PEMANFAATAN TANAH PASIR KELANAUAN YANG DIPADATKAN DENGAN CAMPURAN BENTONITE SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL COMPACTED SOIL LINER Qonit Ayu Pranita1, Runi Asmaranto2, Andre Primantyo Hendrawan2 Anggara Wiyono Wit Saputra2, Dian Chandrasasi, Zaenal Abidin3 1Mahasiswa
Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 3Pembimbing Lapangan Laboratorium Geoteknik PT Indra Karya Malang Email:
[email protected] 2Dosen
ABSTRAK Compacted Soil Liner adalah suatu lapisan tanah pada sanitary landfill yang dipadatkan dan digunakan untuk menghalangi lindi masuk dan mencemari air tanah. Karena itu, sangat penting untuk mencapai standar parameter tertentu untuk memenuhi harga permeabilitas yang diijinkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sifat fisik dan mekanik campuran tanah asli dan bentonite yang dapat digunakan sebagai material compacted soil liner. Benda uji berupa campuran tanah asli pasir kelanauan dan bentonite dengan tiga komposisi berbeda. Setiap campuran dipadatkan dengan Standard Proctor untuk menentukan kurva pemadatan. Kondisi kepadatan tertentu yang mewakili kondisi dry side, optimum dan wet side dimodelkan kembali dan uji falling head permeability diterapkan pada seluruh benda uji untuk mengukur harga konduktivitas hidraulik (k). Terlihat konduktivitas hidraulik (k) dari campuran akan menurun dengan bertambahnya kadar bentonite. Permeabilitas terkecil didapat pada kondisi optimum yang memiliki kepadatan tertinggi. Campuran 70% Bentonite dan 30% tanah pasir kelanauan memiliki nilai permeabilitas terkecil yang memenuhi syarat EPA untuk compacted soil liner dengan nilai k lebih kecil dari 1 x 10-9 cm/detik. Kata kunci: Compacted Soil Liner, campuran pasir kelanauan - bentonite, sifat fisik dan mekanis tanah, permeabilitas, Standard Proctor
ABSTRACT Compacted Soil Liner is a soil layer of sanitary landfill which is compacted and used to block leachate that can enter and contaminate groundwater. Thus, it is important to reach specific standard parameters to satisfy the value of required permeability. The purpose of this study is to evaluate the characteristics of physical and mechanical properties of natural soil and bentonite mixtures that can be used as compacted soil liner materials. The specimens were mixtures of natural silty sand soil and commercial Bentonite under three different compositions. Each of mixture has been compacted under Standard Proctor to determine its compaction curve. The representation of dry side, optimum and wet side condition will be remodeled again and the falling head permeability tests have been applied to measure the hydraulic conductivity (k) of the specimens. It can be observed that the hydraulic conductivity (k) of the mixtures decreases with the increasing of bentonite content. The smallest permeability had been reached for the optimum samples that had a highest density condition. A mixture of 70% bentonite+30% natural silty sand had a smallest value of permeability that fulfill the requirement of EPA for compacted soil liner with a value of k less than 1 x 10-9 cm/s. Keywords: Compacted soil liner, silty sand – bentonite mixtures, physical and mechanical properties, permeability, Standard Proctor
1. PENDAHULUAN Sampah yang terkumpul di TPA adalah suatu hal yang umum diIndonesia. Hal ini dapat menjadi masalah apabila sampah telah menggunung melebihi batas wajar dan menimbulkan masalah
seperti pencemaran air tanah dan udara di sekitar lokasi TPA. Kasus inilah yang sedang marak terjadi pada beberapa TPA di Indonesia, semakin bertambahnya TPA yang ditutup oleh protes warga
akibat pencemaran serta ketidakmampuan TPA untuk menampung sampah yang datang. Pencemaran sumber air oleh sampah terjadi karena sampah yang dibuang dengan caraopen dumping dan tertimbun di TPA mengalami dekomposisi yang bersama air hujan menghasilkan cairan lindi (leachate). Lindi adalah air hasil degradasi dari sampah dan dapat menimbulkan pencemaran apabila tidak diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Air lindi selalu menyertai pembuangan akhir sampah padat. Air lindi yang mengandung senyawasenyawa organik dan anorganik dengan konsentrasi 5000 kali lebih tinggi dari pada air tanah, masuk dan mencemari air tanah atau air sungai (Maramis, 2008). Untuk memenuhi kebutuhan penutup bagi landfill, biasanya dipakai tanah yang berasal dari daerah luar wilayah TPA. Hal ini tentunya akan membutuhkan biaya tambahan guna mobilisasi material tanah penutup tersebut. Selain itu juga dibutuhkan material penutup yang memiliki kualitas lebih baik dalam menahan rembesan air hujan dibandingkan dengan tanah. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif lain guna mengatasi masalah ini. Saat ini alternatif yang dapat dipertimbangkan sebagai material tanah penutup adalah campuran antara tanah asli dengan bentonite, sehingga dibutuhkan suatu metode untuk menentukan karakteristik permeabilitas yang paling efektif digunakan sebagai tanah penutup. 2. KONSEP DASAR Compacted Soil Liner (CSL) telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai penghalang merembesnya air untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Beberapa pelapis dasar dan sistem penutup yang umum digunakan adalah CSL tunggal. CSL sering digunakan bersama dengan lapisan geomembran untuk membentuk pelapis komposit, dimana geomembran ditempatkan langsung pada permukaan CSL. Gambar 1. Menun-
jukkan perbandingan metode pembuangan limbah open dumping pada TPA yang digunakan oleh kebanyakan kota-kota berkembang dan sistem modern landfill yang masih belum banyak diaplikasikan. Gambar 1. TPA dengan metode open dumping (kiri) dibandingkan
dengan modern landfill (kanan) yang memiliki landfill liner.
Campuran bentonite dengan tanah pasir secara luas digunakan sebagai penghalang untuk mengendalikan perpindahan cairan dari TPA karena campuran bentonite dapat berkombinasi dengan kekuatan yang relatif tinggi dan kemampatan rendah dengan daya konduktivitas hidrolik yang sangat rendah. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan suatu campuran yang berisi cukup tanah pasir untuk memastikan stabilitas campuran yang padat dan cukup bentonite untuk mengisi kekosongan antar butiran pasir. Manfaat lainnya adalah campuran bentonite dengan tanah pasir yang dipadatkan mengandung sejumlah kadar bentonite rendah yang bersifat melawan pengeringan (Tay et.al. 2001), dan campuran bentonite dengan tanah pasir mempunyai suatu bahan kapasitas penyangga kimia yang tinggi (Yong, 1999B). Berdasarkan EPA (1993) koefisien permeabilitas tanah pelapis tidak diperbolehkan melebihi 1x10-9 cm/s, hal ini tergantung pada material yang dikandung tanah. Sedangkan, menurut Pedoman The European Union Landfill (1999/31/European Communities) menentukan parameter permeabilitas berdasarkan jenis limbah yang dibuang di TPA. Pedoman ini merujuk bahwa TPA harus dikondisikan dan dirancang untuk
memastikan pencegahan polusi terhadap atmosfer, air tanah, air permukaan dan tanah. Parameter permeabilitas TPA dibedakan berdasarkan persyaratan: TPA untuk limbah berbahaya, K < 1 x 10-9 cm/s dan ketebalan > 5 m TPA untuk limbah tidak berbahaya, K < 1 x 10-9 cm/s dan ketebalan > 1 m TPA untuk innert waste, K < 1 x 10-7 cm/s dan ketebalan > 1 m Mineral yang terkandung di dalam tanah dapat mempengaruhi koefisien permeabilitas secara signifikan. Tanah dengan kandungan mineral lempung aktif yang lebih tinggi dan butir tanah yang baik pada umumnya menghasilkan koefisien permeabilitas yang lebih rendah, sebagai akibat dari ketebalan pori-pori tanah yang semakin besar. Pada umumnya, nilai permeabilitas menurun dengan meningkatnya nilai Liquid limit dan Plasticity index, karena indikator ini berhubungan langsung dengan mineralogi dan kandungan lempung dalam tanah (Benson.,et. al, 1994;. Mitchell and Soga, 2005). Pengujian SEM diatur pada ASTM E986-97. Scanning electron microscope (SEM) adalah suatu jenis mikroskop elektron yang menciptakan berbagai gambaran dengan memusatkan suatu berkas cahaya energi elektron tinggi ke permukaan suatu sampel dan sinyal pendeteksian dari interaksi elektron dengan permukaan sampel. Dalam uji SEM output yang dihasilkan adalah gambar perbesaran dari pembangkitan sinyal elektron, sehingga terdapat suatu perbedaan antara bendabenda yang materialnya berbeda karena susunan elekronnya yang berbeda-beda pula. Jenis sinyal terkumpul dalam suatu SEM bervariasi dan dapat meliputi elektron sekunder, karakteristik sinar ront-gen,serta hamburan balik elektron. Pada penggunaan mikroskop elektron, me-rupakan berkas cahaya elektron yang dipusatkan untuk memperoleh perbesaran jauh lebih tinggi dibanding suatu
mikroskop cahaya konvensional. Contoh hasil uji SEM pada tanah lempung Bentonite dan tanah asli dapat dilihat pada Gambar 2. berikut.
(a)
(b)
Gambar 2. (a) Gambar uji SEM lempung Bentonite perbesaran 2000x dan (b) Gambar uji SEM Tanah Asli perbesaran 5000x.
1.
2.
1.
2.
3. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Geoteknik PT. Indra Karya (untuk pengujian specific gravity, analisis saringan dan hydrometer, konsistensi tanah, pemadatan standart proctor, serta falling head). Penelitian ini didasarkan pada pengujian di laboratorium dan dilakukan dengan cara membuat serangkaian benda uji dari material tanah timbunan berjenis tanah pasir kelanauan (silty sand) yang dipadatkan dengan campuran bentonite komersil. Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah: Untuk pengujian pemadatan di laboratorium, material tanah ini direncanakan dipadatkan dengan energi Standart Proctor. Untuk menentukan harga koefisien permeabilitas digunakan metode Falling Head Test. Pada pemodelan benda uji tanah ini, dibuat 3 (tiga) buah sampel dengan variasi atau komposisi antara tanah asli dan bentonite sebagai berikut : Tanah A (70 % TA + 30 % B), artinya komposisi sampel dengan jumlah tanah asli sebanyak 70 % dan bentonite sebanyak 30 %. Tanah B (50 % TA + 50 % B), artinya komposisi sampel dengan jumlah tanah
asli sebanyak 50% dan bentonite sebanyak 50%. 3. Tanah C (30 % TA + 70 % B), artinya komposisi sampel dengan jumlah tanah asli sebanyak 30% dan bentonite sebanyak 70%. Adapun tujuan dari variasi tersebut adalah untuk memodelkan plastisitas tanah asli yang mewakili kondisi tanah pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang akan diuji permeabilitasnya. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, analisis pembagian butiran tanah menggunakan dua metode analisis yaitu: analisis ayakan (sieve analysis) dan analisis hydrometer. Berikut adalah hasil analisis pembagian butiran tanah dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1. Hasil analisis pembagian butiran tanah
1 2 3 4 5
Kerikil (Gravel) (%) 6.21 4.89 5.45 4.62 0.02
Pasir (Sand) (%) 46.73 41.49 26.13 14.75 1.13
Lanau (Silt) (%) 29.51 16.20 18.76 24.05 28.62
Lempung (Clay) (%) 17.56 37.41 49.65 56.58 70.23
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari data yang diperoleh pada Tabel 1 dapat pula digambarkan grafik gabungan analisis pembagian butiran tanah seperti Gambar 3 berikut ini. GRAFIK ANALISA DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
100 90 80 70 60 Passing (%)
No.
Prosentase Bentonite (%) 0 30 50 70 100
50 40
30 20 10 0 TANAH ASLI
Clay
S ilt
70% B + 30% TA
50% B + 50% TA Particle diameter (mm)
S and
30% B + 70% TA
Gravel Cobble Fine Coarse
BENTONITE
Boulder
Gambar 3. Grafik analisa distribusi butiran tanah.
Dari Gambar 3 dapat ditarik kesimpulan bahwa yang memiliki nilai D10 hanya tanah asli 0,0017 mm,
sedangkan pada tanah bentonite dan campuran tanah asli dengan bentonite tidak memiliki nilai D10. Untuk hubungan antara nilai Atterberg Limit dan penambahan Bentonite dapat dilihat pada Gambar 4. berikut ini.
Gambar 4. Grafik Pengaruh Penambahan Bentonite terhadap nilai Atterberg Limit
Dari Gambar 4., dapat diketahui bahwa Bentonite memiliki nilai Liquid Limit dan Plasticity Index yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Tanah Asli, sehingga Bentonite memiliki plastisitas yang lebih tinggi. Tingginya nilai plastisitas pada bentonite disebabkan oleh kandungan mineral montmorillonite yang sangat tinggi, montmorillonite sehingga dapat menyerap air dengan sangat kuat, dan mudah mengalami proses pengembangan sehingga mempengaruhi nilai LL dan PI. Penambahan prosentase Bentonite menyebabkan nilai Liquid Limit dan Plasticity Index semakin meningkat. Ben-tonite meningkatkan plastisitas tanah lempung dengan mengikat lebih banyak partikel air untuk mengisi rongga-rongga tanah dalam membentuk campuran yang kedap air. Tanah dengan nilaiplasticity index yang tinggi (>30% - 40%) cenderung membentuk gumpalan yang keras ketika kondisi kering dangumpalan yang sangat lengket ketika kondisi basah. Tanah dengan plastisitas tinggi juga cenderung cepat dalam hal penyusutan dan pengembangan ketika dikeringkan atau dibasahi.
Untuk pengaruh dari penambahan Bentonite terhadap nilai specific gravity dapat dilihat pada Gambar 5. berikut ini.
merupakan jenis tanah pasir berlanau (campuran antara kerikil-pasir dan lanau lempung) dengan plastisitas tinggi yang memiliki daya dukung juga kurang baik. Berdasarkan data-data Atterberg Limit yang diperoleh dapat ditentukan potensial mengembang (swelling potential) dari kedua campuran tanah seperti Gambar 6. berikut ini.
Gambar 5. Pengaruh Bentonite terhadap Spesific Gravity
Sistem klasifikasi tanah yang digunakan pada pengujian ini adalah sistem klasifikasi tanah AASHTO (American Association Of State Highway and Transporting Official) dan UnifiedSoil Clasification System (USCS). Kedua sistem ini sama-sama memperhitungkan distribusi ukuran butir dan batas-batas Atterberg. Berikut ini merupakan klasifikasi kedua tanah yang digunakan seperti Tabel 2. dan Tabel 3. berikut ini : Tabel 2. Klasifikasi tanah menurut standart USCS Tanah Bentonite
LL
PI
Simbol Jenis Tanah CH Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasirTanah Asli GM 56,98 18,15 lanau 30%B+70%TA 195,73 156,99 CH Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi 50%B+50%TA 289,40 250,96 CH Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi 70%B+30%TA 381,04 343,23 CH Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi 520,79 483,22
Sumber: Hasil analisa dan data
Tabel 3. Klasifikasi tanah menurut standart AASHTO Tanah Bentonite Tanah Asli 30%B+70%TA 50%B+50%TA 70%B+30%TA
LL 520.79 56.98 195,73 289,40 381,04
Gambar
6. Grafik klasifikasi potensi mengembang Tanah asli dan Bentonite
Dari Gambar 6. dapat diketahui bahwa untuk kedua tanah yang digunakan dalam penelitian ini memiliki potensi mengembang (swelling potential) yang berbeda-beda. Untuk tanah Bentonite dan ketiga campuran tanah termasuk dalam kategori sangat tinggi (very high) dan tergolong aktif dan ekspansif (A > 1,25), sedangkan tanah asli termasuk dalam kategori sedang (medium) dan tergolong aktif dan ekspansif (A > 1,25). Berdasarkan hasil pengujian standart proctor pada masing-masing komposisi campuran tanah dapat dilihat pada kurva pemadatan berikut ini.
PI Simbol Jenis Tanah 483.22 A-7-5 Lanau sampai Lempung dengan PI < LL - 30 18.15 A-7-5 Lanau sampai Lempung dengan PI < LL - 30 156,99 A-7-5 Lanau sampai Lempung dengan PI < LL - 30 250,96 A-7-5 Lanau sampai Lempung dengan PI < LL - 30 343,23 A-7-5 Lanau sampai Lempung dengan PI < LL - 30
Sumber: Hasil analisa dan data
Dari Tabel 2.dan Tabel 3.dapat disimpulkan bahwa : Bentonite merupakan jenis tanah lempung dengan plastisitas tinggi yang memiliki daya dukung kurang baik sedangkan untuk tanah asli
Gambar 7. Kurva pemadatan tanah
Dari kadar air yang didapatkan dari kurva pemadatan pada Gambar 7. dapat ditentukan kondisi dry side, kondisi optimum dan kondisi wet side yaitu kondisi dimana kadar air 3% kurang dari kadar air optimum (kondisi dry side) dan kadar air 3% di atas kadar air optimum (kondisi wet side). Ketiga kondisi inilah yang akan ditentukan nilai permeabilitasnya masing-masing. Dari hasil pengujian permeabilitas pada penelitian, didapatkan hasil rekapitulasi perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel 4. berikut ini. Tabel 4. Rekapitulasi hasil pengujian permeabilitas No 1 2 3
Prosentase Bentonite (%) 30 50 70
k (-3% OMC) cm/s 3.208E-07 2.434E-08 2.122E-08
k (kondisi OMC) cm/s 1.050E-08 4.120E-09 2.600E-09
k (+3% OMC) cm/s 2.565E-07 1.512E-08 1.384E-08
Sumber: Hasil perhitungan
Dari data yang diperoleh pada Tabel 4. dapat ditarik hubungan antara prosentase bentonite dengan nilai k pada ketiga kondisi tersebut, seperti pada Gambar 7. berikut ini.
Gambar 7. Hubungan antara penambahan Bentonite terhadap nilai k.
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatnya kadar Bentonite dalam tanah menyebabkan nilai koefisien permeabilitas menurun. Bentonite mengisi rongga-rongga halus dalam tanah serta membuatnya kedap dengan menurunkan angka pori dan konduktivitas hidraulik hingga mencapai 10-9 cm/s. Nilai permeabilitas juga menurun saat kadar air mendekati optimum, baik dalam kondisi dry side maupun wet side dimana nilai
permeabilitas pada kondisi wet side lebih kecil dibandingkan kondisi dry side.Hal ini disebabkan oleh rongga-rongga yang timbul akibat pemadatan. 5. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Penambahan bentonite berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanis tanah pasir kelanauan, antara lain: a. Nilai Liquid Limit dan Plasticity Index meningkat dan sebaliknya nilai Plastic Limit serta Shrinkage Limit menurun. b. Potensi mengembang (swelling potential) semakin tinggi dengan nilai A > 1,25 dan prosentase swelling potential > 25%. Bentonite memiliki potensi mengembang sangat tinggi, karena mengandung mineral montmorillonite dengan daya ikat terhadap air yang besar. Hal ini disebabkan oleh nilai PI Bentonite yang besar sehingga meningkatkan nilai Aktivitas (A), Nilai A berbanding lurus dengan nilai PI. c. Nilai OMC dan MDD menurun. 2. Tanah pasir kelanauan yang dipadatkan dengan campuran bentonite memiliki karakteristik permeabilitas sebagai berikut: a. Tanah pasir kelanauan yang dipadatkan dengan campuran Bentonite pada masing-masing kompsisi menyebabkan nilai k semakin rendah karena tingginya nilai PI. b. Semakin tinggi prosentase Bentonite yang ditambahkan pada tanah pasir kelanauan, menyebabkan turunnya harga k. Bentonite mengisi ronggarongga halus dalam tanah serta membuatnya kedap dengan menurunkan konduktivitas hidraulik, dimana pada kondisi optimum nilai k akan turun pada masing-masing komposisi sebagai berikut: 30% B + 70% TA = 1,050 x 10-8 cm/s 50% B + 50% TA = 4,120 x 10-9 cm/s 70% B + 30% TA = 2,600 x 10-9 cm/s
c. Nilai permeabilitas terkecil diperoleh dari kondisi optimum, dimana nilai k menurun saat kadar air mendekati optimum, baik dalam kondisi dry side maupun wet side, nilai k pada kondisi wet side lebih kecil dibandingkan kondisi dry side. 3. Dari hasil analisa pengujian dapat disimpulkan bahwa campuran 70% B + 30% TA memiliki konduktivitas hidraulik paling kecil dan memenuhi standart parameter untuk Compacted Soil Liner dari EPA bahwa nilai konduktivitas hidraulik yang memenuhi standart parameter untuk CSL adalah mencapai 1 x 10-9 cm/s atau lebih kecil dengan nilai k masing-masing kondisi sebagai berikut: a. Kondisi dry side = 2,122 x 10-8 cm/s b. Kondisi optimum = 2,600 x 10-9 cm/s c. Kondisi wet side = 1,384 x 10-8 cm/s UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Teknik Universitas Brawijaya karena atas biaya DIPA tahun anggaran 2014 berdasarkan kontrak nomor. 27/ UN 10. 6/ PG/ 2014 tanggal 21 April 2014 penelitian ini dapat dilaksanakan; Laboratorium Geoteknik PT. Indra Karya Malang, khususnya Bapak Zaenal Abidin dan Bapak Didik yang telah memberikan izin dan bantuan selama berlangsungnya penelitian di laboratorium dari awal hingga akhir; Bapak
Prasetyo Rubiantoro selaku Laboran di Laboratorium Tanah dan Air Tanah Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang yang banyak membantu selama berlangsungnya penelitian. DAFTAR PUSTAKA Benson, C.H.; Zhai, H. and Wang, X. (1994). Estimating hydraulic condu-ctivity of compacted clay liners. Jour-nal of Geotechnical Engineering, ASCE, 120(2), 366-387.
Das,B. 1985. Mekanika Tanah ( PrinsipPrinsip Rekayasa Geoteknik) Jilid 1. Erlangga. Surabaya. EPA. 1993. Solid waste disposal facility criteria. U.S: Environmental Protection Agency, Technical Manual. EPA/530-R-93-017. Koerner, R. M. 1984. Construction and Geotechnical Methods in Foundation Engineering. Mc GrawHill. United States of America. Maramis, A, 2008. Pengelolaan Sampah dan Turunannya di TPA, Alumni ProgramPasca Sarjana Ma-gister Biologi Terapan, Universitas Satyawacana, Salatiga. Tay, Y.Y., Stewart, D.I. and Cousens, T.W. (2001). Shrinkage and Desic-cation Cracking in Bentonite-Sand Landfill Liners. Engineering Geology, 60, 263274. Yong, R.N. (1999b). Overview of modelling of clay microstructure and interactions for prediction of waste isolation barrier performance. Engineering Geology, 54, 8391. http://oceanworld.tamu.edu/resources/en virontmentbook/groundwaterco ntamination.html (diakses 23 Februari 2014)