Ilustrasi by Riduan
KONTEKSTUALISASI EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DALAM PENYUSUNAN RKP
1. Pendahuluan Tulisan ini bermaksud membahas lebih rinci kontekstualisasi Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah dalam hal ini adalah evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) di daerah yang dilaksanakan oleh Bappenas pada tahun 2010 bekerjasama dengan 33 perguruan tinggi. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan 5 (lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan nasional, yaitu: (1) untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; (2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar daerah, antar ruang, antar waktu, dan antar fungsi pemerintah, serta antara pusat dan daerah; (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (4) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Darmawijaya
Mengacu pada 5 (lima) tujuan tersebut, maka dalam Rencana Strategis (Renstra) Bappenas dijelaskan bahwa pelaksanaan tugas Kementerian PPN/Bappenas mencakup 4 peran yang saling terkait, yaitu peran sebagai: (1) pengambil kebijakan/keputusan (policy maker) dengan
44
E D I S I 0 1 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1
penjabaran pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan; (2) koordinator; (3) think-tank; dan (4) administrator dengan penjabaran penyusunan dan pengelolaan laporan hasil pemantauan terhadap pelaksanaan rencana pembangunan dan penyusunan laporan hasil evaluasi. Dengan demikian, salah satu peran utama Bappenas adalah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan. Rencana Pelatihan Rencana Pengukuran
(monev) adalah bagian dari siklus tersebut, yang bermanfaat sebagai masukan bagi perbaikan perencanaan berikutnya serta untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas pelaksanaan pembangunan. Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan, monev harus dilakukan secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk menilai sejauh mana pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan. Gambar 2. Siklus Manajemen Pembangunan
2. Perencanaan Pembangunan Nasional dan Evaluasi Kinerja
Pengukuran Sebelum Pelatihan: dari UU 25/2004 tersebut telah 1. Self edfikasi 2. 39 Motivasi Peserta diterbitkan Peraturan1-2Pemerintah Tahun 2006 hari sebelum (PP) No. 3. Komitmen Organisasi tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan pelatihan 4. Lingkungan kerja 5. mencakup Rencana karir Rencana Pembangunan, yang didalamnya Calontindak Pesertalanjut Sebagai
evaluasi ex-ante, on-going, dan ex-post. Terkait dengan peran utama Bappenas diatas, maka evaluasi tahunan terhadap pelaksanaan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Awal Pelatihan Pre-test Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 mutlak diperlukan, demikian juga pencapaian di tiap daerah. Reaksi Peserta
Pelaksanaan
Selain Pelatihan itu PP 39 tahun 2006, menjelaskan bahwa adalah 1 minggu rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan Post-test standarAkhir untuk mengetahui kinerja pembangunan yang telah Pelatihan dilaksanakan. Adapun kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh suatu organisasi dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang Peserta Kembali Transfer Keahlian diberikan kepadanya. ke Lingkungan Kerja
bulan setelah Evaluasi adalah satu mata1-2 rantai dari siklus perencanaan kembali bekerja pembangunan yang melibatkan empat tahapan pokok yang secara ringkas dapat dilihat dalam Gambar 1.
Gambar 1. Evaluasi Dalam Siklus Perencanaan Formulasi Kebijakan
ACT
Monitoring dan evaluasi merupakan hal yang berbeda, tetapi saling terkait antara satu dengan lainnya. Monitoring dilaksanakan sesuai dengan rencana dan atau/ketentuan dalam upaya mencapai tujuan. Dengan kata lain, monitoring dapat disebut sebagai suatu alat manajemen agar suatu program atau kebijakan dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien. Adapun evaluasi dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan dan dampak dari pelaksanaan rencana pembangunan. Pengukuran hasil atau dampak pelaksanaan rencana pembangunan dapat dilakukan dengan baik bilamana tersedia baseline data. Berbagai sumber dapat digunakan sebagai data dasar dalam melakukan evaluasi hasil dan dampak pembangunan. Hal utama yang perlu diperhatikan terkait dengan data ini adalah sumber data yang sama, yaitu data 5 tahun terakhir yang berasal dari sumber yang sama misalnya tahun 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011 adalah berasal dari BPS, tidak boleh salah satu dari tahun tersebut berbeda sumbernya, karena kita pahami bahwa data antara instansi berbeda satu sama lain, sebagai evaluator yakin bahwa semua data dari indikator yang akan dievaluasi, tersedia datanya, persoalan biasanya muncul ketika proses evaluasi dilaksanakan lantas data tidak ada dari salah satu tahun yang dibutuhkan, sehingga analisis dari tahun ke tahun tidak didukung data series yang lengkap.
PLAN
DO
Umpan balik terhadap implementasi kebijakan dan evaluasi terhadap kebijakan baru
Sumber : Kajian Panduan Teknis Evaluasi Tahun 2010
Implementasi
CHECK
Evaluasi terhadap Implementasi ex-ante, on-going, dan ex-post, audit, others study
Sumber : Pedoman Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral Tahun 2009
3. Siklus Perencanaan Pembangunan Nasional Perencanaan (planning), penganggaran (budgeting), pelaksanaan (implementation), pengawasan dan evaluasi merupakan satu siklus yang dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Lihat Gambar 2. Monitoring dan evaluasi
45
Selain data, evaluasi perlu mengidentifikasi sejumlah indikator yang akan dijadikan sebagai instrumen evaluasi. Berbagai hal yang perlu diperhatikan terkait dengan indikator ini yaitu kategorisasi indikator, apakah indikator output, outcome dan impact. Pengkategorian dengan tepat dan jelas akan lebih memperjelas hasil pelaksanaan evaluasi. Indikator biasa
E D I S I 0 1 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1
diperoleh dari dokumen rencana yang akan dievaluasi. Selain itu pastikan bahwa indikator yang akan dievaluasi dapat diperoleh datanya, baik data sekunder maupun data primer sehingga datadata yang diperoleh dapat diperbandingkan dengan target yang ada dalam dokumen rencana.
Reformasi birokrasi dan tata kelola; prioritas pemerintah dalam menangani kasus korupsi mendapat sambutan yang cukup baik didaerah, terbukti adanya keseriusan hampir semua provinsi menangani kasus korupsi yang dilaporkan dapat dituntaskan. Terkait dengan pelayanan pemerintah kepada masyarakat dari 33 provinsi terdapat 7 provinsi yang hampir semua kab/kota telah melaksanakan sistem pelayanan satu atap, sementara kab/ kota lainnya sedang berbenah untuk melaksanakan kebijakan pelayanan satu atap tersebut. Dari aspek sistem manajemen pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan terdapat beberapa kab/kota yang telah dinilai oleh BPK dengan kualifikasi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) tetapi secara nasional dapat dikatakan kinerja pertanggungjawaban keuangan daerah masih perlu diakselerasi atau menciptakan upaya pencapaian target kinerja dengan mengintensifkan bimbingan teknis pertanggungjawaban keuangan daerah.
Adapun target adalah salah satu bagian dari rencana pembangunan yang wajib ada, karena tanpa target maka sulit bagi evaluator untuk menentukan berhasil atau tidaknya pembangunan yang telah dilaksanakan. Memang berbagai alternatif bisa dilaksanakan dalam melakukan evaluasi jika target tidak ada, misalnya dapat dilakukan dengan membandingkan capaian tahun ini dengan capaian tahun sebelumnya. Intinya evaluasi adalah proses membandingkan antara rencana dengan hasil yang telah dicapai. Dengan terpenuhi prasyarat dasar evaluasi yaitu adanya baseline data, indikator, target kinerja dari sasaran program maupun kegiatan, maka evaluasi dapat dilaksanakan, yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan umpan balik pada perencanaan pembangunan berikutnya.
Pendidikan; Indeks Pembangunan Manusia diwilayah Sumatera memiliki kinerja yang sangat memuaskan dimana kinerja terkait dengan aspek ini telah tercapai, namun perlu upaya terus menerus untuk melakukan peningkatan lagi atau upaya stabilisasi kinerja yang telah tercapai, sementara itu diwilayah Kalimantan dan Jawa sebagai provinsi masih perlu upaya atau intervensi untuk mencapai target yang diharapkan, sedangkan wilayah Sulawesi kecuali Sulawesi Utara, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua perlu dilakukan akselerasi pembangunan untuk mencapai target IPM, dan jika diprioritaskan lagi maka yang sangat memerlukan akselerasi adalah wilayah Papua.
4. Prosedur Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Hasil evaluasi diharapkan dapat memberikan umpan balik pada perencanaan pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah. Selain itu, hasil evaluasi dapat pula digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah. Seperti halnya dengan hasil Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) tahun 2010, dengan memanfaatkan komponen dasar tersebut diatas, maka dapat diketahui berbagai masukan bagi perencanaan berikutnya seperti pada hasil evaluasi sebagai berikut.
Penanggulangan kemiskinan; berdasarkan pemetaan yang dilakukan di 33 provinsi, maka intervensi pananganan kemiskinan yang perlu diakselerasi untuk mencapai target yang diharapkan adalah di wilayah Maluku, Nusa Tenggara dan Papua sedangkan untuk wilayah Sumatera adalah Provinsi Bengkulu. Ketahanan pangan; terdapat empat provinsi yang perlu akselerasi untuk mencapai target ketahanan pangan yaitu Kalimantan Barat, Banten, Sulawesi Barat dan Maluku Utara, sementara provinsi lainnya perlu mempertahankan atau meningkatkan lagi target yang telah tercapai. Secara nasional kinerja pembangunan untuk ketahanan pangan telah tercapai. Infrastruktur; kinerja pembangunan infrastruktur yang perlu akselerasi adalah di Provinsi Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Tenggara dan papua, sementara daerah lainnya sudah mencapai kinerja walaupun masih diperlukan pengembangan kinerja menuju arah yang lebih baik seperti kinerja yang telah dicapai oleh Riau, Yogyakarta, DKI Jakarta, Bali. Iklim investasi dan iklim usaha; diperlukan akselerasi pembangunan ekonomi untuk Bengkulu dan Papua, sementara itu provinsi lainnya memiliki pertumbuhan yang hampir sama dengan rata-rata nasional, bahkan Riau, Kepri, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Papua Barat memiliki pertumbuhan ekonomi yang telah melampauai rata-rata nasional, walaupun demikian capaian tersebut perlu dijaga agar tidak mengalami penurunan bahkan jika memungkinan dikembangkan lagi agar memiliki pertumbuhan yang dapat mencapai 2 digit.
46
E D I S I 0 1 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1
Lingkungan hidup; berkaitan dengan indikator ini, hampir semua daerah masih diperlukan adanya akselerasi dalam upaya melakukan rehabilitasi terhadap lahan kritis dan ratarata nasional terhadap kinerja lingkungan hidup berada pada kategori sedang.
Desain cross-section direpresentasikan sebagai berikut:
Keamanan; berkait dengan indikator Provinsi yang memerlukan akselerasi adalah Provinsi Lampung dan Maluku Utara, sedangkan provinsi lainnnya yang telah mencapai target kinerja adalah DI Yogyakarta dan Sulawesi Utara.
Observasi (“O¹, O², O³”) dilakukan oleh evaluator setelah terdapat intervensi melalui program RKP (“X”) dan adanya respons dari sub-kelompok yang menerima intervensi program. Misalnya, evaluasi tahunan dilakukan Bappenas terhadap sebuah program K/L (”X”) yang didesain untuk memberdayakan ekonomi kelompok perempuan agar mereka dapat menjalankan usaha kecil milik mereka sendiri. Para evaluator Bappenas ingin mengetahui pendapat perempuan yang sudah merasakan program tersebut dalam waktu satu tahun terakhir.
Demokrasi; jika diindentifikasi berdasarkan indikator GEM dan GDI maka hampir semua provinsi berada pada kinerja menengah, ini artinya diperlukan upaya sistematis agar kegiatan pemberdayaan gender dapat dilaksanakan untuk mencapai target kinerja yang diharapkan seperti di DI Yogyakarta dan Bali.
5. Kemanfaatan EKPD dalam Penyusunan RKP 5.1 Memberikan masukan kepada K/L/Sektor untuk perbaikan target output
Pendapat kelompok perempuan dapat memberi informasi tentang apakah materi pelatihan yang mereka pelajari pada program RKP (”X”) tersebut membantu mereka untuk merintis sebuah usaha yang prospektif, membantu menentukan jenis usaha yang mereka inginkan, dan bermanfaat bagi usaha tersebut. Dengan sumber-sumber yang terbatas, para evaluator Bappenas dapat memilih menggunakan survei singkat untuk peserta yang baru lulus program. Atau evaluator ingin melakukan survei terhadap kedua kelompok: perempuan yang baru saja lulus dari program (O¹) dan perempuan yang sudah pernah mengikuti program ketrampilan usaha tradisional (O²), atau mereka yang hanya menerima bantuan modal usaha tanpa pelatihan ataupun tanpa dukungan program pemberdayaan ekonomi (O³).
Pelaksanaan evaluasi tergantung pada “hasil” yang telah disepakati dan disusun pada langkah sebelumnya. Langkah selanjutnya adalah evaluator menyusun disain evaluasi dan metode yang disusun secara bebas. Disain evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi “hasil” yang telah disepakati tersebut.
a. Evaluasi Triwulan Pada setiap bulan April, Juli, Oktober dan Januari, seluruh pemangku kepentingan melakukan pemantauan (on going evaluation) terhadap proses kegiatan yang terdapat dalam Renja masing-masing K/L/Sektor. Evaluasi dilakukan secara berjenjang internal mulai K/L dan direkapitulasi oleh Bappenas sebagai hasil dari pelaksanaan RKP. Indikator yang dievaluasi adalah indikator masukan (input) dan keluaran (output). Evaluator K/L/Sektor dan rekapitulasi hasil evaluasi yang dilakukan oleh Bappenas dapat menggunakan disain evaluasi yang bersifat generik. Disain ini dapat direpresentasikan sebagai berikut: X à O¹ ; dimana X = Program Kegiatan K/L dan O¹ = Observasi Artinya, terdapat kelompok masyarakat yang menerima intervensi kegiatan K/L (“X”) dan evaluator melakukan observasi (O¹) pada waktu triwulan sejak kegiatan itu dilakukan. Dalam evaluasi ini, evaluator tidak mengukur intervensi kegiatan pada masa sebelumnya atau sesudahnya.
c. Evaluasi Tahunan Sekitar bulan Januari-Februari merupakan waktu bagi evaluator kinerja pembangunan daerah untuk melakukan evaluasi. K/L melakukan evaluasi Renja dan kemudian direkapitulasi oleh para pemangku kepentingan untuk menjadi evaluasi RKP. Pelaksanaan evaluasi dilakukan melalui FGD dan assesment khusus dengan koordinasi antara Bappenas dan K/L. K/L melakukan evaluasi terhadap perencanaan sektoral yang acuan substansinya adalah Renja K/L. Hasil evaluasi K/L direkapitulasi sebagai evaluasi RKP. Indikator yang digunakan adalah indikator hasil (outcome). Disain evaluasi yang digunakan oleh evaluator dapat menggunakan disain pra-dan-pasca program dilaksanakan. Disain pra-dan-pasca program direpresentasikan sebagai berikut:
b. Evaluasi Paruh Waktu Sekitar bulan Juli-Agustus, evaluator dari K/L melakukan evaluasi terhadap pencapaian program yang terdapat dalam RKP. Indikator yang digunakan adalah indikator keluaran (output). Dalam hal ini, Bappenas dapat menyusun disain evaluasi triwulan dengan menggunakan disain cross-section.
dimana :
X = Program Kegiatan K/L dan
O = Observasi
Simbol O¹ berarti observasi (pra-program), intervensi program/ kegiatan K/L (X), dan observasi O² (pasca program). Evaluator melakukan observasi terhadap suatu kondisi empirik suatu
47
E D I S I 0 1 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1
kelompok masyarakat pada waktu sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi program/kegiatan K/L. Pilihan terhadap program/kegiatan K/L yang dievaluasi dapat dipilih secara selektif oleh evaluator dengan mempertimbangkan hasil (outcome) yang berpengaruh besar pada publik.
• • •
d. Evaluasi Lima Tahunan Menjelang masa berakhirnya keberlakuan dokumen RPJMN, pemerintah pusat melakukan evaluasi terhadap pencapaian Visi Misi Presiden. Evaluasi dimulai dari evaluasi Renstra K/L secara partisipatif dengan evaluator internal. Indikator yang digunakan antara lain indikator dampak (impact), perekonomian nasional dan politik secara makro.
kegiatan, program, dan kebijakan menciptakan peluang untuk mempertimbangkan penyempurnaan dalam penerapan strategi (kegiatan, program, atau kebijakan) memberikan informasi penting tentang kecenderungan dan arah kegiatan, program, dan kebijakan membantu menegaskan atau mempertanyakan Theory of Change (teori perubahan) yang mendasari kegiatan, program, dan kebijakan.
6. Rekomendasi Hasil evaluasi tersebut diatas, tentunya harus didayagunakan untuk kemudian dapat menjadi masukan bagi perencanaan berikutnya, karena “salah dalam merencanakan pembangunan maka sesungguhnya kita telah merencanakan kegagalan pembangunan”.
Peranan evaluasi tidak berarti dilakukan tepat satu kali pada waktu menjelang berakhirnya RPJMN, akan tetapi merupakan akumulasi sejak tahun pertama RPJMN berlaku. Disain evaluasi yang digunakan dapat menggunakan disain evaluasi time series yaitu disain evaluasi yang mengamati perubahan yang terjadi dalam suatu kurun waktu. Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi perubahan yang terjadi dalam suatu kurun waktu, baik membandingkan kondisi sesudah intervensi ataupun “sesudah dan sebelum” intervensi. Dengan demikian, desain rangkaian waktu (time series) dapat digunakan untuk melihat kecenderungan (trend).
Evaluasi ditujukan untuk menganalisa dampak pembangunan yang dilakukan oleh para pelaku pembangunan dan dinikmati oleh penerima manfaat pembangunan. Seyogianya, evaluasi tidak hanya terdiri dari analisa kuantitatif atas dampak dari pelaksanaan kebijakan, tetapi juga mencakup penjelasan mengenai ketercapaian atau ketidaktercapaian, serta uraian mengenai implikasi kebijakan yang mungkin terjadi.n
Desain ini dapat berupa desain rangkaian waktu yang bahan evaluasinya diperoleh melalui hasil Evaluasi Tahunan. Misalnya, evaluator mengidentifikasi kecenderungan (trend) tingkat kematian anak dan ibu hamil dapat diamati pada waktu sebelum dan sesudah suatu intervensi program/kegiatan yang termaktub dalam RPJMN.
Darmawijaya adalah Perencana Madya pada Direktorat Sistem dan Pelaporan Evaluasi Kinerja Pembangunan, Bappenas
Rangkaian waktu sederhana direpresentasikan sebagai:
DAFTAR PUSTAKA
O1 O2 O3 X O4 O5 O6 ; dimana X = Program Kegiatan K/L dan O = Observasi
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014 Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang (Peraturan atas UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548)) Jo Undang – undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah Laporan Nasional Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah 33 Provinsi Tahun 2010, Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan. Pedoman Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral Tahun 2009, Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan.
Beberapa observasi dilakukan oleh evaluator pada waktu sebelum intervensi dan dilakukan tiga kali lagi setelah intervensi (dalam kasus ini terdapat tiga observasi dan mengambil data dari hasil observasi yang dilakukan pada Evaluasi Tahunan).
5.2 Memberikan masukan kepada K/L perihal input yang sesuai Analisis dan pelaporan evaluasi merupakan langkah penting untuk menentukan temuan mana yang akan dilaporkan; kepada siapa laporan evaluasi ditujukan; dalam format apa dan dengan jeda waktu bagaimana. Evaluator harus berpikir cermat tentang permintaan informasi di tiap tingkatan dalam organisasi; bentuk yang paling sesuai untuk pemanfaatan informasi evaluasi, dan pada tahap apa temuan penting dalam suatu kegiatan/program penting dilaporkan. Langkah analisis dan pelaporan evaluasi berguna untuk: • memberikan informasi tentang status kegiatan, program, dan kebijakan • memberikan petunjuk tentang adanya masalah dalam
48
E D I S I 0 1 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1