Kata Pengantar
Sambutan Menteri Kesehatan
Penyebaran HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia, terutama karena adanya kecenderungan peningkatan prevalensi masalah tersebut dari waktu ke waktu. Sejak tahun 2000 Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan tingkat epidemi HIV/AIDS terkonsentrasi karena terdapat daerah-daerah dengan prevalensi HIV/AIDS lebih dari 5% pada beberapa populasi tertentu. Sekalipun penyebaran virus terjadi melalui berbagai cara, namun kasus-kasus baru sejak lima tahun terakhir di kota/propinsi tertentu lebih banyak disumbangkan oleh populasi pengguna napza suntik (penasun). Program pengurangan dampak buruk (harm reduction HR) khususnya yang berkaitan dengan penggunaan napza suntik terutama ditujukan bagi pengendalian epidemi HIV. Program ini di Indonesia telah dilaksanakan sejak 1998. Selama hampir satu dekade, inisiatif tersebut telah berkembang, baik ragam kegiatan maupun wilayah kerjanya. Di sejumlah wilayah, pemerintah lokal berupaya keras untuk dapat mengendalikan epidemi dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan intervensi kepada penasun. Hingga saat ini layanan kesehatan bagi penasun, termasuk layanan-layanan penyediaan jarum alat suntik steril, terapi substitusi dengan rumatan oral metadon, serta pengobatan dan perawatan HIV terus diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan masyarakat. Dengan dikeluarkannya Permenko Kesra No. 02 tahun 2007 tentang Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS Melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza Suntik, integrasi ini memberikan kesempatan kepada pemerintah bersama masyarakat secara lebih meluas dalam melindungi dari dampak sosial dan kesehatan penggunaan napza. Kebijakan pemerintah pusat, integrasi layanan pengurangan dampak buruk ke dalam sistem kesehatan masyarakat, serta penguatan dukungan kepada pengguna Napza merupakan bekal untuk mengatasi hambatan serta meningkatkan cakupan layanan program demi terciptanya lingkungan yang kondusif bagi layanan pengurangan dampak buruk di Indonesia. Bila menilik pada estimasi jumlah penasun yang terinfeksi HIV berdasarkan Departemen Kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) pada tahun 2006 sebanyak 90,030 orang, tampaknya penularan infeksi HIV di kalangan penasun belum menunjukkan penurunan yang signifikan. Oleh karena itu diperlukan perluasan program layanan pengurangan dampak buruk bagi penasun di Puskemas dan institusi layanan kesehatan dasar lainnya.
Dua dekade telah berlalu sejak pertama kali negara kita melaporkan temuan kasus HIV/AIDS pertama kali di Bali. Sejak itu berbagai upaya telah dicanangkan secara terus menerus. Pada pertengahan tahun 1990 terlihat ada perubahan pola penularan pada permasalaahan HIV/AIDS di Indonesia. Pola penularan yang tadinya didominasi oleh jalur transmisi seksual, berubah dengan dominasi penularan melalui penggunaan jarum suntik tidak steril pada kalangan pengguna Napza suntik. Sebagai leading sektor dalam penanggulangan HIV/AIDS Nasional, Departemen Kesehatan terus menerus berupaya memberikan arahan dan dukungan langsung baik dalam pengembangan program dan layanan, ataupun penguatan terhadap upaya-upaya yang tengah dilakukan dalam penanggulangan HIV/AIDS, termasuk dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS pada pengguna Napza suntik yang dikenal juga dengan Harm Reduction. Sejak tahun 2002, Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Rencana Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS telah menyebutkan secara eksplisit tentang penerapan Pengurangan Dampak Buruk Napza suntik sebagai salah satu strategi penting untuk penanggulangan HIV/AIDS Nasional. Untuk itu Departemen Kesehatan bekerja dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat di tingkat Nasional dan lokal, serta dengan dukungan lembaga lembaga Internasional lainnya, berusaha memenuhi kebutuhan para pelaksana di lapangan terhadap pedoman, panduan ataupun referensi lainnya agar kualitas pelaksanaan program di lapangan terus menerus dapat ditingkatkan. Penerbitan 4 buku pedoman sekaligus rujukan dalam pengembangan dan pengelolaan program HIV/AIDS khususnya pada pengguna Napza suntik pada tahun 2005, dilanjutkan dengan penegasan posisi Departemen Kesehatan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan yang dijadikan sebagai Buku Pedoman Pelaksanaan Penanggulangan HIV/AIDS pada pengguna Napza Suntik pada tahun 2006, telah memberikan arah yang semakin jelas terkait dengan bagaimana seharusnya upaya besar berjalan. Buku pedoman dan rujukan tersebut telah menjadi acuan penting dalam pelaksanaan program selama ini.
i
Terima kasih dan penghargaan bagi semua pihak yang telah aktif terlibat dalam penyusunan buku ini.
iii
Seiring dengan berkembangnya kapasitas dan upaya untuk peningkatan kualitas layanan terkait HIV/AIDS di Unit Pelayanan Teknis dalam sistem kesehatan yang ada, maka dalam beberapa tahun terakhir sebagian Pusat Kesehatan Masyarakat telah mulai dilibatkan secara intensif dalam program penanggulangan HIV/AIDS. Program ini diterapkan oleh banyak Puskesmas terutama di wilayah-wilayah dengan konsentrasi masalah pengguna Napza suntik yang tinggi. Dalam waktu ke depan akan dikembangkan secara bertahap untuk wilayah-wilayah lainnya yang memerlukan. Untuk itu, kami menyambut dengan baik uapay terbitnya buku Pedoman Prosedur Pelaksanaan Program Pengurangan Dampak Buruk bagi pengguna Napza suntik berbasis Puskesmas. Diharapkan buku Pedoman ini akan dapat menjadi acuan bagi para pelaksana lapangan, khususnya sumber daya manusia di tingkat Pusat Kesehatan Masyarakat yang sudah dan akan mengembangkan layanan serupa.
Jakarta, Nopember 2008 Menteri Kesehatan RI
Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K)
Pa d a t a h u n 2 0 0 6 m e l a l u i Ke p u t u s a n M e n t e r i Ke s e h a t a n N o 567/Menkes/SK/VIII/2006 telah ada Pedoman Pelaksanaan Penanggulangan HIV/AIDS pada Pengguna Napza Suntik yang menjadi acuan bagi institusi kesehatan, institusi pemerintah maupun non pemerintah yang terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ataupun masyarakat yang akan melaksanakan pencegahan penularan HIV pada kelompok Penasun. Sedangkan buku ini adalah sebuah pedoman prosedur pelaksanaan program pengurangan dampak buruk bagi penggunaan Napza Suntik di Puskesmas, Di dalamnya tercakup berbagai pedoman yang dapat diterapkan pada institusi layanan kesehatan dasar, khususnya Puskesmas.. Pedoman pelaksanaan yang dimaksud mencakup Layanan Kesehatan Dasar, Layanan Pemulihan Ketergantungan Napza, Layanan Jarum Suntik Steril, Layanan Konseling Testing HIV/AIDS dan Layanan Terapi Rumatan Metadon. Buku ini secara spesifik menyoroti masalah penggunaan napza suntik, sehingga bersifat melengkapi buku-buku pedoman lain yang telah ada. Diharapkan buku ini dapat bermanfaat sebagai acuan dalam penanganan penasun di tingkat Puskesmas . Kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada segenap pihak baik perorangan maupun lembaga yang telah berperan serta dalam penyusunan dan penyempurnaan buku ini. Tentu saja masih terbuka banyak ruang untuk perbaikan pada buku pedoman ini. Karena itu kami harapkan berbagai pihak yang menggunakan atau menelaah buku pedoman dapat memberikan masukan agar buku ini dapat disempurnakan sesuai dengan keperluannya. Semoga kehadiran buku pedoman ini memperjelas bagaimana program penanggulangan HIV/AIDS pada pengguna Napza suntik berbasis Puskesmas dapat diterapkan dengan lebih baik di masa mendatang
Jakarta, Nopember 2008 Direktur Jenderal PP & PL
Dr. T.Marwan Nusri, MPH NIP. 140
iv
ii
DAFTAR KONTRIBUTOR 1.
Dr. Sigit Priohutomo, MPH
2.
Drg.Dyah Erty Mustikawati, MPH
3.
Sisworo Rini, AKP,M.Kes
4. 5. 6.
Dr. Diah Setia Utami, S.pKJ Riza Sarasvita, Msi Nurjannah, SKM, M.Kes
7.
Adele Hutapea
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
dr. Tita G Salim dr. Fadlina dr. Sri Mulyanti dr. Elizabeth R dr. Eka Dewi Imanudin Siti Rama S, SKM dr.Remsi M Krisnatalina C Verry Kamil Rizky Ika Syafitri Muhammad Nasrun dr. Robert Kosasih dr. Margaretha Sitanggang Irawan Afrianto Audila Fitri Yani Ajat Risa Alexander Awied Wijayanti
Kasubdit AIDS & PMS, Ditjen PP & PL, Depkes Kasi Bimbingan & Evaluasi, Ditjen PP & PL, Depkes Subdit Napza, Rokok & Alokohol, Ditjen Keswa, Depkes RSKO Jakarta RSKO Jakarta Subdit AIDS & PMS, Ditjen PP & PL, Depkes Subdit RS Pendidikan, Ditjen Yanmedik Spesialistik, Depkes Puskesmas Cilandak Puskesmas Kecamatan Tebet Puskesmas Kecamatan Priok
10. 11.
12.
13. 14.
15.
16. 17.
Puskesmas Kecamatan Jatinegara Puskesmas Kecamatan Kemayoran Puskesmas Kecamatan Gambir FHI-ASA FHI-ASA FHI-ASA HCPI HCPI Yayasan Stigma Yayasan Stigma
18.
19.
21.
Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan konseling dan dinyatakan mampu. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah media informasi tentang masalah kesehatan yang dapat berupa media cetak, media elektronik ataupun pemberian penerangan (seminar / penyuluhan) dan pendidikan (pelatihan) Layanan Jarum Suntik Steril (LJSS) adalah layanan distribusi jarum suntik steril dan pengumpulan jarum suntik bekas pada populasi penasun yang disertai dengan pemberian informasi Penasun adalah pengguna napza dengan cara suntikan (Inggris: Injecting Drug User (IDU) Pelayanan Medik Dasar adalah pelayanan medik terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan maksimal dokter umum atau dokter gigi. Pelayanan Medik Spesialistik adalah pelayanan medik terhadap individu atau keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis atau kelompok dokter spesialis. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi virus HIV/AIDS. Poly drug use: adalah penggunaan berbagai jenis napza dalam satu kurun waktu tertentu. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM): adalah program pemberian metadon sebagai salah satu jenis zat opiat kepada pecandu heroin sebagai pengganti penggunaan heroin illegal. Pemberian zat diberikan setiap hari pada seting Rumah Sakit ataupun Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah lembaga pemberi layanan kesehatan dasar bagi masyarakat, yang berada dalam tanggung jawab Dinas Kesehatan Propinsi20. Rumah Sakit Umum adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan spesialistik, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat inap. Rumah Sakit Khusus adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik tertentu, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan
Yayasan Kharisma Yayasan Kharisma
v
pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat inap.
vii
22. 23.
24. 25.
26.
Satelit adalah sarana pelayanan kesehatan untuk Penasun dapat berupa puskesmas, klinik swasta atau pemerintah, klinik dokter keluarga atau rumah sakit. Sistem Rujukan adalah pengaturan dari institusi pemberi layanan yang memungkinkan petugasnya mengirimkan klien, sampel darah atau informasi, memberi petunjuk kepada institusi lain atas dasar kebutuhan klien untuk mendapatkan layanan yang lebih memadai. Pengiriman ini senantiasa dilakukan dengan surat pengantar, bergantung pada jenis layanan yang dibutuhkan. Pengaturannya didasarkan atas peraturan yang berlaku, atau persetujuan para pemberi layanan, dan disertai umpan balik dari proses atau hasil layanan. Sarana Kesehatan adalah tempat yang menyediakan layanan kesehatan secara medis bagi masyarakat. Take-home Dose (THD) adalah dosis metadon yang dapat dibawa pulang oleh pasien. Dosis bawa pulang ini ditetapkan oleh tim staf klinik PTRM yang mengacu pada Pedoman Nasional PTRM dan mempertimbangkan kondisi mental, psikologis, sosial dan fisik pasien. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri tuberkulosis
DAFTAR ISTILAH 1.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ke dalam tubuh seseorang.
2.
Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat kecepatan replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Obat diberikan kepada ODHA yang memerlukan berdasarkan beberapa kriteria klinis, juga dalam rangka Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT).
3.
Body Mass Index (BMI) adalah suatu penghitungan status gizi seseorang dengan menggunakan index massa tubuh
4.
Care Support and Treatment (CST) adalah suatu penanganan komprehensif bagi ODHA yang meliputi perawatan dukungan dan pengobatan.
5.
Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM IV): buku pedoman diagnostik gangguan mental / kejiwaan yang dikeluarkan oleh American Psychiatrist Association (Asosiasi Psikiater Amerika). Buku pedoman ini digunakan secara luas di seluruh dunia, termasuk untuk menegakkan diagnosa terkait masalah penggunaan napza
6.
Harm Reduction (HR) : adalah program pengurangan dampak buruk yang dalam buku ini dikaitkan erat dengan perilaku penggunaan napza suntik
7.
Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS.
8.
Informed Consent (Persetujuan atas dilakukannya suatu Tindakan/ intervensi) adalah persetujuan yang diberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tes HIV, operasi, tindakan medik lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang berasal dari dirinya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian.
9.
Incinerator: alat pemusnah sampah (khususnya sampah medik) yang bekerja dengan temperatur yang amat tinggi, untuk menjamin hancurnya sampah tersebut
viii
vi
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Kata Pengantar ..................................................................................................
i
Sambutan-sambutan .................................................................................. iii Daftar Kontribusi ..............................................................................................
v
Daftar Istilah ............................................................................................ vi Daftar Isi .................................................................................................. xi BAB
BAB
BAB
I
PENDAHULUAN
1
1.
Latar Belakang ...........................................................................................
1
2.
Permasalahan .............................................................................................
2
3.
Tujuan Buku Pedoman ..............................................................................
2
4.
Sasaran .......................................................................................................
3
5.
Ruang Lingkup ..........................................................................................
3
II Pengetahuan Dasar Penggunaan Napza Suntik ........................................
4
1.
Konsep Ketergantungan Napza ................................................................
. 4
2.
Bekerja Dengan Penasun ...........................................................................
5
3.
Proses Pengkajian Pola Penggunaan Napza Suntik .................................
6
III Prosedur Layanan Pengurangan Dampak Buruk Terkait Penggunaan NAPZA Suntik ........................................................................................... 9
BAB
1.
Pelayanan Kesehatan Dasar ...................................................................
9
2.
Pelayanan Pemulihan Ketergantungan Napza ..................................... 16
3.
Program Layanan Jarum Suntik Steril .................................................. 18
4.
Pelayanan Terapi Rumatan metodan .................................................... 27
IV Monitoring dan Evaluasi ....................................................................... 40 Penutup Daftar Pustaka
1.
Latar Belakang
Pada awal penyebaran HIV/AIDS, penularan telah didominasi oleh hubungan seks heteroseksual bukan homoseksual yang menjadi stigma selama ini. Ini membuktikan bahwa HIV/AIDS dapat mengenai siapa saja, bukan hanya orang-orang 'tertentu'. Hal ini dibuktikan bahwa kasus-kasus yang ditemukan banyak yang mempunyai perilaku hubungan seks heteroseksual serta ditemukan pada kelompok perempuan 'baik-baik'. Pola ini terus berlanjut sampai sekarang dengan data penularan melalui hubungan seks pada kelompok heteroseksual masih mendominasi pola penyebaran HIV/AIDS di Indonesia. Berbicara mengenai kasus baru HIV/AIDS di Indonesia, sudah beberapa tahun belakangan ini banyak disumbangkan oleh kelompok penasun. Pada kurun waktu 10 tahun mulai 1995 hingga Maret 2005 proporsi penularan melalui kelompok penasun meningkat 50 kali lipat, yaitu dari 0,65% pada tahun 1995 menjadi 35,87% pada tahun 2004. Bahkan selama Januari sampai dengan September 2008, penambahan kasus HIV/AIDS dengan faktor risiko pada kelompok penasun mencapai proporsi 52%, yang merupakan faktor risiko terbesar. Sedangkan untuk faktor risiko heteroseksual hanya mencapai 26,30%, yaitu setengah dari kelompok penasun. Hal ini semakin membuktikan bahwa penularan melalui perilaku berisiko pada populasi penasun menjadi media penularan utama. Masalah menjadi lebih serius karena orang yang teridentifikasi HIV dan telah masuk dalam tahap AIDS saat ini yang terbanyak justru pada kelompok penasun, yaitu 46,48%. Sedangkan yang ditularkan melalui hubungan heteroseksual hanya 36,23%. Padahal, sebagaimana yang dialami pada negara-negara lain yang juga memiliki masalah HIV/AIDS pada penasun, tingginya prevalensi HIV/AIDS pada kelompok ini cepat atau lambat akan menyebar pada populasi lainnya, seperti misalnya pada kelompok ibu-ibu dan bayi yang dikandungnya. Hal ini mengingat penasun juga relatif aktif secara seksual. Persoalan penanganan masalah HIV/AIDS pada penasun tidak hanya terbatas pada penyediaan layanan konseling, testing serta penyediaan layanan terapi antiretroviral (ART), tapi juga harus memperhatikan permasalahan medis psikologis yang terkait dengan perilaku adiksi para penasun. Hal ini diperlukan karena perhatian pada masalah medis psikologis penasun dapat membantu meningkatkan perubahan perilaku yang signifikan.
Lampiran
ix
1
Menyadari bahwa Puskesmas atau institusi layanan kesehatan dasar lainnya memiliki beberapa keterbatasan, baik sarana dan tenaga, maka perlu dikembangkan suatu buku Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk terkait Penggunaan Napza Suntik di tingkat Puskesmas. Berbagai layanan yang ada pada buku ini merupakan hal-hal yang dapat secara realistis dilaksanakan oleh Puskesmas. 2.
Permasalahan a)
Permasalahan Pelayanan Kesehatan bagi Penasun * Kurang optimalnya sistem dan subsistem dalam pelayanan kesehatan Penasun di Puskesmas atau Institusi Layanan Kesehatan Dasar * Masih banyaknya Penasun yang sulit menjangkau fasilitas kesehatan * Belum ada Standar Pelayanan Medis bagi Penasun di Puskesmas atau Institusi Layanan Kesehatan Dasar dalam melaksanakan Pedoman Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi Penasun * Belum adanya jaminan kualitas pelayanan kesehatan bagi Penasun
b)
Permasalahan Sarana * Sarana pelayanan bagi penasun di Puskesmas kurang bersifat komprehensif. Permasalahan SDM * Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam memahami dan melayani permasalahan pengguna napza suntik
c)
3.
Tujuan Buku Pedoman
Tujuan Umum Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas dalam pelayanan pengurangan dampak buruk bagi Penasun di sarana kesehatan dasar Tujuan khusus a. Meningkatkan fungsi pelayanan Kesehatan Dasar b. Meningkatkan fungsi pelayanan Pemulihan Napza c. Meningkatkan fungsi pelayanan Layanan Jarum Suntik Steril (LJSS) d. Meningkatkan fungsi pelayanan Voluntary Counseling Testing (VCT) dan Care Support and Treatment (CST) e. Meningkatkan fungsi pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) f.
Meningkatkan fungsi pencatatan dan pelaporan
2
4.
Ruang lingkup
Adapun pembahasan ruang lingkup dalam Pedoman Prosedur Pelaksanaan Program Pengurangan Dampak Buruk di Puskesmas, meliputi :
5.
bagaimana situasi dan kondisi sosial mereka, serta alternatif apa saja yang dapat ditawarkan dan secara realistis dapat dilakukan. Bekerja dengan Pengguna Napza Suntik Seperti halnya dengan layanan-layanan umum lain yang ada di Puskesmas, prinsip layanan HIV dan AIDS bagi penasun juga memiliki kesamaan baik dalam hal keterbukaan layanan dan komunikasi, keramahan, kenyamanan, dan mengutamakan kualitas. Tujuan layanan kesehatan bagi Penasun adalah membawa penasun dalam proses perawatan, mempertahankan mereka agar tetap mengikuti program dan mengembalikan mereka ke dalam program apabila terjadi kekambuhan. Dibutuhkan cara promosi yang tepat agar program diminati oleh penasun. Promosi layanan kesehatan ini merupakan alat untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran Penasun untuk berkunjung ke Puskesmas. Dalam hal promosi layanan kepada Penasun pihak puskesmas melatih kader kesehatan yang sudah ada atau melibatkan masyarakat setempat atau bekerjasama dengan LSM yang tersedia di daerahnya, khususnya yang memiliki tenaga-tenaga penjangkau. Prinsip bekerja dengan penasun adalah bersikap tulus, tegas dan pragmatis. Sikap tulus dibutuhkan karena penasun adalah individu yang seringkali mengalami perlakuan diskriminatif. Oleh karena itu tidak jarang mereka menjadi individu yang sensitif: tidak mudah begitu saja percaya pada keinginan orang lain untuk menolong. Bersikaplah apa adanya, tanpa merasa perlu harus berpura-pura. Bilamana anda sedang dalam keadaan lelah, katakan hal ini secara terus terang. Bilamana anda tidak begitu jelas akan apa yang diuraikan mereka, nyatakan pula secara terbuka. Keterbukaan dan sikap yang familiar akan memudahkan terbentuknya rasa percaya penasun kepada kita. Rasa percaya ini pulalah yang memudahkan proses layanan diberikan, termasuk kemungkinan terjadinya perubahan perilaku ke arah positif. 2.
1.
Pelayanan Kesehatan Dasar
2.
Pelayanan Pemulihan Ketergantungan Napza
3.
Program Layanan Jarum Suntik Steril
4.
Program VCT dan CST
5.
Pelayanan Terapi Rumatan Metadon
6.
Proses pencatatan dan pelaporan
Sasaran
Pusat kesehatan masyarakat atau institusi layanan kesehatan dasar lainnya yang menjadi layanan program pengurangan dampak buruk bagi Penasun
Bersikap tegas artinya adalah kemampuan memberikan saran yang terbaik bagi penasun tanpa harus terpengaruh oleh sikap ambivalensi mereka. Puskesmas perlu menegaskan perilaku penasun yang dapat dan tidak dapat diterima. Misalkan, terjadinya transaksi jual beli napza ataupun peralatan menyuntik di wilayah institusi, penggunaan napza di wilayah institusi, mencuri, kekerasan atau pelecehan, baik terhadap petugas maupun sesama penasun. Peraturan program perlu dijelaskan sejak awal. Perlu pula disepakati apa yang akan mereka terima bila terjadi pelanggaran peraturan.
3
5
Bersikap pragmatis artinya adalah menentukan tujuan terapi atau tindakan yang bersifat realistis, dapat diraih oleh penasun dan dapat difasilitasi oleh puskesmas. Idealnya, tujuan terapi ditentukan bersama-sama, antara terapis dengan penasun itu sendiri. Dalam hal ini teknik wawancara motivasional menjadi salah satu ketrampilan yang dapat membantu petugas puskesmas menarik minat penasun terhadap program. Penentuan tujuan tentu saja berkait dengan kondisi masing-masing individu. Ketergantungan napza adalah chronic relapsing disorder (penyakit kronis kambuhan). Untuk itu proses pengkajian pola penggunaan dan masalah hidup penasun menjadi penting dalam menentukan tujuan terapi. Tujuan yang pragmatis tidak saja membantu penasun untuk meraih kembali keyakinan dirinya, tetapi juga membantu petugas untuk merasa nyaman bekerja serta bersikap optimis. Dengan karakteristik tersebut di atas, puskesmas perlu mempersiapkan petugasnya dalam hal pengetahuan dan ketrampilan terkait penggunaan napza. Pengetahuan dasar adiksi napza dan beberapa teknik ketrampilan dasar lainnya seperti misalnya teknik konseling serta wawancara motivasional akan sangat membantu petugas puskesmas dalam menjalankan tugasnya. Selain itu pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dapat membantu petugas mengatasi situasi yang menantang dan sekaligus menimimalisasi timbulnya perasaan 'burn-out' (lelah fisik dan mental) yang mungkin terjadi karena bekerja dengan penasun. Institusi juga perlu menentukan deskripsi kerja yang jelas bagi masingmasing petugas, harapan yang realistis dan mengadakan supervisi yang berkesinambungan.
BAB II PENGETAHUAN DASAR PENGGUNAAN NAPZA SUNTIK
Proses Pengkajian Pola Penggunaan Napza Suntik Proses pengkajian (asesmen) terhadap penasun tidak boleh hanya terfokus pada jenis zat yang disuntikkannya. Pada kenyataannya, penasun sering menggunakan berbagai jenis zat dalam satu kurun waktu tertentu (poly drug use). Pengkajian perlu mencakup jenis-jenis zat yang mungkin disalahgunakan mereka, seperti: a. Alkohol b. Benzodiazepines c. Ganja d. Opiat lainnya e. Amfetamin (termasuk shabu dan ecstasy) f. Halusinogen g. Inhalansia h. Kokain i. Nikotin
Penggunaan Napza Suntik Penggunaan napza suntik umumnya dilakukan para penasun baik secara intravena maupun intramuscular. Jenis Napza yang umumnya disalahgunakan dengan cara suntik adalah jenis opiat (khususnya heroin atau dikenal dengan nama jalanan putaw / pt / etep). Sekalipun intensitasnya tidak setinggi heroin, napza jenis benzodiazepine dan opiat semiagonist seperti buphrenorphine juga cukup sering disuntikkan. Fokus pembahasan pada pedoman kali ini adalah penggunaan heroin (putaw) dengan cara suntik. Penggunaan napza suntik melalui intravena umumnya digunakan karena berbagai alasan. Pertama, diperolehnya efek euphoria yang sangat cepat dibandingkan penggunaan dengan cara oral ataupun cara lainnya (termasuk suntik intramuscular). Kedua, penggunaan dengan cara suntik mengoptimalkan masuknya napza ke dalam tubuh. Tidak ada zat yang terbuang dibandingkan dengan cara dihisap (bahasa jalanan: didrag). Di balik alasan penggunaan, ada berbagai kerugian yang ditimbulkan oleh penyuntikan napza. Dinding vena yang berada di area sekitar penyuntikan seringkali kehilangan kekuatan dan elastisitasnya. Akibatnya, dinding vena dapat mengalami collapses dan darah tidak lagi mengalir melalui saluran tersebut. Selain itu penyuntikkan napza juga sering memungkinkan masuknya bakteri yang ada pada kulit ke dalam tubuh, baik melalui jarum suntik, ataupun melalui penggunaan jarum dan tabung yang terkontaminasi. Bagi mereka yang berbagi jarum dan tabung memiliki risiko sangat tinggi untuk tertular virus yang menular melalui darah seperti HIV, Hepatitis B dan C. Satu hal yang harus dipahami dalam manajemen penggunaan napza suntik adalah bahwa setiap penasun memiliki kebiasaan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Seorang penasun tidak berarti pasti ketergantungan heroin. Ada banyak fakta di berbagai penjuru dunia bahwa sebagian orang menggunakan opium atau heroin, tetapi tidak kecanduan terhadap zat-zat tersebut. Penggunaan yang teratur saja tidak dapat langsung dikategorikan sebagai ketergantungan, sebab perlu memenuhi kriteria ketergantungan sesuai Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM IV). Oleh karena itu, pendekatan terapi pun hendaknya bervariasi pula. Kita perlu mengetahui lebih banyak tentang siapa penasun itu, bagaimana pola penggunaan napza mereka,
6
4
3.
1.
Data empiris menunjukkan bahwa banyak pengguna heroin yang juga menggunakan alkohol dan benzodiazepine, dimana hal ini dapat meningkatkan risiko overdosis. Pengetahuan atas berbagai kombinasi zat yang digunakan dapat membantu petugas untuk menegakkan diagnosis dan menerapkan terapi yang lebih akurat. Untuk setiap jenis zat yang digunakan, pengkajian hendaknya diarahkan pada hal-hal berikut ini: • Kapan zat mulai digunakan • Kapan zat menjadi lebih sering digunakan atau mulai menjadi masalah • Pernahkah mengurangi atau menghentikan zat, sekalipun hanya sementara • Mengidentifikasi hal-hal terkait penggunaan zat, terutama bilamana ada kesedihan atau trauma pada diri klien • Apa yang dialami mereka baik secara fisik maupun psikis bilamana zat dikurangi atau dihentikan Selain itu perlu pula dilakukan penilaian atas perilaku berisiko: • Berbagi peralatan suntik (termasuk jarum & tabung suntik, sendok, kapas beralkohol, penyaring dan torniquet / pengikat) • Perilaku seks yang tidak aman • Menyetir sambil mabuk • Riwayat overdosis • Riwayat kejang selama putus zat Pada saat proses pengkajian sebaiknya petugas tidak hanya berpikir mengenai efek negatif, melainkan juga tentang efek positif yang mungkin dialami penasun. Perlu diingat bahwa dibalik berbagai konsekuensi negatif, penggunaan napza juga memberikan pengalaman positif. Pengalaman positif inilah yang menjadi penguat bagi penasun untuk mengulangi penggunaan napzanya. Itu sebabnya mengapa pertanyaan perlu diarahkan pula pada efek positif penggunaan napza. Sejalan dengan pengkajian pengalaman positif, penting pula ditanyakan pada penasun tentang alternatif kegiatan yang dapat mereka lakukan untuk memperoleh pengalaman positif yang sama sebagaimana yang diperoleh dari penggunaan napza mereka. Misalnya, penggunaan napza membuat jadi rileks. Tanyakan lebih lanjut, cara lain apa yang biasanya dapat mereka lakukan untuk bisa merasa rileks. Menggali hal negatif dan positif dapat membantu penasun dan juga terapis memperoleh gambaran utuh pola penggunaan napza. Proses pengkajian hendaknya juga peka atas kemungkinan adanya masalah kesehatan mental yang mungkin dialami penasun. Masalah ini dapat merupakan hal-hal yang telah ada jauh sebelum penyalahgunaan napza dilakukan, dapat pula merupakan akibat dari penyalahgunaan napzanya. Beberapa kondisi mental yang banyak dialami oleh penasun aktif adalah: depresi, kecemasan serta hilangnya rasa percaya diri.
7
BAB III PROSEDUR LAYANAN PENGURANGAN DAMPAK BURUK TERKAIT PENGGUNAAN NAPZA SUNTIK Berikut ini akan dijelaskan prosedur atas setiap layanan pengurangan dampak buruk terkait penggunaan napza suntik yang diharapkan dapat dilaksanakan di Puskesmas atau institusi layanan kesehatan dasar sejenis. Jenis layanan yang dimaksud mencakup: 1.
Program Layanan Kesehatan Dasar
2.
Program Layanan Terapi pemulihan Napza
3.
Program Terapi Layanan Jarum Suntik
4.
Program Voluntary Counseling and Testing (VCT) dan Care Support and Treatment (CST)
5. 1.
Program Terapi Rumatan Metadon
Program Layanan Kesehatan Dasar
Pengertian: layanan kesehatan dasar adalah berbagai tindakan / upaya yang disasarkan untuk mengatasi keluhan-keluhan fisik yang terkait dengan penggunaan napza suntik seperti misalnya, perawatan abses, gangguan pencernaan, gangguan neuropsikologis dan masalah gizi, Selain itu juga mencakup upaya melakukan rujukan ke layanan-layanan yang tepat yang sesuai dengan kondisi medis Penasun. Ruang lingkup: 1.1
Pengkajian Keluhan Medis dan Proses Rujukan Medis
1.2
Keluhan gangguan pembuluh darah dan jaringan kulit
1.3
Keluhan gangguan pencernaan
1.4
Keluhan gangguan asupan makanan
1.5
Keluhan gangguan neuropsikiatris
9
Prosedur : 1.1. Prosedur Pengkajian Keluhan Medis • Tujuan : melakukan pengkajian keluhan medis melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik atau penunjang lain agar diperoleh diagnosis kerja pasien penasun yang mengalami masalah medis • Pengertian : keluhan medis adalah sesuatu perasaan atau kondisi baik secara subyektif maupun obyektif yang disampaikan oleh pasien penasun yang mengganggu aktivitas pasien. Keluhan tersebut bisa berasal dari dalam tubuh (sistemik) maupun dari bagian luar tubuh (topikal) • Prosedur : 1. Pasien mendaftar pada loket pendaftaran untuk konsultasi dengan dokter 2. Dokter melakukan anamnesa tentang: a. Keluhan utama pasien datang ke puskesmas b. Riwayat kronologis penyakit yang menjadi keluhan utama c. Riwayat penyakit terdahulu, khususnya yang terkait dengan keluhan saat ini dan penyakit berat atau tindakan bedah yang pernah dialami d. Riwayat pengobatan dari dokter yang sudah pernah diterima bila perlu dengan jenis dan nama-nama obat baik jumlah, lama minum obat dan alasan dihentikan e. Riwayat penggunaan Napza: jenis zat, mulai menggunakan, frekuensi penggunaan, jumlah dan cara penggunaan 3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik termasuk tanda-tanda vital dan gejala-gejala infeksi oportunistik yang banyak terjadi pada ODHA seperti: Tuberkulosis, Kandidiasis, Pneumositis, Herpes Zoster atau Gangguan kulit lain 4. Bila ada indikasi, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium, rontgen, EKG dsb. 5. Dokter membuat analisa dan menyimpulkan hasil pemeriksaan dari anamnesa, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang lain 6. Dokter membuat Diagnosa Kerja yang dapat dijadikan pedoman untuk memberikan atau merencanakan terapi
10
Penanganan kondisi kesehatan mental pada beberapa orang penasun seringkali membutuhkan kerjasama dengan para ahli kesehatan jiwa, khususnya bilamana ditengarai adanya kecenderungan untuk bunuh diri, bersikap agitatif ataupun timbul paranoia yang serius. Kerjasama yang baik dengan pihak keluarga akan sangat membantu proses penanganan penasun, tidak saja untuk keluhan fisik yang dialami tetapi juga untuk kondisi psikiatrik mereka. Ketergantungan opioid ditandai oleh adanya toleransi atas zat dan gejala putus zat bilamana zat tersebut dihentikan penggunaannya (DSM IV). Pengertian toleransi disini adalah adanya peningkatan jumlah zat (dosis) yang digunakan sebagai reaksi penyesuaian tubuh untuk memperoleh efek yang sama dari waktu ke waktu. Pengertian gejala putus zat adalah adanya berbagai gejala fisik dan psikologis yang timbul akibat dihentikannya penggunaan zat secara tiba-tiba. Untuk ketergantungan opioid (heroin), gejala putus zat meliputi:
• • • • • • • •
Gelisah, merinding, cemas Berkeringat, menguap, bersin-bersin Lakrimasi, midriasis Takikardia, hipertensi Dilatasi pupil Nyeri otot dan atau syaraf, tremor Diare, muntah
Insomnia Sekalipun tidak mengancam jiwa seseorang, penderita gejala putus zat opioid akan merasa sangat tidak nyaman. Oleh karenanya farmakoterapi yang sesuai dapat membantu meringankan rasa tak nyaman tersebut. Untuk ketepatan penanganan, pengkajian derajat keparahan putus opioid perlu dilakukan. Prediktor utama tingkat keparahan adalah:
• •
Dosis reguler yang relatif tinggi (misal: 0.5 1 gram per hari)
Frekuensi penggunaan yang tinggi: menandakan cepatnya tubuh merasakan putus dari zat Pertimbangkan juga pengalaman yang terjadi sebelum timbulnya putus zat, situasi yang dialami saat terjadi putus zat, kondisi fisik (perawatan diri dan nutrisi yang buruk), kemungkinan adanya kesedihan yang mendalam, konstipasi, impotensi (bagi laki-laki) dan menstruasi yang tidak reguler (bagi perempuan).
8
1.2
7.
Bila hasil analisa menunjukkan diagnosa yang cukup serius dan tidak dapat ditangani di tingkat puskesmas, dokter dapat memberi rujukan ke layanan kesehatan lain yang lebih lengkap atau rumah sakit rujukan ODHA
•
Dokumen Terkait : Kartu berobat Catatan Medik pasien Formulir pengkajian (lihat lampiran) Blanko pemeriksaan penunjang Resep Surat rujukan
4. Dokter menentukan layanan yang dibutuhkan oleh pasien sesuai dengan diagnosis yang ditentukan: a. Untuk pasien yang mengalami Dispepsia akibat asupan makanan yang tidak teratur dibantu dengan memberikan ajuvantibus berupa enzim dan vitamin b. Pasien yang mengalami iritasi lambung akibat penggunaan Polydrug (Heroin dengan Alkohol atau Metamfetamin) perlu diberikan antasida dan penekan H2 reseptor (misalnya omiprazole) c. Pasien yang mengalami kesulitan buang air besar dapat diberikan Laxantia maupun pencahar lain (Dulcolax) disertai dengan banyak minum dan makanan berserat tinggi d. Pasien yang mengalami diare dapat diberikan antidiare yang ringan seperti New Diatab atau Imodium. Bila kondisi diare berat (lebih dari 5-10x/hari) dan bila disertai gejala dehidrasi sebaiknya diberikan cairan elektrolit melalui infus e. Apabila pasien mengalami masalah yang lebih serius seperti adanya perdarahan akibat tukak lambung (Hematemesis) atau gangguan fungsi hati perlu dilakukan pemeriksaan kimia darah khususnya darah perifer lengkap dan Tes Fungsi Hati f. Bila kondisi pasien memburuk perlu dirujuk ke ahli penyakit dalam rumah sakit terdekat
Penatalaksanaan Keluhan Gangguan Pembuluh Darah dan Jaringan Kulit Tujuan: memberikan perawatan gangguan yang terjadi pada pembuluh darah maupun jaringan kulit lainnya akibat penggunaan napza suntik Pengertian: gangguan pembuluh darah dan jaringan adalah kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah dan jaringan sekitarnya akibat penggunaan napza dengan cara suntik yang tidak memenuhi standar kesehatan sehingga menimbulkan infeksi atau kerusakan pada pembuluh darah dan jaringan lunak sekitarnya Prosedur : 1. Pasien melakukan pendaftaran sesuai dengan alur yang telah ditentukan 2. Perawat melakukan rujukan kepada dokter yang bertugas untuk konsultasi kepada dokter 3. Dokter melakukan asesmen melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan psikiatris secara sederhana seperti: sulit tidur, halusinasi, perasaan depresi, cemas, sulit konsentrasi dan gangguan perasaan serta pikiran lain. Untuk petugas yang sudah dilatih dapat menggunakan form Mini ICD X.
4. Dokter menentukan layanan yang dibutuhkan oleh pasien sesuai dengan diagnosis yang ditentukan: a. Untuk perawatan abses: dilakukan pembersihan disekitar abses dengan larutan disinfektan, dilakukan pembalutan bila area abses cukup besar,
Dokumen terkait : - Catatan Medik Pasien - Resep - Surat Rujukan - Kertas Resep - Buku Pedoman Program HR Nasional - Buku Pedoman CST Nasional 1.4.
Penatalaksanaan Gangguan Asupan Makanan Tujuan: memberikan pendidikan dan tindakan pada pasien yang mengalami gangguan asupan makanan/gizi sebagai akibat langsung maupun tidak langsung penggunaan Napza suntik
11
13
Pengertian: gangguan asupan makanan adalah adanya perubahan pola makan yang mempengaruhi kesehatan pasien baik yang disebabkan langsung maupun tidak langsung penggunaan napza suntik Prosedur : 1. Pasien mendaftar pada layanan rawat jalan di puskesmas 2. Perawat akan lakukan pemeriksaan awal dan melakukan rujukan kepada dokter 3. Dokter melakukan anamnesa maupun pemeriksaan fisik sesuai keluhan pasien 4. Dilakukan perhitungan status gizi menggunakan Body Mass Index (BMI) dengan rumus : Berat Badan (Kg)/Tinggi Badan (Meter)2: - Nilai < 17 = Kurang sekali - 17 18,5 = Kurang - 18,5 -25 = Normal - >25-27 = Berat Badan Lebih - > 27 = Obesitas 5. Dokter akan meminta pemeriksaan laboratorium khususnya darah perifer lengkap: untuk hasil laboratorium dengan hasil dibawah batas normal ringan, dokter akan memberikan pendidikan Gizi tentang asupan makanan yang diperlukan untuk menunjang kondisi kesehatan pasien yang memenuhi standar gizi seimbang 6. Pasien ditimbang berat badannya secara periodik untuk melihat kemajuan pengobatan yang diberikan 7. Hasil laboratorium yang jauh dibawah normal seperti untuk pasien ODHA dengan stadium lanjut yang mengalami gangguan pola makan di rujuk ke ahli gizi, penyakit dalam atau ahli paru untuk mendapatkan pengobatan yang komprehensif Dokumen terkait : - Catatan Medik Pasien - Surat Rujukan - Resep - Buku Pedoman Program HR Nasional - Buku Pedoman CST Nasional 1.5.
Penatalaksanaan gangguan neuropsikiatris Tujuan: acuan melakukan tindakan kepada pasien penasun yang mengalami gangguan medis secara neurologis maupun psikiatris agar dapat dilakukan deteksi dan intervensi dini untuk tindak lanjutnya
14
.
pemberian antibiotic Broad Spectrum sesuai dosis yang dibutuhkan. Bila memerlukan tindakan bedah yang lebih serius dapat dirujuk ke RSU setempat b. Untuk Perawatan Pembuluh Darah: memberikan pendidikan tentang fungsi pembuluh darah dan akibat yang dapat timbul bila terus menyuntik pada tempat yang sama. Memberikan pencegahan berupa salep (Thrombophob) pada pembuluh darah yang sudah pecah c.
Kondisi Oportunistik Infeksi: mengacu pada pedoman buku CST dan bila ada indikasi klinis dapat dirujuk ke layanan kesehatan yang lebih lengkap (Rumah Sakit Rujukan ODHA)
Dokumen terkait : - Catatan Medik Pasien - Resep - Surat Rujukan - Buku Pedoman HR Nasional - Buku Pedoman CST 1.3.
Penatalaksanaan Keluhan Gangguan Pencernaan Tujuan: memberi tindakan atas kondisi gangguan pencernaan yang ditimbulkan secara langsung akibat penggunaan napza suntik, khususnya pada kondisi putus zat dan akibat pola makan yang tidak teratur seperti pada penggunaan poly drug Pengertian: gangguan pencernaan adalah suatu kondisi dimana pasien mengalami gangguan dalam proses pencernaan seperti mual, muntah, diare dan sulit buang air besar atau gangguan metabolisme berupa perasaan tidak nyaman dalam sistem pencernaan seperti kembung, nyeri atau tidak nafsu makan yang diakibatkan karena penggunaan napza suntik Prosedur: 1. Pasien melakukan pendaftaran sesuai dengan alur yang telah ditentukan 2. Perawat melakukan rujukan kepada dokter yang bertugas untuk konsultasi kepada dokter 3. Dokter melakukan asesmen melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan (bila diperlukan) pemeriksaan laboratorium
12
Pengertian: gangguan neuropsikiatris adalah suatu kondisi medis yang berupa gangguan neurologis maupun psikiatris sebagai akibat langsung penggunaan napza suntik. Keluhan terbanyak biasanya adalah baal/kesemutan, nyeri pada otot dan tulang belakang, nyeri kepala sebagai bagian dari gejala putus zat maupun akibat cara menyuntik dan zat disuntikan yang menimbulkan gangguan pada fungsi saraf tepi Prosedur : 1. Pasien mendaftar pada layanan rawat jalan di puskesmas 2. Perawat akan lakukan pemeriksaan awal dan melakukan rujukan kepada dokter 3. Dokter melakukan anamnesa maupun pemeriksaan fisik dan neurologis sesuai keluhan pasien 4. Dokter membuat diagnosis untuk memastikan penyebab keluhan pasien: sebagai akibat langsung atau tidak langsung karena penggunaan Napza suntik 5. Bilamana ditemukan keluhan sebagai akibat langsung maka akan diberikan pengobatan sesuai dengan kondisi klinis putus zat atau intoksikasi 6. Bilamana akibat dari cara penggunaan dan jenis napza yang disuntik, dokter akan memberikan pengobatan simtomatis untuk 3 hari seperti : - Analgesik ; Asam Mefenamat, Tramadol, Metampiron - Minor Tranqulizer ; Diazepam, Chlordiazepoxide 7. Pasien diminta datang kembali untuk kontrol setelah obat habis 8. Perlu dipertimbangkan keluhan subyektif pasien dengan melakukan beberapa tes sederhana seperti refleks fisiologis maupun patologis, kaku kuduk dsb. 9. Bila saat kontrol keluhan neurologis maupun psikiatris masih ada atau semakin berat dokter akan merujuk ke RS rujukan khusus maupun umum yang memiliki fasilitas yang lebih lengkap Dokumen terkait : - Catatan Medik Pasien -
Resep
-
Surat Rujukan
-
Buku Pedoman CST Nasional
15
Dokumen terkait : - Catatan medik pasien - Resep - Buku pedoman HR Nasional 2.2. Penatalaksanaan overdosis Tujuan: memberikan tindakan medis gawat darurat di ruang unit gawat darurat kepada pengguna napza suntik yang mengalami overdosis opiat Pengertian: overdosis adalah suatu keadaan dimana tubuh pengguna napza suntik tidak dapat mentoleransi opiat yang masuk kedalam tubuhnya sehingga menimbulkan gangguan fungsi vital kehidupan Prosedur : 1. Dokter di unit gawat darurat (UGD) melakukan penilaian kondisi kegawatdaruratan pasien dengan pemeriksaan tanda-tanda vital dan derajat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS) 2. Pemberian intervensi Bantuan Hidup Dasar yang meliputi A (Airway), B (Breathing) dan C (Circulation) dan CPR (Cor Pulmonary Resusitation) bila ada henti jantung 3. Untuk kondisi overdosis heroin berat setelah dilakukan Bantuan Hidup Dasar langsung dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas Intensive Care Unit (ICU) Dokumen terkait : - Catatan medik pasien - Resep - Surat rujukan 2.3. Pemberian konseling adiksi Tujuan: memberikan konseling adiksi kepada pengguna jarum suntik agar terjadi pemahaman tentang masalah yang sedang dihadapi terkait dengan perilaku penggunaan jarum suntik Pengertian : konseling adiksi adalah suatu bentuk intevensi psikososial yang diberikan oleh seorang konselor terlatih di bidang adiksi pada pasien yang memiliki kesadaran penuh. Konseling adiksi merupakan bagian yang terintegrasi dari program intervensi pada penasun. Konseling adiksi membantu pengguna jarum suntik merubah perilaku dan pola hidupnya yang dapat diberikan oleh petugas puskesmas terlatih maupun bekerja sama dengan LSM yang bekerja di bidang Napzan
17
Prosedur : 1. Pasien mendaftar ke poliklinik rawat jalan untuk konsultasi 2. Perawat merujuk ke dokter untuk anamnesa dan pemeriksaan fisik 3. Dokter menilai kondisi pasien untuk memastikan dalam kondisi sadar penuh dan tidak dibawah pengaruh zat (kondisi intoksikasi maupun putuszat berat) 4. Dokter menilai perubahan perilaku atau pemahaman pasien terhadap masalah pengguna napza suntik 5. Dokter memberikan informasi kepada pasien tentang konseling yang akan diberikan 6. Dokter/perawat terlatih konseling (konselor) melakukan konseling adiksi pada pasien sesuai dengan tahapan dan etika konseling yang harus dijalankan 7. Konselor membuat catatan yang diperlukan pada status pasien 8. Konselor membuat rangkuman hasil pertemuan dan membuat perjanjian untuk pertemuan selanjutnya dengan memberikan kartu perjanjian Dokumen terkait: - Catatan medik pasien - Kartu perjanjian 3.
Program Layanan Jarum Suntik Steril Pengertian: Layanan jarum suntik steril (LJSS) adalah upaya penyediaan layanan yang meliputi penyediaan jarum suntik steril (baru), pendidikan dan informasi tentang penularan HIV, rujukan terhadap akses medis, dan layanan sosial. Layanan ini menyediakan dan memberikan peralatan suntik steril, beserta materi-materi pengurangan risiko lainnya kepada penasun, untuk memastikan bahwa setiap penyuntikan dilakukan dengan benar dan dengan menggunakan jarum suntik steril. Pada pelaksanaannya, layanan ini dapat dilaksanakan oleh Puskesmas dan atau komponen masyarakat (LSM) yang telah mendapat persetujuan pelaksanaan dari Puskesmas / Dinas Kesehatan setempat. Seting layanan dapat bersifat: a. Menetap: Program menyediakan tempat khusus untuk layanan distribusi jarum suntik steril, seperti; drop in center (DIC) atau Puskesmas b. Satelit: Program menyediakan tempat di lokasi komunitas sebagai perpanjangan dari lokasi menetap (puskesmas). Petugas lapangan LJSS bertanggung jawab untuk datang dan bekerja di tempat yang ditentukan dan waktu yang ditentukan
18
2.
Program Layanan Terapi Pemulihan Napza Pengertian: adalah penatalaksanaan pasien ketergantungan opiat (heroin/putau) dengan cara suntik yang ditujukan untuk pemulihan keadaan umum, bantuan layanan hidup dasar dan pemeliharaan gaya hidup sehat. Ruang lingkup: 2.1. Penatalaksanaan detoksifikasi / putus zat opiat 2.2. Penatalaksanaan overdosis 2.3. Pemberian konseling adiksi 2.1. Penatalaksanaan detoksifikasi / putus zat opiat Tujuan: memberikan tindakan medis untuk mengurangi atau menghilangkan gejala klinis putus zat pada pengguna napza suntik Pengertian: detoksifikasi merupakan langkah awal penatalaksanaan pasien ketergantungan opiat agar pasien merasa lebih nyaman dalam menghadapi gejala putus zat opiat yang dialaminya Prosedur : 1. Pasien melakukan pendaftaran sesuai alur yang telah ditentukan 2. Perawat/petugas puskesmas merujuk kepada dokter untuk konsultasi 3. Dokter melakukan asesmen melalui wawancara, pemeriksaan fisik maupun psikiatris 4. Dokter menentukan kondisi berat/ringannya gejala putus zat heroin pasien 5. Kondisi ringan akan mendapatkan pengobatan simtomatik dengan obatobat yang mengurangi keluhan pasien 6. Kondisi putus zat yang lebih berat dapat diberikan terapi subtitusi dengan codein dengan dosis antara 60-80 mg 4 kali sehari selama 1 minggu dan dosis diturunkan setiap hari 10% ( kira-kira 5 mg/hari) dapat dikombinasi dengan simtomatis seperti anti muntah, anti diare atau papaverin dengan dosis 3x 20-40 mg. 7. Bilamana dokter puskesmas sudah ada yang mendapat pelatihan terapi subtitusi Buphrenorphine dapat memberikan terapi detoksifikasi dengan Buphrenorphine sesuai buku pedoman subtitusi Buphrenorphine yang tersedia 8. Dokter mencatat semua hasil pemeriksaan dan pengobatan yang diberikan kepada pasien 9. Perawat akan menjelaskan ulang tentang pengobatan dan tindak lanjut pengobatan sesuai instruksi dokter 10. Perawat menyimpan seluruh dokumentasi pasien
16
c.
Waktu layanan: pada seting layanan Satelit / Bergerak, hendaknya disesuaikan dengan 'jam kebutuhan' penasun di lapangan dalam memperoleh jarum suntik steril. Selain itu petugas LJSS hendaknya dapat secara rutin dan teratur datang ke tempat dan dalam waktu dimana hubungan yang maksimal dengan penasun dapat dibangun. Program hendaknya juga memiliki identitas yang jelas, dapat berupa logo atau simbol. Logo atau simbol ini dicantumkan dalam kartu petugas, kantor atau ruang LJSS yang mudah terlihat baik oleh penasun maupun oleh masyarakat. Sasaran: • • •
Dokumen: • SK Pembentukan Tim Pelaksana LJSS • Prosedur Standar LJSS • Kartu Identitas Petugas: dikeluarkan oleh lembaga yang idealnya sepengetahuan pihak pemerintah terkait, seyogyanya institusi kesehatan (Dinas Kesehatan) setempat
Bergerak: Program LJSS memberikan tanggung jawab kepada petugas lapangan LJSS membawa tas yang berisi jarum suntik steril dan media informasi dan mendatangi tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh Penasun
Penasun Diutamakan bagi penasun dengan usia di atas 18 tahun. Pengkajian yang komprehensif harus diberlakukan bagi klien di bawah usia 18
Ruang Lingkup: 3.1. Pembentukan Tim Pelaksana LJSS 3.2. Proses pendaftaran klien program LJSS 3.3. Penyediaan dan distribusi jarum suntik steril kepada Penasun 3.4. Pengelolaan dan pemusnahan jarum suntik bekas 3.5. Pelaporan Insiden Prosedur: 3.1. Pembentukan Tim Pelaksana LJSS Tujuan: Terbentuknya tim pelaksana LJSS yang memahami dengan benar proses pelaksanaan LJSS bagi penasun Sasaran: Petugas puskesmas, Petugas LSM dan institusi lainnya Personil & Ruang Lingkup Tugas:
3.2.
Proses pendaftaran klien program LJSS Tujuan: Terdatanya klien program LJSS secara sistematis Pengertian: merupakan proses penerimaan awal penasun ke dalam program LJSS, terutama yang bersifat menetap (dalam institusi layanan kesehatan / Puskesmas) Personil: - Petugas LJSS - Petugas Lapangan Prosedur: 1. Memperkenalkan program LJSS kepada penasun. 2. Pengisian formulir pendaftaran program LJSS. 3. Pengisian formulir pengkajian klien: mencakup nama, tanggal lahir, jenis kelamin, pekerjaan, alamat ( dapat inisial atau nama wilayah saja ) kedalam form sementara (bila tersedia kemudian dapat dipindahkan kedalam komputer secara online). 4. Skrining atas kriteria inklusi klien: untuk memastikan apakah yang bersangkutan adalah penasun atau tidak. Apabila terdapat tanda-tanda penyuntikan yang jelas pada tubuh pasien, maka petugas Puskesmas dapat langsung menerima yang bersangkutan. Apabila tanda-tanda penyuntikan tidak jelas, maka hendaknya petugas Puskesmas bekerjasama dengan LSM setempat khususnya dalam menetapkan apakah yang bersangkutan adalah penasun atau tidak. 5.
program LJSS. Pemberian kode pada kartu identitas disesuaikan dengan
1. Koordinator Program, bertanggungjawab terhadap pelaksanaan program pada
program masing-masing.
berbagai macam bentuk. Koordinator bertugas memonitor dan melakukan supervisi kepada petugas lapangan dan melakukan koordinasi dengan
Bagi mereka yang memenuhi kriteri inklusi disiapkan kartu identitas klien
6.
Pemberian jarum suntik steril dan (bila ada) meminta jarum suntik bekas pakai.
koordinator program lainnnya
19
21
Dokumen: - Kartu Identitas Klien: berisi informasi singkat tentang program, lembaga pelaksana dan kode klien (bukan nama dan alamat lengkap). Idealnya dikeluarkan oleh lembaga pelaksana program dengan sepengetahuan pihak pemerintah terkait, khususnya institusi kesehatan (Dinas Kesehatan) - Formulir Pengkajian (Asesmen) Klien - Formulir Data Keluar/Masuk Jarum Suntik 3.3.
Penyediaan dan distribusi jarum suntik steril Tujuan: sebagai acuan dalam melakukan layanan jarum suntik steril bagi penasun dalam hal melakukan program pertukaran jarum suntik. Program ini tidak dipungut biaya Pengertian: adalah pemberian paket jarum suntik yang berupa jarum dan tabung steril, kapas beralkohol, kondom dan materi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Kegiatan ini mengacu pada kegiatan pada seluruh seting LJSS Personil: - Petugas LJSS - Petugas Lapangan Prosedur: 1. Paket jarum suntik diberikan kepada penasun yang terdaftar atau yang biasa dijumpai di lapangan. Paket diberikan maksimum 3 paket / kunjungan 2. Paket jarum suntik idealnya terdiri dari: 3 jarum + 3 alkohol swab + 6 kondom. Jumlah perangkat ini dapat disesuaikan dengan ketersediaan perangkat pada program LJSS 3. (Bila ada) sekaligus mengembalikan jarum suntik bekas yang ada. Sesuai dengan standar kewaspadaan universal, jarum suntik bekas hendaknya dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan yang memenuhi standar keamanan. Setelah wadah terisi penuh atau bilamana terdapat jadwal pemusnahan jarum suntik bekas, maka wadah tersebut di bawa ke rumah sakit / institusi yang memiliki incinerator untuk dimusnahkan bersama-sama dengan sampah medik lainnya. 4. Petugas mencatat jumlah jarum, kapas beralkohol dan kondom yang telah terdistribusi kedalam form bulanan.
22
2.
3.
Petugas LJSS bertugas melaksanakan layanan LJSS dari mulai pendaftaran sampai dengan Penasun keluar dari tempat pelayanan. Petugas pelaksana akan merekam dan menyimpan data yang didapat selama layanan LJSS dilaksanakan menggunakan formulir baku yang tersedia. Petugas bertanggung jawab terhadap penyediaan dan penyimpanan jarum suntik steril dan pengelolaan jarum suntik bekas pakai Petugas Lapangan bertugas mempromosikan program LJSS kepada para Penasun di lapangan, memberikan layanan LJSS kepada Penasun yang masih belum ingin berkunjung ke layanan secara mandiri dan membantu perubahan perilaku kepada Penasun yang didampingi.
Prosedur: 1. Kepala Puskesmas mengadakan rapat dengan jajaran staf Puskesmas dan LSM HR untuk merumuskan seting LJSS yang paling realistis dan sesuai untuk dijalankan 2. Kerjasama antara Puskesmas dengan LSM HR diwujudkan dengan piagam kerjasama (memorandum of understanding) yang memuat deskripsi kerja dan tanggungjawab kedua belah pihak 3. Kepala Puskesmas membuat Surat Keputusan (SK) untuk staf Puskesmas yang terlibat dalam kegiatan LJSS. Koordinator program berasal dari staf Puskesmas yang dianggap memiliki kemampuan dan pengalaman cukup dalam menghadapi penasun. Petugas LJSS sebaiknya merupakan gabungan antara professional kesehatan Puskesmas dengan kader muda yang berasal dari kelompok pemuda wilayah setempat. Penunjukkan kader muda hendaknya memenuhi kriteria: • Memahami karakteristik penasun setempat • Memiliki pengalaman bekerjasama dengan penasun • Bila berasal dari kalangan penasun itu sendiri, hendaknya yang telah stabil masa pemulihannya 4. SK atas petugas lapangan tidak berasal dari Puskesmas, melainkan merupakan staf LSM HR setempat. Petugas lapangan bersifat menjangkau penasun yang masih belum ingin datang ke institusi layanan kesehatan. Kerjasama dengan Puskesmas terutama adalah untuk proses rujukan layanan kesehatan dasar dan layanan lanjutan lainnya
20
Peralatan: 1. Jarum suntik steril berdasarkan model yang biasanya dipakai oleh Penasun di daerah tersebut. 2. Kapas beralkohol, digunakan untuk membersihkan kulit tempat yang akan disuntik dan untuk membersihkan peralatan lain serta tangan. Paling sedikit disediakan 2 kapas beralkohol untuk setiap jarum suntik dan tabung yang diberikan. 3. Kondom dan pelicin, untuk mendorong perilaku seks aman. 4. Media informasi terkait dengan HIV/AIDS dan Napza, berupa brosur, buklet, stiker atau media lainnya
Dokumen: 3.5.
(insiden) Personil: -
Petugas LJSS
- Petugas Lapangan Prosedur: 1.
Apabila terjadi insiden di lokasi LJSS, petugas harus membuat laporan dengan menggunakan Formulir Pelaporan Insiden
2.
Pengelolaan dan Pemusnahan Jarum Bekas Tujuan: Mempromosikan pengembalian jarum suntik bekas pakai dan pemusnahan dengan aman Personil: Petugas LJSS Petugas Lapangan Peralatan: 1. Wadah plastik sekali pakai/wadah plastik yang tahan tusukan, botol kaca atau plastik atau kaca dengan penutup yang aman (misalnya: galon air mineral). 2. Jika memungkinkan, sebaiknya wadah ini berwarna kuning dan ditandai misalnya “berbahaya”, atau “barang tajam yang tercemar”. 3. Penjempit jarum 4. Sarung tangan Prosedur: 1. Penyediaan tempat/kotak pemusnahan jarum suntik bekas pakai dan pemberian informasi tentang pemusnahan jarum suntik bekas pakai yang aman. 2.
Pelaporan Insiden Tujuan: Meningkatkan daya tanggap terjadinya kejadian yang tidak diinginkan
Dokumen: Kartu identitas petugas Kartu klien 3.4.
Kartu identitas petugas
Penyediaan tempat untuk menyerahkan jarum suntik dan tabung suntik bekas pakai.
Insiden di sini meliputi penggunaan obat atau over dosis oleh peserta pada waktu mereka berada di lokasi LJSS, luka tertusuk jarum atau luka lain yang dialami peserta atau petugas di lokasi kerja, atau apabila ada kejadian yang timbul karena keberadaan polisi di dekat lokasi LJSS
3.
Untuk luka tertusuk jarum atau luka lain yang dialami peserta atau petugas di lokasi kerja, tindakan yang perlu dilakukan merujuk pada prosedur standar dari Kewaspadaan Universal
Dokumen: 4.
Formulir Pelaporan Insiden
Pelaksanaan Program Voluntary Counseling and Testing (VCT) dan Care Support and Treatment (CST) Tujuan: sebagai acuan untuk mengidentifikasi penasun yang datang ke puskesmas yang perlu mendapatkan layanan VCT maupun CST. Pengertian: layanan VCT merupakan pintu masuk pagi penasun yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular HIV untuk mendapatkan informasi, konseling serta tes HIV. Sementara CST adalah layanan lanjutan bagi mereka yang telah teridentifikasi tertular HIV (ODHA).
23
25
Prosedur : 1. Petugas puskesmas terlatih VCT menilai tentang factor risiko penularaan HIV pada penasun khususnya pertukaran jarum suntik dan perilaku seksual berisiko melalui wawancara dan form penilaian risiko yang ada di puskesmas 2. Apabila penasun dibawa oleh petugas penjangkau dan sudah dikonseling pre tes oleh petugas penjangkau langsung dapat dibuatkan informed concent untuk tes HIV dan dirujuk ke laboratorium 3. Bila pasien datang sendiri dan setelah diwawancara mempunyai risiko untuk tertular HIV diberikan motivasi untuk mendapatkan pre tes konseling tentang tes HIV 4. Bila pasien setuju akan dibuatkan informed concent untuk pemeriksaan tes HIV dan dirujuk ke laboratorium 5. Pasien yang belum bersedia di tes HIV tetap dimotivasi dan dalam catatan medik dicatat alas an belum siap tes HIV 6. Hasil tes yang telah selesai akan diberikan kepada konselor yang dinyatakan mampu membaca diagnosis/hasil lab (merujuk buku pedoman VCT) 7. Apabila kondisi pasien setelah hasil tes terjadi perubahan alam perasaan (mood) harus dilakukan konseling lanjutan maksimal dalam 3 hari setelah pembacaan tes 8. Kondisi pasien yang telah stabil secara psikologis dan memerlukan tindakan lanjutan untukterapi dapat dirujuk ke program CST pada rumah sakit rujukan ODHA 9. Bilamana pasien belum siap ke rumah sakit rujukan dan sudah memiliki keluhan misalnya meriang, diare atau keluhan lain dapat diberikan pengobatan simtomatis terlebih dahulu (merujuk pada buku pedoman CST) 10. Setiap hasil pemeriksaan harus terjaga kerahasiannya dan digunakan atas sepengetahuan pasien untuk kepentingan medis pasien 11. Bagi puskesmas yang belum memiliki klinik VCT dapat merujuk ke klinik VCT yang ada di wilayah kerjanya
3. Memonitoring setiap kegiatan dalam pengembalian jarum suntik bekas pakai dan pemusnahannya. 4. Informasi mengenai pemusnahan dengan aman sedapat mungkin dipadukan dalam setiap terjadinya pertukaran peralatan setiap saat. 5. Petugas lapangan LJSS perlu selalu mengingat untuk mendorong kebiasaan pemusnahan secara aman oleh penasun, karena jarum suntik bekas pakai yang dibuang secara sembarangan akan membuat masalah dengan lingkungan sekitar dan akan menjadi alasan kuat ditutupnya program LJSS 6. Dalam pengumpulan jarum suntik bekas pakai, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: -
Tanpa alat bantu, petugas tidak boleh memegang jarum suntik bekas pakai. Penasun langsung memasukkan jarum suntik bekas pakai ke wadah khusus. Dijelaskan dimana letak wadah khusus tersebut.
-
Wadah penampungan jarum suntik bekas tidak boleh terlalu penuh.
-
Wadah tersebut harus langsung dibuang ke tempat pembakaran tanpa mengeluarkan jarum suntik bekasnya.
-
Pembakaran jarum suntik bekas pakai menggunakan incinerator.
-
Apabila ada jarum suntik yang dikembalikan dan menurut laporan bersih dan tidak dipakai, maka harus tetap dibuang ke dalam wadah penampungan tersebut.
-
Wadah pemusnahan yang telah penuh segera diletakkan di dalam kantong plastik yang telah diberi label yang sesuai yang terletak di dalam kotak berlabel. Jika kotak tersebut telah penuh, tas plastik yang didalamnya terdapat wadah pemusnahan ditutup, dan kotak disegel.
-
Kotak yang telah disegel kemudian dibawa ke tempat pembakaran. Jika kotak tersebut telah dimusnahkan, maka laporan tentang pemusnahan akan
Dokumen terkait : - Form penilaian risiko HIV - Informed Consent - Form pemeriksaan laboratorium - Catatan medik pasien
diarsipkan. 7. LJSS menjalin kerjasama dengan rumah sakit atau institusi sejenis yang memiliki incinerator guna mendukung pembakaran jarum suntik bekas pakai dengan menggunakan incinerator
26
24
4.
9.
Resep Surat Rujukan Form hasil laboratorium Buku Pedoman Nasional VCT Buku Pedoman Nasional CST
Perawat / Petugas mempersilahkan pasien untuk ke ruang pengambilan dosis metadon yang didampingi oleh orangtua / keluarga/penanggung jawab.
Dokumen Terkait - Status pasien - Kartu metadon - Formulir pemeriksaan urin/laborat - Resep
Program Terapi Rumatan Metadon Pengertian : Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) adalah program layanan yang memberikan zat bernama Metadon sebagai pengganti (substitusi) dari zat Heroin illegal yang dikonsumsi pasien. Pemberian zat yang bersifat substitusi ini bersifat jangka panjang, oleh karena itu disebut sebagai program rumatan. Metadon adalah zat sintetik golongan opioid yang bersifat agonis. Dasar rasional PTRM adalah fakta tingginya angka kekambuhan pada pecandu heroin yang mengindikasikan kebutuhan tubuh atas zat jenis opiat untuk membuat keseimbangan tubuh agar dapat beraktivitas secara normal. Metadon bekerja pada tubuh selama rata-rata 24 jam, sehingga hanya perlu minum satu kali sehari. Program rumatan ini diberikan minimal 6 bulan dan dapat diteruskan sampai 2 tahun sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan pada Pedoman Nasional PTRM. Sasaran: • Penasun • Keluarga Penasun • LSM yang bekerja untuk mendukung penasun Ruang Lingkup : 4.1. Prosedur Penerimaan Pasien PTRM 4.2. Prosedur Konsultasi Dokter
4.2.
Prosedur Konsultasi Dokter Tujuan: sebagai acuan dalam prosedur konsultasi dokter bagi pasien peserta PTRM di Puskesmas Pengertian: konsultasi dokter adalah menghadapkan pasien peserta PTRM kepada dokter yang bertugas untuk dilakukan evaluasi melalui pemeriksaan baik fisik maupun penunjang lainnya sesuai dengan keluhan yang dialami pasien terkait mengikuti PTRM Prosedur : 1. Pasien / keluarga menyebutkan nomor peserta metadon pada petugas pendaftaran/keamanan 2. Petugas pendaftaran/keamanan memberitahu petugas dispensing ( perawat ) dengan menyebutkan nomor peserta metadon pasien yang akan konsul 3. Perawat / Petugas menyerahkan status pasien kepada dokter 4. Perawat / Petugas mempersilahkan pasien / keluarga masuk ke ruang konsultasi 5. Dokter mendokumentasikan hasil konsultasi ke dalam catatan dokter 6. Dokter memberikan resep bila pasien memerlukan obat 7. Dokter memberitahukan hasil konsultasi kepada perawat / petugas 8. Perawat / Petugas mendokumentasikan kedalam catatan harian 9. Perawat / petugas mengembalikan status pasien ke tempatnya Dokumen terkait :
4.3. Prosedur dosis bawa pulang Metadon
-
Catatan medik pasien
4.4. Prosedur Minum Metadon
-
Resep
4.5. Penggantian Dosis Muntah
-
Kartu peserta PTRM
27
29
4.3.
Prosedur dosis bawa pulang Metadon Tujuan : sebagai acuan dalam memberikan dosis bawa pulang pasien peserta PTRM Pengertian : dosis bawa pulang adalah dosis yang boleh dibawa pulang oleh pasien karena adanya alasan yang sangat kuat dan telah memenuhi kriteria serta sudah dilakukan skrining oleh tim PTRM Prosedur : 1. Pasien / keluarga/penanggung jawab mendiskusikan jadwal dosis bawa pulang dengan dokter yang bertugas 2. Dokter memberikan informasi secara rinci tentang segala persyaratan dan konsekuensi dosis bawa pulang 3. Dokter membuat formulir pemeriksaan urin tes 4. Pasien menyerahkahkan hasil tes urin kepada petugas/perawat 5. Pasien / keluarga / penangung jawab mengisi dan menandatangani surat peryataan diatas materai apabila segala persyaratan telah terpenuhi. 6. Dokter mendokumentasikan dosis metadon yang boleh dibawa pulang oleh pasien / keluarga/penanggung jawab 7. Dokter menyerahkan Catatan Medikpasien pada perawat / petugas 8. Perawat / Petugas mendokumentasikan jadwal dosis metadon bawa pulang kedalam catatan harian pasien 9. Perawat / petugas menginformasikan jadwal dosis bawa pulang kepada petugas farmasi 10. Petugas farmasi menyerahkan metadon untuk dosis bawa pulang sesuai jadwal yang diberikan dokter 11. Perawat / Petugas menyimpan Catatan Medikpasien ketempatnya
4.6.
Prosedur Pemberian Dosis Terlewat
4.7.
Prosedur Naik Dosis Metadon
4.8.
Prosedur menurunkan dosis metadon
4.9.
Prosedur Merujuk Pasien Ke Klinik/Satelit PTRM lain
4.10.
Prosedur Penerimaan Rujukan Pindah Peserta PTRM
4.11.
Prosedur Penatalaksanaan Tindakan Kekerasan
4.12.
Prosedur Mengeluarkan Pasien secara Paksa
4.13.
Prosedur Spot Check peserta PTRM
4.14
Prosedur Penatalaksanaan Gangguan Diagnosis Ganda pada Peserta PTRM
Prosedur: 4.1. Prosedur Penerimaan pasien PTRM Tujuan: acuan untuk prosedur penerimaan pasien baru maupun pindahan PTRM di Puskesmas Pengertian: adalah penerimaan pasien PTRM yaitu proses penerimaan pasien baru / ulangan atau pindahan yang akan mengikuti PTRM di Puskesmas. Prosedur : 1. Perawat / petugas PTRM menerima pasien, keluarga dan catatan medik pasien dari petugas pendaftaran klinik metadon 2. Perawat / petugas PTRM memberikan peraturan kepada pasien dan keluarga/penanggung jawab untuk di baca dan ditandatangani 3. Perawat / petugas PTRM memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang peraturan yang berlaku. 4. Perawat / petugas memberikan informed consent PTRM untuk ditandatangani oleh pasien dan keluarga/penanggung jawab
Dokumen terkait : Catatan Medik Pasien
5. Perawat / petugas menandatangani informed consent yang telah ditandatangani pasien dan keluarga/penanggung jawab
-
Hasil Psikotes dan urinalis
-
Surat Peryataan dosis bawa pulang (THD)
-
Surat Keterangan bekerja
-
Jadwal Kuliah
6. Perawat / petugas membuat status dan kartu metadon pasien 7. Perawat/petugas membuat surat permintaan pemeriksaan urin 8. Perawat / petugas mendokumentasikan instruksi dokter dan hasil pemeriksaan dalam rekam medik pasien
30
28
4.4.
Prosedur Minum Metadon Tujuan: sebagai acuan dalam memberikan dosis minum peserta PTRM Pengertian: minum metadon adalah suatu kegiatan dimana pasien akan mengambil dosis metadon yang telah ditentukan oleh dokter yang diminum langsung dihadapan petugas Prosedur : 1. Pasien menunggu giliran untuk minum metadon 2. Pasien menyebutkan nomer peserta PTRM pada petugas PTRM 3. Perawat / Petugas mengambil Catatan Medikpasien sesuai dengan nomer peserta pasien 4. Perawat / Petugas konfirmasi pada petugas farmasi tentang dosis metadon yang ditentukan. 5. Perawat / Petugas mendokumentasikan dosis metadon yang dinminum pasien ke dalam catatan harian pasien. 6. Petugas farmasi mendokumentasikan dosis metadon pasien kedalam form kehadiran pasien 7. Petugas farmasi meminta pasien untuk menandatangani form kehadiran pasien. 8. Petugas farmasi memberikan dosis metadon pada pasien sesuai dosis yang ditentukan. 9. Perawat / Petugas dan farmasi mengawasi bahwa dosis metadon telah diminum habis oleh pasien. 10. Perawat / Petugas dan farmasi mengembalikan Catatan Medik ke tempatnya Dokumen terkait : - Catatan Medik - Standar operasional PTRM - Form Kehadiran Pasien
4.5.
Penggantian Dosis Muntah Tujuan: sebagai acuan dalam memberikan dosis pengganti pada pasien yang muntah Pengertian: penggantian dosis muntah adalah adalah pemberian dosis ulang kepada pasien yang muntah setelah minum metadon sesuai dengan lamanya pasien muntah
4. 5. 6. 7. 8.
Dokter menentukan dan meresepkan dosis sebanyak 50% dari dosis terakhir Pasien menerima dosis sesuai yang tertulis dalam resep Pasien di observasi minimal 30 menit setelah minum dosis terlewat untuk memastikan perlu tidaknya tindakan lebih lanjut Petugas dispensing dan farmasi mendokumentasikan dosis pada catatan harian pasien Petugas mengembalikan Catatan Medik pasien pada box file sesuai dengan nomor peserta pasien
Dokumen terkait : - Catatan Medik pasien - Resep 4.7.
Prosedur Naik Dosis Metadon Tujuan: sebagai acuan dalam menaikkan dosis metadon peserta PTRM sesuai dengan indikasi klinis Pengertian: adalah proses menaikan dosis metadon pada pasien PTRM yang dosis metadonnya belum mencukupi setelah melalui pemeriksaan dokter Prosedur : 1. Pasien harus konsultasi kepada dokter terlebih dahulu 2. Dokter akan menilai keluhan yang disampaikan pasien / keluarga 3. Dokter menilai dan mengobservasi gejala klinis sesuai dengan keluhan pasien 4. Dokter mendokumentasikan perubahan dosis pasien di catatan dokter dan membuat resep 5. Dokter menyerahkan Catatan Medikpasien kepada perawat / petugas 6. Perawat / Petugas mendokumentasikan kenaikan dosis metadon pada catatan harian pasien 7. Perawat / Petugas menginformasikan kenaikan dosis metadon pasien kepada petugas farmasi 8. Petugas farmasi mendokumentasikan kenaikan dosis metadon dan memberikan dosis metadon kepada pasien sesuai dengan intruksi dokter
setelah minum dosis sebelumnya
31
33
Prosedur: 1. Penggantian dosis muntah hanya diberikan kepada pasien yang muntah dan disaksikan oleh salah satu petugas PTRM 2. Penggantian dosis muntah diberikan apabila: - Muntah kurang dari 10 menit setelah minum metadon diganti penuh sesuai dengan dosis pasien - Muntah 10 30 menit setelah minum metadon diganti setengah dosis pasien - Muntah 30 45 menit setelah minum metadon di ganti ¼ dosis pasien. - Muntah > 45 menit dosis metadon tidak diganti 3. Dosis pengganti muntah harus di minum di klinik PTRM yang disaksikan oleh petugas. 4. Pasien di observasi minimal 30 menit setelah minum dosis pengganti metadon untuk memastikan perlu tidaknya tindakan lebih lanjut 5. Petugas dispensing dan farmasi mendokumentasikan penggantian dosis pada catatan harian pasien 6. Petugas mengembalikan Catatan Medik pasien pada box file sesuai dengan nomer peserta pasien
Dokumen terkait : - Catatan Medik pasien - Buku PTRM Pedoman Nasional - Resep 4.8.
Prosedur menurunkan dosis metadon Tujuan : sebagai acuan menurunkan dosis metadon pada pasien PTRM Pengertian: adalah proses menurunkankan dosis metadon pada pasien PTRM yang sesuai dengan kondisi klinis dan telah memenuhi kriteria untuk turun dosis Prosedur: 1. Pasien harus konsultasi kepada dokter terlebih dahulu 2. Dokter akan menilai alasan yang disampaikan pasien / keluarga untuk menurunkan dosis 3. Dokter menilai kriteria secara fisik, psikologis dan sosial untuk dapat menurunkan dosis 4. Dokter mendiskusikan dengan tim metadon lain untuk mendapatkan informasi tambahan 5. Dokter mendokumensikan perubahan dosis pasien di catatan dokter dan membuat resep sesuai pedoman nasional 6. Dokter menyerahkan Catatan Medik pasien kepada perawat / petugas 7. Perawat / Petugas mendokumentasikan penurunan dosis metadon pada catatan harian pasien 8. Perawat / Petugas menginformasikan penurunan dosis metadon pasien kepada petugas farmasi 9. Petugas farmasi mendokumentasikan penurunan dosis metadon dan memberikan dosis metadon kepada pasien sesuai dengan intruksi dokter Dokumen terkait : -
Catatan Medik pasien
-
Buku Pedoman PTRM Nasional
-
Resep
34
Dokumen terkait: - Catatan medik pasien - Form kehadiran pasien 4.6.
Prosedur Pemberian Dosis Terlewat Tujuan: sebagai acuan untuk memberikan dosis metadon yang terlewati karena ketidakhadiran pasien Pengertian: adalah proses pemberian dosis metadon yang diberikan kepada pasien PTRM yang melewati/membolos dosis selama 1 sampai 3 hari. Prosedur : 1. Perawat/petugas menanyakan ketidakhadiran pasien ke kilinik PTRM dalam kurun waktu 1-3 hari 2. Perawat/petugas merujuk pasien untuk konsultasi dengan dokter 3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik dan psikologis untuk menentukan dosis metadon
32
4.9.
Prosedur Merujuk Pasien Ke Klinik/Satelit PTRM lain
4.
Tujuan: sebagai acuan dalam proses merujuk pasien PTRM ke klinik atau satelit 5.
PTRM lainnya Pengertian: adalah proses memindahkan / merujuk peserta PTRM Puskesmas ke
6.
klinik PTRM/Satelit lain Prosedur :
7.
1. Pasien memberitahukan kepada perawat / petugas tentang rencana kepindahannya ke PTRM yang dituju :
Dokumen terkait : - Catatan Medik Pasien - Berita acara - Buku Pedoman PTRM Nasional
- 3 hari sebelum pindah ( pindah sementara ) - 1 minggu sebelum pindah ( pindah permanen / seterusnya) 2. Perawat / petugas menyerahkan Catatan Medikpasien kepada dokter yang bertugas 3. Perawat / petugas mempersilahkan pasien dan orangtua / keluarga untuk menemui dokter 4. Pasien dan orangtua / keluarga menyampaikan alasan kepindahannya kepada dokter yang bertugas dan membuat surat permohonan pindah 5. Dokter membuat surat pengantar pindah / rujukan ke klinik/satelit PTRM yang dituju dan mendokumentasikan kedalam Catatan Medik pasien. 6. Dokter menyerahkan surat pengantar rujukan kepada petugas PTRM 7. Perawat / petugas PTRM menggandakan surat rujukan untuk disimpan kedalam Catatan Medik pasien dan menyerahkan kepada pasien / orangtua. 8. Perawat / petugas mendokumentasikan kedalam Catatan Medikpasien dan mengembalikan Catatan Medik pasien ketempatnya. Dokumen terkait :
4.10.
Petugas keamanan beserta tim PTRM melakukan pertemuan dengan pelaku kekerasan maupun korban Dibuat kesepakatan tentang sanksi yang akan diberikan kepada pelaku kekerasan Apabila tindak kekerasan dinilai cukup serius petugas keamanan dapat melaporkan kepada petugas hukum Petugas keamanan mendokumentasi seluruh pencatatan kejadian kekerasan dalam berita acara
4.12.
Prosedur Mengeluarkan Pasien secara Paksa Tujuan: sebagai acuan proses mengeluarkan pasien secara paksa dari peserta PTRM Pengertian: adalah proses penatalaksanaan mengeluarkan secara paksa pasien yang melanggar tata-tertib di klinik PTRM Prosedur: 1. Tim PTRM nenilai tentang pelanggaran tata-tertib yang dilakukan pasien sesuai dengan pedoman PTRM nasional 2. Dokter mengundang orang tua/wali/penangung jawab pasien 3. Dokter beserta tim menyampaikan hasil penilaian tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan pasien dihadapkan pasien dan orang tua 4. Orang tua/wali/penanggung jawab menandatangani kesepakatan tentang sanksi untuk mengeluarkan pasien secara paksa 5. Dokter memberikan saran atau pengobatan lain selain PTRM kepada orang tua dan pasien 6. Petugas mendokumentasikan seluruh laporan kejadian pada status medik pasien
-
Catatan Medik Pasien
-
Surat rujukan
-
Surat Permohonan Pindah
Dokumen terkait : - Catatan Medik Pasien - Laporan pelanggaran tata-tertib
-
Buku Pedoman PTRM Nasional
-
Buku Pedoman PTRM Nasional
Prosedur Penerimaan Rujukan Pindah Peserta PTRM 35
37
4.13.
Prosedur Spot Check peserta PTRM Tujuan: sebagai acuan dalam prosedur pengambilan spot check urin pasien peserta PTRM Pengertian: adalah proses pengambilan sampel urin peserta PTRM sebagai salah satu cara evaluasi efektifitas program tanpa sepengetahuan pasien Prosedur : 1. Dibentuk tim untuk pelaksanaan spot check yang terdiri dari perawat, petugas laboratorium dan petugas keamanan 2. Tentukan jenis urin tes yang akan dilakukan pada form pengiriman sampel 3. Setiap pasien yang akan di tes urin diberikan botol urin yangsudah diberi label sesuai dengan nama pasien 4. Pasien diantar petugas keamanan ke kamar kecil untuk kencing dan air seni dimasukkan ke dalam botol yang telah dibawa pasien 5. Petugas laborat menerima sampel urin dan mencatat nama di setiap botol pada buku penerimaan sampel 6. Pasien menanda tangani form penerimaan urin yang telah disiapkan dan mengecek nama yang tertulis benar namanya 7. Urin yang sudah diberi label bersama dengan form pemeriksaan urin yang diminta dikirim ke laboratorium Dokumen terkait: - Form permintaaan pemeriksaan laborat - Buku registrasi penerimaan sampel - Form hasil pemeriksaan laboratorium
4.14.
Prosedur Penatalaksanaan Gangguan Diagnosis Ganda pada Peserta PTRM Tujuan: sebagai acuan dalam penatalaksanaan gangguan ganda pengguna zat psikoaktif Pengertian: adalah proses penatalaksanaan gangguan diagnosis ganda pada pengguna
Pengertian : adalah proses penerimaan rujukan peserta PTRM dari klinik/satelit PTRM lain Prosedur : 1. Perawat / petugas menerima surat rujukan dan menelaah alasan pasien untuk pindah 2. Perawat/petugas menghadapkan pasien kepada dokter untuk konsultasi 3. Dokter membuatkan resep untuk pemberian dosis metadon sesuasi informasi pada surat rujukan 4. Perawat/petugas membuatkan status tetap/sementara pasien sesuai dengan tujuan kepindahan 5. Petugas farmasi mendokumentasikan kedalam form kehadiran pasien 6. Petugas farmasi meminta pasien untuk menandatangani form kehadiran dan memberikan dosis metadon 7. Perawat / petugas mendokumentasikan kedalam catatan harian perawat 8. Perawat / petugas menyimpan Catatan Medik pasien ketempatnya Dokumen terkait : - Catatan Medik Pasien - Surat rujukan - Buku Pedoman PTRM Nasional 4.11.
Prosedur Penatalaksanaan Tindakan Kekerasan Tujuan: sebagai acuan dalam tata laksana tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasien PTRM Pengertian: adalah proses penatalaksanaan tindak kekerasan pasien baik secara verbal maupun fisik kepada petugas dan atau sesama pasien PTRM Prosedur : 1. Perawat/pasien yang mendapatkan perlakuan tindak kekerasan melaporkan kepada petugas keamanan 2.
zat psikoaktif
Petugas keamanan melakukan interograsi kepada pasien yang malakukan tindak kekerasan dan melakukan cek ulang kepada korban
Prosedur:
3.
1. Pasien melakukan pendaftaran sesuai dengan alur yang telah ditentukan
38
Petugas keamanan membuat berita acara tentang tindakan kekerasan sebagai laporan kepada kepala PTRM
36
2. Perawat melakukan rujukan kepada dokter yang bertugas untuk konsultasi kepada dokter 3. Dokter melakukan asesmen melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan psikiatris 4. Dokter menentukan tingkat keparahan diagnosis ganda yang ditemukan pada pasien 5. Dokter dapat memberikan pengobatan dengan antipsikotik ringan seperti Halaoperidol 1,5-5 mg, Trifluoperazine 5-15 mg dengan dosis terbagi disertai dengan Chlorpromazine 50-100 mg. Triheksilfenidil 3x2 mg atau kombinasi dengan antiansietas dosis rendah 6. Dokter akan merujuk pasien ke rumah sakit yang lebih lengkap untuk pasien yang mengalami gangguan ganda yang berat disertai perilaku yang tidak terkendali (akut) 7. Perawat menjelaskan ulang tentang terapi dokter kepada pasien dan menyerahkan surat rujukan untuk pasien yang dirujuk 8. Perawat menyimpan seluruh catatan dan dokumentasi Dokumen terkait : - Catatan MedikPasien - Resep - Surat rujukan - Buku Pedoman Petunjuk Pelaksanaan Program pengurangan Dampak Buruk Napza Suntik
Hasil penilaian disampaikan segera setelah penilaian selesai kepada tim administrasi bulanan dan manajemen. Monitoring dan evaluasi pelayanan program pengurangan dampak buruk dapat dikembangkan dalam riset spesifik di tingkat nasional. Dengan demikian hasil monitoring dan evaluasi tersebut dapat diperbandingkan satu sama lain dan dapat menjadi bahan masukan strategis bagi para penentu kebijakan di bidang pengurangan dampak buruk. Selain untuk menilai proses dan dampak pelaksanaan program, kegiatan monitoring dan evaluasi dapat pula diarahkan pada suatu riset khusus yang berkaitan dengan berbagai pertanyaan yang muncul terkait layanan pengurangan dampak buruk. Misalnya, riset tentang protokol pemeriksaan sampel dengan testing cepat, penerimaan klien akan ketersediaan akses pada terapi Tuberkulosis, analisis biaya dan sebagainya. Aspek yang perlu dimonitor dan dievaluasi: -
Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu,
-
Sumber daya manusia
-
Sarana, prasana, dan peralatan
-
Standar minimal pelayanan pengurangan dampak buruk
-
Prosedur Pelayanan pengurangan dampak buruk
-
Hambatan pelayanan pengurangan dampak buruk
-
Uraian Rincian Layanan dengan menilai ketersediaan petugas diberbagai tingkat layanan, kepatuhan terhadap protokol, ketersediaan materi pengajaran mengenai kesehatan dan kondom, ketersediaan dan penggunaan catatan terformat
39
-
Pengelolaan yang profesional dan efektif
-
Akuntabilitas dan keajegan (sustainability).
-
Kepuasan dan evaluasi klien secara langsung atau melalui kotak saran.
41
BAB IV Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi adalah bagian integral dari pengembangan program, pemberian layanan, penggunaan optimal sediaan layanan, dan jaminan kualitas. Karena itu untuk kepentingan layanan program pengurangan dampak buruk napza suntik, maka monitoring dan evaluasi hendaknya dilakukan dengan cara sistematis dan berkala pada program pelayanan di sarana kesehatan. Monitoring adalah kegiatan kontrol yang diarahkan atas pelaksanaan program, atau disebut juga dengan istilah evaluasi proses. Sementara Evaluasi adalah kegiatan yang mengkaji sejauhmana program berjalan secara efektif dalam mengubah perilaku peserta program, atau disebut juga dengan istilah evaluasi hasil.
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Monitoring dan Evaluasi dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Dilakukan secara internal artinya adalah pihak Puskesmas secara rutin melakukan pencatatan dan pelaporan atas pelaksanaan program. Dilakukan secara eksternal artinya adalah pihak luar Puskesmas yang bersifat independen melakukan analisis dokumendokumen yang ada serta melakukan kajian terarah tentang hasil dari pelaksanaan program. Tujuan monitoring dan evaluasi adalah: -
Untuk menyusun perencanaan dan tindaklanjut
-
Untuk perbaiki pelaksanaan pelayanan program
-
Untuk mengetahui kemajuan dan hambatan pelayanan program pengurangan dampak buruk Pelayanan program pengurangan dampak membutuhkan sumber daya manusia
yang terlatih dan bermotivasi tinggi. Monitoring secara teratur sangat dibutuhkan untuk memastikan kualitas yang baik dan konsisten, dan akan membantu staf agar terhindar dari kejenuhan. Penilaian dapat dilakukan setiap 6 bulan atau satu tahun oleh Kepala Puskesmas atau penanggung jawab program pengurangan dampak buruk atau konsultan berpengalaman dari luar institusi layanan.
42
40
Lampiran 1
Pemeriksaan Fisik: Formulir Pengkajian Klinis Untuk Puskesmas
Tanggal pemeriksaan Nama Tanggal lahir Alamat sekarang Jenis kelamin Pekerjaan : Tingkat pendidikan Faktor risiko HIV
: : : : :
Keluhan utama
:
: :
Keluhan tambahan : - Demam? - Berat badan menurun? - Sakit kepala? - Pusing? - Kejang? - Sakit mata? - Sakit hidung, telinga dan tenggorokan? - Luka pada mulut? - Keputihan di lidah? - Mual atau muntah? - Nafsu makan menurun? - Diare? - Batuk? - Sesak nafas? - Nyeri dada? - Kaki/tungkai terasa sakit, baal? - Nyeri pada tempat lain? Jika ya, dimana?
-
Berat Badan
-
Tanda vital:
:............kg
Temperatur
:..............°C
Laju nafas
:..............x/menit
Laju nadi
:..............x/menit
Tekanan darah
:..............mmHg
-
Keadaan umum
:
-
Mata
:
Konjungtiva
:
Sklera
:
-
Hidung
:
-
Mulut
:
Bercak putih di lidah? Ulkus? -
Tenggorokan
:
-
Kelenjar getah bening :
-
Paru-paru
:
-
Jantung
:
-
Abdomen
:
Nyeri tekan? Bising usus? -
Area Genital (bila diperlukan)
:
Laboratorium -
Pemeriksaan darah lengkap
:
-
Adakah kelainan kulit? Gatal? Nyeri?
o
Tanggal
:
-
Tanda-tanda IMS? (gunakan pertanyaan yang dapat dipahami ODHA)
o
Hasil
:
43
45
-
-
-
Pemeriksaan fungsi liver o Tanggal : o Hasil : Pemeriksaan BTA o Tanggal : o Hasil : Pemeriksaan Foto Thoraks : o Tanggal : o Hasil : Pemeriksaan HIV : o Tangga : o Hasil : Pemeriksaan CD4 : o Tanggal : o Hasil : Pemeriksaan lain (fungsi ginjal, viral load, dll..): o Tanggal : o Hasil :
ANALISA Diagnosa Diagnosa banding Stadium HIV (WHO) Status fungsional
: : : :
PENATALAKSANAAN Pengobatan
:
Kausatik
:
Simptomatis
:
Profilaksis
:
ARV
:
46
Wanita: 1. Duh vagina yang tidak normal? Bau? Warna? Gatal? 2. Benjolan/tumbuhan? 3. Nyeri saat berkemih? 4. Nyeri di perut bagian bawah? 5. Luka (ulkus) pada daerah genital? 6. Nyeri di daerah selangkang? 7. Ada perdarahan saat berhubungan seks? Jangan lupa tanya tentang haid: 1. Haid terakhir? Kemungkinan hamil? 2. Kram haid? 3. Haid tidak teratur? Lebih pendek atau lebih panjang? Lebih banyak atau lebih sedikit? Berapa pembalut sehari? Pria: 1. Duh yang tidak normal? 2. Benjolan/tumbuhan? 3. Nyeri saat berkemih? 4. Nyeri di perut bagian bawah? 5. Luka (ulkus) pada daerah genital? 6. Nyeri di daerah selangkangan? Apakah memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seks? Apakah menjalankan program KB (Keluarga Berencana)? Metoda KB yang dipakai? Gejala psikiatri? Ansietas dan depresi?(lihat bagan pengkajian dengan menggunakan K10) Adakah ketergantungan napza? (lihat bagan ICD-10) Jika ada, riwayat penggunaan napza? (lihat bagan pengkajian ketergantungan napza) Apakah anda pernah masuk rumah sakit? Jika ya, lihat catatan medis atau diagnosisnya. Obat apa yang sering diminum? Apakah ada masalah setelah minum obat? Apakah anda menggunakan obat-obatan lain (jamu, nafza, obat resep dokter dokter, TB, ARV, dan lain-lain)? Jika ya, sebutkan nama obatnya. Bagaimana penerimaan orang di sekitar anda? (Keluarga, pacar, suami/istri, masyarakat) -
Bagaimana kegiatan anda sehari-hari? Apakah ada hal lain yang ingin dibicarakan?
44
Lampiran 4
Lampiran 2 PROGRAM JARUM SUNTIK STERIL PROGRAM PENCEGAHAN DAN PERAWATAN HIV/AIDS PADA KELOMPOK PENASUN
PROGRAM JARUM SUNTIK STERIL PROGRAM PENCEGAHAN DAN PERAWATAN HIV/AIDS PADA KELOMPOK PENASUN Kuesioner Program Jarum Suntik Steril
FORMULIR PARTISIPASI Program Jarum Suntik Steril Hari/tanggal ____________________Kode Peserta _______________________ Tanggal : ……………………
Lokasi : Tetap _____ Semi Tetap __________ (tulis no lokasi) Tidak Tetap __________ (tulis kode PO)
Kode Partisipan : ………………………… Nama Petugas : ………………………..
1. Jenis Kelamin : 0 Perempuan
1 Laki-laki
2 Transgender
1. Umur : …………………………. 2. Berapa umur Anda ketika anda mulai menggunakan narkoba suntik ? ________ 2. Jenis Kelamin : Laki-laki
Perempuan
Transgender
3. Lokasi : ………………………..(lihat kode lokasi, jika di luar area isi dengan 98) 4. Mengetahui Proyek ini dari : Teman Petugas Lapangan Lembaga lain Lain : .................................................... BACAKAN UNTUK PARTISIPAN : Dengan mengisi ini Anda akan memperoleh Kartu Pengenal Peserta Proyek yang akan melindungi anda dari tuduhan atau penangkapan karena membawa jarum suntik secara tidak sah. Jika anda kehilangan kartu ini, segeralah menghubungi kami dan kami akan menggantinya dengan yang baru. Tentu saja Anda harus mengingat kode yang ada pada kartu pengenal terdahulu.
3. Berapa umur Anda sekarang ? ____________ 4. Narkoba jenis apa yang anda gunakan ketika pertama kali menyuntik ? 1. ____ putaw 3. _______ morfin 2. ____ shabu-shabu 4. ____ lainnya __________________ 5a. Sebelum anda menyuntik, apakah anda menggunakan putaw dengan cara menghirup (nge-drag) 0 ___ tidak 1 ___ ya 5b. Berapa lama anda menggunakan putaw dengan cara menghirup ? 1 ___ hari 3 ___ bulan 2 ___ minggu 4 ___ tahun
…………………………. 6a. Pada 30 hari terakhir ini, jenis narkoba apa saja yang anda gunakan dengan cara suntik? (cek semua yang disebutkan) 1. ____ putaw 3. _______ morfin 2. ____ shabu-shabu 4. ____ lainnya __________________
………………… Paraf
47
49
6b. Dari berbagai jenis narkoba yang disuntikkan, mana yang paling sering anda gunakan dalam 30 hari terakhir ini? 1. ____ putaw 3. _______ morfin 2. ____ shabu-shabu 4. ____ lainnya __________________
Lampiran 3
7a. Dalam 30 hari terakhir ini, berapa hari anda menyuntik narkoba? ____ hari
Ketentuan dan Hak Peserta Program Jarum Suntik Steril
7b. Pada hari anda menyuntik tersebut, berapa kali anda menyuntik dalam satu hari? ____ kali 7. Dalam 30 hari terakhir ini, berapa kali anda menggunakan jarum suntik yang telah digunakan oleh orang lain sebelumn ya? _____ kali 8. Berapa banyak orang yang berbeda yang menggunakan jarum suntik yang sama dengan
PROGRAM JARUM SUNTIK STERIL PROGRAM PENCEGAHAN DAN PERAWATAN HIV/AIDS PADA KELOMPOK PENASUN
Seseorang yang berhak untuk menjadi peserta program jarum suntik steril jika yang bersangkutan memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
anda dalam 30 hari terakhir ini
Harus berumur 18 tahun atau lebih Harus mampu menunjukkan dirinya bahwa dia adalah penasun Harus memiliki jarum suntik bekas untuk bisa ditukarkan dengan yang baru Harus menandatangani surat persetujuan untuk terlibat di dalam program ini secara sukarela.
Seseorang yang telah memenuhi syarat untuk pernjadi peserta program akan memiliki hak sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Untuk tetap anonim, meski ini akan berkonsekuensi tidak dapat mengakses seluruh layanan yang disediakan. Untuk mengundurkan diri dari kepesertaan di dalam program ini. Untuk bebas dari pelecehan fisik dan mental dari petugas pelayanan Untuk mengetahui cara mengajukan keluhan kepada penyedia layanan. Untuk dihormati hak-haknya sebagai individu Untuk memperoleh layanan-layanan lain yang disediakan oleh organisasi atau lembaga lain.
Setelah membaca dan penjelasan tentang ketentuan menjadi peserta dan hak-hak yang dimiliki oleh seseorang setelah menjadi program ini, maka saya sangat mengerti tentang hal tersebut di atas. ______________________________ ___________________ Kode Peserta Tanggal
______________________________ Petugas
50
___________________ Tanggal
48
1
2
20
______/________/_____
1
2
21
______/________/_____
1
2
22
______/________/_____
1
2
23
______/________/_____
1
2
24
______/________/_____
1
2
25
______/________/_____
1
2
51
Alamat
______/________/_____
Nama Lembaga
19
Jenis Rujukan
______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____ ______/________/_____
Tanggal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
JENIS KELAMIN UMUR NO LOKASI*) L P 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
No
TANGGAL TERDAFTAR
Kode Peserta : .................................
NO ID
FORMULIR RUJUKAN PESERTA PROYEK
NO
Kontak
LOKASI : A ; B : (kode lokasi satelit) C : (kode lokasi outreach)
Komentar
Petugas : ................................................. Lokasi : .................................................
DATA PESERTA PJSS
53
52
1 2 3 4 5 6 7 15 16 17 18 19 20
No
No ID Peserta
# Jarum # Jarum # dikembalikan Diberikan Bleach
LOKASI : A ; B : (kode lokasi satelit) C : (kode lokasi outreach)
LAPORAN HARIAN PERJASUN
# Air
# Alkohol Swab
# # Media Kondom
Tanggal : _______________
PROGRAM JARUM SUNTIK STERIL PROGRAM PENCEGAHAN DAN PERAWATAN HIV/AIDS PADA KELOMPOK PENASUN