BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu 1.
Wahyuddin dan Djumino (2004) Penelitian ini berjudul Analisis Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat di Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja anggota pada Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat di Kabupaten Wonogiri. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah total sampling, yaitu sebanyak 32 pegawai. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik masing-masing atau secara bersama-sama, variabel kepemimpinan dan motivasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai. Kontribusi variabel kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja pegawai yang dinyatakan dengan nilai prosentase sebesar 90,0 %, sedangkan sisanya sebesar 10,0 % dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, sehingga boleh dikatakan variabel yang diambil dalam penelitian mampu memberikan gambaran mengenai faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai.
7
8
Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama meneliti tentang kepemimpinan. Sedangkan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah bahwa dalam penelitian ini menggunakan obyek penelitian adalah pegawai Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindagin) Kota Surabaya, sedangkan pada penelitian terdahulu mengambil lokasi Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat di Kabupaten Wonogiri. 2.
Nurita (2008) Penelitian ini berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan PT. Adira Finance Divisi Elektronik Cabang Bandung. Tujuan dari penelitian ini adal ah untuk mengetahui
pengaruh
gaya
kepemimpinan
terhadap
kinerja
karyawan pada PT. Adira Finance Divisi Elektronik Penelitian ini didasarkan pada pentingnya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja
karyawan.
Melalui
gaya
kepemimpinan
atasan
mempengaruhi, mengarahkan, dan membimbing bawahannya agar bekerja dengan baik. Tingkah laku tersebut terbagi dalam 3 macam gaya, yaitu: otokratis, demokratis dan Laissez-faire. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode deskriptif, sedangkan dalam pengujian hipotesis digunakan metode analisis statistik korelasi Rank Spearman, analisis koefisien korelasi, dan analisis koefisien determinasi. Hasil dari tiga macam gaya kepemimpinan pada penelitian ini didapat bahwa gaya
9
kepemimpinan pada PT. Adira Finance Divisi Elektronik Cabang Bandung dapat dikatakan baik, karena nilai rata-rata keseluruhan sebesar 3,85 yang termasuk pada gaya demokratik.
Sedangkan
kinerja karyawan PT. Adira Finance Divisi Elektronik Cabang Bandung sudah baik karena nilai rata-rata keseluruhan sebesar 3,86. Pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap kinerja sebesar 36%,
sedangkan 64% dipengaruhi oleh faktor lain dengan tingkat keeratan hubungan (rs) antara dua variabel tersebut adalah 0,60, yang berarti bahwa antara variabel gaya kepemimpinan dan variabel kinerja terdapat pengaruh yang kuat/tinggi. Perbedaan penelitian Nurita (2008) dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah terletak pada variable terikat yang digunakan. Jika Nurita (2008) menggunakan variable kinerja, peneliti menggunakan variable prestasi kerja. Persamaan anatara kedua penelitian ini nantinya akan menggunakan variable bebas berupa
gaya
kepemimpinan,
tetapi
berbeda
bentuk
gaya
kepemimpinannya. 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Prestasi Kerja A. Pengertian Prestasi Kerja Hasibuan (2005) menjelaskan bahwa kerja adalah pengorbanan jasa, jasmani, dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasajasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu. Sementara prestasi kerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
10
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja juga dapat diartikan sebagai: “… is defined as the record of out-comes produced on a specified job function or activity during a specified time period” (Prestasi adalah catatan tentang hasilhasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu) (Benardin dan Russel, dalam Ruky, 2002). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah hasil atau apa yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusinya pada organisasi. Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu anggota dengan anggota lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun anggota-anggota bekerja pada tempat yang sama namun produktivitas anggota tidak sama. Secara garis besar kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor (a) harapan mengenai imbalan; (b) dorongan; (c) kemampuan; kebutuhan dan sifat; (d) persepsi terhadap tugas; (e) imbalan internal dan eksternal; (f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu: (1) kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan. Dalam Hasibuan (2005) disebutkan bahwa prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang
11
pekerja. Semakin tinggi tingkat ketiga faktor di atas maka maka semakin besar prestasi kerja anggota. Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan kata lain, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya. B. Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Di dalam mengelola sumber daya manusia di dalam sebuah organisasi maka setiap pimpinan perlu mengambil keputusan yang tepat. Agar pengambilan keputusan tersebut tepat maka pimpinan perlu mendapatkan informasi yang tepat terkait dengan kinerja atau prestasi kerja anggotanya. Salah satu cara untuk mendapatkan inforrnasi yang berkaitan
dengan
kemampuan
anggota
dalam
melaksanakan
pekerjaannya adalah melalui penilaian prestasi. Penilaian prestasi merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik. Proses adalah suatu cara yang sistematis atau langkah-langkah yang diikuti dalam menghasilkan sesuatu. Proses penilaian prestasi ditujukan untuk memahami prestasi kerja seseorang. Tujuan ini
12
memerlukan sebuah proses, yaitu serangkaian kegiatan yang saling berkaitan. Kegiatan-kegiatan itu terdiri dari identifikasi, observasi, pengukuran, dan pengembangan hasil kerja anggota dalam sebuah organisasi (Panggabean, 2004). Sikula (1981) menjelaskan bahwa penilaian adalah: “… is the process of estimating or judging the value, excellence, qualities or status of some object, person, or thing. (Penilaian adalah suatu proses mengestimasi atau menetapkan nilai, penampilan, kualitas atau status dari beberapa objek, orang atau benda). Sedangkan penilaian prestasi kerja adalah: “… is the systematic evaluation of a worker 'sjob performance and'potentialfor development.” (Penilaian prestasi kerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh anggota dan ditujukan untuk pengembangan). Hasibuan (2005) menjelaskan bahwa penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja anggota serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya. Penilaian perilaku meliputi penilaian kesetiaan, kejujuran, kepemimpinan, kerja sama, loyalitas, dedikasi, dan partisipasi anggota. Menilai perilaku ini sulit karena tidak ada standar fisiknya, sedangkan untuk penilaian hasil kerja relatif lebih mudah karena ada standar fisik yang dapat dipakai sebagai tolok ukurnya, seperti meter, liter, dan kilogram. Lebuh lanjut Hasibuan menejelaskan bahwa penilaian prestasi kerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan
13
setiap anggota. Menetapkan kebijaksanaan berarti apakah anggota akan dipromosikan, didemosikan, dan atau balas jasanya dinaikkan. Dari definisi penilaian prestasi kerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Penilaian prestasi merupakan evaluasi terhadap perilaku, prestasi kerja. dan potensi pengembangan yang telah dilakukan. 2. Penilaian
prestasi
pada
dssarnya
merupakan
suatu
proses
mengestimasi dan menentukan nilai keberhasilan pelaksanaan tugas para anggota. 3. Penilaian prestasi membandingkan realisasi nyata dengan standar (required performance) yang dicapai anggota. 4. Penilaian prestasi dilaksanakan oleh manajer terhadap bawahannya. 5. Penilaian prestasi akan menentukan kebijaksanaan selanjutnya. C. Dasar Penilaian Prestasi Kerja Dasar penilaian adalah uraian pekerjaan dari setiap individu anggota karena dalam uraian pekerjaan inilah ditetapkan tugas dan tanggung jawab yang akan dilakukan oleh setiap anggota. Penilai menilai pelaksanaan uraian pekerjaan itu apa baik atau buruk, apa selesai/tidak, dan apa dikerjakan secara efektif/tidak. Tolok ukur yang akan dipergunakan untuk mengukur prestasi kerja anggota adalah standar. Sebuah standar dapat dianggap sebagai pengukur yang ditetapkan, sesuatu yang harus diusahakan, sebuah model untuk diperbandingkan, suatu alat untuk rnembandingkan antara satu hal dengan hal yang lain.
14
Secara umum standar berarti apa yang akan dicapai sebagai ukuran untuk penilaian. Secara garis besar standar dibedakan atas dua (Hasibuan, 2005:93): 1. Tangible standard yaitu sasaran yang dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya. Standar dalam bentuk fisik terbagi atas: standar kuantitas, standar kualitas, dan standar waktu. Misalnya kilogram, meter, baik-buruk, jam, hari, dan bulan. 2. Intangible standard adalah sasaran yang tidak dapat ditetapkan alat ukur atau standarnya. Misalnya, standar perilaku, kesetiaan, partisipasi, loyalitas, serta dedikasi terhadap institusi. Dengan penentuan standar untuk berbagai keperluan maka timbul apa yang disebut "standardisasi" yakni penentuan dan penggunaan berbagai ukuran, tipe, dan gaya tertentu berdasarkan suatu komposisi standar. Dalam penilaian penyelesaian uraian pekerjaan, penilai mempergunakan standar sebagai alat ukur hasil yang dicapai dan perilaku yang dilakukan, baik di dalam maupun di luar pekerjaan anggota. 2.2.2. Gaya Kepemimpinan A. Pengertian Gaya Kepemimpinan Jenis kepemimpinan sering diartikan sebagai gaya kepemimpinan atau pola kepemimpinan tertentu. Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara bagaimana seorang pemimpin mempengaruhi, mengarahkan, memotivasi, dan mengendalikan bawahannya dengan cara-cara tertentu, sehingga bawahan dapat menyelesaikan tugas secara efektif dan efisien (Purwanto, 2006).
15
Kemampuan seorang pemimpin untuk mengerti dan mendalami kemampuan dan kedewasaan bawahannya sangat berpengaruh pada gaya kepemimpinan yang dipilih dalam memimpin dan pada gilirannya akan mempengaruhi tercapainya tujuan yang dikehendaki. Hal ini karena gaya kepemimpinan bukan semata-mata bergantung pada watak seorang pemimpin, tetapi ada kecenderungan dari seorang pemimpin untuk menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda dalam menghadapi bawahan yang beraneka ragam tingkat kedewasaan atau kematangan dalam bidang psikologisnya. Dengan demikian, gaya kepemimpinan terbentuk oleh beberapa hal yaitu pengikut, situasi, dan pemimpin itu sendiri. Oleh karena itu, Hersey dan Blanchard (1982) dalam Yasun (2004) merumuskan kepemimpinan sebagai berikut: LS = f (L, F, S) Di mana: LS = Leadership (kepemimpinan) f
= function (fungsi)
F
= Followers (pengikut)
L
= Leader (pemimpin)
S
= Situation (situasi)
Dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan yang efektif adalah berfungsinya pemimpin dan pengikut dalam melaksanakan tugas pada situasi tertentu, di mana efektivitas pemimpin
16
dilihat dari cara bertindaknya (gaya kepemimpinan) dan pengikut dilihat dari kematangannya dalam melaksanakan tugas. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa pengertian gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan (followers) agar mau melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan yang diharapkan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya di mana dalam hal ini cara tersebut dipengaruhi oleh situasi bawahan (pekerjaan dan kematangan psikologis bawahan). Ada berbagai macam gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli untuk mendelegasikan wewenang yang dikemukakan oleh para ahli untuk mendelegasikan wewenang pemimpin terhadap bawahannya.
Hersey
dan
Blanchard
(dalam
Moeljono,
2008)
menyebutkan empat gaya kepemimpinan yang lazim disebut sebagai kepemimpinan situasional (situational leadership) berdasarkan interaksi antara
direction
(task
behaviour)
dengan
support
behaviour) yang dapat digambarkan sebagai berikut:
(relationship
17
Gambar 2.1. Situational Leadership Theory (Bryman, 1996) Dari gambar 2.1 di atas dapat dilihat bahwa ada empat gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan memberitahukan (telling = S1), menjajakan (selling = S2), mengikutsertakan (participating = S3), dan gaya kepemimpinan mendelegasikan (delegating = S4). 1.
Gaya Kepemimpinan Telling (S1) Gaya kepemimpinan “memberitahukan” dicirikan oleh perilaku pemimpin yang menetapkan peranan dan memberitahukan kepada pengikut tentang apa, bagaimana, kapan, dan di mana melakukan berbagai tugas. Di sini, seorang pemimpin: a. Senang mengambil keputusan sendiri b. Memberikan instruksi yang jelas. c. Mengawasi bawahannya secara ketat.
18
d. Memberikan
penilaian
kepada
bawahan
yang
tidak
melaksanakannya sesuai dengan yang diharapkan. Dalam gaya ini tercakup perilaku tinggi tugas dan rendah hubungan (direction tinggi, support rendah). Kekuatan gaya kepemimpinan ini adalah dalam kejelasan tentang
apa
yang
diinginkan,
kapan
keinginan
itu
harus
dilaksanakan, dan bagaimamana caranya. Sedangkan kelemahannya adalah pemimpin selalu ingin mendominasi semua persoalan sehingga ide dan ggasan bawahan tidak berkembang. Semua persoalan akan bermuara pada pemimpin, sehingga mengundang unsur
ketergantungan
yang
tinggi
pada
pemimpin.
Gaya
kepemimpinan telling ini sesuai jika diterapkan pada: a.
Orang baru yang mempunyai pengalaman terbatas untuk mengerjakan apa yang diminta.
b.
Orang yang tidak memiliki motivasi dan kemauan untuk mengerjakan apa yang diharapkan.
2.
c.
Orang yang merasa tidak yakin dan kurang percaya diri.
d.
Orang yang bekerja di bawah standar yang telah ditentukan.
Gaya Kepemimpinan Selling/Coaching (S2) Gaya kepemimpinan “menjajakan” menghendaki perilaku direktif tetapi juga perilaku suportif. Pemimpin masih perlu mengarahkan dan memberi bantuan. Dalam konteks ini, seorang pemimpin:
19
a. Bersedia
untuk
melibatkan
bawahan
dalam
pengambilan
keputusan. b. Bersedia membagi persoalan dengan bawahan. c. Persoalan dari bawahan selalu didengarkan d. Memberikan
pengarahan
mengenai
apa
yang
seharusnya
dikerjakan. Dalam gaya ini tercakup perilaku tinggi tugas dan tinggi hubungan. Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini adalah adanya keterlibatan bawahan dalam memecahkan suatu masalah sehingga mengurangi unsur ketergantungan kepada pemimpin. Keputusan yang dibuat akan lebih mewakili tim daripada pribadi. Sedangkan kelemahannya adalah tidak tercapainya efisiensi yang tinggi dalam proses pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan selling sesuai jika diterapkan pada situasi sebagai berikut: a. Orang yang respek terhadap kemampuan dan posisi pemimpin. b. Orang yang mau berbagi tanggung jawab dan ’dekat’ dengan pemimpin. c. Orang yang belum dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standar yang berlaku. d. Orang yang mempunyai motivasi antuk meminta semacam pelatihan atau training agar dapat bekerja dengan lebih baik. 3. Gaya Kepemimpinan Participating/Developing/ Encouraging (S3)
20
Gaya
kepemimpinan
“mengikutsertakan”
menghendaki
pemimpin dan pengikut bersama-sama memikul tanggung jawab dalam mengambil keputusan tertentu. Peranan pemimpin yang utama dalam gaya ini adalah memudahkan pelaksanaan tugas dan memperlancar komunikasi. Di antara ciri dari kepemimpinan ini adalah: a. Adanya kesediaan dari pemimpin untuk memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berkembang b. Adanya kesediaan dari pemimpin untuk memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bertanggung jawab. c. Memberikan dukungan yang sepenuhnya mengenai apa yang diperlukan bawahan. Gaya ini mencakup perilaku rendah tugas dan rendah hubungan. Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini adalah adanya kemampuan yang tinggi dari pemimpin untuk menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga bawahan merasa senang baik dalam menyampaikan masalah maupun hal-hal lain yang tidak dapat diputuskan. Pemimpin selalu memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berkembang. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya waktu yang lebih banyak dalam proses pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan participating sesuai jika diterapkan pada situasi sebagai berikut:
21
a. Orang yang dapat bekerja di atas rata-rata kemampuan sebagian besar pekerja. b. Orang
yang
mempunyai
motivasi
yang
kuat
sekalipun
pengalaman dan kemampuannya masih harus ditingkatkan. c. Orang yang mempunyai keahlian dan pengalaman kerja yang sesuai dengan tugas yang akan diberikan. 4.
Gaya Kepemimpinan Delegating (S4) Gaya
kepemimpinan
“mendelegasikan”
menghendaki
pemberian arahan atau dukungan yang rendah dan sedikit mengidentifikasikan
masalah
dan
tanggung
jawab
untuk
melaksanakan tugas yang diberikan kepada pengikut. Dalam gaya ini, pemimpin: a. Memberikan banyak tanggung jawab kepada bawahannya. b. Memberikan kesempatan kepada mereka untuk memutuskan persoalan. Dalam gaya ini tercakup perilaku rendah tugas dan tinggi hubungan. Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini adalah terciptanya sikap memiliki dari bawahan atas semua tugas yang diberikan. Pemimpin merasa santai sehingga mempunyai waktu yang cukup untuk memikirkan hal-hal lain yang memerlukan perhatian lebih banyak. Sedangkan kelemahannya adalah pada saat bawahan memerlukan keterlibatan pemimpin, maka ada kecenderungan
22
emimpin akan mengembalikan persoalan kepada bawahan meskipun sebenarnya itu adalah tugas pemimpin. Gaya kepemimpinan delegating sesuai jika diterapkan pada situasi sebagai berikut: a. Orang yang mempunyai motivasi, rasa percaya diri yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. b. Orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian yang memadai untuk mengerjakan tugas-tugas yang sudah jelas dan rutin dilakukan. c. Orang
yang
berani
menerima
tanggung
jawab
untuk
menyelesaikan tugas. d. Orang yang kinerjanya berada di atas rata-rata para pekerja pada umumnya. Dalam praktik sehari-hari sebenarnya secara tidak sadar setiap pemimpin telah memfungsikan potensi kepemimpinan yang mencerminkan keempat gaya kepemimpinan yang ada. Demikian pula dalam kaitan usaha-usaha pengembangannya. Dalam kondisi tertentu ada kalanya menggunakan SI, tetapi pada lain kesempatan menggunakan S3, karena proses pengembangannya secara alami sering tidak disadari apakah perubahan gaya kepemimpinan itu sudah tepat atau tidak. Batasan tepat tidaknya dalam praktik dirasakan dalam bentuk efektif atau tidaknya penerapan gaya kepemimpinan tersebut. Dalam pengertian lebih sempit, pengertian efektif yang dimaksud adalah dalam konteks penilaian bawahannya.
23
Dengan kata lain, apakah perubahan gaya kepemimpinan tersebut justeru dirasakan semakin efektif atau tidka oleh bawahannya. B. Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dengan Kondisi Bawahan Pada dasarnya, konsepsi gaya kepemimpinan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu yang mendukung konsep gaya kepemimpinan situasional menekankan kepada perilaku pimpinan dengan bawahan (followers) yang dihubungkan dengan tingkat kematangan dan kesiapan bawahannya. Kematangan (maturity) dalam hal ini diartikan sebagai kemauan dan kemampuan dari bawahan (followers) untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilaku sendiri. Gaya kepemimpinan ini mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan situasi dan kondisi yang ada. Dalam hal ini, ada tiga hal yang saling berhubungan yaitu: 1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan. 2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan. 3. Tingkat kematangan dan kesiapan para pengikut yang di tunjukkan dalam melaksanakan tugas kasus, fungsi atau tujuan tertentu. Menurut Hersey dan Blancard (dalam Yasun, 2004; Revida, 2004) ada empat jenis tingkat kematangan bawahan (followers) yaitu: 1. Kematangan “rendah” (orang yang tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin (M1)) yaitu pengikut yang tidak mampu dan tidak mau memikul
tanggung
jawab
untuk
melaksanakan
tugas.
Ketidakmampuan pengikut disebabkan pengikut tersebut belum berkembang kecakapannya untuk melaksanakan tugas. Ketidakmauan
24
pengikut disebabkan pengikut tersebut belum berkembang secara psikologis untuk melaksanakan tugas. 2. Kematangan “rendah ke sedang” (orang yang tidak mampu tetapi mau (M2)) yaitu pengikut yang tidak mampu tetapi mau memikul tanggung jawab untuk melaksanakan tugas. Keterampilan mereka belum banyak berkembang, tetapi mau menjalankan tugasnya. 3. Kematangan “sedang ke tinggi” (orang yang mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin (M3)) yaitu pengikut yang mampu tetapi tidak mau melaksanakan tugas perkembangan. Ketidakmauan tersebut seringkali disebabkan karena kurang yakin atau tidak aman untuk melaksanakan tugas perkembangan. 4. Kematangan ”tinggi” (orang yang mampu dan mau atau yakin (M4)) yaitu
pengikut
yang mempu dan
mau melaksanakan
tugas
perkembangan. 2.3. Hubungan Antar Variabel Kepemimpinan pada hakekatnya adalah proses mempengaruhi orang lain dan kepemimpinan seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan. Yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan (followers) agar mau melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan yang diharapkan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Cara yang digunakan oleh seorang pemimpin tercermin dari pola perilaku dan sikap pemimpin melalui cara memberikan perintah, memberikan tugas, berkomunikasi,
mengambil
keputusan,
memimpin
rapat,
menegur
25
kesalahan, menegakkan disiplin memberi motivasi atau dorongan dan lain sebagainya. Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti faktor psikologis, faktor individu, dan faktor organisasi. Dimana faktor dalam organisasi diantaranya adalah kepemimpinan, struktur, dan desain pekerjaan. Dalam penelitian ini, variabel yang diamati adalah variabel gaya kepemimpinan dan prestasi kerja. Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindagin) Kota Surabaya, yaitu gaya kepemimpinan Situasional. Melalui penerapan gaya kepemimpinan situasional diharapkan akan bisa memotivasi pegawai untuk meningkatkan dan memperbaiki kinerjanya. Selain itu, dengan komunikasi yang efektif antara kepala
Dinas Perdagangan dan Perindustrian
(Disperindagin) Kota Surabaya dan pegawai maka diharapkan akan terjadi pendelegasian tugas dan penyampaian umpan balik, sehingga bisa mendukung pegawai dalam memperbaiki prestasi kerjanya. 2.4. Kerangka Konseptual Dengan adanya beberapa teori yang diungkapkan di atas, maka peneliti mencoba membuat kerangka konseptual guna meluruskan alur berpikir dalam penelitian ini. Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
26
Gaya Kepemimpinan (X)
Prestasi Kerja (Y)
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian 2.5. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini yaitu diduga adanya pengaruh yang signifikan dari gaya kepemimpinan terhadap prestasi kerja pegawai Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindagin) Kota Surabaya. Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H0 : bi = 0; di mana i → (gaya kepemimpinan tidak memberikan pengaruh terhadap prestasi kerja) H1 : bi ≠ 0; di mana i →(gaya kepemimpinan memberikan pengaruh terhadap prestasi kerja) Keterangan: H0
= Hipotesis nol
H1
= Hipotesis Alternatif
Bi
= Koefisien regresi