1
EVALUASI SEBARAN SPASIAL LOKASI STASIUN PELAYANAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) PERTAMINA DI KOTA SEMARANG BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh ANNAS SARASADI NIM. 3250405019
JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL 2011
i
2
PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan kesidang panitia ujian skripsi pada, Hari
: Senin
Tanggal: 3 Januari 2011
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs.Heri Tjahyono,M.Si. NIP. 196802021999031001
Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si. NIP. 196208111988032001
Mengetahui Ketua Jurusan Geografi
Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. NIP.196209041989011001
ii
3
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, pada, Hari
: Rabu
Tanggal
: 12 Januari 2011
Penguji Skripsi
Dr. Eva Banowati, M.Si NIP. 196109291989012003 Anggota I
Anggota II
Drs. Heri Tjahyono, M.Si. NIP. 196802021999031001
Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si. NIP. 196208111988032001
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs. Subagyo, M.Pd. NIP.195108081980031003
iii
4
PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini adalah benarbenar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Januari 2011
Annas Sarasadi NIM. 3250405019
iv
56
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO: Prinsip-prinsip kesuksesan adalah apabila Allah dan orang-orang di sekeliling ridho kepada kita dan jiwa kita pun mempunyai jiwa yang rindho serta kita mampu mempersembahkan amalan yang bermanfaat.
PERSEMBAHAN: Kepada kedua orang tuaku Saudara-saudaraku Sahabat-sahabatku yang selalu memberi semangat untuk pantang menyerah
v
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi Sebaran Spasial Lokasi Stasiun Pelayanan Bahan Bakar Umum (Spbu) Pertamina Di Kota Semarang Berbasis Sistem Informasi Geografis” Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam menempuh Studi Strata Satu (S1) di Universitas Negeri Semarang, untuk meraih gelar Sarjana Sains di Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Skripsi ini dapat tersusun berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itulah dalam kesempatan yang
terhormat ini, penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2.
Bapak Drs. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas
Ilmu Sosial yang telah
memberikan ijin dan berbagai fasilitas sehingga penelitian ini dapat dilakukan. 3.
Bapak Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. selaku Ketua Jurusan Geografi FIS UNNES yang telah banyak membantu dan selalu memberikan dorongan motivasi pada penulis.
4.
Ibu Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi ini yang dengan penuh kesabaran selalu memberikan petunjuk dan bimbingan mulai saat penyusunan proposal hingga penulisan akhir dari skripsi ini.
5.
Bapak Drs. Heri Tjahjono, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi ini, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan baik secara teknis maupun praktis sehingga tulisan ini dapat terwujud.
6.
Ibu Dr.Eva Banowati, M.Si, selaku dosen penguji utama yang telah mengkritisi dan memberikan kritik serta arahan sehingga skripsi ini dapat dianggap layak untuk digunakan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Sains vi
(S.Si) di bidang geografi. 7.
Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Geografi FIS UNNES yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan memberikan banyak ilmu kegeografian kepada penulis, sehingga penulis dapat memahami ilmu geografi .
8.
Bapak dan Ibu jajaran pimpinan di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, khususnya Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi, BP S Ko t a S em aran g, P T . P ert a m i n a Un i t P em as ara n IV.
9.
Teman-teman Jurusan Geografi FIS UNNES yang telah ikut membantu dalam pengumpulan data di lapangan, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu
persatu
yang
telah memberikan bantuan dan dukungan
dalam penulisan skripsi ini. Semoga segala amal baik dari Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu serta semua pihak yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini mendapat imbalan yang setimpal dari Allah yang maha kuasa. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari yang diharapkan, untuk itulah kritik dan saran demi perbaikan tulisan ini sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis juga berharap tulisan ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya geografi dan juga dapat memberikan sedikit manfaat bagi kepentingan praktis.
Semarang, Januari 2011 Penulis
vii
8
ABSTRAK
Annas Sarasadi, 2010. Evaluasi Sebaran Spasial Lokasi Stasiun Pelayanan Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina Di Kota Semarang Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Heri Tjahjono, M.Si dan.Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si. 77 halaman, 26 tabel, 12 gambar. Kata Kunci: Pemetaan, Lokasi SPBU, Sistem Informasi Geografis (SIG) Perkembangan bisnis Stasiun Pelayanan Bahan Bakar Umum (SPBU) meningkat secara tajam setelah era reformasi. Jumlah SPBU telah tumbuh dan berkembang demikian pesat dan tersebar di berbagai lokasi yang kurang mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek etika bisnis. Pokok masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana pola sebaran spasial lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang; (2) sejauhmana tingkat kesesuaian lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang. Tujuan penelitian ini adalah (1) melakukan pemetaan sebaran spasial lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang, (2) melakukan evaluasi kelas kesesuaian lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang. Populasi dalam penelitian ini adalah SPBU di wilayah Kota Semarang berjumlah 60 buah, yang tersebar di 16 Kecamatan. Penelitian ini menggunakan teknik total sampling, sehingga semua anggota populasi dijadikan subyek penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, pengukuran lapangan (dengan GPS), wawancara dengan Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi, PT. Pertamina Unit Pemasaran IV, serta wawancara dengan pelanggan BBM secara incidental sampling. Analisis data dilakukan dengan cara analisis kuantitatif (sistem pengharkatan), dan analisis spasial dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan perangkat lunak Arc/View 3.3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola sebaran secara spasial SPBU di wilayah Kota Semarang bervariasi, yaitu: pola mengelompok di suatu wilayah dataran rendah Semarang bawah; pola memanjang jalur koridor Jakarta – Surabaya (jalur pantura); dan pola menyebar secara insidental di wilayah-wilayah kecamatan pinggiran. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang kuat antara populasi jumlah SPBU dengan populasi jumlah kendaraan bermotor yang ada di setiap wilayah kecamatan. Termasuk juga tidak terkait dengan tingkat kepadatan penduduk suatu wilayah. Sementara itu, data penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang secara umum masuk kriteria viii
Sesuai (S2) ada 47 SPBU (78.33%), Kurang Sesuai (S3) 7 SPBU (11.66%); dan SPBU yang masuk kriteria Sangat Sesuai (S1) hanya ada sejumlah 6 SPBU (10%). Penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) pola sebaran spasial SPBU di Kota Semarang mengelompok pada wilayah dataran rendah Semarang bawah yang merupakan pusat konsentrasi kegiatan; dan sebagian pola memanjang di koridor jalur Pantura; (2) secara umum loaksi SPBU dalam tingkat sesuai (S2), Adapun saran dalam penelitian ini: (1) pihak pemerintah dan PT. Pertamina hendaknya lebih ketat dalam memberikan persyaratan ijin lokasi, terutama memasukkan unsur keberlanjutan baik dari sisi ekonomi, sosial, dan ekologis pada persyaratan perijinan; (2) perlu dilakukan kajian yang mendalam tentang aspek parameter persyaratan lokasi SPBU secara akademis agar lingkungan tertap terjaga.
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………..
i
HALAMAN PENGESAHAN
……………………………………..
iii
PRAKATA
……………………………………………………………..
vi
ABSTRAK
……………………………………………………………..
viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..
x
DAFTAR TABEL
……………………………………………………..
xii
……………………………………………..
xiv
DAFTAR GAMBAR BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
……………………………………..
1.2 Pertanyaan Penelitian
BAB II
1
………………………...…...
5
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………...
5
1.4 Manfaat Penelitian
……………………………...
5
2.1 SIG Untuk Sektor Bisnis dan Jasa Perencanaan ……...
7
2.2 SIG Sebagai Alat Untuk Menentukan Lokasi Retail.....
8
2.3 Analisis Area Perdagangan …………………………..
9
2.4 Peramalan Lokasi Bisnis Ritail
……………………...
11
2.5. Mengidentifikasi Area Perdagangan …………………
14
2.6. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)…….…
16
TINJAUAN PUSTAKA
2.7. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Lokasi Bisnis SPBU
…………………………………......
2.8. Pola Perkembangan Sebaran SPBU BAB III
19
……………..
20
2.8. Kerangka Pemikiran ………….………………………
21
METODE PENELITIAN 3.1 Populasi Penelitian
...............................................
24
3.2 Sampel Penelitian
……………………………...
24
3.3 Variabel Penelitian ……………………………….......
25
x
BAB IV
3.4. Teknik Pengumpulan Data …………………………….
25
3.5. Teknik Analisis Data …………………………………..
27
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Wilayah 4.1.1.1 Letak dan Luas Daerah Penelitian
……………
35
4.1.1.2. Kondisi Topografi dan Geomorfologi ...............
36
4.1.1.3.Kondisi Kependudukan
38
……………………….
4.1.1.4.Kondisi Sosial Ekonomi dan Jaringan Infrastruktur Wilayah ………………………………………..
44
4.1.2 Pemetaan Lokasi SPBU Berbasis SIG di Kota Semar ..
54
4.1.3 Evaluasi Kesesuaian Lokasi Sebaran SPBU di Kota Semarang ………………………………………..
59
4.1.3.1. Aspek Sosial Ekonomi ……………………….
59
4.1.3.2. Aspek Manajemen Lalu-Lintas ………………
63
4.1.3.3 Kelas Kesesuaian Lokasi SPBU di Wilayah Kota Semarang
………………………………..
67
………………………………………..
68
4.2.1. Pola sebaran spasial lokasi SPBU di Kota Semarang….
70
4.2.2. Kelas Kesesuaian Lokasi SPBU di Kota Semarang……
71
4.2 Pembahasan
BAB V
PENUTUP 5.1 Simpulan ………………………………………………...
73
5.2 Saran
…………………………………………………...
74
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………...
76
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
halaman
2.1. Persyaratan Ijin Pendirian SPBU …………………………................
18
2.1. Jumlah dan Lokasi SPBU di Kota Semarang ……………………….
78
3.1. Jarak Antar SPBU Terdekat …………………………………………
29
3.2. Rasio Jumlah SPBU dengan Jumlah Kendaraan Bermotor Dalam Kecamatan …………………………………………………………...
29
3.3. Harkat Jarak SPBU Dengan Titik Macet …………………………….
30
3.4. Harkat Tingkat Pelayanan/Kepadatan Lalu-Lintas Jalan …………....
30
3.5. Status Jalan …………………………………………………………..
31
3.6. Faktor Pembobot Tiap Parameter ……………………………………
31
3.7. Kelas Kesesuaian Lokasi SPBU …………………….........................
33
4.1. Nama-nama Kecamatan di Kota Semarang............................................
35
4.2 Hubungan Antar Unit Relief, Kemiringan Lereng, dan Perbedaan Tinggi Tempat di Wilayah Penelitian……………………
36
4.3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Semarang …………............
40
4.4. Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Usia Dan Jenis Kelamin Semarang Tahun 2008…………………………………………….…..
43
4.5 Banyaknya Sarana Perdagangan Kota Semarang Tahun 2008………
45
4.6. Banyaknya Sarana Pendidikan di Kota Semarang Tahun 2008………
48
4.7. Panjang Jalan Di Kota Semarang, Tahun 2008 ……………….…….
51
4.8. Perkembangan Sarana Angkutan Kendaraan Bermotor dari tahun 2004 – 2008 di Kota Semarang
……………………...…
4.9. Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor di Kota Semarang, Tahun 2008
51 53
4.10. Jumlah SPBU, Populasi Kendaraan Bermotor dan Asumsi Kebutuhan BBM (ltr/hari) di Kota Semarang ……………………… xii
58
4.11. Asumsi Kebutuhan BBM ………………………………………….
62
4.13. Rasio Jumlah SPBU dengan Jumlah Kendaraan Bermotor per Kecamatan …………………………………………………….
63
4.14. Rata-Rata Jarak Antar SPBU di Wilayah Kota Semarang ………...
80
4.15. Tingkat Kenyamanan Jalan ( LOS) Pada Sejumlah Jalan Utama Kota Semarang ……………………………………………………. 4.14. Jarak Lokasi SPBU dengan Titik-Titik Macet
65
……………………
82
4.16. Hasil Pengharkatan dari Setiap Status Jalan di Kota Semarang……..
84
4.17. Kelas Kesesuaian Lokasi SPBU di Wilayah Kota Semarang, 2010…
87
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
halaman
2.1.Model Teori Sektor …………………………………………….……
21
2.2. Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian ……….……………….….
23
3.1. Diagram Alir Penelitian ……………………………………….……
34
4.1. Peta Administrasi Kota Semarang ......................................................
37
4.2. Peta Kepadatan Penduduk Kota Semarang, 2008 ………................
41
4.3. Peta Jaringan Jalan Kota Semarang Tahun 2008 …………….…….
48
4.4. Peta Sebaran Permukiman Kota Semarang Tahun 2008 …………..
50
4.3. Grafik Perkembangan Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor di Kota Semarang 2004 – 2008
…………………………………………
52
4.4. Grafik Pola Sebaran Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor per Ke Kecamatan, Tahun 2008 …………………………………………...
56
4.5. Peta Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor di Kota Semarang, 2008
57
4.6. Grafik Perbandingan Jumlah SPBU, populai Kendaraan Bermotor dan Asumsi Kebutuhan BBM………………………………………..
59
4.7. Peta Sebaran Lokasi SPBU di Kota Semarang Tahun 2010 ………..
60
4.6. Peta Kepadatan Penduduk dan Sebaran SPBU Kota Semarang, 2010 ……
58
xiv
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Semarang sebagai kota propinsi dan kota industri mempunyai daya tarik bagi
tenaga
penduduk,
kerja
yang
menuntut
berakibat
pada peningkatan aktifitas dan kepadatan
pelayanan
jasa transportasi angkutan yang memadai
bagi masyarakat. Angkutan umum yang ada belum dapat memberikan pelayanan yang maksimal (nyaman dan aman), maka penggunaan kendaraan pribadi masih merupakan alternatif berkendaraan yang masih diminati
terutama
mayarakat
menengah keatas. Mobilitas warga Kota Semarang yang tinggi menjadikan beban jalanjalan di perkotaan mengalami kemacetan akibat pemakaian jalan
dengan waktu
yang bersamaan. Masyarakat sebagai pengguna tidak merasakan dampak akibat kemacetan sebagai inefisiensi ekonomi, karena
bersifat
tidak dapat langsung diukur dengan rupiah, padahal
biaya
intangible, sosial
artinya ekonomi
akibat kemacetan ini sangat besar. Termasuk dalam masalah ini, adanya konsumsi bahan bakar minyak (BBM)
untuk
kendaraan bermotor semakin tinggi dan
cenderung tidak efisien. Hal ini tentu menuntut adanya ketersediaan pelayanan SPBU yang cukup dan merata sesuai dengan kebutuhan masyarakat di wilayah Kota Semarang.
2 Perkembangan bisnis Stasiun Pelayanan Bahan Bakar (SPBU) meningkat secara tajam setelah era reformasi, dan mulai saat itu pemerintah telah merubah kebijakan politik dan ekonomi Nasional. Dimana pemerintah telah memberikan kelonggaran
dan kemudahan pada pihak-pihak swasta (dalam negeri atau
asing)_untuk melakukan investasi ekonomi di semua bidang bisnis UURI No.30/2007). Termasuk dalam hal ini adalah investasi bidang perminyakan dan gas bumi. Dalam konteks ini termasuk juga bisnis investasi Stasiun Pelayanan Bahan Bakar (SPBU), seperti perusahaan asing Shell dari Inggris, dan Petronas dari Malaysia telah ikut meramaikan bisnis SPBU di sejumlah wilayah di Indonesia. Seiring dengan era globalisasi perdagangan dunia, bisnis investasi Stasiun Pelayanan Bahan Bakar (SPBU) telah berdiri di berbagai penjuru jalan-jalan raya, baik di wilayah kota-kota besar maupun di kota-kota kecil, termasuk kota-kota kecamatan. Pada saat sekarang kita dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan Stasiun Pelayanan Bahan Bakar (SPBU). Di kota Semarang yang memiliki 16 wilayah kecamatan dan terdapat 60 SPBU yang tersebar di setiap kecamatan. Setiap wilayah kecamatan minimal terdapat satu Stasiun Pelayanan Bahan Bakar (SPBU), dan bahkan ada beberapa kecamatan memiliki lebih dari satu Stasiun Pelayanan Bahan Bakar (SPBU), terutama wilayah Kecamatan Kota. Pertumbuhan bisnis Stasiun Pelayanan Bahan Bakar (SPBU) di Kota Semarang yang demikian menjamur tersebut disatu sisi memberikan keuntungan konsumen karena konsumen dengan mudah mendapatkan pelayanan bahan bakar minyak. Namun di sisi lain membawa dampak adanya persaingan bisnis yang sangat
3 ketat, dan cenderung tidak sehat. Sejumlah SPBU berdiri saling berdekatan satu dengan yang lain dalam jarak beberapa ratus meter saja. Sebagai akibatnya beberapa SPBU terpaksa ditutup oleh pemiliknya karena kalah bersaing. Sementara itu, sesuai dengan Undang-Undang No.8 Tahun 1971 Pasal 13 tentang tugas pokok Pertamina adalah: 1) melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi dengan memperoleh hasil yang sebesa-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan Negara; 2) menyediakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah. Demikian pula dalam PP No. 31 Tahun 2003, disebutkan bahwa maksud dan tujuan
(Pasal 2),
adalah bahwa “…Perusahaan Perseroan (PERSERO)
sebagaimana dimaksud dalamPasal 1 adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. “ Tujuan Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah untuk: (a) mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan
secara
efektif
dan
efisien;
(b)memberikan
kontribusi
dalam
meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Berdasarkan atas tugas pokok Pertamina tersebut, khususnya tugas dari Direktorat Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri Direktorat PPDN menjadi sangat penting. Oleh karena itu dalam penyediaan dan pelayanan kebutuhan BBM (Bahan Bakar Minyak) dan gas bumi untuk dalam negeri dan pemasarannya dalam negeri
4 menjadikan sebagai tugas utama. Dengan demikian perlu dilakukan secara profesional, dalam arti dirancang, dilaksanakan secara efektif efisien dan menguntungkan. Seiring dengan perkembangan dunia bisnis yang ditandai dengan adanya kesepakatan-kesepakatan perdagangan bebas (WTO dan AFTA) dalam dua dekade terakhir ini, pendirian usaha bisnis menjadi terbuka dan bebas untuk siapa saja. Dalam hal ini juga termasuk pendirian usaha bisnis SPBU, tidak memerlukan persyaratan yang rumit atau kompleks. Siapa saja yang memiliki modal cukup dan kemampuan dalam bidang usaha bisnis dapat dengan mudah mendirikan usaha bisnis SPBU. Berdasarkan data dari PT. Pertamina (Persero) Unit Pemaran IV Jawa Tengah, jumlah SPBU di Kota Semarang dalam tahun 2009 ada sejumlah 60 buah SPBU, yang tersebar di 16 wilayah Kecamatan (Tabel 3.1). Jika dilihat dari sebaran spatial terdapat sejumlah SPBU di beberapa wilayah Kota Semarang yang tampak menggerombol saling berdekatan; dan sebaliknya pada beberapa tempat sebaran spasial sangat berjauhan. Oleh karena itu sebaran lokasi SPBU yang ada di suatu wilayah seharusnya dirancang dan diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pelayanan dan penyediaan kepada masyarakat secara optimal. Semua masyarakat yang tersebar diberbagai wilayah dapat terlayani dengan sebaik-baiknya. Rumusan masalah penelitian ini adalah, “sejauhmana kelas kesesuaian sebaran spasial lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang merupakan fokus permasalahan dalam penelitian ini?”
5 1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di muka, maka dalam ini penelitian dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pola sebaran spasial lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang? 2. Apakah lokasi SPBU sudah sesuai dengan sebaran populasi penduduk dan kepadatan lalu-lintas kendaraan bermotor di wilayah Kota Semarang? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan atas latar belakang masalah dan rumusan petanyaan penelitian di muka, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. melakukan pemetaan pola sebaran spasial lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang. 2. mengevaluasi tentang kelas kesesuaian lokasi
SPBU dalam kaitannya
dengan sebaran spasial populasi penduduk dan tingkat kepadatan lalu-lintas kendaraan bermotor di wilayah Kota Semarang. 1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. 1.
Manfaat Teoritis: Data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini berupa data dan informasi spasial dan atribut, yang dianalisis baik secara terintegrasi maupun secara terpisah, sehingga dihasilkan suatu model spasial tentang
6 pola sebaran lokasi bisnis SPBU di wilayah Kota Semarang. Model spasial ini dapat memberikan sumbangan secara teoritis bagi pengembangan analisis spasial lebih lanjut. Sebagaimana diketahui bahwa
informasi
spasial pada beberapa dasa warsa terakhir ini secara teoritis telah berkembang pesat. 2.
Manfaat Praktis: Dalam era globalisasi sekarang ini, telah terjadi perkembangan teknologi informasi seperti komputer dan perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware ), termasuk juga komputer berbasis spasial. Perangkat teknologi
informasi
ini
telah
banyak
digunakan
oleh
berbagai
institusi/lembaga baik negeri maupun swasta dalam rangka mendukung kegiatan perencanaan pembangunan wilayah dan bisnis para pengusaha. Oleh karena itulah dengan penelitian ini diharapkan dari data dan informasi spasial ini dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk pengembangan bisnis khususnya SPBU bagi kalangan pengusaha. Bagi pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan tata-ruang wilayah, terutama digunakan untuk bahan pertimbangan dalam penataan bisnis SPBU di wilayahnya. Misalnya untuk dasar pengeluaran ijin pendirian SPBU baru, dan sekaligus evaluasi terhadap SPBU yang telah ada.
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. SIG Untuk Sektor Bisnis dan Jasa Perencanaan Selama tiga dekade terakhir, beberapa kemajuan penting telah terjadi di analisis data spasial penyimpanan data, pengambilan dan pemetaan. Sistem Informasi Geografis telah sangat berguna dalam menangani pendekatan analitis spasial dan dalam membentuk interface dengan lokasi bidang sains . Beberapa studi memberikan ikhtisar dampak utama model aplikasi SIG dalam pekerjaan yang dilakukan di bidang ilmu pengetahuan di lokasi, pengembangan dan berbagai metode yang dapat digunakan untuk model kesesuaian penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan (Malczewski, 2004). Sebagai contoh: SIG sekarang yang paling banyak digunakan perangkat lunak untuk menganalisis, visualisasi data spasial dan pemetaan seperti analisis lokasi ritel termasuk di dalamnya lokasi SPBU, jaringan transportasi, pola penggunaan lahan dan melacak data sensus. Sejak SIG dapat digunakan untuk mengumpulkan data dalam jumlah besar dari berbagai sumber dengan skala peta yang berbeda dan dalam sistem koordinat yang berbeda, itu dianggap penting sebagai alat analisis lokasi. SIG dapat menggabungkan dan secara simultan menggunakan beberapa database dalam mentransformasikannya menjadi suatu perangkat umum database (Pettit dan Pullar, 1999). Namun, penggunaan SIG dalam analisis lokasi melibatkan aspek akurasi yang
8 mewakili dunia nyata (real wold) situasi dalam database SIG. SIG tidak hanya digunakan sebagai sumber input data untuk model lokasi, hal itu juga telah digunakan sebagai alat untuk hasil model ini. Orientasi konsumen yang berkembang dalam bisnis dan jasa perencanaan mengalami kemajuan seiring dengan penggunaan teknik analisis spasial yang didukung teknologi SIG, telah menyebabkan peningkatan penggunaan SIG. Beberapa buku dan artikel menyatakan bahwa penggunaan SIG untuk mendukung layanan bisnis dan perencanaan banyak memanfaatkan teknologi SIG dalam pengambilan keputusan (Birkin, et al., 2002; Prahasta, 2005). SIG dan perangkat lunak analisis spasial dapat diterapkan untuk pemecahan masalah-masalah di berbagai aplikasi seperti analisis lokasi ritel, pemasaran lokal, dan termasuk juga penentuan sebaran spasial lokasi SPBU. integrasi model spasial dan SIG disesuaikan kebutuhan
Hal ini melibatkan
informasi spesifik dari
organisasi ritel untuk area tertentu. Jadi model spasial yang digunakan dalam penjelasan dan prediksi interaksi antara permintaan dan penawaran untuk fasilitas ritel SPBU dan mencari lokasi yang tepat untuk outlet ritel SPBU di suatu wilayah. 2.2. SIG Sebagai Alat Untuk Menentukan Lokasi Retail Tingkat persaingan bisnis dalam berbagai bidang dan berbagai level dari waktu ke waktu semakin kompleks. Dengan demikian diperlukan adanya sistem organisasi spasial sebagai basis perencanaan, sehingga dapat diketahui secara pasti
9 dimana pasar konsumen, dimana lokasi ritel ditempatkan. Dalam konteks ini sistem kompetitif atau persaingan dalam pasar juga dapat berjalan secara berkeadilan. Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat membantu dalam pengambilan keputusan atas permasalah-permasalah sebaran spasial untuk kepentingan bisnis. SIG tidak hanya digunakan untuk analisis lokasi dan tangkapan tetapi juga untuk sektor ritel lain, seperti persoalan manajemen, pemasaran dan komunikasi dan pemasaran (Benoit dan Clarke. 1997). SIG telah memberikan sumbangan yang sangat tinggi dalam meningkatkan efisiensi dan ketepatan perencanaan ritel dan pemasaran. Sejak 1960 metodologi yang digunakan untuk penelitian lokasi outlet ritel telah menjadi lebih canggih sebagai hasil dari prosedur pemodelan yang dihasilkan oleh SIG (Birkin, Clark dan Clark, 2002). Untuk menganalisis struktur ruang kegiatan retail dengan data lokasi pada skala mikro, sekarang banyak teknologi tersedia dan digunakan. Ini termasuk penerapan metode seperti Probability Density Function (PDF), Decision Support Systems (DSS), Spatial Interaksi Model, Jaringan Huff Model, Analisis Varians (ANOVA) (Byrom, 2005), 2.3. Analisis Area Perdagangan Menurut literatur yang tersedia, beberapa metode lain juga telah digunakan untuk menggambarkan area ritail. Metode ini telah diklasifikasikan ke dalam kategori
10 berikut (1)
Metode dasar atau sederhana untuk analisis Area perdagangan; (2)
Metode Gravitasi untuk analisis perdagangan. 2.3.1. Metode dasar atau sederhana untuk Analisis Wilayah Perdagangan William Applebaum memelopori metode analog pada tahun 1932, untuk mengembangkan peramalan model ritel sistematik yang didasarkan pada data empiris. Metode ini biasanya digunakan oleh ritel dan konsultan perusahaan untuk mengukur karakteristik kinerja toko yang ada dalam rangka untuk meramalkan penjualan di lokasi baru (Rogers dan Green, 1979). Metode analog non-geografis dan sering dilaksanakan oleh analisis regresi (Wang, 2006). Area proksimal adalah metode pendekatan geografis untuk menggambarkan Area perdagangan. Metode ini mengasumsikan bahwa konsumen memilih untuk mengunjungi toko terdekat di antara outlet serupa (Ghosh dan McLafferty, 1987). Metode ini juga mengasumsikan bahwa pelanggan juga mempertimbangkan jarak dan waktu perjalanan dalam memilih sebuah toko. Setelah wilayah perdagangan didefinisikan, toko penjualan dapat diproyeksikan dengan menganalisis variabel-variabel demografis dan kebiasaan pengeluaran dari perspektif pelanggan (Wang, 2006). Dengan menggunakan teknik SIG, area proksimal. Metode ini dapat dipelajari oleh dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah berbasis konsumen dan yang kedua adalah berbasis toko (Wang, 2006). 2.3.2. Metode Gravitasi Analisis Perdagangan Pendekatan berbasis konsumen mencari lokasi toko terdekat dalam kaitannya dengan konsumen. Pendekatan berbasis toko poligon Thiessen di setiap toko di untuk
11 menentukan area proksimal. Metode ini memperhitungkan pertimbangan jarak dan waktu melakukan perjalanan menggambarkan ke area-area perdagangan. Metodologi prediksi
penjualan
yang
telah
dikembangkan
dan
diterapkan
yang
mempertimbangkan jarak (atau waktu) dan daya tarik toko (Reilly, 1931, dan Converse, 1949). Salah satu teknik yang telah digunakan selama bertahun-tahun untuk menggambarkan area perdagangan ritel-didasarkan pada hukum gravitasi ritail. Hukum
ini menetapkan hubungan antara dua kota berdasarkan populasi relatif
mereka dan jarak antara mereka (Reilly, 1929). Rumus statistik diterapkan untuk membangun hubungan ini sebagaimana yang diberikan oleh Converse (1943): The Distant (Jarak) dari B ke titik dari Area perdagangan ritail antara dua kota Jarak dari Titik A ke B
= 1+ Keterangan: Α = kota pertama Β = kota kedua
Hukum gravitasi ritel telah digunakan untuk menandai Area / zona yang outlet ritel . 2.4. Peramalan Lokasi Bisnis Ritail Pengecer selalu mencari pertumbuhan dan perluasan pendapatan dan keuntungan mereka. Untuk mencapai hal ini, mereka mengadopsi berbagai strategi seperti membuka outlet baru, diversifikasi barang dan produk, meningkatkan upaya pemasaran, dan lain-lain untuk meningkatkan cakupan pendapatan outlet yang ada
12 juga tergantung pada ukuran dan potensi ekonomi area geografis yang dilayani oleh outlet. Kelengkapan penting outlet ritel adalah ruang orientasi pasar mereka (Ghosh dan McLafferty, 1987). Setiap toko mungkin memiliki wilayah geografis dari mana sebagian besar pelanggan berasal. Potensi pasar dari setiap toko ditentukan oleh pola pengeluaran penduduk di wilayah perdagangan. Namun potensi pasar, tidak statis dan dapat berubah dari waktu ke waktu karena perubahan dalam perkembangan ekonomi, ukuran populasi, usia dan komposisi etnis dan indikator sosial-ekonomi (Ghosh dan McLafferty, 1987). Oleh karena itu, pemahaman tentang orientasi pelanggan adalah dasar di mana gerai ritel harus membuat keputusan target pasar mereka. Ukuran populasi, dengan komposisi demografis, potensi dan pengeluaran orientasi pelanggan harus berhubungan kompetitif dengan lingkungan suatu rantai ritel. Tingkat dan kualitas kompetisi langsung adalah penilaian penting yang harus dipertimbangkan dalam strategi lokasi toko (Mercurio, 1984). Peritel mengukur tingkat persaingan oleh toko per kapita, ukuran luas per kapita serta tingkat konsentrasi pangsa pasar, dan lain-lain. Perkiraan atau proyeksi penjualan dapat dibuat untuk masa depan lokasi toko. Suatu model gravitasi menggunakan tiga faktor utama seperti: ukuran dari toko, jarak yang ditempuh untuk sampai ke penampung dan citra ritel toko berdasarkan produk, aksesibilitas mudah, visibilitas, parkir, dan sebagainya (Mercurio, 1984). Salah satu Kelengkapan yang menonjol dari revolusi ritel beberapa dekade terakhir telah menjadi bebas dalam transformasi, keluarga-perusahaan untuk menjalankan skala besar, dikelola secara profesional beberapa organisasi ritel (Dawson, 1991).
13 Seleksi lokasi ritel adalah aspek terpenting dari setiap bisnis. Proyeksi penjualan yang akurat sering membantu untuk menentukan jumlah yang tepat untuk berinvestasi untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Untuk membuka bisnis ritel memerlukan biaya perangkat keras, seperti real estat, konstruksi, peralatan, dekorasi interior dan perabotan dan biaya perangkat lunak seperti zonasi, biaya profesional, pelatihan personil dan relokasi harus dipertimbangkan. Analisis Statistik atau model matematis juga telah digunakan untuk memperkirakan toko penjualan masa depan. Perdagangan regional dan data yang terkait dapat digunakan sebagai masukan untuk model-model ini untuk peramalan penjualan. Tiga metode statistik utama yang digunakan adalah: (1) Model regresi, (2) Model gravitasi, (3) Hukum Reilly. Banyak konsultan real estate lebih suka model regresi. Volume Shoe Corporation menggunakan empat jenis model regresi berganda untuk memprediksi toko baru berdasarkan kuantitatif informasi yang diperoleh dari toko-toko yang ada. Model ini berisi data demografis dari lokasi toko baru: kepadatan penduduk, pendapatan rata-rata rumah tangga, persentase pendapatan rumah tangga menengah dan rendah, data umur, pekerjaan, dan lain-lain (Wood, 1986). Sebuah model regresi dapat diterapkan untuk keputusan penentuan lokasi ritel, yang berhubungan dengan penjualan output (variabel dependen) untuk satu atau lebih faktor (variabel independen) positif atau negatif yang berkaitan dengan penjualan. Hasilnya bisa dibandingkan dengan toko serupa yang ada untuk pembangunan masa depan bisnis ritel (Thompson, 1982).
14 2.5. Mengidentifikasi Area Perdagangan Setiap pengecer mencari pertumbuhan dan perluasan bisnis. Pertumbuhan ini dapat dicapai dengan baik untuk meningkatkan penjualan / pendapatan dari toko-toko yang ada. Pendirian dan ekspansi dengan menambahkan lebih tempat penjulan. Ekspansi fisik menjadi baru atau pasar yang sudah ada, sebuah analisis dan seleksi wilayah geografis yang luas harus menjadi bagian penting. Proses pemilihan lokasi untuk gerai ritel baru mengikuti suatu hierarki dari analisis makro di tingkat regional dan pasar, Analisis area perdagangan dan akhirnya turun ke analisis mikro-lokasi tertentu (Anderson, 1993). Suatu wilayah geografis terdiri dari beberapa pasar, yang pada gilirannya terdiri dari beberapa bidang perdagangan yang meliputi Area metropolitan, kota, dan kota kecil. Dalam setiap Area Perdagangan mungkin ada beberapa lokasi potensial untuk mendirikan gerai ritel. Masing-masing pasar regional mungkin menunjukkan peluang ritel berbeda-beda. Jaringan ritail besar menyesuaikan strategi pemasaran mereka agar sesuai dengan persyaratan pasar regional individu berdasarkan fisik, geografis, konsumen, ekonomi dan karakteristik kompetitif (Anderson, 1993). Sebuah pasar regional lebih lanjut terdiri dari pasar geografis beragam seperti Area metropolitan, kota atau kota kecil. Pengecer harus terus menyadari analisis perubahan batas-batas wilayah pasar dan perilaku pasar sebagai proses yang berkelanjutan. Perubahan dalam batas wilayah pasar dapat ditimbulkan oleh lokasi pelanggan dan karakteristik, modifikasi dalam lalu lintas utama arteri dan masuk kompetisi baru di pasar, dan sebagainya (Huff dan Rust, 1984).
15 Area pasar kemudian dibagi lagi menjadi Area perdagangan yang berisi target pasar populasi dari mana suatu outlet ritel tertentu menarik pelanggan. Sementara melaksanakan analisis kawasan perdagangan ini, gerakan pelanggan didasarkan pada titik asal (pemukiman atau Area kerja), lebih disukai tujuan ritel dan sifat dari outlet dilewati dalam perjalanan mereka ke tujuan toko, harus dievaluasi. Analisis wilayah perdagangan dilakukan berdasarkan geografi demografi, ekonomi, administrasi dan karakteristik kompetitif yang berlaku diwilayah perdagangan. Pemetaan yang ingin menggambarkan suatu fenomena tematik disebut pemetaan tematik yang menghasilkan suatu peta yang disebut dengan Peta Tematik (Bos, 1985). Fungsi suatu peta tidak hanya sekedar sebagai sesuatu penyajian grafis tentang suatu fenomena/tema yang ada kaitannya dengan permukaan bumi, atau suatu informasi yang sifatnya special (keruangan), tetapi dari peta akan dapat ditemukan hal-hal yang sifatnya dapat memberikan daya tarik yang lebih kuat terhadap obyek yang digambarkan, terutama apabila yang menyangkut masalah pola sebaran spasial keruangan dan juga dapat memberikan gambaran yang sangat khas dan menonjolkan sifat yang tersembunyi dibandingkan dengan cara-cara lain, misalnya dengan table statistik dan lain sebagainya. Peta yang dihasilkan tidak hanya berfungsi sebagai alat penyampaian informasi (display), tetapi lebih jauh lagi peta dapat digunakan sebagai alat analisis, khususnya analisis keruangan. Dalam hal analis tentang teori lokasi misalnya seperti yang dikemukaan oleh Lloyd & Dicken (1978) bahwa location in space merupakan faktor penentu juga dalam mempengaruhi aktifitas ekonomi. Demikian pula menurut Christaller (1975)
16 mengemukaan suatu teori yang disebut Central Place Theory yang menyebutkan antara lain bahwa penduduk suatu lokasi yang produktif tertentu memerlukan fasilitas-fasilitas untuk memenuhi kebutuhannya pada tempat-tempat yang lebih menyenangkan dan menguntungkan. 2.6. Stasiun Pelayanan Bahan Bakar Umum (SPBU) Satasium Pelayanan Bahan Bakar Umum (SPBU) merupakan sarana Pelayanan bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan untuk pemenuhan kebutuhan bahan bakar kendaraan bermotor masyarakat umum, dimana manajemen pemasarannya ditangani oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Ditinjau dari aspek peruntukannya, SPBU yang dimaksud dalam penelitian ini dalah SPBU yang menyediakan bahan bakar kendaraan bermotor untuk masyarakat umum, dan bukan SPBK (Stasiun Pelayanan Bahan Bakar Khusus), yakni sarana Pelayanan bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor dari instansi-instansi tertentu, seperti TNI dan Polri. SPBU merupakan salah satu infrastruktur wilayah yang sangat diperlukan dalam menggerakkan sosial, ekonomi masyarakat. Karena hingga saat ini bahan bakar minyak dari sumnber fosil masih menjadi andalan utama dalam memenuhi kebutuhan energi bagi kehidupan manusia. Perkembangan kehidupan manusia baik secara kualitatif maupun kuantitatif telah memicu peningkatan akan kebutuhan BBM (Bahan Bakar Minyak) yang terus meningkat secara tajam dan bahkan konsumsi
17 BBM hampir tidak seimbang dengan peningkatan produksi dan distribusi. Akibatnya pada beberap decade kita pernah didapkan adanya krisis energi. Seiring dengan kebijakan pemerintah akan perdagangan bebas dan otonomi daerah, bisnis usaha SPBU telah dibuka lebar untuk siapa saja. Dengan demikian persaingan bisnis BBM menjadi sangat keras, dan menjurus pada kecenderungan persaingan yang tidak sehat. Sebagai contoh, banyak SPBU yang berdiri saling berdekatan beberapa puluh meter satu dengan yang lain, dalam satu poros jalan yang sama. Dalam konteks ini, aspek pemilihan lokasi yang strategis baik dari sisi ekonomi, sosial, lingkungan, maupun aspek manajemen lalu-lintas, kurang menjadi perhatian para pembisnis SPBU, yang penting mereka dapat tempat untuk berbisnis. Sementara itu, persayaratan perijinan pendirian usaha bisnis SPBU oleh PT. Pertamina relatif sederhana, lebih menekankan pada aspek-aspek administratif kelayakan usaha, seperti antara lain: Persyaratan permohonan ijin SPBU (http://www. pertamina.com/spbu/) 1. 2. 3. 4.
Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik/pimpinan badan usaha; Biodata perusahaan/akta pendirian perusahaan (untuk badan usaha); Lay out bangunan SPBU dan konfigurasi SPBU yang akan dibangun; Peta lokasi skala 1:10.000 atau lebih besar, dan peta topografi/rupa bumi skala 1:25.000 yang memperlihatkan titik lokasi rencana pendirian SPBU; 5. Data kapasitas penyimpanan dan perkiraan penyaluran BBM; 6. Data inventarisasi perlatan dan fasilitas yang dipergunakan; 7. Rekomendasai dari penyedia BBM yang ditunjuk/diakui oleh Pemerintah dilampiri dengan salinan/copy kontrak; 8. Foto copy ijin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) sesuai dengan skala kegiatan; 9. Foto copy ijin gangguan (HO); 10. Foto copy Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); 11. Bukti pengesahan meter pompa SPBU dari instansi yang berwenang; 12. Foto copy ijin timbun tangki dari instansi yang berwenang;
18 13. Dokumen pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan skala kegiatan. 14. Fotokopi surat izin pembangunan SPBU dari Jasamarga (khusus bagi pendaftar yang memiliki lokasi di jalan tol). 15. Nama Kelurahan di sertifikat tanah harus sesuai dengan lokasi pendirian SPBU yang didaftarkan. Tabel 2.1. Persyaratan Ijin Pendirian SPBU Tata Letak Lokasi Lokasi umum lahan Lokasi lahan Bentuk lahan
Keterangan Posisi lahan yang akan digunakan Peruntukan daerah tempat lahan berada Bentuk lahan secara fisik Lahan kosong: Tidak pernah dipergunakan untuk bangunan sebelumnya Tidak ada perkerasan /perkerasan tanah: Tanah belum Tipe lahan diratakan dengan permukaan jalan dan belum dipadatkan Perkerasan aspal /batu : Lahan sudah diratakan dengan permukaan jalan dan dipadatkan dengan aspal atau batu Lahan bekas pemanfaatan tertentu: Lahan pernah digunakan untuk peruntukan lain sebelumnya Posisi lahan Posisi lahan terhadap jalan Batas lokasi lahan Batas lokasi lahan dari depan, belakang, kanan dan kiri Lebar akses jalan Lebar akses jalan yang terletak di depan lahan Jumlah lajur jalan Jumlah lajur jalan di depan lahan Pembatas jalan Keberadaan pembatas/median jalan yang terletak di depan lahan Jumlah arah Jumlah arah jalan yang melintas di depan lahan ( satu arah atau dua arah ) Permukaan jalan Jenis permukaan jalan yang menutupi jalan di depan lahan Kondisi jalan Kondisi jalan di sekitar lahan Topografi lahan Keadaan topografi lahan ( kemiringan, kontur, dsb ) Jarak dengan SPBU lain Jarak terdekat dengan SPBU lain Jumlah kendaraan / jam Banyaknya kendaraan yang melintas di depan lahan persatuan jam Status jalan Status lahan di sekitar lahan Tingkat perjalanan Volume kendaraan yang lewat Kecepatan pengguna jalan Kecepatan rata-rata pengendara jalan yang melewati lahan Sumber: Kantor PT. Pertamina (Persero), 2009
19 Adapun persyaratan secara teknis yang terkait dengan lokasi yang akan diusulkan sebagai tempat mendirikan SPBU sebagai mana Tabel 2.1. Jika dicermati dari persyaratan pendirian usaha SPBU yang dikeluarkan oleh PT. Pertamina (Persero) tersebut tampak bahwa aspek sebaran secara spasial di antara usaha SPBU pada suatu wilayah tidaklah menjadi pertimbangan utama. Fenomena tersebut kemudian memunculkan sejumlah persoalan, yakni di satu wilayah jumlah SPBU menggerombol dengan jarak/radius yang relatif berdekatan, sehingga berdampak pada persaingan usaha yang kurang sehat. Namun sebaliknya pada suatu wilayah tertentu jumlah SPBU yang ada relatif terbatas, sehingga konsumen pada saat-saat tertentu harus mengantri untuk mendapatkan pelayanan bahan bakar. 2.7. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Lokasi Bisnis SPBU Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap lokasi bisnis SPBU, yaitu: (1) faktor fisik lahan, merupakan faktor penting dalam memilih lokasi SPBU, karena faktor fisik lahan berkaitan langsung dengan dampak lingkungan. Lingkungan fisik lahan seperti tingkat stabilitas tanah/tingkat kerawanan bencana/longsor lahan, penggunaan lahan, drainase tanah; (2) faktor sosial ekonomi, yakni yang terkait dengan tingkat kepadatan penduduk, sebaran penduduk pada suatu wilayah, jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang terdapat di wilayah sekitar, jarak SPBU dengan pusat-pusat kegiatan masyarakat; jarak antar SPBU yang terdekat; (3) manejemen lalu-lintas, pengaturan sistem lalu-lintas suatu daerah sangat mempengaruhi tingkat keamanan dan kenyamanan dan berkendaraan bermotor. Penempatan lokasi bangunan
20 SPBU tidak berdekatan dengan titik-tik kemacetan, seperti pasar, sekolahan, perempatan/pertigaan jalan, status/kelas jalan. 2.8. Pola Pertumbuhan Sebaran SPBU Menurut Teori Sektor dari Hoyt (Yunus, 2008; Banowati, 2010) kunci terhadap peletakan sektor adalah pada lokasi dari pada “high quality areas” (daerahdaera yang berkualitas tinggi untuk tempat tinggal). Kecenderungan penduduk untuk bertempat tinggal adalah daerah-daerah yang dianggap “nyaman” dalam arti luas. Nyaman dapat diartikan dengan kemudahan-kemudahan terhadap fasilitas, kondisi lingkungan baik alami maupun non alami yang bersih dari polusi baik fisikal maupun non fisikal, prestise yang tinggi karena dekat dengan tempat tinggal orang-orang terpandang dan lain sebagainya. Dengan demikian seperti dikemukakan dalam tesis Hoyt bahwa: “sector arranements do not skip about at random in the process of development but they follow a definitie path in one or more sectors in the city. The are axtended outward along communications axes that are producing sectors they do not encircle the city at its outer limits” Berdasarkan kalimat tersebut dapat disimpulkan bahwa sektor yang ada di kota tidak terjadi secara acak-acakan saja tetapi selalu mengikuti jalur tertentu, khususnya jalur komunikasi dan bukannya melingkar. Berikut adalah Model Teori Sektor (Homer Hoyt, dalam Banowati, 2010),
21
Gambar 2.1 Model Teori Sektor (Homer Hoyt) Keterangan: 1. Daerah pusat kegiatan (DPK) atau CBD 2. Zone of wholesale light manufacturing 3. Zona Permukiman kelas rendah 4. Zona permukiman kelas menengah 5. Zona permukiman kelas tinggi Dalam konteks dengan penelitian ini, teori yang dikemukakan oleh Hoyt ini kiranya dapat digunakan sebagai landasan teori dalam melakukan penjelasan tentang pola sebaran lokasi SPBU pada wilayah Kota Semarang. 2.9. Kerangka Pemikiran Melakukan evaluasi yang bertitik tolak dari konsep Christaller tersebut tidak mudah dilakukan tanpa data data yang memadai. Sebaran spasial lokasi SPBU mudah dilihat dan mudah dipahami pola penyebarannya melalui peta sebaran spasial, yang sejauh ini belum banyak mendapat perhatian dari para pemangku kepentingan
22 (stakeholder), terutama dalam pembangunan data spasial yang berbasis SIG. Selain peta pokok yang perlu dipersiapkan yaitu peta lokasi SPBU dengan tambahan informasi penting seperti kemampuan kapasitas volumenya dan kemampuan pemasarannya, juga peta-peta pendukung utama khususnya peta kepadatan penduduk per kecamatan, peta jumlah kendaraan bermontor di Wilayah Kota Semarang. Mengingat penelitian yang akan dilakukan mencakup seluruh wilayah Kota Semarang yang relatif jauh lebih rumit dibandingkan kabupaten/kota lainnya, maka pemetaan lokasi sebaran spasial SPBU dilakukan pada skala yang relatif besar, yakni skala 1 : 25.000. Adapun peta yang digunakan sebagai dasar untuk penelitian ini adalah Peta Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1 : 25.000 yang diterbitkan oleh Bakosurtanal. Selain itu, untuk validasi data spasial terkini, digunakan citra satelit Quickbird yang memiliki resolusi cukup tinggi, yaitu 0,65 meter.
23 DATA SPASIAL
o Peta Administrasi o Peta Jaringan Jalan o Peta Kepadatan Penduduk o Peta Jumlah&Jenis Kend.Bermotor o Peta Sebaran Permukiman
DATA ATRIBUT
o Data Kependudukan o Data Jumlah & Jenis Kend.Bermotor o Data Jumlah SPBU o Data Lokasi/alamat SPBU o Data Kepadatan lalu-lintas jalan
Input
ANALISIS
o Deskriptif kuantitatif o Sistem Informasi Geografis
EVALUASI KELAS KESESUAIAN LOKASI SPBU
Proses
o Parameter: sosial ekonomi (jarak antar SPBU, rasio jumlah SPBU&kend.bermotor) o Parameter: manajemen lalu-lintas (jarak SPBU dengan titik macet, nilai tingkat pelayanan jalan (LOS)
PETA KELAS SEBARAN SPASIAL SPBU DI KOTA SEMARANG
Output
Gambar 2.2. Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian parameterAnalisis *Alat Interpretasi
24
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah SPBU yang berada di wilayah Kota Semarang. Berdasarkan data dari Kantor PT. Pertamina unit pemasaran IV
ada
sejumlah 60 buah, yang tersebar di 16 Kecamatan yang ada di Kota Semarang. Jumlah dan sebaran SPBU Kota Semarang tahun 2010 tercantum pada Tabel 3.1 (Lampiran, hal. 78). 3.2 Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah SPBU di wilayah Kota Semarang yang berjumlah 60 buah SPBU,
tersebar di 16 kecamatan. Kesemua SPBU tersebut
dijadikan sebagai sampel atau dengan menggunakan teknik total sampling. Setiap SPBU dilakukan pengamatan dan pengukuran lokasi dengan GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui posisi absolut lokasi SPBU. Melalui data tersebut dapat diketahui jarak antar SPBU terdekat. Adapun dasar pertimbangan untuk memperoleh data spasial sebaran lokasi SPBU di Kota Semarang didasarkan pada dua aspek, yaitu (1) jumlah SPBU dalam satu koridor jalan yang sama; (2) jarak terdekat antar SPBU satu dengan yang lain. Kedua data tersebut diperoleh dari hasil pengamatan lapangan, pengukuran titik lokasi dengan GPS.
25 3.3 Variabel Penelitian Berdasarkan kajian pustaka di muka, maka variabel dalam penelitian ini terdiri dari, 1. Jumlah SPBU 2. Jarak terdekat antar SPBU 3. Lokasi absolute (koordinat X & Y) SPBU 4. Lokasi relatif (berdasarkan administrasi) 5. Tingkat kepadatan lalu-lintas 6. Tingkat kepadatan penduduk per kecataman 7. Jumlah dan Jenis kendaraan bermotor per kecamatan 3.4. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengamatan Teknik pengamatan digunakan untuk mendapatkan gambaran awal atau situasi umum dari sebaran lokasi SPBU, yakni berkenaan dengan alamat lokasi SPBU, kondisi lingkungan SPBU. Pengamatan terutama difokuskan pada jarak terdekat SPBU terhadap pusat-pusat kegiatan seperti pasar, sekolah, perkantoran dan pusat industri/pabrik, dan persimpangan jalan. 2. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data tentang: (1) Alamat dan nomor registrasi SPBU yang diperoleh di Kantor PT. Pertamina UP IV Semarang; (2) jumlah dan jenis kendaraan bermotor, volume kepadatan lalulintas pada jalan-jalan di wilayah Kota Semarang. Data ini diperoleh di Kantor
26 Dinas Perhubungan dan Informasi Komunikasi Kota Semarang.
Selain itu,
digunakan juga untuk mendapatkan (3) data kependudukan dan data jumlah dan jenis kendaraan bermotor pada setiap kecamatan. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Semarang. 3. Pengukuran Lapangan Teknik pengukuran lapangan ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang lokasi (koordinat X-Y) dari setiap SPBU yang ada di wilayah Kota Semarang. Alat yang digunakan untuk menentukan koordinat lokasi SPBU adalah GPS (Global Positioning System). Di samping data koordinat lokasi, peneliti juga melakukan pengamatan tentang kondisi fisik SPBU yang ada, dengan cara merekam/memfoto setiap SPBU. 4. Geocoding Teknik ini digunakan untuk mengkonversi alamat ke lokasi titik tertentu di jaringan jalan berdasarkan lokasi dari alamat sebagaimana ditetapkan dalam data referensi informasi jalan. Mempertimbangkan berbagai jenis parameter alamat yang dapat melakukan Geocoding untuk mencocokkan nomor SPBU dan nomor jalan dalam database. Dalam studi ini SPBU telah geocode menggunakan alamat jalan masing-masing. Geocoding menggabungkan informasi peta dengan alamat jalan sehingga titik dapat berada pada peta dasar untuk setiap sesuai alamat. 5. Wawancara Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data-data pendukung, terutama data tentang jumlah konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk setiap jenis
27 kendaraan bermotor. Dari teknik ini diperoleh data tentang konsumsi BBM tiap jenis kendaraan bermotor dalam satuan liter perhari (l/hr).
Data diperoleh
dengan cara teknik incidental sampling, yaitu peneliti langsung menemui sopir truk, sopir angkutan kota, sopir mobil pribadi, sopir taksi, pengendara sepeda motor (tidak memilih) yang pada saat berhenti dijalan sedang mengendarai kendaraan bermotor ditanya tentang rata-rata jumlah BBM yang dikonsumsi oleh kendaraannya dalam satu hari. Dalam pengumpulan data ini, dilakukan klasifikasi jenis kendaraan bermotor menjadi 6 (enam) kelompok kendaraan bermotor, yaitu jenis bus, truk, taksi, oplet/mikrolet, mobil dinas/pribadi, dan sepeda motor. 3.5 Teknik Analisis Data 1. Teknik analisis SIG Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi peta yang diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Data-data titiktitik lokasi SPBU yang diperoleh dari lapangan dianalisis secara spasial dengan menggunakan peta dan citra satelit quickbird (sebagai bantuan validasi data), Model analisis yang digunakan adalah: (1) analisis pola spasial; dan (2) analisis asosiasi spasial. Dalam proses pengerjaan kedua model analisis spasial tersebut akan menggunakan Software Arc/View versi 3.3.
28 2.
Teknik analisis deskriptif kuantitatif
Analisis deskriptif kuantitatif digunakan,
terutama untuk memberikan
penjelasan-penjelasan dari fenomena yang muncul dari analisis spasial. Teknik analisis deskriptif kuantitatif yang digunakan adalah model pengharkatan (scoring). Teknik ini digunakan untuk untuk melakukan evaluasi kesesuaian lokasi SPBU. Tolok ukur untuk suatu lokasi yang sesuai untuk SPBU dapat didasarkan oleh beberapa faktor, antara lain: faktor fisik lahan; faktor sosial ekonomi penduduk sekitar; dan faktor manajemen lalu lintas. Namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada dua faktor, yaitu faktor sosial ekonomi, dan faktor manajemen lalu lintas, karena pertimbangan keterbatasan biaya dan waktu. 1) Faktor Sosial Ekonomi Parameter yang digunakan untuk aspek sosial ekonomi adalah: (1) jarak radius antar SPBU yang ada pada jalan yang sama; (2) rasio jumlah SPBU dengan jumlah kendaraan bermotor yang ada di wilayah kecamatan. Asumsi dasar yang digunakan adalah bahwa semakin dekat jarak lokasi antar SPBU, maka semakin meningkatkan persaingan yang tidak sehat, demikian sebaliknya semakin jauh jarak lokasi antar SPBU persaingan menjadi semakin sehat. Sedangkan untuk rasio antara jumlah kendaraan pada suatu wilayah dengan ketersediaan fasilitas SPBU, diasumsikan bahwa jumlah kendaraan bermotor seharusnya sebanding dengan kebutuhan BBM, dalam arti ketersediaan SPBU yang memadai, sehingga
29 kebutuhan BBM menjadi tercukupi. Berikut Tabel 3.1 dan Tabel 3.2, disajikan criteria dan harkat tentang ‘jarak’ dan ‘rasio SPBU’ Tabel 3.1. Jarak Antar SPBU Terdekat No. Kelas Jarak Kriteria 1 > 1 km Sangat jauh 2 0.75 km - < 1 km Jauh 3 0.5 km - < 0.75 km Sedang 4 0.25 km - < 0.5 km Rendah 5 < 0.25 km Sangat rendah Sumber : Asumsi dari data primer 2010
Harkat 5 4 3 2 1
Dimana semakin berdekatan lokasi SPBU satu dengan yang lain, maka tingkat persaingan menjadi semakin tinggi. Jika salah satu dari pengusaha SPBU tidak mampu dalam bersaing, maka bisa terjadi kerugian, kebangkrutan usaha, dan pada akhirnya terjadi penutupan usaha. Tabel 3.2. Rasio Jumlah SPBU dengan Jumlah Kendaraan Bermotor Dalam Kecamatan No. Kelas Ratio Harkat 1 0.074 - 0.092 Sangat tinggi 5 2 0.056 - < 0.074 Tinggi 4 3 0.039 - < 0.056 Sedang 3 4 0.021 - < 0.039 Rendah 2 5 0.003 - < 0.021 Sangat Rendah 1 Sumber: Asumsi dari data primer 2010
2) Faktor Manajemen Lalu-lintas Parameter untuk faktor manajemen lalu-lintas adalah: (1) jarak SPBU dengan titik kemacetan (pasar, terminal, obyek wisata, sekolahan, perempatan jalan); (2) nilai tingkat pelayanan jalan (Level of Service=LOS); (3) status jalan. Asumsi
30 dasar yang digunakan adalah (1) semakin dekat lokasi SPBU dengan titik kemacetan, maka akan semakin rendah tingkat kualitas pelayanannya, karena para konsumen dan pengguna jalan menjadi kurang nyaman; (2) nilai tingkat pelayanan jalan yang semakin tinggi akan membuat pengguna jalan menjadi lebih nyaman; (3) tinggi rendahnya status jalan akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kebutuhan akan pelayanan SPBU, dimana semakin tinggi status jalan maka tingkat kepadatan lalu lintas semakin tinggi. Adapun kriteria dan pengharkatan “manajemen lalu lintas tercantum pada Tabel 3.3, Tabel 3.4, dan Tabel 3.5 . Tabel 3.3. Harkat Jarak SPBU Dengan Titik Macet No. Kelas Kriteria 1 > 1 km Sangat jauh 2 0.50 km - < 1 km Jauh 3 0.25 km - < 0.50 km Sedang 4 0.15 km - < 0.25 km Dekat 5 < 0.15 km Sangat dekat Sumber: Asumsi analisis data primer 2010
Harkat 5 4 3 2 1
Tabel 3.4. Harkat Tingkat Pelayanan/Kepadatan Lalu-Lintas Jalan No.
LOS (smp/jam)
Kriteria
Harkat
1
0.0
- 0.19
A
5
Ciri-Ciri Arus Lalu-Lintas arus bebas, volume rendah, kecepatan tinggi, kepadatan lalu-lintas rendah
2
0.20 - 0.44
B
4
arus setabil, mulai ada pembatasan kecepatan
3
0.45 - 0.69
C
3
4
0.70 - 0.84
D
2
5
0.85 - 1.00
E
1
kondisikemacetan jalan terjadi lalu-lintas
6
Lebih dari 1.00
F
1
sering terjadi kemacetan dan antrian panjang, kecepatan kadang-kadang nol
arus stabil, pergerakan dibatasi, tingginya volume lalu-lintas arus mendekati tidak stabil, kecepatan mulai terganggu oleh kondisi jalan
Sumber : Traffic survey (Dishubinfo Kota Semarang, 2008)
31 Keterangan: LOS = Level of Service (Tingkat Pelayanan) smp/jam = satuan mobil penumpang/jam
Sementara itu, untuk mendapatkan nilai/jarak digunakan analisis SIG, yaitu dengan menggunakan peta-peta berbasis SIG, yang memiliki database dari semua informasi spasial yang tergambar. Tabel 3.5. Status Jalan No. Status Jalan 1 Nasional 2 Provinsi 3 Kota/Kabupaten 4 Kecamatan 5 Desa
Kriteria Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
Harkat 5 4 3 2 1
Sumber : Dishubinfo Kota Semarang
Berdasarkan atas kriteria pengharkatan (Tabel 3.1; 3.2; 3.3; 3.4; dan 3.5) di muka, selanjutnya disusun faktor pembobot untuk tiap parameter dengan cara sebagai berikut, Tabel 3.6. Faktor Pembobot Tiap Parameter No.
Faktor yang berpengaruh
1 2
Jarak antar SPBU yang ada Rasio jumlah SPBU dengan jumlah kendaraan bermotor Jarak SPBU dengan titik macet Tingkat kepadatan lalu-lintas Status jalan
3 4 5
Sumber: Asumsi data lapangan
Faktor pembobot (weight factor) 4 3 2 1 1
32 Selanjutnya untuk memperoleh harkat total hasil perhitungan dari semua parameter (Tabel 3.7) dan dengan memperhatikan faktor pembobot untuk masingmasing faktor, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
Harkat Total =
Harkat Total =
Harkat total faktor pendukung Harkat total faktor pembatas
(Harkat A x pembobot A)+(Harkat B x pembobt B) + …n Harkat faktor pembatas x pembobot
Sumber : Traffic survey (Dishubinfo Kota Semarang, 2008)
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh harkat total sebesar: Harkat total terbesar =
(5x4)+(5x3)+(5x2)+(5x1) (1x2)
= 25 Harkat total terkecil
=
(1x4)+(1x3)+(1x2)+(1x1)
5x2 = 1 Setelah diperoleh harkat total tertinggi dan total terendah maka dapat ditentukan interval kelas klasifikasi kesesuaian lokasi SPBU. Interval kelas tersebut dapat ditentukan dengan rumus,
Interval kelas =
Interval kelas =
Harkat total tertinggi – Harkat total terendah Jumlah kelas yang diinginkan 25 – 1 4
=6
33 Selanjutnya setelah diperoleh perhitungan tersebut maka dapat ditentukan kelas klasifikasi Tingkat Kesesuaian Lokasi SPBU sebagai berikut, Tabel 3.7. Kelas Kesesuaian Lokasi SPBU Kelas
Kiteria
Keterangan
S1
Sangat sesuai
S2
Sesuai
S3
Kurang sesuai
N
Tidak sesuai
Merupakan lokasi yang sangat menguntungkan baik secara ekonomi maupun kenyamanan konsumen Lokasi yang menguntungkan secara ekonomi dan konsumen cukup nyaman Lokasi kurang menguntungkan secara ekonomi dan kurang nyaman bagi konsumen Lokasi yang tidak menguntungkan secara ekonomi maupun kenyamanan konsumen
Sumber: Traffic Survey, 2008 dengan modifikasi peneliti, 2010
Harkat Total 19
- 25
13 - < 19 7<7
< 13 -
34
Peta RBI skala 1:25000 tahun 2000
validasi
Citra Satelit Quickbird tahun 2006
Digiitasi Peta on screen Peta Administrasi skala 1:100.000
Peta Jaringan Jalan skala :100.000 Overlay (Tumpangsusun)
Pengumpulan data penduduk data SPBU data jenis& jumlah kendaraan bermotor data kepadatan /volume kendaraan bermotor Jarak terdekat antar SPBU
Peta Wilayah Kota Semarang skala 1:100.000 Peta Kpdt Penddk Kota Semarang skala 1:100.000
Peta Jml Kend.bermotor Kota Semarang
skala 1:100.000
Pengharkatan
Peta Sebaran Lokasi SPBU Kota Semarang skala 1:100.000
Analisis SIG
PETA KELAS SEBARAN SPASIAL SPBU DI KOTA SEMARANG
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Surve Lokasi SPBU (GPS)
35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Wilayah Penelitian 4.1.1.1. Letak dan Luas Daerah Penelitian Kota Semarang secra geografis, terletak diantara 1090 35’ – 1100 50 ‘ BT dan 60 50’ – 70 10’ Lintang selatan. Luas wilayah 388.23 km2. dengan batas-batas administrasi sebagai berikut: sebelah utara
berbatasan laut Jawa, sebelah selatan
berbatasan Kabupaten Semarang, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten
Demak dan Kabupaten Grobogan, sebelah barat berbatasan Kabupaten Kendal. Kota Semarang terdiri dari 16 wilayah kecamatan, dengan luas 388,23 km2. Tabel 4.1. Nama-nama Kecamatan di Kota Semarang
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Kecamatan
Tugu Mijen Gunungpati Banyumanik Gayamsari Semarang Timur Genuk Tembalang Pedurungan Candisari Gajahmungkur Ngaliyan Semarang Barat Semarang Utara Semarang Selatan Semarang Tengah JUMLAH Sumber: BPS Kota Semarang, 2009
Luas (Km2) 30,08 58,90 60,70 30,76 6,15 5,61 2,60 39,89 23,25 7,06 9,53 43,87 22,21 11,44 6,16 5,03 388,23
Persentase Luas(%) 7,76 15,19 15,65 7,93 1,58 1,45 7,11 10,28 5,99 1,82 2,46 11,31 5,73 2,95 1,59 1,21 100
36 Secara keruangan wilayah kota Semarang, dapat dilihat pada Gambar 4.1.berikut ini. 4.1.1.2. Kondisi Topografi dan Geomorfologi Menurut Zaidam (1979) dalam Maulana (2006), relief yang terdapat di muka bumi ditentukan oleh keadaan topografi (bagian dari lereng dan ketinggian tempat), keadaan morfologi (kemiringan, lereng, panjang lereng, bentuk lereng, dan bentuk
lembah)
dan
antar unit relief- kemiringan-perbedaan
aspek
relief lainnya
(hubungan
tinggi tempat, kepadatan drainase
dan pola drainase), dimana ketiga faktor tersebut yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi. Kondisi topografi tersebut juga berpengaruh terhadap pola sebaran permukiman penduduk dan pola sebaran unit-unit usaha bisnis. Lebih jelasnya mengenai hubungan antar unit relief, kemiringan lereng dan perbedaan tinggi tempat dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut. Tabel 4.2 Hubungan Antar Unit Relief, Kemiringan Lereng, dan Perbedaan Tinggi Tempat di Wilayah Penelitian Kemiringaan Perbedaan No. Kondisi Topografi Lereng Ketinggian 0-2% <5 m 1 Topografi datar Topografi agak miring 3-7% 5 - 50 2 8-13% 25-75 3 Topografi miring 14-20% 50-200 4 Topografi agak curam 21-55% 200-500 5 Topografi curam 6 Topografi sangat curam 7 Topografi sangat curam sekali Sumber : Zuidam, 1979
56-140%
500-1000
>140%
>1000
37
Peta Administrasi
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Semarang
38 Kondisi topografi wilayah Kota Semarang bervariasi dari datar hingga sangat curam. Di bagian utara memiliki permukaan yang relatif datar dengan kemiringan antara 0% - 2% memanjang dari Barat ke Timur. Di bagian tengah memiliki kemiringan antara 3% - 13%, dan beberapa kawasan di sebelah selatan seperti disepanjang perbukitan Kaligarang, kali Kripik, Lereng Gombel, Gunung Sureng, Gunung Dua Gogor dan sepanjang perbukitan dari Kecamatan Ngaliyan, Mijen, Banyumanik, Tembalang dan Gunungpati umumnya kemiringannya lebih dari 14%. Menurut keadaan kemiringan lereng, 37,07 % dari luas wilayah Kota Semarang terletak pada kemiringan 0–2% yaitu merupakan relief datar, 39,19% terletak pada kemiringan 3-13 %
merupakan daerah relief agak
miring sampai miring, dan 23,74% terletak pada kemiringan lebih dari 14% yang merupakan daerah relief agak curam sampai sangat curam. 4.1.1.3.
Kondisi Kependudukan Penduduk merupakan sumberdaya yang mempunyai peranan yang
sangat penting
dalam
pembangunan maupun manusia
proses sebagai
pembangunan obyek
baik
sebagai
pembangunan.
Kondisi
subyek/pelaku sumberdaya
sangat menentukan pola kehidupan masyarakat. Kondisi demografi
yang akan dibahas dalam penduduk
sub
bab
ini
yaitu
mengenai
pertambahan
dan kepadatan penduduk serta komposisi penduduk umur dan jenis
kelamin. Hubungan jumlah dan kepadatan penduduk dengan kebutuhan sarana
39 infrastruktur wilayah, seperti sarana jalan, listrik, telepon dan kebutuhan bahan bakar minyak (SPBU), dan lain-lain. Dimana semakin tinggi jumlah dan tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah, maka diasumsikan semakin besar tingkat kebutuhan infrastruktur wilayah. Ditinjau dari a s p e k persebaran p e n d u d u k baik dari jumlah, Semarang
pertumbuhan,
maupun
kepadatan,
penduduk
Kota
sangat bervariasi, hal ini sebagaimana tercantum pada Tabel 4.3
dan Peta Kepadatan Penduduk Kota Semarang yang disajikan dalam Gambar Peta 4.2. Pertumbuhan penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh besarnya kelahiran, kematian, dan migrasi penduduk. Jumlah penduduk akan bertambah jika penduduk yang lahir dan datang bertambah, sebaliknya penduduk akan berkurang apabila penduduk yang yang meninggal atau berpindah ke daerah lain bertambah. Pertumbuhan penduduk Kota Semarang terjadi baik secara alami maupun migrasi. Berdasarkan dari Tabel 4.3 besarnya jumlah penduduk di Kota Semarang dari tahun 2004 hingga tahun 2008 sebanyak 1.481.640 jiwa. Ditinjau dari besarnya pertumbuhan penduduk dari tahun 2004 hingga tahun 2008 adalah 0,92% pertahun. Luas seluruh wilayah Kota Semarang sebesar 373,7 Km², dan rata-rata kepadatan penduduk geografis wilayah adalah 3.965 jiwa/Km². Jika dilihat, distribusi penduduk Kota Semarang tidak menyebar secara merata. Hal ini mengindikasikan terjadinya konsentrasi penduduk disuatu daerah.
40 Tabel.4.3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Semarang Jumlah Jumlah Luas Desa/Kelurahan Rumah Penduduk Wilayah Tangga (Jiwa) ( 0.00 km2 ) 1
2
3
Kepadatan Penduduk (km2)
4
5
1. Mijen 2. Gunungpati 3. Banyumanik 4. Gajah Mungkur 5. Smg. Selatan 6. Candisari 7. Tembalang 8. Pedurungan 9. Genuk 10. Gayamsari 11. Smg. Timur 120. Smg. Utara 130. Smg. Tengah 140. Smg. Barat 150. Tugu 160. Ngaliyan
57,55 54,11 25,69 9,07 5,93 6,54 44,2 20,72 27,39 6,18 7,7 10,97 6,14 21,74 31,78 37,99
13.212 22.449 33.646 14.599 20.265 16.498 3..92 39.292 20.338 16.471 22.189 28.727 19.458 36.654 6.896 27.306
48.923 65.465 121.855 61.668 85.591 77.937 127.008 163.562 80.600 70.782 81.747 126.765 74.228 159.425 26.976 109.108
850 1.210 4.743 6.799 14.434 11.917 2.873 7.894 2.943 11.453 10.616 11.556 12.089 7.333 849 2.872
Jumlah 2007
3737 373,7
373.920 352.929
1.481.640 1454.594
3.965 3.892
2006 2005 2004
373,7 373,7 373,7
341.314 309.921 290.711
1408.479 1292.667 1283.833
3.769 3.459 3.435
Sumber: BPS Kota Semarang, 2009 Konsentrasi penduduk tersebut terjadi khususnya pada pusat kota dan didaerahdaerah yang wilayahnya dilalui jalan utama. Jumlah penduduk terbesar di Kota
Semarang terdapat di Kecamatan Pedurungan dengan jumlah penduduk
sebesar 163,562 jiwa, kepadatan penduduk
di Kecamatan Pedurungan
sedang jika dibandingkan dengan daerah lain, yaitu 7.894 jiwa per km2 .
termasuk
41
Gambar 4.2. Peta Kepadatan Penduduk Kota Semarang, 2008
Peta Kepadatan
42 Hal tersebut dikarenakan masih terdapat lahan pertanian
dan juga
lokasinya yang jauh dari pusat kota, akan tetapi di daerah tersebut mulai diminati oleh penduduk sebagai tempat tinggal dan tujuan para pendatang karena keterbatasan lahan di pusat kota, terbukti bahwa di Kecamatan Pedurungan memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yaitu sebesar 3,47 %. Selain di Kecamatan Pedurungan, pada Kecamatan Tembalang juga mengalami pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi yaitu sebesar 3,18 %. Sedangkan kepadatan penduduk yang paling jarang terdapat di Kecamatan Mijen yaitu sebesar 850 jiwa/ Km². Kecamatan Semarang Selatan merupakan salah satu kecamatan yang sempit di Kota Semarang dengan luas 5,93 Km², karena telah terjadi pemekaran wilayah kecamatan baru , yaitu Kecamatan Gajahmungkur, Kecamatan Candisari, dan Kecamatan Semarang selatan. Oleh karena itulah saat ini 2010 Kecamatan Semarang Selatan memiliki kepadatan penduduk yang tinggi yaitu sebesar 14.434 Jiwa/Km². Komposisi
penduduk
menurut
umur
dan
jenis
kelamin
digolongkan menjadi penduduk belum produktif adalah penduduk yang berusia antara 0-14 tahun yang merupakan golongan anak-anak, penduduk yang produktif adalah yang berusia 15-64 tahun, yang merupakan golongan dewasa, dan penduduk non produktif tahun.
Dalam
golongan tua
adalah
ilmu kependudukan,
penduduk
yang
banyaknya
berusia
di atas
65
golongan anak-anak dan
akan mempengaruhi beban atau tanggungan bagi golongan yang
43 bekerja. Tabel 4.4. Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Usia Dan Jenis Kelamin Di Kota Semarang Tahun 2008 Kelompok Banyaknya Penduduk Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah 0-4 26.392 25.359 5 - 9. 60.628 57.913 10 - 15. 61.849 59.913 16 - 19, 59.806 57.772 20 - 24. 62.76 61.137 25 - 29 79.438 78.668 30 - 34 73.917 75.235 35 - 39 71.343 73.122 40 - 44 60.084 63.165 45 - 49 51.891 54.113 50 - 54 42.556 40.592 55 - 59 28.105 26.588 60 - 64 16.363 19.000 65 + 40.325 53.606 Jumlah 735.457 746.183 Sumber: BPS Kota Semarang, 2009
51.751 118.54 1 121.76 1 117.57 8 123.89 6 158.10 6 149.15 2 144.46 6 123.25 0 106.00 7 83.148 54.695 35.363 93.930 1.481.640
%
3.49 8.00 8.22 7.94 8.36 10.67 10.07 9.75 8.32 7.15 5.61 3.69 2.39 6.34 100.00
Hal tersebut berarti golongan belum produktif dan non produktif. Komposisi
penduduk menurut k e l o m p o k umur dan jenis kelamin dapat
dilihat pada Tabel 4.4 dan Peta Jumlah Penduduk Kota Semarang yang disajikan dalam Gambar Peta 4.3. Berdasarkan Tabel 4.4 bahwa kelompok usia produktif 15 - <65 tahun menunjukkan jumlah yang paling besar, yaitu 1.180.194 (79,65%) jiwa. Ini berarti bahwa kecendungan penduduk akan terus berkembang cukup signifikan pada masamasa mendatang. Dengan terus bertambahnya penduduk di Kota Semarang maka
44 kebutuhan akan sarana dan prasarana wilayah, seperti jaringan jalan, ketersedian alat transportasi baik yang bersifat masal maupun pribadi, SPBU, dan lain-lain akan terus meningkat. 4.1.1.4. Kondisi Sosial Ekonomi dan Jaringan Infrastruktur Wilayah Salah satu faktor pendukung yang turut berperan dalam pembangunan dan perlu diperhatikan perencanaan adalah fasilitas pelayanan sosial ekonomi. Fasilitas sosial ekonomi merupakan sarana yang dapat mendukung manusia dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Fasilitas yang akan dibahas adalah fasilitas perdagangan, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan, serta sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi. 4.1.1.4.1. Fasilitas perdagangan Kota Semarang sebagai ibukota propinsi merupakan salah satu pusat perdagangan di Jawa Tengah. Sebagai daerah perdagangan Kota Semarang memiliki sarana perdagangan seperti pasar, toko kios, dan warung. Banyaknya fasilitas ekonomi di Kota Semarang yang terdapat pada Tabel 4.5. Sebagai daerah perkotaan yang merupakan pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya, fasilitas perdagangan di Kota Semarang tergolong lengkap.
Berdasarkan
Tabel
4.5
seluruh kecamatan di Kota Semarang terdapat 60 buah pasar yang tersebar merata di seluruh kecamatan yang sebagian besar terdapat di Kecamatan Semarang Utara yaitu sebanyak 13 buah
pasar.
Jumlah kios/toko/warung di seluruh Kota Semarang sebanyak 13.683
45 buah.
Jumlah kios/toko/warung
yang paling banyak terdapat di Kecamatan
Semarang Tengah yaitu sebanyak 3.556 buah. Pada Kecamatan Tengah
Semarang
jumlah kios/toko/warung memiliki perbedaan yang sangat mencolok
bila dibandingkan dengan kecamatan yang lainnya di Kota Semarang. Hal ini dikarenakan Kecamatan Semarang Tengah merupakan salah satu kecamatan yang terletak di pusat
kota,
dalam
hal
ini
adalah
alun-alun
sehingga
dinamika aktivitas penduduknya sangat tinggi. Tabel 4.5 Banyaknya Sarana Perdagangan Kota Semarang Tahun 2008 No. Kecamatan Pasar Kios/Warung/Toko 1 Mijen 1 533 2 Gunungpati 1 485 3 Banyumanik 4 398 4
Tembalang
3
1,213
5
Pedurungan
4
420
6 7
Genuk Gayamsari
4 2
443 374
8
Semarang Timur
5
598
9
Semarang Utara
13
440
10
Semarang Tengah
7
3.556
11
Semarang Selatan
5
1.611
12
Candisari
3
793
13 14
Gajahmungkur Semarang Barat
1 3
302 1.785
15
Ngaliyan
3
375
Tugu 1 Jumlah 60 Sumber : BPS Kota Semarang, 2009
357
16
13.683
46 Ketersediaan fasilitas perdagangan yang tinggi dapat menarik penduduk pendatang, dan juga munculnya berbagai fasilitas perdagangan yang baru. Fasilitas perdagangan sangat dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maka keberadaan sangat penting untuk masyarakat.
Namun di
samping itu daerah perdagangan merupakan pusat kegiatan penduduk, sehingga daerah tersebut memiliki dinamika mobilitas penduduk secara horizontal relatif tinggi, dalam arti volume lalulintas jalan wilayah tersebut relatif tinggi dibandingkan dengan wialayah yang bukan tempat pusat kegiatan (seperti pasar, kompleks pertokoan, mall, super market, perkantoran, pusat pendidikan dan pusat-pusat industry, dan lain-lain). 4.1.1.4.2. Fasilitas Pendidikan Pendidikan merupakan usaha untuk mencapai tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan ini maka sekolah sebagai sarana pendidikan dituntut untuk dapat mencapai seluruh tingkat masyarakat, sehingga penyebaran pembangunan prasarana pendidikan ini sangat berpengaruh terhadap pemerataan untuk mendapat kesempatan memperoleh pendidikan formal. Seperti halnya pemerintah Kota Semarang telah merencanakan dan membuat kebijaksanaan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang terdidik dan cerdas, maka kebijakan
tersebut diwujudkan dengan membangun
sarana dan prasarana
pendidikan seperti TK, SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi diusahakan terdistribusi secara merata dan disesuaikan dengan perkembangan kawasan, selain juga memanfaatkan lembaga-lembaga pendidikan yang sudah ada. Berdasarkan
47 data tahun 2008 secara rinci jumlah fasilitas pendidikan sebagaimana
pada
Tabel.4.6. Berdasarkan jumlah sarana pendidikan Kota Semarang yang terdapat pada Tabel 4.6 adalah TK sebanyak 578 buah, SD sebanyak 649 buah, SMP sebanyak 162 buah, SMU sebanyak 78 buah dan Perguruan Tinggi atau akademi sebanyak 57 buah. Untuk sarana pendidikan TK, SD, SMP, dan SMU terdapat di tiap-tiap Kecamatan. Untuk Perguruan Tinggi atau akademik di Kecamatan Mijen yang tidak ada, sedangkan di kecamatan lainnya di Kota Semarang sudah terdapat perguruan tinggi atau akademik. Daerah
yang merupakan
pusat aktivitas
penduduk
dalam bidang
pendidikan, biasanya diikuti dengan berbagai fasilitas lain yang menunjang, seperti permukiman khususnya kost, fasilitas perdagangan serta infrastruktur lainnya. Sebaran fasilitas sarana pendidikan tersebut tentu saja sedikit banyak berpengaruh terhadap tingkat kepadatan lalulintas jalan, terutama pada saat pagi berangkat ke sekolah dan siang atau sore hari ketika pulang kembali ke rumah, biasanya volume kendaraan di jalan-jalan yang dilalui meningkat pada saat-saat jam sibuk. Bahkan beberapa tempat/jalan seperti jalan-jalan utama (Jalan Pandanaran, Jalan Jendral Sudirman, Jalan MT. Haryono, Jalan Pemuda, Jalan Pandanaran, Jalan Gajah Mada, Jalan Pahlawan, Jalan Ahmad Yani, Jalan Imam Bonjol, Jalan Diponegoro, Jalan Dr. Sutomo, Jalan Kelud Raya, dan lain-lain) volume kepadatan lalulintas relatif tinggi pada jam-jam sibuk.
48 Tabel. 4.6 Banyaknya Sarana Pendidikan di Kota Semarang Tahun 2008 PT / Kecamatan TK SD SMP SMU No. Akademi 1 Mijen 29 28 5 3 2 Gunungpati 25 35 9 6 2 3 Banyumanik 48 57 12 6 1 4 Tembalang 43 42 6 1 8 5 Pedurungan 59 50 12 6 4 6 Genuk 27 33 8 3 1 7 Gayamsari 24 31 8 4 3 8 Semarang Timur 44 47 14 5 3 9 10 11
Semarang Utara Semarang Tengah Semarang Selatan
38 37 30
43 46 41
9 22 11
2 13 6
1 6 8
12
Candisari
34
45
8
3
2
13 14
Gajahmungkur Semarang Barat
32 60
28 67
6 21
7 9
2 6
15
Ngaliyan
39
42
6
2
9
16
Tugu
9 578 Sumber: BPS Kota Semarang, 2009
14 649
5 162
1 77
2 58
4.1.1.4.3. Fasilitas Kesehatan Kesehatan penduduk. Kesehatan
merupakan penduduk
salah
satu
sangatlah
indikator
penting
kesejahteraan
untuk
menunjang
kelancaran berbagai aktivitas penduduk dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam melaksanakan pembangunan. Sebagai bentuk pelayanan pemerintah daerah terhadap penduduk dalam
bidang
kesehatan,
salah
dilihat dari pengadaan fasilitas- fasiltas
kesehatan
dan
satunya sarana
dapat pendu-
kungnya. Fasilitas kesehatan di Kota Semarang sudah cukup merata meskipun
49 dibeberapa Kecamatan hanya terdapat BKIA, puskesmas pembantu, klinik, dan praktek dokter. Kecamatan Banyumanik, Semarang
Timur,
dan
Semarang
Selatan memiliki lebih dari 1 rumah sakit, sedangkan Kecamatan Mijen, Gayamsari, Semarang Utara, Semarang Barat dan Kecamatan Tugu tidak memiliki rumah sakit. Untuk puskesmas ketersediaannya cukup merata karena disetiap
kecamatan
adalah
tempat
sudah ada. Fasilitas kesehatan
praktek
dokter
dan
yang paling
ketersediaannya
banyak
disetiap kecamatan
sudah ada. 4.1.1.4.4. Sarana dan Prasarana Transportasi Daerah Penelitian Prasarana
perhubungan
dan
fasilitas
transportasi
dapat
memperlancar komunikasi masyarakat baik secara langsung maupun tidak, terutama keberadaan jalan yang sangat penting dalam proses pembangunan dan pengembangan suatu daerah.
Keberadaan
jalan
merupakan
faktor
yang memudahkan terjadinya komunikasi secara langsung antara masyarakat disuatu daerah dengan masyarakat didaerah lain. Sarana transportasi di Kota Semarang meliputi angkutan darat, laut dan udara. Angkutan darat tersedia dua jenis kendaraan yaitu kendaraan bermotor dan kereta api. Angkutan laut terdapat di pelabuhan Tanjung Mas di Kecamatan Semarang Utara, sedangkan pelabuhan udara Ahmad Yani terdapat di Kecamatan Semarang Barat. Sarana transportasi darat sebagai sarana yang sangat penting untuk
50 memperlancar kegiatan perekonomian dan mempermudah mobilitas penduduk untuk dapat menjangkau suatu daerah atau pun tempat yang didukung oleh prasarana jalan yang baik. Sehingga dapat dimungkinkan keberadaan jalan dapat mempengaruhi hubungan suatu daerah dengan daerah lain. Kondisi jalan di Kota Semarang dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Peta Jaringan Jalan Kota Semarang pada Gambar 4.5. Panjang jalan di seluruh wilayah Kota Semarang mencapai 2.763 Km, terdiri dari 15,40% Hotmix, 36,71% aspal penetrasi,10,43% beton, 24,39% paving, 4,64% makadam dan 8,53% tanah. Untuk kondisi jalan 44,87% kondisinya dalam keadaan baik, 32,48% kondisinya sedang, 22,65% kondisinya rusak dan 0% kondisinya rusak berat. Jalan sebagai sarana prasarana utama memegang peranan sangat penting dalam perkembangan penting suatu wilayah. Fungsi tersebut akan lebih optimal jika didukung oleh sarana transportasi yang disediakan. Beberapa jenis dan jumlah sarana transportasi yang ada di Kota Semarang tercantum pada Tabel 4.8. Keberadaan
angkutan
baik
penumpang
maupun
barang
yang
menghubungkan daerah satu dengan daerah lainnya dalam kota maupun dengan kota lainnya maka dapat
meningkatkan aksesibilitas daerah untuk menunjang
mobilitas penduduknya. Secara umum sarana transportasi di Kota Semarang sudah cukup memadai dan merata, yang terdiri dari mobil penumpang, truk, mobil, sepeda motor, becak, dan lain-lain.
51 Tabel 4.7. Panjang Jalan Di Kota Semarang, Tahun 2008
Jenis Permukaan
Status Jalan
Negara/Nasional
Propinsi
1, Hotmix 59,76 28,00 2, Aspal Penetrasi 0,00 0089 0,00 3, Beton 0,00 0,00 4, Paving 0,00 0,00 5, Makadam 0,00 0,00 6, T anah 0,00 0,00 Sumber: Dishubinkom, Kota Semarang, 2009
Kab/Kota/Lokal 333,96 1.056,65 285,53 668,78 124,60 220,12
Jumlah 422,61 1.056,65 285,53 668,78 124,6 220,12
Keberadaan berbagai sarana transportasi (Tabel 4.8) dapat meningkatkan aksesibilitas
suatu wilayah sehingga dapat memberikan kemudahan dalam
menjangkau seluruh daerah dan menyalurkan segala informasi melalui berbagai media komunikasi yang ada. Aksesibilitas suatu wilayah yang tinggi dapat menunjang mobilitas manusia dan barang di wilayah tersebut dalam melakukan berbagai
aktivitas
pemenuhan
kebutuhan
sehari-hari.
Namun di sisi lain
harus ditunjang oleh pemenuhan sarana ketersediaan SPBU yang mencukupi. Tabel 4.8. Perkembangan Sarana Angkutan Kendaraan Bermotor dari tahun 2004 – 2008 di Kota Semarang No. Jenis Angkutan Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 1 Bus 584 530 543 445 467 2 Truk 833 732 736 988 1.019 3 Taksi 1.762 800 810 1.065 1.040 4 Oplet/Mikrolet 1.827 708 719 739 813 5 Mobil Dinas/Pribadi 26.406 20.682 21.697 34.335 34.625 6 Sepeda Motor 104.777 93.073 93.088 115.051 123.527 Jumlah 136.189 116.525 117.593 152.623 161.491 Sumber: BPS Kota Semarang, 2009
52 Seiring dengan pesatnya pembangunan di berbagai bidang di Indonesia umumnya dan Kota Semarang pada khususnya, kondisi infrastruktur wilayah telah berkembang pesat, seperti fasilitas jalan, jembatan, terus meningkat dari waktu kewaktu, baik secara kuantitas maupun kualitas (Tabel 4.7).
Gambar 4.3. Grafik Perkembangan Jumlah&Jenis kendaraan bermotor di Kota Semarang 2004 – 2008
Peningkatan infrastruktur wilayah tersebut juga terkait dengan semakin meningkatnya jumlah alat transportasi kendaraan bermotor, seperti truk, bus, dan mobil roda empat serta sepeda motor. Berdasarkan Tabel 4.8 dan Gambar 4.3. tampak bahwa baik jumlah maupun jenis alat transporatsi meningkat terus dari tahun ke tahun secara tajam. Sementara itu, jumlah dan jenis kendaraan bermotor di Kota Semarang dalam tahun 2008 secara rinci ada pada Tabel 4.9.
53 Tabel 4.9. Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor di Kota Semarang, Tahun 2008 No. Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Mijen Gunungpati Banyumanik Gajah Mungkur Semarang Selatan Candisari Tembalang Pedurungan Genuk Gayamsari Semarang Timur Semarang Utara Semarang Tengah Semarang Barat Tugu Ngaliyan Jumlah
Bus Truk
Taksi
5 25 0 56 7 157 52 10 0 22 12 35 33 40 23 104 73 61 76 42 14 111 75 94 0 28 31 85 30 24 36 125 467 1.019
0 0 455 129 81 0 37 3 0 0 2 197 0 80 0 56 1.040
Sumber: Dinhubkom. Kota Semarang, 2009
Oplet/ Mobil Mikrolet Dinas/Pribadi
Sepeda Motor
356 355 1.501 855 2.029 265 5.199 2.276 656 1.742 1.075 3.942 1.813 9.057 232 3.272
3.820 4.370 3.342 2.176 7.185 1.735 7.532 14.500 11.462 6.930 4.767 12.972 7.934 34.267 1.127 9.408
15 21 402 60 45 0 68 0 25 0 15 89 0 67 6 0 813
34.625 133.527
Tabel 4.9 di muka menunjukkan bahwa kendaraan bermotor khususnya untuk jenis mobil dinas/pribadi dan sepeda motor jumlahnya sangat tinggi bila dibanding dengan jenis kendaraan motor yang lain. Hal ini tentu saja membawa konsekuensi pada kebutuhan BBM yang cukup tinggi, di samping juga menimbulkan beban terhadap volume jalan, yakni munculnya titik-titik kemacetan lalu-lintas semakin banyak terjadi pada beberapa ruas jalan, terutama pada jam-jam sibuk. Perkembangan jumlah dan jenis alat transportasi bermotor tersebut tentu saja sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan. Bahan bakar untuk kendaraan bermotor di Indonesia disediakan oleh perusahaan
54 pemerintah yakni Pertamina. Selanjutnya Pertamina melakukan penjualan bahan bakar umum melalui Stasiun Pelayanan Bahan Bakar (SPBU). Dengan demikian, karena konsumsi bahan bakar umum bertambah dari waktu ke waktu, maka perkembangan tersebut juga diikuti oleh berkembangnya bisnis Stasiun Pelayanan Bahan Bakar (SPBU). Oleh karena itulah untuk memudahkan pihak PT. Pertamina sebagai pelaksana kebijakan pemerintah dalam menjalankan bisnis BBM terutama dalam penyaluran kepada para konsumen diperlukan informasi spasial yang tepat dan akurat melalui peta sebaran lokasi spasial SPBU. Dengan demikian pemetaan lokasi SPBU tersebut menjadi penting artinya. 4.1.2. Pemetaan Lokasi SPBU Berbasis SIG di Kota Semarang Dalam setiap kajian mengenai fenomena geosfera yang terjadi di permukaan bumi tertentu akan selalu dihadapkan pada kompleksitas gejala. Untuk memahami gejala yang ada di permukaan bumi tersebut, dituntut tingkat pemahaman sifat konpleksitas dari gejala itu sendiri, sehingga akan ditemukan sejumlah variabel yang dapat digunakan untuk menjawab permasalah penelitian. Menurut Yunus (2010: 47), kompleksitas gejala di permukaan bumi dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan, yaitu: (1) ditinjau dari proses terbentuknya dan (2) ditinjau dari ekspresi keruangannya. Dintinjau dari proses terbentuknya (formative process), gejala yang ada dapat dibedakan menjadi gejala alami (natural phenomena), gejala buatan manusia (artificial phenomena) dan gejala yang terbentuk karena gabungan proses
55 alami maupun proses kegiatan manusia (artificio-natural phenomena). Gejala alami contohnya seperti sungai, gunung, tanah, danau, iklim dan sebagainya. Gejala buatan manusia contohnya antara lain permukiman, jembatan, jalan, pasar, industri, SPBU dan sebagainya. Sementara itu, ditinjau dari segi ekspresi keruangan, gejala dapat dibedakan menjadi gejala fisik dan gejala non fisik. Gejala fisik adalah gejala yang eksistensinya menunjukkan bentuk yang dapat disentuh secara fisik (tangible), contoh jalan, gedung, sungai, pasar, SPBU, dan lain sebagainya. Adapun gejala non fisik
adalah gejala yang tidak dapat disentuh secara fisik (untangible), contoh
persepsi, bahasa, tingkat pendidikan, keyakinan, kejujuran, kedisiplinan, dan sebagainya. Untuk mampu mengenali kompleksitas gejala di
permukaan bumi yang
mendasarkan pada eksistensi keruangannya, kita akan dihadapkan suatu kendala kemampuan alat indrawi yang terbatas. Sebagai contoh, untuk mengetahui keadaan sebaran SPBU di daerah (Kota/Kabupaten/Provinsi dan lain-lain) kita tidak akan mampu, bahkan untuk mengetahui sebaran rumah di daerah yang relatif sempit juga relatif sulit. Oleh karena itu kita memerlukan alat bantu (auxiliary tool) tertentu antara lain peta, yang selanjutnya dapat diintegrasikan dengan teknologi informasi, yaitu Teknologi Sistem Infomasi Geografis (SIG). Berdasarkan hasil penelitian di lapangan terhadap sebaran lokasi SPBU di daerah penelitian menunjukkan variasi yang beragam antar wilayah kecamatan. Tabel 4.10 disajikan data tentang sebaran lokasi SPBU. Tabel 4.10 dan Gambar 4.7
56 menunjukkan adanya pola sebaran lokasi SPBU yang mengelompok pada beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Gajahmungkur, Kecamatan Pedurungan, Kecamatan Semarang barat dan Kecamatan Tugu.
Kecamatan
Banyumanik memiliki populasi kendaraan bermotor 5,864 buah, tetapi terdapat 8 SPBU. Sebaliknya di wilayah Kecamatan Semarang barat yang memiliki populasi kendaraan bermotor seebanyak 43,587 buah, hanya ada 5 SPBU. Padahal wilayah Semarang barat merupakan wilayah jalur lalu-lintas utama antara Jakarta – Surabaya.
35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
Bus Truk Taksi Oplet/ Mikrolet Mobil Dinas/Pribadi Sepeda Motor
Gambar 4.4. Grafik Pola Sebaran Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor per Kecamatan, Tahun 2008 Lokasi sebaran SPBU di Kota Semarang sekalipun polanya mengelompok pada wilayah kecamatan tertentu yang terkadang tidak sebanding dengan populasi kendaraan bermotor yang ada pada daerah tersebut, namun di sisi lain dari segi
57
Gambar 4.5. Peta Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor di Kota Semarang, 2008
PETA TERLAMPIR
58 pemerataan antar wilayah kecamatan, tampak bahwa dari 16 kecamatan yang ada di Kota Semarang telah tersedia fasilitas SPBU, minimal ada 2 SPBU. Hal ini tentu saja akan dapat memberikan pelayanan dengan lebih baik.akan kebutuhan BBM bagi warga Kota Semarang khususnya dan warga pengguna kendaraan bermotor umumnya. Tabel 4.10. Jumlah SPBU, Populasi Kendaraan Bermotor dan Asumsi Kebutuhan BBM (ltr/hari) di Kota Semarang No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kecamatan Mijen Gunungpati Banyumanik Gajah Mungkur Semarang Selatan Candisari Tembalang Pedurungan Genuk Gayamsari Semarang Timur Semarang Utara Semarang Tengah Semarang Barat Tugu Ngaliyan Jumlah
Jumlah SPBU 2 2 8 5 3 2 3 6 4 4 3 3 4 5 5 1 60
Sumber: Hasil Penelitian lapangan. 2010
Populasi Kendaraan Bermotor 4.221 4.802 5.864 3.282 9.362 2.047 12.909 16.906 12.277 8.790 5.984 17.369 9.775 43.587 1.419 12.897 171.491
Asumsi Kebutuhan BBM(l/hr) 12.255 14.390 34.906 14.583 36.301 7.182 69.684 54.906 31.887 32.616 23.930 70.236 34.838 163.105 5.444 55.378 661.641
59
180,000 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0
Populasi Kendaraan Bermotor Asumsi Kebutuhan BBM(l/hr)
Gambar 4.6. Grafik Perbandingan Jumlah SPBU, Populasi Kendaraan Bermotor dan Asumsi Kebutuhan BBM
4.1.3. Evaluasi Kesesuaian Lokasi Sebaran SPBU di Kota Semarang Untuk menilai kelas kesesuaian lokasi sebaran SPBU di Kota Semarang dalam penelitian ini didasarkan pada dua aspek, yaitu: (1) aspek sosial ekonomi, dengan tolok ukur (a) jarak radius antar SPBU terdekat dan (b) rasio jumlah SPBU dengan jumlah kendaraan bermotor yang terdapat pada setiap kecamatan; dan (2) aspek
manajemen lalu-lintas dengan tolok ukur (a) jarak SPBU dengan titik
kemacetan, (b) nilai tingkat pelayanan jalan (LOS). 4.1.3.1 Aspek Sosial Ekonomi Aspek sosial eknomi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah meliputi (1) jarak radius antar SPBU terdekat yang ada pada jalur jalan yang sama, (2) rasio jumlah SPBU dengan jumlah kendaraan bermotor yang terdapat pada setiap kecamatan.
60
PETA SEBARAN SPBU
Gambar 4.7. Peta Sebaran Lokasi SPBU di Kota Semarang Tahun 2010
61 (1) Jarak radius antar SPBU terdekat Jarak radius antar SPBU terdekat dijadikan sebagai salah satu parameter dalam menentukan tingkat kesesuaian lokasi SPBU, didasarkan pada suatu asumsi bahwa semakin dekat jarak antar SPBU, maka semakin tinggi tingkat persaingan di antara keduanya. Dalam konteks persaingan usaha menggambarkan adanya persaingan yang kurang sehat, walaupun dalam sisi lain dengan adanya dua atau lebih SPBU dalam satu lokasi akan memberikan kemudahan pada konsumen. Hasil penelitian dalam aspek ‘jarak radius antar SPBU terdekat’ sebagaimana tercantum pada Tabel 4.14. (Lampiran hal. 80 – 81). Rata-rata jarak antar SPBU di wilayah Kota Semarang adalah 1,384.75 meter, dan jarak terdekat adalah 483 meter yakni SPBU 4450108 di jalan Pemuda. Sedangkan jarak lokasi SPBU terjauh adalah 4,848 meter. yaitu SPBU Jl.Raya Boja, Kelurahan Jatisari, Kecamatan Mijen. (2) rasio jumlah SPBU dengan jumlah kendaraan bermotor yang terdapat pada setiap kecamatan Rasio jumlah SPBU dengan jumlah kendaraan bermotor pada setiap kecamatan dijadikan sebagai salah satu parameter untuk menentukan tingkat kesesuaian lokasi SPBU di suatu tempat. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak jumlah kendaraan bermotor pada suatu wilayah maka akan semakin besar kebutuhan BBM. Metode ini mengasumsikan bahwa pelanggan juga mempertimbangkan jarak dan waktu perjalanan dalam memilih sebuah SPBU, semakin dekat dengan tempat mereka berada, maka ada kecenderungan untuk mendapatkan BBM di tempat tersebut.
62 Tabel 4.11. Asumsi Kebutuhan BBM
Bus
Jenis Kendaraan bermotor
BBM (liter/hari) 30
Truk
30
Taksi/Oplet/Mikrolet
20
Mobil Dinas/Pribadi
10
Sepeda Motor
2
Sumber: Hasil penelitian lapangan, 2010
Dengan demikian rasio jumlah SPBU dalam suatu wilayah kecamatan memiliki kaitan dengan jumlah kendaraan bermotor dalam kecamatan tersebut. Untuk menghitung rasio antara jumlah SPBU dengan jumlah kendaraan bermotor (kebutuhan akan BBM (l/hari)) digunakan rumus : Jumlah SPBU dalam wilayah Kecamatan dibagi Jumlah Total kebutuhan BBM kendaraan bermotor yang ada pada wilayah tersebut dikalikan 100%.
Sedangkan jumlah total kebutuhan BBM
diperoleh dari asumsi kebutuhan setiap jenis kendaraan bermotor (dalam satuan liter perhari). ∑ SPBU Dalam Wilayah Kecamatan Rasio ∑ SPBU : ∑ K _B = ----------------------------------------------------------- x 100% ∑ Total kendaraan KebutuhanBermotor BBM K_B di Wil. Kecamatan Keterangan: ∑ K_B = Jumlah
Berdasarkan hasil penelitian di Kota Semarang, rasio jumlah SPBU dengan jumlah kendaraan pada setiap kecamatan sebagaimana Tabel 4.12. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa rasio kriteria Sangat Rendah terdapat hampir pada sebagian besar kecamatan di Kota Semarang, yaitu 12 kecamatan (75%) dari 16 Kecamatan yang ada. Sedangkan wilayah Kecamatan yang memiliki rasio kriteria Sangat Tinggi hanya 1 (satu)
kecamatan, yaitu di Kecamatan Tugu. Untuk
63 kecamatan yang lain berada pada kriteria Rendah. Tabel 4.12. Rasio Jumlah SPBU dengan Jumlah Kendaraan Bermotor per Kecamatan No.
Kecamatan
Jumlah SPBU
Populasi Kendaraan Bermotor
Asumsi Kebutuhan BBM(l/hr)
Rasio Jumlah SPBU: Jumlah Kend.bermotor
Harkat
1
Mijen
2
4.221
12.255
0.016
SR
2
Gunungpati
2
4.802
14.390
0.014
SR
3
Banyumanik
8
5.864
34.906
0.023
R
4
Gajah Mungkur
5
3.282
14.583
0.034
R
5
Semarang Selatan
3
9.362
36.301
0.008
SR
6
Candisari
2
2.047
7.182
0.028
R
7
Tembalang
3
12.909
69.684
0.004
SR
8
Pedurungan
6
16.906
54.906
0.011
SR
9
Genuk
4
12.277
31.887
0.013
SR
10
Gayamsari
4
8.790
32.616
0.012
SR
11
Semarang Timur
3
5.984
23.930
0.013
SR
12
Semarang Utara
3
17.369
70.236
0.004
SR
13
Semarang Tengah
4
9.775
34.838
0.011
SR
14
Semarang Barat
5
43.587
163.105
0.003
SR
15
Tugu
5
1.419
5.444
0.092
ST
16
Ngaliyan
3
12.897
55.378
0.005
SR
Jumlah
62
171.491
661.641
0.009
Sumber: Hasil Penelitian lapangan. 2010
Keterangan: ST = Sangat Tinggi (5). T = Tinggi (4). S = Sedang (3). R = Rendah (2). SR = Sangat Rendah (1) 4.1.3.2. Aspek Manajemen Lalu-Lintas Aspek manajemen lalu-lintas
merupakan pengelolaan sistem lalu-lintas
suatu daerah sangat mempengaruhi tingkat keamanan dan kenyamanan dan berkendaraan bermotor (Dinhubinkom, 2008). Dalam penelitian ini, manajemen
64 lalu-lintas yang digunakan sebagai parameternya adalah (1) jarak SPBU dengan titik kemacetan (pasar, terminal, obyek wisata, sekolahan, perempatan jalan); (2) nilai tingkat pelayanan jalan (Level of Service=LOS); dan (3) status jalan. (1) jarak SPBU dengan titik kemacetan Faktor kondisi lingkungan lokasi SPBU
berpengaruh terhadap tingkat
kelayakan usaha baik dari sisi pengusaha maupun konsumen. Kondisi lingkungan lokasi SPBU yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah jarak radius terdekat Lokasi SPBU dengan titik-titik kemacetan karena adanya pusat-pusat kegiatan pasar, terminal/stasiun KA, sekolahan/pabrik/institusi lainnya, dan perempatan/pertigaan jalan (Traffic Surve, Dinhubinfokom, 2008). Data hasil penelitian lapangan terhadap kondisi lokasi SPBU dengan titik-titik kemacetan di wilayah penelitian adalah sebagai tercamtum pada Tabel 4.15 (lampiran). (2) nilai tingkat pelayanan jalan (Level of Service=LOS) Nilai tingkat pelayanan jalan (Level of Service/LOS) merupakan metode untuk mengetahui tingkat pelayanan suatu lalu-lintas jalan apakah jalan tersebut telah memberikan pelayanan dengan nyaman atau belum bagi pengguna jalan. Untuk mengetahui LOS dapat menggunakan rumus, sebagai berikut: Volume lalu-lintas Level of Service (LOS) = ---------------------Kapasitas V (SMP/Hours) = --------------------K (SMP/Hours) Sumber: Traffic Surve, 2008
65 Keterangan: V = Volume, SMP/Hours = Satuan Mobil Penumpang per Jam K = Kapasitas Hasil penelitian terhadap “Tingkat Pelayanan Jalan” (LOS) menunjukkan sebagai berikut, Tabel 4.13. Tingkat Kenyamanan Jalan ( LOS) Pada Sejumlah Jalan Utama Kota Semarang No, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Jalan Jl, Jend, Sudirman Jl,Kali Garang/Kelud Raya Jl, Dr, Soetomo Jl, Brigj, Sudiarto Jl, Tentara Pelajar Jl, Dr, Wahidin Jl, Citarum Jl, Pattimura Jl, Setiabudi Jl, Prof, Sudarto Jl, Veteran Jl, Gajah Mada Jl, MH, Thamrin Jl, Imam Bonjol Jl, MT, Haryono Jl, Walisongo Jl, Pandanaran Jl, Siliwangi Jl, MGR, Soegijopranoto Jl, A, Yani Jl, Kaligawe Jl, Perintis Kemerdekaan Jl, Indraprasta Jl, Pemuda
Nilai LOS_SMP/Jam
Tingkat Pelayanan
Harkat
0,49 0,55 0,58 0,6 0,66 0,62 0,67 0,67 0,59 0,25 0,62 0,58 0,42 0,44 0,72 0,72 0,66 0,75 0,57 0,73 0,95 0,54 0,40 0,52
C C C C C C C C C B C C B B D D C D C D E C B C
3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 2 2 3 2 3 2 1 3 4 3
Sumber: Tarffic Survey, Dinhubinkom, 2008, dengan modifikasi peneliti, 2010.
66 Dalam penelitian ini, LOS tidak dilakukan perhitungan sendiri, karena pertimbangan teknis, waktu dan biaya. Sumber data yang digunakan data sekunder, yaitu dari Dinas Perhubungan dan Informasi Komunikasi Kota Semarang. Berdasarkan data Tabel 4.13, menunjukkan bahwa Level of Service (LOS) pada semua ruas jalan berada pada nilai B, C, D, dan E, dengan volume per kapasitas (V/C Ratio) berada pada titik 0.40 sampai dengan 0.95.
Ruas-ruas jalan dengan
V/C Ratio di atas 0.70 yaitu: Jl. Raya Kaligawe, Jl. Siliwangi, Jl. Ahmad Yani, Jl. Walisongo, dan Jl. MT. Haryono. Pada jalan tersebut sering mengalami hambatan akibat dari pergerakan arus lalu-lintas yang padat aktivitas di sepanjang ruas jalan. (3) status jalan Status jalan merupakan salah satu faktor yang terkait dengan kondisi volume lalu-lintas di jalan raya. Ruas-ruas jalan yang memiliki status Nasional merupakan jalan yang menghubungan suatu provinsi dengan provinsi lain, dan biasanya memiliki tingkat kepadatan/volume lalu-lintas kendaraan bermotor lebih tinggi dibanding dengan jalan yang statusnya lebih rendah. Jaringan jalan yang terdapat di wilayah Kota Semarang terdiri dari jalan dengan Status Nasional, Jalan Status Provinsi, Jalan Status Kota, dan Jalan Status Lokal (Kecamatan, dan Jalan Status Desa). Status jalan tersebut terkait dengan fasilitas akan kebutuhan SPBU, untuk menyediakan kebutuhan BBM bagi kendaraan bermotor yang melintas/lewat di jalan tersebut. Dengan demikian, semakin tinggi status jalan maka akan semakin tinggi lalu-lintas kendaraan yang melintas, sehingga kemungkinan kebutuhan BBM akan menjadi lebih besar.
67 Hasil penelitian menunjukkan bahwa di wilayah Kota Semarang terdapat Jalan yang berstatus Nasional, Status Provinsi, Status Kota, dan Status Jalan Lokal. Data secara lebih rinci tercantum pada Tabel 4.16 (terlampir). 4.1.3.3. Kelas Kesesuaian Lokasi SPBU di Wilayah Kota Semarang Model analsis yang digunakan untuk mengetahui Tingkat Kesesuaian Lokasi SPBU di wilayah penelitian menggunakan model analisis pengharkatan dari sejumlah variabel yang diteliti. Sumber data diperoleh dari hasil pengumpulan data lapangan (lokasi SPBU, dan kondisi lingkungannya, serta data-data sekunder) dan selanjutnya diintegrasikan ke dalam peta-peta dengan menggunakan piranti/software SIG, yaitu Arc/view Versi 3.3. Berdasarkan hasil analisis data terhadap variabel-variabel yang dijadikan parameter dalam menentukan tingkat kesesuaian lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang (Tabel 4.12, Tabel 4.13, Tabel 4.14, Tabel 4.15, dan Tabel 4.16), maka pada bagian ini dilakukan analisis pengelompokan kelas berdasarkan tingkat kesesuaian lokasi SPBU yang ada. Dasar penentuan pengelompokan kelas kesesuaian Lokasi SPBU menggunakan kriteria sebagaimana dalam Tabel 3.7, yakni dikelompokkan menjadi empat kelas kesesuaian: Kelas S1 = Sangat Sesuai, Kelas S2 = Sesuai, Kelas S3 = Kurang sesuai, dan N = Tidak Sesuai. Kelas S1 = Sangat Sesuai yang bearti merupakan loaksi yang sangat menguntungkan baik secara ekonomi maupun kenyamanan konsumen. Kelas S2 = Sesuai, berarti lokasi menguntungkan secara ekonomi dan konsumen cukup nyaman. S3 = Kurang Sesuai, berarti lokasi kurang menguntungkan secara ekonomi dan kurang nyaman bagi
68 konsumen. N = Tidak Sesuai, berarti lokasi tidak menguntungkan secara ekonomi maupun kenyamanan konsumen. Hasil penelitian tingkat kesesuaian lokasi SPBU secara rinci tercantum pada Tebel 4.17 (Lampiran hal.87). Jumlah SPBU yang ada di wilayah Kota Semarang sebanyak 60 buah SPBU tersebar di 16 kecamatan, dengan pola variasi sebaran secara spasial kurang merata atau kurang sebanding dengan jumlah populasi kendaraan bermotor yang terdapat pada wilayah tersebut. Sebagai contoh, di suatu wilayah kecamatan terdapat jumlah kendaraan bermotor yang relatif besar tetapi SPBU yang tersedia jumlahnya sedikit. Sebaliknya suatu wilayah kecamatan memiliki jumlah populasi kendaraan bermotor relatif sedikit, tetapi jumlah SPBU cukup banyak (Tabel 4.10 dan Tabel 4.13). Dalam Tabel 4.17 (lampiran hal. 87-89), jelas tergambar bahwa dari 60 SPBU terdapat 7 SPBU (11.66%) yang ternyata masuk pada kriteria Kurang Sesuai (S3), dan yang masuk kriteria Sangat Sesuai (S1) ada sejumlah 6 SPBU (10%), sedangkan SPBU yang lainnya masuk kriteria Cukup Sesuai (S2), yaitu 47 SPBU (78.33%). 4.2. Pembahasan Penelitian ini memfokuskan pada dua pertanyaan penelitian yang mendasar tentang tingkat kesesuaian lokasi SPBU yang terdapat di wilayah Kota Semarang. Sebagaimana diketahui bahwa di era globalisasi yang telah berjalan selama lebih dari dua dekade ini, telah membawa dampak dan konsekuensi terhadap tatanan
69 kehidupan di perbagai sektor kehidupan manusia dan berbagai level kewilayahan, yakni dari tingkat lokal, daerah, nasional, regional, hingga internasional. Khususnya pada bidang ekonomi dan sosial, dengan adanya globalisasi membawa dampak terhadapa munculnya issu-issu perdagangan bebas, isssu desentralisasi, dan lain-lain. Sejak setelah berakhirnya gerakan reformasi di Indonesia tahun 1997/998, tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara terjadi perubahan yang luar biasa. Sebelumnya seseorang individu atau kelompok organisasi tidak bisa dengan mudah melakukan kegiatan usaha/bisnis pada sektor-sektor penting. Tetapi sekarang orang atau kelompok orang dengan bebasnya untuk dapat berpartisipasi dan berkompetisi dalam bidang bisnis dengan mudah, termasuk juga bisnis SPBU. Bisnis SPBU di Inodnesia sekarang telah melibatkan investor baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sudah banyak bermunculan SPBU yang dimiliki oleh pihak pemodal asing yang datang dari Amerika serikat, Inggris, Korea selatan, Malaysia, Singapura, dan lain-lain. Di samping itu pemodal dalam negeri juga telah mendapat kemudahankemudahan dalam mendirikan usaha bisnis SPBU sepanjang telah memiliki modal yang cukup. Fenomena perdagangan bebas tersebut berdampak adanya persaingan di antara para pengusaha SPBU yang cukup ketat, sehingga sekarang kita para konsumen dapat dengan mudahnya mendapatkan layanan BBM (Bahan Bakar Minyak) di semua wilayah, termasuk wilayah Kota Semarang. Pada
beberapa
tempat terdapat sejumlah SPBU di wilayah Kota Semarang yang jaraknya sangat berdekatan, bahkan saling berjajar atau berhadapan kanan kiri jalan, sehingga pola
70 sebaran secara spasial lokasi SPBU di Kota Semarang sangat bervariastif, cenderung kurang memperhatikan tingkat kesesuaian yang layak, baik dari sisi bisnis maupun dari sisi kenyamanan konsumen.
Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai
berikut: 4.2.1. Pola sebaran spasial lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang Pola sebaran spasial lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang, membentuk pola yang mengelompok pada wilayah Kota Semarang bawah (wilayah dataran rendah), bahkan cenderung mengumpul di pusat-pusat kota, sehingga membawa dampak pada kemacetan lalu lintas di beberapa ruas jalan. Contohnya kemacetan di ruas Jalan Siliwangi, Jalan Pandanaran, Jalan Indraprasta, Jalan Brigjen Sudiarto, wilayah Pedurungan, dan lain-lain. Pada sisi lain polanya menyebar di wilayah Kecamatan pinggiran, seperti di Kecamatan Mijen, Kecamatan Ngaliyan, Kecamatan Gunungpati, Kecamatan Tembalang, dan Kecamatan Genuk. Pola-pola sebaran tersebut sesuai dengan “model teori sector” dari Hoyt, dimana kecenderungan pembentukan sektor-sektor ini memang bukan terjadi secara kebetulan (at random) tetapi terlihat adanya asosiasi keruangan yang kuat dengan beberapa variabel. Selanjutnya menurut Hoyt (dalam Banowati, 2010), dikatakan kunci terhadap perletakkan sektor ini terlihat pada lokasi “high quality areas” (daerah-daerah yang berkualitas tinggi untuk tempat tinggal). Pola persebaran spasial lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang ternyata tidak berkaitan secara langsung dengan populasi jumlah kendaraan bermotor yang ada di wilayah kecamatan. Dalam arti jumlah kendaraan bermotor yang berada di
71 suatu wilayah kecamatan tidak selalu tersedia fasilitas SPBU yang sebanding. Hal ini berarti bahwa faktor populasi jumlah kendaraan bermotor pada suatu tempat/lokasi tertentu tidak menjadi salah satu pertimbangan dalam merancang sebaran lokasi SPBU. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menentukan pilihan lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor: kedekatan dengan pusat-pusat kegiatan (pusat kota), jalur transportasi yang potensial, ketersediaan lahan, di samping juga persyaratan administratif lainnya yang sudah menjadi regulasi dari pihak pemerintah (PT. Pertamina). Faktor-faktor itulah, yang menjadikan salah satu sebab terjadinya persaingaan tidak sehat antar pengusaha SPBU, sehinggga beberapa SPBU di Kota Semarang karena kalah bersaing akhirnya bangkrut dan tutup usaha. Sebagai contoh: SPBU di Jl. Jendral Sudirman, SPBU Jl. Kaligarang (sekarang sudah dialihkan kepemilikannya oleh PT. Pertamina), pengusaha sebelumnya telah bangkrut; SPBU di Jl. Siliwangi terpaksa ditutup dan area bekas SPBU dialihfungsikan menjadi komplek pertokoaan; SPBU di Jl. Pandanaran juga pernah mengalami problem manajemen keuangan, sehingga pernah tidak mampu beroperasi beberapa waktu. 4.2.2. Kelas Kesesuaian Lokasi SPBU di Wilayah Kota Semarang Berdasarkan hasil evaluasi terhadap 60 lokasi usaha SPBU di wilayah Kota Semarang, 7 SPBU (11.66%) yang ternyata masuk pada kriteria Kurang Sesuai (S3). Ketidaksesuaian terutama disebabkan oleh faktor jarak antar SPBU terdekat sangat dekat, berada di dekat pusat-pusat titik kemacetan, dan Level of Service (LOS)
72 yang rendah. Sebagian besar lokasi SPBU masuk pada kriteria Sesuai (S2) yakni ada 47 SPBU (78.33%). Namun berdasarkan hasil analisis data lapangan nilai skor yang diperoleh rata-rata berada pada level batas ambang bawah. Adapun faktorfaktor penyebabnya relatif sama dengan sebelumnya. Sedangkan SPBU yang masuk kriteria Sangat Sesuai (S1) hanya ada sejumlah 6 SPBU (10%). Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa dampak dari era perdagangan bebas yang saat ini sedang mengalami tingkat persaingan usaha yang sangat ketat mendorong para investor sebagai pemilik modal untuk memanfaatkan momentum tersebut dalam rangka mengekspansi unit-unit usahanya. Dengan demikian siapa yang memiliki kekuatan manajemen bisnis dan modal yang kuat, merekalah yang akan mampu melakukan usaha-usaha bisnisnya. Oleh karena itu faktor-faktor yang bersifat orientasi bisnis (untung-rugi) menjadi faktor penentu, yang terkadang mengabaikan faktor-faktor teknis, termasuk faktor kerusakan lingkungan. Sekalipun di sisi lain, dengan adanya lokasi SPBU yang menyebar hampir di semua ruas jalan semakin memberikan kemudahan para konsumen untuk memperoleh BBM, namun di sisi lain juga dapat menimbulkan kemacetankemacetan lalu-lintas, karena kurang sesuainya lokasi SPBU tersebut. Bahkan pada beberapa kasus, bisa menimbulkan pencemaran air tanah di sekitar lokasi, karena terjadi kebocoran BBM, terutama loaksi SPBU yang didirikan di dekat lokasi pemukiman penduduk.
73
BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di muka, maka dalam bab penutup, penulis akan memberikan simpulan-simpulan sebagai berikut, 1. Pola sebaran spasial lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang: (1) memiliki pola mengelompok pada wilayah pusat-pusat kegiatan, terutama berada di wilayah Semarang bawah, seperti wilayah Kecamatan Semarang selatan, Semarang Barat, Semarang Tengah, Semarang Utara, Semarang Timur, Pedurungan. Wilayah Semarang bawah di samping topografi datar, juga merupakan pusat-pusat kegiatan, seperti komplek pertokoan, perkantoran, pusat pemerintahan, pusat pendidikan. (2) pola memanjang di koridor jalanjalan potensial jalur Jakarta – Surabaya (Jalur pantura), dan koridor jalan antara Semarang – Solo dan Jogjakarta, yaitu sepanjang jalan Dr. Wahidin, Jl. Perintis Kemerdekaan. dan (3) pola menyebar secara insidental wilayah-wilayah
kecamatan
pinggiran,
seperti
Kecamatan
pada
Ngaliyan,
Kecamatan Mijen, Kecamatan Gunungpati, Kecamatan Tembalang. 2. Pola sebaran spasial lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang tidak berhubungan dengan pola kepadatan penduduk dan pola populasi kendaraan bermotor pada setiap wilayah kecamatan.
74
3. Kelas kesesuaian dari 60 lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang secara umum masuk dalam kriteria sesuai (S2) ada 47 buah SPBU (78.33%), dalam arti lokasi yang menguntungkan secara ekonomi dan konsumen cukup nyaman. Untuk lokasi SPBU yang masuk kriteria Sangat Sesuai hanya ada pada 6 SPBU (10%),
dalam arti
merupakan lokasi yang sangat
menguntungkan baik secara ekonomi maupun kenyamanan konsumen. Sedangkan sisanya yaitu 7 buah SPBU masuk dalam kriteria Kurang Sesuai (11.66%), yang berarti lokasi kurang menguntungkan secara ekonomi dan kurang nyaman bagi konsumen. 5.2.
Saran-Saran 1. Ditinjau dari aspek sebaran spasial lokasi SPBU di wilayah Kota Semarang menunjukkan temuan-temuan yang menarik dari sisi akademis maupun praktis. Dari sisi akademis, dapat dikembangkan sebagai dasar membangun teori yang terkait dengan kelayakan/kesesuaian lokasi area bisnis termasuk juga lokasi SPBU, dengan mengembangkan variabel-variabel yang lebih rinci. Hal ini menjadi penting karena pembangunan seharusnya berorientasi pada pembangunan berkelanjutan yang berpegang pada keberlanjutan ekonomi, sosial, budaya dan ekologis, sehingga mampu memberikan jaminan bagi masa depan bangsa dan Negara sampai generasi mendatang. 2. Sedang dari aspek praktis, terutama bagi pemberintah daerah dan pihak PT. Pertamina yang memiliki hak dalam pengambilan keputusan atas perijinan pengelolaan usaha SPBU, dapat lebih menata dalam memberikan ijin bagi
75
usaha SPBU, sehingga tidak terjadi dampak negatif, seperti persaingan tidak sehat di antara pengusaha SPBU, kerusakan lingkungan/pencemaran di sekitar SPBU, gangguan kenyamanan perjalanan lalu-lintas di ruas jalan yang berdiri bangunan SPBU. Dalam arti persyaratan perijinan pendirian usaha SPBU harus bertumpu pada kerangka dasar ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis secara terintegratif.
76 Daftar Pustaka Aiz, Lukman dan Ridwan said. 1985. Peta Tematik. Bandung: Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik dan Perencanaan ITB. Anonim. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2003 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). ………., 2002. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi. ……….,. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi. Banowati, Eva. 2010. Geografi Permukiman. Diktat. Jurusan Geografi FIS UNNES: Semarang. Tidak diterbitkan. Bintarto, R. dan Surastopo Hadisumarno. 1979. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: LP3ES. Birkin, M., Clarke G., Clarke M. And Wilson Alan., (1996) Intelligent GIS: Location Decisions and Strategic Planning, (GeoInformation International, Bell and Bain, Glasgow, UK). Benoit D and G P Clarke. 1997. Assessing GIS for retail location planning School of Geography, University of Leeds, Leeds LS2 9JT, UK. Journal ~! Retailing and C~msumer Services, Vol. 4, No. 4, Elsevier Science Ltd. pp. 239-258, Bos E.S. 1973. Cartographic Principles in Thematic Mapping. The Netherlands. ITC Lecture Note, Enschede. BPS Kota Semarang. 2009. Kota Semarang Dalam Angka. Pemerintah Kota Semarang. Huff, D.C., (1963) A Probabilistic Analysis of Consumer Spatial Behaviour, Real Estate Research Program Reprint No. 18, Graduate School of Business Administration, University of California, Los Angeles, USA. Huff, David, L. and Ronald T. Rust, (1984) “Measuring the Congruence of Market Areas”, in Journal of Marketing, 48 (Winter), p 68-74. Jones, K. G. and Mock, D. R., (1984) “Evaluating retail trading performance”, (Ed. Davies, R. L. and Rogers, D. S., Store Location and Store Assessment Research, John Wiley & Sons, New York, USA). John P.R.St. dan D.A Richardson. 1989. Method of Presenting Fieldwork Data. The Geographical Association.
77 Juhadi dan Dewi Liesnoor Setiyowati. 2001. Desain dan Komposisi Peta Tematik. Semarang: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Sistem Informasi geografis, Geografi UNNES. Kopec, R.J., (1963) “An Alternative Method For The Construction Of Thiessen Polygons”, in The Professional Geographer, 15, p 24-26. Kraak, Menno-Jan & Ferjan Ormeling. 2007. Kartografi Visualisasi Data Geospasial.(Penerjemah Sukendra Martha, dkk. ed.2). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Prahasta, Edy. 2005. Sistem Informasi Geografis: Tutorial Arcview. Bandung: Penerbit Informatika. ………,2005. Sistem Informasi Geografis: Konsep-Konsep Dasar. Bandung: Penerbit Informatika. Prihandito, Aryono. 1989. Kartografi. Yogyakarta: PT. Mitra Widya. Sandy, I Made. 1986. Esensi Kartografi. Jakarta: Jurusan Geografi FMIPA UI. Sadahiro, Yukio, (2001) “ A PDF-based analysis of the spatial structure of retailing”, in GeoJournal 52, p 237-252. ………, (2001) Number of polygons generated by map overlay: The case of convex polygons, in Transactions in GIS, 5(4), p 345-353. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1985. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Suwarjono dan Mas Sukotjo. 1993. Pengetahuan Peta. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM. Traffic Surve, 2008. “Surve Evaluasi Tingkat Pelayanan Jalan Tahun 2008. Laporan Penelitian. Pemerintah Kota Semarang Dinas Perhubungan. Tidak Diterbitkan. Yunus, Hadi Sabari. 2008. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
78
Tabel 3.1. Jumlah dan Lokasi SPBU di Kota Semarang No
No.SPBU
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
4150128 4150201 4150202 4150214 4450101 4450102 4450103 4450104 4450105 4450107 4450108 4450109 4450110 4450111 4450112 4450113 4450114 4450115 4450116 4450118 4450119 4450120 4450121 4450122 4450123 4450124 4450125 4450126 4450127
30
4450129
31 32
4450130 4450131
Alamat Jl.Brigjen Sudiarto,Pedurungan Jl.A.Yani Jl.Sultan Agung Jl.Kaligarang,Kec.Gajahmungkur Jl.Plamongan Sari Jl.Usman Janatin Jl.Raya Genuk Jl.Brigjen Sudiarto Jl.Raya Mangkang Jl.Yos Sudarso,Arteri Jl.Pemuda Jl.Jenderal Sudirman Jl.Cendrawasih Jl.Raya Genuk Jl.Imam Bonjol Jl.Raya Ngalian Jl.Raya Tugu Jl.Sendangguwo Jl.Pengapon Jl.Citarum,Pedurungan Jl.Pamularsih Jl.Abdur Rachman Saleh Jl.Dr.Cipto Jl.Kelud Raya,Semarang Jl.Siliwangi Jl.Indrapasta 20-22 Jl.Wolter Monginsidi,Bangetayu Jl.Soekarno Hatta,Pedurungan Jl.Raya Mangkang Jl.Raya Semarang-Kendal, Randugarut,Tugu Jl.Simongan,Kel.Ngemplak Jl.Raya Gajah,Kec.Gayamsari
79
33
4450132
Jl.Raya Gajah No.108, Kel. Gayamsari, Kec. Gayamsari
34
4450133
Jl.Untung Suropati Kav.173,Kalipancur,Ngalian
35
4450134
36 37
4450135 4450136
Jl.Brigjen Sudiarto, Kec. Pedurungan Kidul, Semarang Jl.Raya Kaligawe,Kec.Gayamsari Jl.Raya Kaligawe,Genuk
38
4450137
Jl.Dr.Cipto No.29,Semarang
39 40
4450201 4450202
Jl.S.Parman Jl.Perintis Kemerdekaan
41
4450203
Jl.Perintis Kemerdekaan,Pudak Payung
42
4450204
Jl.Dr.Setiabudi
43 44 45 46
4450205 4450206 4450207 4450208
47
4450209
Jl.Pandanaran,Semarang Jl.Dr.Wahidin Jl.Sriwijaya Jl.Tentara Pelajar Jl.Raya Semarang-Boja,Kawasan BSB
48 49 50 51 52
4450210 4450211 4450212 4450213 4450215
53
4450216
54
4450217
Jl.Raya Boja, Kel.Jatisari, Kec.Mijen
55
4450218
Jl.Raya Semarang-Kendal, Kec.Tugu
56
4450219
Jl.Perintis Kemerdekaan, Banyumanik, Semarang
57
4450220
Jl.Setiabudi, Srondol Kulon, Kec.Banyumanik, Semarang
58 59 60
4450221 4450222 4450223
Jl.Fatmawati,Ketileng Jl.Ngesrep Jl.Perintis Kemerdekaan Kel.Sumurboto,Kec.Gunungpati Jl.Menoreh Raya, Kec.Gajahmungkur Jl.Imam Soeparto, Kel.Bulusan, Kec.Tembalang
Jl.Raya Muntal,Kec.Gunungpati Jl.Dr.Wahidin Jl.Raya Tembalang Sumber: Kantor PT. Pertamina (Persero) UP IV Semarang, 2010
80
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Tabel 4.14. Rata-rata jarak antar SPBU di wilayah Kota Semarang Jarak antar SPBU No.SPBU Alamat Harkat terdekat (meter) 4150128 Jl.Brigjen Sudiarto.Pedurungan 724 3 4150201 Jl.A.Yani 1.001 4 4150202 Jl.Sultan Agung 865 4 4150214 Jl.Kaligarang.Kec.Gajahmungkur 992 4 4450101 Jl.Plamongan Sari 791 4 4450102 Jl.Usman Janatin 3.872 5 4450103 Jl.Raya Genuk 1.245 5 4450104 Jl.Brigjen Sudiarto 791 4 4450105 Jl.Raya Mangkang 1.277 5 4450107 Jl.Yos Sudarso.Arteri 2.095 5 4450108 Jl.Pemuda 483 2 4450109 Jl.Jenderal Sudirman 1.368 5 4450110 Jl.Cendrawasih 664 3 4450111 Jl.Raya Genuk 1.245 5 4450112 Jl.Imam Bonjol 715 3 4450113 Jl.Raya Ngalian 2.166 5 4450114 Jl.Raya Tugu 900 4 4450115 Jl.Sendangguwo 1.077 5 4450116 Jl.Pengapon 664 3 4450118 Jl.Citarum.Pedurungan 1.537 5 4450119 Jl.Pamularsih 1.324 5 4450120 Jl.Abdur Rachman Saleh 1.614 5 4450121 Jl.Dr.Cipto 1.220 5 4450122 Jl.Kelud Raya.Semarang 1.366 5 4450123 Jl.Siliwangi 1.690 5 4450124 Jl.Indrapasta 20-22 715 3 4450125 Jl.Wolter Monginsidi.Bangetayu 1.245 5 4450126 Jl.Soekarno Hatta.Pedurungan 1.164 5 4450127 Jl.Raya Mangkang 900 4 Jl.Raya Semarang-Kendal. 4450129 1.372 5 Randugarut.Tugu
31 32
4450130 4450131
33
4450132
Jl.Simongan.Kel.Ngemplak Jl.Raya Gajah.Kec.Gayamsari Jl.Raya Gajah No.108. Kel. Gayamsari. Kec. Gayamsari
992 887 1.910
4 4 5
81
34
4450133
35
4450134
36
4450135
37
Jl.Untung Suropati Kav.173.Kalipancur.Ngalian
1.614
5
724
3
4450136
Jl.Brigjen Sudiarto. Kec. Pedurungan Kidul. Semarang Jl.Raya Kaligawe.Kec.Gayamsari Jl.Raya Kaligawe.Genuk
1.346 1.529
5 5
38
4450137
Jl.Dr.Cipto No.29.Semarang
1.220
5
39 40
4450201 4450202
1.017 813
5 4
41
4450203
Jl.S.Parman Jl.Perintis Kemerdekaan Jl.Perintis Kemerdekaan.Pudak Payung
42 43 44 45 46
4450204 4450205 4450206 4450207 4450208
1.185 1.163 865 1.001 937
47
4450209
Jl.Dr.Setiabudi Jl.Pandanaran.Semarang Jl.Dr.Wahidin Jl.Sriwijaya Jl.Tentara Pelajar Jl.Raya Semarang-Boja.Kawasan BSB
5 5 5 4 5 4
4.516
5
48 49 50 51
4450210 4450211 4450212 4450213
Jl.Fatmawati.Ketileng Jl.Ngesrep Jl.Perintis Kemerdekaan Kel.Sumurboto.Kec.Gunungpati
937 559 1.029
4 3 5
1.690
5
52
4450215
Jl.Menoreh Raya. Kec.Gajahmungkur
1.366
5
53
4450216
Jl.Imam Soeparto. Kel.Bulusan. Kec.Tembalang
3.158
5
54
4450217
Jl.Raya Boja. Kel.Jatisari. Kec.Mijen
4.848
5
55
4450218
1.277
5
56
4450219
1.888
5
57
4450220
Jl.Raya Semarang-Kendal. Kec.Tugu Jl.Perintis Kemerdekaan. Banyumanik. Semarang Jl.Setiabudi. Srondol Kulon. Kec.Banyumanik. Semarang
813
4
4.108 1.023 559
5 5 3
58 4450221 Jl.Raya Muntal.Kec.Gunungpati 59 4450222 Jl.Dr.Wahidin 60 4450223 Jl.Raya Tembalang Sumber: Hasil analisis peta lokasi SPBU, 2010
1.029
82 Tabel 4.15. Jarak Lokasi SPBU dengan Titik-Titik Macet Alamat
Harkat Jarak lokasi SPBU dengan Titik Macet
No
No.SPBU
1
4150128
Jl.Brigjen Sudiarto,Pedurungan
3
2
4150201
Jl.A.Yani
2
3
4150202
Jl.Sultan Agung
1
4
4150214
Jl.Kaligarang,Kec.Gajahmungkur
3
5
4450101
Jl.Plamongan Sari
3
6
4450102
Jl.Usman Janatin
4
7
4450103
Jl.Raya Genuk
3
8
4450104
Jl.Brigjen Sudiarto
2
9
4450105
Jl.Raya Mangkang
2
10
4450107
Jl.Yos Sudarso,Arteri
1
11
4450108
Jl.Pemuda
4
12
4450109
Jl.Jenderal Sudirman
2
13
4450110
Jl.Cendrawasih
2
14
4450111
Jl.Raya Genuk
2
15
4450112
Jl.Imam Bonjol
2
16
4450113
Jl.Raya Ngalian
4
17
4450114
Jl.Raya Tugu
3
18
4450115
Jl.Sendangguwo
3
19
4450116
Jl.Pengapon
3
20
4450118
Jl.Citarum,Pedurungan
4
21
4450119
Jl.Pamularsih
5
22
4450120
Jl.Abdur Rachman Saleh
3
23
4450121
Jl.Dr.Cipto
3
24
4450122
Jl.Kelud Raya,Semarang
2
25
4450123
Jl.Siliwangi
1
26
4450124
Jl.Indrapasta 20-22
1
27
4450125
Jl.Wolter Monginsidi,Bangetayu
3
28
4450126
Jl.Soekarno Hatta,Pedurungan
4
29
4450127
Jl.Raya Mangkang
3
30
4450129
Jl.Raya Semarang-Kendal, Randugarut, Tugu
3
31
4450130
Jl.Simongan, Kel. Ngemplak
3
32
4450131
Jl.Raya Gajah,Kec.Gayamsari
3
33
4450132
Jl.Raya Gajah No.108, Kel.Gayamsari, Kec.Gayamsari
3
83
34
4450133
Jl.Untung Suropati Kav.173,Kalipancur,Ngalian
3
35
4450134
Jl.Brigjen Sudiarto, Kec. Pedurungan Kidul, Semarang
3
36
4450135
Jl.Raya Kaligawe,Kec.Gayamsari
1
37
4450136
Jl.Raya Kaligawe,Genuk
3
38
4450137
Jl.Dr.Cipto No.29,Semarang
3
39
4450201
Jl.S.Parman
3
40
4450202
Jl.Perintis Kemerdekaan
2
41
4450203
Jl.Perintis Kemerdekaan, Pudak Payung
2
42
4450204
Jl.Dr.Setiabudi
3
43
4450205
Jl.Pandanaran, Semarang
1
44
4450206
Jl.Dr.Wahidin
2
45
4450207
Jl.Sriwijaya
2
46
4450208
Jl.Tentara Pelajar
2
47
4450209
Jl.Raya Semarang-Boja,Kawasan BSB
5
48
4450210
Jl.Fatmawati, Ketileng
4
49
4450211
Jl.Ngesrep
3
50
4450212
Jl.Perintis Kemerdekaan
2
51
4450213
Kel.Sumurboto, Kec. Gunungpati
52
4450215
Jl.Menoreh Raya, Kec. Gajahmungkur
3
53
4450216
Jl.Imam Soeparto, Kel.Bulusan, Kec.Tembalang
4
54
4450217
Jl.Raya Boja, Kel.Jatisari, Kec.Mijen
3
55
4450218
Jl.Raya Semarang-Kendal, Kec.Mangkang, Ngalian
3
56
4450219
Jl.Perintis Kemerdekaan, Banyumanik, Semarang
3
57
4450220
Jl.Setiabudi, Srondol Kulon, Kec.Banyumanik, Semarang
3
58
4450221
Jl.Raya Muntal,Kec.Gunungpati
5
59
4450222
Jl.Dr.Wahidin
3
60
4450223
Jl.Raya Tembalang
2
Sumber: Hasil analisis data lapangan & peta, 2010
5
84 Tabel 4.16. Hasil Pengharkatan dari Setiap Status Jalan di kota Semarang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Alamat
Status Jalan Nasional Provinsi Kota Lokal
Jl.Brigjen Sudiarto, Pedurungan Jl.A.Yani Jl.Sultan Agung Jl.Kaligarang,Kec. Gajahmungkur Jl.Plamongan Sari Jl.Usman Janatin Jl.Raya Genuk Jl.Brigjen Sudiarto Jl.Raya Mangkang Jl.Yos Sudarso,Arteri Jl.Pemuda Jl.Jenderal Sudirman Jl.Cendrawasih Jl.Raya Genuk Jl.Imam Bonjol Jl.Raya Ngalian Jl.Raya Tugu Jl.Sendangguwo Jl.Pengapon Jl.Citarum,Pedurungan Jl.Pamularsih Jl.Abdur Rachman Saleh Jl.Dr.Cipto Jl.Kelud Raya,Semarang Jl.Siliwangi Jl.Indrapasta 20-22
v v v v v v
Harkat 4 3 4
v v v v v v
3 3 3 5 4 5 5 3 3 3 5 3 3 5 4 3 4 3 3 3 3 3 3
v
3
v v v v v v v v v v v v v v
27
Jl.Wolter Monginsidi,Bangetayu
28
Jl.Soekarno Hatta,Pedurungan Jl.Raya Mangkang
v
4 5
Jl.Raya Semarang-Kendal, Randugarut,Tugu
v
5
29 30
v
85 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Jl.Simongan,Kel.Ngemplak Jl.Raya Gajah,Kec.Gayamsari Jl.Raya Gajah No.108, Kel.Gayamsari, Kec.Gayamsari Jl.Untung Suropati Kav.173,Kalipancur,Ngalian Jl.Brigjen Sudiarto, Kec. Pedurungan Kidul, Semarang Jl.Raya Kaligawe,Kec.Gayamsari Jl.Raya Kaligawe,Genuk Jl.Dr.Cipto No.29,Semarang Jl.S.Parman Jl.Perintis Kemerdekaan Jl.Perintis Kemerdekaan,Pudak Payung Jl.Dr.Setiabudi Jl.Pandanaran,Semarang Jl.Dr.Wahidin Jl.Sriwijaya Jl.Tentara Pelajar Jl.Raya SemarangBoja,Kawasan BSB Jl.Fatmawati,Ketileng Jl.Ngesrep Jl.Perintis Kemerdekaan
51
Kel.Sumurboto, Kec. Gunungpati
52
Jl.Menoreh Raya, Kec.Gajahmungkur Jl.Imam Soeparto, Kel.Bulusan, Kec.Tembalang Jl.Raya Boja, Kel.Jatisari, Kec.Mijen
53 54 55
Jl.Raya Semarang-Kendal, Kec.Tugu
v
3
v
3
v
3
v
3
v
3
v
5 5 3 4 4
v v v v v v
v v
4 4 3 4 3 3
v v v
4 3 3 3
v
3
v
3
v
3
v v
v
v v
4 5
86
56 57 58 59 60
Jl.Perintis Kemerdekaan, Banyumanik, Semarang Jl.Setiabudi, Srondol Kulon, Kec.Banyumanik, Semarang Jl.Raya Muntal,Kec.Gunungpati Jl.Dr.Wahidin Jl.Raya Tembalang Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2010
v
4
v
4 v
v v
2 4 3
Tabel 4.13. Rasio Jumlah SPBU dengan Jumlah Kendaraan Bermotor per Kecamatan No.
Kecamatan
Jumlah SPBU
Populasi Kendaraan Bermotor
Asumsi Kebutuhan BBM(l/hr)
Rasio Jumlah SPBU: Jumlah Kend.bermotor
Harkat
1
Mijen
2
4.221
12.255
0.016
SR
2
Gunungpati
2
4.802
14.390
0.014
SR
3
Banyumanik
8
5.864
34.906
0.023
R
4
Gajah Mungkur
5
3.282
14.583
0.034
R
5
Semarang Selatan
3
9.362
36.301
0.008
SR
6
Candisari
2
2.047
7.182
0.028
R
7
Tembalang
3
12.909
69.684
0.004
SR
8
Pedurungan
6
16.906
54.906
0.011
SR
9
Genuk
4
12.277
31.887
0.013
SR
10
Gayamsari
4
8.790
32.616
0.012
SR
11
Semarang Timur
3
5.984
23.930
0.013
SR
12
Semarang Utara
3
17.369
70.236
0.004
SR
13
Semarang Tengah
4
9.775
34.838
0.011
SR
14
Semarang Barat
5
43.587
163.105
0.003
SR
15
Tugu
5
1.419
5.444
0.092
ST
16
Ngaliyan
3
12.897
55.378
0.005
SR
Jumlah
62
171.491
661.641
0.009
Sumber: Hasil Penelitian lapangan. 2010 Keterangan: ST = Sangat Tinggi (5). T = Tinggi (4). S = Sedang (3). R = Rendah (2). SR = Sangat Rendah (1)
Tabel 4.15. Tingkat Kenyamanan Jalan ( LOS) Pada Sejumlah Jalan Utama Kota Semarang No, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Jalan Jl, Jend, Sudirman Jl,Kali Garang/Kelud Raya Jl, Dr, Soetomo Jl, Brigj, Sudiarto Jl, Tentara Pelajar Jl, Dr, Wahidin Jl, Citarum Jl, Pattimura Jl, Setiabudi Jl, Prof, Sudarto Jl, Veteran Jl, Gajah Mada Jl, MH, Thamrin Jl, Imam Bonjol Jl, MT, Haryono Jl, Walisongo Jl, Pandanaran Jl, Siliwangi Jl, MGR, Soegijopranoto Jl, A, Yani Jl, Kaligawe Jl, Perintis Kemerdekaan Jl, Indraprasta Jl, Pemuda
Nilai LOS_SMP/Jam
Tingkat Pelayanan
Harkat
0,49 0,55 0,58 0,6 0,66 0,62 0,67 0,67 0,59 0,25 0,62 0,58 0,42 0,44 0,72 0,72 0,66 0,75 0,57 0,73 0,95 0,54 0,40 0,52
C C C C C C C C C B C C B B D D C D C D E C B C
3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 2 2 3 2 3 2 1 3 4 3
Sumber: Tarffic Survey, Dinhubinkom, 2008, dengan modifikasi peneliti, 2010.
Tabel 4.15. Tingkat Kenyamanan Jalan ( LOS) Pada Sejumlah Jalan Utama Kota Semarang No, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Jalan Jl, Jend, Sudirman Jl,Kali Garang/Kelud Raya Jl, Dr, Soetomo Jl, Brigj, Sudiarto Jl, Tentara Pelajar Jl, Dr, Wahidin Jl, Citarum Jl, Pattimura Jl, Setiabudi Jl, Prof, Sudarto Jl, Veteran Jl, Gajah Mada Jl, MH, Thamrin Jl, Imam Bonjol Jl, MT, Haryono Jl, Walisongo Jl, Pandanaran Jl, Siliwangi Jl, MGR, Soegijopranoto Jl, A, Yani Jl, Kaligawe Jl, Perintis Kemerdekaan Jl, Indraprasta Jl, Pemuda
Nilai LOS_SMP/Jam
Tingkat Pelayanan
Harkat
0,49 0,55 0,58 0,6 0,66 0,62 0,67 0,67 0,59 0,25 0,62 0,58 0,42 0,44 0,72 0,72 0,66 0,75 0,57 0,73 0,95 0,54 0,40 0,52
C C C C C C C C C B C C B B D D C D C D E C B C
3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 2 2 3 2 3 2 1 3 4 3
Sumber: Tarffic Survey, Dinhubinkom, 2008, dengan modifikasi peneliti, 2010.
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Semarang, 2010
Gambar 4.2. Peta Kepadatan Penduduk Kota Semarang, 2008
Gambar 4.5. Peta Jumlah dan Jenis Kendaraan Bermotor Kota Semarang , 2008
Gambar 4.7. Peta Sebaran Lokasi SPBU di Kota Semarang, 2010
Gambar 4.4. Peta Sebaran Permukiman Kota Semarang, 2008
Gambar 4.3. Peta Jaringan Jalan Kota Semarang, 2010
Gambar 4.6. Peta Kepadatan Penduduk dan Sebaran SPBU Kota Semarang, 2010