TERALI BESI UNTUK KORBAN Legal Proceeding Advokasi Kasus-Kasus Kebebasan Beragama atau Berkayakinan
Kasus Cisalada Kasus Cikeusik Judicial Review Terhadap Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota Tentang Pelarangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah Laporan Alternatif Universal Periodic Review Tentang Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan
Editor Muhamad Isnur Prolog Nurkholis Hidayat Kontributor: Yunita Eny Rofiatul N
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
2013
TERALI BESI UNTUK KORBAN Legal Proceeding Advokasi Kasus-Kasus Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan Kasus Cisalada; Kasus Cikeusik; Judicial Review Terhadap Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota Tentang Pelarangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah; Laporan Alternatif Universal Periodic Review Tentang Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan Editor: Muhamad Isnur Prolog: Nurkholis Hidayat Kontributor: Yunita Eny Rofiatul N Desain/Tata Letak: Saiful Bahri Foto: LBH Jakarta Dok. Google Cetakan Ke-1, Juni 2013 xii, 141 hlm, 15 x 23 cm Hak Cipta LBH Jakarta Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan (KDT) ISBN: 978-602-95539-9-4 Diterbitkan oleh: Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Jl. Diponegoro 74, Menteng, Jakarta, Indonesia 10320 Telp. (021) 3145518, Fax. (021) 3912377 Email:
[email protected] Website: www.bantuanhukum.or.id Dengan dukungan: Yayasan Tifa Jl. Jaya Mandala II No. 14E, Menteng Dalam, Jakarta 12870 Telp. +62-21-8292776, Fax. +62-21-83783648 Website: www.tifafoundation.org
ii
Redaksi
PENGANTAR EDITOR
Gedung ini dimaksudkan sebagai monumen pertama di Indonesia bagi perjuangan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan yang sama bagi semua orang tanpa membeda-bedakan suku, agama, asal keturunan, keyakinan politik, maupun latar belakang sosial dan budaya. Dari sini pula para pembela dan pemikir bantuan hukum akan berjuang dengan jujur ikhlas dan tanpa pamrih serta seiya sekata dengan mayoritas bangsa yang papa untuk tidak saja membela perkara-perkara yang menyangkut kepentingan rakyat, tapi juga ikut merombak tatanan yang menyebabkan mereka terus-menerus terbelakang, miskin, tertindas dan terlupakan. Dari sini pula akan dikembangkan pikiran-pikiran yang berani, konstruktif dan bertanggung jawab hingga menjadi perlambang kebebasan berfikir, kebebasan menyatakan pendapat dan awal dari bangkitnya kaum miskin menuntut pelaksanaan hak yang sama dalam hukum dan keadilan di bumi pertiwi indonesia. -Abdur Rahman SalehTulisan diatas terus berdiri dengan tegak di pintu masuk gedung LBH Jakarta dan juga semoga terus berdiri tegak di hati dan jiwa para pejuang hukum dan hak asasi manusia dalam melakukan pembelaan dan pendampingan, termasuk dalam melakukan pembelaan dalam kasus-kasus diskriminasi dan intoleransi bernuansa keagamaan. Terali Besi Untuk Korban
iii
Ditengah menguatnya tindakan intoleransi dan diskriminasi bernuansa keagamaan di berbagai wilayah, maka tantangan untuk terus mendorong penghormatan dan perlindungan kepada seluruh warga negara semakin meningkat. Tekanan demi tekanan, bukan hanya ditujukan dan ditargetkan kepada kelompok minoritas, tetapi intimidasi dan tekanan juga diarahkan dan ditujukan kepada para pendamping. Buku ini merupakan bagian dari proses advokasi yang dilakukan LBH Jakarta bersama rekan-rekan, khususnya advokasi kemerdekaan beragama dan berkeyakinan. Buku ini juga merupakan kelanjutan Buku Peradilan Kasus-Kasus Kebebasan Beragama Dan berkeyakinan, Rangkuman 8 Studi Kasus: dampak, Pencapaian, Hambatan, dan Strategi, yang diterbitkan oleh LBH Jakarta Pada Tahun 2011. Buku ini dimulai dengan tulisan dari Nurkholis Hidayat yang memberikan pengantar dan kerangka dalam membaca buku ini, diharapkan menggambarkan setidaknya 4 (empat) proses advokasi. Pertama, dimulai Advokasi terhadap Kasus Penyerangan dan Penjarahan terhadap jemaat Ahmadiyah yang terjadi pada Tanggal 01 Oktober 2010 di Kampung Cisalada, Desa Ciampea Udik, Ciampea - Bogor, LBH Jakarta mendampingi korban yang melindungi rumah ibadah dan properti justru dikriminalisasi dan harus mengalami penahanan dan penjara selama 18 bulan, sedangkan tak satu pun penyerang yang sempat ditahan, Pengadilan hanya memutuskan hukuman percobaan saja. Pada buku ini akan dinarasikan kembali peristiwa yang sesungguhnya dan juga dilampirkan dokumen hukum mulai dari dakwaan, eksepsi, tuntutan, hingga putusan yang diberikan kepada salah seorang korban yang justru dikriminalisasi. Kedua, Advokasi terhadap kasus yang sangat mengerikan, dimana ribuan orang menyerang rumah salah seorang jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Banten dan mengakibatkan 3 (tiga) orang jemaat Ahmadiyah terbunuh sadis dan 5 (lima) orang lainnya luka berat. Selain memberikan gambaran tentang peristiwa tersebut, dalam buku ini juga dilampirkan dokumen hukum mulai dari Dakwaan, eksepsi, Tuntutan, Pembelaan, dan Putusan yang dihadapi oleh Deden Sudjana. Lagi-lagi korban yang mengalami luka berat, korban yang mempertahankan keyakinan dan pendapat, justru dikriminalisasi bahkan dituntut lebih berat dari para penyerang yang menyakiti dan membunuh begitu sadis. Ketiga, Pasca tragedi Cikeusik, negara bukannya membuat kebijakan yang melindungi jemaat Ahmadiyah, Justru diberbagai wilayah marak dan muncul aturan-aturan berupa Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, atau Peraturan Walikota yang melarang jemaat Ahmadiyah melakukan aktivitas. Pada bagian ini, LBH Jakarta bersama Tim Advokasi yang lain bersama-sama mengajukan uji materi peraturan-peraturan diskriminasi tersebut ke Mahkamah Agung. Pada bagian ini dilampirkan seluruh Argumen Pemohon dan juga Kuasa hukum dalam melakukan Uji Materi Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota ke Mahkamah Agung.
iv
Pengantar Editor
Keempat, Selain melakukan pendampingan kepada para korban di Pengadilan dan juga melakukan upaya perubahan kebijakan, LBH Jakarta bersama rekan-rekan yang lain juga melakukan upaya advokasi di level internasional dengan menggunakan mekanisme HAM PBB. Di tahun 2012, Indonesia akan memberikan Universal Periodic Review (Tinjauan Laporan Kondisi HAM), maka ini adalah kesempatan untuk melakukan laporan alternatif dan melaporkan kejadian-kejadian dan perkembangan tentang kondisi Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia. Menjadi sangat mudah memang, jika melihat sebuah kasus hanya dengan melihat akhir putusan hakim yang menyatakan bersalah para Korban yang LBH Jakarta dampingi. Sedari awal LBH Jakarta bersama tim advokasi lainnya juga tidak yakin bahwa Hakim akan membebaskan yang sebenarnya Korban ini, LBH Jakarta tidak yakin dengan independensi Kepolisian, Jaksa Penuntut Umum, dan juga Hakim ketika melihat begitu tinggi dan kerasnya tekanan terhadap mereka. Sengaja dihadirkan disini semua keterangan dan perdebatan agar pembaca bisa melihat bagaimana sebuah realita dan fakta bisa disimpangkan melalui hukum, bagaimana proyek diskriminatif dilegalkan melalui putusan pengadilan, bagaimana kriminalisasi dan peradilan sesat dilakukan dengan memenuhi hasrat dan nafsu mayoritas. Kami berharap, buku ini bukan hanya sekedar mereview sebuah peristiwa dan melaporkannya, tetapi semoga menjadi pembelajaran bukan hanya kalangan pegiat hukum dan HAM, tetapi juga buat semua pihak. Akhir kata dengan ini kami ucapkan terimakasih kepada Nurkholis Hidayat, Yunita, dan Eny Rofiatul N yang membantu penulisan buku ini, kepada rekan-rekan LKBHMI Ciputat yang mau membantu mengetik ulang dokumen-dokumen hukum, juga kepada Ode Zulkarnaen S. Tihurua, Eko Haridani Sembiring, Nelson Simamora, Tigor Hutapea, dan Ade Wahyudin (Asisten Pengacara Publik LBH Jakarta) yang telah memelototi huruf demi huruf penulisan, serta tak lupa kepada Yayasan Tifa yang membantu penerbitan buku ini.
?
Jakarta, Maret 2012 Muhamad Isnur
Tgl atau Juni 2013. spt. hal. ii
Terali Besi Untuk Korban
v
DAFTAR ISI
Pengantar Editor ........................................................................................................................................... iii Daftar Isi .............................................................................................................................................................. vi PROLOG : Terali Besi Untuk Korban Oleh : Nurkholis Hidayat ........................................................................................................................... ix BAB I PENDAMPINGAN KASUS CISALADA .................................................................................................. 1 A. Penyerangan, Penjarahan, dan Penghancuran dengan Alasan Agama .............. 3 Kriminalisasi Korban .......................................................................................................................... 9 Persidangan Ahmad Nuryamin ................................................................................................. 10 Proses Hukum Pihak Penyerang .............................................................................................. 14 Diskriminasi dan Hancurnya Supremasi Hukum ......................................................... 15 B. Dokumen Hukum Kasus Cisalada ............................................................................................ 18 Pledoi/Pembelaan Ahmad Nuryamin/Penasehat Hukum ...................................... 18 I.
Pendahuluan ................................................................................................................................. 19
II. Fakta Persidangan ..................................................................................................................... 21 III. Analisa Fakta Persidangan .................................................................................................. 28 IV. Analisa Tuntutan Pidana Penuntut Umum ............................................................... 29 V. Kesimpulan dan Permohonan ........................................................................................... 30 Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Terhadap Ahmad Nuryamin ................. 32 Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Terhadap Ahmad Nuryamin .................. 57 BAB II JEMAAT AHMADIYAH CIKEUSIK: ANCAMAN, INTIMIDASI, HINGGA PEMBUNUHAN ............................................................... 63 Dimulai dengan Kampanye Kebencian, Paksaan Keluar dan Ancaman Pembubaran .................................................................................................................................................... 65 Niat Membubarkan yang Berlanjut Ke Penyerangan Berdarah .................................... 67 Kedatangan Rombongan dari Jakarta dan Bogor ..................................................................... 68 Pencegahan dan Tindakan Aparat yang Sekedarnya ............................................................ 69 Berdalih Agama, Melakukan Penyerangan Brutal ................................................................... 71 Akibat Penyerangan: 3 Orang Meninggal, 5 Orang Luka Berat, Rusak/Hancurnya Harta Benda, dan Terusirnya Warga Negara dari Lahannya Sendiri ......................................................................................................................................... 75
vi
Daftar Isi
PENEGAKKAN HUKUM YANG LEMAH ........................................................................................... 75 Konstruksi Menyalahkan dan Mengkriminalisasi Korban ................................................ 75 Kepolisian Tidak Serius Mengusut Para Pelaku Karena Tidak Menyentuh Otak Pelaku Dibalik Peristiwa Cikeusik ..................................................................................................... 76 Kejaksaan Tidak Serius Melakukan Penuntutan ...................................................................... 79 Pengadilan Gagal Memberikan Rasa Keadilan Para Korban dan Masyarakat Dengan Menghukum Pada Terdakwa Dengan Hukuman yang Rendah .................... 81 Terdapat Kegagalan Sistem Perlindungan Kepada Para Korban ................................... 85 Negara Membiarkan Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia .............................. 85 BAB III UPAYA HUKUM TERHADAP PERATURAN-PERATURAN DISKRIMINATIF ........... 87 Permohonan Judicial Review Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota Tentang Pelarangan Aktivitas Merentang Perlawanan atas Kebijakan Diskriminatif ........................................................ 89 Strategi yang Diambil ................................................................................................................................ 93 Permohonan Judicial Review ............................................................................................................... 93 A. Pendahuluan .......................................................................................................................................... 97 B. Kewenangan Mahkamah Agung dalam Menguji Peraturan Perundang-Undangan Dibawah Undang-Undang ......................................................... 99 C. Pengajuan Permohonan Dilakukan Atas Sejumlah Peraturan Kepala Kepala Daerah Atas Dasar Prinsip Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan ......................................................................................................................... 100 D. Pengajuan Permohonan Masih Dalam Tenggat Waktu ..................................... 101 E. Kedudukan Hukum dan Kepentingan Para Pemohon ........................................ 102 F.
Peraturan yang Diskriminatif ....................................................................................... 104
G. Alasan-alasan Permohonan .......................................................................................... 106 H. Kesimpulan dan Permohonan ...................................................................................... 120 BAB IV MENGGUNAKAN MEKANISME HAM INTERNASIONAL ................................................. 123 Laporan Alternatif Universal Periodic Review dalam Sidang Dewan HAM PBB A. Pengantar ............................................................................................................................................. 125 B. Laporan Alternatif UPR Indonesia, Tentang Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan ..................................................................................................................................... 125 C. Isu dan Tema Serius: Kasus dan Praktik Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia ............................................................................................. 129 Tentang Editor ............................................................................................................................ 141
Terali Besi Untuk Korban
vii
viii
Legal Proceeding Advokasi Kasus-Kasus Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan
PROLOG Terali Besi untuk Korban Oleh: Nurkholis Hidayat
Persekusi terhadap kelompok minoritas, khususnya Ahmadiyah mencapai puncaknya pada tahun 2011. Intensitas kekerasan naik secara signifikan di awal tahun yakni pada bulan Januari di Makasar, sebelumnya juga terjadi penyerangan Kampung Cisalada dan sejumlah kampung disekitarnya di Bogor dan mencapai puncaknya dalam tragedi Cikeusik. Dalam seluruh rangkaian itu, LBH Jakarta dengan berbagai jaringan masyarakat sipil pegiat advokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia berdiri di depan untuk memberikan perlindungan yang memadai kepada kelompok korban yang diabaikan oleh Negara. Keputusan ini diambil oleh LBH Jakarta bukannya tanpa resiko. Hampir semua pengacara publik LBH Jakarta, khususnya yang muslim, terus menjadi sasaran tuduhan dan kecaman dan bahkan sasaran terror dan kekerasan dari kelompokkelompok yang menjadi pelaku utama persekusi terhadap kelompok minoritas keagamaan yang dibela LBH Jakarta. Tantangan itu bahkan datang dari lingkungan terdekat kami sendiri, seperti keluarga, kerabat, dan teman. Untungnya dari awal kami menyedari situasi itu akan terjadi. Kami betul-betul menyadari persepsi publik mayoritas yang masih belum sepenuhnya memahami konsepsi hak asasi manusia terkait dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Ketidakpahaman ini menjadi tantangan bagi LBH Jakarta untuk menjelaskan kepada publik dan mengedukasi aparatur negara secara clear/jelas kenapa LBH Jakarta terpanggil untuk membela hak-hak konstitusional dari kelompok minoritas seperti Ahmadiyah. Selain itu salah satu yang menjadi tantangan terbesar juga terkait dengan kompleksitas kasus yang justru menjadi rumit karena berkaitan erat dan dipengaruhi oleh faktor-faktor politis, budaya, dan agama. Dominasi struktur sosial, budaya dan agama yang timpang inilah yang membuat aparat penegak hukum tidak mampu untuk berdiri secara independen, atau kerap kali tidak mampu membuat batas (barier) dalam kapasitas apa ia bertindak, sebagai individu yang melekat erat dengannya agama, nilai dan norma atau sebagai pejabat publik yang seharusnya berpegang teguh pada landasan hukum dan konstitusi. Dengan menghitung dan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut di atas, membuat pendekatan advokasi yang dilakukan LBH Jakarta tidak bisa dilakukan secara konvensional. Advokasi melulu soal hukum jelas tidak mungkin dan tidak memadai untuk menghentikan ketidakadilan ini. Kami harus bergerak melampaui hukum (beyond the law and litigation) atau melakukan upaya-upaya yang lain Terali Besi Untuk Korban
ix
untuk sampai pada akar persoalannya yakni ketimpangan struktur sosial-politik yang menyebabkan diskriminasi dan persekusi itu terus terjadi. Dengan demikian, sejak awal kami menyadari betul performa pengadilan tidak akan banyak membantu menghadirkan keadilan. Meskipun demikian bukan berarti kami menganjurkan kepada para pembaca untuk menegasikan pengadilan dan tidak mempercayai langkah hukum. Dengan segala kekurangannya, jelas kita masih bisa mengambil manfaat dari persidangan. Dengan mengubah orientasi dan target dalam litigasi dari pembelaan yang tradisional menjadi arena kampanye dan edukasi bagi publik dan aktor-aktor disekitar persidangan, kita mendapatkan kemenangan-kemenangan kecil yang berharga. Lebih jauh, melalui hal tersebut, juga akan membantu publik untuk memahami standing position dari LBH Jakarta, duduk permasalahan yang sesungguhnya dalam kasus yang terjadi, fakta-fakta yang terabaikan, dan persepsi yang berimbang, yang kerap kali telah dirusak sebelumnya karena pemberitaan media yang bias.
Standing LBH Jakarta Kebebasan beragama jelas diatur dan menjadi hak konstitusional warga Negara. Dalam kerangka besar itulah tim Pembela dari LBH Jakarta meletakkan basis argumentasinya dalam melakukan pembelaan atas kasus-kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kami tidak membela keyakinan seseorang, melainkan membela hak seseorang dalam mempunyai keyakinan dan mengimplementasikan keyakinanannya sejauh sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia. Untuk menghindari konflik kepentingan dan bias, hanya dalam kapasitas sebagai pembela hak asasi manusialah kami bertindak, dan memisahkannya dengan keyakinan pribadi yang mungkin bertentangan. Membangun teori kasus yang jelas dan cermat untuk mematahkan teori kasus yang disusun jaksa penuntut menjadi pintu awal dalam perang argumen selanjutnya di dalam persidangan. Ada 2 (dua) pilihan teori kasus yang tersedia bagi LBH Jakarta dalam melakukan pembelaan. Preposisi pertama adalah ketika LBH Jakarta meyakini tersangka benar-benar bersalah (guilty), dan karenanya LBH akan menyusun pembelaan yang berfokus pada upaya memperingan vonis (clemency). LBH tidak perlu melulu berupaya membebaskan seseorang dari ancaman hukuman tindak pidana jika memang klien bersalah melawan hukum dan tidak ada alasan pemaaf dan pembenar atas tindakanya tersebut. Pembela yang baik justru adalah pembela yang setia pada fakta dan tidak mencari-cari alasan pembenar yang sembarangan atau tidak kredibel dan tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk sedapat mungkin membebaskan terdakwa. Preposisi kedua, sebaliknya, yakni ketika LBH meyakini betul dengan segenap kesadaran, alasan hukum yang kredibel dan didukung oleh fakta-fakta yang kuat untuk sampai pada kesimpulan bahwa seorang tersangka/terdakwa tidak bersalah (not guilty) sehingga menuntut tim pembela sedapat mungkin untuk meyakinkan hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan.
x
Prolog
Dalam kasus Cisalada dan Cikeusik, LBH Jakarta bersiteguh pada argumentasi bahwa para korban penyerangan yang justru dikriminalisasi seharusnya dinyatakan tidak bersalah dan seharusnya divonis bebas. Berikut ini beberapa pokok-pokok argumentasi LBH Jakarta yang diambil dari eksepsi dan pledoi yang diajukan dipersidangan dan disajikan dalam bentuk pertanyaan kritis: ·
Siapa korban sesungguhnya? Dan kenapa korban justru dikriminalisasi dan diviktimisasi?
·
Dalam hal apa sesungguhnya pembatasan hak kebebasan berargama dan berkeyakinan dapat dilakukan?
·
Kenapa Polisi, Jaksa dan Hakim melakukan diskriminasi dalam melakukan penahanan? Kenapa para tersangka penyerang tidak ditahan sementara korban penyerangan ditahan? Kenapa hakim menghukum ringan kepada para pelaku?
·
Kenapa diabaikan Alasan pemaaf dan penghapus perbuatan tindak pidana untuk korban yang mempertahankan diri dari penyerangan?
·
Kenapa hakim ahistoris dan tidak mempertimbangkan latarbelakang kasus? Pertanyaan ini diajukan untuk memberikan konteks atau latarbelakang terjadinya kasus dengan mengungkapkan rangkaian peristiwa dan faktafakta sebelum kasus terjadi. Juga dengannya memberikan penjelasan yang memadai bagi hakim untuk mempertimbangkan putusan.
·
Kenapa yang dihukum hanya segelitir orang yang berperan dilapangan, sementara mereka yang terlibat dalam perencanaan penyerangan, melakukan penghasutan dan memobilisasi penyerangan tidak ajukan ke pengadilan?
Demikianlah melalui pertanyaan-pertanyaan kritis tersebut kami mencoba untuk meyakinkan hakim dan menseimbangkan pemberitaan mengenai uraian kronologis peristiwa dan sekaligus mendesak penyidik untuk mengembangkan kasusnya lebih jauh. Menjadikan proses peradilan untuk mengingatkan publik dan aparat penegak hukum mengenai aktor-aktor lain yang seharusnya ikut diseret ke pengadilan merupakan salah satu bagian tersulit. Kami harus berhadapan dengan penyidik, jaksa dan hakim yang dari awal melokalisir kasus hanya pada segelintir tersangka yang ada dilapangan. Ada kesan proses peradilan hanya menjadi formalitas saja dan yang hanya segerlintir pelaku dilapangan yang dikorbankan untuk bertanggung jawab atas seluruh kejadian.
Menolak kebijakan diskriminatif Sementara itu dalam kemunculan berbagai regulasi di tingkat daerah yang melarang keberadaan dan aktivitas jemaat Ahmadiyah, LBH Jakarta dengan tegas menyatakan bahwa keseluruhan peraturan tersebut inkonstitusional dan diskiminatif. Pembatasan terhadap ekspresi keagamaan (forum eksternum) Terali Besi Untuk Korban
xi
hanya bisa dilakukan melalui peraturan setingkat undang-undang, tidak melalui peraturan dalam tingkatan dibawahnya. Selain itu pembatasan juga hanya dapat dilakukan dalam kualifikasi tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 18 ICCPR. JR terhadap beberapa Peraturan Gubernur (Pergub), peraturan daerah, dan peraturan Bupati diajukan oleh LBH Jakarta dengan berbagai argumen sebagai berikut ini: ·
Bukan kewenangan Pemerintah daerah (Bupati atau Gubernur) untuk mengatur hal yang terkait dengan agama;
·
Adalah kewenangan presiden sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1/PNPS/1965 untuk melarang suatu organisasi keagamaan;
·
Melanggar prinsip-prinsip dan azas-azas formil mengenai tata cara pembuatan perundang-undangan;
·
Pelarangan sepihak tanpa melalui proses peradilan bertentangan dengan prinsip rule of law dan due process of law;
·
Bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM;
·
Peraturan bertentangan dengan prinsip pembatasan sebagaimana datur dalam Pasal 18 ICCPR yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
Kondisi terkini kasus Setahun setelah tragedi Cikeusik, para korban dan anggota jemaat tidak diperkenankan oleh Pemerintah Daerah untuk kembali ke desa mereka di Cikeusik. Tidak ada kompensasi, rehabilitasi yang diberikan oleh pemerintah kepada para korban penyerangan. Dilain pihak pemerintah terus mengabaikan kondisi ini terus terjadi. Secara umum, persekusi terus terjadi hingga saat ini khususnya di kantungkantung komunitas Ahmadiyah di Jawa Barat. Dampak pelarangan tidak saja pada aktivitas organisasi dalam hal kegiatan keagamaan, melainkan juga pada hak-hak ekosob, hak-hak keperdataan dan hak sipil lainnya yang lebih individual. Sementara itu mengenai Judicial Review berbagai Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati dan Peraturan Daerah pelarangan Ahmadiyah masih diproses di Mahkamah Agung.
?
Jakarta, 16 Maret 2012 Nurkholis Hidayat
Tgl atau Juni 2013. spt. hal. ii
xii
Prolog
BAB I KASUS CISALADA
Terali Besi Untuk Korban
1
2
Kasus Cisalada
KASUS CISALADA
A. PENYERANGAN, PENJARAHAN, DAN PENGHANCURAN DENGAN ALASAN AGAMA Cisalada merupakan sebuah kampung di wilayah Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Selain Cisalada, disekitarnya terdapat pula kampung-kampung lain, seperti Kampung Laladon, Kampung Ciaruteun dan lainnya. Kampung Cisalada mayoritas dihuni oleh anggota jemaat Ahmadiyah, dimana terdapat sekitar 900 jiwa anggota jemaat Ahmadiyah tinggal. Rata-rata mata pencaharian warga adalah petani dan pedagang. Kejadian penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah Cisalada terjadi pada hari Jumat tanggal 1 Oktober 2010. Penyerangan diduga awalnya dipicu oleh keberatan masyarakat sekitar dengan rencana pembangunan Masjid baru di Kampung Cisalada. Pada tanggal 12 Juli 2010 proses pembangunan Masjid tersebut baru sampai tahap pengecoran tapak kaki (tiang fondasi bawah tanah), tetapi dihentikan oleh aparat pemerintahan Kecamatan Ciampea atas desakan sebagian Ulama dan MUI Ciampea yang menamakan diri Tim 40. Besi-besi pancang tiang yang berdiri 1 (satu) meter dipermukaan tanah dipotong oleh aparat pemerintah Kecamatan Ciampea. Selanjutnya, Pada hari Jumat tanggal 20 Agustus 2010 sekitar pukul 11.00 WIB datang 4 mobil dari Pemerintah Kabupaten, Petugas Kecamatan, Kapolsek Ciampea, Satpol PP Kabupaten Bogor dan perwakilan MUI Kecamatan Ciampea, berjumlah antara 15-20 orang. Petugas Pemerintah, Kepolisian, dan juga perwakilan MUI setempat ini mengambil foto lokasi Masjid, Madrasah dan Rumah Missi untuk membuktikan apa yang sudah terjadi sebelumnya. Aparat Pemerintahan, Kepolisian, juga Perwakilan MUI ini meminta agar Masjid, Rumah Missi dan Madrasah ditutup. namun permintaan ini ditolak oleh para pengurus jemaat Cisalada. Setelah pemotongan tiang-tiang tersebut, suasana agak reda. Warga Kampung Cisalada pun kembali melakukan aktivitas seperti biasa, dan tetap beribadah shalat menggunakan masjid yang sudah ada. Pada hari Jumat siang, tanggal 1 Oktober 2010, setelah warga melakukan sholat Jumat, ada informasi dari warga sekitar Kampung Cisalada yang disampaikan kepada Ketua RW setempat, bahwa akan ada penyerangan kepada warga Ahmadiyah di Cisalada setelah maghrib. Tetapi sebagian besar warga Cisalada baru mendapatkan informasi akan adanya penyerangan pada saat setelah maghrib atau sekitar pukul 18.30 WIB. Pada saat tersebut diketahui massa sudah sampai pada Kampung Pasar Selasa yang jaraknya tidak lebih dari 500 meter dari Kampung Cisalada. Merespon hal tersebut, Pengurus jemaat Cisalada langsung menghubungi Kapolsek Ciampea mengenai berita tersebut. Terali Besi Untuk Korban
3
Kemudian, sekitar pukul 19.00 WIB datanglah massa penyerang yang terdiri dari anak-anak remaja usia 14-17 tahun yang berjumlah sekitar 30 orang. Sebagian menggunakan helm dan slayer seraya meneriakan takbir di depan Masjid Attaufiq dan langsung melempari kaca-kaca pintu dan jendela masjid serta melemparkan bom molotov ke dalam masjid. Tindakan ini menyebabkan masjid terbakar. Kejadian tersebut tidak dihentikan oleh polisi karena pada saat itu, hanya ada 7 polisi yang datang dengan tidak bersenjata. Saat melihat masjid terbakar dengan penyerang yang membawa senjata tajam, sebagian warga bereaksi mengusir para penyerang. Melihat hal tersebut, penyerang yang rata-rata masih duduk di tingkat SMA sontak berlarian. Pada saat itu, kurang lebih dari 7 orang penyerang masuk ke dalam masjid, yang salah satunya bernama Akbar Ramanda als. Rama, yang kemudian tertangkap tangan oleh warga dan diamankan ke rumah RW. Setelah itu Rama diinterogasi oleh warga dan ia mengaku bahwa ia ikut melakukan penyerangan karena disuruh oleh Koprek alias Lukman, preman Pasar Salasa. Rama ditahan oleh warga sampai pihak kepolisian datang, yang kemudian diserahkan kepada pihak kepolisian yang datang saat penyerangan telah usai. Di saat yang sama pada saat masjid terbakar, salah satu warga yang panik akibat penyerangan tersebut, tidak sengaja melakukan penusukan kepada salah seorang penyerang. Belakangan diketahui penyerang yang terkena tusukan pisau tersebut bernama Rendi Apriansyah. Setelah melakukan penyerangan pertama, para penyerang tersebut langsung berlarian kembali pergi dari Kampung Cisalada. Setelah penyerangan yang dilakukan oleh anak-anak remaja tersebut selesai, keadaan sempat tenang selama 15 menit. Warga kampung Cisalada mendengar bunyi speaker yang keras dari kampung luar Cisalada namun tidak jelas apa yang disuarakan saat itu. Tak lama kemudian, massa datang kembali dengan jumlah yang lebih besar berjumlah sekitar 300 orang. Penyerang tersebut langsung bertindak brutal dan melakukan perusakan yang lebih parah. Melihat jumlah massa yang begitu besar, serentak warga berlindung dan bersembunyi di sawah dan perkebunan di belakang kampung. Sisanya di kampung Cisalada hanya terdiri dari perempuan, orang tua dan beberapa remaja sekitar usia 14-18 tahun, sejak awal memang warga diinstruksikan untuk tidak melakukan perlawanan. Pada saat kejadian penyerbuan ini, hanya ada beberapa petugas kepolisian, dan juga beberapa pemuda. Para pemuda lainnya tidak ada ditempat karena sedang mengikuti ijtima dan Majelis Syuro Nasional di Bandung. Para penyerang tersebut melakukan penjarahan dan perusakan. Para Penyerang ini melempari kaca, genteng, dan membakar Masjid, Madrasah, Rumah Missi, dan setiap rumah yang mereka lewati selama 2 (dua) jam lamanya tanpa larangan dan pencegahan dari Polisi. Sekitar pukul 20.30 WIB seorang pemuda dari Kampung Cisalada yang kebetulan berada di luar Cisalada mendapat informasi bahwa tidak ada aparat Polisi di Cisalada. Pemuda ini segera mendatangi kantor Polsek Ciampea, bertemu dengan
4
Kasus Cisalada
Foto kiri atas: Kondisi masjid Attaufiq yang dirusak oleh penyerang. Foto kanan atas: Salah satu rumah jemaat Ahmadiyah (Rumah Missi) yang dirusak dan dibakar oleh penyerang. Foto bawah kiri: Dua orang ibu jemaat Ahmadiyah bersama sisa-sisa barang yang telah terbakar. Foto kanan bawah: Mobil jemaat Ahmadiyah yang dirusak dan dibakar.
5 (lima) orang Polisi yang ada di kantor Kepolisian Sektor Ciampea yang mengatakan bahwa seluruh anggota Polsek Ciampea termasuk Polsek-Polsek terdekat telah dikirimkan ke Cisalada. Aparat kepolisian yang sedang bertugas di Kantor Polsek Ciampea tersebut pun langsung berangkat menuju ke Cisalada. Perusakan terjadi dengan lancar, dan kemudian aparat kepolisian beralasan tidak bisa masuk dan mencegah kerusakan lebih parah, karena tertahan oleh blokade massa. Sesungguhnya jarak dari Kantor Polsek Ciampea ke Kampung Cisalada hanya sekitar 20 menit perjalanan. Maka seharusnya aparat kepolisian sudah bisa sampai ke Cisalada paling lama sebelum pukul 20.00 WIB. Terali Besi Untuk Korban
5
Tetapi kenyataannya penyerangan yang kedua ini baru mulai reda saat aparat Brimob datang pada sekitar pukul 21.00 WIB. Perusakan sendiri baru berhenti sepenuhnya pada sekitar pukul 22.00 WIB, dimana banyak aparat Polisi yang datang. Pada saat inilah, Rama (anak remaja yang menyerang pertama kali dan tertangkap warga) diserahkan kepada Polisi. Aparat kepolisian datang ke kampung Cisalada setelah rumah-rumah warga sudah terbakar, dirusak dan dijarah oleh massa. Meskipun tidak ada korban jiwa maupun luka-luka pada Jemaat Cisalada, akibat dari penyerangan massa tersebut warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Kampung Cisalada ini menderita kerusakan materi yang ditaksir cukup besar, yaitu sekitar Rp. 370.300.000,- dengan rincian sebagai berikut: A. Bangunan dan rumah dan yang dibakar: 1) Masjid, Kerusakan terdiri dari: karpet, podium, atap internit, pintu, jendela, sekat masjid, alat sound system, televisi, parabola, receiver, cat dinding masjid, genteng, etalase perpustakaan, buku-buku, dan puluhan Alquran; 2) Madrasah, Kerusakan terdiri dari bangku dan meja belajar serta peralatan belajar mengajar dan puluhan Alquran dibakar. 3) Rumah Missi, Rumah missi ini dihuni satu jiwa. Kerusakan dan kehilangan terdiri dari : Motor legenda tahun 2002 yang dibakar, jendela, parabola dan receiver, satu set kursi tamu, satu set meja makan, TV, HP, tempat tidur, rak buku, dokumen pribadi, buku-buku, dan lainnya; 4) Rumah Bapak Basir Ahmad Neway, Rumah ini dihuni 4 jiwa. Kerusakan terdiri dari seluruh bangunan dan isinya terbakar habis; 5) Rumah Bapak Basir Karim, Rumah ini dihuni oleh 3 jiwa. Kerusakan terdiri dari seluruh bangunan dan isinya terbakar dan dijarah. 6) Rumah Ibu Herti, Rumah ini dihuni oleh 2 jiwa. Kerusakan terdiri dari ruang tamu terbakar, karpet, TV, satu set kursi tamu, atap internit. B. Rumah Rusak ringan dan kendaraan yang dibakar: 1) Keluarga Bapak Abdul Majid, Rumah ini dihuni 2 Jiwa. Kerusakan terdiri dari 2 buah kaca nako yang hancur. 2) Keluarga Bapak Mahfudin, Rumah ini dihuni 3 jiwa. Kerusakan terdiri dari 11 kaca jendela dan 11 genteng yang pecah. 3) Keluarga Bapak Bahtiar Ahmad Safari, Rumah ini dihuni 6 jiwa. Kerusakan terdiri dari 1 buah kursi terbakar, 4 kaca jendela pecah, tincture homoepathy 1 set, 2 buah aquarium besar pecah. 4) Keluarga Bapak Jaenudin, Rumah ini dihuni 2 jiwa. Kerusakan terdiri dari pintu depan dan kaca rusak, uang pensiun 1 bulan dalam amplop dijarah. 5) Keluarga Bapak Karim, Rumah ini dihuni 3 jiwa. Kerusakan terjadi pada 12 kaca jendela, gorden, pintu depan dan warung/kedai.
6
Kasus Cisalada
Foto kiri: Aparat Brimob berjaga-jada di salah satu rumah warga yang dibakar penyerang. Foto kanan atas: Motor rumah missi yang dibakar massa intoleran. Foto kanan bawah: Salah satu jemaat Ahmadiyah yang mengalami kekerasan menceritakan kisah penyerangan.
6) Keluarga Bapak Ismail, Rumah ini dihuni 6 jiwa. Kerusakan terjadi pada 9 kaca jendela, pintu depan dan 60 buah genteng. 7) Keluarga Bapak Dayat, Rumah ini belum dihuni. Kerusakan terjadi pada pintu gerbang, 9 kaca jendela, dan pintu WC. 8) Keluarga Bapak Munawar, Rumah ini dihuni 4 jiwa. Kerusakan terjadi pada pintu gerbang, 4 kaca jendela, dan 10 buah genteng. 9) Keluarga Bapak Soleh Jian, Rumah ini tidak dihuni. Kerusakan terjadi pada pintu gerbang dan 10 kaca jendela. 10) Keluarga Bapak Sairan, Rumah ini dihuni 2 jiwa. Kerusakan terjadi pada 7 kaca jendela. 11) Keluarga Bapak Yusup, Rumah ini dihuni 2 jiwa. Kerusakan terjadi pada 2 buah pintu gerbang, 1 buah mobil, pintu depan, 30 buah genteng, televisi, vcd, lemari pakaian, lemari pajangan, meja makan, dompet yang berisi Rp.250.000,-, gorden, meja tamu, dan 6 buah pigura foto. 12) Keluarga Bapak Mubarik, Rumah ini dihuni 12 jiwa. Kerusakan terjadi pada 6 kaca, 1 buah pintu dan 1 buah motor. 13) Keluarga Bapak Sayidul M, Rumah ini tidak dihuni. Kerusakan terjadi pada 15 buah aquarium besar (penangkaran ikan hias). 14) Keluarga Bapak S. Muslimin, Rumah ini tidak dihuni. Kerusakan terjadi pada 2 kaca besar. Terali Besi Untuk Korban
7
15) Keluarga Bapak Muksin, Rumah ini dihuni 3 jiwa. Kerusakan terjadi pada 9 kaca dan 20 genteng. 16) Keluarga Ibu Ratnasih, Rumah ini dihuni 1 jiwa. Kerusakan terjadi pada 6 kaca dan 5 genteng. 17) Keluarga Bapak Suma Arifin, Kerusakan terjadi pada etalase, jendela papan, 1 buah televisi dan semua isinya habis dijarah. 18) Keluarga Ibu Rabwatin, Rumah ini dihuni 2 jiwa. Kerusakan terjadi pada 7 kaca jendela, 1 kulkas, 1 televisi, 1 vcd, 1 set komputer, 1 buah kursi dan 15 genteng. 19) Keluarga Ibu Umi Salmah, Rumah ini dihuni 2 jiwa. Kerusakan terjadi pada 1 set kursi, 1 kaca besar, 2 lemari pakaian berikut isinya, 1 lemari pajangan, 1 televisi, 1 kasur bedress. 20) Keluarga Bapak Dedi Zulkarnaen, Rumah ini dihuni 3 jiwa. Kerusakan terjadi pada 1 set kursi, 1 televisi, 1 buah magic com, 2 sepeda anak, 2 kaca dan 1 pintu. 21) Keluarga Bapak H. Udin, Rumah ini dihuni 6 jiwa. Kerusakan terjadi pada 1 kaca. 22) Keluarga Ibu lis, Rumah ini dihuni 3 jiwa. Kerusakan terjadi pada 1 kaca. 23) Keluarga Ibu Muslimah, Rumah ini dihuni 3 jiwa. Kerusakan terjadi pada 5 kaca, 1 rolling door, dan 1 pintu. 24) Keluarga Ibu Maemunah, Rumah ini dihuni 4 jiwa. Kerusakan terjadi pada 3 kaca, 10 genteng, 1 pintu. 25) Keluarga Bapak H. M. Toha, Rumah ini dihuni 5 jiwa. Kerusakan terjadi pada 7 kaca dan 10 genteng. Perlu digarisbawahi bahwa penyerangan ini merupakan penyerangan yang ketiga kali dalam kurun waktu 5 tahun. Akan tetapi, tidak pernah ada tindak lanjut dari kepolisian terkait penyerangan sebelumnya. Lebih lanjut, tidak ada antisipasi maupun respon cepat pihak kepolisian untuk mencegah dan/atau melindungi Jemaat Ahmadiyah pada penyerangan ini. Warga menduga bahwa penyerangan ini sudah direncanakan dengan matang. Penyerangan pertama yang pelakunya anak-anak remaja dengan jumlah sedikit diduga merupakan provokasi agar muncul alasan untuk menyerang pada serangan yang kedua dengan massa yang jauh lebih besar. Hal ini bisa dilihat dari begitu banyaknya jumlah massa yang dapat terkumpul untuk menyerang kampung Cisalada dalam waktu yang singkat, dimana hanya dalam waktu 15 menit setelah penyerangan pertama, 300 orang massa telah terkumpul rapi dan siap untuk menyerang. Penyerangan diduga kuat diprakarsai oleh Tim 40 yang terdiri dari 40 orang dari berbagai wilayah sekitar Cisalada, diketuai oleh Asep Sujai yang memiliki pesantren di Laladon, dengan Bapak yang merupakan anak dari penasehat H. Cece Mamun Gozi.
8
Kasus Cisalada
KRIMINALISASI KORBAN Pada hari yang sama setelah kejadian, Polisi segera melakukan pemeriksaan terhadap warga kampung Cisalada, dengan membuat kantor sementara di kampung Cisalada, dengan fasilitas laptop dan printer. Kepolisian Resort Kabupaten Bogor yang menangani kejadian Posko yang didirikan kepolisian untuk melakukan ini lebih fokus untuk mencari dan pengamanan pasca penyerangan di kampung Cisalada. menangkap pelaku penusukan, dibanding mengejar dan menangkap para pelaku penyerangan dan penjarahan. Dalam pemeriksaan, salah satu saksi yang bernama Edi yang merupakan warga kampung Cisalada, melaporkan sempat mengalami intimidasi dan tindak kekerasan dari aparat kepolisian yang melakukan penyidikan. Di dalam proses lainnya, seorang warga yang bernama Ryan diminta Polisi untuk ikut ke tempat yang agak jauh. Ryan mengaku dipaksa mengaku kalau ia adalah pelaku penusukkan dengan sebuah golok. Karena merasa tak bersalah, Ryan tidak mengaku, tapi Polisi malah menyita sebuah pisau dapur, bukan golok dari rumahnya. Pada hari Sabtu pukul 03.00 pagi, Ryan dan Didik seorang warga kampung Cisalada lainnya, dibawa ke Polsek Ciampea untuk diperiksa. Selain menanyakan seputar kejadian penyerangan, Polisi juga mengejar keterangan terkait peristiwa penusukan. Di Polsek Ciampea, lagi-lagi mereka ditekan untuk mengaku hingga dini hari. Ketika pengakuan itu tidak didapatkannya, mereka kembali di-BAP hingga esok paginya. Ryan mengaku untuk mendapatkan pengakuan darinya, Polisi sempat mengatakan pada Ryan kalau ciri-ciri pelaku sama seperti ciri-ciri dirinya yaitu tinggi dan berambut panjang. Pada Sabtu paginya, sekitar pukul 08.00 WIB, Polisi kembali membawa dua orang tetua kampung, bernama Pak Mubarik dan Pak Muksin. Mereka juga diperiksa dengan hal yang sama dengan Ryan dan Didik, yaitu tentang penyerangan dan penusukan. Akan tetapi, berbeda dengan pemeriksaan terhadap yang lainnya, pemeriksaan terhadap Pak Mubarik berlangsung lebih lama. Dalam pemeriksaan tersebut terdapat pula intimidasi dan kekerasan psikis. Pak Mubarik juga dituduh sebagai pelaku penusukan,
Foto atas: Ryan (sebelah kiri) dan Didik (sebelah kanan) kedua warga Ahmadiyah yang pada awalnya sempat dipanggil kepolisian dan dituduh sebagai pelaku penusukan. Foto bawah: Pak Mubarik saat pemerikasan di kepolisian Terali Besi Untuk Korban
9
sebab berdasarkan keterangan kepolisian yang diperoleh dari korban, ciri pelakunya berjanggut, memakai baju koko dan memakai peci putih, seperti dirinya. Keempat orang tersebut baru diperbolehkan kembali pada sekitar pukul 23.00, meski pemeriksaan BAP sudah selesai berjam-jam sebelumnya. Sementara itu, pada Sabtu pagi, di saat yang sama dengan penangkapan Pak Mubarik dan Pak Muksin, Yamin ditangkap oleh empat orang polisi berpakaian sipil tanpa didampingi oleh kuasa hukum. Selama interograsi Yamin dipukul dan ditampar. Pelipis matanya luka dan bibirnya berdarah. Yamin juga diancam untuk mengaku. Setelah itu, keempat polisi itu tak ditemui Yamin lagi, bahkan hingga ia akan dipindahkan ke Polres Kabupaten Bogor di Cibinong. Pada hari Minggu, tanggal 3 Oktober 2010, sekitar pukul 09.30, Yamin dan Masarudin ditangkap dan dibawa ke Polsek Ciampea. Setelah itu Yamin ditahan dalam tahanan Kepolisian Resort Bogor atas tuduhan penusukkan yang dilakukannya. Yamin tidak mendapatkan bantuan hukum maupun pendampingan pengacara selama itu. Ia baru mendapatkan bantuan hukum setelah menguasakan diri pada LBH Jakarta pada 15 November 2010.
PERSIDANGAN AHMAD NURYAMIN Dengan bukti-bukti yang ada, berkas Yamin dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum,1 dan Yamin dipersidangkan pada Pengadilan Negeri Cibinong pada perkara No. 1003/Pid/B/2010/PN.CBN. Pada tanggal 23 November 2010, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Cibinong bernama Nuraini Aco mendakwa Yamin dengan pasal 2(1) UU darurat No. 12/1951 (membawa senjata tajam), Pasal 80 Ayat (1), (2) Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, (kekejaman, kekerasan, ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak), Pasal 351 Ayat (2) KUHP (penganiayaan yang menyebabkan luka berat), pasal 360 Ayat (1) KUHP (karena kesalahannya menyebabkan orang lain mengalami luka berat). Alasan dari pengenaan pasal-pasal tersebut intinya didasarkan pada kronologi dimana Rendi Apriansyah (korban penusukan) yang masih anak-anak melihat kurang lebih sebanyak 20 orang warga kampung Pasar Salasa dan Pondok Kopi yang mayoritas seusianya berkumpul di Pasar Salasa dan mengikuti dengan tujuan untuk melihat penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Cisalada. Setelah sampai di masjid, sekitar 10 (sepuluh) orang masuk kedalam tempat ibadah tersebut termasuk dirinya, namun Rendi tidak ingat siapa saja yang masuk kedalam tempat ibadah tersebut karena waktu itu situasi Kampung Cisalada sudah dalam kondisi gelap (lampu tidak menyala). Setelah Rendi berada didalam tempat ibadah tersebut ia keluar dari pintu tempat ibadah tiba-tiba ada seseorang menusukkan pisau stainless ke arah badan dirinya, namun ditangkis oleh Rendi dengan menggunakan tangan sehingga tangan kanan saksi korban terkena senjata 1 Lengkap berarti bahwa bukti-bukti yang yang ada dianggap cukup membuktikan bahwa Yamin diduga telah melakukan tindak pidana dan oleh karenanya layak untuk dipersidangkan.
10
Kasus Cisalada
tajam, namun Pelaku tetap berupaya menusukkan senjata tajam tersebut ke arah saksi korban dan mengenai bagian pinggang sebelah kanan tepatnya kearah bagian rusuk sebelah kanan sambil berkata Modar Sia (Mati Kamu) kemudian Rendi langsung lari kencang pulang kearah Kampung Kebon Kopi berteriak minta tolong sambil memegang luka akibat tusukan pisau tersebut, yang kemudian ia ditolong oleh warga Kampung Pasar Salasa dan langsung dibawa ke Puskesmas Cibungbulang dan selanjutnya dibawa ke RS. PMI Bogor. Dari penusukan tersebut, sesuai dengan V isum Et Repertum No. P.01/III/007/X/ 2010 tanggal 22 Oktober 2010, dinyatakan bahwa ditemukan luka terbuka pada dada kanan dan lengan kanan menembus rongga dada sela iga ke tujuh merobek sekat rongga badan menimbulkan pendarahan yang Rendi korban penusukan dijaga aparat kepolisian saat disebabkan oleh kekerasan dirawat RS. PMI Bogor. b e n da ta j a m , ke ke ra s a n tersebut dapat mengakibatkan ancaman bahaya maut. Rendi dirawat di Rumah Sakit PMI Bogor selama sembilan hari dan dipulangkan dalam keadaan sembuh. Menanggapi hal tersebut, pada 12 Januari 2010, Penasihat hukum mengajukan eksepsi karena: I.
Dakwaan tidak cermat, tidak terang, tidak jelas, karena: 1. Dalam dakwaan pertama (pasal 2(1) UU darurat No. 12/1951 tentang membawa senjata tajam) tidak cermat dan tidak jelas; a. Meskipun Jaksa Penuntut Umum menjelaskan panjang lebar tentang adanya dugaan Yamin melakukan perbuatan penusukan kepada Rendi, ia tidak menjelaskan unsur manakah yang disangkakan kepada Yamin dari membawa senjata tajam ini; b. Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan apakah pisau stainless yang dibawa Yamin sebagai alat penikam, alat pertanian, atau alat rumah tangga biasa; c. Jaksa Penuntut Umum juga menjelaskan bahwa pada saat Rendi keluar dari Masjid sudah banyak yang membawa senjata tajam, namun menjadi pertanyaan apakah dugaan ini hanya didakwakan kepada Yamin. 2. Dakwaan kedua (Pelanggaran terhadap Pasal 80 ayat (1) (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, yaitu Rendi yang mengakibatkan luka berat), Tidak Cermat, Tidak Jelas, dan Mengandung Pertentangan Antara Satu dengan yang Lainnya. Terali Besi Untuk Korban
11
Hal ini dikarenakan di dalam dakwaan, dinyatakan bahwa Pisau Milik Terdakwa 2 telah mengenai Pinggang Orang sambil Pada Pemeriksaan terhadap seorang Mayat laki-laki berusia enam belas menunjukkan pisau didalam saku celana jeans depan sebelah kiri yang didalamnya masih tersimpan pisau. Dengan demikian, Penuntut umum tidak cermat menjelaskan apakah Yamin diduga melakukan Penusukan terhadap seorang anak yang menjadi saksi korban yang kemudian dinyatakan sembuh, ataukah terhadap Mayat seorang anak berusia enam belas (16). 3. Dakwaan ketiga (tuduhan karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka berat), Tidak Cermat Dan Tidak Jelas, karena Jaksa Penuntut Umum menuduhkan perbuatan tersebut dengan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 Ayat (2p) KUHP. Yang mana sangat jelas dan tegas bahwa di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tidak ada Pasal 351 Ayat (2p). 4. Dakwaan ke empat, (dimana Jaksa Penuntut Umum menuliskan karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka berat, perbuatan mana sebagaimana diatur dan diancam Pidana Pasal 360 Ayat (1) KUHP) Tidak Cermat, Tidak Terang, Dan Tidak Lengkap. Hal ini dikarenakan dalam pasal 360 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan tegas menegaskan adanya Unsur KEALPAAN 3 [atau delik culpa] dalam Perbuatannya. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan tentang unsur kealpaan ini dalam dakwaannya, justru dalam kronologi di dakwaannya jelas-jelas ia menunjukkan bahwa Yamin memiliki niat yang kuat untuk melakukan tindak pidana. II. Dakwaan memiliki kecacatan dalam syarat formil karena dituliskan bahwa Tempat Lahir Yamin adalah di Bogor, Padahal dengan Jelas dalam Kartu Tanda Penduduknya, Yamin lahir di Jakarta. Hal ini makin menunjukkan tidak cermatnya Jaksa Penuntut Umum dalam membuat dakwaannya. III. Kesewenang-wenangan dalam proses penahanan, karena meskipun Yamin ditahan sejak Tanggal 04 Oktober 2010 hingga hari dimana eksepsi dibacakan, yaitu 12 Januari 2011, ia hanya menerima Surat Perpanjangan penahanan Tanggal 02 Desember oleh Kejaksaan Negeri Cibinong hingga tanggal 21 Desember 2010, dan hingga eksepsi dibacakan Yamin dan/atau Keluarganya tidak menerima Surat Penahanan dan/atau Perpanjangan Penahanan. Hal ini menunjukkan bahwa ia telah menjalani masa penahanan lebih 23 hari daripada yang seharusnya. Oleh karenanya, jelas ini adalah pelanggaran dan merupakan penahanan yang tidak sah dan merupakan perbuatan melawan hukum. Pada tanggal 19 Januari 2011, Jaksa Penuntut Umum menulis surat tanggapan yang pada pokoknya Jaksa Penuntut Umum menolak seluruh alasan keberatan dari Penasihat Hukum Yamin tersebut. Kemudian pada tanggal 27 Januari 2011,
12
2
Yamin.
3
Ketidaksengajaan, atau tidak adanya niat untuk melakukan tindakan tersebut. Kasus Cisalada
majelis hakim membacakan putusan sela yang terbuka untuk umum. Berdasarkan putusan sela Nomor 1003/Pid.B/2010/PN.Cbn, majelis hakim menyatakan bahwa yang dapat dipertimbangkan dalam eksepsi hanyalah alasan mengenai perbedaan pencantuman tanggal lahir, sedangkan alasan keberatan yang lain dianggap merupakan bagian dari pokok perkara (bukan materi pokok dari suatu keberatan/eksepsi). Khusus mengenai perbedaan pencantuman tempat lahir ini pun, majelis hakim menimbang bahwa secara yuridis formal hal ini tidak menjadikan bahwa orang yang dihadirkan sebagai terdakwa untuk perkara ini adalah keliru karena identitas lainnya telah lengkap, serta dijawab dan dibenarkan oleh orang tersebut, dalam hal ini Yamin. Oleh karenanya, keberatan yang diajukan oleh pembela ditolak hakim. Menurut hakim, ketidakcermatan Jaksa Penuntut Umum tersebut sudah dianulir, telah dibuktikan dan dapat dijawab dengan baik oleh Yamin. Pada tanggal 14 Maret 2011, setelah mendengar keterangan 10 saksi dari Jaksa Penuntut Umum, 2 saksi a de charge, dan 3 bukti surat, JPU mengajukan tuntutannya, yang pada intinya menuntut Yamin 9 bulan penjara dan denda 60 juta subsidair 3 bulan kurungan sebagai akibat dari perbuatannya yang melakukan kekejaman/kekerasan/penganiayaan terhadap anak yang mengakibatkan luka berat. Menanggapi tuntutan tesebut, pada surat pembelaan dari penuntut umum tertanggal 28 Maret 2011, tuntutan Jaksa Penuntut Umum dibantah oleh Penasehat hukum dengan alasan bahwa Yamin memang menusuk orang, namun hal tersebut terjadi akibat pembelaan diri dari penyerangan di Cisalada sehingga seharusnya ia tidak dipidana. Lebih lanjut, karena situasi yang gelap saat itu, Yamin juga tidak mengetahui kalau korbannya adalah anak, tidak punya niat untuk menusuk. Lebih lanjut, Penasehat Hukum juga menolak tuntutan Jaksa Penuntut Umum untuk menghukum Yamin membayar denda sebesar 60 juta rupiah dikarenakan Yamin bukanlah berasal dari orang yang berkecukupan secara ekonomi, dimana untuk bantuan pengacara saja ia harus menggunakan Lembaga Bantuan Hukum yang sifatnya pro bono (tidak bayar), sehingga tidak mungkin baginya untuk membayar denda sebanyak itu. Pada tanggal 18 April 2011, majelis hakim yang terdiri dari Eddy Wibisono, Retno Murni Susanti dan Syafrizal menyatakan bahwa Yamin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang menjadikan luka berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat 2 KUHP, dan oleh karenanya menghukum Yamin selama 9 bulan. Pada tanggal 25 April 2011, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding berdasarkan akta permintaan banding Nomor 17/Akta.Bd/2011/PN. Cbn jo. Nomor 1003/Pid.B/2010/PN.Cbn, dan berdasarkan rapat permusyawaratan hakim tertanggal 15 Juni 2011, majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung, H. Sjarnubi Rahamin, Zahara, Wiwik Widjiastuti Sutowo, menyatakan dengan putusan Nomor 194/Pid/2011/PT-Bdg, yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Cibinong dan menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan. Terali Besi Untuk Korban
13
PROSES HUKUM PIHAK PENYERANG Sidang kasus penyerangan terhadap Warga Ahmadiyah di Kampung Cisalada pada 01 Oktober 2010 digelar di Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong Kabupaten Bogor dimulai sejak 17 Januari 2011. Penyerangan tersebut diduga dilakukan ratusan warga Kampung Kebon Kopi dan Pasar Salasa, Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor terhadap warga Kampung Cisalada yang terletak di desa yang sama. Meskipun penyerangan terhadap Kampung Cisalada dilaporkan dilakukan oleh banyak orang, tetapi sejak awal Kepolisian Polres Kabupaten Bogor tidak berupaya menangkap pelaku-pelaku utamanya, Kepolisian tidak menangkap otak dari pelaku penyerangan tersebut. Kepolisian hanya menangkap 3 (tiga) orang pelaku lapangan yang juga hanya anak-anak saja. Pada akhirnya persidanganpun hanya memeriksa tiga orang terdakwa saja, yaitu Akbar Ramanda alias Rama, Aldi Afriansyah (21 tahun) dan Dede Novi (19 tahun). Ketiganya didampingi kuasa hukum San Alauddin, S.H. Bertindak selaku penuntut umum adalah Jaksa Aji S, S.H., dan Suprapti, S.H. Sidang dipimpin oleh majelis hakim yang terdiri dari Astriwati, S.H. (Ketua Majelis), Sri Sulastri, S.H. (Anggota), dan Alfon, S.H., M.H. (Anggota) Berbeda dengan Ahmad Nuryamin yang ditahan sejak pemeriksaan di Kepolisian, para tersangka/terdakwa Penyerangan, Pembakaran, dan penjarahan ini sama sekali tidak pernah ditahan. Persidangan kasus penyerangan Kampung Cisalada digelar dalam dua bagian. Persidangan tertutup untuk umum dilakukan terhadap terdakwa yang masih di bawah umur, yakni Akbar Ramanda. Sedangkan persidangan terbuka untuk umum diperuntukkan para terdakwa yang sudah dewasa, yakni Aldi Afriansyah dan Dede Novi. Mereka didakwa oleh Penuntut Umum Pasal 170 jo. Pasal 406 Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) atau melakukan kekerasan bersama-sama terhadap barang yang ancaman hukumannya mencapai 5 tahun 6 bulan penjara. Dalam persidangan tersebut juga dihadirkan saksi-saksi, baik yang memberatkan para terdakwa maupun yang meringankan. Beberapa warga Cisalada dihadirkan oleh Penuntut Umum sebagai saksi yang memberatkan. Sementara untuk saksi yang meringankan dihadirkan dari warga sekitar Cisalada. Sidang juga menghadirkan korban insiden penusukan saat penyerangan pertama ke Kampung Cisalada terjadi. Yang agak janggal, sidang juga menghadirkan saksi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), saksi ini menerangkan tentang perbedaan dan pendapat Saksi yang padahal semestinya tidak ada relevansi saksi dengan perkara penyerangan ini, kecuali saksi ada pada saat penyerangan terjadi. Lebih lanjut, majelis hakim terkesan tidak imparsial dalam menyidangkan perkara tersebut. Dalam pemeriksaan saksi korban, hakim tampak menekan saksi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tertuju pada keyakinan saksi. Pertanyaan demikian membuat saksi menjadi gugup. Belum lagi, ditambah tekanan dari massa yang menghadiri persidangan sambil meneriakkan ancaman dan hujatan terhadap keyakinan saksi.
14
Kasus Cisalada
Persidangan kasus ini juga kerap diwarnai oleh aksi massa pendukung para terdakwa sejak awal. Massa yang menggelar aksinya di depan Pengadilan Negeri Cibinong, menuntut majelis hakim untuk membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan. Terlihat keterlibatan beberapa ormas radikal seperti Gerakan Reformasi Islam (GARIS) dan Persatuan Umat Islam (PUI) di dalam aksi tersebut. Salah seorang massa aksi mengaku bahwa kegiatan aksi mereka dibiayai oleh Kepala Desa Ciaruteun. Pada persidangan kedua, 26 Januari 2011, bahkan sempat terjadi kericuhan yang dilakukan oleh massa aksi. Begitu pula pada persidangan tanggal 2 Februari 2011. Meskipun ancaman hukuman perbuatan para terdakwa sebagaimana didakwakan mencapai 5 tahun 6 bulan penjara, Penuntut Umum hanya menuntut para terdakwa dengan hukuman penjara yang begitu rendah. Untuk para terdakwa dewasa, Penuntut Umum hanya menuntut hukuman selama 10 bulan penjara dengan 1 tahun masa percobaan. Sedangkan, untuk terdakwa anak, penuntut umum menuntut hukuman 5 bulan penjara dengan 8 bulan masa percobaan. Pada 13 April 2011, Majelis hakim yang mengadili perkara perusakan Masjid Attaufiq dan properti milik warga Ahmadiyah Cisalada, Ciampea, Bogor, membacakan putusannya, di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Majelis hakim yang dipimpin Hakim Astriwati memutuskan dua terdakwa, Dede Novi dan Aldi Afriansyah, telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang, yakni Masjid Attaufiq dan properti milik warga Ahmadiyah Cisalada, Bogor, sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sehingga masing-masing terdakwa dengan pidana penjara 6 bulan tanpa penahanan dengan masa percobaan setahun. Sedangkan Hakim tunggal Alfonso untuk perkara yang sama dengan berkas tersendiri memutuskan Akbar Ramanda juga terbukti bersalah atas pasal 170 (1) KUHP dan menjatuhkan pidana delapan bulan penjara tanpa ditahan dengan masa percobaan selama delapan bulan. Artinya semua pelaku penyerangan hanya dihukum percobaan saja, tidak ada satu pun yang mendapatkan hukuman penjara.
DISKRIMINASI DAN HANCURNYA SUPREMASI HUKUM Berdasarkan dari kronologi yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dilihat adanya diskriminasi yang sangat jelas terlihat di dalam penanganan kasus ini. Pertama, sudah menjadi tugas kepolisian untuk menjaga dan memastikan keamanan masyarakat. Namun, meskipun sudah mendapat kabar tentang penyerangan dari sebelum penyerangan tersebut dimulai, Polisi justru tidak segera merespon dengan cepat. Polisi baru datang pada 2 jam setelah penyerangan, dimana sudah banyak rumah sudah terbakar, dirusak dan dijarah oleh massa. Terlebih lagi, mengingat bahwa penyerangan ini merupakan penyerangan yang ketiga kali dalam kurun Terali Besi Untuk Korban
15
waktu 5 tahun, Polisi seharusnya sudah waspada dan melakukan upaya preventif pada saat menerima kabar tentang hal ini. Kedua, meskipun penyerangan tersebut dilakukan ratusan warga Kampung Kebon Kopi dan Pasar Salasa, hanya tiga orang yang disidangkan dan dihukum. Lebih lanjut, ketiga orang ini bukan merupakan aktor/pelaku utama dari penyerangan ini. Pihak kepolisian yang seharusnya aktif dalam mencari pelaku-pelaku lain, terutama pelaku utama yang menggerakan massa. Meskipun ada beberapa saksi yang mengenali dan menyebut nama-nama lain dari pelaku penyerang selain tiga terdakwa yang disidangkan, namun polisi tidak menggali fakta tersebut dan justru menyudutkan dan mengkriminalisasikan pihak Ahmadiyah Cisalada. Hal tersebut menunjukkan tidak independennya aparat penegak hukum, dalam hal ini Polisi dalam mencari kebenaran. Ketiga, tidak independennya pihak kepolisian juga dapat dilihat dimana setelah penyerangan Polisi justru lebih gencar memeriksa pelaku penusukan daripada penyerangan. Pihak Ahmadiyah ditangkap, diintimidasi bahkan dipaksa mengaku. Ada pula jebakan-jebakan yang digunakan Polisi demi memperoleh pengakuan, dengan menyatakan bahwa ciri-ciri pelaku penusukan sama dengan orang yang diperiksa, seperti yang dialami oleh Ryan yang diberitahu Polisi bahwa pelakunya tinggi dan berambut panjang seperti dirinya, atau yang dialami Pak Mubarik dimana ia diberitahu bahwa ciri pelakunya berjanggut, memakai baju koko dan memakai peci putih, seperti dirinya. Padahal ciri pelaku penusukan pada saat itu tidak diketahui. Keempat, sebagai pihak yang mengalami kerugian, Ahmadiyah selayaknya mendapatkan pemulihan hak. Namun jangankan pemulihan hak, justru satu orang dari pihak Ahmadiyah yaitu Ahmad Nur Yamin dikriminalisasikan karena penusukan terhadap Rendi, bahkan ia harus divonis 9 bulan penjara, sama berat dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Namun ada beberapa kejanggalan di dalam putusan ini. Kelima, di dalam putusan Yamin, hakim menimbang bahwa Yamin telah memenuhi 3 unsur pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, yaitu unsur barangsiapa, unsur melakukan penganiayaan dan unsur yang menyebabkan luka yang berat. Unsur pertama, yaitu unsur barang siapa tidak menjadi persoalan sebab yang dimaksud dengan barang siapa adalah subyek hukum sebagai pendukung hak dan kewajibannya, dan disini Yamin adalah subyek hukum. Namun masalah mulai terlihat di unsur kedua, yaitu unsur melakukan penganiayaan. Di dalam putusannya, majelis hakim menimbang bahwa berdasarkan yurisprudensi, yang dimaksud dengan penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijn), atau luka. Namun, setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa, majelis hakim justru mengabaikan unsur sengaja disana dan hanya menyatakan bahwa benar Yamin telah melakukan penganiayaan. Hakim tidak memperdulikan keterangan terdakwa, dimana ia dalam keterangan dibawah sumpah menyatakan ketidaksengajaannya. Saksi-saksi lain yang mendengar pengakuan Yamin pun juga menegaskan bahwa mereka mendengar pengakuan Yamin yang menyatakan ketidaksengajaannya tersebut.
16
Kasus Cisalada
Keenam, hakim juga tidak menggali kebenaran keterangan Yamin yang menyatakan Rendi membawa samurai atau senjata lainnya. Padahal, keterangan Rendi patut dipertanyakan, dimana ia, seorang anak yang bukan warga kampung Cisalada datang melihat-lihat ke situasi dimana orang-orang bersenjata menyerang Kampung Cisalada, yang seharusnya ia tahu resiko yang kemungkinan ia hadapi dalam keadaan yang kacau. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat kejadian, Rendi juga turut serta dan ikut mendatangi Kampung Cisalada bersama Para Penyerang, entah dengan tujuan apapun dan telah melakukan apapun. Namun tak ada penggalian fakta yang aktif dan penilaian dari hakim terkait hal ini. Lebih lanjut, hakim juga menerima semua keterangan Rendi yang menyatakan bahwa Yamin sengaja menusuk, mengatakan modar sia, yang mana keterangan ini justru digunakan majelis hakim di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi untuk menghukum Yamin. Ketujuh, meski semua saksi sesungguhnya membenarkan bahwa memang terjadi penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah di Cisalada, dimana pihak penyerang membawa senjata tajam dan bom molotov yang jelas-jelas dapat membahayakan nyawa manusia, majelis hakim tidak menganggap bahwa penyerangan tersebut merupakan alasan yang cukup sebagai keadaan darurat untuk membela diri, padahal sungguh jelas bahwa sewajarnya setiap orang akan menjadi terancam dan panik dalam keadaan demikian. Kedelapan, permohonan banding dari Jaksa Penuntut Umum juga patut dipertanyakan karena Jaksa Penuntut Umum ternyata tidak puas terhadap putusan hakim yang menjatuhkan hukuman sama besar dengan tuntutannya, yaitu selama 9 bulan penjara. Terakhir, diskriminasi antara pihak Ahmadiyah dan penyerang dapat dilihat dari komparasi proses hukum yang dijalani. Mulai dari pemeriksaan kepolisian, Yamin sudah ditahan bahkan mengalami kekerasan fisik dan psikis dari pihak kepolisian, sedangkan dari pihak penyerang tak satupun dari mereka yang ditahan. Lebih lanjut, sidang Yamin didahulukan daripada sidang para penyerang dan yang paling menyedihkan adalah hukuman Yamin lebih berat daripada pihak penyerang. Yamin dihukum 9 bulan, sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, bahkan Jaksa Penuntut Umum tidak puas dan mengajukan banding hingga hukuman Yamin harus ditambah menjadi 1 tahun 6 bulan. Sedangkan pihak penyerang hanya dihukum 6 - 8 bulan dengan masa percobaan. Melihat hal-hal di atas, hal tersebut merupakan sebuah ironi dimana seseorang diserang oleh karena keyakinannya yang berbeda, ia justru dikriminalisasi dan harus menanggung hukuman yang tak perlu dijalaninya. Hukum pun tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Aparat penegak hukum tidak menjalankan tugasnya untuk melindungi warga negara, bahkan seolah-olah menutup-nutupi dalang dari penyerangan dan memojokkan pihak korban.
Terali Besi Untuk Korban
17
B. DOKUMEN HUKUM KASUS CISALADA PLEDOI/PEMBELAAN AHMAD NURYAMIN/PENASEHAT HUKUM Jakarta, 28 Maret 2011 Kepada Yth Majelis Hakim Dalam Perkara Nomor : 1003/Pid /B /2010 /PN.CBN Di Pengadilan Negeri Cibinong. Ketika mempertahankan harkat, martabat, dan keyakinan, Ketika membela dan melindungi Masjid tempat beribadah, Rumah Tuhan, tempat menemukan kedamaian, ketenangan, tempat beribadah, seorang warga Negara dihancurkan hak-haknya. Ketika hukum diuji kebenaran dan keadilannya. Maka Pada siapakah kita berharap? Dengan hormat, Perkenankan kami Para Advokat, Pengacara Publik dan Asisten Pengacara Publik pada kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, beralamat di Jalan Diponegoro No. 74 Jakarta Pusat, menyampaikan Pledoi atas surat Tuntutan Penuntut Umum (JPU). PLEDOI (Pembelaan) Dalam perkara pidana Nomor : 1003/Pid/B/2010/PN. CBN Atas Nama terdakwa : Nama
: AHMAD NURYAMIN Als YAMIN bin FREDI WIJAYA
Tempat lahir
: Jakarta
Umur/ Tanggal Lahir : 35 Tahun/17 Agustus 1975
18
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tani
Alamat
: Kampung Cisalada No. 25 Rt. 01/05 Desa Ciampea Udik Kec. Ciampea, Kab. Bogor.
Kasus Cisalada
I. PENDAHULUAN Hakim yang terhormat, Penuntut Umum yang kami hormati, Setelah mendengar dan membaca tuntutan Pidana atas Terdakwa Ahmad Nuryamin yang mengalami ketakutan. Sekarang tibalah saatnya kami, sebagai Penasehat Hukum, untuk menyampaikan Pledoi ini. Kami berharap ini adalah suatu ikhtiar hukum agar sebelum yang terhormat Hakim memberi putusan telah mendapatkan keterangan, gambaran, bukti-bukti dan segala sesuatu atas terjadinya pencurian dan dakwaan serta tuntutan terhadap Terdakwa. Jadi Pledoi ini adalah satu alat peradilan untuk membantu Hakim untuk sampai pada suatu keyakinan, dan dengan keyakinan ini kesalahan atas suatu perbuatan dapat ditentukan, secara benar, adil, dan baik bagi Terdakwa, dan juga masyarakat; Persidangan yang dimuliakan, Masjid Bagi Terdakwa dan Kaum Muslimin adalah Tempat yang terhormat, Tempat suci dan merupakan Rumah Allah. Saking terhormatnya Masjid, Ketika seseorang memasuki Masjid, Nabi Muhammad SAW memerintahkan janganlah kita duduk sehingga melaksanakan shalat dua rakaat yang disebut dengan Tahiyyatul Masjid. Sesuai hadis dari Abu Qatadah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:
Jika salah seorang kalian masuk Masjid, maka janganlah duduk sebelum mengerjakan shalat dua rakaat.(HR. Bukhari dan Muslim), Tujuan dari pelaksanaan shalat dua rakaat ini adalah untuk menghormati Masjid. Karena Masjid memiliki kehormatan dan kedudukan mulia yang harus dijaga oleh orang yang memasukinya. Banyaknya dalil-dalil untuk menghormati Masjid, maka seluruh ulama sepakat tentang disyariatkannya shalat tahiyatul masjid (Fathul Baari: 2/407).4 Di dalam Alquran ada juga beberapa ayat yang menceritakan tentang masjid dan hukum-hukum mengenainya diantaranya surat Attaubah ayat 18: Hanya yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah, ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. Allah SWT berfirman: "Hai anak Adam, pakailah perhiasan kalian di setiap (memasuki) Masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan". (QS. Al-Araaf: 31). 4
http://voa-islam.com Terali Besi Untuk Korban
19
"Bertasbih kepada Allah di Masjid-Masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. (An Nur : 36) Penghormatan dan kecintaan terhadap masjid bukan hanya dengan beribadah, menjaga dan membersihkan masjid dari kotoran, permainan, perkataan dan perbuatan yang tidak pantas dilakukan di dalamnya, tetapi dalam hadits-hadits juga diberikan anjuran agar membersihkan mulutnya dari bau yang tidak enak ketika hendak mendatangi masjid, membaca shalawat atas Nabi dan berdoa ketika hendak masuk ketika telah sampai pada pintunya, Ketika masuk mendahulukan kaki kanan, di karenakan bagian kanan itu untuk sesuatu yang mulia, sedangkan ketika keluar melangkahkan kaki kiri, dalam rangka memuliakan yang kanan, Menunaikan hak masjid yaitu melakukan shalat dua rakaat sebelum duduk (shalat tahiyyatul masjid) kapan pun seseorang masuk dan walaupun sudah terlanjur duduk sebelum shalat, tidak mengumumkan barang yang hilang di dalamnya, tidak melakukan jual beli di dalamnya, dan juga anjuran-anjuran lainnya.5 Maka penyerangan, penghancuran, pembakaran adalah sebuah penghinaan yang sangat, adalah sebuah tindakan yang melecehkan, bukan hanya melecehkan bagi pemeluk yang senantiasa shalat didalamnya, tapi juga melecehkan dan menyebarkan kebencian bagi seluruh umat. Tindakan penyerangan dan pembakaran masjid adalah tindakan penyerangan terhadap kehormatan, tindakan perusakan kepada barang milik bersama, tindakan yang jelas-jelas juga diatur dan dilarang dalam KUHP. Majelis Hakim yang terhormat, Penuntut Umum yang kami hormati, Kami sebagai Tim Penasihat Hukum TERDAKWA mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Hakim yang telah memberi kesempatan untuk membuat dan menyampaikan pembelaan bagi terdakwa. Demikian pula kami mengucapkan terima kasih atas usaha Hakim dalam memeriksa perkara terdakwa dengan penuh perhatian, kesabaran, jiwa besar dan kebijaksanaan walaupun dalam proses persidangan seringkali terjadi perbedaan pendapat antara semua pihak yang terlibat dalam kasus ini, hingga pada akhirnya pemeriksaan terhadap terdakwa dianggap selesai. Ucapan terima kasih pula kami alamatkan kepada Jaksa Penuntut Umum yang telah membantu lancarnya pemeriksaan perkara bagi terdakwa. Bahwa fungsi utama dari suatu proses peradilan pidana adalah untuk mencari kebenaran sejauh yang dapat dicapai oleh manusia dengan harus tanpa mengorbankan hak-hak dari terdakwa. Yang bersalah harus dinyatakan bersalah, yang tidak bersalah akan dinyatakan tidak bersalah. Yang terbukti akan menjadi fakta hukum yang sah dan yang tidak terbukti tidak harus dipaksakan, karena 5
20
http://www.abuayaz.co.cc Kasus Cisalada
kebenaran adalah suatu kekuatan dan bukan kekuatan yang justru merupakan alat pembenaran. Selain itu kami juga mohon kepada Majelis Hakim agar berkenan melakukan perbandingan atas hasil pemeriksaan terhadap para saksi yang dikemukakan dalam persidangan selama ini yaitu antara catatan Penuntut Umum yang dituangkan dalam Surat Tuntutan Pidana dan hasil catatan kami yang dicantumkan dalam pembelaan ini. Mr. Trapman6 memberikan karakteristik yang tajam tentang posisi para pihak di dalam proses perkara pidana, yaitu bukan saja mengenai posisi Jaksa dan Pembela, tetapi 4 (empat) pihak. Pertama Terdakwa, menurut Mr. Trapman memiliki penilaian subyektif dari posisi subyektif; Pembela memiliki penilaian obyektif dari posisi subyektif, Jaksa Penuntut Umum sebaliknya memiliki penilaian subyektif dari posisi obyektif. Dan akhirnya Hakim memiliki penilaian obyektif dari posisi obyektif. Dari gambaran posisi atau kedudukan yang berbeda-beda itu. Mr. Trapman ingin mengatakan bahwa apapun pendapat Jaksa Penuntut Umum dan Pembela yang tidak mustahil saling berbeda dan bertentangan karena posisi yang berbeda Jaksa Penuntut Umum dari pihak kekuasaan negara (penguasa) sedangkan Pembela dari pihak Terdakwamaka hanya Hakimlah satu-satunya yang memiliki posisi tengah atau netral yang obyektif dan karena itu diharapkan akan mampu memberikan pendapat dan keputusan yang obyektif tidak memihak dan adil. Maka betapa pun Jaksa Penuntut Umum penilaiannya benar (obyektif) hal itu tetap merupakan hasil penglihatan dari sudut orang yang berpihak.
II. FAKTA PERSIDANGAN Hakim yang terhormat, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, A. ALAT BUKTI YANG DIAJUKAN JPU 1. Keterangan Saksi-saksi (1) Saksi OKKA DWI KURNIAWAN Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut: · Bahwa Saksi merupakan anggota Kepolisian Republik Indonesia, Bahwa Pada tanggal 01 Oktober 2010 saksi mendapatkan informasi bahwa terjadi penyerangan di Kampung Cisalada; · Saksi hendak masuk dan mendatangi Kampung Cisalada, namun tidak bisa karena dihalangi oleh warga kedua kampung yang melakukan penyerangan dan menghancurkan rumah ibadah dan rumah warga tersebut; 6 Dalam buku karangan Mr. J. M. Van Bemmelen, Strafvordering: Leerboek van het nederlandse Strafprocesrecht, Vierde Druk, Martinus Nijhoff, 1950, hal. 90.
Terali Besi Untuk Korban
21
·
Bahwa saksi mengetahui ada seseorang yang tertusuk dalam kasus penyerangan tersebut, korban yang tertusuk bukan warga Kampung Cisalada, dan bernama Rendi Apriansyah;
·
Bahwa saksi mengetahui Terdakwa ditangkap oleh Kepolisian Pada tanggal 03 Oktober 2010 karena memiliki alat bukti yang cukup.
Atas keterangan tersebut ada yang dibenarkan Terdakwa, ada yang tidak dibenarkan. (2) Saksi RENDI APRIANSYAH Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut: ·
Bahwa pada Tanggal 01 Oktober 2010 sudah banyak dari warga Kampung Pasar Salasa dan Kebon Kopi yang akan melakukan penyerangan ke Kampung Cisalada, setelah shalat Isya;
·
Saksi ikut dengan para penyerang karena ingin mengetahui dan melihat kegiatan penyerangan yang dilakukan oleh warga Kebon Kopi dan Kampung Pasar Salasa. Penyerangan pertama dilakukan oleh sekitar 20 Orang, semuanya remaja dengan usia yang sebaya dengan saksi;
·
Bahwa pada saat sampai di masjid, sekitar 10 orang masuk ke dalam masjid, dan saksi juga ikut masuk ke dalam masjid;
·
Bahwa ketika keluar dari masjid, saksi terkena pisau oleh seseorang laki-laki, yang tinggi dan bermata besar. Pada saat kejadian tempatnya gelap, sehingga saksi tidak melihat dengan jelas. Pisau tersebut mengenai tangan kanan dan pinggang saksi. Saksi langsung Lari pulang ke arah Kebon Kopi dan minta tolong;
·
Saksi ditolong oleh warga, dan kemudian dibawa ke Puskesmas Cibungbulang, dan kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit PMI Bogor, dan dirawat disana;
·
Saksi menerangkan bahwa saksi berangkat ke Kampung Cisalada karena hendak melihat Rumah Ibadah, yang katanya ada ruangan bawah tanah dan juga ada TV besarnya, makanya tertarik untuk masuk ke dalam Masjid.
Atas keterangan tersebut TERDAKWA keberatan. (3) Saksi DEDI PERMANA Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut:
22
·
Bahwa pada tanggal 01 Oktober 2010, saksi sedang mempersiapkan Nasi Uduk untuk dagangan, menerima kabar bahwa ada dari Warga Pasar Salasa yang terkena tusukan, saksi tidak menyangka bahwa yang terkena tusukan adalah anak saksi. Tetapi kemudian dapat kabar dari anak perempuan saksi, bahwa yang terkena tusukan adalah anak saksi;
·
Kemudian Saksi mencari anak saksi, dan ada kabar telah dibawa ke Puskesmas Cibungbulang, saksi langsung berangkat ke Puskesmas Cibungbulang dan bertemu anak Saksi Sdr. Rendi. Pada saat itu Pihak Puskesmas merujuk ke RS. PMI pada malam itu juga, dan saksi ikut bersama Sdr. Rendi dalam mobil Ambulans ke RS. PMI;
Kasus Cisalada
·
Bahwa dari Keterangan anak saksi, Anak saksi mengalami Luka di Tangan dan Pinggang sebelah kanan;
·
Saksi tidak mengetahui siapa yang pertama kali menolong anak saksi. Dan atas kejadian tersebut Sdr. Rendi harus dirawat di RS. PMI selama 9 hari.
Atas Keterangan tersebut Terdakwa keberatan (4) Saksi CECE HERWANTO Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut: ·
Bahwa pada hari Jumat, tanggal 01 Oktober 2010 sekitar Pukul 19.30, saksi sedang berada di kantor Polres Bogor, dan diperintahkan oleh Pimpinan ke Lokasi Penyerangan di Kampung Cisalada, setelah sampai di lokasi kejadian, jalan untuk masuk ke Kampung Cisalada di Blokir oleh warga masyarakat, sehingga saksi dan anggota lainnya sulit untuk masuk, tetapi kemudian berhasil masuk;
·
Bahwa pada kondisi malam itu dalam keadaan gelap, dan kemudian ada berita 1 (satu) orang terkena tusukan yang pada awalnya tidak diketahui namanya, tetapi kemudian diketahui bernama Rendi Apriansyah dan dirawat di RS. PMI Bogor, dan pada tanggal 03 Oktober 2010 terdakwa ditangkap oleh Kepolisian berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Atas Keterangan saksi Tersebut terdakwa membenarkan, (5) Saksi AEP SAEPULLOH Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut: ·
Bahwa pada hari Jumat, tanggal 01 Oktober 2010 sekitar Pukul 19.30, saksi sedang berada di kantor Polres Bogor, dan diperintahkan oleh pimpinan ke lokasi penyerangan di Kampung Cisalada, setelah sampai di lokasi kejadian, jalan untuk masuk ke Kampung Cisalada diblokir oleh warga masyarakat, sehingga saksi dan anggota lainnya sulit untuk masuk, tetapi kemudian berhasil masuk.
·
Bahwa pada kondisi malam itu dalam keadaan gelap, dan kemudian ada berita 1 (satu) orang terkena tusukan yang pada awalnya tidak diketahui namanya, tetapi kemudian diketahui bernama Rendi Apriansyah dan dirawat di RS. PMI Bogor, dan pada tanggal 03 Oktober 2010 terdakwa ditangkap oleh Kepolisian berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Atas Keterangan saksi Tersebut terdakwa membenarkan, (6) Saksi IFAN MUARI BIN MUSLIH Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut: ·
Saksi menerangkan benar bahwa telah terjadi penyerangan yang menghancurkan masjid dan rumah-rumah warga di Kampung Cisalada pada tanggal 01 Oktober 2011. Kejadian tersebut sekitar Pukul 07.20 malam sampai dengan Pukul 10.00 Malam;
·
Para penyerang menghancurkan masjid dan rumah-rumah warga, para penyerang juga masuk ke rumah-rumah warga; Terali Besi Untuk Korban
23
·
Bahwa saksi tidak mengetahui ada yang luka-luka dari penyerang;
·
Waktu penyerangan banyak yang rusak, diantaranya mobil, motor-motor, ada 20 rumah yang dibakar, madrasah juga dibakar dan dihancurkan;
·
Bahwa para penyerang berasal dari warga Kebon Kopi dan Pasar Salasa, penyerangan dilakukan 2 (dua) kali. Saksi menyaksikan yang pertama, dilakukan oleh sekitar 30 orang. Para Penyerang membawa Bambu, Linggis, dan juga Bom Molotov;
·
Pada saat penyerangan yang kedua saya sudah mengungsi ke Rumah H. Toha, yang cucunya merupakan teman saya;
·
Secara sepintas, ketika saksi ke depan dan terdakwa Ke belakang Saksi mendengar terdakwa berbicara tidak sengaja terkena seseorang, saksi tidak mengerti maksudnya apa;
·
saksi tidak mengetahui apakah Nuryamin menggunakan tangan kanan atau kidal, dan juga tidak mengetahui dan tidak mengenal barang bukti yang ditunjukkan di Pengadilan;
·
Saksi mendengar terdakwa berbicara tidak sengaja kena, sedang berbicara dengan orang lain;
·
Saksi menerangkan tidak tahu ada korban, dan baru tahu dari berita. Saksi tidak tahu siapa yang jadi korban dari penyerang.
Atas keterangan tersebut terdakwa sedikit tidak membenarkan terkait posisi bukan di depan rumah Pak Udin. (7) Saksi MASARUDDIN BIN JAFAR SIDIK Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut:
24
·
Bahwa saksi diperiksa dalam keadaan sehat, dan juga tidak ada hubungan keluarga dengan terdakwa;
·
Bahwa saksi mengetahui diperiksa berkenaan dengan Penganiayaan yang terjadi pada Tanggal 01 Oktober 2010 di Kampung Cisalada;
·
Bahwa pada saat kejadian saya sedang dipijat oleh Terdakwa, dan kemudian terdengar ada penyerangan sekitar Pukul 07.20 malam. Sekitar 20 orang datang membakar dan menghancurkan masjid dengan menggunakan batu. Para penyerang berusia anak-anak;
·
Bahwa ketika sedang pijat saksi, terdakwa keluar dan kemudian bertemu lagi setengah jam kemudian sekitar pukul 08.00 dengan berpapasan setelah melihat yang melakukan penyerangan, dan terdakwa bicara bahwa tidak sengaja mengenai salah seorang dari penyerang;
·
Saksi tidak mengetahui bagaimana ceritanya sehingga pisau tersebut mengenai para penyerang;
·
Bahwa saksi mendengar ada korban dari penyerang sebanyak satu orang, dan tidak mengetahui siapa dan bagaimana keadaaannya;
·
Saksi tidak melihat dan tidak mengetahui pisau yang dibawa oleh terdakwa;
Kasus Cisalada
·
Jarak antara masjid dan rumah saya sekitar 20 25 meter, Pada saat penyerangan yang kedua, saya tidak melihat, saya masuk ke dalam rumah.
Atas keterangan tersebut Terdakwa membenarkannya. (8) Saksi MUHAMMAD FARHAN Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut: ·
Bahwa saksi bekerja di Puskesmas Cibungbulang sebagai staf administrasi;
·
Bahwa pada sekitar bulan Oktober, saksi menerima ada pasien terluka diperut dan di tangan, Pasien tersebut datang dengan dibonceng, dan dalam keadaan sadar, serta berjalan dipapah. Pasien berusia sekitar 16 Tahun;
·
Pada waktu itu korban hanya diperban dan ditutup lukanya, dan kemudian dianjurkan untuk segera dipindahkan ke Rumah sakit yang besar. Di Puskesmas hanya sekitar setengah jam saja;
·
Saksi tidak mengetahui tentang kejadian Penyerangan.
Atas Keterangan tersebut, terdakwa tidak menanggapi. (9) Saksi CECEP ALAWY HABSY Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut: ·
Bahwa saksi merupakan perawat di Puskesmas Cibungbulang;
·
Bahwa pada tanggal 01 Oktober 2010, saksi sedang bertugas di Puskesmas Cibungbulang dan menerima pasien bernama Rendi yang terluka di rusuk dan di tangannya, Pasien berusia sekitar 16 Tahun;
·
Pada waktu itu diambil tindakan cepat dengan menutup luka, dan memperbannya, dengan tujuan pemberhentian darah dan segera membawa ke Rumah Sakit sambil di infuse;
·
Pada waktu itu Pasien dalam keadaan sadar;
·
Saksi tidak mengetahui tentang kejadian Penyerangan.
Atas Keterangan saksi, Terdakwa tidak menanggapi. (10) Saksi KODARSYAH LUKMANUL HAKIM Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut: ·
Bahwa saksi di Puskesmas Cibungbulang bekerja sebagai supir ambulans;
·
Pada waktu itu posisi saksi di rumah, karena jam 7 (tujuh) malam saya biasanya pulang, dan kemudian di telepon ada Pasien yang membutuhkan rujukan;
·
Saksi tidak tau kasusnya, pada waktu itu di rujuk ke Rumah Sakit PMI Bogor;
·
Sampai Rumah Sakit PMI sekitar Jam 9 (Sembilan) malam, setelah itu daftar, dan diterima perawat;
·
Saksi tidak mengetahui tentang kejadian Penyerangan.
Terali Besi Untuk Korban
25
B. ALAT BUKTI YANG DIAJUKAN TERDAKWA 1. Keterangan Saksi A De Charge (1) Saksi BASIR AHMAD Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut: · Bahwa saksi membenarkan merupakan warga dari Kampung Cisalada, Desa Ciampea Udik, Kec. Ciampe Bogor; · Bahwa saksi mengetahui kejadian penyerangan dan perusakan pada Hari Jumat, 01 Oktober 2010 sekitar jam 18.00 di Kampung Cisalada. Jarak rumah saksi dan masjid sekitar 30 meter; · Pada saat kejadian penyerangan dan perusakan, saksi ada di dalam rumah dan tidak keluar, saksi keluar Rumah sekitar Pukul 12 (duabelas) malam setelah banyak petugas kepolisian, dan saksi melihat telah terjadi perusakan masjid dan rumah; · Bahwa saksi mendengarkan teriakan-teriakan orang di luar rumah, tetapi saksi tidak keluar karena takut. Ada yang dibakar, ada pula yang dipecah-pecahkan kacanya; · Saksi tidak mengetahui soal penusukan, karena pada saat kejadian saksi ada di dalam rumah; · Sepengetahuan saksi, terdakwa adalah berkelakukan baik, dan belum pernah kena kasus apapun. Malah dia banyak berjasa sama orang-orang kampung, karena disuruh apa juga mau, dan saya belum pernah dengan dia ada masalah dengan siapapun, dan juga belum pernah dengar dia ada masalah sama Negara.
Atas Keterangan tersebut Terdakwa membenarkan. (2) Saksi AHMAD JAENUDDIN Pada pokoknya saksi menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut: · Bahwa saksi membenarkan merupakan warga dari Kampung Cisalada, Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Bogor; · Bahwa saksi mengetahui dan melihat kejadian penyerangan, pembakaran, dan perusakan pada hari Jumat, 01 Oktober 2010 sekitar jam 7 (tujuh) malam di Kampung Cisalada; · Pada saat penyerangan dan perusakan, saksi ada di depan rumah dan melihat langsung perusakan dan pembakaran masjid serta rumah-rumah. Pada saat itu ada yang teriak-teriak, kemudian melempari batu, dan ada juga yang menggunakan bom molotov. Bom molotov tersebut mengenai gorden masjid dan juga meteran Listrik, sehingga listrik mati. Pada waktu itu tidak ada yang melakukan perlawanan, tetapi hanya menarik gorden saja, dan berupaya memadamkan, karena takut kebakaran; · Bahwa benar saksi menerangkan sebelumnya saksi mendapatkan kabar dan dari SMS yang diterima Pak RW bahwa akan ada penyerangan kepada Kampung Cisalada, kemudian saksi bersama warga melaporkan kepada Polisi, dan diinstruksikan oleh pihak polisi untuk tidak melakukan perlawanan;
26
Kasus Cisalada
· Bahwa saksi melihat jelas para penyerang, karena rumah saksi hanya berjarak sekitar 15 Meter. Tetapi saksi tidak kenal para Penyerang karena baru pindah pada tahun 2008 ke Cisalada; · Saksi menerangkan bahwa Penyerangan terjadi 2 kali, penyerangan yang pertama dilakukan oleh sekitar 30 orang berusia anak-anak, dan hanya merusak masjid. Penyerangan yang kedua hanya berselang 30 menit, dan rumah-rumah yang dihancurkan dan dibakar; · Dari Penyerangan yang pertama, ada salah seorang dari Penyerang yang tertinggal, namanya Rama dan kemudian diamankan oleh warga, khawatir ada main hakim sendiri oleh warga; · Bahwa saksi mengenal Terdakwa sebagai orang yang baik.
Atas Keterangan tersebut Terdakwa membenarkan. C. KETERANGAN TERDAKWA Pada pokoknya terdakwa menerangkan sebagai berikut : · Bahwa pada Hari Jumat 01 Oktober 2010, sekitar habis Magrib setelah shalat Magrib Terdakwa memijat Saksi Masaruddin, dan sambil bercerita bahwa akan ada serangan ke Kampung Cisalada. Ketika Memijat belum selesai, terdengar ada penyerangan. · Bahwa Terdakwa menghentikan memijat Sdr. Masaruddin, dan segera melihat Ke arah masjid, karena Terdakwa melihat Para Penyerang membawa Bom Molotov dan senjata tajam. Karena sangat takut dan panik, terdakwa pun pulang ke rumah mengambil pisau untuk berjaga-jaga dan membela diri dan diselipkan dikantong celana. · Bahwa terdakwa mengakui sesampainya di depan masjid, terdakwa melihat seseorang membawa samurai dan berjalan sempoyongan menghampiri terdakwa, dan kemudian tidak sengaja pisau terdakwa mengenai lengan kanan dan pinggang dari salah seorang penyerang Tersebut. · Bahwa terdakwa mengakui pada saat penyerangan suasana sangat ketakutan, dan panik dan suasana pun gelap. Karena lampu masjid mati. · Bahwa setelah itu terdakwa kembali pulang ke rumah, dan pada tanggal 03 Oktober hari Minggu terdakwa di tangkap oleh Kepolisian. · Bahwa masjid yang dihancurkan dan dibakar oleh para Penyerang adalah satusatunya masjid di Kampung Cisalada, masjid tersebut merupakan tempat beribadah terdakwa, tempat untuk Terdakwa sholat 5 waktu berjamaah. Jadi ketika Masjid tersebut dihancurkan, tidak ada Masjid lagi untuk sholat berjamaah.
Terali Besi Untuk Korban
27
III. ANALISA FAKTA PERSIDANGAN Majelis Hakim yang terhormat, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Persidangan yang kami muliakan Bahwa Perbuatan Terdakwa didahului Oleh Serangan Atau ancaman terhadap Diri sendiri maupun orang lain; Perbuatan Terdakwa adalah perbuatan pembelaan terpaksa terhadap kehormatan atau harta benda sendiri maupun orang lain; ·
Bahwa seperti kita ketahui bersama berdasarkan keterangan Saksi yang mendengarkan langsung cerita dari terdakwa sesaat setelah kejadian dan juga konsisten dengan pengakuan baik dalam persidangan, bahwa yang dilakukan oleh Terdakwa adalah Pembelaan diri (NOODWEER) Pasal 49 ayat (1) KUHP berbunyi: Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum
28
·
Selain hal tersebut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tegas menyatakan bahwa Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A), setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum (Pasal 28 D), dan setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (28 G).
·
Pada saat kejadian sudah sangat jelas seperti Penuntut Umum jelaskan dalam Dakwaan dan Tuntutannya, juga berdasarkan keterangan Saksi dari Ahmad Jaenuddin dan Basyir Ahmad. Bahwa jelas pada Tanggal 01 Oktober 2010 sekira pukul 19.30 Malam. Saksi korban bersama sekitar 30 Orang lainnya datang dengan niat menyerang, dan merusak masjid. Para penyerang sudah dengan niat membawa senjata tajam, batu-batu, dan juga bom molotov. Perbuatan mana sudah dilakukan oleh para penyerang dengan membakar dan merusak masjid.
·
Sehingga perbuatan terdakwa merupakan pembelaan, kemudian sudah terpenuhi unsur dalam melindungi kehormatan atau harta benda umat/masyarakat, dimana perbuatan para penyerang terpenuhi unsur bersifat melanggar hukum atau bersifat wederrechttelijk dan juga bahaya yang bersifat langsung bagi kehormatan atau benda milik bersama.
Kasus Cisalada
Penyerangan dan Pembakaran Masjid adalah jelas-jelas melanggar Pasal 156, Pasal 157, Pasal 167, Pasal 169, Pasal 170 ayat (1), dan Pasal 187 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: i.
Bukan hanya membakar dan merusak masjid, penyerangan tersebut juga merusak alat sound system, televisi, alat-alat lainnya, juga buku-buku, dan puluhan Alquran.
ii. Kerusakan di Madrasah terdiri dari bangku dan meja belajar serta peralatan belajar mengajar dan puluhan Alquran dibakar. iii. Empat rumah Rusak berat karena dibakar dan dihancurkan serta kehilangan semua barang-barang, baik barang-barang elektronik, dokumen-dokumen, serta barang-barang lainnya. iv. Serta 26 rumah yang rusak ringan, dan juga kehilangan barangbarang didalamnya.
IV. ANALISA TUNTUTAN PIDANA PENUNTUT UMUM A. Analisa Terhadap Fakta Persidangan Dan Fakta Hukum Tuntutan Tidak Memperhatikan Fakta Persidangan Dalam hal surat tuntutan yang diajukan oleh JPU ke Hakim bahwa Surat Tuntutan atas nama Ahmad Nuryamin tidak memperhatikan fakta persidangan, hal ini dapat terlihat dari: ·
Dalam tuntutannya, Penuntut Umum menjelaskan bahwa pada saat saksi korban keluar dari pintu tempat ibadah tiba-tiba terdakwa menusukkan pisau stenlis kearah saksi korban. Padahal jelas, dalam persidangan dan juga dalam dakwaan serta tuntutannya, penuntut umum menjelaskan bahwa kondisi sekitar dalam keadaan gelap, saksi korban pun dalam keterangan menjelaskan bahwa dia tidak melihat dengan jelas siapa pelakunya.
·
Dalam tuntutannya pula seolah Penuntut Umum membahasakan dengan kalimat menusukkan, menusukkan mengandung makna kesengajaan dan dengan kehendak/niat. Padahal dalam persidangan terungkap, baik dari keterangan saksi Masaruddin dan juga Ifan Muhari serta juga keterangan terdakwa, jelas bahwa terdakwa tidak sengaja melakukan perbuatan tersebut, dimana perbuatan tersebut Terdakwa Lakukan hanyalah untuk melakukan pembelaan diri.
B. Analisa Terhadap Pembahasan Unsur Pasal; ·
Penuntut Umum mendakwa dan menuntut Terdakwa dengan Pasal 80 ayat (1) dan (2), dimana salah satu unsurnya adalah yang melakukan Terali Besi Untuk Korban
29
kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak Berdasarkan keterangan saksi-saksi, dan juga pengakuan saksi korban dan juga Terdakwa. Bahwa pada saat penyerangan dan pembakaran Masjid, suasana tempat kejadian perkara adalah gelap, sehingga tidak terlihat apakah yang melakukan penyerangan dan perusakan masjid adalah anakanak atau pun orang dewasa, sehingga unsur yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, adalah tidak terpenuhi. C. Tuntutan Tidak mencerminkan keadilan; Hakim yang terhormat, Penuntut Umum yang kami hormati, Penuntut Umum dalam tuntutannya menuntut TERDAKWA dengan Pidana Penjara selama 9 (Sembilan) bulan dikurangi selama terdakwa menjalani masa Tahanan dengan perintah Terdakwa tetap ditahan; dan juga meminta agar Majelis menetapkan agar terdakwa dibebani membayar denda sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta Rupiah) Subsidair 3 (tiga) bulan kurungan. Tuntutan ini sangatlah tidak mencerminkan rasa keadilan bagi Terdakwa, keluarga, dan juga masyarakat. Terdakwa adalah orang miskin yang tidak punya apa-apa, bahkan untuk meminta bantuan hukum pun terdakwa harus meminta kepada Lembaga Bantuan Hukum dengan Probono. Jangankan untuk membayar denda, untuk mencukupi kehidupan sehari-hari saja terdakwa dan keluarga tidak mampu mencukupi.
V. KESIMPULAN DAN PERMOHONAN Hakim yang terhormat, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Persidangan yang terhormat. Berdasarkan uraian kami sebelumnya, maka kami berkesimpulan: Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan seluruh dakwaan yang didasarkan pada surat dakwaan dengan dakwaan melanggar Pasal 80 ayat (1) dan (2) UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak berdasar, Mengingat perbuatan TERDAKWA adalah perbuatan yang dilindungi Pasal 49 ayat (KUHAP) yang telah dirumuskan sebagai berikut; Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
30
Kasus Cisalada
Dan juga dilindungi oleh Pasal 28 A, Pasal 28 D, dan Pasal 28 G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tegas menyatakan bahwa Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya, Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum dan Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan Hak Asasi Manusia (HAM). Hakim Yang Terhormat, Jaksa Penuntut Umum dan persidangan yang kami hormati, Maka dengan adanya alasan pemaaf bagi terdakwa, maka demi keadilan dan kebenaran, kami mohon kepada Hakim yang terhormat berkenan memutus sebagai berikut: 1. MELEPASKAN TERDAKWA AHMAD NURYAMIN Als. Yamin dari segala tuntutan hukum; 2. Memulihkan Harkat, Martabat, serta Nama Baik Terdakwa; Akhir kata, demikian PERMOHONAN KAMI, kami yakin dan percaya Majelis Hakim akan dapat melihat jernih persoalan ini untuk kemudian mengambil keputusan yang terbaik yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan sesama manusia, demi tercapainya keadilan yang hakiki. Jakarta, 28 Maret 2011 Hormat Kami Penasehat Hukum, Nurkholis H, SH., Kiagus Ahmad B.S, SH., Febi Yonesta, SH., Restaria F Hutabarat, SH, MA., Muhamad Isnur, SHI., Edy H. Gurning, SH., Tommy A. Tobing, SH., Algiffari Aqsa, SH., Maruli Tua Rajagukguk, SH., Yunita, SH., Ahmad Marthin H, SH., Khusnul Anwar, SHI., Arif Maulana, SH., Atika Yuanita Paraswaty, SH., Jeremiah U. H. Limbong, SH., Kristian Feran, SH., William Tan, SH., Julius Ibrani, SH
Terali Besi Untuk Korban
31
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI CIBINONG TERHADAP AHMAD NURYAMIN PUTUSAN No : 1003/Pid.B/2010/PN.Cbn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Cibinong yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa: Nama Lengkap
: AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN bin FREDI WIJAYA
Tempat lahir
: Bogor
Umur/ Tanggal Lahir : 35 tahun/ 17 Agustus 1975 Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Kp. Cisalada Rt.01/05 Desa Ciampea Udik Kec. Ciapea, Kab. Bogor
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tani
Pendidikan
: SMEA
Terdakwa ditahan didalam Rumah Tahanan Negara berdasarkan surat Perintah/Penetapan oleh: 1. Penyidik, sejak tanggal 04 oktober 2010 sampai dengan tanggal 23 Oktober 2010; 2. Perpanjangan Penuntut Umum, sejak tanggal 24 Oktober 2010 sampai dengan tanggal 01 Desember 2010; 3. Penuntut Umum,sejak tanggal 02 Desember 2010 sampai dengan 15 Desember 2010; 4. Hakim Pengadilan Negeri, sejak tanggal 16 Desember sampai dengan tanggal 14 Januari 2011; 5. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri, sejak tanggal 15 Januari 2011 sampai dengan tanggal 12 Maret 2011; 6. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri, sejak tanggal 13 Maret 2011 sampai dengan tanggal 11 April 2011; 7. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri, sejak tanggal 12 April 2011 sampai dengan tanggal 12 Mei 2011. Dalam perkara ini Terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukumnya dari Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang beralamat di Jalan Diponegoro Nomor
32
Kasus Cisalada
74 Jakarta Pusat, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 30 Desember 2010 yang telah didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri Cibinong dibawah Register No. 01/Pid/2011 tanggal 05 Januari 2011; Pengadilan Negeri tersebut; Telah membaca surat Penetapan Ketua Negeri Cibinong No.1003/Pen.Pid/ 2010/PN.Cbn. tanggal 16 Desember 2010, tentang Penunjukan Hakim Majelis yang akan menyidangkan dan mengadili perkara ini; Telah membaca berkas perkara dan segala surat-surat yang bersangkutan dengan perkara ini; Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa; Telah memperhatikan barang bukti dan Visum et Repertum yang diajukan oleh Penuntut Umum kepersidangan; Telah mendengarkan pula Tuntutan dari Penuntut Umum tertanggal 14 Maret 2011 yang pada pokoknya menuntut sebagai berikut: 1. Menyatakan Terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA, secara dan menyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana telah melakukan kekejaman atau kekerasan atau penganiayaan terhadap anak yang mengakibatkan luka berat yang diatur dalam Pasal 80 ayat (1), (2) UU. RI. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagai Dakwaan Kedua; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA, dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan, dikurangi selama Terdakwa menjalani masa tahanan sementara dan dengan perintah Terdakwa tetap ditahan; 3. Menetapkan agar Terdakwa dibebani membayar Denda sebesar Rp.60.000.000,-(enam puluh juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan; 4. Menyatakan barang bukti: -
1 (satu) buah pisau stenlis, dirampas untuk dimusnahkan;
-
1 (satu) buah celana pendek jeans merek Lea, 1 (satu) buah kaos oblong warna putih, dikembalikan terhadap Terdakwa.
5. Menetapkan supaya Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,(seribu rupiah). Telah mendengar pembelaan/permohonan dari Penasehat Hukum Terdakwa yang pada pokoknya menyatakan; Bahwa perbuatan Terdakwa di dahului oleh serangan atau ancaman terhadap diri sendiri maupun orang lain. Perbuatan Terdakwa adalah perbuatan pembelaan terpaksa (Noodwer) terhadap kehormatan atau harta benda sendiri maupun orang lain, sebagaimana ketentuan Pasal 49 ayat (1) KUHP yang menyatakan : tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri Terali Besi Untuk Korban
33
maupun orang lain untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum. Dengan adanya alasan pemaaf bagi Terdakwa tersebut, maka demi keadilan dan kebenaran, Penasehat Hukum Terdakwa mohon agar Majelis Hakim berkenaan memutuskan sebagai berikut: 1. Melepaskan Terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA dari segala tuntutan hukum; Memulihkan harkat dan martabat, serta nama baik Terdakwa; 2. Membebankan biaya perkara pada Negara; Telah mendengar pula tanggapan/replik dari Penuntutan Umum yang pada pokoknya tetap dengan tuntutan semula, sedangkan Penasehat Hukum Terdakwa dalam duplik lisannya juga menyatakan tetap dengan pembelaan dan permohonannya semula. Menimbang, bahwa Terdakwa telah diajukan kepersidangan oleh Penuntut Umum dengan Dakwaan sebagai berikut : Pertama : Bahwa ia terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA, pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar 19.30 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Oktober 2010, bertempat di depan Masjid Attaufik Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik, Kec. Ciampea Kab. Bogor atau setidaktidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Cibinong, Yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia suatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (sleg-steek-of stootwapen). Perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut: Bahwa pada awal mulanya saksi korban RENDI APRIANSYAH yang masih berumur 15 Tahun (sesuai Akte Kelahiran Nomor : 4403/2006 yang ditandatangani oleh MOCHTAR RUSLI MUHI, SH Kepala Dinas Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Bogor), melihat dipinggir jalan di Kampung Pasar Salasa, Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor telah banyak orang yang berkumpul di pinggir jalan dan ternyata warga Kampung Pasar Salasa mau melakukan penyerangan terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah di Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, kemudian saksi korban mengikuti dengan tujuan untuk melihat kegiatan warga di Kampung Pasar Salasa dan warga Kampung Kebon Kopi melakukan penyerangan terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah dan setelah sampai di lokasi Kampung Cisalada, Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor kemudian warga dari dua Kampung yaitu Kampung Pasar Salasa dan Kampung Kebon Kopi ± 20 (dua puluh) orang semuanya mayoritas sepantaran saksi korban.
34
Kasus Cisalada
Bahwa setelah sampai di tempat ibadah Ahmadiyah kemudian sekitar 10 (sepuluh) orang masuk kedalam tempat ibadah tersebut termasuk saksi korban sedangkan saksi tidak ingat siapa saja yang masuk kedalam tempat ibadah tersebut karena waktu itu situasi Kampung Cisalada sudah dalam kondisi gelap (lampu tidak menyala), setelah saksi korban berada didalam tempat ibadah tersebut ternyata diluar sudah banyak orang yang membawa senjata tajam dan pada saat saksi korban keluar dari pintu tempat ibadah tibatiba terdakwa menusukkan pisau stainless ke arah badan saksi korban, yang mana pisau stainless tersebut terdakwa bawa dari rumah dan pisau tersebut sebelumnya terdakwa simpan kedalam saku/kantong celana jeans depan sebelah kiri, yang mana terdakwa melakukan penusukan dengan menggunakan pisau stainless tersebut namun oleh saksi korban ditangkis dengan menggunakan tangan sehingga tangan kanan saksi korban terkena senjata tajam, namun terdakwa tetap berupaya menusukkan senjata tajam tersebut ke arah saksi korban dan mengenai bagian pinggang sebelah kanan tepatnya kearah bagian rusuk sebelah kanan sambil berkata Modar Sia(Mati Kamu) kemudian saksi korban langsung lari kencang pulang kearah Kampung Kebon Kopi sambil berteriak minta tolong sambil memegang luka akibat tusukan pisau tersebut, kemudian saksi korban ditolong oleh warga Kampung Pasar Salasa dan langsung dibawa ke Puskesmas Cibungbulang dan selanjutnya saksi korban dibawa ke RS. PMI Bogor, sedangkan terdakwa setelah melakukan penusukan terhadap saksi korban RENDI APRIANSYAH langsung pergi dengan memasukkan kembali pisau stainless tersebut ke dalam saku celana depan sebelah kiri dan kemudian bertemu dengan saksi MASARUDIN Bin JAFAR SIDIK didepan rumah saksi MASARUDIN Bin JAFAR SIDIK dan terdakwa menceritakan bahwa pisau milik terdakwa telah mengenai pinggang orang sambil menunjukkan pisau di dalam saku celana jeans depan sebelah kiri yang didalamnya masih tersimpan pisau.
Perbuatan Terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951. ATAU : Kedua : Bahwa ia terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA, pada hari Jumat tanggal 01 Oktober sekitar 19.30 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Oktober 2010, bertempat di depan Masjid Attaufik Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik Kec. Ciampea Kab. Bogor atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Cibinong, Yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak yaitu saksi korban RENDI APRIANSYAH yang mengakibatkan luka berat. Perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut: Bahwa pada awal mulanya saksi korban RENDI APRIANSYAH yang masih berumur 15 Tahun (sesuai Akte Kelahiran Nomor: 4403/2006 yang ditandatangani oleh MOCHTAR RUSLI MUHI, S.H., Kepala Dinas Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Bogor), melihat dipinggir jalan di Kampung Pasar Salasa, Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor telah banyak orang yang berkumpul di pinggir jalan dan ternyata warga Kampung Pasar Salasa mau melakukan penyerangan terhadap Terali Besi Untuk Korban
35
tempat ibadah warga Ahmadiyah di Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik, Kec. Ciampea, Kab. Bogor, kemudian saksi korban mengikuti dengan tujuan untuk melihat kegiatan warga di Kampung Pasar Salasa dan warga Kampung Kebon Kopi melakukan penyerangan terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah dan setelah sampai di lokasi Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik, Kec. Ciampea, Kab. Bogor kemudian warga dari dua Kampung yaitu Kampung Pasar Salasa dan Kampung Kebon Kopi ± 20 (dua puluh) orang semuanya mayoritas sepantaran saksi korban. Bahwa setelah sampai di tempat ibadah Ahmadiyah kemudian sekitar 10 (sepuluh) orang masuk ke dalam tempat ibadah tersebut termasuk saksi korban, sedangkan saksi tidak ingat siapa saja yang masuk ke dalam tempat ibadah tersebut karena waktu itu situasi Kampung Cisalada sudah dalam kondisi gelap (lampu tidak menyala), setelah saksi korban berada didalam tempat ibadah tersebut ternyata diluar sudah banyak orang yang membawa senjata tajam dan pada saat saksi korban keluar dari pintu tempat ibadah tibatiba terdakwa menusukkan pisau stainless ke arah badan saksi korban yang mana pisau stainless tersebut terdakwa bawa dari rumah dan pisau tersebut sebelumnya terdakwa simpan kedalam saku/kantong celana jeans depan sebelah kiri, yang mana terdakwa melakukan penusukan dengan menggunakan pisau stainless tersebut namun oleh saksi korban ditangkis dengan menggunakan tangan sehingga tangan kanan saksi korban terkena senjata tajam namun terdakwa tetap berupaya menusukkan senjata tajam tersebut kearah saksi korban dan mengenai bagian pinggang sebelah kanan tepatnya kearah bagian rusuk sebelah kanan sambil berkata modar sia (mati kamu). Kemudian saksi korban langung lari kencang pulang kearah Kampung Kebon Kopi sambil berteriak minta tolong sambil memegang luka akibat tusukan pisau tersebut, kemudian saksi korban ditolong oleh warga Kampung Pasar Salasa dan langsung dibawa ke Puskesmas Cibungbulang dan selanjutnya saksi korban dibawa ke RS. PMI Bogor sedangkan terdakwa setelah melakukan penusukan terhadap saksi korban RENDI APRIANSYAH langsung pergi dengan memasukkan kembali pisau stainless tersebut kedalam saku celana depan sebelah kiri dan kemudian bertemu dengan saksi MASARUDIN Bin JAFAR SIDIK didepan rumah saksi MASARUDIN Bin JAFAR SIDIK terdakwa menceritakan bahwa pisau milik terdakwa telah mengenai pinggang orang sambil menunjukkan pisau didalam saku celana jeans depan sebelah kiri yang didalamnya masih tersimpan pisau. Bahwa sesuai Visum Et Repertum Nomor: P. 01/III/007/X/2010 tanggal 22 Oktober 2010 yang ditandatangani oleh Dr. Maria Widhiastuti, SpB., Spesialis Bedah Umum, Mengetahui Dokter IKF RS PMI Bogor Dr. Swasti Herlian, SpB., telah melakukan pemeriksaan terhadap RENDI APRIANSYAH dengan hasil pemeriksaan. Korban datang dengan kesimpulan: Bahwa korban ditemukan luka terbuka pada dada sebelum ke rumah sakit, riwayat penyakit luka robek di dada kanan akibat tertusuk pisau, sesak nafas, tangan dan kaki dingin kiriman Puskesmas Cibungbulang pada pemeriksaan:
36
1.
Kesadaran baik, keadaan umum buruk dengan tanda vital tekanan darah sembilan puluh per enam puluh millimeter air raksa, nadi seratus sepuluh kali permenit, pernafasan dua puluh delapan kali permenit.
2.
Pada dada kanan terdapat luka terbuka dengan tepi rata berukuran dua koma lima sentimeter kali satu sentimeter kali nol koma lima sentimeter.
3.
Pada lengan bawah kanan terdapat luka terbuka dengan tepi rata berukuran dua koma lima sentimeter kali satu sentimeter dioperasi pada dada kanan
Kasus Cisalada
sela iga ke tujuh, ditemukan luka terbuka ukuran empat sentimeter kali satu sentimeter kali enam sentimeter pada dinding dada, robekan pada sekat rongga badan kanan, dilakukan penjahitan luka. Dilanjutkan dengan operasi perut, ditemukan darah sebanyak lima ratus sentimeter kubik, dilakukan pula pengangkatan umbai cacing yang sudah radang menahun. Korban dirawat sejak tanggal satu Oktober tahun dua ribu sepuluh dipulangkan tanggal Sembilan Oktober tahun Dua Ribu Sepuluh dalam keadaan sembuh. Dengan Kesimpulan : Pada korban ditemukan luka terbuka pada dada kanan dan lengan kanan menembus rongga dada sela iga ke tujuh merobek sekat rongga badan menimbulkan pendarahan yang disebabkan oleh kekerasan tajam kekerasan tersebut dapat mengakibatkan ancaman bahaya maut. Korban dirawat di Rumah Sakit selama Sembilan hari dan dipulangkan dalam keadaan sembuh.
Perbuatan terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 Ayat (1), (2) UndangUndang RI Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. ATAU : Ketiga : Bahwa ia terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA, pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar 19.30 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Oktober 2010, bertempat di depan Masjid Attaufik Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik Kec. Ciampea, Kab.Bogor atau setidaktidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Cibinong, Penganiayaan yang menjadikan luka berat. Perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut : Bahwa pada awal mulanya saksi korban RENDI APRIANSYAH yang masih berumur 15 Tahun (sesuai Akte Kelahiran Nomor : 4403/2006 yang ditandatangani oleh MOCHTAR RUSLI MUHI, S.H., Kepala Dinas Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Bogor), melihat dipinggir jalan di Kampung Pasar Salasa, Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor telah banyak orang yang berkumpul di pinggir jalan dan ternyata warga Kampung Pasar Salasa mau melakukan penyerangan terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah di Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, kemudian saksi korban mengikuti dengan tujuan untuk melihat kegiatan warga di Kampung Pasar Salasa dan warga Kampung Kebon Kopi melakukan penyerangan terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah dan setelah sampai di lokasi Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor kemudian warga dari dua Kampung yaitu Kampung Pasar Salasa dan Kampung Kebon Kopi ± 20 (dua puluh) orang semuanya mayoritas sepantaran saksi korban. Bahwa setelah sampai di tempat ibadah Ahmadiyah kemudian sekitar 10 (sepuluh) orang masuk kedalam tempat ibadah tersebut termasuk saksi korban, sedangkan saksi tidak ingat siapa saja yang masuk kedalam tempat ibadah tersebut karena waktu itu situasi Kampung Cisalada sudah dalam kondisi gelap (lampu tidak menyala), setelah saksi korban berada didalam tempat ibadah tersebut ternyata diluar sudah banyak Terali Besi Untuk Korban
37
orang yang membawa senjata tajam dan pada saat saksi korban keluar dari pintu tempat ibadah tiba-tiba terdakwa menusukkan pisau stainless ke arah badan saksi korban yang mana pisau stenlis tersebut terdakwa bawa dari rumah dan pisau tersebut sebelumnya terdakwa simpan kedalam saku/kantong celana jeans depan sebelah kiri, yang mana terdakwa melakukan penusukan dengan menggunakan pisau stainless tersebut namun oleh saksi korban ditangkis dengan menggunakan tangan sehingga tangan kanan saksi korban terkena senjata tajam namun terdakwa tetap berupaya menusukkan senjata tajam tersebut ke arah saksi korban dan mengenai bagian pinggang sebelah kanan tepatnya kearah bagian rusuk sebelah kanan sambil berkata Modar Sia(mati kamu) kemudian saksi korban langung lari kencang pulang kearah Kampung Kebon Kopi sambil berteriak minta tolong sambil memegang luka akibat tusukan pisau tersebut, kemudian saksi korban ditolong oleh warga Kampung Pasar Salasa dan langsung dibawa ke Puskesmas Cibungbulang dan selanjutnya saksi korban dibawa ke RS. PMI Bogor sedangkan terdakwa setelah melakukan penusukan terhadap saksi korban RENDI APRIANSYAH langsung pergi dengan memasukkan kembali pisau stainless tersebut kedalam saku celana depan sebelah kiri dan kemudian bertemu dengan saksi MASARUDIN Bin JAFAR SIDIK didepan rumah saksi MASARUDIN Bin JAFAR SIDIK dan terdakwa menceritakan bahwa pisau milik terdakwa telah mengenai pinggang orang sambil menunjukkan pisau didalam saku celana Jeans depan sebelah kiri yang didalamnya masih tersimpan pisau. Bahwa sesuai Visum Et Repertum Nomor: P. 01/III/007/X/2010 tanggal 22 Oktober 2010 yang ditandatangani oleh Dr. Maria Widhiastuti, SpB., Spesialis Bedah Umum, Mengetahui Dokter IKF RS PMI Bogor Dr. Swasti Herlian, SpB., telah melakukan pemeriksaan terhadap RENDI APRIANSYAH dengan hasil pemeriksaan: Korban datang dengan kesimpulan: Bahwa korban ditemukan luka terbuka pada dada sebelum ke rumah sakit, riwayat penyakit luka robek di dada kanan akibat tertusuk pisau, sesak nafas, tangan dan kaki dingin kiriman Puskesmas Cibungbulang pada pemeriksaan: 1.
Kesadaran baik, keadaan umum buruk dengan tanda vital tekanan darah sembilan puluh per enam puluh millimeter air raksa, nadi seratus sepuluh kali permenit, pernafasan dua puluh delapan kali permenit.
2.
Pada dada kanan terdapat luka terbuka dengan tepi rata berukuran dua koma lima sentimeter kali satu sentimeter kali nol koma lima sentimeter.
3.
Pada lengan bawah kanan terdapat luka terbuka dengan tepi rata berukuran dua koma lima sentimeter kali satu sentimeter dioperasi pada dada kanan sela iga ke tujuh, ditemukan luka terbuka ukuran empat sentimeter kali satu sentimeter kali enam sentimeter pada dinding dada, robekan pada sekat rongga badan kanan, dilakukan penjahitan luka. Dilanjutkan dengan operasi perut, ditemukan darah sebanyak lima ratus sentimeter kubik, dilakukan pula pengangkatan umbai cacing yang sudah radang menahun. Dengan Kesimpulan :
Pada korban ditemukan luka terbuka pada dada kanan dan lengan kanan menembus rongga dada sela iga ke tujuh merobek sekat rongga badan menimbulkan pendarahan yang disebabkan oleh kekerasan tajam kekerasan tersebut dapat mengakibatkan ancaman bahaya maut. Korban dirawat di Rumah Sakit selama Sembilan hari dan dipulangkan dalam keadaan sembuh.
38
Kasus Cisalada
Perbuatan terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA sebagai mana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 Ayat (2p), KUHP. ATAU : Keempat : Bahwa ia terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA, pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar 19.30 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Oktober 2010, bertempat di depan Masjid Attaufik Kampung Cisalada, Desa Ciampea, Udik Kec. Ciampea, Kab. Bogor atau setidaktidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Cibinong, Karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka berat. Perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut: Bahwa pada awal mulanya saksi korban RENDI APRIANSYAH yang masih berumur 15 Tahun (sesuai Akte Kelahiran Nomor : 4403/2006 yang ditandatangani oleh MOCHTAR RUSLI MUHI, SH Kepala Dinas Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Bogor), melihat di pinggir jalan di Kampung Pasar Salasa, Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor telah banyak orang yang berkumpul di pinggir jalan dan ternyata warga Kampung Pasar Salasa mau melakukan penyerangan terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah di Kampung Pasar Salasa, Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, kemudian saksi korban mengikuti dengan tujuan untuk melihat kegiatan warga di Kampung Pasar Salasa dan warga Kampung Kebon Kopi melakukan penyerangan terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah dan setelah sampai di lokasi Kampung Pasar Salasa, Desa Ciampea Udik, Kec. Ciampea, Kab. Bogor kemudian warga dari dua Kampung yaitu Kampung Pasar Salasa dan Kampung Kebon Kopi ± 20 (dua puluh) orang semuanya mayoritas sepantaran saksi korban. Bahwa setelah sampai di tempat ibadah Ahmadiyah kemudian sekitar 10 (sepuluh) orang masuk kedalam tempat ibadah tersebut termasuk saksi korban sedangkan saksi tidak ingat siapa saja yang masuk kedalam tempat ibadah tersebut karena waktu itu situasi Kampung Cisalada sudah dalam kondisi gelap (lampu tidak menyala), setelah saksi korban berada didalam tempat ibadah tersebut ternyata diluar sudah banyak orang yang membawa senjata tajam dan pada saat saksi korban keluar dari pintu tempat ibadah tiba-tiba terdakwa menusukkan pisau stainless ke arah badan saksi korban yang mana pisau stainless tersebut terdakwa bawa dari rumah dan pisau tersebut sebelumnya terdakwa simpan kedalam saku/kantong celana jeans depan sebelah kiri, yang mana terdakwa melakukan penusukan dengan menggunakan pisau stainless tersebut namun oleh saksi korban ditangkis dengan menggunakan tangan sehingga tangan kanan saksi korban terkena senjata tajam namun terdakwa tetap berupaya menusukkan senjata tajam tersebut kearah saksi korban dan mengenai bagian pinggang sebelah kanan tepatnya kearah bagian rusuk sebelah kanan sambil berkata Modar Sia(mati kamu) kemudian saksi korban langsung lari kencang pulang kearah Kampung Kebon Kopi sambil berteriak minta tolong sambil memegang luka akibat tusukan pisau tersebut, kemudian saksi korban ditolong oleh warga Kampung Pasar Salasa dan langsung dibawa ke Puskesmas Cibungbulang dan selanjutnya saksi korban dibawa ke RS. PMI Bogor sedangkan terdakwa setelah melakukan penusukan terhadap saksi korban RENDI APRIANSYAH langsung pergi dengan memasukkan kembali pisau stainless tersebut kedalam saku celana depan sebelah kiri dan kemudian bertemu dengan saksi Terali Besi Untuk Korban
39
MASARUDIN Bin JAFAR SIDIK didepan rumah saksi MASARUDIN Bin JAFAR SIDIK dan terdakwa menceritakan bahwa pisau milik terdakwa telah mengenai pinggang orang sambil menunjukkan pisau didalam saku celana Jeans depan sebelah kiri yang didalamnya masih tersimpan pisau. Bahwa sesuai Visum Et Repertum Nomor : P. 01/III/007/X/2010 tanggal 22 Oktober 2010 yang ditandatangani oleh Dr. Maria Widhiastuti, SpB, Spesialis Bedah Umum, Mengetahui Dokter IKF RS PMI Bogor Dr. Swasti Herlian, SpB, telah melakukan pemeriksaan terhadap RENDI APRIANSYAH dengan hasil pemeriksaan. Korban datang dengan kesimpulan : Bahwa korban ditemukan luka terbuka pada dada sebelum ke rumah sakit, riwayat penyakit luka robek di dada kanan akibat tertusuk pisau, sesak nafas, tangan dan kaki dingin kiriman Puskesmas Cibungbulang pada pemeriksaan: 1.
Kesadaran baik, keadaan umum buruk dengan tanda vital tekanan darah Sembilan puluh per enam puluh millimeter air raksa, nadi seratus sepuluh kali permenit, pernafasan dua puluh delapan kali permenit.
2.
Pada dada kanan terdapat luka terbuka dengan tepi rata berukuran dua koma lima sentimeter kali satu sentimeter kali nol koma lima sentimeter.
3.
Pada lengan bawah kanan terdapat luka terbuka dengan tepi rata berukuran dua koma lima sentimeter kali satu sentimeter dioperasi pada dada kanan sela iga ke tujuh, ditemukan luka terbuka ukuran empat sentimeter kali satu sentimeter kali enam sentimeter pada dinding dada, robekan pada sekat rongga badan kanan, dilakukan penjahitan luka. Dilanjutkan dengan operasi perut, ditemukan darah sebanyak lima ratus sentimeter kubik, dilakukan pula pengangkatan umbai cacing yang sudah radang menahun. Dengan Kesimpulan:
Pada korban ditemukan luka terbuka pada dada kanan dan lengan kanan menembus rongga dada sela iga ke tujuh merobek sekat rongga badan menimbulkan pendarahan yang disebabkan oleh kekerasan tajam kekerasan tersebut dapat mengakibatkan ancaman bahaya maut. Korban dirawat di Rumah Sakit selama Sembilan hari dan dipulangkan dalam keadaan sembuh.
Perbuatan terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA sebagai mana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 360 Ayat (1), KUHP. Menimbang, bahwa atas dakwaan Penuntut Umum tersebut Penasehat Hukum Terdakwa telah mengajukan eksepsi/keberatan tertanggal 12 Januari 2011 yang pada pokoknya menyatakan, bahwa: 1. Surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap; 2. Dakwaan mengandung ketidak cermatan dalam syarat formil; 3. Kesewenang wenangan dalam proses penahanan. Dan berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Penasehat Hukum Terdakwa memohon agar Hakim perkara berkenaan memeriksa, mengadili dan menjatuhkan sela dengan amar putusan sebagai berikut: 1. Menerima dan mengabulkan nota keberatan atau eksepsi Penasehat Hukum
40
Kasus Cisalada
Terdakwa untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Surat Dakwaan tidak dapat diterima dan/atau menyatakan Surat Dakwaan batal demi hukum; 3. Membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan Penuntut Umum; 4. Meminta kepada Penuntut Umum agar segera membebaskan Terdakwa; 5. Membebankan biaya perkara kepada Negara. Menimbang, bahwa setelah mendengar tanggapan Penuntut Umum atas Eksepsi atau keberatan Penasehat Hukum Terdakwa tersebut, Majelis telah menerbitkan Putusan Sela, yang mana Amarnya berbunyi sebagai berikut: 1. Menyatakan keberatan Penasehat Hukum Terdakwa tidak dapat diterima; 2. Menyatakan pemeriksan perkara No. 1003/Pid.B/2010/PN.CBN, atas nama Terdakwa Ahmad Nuryamin Als. Yamin Bin Fredi Wijaya, dilanjutkan; 3. Menetapkan biaya perkara ditangguhkan hingga pada putusan akhir. Menimbang, bahwa karena eksepsi Penasehat Hukum Terdakwa telah dinyatakan tidak diterima, maka Penuntut Umum berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya, dan untuk keperluan tersebut saksi-saksi telah memberikan keterangan dengan dibawah sumpah, yang pada pokoknya sebagai berikut: 1. Saksi 1, OKKA DWI KURNIAWAN -
Bahwa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 19.00 WIB. Saksi sedang piket di Polsek Ciampea diberitahukan oleh Kapolsek Ciampea, bahwa ada penyerangan di Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea
-
Bahwa bersama dengan anggota lainya saksi mendatangi TKP, akan tetapi tidak bisa masuk karena dihalangi oleh warga;
-
Bahwa saksi tidak melihat korban penusukan di TKP, akan tetapi saksi melihatnya di PMI Bogor karena Puskesmas Cibungbulang tidak sanggup mengobati;
-
Bahwa saksi melihat ada luka ditangan kanan dan dada sebelah kanan korban dan korban dalam keadaan tidak sadar;
-
Bahwa korban dirawat di PMI Bogor selama 9 hari dan sekarang sudah sehat;
-
Bahwa pada saat kejadian saksi tidak tahu siapa pelakunya akan tetapi tiga hari kemudian setelah ada informasi dari saksi yang lain, saksi baru tahu pelakunya adalah Terdakwa Ahmad Nuryamin;
-
Bahwa berdasarkan informasi Rumah Sakit korban mengalami luka karena kena tusuk benda tajam;
-
Bahwa sebelum tanggal 01 Oktober tidak pernah ada kejadian, yang ada hanya sekedar isu-isu saja.
2. Saksi II, RENDY APRIANSYAH -
Bahwa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober sekitar jam 19.00 WIB ketika saksi pulang sekolah, saksi melihat banyak orang berkumpul di pinggir jalan di Kampung Pasar Selasa Desa Ciampea Udik, kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor; Terali Besi Untuk Korban
41
-
Bahwa setelah adzan Sholat Isya saksi ikut orang-orang tersebut dengan tujuan ingin melihat TV, dan ruangan dibawah tanah yang ada di dalam Masjid di Kampung Cisalada;
-
Bahwa setelah sampai di tempat ibadah Ahmadiyah, saksi masuk bersama sekitar 10 orang ke dalam tempat ibadah tersebut dan tiba-tiba lampu mati;
-
Bahwa karena lampu mati, saksi bersama dengan orang-orang yang lain keluar dari tempat ibadah tersebut, dan tiba- tiba datang seorang laki- laki berbadan tinggi besar dengan mata agak besar kearah saksi sambil menusukan pisau kearah badan saksi, namun saksi menangkis dengan tangan kanan saksi terluka, lalu orang tersebut tetap berusaha menusuk saksi dan mengenai bagian pinggang sebelah kanan/rusuk sebelah kanan saksi;
-
Bahwa saksi langung lari pulang ke arah Kampung Kebon Kopi sambil berteriak minta tolong dan memegang lukanya;
-
Bahwa kemudian saksi ditolong oleh warga dan dibawa ke Puskesmas Cibungbulang, lalu dipindahkan ke PMI Bogor untuk dirawat sampai tanggal 10 Oktober 2010;
-
Bahwa berobat saksi ditanggung oleh orang tua saksi sendiri;
-
Bahwa saksi dan orang-orang yang menandatangani tempat ibadah Ahmadiyah tidak ada yang membawa senjata tajam semuanya tangan kosong;
-
Bahwa kondisi saksi sekarang belum begitu sehat, kadang-kadang terasa sakit dan kadang- kadang sesak nafas;
-
Bahwa pada waktu saksi masuk ke dalam tempat ibadah Ahmadiyah belum ada perusakan, perusakan terjadi setelah saksi di PMI Bogor karena saksi dikabarkan meninggal;
-
Bahwa ciri- ciri orang yang menusuk saksi ialah, badannya tinggi, matanya besar dan hidungnya juga besar;
-
Bahwa sebelum masuk ke tempat ibadah Ahmadiyah, saksi dan teman-temanya minta izin kepada 3 (tiga ) orang warga Ahmadiyah yang ada ditempat tersebut;
-
Bahwa sebelum kejadian ini tidak pernah ada penyerangan ataupun masalah dengan Kampung Cisalada;
-
Bahwa sebelum saksi dan teman-temannya berangkat ke Kampung Cisalada ada pertemuan antara Kepala Desa dengan Warga Kebon Kopi untuk menolak keberadaan Ahmadiyah di Kampung Cisalada;
-
Bahwa sebelum pertemuan selesai, saksi dan teman-temannya, sekitar 10 orang berangkat ke Kampung Cisalada.
3. Saksi III, DEDI PERMANA
42
-
Bahwa pada hari jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 20.00 WIB, ketika saksi sedang mempersiapkan dagangan di warungnya, tiba-tiba saksi mendengar teriakan warga di pingir jalan raya Pasar Salasa yang mengatakan ada warga Pasar Salasa yang ditusuk oleh warga Ahmadiyah;
-
Bahwa kemudian anak saksi yang perempuan memberitahukan kepada saksi bahwa anak saksi yang bernama Rendy Apriansyah yang menjadi korban penusukan warga Ahmadiyah;
-
Bahwa setelah mendapat informasi, saksi langsung ke Puskesmas Cibungbulang
Kasus Cisalada
untuk menemui anak saksi; -
Bahwa kemudian anak saksi dirujuk ke RS. PMI Bogor, lalu dirawat disana selama 9 hari dan sampai sekarang masih berobat jalan;
-
Bahwa ketika di Puskesmas Cibungbulang anak saksi masih sadar, namun setelah di RS. PMI Bogor saksi sudah tidak sadar;
-
Bahwa saksi melihat ada luka di tangan kanan dan dada sebelah kanan anak saksi, yang saat itu sudah sehat, akan tetapi kadang- kadang masih terasa sakit dan sesak nafas;
-
Bahwa biaya pengobatan anak saksi sebesar Rp. 7.000.000,- (tujuh juta rupiah), tanpa ada bantuan dari pihak lain;
-
Bahwa saksi tidak tahu kejadian di Kampung Cisalada dan saksi juga tidak tahu kalau anak saksi pergi ke Kampung Cisalada;
-
Bahwa sebelumnya saksi tidak tahu siapa pelaku penusukan, dan baru tahu setelah diberitahu oleh anak saksi bahwa pelakunya adalah Terdakwa yang dihadapkan di persidangan ini.
4. Saksi IV, CECE HERMANTO -
Bahwa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 19.30 WIB. Ketika saksi sedang di Kantor Polres Bogor, saksi mendapat perintah dari pimpinan untuk berangkat ke lokasi kejadian di Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor;
-
Bahwa setelah sampai di lokasi kejadian saksi melihat ada perusakan dan pembakaran tempat Ibadah Ahmadiyah, dan saksi juga mendapatkan informasi ada korban penusukan yaitu saksi Rendi Apriansyah;
-
Bahwa berdasarkan bukti permulaan yang cukup, bersumber dari keterangan saksi korban maka saksi melakukan penangkapan terhadap Terdakwa Ahmad Nuryamin;
-
Bahwa Terdakwa Ahmad Nuryamin ditangkap pada hari Minggu tanggal 03 Oktober 2010 sekitar jam 09.30 WIB, dirumahnya di Kampung Cisalada No. 25 Rt. 01/05 Desa Ciampea Udik, Kec. Ciampea, Kab. Bogor yang dilakukan oleh saksi bersama dengan saksi Asep Saepulloh serta anggota lainnya dari Sat. Reskrim Polres Bogor;
-
Bahwa setelah diinterogasi Terdakwa Ahmad Nuryamin mengaku bahwa pada saat kejadian Terdakwa membawa sebilah pisau stainless dan pisau tersebut telah mengenai salah seorang pihak penyerang;
-
Bahwa atas petunjuk dari Terdakwa dilakukan penyitaan atas pisau yang dijadikan barang bukti dalam perkara ini;
-
Bahwa informasi adanya penusukan tersebut diketahui dari interogasi yang dilakukan terhadap pihak Ahmadiyah.
5. Saksi V, ASEP SAEPULLOH -
Bahwa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 19.30 WIB. Ketika saksi sedang di Kantor Polres Bogor, saksi mendapat perintah dari pimpinan untuk berangkat ke lokasi kejadian di Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor;
-
Bahwa setelah sampai di lokasi kejadian saksi melihat ada perusakan dan pembakaran Terali Besi Untuk Korban
43
tempat Ibadah Ahmadiyah, dan saksi juga mendapatkan informasi ada korban penusukan yaitu saksi Rendi Apriansyah; -
Bahwa berdasarkan bukti permulaan yang cukup, bersumber dari keterangan saksi korban maka saksi melakukan penangkapan terhadap Terdakwa Ahmad Nuryamin;
-
Bahwa Terdakwa Ahmad Nuryamin ditangkap pada hari Minggu tanggal 03 Oktober 2010 sekitar jam 09.30 WIB, dirumahnya di Kampung Cisalada No. 25 Rt. 01/05 Desa Ciampea Udik, Kec. Ciampea, Kab. Bogor yang dilakukan oleh saksi bersama dengan saksi Asep Saepulloh serta anggota lainya dari Sat. Reskrim Polres Bogor;
-
Bahwa setelah diinterogasi Terdakwa Ahmad Nuryamin mengaku bahwa pada saat kejadian Terdakwa membawa sebilah Pisau stainless dan pisau tersebut telah mengenai salah seorang pihak penyerang;
-
Bahwa atas petunjuk dari Terdakwa dilakukan penyitaan atas pisau yang dijadikan barang bukti dalam perkara ini;
-
Bahwa informasi adanya penusukan tersebut diketahui dari interogasi yang dilakukan terhadap pihak Ahmadiyah.
6. Saksi VI, IFAN MUARI Bin MUSLIH -
Bahwa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 19.00 WIB. Ketika di Kampung Cisalada Rt.01/05 Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, telah terjadi penyerangan tempat ibadah dan rumah penduduk;
-
Bahwa yang melakukan penyerangan tersebut adalah sekelompok warga Desa Kebon Kopi dan warga Desa Pasar Salasa yang semuanya berjumlah sekitar 30 orang anak muda;
-
Bahwa yang dirusak oleh pihak penyerang adalah Rumah, Masjid, madrasah, mobil dan motor yang ada di sekitar Masjid Ahmadiyah;
-
Bahwa pada saat penyerangan saksi bertemu dengan Terdakwa, lalu terdakwa mengatakan Saya tidak sengaja dapat satu orang sambil memperlihatkan pisau dari balik baju kaosnya dan pada saat itu saksi melihat di jari-jari tangan kanan terdakwa ada darah;
-
Bahwa penyerangan terjadi 2 kali, penyerangan yang kedua terjadi sekitar jam 21.00 WIB dengan jumlah penyerang yang lebih banyak;
-
Bahwa pada penyerangan pertama saksi berada di rumah saksi, sedangkan pada saat penyerangan kedua, saksi dan keluarga mengungsi ke rumah H. Oha;
-
Bahwa pada saat penyerangan pertama, penyerang melempari Masjid dengan batu lalu mereka langsung pergi, dan pada penyerangan yang ke dua terjadi perusakan dan pembakaran;
-
Bahwa saksi tahu ada korban dalam kejadian tersebut setelah mendengar berita.
7. Saksi VII, MASARUDIN Bin JAFAR SIDIK
44
-
Bahwa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 19.00 WIB, ketika di Kampung Cisalada Rt. 01/05 Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, telah terjadi penyerangan terhadap Masjid milik jemaat Ahmadiyah;
-
Bahwa penyerangan terjadi ketika saksi sedang dipijat oleh Terdakwa di rumah saksi;
Kasus Cisalada
-
Bahwa yang melakukan penyerangan sekitar 20 orang, dan yang masuk ke dalam tempat ibadah Ahmadiyah sekitar 10 orang, namun tiba-tiba lampu mati;
-
Bahwa saksi bertemu dengan Terdakwa diluar Masjid dan terdakwa mengatakan kepada saksi bahwa pisau yang dibawa diluar Masjid oleh terdakwa telah mengenai seseorang dari kelompok yang telah melakukan perusakan dan pembakaran tersebut;
-
Bahwa saksi baru mengetahui ada korban penusukan yang bernama Rendi setelah sudah 2,5 jam kemudian.
8. Saksi VII, MUCHAMAD FARHAN -
Bahwa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 20.00 WIB. Di Puskesmas Cibungbulang, saksi telah menerima seorang pasien bernama Rendy Apriansyah, yang kemudian ditangani oleh perawat Puskesmas Cibungbulang yang bernama Cecep;
-
Bahwa korban masih dalam keadaan sadar dan menderita luka akibat senjata tajam pada bagian lengan bawah dan juga pada bagian pinggang atas, tepatnya di bagian rusuk kanan;
-
Bahwa korban sempat dirawat di Puskesmas Cibungbulang untuk menutup lukanya dengan perban, kemudian pada malam itu juga korban dirujuk ke RS. PMI Bogor.
9. Saksi IX, CECEP ALAWY HABSY -
Bahwa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 20.00 WIB, di Puskesmas Cibungbulang, saksi telah menerima seorang pasien yang bernama Rendy Apriansyah, yang kemudian ditangani oleh saksi selaku perawat di Puskesmas Cibungbulang;
-
Bahwa korban masih dalam keadaan sadar dan menderita luka akibat senjata tajam pada bagian lengan bawah dan juga pada bagian pinggang atas, tepatnya di bagian rusuk kanan;
-
Bahwa saksi memberikan cairan infus pada koran, lalu menangani luka yang diderita korban dengan cara membersihkan lukanya lalu membalut luka untuk menghentikan pendarahan sementara;
-
Selanjutnya korban dirujuk ke RS. PMI Bogor karena peralatan yang dimiliki Puskesmas Cibungbulang terbatas.
10. Saksi X, KODARSAH -
Bahwa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 20.00 WIB, ketika saksi sedang berada di rumah, saksi ditelepon piket Puskesmas Cibungbulang, yang menyuruh saksi datang ke Puskesmas karena ada korban yang akan di rujuk ke RS. PMI Bogor;
-
Bahwa korban masih dalam keadaan sadar dan menderita luka akibat senjata tajam pada bagian lengan bawah dan juga pada bagian pinggang atas, tepatnya di bagian rusuk kanan;
-
Bahwa saksi mengantar korban ke RS. PMI Bogor bersama orang tua korban yang bernama Dedi Permana.
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi-saksi tersebut pada pokoknya Terdakwa menyatakan tidak keberatan; Terali Besi Untuk Korban
45
Menimbang, bahwa selanjutnya atas permintaan Terdakwa dan Penasehat Hukum, dipersidangan juga telah didengar keterangan saksi yag meringankan Terdakwa/Saksi A de Charge, dengan dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : 1. Saksi BASIR AHMAD -
Bahwa saksi mengetahui pada tanggal 01 Oktober 2010 ada kejadian penyerangan di Desa Cisalada;
-
Bahwa saksi tinggal di Desa Cisalada sudah 1 (satu) tahun, dan pada waktu kejadian saksi berada sekitar 30 meter dari tempat kejadian;
-
Bahwa pada waktu kejadian saksi berada di rumah bersama orang tua saksi, dan tiba-tiba saksi mendengar suara teriak namun takut untuk keluar;
-
Bahwa saksi baru tahu ada pembakaran dan perusakan Masjid dan rumah warga setelah jam 24.00 WIB. karena ada pemberitahuan oleh aparat yang membolehkan untuk keluar rumah;
-
Bahwa saksi tidak mengetahui ada korban dalam kejadian tersebut;
-
Bahwa saksi tinggal di Cisalada hanya untuk berdagang;
-
Bahwa setahu saksi terdakwa tidak mempunyai pekerjaan tetap, kalau ada yang menyuruh baru terdakwa bekerja.
2. Saksi ACHMAD ZAINUDIN
46
-
Bahwa sekitar jam 19.00 WIB, ketika saksi sedang berada si depan rumah dekat Masjid Ahmadiyah, saksi melihat anak-anak muda sekitar 30 orang datang dan melempari Masjid Ahmadiyah dengan batu dan bom Molotov yang mengakibatkan korden Masjid menyala, lalu secara tiba-tiba listrik mati karena terjadi korsleting;
-
Bahwa penyerangan terjadi 2 kali, yang pertama hanya perusakan Masjid, dan yang kedua warga datang lagi lalu melakukan perusakan rumah dan kendaraan warga;
-
Bahwa tindakan warga Ahmadiyah setelah diserang hanyalah mau memadamkan api bukan untuk melawan;
-
Bahwa saksi mengetahui ada yang tertusuk/terluka dalam kejadian tersebut setelah diberi tahu oleh aparat;
-
Bahwa saksi mendengar korban satu orang dan masih anak-anak, dan yang melakukan penusukan adalah Terdakwa;
-
Bahwa jarak rumah saksi dengan Masjid adalah 15 meter;
-
Bahwa pada waktu kejadian pertama, telah dilaporkan ke Polisi, lalu pihak Kepolisian minta untuk tidak melakukan perlawanan;
-
Bahwa jarak waktu penyerangan yang pertama dengan penyerangan yang kedua adalah sekitar setengah jam;
-
Bahwa pada waktu kejadian saksi tidak melihat Terdakwa;
-
Bahwa setelah jam 24.00 WIB ada pemberitahuan dari pihak kepolisian yang membolehkan warga keluar rumah;
-
Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa sejak dari kecil dan tahu sekali tingkah laku Terdakwa sehari-hari selalu baik, sama tetangga juga baik.
Kasus Cisalada
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi-saksi tersebut pada pokoknya Terdakwa menyatakan tidak keberatan; Menimbang, bahwa selanjutnya dipersidangan Terdakwa juga telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut : -
Bahwa pada tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 19.00 WIB. Ketika Terdakwa sedang memijat seorang warga bernama Masar, tiba-tiba Terdakwa mendengar teriakan orang-orang yang sedang melempari Masjid dengan menggunakan batu dan bom Molotov;
-
Bahwa setelah melihat kejadian tersebut Terdakwa langsung pulang ke rumah untuk ganti celana dengan celana jeans, lalu terdakwa memasukan sebilah pisau stainless ke dalam saku celana jeans depan sebelah kiri;
-
Bahwa ketika Terdakwa keluar dari rumah, terdakwa melihat seseorang keluar dari Masjid dan bertabrakan dengan bahu kanan Terdakwa, dimana pada saat itu Terdakwa baru saja mengeluarkan pisau dari saku celana, sehingga dengan tidak disengaja pisau Terdakwa mengenai pinggang sebelah kanan orang tersebut;
-
Bahwa Terdakwa mengeluarkan Pisau karena panik dan untuk membela diri;
-
Bahwa pisau tersebut telah dibawa oleh Terdakwa ketika memijat, karena pada saat itu Terdakwa baru saja pulang memancing;
-
Bahwa setelah kejadian Terdakwa langsung pulang ke rumah;
-
Bahwa terdakwa ditangkap Polisi dirumahnya pada hari Minggu, sekitar jam 09.00 WIB;
-
Bahwa Terdakwa mengakui telah menusuk seseorang secara tidak sengaja;
-
Bahwa terdakwa membawa pisau untuk berjaga-jaga karena panik dan ketakutan;
-
Bahwa terdakwa tidak diserang oleh warga yang melakukan perusakan dan pembakaran masjid Ahmadiyah;
-
Bahwa ketika pulang kerumah Terdakwa bercerita kepada saksi Masar, bahwa pisau milik Terdakwa secara tidak sengaja telah mengenai pinggang seseorang.
Menimbang, bahwa untuk memperkuat pembuktian, Penuntutan Umum juga telah mengajukan kepersidangan barang bukti sebagai berikut: - 1 (satu) buah pisau stainless; - 1 (satu) buah celana pendek jeans merk Lea, dan - 1 (satu ) buah kaos oblong warna putih. Barang bukti mana setelah diperhatikan kepada saksi- saksi dan Terdakwa, lalu membenarkannya; Menimbang, bahwa selanjutnya dipersidangan juga telah dibacakan hasil Visum et Repertum No. P. 01/II/007/X/2010 tanggal 22 Oktober 2010 yang dibuat oleh Dr. Maria Widhiastuti, SpB., Dokter Spesialis Bedah Umum pada Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor, dengan kesimpulan hasil pemeriksaan terhadap saksi korban Rendy Apriansyah, yaitu sebagai berikut : -
Pada korban ditemukan luka terbuka pada kanan dan lengan kanan bawah, luka Terali Besi Untuk Korban
47
pada dada kanan menembus rongga dada sela iga ke tujuh, merobek sekat rongga badan, menimbulkan perdarahan yang disebabkan oleh kekerasan tajam kekerasan tersebut dapat mengakibatkan ancaman bahaya maut;
48
-
Menimbang bahwa untuk menyingkat uraian putusan ini, maka segala sesuatu yang telah terjadi di persidangan sebagaimana tercantum dalam Berita Acara persidangan, dianggap telah termasuk seluruhnya dalam putusan ini;
-
Menimbang, bahwa selanjutnya dengan menghubungkan keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa, dan adanya barang-barang bukti serta Visum et Repertum tersebut diatas, maka Majelis telah dapat memperoleh fakta-fakta yuridis sebagai berikut;
-
Bahwa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekutar jam 19.30 WIB, bertempat di Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, telah terjadi Penyerangan terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah yang dilakukan oleh warga Desa Kebon Kopi dan Desa Pasar Salasa;
-
Bahwa penyerangan itu dilakukan oleh sekitar 30 (tiga puluh) orang warga/pemuda dengan cara melempari tempat ibadah warga Ahmadiyah dengan batu dan bom molotov;
-
Bahwa penyerangan tersebut terjadi ketika Terdakwa sedang memijat saksi Masarudin di rumah saksi, yang berada tidak jauh dari tempat kejadian;
-
Bahwa setelah mendengar keributan, Terdakwa pulang ke rumahnya untuk mengganti pakaian dan memasukan sebilah pisau stainless kedalam saku celana yang di pakainya, lalu Terdakwa keluar dari rumah menuju ke tempat kejadian perusakan dan pembakaran tempat-tempat ibadah warga Ahmadiyah tersebut;
-
Bahwa suasana di tempat kejadian sudah dalam keadaan gelap dan lampu juga dalam keadaan mati;
-
Bahwa pada saat menuju ke tempat ibadah warga Ahmadiyah, tiba-tiba Terdakwa berpapasan dengan saksi korban Rendy Apriansyah yang hendak keluar dari tempat kejadian, lalu Terdakwa mengeluarkan sebilah pisau yang disimpan di dalam saku celananya dan menusukan pisau tersebut ke arah saksi korban Rendy Apriansyah sebanyak 2 (dua) kali;
-
Bahwa penusukan yang dilakukan oleh terdakwa mengenai bagian tangan kanan dan dada sebelah kanan saksi korban Rendy Apriansyah;
-
Bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut telah menyebabkan saksi korban Rendy Apriansyah mengalami luka terbuka kanan bawah dan dada kanan yang menembus rongga dada sela iga ke tujuh, merobek sekat rongga badan dan mengakibatkan pendarahan yang disebabkan oleh kekerasan tajam yang dapat mengakibatkan bahaya maut, sebagaimana yang diterangkan di dalam Visum Et Repertum No. P.01/III/007/X/2010 Tanggal 22 Oktober 2010;
-
Bahwa akibat luka yang dideritanya, saksi korban dilarikan ke Puskesmas Cibungbulang dan kemudian dirujuk ke RS. PMI Bogor untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan selama 9 (Sembilan ) hari;
-
Bahwa saksi korban sempat tidak sadarkan diri ketika sampai di RS. PMI Bogor;
-
Bahwa pada saat ini saksi korban masih mengeluh rasa sakit pada bekas lukanya dan kadang-kadang merasa sesak nafas;
Kasus Cisalada
-
Bahwa yang menanggung biaya pengobatan dan perawatan saksi korban adalah orang tua saksi korban sendiri.
Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta yuridis telah terungkap diatas, sampailah Majelis pada pertimbangan apakah perbuatan Terdakwa telah dapat dibuktikan atau tidak untuk menentukan kesalahan Terdakwa; Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan Alternatif, yaitu Pertama; sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Darurat No. 12 tahun 1951 atau, Kedua; sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 80 ayat (1), dan (2) Undangundang RI No. 23 Tahun 2001 tentang Perlindungan Anak, atau, Ketiga; sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP, Atau Keempat; sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 360 ayat (1) KUHP; Menimbang, bahwa karena dakwaan disusun secara Alternatif, maka berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan, Majelis hanya akan mempertimbangkan dan membuktikan dakwaan yang unsur-unsurnya dianggap paling tepat dengan perbuatan terdakwa, dan dalam hal ini Majelis tidak sepakat dengan Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan Dakwaan Kedua, yaitu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1), dan (2) Undangundang RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, namun sebaliknya dalam perkara ini Majelis akan membuktikan Dakwaan Ketiga, yaitu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP; Menimbang, bahwa untuk dapatnya Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana karena melanggar Pasal 351 ayat (2) KUHP, maka perbuatan Terdakwa haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 1. Barang siapa; 2. Melakukan penganiayaan; 3. Yang menyebabkan luka berat; Terdapat unsur-unsur tersebut akan Majelis pertimbangan satu persatu di bawah ini : Ad. 1). Unsur Barang Siapa; Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan Barang Siapa adalah setiap subyek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban yang dapat dimintakan pertanggungjawabkan atas setiap perbuatannya. Dan dalam perkara ini yang dimaksud adalah Terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA, yang telah didakwa oleh Penuntut Umum melakukan suatu tindakan pidana. Selanjutnya di depan persidangan Terdakwa juga telah membenarkan identitas dirinya sebagaimana yang tercantum dalam surat dakwaan, dan selama dalam persidangan diperoleh fakta bahwa Terdakwa adalah seseorang yang sehat jasmani dan rohaninya sehingga dapat memintakan pertanggungjawaban atas setiap perbuatannya; Terali Besi Untuk Korban
49
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan bahwa unsur Barang Siapa ini telah terpenuhi dan terbukti; Ad. 2). Unsur Melakukan Penganiayaan Menimbang bahwa berdasarkan Yurisprudensi yang dimaksud dengan Penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan); rasa sakit (pijn), atau luka; Menimbang, bahwa sebagaimana telah terungkap fakta dipersidangan berdasarkan keterangan saksi-saksi, khususnya saksi korban Rendy Apriansyah, saksi Cece Hermanto, saksi Aep Saepulloh, saksi Irfan Muari, saksi Masarudin, yang telah memberikan keterangannya dengan di bawah sumpah, menerangkan bahwa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 19.30 WIB. Di Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, telah terjadi penyerangan terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah oleh sekitar 30 orang warga Desa Kebon Kopi dan Desa Pasar Salasa, yang berujung dengan terjadinya penusukan oleh Terdakwa terhadap saksi korban Rendi Apriansyah; Bahwa sebagaimana diterangkan oleh saksi korban Rendy Apriansyah, penusukan itu terjadi dengan cara, ketika saksi korban bersama dengan orang-orang yang lain keluar dari tempat ibadah tersebut, tiba-tiba datang seorang laki-laki berbadan tinggi besar dengan mata agak besar kearah saksi sambil menusukkan pisau ke badan saksi, namun saksi menangkis dengan tangan kanan saksi, dan mengenai bagian pinggang sebelah kanan/rusuk sebelah kanan saksi, selanjutnya setelah memperhatikan Terdakwa secara seksama didepan persidangan, saksi korban menyatakan keyakinannya bahwa orang yang menusuk saksi korban adalah benar Terdakwa sesuai dengan ciri-ciri yang saksi kenali pada saat kejadian tersebut. Selanjutnya saksi Cece Hermanto, dan saksi Aep Saepulloh menerangkan bahwa setelah diinterogasi Terdakwa Ahmad Nuryamin mengakui pada saat kejadian Terdakwa membawa sebilah pisau stainless dan pisau tersebut telah mengenai salah seorang pihak penyerang. Kemudian saksi Irfan Muari menerangkan bahwa pada saat penyerangan saksi bertemu dengan Terdakwa, lalu Terdakwa mengatakan Saya tidak sengaja dapat satu orangsambil memperlihatkan pisau dari balik baju kaosnya dan pada saat itu saksi melihat di jari-jari tangan kanan Terdakwa ada darahnya. Selanjutnya saksi Masarudin juga menerangkannya, bahwa saksi bertemu dengan Terdakwa diluar Masjid dan Terdakwa mengatakan kepada saksi bahwa pisau yang dibawa oleh Terdakwa telah mengenai seseorang dari kelompok yang telah mengenai melakukan perusakan dan pembakaran tersebut; Bahwa keterangan saksi tersebut, juga telah didukung oleh keterangan Terdakwa sendiri yang menerangkan, bahwa ketika Terdakwa keluar dari rumah, Tedakwa melihat seorang keluar dari Masjid dan bertabrakan dengan bahu kanan Terdakwa, dimana pada saat itu terdakwa baru saja
50
Kasus Cisalada
mengeluarkan pisau dari saku celana, sehingga dengan tidak disengaja pisau Terdakwa mengenai pinggang sebelah kanan orang tersebut; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan Terdakwa tersebut, Majelis berkeyakinan bahwa benar telah terjadi penganiayaan, karena akibat perbuatan Terdakwa tersebut tentu saja telah menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijn), atau luka pada diri saksi korban Rendy Apriansyah. Hal ini juga telah diperkuat dengan hasil Visum Et Repertum No. P. 01/III/007/X/2010 tanggal 22 Oktober 2010, yang menerangkan bahwa Pada korban ditemukan luka terbuka pada dada kanan dan lengan kanan bawah, luka pada dada kanan menembus rongga dada sela iga ke tujuh, merobek sekat rongga badan, menimbulkan perdarahan yang disebabkan oleh kekerasan benda tajam. Kerusakan tersebut dapat mengakibatkan bahaya maut; Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis berkeyakinan bahwa unsur kedua ini telah terpenuhi dan terbukti; Ad. 3). Unsur Yang Menyebabkan Luka Berat; Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 90 KUHP, yang dimaksud dengan Luka Berat adalah: Penyakit atau luka yang tak boleh diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut, terus-menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau pekerjaan, tidak lagi memakai salah satu panca indra, kudung (rompong), lumpuh, berubah pikiran (akal) lebih dari empat Minggu lamanya, menggugurkan atau membunuh anak dari kandungan ibu; Menimbang, bahwa sebagaimana terungkap fakta dipersidangan berdasarkan keterangan saksi-saksi dengan dibawah sumpah, khususnya saksi Dedi Purnama, menerangkan bahwa ketika di Puskesmas Cibungbulang anak saksi masih sadar, namun setelah di RS. PMI Bogor anak saksi sudah tidak sadar, selanjutnya saksi Muchamad Farhan menerangkan, bahwa korban sempat dirawat sebentar di Puskesmas Cibungbulang untuk menutup lukanya dengan korban, kemudian pada malam itu juga korban dirujuk ke RS. PMI Bogor, seterusnya saksi Saksi Alawy Habsyi menerangkan, bahwa saksi memberikan cairan infus pada korban, lalu menangani luka yang di derita korban dengan cara membersihkan lukanya lalu membalut luka untuk menghentikan pendarahan sementara, setelah itu korban dirujuk ke RS. PMI Bogor karena peralatan yang dimiliki Puskesmas Cibungbulang terbatas; Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi tersebut dapat diketahui, bahwa akibat dari penusukan yang dilakukan oleh Terdakwa, telah menimbulkan suatu kondisi yang dapat mengancam keselamatan jiwa/nyawa dari saksi korban Rendy Apriansyah, hal ini diperkuat dengan hasil Visum Et Repertum No. P. 01/III/007/X/2010 tanggal 22 Oktober 2010, yang menerangkan bahwa pada korban ditemukan luka terbuka Terali Besi Untuk Korban
51
pada dada kanan dan lengan kanan bawah, luka dada kanan menembus rongga dada sela iga ke tujuh, merobek sekat rongga badan, menimbulkan perdarahan yang disebabkan oleh kekerasan tajam. Kekerasan tersebut dapat mengakibatkan ancaman bahaya maut; Menimbang bahwa dengan demikian Majelis berkeyakinan bahwa unsur ketiga inipun telah terpenuhi dan terbukti; Menimbang, bahwa dengan telah terbuktinya unsur ketiga tersebut, maka keseluruhan unsur dalam Dakwaan Ketiga ini telah terpenuhi dan terbukti; Menimbang, bahwa sebelum menyatakan tentang kesalahan Terdakwa, Majelis menganggap perlu untuk menjelaskan alasan-alasan yang menjadi dasar bagi Majelis untuk memilih mempertimbangkan dan membuktikan Dakwaan Ketiga sebagaimana yang telah dapat dibuktikan tersebut diatas; Menimbang, bahwa sebagaimana telah terungkap fakta di persidangan berdasarkan keterangan saksi-saksi dan Terdakwa, bahwa kejadian penusukan oleh Terdakwa terhadap saksi korban Rendy Apriansyah ini terjadi pada saat penyerangan terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah di Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, yaitu pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar jam 19.30 WIB, dimana pada saat kejadian tersebut suasana sudah gelap dan lampu dalam keadaan mati, sehingga setiap orang yang hadir ditempat tersebut tidak dapat membedakan apakah warga/pemuda yang melakukan penyerangan tersebut masih tergolong anak-anak atau telah dewasa; Menimbang bahwa dengan demikian Majelis mengenyampingkan Dakwaan Kedua: sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 80 ayat (1), dan (2) Undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menjadi dasar tuntutan Penuntut Umum dalam perkara ini. Menimbang, bahwa selanjutnya juga telah terungkap fakta dipersidangan berdasarkan keterangan Terdakwa yang menerangkan bahwa pisau yang digunakan Senjata tajam. Kekerasan tersebut dapat mengakibatkan ancaman bahaya maut; Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis berkeyakinan bahwa unsur ketiga inipun telah terpenuhi dan terbukti; Menimbang, bahwa dengan telah terbuktinya unsur ketiga tersebut, maka keseluruhan unsur dalam Dakwaan ketiga ini telah terpenuhi dan terbukti; Menimbang, bahwa sebelum menyatakan tentang kesalahan Terdakwa, Majelis menganggap perlu untuk menjelaskan alasan-alasan yang menjadi dasar bagi Majelis untuk memilih mempertimbangkan dan membuktikan Dakwaan Ketiga sebagaimana yang telah dapat dibuktikan tersebut diatas;
52
Kasus Cisalada
Menimbang, bahwa sebagaimana telah terungkap fakta dipersidangan berdasarkan keterangan saksi-saksi dan Terdakwa. Bahwa kejadian penusukan oleh Terdakwa terhadap saksi korban Rendy Apriansyah ini terjadi pada saat penyerangan terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah di Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, yaitu pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2011 sekitar jam 19.30 WIB, dimana pada saat kejadian tersebut suasana sudah gelap dan lampu dalam keadaan mati, sehingga setiap orang yang hadir ditempat tersebut tidak dapat membedakan apakah warga/pemuda yang melakukan penyerangan tersebut masih tergolong anak-anak atau telah dewasa; Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis mengenyampingkan Dakwaan Kedua: sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1), dan (2) Undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menjadi dasar tuntutan Penuntut Umum dalam perkara ini; Menimbang, bahwa selanjutnya juga telah terungkap fakta dipersidangan berdasarkan keterangan Terdakwa yang menerangkan bahwa pisau yang digunakan untuk menentukan saksi korban telah dibawa oleh terdakwa sejak di rumah, karena pada saat itu Terdakwa baru saja pulang memancing. Setelah memperhatikan barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum ke persidangan yaitu berupa 1 (satu) buah pisau stainless. Majelis berpendapat bahwa pisau tersebut benar adalah alat yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga, sehingga pada saat tertentu setiap orang dapat saja membutuhkan dan menggunakannya karena berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang akan dilakukannya; Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis juga menyampaikan Dakwaan Pertama: yaitu sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Darurat No. 12 Tahun 1951; Menimbang, bahwa seterusnya juga telah terungkap fakta dipersidangan berdasarkan keterangan saksi korban Rendy Apriansyah, bahwa penusukan itu terjadi sebanyak 2 (dua) kali, dengan cara ketika saksi korban bersama dengan orang-orang yang lain keluar dari tempat ibadah tersebut, tiba-tiba datang seorang laki-laki berbadan tinggi besar dengan mata agak besar kearah saksi sambil menusukkan pisau ke badan saksi, namun saksi menangkis dengan tangan kanan hingga tangan kanan saksi terluka, lalu orang tersebut tetap berusaha menusuk saksi, dan mengenai bagian pinggang sebelah kanan/rusuk sebelah kanan saksi. Selanjutnya Terdakwa juga menerangkan bahwa Terdakwa membawa dan mengeluarkan pisau tersebut untuk berjaga-berjaga karena ketakutan, panik dan untuk membela diri; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi korban dan Terdakwa tersebut. Majelis berpendapat bahwa tidak dapat dipungkiri lagi perbuatan Terdakwa menusuk saksi korban tersebut adalah suatu perbuatan yang disengaja dan bukanlah suatu kelalaian, karena semestinyalah terdakwa tahu dan sadar bahwa perbuatannya membawa dan mengeluarkan pisau, lalu menusukkannya kepada saksi korban Rendy Aprinsyah sebanyak 2 (dua) kali dapat menimbulkan luka, bahkan dapat mengancam keselamatan jiwa/nyawa saksi korban; Terali Besi Untuk Korban
53
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis juga mengenyampingkan Dakwaan Keempat, yaitu sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 360 ayat (1) KUHP; Menimbang, bahwa berkenaan dengan pledoi/pembelaan Penasehat Hukum Terdakwa yang menyatakan, bahwa perbuatan Terdakwa didahului oleh serangan atau ancaman terhadap diri sendiri maupun orang lain. Perbuatan Terdakwa adalah perbuatan pembelaan terpaksa (Noodweer) terhadap kehormatan atau harta benda sendiri maupun orang lain sebagaimana ketentuan pasal 49 ayat (1) KUHP yang menyatakan: Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum; Menimbang, bahwa suatu Pembelaan Darurat (Noodweer) dapat dilakukan dalam keadaan yang harus amat perlu dan boleh dikatakan tidak ada jalan lain, yang berarti perlu sekali, terpaksa, atau dalam keadaan darurat. Akan tetapi dalam hal ini harus ada keseimbangan antara pembelaan yang dilakukan dengan serangan yang mengancam diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain tersebut; Menimbang, bahwa terungkap fakta dipersidangan berdasarkan keterangan saksi-saksi dan Terdakwa bahwa penyerangan yang dilakukan oleh warga/pemuda dari Desa Kebon dan Desa Pasar Salasa pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2019 sekira jam 19.30 WIB. Di Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, pada awalnya hanyalah terhadap tempat ibadah warga Ahmadiyah dengan cara melempari dengan batu dan bom molotov. Serangan tersebut tidak ditunjuk terhadap orang/warga Ahmadiyah yang bertempat tinggal disekitar tempat tersebut. Akan tetapi, karena mendengar keributan dan didorong oleh kehendak Terdakwa untuk membela kepentingan warga Ahmadiyah yaitu berupa tempat ibadah. Terdakwa keluar dari rumah dan berpapasan dengan saksi korban yang baru keluar dari tempat ibadah warga Ahmadiyah tersebut, lalu terjadilah penusukan sebagaimana yang talah diuraikan diatas; Menimbang, bahwa dalam hal ini Majelis berpendapat, tidak terdapat keseimbangan antara pembelaan yang dilakukan Terdakwa dengan serangan yang mengancam dirinya sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain tersebut. Karena Terdakwa sendiri juga menerangkan bahwa Terdakwa tidak diserang oleh warga yang melakukan perusakan dan pembakaran Masjid Ahmadiyah. Oleh karena itu, Terdakwa mestinya tidak perlu melakukan penusukan, karena saksi korban tidak membawa senjata tajam dan tidak melakukan serangan terhadap diri Terdakwa. Akan tetapi penusukan tersebut terjadi ketika saksi korban bersama dengan warga yang lain keluar hendak meninggalkan tempat ibadah warga Ahmadiyah tersebut; Menimbang, bahwa dengan demikian perbuatan Terdakwa menusuk saksi korban bukanlah merupakan suatu perbuatan Pembalaan Darurat/Terpaksa
54
Kasus Cisalada
(Noodweer) sebagaimana yang ditentukan didalam Pasal 49 KUHP, dan oleh karena itu pledoi/pembelaan Penasehat HukumTerdakwa tersebut tidak dapat dibuktikan dan harus dikesampingkan; Menimbang, bahwa karena keseluruhan unsur Dakwaan Ketiga telah dapat dibuktikan dan selamat persidangan diperoleh fakta bahwa Terdakwa mampu mempertanggungjwabakan perbuatannya, serta pada diri Terdakwa tidak terdapat hal-hal yang dapat menghapuskan pidana, maka Majelis berkesimpulan bahwa Terdakwa Telah Terbukti secara sah dan Meyakinkan Bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum di dalam Dakwaan Ketiga; Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah dinyatakan bersalah maka sepatutnyalah terhadap diri Terdakwa dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya; Menimbang, bahwa penjatuhan pidana bukanlah semata-mata dimaksudkan untuk balas dendam atau sebagai penjeraan semata, melainkan juga sebagai alat untuk melakukan pembinaan agar dimasa yang akan datang Terdakwa bisa memperbaiki dirinya dan menjadi orang yang berguna bagi masyarakat dan negara; Menimbang, bahwa terhadap masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa, sesuai dengan ketentuan pasal 22 ayat (4) KUHAP dan pasal 33 KUHP, akan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan; Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dalam perkara ini ditahan, maka sesuai dengan ketentuan pasal 193 ayat (2) huruf b KHUP, sebelum perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. Terdakwa harus tetap berada dalam tahanan; Menimbang, bahwa menyangkut dengan barang bukti dalam perkara ini, selanjutnya akan Majelis tentukan di dalam amar putusan ini; Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan bersalah, maka terhadap Tedakwa juga dibebankan untuk membayar biaya perkara; Menimbang, bahwa sebelum Pengadilan menjatuhkan pidana terlebih dahulu Majelis akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan bagi Terdakwa; Hal-hal yang memberatkan : · Perbuatan Terdakwa telah menimbulkan keresahan dalam masyarakat; · Perbuatan Terdakwa dapat menimbulkan trauma pada saksi korban; Hal-hal yang meringankan : · Terdakwa bersikap sopan selama menjalani persidangan; · Terdakwa mengakui perbuatannya; · Terdakwa belum pernah dihukum; · Terdakwa merasa bersalah dan menyesal atas perbuatannya; Terali Besi Untuk Korban
55
Menimbang, bahwa setelah memperhatikan takta-fakta yang terungkap dipersidangan dan setelah memperhatikan ancaman pidana dari pasal yang telah dapat dibuktiakan, maupun setelah memperlihatkan hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan bagi diri Terdakwa, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa putusan yang akan dijatuhkan nanti telah memenuhi rasa keadilan baik bagi Terdakwa, saksi korban dan keluarganya maupun masyarakat; Mengingat, Pasal 351 ayat (2) KUHP dan Peraturan Perundang-udangan lainnya terutama Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana: MENGADILI 1. Menyatakan Terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN BiN FREDI WIJAYA telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, PENGANIAYAAN YANG MENJADIKAN LUKA BERAT; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan; 3. Menetapkan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan akan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan; 4. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa: - 1 (satu) buah pisau stainless, dirampas untuk dimusnahkan; - 1 (satu) buah celana pendek jeans merk Lea, 1 (satu) buah kaos oblong warna putih, dikembalikan kepada Terdakwa; 6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah); Demikianlan diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong pada hari Rabu tanggal 13 April 2011, oleh Kami EDDY WIBISONO, SH. SE. MH., sebagai Hakim Ketua, RETNO MURNI SUSANTI, SH. Dan SYAHRIZAL, SH. Masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana pada hari ini, Senin tanggal 18 April 2011 telah diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua, didampingi Hakim-hakim Anggota tersebut dibantu oleh SAORTUA SARAGI, SH. Panitera Pengganti, dihadiri oleh NUREANI ACO, SH. Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Cibinong serta Terdakwa dan Penasehat Hukumnya; Hakim Ketua : EDDY WIBISONO, SH. SE. MH. Hakim-hakim Anggota : RETNO MURNI SUSANTI, SH., & SYAHRIZAL, SH. Panitera Pengganti : SAORTUA SARAGI, SH.
56
Kasus Cisalada
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI BANDUNG TERHADAP AHMAD NURYAMIN PUTUSAN Nomor : 194/PID/2011/PT-Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI BANDUNG, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana pada tingkat banding dalam persidangan Hakim Majelis, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa: Nama lengkap
: AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA;
Tempat Lahir
: Bogor
Umur/Tanggal lahir
: 35 Tahun/17 Agustus 1975
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Kampung Cisalada RT.01/05 Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tani
Pendidikan
: SMEA
Terdakwa ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan/Penetapan oleh: 1. Penyidik, sejak tanggal 04 Oktober 2010 s/d tanggal 23 Oktober 2010; 2. Perpanjangan Penuntut Umum, sejak 24 Oktober 2010 s/d tanggal 01 Desember 2010; 3. Penuntut Umum, sejak tanggal 02 Desember 2010 s/d tanggal 15 Desember 2010; 4. Hakim Pengadilan Negeri Cibinong, sejak tanggal 16 Desember 2010 s/d tanggal 14 Januari 2011; 5. Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri Cibinong, sejak tanggal 15 Januari 2011 s/d tanggal 12 Maret 2011; 6. Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Bandung (i), sejak tanggal 13 Maret 2011 s/d tanggal 11 April 2011; 7. Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Bandung (ii), sejak tanggal 12 April 2011 s/d tanggal 12 Mei 2011; 8. Penahanan oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bandung, sejak tanggal 25 April 2011 s/d tanggal 24 Mei 2011; 9. Perpanjangan Penahanan oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bandung, sejak tanggal 25 Mei 2011 s/d tanggal 23 Juli 2011. Terali Besi Untuk Korban
57
PENGADILAN TINGGI tersebut: Telah membaca berkas perkara dan surat-surat yang bersangkutan serta turunan putusan Pengadilan Negeri Cibinong tanggal 18 April 2011 Nomor: 1003/Pid.B/ 2010/PN.Cbn. Terdakwa sebagai berikut: Pertama: Bahwa ia terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA, pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar 19.30 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Oktober 2010, bertempat di depan Masjid Attaufik Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Cibinong, Yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia suatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (sleg-steek-of stootwapen). Perbuatan Terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951. ATAU: Kedua: Bahwa ia terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA, pada hari Jumat tanggal 01 Oktober sekitar 19.30 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Oktober 2010, bertempat di depan Masjid Attaufik Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor atau setidaktidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Cibinong, Yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak yaitu saksi korban RENDI APRIANSYAH yang mengakibatkan luka berat. Perbuatan terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA sebagai mana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 Ayat (1), (2) Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. ATAU: Ketiga: Bahwa ia terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA, pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar 19.30 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Oktober 2010, bertempat di depan Masjid Attaufik Kampung Cisalada Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Cibinong, Penganiayaan yang menjadikan luka berat.
58
Kasus Cisalada
Perbuatan terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 Ayat (2p), KUHP. ATAU: Keempat: Bahwa ia terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA, pada hari Jumat tanggal 01 Oktober 2010 sekitar 19.30 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Oktober 2010, bertempat di depan Masjid Attaufik Kampung Cisalada, Desa Ciampea, Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Cibinong, Karena kesalahannya menyebabkan orang lain luka berat. Perbuatan terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA sebagai mana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 360 Ayat (1), KUHP. Perbuatan terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 360 Ayat (1) KUHP. Menimbang, bahwa berdasarkan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa yang dibacakan dan diserahkan pada tanggal 14 Maret 2011. Nomor reg. perkara: PDM-365/CBN/12/2010, agar Majelis Hakim memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: 1.
Menyatakan Terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana telah melakukan kekejaman atau kekerasan atau penganiayaan terhadap anak yang mengakibakan luka berat, yang diatur dalam pasal 80 ayat (1), (2), UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana dakwaan kedua;
2.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dikurangi selama terdakwa menjalani masa tahanan sementara dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan;
3.
Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar denda sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan;
4.
Menyatakan barang bukti: - 1 (satu) buah pisau stainless, dirampas untuk dimusnahkan; - 1 (satu) buah celana pendek jeans merk Lea, 1 (satu) buah kaos oblong warna putih, dikembalikan kepada Terdakwa;
5. Menetapkan supaya terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,(seribu rupiah)
Terali Besi Untuk Korban
59
Menimbang, bahwa berdasarkan atas tuntutan tersebut Pengadilan Negeri Cibinong telah menjatuhkan putusan tanggal 18 April 2011 Nomor: 1003/Pid. B/2010/PN. Cbn., yang amarnya berbunyi sebagai berikut: 1. Menyatakan Terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA telah terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti telah melakukan tindak pidana Penganiayaan yang menjadikan luka berat; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun; 3. Menetapkan lamanya terdakwa berada dalam tahanan akan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan; 4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa: - 1 (satu) buah pisau stenlis, dirampas untuk dimusnahkan; - 1 (satu) buah celana pendek jeans merek Lea, 1 (satu) buah kaos oblong warna putih, dikembalikan kepada Terdakwa; 6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) Menimbang, bahwa terhadap putusan Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan permintaan banding dihadapan Panitera Pengadilan Negeri Cibinong tanggal 25 April 2011 sebagaimana ternyata dari akta permintaan banding Nomor: 17/Akta. Pid/2011/PN. Cbn. Jo. No. 1003/Pid. B/2010/PN. Cbn. yang menerangkan bahwa Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Cibinong tanggal 18 April 2011 Nomor: 1003/Pid.B/2010/PN. Cbn., dan permintaan banding tersebut telah diberitahukan dengan cara seksama kepada Terdakwa pada tanggal 05 Mei 2011; Menimbang, bahwa sehubungan dengan permintaan banding tersebut, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan memori banding tertanggal 09 Mei 2011 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Cibinong tanggal 09 Mei 2011, memori banding tersebut telah diberitahukan dan diserahkan dengan seksama kepada Terdakwa pada tanggal 13 Mei 2011; Menimbang, bahwa berdasarkan Akta Memeriksa Berkas (Inzage) masingmasing tanggal 05 Mei 2011, No. 1003/Pid. B/2010/PN.Cbn. Jo. No. 17/Akta. Pid/2011/PN. Cbn., bahwa kepada Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa telah diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara dikepaniteraan Pengadilan Negeri Cibinong selama 7 (tujuh) hari kerja, sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi Bandung untuk pemeriksaan dalam tingkat banding; Menimbang, bahwa permintaan banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara-cara serta memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang, maka secara formil permintaan banding tersebut dapat diterima;
60
Kasus Cisalada
Menimbang, bahwa setelah Pengadilan Tinggi membaca, meneliti dan mempelajari dengan seksama keseluruhan berkas perkara, meliputi surat dakwaan, berita acara persidangan, keterangan saksi-saksi, surat tunututan Jaksa Penuntut Umum termasuk salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Cibinong tanggal 18 April 2011 Nomor: 1003/Pid. B/2010/PN. Cbn., berikut dengan semua surat-surat yang berhubungan dengan perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa alasan dan pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama dalam mempertimbangkan kesalahan terdakwa sudah tepat dan benar berdasarkan hukum, sehingga alasan dan pertimbangan hukum tersebut dapat disetujui dan diambil alih oleh Pengadilan Tinggi sebagai pertimbangannya sendiri dalam memutus perkara ini, namun Majelis Hakim Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan lamanya pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa dan akan memperbaikinya dengan pertimbangan sebagai berikut; Menimbang, bahwa Terdakwa menusuk korban keduakalinya meskipun sudah ditangkis oleh korban, namun tetap menusukkan senjatanya yang mengenai pinggang sebelah kanan yang menembus rongga dada sela iga ketujujuh, merobek sekat rongga badan, yang mengakibatkan ancaman bahaya maut; Menimbang, bahwa Terdakwa menusuk korban sambil berkata Modar Sia(mati kamu) jadi Terdakwa menghendaki korban mati, tapi korban hanya mengalami luka berat; Menimbang, bahwa korban masih anak yang berumur 15 tahun; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka putusan Pengadilan Negeri Cibinong tanggal 18 April Nomor: 1003/Pid. B/2010/PN. Cbn yang dimintakan banding tersebut haruslah dikuatkan dengan perbaikan sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa, sehingga amar selengkapnya sebagaimana tercantum dalam amar putusan berikut ini; Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana serta terdakwa ditahan dalam Rumah Tahanan Negara, sesuai dengan pasal 242 KUHAP, maka cukup alasan bagi Pengadilan Tinggi untuk memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan; Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa tetap dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, sesuai dengan Pasal 222 ayat (1) KUHAP kepada Terdakwa harus pula dibebani untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan; Menimbang, bahwa pasal 351 ayat (2) KUHP, serta ketentuan hukum lainnya dari Perundang-undangan yang bersangkutan;
Terali Besi Untuk Korban
61
MENGADILI ·
Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum;
·
Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Cibinong tanggal 18 April 2011 Nomor: 1003/Pid. B/2010/PN. Cbn., yang dimintakan banding tersebut, dengan perbaikkan sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan, sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut: 1. Menyatakan Terdakwa AHMAD NURYAMIN Als. YAMIN Bin FREDI WIJAYA telah terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana Penganiayaan yang menjadikan luka berat; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan; 3. Menetapkan lamanya terdakwa berada dalam tahanan akan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan; 4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa: - 1 (satu) buah pisau stenlis, dirampas untuk dimusnahkan; - 1 (satu) buah calana pendek jeans merek Lea, 1 (satu) buah kaos oblong warna putih dikembalikan kepada terdakwa; 6. Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat peradilan yang untuk tingkat banding sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah);
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung pada hari RABU tanggal 15 Juni 2011 oleh kami H. SJARNUBI RAHAMIN, SH. Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Bandung sebagai Hakim Ketua Majelis, Ny. ZAHARA, SH. Dan Ny. WIWIK WIDIKASTUTI SUTOWO, SH. Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Bandung, masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang ditunjuk berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bandung Tanggal 26 Mei 2011. Nomor 194/PEN/PID/2011/PT. Bdg., dimana putusan diucapkan pada hari itu juga dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis tersebut, dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota dan SAIFUL ASNURI, SH. Panitera Pengganti pada Pengadilan Tinggi tersebut tanpa dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa. Hakim Ketua Majelis : H. SJARNUBI RAHMAN, SH Hakim-hakim Anggota : Ny. ZAHARA, SH & Ny. WIWIK WIDIJASTUTI, SH. Panitera Pengganti
62
Kasus Cisalada
: SAIFUL ASNURI, SH.
BAB II JEMAAT AHMADIYAH CIKEUSIK:
ANCAMAN, INTIMIDASI, HINGGA PEMBUNUHAN
Terali Besi Untuk Korban
63
64
Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
JEMAAT AHMADIYAH CIKEUSIK: ANCAMAN, INTIMIDASI, HINGGA PEMBUNUHAN
Cikeusik merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, Indonesia. Sebagaimana di berbagai wilayah lain di Indonesia, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) juga terdapat di wilayah Desa Umbulan, Cikeusik, Banten.7 Ahmadiyah pertama kali masuk ke Umbulan dibawa oleh seorang mubaligh bernama Khaerudin Barus pada tahun 1991-an, yang kemudian diikuti oleh tujuh keluarga yang tinggal di Kampung Pendeuy. Diantara yang menyatakan diri bergabung dalam JAI di Kampung Pendeuy adalah Suparman (pada tahun 1992, yang kemudian disusul keluarganya (ayah, ibu serta adik-adiknya) tiga bulan kemudian. Suparman merupakan penduduk asli Cikeusik dan lahir di desa Umbulan. Dia telah bekerja di berbagai tempat dan memutuskan kembali ke desa kelahirannya pada tahun 2009 dan menjadi Mubaligh JAI untuk wilayah Cikeusik. Tahun 2010, JAI di Cikeusik mendapatkan hibah sebidang tanah dan beserta bangunan rumah yang terletak di Kampung Pendeuy Rt. 02/02, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang dari seorang pemilik tanah yang juga anggota JAI. Berdasarkan surat tugas dari Pengurus Pusat JAI, Suparman menempati rumah tersebut sebagai rumah dinas bersama dengan keluarganya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Suparman bekerja sebagai petani dan kerap melakukan kegiatan bersama dengan penduduk, misalnya dalam hal gotong royong pembuatan jalan, kerja bakti lingkungan, dan lain-lain. Seiring bertambahnya yang bergabung, dengan itu pula keberadaan JAI dan anggotanya di Cikeusik sering mengalami gangguan dan ancaman. Gangguan tersebut berupa resistensi, intimidasi, ancaman penyerangan dan lainnya. Suparman mengaku sejak 2009 kerap didatangi dan diawasi oleh tokoh-tokoh agama lokal.8 Mereka kerap meminta untuk segera kembali ke ajaran Islam yang sesungguhnya dan tidak menyebarkan ajaran Ahmadiyah ke lingkungan sekitar. Berbagai gangguan dan ancaman tersebut masih dapat diatasi dengan dialog serta bantuan aparat keamanan yang responsif terhadap setiap isu yang bersifat destruktif. Dimulai dengan Kampanye Kebencian, Paksaan Keluar dan Ancaman Pembubaran Gangguan dan ancaman semakin meningkat seiring dengan perkembangan politik setempat. Pada pemilihan Lurah Desa Umbulan tahun 2010, Muhamad Johar 7 Sebagai catatan, Jemaat Ahmadiyah ada di Indonesia sejak tahun 1923 dan secara badan hukum, JAI telah disahkan oleh Menteri Kehakiman RI No. JA/5/23/13 tertanggal 13 Maret 1953 dan terdaftar di Tambahan Berita Negara RI No. 26 tgl. 31 Maret 1953. Saat ini Ahmadiyah telah berada di lebih dari 174 Negara dengan jumlah anggota lebih dari 150 juta jiwa yang tersebar di berbagai Negara. 8 Lih., Pesan Sebelum Angkara Murka, Tempo online, 14 Februari 2011, di http://majalah. tempointeraktif.com/id/arsip/2011/02/14/LU/mbm.20110214.LU135931.id.html diakses 3 Maret 2011
Terali Besi Untuk Korban
65
sebagai Calon Kepala Desa menyebarkan propaganda kebencian terhadap Ahmadiyah. Setelah terpilih pada bulan April 2010, Muhamad Johar memberikan pidato sambutan yang berisi janji untuk membubarkan Ahmadiyah. Ia juga banyak berpidato di berbagai tempat dan di hadapan warga. Dalam salah satu pidatonya ia menyebutkan:9 ulah aing dingaranan Lurah M. Johar, lamun aing teu bisa ngabubarkeun Ahmadiyah. 10 Pada bulan November 2010, ia pun kembali berpidato dan berjanji akan menghancurkan Jemaat Ahmadiyah seluruhnya di Kampung Pendeuy, Desa Umbulan. Pidato ini semakin memprovokasi dan meningkatkan desakan untuk pembubaran serta ancaman kepada anggota JAI Cikeusik untuk keluar dari Ahmadiyah. Pada 14 November 2010, pihak Kecamatan Cikeusik, Kapolsek Cikeusik Mad Supur dan Kepala Desa Umbulan Muhamad Johar, mengadakan pertemuan di Kantor Kecamatan Cikeusik dengan tujuan berdialog dengan Suparman. Namun pertemuan tersebut justru menjadi ajang intimidasi agar anggota JAI keluar dari keyakinannya. Pada 16 November 2010, MUI Cikeusik dan Kepala Desa Umbulan kembali mengundang JAI Cikeusik untuk berdialog di Kantor Kecamatan Cikeusik. JAI Cikeusik diwakili oleh Ismail Suparman dan Atep Suratep (Ketua Pemuda JAI Cikeusik), dan juga Tim BAKORPAKEM dari Kejaksaan Negeri Pandeglang dan Polres Pandeglang, MUI Kecamatan Cikeusik, MUI Kabupaten Pandeglang, Kodim Pandeglang, Polsek Cikeusik, dan Koramil Cikeusik. Seperti pertemuan pertama, pihak JAI diminta menandatangani kesepakatan yang dibuat oleh MUI, yaitu untuk membubarkan diri. Pertemuan berlangsung sangat intimidatif karena dihadiri oleh banyak massa yang menekan JAI. Pertemuan dialog kedua ini mengalami kebuntuan, dan Suparman meminta waktu 1 (satu) minggu untuk berkoordinasi dengan rekan sesama Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Kemudian, pertemuan ketiga di kantor Kejaksaan Negeri Pandeglang pada 18 November 2010. Pihak JAI diundang Kejaksaan Negeri Pandenglang. Pertemuan ini dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Negeri Pandeglang, Kodim Pandeglang, Polres Pandeglang, MUI Kabupaten Pandeglang, Departemen Agama Pandeglang, dan para Ulama setempat. Selain Pak Suparman dan Atep, dari pihak JAI hadir beberapa pengurus JAI dari wilayah Banten. Selain di Cikeusik, pada tahun 2008, Suparman, Atep Suratep, dan sebagian besar anggota JAI wilayah Pandeglang pernah menghadiri pertemuan bertajuk seminar atau diskusi yang merupakan undangan dari MUI Pandeglang dan aparat Kabupaten termasuk Bupati di Desa Cisereh, Kabupaten Pandeglang. Namun acara seminar tersebut berubah menjadi ajang intimidasi dan provokasi terhadap warga JAI yang hadir untuk segera keluar dari keyakinannya.
9 10
66
Keterangan AS, Desember 2011. (Red) Jangan sebut saya Lurah M. Johar kalau saya tidak bisa membubarkan Ahmadiyah. Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
Niat Membubarkan yang Berlanjut Ke Penyerangan Berdarah Pada awal Januari 2011, sejumlah ustad dan Kyai lokal membentuk Gerakan Muslim Cikuesik (GMC). Organisasi ini getol mengkampanyekan pembubaran dan pengusiran JAI di Cikeusik.11 Dalam berbagai kesempatan GMC selalu mencoba mengajak orang Cikeusik membubarkan dan mengusir JAI. Pada pengajian di bulan Januari misalnya, Ujang Muhamad Arif yang dihadirkan sebagai penceramah, mengajak seluruh jamaah yang hadir untuk segera mengusir JAI dari Cikeusik dan Pandeglang.12 Keinginan untuk membubarkan JAI terus berlangsung dan mulai berwujud ke tindakan yang lebih sistematis, dengan adanya konsolidasi dan perencanaan melalui pesan singkat oleh beberapa pihak. Dari rangkaian pesan singkat dan komunikasi antar aktor, terlihat konsolidasi terus menerus yang mengarah pada peristiwa tanggal 6 Februari 2011 untuk membubarkan JAI Cikeusik. Pada 29 Januari 2011, seorang warga JAI yang berada di Serang, menerima sms teror, yang lantas dia teruskan kepada kolega-kolega Ahmadiyah. Kanit intel Polsek Cikeusik juga mendapatkan informasi bahwa GMC memberikan waktu satu minggu kepada Ahmadiyah Cikeusik untuk bubar. Warga Ahmadiyah kemudian melaporkan ancaman-ancaman verbal ini ke-instansi pemerintah yakni Kesbangpol Provinsi Pandeglang dan Muspika Cikeusik. Dalam persidangan di PN Serang terbukti, terdapat pesan singkat yang beredar dan diserukan oleh Ujang Muhamad Arif13 kepada Ulama, Kyai, Tokoh Agama, Santri dan Tokoh Masyarakat.14 Dalam persidangan Ujang Bengkung ini mengakui seruan dikirim olehnya melalui layanan pesan singkat telepon genggam.15 Seruan untuk membubarkan Ahmadiyah di Cikeusik dilakukan bukan hanya sekali, namun terus menerus kepada banyak tokoh. Konsolidasi dan perencanaan pembubaran Ahmadiyah di Cikeusik semakin nyata dengan keterlibatan banyak aktor lainnya. Pesan Ujang Muhamad Arif dengan kalimat seluruh para kiyai, santri, tokoh masyarakat, dinten minggu tanggal 6 pebruari 2011 jam 10.00 aya pembubaran ahmadiyah di kp. peundeuy diteruskan Endang kepada Kyai lainnya dan para santrinya. Kemudian dilanjutkan dengan instruksi agar massa memakai pita warna biru sebagai tanda atau ciri. Selain itu, diinstruksikan juga titik kumpul massa, yang datang dari arah Cibaliung dan Cikeusik untuk berkumpul di Masjid Cangkore (Masjid Jami Al-Huda), dan 11 Lih., Pesan Pendek Sebelum Angkara Murka, Tempo online, 14 Februari 2011, di http://majalah. tempointeraktif.com/id/arsip/2011/02/14/LU/mbm.20110214.LU135931.id.html diakses 6 Maret 2011 12
Ibid.
13
Kyai dari Kampung Bengkung, Desa Ciseureuheun, Cigeulis, sekitar 30 kilometer dari Cikeusik, Ujang Muhamad Arif saat ini menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Bani Surya, yang terdapat sekitar puluhan santri. Selain itu, Ujang Muhamad Arif adalah Ketua FPI Pandeglang, dan rajin menyerukan pengusiran Ahmadiyah dari Pandeglang. 14 Lihat Surat Dakwaan No. Reg. Perkara: PDM-21/SRG/04/2011, dengan KH. Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya, hal. 2 (Bukti T 2.1). 15 Keterangan saksi Ujang Muhamad Arif bin Abuya pada sidang perkara Nomor 317/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa Muhamad Munir bin Basri, 14 Juni 2011 di ruang IV Pengadilan Negeri Serang.
Terali Besi Untuk Korban
67
yang datang dari arah Binuangeun dan Situpotong untuk berkumpul di pertigaan Umbulan.16 Tanggal 29 Januari 2011, pihak JAI Cikeusik sendiri menerima pesan singkat yang berisi ancaman akan ada serangan. Pesan singkat ini direspon dengan menyebarkan ke beberapa kolega dan juga dengan melaporkan ke Kesbang Provinsi dan Polres Pandeglang. Atep S yang menerima pesan tersebut pada tanggal 04 Februari meminta anggota Ahmadiyah Cikeusik untuk mengungsikan diri. Disisi lain pada 4 Februari 2011, Polres, Dandim Pandeglang, dan pejabat pemerintah Pandeglang melakukan pertemuan17 yang menghasilkan kesepakatan permintaan agar Suparman dan keluarganya mengungsi karena ada indikasi warga Cikeusik penentang Ahmadiyah yang akan menyerbu ke rumah Suparman. Malam itu surat diberikan kepada Kapten TNI Darmawan, Komandan Rayon Militer (Koramil) Kecamatan Cikeusik beserta Kapolsek Cikeusik AKP Madsupur, Camat Cikeusik Abjah, dan Kepala Desa Umbulan Johar.18 Pada hari Sabtu, 5 Februari 2011, Suparman beserta istri dan salah satu anaknya, dan juga Atep Suratep dibawa ke Polres Pandeglang oleh Kapolsek Cikeusik Ajun Komisaris Mad Supur, Danramil Darmawan dan Camat Cikeusik Abdjah.19 Mereka dipanggil atas masalah penyalahgunaan izin keimigrasian istri Suparman yang berkebangsaan Filipina. Namun kemudian diungkapkan bahwa tujuan sebenarnya adalah untuk diamankan dan diperiksa. Kedatangan Rombongan dari Jakarta dan Bogor Setiba di Polres Pandeglang, Suparman memberitahu Hasan Basri melalui SMS: Saya diamankan di Polres dan Aset (rumah dan isinya) tidak ada yang menjaga
.. Pesan singkat Suparman diteruskan oleh Hasan Basri kepada Deden Sudjana. Pada saat menerima pesan singkat tersebut, Deden Sudjana yang baru pulang dari acara keluarga bersama istri dan kedua anaknya, tanpa berfikir panjang langsung mempersiapkan diri berangkat ke Cikeusik.20 Deden Sudjana yang bertempat tinggal di Bekasi, memberitahu dan menawarkan kepada Danang dan Maulana untuk ikut menengok rumah Suparman di Cikeusik dan mereka pun menyetujui untuk bertemu di Metropolitan Mall Bekasi. Dalam Perjalanan, Deden Sudjana mendapat telepon dari Muhammad Ahmad agar menjemputnya di Jl. Balikpapan, Jakarta Pusat. Sesampainya di Jl. Balikpapan sudah ada 5 anggota JAI yang ingin ikut ke Cikeusik, yakni Roni Pasaroni, Warsono, Imran, Arif Rahman Hakim, dan Muhammad Ahmad. Deden Sudjana kemudian 16
Kesaksian Endang dalam sidang perkara KH Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya pada 10 Mei 2011.
17
Op.cit., Pesan Pendek Sebelum Angkara Murka.
18
Lih., Kisah Minggu Berdarah di Cikeusik, Detiknews, http://www.detiknews.com/read/2011/ 02/10/140754/1568649/159/kisah-minggu-berdarah-di-cikeusik 19
BAP Suparman tanggal 24 Februari 2011, poin 14.
20
Pada tanggal 5 Februari 2011, Deden Sudjana bersama dengan keluarganya pada pukul 10.00 menuju ke rumah kakak iparnya untuk menghadiri acara keluarga. Ia berada dirumah kakak iparnya sampai pukul 15.00, dan tiba dirumah pada pukul 18.00.
68
Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
mempersilahkan 5 (lima) orang tersebut untuk naik ke mobil Kijang Innova dan langsung berangkat menuju Cikeusik sekitar pukul 24.00 WIB. Sebelum berangkat, Deden Sudjana meminta Maulana memberitahu rekanrekan lainnya untuk tidak membawa senjata tajam. Pada saat rombongan di jalan Tol Jakarta-Tangerang, Deden Sudjana mendapatkan telepon dari Chandra dari Bogor, yang katanya bersama dengan Masihudin dan Ferdiaz juga ingin ikut ke Cikeusik. Chandra memberitahu bahwa anggota dari Serang berjumlah 5 orang juga ingin ikut ke Cikeusik. Deden Sudjana akhirnya mampir terlebih dahulu di Pintu Tol Serang Timur untuk menunggu rombongan dari Bogor dan Serang tiba. Dan pada pukul 02.00 WIB (6 Februari 2011), dengan menggunakan 2 mobil (Kijang Inova dan Suzuki APV) rombongan berangkat menuju Cikeusik. Rombongan tiba di Cikeusik, di kediaman Suparman pada pukul 08.00 WIB hari Minggu 6 Februari 2011. Ketika rombongan Deden Sudjana tiba di Desa Umbulan, mereka disambut oleh tiga orang anggota JAI yang tidak ikut mengungsi keluar daerah Cikeusik. Mereka kemudian sarapan dan istirahat. Deden Sudjana tidak menyangka Cikeusik sangat jauh dari Pandeglang, karena sebelumnya berencana akan menjenguk Suparman dan keluarganya di Polres Pandeglang pada pukul 11.00 WIB, sekaligus bertemu dengan Kapolres Pandeglang guna mempertanyakan status Suparman. Sekitar pukul 08.47 WIB, Kasat Reskrim Polsek Cikeusik Iptu Hasanudin datang ke rumah Suparman dan kemudian berbincangbincang dengan Deden Sudjana. Dialog di dalam rumah Suparman yang berdurasi kurang lebih 30 menit itu berlangsung dengan suasana santai. Pencegahan dan Tindakan Aparat yang Sekedarnya Rencana pembubaran Ahmadiyah di Cikeusik yang telah disusun beberapa hari sebelumnya telah diketahui oleh aparat keamanan. Yayat Supriyatna anggota Polres Pandeglang yang pada tanggal 6 Februari 2011 berada di lokasi, mengatakan bahwa pada H-1 dini hari sempat bertemu dengan Ujang Muhamad Arif bersamasama dengan tim Kominda (Komunikasi Intel Daerah) yang terdiri dari BIN wilayah Pandeglang, Kanit I Intel dan Kesbang untuk mengkonfirmasi isu adanya pembubaran Ahmadiyah Cikeusik. Yayat Supriyatna juga sempat meminta secara persuasif kepada Ujang Muhamad Arif untuk mengurungkan niatnya membubarkan Ahmadiyah agar kondisi Cikeusik tetap kondusif, tetapi permintaan tersebut ditolak oleh Ujang Muhamad Arif. Aparat keamanan lainnya, Usep Sugandi (Intel Polsek Cikeusik) juga meminta untuk membatalkan pembubaran Ahmadiyah di Cikeusik kepada Muhammad bin Syarif, Kyai Ponpes Diniyah Islamiyah yang juga sebagai Ketua Gerakan Muslim Cikeusik (GMC). Namun, yang terjadi justru berbalik menjadi ajakan pembubaran Ahmadiyah oleh Muhammad bin Syarif. Bahkan Usep Sugandi diminta oleh Muhammad bin Syarif untuk membawa alat berupa palu, serta membawa masa yang banyak.21 21
2011.
Keterangan Saksi Usep Sugandi pada persidangan terdakwa Muhammad bin Syarif pada 24 Mei Terali Besi Untuk Korban
69
Pada tanggal 6 Februari 2011 mulai sekira pukul 07.00 WIB, aparat keamanan sudah tiba di sekitar rumah Suparman untuk berjaga-jaga. Pada pukul 09.26 WIB,22 Deden Sudjana berdialog dengan Iptu Hasanudin (Kanit Reskrim Polsek Cikeusik) di ruang tamu rumah Suparman. Iptu Hasanudin sempat menyebutkan nama GMC (Gerakan Muslim Cikeusik), yang sebelumnya memberikan target 1 (satu) minggu kepada Jemaat Ahmadiyah Cikeusik untuk membubarkan diri. Iptu Hasanudin menyampaikan telah memantau wilayah sekitar dan melihat sekelompok orang mengendarai motor dan mobil. Sebagai antisipasi, Iptu Hasanudin telah mengerahkan pasukan dari Polsek dan Dalmas Polres Pandeglang dan juga telah memperkirakan perbandingan jumlah massa dengan jumlah aparat polisi. Jika massa datang dalam jumlah sedikit, polisi bisa mencegah dan menanggulanginya, namun jika massa berkisar 100 hingga 1000 orang, pihak polisi tidak dapat membantu. Hasanudin menggunakan kalimat, Apa boleh buat. Hasanuddin memberi saran kepada Deden Sudjana untuk menghindar atau tidak melakukan perlawanan. Saran tersebut ditolak Deden Sudjana, dan menyatakan kediaman Suparman adalah aset Ahmadiyah yang harus dipertahankan. Dengan nada satir dan menyindir, Deden Sudjana justru menyampaikan jika aparat polisi tidak dapat mencegah dan mengantisipasi serangan massa, biar dilepaskan saja.
Aparat Kepolisian yang menjaga lokasi sangat sedikit, ketika menjelang kejadian, justru terlihat mobil kepolisian meninggalkan lokasi.
Tindakan aparat kepolisian terus berjaga-jaga, yang terlihat pada pukul 09.50 WIB satu mobil patroli Polsek Cikuesik telah siaga di depan kediaman Suparman. Iptu Hasanudin berada di antara beberapa polisi disamping mobil patroli tersebut. 22 Susunan waktu ini diambil berdasarkan hasil rekaman video penyerangan Jamaat Ahmadiyah Cikeusik yang direkam oleh Arif, dokumentator Ahmadiyah pada tanggal kejadian peristiwa.
70
Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
Pukul 10.08 WIB, dua truk Dalmas juga telah disiagakan di depan rumah Suparman. Tak lama, satu truk bergerak menuju jembatan yang berada tidak jauh dari kediaman Suparman. Satu mobil Panther milik polisi telah berjaga di depan pos ronda yang terletak antara jembatan dan kediaman Suparman. Di sana juga terdapat beberapa orang, Pukul 10:29 WIB, truk Dalmas di atas jembatan. yang menggunakan pakaian biasa dan ada juga yang mengendarai sepeda motor. Di dalam pos ronda juga terdapat beberapa polisi dan warga. Pada pukul 10.28 WIB, satu truk Dalmas dan satu mobil Panther bergerak dari arah jembatan, melewati pos ronda ke arah rumah Suparman. Kemudian, satu truk Dalmas lainnya telah bersiaga di atas jembatan dan beberapa polisi kesatuan Dalmas juga telah berada di atas jembatan. Sebagian polisi berpatroli di sekitar jembatan dan di depan rumah Suparman. Berdalih Agama, Melakukan Penyerangan Brutal Sekitar pukul 10.31 WIB, massa datang dari arah jembatan yang berjalan cepat menuju rumah Suparman. Beberapa orang yang sebelumnya berkumpul di sekitar jembatan hanya melihat-lihat saja kedatangan massa. Iptu Hasanudin keluar dari rumah Suparman sekitar pukul 10.36 WIB. Tak lama berselang, terdengar suara gemuruh orang berdatangan dengan meneriakan takbir (Allahu Akbar), kafir, paehan (bunuh), Ahmadiyah sesat!!, serang!!, dan kata-kata lain dengan nada keras dan berulang-ulang. Mendengar hal tersebut, Deden Sudjana langsung keluar rumah, dan melihat massa yang di barisan depan menepis tangan seorang Polisi yang hendak menghalau. Kemudian salah seorang dari massa, yakni Idris alias Idis bin Mahdani dengan wajah beringas menghampiri Deden Sudjana. Polisi yang terlihat berada diantara massa dan kelompok JAI hanya dua orang, salah satunya adalah Kapolsek. Pada saat itu, ketika melewati beberapa orang di sekitar jembatan, salah seorang dari kerumunan massa (berdiri paling depan) berteriak, Polisi minggir! Kafir ini, kafir!, sementara massa lainnya berteriak, Allahu Akbar! dan mencoba memasuki area rumah Suparman. Dua polisi dan dua TNI mencoba menghalangi, namun massa tetap merangsek masuk sambil berteriak, Bubarkan Ahmadiyah dari Pandeglang!. Beberapa orang Ahmadiyah, termasuk Deden Sudjana yang telah berada di halaman mencoba menghalau massa. Kondisi Deden Sudjana yang masih bingung dan lelah, secara naluri merasa harus mempertahankan diri. Kemudian secara refleks memukul seseorang yang terlihat hendak menyerangnya, yang belakangan diketahui adalah Idris. Pada saat itu, Deden Sudjana melihat Idris dan massa lainnya menerabas masuk ke dalam pekarangan dan hendak masuk ke rumah aset Jemaat Ahmadiyah secara tidak sopan, sekaligus melakukan perusakan. Idris yang terpukul lalu mundur dan Terali Besi Untuk Korban
71
mengeluarkan golok dari dalam jaketnya, dan selanjutnya massa penyerbu semakin banyak dan akhirnya Deden Sudjana dengan rombongannya terdesak ke belakang. Deden Sudjana kemudian melihat massa penyerang mendekati dirinya, dan salah satu massa mengayunkan golok ke kaki kirinya dan mengenai bagian betis. Deden Sudjana pun terjatuh, dan melihat seseorang mengayunkan golok ke arah kepalanya. Ia sempat menangkis dengan tangannya, dan mengakibatkan pergelangan tangan kanannya hampir putus. Deden Sudjana juga menangkis tusukan golok yang menyasar dada kirinya dan mengakibatkan luka sobek pada lengan kiri bagian dalam. Setelah itu, Deden Sudjana pun tak sadarkan diri.23
Foto kiri atas: Massa yang berdatangan dari arah jembatan sambil berteriak Polisi minggir! Kafir ini, kafir!, sementara massa yang lain berteriak Allahu Akbar!. Foto kiri tengah: Saksi Mad Supur, S.Sos (Kapolsek Cikeusik) pertama sekali masih sempat menghalau Idris yang berada di barisan depan kelompok massa akan tetapi lolos. Foto kanan tengah: Para Penyerang mulai menyerang anggota Jemaat. Foto bawah kiri: Idris yang terpukul lalu mundur dan mengeluarkan golok dari jaketnya. Foto kanan bawah: Massa merusak dan membakar 2 (dua) mobil yaitu Kijang Innova dan Suzuki APV, dan sepeda motor, serta rumah Suparman. 23 Deden Sudjana lalu diamankan kedalam mobil polisi, yang di dalam mobil itu sudah ada Muhammad Ahmad dan Ferdiaz dengan keadaan luka berat. Mereka dibawa kerumah sakit terdekat, sebelum akhirnya Deden dibawa ke Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta.
72
Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
Meski massa penyerang sempat dihalau mundur oleh warga Ahmadiyah yang masih bertahan di rumah Suparman dengan menggunakan bambu dan lemparan batu, namun jumlah massa yang lebih banyak justru berhasil merangsek masuk, melempari batu dan mengeluarkan golok. Bahkan, massa penyerang yang berada di luar halaman rumah juga mulai melempari batu ke arah rumah Suparman. Saat kejadian ini, pihak polisi dan TNI yang mulanya mencoba menghalau massa, akhirnya menghindar dari lokasi. Jumlah massa penyerang semakin banyak, massa bergerak mengepung lokasi dari arah kanan rumah dan dari arah depan sambil melempar batu. Kondisi ini memaksa Jamaat Ahmadiyah yang masih bertahan di dalam rumah Suparman untuk melempar balik batu ke arah massa. Massa tetap maju merangsek hingga tidak terlihat lagi perlawanan dari Jemaat Ahmadiyah. Konsentrasi massa tertuju pada perusakan mobil (Innova hitam nopol B 1425 YE), sepeda motor Honda Tiger warna hitam, parabola, memecahkan kaca jendela dan atap rumah menggunakan bambu dan batu. Rombongan Ahmadiyah pun berlari berpencar ke arah belakang rumah Suparman. Pada pukul 10.37 WIB beberapa aparat TNI dan polisi dari satuan Dalmas sudah berada di halaman rumah Suparman. Mereka membawa tabung gas air mata namun tidak berbuat apa-apa. Bahkan salah seorang polisi ikut merekam kejadian tersebut menggunakan handycam. Para polisi hanya melihat massa yang melempari batu ke arah rumah Suparman. Selanjutnya, massa menghancurkan rumah Suparman, membakar mobil dan motor yang ada di depan rumah Suparman. Pukul 10.55 WIB polisi mengangkat seorang korban dari Ahmadiyah ke atas truk, orang itu terlihat terkulai lemas. Masa sempat mengerumuni truk, sambil berteriak-teriak, Tahan! Tahan!, dan bahkan ada suara lantang yang meneriakkan, Masih banyak yang lain, kejar! Kejar!. Selanjutnya pukul 11.00 WIB, massa masih berkumpul di depan halaman rumah Suparman dan terlihat polisi di antara kerumunan massa. Massa berteriak, Woi polisi! Demi Allah... Polisi mainan... Polisi Pendeglang... Mundur... Polisi... Aing tanggung jawab...Mundur!!. Beberapa polisi nampak menjauh dari depan halaman rumah Suparman. Namun seorang polisi masih tetap merekam kejadian menggunakan handycam.24 Pada pukul 11.08 WIB, masa mengerumuni dua korban di sekitar lokasi, salah seorang berteriak, Coba diloso, diloso..., dan massa lainnya tertawa mendengar ucapan tersebut. Ada yang balas menimpali, Wes resik. Kedua korban setengah telanjang dan tubuh mereka dipenuhi lumpur. Satu diantaranya terluka cukup parah di bagian kepala (terlihat dari darah yang menggumpal di sekitar kepala). Korban kesatu mengenakan baju berwarna coklat (mungkin akibat lumpur yang melumuri tubuhnya) dan hanya mengenakan celana dalam. Sedangkan, korban kedua mengenakan baju berwarna biru dan tubuhnya telanjang di bagian bawah. 24 Laporan Kontras, Negara Tak Kunjung Terusik, Laporan Hak Asasi Manusia: Peristiwa Penyerangan Jamaat Ahmadiyah Cikeusik 6 Februari 2011.
Terali Besi Untuk Korban
73
Mereka dipastikan sudah tewas. Beberapa orang dari massa sempat melompat dan menginjak-injak bagian punggung korban. Korban ketiga tergeletak di sebelah kiri rumah Suparman. Korban ini mengalami hantaman hebat dari massa dengan menggunakan bambu dan batu. Korban terlihat masih berupaya melindungi kepalanya, namun setelah berkali-kali menerima hantaman pukulan dari bambu dan batu, akhirnya korban tidak bergerak lagi. Korban saat itu terlihat menggunakan celana pendek dan bertelanjang dada. Korban dibiarkan tergeletak dengan tumpukan bambu dan batu disekitar tubuhnya. Peristiwa penyerangan dengan jumlah massa yang sangat banyak dan tidak sebanding dengan jumlah polisi, sehingga massa mengabaikan himbauan beberapa aparat Polisi yang mencoba menghalangi. Polisi tidak dapat berbuat banyak dan hanya mampu untuk menghalau massa sekedarnya. Dengan tindakan brutal massa tersebut, polisi masih belum menganggap perlunya dilakukan tembakan peringatan. Kasat Samapta Polres Pandeglang Syahfudin25 menyatakan bahwa aparat keamanan telah melakukan barikade sebanyak dua lapis, namun hanya terdiri dari 16 polisi dan ditempatkan di jembatan yang berjarak kurang-lebih 300m dari rumah Suparman, sedangkan di arah yang berlawanan ditempatkan sebanyak 17 orang. Hal ini tidak sebanding dengan massa yang berjumlah 1500-2000 orang, sehingga pertahanan dapat dijebol oleh massa, dan akhirnya massa dapat merangsek masuk kedalam pekarangan kediaman Suparman. Berbeda dengan pernyataan Syahfuddin, dalam rekaman video ternyata tidak ada barikade sebagaimana dinyatakan Syahfudin.
Foto kiri atas: Massa mengerubungi Polisi yang sedang mengangkat seorang korban dari Ahmadiyah ke atas truk. Foto kanan atas: Dua orang korban Ahmadiyah, salah seorang massa berteriak Coba diloso, diloso.... Foto kiri bawah: Akibat bentrokan tersebut Saudara Deden Sudjana mengalami luka berat dan ada 3 orang Ahmadiyah meninggal dunia, selanjutnya di evakuasi ke Rumah Sakit Malimping. Foto kanan bawah: Polisi menghalau massa agar tidak memukuli korban yang sudah tidak berdaya. 25
74
Keterangan dari Persidangan Deden Sudjana. Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
Akibat Penyerangan: 3 Orang Meninggal, 5 Orang Luka Berat, Rusak/Hancurnya Harta Benda, dan Terusirnya Warga Negara dari Lahannya Sendiri Peristiwa pembubaran dan penyerangan tersebut mengakibatkan jatuhnya korban meninggal, luka-luka dan rusaknya harta benda dari pihak JAI. Tercatat 3 (tiga) orang meninggal, yaitu; 1) Tubagus Chandra (dari Parung); 2) Roni Pasaroni (dari Jakarta Utara); dan 3) Warsono (dari Jakarta Utara). Sementara 5 (lima) orang lainnya mengalami luka berat, yaitu: 1) Ahmad Masihudin (dari Parung); 2) Apip Yuhana (dari Serang); 3) Bebi Sabarlah (dari Jakarta Barat); 4) Deden Sudjana (dari Bekasi); dan 5) Ferdiaz Muhammad Zafrullah (dari Cisalada). Korban dari JAI yang selamat adalah Imran (dari Jakarta Utara), Yudi (dari Serang), Yus Asaf (dari Serang), Danang (dari Bekasi), Maulana (dari Bekasi), Arif (dari Serang), Adi Mulyadi (dari Cikeusik) dan Tarno (dari Cikeusik). Sementara Idris alias Idis bin Mahdani, adalah satu-satunya dari pihak penyerang yang dianggap menjadi korban, yang mengalami pusing kepala selama tiga hari pasca penyerangan dan tanpa luka berarti. Pada awalnya, terdapat 3 orang yang dikabarkan hilang, yaitu Arif Rahman Hakim (dari Jakarta Barat), Alfi Syahri (dari Serang) dan Mulyana (dari Cikeusik). Namun, 5 (lima) hari setelah peristiwa, ketiga korban hilang akhirnya berhasil dihubungi dan diselamatkan. Terdapat tiga korban langsung dibawa ke RS. Malimping untuk diselamatkan, dan ternyata mereka sudah meninggal sehingga dirujuk ke RSUD Serang untuk dilakukan otopsi jenazah. Korban meninggal rata-rata akibat kekerasan benda tumpul dan tajam. Kekerasan benda tumpul paling banyak menimpa kepala yang mengakibatkan patahnya dan hancurnya tulang tengkorak, selain itu terdapat banyak luka sayatan, baik yang dilakukan ketika masih hidup atau sudah meninggal. Dampak dari penyerangan tersebut juga mengakibatkan kerusakan harta benda berupa rusaknya sebuah rumah tinggal Suparman (Jemaat Ahmadiyah), sebuah kendaraan roda empat merk Toyota Kijang Innova No. Pol. B 1435 YE, dan sebuah kendaraan roda empat merk Suzuki APV No. Pol. B 7049 GC. PENEGAKKAN HUKUM YANG LEMAH Sehari setelah peristiwa 6 Februari 2011, banyak pihak melakukan kecaman dan kutukan. LBH Jakarta bersama jaringan perlindungan warga negara melakukan konferensi Pers pada Senin, 7 Februari 2011 dan menayangkan video kejadian yang didapatkan dari korban yang berhasil merekam dan selamat dari penyerbuan. Konstruksi Menyalahkan dan Mengkriminalisasi Korban Menanggapi banyaknya kecaman dari berbagai pihak, Kepolisian justru mengeluarkan pernyataan dengan menyalahkan Jemaat Ahmadiyah. Hasanudin Kanit Reserse Kriminial Polsek Cikeusik dalam Berita Acara Pemeriksaan Saksi tertanggal 7 Februari 2011 pada berkas perkara Tersangka Ujang M. Arief Terali Besi Untuk Korban
75
menyatakan bahwa kedatangan dari Jakarta, dan penolakan evakuasi dari anggota Ahmadiyahlah penyebab bentrokan. Dalam Berita Acara Pendapat (Resume), Dalam Berkas Perkara Nomor BP/18/III/2011/Direskrimum dengan tersangka H. Ir. Deden Dermawan Sudjana, nampak kepolisian pun membuat cerita bahwa Jemaat Ahmadiyah datang dengan mempersiapkan diri dan membawa senjata dan digunakan untuk melawan warga yang datang melakukan penyerangan. Fakta lain semakin terlihat ketika kepolisian justru berkesimpulan yang memulai pemukulan adalah Deden Sudjana kepada Idris bin Mahdani ketika Idris memasuki pekarangan rumah Suparman. Pemukulan tersebut mengakibatkan Idris bin Mahdani mengalami pusing dan sakit kepala selama 3 (tiga) hari. Kepolisian justru mengkriminalisasikan korban. Konstruksi menyalahkan korban ini jelas terlihat sejak awal. Kepala Polres Pandeglang AKBP Alex Fauzy Rasyad26 mengatakan: "Sebenarnya situasinya sudah kondusif, dan masyarakat juga sudah tenang-tenang saja, tapi karena ada pernyataan bernada menantang dari Jemaat Ahmadiyah akhirnya warga terpancing." Kadivhumas Mabes Polri, Anton Bahrul Alam, menyatakan sebenarnya pihak Kepolisian telah berusaha mengantisipasi terjadinya bentrok antara warga dengan anggota Ahmadiyah di Cikeusik. Namun, bentrokan tak terhindarkan setelah beberapa anggota Ahmadiyah tetap bersikukuh tak mau dievakuasi dari lokasi.27 Kabareskrim Komjenpol Ito Sumardi juga mempertegas pada Rapat Komisi VIII DPR RI pada Kamis, 3 Maret 2011. Ito Sumardi menyatakan terjadinya bentrokan juga dikehendaki korban sendiri. Ito Sumardi menyatakan tindakan penyerangan dan bentrokan tidak semata-mata karena kurangnya jumlah personel Polri yang tidak seimbang dengan jumlah massa.28 Kepolisian Tidak Serius Mengusut Para Pelaku Karena Tidak Menyentuh Otak Pelaku Dibalik Peristiwa Cikeusik Independensi Polisi dipertaruhkan dalam penyelidikan dan penyidikan kasus Cikeusik ini. Ditengah upaya untuk melakukan proses penyelidikan dan penyidikan, berselang 4 hari hari setelah peristiwa (10 Februari 2011), Polres Pandeglang menangkap 8 (delapan) orang Kyai29 dari pihak massa yang diduga terlibat. Pada hari itu juga, ratusan massa yang mengaku sebagai Kyai dan Santri 26 Lihat: Kapolres Pandeglang: Jemaat Ahmadiyah Diserang Karena Menantang, 06 Pebruari 2011, 13:27 WIB. Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/11/02/06/162587kapolres-pandeglang-jemaat-ahmadiyah-diserang-karena-menantang. Lihat juga Kapolres: Warga Menyerang karena Jemaat Ahmadiyah Menantang, 06 Februari 2011 13:28 WIB. Sumber: http://www. mediaindonesia. com/read/2011/02/02/201337/123/101/Kapolres-Warga-Menyerang-karena-JemaatAhmadiyah-Menantang, dan Bentrok dengan Warga Cikeusik Jemaat Ahmadiyah Diserang karena Menantang, 6 Februari 2011| 14:25 WIB. Sumber: http://nasional.inilah.com/read/detail/1212182/ URLTEENAGE 27 Lihat: Penyebab penyerangan terhadap jemaat Ahmadiah di Pandeglang Banten, 08 Februari 2011. Sumber: http://www.polri.go.id/berita/6842 28 Lihat: Pakai Viktimologi, Kabareskrim Salahkan Ahmadiyah, 3 Maret 2011. Sumber: http:// hukumonline.com/berita/baca/lt4d6f77409f0db/pakai-viktimologi-kabareskrim-salahkan-ahmadiyah-. 29
76
Dari berbagai sumber. Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
di Banten mengadakan aksi menuntut pembebasan 8 (delapan) orang tersebut.30 Akibat tekanan tersebut, terjadi dialog dan sejumlah orang yang tak lagi dilanjutkan proses hukumnya. Kepolisian menyatakan kelima orang tersebut dilepaskan karena statusnya masih sebagai Saksi. Namun, terdapat pula informasi bahwa setelah mendapatkan tekanan dari tokoh ormas Islam Pandeglang, dan menurut kabar Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo menyetujuinya, Polres Pandeglang akhirnya membebaskan lima orang kyai dan menahan dua orang yang sudah berstatus sebagai tersangka.31 Padahal, merujuk pada peristiwa yang terjadi, peristiwa tersebut melibatkan banyaknya pelaku; baik pelaku lapangan maupun pelaku tak langsung (aktor intelektualnya). Polisi dituntut untuk menyelidiki pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan dan memberikan dukungan baik sumber daya maupun dukungan lainnya. Polisi juga diharapkan segera menangkap orang-orang yang diduga kuat terlibat dalam perencanaan peristiwa Cikeusik dan memprosesnya secara hukum dengan melihat secara obyektif atas peran orang-orang tersebut dalam rangkaian kejadian (sebelum, saat dan pasca kejadian).32 Karena masih banyak orang-orang yang memiliki peran signifikan dalam kejadian Cikeusik namun tidak diproses secara hukum. Sejumlah fakta menunjukkan kepolisian justru mengkriminalkan korban, tidak serius menangkap para DPO dan para Tersangka Kepolisian. Dalam uraian faktafakta yang ditunjukkan tidak secara lengkap menunjukkan dan mengungkap peristiwa kejadian, khususnya tentang siapa dan melakukan apa terhadap korban Tubagus Chandra. Proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Polisi hanya terbatas pada pelaku yang nampak di lapangan. Beberapa hal yang perlu dikritisi terhadap proses penyelidikan dan penyidikan Kepolisian. Pertama, hanya beberapa pelaku yang diproses dan minimnya tuduhan terhadap tersangka secara hukum. Konstruksi kepolisian terhadap penyerangan anggota JAI masih memberikan ruang bagi aktor lain untuk meloloskan diri dari jeratan hukum. Akibatnya Polisi gagal menemukan aktor intelektual yang lebih luas, yang berhasil menggerakkan massa hingga akhirnya melakukan penyerbuan ke Jemaat Ahmadiyah di Desa Umbulan, Cikeusik, Banten. Kedua, Ketidakpatuhan Pada Prosedur dan Pembiaran di internal kepolisian menjadi catatan tersendiri. Diantaranya tidak ada informasi kepada pimpinan kepolisian yang bertanggung jawab di wilayah tersebut dan adanya dugaan pembiaran anggota kepolisian dalam menjalankan tugas keamanan. Seperti yang disampaikan oleh Kasat Samapta Polres Pandeglang Syahfudin bahwa Polisi 30 Aksi tersebut dipimpin Alfian Tanjung dan melalui perwakilannya, KH. Muhtadi dan KH. Qurtubi berhasil bernegosiasi dengan Kapolres Pandeglang yang saat itu dijabat AKBP Alex Fauzi Rasyad. 31 Lih., Polisi Tetapkan Lima Tersangka Cikeusik, Tempo Interaktif, 10 Februari di http://www. tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2011/02/10/brk,20110210-312709,id.html diakses 6 Maret 2011. 32 Ada Sdr. Amami als. Mami yang dinyatakan dalam Surat Dakwaan No. Reg. Perkara: PDM-16/SRG/ 04.2011 yang mengajak Adam Damini untuk membubarkan Ahmadiyah dan orang ini belum tertangkap.
Terali Besi Untuk Korban
77
yang bersiaga hanya 33 orang sedangkan massa yang datang berjumlah 15002000 orang. Polisi yang sudah mengetahui adanya ancaman ini sepatutnya tidak mengandalkan kemampuan Polsek dan Polres saja untuk mengamankan, namun berkoordinasi dengan aparat yang lain seperti TNI atau Brimob untuk menahan massa anarkis yang menyerang. Ketiga, Pemeriksaan saksi di tahap penyelidikan dan penyidikan yang tidak berimbang. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh Polisi untuk menggali informasi hingga menemukan fakta yang utuh adalah dengan menghadirkan saksisaksi yang potensial, yaitu mereka yang menyaksikan, mendengar, dan mengalami sendiri peristiwa tersebut. Itupun harus dengan porsi yang seimbang antara korban dan pelaku hingga menemukan informasi yang sinkron. Namun terlihat Polisi tidak serius melakukannya. Dalam Pemeriksaan tersangka Endang Bin Sidik Polisi mengahadirkan 18 saksi namun hanya 1 saksi yang berasal dari korban. Hal serupa juga terjadi dalam berkas Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya, hanya 1 saksi dari pihak korban yang dihadirkan dari 25 saksi yang diperiksa. Ketidakadilan pun semakin nampak ketika Deden Sudjana ditetapkan menjadi tersangka, padahal Deden Sudjana merupakan salah satu orang yang menjadi korban dari penyerangan tersebut. Berdasarkan hasil konstruksi kasus pihak kepolisian, Deden Sudjana dianggap melawan, menghasut, dan melawan hukum.
Deden Sudjana salah seorang korban dari JAI.
Dari pemaparan fakta di lapangan, nampak jelas bagaimana penyerbuan telah direncakan sebelumnya, diantaranya dengan beberapa modus: 1. Konsolidasi pembubaran yang dilakukan melalui pesan singkat yang berjejaring, di setiap akhir pesan singkat tersebut termuat secara eksplisit agar Polisi jangan sampai mengetahui rencana penyerbuan ini. Berikut salah satu pesan singkat yang dikirimkan oleh Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya: ASL Undangan kepada kiyai, tokoh agama, sntri, masyarkt, pembubaran Ahmadiyah di Cikeusik. HRI MINGGU 5 pebr/3 mulud JAM 10 (KH UJANG cgls) SEBARKAN!!! <jgn di kirim polsi> 2. Pembagian Pita Biru dan Arahan Titik Kumpul dipergunakan oleh Para Pelaku untuk membedakan massa penyerang anti anggota JAI dan Anggota JAI. Pita biru juga mengantisipasi masuknya penyusup dalam barisan penyerang; Proses konsolidasi massa yang berjalan rapi dan mampu mengumpulkan massa penyerang yang jumlahnya ribuan, bahkan mampu menghalau pertahanan polisi menjaga rumah kediaman Suparman, tentunya bukan hal yang biasa terjadi.
78
Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
Ketika massa sampai di depan kediaman Suparman pun, massa sudah menyebarkan aroma permusuhan dengan meneriakkan takbir, Kafir, dan Paehen (bunuh). Jika polisi memang berniat baik dan tegas menegakkan hukum demi terciptanya keadilan bagi setiap orang, hal-hal yang menjadi petunjuk seperti diatas seharusnya menjadi titik kunci mengembangkan kasus ini hingga ke aktor pencetusnya. Namun sungguh disayangkan Polisi malah membonsai kasus ini menjadi sangat sempit, bahkan polisi sudah membiarkan aktor intelektual penyerbuan Cikeusik bebas dari jeratan hukum. Pembiaran polisi ini seolah menjadi legitimasi bahwa Negara berpihak pada kepentingan mayoritas dan menjadi dasar pembenar bagi kelompok mayoritas tersebut untuk bertindak intoleran dan anarkis. Kejaksaan Tidak Serius Melakukan Penuntutan Uraian fakta yang dipaparkan oleh Jaksa Penuntut Umum di dalam dakwaannya sangat mengecilkan akar persoalan intoleransi. Adapun rumusan dakwaan tersebut dilengkapi dengan beberapa fakta sebagai berikut: - Keinginan untuk membubarkan Ahmadiyah ini diserukan oleh Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya (seorang kyai) kepada Ulama, Kyai, Tokoh Agama, Santri, dan Tokoh Masyarakat. Seruan tersebut dikirim melalui Layanan Pesan Singkat (sms) dan pengiriman tersebut dilakukan atas inisiatif sendiri; - Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya juga menginstruksikan agar massa memakai pita warna biru sebagai tanda atau ciri ahlu sunnah wal jamaah;
KH. Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya
- Pada tanggal 1 Februari 2011 pun sebenarnya Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya sudah mulai memberikan arahan bagaimana untuk mendatangi Cikeusik dan pesan singkat ini dikirimkan kepada Muhamad Munir bin Basri;
- Selanjutnya, pada 2 Februari Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya mengirim pesan singkat kepada Muhamad bin Syarif bertuliskan: HIMBAUAN KEPADA UMAR ISLAM BERSAMA-SAMA KITA BUBARKAN JEMAAT AHMADIYAH CIKEUSIK HARI MINGGU TANGGAL 6-2-2011 (H. UJANG); - Pesan ini ditindaklanjuti oleh Muhamad bin Syarif dengan mencari dukungan ke teman dan sahabatnya pada tanggal 3 Februari 2011 dan pada tanggal 4 Februari 2011 Muhamad bin Syarif datang ke Kampung Cikareo, Desa Sukawaris, Kecamatan Cikeusik ke rumah Ustad Ono bersama Ustad Sopian, Ustad Rahmat, dan Ustad Badawi yang sama-sama menerima pesan singkat dari KH. Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya; - Mereka pun sepakat untuk ikut apa yang dipesankan Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya dan akan dilaksanakan setelah pengajian pada hari Minggu, 6 Februari 2011; Terali Besi Untuk Korban
79
- Pada hari Minggu, 6 Februari 2011 massa yang akan mendatangi Kampung Peundeuy, Cikeusik sesuai dengan arahan yang dibuat Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya, massa dari arah Cisimet dikomandio Muhamad Munir bin Basri dan Endang bin Sidik berkumpul di pertelon (pertigaan) Umbulan, sedangkan massa dari arah Babakan Cibaliung dan Cangkore dipimpin oleh Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya dan Ustad Babay sekitar pukul 09.30 WIB berkumpul di depan Masjid Cangkore; - Massa melakukan pengeroyokan terhadap Jemaat Ahmadiyah dengan cara memukul dengan kayu, dengan tangan kosong, menusuk dengan kayu, dengan bambu, dengan lemparan batu, dan ada yang menggunakan senjata tajam berupa golok. Surat dakwaan secara keseluruhan mengandung sejumlah kelemahan, diantaranya: - Uraian fakta yang minim sehingga mengakibatkan peristiwa penyerangan kehilangan konteks. Uraian fakta-fakta tidak lengkap, yang seharusnya menyajikan kronologis dan rangkaian peristiwa yang lebih dalam, dan tidak hanya dimulai dari beberapa minggu ketika KH. Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya mengirimkan sms, mengingat adanya mobilisasi massa yang sangat massif dalam peristiwa tanggal 6 Februari 2011; - Surat Dakwaan tidak menjelaskan siapa yang bertanggung jawab atas kematian korban; - Surat Dakwaan tidak menjelaskan siapa yang bertanggung jawab atas luka serius yang dialami 4 anggota Ahmadiyah; - Ketiadaan uraian konteks kebencian terhadap suatu kelompok; - Minimnya uraian perbuatan yang mengakibatkan lemahnya surat dakwaan; - Penghasut lain tidak diproses secara hukum. Tentu saja dengan uraian fakta yang terbatas menunjukkan ketidakseriusan jaksa menuntut pelaku agar dihukum seberat-beratnya sebagai peringatan kepada pelaku anarkis bahwa perbuatan mereka sudah melanggar hukum dan hak asasi manusia. Hal ini semakin nampak dalam Surat Tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum pada hari Kamis, 7 Juli 2011. Tuntutan hukuman jaksa terhadap para terdakwa seperti tertulis dalam tabel di bawah ini: TABEL TUNTUTAN JAKSA NO.
NOMOR PERKARA
TERDAKWA
PASAL TERBUKTI
TUNTUTAN
1.
308/PID/2011/ Ujang Muhamad Pasal 160 KUHP Arif bin Abuya Surya (dakwaan pertama) PN. Serang
7 bulan penjara
2.
309/PID/2011/ Muhamad bin Syarif Pasal 160 jo. Pasal 55 ayat (1) PN. Serang ke-1 KUHP (dakwaan kedua)
7 bulan penjara
80
Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
NO.
NOMOR PERKARA
TERDAKWA
PASAL TERBUKTI
TUNTUTAN
3.
310/PID/2011/ Yusuf Abidin PN. Serang
Pasal 358 ayat (2) KUHP (dakwaan subsidair)
7 bulan penjara
4.
311/PID/2011/ Endang bin Sidik PN. Serang
Pasal 160 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP (dakwaan kesatu)
7 bulan penjara
5.
312/PID/2011/ Adam Damini PN. Serang
Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) ke-3 KUHP (dakwaan kesatu)
7 bulan penjara
6.
313/PID/2011/ Saad Buharudin bin Sapri PN. Serang
Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) ke-1 KUHP (dakwaan primair)
7 bulan penjara
7.
314/PID/2011/ 1) Yusri Bin Bisri PN. Serang 2) Muhamad Rohidin Bin Eman
Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) ke-3 KUHP (dakwaan primair)
7 bulan penjara
8.
315/PID/2011/ Idris alias Idris bin Mahdani PN. Serang
Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 tahun 1951 (dakwaan kesatu)
6 bulan penjara
9.
316/PID/2011/ Ujang bin Sahari PN. Serang
Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) ke-3 KUHP (dakwaan primair)
7 bulan penjara
10. 317/PID/2011/ Muhamad Munir bin Basri PN. Serang
Pasal 160 KUHP (dakwaan pertama)
7 bulan penjara
11. 318/PID/2011/ Dani bin Misra PN. Serang
Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) ke-3 KUHP (dakwaan kesatu)
5 bulan penjara
Sebagaimana terlihat dalam surat dakwaan dan surat tuntutannya, seolah penuntutan hanya menjadi formalitas penegakan hukum. Kejaksaan, ditengah minimnya fakta-fakta yang disuguhkan, tidak juga terlihat upaya yang gigih dalam mengungkap fakta yang sebenar-benarnya. Saksi-saksi korban, termasuk saksi kunci, tidak dipanggil secara layak yang mengakibatkan kegagalan dalam melakukan penuntutan yang efektif. Pengadilan Gagal Memberikan Rasa Keadilan Para Korban dan Masyarakat Dengan Menghukum Pada Terdakwa Dengan Hukuman yang Rendah. Pengadilan telah mengulangi kegagalan proses dalam kasus-kasus yang serupa, gagal dalam melakukan proses persidangan yang mandiri dan efektif untuk menghadirkan kebenaran dan penghukuman yang layak kepada pelaku penyerangan. Justru terdapat sikap para hakim yang ikut memandang pihak Ahmadiyah sebagai pihak yang patut dipersalahkan. Terlihat jelas dalam tabel dibawah ini, bagaimana hakim menjatuhkan putusan yang lebih rendah dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum: TABEL PUTUSAN PARA TERDAKWA NO. 1.
PERKARA / TERDAKWA 308/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa Ujang Muhamad Arif
VONIS
PASAL TERBUKTI
6 bulan Pasal 160 KUHP penjara
WAKTU BEBAS 9 Agustus 2011
Terali Besi Untuk Korban
81
NO.
PERKARA / TERDAKWA
VONIS
PASAL TERBUKTI
WAKTU BEBAS
2.
309/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa Muhamad bin Syarif
6 bulan Pasal 160 KUHP penjara
3.
310/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa Yusuf Abidin
6 bulan Pasal 358 ayat (2) penjara KUHP
4.
311/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa Endang bin Sidik
6 bulan Pasal 160 KUHP penjara
11 Agustus 2011
5.
312/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa Adam Damini
6 bulan Pasal 2 ayat (1) penjara UU Darurat No. 12 Tahun 1951
16 Agustus 2011
6.
313/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa Saad Buharudin
6 bulan Pasal 358 ayat penjara (2) KUHP
15 Agustus 2011
7.
314/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa: 1) Yusri Bin Bisri 2) Muhamad Rohidin
6 bulan Pasal 358 ayat (2) penjara KUHP
23 Agustus 2011
8.
315/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa Idris alias Idris bin Mahdani
5 bulan Pasal 2 ayat (1) 15 hari UU Darurat No. 12 penjara Tahun 1951
31 Juli 2011
9.
316/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa Ujang bin Sahari
6 bulan Pasal 358 ayat (2) penjara KUHP
6 Agustus 2011
10. 317/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa Muhamad Munir bin Basri
6 bulan Pasal 160 KUHP penjara
11. 318/PID/2011/PN. Serang dengan Terdakwa Dani bin Misra
3 bulan Pasal 358 ayat (2) penjara KUHP
14 Agustus 2011 9 Agustus 2011
12 Agustus 2011 Langsung bebas
Putusan yang ringan kepada para terdakwa pelaku penyerangan menunjukkan adalah kegagalan pengadilan dalam melihat peristiwa Cikeusik sebagai peristiwa yang menggoncangkan rasa kemanusiaan, baik karena adanya jumlah korban yang meninggal dan cara meninggal yang mengenaskan. Bahwa tindakan yang biadab tersebut tidak dimaknai oleh Pengadilan sebagai tindakan kejahatan yang serius dan berdampak pada masayarakat luas. Dari fakta yang terjadi seharusnya pengadilan memberikan pemberatan hukuman yang semestinya kepada para terdakwa pelaku penyerangan. Dalam putusan tersebut di atas, hampir semuanya divonis 6 (enam) bulan penjara. Majelis Hakim sepertinya tidak melihat peranan spesifik masing-masing Terdakwa, mana pelaku lapangan dan mana pelaku yang berada di balik layar atau aktor intelektualnya. Konstruksi hukum pidana, pihak yang menyuruh lakukan seharusnya dituntut dan diberikan hukuman yang tentu lebih berat dibanding para pelaku lapangan. Lebih lanjut hukum pidana sebenarnya telah dijelaskan, bahwa terkait perbuatan pidana seseorang haruslah tegas pembedaannya dalam tindak pidana, apakah dia seorang pembujuk (uitloker), yang menyuruh melakukan (doen pleger), atau hanya ikut serta melakukan (mendeplegen) yang tentunya hukumannya pun tidak dapat disamakan antara masing-masing posisi tersebut. Hal inilah yang gagal dilihat oleh Majelis Hakim dan tidak terlihat dari kesamaan vonis yang ada.
82
Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
Majelis Hakim juga ternyata enggan memberikan terobosan dalam menghukum para Terdakwa. Kenyataan bahwasanya kedatangan massa ke rumah Suparman sudah direncanakan dari jauh hari dan dengan persiapan matang tersebut tidak dilihat sebagai rangkaian perencanaan penyerangan atau bahkan bisa dibilang penyerbuan. Begitupun dengan adanya korban jiwa dari pihak Ahmadiyah, terlihat Hakim mengabaikannya karena ternyata hukuman yang diberikan pada masingmasing Terdakwa tidak jauh dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Padahal jika Hakim telah melihat adanya bukti di persidangan akan suatu tindak pidana, maka Majelis Hakim sebenarnya bisa memberikan hukuman yang jauh lebih tinggi dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum selama tidak melebihi ancaman maksimal hukuman dari pasal yang menjadi dakwaan. Putusan Hakim kepada para terdakwa tentu saja jauh panggang dari api, apalagi jika diperbandingkan antara apa yang terdakwa perbuat dan akibat yang timbul dari perbuatan para terdakwa. DAFTAR TUNTUTAN, VONIS DAN AKIBAT PERBUATAN 12 TERDAKWA VONIS
AKIBAT PERBUATANNYA
NO.
TERDAKWA
TUNTUTAN
1.
Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya
7 bulan penjara
6 bulan 1. Meninggalnya 3 (tiga orang penjara Ahmadiyah:
2.
Muhamad bin Syarif
7 bulan penjara
6 bulan penjara
a. Roni Pasaroni bin Bado Rasyid
3.
Yusuf Abidin
7 bulan penjara
6 bulan penjara
c. Tubagus Mubarak Safei bin TB M. Safei
4.
Endang bin Sidik
7 bulan penjara
6 bulan 2. Terdapat 5 (lima) korban lukapenjara luka serius:
5.
Adam Damini
7 bulan penjara
6 bulan penjara
a. Ferdias Moh. Zaherul als. Diaz bin dr. Muhamad Azari
6.
Saad Buharudin bin Sapri
7 bulan penjara
6 bulan penjara
b. Ahmad Masihudin bin Manta Sukmawijaya
7.
1) Yusri Bin Bisri 2) Muhamad Rohidin Bin Eman
7 bulan penjara
6 bulan penjara
c. Apip Yuhana
8.
Idris alias Idris bin Mahdani
6 bulan penjara
e. Deden Sudjana 5 bulan 15 hari 3. Rusaknya 2 (dua) kendaraan penjara roda empat, yaitu:
9.
Ujang bin Sahari
7 bulan penjara
6 bulan penjara
a. Toyota Kijang Innova warna hitam No. Pol. B 1435 YE
10. Muhamad Munir bin Basri
7 bulan penjara
6 bulan penjara
b. Suzuki APV warna silver No. Pol. B 7049 GC
11. Dani bin Misra
5 bulan penjara
3 bulan 4. Rusaknya rumah tinggal Ismail penjara Suparman, anggota Ahmadiyah
b. Warsono Kastolib
d. Muhamad Ahmad als. Bebi bin Bahrun Yusuf
Sedangkan akibat perbuatan Deden Sudjana yang sempat memukul bagian belakang kepala Idris alias Idris bin Mahdani pada saat Idris mendatangi rumah Terali Besi Untuk Korban
83
Suparman, tidak menimbulkan dampak yang berbahaya. Akibat pukulan tersebut, Idris menderita memar pada daerah pelipis kiri dan lecet pada daerah lengan bawah kiri sisi luar. Berdasarkan visum et repertum No. VER/02/II/2011/ Biddokkes, luka-luka tersebut tidak menyebabkan halangan dalam melakukan pekerjaan/jabatan. Namun lucunya, pengadilan justru menyetujui alasanalasan meringankan para terdakwa sebagaimana yang dinyatakan oleh JPU dalam tuntutannya. Majelis Hakim, dalam putusannya hanya sepakat terhadap 5 poin yang patut menjadi pertimbangan hal meringankan, yaitu:33
Idris bin Mahdani
Perbuatan Terdakwa dilakukan karena adanya permintaan dari masyarakat yang resah terhadap keberadaan Jemaat Ahmadiyah;34 2. Terdakwa adalah Tokoh Agama/Ulama Besar/Kyai Kharismatik yang keberadaannya sangat dibutuhkan masyarakat; 3. Terdakwa belum pernah dihukum; 4. Terdakwa bersikap sopan selama persidangan; 5. Bahwa Ahmadiyah turut penyebab terjadinya tindak pidana ini karena, tidak mengindahkan perintah petugas keamanan untuk meninggalkan tempat kejadian.35 Alasan-alasan yang meringankan kepada para terdakwa, khususnya terhadap poin 1 dan 2, tampak tidak masuk akal. Perbuatan Terdakwa disebabkan karena adanya permintaan dari masyarakat Cikeusik yang resah dengan keberadaan Ahmadiyah, seharusnya disikapi oleh para terdakwa, khususnya yang mempunyai posisi dihormati di lingkungannya memberikan solusi tanpa melakukan kekerasan. Namun, yang terjadi justru pengerahan masa yang akhirnya tidak dapat dikendalikan oleh para terdakwa. Sementara alasan peringanan bahwa terdakwa merupakan Tokoh Agama/Ulama Besar/Kyai Kharismatik yang keberadaannya sangat dibutuhkan masyarakat, seharunya justru menjadi tindakan yang memberatkan. Hal ini karena sebagai tokoh, para terdakwa seharusnya mampu mencegah tindakan kekerasan, namun yang terjadi malah mendorong adanya pengerahan massa yang berujung pada kekerasan. Selain itu, dengan posisinya sebagai tokoh masyarakat, namun melakukan perbuatan pidana, dikhawatirkan perbuatan buruknya tersebut akan menginspirasi masyarakat lainnya untuk berbuat yang sama. Dampak buruk dari pertimbangan majelis hakim ini adalah, suatu tindak kejahatan yang sebegitu sadisnya tidak 33 Diambil dari poin hal-hal yang meringankan bagi Terdakwa Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya, Muhamad Munir bin Basri. 34
Diambil dari poin hal-hal yang meringankan bagi Terdakwa Ujang Muhamad Arif bin Abuya Surya.
35
Diambil dari poin hal-hal yang meringankan Terdakwa Dani bin Misra, Saad Baharudin bin Sapri.
84
Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
dihukum dengan hukuman yang layak, dan ini akan berimplikasi terhadap kemungkinan terjadinya pernyerangan ditempat lain. Terdapat Kegagalan Sistem Perlindungan Kepada Para Korban Saat ini, selain para korban tidak mendapatkan keadilan yang memadai, mereka juga terusir dari tempat tinggalnya dan tidak bisa lagi kembali ke Cikeusik. Jumlah pengungsi yang keluar dari Cikeusik berjumlah 36 (tiga puluh enam) orang. Korban 5 (lima) orang sudah kembali ke Philipina (Keluarga Suparman), 9 orang tidak mau kembali karena sudah ada ikatan kerja diluar Cikeusik dan lebih memilih untuk tinggal di luar Cikeusik, sisanya lebih memilih untuk tinggal bersama keluarga di luar Cikeusik atau tinggal di wilayah lain. Sementara masih ada 9 orang yang ingin kembali ke Cikeusik karena harta benda mereka berada di wilayah tersebut (kampung halaman). Terdapat fakta, sudah ada dua kali korban mencoba untuk datang kembali ke CIkeusik namun ditolak oleh masyarakat setempat sehingga mereka kembali lagi ke tempat pengungsian. Upaya audiensi agar dapat kembali ke kampung halaman juga sudah dilakukan, yaitu dengan mengadakan pertemuan bersama Kesbangpol, Kejari, Kapolri, serta tokoh MUI Wanasalam. Kondisi ini menunjukkan fakta bahwa pemerintah melengkapi kegagalannya dalam memberikan perlindungan kepada warga negara, khususnya mereka yang minoritas. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tampak tidak memperdulikan warganya dengan membiarkan mereka hidup tanpa kepastian hukum dan kejelasan fasilitas sosial. Selain itu pengadilan juga gagal memberikan putusan yang adil, pengadilan juga tidak memberikan keputusan terkait dengan hak-hak korban berupa pemulihan, dimana tidak ada keputusan tentang ganti kerugian (baik kompensasi maupun restitusi) apapun kepada korban. Dukungan kepada korban justru diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berupa perawatan untuk pemulihan kesehatan. Para korban hingga kini masih terusir dari tampat tinggalnya, tidak dapat kembali, dan tidak mampu menyelamatkan harta bendanya yang tertinggal. Pemerintah tidak melakukan apapun. Negara Membiarkan Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Perjalanan panjang penegakan hukum bagi JAI menunjukkan bagaimana Negara sangat mengakomodir kepentingan mayoritas melanggengkan eksistensinya. Kebencian yang dipupuk subur hingga muncul kisah sukses anarkisme mayoritas menunjukkan bagaimana Negara dengan berbagai wujudnya: Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, dan Pemerintah memiliki wajah hitam yang sama. Mereka buta dan timpang kepada kebenaran, mereka hanya melihat dominasi mayoritas dengan segala tekanannya. Dari rangkaian proses penegakan hukum dan kondisi korban saat ini, telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia, diantaranya hak atas keadilan, hak untuk Terali Besi Untuk Korban
85
tidak mendapatkan diskriminasi, hak untuk bertempat tinggal ditempat yang diinginkan, hak untuk memilki properti, dan hak atas rasa aman. Masalah kemerdekaan beragama dan berkeyakinan memiliki akibat yang menyebar dan menodai harkat dan martabat manusia. Dengan mereka diusir dari tanah kelahiran dan sumber ekonominya tentu mereka harus memikirkan bagaimana mereka bisa bertahan hidup, anak-anaknya tetap bisa bersekolah, mendapatkan akses kesehatan, dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. Sementara negara gagal dan sengaja tidak peduli pada dampak laten di balik Hak Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan, lalu mereka sekarang harus meminta perlindungan kepada siapa?
86
Jemaat Ahmadiyah Cikeusik: Ancaman, Intimidasi, Hingga Pembunuhan
BAB III UPAYA HUKUM TERHADAP PERATURAN-PERATURAN DISKRIMINATIF
Permohonan Judicial Review Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota Tentang Pelarangan Aktivitas
Terali Besi Untuk Korban
87
88
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
UPAYA HUKUM TERHADAP PERATURAN-PERATURAN DISKRIMINATIF PERMOHONAN JUDICIAL REVIEW PERATURAN GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA TENTANG PELARANGAN AKTIVITAS MERENTANG PERLAWANAN ATAS KEBIJAKAN DISKRIMINATIF Mengiringi ratusan kejadian kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah yang terjadi hampir diseluruh wilayah di Indonesia, pada tanggal 6 Februari 2011 terjadi penyerangan oleh ratusan orang terhadap Jemaat Ahmadiyah di Kampung Pendeuy Desa Umbulan, Cikeusik Pandeglang Banten, yang mengakibatkan 3 orang Jemaat Ahmadiyah meninggal, 6 Orang Luka Berat, serta terjadi perusakan terhadap aset harta benda lainnya milik Jemaat Ahmadiyah. Pasca penyerangan tersebut, pro dan kontra penolakan Ahmadiyah semakin memanas, hingga perkembangan terakhir yaitu beberapa kepala daerah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) dan Peraturan Gubernur dan Walikota yang intinya melarang seluruh aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Laporan tentang eskalasi kekerasan, tindakan diskriminasi, ancaman, serta persekusi dari berbagai daerah yang masuk ke LBH Jakarta meningkat tajam setelah tragedi Cikeusik. Perubahan Pola juga semakin nampak dan nyata. Jika sebelumnya Aparat pemerintah, Kepolisian, Militer, bahkan juga Ketua Pengadilan adalah pihak-pihak yang melakukan Pembiaran menjadi meningkat level keterlibatannya, bukan hanya membiarkan (by ommission) tetapi sekarang menjadi pelaku aktif dan dengan kesengajaan (by commission). Temuan Penulis setidaknya ada sekitarnya 5 Provinsi dan 22 Kabupaten/Kota yang resmi mengeluarkan Kebijakan untuk melakukan Pelarangan Aktivitas terhadap Jemaat Ahmadiyah. Bisa dilihat dalam Tabel: NO.
WILAYAH
KEBIJAKAN
TINGKAT PROVINSI 1.
Jawa Timur
Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 188/94/KPTS/013/ 2011, Tertanggal 28 Februari 2011, tentang Larangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah di Provinsi Jawa Timur.
2.
Banten
Peraturan Gubernur Banten No. 5 Tahun 2011, Tertanggal 1 Maret 2011, tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaat Ahmadiyah di Wilayah Provinsi Banten.
3.
Sulawesi Selatan
Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No. 563/KPTS/BAN. KESBANGPOL, Tertanggal 4 Maret 2011.
4.
Jawa Barat
1. Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 12 Tahun 2011, Tertanggal 4 Maret 2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat. Terali Besi Untuk Korban
89
NO.
WILAYAH
KEBIJAKAN 2. Surat Edaran Gubernur Jawa Barat No. 188.3/15-Kesbangpol, tertanggal 14 Maret 2011, kepada Seluruh Walikota/Bupati di Provinsi Jawa Barat, tentang Tindak Lanjut Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 12 Tahun 2011.
5.
Sumatera Barat
Peraturan Gubernur Sumatera Barat No. 17 Tahun 2011, Tertanggal 25 Maret 2011, Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Provinsi Sumatera Barat.
TINGKAT KABUPATEN/KOTA 1.
Tasikmalaya
1. Surat Bupati Tasikmalaya kepada Presiden RI, No. 450/174/ KBL/2007 tertanggal 4 Juli 2007, perihal usulan Pembekuan Organisasi dan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah. 2. Surat Bupati Tasikmalaya kepada Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya (Dandim, Kapolres, Kejari, Depag, Ketua MUI, dan para Camat), No. 450/175/KBL/2007 tertanggal 4 Juli 2007 perihal Pengawasan terhadap Jemaat Ahmadiyah. 3. Keputusan Bersama Bupati, Kejari, Dandim 0612, Kapolres dan Kapolresta Tasikmalaya tentang Pernyataan Tidak Puas dan Teguran terhadap Jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Tasikmalaya.
2.
Kabupaten Sukabumi
SKB No. 143 Tahun 2006 tertanggal 20 Maret 2006 tentang Penutupan Sementara tempat-tempat ibadah Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kabupaten Sukabumi, ditandatangani oleh Bupati Sukabumi, Kepala Kejaksaan Negeri Cibadak, Kepala Kepolisian Resort Kota Sukabumi, Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Sukabumi dan Ketua MUI Kabupaten Sukabumi.
3.
Cianjur
SKB No. 21 Tahun 2005 tertanggal 17 Oktober 2005 tentang Larangan melakukan Aktivitas Penyebaran Ajaran Faham Ahmadiyah di Kabupaten Cianjur.
4.
Kuningan
SKB tertanggal 3 November 2002 tentang Pelarangan Aliran/Ajaran Jemaat Ahmadiyah Indonesia di wilayah Kabupaten Kuningan yang ditandatangani oleh MUSPIDA, Pimpinan DPRD, MUI, dan Pimpinan Pondok Pesantren, dan Ormas Islam Kabupaten Kuningan.
5.
Garut
SKB No. 450/Kep.225 PEM/2005 tentang Pelarangan Kegiatan Ajaran Ahmadiyah di Wilayah Kabupaten Garut yang ditandatangani oleh Bupati Garut, Kepala Kejaksaan Negeri Garut, Kepala Kepolisian Resort Garut dan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Garut.
6.
Kabupaten Bogor
1. Surat Pernyataan Bersama tertanggal 20 Juli 2005 tentang Pelarangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia di Wilayah Kabupaten Bogor yang ditandatangani oleh Bupati Bogor, Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Dandim 0621 Bogor, Kepala Kejaksaan Negeri Cibinong, Kepala Kepolisian Resort Bogor, Ketua Pengadilan Negeri Bogor, DANLANUD ARS, dan Kepala Kantor Departemen Agama dan MUI Kabupaten Bogor. 2. Surat DPRD Kabupaten Bogor No. 170/85-DPRD tertanggal 18 Juli 2005 perihal Rekomendasi Penutupan dan Pelarangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah.
90
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
NO.
WILAYAH
KEBIJAKAN
7.
Kota Bogor
Surat Keputusan Walikota Bogor 300.45-122/2011, Tertanggal 3 Maret 2011, tentang Pelarangan Kegiatan di Kota Bogor.
8.
Depok
Peraturan Walikota Depok No. 9 Tahun 2011, Tertanggal 9 Maret 2011, Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Kota Depok.
9.
Kuningan
1. Surat Keputusan Bersama (SKB) I, yang ditandatangani oleh Bupati Kuningan, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), Ketua Pengadilan Negeri , Komandan KODIM, Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Kuningan, dan MUI, tertanggal 03 November 2002. Yang pada Intinya Melarang Penyebaran Ajaran Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan. 2. Surat Keputusan Bersama (SKB) II, yang ditandatangani oleh Bupati Kuningan, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), Ketua Pengadilan Negeri , Komandan KODIM, Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Kuningan, dan MUI, tertanggal 03 Januari 2005. Tentang Larangan Seluruh Kegiatan ajaran Ahmadiyah dan semua aktivitas keagamaannya yang bertentangan dengan ajaran Islam di Kabupaten Kuningan.
10. Pandeglang
Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011, Tertanggal 21 Februari 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang.
11. Serang
Peraturan Bupati Serang No. 8 Tahun 2011, Tertanggal 10 Maret 2011, Tentang Larangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Serang.
12. Lebak
Peraturan Bupati Lebak Nomor 11 Tahun 2011, Tertanggal 08 Maret 2011, Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Kabupaten Lebak.
13. Lombok Timur
1. Surat Keputusan Kepala Kejaksaan Negeri Selong No. Kep.11/IPK.32.2/L-2.III.3/11/83 tertanggal 21 November 1983, tentang Pelanggaran terhadap Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Cabang Pancor Lombok Timur. 2. Surat Edaran Bupati No. 045.2/134/KUM/2002 tentang Penegasan kembali Pelarangan Ajaran Ahmadiyah dan Pengambilan Tindakan Tegas oleh Pimpinan Pemkab Lombok Timur atas Pelanggaran terhadap Pelarangan sesuai ketentuan undang-undang.
14. Lombok Barat
1. Surat Keputusan Bupati Lombok Barat tertanggal 10 Juli 2001 No. 35 Tahun 2001 tentang Pelarangan dan Penghentian Penyebaran Ajaran/Faham Ahmadiyah di Kabupaten Lombok Barat. 2. Kesepakatan Tim Lima : Kepala Kantor Departemen Agama Lombok Barat, Ketua MUI Lombok Barat, Camat Lingsar, Penasehat Organisasi Ahmadiyah wilayah Nusa Tenggara, dan Ketua DPW Ahmadiyah, tertanggal 14 Februari 2006.
15. Mataram
Seruan Walikota Mataram No. 008/283/X/NKOM/02 tertanggal 10 Oktober 2002, perihal Pengungsi Jemaat Ahmadiyah dari Lombok Timur. Terali Besi Untuk Korban
91
NO.
WILAYAH
16. Pekanbaru
KEBIJAKAN 1. Surat Walikota Nomor 450/BKBPPM/636 Tertanggal 12 Oktober 2010, Kepada Sdr. Agus Sumarsono (Pimpinan Jemaat Ahmadiyah Pekanbaru) Perihal Menghentikan Kegiatan Ahmadiyah di Kota Pekanbaru. 2. Surat Walikota Nomor 450/BKBPPM/794, Tertanggal 16 November 2010, Kepada Sdr. Agus Sumarsono (Pimpinan Jemaat Ahmadiyah Pekanbaru) Perihal Menghentikan Kegiatan Ahmadiyah di Kota Pekanbaru.
17. Kampar (Riau)
Surat Bupati Kampar No. 450/PUM/2011/68, Tertanggal 16 Februari 2011 Kepada Sdr. Supiandi dan Sdr. Sukartio (Pimpinan Jemaat Ahmadiyah di Koto Bangun dan Koto Baru, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar - Riau) Perihal Menghentikan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah.
18. Samarinda
Surat Keputusan Walikota Samarinda Nomor 200/160/BKPPM. 1/11/2011 tertanggal 25 Februari 2011, Tentang Larangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah di Kota Samarinda.
19. Pontianak
Peraturan Walikota Pontianak No. 17 Tahun 2011, Tertanggal 11 Maret 2011, Tentang Larangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah di Kota Pontianak.
20. Konawe Selatan
Peraturan Bupati Konawe Selatan No. 1 Tahun 2011, Tertanggal 17 Maret 2011, Tentang Larangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Konawe Selatan.
21. Banjarmasin Surat Walikota Banjarmasin, tertanggal 1 Maret 2011, tentang Larangan Aktivitas di Kota Banjarmasin. 22. Kota Bekasi
Peraturan Walikota Bekasi No. 40 Tahun 2011, Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Kota Bekasi, tertanggal 13 Oktober 2011.
Sebagai Organisasi yang berbadan hukum, Jemaat Ahmadiyah Indonesia telah disahkan dengan surat Keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 13 Maret 1953 No. J. A. 5/23/13 dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI No. 26 Tanggal 31 Maret 1953. Hingga kini Badan hukum tersebut masih diakui dan tidak ada satupun Putusan Pengadilan yang membatalkan dan/atau menyebut status tersebut. Temuan dan laporan banyak pihak seperti yang Wahid Institut dan Setara Institut, Jemaat Ahmadiyah sekarang benar-benar mengalami intimidasi, ancaman, kekerasan hampir diseluruh wilayah Indonesia. Mereka tidak lagi bisa melakukan kegiatan apa pun. Tidak bisa melakukan aktivitas pendidikan, tidak bisa melaksanakan kegiatan keagamaan dan atau kegiatan-kegiatan aktivitas sosial lainnya, termasuk tidak bisa memanfaatkan fasilitas-fasilitas prasarana dan sarana yang dimiliki Jemaat, seperti misalnya sekolah, masjid, asrama, dan lain-lain. Tindakan diskriminatif ini semakin dilegalkan oleh Kebijakan Pemerintah yang dikeluarkan secara resmi. Peraturanperaturan tersebut dibentuk dengan tujuan untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, namun faktanya malah dijadikan alat legitimasi dan justifikasi untuk melakukan kekerasan terhadap kelompok Jamaat Ahmadiyah Indonesia.
92
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
STRATEGI YANG DIAMBIL Menghadapi begitu banyak Peraturan yang tersebar dan terus bermunculan tentu membutuhkan energi yang banyak dan juga besar. Maka tentu harus dilakukan langkah-langkah strategis. Baik itu langkah Litigasi maupun Non Litigasi. Dalam ranah Litigasi tentunya jika Kebijakan itu berupa Peraturan yang mengatur (regelling), maka sesuai ketentuannya bisa diajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung. Dan ini yang dilakukan oleh Tim Advokasi Jaringan Masyarakat Sipil Untuk Perlindungan Warga Negara yang melakukan Judicial Review 5 Peraturan Gubernur/Walikota/Bupati ke Mahkamah Agung. Pilihan kenapa tidak semua adalah tentunya sesuai dengan azas peradilan yang murah, cepat, dan sederhana. Sedangkan jika kebijakan bersifat menentukan atau menetapkan sesuatu secara administratif menghasilkan keputusan administratif negara (beschikkings) maka Upaya Litigasinya adalah dengan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena ia merupaka Keputusan Tata Usaha Negara, Pilihan ini adalah pilihan yang sulit mengingat banyaknya keputusan dan tersebar dibanyak Provinsi, membutuhkan Tim yang tersebar dan banyak, nampaknya Tim Advokasi tidak mengambil langkah ini. Langkah-Langkah Non Litigasi Perlu dan sangat perlu dilakukan, dan menjadi kendala serta kelemahan kita. Di saat energi, sebaran, intensitas kebencian semakin membesar dan dilakukan dimana-mana. Tetapi arus perlawanan nampak begitu kecil. Gerakan Untuk Membangun Lingkar Inti, Menyusun Sasaran dan Strategi Advokasi, Mengolah Data dan Informasi, menggalang Sekutu dan pendukung, Mengajukan rancangan Tanding, mempengaruhi pembuat Kebijakan, Membentuk dan Membangun Pendapat Umum, serta membangun basis gerakan harus terus dilakukan dan menjadi siklus yang harus selalu di evaluasi dan terus dilakukan.
PERMOHONAN JUDICIAL REVIEW Jakarta, 20 April 2011 Kepada Yang Terhormat : Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 9 - 13 Jakarta Pusat Perihal : Permohonan Keberatan Tentang Hak Uji Materil Terhadap : 1. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat. 2. Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaah Ahmadiyah di Wilayah Provinsi Banten. Terali Besi Untuk Korban
93
3. Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Sumbar, Tertanggal 24 Maret 2011. 4. Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang. Dengan Hormat, Yang bertandatangan di bawah ini : 1. Prof. Dr. Iur. Adnan Buyung Nasution.
24. Siti Suparyati, S.H., LL.M.
2. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M.
25. Syamsul Alam Agus, S.H.
3. Erna Ratnaningsih, S.H., LL.M.
26. Chrisbiantoro, S.H.
4. Alvon Kurnia Palma, S.H.
27. Sinung Karto, S.H.
5. Nurkholis Hidayat, S.H.
28. Fatmawati Djugo, S.H.
6. Ali Nurdin, S.H., S.T.
29. Febri Diansyah, S.H.
7. Uli Parulian Sihombing, S.H., LL.M.
30. Wahyu Wagiman, S.H.
8. Choirul Anam, S.H.
31. Zainal Abidin, S.H.
9. Indria Fernida Aphasony, S.H.
32. Andi Muttaqien S.H.
10. Abdul Kadir Wokanubun S.H. 11. Nasokah, S.HI.
33. Ikhana Indah Barnasaputri, S.H.
12. Syamsul Munir, S.HI.
34. Wahyudi Djafar, S.H.
13. Febi Yonesta, S.H.
35. Betty Yolanda S.H. LLM.
14. Restaria F. Hutabarat, S.H., M.A.
36. Rizki Zulkarnaen, S.H.
15. Kiagus Ahmad, S.H.
37. Ridwan Bakar S.H.
16. Edy H. Gurning, S.H.
38. Antoni Manurung, S.H.
17. Muhammad Isnur, S.HI.
39. Ade Wahyudin, S.HI.
18. Alghiffari Aqsa, S.H.
40. Vino Oktavia, S.H.
19. Tommy A. M. Tobing, S.H.
41. Rony Saputra, S.H.
20. Maruli Tua Raja Gukguk, S.H.
42. Ardisal, S.H.
21. Carolina S. Martha, S.H.
43. Poniman, S.HI.
22. Siti Aminah, S.H.
44. Arip Yogiawan, S.H.
23. Ali Akbar Tanjung, S.H.
45. Hanita Susilawati, S.H.
Masing-masing adalah Advokat, Pengacara Publik dan Asisten Pengacara Publik, yang tergabung dalam Tim Advokasi Jaringan Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Warga Negara, dan sepakat untuk memilih domisili hukum di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jl. Diponegoro No. 74, lantai 3, Jakarta Pusat, dalam hal ini dapat bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersamasama berdasarkan Surat Kuasa Khusus (asli terlampir) untuk dan atas nama :
94
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
1. Nama : Kewarganegaraan : Jabatan : Alamat : Mewakili
Abdul Basit Indonesia Ketua Umum (Amir) Jemaat Ahmadiyah Indonesia Jalan Manunggal Nomor 39 RT. 001 RW. 003 Kelurahan Menteng, Bogor, Jawa Barat. : JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
2. Nama : Kewarganegaraan : Umur : Jabatan : Alamat Mewakili
Dwi Rubiyanti Kholifah Indonesia 36 Tahun Direktur Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia : Jl. Jati Padang II No. 18 A, Pasar Minggu : ASIAN MUSLIM ACTION NETWORK (AMAN) Indonesia
3. Nama : Kewarganegaraan : Umur : Jabatan : Alamat Mewakili
Dian Kartika Sari Indonesia 46 Tahun Sekretaris Jendral Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi : Jl. Siaga I/2B Pejaten Barat, Pasar Minggu Jakarta Selatan : KOALISI PEREMPUAN INDONESIA UNTUK KEADILAN dan DEMOKRASI (KPI)
4. Nama : Kewarganegaraan : Umur : Jabatan : Alamat : Mewakili :
Prof. Dr. Musdah Mulia Indonesia 54 Tahun Ketua Umum Jl. Cempaka Putih Barat XXI No. 34 Jakarta Pusat 10520 INDONESIAN CONFERENCE FOR RELIGION AND PEACE (ICRP)
5. Nama : Kewarganegaraan : Umur : Jabatan : Alamat : Mewakili :
Drs. Ahmad Suaedy Indonesia 48 Tahun Direktur Eksekutif Jl. Garuda II, gang Haji Pentil No. 82, Cimanggis Depok YAYASAN LEMBAGA WAHID (THE WAHID INSTITUTE FOUNDATION)
6. Nama : P. Maruli Tua Silaban Kewarganegaraan : Indonesia Umur : 32 Tahun Terali Besi Untuk Korban
95
Jabatan Alamat Mewakili
: Koordinator Nasional : Jl. Nanas RT 10 RW 10 No. 15 Utan Kayu Jakarta : JARINGAN INDONESIA RAYA
7. Nama : Kewarganegaraan : Umur : Jabatan : Alamat : Mewakili :
Sandra Yati Moniaga, SH Indonesia 50 Tahun Direktur Jl. Siaga II, No. 31 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta PERKUMPULAN LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT (ELSAM)
8. Nama : Kewarganegaraan : Umur : Jabatan : Alamat : Mewakili
96
Hendardi Indonesia 54 Tahun Ketua Jl. Danau Gelinggang No. 62 Blok C III Bendungan Hilir Jakarta : PERKUMPULAN MASYARAKAT SETARA
9. Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat
: : : : :
Marieta N. C. Sahertian 54 Tahun Perempuan Pegawai Swasta Bulakkapal Permai BB No. 6 RT.002/014 Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan
10. Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat
: : : : :
Johannes Hariyanto 57 Tahun Laki-laki Menteng, JakartaPusat
11. Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat
: : : : :
Nursyahbani Katjasungkana 57 tahun Perempuan Advokat Jl. Melati blok B 14-15 Mekarsari Permai, Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Menteng Raya 64 Rt. 003 Rw. 009, Kebon Sirih.
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
Dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya tersebut diatas, selanjutnya disebut sebagai PARA PEMOHON, dengan ini mengajukan Permohonan Keberatan tentang Hak Uji Materiil terhadap : 1. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahamidiyah Indonesia Di Jawa Barat. 2. Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaah Ahmadiyah di Wilayah Provinsi Banten. 3. Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Sumbar, Tertanggal 24 Maret 2011. 4. Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang. Atas pemberlakuan ini, maka PIHAK TERMOHON adalah : 1. Gubernur Jawa Barat, beralamat di Jalan Diponegoro No. 22, Bandung Jawa Barat, selanjutnya disebut sebagai TERMOHON I. 2. Gubernur Banten, beralamat di Jalan Brigjen K. H. Syam'un No. 5, Serang, Banten, selanjutnya disebut sebagai TERMOHON II. 3. Gubernur Sumatera Barat, beralamat di Jalan Jenderal Sudirman No. 51, Padang, Sumatera Barat, selanjutnya disebut sebagai TERMOHON III. 4. Bupati Pandeglang, beralamat di Jalan A. Satriawijaya No. 1, Pandeglang, Banten, selanjutnya disebut sebagai TERMOHON IV. Bahwa sebelum sampai pada alasan-alasan atas diajukan permohonan uji materiil ini, terlebih dahulu PARA PEMOHON hendak mengajukan dasar kepentingan PARA PEMOHON dalam mengajukan permohonan, yaitu sebagai berikut : A. PENDAHULUAN Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia yang dipertegas dengan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (3) tercantum bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut bermakna bahwa kekuasaan harus tunduk kepada hukum dan hukum menjadi sarana pengendali dan pengawas kekuasaan dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan dan atau penggunaan kekuasaan secara sewenang-wenang (abuse of power) dan tidak malah sebaliknya digunakan sebagai sarana pembenar/legitimasi bagi penyalahgunaan kekuasaan. Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, halaman 57), negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtsstaat) bukan Negara Kekuasaan (Machtsstaat). Di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip-prinsip Terali Besi Untuk Korban
97
pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. Dalam rangka menjamin keadilan tersebut maka menurut Prof. Jimly, Mahkamah Kehakiman dalam arti luas memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus (a) permohonan kasasi, (b) sengketa kewenangan mengadili (kompetensi pengadilan), (c) permohonan Peninjauan Kembali (PK) putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dan (d) permohonan pengujian peraturan perundang-undangan (judicial review). Berdasarkan ketentuan pasal 24 ayat (1) Mahkamah Agung berhak melakukan pengujian atas peraturan di bawah UndangUndang terhadap Undang-Undang atau peraturan yang lebih tinggi, sesuai prinsip hierarki hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Bahwa oleh karena tidak tertutup kemungkinan dan atau terdapat kecenderungan penyelenggara negara untuk menyalahgunakan kekuasaan dan atau menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang dalam bentuk peraturan-peraturan hukum dan perundang-undangan yang bertentangan dengan konstitusi (Undang-Undang Dasar 1945), maka harus terdapat suatu fungsi untuk mengawasi, mengontrol dan mengoreksi hal tersebut, yang di negara-negara hukum diserahkan kepada wewenang dan kekuasaan Mahkamah Agung, yang merupakan the last cornerstone atau et laatste bolwerk atau benteng terakhir untuk menjaga dan mempertahankan tegaknya hukum dan keadilan, melalui Hak Uji Materiil atau Hak Judicial Review, yaitu Hak dan Kewenangan Mahkamah Agung untuk menguji secara materiil apakah suatu peraturan perundang-undangan sebagai produk legislasi bertentangan dengan undang-undang. Apabila kewenangan dan hak yang diberikan kepada Mahkamah Agung hanya untuk menguji peraturan hukum di bawah undang-undang, maka hak uji tersebut pada hakekatnya merupakan hak uji materiil secara terbatas. Dengan diberikannya kewenangan untuk melakukan hak uji materil kepada Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung sebagai salah satu Pengawal Konstitusi harus menjalankan fungsi kontrol hukum (legal control) terhadap peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan kewenangannya ini, Mahkamah Agung menjadi benteng dalam menjaga dan mempertahankan keadilan, dalam arti mengoreksi peraturan-peraturan hukum yang dibuat oleh Pemerintah, melalui penyalahgunaan kekuasaan dan atau penggunaan kekuasaan secara sewenang-wenang. Hal tersebut menjadikan dan atau menunjukkan bahwa Mahkamah Agung mempunyai peranan strategis dalam menjaga dan mempertahankan prinsip-prinsip dan atau pokok-pokok Negara hukum, sebagaimana telah diuraikan oleh Prof. Padmo Wahyono di atas. Ada dua jenis hak uji, yaitu Hak Uji Formil dan Hak Uji Materiil. Hak Uji Formil menurutnya adalah
98
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
wewenang untuk menilai, apakah suatu produk legislatif, seperti undang-undang misalnya terjelma melalui cara-cara (procedure) sebagaimana telah ditentukan atau diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku ataukah tidak. Selanjutnya ia mengartikan Hak Uji Materiil sebagai: wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu. Pengaturan mengenai hak uji materiil terhadap suatu peraturan perundangundangan di bawah undang-undang telah ditentukan dalam Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang selengkapnya menentukan sebagai berikut : Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undangundang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Lebih lanjut upaya dalam melakukan hak uji materiil atau judicial review telah dijabarkan perihal prosedur maupun tata caranya dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Hak Uji Materiil. B. KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGUJI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBAWAH UNDANG-UNDANG 1. Bahwa dalam Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang selengkapnya menentukan sebagai berikut : Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang 2. Bahwa Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung berbunyi : Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undangundang Bahwa selanjutnya dalam Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Hak Uji Materiil berbunyi : Permohonan keberatan adalah suatu permohonan yang berisi keberatan terhadap berlakunya suatu peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan diajukan ke Mahkamah Agung untuk mendapatkan putusan 3. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang dimaksud peraturan Terali Besi Untuk Korban
99
dibawah undang-undang adalah Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan dibawah undang-undang adalah Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah. Sebagaimana dinyatakan di dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan : Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c.
Peraturan Pemerintah;
d.
Peraturan Presiden;
e.
Peraturan Daerah.
4. Bahwa selain Peraturan Daerah, seorang Kepala Daerah, Gubernur dan/atau Bupati/Walikota juga dapat mengeluarkan Peraturan Kepala Daerah. Hal ini berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yakni : Peraturan kepala daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota 5. Bahwa Peraturan-Peraturan a quo adalah peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang yaitu berbentuk Peraturan Kepala Daerah, Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati sehingga permohonan yang berisi keberatan terhadap berlakunya Peraturan-Peraturan a quo yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi merupakan kewenangan dari Mahkamah Agung untuk memeriksa dan memberikan putusan. C. PENGAJUAN PERMOHONAN DILAKUKAN ATAS SEJUMLAH PERATURAN KEPALA DAERAH ATAS DASAR PRINSIP PERADILAN SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN 1. Bahwa PARA PEMOHON telah mengajukan Permohonan atas sejumlah Peraturan Kepala Daerah secara bersamaan atau tidak sendiri-sendiri atas masing-masing Peraturan Kepala Daerah. Hal ini didasarkan pada dasar hukum diajukannya permohonan atas peraturan-peraturan a quo, dimana Pengadilan memiliki asas-asas yang harus diperhatikan, yaitu : Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi : peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi :
100
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. 2. Bahwa warga negara Republik Indonesia, Jemaat Ahmadiyah dan anggota masyarakat lainnya yang menyatakan penolakannya atas peraturanperaturan a quo jumlahnya sangat besar dan tersebar di beberapa daerah dan bila masing-masing secara langsung mengajukan permohonan, maka proses pengajuan permohonan menjadi tidak sederhana, tidak cepat, dan memakan biaya besar, sehingga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (4) jo. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman di atas. 3. Bahwa Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa : Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya 4. Bahwa selanjutnya dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa : Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat 5. Bahwa atas sejumlah alasan tersebut diatas, sepantasnyalah pengajuan Permohonan atas sejumlah peraturan kepala daerah a quo dapat diterima oleh Mahkamah Agung. D. PENGAJUAN PERMOHONAN MASIH DALAM TENGGAT WAKTU 1. Bahwa tenggat waktu mengajukan Uji Materiil diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Hak Uji Materiil. Dalam Pasal 2 ayat (4) dinyatakan : Permohonan keberatan diajukan dalam tenggat waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak ditetapkan peraturan perundangundangan yang bersangkutan 2. Bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil, dinyatakan : Permohonan keberatan diajukan kepada Mahkamah Agung dengan cara : (a) Langsung ke Mahkamah Agung, atau; (b) Melalui Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah hukum tempat kedudukan pemohon 3. Bahwa Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat yang Terali Besi Untuk Korban
101
ditetapkan di Bandung pada tanggal 2 Maret 2011 dan diundangkan di Bandung pada tanggal 2 Maret 2011 di Berita Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 Nomor 11 Seri E. 4. Bahwa Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 tentang larangan aktivitas anggota Jemaah Ahmadiyah di wilayah Provinsi Banten yang ditetapkan di Banten pada tanggal 1 Maret 2011 dan diundangkan di Banten pada tanggal 1 Maret 2011. 5. Bahwa Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Sumbar, pada tanggal 24 Maret 2011 dan diundangkan di Sumatera Barat pada tanggal 24 Maret 2011. 6. Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang, pada tanggal 21 Februari 2011 dan diundangkan dalam Berita Daerah Kabupaten Pandeglang pada 21 Februari 2011. 7. Bahwa permohonan uji materi didaftarkan dan dimasukkan di Mahkamah Agung pada tanggal 20 April 2011. Berdasarkan point 3,4,5 dan 6 tersebut diatas dan mengingat Pasal 2 ayat (4), Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil, pendaftaran dan permohonan yang diserahkan pada tanggal 20 April 2011 masih dalam tenggat waktu yang ditentukan. E. KEDUDUKAN HUKUM DAN KEPENTINGAN PARA PEMOHON 1. Bahwa berdasarkan Pasal 1 Ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Hak Uji Materiil : Pemohon Keberatan adalah kelompok masyarakat atau perorangan yang mengajukan permohonan keberatan kepada Mahkamah Agung atas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah dari undang-undang 2. Bahwa PEMOHON 1 adalah Badan Hukum yang bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang telah disahkan dengan surat Keputusan Menteri Kehakiman R.I. tanggal 13 Maret 1953 No. J. A. 5/23/13 dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara R.I. No.26 Tanggal 31 Maret 1953 merasa kepentingannya dirugikan akibat dikeluarkannya peraturan a quo. Dengan dikeluarkannya pelarangan terhadap aktifitas PEMOHON 1 maka seluruh aktifitas PEMOHON tidak bisa lagi dilaksanakan. Kondisi ini mengakibatkan kerugian baik moril maupun materiil bagi Penggugat karena tidak bisa melakukan aktivitas pendidikan, tidak bisa melaksanakan kegiatan keagamaan dan atau kegiatankegiatan aktivitas sosial lainnya, termasuk tidak terbatas kepada memanfaatkan fasilitas-fasilitas prasarana dan sarana yang dimiliki oleh Penggugat, seperti misalnya sekolah, Masjid, asrama, dan lain-lain.
102
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
3. Bahwa PEMOHON 2 s/d PEMOHON 8, adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Organisasi Non-Pemerintah (ORNOP) di Indonesia yang peduli dengan Permasalahan Hak Asasi Manusia serta persoalan ketidakadilan, Hukum, dan Demokratisasi di Indonesia secara swadaya atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang bergerak, berminat dan didirikan atas dasar kepedulian untuk mendapatkan penghormatan, perlindungan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia untuk masyarakat di Indonesia. Bahwa PEMOHON 2 s/d PEMOHON 8, telah berperan aktif dalam menyikapi persoalan-persoalan Hak Asasi Manusia, Ketidakadilan, Hukum, dan Demokratisasi baik yang terjadi di tingkat nasional maupun internasional. Atas hal tersebut PEMOHON 2 s/d PEMOHON 8, memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon Uji Materiil karena terdapat keterkaitan sebab akibat (causal verband) sehubungan dengan disahkannya Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Tentang larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat, Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaah Ahmadiyah di wilayah Provinsi Banten, Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Sumbar, Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang. 4. Bahwa PEMOHON 2 s/d PEMOHON 8, adalah warga Negara yang mewakili kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama, memiliki hak atas pengakuan, jaminan dan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama dihadapan hukum; berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan Negaranya, yang merupakan hak hukum dan hak konstitusional yang dijamin dan dilindungi di Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. HAK-HAK PARA PEMOHON tersebut secara jelas dan tegas dinyatakan dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2); pasal 28A; pasal 28C ayat (2), dan pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Tahun 1945, serta Pasal 1 Ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Hak Uji Materiil. 5. Bahwa PEMOHON 9 dan PEMOHON 11, adalah perorangan yang merasa dirugikan akibat dikeluarkannya Peraturan Gubernur a quo, dimana hakhaknya sebagai warga negara yang dijamin dalam Konstitusi dan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan agama dan kepercayaannya di larang dan dibatasi oleh Peraturan Gubernur a quo. Bahwa berdasarkan uraian tersebut, PARA PEMOHON memiliki kedudukan hukum dan kepentingan konstitusional (legal standing) sebagai Pemohon Keberatan atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun Terali Besi Untuk Korban
103
2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahamidiyah Indonesia Di Jawa Barat, Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaah Ahmadiyah di Wilayah Provinsi Banten, Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Sumbar, Tertanggal 24 Maret 2011, Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang, sehingga Mahkamah Agung Republik Indonesia patut menerima Permohonan Keberatan ini. F. PERATURAN YANG DISKRIMINATIF Pada tanggal 6 Februari 2011 terjadi penyerangan oleh ratusan orang terhadap Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik Pandeglang Banten, yang mengakibatkan 3 orang Jemaat Ahmadiyah meninggal, puluhan luka-luka, serta terjadi perusakan terhadap aset harta benda lainya milik Jemaat Ahmadiyah, paska penyerangan tersebut, pro dan kontra penolakan Ahmadiyah semakin memanas, hingga perkembangan terakhir yaitu beberapa kepala daerah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) dan Peraturan Gubernur & Walikota yang intinya melarang aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di daerahnya. Tercatat sudah ada 7 (lima) daerah yang mengeluarkan peraturan serupa, antara lain Kota Samarinda, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Bogor Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Sumatera Selatan. Sebelumnya, sudah ada 7 (tujuh) daerah lainnya yang melarang aktivitas JAI, diantaranya adalah Lombok Timur, Cianjur, Sukabumi, Kuningan, dan Garut. Jumlah tersebut bukan tidak mungkin akan terus bertambah seiring dengan bergulirnya sikap penolakan terhadap aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Peraturanperaturan tersebut dibentuk dengan tujuan untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, namun faktanya malah dijadikan alat legitimasi dan justifikasi untuk melakukan kekerasan terhadap kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Secara kaedah, peraturan-peraturan tersebut diatas bersifat diskriminatif karena hanya mengatur sekelompok orang tertentu dalam hal ini Jemaat Ahmadiyah. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan: ...diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung maupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, ekonomi yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan hak asasi manusia. Peraturan-peraturan daerah yang melarang kegiatan Jemaat Ahmadiyah adalah merupakan pembatasan hak asasi manusia untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya sebagaimana dijamin di dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
104
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
Peraturan-peraturan yang bersifat diskriminatif ini bertentangan dengan cita-cita luhur kemerdekaan bangsa Indonesia sebagaimana tersurat di dalam mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 : ...untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.... Perlindungan ini termasuk didalamnya adalah Jemaat Ahmadiyah yang bersamasama dengan tokoh dan masyarakat lainnya memberikan kontribusi dan turut berjuang di dalam tercapainya kemerdekaan Indonesia. Keberadaan Ahmadiyah sendiri di Indonesia telah ada sejak tahun 1925. Makna Negara Demokrasi dan Negara Hukum atau menurut istilah umum Demokrasi Konstitutional dimana kekuasaan harus dibatasi oleh hukum termasuk kekuasaan Negara/pemerintah dan rakyat. Artinya tidak boleh ditolerir kekuasaan yang sewenang-wenang atau tirani kekuasaan dari pihak manapun termasuk tirani kekuasaan mayoritas yang mengunakan dalil agama Islam terhadap minoritas Ahmadiyah. Apabila tirani mayoritas ini ditolerir maka korbannya akan menjalar kepada kelompok-kelompok minoritas lainnya yaitu Hindu, Bali, Kristen, Katholik, Budha dan Konghucu. Negara dapat melakukan pembatasan Hak Asasi Manusia dengan memberlakukan peraturan perundang-undangan untuk semua warga negara, bukan dengan pembentukan peraturan yang bersifat diskriminatif pada kelompok tertentu dalam hal ini hanya pada Jemaat Ahmadiyah. Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Ratifikasi Konvensi International tentang Hak-hak Sipil dan Politik menegaskan bahwa kebebasan beragama merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Selanjutnya penjaminan dan pembatasan hak asasi manusia diatur di dalam Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945, pasal 37 Undang-Undang Nomor Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Ratifikasi Konvensi International tentang Hak-hak Sipil dan Politik, yang pada prinsipnya menyatakan bahwa hak dan kebebasan yang diatur di dalam undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan Undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa. Pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah in casu Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahamidiyah Indonesia Di Jawa Barat, Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaah Ahmadiyah di Wilayah Provinsi Banten, Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Sumbar, Tertanggal 24 Maret 2011, Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang, bertentangan dengan ketentuan tersebut diatas, karena tidak ditujukan untuk menjamin pengakuan dan penghormatan hak asasi manusia dan juga bukan peraturan yang setingkat dengan Undang-Undang. Terali Besi Untuk Korban
105
G. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN G. 1. FORMIL Bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Asas-asas tersebut merupakan syarat formil yang harus ditaati dan karenanya jika dilanggar harus dibatalkan demi hukum. Pasal 5 Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perudang-undangan yang baik yang meliputi : a. Kejelasan tujuan; b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c.
Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d.
Dapat dilaksanakan;
e.
Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f.
Kejelasan rumusan; dan
g. Keterbukaan. Menimbang ketentuan sebagaimana disebutkan diatas, PARA PEMOHON mengajukan permohonan Uji Formil dengan alasan sebagai berikut : G. 1. 1. PARA TERMOHON TIDAK BERWENANG MENGELUARKAN PERATURAN A QUO SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 5 HURUF B UU NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PASAL 10 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Bahwa Peraturan Gubernur a quo bertentangan dengan ketentuan tentang pemerintahan daerah, dimana pada pokoknya diatur bahwa masalah keagamaan bukanlah otoritas pemerintah di daerah, melainkan otoritas dari pemerintah pusat. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah diatur di dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah sebagai berikut : 1) Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan : Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c.
106
keamanan;
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
d.
yustisi;
e.
moneter dan fiskal nasional; dan
f.
agama
2) Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah : Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: 1) perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 3) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4) penyediaan sarana dan prasarana umum; 5) penanganan bidang kesehatan; 6) penyelenggaraan pendidikan; 7) penanggulangan masalah sosial; 8) pelayanan bidang ketenagakerjaan; 9) fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; 10) pengendalian lingkungan hidup; 11) pelayanan pertanahan; 12) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 13) pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14) pelayanan administrasi penanaman modal; 15) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan 16) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan. Berdasarkan ketentuan ini maka Peraturan-Peraturan a quo telah melampaui kewenangan yang telah diberikan oleh Undang-Undang dengan mengambil alih masalah penentuan pelarangan atas agama dan kepercayaan tertentu yang merupakan kewenangan atau otoritas dari Pemerintah Pusat. Apabila dilihat dari isi peraturan-peraturan a quo maka ketentuan yang diatur berkaitan dengan urusan agama yaitu larangan terhadap Jemaat Ahmadiyah dalam penyebaran penafsiran dan aktivitas yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam bukan mengatur urusan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Adapun isi dari peraturan-peraturan a quo sebagai berikut : 1. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahamidiyah Indonesia Di Jawa Barat yang mengatur tentang Larangan Aktifitas Ahmadiyah dimana dinyatakan: Terali Besi Untuk Korban
107
penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah dilarang melakukan aktifitas dan/atau kegiatan dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan kegiatan penyebaran penafsiran dan aktivitas yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam(Pasal 3 ayat 1) 2. Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaah Ahmadiyah di Wilayah Provinsi Banten. yang mengatur tentang : Setiap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam dilarang melakukan aktivitas/kegiatan yang bertentangan dengan pokok-pokok ajaran agama Islam di Provinsi Banten. 3. Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Sumbar, Tertanggal 24 Maret 2011, yang mengatur tentang: Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah dilarang melakukan kegiatan dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan kegiatan penyebaran penafsiran dan aktivitas yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam(Pasal 3 ayat 1) 4. Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang, yang mengatur tentang : larangan Ahmadiyah untuk melakukan aktivitas/kegiatan dalam bentuk apapun di wilayah Kabupaten Pandeglang(Pasal 2 ayat 1) Peraturan-peraturan a quo pada pokoknya berkaitan dengan urusan agama yaitu pelarangan terhadap seluruh kegiatan atau aktivitas jemaat Ahmadiyah yang bertentangan dengan ajaran agama Islam mainstream. Permasalahan ketertiban dan keamanan yang menjadi landasan Termohon menerbitkan peraturan a quo merupakan tanggungjawab dari Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yaitu : Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c.
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Kehadiran kebijakan lokal terkait pelarangan kegiatan Ahmadiyah di beberapa tempat justru dijadikan alat legitimasi dan justifikasi untuk melakukan kekerasan oleh sekelompok golongan dengan melawan hukum. Berbagai laporan independen termasuk Laporan Komnas HAM 2006 menyebutkan Fatwa MUI dan kebijakan lokal (SKB dan Perda) telah dijadikan alat pembenaran dan pengesahan bagi massa
108
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
anti Ahmadiyah untuk melakukan kekerasan. Tujuan dikeluarkannya peraturan a quo untuk memelihara ketertiban dan keamanan sebagaimana dinyatakan oleh Termohon malah justru akan meningkatkan eskalasi kekerasan terhadap anggota Jemaat Ahmadiyah, tercatat 56 kasus kekerasan yang dilakukan terhadap anggota Ahmadiyah paska peristiwa Cikeusik. G. 1. 2. PARA TERMOHON TIDAK BERWENANG UNTUK MENGELUARKAN PERATURAN A QUO KARENA BERTENTANGAN DENGAN PASAL 2 DAN PASAL 3 PENETAPAN PRESIDEN NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU P E N O DA A N A G A M A Y A N G M E N E N TU K A N B A H W A PERMASALAHAN ORGANISASI YANG TERKAIT DISELESAIKAN DI TINGKAT PEMERINTAH PUSAT YAITU PRESIDEN Bahwa Peraturan Gubernur a quo bertentangan dengan Pasal 2 ayat (2) Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahaan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama, karena kewenangan untuk melarang seluruh kegiatan JEMAAT AHMADIYAH berada di tangan Presiden, itupun baru dilakukan oleh Presiden setelah Presiden mendapatkan pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Bahwa Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahaan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama, telah melarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu; penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokokpokok ajaran agama itu. (Pasal 1 UU PNPS 1/65). Bahwa kemudian Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahaan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama tersebut, dalam Pasal 2 mengatur bahwa bagi barangsiapa melanggar ketentuan dalam Pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Sedangkan bagi organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan itu apabila melanggar Pasal 1 Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahaan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama tersebut, maka Presiden RI dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan organisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapatkan pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. (Pasal 2 ayat (1)). Bahwa dengan demikian hanyalah Presiden RI setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri yang berwenang untuk melarang organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan itu Terali Besi Untuk Korban
109
apabila melanggar Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahaan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama tersebut. Oleh karena itu Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, Gubernur Sumatera Barat, dan Bupati Pandeglang, tidak berwenang sama sekali untuk mengurusi organisasi atau aliran kepercayaan, apalagi untuk menyatakan organisasi atau aliran kepercayaan melanggar ketentuan Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahaan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama. Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, Gubernur Sumatera Barat, dan Bupati Pandeglang, tidak berwenang (onbevogheid rationee materiae) untuk menyatakan melarang seluruh kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan semua aktivitasnya yang bertentangan dengan Ajaran Agama Islam. Dengan demikian Peraturan a quo yang telah melarang seluruh kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dan semua aktifitasnya yang bertentangan dengan Ajaran Agama Islam adalah bertentangan dengan Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahaan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama. G. 1. 3. PARA TERMOHON TIDAK BERWENANG MENGELUARKAN PERATURAN-PERATURAN A QUO KARENA BERTENTANGAN DENGAN PRINSIP DUE PROCESS OF LAW DAN BERSIFAT EXECUTIVE HEAVY Bahwa dalam Negara hukum yang demokratis, pelarangan terhadap sesuatu oleh Pemerintah, Instansi maupun Pejabat Negara lainnya harus menghormati prinsip due process of Law dimana hanya institusi pengadilanlah yang berwenang untuk melakukannya. Bahwa dahulu Pemerintah dapat membubarkan suatu partai politik tanpa melalui proses peradilan, yang kemudian hal semacam itu ditiadakan dengan Perubahan UUD 1945 yang dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa pembubaran partai politik menjadi salah satu kewenangan Mahkamah konstitusi. Dalam proses ini Pemerintah bisa menjadi Pemohon ke MK berdasarkan ketentuan pasal 68 ayat (1) UU No. 24 tahun 2003 tentang MK. Kesemua kewenangan Pemerintah tersebut merupakan ciri dari kekuasaan yang terlalu berat kepada Eksekutif (Executive Heavy) yang melanggar prinsip check and Balances. (argumentasi yang sama lihat dalam pertimbangan Hakim MK dalam Putusan MK No. 6-13-20/PUU-VII/2010 halaman 239.) Bahwa hal-hal yang berkaitan dengan penegakkan hukum dan keadilan menurut ketentuan pasal 24 ayat (1) UUD 1945 bahwa kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Bahwa untuk penegakkan hukum dan keadilan, menurut Pasal 24 ayat (2) UUD 1945. Pelakunya adalah kekuasaan kehakiman yaitu sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
110
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
Negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi. (argumentasi yang sama lihat dalam pertimbangan Hakim MK dalam Putusan MK No. 6-13-20/PUU-VII/2010 halaman 240.) Bahwa suatu negara hukum seperti Indonesia, mutlak adanya due process of Law yaitu penegakkan hukum dalam suatu sistem peradilan. Apabila ada suatu perbuatan dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum maka prosesnya harus melalui putusan pengadilan sehingga suatu pelarangan terhadap Jemaat Ahmadiyah tidak dapat diserahkan pada suatu instansi atau pejabat pemerintahan tanpa melalui putusan pengadilan. (argumentasi yang sama lihat dalam pertimbangan Hakim MK dalam Putusan MK No. 6-13-20/PUU-VII/2010 halaman 239.) Bahwa meskipun menurut Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 kebebasan seseorang dapat dibatasi dengan UU, akan tetapi pembatasan tersebut hanya untuk tujuan yang secara tegas disebutkan yakni semata-mata untuk pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban dalam suatu masyarakat demokratis. Pemberian kewenangan untuk melakukan pelarangan atas sesuatu yang merupakan pembatasan hak asasi tanpa melalui due process of law, jelas tidak tersmasuk dalam pengertian pembatasan kebebasan seperti yang dimaksud pasal 28J ayat (2) UUD 1945. (pertimbangan Hakim MK dalam Putusan MK No. 6-13-20/PUU-VII/2010 halaman 242.) G. 1. 4. BERTENTANGAN DENGAN ASAS KETERBUKAAN DAN PARTISIPASI SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 53 UU NO.10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERUNDANG-UNDANGAN Pembentukan Peraturan a quo bertentangan pasal 53 dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 sebagai berikut : Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. Peraturan a quo dalam mengeluarkan keputusannya hanya satu pihak saja yakni hanya memperhatikan Fatwa MUI Nomor 11/Munas VII/MUI/15/2005 tentang Aliran Ahmadiyah, Surat MUI Kabupaten Pandeglang Nomor 03/MUIPDG/2011 perihal Pernyataan Sikap MUI Kabupaten Pandeglang tentang Jemaat Ahmadiyah dan Pernyataan Sikap Forum Komunikasi Ulama dan Tokoh Masyarakat Kabupaten Pandeglang pada tanggal 20 Februari 2011 tanpa memperhatikan partisipasi publik yang luas seperti kalangan akademisi, kelompok independen dan perwakilan masyarakat sipil lainnya. Lebih jauh juga kelompok Ahmadiyah tidak pernah dimintai klarifikasi atau didengarkan pendapatnya. Pertimbangan yang digunakan dalam mengeluarkan keputusan adalah Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bukan lembaga Negara. Pengakomodasian tuntutan hanya satu kelompok masyarakat (dalam hal ini MUI) kedalam satu kebijakan ketatanegaraan jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip dan azas-azas Terali Besi Untuk Korban
111
pembentukan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 10 tahun 2004. Kebijakan pemerintahan seharusnya terikat dalam prinsip melindungi segenap bangsa Indonesia sebagiamana disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945. G. 1. MATERIIL G. 2. 1. PERATURAN-PERATURAN A QUO BERTENTANGAN DENGAN PASAL 22, PASAL 30, PASAL 35, PASAL 69, PASAL 71 UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DIMANA HAK KEBEBASAN PRIBADI, PIKIRAN DAN HATI NURANI SERTA HAK BERAGAMA ADALAH HAK YANG TIDAK DAPAT DIKURANGI DALAM KEADAAN APAPUN DAN OLEH SIAPAPUN Hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan bahkan pelarangan-pelarangan dan tindakan-tindakan yang anarkhis yang dilakukan oleh sekelompok orang atau suatu organisasi kemasyarakatan tertentu tersebut pada pokoknya adalah bertujuan agar JEMAAT AHMADIYAH tidak melaksanakan kegiatannya di dalam menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakininya, hal mana telah terjadi secara berkesinambungan dalam rentang waktu yang panjang. Bahwa hal tersebut jelasjelas telah melanggar hak asasi JEMAAT AHMADIYAH di dalam menjalankan agama, kepercayaan dan keyakinan yang diyakini kebenarannya oleh JEMAAT AHMADIYAH dan juga telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu : 1. Pasal 22 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi : 1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dan di dalam Penjelasan-nya berbunyi : (1) Yang dimaksud dengan hak untuk bebas memeluk agamanya dan kepercayaannya adalah hak setiap orang untuk beragama menurut keyakinannya sendiri, tanpa adanya paksaan dari siapapun juga. 2. Bahwa dalam UU HAM Pasal 22 ayat 1 menjelasakan Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; 3. Bahwa dalam UU HAM Pasal 22 ayat 2 menjelaskan Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;
112
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
4. Bahwa dalam UU HAM Pasal 30 menjelaskan Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; 5. Bahwa dalam UU HAM Pasal 35 menjelaskan Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman, dan tenteram, yang menghormati, melindungi, dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam Undangundang ini; 6. Bahwa dalam UU HAM Pasal 69 ayat 1 menjelaskan Setiap warga negara wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; 7. Bahwa dalam UU HAM Pasal 69 ayat 2 menjelaskan Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya; 8. Bahwa dalam UU HAM Pasal 71 menjelaskan Pemerintah wajib dan bertanggungjawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan diatas, dengan dikeluarkannya Pergub a quo, Pemerintah tidak memberikan jaminan kemerdekaan setiap warga Negara untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pemerintah Daerah yang memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan hak asasi manusia tidak melaksanakan kewajibannya. Perlindungan yang seharusnya di berikan oleh warga Ahmadiyah paskah tragedi Cikeusik dimana terdapat 3 (tiga) orang meninggal dunia dan sejumlah orang luka serius tidak dilakukan yang kemudian disikapi dengan mengeluarkan peraturan larangan aktivitas Ahmadiyah. Ahmadiyah yang menjadi korban dari peristiwa tersebut harus dikorbankan kembali dengan pembatasan pelarangan aktivitas/kegiatan Ahmadiyah dalam bentuk apapun di wilayah Kabupaten Pandeglang. Tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip penghormatan atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana dijamin dalam konstitusi dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Seharusnya Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang bertindak membela dan mempertahankan prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi, hukum dan HAM kepada seluruh rakyat Indonesia yang beragam bukan mengakomodir sebagian kelompok tertentu dalam masyarakat yang mendiskriditkan kelompok minoritas.
Terali Besi Untuk Korban
113
G. 2. 2. Peraturan-PERATURAN A QUO bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) 1) Pasal 18 ayat (1) : Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini meliputi kebebasan untuk memeluk suatu agama atau kepercayaan pilihannya sendiri dan kebebasan baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain secara terbuka atau pribadi, menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan beribadah, mentaati, mengamalkan dan pengajaran. 2) Pasal 18 ayat (2) : Tidak seorangpun dapat dipaksa sehingga kebebasannya terganggu untuk menganut atau memeluk suatu agama atau kepercayaan pilihannya sendiri. 3) Pasal 18 ayat (3) : Kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan yang hanya dapat dikenai pembatasan-pembatasan yang ditentukan hukum dan yang diperlukan untuk melindungi keselamatan, ketertiban, kesehatan ataupun moral umum atau hak asasi dan kebebasan orang lain. Negara telah memberikan jaminan kebebasan memeluk agama dan keyakinan sebagaimana tercantum dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini termasuk di dalam ruang lingkup forum internum yaitu kebebasan yang terdapat dalam kehidupan spiritual yaitu kebebasan berpikir, berkesadaran (hati nurani), beragama atau berkeyakinan di pandang mutlak. Negara tidak boleh mencampuri keyakinan seseorang karena keyakinan agama berhubungan dengan hati manusia dengan Tuhannya. Pikiran, hati manusia, keyakinan seseorang tidak bisa dipaksakan. Dalih yang digunakan oleh kelompok mayoritas bahwa Ahmadiyah berbeda atau bertentangan dengan akidah Islam. Apakah jika ada perbedaan pendapat apakah kelompok ini berhak dizalimi, dihakimi, diancam, diambil harta bendanya dll? Siapa yang bisa menghakimi atau mengadili bahwa pendapatnya yang benar? Hanya Tuhanlah yang berhak mengadili bukan manusia, bukan pula pemerintah. Negara memiliki kewenangan membuat pembatasan kebebasan mengekspresikan agama dan keyakinannya. Hal ini masuk dalam forum eksternum yaitu kebebasan eksternal di dalam konteks realitas kebudayaan dan struktur sosial dimana individu berinteraksi dengan individu yang lain yang juga memiliki kebebasan. Hak untuk mengekspresikan agamanya ini dapat ditangguhkan dan dibatasi dengan Undang-Undang dengan perlindungan terhadap: kebebasan orang lain, moral publik, nilai-nilai agama, keamanan publik dan ketertiban publik sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan
114
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik). Peraturan-peraturan a quo adalah peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang yang mengatur permasalahan pembatasan Jemaat Ahmadiyah dalam menjalankan kebebasan memeluk agama dan keyakinannya yang dijamin di dalam konstitusi. Sehingga Pergub a quo bertentangan dengan ketentuan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang sudah diadopsi di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) dimana yang diatur di dalam Peraturan-peraturan a quo adalah permasalahan yang masuk ke dalam ruang lingkup forum internum yaitu pelarangan aktivitas Ahmadiyah dalam bentuk apapun sedangkan yang dapat dibatasi hak untuk mengekspresikan agamanya misalkan hak menyebarkan agamanya. G. 2. 3. PERATURAN-PERATURAN A QUO BAHKAN TELAH MALAMPAUI DAN BERTENTANGAN DENGAN SURAT KESEPAKATAN BERSAMA SKB MENAG, JAKSA AGUNG, DAN MEDAGRI NOMOR: 3 TAHUN 2008, NOMOR: KEP-033/A/JA/6/2008, NOMOR: 199 TAHUN 2008 TENTANG PERINGATAN DAN PERINTAH KEPADA PENGANUT, ANGGOTA, DAN/ATAU ANGGOTA PENGURUS JAI DAN WARGA MASYARAKAT. Bahwa Peraturan-Peraturan a quo bertentangan dan melampaui isi dari SKB tiga menteri tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau anggota Pengurus JAI dan warga Masyarakat. Bahwa isi SKB tersebut, khususnya yang ditujukan kepada Jemaat Ahmadiyah, hanya mengatur pelarangan yang terbatas sebagaimana disebutkan pada point pertama hingga point ketiga sebagai berikut : Kesatu: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. Kedua: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. Ketiga: Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya. Terali Besi Untuk Korban
115
Keempat: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Kelima: Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keenam: Memerintahkan kepada aparat Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini. Ketujuh: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, 09 Juni 2008. Bahwa point kedua SKB tersebut secara jelas telah mengatur mengenai bentuk aktivitas yang dilarang. Karenanya bentuk-bentuk larangan lainnya diluar yang diatur oleh SKB sesungguhnya telah melampaui isi dari SKB itu sendiri. Peraturan-peraturan a quo berisi pelarangan terhadap beberapa hal sebagaimana disebutkan dalam isinya yakni : Aktivitas/kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. menyebarkan ajaran Ahmadiyah secara lisan dan/atau tulisan baik langsung maupun melalui media cetak ataupun elektronik; b. memasang papan nama atau identitas lain Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang dapat diketahui umum; c.
memasang papan nama pada Masjid, mushola, lembaga pendidikan dan lain-lain dengan identitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI);
d.
menggunakan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam segala bentuknya;
e.
menyebarkan penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam.
Bahwa atas meluasnya dan/atau melampauinya bentuk-bentuk pelarangan yang diatur dalam peraturan-peraturan a quo, maka jelaslah secara materiil peraturanperaturan a quo juga bertentangan dengan SKB Tiga menteri tersebut. Bahwa semua Larangan tersebut tidak sesuai dengan aturan pembatasan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Bahwa menurut Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 kebebasan seseorang dapat dibatasi hanya dengan UU, selain itu pembatasan tersebut hanya untuk tujuan yang secara tegas disebutkan yakni semata-mata untuk pengaukan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, niali-nilai agama, keamanan dan ketertiban dalam suatu masyarakat demokratis.
116
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
G. 2. 4. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT BERTENTANGAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA Bahwa dalam melaksanakan sosialisasi Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011, TERMOHON 1 telah melibatkan TNI sebagai narasumber sosialisasi Keputusan Bersama Tiga Menteri yaitu Komando Daerah Militer III Siliwangi dan Komando Daerah Militer Jaya (Kodim Bekasi dan Kodim Depok) sebagai nara sumber sosialisasi Keputusan Bersama Tiga Menteri, (jo Pasal 5 ayat (3) huruf c Peraturan a quo). Pelibatan TNI dalam urusan agama merupakan pelanggaran atau bertentangan dengan Pasal 1 : Kode Etik Aparat Penegak Hukum di dalam Resolusi Majelis Umum Nomor 34/169 tahun 1979 yang menyatakan Aparat penegak hukum harus memenuhi tugas-tugas berdasarkan UU dengan melayani masyarakat dan melindungi semua orang dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum, konsisten dengan tingginya tanggung jawab yang diminta profesinya. Selanjutnya tugas TNI antara lain perang, ancaman terorisme, membantu kepolisian dalam tugas keamanan dan ketertiban (UU No. 34 tahun 2004). Mengingat ketentuan-ketentuan tersebut diatas maka tindakan yang dilakukan oleh aparat sudah diluar kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang karena tidak memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat malahan mereka menjadi aktor di dalam permasalahan konflik keagamaan. Bahwa pelibatan TNI sebagai nara sumber dalam Peraturan Gubernur a quo merupakan pelanggaran dan bertentangan dengan Jati Diri TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf c UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI yang berbunyi : Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras dan golongan agama Tindakan ini bertentangan dengan Pasal 1 : Kode Etik Aparat Penegak Hukum di dalam Resolusi Majelis Umum Nomor 34/169 tahun 1979 yang menyatakan Aparat penegak hukum harus memenuhi tugas-tugas berdasarkan UU dengan melayani masyarakat dan melindungi semua orang dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum, konsisten dengan tingginya tanggung jawab yang diminta profesinya. Selanjutnya tugas kepolisian adalah mempertahankan keamanan & ketertiban sosial, menegakkan hukum dan memberi perlindungan (UU Nomor 2 tahun 2002) dan tugas TNI antara lain perang, ancaman terorisme, membantu kepolisian dalam tugas keamanan dan ketertiban (pasal 7 ayat 2 UU No. 34 tahun 2004). Bahwa pelibatan TNI sebagai nara sumber dalam Peraturan Gubernur a quo juga telah melanggar dan bertentangan dengan Fungsi TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI, dimana ditegaskan : Terali Besi Untuk Korban
117
(1) TNI, sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai : a. penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa; b. penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan c.
pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.
Mengingat ketentuan-ketentuan tersebut diatas maka tindakan yang dilakukan oleh TNI sudah diluar kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang karena tidak memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat tanpa dikriminasi. G. 2. 5. PERATURAN-PERATURAN A QUO BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1986 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN 1. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahamidiyah Indonesia Di Jawa Barat yang mengatur tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah yang meliputi : a. penyebaran Ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan, ataupun melalui media elektronik; b. pemasangan papan nama organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia di tempat umum; c.
pemasangan papan nama pada rumah peribadatan, lembaga pendidikan dan lain sebagainya dengan identitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia; dan
d.
penggunaan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam bentuk apapun.
2. Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaah Ahmadiyah di Wilayah Provinsi Banten, yang mengatur tentang : setiap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam dilarang melakukan aktivitas/kegiatan yang bertentangan dengan pokok-pokok ajaran agama Islam di Provinsi Banten, yang meliputi : a. menyebarkan ajaran Ahmadiyah secara lisan dan/atau tulisan baik langsung maupun melalui media cetak ataupun elektronik; b. memasang papan nama atau identitas lain Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang dapat diketahui umum;
118
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
c.
memasang papan nama pada Masjid, mushola, lembaga pendidikan dan lain-lain dengan identitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI);
d.
menggunakan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam segala bentuknya;
e.
menyebarkan penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokokpokok ajaran agama Islam.
3. Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Sumbar, Tertanggal 24 Maret 2011, yang mengatur tentang : Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah dilarang melakukan kegiatan dalam bentuk apapu sepanjang berkaitan dengan kegiatan penyebaran penafsiran dan aktivitas yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam (Pasal 3 ayat 1). Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Penyebaran Ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan ataupun melalui media elektronik. b. Pemasangan papan anama organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia di tempat umum. c.
Pemasangan papan nama pada rumah peribadatan, lembaga pendidikan dan lain seagainya dengan identitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
d.
Penggunaan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam bentuk apapun.
4. Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang, yang mengatur tentang larangan aktivitas Ahmadiyah : Pasal 2 (1) Untuk menjaga dan memelihara kondusifitas dan stabilitas keamanan, ketenteraman dan ketertiban d i Kabupaten Pandeglang, Organisasi/Aliran Ahmadiyah tidak diperkenankan/dilarang melakukan aktivitas/kegiatan dalam bentuk apapun di wilayah Kabupaten Pandeglang; (2) Termasuk dalam pengertian organisasi/aliran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu kelompok, pengurus dan/atau anggota Organisasi/Aliran Ahmadiyah; (3) Aktivitas/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi penyebaran faham, menceritakan, menganjurkan atau segala usaha, upaya perbuatan penyebaran faham.
Terali Besi Untuk Korban
119
G. 2. 6. BAHWA PERATURAN-PERATURAN A QUO TELAH MELANGGAR DAN BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN Bahwa larangan untuk memasang papan nama dan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam bentuk apa pun telah melanggar ketentuan yang diatur dalam PP No. 18 tahun 1986 yang menyebutkan dalam Pasal 11. Organisasi kemasyarakatan dapat memasang papan nama dan lambang organisasi pada semua tingkat kepengurusan yang pengaturannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Bahwa Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah suatu badan hukum yang sah dan tidak pernah dibubarkan, sehingga pemasangan papan nama dan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dibenarkan oleh PP No. 18 tahun 1986 dan dengan demikian, melalui larangan tersebut, peraturan-peraturan a quo telah melarang sesuatu yang diizinkan dan diatur dalam ketentuan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan Pemerintah, dalam hal ini Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. H. KESIMPULAN DAN PERMOHONAN Atas dasar alasan-alasan di atas PARA PEMOHON meminta agar Mahkamah Agung sebagai lembaga yang berwenang menguji peraturan di bawah undangundang yang bertentangan dengan peraturan diatasnya memutuskan sebagai berikut : 1) Menerima dan mengabulkan permohonan ini; 2) Menyatakan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia Di Jawa Barat, Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaah Ahmadiyah di Wilayah Provinsi Banten, Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Sumbar, Tertanggal 24 Maret 2011, dan Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang, bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1), Pasal 10 ayat (3) Pasal 12, Pasal 53 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, jo Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, jo Pasal 22, Pasal 30, Pasal 35, Pasal 69 dan Pasal 71 UndangUndang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, jo Pasal 2 dan Pasal 3 UU PNPS Nomor 1 tahun 1965, jo Pasal 18 ayat (1), Pasal 18 (2), Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik);
120
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
3) Menyatakan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia Di Jawa Barat, Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaah Ahmadiyah di Wilayah Provinsi Banten, Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Sumbar, Tertanggal 24 Maret 2011, dan Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang, tidak sah dan tidak berlaku secara umum; dan 4) Memerintahkan PARA TERMOHON untuk mencabut Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia Di Jawa Barat, Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaah Ahmadiyah di Wilayah Provinsi Banten, Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Pelarangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Sumbar, Tertanggal 24 Maret 2011, dan Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Larangan Aktivitas Ahmadiyah di Pandeglang. Jakarta, 19 April 2011 KUASA HUKUM PARA PEMOHON Tim Advokasi Jaringan Masyarakat Sipil Untuk Perlindungan Warga Negara Prof. Dr. Iur. Adnan Buyung Nasution, Dr. Todung Mulya Lubis, S.H. LL.M., Erna Ratnaningsih, S.H. LL.M., Alvon Kurnia Palma, S.H., Nurkholis Hidayat, S.H., Ali Nurdin, S.H. S.T., Uli Parulian Sihombing, S.H. LL.M., Choirul Anam, S.H., Indria Fernida Aphasony, S.H., Abdul Kadir Wokanubun S.H., Nasokah, S.HI., Syamsul Munir, S.HI., Febi Yonesta, S.H., Restaria F. Hutabarat, S.H., M.A., Kiagus Ahmad, S.H., Edy H. Gurning, S.H., Muhamad Isnur, S.HI., Alghiffari Aqsa, S.H., Tommy A. M. Tobing, S.H., Maruli Tua Raja Gukguk, S.H., Carolina S. Martha, S.H., Siti Aminah, S.H., Ali Akbar Tanjung, S.H., Siti Suparyati, S.H., LL.M., Syamsul Alam Agus, S.H., Chrisbiantoro, S.H., Sinung Karto, S.H., Fatmawati Djugo, S.H., Febri Diansyah, S.H., Wahyu Wagiman, S.H., Zainal Abidin, S.H., Andi Muttaqien S.H., Ikhana Indah Barnasaputri, S.H., Wahyudi Djafar, S.H., Betty Yolanda S.H. LLM., Rizki Zulkarnaen, S.H., Ridwan Bakar S.H., Antoni Manurung, S.H., Ade Wahyudin, S.HI, Vino Oktavia, S.H., Rony Saputra, S.H., Ardisal, S.H., Poniman, S.HI., Arip Yogiawan, S.H., Hanita Susilawati, S.H.
Terali Besi Untuk Korban
121
122
Upaya Hukum Terhadap Peraturan-Peraturan Diskriminatif
BAB IV MENGGUNAKAN MEKANISME HAM INTERNASIONAL
Laporan Alternatif Universal Periodic Review Dalam Sidang Dewan HAM PBB
Terali Besi Untuk Korban
123
124
Menggunakan Mekanisme HAM Internasional
MENGGUNAKAN MEKANISME HAM INTERNASIONAL, LAPORAN ALTERNATIF UNIVERSAL PERIODIC REVIEW DALAM SIDANG DEWAN HAM PBB A. PENGANTAR Selain menggunakan mekanisme nasional, LBH Jakarta bersama Jaringan juga menggunakan mekanisme HAM internasional. Mekanisme ini dilakukan karena mekanisme nasional saja dinilai tidak efektif dengan membandingkan berbagai langkah hukum yang telah ditempuh, maka mekanisme alternatif yang dapat digunakan adalah mekanisme HAM internasional. Baik yang berdasarkan piagam PBB (charter-based bodies) maupun yang berdasarkan perjanjian internasional (treaty-based bodies) Salah satu mekanisme HAM internasional adalah dengan memberikan laporan alternatif terhadap, Laporan Universal Periodic Review yang diserahkan dan dibacakan di Dewan HAM PBB. Di dalam Dewan HAM dibentuk mekanisme Universal Periodic Review yang akan menilai situasi HAM di 192 negara anggota PBB. Serta ada pula mekanisme Complaint Procedure yang memungkinkan individu dan organisasi mengajukan pengaduan tentang pelanggaran HAM agar diperhatikan oleh Dewan HAM. Setiap Negara Anggota PBB wajib memberikan Universal Periodic Review termasuk Indonesia, dan Kalangan NGO dan Komnas HAM bisa memberikan Laporan bayangan atas Laporan dari Pemerintah. Laporan ini disusun selama bulan Oktober-November 2011. UPR Indonesia kedua akan disidangkan pada bulan Maret 2012, setelah sebelumnya UPR pertama pada tahun 2008. Karena banyak dan beratnya kasus kebebasan beragama atau berkeyakinan, maka untuk pertama kali pula disusun Laporan Alternatif yang memang khusus membahas tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan. Di bawah ini terlampir Laporan Alternatif UPR Indonesia Tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan. B. LAPORAN ALTERNATIF UPR INDONESIA, TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEYAKINAN Pengantar 1. Laporan ini dipersiapkan oleh sejumlah CSOs yang berkonsentrasi dalam isu kebebasan beragama/berkeyakinan di Indonesia, yaitu: Human Rights Working Group (HRWG), LBH Jakarta, Wahid Institute, The Indonesia Legal Resource Center (ILRC), Setara Instutute, Elsam, Center for Marginalized Communities Studies (CMARs). 2. Laporan ini juga didesiminasikan dalam Workshop Nasional pada 11 November 2011 di Jakarta untuk mendapatkan pandangan dan masukan dari CSOs. Terali Besi Untuk Korban
125
3. Laporan ini disusun berdasarkan rekomendasi Working Group UPR 2008 untuk terus menerus memberikan perlindungan terhadap seluruh komponen masyarakat Indonesia. (Rekomendasi para 77.5), khususnya tentang ancaman dan kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah di Indonesia, serta perkembangan situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam rekomendasi para 78. LEGAL FRAMEWORK 1. Hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan memiliki landasan yuridis yang kuat. Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar bagi pengakuan, perlindungan, penghormatan dan pemajuan HAM, termasuk di dalamnya hak untuk beragama atau berkeyakinan. Namun demikian juga banyak terdapat produk hukum nasional yang mengancam kebebasan beragama dan berkeyakinan. Peraturan yang Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan: 2. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Pasal 29 ayat (2) menyatakan: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pasal 28E UUD RI, mengakui kebebasan setiap orang untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, serta berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Konstitusi memasukkan hak kebebasan beragama/berkeyakinan sebagai Hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable rights).36 3. Dalam UU No. 39/1999 tentang HAM bahwa kebebasan beragama/berkeyakinan merupakan bagian dari hak asasi manusia dan tidak dapat dikurangi (Pasal 4 UU HAM) Pasal 22 UU HAM menjamin kebebasan beragama, bahwa: (1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Selanjutnya Pasal 55 undang-undang ini menjamin hak beragama anak: Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat Intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali. 4. Dalam UU No. 23/2003 Tentang Perlindungan Anak (PA) juga diatur tentang hak atas beragama dan berkeyakinan yang dimiiliki oleh setiap anak. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya dalam bimbingan orang tua dan Negara/Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan latar belakang apapun (Pasal 6 dan 21). UU juga menjamin perlindungan beribadah menurut agama 36
126
Pasal 28 I UUD RI. Menggunakan Mekanisme HAM Internasional
anak, termasuk perlindungan anak yang belum dapat menentukan pilihannya,37 serta dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak, pemerintah wajib mengupayakan dan membantu anak agar anak dapat bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya.38 UU PA juga mengakui perlindungan khusus bagi anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, dengan menyediakan prasarana dan sarana untuk dapat mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri dan setiap orang dilarang menghalanghalangi anak mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya tersebut.39 5. Secara khusus beberapa pasal di dalam KUHP menyiratkan adanya perlindungan bagi kebebasan beragama atau berkeyakinan, diantaranya Pasal 156 jo. 157 tentang penebaran kebencian terhadap suatu golongan penduduk (golongan ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, dan kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara) dan Pasal 176 tentang menghalangi suatu pertemuan/aktivitas keagamaan. 6. UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 ayat (1) huruf a menjamin setiap anak mendapatkan pendidikan sesuai agamanya. Pasal ini menyebutkan: Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Peraturan yang Membatasi dan Mengancam Kebebasan Beragama/Berkeyakinan: 7. UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama sering digunakan oleh Pemerintah untuk membatasi hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 melarang setiap orang menceritakan penafsiran atau melakukan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran 6 (enam) agama resmi. Sementara Pasal 2 memberikan kewenangan kepada Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung, untuk memberikan peringatan kepada seseorang agar menghentikan kegiatan yang dilarang menurut Pasal 1 dan kepada Presiden untuk membubarkan organisasi atau aliran kepercayaan yang melanggar ketentuan Pasal 1. Bagi para pelaku yang melanggar Pasal 1 di atas diancam sanksi pidana paling lama 5 tahun hukuman penjara.40 8. UU No. 1/PNPS/1965 menjadi dasar keberadaan Pasal 156a KUHP mengenai pelarangan penafsiran menyimpang tentang suatu agama yang diakui di Indonesia. Pasal 156a KUHP digunakan sebagai delik mengkriminalisasi kelompok-kelompok agama/keyakinan minoritas dengan dalih penodaan agama resmi.41 37
Pasal 42 dan 43 UU PA. Pasal 56 ayat (1) UU PA. 39 Pasal 65 UU Perlindungan Anak. 40 Pasal 3 UU/PNPS/1965. 41 Pasal 156a KUHP menyebutkan: Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang utama di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran dari agama itu. 38
Terali Besi Untuk Korban
127
9. UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan pasal (8 (2), 61 (4), dan 64 (2)) juga menegaskan pengakuan 6 agama resmi di Indonesia sebagai identitas warga negara, sehingga mendiskriminasikan identitas pribadi kelompok agama/keyakinan/kepercayaan yang lain.42 10. Beberapa peraturan dan kebijakan lain yang mengancam kebebasan beragama dan berkeyakinan antara lain SKB 3 Menteri tahun 2008 yang intinya melarang aktivitas dan penyebaran Jemaat Ahmadiyah di Indonesia. Peraturan Daerah dan Surat Keputusan (di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota) yang melarang aktivitas dan penyebaran Ahmadiyah, serta kebijakan-kebijakan yang secara prinsip melanggar standard HAM Nasional dan Internasional, seperti Surat Keputusan pencabutan izin dan pelarangan pendirian rumah ibadah. (Annex 1) 11. Dari beberapa peraturan perundang-undangan di atas, pada praktiknya: a. Negara/Pemerintah masih cenderung menggunakan Pasal-pasal yang melanggar kebebasan beragama dibandingkan penggunaan peraturan yang menjamin kebebasan beragama. Seperti halnya peraturan larangan syiar kebencian (hate speech) yang diatur di dalam Pasal 156 jo 157 KUHP tidak pernah dijalankan untuk menindak para pelaku, bahkan dalam beberapa kasus Pemerintah terlibat secara aktif melakukan hate speech.43 b. Pemerintah selalu menggunakan UU No. 1/PNPS/1965 dalam menyikapi perbedaan pandangan keagamaan/keyakinan, sehingga kebijakan yang diambil adalah pelarangan, pembatasan, bahkan kriminalisasi, bukan menggunakan Pasal-pasal yang memberikan perlindungan dan jaminan kebebasan beragama. Contoh dalam kasus ini adalah sikap pemerintah terhadap kelompok Ahmadiyah dan lain-lain. c.
Sampai saat ini masih terjadi kebijakan diskriminatif terhadap kelompok minoritas keagamaan/keyakinan/kepercayaan dalam administrasi kependudukan. Kebijakan ini didasarkan kepada UU No. 1/PNPS/1965 dan UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan, sehingga hak atas identitas keagamaan/keyakinan kelompok Kepercayaan tidak diakui. Contohnya dalam kasus pembuatan KTP yang menimbulkan banyak hakhak lain terabaikan karena terganjal persyaratan KTP (administrasi).
d.
Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan UU Sisdiknas yang menjamin setiap peserta didik mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agamanya, namun dalam praktiknya tidak diterapkan bagi kelompokkelompok Kepercayaan dan agama/keyakinan minoritas lainnya, termasuk penyediaan pengajar sesuai agamanya.
42 Seperti contoh bagi para Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak berada di bawah naungan Kementerian Agama RI, tetapi masih berada di bawah naungan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, karena secara politik dan kebijakan, Indonesia belum mengakui kelompok ini sebagai agama resmi. 43 Seperti berbagai pernyataan Menteri Agama RI Suryadarma Ali menyikapi berbagai kasus Ahmadiyah.
128
Menggunakan Mekanisme HAM Internasional
Rekomendasi 12. Pertama, mendesak Pemerintah Indonesia untuk menjalankan Konstitusi yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia secara maksimal, khususnya Pasal 28E dan 29 (2) UUD, serta berbagai UU yang juga memberikan jaminan tersebut, seperti UU HAM. Kedua, mendesak Pemerintah untuk merevisi peraturan perundangan dan kebijakan yang mengancam kebebasan beragama dan berkeyakinan, seperti UU No. 1/PNPS/1965 dan UU No. 23/2006 (Administrasi Kependudukan). Khususnya tentang revisi UU No. 1/PNPS/1965 sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 140/PUU-VII/2009 tahun 2010. Ketiga, mendesak Pemerintah untuk mencabut Pasal 156a KUHP, SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah dan Peraturan-peraturan Daerah yang mengancam hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Keempat, mengimplementasikan pengajaran agama sesuai dengan ajaran agama dan keyakinan masing-masing sebagaimana dalam Pasal 12 (1) a UU Sisdiknas, termasuk pula menyiapkan pengajar yang sesuai dengan agama/keyakinan tersebut.
C. ISU DAN TEMA SERIUS: KASUS DAN PRAKTIK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEYAKINAN DI INDONESIA Penodaan Agama 13. Di Indonesia, setiap orang yang melakukan praktek dan tafsir agama di luar mainstream mayoritas dianggap melakukan penghinaan dan melakukan penodaan agama berdasarkan UU No. 1/PNPS/1965, dan dikriminalisasikan berdasarkan Pasal 156a KUHP. 14. Berdasarkan UU No. 1/PNPS/1965, otoritas untuk mengawasi, menilai, dan melarang praktek-praktek dan tafsir keagamaan di luar mainstream mayoritas dilakukan Jaksa Agung. Selanjutnya Jaksa Agung membentuk Tim Bakor Pakem berdasarkan keputusan No. KEP-004/J. A/01/1994 yang di tingkat pusat anggotanya terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kejaksaan Agung, Kementerian Agama, Kementerian Kehakiman, MABES TNI, BIN, dan Mabes Polri. 15. Praktek yang terjadi dalam penodaan agama terdapat beberapa karakter. Pertama, negara mengintervensi kebebasan beragama dan berkeyakinan yang bertentangan dengan konstitusi dan prinsip hak asasi manusia. Kedua, dalam berbagai kasus, tindakan yang dilakukan oleh pemerintah abuse of power karena sering kali berdasarkan permintaan dari kelompok-kelompok vigilante tanpa ukuran yang jelas dan tidak memenuhi prosedur hukum. Ketiga, dalam prakteknya tindakan pemerintah berdasarkan kepentingan politik di tingkat pusat maupun daerah. 16. Selain itu, keberadaan dan fatwa-fatwa sesat yang dikeluarkan oleh MUI secara sepihak dijadikan dasar hukum bagi pemerintah (pusat dan daerah) untuk mengkriminalisasikan kelompok-kelompok minoritas atas nama penodaan Terali Besi Untuk Korban
129
agama. Selain itu, fatwa MUI tersebut menjadi alasan bagi kelompok-kelompok islamis radikal melakukan berbagai tindakan kekerasan kepada kelompkkelompok minoritas. 17. Beberapa contoh kasus kriminalisasi penodaan agama berdasarkan UU Nomor 1/PNPS/1965 Jo. Pasal 156a KUHP, di antaranya adalah Putusan Pengadilan Tinggi Padang atas pengikut Qiyadah Islamiyah (2008), pelarangan Gernard Meliala di Sumatera Utara (Januari 2009), Drs. FX Marjana (2009), 44 penangkapan atas Pimpinan Aliran Nabi Akhir Zaman Danan Aritonang di Medan (Januari 2011), penangkapan atas aliran Satria Piningit di Jakarta (Januari 2009), penangkapan pengikut Pimpinan Kelompok Doa Sion Kota Allah dan 9 pengikutnya (Mei 2009) dan pembubaran aliran Tarikot Qodariyah Naqsabandiyah di Pandeglang, Banten oleh MUI dan Bakorpakem, dan kasus Richmond Bawengan (Februari 2011). Selain dari kasus-kasus di atas, terdapat pernyataan, dorongan dan Desakan dari Pemerintah Daerah dan MUI Daerah kepada Bakorpakem untuk membubarkan atau menghukum aliran-aliran yang dianggap sesat dan meresahkan masyarakat.45
Judicial Review/Upaya yang dilakukan oleh Civil Society 18. Pada Tahun 2010 Mahkamah Konstitusi telah memutus bahwa UU No. 1/PNPS/1965 direvisi untuk lebih menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan. Keputusan MK ini berdasarkan judicial review yang diajukan oleh masyarakat sipil.46 19. Sampai saat ini, putusan Mahkamah Konstitusi tersebut belum dijalankan efektif oleh pemerintah, dan dalam prakteknya UU No. 1/PNPS/1965 masih diberlakukan. Rekomendasi 20. Rekomendasi; Pertama, mendesak pemerintah Indonesia menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi untuk merevisi UU No. 1/PNPS/1965, dan menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak berlaku. Kedua, mendesak pemerintah Indonesia untuk membubarkan Bakorpakem karena bertentangan dengan konstitusi, prinsip-prinsip hak asasi manusia, dan dalam prakteknya menjadi satu-satunya lembaga yang melakukan perampasan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Ketiga, mendesak pemerintah Indonesia menghapuskan fatwa-fatwa sesat MUI karena bertentangan dengan konstitusi, melakukan penegakan hukum jika fatwa tersebut terbukti melahirkan berbagai tindakan kekerasan kepada kelompok-kelompok minoritas. 44 Beberapa kasus lainnya yaitu HB Jassin (1968) dihukum (1) satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun; Arswendo Atmowiloto (1990) divonis 5 tahun penjara; Saleh (1996), divonis 5 (lima) Tahun Penjara; Lia Eden & Abdurrahman Eden (2006 dan 2008); Ardi Husein (2005), Sumardin Tapayya (2005) 45 Setara Institute, Negara Harus Bersikap: Tiga Tahun Laporan Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia 2007-2009, h. 20, 46 dan 63. 46 Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 140/PUU-VII/2009 tahun 2010.
130
Menggunakan Mekanisme HAM Internasional
DISKRIMINASI DAN KEKERASAN TERHADAP AHMADIYAH 21. Salah satu permasalahan yang signifikan dan mendominasi kekerasan berdasarkan agama dan keyakinan dalam medio 2008-2011 adalah kasus-kasus kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah.47 22. Eskalasi kekerasan dan pelanggaran kebebasan beragama terhadap kelompok ini semakin meningkat sejak dikeluarkannya fatwa MUI pada tahun 1980, dan Fatwa MUI tahun 2005 yang menyatakan bahwa Ahmadiyah sesat dan menyimpang dan selanjutnya meminta pemerintah melarang penyebaran Ahmadiyah di Indonesia serta membekukan organisasi dan tempat kegiatannya.48 23. Selanjutnya pada 2008, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Jaksa Agung membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) yang berisi pembatasan aktivitas ibadah dan penyebaran Jemaat Ahmadiyah Indonesia. 49 SKB ini memicu munculnya berbagai peraturan daerah (di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota) yang melarang aktivitas dan penyebaran Ahmadiyah.50 (Annex 2) 24. SKB Tiga Menteri tersebut juga memicu terjadinya peningkatan kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah yang dilakukan oleh kelompok vigilante (islamis radikal). Data yang dikompilasi oleh LBH Jakarta dan HRWG sejak tahun 20082011 tercatat 77 kasus kekerasan. (Annex 3) 25. Berdasarkan pemantauan Setara Institute terdapat sebanyak 271 jenis-jenis pelanggaran yang dilakukan kepada kelompok Jamaah Ahmadiyah dalam kurun waktu 2008-2010 seperti pembunuhan, pengusiran, perampasan harta benda, pelarangan ibadah, penutupan Masjid.51
Contoh Praktek Kekerasan terhadap Ahmadiyah 26. Karakter umum pelanggaran kebebasan beragama; Pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan terhadap Ahmadiyah yang dilakukan secara sistematis merupakan bentuk persekusi. Bentuk-bentuk persekusi tersebut antara lain; a. Adanya Serangan dan kekerasan baik kekerasan verbal, meliputi: harrasement terhadap perempuan Ahmadiyah, hate speech, intimidasi; maupun kekerasan fisik, seperti sulitnya mendapatkan pelayanan 47 Ahmadiyah sudah ada di Indonesia sejak 1925 dan telah mendapatkan status badan hukum dari Menteri Kehakiman R.I No. JA/5/23/13 tanggal 13 Maret 1953, dan terdaftar dalam Tambahan Berita Negara R.I No. 26 tanggal 31 Maret 1953. 48 Fatwa MUI 2005 Nomor 11/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Aliran Ahmadiyah. 49 Keputusan Bersama Menteri Agama (No. 3 Tahun 2008), Jaksa Agung (No. Kep-003/A/JA/6/2008), dan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia (No. 199 Tahun 2008) Tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat. 50 Sejak 2008 sampai Maret 2011 tercatat 21 kebijakan daerah. Lihat Lampiran 2. 51 Jenis-jenis pelanggaran lainnya seperti pengrusakan harta benda, kriminalisasi, mutasi guru. Laporan Setara Institute 2007 2009, Negara Harus Bersikap: Tiga Tahun Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2010), h. 14; dan Laporan Setara Institute 2010, Negara Menyangkal: Kondisi Kebebasan Beragama tahun 2010, (Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2011), h. 25.
Terali Besi Untuk Korban
131
pencatatan sipil, perusakan properti, penutupan masjid, pembakaran, pengusiran paksa, hingga pembunuhan. Kekerasan-kekerasan tersebut juga tidak hanya terjadi pada satu daerah, namun juga hampir seluruh daerah di Indonesia (lihat lampiran 1). b. Adanya kebijakan negara yang meligitimasi dan mendiskriminasi yang berupa peraturan-peraturan dan kebijakan baik ditingkat nasional maupun daerah. (lihat lampiran 1). 27. Beberapa kasus kekerasan dan penyerangan terhadap tempat tinggal dan wilayah Ahmadiyah sampai 2011 adalah: a. Di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada tahun 2001 terjadi penyerangan terhadap pemukiman Ahmadiyah dan menyebabkan 379 jiwa Jemaat Ahmadiyah direlokasi paksa ke bekas Rumah Sakit Praya dan Wisma Transito Mataram hingga sekarang masih ada sekitar 157 jiwa Jemaat Ahmadiyah yang masih tinggal di pengungsian. b. Tahun 2005, pertemuan tahunan (Jalsah Salanah) yang dilaksanakan di Kantor Pusat JAI Parung, Bogor dibubarkan secara paksa oleh kelompok islamis radikal, kepolisian dan Satpol PP. Hingga sekarang, kantor JAI tersebut tersebut masih dalam kondisi tersegel. c.
Pada 6 Februari 2011 kelompok JAI di Cikeusik-Banten diserang dan dibunuh secara brutal. They were brutally abused that cause 3 people killed, 16 others injured, 1 house destroyed and 2 cars were burnt.
28. Di samping itu, penyerangan dan penutupan rumah ibadah juga terjadi pada Jemaat Ahmadiyah Indonesia, baik oleh Pemerintah atau kelompok Vigilante. Sepanjang tahun antara 2008 sampai 2011, ada beberapa kasus penyerangan dan penutupan rumah ibadah JAI, diantaranya adalah di CisaladaBogor, Sukapura-Tasikmalaya, Kabupaten Kuningan, Depok, dan Ciamis semuanya di Provinsi Jawa Barat, dan di Makassar-Sulawesi Selatan. a. Senin, 12 Juli 2010, pembangunan pelebaran Masjid JAI di Cisalada, Ciampea Udik, Ciampea Bogor dihentikan oleh Polisi Pamong Praja dengan memotong besi-besi yang akan dijadikan pondasi Masjid. 52 Pembongkaran dipimpin oleh Camat Ciampea bersama anggota Satpol PP sebanyak 24 orang dan dibantu oleh aparat kepolisian dari Polsek dan Polres Bogor sebanyak 300 personil.53 Pada 12 Juli 2010 kemudian, ribuan warga Cisalada mendatangi lokasi JAI di Cisalada, Desa Ciampea Udik, Kec. Ciampea, Kab. Bogor. Mereka meminta dilakukannya pembongkaran rumah ibadah, sekolah dan pondasi bangunan Masjid.54 52 Pembongkaran ini berdasar pada Surat No. 300/448-Sekr, Perihal Rencana Kegiatan Penghentian Kegiatan Pembangunan Sarana Keagamaan Jemaat Ahmadiyah di Cisalada tertanggal 9 Juli 2010, ditandatangi oleh Camat Ciampea Budi Lukmanul Hakim. 53 Setara Institute, Atas Nama Ketertiban dan Keamanan: Persekusi Ahmadiyah di Bogor, Garut, Tasikmalaya, dan Kuningan (Thematic Review), Setara Institute, 9 Agustus 2010. 54 The Wahid Institute, Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Toleransi 2010, (Jakarta: Wahid Institute, Desember 2010), h. 62.
132
Menggunakan Mekanisme HAM Internasional
b. 10 Januari 2008 massa FPI melakukan perusakan Masjid Baitul Rahim, Cipakat Cipasung Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya. Setahun sebelumnya, Masjid JAI Sukapura Tasikmalaya juga dirobohkan.55 c.
29 Juli 2010 terjadi penyegelan 1 Masjid (An-Nur) dan 6 mushala JAI di Kuningan. Pada 8 Juli 2010 Bupati Kuningan telah menyampaikan rencana penyegelan Masjid dan mushala Jemaat Ahmadiyah, dengan alasan menjaga situasi kondusif dan agar tidak terjadi pelanggaran HAM untuk yang kedua kalinya, serta dilandasi oleh rekomendasi Majelis Ulama Indonesia Nomor 38/MUI-Kab/VI/ 2010 (24 Juni 2010). Berbekal Surat Perintah Bupati No. 451.2/2065/ SAT POL PP tertanggal 23 Juli, pada tanggal 26 Juli 2010 dan 28 Juli 2010 aparat Satpol PP melaksanakan penyegelan.56
d.
29 Oktober 2010, Bupati Ciamis-Jawa Barat, Engkon Komara dan unsur Muspida, melakukan kesepakatan dengan FPI Ciamis untuk melarang warga Ahmadiyah melakukan aktifitas keagamaan di Masjid Ahmadiyah di Jalan Cipto Mangunkusumo Dusun Pakuncen Kelurahan/Kecamatan Ciamis. Kesepakatan ini diambil setelah FPI berniat menyegel Masjid milik Ahmadiyah tersebut karena dinilai melanggar SKB tiga Menteri tahun 2008.57
e. Di Depok-Jawa Barat, penyegelan dan penutupan paksa juga terjadi pada Maret 2011. Masjid tersebut hingga kini tidak dapat dipergunakan karena Jemaat diancam akan menjadi korban seperti di Cikeusik oleh kelompok yang melakukan penutupan paksa tersebut (Vigilante). f.
Di Indonesia bagian Timur (Makassar), penutupan paksa Masjid di Makassar dipimpin langsung oleh Kapolda Makassar, meskipun tidak ada perintah dari putusan pengadilan untuk melakukan penutupan tersebut.58
29. Berbagai kasus kekerasan yang terjadi di atas mendapatkan perhatian dari komunitas internasional melalui berbagai mekanisme PBB khususnya prosedur khusus serta perhatian dari berbagai negara-negara sahabat. Namun demikian, praktek-praktek kekerasan masih terjadi dan belum ada tindakan efektif dan signifikan untuk melindungi Jamaat Ahmadiyah dan mengambil tindakan tegas untuk menghukum pelaku kekerasan.
55 Setara Institute, Atas Nama Ketertiban dan Keamanan: Persekusi Ahmadiyah di Bogor, Garut, Tasikmalaya, dan Kuningan, h. 5. 56 Setara Institute, Atas Nama Ketertiban dan Keamanan: Persekusi Ahmadiyah di Bogor, Garut, Tasikmalaya, dan Kuningan, h. 6; lihat pula, Wahid Institute, The Wahid Institute, Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Toleransi 2010, 39. 57 Wahid Institute, The Wahid Institute, Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Toleransi 2010, 43. 58 Laporan Kasus LBH Jakarta tahun 2011. Laporan tidak diterbitkan.
Terali Besi Untuk Korban
133
Rekomendasi 30. Pertama, Mendesak pemerintah Indonesia menjamin dan melindungi Jemaat Ahmadiyah dari segala bentuk tindakan kekerasan. Kedua, mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut peraturan atau kebijakan-kebijakan yang menimbulkan praktek-praktek kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah (UU No.1/PNPS/1965, SKB 3 Menteri, dan berbagai peraturan daerah). Ketiga, mendesak pemerintah Indonesia menerapkan proses hukum yang efektif terhadap pelaku kekerasan. Keempat, mendesak pemerintah Indonesia memberikan pemulihan efektif dalam segala aspek kehidupan terhadap Jemaat Ahmadiyah termasuk harta benda (tempat ibadah, rumah, dll). Kelima, mendesak komunitas internasional untuk melakukan pengawasan dan meminta pemerintah Indonesia menghormati dan menjamin hak-hak Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
KESEWENANG-WENANGAN PEMERINTAH TERHADAP JEMAAT (GKI) TAMAN YASMIN BOGOR. 31. Jemaat GKI Yasmin telah mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (Gereja) dari Walikota Bogor, Diani Budiarto, pada 2006, namun pada 2008 IMB tersebut dibekukan. Atas pembekuan tersebut GKI Yasmin tidak dapat beribadah di gerejanya. 32. Selanjutnya Jemaat GKI Yasmin melakukan perlawanan melalui jalur hukum. Perlawanan tersebut dimenangkan oleh pihak GKI Yasmin baik di tingkat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara hingga di tingkat Mahkamah Agung.59 Namun demikian, pemerintah kota Bogor tetap melarang GKI Yasmin untuk beribadah di gerejanya. 33. Atas kejadian pembangkangan yang dilakukan Pemkot Bogor, Jemaat GKI Yasmin telah melaporkan kepada Komisi III DPR RI, Ombudsman, serta Komnas HAM. Ombudsman telah dua kali menyampaikan surat kepada Walikota Bogor pada tahun 2010 yang mempertanyakan pelaksanaan putusan PTUN Bandung. Karena adanya pengabaian dari Pemkot Bogor, pada 8 Juli 2011 Ombudsman merekomendasikan Walikota Bogor untuk mencabut SK pencabutan IMB, memintanya melaksanakan Rekomendasi, dan agar Mendagri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rekomendasi tersebut, dengan tembusan kepada Presiden dan DPR RI. 34. Dengan rangkaian proses hukum di atas, Walikota Bogor, Menteri Dalam Negeri, Presiden dan DPR RI tidak melakukan langkah kongkret apapun terhadap pelaksanaan putusan pengadilan dan rekomendasi dari berbagai lembaga negara tersebut. Bahkan, Walikota Bogor melakukan tindakan provokatif dan memberikan fasilitas kepada kelompok-kelompok vigilante (kelompok Islam garis keras). 59 Di tingkat PT TUN, pihak GKI Yasmin memenangkan gugatan atas IMB gereja. Atas putusan ini, Pemerintah Kota Bogor mengajukan Peninjauan Kembali di tingkat Mahkamah Agung dan tetap dimenangkan oleh GKI Yasmin.
134
Menggunakan Mekanisme HAM Internasional
35. Akibat tindakan dari Walikota tersebut, Jemaat GKI Yasmin menerima teror, intimidasi, hasutan-hasutan kebencian dari kelompok-kelompok vigilante masih terus berlangsung. Ini berlangsung dari April 2010 hingga 19 November 2011 yang menyebabkan Jemaat GKI Yasmin harus beribadah di trotoar gereja yang mereka miliki secara sah. Dan telah tercatat 65 kali mereka beribadah dari 11 April 2010 hingga 13 November 2011. 36. Kasus GKI Yasmin juga mendapat perhatian dari mekanisme PBB khususnya Prosedur Khusus serta perhatian dari berbagai negara-negara sahabat. Namun tidak ada tindakan efektif apapun yang diambil oleh pemerintah Indonesia bahkan dalam praktek, khususnya pemerintah Bogor mem-fasilitasi kekerasan.
Rekomendasi 37. Pertama, mendesak pemerintah khususnya Presiden RI, Menteri Dalam Negeri dan Walikota Bogor untuk mematuhi putusan final Mahkamah Agung dan melaksanakan rekomendasi dari Ombudsman dan Komnas HAM. Kedua, mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan hukum dan administrasi terhadap Walikota Bogor. Ketiga, mendesak komunitas internasional untuk melakukan pengawasan dan meminta pemerintah Indonesia menghormati dan menjamin hak-hak Jemaat GKI Yasmin.
HAK MENDIRIKAN RUMAH IBADAH Kebijakan Pendirian Rumah Ibadah di Indonesia 38. Kebijakan tentang rumah ibadah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (SKB Dua Menteri). 60 Ada beberapa persyaratan yang ditetapkan di dalam SKB 2 Menteri terkait pendirian rumah ibadah, yaitu memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung, serta memenuhi persyaratan khusus, meliputi: 1) daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (Sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat; 2) dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh Lurah/Kepala Desa; 3) rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan 4) rekomendasi tertulis Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) kabupaten/kota.61
Fakta yang Bertentangan dengan Kebijakan 39. Pelanggaran-pelanggaran atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan juga terjadi dalam kasus-kasus pendirian rumah ibadah. Bentuk-bentuk itu dimulai dari (a) pelarangan, diskriminasi perizinan dan hambatan-hambatan dalam membangun rumah ibadah, meskipun syarat-syarat terpenuhi; (b) teror 60 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 09 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah. 61 Pasal 14 SKB 2 Menteri.
Terali Besi Untuk Korban
135
dan ancaman kekerasan kepada para jemaat; (c) pelarangan menggunakan rumah ibadah; (d) penyegelan dan penutupan secara melawan hukum, baik dilakukan oleh Pemerintah atau kelompok Vigilante. 40. Menurut Laporan Setara Institute, pada tahun 2008, terdapat 17 tindakan; pada tahun 2009, terdapat 18 tindakan. Pada tahun 2010, terdapat 27 kasus pelarangan dan penyerangan terhadap rumah ibadah (khusus terhadap Jemaat Kristen).62 41. Masalah pendirian rumah ibadah melahirkan beberapa kasus pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan diantaranya kekerasan, intimidasi, stigmatisasi, pengusiran, dll. Beberapa contoh dalam kasus ini adalah;
Kasus Gereja HKBP Ciketing a. Jemaat HKBP Ciketing adalah salah satu kelompok Kristen yang dipersulit mendirikan rumah ibadah hingga saat ini, padahal Jemaat telah berusaha sejak tahun 1990. Kesulitan ini berasal dari dua arah, dari Pemerintah Daerah Kota Bekasi dengan melakukan penyegelan terhadap rumah ibadah di Jalan Puyuh Raya Nomor 1463 dan dari sekelompok massa vigilante, dengan menggunakan atribut keislaman dan seragam putih.64 b. Kuatnya dorongan dan pengusiran dari Pemda dan warga, sejak 10 Juli 2010, Jemaat HKBP pindah ke Ciketing Asam, Mustika Jaya, Bekasi, dan berencana untuk mengurus perizinan pendirian rumah ibadah. Meskipun telah memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan, perizinan juga masih dipersulit, bahkan penolakan dari kelompok vigilante juga tetap terjadi. Ketika Jemaat telah pindah di Ciketing dan melaksanakan ibadah di sana, penolakan massa vigilante tersebut disertai pula dengan penyerangan dan kekerasan untuk menghalang-halangi Jemaat beribadah. Atas kejadian ini, sebagian besar Jemaat HKBP perempuan mengalami luka-luka, sementara di sisi lain pihak kepolisian setempat hanya melihat dan membiarkan aksi kekerasan tetap berlangsung. c.
Act of intolerance dari massa vigilante tersebut berujung pula pada penusukan salah satu Jemaat HKPB (yaitu Mr. Asia Lumbantoruan Sihombing) ketika Jemaat sedang berjalan bersama-sama menuju Ciketing dari Jl. Puyuh Raya 14 oleh salah satu dari kelompok konvoi motor
62 Laporan Wahid Institute, Annual Report The Wahid Institute 2008: Menapaki Bangsa Yang Kian Retak, (Jakarta: Wahid Institute, Desember 2008), h. 53. 63 Penyegelan dilakukan oleh Pemda Kota Bekasi dua kali, yaitu pada tanggal 1 Maret 2010 Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Kota Bekasi dan pada 20 Juni 2010, Penyegelan itu dilakukan berdasarkan surat perintah dari Walikota Bekasi, Moctar Mohamad, Nomor: 800/1383-P2B/VI/2010, tertanggal 17 Juni 2010. 64 Menurut laporan dari HKBP Ciketing, kelompok massa yang berjumlah sekitar 50-an orang ini datang setiap kali Jemaat HKBP melakukan ibadah, termasuk pula pada perayaan hari-hari besar seperti Natal, sambil meneriakkan kata-kata: Anjing, Babi, Kristen, Kafir. Dari beberapa spanduk yang dibawa dan pesan sms yang disebarkan sebelum aksi massa dilakukan pada 20 Juni dan 17 Juli 2011, kelompok penyerang yang teridentifikasi adalah dari Forum Umat Islam Bekasi dan Front Pembela Islam Bantar Gebang.
136
Menggunakan Mekanisme HAM Internasional
berseragam putih-putih yang menyerempet rombongan Jemaat. Atas kejadian ini, pelaku penusukan hanya dihukum 6 bulan penjara, lebih ringan dibandingkan sanksi tuduhan penodaan agama dan tidak menimbulkan rasa jera. 42. Pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dilakukan oleh Walikota Depok terhadap gereja HKBP Cinere melalui Surat Nomor 645.8/144/Kpts/ Sos/Huk/2009. Padahal proses rencana pendirian gereja ini sudah memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam SKB dan mendapatkan rekomendasi dari FKUB Depok. Pencabutan izin pendirian ini tanpa alasan kecuali atas Desakan dari kelompok-kelompok tertentu yang mengatasnamakan Forum Solidaritas Ummat Islam Cinere.65
Pelanggaran Pemerintah 43. Berdasarkan kasus-kasus penyerangan dan penutupan paksa rumah ibadah di Indonesia, tingkat keterlibatan pemerintah bisa dikategorikan kedalam dua tingkatan: a) Pemerintah secara aktif atau langsung melakukan pelanggaran. Dalam kasus-kasus diatas, pemerintah secara sistematis melakukan pelanggaran terhadap kebebasan beragama, beribadah, dan mendirikan rumah ibadah dengan berbagai bentuk: (a) Mencabut IMB Gereja atau Tidak menerbitkan IMB Gereja; (b) aparat Kepolisian dan Pemerintah melakukan penyegelan dan atau penutupan gereja; (c) melakukan tindakan represif dengan membubarkan ibadah Jemaat Gereja; (d) tidak ada tindakan konkret dari Pemerintah Pusat (Mendagri) untuk mengatasi permasalahan pendirian rumah ibadah, terutama yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah. (e) pemerintah (Kementerian Agama, Kepolisian) justru memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok vigilante untuk melakukan teror dan kekerasan. b) Pemerintah melakukan pembiaran, diantaranya adalah: (a) tidak ada antisipasi atau pencegahan dari pihak kepolisian terhadap penyerangan yang dilakukan oleh vigilante; (b) tidak ada proses penyelidikan yang serius untuk menuntut para pelaku baik di tingkat kepolisian maupun di kejaksaan. c) Pemerintah Pusat maupun Daerah seringkali tunduk dengan kemauan kelompok agama mayoritas. Dalam hal pendirian rumah ibadah, meskipun sudah memenuhi ketentuan peraturan, tapi karena adanya penolakan masyarakat mayoritas, pemerintah justru tunduk pada kemauan kelompok tertentu meski hal itu melawan hukum. Kasus GKI Yasmin merupakan contoh paling mutakhir.
65
Wahid Institute, Monthly report on religius issues edisi IX, April 2009. Terali Besi Untuk Korban
137
Rekomendasi 44. Rekomendasi Pertama, mendesak pemerintah agar menghapuskan kebijakan dan praktek diskriminasi dalam pendirian rumah ibadah. Kedua, mendesak pemerintah untuk merevisi SKB 2 Menteri tentang izin pendirian rumah ibadah agar menjamin hak-hak minoritas. Ketiga, mendesak pemerintah untuk konsisten dan patuh terhadap aturan hukum yang berlaku dan tidak tunduk terhadap kelompok-kelompok vigilante.
INDEPENDENSI PERADILAN 45. Proses hukum bagi pelaku kekerasan berbasis agama dan keyakinan sangat buruk di Indonesia. Hal ini terkait indepedensi, imparsialitas, jaminan keamanan dan jumlahnya pun sangat minim jika dibandingkan dengan jumlah kekerasan dan berbagai bentuk pelanggaran yang terjadi.66 Penilaian ini berbasis pada pola yang selama ini terjadi dalam proses hukum yang berjalan. Pola-pola tersebut adalah : a. Membiarkan kekerasan yang terjadi tanpa tindakan hukum walaupun terjadinya kekerasan tersebut terdapat aparat hukum. Hal ini terjadi di banyak kasus di mana polisi yang berada di tempat, mengetahui identitas pelaku, mengetahui pasti kejadian, namun tidak melakukan tindakan hukum. b. Menerima laporan/pengaduan namun tidak ada proses tindak lanjut. c.
Mengaburkan kontruksi kasus dengan menjauhkannya dari dimensi basis kekerasan agama/berkeyakinan dan bahkan kontruksinya adalah kontruksi kekerasan yang lemah, sehingga pelaku mendapat ancaman hukuman ringan dan dihukum secara ringan.
d. Pasal pidana dan Tuntutan yang dibuat lemah dan ringan ancaman hukumannya, tidak sebanding dengan tindak kekerasan, kerugian, dan derita korban. Hal ini juga terjadi pada proses peradilan peristiwa penyerangan Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik dan penyerangan Jemaat Ahmadiyah Cisalada, dan juga pembakaran Gereja di Jawa Tengah. e. Kontruksi pembuktian tidak mengarahkan pada peristiwa yang mendasar. f.
Hakim, jaksa, polisi dalam proses peradilan, banyak yang bersikap tidak profesional, tidak independen dan parsial. Kondisi ini dipengaruhi oleh pandangan bias dan tekanan kelompok kekerasan, baik secara langsung dalam proses persidangan, maupun secara tidak langsung.
46. Sehingga terdapat tiga karakter problem independensi peradilan; Pertama, menjadikan proses penegakan hukum tidak menjamin keadilan bagi korban (meringankan pelaku). Kedua, menjadikan korban sebagai pelaku.
66
138
Lihat Paragraf 33. Menggunakan Mekanisme HAM Internasional
Reccomendation 47. Pertama, Mendesak Pemerintah Indonesia untuk menjamin independensi peradilan. Mendesak Kepolisian, Kejaksaan, dan Hakim untuk bertindak secara profesional, independen, dan menyeluruh. Kedua, mendorong Komisi Yudisial untuk mengawasi, mengevaluasi, dan mengambil langkah hukum dari berbagai macam proses peradilan yang independen, parsial, dan tidak profesional. Ketiga, Mendesak Kepolisian dan Kejaksaan untuk mengambil tindakan atas setiap anggota polisi maupun jaksa yang melanggar prinsip-prinsip independensi peradilan. Keempat, Mendesak Pemerintah Indonesia untuk memberikan rehabilitasi atau mekanisme lain untuk pemulihan setiap korban yang dikriminalisasi.
HAK ATAS IDENTITAS INDIVIDU BAGI KELOMPOK AGAMA/KEYAKINAN MINORITAS 48. Terkait hak atas identitas individu bagi kelompok agama/keyakinan minoritas sampai saat ini kebijakan Pemerintah Indonesia masih diskriminatif. Hal ini tercermin dalam pelayanan administrasi kependudukan, khususnya identitas keagamaan/keyakinan dalam id card. Tindakan diskriminasi ini juga menimbulkan berbagai bentuk pelanggaran lain. 49. Walaupun telah terdapat UU No. 23/2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) dan PP No. 37/2007 yang membawa kemajuan dalam pemenuhan hak para penghayat Kepercayaan bila dibandingkan dengan kebijakan hukum sebelumnya, namun tetap terjadi perlakuan diskriminasi khususnya dalam hal hak atas identitas pribadi (KTP dan Kartu Keluarga). Salah satu sebabnya adalah UU Adminduk masih mengakui 6 (enam) agama resmi di Indonesia, sehingga UU ini tidak mengakui eksistensi agama atau keyakinan lain. 50. Bentuk diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama/keyakinan tersebut tercermin dalam pengisian kolom agama di KTP. Bagi para penghayat, kolom agama diisi dengan tanda (-) dan bagi para Penghayat yang menolak untuk menuliskan tanda (-) petugas akan memaksa untuk memilih salah satu agama resmi yang diakui oleh pemerintah. Penyebutan agama dalam dokumen ini berimplikasi pula kepada diskriminasi dalam pelayanan administrasi lainnya, seperti pencatatan perkawinan, pembuatan akta kelahiran, pemakaman, pendidikan, bahkan bantuan sosial. 51. Dalam bidang pendidikan, para penghayat harus mencari sekolah yang dapat menerima keberadaan mereka, karena selain permasalahan administrasi, para anak-anak penghayat juga terpaksa menuliskan agama samaran (sesuai dengan 6 agama yang diakui di Indonesia) agar bisa diterima. Anak-anak penghayat yang bisa bersekolah pun mengalami masalah, yaitu belum adanya pendidikan agama khusus bagi penghayat. Anak-anak tersebut terpaksa mengikuti pelajaran agama sesuai dengan agama resmi yang ada, yaitu Islam, Kristen, dan sebagainya, padahal pendidikan agama menjadi salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam Ujian Akhir Kelulusan. Terali Besi Untuk Korban
139
52. Pelanggaran dalam bentuk lain dialami juga oleh seorang penghayat yang tetap mempertahankan status agama/keyakinannya yang mendaftar sebagai pegawai negeri (PNS), anggota polisi atau tentara negara Indonesia. Dalam kasus ini, para penghayat dianggap tidak memenuhi syarat administrasi, karena agama/keyakinannya bukan termasuk dalam agama resmi.67 53. Pemerintah Indonesia saat ini dalam proses pembuatan elektronik KTP (EKTP) yang merupakan kebijakan nasional, namun kebijakan ini tetap mencerminkan kebijakan diskriminasi dan ketika E-KTP ini diterapkan maka pemulihan identitas para korban akan semakin rumit dan menimbulkan beban yang lebih besar.
Rekomendasi 54. Pertama, mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghapuskan kebijakan dan praktik diskriminasi. Kedua, revisi UU 23/2006 Tentang Adminduk dan PP No. 37/2007 untuk memastikan penghapusan diskriminasi dalam aturan hukum tersebut. Ketiga, melakukan moratorium proses e-KTP sampai adanya pengakuan hak identitas diwujudkan. Keempat, melakukan pemulihan terhadap hak identitas dan efek pelanggaran lain yang ditimbulkan olehnya.
67 Contohnya adalah penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah Cisalada, Bogor. 33 Dalam proses pengadilan peristiwa penyerangan Jemaat Ahmadiyah Cikeusik yang menyebabkan tiga orang Ahmadiyah terbunuh secara mengenaskan, dua belas orang dari pihak penyerang didakwa atas penyerangan bersamasama (Pasal 170 KUHP), perbuatan kekerasan (Pasal 160 KUHP), menjadi bagian dari penyerangan (Pasal 358 KUHP), divonis penjara hanya 3 hingga 6 bulan. Sementara korban dari Jemaat Ahmadiyah, Deden Sudjana, yang didakwa dengan pasal Penyiksaan (Pasal 351 KUHP), penghasutan (Pasal 160 KUHP), dan tindakan melawan petugas (Pasal 212 KUHP), divonis dengan pidana penjara Sembilan bulan.
140
Menggunakan Mekanisme HAM Internasional
TENTANG EDITOR DAN PENULIS
MUHAMAD ISNUR, Advokat dan Pengacara Publik pada Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Lahir di Bogor, 19 Agustus 1984. Alumni Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semasa Kuliah aktif di HMI Cabang Ciputat. Menjadi Pekerja Bantuan Hukum di LBH Jakarta sejak tahun 2007. Penulis, editor dan Kontributor dalam beberapa buku diantaranya: Peradilan Kasus-Kasus Kebebasan Beragama, Rangkuman 8 Studi Kasus: Dampak, Pencapaian, Hambatan dan Strategi, 2010; Memupuk Harmoni, Membangun Kesetaraan, 2011; Mengawal Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum, 2012; beberapa buku lain serta dalam beberapa Jurnal seperti dalam Berita LBH Jakarta dan Strategic Impact Litigation Journal. Selain sebagai Pengacara Publik di LBH Jakarta dan Peneliti, ia juga seringkali di undang menjadi instruktur atau fasilitator pada pelatihanpelatihan hukum dan HAM. YUNITA, Pengacara Publik pada Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Lahir di Jakarta, 27 Juni 1988, Alumni Fakultas Hukum Tarumanagara. Memulai pengabdian di LBH Jakarta sebagai Asisten Pengacara Publik pada tahun 2010, dan menjadi Pengacara Publik pada tahun 2012. Sebelumnya sempat aktif di KontraS sebagai Relawan Program Dokumentasi dan Kampanye Internasional bekerjasama dengan Asian Human Rights Commission. ENY ROFIATUL N, adalah Pengacara Publik pada Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Lahir di Blitar, 28 Oktober 1991. Sejak menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Eny sudah tertarik dengan isu ketimpangan sosial dan hukum yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, sejak lulus kuliah di tahun 2012, Eny memutuskan mengabdi di LBH sebagai Asisten Pengacara Publik, lalu dilanjutkan ke jenjang Pengacara Publik. Eny memiliki ketertarikan mengadvokasi isu-isu kemerdekaan beragama dan berkeyakinan. Sekarang setelah ditugaskan di divisi litbang LBH, Eny menggeluti isu perburuhan, penelitian, advokasi kebijakan buruh migran, bantuan hukum, pendidikan, dan pengungsi.
Terali Besi Untuk Korban
141