
29
c. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. a) Pajak Daerah 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: (Mardiasmo, 2009:1) 1. Iuran dari rakyat kepada Negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang-undang Pajak
dipungut berdasarkan atau
dengan
ketentuan
undang-
undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal balik atau kontra prestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual dari pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran bermanfaat bagi masyarakat luas. Sedangkan menurut Leroy Beaulieu, dalam Traite de la Science des 30
Finance tahun 1906, menyatakan bahwa L’ impot et la contribution, soit directe soit dissimulee, que la Puissance publique exige des habitants ou des biens pur subvenir aux depenses du government. Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutupi belanja pemerintah. (Rahayu, 2010:22). Menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang dimaksud pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Menurut Darise (2009:50), terdapat 2 pengelompokan dalam pajak daerah yaitu pajak yang dikelola oleh pemerintah provinsi dan pajak yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. 1) Adapun jenis-jenis pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah provinsi terdiri dari : (a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air. (b) Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air. (c) Pajak Bahan Bakar Bermotor dan 31
(d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Pajak Retribusi Daerah, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh seseorang/badan, jenis-jenis pajak kabupaten/kota adalah sebagai berikut: (a) Pajak Hotel (b) Pajak Restoran (c) Pajak Hiburan (d) Pajak Reklame (e) Pajak Penerangan Jalan (f) Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C (g) Pajak Parkir 2. Fungsi Pajak Di dalam Mardiasmo (2009:1), terdapat dua fungsi pajak, yaitu: a. Fungsi Budgeter Fungsi budgeter menjadikan pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. b. Fungsi mengatur (regulerend) Fungsi mengatur menjadikan pajak sebagai alat untuk mengatur
32
atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi. 3. Syarat Pemungutan Pajak Agar
pemungutan
pajak
tidak
menimbulkan
hambatan
atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: (Mardiasmo, 2009: 2) 1. Syarat Keadilan Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undangundang dan pelaksanaan ppemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata,
serta
disesuaikan
dengan
kemampuan
masing-masing.
Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Perimbangan Pajak. 2. Syarat Yuridis Pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya. 3. Syarat Ekonomis
33
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga t idak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4. Syarat Finansial Pemungutan pajak harus efisien, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. b) Retribusi Daerah Retribusi daerah yang selanjutnya disebut izin retribusi adalah pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Darise, 2009:67). Retribusi daerah dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Darise, 2009: 67) 1.
Retribusi Jasa Umum Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Contohnya, retribusi pelayaan kesehatan, retribusi pelayanan pasar, dan retribusi pengujian kendaraan bermotor. 2. Retribusi Jasa Usaha 34
Retribusi jasa usaha adalah retribusi atau jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Contohnya retribusi terminal, retribusi tempat pelelangan, dan retribusi tempat khusus parkir. 3. Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Contohnya retribusi izin trayek, retribusi izin mendirikan bangunan, dan retribusi izin gangguan. c) Hasil Pengelolaan Keuangan Daerah yang Dipisahkan Di dalam Darise (2009:72), jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari: 1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD; 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN; dan 3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. 35
d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Di dalam Darise (2009:73) lain-lain pendapatan yang sah terdiri dari: 1. Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran; 2. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahan; 3. Jasa giro; 4. Pendapatan bunga; 5. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi; 6. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah; 7. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tuka rupiah terhadap mata uang asing; 8. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; 9. Pendapatan denda pajak dan retribusi; 10. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; 11. Pendapatan dari pengembalian; 12. Fasilitas sosial dan fasilitas umum; 13. Pendapatam dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; 14. Pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
36
3. Desentralisasi Fiskal a. Pengertian Desentralisasi Fiskal Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan, Desentralisasi Fiskal adalah penyerahan kewenangan dan tanggung jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. b. Teori Desentralisasi Fiskal Dalam
teori
ekonomi
publik
dibahas
mengenai
berbagai
permasalahan yang berkenaan dengan penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat. Musgrave menjelaskan tentang ketiga fungsi pokok pemerintahan yang terdiri dari fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Menurut Musgrave terdapat dua faktor yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan apakah secara ekonomi suatu fungsi akan lebih baik dilaksanakan terpusat (sentralisasi) ataukah didesentralisasikan. Faktor yang pertama adalah eksternalitas dan uang kedua adalah preferensi. (Musgrave dalam Azwardi dan Abukosim, 2007:3-4). Selanjutnya Boex dan Martinez-Vazquez mengemukakan empat pilar desentralisasi fiskal (Azwardi dan Abukosim, 2007:4-5), yaitu melalui desentralisasi fiskal terjadi pelimpahan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan fiskal dari pemerintah pusat kepada 37
pemerintah daerah, meliputi pengeluaran, penerimaan, transfer, dan pinjaman daerah yang dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Dalam implementasi desentralisasi akan terjadi pembagian tugas antara pusat dan daerah. Implikasinya adalah diperlukan sumber pembiayaan yang dapat memenuhi keperluan penyelenggaraan tugas pada masing-masing tingkat pemerintahan tersebut. Penyerahan sumber-sumber pembiayaan ini pada dasarnya dimanifestasikan dalam bentuk pemberian beberapa jenis pajak ke daerah dan kebolehan dalam melakukan pinjaman. Ketika sumber pembiayaan tersebut tidak mencukupi untuk pelaksanaan tugas daerah, maka dikenal adanya dana transfer, dimana daerah menerima dana dari pusat untuk menutup kebutuhan fiskalnya atau untuk melaksanakan suatu urusan yang diamanatkan. (DSFIndonesia, 2010:6). Pada dasarnya transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dapat dibedakan atas bagi hasil pendapatan (revenue sharing) dan bantuan (grants). Adapun tujuan dari transfer ini adalah pemerataan vertikal (vertical equalization), pemerataan horizontal (horizontal equalization), mengatasi persoalan efek pelayanan publik (Correcting spatial externalities) mengarahkan prioritas (redirecting priorities), melakukan eksperimen dengan ide-ide baru, stabilisasi dan kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan minimum (SPM) di setiap daerah. (Hermawan, 2007:11) 38
Di dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 145/PMK.07/2013 tentang pengalokasian anggaran transfer ke daerah, transfer ke daerah adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan
kepada
daerah
dalam
rangka
pelaksanaan
desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Penyesuaian. 4. Dana Perimbangan Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, yang dimaksud Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dan pemerintah daerah dan antar-pemerintah daerah. Dana perimbangan terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus. 1. Dana Bagi Hasil Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk
39
mendanai
kebutuhan
daerah
dalam
rangka
pelaksanaan
desentralisasi. Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas: 1) Pajak Bumi dan Bangunan (PPB); 2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan 3) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: 1) Kehutanan; 2) Pertambangan umum; 3) Perikanan; 4) Pertambangan minyak bumi; 5) Pertambangan gas bumi; dan 6) Pertambangan panas bumi. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, dijelaskan mengenai pembagian Dana Bagi Hasil antara daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan pemerintah. Pembagiaannya adalah sebagai berikut:
40
1. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan rincian sebagai berikut: a. 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi; b.
64,8% untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/kota;
c.
9% untuk biaya pemungutan. Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTB adalah
sebesar 80% dengan rincian sebagai berikut: a. 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi; b. 64% untuk daerah kabupaten dan kota penghasil dan disalurkan
ke
Rekening
Kas
Umum
Daerah
kabupaten/kota. 20% bagian pemerintah dari penerimaan BPHTB dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk keseluruhan kabupaten dan kota. 2. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 dibagi dengan imbangan 60% untuk kabupaten/kota dan 40% untuk provinsi. 41
3. Pembagian Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam ditetapkan sebagai berikut: a. Penerimaan Kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah. b. Penerimaan kehutanan yang berasal dari dana reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% untuk pemerintah dan 40% untuk daerah. c. Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah. d. Penerimaan Perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah. e. Penerimaan
pertambangan
Minyak
Bumi
yang
dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya
42
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 1) 84,5% untuk pemerintah; dan 2) 15,5% untuk daerah. f. Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari
wilayah
daerah
yang
bersangkutan
setelah
dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 1) 69,5% untuk pemerintah; dan 2) 30,5% untuk daerah. g. Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak, dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah. 2. Dana Alokasi Umum Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
43
Dana Alokasi Umum merupakan bagian dari Dana Perimbangan yang mendapat alokasi anggaran transfer dari pemerintah pusat. Pada dasarnya jenis-jenis transfer dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) transfer tanpa syarat (unconditional grant, general purpose grant, block grant), (2) transfer dengan syarat (conditional grant, categorical grant, specific purpose grant). DAU merupakan bantuan yang bersifat blok (block grant) yang masuk dalam kategori transfer tanpa syarat. Ciri utama dari transfer tanpa syarat ini adalah pemerintah daerah memiliki diskresi penuh
dalam
mamanfaatkan
dana
transfer
sesuai
dengan
pertimbangan-pertimbangan atau prioritas daerah. (Hermawan, 2007:17). Sedangkan DAU bersifat blok (block grant) artinya penggunaan dari sumber dana tersebut ditentukan sendiri oleh daerah berdasarkan prioritas daerah dan tidak ada intervensi dari pemerintah pusat. (Hermawan, 2007:3). Selain itu dana alokasi umum juga sering disebut bantuan tak bersyarat (unconditional grants) karena merupakan jenis transfer antar tingkat pemerintah yang tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu (Lugastro dan Ananda, 2013:6). Penjelasan mengenai efek transfer tanpa syarat dapat dilihat pada gambar 2.2. Dengan menggunakan asumsi dua jenis barang 44
publik, yaitu barang publik A yang tidak dibantu dengan transfer yang digambarkan dengan garis vertikal, dan barang publik B yang akan dibantu dengan transfer yang digambarkan dengan garis horizontal. Garis AB adalah garis anggaran (budget line) daerah setempat yang memperlihatkan kombinasi barang A dan barang B. Kurva IC1 dan IC2 adalah indifference curve yaitu kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi konsumsi barang A dan barang B yang memberikan kepuasan yang sama bagi daerah. Pada kondisi sebelum ada transfer, permintaan barang A berada di titik OC dan barang B berada di titik OD sehingga titik keseimbangan awal berada di titik E, dimana titik E merupakan posisi tertinggi pada anggaran yang tersedia. Karena tidak ada batasan pada cara pembelanjaan fasilitas publik manapun maka yang bertambah akibat adanya transfer adalah jumlah anggaran. Sehingga akan adanya pergeseran atau (shifting) dari garis anggaran AB menjadi FG. Jumlah barang yang yang dapat dipenuhi menjadi lebih banyak yaitu menjadi OH untuk barang publik A, dan OK untuk barang publik B. Dengan demikian tingkat kepuasan masyarakat pun menjadi lebih besar yaitu dari IC1 menjadi IC2 dan titik keseimbangan baru menjadi E1. Kondisi inilah yang menyebabkan penerima (pemerintah daerah) lebih memilih transfer
45
tanpa
syarat
dibandingkan
transfer
lainnya
karena
dapat
meningkatkan kesejahteraan daerah. Gambar 2.2 Efek Unconditional grants terhadap pembiayaan daerah Barang A F
A H C
E1 E
IC2 IC1
0
D
K
B
G
Barang B
Sumber : BPPK, Departemen Keuangan
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. Pendapatan Dalam Negeri Neto adalah penerimaan Negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan penerimaan Negara yang dibagihasilkan kepada daerah.
46
Proporsi DAU antara Provinsi dan Kabupaten/Kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam hal penentuan proporsi belum dapat dihitung secara kantitatif, proporsi DAU antara Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan dengan imbangan 10% (sepuluh persen) untuk Provinsi dan 90% (Sembilan puluh persen) untuk Kabupaten/Kota. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) untuk satu daerah dihitung dengan menggunakan formula: DAU = CF (Celah Fiskal) + AD (Alokasi Dasar)
Celah Fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum, antara lain adalah penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan
infrastruktur
dan
pengentasan
masyarakat
dari
kemiskinan. Kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil. Alokasi Dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai
47
Negeri Sipil termasuk didalamnya tunjangan beras dan tunjangan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21). Kebutuhan Fiskal diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, Produk Regional Bruto per Kapita dan Indeks Pembangunan Manusia.
Jumlah
penduduk
merupakan
variabel
yang
mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik disetiap daerah. Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar daerah. Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah. Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar dibidang pendidikan dan kesehatan. Dana Alokasi Umum (DAU) atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh provinsi, dengan rumus: DAU Provinsi = Bobot Provinsi x DAU Provinsi 48
Bobot provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh provinsi, sehingga rumusnya: Bobot Provinsi = CF Provinsi Σ CF Provinsi
DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu kabupaten/kota dihitung
berdasarkan
perkalian
bobot
kabupaten/kota
yang
bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh kabupaten/kota dengan rumus: DAU Kab/Kota = Bobot Kab/Kota x DAU Kab/Kota
Bobot kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal kabupaten/kota sehingga rumusnya: Bobot Kab/Kota = CF Kab/Kota Σ CF Provinsi
Kebutuhan fiskal daerah dihitung berdasarkan perkalian antara total belanja daerah rata-rata dengan penjumlahan dari perkalian masing-masing bobot variabel dengan indeks jumlah penduduk, indeks luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, indeks pembangunan manusia dan indeks produk domestik regional bruto per kapita dengan menggunakan rumus:
49
Total Belanja Daerah Rata-rata
X
α1 indeks jumlah penduduk + α2 indeks luas wilayah + α3 indeks kemahalan konstruksi + α4 indeks pembangunan manusia + α5 indeks PDRB per kapita
α1, α2, α3, α4, dan α5 merupakan bobot masing-masing indeks yang ditentukan berdasarkan hasil uji statistik. Kedua parameter dimaksud dipergunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesenjangan kemampuan keuangan antar daerah dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi. Semakin kecil nilai indeks, semakin baik tingkat pemerataan kemampuan antar daerah. Total Belanja Daerah Rata-rata = Belanja Pegawai + Belanja Barang + Belanja Modal Jumlah Provinsi atau Kab/Kota
Dalam penghitungan Total Belanja Daerah Rata-rata tidak dimasukkan data belanja daerah yang jauh diatas dan/atau dibawah rata-rata (outlier), agar lebih mencerminkan tingkat kewajaran total belanja rata-rataa daerah. Indeks jumlah penduduk dihitung dengan rumus: Indeks jumlah penduduk daerah =
Jumlah penduduk daerah Rata-rata jumlah penduduk secara Nasional
50
Indeks luas wilayah dihitung dengan rumus: Indeks luas wilayah daerah =
Luas wilayah daerah Rata-rata luas wilayah secara Nasional
Indeks kemahalan konstruksi dihitung dengan rumus: Indeks kemahalan konstruksi daerah
Indeks kemahalan konstruksi daerah =
Rata-rata kemahalan konstruksi secara Nasional
Indeks Pembangunan Manusia dihitung dengan rumus: Indeks Pembangunan Manusia Daerah =
Indeks IPM Daerah Rata-rata IPM Nasional
Indeks PDRB per kapita dihitung dengan rumus: Indeks PDRB per kapita daerah =
PDRB per kapita daerah
Rata-rata PDRB per kapita Nasional
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya kapasitas fiskal daerah merupakan penjumlahan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil, sehingga rumus yang digunakan: Kapasitas fiskal = Pendapatan Asli Daerah + Dana Bagi Hasil
Apabila dalam proses pengalokasian DAU ada daerah yang CF-nya negatif dan nilai negatif tersebut lebih besar dari AD, dilakukan penyesuaian sehingga daerah tersebut akan menerima DAU sama dengan nol atau tidak mendapatkan DAU. Dengan penyesuaian tersebut, maka total DAU yang dialokasikan secara 51
nasional akan melebihi pagu yang ditetapkan. Untuk menyamakan dengan pagunya, selisih tersebut akan dikurangkan secara poporsional terhadap DAU yang sudah dialokasikan ke daerah. DAU untuk suatu daerah otonom baru dialokasikan setelah undang-undang pembentukan disahkan dan setelah tersedia data. Dalam hal data tidak tersedia, penghitungan DAU dilakukan dengan membagi secara proporsional dengan daerah induk dengan menggunakan data jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai. DAU disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu per duabelas) dari alokasi DAU daerah yang bersangkutan dan dilaksanakan sebelum bulan yang bersangkutan. Menurut Pheni Chalid (2005 : 16), Dana alokasi umum (DAU) merupakan salah satu bentuk penerimaan daerah yang bersumber dari dana perimbangan. Alokasi DAU yang diberikan kepada daerah disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah tersebut agar tidak terjadi misalokasi. Pada prinsipnya pemberian DAU dimaksudkan untuk menjaga perimbangan dan pemerataan antardaerah, terutama bagi daerah yang miskin. Penentuan DAU dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan daerah yang menjadi target pemberian. Kebutuhan daerah diukur melalui jumlah 52
penduduk, luas wilayah, keadaan geografis dan tingkat pendapatan masyarakat, potensi ekonomi daerah (industri, sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) dan PDRB. Dengan demikian kebijakan alokasi DAU diberikan dengan menggunakan asas proporsi terbalik, dimana daerah miskin akan menerima DAU lebih besar daripada daerah yang kaya. Semakin kaya satu daerah maka semakin kecil DAU yang dialokasikan. 3. Dana Alokasi Khusus Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Dana alokasi khusus yang selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Yang dimaksud dengan daerah tertentu adalah daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Dengan demikian, tidak semua daerah mendapatkan alokasi DAK. Dana Alokasi Khusus termasuk kedalam jenis transfer dengan syarat (conditional transfer). Transfer ini biasanya digunakan untuk keperluan yang dianggap penting oleh pemerintah pusat namun kurang dianggap penting oleh pemerintah daerah. Transfer ini dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu transfer 53
pengimbang (matching grants) dan transfer bukan pengimbang (nonmatching grants). Matching grants adalah transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menutup sebagian atau seluruh kekurangan pembiayaan atas jenis urusan tertentu. Matching grants dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu transfer pengimbang tidak terbatas (open-ended matching grants) dan transfer pengimbang terbatas (closed-ended matching grants). Dari kedua jenis transfer yang terdapat di matching grants Dana Alokasi Khusus merupakan jenis transfer pengimbang tidak terbatas (open-ended matching grants). Openended matching grants adalah transfer yang ditujukan untuk menutup seluruh kekurangan dana. (Hermawan, 2007:20) Penjelasan dari open-ended matching grants dapat dilihat pada gambar 2.3. Sama seperti kasus sebelumnya, dalam penjelasan ini juga diasumsikan terdapat dua jenis barang publik, yaitu barang publik A yang tidak dibantu dengan transfer, dan barang publik B yang dibantu dengan transfer. Garis AB adalah garis anggaran (budget line) daerah yang memperlihatkan kombinasi konsumsi barang A dan barang B. Kurva IC1 dan IC2 adalah indifference curve, yaitu kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi konsumsi barang A dan barang B yang memberikan kepuasan yang sama bagi daerah. 54
Pada kondisi sebelum ada transfer posisi permintaan barang A adalah OC dan posisi barang B berada di OD sehingga titik keseimbangan awal berada di titik E, dimana posisi E merupakan posisi tertinggi pada anggaran yang tersedia. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berniat meningkatkan kuantitas barang B sedangkan barang A tetap. Untuk tujuan ini pemerintah pusat dan pemerintah
daerah
sepakat
memberikan
kontribusi
dengan
komposisi pemerintah pusat 90 persen dan pemerintah daerah 10 persen. Dengan demikian kurva garis anggaran akan mengalami pergeseran dari AB menjadi AM, yaitu hanya menggeser kuantitas barang B dari OD menjadi OP sehingga tingkat kepuasan barang B meningkat dan barang A tetap. Hal tersebut dapat dilihat dari pergeseran IC1 menjadi IC2 dan titik keseimbangan baru menjadi E1.
55
Gambar 2.3 Efek open-ended matching grants Terhadap Pembiayaan Daerah Barang A A
H
E1
C
E
IC2 IC1
0
D
B P
M
Barang B
Sumber: BPPK, Departemen Keuangan
Selain itu menurut Nurlan Darise (2009:93), daerah penerima DAK wajib menganggarkan Dana Pendamping dalam PBD sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari besaran alokasi DAK yang diterimanya digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat fisik. Selain itu, DAK dapat juga disebut dana infrastruktur karena merupakan belanja modal untuk membiayai investasi pengadaan dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang. Namun dalam keadaan tertentu, DAK dapat juga membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan sarana dan prasarana tertentu untuk periode terbatas.
56
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 180/PMK.07/2013 tentang pedoman umum dan alokasi dana khusus tahun anggaran 2014, Dana Alokasi Khusus terdiri atas: 1. Dana Alokasi Khusus (DAK); dan 2. Dana Alokasi Khusus (DAK) Tambahan. Dana Alokasi Khusus dialokasikan untuk membantu daerah mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum, infrastruktur sanitasi, prasarana pemerintahan daerah, kelautan dan perikanan, pertanian, lingkungan hidup, keluarga berencana, kehutanan, sarana perdagangan, sarana dan prasarana daerah tertinggal,
energi
perdesaan,
perumahan
dan
permukiman,
keselamatan transportasi darat, transportasi perdesaan, serta sarana dan prasarana kawasan perbatasan. Dana Alokasi Khusus Tambahan dialokasikan kepada daerah tertinggal dalam rangka melanjutkan keberpihakkan kepada daerah tertinggal dan digunakan untuk mendanai kegiatan DAK di Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi, Infrastruktur Sanitasi, dan Infrastruktur Air Minum.
57
Menurut Chalid, 2005:24, kriteria khusus yang menjadi tolak ukur pengalokasian DAK diatur berdasarkan bidang,yaitu: 1) Bidang kesehatan yang meliputi: a) Indeks kemiskinan manusia (Human Poverty Index), yaitu: -
Presentase penduduk dengan angka harapan hidup sampai dengan 40 tahun.
-
Presentase penduduk dengan jangkauan air bersih.
-
Presentase penduduk dengan jangkauan fasilitas kesehatan.
-
Presentase balita dengan gizi buruk.
2) Bidang pendidikan, meliputi: -
Indeks kerusakan gedung SD dan MI.
-
Indeks kemahalan konstruksi.
3) Bidang infrastruktur meliputu dua criteria teknis, yaitu: 1) Teknis pemasaran jalan. Indikatornya adalah: -
Indikator kinerja jalan (kondisi jalan mantap/total panjang jalan).
-
Indikator pelayanan wilayah (luas wilayah/total panjang jalan).
-
Indikator beban jalan (satuan mobil penumpang/total panjang jalan). 58
2) Teknis sumber daya air, dengan indikator-indikator sebagai berikut: -
Indikator
kinerja
irigasi
(luas
daerah
irigasi
rusak/total luas daerah irigasi). -
Indikator
kerapatan
(luas
daerah
irigasi/luas
wilayah) -
Indikator produksi pada sawah (produksi padai sawah/luas daerah irigasi selama satu tahun).
B. Hubungan Antar Variabel 1. Hubungan Pendapatan Asli Daerah dengan Indeks Pembangunan Manusia Pendapatan asli daerah merupakan salah satu sumber penerimaan yang berasal dari daerah itu sendiri. Penerimaan daerah berupa pendapatan asli daerah dapat digunakan untuk menanggung sebagian belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintah dan kegiatan pembangunan. (Darise, 2009:48). Pendapatan asli daerah daerah dapat bersumber dari, pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dengan meningkatnya pendapatan asli daerah diasumsikan dapat meningkatkan kegiatan pembangunan di daerah sehingga dapat juga
59
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya yang dalam penelitian ini dapat diukur dengan indeks pembangunan manusia. Hal ini sejalan dengan teori menurut Boex dan Martinez-Vazquez yang mengemukaan empat pilar desentralisasi fiskal (Azwardi dan Abukosim, 2007:4), yaitu melalui desentralisasi fiskal terjadi pelimpahan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, meliputi pengeluaran, penerimaan,
transfer,
dan
pinjaman
daerah
yang
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. 2. Hubungan Dana Bagi Hasil dengan Indeks Pembangunan Manusia Dana bagi hasil merupakan bagian dari sumber penerimaan yang dihasilkan dari daerah itu sendiri sama dengan pendapatan asli daerah. Dana bagi hasil bersumber dari dana bagi hasil dari pajak, dan dana bagi hasil sumber daya alam. Dengan penerimaan yang berasal dari daerah itu sendiri, dana bagi hasil merupakan bantuan yang bersifat blok (block grants), artinya penggunaan dari sumber dana itu ditentukan sendiri oleh daerah berdasarkan prioritas daerah dan tidak ada intervensi dari pemerintah pusat (Hermawan, 2007:20). Oleh karena itu dengan dana bagi hasil diharapkan pemerintah daerah dapat menggunakannya dengan sebaik mungkin untuk pembangunan daerahnya sehingga dapat meningkatkan indeks pembangunan manusia di daerah tersebut. 60
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kusreni dan Suhab, hasil dari penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan yang positif searah antara dana bagi hasil dengan indeks pembangunan manusia. Artinya, peningkatan pada angka IPM seiring dengan terjadinya peningkatan pada dana bagi hasil daerah yang bersangkutan. 3. Dana Alokasi Umum dengan Indeks Pembangunan Manusia Dana alokasi umum merupakan bantuan yang bersifat blok (block grants) sama seperti dana bagi hasil, selain itu dana alokasi umum juga sering disebut dengan bantuan tak bersyarat (unconditional grants) karena merupakan jenis transfer antar tingkat pemerintah yang tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu (Lugastro dan Ananda, 2013:6). Tujuan dari dana alokasi umum adalah untuk pemerataan keuangan antar-daerah, oleh karena itu dengan dana alokasi umum yang bersifat unconditional grants yang tidak terikat dengan program pengeluaran
tertentu,
pemerintah
daerah
diharapkan
dapat
menggunakan dana alokasi umum tersebut untuk pemerataan keuangan sehingga dapat tercipta kesejahteraan masyarakat. Indeks pembangunan manusia merupakan salah satu alokator dana alokasi umum untuk mengatasi kesenjangan wilayah. Seharusnya wilayah dengan IPM rendah secara perlahan dapat mengejar ketertinggalannya karena memperoleh dana yang berlebih. Oleh karena itu dapat diasumsikan jika dana alokasi umum naik maka akan 61
meningkatkan indeks pembangunan manusia. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Setyowati dan Suparwati (2012:131), hasil dari penelitian tersebut adalah dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia. 4. Dana Alokasi Khusus dengan Indeks Pembangunan Manusia Dana alokasi khusus merupakan dana yang dialokasikan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Oleh karena itu pengalokasian DAK memperhatikan ketersediaan dana dari APBN, yang berarti besaran DAK tidak dapat dipastikan setiap tahunnya. Dana alokasi khusus dialokasikan untuk membantu daerah mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum, infrastruktur sanitasi, prasarana pemerintahan daerah, kelautan dan perikanan, pertanian, lingkungan hidup, keluarga berencana, kehutanan, sarana perdagangan, sarana dan prasarana daerah tertinggal, energi perdesaan, perumahan dan
permukiman,
keselamatan
transportasi
darat,
transportasi
perdesaan, serta sarana dan prasarana kawasan perbatasan. Jadi, APBN mengalokasikan DAK untuk membiayai pelayanan publik tertentu yang disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Tujuannya adalah untuk
62
mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah (Setyowati dan Suparwati, 2012:121). Pengalokasian DAK yang digunakan untuk membiayai pelayanan publik, akan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah, hal
ini
dapat
meningkatkan
kesejahteraan
publik
dan
dapat
meningkatkan indeks pembangunan manusia. Oleh karena itu dapat diasumsikan jika dana alokasi umum meningkat diharapkan indeks pembangunan manusia juga meningkat. Hal ini didukung oleh penelitian Setyowati dan Suparwati (2012: 131), hasil dari penelitian tersebut adalah dana alokasi khusus berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia. C. Penelitian Terdahulu 1. Sri Kusreni dan Sultan Suhab (2009) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kapasitas fiskal, alokasi belanja modal, dan pembiayaan daerah terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan periode tahun 2003-2007. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data panel (pooled data). Hasil analisis dari penelitian ini menjelaskan bahwa kapasitas fiskal yang dilihat dari PAD dan Dana Bagi Hasil berhubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat (IPM) Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan. 63
2. Hengky Sani, Sarce Babra Awom, dan Mus Mualim (2011) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Sorong tahun 2006-2010. Dalam penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif. Hasil analisis
menjelaskan bahwa peningkatan DAU dalam presentase yang cukup besar tahun 2006-2009 ternyata tidak diikuti oleh peningkatan IPM dalam presentase yang besar. Namun pada saat terjadi penurunan DAU pada tahun 2010 justru terjadi peningkatan IPM. 3. Riva Ubar Harahap (2011) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa apakah dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil berpengaruh secara simultan terhadap indeks pembangunan manusia di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, pengujian metode dengan regresi berganda. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa DAU, DAK, dan DBH secara simultan berpengaruh terhadap IPM. 4. Rudy Badrudin (2011) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal
terhadap
belanja
modal,
pertumbuhan
ekonomi,
dan
kesejahteraan masyarakat di 29 kabupaten dan 6 kota di Provinsi Jawa 64
Tengah dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Indikator kesejahteraan masyarakat yang digunakan dalam penelitian ini Indeks Pembangunan Manusia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Partial Least Square (PLS). hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh tidak signifikan terhadap belanja modal, desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, belanja modal berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. 5. Lilis Setyowati dan Yohana Kus Suprawati (2012) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, DAU, DAk, PAD terhadap indeks pembangunan manusia dengan pengalokasian anggaran belanja modal. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Multiple linear regression and simple linear regression. Hasil dari penelitian ini variabel DAU, DAK, PAD,
dan
Pengalokasian
Anggaran
Belanja
Modal
(PABM)
berpengaruh positif terhadap IPM. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh positif terhadap IPM. 6. Decta Pitron Lugastro (2013) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh realisasi pendapatan asli daerah (PAD), realisasi dana perimbangan (dana 65
alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil) dan pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) kabupaten/kota di Jawa Timur. Analisis penelitian menggunakan analisis data panel dengan pendekatan random effect model (REM). Hasil estimasi penelitian menunjukkan bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap IPM sedangkan variabel DAU berpengaruh negatif signifikan. Sementara itu rasio DBH mempunyai pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. Pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling dominan terhadap IPM. 7. Rully Prasetya (2013) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pembangunan di Indonesia. Transfer fiskal dibagi menjadi tiga, yaitu Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Indikator pembangunan digunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam penelitian ini metodologi yang digunakan adalah analisis deskriptif, serta analisis korelasi dalam
desentralisasi fiskal dan indikator pembangunan
menggunakan panel data. Hasil dari penelitian ini adalah Desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat memiliki dampak positif dari indikator
66
pembangunan yang dapat dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM).
67
No 1.
2.
3.
Penulis dan Tahun Sri Kusreni dan Sultan Suhab (2009)
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Judul
Variabel Peneliti Kebijakan Kapasitas APBD dan fiskal (PAD Kesejahtera dan DBH), an Alokasi Masyarakat Belanja di Provinsi Modal Sulawesi Daerah, Selatan Pembiayaan Daerah, dan Kesejahteraa n Masyarakat (IPM) Hengki Sani, Pengaruh Dana Sarce Babra Realisasi Alokasi Awom, dan Dana Umum Mus Mualim Alokasi (DAU), dan (2011) Umum Indeks (DAU) Pembanguna Terhadap n Manusia Pencapaian (IPM) Indeks Pembangun an Manusia (IPM) di Kabupaten Sorong Tahun 2006-2010 Riva Ubar Pengaruh Dana Harahap Dana Alokasi Alokasi Umum, Umum, Dana Dana Alokasi Alokasi Khusus, Khusus, dan Dana Bagi Dana Bagi Hasil, dan Hasil Indeks terhadap Pembanguna Indeks n Manusia Pembangun an Manusia
Alat Analisis Data panel
Hasil Penelitian Kapasitas fiskal (PAD dan DBH) berhubungan positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat (IPM)
Analisis deskriptif
Peningkatan DAU yang cukup besar tidak diikuti oleh peningkatan IPM dalam presentase yang besar.
Analisis regresi berganda
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa DAU, DAK, dan DBH secara simultan berpengaruh terhadap IPM.
68
4.
5.
6.
pada Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Utara Rudy Effect of Badrudin Fiscal (2011) Decentraliza tion on Capital Expenditure , Growth, and Welfare Lilis Pengaruh Setyowati Pertumbuha dan Yohana n Ekonomi, Kus DAU,DAK, Suparwati PAD (2012) Terhadap Indeks Pembangun an Manusia dengan Pengalokasi an Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten dan Kota seJawa Tengah) Decta Pitron Lugastro, dan Chandra Fajri Ananda
Analisis Pengaruh PAD dan Dana Perimbanga
Fiscal Decentraliza tion, capital expenditure, economic growth, social welfare IPM, Pertumbuha n ekonomi, DAU, DAK, PAD, PABM
Partial Least Square (PLS)
Desentralisasi fiskal berpengaruh positif signifikan terhadap lesejahteraan masyarakat
Multiple linear regression and simple linear regression
-Variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh positif terhadap IPM melalui PABM. -Variabel DAU, DAK, PAD berpengaruh positif terhadap IPM melalui PABM
IPM, PAD, DAU, DAK, DBH, dan Pertumbuha n Ekonomi
Data Panel, dengan metode analisis
Variabel PE mempunyai pengaruh paling dominan terhadap IPM,
69
7.
(2013)
n Terhadap Indeks Pembangun an Manusia Kabupaten/ Kota di Jawa Timur
Rully Prassetya (2013)
Fiscal decentraliza tion, Governance , and Developme nt: The Case Of Indonesia
Sumber: berbagai jurnal diolah
Fiscal decentralizat ion, Human Developmen t Index (HDI), poverty rate, Regional Gross Domestic Product (RGDP)
mengguna kan Random effect model
kemudian berturut-turut variabel DAU, DAK, PAD, dan DBH. Variabel DAU menjadi satu-satunya variabel yang berpengaruh negatif terhadap IPM.
Analisis deskriptif dan data panel
Desentralisasi fiscal dari pemerintah pusat memiliki dampak positif dari indikator pembangunan yang dapat dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM)
D. Kerangka Pemikiran Dalam rumusan masalah penelitian telah ditetapkan akan meneliti tentang pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap indeks pembangunan manusia di Kabupaten/Kota Provinsis Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. Berdasarkan peneliti sebelumnya Lilis Setyowati dan Yohana Kus Suparwati yang menganalisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian
70
Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah) dengan menggunakan Multiple linear regression and simple linear regression. Dimana peneliti sebelumnya menemukan adanya hubungan antara variabel PAD, DAU, dan DAK terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Hal inilah yang menjadi bahan pertimbangan bagi penulis dalam mengambil variabel, dimana variabel dependen melihat dari indeks pembangunan manusia dan variabel independen dilihat dari pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Kemudian pada penelitian Sri Kusreni dan Sultan Suhab yang menganalisis tentang pengaruh kapasitas fiskal (PAD dan DBH), alokasi belanja modal, dan pembiayaan daerah terhadap kesejahteraan masyarakat (IPM). Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan alat analisis data panel (pooled data). Dalam penelitian ini menemukan adanya hubungan yang positif dan berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat (IPM). Hal inilah yang menjadi pertimbangan bagi penulis untuk menggunakan variabel pendapatan asli daerah dan dana bagi hasil sebagai variabel independen, sedangkan untuk variabel dependen menggunakan variabel kesejahteraan masyarakat atau IPM. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bagaimana variabelvariabel yang berkaitan dengan penelitian ini. Dan diduga indeks pembangunan manusia dipengaruhi oleh pendapatan asli daerah, dana bagi 71
hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Sehingga dapat dibuat persamaan sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3, X4) Dimana : Y
: Indeks Pembangunan Manusia
X1
: Pendapatan Asli Daerah
X2
: Dana Bagi Hasil
X3
: Dana Alokasi Umum
X4
: Dana Alokasi Khusus Secara lebih jelasnya, pengaruh pendapatan asli daerah, dana
alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil dapat dijelaskan pada gambar 2.1.
72
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X1) Dana BAgi Hasil (DBH)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
(X2)
(Y)
Dana Alokasi Umum (DAU) (X3) Dana Alokasi Khusus (DAK) (X4)
E. Hipotesis Penelitian Dengan mengacu pada dasar pemikiran teoritis dan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian di bidang ini, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1.
H1
: Diduga terdapat pengaruh pendapatan asli daerah secara parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. H0
: Diduga tidak terdapat pengaruh pendapatan asli daerah
73
secara parsial terhadap indeks pembangunan manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat perioe tahun 2009-2012. 2.
H1
: Diduga terdapat pengaruh dana bagi hasil secara parsial terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. H0
: Diduga tidak terdapat pengaruh dana bagi hasil secara parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. 3.
H1
: Diduga terdapat pengaruh dana alokasi umum secara parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. H0
: Diduga tidak terdapat pengaruh dana alokasi umum secara parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. 4.
H1
: Diduga terdapat pengaruh dana alokasi khusus secara
74
parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. H0
: Diduga tidak terdapat pengaruh dana alokasi khusus secara parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. 5.
H1
: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil secara simultan terhadap indeks pembangunan manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012.
H0
: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil secara simultan terhadap indeks pembangunan manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012.
75
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisa Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat dari tahun 2009-2012. Dalam penelitian ini menggunakan satu variabel dependen (terikat) dan empat variabel independen (bebas). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, sedangkan untuk variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). B. Metode Penentuan Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010:62). Dalam menentukan jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah cluster sampling atau sampling daerah atau juga sampling wilayah, yaitu salah satu metode penarikan sampel probabilitas di mana sampel-sampel dikelompokkan menurut petak-petak daerah dan setiap petak daerah memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel.
76
Dalam teknik ini, sampel menurut petak daerah memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Penggolongan dalam penelitian ini dilakukan menurut Kabupaten/Kota yang ada dalam penelitian ini, yaitu Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kota Mataram, Kota Bima, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Lombok Utara. C. Metodologi Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan hal yang harus dilakukan dalam penyusunan penelitian ini untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian ini. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka sebagai metode pengumpulan data. Periode data yang digunakan adalah data sekunder tahun 2009-2012 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Statistik Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dan sebagai bahan pendukung digunakan buku referensi, jurnal, surat kabar elektronik, dan beberapa situs resmi yang terkait dengan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat. D. Metode Analisis Data Metode Penelitian ini menggunakan data panel atau pooled data yang merupakan kombinasi dari data time series dan cross-section. Menurut Wibisono dalam Shochrul R Ajija, dkk (2011 : 51), dengan
77
mengakomodasi informasi baik yang terkait dengan variabel-variabel cross-section maupun time series, data panel secara substansial mampu menurunkan masalah omitted-variables, model yang mengabaikan variabel relevan. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan model ekonometrik untuk mendapatkan gambaran hubungan antara variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan alat bantu ekonometrika (software) yaitu eviews. Faktor-faktor yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat digambarkan dengan fungsi sebagai berikut: Yit
= β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e atau
IPMit = β0 + β1PADit + β2DBHit + β3LNDAUit + β4DAKit + etit Dimana : IPMit
: Indeks Pembangunan Manusia di daerah i pada periode t
PADit
: Pendapatan Asli Daerah di daerah i pada periode t
DBHit
: Dana Bagi Hasil di daerah I pada periode t
DAUit
: Dana Alokasi Umum di daerah i pada periode t
DAKit
: Dana Alokasi Khusus di daerah i pada periode t
i
: cross section
t
: time series
β0
: Konstanta
β1 β2 β3 β4 : Koefisien Regresi et
: error term 78
Pada dasarnya penggunaan metode data panel memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: (Wibisono dalam Ajija dkk, 2011:52) 1. Panel data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit dengan mengizinkan variabel spesifik individu. 2. Kemampuan mengontrol heterogenitas individu ini selanjutnya menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. 3. Data panel mendasarkan diri pada observasi cross-section yang berulang-ulang (time series), sehingga metode data panel cocok untuk digunakan sebagai study of dynamic adjustment. 4. Tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informatif, lebih variatif, kolinearitas antar variabel yang semakin berkurang, dan peningkatan derajat bebas atau derajat kebebasan (degrees of freedom-df), sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien. 5. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks. 6. Data panel dapat meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu. Keunggulan-keunggulan tersebut memiliki implikasi pada tidak harus dilakukan pengujian asumsu klasik dalam model data panel.
79
1. Estimasi Regresi dengan Data Panel Model regresi dengan data
panel secara
umum
mengakibatkan kesulitan dalam spesifikasi modelnya. Residualnya akan mempunyai tiga kemungkinan yaitu residual time series, cross section
maupun
gabungan
keduanya.
Maka
terdapat
tiga
pendekatan dalam menggunakan data panel ini yaitu: a) Pooled Least Square (PLS) Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM). Teknik yang paling sederhana untuk mengestimasi data panel adalah hanya dengan mengkombinasikan data time series dan cross section. Dengan hanya menggabungkan data tersebut tanppa melihat perbedaan antar waktu dan individu maka kita bisa menggunakan metode OLS untuk mengestimasi metode data panel. Metode ini dikenal dengan estimasi Common Effect. Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu. (Widarjono, 2013 : 355). b) Fixed Effect Model (FEM) Teknik model fixed effect adalah teknik mengestimasi data panel dengan menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep. Pengertian fixed effect ini didasarkan adanya perbedaan intersep antara cross section namun intersepnya sama antar waktu (time invariant). Disamping itu, model ini juga 80
mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar cross section dan antar waktu (Widarjono, 2013 356). Untuk bisa mengestimasi model fixed effect dimana intersep berbeda antar cross section, maka bisa menggunakan metode teknik variabel dummy untuk menjelaskan intersep tersebut. Model estimasi ini seringkali disebut dengan teknik Least Squares Dummy Variables (LSDV). (Widarjono, 2013:357). c) Random Effect Model (REM) Dimasukannya variabel dummy di dalam model fixed effect bertujuan untuk mewakili ketidaktahuan kita tentang model yang sebenarnya. Namun, ini juga membawa konsekuensi berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya mengurangi efisiensi parameter. Masalah ini bisa diatasi dengan menggunakan variabel gangguan (error terms) dikenal sebagai metode random effect. Di dalam model ini akan mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar individu (Widarjono, 2013 : 359). Adanya korelasi antara variabel gangguan dalam random effect maka metode OLS tidak bisa digunakan untuk mendapatkan estimator yang efisien. Metode yang tepat untuk digunakan dalam mengestimasi model random
effect
adalah
Generalized
Least
Squares
(GLS).
(Widarjono, 2013 : 361) 81
Model Random Effect Model (REM) adalah variasi dari estimasi generalized least square (GLS) (Ajija dkk, 2011:52). Prinsip dasar dari GLS pada dasarnya sama dengan OLS, yaitu meminimumkan jumlah kuadrat penyimpangan atau error nilai-nilai observasi terhadap rata-ratanya. Metode GLS memiliki nilai lebih dibandingkan OLS dalam mengestimasi parameter regresi. Metode OLS yang umum tidak mengasumsikan bahwa varians error adalah homoskedastisitas, pada kenyataannya variaasi data pada data khususnya data time series cenderung heterogen (heteroskedasitas). Metode GLS sudah memperhitungkan heterogenitas yang terdapat pada variabel independen secara eksplisit. 2. Pemilihan Metode Data Panel Dalam pengolahan data panel mekanisme uji untuk menentukan metode pemilihan data panel yang tepat yaitu dengan cara membandingkan metode pendekatan PLS dengan metode pendekatan FEM terlebih dahulu. Jika hasil yang diperoleh menunjukkan model pendekatan PLS yang diterima, maka model pendekatan PLS yang akan dianalisis. Jika model pendekatan FEM yang diterima, maka melakukan perbandingan lagi dengan pendekatan REM. Untuk melakukan model mana yang akan dipakai, maka dilakukan pengujian di antaranya:
82
a) Uji Chow-Test Uji Chow Test yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui apakah model Pooled Least Square
(PLS) atau
Fixed
Effect
Model (FEM) yang akan dipilih untuk estimasi data. Uji ini dapat dilakukan dengan uji restricted F-Test atau uji Chow-Test. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0
: Model PLS (Restricted)
H1
: Model Fixed Effect (Unrestricted) Dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah
dengan menggunakan F-statistik seperti yang dirumuskan sebagai berikut: Chow = (RRSS-URSS)/(N-1) (URSS/(NT-N-K)
Di mana: RRSS
= Restricted Residual Sum Square (merupakan Sum Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode pooled least square/common intercept).
URSS
= Unrestricted Residual Sum Square (merupakan Sum Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect).
N
= Jumlah data cross section 83
T
= Jumlah data time series
K
= Jumlah variabel penjelas Pengujian ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu FN-1,
NT-N-K jika nilai F-test atau Chow Statistik (F-statistik) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang akan digunakan adalah model fixed effect. b) Uji Hausman Test Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah model fixed effect atau random effect yang akan dipilih. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: (Ajija, dkk, 2011:74) H0
: Model Random Effect
H1
: Model Fixed Effect Dasar
penolakan
H0
adalah
dengan
menggunakan
perimbangan statisticChi-Square statistic >Chi-Square tabel maka H0 ditolak (model yang digunakan adalah fixed effect).
3. Uji Hipotesis a) Uji Secara Parsial (Uji Statistik t) Uji t merupakan pengujian terhadap koefisien dari variabel penduga atau variabel bebas. Koefisien penduga perlu berbeda dari nol secara signifikan atau p-value sangat kecil. Uji t biasanya menunjukan 84
seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variabel terikat. Uji t dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai hasil uji (t-statistik) pada hasil regresi dengan ttabel. Jika jika nilai t-stat > t-tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan kata lain, terdapat hubungan atara variabel dependen dan variabel independen. Sebaliknya, jika t-stat < t-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. (Ajija, dkk, 2011:34) b) Uji Secara Simultan (Uji Statistik F) Uji F atau uji model secara keseluruhan dilakukan untuk melihat apakah semua koefisien regresi berbeda dengan nol atau model diterima. Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan Ftabel. Jika nilai F-stat > F-tabel, maka H0 di tolak dan H1 di terima dengan kata lain terdapat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Namun, jika nilai F-statistik < F-tabel, maka H0 di terima dan H1 di tolak dengan kata lain tidak terdapat hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Selain itu, pengujian hipotesis dapat juga dilakukan dengan melihat p-value atau nilai probabilitas dari F-statistik. Konsep ini membandingkan α dengan nilai probabilitas. Jika p-value lebih kecil dari α maka dapat dikatakan bahwa pada taraf keyakinan pada α yang ditetapkan (1%, 5%, atau 10%), variabel dependen dan 85
independen memiliki hubungan (Ajija, dkk, 2011 : 34). c) Uji Adj R2 (Adjusted R Square) Uji koefisien determinasi R2 atau (R2 adjusted). Koefisien determinasi
ini
menunjukkan
kemampuan
garis
regresi
menerangkan variasi variabel terikat [proporsi (persen)] variasi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Nilai R2 atau (R2 adjusted) berkisar antara 0 sampai 1. Semakin mendekati 1, semakin baik. (Ajija, dkk, 2011:34) E. Operasional Variabel Menurut UNDP dalam PGSP (2012 : 1), pembangunan manusia (human development) adalah suatu proses perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging people choice). UNDP juga memperkenalkan suatu indikator yang telah
dikembangkannya,
yaitu
suatu
indikator
yang dapat
menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara terukur dan representatif, yang dinamakan Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Y). IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari tiga indeks dari dimensi yang menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihan-pilihan. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia di 10 Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X1) adalah pendapatan yang diperoleh 86
daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah yang merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung
sebagian
beban
belanja
yang
diperlukan
untuk
penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyatadan bertanggungjawab dapat dilaksanakan (Nurlan Darise, 2009:48). Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) di 10 Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012 (dalam jutaan rupiah). Dana Bagi Hasil (DBH) (X2) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka presentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah bagi hasil (Nurlan Darise, 2009:77). Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data Dana Bagi Hasil (DBH) di 10 Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012 (dalam jutaan rupiah). Dana Alokasi Umum (DAU) (X3) adalah dana yang bersumber dari APBN dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Nurlan Darise 2009:86). Dalam penelitian ini menggunakan data Dana Alokasi Umum di 10 Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012 (dalam jutaan rupiah). 87
Dana Alokasi Khusus (DAK) (X4) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dengan tetap memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN (Nurlan Darise 2009 : 91). Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data Dana Alokasi Khusus (DAK) di 10 Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012 (dalam jutaan rupiah). Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian No
Variabel
Definisi
Satuan
1.
Indeks Pembang unan Manusia (IPM)
Suatu indikator yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara terukur dan representatif.
Indeks
2.
Pendapat an Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Juta rupiah (Rp)
3.
Dana Bagi Hasil (DBH) Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka presentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah bagi hasil. Dana yang bersumber dari APBN dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
Juta rupiah (Rp)
4.
Juta rupiah (Rp)
88
5.
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dengan tetap memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN
Juta rupiah (Rp)
89
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak antara 115o 46’ – 119o 5’ Bujur Timur dan 8o 10’ – 9o 5’ Lintang Selatan. Provinsi ini berbatasan dengan Laut Jawa dan Laut Flores di sebelah utara, Samudera Indonesia di sebelah selatan, Selat Lombok (Provinsi Bali) di sebelah barat, serta Selat Sape (Provinsi NTT) di sebelah timur. Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk ke dalam Kepulauan Nusa Tenggara bersama Bali dan Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu, terdapat persamaan kondisi alam dan budaya dengan Provinsi Bali dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki tempat destinasi kunjungan wisata yang sangat potensial baik wisata alam maupun budaya. Sehingga akan memberikan keuntungan bagi daerah ini. Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas 2 (dua) pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dan ratusan pulau kecil lainnya yang totalnya mencapai 280 pulau. Dari jumlah pulau tersebut, terdapat 32 pulau yang sudah di huni. Luas Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 20.153,15 KM2. Ibu kota Provinsi terletak di Kota Mataram, Pulau Lombok. Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari 10 Kabupaten/Kota, 116 Kecamatan, serta 1.085 Desa/Kelurahan. 10 Kabupaten/Kota yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok 90
Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa Barat, Kota Mataram, Kota Bima, dan Kabupaten Lombok Utara. Berdasarkan Survei ekonomi nasional, pada tahun 2010, Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki jumlah penduduk sebanyak 4.500.212 yang terdiri dari 2.183.646 laki-laki dan 2.316.566 perempuan. Wilayah yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kabupaten Lombok Timur dengan 1.105.582 jiwa, sedangkan penduduk paling sedikit berada di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat dengan jumlah penduduk sebesar 114.951 jiwa. B. Penemuan dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif a. Analisis
Deskriptif
Indeks
Pembangunan
Manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Menurut UNDP dalam PGSP (2012:1), pembangunan manusia adalah upaya untuk menciptakan perluasan pilihan bagi penduduk. Perluasan pilihan tersebut meliputi pilihan untuk berumur panjang dan sehat, berilmu pengetahuan, mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak, memiliki kebebasan untuk berpolitik, serta jaminan perlindungan atas hak asasi manusia dan harga diri.
91
Secara singkat dapat dikatakan bahwa penggunaan konsep pembangunan
manusia
dimaksudkan
untuk
mengetahui
dan
mengidentifikasi seberapa besar kemajuan pembangunan di bidang kesejahteraan manusia (penduduk) dalam berbagai dimensi. Untuk mengetahui perkembangan kesejahteraan rakyat dibutuhkan indikator yang dapat mengkaji kemajuan atau progres pembangunan daerah. Salah satu alternatif untuk mengukur kinerja pembangunan suatu Negara atau daerah adalah dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Gambar 4.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode Tahun 2009-2012
80 Kab.Bima
70
Kab.Dompu
60
Kab.Lombok Barat
50
Kab.Lombok Tengah
40
Kab.Lombok Timur
30
Kab.Sumbawa
20
Kota Mataram Kota Bima
10
Kab.Sumbawa Barat
0 2009
2010
2011
2012
Kab.Lombok Utara
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
92
Gambar 4.1 menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami kenaikan setiap tahunnya. Ini menunjukkan indeks pembangunan manusia yang secara umum menangkap kinerja pembangunan manusia dalam dimensi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi terus mengalami peningkatan. IPM tertinggi berada di Kota Mataram, sedangkan IPM terendah terdapat di Kabupaten Lombok Utara. b. Analisis
Deskriptif
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Dalam UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah sendiri yang perlu ditingkatkan untuk menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintah dan kegiatan pembangunan (Darise, 2009:48).
93
Gambar 4.2 Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode Tahun 2009-2012 140,000,000,000
Kab.Bima
120,000,000,000
Kab.Dompu
100,000,000,000
Kab.Lombok Barat Kab.Lombok Tengah
80,000,000,000
Kab.Lombok Timur
60,000,000,000
Kab.Sumbawa
40,000,000,000
Kota Mataram
20,000,000,000
Kota Bima Kab.Sumbawa Barat
2009
2010
2011
Kab.Lombok Utara
2012
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah)
Gambar 4.2 menunjukkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami fluktuasi selama empat tahun terakhir. Jika dilihat secara keseluruhan kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami kenaikan, ini
menunjukkan
bahwa
pemerintah
memaksimalkan potensi daerahnya.
daerah
mampu
untuk
Tetapi ada daerah yang
mengalami penurunan yaitu, daerah Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Sumbawa Barat. Di Tahun 2012, Pendapatan Asli Daerah Tertinggi berada di daerah Kabupaten Lombok Barat sedangkan Pendapatan Asli Daerah Terendah berada di Kabupaten Lombok Barat. 94
c. Analisis Deskriptif Dana Bagi Hasil (DBH) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Di dalam UU No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan bantuan yang bersifat blok (block grants), artinya penggunaan dari sumber dana itu ditentukan sendiri oleh daerah berdasarkan prioritas daerah dan tidak ada intervensi dari pemerintah pusat. Gambar 4.3 Dana Bagi Hasil (DBH) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode Tahun 2009-2012 160,000,000,000 Kab.Bima
140,000,000,000
Kab.Dompu
120,000,000,000
Kab.Lombok Barat
100,000,000,000
Kab.Lombok Tengah
80,000,000,000
Kab.Lombok Timur
60,000,000,000
Kab.Sumbawa
40,000,000,000
Kota Mataram Kota Bima
20,000,000,000
Kab.Sumbawa Barat
2009 2010 2011 2012
Kab.Lombok Utara
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah)
95
Gambar 4.3 menunjukkan Dana Bagi Hasil (DBH) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat secara keseluruhan mengalami peningkatan. Daerah yang mengalami penurunan DBH adalah Kabupaten Dompu dan Kabupaten Sumbawa. Kenaikan DBH menunjukkan penerimaan daerah yang berasal dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam jumlahnya relatif besar, sebaliknya penurunan DBH menunjukkan penerimaan daerah yang berasal dana DBH pajak dan sumber daya alam jumlahnya relatif lebih kecil. Di tahun 2012, Dana Bagi Hasil tertinggi terdapat di Kabupaten Sumbawa Barat dan Dana Bagi Hasil terendah terdapat di Kabupaten Lombok Utara. d. Analisis Deskriptif Dana Alokasi Umum di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Dalam UU No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum merupakan bantuan bersifat blok (block grants) sama seperti DBH. Selain itu, Dana Alokasi Umum sering disebut bantuan tak bersyarat (unconditional grants) karena merupakan jenis transfer antar tingkat
96
pemerintah yang tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu (Lugastro dan Ananda, 2013:6). Gambar 4.4 Dana Alokasi Umum (DAU) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode Tahun 2009-2012 900,000,000,000 800,000,000,000
Kab.Bima
700,000,000,000
Kab.Dompu Kab.Lombok Barat
600,000,000,000
Kab.Lombok Tengah
500,000,000,000
Kab.Lombok Timur
400,000,000,000
Kab.Sumbawa
300,000,000,000
Kota Mataram
200,000,000,000
Kota Bima
100,000,000,000
Kab.Sumbawa Barat
2009 2010 2011 2012
Kab.Lombok Utara
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah)
Gambar 4.4 menunjukkan Dana Alokasi Umum (DAU) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara keseluruhan penerimaan
daerah
berupa Dana Alokasi
Umum
mengalami
peningkatan. Penerima DAU tertinggi di tahun 2012 terdapat di Kabupaten Lombok Timur, hal ini disebabkan karena di daerah Kabupaten Lombok Timur penerimaan yang berasal dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam relatif kecil, sehingga akan mendapatkan Dana Alokasi Umum yang lebih besar. Peningkatan 97
DAU ini juga dapat dikaitkan dengan diikutkannya IPM sebagai salah satu alokator Dana Alokasi Umum (DAU) untuk mengatasi kesenjangan keuangan wilayah (fiscal gap).(BPS, 2008:4). e. Analisis
Deskriptif
Dana
Alokasi
Khusus
(DAK)
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Dana Alokasi Khusus (DAK) menurut UU No 33 Tahun 2004 adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Gambar 4.5 Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode Tahun 2009-2012 120,000,000,000 Kab.Bima 100,000,000,000
Kab.Dompu Kab.Lombok Barat
80,000,000,000
Kab.Lombok Tengah
60,000,000,000
Kab.Lombok Timur Kab.Sumbawa
40,000,000,000
Kota Mataram
20,000,000,000
Kota Bima Kab.Sumbawa Barat
2009 2010 2011 2012
Kab.Lombok Utara
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data dioalah)
98
Gambar 4.5 menunjukkan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami fluktuasi. Penerimaan DAK terendah terdapat di Kabupaten Lombok Utara pada tahun 2009, hal ini terjadi karena Kabupaten Lombok Utara merupakan daerah pemekaran di tahun 2008. Di tahun 2012, Dana Alokasi Khusus (DAK) tertinggi berada di Kabupaten Lombok Timur dan terendah berada di Kota Bima. 2. Estimasi Model Data Panel a. Pendekatan Pooled Least Square (PLS) Pengolahan data pertama menggunakan pendekatan Pooled Least Square (PLS), yang digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk melakukan uji F-Restriced. Dari hasil pengolahan E-views 7 didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.1 Regresi Pooled Least Square (PLS) R-squared
0.129710
Adjusted R-squared
0.030249
Sumber: data diolah. Lampiran 2
Nilai Adjusted R-Squared sebesar 0.030249, yang mempunyai arti bahwa variasi dalam variabel independen dapat dijelaskan sebesar 3.02% dari variabel dependen.
99
b. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM) Setelah dilakukan pengolahan data dengan metode Pooled Least Square (PLS), selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan pendekatan Fixed Effect Model (FEM). Dari pengolahan E-views 7 didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.2 Regresi Fixed Effect Model (FEM) R-suared
0.992497
Adjusted R-squared
0.988746
Sumber: data diolah. Lampiran 3
Nilai Adjusted R-Squared sebesar 0.988746, yang mempunyai arti bahwa variasi dalam variabel independen dapat dijelaskan sebesar 98.87% dari variabel dependen. c. Pendekatan Random Effect Model (REM) Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode Pooled Least Square (PLS) dan Fixed Effect Model (FEM), maka selanjutnya dilakukan uji pendekatan Random Model Effect (REM). Dari pengolahan E-views 7 didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.3 Regresi Random Effect Model (REM) R-suared
0.816001
Adjusted R-squared
0.794972
Sumber: data diolah. Lampiran 4
100
Nilai Adjusted R-Squared sebesar 0.988746, yang mempunyai arti bahwa variasi dalam variabel independen dapat dijelaskan sebesar 79.49% dari variabel dependen.
3. Memilih Model Data Panel a. PLS vs FEM (Uji Chow) Uji Chow yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui apakah model Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model (FEM) yang akan dipilih untuk estimasi data. Uji ini dapat dilakukan dengan uji restricted F-Test atau uji Chow-Test. dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: Hο : Model PLS (Restriced) H1 : Model FEM (Unretriced) Dari hasil regresi berdasarkan metode Pooled Least Square (PLS) dan Fixed Effect Model (FEM) diperoleh F-statistik yakni sebagai berikut: Tabel 4.4 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 332.204347 190.141474
d.f.
Prob.
(9,26) 9
0.0000 0.0000
101
Dari tabel 4.4 di atas diperoleh nilai F-statistik sebesar 332.204347 dengan nilai F-tabel pada df (9,26) α = 5% adalah 2,27 sehingga nilai F-statistik > nilai F-tabel, maka H0 ditolak sehingga model data panel yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model. b. FEM vs REM (Uji Hausman) Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah Fixed Effect Model atau Random Effect Model yang akan dipilih. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : Model REM H1 : Model FEM Dari hasil regresi berdasarkan metode Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model diperoleh F-statistik yakni sebagai berikut: Tabel 4.5 Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
3.579512
4
0.4659
Dari tabel diatas diperoleh nilai Chi-Square statistic sebesar 3.579512 dengan nilai Chi-square tabel pada df (4) α = 5% adalah
102
9.48773 sehingga nilai Chi-Square statistik < nilai Chi-Square tabel, maka H0 diterima sehingga model data panel yang dapat digunakan adalah Random Effect Model. 4. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah ditetapkan diterima atau ditolak secara statistik, pengujian hipotesis ini dilakukan dengan uji statistik t dan Uji Adj R2 (Adjusted R Squared). Model penelitian ini menggunakan Random Effect Model ini dapat dijelaskan melalui persamaan sebagai berikut: IPMit
=
-70.5933139859
0.718794506273*DBHit
– +
0.0245855108748*PADit
+
4.50102207723*DAUit
–
0.0422274600412*DAKit + eit Dimana: IPMit
= Indeks Pembangunan Manusia daerah i periode t
PADit
= Pendapatan Asli Daerah daerah i periode t
DBHit
= Dana Bagi Hasil daerah i periode t
DAUit
= Dana Alokasi Umum daerah i periode t
DAKit
= Dana Alokasi Khusus daerah i periode t
e
= error term 103
Dari persamaan regresi yang telah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a)
Jika variabel-variabel independen dianggap konstan atau bernilai nol, artinya variabel independen tidak terjadi peningkatan atau penurunan maka besarnya indeks pembangunan manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar -70.5933139859 atau -70.59.
b)
Nilai koefisisen regresi variabel pendapatan asli daerah sebesar 0.0245855108748, yang berarti setiap kenaikan pendapatan asli daerah sebesar 1% maka akan menurunkan indeks pembangunan manusia sebesar 0.024.
c)
Nilai koefisien regresi variabel dana bagi hasil sebesar 0.718794506273, yang berarti setiap kenaikan dana bagi hasil sebesar 1% maka akan menaikan indeks pembangunan manusia sebesar 0.718.
d)
Nilai
koefisien
variabel
dana
alokasi
umum
sebesar
4.50102207723, yang berarti setiap kenaikan dana alokasi umum sebesar 1% maka akan meningkatkan indeks pembangunan manusia sebesar 4.5. e)
Nilai koefisien variabel dana alokasi khusus sebesar – 0.0422274600412, yang berarti setiap kenaikan dana alokasi khusus sebesar 1% maka akan menurunkan indeks pembangunan manusia sebesar 0.042. 104
a. Uji t dan Interpretasi Hasil Analisis Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap variabel dependen yaitu Indeks Pembangunan Manusia secara parsial. Uji t digunakan untuk membuktikan hipotesis yang telah dibuat. Selain melihat uji t dari nilai t-statistic, uji t dapat dilihat melalui nilai probabilitas t-statistic. Jika nilai probabilitas t-statistic lebih besar dari α = 5% maka H0 diterima Ha ditolak, namun jika lebih kecil dari α = 5% maka H0 ditolak Ha diterima. Tabel 4.6 Uji t Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-70.59331
15.02636
-46997964
0.0000
PAD
-0.024586
0.279288
-0.088029
0.9304
DBH
0.718795
0.367114
1.957958
0.0582
DAU
4.501022
0.670796
6.709972
0.0000
DAK
-0.042227
0.189251
-0.223130
0.8247
Keterangan : PAD
= Pendapatan Asli Daerah
DBH
= Dana Bagi Hasil
105
DAU
= Dana Alokasi Umum
DAK
= Dana Alokasi Khusus
Tabel 4.6 merupakan hasil dari pengujian variabel independen yaitu pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus secara parsial. Penelitian ini menggunakan α = 5% atau α = 0,05. Adapun hipotesisnya sebagai berikut : 1.
H1
: Diduga terdapat pengaruh pendapatan asli daerah secara parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. H0
: Diduga tidak terdapat pengaruh pendapatan asli daerah secara parsial terhadap indeks pembangunan manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012.
2.
H1
: Diduga terdapat pengaruh dana bagi hasil secara parsial terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. H0
: Diduga tidak terdapat pengaruh dana bagi hasil secara
106
parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. 3.
H1
: Diduga terdapat pengaruh dana alokasi umum secara parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. H0
: Diduga tidak terdapat pengaruh dana alokasi umum secara parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. 4.
H1
: Diduga terdapat pengaruh dana alokasi khusus secara parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. H0
: Diduga tidak terdapat pengaruh dana alokasi khusus secara parsial
terhadap
indeks
pembangunan
manusia
di
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. Berdasarkan hasil regresi yang diperoleh pada tabel 4.6 maka pembuktian dari hipotesis yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut: 107
1) Nilai probabilitas t-Statistic variabel pendapatan asli daerah sebesar 0.9304 lebih besar dari 0,05 yang berarti H0 diterima dan H1 ditolak. 2) Nilai probabilitas t-Statistic variabel dana bagi hasil sebesar 0.0582 lebih besar dari 0,05 yang berarti H0 diterima dan H1 ditolak. 3) Nilai probabilitas t-Statistic variabel dana alokasi umum sebesar 0.000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima. 4) Nilai probabilitas t-Statistic variabel dana alokasi khusus sebesar 0.8247 lebih besar dari 0,05 yang berarti H0 diterima dan H1 ditolak. b. Uji F dan Interpretasi Hasil Analisis Untuk menguji apakah variabel bebas berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikatnya, maka digunakan uji-F dengan melihat probabilitas dan F-statistic.
Dari hasil regresi diperoleh
38.80456 dengan probabilitas F-statistic sebesar 0.000000 yang berarti lebih kecil dari α = 5%. Adapun hipotesisnya sebagai berikut: H1
: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil secara simultan terhadap indeks pembangunan manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012.
108
H0
: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil secara simultan terhadap indeks pembangunan manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012.
109
Tabel 4.7 Hasil Regresi Random Effect Model Dependent Variable: IPM Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 08/10/14 Time: 23:22 Sample: 2009 2012 Periods included: 4 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 40 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPAD LNDBH LNDAU LNDAK
-70.59331 -0.024586 0.718795 4.501022 -0.042227
15.02636 0.279288 0.367114 0.670796 0.189251
-4.697964 -0.088029 1.957958 6.709972 -0.223130
0.0000 0.9304 0.0582 0.0000 0.8247
Effects Specification Cross-section random Idiosyncratic random
S.D. 4.622819 0.397881
Rho 0.9926 0.0074
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.816001 0.794972 0.395484 38.80456 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2.809357 0.873418 5.474256 1.686051
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
-0.335535 732.6660
Mean dependent var Durbin-Watson stat
65.34200 0.012598
Melihat nilai probabilitas dari F-statistic pada tabel 4.7 yang lebih kecil dari α = 5%, maka H1 diterima dan H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah (X1), Dana
110
Bagi Hasil (X2), Dana Alokasi Umum (X3), dan Dana Alokasi Khusus (X4) berpengaruh signifikan sebesar
38.8% terhadap Indeks
Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat secara simultan. c. Uji Adj R2 (Adjusted R Square) Berdasarkan hasil analisis regresi data panel, didapatkan koefisien determinasi sebesar 0.794972. Hal ini berarti 79.49% Indeks pembangunan manusia di 10 Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012 dapat dijelaskan oleh variabel pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Sedangkan sisanya yaitu 20.51% variabel indeks pembangunan manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
111
d. Interpretasi Hasil Analisis Tabel 4.8 Interpretasi Random Effect Model 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CROSSID Kab. Bima Kab. Dompu Kab. Lombok Barat Kab.Lombok Tengah Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa Kota Mataram Kota Bima Kab. Sumbawa Barat Kab. Lombok Utara
Effect -0.840692 1.522049 -3.464922 -6.060552 -5.015986 0.034137 7.541748 5.291437 3.592448 -2.599667
Dapat dilihat pada tabel 4.8 bahwa 10 kabupaten dan kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki pengaruh individu yang berbeda-beda untuk setiap perubahan pada jumlah pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. 1) Kabupaten Bima Nilai koefisien Random Effect Model di Kabupaten Bima adalah -0.840692 sedangkan nilai C adalah -70.59331, ini berarti bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga Kabupaten Bima akan
112
mendapatkan pengaruh individu terhadap indeks pembangunan manusia sebesar -71.434002%. 2) Kabupaten Dompu Nilai koefisien Random Effect Model di Kabupaten Dompu adalah 1.522049 sedangkan nilai C adalah -70.59331, ini berarti bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga Kabupaten Dompu akan mendapatkan pengaruh individu terhadap indeks pembangunan manusia sebesar -69.071261%. 3) Kabupaten Lombok Barat Nilai koefisien Random Effect Model di Kabupaten Lombok Barat adalah -3.464922 sedangkan nilai C adalah -70.59331, ini berarti bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga Kabupaten Lombok Barat akan mendapatkan pengaruh individu terhadap indeks pembangunan manusia sebesar -74.058232%. 4) Kabupaten Lombok Tengah Nilai koefisien Random Effect Model di Kabupaten Lombok Tengah adalah -6.06552 sedangkan nilai C adalah -70.59331, ini berarti bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, 113
dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga Kabupaten Lombok Tengah akan mendapatkan pengaruh individu terhadap indeks pembangunan manusia sebesar -76.65883%. 5) Kabupaten Lombok Timur Nilai koefisien Random Effect Model di Kabupaten Lombok Timur adalah -5.015986 sedangkan nilai C adalah -70.59331, ini berarti bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga Kabupaten Lombok Timur akan mendapatkan pengaruh individu terhadap indeks pembangunan manusia sebesar -75.609296%. 6) Kabupaten Sumbawa Nilai koefisien Random Effect Model di Kabupaten Sumbawa adalah 0.034137 sedangkan nilai C adalah -70.59331, ini berarti bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga Kabupaten Sumbawa akan mendapatkan pengaruh individu terhadap indeks pembangunan manusia sebesar -70.559173%.
114
7) Kota Mataram Nilai koefisien Random Effect Model di Kota Mataram adalah 7.541748 sedangkan nilai C adalah -70.59331, ini berarti bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga Kota Mataram akan mendapatkan pengaruh individu terhadap indeks pembangunan manusia sebesar -63.051562%. 8) Kota Bima Nilai koefisien Random Effect Model di Kota Bima sebesar 5.291437 sedangkan nilai C adalah -70.59331, ini berarti bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga Kota Bima akan mendapatkan pengaruh individu terhadap indeks pembangunan manusia sebesar -65.301873%. 9) Kabupaten Sumbawa Barat Nilai koefisien Random Effect Model di Kabupaten Sumbawa Barat sebesar 3.592448 sedangkan nilai C adalah -70.59331, ini berarti bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga Kabupaten Sumbawa 115
Barat akan mendapatkan pengaruh individu terhadap indeks pembangunan manusia sebesar -67.000862%. 10) Kabupaten Lombok Utara Nilai koefisien Random Effect Model di Kabupaten Lombok Utara sebesar -2.599667 sedangkan nilai C adalah -70.59331, ini berarti bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus baik antar daerah maupun antar waktu, sehingga Kabupaten Lombok Utara akan mendapatkan pengaruh individu terhadap indeks pembangunan manusia sebesar -73.192977%. e. Analisis Ekonomi Berdasarkan perhitungan statistik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa regresi yang dihasilkan cukup baik untuk menjelaskan pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusu terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012. Namun, dari seluruh variabel yang diteliti tidak semua variabel berpengaruh signifikan dan positif, tetapi ada variabel yang tidak signifikan dan berpengaruh negatif.
116
1) Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pendapatan asli daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah selain dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. Dalam UU No. 33 Tahun 2004, pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Selain itu, pendapatan asli daerah merupakan salah satu sumber pendapatan yang cukup diandalkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota, karena dana ini murni digali sendiri dan dapat digunakan sepenuhnya untuk dimanfaatkan sesuai prioritas daerah dalam
menjalankan
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pembangunan daerah (Soeratno dalam Purwadinata, 2012 : 11). Sumber-sumber pendapatan asli daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Semakin besar penerimaan dari sumber-sumber pendapatan asli daerah tersebut maka akan semakin besar pendapatan asli daerahnya. Dalam Darise, (2009: 48) pendapatan asli daerah merupakan sumber penerimaan daerah sendiri yang perlu ditingkatkan untuk menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintah dan kegiatan 117
pembangunan. Oleh karena itu peningkatan pendapatan asli daerah sangat berguna untuk pembangunan suatu daerah dan dapat mengurangi ketergantungan kepada pemerintah. Di tahun 2012, sumber utama pendapatan asli daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah berasal dari pajak daerah yaitu sebesar 69,95%. Sedangkan, retribusi daerah memiliki subangan PAD terkecil yaitu sebesar 1,96%. Dan sisanya yaitu yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah sebesar 11,20%, dan dari lain-lain pendapatan yang sah sebesar 16,89%. Dengan besarnya sumber penerimaan pendapatan asli daerah yang berasal dari pajak, pendapatan tersebut dapat digunakan untuk keperluan belanja pemerintah daerah dan sebagai pendukung kegiatan
pembangunan
di
daerahnya.
Sehingga
dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun
dalam
penelitian
ini
pendapatan
asli
daerah
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. Menurut penulis hal ini disebabkan karena pemerintah serta masyarakat tidak mampu untuk mengalokasikan dan memanfaatkan potensi yang ada didaerah tersebut yang dapat meningkatkan
sumber
penerimaan
daerah
terutama
untuk
pendapatan asli daerah tersebut. Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki posisi yang menguntungan karena terletak diantara 118
daerah tujuan wisata yaitu Bali, Pulau Komodo, Tana Toraja, dan Pulau
Lombok
yang
terletak
di
jalur perhubungan
laut
internasional. Provinsi Nusa Tenggara Barat juga memiliki tempat wisata yang menarik karena keindahan alamnya terutama pantai dan daerah pegunungan. Dengan banyaknya daerah wisata yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat, pendapatan dari sektor pariwisata dapat meningkatkan pendapatan daerah terutama dari pajak dan retribusi daerah. Ditinjau dari kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah sampai saat ini terjadi ketimpangan yang relatif besar terhadap distribusi kewenangan perpajakan antar pemerintah pusat dan daerah yang tercermin dari jumlah penerimaan pajak yang tidak berdampak besar bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), karena pembiayaan kebutuhan di sebagian besar daerah pada kenyataannya hanya memiliki PAD kurang dari 10% dan hal ini sangat bervariasi disetiap daerah yakni antara 10% - 50%. (Purwadinata, 2012: 5). Keadaan PAD yang hanya menyumbang 10% dari total rata-rata APBD akan membuat peningkatan IPM dari variabel PAD menjadi semakin sulit. Hal inilah yang membuat pendapatan
asli
daerah
tidak
signifikan
terhadap
indeks
pembangunan manusia.
119
2) Dana Bagi Hasil terhadap Indeks Pembangunan Manusia Dana bagi hasil menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil terdiri dari dana bagi hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak, yaitu pajak bumi dan bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21. Sedangkan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam, berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. Dana bagi hasil yang bersifat block grants, yaitu penggunaan dari sumber dana itu ditentukan sendiri oleh daerah beradasarkan prioritas daerah dan tidak ada intervensi dari pemerintah pusat. Dengan sifat tersebut, pengelolaan dana bagi hasil bisa tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh daerah untuk pembangunan daerahnya. Di dalam penelitian ini dana bagi hasil berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. menurut penulis hal ini dapat disebabkan karena dana bagi hasil terdiri dari 120
beberapa komponen, dana bagi hasil tersebut digunakan untuk berbagai keperluan yang dibutuhkan komponen tersebut tidak hanya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat atau peningkatan indeks pembangunan manusia sehingga variabel dana bagi hasil menjadi tidak signifikan terhadap IPM. Hasil ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan Decta Pitron Lugastro dan Candra Fajri Ananda tentang Analisis Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Dalam penelitian tersebut variabel dana bagi hasil berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap indeks
pembangunan manusia. 3) Dana Alokasi Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di dalam UU No. 33 Tahun 2004, dana alokasi umum adalah dana yang bersuber dari APBN dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana aslokasi umum juga bersifat block grants, yaitu penggunaan dari sumber dana itu ditentukan sendiri oleh daerah beradasarkan prioritas daerah dan tidak ada intervensi dari pemerintah pusat. Dengan sifat tersebut, pengelolaan dana bagi hasil bisa tepat sasaran dan sesuai dengan
kebutuhan
yang
diperlukan
oleh
daerah
untuk
pembangunan daerahnya. 121
Jika dilihat dana alokasi umum memiliki jumlah yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini, seperti pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dan dana alokasi khusus. Hal ini dapat terjadi karena proporsi DAU untuk provinsi sebesar 10%, sedangakan proporsi DAU untuk kabupaten/kota sebesar 90%. Dalam BPS mengenai Indeks Pembangunan Manusia (2008 : 4), saat ini pemerintah sangat perhatian dengan isu pembangunan manusia. hal ini ditandai dengan diikutkannya IPM sebagai salah satu alokator dana alokasi umum (DAU) untuk mengatasi kesenjangan keuangan wilayah. Seharusnya, wilayah dengan IPM rendah secara perlahan dapat mengejar ketertinggalannya karena memperoleh alokasi dana yang berlebih, dengan kata lain semakin tinggi dana alokasi umum maka akan semakin menaikan angka indeks pembangunan manusia. meskipun demikian, hal itu masih sangat tergantung dengan strategi pembangunan yang dijalankan oleh wilayah tersebut. Dalam penelitian ini, dana alokasi umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Lilis Setyowati dan Yohana Kus Suparwati tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD, terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan 122
Pengalokasian
Anggaran
Belanja
Modal
sebagai
Variabel
Intervening (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah). Dari penelitian tersebut menunjukkan variabel Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia. 4) Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia Menurut UU No. 33 Tahun 2004, dana alokasi khusus adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiata khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pengalokasian DAK memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN, yang berarti besaran DAK tidak dapat dipastikan setiap tahunnya. Dana alokasi khusus merupakan dana yang penggunaannya sudah ditentukan sebagai dana infrastruktur, yaitu belanja modal untuk membiayai investasi pengadaan dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang. Oleh karena itu peningkatan dana alokasi khusus dapat meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) (lugastro dan Ananda, 2013 : 14). Namun dalam penelitian ini, variabel dana alokasi khusus berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap indeks 123
pembangunan manusia. Menurut penulis hal ini dapat terjadi karena pada tahun 2012 proporsi DAK di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 3,42% dari total dana transfer pusat sebesar 65,87%. Dengan presentase yang relatif kecil tersebut dana alokasi khusus dialokasikan
untuk
berbagai
bidang,
diantaranya
bidang
pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur pemerintahan lingkungan
air
minum,
daerah, hidup,
infrastruktur
kelautan
keluarga
dan
sanitasi,
prasarana
perikanan,
pertanian,
berencana,
kehutanan,
sarana
perdagangan, sarana dan prasarana daerah tertinggal, energi perdesaan, perumahan dan permukiman, keselamatan transportasi darat, transportasi perdesaan, serta sarana dan prasarana kawasan perbatasan. Selain itu, Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki jumlah penerimaan dari DAU lebih besar dari penerimaan lain yang terdapat dalam penelitian ini, hal ini dapat terjadi karena daerah kabupaten/kota yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki kemampuan fiskal yang rendah oleh karena itu mendapatkan DAU yang lebih besar. Sementara itu sebagian besar penggunaan DAU dipakai untuk gaji pegawai dan belanja tidak langsung lainnya bukan untuk peningkatan IPM, karena IPM menjadi salah satu alokator dana alokasi umum. Dengan 124
penggunaan DAU tersebut maka pendanaan melalui DAK menjadi salah satu tumpuan untuk mewujudkan sasaran pembangunan yang salah satunya peningkatan pembangunan manusia atau IPM. Hal inilah yang membuat dana alokasi khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
125
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas sebelumnya, penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode Tahun 2009-2012, adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil regresi data panel dengan menggunakan Random Effect Model dijelaskan bahwa secara parsial pendapatan asli daerah tidak signifikan terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini dapat terjadi karena pemerintah dan masyarakat kurang mengoptimalkan potensi yang terdapat di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain itu, kualitas dari sumber daya manusia juga masih juga masih cukup rendah. 2. Secara parsial dana bagi hasil berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2009-2012 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini dapat diasumsikan bahwa semakin besar dana bagi hasil akan meningkatkan indeks pembangunan manusia tetapi tidak signifikan. 3. Secara parsial dana alokasi umum berpengaruh signifikan dan positif terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 126
2009-2012 pada tingkat kepercayaan 95%. Dimana variabel dana alokasi umum berpengaruh signifikan dan positif sebesar 4.501022, yang berarti setiap kenaikan dana alokasi umum sebesar 1% maka akan meningkatkan indeks pembangunan manusia sebesar 4.5. 4. Secara parsial dana alokasi khusus tidak signifikan terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 20092012 pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini dapat terjadi karena proporsi DAK di tahun 2012 pada APBD Provinsi NTB yang tergolong kecil yaitu sebesar 3,42% . B. Saran 1. Di dalam penelitian ini Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia, hal ini dapat dikarenakan karena pemerintah dan masyarakat kurang mampu untuk mengoptimalkan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, oleh karena itu pemerintah harus memiliki program yang tepat atau efektif untuk meningkatkan penerimaan daerahnya yaitu dengan membangun fasilitas atau infrastruktur, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusianya dengan mengadakan pelatihan keterampilan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Dengan hal tersebut di harapkan pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama dengan pengelolaan serta pengawasan yang baik dapat membantu meningkatkan penerimaan daerahnya melalui pendapatan asli daerah dan dapat meningkatkan indeks pembangunan manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat. 127
2. Dana bagi hasil dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi. Dalam pengelolaan maupun penggunaan dana bagi hasil merupakan wewenang pemerintah daerah. Dengan pengelolaan dan pengawasan yang baik maka dana bagi hasil dapat meningkatkan indeks pembangunan manusia di provinsi Nusa Tenggara Barat. 3. Dana alokasi umum dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi. IPM menjadi salah satu alokator dana alokasi umum untuk mengatasi kesenjangan wilayah. Oleh karena itu, dengan pengalokasian dan pengawaasan yang baik dan tepat ,maka dana alokasi umum dapat meningkatkan indeks pembangunan manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat. 4. Dana alokasi khusus dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dengan pengalokasian dan pengawasan yang tepat diharapkan dana alokasi khusus dapat digunakan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat tepat sasaran untuk mendanai kegiatan di daerah tertentu, sehingga dapat meningkatkan indeks pembangunan manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
128
DAFTAR PUSTAKA
Azwardi dan Abukosim.2007. Pengelolaan Keuangan Pedesaan Dalam Mendorong Pembangunan Wilayah Pedesaan: Suatu Tinjauan Teoritis. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Volume 5, Nomor 2, Desember 2007. Badrudin, Rudy. 2011. Effect of Fiscal Decentralization on Capital Expenditure, Growth, and Welfare. Economic Journal of Emerging Markets. December 2011 3(3) 211-223. BAPPENAS. 2011. Analisis Perspektif, Permasalahan dan Dampak Dana Alokasi Khusus (DAK) White Paper. BAPPENAS : Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2008. Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007. BPS : Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2011. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Banten. BPS : Banten. Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Daerah Provinsi NTB. BPS : NTB. Chalid, Pheni. 2005. Keuangan daerah, investasi, dan desentralisasi, tantangan dan hambatan. Jakarta:kemitraan. Darise, Nurlan. 2009. Pengelolaan Keuangan Daerah. PT Indeks: Jakarta. Decentralization Support Facility. 2010. Laporan Penelitian Dana Transfer Pusat ke Daerah. Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Ketiga Jilid I. Erlangga : Jakarta. Harahap, Riva Ubar. 2010. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada
129
Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatra Utara, Sumatra Utara. Hermawan, Dudi. 2007. Analisis Pelaksanaan desentralisasi Fiskal Terhadap Pemerataan Kemampuan Keuangan dan Kinerja Pembangunan Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi Banten). Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat. Kusreni, Sri dan Sultan Suhab. 2009. Kebijaksanaan APBD dan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan. DIE- Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen Volume 5 Nomor 3. April 2009. Lugastro, Decta Pitron. 2013. Analisis Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur. Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2009. C.V Andi Offset: Yogyakarta. Maulana, Delly. 2011. Analisis Penelusuran Anggaran APBD Provinsi Banten di Sektor Pembangunan Sumber Daya Manusia. Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011. Universitas Serang Raya, Serang, Banten. Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 180/PMK.07/2013 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2014. Prassetya, Rully. 2013. Fiscal Decentralization, Governance, and Development: The Case of Indonesia. Proceeding of The 1st Annual International Scholars Conference in Taiwan. Pratowo, Nur Isa. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Studi Ekonomi Indonesia. Universitas Sebelas Maret, Jawa Tengah. 130
Provincial Governance Strengthening Programme. 2012. Panduan Penyusunan Laporan Pembangunan Manusia Tingkat Provinsi (LPMP). PGSP Project Management Unit: Jakarta Pusat. Purwadinata, Subhan. 2012. Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah dan Strategi Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah. Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia, Konsep & Aspek Formal. Graha Ilmu: Yogyakarta. Rosadi, Dede. 2012. Ekonometrika & Analisis Runtun Waktu Terapan. C.V Andi Offset: Yogyakarta. Setyowati, Lilis dan Yohana Kus Suparwati. 2012. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah). Prestasi Vol. 9 No. 1 – Juni 2012. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat. WIdarjono, Agus. 2013. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya disertai Panduan Eviews. UPP STIM YKPN : Yogyakarta www.djpk.kemenkeu.go.id, Di akses pada tanggal 10 April 2014. Data Series www.bps.go.id, Di akses pada tanggal 4 Januari 2014. Indeks Pembangunan Manusia
130
Lampiran 1 Data Daerah kabbima kabbima kabbima kabbima kabdompu kabdompu kabdompu kabdompu kablombar kablombar kablombar kablombar kablomteng kablomteng kablomteng kablomteng kablomtim kablomtim kablomtim kablomtim kabsumb kabsumb
Tahun
IPM
2009
64.81
2010
65.18
2011
65.74
2012
66.52
2009
64.93
2010
65.51
2011
66.7
2012
67.58
2009
61.27
2010
61.71
2011
62.5
2012
63.19
2009
60.26
2010
60.73
2011
61.66
2012
62.57
2009
62.21
2010
62.68
2011
63.93
2012
64.91
2009
65.72
2010
66.07
PAD
DBH
DAU
DAK
20,024,000,000
35,080,000,000
440,308,000,000
59,167,000,000
23,052,319,479
23,307,609,327
449,582,361,000
56,571,400,000
43,093,600,632
34,321,682,307
515,830,730,000
54,220,900,000
61,446,188,328
36,017,374,964
618,722,430,000
63,393,380,000
15,625,000,000
24,151,000,000
300,007,000,000
48,584,000,000
18,513,299,460
26,302,949,715
311,256,725,000
39,595,700,000
25,408,990,472
31,121,278,096
362,611,243,000
42,483,800,000
31,071,640,000
30,403,952,091
419,778,267,000
44,901,700,000
38,000,000,000
19,900,000,000
324,119,000,000
50,917,000,000
88,500,000,000
31,990,498,334
409,929,312,000
46,058,100,000
114,594,883,609
32,183,900,430
466,594,063,000
53,265,600,000
103,247,497,389
34,754,529,213
553,918,195,000
60,378,910,000
28,500,000,000
30,012,000,000
515,670,000,000
57,104,000,000
63,218,915,303
46,414,207,975
571,707,513,360
59,579,500,000
66,705,766,435
46,809,926,136
589,768,958,000
57,211,600,000
68,091,064,092
60,205,433,672
702,814,863,000
74,433,270,000
44,017,000,000
39,092,000,000
627,038,000,000
62,836,000,000
45,442,862,975
84,007,064,303
619,205,970,000
71,729,900,000
52,456,226,791
103,494,105,780
697,489,073,000
69,351,600,000
71,434,454,040
108,320,060,753
830,534,456,000
101,450,730,000
25,972,000,000
29,844,000,000
424,707,000,000
63,874,000,000
41,111,006,657
38,970,135,959
436,347,143,000
56,562,200,000
131
kabsumb kabsumb kotamat kotamat kotamat kotamat kotabima kotabima kotabima kotabima kabsumbar kabsumbar kabsumbar kabsumbar kablombutar kablombutar kablombutar kablombutar
2011
66.67
2012
67.23
2009
71.82
2010
72.32
2011
72.83
2012
73.7
2009
68.02
2010
68.56
2011
69.1
2012
69.83
2009
66.16
2010
66.47
2011
67.08
2012
67.85
2009
58.4
2010
58.96
2011
60.93
2012
61.37
43,956,702,035
49,406,619,848
496,158,922,000
58,735,900,000
66,755,174,019
45,249,312,462
586,148,017,000
63,238,890,000
36,046,000,000
36,490,000,000
314,252,000,000
45,117,000,000
41,580,119,900
39,440,230,520
328,201,558,000
24,135,000,000
52,510,557,160
33,291,928,425
367,095,372,000
25,487,000,000
65,561,779,000
55,234,879,759
445,894,174,000
29,436,680,000
9,728,000,000
25,625,000,000
234,244,000,000
41,782,000,000
9,763,181,200
36,154,993,543
246,392,786,000
23,654,200,000
11,486,427,014
26,568,597,716
268,001,565,000
23,036,500,000
98,120,379,000
146,352,300,000
259,334,022,000
28,651,770,000
22,631,000,000
85,659,000,000
170,240,000,000
45,842,000,000
36,526,314,535
86,256,384,684
185,700,000,000
45,967,000,000
122,933,674,000
144,229,996,210
214,927,300,000
25,143,800,000
98,120,379,000
146,352,300,000
259,334,022,000
28,651,770,000
6,768,000,000
14,231,000,000
162,614,000,000
3,300,000,000
10,000,000,000
19,051,340,777
229,576,967,000
34,767,400,000
17,287,330,000
21,426,053,018
246,572,267,000
35,120,000,000
25,000,000,000
26,902,476,861
275,520,014,000
39,153,120,000
132
Lampiran 2 Pooled Least Square
Dependent Variable: IPM Method: Panel Least Squares Date: 08/10/14 Time: 23:15 Sample: 2009 2012 Periods included: 4 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 40 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPAD LNDBH LNDAU LNDAK
54.47155 0.200949 2.083444 -0.950609 -0.800159
46.09214 1.229034 1.393202 2.223328 1.541301
1.181797 0.163502 1.495435 -0.427561 -0.519145
0.2453 0.8711 0.1438 0.6716 0.6069
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.129710 0.030249 3.693373 477.4352 -106.3485 1.304124 0.287511
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
65.34200 3.750533 5.567426 5.778536 5.643757 0.093063
133
Lampiran 3 Fixed Effect Model
Dependent Variable: IPM Method: Panel Least Squares Date: 08/10/14 Time: 23:19 Sample: 2009 2012 Periods included: 4 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 40 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPAD LNDBH LNDAU LNDAK
-73.84920 -0.039846 0.695010 4.661941 -0.045568
15.09429 0.280510 0.368902 0.677569 0.189349
-4.892524 -0.142049 1.883995 6.880394 -0.240658
0.0000 0.8881 0.0708 0.0000 0.8117
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.992497 0.988746 0.397881 4.116040 -11.27778 264.5637 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
65.34200 3.750533 1.263889 1.854997 1.477615 2.246456
134
Lampiran 4 Random Effect Model
Dependent Variable: IPM Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 08/10/14 Time: 23:22 Sample: 2009 2012 Periods included: 4 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 40 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPAD LNDBH LNDAU LNDAK
-70.59331 -0.024586 0.718795 4.501022 -0.042227
15.02636 0.279288 0.367114 0.670796 0.189251
-4.697964 -0.088029 1.957958 6.709972 -0.223130
0.0000 0.9304 0.0582 0.0000 0.8247
Effects Specification Cross-section random Idiosyncratic random
S.D. 4.622819 0.397881
Rho 0.9926 0.0074
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.816001 0.794972 0.395484 38.80456 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2.809357 0.873418 5.474256 1.686051
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
-0.335535 732.6660
Mean dependent var Durbin-Watson stat
65.34200 0.012598
135
Lampiran 5 Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 332.204347 190.141474
d.f.
Prob.
(9,26) 9
0.0000 0.0000
136
Lampiran 6 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
3.579512
4
0.4659
137