236
ISSN 0216 - 3128
Tri Muji Ermayanti, dkk.
PERTUMBUHAN DAN KADAR ARTEMISININ ARTEMISIA ANNUA L. HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KULTUR TUNAS PUCUK Tri Muji Ermayanti1, Erwin Al Hafiizh1, Arthur A. Lelono2, Wiguna Rahman3 dan Andri Fadillah Martin1 1
Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Jalan Raya Bogor Km 46, Cibinong, 16911, Jawa Barat email:
[email protected] 2 Pusat Penelitian Kimia-LIPI 3 Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas-LIPI
ABSTRAK PERTUMBUHAN DAN KADAR ARTEMISININ ARTEMISIA ANNUA L. HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KULTUR TUNAS PUCUK. Artemisinin adalah senyawa utama yang dihasilkan oleh tanaman Artemisia annua sebagai bahan obat antimalaria. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kadar artemisinin pada A. annua sehingga ekonomis. Pada beberapa tanaman, induksi mutasi dengan irradiasi sinar Gamma dapat meningkatkan kadar metabolit sekunder. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan kadar artemisinin A. annua setelah irradiasi sinar Gamma. Irradiasi dilakukan terhadap kultur tunas pucuk (in vitro) dengan dosis 5-50 Gy. Daya hidup, pertumbuhan kultur tunas, konfirmasi tingkat ploidi, aklimatisasi, pertumbuhan di lapangan dan kadar artemisinin diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LD50 untuk A. annua adalah 36,37 Gy sehingga pada dosis 40 Gy tunas hanya tumbuh pada lingkungan terkontrol di laboratorium, tumbuh terhambat di lapangan. Dengan dosis 50 Gy, tunas hanya mampu tumbuh hingga minggu ke-8 kemudian mati. Dosis irradiasi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman di lapangan dan kadar artemisinin yang dihasilkan. Kata kunci : Artemisia annua, irradiasi sinar Gamma, kultur tunas pucuk, pertumbuhan, kadar artemisinin
ABSTRACT GROWTH AND ARTEMISININ CONTENT OF ARTEMISIA ANNUA L. AS A RESULT OF GAMMA IRRADIATION ON SHOOT CULTURE. Artemisinin is the main compound produced by Artemisia annua is used as antimalarial drug. Many research have been conducted in order to increase artemisinin content in A. annua so that it can be produced economically. In several plants, mutation can be induced by Gamma irradiation to increase their secondary metabolite production. The aim of this reserach was to investigate the growth and artemisinin content of A. annua after Gamma irradiation. Irradiation was conducted using in vitro shoot tips with 5-50 Gy. Survival rate, growth of shoot culture, ploidy level confirmation, acclimatization, growth of plants in the field and artemisinin content were recorded. The results showed that LD50 of A. annua was 37 Gy, therefore, shoots only grew in the control environment in the laboratory, their growth in the field was inhibited. Irradiation with 50 Gy, shoots only grew for 8 weeks, and died afterwards. Irradiation dose affected on growth of plants in the field as well as their artemisinin content. Keywords : Artemisia annua, Gamma irradiation, shoot culture, growth, artemisinin content
PENDAHULUAN
S
alah satu obat antimalaria yang saat ini digunakan untuk mengatasi resistensi Plasmodium falciparum penyebab penyakit malaria yang direkomendasikan WHO adalah artemisinin yang dihasilkan oleh tanaman Artemisia annua [1]. Tanaman ini mengandung kadar artemisinin yang bervariasi mulai rendah hingga cukup tinggi, berkisar antara 0,01–0,14% [2]. Secara tradisional tanaman ini telah lama dimanfaatkan untuk obat antimalaria [3]. Penelitian yang berkaitan dengan produksi artemisinin telah banyak dilakukan pada beberapa jenis Artemisia terutama A. annua mengunakan beberapa teknik termasuk bioteknologi [4]. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan
kandungan artemisinin pada A. annua antara lain dengan cara budidaya yang efektif [5-10] atau dengan perbaikan genetik tanaman sehingga dapat meningkatkan biomassa tanaman sekaligus meningkatkan kandungan metabolit sekundernya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa poliploidisasi melalui perlakuan kolkisin [11,12] atau orizalin [13] dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, sehingga produksi biomassa juga meningkat, dengan demikian total artemisinin per tanaman juga meningkat. Pada kultur akar rambut A. annua tetraploid menghasilkan kadar artemisinin lebih tinggi dibandingkan tanaman diploid, namun keberhasilan poliploidisasi dengan menggunakan kolkisin hanya 20%, sehingga perlu ditingkatkan efisiensinya [14].
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
Tri Muji Ermayanti, dkk.
ISSN 0216 - 3128
Induksi mutasi pada tanaman dapat dilakukan dengan irradiasi sinar Gamma dengan tujuan untuk meningkatkan produksitivas tanaman sekaligus meningkatkan produksi metabolit sekunder. Irradiasi sinar Gamma dapat dilakukan secara in vitro dengan menggunakan eksplan dari kultur tunas, kecambah, maupun kalus, atau dilakukan dengan menggunakan bahan tanaman ex vitro seperti biji atau kecambah. Hasil irradiasi sinar Gamma terhadap kalus Nothapodytes foetida dengan dosis 5-30 Gy dapat meningkatkan pertumbuhan kalus, dan pada dosis 20 Gy mencapai pertumbuhan maksimum dengan produksi metabolit sekunder kampotesin total (senyawa antikanker) juga tertinggi yaitu 20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu kalus tanpa irradiasi [15]. Irradiasi sinar Gamma juga meningkatkan perkecambahan dan produksi alkaloid pada Atropa belladonna [16]. Dosis penyinaran optimum sangat dipengaruhi oleh spesies tanaman dan bahan tanaman yang dipergunakan. Penelitian kultur jaringan tanaman telah berkembang pesat terutama untuk memperoleh bibit yang berkualitas. Keuntungan aplikasi teknik ini antara lain dapat menyediakan bibit terkontrol yaitu bebas penyakit, dapat diproduksi sepanjang musim dan mudah dilakukan manipulasi genetik untuk mendapatkan klon-klon unggul yang bermanfaat bagi pemuliaan tanaman. Konservasi bibit unggul juga dapat dilakukan dengan mudah pada kondisi terkontrol di laboratorium [4]. Oleh karena itu induksi mutasi tanaman dengan tujuan untuk mendapatkan klon-klon unggul salah satunya melalui irradiasi sinar Gamma juga menguntungkan apabila dilakukan secara in vitro karena mudah untuk dilakukan seleksi. Induksi mutasi dengan sinar Gamma telah dilakukan pada A. annua, namun untuk memperoleh kadar artemisinin tinggi masih diperlukan masa panen yang cukup lama yaitu 8 bulan [17] sehingga tidak ekonomis. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi, antara lain menggunakan genotipe yang berbeda agar diperoleh hasil yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan kultur tunas pucuk A. annua setelah dilakukan irradiasi sinar Gamma, pertumbuhannya di lapangan dan kadar artemisininnya. Diharapkan dari hasil irradiasi dapat dilakukan seleksi klon-klon tanaman yang mempunyai pertumbuhan dan kadar artemisinin tinggi.
TATA KERJA Irradiasi sinar Gamma terhadap kultur tunas pucuk Tunas pucuk A. annua berumur sekitar 2 minggu pada media MS [18] tanpa zat pengatur tumbuh (ZPT) (media MS0) di petridish diirradiasi dengan sinar Gamma dengan dosis 0 (kontrol), 5,
237
10, 20, 30, 40 dan 50 Gy. Satu hari setelah irradiasi, eksplan tunas pucuk dipindahkan pada media MS tanpa ZPT. Kultur diinkubasi di ruang inkubasi di tempat terang, pada suhu 26±2 °C, selama 8 minggu. Rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 1 faktor yaitu dosis radiasi dengan 7 taraf yaitu: 0, 5, 10, 20, 30, 40, dan 50 Gy. Setiap perlakuan mempunyai 6 ulangan, tiap botol berisi 5 eksplan, sehingga total sebanyak 72 satuan percobaan. Pengamatan dilakukan untuk melihat pertumbuhan tunas dan tunas yang mati untuk mendapatkan LD50.
Penumbuhan tunas pucuk pada media MS Setelah 8 minggu irradiasi dilakukan subkutur selama 3 kali dengan cara memotong tunas pucuk dengan panjang antara 1,5-2,0 cm, kemudian ditumbuhkan pada media MS baru tanpa zat pengatur tumbuh. Kultur di inkubasi di ruang inkubasi di tempat terang, pada suhu 26±2 °C. Pertumbuhan tunas dicatat setiap minggu selama 8 minggu. Pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tunas, jumlah daun, dan jumlah tunas majemuk. Pengamatan dilakukan setiap minggu hingga minggu ke-8 (tunas berumur 8 minggu).
Aklimatisasi lapangan
dan
penanaman
di
Sebanyak 876 planlet A. annua dengan jumlah aksesi sebanyak 58 aksesi (Tabel 1) berumur 5-6 minggu pada media MS0 diaklimatisasi. Planlet dikeluarkan dari botol kultur, kemudian akar dicuci dengan air kran hingga bersih. Selanjutnya akar dioles dengan perangsang pertumbuhan akar (Rootone) kemudian planlet ditanam pada polibag berisi media campuran kompos, tanah dan sekam. Setelah ditanami, polibag disungkup dengan plastik, kemudian diletakkan pada tempat teduh sampai daun baru mulai tumbuh. Setelah 2-3 minggu bibit ditanam di lapangan di Cibodas pada ketinggian 1300 m dpl dengan jarak tanam 50 x 100 cm. Pemupukan menggunakan Urea dengan dosis 40 kg/ha, SP36 40 kg/ha, dan KCl, 40 kg/ha. Pemupukan diberikan dua kali yaitu pada saat tanam dan satu bulan setelah tanam. Parameter pertumbuhan yang diamati adalah prosentase planlet yang hidup dihitung sebelum dipindahkan ke lapangan, laju jumlah cabang (jumlah cabang/minggu) dan laju tinggi tanaman (cm/minggu) dihitung pada saat tanaman berumur 1 dan 12 minggu setelah tanam. Laju pertumbuhan tinggi tanaman dan laju pertambahan jumlah cabang dihitung sebagai hasil dari {(nilai pengukuran akhir nilai pengukuran awal)/rentang waktu pengamatan}.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
ISSN 0216 - 3128
Tabel 1. Jumlah planlet yang diaklimatisasi dari berbagai perlakuan dan jumlah aksesi No Perlakuan Jumlah aksesi Jumlah planlet 1
Kontrol
1
153
2
5 Gy
13
125
3
10 Gy
17
198
4
20 Gy
12
131
5
30 Gy
13
216
6
40 Gy
2
53
Total
58
876
Analisis kadar artemisinin Sampel untuk deteksi kadar artemisinin berupa daun dari tanaman yang berumur sekitar 4 bulan yaitu pada saat tanaman menjelang berbunga. Sampel daun kering-angin diekstrak oleh heksan, dan dipartisi dengan metanol. Ekstrak metanol yang didapatkan, kemudian di kering-vakumkan dengan menggunakan rotary evaporator dan dipartisi dengan kloroform dan acetonitril. Untuk mendapatkan kristal artemisinin, ekstrak kemudian disaring melalui arang aktif dan direkristalisasi dengan menggunakan etil acetat. Analisis artemisinin dilakukan dengan metode High Pressure Liquid Chromatography (HPLC). Penentuan kadar artemisinin dilakukan dengan menggunakan kurva kalibrasi dari standar artemisinin pada konsentrasi 125, 250, 500, and 1000 ppm. Analisis kadar artemisinin dilakukan dengan menggunakan detektor UV SPD-10A dengan panjang gelombang 214 nm. Kolom yang digunakan adalah Kolom Reverse Shisedo Capcell
Tri Muji Ermayanti, dkk.
Pak C18 dengan ukuran 4.6 mm i.d. x 250 mm. Acetoniril : metanol (60:40) digunakan sebagai larutan pembawa dengan laju alir 1 ml/min, dan keadaan isokratik. Suhu kolom dipertahankan dalam suhu ruang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Daya hidup tunas pucuk setelah irradiasi sinar Gamma Setelah dilakukan irradiasi sinar Gamma dengan dosis 5-50 Gy terhadap tunas pucuk A. annua, diperoleh hasil semakin tinggi dosis irradiasi semakin banyak pula tunas yang mati akibat irradiasi (Tabel 2). Dari hasil pengamatan kemudian dihitung nilai LD50 yaitu sebesar 36,37 Gy (Gambar 1). % t u n a s Y Axis (u n its)
238
t u m b u h
S = 18.19525807 r = 0.87904253
1
33 08.
91.
67
75.
01
58.
35
41.
69
25.
03
8 .3
7 0.0
9.2
18.3
Tunas hasil irradiasi sinar Gamma 50 Gy tumbuh sangat lambat dan mati setelah minggu ke-8, oleh karena itu pertumbuhan A. annua yang diamati hanya hasil perlakuan 5, 10, 30 dan 40 Gy. Pertumbuhan tunas A. annua hasil perlakuan irradiasi sinar Gamma 5-40 Gy setelah tiga kali subkultur ditanam pada media MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh menunjukkan
36.7
45.8
Gambar 1. Kurva linear untuk menghitung LD50 berdasarkan data Tabel 1. LD50 = 36,37 Gy, Linear Fit: y=a+bx, Coefficient Data: a =109,64; b = -1.64
Tabel 2. Persentase tunas A. annua hidup setelah dirradiasi 5-50 Gy Dosis Persentase tunas hidup pada umur (minggu) (%) irradiasi 1 2 3 4 5 6 7 (Gy) 0 100 100 100 100 100 100 100 5 100 100 100 100 100 100 100 10 100 83,3 83,3 83,3 83,3 83,3 83,3 20 100 100 100 100 93,3 93,3 93,3 30 100 100 96,7 96,7 96,7 90 90 40 100 100 70 46,7 30 30 30 50 100 100 43,3 23,3 23,3 16,7 16,7
Pertumbuhan tunas in vitro setelah irradiasi sinar Gamma
27.5
Axis (units) Dosis Xradiasi (Gy)
8 100 100 83,3 93,3 90 30 16,7
bahwa tinggi tunas pada semua perlakuan dosis sinar Gamma tumbuh lambat hingga minggu kedua, setelah itu pertumbuhan mulai meningkat (Gambar 2A). Pola pertumbuhan tunas hasil perlakuan irradiasi serupa dengan kontrol. Dosis 5 Gy menghasilkan pertumbuhan tinggi yang sama dengan kontrol. Perlakuan 10 Gy sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, namun dosis 20 dan 30 Gy menghasilkan pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan dosis 10 Gy setelah minggu ke-7 tidak terjadi
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
55.0
Tri Muji Ermayanti, dkk.
ISSN 0216 - 3128
pertambahan tinggi tunas. Setelah minggu ke-6 pertumbuhan mulai melambat. Dosis yang lebih tinggi yaitu 40 Gy menghambat pertumbuhan tunas. Tinggi tunas pada minggu ke-4 serupa dengan penelitian Lestari et al [17], namun hasil pada penelitian ini lebih efektif karena tunas ditumbuhkan pada media MS tanpa penambahan ZPT, sedangkan pada penelitian Lestari et al [17] menggunakan media MS dengan penambahan BA 0,3 mg/l. Jumlah daun pada semua perlakuan dan kontrol hingga minggu ke-8 masih mengalami peningkatan (Gambar 2B). Perlakuan dosis 40 Gy menyebabkan pertumbuhan daun paling lambat diawal minggu (hingga minggu ke-2), namun pertumbuhan meningkat seperti perlakuan lainnya dan pada minggu ke-8 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 10 Gy yang mempunyai pertumbuhan terendah. Jumlah daun tertinggi adalah tunas dengan perlakuan 20 Gy. Pertumbuhan jumlah buku serupa
239
dengan jumlah daun. Gambar 2C menunjukkan pola pertumbuhan buku yang sama dengan pertumbuhan jumlah daun (Gambar 2B). Pada semua perlakuan, jumlah tunas sampai dengan minggu ke-5 tidak mengalami penambahan (Gambar 2D). Artinya bahwa semua tunas merupakan tunas tunggal yang hanya tumbuh memanjang dengan pertambahan buku dan daun. Pada minggu ke-6 hampir perlakuan kontrol dan radiasi dengan dosis 5 Gy belum menghasilkan tunas lateral, namun perlakuan lainnya yaitu dosis 10, 20, 30 dan 40 Gy mulai membentuk tunas lateral. Pembentukan tunas lateral terus bertambah hingga minggu ke-8 dan jumlah tertinggi dihasilkan oleh tunas dengan perlakuan irradiasi 40 Gy. Penambahan ZPT sitokinin perlu dilakukan untuk dapat mempercepat pertumbuhan tunas majemuk seperti dilakukan oleh Lestari et al [17] pada jenis tanaman yang sama.
Gambar 2. Tinggi tunas (A), jumlah daun (B), jumlah buku (C) dan jumlah tunas (D) A. annua sampai dengan umur 8 minggu pada media MS hasil irradiasi sinar Gamma 0, 5, 10, 20, 30 dan 40 Gy. Hasil pengamatan pertumbuhan tinggi tunas, jumlah daun dan jumlah buku pada minggu ke-8 disajikan pada Tabel 3. Pada umur 8 minggu tunas dengan perlakuan irradasi sinar Gamma dosis rendah yaitu 5 Gy mempunyai tinggi yang hampir sama dengan kontrol, dosis 10 Gy menurunkan tingggi tanaman, namun dengan dosis 20 dan 30 Gy, tunas lebih tinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan dosis 5, 10 dan 40 Gy rata-rata jumlah helai daun dan buku tidak berbeda antara kontrol dengan perlakuan irradiasi dengan berbagai dosis.
Tabel 4. Jumlah tunas, Artemisia annua pada umur 8 minggu pada media MS hasil irradiasi sinar Gamma 0, 5, 10, 20, 30 dan 40 Gy. Dosis sinar Gamma Jumlah tunas (Gy) Rata-rata Kisaran 0 1,1 1-2 5 1,1 1-2 10 1,4 1-5 20 1,6 1-5 30 1,2 1-4 40 2,2 1-7 Tunas lateral yang terbentuk sampai dengan
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
240
ISSN 0216 - 3128
minggu ke-8 berkisar antara 1-7 tunas (Tabel 4). Sampai dengan minggu ke-5 belum terjadi pembentukan tunas lateral. Tunas lateral baru dapat diamati mulai umur 6 minggu (Gambar 3). Perlakuan kontrol dan irradiasi dosis rendah (5 Gy) hanya menghasilkan sedikit tunas lateral, semakin meningkat dosis radiasi, semakin banyak tunas lateral yang terbentuk. Dosis paling tinggi yaitu 40 Gy menghasilkan kisaran jumlah tunas lateral terbanyak. Irradiasi sinar Gamma secara in vitro juga berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus Nothapodytes foetida maupun tunas A. annua [17]. Dengan meningkatnya dosis berakibat menghambat pertumbuhan maupun bersifat letal terhadap sel-sel tanaman sehingga menyebabkan kerdil bahkan kematian. Pertumbuhan tunas dapat ditingkatkan antara lain dengan cara penambahan zat pengatur
Tri Muji Ermayanti, dkk.
tumbuh pada media seperti dilakukan oleh Lestari et al [17] dengan penambahan 0,3 mg/l BA (benzil adenin), selama penambahan zat pengatur tumbuh tidak menyebabkan terjadinya abnormalitas tunas maupun variasi somaklonal.
Pertumbuhan tanaman di lapangan dan kadar artemisinin Daya hidup A. annua pada tahap aklimatisasi masih rendah (Tabel 5). Planlet hasil irradiasi dosis tinggi yaitu 30 dan 40Gy mempunyai daya hidup paling rendah, artinya bahwa planlet tidak setegar kontrol maupun hasil perlakuan dosis lebih rendah (5-20Gy). Modifikasi media untuk aklimatisasi perlu dimodifikasi sehingga dapat meningkatkan daya hidup planlet pada tahap aklimatisasi.
Tabel 3. Tinggi tunas, jumlah daun, dan jumlah buku Artemisia annua pada umur 8 minggu pada media MS hasil radiasi sinar gamma 0, 5, 10, 20, 30 dan 40 Gy Dosis sinar Tinggi tunas (cm) Jumlah daun (helai) Jumlah buku Gamma (Gy) Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran 0 10,7 7,6-11,6 16,3 12-19 15,0 12-16 5 10,9 1,1-12,5 17,1 1-22 17,1 1-22 10 9,7 1,8-13,0 15,2 5-20 14,4 5-17 20 12,1 10,4-13,7 18,1 16-29 17,7 15-27 30 11,4 8,5-12,2 17,9 15-23 17,9 15-23 40 9,6 1,8-11,6 16,1 7-24 15,8 7-24 Tabel 5. Jumlah planlet A. annua yang mampu hidup setelah aklimatisasi Aklimatisasi Jumlah No Perlakuan Jumlah Jumlah Jumlah planlet aksesi planlet planlet mati hidup 93 60 1 Kontrol 1 153
Persentase tunas hidup (%) 39,2
2
5 Gy
13
125
82
3
10 Gy
17
198
121
77
38,9
4
20 Gy
12
131
73
58
44,3
5
30 Gy
13
216
155
61
28,2
6
40 Gy
2
53
43
10
18,9
Total
58
876
567
309
35,3
Pertumbuhan A. annua di lapangan yang diamati dari laju jumlah cabang menunjukkan bahwa perlakuan irradiasi sinar Gamma dosis 5-30 Gy tidak berbeda dengan kontrol, namun tinggi tanaman dengan perlakuan 10 Gy memiliki laju tinggi tanaman lebih besar berbeda nyata dengan kontrol maupun perlakuan dosis lainnya (Tabel 6). Laju pertumbuhan tinggi menyebabkan tanaman mulai mengalami pembungaan yaitu setelah 12 minggu, oleh sebab itu pada umur 12 minggu tanaman siap dipanen untuk dilakukan analisis kadar artemisinin. Masa panen ini lebih pendek dibandingkan dengan tanaman A. annua hasil penelitian Lestari et al [17] yaitu 8 bulan. Hasil
43
34,4
panen pada tanaman yang lebih muda (6 bulan) belum menghasilkan kadar artemisinin yang tinggi. Hasil analisis kadar artemisinin menunjukkan bahwa dosis irradiasi sinar Gamma pada 5 dan 20 Gy lebih tinggi dibandingkan kontrol maupun 10 atau 30 Gy. Kisaran kadar artemisinin pada tanaman hasil irradiasi 5 dan 20 Gy juga tinggi hingga 0,59% (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa irradiasi sinar Gamma berpengaruh terhadap genotipe tanaman. Masing-masing genotipe (individu) tanaman mempunyai kemampuan merespon yang berbeda terhadap irradiasi. Penelitian Raymond et al [20] juga menunjukkan bahwa genotipe A. annua yang berbeda mempunyai
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
Tri Muji Ermayanti, dkk.
ISSN 0216 - 3128
241
kadar artemisinin berbeda pula. sebelumnya oleh Lestari et al [17] yaitu 0,52% pada Kadar artemisinin tertinggi dari hasil penelitian tanaman berumur 8 bulan. Pada umur 6 bulan, kadar ini adalah 0,59% (Tabel 6) pada saat tanaman artemisinin hanya mencapai 0,22% [17]. Dengan berumur 3 bulan (12 minggu). Umur panen tanaman demikian genotipe tanaman hasil penelitian kami hasil radiasi sama dengan tanaman tanpa irradiasi mempunyai kelebihan dalam hal umur panen yang sinar Gamma hasil penelitian sebelumnya oleh lebih pendek dibandingkan dengan hasil penelitian Rahman dan Widyatmoko [19]. Kadar artemisinin Lestari et al [17]. ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Tabel 6. Laju jumlah cabang, laju tinggi tanaman dan kadar artemisinin Artemisia annua hasil irradiasi sinar Gamma Dosis sinar Laju jumlah cabang Laju tinggi tanaman Kadar artemisinin (% Gamma (jumlah cabang/minggu) (cm/minggu) BK) (Gy) Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran 0 3,11 2,42-3,83 7,73 6,33-8,58 0,11 0,01-0,31 5 3,46 2,50-4,25 7,60 4,81-13,45 0,24 0,03-0,59 10 3,47 2,67-4,25 12,97 10,67-14,67 0,10 0,02-0,25 20 2,66 0,58-3,58 6,60 0,58-14,96 0,22 0,02-0,58 30 3,10 2,42-4,58 8,45 4,50-11,33 0,13 0,04-0,49 40 -* -* -* -* -* -* Keterangan : *tidak dilakukan pengamatan karena tanaman perlakuan 40 Gy berbunga lebih awal yaitu pada minggu ke-8 sedangkan data lainnya diambil pada minggu ke-12 ketika tanaman menjelang berbunga
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlunya diadakan seleksi terhadap individu (genotipe) tanaman yang mempunyai pertumbuhan baik dan mengandung kadar artemisinin tinggi. Beberapa generasi genotipe yang terpilih perlu ditanam di lapangan untuk mengetahui stabilitas pertumbuhan dan kadar artemisinnya. Hasil penelitian Lestari et al [8] menunjukkan bahwa beberapa genotipe yang berbeda ketika ditanam pada ketinggian berbeda mempunyai biomassa dan kadar artemisinin yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
KESIMPULAN Irradiasi sinar Gamma mempengaruhi pertumbuhan tunas A. annua secara in vitro maupun tanaman yang ditumbuhkan di lapangan setelah aklimatisasi. Kisaran laju pertumbuhan dan kadar artemisinin yang luas menunjukkan bahwa irradiasi sinar Gamma memberikan respon yang bervariasi terhadap individu tanaman. Dengan dosis yang tepat yaitu 5 dan 20 Gy, irradiasi sinar Gamma tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman namun meningkatkan kadar artemisinin. Dosis 10 Gy meningkatkan pertumbuhan tanaman namun menurunkan kadar artemisinin.
4.
5.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada Evan Maulana, Regina Ratna Wulan, Latif, Mulyadi Setiawan atas bantuannya di laboratorium dan di lapangan, juga kepada PT Kimia Farma Bandung atas penyediaan bahan tanaman. Kegiatan ini didanai oleh program Riset Unggulan LIPI bidang Ketahanan Pangan dan Obat tahun anggaran 20142015.
6.
WHO. Effectiveness of Non-Pharmaceutical Forms of Artemisia annua L. against malaria. WHO Position Statement. June 2012. Global Malaria Program. Hal : 1-4, 2012. Liu C., Zhao Y., Wang Y. Artemisinin: current state and perspectives for biotechnological production of an antimalarial drug. Applied Microbiology Biotechnology, 72: 11-20, 2006. Garcia L.C. A Review of Artemisia annua L.: Its Genetics, Biochemical Characteristics, and Anti-Malarial Efficacy. International Journal of Science and Technology. (5) 2, February 2015. 38-46, 2015. Grech-Baran M. dan Pietrosiuk, A. Artemisia species in vitro cultures for production of biologically active secondary metabolites, Journal of Biotechnology, Computational Biology and Bionanotechnology. 93(4) : 371380. 2012. Kumar S., Gupta S.K, Singh P., Bajpai P., Gupta M.M., Singh D., Gupta A.K., Ram G., Shasany A.K., Dan Sharma S. High Yields of artemisinin by multi-harvest of Artemisia annua crops. Industrial Crops and Products 19: 77–90. 2004 Kapoor R., Chaudhary V. dan Bhatnagar A.K. Effects of arbuscular mycorrhiza and phosphorus application on artemisinin concentration in Artemisia annua L. Mycorrhiza 17:581–587, 2007.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
242
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
ISSN 0216 - 3128
Chaudhary V., Kapoor R., Dan Bhatnagar A.K. Effectiveness of two arbuscular mycorrhizal fungi on concentrations of essential oil and artemisinin in three accessions of Artemisia annua L. Applied Soil Ecology 40: 174–181, 2008. Lestari, E.G., Syukur M., Purnamaningsih R., Yunita R., Firdaus R. Evaluation and selectionoo of mutated artemisia (Artemisia annua L.) according to the altitude variants. Hayati 18 (1): 16-20, 2011. Lie, C., Ma D., Pu G., Qiu X.F., Du Z., Wang H.,. Li G.F., Ye H., dan Liu B. Foliar Application of Chitosan Activates Artemisinin Biosynthesis in Artemisia annua L. Industrial Crops and Products 33: 176–182, 2011. Rahman,W., Widyatmoko D., Dan Lelono A.A. The Effects of NPK fertilizer, Manure and Vesicular Arbuscular Mycorrhiza (VAM) on the Growth, Biomass and Artemisinin Content of Artemisia annua L. Jurnal Biologi Indonesia 10(2): 285-296, 2014. Hafiizh E.A., Ermayanti T.M., Dan Rantau D.E. Induksi tanaman poliploid dari kecambah in vitroArtemisia annua L. dengan perlakuan kolkisin. Prosiding Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia. Solo, 23 Mei 2013.5:117123. 2013. Hafiizh E.A., Ermayanti T.M., Dan Rantau D.E. Tingkat ploidi Artemisia annua hasil perlakuan kolkisin secara in vitro berdasarkan metode ‘squashing’ dan flowsitometri. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas V. Surabaya, 6 September 2014. Hal: 330-339, 2014. Ermayanti T.M., Hafiizh E.A., Martin A.F dan Rantau D. Induksi tanaman poliploid Artemisia annua L. secara in vitro dengan perlakuan konsentrasi dan lama perendaman orizalin. Prosiding Seminar Nasional XVII Kimia dalam Pembangunan. Yogyakarta, 19 Juni 2014. Hal : 1-8, 2014. Gonzalez L.D.E.J. dan.Weathers P.J. Tetraploid Artemisia annua Hairy roots produce more artemisinin than diploids. Plant Cell Report 21:809–813, 2003. Fulzele D.P., Satdive R., Kamble S., Singh S. Dan Singh S. Improvement of anticancer drug camptothecin production by gamma irradiation on callus cultures of Nothapodytes foetida. International Journal of
16.
17.
18.
19.
20.
Tri Muji Ermayanti, dkk.
Pharmaceutical Research & Apllied Sciences. 4 (1) : 19-27, 2015. Abdel-Hady M.S., Okasha E.M. Soliman S.S.A Dan Talaat M. Effect of gamma radiation and gibberellic acid on germination and alkaloid production in Atropa belladonna L. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 2(3): 401-405, 2008 Lestari E.G., Purnamaningsih R., Syukur M, dan Yunita R. Keragaman Somaklonal untuk Perbaikan Tanaman Artemisia (Artemisia annua L.) melalui Kultur In Vitro. Jurnal AgroBiogen 6(1):26-32, 2010 Murashige T. dan Skoog F., A revised medium for rapid growth and bioassays with tobacco tissue culture, Physiologia Plantarum 15:473497. 1962 Rahman W., Widyatmoko D. Pertumbuhan dan alokasi biomassa pada tanaman Artemisia annua L. Jurnal Biologi Indonesia, 11(1) : 8795, 2015. Raymond M., Miriam K., Oliver K., Edwin M., Dan Stephen K. Enhancement of Artemisinin in Artemisia annua L. through Induced Mutation. Open Access Library Journal 2: e2189. 2015.
TANYA JAWAB Muzakky Apa arti LD 50 pada penelitian tadi? Mengapa pada dosis 40 Gy tunas kelihatan lebih tinggi (rerata) Tri Muji Ermayanti 50 % tanaman mengalami kematian. Pada media MS di laboratorium tunas makin banyak karena dominasi apikal terhambat, namun di lapangan tidak mampu tumbuh. Sri Sukmajaya Mengapa yang hidup di tanam justru pada dosis 20 Gy, dengan catatan tumbuh tinggi tetapi artomisin turun? Hipotesanya apa? Tri Muji Ermayanti Pada dosis 20 Gy, kadar artemisinin tidak turun bahkan naik, lebih tinggi dibandingkan tanpa radiasi.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
Betalini, dkk
ISSN 0216 - 3128
243
PERTUMBUHAN KULTUR IN VITRO DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA TANAMAN TAKA (Tacca leontopetaloides L. Kuntze) HASIL RADIASI SINAR GAMMA Betalini Widhi Hapsari, Andri Fadillah Martin, Tri Muji Ermayanti Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jalan Raya Bogor KM 46, Cibinong - Bogor 16911 email:
[email protected]
ABSTRAK PERTUMBUHAN KULTUR IN VITRO DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA TANAMAN TAKA (Tacca leontopetaloides L. Kuntze) HASIL RADIASI SINAR GAMMA. Tacca leontopetaloides (L.) Kuntze merupakan salah satu tanaman umbi-umbian dari keluarga Taccaceae yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Salah satu potensi tersebut adalah sebagai sumber antioksidan alami. Induksi mutasi dengan radiasi sering dilakukan baik secara in vitro maupun ex vitro untuk meningkatkan kandungan kimia tanaman termasuk antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan kandungan fitokimia dan uji aktivitas antioksidan dari tanaman taka hasil radiasi sinar gamma. Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan alkaloid, flavonoid, steroid, tanin dan saponin, Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan uji DPPH terhadap plantlet tanaman taka yang telah diradiasi oleh sinar gamma. Hasil analisis pertumbuhan mnunjukkan bahwa tanaman taka hasil radiasi sinar gamma memiliki parameter tumbuh yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan kontrol. Hasil uji fitokima menunjukkan bahwa tanaman taka memiliki kandungan alkaloid, flavonoid dan steroid. Aktivitas antioksidan tertinggi didapat dari klon taka 30Gy 3.1.3.1 dengan nilai IC50 sebesar 50,85 µg/mL. Kata kunci: Tacca leontopetaloides, uji fitokimia, uji antioksidan
ABSTRACT IN VITRO GROWTH, PHYTOCHEMICAL CONTENT, AND ANTIOXIDANT ACTIVITY OF GAMMA IRRADIATED TACCA (Tacca leontopetaloides) PLANT. Tacca leontopetaloides (L.) Kuntze is tuberous plant belongs to family Taccaceae. Tacca plant has a potential as the source of natural antioxidant. Radiation with Gamma radiation done either by in vitro or ex vitro plants is often used to increase chemical content of plants including antioxidant. The purpose of this study was to determine growth and phytochemical content and as well as the antioxidant activity of gamma irradiated tacca plant. Phytochemical analysis was done to detect alkaloids, flavonoids, steroid, tannin and saponin compounds, meanwhile, antioxidant activity was carried by DPPH analysis. The results showed that gamma irradiated tacca plant had lower growth compared to the control. Phytochemical analysis showed that tacca plant contains an alkaloid, flavonoid, and steroid. The highest antioxidant activity was obtained from tacca clone number 30Gy 3.1.3.1 with an IC50 value of 50,85 µg/mL. Keywords: Tacca leontopetaloides, phytochemical, antioxidant activity
PENDAHULUAN
T
acca leontopetaloides L. Kuntze syn T. pinnatifida Forst., T. involucrata Schum dan Thonn merupakan tanaman berbunga dari keluarga Taccaceae [1] sering disebut dengan nama lokal taka atau kecondang. Tacca leontopetaloides merupakan salah satu tanaman umbi-umbian yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat. Umbi taka memiliki kandungan mirip dengan pati jagung, akan tetapi umbi taka ini memiliki ketahanan terhadap kompresi. Oleh karena itu, pati taka juga berpotensi sebagai bahan eksipien yaitu campuran dalam pembuatan tablet obat [2]. Tanaman dari genus Taccaceae juga diketahui menghasilkan metabolit sekunder spesifik yang berpotensi sebagai zat anti kanker karena mengandung taccalonolide. Beberapa macam
taccalonolide telah berhasil diisolasi dari beberapa jenis Tacca antara lain T. chantieri [3], T. paxiana [4], dan T. plantaginea [5]. Berdasarkan seleksi awal, beberapa bagian tanaman Tacca leontopetaloides baik dari planlet in vitro maupun tanaman di rumah kaca memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat [6]. Mikropropagasi tanaman Tacca leontopetaloides telah dilakukan oleh Martin et al. (2012) [7] sehingga perbanyakan dengan kultur jaringan dapat dilakukan. Uji fitokimia dari sampel taka in vitro dan ex vitro menunjukkan bahwa taka mengandung flavonoid, steroid dan tanin [6]. Induksi mutasi dengan sinar Gamma telah dilakukan pada tanaman taka dengan dosis 5; 10; 20; 30; 40 dan 50Gy, dan analisis cluster pertumbuhan pada kultur tunas taka hasil radiasi sinar gamma telah dilakukan. Klon-klon tunas taka mempunyai
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
244
ISSN 0216 - 3128
pertumbuhan yang berbeda-beda [8]. Penggunaan antioksidan alami semakin meningkat semenjak studi epidemiologi membuktikan bahwa konsumsi antioksidan alami dapat menurunkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan kanker [9]. Aktivitas antioksidan pada tanaman terjadi karena adanya metabolit seperti flavon, isoflavon, anthocyanin, koumarin, catekin, dan karotenoid [10]. Besarnya aktivitas antioksidan yang dimiliki tanaman juga dapat dipengaruhi oleh mutasi pada tanaman seperti pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) [11] maupun tingkat ploidi pada tanaman [12]. Deteksi kandungan antioksidan pada tanaman dapat dilakukan pada tanaman di lapangan atau tanaman in vitro hasil kultur jaringan. Salah satu cara meningkatkan kandungan kimia tanaman (metabolit sekunder atau bahan obat lainnya) dapat dilakukan dengan manipulasi sel somatik seperti induksi mutasi dengan radiasi sinar gamma. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan, kandungan fitokimia dan uji aktivitas antioksidan pada tanaman taka hasil radiasi sinar gamma secara in vitro.
TATA KERJA Bahan penelitian Bahan tanaman uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 klon kultur tunas in vitro Tacca leontopetaloides (taka) yang merupakan hasil dari radiasi sinar gamma sebesar 5 (5Gy 12.1.1.1), 20 (20 Gy 6.4.3.1), dan 30 Gy (30 Gy 3.1.3.1) yang ditanam pada media MS [13] dipadatkan dengan 8 g/L agar, dengan penambahan sukrosa 30 g/L, tanpa pemberian zat pengatur tumbuh. Pertumbuhan kultur Tiap klon kultur tunas taka hasil radiasi sinar gamma disubkultur pada botol kultur dengan jumlah 3 eksplan setiap botol. Percobaan masing-masing mempunyai 3 ulangan. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap minggu selama 8 minggu setelah subkultur. Parameter yang diamati adalah jumlah daun yang terbentuk, tinggi eksplan (cm), jumlah anakan yang terbentuk, dan jumlah akar. Berat basah planlet ditimbang pada akhir pengamatan. Data hasil pengamatan diolah dengan analisis varian (ANOVA) dilanjutkan dengan posthoc test Duncan Multiple Range Test (DMRT) dilakukan dengan bantuan software IBM SPSS ver. 22. Uji Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk deteksi kualitatif alkaloid, flavonoid, steroid, tanin dan saponin dengan prosedur yang dituliskan oleh Harborne (1984)[14]. Sampel yang diamati adalah tanaman kontrol yang tumbuh di lapangan, tanaman kontrol hasil aklimatisasi planlet kultur jaringan, tunas in vitro tanpa perlakuan radiasi (kontrol in vitro), dan
Betalini, dkk
planlet hasil radiasi sinar gamma dosis 5, 20 dan 30 Gy. Deteksi alkaloid. Sampel sebanyak 1 g ditambahkan dengan 5 mL ammonia 25% kemudian digerus. Kloform sebanyak 20 mL ditambahkan, sampel digerus kembali dan disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan HCl 10% lalu dikocok. Larutan bagian atas (fasa kloroform) diambil, lalu dibagi dua ke dalam tabung reaksi, masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorff, Mayer dan Wagner. Apabila terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff, endapan putih dengan pereaksi Mayer dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid. Deteksi flavonoid. Ekstrak sampel sebanyak 1 g ditambahkan 0,05 g serbuk magnesium (Mg) dan 0,2 ml asam alkohol (campuran HCl 37% dan etanol 96% dengan volume yang sama), kemudian ditambahkan 2 ml amil alkohol lalu dikocok dengan kuat dan dibiarkan hingga memisah. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid. Deteksi Steroid. Ekstrak sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup asah, ditambahkan 20 mL dietileter, dimaserasi selama 2 jam lalu disaring. Sebanyak 5 mL filtrat diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu, lalu ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Terbentuknya warna merah atau hijau menunjukan adanya senyawa golongan steroid. Deteksi tanin. Ekstrak sampel sebanyak 1 g dididihkan dalam tabung reaksi yang berisi 20 mL air, kemudian larutan disaring. Beberapa tetes FeCl3 1% ditambahkan dalam filtrat. Terbentuknya warna hijau kecoklatan dan biru kehitaman menunjukkan adanya senyawa golongan tannin. Deteksi saponin. Ekstrak sampel sebanyak 1 g dididihkan dalam tabung reaksi yang berisi 20 mL air, kemudian larutan disaring. Sebanyak 10 mL ekstrak sampel tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok dengan kuat secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa setinggi 1-10 cm yang stabil selama 10 menit dan tidak hilang pada penambahan setetes HCl 2 N, menunjukkan adanya senyawa golongan saponin. Uji Aktivitas Antioksidan Sampel tanaman in vitro Tacca leontopetaloides dikeringkan dalam oven sampai berat konstan. Sebagai kontrol adalah tanaman ex vitro yang ditanam di rumah kaca. Sampel ditimbang dan diekstrak dengan metanol hingga didapatkan larutan seri konsentrasi (1; 2,5; 5; 10; 20 µg/mL). Selanjutnya untuk masing-masing seri konsentrasi ditambahkan1 mL DPPH (1,1 difenil-2pikrihidrazil) 1mM, kemudian ditambahkan metanol sampai 10 mL, kemudian diinkubasi 370 C selama 30 menit. Sebagai kontrol positif digunakan deret
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
Betalini, dkk
ISSN 0216 - 3128
konsentrasi kuersetin (0,1; 0,25; 0,5; 1 dan 2 µg/mL). Kemudian aktivitas antioksidan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm [15]. Cara penghitungan inhibisi (%) adalah sebagai berikut : % 𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 =
𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴𝑏𝑠. 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 100% 𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
245
dibandingkan dengan kontrol terutama untuk pertumbuhan minggu ke-2 hingga minggu ke-4. Mulai minggu ke-5 hingga ke-8 perbedaan tinggi tidak signifikan (Gambar 2). Rataan tinggi tunas minggu ke-8 pada kontrol mencapai 3,8 sedangkan rataan tinggi tunas pada ketiga klon perlakuan mencapai 3,5. Hasil ini tidak berbeda nyata untuk ketiga klon hasil radiasi dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1).
Setelah didapatkan persentasi inhibisi dari masing-masing konsentrasi dilanjutkan dengan perhitungan regresi linier dengan persamaan Y = Ax + B, dimana x adalah konsentrasi (µg/mL) dan y adalah persentase inhibisi (%). Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan Inhibition Concentration 50% atau IC50 yaitu konsentrasi sampel yang dapat meredam radikal DPPH sebanyak 50% dengan cara mencari nilai x setelah mengganti y dengan nilai 50.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Kultur Taka Pada penelitian ini, pengukuran parameter pertumbuhan pada klon-klon taka hasil radiasi dilakukan untuk mengetahui performa tumbuh dari klon taka hasil radiasi dibandingkan dengan kontrol. Pertumbuhan klon-klon kultur taka hasil radiasi menunjukan bahwa nilai parameter pertumbuhan meningkat seiring dengan meningkatnya waktu pengamatan. Rataan jumlah daun menunjukkan bahwa untuk klon kultur taka hasil radiasi sinar gamma 5 dan 20 Gy mempunyai pola pertumbuhan jumlah daun mirip dengan kontrol, kecuali untuk klon 30Gy 3.1.3.1 yang paling rendah (Gambar 1). Dari hasil analisis statistik pada minggu ke-8 menunjukkan bahwa rataan jumlah daun pada kontrol lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan klon 5Gy 12.1.1.1 dan 30Gy 3.1.3.1 (Tabel 1.).
Gambar 1. Rataan jumlah daun klon kultur taka hasil radiasi sinar gamma Hasil pengamatan untuk rataan tinggi planlet dari klon kultur taka hasil radiasi menunjukkan bahwa ketiga klon hasil radiasi menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah apabila
Gambar 2. Rataan tinggi tunas klon kultur taka hasil radiasi sinar gamma
Gambar 3. Rataan jumlah anakan klon kultur taka hasil radiasi sinar gamma Pengukuran parameter jumlah anakan menunjukkan bahwa pembentukan anakan sampai minggu ke-2 tidak berbeda, namun mulai minggu ke-3 pembentukan anakan pada kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan tunas hasil radiasi sinar gamma. Sampai dengan minggu ke-8, anakan yang dihasilkan tunas kontrol tetap lebih tinggi dibandingkan dengan tunas hasil radiasi (Gambar 3, Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa radiasi sinar gamma menghambat pertumbuhan anakan dibandingkan dengan tanpa perlakuan radiasi. Radiasi pada dosis rendah tidak menghambat pertumbuhan jumlah daun taka (Gambar 1), tetapi pada tinggi tunas, dosis rendah maupun tinggi (sampai dengan 30 Gy) tidak menghambat tinggi tunas taka (Gambar 2).
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
246
ISSN 0216 - 3128
Betalini, dkk
Tabel 1. Rataan jumlah daun, tinggi tunas, jumlah anakan dan jumlah akar dari tanaman taka pada minggu ke-8 Sampel Kontrol
Jumlah Daun 5,5 ± 0,49
5Gy 12.1.1.1
3,7
±
0,33
b
3,6
±
0,15
a
1,9
±
0,23
b
1,4
±
0,15
a
20Gy 6.4.3.1
4,3
±
0,50
ab
3,5
±
0,13
a
1,7
±
0,28
b
1,6
±
0,15
a
30Gy 3.1.3.1
2,8
±
0,68
b
3,4
±
0,08
a
1,4
±
0,15
b
1,2
±
0,33
a
a
Tinggi Tunas 3,8 ± 0,21
a
Jumlah Anakan 2,7 ± 0,28 a
Jumlah Akar 1,3 ± 0,19
a
*Rataan ± s.e diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama merupakan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT (Duncan multiple range test)
Akar mulai terbentuk setelah minggu ke-2 (Gambar 4). Pada minggu ke-3, semua perlakuan membentuk akar, tanaman kontrol membentuk akar lebih banyak, namun setelah itu jumlah akar bervariasi. Pada minggu ke-8 jumlah akar tertinggi diperoleh pada tanaman taka hasil radiasi dengan nomor klon 20Gy 6.4.3.1 namun tidak berbeda nyata dengan dosis radiasi 5 dan 30 Gy ataupun dengan kontrol (Gambar 4, Tabel 1).
Gambar 4. Rataan jumlah akar klon kultur taka hasil radiasi sinar gamma
Gambar 5. Keragaan plantlet taka pada umur 8 minggu setelah subkultur. Sejalan dengan parameter tumbuh lainnya, berat basah yang diukur pada minggu ke-8 menunjukkan bahwa tanaman hasil radiasi memiliki berat basah yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Gambar 6). Rata-rata berat basah kontrol adalah 0,86 g, sedangkan klon hasil radiasi sinar gamma
dosis 5 Gy adalah 0,59 g, 20 Gy adalah 0,35 g dan 30 Gy adalah 0,46 g.
Gambar 6. Rataan berat basah planlet pada umur 8 minggu Pada percobaan ini, ketiga klon tunas taka hasil radiasi yang diujikan merupakan klon-klon terpilih hasil dari analisis cluster yang dikerjakan pada penelitian sebelumnya [8]. Klon-klon tersebut memiliki pertumbuhan terbaik dibandingkan dengan klon-klon lainnya. Pada penelitian ini ketiga klon tersebut diuji kembali pertumbuhannya untuk dibandingkan dengan kontrol. Tabel 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan klon-klon taka hasil radiasi lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Pertumbuhan daun yang terhambat (Gambar 1) juga terjadi pada daun tanaman Mawar (Rosa hybrida) [16]. Radiasi sinar gamma juga menunjukkan dampak signifikan pada tinggi tunas Triticum aestivum L [17]. Tinggi tunas dapat menurun sampai dengan 46% sejalan dengan meningkatnya dosis radiasi [18]. Tabel 1 juga mengindikasikan adanya gangguan fisiologis dari tanaman hasil radiasi sinar gamma. Kiong et al., (2008) [19] mengatakan bahwa hal ini dapat terjadi karena radiasi menyebabkan kerusakan hormon endogen tanaman, terutama kerusakan sitokinin sehingga menyebabkan pertumbuhan menjadi terhambat. Menurut Kiong et al., (2008) [19] respon dari pertumbuhan yang tertekan dari tanaman hasil radiasi sinar gamma merupakan ciri-ciri terjadinya kerusakan kromosom pada tanaman. Kerusakan kromosom dapat terlihat pada pertumbuhan yang terhambat atau tinggi tanaman yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Tertekannya pertumbuhan tanaman hasil radiasi sinar gamma juga dilaporkan pada berbagai tanaman lain seperti
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
Betalini, dkk
ISSN 0216 - 3128
Chrysanthemum [20], Gerbera jamesonii [21] dan Triticum aestivum [17,18]. Reaksi fisiologis dari tanaman yang terpapar radiasi sinar gamma telah banyak dilaporkan pada berbagai tanaman dengan beberapa dosis radiasi seperti yang telah dilaporkan oleh beberapa peneliti [22–24]. Gejala-gejala yang dapat diamati seperti menurunnya jumlah tunas, berkurangnya jumlah daun, berkurangnya jumlah akar, namun pada dosis rendah dapat meningkatkan daya germinasi dan pertumbuhan kecambah atau respon biologi lainnya [22,24]. Seperti yang dilaporkan oleh Wi et al., (2007) [24] bahwa pertumbuhan kecambah Arabidopsis thaliana meningkat pada dosis 1 – 2 Gy dibandingkan dengan kontrol dan pertumbuhan kecambah yang tertekan pada dosis 50 Gy. Banyak studi telah dilaporkan mengenai pertumbuhan tanaman yang terhambat setelah terpapar radiasi sinar gamma pada berbagai spesies tanaman. Efek yang terjadi akibat radiasi sinar gamma pertama kali terekspresi pada level metabolisme, kemudian terlihat sebagai peningkatan atau penghambatan tumbuh bahkan menyebabkan kematian tanaman. Uji Fitokimia dan aktivitas antioksidan Hasil uji fitokimia pada tanaman taka hasil radiasi dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil penelitian secara kualitatif menunjukkan bahwa semua sampel baik tanaman kontrol maupun hasil radiasi mengandung senyawa alkaloid, falvonoid dan steroid. Semuanya tidak mengandung tanin dan saponin. Pada penelitian sebelumnya oleh Martin et al. [6], senyawa alkaloid dan flavonoid pada tanaman taka in vitro tidak terdeteksi, akan tetapi pada percobaan ini alkaloid dan flavonoid terdeteksi (Tabel 2). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh umur sampel yang berbeda saat dipergunakan untuk deteksi kandungan fitokimia.
247
Pengujian aktivitas antikoksidan dilakukan dengan metode DPPH. DPPH merupakan zat oksidator yang dapat dijadikan radikal bebas pada pengujian aktivitas antioksidan. Prinsip penggunaan DPPH adalah adanya interaksi antara antioksidan dengan DPPH sehingga menyebabkan senyawa DPPH berwarna ungu berubah menjadi α, αdiphenyl-β-picrylhydrazyl [25] berwarna kuning. Pengujian dilakukan dengan menghitung IC50 yaitu konsentrasi dimana ekstrak uji dapat menangkap radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 suatu senyawa maka senyawa tersebut semakin efektif menangkal radikal bebas. Menurut beberapa penelitian [25–27] kekuatan antoksidan dapat dikategorikan sebagai antioksidan sangat kuat (IC50 < 50 ppm), kuat (IC50 : 50 - 100 ppm), menengah (IC50 : 100 - 150 ppm), lemah (IC50 : 150 - 200 ppm) dan sangat lemah (IC50 > 200 ppm). Gambar 7 menunjukkan bahwa tanaman taka hasil radiasi sinar gamma memiliki nilai IC50 rendah atau memiliki aktivitas antioksidan lebih kuat dibandingkan dengan kontrol in vitro dan kontrol taka yang ditanam di greenhouse. Pada tanaman kontrol in vitro, nilai IC50 mencapai 332,28 µg/mL, sedangkan nilai IC50 terendah didapat pada klon taka 30Gy 3.1.31 sebesar 50,85 µg/mL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antioksidan pada tanaman mutan taka memiliki aktivitas antioksidan kuat sampai dengan menengah. Hasil serupa juga didapat pada tanaman Ziziphus mauritiana [28] dimana sampel daun hasil radiasi sinar gamma memiliki aktivitas antimikroba dan antioksidan lebih tinggi dibandingkan kontrolnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Asante et al., (2016) [29] pada mutan generasi M2 tanaman Ocimum basilicum menunjukkan bahwa hasil radiasi sinar gamma mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol.
Tabel 2. Hasil uji fitokimia estrak taka No.
Nama Bahan
1. 2.
Kontrol rumah kaca Kontrol rumah kaca aklimatisasi Kontrol in vitro 5Gy 12.1.1.1 20Gy 6.4.3.1 30Gy 3.1.3.1
3. 4. 5. 6.
hasil
Alkaloid + + + + + +
Uji Fitokimia Flavonoid Steroid Tanin + + + + + + + +
+ + + +
-
Saponin -
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
248
ISSN 0216 - 3128
Betalini, dkk
Hao, X., Liu, H., Taccalonolides W – Y, Three New Pentacyclic Steroids from Tacca plantaginea, Helvetica Chimica Acta 91 (6) : 1077–1082, 2008. 6.
Martin, A.F., Aviana, A., Hapsari, B.W., Rantau, D.E., Ermayanti, T.M., Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Pada Tanaman Ex Vitro dan In Vitro Tacca leontopetaloides, in: Prosiding Seminar Nasional XV “Kimia Dalam Pembangunan,” Yogyakarta, 2012: pp. 373– 378.
7.
Martin, A.F., Ermayanti, T.M., Hapsari, B.W., Rantau, D.E., Rapid Micropropagation of Tacca leontopetaloides (L.) Kuntze, in: The 5th Indonesia Biotechnology Conference, 2012: pp. 240–251.
8.
Hapsari, B.W., Martin, A.F., Rantau, D.E., Rudiyanto, Ermayanti, T.M., Analisis Klaster pada Kultur In Vitro Tacca lentopetaloides Hasil Iradiasi Sinar Gamma, in: Seminar Nasional Hasil Penelitian Unggulan Bidang Pangan Nabati, Bogor, 2015: pp. 305–304.
9.
Temple, N.J., Antioxidants and disease: More questions than answers, Nutrition Research 20 (3) : 449–459, 2000.
Gambar 7. Nilai IC50 taka hasil radiasi sinar gamma
KESIMPULAN Klon kultur taka hasil radiasi sinar gamma diketahui masih memiliki karakteristik pertumbuhahn yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol. Akan tetapi dari hasil uji antioksidan diketahui bahwa klon-klon hasil radiasi sinar gamma memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat apabila dibandingkan dengan tanaman taka kontrol. Aktivitas antioksidan tertinggi didapat pada klon taka 30Gy 3.1.3.1 dengan nilai IC50 sebesar 50,85 µg/mL.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Lutvinda Ismanjani yang telah membantu dalam pemeliharaan kultur, Darnia Astari Parastiti yang membantu dalam pengerjaan penelitian dan Evan Maulana yang membantu dalam uji fitokimia dan antioksidan. Penelitian ini didanai oleh Program DIPA – LIPI tahun anggaran 2015.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
Caddick, L., Wilkin, R.P., Rudall, P.J., Hedderson, T.A.J., Chase, M.W., Yams reclassifed : a Recircumscription of Dioscoreaceae and Dioscoreales, Taxon 51 : 103–114, 2002. Kunle, O.O., Ibrahim, Y.E., Emeje, M.O., Shaba, S., Kunle, Y., Extraction, Physicochemical and Compaction Properties of Tacca Starch – a Potential Pharmaceutical Excipient, Starch/Stärke 55 : 319–325, 2003. Tinley, T.L., Randall-Hlubek, D.A., Leal, R.M., Jackson, E.M., Cessac, J.W., Hemscheidt, T.K., Quada Jr, J.C., Mooberry, S.L., Taccalonolides E and A: Plant-derived steroids with microtubule-stabilizing activity, Cancer Research 63 (12) : 3211–3220, 2003. Mühlbauer, A., Seip, S., Nowak, A., Tran, V.S., Five Novel Taccalonolides from the Roots of the Vietnamese Plant Tacca paxiana, Helvetica Chimica Acta 86 (6): 2065–2072, 2003. Yang, J., Zhao, R., Chen, C., Ni, W., Teng, F.,
10. Aqil, F., Ahmad, I., Mehmood, Z., Antioxidant And Free Radical Scavenging Properties of twelve Traditionally used Indian Medicinal Plants, Turkish Journal of Biology 30 (3): 177– 183, 2006. 11. Zamir, R., Khalil, S.A., Shah, S.T., Ahmad, N., Saima, Antioxidant Activity Influenced by In Vivo and In Vitro Mutagenesis in Sugarcane (Saccharum officinarum L.), African Journal of Biotechnology 11 (54) : 11686–11692, 2012. 12. Dhawan, O.P., Lavania, U.C., Enhancing The Productivity of Secondary Metabolites Via Induced Polyploidy : a Review, Euphytica 87 : 81–89, 1996. 13. Murashige, T., Skoog, F., A Revised Medium for Rapid Growth and Bio Assays with Tobacco Tissue Culture, Physiologia Plantarum 15 : 473–497, 1962. 14. Harborne, J.B., Phytochemical methods : A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis, Springer Netherlands, London, 1984. 15. Hu, C., Kitts, D.D., Antioxidant, Prooxidant, and Cytotoxic Activities of Solvent-Fractionated Dandelion (Taraxacum Officinale) Flower
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
Betalini, dkk
ISSN 0216 - 3128
Extracts In Vitro, Journal of Agricultural and Food Chemistry 51 (1) : 301–310, 2003. 16. Ibrahim, R., Mondelaers, W., Debergh, P.C., Effects of X-irradiation on Adventitious bud Regeneration from In Vitro Leaf Explants of Rosa Hybrida, Plant Cell, Tissue and Organ Culture 54 (1): 37–44, 1998. 17. Chaudhuri, S.K., A Simple and Reliable Method to Detect Gamma Irradiated Lentil (Lens culinaris Medik) Seeds by Germination Efficiency and Seedling Growth Test, Radiation Physics and Chemistry 64 (2) : 131–136, 2002. 18. Borzouei, A., Kafi, M., Khazaei, H., Naseriyan, B., Majdabadi, A.A., Effects of Gamma Radiation on Germination and Physiological Aspects of Wheat (Triticum aestivum L.) Seedlings, Pakistan Journal of Botany 42 (4) : 2281–2290, 2010.
249
24. Wi, S.G., Chung, B.Y., Kim, J.-S., Kim, J.-H., Baek, M.-H., Lee, J.-W., Kim, Y.S., Effects of gamma irradiation on morphological changes and biological responses in plants, Micron 38 (6): 553–564, 2007. 25. Blois, M.S., Antioxidant Determinations by the Use of a Stable Free Radical, Nature 181 : 1199–1200, 1958. doi:10.1038/1811199a0. 26. Agustini, T.W., Suzery, M., Sutrisnanto, D., Ma’ruf, W.F., Hadiyanto, Comparative Study of Bioactive Substances Extracted from Fresh and Dried Spirulina sp., Procedia Environmental Sciences 23 : 282–289, 2015. 27. Molyneux, P., The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity, Songklanakarin Journal of Science and Technology 26 (2) : 211–219, 2004.
19. Kiong, A.L.P., Lai, A.G., Hussein, S., Harun, A.R., Physiological Responses of Orthosiphon stamineus Plantles to Gamma Irradiation, American-Eurasian Journal of Sustainable Agriculture 2 (2) : 135–149, 2008.
28. Khattak, K.F., Rahman, T.U., Effect of Gamma Irradiation on The Vitamins, Phytochemicals, Antimicrobial and Antioxidant Properties of Ziziphus Mauritiana Lam. Leaves, Radiation Physics and Chemistry 2016.
20. Dwimahyani, I., Widiarsih, S., The Effects of Gamma Irradiation on the Growth and Propagation of In Vitro Chrysanthemum Shoot Explants (cv. Yellow Puma), Atom Indonesia 36 (2) : 45–49, 2010.
29. Asante, I.K., Annan, K., Essilfie, M.K., Tater, V., Effect of Induced Mutation on Antioxidant Activity in Ocimum basilicum Linn, Natural Science 8 : 192–195, 2016.
21. Hasbullah, N.A., Taha, R.M., Saleh, A., Mahmad, N., Irradiation Effect on In Vitro Organogenesis, Callus Growth And Plantlet Development of Gerbera jamesonii, Horticultura Brasileira 30 : 252–257, 2012. 22. Kim, J.-H., Baek, M.-H., Chung, B.Y., Wi, S.G., Kim, J.-S., Alterations in the Photosynthetic Pigments and Antioxidant Machineries of Red Pepper (Capsicum Annuum L.) Seedlings from Gamma-Irradiated Seeds, Journal of Plant Biology 47 (4) : 314–321, 2004. 23. Kovács, E., Keresztes, Á., Effect of Gamma and UV-B/C Radiation on Plant Cells, Micron 33 (2) : 199–210, 2002.
TANYA JAWAB Agus Taftazani Jika melihat grafik/gambar terlihat penelitian ini masih kalah dengan standar (mungkin Vit C). Apa benat? Saran, pada kesimpulan ada gambar daun/tanaman, apakah tanaman tersebut yang diteliti? Jika bukan, dapat menyesatkan pendengar. Sebaiknya di ganti dengan gambar daun/tanaman yang di teliti atau hilangkan saja tanaman pada kesimpulan. Betalini Widhi Hapsari Betul, karena vitamin C yang di gunakan sebagai standar adalah vitamin C murni. Terima kasih atas saran /masukannya.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016
250
ISSN 0216 - 3128
Daftar Peserta Pemakalah
DAFTAR PESERTA PEMAKALAH SNINDT 2016 No
Nama Peserta
Instansi
1
Dadag Budi Ratmojo
PT. Monokem Surya
2
Robertus Bambang Susilo
PT. Timah (Persero) Tbk
3
Suharyana
Universitas Sebelas Maret
4
Satrio
5
Mukh. Syaifudin
6
Endro Kismolo
7
Darlina
PTKMR
8
M. Nasrullah
PKSEN
PAIR PTKMR PSTA
9
Gatot Trimulyadi R.
PAIR
10
M. V. Purwani
PSTA
11
Muzakky
PSTA
12 13
Samin Wibisono
PSTA PAIR
14
Sukirno
PSTA
15
UNS
16
Wahyuningsih S. Yanti Lusianti
17
Rasi Prasetio
18
Iin Kurnia
19
Sri Murniasih
PSTA
20
Lilik Harsanti
PAIR
21
Ratna Sulistyani
UNS
22
Dadang Sudrajat
PTBBN
23
Nazaroh
PTKMR
24
Agus Purwadi
PSTA
25
Bambang Siswanto
PSTA
26
Silakhuddin
PSTA
27
Hanifah Nur Syafitri
UNS
28
Anjar Anggraini
PSTA
29
Ikhlas H. Siregar
UIN SUKA
30
Fajar Sidik Permana
PSTA
31
Sri Inang Sunaryati
PTKMR
32
Idrus Abdul Kudus
PSTA
33
Lely Susita R. M.
PSTA
34
Rio Isman
STTN
35
Bintu Khoiriyyah
UNS
36
Rasito T.
37
Tri Muji Ermayanti
LIPI
38
Betalini Widhi Hapsari
LIPI
PTKMR PAIR PTKMR
PSTNT
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2016 Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNS Surakarta, 9 Agustus 2016