6
ANALISA LANJUT SDKI 2007
Faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi jangka panjang (mkjp)
PUSLITBANG KB DAN KESEHATAN REPRODUKSI BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL 2009
Laporan ini merupakan hasil analisis lanjut dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesai (SDKI ) tahun 2007, yang bertujuan menggali lebih mendalam temuan-temuan strategis yang berkaitan dengan fertilitas, keluarga berencana dan kesehatan ibu dan anak. Selain itu ada satu analisis lanjut dari data Mini Survei. Laporan analisis lanjut ini terdiri dari 10 buku yaitu : (1) Kelangsungan pemakaian kontrasepsi (2) Unmet Need dan Kebutuhan Pelayanan KB (3) Karakteristik PUS MUPAR menurut provinsi dan kabupaten (4) Proximate Determinant Fertilitas di Indonesia (5) Keinginan remaja untuk ber KB dan jumlah anak yang diinginkan dimasa yang akan datang (6) Faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi jangka panjang (MKJP) (7) Kontribusi Pemakaian Alat Kontrasepsi terhadap Fertilitas (8) Penggunaan Kontrasepsi Pasca Melahirkan (9) Pengetahuan, Sikap, perilaku ber KB Pasangan Usia Subur Muda(10) Peran Faktor Komposisional dan Faktor Kontekstual Terhadap Jumlah Anaka Yang Diinginkan di Indonesia : Permodelan dengan Analisis Multilevel. Informasi lebih lanjut tentang buku laporan hasil penelitian, dapat menghubungi Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi, BKKBN Jl. Permata no 1, Halim Perdanakusuma, Jakarta
6
ANALISA LANJUT SDKI 2007
Faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi jangka panjang (mkjp)
Penulis Dra. Leli Asih Dra. Hadriah Oesman, MS
PUSLITBANG KB DAN KESEHATAN REPRODUKSI BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL 2009
ANALISA LANJUT SDKI 2007 6. Faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi jangka panjang (mkjp)
Penulis Dra. Leli Asih Dra. Hadriah Oesman, MS
v + 42 hal ISBN : 978-602-8633-17-8
Hak cipta @2009 pada penerbit dilindungi Undang-Undang Penerbit :Penerbit KB dan Kesehatan Reproduksi, BKKBN Jl. Permata 1, Halim Perdanakusuma, Jakarta -13650
KATA PENGANTAR
SDKI 2007 adalah survei demografi dan kesehatan berskala nasional yang dilakukan di 33 provinsi dan merupakan survei ke enam yang diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1987. Survei SDKI 2007 mempunyai data yang cukup lengkap dan menarik untuk dianalisa lebih lanjut dan mendalam untuk mengetahui faktor-faktor dan karakteristik yang berhubungan dengan kasus tertentu dalam rangka mempelajari dan mendalami isu-isu khusus yang strategis. Penentuan topik untuk analisa lanjut ini dilakukan melalui suatu proses yang diawali dari pertemuan dengan komponen di lingkungan BKKBN untuk mendapatkan masukan dan memperoleh informasi tentang prioritas program. Cukup banyak topik yang diajukan, namun dengan keterbatasan dana yang tersedia maka dalam tahun 2009 dengan anggaran APBN telah dipilih 10 topik yang dianggap prioritas untuk dilakukan analisa lebih lanjut. Salah satu topik tersebut adalah . Untuk itu kami mengucapkan selamat dan terima kasih serta penghargaan yang sebesarbesarnya kepada para penulis baik dari BKKBN, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan –Universitas Gadjah Mada maupun Fakultas Kesehatan Masyarakat-Universitas Indonesia Kami menyadari bahwa analisis ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian kami mengharapkan analisis ini dapat bermanfaat bagi para penentu kebijakan dan para pengelola program untuk membuat program-program intervensi. Untuk penyempurnaan tulisan ini, khususnya untuk penerbitan di masa mendatang, saran serta kritik yang membangun sangat kami hargai. Semoga upaya kita ini mendapatkan ridho dari Tuhan yang Maha Esa.
Jakarta, Desember 2009 PUSLITBANG KB DAN KESEHATAN REPRODUKSI Kepala,
DR. Ida Bagus Permana, MSc.
PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU BERKB PASANGAN USIA SUBUR MUDA DI INDONESIA
DAFTAR PUSTAKA KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i DAFTAS ISI .................................................................................................................. iii RINGKASAN.................................................................................................................. v
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.3
Latar Belakang .......................................................................................................... 1 Permasalahan Penelitian ............................................................................................ 3 Tujuan ..................................................................................................................... 3 Manfaat Analisis ...................................................................................................... 4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan ........................................................................... 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................5
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN METODOLOGI ANALISIS
3.1 3.1.1 3.1.2 3.1.3 3.2 3.2.1 3.2.2 3.2.3 3.2.4 3.2.5
BAB IV 4.1 4.1.1 4.1.2 4.1.3 4.2 4.2.1 4.2.2 4.2.3 4.3
Kerangka Pikir Analisis........................................................................................... 13 Kerangka Konsep .................................................................................................... 13 Hipotesa .................................................................................................................. 14 Definisi Operasional................................................................................................ 14 Metodologi Analisis ................................................................................................ 16 Rancangan Analisis ................................................................................................. 16 Sumber Data ........................................................................................................... 16 Unit Analisis .......................................................................................................... 16 Metoda Analisis ..................................................................................................... 16 Pengukuran dan Variabel yang dianalisis ................................................................ 18
HASIL ANALISIS Hasil Analisis Univariate ......................................................................................... 21 Karaketristik latar Belakang Responden .................................................................. 21 Keterpaparan Program KB ...................................................................................... 23 Faktor Lingkungan ................................................................................................ 24 Hasil Analisis Bivariate ......................................................................................... 25 Pemakaian Kontrasepsi MKJP dan hubunganya dengan faktor individu ................. 25 Pemakaian kontrasepsi MKJP dan hubungannya dengan faktor program ................ 27 Pemakaian kontrasepsi MKJP dan hubungannya dengan faktor lingkungan ............ 28 Hasil Analisis Mulitivariate: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian MKJP............................................... 29
BAB V
PEMBAHASAN ...............................................................................................33
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................39 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................41
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
iii
RINGKASAN Analisis lanjut tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian Kontrasepsi Metode Jangka Panjang (MKJP) bertujuan untuk melihat karakteristik pemakaian MKJP dan mengalanisis faktorfaktor yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepi jangka panjang (MKJP) di Indonesia. Analisis ini menggunakan sampel wanita kawin usia 15-49 tahun pemakai kontrasepsi yang berasal dari data SDKI 2007. Jumlah wanita kawin yang digunakan sebagai sampel dari analisis ini sebanyak 18.969 orang. Analisis data dilakukan dalam tiga tahap, yaitu analisis univariat, bivariat dan multivariat. Uji hubungan yang digunakan adalah uji statistik Chi- square untuk melihat keeratan hubungan antar variabel dan untuk menguji variabel-variabel mana yang paling berpengaruh dilakukan dengan uji multiple regresi logistik. Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dilihat dari faktor sosiodemografi yang diwakili oleh variabel daerah tempat tinggal, umur, pendidikan, pekerjaan, tingkat kesejahteraan, jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup,jumlah anak yang diingikan, peran serta wanita dalam pengambilan keputusan, keterpaparan program KB (tahu cara KB, kesertaan KB,) dan faktor lingkungan (peran pasangan dan keterpaparan terhadap informasi tentang KB) Dari analisis diperoleh temuan bahwa pemakaian kontrasepsi MKJP masih rendah, kurang dari seperlima wanita pemakai kontrasepsi yang memilih kontrasepsi MKJP sebagai cara untuk mengatur kehamilan. Beberapa faktor sosiodemografi, keterpaparan program dan keterpaparan informasi terlihat berpengaruh dengan pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang. Hubungan beberapa variabel dengan pemakaian kontrasepsi MKJP : Dari 9 (enam) variabel sosiodemografi, ternyata variabel jumlah anak yang diinginkan yang tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pemakaian kontraspesi MKJP. Sementara variabel umur, pekerjaan, tempat tinggal, pendidikan, indeks kesejahteraan dan jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup, status wanita, memberikan hubungan yang positif dan bermakna (P<0.05). Pria yang berdomisili di perkotaan, pendidikan tinggi, dengan indeks kesejahteraan tinggi dan memiliki anak sedikit cenderung berpeluang untuk memakai kontrasepsi MKJP. Diantara 4 (empat) variabel keterpaparan program KB yang mencakup pengetahuan tentang kontrasepsi, pernah memakai kontrasepsi sebelumnya, pernah mendapatkan informed choice dan informed consent, tiga variabel menunjukkan hubungan yang bermakna (p<0.05). Satu variabel yaitu mendapatkan informed consent tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Semua variabel sumber informasi yang mencakup: media elektronik, media cetak, sumber informasi lain, menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pemakaian kontrasepsi MKJP. Pernah mendapatkan penerangan KB dari TOMA/TOGA dalam memberikan peluang untuk memakai kontrasepsi MKJP hampir 2 kalinya (OR= 1, 709); media cetak sebanyak 1 kali (OR=1,36) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi MKJP dari 19 variabel yang dianalisis, terdapat 14 variabel yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi MKJP, yaitu : umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, tempat tinggal, jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup, indeks kekayaan, status wanita, pengetahuan KB, mendapatkan informed choice, dukungan pasangan dalam ber KB, mendapatkan informasi KB dalam 6 bulan terakhir melalui media cetak, petugas, TOMA/TOGA, keluarga/teman. Diantara variabel tersebut, yang terkuat mempengaruhi pemakain kontrasepsi MKJP adalah informasi umur dengan nilai OR = 3.154 , Penerangan KB dari TOMA/TOGA OR= 1.347, pekerjaan ibu OR=1,352, peranan media cetak OR = 1,347 dan pengetahuan tentang kontrasepsi OR=1,341. Faktor yang berpengaruh yang dapat diintervensi adalah pengetahuan tentang kontrasepsi, maka masih diperlukan penyuluhan kepada wanita tentang alat kontrasepsi dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Forum yang bisa dipakai untuk memberikan penyuluhan, dari analisis ini adalah dengan memanfaatkan TOMA/TOGA, dan media cetak dapat dipakai untuk media informasi dalam meningkatkan pengetahuan wanita dalam ber kontrasepsi secara efektif dan efisien. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP )
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Berdasarkan proyeksi penduduk yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2025, perkiraan penduduk Indonesia sekitar 273,65 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cenderung menurun, dimana pada tahun 1971-1980 adalah 2,30 persen, tahun 1980-1990 adalah 1,97 persen, tahun 1990-2000 sebanyak 1,49 persen dan tahun 2000-2005 turun lagi menjadi 1,3 persen. Namun bila dilihat menurut provinsi, laju pertumbuhan penduduk tersebut tidak merata, berfluktuasi dan malah ada yang meningkat. Sementara itu, angka Total Fertility Rate (TFR) pada pasangan usia subur di Indonesia menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dibanding dengan tahun 2002 dari survei yang sama tidak mengalami perubahan (stagnasi). BKKBN sebagai lembaga pemerintah di Indonesia mempunyai tugas untuk mengendalikan fertilitas melalui pendekatan 4 (empat) pilar program, yaitu Program Keluarga Berencana (KB), Kesehatan Reproduksi (KR), Keluarga Sejahtera (KS) dan Pemberdayaan Keluarga (PK). Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2009-2014, tertuang bahwa dalam rangka mempercepat pengendalian fertilitas melalui penggunaan kontrasepsi, program keluarga berencana nasional di Indonesia lebih diarahkan kepada pemakaian Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu upaya dalam Program Keluarga Berencana untuk pengendalian fertilitas atau menekan pertumbuhan penduduk yang paling efektif. Di dalam pelaksanannya diupayakan agar semua metoda atau alat kontrasepsi yang disediakan dan ditawarkan kepada masyarakat memberikan manfaat optimal dengan meminimalkan efek samping maupun keluhan yang ditimbulkan. Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang adalah kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama, lebih dari dua tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan pada pasangan yang sudah tidak ingin tambah anak lagi. Jenis metoda yang termasuk dalam kelompok ini adalah metoda kontrasepsi mantap (pria dan wanita), implant, dan Intra Uterine Device (IUD). Berbeda dengan di negara Eropa umumnya, MKJP yang dikenal dengan Long Acting Contraceptive System (LACS) adalah metoda kontrasepsi yang penggunaannya tidak setiap hari (seperti pil) atau tidak digunakan setiap melakukan sanggama (seperti kondom), dengan demikian suntikan KB dalam hal ini digolongkan sebagai MKJP. Long Acting Contraceptive System dikelompokkan menurut Reversible (IUD, Implant, suntikan) dan Irreversible (Kontap pria dan wanita) MKJP yang sebelumnya dikenal dengan MKET (Metoda Kontrasepsi Efektif Terpilih) telah mulai digalakkan oleh pemerintah di Indonesia lebih dari 10 tahun yang lalu. Pada tahun 1996 , FKUI (Azwar,A) telah melakukan suatu Operasional Research terhadap pelayanan metoda MKJP di beberapa rumah sakit di Jakarta. Hasil penelitian ini merekomendasikan bahwa pelayanan MKJP seyogyanya dilakukan di rumah sakit dan perlu diikuti dengan upaya perbaikan mutu pelayanannya Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
1
baik terhadap provider, kelengkapan sarana dan prasarana di rumah sakit dan pendekatan Quality Assurance. Penelitian lainnya tentang MKJP di Provinsi Riau pada tahun 2008, dengan metoda PDCA Cycle, yang tidak jauh berbeda dengan metoda Operational Research di tingkat puskesmas, mengungkap bahwa rendahnya pemakaian MKJP disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat tentang MKJP dimana kualitas sosialisasi MKJP masih belum optimal. Dibuktikan bahwa dengan memperbaiki kualitas sosialisasi MKJP termasuk tenaga, sarana dan prasarana dapat meningkatkan pengetahuan klien tentang MKJP dan bahkan partisipasi klien yang datang ke puskesmas tersebut untuk menggunakan MKJP makin bertambah, terutama terhadap kontap wanita. Pemakaian MKJP memiliki banyak keuntungan, baik dilihat dari segi program, maupun dari sisi klien (pemakai). Disamping mempercepat penurunan TFR, penggunaan kontrasepsi MKJP juga lebih efisien karena dapat dipakai dalam waktu yang lama serta lebih aman dan efektif. Metoda kontrasepsi ini sangat tepat digunakan pada kondisi krisis yang dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia terutama pada masyarakat yang tergolong kurang mampu/miskin. Dalam situasi ini, kelompok masyarakat miskin merupakan fokus garapan pemerintah yang dianggap sangat strategis. Dilihat angka kegagalan MKJP relatif lebih rendah dibanding non-MKJP. Angka kegagalan MKJP dilaporkan sebesar 0-2 per1000 pengguna, sedangkan metoda non-MKJP dilaporkan terjadi lebih dari 10 per 1000 pengguna. Dari hal tersebut terlihat bahwa metoda MKJP lebih efektif untuk dapat mencegah terjadinya kehamilan pada penggunanya (Prawiro, 1999). C. Lipetz et.al (2008) menurut
hasil penelitian tentang Cost-effectivenes kontrasepsi melaporkan bahwa Long Acting Reversible Contraception Implanon® lebih cost effective dibandingkan dengan oral kontrasepsi, yaitu hampir 2-3 kali lipat. Menurut NICE (National Institute for Health Clinical Excellence), metode KB Implant, IUD dan injeksi (LARCS) menduduki peringkat ke empat lebih cost effective, sementara peringkat pertama adalah Implanon®
Dilain pihak, di dalam pengelolaan pelayanan kontrasepsi di masyarakat pemerintah telah menerapkan kebijakan penggunaan kontrasepsi yang rasional, efektif dan efisien. Pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan KB dengan memperhatikan kepuasan klien. Hal ini sesuai dengan pendapat Haimovich, pada Konggres Nasional Ginekologi (September, 2009) di Spanyol yang menghimbau para profesi perlunya upaya untuk membantu apa yang diinginkan klien dan dituntut dapat beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan/kepuasan klien. Penyiapan berbagai metoda kontrasepsi dengan Cafetaria System juga sudah menjadi arah kebijakan BKKBN. Sejalan dengan itu, penerapan pelayanan KB-MKJP, dituntut memberikan pelayanan yang berkualitas, rasional, efektif dan efisien. Pelayanan MKJP perlu didukung dengan tenaga kesehatan yang profesional dan kompeten. Sementara penggunaan MKJP lebih tepat dan efektif digunakan jika keluarga sudah tidak menginginkan anak lagi atau ingin membatasi/menjarangkan kelahiran dalam waktu yang cukup lama yang disesuaikan dengan umur dan jumlah anak yang dimiliki. Hasil penelitian Haimovich (2009) melaporkan telah terjadi peningkatan penggunaan metoda kontrasepsi LARCS di 14 negara Eropa, yaitu dari 18 persen (2003-2004) menjadi 20 persen (2005-2006). Diantara metoda ini, yang tertinggi digunakan wanita adalah IUD jenis LNG-IUS dan Cu-IUD. Metoda ini umumnya digunakan oleh wanita usia diatas 30 tahun, sudah mempunyai anak dan tidak ingin tambah anak lagi serta ditujukan bagi mereka yang ingin mencari solusi untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang. Hal sebaliknya di Indonesia pemakaian MKJP cenderung menurun. Menurut data SDKI pada tahun 1991, proporsi pemakaian MKJP 19,7 persen; tahun 1994: 19 persen, tahun 1997: 17,5 persen, tahun 2002 14,6 persen dan pada tahun 2007 turun menjadi 10,9 persen. Data terakhir dari SDKI tahun 2007 memperlihatkan prevalensi pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4 persen dan 11 persen diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 persen), implant (2,8 persen), MOW (3 persen) dan MOP (0,2 persen). Tampaknya para wanita peserta KB lebih menyukai pemakaian metoda kontrasepsi non-MKJP dan yang terbanyak adalah suntikan (31,9 persen) dan pil (13,2 persen). 2
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
Rendahnya pemakaian MKJP di kalangan wanita pernah kawin di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, yang pada analisis ini dapat dikelompokkan menurut faktor individu (klien), faktor program yang berkaitan dengan kualitas pelayanan dan lingkungan. Disinyalir, banyak pasangan yang sudah tidak ingin anak lagi ataupun ingin menunda kehamilan lebih dari 2 tahun, tetapi memakai kontrasepsi yang bukan/non- MKJP. Hasil Mini survei peserta KB aktif, dan hasil studi tentang kualitas pelayanan KB, mengungkap bahwa cukup banyak peserta KB yang menggunakan cara KB dengan tidak rasional (tidak sesuai dengan umur ibu, jumlah anak yang diinginkan dan kondisi kesehatan ibu). Fenomena ini merupakan hal yang tidak efisien, sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Melalui analisis data sekunder dari data hasil survei SDKI tahun 2007, perlu diketahui faktorfaktor apa yang menyebabkan rendahnya pemakaian kontrasepsi MKJP di kalangan wanita pasangan usia subur di Indonesia.
1.2 Permasalahan Penelitian TFR di Indonesia selama periode 5 tahun SDKI (2002 dan 2007 tidak mengalami peningkatan atau stagnan MKJP kurang diminati masyarakat sehingga proporsi pemakaian MKJP jauh lebih rendah dibandingkan dengan non MKJP Pelayanan MKJP memerlukan kesiapan sarana pelayanan (tenaga, tempat, ketersediaan alkon) yang memadai Penggunaan MKJP cenderung tidak rasional (tidak sesuai dengan jumlah anak, tujuan pemakaian) Beberapa kebijakan mengenai Keluarga Berencana dan pemakaian kontrasepsi yang saling bertentangan Dari permasalahan yang diungkapkan dan berdasarkan data yang tersedia maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang perlu dijawab dalam analisis ini : Apakah pemakaian MKJP mempunyai hubungan dengan faktor individu ? Apakah pemakaian MKJP mempunyai hubungan dengan faktor program yang berkaitan dengan kualitas pelayanan KB ? Pemakaian MKJP mempunyai hubungan dengan faktor lingkungan Bagaimana gambaran karakteristik pemakai MKJP
1.3
Tujuan
Tujuan Umum: Untuk melihat karakteristik pemakaian MKJP dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi jangka panjang (MKJP) di Indonesia Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik pemakai MKJP. 2. Mengetahui keterpaparan terhadap informasi program KB. 3. Mengetahui hubungan masing-masing variabel terhadap pemakaian MKJP. 4. Mempelajari faktor yang paling berpengaruh terhadap pemakaian MKJP.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
3
1.4
Manfaat Analisis
Hasil analisis ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi pengelola dan penentu kebijakan sebagai bahan masukan untuk menyusun strategi operasional untuk meningkatkan cakupan penggunaan MKJP dalam upaya mempercepat penurunan TFR
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Analisis Ruang lingkup studi analisis adalah untuk mempelajari hubungan antara beberapa faktor individu(karakteristik latar belakang), faktor keterpaparan program (pengetahuan tentang alat kontrasepsi dan pengalaman ber KB) serta faktor lingkungan yaitu keterpaparan terhadap informasi KB dengan penggunaan MKJP. Sumber data yang digunakan sepenuhnya berasal dari hasil survei SDKI tahun 2007 dengan unit analisis wanita berstatus kawin yang memakai kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yang tersebar pada hampir seluruh provinsi di Indonesia. Beberapa variabel yang ingin diamati yang terkait dengan pemakaian kontrasepsi MKJP tidak tersedia secara lengkap karena terbatas dari variabel yang tersedia dari kuesioner SDKI 2007 wanita. Sehingga hal-hal lain yang ingin diketahui lebih lanjut tidak bisa terjawab secara maksimal. Namun demikian akan dibatasi dengan memformulasi suatu definisi operasional yang mendekati variabel dimaksud. Untuk memperkaya analisis ini, dibandingkan data pemakai MKJP dengan data pemakai non-MKJP dari survei yang sama.
4
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Program keluarga berencana (KB) merupakan program yang dicanangkan pemerintah dengan tujuan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk di Indonesia. Program KB di Indonesia telah diakui dunia keberhasilannya, namun beberapa tahun terakhir tampak mengalami kemunduran. Hal ini terlihat dari angka TFR yang dicapai menurut hasil SDKI 2002 dan SDKI 2007 tetap pada angka 2,6 anak untuk setiap wanita. Dalam keluarga berencana, kontrasepsi merupakan variabel utama yang digunakan untuk menurunkan angka kelahiran. Pada dasarnya, pelayanan kontrasepsi lebih cost-effective dan relatif murah dibandingkan dengan kehamilan yang tidak diinginkan. Hasil penelitian di United Kingdom melaporkan bahwa penghematan pengeluaran pemerintah dihitung sekitar sepertiga dari kejadian kehamilan yang tidak diinginkan (C.Lipetz, et.al, 2009)
Secara umum, permasalahan yang dihadapi program KB antara lain: o
Kepercayaan, pada dasarnya semua kepercayaan yang ada di Indonesia menerima gagasan dari KB walaupun terdapat perbedaan pandangan tentang metode pelaksanaan dan alat kontrasepsi yang digunakan.
o
Budaya, seperti faktor pengambilan keputusan yang dilakukan tidak oleh istri belum puas bila tidak memiliki anak perempuan atau lelaki, percaya banyak anak banyak rezeki, serta anggapan bahwa perempuan yang hamil dan melahirkan sehingga yang harus menggunakan alat kontrasepsi agar tidak hamil.
o
Perempuan yang karena kemiskinan dan pendidikan rendah terpaksa menikah pada usia muda
o
Terbatasnya alat kontrasepsi yang dapat digunakan pria
o
Dengan adanya alat-alat kontrasepsi yang dapat mencegah terjadinya kehamilan terutama kondom yang dapat membantu mencegah penyakit kelamin, dikhawatirkan akan semakin banyaknya praktek prostitusi di masyarakat.
o
Adanya efek samping atau masalah kesehatan akibat penggunaan alat kontrasepsi.
Disamping itu, permasalahan baru yang muncul akhir-akhir ini di Indonesia adalah yang berkaitan dengan Otonomi Daerah dan pengalihan kewenangan program KB yang semakin memperberat upaya keberlangsungan Program Keluarga Berencana di Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
5
Konsep Dasar Kontrasepsi Kontrasepsi atau alat/ cara KB adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara (Reversible) dan permanen (Irreversible). Bila dilihat berdasarkan kandungannya, kontrasepsi dapat dibedakan sebagai kontrasepsi hormonal (pil, suntikan, implant dan akhir-akhir ini baru diperkenalkan IUD-mirena atau LNG-IUS) dan kontrasepsi non-hormonal (kondom, IUD-TCu, dan metoda kontap). Kontrasepsi yang dianggap ideal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut 1.
Dapat dipercaya
2.
Tidak menimbulkan efek yang menganggu kesehatan
3.
Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan
4.
Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus.
5.
Tidak memerlukan motivasi terus menerus
6.
Mudah pelaksanaannya
7.
Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
8.
Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan bersangkutan.
Namun demikian fatwa MUI masih mengisyaratkan bahwa kontrasepsi haruslah bersifat reversible atau sementara/dapat balik dan masih belum memperkenankan kontrasepsi yang bersifat permanen. Dengan demikian, di dalam persyaratan kontrasepsi di Indonesia memasukan syarat reversible sebagai salah satu syarat penting dari suatu kontrasepsi yang dianggap ideal/ baik. Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Metoda kontrasepsi menurut jangka waktu pemakaiannya dibagi atas dua kelompok, yaitu metoda kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan metoda kontrasepsi non-MKJP. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang atau disingkat dengan MKJP merupakan kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama lebih dari 2 tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan atau sudah tidak ingin tambah anak lagi. Hal yang sama diungkap oleh Prawiroharjo,S (1999), bahwa metode kontrasepsi Jangka Panjang merupakan kontrasepsi yang dapat bertahan antara tiga tahun sampai seumur hidup, seperti IUD, Implant/susuk KB dan Sterililisasi pada pria/wanita. Dilihat angka kegagalannya, metoda MKJP dilaporkan terjadi pada 0-2 per 1000 pengguna sedangkan metoda non-MKJP dilaporkan terjadi lebih dari 10 per 1000 pengguna, terlihat bahwa metoda MKJP lebih efektif untuk dapat mencegah terjadinya kehamilan pada penggunanya dibanding non-MKJP. Berbeda dengan di negara Eropa lainnya, NHS Information Center (2009), mendefinisikan bahwa MKJP yang disebut dengan Long Acting Contraception Methode adalah metoda kontrasepsi yang penggunaannya tidak setiap hari sebagaimana pil KB atau tidak setiap kali melakukan sanggama seperti kondom. Kontrasepsi jangka panjang dikelompokkan berdasarkan cara kerjanya, yaitu 6
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
reversible (Long Acting Contraception Reversible System) dan irreversible (Long Acting Contraception Irreversible System). Dalam lima tahun terakhir, pemakaian MKJP atau Long Acting Reversible Contraception di Eropa meningkat dan yang paling diminati adalah IUD (LNG IUS dan CU-IUD). Selanjutnya dikatakan bahwa metoda LARC adalah suntikan yang dapat mencegah kehamilan hingga tiga bulan, Implant selama 3 tahun dan IUD selama 5 tahun atau lebih. Metoda IUD adalah salah satu solusi ke depan diantara kontrasepsi jangka panjang dan aman digunakan pada wanita beresiko tinggi. a. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Alat kontrasepsi dalam rahim atau yang dikenal dengan IUD (Intra-Uterine Devices) merupakan kontrasepi non hormonal yang dipasang rahim. IUD atau yang dikenal pula dengan AKDR atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim. Ada beberapa jenis alat KB yang bekerja dari dalam rahim untuk mencegah pembuahan sel telur oleh sperma. Spiral bisa bertahan dalam rahim dan terus menghambat pembuahan sampai 10 tahun lamanya. Setelah itu harus dikeluarkan dan diganti. Bahan spiral yang paling umum digunakan adalah plastik, atau plastik bercampur tembaga. Spiral mempunyai efek samping haid menjadi lebih lama dan lebih banyak. Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan. Spiral tidak menjamin dapat melindungi dari berbagai penyakit yang menular melalui hubungan seksual, termasuk HIV/AIDS, dan tidak dianjurkan digunakan pada wanita yang memiliki penyakit komplikasi radang mulut rahim yang serius. Cara kerjanya adalah sebagai berikut : o
Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii
o
Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
o
AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu
o
Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus
Keuntungan penggunaannya adalah sebagai berikut : o
Memilki efektivitas tinggi (6 kegagalan dalam 1000 kehamilan)
o
Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti)
o
AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
o
Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat
o
Tidak mempengaruhi hubungan seksual dan meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
o
Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A)
o
Kesuburan segera kembali setelah IUD diangkat
o
Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir )
o
Membantu mencegah kehamilan ektopik
o
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
o
Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi)
o
Tidak ada interaksi dengan obat-obat Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
7
Efek samping yang umum terjadi adalah sebagai berikut : o Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan berkurang setelah tiga bulan ) o Haid lebih lama dan banyak
o Perdarahan antar menstruasi o Saat haid lebih sakit Komplikasi lain : o Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan o Perdarahan berat pada waktu haid o Perforasi dinding uterus
o Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
o Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan o Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR b.
Implant atau susuk
Implant merupakan alat kontrasepsi yang dipasang atau disisipkan di bawah kulit, efektif mencegah kehamilan dengan cara mengalirkan secara perlahan-lahan hormon yang dibawanya. Selanjutnya hormon akan mengalir ke dalam tubuh lewat pembuluh-pembuluh darah. Hormon yang dikandung dalam susuk ini adalah levonorgestrel (LNG), yakni hormon yang berfungsi menghentikan suplai hormon estrogen yang berfungsi mendorong pembentukan lapisan dinding lemak dan dengan demikian menyebabkan terjadinya menstruasi. Cara kerja implant: mengganggu serviks menjadi kental, mengganggu pembentukan proses endometrium sehingga sulit terjadi implantasi dan mengurangi transportasi sperma serta menekan ovulasi o Jenis implant yang ada sekarang dalam program KB adalah implant 2 batang dengan efektifitas pemakaian 3 (tiga) tahun, berupa silastik yang panjangnya 3,4 cm dengan diameter 2,4 mm dan mengandung levonorgestrel 75 mg. o Dipasang secara subdermal pada lengan bagian dalam sebelah kanan atas dengan menggunakan insisi dan anestesi lokal dengan bantuan trokar. o Angka kehamilannya cukup rendah antara 0.2-1 kehamilan per 100 wanita o Kembalinya kesuburan tinggi setelah pencabutan o Keterbatasan metode ini dapat menyebabkan perubahan pola haid berupa perdarahan bercak atau spotting, hipermenorea, atau meningkatnya jumlah darah haid serta amenorea. o Aman dipakai pada masa laktasi Dibandingkan pil atau suntikan KB, hormon yang terkandung dalam susuk ini lebih sedikit. Namun demikian, efek sampingan yang dibawanya tetap ada. Oleh karena itu, sebelumnya pemakai harus mengkonsultasikan riwayat dan kondisi kesehatannya terlebih dulu kepada dokter. Selain itu hanya dokter dan petugas medis yang terlatih, yang dapat memasangkan susuk KB ini.
8
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
c.
Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma (pada lelaki). Kontap adalah salah satu cara kontrasepsi untuk mengakhiri kelahiran. Kontrasepsi mantap (Kontap) dikenal ada dua macam, yaitu Kontap Pria atau MOP atau Vasektomi dan Kontap Wanita atau MOW atau Tubektomi. Efektifitasnya tinggi, dengan angka kegagalan rendah, dan kejadian kegagalan disebabkan oleh tehnik operatif yang kurang baik ataupun rekanalisasi spontan, serta efek samping minimal. Keuntungan Kontap di bandingkan kontrasepsi yang lain adalah lebih aman (keluhan lebih sedikit), lebih praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan), dan lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil) serta ekonomis.
MOW (Metoda Operasi Wanita) MOW adalah tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri, yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati sel telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki-laki sehingga tidak terjadi kehamilan. Dengan mengoklusi (mengikat dan memotong atau memasang cincin) tuba falopii maka sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. MOW adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau kesuburan seorang wanita o Sangat efektif dan permanen o Merupakan tindakan yang aman dan sederhana, tidak ada efek samping o Diperlukan konseling o Sangat efektif (0.5 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaan). o Tidak mempengaruhi proses menyusui o Tidak tergantung pada faktor sanggama o Pembedahan sederhana dengan anestesi lokal o Tidak ada perubahan dalam produksi hormon ovarium Keterbatasan : harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini, kecuali dengan rekanalisasi, ada rasa tidak nyaman dalam jangka pendek pasca operasi, harus dilakukan oleh dokter yang terlatih
MOP (Metoda Operasi Pria) MOP atau vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur tranportasi sperma terhambat dan proses fertilitasi (penyatuan dengan ovum tidak terjadi). Tindakan oklusi dilakukan terhadap kedua saluran mani sebelah kanan dan sebelah kiri sehingga tidak dapat menyebabkan kehamilan. MOP sangat efektif, tidak ada efek samping jangka panjang, tindak bedah aman dan sederhana, serta dapat digunakan seumur hidup dan tidak mengganggu kehidupan suami isteri. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan MKJP: Berikut beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan MKJP baik di Indonesia maupun di beberapa negara lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
9
1. Operasional Riset: Upaya Meningkatkan Mutu pelayanan metode kontrasepsi Jangka Panjang di rumah sakit (Azrul Azwar, 1996) Azwar, A (1996) dalam penelitiannya tentang “Upaya meningkatkan mutu pelayanan metode kontrasepsi jangka panjang di rumah sakit”, yaitu suatu Studi Operasional yang dilakukan di 23 rumah di Jakarta selama 29 bulan. Studi ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan pemakaian MKJP dengan memperhatikan aspek mutu pelayanan khususnya terhadap jaminan kualitas pelayanan. Harapannya dari hasil kajian ini dapat memberikan kontribusi tidak hanya untuk peningkatan kualitas pelayanan kontrasepsi jangka panjang di rumah sakit tetapi juga dapat digunakan sebagai model untuk pengembangan program jaminan kualitas layanan lain di rumah sakit. Dari hasil assesment OR ini dijelaskan bahwa pelayanan MKJP di rumah sakit diterima dengan baik, namun masih perlu ditingkatkan mutu pelayanannya khususnya Quality Assurance (Jaminan Pelayanannya). Meskipun begitu faktor lingkungan, proses dan output dan kondisi untuk pelayanan kontrasepsi jangka panjang dapat diterima. Pengetahuan dan praktek dari provider mengenai konsep dasar dan kegiatan dari program jaminan kualitas perlu diperbaiki. Intervensi yang dilakukan berupa program pelatihan, yaitu: 1) orientasi pada program jaminan kualitas bagi direktur rumah sakit, 2) pelatihan pada program jaminan kualitas bagi tim jaminan kualitas rumah sakit, dan 3) seminar tentang program jaminan kualitas bagi seluruh staf rumah sakit. Beberapa faktor yang ditampilkan memiliki pengaruh nyata terhadap keberhasilan upaya penjaminan kualitas pelayanan MKJP, yaitu peran pimpinan Tim, tanggung jawab anggota Tim, Kerja dari anggota Tim. Ada faktor yang berkaitan dengan aspek teoritik program jaminan kualitas dan yang lainnya yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kualitas rumah sakit program keluarga berencana. 2. Studi Peningkatan Mutu Sosialisasi KB-MKJP di Puskesmas Harapan Raya, Provinsi Riau, 2008 (Israr, YA.dkk, 2008) Studi ini dilakukan dengan metode PDCA-Cycle, yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Riau terhadap pengunjung puskesmas Harapan Raya yang hendak ber-KB. Studi ini bertujuan untuk meningkatkan kesertaan KB- MKJP melalui upaya peningkatan mutu sosialisasi KBMKJP di Puskesmas Harapan Raya. Hasil assesment studi ini melaporkan rendahnya angka cakupan KB-MKJP dikarenakan masih sangat rendahnya tingkat pengetahuan PUS tentang metode kontrasepsi jangka panjang. Hanya lima persen pengunjung yang datang ke puskesmas tersebut dalam priode waktu penelitian yang mengetahui tentang KB-MKJP.
Lebih jauh diketahui bahwa rendahnya MKJP di puskesmas ini lebih disebabkan oleh kualitas pelayanan KB yang kurang baik, terutama sosialisasi tentang KB-MKJP kepada masyarakat belum dilaksanakan secara optimal. Banyak anggapan yang salah mengenai KB-MKJP, tidak tersedianya media informasi seperti poster, folder, ataupun pelaksanaan penyuluhan mengenai KB-MKJP, kurangnya tenaga dalam mensosialisasikan KB-MKJP, dan tidak adanya alokasi dana khusus untuk sosialisasi KB khususnya MKJP. Sosialisasi yang benar dapat
menghindari terjadinya kesalah pahaman dan kekeliruan dalam pelaksanaan suatu kegiatan dan untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan metode penyediaaan media informasi seperti poster, folder. Upaya yang dilakukan adalah kegiatan peningkatan mutu sosialisasi KB-MKJP, baik di dalam gedung puskesmas maupun di luar puskesmas, yaitu berupa pengadaan media informasi yang ditujukan kepada semua pengunjung yang datang ke puskesmas, penyebaran folder dan pemasangan poster KB-MKJP. Kegiatan ini juga disertai dengan pelaksanaan konseling mengenai KB-MKJP kepada setiap PUS yang berkunjung ke poliklinik KIA-KB, penyuluhan dalam gedung puskesmas dan kegiatan penyuluhan di luar gedung yaitu di Kantor Kelurahan terhadap para kader posyandu 10
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya. Diharapkan para kader yang telah mendapat penyuluhan dapat memberikan pengetahuan dan informasi yang benar mengenai KB-MKJP saat melaksanakan kegiatannya sebagai kader di Posyandu nantinya. Hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan kearah perbaikan, dimana proporsi pengunjung Puskesmas Harapan Raya dengan kategori pengetahuan kurang turun dari 70 persen (sebelum dilakukannya upaya-upaya perbaikan) menjadi 15 persen setelah dilakukan perbaikan. Disamping itu juga terjadi peningkatan partisipasi PUS yang tercatat sebagai pengunjung puskesmas tersebut untuk mengikuti kontap terutama kontap wanita. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi yang dilakukan sudah cukup berhasil. Studi ini merekomendasikan perlunya penambahan petugas pelaksanaan sosialisasi KB-MKJP dan usulan alokasi dana khusus untuk kegiatan sosialisasi KB-MKJP agar pelaksanaan sosialisasi KB-MKJP tidak terkendala. 3.
Hasil Penelitian Faktor –faktor yang mempengaruhi pemakaian IUD (Endah Winarni dkk, 2000)
Dari karakteristik latar belakang responden wanita terungkap bahwa yang mempengaruhi pemakaian IUD adalah umur ibu. Dinyatakan bahwa semakin tua umur semakin tinggi proporsi wanita yang memakai IUD. Jumlah anak masih hidup dengan pemakaian IUD tidak menunjukkan hubungan yang berarti, proporsi tertinggi didapat pada wanita dengan jumlah anak empat orang atau lebih. Faktor lain yang mempengaruhi pemakaian IUD adalah pengetahuan akan IUD. Pemberian informasi IUD mempunyai hubungan dengan pemakaian IUD; semakin banyak wanita menerima KIE IUD, semakin tinggi proporsi wanita yang menggunakan IUD. Sumber informasi tentang IUD yang paling dominan adalah dari bidan. Konseling IUD juga menentukan kelangsungan pemakaian IUD. Semakin banyak menerima materi konseling, semakin besar proporsi wanita yang memakai IUD. Pemberian konseling yang mantap dan banyak materi konseling yang diterima akan menentukan wanita tetap memakai IUD dan tidak berhenti memakai IUD. Penandatanganan informed consent serta pemeriksaan kesehatan sebelum pemasanagan IUD diduga juga ikut menentukan wanita di dalam memilih IUD untuk digunakan. Hasil analisis inferensial menunjukkan bahwa umur wanita serta pemberian KIE- IUD merupakan faktor yang paling menentukan dalam pemakaian alat kontrasepsi IUD. Temuan kualitatif yang menjelaskan faktor pendukung dan penghambat pemakai IUD ikut memperkuat temuan kuantitatif penelitian ini. Faktor pendukung yaitu kebijaksanaan operasional yang berkaitan dengan peningkatan pemakaian IUD. Bentuk kebijaksanannya adalah komitmen antara BKKBN dengan instansi lintas sektoral terkait termasuk organisasi profesi (IBI), baik dalam hal pelatihan, KIE, pembinaan dan pelayanan. Strategi operasional peningkatan IUD adalah pemanfaatan setiap moment untuk memberikan penyuluhan dan pelayanan MKJP juga adanya pembinaan dan penyebarluasan IUD pada setiap pertemuan intern BKKBN maupun dengan lintas sektoral. Pemberian insentif untuk kader/petugas lini lapangan dan provider juga merupakan salah satu strategi operasional peningkatan IUD. Faktor penghambat yang dijumpai adalah adanya sistem kafetaria dalam pemilihan alat kontrasepsi. Faktor lain adalah belum optimalnya pemberian konseling IUD dan kurangnya anjuran bidan untuk menggunakan IUD. Pengaruh faktor lingkungan tampak bahwa persepsi tokoh agama dan tokoh masyarakat maupun kader dalam pemakaian IUD cukup positif. Namum demikian peranan tokoh dalam penyebarluasan IUD terlihat belum optimal. Peran kader dalam sebagai pola contoh memakai IUD masih perlu ditingkatkan. Sementara kemudahan mencapai tempat pelayanan IUD serta ketersediaan alat kontrasepsi IUD relative mudah dan tidak merupakan masalah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
11
4.
Profil of Long Acting Reversible Contraceptive Users in Europe (Sergio Haimovich, 2009)
Studi ini bertujuan untuk mendapatkan profil wanita yang memakai kontrasepsi jangka panjang yang bersifat reversible (LARCS). Studi ini dilakukan terhadap 11.490 responden wanita usia 15-49 tahun yang menggunakan LARCS berasal dari 14 Negara di Eropa. Penelitian ini dikoordinir oleh Departement of Obstetric and Gynecological, Del Mar University Hospital Barcelona, Spanyol. Responden Long Acting Reversible Contraception yang dimaksudkan adalah wanita 15-49 tahun yang sedang menggunakan kontrasepsi implant, suntikan, LNG-IUs, IUD-Cu dan dipilih secara random. Temuan studi ini melaporkan bahwa metoda LARCS IUD (LNG-IUs dan Cu-IUD) merupakan kontrasepsi yang paling populer dikalangan wanita Eropa. Sebagian besar digunakan oleh wanita yang sudah mempunyai anak dan tidak ingin menambah anak lagi dimasa mendatang.LARCs umumnya digunakan oleh wanita berusia diatas 30 tahun (57,9 persen). Lebih dari separuh responden mengatakan alasan menggunakan LARCs adalah karena nyaman. Dikatakan pula bahwa metoda LARCS yang mengandung hormon (kecuali IUD-Cu), relatif sedikit mengalami keluhan berupa gejala fisik maupun emosional dibandingkan dengan kontrasepsi hormonal yang bukan termasuk metoda LARCS.
5. The cost-effectivenes of long acting reversible contraception (Implanon R) relative to oral contraception in community setting (C. Lipetz, 2009. Contraception 79 (2009). Penelitian ini dilakukan karena metode LARCS (MKJP Reversible) dianggap mahal, dimana memerlukan biaya dari tenaga ahli/dokter, biaya unit, biaya manfaat serta butuh waktu yang cukup lama. Metoda yang dilakukan adalah case control retrospective study dengan membandingkan kelompok wanita yang menggunakan kontrasepsi ImplanonR (kasus) dengan kelompok oral kontrasepsi (kontrol), dan diamati selama 36 bulan. Masing-masing kelompok berjumlah 493 wanita 15-44 tahun dalam suatu Community Sex Service di UK, yang selanjutnya dihitung biaya cost effective dan benefitnya. Analisis biaya dihitung terhadap pasien (individu) dengan metode sensitivitas analisis. Biaya tersebut antara lain mencakup biaya staf, peralatan, obat, transport dan biaya tidak langsung, yaitu jika terjadi kehamilan. Hasil studi ini membuktikan bahwa Implanon lebih cost-effectivenes dibanding dengan oral kontrasepsi pada semua titik waktu pengamatan (12, 24 dan 36 bulan). Setelah 12 bulan pemakaian, biaya untuk Implanon setengahnya biaya oral kontrasepsi.
12
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
BAB III KERANGKA PIKIR DAN METODOLOGI ANALISIS 3.1
Kerangka Pikir Analisis
3.1.1 Kerangka Konsep Penggunaan alat atau obat kontrasepsi dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti faktor individu (karakteristik sosiodemografi), faktor lingkungan (keluarga, masyarakat, petugas) dan faktor sarana seperti: ketersediaan alat/obat, tenaga, tempat pelayanan, biaya, dll. Bagan kerangka konsep berikut ini mempertimbangkan ketersediaan variabel yang ada dan tersedia dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007, sehingga tidak semua variabel yang diinginkan diduga turut berpengaruh tidak dapat dianalisis dalam hal ini, seperti misalnya faktor sarana dan elemen kualitas pelayanan lainnya Faktor Individu : - umur - pendidikan - pekerjaan - indeks kekayaan - jumlah anak lahir hidup -Responden jumlah anak masih hidup : - jumlah anak yang diinginkan - wilayah tempat tinggal - status wanita
Pemakaian Kontrasepsi : - MKJP - Non MKJP
Faktor Program: - pengetahuan tentang KB - pernah pakai kontrasepsi sebelumnya - informed choiced - informed consent
Faktor Lingkungan: - peranan pasangan - peranan keluarga/tetangga/teman - peranan petugas - peranan tokoh masyarakat - peranan media masa
Faktor sarana: - ketersediaaalat/obat kontrasepsi - tenaga pelayanan - tempat pelayanan - biaya
Gambar 1: Kerangka analisis hubungan beberapa faktor yang mempengaruhi pemakaian MKJP dan non MKJP
-
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
13
3.1.2 Hipotesa (1) Ada hubungan antara faktor individu dengan pemakaian MKJP (2) Ada hubungan antara faktor program dengan pemakaian MKJP (3) Ada hubungan antara faktor lingkungan dengan pemakaian MKJP 3.1.3. Definisi Operasional Tabel berikut menjelaskan variabel-variabel yang digunakan dalam analisis ini, sesuai dengan kode nomor pertanyaan pada kuesioner SDKI tahun 2007, batasan atau definisi operasional, serta pengkatagorian dari masing-masing variabel tersebut.
Tabel 1: Definisi operasional variabel dan katagori variabel NO.
Variabel
Definisi Operasional
Variabel Terpengaruh (dependent Variabel) 1. Penggunaan alat/obat Saat survei dilakukan responden sedang kontrasepsi menggunakan salah satu metoda (P302; P304) kontrasepsi modern 2.
Jenis Kontrasepsi MKJP : P31- A,B,D,G,H Non-MKJP: P311 -C,E,F,I
Responden sedang menggunakan salah satu dari Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) baik yang sifatnya reversible maupun irreversible: IUD, Implant, MOP dan MOW Non-MKJP: alat/obat KB suntik, pil, kondom
Variabel Pengaruh (independent Variabel) : Faktor Individu 1 Umur ibu (P105-P215) Umur ibu/responden pada saat survei
Skala/Katagori 1 = ya 2 = tidak 1 = MKJP 2 = non-MKJP
1 = >30 tahun 2 = <=30 tahun 1= rendah (SMP kebawah) 2= tinggi (SMP keatas) 1= bekerja 2= tidak bekerja
2
Pendidikan (P107, p108, P109)
Pendidikan terakhir yang ditamatkan ibu/responden
3
Pekerjaan (P107, P108, P109)
Status pekerjaan ibu/responden dalam 12 bulan terakhir
4
Indeks kekayaan kuintil
Kepemilikan barang berharga dari suatu keluarga yang diukur dengan indeks kekayaan kuintil 1= termiskin 2= menengah bawah 3= menengah 4= menengah atas 5= terkaya
1= mampu (3,4,5) 2= miskin (1, 2)
5
Wilayah tempat tinggal (Blok I R5)
Wilayah tempat tinggal ibu/responden yang disesuaikan dengan klasifikasi daerah penelitian menurut BPS
1= perkotaan 2= perdesaan
6
Jumlah anak lahir hidup (P203, P205, P207, P208)
Jumlah anak yang dimiliki responden yang pernah dilahirkan hidup oleh Ibu
1= 0-2 2= >=3
14
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
7
Jumlah anak lahir hidup (P203, P205, P207, P208)
Jumlah anak yang dimiliki responden yang masih dilahirkan hidup oleh Ibu
1= 0-2 2= >=3
8
Jumlah anak yang diinginkan (P615)
Pengakuan dari responden berapa jumlah anak yang diinginkannya
1= <3 2= >=3
9.
Status wanita (P628; P719, P721)
Keterlibatan/wewenang wanita dalam keluarga di dalam pengambilan keputusan yang merupakan salah satu upaya pemberdayaan wanita yang dilihat dari 3 aspek: a. Banyaknya peran serta wanita dalam pengambilan keputusan b.Jumlah alasan isteri menolak untuk melakukan hubungan seksual c. Jumlah alasan isteri yang setuju tentang pemukulan oleh suami terhadap isteri
1 = <3 2= >=3 1 = <3 2= >=3 1=0 2= >=1
P628 P719 P721
Variabel pengaruh (independent Variabel) : Faktor Program 1
Pengetahuan KB (P301:01-07) dan 329-330
2 3
Pernah menggunakan kontrasepsi sebelumnya (P302) Informed Choiced (325-326)
4
Informed Consent (322-324)
Responden mengetahui salah satu cara KB modern dan tahu tempat pelayanan KB Penggunaan kontrasepsi sebelum menggunakan jenis alkon yang digunakan saat ini Penjelasan tentang pilihan kontrasepsi oleh petugas yang diberikan kepada responden/ibu untuk membantu pengambilan keputusan (pra-pelayanan) dalam memilih cara KB yang akan digunakan. Persetujuan oleh ibu/ suami responden terhadap kontrasepsi yang akan dipakai/ dilayani responden, yaitu berupa tanda tangan pada lembar persetujuan, setelah mereka mendapat penjelasan tentangb kontrasepsi oleh petugas pada prapelayanan. ai
1= baik 2= kurang 1 = ya 2= tidak 1 = ya 2= tidak
1 = ya 2= tidak
Variabel pengaruh (independent Variabel) : Faktor Lingkungan 1. 2
Peranan pasangan (P623,624, 625,627) Peranan keluarga, teman (P619, P620, P620A)
3
Peranan petugas (P620A, P331)
4.
Peranan Tokoh (P620A)
5
Peran media elektronik: TV, radio (P617)
6.
Peran media cetak (P618)
Suami/isteri mendukung KB dan ikut mengambil keputusan dalam ber KB Dalam 6 bulan terakhir mendapatkan penerangan KB dari orang tua, mertua (laki-laki/ perempuan) Dalam 6 bulan terakhir mendapatkan penerangan KB dari petugas KB/ kesehatan : bidan, perawat Dalam 6 bulan terakhir mendapatkan penerangan KB dari tokoh agama, guru, kelompok wanita Dalam 6 bulan terakhir pernah mendengar/ melihat acara tentang KB di radio atau televisi Dalam 6 bulan terakhir pernah membaca tentang KB di koran atau majalah, poster,
1 = ya 2= tidak 1 = ya 2= tidak 1 = ya 2= tidak 1 = ya 2= tidak 1 = ya 2 =tidak 1=ya 2= tidak
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
15
3.2
pamflet
Metodologi Analisis
3.2.1. Rancangan Analisis Studi ini dirancang untuk melakukan kajian deskriptif dan analitik sesuai dengan tujuan analisis dengan menggunakan data dari SDKI 2007, yang mencakup 33 provinsi di Indonesia. Sedangkan desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi crosectional dalam rangka mempelajari dan menganalisis tentang faktor-faktor yang melatar belakangi wanita yang memakai KB-MKJP dan mempelajari hubungan dari masing-masing faktor. Sebagai variabel terikat (dependent) adalah kesertaan pemakaian KB-MKJP, sedangkan variabel bebas (independent) dikelompokkan berdasarkan faktor individu, faktor keterpaparan dengan program dan faktor lingkungan.
3.2.2 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder SDKI 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik bekerjasama dengan BKKBN dan Departemen Kesehatan RI. Responden SDKI 2007 adalah wanita umur 15-49 tahun 30.931 responden, yang dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia dan merupakan sampel dalam penelitian ini.
3.2.3 Unit Analisis Wanita kawin yang sedang menggunakan alat/cara KB modern, yaitu pil, suntik, implant, IUD, kondom dan kontap (MOP dan MOW).
3.2.4 Metoda Analisis Sebelum analisis dilakukan, data terlebih dahulu di cleaning sesuai dengan tujuan analisis, kemudian variabel yang diperlukan dilakukan penggabungan dan pengkatagorian ulang sesuai dengan definisi operasional (transformasi data). Data diolah dengan paket computer SPSS. Analisis data dilakukan dalam tiga tahap, yaitu analisis univariat, bivariat dan multivariat. Analisis deskriptif untuk mengetahui distribusi pengetahuan menurut karakteristik variabel yang diteliti menggunakan table silang. Analisis univariat Dilakukan distibusi frekuensi setiap variabel untuk mendiskripsikan seluruh variabel yang akan digunakan untuk dilihat penyebarannya, kemudian dilakukan pengelompokkan setiap variabel. Analisis bivariate Dilakukan untuk melihat hubungan dan besar hubungan antara variabel dependen (pemakaian kontrasepsi) dengan variabel independen (faktor individu dan faktor lingkungan) dengan mengabaikan pengaruh variabel lainnya. Uji hubungan yang digunakan adalah uji statistik Chi- square, karena kedua variabel yang diuji berskala katagorik. Analisis ini akan menghasilkan nilai p dan nilai odd ratio kasar (Crude OR), dan 95% CI. Uji bivariat juga akan dilakukan pada variabel kontinyu. Pada model regresi logistik, 16
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
variabel yang bersifat kontinyu tetap dipertahankan dalam keadaan semula bila memperlihatkan hubungan linier antara nilai X dan Y, dan bila tidak linear, variabel kontinyu dirubah menjadi kategorik. Oleh karenanya akan dicobakan dahulu hubungan keduanya, dengan dilakukan plotting antara koofisien estimasi (beta) hasil uji Regresi logistik antara variabel dependen dengan variabel independen yang bersangkutan (Hosmer & Lameslow, 1989). Analisis bivariat juga akan digunakan sebagai dasar pemilihan kandidat untuk variabelvariabel yang mempunyai nilai p<0,25. Ketentuan ini digunakan karena berdasarkan pengalaman, penggunaan nilai p yang lazim (0,05) seringkali tidak berhasil mengidentifikasi variabel yang dianggap penting (Hosmer & Lameslow, 1989). Analisis multivariat Untuk menentukan faktor-faktor yang paling mempengaruhi pemakaian MKJP dilakukan dengan analisis multivariat. Hasil analisis multivariat akan memperlihatkan besar hubungan pemakaian kontrasepsi MKJP dengan beberapa variabel independen secara bersama-sama. Analisis ini akan menghasilkan model persamaan matematik yang menjelaskan faktor yang berhubungan pemakaian kontrasepsi MKJP. Analisis ini akan menghasilkan persen klasifikasi benar, nilai p model dan nilai OR terkendali (adjusted OR) dengan selang OR nya. Analisis multivariate ini akan menggunakan multiple regression logistik, karena variabel dependen berskala kategorik. Pemodelan dimulai dengan mempertimbangkan kandidat dari analisis bivariat dengan mencobakan membentuk variasi-variasi model persamaan. Model paling baik akan terpilih dengan mempertimbangkan beberapa ketentuan penilaian, yaitu: nilai signifikansi, ratio log-likehood (p<0,05), besar persen klasifikasi benar, nilai significansi p- wald (<0,05), nilai OR serta kestabilan nilai selang 95% OR. Ketentuan tingkat presisi dari selang OR dapat menjadi ketentuan tambahan, bila diperlukan. Model dipilih dengan menggunakan metoda Emer dengan memasukan kemungkinan variabel model yang ada dan tidak menyerahkan sepenuhnya pada analisis yang dilakukan komputer. Analisis multivariat menggunakan regresi logistik dengan fungsi matematik:
1 Y f (x) 1e(x) Logit (p) = α +βx
Dimana: α atau intercept adalah rataan Y pada X=0 β atau slope atau koefisien regresi adalah besarnya perubahan variabel Y untuk perubahan x sebesar satu unit
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
17
Seluruh rangkaian analisis ini menggunakan program SPSS versi 11.5 baik untuk analisis univariat, bivariat dan multivariat. Program ini cocok digunakan untuk analisis ini karena pada tingkat rancangan penelitian ini telah dilakukan pembobotan (weight) dan pengambilan sampel yang memenuhi kaidah probabilitik.
3.2.5 Pengukuran dan Variabel yang dianalisis Analisis ini mencoba menganalisa tentang faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi jangka panjang yaitu MOP, MOW, implant dan IUD. Variabel-variabel bebasnya adalah faktor sosiodemografi, meliputi: pendidikan, umur, pekerjaan, tempat tinggal, indeks kekayaan, status wanita, jumlah anak lahir hidup dan jumlah anak masih hidup serta jumlah anak yang diinginkan. Sedangkan faktor keterpaparan program adalah pengetahuan tentang KB, pengalaman memakai kontrasepsi sebelumnya, mendapatkan informed choiced dan informed consent serta faktor lingkungan dalam kaitan mendapatkan informasi KB yaitu dari pasangan, teman/keluarga maupun media masa. Variabel terikat berupa pemakaian kontrasepsi yang dibagi menjadi kelompok jangka panjang (MKJP) dan non-MKJP.
Variabel terikat (dependen) Variabel dependen (terikat) yang akan dianalisis pada analisis lanjut ini, yaitu pemakaian kontrasepsi. Analisis ini hanya dilakukan pada responden yang memakai kontrasepsi pada saat pengumpulan data, sedangkan pada mereka yang sedang tidak memakai kontrasepsi tidak dilakukan analisis. Lebih lanjut, variabel-variabel yang berkaitan dengan pemakaian kontrasepsi menjadi 2 (dua) kategori yaitu kontrasepsi MKJP dan non MKJP. Responden dimasukkan dalam kelompok MKJP jika memakai kontrasepsi yang termasuk dalam kategori jangka panjang pemakaiannya yaitu : IUD, implant, MOP and MOW. Variabel Bebas (Independen) Variabel bebas yang diduga berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi ada 3 (tiga) aspek atau faktor yang akan diuji, mencakup: (1) faktor individu, (2) faktor keterpaparan terhadap program (3) faktor lingkungan dalam mendukung keterpaparan informasi KB.
Faktor individu, merupakan latar belakang karakteristik sosiodemograafi responden yang dalam hal ini terdiri dari 9 (sembilan) variabel, yaitu: umur, pendidikan, pekerjaan, wilayah tempat tinggal, jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup, jumlah anak yang diinginkan, indeks kekayanan kuintil, dan status wanita. Masing-masing variabel tersebut dikatagorikan atas dua kelompok. Faktor keterpaparan program KB, terdiri atas 4 (empat) variabel, yaitu pengetahuan tentang KB, pernah memakai kontrasepsi, terpapar informed choiced, terpapar informed consent. o
18
Pengetahuan tentang KB meliputi pengetahuan wanita tentang jenis/ alat KB modern dan tempat pelayanan. Jika responden bisa menyebutkan salah satu alat kontrasepsi modern dan tahu tempat mendapatkan pelayanan KB, maka dikatakan ‘pengetahuan KB cukup’; sedangkan bila tidak bisa menyebutkan salah satu alat kontrasepsi modern tergolong memiliki ‘pengetahuan KB kurang’. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
Faktor lingkungan/ akses informasi. Informasi mengenai kontrasepsi dalam enam bulan terakhir yang diterima oleh responden menurut sumbernya, yaitu: sumber informasi melalui media elektronik, media cetak, peranan pasangan, keluarga, petugas dan TOMA o Media elektronik, bila responden dalam enam bulan terakhir mendapatkan informasi KB melalui TV dan radio o Media cetak, bila responden mengatakan dalam enam bulan terakhir mendapatkan informasi KB melalui surat kabar/majalah, selebaran/poster, leaflet, dll) o Media lain, yaitu bila responden dalam enam bulan terakhir mendapatkan informasi dari petugas kesehatan, tokoh masyarakat, teman/keluarga dan pasangan,
Dalam analisis ini, sumber informasi dikelompokkan atas dua, yaitu mendapat informasi dan tidak mendapatkan informasi. Bila responden menjawab minimal satu dari media tersebut, maka dikatakan mereka ‘mendapatkan informasi’. Sebaliknya, jika tidak satupun dari sumber informasi tersebut disebutkan, maka digolongkan ‘tidak’ mendapatkan informasi dari media tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
19
20
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
BAB IV HASIL ANALISIS Jumlah wanita kawin 15-49 tahun yang sedang menggunakan alat/cara KB modern baik MKJP maupun non- MKJP yang tercatat sebagai sampel pada analisis ini, tercatat sebanyak 18.969 responden. Responden ini, terdiri dari 17,8 persen (3.384) yang sedang menggunakan -MKJP (IUD, implant kontap pria dan kontap wanita) dan 82,2 persen (15.585) menggunakan cara KB non-MKJP (suntik, pil dan kondom). Uraian pada analisis ini mencakup hasil analisis univariat, bivariat dan multivariat. Hasil analisis univariat menjelaskan secara diskripsi tentang karakteristik latar belakang responden wanita kawin usia 15-49 tahun, yang dibagi atas tiga kelompok (pemakai MKJP, non-MKJP dan total), menurut faktor individu, faktor keterpaparan program dan faktor lingkungan. Hasil analisis bivariat menggambarkan hubungan dari ketiga faktor tersebut terhadap pemakaian MKJP. Sedangkan hasil analisis multivariat memberi gambaran variabel-variabel yang paling berpengaruh terhadap pemakaian KB-MKJP.
4.1 Hasil Analisis Univariat 4.1.1 Karakteristik Latar Belakang Responden Berdasarkan Faktor Individu Karakteritik latar belakang wanita kawin yang memakai kontrasepsi yang menjadi responden menurut faktor individu pada penelitian ini mencakup: tingkat pendidikan, umur, status pekerjaan, tingkat kesejahteraan, jumlah anak hidup, jumlah anak masih hidup, jumlah anak yang diinginkan, wilayah tempat tinggal dan peran wanita dalam pengambilan keputusan dalam di rumah tangga. Tabel 4.1 memperlihatkan gambaran karakteristik latar belakang responden menurut faktor individu pada wanita yang sedang menggunakan KB secara umum, pemakai MKJP dan non –MKJP. Secara umum pada wanita Indonesia dalam pemakaian kontrasepsi sebagian besar (66 persen) berada dalam kelompok umur tua (lebih dari 30 tahun) dan berpendidikan tidak tamat SLTP (54 persen). Wanita yang memiliki anak lahir hidup dua orang atau kurang (termasuk belum atau tidak memiliki anak) sebanyak 60 persen, sisanya (40 persen) memiliki anak lebih dari 2 orang . Begitu pula dengan jumlah anak masih hidup, sebagian besar (64 persen) memiliki anak dua orang atau kurang. Pola yang tidak jauh berbeda terlihat pada kelompok wanita yang memakai metoda KB-MKJP maupun non MKJP, hampir tidak menunjukkan suatu ciri tertentu yang berbeda. Sehingga dapat dikatakan ketiga kelompok sampel responden adalah homogen. Sebagian besar berpendidikan SLTP atau kurang (52 persen MKJP; 54 persen non-MKJP) dan berumur 30 tahun atau lebih (86,9 persen MKJP; 61,4 persen non-MKJP). Hal yang berbeda terlihat dari variabel umur, dimana pada kelompok wanita pemakai MKJP proporsi umur tua (>30 tahun) lebih tinggi dibanding pemakai non MKJP, yaitu 87 berbanding 61 persen. Pada kelompok pemakai MKJP, lebih dari sebagian (54 persen) memiliki anak lahir hidup lebih banyak (> 2 orang), sementara pada kelompok non-MKJP 63 persen memiliki anak lebih dari 2 (dua) orang. Hal yang serupa juga dijumpai bila dilihat dari jumlah anak masih hidup, satu dari dua orang wanita pemakai MKJP yang sudah memiliki anak lebih dari dua orang, sedangkan dua dari tiga wanita pemakai non mempunyai anak kurang dari 2 orang. Karakteristik responden menurut tempat tinggal pada responden secara total, sedikit lebih banyak yang bertempat tinggal di perdesaan dibandingkan dengan di perkotaan (58 persen berbanding 42 persen) dan lebih dari separuhnya bekerja (59 persen). Hal yang sama terlihat pada wanita yang menggunakan MKJP maupun non-MKJP, dimana pada umumnya bertempat tinggal di perdesaan , Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
21
masing-masing sebesar 52 persen dan 59 persen. Dua dari tiga wanita pemakai MKJP bekerja, sedangkan untuk pemakai non MKJP terdapat satu dari dua wanita. Untuk tingkat kesejahteraan yang diidentifikasi dari kepemilikan barang-barang berharga, pada analisis ini dikelompokkan menurut kategori mampu dan miskin. Dijumpai sebanyak 63 persen responden berada dalam kelompok mampu, sedangkan lainnya tergolong tidak mampu/ miskin (37 persen). Sementara pada wanita pemakai MKJP dan non MKJP masing-masing 70 persen dan 62 persen berada pada katagori mampu. Tabel 4.1 Distribusi Persentase Wanita Kawin Pemakai Kontrasepsi MKJP, non-MKJP dan Total Menurut Karakteristik Latar Belakang Individu Karakteristik
Tingkat Pendidikan Responden Tinggi ( > SLTP ) Rendah (Tidak tamat SLTP) Umur Responden ≥ 30 Tahun < 30 Tahun Jumlah anak lahir hidup > 2 anak 0-2 anak Jumlah anak masih hidup 0-2 anak >2 anak Status Pekerjaan Ibu 12 bulan terakhir Bekerja Tidak Bekerja Wilayah tempat tinggal Perkotaan Perdesaan Indeks kesejahteraan Mampu Miskin Jumlah anak yang di inginkan < 3anak ≥ 3 anak Peran serta wanita dalam mengambil keputusan Mempunyai peran Kurang Mempunyai peran Total
% MKJP
% Non-MKJP
(n= 3384)
(n=15.585)
Total MKJP dan non MKJP (n=18.969)
47,9 52,1
45,9 54,1
46,3 53,7
86,9 13,1
61,4 38,6
66,0 34,0
54,1 45,9
63,0 37,0
40,1 59,9
49,8 50,2
66,8 33,2
63,8 36,2
67,3 32,7
55,5 44,5
59,2 40,8
48,2 51,8
40,8 59,2
42,1 57,9
69,7 30,3
61,8 38,2
63,2 36,8
63,3 36,7
62,4 37,6
62,5 37,5
43,7 56,3
39,6 60,4
40,3 59,7
100.0
100.0
100.0
Sebagian besar atau dua dari tiga wanita Indonesia umumnya, menginginkan mempunyai anak tiga orang atau kurang, dan sepertiga lainnya ternyata masih menginginkan jumlah anak sebanyak, yaitu lebih dari tiga orang. Hal ini memberi petunjuk bahwa sebagian besar wanita menyadari pentingnya keluarga kecil seperti yang dianjurkan program KB. Namun begitu, perlu menjadi perhatian pengelola, karena cukup banyak (sepertiga) wanita yang masih menginginkan anak dengan jumlah lebih dari tiga orang. Pola yang sama terlihat jika dilihat berdasarkan pemakaian MKJP maupun non MKJP. Keterlibatan wanita dalam pengambilan keputusan di dalam rumah tangga, yang mencakup keputusan dalam menolak kekerasan, dan menolak melakukan hubungan seksual karena alasan tertentu) dalam analisis ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu : berperan dan kurang berperan. 22
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
Responden dikategorikan ‘berperan baik’ apabila wanita ikut terlibat dalam pengambilan keputusan rumah tangga, dan berani menolak kekerasan dan hubungan seksual dengan alasan-alasan tertentu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar wanita (60 persen) kurang mempunyai peran dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Pola yang sama terlihat pada kelompok wanita pemakai MKJP dan non MKJP masing-masing sebesar 44 dan 40 persen yang dianggap berperan di dalam pengambilan keputusan.
4.1.2 Keterpaparan program KB Tabel 4.2 berikut ini menjelaskan tentang keterpaparan responden terhadap program KB, antara lain meliputi, program upaya peningkatan kualitas pelayaanan KB serta sosialisasi/KIE KB pada masing-masing kelompok responden. Dilihat dari riwayat pemakaian kontrasepsi sebelumnya terlihat bahwa sebagian besar wanita peserta KB pernah memakai kontrasepsi (97 persen). Angka yang sama terlihat pada wanita pemakai KB-non MKJP. Akan tetapi tidak satupun dijumpai responden MKJP yang benar-benar merupakan akseptor baru. Hasil penelitian ini mengungkap seluruh peserta MKJP mengaku sebelumnya pernah menggunakan cara KB lainnya atau merupakan peserta KB ulangan. Pengetahuan responden tentang KB yang dalam analisis ini diidentifikasi berdasarkan pengetahuannya tentang jenis metoda kontrasepsi dan tempat pelayanan KB diperoleh informasi bahwa secara umum pengetahuan responden masih kurang. Ditetapkan bahwa, pengetahuan tentang KB dikategorikan ‘baik’ jika responden sedikitnya dapat menyebutkan salah satu cata KB modern dan tahu salah satu tempat mendapatkan pelayanan KB. Hanya 38 persen responden atau empat dari 10 responden mempunyai pengetahuan tergolong ‘baik’. Demikian pula bila dilihat dari wanita yang memakai MKJP dan non-MKJP, dimana sebagian besar responden berpengetahuan KB yang tergolong, kurang. Namun demikian, proporsi yang berpengetahuan kurang lebih besar pada wanita yang menggunakan KB non MKJP dibanding MKJP, yaitu 64 persen berbanding 53 persen. Tabel 4.2 Distribusi Persentase Wanita Kawin Pemakai Kontrasepsi MKJP, non-MKJP dan Total Menurut Keterpaparan dengan Program KB Keterpaparan program KB
Pengetahuan KB Baik Kurang Pernah pakai kontrasepsi Ya Tidak Informed choiced Ya Tidak Informed consent Ya Tidak Total
% MKJP
% Non-MKJP
(n= 3384)
(n=15.585)
Total MKJP dan non MKJP (n=18.969)
46,7 53,3
36,1 63,9
38,0 62,0
100,0 0,0
96,9 3,1
97,4 2,6
25,1 74,9
32,4 67,6
31,1 68,9
28,5 71,5
29,1 80,9
29,0 71,0
100.0
100.0
100.0
Dalam memberikan pelayanan kontrasepsi, program KB di Indonesia menekankan pentingnya kualitas pelayanan kepada setiap klien KB, guna mendapatkan kepuasan klien. Dari analisis ini, kualitas pelayanan KB antara lain dapat dilihat dari indikator pemberian informed choiced dan informed consent kepada calon akseptor. Informed choiced adalah penjelasan tentang jenis-jenis kontrasepsi yang akan dipakai kepada klien sebelum memutuskan cara KB yang akan dipakai. Sedangkan yang dimaksud dengan informed consent adalah persetujuan tentang kontrasepsi yang Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
23
akan digunakan, ditandatangani oleh klien dan dilakukan sebelum memakai kontrasepsi. Dari hasil analisis ini, ditemukan hanya sepertiga dari peserta KB yang terpapar dengan informed choiced maupun menandatangani informed consent. Proporsi responden MKJP yang mendapatkan informed choiced, maupun informed consent seharusnya lebih besar dibandingkan non-MKJP. Akan tetapi hasil penelitian ini terungkap hanya 25 persen peserta MKJP yang mendapatkan informed choiced, sementara informed consent sebesar 29 persen. Jika dibandingkan dengan kelompok wanita nonMKJP proporsinya relatif lebih tinggi, masing-masing sebesar 32 persen dan 29 persen. Hal ini menunjukkan konseling pra-pelayanan KB oleh petugas masih kurang serta sosialisasi program KBMKJP masih belum merata kepada petugas kesehatan.
4.1.3 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan dalam hal ini mencakup peranan pasangan (suami/istri), teman/ keluarga, petugas, tokoh agama, dan media (elektronik dan media) ikut menentukan di dalam kesertaan ber KB. Bentuk peranan tersebut adalah berupa dorongan atau pemberian informasi yang diterima responden dalam enam bulan terakhir sebelum survei ini dilakukan. Hasil analisis ini memperlihatkan peranan pasangan dalam penggunaan alat kontrasepsi terlihat cukup besar, dimana 74 persen dari seluruh responden mengatakan kesertaan mereka dalam ber-KB mendapat dukungan dari pasangannya. Pola yang serupa juga terlihat pada kelompok MKJP dan nonMKJP, masing-masing sebesar 60 persen dan 77 persen. Bila dicermati data ini, tampak bahwa pasangan yang mayoritas suami responden lebih mendorong pasangannya untuk menggunakan KB non-MKJP dibanding MKJP. Lebih lanjut terlihat lebih dari separo responden dijumpai mendapatkan informasi tentang KB dari keluarga maupun teman. Hal ini secara berturut-turut dinyatakan baik dari kelompok pemakai MKJP, non MKJP maupun secara keseluruhan, masing-masing 47 persen, 53 persen dan 52 persen. Hal yang cukup memprihatinkan dari temuan ini bahwa informasi tentang KB yang seharusnya dilakukan oleh petugas KB, terlihat rendah. Dalam enam bulan terakhir sebelum survei, wanita yang mendapatkan informasi tentang KB dari petugas hanya 25 persen. Begitu pula pada kelompok MKJP (21 persen) dan non-MKJP (25 persen). Namun demikian, terlihat bahwa peran petugas dalam memberikan KIE/konseling sedikit lebih tinggi pada kelompok non MKJP dibanding MKJP. Informasi KB yang diperoleh dari tokoh masyarakat maupun tokoh agama, prosentasenya sangat kecil hanya enam persen. Sementara wanita pemakai MKJP yang mendapatkan informasi dari TOMA/TOGA sedikit lebih tinggi yaitu sembilan persen, sedangkan pemakai non MKJP hanya lima persen. Satu dari tiga wanita menerima informasi mengenai KB melalui media elektronik. Pola yang sama pada wanita pemakai MKJP maupun non MKJP ( 32 persen dan 29 persen). Sedangkan informasi tentang KB yang diperoleh dari media cetak 21 persen, dari kelompok pemakai MKJP 25 persen dan non MJKP 20 persen. Dari uraian mengenai keterpaparan informasi KB yang diterima oleh responden, baik oleh petugas KB, tokoh agama/tokoh masyarakat, keluarga dan dari media cetak maupun elektronik tampaknya masih rendah. Begitu pula dengan informasi yang diterima oleh petugas kesehatan pada pra-pelayanan melalui pemberian informed choiced proporsinya lebih rendah lagi. Dari temuan ini, proporsi tertinggi informasi KB diperoleh dari keluarga dan teman . Pemberian informasi KB oleh petugas KB dan keluarga maupun teman masih lebih tinggi pada kelompok pemakai non MKJP, sedangkan dari media elektronik dan cetak sedikit lebih tinggi pada kelompok MKJP. Hal ini mengindikasikan bahwa promosi KB-MKJP melalui media sudah mulai digalakkan meskipun masih terlihat rendah, namun penyuluhan dari petugas KB untuk MKJP terlihat masih lebih rendah dari non MKJP perlu diperhatikan..
24
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
Tabel 4.3 Distribusi Persentase Wanita Kawin Pemakai Kontrasepsi MKJP, non-MKJP dan Total Menurut Faktor Lingkungan Keterpaparan informasi Peranan pasangan Ya Tidak Mendapat penerangan KB dari keluarga, teman Ya Tidak Mendapat penerangan KB dari Petugas Ya Tidak Mendapat penerangan KB dari tokoh masyarakat /agama Ya Tidak Informasi melalui Media Elektronik Ya Tidak Informasi melalui media cetak Ya Tidak Total
% MKJP
% Non-MKJP
(n= 3384)
(n=15.585)
Total MKJP dan non MKJP (n=18.969)
59,7 40,3
77,0 23,0
73,9 26,1
46,8 53,2
52,6 47,4
51,6 48,4
21,1 78,9
25,3 74,7
24.6 75.4
9.0 91.0
5.5 94.5
6,1 93,9
31,7 68,3
28,7 71,3
29,2 70,8
25,2 74,8
19,8 80,2
20,8 79,1
100.0
18.968
100.0
4.2. Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat berapa besar hubungan antara masing-masing variabel dependen dengan variabel independen, serta mengetahui bagaimana sifat hubungan tersebut apakah bermakna atau tidak. Untuk melihat ada atau tidak adanya hubungan dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi Square. Sedangkan untuk menentukan seberapa besar hubungannya adalah dengan melihat nilai Odds Rasio (OR). Dalam analisis ini, sebagai dependen variabel adalah pemakaian kontrasepsi sedangkan independen variabelnya adalah variabel karakteristik individu, keterpaparan terhadap program KB dan dan faktor lingkungan/ akses informasi. Pemakaian kontrasepsi dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok MKJP dan non-MKJP. Kontrasepsi IUD, Implant dan MOP dan MOW dikelompokkan ke dalam MKJP, sedangkan pil, suntikan dan kondom termasuk kelompok Non MKJP. 4.2.1 Pemakaian kontrasepsi MKJP dan hubungannya dengan faktor individu Hasil analisis ini menunjukkan dari sembilan variabel karakteristik sosiodemografi yang diduga memberikan hubungan, ternyata sebagian besar dari variabel tersebut memberikan hubungan bermakna (P<0,05), dan hanya satu variabel, yaitu jumlah anak yang diinginkan yang tidak mempunyai hubungan yang bermakna (p> 0.05) dengan pemakaian kontraseps MKJP. Variabel yang memberikan hubungan bermakna tersebut adalah: umur, pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup, indeks kesejahteraan serta peran serta wanita menunjukkan hubungan yang bermakna (p<0.05). Sedangkan jumlah anak yang diinginkan tidak menunjukkan hubungan(P>0,05). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
25
Tabel 4.5 Hasil analisis bivariat pemakaian kontrasepsi MKJP menurut karakteristik individu Pemakaian alat kontrasepsi MKJP
Total
Non MKJP
n
%
n
≥ 30 Tahun
2940
23,5
9576
< 30 Tahun
444
6,9
>SLTP
1622
≤SLTP
1761
Bekerja Tidak bekerja
%
P value
N
%
76,5
12516
100,0
6009
93,1
6453
100,0
18,5
7151
81,5
8774
100.0
17,3
8432
82,7
10193
100.0
2280
20,3
8954
79,7
11234
100,0
1104
14,3
6631
85.7
7735
100,0
Mampu
2367
19,7
9629
80,3
11996
100,0
Miskin
1017
14,6
5956
85,4
6973
100,0
Perkotaan
1631
20,4
6361
79,6
7992
100,0
Pedesaan
1752
16,0
9224
84,0
10976
100,0
> 2 anak
1831
24,1
5770
75,9
7601
100.0
0 - 2 anak
1553
13,7
9815
86,1
11368
100.0
0-2 anak
1686
13,9
10416
86,1
12102
100.0
> 2 anak
1689
24,7
5169
75,3
6867
100.0
OR
95% CI min
maks
Umur Responden 0,000
4,155 3,471
4,615
0,031
1,086 1,008
1,170
0.000
1,529 1,414
1,654
0,001
1,440 1,329
1,560
0,000
1,350 1,253
1,455
0,000
2,006 1,861
2,162
0,001
0,493 0,457
0,531
0,329
1,040 0,963
1,123
0,000
1,187 1,101
1,280
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan Ibu
Indek Kesejahteraan
Wilayah Tempat Tinggal
Jumlah Anak lahir Hidup
Jumlah Anak masih Hidup
Jumlah Anak Yang di inginkan ≤ 2 anak
2142
18,1
9722
81,9
11864
100.0
> 2 anak
1242
17,5
5862
82,5
7104
100.0
Peran serta wanita dalam pengambil keputusan Mempunyai peran
1479
19,3
6165
80,7
7644
100,0
Tidak berperan
1904
16.8
9420
83,2
11324
100,0
Tabel 4.5 menunjukkan hasil analisis bivariat antara variabel karakteristik dengan pemakaian kontrasepsi MKJP. Meskipun proporsi pemakaian MKJP lebih rendah disetiap kelompok umur jika dibandingkan dengan non-MKJP, namun wanita yang berusia tua cenderung lebih tinggi memakai kontrasepsi MKJP dibandingkan dengan wanita yang berumur kurang dari 30 tahun (24 berbanding 7 persen). Perbedaan proporsi pada kelompok umur dengan menggunakan alat kontrasepi MJKP secara statistik menunjukan hubungan yang signifikan, pada kelompok umur >= 30 tahun yang mempunyai peluang 4,155 kali akan menggunakan pemakaian alat kontrasepsi MJKP dibandingkan dengan kelompok umur < 30 tahun. Ibu bekerja juga mempunyai kesempatan memakai kontrasepsi MKJP lebih tinggi sebesar 1,5 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Wanita dengan anak lahir hidup lebih dari 2 mempunyai kesempatan memakai kontrasepsi MKJP lebih besar sebanyak 2 kali dibandingkan wanita 26
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
dengan 2 anak atau kurang. Sedangkan wanita yang mempunyai peran dalam pengambilan keputusan mempunyai kecenderungan memakai kontrasepsi MKJP 1,1 kali. Begitu pula menurut tempat tinggal, dimana wanita yang tinggal di perkotaan cenderung memakai MKJP dibandingkan mereka yang tinggal di perdesaan dan menunjukkan hubungan yang bermakna (p=0.000) dengan nilai OR= 1,35 kali. Hal ini memberi arti, bahwa wanita yang tinggal di perkotaan berpeluang memakai MKJP sebesar 1,35 kali lebih tinggi dari pada wanita yang tinggal di perdesaan. Proporsi wanita yang memakai MKJP sedikit lebih tinggi pada mereka dengan tingkat kesejahteraan yang dianggap mampu dibanding wanita yang tidak mampu. Hubungan ini cukup bermakna dengan nilai ods ratio sebesar 1,4yang me ngindikasikan bahwa wanita yang mampu mempunyai peluang untuk menggunakan MKJP sebesar 1,4 kalinya, dibanding wanita yang tidak mampu. 4.2.2 Pemakaian kontrasepsi MKJP dan hubungannya dengan faktor program Hasil analisis bivariate yang kedua antara pemakaian kontrasepsi dengan 4 variabel dari faktor program. Keempat variabel tersebut adalah pengetahuan ber KB, pernah memakai kontrasepsi, pernah menerima informed choiced dan informed consent. Hasil analisis hubungan dari variabel tersebut terhadap pemakaian kontrasepsi menunjukkan bahwa tiga dari empat variabel dari faktor program memberikan hubungan yang bermakna dengan pemakaian kontrasepsi MKJP (p<0.05), sedangkan variabel informed consent tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Hal ini bisa dimengerti, karena informed consent hanya suatu penandatanganan klien untuk menyatakan keikutsertaan dalam ber KB. Tabel 4.6 Hasil analisis bivariat pemakaian kontrasepsi MKJP menurut Keterpaparan Program KB Pemakaian alat kontrasepsi MKJP
Total
Non MKJP n
%
n
P value
n
%
Baik
1579
21,9
5629
78,1
7208
100,0
Kurang
1804
15,3
9955
84,7
11759
100,0
OR
95% CI
%
Pengetahuan KB 0,000
1,548
1,436
1,669
0,000
0,817
0,811
0,823
0,000
0,700
0,644
0,762
0,519
0,972
0.896
1,056
Pernah menggunakan salah satu alat kontrasepsi Ya Tidak
3384
18,3
15101
81,7
18485
100,0
0
0,0
484
100,0
484
100,0
850
14,4
5047
85,6
5897
100,0
2534
19,4
10538
80,6
13072
100,0
964
17,5
4529
82,5
5493
100,0
2420
18,0
11056
82,0
13476
100,0
Informed Choiced Ya Tidak Informed Consent Ya Tidak
Hasil analisis ini memberikan suatu bukti pentingnya pengetahuan seseorang, dimana wanita yang mempunyai pengetahuan KBnya ‘baik’ cenderung lebih banyak memakai kontrasepsi MKJP dibandingkan dengan wanita yang pengetahuan ber KB nya kurang, dengan nilai Odds Ratio atau OR sebesar 1,5. Hal ini memberi arti bahwa wanita yang mempunyai pengetahuan KB lebih baik, mempunyai kecenderungan sebesar 1,5 kali untuk memakai kontrasepsi MKJP. Temuan ini mengindikasikan pentingnya KIE/konseling kepada pasangan usia subur, bila ingin meningkatkan Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
27
kesertaan KB-MKJP. Disamping itu juga menunjukkan sudah ada upaya-upaya KIE untuk MKJP kepada klien di lapangan, meskipun masih belum maksimal. 4.2.3 Pemakaian kontrasepsi MKJP dan hubungannya dengan faktor lingkungan Hasil analisis bivariate yang ketiga antara pemakaian kontrasepsi dengan enam variabel dukungan lingkungan dalam ber KB, yaitu variabel yang berkaitan dengan pemberian informasi baik dalam keluarga, oleh tokoh formal, informal, maupun melalui media. Dalam variabel lingkungan ini yang dimasukkan adalah peran pasangan dalam memutuskan penggunaan alat kontrasepsi, dalam enam bulan terakhir mendapatkan penerangan KB dari teman atau tetangga, penerangan dari petugas KB, penerangan dari TOMA/TOGA, serta dari media elektronik dan media cetak. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa keenam variabel ini mempunyai hubungan yang bermakna dengan pemakaian kontrasepsi MKJP (p< 0.05) Tabel 4.7 Hasil analisis bivariat pemakaian kontrasepsi MKJP menurut akses informasi Pemakaian alat kontrasepsi MKJP n
Total
Non MKJP %
n
%
n
P value
OR
95% CI
%
Peranan pasangan dalam memutusan penggunaan alat kontrasepsi Ya
2020
14,4
12003
85,6
14023
100,0
Tidak
1364
27,6
3582
72,4
4946
100,0
0,001
0,443
0,409
0,478
0,001
0,793
0,736
0,854
0,001
0,789
0,721
0,864
0,001
1,709
1,491
1,958
0,001
1,151
1,062
1,247
0,000
1,361
1,248
1,485
Mendapat informasi KB dari Teman, Keluarga Ya
1584
16,2
8199
83,3
9783
100,0
Tidak
1800
19,6
7385
80,4
9185
100,0
Mendapat informasi KB dari Petugas KB Ya Tidak
715
15,3
3949
84,7
4664
100,0
2669
18,7
11636
81,3
14305
100,0
Mendapat informasi KB dari Tokoh masyarakat /Agama Ya Tidak
306
36,3
857
73,7
1163
100,0
3077
17,3
14728
82,7
18805
100,0
Mendapat informasi KB dari media Elektronik Ya
1072
19,3
4475
80,7
5547
100,0
Tidak
2312
17,2
11109
82,8
13421
100,0
Mendapat informasi KB dari media Cetak Ya Tidak
852
21,6
3090
78,4
3090
100,0
2531
16,8
12495
83,2
15026
100,0
Diantara variabel tersebut, wanita yang mendapatkan informasi KB melalui Tokoh masyarakat/agama mempunyai peluang untuk memakai MKJP lebih tinggi 1,7 kali dari pada yang tidak mendapatkan informasi. Tampak disini bahwa TOMA/TOGA cukup berpengaruh dalam memberikan penyuluhan atau informasi untuk ber KB. Wanita yang terpapar informasi KB melalui media cetak mempunyai kecenderungan1,3 kali untuk memakai kontrasepsi MKJP dibanding mereka yang tidak terpapar. Kondisi serupa juga terlihat dari informasi melalui media elektronik yang menunjukkan hubungan bermakna dan nilai OR= 1,1 kali
28
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
4.3 Hasil Analisis Multivariat: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi MKJP Untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap pemakaian kontrasepsi MKJP pada wanita kawin dalam suatu populasi, maka dilakukan analisis multivariat yang bertujuan untuk mendapatkan model terbaik guna melihat determinan-determinan yang berpengaruh terhadap pengetahuan tersebut. Untuk memperoleh jawaban faktor atau determinan mana yang berhubungan dengan hal tersebut, analisis multivariat logistik regresi ganda dilakukan dengan beberapa tahap, yang meliputi: pemilihan variabel kandidat multivariat, pembuatan model, dan melakukan analisis interaksi (bila diperlukan). Sebelum masuk ke model multivariate, tahap pertama yang dilakukan adalah menseleksi semua variabel independen yang telah di analisis secara bivariat dengan variabel dependen pemakaian kontrasepsi MKJP. Menurut Mickey dan Greenland (1989), apabila hasil analisis bivariat setelah dilakukan uji G (rasio log-likehood) mempunyai nilai p-value <0.25 dan mempunyai kemaknaan secara substansi, maka variabel independen tersebut dapat dijadikan kandidat yang akan dimasukan kedalam model multivariat. Dengan cara menseleksi semua variabel independen yang telah dianalisis secara bivariat dapat dijelaskan bahwa semua variabel kandidat yang diuji harus memiliki persyaratan nilai p<0.25. Hasil analisis bivariat mempunyai nilai p<0,25 maka variabel independen masuk kedalam model multivariat. Tabel 4.8 Variabel yang dimasukkan dalam model Variabel Umur Responden Tingkat Pendidikan Pekerjaan Indeks kesejahteraan Wilayah tempat tinggal Jumlah anak lahir hidup Jumlah Anak yang di inginkan Jumlah anak masih hidup Pengetahuan KB Meggunakan alat kontra sepsi seblumnya Peran serta wanita Informed Choiced Informed Consent Peranan pasangan pemiliahan alat KB mendapat penerangan KB dari temen/keluarga mendapat penerangan KB dari petugas mendapat penerangan KB dari TOMA/TOGA Media Elektronk Media Cetak
-2 log likehood 16877,633 17785,580 17674,487 17708,893 17728,353 17458,643 17789,268 17452,073 17661,240 17597,317 17770,358 17719,743 17789,820 17278,994 17764,398 17778,617 17773,441 17778,604 17743,475
G
p-wald
912,644 4,695 115,788 81,382 61,922 331,631 1,007 338,202 129,035 192,957 19,917 70,532 0,454 511,281 25,877 11,658 16,834 11,670 46,800
0,000 0,030 0,000 0,000 0,000 0,000 0,316 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,500 0,000 0,002 0,001 0,000 0,001 0,000
Variabel terpilih + + + + + + + + +
+ + + + + + + +
Dari analisis ini, terdapat 17 variabel yang memenuhi persyaratan dari total 19 variabel yang ada. Variabel tersebut akan dijadikan sebagai variabel kandidat dari model multivariat. Adapun variabel-variabel independen yang memenuhi persyaratan tersebut adalah: umur (p value= 0.000), tingkat pendidikan (p value= 0.000), pekerjaan (p value = 0,000), indeks kekayaan (p value= 0.000), Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
29
wilayah tempat tinggal (p value= 0.000), jumlah anak lahir hidup (p value= 0.000), jumlah anak masih hidup (p value= 0.000), peran wanita dalam pengambilan keputusan (p value=0.000), pengetahuan tentang KB (p value=0.000), pernah memakai kontrasepi (p value = 0.000), mendapatkan informed choice (p value=0.000), peranan pasangan dalam pemilihan alat KB (p value =0.000), mendapatkan informasi KB dari teman/keluarga (p value=0.000), mendapatkan informasi KB dari petugas (p value=0.000), mendapatkan informasi KB dari TOMA/TOGA (p value=0.000), mendapatkan informasi melalui media elektronik (p value= 0.000), dan media cetak (p value= 0.000). Sedangkan variabel-variabel yang tidak memiliki hubungan bermakna dari hasil analisis bivariat dan tidak dimasukkan dalam model multivariate adalah jumlah anak yang diinginkan dan mendapatkan informed consent Tahapan selanjutnya adalah pembuatan model faktor penentu pemakaian kontrasepsi MKJP. Dalam pemodelan ini, semua variabel (17 variabel) yang masuk ke dalam kandidat dilakukan penilaian atau dicobakan secara bersama-sama dengan cara menguji variabel-variabel tersebut. Model terbaik akan mempertimbangkan dua penilaian, yaitu nilai signifikansi ratio-likelihood (p<=0.05) dan nilai signifikansi P wald (p<=0.05). Bila nilai p dari variabel tersebut >0.05, maka akan di keluarkan dari model, mulai dari variabel yang mempunyai nilai p terbesar sampai didapatkan variabel yang signifikan. Pemilihan model tersebut dilakukan secara hirarki, dengan cara semua variabel independen ( yang telah lolos sensor) dimasukkan ke dalam model, kemudian variabel yang P-waldnya tidak siginifikan dikeluarkan dari model secara berurutan satu persatu yang dimulai dengan p wald yang terbesar. Dari 17 variabel independen sebagai kandidat dalam model ini, diperoleh sebanyak 3 variabel yang dikeluarkan dalam proses seleksi model, karena mempunyai nilai signifikasi log-likelihood terbesar yaitu > 0.05 dan signifikan P wald atau p value juga <=0.05. Variabel pertama yang harus keluar dalam model ini adalah variabel pakai kontrasepsi dengan nilai signifikasi log-likelihood atau p value sebesar 0.9997. Variabel berikutnya secara berturut-turut dikeluarkan dari model ini adalah variabel jumlah anak lahir hidup (signifikasi log-likelihood 0.548) dan keterpaparan dengan media elektronik (signifikasi log-likelihood 0.352). Tabel 4. 9 Hasil akhir analisis model multivariate faktor-faktor yang meempengaruhi pemakaian kontrasepsi MKJP Variabel Umur Responden Pendidikan Pekerjaan Ibu Indek kesejahteraan Jumlah anak masih hidup Tempat Tinggal Tingkat Pengetahuan KB Peran serta Wanita dalam keluarga Informed Choiced Peran pasangan dalam memakai alat KB Penerangan KB dari teman, keluarga Penerangan Kb dari petugas Penerangan KB dari Toma/Toga Peranan media Cetak Konstanta p-ratio log likelihood % klasifikasi benar
B 1,149 0,111 0,302 0,133 -0,230 0,090 0,293 0,168 -0,142 -0,771 -0,276 -0,319 0,640 0,298 0,247 0,000 82,5
p-wald 0,000 0,018 0,000 0,007 0,000 0,047 0,000 0,000 0,002 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,049
OR 3,154 1,118 1,352 1,143 0,795 1,094 1,341 1,183 0,867 0,462 0,759 0,272 1,896 1,347 1.280
95% CI 2,809 – 3,543 1,019 – 1,226 1,244 – 1,470 1,038 – 1,258 0,731 – 0,864 1,001 – 1,195 1,230 – 1,461 1,093 – 1,280 0,791 – 0,951 0,426 – 0,502 0,696– 0,827 0,654 – 0,808 1,621 – 2,217 1,213 – 1,496
Model akhir yang terpilih dari hasil pengujian analisis multivariat terhadap pemakaian kontrasepsi MKJP dapat terlihat pada Tabel 4.9. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa model terpilih ini memberikan hasil yang signifikan pada rasio log likelihood, ini berarti model ini terbentuk dari variabel yang cukup baik. Uji wald untuk penentuan pemakaian kontrasepsi MKJP juga memberikan 30
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
hasil uji yang signifikan. Hal ini memperlihatkan bahwa koefisien ß signifikan di populasinya. Nilai estimasi OR dan 95% CI nya memperlihatkan yang stabil dengan tidak melewati angka 1. Dari keseluruhan proses analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari 14 variabel yang signifikan dan diduga berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi MKJP semuanya signifikan. Sebagaimana terlihat pada tabel tersebut, variabel yang paling dominan dari model yang keluar dalam penentuan pemakaian kontrasepsi MKJP dapat dilihat dari nilai odd rasio (OR) atau Exp β, yaitu : Umur Penerangan KB dari Toma/Toga Pekerjaan Ibu Peranan media Cetak Tingkat Pengetahuan KB Jumlah anak yang di inginkan
(OR= 3,154; 95% CI: 2,809 – 3,543), (OR= 1,896; 95% CI: 1,621 – 2,217), (OR= 1,352; 95% CI: 1,244 – 1,470), (OR= 1,347; 95% CI: 1,213 – 1,496); (OR= 1,341 ; 95% CI: 1,230 – 1,461), (OR= 1,339; 95% CI: 1,232 – 1,456),
Variabel penentu lainnya yang ikut berpengaruh secara berturut-turut adalah indeks kesejahteraan, pendidikan, peran wanita dalam pengambilan keputusan, tempat tinggal, mendapatkan informed choiced, jumlah anak masih hidup, mendapatkan penerangan KB dari teman/ keluarga, peranan pasangan dalam memakai kontrasepsi dan mendapatkan penerangan dari petugas. Dari gambaran diatas memberi petunjuk bahwa cukup banyak variabel yang berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi MKJP perlu dikaji lebih lanjut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
31
32
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
BAB V PEMBAHASAN Pemakaian KB-MKJP di Indonesia masih sangat rendah dan bahkan berdasarkan hasil SDKI cenderung menurun. Pada tahun 1991, proporsi pemakaian MKJP 19,7 persen; tahun 1994: 19 persen, tahun 1997: 17,5 persen, tahun 2002 14,6 persen dan pada tahun 2007 turun menjadi 10,9 persen. Data terakhir SDKI tahun 2007 memperlihatkan prevalensi pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4 persen dan 11 persen diantaranya adalah pemakai MKJP. Hasil analisis ini menunjukkan proporsi yang lebih tinggi, yaitu sekitar 18 persen, yang dikarenakan angka ini dihitung dari pemakai cara KB modern. Berbeda dengan hasil penelitian dari negara lain, Haimovich (2009) melaporkan penggunaan pemakaian kontrasepsi jangka panjang di 14 negara di Eropa akhir-akhir ini cenderung meningkat, yaitu dari 18 persen (2003-2004) menjadi 20 persen (2005-2006). Angka ini ternyata tidak berbeda jauh dengan temuan hasil analisis pada wanita Indonesia, yaitu sebesar 18 persen. Diantara metoda jangka panjang yang tertinggi digunakan oleh wanita Eropa adalah IUD yaitu jenis LNG-IUS dan CuIUD. Metoda ini umumnya digunakan oleh wanita usia diatas 30 tahun, sudah mempunyai anak dan tidak ingin tambah anak lagi dan bagi mereka yang ingin mencari solusi untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang. Di Indonesiapun pemakaian IUD merupakan yang paling banyak digunakan oleh para wanita kawin, yaitu sekitar 4 persen, yang kedua adalah MOW, berikutnya Implant dan MOP. Suatu hal yang patut dicermati bersama adalah tentang pengertian metoda kontrasepsi jangka panjang (MKJP), tampaknya ada perbedaan yang mendasar. Di Indonesia MKJP di definisikan sebagai kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama lebih dari 2 tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan atau sudah tidak ingin tambah anak lagi. Hal yang sama diungkap oleh Prawiroharjo,S (1999), bahwa metode kontrasepsi Jangka Panjang merupakan kontrasepsi yang dapat bertahan antara tiga tahun sampai seumur hidup, seperti IUD, Implant/susuk KB, Steril pada pria/wanita. Sedangkan pengertian MKJP yang disebut dengan Long Acting Contraception Methode menurut NHS Information Center (2009) di negara Inggris, mendefinisikan bahwa metoda kontrasepsi jangka panjang adalah metoda kontrasepsi yang penggunaannya tidak setiap hari sebagaimana pil KB atau tidak digunakan setiap kali melakukan sanggama seperti kondom. Kontrasepsi jangka panjang dikelompokkan berdasarkan cara kerjanya, yaitu reversible (Long Acting Contraception Reversible System) dan irreversible (Long Acting Contraception Irreversible System). Metoda LARC adalah IUD, Implant dan suntikan, sedangkan metoda LACIS adalah metoda kontap seperti tubektomi dan vasektomi. Sementara di Indonesia tidak dibedakan antara kontrasepsi yang sifatnya reversible dan irreversible. Mencermati pengertian tersebut, jika metoda KB-MKJP di Indonesia termasuk juga suntikan KB, maka proporsi pemakaian MKJP tentu akan menjadi lebih tinggi, karena peserta KB suntikan merupakan yang tertinggi digunakan oleh wanita Indonesia, yakni mencapai 32 persen. Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2009-2014 mengamanatkan bahwa program KB di Indonesia perlu diarahkan kepada pemakaian MKJP. Diharapkan dari hasil analisis ini dapat memberikan kontribusi terhadap strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesertaan KB-MKJP. Dilain pihak menurut hasil penelitian oleh (Lipetz, 2009) tentang The cost-effectivenes of long acting reversible contraception (Implanon R) relative to oral contraception in community setting, Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
33
mengakui bahwa rendahnya pemakaian kontrasepsi jangka panjang disebabkan karena biaya pelayanan yang cukup mahal. Menurut Israr,Y , dkk (2008), rendahnya MKJP di Indoneia karena pengetahuan klien dan kurangnya kualitas sosialisasi/KIE MKJP, sedangkan menurut Azwar (1998), pelayanan MKJP perlu didukung dengan peningkatan Quality Assurance. Secara umum gambaran sampel responden wanita pernah kawin secara total yang dianalisis dilihat dari beberapa aspek menurut karakteristik diperoleh gambaran bahwa sebagian besar (66 persen) responden berusia lebih dari 30 tahun, bertempat tinggal di perdesaan (58 persen), berpendidikan SLTP ke bawah (54 persen), bekerja (59 persen) berada pada indeks kesejahteraan mampu ( 63 persen), jumlah anak lahir hidup 0-2 anak (60 persen), memiliki anak masih hidup 0-2 orang (64 persen). Sebagian besar wanita kurang mempunyai peran dalam mengambil keputusan (60 persen). Sampel ini dikelompokkan menurut wanita pemakai MKJP dan Non-MKJP. Bila dibandingkan karakteristik latar belakang responden dari ketiga kelompok ini memiliki pola yang relatif sama atau sampelnya homogen. Akan tetapi yang berbeda adalah pada variabel umur, jumlah anak masih hidup, dan tingkat kesejahteraan, dimana pemakai MKJP lebih banyak pada usia tua, memiliki anak masih hidup maupun lebih lebih dari dua orang dan tingkat kesejahteraan tergolong mampu, serta bertempat tinggal di perkotaan. Temuan ini polanya hampir sama dengan studi tentang pemakaian IUD di Indonesia maupun temuan oleh Haimovis (2009) terhadap wanita Eropa, yang mengatakan bahwa penggunaan kontrasepsi cenderung digunakan oleh wanita berumur diatas 30 tahun, sudah memiliki anak atau digunakan jika keluarga sudah tidak menginginkan anak lagi atau ingin membatasi/menjarangkan kelahiran dalam waktu yang cukup lama. Cukup menarik dari hasil analisis ini yaitu tentang jumlah anak yang diinginkan. Sebagian besar (63 persen) peserta MKJP menginginkan anak dua orang atau kurang dan 37 persen lainnya menginginkan anak lebih dari dua orang. Sedangkan dalam hal ber KB seperti telah diperkirakan, seluruh responden peserta KB-MKJP mengatakan pernah menggunakan salah satu cara KB, sedangkan kelompok non- MKJP hanya tiga persen yang baru pertama menggunakan KB, sebagian besar telah berpengalaman menggunakan KB. Tingkat pengetahuan responden merupakan faktor penting yang sangat menentukan dalam memutuskan untuk ber KB. Temuan ini memperlihatkan bahwa pengetahuan responden tentang KB secara umum yang diukur dari ‘tahu tentang metoda KB’ dan ‘tempat pelayanan’, tampak masih rendah. Pada ketiga kelompok analisis tersebut, 38 persen pada kelompok total, 47 persen pada kelompok MKJP dan 36 persen pada kelompok non MKJP tergolong berpengetahuan baik. Namun demikian terlihat bahwa peserta MKJP pengetahuannya relatif lebih bagus dibanding dua kelompok lainnya. Data ini didukung dari informasi petugas KB, tokoh agama/masyarakat, informasi dari media elektronik dan cetak lebih tinggi pada peserta MKJP dibanding non MKJP dan kelompok responden secara total, meskipun masih belum dapat dikatakan sudah maksimal (pada MKJP: 20 persen; dari petugas, 32 persen melalui elektronik dan 25 persen media cetak). Hal ini menunjukkan sudah adanya upaya peningkatan KIE tentang MKJP meskipun peranannya masih rendah. Hasil yang sama juga ditunjukkan dari hasil penelitian Israr, dkk (2008) yang mengatakan bahwa rendahnya peserta MKJP disebabkan karena pengetahuan klien yang rendah serta kualitas sosialisasi KB-MKJP yang kurang baik. Dilain pihak temuan penelitian ini mengungkap bahwa pemberian informed choice dan informed consent masih sangat rendah, masing-masing 31 persen dan 29 persen responden pernah mendapatkannya. Bila dibandingkan MKJP dan non MKJP, peserta MKJP yang seharusnya mendapatkan pelayanan sesuai SOP (Standard of Prosedure) justru proporsinya lebih rendah mendapatkan informed choiced (25 persen berbanding 32 persen) maupun informed consent (28 persen berbanding 29 persen). Hal ini menunjukkan peran petugas kesehatan yang memberikan pelayanan KB pada pra-pelayanan masih sangat kurang dan masih perlu ditingkatkan lagi. Hal sebaliknya, peserta KB yang mendapat informasi dari keluarga atau teman cukup tinggi (47 persen) dan peranan pasangan dalam menggunakan kontrasepsi cukup besar (60 persen). Jika 34
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
diperhatikan dari data analisis ini proporsi pasangan yang merupakan suami responden lebih mendorong isterinya untuk menggunakan kontrasespsi non-MKJP. Tentunya hal ini cukup mengkhawatirkan, sehingga memerlukan perhatian bersama, terutama yang berkaitan dengan program partisipasi pria dan peran gender. Begitu juga peran teman/keluarga, temuan studi ini melaporkan 53 persen berperan dalam penggunaan KB non-MKJP. Temuan ini menunjukkan perlu lebih ditingkatkan pengenalan KB-MKJP kepada para suami, maupun keluarga. Hasil analisis statistik bivariat memperkuat temuan diskriptif diatas, dimana sebagian besar variabel dari faktor individu yang mencerminkan karakteristik sosiodemografi responden memperlihatkan bahwa sebagian besar atau delapan dari 9 variabel faktor individu memberikan hubungan yang bermakna dengan pemakaian kontrasepsi MKJP ( P<0.05). Diantara variabel tersebut adalah umur, pendidikan, pekerjaan, indeks kesejahteraan, tempat tinggal dan jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup, menunjukkan hubungan yang bermakna. Sedangkan jumlah anak yang diinginkan (kurang dari 2 anak/lebih dari 2 anak) tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Wanita yang berumur 30 tahun atau lebih akan berpeluang untuk memakai kontrasepsi MJKP sebesar 4 kali dibandingkan dengan mereka yang berumur lebih muda atau kurang dari 30 tahun (p=0,000; OR=4,15). Wanita yang berpendidikan tinggi akan berpeluang untuk memakai kontrasepsi MJKP sedikit lebih tinggi dari mereka yang berpendidikan rendah (p=0,031; OR=1,09). Wanita dengan tingkat kesejahteraan tinggi cenderung untuk memakai kontrasepsi MKJP, yaitu sebesar 1.4 kalinya, begitu juga untuk tempat tinggal, mereka yang tinggal di perkotaan cenderung untuk memakai MKJP (p=0,000; OR= 1,357). Melihat peluang wanita yang tinggal di perkotaan cenderung lebih banyak untuk memakai MKJP, maka perhatian kepada wanita di perdesaan harus lebih ditingkatkan. Biasanya di perdesaan memiliki akses terhadap informasi kurang. Ketidaktahuan akan membuat para wanita ini diam dan merasa aman. Kepada para pengelola program baik pemerintah maupun swasta perlu untuk memperbanyak orientasi kegiatan penyebaran informasi tentang KB-MKJP ke daerah perdesaan. Hasil analisis ini membuktikan bahwa ada hubungan yang positif antara pendidikan, tempat tinggal dengan pemakaian kontrasepsi MKJP Berkaitan dengan peluang wanita yang berpendidikan rendah dan usia muda untuk memakai kontrasepsi MKJP, tentunya dapat menjadi masukan yang sangat penting bagi pengelola program dan perlu pemikiran untuk mencari jalan bagaimana agar dapat “menjangkau” para wanita kawin yang berpendidikan rendah (< SLTP) serta kelompok usia muda (diatas 30 tahun). Mengingat keterbatasan dana pemerintah, pemberian informasi melalui jalur masyarakat tempat tinggal merupakan alternatif yang bisa dilakukan agar program ini dapat berlanjut dan tidak bergantung sepenuhnya kepada pemerintah. Begitu pula dengan peran serta wanita, dimana wanita yang mempunyai peran dalam pengambilan keputusan. Tampak bahwa wanita yang mempunyai peran cenderung lebih besar peluangnya untuk memakai MKJP (p < 0,000; OR 1,19). Peran yang dimaksudkan adalah wanita yang mempunyai andil dalam pengambilan keputusan, mempunyai hak untuk menolak melakukan hubungan seks dan mempuntyai hak untuk menolak pemukulan dari suami cenderung mempunyai peran mengambil keputusan juga dalam memakai kontrasepsi MKJP. Terlihat dari beberapa studi, bahwa makin banyak peran wanita dengan ikut serta dalam pengambilan keputusan tampak bahwa wanita ini bisa mengambil keputusan dengan lebih mandiri, termasuk dalam memilih kontrasepsi MKJP. Hubungan pemakaian kontrasepsi MKJP dengan variabel-variabel keterpaparan program KB yang mencakup pengetahuan dan pengalaman ber KB, terdapat tiga variabel yang menunjukkan hubungan yang bermakna (p<0.05) dengan pemakaian kontrasepsi MKJP. Variabel yang paling berpengaruh adalah pengetahuan (OR =1.548). Hal ini merupakan suatu bukti bahwa jika pengetahuan wanita terhadap program KB baik, maka wawasan untuk memilih kontrasepsi MKJP Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
35
lebih berpeluang, jelas terlihat bahwa makin banyak wanita terpapar informasi tentang alat dan tempat mendapatkan kontrasepsi tentunya bisa memilih kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan. Melalui program promosi dan advokasi untuk mendorong seseorang untuk memilih kontrasepsi jangka panjang. Pemberian informasi melalui kegiatan-kegiatan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi oleh petugas baik maupun melalui pasangan dianggap tepat dalam peningkatan pemakaian kontrasepsi. Hubungan akses sumber informasi yang mencakup berbagai media, seperti: media elektronik, media cetak, sumber informasi lain dengan pemakaian KB-MKJP, juga memberikan peranan yang sangat penting dan menentukan terhadap pemakaian kontrasepsi jangka panjang. Media elektronik memberikan peluang untuk pemakaian MKJP (OR= 1,151). Temuan SDKI 2002-2003 melaporkan bahwa diantara media yang paling banyak digunakan adalah televisi, tentunya juga demikian untuk hal ini. Dilihat dari hasil multivariat untuk membuktikan faktor-faktor atau variabel mana yang paling berpengaruh terhadap pemakaian MKJP. Meskipun variabel tersebut memperlihat adanya hubungan tetapi setelah dianalisis lanjut belum tentu memberikan pengaruh terhadap variabel terikat. Mengamati cukup banyaknya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi MKJP, upaya program dalam meningkatkan kesertaan KB-MKJP merupakan masalah yang kompleks yang perlu diperhatikan karena cukup banyak variabel-variabel yang mempengaruhinya. Dari 19 variabel yang dianalisis, terdapat 14 variabel yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi MKJP, yaitu: umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, indeks kesejahteraan, jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup, peran wanita dalam pengambilan keputusan, pengetahuan tentang kontrasepsi, peran pasangan dalam memakai kontrasepsi, keterpaparan informasi dalam 6 bulan terakhir baik dari media masa, media cetak, petugas, toma/toga dan keluarga. Akan tetapi diantara variabel tersebut, yang terkuat mempengaruhi adalah umur wanita. Umur ini tentunya sangat terkait nantinya dengan jumlah anak yang dimiliki dan keinginan untuk tambah anak lagi. Dapat dijelaskan pula, bahwa untuk memakai kontrasepsi jangka panjang jika umur lebih tua akan lebih bertahan. Variabel kedua yang lebih berpengaruh adalah keterpaparan informasi dari TOMA/TOGA, sehingga dapat dijadikan peluang untuk memberikan penyuluhan atau penerangan melalui media atau forum pertemuan dengan memakai TOMA/ TOGA. Variabel ke tiga adalah pekerjaan, dapat dijelaskan bahwa jika seorang wanita bekerja maka tentunya keinginan untuk menambah anak lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Wanita yang bekerja mempunyai peluang lebih besar memakai kontrasepi MKJP karena wanita pekerja ingin mengatur kehamilannya agar dapat bekerja lebih baik, tidak hamil dan mempunyai anak dalam waktu tertentu sesuai dengan yang direncanakan. Variabel keempat keterpaparan informasi melalui media cetak dan variabel kelima yang berpengaruh adalah pengetahuan tentang kontrasepsi. Dapat dijelaskan bahwa jika seseorang mempunyai pengetahuan yang baik, tentunya akan lebih mempunyai peluang memilih yang lebih baik. Disini perlunya promosi dan penyuluhan yang lebih intensive untuk memberi pengetahuan yang lebih baik kepada masyarakat, agar pemakaian kontrasepsi MKJP lebih meningkat. Dengan pengetahuan yang baik tentang kontrasepsi, tentu dapat memberikan peluang untuk dapat memilih kontrasepsi dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan ber KB. Meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi yang terus menerus, dan tampaknya forum pertemuan yang melibatkan TOMA/TOGA dapat merupakan salah satu alternatif untuk memperikan penyuluhan. TOMA dan TOGA merupakan tokoh yang tentunya menjadi panutan masyarakat, sehingga apa yang diungkapkan atau yang dikatakan akan lebih muda untuk diikuti masyarakat. Selain itu pemberian informasi melalui media cetak juga salah satu alternatif. Masih terdapat 14 variabel yang mempengaruhi seorang wanita memilih kontrasepsi MKJP, namun dengan melihat peluang yang paling besar dan yang mungkin diintervensi tampaknya pemberian informasi untuk meningkatkan pengetahuan wanita yang bisa dipengaruhi. Sedangkan 36
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
variabel yang cukup terlihat berpengaruh adalah umur, namum variabel ini tidak dapat diintervensi, begitu pula untuk variabel pekerjaan. Dilihat dari berbagai kebijakan program yang ada, dimana di dalam pelayanan KB harus memperhatikan kualitas pelayanan KB sehingga klien merasa puas di dalam ber KB. Sementara itu pelayanan KB harus secara rasional efektif dan efisien dan ditambah lagi dengan kebijakan kafetaria system. Untuk memenuhi kebijakan ini dan penerapannya tidak saling bertentangan, hal ini menjadi tantangan bagi program yang patut diperhatikan, dengan berbagai pendekatan dan pemerintah lebih bersifat memfasilitasi. Dari temuan ini terlihat bahwa kebijakan KB-MKJP tampaknya masih belum merata. Masyarakat miskin yang tinggal di perdesaan, pengetahuan rendah masih belum banyak yang terjangkau. Sosialisasi berupa KIE, penyuluhan yang jelas dan tepat perlu lebih ditingkatkan lagi, begitu pula melalui berbagai media.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
37
38
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisis lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi MKJP dari data SDKI 2007, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemakaian kontrasepsi MKJP di Indonesia masih rendah. Hanya 18 persen dari pemakai kontrasepsi memilih kontrasepsi MKJP sebagai cara untuk mengatur kehamilan. 2. Sebagian besar pemakaian kontrasepsi MKJP digunakan oleh wanita yang berpendidikan rendah (SLTP kebawah), berumur relatif tua (30 tahun atau lebih), bekerja, memiliki tingkat kesejahteraan tergolong mampu, bertempat tinggal di perdesaan, dan memiliki anak masih hidup lebih dari dua orang, menginginkan anak lebih dari dua, dan pernah menggunakan cara KB sebelumnya. Karakteristik ini tidak berbeda jauh dengan peserta KB non-MKJP, maupun peserta KB umumnya. 3. KB-MKJP umumnya digunakan sebagai KB ulangan, pada wanita yang memiliki anak lebih dari dua orang dan berumur lebih tua (diatas 30 tahun). Sementara peserta KB non-MKJP umumnya digunakan oleh wanita yang memiliki anak dua orang atau kurang, dan berumur relatif muda. 4. Pelaksanaan informed choiced dan informed consent masih sangat rendah (dibawah 30 persen) dan terutama kepada peserta MKJP. 5.
Peran petugas KB, tokoh agama, tokoh masyarakat dan media dalam memberikan informasi KB masih rendah (kurang 20 persen). Sementara peran pasangan, keluarga dan teman lebih tinggi (diatas 50 persen), namun lebih cenderung kepada non-MKJP.
6. Hubungan beberapa variabel dengan pemakaian kontrasepsi MKJP : Delapan dari sembilan variabel dari faktor individu menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,05), yaitu: umur, pekerjaan, tempat tinggal, pendidikan, indeks kesejahteraan, jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup dan status wanita. Diantara 4 (empat) variabel keterpaparan program KB, tiga diantaranya menunjukkan hubungan yang bermakna (p<0.05), yaitu variabel pengetahuan tentang kontrasepsi, pernah memakai kontrasepsi sebelumnya, dan pernah mendapatkan informed choiced . Semua variabel akses informasi yang mencakup: media elektronik, media cetak, sumber informasi lain, menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pemakaian kontrasepsi MKJP. Pernah mendapatkan penerangan KB dari TOMA/TOGA dalam memberikan peluang untuk memakai kontrasepsi MKJP hampir 2 kalinya (OR= 1, 709); media cetak sebanyak 1 kali (OR=1,36) 7.
Wanita berumur diatas 30 tahun, berpeluang sebesar 4 kali menggunakan MKJP, dibanding umur kurang dari 30 tahun. Wanita yang mempunyai anak lahir hidup lebih dari 2 mempunyai peluang sebesar dua kalinya wanita yang mempunyai anak kurang dari 2 orang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
39
8.
Pemakaian kontrasepsi MKJP dipengaruhi oleh banyak faktor (14 variabel), yaitu: umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, tempat tinggal, jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup, indeks kesejahteraan, status wanita, pengetahuan KB, mendapatkan informed choiced, dukungan pasangan dalam ber KB, mendapatkan informasi KB melalui media cetak, petugas, TOMA/TOGA, keluarga/teman.
9.
Diantara 14 variabel yang mempengaruhi pemakaian MKJP, yang terkuat adalah: umur dengan nilai OR = 3.154 , Penerangan KB dari TOMA/TOGA (OR= 1.347), pekerjaan ibu (OR=1,352), peranan media cetak (OR = 1,347) dan pengetahuan tentang kontrasepsi (OR=1,341).
10. Temuan studi ini memperlihatkan adanya upaya-upaya untuk meningkatkan kesertaan MKJP, yang terlihat dari peran petugas KB, TOMA, akses informasi proporsinya relatif lebih tinggi dibandingkan non MKJP, meskipun secara umum masih rendah.
Saran Berdasarkan hasil temuan dari analisis ini, maka dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1.
Dalam rangka meningkatkan kesertaan MKJP perlu dilakukan berbagai intervensi yang dilakukan oleh pemerintah, antara lain melalui: Peningkatan pengetahuan wanita akan kontrasepsi khususnya MKJP, baik berupa konseling, KIE, melalui media informasi, pertemuan formal dan informal Program partisipasi pria untuk mendorong pasangannya menggunakan MKJP perlu lebih ditingkatkan, mengingat dari analisis ini informasi suami memberikan hubungan yang signifikan, sementara proporsi pasangan cenderung memilih KB non-MKJP cukup tinggi (83 persen) Upaya peningkatan kualitas pelayanan MKJP, seperti penyiapan sarana, prasarana yang memadai. Hal ini dianggap penting mengingat metoda MKJP memerlukan pelayanan oleh tenaga terlatih, dan mengikuti standard of prosedure (SOP). Meningkatkan peran petugas KB, provider, tokoh agama, tokoh masyarakat serta meningkatkan kerjasama lintas sektor
2.
Mengingat kebijakan program KB lebih diarahkan kepada keluarga miskin, sementara dari hasil temuan ini keluarga yang tidak mampu cenderung menggunakan kontrasepsi non-MKJP, maka dalam rangka meningkatkan kesertaan MKJP perlu adanya upaya terobosan, misalnya pemberian subsidi/ bantuan/ fasilitasi, memanfaatkan rumah sakit/ klinik yang memadai dan memenuhi standar pelayanan.
3.
Mengingat peserta KB-MKJP masih rendah di perdesaan, pada kelompok keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang rendah dan berpendidikan rendah,maka perlu upaya-upaya pendekatan berdasarkan segmentasi sasaran pada kelompok-kelompok ini termasuk wilayah galcitas.
40
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
DAFTAR PUSTAKA —Azwar,A, 1996, Jakarta, disertasi: Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Rumah Sakit , Jakarta. Fakultas Pasca Sarjana – Universitas Indonesia Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan dan ORC Macro, 2003. Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia 2002-2003, Calverton Maryland : BPS dan ORC Macro Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan dan ORC Macro, 2008. Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia 2007, Calverton Maryland : BPS dan Macro International Badan Pusat Statistik Indonesia. Laju pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Provinsi. Disitasi dari :http://www.datastatistik-indonesia.com/ componetnt/option,com _tabel/ task/ ite, id, 164/. Last update : Mei 2008 BKKBN. Keluarga Berencana. Dikutip dari :http://www.bkkbn.go.id/hqweb/pria/artik. last update : Januari 2007. BKKBN Provinsi Bali. Pemilihan Jenis Kontrasepsi. Dikutip Bali.go.id/hqweb/pria/artik. last update : Januari 2007.
dari :http://www.bkkbn-
Biro Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan dan Macro International Inc, 1992. Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia 1991, Columbia Maryland : BPS dan MI Biro Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan dan Macro International Inc, 1995. Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia 1994, Calverton Maryland : BPS dan MI Biro Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan dan Macro International Inc, 1998. Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia 1997, Calverton Maryland : BPS dan MI C. Lipetzt, et all. The cost-effectivenes of long acting reversible contraception (Implanon R) relative to oral contraception in community setting, 2009. Contraception 79 (2009).304-309. Endah Winarni dkk, 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian IUD , BKKBN Haimovich, Sergio. Profil of Long Acting Reversible Contraceptive Users in Europe. The European Journal of Contraception & Reproductive Health Care, June 2009; 14(3):187-195 Israr,Y.A, dkk. 2008 Peningkatan Mutu Sosialisasi KB MKJP di Puskesmas Harapan Raya. Pekan Baru, Riau. Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
41
The NHS Information Centre for Health and Social Care dikutip dari www.ic.nhs.uk/.../morewomen-use-long-acting-contraception, Sept, 2009 Prawirohardjo S. Keluarga Berencana Dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 1999; 535-65; 900-24. Pusat data dan informasi Departemen Kesehatan Indonesia. 2005. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan.
42
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaianan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)