UNGKAPAN-UNGKAPAN VERBAL BUDAYA JEPANG Maria Gorethy NieNie Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Udayana
ABSTRACT The research was aimed at describing the use of the daily useful verbal expressions and social life of Japanese speaker. These expressions were in the forms of both pair expressions and individual expressions. The result of the research was intended to conserve the Japanese expressions. The Speech Acts theory developed by Austin (1962) was employed in this research. The data were collected from some Japanese books as well as from informants of the native speakers. The methods used in this research are 1) collection of both primary and secondary data, 2) data analysis, and 3) presentation of the result of the analysis formally and informally. The result of the analysis showed that the verbal expression of Japanese was systematically patterned, and the meaning conveyed varied in accordance with the context of situation and tradition. Key words: verbal expressions, Japanese culture
ABSTRAK Objek penelitian ini merupakan wadah untuk mendiskripsikan, kekayaan penggunaan bahasa berupa ungkapan verbal dalam kehidupan sosial sehari-hari masyarakat Jepang. Ungkapan ungkapan yang diteliti merupakan ungkapan berpasangan maupun tidak berpasangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melestarikan ungkapan bahasa Jepang, sehingga tidak cepat luntur dan punah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Tindak tutur oleh Austin (1962:100-102). Sumber data diambil dari buku-buku berbahasa Jepang ditunjang dengan data dari informan, yakni penutur asli bahasa Jepang. Adapun metode yang digunakan adalah (1) metode dan teknik pengumpulan data, (2) metode dan teknik penganalisisan data, dan (3) metode dan teknik penyajian hasil analisis data dengan formal dan informal. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah ungkapan ungkapan verbal budaya Jepang sudah terpola dan tradisional, kandungan maknanya sangat bervariatif tergantung situasi dan kondisi saat diujarkan. Kata kunci : ungkapan verbal, budaya Jepang
Maria Gorethy NieNie
I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa dan budaya mempunyai hubungan yang erat dan timbal balik. Kontak bahasa mengakibatkan kontak budaya atau sebaliknya kontak budaya mengakibatkan kontak bahasa. Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam komunikasi antarbudaya, maka selain mempelajari bahasa dari suatu bangsa kita juga harus mengenal budayanya. Setiap masyarakat bahasa mempertahankan budayanya melalui konsep yang oleh Saussure disebut sebagai bentuk/ tanda (etalik) yakni citra akustis yang dapat ditangkap oleh indra kita, dan makna (etolek) merupakan wujud yang diatur oleh bunyi tersebut. Dalam mengoperasionalkan sistem tersebut selalu dalam satu batasan budaya, sedangkan kebudayaan (budaya) dapat diartikan sebagai keseluruhan kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur harus didapatkannya dengan cara belajar, kesemuanya tersusun dalam kehidupan bermasyarakat (Koentjaraningrat, 1985:77). Eratnya hubungan bahasa dan budaya tercermin pada ungkapan verbal bahasa Jepang. Ungkapan verbal budaya Jepang merupakan wadah untuk mendiskripsikan, kekayaan penggunaan bahasa dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan sistem sapaan yang senantiasa memperhatikan jarak sosial antarpesapa dan penyapa. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa pemakaian bahasa Jepang ditentukan oleh faktor status pembicara, hubungan pembicara, di mana berbicara, kapan berbicara, dan apa yang dibicarakan. Ungkapan verbal bahasa jepang yang dikaji di sini adalah ungkapan verbal Jepang yang dianggap paling khas dan istimewa. Ungkapan tipe ini digunakan baik oleh orang Jepang maupun oleh orang asing yang tinggal di Jepang. Objek penelitian ini merupakan wadah untuk mendiskripsikan, kekayaan penggunaan bahasa berupa ungkapan verbal dalam kehidupan sosial sehari-hari masyarakat Jepang. Ungkapan ungkapan yang diteliti merupakan ungkapan berpasangan maupun tidak berpasangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melestarikan ungkapan bahasa Jepang, sehingga tidak cepat luntur dan punah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Tindak tutur oleh Austin (1962:100-102). Sumber data diambil dari buku-buku berbahasa Jepang ditunjang dengan data dari informan, yakni penutur asli bahasa Jepang. Adapun metode yang digunakan adalah (1) metode dan teknik pengumpulan data, (2) metode dan teknik penganalisisan data, dan (3) metode dan teknik penyajian hasil analisis data dengan formal dan informal. Simpulan hasil penelitian ini adalah ungkapan ungkapan verbal budaya Jepang sudah terpola dan tradisional, kandungan maknanya sangat bervariatif tergantung situasi dan kondisi saat diujarkan.
25
Linguistika Kultura, Vol.03, No.01/Juli/2009
1.2 Permasalahan Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1) Berbentuk satuan verbal apa sajakah ungkapan itu? 2) Fungsi dan makna apakah yang direfleksikan oleh ungkapan itu? Setiap bentuk budaya mempunyai pengertian, nilai, sikap dan konotasi yang akan dikomunikasikan. Seberapa jauh nilai budaya itu berbagi pengertian di antara dua budaya atau lebih sangat tergantung pada pengetahuan dan pemahaman akan arti dari ekspresi-ekspresi budaya tersebut. (Eilers 1995: 29). Pada umumnya bahasa adalah sistem pesan yang paling teknis dari budaya karena bahasa membedakan manusia dari mahluk lain di muka bumi ini. Manusia dapat juga menggunakan alat lain untuk berkomunikasi, tetapi tampaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik di antara alatalat komunikasi lainnya (Chaer, 1995: 61). Jadi, bahasa merupakan instrumen utama bagi komunikasi manusia. Untuk tercapainya komunikai antarbudaya, kita harus menyadari faktor-faktor budaya yang mempengaruhinya, baik budaya kita sendiri maupun budaya pihak lain (Schramam 1990 dalam Mbete 2001). Teori yang digunakan dalam tulisan ini adalah, teori tindak tutur Austin ( 1962, 150-162). Tindak tutur adalah sepenggal tutur yang dihasilkan sebagai bagian dari interaksi sosial. Budaya kita mengandung seperangkat konsep untuk memilah-milah interaksi sosial tadi. Salah satu teori Austin yang akan diterapkan dalam tulisan ini adalah perbedaan daya ilokusioner, daya perlokusioner, dan daya lokusioner tindak tutur. Menurut Austin, mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu, dan bahasa atau tutur dapat dipakai untuk membuat kejadian, karena kebanyakan ujaran atau tindak tutur, mempunyai daya atau kekuatan (Austin dalam Chaer, 1995 hal: 69). Daya lokusi suatu ujaran adalah makna dasar dan referensi (makna yang diacu) oleh ujaran itu; daya ilokusi adalah daya yang ditimbulkan oleh penggunaannya sebagai perintah, ejekan, keluhan, janji, pujian dan sebagainya. Jadi, dalam hal tertentu, daya ilokusi itu merupakan fungsi tindak tutur yang terpadu (inheren) dalam tuturan. Daya perlokusi adalah hasil atau efek ujaran terhadap pendengarnya, baik yang nyata maupun yang diharapkan (Sumarsono, 2002, hal: 323). 1.3 Tujuan Penelitian Secara garis besar tujuan penelitian inidibedakan menjadi dua jenis, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, penelitian itni bertujuan untuk menambah khasanah bacaan bahasa Jepang baik dalam hal jumlah maupun dalam hal jenis. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk ikut berpartisipasi dalam hal pembinaan bahasa Jepang. Hasil penelitian diharapkan dapat melestarikan ungkapan bahasa Jepang, sehingga tidak cepat luntur dan punah. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan pada subbab di atas. Jadi, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk memerikan, menguraikan, dan menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan: 1. Bentuk-bentuk ungkapan verbal bahasa Jepang; dan 26
Maria Gorethy NieNie
2. Fungsi dan makna ungkapan-ungkapan verbal budaya Jepang Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu bahasa atau linguistik pada umumnya dan bahasa Jepang pada khususnya. Di samping itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah perbendaharaan hasil penelitian terhadap aspek kebahasaan bahasa Jepang sehingga dapat bermanfaat bagi para peneliti yang berminat mengkaji fenomena bahasa Jepang pada aspek lain. 1.4 Metode Penelitian Metode dan teknik yang dipakai dalam penelitian ini yaitu (1) metode dan teknik pengumpulan data, (2) metode dan teknik penganalisisan data, dan (3) metode dan teknik penyajian hasil analisis data. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak, yaitu metode yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan ungkapanungkapan dalam buku teks bahasa Jepang sebagai data primer dan didukung oleh data sekunder yaitu data dari mahasiswa Jepang yang sedang belajar di Fakultas Sastra Universitas Udayana. Setelah data dikumpulkan, data diseleksi dan diklasifikasi berdasarkan persamaan ciri dan sifat. Penyeleksian ini dilakukan untuk menyaring data yang betul-betul berupa bentuk ungkapan-ungkapan verbal budaya Jepang sehingga dapat dipertanggung jawab kan kesahihannya. Metode yang dipakai dalam analisis ungkapan-ungkapan verbal budaya Jepang adalah metode analisis dengan pola pikir secara induktif dan pola pikir secara deduktif. Setelah semua data diklasifikasi dan dianalisis, maka dilakukan penyajian hasil analisis dengan menggunakan metode formal dan metode informal. Metode formal adalah cara penyajian hasil analisis data dengan menggunakan tandatanda dan lambang-lambang linguistik antara lain tanda kurung ( ), tanda garis miring ( / ), lambang huruf untuk singkatan, diagram, dan angka. Metode informal adalah cara penyajian hasil analisis dengan menggunakan bahasa secara rinci dan sejelas-jelasnya meliputi tahapan-tahapan berikut ini : -
Menjelaskan hubungan konsep ilokusi dan perlokusi dengan data ungkapan budaya Jepang. Menguraikan analisis data ungkapan bahasa Jepang dengan deskripsi teori ilokusi dan perlokusi.
III. Hasil dan Pembahasan Secara umum, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang kaya akan ungkapan-ungkapan verbal yang dilakukan dengan santun dan hikmat. 3.1 Klasifikasi Klasifikasi ungkapan berdasarkan pada tuturan berpasangan dan tuturan tidak berpasangan. 3.1.1 Tuturan berpasangan 1- Itte rasshai pergi datang (halus) 27
Linguistika Kultura, Vol.03, No.01/Juli/2009
- Itte mairimasu/ Itte kimasu pergi datang (halus) datang (biasa) 2- Tadaima sekarang - Okaeri nasai pulang silahkan 3- Itadakimasu menerima (halus) - Gochisousama terima kasih atas makanan yang enak 3.1.2 Tuturan tidak berpasangan 4- O tsukare sama deshita awalan untuk menghormat lelah tuan (halus) - Arigatou/ arigatou gozaimashita terima kasih ada(halus lampau) 5- Gokurosama telah dibuat susah - Arigatou/ arigatou gozaimashita terima kasih terima kasih (telah selesai) 6- Shibaraku desu ne/ O hisashiburi desu ne sebentar kopula ya waktu lama - sou desu ne begitulah 7- O kamainaku tidak apa-apa - Hai, hai. ya ya 8- Shitsurei itashimasu tidak sopan melakukan(halus)
kopula (lampau)
3.2 Fungsi dan Makna Ungkapan Kandungan nilai, norma, dan fungsi ungkapan-ungkapan verbal budaya orang Jepang dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan teori tindak tutur Austin akan dibahas berikut ini. 3.2.1 Makna dan fungsi tuturan berpasangan 1- Itte rashai (silahakan pergi dan datang kembali) - Itte mairimasu/ itte kimasu (saya pergi dan akan kembali) Itte rashai berasal dari kata itte irasshai adalah ucapan selamat jalan kepada seseorang, yaitu orang yang akan pergi dan nanti orang tersebut akan kembali ketempat yang sama. Itte rasshai mengandung makna, “pergilah dan nanti kembali lagi”, diucapkan oleh orang yang tinggal (si ibu dalam situasi tutur di atas) kepada orang yang akan pergi (si anak dalam situasi tutur di atas). Si anak menjawab tuturan ibunya dengan itte mairimasu. Itte mairimasu mengandung makna “saya akan pergi dan nanti akan kembali”. Seorang istri mengucapkan itte rasshai kepada suaminya, saat suaminya akan berangkat ke tempat kerja dan sang suami akan menjawab itte kimasu. Mairimasu dan kimasu merupakan perubahan kata kerja dari bentuk dasar 28
Maria Gorethy NieNie
mairu dan kuru. Keduanya mengadung arti “datang”. Mairu adalah bentuk sopan sedangkan kuru adalah bentuk biasa. Itu sebabnya sang anak manjawab dengan itte mairimasu sedangkan sang suami menjawab dengan itte kimasu. Perbedaan tuturang anak itte mairimasu dengan tuturan suami itte kimasu karena status mereka. Apabila status penutur lebih rendah daripada penutur maka akan digunakan tuturan itte mairimasu, sedangkan bila penutur lebih tinggi, maka akan digunakan itte kimasu. Tindak tutur lokusi : `Itte rasshai` Tindak tutur ilokusi: `menyuruh/ mengijinkan pergi dan nanti kembali` Tindak tutur perlokusi: `itte mairimasu` sebagai hasil yang diharapkan yakni ya saya akan pergi dan nanti akan kembali`!. 2- Tadaima : Saya datang - Okaerinasai : silahkan pulang Tadaima diucapkan oleh anak yang pulang ke rumah yaitu di muka pintu dan dijawab oleh ibunya dari dalam rumah okaeri. kata tadaima mengandung arti “saya pulang ke rumah sekarang” dan dijawab oleh yang ada di dalam rumah okaeri yang mengandung arti “silahkan pulang” atau “selamat dating/ pulang kembali ke rumah”. Kata okaeri dibentuk dari awalan menghormat O + kata kerja bentuk dasar kaeri Kata okaerinasai dibentuk dari awalan menghormat O + kata kerja bentuk dasar kaeri + nasai, yaitu bentuk sopan dari kata kerja suru. Jadi kata kerja okaerinasai lebih sopan dari okaeri, dalam hal ini karena yang pulang adalah suami jadi dijawab okaerinasai. Bagi orang yang menunggu anggota keluarga yang sedang bepergian, mendengar suara seruan tadaima di depan pintu rumahnya akan merasa lega karena mengetahui yang ditunggu-tunggu sudah pulang dengan selamat. Tindak tutur lokusi : `tada ima` Tindak tutur ilokusi : `Orang yang bepergian sekarang pulang dan mohon masuk ke rumah` Tindak tutur perlokusi : `okaerinasai` yakni jawaban dari orang yang di dalam rumah menyilahkan masuk sambil membukakan pintu. 3- Itadakimasu : saya terima makanannya - Gochisousama : terima kasih atas hidangannya Kata itadakimasu mempunyai dua makna yakni ‘makan’ dan ‘menerima’. Sebagai kata kerja yang bermakna ‘menerima’, itadakimasu adalah bentuk sopan, digunakan untuk menyatakan menerima dari orang yang lebih tinggi derajatnya (superior). Sebagai kata kerja yang bermakna ‘makan’ itadakimasu adalah bentuk merendahkan diri (humble), digunakan bila orang I (saya) yang akan makan. Pada saat akan makan, biasanya orang Jepang akan mengucapkan itadakimasu, yang bermakna ‘saya akan makan’ dan ‘saya akan menerima’. Itadakimasu merupakan ungkapan untuk menyatakan rasa syukur bahwa kita telah diberi rejeki sehingga bisa mendapat makanan. Itulah sebabnya meskipun tidak ada orang lain ditempat itu ungkapan itadakimasu tetap diucapkan ungkapan itu ditujukan tidak saja kepada orang yang 29
Linguistika Kultura, Vol.03, No.01/Juli/2009
menyediakannya, tapi juga kepada sesuatu yang tidak kasat mata (unsur transendental) yakni menganggap mendapat rejeki dari Tuhan (sang pencipta), pemerintah yang menyediakan lahan, para petani yang menanam bahan pangannya. Selanjutnya kepada para pedagang yang turut berjasa karena merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah hingga dapat dibeli dengan mudah, juga kepada yang mengolah sehingga menjadi makanan. Dengan kata lain, ungkapan itadakimasu disampaikan oleh orang Jepang sebelum makan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan yang memberi rezeki. Setelah selesai makan orang Jepang biasanya mengucapkan ungkapan gochisoosama maksudnya “syukur dan terima kasih atas rejeki yang diterimanya” dari Tuhan Sang Pencipta, pemerintah, petani, pedagang dan yang memasak, juga kepada yang menjamu bila diundang oleh seseorang. Orang yang menjamu biasanya menjawab arigatoo gozaimasu yang maksudnya “berterima kasih telah sudi menerima undangannya” Apabila acara makan sudah selesai, dan yang diundang akan pulang, sekali lagi dia akan mengatakan gochisousama deshita. Kata kerja deshita adalah bentuk lampau dari desu yaitu kopula, gozaimashita adalah bentuk lampau dari gozaimasu hal ini mengungkapkan bahwa peristiwa tutur sudah selesai/ berakhir. Tindak tutur lokusi : `gochisousama deshita` Tindak tutur ilokusi: `terima kasih atas hidangan yang yang sudah dinikmati Tindak tutur perlokusi: `terima kasih atas kesediaan Anda menerima undangan makan ini` 3.2.2 Hasil Kajian atas Makna dan Fungsi Tuturan Tidak Berpasangan 4- Otsukaresama deshita ( maaf telah membuat anda lelah) - Arigatou/ arigatou gozaimashita ( terima kasih atas perhatiannya) Ungkapan otsukaresamadeshita merupakan ungkapan satu arah, yaitu atasan atau orang yang berstatus tinggi kepada bawahannya. Ungkapan otsukaresamadeshita terdiri dari O + tsukare + sama + deshita, yaitu dibentuk dari awalan menghormat O + kata kerja bentuk dasar dari tsukareru yang artinya “lelah” + bentuk halus dari san yang berarti “saudara, tuan, anda” + bentuk lampau dari desu. Makna yang terkandung dalam ungkapan otsukaresama deshita “orang-orang yang telah dibuat lelah”. Ungkapan ini diucapkan untuk menyatakan terima kasih bahwa Anda telah melakukan sesuatu/ pekerjaan yang melelahkan untuk saya. Atasan mengucapkan otsukaresama deshita sebagai ungkapan terima kasihnya, bahwa bawahannya telah mengerjakan pekerjaan yang pasti melelahkan, Ungkapan ini menunjukkan perhatian atasan kepada bawahan. Ungkapan ini membuat orang yang lelah secara fisik merasa terhibur. Jawaban untuk ungkapan tersebut arigatou gozaimasu yang berarti “terima kasih”. Otsukaresamadeshita dalam situasi di atas adalah ungkapan dari orang yang berkuasa kepada bawahannya, dan tidak boleh untuk yang sebaliknya.
30
Maria Gorethy NieNie
Tindak tutur lokusi : `otsukaresamadeshita` Tindak tutur ilokusi: `terima kasih atas jerih payahnya melakukan pekerjaan ini untuk saya` Tindak tutur perlokusi: `sudah sepantasnya` Dalam suatu perjalanan wisata yang diantar oleh seorang pemandu wisata, perjalanan dilakukan dengan bus yang memakan waktu cukup lama. Setibanya di tempat tujuan, maka sang pemandu wisata mengucapkan otsukaresamadeshita, yang maknanya “terima kasih atas kesabarannya melakukan perjalanan yang melelahkan ini” dan akan dijawab oleh wisatawan dengan arigatou yang maknanya “terima kasih”. Dalam situasi tersebut di atas ungkapan otsukaresamadeshita bukan berarti atasan terhadap bawahan melainkan mengungkapkan bahwa bagi pemandu wisata ini sudah merupakan pekerjaannya, sehingga dia sudah terbiasa, sedangkan bagi wisatawan ini adalah hal yang tidak biasa sehingga pasti sangat melelahkan. Ungkapan otsukaresamadeshita ini boleh dijawab dengan arigatou, boleh tidak dijawab. Tindak tutur perlokusi: `terima kasih atas pujiannya` 5- Gokurosama : terima kasih atas jerih payah Anda - Arigatou/ arigatou gozaimashita: terima kasih Ungkapan gokurosamadeshita merupakan ungkapan menyatakan saling atau dua arah, yaitu rasa terima kasih yang disampaikan dari atasan kepada para bawahan maupun sebaliknya. Ungkapan gokurosama yang diucapkan oleh seseorang yang tinggi statusnya kepada yang lebih rendah statusnya, lebih banyak ditujukan untuk menyampaikan rasa penghargaan karena telah berjasa dalam bidang tertentu, misalnya setiap akhir tahun anggaran masa pemerintahan Tenno Heika diselenggarakan upacara penganugrahan bintang jasa kepada orang-orang yang telah berjasa dalam berbagai bidang. Pada pertemuan tersebut diundang wakil masyarakat yang telah berjasa sampai lapisan paling bawah. Saat itu Tenno akan berkeliling sambil mengucapkan gokurosama yang kira-kira maknanya “ saya menghargai jerih payah saudara-saudara sekalian” kepada semua yang hadir. Dalam hal ini Tenno dengan rendah hati mengungkapkan penghargaan kepada rakyatnya. Pada kesempatan itu rakyat akan menjawab arigatou gozaimashita. Tindak tutur lokusi : `gokurosama` Tindak tutur ilokusi: `saya menghargai jerih payah anda sekalian` Tindak tutur perlokusi: `terimakasih sudah kewajiban kami sebagai rakyat` (ada perasaan tersanjung) Pada contoh yang lain bila melewati jalan dan melihat ada pekerjapekerja yang sedang mengerjakan proyek perbaikan jalan atau saluran air. Dari antara para pengemudi ada yang mengucapkan gokurosama kepada para pekerja tersebut, Hal ini menunjukkan bahwa ada perhatian terhadap mereka dan ini dapatmenghibur mereka, Secara psikologis, mereka merasa pekerjaan yang dilakukan menjadi ringan. Tindak tutur lokusi : `gokurosama` Tindak tutur ilokusi : ` terima kasih atas kerja kerasnya `
31
Linguistika Kultura, Vol.03, No.01/Juli/2009
Tindak tutur perlokusi: `terima kasih atas perhatiannya` Secara sepintas, tampaknya otsukaresamadeshita dan gokurosamadeshita sama, namun sebenarnya ada hal yang secara prinsip berbeda. Otsukaresamadeshita merupakan ucapan terima kasih dan diucapkan kepada orang yang statusnya lebih rendah. Itulah sebabnya muridmurid selesai mendapat pelajaran tidak biasa mengucapkan otsukaresama deshita kepada gurunya karena terasa janggal. Ucapan gokurosamadeshita boleh diucapkan oleh orang dengan status tinggi kepada yang statusnya lebih rendah, maupun sebaliknya. 6- Shibaraku desu ne/ Ohisashiburi desu ne (lama ya tidak bertemu) - sou desu ne. (iya ya) Ungkapan di atas diucapkan saat bertemu lagi setelah beberapa waktu tidak bertemu. Shibaraku berarti sebentar, dan bila tidak bertemu dalam jangka waktu “tertentu”, saat bertemu kembali orang Jepang mengucapkan shibaraku desu ne yang maknanya “ beberapa waktu kita tidak bertemu ya” dan dijawab sou desu ne yang maknanya “ iya, ya”. Kata ohisashiburi dibentuk dari awalan menghormat O + hisashiburi. Arti kata hisashiburi adalah waktu yang lama. Jadi, Ohisashiburi desu ne bermakna “lama ya kita tidak bertemu” dan dijawab sou desu ne. Apabila dilihat dari arti kedua kata tersebut, jelas mengandung arti yang berlawanan yakni shibaraku sebentar dan hisashiburi “waktu yang lama”, namun, kedua kata tersebut diucapkan pada situasi yang sama yakni, saat bertemu kembali setelah lama tidak bertemu. Kata hisashiburi bisa juga dipakai untuk menyatakan sesuatu yang sudah lama tidak kita temui atau lakukan. Misalnya, seseorang yang lama tinggal di luar negeri atau lama pergi dari kampung halamannya, suatu saat dia melihat sesuatu yang sama dengan yang ada di kampung halamannya, saat itu dia mengungkapkan kegembiraannya sambil mengucapkan hisashiburi. Begitu juga bila seseorang yang lama tidak makan suatu makanan kesukaannya, kemudian suatu saat secara sengaja atupun tidak, berkesempatan menyantap makanan tersebut maka saat itu dia juga bisa mengungkapkan dengan kata hisashiburi . Dalam hal ini kata hisashiburi tanpa awalan O, bisa dipakai untuk mengungkapkan suatu kerinduan terhadap sesuatu. Jadi, kata hisashiburi penggunaannya lebih luas, dibandingkan kata shibaraku. Jawaban untuk kedua ungkapan tersebut adalah sama-sama sou desu ne karena partikel akhir kalimat ne adalah partikel yang mengungkapkan sesuatu yang bersifat positif, sehingga jawabannya selalu positif. Ungkapan keenam yakni lokusi shibaraku desu ne/ ohisashiburi desu ne, mengandung ilokusi sebagai pernyataan. Kata shibaraku yang bermakna “ sebentar” dan hisashiburi bermakna “lama” namun dalam konteks di atas keduanya bisa berarti “lama ya kita tidak bertemu”. Jawaban yang harus berupa lokusi sou desu ne merupakan daya ilokusi seperti yang diharapkan yakni mengiyakan/ menyetujui. 7- Okamainaku jangan repot-repot - Hai, hai. 32
Maria Gorethy NieNie
ya, ya . Setelah tamu dipersilakan duduk, tuan rumah sibuk mengeluarkan bermacam-macam makanan sambil mengatakan nyonya rumah : nani mo gozaimasen ga, omeshiagari kudasai tamu : okamainaku ( jangan repot-repot) nyonya rumah : hai,hai, douzo enryou shinnaide kudasai. ( ya,ya, silakan jangan malu-malu). otsumami kudasai (silakan dicicipi) Ungkapan okamainaku diucapkan pada acara kunjungan ke rumah orang Jepang. Sang nyonya/ tuan rumah yang sibuk mengeluarkan bermacammacam makanan sambil menyatakan tidak punya apa-apa. Hal ini membuat tidak enak tamunya dan mengucapkan jangan repot-repot, dan nyonya rumah menyatakan jangan malu-malu, silahkan dicicipi. Daya ilokusi yang timbul adalah sebagai akibat dari situasi tutur saat itu. Melihat nyonya rumah yang sibuk mengeluarkan bermacam-macam hidangan, dan dengan merendahkan diri menyatakan maaf tidak ada apa-apa. Hal ini membuat tamu merasa risih dan mengucapkan okamainaku. sedangkan daya perlokusinya: hai,hai, douzo enryou shinnaide kudasai. (ya,ya, silahkan, jangan malu-malu) otsumami kudasai. (silahkan dicicipi) 8- Shitsurei shimasu/ shitsurei itashimasu - Shitsurei itashimashita Shitsurei itashimasu adalah bentuk halus dari shitsurei shimasu, terdiri atas kata shitsurei yang arti harfiahnya adalah “kesalahan/ kekhilafan/ tidak sopan”, dan kata itashimasu adalah bentuk halus dari shimasu yang artinya harfiahnya “melakukan”. Ungkapan tersebut dapat digunakan dalam berbagai situasi sehingga makna yang ditimbulkan juga bermacam-macam sesuai dengan situasinya. Tindak tutur lokusi : `sitsurei itashimasu` tindak tutur ilokusi : `permisi/ maaf` Tindak tutur perlokusi: `memberi kesempatan melakukan dengan memberi jalan atau membukakan pintu` IV. Kesimpulan/ saran dan Rekomendasi tindak lanjut - Ungkapan-ungkapan verbal budaya bangsa Jepang merupakan komunikasi yang terpola dan tradisional. Tata bentuk ungkapan hanya mempunyai 2 alternatif yakni bentuk sopan dan bentuk biasa. Penggunaan bentuk-bentuk tersebut didasari baik oleh status penutur dan petutur maupun karena hubungan akrab/ takakrab penutur dan petutur. - Ungkapan-ungkapan verbal budaya Jepang, selain bentuk yang sudah terpola kandungan maknanya sangat variatif tergantung situasi dan kondisi saat diujarkan sehingga sulit bagi orang asing belajar bahasa Jepang tanpa memahami budayanya.
33
Linguistika Kultura, Vol.03, No.01/Juli/2009
V. Ucapan terima kasih Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang karena atas rahmat dan karunia-Nya, laporan penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dapat penulis selesaikankan karena beberapa faktor yang menunjang. Pertama faktor biaya yang diperoleh dari dana DIPA (PNBP) Universitas Udayana, dan kedua karena berbagai fasilitas yang tersedia baik oleh perpustakaan maupun oleh teman-teman sejawat. Oleh sebab itu, disamping rasa syukur ke hadapan Ida sanghyang widhi wasa, Tuhan yang maha Esa karena atas berkat dan rahmatNyalah tim penelitian dapat bekerja dalam keadaan sehat walafiat selama pelaksanaan pelitian ini, rasa terima kasih yang dalam juga disampaikan kepada: (1) Bapak Rektor Universitas Udayana, atas kepercayaan yang diberikan kepada peneliti. (2) Bapak Ketua Pusat Penelitian Universitas Udayana, juga atas kepercayaan yang diberikan kepada peneliti untuk melaksanakan dan menyususn laporan penelitian ini. (3) Bapak Dekan Fakultas Sastra Universitas Udayana, atas segala kemudahan yang diberikan selama melaksanakan penelitian. (4) Pihak pihak lain yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah ikut melancarkan pelaksanaan penelitian ini. Hasil penelitian ini masih jauh dari memadai, baik karena faktor kekurangan dalam diri peneliti maupun karena faktor lain. Oleh karena itu saran perbaikan dari semua pihak senantiasa diharapkan.
34
Maria Gorethy NieNie
DAFTAR PUSTAKA Austin, J.L. 1980. How to do things with words. Great Britain: J W. Arrowsmith Ltd. Benedict, Ruth 1982, Pedang Samurai dan Bunga Seruni (Pola-pola Kebudayaan Jepang) Penerbit Sinar Harapan. Duranti. Alessandro 1997, Linguistik Antropology Cambridge; Cambridge University Press. Daigakushorin, 1985, Kamus Baru Jepang- Indonesia, Tokyo, Japan. Kodansha, 1989, Nihongo Daijiten, Printed in Japan Kazuo Otsubo dan Katsuhiko Sakuma dkk, 1985, Basic Japanese A Review Text Tokyo, Japan Kimura Muneo, 1984, Japanese An Integrated Conversational Approach, JICA Tokyo Leech Geoffrey, 1993, Prinsip-prinsip Pragmatik diterjemahkan oleh Dr. M.D.D. Oka MA. Penerbit Universitas Indonesia. Nihongo journal edisi 12 Decenber 2003. Nihongo journal edisi 8 Agustus 2004. Mitsunaga H dan Uchiyama. Y, 1993, Echiketo Jiten 1, Japan. Saussure Ferdinand, 1989, Pengantar Linguistik Umum, Gajah Mada University Press. Sumarsono dan Partana Paina, 2002, Sosiolinguistik, Penerbit, Lembaga Study Agama, Budaya dan Perdamaian. j. Lampiran Data Informan : Nama : Kobayashi Keiko Umur : 62 tahun Kebangsaan : Jepang Alamat : Asrama Mahasiswa UNUD Jl Diponegoro Denpasar, Bali.
35