DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAIIAI\ LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAT'TAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTARLAMPIRAI\ BAB
I
1.1 Latar Belakang
1.3 1.4 1.5
II
. . ..
...
.11
PENDAIIULUAN
l-2
BAB
..........1
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian Batasan penelitian
4 4 4
TINJAUAI.I PUSTAKA
2.1 SibutraminHidroklorida. 2.2 Jamu 2.3 Kromatografi CairKinerja Tinegr (KCKT). 2.3.1 Pendahuluan 2.3.2 Sistem Instumen KCKT 2.3.3 Teknik Pemisahan Dalam KCKT 2.3.4 Validasi Metode Analisis...
2.4 2.5
Teknik Sampling. KerangkaTeori.
1t 13 13
t4 t7 t7 2t 25
BAB UI METODOLOGI PENELITIAFI 3.1 Waktu dan Tempat penelitian ............. ..... 3.2 Bahan dan Alat
3.3
5
3.2.1 Bahan 3.2.2 AIat............
26 26
26
MetodePenelitian 3.3.1 Pemilihan Sampel....... 3.3.2. Ptepmasi ...............:.....;......... 3.3.2 Validasi ................:... 3.3.3 Penetapan Kadar Sibuhamin HCI dalam Sampel........
Sampel....... Metode
Ylll
26 27 27 27 28
29
BAB IV
HASIT DAN PEMBAHASAN 31
4.2
4.1.1 Hasil Uji Efesiensi (o1orr........
31
4.1.2 Hasil Uii Perolehan kembati (UPK)...........
32
4.1.3 Hasil Penetapan Kurva Kalibrasi......
32
4.1.4 Hasil Anatisa Kadar Sibutramin HCI Dalam Sampel.......
34
Pembahasan...................
35
BAB V
DAFTAR PUSrAKA....re.r*--ri*,or...,,..{o.....r..r.,,
44
tAMPI.RAN
48
lx
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabol.
I
Laporm efck samping sibutramin HCI di Australia (BPOM, 2006).......................11
Tabel.
2
Jamu yang Mengnndrrng Bahan Kimia Obat
(Yuliarti,2008)........
.......12
l
TaM. 3 Uji
Efisionsi koloru pada sibutramin
HC1............
KCKT. Tabel. 5 [Iasilhrvakalibrasi Sibutramin HC1............ Tabel.
t'
4 Uji
UPK / Rcoovery Sibutramin [ICl dengnn alat
...............31 ....................32 .....................32
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21.
Stuktur Kimia Sibutramin HCI Sistem Instrumen KCKT Kurva Kalibrasi Larutan Standar sibutramin HCI Instrumen KCKT....... Blanko Blanko * sampel baku banding sibutramin HCl... Hasil analisa jamu kode HS.... Hasil analisa jamu kode SR.... Hasil analisa jamu kode JT..... Hasil analisa jamu kode LD.... Hasil analisa jamu kode LX.... Hasil analisa jamu kode SL.... Instrumen KCKT....... pH meter Jamu antiobesitas (HS). Jamu antiobesitas (SL) Jamu antiobesitas (LD). Jarnu antiobesitas (SR) Jamu antiobesitas (JT)... Jamu antiobesitas (LX) Baku pembanding Sibutramin HCI
xI
Halaman
l0 t4 32 56 53
54 55 56 57 58
..
59 60
6t 6t 62 62
62 62 62 62 63
DATTARIAMPIf,AN
Lampira.n.
t
Sertifikasi Fenguiian
Sibutramin.
........................r 48
Lampiran.2Hasill(urvaKalibrasiSibutramin}lCl............ Latnpiran. 3 hlasil Uli Perolehan
Kembali...
........... 50
Lampiran,4 HasilUji ldentifikasisibutramin HCI pada Lampiran. 5 Gambar
Sampe1....................
alat-a1ct......
52
...... 59
Lampirran. 6 Gambar Sanrpet Jamu Antiobesitas yang di
ufi............
.....'...... 61
tampiran. 7 Tabel Komposki Kandungan SampelJamu Antiobesitas yang di uji.............................. 62
{1 "
xil
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini, tercatat 7000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara regular. Sekitar 1000 jenis tanaman telah diindentifkasi dari aspek botani sistematik tumbuhan yang baik. WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa 68% penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang mayoritas melibatkan tumbuhan untuk penyembuhan penyakit dan lebih dari 80% penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan mereka. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan obat memiliki arti penting yakni secara mendasar mendukung kehidupan maupun potensi perdagangan (Saefudin, 2011 ). Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, obat tradisional dilarang menggunakan bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat. Namun pada kenyataannya, di pasaran masih juga beredar jamu-jamu yang mengandung bahan kimia obat (BKO).
1
Sejalan dengan perkembangan obat tradisional inimenjadikan persaingan yang semakin ketat dan cenderung membuat industri jamu menghalalkan segala cara untuk dapat bertahan hidup, pencampuran jamu dengan bahan – bahan kimia berbahaya sering dilakukan untuk menjadikan jamu tersebut semakin berkhasiat secara instan ( Hermanto, 2007). Vepriati (2008) berpendapat bahwa pencampuran jamu dengan bahan kimia obat berbahaya apalagi kebanyakan bahan kimia obat yang ditambahkan tergolong obat keras yang dalam pemakaian harus dengan resep dokter, karena disamping mempunyai efek terapi juga mempunyai efek samping dan kontra indikasi. Lebih bahaya lagi bahan kimia obat yang di tambahkan biasanya tanpa dosis yang jelas, dan biasanya obat tradisional dikonsumsi secara rutin yang menjadi adat kebiasaan dan dalam jangka panjang. Beberapa penelitian telah dilakukan dan ditemukan jamu-jamu yang didalamnya mengandung BKO, salah satu jenis jamu yang mungkin ditambahkan obat didalamnya adalah jamu antiobesitas. Mengingat tingginya minat masyarakat Indonesiakhususnya kaum wanita untuk melangsingkan tubuhnya, jamu yang dapat memberikan efek penurunan berat badan dengan cepat kemungkinan besar akan banyak di konsumsi oleh masyarakat. Bahan kimia obat yang dicampurkan ke dalam obat tradisional ini kebanyakan masuk ke dalam kategori obat keras dengan dosis yang jauh daripada dosis yang dianjurkan. Sehingga jika masyarakat mengkonsumsi obat ini secara terus menerus maka nantinya bisa merusak ginjal dan
2
hati.Keberadaan obat ini selain menyalahi peraturan pemerintah, juga dapat membahayakan kesehatan konsumen itu sendiri(Kurniadi, 1999). Sibutramin Hidroklorida adalah obat penurun berat badan, golongan obat keras yang hanya dapat diperoleh dan hanya dapat digunakan berdasarkan resep dokter. Obat keras ini merupakan senyawa kimia turunan siklobutan yang bekerja dengan cara menghambat ambilan (reuptake) norepinefrin, serotonin, dan dopamin. Dengan pengawasan dokter, sibutramin HCl digunakan sebagai terapi tambahandalam program penurunan berat badan pada nutritional obesity patients dengan indeks massa tubuh (Body Mass Index, BMI) lebih dari atau sama dengan 30 kg/m2, atau pada nutritional excess weight patients dengan indeks massa tubuh lebih dari atau sama dengan 27 kg/m2, yang memiliki faktor risiko yang terkait dengan obesitas seperti diabetes tipe 2 atau dislipidemia. Namun kenyataannya, obat ini banyak ditemukan dijual bebas di pasaran (BPOM, 2006) Berdasarkan struktur Sibutramin HCl yang mempunyai gugus kromofor
maka
analisa
senyawa
ini
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan detektor UV-VIS. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ingin mengetahui apakah Sibutramin HCl digunakan sebagai bahan tambahan pada jamu tradisional yang beredar di masyarakat dengan menggunakan metode KCKT. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat agar lebih berhatihati dalam mengkonsumsi jamu tradisional yang dipasarkan.
3
1.2. Perumusan Masalah Apakah jamu tradisional Antiobesitas yang beredar di masyarakat teridentifikasiadanya senyawa kimia Sibutramin HClyang terkandung dalam sampel, dengan menggunakan metode KCKT ? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan sibutramin HClpada beberapa jamu tradisional Antiobesitas yang beredar di masyarakat dengan menggunakan metodeKCKT. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapatmemberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya dari sibutramin HCljika mengkonsumsi jamu tradisional yang mengandung sibutramin HCl. 2. Sebagai masukan bagi dinas kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang kandungan sibutramin HCl pada jamu tradisional yang beredar di masyarakat. 1.5. Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 6 jamu tradisional antiobesitas yang diperoleh dari wilayah Ciputat – Tangerang Selatan dengan metode Investigasi Sampling, di dasarkan atas peminatan masyarakat yang cukup tinggi terhadap produk tersebut.
4
BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sibutramin Hidroklorida Sibutramin HClmerupakan salah satu obat antiobesitas yang berkhasiat sebagai anoreksansia. Dimana anoreksansia merupakan zat-zat berdaya menekan nafsu makan dan digunakan untuk menunjang diet pada penanganan obesitas. Obesitas didefinisikan sebagai terdapatnya lemak tubuh dalam jumlah abnormal, yang mengakibatkan kegemukan dan overwight pada keadaan tinggi badan dan jumlah otot tertentu. Obesitas merupakanpencetus faktor resiko untuk diabetes dan dapat meningkatkan resiko akan timbulny, hernia, varices,dan artrose pada lutut dan kaki. (Tjah, 2007) Dalam usaha mencari anoreksansia baru yang efektif dan aman, telah dilakukan kajian dengan hormon kenyang. Tetapi karena orang obese kurang atau tidak peka untuk leptin, maka hormon ini tidak menghasilkan efek baik. (Tjah, 2007). Dewasa ini tersedia tiga obat baru yang berfungsi sebagai antiobesitas, yaitu sibutramin HCl, rimonabant dan ekstrak kaktus Hoodia, di samping obat-obatyang sudah ada (amfepramon dan orlistat).(Tjah, 2007), Mekanisme kerjanya berlainan, yaitu : a.
Menekan nafsu makan dan rasa lapar : amfepramon, sibutramin HCl, rimonabant dan hoodia. Menghambat re-uptake serotonin, yang di otak bersama nordrenalin (NA) mengendalikan rasa kenyang. 5
Rimonabant memblok reseptor reseptor cannabinoid yang apabila diduduki
endocannabinoid
menimbulkan
rasa
lapar.
Hoodia
mengandung zat aktif yang bersaing dengan glukosauntuk reseptor yang sama, sehingga hipotalamus “dikelabui” dan tidak memicu isyarat lapar. b.
Menghambat penyerapan lemak : orlistat. Lemak baru dapat diabsorpsi seusai dirombak oleh lipase menjadi asam lemak bebas dan gliseol. Orlistat merintangi lipase, sehingga sebagian lemak tidak diserap usus.
c.
Meningkatkan pengeluaran energi : sibutramin HCl, mungkin dengan jalan aktivitas adrenergis perifer. Setelah penggunaan enam bulan, dapat dicapai penurunan bobot badan rata-rata 11 kg (Tjah, 2007).
Sibutramin HClmerupakan golongan obat keras yang digunakan dalam pengobatan obesitas, dimana obat ini hanya dapat diperoleh dan digunakan berdasarkan resep dokter. Namun kenyataannya, obat ini banyak ditemukan dijual bebas di pasaran (BPOM, 2006).
Sibutramin HCl (derivat siklobutan) adalah suatu serotonin – NA reuptakebloker, yang berperan pada terjadinya perasaan kenyang sesudah makan. Di samping itu juga dapat meningkatkan penggunaan energi akibat kerja adrenergis perifer. Tanpa diet penurunan hanya 1 % , terapi sebaiknya dihentikan bila sudah 4 minggu turunnya bobot badan hanya kurang dari 2
6
kg. Digunakan pada penderita obese dengan BMI > 30kg/m2 atau di atas 27 dengan resiko diabetes, dislipidemia, dan hipertensi (Tjah, 2007).
Mekanisme dari sibutramin HCladalah menghambat reuptake noradrenaline dan serotonin oleh sel saraf setelah kedua neurotransmiter ini menyampaikan pesan diantara sel saraf yang ada di otak. dihambatnya reuptake membuat kedua neurotransmitter ini bebas menjelajah di otak. saat itulah keduanya menghasilkan perasaan penuh (kenyang) pada pasien sehingga mengurangi keinginan untuk makan (Tjah, 2007).
Efek samping yang dapat timbul dari penggunaan sibutramin HCl meliputi peningkatan denyut
jantung, palpitasi (jantung berdebar),
peningkatan tekanan darah, sakit kepala, kegelisahan, kehilangan nafsu makan, konstipasi, mulut kering, gangguan pada alat perasa, vasodilatasi, insomnia, pusing, paraaesthesia, berkeringat dan lain-lain ( BPOM, 2006).Penggunaan
sibutramin
HCl
dalam
dosis
tinggi
berisiko
meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung serta menyebabkan penggunanya sulit tidur sehingga senyawa kimia itu tidak boleh dikonsumsi secara sembarangan oleh orang yang mempunyai riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, aritmia dan stroke. Interaksi sibutramin HCl, jikadigunakan bersamaan dengan obatobat yang mekanisme kerjanya menghambat oksidasi monoamine (MAOIs, seperti selegiline), sibutramin HCl secara klinis akan menghasilkan interaksi yang bermakna karena meningkatkan resiko serotonin syndrome. Selain itu, penggunaan sibutramin HCl bersamaan dengan obat-obat penghambat
7
CYP3A4 seperti ketokonazol dan eritromisin dapat meningkatkan kadar sibutramin HCl dalam plasma (Tjah, 2007). Dosis sibutramin HCl yaitu oral 1 dd 10 mg, setelah 4 minggu bila berat badan menurun < 2 kg, dapat dinaikkan sampai 15 mg, maks. Selama 1 tahun (Tjay, 2007).
Obat ini merupakan obat keras yang salah satunya kontraindikasi dengan penyakit kardiovaskuler. Sedangkan orang yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas) memiliki resiko yang sangat besar untuk menderita penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan konsultasi mengenai riwayat penyakit pasien dengan Dokter sebelum memilih menggunakan sibutramin HCl (BPOM, 2006)
Sibutramin HCl menghasilkan 2 metabolit aktif yang mekanisme kerjanya sama dengan senyawa induknya yaitu sibutramin HCl. Hal ini dapat meningkatkan toksisitas dari obat tersebut jika dosis, frekuensi dan lama pemberian tidak dikontrol (BPOM, 2006).
Sibutramin HClmerupakan obat golongan anoreksansia yang berdaya menekan nafsu makan secara efektif selama 4 sampai 6 minggu namun setelah digunakan 3 sampai 6 bulan efeknya akan sangat berkurang akibat terjadinya toleransi. Jika terjadi toleransi, maka ketika dilakukan peningkatan dosis (menjadi 15 mg , maksimal selama 1 tahun) perlu pengawasan ketat dari dokter untuk menghindari efek samping obat (Tjah, 2007).
8
Resiko lain mengkonsumsi obat-obat antiobesitastanpa pengawasan dokter adalah membuat tubuh lemas dan sistem kekebalan tubuh menurun karena jarang makan (tetapi tidak merasa lapar), jantung berdebar-debar, dehidrasi, sulit tidur, diare, penurunan tekanan darah, nyeri kepala, dan gula darah menurun drastis. Namun, resiko yang timbul pada setiap orang tidak sama, karena itu konsumsi obat-obat antiobesitas harus di bawah pengawasan dokter (Tjah, 2007).
9
Rumus bangun Sibutramin HCL (Maluf D.F, 2007) :
Gambar 1. Struktur kimiaSibutramin HCl Sinonim
:N-1-[1-(4-Chlorophenyl)cyclobutyl]-3-methylbutylN,N-dimethylamine HCl H2O
Rumus empiris
:C17H26ClN . HCl . H2O
Bobot molekul
: 334.32
10
Tabel. 1 Laporan efek samping sibutramin HCldi Australia (BPOM, 2006) Kelas sistem organ
Jumlah laporan
Terdiri dari
Sisitem saraf pusat
62
20 kasus sakit kepala
Psikiatrik
50
12 kasus depresi 11 kasus ansietas 10 kasus insomnia 6 kasus agresevitas 6 kasus agitasi
Saluran cerna
33
9 kasus mual 6 kasus konstipasi 6 kasus mulut kering
Jantung
31
11 kasus gangguan ritme 9 kasus palpitasi 4 kasus nyeri dada
Pembuluh darah
26
8 kasus hipertensi
Saluran napas
15
11 kasus dyspnoea
2.2. Jamu Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Obat tradisional didefinisikan sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan atau mineral, bahan sarian (galenik), atau campuran bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Sutrisno, 1986). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor: HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka menyatakan bahwa obat tradisional tidak
11
boleh mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat obat (Sutrisno, 1986). Mutu jamu ditentukan oleh beberapa persyaratan pokok yang meliputi komposisi yang benar, tidak mengalami perubahan fisika kimia dan tidak tercemar bahan asing. Hal ini berarti secara kualitatif dan kuantitatif jamu tersebut diolah dari simplisia sebagaimana tertera pada pendaftaran jamu. Selain itu dalam ramuan jamu tidak diperbolehkan memasukkan zat berkhasiat lain (Sutrisno, 1986). Beberapa jenis jamu dinilai berbahaya karena didalamnya terkandung BKO. Menurut temuan Badan POM RI, obat tradisional yang sering dicemari BKO umumnya adalah obat tradisional yang digunakan pada penyakit-panyakit tertentu seperti pada tabel berikut ini (Yuliarti,2008): Tabel. 2Jamu yang Mengandung Bahan Kimia Obat(Yuliarti,2008) Kegunaan Obat Tadisional Pegal Linu/Encok/Re matik Antiobesitas Peningkat stamina/obat kuat pria Kencing manis/diabetes Sesak nafas/asma
BKO yang sering Ditambahkan Fenilbutazon,metampiron,diklofenaksodium,piroksika m,parasetamol, prednison, atau deksametason. Sibutramin HCl Sildanafil sitrat
Glibenklamid Teofilin
12
2.3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 2.3.1. Pendahaluan Pada tahun 1902 Mikhael Tswett menemukan metode untuk memisahkan pigmen daun dengan menggunakan berbagai macam adsorben, yang kemudian pigmen daun akan tertahan di berbagai macam adsorben yang digunakan dan membentuk pita-pita warna. Ini yang menjadi awal mula kata kromatografi yang berasal dari bahasa yunani “chromate” yang berarti warna dan “graph” yang berarti merekam. Kromatografi sendiri dapat di definisikan sebagai pemisahan campuran dengan distribusi antara dua atau lebih fase yang tidak bercampur. Sejumlah fase tidak bercampur tersebut dapat berupa fase gas-cair, gaspadat, cair-cair, cair-padat, gas-cair-padat, dan cair-cair-padat (Rohman, 2009). Perkembangan kromatografi dimulai pada tahun 1930-an dengan di temukanya kromatografi lapis tipis (KLT), tahun 1940 mulai di kembangkan kromatografi gas dan kromatografi kertas, baru pada tahun 1960an perkembangan kromatografi cair mulai di perhatikan dengan di temukanya KCKT (Rohman, 2009). KCKT merupakan tehnik kromtografi yang komplementer. Dalam pengaplikasianya alat kromatografi ini dapat di kendalikan dengan komputer disertaisoftware yang canggih dan berkemampuan untuk memisahkan sampai 100 komponen dalam campuran yang kompleks (Rohman, 2009).
13
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan senyawa organik, anorganik,
maupun
senyawa
biologis,
analisis
ketidakmurnian
(impurities), analisis senyawa non volatile baik dalam jumlah kecil, dalam jumlah banyak dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kuantitatif maupun kualitatif (Gandjar & Rohman, 2007). KCKT memiliki banyak kelebihan dibanding metode analisis lainnya. Kelebihan tersebut diantaranya adalah a. Waktu analisis relatif cepat. b. Daya pisahnya cukup baik. c. Peka. d. Pemilihan kolom dan eluen sangat bervariasi. e. Kolom dapat dipakai kembali. f. Dapat digunakan untuk molekul besar dan kecil Dapat menghitung sampel dengan kadar yang sangat rendah (Gandjar & Rohman, 2007). 2.3.2. Sistem Instrumentasi (KCKT) Pompa bertekanan
Autosampler/ manuel
Guard column
column
detector
PC
Gambar 2. Sistem Instrumentasi KCKT(Gandjar & Rohman, 2007). 14
a. Wadah Pelarut Tempat penyimpanan pelarut untuk KCKT dengan jumlah yang cukup untuk pengoprasian sistem KCKT. Wadah pelarut dapat dilangkapi pengawasan secara online dan filter untuk melindungi pelarut dari pengaruh lingkungan
b. Pompa Berfungsi untuk menjaga aliran fase gerak ke sistem secara konstan dan terus menerus. Sebagian besar pompa modern memungkinkan pengaturan pencampuran berbagai macam pelarut dari wadah pelarut yang berbeda
c. Injektor Berfungsi untuk menginjeksikan analit agar bercampur kedalam aliran fase gerak sebelum memasuki kolom. Sebagian injektor modern sudah dilengkapi dengan autosamplerdimana memungkinkan menginjeksikan sampel dengan volume yang berbeda dari vial yang berbeda d. Kolom Kolom
berfungsi
untuk
memisahkan
masing-masing
komponen. Kolom yang mempunyai rantai alkil pendek umumnya kurang stabil pada fase gerak yang sangat asam (pH < 2). Sedangkan kolom dengan rantai alkil yang lebih panjang ( C8 atau C18 ) pada
15
umumnya lebih stabil, namun komponen kolom ini akan tetap rusak apabila digunakan pada pH yang sangat rendah atau sangat tinggi, sehingga pH kondisi analisis yang digunakan sebaiknya berada pada rentang pH 2,00-8,00, kolom yang sering digunakan adalah bahan silika. Selain pH, suhu yang tinggi (>400C) juga dapat merusak kolom yang berbahan silika. Perubahan suhu kolom dapat mengubah waktu retensi secara bermakna sehingga dapat menyulitkan analisis kualitatif dan mempengaruhi presisi analisis kunatitatif. Analisa pada suhu yang lebih tinggi dapat menguntungkan karena dapat mempercepat analisis, viskositas fasegerak berkurang, transfer massa bertambah dan kelarutan sampel dapat bertambah sehingga dapat menghasilkan resolusi yang baik (Gandjar & Rohman, 2007). e. Detektor Adalah alat yang berfungsi untuk menentukan secara spesifik karakteristik dari analit yang telah di pisahkan di dalam kolom. Sebagian besar detektor yang digunakan dalam KCKT adalah detektor UV-VIS, dimana detektor UV-VIS memungkinkan untuk secara terus menerus memonitor absorbansi dari sampel dalam rentang panjang gelombang UV-VIS. Kemunculan analit dalam detektor apabila analit menyerap/mengabsorbansi sinar UV-VIS lebih banyak dari pada pembawanya, dan ini menunjukan bahwa sampel positif.
16
f. Analisis Data dan kontrol Sistem Adalah bagian dari KCKT yang berbasis komputer dimana semua parameter instrument dalam KCKT (komposisi pembawa, campuran dari beberapa pelarut, temperatur, urutan injeksi, dll) merupakan bagian untuk mendapatkan dan mengolah data yang di dapat dari detektor (Gandjar & Rohman, 2007). 2.3.3. Teknik Pemisahan Dalam KCKT Sistem isokratik yaitu suatu teknik pemisahan dimana selama proses analisis berlangsung, fese gerak atau komposisi fase gerak tidak berubah yang berarti polaritasnya juga tetap. Sedangkan sistem gradien adalah suatu teknik pemisahan dimana selama analisis berlangsung komposisi fase gerak berubah secara periodik. Teknik ini dilakukan dengan tujuan memisahkan campuran dengan polaritas yang sangat beragam (Gandjar & Rohman, 2007). 2.3.4. Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter-parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium. Untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaanya. Tujuan utama validitas adalah untuk menjamin metode analisis yang digunakan mampu memberikan hasil yang cermat dan handal serta dapat dipercaya (Rohman, 2009). Beberapa parameter yang harus di uji dalam validasi metode analisis, antara lain : selektivitas (spesifikasitas), kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), linieritas dan rentang, batas deteksi (limit of
17
detection = LOD) dan batas kuantitas (Limit of Quantitation = LOQ), ketangguhan metode (ruggedness), dan kekuatan (robustness)(Rohman, 2009). a.
Selektivitas (spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas adalah suatu metode kemampuan yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.
b.
Kecermatan (akurasi) Kecermatan adalah ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar sebenarnya . kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil kadar yang diperoleh dengan kadar yang sebenarnya. Syarat akurasi yang baik ; 98 – 102 %, untuk saampel hayati (biologis atau nabati) : ± 10% % perolehan kembali = Kadar hasil analisis x 100% Kadar sesungguhya
c.
Keseksamaan (presisi) Presisi adalah ukuran yang menunjukan derajat kesesuaian hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang pada sampelsampel yang di ambil dari campuran yang homogen. Presisi diukur
18
sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien relatif meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalsis. Perhitungan rumus koefisien variasi : _ X = ∑ N Presisi = simpangan baku/ simpangan devisiasi (SD) =
(
)
½
Presisi = Koefisien variasi (KV) atau simpangan baku relatif (RSD)
=
d.
100%
Liniearitas Liniearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi
matematik
konsentrasi analit
yang
baik,
dalam sampel.
proporsional
Rentang
terhadap
metode adalah
pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan liniearitas yang dapat diterima.
19
e.
Batas deteksi dan batas kuantitas. Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Pada analisa instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan. = Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi) K = 3 (untuk batas deteksi) atau 10 (untuk batas kuantitasi) Sb = simpangan baku respon analitik dari blanko SI = arah garis linier (kepekaan arah dari kurva antara respon terhadap konsentrasi, atau sama dengan slope (b pada persamaan garis y = a + bX) Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui
garis
regresi
linier
dari
kurva
kalibrasi.
Nilai
pengukurannya akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a + bX sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x), maka :
20
=
f.
( )
=
dan
( )
Ketangguhan metode (ruggedness) Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang
diperoleh dari hasil analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan lain-lain. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis (Rohman, 2009).
2.4
TEKNIK SAMPLING Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian (sampel sendiri sacara harfiah berarti contoh). Alasan perlunya pengambilan sampel adalah sebagai berikut : keterbatasan waktu, tenaga dan biaya; lebih cepat dan lebih mudah; memberi informasi yang lebih banyak dan dalam; dapat ditangani lebih teliti (Nasution R, 2003). Populasi penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi sasaran. Populasi sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan populasi sasaran adalah populasi yang benar-benar dijadikan sumber data. Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representatif (mewakili), yang dapat
21
menggambarkan populasinya. Teknik pengambilan sampel tersebut dibagi atas kelompok besar, yaitu (Nasution R, 2003) : 1. Sampel acak atau random sampling / Probability Sampling : pada pengambilan sampel
secara random,
setiap
unit
populasinya
mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Keuntungan pengambilan sampel dengan Probability Sampling adalah sebagai berikut : a. Derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan b. Beda penaksiran parameter populasi dengan statistik sampel, dapat diperkirakan. c. Besar sample yang akan diambil dapat dihitung secara statistik. Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitu sebagai berikut : a. Sampel random sederhana (simple Random sampling) : Proses
pengambilan
sampel
dilakukan
dengan
memberi
kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Keuntungan; proedur mudah dan sederhana Kerugian; membutuhkan daftar seluruh anggota populasi, biaya transportasi besar. b. Sampel Random Sistematik ( systematic Random sampling ) Proses, pengambilan sampel, setiap urutan dari titik awal yang dipilih secara random.
22
Keuntungan; perencanaan dan penggunaannya mudah, sampel tersebar di daerah populasi. Kerugian; membutuhkan daftar populasi. c. Sampel Random Berstrata ( Stratified Random Sampling) Populasi dibagi strata-strata, (sub populasi), kemudian pengambilan sampel dilakukan dalam setiap strata baik secara simple random sampling, maupun secara systematik random sampling. Keuntungan; taksiran mengenai karakteristik populasi lebih tepat. Kerugian ; daftar populasi secara strata diperlukan. d. Sampel random berkelompok ( Cluster Sampling) Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana sampling unitnya terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item (individu) didalam kelompok yang terpilih akan diambil sebagai sampel. Keuntungan; tidak memerlukan daftar populasi Kerugian; prosedur sulit e. Sample Bertingkat ( Multi sample sampling) Proses pengambilan sample dilakukan bertingkat, baik bertingkat 2 atau lebih. Keuntungan; biaya transportasi kurang Kerugian; prosedur sulit, prosedur pengambilan sampel memerlukan perencanaan yang lebih cermat.
23
2. Non probability sample ( Selected Sample) Pemilihan sampel tidak secara random. Cara ini dipergunakan : bila biaya sangat sedikit, hasil yang diminta segera, tidak memerlukan ketepatan yang tinggi. Ada 3 cara yang dikenal : a. Pusposive Sampling :
sampel dilakukan
hanya atas dasar
pertimbangan penelitiannya saja yang mnganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang di ambil. b. Accidental Sampling : sampel diambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan terlebih dahulu. Juga jumlah sampel yang dikehendaki
tidak
berdasarkan
dipertanggungjawabkan,
asal
pertimbangan memenuhi
yang
dapat
keprluan
saja.
Kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan sementara saja. c. Quota sampling : pengambilan sampel hanya berdasarkan pertimbangan peneliti saja, hanya disini besar dan kriteria sampel telah ditentukan lebih dulu. Cara ini dipergunakan kalau penelitian akan dilakukan. 3. Investigasi Sampel : Pemilihan sampel diambil secara acak dan dilihat dari nomor registrasi yang berbeda untuk setiap sampel serta peminatan masyarakat yang cukup tinggi terhadap produk tersebut.
24
2.5 KERANGKA TEORI
Jamu Tradisional Antiobesitas
Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor: HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, bahwa obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat obat.
Mekanisme, dosis, dan efek samping Sibutramin HCl . DOSIS : 10 mg 15 mg per hari
MEKANISME : secara selektif menghambat reuptake (penyerapan) noradrenalin, serotonin dan dopamine. Serotonin adalah suatu neurotrasmitter di otak yang memberikan sinyal kenyang pada otak.
EFEK SAMPING : peningkatan denyut jantung, palpitasi (jantung berdebar), peningkatan tekanan darah, sakit kepala, kegelisahan, kehilangan nafsu makan, konstipasi, mulut kering, gangguan pada alat perasa, vasodilatasi, insomnia, pusing, paraaesthesia, berkeringat dan lain-lain
Metode KCKT
Sistematika random sampling
Preparasi sampel
Standar sibutramin Validasi
Penetapan kadar kesimpulan
Presisi
25
akurasi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2011 sampai bulan Februari 2012 di Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan a. Bahan uji Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamu tradisional antiobesitas yang diperoleh dari 3toko jamu terbesar yang berada diwilayah pasar Ciputat-Tangerang Selatan sehingga diperoleh 6 sampel jamu. b. Bahan kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan terdiri dari: metanol grade HPLC (Merck), ammonium hidroksida (Merck), asam format (Sigma), aquadestilasi dan bahan baku pembanding Sibutramin HCl yang di dapat dari BPOM RI. 3.2.2. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: KCKT (Ultimate 3000 @ Dionex), kolom Acclaim C-18; (3 µm 4.6
26
x 150 mm), syiringe 5 mL, filter fase gerak 0.5µm (whatmann) dan filter sampel 0.45 µm (nylon), Neraca anaitik (AND) ( max 220 g; min 1 mg; e=1 mg d =0,01/0,1 mg), strirer (Nouva,thermolyne), pH meter (Horiba) , alat sentrifugasi(Eppendrorf), dan alat-alat gelas. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pemilihan Sampel Pengambilan Sampel ini adalah jamu tradisional antiobesitas yang diperoleh dari 3toko jamu terbesar yang berada diwilayah Pasar Ciputat-Tangerang Selatan. Teknik pengambilan sample yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode sampling investigasi, didasarkan pada peminatan masyarakat yang cukup tinggi terhadap produk tersebut. 3.3.2. Preparasi Sampel a. Pembuatan larutan standar sibutramin HCl Sebanyak 50,0 mg standar sibutramin HCl ditimbang, dan dimasukan kedalam labu ukur 100,0 mL, dilarutkan dengan fase gerak yang digunakan sampai tanda batas, di kocok hingga homogen (500 µg/mL). Setelah itu dibuat larutan sibutramin HCl dengan konsentrasi 50,60,70,80, dan 90 µg/mL. b.
Pembuatan fase gerak Sebanyak 700 mL metanol dan 300 mL buffer (asam format 0.05%, pH adj 3.5 dengan ammonia), dimasukkan kedalam labu ukur 1000 mL. Dikocok hingga homogen dengan menggunakan incubator shaker selama 30 menit, lalu disaring fase gerak dengan filter eluen.
27
3.3.3. Validasi Metode a. Pembuatan kondisi analisis optimum Kondisi analisis yang digunakan pada saat percobaan, yaitu fase gerak (metanol:buffer) dengan perbandingan (70:30); (60:40); (50:50); (45:65), Volume injeksi 10 µL;20 µL; 40 µL dan 50 µL, panjang gelombang 225 nm dan 254 nm. b. Uji Kesesuaian Sistem Larutan standar sibutramin HCl dengan konsentrasi 40 µg/mL disuntikkan ke dalam KCKT, lalu di hitung jumlah teoritical plate dan efesiensi kolom. c. Pembutan kurva kalibrasi Larutan standar 50;60;70;80;dan90 µg/mL masing-masing diinjekkan sebanyak 10 µL kedalam KCKT pada kondisi terpilih. Luas puncak yang diperoleh dicatat, dan dibuat kurva antara luas puncak dengan konsentrasi larutan. d. Pengujian batas deteksi dan batas kuantitasi Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. e. Uji keterulangan (presisi) Larutan standar 50; dan 70 µg/mL disuntikkan sebanyak 10 µL kedalam KCKT pada kondisi terpilih, diulang sebanyak 5 kali, kemudian dicatat luas puncaknya dan dihitung koefisien variasinya.
28
f. Uji perolehan kembali (akurasi) Sebanyak 5 mg standar sibutramin HCl ditimbang, dan ditambahkan sampel jamu antiobesitas dari tanaman jati belanda (Guazumae Folium) sebanyak 1 gram. Kemudian dilarutkan dalam 100 mL metanol,dikocok dengan stirrerselama 30 menit kemudian saring dengan penyaring whatmann, ambil filtrat kemudian di oven pada suhu 400C hingga metanol menguap kemudian di larutkan dengan fase gerak sebanyak 2 mL dan di sentifugasi pada kecepatan 5000 RPM selama 15 menit, saring dengan penyaring nylon 0,45 µm, dimasukkan kedalam vial2 mL. Sampel disuntikkan sebanyak 10 µL kedalam KCKT. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap sampel tanpa standar sibutramin HCl. Kemudian di catat luas puncaknya. Dari data tersebut yaitu sampel dengan sibutramin HCl dan sampel tanpa sibutramin HCl ditentukan persen perolehan kembali(% UPK).
3.3.4. Penetapan kadar sibutramin HCl dalam Sampel Sampel jamu antiobesitas ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dilarutkan dalam 100 mL metanol, dikocok dengan stirer selama 30 menit kemudian saring dengan penyaring whatmann, ambil filtrat kemudian di oven pada suhu 400C hingga metanol menguap kemudian di larutkan dengan fase gerak sebanyak 2 mL dan di sentifugasi pada kecepatan 5000 RPM selama 15 menit, saring dengan penyaring nylon 0,45 µm, dimasukkan kedalam vial 2 mL. Sampel
29
disuntikkan sebanyak 10 µL kedalam KCKT. Percobaan di ulang sebanyak 3 kali. Kadar sibutramin HCl di hitung dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh dari kurva kalibrasi.
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
HASIL
4.1.1 Hasil Uji Efisiensi Kolom
Jumlah teoritical plate yang diperoleh 2798, efesiensi kolom yang diperoleh 0,0053 cm dan persen area yang diperoleh 100%. Tabel 3. Uji efisiensi kolom pada sibutramin HCl No
Rt
Peak name
1.
4.47
sibutramin
Height 39,644
Area 10,179
Rel.Area Amount % Ppm 100 40
Plates (USP) 2798
Spesifikasi Kolom
: Acclaim ® C-18; 3 µm; 4.6 x 150 mm
Detektor
: UV-VIS, λ = 225 nm
Fase gerak
: Metanol-Buffer (asam format 0.05%, pH adj 3.5
dengan ammonia) (70:30) Laju alir
: 1,0 mL/menit
Volume injeksi
: 10 µL
Model Elusi
: Isokratik
31
HETP 0,0053
4.1.2 Hasil Uji Perolehan Kembali (UPK) / Recovery Kadar Sibutramin HCl dengan Alat KCKT
Tabel 4. Uji UPK / Recovery Sibutramin HCl dengan alat KCKT
No 1 2 3 4 5 ratarata SD UPK
Kadar Sibutramin HCl 40 10,3047 10,1778 10,1777 10,3048 10,1778
50 9,6093 9,5556 9,6093 9,5699 9,5618
70 14,0015 14,2255 14,3416 14,0096 14,3681
10,2286 0,38% 101,57%
9,57956 0,27% 99,42%
14,1893 1,24% 100,75%
4.1.3 Hasil Penetapan Kurva Kalibrasi Hasil linieritas diperoleh dengan membuat kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi dibuat dari larutan standar konsentrasi 50; 60; 70; 80; dan 90 µg/mL. Tabel. 5 Hasil kurva kalibrasi Sibutramin HCl
Konsentrasi (µg/mL)
Luas Area
50
9.609
60
11.9606
70
13.9939
80
16.2735
90
18.5178
32
Persamaan garis
: Y = - 1.42039 + 0.221305X
Koefisien korelasi
: R = 0.9998
kurva kalibrasi sibutramin 19.0000
y = -1,42039 + 0,2213050 R² = 0,9998
17.0000 15.0000
kurva kalibrasi sibutramin
13.0000
Linear (kurva kalibrasi sibutramin)
11.0000 9.0000 50
70
90
110
Gambar. 3 Kurva kalibrasi larutan standar sibutramin HCl
33
4.1.4 Hasil Analisa Kadar Sibutramin HCl Dalam Sampel
Tabel 6. Data kadar sibutramin HCl dalam sampel No 1
Sampel SR
2 HS 3 SL 4 LX 5 JT 6 LD
Di Timbang 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml 1 gr/100 ml
Luas Area 7,2850 7,3384 7,3589 10,1827 10,4004 10,5455 27,071 27,496 27,554 4,855 3.882 4,855 Tidak Terditeksi 19,5380 19,1520 19,0774
% Sibutramin 0,002
0,004
1,9
0,01
6,2
0,001
0,63
Tidak terditeksi 0,008
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar sibutramin HCl tertinggi terdapat pada jamu dengan kode SL dengan kandungan sibutramin HCl sebesar 0,01% dan pada jamu dengan kode JT tidak teridentifikasi adanya kandungan sibutramin.
34
RSD (%) 0,56
Tidak terditeksi 0,62
4.2 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap 6 jenis jamu tradisional antiobesitas yang beredar di kota Ciputat-Tangerang Selatan, terdapat 5 jenis jamu yang teridentifikasi adanya sibutramin HCl. Penelitian dilakukan karena mengingat banyaknya jamu tradisional antiobesitas yang ditarik dari peredaran karena mengandung bahan kimia obat (BKO), dimana salah satunya adalah sibutramin HCl. Menurut Peringatan Badan POM RI No. KH.00.01.43.2773/2008 tentang obat tradisional mengandung BKO, sibutramin HCl tidak boleh terdapat dalam jamu tradisional antiobesitas. Kesalahan fatal yang dilakukan oleh produsen jamu adalah menggunakan sibutramin HCl sebagai bahan campuran dalam pembuatan jamu tradisional antiobesitas. Sibutramin HCl secara sengaja ditambahkan ke dalam jamu tradisional untuk menjadikan jamu tersebut semakin berkhasiat secara instan. Analisis sibutramin HCl dalam jamu antiobesitas ini di awali dengan pemilihan sampel, teknik sampel yang di gunakan pada penelitian ini adalah dengan teknik investigasi sample, sampel ini di ambil dari tiga toko jamu terbesar yang berada di pasar Ciputat-Tangerang Selatan dan sampel yang dicari yaitu jamu antiobesitas dengan minat masyarakat paling tinggi diperoleh 6 jamu antiobesitas. Pada penelitian ini untuk mengidentifikasi senyawa sibutramin HCl pada jamu antiobesitas saya menggunakan alat HPLC dengan tujuan mendapatkan pemisahan senyawa yang baik dan proses analisis barlangsung dalam waktu relatif singkat.untuk tercapainya tujuan dan maksud tersebut, maka harus di
35
perhatikan kualitas dari kromatogramnya. Parameter-parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas suatu kromatogram, yaitu : waktu tambat, faktor kapasitas, jarak setara plat teori, resolusi dan faktor simetri. Dimulai dari uji kesesuaian sistem, Pada pengujian ini dilakukan menggunakan sampel dengan standar 40 ppm, dimana pada sampel ini terdapat tiga macam puncak, dua buah puncak yang berukuran besar adalah puncak-puncak yang dihasilkan oleh analit yang tertahan pada fasa diamnya pada sistem kesetimbangan distribusi yang tegas (dinamis). Di samping itu terdapat puncak kecil yang dihasilkan oleh analit yang tidak tertahan oleh fasa diam, namun bersama fasa gerak keluardari kolom dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan fasa geraknya.Selang waktu yang diperlukan oleh analit mulai saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya secara maksimal ditangkap oleh detektor disebut sebagai waktu tambat atau waktu retensi (retention time / tR). Sedangkan waktu tambat analit yang tidak tertahan pada fase diam atau sering disebut sebagai waktu tambat pelarut pengembang dinyatakan to. Dan pada sampel ini menunjukan tR pada (4.47 ).
Parameter lain yang digunakan untuk mengetahui efisiensi suatu kolom kromatografi adalah Jumlah plat teori (N) dimana banyaknya distribusi keseimbangan dinamis yang terjadi didalam suatu kolom. Pada sampel ini menunjukan Jumlah teoritical plate yang diperoleh 2798karena syarat teoritical plate yang baik yaitu lebih besar dari 2500 (Harmita, 2006) maka nilai yang diperoleh ini menunjukan hasil yang baik, untuk nilai rata-rata efesiensi kolomnya yaitu 0,00571 maka kolom dikatakan baik dan efisien karna nilai efisiensi kolomnya terbilang kecil dan persen area yang dihasilkan
36
adalah 100 % maka hal ini menunjukkan bahwa sistem analisis beroperasi secara benar dan sesuai untuk uji identifikasi sibutramin HCl.Dalam proses pemisahan menghasilkan harga N yang besar. Dan pada umumnya efisiensi kolom HPLC meningkat dengan semakin kecilnya ukuran partikel yang ada didalam kolom serta Makin besar harga N/L atau makin kecil harga H maka makin efisien kolom yang dipakai untuk pemisahan.
Pemilihan instrumentasi HPLC yang digunakan juga sangat mendukung hasil kualitas kromatogram yang baik, injektor yang digunakan adalah sistem injektor otomatis (autoinjektor) mempunyai cara kerja yang lebih baik dan Keuntungan sistem ini adalah volume yang diinjeksikan tidak akan berkurang selama proses injeksi dan mampu memisahkan sampel-sampel dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Selanjutnya pemilihan Kolom pada HPLC merupakan bagian yang sangat penting, sebab pemisahan komponen-komponen sampel yang akan terjadi didalam kolom. Kolom yang digunakan Kolom fasa terbalik(Reversed Phase Column)karena fasa diamnya bersifat non polar yaitu menggunakan silika gel jenis kolom Acclaim ® C-18; 3 µm; 4.6 x 150 mm, sedangkan fasa geraknya bersifat polar yaitu menggunakan metanol dan buffer asam format 0,05% pH 3,5 dengan penambahan ammonia, pemilihan fase gerak ini didasari dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (L.ding, 2003). Pada teknik pemisahan dalam HPLC menggunakan Sistem isokratik karena selama proses analisis berlangsung, fese gerak atau komposisi fase gerak tidak berubah yang berarti polaritasnya juga tetap.
37
Untuk membuktikan bahwa parameter yang digunakan dapat memenuhi persyaratan maka dilakukan uji validasi. Menurut USP metode validasi ini
bertujuan untuk menjamin metode analisis yang digunakan
mampu memberikan hasil yang cermat dan handal serta dapat dipercaya. Parameter yang digunakan dalam uji ini meliputi uji presisi, serta uji linieritas. Penelitian dilanjutkan dengan menguji perolehan kembali (UPK), UPK adalah ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar sebenarnya . UPK dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil kadar yang diperoleh dengan kadar yang sebenarnya. Syarat akurasi yang baik ; 99 – 101 % (Lakshmana Rao et al, 2011) dimana sampel jamu antiobesitas di tambahkan dengan standar baku sibutramin HCl kemudian dilarutkan dalam metanol, dikocok dengan stirrer selama 30 menit kemudian di saring dan di uapkan dalam oven pada suhu 400C hingga metanol menguap, hal ini bertujuan untuk memisahkan sibutramin HCl dengan komponen – komponen lain yang terdapat pada jamu antiobesitas. Kemudian di larutkan dengan fase gerak dan di sentifugasi pada kecepatan 5000 RPM selama 15 menit, saring dengan penyaring nylon 0,45 µm, dimasukkan kedalam vial 2 mL. Sampel disuntikkan sebanyak 10 µL kedalam KCKT. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap sampel tanpa standar sibutramin HCl. Kemudian di catat arenya. Hasil data UPK yang di dapat adalah 101.09 %. Hal ini menunjukan nilai UPK yang baik karena syarat UPK yang baik 99-102 % (Lakshmana Rao et al, 2011).
38
Penentuan parameter validasi dilanjutkan dengan uji linieritas. Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasilhasil uji secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Dari percobaan dengan lima seri konsentrasi standar, yaitu 50; 60; 70; 80; dan 90 µg/mL. Mula-mula dibuat larutan induk 500 µg/mL pada labu ukur 100 mL, kemudian dilakukan pengenceran hingga mendapat 5 seri konsentrasi standar. Dari hasil analisis deret standar tersebut didapat area kromatogram yang berbeda-beda. Nilai dari luas area diplotkan kedalam sumbu-Y, sedangkan deret standar diplotkan ke dalam sumbu-X, sehingga terciptalah kurva kalibrasi dengan persamaan garis Y= - 1,42039 + 0,221305X. dari persamaan tersebut didapat nilai intersep yang dilambangkan dengan a= -1,42039 yang berarti kurva tersebut memotong sumbu-Y di titik 1,42039. Sedangkan nilai b= 0,221305. Nilai b merepresentatifkan nilai slope atau kemiringan dari kurva tersebut. Sedangkan untuk nilai r = 0,99998. Nilai r merupakan koefisien korelasi. Syarat diterimanya koefisien korelasi adalah jika r ≥ 0,999 (Lakshmana Rao et al, 2011). Jika ditinjau hasil nilai r pada percobaan ini yaitu 0,99998, maka hal ini menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi lebih besar dari 0,999 sehingga kurva kalibrasi sibutramin HCl memberikan nilai linieritas yang baik, dan penetapan kadar dengan kurva kalibrasi terjamin kebenarannya. Hasil uji dari parameter validasi metode analisis yang dilakukan dapat memenuhi syarat yang ditetapkan. Hal ini menunjukan bahwa metode analisa sibutramin HCl pada jamu antiobesitas dengan meggunakan metode KCKT ini valid dan dapat digunakan untuk penetapan kadarnya.
39
Dari hasil penetapan kadar sibutramin HCl tersebut, didapat nilai area sibutramin HCl pada masing-masing sampel. Nilai dari masing-masing area tersebut disubtitusikan sebagai nilai Y ke dalam persamaan garis kurva kalibrasi Y= - 1,42039 + 0,221305X, sehingga didapatlah nilai X sebagai konsentrasi dari sibutramin HCl. Dari hasil pemeriksaan kadar sibutramin HCl pada jamu tradisional antiobesitas yang memiliki kadar sibutramin HCl terendah sampai tertinggi yaitu jamu dengan nomor kode LX (1,07 mg/g), SR (2,7 mg/g), HS (4,07 mg/g), LD (8,05 mg/g), SL (11,7 mg/g). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kadar sibutramin HCl dalam jamu tradisional antiobesitas yang beredar di kota Ciputat masih dalam rentang syarat dosis yang di perbolehkan. Dosis sibutramin HCl dalam bentuk obat antiobesitas maksimal 15 mg. Namun walaupun demikian sibutramin HCl mutlak tidak di perbolehkan terdapat dalam jamu tradisional antiobesitas sesuai dengan Badan POM RI No. KH.00.01.43.2773/2008 tentang obat tradisional mengandung BKO (BPOM, 2006). Penggunaan Sibutramin HCl yang tidak di bawah pengawasandokter dan penggunaan yang tidak tepat, dapat meningkatkan tekanandarah dan denyut jantung serta sulit tidur(BPOM, 2006).Mengingat efek samping dari mengkonsumsi sibutramin HCl dalam dosis yang berlebih dan dalam jangka waktu panjang, maka perlindungan terhadap masyarpakat harus lebih diperhatikan. Tindakan tegas harus diambil bagi industri yang memproduksi jamu tradisional antiobesitas serta pengawasan yang terus menerus harus selalu dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan Badan Pengawas Obat
40
danMakanan untuk tetap secara konsisten mencari dan menemukan produk jamu yang mengandung sibutramin HCl.
41
BAB V KESIMPULAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa sibutramin HCl yang dilakukan pada 6 sampel jamu tradisional antiobesitas yang beredar di kota CiputatTangerang Selatan, maka dapat disimpulkan: 1) kondisi optimasi analisis pada KCKT yang digunakan yaitu dengan detektor UV-VIS, λ = 225 nm; kolom C-18; 3 µm (4.6 x 150 mm); fase gerak metanol-buffer (asam format 0.05% dengan penambahan ammonia sampai pH 3.5) (70:30); laju alir 1,0 mL/menit; volume injeksi 10 µL; dan model elusi isokratik. Hasil uji (LOD) sibutramin HCladalah 0,32 µg/mL, sedangkan LOQ adalah 1,08 µg/mL, hasil uji presisi sibutramin HCl pada konsentrasi 50 didapat RSD = 0,27% dan pada konsentrasi 70 µg/mL didapat RSD = 1,24%, dan hasil uji (UPK) adalah 101.09 %.Hasil uji parameter validasi metode analisis yang dilakukan dapat memenuhi syarat yang ditetapkan. 2) Dari 6 sampel jamu antiobesitas yang di analisa, terdapat 5 sampel yang positif mengandung sibutramin HCl.Kadar yang diperiksa bervariasi yaitu jamu dengan kode LX (1,07 mg/g), SR (2,7 mg/g), HS (4,07 mg/g), LD (8,05 mg/g), SL (11,7 mg/g).
5.2
Saran
42
Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan uji identifikasi sibutramin HCl pada jamu antiobesitas lain yang beredar di masyarakat dengan menggunakan metode analisis yang berbeda atau dengan metode KCKT dengan pemilihan kondisi analisis yang berbeda.
43
DAFTAR PUSTAKA
A.P. Suthar et al. 2009. A Validated Specific Reverse Phase Liquid Chromatographic Method for the estimation of
Sibutramine
Hydrochloride Monohydrate in bulk drug and capsule dosage forms. Int.J. ChemTech Res.Vol.1, No.4, pp 793-801. Anonim, 1997, FDA Talk Paper, FDA Approves Sibutramine To Treat Obesity, http://fdahomepage.html, diakses tanggal 15 Maret 2009. Anonim, 2006, Drug Information Handbook, 14th Edition, 1444-1446, Lexi Comp, Ohio, diakses tanggal 15 November 2011. Anonim, 2007, Efek Samping Meridia, dan Interaksi Obat".RxList.com, 05 November 2011 Anonim,
2008,
Sibutramine
Turunkan
Berat
Badan,
http://princessraia.blogspot.com, diakses tanggal 15 Maret 2009 Anonim, 2008, Tanggung Jawab Badan Pengawas Obat dan Makanan Terhadap Konsumen Obat Tradisional Yang Mengandung Bahan Kimia Obat ( BKO ), http://pustaka.net, diakses tanggal 15 Maret 2009. Anonim, 2009, Meridia, http://rxlist.com, diakses tanggal 15 November 2011. Anonim, 2011, http://www.chemnet.com/cas/my/106650-560/Sibutramine.html, diakses tanggal 30 Desember 2011. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peringatan Kepada Masyarakat Nomor KH.00.01.1.034 Tanggal 20 Agustus 2005 Tentang Produk “Arma Sin Gang San Langsing Ayu” yang Dicampur
44
Bahan Kimia Obat Keras Sibutramin HCl. www.pom.go.id. 15 November 2011, pukul 14.45. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Info POM. Vol. 7, No. 4, Juli 2006.www.pom.go.id. 10 November 2011, pukul 16.45. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peringatan Nomor : KH.00.01.1.43.2397. Tanggal : 4 Juni 2009. TentangObat Tradisional Dan Suplemen MakananMengandung Bahan Kimia Obat. www.pom.go.id. 14 Oktober 2011, pukul 14.05. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peringatan Nomor : HM.03.03.1.43.08.10.8013Jakarta, 13 Agustus 2010. Tentang Obat tradisional mengandung bahan kimia obat. . www.pom.go.id. 15 November 2011, pukul 14.45. Gandjar, I. G dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Relajar. Yogyakarta Hermanto dan subroto, 2007. Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek Samping, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Jeanette Woolard, Terence Bennett, William R. Dunn, David J. Heal, Susan Aspley, and Sheila M. Gardiner. 2003. Acute Cardiovascular Effects of Sibutramine in Conscious Rats. JPET 308:1102–1110, 2004. Vol. 308, No. 3. USA. Kurniadi M, Kawira JA, Detri S. Identifikasi Obat Antiinflamasi Non Steroid dalam Jamu Pegal Linu Secara Kromatografi Lapis Tipis. Dalam: Kumpulan Makalah Seminar Sehari Perhipba: Pemanfaatan
45
Obat Bahan Alami II. Depok: Jurusan Farmasi FMIPA UI, 1999: 341355. Lakshmana Rao et al. 2011. A Stability Indicating HPLC Method for the Determination of Sibutramine Hydrochloride in Bulk and Commercial Formulations. IJRPC. L. Ding et al, 2003. Simultaneous determination of sibutramine and its Ndesmethyl metabolites in human plasma by liquid chromatography– electrospray ionization–mass spectrometry Method and clinical applications.Analytica Chimica Acta 492 (2003) 241–248. M.J. Bogusz et al. 2005. Application of LC–ESI–MS–MS for detection of synthetic adulterants in herbal remedies. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 41 (2006) 554–564. Maluf D.F., Farago P.V., Barreira S.M.W., Pedroso C.F. & Pontarolo R. 2007. Validation of an Analytical Method for Determination of Sibutramine Hydrochloride Monohydrate in Capsules by Uv-Vis Spectrophotometry. Lat. Am. J. Pharm. 26 (6): 909-12. Mayasari B, Eka. 2009. Analisa Metampiron Pada Jamu Tradisional yang Beredar di Kota Medan Tahun 2009, Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara, Medan. Nasution R. 2003. Teknik Sampling. FKM Universitas Sumatra Utara. Oktora, Lusia, 2006.Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya, Majalah ilmu Kefarmasian, Vol III, No 1. Fak. Farmasi Jember. Surabaya.
46
Rohman, Abdul. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Edisi pertama. Graha Ilmu : Yogyakarta. Saefudin, Aziz; Rahayu; Viesa; Teruna; Hilwan Yuda. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sofian Kanan, Imad A. Abu-Yousef, Conjeevaram Gunasekar, Naser Abdo and Srinivasan Narasimhan.Detection and Quantification of Synthetic Drugs in HerbalSlimming Formula. European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X Vol.34 No.3 (2009), pp.348-357. http://www.eurojournals.com/ejsr.htm. Subagja. 2009. Optimasi Metode Analisis Katekin dan Epikatekin dalam Biji Kakao
Serta
Produk
Olahannya
Secara
Kromatografi
Cair
Spektrometri massa, Skripsi. Prodi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Depok. Sutrisno B, 1986. Analisis Jamu. Edisi pertama. Jakarta : Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Tjay, Tan Hoan, dan Kirana Rahardja, 2007. Obat-Obat Penting, Edisi Keenam, 497-499, Elex Media Computindo, Jakarta. Vepriati, Neti, 2008. Awas, Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat. http://dinkeskabkulonprogo.org/. Diakses tanggal 20 Oktober 2011 Yuliarti, Nurheti, 2008.Tips Cerdas mengkonsumsi Jamu, Penerbit Banyu Media, Yogyakarta.
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
Lampiran 5. Gambar alat-alat
Gambar 9. Instrumen KCKT
Gambar 10. pH meter
59
Lampiran i. Sertifikat pengujian Sibutramin HCI
'l:i
.,rffiA
-_-BADAN POM
RI
No, Kontrol 110395
Tujuan ponggunaan : Beku Pombandlns srbufram,n Hidroktorrda no. kinrror 11039s dapat drgunakan sebi q 'lam ldentlllkasl-mensgunakan rputitrorotomutJiiijirJ,riur"r,
ffiltJi::**"
kromatosralicalr kinerJa tlneei;;;il;';;eiapano.r''ri,i,,i.iJjili"ffi"i|,:i ffiT:il:'*: raoar secJiu'xirli"togr.r carr ktnerja
F."r:[un . ldentifikasi
:
I Serbuk hablur warna putih
spektrofotometri lnframerah :.Dispersi lebih kurang 2 mg zat dalam lebih kurang &vv 200 ,,,r mg kaliLim hromio, rnenunlukkan spoktrum inframorah seperil yans reic6niu";d.6-;fi;;
,,Kffitrr-"-s
: B ercak p"di
ilffi
ie,s"y ;dd;;iili[^ ;, ;a;lfo,i"i arn ukuran densa q bercak
.Gambar 1. Spektrum infram erah Sibutramin HC! altlSES!'S$rdti!ffi
!.U6ulrh
A
gt lq
.
,rrr .
'Qambar 3- l(omatograrp KCKT penetapan kadar siburramin Hidroklorida
I 5,8170.(n'=
{
Sb = 0,i0%)
tain setain puilcafffi;paG l.!l91l sepeni yang lercantum dalam gambar 2.
gica+ {LnelglfEg!
: Memenuhi kriteria. Jumlah area.sernua Kromatogram larutan uji adalah 0,0Zyo. dengap kromatogram
5ffin":!!!:,*,,!:1,,,:]n-=6)c',H,6ClN.HCldihitungterhadapzatyangtelah fl f *:mI",.yffi F;,1"!"n,i1v;'ilJJ;ri',"i:H"#ffi"Jl Kesimpuran i surtoiii mi,o-xiiii"il:'flffi1i'1?frB8'x3iii dinyarakan :sebagal Baku tndonesia denoln i;;;;;"""",,^.....,. ddngan Ep*K\trarmakope tujuan p.ngg.1n"rnnyu, "uru.i
: Dalam wadah lertutup baik, terlindung dari cahaya. Qbaf dan Makanan Nasional Laboratorium Bahan Baku pembanding
2 001
.
EADAN
P.ENGAWAS
J!. perieioko:, Negc.o No.
A3,
OB.A;
I)AN
MTlKAN REPUB'III( INDON€SI,{ Jokorlc ?u;flt lO5rO ,",0. ,r*rO)j,i"r.' :AN A2Ol42?,42451S0, E-rnqll. :
[email protected]
48
Lampiran 2. Hasil kurva kalibrasi sibutranrin IICI
<1 <2
- SIBUTRAMIN6#1 std 90ppm - SIBUTRAMINo#1 std 90ppm -:.13 - $iiiiji'R,,\!',4iN$ stcf 5$pp*r -':.3 - SIBUTRAMINO #3 [modified by Administratcr] .,i';i.3 ii'iii:;i::i; " 3 - #i'3Li'l'"*.Afulii\ii #"1
UV-VIS_ 1 UV_VIS_ 1
S?
iiv--yi$--
::6 - SIBUTRAMINo #5
Sampel
simpel
NO
name
UV VIS VltlL:225
Ret Time IruN
sibutramiri I
4
std 90pom std 80ppm std 70ppm std 60pom
5
std 60porn
2 3
average
:
Area Lleight mAU*min mAU sibutramin sibutramin
Amount ppm sibutramin
uvwsl uv \.Is
rlv vls I
UV \rIS I
4-440
18.7080
4.450
t6.2208
4.473
13.9657
4.487
I 1.8312
4.473
9.6093
34,11
4,465
14,0670
49.886
49
I
UV_VIS- 1 ii.ir--viq.. .t
67-79 57-53 49.72 40.28
1
'90.9866 78,8901
70.8612 60,0309 48.1573 69,9052
1
Lampiran 3. Hasil Uji Perolehan Kembali
1-0.383
I
\,-z_3.2!33.577
Height
Ret.Time min 1
2 q
4 5
6 7
I I
mAU
0.38 n.a. 1.74 n.a. 1.87 n.a. 2.02 n.a. 2.37 n.a. 2.66 n.a. 3.29 n.a.. 3.68 n-a. 5.01 n.a.
2.227 50.521
4.383 1.006
q.e23
2.09s 3.095 2.681 3.291
Area
mAt!'min
0.592 1.62 82.3& 0.359 0.98 0.119 0.32 0.238 0.65 0.197 0.14 0.767 2.10 0.829 2.27 2.898 7.93
)
50
n.a n.a. n.a n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a.
30.09't
71.875 36.529 Gambar 5. Blanko
_e_s.0j0
100.00
'
0.000
BMB BM Rd Rd Rd
Rd M
M M
Height Width Type
Ret.Zeit min
0.643
1
n.a.
1.CI87 n.a.
2 3
1.72O
n.a.
2.460 n.a. 2.530 n.a. 2.720 n.a. 3-177 n.a. 3,330 n.a. 3-737 n.a. 4.317 sibutramin 5.500 n.a. 6.517 n.a.
4. 5
o 7 B
9 10 11
12
Gambar 6. Blanko
Sample
* sampel
Sample Name
1.237 0.632
0.004
15.838
3.924
n.a. 0.888 1.359 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a.
0.090 0.277 0.014 0.025 0.206
45.030
0.301
0.849 s.230 0.675 0.739
Rd
Rd Rd Rd Rd
M M
MB
0.74
n.a.
n.a.
17 n.a.
n.a.
n.a.
79
n-4. n.ar
n.a, n.a.
n.a. n.a. n.a. n.a n.a. n-4.
n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a.
Il.?.
n.a n.a. n.a. 1.66 n.a. n.a.
3358 n.a.
998
baku banding sibutramin HCI
Ret.Time Area Height erno@ mAU (usP) butramin sib utram in sibutram ir sibutram UV-VIS-1 UV-VIS_I UV-VI.S-1 UV-VIS-1 UV.-VIS 1 UV VIS 1
sibutram in s ibutramin UPK jr
UPKit UPK
Average: Rel.Std.Dev:
)
M
n.a.
rnin mAU*min
No'
1 2 3
BM MB BM
Resol
4.317 4.313 1.310 4.313
si
9.7785 9.7314 9.7894 9.7664
45.03 50.0618 M 44.88. 49.8207 M 44.82 50.1175 M 44.91 50.00000.a77 % 0.3't60/o 0.241% 0.316 % 5l
3291
3308
32ss 32ss 0.258
Gambar.
4
Kromatogram SamPel HS
Lampiran 4. Hasil Uji Identifikasi Jamu
9 - 4.130
10-sibutramin-4.477
No
Rt
Nama peak
Luas area
1 2
4.23 1.76
n.a; n.a.
1.939 10.113
3 4 5 6 7
2.O2
n.a.
2.21 2.39 2.63 3.09 3.67 4.13 4.48 5.83
n.a.
13.770 0.465 0.394 0.234
8 9 10 11
n.a. n.a. n.a. n.a. n.a-
1.481 0.323
12.746
sibutramin
10.4004
n,a.
0.250
52
Gambar.
5
Kromatogram Sampel SR
No
Rt
I
Nama peak n.a.
t.u9
2 3
o.28 7.77
n.a.
9.797
2.O2
n.a.
4
2.23
n.a.
12.981 0.436 0.391
Luas area
2.40
n.a. n.a.
9
2.64 3.09 3.67 4.15
n.a. n.a.
10
4.49
sibuilamin
10.897 7.3589
11
5.85
n.a.
0.240
5 6 7 8
n.a.
o.466 1.265
0.171
53
Gambar.
6
Kromatogram Sampel JT
2
No
Rt
1
0.38
2 3
t.74
4 5 6 7 8 9 10
1.87 2.O2
2.37 2.55 3.29 3.68 5.01 5.93
- 1.740
Nama peak n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a.
Luas area
o-592 30.091 0.359 0.119 o.238
o.t97 o.767 0.829 2.898 0.439
54
Gambar.
No 1
2 3
4
7
Rt 1.41
Kromatogram Sampel
LD
Nama oeak
Luas area
n.a.
3-263 0.085 0.133 19.5380
2.Lt'
n.a.
2.51 4.46
n.a.
Sibutramin
55
Gambar.
No
Rt
1
0.75 1.83 2.22 2.48 2.85 2.91
2
3
4 5 5 7
3./CI
8
Kromatogram Sampel
Nama peak n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a.
8
3.60
n.a.
9 10
4.34
Sibutramin
5.72 5.06
n.a.
11
n.a.
LX
Luas area 0.209 54.559 156.286 2.350 111.334
6.197 5.810 o.357 3.882 0.129 0.127
55
Gambar.
No 1
2 3
4 5
9
Rt 1.55 2.65
4.46 5.43 6.73
Krofiatogram SarPel SL
Namapeak n.a.
4.257
n.a"
0.1145
Sibutramin n.a. n.a.
0.343
Luas area
7?.ss4 o.101
57
Lampiran 5. Gambar alat-alat
Gambar 9. Instrumen KCKT
Gambar 10. pH meter
59
Lampiran 6. Gambar sampel jamu antiobesitas yang di uji
Gambar 11. Jamu antiobesitas (HS)
Gambar 12. Jamu antiobesitas (SL)
Gambar 13. Jamu antiobesitas (LD)
Gambar 14. Jamu antiobesitas (SR)
Gambar 15. Jamu Antiobesitas (JT)
Gambar 16. Jamu Antiobesitas (LX)
1
Gambar 17. Baku pembanding Sibutramin HCl
61
Lampiran 7. Tabel komposisi kandungan sampel jamu antiobesitas yang di uji No Sampel Kandungan Produksi No registrasi Dosis Guazumae Ulmifolia PT. Citra Beuty POM TR. 073 3 x 1 1. SR Folium Care Jakarta 371 928 282 kap/hari Murrayae Paniculata Folium Morinda Citrifolia Fructus Punicae Granati Cortex Curcumae Hynianae Rhizoma Parameriae Barbata Cortex Zingiber Purpurei Rhizoma 2.
3.
SL
4.
HS
5.
LX
Glycyrrhizae Radix Guazuma Folium Parameria Barbata Grategi Fructus Punica Granatum Guazumae Ulmifolia Folium Punica Granatum Morinda Citrifolia curcuma Heyneana Nigella Sativa Zingiber Purpureum Murrayae Paniculata Folium Guazumae Ulmifolia Folium Murrayae Paniculata Folium Morinda Citrifolia Fructus Punicae Granati Cortex curcuma Heyneana Rhizoma Parameria Barbata cortex Zingiber Purpurei Rhizoma Sennae Fructus Aloe Foeniculi Semen Aleuritidis Endosperm
PT. Sinar maju makmur, Cianjur
POM TR. 06242455411
PT. Hemacare, Indonesia
POM TR. 023776354
PT. Citra Beuty Care Jakarta
POM TR. 073 371 928 282
PT. Soho Industri Farmasi, Jakarta
POM TR. 052 347 421
62
3x1 kap/hari
1-2 kap/hari
6.
JT
Guazuma Folium
PT. Borobudur herbal , semarang
63
POM TR. 062 356 251
2x2 kap/hari