BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Plastik 1. Plastik Plastik mempunyai peranan besar dalam kehidupan sehari-hari yang pada umumnya digunakan sebagai bahan pengemas karena sifatnya yang kuat, ringan, dan praktis. Akan tetapi dewasa ini, plastik menjadi masalah lingkungan karena dalam proses daur ulangnya membutuhan waktu yang lama. Keunggulan plastik antara lain ringan, fleksibel, kuat, tidak mudah pecah, transparan, tahan air, dan ekonomis (Darni et al., 2004). Plastik merupakan sejumlah besar material organik sintetis yang merupakan polimer termoplas dan termoset dengan massa molekul yang besar dan dapat terbentuk dari pati, selulosa, PLA (poli asam laktat), PHA (polihidroksi alkanoat), dan protein (Mooney, 2009). Plastik merupakan polimer tinggi yang terbentuk dari proses polimerisasi. Plastik diartikan sebagai materi yang bahan utamanya adalah molekul organik yang terpolimerisasi dengan molekul tinggi. Produk akhir berupa padat dan pada beberapa bagian tahap produksinya dapat dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan (Shereve, et al., 1975 dalam Akbar, et al., 2013). Polimer sendiri merupakan suatu bahan yang terdiri atas unit molekul, dimana unit molekul ini disebut dengan monomer. Polimer alam yang telah dikenal, beberapa diantaranya adalah selulosa, protein, dan karet alam. Menurut Mujiarto (2005) dalam Anggarini (2013), plastik dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu: a. Plastik termoplas, merupakan plastik yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya panas. Plastik tersebut antara lain polietilena (PE), polipropilena (PP), dan nilon. Selain memiliki rantai yang lurus, plastik termoplas bersifat lentur, mudah terbakar, tidak tahan panas, dan dapat didaur ulang. b. Plastik termoset, merupakan plastik yang tidak dapat dicetak kembali setelah mengalami suatu kondisi tertentu karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi. Jenis plastik termoset antara lain, PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), dan polyester. Plastik termoset
http://repository.unimus.ac.id
memiliki sifat yang kaku, tidak mudah terbakar, tahan terhadap suhu tinggi, dan berikatan cross-linking. Sifat-sifat plastik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) ditunjukkan pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Sifat mekanik plastik sesuai SNI Karakteristik
Nilai
Kuat tarik (MPa)
24,7-302
Persen elongasi (%)
21-220
Hidrofobisitas (%)
99
Sumber: Darni dan Herti (2010) Plastik sintetik yang beredar dikalangan masyarakat ini sulit terurai dalam tanah sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk terdegradasi. Menurut Kumar, et al.(2011) untuk terdegradasi sempurna, plastik sintetik membutuhkan waktu lebih dari 100 tahun. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah plastik yang menjadi salah satu penyebab pencemaran lingkungan seperti pencemaran dalam tanah yang dapat mengurangi kesuburan tanah melalui partikel-partikel plastik yang terurai. Pemusnahan dengan cara pembakaran yang tidak sempurna memungkinkan dihasilkannya emisi dioksin yang membahayakan kesehatan (Karnia, 2015). Dewasa ini berbagai pengembangan inovasi dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan plastik sintetik beserta dampak yang diberikan. Seperti halnya proses daur ulang plastik dan penggunaan plastik ramah lingkungan. Karnia (2015) menyatakan bahwa, proses daur ulang sebagai upaya untuk menekan jumlah sampah plastik mendatangkan masalah baru terkait dengan efisiensi energi selama proses pencucian, proses penghancuran, proses pembentukan kembali, dan nilai ekonomisnya yang masih menjadi bahan pertanyaan. Pemanfaatannya sebagai energi belum sepenuhnya memecahkan masalah lingkungan karena ternyata polutan dan residunya memerlukan penanganan khusus, dan termasuk ke dalam limbah yang berbahaya dan beracun. Penggunaan plastik ramah lingkungan menjadi alternatif yang paling memungkinkan untuk mengurangi sampah plastik sintetik. Fokus dari plastik ramah lingkungan yang dimaksud adalah plastik yang dapat diurai dengan sempurna oleh mikroba, yang disebut dengan biodegradable plastic.
http://repository.unimus.ac.id
2. Plastik Biodegradable Biodegradable dapat diartikan dari dua kata penyusunnya yaitu bio yang berarti hidup dan degradable yang berarti dapat diuraikan. Menurut Pranamuda (2001), plastik biodegradable merupakan plastik yang dapat digunakan seperti plastik konvensional pada umumnya, namun setelah habis terpakai plastik ini akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi air dan karbondioksida dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradable merupakan plastik yang ramah lingkungan. Degradasi adalah proses satu arah yang mengarah pada perubahan yang signifikan dari suatu struktur material. Hal ini dapat terjadi dengan cara kehilangan komponen, seperti berat molekul atau berat struktur yang disertai dengan pemecahan (fragmentation). Plastik biodegradable dapat terdegradasi oleh lingkungan tertentu seperti tanah, kompos, maupun lingkungan perairan. Degradasi itu sendiri disebabkan oleh kondisi lingkungan dan plastik biodegradable menunjukkan keadaan plastik yang terdegradasi sebagai hasil dari aktivitas mikroorganisme seperti bakteri , jamur, dan alga (Seigel dan Lisa, 2007). Berdasarkan bahan baku yang digunakan, plastik biodegradable digolongkan menjadi dua golongan, yakni golongan dengan bahan baku petrokimia, dimana bahan baku ini merupakan penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources)dan golongan dengan bahan baku produk tanaman seperti selulosa dan pati dimana bahan baku ini merupakan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) (Widyasari, 2010). Tabel 2. Jenis-jenis plastik berdasarkan pengelompokkan bahan baku dan kemampuan degradasi Jenis bahan baku
Biodegradabilitas Biodegradabel
Non-biodegradabel
Terbarukan
Bahan berbasis pati, selulosa, Poli asam laktat (PAL) dan Poli hidroksi alkanoat (PHA)
Polietilen (PE), poliamida dan Polivinil Klorida (PVC)
Tidak
Polikaprolakton (PCL) dan Poli butilena
Poli propilena (PP)
http://repository.unimus.ac.id
terbarukan
suksinat (PBS)
Sumber: Narayan (2006) dalam Widyasari (2010) Menurut Budiman (2003), terdapat tiga kelompok biopolimer yang dapat digunakan menjadi bahan dasar dalam pembuatan film kemasan biodegradable, yaitu: a. Campuran biopolimer dengan polimer sintetis: terbuat dari campuran granula pati (520%) dan polimer sintetis serta bahan tambahan (prooksidan dan autooksidan). Film jenis ini mempunyai nilai biodegradabilitas yang rendah dan biofragmentasi sangat terbatas. b. Polimer mikrobiologi (polyester): dihasilkan secara bioteknologis atau fermentasi dengan penggunaan mikroba genus Alcaligenes. Jenis biopolymer ini antara lain adalah polihidroksi butirat (PHB), polihidroksi valerat (PHV), asam polilaktat (polylactat acid), dan asam poliglikolat (polyglycolic acid). Dapat terdegradasi penuh oleh bakteri, jamur, dan alga. Akan tetapi, karena proses produksi bahan dasarnya yang rumit menjadikan harga kemasan biodegradable ini relatif mahal. c. Polimer pertanian: diperoleh secara murni dari hasil pertanian dan tidak dicampur dengan bahan sintetis. Biopolimer jenis ini diantaranya adalah selulosa (bagian dari dinding sel tanaman), cellophane, celluloseacetat, chitin (pada kulit Crustaceae), dan pullulan (hasil fermentasi pati oleh Pullularia pullulans). Biopolimer ini mempunyai sifat termoplastik, sehingga mempunyai potensi untuk dibentuk menghasilkan film kemasan. Tersedia sepanjang tahun (renewable), murah, dan mudah hancur secara alami (biodegradable) adalah keunggulan dari polimer pertanian. Namun mempunyai kelemahan dalam penyerapan air yang tinggi dan tidak dapat dilelehkan tanpa bantuan bahan aditif. Vilpoux dan Averous (2006) menyatakan bahwa penggunaan pati sebagai bahan pembuatan plastik
biodegradable
berkisar antara 80-95% dari
pasar plastik
biodegradable yang ada. Dalam perkembangannya pembuatan plastik biodegradable berbasis pati telah banyak dilakukan, baik itu pati alami maupun yang sudah dimodifikasi begitupun dengan proses pembuatannya telah banyak dikembangkan, diantaranya yakni: a. Mencampur pati dengan plastik konvensional seperti PE atau PP dalam jumlah kecil (10-20%),
http://repository.unimus.ac.id
b. Mencampur pati dengan turunan hasil samping minyak bumi, seperti PCL dalam komposisi yang sama (50%), dan c. Menggunakan proses ekstruksi untuk mencampurkan pati dengan bahan-bahan seperti protein kedelai, gliserol, alginat, lignin dan lain-lain sebagai plastisizer (Flieger et al., 2003 dalam Widyasari, 2010). Pati yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan plastik biodegradable dapat terdegradasi oleh bakteri Pseudomonas dan Bacillus memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya. Selain menghasilkan senyawa karbondioksida dan air, degradasi plastik juga menghasilkan senyawa organik dan aldehid sehingga plastik ini aman bagi lingkungan. Untuk dapat terdekomposisi oleh alam, plastik sintetik membutuhkan waktu kurang lebih 100 tahun, sedangkan plastik biodegradable dapat terdekomposisi 10 sampai 20 kali lebih cepat. Hasil dari degradasi plastik ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos atau pakan ternak. Pembakaran pada plastik biodegradable tidak menghasilkan senyawa kimia yang berbahaya (Huda dan Feris, 2007). Pengembangan bahan berpati dalam pembuatan plastik biodegradable telah banyak dilakukan. Sumber pati yang digunakan berupa pati sorgum (Darni, Y dan Herti, 2010), pati sukun (Setiani et al., 2013), pati jagung (Murni et al., 2013), onggok (Kholish, 2012), pati kulit singkong (Akbar et al., 2013), pati biji nangka (Anggraini, 2013), pati biji kecipir (Poeloengasih dan Marseno, 2003), dan pati talas (Sirait, 2015). Tabel 3. Perbandingan plastik konvensional, campuran, dan biodegradable Pengamatan Komposisi
Sifat dan bahan baku
Plastik Konvensional Polimer sintetik
Sifat mekanik dan fisik
Tidak dapat diperbaharui (unrenewable) Sangat baik dan bervaiasi
Biodegradabilitas Kompostabilitas Hasil pembakaran Contoh
Tidak ada Tidak ada Stabil Polipropilena
Plastik Campuran Polimer sintetik dan polimer alam Sebagian dapat diperbaharui
Plastik Biodegradable Polimer alam
Bervariasi
Baik dan bervariasi tetapi penggunaannya terbatas Tinggi Tinggi Kurang stabil Poli asam laktat
Rendah Rendah Agak stabil PE + pati
Dapat diperbaharui (renewable)
http://repository.unimus.ac.id
(PP) Polietilena (PE) Polistirena (PS)
PE+selulosa
(PLA) Polikaprolakton (PCL) Polihidroksi alkanoat (PHA) Polihidroksil butirat-valerat (PHB-V)
Sumber: Lim (1999) dalam Widyasari (2010)
3. Karakteristik Plastik Biodegradable a. Ketahanan air (Water uptake) Plastik berbahan polipropilen (PP) mempunyai nilai ketahanan air sebesar 0,01 atau sebesar 1%, sehingga plastik ini efektif digunakan sebagai pengemas makanan yang banyak mengandung air. Uji ketahanan air diperlukan untuk mengetahui sifat bioplastik yang dibuat telah mendekati sifat plastik sintetik atau belum, karena konsumen plastik memilih plastik dengan sifat yang sesuai dengan keinginan, salah satunya yaitu tahan terhadap air. Hasil ketahanan air yang baik adalah bioplastik yang dapat menyerap air lebih sedikit yang ditandai dengan nilai prosentase ketahanan air yang lebih kecil (Darni et al., 2009). Setiani, et al., (2013) menuturkan hasil penelitiannya dalam pembuatan bioplastik pati sukun-kitosan bahwa dengan penambahan kitosan dapat meningkatkan
nilai
ketahanan air yang dihasilkan dimana hasil ketahanan air yang terbaik yakni sebesar 212,98 %.Sarka, et al (2011) melaporkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa dengan membandingkan antara pati asli dengan pati terasetilasi dalam hal sifat ketahanan airnya, maka pati terasetilasilah yang mampu meningkatkan tingkat ketahanan air plastik dibandingkan pati asli. b. Kuat tarik (Tensile strength) Tensile strength dalam istilah umum dapat diartikan sebagai kemampuan suatu struktur dalam menahan beban tanpa mengalami kerusakan. Kerusakan dapat terjadi karena perpecahan yang disebabkan oleh tekanan yang berlebihan atau deformasi struktur. Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh film selama proses pengukuran berlangsung. Kuat tarik dipengaruhi oleh plastisizer yang ditambahkan.
http://repository.unimus.ac.id
Tensile strength dapat pula diartikan sebagai ketahanan suatu material tertentu terhadap tegangan atau kuat tekan. Parameter ini juga menunjukkan indikasi integrasi film pada kondisi tekanan (stress) yang terjadi selama pembentukkan film. Daya kuat yang dibutuhkan untuk memutus material dan perkiraan jumlah sebelum putus adalah hal yang penting untuk kebanyakan material dalam memperkirakan sifat material tersebut (Gedney, 2005). Telah banyak dilakukan penelitian dalam pembuatan plastik biodegradable baik dari pati onggok maupun biopolimer alami lainnya. Apriyani, et al. (2015) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penambahan biopolimer lain berupa ekstrak lidah buaya pada pembuatan plastik biodegradable berbasis onggok tidak berpengaruh nyata terhadap degradasi plastik dan sifat mekanik yang dihasilkan untuk kuat tarik serta laju uap air yaitu 3,90 MPa dan 2,40 g/m2jam. Asni, et al., (2015) menuturkan hasil penelitiannya terhadap bioplastik ampas singkong dengan polivinil asetat memperoleh nilai kuat tarik sebesar 0,1659 MPa. Darni, et al., juga menuturkan nilai kuat tarik dari bioplastik pati sorgum dan kitosan sebesar 6,9711 MPa. Hasil penelitian bioplastik yang terbuat dari pati sukun dengan penambahan kitosan oleh Setiani, et al.,(2013) mendapatkan nilai kuat tarik yakni 16,34 MPa. Sedangkan kuat tarik bioplastik dari ampas tapioka dengan penambahan asam polilaktat yang dilakukan oleh Wahyuningsih, et al.,(2015) mencapai 104,42 MPa. c. Biodegradabilitas Uji biodegradabilitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh alam terhadap plastik dalam jangka waktu tertentu, sehingga akan diperoleh persentase kerusakan. Kemudian dapat diperkirakan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh plastik untuk dapat terurai di alam secara sempurna. Anggraini (2013) melakukan penelitian dalam pembuatan plastik biodegradable dari pati biji nangka dan pengujian yang dilakukan salah satunya adalah uji biodegradabilitas dengan metode soil burial test. Hasil dari uji ini menunjukkan bahwa plastik tersebut terdegradasi secara sempurna dalam jangka waktu satu bulan yang dilihat dari persen hilangnya berat plastik (% weight loss) yang mencapai 100%. Metode ini dilakukan dengan cara penanaman sampel dalam tanah. Sampel berupa bioplastik
http://repository.unimus.ac.id
ditanam pada tanah dalam wadah pot dan dilakukan pengamatan dalam jangka waktu tertentu hingga terdegradasi secara sempurna, pengamatan film dilakukan secara visual. Berdasarkan standar European Union (EU) tentang biodegradasi plastik, plastik biodegradable harus terdekomposisi menjadi air, karbondioksida, dan substansi humus dalam jangka waktu maksimal 6 hingga 9 bulan (Sarka et al., 2011). Berdasarkan percobaan yang dilakukan Sarka, et al (2011) dengan membuat bioplastik menggunakan pati dari gandum, menyimpulkan bahwa semakin banyak bagian patinya, maka semakin mudah bagi plastik tersebut untuk terdegradasi.
B. Onggok Pati adalah biopolimer murah yang secara biologis dapat terdegradasi sempurna membentuk air dan karbondioksida. Secara kimia pati merupakan suatu polisakarida. Pembuatan plastik biodegradable berbahan dasar pati telah banyak dilakukan mulai dari pemanfaatan granula pati alami, pati termodifikasi hingga pati termoplastis. Salah satu bahan yang dapat dikembangkan saat ini dalam pembuatan bioplastik adalah onggok. Onggok sendiri adalah limbah padat dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka. Pemanfaatan onggok saat ini hanya terbatas untuk pakan ternak atau dibuang sebagai limbah. Selain itu, onggok juga mempunyai potensi sebagai polutan karena menimbulkan bau asam dan busuk (Mulyono, 2009). Oleh karenanya onggok singkong dapat dijadikan alternatif dalam pembuatan plastik biodegradable sehingga mengurangi pencemaran lingkungan. Kandungan karbohidrat onggok yang tinggi yaitu sekitar 65,90% dengan kadar amilosa 16% dan amilopektin 84% dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan plastik biodegradable (Kurniadi, 2010). Komposisi kimia onggok dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposis onggok Komponen (%) Air Abu Serat kasar Lemak Protein Pati
Jumlah 14,32a 0,51a 21,92a 0,25a 0,80a 60,60a
2,4b 10,8b 2,2b 51,8b
Sumber: a Hasbullah (1985); b Supriyati (2009) dalam Widyasari (2010)
http://repository.unimus.ac.id
Gambar 1. Onggok industri tapioka (Antika, 2013) Penelitian pembuatan bioplastik yang dilakukan oleh Teixeira et al.,(2001) dengan bahan baku onggok-tapioka dan tepung ubi jalar dimana masing-masing bahan diproses dengan penambahan gliserol 15%, 20%, 30% dan 40% menunjukkan hasil bahwa onggok mempunyai daya kuat tarik yang tinggi, hal ini dimungkinkan karena kandungan serat yang tinggi namun rapuh dibandingkan dengan tepung ubi kayu dan tapioka pada konsentrasi penambahan gliserol yang sama. Penambahan gliserol pada tepung ubi kayu mengakibatkan efek antiplastisasi pada produk akhir, hal ini diduga karena adanya kandungan gula, sedangkan pada tapioka sifat modulus yang dihasilkan rendah tapi tidak terlalu rapuh dibandingkan onggok. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, secara teoritis onggok dapat menghasilkan produk yang memiliki sifat modulus yang baik sedangkan sifat rapuhnya dapat diminimalisir dengan pencampuran plastisizer (gliserol) yang lebih banyak lagi (Widyasari, 2010). Telah banyak penelitian yang dilakukan terkait pembuatan plastik biodegradable dari pati onggok. Apriyani, et al. (2015) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penambahan biopolimer lain berupa ekstrak lidah buaya pada pembuatan plastik biodegradable berbasis onggok tidak berpengaruh nyata terhadap degradasi plastik dan sifat mekanik yang dihasilkan untuk kuat tarik serta laju uap air yaitu 3,90 MPa dan 2,40 g/m2jam. Sedangkan Kholish (2012) menyimpulkan bahwa dengan penambahan asam asetat pada pembuatan plastik biodegradable berbasis onggok mampu meningkatkan sifat mekanik tanpa menurunkan waktu degradasi plastik .
C. Plastisizer Gliserol Plastisizer memegang peranan penting dalam pembuatan plastik. Plastisizer adalah bahan organik dengan bobot molekul yang rendah yang ditambahkan guna memperlemah kekuatan dari polimer serta meningkatkan daya fleksibiltas dan ekstensibilitas suatu polimer. Faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan plastisizer antara lain struktur molekul,
http://repository.unimus.ac.id
polaritas, kualitas produk yang diinginkan, sifat, biaya, dan faktor penguapan bahan yang berdampak pada keamanan proses dan stabilitas film selama penguapan (Widyasari, 2010). Mekanisme plastisizer dalam meningkatkan fleksibilitas bahan karena sifat plastisizer yang mempunyai bobot molekul yang rendah dan dapat menaikkan volume bebas polimer sehingga terbentuklah ruangan yang lebih luas guna meningkatkan gerak segmental yang panjang dari molekul-molekul polimer (Widyasari, 2010). Plastisizer berfungsi dalam meningkatkan fleksibilitas, elastisitas, dan ekstensibilitas material, mencegah material dari keretakan, serta meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air, dan zat terlarut (Mujiarto, 2005). Gliserol, sorbitol, propilen glikol, polipropilen glikol, dan sukrosa adalah plastisizer yang umum ditambahkan pada pembuatan plastik biodegradable (Embuscado, et al., 2009 dalam Apriyani, et al., 2015). Gliserol merupakan senyawa alkohol yang memiliki tiga gugus hidroksil dimana gliserol ini memiliki nama baku 1,2,3-propanatriol. CH2
OH
HC
OH
CH2
OH
Gambar 2. Struktur kimia gliserol Nama gliserol diartikan sebagai bahan kimia murni, namun dalam dunia perdagangan gliserol mempunyai nama dagang yakni gliserin. Gliserol memiliki sifat yang tidak berbau, tidak berwarna, dan berbentuk cairan kental dengan rasa manis. Gliserol larut dengan sempurna dalam air dan alkohol, dapat terlarut dalam pelarut tertentu seperti eter, etil asetat, dan dioxane, namun gliserol tidak bersifat larut dalam hidrokarbon (Widyasari, 2010).
D. Kitosan Kitosan adalah polimer alam kationik yang banyak diteliti di bidang bioteknologi dan biomedis, karena sifatnya yang non toksik, biodegradable, dan mampu membentuk gel dalam media suasana asam melalui protonasi gugus amina.
http://repository.unimus.ac.id
Gambar 3. Struktur Kitosan Kitosan memiliki nama kimia (1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa (Shahidi et al.,1999 dalam Murni et al., 2013). Kitosan dapat menghambat sel tumor, anti kapang, anti bakteri, antivirus, menstimulasi sistem imun, dan mempercepat germinasi tumbuhan. Kitosan termasuk dalam jenis polisakarida yang dapat digunakan sebagai pembuatan bioplastik. Pelapis polisakarida merupakan penghalang yang baik karena dapat membentuk matriks yang kuat dan kompak. Film dengan bahan kitosan memiliki sifat yang kuat, elastis, fleksibel, bersifat non toksik, biodegradable, dan sulit untuk dirobek (Murni et al., 2013).
http://repository.unimus.ac.id
http://repository.unimus.ac.id