Peranan Wanita Dalam Meningkatkan Nilai Tambah Agroindustri Mete (Anacardium occidentale L.) (Analisis Jender Dalam Agroindustriaisasi Mete Di Mojokerto – Jawa Timur) 1
Ida Agustini Saidi1 dan Dwi Asmarawati1 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Email:
[email protected]
Abstract Aim of this research were to analyze added value of cashew agroindustry and to identiy and map women strength and weakness in every step, pre production; production; and post production in cashew agroindustry system in Mojokerto regency. The research was carried out since Apri unti October 2007. Research location in Ngoro district was determined based on highest Location Potential index. Among 6 (six) villages have cashew potency, Wonosari village was determined as sample location, as it has greatest number of home agroindustries. Samples of this research was made by census. Data was analyzed by agroindustry added value analyzes and strength and weakness analyzes by Matrics of Disagregated Capacities and Vulnerabilities. Result of the research showed that cashew agroindustry gives added value per 1 kg cashew nut by 22,22 %, which is 40 % as labour share, and 60 % as profit. Women and men take parts in pre production, production, and post production, with greater women participation. Women weakness in agroindustry comprises of capital and information acces; working hours that is often disturbed by domestic activity; and afraid to expand the business. Within production inputs as nowadays condition, there is no tendency of women marginalization. Key Words: agroindustry added value; gender analyzes Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung nilai tambah agroindustri mete serta menjelaskan peran wanita dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan wanita dalam tahapan pra produksi, produksi, dan pasca produksi dalam sistem agroindustri mete di Kabupaten Mojokerto. Penelitian dilakukan mulai bulan April hingga Oktober 2007. Lokasi penelitian di Kecamatan Ngoro ditentukan berdasarkan Indeks Potensi Lokasi tertinggi. Diantara 6 (enam) desa potensial penghasil mete, desa Wonosari ditentukan sebagai lokasi sampel karena memiliki jumlah home agroindustri terbesar. Sampel penelitian diperoleh berdasarkan sensus. Analisis data dilakukan dengan analisis Nilai Tambah Agroindustri dan analisis Kapasitas Kekuatan dan Kelemahan menggunakan Matriks Capacities and Vulnerabilities Terdisagregasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agroindustri mete di Mojokerto memberikan nilai tambah untuk 1 kg mete kupas sebesar 22,22 %, di antaranya 40 % adalah bagian tenaga kerja, sedangkan 60 % merupakan tingkat keuntungan. Wanita dan pria sama-sama mengambil peran dalam kegiatan pra produksi, produksi, dan pasca produksi dengan keikut sertaan wanita yang lebih besar. Kelemahan wanita dalam agroindustri mete meliputi akses modal dan informasi yang terbatas, jam kerja yang sering terganggu aktivitas domestic, aerta takut melakukan ekspansi usaha.
52
Dengan input produksi seperti yang ada sekarang ini, belum ada kecenderungan wanita termarginalisasi dalam produksi. Kata kunci: nilai tambah agroindustri, analisis jender
agroindustri
PENDAHULUAN
Sebagian Salah satu strategi pembangunan
melibatkan
pembangunan.
wanita
Upaya
agroindustri
peningkatan
mete
yang
sekaligus
yang tidak bias jender dan sensitif jender perlu
peningkatan kemandirian (self reliance)
diteliti
peran
agroindustri
dan pendekatan dari dalam diri wanita
wanita
mete,
dalam sebab
agroindustrialisasi mete yang ditandai
(internal strenght) (Seitz, 1995).
masuknya
Salah satu sub sistem agribisnis
modal
cenderung
memarjinalkan wanita. Dengan demikian
yang dapat digunakan sebagai sarana
khususnya
agroindustri
rangka mendesain sistem agroindustri
pendekatan pemberdayaan, yaitu melalui
agroindustri,
pekerja
Timur.
memberdayakan wanita, maka dalam
dapat dilakukan salah satunya dengan
wanita
Jawa
Dengan melihat kemungkinan ekspansi
dalam
peranan wanita dalam pembangunan
pemberdayaan
besar
di
rumahan di Mojokerto, adalah wanita.
nasional yang saat ini di kedepankan adalah
mete
wanita akan tersingkir dari home –
adalah
agroindustri yang dirintisnya.
agroindustri
mete yang mempunyai nilai ekonomi
METODE PENELITIAN
tinggi, permintan domestik yang sangat Lokasi penelitian ditentukan 1
kuat dan peluang ekspor yang besar (Jaya
(satu) desa dari 1 (satu) kecamatan yang
et al 1993). Kesempatan kerja on-farm
dipilih dengan cara weigted approach
dan off-farm pada agribisnis mete sangat besar.
Khususnya
agroindustri agroindustri pemberdayaan
pada
mete,
memperhatikan potensi pengembangan
Pengembangan
sebagai wanita
technique. Penerapan cara ini harus
sub-sistem
sangat
agroindustri
sarana
dihitung dengan rumus:
dituntut pada
Kabupaten Mojokerto merupakan satu
daerah
indeks
sentra pengembangan agroindustri mete
kegiatan produksi dan reproduksi.
salah
Penetapan
potensi lokasi masing-masing daerah
sesuai
dengan karakteristik pekerjaan wanita yang pada umumnya
mete.
pengembangan 53
Li = wiXi+…+wnXn .......................................... (1) Dimana Li = indeks potensi lokasi Wi = bobot masing-masing daerah berdasarkan potensi mete Xi = faktor yang dipertimbangkan dalam pengembangan mete seluruh rumah tangga yang melakukan
Dengan pertimbangan sistem agroindustri
home-agroindustri mete di desa yang
berkelanjutan terbentuk apabila terdapat
telah ditentukan. Data yang diperoleh
permintaan yang tinggi dan tersedia
dari hasil survey dan pengumpulan data,
bahan baku agroindustri, maka potensi usahatani
jambu
mete
dan
kemudian diolah dan dianalisis. Anaisis
jumlah
data dilakukan dengan analisis Nilai
pengolah mete memperoleh bobot besar
Tambah Agroindustri (Hayami et al.,
dalam penentuan lokasi penelitian ini.
1987)
Lokasi penelitian ditetapkan pada daerah
dan
analisis
kekuatan
dan
kelemahan dengan alat bantu Matriks
yang mempunyai indeks potensi lokasi
Capasitiies
tertinggi.
and
Vulnerabilities
Terdisagregasi (Riniwati et al, 1988). Sampel
penelitian
ditentukan
dengan metode sensus, yaitu meliputi berdasarkan indeks potensi lokasi. Di HASIL DAN PEMBAHASAN
kecamatan Ngoro sendiri terdapat 6
Deskripsi Lokasi Penelitian Berdasarkan
survey
(enam) desa penghasil mete, yakni desaawal,
desa yang masing-masing luas areal
di
antara 15 kecamatan penghasil mete di
tanamannya
kabupaten
pekerja agroindustri mete yang dimiliinya
Mojokerto,
maka
terpilih
dan jumlah kelompok
dapat dilihat pada Tabel 1.
kecamatan Ngoro, yang memiliki areal penanaman terluas dan produksi terbesar
54
Tabel 1. Potensi Mete di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto Luas Tanaman Mete (ha) 1 Wonosari 10,2 2 Jedong 25,5 3 Kunjorowesi 30,0 4 Lelawang 25,0 5 Manduro 30,0 6 Wates Negoro 15,0 Sumber: Petugas Perkebunan Kecamatan Ngoro No.
Jumlah Kelompok Perajin Mete 28 kelompok 15 kelompok -
Desa
Berdasarkan Tabel 1 di atas, maka
Dari 28 kelompok agroindustri
dipilih desa Wonosari sebagai lokasi
mete di desa Wonosari, yang menjadi
penelitian
sampel penelitian ini hanya 15 kelompok.
mengingat
sample
yang
diambil adalah dari pekerja agroindustri.
Hal ini disebabkan karena sebagian
Dari hasil wawancara, ternyata diperoleh
informasi
bahwa
agroindustri yang ada bekerja musiman,
sebagian
tergantung
permintaan
dan
pemasok
besar mete yang dikerjakan di kecamatan
bahan baku gelondong. Rata-rata home
Ngoro berasal dari luar daerah seperti
agroindustri
Tuban dan daerah-daerah lain di Jawa
sebanyak lima sampai sepuluh orang
Timur, bahkan ada pula yang dari Bali.
tergantung musim mete dan permintaan
Hasil mete dari daerah Mojokerto sendiri
masyarakat. Pada musim buah mete maka
tidak
tenaga
mencukupi
konsumen.
Namun
menjelang hari raya Idul Fitri di mana
agroindustri
permintaan mete mengalami peningkatan
pengolahan gelondong mete menjadi
maka pemilik home agroindustri akan
kacang mete dimiliki oleh masyarakat di
menambah tenaga kerja.
keahlian
bertambah,
kerja
memenuhi
tampaknya
bisa
tenaga
untuk
permintaan
kerja
memiliki
atau
dua desa tersebut (Jedong dan Wonosari).
Tenaga kerja tersebut rata-rata
Rendahnya produksi gelondong
berasal dari lingkungan dimana home
mete di kecamatan tersebut kemungkinan
agroindustri tersebut berada. Khususnya
juga disebabkan oleh alih fungsi lahan
di desa tempat penelitian, tenaga kerja
menjadi
ataupun
sebagian besar adalah kaum wanita. Laki-
sebagian lahan diambil menjadi tanah
laki juga ikut membantu mengupas mete
urug yang dikirim ke luar kabupaten.
tetapi tidak sebanyak kaum wanita.
kawasan
industri
Dalam penelitian ini ditemukan hanya 25
Deskripsi Sampel Penelitian
% pekerja laki-laki yang pada umumnya 55
sudah berusia di atas 50 tahun. Sebagian
Pada proses produksi ini, baik
besar laki-laki memilih bekerja di sector
pekerja laki-laki ataupun perempuan
industri, misalnya di daerah industri
melakukan
Ngoro yang letaknya amat berdekatan
tersebut, tidak ada perbedaan pekerjaan.
dengan lokasi penelitian.
Pekerja dibayar secara borongan, yakni
ketiga
tahap
pekerjaan
Pekerja wanita yang terdiri dari
tergantung dari berat mete yang dikupas.
75 % sampel sebagian besar (60 %)
Di tempat pekerjaan, para pekerja boleh
berusia di antara 40 – 50 tahun, namun 30
bekerja mulai pukul 7 pagi dan berakhir
% berusia antara 20 – 30 tahun, dan
pukul 5 sore, yakni kira-kira 10 jam.
meningkat terutama pada musim-musim
Hampir
puncak. Sebagian besar tenaga kerja
agroindustri yang membiarkan pekerja
berasal dari etnis Madura, terutama yang
membawa pekerjaan ke rumah karena
telah lama tinggal di daerah tersebut.
dikhawatikan akan hilang, karena factor
tidak
ada
pemilik
home
konversi dari gelondong menjadi mete Proses Pra Produksi, Produksi, dan Pasca Produksi Pemilik
home
sangat relatif. Hanya beberapa orang yang sudah sangat dipercaya yang dapat
agroindustri
sebagian besar juga wanita, umumnya
membawa
gelondong
mereka hanya tinggal di rumah, bahkan
dikerjakan di rumah. Dalam beberapa hal,
selain mengelola pekerja mete, mereka
terkadang
juga masih membuka warung. Mete
membawa anak-anak mereka ke tempat
gelondong, mereka peroleh dari pemasok
kerja,
langganan mereka dengan harga hasil
tersebut pengap dan panas Hasil kacang
negosiasi mereka dan biasanya sudah
mete yang telah dikupas biasanya telah
diterima di tempat.
menjadi pesanan dari pedagang-pedagang
pekerja
meskipun
mete
wanita
suasana
di
untuk
boleh
tempat
Untuk para pekerja mete, mereka
di kota seperti Surabaya yang langsung
umumnya menyediakan tempat semacam
mengambil produk tersebut di tempat
gudang besar untuk mengupas dengan
produksi
dilengkapi peralatan, seperti kacip untuk
disepakati. Hanya sebagian kecil mete
membenceh gelondong mete, cukit untuk
beredar di pasaran lokal Ngoro.
mengeluarkan mete dari gelondong, dan
dengan
harga
yang
telah
Analisis Nilai Tambah Agroindustri Mete
kompor pemanas kacang mete untuk memudahkan melepas kulit ari mete.
Di atas telah disampaikan bahwa lama waktu bekerja seorang pekerja 56
adalah selama 10 jam, dan selama itu
kupas adalah selama 2 jam. Analisis nilai
mereka dapat menghasilkan sebanyak 5
tambah agroindustri untuk 1 kg mete
kg mete kupas, sehingga waktu yang
kupas
dibutuhkan untuk mengerjakan 1 kg mete
mempengaruhinya tetera pada Tabel 2.
dan
komponen
yang
Tabel 2. Analisis nilai tambah agroindustri untuk 1 kilogram mete kupas dan komponen-komponen yang mempengaruhinya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Variabel
Nilai
Hasil produksi (kg) Jumlah Bahan baku (kg) Tenaga kerja (jam) Faktor konversi (1/2) Koef tenaga kerja (3/2) Harga produk rata-rata (Rp/kg) Upah rata-rata (Rp/jam) Pendapatan dan Keuntungan Harga bahan baku (Rp/kg) Sumbangan input lain Nilai produk (Rp/kg) (4 x 6) a. Nilai tambah (Rp/kg) (10 - 8 - 9) b. Rasio nilai tambah (%) (11a/10) a. Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) (5 x 7) b. Bagian tenaga kerja (%) (12a/11a) a. Keuntungan (11a-12a) b. Tingkat keuntungan (13a/11a) (%)
1 5 2 0.2 0.4 45.000 2.000 7.000 9.000 2.000 22,22 % 800 40 % 1.200 60 %
Sumber: data diolah membuat 1 kilogram mete kupas ini
Dari Tabel 2. di atas dapat pembuatan
diperlukan tenaga kerja selama dua jam
kacang mete kupas sebanyak satu
efektif. Dengan kondisi yang demikian
kilogram diperlukan 5 kilogram bahan
ini maka faktor konversi dan koefisien
diketahui
bahwa
untuk
tenaga kerja masing masing adalah 0.2
baku berupa mete gelondong dengan
dan 0.4. Dengan mempertimbangkan
rata-rata harga jual petani sebesar Rp.
nilai produksi dan biaya-biaya ini, maka
7.000 per kilogram. Sedangkan harga
pada proses produksi mete kupas terjadi
beli konsumen akhir adalah sebesar Rp.
nilai tambah sebesar Rp. 2.000 atau
45.000. Dengan struktur harga bahan baku dan mete kupas ini, berarti terdapat
sebesar 22,2 %. Pendapatan tenaga kerja
marjin pemasaran rata-rata sebesar Rp.
sebesar Rp. 800 untuk per kg mete dan
38.000 per kilogram mete kupas. Untuk
keuntungan 57
sebesar
Rp.1.200
atau
tingkat keuntungan sebesar 60 %. Dari
Analisis Kekuatan dan Kelemahan Pria dan Wanita dalam Agroindustri Mete
hasil ini apabila seorang wanita mampu mengerjakan seluruh dari hasil produksi,
Untuk
maka seorang wanita memiliki andil memberikan
nilai
tambah
atau
memberikan
kekuatan
dan
kelemahan wanita dan pria pada kegiatan
sebesar
pra-produksi,
Rp.1.200 untuk setiap kilogram bahan baku
melihat
produksi
dan
pasca-
produksi dalam agroindustri mete di
tingkat
Kabupaten Mojokerto dapat dilihat pada
keuntungan sebesar 60 %.
Tabel 3. Tabel 3. Kekuatan dan kelemahan wanita dan pria pada kegiatan pra-produksi, produksi, dan pasca produksi dalam agroindustri mete di Kabupaten Mojokerto No 1.
2.
3.
Macam kegiatan Pra-produksi
Produksi
Pasca-produksi
Kekuatan dan kelemahan pria dan wanita dalam agroindustri mete kupas Wanita Pria Kekuatan: - mampu merencanakan jumlah produksi - mampu negosiasi harga input - berani memberikan keputusan untuk produksi Kelemahan: - memiliki permodalan terbatas - informasi berasal dari suami
Kekuatan: - memiliki ketrampilan produksi - mampu bekerja lebih cepat - produksi jarang rusak Kelemahan: - jam kerja terbatas - sering terganggu urusan keluarga Kekuatan: - mampu memasarkan dengan biaya pemasaran minimum - mampu negosiasi harga output - bersedia mengikuti penyuluhan Kelemahan: - takut melakukan ekspansi usaha
Sumber: Data diolah 58
Kekuatan: - memiliki akses modal - kemampuan informasi tinggi - dapat bergerak lebih cepat
Kelemahan: - perencanaan hanya sekala besar - jarang melakukan negosiasi harga input dengan pemasok Kekuatan: - Tidak diganggu urusan keluarga - Waktu kerja lebih lama Kelemahan: - Jarang/tidak memiliki ketrampilan dan pengolahan produk agroindustri Kekuatan: - perhitungan keputusan investasi
Kelemahan: - optimis ekspansi usaha - enggan mengikuti penyuluhan
Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa
terganggu oleh pekerjaan rumah tangga.
pada kegiatan pra produksi mete kupas,
Berbeda dengan pria, pada kegiatan
wanita memiliki kekuatan yang nyata dan
produksi ini pria memiliki kekuatan jam
sangat membantu dalam mengembangkan
kerja lebih lama karena tidak terganggu
industri mete kupas. Kekuatan yang
oleh pekerjaan rutin rumah tangga.
dimiliki oleh wanita di antaranya adalah
Sedangkan kelemahan yang dimiliki pria
mampu merencanakan jumlah produksi,
pada kegiatan produksi ini adalah kurang
mampu negosiasi harga input, dan berani
memiliki ketrampilan dalam produksi
mengambil keputusan untuk produksi.
mete kupas sehingga hasilnya banyak
Sedangkan kelemahan yang dimiliki
yang rusak.
wanita adalah memiliki modal yang
Pada kegiatan pasca produksi
terbatas dan tergantung pada pemberian
mete kupas di Kabupaten Mojokerto,
suami, serta akses informasi berasal dari
seorang wanita memiliki kekuatan berupa
suami. Kekuatan yang dimiliki oleh pria
kemampuan memasarkan dengan biaya
dalam pra produksi agroindustri mete di
pemasaran minimum, mampu melakukan
Kabupaten Mojokerto adalah terletak
negosiasi harga ouput, serta bersedia
pada kemampuannya untuk mengakses
mengikuti
informasi, keberanian usaha dan investasi
kelemahan yang dimiliki wanita adalah
serta
takut
mengorganisasikan
institusi
penyuluhan.
melakukan
Sedangkan
ekspansi
usaha.
agrondustri dalam skala besar. Sedangkan
Selanjutnya kekuatan yang dimilki pria
kelemahan yang dimiliki pria adalah
dalam kegiatan pasca produksi mete
hanya mampu melakukan perencanaan
kupas
dalam skala besar serta kurang bisa
perhitungan keputusan investasi, serta
melakukan negosiasi harga input dari
optimis dalam ekspansi usaha. Sedangkan
pemasok.
kelemahan yang dimiliki pria adalah
Pada
kegiatan
produksi
adalah
mampu
melakukan
enggan mengikuti penyuluhan.
mete
Kenyataan yang ada di Mojokerto
kupas di Kabupaten Mojokerto, wanita karena
Jawa Timur ini adalah bahwa pembagian
memiliki ketrampilan produksi yang
kerja perempuan dan laki-laki cukup
lebih baik, mampu bekerja lebih cepat,
jelas. Tetapi hubungan kerja dalam
dan produksi jarang rusak. Sedangkan
proses produksi tidak hanya ditentukan
kelemahan yang dimiliki wanita adalah
oleh perbedaan jenis kelamin, tetapi yang
jam
lebih penting ditentukan oleh kesempatan
memiliki
kerja
kekuatan
terbatas
positif
karena
sering
dan kemampuan memperoleh sumber59
sumber
strategis
yang
melintasi
Sistem pasar, pertukaran, dan
perbedaan jenis kelamin. Perempuan
ekonomi kolonial mendorong produk
mendapatkan kesempatan kerja sesuai
yang semula untuk keperluan sendiri
dengan kemampuannya di dalam industri
menjadi produk yang ditukarkan untuk
mete kupas, tetapi jam kerja wanita
rumah tangga lain. Dengan demikian
kadang-kadang
pengertian
dibatasi
oleh
urusan
produksi
terbagi
menjadi
rumah tangga. Namun mengingat rata-
produksi untuk dipakai sendiri dan untuk
rata usia pekerja mete wanita antara 40 –
dipertukarkan. Demikian juga pembagian
50 tahun, umumnya mereka tidak terlalu
kerja antara perempuan dan laki-laki
banyak
aktivitas
mengalami perubahan pula. Perempuan
domestik seperti mengurus anak dan
lebih diberi peran untuk produksi yang
kadang kala dapat bekerja penuh. Tetapi
dipakai sendiri (domestik), sedangkan
beban kerja domestik yang umumnya
laki-laki
selalu ditimpakan di pundak wanita tetap
(publik). Ideologi gender yang dibawa
merupakan kendala, terutama berlaku
oleh ekonomi kolonial yakni pembagian
bagi yang masih muda.
kerja di desa bersama pengaruh feodal
disibukkan
oleh
Transformasi
struktural,
membawa
pasar
desa.
terhadap
Di lokasi penelitian Mojokerto
tradisional.
Jawa Timur, para pekerja pengupas mete
Dimana untuk memahami perubahan
pada umumnya adalah keluarga yang
yang dialami perempuan desa, harus
tidak mampu secara ekonomi dan tidak
dipahami pada pembagian kerja yang
memiliki lahan bertani sendiri. Sehingga
tradisional ini (Hancock, 2000). Sebelum
mereka bekerja tergantung pada majikan
zaman penjajahan, rumah tangga petani
yang memberikan pekerjaan seperti pada
di Jawa pada umumnya menghasilkan
homeindustri.
produksi
homeindustri
pembagian
perubahan
untuk
yang dimanfaatkan penjajah untuk masuk
perubahan agraris menjadi industrialis telah
berproduksi
kerja
yang
untuk
Kolonialisme
telah
dipakai
sendiri.
mempengaruhi
Sedangkan pada
pemilik
umumnya
adalah
pengusaha yang memiliki modal besar.
produksi desa, khususnya di Jawa yang
Tenaga
merupakan pusat pemerintahan Hindia
merupakan pengganti tenaga laki-laki,
Belanda.
tetapi
Pengaruh
sistem
ekonomi
perempuan
merupakan
bukan
penambahan
hanya
yang
negara penjajah sangat mempengaruhi
mutlak untuk menggantikan waktu yang
sistem tradisional yang ada.
digunakan oleh tenaga laki-laki dalam melakukan 60
pekerjaan
mereka
guna
memenuhi
kebutuhan
pokoknya.
belum ada. Namun harus diakui keunikan
Perempuan dan laki-laki dipaksa ikut
pada wanita adalah kekuatannya dalam
serta dalam dua sektor ekonomi, yaitu
menjalankan berbagai aktivitas. Peranan
sektor masyarakat (ekonomi makro) dan
yang
sektor rumah tangga untuk memenuhi
domestic’ ke ‘sphere public’. Aktivitas
kebutuhan pokoknya sendiri.
ini
Dengan
adanya
pembagian
dilakukan
dijalankan
mendukung
tergantung oleh budaya dan geografi
untuk masing-masing kelompok, baik maupun
untuk
‘sphere
Pemberdayaan bermakna berbeda,
sumber strategis menjadi berbeda pula
laki-laki
dari
kesejahteraan keluarga.
lapisan masyarakat ini, batasan sumber-
untuk
mulai
setempat. Pemberdayaan perlu dirancang
perempuan.
sedemikian rupa sehingga tidak menjadi
Kaum laki-laki mendapatkan kesempatan
sesuatu yang dikerjakan pada perempuan
belajar menjalankan alat-alat produksi
atau anak perempuan. Pemberdayaan
jenis baru, sedangkan perempuan tetap
harus datang dari perempuan sendiri, dan
bekerja dengan peralatan lama. Namun
menjadi sesuatu yang mereka miliki
hal – hal yang umum terjadi ini,
sendiri. Pemberdayaan perempuan oleh
tampaknya amat berbeda dengan yang
diri mereka sendiri biasanya terjadi ketika
ada di lokasi penelitian. Hal ini mungkin
mereka
disebabkan oleh karena peralatan –
mengalami
peningkatan
pendapatan, yang akan meningkatkan
peralatan yang ada untuk proses produksi
akses dalam pengambilan keputusan, baik
seperti kacip, cukit, dan kompor dapat
rumah tangga, atau di tingkat yang lebih
dioperasikan baik oleh wanita atau pria.
tinggi.(Hancock, 2000).
Dalam kasus peneitian ini justru harus
dicatat,
bahwa
agroindustri
ini
“dianggap”
sebagai
wanita
atau
mungkin
dapat
pekerjaan
untuk
“pilihan
KESIMPULAN
pekerjaan Dari dilakukan,
kedua/terakhir”
hasil dapat
penelitian
yang
ditarik
kesimpulan
mete
memberikan
sebagai berikut:
karena pria sebagian besar justru memilih
1.
Agroindustri
bekerja di daerah industri Ngoro. Dengan
nilai tambah agroindustri untuk 1
kondisi input agroindustri seperti yang
kg
ada di lokasi penelitian saat ini, dimana
(22,22%), di antaranya 40 % adalah
masih
bagian tenaga kerja, sedangkan 60
dapat
dikuasai
oleh
wanita,
tampaknya kecenderungan peran wanita
mete
kupas
yang
cukup
% merupakan tingkat keuntungan.
termarginalisasi di home agroindustri 61
2.
Wanita
dan
pria
sama-sama
mengambil peran dalam kegiatan pra-produksi, produksi, dan pasca produksi dengan keikut sertaan wanita yang lebih besar. 3.
Kelemahan
wanita
dalam
agroindustri mete meliputi akses modal dan informasi yang terbatas, jam kerja yang sering terganggu aktivitas domestik, ataupu takut melakukan ekspansi usaha.
4.
Dengan input produksi seperti yang ada
sekarang
ini,
belum
kecenderungan
ada
wanita
termarginalisasi dalam produksi DAFTAR PUSTAKA Hancock, Peter. 2000. The Gender Empowerment Measure: Issues from West java, Indonesia. Development Bulletin. No. 51. March 2000. Hayami, Y., et al., 1987, ‘Agricultural Marketing and Processing in Upland Java: A Perspective From Sunda Village’, CGRPT Bogor, Ch. 6., pp. 43-47. Jaya U. Haryani, dkk., 1993, Peluang Ekspor Mete Indonesia Belum Sepenuhnya Digarap, Trubus, Vol. XXIV No. 279. Riniwati, H., 1998, ‘Teknik Analisis Gender: Materi Sharing Hasil Pelatihan’, Pusat Studi Wanita dan Kemasyarakatan, Universitas Muhammadiyah Malang. Seitz,
A., 1995, ‘The Value of Quantitative Methodology For Feminist Research’ Routledge & Keagen Paul. 62