11
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu Pada sub bab ini akan disajikan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan
berkenaan
dengan
budaya
organisasi,
gaya
kepemimpinan
transformasional dan kualitas sumber daya manusia serta tentang kinerja pegawai maupun kinerja organisasi. Hal mana paparan hasil penelitian yang telah dilakukan akan peneliti jadikan sebagai bahan kajian dan perbandingan serta bahan untuk pengembangan terhadap penelitian yang akan peneliti lakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Agung Bimantoro (2007) dengan judul "Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan, Komunikasi dan Kondisi Fisik Tempat Kerja terhadap Semangat Kerja Pegawai" Permasalahan yang dikemukakan adalah Apakah variabel motivasi, kepemimpinan, komunikasi dan kondisi fisik tempat kerja berpengaruh terhadap semangat kerja pegawai. Sampel yang diambil adalah para pegawai di lingkungan Kantor Inspektorat Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Alat analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisa regresi dan pengujian statistik uji t dan uji F. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian tersebut adalah : 1.
Variabel motivasi, kepemimpinan, komunikasi dan kondisi fisik tempat kerja
12
berpengaruh secara signifikan terhadap semangat kerja pegawai; 2.
Kepedulian pimpinan organisasi terhadap keempat variabel tersebut dipandang sebagai sesuatu yang dapat meningkatkan semangat kerja pegawai;
3.
Pegawai yang memiliki semangat kerja tinggi diyakini akan menghasilkan kinerja yang tinggi pula, akan tetapi di dalam penelitian ini tidak dinyatakan variabel mana yang paling dominan berpengaruh terhadap semangat kerja pegawai. Dalam penelitian yang dilakukan Ernawati (2009) tentan : “Analisis
Terhadap Pengaruh Faktor Komunikasi Internal, Budaya Organisasi, dan Reward Terhadap Motivasi Kerja Pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Rungkut”. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomonologi adalah suatu bentuk pendekatan atas gejala-gejala yang terjadi dan dengan kondisi yang ada. Dengan jumlah sampel sebanyak 89 orang pegawai di KPP Pratama Surabaya Rungkut diperoleh hasil Berdasar uji t diperoleh nilai t hitung variabel komunikasi internal (X 1) sebesar 4,128 (Sig. 0,005). Nilai t hitung dari variabel budaya organisasi (X 2) sebesar 4,746 (Sig. 0,001), sedangkan t hitung untuk reward (X3) sebesar 5,537 (sig. 0,000), sementara nilai t tabelnya adalah sebesar 1,6630. Dengan demikian t hitung lebih besar dari t tabel dan nilai signifikansi kurang dari 0,05, untuk itu secara parsial variabel X1, X2 dan X3 berpengaruh signifikan terhadap variabel Y. Dari hasil perhitungan diperoleh Uji Ftest (Fhitung) sebesar 10.287. Sedangkan tabel
F
dengan penyebut 3 dan 3 dan df (degree of freedom) = n-k-1 = 89-3-1= 85
13
diperoleh Ftabel sebesar 2,7119. Dari perbandingan diatas maka diperoleh Ftest lebih besar dari F tabel (10.287 > 2,7119). Berdasar pengujian tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan dapat diterima. Dengan demikian hipotesis secara simultan dapat diterima. Sedangkan berdasar hasil analisis data diperoleh bahwa nilai Unstandardized Coefficient B dari ketiga variabel yaitu komunikasi internal (X1), budaya organisasi (X2), dan reward (X3) yang tertinggi adalah sebesar 0,590 yaitu variabel reward (X3). Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Natalia Laksmi Widyasanti (2009) dengan judul tesis yaitu : “Pengaruh Mutasi Pegawai dan Komunikasi Organisasional terhadap Kinerja Pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Rungkut”. Penelitian Survey ini menggunakan tipe penelitian penjelasan (explanatory research) yang memberikan penjelasan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya diperoleh bahwa : 1.
Berdasar uji t diperoleh nilai t hitung variabel mutasi pegawai (X1) sebesar 3,813 (Sig. 0,003). Nilai t hitung dari variabel komunikasi organisasional (X 2) sebesar 4,589 (Sig. 0,001), sementara nilai t tabelnya adalah sebesar 1,6628. Dengan demikian t hitung lebih besar dari t tabel dan nilai signifikansi kurang dari 0,05, untuk itu secara parsial variabel X1, dan X2 berpengaruh signifikan terhadap variabel Y.
2.
Dari hasil perhitungan diperoleh Uji Ftest (Fhitung) sebesar 11,667. Sedangkan F
tabel
dengan penyebut 3 dan df (degree of freedom) = n-k-1 = 89-2-1 = 86
14
diperoleh Ftabel sebesar 3,1026. Dari perbandingan diatas maka diperoleh F test lebih besar dari F tabel (11,667 > 3,1026). Berdasar pengujian tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan dapat diterima. Dengan demikian hipotesis secara simultan dapat diterima. 3.
Berdasar hasil analisis data diperoleh bahwa nilai Unstandardized Coefficient B dari ketiga variabel yaitu mutasi pegawai (X1), dan komunikasi organisasional (X2), yang tertinggi adalah sebesar 0,559 yaitu variabel komunikasi organisasional (X2). Dengan demikian yang dianggap dominan pengaruhnya terhadap kinerja pegawai di KPP Pratama Surabaya Rungkut adalah komunikasi organisasional (X2). Berdasar hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan seperti peneliti
paparkan di atas, maka peneliti akan mengambil sebagian variabel dalam penelitian tersebut dan akan peneliti kembangkan dalam bentuk penelitian yang lebih luas lagi. Beberapa variabel tersebut diantaranya adalah komunikasi internal dan komunikasi organisasional yang dikombinasikan dengan budaya organisasi. Apakah faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Komunikasi Internal Menurut Handoko (2003: 272) komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain.
15
Perpindahan pengertian tersebut melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi juga ekspresi wajah, intonasi, titik putus vokal dan sebagainya. Dan perpindahan yang efektif memerlukan tidak hanya transmisi data, tetapi bahwa seseorang mengirimkan berita dan menerimanya sangat tergantung pada keterampilan-keterampilan tertentu (membaca, menulis, mendengar,
berbicara, dan lain-lain) untuk membuat
sukses
pertukaran
informasi. Komunikasi, sebagai suatu proses dengan mana orang-orang bermaksud memberikan pengertian-pengertian melalui pengiringan berita secara simbolis, dapat menghubungkan para anggota berbagai satuan organisasi yang berbeda dan bidang
yang berbeda pula, sehingga
informasi. Konsep ini
mempunyai
sering disebut
unsur-unsur: (a) suatu
rantai pertukaran kegiatan untuk
membuat seseorang mengerti; (b) suatu sarana pengaliran informasi; dan (c) suatu sistem bagi terjalinnya komunikasi di antara individu-individu. Pandangan trandisional
tentang
komunikasi
telah banyak diubah oleh perkembangan
teknologi, yaitu komunikasi tidak hanya terjadi antara dua atau lebih individu, tetapi mencakup juga komunikasi antara orang-orang dan mesin-mesin, dan bahkan antara mesin dengan mesin lainnya. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, fakta, pikiran, dan perasaan, dari orang yang satu kepada yang lain. Proses itu secara teoritis dilakukan melalui tahap-tahap tertentu. Tahap pertama adalah adanya suatu ide atau gagasan yang ingin disampaikan. Kemudian gagasan tersebut
16
dinyatakan melalui suatu simbol seperti kata-kata, gerakan tubuh, dan bentuk lain yang dapat ditangkap oleh penerima, yang disebut dengan penyandian. Selanjutnya memilih suatu media seperti tatap muka, surat, telepon, rapat, email, dan lain-lain sebagai sarana untuk menyampaikan gagasan tersebut. Seterusnya orang lain akan menerima dan kemudian menyimak simbol-simbol pesan tersebut, dan akhirnya si penerima memberikan reaksi yang diwujudkan dalam bentuk
umpan balik.
Bilamana pesan
tidak diterima
dengan baik,
komunikasi akan hilang (Hariandja, 2007: 296). Dalam
organisasi
atau dalam
hubungan kepegawaian
harus
dikembangkan suatu sistem komunikasi yang terbuka. Sebab, terlepas dari adanya banyak sistem komunikasi dan beberapa hambatan dalam komunikasi, dapat dikatakan komunikasi terbuka lebih baik daripada komunikasi tertutup, dengan menggunakan berbagai macam media dari yang bersifat formal hingga yang informal (Hariandja, 2007: 298). Komunikasi adalah salah satu dinamika yang paling sering dikupas dalam seluruh bidang perilaku organisasi, tetapi jarang dipahami sepenuhnya. Dalam praktiknya, komunikasi yang efektif merupakan prasyarat dasar untuk mencapai strategi organisasi dan manajemen sumber daya manusia, tetapi hal tersebut tetap menjadi salah satu masalah tersebar yang dihadapi manajemen modern. Komunikasi adalah topik yang sangat luas dan tentu saja tidak terbatas dalam bidang perilaku organisasi (Luthans, 2006: 369).
17
2.2.2. Komunikasi Organisasional 2.2.2.1. Pengertian Komunikasi Organisasional Komunikasi organisasional merupakan variabel organisasional yang memiliki peran penting dan strategis dalam kehidupan organisasi. Komunikasi organisasional yang baik dan berkualitas dapat mendukung peningkatan produktivitas perusahaan, menurunkan tingkat absensi pegawai, meningkatkan tingkat inovatif pegawai, menurunkan tingkat unjuk rasa pegawai, peningkatan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan serta dapat menurunkan biaya (Robson dan Tourish, 2005). Komunikasi organisasional dapat didefinisikan sebagai pertukaran informasi dan ide dalam suatu organisasi (Bovee dan Thill, 2000 dalam Kalla, 2005). Komunikasi organisasional juga dapat didefinisikan sebagai integrasi dari seluruh komunikasi internal yang terjadi dalam suatu organisasi, yang meliputi keseluruhan komunikasi formal dan komunikasi informal yang berlangsung secara internal di seluruh tingkatan dalam suatu organisasi (Kalla, 2005). Komunikasi organisasional adalah komunikasi transaksi antara individu/kelompok pada berbagai tingkatan dan di berbagai bidang spesialisasi kerja yang berbeda yang bertujuan untuk merencanakan atau merencanakan kembali organisasi, untuk mengimplementasikan rencana, dan untuk mengkoordinasikan seluruh aktivitas (Frank dan Brownell, 2009, dalam Welch dan Jacskon, 2007). Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa,
18
komunikasi organisasional merupakan suatu proses pertukaran informasi dan gagasan di antara pegawai di berbagai tingkatan dan bagian dalam suatu perusahaan, yang mencakup komunikasi formal dan komunikasi informal. Komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi, di dalam kelompok formal maupun informal organisasi (DeVito, 2007). Komunikasi organisasional tersebut dapat bersifat formal maupun informal. Komunikasi formal merupakan komunikasi yang ditetapkan dan disetujui oleh manajemen atau organisasi, yang sifatnya berorientasi pada organisasi. Komunikasi formal merupakan proses pertukaran gagasan, pendapat, informasi, instruksi atau sejenisnya yang dilakukan secara sengaja oleh anggota organisasi untuk mewujudkan hubungan yang bersifat personal dan impersonal melalui simbol-simbol atau tanda-tanda tertentu untuk mencapai tujuan organisasi (Liliweri, 2007). Sedangkan komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui dan ditetapkan secara sosial. Sistem komunikasi formal memiliki beberapa fungsi penting, di antaranya (Liliweri, 2007 : 69) : 1. 2. 3.
Jaringan komunikasi formal terbentuk sebagai fasilitas untuk mengkoordinir kegiatan, pembagian kerja dalam organisasi; Hubungan formal secara langsung hanya meliputi hubungan antara atasan dengan bawahan. Komunikasi langsung seperti itu memungkinkan dua pihak berpartisipasi umpan balik dengan cepat; Jaringan komunikasi formal memungkinkan anggota dapat mengurangi atau menekan waktu yang mungkin akan terbuang, atau kejenuhan produksi, mengeliminir ketidaktentuan operasi pekerjaan, termasuk tumpang tindihnya tugas dan fungsi, serta pembaharuan menyeluruh yang berdampak pada efektivitas dan efisiensi;
19
4.
Jaringan komunikasi formal menekankan terutama pada dukungan yang penuh dan kuat dari kekuasaan melalui struktur dan hierarkis. 2.2.2.2. Jenis Komunikasi Organisasional Ditinjau dari arah perpindahan pesannya, maka komunikasi organisasi dapat dikelompokkan menjadi : komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, komunikasi horizontal, dan komunikasi lintas saluran (Pace dan Faules, 2008). Dalam komunikasi ke bawah, informasi dikirimkan secara formal dari seseorang yang otoritasnya lebih tinggi kepada orang lain yang otoritasnya lebih rendah. Dalam komunikasi ke atas, informasi dikirimkan secara formal dari orang yang otoritasnya lebih rendah ke orang lain yang otoritasnya lebih tinggi. Dalam komunikasi horizontal, informasi dikirimkan dari seseorang kepada orang lain yang masih setingkat otoritasnya. Sedangkan komunikasi lintas saluran, merupakan komunikasi yang terjadi secara formal antara orang-orang yang tidak ada hubungan atasan bawahan dan mereka berada pada bagian atau departemen yang berbeda. 1.
Komunikasi ke Bawah Komunikasi ke bawah dalam suatu organisasi berarti informasi dikirimkan dari orang yang memiliki jabatan dengan otoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan meliputi : a. b. c. d. e.
informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan, informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi, informasi mengenai kinerja pegawai, dan informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission). (Pace dan Faules, 2008).
20
Kebanyakan komunikasi ke bawah digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan tugas-tugas dan pemeliharaan. Pesan tersebut biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijaksanaan umum. Komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan (Muhammad, 2000). Secara umum tujuan dari dilakukannya komunikasi ke bawah menurut pendapat Luthans (2006 : 77) adalah sebagai berikut : a. b. c. d. e.
Memberi arahan tugas khusus mengenai instruksi kerja; Memberi informasi mengenai prosedur dan praktek organisasi; Menyediakan informasi mengenai pemikiran dasar pekerjaan; Memberitahu bawahan mengenai kinerja mereka; Menyediakan informasi ideologi guna memudahkan indoktrinasi tujuan.
Pegawai di seluruh tingkat dalam organisasi perlu diberi informasi. Manajemen puncak hidup dalam dunia informasi. Kualitas dan kuantitas informasi harus tinggi agar dapat membuat keputusan yang bermanfaat dan cermat. Manajemen puncak harus memiliki informasi dari semua unit dalam organisasi, dan harus memperoleh informasi untuk semua unit. Menurut Muhammad (2000) secara umum komunikasi ke bawah
21
dapat dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu : ”instruksi tugas, rasional, idiologi, informasi dan umpan balik (balikan)”. Dari kelima jenis komunikasi ke bawah yang disampaikan oleh Muhammad dapat dijabarkan sebagai berikut : a.
Instruksi Tugas Instruksi tugas/pekerjaan yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya. Pesan itu mungkin bervariasi seperti perintah langsung, deskripsi tugas, prosedur manual, program latihan tertentu, alat-alat bantu melihat dan mendengar yang berisi pesan-pesan tugas dan sebagainya. Faktor yang prinsipal adalah mempengaruhi isi dari instruksi tugas-tugas yang kelihatannya kompleks dan menghendaki keterampilan dan pengalaman untuk melakukannya. Instruksi tugas yang tepat dan langsung cenderung dihubungkan dengan tugas yang sederhana yang hanya menghendaki ketrampilan dan pengalaman yang minimal. Instruksi yang lebih umum biasanya digunakan bagi tugas-tugas yang kompleks, di mana pegawai diharapkan mempergunakan pertimbangannya, ketrampilan dan pengalamannya.
b.
Rasional Rasional pekerjaan adalah pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi atau obyektif organisasi. Kualitas dan kuantitas dari
22
komunikasi rasional ditentukan oleh filosofi dan asumsi pimpinan mengenai bawahannya. Bila pimpinan menganggap bawahannya pemalas, atau hanya mau bekerja bila dipaksa maka pimpinan memberikan pesan yang bersifat rasional ini sedikit. Tetapi bila pimpinan menganggap bawahannya orang yang dapat memotivasi diri sendiri dan produktif, maka biasanya diberikan pesan rasional yang banyak. c.
Ideologi Pesan mengenai ideologi ini adalah merupakan perluasan dari pesan rasional. Pada pesan rasional penekanannya ada pada penjelasan tugas dan kaitannya dengan perspektif organisasi. Sedangkan pada pesan ideologi sebaliknya mencari sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna memperkuat loyalitas, moral dan motivasi.
d.
Informasi Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan kegiatan organisasi, peraturan-peraturan organisasi, keuntungan, kebiasaan dan data lain yang tidak berhubungan dengan instruksi dan rasional.
e.
Balikan/Umpan balik Balikan atau umpan balik adalah pesan yang berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu bentuk sederhana dari balikan ini adalah pembayaran gaji pegawai yang telah siap melakukan pekerjaannya atau apabila tidak ada informasi dari
23
atasan yang mengritik pekerjaannya, berarti pekerjaannya sudah memuaskan. Tetapi apabila hasil pekerjaan pegawai kurang baik balikannya mungkin berupa kritikan atau peringatan terhadap pegawai tersebut. Semua bentuk komunikasi ke bawah tersebut dipengaruhi oleh struktur hierarki dalam organisasi. Pesan ke bawah cenderung bertambah karena pesan itu bergerak melalui tingkatan hierarki secara berturut-turut. Misalnya pesan dari pimpinan yang paling atas hanya berupa suatu pernyataan tentang hasil yang diinginkan. Maksud dari pencapaian hasil yang diingini ini mungkin ditambah pada tingkatan hierarki yang lebih rendah berikutnya. Selanjutnya pesan tersebut pada hierarki yang lebih rendah berikutnya ditambah lagi dengan hal-hal detail bagaimana mencapai hasil yang diinginkan tersebut. Sampai pesan tersebut lengkap secara operasional untuk dilaksanakan. 2.
Komunikasi ke Atas Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi (Pace dan Faules, 2008). Semua pegawai dalam sebuah organisasi, kecuali mungkin mereka yang menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas yaitu, setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau memberi informasi kepada seseorang yang otoritasnya lebih tinggi. Suatu permohonan atau komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi, atau lebih luas merupakan
24
esensi komunikasi ke atas. Komunikasi ke atas merupakan hal yang penting bagi organisasi karena beberapa alasan (Pace dan Faules, 2008) : a. b.
c. d.
e. f.
Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang lain; Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka; Komunikasi ke atas mendorong keluh kesah muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya; Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberi kesempatan kepada pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saransaran mengenai operasi organisasi; Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah; Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut.
Pada umumnya analisis dan penelitian dalam komunikasi ke atas menyatakan bahwa penyelia dan manajer harus menerima informasi dari bawahan mereka yang : a.
Memberitahukan apa yang dilakukan bawahan, pekerjaan mereka, prestasi, kemajuan, dan rencana-rencana untuk waktu mendatang;
b.
Menjelaskan persoalan-persoalan kerja yang belum dipecahkan bawahan yang mungkin memerlukan beberapa macam bantuan;
c.
Memberikan saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka
25
atau dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan; d.
Mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan mereka, rekan kerja mereka, dan organisasi. Komunikasi ke atas berfungsi sebagai balikan bagi pimpinan mem-
berikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang disampaikan kepada bawahan
dan
dapat
memberikan
stimulus
kepada
pegawai
untuk
berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan bagi departemennya atau organisasinya (Muhammad, 2000). Hal-hal yang sering diinformasi dalam komunikasikan ke atas menurut pendapat Muhammad (2000 : 86) antara lain : a. b. c. d.
3.
Apa yang dilakukan bawahan, pekerjaannya, hasil yang dicapainya, kemajuan mereka dan rencana masa yang akan datang; Menjelaskan masalah-masalah pekerjaan yang tidak terpecahkan yang mungkin memerlukan bantuan tertentu; Menawarkan saran-saran atau ide-ide bagi penyempurnaan unitnya masing-masing atau organisasi secara keseluruhan; Menyatakan bagaimana pikiran dan perasaan mereka mengenai pekerjaannya, teman sekerjanya dan organisasi.
Komunikasi Horizontal Komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian informasi di antara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individuindividu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempunyai atasan yang sama (Pace dan Faules, 2008). Jadi, di universitas, unit kerja dapat berupa sebuah jurusan. Jurusan komunikasi, jurusan perilaku organisasi, dan jurusan ilmu pengajaran semuanya meliputi
26
dosen-dosen yang dipimpin oleh seorang ketua jurusan. Komunikasi di antara dosen-dosen
dalam
sebuah
jurusan
disebut
komunikasi
horizontal.
Komunikasi dosen jurusan yang satu dengan dosen jurusan yang lainnya disebut komunikasi lintas saluran, yaitu informasi diberikan melewati batasbatas fungsional atau batas-batas unit kerja, dan di antara orang-orang yang satu sama lainnya tidak saling menjadi bawahan atau atasan. Penelitian dan pengalaman menyatakan bahwa komunikasi horizontal memiliki tujuan sebagai berikut (Pace dan Faules, 2008): a.
Untuk mengkoordinasikan penugasan kerja. Para pegawai bagian pelatihan dan pengembangan memiliki kegiatan pelatihan utama untuk mengatur dan menyampaikan. Mereka harus saling bertemu untuk mengkoordinasikan pembagian tugas;
b.
Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan. Bila gagasan dari beberapa orang menjanjikan hasil yang lebih baik daripada gagasan satu orang, komunikasi horizontal menjadi amat penting. Dalam menciptakan rancangan
suatu
program
pelatihan
atau
kampanye
hubungan
masyarakat, anggota-anggota suatu bagian mungkin perlu berbagi informasi mengenai rencana-rencana mereka dan apa yang akan mereka kerjakan; c.
Untuk memperoleh pemahaman bersama. Bila diusulkan perubahanperubahan sebagai persyaratan untuk suatu bidang studi utama akademik, dosen-dosen harus bekerja bersama-sama untuk menghasilkan suatu
27
pemahaman bersama mengenai perubahan apa yang harus dibuat. d.
Untuk memecahkan masalah; Untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan. Individuindividu sering mengembangkan pilihan dan prioritas yang akhirnya menimbulkan ketidaksepakatan. Bila hal ini terjadi, komunikasi horizontal di antara para anggota unit kerja merupakan hal pokok dalam mendamaikan perbedaan. Kenyataannya, beberapa perbedaan perlu dirundingkan dan didamaikan. Hanya dengan melalui komunikasi horizontal prioritas dapat disesuaikan dan konflik diselesaikan;
e.
Untuk menumbuhkan dukungan antarpersonal. Oleh karena pegawai memakai sejumlah besar waktu mereka untuk berinteraksi dengan orang lain dalam pekerjaan, sampai tingkat tertentu memperoleh dukungan antarpersonal dari rekan-rekan kerja. Kebanyakan komunikasi horizontal bertujuan untuk memperkuat ikatan dan hubungan antarpersonal. Para pegawai sering makan siang bersama dan bertemu pada waktu istirahat untuk memperkuat hubungan antarpersonal. Komunikasi horizontal memegang peranan penting dalam pembinaan hubungan di antara para pegawai dan mendorong terciptanya unit kerja yang padu. Para pegawai yang tingkatnya sama, yang sering berinteraksi, tampaknya lebih sedikit mengalami kesulitan dalam memahami satu sama lainnya. Interaksi antar sejawat menghasilkan dukungan emosional dan psikologis.
28
4.
Komunikasi Lintas Saluran Komunikadi lintas saluran sering juga disebut dengan istilah komunikasi diagonal. Komunikasi ini biasa dilakukan oleh dua orang atau lebih yang berbeda strata dan berbeda struktur (Liliweri, 2007). Komunikasi lintas saluran ini berlangsung di antara pegawai melewati batas-batas fungsional (Pace dan Faules, 2008). Sebagai contoh, bagian-bagian seperti teknik, penelitian, akunting, dan personalia mengumpulkan data, laporan, rencana persiapan, kegiatan koordinasi, dan memberi informasi kepada manajer mengenai pekerjaan pegawai di semua bagian organisasi. Mereka melintasi jalur fungsional dan berkomunikasi dengan orang-orang yang diawasi dan yang mengawasi tetapi bukan atasan atau bawahan mereka. Mereka tidak memiliki otoritas lini untuk mengarahkan orang-orang yang berkomunikasi dengan mereka.
2.2.3. Kualitas Pelayanan Publik 2.2.3.1. Pengertian Pelayanan Banyak ahli telah mencoba mendefinisikan kata kualitas, dan sampai sekarang, belum terdapat definisi universal yang bisa diterima dari kata kualitas (Crosby, 2000) misalnya mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi. Pirsig dalam Edvardsson, et al (2004) mengatakan bahwa
29
“kualitas merupakan ciri kehidupan dan pemikiran yang diidentifikasikan oleh suatu proses di luar pemikiran”. Karena definisi-definisi selalu merupakan produk dari pemikiran formal yang ketat, konsep kualitas sulit untuk didefinisikan, kita bagaimanapun juga tahu apa yang dimaksudkanya. Implikasinya di sini adalah bahwa kita semua memiliki gagasan mengenai apa itu kualitas disamping fakta bahwa tak karena itu, gagasangagasan kita mengenai apa itu kualitas didasarkan pada gambaran yang abstrak yang dimiliki oleh memori kita. Menurut Ishikawa et al. dalam Banks (2000) : “Kualitas merupakan tanggung jawab setiap orang dalam organisasi”. Lebih lanjut lagi Banks mengutip mengatakan bahwa : sistem kualitas akhirnya digunakan sebagai suatu istilah yang mencakup semua untuk mendiskripsikan rencara-rencana, aktivitas-aktivitas, dan kejadian-kejadian kolektif yang disediakan untuk menjamin bahwa suatu proses produk, atau jasa akan memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang ada Istilah kualitas memiliki banyak definisi dan mengandung berbagai makna. Setiap orang akan mengartikannya secara berlainan, antara lain diartikan sebagai kesesuaian dengan persyaratan atau tuntutan, kecocokan untuk pemakaian, perbaikan atau penyempurnaan berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan kebutuhan masyarakat sejak awal setiap saat, melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal, dan sesuatu yang bisa membahagiakan masyarakat (Tjiptono, 2007), Iuran (1979) mendefinisikan kualitas sebagai kecocokan untuk pemakaian atau kepuasan masyarakat (quality is fitness user or
30
quality is consumer satisfaction). Definisi ini menekankan orientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pengertian kualitas dapat pula dibedakan menurut pandangan produsen dan masyarakat (Krajewski dan Ritzman, 2000) Definisi kualitas menurut produsen adalah kesesuaian terhadap spesifikasi, dalam hal produsen memberikan toleransi tertentu yang dihasilkan. Sedangkan dari sudut pandang masyarakat, kualitas berarti nilai, yaitu seberapa baik atau berkualitasnya suatu produk. Dalam hal ini ada tiga aspek yang diperhatikan masyarakat dalam menilai kualitas yaitu meliputi perangkat keras yang berupa wujud fisik atau peralatan, pendukung produk atau jasa dan kesan secara psikologis. Pengertian pelayanan secara umum adalah usaha yang dilakukan oleh manusia dan untuk manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan serta tujuantujuan sehinggga mampu menjadi puas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dari aktivitas-aktivitas kehidupan manusia. Menurut Arsmtrong (2004 : 338), “pelayanan adalah suatu cara bagaimana jasa masyarakat” Sedangkan mutu layanan menurut Kotler (2007 : 338) adalah : “keseluruhan ciri serta sifat dari suatu layanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat”. Sedangkan menurut Supriyanto dan Sri Sugiyanti (2001 : 8), bahwa pelayanan di definisikan sebagai : “upaya untuk membantu menyiapkan, menyediakan atau mengurus keperluan orang lain. Senada dengan pengertian diatas”.
31
Lukman (2000 : 8) menambahkan bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan masyarakat. Menurut Juran (2005), kualitas dalam pengertian kesesuaian terhadap spesifikasi atau kesesuaian terhadap standart. Definisi ini sangat berbahaya bila diterapkan kepada strata manajemen. Pada strata ini yang lebih penting diperhatikan adalah apakah produk-produk yang bersangkutan merespon terhadap kebutuhan-kebutuhan, masyarakat. Kesesuaian terhadap standard hanyalah salah satu saja dari banyak cara untuk mencapai mutu. Definisi kualitas menekankan orientasi pada pemenuhan harapan masyarakat, yang dikutip Tjiptono (2000:12), pendekatan Crosby, pada transformasi budaya kualitas, pentingnya melibatkan setiap orang dalam organisasi pada proses, menekankan kesesuaian individual terhadap tuntutan, sedang Deming penekanan utama pada perbaikan dan pengukuran kualitas secara terus menerus, dengan melibatkan karyawan untuk memecahkan
masalah
dengan
alat
yang
cocok,
maka
kualitas
dapat
disempurnakan secara terus menerus. Beberapa perusahaan di Amerika Serikat telah membentuk definisidefinisi mereka sendiri mengenai kualitas tergantung pada tujuan-tujuan dan strategi-strategi mereka. American Express mendefinisikan kualitas sebagai kualitas merupakan satu-satunya bentuk proteksi paten kita. Federal Express mengatakan ‘Memenuhi atau melampaui kualitas pesaing’. Florida Power and Light menyebutkan sebagai ‘Memenuhi keinginan atau harapan-harapan
32
keinginan dari masyarakat’. Sementara Marriot (American Hotel Chain) mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan tuntutan-tuntutan. Tuntutantuntutan dalam hal ini ditentukan dan dimodifikasi melalui komunikasi terus menerus antara masyarakat, anggota asosiasi lini depan dan manajemen. Pamudji sebagaimana di kutip oleh Zenju (2003 : 67) menyatakan bahwa pelayanan masyarakat yaitu berbagai kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan jasa-jasa. Sedangkan menurut Wirjatmi (2006 : 7) Pelayanan umum adalah sesuatu yang disediakan baik oleh organisasi pemerintah maupun organisasi swasta karena masyarakat umumnya tidak dapat memenuhi sendiri kebutuhan tersebut kecuali melalui kolektif. Sedangkan pelayanan prima didefinisikan sebagai pelayanan yang memberikan kepada kepuasan masyarakat atau masyarakat yang dilayani. Sebagaimana Keputusan Menperindag Nomor 21 Tahun 2004 tentang pelayanan masyarakat, bahwa yang dimaksud dengan pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh perusahaan
pemerintah
maupun perusahaan swasta dalam bentuk baik dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sasaran dari pelayanan prima adalah kepuasan menerima layanan baik kepuasan layanan maupun kepuasan produk kegiatan pelayanan. Moenir (2005 : 205) mengatakan bahwa sasran manajemen pelayanan umum adalah bersifat
33
tunggal yaitu kepuasan menerima layanan. Menurut Rachmad Kusmiadi (2005:2) bahwa pelayanan umum memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
Sederhana berarti prosedurnya tidak terbelit-belit dan menyulitkan masyarakat yang ingin memperoleh pelayanan. Terbuka berarti diketahui secara luas, jelas informasinya, mudah diperoleh, tidak ditutupi apalagi jika yang bertujuan untuk menggunakan kesempatan atas ketidaktahuan masyarakat. Lancar berarti dalam setiap urusan yang dilakukan oleh masyarakat tidak harus menunggu lama tanpa hambatan dan rongrongan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Tepat berati apa yang diberikan oleh aparatur sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Lengkap berarti apabila seseorang ingin memperoleh pelayanan untuk urusan tertentu dengan mandatangani satu instansi mereka langsung menerima pelayanan seluruh urusannya di kantor tersebut tidak perlu mendatangi berbagai instansi. Wajar berarti apa yang harus dikeluarkan untuk pengganti biaya pelayanan adalah tidak terlalu mahal dan juga tidak terlalu murah. Terjangkau berarti tarif atau biaya-biaya yang sesuai kemampuan masyarakat pada umumnya.
Kemudian dalam pelaksanaan pelayanan terhadap masyarakat menurut Moenir (2005 : 40-41) banyak kemungkinan tidak adanya layanan yang memadai antara lain dikarenakan : 1. Kurangnya kesadaran aparatur terhadap tugas dan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya, akibatnya mereka bekerja dan melayani sekedarnya padahal orang yang harus menerima pelayanan sangatlah banyak akibat dari keadaan ini ialah tidak adanya disiplin kerja. 2. Sistem, prosedur dan metode kerja yang tidak memadai sehingga mekanisme kerja tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. 3. Pengorganisasian tugas pelayanan yang belum serasi akan terjadi simpang siur terhadap pananganan tugas, tumpang tindih atau tercecer suatu tugas tidak ada yang menangani. 4. Pendapatan pegawai yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, akibatnya hasil pekerjaan tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
34
5. Kemampuan pegawai yang tidak memadai untuk tugas yang dibebankan kepadanya, akibatnya hasil pekerjaan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. 6. Tidak tersedianya sarana yang memadai akibatnya pekerjaan menjadi lamban, waktu banyak yang hilang dan penyelesaian masalah banyak terlambat. Jadi pelayanan tersebut tidak akan berhasil dengan baik disebabkan oleh kurangnya : 1. Kesadaran karyawan. 2. Sistem, prosedur dan metode kerja yang ditentukan tidak berjalan dengan baik. 3. Tidak adanya pembagian tugas yang baik. 4. Kurangnya pendapatan pegawai. 5. Kurangnya kemampuan dan keterampilan pegawai. 6. Kurangnya sarana dan prasarana. Oleh karena itu dalam pelayanan umum terdapat beberapa pendukung penting yang perlu diperhatikan yakni sebagai berikut : 1. Kesadaran akan tugas dan tanggung jawab sebagai pelayan. 2. Aturan yang telah ditetapkan. 3. Organisasi yang menetapkan sistem, prosedur dan metode. 4. Kemampuan serta ketrampilan dari petugas pelayanan. 5. Sarana dan prasarana pelayanan. Dari pendapat-pendapat diatas dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pelyanan adalah kegiatan atau serangakaian kegiatan yang
35
dilakukan oleh instansi baik pemerintah maupun swasta dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat atau masyarakat berupa barang maupun jasa. Sedangkan pelayanan prima adalah pelayanan yang memberikan tingkat kepuasan pada masyarakat penerima layanan. Pelayanan prima haruslah memenuhi unsurunsur antata lain sederhana, terbuka, lancar, tepat waktu, langkap, terjangkau, adanya kejelasan dan kepastian, aman, efisien dan adanya perlakuan yang adil pada semua penerima pelayanan.
2.2.3.2. Pengertian Kualitas Pelayanan Istilah kualitas mengandung banyak definisi, dimana setiap orang akan mengartikannya secara berlainan, babarapa contoh definisi mengenai kualitas yang sering dijumpai yakni sebagai berikut : 1. Kesesuaian dengan syarat atau tuntutan. 2. Kecocokan untuk pemakaian. 3. Perbaikan atau penyempurnaan lebih lanjut. 4.
Bebas dari kerusakan atau cacat.
5. Pemenuhan kebutuhan masyarakat setiap saat. 6. Melakukan segala sesuatu secara benar sejak awal. 7. Sesuatu yang bisa membahagiakan masyarakat. Upaya untuk mendifinisikan kualitas dalam organisasi jasa tertentu bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Dalam berbagai literatur dijumpai beberapa definisi kualitas yang banyak dikutip dan diadaptasikan. Juran dalam
36
Tjiptono (2007:11) menyatakan bahwa kualitas sebagai kecocokan untuk pemakaian, definisi ini menekankan orientasi kepada pemenuhan harapan masyarakat. Menurut Ceosby dalam Tjiptono (2007 : 12) bahwa : “pandekatan kualitas terletak pada informasi budaya kualitas yang menekankan pada keserasian individual dengan tuntutan”, sedangkan Deming dalam Tjiptono (2007 : 12) menyatakan bahwa : “perbaikan dan pengukuran kualitas harus dilakukan terusmenerus didasarkan pada strategi penggunaan alat-alat statistic”. Sedangkan Taguchi dalam Tjiptono (2007 : 12) mendifinisikan kualitas sebagai : “kerugian yang ditimbulkan oleh suatu produk bagi masyarakat, setelah produk bagi masyarakat, setelah produk tersebut dikirim sebagai akibat fungsi intrinsik produk tersebut”. Terdapat beberapa pendapat tentang definisi kualitas sebagaimana disebutkan diatas dapatlah disimpulkan bahwa kualias adalah sifat atau nilai sesuatu untuk pemenuhan bagi yang memerlukan. Menurut Lukman (2000 : 10) bahwa : “Kualitas Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesuai standart pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam pemberian pelayanan”. Lebih lanjut Lukman (2000 : 11) memberikan gambaran bahwa : Standart pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. Penilaian terhadap kualitas pelayanan ditentukan oleh masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan tersebut, hal ini karena kualitas pelayanan dapat ditentukan melalui suatu usaha untuk membandingkan persepsi pelayanan yang diterima dengan keinginan pelayanan yang diharapkan oleh seseorang.
37
Kualitas pelayanan adalah sesuatu yang kompleks dan dikatakan oleh Zeithami. Parasuraman dan Berry dalam Tjiptono (2007:70) bahwa pelayanan terdiri dari lima dimensi yakni sebagai berikut : 1. 2. 3.
4. 5.
Relibility yakni kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepada masyarakat. Responsibility yakni kesadaran atau keinginan untuk membantu masyarakat dan memberikan pelayanan yang cepat. Assurance yakni pengetahuan atau kesopan-santunan serta kepercayaan diri pada karyawan. Dimensi ini memiliki ciri-ciri kompetensi untuk memberikan palayanan, sopan dan memiliki sifat respek terhadap masyarakat. Emphaty yakni memberikan perhatian individu masyarakat secara khusus, dimensi ini memiliki ciri-ciri kemauan untuk mengerti keinginan dan kebutuhan masyarakat. Tangibles yakni penampilan para karyawan dan fasilitas-fasilitas fisik lainnya seperti peralatan dan perlengkapan yang menunjang pelaksanaan pelayanan.
Sedangkan Loveloch (2002), mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan bagi pelayanan masyarakat agar kualitas pelayanan dapat dicapai antara lain : 1. Tangible (terjamah), seperti kemampuan fisik, peralatan, personil dan komunikasi material. 2. Realible (handal), kemapuan membentuk pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan memiliki keajengan. 3. Responsiveness (pertanggungjawaban), yakni rasa tanggung jawab terhadap mutu pelayanan. 4. Empathy (empati) perhatian perorangan kepada masyarakat. Berdasarkan uraian mengenai prasarat tentang kualitas pelayanan maka dengan demikian kualitas pelayanan tergantung pada perilaku kualitas manusianya serta tingkat ketrampilan dan keahlian yang dimilikinya oleh setiap individu atau organisasi.
38
Terdapat dua unsur utama yang membentuk pelayanan yang berkualitas sebagaimana dikatakan Sulastiono (2006 : 6) yakni : 1. Kualitas manusia atau perilaku pribadi yang berkaitan dengan begaimana karyawan memberikan pelayanan dengan menggunakan sikap, perilaku dan ketrampilan verbal untuk berintegrasi dengan masyarakat. 2. Ketrampilan atau keahlian pada penugasan terhadap unsur-unsur tehnik dan prosedur serta sistem pelaksanaan pekerjaan yang mapan dan mentransfer produk dan jasa. Usaha menciptakan pelyanan yang lebih baik dan berkualitas perlu adanya usaha pelatihan yang secara terus menerus. Parasuraman, Zeithami dan Berry dalam Tjiptono (2007 : 46) menformulasikan sebuah model kualitas pelayanan yang dikehendaki yakni sebagai berikut : 1. Kesenjangan antara harapan masyarakat dan persepsi manajemen. 2. Kesenjangan antara persepsi menajemen terhadap masyarakat dan spesifikasi jasa. 3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dengan penyampaian jasa. 4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. 5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dengan jasa yang diharapkan. Menurut Tjiptono (2007 : 85) bahwa ada beberapa faktor
yang
menyebabkan kualitas jasa menjadi menurun, yakni sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan. Intensitas tenaga kerja yang tinggi. Kurangnya dukungan terhadap masyarakat internal. Adanya kesenjangan-kesenjangan komunikasi. Memperlakukan semua masyarakat dengan cara yang sama. Visi bisnis jangka pendek.
Setelah diketahui apa yang menjadi hambatan, juga sangat penting diperhatikan beberapa dimensi perbaikan kualitas. Gasperz (2007 : 20)
39
menyatakan ada sepuluh dimensi yang harus diperhatikan dalam perbaikan kualitas pelayanan, yakni sebagai berikut : 1. Ketepatan waktu pelayanan, hal ini perlu diperhatikan terkait dengan waktu tunggu dan waktu proses. 2. Akurasi pelayanan, hal ini terkait dengan reabilitas pelayanan dan bebas dari kesalahan-kesalahan. 3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan masyarakat internal. 4. Tanggung jawab, hal ini terkait dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari masyarakat eksternal. 5. Kelengkapan, hal ini terkait dengan lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung serta layanan komplementer lainnya. 6. Kemudahan mendapat pelayanan, hal ini terkait dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru. 7. Variasi model pelayanan. 8. Pelayanan pribadi, hal ini terkait dengan fleksibilitas, penanganan permintaan khusus. 9. Kenyamanan dalam memperoleh layanan, hal ini terkait dengan lokasi, ruang dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, ketersediaan informasi dan petunjuk-petunjuk lainnya. 10. Atribut pendukung pelayanan, hal ini terkait dengan kebersihan, ruang tunggu, dan lainnya. Jenis-jenis pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan perusahaan swasta dapat dilihat dari pemanfaatannya apakah pelayanan tersebut berorientasi kepada kepentingan individu yang mempunyai dampak terhadap masyarakat atau masyarakat dan sebaliknya atau kepentingan masyarakat secara umum.
2.2.3.2. Kualitas Pelayanan Jasa Kualitas pelayanan dalam bidang jasa dan pelayanan jasa telah menjadi topik yang semakin vital bagi para peneliti, karena transisi akhir-akhir ini kepada
40
ekonomi jasa oleh banyak negara. Hal ini didorong oleh kompetisi global dan kecenderungan-kecenderungan yang berubah dalam cara hidup masyarakat. Kualitas jasa lebih
baik sering dikenal sebagai strategi pelayanan yang
kemungkinan dapat digunakan oleh perusahaan dalam mencapai deferensiasi jasa, nilai masyarakat, dan kepuasan masyarakat (Morash, 2004 : 49). Kualitas jasa adalah persepsi masyarakat mengenai superioritas jasa yang merupakan akumulasi kepuasan bagi banyak masyarakat atas banyak pengalaman jasa. Sebuah penyedia jasa yang berkualitas adalah penyedia yang mampu terus menerus menyediakan pengalaman jasa yang memuaskan selama periode waktu yang lama (Hill, 2002). Menurut Hart kualitas suatu jasa adalah perbedaan antara jasa yang disediakan dan apa yang diharapkan oleh masyarakat (2000). Dalam hal ini penilaian tentang kualitas jasa yang ditentukan oleh pengguna jasa. Zeithaml (2008:15), seperti yang tertulis dalam jurnalnya menyebutkan bahwa mutu yang dirasakan adalah penilaian (juagement) masyarakat tentang keunggulan atau superioritas atau suatu kesatuan (entity). Pengertian mutu di sini adalah bahwa mutu merupakan suatu bentuk sikap, dan berkaitan tetapi tidak sama dengan kepuasan, juga dihasilkan oleh suatu perbandingan antara harapan dengan persepsi tentang kinerja. Menurut John dan Joby (2002), kepuasan ditentukan oleh harapan dan persepsi masyarakat. Selanjutnya Mc. Dougall dan Levesque (2004) mengutip Parasuraman et al. (2005a) mengatakan “Kualitas jasa telah dikonseptualisasikan sebagai perbedaan
41
antara harapan masyarakat dan kinerja aktual dari penyedia jasa (Teori kesenjangan). Dalam mendefinisikan jasa yang berkualitas, ada beberapa karakteristik tambahan yang patut diperhitungkan pula. Diantaranya, Garvin (dalam Lovelock, 2004; Peppard dan Roland, 2005), mengidentifikasikan delapan dimensi yaitu kualitas kinerja, keistimewaan tambahan, keandalan, kesesuaian dengan spesifikasi daya tahan, estetika, service ability, dan persepsi terhadap kualitas. Akan tetapi sebagian besar dimensi tersebut lebih tepat diterapkan dalam perusahaan manufaktur, oleh sebab itu Stamatis (2006), dikutip Tjiptono (2000: 14) memodifikasikan delapan dimensi Garvin menjadi tujuh dimensi yang bisa diterapkan dalam industri jasa : 1. Kinerja primer yang dituntut dari suatu jasa. 2. Karakteristik atau ciri tambahan (features) kinerja yang diharapkan 3. Kesesuaian (conformance) kepuasan pada pemenuhan persyaratan yang diterapkan 4. Keandalan (reliability), yaitu kepercayaan terhadap jasa dalam kaitannya dengan waktu. 5. Serviceability, kemampuan untuk melakukan perbaikan 6. Estetika (aesthetics), pengalaman masyarakat yang berkaitan dengan perasaan dan pancaindera 7. Persepsi yaitu reputasi kualitas. Dasar lainnya, Granroos (dalam Edvardsson, Thomasson, dan Evretveit, 2004) menyatakan bahwa tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas jasa, yaitu outcome-related, process related dan image related. Yang termasuk dalam outcome related criteria adalah :
42
1. Profesionalisme dan Skill Kriteria ini merupakan outcome related criteria, dimana masyarakat menyadari bahwa penyedia jasa (Service provider), karyawan system operasional dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah masyarakat secara professional. 2. Attitudes anda Behavior. Kriteria ini masuk dalam process related criteria, dimana masyarakat merasa bahwa karyawan perusahaan (contact personel) menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah mereka secara spotan dan senang hati. 3. Accesability and flexibility Kriteria ini termasuk dalam process related criteria , masyarakat merasa bahwa penyedia jasa karyawan dan sistem operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat melakukan akses dengan mudah, dan bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan masyarakat. 4. Reliability and Trustwerthiness Kriteria ini juga termasuk dalam process related criteria, masyarakat mempercayakan sepenuhnya pada penyedia jasa apapun yang terjadi. 5. Recivery Termasuk dalam process related criteria, masyarakat menyadari bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan maka penyedia jasa akan segara mengambil tindakan untuk mencari pemecahannya. 6. Reputation and Credibility Kriteria ini merupakan image releated criteria, palanggan meyakini bahwa penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat. Menurut Tjiptono (2001) pada cara masyarakat atau masyarakat dalam menilai Dimensi Kualitas Jasa di bidang jasa penerbangan adalah keandalan. Janji ditepati sesuai dengan jadwal penerbangan terbukti akurat, daya tanggap yang cepat dapat diakses, tidak lama merespon terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Kesesuaian terhadap standar hanyalah salah satu saja dari banyak cara untuk mencapai mutu.
43
Definisi ini menekankan orientasi pada pemenuhan harapan masyarakat, Crosby yang dikutip Tjiptono (2000 : 12), pendekatan Crosby pada transformasi budaya kualitas, pentingnya melibatkan setiap orang dalam organisasi pada proses, menekankan kesesuaian individual terhadap tuntutan, sedang Deming, penekanan utama pada perbaikan dan pengukuran kualitas secara terus menerus, dengan melibatkan karyawan untuk memecahkan masalah dengan alat yang cocok, maka kualitas dapat disempurnakan terus menerus. Model kualitas jasa pelayanan dikembangkan oleh Parasuraman, L.L Berry dan V. A. Zethaml seperti yang dikutip oleh Yamit (2001), berupaya untuk mengenali kesenjangan pelayanan yang terjadi dan mencari jalan keluar untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan kesenjangan pelayanan tersebut. Secara umum kesenjangan pelayanan dibedakan dalam dua kelompok : 1. Kesenjangan yang muncul dari dalam perusahaan. Kesenjangan ini dibedakan dalam empat jenis, yaitu kesenjangan (a) tidak mengetahui harapan masyarakat akan pelayanan; kesenjangan (b) tidak memiliki desain dan standar pelayanan yang tepat; kesenjangan (c) tidak memberikan pelayanan berdasar standar pelayanan; kesenjangan (d) tidak memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan. 2. Kesenjangan yang muncul dari luar perusahaan. Kesenjangan ini disebut kesenjangan (e) yang terjadi karena ada perbedaan antara persepsi masyarakat dengan harapan masyarakat terhadap pelayanan. (Yamit, 2001: 25) Harapan masyarakat merupakan referensi standar kinerja pelayanan, dan seringkali diformulasikan berdasarkan keyakinan masyarakat tentang apa yang akan terjadi. (Yamit, 2001).
44
Tulisan Sasser, Oslen, Wyckoff (1978); Gronroos (2002); dan Lehtinen (2002) dan wawancara kelompok fokus secara ekstensif yang dilakukan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (2005), secara jelas mendukung pengertian bahwa mutu jasa atau pelayanan seperti dirasakan oleh para masyarakat, berasal dari suatu perbandingan antara apa yang mereka rasa harus ditawarkan oleh suatu perusahaan jasa atau pelayanan, yaitu dari harapan mereka, dan dengan persepsi mereka tentang kinerja perusahaan yang memberikan jasa atau pelayanan. Karena itu mutu jasa atau pelayanan yang dirasakan dipandang sebagai derajat dan arah ketidak sesuaian (discrepancy) antara persepsi dengan harapan para masyarakat (Parasuraman, 2008: 16). Carman (2000:33) dalam jurnalnya, Consumer Perceptions of Service Quality : An Assessment of the SERVQUAL Dimensions, menyatakan bahwa konsep dan pengukuran kualitas pelayanan merupakan konsep yang sulit dipahami karena pelayanan itu sendiri merupakan sesuatu yang abstrak.
2.3. Kerangka Konseptual Penelitian Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik di Lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan, instansi menempuh beberapa cara yang diantaranya adalah dengan melakukan mutasi pegawai dan mengembangkan komunikasi organisasional. Hal tersebut dilakukan mengingat dengan pelaksanaan mutasi pegawai, maka pegawai terkait akan berupaya untuk mengembangkan profesional dalam tugas dan fungsi keorganisasian yang lebih
45
baik lagi. Selain itu bahwa pegawai yang dimutasi akan mempunyai kesempatan yang lebih luas lagi untuk mengembangkan diri. Sementara itu peningkatan kualitas pelayanan melalui komunikasi pegawai merupakan proses optimalisasi sumber daya yang ada untuk lebih memacu dan mengembangkan performance kinerja dari masing-masing pegawai. Berdasar pada gambaran tersebut, maka dalam penelitian ini konsep yang dibangun dapat digambarkan dalam bentuk model kerangka konseptual penelitian seperti berikut ini : Komunikasi : Komunikasi Ineternal Komunikasi Organisasional
Kinerja Organisasi
Gambar 2.1. Model Kerangka Konseptual Penelitian
2.4. Hipotesis Penelitian Pengertian hipotesis oleh Hadi, (2000 : 68) adalah : “Dugaan yang mungkin benar atau mungkin juga salah. Dia akan ditolak jika salah satu palsu, akan diterima jika fakta-fakta membenarkannya”. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa yang dimaksud hipotesis di sini adalah suatu dugaan sementara yang digunakan seorang peneliti dengan maksud sebagai pedoman atas penelitiannya dan hipotesis inilah yang akan diuji benar atau tidaknya di lapanga.
46
Berdasar pada rumusan masalah dan model kerangka konseptual dalam penelitian ini, maka model hipotesis dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Komunikasi Ineternal (X1) Kualitas Pelayanan (Y) Komunikasi Organisasional (X2)
Gambar 2.2. Model Hipotesis Penelitian Sesuai dengan model hipotesis di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Bahwa faktor komunikasi internal dan komunikasi organisasional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan publik di Lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan.
2.
Bahwa faktor komunikasi internal dan komunikasi organisasional secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan publik di Lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan.