8
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan hasil penelitian yang pernah dilakukan dan relevan dengan konsep penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dari beberapa penelitian sebelumnya dan diharapkan bahwa penelitian ini dapat menyempurnakan penelitian yang telah ada. Beberapa penelitian yang relevan seperti halnya yang penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ratnawati (2006) dengan judul penelitian : “Pengaruh Koordinasi, dan Pengawasan Kerja terhadap Efektivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi pada Perusahaan Rokok PT. Bentoel Indonesia Lamongan”. Hasil penelitian yang didapat bahwa faktor koordinasi dan pengawasan kerja berpengaruh langsung terhadap efektivitas kerja kerja karyawan. Agung Dwi Cahyono (2008) dengan judul penelitian : “Analisis tentang Beberapa Faktor yang dapat Mempengaruhi Efektivitas Kerja Pegawai pada Kantor Pos di Mojokerto”. Faktor-faktor yang diteliti meliputi faktor Koordinasi, reward, komunikasi, kepuasan kerja dan Pendelegasian Tugas. hasil penelitian bahwa faktor-faktor tersebut baik secara simultan maupun parsial berpengaruh langsung dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan sedangkan yang memiliki
9
pengaruh yang tinggi adalah faktor reward sedangkan pengaruh yang paling rendah terhadap semangat kerja adalah komunikasi. Sementara itu Nur Mahmudi (2010) dengan judul penelitian : “Pengaruh Pengembangan Karyawan, Koordinasi, dan Pendelegasian Tugas terhadap Efektivitas Kerja Pegawai PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)”. Hasil analisis data menunjukkan nilai R-squared
yakni sebesar 0,755, yang berarti bahwa
pengembangan karyawan, Koordinasi dan pendelegasian tugas memberikan kontribusi sebesar 0,755 (75,5%) terhadap semangat kerja karyawan PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero). Sementara itu hasil pengujian hipotesis dihetahui bahwa nilai t hitung masing-masing variabel lebih besar dari t tabel dan nilai p value (sig) lebih kecil nilai dari α (o,05) dengan demikian secara parsial faktor pengembangan karyawan, koordinasi dan pendelegasian tugas berpengaruh signifikan terhadap efektivitas kerja. Hasil pengujian secara simultan, diperoleh nilai F hitung yaitu sebesar 21,103 dengan nilai signifikan atau nilai p value sebesar 0,000. Karena nilai F hitung lebih besar F tabel (2,6566), maka secara simultan berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan di PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero). Hasil beberapa penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa terdapat banyak faktor yang dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap semangat karyawan. Atas dasar hasil penelitian tersebut, peneliti berusaha mengembangkan hasil penelitian tersebut dengan menggambungkan beberapa faktor sehingga peneliti hanya akan membatasi pengaruh faktor pengendalian koordinasi dan
10
pendelegasian tugas terhadap efektivitas kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan. 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Koordinasi 2.2.1.1. Pengertian Koordinasi Setiap penelitian yang bertujuan untuk menemukan sesuatu pengetahuan baru atau menjawab sesuatu pertanyaan selalu memerlukan pedoman. Pedoman inilah yang disebut sebagai konsep atau teori yang merupakan landasan dan dasar berpijak dalam setiap penelitian dalam rangka memecahkan suatu masalah. Dari beberapa fungsi manajemen pimpinan yang di kemukakan oleh Henry Fayol antara lain : “Fungsi manajemen pimpinan yaitu planning, organizing, commanding, coordinating, dan controlling “ (Manulam 2002 : 19) Atas dasar inilah maka dalam penelitian yang penulis lakukan hanya menitik beratkan pada pembahasan fungsi manajemen pimpinan di bidang koordinasi (coordinating). Dalam hal ini berbicara tentang masalah koordinasi mungkin sampai sekarang ini belum ada istilah atau definisi yang mutlak, karena dari berbagai manajemen masing-masing memberikan pengertian atau definisi yang berbeda. Walaupun para ahli memberikan definisi yang berbeda satu dengan yang lainnya, maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa koordinasi pada prinsipnya adalah suatu kegiatan yang dilakukan dan dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dengan tujuan untuk mengintegrasikan, mengsinkronisasikan
11
tujuan untuk individu dengan tujuan organisasi dan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanan Ketertiban umum disemua bidang, baik yang berhubungan dengan lintas sektoral maupun daerah kerja sama antar instansi atau dinas-dinas instansi yang berada dilingkungan suatu wilayah pemerintahan. Sedangkan koordinasi menurut Soekarno (2004 : 17) dalam bukunya “Administrasi Pemerintahan dan Ketertiban Umum”
menyebutkan bahwa :
“Koordninasi adalah kegiatan yang meliputi hubungan kerja sama dari berbagai instansi atau pejabat yang mempunyai tugas dan wewenang yang saling berhubungan dengan tujuan untuk menghindarkan kesimpangsiuran dan duplikasi“. Untuk penyelenggaraan koordinasi dibidang pemerintah dan Ketertiban umum didaerah dimaksudkan untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya, antara urusan–urusan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang satu dnegan yang lainnya dalam rangka tercapainya tertib pemerintah dan Ketertiban umum di daerah. Kemudian efisiensi dan efektifitas pelaksanaan Ketertiban umum di daerah, sangat banyak ditentukan oleh adanya efektifitas pelaksanaan koordinasi, oleh karena itu tanpa koordinasi intra antar kantor atau intra antar program, maka pelaksanaan Ketertiban umum
akan terselenggara secara tidak memuaskan
hasilnya. Dengan adanya kegiatan koordinasi dapat mengatasi terjadinya kekacauan, dan dapat menghindari kekosongan kegiatan serta dapat meningkatkan semangat kerja sama yang harmonis diantara sesama pegawai dalam instansi yang
12
melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Untuk itu Soekarno
(2002 : 62)
menjelaskan bahwa kegiatan koordinasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : 1. Koordinasi vertikal adalah tindakan–tindakan atau kegiatan penyatuan atau pengarahan yang diperjalankan oleh atasan terhadap kegiatan unitunit atau kesatuan-kesatuan kerja yang ada dibawah wewenang dan tanggung jawab. 2. Koordinasi horizontal adalah dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu : Interdisiplin adalah suatu koordinasi dalam rangka mengerahkan menyatukan tindakan, mewujudkan disiplin antara unit yang satu dengan yang lain secara intra maupun ekstern pada unit yang tugasnya sama. a. Interlated adalah koordinasi antar badan atau instansi atau unit yang fungsinya satu sama lain berbeda tetapi instansi yang satu sama yang lainnya saling bergantung atau mempunyai ikatan baik secara intern maupun ekstern yang tingkatnya atau levelnya setaraf. b. Atas dasar pengertian dari dua masa koordinasi tersebut itulah, maka dua macam koordinasi yang dimaksud untuk dimasukkan dalam pembahasan penulisan ini hanya satu diantaranya yang menjadi pokok bahasan yaitu koordinasi horizontal, karena dengan dibatasinya pada pokok bahasan tersebut mempunyai alasan untuk tidak terlalu luasnya dari lingkup perhatian. Dalam melaksanakan kegiatan koordinasi dengan berbagai cara seperti diatas adalah sangat perlu, karena dengan adanya kegiatan koordinasi dapat menghindarkan konflik, mengurangi publikasi tugas, meniadakan pengangguran, melenyapkan kepentingan unit tersendiri dan memperkokoh kerja sama kesatuan tindakan dan kesatuan tujuan akhir. Dengan demikian pentingnya penggunaan metode koordinasi agar tujuan yang di inginkan dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana.
13
2.2.1.2.
Peranan Koordinasi Satpol PP Koordinasi atau mengkoordinasi merupakan salah satu fungsi manajemen
yang harus di laksanakan oleh pejabat yang berwenang. Koordinasi dilakukan agar pelaksanaan kegiatan tidak terjadi kekosongan, kekacauan, percekcokan dan disharmonisasi antara instansi horizontal atau dianas–dinas daerah yang berkemungkinan dapat terjadi adanya manajemen ini tidak di harapkan. Penyelenggaraan koordinasi di bidang pemerintahan dan Ketertiban umum di daerah dimaksudkan untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar– besarnya, antara urusan–urusan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang satu dengan lainnya erat hubungannya dalam rangka tercapainya tertib pemerintah dan Ketertiban umum daerah. Di dalam perencanaan Ketertiban umum
yang pada khususnya dalam
penyusunan rencana tahunan ada beberapa aspek fungsional, asek formal, aspek struktural, aspek material, dan aspek operasional. 1. Aspek fungsional di maksudkan : a. Adanya kegiatan dan keterpaduan fungsional antara berbagai kegiatan. b. Adanya kaitan dan keterpaduan fungsional antara suatu instansi dengan instasi yang lain. c. Adanya keterkaitan dan keterpaduan fungsional antara setiap tahap perencanaan.
14
d. Adanya kaitan fungsional antara program dan proyek atau proyek pada suatu wilayah dengan wilayah lain. 2. Aspek formal dimaksudnya adanya kaitan antara program atau proyek yang direncanakan dengan peraturan, instruksi, edaran dan petunjuk dari tingkat nasional. 3. Aspek struktural di maksudkan adanya kaitan dan koordinasi dalam bentuk penugasan pada setiap instansi yang bersangkutan. 4. Aspek material dimaksudkan adanya kaitan koordinasi antara program atau proyek intra dan antar instansi. 5. Aspek operasional dimaksudkan adanya kaitan keterpaduan dalam penentuan langkah–langkah pelaksanaan baik menyangkut program waktu, lokasi maupun kebutuhan dalam material. Agar pelaksanaan koordinasi dapat berhasil dengan baik maka Satuan Polisi Pamong Praja sebagai badan staf mempunyai tugas untuk mengkoordinasikan kegiatan instansi-instansi horizontal atau dinas-dinas harus disertai dengan mengadakan hubungan kerja yang baik dengan bawahannya dalam bentuk komunikasi administratif, sebab koordinasi dengan hubungan kerja adalah suatu pengertian yang sangat erat kaitannya dengan koordinasi hanya dapat dicapai dengan sebaik-baiknya apabila melakukan hubungan kerja yang efektif. Pada suatu sisi lain memberikan pengertian bahwa apabila Satuan Polisi Pamong Praja melaksanakan kegiatan koordinasi maka harus pula mengadakan hubungan kerja yang baik dan efektif dengan antar instansi horizontal atau dinas-
15
dinas daerah. Sebab dengan mengadakan hubungan kerja (hubungan administratif) akan mendorong terciptanya hubungan yang harmonis.hal ini ditegaskan oleh Soewarno (2009 : 117) yang mengemukakan bahwa : Hubungan kerja adalah bentuk komunikasi administrasi, yang membantu tercapainya koordinasi.oleh sebab itu dikatakan bahwa hasil akhir dari pada komunikasi (hubungan kerja)ialah tercapainya koordinasi dengan cara yang berhasil guna dan berdanya guna Untuk dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan Ketertiban umum, maka Satuan Polisi Pamong Praja sebagai badan staf yang berhak untuk mengkoordinasi pelaksanaan tugas kiranya perlu mengunakan tekhnik atau metode koordinasi yang tepat dan efektif, seperti yang dikemukakan oleh Manullang (2002 : 23) bahwa : Kegiatan kordinasi dalam usaha mencapai tujuan organisasi dapat dilakukan dengan memberikan instruksi, perintah,mengadakan pertemuan–pertemuan dalam mana diberikan penjelasan-penjelasan,bimbingan dan nasehat serta mengadakan cosching, bila perlu diberi teguran Atas dasar pendapat diatas,dapat dijelaskan bahwa dalam melaksanakan kegiatan koordinasi, Satuan Polisi Pamong Praja harus memberikan instruksi atau perintah-perintah yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas instansi horizontal atau dinas-dinas daerah, mengadakan pertemuan yang disertai dengan memberikan penjelasan–penjelasan,memberikan bimbingan
dan nasehat serta teguran jika
melihat pegawai instansi horizontal dan dinas-dinas daerah yang melakukan penyimpangan pelaksanaan tugasnya. Atas dasar pengertian inilah sehingga penulis memperhatikan masalah koodinasi yang dilakukan oleh badan perencanaan
16
Ketertiban umum secara horizontal sebagai variable berpengaruh dalam penelitian ini. 2.2.2. Pendelegasian Tugas atau Wewenang 2.2.2.1. Pengertian Pendelegasian Wewenang Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian oleh organisasi baik bawahan maupun atasan masalah pendelegasian wewenang. Dimana masalah pendelegasian wewenang ini ikut menentukan pula pencapaian tujuan organisasi. Perlunya pendelegasian wewenang dikemukakan oleh Komaruddin (2001: 49) “Rahasia yang tepat untuk memungkinkan seorang manager dapat memusatkan perhatian pada beberapa masalah strategi, terletak pada kesanggupan dalam membagi tugas yang didelegasikan”. Lebih lanjut lagi Komarrudin (2001 : 120) bahwa : Pendelegasian adalah cara yang terbaik untuk memberikan kesempatan dan peluang bagi bawahan untuk mengembangkan keahlian dan bakatnya. Disamping itu akan memupuk disiplin dari rasa tanggung jawab serta dengan cara yang sama pemimpin dapat mempersiapkan sejumlah calon pemimpin yang berpengalaman untuk masa yang akan datang Untuk mewujudkan guna dan manfaat dari pendelegasian wewenang tergantung dari ketrampilan daripada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ada seorang pemimpin yang pandai dalam mendelegasikan wewenang namun ada pula pimpinan yang tidak mau memberikan tanggung jawab dan wewenangnya. Demikian juga bawahan, kadang-kadang bawahan kurang menyadari akan manfaatnya sehingga enggan menerima delegasi karena takut mengambil resiko. Takut membuat kesalahan, menghindar dari tanggung jawab dan mengharap atasan
17
saja yang mengambil keputusan. Maka antara pemberi dan penerima delegasi hendaknya mengetahui secara lebih mendalam fungsi dari pendelegasian wewenang, sehingga di antara mereka dapat saling membantu untuk menciptakan suasana kerja yang dinamis melalui pendelegasian wewenang. Dalam mendelegasikan wewenang, agar proses delegasi itu efektif, sedikitnya ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Delegasi kekuasaan adalah anak kembar siam dengan delegasi tugas, dan bila kedua-duanya telah ada harus dibarengi dengan adanya pertanggungjawaban. Dengan kata lain, proses delegasi harus mencakup tiga unsur, yaitu: delegasi tugas, delegasi kekuasaan, dan adanya pertanggungjawaban; 2. Kekuasaan yang dideleger harus diberikan kepada orang yang tepat, baik dilihat dari sudut kualifikasi maupun dari sudut fisik; 3. Mendeleger kekuasaan kepada seseorang, harus dibarengi dengan pemberian motivasi; 4. Pejabat yang mendeleger kekuasaan harus membimbing dan mengawasi orang yang menerima delegasi wewenang”, (Manullang, 2001: 33). Begitu pula apa yang dikemukakan oleh Sutarto (2004 : 144), agar pendelegasian wewenang dapat berhasil dengan baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Setiap pejabat yang akan melimpahkan wewenangnya harus mengetahui dengan jelas terlebih dahulu apa saja wewenang yang dimilikinya. Sebab hanya wewenangnya sendiri yang dapat dilimpahkan. Sehingga dapat dihindar adanya pejabat yang melampaui wewenangnya; 2. Dengan pendelegasian wewenang, tanggung jawab dipikul bersama antara pejabat yang melimpahkan dan pejabat penerima; 3. Antara tugas, wewenang dan tanggung jawab harus seimbang; 4. Apabila seorang atasan telah berani melimpahkan bagian wewenangnya harus disertai kemauan untuk sewaktu-waktu memperhatikan pendapat atau saran bawahan, agar timbul rasa diikutsertakan. Hal ini akan
18
5.
6. 7. 8.
menimbulkan sikap bekerja dengan aktif, penuh inisiatif penunaian tugas dalam organisasi; Pendelegasian wewenang harus disertai kepercayaan bahwa yang bersangkutan akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa prasangka buruk, yang dapat menimbulkan suasana kerja yang buruk pula; Apabila pejabat yang mempunyai wewenang mengalami kesalahan atau kekurangan maka pejabat yang melimpahkan harus mau membimbing; Dalam pendelegasian wewenang hendaknya tidak dilupakan pengontrolan, sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya kesalahan yang berlarut-larut; Hendaknya diingat bahwa pendelegasian wewenang yang berhasil apabila diperhatikan adanya tugas yang jelas”.
Oleh sebab itu agar pendelegasian wewenang dapat berjalan sebagaimana mestinya, seorang pimpinan harus memperhatikan hal-hal tersebut di atas. Selanjutnya Urwick (2004: 16) dikatakan bahwa : “Tanpa pelimpahan wewenang tak akan ada organisasi berfungsi dengan efektif. Namun kurang berani untuk melimpahkan wewenang dengan tepat dan kurang pengetahuan untuk melakukan hal itu adalah satu sebab kegagalan yang lebih umum dalam organisasi“. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka jelaslah kiranya bahwa seorang pemimpin yang berhasil dalam melakukan pendelegasian wewenag berkat adanya kecakapan dan keberanian dalam melimpahkan wewenangnya kepada bawahannya. Dalam pendelegasian wewenang harus ada tugas-tugas yang akan didelegasikan sebab tanpa adanya tugas yang akan didelegasikan berarti tidak mungkin pimpinan mengadakan delegasi. Tugas-tugas itu harus pula dapat
19
dipisahkan dari tugas-tugas yang lain secara jelas, sehingga akan dapat diserahkan pada pihak yang akan menerima pendelegasian tersebut. Meskipun tugas-tugas tersebut memang ada dan dapat dipisahkan dengan jelas dengan tugas-tugas lain, tapi tanpa didasari suatu wewenang maka kemungkinan tugas-tugas yang didelegasikan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini berarti penerima pendelegasian wewenang tidak dapat mengambil keputusan-keputusan dan kebijakan sendiri, tetapi akan selalu berkonsultasi dengan atasannya meskipun untuk hal-hal yang kecil. Ini semua akan menghambat tugas-tugas yang diserahkan dan hanya sedikit mengurangi bebanbeban manager. Selain tugas dan wewenang maka pendelegasian belumlah lengkap bilamana tanpa disertai tanggung jawab, sebab tanpa adanya tanggung jawab akan kurang dapat diharapkan berhasilnya tugas dan wewenang yang diberikan. Tanggung jawab ini adalah tanggung jawab penerima delegasi wewenang kepada memberikan delegasi wewenang. Tanggung jawab ini dapat berupa laporan-laporan atau dalam bentukbentuk yang lain. Meskipun demikian tanggung jawab terakhir tetap pada manager yang telah mendelegasikan wewenangnya, kadang penerima delegasi hanya bertanggungjawab pada atasannya yang telah menyerahkan pendelegasian. Dalam usaha untuk melaksanakan pendelegasian wewenang, seorang manager tidak boleh bersikap pasif, dalam arti menganggap bahwa tugas seorang
20
manager telah selesai pada saat pendelegasian wewenang tersebut dilakukan. Nitisemito (2006: 225), mengatakan sebagai berikut : Seorang manager harus dapat melakukan pembinaan pada bawahannya yang diserahi pendelegasian wewenang agar lebih mampu melaksanakan tugas-tugas yang didelegasikan. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan ketrampilan, pengetahuan serta rasa tanggung jawab. Dan antara lain dengan jalan melatih, mendidik, serta memberikan nasehatnasehat yang bermanfaat”. Dengan jalan tersebut di atas diharapkan kemampuan orang-orangnya yang diserahi pendelegasian wewenang tersebut akan bertambah baik. Dan apabila usaha pembinaan ini berhasil baik, maka hal ini berarti tugas-tugas manager akan bertambah ringan. Dengan demikian, manager yang bersangkutan akan lebih mengkonsentrasikan diri pada tugas-tugas yang lebih penting serta mempunyai waktu yang cukup untuk berpikir mengembangkan organisasinya. Akan tetapi pembinaan ini harus pula disertai dengan usaha untuk memotivasi, sehingga akan dapat menimbulkan semangat kegairahan kerja bawahan. Dengan adanya pembinaan dan motivasi yang diberikan oleh pimpinan maka delegasi akan dapat berlangsung dan hal ini akan dapat meningkatkan kemampuan bawahan untuk dapat melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya, sehingga seperti yang dikemukakan oleh Nitisemito (2006: 236) yaitu : “Seorang manager harus dapat melakukan pembinaan pada bawahannya yang diserahi pendelegasian wewenang agar lebih mampu melaksanakan tugas-tugas yang didelegasikan”. Seorang manager yang tidak berhasil dalam melaksanakan pembinaan dan motivasi, mungkin pendelegasian wewenang yang dilaksanakan hanya akan
21
berhasil baik di atas kertas. Sebaliknya bila usaha untuk melakukan pembinaan dan motivasi berhasil, maka dapat diharapkan hasil dari pendelegasian wewenang yang dilaksanakan akan bertambah baik. Selain
adanya
pembinaan
dan
motivasi,
maka
terselenggaranya
pendelegasian wewenang tergantung dari adanya kepercayaan atasan terhadap bawahan yang menerima delegasi. Seorang pimpinan dalam usaha melaksanakan pendelegasian wewenang, berarti pimpinan tersebut harus menyerahkan sebagian wewenangnya pada bawahan. Dalam melaksanakan delegasi wewenang perlu adanya kepercayaan terhadap bawahan yang dikenal delegasi. Syarat kepercayaan ini sangat diperlukan sekali seperti yang diungkapkan oleh Nitisemito (2006 : 220) yaitu : Syarat kepercayaan ini sangat diperlukan dalam pendelegasian wewenang, sebab tanpa adanya kepercayaan akan kemampuan daripada bawahanbawahan untuk menerima pendelegasian wewenang, maka sulitlah bagi manager untuk melaksanakan pendelegasian dengan berhasil Berkenaan dengan pendapat di atas jelas bahwa dalam melaksanakan pendelegasian wewenang faktor kepercayaan adalah sangat penting dan menentukan sekali. Seperti kita ketahui setiap manusia dalam mengerjakan suatu pekerjaan selalu memiliki keterbatasan seperti keterbatasan : waktu, pengetahuan, dan keterbasan dalam kemampuan dan sebaliknya. Dan apabila pimpinan menyadari hal tersebut maka ia akan bersedia melakukan pendelegasian. Sikap dari pendelegasian inilah yang menentukan
22
pendelegasian wewenang ini, seperti yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (2006: 126) yaitu: Agar pendelegasian wewenang dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam arti terselenggaranya tugas secara efektif dan efisien, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seperti adanya kepercayaan yang mendalam pada diri eksekutif yang mendelegasikan wewenang tertentu pada eselon bawahannya Bagi seorang pimpinan organisasi apapun bentuknya hendaknya bersedia melakukan pendelegasian wewenang karena bawahan akan merasa puas karena diberi kepercayaan oleh atasannya serta akan menambah semangat sehingga suasana kerjapun akan bertambah gairah. Dengan menyimak beberapa konsep yang telah dikemukakan, maka bagi seseorang yang telah memiliki wewenang untuk menjalankan tugasnya secara otomatis berkewajiban pula untuk mempertanggungjawabkan tugas serta wewenang tersebut sesuai batas-batas yang telah ditentukan menurut berat ringannya.
2.2.2.2. Kepercayaan Pimpinan Dalam Pendelegasian Wewenang Seorang manager dalam usaha melaksanakan pendelegasian wewenang, berarti manager tersebut harus menyerahkan sebagian dari wewenang pada bawahan. Dalam melaksanakan delegasi wewenang perlu adanya kepercayaan sebab meskipun pelaksanaan tugas dan wewenang yang didelegasikan tersebut akan dilaksanakan oleh bawahannya, tapi tanggung jawab terakhir tetap pada manager tersebut.
23
Jadi terselenggaranya suatu pendelegasian wewenang pada dasarnya tergantung sikap pribadi pimpinan, yaitu apakah bersedia melakukan pendelegasian atau tidak, sehingga ia mau melimpahkan wewenangnya untuk membantu tugastugas yang menjadi tanggung jawabnya. Seperti kita ketahui setiap manusia dalam mengerjakan semua pekerjaan selalu memiliki keterbatasan seperti keterbatasan : waktu, pengetahuan dan keterbatasan dalam perhatian dan lain-lain. Dengan keterbatasan ini menyebabkan manusia butuh bantuan dari orang lain dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Dalam organisasi hal ini disebut pendelegasian wewenang. Apabila orang menyadari hal tersebut, maka ia akan bersedia melakukan pendelagasian. Tetapi tidak semua pimpinan bersedia melakukan pendelegasian, hal ini disebabkan karena alasan-alasan tertentu seperti takut kehilangan kekuasaan, kurang mempercayai bawahan atau takut kewibawaan berkurang. Di antara alasanalasan yang umum dijumpai mengapa pimpinan kurang suka melimpahkan wewenang, disebutkan oleh William F. Coventry yaitu : “1) Takut bawahan mendesak pimpinan; 2) Adanya kepentingan pribadi dalam melaksanakan pekerjaan; 3) Kurang kepercayaan terhadap bawahan”, (dalam Rosidi, 2002: 24). Adanya syarat kepercayaan dalam mendelegasikan wewenang adalah sangat diperlukan seperti yang diungkapkan oleh Alex S. Nitisemito (2006: 220), yaitu : Syarat kepercayaan ini sangat diperlukan dalam pendelegasian wewenang sebab tanpa adanya kepercayaan akan kemampuan daripada bawahanbawahannya untuk menerima pendelegasian wewenang, maka sulit bagi manager untuk melaksanakan pendelegasian wewenang dengan berhasil
24
Dari pendapat tersebut jelas bahwa dalam melaksanakan pendelegasian wewenang faktor kepercayaan adalah sangat penting dan menentukan sekali. Kepercayaan ini timbul karena manager tersebut berdasarkan pengamatannya selama ini betul-betul yakin kemampuan dari bawahannya yang akan menerima delegasi wewenang. Kemampuan itu tidak hanya terbatas pada kemampuan tugas-tugas dan wewenang yang dibebankan, tetapi juga kemampuan tugas-tugas dan wewenang yang dibebankan, tetapi juga kemampuan bertanggung jawab terhadap tugas dan wewenang yang diberikan. Pelimpahan sebagai suatu teknik dalam management mempunyai deminisi lain dari segi manusiawi untuk memperoleh kepuasan jiwa, dorongan bagi bawahan untuk mengerjakan sesuatu, pengakuan eksistensi dan keterlibatan dalam organisasi dan kesempatan untuk mengembangkan prakarsa. Ada beberapa hal yang mendapat perhatian khusus kepercayaan pimpinan dalam pendelegasian wewenang yang dikemukakan oleh Harold Koonzt (2000: 383), yaitu : 1. Kesediaan untuk menerima yaitu kesediaan untuk memberikan kesempatan kepada ide-ide orang lain; 2. Kesediaan untuk melepaskan hal untuk membuat keputusan kepada bawahan-bawahannya; 3. Kesediaan untuk membiarkan orang lain membuat kesalahan; 4. Kesediaan untuk menetapkan dan menggunakan pengendalian yang luas”.
25
Selanjutnya Siagian (2006 : 126) mengatakan bahwa sikap pimpinan inilah yang menentukan pendelegasian, yaitu : Agar pendelegasian wewenang dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam arti terselenggaranya tugas secara efektif dan efisien ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seperti adanya kepercayaan yang mendalam pada diri eksekutif yang mendelegasikan wewenang tertentu kepada eselon bawahannya Dengan melihat konsep tersebut, semakin nyatalah bahwa sikap pimpinan terhadap pendelegasian adalah sangat menentukan sekali. Sikap dari pimpinan ini mempunyai pengaruh yang besar kepada sikap pekerja. Apabila pimpinan menunjukkan bahwa mereka menghargai kesanggupan bekerja dari bawahannya dan mengharapkan bawahannya dapat melakukan pekerjaan yang bermutu maka pekerja-pekerja yang berkompeten akan tertarik dengan sendirinya karena merasa diberi kesempatan untuk mendemonstrasikan apa yang dapat mereka lakukan. Bagi pimpinan organisasi apapun hendaknya memiliki keyakinan yang disertai dengan sikap-sikap pribadi mendukung terlaksananya suatu pendelegasian wewenang dan kesadaran bahwa pimpinan yang sukses, karena melalui kesediaan mendelegasikan wewenangnya.
2.2.3. Efektivitas Pelaksanaan Tugas Pelaksanaan pendelegasian wewenang seperti yang telah disebutkan bahwa yang ingin dicapai adalah efektivitas kerja sehingga dari pendelegasian ini bertujuan untuk dapat meningkatkan efektivitas kerja pegawai. Pegawai negeri
26
sebagai aparat pemerintah mempunyai tugas untuk menyelenggarakan dan melaksanakan Ketertiban umum, maka pegawai dituntut untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya sehingga jalannya pemerintahan bisa berjalan lancar. Agar pegawai tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik perlu adanya suatu peranan pimpinan. Adapun peranan tersebut merupakan suatu tindakan yang mengarah pada pelaksanaan pekerjaan tersebut lebih baik yaitu dengan melalui pembinaan, pendelegasian dan tindakan itu dimaksudkan untuk dapat mengefektifkan pelaksanaan tugas pegawai. Dikatakan bahwa pendelegasian wewenang bertujuan agar pekerjaan dapat lebih efektif. Adapun konsep-konsep daripada efektif dapat penulis paparkan berikut ini menurut pandangan beberapa sarjana sebagai berikut : Gie (2003: 133), mengemukakan efektif bahwa : “efektif yang dimaksud suatu pekerjaan yang berhasil baik”. Demikian pula efektif menurut pendapat Rasyidi (2002: 128) sebagai berikut: “Efektif (effective) atau budaya tepat untuk menyebutkan bahwa sesuatu itu telah berhasil dilaksanakan dengan sempurna, secara tepat dan target telah dicapai”. Dari pendapat di atas dapat dikatakan suatu pelaksanaan tugas dijalankan efektif apabila tugas tersebut operasionalnya berjalan dengan baik serta mencapai target sesuai dengan sasaran. Dari pengertian efektif di atas penulis selanjutnya sampai pada pengertian efektivitas. Menurut Ensiklopedi “Administrasi”, pengertian efektivitas adalah :
27
Efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengerrtian terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan maka orang itu dapat dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana dikehendaki (Westra, 2001: 108). Sedangkan Emerson dalam Soewarso (2005 : 16), pengertian efektivitas adalah “Pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jelasnya bila sasaran atau tujuan yang telah tercapai sesuai yang direncanakan sebelumnya berarti efektif”. Dengan menggabungkan kedua konsep tersebut di atas jelaslah bahwa pengertian efektivitas mempunyai kecenderungan sebagai akibat dari perbuatan yang memang dikehendaki yang ditimbulkan oleh keseluruhan proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang sehubungan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan yang dibebankan kepadanya oleh pimpinan atau oleh organisasi dimana ia menggabungkan dirinya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa efektivitas kerja berarti pendelegasian pekerjaan tepat pada waktu yang ditetapkan. Dapat dikatakan konsep efektivitas ini sering pula dikaitkan dengan masalah kerja seseorang, dimana dalam organisasi yang efektif yaitu dengan melihat perilaku kerja atau karyawan dalam organisasi. Selain itu terkait pula dalam kerja seseorang terhadap penggunaan waktu. Pandangan ini dinyatakan oleh Siagian (2007: 3), yaitu : Efektivitas berkaitan erat bukan hanya dengan penggunaan sumber daya dan sarana serta prasarana kerja secara tepat akan tetapi juga dengan tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya dalam batas waktu yang telah ditentukan untuk pencapaiannya
28
Jadi secara sederhama dapat dikatakan bahwa efektivitas kerja berarti penyelesaian tepat waktu yang telah ditetapkan. Artinya apakah pelaksanaan sesuatu tugas dinilai baik atau tidak, sangat tergantung pada bagaimana tugas itu diselesaikan, dan tidak terutama menjawab pertanyaan bagaimanakah cara melaksanakannya dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu. Sedangkan tugas atau pekerjaan itu sendiri merupakan manifestasi daripada tujuan organisasi maupun tujuan perseorangan yang berhubungan dengan kelangsungan hidup kedua belah pihak. Dengan demikian pelaksanaan tugas dan penyelesaiannya dikatakan efektif apabila telah tercapai sasaran atau tujuan yang menjadi tujuan semula, dalam arti berbagai kebutuhan dan tuntutan-tuntutan organisasi maupun perseorangan bisa bersama-sama terpenuhi. Dengan demikian terselesainya tugas dari setiap bawahan atau pegawai secara efektif dengan sendirinya akan mencerminkan tingkat efektif pencapaian kebutuhan yang menjadi tuntutan perseorangan, yang pada gilirannya mewujudkan pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Uraian tersebut di atas kiranya menunjukkan relevansinya dalam sub bab ini, yaitu bahwa efektivitas pelaksanaan tugas dari setiap bawahan atau pegawai menjadi prasyarat atau landasan utama pada pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan, kendatipun demikian, konsepsi tentang efektivitas pelaksanaan tugas bawahan atau pegawai tersebut dalam skripsi ini tidak berarti mengacu pada prestasi yang dicapai. Dengan kata lain dapat disebutkan, tercapainya prestasi kerja tidak selalu berarti tercapainya efektivitas kerja. Akan tetapi yang dipermasalahkan
29
adalah bagaimana seharusnya mengoptimalkan tingkat dan ruang lingkup sasarannya yang dapat dicapai dengan batasan sarana, sumber dan dana yang tersedia dalam organisasi, Jadi bentuk efektivitas itu mengacu pada lebih luas dan optimalnya ruang lingkup sasaran yang bisa dicapai dengan tetap mengandalkan sumber daya dan sarana yang relatif terbatas. Dapat disimpulkan bahwa efektivitas kerja bukan berarti merupakan suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya tujuan final suatu organisasi, akan tetapi lebih dari itu perhatian mengarah pada bagaimana proses berlangsungnya upaya untuk mencapai tujuan tersebut memberikan akibat tertentu pada hasil penyelesaian pekerjaan. Dari pendapat Emerson tentang efektivitas yaitu bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jelasnya bila sasaran atau tujuan yang telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan berarti efektif. Dari pendapat Emerson di atas dapat dimengerti bahwa pelaksanaan tugas dikatakan efektif apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, tercapainya tujuan apabila mempunyai efek atas pengaruh sesuai dengan yang dikehendaki. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwasanya pengertian dari efektivitas pelaksanaan tugas pegawai adalah bagaimana tugas tersebut dilaksanakan dengan baik, tepat dalam pemenuhan target dan pelaksanaannya dilakukan dengan peraturan atau aturan-aturan tata kerja yang berlaku.
30
Kesemua hal-hal tersebut di atas bila dihubungkan dengan program yang telah
ditetapkan
maka
nampaklah
suatu
hubungan
erat
yaitu
antara
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dengan efektivitas program secara keseluruhan. Pertanggungjawaban efektivitas program secara keseluruhan tersebut merupakan kewajiban dari bawahan dalam melaksanakan wewenang, tugas dan tanggung jawab yang didelegasikan kepadanya. Untuk mengetahui apakah suatu tugas dapat dikatakan berhasil atau efektif apabila tugas-tugas tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana dan diselesaikan dengan efisien dan efektif.
2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 2.3.2. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah suatu konsep yang menunjukkan adanya hubungan variabel-variabel dalam penelitian. Berdasar konsepsi awal dan rumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai, maka model konseptual hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
Koordinasi (X1) Efektivitas Pelaksanaan Tugas Satpol PP (Y) Pendelegasian Wewenang (X2) Gambar 2.1 Model Konseptual Variabel Penelitian
31
2.3.3. Hipotesis Penelitian Pengertian hipotesis menurut Surachmad (2005: 38) yaitu : “Hipotesis adalah suatu kesimpulan, tetapi kesimpulan ini belum final. Masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis adalah suatu jawaban dugaan yang dianggap bisa kemungkinannya untuk menjadi jawaban yang benar”. Dari pendapat di atas bahwa hipotesis merupakan dugaan sementara sebelum dapat diteliti kebenarannya. Dan dalam menentukan hipotesis ini agar sesuai dengan ketentuan yang bersifat ilmiah, maka diperlukan hipotesis yang baik. Sedangkan dalam menentukannya maka seorang peneliti perlu memperhatikan kriteria-kriteria, yang mana kriteria tersebut seperti yang dijelaskan oleh Singarimbun dan Sofyan Efendi (2005 : 22), yaitu : 1. Hipotesis harus menggambarkan hubungan antara dua variabel 2. Hipotesis harus memberikan petunjuk bagaimana pengujian hubungan tersebut. Ini berarti variabel-variabel yang dicantumkan dalam hipotesis harus dapat diukur dan benar serta arah hubungan antara dua variabel harus jelas”. Sebelum dirumuskan tentang hipotesis penelitian, untuk mempemudah pemahaman dan sekaligus sebagaid asar dalam merumuskan hipotesis penelitian, maka perlu disusun kerangka hipotesis penelitian. Kerangk hipotesis penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
32
Koordinasi (X1) Efektivitas Pelaksanaan Tugas Satpol PP (Y) Pendelegasian Wewenang (X2)
Gambar 2.2 Kerangka Hipotesis Penelitian
Maka dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Secara parsial diduga bahwa faktor koordinasi (X1), dan pendelegasian tugas/wewenang (X2) dapat berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan. 2. Secara simultan diduga bahwa faktor koordinasi (X1), dan pendelegasian tugas/wewenang (X2) dapat berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan.