UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS – 30 SEPTEMBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
GAGAS PRAYOGA, S. Farm. 1206329650
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS – 30 SEPTEMBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
GAGAS PRAYOGA, S.Farm. 1206329650
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 vi
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
vii
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
viii
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA)
Angkatan
LXXVII
Universitas
Indonesia,
yang
diselenggarakan pada tanggal 12 Agustus – 30 September 2013 di PT Actavis Indonesia. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja khususnya di bidang perindustrian. Dalam pelaksanaan kegiatan PKPA ini penulis tak luput mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt., selaku Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013. 3. Dr. Harmita Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan Pembimbing dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia 4. Bapak Sumardiyanto dan Bapak Hendry selaku Supervisor Product Transfer dan Product Development yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA. 5. Seluruh staf PT. Actavis Indonesia 6. Seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini. ix
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Depok, Januari 2014
Penulis
x
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
xi
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: Gagas Prayoga, S. Farm : 1206329650 : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis Indonesia Periode 12 Agustus – 30 September 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri farmasi, memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi terutama dalam hal penerapan CPOB di PT. Actavis Indonesia dan dapat memiliki pemahaman yang mendalam mengenai peran dan tugas apoteker di industri farmasi. Tugas Khusus yang diberikan berjudul Preformulasi Sediaan Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E dan Tetrasiklin HCl. Tujuan dari tugas khusus untuk mengetahui mengetahui preformulasi yang sesuai untuk pembuatan kapsul lunak vitamin E dan Tetrasiklin HCl.
Kata kunci
: PT. Actavis Indonesia, Preformulasi, Kapsul Gelatin Lunak, Vitamin E dan Tetrasiklin HCl Tugas umum : viii + 103 halaman; 1lampiran Tugas khusus : v + 42 halaman; 5 tabel; 10 gambar Daftar Acuan Tugas Umum : 14 (1967 - 2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 13 (1999 - 2013)
xii
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
ABSTRACT Name NPM Program Study Title
: Gagas Prayoga, S. Farm : 1206329650 : Apothecary profession : Pharmacist Internship Program at PT. Actavis Indonesia Period February 12th - September30th 2013
Pharmacists Professional Practice implemented in PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur. PKPA activity is intended that students can see the direct profession pharmacists activity that takes place in the pharmaceutical industry, gaining knowledge and insight into everything related aspects in the pharmaceutical industry, especially in terms of the implementation of GMP in PT. Actavis Indonesia and may have a deep understanding of the role and duties of the pharmacist in the pharmaceutical industry. The title of special task given was the preformulation of soft gelatine capsule for Vitamin E and Tetracycline HCl. The purpose of the special task is to know the suitable preformulation of soft gelatine capsule for Vitamin E and Tetracycline HCl. Keywords
: PT. Actavis Indonesia, Preformulation, Soft Gelatine Capsule, Vtamin E and Tetracycline HCl General Assignment : viii + 103pages; 1appendices Specific Assignment : v + 42 pages;5 tables; 10 appendices Bibliography of General Assignment: 14 (1967 - 2013) Bibliography of Specific Assignment: 13 (1999 - 2013)
xiii
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ............................................................................... HALAMAN JUDUL .................................................................................. HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................. DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
i ii iii iv vi vii viii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ....................................................................... 3 2.1 Industri Farmasi .................................................................... 3 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) .............................. 4 BAB 3 TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA ........... 3.1 Sejarah PT Actavis Indonesia ................................................ 3.2 Visi dan Misi ........................................................................ 3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas .................................................... 3.4 Sarana Penunjang .................................................................. 3.5 Produk dan Sertifikat GMP ................................................... 3.6 Struktur Organisasi ...............................................................
21 21 22 22 23 24 25
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................. 84 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 99 5.1 Kesimpulan ........................................................................... 99 5.2 Saran ..................................................................................... 99 DAFTAR ACUAN ..................................................................................... 100
xiv
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Tabel 3.2.
Pengambilan Contoh .................................................. 68 Perbedaan n1 dan n2 ............................................................. 69
xv
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Struktur Manajemen Operasional PT Actavis Indonesia ....... 101
xvi
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya dilaksanakan pembangunan kesehatan yang didasarkan pada prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia. Pembangunan kesehatan
bertujuan
untuk
meningkatkan
kesadaran, kemauan,
dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi (Presiden Republik Indonesia, 2009). Ketersediaan obat merupakan salah satu faktor penting dari pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, industri farmasi sebagai badan hukum yang dapat melakukan seluruh tahapan kegiatan produksi obat atau bahan obat, memiliki peran penting dalam pembangunan kesehatan. Tahapan kegiatan produksi yang dimaksud meliputi meliputi
pengadaan
bahan
baku,
bahan
pengemas,
produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Pengendalian menyeluruh pada proses pembuatan obat sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Oleh karena itu, setiap industri farmasi harus memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012).
1
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Pemahaman dan kemampuan melaksanakan seluruh aspek CPOB dengan benar adalah kemampuan yang wajib dimiliki oleh Apoteker yang akan bekerja pada industri. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT. Actavis Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Mahasiswa calon apoteker diharapkan mampu mengembangkan ilmu yang telah didapatkan ke dalam dunia kerja. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dimulai tanggal 12 Agustus – 30 September 2013.
1.2
Tujuan Tujuan pelaksanaan kegiatan Prakter Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
PT. Actavis Indonesia adalah untuk: a.
Memperoleh pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan segala aspek CPOB di PT. Actavis Indonesia.
b.
Memahami peran dan tugas apoteker dalam industri farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
2.1.1
Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi dapat didefinisikan sebagai badan usaha yang memiliki
izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat, hal ini didasarkan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi.
2.1.2
Persyaratan Industri Farmasi Industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi sebelum
memulai proses produksinya oleh karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan yang diperlukan industri farmasi dalam mendapatakan izin usaha tercantum dalam Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 adalah sebagai berikut : a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Permohonan Izin industri Farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut 3
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya. Surat Permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu. Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya : a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlahnya dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan. b. Sekali dalam 1 (satu) tahun.
Laporan industri farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan.
2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangatlah penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pedoman CPOB sesuai dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) meliputi 12 aspek, yaitu: Manajemen Mutu; Personalia; Bangunan dan Fasilita; Peralatan; Sanitasi dan Higiene; Produksi; Pengawasan Mutu; Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk; Dokumentasi; Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak; Kualifikasi dan Validasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
5
2.2.1
Manajemen Mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Dalam melaksanakan kebijakan mutu dibutuhkan 2 unsur dasar manajemen mutu yaitu: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.
2.2.2
Personalia (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
6
oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Kepala bagian Produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat, termasuk: a. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan; b. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat; c. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu); d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi; e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
Kepala
bagian
Pengawasan
Mutu
hendaklah
seorang
apoteker
terkualifikasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk: a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi; b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
7
c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain; d. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak; e. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu; f. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan g. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu/ pemastian mutu, termasuk: a. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu; b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan; c. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala; d. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu; e. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok); f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi; g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi; h. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
8
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi.
2.2.3
Bangunan dan Fasilitas (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
9
disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat.
2.2.4 Peralatan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko terhadap mutu produk.
2.2.5 Sanitasi dan Higiene (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
10
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purnawaktu, paruhwaktu atau bukan karyawan yang berada di area pabrik, misal karyawan kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan inspektur. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat dan persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk produk antara. Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat melakukan pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan efektif.
2.2.6 Produksi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
11
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain: a. Pengadaan bahan awal Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut: 1.
Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan;
2.
Nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan;
3.
Status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak);
4.
Tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu.
Jika digunakan sistem penyimpanan terkomputerisasi yang divalidasi penuh, maka semua keterangan di atas tidak perlu ditampilkan dalam bentuk tulisan terbaca pada label.
b. Pencegahan pencemaran silang Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus dihindarkan. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
12
c. Sistem Penomoran Bets/Lot Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan.Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.
d. Penimbangan dan Penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum daluwarsa yang boleh diserahkan. Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi.
e. Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
yang
dikembalikan
ke
gudang
penyimpanan
hendaklah
didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tidak dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
13
f. Pengolahan Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah
dilaksanakan
mengikuti
prosedur
yang
tertulis.
Tiap
penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. Semua produk antara dan ruahan hendaklah diberi label.
g. Pengadaan bahan pengemas Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan cetak tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label lepas dan bahan cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan kecampurbauran. Bahan pengemas hendaklah diserahkan kepada personil yang berwenang sesuai prosedur tertulis yang disetujui.
h. Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
14
i. Pengawasan selama proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis
yang
menjelaskan
pengambilan
sampel,
pengujian
atau
pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam-proses. Di samping itu, pengawasan selama-proses hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut: 1.
Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan; dan
2.
Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
j. Karantina dan penyerahan produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya ke gudang produk jadi. Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
15
2.2.7
Pengawasan Mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian Pengawasan Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Sebelum meluluskan bahan awal atau bahan pengemas untuk digunakan, kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah memastikan bahwa bahan tersebut telah diuji kesesuaiannya terhadap spesifikasi untuk identitas, kekuatan, kemurnian dan parameter mutu lain. Setelah dipasarkan, stabilitas produk jadi hendaklah dipantau menurut program berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian semua masalah stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas, atau profil disolusi) yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
16
2.2.8
Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif.
Manajemen
hendaklah
membentuk
tim
inspeksi
diri
yang
berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Kepala
Bagian
Manajemen
Mutu
(Pemastian
Mutu)
hendaklah
bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem,
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
17
bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat hendaklah diselidiki. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup: a. Tindakan perbaikan bila diperlukan; b. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersang-kutan; dan c. Tindakan lain yang tepat.
Badan
POM
hendaklah
diberitahukan
apabila
industri
farmasi
mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Penarikan Kembali a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan; b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen; Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
18
c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas; dan d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang ditemukan kembali. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari waktu ke waktu.
2.2.10 Dokumentasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
19
Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengo-lahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir.
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi diklasifikasikan menjadi tiga, yakni validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi proses.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
20
Validasi
Pembersihan
adalah
Tindakan
pembuktian
yang
didokumentasikan bahwa prosedur pembersihan yang disetujui akan senantiasa menghasilkan peralatan bersih yang sesuai untuk pengolahan obat. Validasi Proses adalah Tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa proses yang dilakukan dalam batas parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan atribut mutu yang ditetapkan sebelumnya. Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas, atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kualifikasi diklasifikasikan menjadi empat, yaitu kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi Desain adalah dokumen yang memverifikasikan bahwa desain dari fasilitas, sistem dan peralatan sesuai untuk tujuan yang diinginkan. Kualifikasi Instalasi adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh aspek kunci dari instalasi peralatan atau sistem telah sesuai dengan tujuan desainnya dan mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh industri pembuat. Kualifikasi Kinerja adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa fasilitas, sistem dan peralatan, yang telah terpasang dan difungsikan, dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang, berdasarkan metode proses dan spesifikasi yang disetujui. Kualifikasi Operasional adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh fasilitas, sistem dan peralatan yang telah diinstalasi atau dimodifikasi berfungsi sesuai rancangan pada rentang operasional yang diantisipasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA
3.1
Sejarah PT Actavis Indonesia Pada November 2012, Watson Pharmaceutical Inc. mengakuisisi Actavis
Group dan menempatkan Gabungan Actavis dan Watson menjadi perusahaan generik internasional. PT Dumex Indonesia berada dibawah Actavis Group, diresmikan pada tanggal 8 November 1969 oleh Presiden Republik Indonesia kedua, yaitu Bapak H.M. Soeharto. Pada tahun 1983 PT Dumex Indonesia diakusisi oleh Alpharma sehingga berubah nama menjadi PT Dumex Alpharma Indonesia, kemudian menjadi PT Alpharma pada tahun 2001. Dengan akuisisinya, bulan Maret 2006 PT Alpharma berubah menjadi PT Actavis Indonesia yang merupakan bagian dari Actavis Group. Tepat pada tanggal 31 Oktober 2012, Watson Pharmaceutical Inc. di Parsipanny, New Jersey, Amerika Serikat resmi mengakuisisi Actavis global. Nama Actavis, Inc. resmi digunakan mulai tgl. 24 Januari 2013 yang ditandai dengan berbunyinya bel tanda transaksi perdagangan pasar bursa New York. Actavis Inc. merupakan perusahaan farmasi global yang terintegrasi, fokus pada pengembangan, pembuatan dan pendistribusian produk obat-obatan generik, brand dan biosimilar. Kantor pusat Actavis global dan Actavis US berlokasi di Parsippany, New Jersey, USA. Sementara kantor pusat International terletak di Zug, Swiss. PT Actavis Indonesia memiliki lebih dari 100 jenis molekul produk yang terdiri
atas
antibiotik,
analgetik
antipiretik,
multivitamin,
trankuilizer,
antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan enema. Produk-produk tersebut selain dipasarkan untuk pasar lokal, turut dipasarkan ke luar negeri seperti Eropa dan Asia pasifik. PT Actavis Indonesia memiliki sistem manajemen terintegrasi bersetifikat ISO 9001:2008, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001:2007.
21
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
22
3.2
Visi dan Misi Visi dari PT Actavis Indonesia adalah kesuksesan perusahaan dapat
didukung melalui budaya Our Winning Way. Perilaku seluruh karyawan didefinisikan melalui tiga kata kunci, yaitu Challenge, Connect, dan Commit yang menyatukan bagaimana bagaimana PT Actavis Indonesia bertindak dan bekerja. Challenge:
Berpikir
lebih
cerdas
dan
bertindak
lebih
cepat,
mengembangkan solusi kreatif, melaju lebih jauh. Connect: Bekerja bersama sebagai satu perusahaan untuk membuat dan memberikan praktik terbaik, memadukan pengetahuan lokal dengan sumber daya global, merupakan mitra pilihan. Commit: Bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial, tidak pernah berkompromi terhadap kualitas, memberikan yang dijanjikan.
Misi PT Actavis Indonesia adalah: a.
Mengembangkan dan memproduksi obat berkualitas tinggi.
b.
Telah memenuhi kebutuhan customer saat ini dan masa mendatang melalui investasi yang cerdas di R&D.
c.
Memberikan layanan terbaik dan bernilai tinggi.
d.
Merayakan beragam budaya di tim global.
e.
Memperluas komunitas tempat kami hidup dan bekerja.
f.
Mengedepankan shareholder value dalam setiap pekerjaan.
3.3
Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT Actavis Indonesia mempunyai dua lokasi kantor yang terdiri dari
kantor Pemasaran dan kantor Pusat. Kantor Pemasaran PT Actavis Indonesia di Talavera Office Park lantai 7 dengan lokasi di Jalan Letjen TB. Simatupang Kav. 22 – 26, Jakarta Selatan 12430. Sedangkan Kantor Pusat PT Actavis Indonesia dengan lokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur 13710. Kantor Pusat ini yang berdiri diatas tanah seluas 19,279 m2, termasuk pabrik yang ada di dalamnya. 40% dari luas area digunakan untuk area produksi, sisanya digunakan untuk fasilitas lainnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
23
Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu : a. Gedung produksi penicillin non steril (Beta Lactam Facility) b. Gedung produksi non penicillin dan liquid (Multi Product Facility) c. Gedung produksi semipadat/topikal (Topical Plant Facility) d. Gudang raw material dan packaging material e. Gudang produk jadi f. Gedung engineering dan workshop g. Laboratorium QC dan laboratorium pengembangan produk (Product Development) h. Perkantoran (Bagian QA, personalia, dan keuangan) i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga)
3.4
Sarana Penunjang Terdapat beberapa sarana penunjang dalam PT Actavis Indonesia, sarana-
sarana tersbut anatara lain: a. Sumber energi PT Actavis Indonesia menggunakan sumber listrik berasal dari PLN dan generator pembangkit listrik cadangan yang digunakan apabila aliran listrik padam. b. Sumber air PT Actavis Indonesia menggunakan dua sumber air yang kemudian diolah lebih lanjut, yaitu air sumur bor dan air PAM. c. Udara tekan (Compressed air) PT Actavis Indonesia menggunakan udara tekan untuk penghematan listrik. Kegunaan dari udara tekan antara lain, untuk mengoperasikan mesin-mesin produksi, membersihkan debu dan digunakan untuk mengalirkan udara kering ke dalam kabinet mesin. d. Air Handling Unit (AHU) AHU digunakan untuk mengatur udara di ruangan. Pada masingmasing ruang produksi mempunyai AHU yang terpisah, untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
24
3.5
Produk dan Sertifikat GMP PT Actavis Indonesia pada tahun 2011 telah memperoleh sertifikat CPOB
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapat sertifikasi European GMP (PICS) dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) pada tahun 2012 untuk produk sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, cair, dan semi padat, sehingga produk-produk Actavis Indonesia dapat dipasarkan di Eropa, serta sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority di tahun 2008. PT Actavis Indonesia telah memperoleh 17 sertifikat CPOB yang didapatkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia (23 November 2011), untuk produk antara lain: a. Fasilitas Multiproduk (Multiproduct Facility) non steril dan fasilitas topikal (Topical Plant Facility), terdiri dari tablet non antibiotik tidak bersalut, tablet non antibiotik bersalut, kapsul non antibiotik gelatin keras, larutan oral non antibiotik, dan enema non antibiotik, serta salep atau krim non antibiotik.. b. Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility) terdiri dari tablet tidak bersalut, tablet salut, kapsul gelatin keras, dan suspensi kering oral antibiotik. c. Sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority (2008). d. Sertifikasi Sistem Manajemen Terintegrasi (Integrated Management System) dari TUV Rheinland, sebagai berikut:
ISO 9001:2008 yaitu mengenai sistem managemen mutu (Quality Management System).
ISO 14001:2004 yaitu mengenai sistem managemen lingkungan (Enviromental Management System).
OHSAS 18001:2007 yaitu mengenai sistem manajemen Keselamatan dan kesehatan (Occupational Health and Safety Management System).
Produk PT Actavis Indonesia dipasarkan melalui perusahaan distribusi atau distributor yang saat ini ditunjuk ada 3 perusahaan dengan skala nasional, Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
25
yaitu: PT Anugrah Argon Medika (AAM), PT Mensa Bina Sukses (MBS), dan PT Sawah Besar Farma (SBF) .
3.6
Struktur Organisasi PT Actavis dipimpin oleh seorang Presiden direktur dengan dibantu oleh 6
orang direktur, yaitu: Managing Director, Direktur Pemasaran dan Penjualan (Sales and Marketing Director), Direktur Operasional (Operation Director), Direktur Keuangan (Finance Director), Direktur Sumber Daya Manusia (Human Resource Director), serta dibantu oleh kepala bagian Scientific Affairs (SCA), dan Direktur Penjualan Ekspor dan Bisnis Toll (Toll and Business Director) membentuk Management Committee (MC) atau manajemen puncak perusahaan. Operasional dan manufaktur dipimpin oleh seorang Direktur Operasional (Operation Director) yang membawahi 5 departemen, yaitu departemen Mutu (Quality Operation Department), Manajemen Bahan Baku (Material Management Department), Operasional (Departemen Produksi dan PPIC), Teknik (Departemen Engineering dan EHS), dan Pengembangan Produk (Product Development Department/PD). Masing-masing departemen tersebut dipimpin oleh seorang manajer yang dibantu oleh beberapa supervisor.
3.6.1
Departemen Sumber Daya Manusia (Human Resource Department/HRD) Merupakan divisi yang berfungsi sebagai support function atau biasa
disebut sebagai partner bisnis. Struktur HRD di PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: a.
HR Operation Manager, memastikan kebutuhan operasional karyawan terpenuhi, misalnya alat tulis kantor, makanan di kantin, serta kebutuhan lainnya
b.
People
&
Organization
Development
Manager/POD
Manager,
memastikan karyawan mendapatkan pelatihan berupa training yang bersifat non manufacturing / soft skill sesuai bidang pekerjaannya masingmasing. c.
Compensation & Benefits, menjamin karyawan mendapatkan hak-haknya, misalnya jaminan kesehatan, tunjangan hari raya, dan lain sebagainya. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
26
3.6.2
Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management Department) Departemen Manajemen Bahan Baku mempunyai tugas dan tanggung
jawab dalam merencanakan produksi, mengendalikan persediaan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi, serta merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan kemas dari supplier. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer. Ruang lingkup
dari
departemen
ini
yaitu
Purchasing
(Central
Procurement
Department/CPD) dan Gudang (Warehouse).
3.6.2.1 Purchasing (Central Procurement Department/CPD) Departemen ini bertanggung jawab terhadap pemesanan untuk pembelian seluruh material yang diperlukan oleh PT Actavis Indonesia, terutama bahan baku. Rencana pembelian dilakukan berdasarkan Material Requirement Plan (MRP) yang telah disusun oleh planner melalui program Mfg-Pro. MRP digunakan untuk pembacaan perkiraan pembelian. Proses ini menghasilkan rencana produksi dan rencana pembelian dengan mempertimbangkan pada stok yang ada, buffer stock dan sales order. Bagian pembelian akan memesan barang pada pemasok yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dengan membuat purchase order (PO). Bahan baku dan bahan kemas hanya dapat dibeli pada supplier yang telah disetujui oleh QA dan masuk kedalam daftar Approved Supplier List (ASL). Pemilihan terhadap pemasok berdasarkan penilaian terhadap beberapa faktor, diantaranya kualitas bahan baku dan bahan kemas, harga yang kompetitif, sistem antar yang tepat waktu, pelayanan yang baik dan sistem pembayaran yang menguntungkan.
3.6.2.2 Gudang (Warehouse) Gudang merupakan tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang berupa bahan baku, bahan pengemas, yang digunakan untuk membantu kelancaran proses produksi. Oleh karena itu, perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik dengan stock secara administratif. Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh penanganan bahan awal. Untuk menjaga keselamatan kerja di area gudang maka setiap orang yang memasuki area gudang harus menggunakan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
27
helm dan safety shoes yang sesuai, dan harus waspada terhadap lalu lintas di gudang terutama forklift yang sedang beroperasi (SOP: tata cara masuk area gudang). Gudang di PT Actavis Indonesia terdiri tiga bagian yaitu: a. Gudang penyimpanan bahan baku (raw material) dan bahan kemas (packaging material), b. Gudang penyimpanan bahan aktif penisilin di gedung Beta Lactam Facility (BLF), dan c. Gudang penyimpanan produk jadi (finished goods).
Gudang ini berfungsi untuk menyimpan semua produk jadi yang dihasilkan oleh bagian produksi dan produk toll in serta sebagai tempat pendistribusian kepada pemasok. Ruangan di gudang produk jadi terbagi menjadi 2 yaitu ruangan AC dan Non AC. Penyusunan barang di gudang produk jadi didasarkan kepada kondisi penyimpanan suhu produk. Produk jadi yang masuk kedalam gudang finished goods merupakan produk yang sudah di-approved dari bagian QA setelah melalui berbagai pemeriksaan baik kimia maupun mikrobiologi dan memiliki status “ON HAND” pada sistem Mfg Pro. Selain produk yang sudah di-approved, produk yang masih dalam status karantina juga dapat disimpan di gudang finished goods. Produk toll in yang masuk kedalam gudang finished goods juga statusnya dikatagorikan karantina. Kegiatan pengecekan/stock opname barang untuk gudang produk jadi dilakukan setiap 3 bulan sekali, sedangkan untuk gudang raw material dan packaging dilakukan setiap 6 bulan sekali dan untuk pengecekan dari luar (external) dilakukan setiap bulan Desember. Material yang diterima oleh gudang terdiri dua jenis yaitu bahan baku dan bahan kemas dari pemasok dan produk jadi (finished goods) dari departemen produksi. Pemasok bahan baku dan bahan kemas harus dipastikan sudah termasuk dalam ASL (Approved Supplier List). Setelah pemasok datang, dilakukan pemeriksaan administratif dan pemeriksaan barang. Pemeriksaan administratif yang dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan yang dibawa dan pencocokkan delivery order (DO) yang dibawa oleh pemasok dengan purchase order (PO) dari bagian pengadaan yang tertera dengan yang terdapat pada sistem Mfg Pro, jika Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
28
terjadi perbedaan maka segera diminta konfirmasi dengan bagian pengadaan. Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah barang yang dipesan, serta nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal daluwarsa (expired date). Selain itu, bagian gudang juga wajib meminta Certificate of Analysis (CoA) barang. Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah barang yang dipesan, serta nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal daluwarsa (due date). Setelah hasil pemeriksaan sesuai, petugas gudang akan menandatangani DO dan memasukkan data barang ke dalam sistem Mfg Pro dengan status “income RM”. Barang yang baru diterima di gudang akan diberi label “QUARANTINE” berwarna kuning. Setelah itu, petugas gudang akan membuat checklist penerimaan barang yang akan dikirim ke departemen Quality Control (QC) sebagai acuan untuk pemeriksaan. Kemudian, inspector raw material dari bagian QC akan melakukan pengambilan contoh (sampling) bahan baku dan bahan kemas untuk dilakukan pemeriksaan di QC. Selama proses pemeriksaan di QC, bahan baku dan bahan kemas diberi label “QC HOLD” berwarna kuning dan diberi status “QC HOLD” pada sistem Mfg Pro. Setelah hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label “APPROVED” berwarna hijau dan diberi status “ON HAND” pada sistem Mfg Pro. Dengan demikian, bahan baku dan bahan kemas tersebut dapat digunakan untuk proses produksi. Jika hasil pemeriksaan dari QC tidak memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label “REJECT” berwarna merah dan barang tidak dapat digunakan untuk proses produksi. Barang yang berstatus “REJECT” akan dipisahkan. Barang yang berstatus “REJECT” akan dipisahkan. Untuk bahan baku yang berstatus “REJECT” dikembalikan ke supplier dan untuk printed material tidak dikembalikan ke supplier, namun langsung dimusnahkan. Kondisi penyimpanan barang di gudang disesuaikan dengan persyaratan penyimpanan masing-masing barang. Untuk printed packaging material disimpan dalam ruangan yang terkunci. Gudang bahan baku dan bahan kemas memiliki beberapa kondisi penyimpanan:
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
29
a. Kondisi AC Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25 oC (15-25 oC), digunakan untuk menyimpan bahan kemas primer, bahan baku dan produk sitotoksik yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut. b. Kondisi non AC Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25-30 oC, digunakan untuk menyimpan bahan kemas sekunder dan tersier, serta bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut. c. Lemari pendingin Lemari pendingin bersuhu di bawah 8-15 oC, biasanya digunakan untuk menyimpan bahan baku vitamin. Terdapat satu produk sitotoksik yang disimpan dengan suhu penyimpanan di bawah 8 oC. d. Lemari penyimpanan narkotik Bahan baku dan produk narkotik disimpan dalam lemari besi khusus penyimpanan narkotik dan terkunci. Kunci dipegang oleh apoteker penanggung jawab. e. Gudang tahan api yang digunakan untuk meyimpan bahan-bahan yang mudah meledak dan terbakar.
Rak penyimpanan di dalam gudang terdiri dari 12 level untuk penyimpanan bahan baku dan bahan kemas. Penentuan area penyimpanan suatu bahan berdasarkan keterangan yang tertera pada label atau CoA, atau berdasarkan
rekomendasi
dari bagian Quality atau TS (Technical Support).
Untuk peyimpanan produk-produk likuid disimpan di bagian bawah. Selanjutnya di input kedalam sistem Mfg Pro. Pemantauan suhu di gudang dilakukan selama 24 jam, ditinjau setiap dua kali sehari dan data di ambil setiap seminggu sekali. Pemantauan suhu menggunakan logger yang berada di titik terpanas. Parameter kesesuaian suhu diukur berdasarkan Mean Kinetic Temperature (MKT) yaitu rata-rata suhu dalam satu minggu. Untuk ruangan dengan suhu 15-25 oC, jika MKT di atas 25 oC harus diadakan risk assessment; untuk ruangan 25-30 oC, risk assessment dilakukan jika MKT > 30 oC, dan untuk lemari pendingin (8-15 oC), risk assessment dilakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
30 jika MKT > 15 oC. Jika perlu, dilakukan pemindahan penyimpanan produk sementara. Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan bahan kemas serta distribusi produk jadi. Distribusi bahan baku dan bahan kemas ke lokasi produksi. Distribusi obat jadi untuk market lokal melalui distributor dan distribusi obat jadi untuk market luar negri dan eksport melalui forwarder. Proses distribusi bahan baku dan bahan kemas yang akan digunakan untuk produksi dilakukan berdasarkan work order (WO) picklist yang dikeluarkan oleh bagian PPIC yang juga terhubung dengan sistem Mfg Pro. Picklist berisi jenis dan jumlah bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan untuk proses produksi, yang telah disesuaikan dengan forecast marketing. Untuk bahan baku, setelah WO picklist keluar maka petugas gudang akan menyiapkan bahan baku yang diminta, selanjutnya akan diserahkan ke bagian dispensing untuk ditimbang melaui pintu airlock IV. Penimbangan dilakukan oleh 1 orang petugas gudang dan 1 orang dari petugas produksi serta disaksikan oleh seorang dispensing supervisor dari pihak produksi. Sisa bahan baku akan dikembalikan lagi kedalam gudang melalui pintu airlock IV. Untuk bahan kemas, petugas gudang akan menyiapkan bahan sesuai dengan jumlah yang diminta dan mengantarkan ke bagian produksi yang meminta. Pada saat serah terima bahan baku maupun bahan kemas, dilakukan pengecekan ulang oleh bagian produksi terhadap jumlah bahan yang diterima, jika sesuai, picklist akan ditandatangani. Setelah itu, WO picklist dibawa kembali ke gudang untuk dilakukan component issue (pemotongan) pada sistem dengan tujuan agar jumlah barang yang ada di gudang dengan yang ada di sistem sama. Kemudian picklist tersebut akan diserahkan kembali ke bagian produksi yang bersangkutan untuk selanjutnya disimpan dalam job sheet/batch record sebagai dokumen. Setelah proses produksi selesai maka bagian produksi akan melakukan penerimaan work order (WO receive) ke lokasi “income-fg” dengan status karantina untuk diperiksa oleh QC. Untuk produk obat yang telah lulus dari pengujian maka akan dilakukan pemindahan barang dari bagian produksi ke gudang finished good, kemudian barang diperiksa oleh petugas gudang yang meliputi pemeriksaan fisik, jumlah serta nomor bets dan setelah cocok maka Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
31
barang akan diterima dan diletakkan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan dari produk tersebut. Pada saat penerimaan maka akan ada pencatatan pada log book mengenai produk obat yang diterima serta pemasukan data dalam sistem Mfg-Pro yang dilakukan oleh pihak produksi saat WO receive. Proses penerimaannya dilakukan pada loading area yang telah disiapkan. Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan packing list yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Dalam hal ini distributor akan mengirimkan order ke bagian marketing, kemudian marketing akan memasukkan data pesanan dari distributor (placement order) ke sistem Mfg Pro, setelah itu akan dikeluarkan packing list-nya. Packing list ini kemudian akan dihitung nilai rupiah dari barang yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan, sedangkan dari petugas gudang akan menyiapkan barang yang diminta dan order distributor harus sudah sesuai dengan multipack berdasarkan packing list yang diterima. Setelah barang yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat panggilan ke distributor untuk mengambil barang. Setelah itu, bagian keuangan akan melakukan pemotongan stok barang yang ada di dalam sistem (shipment) dan mencetak invoice. Kemudian barang tersebut akan diserahkan kepada distributor sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan proses penyerahan barang ke distributor dilakukan di ruang transito untuk dilakukan crosscheck kesesuaian barang.
3.6.3
PPIC (Production Planning and Inventory Control) PPIC berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara produksi,
pemasaran, pengadaan, akuntansi, dan penyimpanan yang masing-masing berfungsi dalam penyediaan obat. Bagian ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan bagian penjualan dan pemasaran terpenuhi oleh sistem produksi yang meliputi jumlah, waktu, dan jenis produk yang tepat. Tugas dan tanggung jawab PPIC antara lain: a. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi. b. Mengatur rencana pembelian bahan baku, bahan kemas, dan stok obat jadi. c. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
32
PPIC dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Production Planning Control/PPC 2. Inventory Control and MRP System
3.6.3.1 Production Planning Control (PPC) Tugas PPC yaitu merencanakan dan mengendalikan jalannya proses produksi selama periode tertentu. Tahapan kerja dalam PPC adalah sebagai berikut: a. Merencanakan produksi. b. Membuat Manufacturing Order (MO). c. Memonitor stok produk jadi (Finished Goods). d. Mengolah
MO
(Manufacturing
Order)
dari
departemen
Pemasaran/Ekspor.
MO ini menjadi dasar untuk membuat jadwal proses produksi yang diserahkan kepada bagian produksi disertai dengan WO (Work Order).
3.6.3.2 Inventory Control and MRP System Tugas Inventory Control yaitu merencanakan dan mengendalikan pembelian bahan baku dan bahan kemas. Tahapan kerja dalam Inventory Control adalah sebagai berikut: a. Menetapkan rencana pembelian. Rencana pembelian dibuat berdasarkan rencana produksi (termasuk kapasitas mesin, man hours), stok bahan baku dan bahan kemas yang ada di gudang, stock order, jumlah minimum order (berhubungan dengan kapasitas pemasok), dan waktu tunggu produksi (lead time production). b. Membuat rencana permintaan bahan baku (Material Requirement Planning/MRP), yang mencantumkan nama produk beserta semua bahan (bahan baku dan bahan kemas) serta jumlahnya. c. Memonitor stok bahan baku dan bahan kemas. d. Membuat POR (Purchase Order Requisition). POR ini adalah dasar untuk membeli bahan-bahan inventory (bahan baku, bahan kemas, palet untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
33
ekspor) maupun non inventory (helm, kertas, dll) yang berfungsi untuk menunjang proses produksi. e. Mengawasi POR sampai bahan baku dan bahan kemas masuk ke gudang dan saat berada dalam status QC.
Alur tahapan PPIC yaitu berawal dari pembuatan rencana produksi (Production Planning) dengan melakukan MRP (Material Requirement Planning) pada sistem Mfg Pro berdasarkan forecast dari bagian pejualan dan pemasaran. Melalui sistem Mfg Pro tersebut permintaan yang ada disesuaikan dengan datadata yang ada di sistem seperti persediaan bahan baku yang ada, work in process dan finished goods yang tersedia. Dari rencana produksi tersebut kemudian diketahui material yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada bagian pengadaan. Bagian pengadaan mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke pemasok. Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan memberikan konfirmasi kuantitas dan ETA ke bagian pengadaan. Bila sudah dikonfirmasi, gudang (Warehouse) akan jadwal pengiriman material dan menerima material sesuai dengan kuantitas. Kemudian gudang membuat bukti penerimaan barang. Bagian QC melakukan pemeriksaan sebelum barang digunakan untuk produksi. PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada Departemen Produksi beserta picklist yang ditujukan untuk gudang sebagai permintaan barang untuk kegiatan produksi. PT Actavis telah memiliki sistem Enterprise Resource Planning/ERP yang terintegrasi yaitu Mfg Pro. Komputer online Mfg Pro di seluruh bagian sehingga alur proses tersebut dapat dipantau oleh semua pihak terkait melalui komputer.
3.6.4
Departemen Produksi Departemen produksi dipimpin oleh seorang manajer produksi yang
bertanggungjawab terhadap seluruh proses produksi. Manajer produksi dibantu oleh koordinator membawahi beberapa orang supervisor yang dibantu oleh administrator dan technical support. Bagian dispensing dipimpin oleh seorang Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
34
supervisor yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penimbangan semua bahan baku yang dibutuhkan pada semua proses produksi kecuali bahan aktif penisilin. Kegiatan departemen produksi berdasarkan pesanan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PPIC. Jenis obat yang diproduksi meliputi produk ethical dan produk OTC. Departemen produksi berkaitan erat dengan departemen QA/QC untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat yang diproduksi. Kegiatan produksi di PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu produksi penisilin dan non penisilin. Bagian non penisilin memproduksi bentuk sediaan padat, semipadat (krim) dan sediaan cair (sirup, suspensi), sedangkan bagian penisilin memproduksi sediaan padat (tablet, kaplet, kapsul dan dry syrup). Departemen produksi PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas, yaitu Fasilitas Multiproduk (Multi Product Facility/MPF), Fasilitas Beta laktam (Beta-Lactam Facility/BLF), dan Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF). Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR). Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan CPOB yang tertuang dalam prosedur tetap atau SOP perusahaan. Terdapat dua jenis ruangan di PT Actavis Indonesia berdasarkan tingkat kebersihannya, yaitu area abu-abu (grey area) dan area hitam (black area). Area abu-abu yaitu ruang untuk bahan obat, obat dan bahan pengemas primer (permukaan dalam) yang masih dalam keadaan terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputi ruang penimbangan bahan baku non steril, pengolahan, pengisian, pengemasan primer, dan pengambilan contoh bahan baku. Area hitam (black area) yaitu ruang tempat bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder dan daerah lain di luar ruang produksi. PT Actavis tidak memiliki area putih (white area) karena tidak memproduksi produk steril. Produksi produk steril dari PT Actavis dilakukan di industri farmasi lain (Toll Out Manufacturing). Untuk memasuki area abu-abu harus mengenakan pakaian khusus (overall), sepatu khusus atau shoe cover, topi yang menutupi rambut atau head
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
35
cover, dan masker. Untuk membatasi pertukaran udara antar ruang dan menjaga kestabilan tekanan udara, diperlukan suatu ruang antara (Buffer room / Airlock). Airlock adalah ruangan penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda. Dua pintu airlock harus dalam keadaan tertutup bila tidak sedang digunakan untuk lewat. Pada saat lewat, hanya satu pintu airlock yang dapat terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Dengan adanya ruang antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur udara antara area hitam dengan area abu-abu. Kegiatan departemen produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk pelaksanaan produksi. Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Batch Record, yaitu mulai dari jenis produk, nomor bets, jumlah yang dihasilkan, formula, data penimbangan bahan baku, daftar pemeriksaan alat sebelum proses produksi, catatan selama proses produksi, jumlah karyawan yang mengerjakan, waktu pengerjaan, dan proses pengemasan primer sampai proses pengemasan sekunder. Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi harus sesuai dengan yang ada di dalam batch record dan tercatat di dalam batch record. Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap semua mesin yang dipakai dan diberi label “BERSIH” lengkap dengan nama pembersihnya dan tanggal pembersihan. Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan. Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor bets dan tanggal dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan yang tidak semestinya. Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap fasilitas dilakukan secara rutin atau terjadwal. Berdasarkan SOP Pembersihan Mesin Secara Umum, terdapat tiga macam proses pembersihan, yaitu:: Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
36
a. Pembersihan antar Produk/Major Cleaning Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara produk yang berbeda atau pembersihan total. b. Pembersihan antar Batch/Minor Cleaning Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara bets yang satu dengan bets berikutnya untuk produk yang sama atau antara bets yang satu dengan bets berikutnya dengan “strength” berbeda untuk produk yang sama. c. Pembersihan akhir hari Merupakan pembersihan yang dilakukan pada akhir jam kerja.
Status pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus didokumentasikan di dalam batch record dan logbook. Pembersihan antar produk adalah berupa kegiatan sanitasi total dengan tujuan agar produk yang lain tidak terkontaminasi oleh produk sebelumnya. Selain itu, kegiatan pemantauan ruangan pada ruang produksi juga dilakukan seperti pemantauan tekanan dengan menggunakan alat Magnahelic, pemantauan suhu, pemantauan mikroba, dan pemantauan jumlah partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh bagian mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang dilakukan setiap satu minggu sekali dan di-sampling oleh petugas dari departemen QC. Akan dilakukan pengambilan sampel untuk produk ruahan maupun produk jadi yang dihasilkan selama proses produksi ke laboratorium mikrobiologi dan laboratorium kimia untuk dilakukan pengujian secara mikrobiologi dan kimia, begitu pula untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi yang akan diedarkan dimasyarakat.
3.6.4.1 Fasilitas Multi Produk (Multi Product Facility/MPF) Fasilitas multiproduk terdiri dari beberapa area utama, yaitu area penimbangan (Dispensing), area produksi sediaan padat (Solid), area produksi sediaan cair (Liquid), serta area pengemasan (Packing) primer dan sekunder. Bagian MPF dikepalai oleh seorang koordinator produksi (production
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
37
coordinator) dengan dibantu oleh lima orang supervisor yang bertanggung jawab di masing-masing area. Bangunan fasilitas multiproduk merupakan bangunan beton berbentuk huruf U yang terdiri dari ruang untuk penimbangan, pencampuran, granulasi, pengempaan tablet, penyalutan tablet, pengisian kapsul, pengisian sediaan cair, dan pengemasan. Terdapat perbedaan tekanan udara pada ruangan produksi dan koridor untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Ruangan produksi pada area Solid memiliki tekanan udara negatif, sedangkan koridor memiliki tekanan udara positif. Sebaliknya pada area Liquid, pengaturan tekanan diatur sebaliknya dimana ruang produksi memiliki tekanan udara positif dan koridor memiliki tekanan udara negatif. Perbedaan tekanan udara pada ruangan dan koridor diatur antara 10-30 kPa. Setiap ruangan dilengkapi dengan pendingin ruangan yang suhunya diatur o
15-25 C, pengatur tingkat kelembaban (RH) yang diatur tidak melebihi 75%, listrik, penerangan, dan fasilitas pendeteksi asap. Alur proses produksi diawali dengan kegiatan penimbangan bahan baku oleh bagian dispensing. Bagian dispensing melakukan penimbangan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian perencanaan (PPIC). Setelah penimbangan selesai, bahan baku tersebut akan dibawa ke ruang produksi melalui airlock material menuju ruang penyimpanan Work In Process (WIP). Bahan yang telah diterima dari bagian dispensing oleh bagian produksi dilakukan pengecekan ulang di ruang penimbangan. Tersedia empat mesin untuk proses granulasi, yaitu High Shear Mixer/HSM TK Fielder (kapasitas maks. 120 kg), Fluid Bed Dryer/FBD Huttlin 200-DJ (kapasitas maks. 240 kg), Lytzen Oven, dan IBC Bin Blender Servolift (kapasitas maks. 800 kg). Mesin-mesin tersebut dapat digunakan untuk proses granulasi basah maupun kering dalam jumlah/volume besar sesuai dengan spesifikasi cara pembuatan produk. Bagian MPF memiliki ruang granulasi small scale untuk melakukan proses trial maupun proses produksi dalam jumlah/volume kecil. Pada ruang granulasi small scale terdapat 3 mesin utama, yaitu High ShearMixer/HSM Yong Sheuan, Fluid Bed Dryer/FBD Yong Sheuan, dan Bin Blender Tamaru dengan kapasitas maksimal masing-masing mesin sebesar 40 kg. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
38
Setelah proses granulasi selesai, granulat atau produk antara yang menunggu proses pencetakan disimpan dalam ruang WIP. Dalam proses produksi dilakukan kegiatan pengawasan dalam proses (In Process Control/IPC). Pemeriksaan yang dilakukan untuk produk antara (granulat) yaitu pemeriksaan kadar air (Moisture Content) pada granulat yang dihasilkan. Untuk proses pencetakan tablet, tersedia empat mesin cetak tablet yaitu mesin Jenn Chiang JC DSH 35B (kapasitas 39 station), Killian RTS 20 (kapasitas 20 station), Sejong MRC-31S (kapasitas 31 station), dan Manesty BB4 (kapasitas 27 station). Untuk mesin pengisian kapsul terdapat dua mesin yaitu Sejong SF100N dan Sejong SF-100 masing-masing dengan 12 holder yang memiliki 14 station. Tersedia pula dua buah mesin penyalut tablet/coating, yaitu Nicomac Elite-100 (kapasitas maks. 100 liter) dan Bamtri Film Coating Machine (kapasitas maks. 90 liter) untuk beberapa produk yang memerlukan proses penyalutan. Hasil IPC pada setiap proses produksi didokumentasikan kedalam lembar kerja/MPPCR untuk tiap produk. Selanjutnya, sampel produk ruahan dari tablet atau kapsul dikirim ke QC untuk dilakukan pemeriksaan terhadap spesifikasi setiap sediaan. Tablet dan kapsul yang sudah jadi selanjutnya siap untuk dikemas. Terdapat sepuluh line pada proses pengemasan primer yang saling terhubung (in line) dengan bagian pengemasan sekunder. Line 1 sampai dengan line 3 merupakan bagian pengemasan untuk produk yang dikemas dalam bentuk blister. Line 4 tidak diaktifkan secara in line dikarenakan pada line 4 hanya dilakukan proses pengemasan sekunder untuk produk yang dikemas secara manual. Line berikutnya yaitu line 5 sampai dengan line 7 merupakan bagian pengemasan produk yang dikemas dalam bentuk strip. Pada line 8 dilakukan proses pengemasan ke dalam kemasan botol plastik. Mesin-mesin yang digunakan pada proses pengemasan primer pada line 1 sampai dengan line 8 dapat digunakan untuk mengemas produk tablet maupun kapsul. Line selanjutnya yaitu line 9 dan line 10 berada pada area produksi Liquid. Pada area ini dilakukan proses produksi untuk sediaan cairan enema dan syrup. Line 9 merupakan area produksi untuk sediaan cairan enema dimana proses produksi dilakukan dengan cara labeling terlebih dahulu pada kemasan tube dan kemudian dilakukan proses pengisian cairan enema ke dalam kemasan tube. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
39
Untuk sediaan berupa syrup, proses produksi dilakukan dengan melalui dua proses utama yaitu pencampuran dan pengisian ke dalam wadah. Terdapat dua buah tanki pencampuran yang dilengkapi dengan pipa penghubung, vakum, dan pengaduk untuk mendukung proses produksi masing-masing dengan kapasitas 600 liter dan 2000 liter. Terdapat pula satu buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 2000 liter dan dua buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 10.000 liter. Proses IPC yang dilakukan untuk sediaan cair adalah pengukuran pH. Sediaan syrup tersebut kemudian diisikan ke dalam botol-botol di line 10 dan kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan dan pengencangan tutup botol. Untuk sediaan cair yang melalui proses pengencangan tutup botol perlu dilakukan proses IPC berupa pengukuran torsi untuk menguji kekuatan menutup botol (capping torque). Selanjutnya produk tersebut siap untuk diberi label dan dikemas ke dalam box.
3.6.4.2 Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility/MPF) Bagian BLF dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab pada seluruh proses produksi sediaan beta laktam. Produksi sediaan beta laktam dilakukan pada bangunan yang terpisah dengan bangunan produksi lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Bangunan pada beta laktam mempunyai ruang gudang, ruang timbang, area produksi, area pengemasan, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, serta kantin, mushola dan toilet yang khusus digunakan oleh para karyawan yang bekerja pada fasilitas beta laktam. Bangunan ini memiliki sistem pembuangan limbah, sistem HVAC, dan sistem pengairan yang terpisah dengan bangunan produksi lain. Bangunan terdiri dari 2 lantai dimana lantai 1 terdiri dari gudang, area printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, dan area ganti, sedangkan lantai 2 terdiri dari area produksi dari proses penimbangan hingga pengemasan sekunder, ruang IPC dan ruang administrasi dan supervisor. Fasilitas beta laktam terdiri dari dua area kebersihan, yaitu area abu-abu dan area hitam. Area abu-abu terdiri dari ruang penimbangan (dispensing room), area pencampuran (granulasi), ruang pencetakan tablet, ruang pengisian kapsul, ruang pengisian tablet/kapsul/granul ke dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
40
botol, ruang pengemasan primer, ruang penyimpanan produk ruahan sementara sebelum dikemas yaitu ruang work in process (WIP), dan ruang pengawasan selama proses atau in process control (IPC). Area hitam terdiri dari area pengemasan sekunder, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, dan area ganti baju. Area produksi beta laktam dilengkapi dengan 3 ruang penyangga (air lock), dimana letak dari ruang penyangga personil terpisah dengan ruang penyangga material mencakup bahan baku, material pengemasan primer maupun sekunder. Selain itu, fasilitas beta laktam juga dilengkapi dengan pintu darurat dan penanganan limbah tersendiri. Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian beta laktam ini adalah tablet, kapsul dan dry syrup. Kemasan primer yang digunakan adalah strip, blister dan tropical blister untuk sediaan tablet dan kapsul serta kemasan botol/securitainer untuk sediaan tablet, kapsul dan dry syrup. Produksi sediaan solid di fasilitas beta laktam (BLF), pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Untuk proses penyiapan alat, pembersihan mesin, dan produksi yang dilakukan pada bagian ini pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan TPF) tetapi berbeda pada proses penimbangan. Untuk penimbangan zat aktif golongan penisilin dilakukan pada ruang dispensing yang terdapat pada fasilitas beta laktam dan untuk bahan tambahan lainnya dilakukan penimbangan pada ruang dispensing di MPF. Pencegahan kontaminasi juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan dan tamu (visitor), dimana setiap karyawan dan tamu yang masuk ke dalam fasilitas betalaktam diharuskan menggunakan seragam yang telah disediakan khusus untuk digunakan pada fasilitas beta laktam dan untuk setiap karyawan dan tamu yang akan meninggalkan fasilitas beta laktam diharuskan mandi terlebih dahulu dengan menggunakan sabun khusus sebelum keluar dari fasilitas beta laktam (SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi Beta Lactam Facility, 2013), bertujuan untuk memecah cincin beta laktam. Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi beta laktam baik sampah organik, sampah anorganik maupun sampah B3 juga dilakukan secara terpisah dari limbah sisa produksi lainnya dengan melakukan inaktivasi terlebih dahulu, sampah Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
41
direndam menggunakan NaOH 2% (pH 10), selama satu jam (SOP Pemusnahan Sisa-Sisa Produk Penisilin, 2012). Proses inaktivasi dilakukan terhadap seluruh bagian yang akan di buang keluar area BLF. Inaktivasi dilakukan di ruang cuci area BLF.
3.6.4.3 Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF) Bagian TPF dikepalai oleh seorang seorang supervisor dengan dibantu seorang group leader guna mengkoordinasikan proses produksi. Area TPF dibagi menjadi 2 yaitu area hitam dan abu-abu. Area hitam terdiri dari ruang airlock personal (ruang ganti sepatu untuk area hitam, baju seragam lengkap dengan head cover), toilet dan tempat cuci tangan, area pengemasan sekunder, dan airlock untuk produk jadi. Area abu-abu terdiri dari ruang-ruang penyangga personal (ruang ganti sepatu area abu-abu dan lengkap dengan masker dan head cover), area pencampuran, area pengisian, WIP, ruang penyangga bahan, dan area wadah penyimpanan. Suhu di area abu-abu adalah 15-25
o
C; RH 75%. Ruang
pengemasan termasuk didalam area hitam. Tahapan produksi sediaan topikal dimulai dengan penyiapan fase minyak dan fase air dalam tangki pencampur yang bernama Lexa Mix berkapasitas 300 liter. Fase minyak dipanaskan dalam suatu tangki hingga melebur dan fase airnya disiapkan pada tangki yang terpisah. Setelah fase minyak melebur, dilakukan pencampuran ke dalam tangki pencampur dengan cara divakum. Agar suhu didalam tangki tetap stabil pada kisaran 60–70 oC, pada bagian luar tangki (jacketed) dialiri uap panas (steam). Pencampuran bahan aktif ke dalam campuran fase minyak dan fase air bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara dilarutkan. Setelah proses pencampuran selesai dilakukan, tahap selanjutnya yaitu proses pendinginan. Pada proses pendinginan, suhu didalam tangki pencampuran diatur hingga 35 °C dan untuk membantu proses tersebut dialirkan air dingin dengan bantuan Chiller kedalam jaket tangki. Selain itu, proses pendinginan dilakukan menggunakan vakum dengan tujuan untuk memecahkan busa yang terbentuk pada saat proses pencampuran. Adanya busa tersebut akan mengganggu proses selanjutnya yaitu proses pengisian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
42
Setelah massa krim sudah dingin, krim dikeluarkan dari tangki pencampuran lalu dimasukkan ke dalam kantong 2 lapis plastik dan disimpan dalam drum. Kemudian bulk tersebut disimpan dalam gudang WIP dan diberi label produk ruahan (ungu). Penyimpanan dalam ruang WIP bertujuan untuk menunggu sampai massa krim terbentuk maka krim dipindahkan ke dalam mesin pengisian untuk proses pengisian ke dalam tube. Pada proses pengemasan TPF, dilakukan pengisian produk ke dalam tube. Hal-hal yang diperhatikan adalah berat krim per tube, penampilan sediaan, serta pemeriksaan kebocoran tube.Untuk pemeriksaan berat pengisian per tube, setiap 5 menit sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui kinerja mesin dan ketepatan pengisian. Proses pengemasan terdiri dari dua tahap, yaitu pengemasan primer dan sekunder. Pada pengemasan primer dilakukan pemeriksaan pada lipatan pada bagian belakang tube, sedangkan pada pengemasan sekunder dilakukan pemeriksaan pada cetakan nomor bets, serta tanggal kadaluarsa. Proses pengemasan antara kemas primer dan sekunder dilakukan secara in line. Sebelum kemas sekunder digunakan, dilakukan pencetakan nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Setiap tahapan pada proses produksi harus didokumentasikan ke dalam kertas kerja.
3.6.5
Departemen Mutu (Quality Operation Department) Mutu atau kualitas suatu produk merupakan hal terpenting yang harus
diperhatikan sejak awal mulai dari bahan baku, proses pembuatan, peralatan, bangunan, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. Oleh sebab itu, departemen mutu bertanggung jawab terhadap jaminan kualitas produk yang dihasilkan. Departemen mutu PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC).
3.6.5.1 Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) Departemen QA PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 4 bagian yaitu bagian GMP Compliance, Validasi, Release dan Document Control yang masingmasing dikepalai oleh seorang supervisor. Departemen ini bertanggung jawab Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
43
dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) dan Global Quality Manual Standard dan peraturan Authority lainnya. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer QA yang bertanggung jawab kepada kepala bagian QO (Head of Quality Operation). Tujuan departemen QA antara lain untuk menjamin bahwa sistem kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi) dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Departemen QA memiliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan mutu (Quality Policy) perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat telah melaksanakan kebijakan tersebut. Departemen QA juga bertanggung jawab dalam pengembangan dan pemeliharaan sistem penjaminan mutu yang mana termasuk di dalamnya antara lain: SOP, training, PQR, validasi, customer complaint, non conformance, technical agreement, audit, change control, recall, CAPA. Dari hal diatas maka dapat dijabarkan mengenai ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Departemen QA, antara lain sebagai berikut: a. Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi dan GMP Compliance Tugas QA salah satunya adalah menangani dokumen yang berlaku, dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, dan penanganan dokumen yang sudah tidak berlaku, dan termasuk juga didalamnya penanganan dokumen registrasi (Priyambodo, 2007). Sistem dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi antara lain (Priyambodo, 2007): 1. Prosedur Tetap (Standard Operating Prosedure/SOP) 2. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi) Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
44
3. Catatan pengolahan bets/Catatan pengemasan bets (Batch Record) 4. Identifikasi (kode penomoran protap, peralatan, bets) 5. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina, rejected) 6. Protokol dan laporan validasi 7. Dokumen registrasi 8. Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi, 9. Dokumen Change Control, yaitu dokumen berisi perubahanperubahan yang dapat mempengaruhi status tervalidasi dari fasilitas, sistem, mesin, atau proses, dan lain-lain.
Tujuan perlunya penanganan dan pengaturan dokumentasi ini adalah berguna jika terjadi masalah sehingga mudah ditelusuri dengan membuat standar bahan baku, produk jadi, prosedur kerja, mesin dan lainlain (Priyambodo, 2007). Adapun bagian compliance mempunyai tugas dan tanggung jawab yaitu
perencanaan,
implementasi,
peninjauan
dan
tindak
lanjut,
pengembangan, komunikasi, dan pelaporan. Tugas dan tanggung jawab tersebut pelaksanaanya berkesinambungan dan saling terkait satu dengan yang lainnya, misalnya pada pembuatan prosedur seperti SOP. Secara teknis SOP melalui proses perencanaan sebelum dibuat, kemudian setelah dibuat, SOP perlu dimplementasikan pada kegiatan sehari-hari secara kontinu. Pelaksanaan yang kontinu perlu dilakukan peninjauan untuk memantau apakah prosedur telah dilakukan dengan benar atau tidak. Jika ada penyimpangan maka perlu dilakukan koreksi dan evaluasi serta tindak lanjut untuk menangani penyimpangan tersebut. Selain itu perlu dilakukan pengembangan untuk menggali lebih dalam mengenai kajian terhadap penyelesaian masalah seperti investigasi atau analisa secara detail hingga ditemukan akar masalah dan solusinya. Selanjutnya segala aspek yang menyangkut pembaharuan info dan perubahan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait agar diketahui, dipahami dan diterapakan. Segala hal yang telah dilakukan kemudian Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
45
didokumentasikan sebagai arsip perusahaan dan diberikan identifikasi agar memudahkan penelusuran jika diperlukan.
b. Menyusun dan Mengendalikan Prosedur Tetap (Standard Operation Procedure/SOP) Menurut GMP dari WHO, Prosedur Tetap (Protap) atau dikenal juga sebagai Standard Operation Procedure (SOP) adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak hanya berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum,
misalnya
pengoperasian,
pemeliharaan,
pembersihan
dan
pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pengambilan contoh, dan inspeksi diri (Priyambodo, 2007). Pembuatan SOP bertujuan untuk memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS, memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku, dan membantu melatih petugas/karyawan baru. SOP terbagi menjadi dua dalam pembuatannya, yaitu SOP baru dan revisi. Pada dasarnya, tiap protap atau SOP dibuat oleh departemen bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan departemen QA dan departemen lain yang berhubungan. Departemen QA bertanggung
jawab
mengkoordinir
penyiapan,
penerbitan,
dan
implementasi semua protap yang ada. Pembuatan SOP dibuat dalam bentuk draft terlebih dahulu yang diajukan pada departemen QA untuk ditinjau. Setelah pengajuan SOP disetujui, maka SOP tersebut ditandatangi, dicetak pada lembar kertas salem, dan diberikan pada departemen yang mengajukan SOP yang bertanggungjawab terhadap pelatihan SOP baru. SOP baru tersebut kemudian didistribusikan kepada departemen-departemen yang terkait disertai dengan penarikan SOP lama.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
46
c. Penanganan Personil (Training) Training merupakan suatu aktifitas atau kegiatan pelatihan untuk membentuk,
meningkatkan
dan
atau
memelihara
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja karyawan untuk memenuhi kualifikasi, spesifikasi dan kompetensi bidang kerja sesuai dengan aspek CPOB serta nilai-nilai
perusahaan
serta
kepedulian
terhadap
Kesehatan
dan
Keselamatan Kerja dan Lingkungan (SOP Pelatihan Karyawan, 2011). Departemen QA bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan mengenai pemenuhan terhadap standar CPOB. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk kedaerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan prinsip CPOB, termasuk juga personil teknis, pemeliharaan, dan pembersihan. Pelatihan tersebut diberikan pada seluruh karyawan PT Actavis Indonesia, baik karyawan baru, karyawan lama, karyawan yang dipromosikan, dan karyawan kontrak pada setiap level di Divisi Manufacturing PT Actavis Indonesia (SOP Pelatihan Karyawan, 2011). Sejalan dengan hal tersebut, standar Environtmental Health and Safety (EHS) juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang EHS. Secara garis besar, pelatihan yang dilakukan meliputi pelatihan cGMP dan pelatihan kontrol dan manufaktur. Pelatihan yang berkaitan dengan c-GMP antara lain persyaratan kebersihan personil untuk bekerja di area produksi, bangunan dan fasilitas, sanitasi, dokumentasi, kualifikasi dan validasi, kalibrasi, dan persyaratan GMP dari regulatori. Topik atau tema pelatihan dibuat berdasarkan hasil evaluasi, kemudian efektifitas pelatihan tersebut diukur selama kuis dan inspeksi diri. Pada evaluasi efektifitas training, atasan umumnya menggunakan Training Effectiveness Evaluation Form (TEF). Form kemudian ditandatangani karyawan yang bersangkutan dan atasannya dan kemudian dikirimkan ke HRD bersama dengan fotokopi sertifikat training. Semua kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
47
yang disimpan departemen bersangkutan dalam waktu 6 tahun. Selain itu, fotokopi bahan training external diserahkan kepada HRD sebagai bahan referensi dan disimpan selama 1 tahun (SOP Pelatihan Karyawan, 2011).
d. Pengkajian Penilaian Kualitas Produk (Product Quality Rewiew/PQR) PQR bertujuan untuk memonitor dan menilai seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu produk selama setahun dalam keterkaitannya dengan persyaratan CPOB (c-GMP). Data-data yang diperlukan dalam PQR yaitu: 1.
Bahan baku dan bahan kemas yang digunakan untuk membuat produk
2.
Crutical in process controls dan hasil produk jadi
3.
Semua bets yang ditolak dan hasil investigasi
4.
Data deviasi
5.
Semua perubahan terkait dengan produk
6.
Variasi marketing autorisasi yang diajukan/dibolehkan/ditolak
7.
Hasil dari program stabilitas
8.
Data keluhan, penarikan kembali produk dan hasil investigasi yang terkait
9.
Status kualifikasi dan validasi
Tinjauan Kualitas Produk merupakan suatu evaluasi yang umumnya dilakukan secara tahunan. Proses tersebut menilai kualitas setiap produk yang bertujuan untuk menentukan kebutuhan perubahan spesifikasi produk atau proses pembuatan atau prosedur kontrol. Pengkajian dan hasilnya akan disusun dalam sebuah laporan dari template yang telah disetujui. Data yang diperlukan oleh bagian QA meliputi data bahan baku dan bahan kemas yang digunakan dalam produksi, hasil investigasi dan bets yang ditolak, data deviasi, OOS (Out of Specification), keluhan (Complaint), usulan perubahan (Change Control), penarikan kembali produk (Recall) dan ditolak (Reject), data hasil analisis dan stabilitas dari
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
48
bagian QC, serta data dari bagian produksi yaitu data IPC dan validasi proses. Data-data diatas akan diolah dan disimpulkan oleh QA yang nantinya digunakan untuk menilai apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, atau diperlukan adanya tindakan perbaikan seperti perubahan baik itu dari spesifikasi, metode analisis maupun dalam proses pembuatan atau yang mengarah kepada revalidasi. Tinjauan produk tahunan meliputi semua produk termasuk produk ekspor, lokal, dan toll-in. Dokumen yang berhubungan dengan tinjauan produk tahunan ini akan disimpan oleh QA selama 6 tahun dan selanjutnya akan dimusnahkan.
e. Kualifikasi dan Validasi Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, produksi, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Terdapat syarat sebelum dilakukan kegiatan validasi, salah satunya yaitu peralatan telah terkualifikasi. Kualifikasi dilakukan terhadap semua mesin, instrument, bangunan, dan fasilitas yang ada di PT Actavis Indonesia. Kualifikasi yang dilakukan meliputi Kualifikasi rancangan (Design Qualification), kualifikasi instalasi (Installation Qualification), kualifikasi operasioanal
(Operational
Qualification),
kualifikasi
kinerja
(Performance Qualification). Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat atau mesin yang baru, tetapi juga dilakukan kualifikasi ulang terhadap alat atau
mesin
lama
yang
telah
mengalami
modifikasi
sehingga
mempengaruhi output atau produk yang dihasilkan. Untuk semua prosedur produksi dan analisis serta sistem penunjang harus divalidasi pada tahap-tahap yang kritis untuk membuktikan bahwa semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
49
selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Beberapa jenis validasi yang dilakukan oleh PT Actavis Indonesia, yaitu: 1.
Validasi Fasilitas, meliputi fasilitas dan sistem penunjang (facility dan utility), dengan melakukan pengecekan kelayakan dari bangunan dan sistem pendukung seperti water system,compressor, HVAC, dll.
2.
Validasi alat, yang meliputi alat mesin baru, alat atau mesin yang belum pernah terkualifikasi serta penggantian bagian alat yang kritis.
3.
Validasi metode analisis, yang dilakukan terhadap produk baru dan bila terdapat perubahan metode. Setelah dilakukan validasi metode analisis ini barulah validasi proses boleh dilakukan.
4.
Validasi proses, yang memerlukan validasi proses yaitu produk baru, alat/mesin baru, penggantian bagian alat yang kritis yang dapat mempengaruhi proses, perubahan proses produksi serta perubahan pemasok bahan baku terutama bahan aktif.
5.
Validasi pembersihan (Cleaning Validation), yang memerlukan validasi pembersihan yaitu ruangan dan peralatan setelah selesai digunakan untuk membuat dan mengemas produk obat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa prosedur tersebut tepat dan efektif untuk menghilangkan sisa produk sebelumnya sehingga tidak terjadi kontaminasi silang (cross contamination), serta membuktikan bahwa mesin yang telah disanitasi bebas dari kontaminasi mikroba.
6.
Validasi komputer, dalam kegiatan validasi ini bagian QA berperan sebagai koordinator dimana semua kegiatan validasi dimasukkan dalam sistem komputer lalu dikoordinasikan oleh QA dan dilaksanakan oleh masing-masing departemen yang terkait.
Sebelum melakukan kegiatan validasi, departemen terkait membuat suatu protokol validasi yang akan direview oleh QA. Setelah disetujui oleh manajer QA terkait dan direktur perencanaan, kegiatan validasi Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
50
tersebut baru dapat dilaksanakan. Setelah kegiatan validasi selesai, departemen yang bersangkutan membuat laporan validasi. Semua berkas asli dari validasi harus didokumentasikan di QA dan bila diperlukan akan didistribusikan
salinannya
kepada
departemen
lain
yang
akan
membutuhkan yang dicatat dalam lembar distribusi, sedangkan dokumen asli disimpan di Departemen QA selama minimum 6 tahun. (SOP Pedoman Validasi, 2005).
f. Pengendalian terhadap Perubahan (Change Control) Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang berdampak pada sistem mutu, kualitas dari produk dan atau status registrasi produk mencakup perubahan terhadap formulasi, proses produksi, spesifikasi, metode analisa, premises, utilities, equipment, instrumen, sistem pemasok bahan baku dan bahan kemas, job description dari personel utama dan struktur organisasi perusahaan. Untuk perubahan pada dokumentasi yang mencakup perubahan hanya pada format dan atau koreksi pada redaksi tidak tercakup dalam prosedur usulan perubahan. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan mayor maupun perubahan minor. Perubahan mayor meliputi perubahan yang memiliki dampak substansial terhadap keamanan produk, kualitas dan atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS, sedangkan perubahan minor meliputi perubahan yang memiliki dampak minimal atau tidak signifikan terhadap keamanan produk, kualitas, dan atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS. Tujuan dilakukan kontrol terhadap perubahan adalah untuk menganalisa efek dari perubahan yang dilakukan terhadap kualitas obat baik secara langsung maupun tidak langsung. Sistem change control atau kontrol perubahan yaitu sistem yang menangani semua perubahan yang direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan, prosedur atau proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status validasi dari sistem, alat, proses maupun produk. Setiap usulan perubahan akan diproses dan ditindaklanjuti dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
51
change management PT.Actavis Indonesia. Untuk menggerakkan dan menindaklanjuti usulan perubahan digunakan software yang tervalidasi, yaitu process compliance (proC). ProC ini mencakup perubahan yang ada pada Actavis Indonesia dan yang menyangkut site Actavis yang lain atau terkait pelaporan ke pihak luar. Sebelum memasukkan usulan perubahan ke dalam ProC, change initiator mendiskusikan usulan perubahan
dengan
departemen
terkait,
lalu
change
initiator
menginformasikan usulan perubahan kepada QA representative yang selanjutnya meninjau kelayakan usulan perubahan tersebut. Setelah disetujui oleh QA representative, change initiator melakukan submit perubahan kedalam ProC dan nomor usulan perubahan dari ProC diinformasikan kepada QA representative. Setiap usulan perubahan harus disertakan data pendukung terkait untuk dilampirkan dalam proC. Kekurangan dokumen pendukung dapat menyebabkan usulan perubahan dibatalkan akibat informasi yang tidak memadai. Selanjutnya pembentukan tim (pemilihan HOD dan QA Representative) serta dampak perubahan dilakukan oleh change owner. Jika disetujui maka usulan perubahan tersebut akan diproses lebih lanjut ke QA representative dan evaluator. QA representative akan meninjau dan mengevaluasi setiap keputusan evaluator. Setiap tugas sebagai efek usulan perubahan harus diselesaikan dan diimplementasikan oleh personil terkait (actionee), sesuai batas waktu yang sudah ditentukan. Status semua tugas dipantau oleh change owner, jika tugas telah selesai maka kontrol perubahan diproses oleh QA representative untuk tinjauan akhir dan menutup usulan perubahan tersebut. Jika tugas belum selesai maka change owner akan meninjau justifikasi yang disertakan dan melakukan verifikasi apakah diperlukan tugas tambahan. Jika justifikasi disetujui oleh change owner, kontrol perubahan akan diproses QA representativ dan jika tidak disetujui, dikembalikan ke Actionee untuk diselesaikan. Evaluasi berkala terhadap status perubahan (change control) dilakukan setiap 3 bulan oleh QA department. QA supervisor akan melakukan koordinasi dengan departemen terkait, departemen ScA dan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
52
QP dalam change control board yang akan mengevaluasi apakah setiap kontrol perubahan yang diajukan sudah ditutup sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, termasuk status pelaksanaan tugas sebagai efek dari perubahan atau dokumen atau sistem yang tekena efek dari perubahan tersebut.
g. Mengadakan Audit Internal dan External Dalam kegiatan audit ini, QA dapat berperan sebagai auditor (yang mengaudit)
dan
sebagai
pihak
yang
diaudit.
Kegiatan
audit
dikoordinasikan oleh bagian QA selanjutnya akan ditunjuk tim yang berfungsi sebagai auditor yaitu untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi diri (self inspection) dan audit pemasok (vendor audit). 1.
Inspeksi Diri (Self Inspection) Inspeksi diri adalah peninjauan kembali seluruh tata kerja diri
sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan inspeksi diri ini adalah sebagai penilaian terhadap implementasi seluruh aspek di perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB, Global Quality Manual dan persyaratan registrasi lainnya. Inspeksi diri dilakukan oleh tim auditor yang telah ditunjuk, terdiri dari manajer QA, direktur manufaktur, GMP compliance supervisor, dan beberapa manajer yang terkait. Manajer QA selaku koordinator audit bertugas memastikan bahwa inspeksi diri telah dilaksanakan dengan benar sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan inspeksi diri di lapangan. GMP compliance bertugas memberikan pelatihan SOP kepada seluruh pihak yang terkait, menyusun dan mengirimkan jadwal inspeksi diri tahunan kepada pihak terkait, melaksanakan inspeksi diri di lapangan, membuat laporan hasil inspeksi diri, menindaklanjuti pelaksanaan tindakan perbaikan hasil inspeksi diri, dan membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan inspeksi diri. Auditor melaksanakan inspeksi diri di lapangan dan auditi (pihak yang sedang diaudit) memberi tanggapan terhadap laporan hasil inspeksi diri dan menindaklanjuti hasil inspeksi diri tersebut. Inspeksi diri dilakukan secara independent dan rinci oleh petugas yang Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
53
kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin (SOP Self Inspection (Inspeksi Diri), 2009). Inspeksi diri yang dilakukan meliputi:
Inspeksi dibidang GMP dibuatkan jadwal setiap awal tahun dan pelaksanaannya dibatasi dengan waktu. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian QA.
Inspeksi dibidang EHS (Environtment, Health and Safety) dilakukan untuk mengetahui apakah karyawan sudah bekerja memenuhi standar EHS perusahaan dengan melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara pelatihan EHS yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian EHS.
Hal-hal yang akan diinspeksi meliputi aspek CPOB dalam hal karyawan, bangunan dan peralatan (termasuk fasilitas dan sistem penunjang), penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, pengawasan mutu dan dokumentasi. Area-area yang akan diinspeksi meliputi gudang (bahan baku dan bahan kemas, produk jadi, WIP, karantina dan produk tolak), semua area produksi, QC (laboratorium kimia, mikrobiologi, ruang sampling, dan ruang bahan pertinggal), laboratorium pengembangan produk, engineering (utilities, gudang dan bengkel), registrasi, pelatihan dalam personel higiene, sistem informasi teknologi dan sarana penunjang lainnya seperti kantin dan limbah. Semua dokumen asli yang berhubungan dengan pelaksanaan inspeksi diri akan disimpan di QA yang dapat menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan sesudah itu dapat dimusnahkan. Inspeksi diri PT Actavis Indonesia dilakukan setiap tahun, dan jadwalnya disusun oleh QA. Minimal seminggu sebelum pelaksanaan, GMP Compliance akan memberitahukan kepada auditor dan auditi bahwa akan diadakan inspeksi diri. Pelaksanaan inspeksi diri harus dibatasi dengan waktu supaya berjalan efektif dan efisien. Khusus untuk departemen yang berhubungan langsung dengan CPOB, inspeksi Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
54
dilakukan 2 kali, sebagai contoh produksi (BLF, MPF dan TPF), engineering
utilities, gudang,
perencanaan dan
pembelian,
QC,
Pengembangan Produk (Product Development) dan QA.Sedangkan untuk departemen yang tidak berhubungan langsung dengan CPOB dilakukan 1 kali, sebagai contoh departemen IT (validasi sistem komputerisasi), Scientific Affair dan departemen personalia. Temuan saat inspeksi diri akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tindakan pengoreksian (corrective action) oleh pihak yang diaudit. Rekomendasi yang diberikan akan dimasukkan kedalam lembar tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA). CAPA akan diserahkan kepada orang yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tindakan perbaikan tersebut. CAPA dikembalikan ke QA akan ditindaklanjuti sesuai dengan jadwal yang ada. Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, laporan mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan dan saran tindakan perbaikan.
2.
Audit Eksternal/Pemasok (Vendor Audit) Audit eksternal dilakukan terhadap pihak ketiga yaitu pemasok
(bahan baku/awal, bahan kemas,dan peralatan), distributor, dan toll out manufacturer. Audit dari pihak eksternal dilakukan oleh regulator dan inspeksi oleh pihak ketiga (toll in). Kualitas dari suatu produk farmasi sangat bergantung dari kualitas bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Oleh sebab itu, tujuan dilakukan audit pemasok yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap pemasok (pabrik pembuat dan penyalur bahan baku dan bahan kemas, distributor dan pihak ketiga) apakah pemasok memiliki sistem manajemen yang mampu menghasilkan atau mendistribusikan produk dengan mutu yang diinginkan. Hal-hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku, penanganan pesanan, dokumentasi, dan lain-lain. Pemasok yang diaudit adalah yang menghasilkan material berupa bahan aktif, bahan tambahan yang berpengaruh pada produk, bahan kemas primer, material dibeli Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
55
dalam jumlah besar, lokasi terletak di Indonesia dan sampel material tersebut sudah dianalisa di lab QC dan dinyatakan “LULUS”. Untuk sumber bahan baku dan bahan kemas yang berasal dari luar negeri dan belum dilakukan audit pemasok maka audit tersebut akan dikoordinasi oleh tim corporate Auditor. Pemasok yang telah memenuhi syarat akan dimasukkan ke daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier List/ASL) daftar ini akan memudahkan bagian Departemen Pengadaan dalam memilih pemasok (SOP Approved Supplier, 2013).
h. Penolakan dan Pelulusan Obat Jadi Sebelum dilakukan pelulusan produk jadi, dilakukan evaluasi catatan bets oleh beberapa personil yang mempunyai wewenang dalam melakukan proses tersebut yaitu release officer yang melakukan penelusuran terhadap catatan bets yang termasuk pemakaian bahan baku, label
penimbangan,
verifikasi
perhitungan
bahan
baku,
kondisi
lingkungan produksi, tahap-tahap kritis verifikasi, keaslian dokumen, catatan pengujian laboratorium, catatan penyimpangan, contoh bahan pengemas primer dan sekunder, kebenaran nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan harga eceran tertinggi (HET). Sebagai bukti bahwa telah dilakukan penelusuran, release officer akan memberikan tanda tangan pada bagian penelusuran QO atau pada setiap halaman yang tidak ada kolom penelusuran QO dengan pulpen merah, hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa dokumen telah dicek ulang (double checker). Bila pada saat penelusuran catatan bets, release officer masih merasa ada kekurangan maka release officer meminta bagian produksi untuk memperbaiki atau melengkapi. Setelah evaluasi catatan bets, dilakukan verifikasi dan evaluasi terhadap produk jadi yaitu pemeriksaan identitas
produk jadi,
pemeriksaan kemasan produk (nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan HET), pemeriksaan produk steril (pemeriksaan kejernihan larutan dan partikel, sterilitas produk (14 hari), endotoksin, dan pemeriksaan mikrobiologi setelah proses pengisian). Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
56
Selanjutnya adalah pemberian status produk jadi. Pada tahap ini orang terkualifikasi melakukan penelusuran ulang pada catatan bets dan laporan analisa, memberi cap “APPROVED” pada catatan bets jika bets diluluskan atau cap “REJECTED” bila bets ditolak, memberi status diluluskan/ditolak pada produk jadi pada sistem Mfg-Pro, dan mencetak label status lulus/tolak dari sistem Mfg-Pro. Setelah itu dilakukan penempelan label hijau atau label merah pada produk yang dilakukan oleh release officer. Label hijau ditempel pada kemasan yang terletak pada bagian depan setiap pallet produk masing-masing satu buah label per pallet, label merah ditempel pada setiap kemasan terluar dari produk. Penyimpanan catatan bets disimpan untuk menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama masa berlaku produk tersebut ditambah satu tahun kedepan.
i. Penanganan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (Out of Specification / OOS) Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi syarat, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara fisika, kimia, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal itu dikenal sebagai penyelidikan hasil diluar spesifikasi (OOS). Menurut jenisnya ada 2 macam penyimpangan yaitu penyimpangan kecil (minor defect) yang tidak secara langsung mempengaruhi kualitas produk, misalnya kesalahan mencetak nomor bets dan tanggal daluwarsa dan perekatan label kurang sempurna, dan penyimpangan besar (major defect) yaitu yang menyebabkan kegagalan bets karena secara langsung mempengaruhi kualitas produk misalnya kesalahan penggunaan bahan, kesalahan penimbangan, kesalahan pelaksanaan tahapan proses, tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan selama proses, misalnya keseragaman bobot, waktu hancur, warna, dan lain-lain. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
57
Penyebab OOS dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu, kesalahan laboratoriun (Lab. Error), kesalahan di luar proses (kesalahan operator, kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling) serta kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi. Pelaksanaan jika terjadi OOS yaitu : 1.
Melakukan investigasi kemungkinan terjadinya kesalahn di laboratorium misalnya preparasi sampel, pengenceran, perhitungan, peralatan, yang tidak terkalibrasi dan lai-lain
2.
Jika tidak ditemukan kesalahan di laboratorium maka dilakukan investigasi diperluas dengan cara memeriksa catatan bets dan datadata lain, atau kemungkinan ada kesalahan dalam proses produksi.
Apabila terjadi OOS pada saat analisis maka hal yang harus dilakukan adalah segera menyiapkan laporan tertulis mengenai insiden yang terjadi.Tindakan lanjutan yang dapat diambil sesuai hasil pemeriksaan yang di dapat, antara lain: 1.
Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang sudah released.
2.
Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa atau analis yang berbeda.
3.
Membandingkan hasil pemeriksaan ulang dengan persyaratan test method dan farmakope.
Bila masih ditemukan ketidaksesuaian (Non Conformance) maka dilakukan investigasi ke proses produksi tentang asal dan penyebab utamanya. Setelah penyebab utama ditemukan selanjutnya dilakukan tindak lanjut (follow up) dan tindakan pencegahan (preventive action) oleh QA. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu OOS dari kimia maupun mikrobiologi maka dibuat laporan terhadap kegagalan (Failure Investigation).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
58
j. Penanganan Terhadap Keluhan (Complaint) Keluhan dibagi dua, yaitu menyangkut Efek Samping Obat (ESO), dan menyangkut Pharmacovigilance. Ketika ada keluhan dari konsumen, bagian marketing akan menyeleksi keluhan tersebut apakah dapat diterima atau ditolak. Jika keluhan dapat diterima, maka akan dilihat jenis keluhannya, mengenai cacat fisik produk atau berhubungan dengan efek farnakologis pada pasien. Untuk keluhan yang berhubungan dengan Pharmacovigilance maka pelaporan ditujukan ke bagian Medical Affairs, sedangkan yang menyangkut cacat kualitas produk akan ditujukan ke departemen QA, dimana Manajer QA sebagai deffect centre PT Actavis Indonesia. Investigasi dilakukan dengan menelusuri melalui catatan pembuatan dan pengemasan bets dibandingan dengan retain sample untuk menemukan penyebab adanya keluhan guna adanya perbaikan. Bila diperlukan dapat berkoordinasi dengan departemen lain untuk membantu penyelidikan Penanganan terhadap keluhan atas produk bertujuan supaya setiap keluhan yang disampaikan oleh pelanggan dengan cepat dan segera dapat ditanggapi. Untuk produk yang dibuat oleh pihak ketiga (toll out) maka laporan keluhan tersebut akan dikirimkan oleh QA ke pihak ketiga untuk dilakukan investigasi.
k. Penarikan Kembali Obat Jadi (Recall) Penarikan produk (recall) dapat bersumber dari adanya keluhan konsumen, dari pihak produsen berkaitan dengan stabilitas serta adanya sampling dari BPOM. Penarikan kembali obat jadi yang telah beredar di pasar diperlukan jika ternyata ditemukan cacat kualitas ataupun efek samping yang dapat merugikan konsumen. Penanganan penarikan kembali obat jadi harus dikordinasikan secara teliti dan dipantau efektifitasnya. Sebelum melakukan pertimbangan penarikan kembali ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan seperti evaluasi contoh pertinggal, data tes stabilitas, informasi dari bagian pemasaran, apotek maupun pemakai, atau adanya perintah dari pemerintah (Badan POM), Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
59
komite penarikan kembali obat jadi terdiri dari direktur manufaktur, manajer QA, manajer QC, manajer produksi, dan lain-lain. Proses penarikan kembali obat jadi dilakukan oleh suatu komite dalam suatu pertemuan komite, dan segera diinformasikan pada presiden direktur. Setelah ada keputusan maka QA akan membuat memo kepada bagian marketing untuk pelaksanaannya disertai dengan laporan distribusi produk yang bersangkutan dan kepada bagian gudang agar bagian gudang obat jadi mengetahui dan mempersiapkan penerimaan kembalinya produk. Pemasaran akan memberitahukan kepada distributor melalui telepon, telefax dan atau surat untuk membekukan dan menarik kembali obat yang bersangkutan. Dalam batas maksimum 1 minggu distributor harus segera melaporkan distribusi dari bets yang bersangkutan ke bagian yang pemasaran yang selanjutnya meneruskan ke bagian QA. Distributor pusat dan distributor cabang dalam waktu maksimum 1 bulan untuk memberikan laporan sisa produk yang masih ada baik di gudang distributor maupun pelanggan kepada bagian marketing melalui manajer komersial. Bagian pemasaran melalui manajer penjualan nasional bertanggung jawab dalam hal pemantauan terhadap penarikan kembali obat dari distributor. Apabila diperlukan pelaporan kepada Badan POM, maka apoteker penanggung jawab akan memberikan laporan yang diperlukan. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan recall, dilakukan simulasi, sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai waktu dan kesesuaian jumlah produk yang telah beredar dan produk yang berhasil di tarik kembali.
l. Technical Agreement Merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail kualitas dan kesesuaian (Compliance) serta tanggungjawab setiap bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan control kualitas produk. Kontrak tertulis ini dilakukan terhadap produk toll. Untuk bekerja sama dalam pembuatan obat berdasarkan kontrak, ada pihak pemberi Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
60
kontrak (Toll Out Manufacturer) dan penerima kontrak (Toll In Manufacturer) (SOP Toll Manufacturing & Analysis, 2012). Pemberi kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang produknya diproduksi dan atau dianalisa oleh penerima kontrak toll. Penerima kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang menerima servis atau memproduksi dan atau analisis produk toll. Kontrak
antar
perusahaan
tersebut
tertuang
dalam
Supply
Agreement, yang menggambarkan secara lengkap mengenai hak dan kewajiban pemberi dan penerima kontrak terhadap penyediaan atau pembebanan produk jadi, bahan pembantu, maupun bahan aktif (SOP, Toll Manufacturing Business 2009). Di samping Supply Agreement, tercakup dalam Quality Agreement atau Technical Agreement yang merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail mengenai quality dan compliance serta tanggung jawab setiap bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk. Quality Agreement atau Technical Agreement mencakup: 1.
Deskripsi dan kesepakatan atas fasilitas produksi, bahan awal, dan bahan kemas, proses produksi, pengawasan, selama dan setelah produksi, penyimpanan bahan baku pembanding, dokumentasi, kerusakan produk dan kesalahan produksi.
2.
Deskripsi produk
3.
Contact person
4.
Tanggung jawab dalam persediaan bahan awal dan bahan kemas
5.
Tanggung jawab dalam pengawasan produksi dan kualitas
6.
Spesifikasi yang telah disetujui terhadap produk atau RCF (Regulatory Compliance File) / SFP (Specification of Finished Product) untuk produk-produk ekspor ke site Actavis yang lain.
3.6.5.2 Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) Pengawasan mutu di PT. Actavis Indonesia dilakukan oleh bagian Pengawasan Mutu (Quality Control Department) yang berada di bawah departemen Quality Operation (QO). Standard Operating Procedure (SOP / Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
61
Protap) yang diterapkan pada departemen pengawasan mutu sebelumnya telah melalui persetujuan dari Head of Quality Operations. Pengawasan Mutu menjadi bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan bahwa tiap obat yang dibuat senantiasa
memenuhi
persyaratan
mutu
yang
sesuai
dengan
tujuan
penggunaannya. Sesuai dengan yang tertera pada CPOB pula, bagian ini sebaiknya independen dan terpisah dari bagian lain, seperti produksi. Departemen
ini
bertanggung
jawab
terhadap
pelaksanaan
dan
pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi; serta memberikan pelatihan yang berkaitan dengan QC; merencanakan pembelian peralatan QC serta melakukan perawatan dan kalibrasi peralatan QC yang telah ada; membuat dan merevisi protap di QC; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan, serta melakukan pengujian stabilitas produk yang telah maupun akan beredar di masyarakat. Tugas utama bagian pengawasan Mutu adalah mengontrol kualitas dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) sejak masuk ke gudang hingga menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bagian ini bertanggung jawab dalam menganalisa semua bahan baku dan produk jadi menggunakan metode analisis yang telah divalidasi oleh bagian Analytical Method, departemen R&D. Seluruh hasil kerja yang dilakukan didokumentasikan pada suatu Worksheet. Departemen QC dipimpin oleh seorang Manajer Pengawasan Mutu (QC Manager) dan membawahi seorang Manajer Laboratorium (Laboratory Manager); Supervisor Spesifikasi dan Metode Analisa (Spesification & Analytical Method Supervisor); Supervisor Program Stabilitas dan Analisa Tren (Stability Program and Trend Analysis Supervisor); dan Supervisor Inspeksi Sampling Bahan Baku dan Bahan Kemas (Sampling Raw Material & Packaging Material Inspection Supervisor). Untuk manajer laboratorium membawahi group leader Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory Group Leader); Supervisor Laboratorium Kimia Umum (General Laboratory Supervisor); dan Supervisor Laboratorium Kimia Beta Laktam (BLF Chemical Laboratory Supervisor). Departemen QC terdiri dari 3 laboratorium, yaitu Laboratorium Kimia (General Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
62
Chemical
Laboratorium),
Laboratorium
Beta
Laktam
(BLF
Chemical
Laboratory), dan Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory).
a.
Laboratorium Kimia Umum dan Laboratorium Kimia BLF (General Chemical Laboratory dan BLF Chemical Laboratory) Laboratorium kimia dipimpin oleh seorang manajer laboratorium yang
dibantu dua orang supervisor dan satu orang group leader (General Laboratorium Supervisor, Beta Lactam Facilities Supervisor, dan Microbiology Laboratorium Group Leader) dan 12 orang analis. Tugas dari laboratorium kimia adalah untuk melakukan analisis rutin secara fisika dan kimia sampel yang dapat berupa bahan baku (raw material), produk ruahan (bulk), dan produk jadi (finished goods). Pada Laboratorium Kimia Umum dilakukan segala proses mulai dari analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan stability program untuk produk obat yang merupakan obat non beta laktam. Sedangkan pada Laboratorium Kimia BLF, dilakukan segala proses mulai dari analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan stability program untuk produkproduk yang mengandung cincin beta laktam. Proses yang dilakukan sama dengan yang dilakukan di laboratorium kimia umum, hanya untuk produk beta laktam dilakukan di laboratorium tersendiri, agar tidak mencemari produk lainnya yang merupakan obat non beta laktam. Pemeriksaan sampel yang dilakukan oleh bagian laboratorium QC berdasarkan kepada spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Pemeriksaan bahan baku dimulai sejak diterimanya sampel dari petugas sampling bahan baku yang sebelumnya telah di check oleh Supervisor RM Sampling dan Inspeksi Bahan Kemas, kemudian supervisor bahan baku melakukan pemeriksaan dan mencocokkan kembali sampel bahan baku yang diterima tersebut dengan sampling checklist yang tersedia. Sampel dan checklist diperiksa kelengkapan dan kebenarannya yang meliputi tanggal penerimaan sampel, nama sampel, nomor bets, nomor wadah, nomor analisa, tanggal analisis serta nama analisis, semua dicatat pada log book yang tersedia. Setelah selesai dilakukan pencatatan maka selanjutnya sampel dapat dianalisis sesuai dengan spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Jika sampel tidak langsung Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
63
dianalisis maka sampel tersebut disimpan pada ruangan tempat penyimpanan sampel untuk menunggu proses analisis lanjutan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, ataupun berdasarkan permintaan dari pihak produksi. Ruang penerimaan sampel dan ruang tempat penyimpanan sampel juga melalui monitoring suhu dan kelembaban supaya tidak mempengaruhi mutu dari sampel. Setiap hasil analisa, ditinjau kembali (review) oleh Quality Control Supervisor atau Group Leader yang kemudian hasilnya dimasukkan pada sistem Mfg Pro. Hal-hal yang di review meliputi nama sampel yang diperiksa, nomor batch seluruh parameter yang dianalisa, serta hasil perhitungan yang diperoleh. Jika hasil telah ditinjau oleh supervisor selanjutnya laporan analisa diserahkan ke manajer laboratorium (laboratory manager) untuk melalui otorisasi sehingga bahan baku dapat dibebaskan (release) pada Mfg-Pro dan mencetak label berwarna hijau (APPROVED) yang merupakan penandaaan bahwa bahan baku tersebut sudah dapat digunakan untuk proses produksi. Namun apabila setelah review ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan maka dibuat laporan hasil uji diluar spesifikasi untuk selanjutnya dilakukan investigasi baik terhadap prosedur analisa, reagensia maupun peralatan yang digunakan. Berdasarkan hasil investigasi kemudian dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan, serta diberi keputusan terhadap status bahan baku tersebut. Jika keputusannya ditolak (reject) maka dibuatkan label merah dari sistem Mfg-Pro. Setelah bahan baku dinyatakan lulus maka sisa dari masing-masing sampel akan dimusnahkan. Pemusnahan sisa sampel bahan baku akan dilakukan oleh bagian EHS dengan pihak ketiga (pengolahan limbah) setelah sebelumnya dilakukan serah terima limbah dengan bagian EHS. Khusus untuk bahan penisilin (beta laktam), inaktivasi terlebih dahulu menggunakan larutan NaOH 2% sebelum serah terima limbah dilakukan. Untuk analisis produk ruahan dan produk jadi, dilakukan seperti halnya pada pemeriksaan bahan baku, dimana analisis produk ruahan dan produk jadi juga melewati proses penerimaan sampel, yang disesuaikan dengan sampling checklist, kemudian disimpan sementara saat menunggu proses analisis sesuai yang telah dijadwalkan. Proses analisa dilakukan berdasarkan sistem FIFO (first in first out) ataupun sesuai kebutuhan. Hasil analisa yang diperoleh di review oleh Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
64
supervisor kemudian diberikan kepada manajer laboratorium untuk diotorisasi. Waktu yang diperlukan mulai dari sampel masuk hingga laporan keluar maksimal selama 7 hari. Untuk Program Stabilitas dan Analisis Trend (Stability Program and Trend Analysis) menangani antara lain pengujian stabilitas, tindak lanjut proses stabilitas, dan uji stabilitas produk yang sedang berlangsung (on going stability), yang dikoordinatori oleh seorang Stability Program and Trend Analysis Supervisor. Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kestabilan produk farmasi sehingga waktu kadaluarsa dari produk yang dikemas dalam bahan tertentu dan pada kondisi penyimpanan tertentu dapat ditetapkan. Uji stabilitas produk jadi diuji dengan dua cara yaitu uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang. Pengujian stabilitas yang dilakukan pada PT. Actavis Indonesia disamping memperhatikan kondisi/iklim di Indonesia juga memperhatikan iklim pada Eropa karena beberapa obat yang diproduksi juga diekspor ke pasar Eropa. Uji stabilitas dilakukan jika terdapat produk baru (formula baru atau perubahan formula, bahan aktif dari manufacturer baru, dan/atau jenis kemasan primer baru), bets validasi proses, bets dengan penyimpangan critical atau major, produk transfer, stabilitas produk yang telah dipasarkan (on going stability), dilakukan minimal pada 1 bets per tahun, serta produk ruahan/antara (intermediate product). Kondisi penyimpanan produk terbagi menjadi dua macam uji stabilitas, yaitu dipercepat dan jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat, chamber tempat penyimpanan produk yang ada di PT. Actavis Indonesia diatur kondisinya yaitu 40 °C ± 2 °C dengan tingkat kelembaban 75% ± 5%. Pengujian stabilitas ini dilakukan minimal pada 3 titik waktu termasuk titik awal dan akhir (misalnya 0, 3 dan 6 bulan) untuk penelitian selama 6 bulan. Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas jangka panjang (long term stability) dilakukan pada 2 kondisi, sesuai dengan zona negara, yaitu zona IV untuk ASEAN dan beberapa negara Asia dan zona II untuk Eropa. Kondisi pengujian untuk zona IV yaitu suhu penyimpanan 30 °C ± 2 °C dan tingkat kelembaban 75% ± 5%, sedangkan untuk zona II yaitu suhu penyimpanan 25 °C ± 2 °C dan tingkat kelembaban 60% ± 5%. Uji stabilitas jangka panjang
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
65
dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun kedua dan selanjutnya setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan. Contoh pertinggal atau retained sample diambil dari tiap bets bahan baku (kecuali pelarut dan cairan yang mudah menguap) yang digunakan untuk proses produksi. Contoh pertinggal disimpan sampai 1 tahun setelah waktu daluarsa untuk tujuan peninjauan kembali kualitas suatu produk bila diperlukan dan hanya digunakan sebagai sampel pembanding dalam penanganan keluhan dari konsumen. Sampel pertinggal bahan baku dibagi menjadi dua jenis yaitu zat berkhasiat dan zat tambahan. Pelarut seperti alkohol dan cairan yang mudah menguap tidak diambil contohnya untuk pertinggal. Jumlah contoh pertinggal yang diambil untuk tiap bets harus mencukupi untuk dilakukan minimal dua kali pemeriksaan lengkap dan disimpan pada kondisi penyimpanan yang telah ditentukan yaitu 15-25 °C. Wadah tersebut dapat berupa botol, wadah plastik atau alu-bag untuk contoh pertinggal. Wadah diberi label dilengkapi dengan nama bahan, nomor bets, tanggal pengambilan serta paraf. Contoh pertinggal didokumentasikan di dalam satu buku khusus (log book) sesuai jenis dan nomor urut untuk selanjutnya disimpan diruang penyimpanan selama 11 tahun. Jika penyimpanannya sudah melebihi 11 tahun maka contoh pertinggal dapat dimusnahkan. Penyimpanan dilakukan di ruang retained sample dan disimpan di rak berdasarkan nama / kode produk dan jenisnya. Untuk produk psikotropika diletakkan dilemari khusus yang berada di ruang retained sample. Spesifikasi dan metode analisa bahan baku dibuat dengan mengacu pada farmakope (di PT. Actavis Indonesia acuan yang digunakan adalah European Pharmacopoeia), metode yang dikembangkan oleh New Product Development Department (NPD), master spesifikasi yang dapat berasal dari PT. Actavis Indonesia atau pihak ketiga (toll out). Spesifikasi dan metode analisa yang telah dibuat, ditinjau oleh manajer Quality Control Department dan disetujui oleh Quality Assurance Manager. Setelah disetujui, spesifikasi dan metode analisa yang dibuat diinput ke dalam sistem dan didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang telah disetujui berlaku selama lima tahun sejak tanggal berlaku dokumen tersebut (valid date) ditetapkan. Tanggal berlaku (valid date) paling lambat ditetapkan tujuh hari setelah dokumen Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
66
siap didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya akan disimpan selama 11 tahun sejak dokumen dinyatakan tidak berlaku. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang sudah tidak digunakan lagi akan disimpan selama enam tahun sejak bahan baku dinyatakan tidak digunakan lagi. Dokumen spesifikasi dan metode analisis bahan baku direvisi saat tiga bulan sebelum jatuh tempo tanggal berlaku dokumen berakhir. Namun, spesifikasi dan metode analisis tersebut juga harus direvisi untuk disesuaikan dengan farmakope edisi terbaru (European Pharmacopoeia), dimana perubahan tersebut harus disesuaikan
juga
dengan
kemampuan
laboratorium.
Selain
berdasarkan
farmakope, perubahan pada spesifikasi dan metode analisa juga dapat terjadi jika ada perubahan metode analisa yang dikembangkan oleh NPD ataupun perubahan limit pada saat scale up dari skala laboratorium ke skala produksi. Hal pertama yang dilakukan sebelum membuat revisi spesifikasi dan metode analisa adalah membuat gap analysis dengan membandingkan parameter pada spesifikasi lama yang akan direvisi dengan parameter pada farmakope terbaru. Jika terdapat perubahan, maka dilakukan pengecekan dan verifikasi terhadap kemampuan atau ketersediaan alat dan bahan di pabrik, kemudian, dibuat usulan perubahan dalam bentuk “Change Control”. Setelah Change Control disetujui, spesifikasi dan metode analisis yang baru dibuat. Jika tidak disetujui, maka QC akan memberikan usulan perbaikan untuk ditinjak lanjuti, dan jika diperlukan akan dimasukkan ke dalam CAPA (Corrective Action Preventive Action).
b.
Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi di bawah pengawasan manajer laboratorium
yang dalam tugasnya dibantu oleh seorang orang group leader, dua orang analis dan seorang laboran. Tugas dari laboratorium mikrobiologi ini adalah melakukan uji kontaminasi mikroorganisme baik pada bahan baku, produk ruahan (bulk), maupun obat jadi setelah dikemas (after fill), stabilitas sampel, serta melakukan uji potensi pada antibiotik dan vitamin. Selain itu, laboratorium mikrobiologi juga melakukan pemantauan lingkungan secara rutin/terjadwal baik di area produksi maupun di laboratorium mikrobiologi sendiri yang meliputi pemantauan udara Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
67
permukaan maupun uji kontaminasi penisilin (pada area bukan produksi penisilin). Kondisi yang harus diperhatikan di dalam laboratorium mikrobiologi adalah perbedaan tekanan antar ruang, menggunakan aliran udara laminair air flow, dan biohazard acabinet untuk bahan-bahan yang toksik.
c.
Packaging Material Inspector & Raw Material Sampling Dimulai sejak diterimanya checklist penerimaan barang dari gudang, yang
kemudian diperiksa kembali oleh supervisor. Bahan baku yang diambil untuk keperluan analisis haruslah mewakili dari jumlah yang diterima. Setiap bahan baku yang diterima harus dilakukan pengambilan contohnya untuk dilakukan analisis dan diputuskan apakah bahan baku tersebut dapat direlease atau direject. Pengambilan bahan baku harus ditangani dengan benar supaya dapat terhindar dari pencemaran oleh mikroba dan pencemaran silang. Waktu sampling dilakukan berdasarkan kebutuhan dan FIFO (First In First Out) dengan waktu tunggu maksimal 5 hari. Pengambilan contoh bahan baku dilakukan oleh seorang petugas sampling (raw material inspector). Sebelum melakukan pengambilan contoh, maka petugas sampling menerima checklist dari bagian gudang. Selanjutnya petugas sampling melakukan perencanaan dan pengambilan contoh dan pemeriksaan secara visual terhadap semua wadah dan label material yang diterima. Untuk identifikasi material sampel diambil dari semua wadah dan untuk pemeriksaan lengkap dilakukan pencampuran dari sampel yang telah diambil. Hasil sampling kemudian dimasukkan ke sistem Mfg-Pro dalam bentuk Quality Order (QO) dan bila dinyatakan memenuhi syarat maka pada sampel dapat diberikan label “RELEASE”.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
68
Tabel 3.1. Pengambilan Contoh Jumlah Contoh Jumlah yang
Inspeksi level
Inspeksi level
diterima (N)
II (n1)
III (n2)
2-8
2
3
9-15
3
5
16-25
5
8
26-50
8
13
51-90
13
20
91-150
20
32
151-280
32
50
281-500
50
80
501-1200
80
125
1201-3200
125
200
3201-10000
200
315
10001-35000
315
500
35001-150000
500
800
150001-500000
800
1250
500001 atau lebih
1250
2000
Pengambilan contoh bahan kemas yang akan diperiksa dilakukan secara random/acak. Prosedur samplingnya hampir sama dengan pengambilan contoh bahan baku. Jumlah wadah dari lot yang sama yang akan dibuka untuk diambil contohnya dihitung berdasarkan Military Standard 105E, Inspection Level II (n1), dan Inspection Level III (n2). Pengambilan contoh bahan baku dilakukan terhadap semua wadah kecuali untuk bahan baku yang higroskopis dan vitamin.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
69
Tabel 3.2. Perbedaan n1 dan n2 No
n1
n2
1
Pemasok baru
2
Desain baru
3
Produk baru
4
Pemasok lama yang tidak lolos
5
inspeksi pada pengiriman
Pemasok lama yang telah terbukti 5
sebelumnya
kali pengiriman lolos inspeksi.
Bahan kemas yang sedang diinspeksi tetapi diketemukan cacat lebih besar dari acceptance number-nya, diambil contoh ulang sebanyak n2.
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi dalam kegiatan pengambilan contoh maka ruang pengambilan contoh harus dilakukan pembersihan dan sanitasi. Adapun tujuannya yaitu agar terpelihara lingkungan yang aman dari cemaran mikroba, mencegah terjadinya pencemaran oleh debu dan cemaran lain yang dapat merubah identitas, mutu/kemurnian bahan baku dan memastikan bahwa alat-alat pembersih dan pengambilan contoh dalam keadaan bersih dan tidak menjadi sumber pencemaran terhadap bahan baku yang akan diambil contohnya. Kegiatan pemantauan serta pembersihan/sanitasi yang dilakukan yaitu pemantauan HEPA FILTER, kegiatan sanitasi biasa serta sanitasi total. Dalam kegiatan sanitasi total, maka bagian-bagian ruang sampling yang dibersihkan meliputi lantai, dinding, kaca pintu & jendela, LAF, tirai LAF, pre filter pada LAF, lampu, langit-langit, tutup AC, Trolley, lemari serta meja stainless. Kegiatan sanitasi total biasanya dilakukan setelah pengambilan sampel yang berwarna seperti tetrasiklin, doksisiklin (berwarna kuning) serta yang sedikit berbau seperti riboflavin. Setelah
selesai
sanitasi
maka
diberi
penandaan/label
“BERSIH”
pengambilan contoh telah selesai disanitasi tetapi tidak dipakai dalam 2 hari kerja maka harus dilakukan sanitasi rutin/biasa sebelum digunakan. Selanjutnya Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
70
pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas bahan pengemas (inspector packaging material) yaitu pemeriksaan terhadap bahan kemas baik primer maupun sekunder. Contoh bahan kemas primer yaitu kapsul, botol, aluminium foil, sedangkan bahan kemas sekunder yaitu karton atau box obat. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan terhadap brosur obat. Parameter yang diperiksa dari kemasan sekunder dan leaflet meliputi kelengkapan informasi, besar huruf, warna, kesesuaian rancangan serta berat dari kertas. Kalibrasi dan validasi metode analisis dilakukan sesuai jadwal untuk menjamin agar peralatan dan metode analisa yang digunakan memberikan hasil pengukuran yang tepat. Peralatan yang digunakan untuk analisis selalu dalam keadaan terkalibrasi. Jika ada alat yang belum dikalibrasi, alat tersebut tidak boleh digunakan. Pada setiap alat ditempel label yang menandakan kondisi alat, tanggal kalibrasi terakhir, dan tanggal kalibrasi selanjutnya. Dengan adanya label tersebut, dapat dicegah penggunaan alat yang tidak terkalibrasi. Selain itu, terdapat pula Prosedur Tetap untuk semua alat di Laboratorium Pengawasan Mutu. Prosedur Tetap pengoperasian alat selalu diletakkan di dekat alat untuk memudahkan operator atau personel lain dalam menggunakan alat yang bersangkutan. Hal ini juga untuk menghindari adanya kesalahan. Alat pelindung diri disediakan untuk keselamatan personil, seperti masker, kaca mata pelindung, sarung tangan, dan pembasuh mata dan shower. Baku pembanding disimpan dalam kondisi yang sesuai. Pada wadahnya terdapat label informasi mengenai nama zat, nama penyalur, kadar, tanggal bahan datang, dan jenis stok. Hal ini telah sesuai dengan aturan CPOB. Ruang laboratorium untuk pemeriksaan di bagian Pengawasan Mutu telah sesuai dengan aturan CPOB, seperti persyaratan spesifikasi ruangan, desain ruangan, dan tempat pembuangan limbah. Laboratorium memiliki letak yang terpisah dengan ruang produksi. Laboratorium mikrobiologi dan kimia beta laktam juga terpisah dari laboratorium lain. Laboratorium ini juga telah dilengkapi dengan peralatan dan bahan yang berkaitan dalam hal pengujian mutu obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
71
3.6.6
Departemen Scientific Affairs/ SCA Scientific Affair merupakan suatu departemen yang membawahi tiga
bagian, yatu bagian Regulatory Affair Indonesia, Regulatory Affair APRO (Asia Pasific Regional Officer) dan Medical. Regulatory Indonesia terbagi menjadi 3 team yakni OTC dan Food Suplemen, Etichal & Onko, Registrasi Variasi dan Artwork (develop kemasan produk). Aktifitas Regulatory Affairs Indonesia mulai dari saat bussiness development melakukan research di pasaran terhadap produkproduk yang sedang trend, bila sudah dilakukan searching market dan mendapat approval oleh pihak manajemen bahwa produk tersebut akan diluncurkan / release, maka data tersebut akan dimasukkan ke bagian RA Indonesia untuk diregistrasi agar mendapatkan nomor registrasi. Untuk pendaftaran registrasi dilakukan di badan POM. Setelah diregistrasi, dilakukan follow up sampai mendapat nomor registrasi. Setelah dapat nomor registrasi, dokumen diserahkan ke bagian bussiness development untuk persiapan launching produk. Desain kemasan juga dilakukan oleh bagian ini yang bekerjasama dengan supervisor bahan kemas dari QC serta bertanggung jawab mengenai desain kemasan dan mutu kemasan produk baik untuk dalam maupun luar negeri Regulatory Affair Indonesia juga betugas di bagian Eksport dan Produk transfer bertugas menyiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk negara yang minta eksport. Regulatory Affairs APRO (Asia Pasific Regional Officer) bertugas menangani registrasi ke negara-negara Asia Pasific termasuk ASEAN. Medical, bertugas untuk support untuk marketing saat akan launching produk baru dengan memberikan pelatihan dan informasi
mengenai
produk terutama
yang
berhubungan dengan data-data di bidang medik (product knowledge) kepada para medical
representatives.
Informasi
tersebut
akan
digunakan
untuk
mempromosikan produk obat kepada para dokter atau tenaga kesehatan lain. Bagian medical juga bertugas dalam pharmacovigilance yang menangani pemantauan keamanan obat yg sudah beredar di pasaran seperti bila ada komplain mengenai efek samping bahan aktif obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
72
3.6.7
Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and Development Department) Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk di PT. Actavis
Indonesia secara garis besar memiliki 4 kegiatan utama. Hal ini terdiri dari formulasi produk obat, pembuatan metode analisis yang tepat, penjaminan mutu kegiatan penelitian dan pengembangan produk, serta monitoring produk jadi. Kegiatan dari departemen ini terfokus untuk mengembangkan produk generik dan copy, bukan untuk mencari zat kimia baru/new chemical entity. Hal ini dikarenakan kebijakan PT. Actavis yang memfokuskan diri pada produk obat generik dan copy. Produk
yang
akan
dikembangkan
diperoleh
dari
bagian
pemasaran/business development. Dalam hal ini, bagian pemasaran/business development sudah mempunyai rencana produk-produk apa saja yang akan diluncurkan ke pasar dalam 3 tahun ke depan. Rencana tersebut direalisasikan oleh Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk untuk mengembangkan formula agar menghasilkan produk yang aman, berkhasiat, dan berkualitas. Pertemuan/meeting dapat dilaksanakan setiap bulan sekali, dengan pembahasan hasil pengembangan produk serta informasi tambahan terkait analisis pasar teraktual. Pengembangan suatu produk dapat dihentikan jika hasil analisis pasar yang diperoleh bahwa pasar sudah tidak lagi mendukung dikembangkannya produk terkait. Kegiatan formulasi produk obat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah bagian “product development” yang produknya ditujukan pada pasar nasional. Bagian kedua adalah “technology transfer” yang produknya ditujukan pada pasar internasional. Perbedaan yang paling spesifik adalah pada “product development” formula dikembangkan sendiri berdasarkan literatur yang tersedia, sedangkan pada “technology transfer”, formula produk didapatkan dari PT. Actavis Global.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
73
3.6.7.1 Alur Kerja Pengembangan Produk a.
Perencanaan Pengembangan formulasi di awali permintaan yang diinginkan oleh
Business Development. Dari permintaan tersebut, Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk melakukan studi literatur terkait formulasi sediaan tersebut (untuk “product development”) atau meminta “Technical Data Package”(untuk “technology transfer”). Formula yang telah dirancang, akan dilakukan trial pada skala laboratorium untuk memperoleh data awal secara lengkap. Sebelum dilakukan trial, bahanbahan yang dibutuhkan dirinci terlebih dahulu dan diserahkan kepada bagian “Purchasing”. Setelah barang datang, dilakukan pengujian oleh bagian analytical development. Setelah material dinyatakan lolos uji, proses trial dapat dijalankan.
b.
Pengembangan Produk Pelaksanaan rencana pengembangan produk dimulai dari “trial” atau
produksi skala laboratorium. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan evaluasi, dan dilanjutkan dengan proses optimasi. Dalam optimasi ini dilakukan variasi, baik cara maupun jumlah material yang digunakan sehingga didapatkan hasil yang terbaik. Hasil optimasi dibuat laporan, yang mendasari proses selanjutnya, yaitu proses validasi. Proses validasi bertujuan untuk membuat langkah kerja produksi/standar prosedur operasional. Hasil yang sudah sesuai dengan harapan dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, formula tersebut dapat segera dilakukan dalam skala produksi dengan persetujuan “Operation Director” dan “Head of Technology Transfer”. Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk kemudian membuat Master Production dan Process Control Record (MPPCR) yang disetujui oleh QA dan diserahkan kepada produksi untuk dilakukan produksi produk skala besar.
c.
Monitoring Produk Jadi Produk
yang
telah
diproduksi
tersebut,
akan
tetap
dimonitor
perkembangannya. Bagian yang paling berperan dalam proses ini adalah “Product Lifecycle”. Dalam perjalanannya, produk tersebut dapat dilakukan perubahan. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
74
Perubahan yang dimaksud antara lain mencakup peningkatan atau pengurangan ukuran bets, perubahan sumber bahan baku, penghentian produksi obat, dan sebagainya.
d.
Penjaminan Mutu Bagian Penjaminan Mutu dari Departemen Penelitian dan Pengembangan
Produk bertugas menjaga agar dalam proses pengembangan mutu, produk yang dihasilkan tetap berkualitas. Hal yang dilakukan antara lain penetapan standar kerja (SOP), review dokumen, inspeksi laboratorium dan pelaksanaan pengembangan produk tahap “small scale”, dan penanganan CAPA.
3.6.7.2 Alur Kerja Pengembangan Metode Analisis Sebelum pengembangan metoda analisa, bagian Analytical Method (AM) melakukan evaluasi sebagai berikut : a. Spesifikasi dan metoda analisa yang ada pada kompendial resmi, misalnya: European Pharmacopoeia, British Pharmacopoeia, United States Pharmacopoeia, dsb. b. Informasi sifat-sifat bahan aktif dan eksipien yang digunakan, misalnya: kelarutan, toksisitas, stabilitas, dsb. c. Kesesuaian metoda analisa yang dikembangkan dengan alat-alat yang ada d. Mencari dari literatur lain bila data pada kompendial resmi tidak lengkap, misalnya: jurnal, artikel, Drug Master File, Clarke’s, dsb.
Hasil evaluasi tersebut kemudian disimpan sebagai acuan dan dilakukan Full Validation Method.
3 Tahap Proses Pengembangan Metoda Analisa adalah : a. Mencari supplier reagen, kolom, reference standard dan alat-alat untuk pengembangan metoda analisa b. Tahap trial metoda analisa
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
75
c. Tahap validasi
Pembuatan protokol validasi
Pengerjaan validasi
Pembuatan laporan validasi
Bagian Analytical Method mengeluarkan data-data spesifikasi untuk produk jadi yang datanya diperoleh dari serangkaian proses pengujian produk yang dikembangkan dan memberikan acuan mengenai spesifikasi hingga shelf life produk.
3.6.8
Departemen Teknik dan EHS (Engineering and EHS Department) Di PT Actavis Indonesia departemen engineering dan EHS berada dalam
departemen yang sama. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer. Departemen ini terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu maintenance, utility dan EHS (Environment, Health, and Safety).
3.6.8.1 Departemen Engineering Ruang lingkup kegiatan dari departemen engineering yaitu perbaikan dan pemeliharaan pada mesin dan utility (seperti sistem HVAC), kalibrasi, validasi, dan juga kegiatan dokumentasi yang berhubungan dengan teknik. a.
HVAC HVAC merupakan singkatan dari heating, ventilation system, dan air
conditioning atau sistem tata udara yang bertujuan untuk mengkondisikan suatu lingkungan kerja agar sesuai dengan proses kerja yang diinginkan. Secara spesifik, sistem tata udara dimaksudkan mempunyai kriteria untuk dapat mengatur dan menyesuaikan temperatur, mengatur dan menyesuaikan kelembaban udara, memberikan pertukaran udara yang baik dan mengedarkan kembali udara dalam ruangan, serta menyaring dan membersihkan udara. Pemilihan sistem tata udara yang tepat guna harus disesuaikan dengan fungsi ruangan, proses kerja di dalam ruangan, dimensi ruangan yang tersedia, faktor lingkungan termasuk jumlah pekerja, peralatan yang terdapat dalam ruangan yang dapat merupakan sumber panas, letak ruangan, material pembentuk Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
76
ruangan, jendela, dan arah terhadap matahari. AHU (Air Handling Unit) merupakan suatu sistem kontrol udara sehingga udara yang dihasilkan dalam area produksi berkualitas dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Sistem ini berperan penting dalam pengaturan kualitas udara, aliran udara, dan perbedaan tekanan antar ruang. Kualitas udara memiliki beberapa parameter yang dapat dikontrol seperti temperatur, RH, tekanan, dan jumlah partikel. Spesifikasi yang diharapkan pada AHU area laboratorium mikrobiologi yang ada di PT Actavis Indonesia yaitu menghasilkan pertukaran udara > 120 kali per jam untuk kelas 100 dan > 20 kali per jam untuk kelas 10.000, dengan temperatur ruangan antara 20-25 oC, dan kecepatan aliran udara 0,3-0,36 m/detik. Sedangkan spesifikasi yang diharapkan pada AHU area produksi penisilin, non penisilin, dan topikal adalah mampu menghasilkan pertukaran udara 5-20 kali per jam, dengan beda tekanan antar koridor dan ruang proses sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan, serta temperatur ruangan antara 20-25 oC. Untuk menyaring udara selama proses produksi, digunakan HEPA filter yang memiliki kemampuan untuk menahan partikel (efisiensi) 99,95% dan 99,997% terhadap partikel yang berdiameter > 0,4 mikron. Untuk mendukung kerja HEPA, dipasang prefilter dengan efisiensi 30-35% dan medium filter yang memiliki efisiensi 90-95%. Pemeriksaan HEPA filter dilakukan dengan cara pengukuran jumlah partikel (partikel count), uji kebocoran/leak test (integrity test) dan pemeriksaan
kecepatan
aliran
udara
(air
flow
velocity).
Pemeriksaan
kebocoran/integrity test yang dilakukan setelah pemasangan terdiri dari 3 objek, yaitu pemeriksaan kebocoran pada media (material filter), pada frame, dan pada seal. Pemeriksaan kebocoran dilakukan dengan cara mengukur jumlah partikel (partikel count) untuk mengetahui jumlah partikel di udara. Pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity) bertujuan untuk memeriksa kemampuan penyapuan udara (sweeping action) yang berpengaruh terhadap pola aliran udara serta untuk mengetahui tingkat kemampatan filter. Penggunaan filter tersebut dalam AHU tergantung dari persyaratan kondisi ruangan yang dibutuhkan pada area abu-abu dan area produksi. Pada area abu-abu penisilin dapat digunakan prefilter saja, prefilter bersama medium filter, atau ketiga jenis filter tersebut yang didasarkan atas apakah proses yang dilaksanakan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
77
di ruang tersebut berkontak langsung dengan produk atau tidak. Misalnya, untuk proses tabletting dan capsule filling digunakan ketiga jenis filter tersebut. Di area produksi padat non penisilin, ruang granulasi, dan capsule filling/tabletting memakai ketiga jenis filter, sementara untuk area produksi sediaan liquid cukup menggunakan prefilter dan medium filter. Sedangkan pada daerah pengemasan cukup menggunakan prefilter saja. Ruangan-ruangan pada tempat produksi sediaan topikal umumnya menggunakan prefilter dan medium filter. Setiap area memiliki AHU yang terpisah dan tersendiri. Sistem penyaring udara seperti prefilter dan medium filter dengan efisiensi standar untuk produksi penisilin amat diperhatikan. Kebanyakan ruangan produksi memiliki AHU tersendiri dengan tekanan yang diatur berbeda untuk tiap ruangan dan dimonitor. Dalam beberapa ruangan, khususnya ruang penyangga, terdapat blower tambahan untuk menjaga agar tekanan di koridor lebih besar daripada ruang proses. Ruangan maupun peralatan non penisilin harus dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin, karena senyawa ini berbahaya terhadap lingkungan. Untuk menjamin bahwa ruangan maupun peralatan dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin, maka harus dilakukan uji kontaminasi penisilin terlebih dahulu. Untuk menjamin efisiensi dari filter yang dipakai maka selalu dilakukan pemantauan secara berkala dengan menggunakan differential pressure gauge, particle counter, room pressure, serta pengukuran kontaminasi mikroba. Metode pemantauannya antara lain kebersihan partikel udara menggunakan particle counter dan kebersihan kontaminasi mikroba. Pemeriksaan kebersihan yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut mencakup pemeriksaan keberhasilan partikel dan kebersihan kontaminasi mikroba menggunakan cara hapus, cawan petri, dan contoh makanan. Air lock atau ruang penyangga merupakan ruang antara yang memisahkan 2 area dengan tingkat kebersihan yang berbeda. Setiap bahan, alat maupun personalia yang akan masuk/keluar dari area yang satu ke area yang lain harus melalui ruang penyangga. Untuk memasuki ruangan yang lebih bersih ruangan sebelumnya, dibedakan menjadi 2 jalur, yaitu untuk personil melalui ruang penyangga personil dan untuk barang melalui ruang penyangga bahan. Fungsi ruang penyangga yaitu memisahkan 2 tingkat kebersihan yang berbeda sehingga Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
78
tidak hubungan langsung antara udara bersih dengan udara kotor, misalnya antara area hitam dengan area abu-abu. Setiap personil, barang, mesin, atau peralatan yang akan memasuki area abu-abu harus melewati ruang penyangga. Antara ruang produksi yang dikategorikan area abu-abu dan black area terdapat suatu ruang penyangga. Untuk memperoleh tekanan yang lebih positif pada ruang penyangga, terdapat blower yang dilengkapi dengan filter efisiensi 90-95%. Perbedaan tekanan dimonitor oleh suatu alat bernama differential pressure gauge (magnehelic). Di area penisilin, ruang penyangga amat berperan agar daerah yang lebih bersih tidak langsung berhubungan dengan udara dengan tingkat kebersihan rendah dan daerah produksi penisilin tidak berhubungan langsung dengan daerah non penisilin, untuk mencegah pencemaran penisilin keluar.
b.
Kalibrasi Kalibrasi adalah suatu tindakan untuk memastikan kebenaran nilai-nilai
yang ditunjukkan oleh alat atau sistem pengukuran dengan cara membandingkan dengan nilai kebenaran konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang memiliki kemampuan telusur ke standar nasional atau internasional. Kalibrator primer yang dimiliki oleh perusahaan adalah kalibrator yang telah dikalibrasi terhadap standar kalibrasi eksternal dengan akurasi dan presisi yang lebih tinggi yang mana ketelusurannya jelas serta dilengkapi dengan sertifikat yang menyatakan hasil pengukuran alat. Laboratorium kalibrasi yang terakreditasi dan digunakan oleh PT.Actavis Indonesia antara lain: PPMB, LIPI, Balai Metrologi, serta beberapa institusi yang berada di luar negeri. Kategori alat ukur dapat dipilih menjadi alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses dan alat ukur yang bersifat indikator. Untuk alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses, alat itu harus dikalibrasi berkala. Suatu alat ukur dirancang dengan spesifikasi tertentu. Tetapi dengan berjalannya waktu, karakteristik dari alat tersebut dapat berubah atau menyimpang karena aus, kotoran, bahkan mungkin saat transportasi. Untuk mencegah kesalahan yang diakibatkan karena penyimpangan karakteristik tersebut, alat ukur harus selalu dirawat dan dikalibrasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
79
secara teratur. Dengan kalibrasi, karakteristik suatu alat dapat dipantau, penyimpangannya dapat diketahui dan dapat dikoreksi. Kalibrasi terhadap suatu alat dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan. Semakin sering alat digunakan, semakin tinggi frekuensi kalibrasi ulangnya. Alat ukur atau instrumen harus diberi label yang menunjukkan status kalibrasi dan laporan hasil kalibrasi harus disimpan sedikitnya selama 2 tahun. Bila alat ukur atau instrumen tidak memenuhi syarat, maka label yang sesuai dengan kondisi tersebut harus dicantumkan atau ditempelkan.
c.
Pengolahan purified water Sumber air utama yang digunakan PT Actavis Indonesia adalah air bawah
tanah dan sebagai sumber cadangan digunakan air PAM. Air PAM ini juga dimanfaatkan sebagai air kran (tap water). Air yang digunakan PT Actavis Indonesia harus diolah terlebih dahulu. Tahap pertama pengolahan Purified Water yaitu dengan melewatkan air bawah tanah pada tank bawah tanah ke sand filter. Tahap kedua adalah dengan melewatkan air pada karbon aktif (carbon filter). Selanjutnya, air akan melewati penukar kation anion (deionizer Culligan PS-24) untuk menghilangkan kandungan anion maupun kation yang terdapat dalam air. Kemudian air dilewatkan cahaya UV yang berfungsi sebagai desinfektan, lalu dilewatkan berturut-turut melalui 3 filter. Proses penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk menyaring mikrobamikroba yang sudah mati saat dilewatkan dari sinar UV. Selanjutnya, air difilter dengan saringan 10 mikron dan 5 mikron, dan hasil penyaringan akan dimurnikan dengan reverse osmosis dan hasilnya dialirkan ke electrodeionizer dan masuk ke sistem looping air yang dimurnikan. Purified water dipergunakan untuk bahan baku produk atau untuk membersihkan wadah produk.
3.6.8.2 Departemen EHS (Environmental, Health and Safety) Dengan berpedoman pada salah satu misi PT Actavis Indonesia berkaitan dengan aturan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3&L), departemen EHS PT Actavis Indonesia mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
80
untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan karyawan. Departemen EHS dari PT Actavis Indonesia, memiliki dua komitmen utama, yaitu: a.
Menghasilkan dan menjual produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan memenuhi aturan persyaratan regulasi secara konsisten
b.
Kami berkomitmen untuk melakukan operasi perusahaan yang ramah lingkungan, menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi semua aturan dan secara terus menerus meningkatkan proses di seluruh organisasi.
Pelaksanaan bidang kesehatan karyawan berupa penyediaan klinik, dokter, Jamsostek, dan P3K. sedangkan kegiatan yang dilakukan antara lain pre employee medical check up untuk karyawan baru dan kegiatan pemeriksaan medical check up berkala yaitu 1 tahun sekali untuk seluruh karyawan. Selain itu, EHS juga menangani kejadian kecelakaan kerja, pemeriksaan kualitas dan lingkungan kerja, penyediaan makan siang, penyediaan toilet, dan lain-lain. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit akibat kerja. Penyebab kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya tindakan tidak aman (unsafe action) yang merupakan tindakan manusia berupa pelanggaran terhadap prosedur keselamatan kerja, adanya kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu suatu keadaan yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, serta adanya kondisi gabungan yang merupakan gabungan dari keduanya (unsafe action dan unsafe codition). Setiap kecelakaan kerja yang terjadi dilaporkan ke EHS melaui formulir yang tersedia. Tujuan pelaporan ini agar EHS dapat memantau jenis kecelakaan yang terjadi dan berusaha untuk mengurangi atau bahkan mencegah kecelakaan tidak terulang lagi. Peran departemen EHS di bidang perlindungan terhadap lingkungan antara lain berkaitan dengan pengolahan limbah. Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, laboratorium, maupun domestik. Pengolahan limbah dilakukan agar limbah yang dihasilkan aman bagi lingkungan. Pemeriksaan limbah ini dilakukan baik secara kimia, fisika, atau biologi dan dilakukan secara teratur. Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
81
terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lainlain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Limbah yang termasuk golongan bahan buangan berbahaya (B3) tersebut dikumpulkan dan disimpan dalam wadah terpisah untuk kemudian diangkut (transporter B3). Berdasarkan karakteristiknya limbah PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu limbah padat, cair, dan limbah penisillin. a.
Limbah Padat Limbah padat PT. Actavis terdiri dari recycle waste (limbah anorganik),
hazardous waste (limbah B3), dan domestic waste (limbah organik). Untuk recycle waste penanganannya dikirim kepada pihak ketiga untuk di daur ulang atau diangkut untuk dimusnahkan, sementara untuk hazardous waste dikirim ke PT Wastec International dan PT Indocement Tunggal Perkasa untuk diangkut dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Sedangkan domestic waste dibuang ke tempat pembuangan akhir bantar gebang dengan biaya retribusi dari dinas kebersihan tata kota DKI Jakarta. Pemusnahan limbah padat bertujuan agar limbah padat layak dibuang sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan juga tidak disalahgunakan. b.
Limbah Cair Limbah cair PT Actavis berasal dari produksi, laboratorium dan sebagian
domestik. Pengolahan limbah cair agar limbah industri maupun air limbah domestik PT Actavis Indonesia layak dibuang ke saluran umum (Sungai Kalibaru/Cipinang) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Teknik pengolahan limbah cair PT Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan biologi. Penjelasan singkat mengenai proses pengelolahan limbah cair PT Actavis, sebagai berikut: Pengelolaan limbah secara fisika dan kimia pada kolam I. Limbah cair masuk ke kolam I dengan kapasitas 10 m2. Pada kolam I terjadi proses pengumpula dan homogenisasi limbah (equalisasi), pemisahan minyak dari kotoran yang mengambang (oil separator), proses sedimentasi dan proses penetralan limbah (netralisasi) untuk mendapatkan pH 6 – 9. Apabila pH dibawah 6 maka ditambahkan NaOH, bila pH diatas 9 maka ditambahkan HCl. Kotoran yang mengambang diangkat, sedangkan lumpur akan tersedimentasi atau Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
82
mengendap. Limbah cair kemudian disaring melalui filter I dan dipompa masuk ke kolam 2. Pengelolaan limbah secara biologis pada kolam 2. Kolam 2 mempunyai kapsitas 350 m2. Pada kolam 2 dilakukan proses aerasi, yaitu mengalirkan oksigen dengan menggunakan aerator. Aerator yang terdapat pada kolam 2 berjumlah 2 unit. Proses aerasi ini mempunyai tujuan untuk memberikan suplai oksigen kepada bakteri aerob, yaitu bakteri yang dibutuhkan untuk menguraikan limbah. Bakteri ini diperoleh dari penambahan lumpur akrif (active slug). Pada kolam 2 dilakukan peninjauan terhadap Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Deamand (COD). Limbah dari kolam 2 dialiri (overflow) ke kolam 3 yang mempunyai kapasitas 150 m2. Pada kolam ini juga dilakukan proses aerasi. Air pada kolam 3 dapat digunakan untuk reservoir sistem pamadam kebakaran dan dapt digunakan untuk menyiram kebun. Kontrol biologis dilakukan dengan memelihara ikan. Air limbah dari kolam 3 masuk kesaringan II kemudian masuk ke kolam 4. Untuk pematauan biologis pada kola mini dipelihara ikan mas. Ila dalam keadaan normal maka ika mas berenang dipermukaan, tetapi bila terjadi penurunana kualitas air karena kenaikkan kadar COD dan BOD maka ikan akan terdapat luka– luka. Pemeriksaan kualitas limbah cair melalui 3 cara yaitu cara kimia, fisika dan mikrobiologi. Pada pemeriksaan secara kimia dilakukan pemeriksaan terhadap COD, BOD, pH limbah, zat padat tersuspensi, KMnO4 dan fenol. Semua pemeriksaan tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta) dan 1 bulan sekali di QC laboratorium serta laboratorium mikrobiologi PT Actavis Indonesia untuk pemeriksaan mikro. Pemeriksaan fisika meliputi pemeriksaan warna dan penampakan visual limbah. c.
Limbah Penisillin Limbah penisillin tergolong kedalam limbah B3 (bahan buangan
berbahaya) dan mendapat perhatian khusus karena ada sebagian orang yang alergi terhadap penisillin sehingga dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas bila kontak atau terpapar dengan penisillin. Cara penanganan yang paling awal adalah Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
83
dengan merusak limbah penisillin dengan NaOH pH 10-11. Dengan demikian cincin beta laktam dari penisillin akan terhidrolisis sehingga limbah penisillin tidak aktif lagi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Industri farmasi sebagai produsen obat-obatan harus dapat menjamin bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan terus menjaga konsistensi mutunya dalam setiap pembuatan. Salah satu pedoman yang digunakan industri farmasi untuk menghasilkan produk yang bermutu adalah Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). PT. Actavis Indonesia merupakan salah satu Perusahaan Modal Asing (PMA) yang terdapat di Indonesia yang diresmikan pertama kali pada tanggal 8 November 1969 dengan nama PT Dumex Indonesia. PT. Actavis Indonesia berada di bawah Actavis Group yang merupakan perusahaan generik bertaraf internasional nomor tiga terbesar di dunia, berpusat di Swiss. Saat ini, Actavis merupakan perusahaan dengan lebih dari 10.000 karyawan yang tersebar di lebih dari 40 negara. PT Actavis Indonesia memproduksi lebih dari 100 jenis molekul produk yang terdiri atas antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, trankuilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi PT Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan enema. Selain dipasarkan untuk pasar lokal, produk-produk tersebut juga dipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia Pasifik. PT. Actavis Indonesia sebagai salah satu PMA yang memproduksi obat telah menerapkan CPOB dalam setiap aspek produksinya yang dibuktikan dengan diperolehnya 14 sertifikat GMP untuk pembuatan produk tablet, kapsul, serbuk, cairan, dan semipadat dari BPOM pada tahun 2011; dan sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukranian Authority pada tahun 2008. Penerapan CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin mutu obat jadi, sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam menjalankan kegiatannya PT. Actavis Indonesia terbagi dalam beberapa departemen, antara lain Departemen Keuangan (Finance), IT (Information Technology), SDM (Human Resource /HRD), Mutu (Quality 84
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
85
Operation), Manajemen Bahan Baku (Material Management), Operasi (Produksi dan PPIC), Teknik (Engineering dan EHS), Pengembangan Produk (Product Development/PD), Scientific Affairs (SCA), serta departemen Pemasaran (Marketing) untuk produk-produk Ethical, OTC, Export dan Toll sales. Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management) membawahi departemen Purchasing, Gudang, serta Ekspor. Departemen Purchasing di PT. Actavis
Indonesia
disebut
dengan
Central
Procurement
Departement.
Departemen ini bertanggung jawab atas penyediaan barang yang diminta sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dan ketepatan waktu tersedianya barang. Departemen Purchasing ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian raw material, packaging material, dan pengadaan indirect material. Indirect material ialah barang-barang yang digunakan oleh produksi tetapi tidak menghasilkan produk obat, misalnya sarung tangan, tissu, pulpen, dll. Sedangkan raw material dan packaging material disebut sebagai direct material, karena menghasilkan produk obat. Departemen purchasing melakukan pembelian berdasarkan permintaan produk (order) dari marketing dan MRP (Material Requirement Planning) yang diterbitkan bagian PPIC yang berisi barang apa saja yang dibutuhkan untuk produksi. Selanjutnya permintaan-permintaan tersebut akan diterjemahkan menjadi purchase order dan dikirimkan ke supplier. Bagian purchasing akan melakukan negosiasi mengenai harga, cara pembayaran, batas kredit, sampai lama barang tiba. Setelah mencapai kesepakatan, maka akan diterbitkan Approval Purchase Order ke supplier yang terpilih. Lalu bagian purchasing akan memantau hingga barang tiba. Pembelian barang baik raw material maupun packaging material dapat melalui dua jalur, yaitu lokal (agen-agen) atau impor langsung dari supplier. Pertimbangan penggunaan jalur lokal atau impor langsung didasarkan atas jumlah biaya yang dikeluarkan, yang mana yang lebih menguntungkan. Apabila pembelian dilakukan secara impor, maka tim impor dari bagian purchasing yang akan menangani mulai dari perijinan hingga bea cukai. PT. Actavis memiliki approval supplier list, dimana bagian purchasing hanya diperbolehkan untuk membeli bahan baku dari supplier-supplier yang sudah disetujui dan diketahui memiliki kualitas yang baik. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
86
Bagian gudang merupakan salah satu bagian dari departemen material management.
Bagian
gudang
bertugas
menerima,
menyimpan
dan
mendistribusikan material bahan baku dan bahan kemas yang berkaitan dengan produksi berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian PPIC dan produk jadi ke distributor. Bagian ini memiliki tanggung jawab yang besar sebab jika bahan baku atau bahan kemas yang datang dari pemasok tidak disimpan dan dikondisikan dengan baik maka dapat menyebabkan material rusak ataupun hilang. Setiap barang yang datang dari supplier akan diberi label “QUARANTINE“ berwarna kuning. Sebelum barang digunakan untuk proses produksi, bagian QC melakukan pemeriksaan dan barang yang diperiksa diberi label “QC HOLD” berwarna kuning hingga dikeluarkan pernyataan released dari QA/QC diberi label “RELEASE” berwarna hijau. Sedangkan barang yang ditolak diberi label “REJECTED” berwarna merah dan dipindahkan ke lokasi reject (area terpisah) untuk dikembalikan ke supplier. Untuk produk jadi, proses pendistribusian ke distributor oleh gudang dilakukan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Produk yang didistribusi adalah produk yang sudah lulus uji dari bagian QC. Setelah picklist dikirim ke bagian keuangan, bagian gudang akan menyiapkan produk yang diminta. Setelah barang siap, bagian keuangan akan melakukan pemotongan stok di sistem, mencetak invoice, kemudian barang akan diserahkan ke distributor. Departemen perencanaan (PPIC) PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi dua bagian, yaitu perencanaan produksi (Production Planning) dan pengendalian persediaan (Inventory Control). Departemen ini bertanggung jawab untuk mengatur order yang masuk baik dari marketing maupun ekspor (Actavis group) serta toll manufacturing. Selain berdasarkan order dari marketing, toll, dan ekspor, terdapat pula forecast. Forecast ini merupakan perkiraan penjualan, yang diperoleh dari hasil analisa tim marketing berdasarkan trend tahun lalu. Order dari marketing, ekspor, dan toll manufacturing ini dikomunikasikan ke bagian PPIC melalui sistem DSC (Demand Supply Communication). Selanjutnya, PPIC menerjemahkan kebutuhan produksi melalui sistem yang disebut ERP (Enterprise Resource Planning). Sistem ERP yang digunakan oleh PT. Actavis Indonesia disebut Mfg Pro. Sistem ini kemudian menghitung kebutuhan material yang Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
87
dibutuhkan untuk memenuhi order yang diperoleh. Setelah sistem menghitung kebutuhan untuk produksi, PPIC akan membuat perencanaan produksi serta jadwal untuk memenuhi order yang selanjutnya akan diteruskan ke bagian lain dari perusahaan, misalnya untuk memenuhi kebutuhan material, maka PPIC membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada Purchasing. Selain berkaitan erat dengan bagian purchasing, PPIC juga berkaitan sangat erat dengan produksi, guna memenuhi order. PPIC akan menerbitkan Work Order (Pick List) berisi perintah untuk produksi dan banyaknya material-material yang diperlukan untuk produksi. Setelah PPIC membuat jadwal produksi tiap bulannya, PPIC akan menghitung kapasitas produksi berdasarkan kapasitas mesin, waktu sanitasi, jumlah order, dan batch size dari produk. Setelah jadwal tiap bulan dibuat, maka jadwal ini diterjemahkan menjadi jadwal harian. Penyusunan jadwal tersebut juga dilihat berdasarkan lead time dari order. Lead time waktu order hingga pemenuhan barang berlangsung 3 bulan, sehingga PPIC bertanggungjawab dalam mengatur jadwal produksi untuk memenuhi lead time tersebut. PPIC akan melakukan rapat dengan bagian produksi guna membahas pemenuhan jadwal produksi yang telah dibuat serta kendala yang dialami. Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas yaitu Fasilitas Betalaktam (Beta-Lactam Facility/BLF), Fasilitas Multiproduk (Multy Product Facility/MPF), dan Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility /TPF). Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang telah disetujui oleh bagian QA. Terdapat dua jenis ruangan di fasilitas produksi PT. Actavis Indonesia, yaitu Area Abu-abu (Grey Area) dan Area Hitam (Black Area). Area Abu-abu (Grey Area) digunakan untuk proses dispensing, produksi dan pengemasan primer, sedangkan Area Hitam (Black Area) digunakan untuk proses pengemasan sekunder. Tiap fasilitas produksi memproduksi bentuk sediaan yang berbeda-beda, misalnya untuk sediaan semipadat diproduksi di TPF, sediaan padat dan cair non betalaktam dilakukan di MPF, sedangkan BLF hanya khusus memproduksi produk-produk beta laktam/penisilin dalam bentuk tablet kapsul dan dry syrup. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
88
Dalam melakukan proses produksi, operator produksi dilengkapi dengan alat pelindung diri. Beberapa diantaranya seperti sarung tangan, kacamata, penutup telinga, dan baju pelindung khusus untuk produk-produk yang sangat berdebu. Dari segi standar ruangan, masing-masing fasilitas telah dilengkapi dengan sistem Airlock (ruang penyangga), dengan tujuan untuk membatasi pertukaran udara dan menjaga kestabilan tekanan udara, serta untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Proses penyiapan alat, pembersihan mesin, penimbangan, dan produksi yang dilakukan pada bagian BLF pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan TPF). Setiap hari tiap pagi dan siang, pada semua ruangan di area produksi dilakukan pemantauan suhu dan kelembaban oleh petugas yang berkepentingan. Selain itu, tiap ruangan telah dilengkapi oleh Data Logger, yaitu alat untuk mengukur kelembaban udara dan suhu. Dalam data logger ini dapat menyimpan keadaan kondisi ruangan, tiap satu minggu bagian pengendalian mutu akan membuat laporan dan memasukkan hasil data logger dari tiap ruangan. Selain data logger, tiap ruangan juga dilengkapi dengan alat pemantau tekanan udara yang disebut Magnehelic, batasan untuk tekanan udara di area produksi adalah 10-30 kPa. Bila melewati batas maka tidak diperbolehkan untuk melakukan proses produksi. Sebelum memasuki area produksi, terdapat standar operasional (SOP) yang harus dilakukan oleh karyawan, maupun pengunjung. Saat memasuki ruang ganti, pertama diharuskan mengganti sepatu dengan sepatu area hitam, ataupun menggunakan penutup sepatu (shoes cover). Selanjutnya, mengganti baju dengan menggunakan baju area hitam dan bila ingin memasuki ruangan produksi area abu-abu maka diwajibkan untuk mengenakan pakaian khusus (overall), penutup kepala, sepatu khusus atau menggunakan penutup sepatu (shoes cover), dan masker. Selanjutnya, karyawan dan pengunjung diwajibkan untuk mencuci tangan dan menggunakan desinfektan. Semua prosedur ini dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi dari luar terhadap ruang produksi dan produk yang dihasilkan. Dalam semua proses produksi, operator produksi diwajibkan untuk selalu membaca MPPCR (job sheet) dan tidak diperkenankan untuk menghafal agar tidak terjadi kesalahan dalam proses pembuatan obat. Semua hal dalam proses Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
89
produksi harus terdokumentasikan dengan baik, mulai dari bahan baku yang diterima, kebersihan mesin, log book penggunaan mesin, pengaturan aktual mesin, sampai hasil produk ruahan yang diperoleh, dan berapa banyak produk reject dalam proses produksi. Proses pengisian job sheet menggunakan tinta biru untuk menjaga keaslian dari dokumen. Dalam tiap tahap produksi, operator selalu melakukan optimasi terlebih dahulu untuk mencapai spesifikasi yang dipersyaratkan dalam job sheet. Produk hasil optimasi ini dikategorikan sebagai produk reject. Setelah diperoleh spesifikasi yang diinginkan, proses produksi dapat berjalan dan selanjutnya dilakukan IPC (in process control) pada tahap awal, tengah, dan akhir proses produksi. Untuk tablet, IPC yang dilakukan meliputi: kadar air, bobot tablet, kekerasan, diameter, ketebalan, keregasan, dan waktu hancur. Untuk kapsul, IPC yang dilakukan meliputi: kadar air, bobot kapsul terisi, bobot granul per kapsul, panjang kapsul, dan waktu hancur. Sampel produk hasil IPC dikategorikan sebagai reject IPC. Selain IPC, operator dari produksi juga mengirimkan sampel untuk diuji oleh Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi. Sampel tersebut dikirim untuk dilakukan uji antara lain: Final mixing blend uniformity, Carr’s Index, Particle size distribution, Disolusi dan Content Uniformity dan mikrobiologi. Pada BLF, semua orang yang akan memasuki BLF sebelumnya dilakukan tes alergi terhadap penisilin terlebih dahulu dan sebelum keluar dari BLF. Karyawan maupun pengunjung BLF diwajibkan untuk mandi jika akan keluar dari gedung BLF. Sistem airlock pada ruang betalaktam sedikit berbeda dengan MPF dan TPF. Pada BLF, koridor grey area memiliki tekanan udara (+++). Udara dari koridor grey area masuk ke ai lock cutdown yang tekanan udaranya (++), selanjutnya ke airlock sink yang tekanan udaranya (+). Di sebelah air lock sink terdapat air lock bubble yang dekat dengan black area dengan tekanan udara (++). Hal ini bertujuan untuk menahan udara agar tidak kembali ke ruang produksi beta laktam serta mencegah adanya udara yang keluar dari area produksi. Proses produksi sediaan padat di fasilitas beta laktam, pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Yang membedakan keduanya adalah proses/alur keluar masuk bahan baku penisilin, proses dispensing bahan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
90
baku penisilin, penyimpanan bahan baku penisilin dan sisa bahan baku non penisilin yang sudah masuk ke area penisilin, serta pengolahan limbah produksi dimana pengolahan limbah di BLF dilakukan di area terpisah. Semua barang yang keluar dari fasilitas penisilin harus diinaktivasi dengan larutan NaOH pH 10. Sebelum dilakukan pengemasan primer, produk-produk ruahan disimpan dalam ruangan WIP (Work in Process), dan diberikan label berwarna ungu. Terdapat tiga ruangan WIP yaitu WIP untuk hasil penimbangan, WIP granulasi dan WIP untuk psikotropika. Pada masing-masing ruang WIP, terdapat timbangan untuk menimbang hasil produk ruahan, dan terdokumentasikan melalui log book WIP. Penyimpanan di ruang WIP juga menggunakan palet. Khusus untuk WIP produk psikotropik, drum-drum penyimpan produk ruahan, dirantai dan dikunci. Secara umum uraian mengenai produksi diatas menunjukkan bahwa dalam bidang produksi, PT. Actavis Indonesia telah memenuhi persyaratan sesuai yang ditetapkan oleh CPOB atau GMP. Departemen mutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen, yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC). Proses pengawasan mutu (QC) dilakukan seiring dengan adanya proses penjaminan mutu dari Departemen Pemastian Mutu (QA). Untuk itu, kedua departemen ini berada dibawah satu pengendalian Head of Quality Operation yang menjamin bahwa sistem kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi), dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Upaya pemastian mutu dilakukan oleh departemen QA. QA memastikan bahwa semua pengaturan dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Agar proses yang dilakukan selalu sama untuk mendapatkan obat dengan mutu yang seragam, maka QA bertanggungjawab dalam pembuatan Standard Operating Procedure (SOP). SOP dibuat oleh masing-masing departemen yang terlibat langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk draft, kemudian SOP diserahkan ke departemen QA, apabila SOP merupakan hasil revisi dari SOP terdahulu maka Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
91
harus disertakan dokumen Change control (kontrol perubahan). Departemen QA akan meninjau ulang, disesuaikan dengan template SOP, dicetak, diperbanyak, dan didistribusikan ke bagian yang terkait. Change control diperlukan untuk mendokumentasikan setiap perubahan yang akan dilakukan, meliputi perubahan dalam lingkup spesifikasi dan metoda analisa, perubahan proses, perubahan bahan baku dan bahan kemas, perubahan utility, dan perubahan proses lainnya. Change control diperlukan agar isi dokumen tersebut tidak ada perbedaan antara dokumen yang terdapat pada masing-masing departemen dengan dokumen yang terdapat pada departemen QA, karena dokumen tersebut saling terkait antar departemen. Perubahan yang tercakup dalam change control adalah semua perubahan dimana perubahan tersebut mempunyai pengaruh terhadap kemanan, mutu dan efikasi produk seperti perubahan spesifikasi dan metoda analisis, proses dan formula, pada bagian pengemas, pemasok bahan baku, perubahan dokumen, perubahan alat, bangunan dan fasilitas. Pemohon (change issuer) mengajukan permohonan dengan mengisi lembar kontrol perubahan lengkap dengan alasan dan pendukung yang disetujui oleh Kepala Departemen terkait dan diserahkan pada QA untuk diberikan nomor usulan perubahan. QA akan mereview dan menindaklanjuti untuk menerima atau menolak. Usulan perubahan selanjutnya didistribusikan ke departemen lain yang terkait untuk mendapatkan persetujuan. Selanjutnya diadakan rapat untuk mengevaluasi apakah perubahan memerlukan validasi, kualifikasi, kalibrasi atau melaporkan pada BPOM atau pihak terkait. Jika sudah disetujui oleh QA manager, kemudian dilakukan penilaian apakah perlu dilaporkan kepada pihak authority dan diinformasikan mengenai perubahan yang dimaksud. Usulan perubahan yang sudah disetujui akan disimpan oleh QA dan salinannya akan didistribusikan ke pihak yang terkait. Sistem dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi SOP, spesifikasi, Master Production & Process Control Record (MPPCR), identifikasi, penandaan protokol dan laporan validasi dokumen registrasi, dan dokumen Change control. SOP dibuat oleh masing-masing departemen yang terlibat langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk draft, kemudian SOP diserahkan ke departemen QA, apabila SOP merupakan hasil revisi dari SOP terdahulu maka harus disertakan dokumen Change control Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
92
(kontrol perubahan). Departemen QA akan meninjau ulang, disesuaikan dengan template SOP, dicetak, diperbanyak, dan didistribusikan ke bagian yang terkait.Spesifikasi meliputi spesifikasi metode analisa bahan baku dan produk jadi yang
digunakan
di
lingkungan
PT.
Actavis
Indonesia.
Spesifikasi
mendeskripsikan persyaratan rinci yang harus dipenuhi oleh bahan baku atau produk jadi sebelum atau selesai digunakan suatu proses produksi. Spesifikasi digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kualitas dari produk farmasi maupun material. MPPCR merupakan dokumen induk yang berisi secara lengkap dan terperinci semua tahapan/urutan cara pembuatan suatu produk. Dalam MPPCR terdapat urutan proses selama produksi seperti dispensing, granulasi, mixing, filling, tableting, packing, daftar periksa, lembar inspeksi dan rekonsiliasi. Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang masih atau sedang di produksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh Head of Quality Operation. Departemen QA juga melakukan training tahunan kepada para pegawai. Kepala departemen terkait menyusun jadwal pelatihan sesuai fungsi serta level karyawan di departemen masing-masing dan mengirmkannya pada bagian QA untuk dilakukan peninjauan dan memasukkan jadwal pelatihan CPOB dan EHS ke dalam program pelatihan tersebut. Materi pelatihan akan dipilih sesuai dengan hasil evaluasi karyawan tahun lalu (SOP Pelatihan Karyawan, 2009). Selain training tahunan yang diberikan pada karyawan lama, pelatihan juga dilakukan pada karyawan baru, karyawan yang dipromosikan, dan karyawan kontrak. Semua kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan di departemen bersangkutan. Kualifikasi dan validasi merupakan bagian penting dari QA, untuk menghasilkan keterulangan hasil produksi yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi berhubungan dengan fasilitas, sistem, dan peralatan. Sedangkan validasi berhubungan dengan proses. Departemen QA melakukan validasi yang meliputi validasi fasilitas dan sistem penunjang (facility and utility), validasi spesifikasi peralatan (equipment specification), validasi proses (Process Validation), validasi pembersihan (cleaning).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
93
Peninjauan mutu produk (Product Quality Review/ PQR) juga menjadi tanggung jawab bagian QA yang rutin dibuat setiap tahun pada tiap bets produk yang diluluskan. Peninjauan mutu produk tersebut dilakukan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat trend dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan. Implementasi GMP harus selalu ditinjau agar mutu obat tetap terus terkontrol maka perlu diadakannya inspeksi diri. Inspeksi diri dilakukan oleh komite dari pengawasan mutu. Inspeksi diri dilakukan terhadap semua yang berkaitan dengan GMP. Hal ini dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan tujuan untuk memastikan bahwa sistem yang telah dibuat benar-benar diaplikasikan di lapangan. Hal-hal yang diperiksa dalam inspeksi diri yaitu analisis report, batch record, dan laporan validasi untuk setiap batch validasi. Jika terdapat temuan yang tidak sesuai dengan GMP maka dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Selain itu, departemen QA juga melaksanakan vendor audit dan toll out manufacturing audit. Hal ini bertujuan untuk bahwa pemasok (vendor) maupun jasa servis yang digunakan di Actavis Indonesia mempunyai kualitas sesuai dengan standar perusahaan. Vendor audit dilakukan ke pabrik atau pemasok (manufacturer) bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Toll out manufacturing audit merupakan audit yang dilakukan terhadap pabrik yang membuat produk untuk PT. Actavis Indonesia. Disamping itu, audit juga dapat dilakukan oleh pihak luar, baik yang membuat produk nya di PT. Actavis Indonesia (Toll In Manufacturing) maupun audit reguler dari otoritas, baik lokal (BPOM) maupun Eropa (PICS). Selain itu, departemen QA juga bertanggungjawab terhadap penolakan dan pelulusan obat jadi. PT. Actavis Indonesia menganut Europe GMP, maka untuk pelulusan obat jadi juga dibutuhkan tandatangan dari seorang qualified person. Dalam menangani Technical Agreement yaitu jika tidak adanya fasilitas yang memadai seperti PT. Actavis Indonesia yang tidak memiliki fasilitas steril sedangkan perusahaan memiliki produk steril maka dilakukan pembuatan produk steril di pabrik lain dan terdapat kontrak dengan perusahaan tersebut. Untuk penanganan hasil uji di luar spesifikasi (Out of Spesification), OOS terlebih dulu dilakukan pengecekan pada laboratorium QC jika tidak terdapat Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
94
kesalahan laboratorium maka perlu investigasi lebih lanjut oleh QA. Dalam keseluruhan aspek tersebut, departemen QA PT. Actavis Indonesia telah melakukan dengan baik setiap proses yang berkaitan dengan pemastian mutu produk sesuai dengan regulasi yang berlaku. Jika terdapat OOS, maka harus dilaksanakan investigasi dan harus diselesaikan dalam waktu 30 hari kerja kecuali penyelesaian tindakan perbaikan dan pencegahan yang mungkin memakan waktu lebih lama. Laporan investigasi harus dibuat secara lengkap mencakup hasil analisa yang akan dipakai, keputusan yang akan diambil, tindakan perbaikan dan pencegahan dan penyebab OOS atau hasil uji tidak normal. Penyebab OOS terbagi menjadi tiga kategori yaitu kesalahan laboratorium, kesalahan di luar proses antara lain kesalahan operator produksi, kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling dan kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi. Untuk prosedur investigasinya meliputi investigasi laboratorium, investigasi diperluas, dan investigasi produksi. Penanganan keluhan dilakukan oleh departemen QA jika keluhan berupa cacat produk seperti dalam blister terdapat kekurangan jumlah obat sedangkan jika keluhan berupa efek toksikologi maka penanganan keluhan dilakukan oleh medical yang terdapat di Scientific Affairs (SCA). Keluhan dapat diterima dari costumer, dari pabrik atau produsen (misalnya stabilitas) dan dari inspektor (BPOM). Jika terdapat keluhan, keluhan tersebut pertama kali akan diterima oleh pihak marketing, kemudian akan dilakukan screening oleh marketing untuk menentukan jenis keluhannya, apakah cacat produk atau berhubungan dengan efek obat. Jika keluhan berupa cacat fisik, QA akan melakukan investigasi lebih lanjut dan melakukan analisis dengan departemen lain yang terkait. Investigasi dapat dilakukan dengan cara meminta sampel yang dikeluhkan dengan sampel pratinggal. Alur permasalahan akan terus ditelusuri hingga didapatkan solusi dan tindakan perbaikan maupun pencegahannya. Data ini kemudian didokumentasikan ke dalam CAPA (Corective Action and Preventive Action). Jika berkaitan dengan formulasi, investigasi akan dilanjutkan ke departemen pengembangan produk untuk dilakukan perbaikan. Jika solusi telah ditemukan, akan dikembalikan ke QA selanjutnya akan diberitahukan ke konsumen.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
95
Jika setelah dilakukan investigasi hasilnya fatal, maka dapat dilakukan penarikan obat kembali, obat kembali adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keamsahan atau sebab-sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat maupun mutu obat. Alur penarikan obat kembali yaitu departemen QA yang menerima keluhan kemudian memberikan memo kepada pihak marketing kemudian marketing memberitahukan kepada distributor, kemudian distributor akan melaporkan obat yang masih ada di distributor dan obat yang sudah sampai di masyarakat. Jumlah obat tersebut harus sama dengan jumlah obat yang diproduksi dalam satu atau beberapa batch. Obat yang masih beredar kemudian ditarik oleh distributor lalu dikirim ke gudang pabrik PT. Actavis Indonesia kemudian setelah itu QA akan membuat recall report (laporan obat kembali). Pengembangan Produk (Product Development) di PT. Actavis Indonesia berpusat pada formulasi obat, analisa metode dan penanganan produk pengalihan (Product Transfer). Kegiatan departemen ini meliputi pengembangan produk, reformulasi/ formuasi ulang produk lama yang mengalami keluhan baik di tahap produksi dan di masyarakat serta trial formulasi untuk produk transfer. Pada pengembangan produk, ide pengembangan pada awalnya berasal dari permintaan departemen
pengembangan
bisnis
(Bussines
Development)
berdasarkan
pengamatan terhadap kesukaan pasar. Setelah itu data yang didapatkan diberikan kepada bagian pengembangan produk untuk dikembangkan dan dibuat produk jadinya. Setelah itu produk yang dihasilkan diberikan ke bagian analisa untuk dicari penetapan kadar, profil disolusi, stabilitas produk. Jika memenuhi persyaratan yang diinginkan langkah selanjutnya adalah produksi produk. Pada
produk yang
mengalami
keluhan, yang dilakukan adalah
penganalisaan terhadap keluhan yang ada. Kemudian melakukan formulasi ulang jika keluhan disebabkan karena formulasi, atau pengantian kemasan jika berkaitan dengan kemasan. Pada reformulasi dilakukan beberapa uji coba dari mulai skala pilot sampai didapat formula optimum. Jika terjadi perubahan pada produk maka harus dilakukan pengajuan usulan perubahan (Change Control) dan registrasi variasi yang dilakukan oleh bagian regulatory (Scientific Affairs). Untuk produk Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
96
transfer, semua SPF (Spesification of Finished Product) dan TDP (Technical Data Package) didapat dari Actavis Group kemudian diterapkan di PT. Actavis Indonesia dengan cara dilakukan uji coba untuk memastikan bahwa formula yang diperoleh dari Actavis Group dapat diterapkan di Indonesia. Setelah dilakukan uji coba dan diperoleh formula yang optimal kemudian dilakukan validasi untuk skala pilot kemudian dilakukan uji stabilitas. Khusus untuk produk transfer registrasi produk dilakukan dua tempat yaitu di Negara tempat obat tersebut beredar dan di Indonesia. Pada departemen Pengembangan Produk (Product Development) terdapat alat yang digunakan untuk uji coba beserta validasi metode analisis namun perlu beberapa tambahan alat seperti spektrofotometri, AAS dan GC. Departemen Engineering dan EHS merupakan unit yang penting dalam kelangsungan kinerja setiap departemen di PT. Actavis Indonesia. Tanggung jawab bagian Engineering tidak hanya mencakup pemeliharaan peralatan atau mesin yang digunakan untuk proses produksi saja, tapi juga mencakup pemeliharaan gedung, fasilitas penunjang, penanganan limbah hingga kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Bagian Engineering juga melakukan kalibrasi dan kualifikasi secara berkala masing-masing untuk alat ukur dan mesin/peralatan. Kualifikasi dilakukan terhadap peralatan dan sistem penunjang untuk proses produksi. Untuk alat atau sistem baru kualifikasi dilakukan URS (User requirement Specification) yang terdiri dari kualifikasi desain , kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi, dan kualifikasi unjuk kerja. Namun karena PT. Actavis Indonesia merupakan perusahaan farmasi yang telah lama berdiri sebelum CPOB diberlakukan, ada beberapa peralatan yang telah lama digunakan namun sama sekali belum terkualifikasi baik dari kualifikasi desain hingga kualifikasi unjuk kerja. Dalam kasus seperti ini, berdasarkan kesepakatan dengan Quality assurance maka kualifikasi cukup dimulai dari kualifikasi operasi saja karena alat telah diinstalasi sejak lama dan output alat sudah terlihat dari sekian bets yang dihasilkan dari alat tersebut. Pengujian hanya dilakukan terhadap beberapa parameter operasi yang sangat menentukan dalam proses kerja alat secara keseluruhan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
97
EHS merupakan suatu bagian dari Engineering yang berfungsi sebagai pendukung dalam pelaksanaan fungsi operasional. Bagian EHS mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan. Kegiatan EHS mencakup kegiatan pemantauan lingkungan, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan. Pengolahan limbah di PT. Actavis Indonesia merupakan tanggung jawab dari bagian EHS. Secara umum berdasarkan keamanannya, limbah PT. Actavis Indonesia digolongkan menjadi limbah B3 dan non-B3. Sedangkan berdasarkan bentuk fisiknya, limbah PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi limbah padat dan cair. Limbah B3 mencakup semua bahan yang terkait secara langsung dengan obat yang berasal dari produksi dan QC. Beberapa contoh limbah yang termasuk limbah B3, antara lain produk obat yang ditolak (reject), limbah penisilin, buangan reagen, masker dan sarung tangan analisis secara mikrobiologi, bahan kemas primer, dan tumpahan bahan-bahan kimia. Pengolahan limbah cair dilakukan oleh pihak PT. Actavis Indonesia secara mandiri. Metode pengolahannya terdiri dari fisika, kimia, dan biologi yang dilakukan secara 4 tahapan. Sedangkan limbah padat, pengolahannya diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu PT. Wastek Internasional dan PT. Indocement. Penatalaksanaan limbah penisilin dilakukan bertahap melalui netralisasi terlebih dahulu dengan larutan NaOH 2%, barulah kemudian dilakukan pembuangan sepeti pelaksanaan pengolahan limbah cair. Keselamatan dan kesehatan di lingkungan kerja sangat penting dan dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keseluruhan proses produksi. Periode pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala dan berbeda-beda, yaitu seperti 2 tahun sekali untuk karyawan departemen produksi dan laboratorium departemen QC, dan 3 tahun sekali untuk karyawan bagian office. Sedangkan jenis pemeriksaan kesehatan karyawan yang dilakukan dibedakan berdasarkan tingkat resiko, seperti
pemeriksaan
pendengaran
untuk karyawan produksi yang berhubungan dengan mesin. Sistem penunjang proses produksi di PT. Actavis Indonesia seperti udara tekan, sistem pemurnian air hingga Air Handling Unit juga menjadi tanggung Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
98
jawab departemen ini. Untuk sistem penunjang tersebut kualifikasi dimulai dengan kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, operasi hingga kualifikasi unjuk kerja. Hal ini disebabkan semua sistem penunjang tersebut amat kritikal dalam proses
produksi,
sehingga
dokumentasi
dan
parameter–parameter
yang
menentukan kinerja sistem penunjang patut untuk selalu dipantau. Pengawasan mutu sangat diperlukan mulai dari bahan baku, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan penyimpanan obat jadi. Hal ini tersebut dilakukan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pengawasan mutu obat dilakukan oleh bagian Quality yang terdiri dari Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA). Bagian QC melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, produk ruahan dan produk jadi, selain itu juga melakukan penanganan retained sample dan uji stabilitas produk (Stability Study). Untuk mendukung tugas dari bagian ini maka ada dua laboratorium yaitu laboratorium kimia dan laboratorium mikrobiologi. Laboratorium Kimia meliputi multiproduk dan Topikal serta laboratorium untuk betalaktam. Laboratorium kimia di PT. Actavis Indonesia melakukan proses analisis baik secara kimia atau fisika dari bahan baku produk ruahan obat jadi maupun stabilitas terdapat juga area penyimpanan contoh pertinggal (Retained Sample) dan chamber untuk penyimpanan produk yang akan dilakukan uji stabilitas, sedangkan laboratorium mikrobiologi melakukan uji mikroba pada produk dan pemeriksaan mirkoba terhadap fasilitas dan bangunan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat
disimpulkan bahwa : a. PT Actavis Indonesia telah menerapkan pedoman CPOB dan GMP Eropa di segala aspek perusahaan untuk semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang terkait. Aspek-aspek CPOB tersebut telah diimplementasikan dan didokumentasikan dengan baik. Semua bagian di dalam struktur organisasi PT Actavis Indonesia juga telah dapat bekerja sama dan menciptakan suasana kerja yang kondusif dan nyaman b. Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan yang penting yaitu, menjadi personil kunci antara lain sebagai kepala produksi, kepala pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu.
5.2
Saran a. Tetap mempertahankan kerjasama yang baik antar departemen pada PT Actavis Indonesia sehingga dihasilkan kinerja yang lebih baik. b. Terus menjaga dan mempertahankan kualitas produk sesuai dengan CPOB atau GMP yang telah ada.
99
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
100
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Presiden Republik Indonesia. (1967). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Jakarta: Presiden RI Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden RI Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden RI Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Approved Supplier. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi Beta Lactam Facility. Jakarta: PT. Actavis Indonesia PT. Actavis Indonesia. (2012). SOP Toll Manufacturing & Analysis. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2011). SOP Pelatihan Karyawan. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2010). SOP Change Control (Kontrol Perubahan). Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Pembersihan Mesin Secara Umum. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Self Inspection (Inspeksi Diri). Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Tata Cara Masuk Area Gudang. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
101
Lampiran 1. Struktur Manajemen Operasional PT Actavis Indonesia
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
102
Lampiran 1. Struktur Manajemen Operasional PT Actavis Indonesia (lanj.)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA
JALAN RAYA BOGOR KM. 28 JAKARTA TIMUR 13710 PERIODE 12 AGUSTUS - 30 SEPTEMBER 2013
PREFORMULASI SEDIAAN KAPSUL LUNAK GELATIN VITAMIN E DAN TETRASIKLIN HCL
GAGAS PRAYOGA, S.Farm. 1206329650
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA PREFORMULASI SEDIAAN KAPSUL LUNAK GELATIN VITAMIN E DAN TETRASIKLIN HCL
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
GAGAS PRAYOGA, S.Farm. 1206329650
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................. HALAMAN MUKA...................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................. DAFTAR GAMBAR..................................................................................... DAFTAR TABEL......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................... 1.1 Latar belakang................................................................................. 1.2 Tujuan............................................................................................. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 2.1 Kapsul Lunak Gelatin..................................................................... 2.2 Vitamin E........................................................................................ 2.3 Tetrasiklin....................................................................................... BAB 3 METODOLOGI PENGERJAAN............................................... 3.1 Lokasi dan Waktu........................................................................... 3.2 Metode Pengumpulan Pengolahan Data......................................... BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN....................... 4.1 Pertimbangan Pemilihan dan Spesifikasi Bahan............................. 4.2 Formula dan Cara Pembuatan......................................................... BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 5.1 Kesimpulan..................................................................................... 5.2 Saran............................................................................................... DAFTAR ACUAN........................................................................................ LAMPIRAN...................................................................................................
iii
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
i ii iii iv v vi 1 1 1 2 2 10 15 17 17 17 18 18 22 37 37 38 39 41
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mesin Rotary Die......................................................................... Gambar 2.2 Bagian Pengisian Kapsul pada Mesin Rotary Die....................... Gambar 2.3 Skema Rotary Die Process.......................................................... Gambar 2.4 Mesin Seamless Process.............................................................. Gambar 2.5 Struktur Kimia Vitamin E............................................................ Gambar 2.6 Struktur Kimia Vitamin E Sintetis.............................................. Gambar 2.7 Tetrasiklin.................................................................................. Gambar 2.8 Tetrasiklin HCl........................................................................... Gambar 4.1 Struktur Kimia Vitamin E Alami............................................... Gambar 4.2 Struktur Kimia Tetrasiklin HCl.................................................. Gambar 4.3 Struktur Kimia BHT.................................................................... Gambar 4.4 Struktur Kimia BHA................................................................. Gambar 4.5 Struktur Kimia Propylparaben................................................... Gambar 4.6 Struktur Kimia Glycerin............................................................ Gambar 4.7 Struktur Kimia Methylparaben.................................................... Gambar 4.8 Struktur Kimia Disodium Edetate................................................ Gambar 4.9 Struktur Kimia FD&C Blue no.1................................................. Gambar 4.10 Struktur Kimia FD&C Yellow no. 6..........................................
iv
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
8 8 9 10 11 12 15 15 18 19 20 21 22 24 25 27 29 30
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Bentuk, Ukuran dan Volume Kapsul Lunak Gelatin...................... 2 Tabel 2.2 Contoh Formula Kapsul Lunak Gelatin 1....................................... 6 Tabel 2.3 Contoh Formula Kapsul Lunak Gelatin 2........................................ 6 Tabel 2.4 Hasil Degradasi Vitamin E............................................................... 13 Tabel 2.5 Hasil Degradasi Tetrasiklin.............................................................. 16
v
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skema Pembuatan Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E.................. 41 Lampiran 2 Skema Pembuatan Kapsul Lunak Gelatin Tetrasiklin HCl.......... 42
vi
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Vitamin E dan Tetrasiklin merupakan zat obat yang sudah sering digunakan pada saat ini. Vitamin E dikenal sebagai senyawa antioksidan yang berfungsi untuk menangkal radikal bebas, sedangkan Tetrasiklin dikenal sebagai senyawa antibiotik dengan spektrum luas. Keduanya dipasarkan dengan berbagai bentuk senyawa, baik senyawa aslinya, garamnya, esternya, dan sebagainya. (Reich, G., 2004; Brigelius-Flohe, R., Traber, G. M., 1999; Agwuh, K. N., MacGowan, A., 2006) Kedua senyawa tersebut banyak digunakan oleh masyarakat, namun dilihat dari sifat fisikokimia senyawa tersebut, keduanya memiliki kekurangan yang sama. Kekurangan tersebut adalah rentan terhadap pengaruh lingkungan sekitar, baik karena oksidasi, perubahan pH, kelasi dan sebagainya. Selain itu keduanya juga sukar larut pada cairan tubuh karena keduanya bersifat hidrofobik. Karena sifat hidrofobik ini, maka keduanya sering dianggap memiliki bioavailabilitas yang kurang baik. Oleh karena itu, perlu dibuat sediaan yang dapat mampu melindungi
terhadap
pengaruh
lingkungan
sekitar
dan
meningkatkan
bioavailabilitas kedua zat tersebut. (Reich, G., 2004; Brigelius-Flohe, R., Traber, G. M., 1999; Agwuh, K. N., MacGowan, A., 2006) Salah satu sediaan yang mampu memenuhi kedua hal tersebut adalah soft gelatin capsule atau kapsul lunak gelatin. Namun sebelum memutuskan pembuatan sediaan tersebut, perlu diketahui berbagai hal, antara lain formula yang sesuai, keuntungan dan kerugian dari sediaan tersebut, dan proses pembuatan kapsul tersebut. Tugas khusus ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan diatas tadi. 1.2 Tujuan Menemukan preformulasi yang sesuai untuk kapsul lunak gelatin Vitamin E dan Tetrasiklin HCl. 1 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapsul Lunak Gelatin Kapsul lunak adalah sediaan dosis tunggal, mengandung isi berupa cairan atau semisolid yang dilapisi oleh cangkang kapsul yang terdiri dari satu bagian dan tersegel. Bentuk ini terbentuk, terisi, dan tersegel dalam satu proses yang berkesinambungan. Bergantung dari polimer yang membentuk cangkang, sediaan ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kapsul lunak gelatin, dan kapsul lunak non-gelatin. Umumnya, sediaan kapsul lunak dibuat dari gelatin, namun, beberapa sediaan kapsul lunak non-gelatin telah dipatenkan dan telah dipasarkan. (Reich, G., 2004)
2.1.1 Bentuk, Ukuran, dan Volume Variasi bentuk, ukuran, dan volume kapsul dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Bentuk, Ukuran dan Volume Kapsul Lunak Gelatin (Tabibi, S. E. dan Gupta, S. L., 2008) Bulat
Oval
Ukuran Volume optimum 3 3,0 4 4,0 5 5,0 6 6,0 7 7,0 9 9,0 15 15,0 20 20,0 40 40,0 50 50,0 80 65,0 90 80,0
Ukuran Volume optimum 2 2,3 3 3,0 4 4,0 5 5,0 6 6,0 7,5 7,5 10 10,0 12 12,0 16 16,0 20 20,0 30 30,0 40 40,0 60 60,0 80 80,0 85 85,0
Oblong
Ukuran 3 4 6 8 9,5 11 12 14 16 20
Volume optimum 3,0 4,0 5,0 6,0 9,5 11,0 12,0 14,0 16,0 20,0
Tabung
Ukuran 3 4 5 6 8 17,5 30 45 65 90 120
Suppositoria
Volume optimum 3,0 4,0 5,0 6,0 8,0 17,5 32,0 45,0 65,0 90,0 120,0
Ukuran 10 17 40 80
Volume optimum 10,0 17,0 40,0 80,0
2 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
3
2.1.2 Keuntungan dan Kerugian Sediaan kapsul lunak gelatin memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Oleh karena itu harus dipertimbangkan dengan benar agar mencapai efisiensi dan memenuhi standar yang dipersyaratkan.
2.1.2.1 Keuntungan (Munyedo, L. L., dan Benza, H. I., 2011) a. Meningkatkan laju absorbsi obat Hal ini disebabkan karena dalam kapsul lunak gelatin matriks obat berbentk cairan. Dalam sediaan solid pada umumnya, obat harus mengalami tahap disintegrasi terlebih dahulu sebelum diabsorbsi oleh tubuh. Ketika sediaan lain harus mengalami proses disentegrasi, sediaan kapsul lunak gelatin hanya perlu mengalami ruptur pada cangkang kapsul, yang kemudian akan melepaskan cairan obat. b. Meningkatkan bioavailabilitas obat Selain meningkatkan laju absorbsi obat, sediaan kapsul lunak gelatin juga dapat meningkatkan bioavailabilitas obat. Pada penelitian sebelumnya, dilakukan uji bioavailabilitas dari saquinavir. Hasil dari penelitian tersebut, AUC dari sediaan kapsul lunak gelatin saquinavir tiga kali lipat dari saquinavir dalam kapsul biasa. c. Keseragaman dosis obat lebih terjamin Proses pencampuran, granulasi, kempa, dan pengisian obat pada sediaan umumnya berisiko tidak homogen. Hal ini disebabkan proses-proses tadi memiliki potensi hilangnya sejumlah obat karena terbawa udara. Dengan menggunakan matriks cair, hilangnya obat dapat diminimalisir dan keseragaman dosis lebih terjamin. Hal ini menguntungkan untuk obat dengan indeks terapi sempit atau obat dengan dosis rendah. d. Stabilitas obat lebih meningkat Kapsul lunak gelatin meningkatkan perlindungan obat terhadap reaksi oksidasi ataupun hidrolisis. Hal ini disebabkan cairan obat disiapkan dan dikapsulasi dalam atmosfer nitrogen. Selain itu cangkang dari kapsul lunak gelatin memiliki permeabilitas yang rendah terhadap oksigen. Dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
4
menggunakan matriks lipofilik, maka permeabilitas terhadap kelembaban menjadi rendah. e. Ketertarikan dan kepatuhan pasien Menurut beberapa penelitian, kapsul lunak gelatin lebih disukai pasien karena lebih mudah ditelan, tanpa rasa yang mengganggu dan praktis. Kepatuhan
pasien
dapat
ditingkatkan
karena
dengan
meningkatnya
bioavailabilitas, ukuran kapsul dapan diperkecil. Hal ini mempermudah bagi pasien untuk menelan.
2.1.2.2 Kerugian (Munyedo, L. L., dan Benza, H. I., 2011) a. Tingginya biaya produksi Biaya produksi lebih mahal, karena teknologi yang digunakan juga lebih maju. Dampak dari biaya produksi yang tinggi adalah biaya obat yang tinggi juga. b. Sensitif terhadap panas dan lembab Karena sediaan ini didesain agar mudah pecah dengan adanya panas tubuh dan air, maka sediaan ini menjadi sensitif terhadap dua hal tersebut. Soft gelatin capsule yang terkena panas dan lembab dapat menempel, pecah, dan menurunkan waktu penyimpanan. c. Larangan konsumsi Gelatin berasal dari sapi atau babi. Beberapa golongan masyarakat seperti Hindu atau Islam melarang konsumsi dari salah satu bahan tersebut.
2.1.3 Pertimbangan Formulasi Kapsul Lunak Gelatin (Munyedo, L. L., dan Benza, H. I., 2011) Desain kapsul lunak gelatin mencakup formulasi cangkang dan isi kapsul yang tepat. Ketika telah ditemukan formulasi yang tepat, diperlukan proses optimasi. Optimasi diperlukan untuk mencapai efisiensi produksi dan memenuhi syarat yang ditentukan. Cangkang kapsul lunak terdiri dari beberapa bahan. Antara lain gelatin, bahan pelunak (plasticizer), atau kombinasi dari bahan pelunak dan air. Sebagai bahan tambahan, dapat ditambahkan pengawet, pewarna dan opacifying agent, Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
5
perasa dan pemanis, bahan pelindung dari asam lambung, dan zat aktif jika diperlukan. Keunggulan gelatin sebagai pembentuk massa kapsul antara lain ketersediannya yang luas, kemampuan membentuk film yang baik, dan stabilitas mekanis yang baik. Gelatin yang dibuat dari kulit, tulang, tendon, dan kolagen hewan cepat dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Selain itu, mengandung berbagai asam amino yang berguna bagi tubuh. Formulasi dari isi kapsul dikembangkan untuk mencapai fungsi terapetik yang sesuai. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah stabilitas zat aktif dalam matriks. Studi tentang sifat fisikokimia zat aktif dan matriks pembawanya berpengaruh terhadap bioavailabilitas. Selain itu, keamanan dan efisiensi proses pengisian isi kapsul ke cangkang juga perlu diperhatikan, karena berpengaruh terhadap stabilitas produk yang dihasilkan. Formulasi dari cairan hidrofobik seperti minyak sayur dan vitamin E relatif mudah untuk dibuat. Namun, bahan yang tidak larut air sebaiknya dibuat dalam bentuk suspensi dan memiliki ukuran 80 mesh atau lebih halus. Beberapa jenis bahan yang kurang sesuai untuk dienkapsulasi dalam sediaan kapsul lunak antara lain:
Cairan yang mudah bermigrasi menembus cangkang gelatin, seperti bahan higroskopis dan mudah menguap. Bahan larut air dapat mempengaruhi cangkang gelatin, kecuali hanya dalam jumlah kecil atau dilapisi carrier yang mengurangi efeknya pada cangkang.
Aldehid, yang memiliki kemampuan mengeraskan cangkang kapsul, sehingga mempengaruhi laju disolusi.
Larutan asam atau basa yang harus dihindari, kecuali diatur agar menjadi netral. Larutan asam dan basa dapat menyebabkan hidrolisis dan kebocoran pada cangkang gelatin.
contoh formula kapsul lunak gelatin dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
6
Tabel 2.2 Contoh Formula Kapsul Lunak Gelatin 1 (Ditzinger, G , Gabriel, B., Schmitt-Hoffmann, A., Wevelsiep, L., 2005) Isi Kapsul Nama Bahan mg/kapsul Aliteretionin (9-cis retinoic 20,00 acid DL-α-Tocopherol 0,028 Hydrogenated Castor Oil 4,20 Medium Chain Triglyceride Stearic Triglyceride
199,772 56,00
Cangkang Kapsul Nama Bahan Gelatin Sapi Gliserol Sorbitol liquid, noncrystallizing Water, Purified Iron Oxide, Red (E 172) Iron Oxide, Yellow (E 172)
mg/kapsul 80,85 24,53 15,09* 13,33** 0,595 0,595
Keterangan: * = dihitung sebagai bahan kering ** = perkiraan kadar air setelah pengeringan
Tabel 2.3 Contoh Formula Kapsul Lunak Gelatin 2 (Ditzinger, G , Gabriel, B., Schmitt-Hoffmann, A., Wevelsiep, L., 2005) Isi Kapsul Nama Bahan mg/kapsul Aliteretionin (9-cis retinoic 20,00 acid DL-α-Tocopherol 0,028 Soybean Oil 162,00
Cangkang Kapsul Nama Bahan Gelatin Sapi
mg/kapsul 82,00
Partially Hydrogenated Soybean Oil Medium Chain Triglyceride
65,00
Gliserol Sorbitol liquid, noncrystallizing Water, Purified
26,40 15,30*
23,00
Iron Oxide, Red (E 172)
0,60
Stearic Triglyceride Yellow Wax
199,772 10,00
Iron Oxide, Yellow (E 172)
0,60
14,60**
Keterangan: * = dihitung sebagai bahan kering ** = perkiraan kadar air setelah pengeringan
2.1.4 Proses Pembuatan (Tabibi, S. E. and Gupta, S. L., 2008) Proses pembuatan kapsul lunak gelatin ada beberapa macam, antara lain: 2.1.4.1 Plate Process Plate process merupakan metode produksi kapsul lunak yang pertama. Secara garis besar, pertama-tama lembaran gelatin elastis diletakkan pada die plate yang memiliki sejumlah lubang yang berguna untuk mencetak kapsul. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
7
Dengan menggunakan pompa vakum, lembaran gelatin tersebut akan menempel pada die plate, dan pada bagian lubang, lembaran tersebut akan terbentuk mengikuti bentuk lubang tersebut, sehingga terciptalah bentuk kapsul. Kemudian isi kapsul dimasukkan dalam bentuk kapsul tadi, selanjutnya ditutup dengan lembaran gelatin, diberi tekanan agar memberi bentuk kapsul, dan dipotong. Masalah utama dari metode ini adalah kurangnya keseragaman dosis, kehilangan bahan dalam skala yang besar, dan butuh tenaga kerja yang tinggi. Oleh karena itu, metode ini sudah tidak digunakan lagi.
2.1.4.2 Rotary Die Process Proses ini dikembangkan dan disempurnakan oleh Robert P. Scherer pada tahun 1933. Proses ini menghilangkan hampir semua masalah yang dihadapi pada plate process. Proses ini dimulai dari pelelehan gelatin dan pembuatan lembaran gelatin dari dua sisi, kemudian lembaran gelatin tersebut digerakkan menggunakan roller, dan dicetak menjadi bentuk cangkang kapsul (bagian atas dan bagian bawah). Selanjutnya dari tengah kedua cangkang tersebut, dimasukkan isi kapsul. Setelah isi kapsul masuk, kedua bagian kapsul tersebut disatukan dengan menggunakan panas. Roller yang mengalirkan lembaran gelatin harus selalu licin, tidak boleh terjadi macet karena gelatin menempel. Oleh karena itu, roller terus-menerus diberikan pelumas. Untuk menjamin keamanan sediaan, pelumas yang digunakan pada mesin harus termasuk kategori aman atau GRAS (Generally Recognized as Safe Material). Setelah proses enkapsulasi selesai, kapsul dicuci dengan cairan mudah menguap untuk menghilangkan sisa cairan pelumas yang mungkin menempel. Kemudian kapsul mengalami pengeringan tahap pertama dengan cara digulirkan (tumble drying) atau dikeringkan pada nampan pada suhu 30 - 40 °C hingga kadar kelembaban (moisture content) kapsul mencapai 50-60%. Selanjutnya
pada
pengeringan tahap kedua, kapsul dikeringkan pada nampan pada suhu 21 – 24 °C dengan RH ruangan 20 – 30%. Proses ini dilakukan hingga kadar kelembaban kapsul mencapai 6 - 10%. Kapsul tersebut kemudian diperiksa ukurannya, warnanya, dan dikemas. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
8
Gambar 2.1 Mesin Rotary Die (Reddy, B. V., Deepthi, A., Ujwala, P., 2012)
Gambar 2.2 Bagian Pengisian Kapsul pada Mesin Rotary Die (Tabibi, S. E. and Gupta, S. L., 2008)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
9
Gambar 2.3 Skema Rotary Die Process (Tabibi, S. E. and Gupta, S. L., 2008) 2.1.3.3 Seamless Process Proses ini bertujuan untuk menghasilkan kapsul lunak yang tidak memiliki belahan (seamless). Pada proses ini, lelehan gelatin dan isi kapsul diteteskan bersamaan, sehingga terbentuklah tetesan berbentuk bulat (sferis). Kedua cairan ini (lelehan gelatin dan isi kapsul) tidak bercampur karena keduanya terpisahkan oleh tegangan permukaan. Selanjutnya tetesan ini masuk ke dalam kolom pendingin. Pada kolom ini, berisi cairan pendingin yang berfungsi mengeraskan tetesan tadi. Tetesan yang telah keras tersebut, akan membentuk suatu kapsul lunak yang tidak ada belahannya (seamless). Selanjutnya kapsul mengalami proses pencucian dan pengeringan seperti proses rotary die.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
10
Gambar 2.4 Mesin Seamless Process (Tabibi, S. E. and Gupta, S. L., 2008) 2.2 Vitamin E Vitamin E adalah suatu grup yang poten, larut lemak, dan merupakan antioksidan pemutus rantai oksidasi. Analisis struktur kimia menyatakan bahwa molekul yang memiliki aktifitas antioksidan vitamin E termasuk empat tokoferol, (alfa, beta, gama, delta) dan empat tokotrienol (alfa, beta, gama, delta). Salah satu bentuknya, alfa-tokoferol, memiliki aktifitas biologi tertinggi. Untuk lebih jelasnya struktur kimia dari berbagai bentuk vitamin E dapat dilihat pada gambar 2.5. (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M., 1999)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
11
Gambar 2.5 Struktur Kimia Vitamin E (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M., 1999) Suplemen vitamin E yang tersedia umumnya hanya mengandung alfa tokoferol, baik berupa bentuk base maupun esternya (asetat, suksinat, nikotinat). Vitamin E tersebut ada yang berupa vitamin E alami, maupun yang sintetis. Untuk vitamin E alami biasa diawali dengan huruf d-, sedangkan untuk sintetis diawali dengan huruf dl-. (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M., 1999) Vitamin E sintetis (dl-alfa tokoferol) memiliki delapan jenis isomer. Isomer yang struktur kimianya sama dengan alfa tokoferol alami disebut RRR-alfa tokoferol, atau all rac-alfa tokoferol. Untuk jenis lainnya yaitu RRS, RSS, RSR, SRR, SRS, SSR, SSS alfa tokoferol. (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M., 1999) Penamaan ini didasarkan pada atom kiral yang terdapat pada C2 di cincin kroman dan C4 dan C8 di gugus phytyl. Setiap bentuk ini telah diujicobakan pada tikus, dan didapatkan hasil bahwa setiap isomer memiliki aktifitas yang berbeda. Jika diandaikan aktifitas biologis RRR-alfa tokoferol adalah 100%, maka RRS 90%, RSS 73%, SSS 60%, RSR 57%, SRS 37%, SRR 31%, and SSR 21% (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M., 1999). Struktur kimia dari vitamin E
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
12
sintetis dapat dilihat pada gambar 2.2. (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M., 1999)
Gambar 2.6 Struktur Kimia Vitamin E Sintetis (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M., 1999) Sediaan vitamin E yang beredar pada umumnya berbentuk vitamin E alami (RRR-α tokoferol), vitamin E sintetis (dl-α tokoferol), maupun dalam bentuk esternya (asetat atau suksinat). Secara umum, bentuk ester lebih stabil dibandingkan bentuk fenol bebasnya, namun bentuk ester harus mengalami proses hidrolisis ataupun de-esterifikasi oleh enzim pankreas di hati terlebih dahulu. (Cheeseman, K. H., Holley, A. E., Kelly, F. J., Wasil, T. M., Hughes, L., Burton, G., 1995) Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui bahwa bioavailabilitas dari dl-α tokoferol tidak jauh berbeda dibanding dl-α tokoferol asetat. Sedangkan bioavailabilitas dl-α tokoferol asetat lebih baik daripada dl-α tokoferol suksinat. Namun bioavailabilitas dari dl-α tokoferol asetat lebih rendah 3 kali lipat dibanding RRR-α tokoferol. (Kivose,C., Muramatsu, M., Kameyama, Y., Ueda, T., Igarashi., 1997) Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
13
2.2.1 Stabilitas dan Hasil Degradasi Vitamin E tidak stabil terhadap oksidasi, baik dengan udara maupun cahaya, berdasarkan studi literatur, hasil degradasi vitamin E dapat dilihat pada tabel 2.4 (Nassiry, M., Aubert, C., Mouzdahir, A., Rontani, J., 2009) Tabel 2.4 Hasil Degradasi Vitamin E (Nassiry, M., Aubert, C., Mouzdahir, A., Rontani, J., 2009) No 1.
Nama
Gambar
8ahydroperoxytocopher one
2.
4,8,12-trimethyltridecanal
3.
2,6,10,14-tetramethylpentadec1-ene
4.
4,8,12-trimethyltridecanoic acid
5.
6,10,14-trimethylpentadecan-2one
6.
4,8,12,16tetramethylheptadecan-4-olide
7.
4,8,12,16-tetramethyl-4hydroxyheptadecanoic acid
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
14
8.
2,3-epoxy-a-tocopherylquinone
9.
5,6-epoxy-a-tocopherylquinone
10.
a-tocopherylquinone
11.
ortho-quinone methide
12.
5a-methoxytocopherol
13.
5a-hydroxytocopherol
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
15
2.3 Tetrasiklin
Gambar 2.7 Tetrasiklin
Gambar 2.8 Tetrasiklin HCl Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Benjamin Duggar pada tahun 1948 dan telah digunakan lebih dari 6 dekade. Tetrasiklin memiliki spektrum yang luas dan banyak digunakan. Tetrasiklin bekerja sebagai antimikroba dengan berikatan ribosom subunit 30 s pada bakteri. (Zakeri, B., Wright, G. D., 2007) Tetrasiklin termasuk senyawa yang tidak stabul terhadap perubahan pH, baik terlalu asam maupun terlalu basa. Selain itu, tetrasiklin juga tidak stabil pada pencernaan, hal ini menyebabkan turunnya bioavailabilitasnya. Tetrasiklin ditemukan cukup stabil pada pH 6-6.5. Tetrasiklin berfluorosensi ketika terkena sinar UV. Tetrasiklin inkompatibel dengan beberapa hal, seperti bicarbonate, aluminum hydroxide, magnesium hidroksida, besi, kalsium, susu. Pada susu, antasid, dan kaolin
menyebabkan turunnya absorpsi. (Anderson, R.,
Groundwater. P., Todd, A., Worsley, A., 2012) Tetrasiklin diketahui sebagai senyawa dengan bioavailabilitas jika dikonsumsi secara oral. Penelitian terdahulu menunjukkan kadar tetrasiklin yang dikonsumsi secara oral hanya mencapai sekitar 77% dari jumlah asalnya. Jika tetrasiklin dikonsumsi setelah pasien memakan protein, lemak, atau karbohidrat, absorbsinya turun drastis, dapat mencapai 50% dari asalnya. Hal ini mungkin disebabkan beberapa hal, seperti terjadinya proses kelasi oleh logam, terbentuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
16
ikatan dengan protein, metabolisme lintas pertama di hati, dan degradasi tetrasiklin dalam tubuh. (Agwuh, K. N., MacGowan, A., 2006)
2.3.1 Stabilitas dan Hasil Degradasi Tetrasiklin termasuk senyawa yang tidak stabil terhadap panas, kelembaban dan perubahan pH. Produk degradasi tetrasiklin yang utama dapat dilihat pada tabel 2.5. (Pena, A., Carmona, A., Barbosa, A., Lino, C., Silveira, I., Castillo, B., 1998)
Tabel 2.5 Hasil Degradasi Tetrasiklin (Pena, A., Carmona, A., Barbosa, A., Lino, C., Silveira, I., Castillo, B., 1998) No.
Nama
1.
4-epitetrasiklin
2.
Anhidrotetrasiklin
3.
4-epianhidrotetrasiklin
Gambar
pada kondisi asam lemah (pH 3) tetrasiklin dapat mengalami epimerisasi menjadi 4-epitetrasiklin, sedangkan pada kondisi asam kuat (pH dibawah 2) tetrasiklin dapat menjadi anhidrotetrasiklin. Epimerisasi dari anhidrotetrasiklin dan dehidrasi dari 4-epitetrasiklin akan menghasilkan 4-epianhidrotetrasiklin. (Pena, A., Carmona, A., Barbosa, A., Lino, C., Silveira, I., Castillo, B., 1998)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENGERJAAN
3.1 Lokasi dan Waktu Pengerjaan tugas khusus ini dilakukan di PT. Actavis Indonesia yang berlokasi pada Jl. Raya Bogor Km. 28 Jakarta Timur 13710. Pelaksanaan PKPA berlangsung pada tanggal 12 Agustus hingga 30 September 2013. 3.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Data dikumpulkan dengan metode studi literatur. Dari literatur yang dikumpulkan penulis, data diolah untuk dijadikan suatu preformulasi yang sesuai.
17 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Spesifikasi Bahan dan Alasan Pemilihan 4.1.1 Komponen Isi Kapsul 4.1.1.1 Vitamin E Alami
Gambar 4.1 Struktur Kimia Vitamin E Alami (Brigelius-Flohe, R., dan Traber, G. M., 1999).
Sinonim
: natural vitamin E
Nama IUPAC
: (2R)-2,5,7,8-tetramethhyl-2-[(4R,8R)-4,8,12-trimethyldecyl]3,4-dihydrochromen-6-ol
Pemerian
: cairan minyak berwarna kuning sampai dengan kuning kehijauan.
Titik Didih
: 200-220 oC
Kelarutan
: tidak larut dalam air. Larut dalam etanol. Dapat bercampur dengan eter, aseton, minyak nabati, kloroform.
Stabilitas
: sensitif terhadap cahaya, udara, dan agen pengoksidasi.
Inkompatibilitas : agen pengoksidasi. Penyimpanan
: wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: zat aktif, untuk menjaga tubuh dari penuaan dini dan penyakit degeratif seperti penyakit jantung
Kesetaraan Dosis: 1 unit d-alfa tokoferol setara dengan 0,67 mg d-alfa tokoferol. 18 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
19
Alasan Pemilihan: bentuk d-alfa tokoferol merupakan bentuk yang paling aktif dibandingkan dengan bentuk lainnya.
4.1.1.2 Tetrasiklin HCl
Gambar 4.2 Struktur Kimia Tetrasiklin HCl (British Pharmacopoeia Commission, 2012)
Nama IUPAC
: (4S,4aS,5aS,6S,12aS)-4-(Dimethylamino)-3,6,10,12,12apentahydroxy-6-methyl-1, 11-dioxo-1,4,4a,5,5a,6,11,12aoctahydrotetracene-2-carboxamide hydrochloride.
Pemerian
: serbuk berwarna kuning.
Kelarutan
: larut dalam air.
Stabilitas
: sensitif terhadap cahaya, udara, dan kelembaban
Inkompatibilitas
: agen pengoksidasi kuat.
Penyimpanan
: wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: zat aktif, sebagai antibiotik
Alasan Pemilihan : memiliki kelarutan yang lebih baik dalam air, sehingga lebih mudah diserap tubuh dibanding bentuk base.
4.1.1.3 Soybean Oil Sinonim
: Aceite de soja; Calchem IVO-114; Lipex 107; Lipex 200; Shogun CT; soiae oleum raffinatum; soja bean oil; soyabean oil; soya bean oil.
Pemerian
: cairan berwarna kuning pucat beraroma sayur. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
20
Titik Didih
: diatas 260°C (500°F)
Kelarutan
: tidak larut dalam air.
Stabilitas
: stabil jika dilindungi dari oksigen atmosfer.
Inkompatibilitas
: agen pengoksidasi kuat.
Penyimpanan
: wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: zat pembawa/pengisi.
Alasan Pemilihan : dapat bercampur dengan d-alfa tokoferol, relatif stabil, ketersediaannya luas, dan telah dikenal mengandung lesitin, suatu asam amino yang mampu bekerja sebagai surfaktan, sehingga lebih menjamin homogenitas sediaan.
4.1.1.4 Butylated Hidroxy Toluene (BHT)
Gambar 4.3 Struktur Kimia BHT (Rowe, R.C., Sheskey P.J., Quinn M.E., 2009)
Sinonim
: agidol; BHT; 2,6-bis(1,1-dimethylethyl)-4-methylphenol; butylhydroxytoluene;
butylhydroxytoluenum;
Dalpac;
dibutylated hydroxytoluene; 2,6-di-tert-butyl-p-cresol; 3,5di-tert-butyl-4-hydroxytoluene;
E321;
Embanox
BHT;
Impruvol; Ionol CP; Nipanox BHT; OHS28890; Sustane; Tenox BHT; Topanol; Vianol Rumus Molekul
: C15H24O
Berat Molekul
: 220,35
Pemerian
: kristal atau serbuk berwarna putih atau kuning pucat dengan bau fenol yang samar. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
21
Titik Didih
: 265 oC
Titik Leleh
: 70 oC
Kelarutan
: praktis tidak larut di air, gliserin, propilen glikol, larutan alkali hiroksida. Mudah larut pada aseton, benzen, etanol (95%), eter, metanol, toluen, minyak mineral. Lebih larut daripada BHA pada minyak dan lemak di makanan.
Stabilitas
:
paparan
terhadap,
cahaya,
kelembaban
dan
panas
menyebabkan diskolorasi dan hilangnya aktifitas. Inkompatibilitas
: agen pengoksidasi kuat, garam besi, pemanasan dengan asam
Penyimpanan
: BHT harus disimpan di wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: antioksidan sediaan
Alasan Pemilihan : BHT merupakan antioksidan yang telah banyak digunakan, memiliki ketersediaan yang luas, relatif murah, relatif non toksik, dan memiliki kemampuan untuk bercapur dengan minyak nabati.
4.1.1.5 Butylated Hydoxy Anisole (BHA)
Gambar 4.4 Struktur Kimia BHA (Rowe, R.C., Sheskey P.J., Quinn M.E., 2009)
Sinonim
: BHA; tert-butyl-4-methoxyphenol; butylhydroxyanisolum; 1,1-dimethylethyl-4-methoxyphenol; E320; Nipanox BHA; Nipantiox1-F; Tenox BHA.
Rumus Molekul
: C11H16O2 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
22
Berat Molekul
: 180,25
Pemerian
: serbuk putih atau hampir putih atau padatan kekuningan dengan bau khas yang lemah.
Titik Didih
: 264oC
Titik Leleh
: 47 oC
Kelarutan
: praktis tidak larut di air. Larut di metanol. Mudah larut pada > 50% larutan etanol, propilen glikol, kloroform, eter, heksana, minyak biji kapas, minyak kacang, minyak kedelai, gliseril monoleat, dan larutan alkali hidroksida.
Stabilitas
: paparan terhadap, cahaya menyebabkan diskolorasi dan hilangnya aktifitas.
Inkompatibilitas
: agen pengoksidasi kuat, garam besi, residu logam dan paparan cahaya.
Penyimpanan
: BHA harus disimpan di wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: antioksidan sediaan
Alasan Pemilihan : BHA merupakan antioksidan yang telah banyak digunakan, memiliki ketersediaan yang luas, relatif murah, relatif non toksik, dan memiliki kemampuan untuk bercapur dengan minyak nabati. Selain itu memiliki aktifitas antimikroba yang mirip dengan golongan paraben.
4.1.1.6 Propylparaben
Gambar 4.5 Struktur Kimia Propylparaben (Rowe, R.C., Sheskey P.J., Quinn M.E., 2009)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
23
Sinonim
: Aseptoform P; CoSept P; E216; 4-hydroxybenzoic acid propylester; Nipagin P; Nipasol M; propagin; Propyl Aseptoform; propylbutex; Propyl Chemosept; propylis parahydroxybenzoas;
propylphydroxybenzoate;Propyl
Parasept; Solbrol P; Tegosept P; UniphenP-23. Rumus Molekul
: C10H12O3
BM
: 180,20
Pemerian
: kristal berwarna putih tidak berbau dan tidak berasa.
Titik Didih
: 295oC
Kelarutan
: praktis tidak larut di air. Larut di metanol. Mudah larut pada > 50% larutan etanol, propilen glikol, kloroform, eter, heksana, minyak biji kapas, minyak kacang, minyak kedelai, gliseril monoleat, dan larutan alkali hidroksida.
Stabilitas
: larutan propylparaben pada pH 3-6 dapat disterilisasi dengan autoklaf tanpa terdekomposisi. Pada pH 3-6, larutan tersebut stabil selama 4 tahun pada temperatur kamar, sedangkan larutan pada pH 8 ke atas mengalami hidrolisis cepat.
Inkompatibilitas
: Aktifitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan nonionik.
Plastik,
magnesium
alumunium
silikat,
magnesium trisilikat, besi oksida kuning dan ultramarine blue mampu menyerap propylparaben. Propylparaben terdiskolorasi dengan adanya besi dan terhidrolisis secara cepat dengan adanya alkali lemah dan asam kuat. Penyimpanan
: Wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: Pengawet
Alasan Pemilihan : memiliki kemampuan antijamur yang baik, sehingga dapat diandalkan dalam
melindungi
sediaan
yang banyak
mengandung minyak. 4.1.2 Komponen Cangkang Kapsul 4.1.2.1 Gelatin Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
24
Sinonim
: Gelatine; Gelfoam; Puragel.
Pemerian
: Serbuk padat berwarna putih hingga kecoklatan.
Titik Didih
: >100oC
Kelarutan
: larut dalam air panas, tidak larut dalam air dingin.
Stabilitas
: stabil dalam kondisi normal, hindari pemanasan berlebih.
Inkompatibilitas
: tanin, logam, formaldehid, panas berlebih
Penyimpanan
: wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: pembentuk massa soft capsule
Alasan Pemilihan : ketersediaan relatif luas, aman digunakan
4.1.2.2 Liquid Sorbitol non-Crystallising Pemerian
: cairan kental jernih hingga putih, tidak berbau
Titik Didih
: 105oC
Kelarutan
: dapat bercampur dengan air
Stabilitas
: stabil pada kondisi normal.
Penyimpanan
: wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: plasticizer
Alasan Pemilihan :
meningkatkan
permeabilitas
sediaan
dengan
cara
meningkatkan sekresi dan motilitas lambung
4.1.2.3 Glycerin
Gambar 4.6 Struktur Kimia Glycerin (Rowe, R.C., Sheskey P.J., Quinn M.E., 2009)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
25
Sinonim
: Croderol; E422; glicerol; glycerine; glycerolum; Glycon G100; Kemstrene; Optim; Pricerine; 1,2,3-propanetriol; trihydroxypropaneglycerol.
Rumus Molekul
: C3H8O3
Berat Molekul
: 92,09
Pemerian
: cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, terasa manis
Titik Didih
: 290oC
Kelarutan
: larut di air dan metanol. Tidak larut dalam minyak.
Stabilitas
: higroskopis
Inkompatibilitas
: agen pengoksidasi kuat seperti chromium trioxide, potassium chlorate, atau potassium permanganat.
Penyimpanan
: wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: plasticizer
Alasan Pemilihan : memiliki kelebihan, yaitu dapat bersifat sebagai antimikroba.
4.1.2.4 Methylparaben
Gambar 4.7 Struktur Kimia Methylparaben (Rowe, R.C., Sheskey P.J., Quinn M.E., 2009)
Sinonim
: Aseptoform M; CoSept M; E218; 4-hydroxybenzoic acid methylester;
metagin;
Methyl
parahydroxybenzoas;methyl
Chemosept;
p-hydroxybenzoate;
methylis Methyl
Parasept; Nipagin M; Solbrol M; Tegosept M; Uniphen P23. Rumus Molekul
: C8H8O3 Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
26
Berat Molekul
: 152,15
Pemerian
: serbuk kristal putih atau tidak berwarna, memiliki bau
lemah atau tidak berbau, memberikan sedikit rasa membakar. Kelarutan
: 1:2 dalam air, tidak larut pada minyak.
Stabilitas
: larutan methylparaben pada pH 3-6 dapat disterilisasi dengan autoklaf selama 20 menit tanpa terdekomposisi. Larutan pada pH 3-6 stabil selama lebih dari 4 tahun pada temperatur kamar, sedangkan pada pH 8 atau lebih mengalami hidrolisis cepat.
Inkompatibilitas
: surfaktan nonionik, plastik, bentonite, magnesium trisilicate, talc, tragacanth, sodium alginate, minyak atsiri, besi, asam lemah dan basa kuat.
Penyimpanan
: wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: pengawet
Alasan Pemilihan : memiliki kemampuan yang baik sebagai antimikroba, terutama jika dikombinasikan dengan propylparaben.
4.1.2.5 Propylparaben Sinonim
: Aseptoform P; CoSept P; E216; 4-hydroxybenzoic acid propylester; Nipagin P; Nipasol M; propagin; Propyl Aseptoform; propylbutex; Propyl Chemosept; propylis parahydroxybenzoas;
propylphydroxybenzoate;Propyl
Parasept; Solbrol P; Tegosept P; UniphenP-23. Rumus Molekul
: C10H12O3
BM
: 180,20
Pemerian
: kristal berwarna putih tidak berbau dan tidak berasa.
Titik Didih
: 295oC
Kelarutan
: praktis tidak larut di air. Larut di metanol. Mudah larut pada > 50% larutan etanol, propilen glikol, kloroform, eter, heksana, minyak biji kapas, minyak kacang, minyak kedelai, gliseril monoleat, dan larutan alkali hidroksida. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
27
Stabilitas
: larutan propylparaben pada pH 3-6 dapat disterilisasi dengan autoklaf tanpa terdekomposisi. Pada pH 3-6, larutan tersebut stabil selama 4 tahun pada temperatur kamar, sedangkan larutan pada pH 8 ke atas mengalami hidrolisis cepat.
Inkompatibilitas
: Aktifitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan nonionik. Dilaporkan plastik, magnesium alumunium silikat, magnesium trisilikat, besi oksida kuning dan ultramarine
blue
mampu
menyerap
propylparaben.
Propylparaben terdiskolorasi dengan adanya besi dan terhidrolisis secara cepat dengan adanya alkali lemah dan asam kuat. Penyimpanan
: Wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: Pengawet
Alasan Pemilihan : memiliki kemampuan antijamur yang baik, sehingga dapat diandalkan dalam
melindungi
sediaan yang banyak
mengandung minyak.
4.1.2.6 Disodium Edetate
Gambar 4.8 Struktur Kimia Disodium Edetate (Rowe, R.C., Sheskey P.J., Quinn M.E., 2009)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
28
Sinonim
:
Dinatrii
edetas;
disodium
EDTA;
disodium
ethylenediaminetetraacetate; edathamil disodium; edetate disodium; edetic acid, disodium salt. Rumus Molekul
: C10H14N2Na2O8
Berat Molekul
: 336,20
Pemerian
: kristal berwarna putih tidak berbau dan sedikit terasa asam.
Titik Didih
: 295oC
Kelarutan
: larut dalam 1:11 bagian air. Praktis tidak larut di kloroform dan eter.
Stabilitas
: larutan disodium edetat dapat disterilisasi dengan autoklaf, dan harus disimpan pada wadah bebas alkali. Higroskopis dan tidak stabil terhadap kelembaban.
Inkompatibilitas
: agen pengoksidasi kuat, basa kuat, ion logam, alloy logam.
Penyimpanan
: wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: agen pengkelat.
Alasan Pemilihan : memiliki aktifitas kelasi logam yang baik.
4.1.2.7 Titanium Dioksida Sinonim
: Anatase titanium dioxide; brookite titanium dioxide; color index number 77891; E171; Hombitan FF-Pharma; Kemira AFDC; Kronos 1171; pigment white 6; Pretiox AV-01-FG; rutile titanium dioxide; Tioxide; TiPure; titanic anhydride; titanii dioxidum; Tronox.
Rumus Molekul
: TiO2
Berat Molekul
: 79,88
Pemerian
: bubuk putih, amorf, tidak berbau dan tidak berasa.
Titik Leleh
: 1855 oC
Kelarutan
: praktis tidak larut di air, pelarut organik, dan asam sulfat encer.
Stabilitas
: stabil pada temperatur tinggi.
Inkompatibilitas
: Famotidine Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
29
Penyimpanan
: di wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk
Fungsi
: opacifying agent
Alasan Pemilihan : Mampu memberikan warna opaque yang baik, dan data pemakaiannya tersedia dengan jelas.
4.1.2.8 FD&C Blue no.1
Gambar 4.9 Struktur Kimia FD&C Blue no.1 (http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=19700)
Sinonim
: Brilliant blue FCF, Acid Blue 9; Erioglaucine
Rumus kimia
: C37H34N2O9S3Na2
BM
: 792.84
Pemerian
: padatan berwarna merah gelap
Titik Leleh
: 283 oC
Kelarutan
: larut dalam air.
Stabilitas
: stabil.
Inkompatibilitas
: suhu tinggi, agen pengoksidasi.
Penyimpanan
: wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk.
Fungsi
: pewarna.
Alasan Pemilihan : mampu memberikan warna yang baik dan diklaim aman bagi manusia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
30
4.1.2.9 FD&C Yellow no. 6
Gambar 4.10 Struktur Kimia FD&C Yellow no. 6 (http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=6093232&loc=ec _rcs)
Sinonim
: Sunset Yellow FCF
Bobot Molekul
: 452.36
Rumus Molekul
: C16H10N2Na2O7S2
Pemerian
: padatan
Kelarutan
: larut dalam air.
Stabilitas
: stabil.
Penyimpanan
: wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk.
Fungsi
: pewarna.
Alasan Pemilihan : mampu memberikan warna yang baik dan diklaim aman bagi manusia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
31
4.2 Formula dan Cara Pembuatan 4.2.1 Formula Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E Fomula isi kapsul lunak gelatin Vitamin E dapat dilihat pada tabel 4.1, untuk formula cangkang kapsulnya dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.1 Formula Isi Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E Nama Bahan
d-alpha tocopherol Soybean oil Butylated Hydroxy Toluene Butylated HydroxyAnisole Propylparaben Total
Jumlah untuk per kapsul 67 mg 283 mg 7 mg
Jumlah untuk skala pilot (100.000 kapsul) 6,7 kg 28,3 kg 0,7 kg
7 mg
0,7 kg
7 mg 371 mg
0,7 kg 37,1 kg
Fungsi
Zat Aktif Zat pengisi Anti oksidan sediaan Anti oksidan sediaan Antijamur
Tabel 4.2 Formula Cangkang Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E Nama Bahan
Jumlah untuk per kapsul 85 mg
Jumlah untuk skala pilot (100.000 kapsul) 8,5 kg
20 mg
2 kg
50 mg 4,018 mg 36,162 mg 10,045 mg
5 kg 0,4 kg 3,6 kg 1 kg
Titanium Dioksida
20,09
2 kg
FD&C Blue no. 1 Aquadest Total
0,9 mg 45 mg 271,215 mg
0,09 kg 4,5 kg 27,1 kg
Gelatin
Liquid Sorbitol nonCrystallising Glycerin Methylparaben Propylparaben Disodium Edetat
Fungsi
Pembentuk massa soft capsule Plasticizer Plasticizer Antimikroba Antijamur Agen pengkelat Opacifying agent Pewarna Pelarut
4.2.2 Cara Pembuatan 4.2.2.1 Isi kapsul: 1. Timbang vitamin E, Soybean Oil, BHA dan Propylparaben sesuai jumlah yang diperlukan. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
32
2. Semprot mixing tank dengan gas N2 sehingga terlindung dari atmosfer oksigen. 3. Masukkan Soybean Oil, BHA, dan Propylparaben ke dalam mixing tank, aduk hingga homogen. 4. Masukkan Vitamin E ke dalam mixing tank, aduk hingga merata. 5. Tuangkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan obat dalam mesin rotary die.
4.2.2.2 Cangkang Kapsul 1. Timbang Gelatin, Liquid sorbitol non-crystalling, Glycerin, Methylparaben, Propylparaben, Disodium edetat, Titanium oksida, FD&C Blue no.1 , dan Aquadest. 2. Masukkan Gelatin kedalam mixing tank yang dilengkapi pemanas (water jacket), kemudian lelehkan gelatin pada suhu 65oC. 3. Masukkan bahan-bahan cangkang kapsul lainnya satu-persatu ke dalam mixing tank, campur hingga homogen. 4. Masukkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan cangkang pada mesin rotary die.
4.2.2.3 Proses Lanjutan: 1. Operasikan mesin rotary die, jalankan proses enkapsulasi. 2. Kapsul yang terbentuk, dicuci dahulu dengan cairan pencuci yang mudah menguap. 3. Setelah dicuci, kapsul dikeringkan dengan cara tumble drying pada suhu 33oC hingga kadar air mencapai 50%-60%. 4. Selanjutnya kapsul diletakkan merata pada nampan, kemudian nampan tersebut diletakkan pada rak dalam ruang pengering. Keringkan kapsul pada suhu 21o-24oC dengan RH ruangan 20%-30%. Proses pengeringan dilakukan hingga kadar air pada kapsul mencapai 6%-10%. 5. Masukkan kapsul tersebut pada blister antilembab, kemudian masukan pada kemasan sekunder.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
33
4.2.3 Formula Kapsul Lunak Gelatin Tetrasiklin HCl Fomula isi kapsul lunak gelatin Tetrasiklin HCl dapat dilihat pada tabel 4.3, untuk formula cangkang kapsulnya dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.3 Formula Isi Kapsul Lunak Gelatin Tetrasiklin HCl Nama Bahan
Tetrasiklin HCl Soybean oil Buffer Fosfat pH 6 Butylated HydroxyAnisole Propylparaben Total
Jumlah untuk per kapsul 250 mg 100 mg 10 ml 7 mg
Jumlah untuk skala pilot (100.000 kapsul) 25 kg 10 kg 1 kg 0,7 kg
7 mg 381 mg
0,7 kg 37,4 kg
Fungsi
Zat Aktif Zat pengisi Buffer Anti oksidan sediaan Antijamur
Tabel 4.4 Formula Cangkang Kapsul Lunak Gelatin Tetrasiklin HCl Nama Bahan
Gelatin
Jumlah untuk per kapsul 85 mg
Liquid Sorbitol non20 mg Crystallising Glycerin 50 mg Methylparaben 4,018 mg Propylparaben 36,162 mg Disodium Edetat 10,045 mg Titanium Dioksida 20,09 mg FD&C Yellow no. 6 0,9 mg Aquadest 45 mg Total 271,215 mg
Jumlah untuk skala pilot (100.000 kapsul) 8,5 kg 2 kg 5 kg 0,4 kg 3,6 kg 1 kg 2 kg 0,09 kg 4,5 kg 27,1 kg
Fungsi
Pembentuk massa soft capsule Plasticizer Plasticizer Antimikroba Antijamur Agen pengkelat Opacifying agent Pewarna Pelarut
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
34
Tabel 4.5 Formula Buffer Fosfat Formula 1 Bahan Jumlah Larutan 63,2 mL Na2HPO4,12H2O (konsentrasi 71.5 g/L) Larutan Asam 36,8 Sitrat mL (konsentrasi 21 g/L
Formula 2 Bahan Jumlah KH2PO4 0,2 M 250.0 mL
NaOH 0,2 M
28.5 mL
Aquadest
hingga 1000 ml
Formula 3 Bahan Jumlah Larutan 1000,0 NaH2PO4 mL (Konsentrasi 6.8 g/L) Larutan NaOH Hingga (Konsentrasi 42 pH g/100 ml) mencapai 6,0 + 0,05
4.2.4 Cara Pembuatan 4.2.4.1 Isi kapsul: 1. Timbang Tetrasiklin HCl, Soybean Oil, BHA, buffer fosfat dan Propylparaben sesuai jumlah yang diperlukan. 2. Semprot mixing tank dengan gas N2 sehingga terlindung dari atmosfer oksigen. 3.Masukkan Soybean Oil, BHA, buffer fosfat, dan Propylparaben kedalam mixing tank, aduk hingga homogen. 4. Masukkan Tetrasiklin HCl kedalam mixing tank, aduk hingga merata. 5. Tuangkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan obat dalam mesin rotary die.
4.2.4.2 Cangkang Kapsul: 1. Timbang gelatin, liquid sorbitol non-crystalling, glycerin, methylparaben, propylparaben, disodium edetat, titanium oksida, FD&C Yellow no. 6, dan aquadest. 2. Masukkan gelatin kedalam mixing tank yang dilengkapi pemanas (water jacket), kemudian lelehkan gelatin pada suhu 65oC. 3. Masukkan bahan-bahan cangkang kapsul lainnya satu-persatu kedalam mixing tank, campur hingga homogen. 4. Masukkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan cangkang pada mesin rotary die.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
35
4.2.4.3 Proses lanjutan: 1. Operasikan mesin rotary die, jalankan proses enkapsulasi. 2. Kapsul yang terbentuk, dicuci dahulu dengan cairan pencuci yang mudah menguap. 3. Setelah dicuci, kapsul dikeringkan dengan cara tumble drying pada suhu 33oC hingga kadar air mencapai 50%-60%. 4. Selanjutnya kapsul diletakkan merata pada nampan, kemudian nampan tersebut diletakkan pada rak dalam ruang pengering. Keringkan kapsul pada suhu 21o-24oC dengan RH ruangan 20%-30%. Proses pengeringan dilakukan hingga kadar air pada kapsul mencapai 6%-10%. 5. Masukkan kapsul tersebut pada blister antilembab, kemudian masukan pada kemasan sekunder.
4.3 Analisis Kompetitor Sediaan serupa telah beredar dalam pasar nasional, antara lain: 4.3.1 Natur-E Produsen
: Darya-Varia
Zat Aktif
: Gabungan α, β, dan γ- tokoferol
Dosis
: Vitamin E setara dengan 100 IU alfa-tokoferol
Pemerian Cangkang : Kapsul lunak berwarna hijau jernih berbau vanilin Pemerian Isi kapsul
: Cairan kental berwarna kuning, berbau sayur
Tabel 4.6 Hasil PenimbanganKapsul Lunak Natur-E Berat Kapsul Utuh
Berat Kapsul Setelah Isi
Isi Kapsul (mg)
(mg)
Dikeluarkan (mg)
587,97
218,71
369,26
593,37
220,38
372,99
585,89
214.57
371,32
593,81
215,14
324,67
4.3.2 Super Tetra Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
36
Produsen
: Darya-Varia
Zat Aktif
: Tetrasiklin HCL
Dosis
: Tetrasiklin HCl 250 mg
Pemerian
: Kapsul lunak dengan warna kuning dan coklat, berbau vanilin
Pemerian Isi kapsul
: Suspensi dengan cairan berwarna kuning, berbau sayur,
Tabel 4.7 Hasil Penimbangan Kapsul Lunak Super Tetra Berat Kapsul Utuh
Berat Kapsul Setelah Isi
Isi Kapsul (mg)
(mg)
Dikeluarkan (mg)
956,36
500,64
455,75
979,59
513,47
466,12
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Formula yang diusulkan untuk pembuatan kapsul lunak gelatin adalah a. Kapsul Lunak GelatinVitamin E Cangkang Kapsul Nama Bahan
d-alpha tocopherol Soybean oil
Butylated Hydroxy Toluene Butylated HydroxyAnisole Propylparaben Total
Jumlah per kapsul
Isi Kapsul
67 mg
Jumlah Nama Bahan skala pilot (100.000 kapsul) 6,7 kg Gelatin
283 mg
28,3 kg
7 mg
Jumlah per kapsul
85 mg
Jumlah skala pilot (100.000 kapsul) 8,5 kg
20 mg
2 kg
0,7 kg
Liquid Sorbitol nonCrystallising Glycerin
50 mg
5 kg
7 mg
0,7 kg
Methylparaben
0,4 kg
7 mg
0,7 kg
Propylparaben
371 mg
37,1 kg
4,018 mg 36,162 mg 10,045 mg 20,09
Disodium Edetat Titanium Dioksida FD&C Blue 0,9 mg no. 1 Aquadest 45 mg Total 271,215 mg
3,6 kg 1 kg 2 kg 0,09 kg 4,5 kg 27,1 kg
37 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
38
b. Kapsul Lunak Tetrasiklin HCl Cangkang Kapsul Nama Bahan
Jumlah per kapsul
Tetrasiklin HCl Soybean oil
250 mg 100 mg
Buffer Fosfat pH 6 Butylated HydroxyAnisole Propylparaben
10 ml
Total
Isi Kapsul Jumlah Nama Bahan skala pilot (100.000 kapsul) 25 kg Gelatin 10 kg Liquid Sorbitol nonCrystallising 1 kg Glycerin
Jumlah per kapsul
85 mg 20 mg
Jumlah skala pilot (100.000 kapsul) 8,5 kg 2 kg
50 mg
5 kg
4,018 mg 36,162 mg 10,045 mg 20,09 mg 0,9 mg
0,4 kg
7 mg
0,7 kg
Methylparaben
7 mg
0,7 kg
Propylparaben
381 mg
37,4 kg
Disodium Edetat Titanium Dioksida FD&C Yellow no. 6 Aquadest 45 mg Total 271,215 mg
3,6 kg 1 kg 2 kg 0,09 kg 4,5 kg 27,1 kg
2. Proses produksi yang digunakan: Rotary Die Proccess
5.2 Saran Perlu dilakukan tahap selanjutnya yaitu trial formulasi untuk mengevaluasi kekurangan yang ada.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Agwuh, K. N., MacGowan, A. (2006).Pharmacokinetics and pharmacodynamics of the tetracyclines including glycylcyclines. Journal of Antimicrobial Chemotherapy ed. 58.256-265 Anderson, R., Groundwater. P., Todd, A., Worsley, A. (2012). Antibacterial Agents: Chemistry, Mode of Action, Mechanisms of Resistance. United Kingdom:Wiley Brigelius-Flohe, R., Traber, G. M. (1999) Vitamin E: Function and Metabolism. The FASEB Journal vol.13. 1145-1155. Cheeseman, K. H., Holley, A. E., Kelly, F. J., Wasil, T. M., Hughes, L., Burton, G.(1995). Biokinetics In Humans Of RRR-α-Tocopherol: The Free Phenol, Acetate Ester, and Succinate Ester Forms Of Vitamin E. Free Radical Biology &Medicine vol. 19. 591-598 Kivose,C., Muramatsu, M., Kameyama, Y., Ueda, T., Igarashi. (1997). Biodiscrimination of α-tocopherol Stereoisomers in Humans after Oral Administration. American Journal of Clinical Nutrition ed 65.785-789) Munyedo, L. L., Benza, H. I.(2011). Progress and Challenges In Soft Gelatin Capsules Formulations for Oral Administration. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research vol. 10. 20-24 Nassiry, M., Aubert, C., Mouzdahir, A., Rontani, J. (2009). Generation of Isoprenoid Compounds, notably prist-1-ene, via Photo and Autoxidative Degradation of Vitamin E. Organic Geochemistry ed. 40, 38–50. Pena, A., Carmona, A., Barbosa, A., Lino, C., Silveira, I., Castillo, B. (1998) Determination of Tetracycline and its Major Degradation Products by Liquid Chromatography with Fluorescence Detection. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis vol.18. 829-845) Reich, G.(2004). Formulation and Physical Properties of Soft Capsule. Pharmaceutical Capsules 2nd ed.. United Kingdom: Pharmacetical Press) Tabibi, S. E. and Gupta, S. L.(2008). Handbook of Water Insoluble Drugs Formulation 2nd edition. United States: CRC Press Zakeri, B., Wright, G. D. (2007).Chemical biology of Tetracycline Antibiotics. Biochemistry and Cell Biology vol. 86. 124-136. http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=19700.Diakses pada 1 November 2013
39 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
40
http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=6093232&loc=ec_rc s. Diakses pada 1 November 2013
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
Lampiran 1 Skema Pembuatan Kapsul Lunak Gelatin Vitamin E
Timbang vitamin E, Soybean Oil, BHA dan Propylparaben sesuai jumlah yang diperlukan
Semprot mixing tank dengan gas N2 sehingga terlindung dari atmosfer oksigen.
Timbang gelatin, liquid sorbitol non-crystalling, glycerin, methylparaben, propylparaben, disodium edetat, titanium oksida, FD&C Yellow no. 6, dan aquadest.
Masukkan gelatin kedalam mixing tank yang dilengkapi pemanas (water jacket), kemudian lelehkan gelatin pada suhu 65oC Masukkan Soybean Oil, BHA, dan Propylparaben kedalam mixing tank, aduk hingga homogen.
Masukkan bahan-bahan cangkang kapsul lainnya satu-persatu kedalam mixing tank, campur hingga homogen.
Masukkan Vitamin E ke dalam mixing tank, aduk hingga merata. Masukkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan cangkang pada mesin rotary die. Tuangkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan obat dalam mesin rotary die.
Operasikan mesin rotary die, jalankan proses enkapsulasi.
Cuci kapsul yang terbentuk dengan cairan yang mudah menguap
Keringkan dengan cara tumble drying pada suhu 33oC hingga kadar air mencapai 50%-60%.
Letakkan kapsul secara merata pada nampan, kemudian nampan tersebut diletakkan pada rak dalam ruang pengering
Keringkan kapsul pada suhu 21o-24oC dengan RH ruangan 20%-30%. Proses pengeringan dilakukan hingga kadar air pada kapsul mencapai 6%-10%.
Masukkan kapsul tersebut pada blister antilembab, kemudian masukan pada kemasan sekunder.
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014
42
Lampiran 2 Skema Pembuatan Kapsul Lunak Gelatin Tetrasiklin HCl Timbang Tetrasiklin HCl, Soybean Oil, BHA, buffer fosfat dan Propylparaben sesuai jumlah yang diperlukan
Semprot mixing tank dengan gas N2 sehingga terlindung dari atmosfer oksigen.
Timbang gelatin, liquid sorbitol non-crystalling, glycerin, methylparaben, propylparaben, disodium edetat, titanium oksida, FD&C Yellow no. 6, dan aquadest.
Masukkan gelatin kedalam mixing tank yang dilengkapi pemanas (water jacket), kemudian lelehkan gelatin pada suhu 65oC Masukkan Soybean Oil, BHA, buffer fosfat, dan Propylparaben kedalam mixing tank, aduk hingga homogen.
Masukkan bahan-bahan cangkang kapsul lainnya satu-persatu kedalam mixing tank, campur hingga homogen.
Masukkan tetrasiklin HCl ke dalam mixing tank, aduk hingga merata. Masukkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan cangkang pada mesin rotary die. Tuangkan campuran tersebut ke dalam wadah bahan obat dalam mesin rotary die.
Operasikan mesin rotary die, jalankan proses enkapsulasi.
Cuci kapsul yang terbentuk dengan cairan yang mudah menguap
Keringkan dengan cara tumble drying pada suhu 33oC hingga kadar air mencapai 50%-60%.
Letakkan kapsul secara merata pada nampan, kemudian nampan tersebut diletakkan pada rak dalam ruang pengering
Keringkan kapsul pada suhu 21o-24oC dengan RH ruangan 20%-30%. Proses pengeringan dilakukan hingga kadar air pada kapsul mencapai 6%-10%.
Masukkan kapsul tersebut pada blister antilembab, kemudian masukan pada kemasan sekunder.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Gagas Prayoga, FFar UI, 2014