Potensi Energi Baru Terbarukan (Ebt) Berbasis Limbah Berselulosa Dengan Proses Produksi Secara Enzimatis Istiqomaha, Hesty Heryanib , Susic abc*
Prodi Teknologi Industri Pertanian,Fakultas Pertanian,Unlam, Jl. Ahmad Yani KM 36, Banjarbaru 70714, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Energi baru terbarukan salah satunya yaitu bahan bakar biomassa. Biomassa dapat diproduksi sebagai bahan bakar yaitu bioetanol. Bioetanol dapat dihasilkan dari bahan selulosa seperti ampas tebu dan kulit pisang kepok. Ampas tebu dan kulit pisang kepok dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol karena memiliki komponen selulosa yang tinggi. Komponen selulosa pada ampas tebu yaitu sebesar 42,26% dan kulit pisang kepok 32,22%. Komponen selulosa inilah yang akan dikonversi menjadi glukosa pada proses hidrolisis enzimatis. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula terbaik antara ampas tebu dan kulit pisang kepok untuk rendemen bioetanol terbaik. Proses konversi selulosa dari ampas tebu dan kulit pisang kepok memiliki beberapa tahapan yaitu, delignifikasi menggunakan NaOH (kulit pisang kepok NaOH 1,5 % selama 2 jam dan ampas tebu dengan NaOH 6% selama 12 jam), hidrolisis enzimatis menggunakan enzim selulase dari Aspergillus niger, dan fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Formulasi terbaik ditentukan dengan parameter rendemen Bioetanol, pH Bioetanol dan Massa Jenis dalam menentukan kadar bioetanol tertinggi. Hasil uji kadar bioetanol terbaik pada proses hidrolisis enzimatis adalah formulasi kulit pisang kepok 75% : ampas tebu 25%, dengan rendemen 8%, pH 7,52, massa jenis 0,846 g/cm 3dan hasil kadar bioetanol menggunakan GC adalah 1,53%. Kesimpulan yang didapat yaitu proses hidrolisis secara enzimatis sangat memungkinkan menghasilkan glukosa yang tidak optimal tetapi mampu menghasilkan produk bioetanol dikarenakan kemampuan rekayasa dari proses enzimatis yang mampu merubah substrat dengan cara meningkatkan peran aktivator (koenzim) dan menjadikan amobil peran inhibitor (apoenzim). Kata kunci: Energi Baru Terbarukan (EBT), Ampas Tebu, Kulit Pisang Kepok, Hidrolisis Enzimatis Abstract Renewable energy one of which biomass fuels. Biomass can be produced as a fuel is bioethanol. Bioethanol can be produced from cellulosic material such as bagasse and banana peels kepok. Bagasse and banana peels kepok developed as a raw material for bioethanol production because it has a high cellulose component. Bagasse cellulose component in the amount of 42.26 % and 32.22 % banana peels kepok. This cellulose component to be converted into glucose in the enzymatic hydrolysis process. This study was aimed to get the best formula between the bagasse and banana peels kepok to yield highest bioethanol. Cellulose conversion process of bagasse and banana peels kepok has stages, the delignification using NaOH (banana peels kepok 1.5% NaOH for 2 hours and bagasse with 6 % NaOH for 12 hours), enzymatic hydrolysis using cellulase enzymes from Aspergillus niger and fermentation using Saccharomyces cerevisiae. The best formulation was determined by the parameters of bioethanol yield, pH bioethanol, acidity as acetic acid, and density in determining the highest ethanol concentration. Best bioethanol content test results on the enzymatic hydrolysis process is the formulation of a banana skin kepok 75 % : 25 % bagasse, the yield of 8 % , pH 7.52 , the density of 0.846 g/cm3 and Bioethanol content was determined by using GC is 1.53 %. Conclusions obtained by enzymatic hydrolysis process that it is possible to produce glucose which is not optimal but capable of producing bioethanol because the engineering capabilities of the enzymatic process that is capable of changing the substrate by increasing the role of activator (coenzyme) and makes the role immobilized inhibitor (apoenzyme). Keywords: Renewable energy, Bagasse, Banana Peels Kepok, Enzymatic Hydrolysis
I. PENDAHULUAN Sejak tahun 2003 energi merupakan persoalan yang sangat krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh semakin banyaknya populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan [1]. Salah satu bentuk energi alternatif yang ramah lingkungan serta menjanjikan di masa depan adalah bioetanol. Bioetanol merupakan etanol (C2H5OH) yang merupakan hasil dari proses fermentasi gula dari biomassa yang mengandung komponen pati seperti ampas tebu dan kulit pisang, menggunakan bantuan mikroorganisme [1]. Pra-perlakuan (pretreatment) digunakan untuk memecah lignin dari hemiselulosa dan selulosa. Proses hidrolisis dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan glukosa yang kemudian difermentasi oleh khamir untuk menghasilkan etanol [1]. Pada proses fermentasi digunakan mikroorganisme Saccaromyces cerevisiae. Mikroorganisme ini memiliki kemampuan untuk mengubah karbohidrat menjadi etanol. Penambahan ampas tebu dan kulit pisang akan meningkatkan gula reduksi sehingga dapat menunjang kehidupan Saccaromyces cerevisiae, sehingga semakin besar aktivitas mikroorganisme tersebut semakin banyak alkohol yang dihasilkan [2]. II. METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, kulit pisang kepok, ampas tebu, Saccharomyces cereviseae komersial, PDA (Potato Dexrtrose Agar), DNS (Dinitrosalicylic Acid), CMC (Carboxy Methyl Cellulose), Aspergillus niger, aquadest, alkohol, sukrosa, asam sitrat, tio sulfat, KI (kalium iodida), urea, etanol 96%, buffer sitrat fosfat, Luff schoorl, indikator PP (fenolflatein), kertas lakmus, H2SO4, NaOH, HCl, CUSO4.5H2O, CH3COOH, NaH2PO4, CaCl2, KH2PO4, MgCl2, (NH4)2SO4. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik, oven, kertas saring, vortex, corong, beaker glass, gelas ukur, magnetic setirer, pipet, pengaduk, termometer, pH meter, water bath, desikator, labu takar, erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, pengaduk kaca, pendingin balik, pemanas, buret, oven, kertas saring, ayakan (mesh), peralatan sterilisasi (autoklave), tanur pengabuan (furnace), tabung reaksi. B. Analisa Hemiselulosa, Selulosa dan Lignin Analisa Hemiselulosa. Masing-masing 1 gr sampel ampas tebu dan kulit pisang direflux selama 2 jam dengan 150 ml aquadest pada suhu 100°C. Residu yang didapatkan dioven pada suhu 100°C selama 24 jam, kemudian ditimbang beratnya. Selanjutnya masingmasing residu sampel yang telah kering direflux kembali selama 2 jam dengan 150 ml H2SO4 0,5 M pada suhu 100°C, kemudian dioven dengan suhu 100°C selama 24 jam dan ditimbang beratnya [3].
Analisa Selulosa. Hasil residu sampel yang telah dikeringkan pada analisa hemiselulosa ditambahkan dengan 10 ml H2SO4 72% didiamkan pada suhu kamar selama 4 jam, kemudian diencerkan menjadi H2SO4 0,5 M, dan direflux pada suhu 100°C selama 2 jam, kemudian dioven suhu 100°C selama 24 jam dan ditimbang beratnya [3]. Analisa Lignin. Residu sampel hasil dari analisa selulosa yang telah dikeringkan kemudian ditambahkan dengan 10 ml H2SO4 72% dan direndam selama 2 jam. Kemudian bagian yang tidak larut dalam H2SO4 72% (lignin) disaring, dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 8 jam dan ditimbang. Selanjutnya residu diabukan didalam furnace (tanur pengabuan) selama 3 jam pada suhu 420-550°C , setetelah dingin ditimbang kembali [3]. Cara perhitungan : Hemiselulosa (%)
=
Selulosa (%)
=
Lignin (%)
=
b–c a c–d a d–e a
x 100% x 100% x 100%
Keterangan : a = Sampel awal biomassa lignoselulosa b = Residu sampel direfluk dengan air panas c = Residu sampel setelah direfluk dengan 0,5 M H2SO4 d = Residu sampel setelah dikeringkan dalam oven selama 8 jam e = Abu dari residu sampel C. Produksi Enzim Selulase Kasar Persiapan Kultur Aspergillus niger. Kultur kerja dipersiapkan dengan menginokulasikan kapang Aspergillus niger yang telah diremajakan (dari kultur stok) ke dalam media agar miring yang telah dipersiapkan sebelumnya. Spora biakan murni Aspergillus níger ditumbuhkan dengan cara menggores pada permukaan media (1 ose per tabung). Biakan murni tersebut diinkubasi pada 25-27°C selama lima hari. Media yang digunakan yaitu PDA (Potato Dextrose Agar) [4]. Persiapan Inokulum. 100 ml media cair (media cair ini terdiri dari sukrosa 12,5%, (NH4)2 SO4 0,25 %, KH2PO4 0,2 %). pH media cair diatur dengan HCl hingga pH 3. Ujung kawat ose dicelupkan ke dalam etanol 96 % lalu dipanaskan pada api bunsen sampai berwarna merah. Biakan Aspergillus niger dari media PDA diambil dengan menggunakan kawat ose lalu dicelupkan beberapa saat pada media cair hingga tampak keruh. Pekerjaan ini dilakukan di ruang aseptik. Media cair ditutup dengan kapas dan diinkubasi pada suhu ± 30°C selama 24 jam. Produksi Enzim Selulase. Ditimbang 20 g serbuk ampas tebu yang sudah didelignifikasi dengan konsentrasi NaOH 3%, selanjutnya substrat ampas tebu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan larutan nutrien dan mineral (NaH2PO4 4,7%, CaCl 2 0,1%, KH2PO4 1,02%, MgCl2 0,02% dan urea 0,3%) dengan perbandingan 1:1 terhadap substrat. Serbuk ampas tebu digunakan sebagai bahan penginduksi selulase karena mengandung selulosa yang dapat digunakan sebagai
sumber karbon untuk pertumbuhan mikroba. Ditambahkan 100 ml aquadest ke dalam media tersebut, pH diatur hingga pH 5 lalu media disterilkan di dalam autoclave pada suhu 120ºC selama 15 menit. Media yang telah disterilkan kemudian didinginkan. Suspensi spora Aspergillus niger ditambahkan sebanyak 10 ml pada media tersebut. Media diinkubasi pada suhu ±30° C dengan waktu fermentasi 96 jam. Pengambilan Enzim. Hasil fermentasi diekstrak dengan aquadest sebanyak 100 ml lalu di letakkan pada rotari shaker 150 rpm selama 1 jam. Cairan hasil fermentasi dipisahkan dengan menggunakan kertas saring. Enzim yang diperoleh kemudian disimpan di lemari pendingin. Sebelum digunakan, enzim selulase kasar tersebut diuji aktivitasnya terlebih dahulu [5]. Pengujian Aktivitas Enzim Selulase Metode DNS (Dinitrosalicylic acid). Suspensi sampel disentrifugasi pada suhu 4°C dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Sebanyak 1,8 ml substrat (1% selulasa CMC) ditambahkan dengan 0,2 ml enzim ekstrak kasar, dikocok kuat dengan vortex, selanjutnya diinkubasi selama 30 menit pada suhu 30°C, aktivitas enzim dihentikan pada air mendidih selama 15 menit [6]. Setelah itu, dari larutan tersebut diambil 1 ml dan ditambahkan dengan 1 ml DNS, dipanaskan di air mendidih selama 15 menit. Diukur absorbansinya pada λ 575 nm dengan menggunakan spektrofotometer [6]. Perlakuan kontrol dan blanko dilakukan secara bersamaan dengan metode dan tahapan yang sama pada pengujian sampel. Kontrol merupakan enzim yang telah diinaktivasi terlebih dahulu direaksikan dengan substrat, sedangkan blanko tidak menggunakan enzim melainkan menggunakan buffer sitrat fosfat pH 5 yang direaksikan dengan substrat. Aktivitas enzim diukur pada absorbansinya pada λ 575 nm dengan menggunakan spektroforometer [6]. Aktivitas selulase dinyatakan dalam satuan international yaitu U/ml. Satu unit merupakan jumlah enzim yang dibutuhkan untuk memecah 1 µmol selulosa menjadi gula pereduksi per menit pada kondisi pengujian. Aktivitas enzim dihitung dengan menggunakan rumus : Aktivitas selulosa (U/ml) = konsentrasi glukosa sampel x 1000 V x t x
BM Konsentrasi glukosa sampel = ((As-Ab)-(Ak-Ab))
Keterangan : As = Absorbansi sampel Ab = Absorbansi blanko Ak = Absorbansi kontrol V = Volume enzim (0,2 ml) t = Waktu inkubasi BM = Bobot molekul glukosa (180)
D. Persiapan kultur Saccharomyces cerevisiae Persiapan Starter. Starter yang digunakan adalah ragi roti dengan merek Fermipan yang ditumbuhkan dalam substrat pertumbuhan. substrat pertumbuhan terdiri dari 1000 ml aquadest yang ditambahkan dengan 100 g gula pasir (konsentrasi Gula 10%) yang disiapkan di dalam gelas beker [7]. Setelah semua bahan dimasukkan, Kemudian dihomogenkan terlebih dahulu dengan Magnetic stirrer kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit. Substrat ditunggu hingga dingin. Setelah dingin, sampai kira - kira mencapai suhu 30-33oC, 50 gram Fermipan dimasukkan ke dalam substrat, selanjutnya diinkubasi pada Suhu 30 oC selama 8 jam [8]. Inokulasi Starter. Setelah starter diinkubasi selama 8 jam, maka starter tersebut siap untuk diinokulasikan di dalam substrat fermentasi. Inokulasi starter baik dilakukan setelah starter diinkubasi selama 8 jam. Hal Ini didasarkan pada asumsi bahwa setelah 8 jam, Saccharomyces cerevisiae telah mengakhiri fase logaritmik. Akhir fase logaritmik ditandai dengan adanya perlambatan pertumbuhan dan peningkatan kemampuan metabolisme. Starter dimasukkan dalam medium fermentasi pada kondisi yang aseptis. Jumlah Starter yang dimasukkan adalah sebanyak 1 ml [8]. E. Produksi Bioetanol Pretreatment Kulit Pisang Kepok dan Ampas Tebu. Bahan baku berupa ampas tebu dan kulit pisang dikecilkan ukurannya dengan cara dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari, sampai kadar air 10%. Setelah kering dihancurkan dengan menggunakan alat penggilingan hingga menjadi serbuk yang lolos ayakan 60 mesh, sehingga diperoleh serbuk lignoselulosa dengan ukuran yang seragam [9]. Serbuk ampas tebu dan kulit pisang direndam sebanyak 50 g (sesuai perlakuan) dalam larutan NaOH 6% (ampas tebu selama 12 jam) dan NaOH 1,5% (kulit pisang kepok selama 2 jam) pada suhu kamar, selanjutnya di autoclave selama 60 menit dengan suhu 121°C. Kemudian dilakukan pencucian sampai netral dan penyaringan serta pengeringan dengan oven pada suhu 105°C selama 10 jam [10]. Proses Hidrolisis. Hasil pretreatment dari serbuk kulit pisang kepok dan ampas tebu masing-masing dimasukkan (sesuai perlakuan) yaitu :
-
100% kulit pisang kapok 75% kulit pisang kepok : 25% ampas tebu 50% kulit pisang kepok : 50% ampas tebu 25% kulit pisang kepok : 75% ampas tebu 100% ampas tebu
Kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml lalu ditambahkan 100 ml aquadest dan diatur pH 4 – 5. Kemudian dipanaskan dalam autoclave pada suhu 121°C selama 30 menit. Bubur yang dilakukan sesuai perlakuan
dibiarkan menjadi dingin. Ditambahkan enzim selulase masing-masing sebanyak 9 ml lalu ditutup rapat erlenmeyer dengan gabus. Kemudian diletakkan pada rotary shaker 160 rpm selama 24 jam[11]. Kondisi kerja enzim selulase optimal pada suhu 45°C dan pH 4-5. Setelah didapatkan hasil hidrolisis (sesuai perlakuan) dilakukan analisa glukosa dengan metode Luff Schoorl. Proses Fermentasi. Hasil dari proses hidrolisis (sesuai perlakuan) selanjutnya ditambahkan dengan khamir Saccharomyces cerevisiae sebanyak 1 ml ke dalam Erlenmeyer yang berisi bubur yang sudah dihidrolisis (sesuai perlakuan) dan diaduk pada 150 rpm pada suhu 30°C dan pH 4,5 sampai homogen, kemudian difermentasi selama 4 hari (sesuai dengan perlakuan) [12]. Selanjutnya larutan hasil fermentasi (sesuai perlakuan) dipisahkan dari residu dengan disaring menggunakan pompa vakum sehingga diperoleh cairan alcohol + air. Setelah itu residu disimpan pada suhu -20°C sampai dilakukan tahap selanjutnya yaitu destilasi. Destilasi. Cairan hasil fermentasi (sesuai perlakuan) lalu dimasukkan kedalam labu destilasi. Temperatur pemanas dijaga pada suhu 70°C. Proses destilasi dilakukan selama 1,5 – 2 jam sampai etanol tidak menetes lagi [11]. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengkaji proses konversi selulosa dari limbah kulit pisang kepok dan ampas tebu menjadi bioetanol menggunakan hidrolisis enzimatis. Tahap awal yaitu mengetahui banyaknya kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa pada kulit pisang kepok dan ampas tebu. Selanjutnya pembuatan enzim selulase dan pengujiannya. Proses konversi selulosa dari kulit pisang kepok dan ampas tebu ini memiliki beberapa tahapan yaitu, delignifikasi menggunakan NaOH (kulit pisang kepok NaOH 1,5 % selama 2 jam dan ampas tebu dengan NaOH 6% selama 12 jam). Kemudian dilanjutkan dengan hidrolisis enzimatis menggunakan enzim selulase dari Aspergillus niger, kemudian pengukuran kadar glukosa dan tahap akhir fermentasi menggunakan Saccaromyces cerevisiae sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan. A. Analisa Hemiselulosa, Selulosa dan Lignin Analisis komponen lignoselulosa menggunakan metode Chesson dalam Datta (1981). Sampel yang dianalisis adalah kulit pisang kepok dan ampas tebu sebelum pretreatment. Berikut ini hasil analisa hemiselulosa, selulosa dan lignin yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Analisa Hemiselulosa, Selulosa dan Lignin
Pada Gambar 1 dapat dilihat hasil analisa hemiselulosa, selulosa dan lignin kulit pisang kepok dan ampas tebu %. Hal ini menunjukkan pisang kepok bahwa kulit pisang kepok dan ampas tebu masih berpotensi untuk diubah menjadi gula-gula sederhana yang merupakan bahan baku pembuatan bioetanol. B. Aktivitas Enzim Selulase Enzim yang digunakan dalam penelitian ini diproduksi dari proses fermentasi kapang Aspergillus niger. Produksi enzim selulase pada penelitian ini menggunakan substrat ampas tebu yang sebelumnya dilakukan delignifikasi dengan menggunakan konsentrasi NaOH 3%. Pengujian aktivitas enzim selulase pada penelitian ini menggunakan metode DNS (Dinitrosalicylic Acid) [1]. Aktivitas enzim selulase dalam memecah selulosa menjadi glukosa dapat ditentukan melalui persamaan yang diperoleh dari kurva standar glukosa. Kurva standar glukosa pada panjang gelombang 575 nm diperoleh persamaan linier y = 0,092x – 0,148 dengan koefisien korelasi 0,989. Hasil aktivitas enzim selulase yang didapatkan pada penelitian ini sebesar 0,0546 U/ml. Aktivitas enzim selulase yang didapatkan ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya yaitu sebesar 0,0549 U/ml [6]. C. Pretreatment Lignoselulosa Pada penelitian ini, kulit pisang kepok dan ampas tebu yang sudah menjadi serbuk di Pretreatment menggunakan NaOH dengan kadar konsentrasi berbeda. Pada kulit pisang kepok menggunakan NaOH 1,5% sedangkan ampas tebu NaOH 6%. Hasil analisa lignoselulosa pada kulit pisang kepok dan ampas tebu menunjukkan bahwa kandungan selulosa yang tinggi berpotensi untuk pembuatan bioetanol. Semakin tinggi konsentrasi dan lama perendaman dengan NaOH maka akan semakin tinggi kadar selulosa, sedangkan hemiselulosa dan lignin semakin rendah [5].
D. Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis Enzimatis Hidrolisis enzimatis pada penelitian ini menggunakan beberapa proporsi yaitu 100% kulit pisang kepok, 75% kulit pisang kepok : 25% ampas tebu, 50% kulit pisang kepok : 50% ampas tebu, 25% kulit pisang kepok : 75% ampas tebu dan 100% ampas tebu. Filtrat hasil hidrolisis Kulit pisang kepok dan ampas tebu dilakukan pengujian kadar glukosa, adapun hasil pengujian kadar glukosa dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Kadar Glukosa Filtrat Hasil Hidrolisis.
Degradasi lignin pada lignoselulosa akan mempengaruhi jumlah selulosa yang terurai menjadi gula pereduksi. Semakin tinggi lignin yang terdegradasi, maka semakin mudah selulosa terurai membentuk gula pereduksi selama hidrolisis. Oleh karena itu selulosa lebih sulit didegradasi dan dikonversi[13]. Kadar glukosa yang tinggi diduga enzim bekerja pada pH optimal yaitu 4-5 namun kandungan lignin pada bahan kulit pisang kepok dan ampas tebu diduga masih tinggi karena struktur bahan yang kurang kecil. E. Fermentasi Lama fermentasi mempengaruhi kadar bioetanol yang dihasilkan. Semakin lama waktu fermentasi maka semakin tinggi kadar bioetanol yang dihasilkan pada titik tertentu, apabila fermentasi terus dilanjutkan akan mengalami penurunan bioetanol [14]. Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana, melalui proses fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Persamaan reaksi kimia yaitu : 2C2H5OH 2CO2 2 ATP (energi yang dilepaskan) Dijabarkan sebagai gula (glukosa, fruktosa dan sukrosa) alkohol etanol + karbondioksida + energi (ATP). F. Hasil Kenampakkan Bioetanol Pada standar mutu tampakan bioetanol ditetapkan bahwa cairan dengan mutu yang baik adalah jernih, terang dan tidak ada kotoran. Cairan jernih artinya warna pada bioetanol berwarna putih tidak berwarna kuning, coklat
ataupun orange, cairan berwarna putih menandakan kemurnian dari bioetanol. Cairan terang artinya tidak mengalami kekeruhan sehingga tidak terdapat komponen atau senyawa lain yang ada pada bioetanol sedangkan cairan tidak ada kotoran artinya cairan tersebut tidak terdapat komponen lainnya yang dapat merubah atau merusak kandungan pada bioetanol. Hasil yang didapatkan dari kenampakan bioetanol memenuhi standar SNI 7390-2008 tentang tampakan bioetanol dimana memenuhi cairan jernih, tidak ada kotoran dan memiliki warna terang. G. Rendemen Bioetanol Tingginya hasil rendemen tidak dapat dijadikan acuan bahwa banyak mengandung alkohol. Semakin banyak kandungan glukosa, diharapkan akan semakin tinggi pula kadar bioetanol serta rendemen yang dihasilkan. Diduga pada saat hidrolisis dan fermentasi untuk perlakuan 75% kulit pisang kepok : 25% ampas tebu lebih optimal dibandingkan yang lain sehingga didapatkan hasil rendemen cenderung lebih tinggi. Rendemen pada penelitian ini setara dengan rendemen bioetanol dari sampah organik yang memiliki rata-rata 4,50-7,70% [15]. H. Massa Jenis Bioetanol Tujuan dilakukan pengujian massa jenis adalah untuk mengetahui kemurnian bioetanol, karena semakin tinggi kadar etanol maka massa jenisnya akan mendekati 0,789 g/cm3. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kisaran angka tersebut mendekati massa jenis air yaitu 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa massa jenis bioetanol yang didapatkan pada penelitian ini lebih banyak mengandung air. I. pH Bioetanol Proses pengujian pH dilakukan untuk mengetahui pH cairan bioetanol pada proses destilasi. Pada saat fermentasi banyak menghasilkan asam-asam organik, yang membuat pH larutan semakin rendah[16]. Pada rentang pH 6 – 6,5 lebih banyak dihasilkan asam asetat dan asam butirat, sehingga pengujian pH pada cairan destilasi ini menjadi tahapan penting untuk mengurangi terjadinya pembentukan asam asetat [17]. IV. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan peran enzim khusus untuk substrat berbasis selulosa dan hemiselulosa yang menghasilkan glukosa tidak linear dikarenakan molekul enzim yang lebih besar sehingga tidak seluruh permukaan enzim terletak dalam pengikatan substrat. Proses hidrolisis secara enzimatis menggunakan enzim selulase ternyata mampu meningkatkan proses biokonversi pada formula B (75% kulit pisang kepok : 25% ampas tebu), bukan merupakan hasil glukosa tertinggi. Dalam hal ini proses enzimatis sangat berperan dalam substrat yang pada saat
analisis awal glukosa belum optimal. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Program Studi Teknologi Industri Pertanian dan pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Referensi [1]
[2] [3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13] [14]
[15]
[16]
Kodri, Bambang Dwi Argo dan Rini Yulianingsih. 2013. Pemanfaatan Enzim Selulase daei Trichoderma reseei dan Aspergillus niger sebagai Katalisator Hidrolisis Enzimatik Jerami Padi dengan Pretreatment Microwave. Vol. 1 No. 1. Al Baari, A.N dan Fawaid, M.T., 2012. Profil Produksi Alkohol dari Fermentasi Whey dan Ampas Tebu. Vol.2 No.1. Isroi, 2013. Improvement of Digestibility and Structural Changes of Oil Palm Empty F ruit Bunches by Pleorotus Floridanus and Phosphoric Acid Pretreatment. Dissertasion Summary. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Omojasola, P.F., Omowumi, P.J., Ibiyemi, S.A., 2008. Cellulase Production by some Fungi Cultured on Pineapple Waste. Nature & Sc ience 6 (2), pp. 64 -75. Gunam, I.B.W., Aryananta, W.R dan Darma, I,B.N.S., 2011. Produksi Selulase Kasar dari Kapang Trichoderma viride dengan Perlakuan Konsentrasi Substrat Ampas Tebu dan Lama Fermentasi. Jurnal Biologi XV (2) : 29-33. Anggarawati,D. 2012. Aktivitas Enzim Selulase Isolat SGS 2609 BBP4B-KP Menggunakan Substrat Limbah Pengolahan Rumput Laut yang di Pretreatment dengan Asam.Universitas Indonesia. Elevri, P. A dan S. R. Putra. 2006. Produksi Ethanol Menggunakan Saccaromycess cerevisiae yang di Mobilisasi dengan Agar Batang. Akta Kamindo (2):105-114. Tipteerasri, T., W. Hanmoungjai dan P. Hanmoungjai, 2009. Ethanol Production from Crude Whey By Kluyveromyces Marxianus TISTR 5695. Chiang Mai University Thailand. Gunam, I.B.W. 1997. Perlakuan Kimiawi Ampas Tebu Tanpa Pencucian Sebagai Perlakuan Pendahuluan Untuk Hidrolisis Enzimatis Selulosanya. Tesis S2. Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Gunam, I.B.W., Antara, N.S., Anggreni, A.M.D., 2009. Produksi Bioetanol dari Limbah Lignoselulosa dengan Teknik Sel Terimobilisasi. Laporan Hibah Penelitian Strategis Nasional, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Seftian, D., Ferdiand. A dan M. Faizal, 2012. Pembuatan Etanol dari Kulit Pisang Menggunakan Metode Hidrolisis Enzimatik dan Fermentasi. Vol. 18. No. 1. Hermiati, E., Mangunwidjaja, D., Sunarti T.C., Suparno, O., dan Prasetya, B., 2010. Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu Untuk Produksi Bioetanol. Jurnal Litbang Pertanian. 121128. Lynd, L.R. 2002. Fuel Etanol from Cellulosic Biomass. Science 251:1318-1323. Utama, A.W., A.M. Legowo., A.N. Al Baari. 2013. Produksi Alkohol, Nilai pH dan Produksi Gas pada Bioetanol Dari Susu Rusak dengan Campuran Limbah Cair Tapioka. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 2 No.2. Mahyuda, A.B. 2006. Pengolahan Sampah Organik Menjadi Etanol dan Pengujian Sifat Fisik Alkohol. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknik Mesin. Universitas Udayana. Bali. Isra, Darma. 2007. Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylan sp.) Sebagai Sumber Karbon Pada Fermentasi Etanol Oleh Saccharomyces cerevisiae. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
[17] Qing, H.Y., Fang, H.H.P., 2002. Acidogenesis of dairy wastewater at various pH levels, Water Science & Technology, 45(10): 201-206.