w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
KISAH-KISAH KEMANUSIAAN Sensus Penduduk 2010 : Biro Humas dan Hukum BPS
Katalog BPS
:
No. Publikasi
:
Penanggung Jawab
: DR. Rusman Heriawan
Pengarah
: Djamal, M.Sc
Penyelaras Akhir
: M. Sairi Hasbullah, M.A
Penyunting/Editor
: Ir. Rina Dwi Sulastri, M.Sc Diyah Wulandari, S.Si Bambang Pamungkas, SST Mimin Karmiati, M.Si Armed Jahja Muhidin Ade Riyawan, SST Nur Hasanah, SST Gita Aprianie, S.IP Adhitya Prayoga, S.I.Kom Kunti Puspitasari, S.Sos Watiman
Penulis
tp :// w
Sumber Foto
w
w
.b p
s. go
.id
Diterbitkan oleh
ht
Desain Cover
: (Daftar Nama pada Lampiran)
: Dokumentasi Bagian Humas Dokumentasi Penulis : Subdirektorat Publikasi dan Kompilasi Statistik
KATA PENGANTAR
s. go
.id
Badan Pusat Statistik (BPS) tidak hanya menyajikan data kuantitatif Sensus Penduduk 2010 (SP2010) tetapi juga berusaha menyajikan sisi kemanusiaan (human interest) dari upaya pengumpulan data di lapangan. Melalui buku yang berjudul “KisahKisah Kemanusiaan Sensus Penduduk 2010” kita bisa banyak belajar untuk mengenal sisi kemanusiaan dari suatu kegiatan besar sepuluh tahunan, SP2010. Banyak kisah yang memperlihatkan ketangguhan para petugas sensus dalam mengemban tugas mulia pendataan. Meskipun banyak duka yang harus dilalui namun mereka tetap teguh, sabar, dan percaya untuk menapaki hari esok. Ketangguhan dan keuletan para pahlawan sensus ini sangat menginspirasi kita tentang suatu keteguhan. Publikasi ini disajikan berdasarkan pengalaman pendataan yang dilakukan oleh petugas sensus. Dengan demikian ketika konsumen data membaca angka hasil SP2010, buku ini dapat menjadi referensi tambahan tentang beratnya upaya petugas sensus dalam mengumpulkan data dari rumah ke rumah di seluruh wilayah Indonesia dengan kondisi topografi dan geografi beragam.
.b p
Jakarta, September 2010
ht
tp :// w
w
w
Rusman Heriawan Kepala BPS RI
i
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
ii
DAFTAR ISI Halaman i
DAFTAR ISI …………………………………………………………..
iii
Bagian 1 : Kecemasan dan Ketakutan……………………………… Rumah Hutan dan Rumah Horor………………………….. Benarkah Stereotype Itu?………………………………….. Kesasar di Tengah Hutan………………………………….. Takut Tsunami……………………………………………. KKN yang Menguntungkan………………………………. Sang Sapi Ingin Berkenalan dengan Petugas……………… Gerandong atau Kecebur Sungai Komering?……………... Tukang Bakso Edisi Jumat Kliwon………………………..
1 3 5 7 9 11 13 15 17
Bagian 2 : Empati…………………………………………………….. Si Manis yang Suka Tersenyum………………………….. Penduduk Desa yang Baik………………………………… “Objek Wisata Daerah Kumuh” di Jakarta………………. KTP Seharga Dua Liter Bensin……………………………. Tangan Patah 100 Derajat………………………………… Masyarakat Papua: Lebih Sayang Anjing, Ketimbang Petugas SP2010………………………………………….. Si Miskin di Antara Tambang Batubara dan Kilang Minyak……………………………………………………
21 23 25 27 30 32
w
w
.b p
s. go
.id
KATA PENGANTAR KEPALA BPS RI …………………………….
ht
tp :// w
Bagian 3 : Kesulitan Lapangan…………………………………….. Berkuda Tanpa Tali……………………………………….. Bergoyang-goyang Demi Monitoring SP2010……………. Kisah Para Pejuang SP2010 dari Amuntai……………….. Sensus Penduduk 2010 di Daerah Pasang Surut………….. Jembatan Gantung, Durian, Ancaman Malaria, dan Buaya..
34 36 39 41 43 45 47 50
iii
Bagian 4 : Keanekaragaman Budaya……………………………….. Satu Marga dengan Responden……………………………. Mendata Rumah Tangga “Sendiri”………………………... Padang Lawas……………………………………………... Uniquely Lahat…………………………………………….. Dari Transporter Menjadi Translator…………………….. Monitoring vs Petugas PLN……………………………… Cerita dari Sanggau………………………………………. Nabire, Kota Kecil Sarat Teka-Teki………………………. Arti Kata Men”CACAH” Menurut Bahasa Lokal Kalimantan Barat……………………………………..........
53 55 57 59 61 63 65 67 70
Bagian 5 : Kehormatan dan Sanjungan…………………………….. In Mover, Bayi Diberi Nama Petugas MK………………… Saya Bangga Menjadi Anak dari Seorang KSK…………..
75 77 79
Bagian 6 : Penolakan dan Umpatan………………………………… Susahnya Mendata Perusahaan Migas…………………….. Tempel Stiker Tunggu Rumah Dicat……………………… Macam-macam Respon Penduduk………………………… Kok Ketemu Abnormal Terus……………………………... Tragedi Rumah Walet dan Parang…………………………
81 83 85 87 89 92
s. go
.id
72
93 95 97 99 101 103 105 106 107 111
ht
tp :// w
w
w
.b p
Bagian 7 : Unik dan Humoris……………………………………….. KSK yang Mirip Polo……………………………………... Raih Hadiah Total Lima Ratus Ribu Rupiah……………… Keteledoran Petugas MK SP2010………………………… Uang Kertas Kuno Sebagai Pelaris……………………….. Jauh-jauh Cuma Dipijat Sama Mbah, Sori Aja Deh……..... Sapi….Sapi….Jangan Seruduk Kami Ya………………… Rumahnya Sudah Diangkat……………………………….. Wak Salim………………………………………………..... Di Laut Pun Ada “Awas Anjing Galak”…………………...
iv
Bagian 8 : Keindahan Alam Indonesia……………………………... Seperti Pulang Kampung…………………………………. Melihat Langsung Kuda Sandle Wood Berlarian, Seperti dalam Iklan Marlboro Country…………………………….
115 117
Bagian 9 : Lain-lain………………………………………………….. Mitra Borju Jadi Korlap…………………………………… Disambut Bau Menyengat…………………………………. Kecurigaan Istri Korlap……………………………………. Jadi Mangsa Jerat Kawat Berduri…………………………. Kepala Rumah Tangga Termuda………………………….. Stiker dan Kontrol Publik Terhadap SP2010……………… Deretan Jamban Terpanjang……………………………….. Jeruk Bali………………………………………………….. Ayo Berburu Komunitas Jawa……………………………. Dokumen SP2010 Mandi dan Berendam di Gianyar……… Tukang Panen Padi……………………………………….. Serba Serbi Sensus Penduduk 2010 Kabupaten Bangli…..
121 123 125 128 130 131 133 137 139 141 143 146 148
Daftar Penulis………………………………………………………....
151
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
119
v
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
B BA AG GIIA AN N 11 K KE EC CE EM MA ASSA AN ND DA AN NK KE ET TA AK KU UT TA AN N
1
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
2
Rumah Hutan dan Rumah Horor Fitri Andri Astuti Mahasiswa STIS
Ketika saya dekati rumah joglo itu, tiba-tiba seekor anjing berlari ke arah saya sambil menggonggong dengan kerasnya, dan berhenti tepat di depan saya ketika saya kelelahan.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Desa Genengan dan Desa Sedayu, Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah tugas saya untuk melakukan Monitoring Kualitas SP2010. Di hari-hari awal monitoring, saya sudah dihadiahi kebingungan ketika harus mendatangi Bangunan Sensus (BS) no 1 dan 2. Meskipun telah berputar-putar di desa tersebut, saya tetap tidak dapat menemukan bangunan yang dimaksud. Malu bertanya sesat di jalan. Saya putuskan untuk mematuhi petuah leluhur dengan bertanya pada penduduk setempat. Mereka paham dengan pertanyaan saya dan menjelaskan bahwa ada dua rumah yang berada di tengah hutan dan kemungkinan rumah tersebut lah yang saya cari. Dengan mengendarai sepeda motor, saya menelusuri peta Wilayah Blok (WB) dan ternyata daerah yang di telusuri adalah hutan, sebenar-benarnya hutan. Bangunan sensus pertama, saya temukan tanpa kesulitan. Saya heran rumah tersebut sudah ada penerangan padahal kabel PLN tidak sampai ke dalam hutan. Ternyata, sang pemilik rumah berinisiatif memasang kabel yang terhubung dengan desa terdekat. Upaya menemukan bangunan nomor 2 pun tanpa kesulitan, meskipun jarak antara bangunan sensus nomor 1 dan 2 ternyata cukup jauh. Bangunan sensus no 2 berbentuk rumah joglo. Ketika saya dekati rumah itu, tiba-tiba seekor anjing berlari ke arah saya sambil menggonggong dengan kerasnya, dan berhenti tepat di depan saya ketika saya kelelahan. Spontan saya pun berlari untuk menghindarinya, namun reaksi spontan saya memancing anjing untuk berlari ke arah saya. Karena sudah tidak kuat lagi berlari, saya pasrah dengan berjongkok sambil berteriak meminta pertolongan.
3
Entah karena mendengar teriakan saya atau karena gonggongan anjing yang sangat keras, sang pemilik rumah keluar tepat saat anjing sudah berada sangat dekat dengan saya. Mendengar suara tuannya, anjing berbalik arah meninggalkan saya yang lemas tak berdaya. Pertanyaan saya mengapa ada rumah di tengah-tengah hutan terjawab ketika sang pemilik rumah menjelaskan bahwa ia adalah seorang penjaga hutan.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Rumah Horor Keesokan harinya tanggal 5 Mei 2010, saya melanjutkan monitoring beberapa rumah yang letaknya terpencil. Bahkan ketika adzan magrib berkumandang pun saya masih berusaha untuk menyelesaikan blok tersebut. Ketika saya memasuki wilayah yang lumayan sepi, sampailah saya di tiga rumah yang saling berdekatan. Saya mulai mendata dari rumah yang paling depan. Selanjutnya, ke rumah kedua yang terletak di belakang rumah pertama, lanjut ke rumah ketiga yang berada tepat di samping rumah kedua. Terdengar teriakan PCL yang menemani saya, “Mbak, di rumah itu pernah ada orang yang gantung diri!.” Mendengar teriakan tersebut, spontan saya lari terbirit-birit menuju sepeda motor dan lupa bahwa saya menggunakan Pakaian Dinas Akademik (PDA) rok panjang. Dengan gemetar, motor saya hidupkan dan langsung saya kendarai sekencangnya tanpa peduli sulitnya medan yang dilalui. Bersamaan saya dan PCL berhenti di sebuah masjid. Sambil menunggu waktu salat saya pergunakan waktu untuk menenangkan diri. PCL menceritakan kejadian 2 bulan yang lalu, bahwa di rumah tersebut pernah ada orang meninggal dunia dengan cara gantung diri karena putus asa menghadapi kesulitan hidup. Sejak kejadian yang menggemparkan warga setempat, rumah itu dibiarkan kosong sampai hari ini.
4
Benarkah Stereotype Itu? Reny Andriati Mahasiswa STIS
Para preman di sana tidak pandang bulu dalam mencari korban. Bahkan, polisi pun tidak segan-segan dimintai uang, dicopet, atau bahkan dikeroyok.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Pertama kali mendengar tugas monitoring ke Bandar Lampung, saya senang sekali karena bisa pulang kampung gratis, naik pesawat pula. Tapi begitu mengetahui ditempatkan di Kecamatan Rajabasa, timbul rasa was-was. Penduduk Lampung atau orang yang pernah ke Lampung pasti tahu image yang melekat pada kecamatan yang satu ini, khususnya di daerah Terminal Rajabasa, sangat rawan. Para preman di sana tidak pandang bulu dalam mencari korban. Bahkan, polisi pun tidak segan-segan dimintai uang, dicopet, atau bahkan dikeroyok. Ketika kami mengelilingi batas blok sensus, Korlap bercerita beberapa kejadian yang nyerempet dunia kriminal. Dari cerita penadah obat terlarang, begal (penodong yang mengambil motor atau barang apapun yang ada pada korban), sampai makam keramat. Mencoba berpikir positif, saya berkata pada diri sendiri, “Itu mungkin hanya intimidasi saja, supaya saya nggak berani keliling seorang diri memonitoring pekerjaan petugas.” Hari pertama monitoring di Kelurahan Gedong Meneng, saya mendapati Kortim di sana agak galak. Saat saya telepon, dia tidak percaya kalau saya petugas monitoring. Dia menuduh saya orang iseng yang sedang ngerjain dia, meskipun sudah saya yakinkan berulang kali, dia tetap tidak mau percaya, bahkan marah-marah. Ya sudah. Saya tutup saja telepon, yang penting saya sudah tahu blok sensus mana yang harus saya kunjungi untuk monitoring. Peta Kelurahan Rajabasa Raya dengan batas daerah yang jelas sangat memudahkan saya melakukan monitoring hasil listing. Namun, saat saya mendapati satu rumah belum berstiker SP dan menanyakan
5
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
kepada pemiliknya, apakah sudah ada petugas SP2010 yang melakukan pendaftaran bangunan sensus, alih-alih mendapatkan jawaban saya malah dimarahi oleh pemilik rumah, “Lewatin aja terus, mentang-mentang saya orang nggak punya, nggak disensus”. Kejadian ini saya ceritakan pada KSK yang juga didengar oleh Kortim dan PCL yang bertempat tinggal di lokasi tersebut. Mereka menyampaikan kepada saya bahwa daerah tersebut merupakan daerah black list kredit motor, bank, dan juga merupakan tempat persembunyian buronan polisi. Terjawablah pertanyaan kenapa saat pencacahan C1 sulit sekali bagi mereka untuk keluar rumah. Saya pun cemas karena sulit menjumpai responden, ada responden yang tidak mau keluar rumah atau wawancara yang hanya melalui jendela dan tidak dibukakan pintu seolah-olah saya meminta sumbangan.
6
Kesasar di Tengah Hutan Junedi Mahasiswa STIS
“KESASAR”, itulah peristiwa yang saya alami sore itu. Suara gemuruh terdengar, membuat saya semakin ketakutan dan konsentrasi saya bercabang sehingga terjebak dalam jalan berlumpur, motor saya pun tergelincir.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Pendataan C1 di Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan telah selesai. Wilayah kerja Monitoring Kualitas saya memang tidak mengikuti jadwal pusat, terkait adanya pelaksanaan PILKADA, sehingga tanggal 9 Mei semua tugas Monitoring Kualitas yang berkaitan dengan lapangan telah selesai. Ibu Asmi, KSK yang ikut turun ke lapangan memantau pekerjaan saya, pamit pulang lebih awal karena ada pekerjaan penting lain yang harus diselesaikan. Ibu Asmi memang merasa ragu jika saya balik sendiri ke hotel, karena hari-hari sebelumnya saya selalu diantar ojek tapi hari itu saya mengendarai sendiri sepeda motor yang saya pinjam dari kantor BPS kabupaten. Setelah berkali-kali saya yakinkan bahwa saya bisa pulang sendiri, Ibu Asmi dengan berat hati akhirnya percaya. Saya terus menuju hotel. Keraguan Ibu Asmi cukup alasan. Saya pun mulai agak ragu dengan rute jalan yang saya ambil. Saya putuskan untuk bertanya kepada seorang ibu yang saya jumpai di persimpangan jalan, tanpa keraguan sedikit pun petunjuk yang diberikan saya ikuti. Satu jam berlalu namun pemandangan sepanjang perjalanan semakin asing bagi saya. Saya terjebak di tengah hutan. Tidak ada satupun rumah dan orang yang melintas, yang ada hanyalah pohon besar berdaun lebar yang tumbuh rapat di tepian jalan berlumpur. Pemandangan yang belum saya lihat sebelumnya.
7
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
“KESASAR”, itulah peristiwa yang saya alami sore itu. Saya meyakinkan hati untuk berbalik arah. Tidak lama kemudian suara gemuruh terdengar, membuat saya semakin ketakutan dan konsentrasi saya bercabang sehingga terjebak jalan berlumpur, motor saya pun tergelincir. Alhasil sepatu dan celana Pakaian Dinas Akademik (PDA) saya penuh lumpur hingga betis. Saya tetap tegar melakukan perjalanan agar dapat keluar dari hutan. Hujan turun dengan deras. Semua kuesioner dan peta ada di dalam tas punggung saya. Pilihan satusatunya adalah meneruskan perjalanan karena tidak ada satu pun rumah untuk berteduh. Saya terus menyusuri hutan dengan tanah berlumpur diiringi gemuruh petir dan hari yang semakin gelap. Doa terus saya panjatkan agar selamat sampai tujuan. Samar-samar terdengar deru mobil, hati saya mulai tenang. Saya pun bertanya kepada sopir mobil yang melintas ke arah yang saya tuju. Berkat informasi yang mereka berikan akhirnya saya dapat keluar dari hutan. Perjuangan keluar dari hutan telah usai, namun perjalanan menuju hotel masih panjang dan disertai hujan lebat. Walau sekujur tubuh basah kuyup, tetapi SP2010 telah menorehkan kenangan indah yang tak akan terlupakan.
8
Takut Tsunami Sudiyanto Kepala Seksi Pengelolaan Data dan Perangkat Lunak, BPS RI
Jalanan di depan hotel ramai oleh mobil dan motor yang ‘berlombalomba’ menuju tempat yang lebih tinggi karena kekhawatiran akan terjadinya Tsunami.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
SAMATIGA - Aceh Barat. Bertugas untuk Monitoring Kualitas SP2010 di daerah Aceh membuat saya agak takut, karena sampai saat ini Aceh masih rawan gempa sejak bencana Tsunami pada tahun 2004. Rasa takut itu lambat laun sirna mengingat tugas yang saya jalani adalah tugas nasional. Hotel Tiara, Kecamatan Samatiga, sekitar 20 km dari Meulaboh, menjadi tempat singgah saya selama menjalankan tugas monitoring. Untuk memudahkan tugas, saya menyewa sepeda motor. Kondisi geografis Samatiga sebagian besar persawahan dan tidak ada wilayah yang sulit dijangkau. Berbeda dengan Samatiga, Gampong (desa, red) Cot yang merupakan daerah pantai, untuk menuju desa ini harus menggunakan rakit, karena jembatan yang ada putus saat Tsunami dan sampai saat ini belum diperbaiki. Rakit yang digunakan merupakan gabungan tiga perahu yang atasnya diberi papan. Rakit ini bisa memuat sampai 20 sepeda motor dengan tarif sekali menyeberang Rp 3.000 per motor. Pendapatan yang diperoleh dari jasa angkutan rakit disetor untuk kas desa sebesar Rp 150.000/hari, sisanya menjadi hak yang bertugas pada hari itu. Ketenangan menjalankan tugas tiba-tiba terguncang ketika saya merasakan kursi yang saya duduki bergoyang-goyang dan goyangan semakin kuat, lampu dan benda yang berada di dalam kamar pun turut bergoyang. Tanpa berpikir panjang, saya lari ke luar kamar menuju tempat terbuka. Terdengar teriakan bersahutan dari berbagai penjuru “Gempa… Gempa...”, dan suasana panik pun mulai terasa.
9
.b p
s. go
.id
Seluruh tamu hotel berusaha menyelamatkan diri. Goncangan yang saya rasakan cukup lama, kira-kira 1,5 menit. Lemas seluruh persendian saya ketika melihat halaman hotel penuh dengan manusia dan kendaraan roda dua dan empat. Jalanan di depan hotel ramai oleh mobil dan motor yang ‘berlomba-lomba’ menuju tempat yang lebih tinggi karena kekhawatiran akan terjadinya Tsunami. Saat itu, yang terpikirkan oleh saya adalah segera lari ke lantai tiga hotel. Saya hanya bisa berpasrah diri kepada Allah SWT, jika memang terjadi Tsunami. Selang beberapa saat, kepanikan itu pun mulai mereda. Kerumunan orang mulai berpencar ke tujuan masing-masing. Alhamdulillah tidak terjadi Tsunami walaupun BMKG sempat mengumumkan gempa sebesar 7,2 SR itu berpotensi Tsunami. Terima kasih ya Allah….. Dan tugas monitoring SP2010 dapat diselesaikan.
ht
tp :// w
w
w
Sewaktu terjadi gempa, bayangan saya seperti foto-foto ini
10
“KKN” yang Menguntungkan Puji Lestari Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Statistik Ketahanan Wilayah, BPS RI
Adanya ikatan keluarga antara Kortim dan PCL-nya tidak melunturkan ketegasan intruksi, bahkan semakin besar rasa hormat dan patuh PCL pada Kortimnya.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Salah satu wilayah tugas Monitoring Kualitas SP2010 saya adalah di Desa Baru, Kecamatan Sarolangun, Kabupaten Sarolangun, Jambi, yang untuk mencapainya hanya ada satu jalan yaitu melalui jembatan goyang terbuat dari kayu. Dinamakan demikian karena jembatan ini akan terus bergoyang jika ada orang yang melaluinya. Penduduk Desa Baru umumnya adalah petani yang memiliki ternak sapi sehingga pemandangan yang lazim di pagi hari adalah segerombolan sapi yang berkeliaran di bahu jalan untuk merumput. Uniknya sapi-sapi tersebut dibiarkan merumput tanpa pengawalan sang pemilik dan konon katanya bisa pulang ke kandangnya sendiri. Berjalan sepanjang wilayah blok sensus tujuan serasa berada di Taman Safari, karena jalan dipenuhi tidak hanya oleh sapi tapi hewan ternak lainnya seperti kerbau, kambing, unggas, dan lain-lain. Jujur, saya sangat takut dengan binatang-binatang tersebut karena tidak terbiasa, maklum sejak lahir saya tinggal di Jakarta. Suatu hari
11
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
saya harus berjalan di antara sapi-sapi tersebut, tiba-tiba ada anjing mendekat, sontak saya pun tidak berani bergerak dan kaku bagai patung. Memang, bagi saya, banyak pengalaman berharga dari penyelenggaraan SP2010. Rasa takut melihat sapi-sapi yang berkeliaran sebetulnya tidak perlu terjadi. Ini hanya gambaran kecil betapa orang Jakarta perlu lebih banyak beradaptasi dengan lingkungan kehidupan di luar Jakarta. Kortim yang bertugas di wilayah tugas saya bernama Muchlis yang kesehariannya menjabat sebagai Kepala Desa Baru. Sementara PCL-nya adalah adik, keponakan, sepupu dan lainnya yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Kades (KKN dalam artian positif). Secara umum seluruh warga di Desa Baru masih mempunyai hubungan darah satu dengan lainnya. Setiap hari mereka diharuskan kumpul di rumah Kades untuk merapikan hasil pendataan, sementara dari pagi hingga sore hari mereka melakukan pendataan, seakan sang Kortim tidak mengenal kata lelah. Suatu ketika digelar pertandingan voli antar desa, para PCL sepakat untuk menonton dan melupakan sejenak tumpukan dokumen. Ternyata skenario tidak berjalan seperti yang mereka inginkan baru saja menonton pertandingan voli antar desa, Kortim langsung memanggil mereka dan menasehati agar waktu luang yang ada mereka gunakan untuk merapikan isian dokumen SP2010. Mereka berkeluh kesah karena mereka butuh sedikit hiburan. Namun, sikap tegas Kortim memang membawa dampak yang baik bagi penyelesaian pendataan di wilayah tersebut, sehingga dapat selesai tepat waktu.
12
Sang Sapi Ingin Berkenalan dengan Petugas Erika Sari Mahasiswa STIS
Saya bingung ketika bapak yang saya wawancara tersenyum-senyum dan mulai menahan tawa, ternyata, seekor sapi besar dengan tanduk yang kokoh melenguh dan siap menanduk saya.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Saya belajar banyak selama melakukan tugas monitoring SP2010. Kemandirian, kejujuran, ketabahan, dan kesabaran merupakan pengalaman mahal yang saya peroleh selama menjalankan tugas. Saya harus berani ketika saya ditempatkan di desa-desa yang belum pernah saya kenal selama ini. Saya harus mandiri. Saya harus bekerja sendiri sebagai tim independen tanpa ada yang menemani. Selama bertugas saya selalu ingat pepatah “lain ladang lain belalang”. Jadi saya harus pandai-pandai membawa diri dimana pun saya berada. Penduduk di Desa Bengkuang, Kecamatan Betung, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, rata-rata bermata pencaharian sebagai peternak sapi. Setiap rumah tangga pasti memiliki beberapa ekor sapi. Di salah satu rumah tangga, terlihat seekor sapi besar terikat di sebatang pohon besar. Semula tidak saya hiraukan karena saya sedang fokus melakukan monitoring. Tapi saya mulai merasakan sesuatu yang aneh di bagian belakang badan saya. Tak lama berselang ketika saya mulai mewawancarai kepala rumah tangga, terasa ada hembusan hawa hangat dan bau yang tidak biasa. Saya bertambah bingung ketika Bapak Hasan, yang saya wawancara, tersenyum-
13
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
senyum dan mulai menahan tawa, ternyata, seekor sapi besar melenguh dan dengan tanduknya yang kokoh siap menanduk saya. Tidakkkkkkkkk...tanpa aba-aba saya langsung lari tanpa arah yang pasti. Semua perlengkapan monitoring saya hempaskan dan biarkan berserakan. Sialnya jalan yang saya lalui adalah jalan yang penuh dengan kotoran sapi. Hwaaaa....lengkap sudah...badan sudah berbau dan sepatu pun sudah berubah warna dan tampilan. Untunglah, sang pemilik mengetahui ketakutan saya dan akhirnya minta maaf atas kejadian yang tak terduga. Setelah sapi dikembalikan ke kandang, saya ditenangkan oleh pemiliknya dengan suguhan teh Nasgitel (panas, legi=manis, kentel, red) yang sangat berguna untuk mengembalikan energi yang terkuras. Kata maaf berulang kali keluar dari bibir sang pemilik dengan mimik penuh penyesalan atas kejadian tersebut. Saya diantar ke hotel oleh kerabat Bapak Hasan. Hari itu saya habiskan untuk beristirahat di hotel sambil menenangkan diri agar tidak trauma atas kejadian yang baru saja berlalu. Kalau bukan karena tugas Sensus Penduduk 2010, saya tidak akan mengalami pengalaman berharga tersebut.
14
Gerandong atau Kecebur Sungai Komering? Kurniati Bachrun Staf Seksi Statistik Upah, BPS RI
Konon kabarnya banyak terjadi tindak kriminal yang dilakukan oleh oknum-oknum yang oleh penduduk setempat disebut sebagai ‘gerandong’.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Penduduk Desa Banuayu, Desa Pemetung Besuki, dan Desa Bantan Pelita, Kecamatan Buay Pemuka Peliung, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan pada umumnya ramah, santun, dan welcome pada pendatang. Sama sekali tidak ada kesulitan dalam berkomunikasi dengan mereka yang kebanyakan suku Jawa. Bahasa Jawa masih sering digunakan sebagai bahasa seharihari. Pada umumnya penduduk di tiga desa tersebut adalah petani. Mereka baru kembali ke rumah setelah hari menjelang senja. Karena itu, uji petik dilakukan setelah pukul 16.00 sampai ba’da Magrib. Berbeda dengan tiga desa sebelumnya, Desa Negeri Pakuan yang terletak di tepi Sungai Komering penduduknya kebanyakan adalah Suku Komering, yang lebih lugas dan cenderung keras. Terkait SP2010, kami sering mendengar komentar seperti “untuk apa berkalikali datang?”, “beri saja kami bantuan”, atau “apalah itu cek stiker, ndak penting lah, uang lebih berguna bagi kami”, dan masih banyak komentar lain yang mereka lontarkan. Namun demikian dengan pendekatan khusus, mereka tetap berkenan diwawancarai. Ketika melakukan monitoring coverage, saya temukan penomoran stiker yang berantakan dan tidak sesuai dengan daftar peruntukannya. Sambil mengecek keberadaan stiker, saya pun meminta Kortim untuk memperbaiki penomoran stiker. Kecamatan Buay Pemuka Peliung, tempat tugas saya adalah salah satu kecamatan yang dikenal “rawan”. Konon kabarnya banyak terjadi tindak kriminal yang dilakukan oleh oknum-oknum yang oleh penduduk setempat disebut sebagai ‘gerandong’.
15
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Para ‘gerandong’ menyergap korbannya di tempat-tempat atau di jalan-jalan sepi untuk merampas harta benda milik korban. Bahkan plat nomor kendaraan bermotor yang berkode wilayah BG sering dipelesetkan penduduk setempat sebagai singkatan dari “Banyak Gerandong”. Ternyata saya tidak menemukan hambatan berarti selama bertugas di kecamatan ini. Selama pelaksanaan MK di lapangan selalu ada tiga Korlap yang menemani secara bergantian. Satu-satunya kejadian yang membuat saya takut adalah saat saya harus kembali ke hotel setelah selesai dari lapangan pada pukul 20.00 WIB, menyusuri jalan sepi tanpa penerangan. Di sebelah kiri jalan ada Sungai Komering tanpa pembatas, sementara di sebelah kanan jalan terbentang perkebunan sangat luas. Speedometer di sepeda motor Korlap yang mengantar saya menunjuk angka lebih dari 80 km/jam. Dalam otak saya ada dua hal yang saya pikirkan ”gerandong atau kecebur Sungai Komering". Saya tidak ingin memilih satu diantaranya. Oleh karenanya, saya terus berdoa mohon perlindungan-Nya, selamat sampai tujuan.
16
Tukang Bakso Edisi Jumat Kliwon Muhammad Abrar Mahasiswa STIS
Malam Jumat Kliwon untuk daerah-daerah tertentu diyakini mempunyai kekuatan magis yang luar biasa. Ritual-ritual terkait keyakinan itu sering dilakukan ditempat-tempat yang dikeramatkan.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Dalam situasi yang serba sulit, saya harus menentukan pilihan antara menginap di desa tempat saya bertugas yaitu Desa Dayeuh Luhur, Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat atau kembali ke penginapan. Jika memilih untuk tinggal, maka saya tidak dapat memberikan informasi kepada teman yang lain mengenai keberadaan saya karena di Desa Dayeuh Luhur tidak terdapat sinyal handphone. Namun, apabila saya memilih kembali ke penginapan, saat itu hujan tengah mengguyur bumi sangat deras. Dalam kondisi bimbang, akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke penginapan meskipun dalam guyuran hujan nyaris tanpa penerangan. Dengan mengendarai sepeda motor, saya menuruni jalanan yang licin dengan sangat hati-hati. Kabut yang membatasi jarak pandang pun ikut menambah kesulitan perjalanan. Lebar jalanan hanya 2 meter dengan jurang membentang disatu sisi jalan membuat saya sedikit dihantui rasa ketakutan. Saya pun terus berdoa sepanjang perjalanan penuh tantangan ini. Sepanjang perjalanan tidak ada satupun kendaraan lain yang berpapasan ataupun beriringan dengan sepeda motor yang saya tumpangi. Satu-satunya penerangan hanya berasal dari lampu redup sepeda motor. Hujan masih terus setia mengguyur dan membasahi tubuh saya, diperparah dengan angin dingin menusuk ke tulang. Motor pun melaju dengan terseok-seok dan sepertinya juga nyaris tak sanggup lagi untuk melanjutkan perjalanan yang sudah mirip kubangan kerbau. Perut mulai keroncongan, saat itu baru teringat kalau dari siang saya belum makan karena tidak ada warung yang menjual
17
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
makanan berat. Namun tiba-tiba saya teringat disuatu pojok jalan ada satu-satunya warung yang berjualan bakso. Hmmmm.....mmmmm terbayang lezatnya semangkok bakso dengan kuah yang panas akan menghangatkan tubuh yang sudah mulai menggigil kedinginan. Tak lupa saya akan membawa beberapa bungkus untuk teman-teman di penginapan. Namun alangkah kecewanya warung bakso yang saya singgahi saat listing ternyata tidak ada lagi di tempat itu. Bakso di Desa Dayeuh Luhur sangat berbeda rasanya dibanding bakso manapun yang pernah aku rasakan sebelumnya, sungguh mak nyuuuuuuuus. Dengan lemas kutinggalkan tempat yang kuyakini warung bakso itu untuk melanjutkan perjalanan. Kira-kira 200 m tidak tahu dari mana datangnya, tampak di kaca spion cahaya lampu yang berasal dari sepeda motor lain. Senang mendapat teman perjalanan sehingga saya menepi untuk memberi kesempatan sepeda motor di belakang saya mendahului namun alangkah terkejutnya ketika menoleh ke belakang ternyata tidak ada benda apapun dibelakang saya. Ya Allah lindungi saya…… motor seolah tidak mau diajak berlari lebih kencang meskipun pedal gas sudah dimaksimalkan. Dengan seluruh keberanian kulihat sekali lagi kaca spion, aneh kali ini terlihat cahaya dari lampu obor yang berasal dari beberapa orang yang berjalan kaki. Kali ini tidak saya hiraukan dan terus menatap ke depan dan berkonsentrasi agar segera sampai ke jalan utama desa. Setelah satu setengah jam menempuh perjalanan yang menegangkan, akhirnya sampai juga saya di tepi jalan utama desa dan masih harus menempuh 30 menit perjalanan untuk sampai di penginapan. Di tengah perjalanan menuju penginapan saya berpapasan dengan mobil jenazah. Sontak muncul pikiran dan perasaan aneh dalam diri saya. Membayangkan jurang-jurang tanpa penerangan dan saya terperosok atau seandainya motor saya mogok di perjalanan tanpa ada kendaraan lain yang melintas dan tidak ada orang yang bisa membantu, terbayanglah di dalam mobil jenazah tubuh saya terbujur kaku.
18
Perjalanan pun berakhir di penginapan tempat dimana saya dan teman-teman melepas lelah. Saya sangat bersyukur bisa selamat sampai tujuan dan berkumpul dengan teman-teman yang sudah sangat cemas dan mengkhawatirkan keberadaan saya.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Keesokan harinya, kejadian tersebut saya ceritakan kembali kepada PCL tempat saya bertugas. Respon yang didapat di luar dugaan saya, ternyata orang yang sudah lama tinggal di desa itu pun tidak ada yang berani atau ‘nekad’ melakukan apa yang saya lakukan semalam. “Saya aja orang yang tinggal di sini tidak berani melakukannya. Bapak benar-benar nekat,” ujar PCL tersebut. Warung bakso yang pernah saya singgahi saat listing tanggal 6 Mei ternyata bertepatan dengan malam Jumat Kliwon. Konon cerita PCL, penduduk setempat sangat mengkramatkan malam Jumat Kliwon tersebut dengan melakukan ritual-ritual yang mereka yakini seperti bermalam di kuburan Pangeran Sumedang dengan membawa perbekalan ritual. Kepala langsung pusing dan perut saya pun terasa mual mengingat semangkok bakso lezat yang sudah masuk ke dalam sistim pencernaan saya.
19
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
20
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
B BA AG GIIA AN N 22 E EM MPPA AT TII
21
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
22
Si Manis yang Suka Tersenyum
Armed Jahja Kepala Subbagian Hukum KORPRI, BPS RI
Perempuan ini masih muda dan sangat manis wajahnya. Ia selalu menggoda saya, agar saya mau memberinya sepatu dan topi.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Di Nagari Limo Kaum, Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, ada seorang PCL perempuan yang masih muda dan sangat manis wajahnya. Ia selalu menggoda saya sebagai petugas Monitoring, agar saya mau memberinya sepatu dan topi. Alasannya, keadaan lapangan di Nagari Limo Kaum sangat panas di siang hari, tapi sejuk di malam hari sehingga kalau sedang mendata, dia sering memakai baju lengan panjang. Kulitnya yang putih bersih, tapi ujung tangannya menghitam karena sering naik sepeda motor. Wajahnya juga agak menghitam karena tersengat matahari setelah seminggu menjadi petugas SP2010. Ia minta topi yang bentuknya persis topi Pramuka yang dikenakan para pelajar perempuan, sehingga wajahnya bisa terhindar dari sengatan sinar matahari. Ia mengatakan hal ini sambil tertawa, sehingga saya heran kenapa dia tertawa. Akhirnya saya tanya ia baikbaik, serius atau tidak? Ia jawab, ”Serius dong, Pak. Lihat muka saya, jadi item.” Saya berkata kepadanya, ”Waduh, kalau urusan ini bukan wewenang saya. Tapi, kalau mau topi Pramuka, saya sih mau saja membelikan untuk kamu. Masalahnya, kalau saya belikan topi untukmu, nanti teman-temanmu minta juga. Nah, supaya adil, saya tidak usah beli ya.” Ia tertawa senang lalu berkata, ”Ah, tidak apa kok, Pak. Saya cuma bercanda, tapi kalau Bapak mau, Bapak kirim saja ya dari Jakarta. Pasti akan saya pakai, dan saya akan tunjukkan kepada teman-teman kalau ini topi kiriman Bapak.” Kemudian saya bertanya lagi kepadanya, ”Kamu mau sepatu juga?” Ia tertawa hingga giginya yang putih terlihat jelas dan kemudian berkata dengan sangat senang, ”Iih... Bapak, saya kan bercanda. Saya minta sepatu karena saya lihat sepatu Bapak bagus.
23
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Saya suka sepatu Bapak. Bagus sekali! Orang Jakarta sepatunya ternyata bagus-bagus ya, Pak. Kalau Bapak mau, kirimi saya ya, Pak.” Inilah secuil kisah tentang seorang gadis PCL yang saya perkirakan berusia 22 tahun. Ia cantik dan luar biasa indah senyumnya. Sayang, gara-gara SP2010 ini, mukanya jadi gelap, berikut kaki dan ujung tangannya. Kakinya gelap karena dia hanya mengenakan sandal kulit. Karena itulah saya sempat terenyuh melihat kecantikan gadis ini ternoda oleh sengatan matahari demi uang Rp 2,5 juta. Baginya, uang ini sangat berarti, karena kehidupan di Batusangkar, ibukota Kabupaten Tanah Datar, terbilang sulit. Saya ingin menangis melihat kegigihannya berjuang di lapangan. Saya ingin menangis melihat kerelaannya menghitamkan kulitnya, demi uang dan demi suksesnya SP2010.
24
Penduduk Desa yang Baik
Ika Kartika Sari Mahasiswa STIS
Saya terpeleset, seketika baju belepotaan tanah liat. Saya malu sekali saat itu. Untungnya bapak pemilik rumah menolong saya dan mengajak saya ke rumahnya.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Memang butuh perjuangan untuk dapat mendata setiap orang dalam SP2010. Itulah yang saya rasakan ketika diberi kepercayaan melakukan tugas monitoring di Kabupaten Siak Provinsi Riau. Kecamatan Siak memiliki sembilan desa, empat diantaranya cukup jauh dari kota dan merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Kampar, sehingga suasananya sangat sepi. Ketiadaan penerangan pada malam hari mengharuskan saya mengawali bekerja sepagi mungkin. Dari keempat desa tersebut, Desa Rawang Air Putih (RAP) yang paling berkesan. Secara geografis, RAP dekat kota, namun akses menuju ke sana cukup sulit. Banyak jembatan yang tidak aman untuk dilewati karena kondisinya sudah rapuh. Pemukiman penduduk dibangun sepanjang Sungai Siak namun letak satu rumah dengan rumah lainnya berjauhan. Cuaca di Siak sangat tidak bersahabat, pagi sampai siang panas terik, tetapi sore harinya hujan lebat sehingga kulit saya benar-benar terbakar matahari. Namun ada banyak hal yang mengesankan, satu diantaranya adalah keramahan penduduk desa ini. Saat itu, saya hendak menuju desa, namun tiba-tiba hujan lebat. Awalnya saya tetap berlalu tanpa menghiraukan hujan, tapi karena jalan licin dan banyak jembatan rusak, akhirnya saya berhenti di sebuah rumah yang telah digenangi air setinggi betis. Suasana ini dimanfaatkan ibu-ibu untuk memancing. Saat dipersilahkan masuk, saya memilih duduk di dekat salah satu ibu yang sedang asyik memancing. Ia bercerita mengalir seolah sudah lama saling kenal dan saya hanya mengiya-iyakan saja karena tidak mengerti apa yang ibu itu katakan dalam bahasa setempat. Dari bahasa tubuhnya, tercermin ia benar-benar mensyukuri hidupnya yang sangat
25
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
sederhana, bahkan bisa dikatakan tidak mampu. Dengan baju sobeksobek dan keadaan wajah yang benar-benar lusuh, ia masih mampu tertawa lepas, hidupnya dilalui tanpa beban. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam tiga sore, saya bergegas pamit untuk menyelesaikan pendataan berikutnya. Setibanya di salah satu blok sensus terpilih, ada satu dari tujuh rumah tangga yang belum didata. Beruntung ketika saya ingin bergegas pulang, tibatiba pemilik rumah yang belum terdata tersebut terlihat di teras rumah. Saya pun mengejarnya tanpa menghiraukan jalanan di depan rumah tersebut yang merupakan tanah liat. Saya pun terpeleset, gubraaakkk….. Baju belepotan tanah liat, malu sekali saat itu. Beruntung bapak pemilik rumah menolong saya dan mengajak saya ke rumahnya. Tanpa banyak bicara saya segera mengeluarkan dokumen M2. Bapak dan Ibu mau menerima saya dan bersedia menjawab dengan senang hati walaupun baju saya sangat kotor. Si bapak menawarkan bantuan untuk mengantarkan saya hingga ke penginapan. Sungguh orang desa yang baik. Bisa saya bayangkan kalau itu terjadi di kota mungkin tidak akan dihiraukan. Itulah bedanya mereka yang hidup di kota dan di desa.
26
“Objek Wisata Daerah Kumuh” di Jakarta Sari Sisilianingsih Mahasiswa STIS
Mereka hidup dalam lorong-lorong sempit yang sangat tidak layak huni, banyaknya genangan air dan saluran air yang tersumbat sampah, buruknya sistem drainase dan sirkulasi udara di rumah mereka.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Bertugas di daerah Cilincing, Jakarta Utara bukanlah perkara yang mudah bagi seorang awam. Saya yang belum tahu seluk beluk daerah ini. Tanggung jawab saya dalam pelaksanaan Monitoring Kualitas SP2010 ada di enam kelurahan, yaitu Sukapura, Rorotan, Marunda, Semper Barat, Semper Timur, dan Kalibaru. Saya sempat mengalami kecelakaan di Jalan CakungCilincing (Cacing) pada tanggal 5 Mei 2010. Motor yang saya kendarai diserempet trailer beroda 18. Akhirnya kaki saya terlindas salah satu ban trailer dan saya harus dilarikan ke RSUD Koja. Bila teringat informasi polisi yang disampaikan kepada keluarga saya bahwa di tempat tersebut sering terjadi kecelakaan dan biasanya korban meninggal dunia, saya bersyukur Allah masih melindungi saya dari maut. Dokter menyarankan saya untuk istirahat minimal selama seminggu. Mengingat adanya tenggat waktu dalam pelaksanaan tugas monitoring, saya memotivasi diri sendiri agar cepat sembuh dan segera kembali menyelesaikan amanah ini. Beruntung sekali saya didukung oleh orang tua dan Kepala BPS Kodya Jakarta Utara beserta jajaran sehingga saya dapat beraktivitas lebih awal dari waktu yang disarankan dokter. Setelah saya kembali menjalankan tugas monitoring di daerah Cilincing, saya menemukan banyak fenomena kemiskinan yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Warga di sana hidup dalam lorong-lorong sempit yang sangat tidak layak huni. Tak terbayangkan
27
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
sebelumnya, satu rumah dihuni oleh tiga generasi sekaligus (orangtua, anak, cucu, dan menantu beserta keluarganya). Banyak anak yang putus sekolah karena keterbatasan ekonomi orang tuanya. Banyak genangan air karena saluran air tersumbat sampah. Belum lagi buruknya sistem drainase dan sirkulasi udara di rumah mereka. Sarana buang air besar menggunakan WC bersama, bahkan ada yang langsung membuangnya ke kali. Mereka menggunakan kali sebagai aktivitas mencuci dan mandi. Beginikah wajah Indonesia yang sesungguhnya? Sungguh ironis ketika tahu sebenarnya kita hidup dalam negara yang subur dan kaya. Tetapi, masih banyak masyarakat kita belum hidup secara layak. Bahkan, fenomena tersebut telah dikembangkan menjadi objek "Wisata di Daerah Kumuh Jakarta". Hal ini dimanfaatkan oleh wisatawan mancanegara untuk membuat film dokumenter tentang kehidupan orang Indonesia. Kenyataan ini seperti memakan buah simalakama. Di satu sisi kita dapat mengembangkan objek wisata bahkan untuk di daerah kumuh Jakarta, tetapi di sisi lain wajah Indonesia tercoreng. Potret kehidupan nyata yang belum pernah saya lihat secara langsung memotivasi saya untuk melaksanakan tugas ini di tengah keterbatasan kondisi fisik dan kesehatan saya. Tidak hanya termotivasi untuk memberikan data yang sebenarnya agar dapat menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan khususnya bagi masyarakat miskin. Namun, potret nyata ini dapat saya jadikan bahan untuk selalu bersyukur atas nikmat yang saya miliki.
28
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Lorong-lorong pada penduduk banyak dijumpai di berbagai wilayah Jakarta
29
KTP Seharga Dua Liter Bensin Sri Prasetyaningsih Mahasiswa STIS
Setelah melalui jalan yang mendaki dan menurun, dibawah terik matahari, saya terpaksa harus menuntun sepeda motor ke tempat pengisian bensin.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Wilayah tugas Monitoring Kualitas SP2010 saya lumayan memacu adrenalin. Desa Badegan, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur menjadi salah satu desa Monitoring Kualitas SP2010 yang harus saya kunjungi. Jalan menuju desa tersebut berbatu, menanjak dan menurun dengan kemiringan lebih dari 60 derajat. Perjalanan tersebut saya tempuh dengan mengendarai sepeda motor. Sungguh memacu adrenalin. Hari-hari selanjutnya wilayah monitoring saya jumpai dengan medan yang hampir sama dengan sebelumnya. Tidak heran, jika ban motor yang menjadi teman setia menjalankan tugas cepat mengalami “kebotakan”. Suatu hari saat melaksanakan tugas monitoring, ban motor mengalami kebocoran yang cukup serius. Keberuntungan masih menyertai saya karena ada KSK yang melintas di daerah tugas saya dan membantu sampai ke tempat tambal ban. Ternyata setelah dibongkar, ban sudah mengalami banyak tambalan ban dan kali ini tidak dapat diselamatkan lagi. Terpaksa bertukar dengan ban batu. Baru menempuh perjalanan beberapa kilometer, kami pun berpisah dengan KSK, melanjutkan tugas masing-masing. Di tengah perjalanan, motor saya mati mendadak. Saya sempat panik karena kejadiannya di desa yang jauh dari pemukiman. Lebih terkejut lagi ketika jarum fuel meter mengarah ke E (empty), pertanda bensin kosong. “Ya ampun, kenapa saya nggak lihat fuel meter ya..?”, gumam saya menyesali kecerobohan saya. Saya terpaksa harus ‘menuntun’ motor ke tempat pengisian bensin terdekat. Setelah melalui jalan yang mendaki dan menurun, dibawah terik matahari,
30
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
terlihat tempat pengisian bensin dari kejauhan. Saya mengisi bensin sebanyak dua liter. Namun ketika akan membayar, betapa kagetnya saya begitu melihat tidak ada uang yang tersisa di dompet, karena sudah saya gunakan untuk membeli ban untuk mengganti ban yang bocor tadi. Kebingungan yang saya rasakan, terekspresi dengan jelas dan tertangkap oleh penjual bensin, Ia pun bertanya kenapa saya terlihat begitu cemas. Dengan malu saya ceritakan kecemasan saya bahwa saya tidak mempunyai uang untuk membayar bensin tersebut. Dengan memberanikan diri sekaligus ragu-ragu, campur malu, saya mengeluarkan KTP sebagai jaminan sementara. Alhamdulillah, petugas memperbolehkannya. Entah karena kasihan melihat saya atau karena percaya dengan seragam PDA yang saya gunakan atau aparat BPS yang tercitrakan positif di desa ini.
31
Tangan Patah 100 Derajat Nur' Izzah Inayati Mahasiswa STIS
Ketika hendak bangun, saya baru menyadari tulang tangan kiri saya patah sampai membentuk sudut 100 derajat.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Dalam kegiatan Monitoring Kualitas (MK) SP2010, saya ditugaskan di Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Hari pertama dan kedua saya menelusuri enam desa, yaitu Desa Kramatwatu, Lebakwana, Wanayasa, Toyomerto, Teluk Terate, dan Pamengkang. Yang menarik, sepanjang Desa Pamengkang menjadi tempat MCK warga dan cuci meskipun air berwarna coklat tua. Untuk melaksanakan solat pun sulit mendapatkan air untuk berwudhu. Usai sholat zuhur, saya segera bergegas. Untuk mengurangi sengatan sinar matahari, saya mengenakan sarung tangan. Entah kenapa, ketika sedang mengenakan sarung tangan di atas motor, tiba-tiba motor agak miring ke kiri, karena tidak kuat menahannya akhirnya motor pun jatuh, menimpa tubuh saya, tidak ada rasa sakit. Namun, ketika hendak bangun, saya baru menyadari tulang tangan kiri saya patah sampai membentuk sudut 100 derajat (tulang pengumpil dan hastanya patah). Tangan kanan saya segera memangku tangan kiri. Saya berusaha bangun sambil teriak minta tolong kepada warga sekitar. Sebenarnya, delapan bulan yang lalu, tulang tangan kiri saya pernah patah karena kecelakaan. Oleh sebab itu, kecelakaan ringan ini
32
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
membuat tulang tangan saya patah lagi. Saya meminta tolong kepada salah seorang warga untuk menelepon ibu dengan menggunakan handphone (HP) saya. Namun, beliau tidak bisa mengoperasikannya. Akhirnya beliau menyuruh beberapa warga yang sudah mengerumuni saya. Anehnya tidak ada seorang pun yang mau membantu menelpon ibu saya. Seolah-olah mereka takut melihat kotak segi empat (handphone-red) yang suka bunyi sendiri itu. Padahal di situ banyak anak muda. Yang saya yakini, mayoritas memiliki HP. Saya semakin bingung bagaimana mengabarkan musibah ini ke keluarga. Akhirnya saya paksakan untuk menaruh tangan kiri saya di atas paha sambil jongkok. Dengan begitu saya dapat menggunakan tangan kanan untuk memegang HP dan menghubungi ibu saya. Setelah itu, saya diantar ketua RT menuju tempat pengobatan alternatif patah tulang. Karena tangan kiri patah, saya sulit melakukan monitoring seorang diri. Beruntung Korlap berkenan mendampingi saya. Terima kasih Pak Korlap.
33
Masyarakat Papua: Lebih Sayang Anjing, Ketimbang Petugas SP2010 Leksono Sedyo Staf Seksi Penyiapan Statistik Konstruksi, BPS RI
Baru mau masuk kampung saja petugas sudah digonggong dan dikejar anjing. Anehnya pemilik anjing sangat melindungi anjingnya dan lebih sering menyalahkan orang yang digigit anjing.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Pelaksanaan Sensus Penduduk 2010 di Papua khususnya Kecamatan Yapen Selatan, Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua. Di lapangan sudah pasti tidak sepi dari masalah, mulai dari kondisi alam dan cuaca, juga kondisi masyarakat setempat yang menolak kedatangan petugas. Ada yang jelas-jelas tidak ingin didata dengan mengatakan kenapa harus disensus karena mereka sudah mau merdeka. Bahkan ada satu kampung yang tidak mau didatangi petugas sensus karena merasa bukan warga negara Indonesia dan pernah bentrok dengan tentara. Namun, berkat keuletan petugas dalam berdiplomasi dengan pemuka adat, akhirnya mereka mengerti dan mau disensus. Meskipun dengan pengawasan ketat karena petugas dicurigai Setiap rumah tangga memiliki anjing membawa senjata. sebagai hewan peliharaan Permasalahan tidak hanya pada sikap masyarakat yang menolak untuk didata, tapi kecemasan akan digigit anjing. Setiap rumah yang didatangi petugas rata-rata memiliki anjing. Baru mau masuk kampung saja petugas sudah digonggong dan dikejar anjing. Tak terbayang ketika
34
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
mewawancarai penghuninya rasa cemas menyelimuti karena dikelilingi anjing. Anehnya pemilik anjing sangat melindungi anjingnya dan menyalahkan orang yang digigit anjing. Bahkan seandainya kita menabrak atau menyakiti anjing mereka, kita pasti akan diperkarakan habis-habisan. Sebaliknya, mereka tidak peduli bila anjingnya mengigit orang lain, sungguh ironis. Jack Tanawani, salah seorang PCL mengalami naas ketika mendatangi salah satu responden. Ketika sedang melakukan wawancara di ruang tamu tiba-tiba anjing pemilik rumah mengigit kakinya. Secara reflek kaki Jack menendang anjing tersebut, namun karena takut yang punya rumah marah, dengan cekatan dia merobek ujung celananya dengan pisau cutter yang sudah dibawanya. Benar saja begitu anjing terkaing-kaing karena ditendang Jack, tuan rumah pun marah besar. Tidak kalah akal, segera saja Jack menunjukkan celananya yang sobek digigit anjingnya, dan akhirnya tuan rumah batal marah. Kondisi seperti itu menjadi buah simalakama bagi petugas. Menendang anjing salah, dibiarkan akan digigit dan berisiko rabies. Siapa pun tidak ingin digigit anjing tetapi jika sudah menjadi risiko pekerjaan siapa yang bisa menolak.
35
Si Miskin di Antara Tambang Batubara dan Kilang Minyak Aries Eka Septiyono Staf Seksi Pengolahan Statistik Industri Besar dan Sedang, BPS RI
Batubara yang tersimpan dalam bumi dibawa truk-truk ‘monster’ yang luar biasa besarnya. Roda truk-truk ‘monster’ itu setinggi rumah, bahkan truk ‘fuso’ hanya terlihat seperti mainan.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Perjalanan menuju Kabupaten Kutai Timur yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur menjadi pengalaman mengasyikan sekaligus melelahkan. Dari Bandara Soekarno-Hatta ke Bandara Sepinggan Balikpapan ditempuh selama dua jam. Sementara, dari Bandara Sepinggan menuju Kutai Timur ditempuh dengan perjalanan darat selama 8-9 jam. Belum lagi menuju Kecamatan Sangatta Selatan tempat saya bertugas. Desa Sangkima, Sangatta Selatan, Singa Geweh, dan Sangkima Lama adalah empat desa yang akan saya kunjungi untuk Monitoring Kualitas SP2010. Mayoritas penduduk berasal dari Suku Dayak, Kutai, Jawa, dan Bugis. Secara umum saya melihat Kabupaten Kutai Timur adalah kabupaten yang kaya hasil buminya, karena terdapat pertambangan batubara terbesar se-Indonesia, PT. Kaltim Prima Coal (KPC), dan pengeboran minyak bumi milik Pertamina. Tetapi sungguh ironi melihat kehidupan masyarakat terutama di Desa Sangatta Selatan, Singa Geweh, dan Sangkima Lama, karena di sekitar kilang dan pompa-pompa minyak yang berdiri dengan ‘sombong’-nya, banyak masyarakat yang masih terjebak di bawah garis kemiskinan. Bahkan listrik pun tidak ada. Untuk penerangan, mereka menggunakan lampu ‘ceplik’ atau genset bagi mereka yang mampu membelinya. Sungguh memprihatinkan.
36
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Saat hari-hari terakhir bertugas, saya juga sempat berkunjung ke Bukit Pandang dimana saya dapat melihat aktivitas langsung penambangan batubara perusahaan KPC. Edan...!!!! Disini saya melihat gunung yang seolah-olah ‘dibelah’ dan ‘dikupas’ oleh mesinmesin berat. Tidak terlihat lagi pohon-pohon disitu. Batubara yang tersimpan dalam bumi selanjutnya dibawa truk-truk yang luar biasa besarnya. Roda truk-truk itu setinggi rumah, bahkan truk ‘fuso’ hanya terlihat seperti mainan. Pada akhirnya merupakan keuntungan buat negara. Tapi kita harus memikirkan dampak ke depan terhadap lingkungan. Lingkungan lebih penting daripada keuntungan bisnis semata. Di Desa Singa Geweh terdapat lokalisasi yang bernama Kampung Kajang – tempat favorit lelaki ‘hidung belang’. Selanjutnya Desa Sangkima Lama yang masuk dalam kawasan TNK dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Teluk Pandan. Untuk mencapai kesana, kami memotong jalan melalui jalur yang saya lewati ketika ke Desa Sangkima. Jarak yang kami tempuh kira-kira 23 km dari Kota Sangatta. Bila kita melewati jalan utama Poros-Bontang, jaraknya bisa dua kali lipat. Saat itu sedang hujan, jadi bisa dibayangkan jalan yang mesti kami lewati. Saya di bonceng motor oleh KSK Sangatta Selatan Ahmaddianur. Jalan saat itu berlumpur dan sangat licin. Beberapa kali motor yang kami naiki sempat oleng, untungnya tidak sampai terjatuh. Tapi sepatu dan celana saya sudah tidak karuan bentuknya karena sudah penuh dengan cipratan lumpur. Hutan-hutan yang kami lihat sepanjang jalan yang saya lalui sudah banyak ditebangi penduduk. Cukup memprihatinkan bila kita berpikir tentang nasib anak cucu kita di masa depan.
37
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
38
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
B BA AG GIIA AN N 33 K KE ESSU UL LIIT TA AN NL LA APPA AN NG GA AN N
39
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
40
Berkuda Tanpa Tali Nuri Nasriyah Mahasiswa STIS
Perasaan was-was dan gemetar menyelinap, terlebih karena kuda yang akan saya tunggangi sangat besar lagipula tidak dilengkapi dengan tali untuk pegangan. Tak ada cara lain kecuali berpegangan pada rambut di leher kuda.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Tidak pernah seumur hidup saya mengendarai kuda, kecuali kuda kayu, itupun ketika saya masih kecil. Betapa takutnya saya saat diberitahu oleh Korlap bahwa kami harus menunggang kuda untuk sampai ke daerah Monitoring Kualitas SP2010 (MK SP2010) di Kecamatan Taman Krocok, Bondowoso, Jawa Timur, karena medan yang akan dilalui terjal dan berbatu. Demi tugas mulia apapun saya lakukan termasuk menunggang kuda. Celakanya lagi ternyata kegiatan MK SP2010 dengan menunggang kuda akan diliput dua televisi nasional. Perasaan was-was dan gemetar menyelinap, terlebih karena kuda yang akan saya tunggangi sangat besar lagipula tidak dilengkapi dengan tali untuk pegangan. Tak ada cara lain kecuali berpegangan pada rambut di leher kuda. Saya membutuhkan waktu cukup lama untuk penyesuaian berkuda tanpa tali. Sepuluh menit pertama dapat kami lalui dengan damai. Kuda seolah tahu bahwa saya dalam kondisi yang cukup cemas duduk di atas punggungnya. Kecemasan semakin meningkat ketika kuda mulai bergerak ke berbagai arah saat kru televisi mulai mengambil gambar. Keringat dingin mulai mengalir di sekujur punggung. Perjalanan tidak hanya menaklukan bebatuan namun masih harus menyeberangi sungai untuk sampai ke lokasi monitoring. Walaupun sungai tidak terlalu dalam tetapi tetap saja saat melihat air si kuda malah membungkuk dan minum air sungai dengan santainya tanpa menghiraukan ada seseorang dalam kecemasan di atas punggungnya. Tentu saja gerakan itu membuat saya kaget seketika dan hampir saja saya terjerembab dari punggung kuda. Untung reflek
41
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
saya lumayan bagus untuk segera mengambil posisi menyeimbangkan badan. Saya sebisa mungkin menghindari agar tidak mencengkeram rambut kuda. Jika sampai terjadi, pasti akan menimbulkan rasa sakit pada si kuda dan bisa dibayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Akhirnya tugas dapat diselesaikan dengan jerih payah yang tidak pernah terlintas dalam benak saya sebelumnya. Jerih payah menyesuaikan diri dengan kuda tanpa tali memberikan pengalaman istimewa sekaligus membanggakan bagi saya. Apalagi saat keluarga dan beberapa teman saya memberikan apresiasi saat menyaksikan tayangan perjalanan pendataan tersebut di TV. Perjalanan pulang lebih santai karena telah “terjalin komunikasi” yang baik antara saya dan kuda. Tidak terasa saya tiba kembali di penginapan dan harus berpisah dengan kuda tanpa tali.
42
Bergoyang-goyang Demi Monitoring SP2010 Aris Rusyiana Staf Subbagian Monitoring Program, BPS RI
Sudah separuh perjalanan, jembatan ternyata oleng dengan kencang. Saya menoleh, ternyata dua anak kecil sedang berkejar-kejaran. Saya pun berteriak, ”Hei nanti dulu, tunggu saya sampai ke ujung jembatan. Nanti kalau jembatan ini putus bagaimana?”
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Saya sangat bersyukur memonitor di Rewarangga, Kecamatan Ende Timur, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, tidak seberat tugas teman saya lainnya. Ketika saya dan Kortim menyusuri jalan menuju lokasi monitoring, Kortim tiba-tiba berhenti di tepi jalan raya tepat di bawah pohon beringin rindang sambil menatap ke arah saya. Pohon tersebut mengapit ujung suatu jembatan gantung sepanjang 50 meter yang terbuat dari kawat besi dan anyaman bambu. “Ini jalan kita ke rumah tangga tersebut ya, Pak?” tanya saya ke Kortim. “Iya, Pak. Kita harus melewati jembatan ini dulu. Motor kita taruh di tepi jalan ini saja. Tidak apa-apa, tidak akan ada yang mencuri,” jawab Kortim dalam logat setempat, sambil berjalan mendahului saya. Saya perhatikan Kortim berjalan mantap saja, tidak memperdulikan ayunan jembatan gantung yang bergoyang-goyang lumayan kencang diiringi derit bambu. Tiba giliran saya untuk meniti jembatan tradisional ini. Saya pun berdoa dan berjalan tertatih-tatih sambil berpegang erat pada pegangan di tepi kiri kanan jembatan. Sudah separuh perjalanan, jembatan ternyata oleng dengan kencang. Saya menoleh, ternyata dua anak kecil berseragam putih merah sedang berkejar-kejaran. Saya pun berteriak, ”Hei nanti dulu, tunggu saya sampai ke ujung jembatan. Nanti kalau jembatan ini putus bagaimana?” Serasa copot jantung saya mengenang kejadian itu. Belum lagi membayangkan aliran sungai di bawahnya yang tidak terlalu deras, dengan bebatuan besarnya yang menonjol, jadi kalau
43
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
sampai terjatuh, menurut perhitungan, saya tidak akan selamat atau luka parah. Perjalanan pun dilanjutkan, Kortim menunjuk ke atas bukit, letak enam bangunan fisik dan bangunan sensus terakhir sesuai dengan gambar yang ada di peta. Jalan setapak yang menanjak dan licin dipagari pohon Pisang Lela (Pisang Kepok), pohon Pisang Beranga (khas Ende), tumbuhan kakao, dan kenari di sepanjang jalan. Ketika perjalanan belum terlihat akan berakhir, saya pun bertanya kepada Kortim, “butuh berapa menit lagi mencapai atas?” Kortim menjawab bahwa dibutuhkan waktu dua jam untuk berjalan kaki menuju bangunan sensus tersebut. “Waduh…?!” ungkap saya terbengong. Begitu turun dari bukit tersebut, kabut sudah tebal menyelimuti jalanan. Untung saya membawa senter kecil. Hujan rintik-rintik menemani kami melewati jembatan gantung kembali untuk melanjutkan perjalanan pulang. Begitu mencapai ujung jembatan gantung, waktu menunjukkan pukul 17.00 WITA. Saya mendapat kabar bahwa salah seorang PCL dirawat di rumah sakit selama dua hari setelah listing Blok Sensus ini. Pantas saja, gumam saya dalam hati. Saya pun mengalaminya, betis pegalpegal dan tulang lutut terasa copot setelah empat jam bolak-balik mendaki dan menuruni bukit hanya untuk memastikan enam bangunan fisik di atas bukit tidak terlewat ditempel/dipasang stiker SP2010.
44
Kisah Para Pejuang SP2010 dari Amuntai Ali Said Kepala Seksi Indikator Statistik Lintas Sektor, BPS RI
Banjir cukup besar melanda Amuntai dan menggenangi sejumlah wilayah, khususnya daerah yang dekat dengan rawa dan sungai, bertepatan dengan listing bangunan dan rumah tangga.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Semangat pantang menyerah, itulah kata-kata yang tepat menggambarkan bagaimana para PCL melakukan pendataan SP2010 di Amuntai, Provinsi Kalimantan Selatan yang saat itu cukup banyak wilayah yang dilanda banjir. Amuntai, ibukota Hulu Sungai Utara (HSU), dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama kurang lebih 4,5 jam dari Banjarmasin melalui sejumlah kabupaten/kota, termasuk Kota Banjar Baru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Kira-kira setengah jam sebelum memasuki Kota Amuntai, di kanan kiri jalan terlihat rawa yang sangat luas membentang yang dipenuhi dengan eceng gondok (orang setempat menyebutnya 'bilung'). Banjir cukup besar melanda sebagian besar Desa Amuntai dan sejumlah wilayah lainnya, khususnya daerah yang dekat dengan rawa dan sungai ketika listing bangunan dan rumah tangga dilaksanakan. Meskipun sejumlah wilayah dilanda banjir dengan ketinggian air di atas lutut atau sekitar satu meter, kegiatan listing tetap berjalan sebagaimana mestinya. Semangat pantang menyerah itulah yang membuat
45
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
listing selesai sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Dari obrolan santai dengan sejumlah PCL, Kortim, dan Korlap ada cerita yang menarik selama pendataan. Ketika banjir melanda desa yang saya kunjungi yang letaknya di tengah rawa, PCL terpaksa meninggalkan kuesioner C1 di rumah Kortim karena khawatir basah dan rusak. Oleh karena itu, dalam melakukan pendataan terpaksa pertanyaan di kuesioner C1 disalin dalam buku besar dan catatan hasil pendataan disalin kembali di kuesioner C1 setelah selesai dari lapangan. Bahkan akibat dari musibah banjir ini beberapa PCL terpaksa menggunakan perahu ‘jukung’ untuk dapat mencapai rumah penduduk.
46
Sensus Penduduk 2010 di Daerah Pasang Surut Zaenal Abidin PJ Kehumasan BPS Provinsi Sumatera Selatan
Terletak di bantaran sungai pasang surut menjadikan petugas mengalami kesulitan menjangkau beberapa rumah tangga. Jika keadaan surut, wilayah tidak dapat dimasuki perahu akibat pendangkalan sungai.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Pelaksanaan Sensus Penduduk 2010 di Provinsi Sumatera Selatan melibatkan sebanyak 17 ribu pencacah lapangan yang terbagi di 15 kabupaten/kota. Salah satu kendala yang acapkali ditemui oleh pencacah adalah karakteristik geografis kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan. Beberapa wilayah di Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah yang terletak di perairan (daerah aliran sungai). Karakteristik sungai di Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan daerah pasang surut memberikan “kesibukan” tersendiri bagi pencacah untuk menjangkau rumah tangga. Kabupaten Banyuasin adalah salah satunya. Dengan luas wilayah 11.000 km2 dan berbatasan langsung dengan Selat Bangka, Banyuasin memiliki 15 kecamatan. Dari wilayah tersebut hampir 75 persennya terletak di perairan atau lebih tepatnya di daerah aliran sungai. Sebagian besar kecamatan yang berada di sepanjang aliran sungai tersebut, menjadikan perahu sebagai alat transportasi utama. Salah satu desa yang paling terpencil di Sumatera Selatan pun terletak di kabupaten ini. Desa tersebut adalah Tanah Pilih yang terletak di kawasan Taman Nasional Sembilang. Desa tersebut tepatnya terletak di aliran Sungai Benu yang merupakan batas antara Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi. Daerah tersebut hanya bisa dijangkau melalui jalur laut (Selat Bangka) dengan menyusuri garis pantai Taman Nasional Sembilang.
47
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Desa Tanah Pilih terbagi menjadi tiga Blok Sensus dengan muatan sekitar 250 rumah tangga. Menurut Korlap kecamatan tersebut, pelaksanaan lapangan telah 100 persen. Walaupun dalam pelaksanaannya terkendala kondisi lapangan, namun pendataan di wilayah ini Petugas pengawasan SP2010 menaiki terlaksana 100%. Terletak speedboat dalam kondisi jalur di bantaran sungai pasang mengalami surut surut, petugas mengalami kesulitan dan menjangkau beberapa rumah tangga. Penjangkauan rumah penduduk harus disesuaikan dengan ketinggian air sungai terutama pada saat air laut pasang. Jika keadaan surut, wilayah tidak dapat dimasuki perahu akibat pendangkalan sungai. Menurut penduduk, pelaksanaan lapangan SP2010 di bulan Mei bertepatan dengan kondisi sungai yang umumnya mengalami pasang pada malam hingga pagi hari. Selanjutnya mulai menginjak waktu siang hingga sore hari keadaan laut mengalami surut sehingga berimbas pada ketinggian air. Lain halnya Desa Muara Baru yang terletak di aliran Sungai Musi. Desa yang sebagian besar dihuni oleh masyarakat Suku Bugis tersebut merupakan daerah transmigrasi. Desa tersebut tepatnya terletak di Sungai Musi Saluran Primer 2 (SP 2). Sejalan dengan karakteristik daerah transmigrasi, pembagian wilayah desa terdiri atas parit-parit. Parit dalam hal ini adalah saluran irigasi buatan yang biasanya berhubungan langsung dengan sungai induk maupun saluran primer. Penjangkauan dengan perahu dapat dilaksanakan jika Sungai Musi mengalami pasang. Sebaliknya dalam keadaan sungai surut, petugas harus berjalan kaki menyusuri parit transmigrasi tersebut.
48
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Walaupun demikian acapkali petugas SP2010 dihadapkan oleh kendala resiko rusaknya dokumen oleh air. Resiko tersebut berkaitan dengan perjalanan dokumen mulai dari pencacahan di lapangan hingga pengiriman dokumen yang dilaksanakan melalui transpotasi perairan.
49
Jembatan Gantung, Durian, Ancaman Malaria, dan Buaya Ndaru Nuswantari Staf Seksi Integrasi Pengolahan Data Statistik Sosial, BPS RI
Ahmad terpaksa membangun rumah di atas tanah pinjaman di tepian sungai dengan ancaman buaya yang setiap waktu bisa naik di halaman rumahnya.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Birang Birang, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Perjalanan kami dari Tanjung Redep (ibukota kabupaten) sampai ke desa ini tidak membutuhkan waktu lama, hanya mengendarai sepeda motor setengah jam. Jalan yang kami lalui berupa jalan tanah berbatu, berdebu, berlubang, naik, dan turun. Kanan kiri jalan berupa perkebunan coklat, durian, tanaman langsat, dan rumah-rumah penduduk. Selain jalanan terjal, kami harus melewati jembatan-jembatan yang hanya berupa papan disusun melintang, tanpa pegangan kiri dan kanan. Itu belum seberapa, ada yang lebih menantang lagi saat kami harus melewati sebuah jembatan gantung yang berada di atas Sei Birang. Jembatan papan sepanjang 16 meter ini menghubungkan Kelurahan Gunung Tabur dan Desa Birang dan hanya dapat dilewati oleh maksimal tiga motor. Goncangan sangat terasa jika dua atau tiga motor melintas dalam waktu bersamaan, lumayan memacu adrenalin kami, lengah sedikit saja kami bisa dipastikan terjatuh ke sungai. Lega rasanya setelah mencapai ujung jembatan. Kami disuguhi pemandangan pemukiman penduduk di tepian sungai yang berbentuk rumah panggung (rumah Betang). Hampir seluruh penduduk menggunakan air sungai sebagai sumber air minum dan kebutuhan MCK mereka. Ketika saya bertanya kepada seorang penduduk mengapa tidak memakai air hujan saja untuk air minum, mereka berpendapat air hujan lebih kotor, bisa menyebabkan
50
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
penyakit. Mereka lebih nyaman mengonsumsi air sungai meski mereka buang air besar di tempat yang sama. Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah berkebun, sehingga sangat sulit menemui mereka di siang hari. Meskipun musim durian dan langsat baru saja berlalu, namun kami masih bisa memandangi hijaunya rerimbunan pohon durian dan langsat. Salah satu kepala rumah tangga yang kami jumpai adalah pendatang asal Malaysia, Ahmad. Rumah Ahmad memiliki nomor bangunan fisik, bangunan sensus, dan nomor rumah tangga pertama pada Blok Sensus (BS) 002B. Untuk sampai ke rumahnya di tepian sungai, kami harus berjalan kaki sekitar satu setengah kilometer melewati perkebunan, semak-semak, dan kuburan. Di rumah kecil ini, ia tinggal bersama istri dan sepuluh anaknya. Saya tak dapat membayangkan bagaimana mereka bisa hidup hanya dengan mengandalkan hasil kebun dan bagaimana mereka tidur di rumah sesempit ini. Sebagai kaum pendatang, dia tidak memiliki tanah untuk berkebun maupun membangun tempat tinggal. Ahmad terpaksa membangun rumah di atas tanah pinjaman di tepian sungai dengan ancaman buaya yang setiap waktu bisa naik di halaman rumahnya. Baru sekitar lima tahun belakangan ini ia benar benar memiliki lahan yang bisa ia olah. Kebunnya terletak di seberang sungai. Tiap hari Ahmad hilir mudik menyeberangi sungai dengan perahu kecilnya. Tak jarang pula ia harus bertemu sang penunggu Sei Birang, sang buaya. Beruntung buaya-buaya di sungai ini telah bersahabat dengan keluarganya. Buaya-buaya ini tidak pernah mengganggu, hanya sesekali buaya mendekat ke tepian rumah Ahmad sebagai bentuk ‘persahabatan’.
51
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
52
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
B BA AG GIIA AN N 44 K KE EA AN NE EK KA AR RA AG GA AM MA AN NB BU UD DA AY YA A
53
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
54
Satu Marga dengan Responden Ridhayani Sinaga Mahasiswa STIS
Semarga dengan responden menjadi keuntungan sendiri bagi saya karena saya bisa lebih mudah untuk menggali informasi.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
“Martorombo” alias penelusuran marga, hal itulah yang biasa saya lakukan setelah mewawancarai responden di Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Martorombo biasanya saya lakukan sekitar sepuluh menit, lebih lama dibanding mewawancarai responden terkait SP2010. Terlebih bila kebetulan pemilik rumah semarga dengan saya ataupun marga ibu saya, obrolan pun bisa semakin panjang. Dengan pendekatan ini, saya lebih mudah menggali informasi. Tak sia-sia saya bisa berbahasa Batak. Dari sekian rumah tangga yang saya kunjungi, pengalaman yang berkesan ketika saya mewawancarai keluarga J. Sinaga yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Opung J.Sinaga tinggal berdua dengan istrinya, Opung H. Purba. Kebetulan saat kunjungan monitoring, Opung J. Sinaga sedang tidak di rumah, yang ada hanya Opung Boru (nenek) Purba, ia pun sedang sakit dan tidak bisa berjalan, sehingga saya mewawancarainya di samping tikar, tempat istirahatnya. Dari data PCL, tercatat usia nenek Purba 57 tahun. Padahal kenyataannya, nenek Purba setidaknya berusia 80-an. Saya pun curiga dan mulai mengorek keterangan dari nenek Purba. Ia bercerita kalau usianya memang 85 tahun. Sedangkan Opung Sinaga usianya 64 tahun (tertulis di data PCL 70 tahun). Saya bertanya mengapa perbedaan usia nenek dan kakek ini begitu besar karena umumnya usia wanita cenderung lebih muda dari pasangannya. Kalaupun lebih tua setidaknya tidak terpaut sejauh itu. Akhirnya nenek bercerita bahwa Opung Sinaga dulunya adalah anak tiri bawaan suami keduanya, ayah Opung J.Sinaga yang sudah meninggal lebih dulu. Dengan alasan adat, ketika suami meninggal harus ada pengganti dari pihak keluarganya. Akhirnya Opung Sinagalah yang ‘dikorbankan’
55
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
menggantikan ayahnya. Sebenarnya saya belum pernah mendengar adat seperti ini di mana seorang anak bisa menikahi ibunya. Tapi, itulah kenyataannya dan saya hanya bisa tersenyum mendengar penuturan nenek Purba.
56
Mendata Rumah Tangga “Sendiri” Toga Hamonangan Kepala Seksi Pengolahan Statistik Hortikultura, BPS RI
”Astaga, ternyata nama suami ibu Kades memang sama dengan nama depan saya dan semarga pula...,”
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Mendata tidak hanya mengumpulkan data dari responden, tapi bisa juga mempertemukan kita dengan keluarga. Kejadian ini saya alami langsung. Penugasan Monitoring Kualitas SP2010 di Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai meliputi empat desa yaitu Desa Liberia, Makmur, Sialang Buah, dan Desa Bogak Besar. Desa Sialang Buah adalah desa nelayan, kebanyakan penduduknya mendapatkan penghasilan dari usaha menangkap ikan di laut. Seperti kebanyakan desa nelayan, desa ini ‘cukup’ miskin, ratarata rumah tangga di desa ini berpenghasilan cukup rendah, kesehatan buruk, dan tidak mempunyai WC. Kondisi ini diperparah dengan dibiarkannya hewan ternak babi berkeliaran bebas tanpa kandang, sehingga kotorannya berserakan di mana-mana.
57
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Ketika berkunjung ke sana, sebelum menemui warga setempat, saya melapor kepada kepala desa (kades) yang ternyata seorang wanita. Saya memperkenalkan diri menggunakan marga saya. ”Lho, jadi marga Bapak Nainggolan?” tanya Ibu Kepala Desa setelah mengetahui marga saya. ”Betul Ibu,” jawab saya. ”Suami saya juga Nainggolan,” lanjut Ibu Kades itu melanjutkan. ”Lho ...,” saya sedikit kaget dan senang karena bertemu dengan teman ‘sekampung’. Selama melakukan tugas monitoring, saya belum pernah bertemu dengan kawan semarga. ”Wah kebetulan sekali dong, Bu,” kata saya. ”Siapa nama suami Ibu?” lanjut saya kemudian. ”Mmm… namanya sama dengan yang tertulis di nametag Bapak,” ujarnya. ”Astaga, ternyata nama suami Ibu Kades memang sama dengan nama depan saya dan semarga pula...,” batin saya setelah saya melakukan probing pada Ibu Kades. Maka jadilah ‘jeruk makan jeruk’. Mau tidak mau Toga Nainggolan dari Sialang Buah akan diwawancarai oleh saya, Toga Nainggolan dari Jakarta. Saya mengetahui bahwa Toga Nainggolan tersebut adalah ”adik” saya setelah kami ber-martarombo atau penelusuran marga.
58
Padang Lawas Arianto Kepala Seksi Pengolahan Statistik Transportasi, BPS RI
Sebagian penduduk masih ada yang mewariskan ilmu nenek moyangnya. Meskipun tidak secara eksplisit dikemukakannya tapi bagi saya jelas yang dimaksud ilmu itu bukan ilmu berhitung matematika atau ilmu statistik, tetapi ilmu gaib/mistis.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Kuliner adalah hal yang tidak bisa dilewatkan oleh siapapun ketika berkunjung ke sebuah daerah baru. Begitupun ketika saya melakukan tugas monitoring SP2010 di Padang Lawas, kabupaten baru di Sumatera Utara yang resmi berdiri Agustus 2009, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan dua kabupaten di dua provinsi berbeda. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat dan sebelah timur Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Untuk mencapai Kabupaten Padang Lawas akan lebih cepat melalui Provinsi Riau , sekitar 6 jam, dibandingkan dari Medan yang membutuhkan waktu sekitar 12-13 jam. Selain kuliner, setiap daerah memiliki tradisi dan kebudayaan setempat yang unik. Percaya tidak percaya, kita harus hati-hati kalau mau makan dan minum di Padang Lawas. Usahakan untuk menolak dengan halus bila ditawarkan makan dan minum oleh penduduk setempat. Menurut penjelasan teman yang sudah lama bertugas di sana, sebagian penduduk masih ada yang mewariskan ilmu nenek moyangnya. Meskipun tidak secara eksplisit dikemukakannya tapi bagi saya jelas yang dimaksud ilmu itu bukan ilmu berhitung matematika atau ilmu statistik, tetapi ilmu gaib/mistis. Tidak seperti informasi awal yang saya dapatkan, ternyata di sana tidak begitu repot mencari penginapan dan rumah makan. Bahkan ada juga rumah makan Padang Setubu (serba tujuh ribu). Saya pun memulai perjalanan kuliner saya di Padang Lawas. Tak lengkap rasanya jika tidak menikmati pusaka kuliner turun temurun
59
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
masyarakat Mandailing yaitu ‘Holat’. Tidak ada daftar menu lain yang disajikan, sepertinya di rumah makan tersebut memang hanya menyediakan menu tunggal ‘Holat’ yaitu hidangan berbahan dasar ikan mas segar yang dibakar, lalu direndam dengan kuah bumbubumbu rahasia dan ditaburi bawang goreng. Di mangkok terdapat Balak’at dan kunci Pak’at sebagai bumbu dari Holat yang berasal dari sejenis pohon, kulitnya diserut halus. Balak’at bersatu dan larut bersama kaldu dalam bentuk serpihan yang lembut. Sedangkan Pak’at adalah pucuk rotan muda yang tumbuh di hutan atau lahanHolat disajikan bersama sambal cabai hijau dan petai lahan perladangan. ‘Holat’ disajikan bersanding dengan sepiring nasi putih panas dan sambal cabai hijau yang digiling halus dengan sepotong jeruk nipis, kecap manis dan asin (tergantung selera), serta ulaman berupa petai mentah. Hmmm…mak nyuss!
60
Uniquely Lahat Mimin Karmiati Kepala Subbagian Hubungan Media Massa, BPS RI
Para responden sering menerima petugas SP2010 dengan berbusana apa adanya, bahkan hanya dengan berbalut handuk/kain sarung yang diikat di dada. Para perempuan desa menerima dan menjawab pertanyaan-pertanyaan kita tanpa takut handuknya terlepas.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Kekhawatiran para Korlap, Kortim, dan PCL menjadi sirna ketika terjadi kesepahaman bahwa tugas monitoring lebih sebagai early warning untuk mendapatkan data penduduk yang berkualitas. Bahkan berbalik menjadi kerja sama yang mutual antara PCL khususnya dengan saya. Ada kesalahan penggambaran Bangunan Fisik (BF) pada Wilayah Blok Desa Jati. Mereka tidak menggunakan arah Barat Daya, sehingga sulit dalam mencari nomor urut BF pertama dan selanjutnya. Saat itu juga petugas langsung bergerak memperbaiki kesalahan penggambaran dan penomoran stikernya. Pengecekan kebenaran penentuan arah Barat Daya diinstruksikan ke seluruh Korlap Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Ada hal yang menarik dari pendataan di Desa Muara Cawan yang mungkin terjadi juga di desa lainnya terkait kebiasaan masyarakat setempat. Para responden sering menerima petugas SP2010 dengan berbusana apa adanya, bahkan hanya dengan berbalut handuk/kain sarung yang diikat di dada. Para perempuan desa menerima dan menjawab pertanyaan-pertanyaan petugas tanpa takut handuk/sarungnya terlepas. Hawa panas yang menyengat kulit mengakibatkan penduduk beradaptasi dalam berbusana. Undangundang pornografi sulit diberlakukan di sini. Balutan handuk/sarung terasa menyatu dalam keseharian dan menjadi pemandangan yang biasa sekalipun saat menerima tamu. Handphone menjadikan ketergantungan antar manusia dalam berkomunikasi. Namun di Desa Karang Dalam, sinyal handphone
61
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
sangat sulit didapat. Tiada rotan akar pun berguna. Tuhan memberikan kita indera penglihatan. Salah satu upaya adalah menajamkan mata dan memanjangkan leher untuk melihat keberadaan para petugas melalui rompi dan topi berwarna biru terang sehingga walaupun berada di dalam rumah sedang mendata, bisa dengan mudah saya temukan. Lain lagi di Lubuk Sepang, yang juga merupakan wilayah monitoring saya walaupun jumlah BF-nya tidak terlalu banyak namun kondisi wilayahnya berbukit-bukit, sehingga cukup menguras tenaga untuk mengecek kelengkapan BF dan stiker di setiap rumah. Cuaca yang sangat terik memberikan kontribusi nyata terhadap keletihan, Seorang ibu menerima kedatangan petugas emosi, dan kulit SP2010 dengan balutan handuk. terbakar.
62
Dari Transporter Menjadi Translator Frida J.Hutabarat Mahasiswa STIS
Menurut saya, petugas lapangan memang harus orang daerah setempat, karena mereka mengenal karakteristik masyarakat di sana.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Geografis Gisting yang berpegunungan mengakibatkan desa ini berhawa dingin. Walaupun saya lahir dan tumbuh di Lampung, ini adalah kali pertama saya ke Kecamatan Gisting, Lampung. Kortim Gisting Bawah adalah (Mbah) Marjan. Dari awal saya mendengar namanya terbayang langsung kepada Mbah Marijan. Namun ternyata Mbah Marjan tidak setua Mbah Marijan. Beliau dipanggil "mbah" memang karena umurnya yang sedikit lebih tua dari petugas yang lain, tapi beliau masih segar bugar dan sudah beberapa kali menjadi mitra BPS dalam berbagai kegiatan survei. Mbah Marjan adalah sosok yang disiplin dan humoris. Ada lelucon yang sering dilontarkan ketika Kortim dan PCL berkumpul bersama. Selain sosok Mbah Marjan, saya mendapat saudara baru, Mas Arie "babang" ojek, yang selalu menjemput, menemani, mengantar saya dari hotel menuju lokasi monitoring, dan kembali lagi ke hotel. Awalnya saya sedikit "takut", wajarlah antisipasi terhadap orang baru, tapi hal itu tidak butuh waktu lama bagi Mas Arie untuk meyakinkan saya kalau dia orang jujur dan baik. Ketika bertugas, saya menggunakan seragam Pakaian Dinas Akademik (PDA) STIS lengkap dengan badge dan pangkat di pundak. Penduduk setempat
63
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
langsung percaya dengan pangkat balok 3 di pundak kalau saya adalah Petugas Monitoring Kualitas SP2010, sehingga mereka pun bersikap ramah dan sangat koperatif. Ternyata ampuh juga seragam serta pangkat ya…. Menurut saya, petugas lapangan memang harus orang daerah setempat, karena mereka mengenal karakteristik masyarakat di sana. Saya mendapati responden, seorang nenek yang tidak mengerti bahasa Indonesia, hanya bisa bahasa Jawa. Saya orang Batak yang hanya bisa bahasa Jawa pasif (karena banyak bergaul dengan teman-teman asal Pulau Jawa) sehingga saya jadi bingung. Beruntung saya ditemani “babang” ojek yang juga orang Jawa. Jadilah Mas Arie berprofesi ganda sebagai transporter dan terkadang menjadi translator. Ada lagi, seorang ibu yg mengerti bahasa Indonesia tapi tidak mau berbahasa Indonesia, dan hanya mau diwawancarai dengan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar. Alhasil wawancara kami dwibahasa, saya berbahasa Indonesia dan sang ibu berbahasa Jawa, tapi kami saling mengerti. Saya meyakini hal ini karena selama interview pembicaraan kami nyambung.
64
Monitoring vs Petugas PLN Rini Amelia Mahasiswa STIS
Ketakutan mulai merasuki diri saya, takut jika pria itu akan marah dan memerah menahan geram. Saya mencoba menjelaskan dengan hati-hati bahwa saya bukanlah petugas PLN.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Tidaklah mudah untuk sampai di Kota Majalengka, Jawa Barat, kami harus naik kereta api dari Jakarta ke Cirebon, dilanjutkan menaiki taksi gelap. Mobil ‘Panther’ yang sewajarnya diisi oleh tujuh orang dipaksakan diisi dengan sembilan penumpang plus barang bawaan petugas monitoring yang volumenya minta ampun. Saya merasa seperti ikan sarden di dalam kaleng. Sempit, sumpek, panas, ditambah dengan badan pegal karena tidak dapat bergerak selama perjalanan. Hari pertama terasa begitu berat, terlebih harus ada penelusuran wilayah yang cukup luas. Letih rasanya harus berjalan dengan menggunakan sepatu dan seragam Pakaian Dinas Akademik (PDA) yang membuat gerak saya menjadi terbatas. Bahasa pun menjadi kendala, saya yang bukan Suku Sunda tidak mengerti apa yang mereka katakan. Saya tidak dapat berbahasa Sunda sehingga meminta bantuan penduduk setempat untuk menerjemahkannya. Tidak hanya keletihan. Kejadian aneh pun saya alami, saya dikira petugas PLN. Hal ini berawal ketika saya sedang berkeliling di Kelurahan Sindang
65
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Kasih untuk melihat stiker yang ditempel di rumah penduduk. Ada salah satu warga yang memanggil saya dan menanyakan kapan rumah barunya dipasang instalasi listrik. Saya sempat bingung karena saya tidak mengerti sama sekali dengan pertanyaan pria yang bertubuh tegap tersebut. Ketakutan mulai merasuki diri saya, takut jika pria itu akan marah karena tidak mendapat jawaban sesuai yang diharapkan. Saya mencoba menjelaskan dengan hati-hati bahwa saya bukanlah petugas PLN. Namun, belum selesai penjelasan dari saya, pria tersebut memelototi saya dengan wajah seram dan berkata bahwa saya hanya mencari alasan. Saya makin dibuat ketakutan olehnya, tubuh saya pun gemetaran dan berkeringat dingin. Dengan suara bergetar, saya mencoba menjelaskan sekali lagi bahwa saya adalah mahasiswa STIS yang sedang mengemban tugas Monitoring Kualitas SP2010. Lama pria itu memperhatikan saya dari kepala sampai ujung sepatu saya. Menyadari kesalahan yang dibuatnya pria tersebut mundur beberapa langkah dan memperbaiki sikap tubuhnya menjadi agak lebih santai. Akhirnya, pria itu meminta maaf atas kekhilafan yang dilakukannya. Ia menceritakan bahwa ia sudah beberapa minggu mengurus ke PLN untuk memasang instalasi listrik di rumah barunya, tapi tidak ada tindak lanjutnya. Ia berulangkali meminta maaf kepada saya atas kekeliruannya. Saya hanya bisa menjawab dengan anggukkan pelan tanpa kata dan langsung meninggalkan tempat tersebut dengan gontai.
66
Cerita dari Sanggau Hartono Staf Seksi Pengembangan Desain Sensus dan Survei Bidang Statistik Sosial, BPS RI
Nursani Staf Subbagian Kerjasama dan Hubungan Kelembagaan, BPS RI
Berbagai cerita yang disuguhkan dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat dari medan yang sulit dijangkau hingga menghindari pesta adat Dayak.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Tugas Berat dan Ringan, Tetap Dijalankan Setiba di ibukota Provinsi Kalimantan Barat, saya disambut oleh Kepala BPS Provinsi beserta struktural dan para stafnya secara baik dan bersahabat. Kehangatan penyambutan harus segera diakhiri karena tugas utama sudah menanti. Jalan yang bergelombang menyulitkan travel yang membawa saya ke Kabupaten Sanggau untuk tidak melaju dengan guncangan hebat. Kami bagaikan barang tak bernyawa, untuk bicara sesama penumpang saja sulit. Dapat dipastikan setelah turun dari mobil badan terasa pegal dan perut mual. Baru terasa ringan setelah isi perut tertumpahkan. Letak desa satu dengan lainnya yang kami kunjungi sangat berjauhan, kira-kira berjarak hampir 15 km. Jalannya masih tanah liat, sehingga sangat licin setiap kali turun hujan, saya sering terpeleset. Usai hujan, matahari bersinar kembali dengan suhu 39 derajat celcius, sangat ekstrem. Dalam melaksanakan tugas monitoring, saya bersama KSK dan Kortim membutuhkan pendamping/penunjuk jalan karena desa yang kami lalui adalah perkebunan sawit sehingga banyak sekali jalan-jalan bercabang. KSK yang mengantar kami saja sering tersesat, apalagi saya yang baru pertama kali datang ke daerah tersebut. Untuk mencapai suatu desa, selain menggunakan motor sebagai alat transportasi utama, kadang kami pun naik perahu, tapi
67
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
tidak jarang kami harus berjalan kaki karena melewati daerah perbukitan. Di desa-desa yang kami kunjungi banyak berkeliaran babi dan anjing yang merupakan hewan peliharaan penduduk setempat yang mayoritas Suku Dayak. Kortim di Kabupaten Sanggau hampir semuanya adalah Kepala Desa atau Sekretaris Desa, oleh sebab itu dalam pendataannya kami tidak begitu mengalami kesulitan dengan penduduk setempat. Saya sangat terkesan dengan cara kerja KSK di Kabupaten Sanggau, mereka pantang menyerah dan gigih walaupun medan yang mereka lalui sangat sulit. Sebelum mengakhiri monitoring, KSK menyampaikan pengharapannya karena memiliki motor yang irit, dapat digunakan di jalan yang sulit dan licin. Semoga terwujud.
68
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Menghindari Pesta “Dawai” Kerusuhan etnis yang terjadi beberapa tahun silam yang melibatkan suku asli dan pendatang di Kalimantan Barat tentulah masih melekat di sebagian masyarakat. Sanggau menjadi salah satu daerah yang terkena dampaknya. Penduduk Sanggau terdiri dari beberapa etnis, yaitu Suku Dayak, Melayu, dan China. Gaya hidup dan karakter mereka sangat berbeda. Orang Dayak sebagian besar hidup berladang dan banyak dijumpai di pedalaman. Mereka menggantungkan hidup dengan menanam padi dan menyadap karet. Orang Melayu sebagian besar hidup sebagai pegawai pemerintahan dan petani sawit. Sementara orang keturunan banyak kita jumpai di perkotaan dan hidup sebagai pedagang. Salah satu blok sensus yang terkena sampel monitoring adalah Desa Lape, dengan mayoritas penduduk Orang Dayak. Untuk melakukan pencacahan di desa ini memang sedikit lebih sulit. Para lelaki di desa ini umumnya melakukan aktivitas berladang dan menyadap karet dari pagi hingga sore hari, sehingga pendataan baru bisa dilakukan setelah mereka kembali dari aktivitas di kebun/ladang. Pendataan di blok ini dilakukan lebih awal karena bertepatan dengan pesta adat Dayak, Dawai, yang jatuh pada bulan Mei-Juni. Dawai adalah pesta yang dilakukan orang Dayak setelah musim panen tiba. Biasanya pesta ini dilakukan sepanjang hari selama seminggu. Dawai dilakukan secara besar-besaran hampir di semua wilayah di Sanggau dengan mengundang kerabat dari desa lain. Mereka dijamu dengan minuman yang bisa membuat mereka ‘tidak sadar diri’. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan para Kortim/Korlap melakukan koordinasi dengan para PCL untuk menghindari/tidak melakukan pencacahan di wilayah yang sedang ber-dawai. Umumnya para petugas sudah mengetahui waktu dan daerah mana yang aman bagi mereka untuk melakukan tugas pencacahan.
69
Nabire, Kota Kecil Sarat Teka-Teki Heri Minto Widodo Kepala Seksi Pengembangan Kerangka Sampel Survei Bidang Statistik Distribusi, BPS RI
Untungnya saya termasuk orang yang pemakan segala alias doyan makan, yang penting ada sayur kangkung dijamin lahap.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Pada awal tugas di Kabupaten Nabire, saya di-“wanti-wanti" agar tidak kurang atau terlambat makan. Wilayah Papua dikenal endemis tinggi penyakit malaria, terutama malaria tropika. Jika kesehatan sempat drop dan naas tergigit nyamuk Anopheles sp maka tubuh bisa demam dan menggigil. Ada selentingan lucu tentang penyakit ini. Katanya malaria itu penyakit orang “tidak mampu”. Maksudnya, tidak mampu makan banyak. Nabire adalah kota kecil yang bersih, cukup dikelilingi beberapa menit saja. Sekilas dipandang, kota ini seperti terbagi dua, yaitu kota lama di sebelah barat bandara dan kota pengembangan di sebelah timurnya. Transportasi udara sangat penting di Nabire karena wilayahnya masih sulit dilalui lewat darat. Mengenai pelaksanaan SP2010 dan Monitoring Kualitas SP2010, secara umum dukungan komponen petugas dan unsur BPS sangat baik. Kalaupun ada permasalahan, datangnya dari ketersediaan waktu responden untuk bisa ditemui. Di beberapa desa, masyarakatnya berkebun atau ke hutan pagi hari dan kembali ke rumah sore harinya. Sedangkan ibu rumah tangga dan anak-anak, kebanyakan tidak mampu menjawab pertanyaan petugas dengan baik. Inilah yang menyebabkan pelaksanaan MK di lapangan pada hari terakhir pun terus berlangsung hingga larut malam. Keterbatasan waktu untuk bertemu responden menjadi kendala pelaksanaan SP2010 di wilayah Nabire. Ketika melakukan monitoring ke pemukiman Suku Dani yang berlokasi di sisi-sisi Sungai Sanoba, ada benturan konseptual antara wilayah dengan penduduk. Ada delapan rumah di seberang Sungai Sanoba yang merupakan wilayah perbatasan kecamatan, yaitu
70
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Kampung Sanoba Pantai dengan Kampung Waharia Distrik Teluk Kimi. Secara administrasi kependudukan, mereka yang menempati rumah-rumah tersebut termasuk warga Kampung Sanoba Pantai karena kedekatan kekerabatan, masih warga Suku Dani. Ketika bertemu dengan wanita Suku Dani yang sudah tua, rasa terkejut muncul karena perutnya besar, hamilkah? Lebih terkejut lagi ketika ada pertemuan dengan Suku Dani, ternyata semua wanita Suku Dani, tua maupun muda, berperut besar seperti sedang hamil tua. Apakah mereka memang hamil atau ada masalah kesehatan dengan mereka? Namun tidaklah etis menyanyakan hal tersebut kepada mereka. Biarlah tetap menjadi teka-teki bagi "orang luar".
71
Arti Kata Men“CACAH” Menurut Bahasa Lokal Kalimantan Barat Elly Kurniasih Staf Seksi Neraca Produksi, BPS Provinsi Kalimantan Barat
Men“CACAH” kalo menurut bahasa lokal di kecamatan ini adalah menikahi anak orang secara paksa (perkosaan-red).
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Dalam pelaksanaan pelatihan petugas di Kecamatan Tayan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, ada kejadian unik dalam satu sesi awal yaitu pengenalan SP2010. Di kelas tersebut Instrukur Daerah (INDA)-nya berasal dari BPS Provinsi Kalimantan Barat. Di sesi pengenalan SP2010, INDA menjelaskan tentang apa itu SP2010, bagaimana pelaksanaannya dan salah satu kalimat yang sering diucapkan oleh INDA adalah: “Kita para bapak/ibu petugas PCL dibantu oleh KORTIM akan men“CACAH” ke rumah-rumah di lokasi Blok Sensus tempat tugas masing-masing!” Kemudian katakata men“CACAH” beberapa kali diulang untuk meyakinkan para peserta pelatihan. Dalam hati INDA bertanya mengapa para peserta pelatihan diam seribu bahasa dan terlihat sedikit kebingungan. “Bapak/Ibu paham belum apa yang akan dilaksanakan di SP2010?” kata INDA. ”Sedikit Ibu… tapi kami yakin pasti nanti akan bisa!” jawab salah seorang peserta. “Ibu… maaf ya kami mau bertanya?” sahut peserta yang lain ”Silahkan… tidak usah sungkan-sungkan!” jawab INDA. “Ibu tahu tidak apa arti kata men“CACAH” di daerah kecamatan kami?” kata peserta sedikit memberanikan diri. “Iya Bu…! Tahu tidak?” sahut para peserta yang lainnya “Tidak tahu… memang artinya apa Pak?” jawab INDA sambil sedikit kebingungan. “Men“CACAH” kalo menurut bahasa lokal di kecamatan ini adalah menikahi anak orang secara paksa (perkosaan-red). Jadi menurut kami
72
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
tidak usah menggunakan kata-kata men“CACAH” dalam kelas ini. Gimana Ibu...?” kata peserta. “Hah… itu ya arti men”CACAH” menurut bahasa sini. Pantas saja dari tadi sewaktu saya menjelaskan tentang pencacahan Bapak/Ibu semua diam seribu bahasa. “Okelah kalo begitu! Mulai saat ini kita tidak usah menggunakan kata men“CACAH” tetapi kita ganti dengan kata-kata men“DATA” gimana Bapak/Ibu?”, kata INDA. “SETUJU….. SETUJU……!” jawab para pesera secara serempak.
73
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
74
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
B BA AG GIIA AN N 55 K KE EH HO OR RM MA AT TA AN ND DA AN N SSA AN NJJU UN NG GA AN N
75
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
76
In Mover, Bayi Diberi Nama Petugas MK Dini Iriani Kepala Seksi Pengembangan Klasifikasi Statistik, BPS RI
Salah satu PCL yang mendampingi PM mengusulkan kepada orang tua bayi agar bayi tersebut dinamakan sesuai nama PM, untuk mengabadikan nama PM yang datang jauh dari Jakarta dan juga untuk mengenang SP2010.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Kabupaten Kerinci berbatasan dengan Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat di utara, Kabupaten Merangin di selatan, Kabupaten Bungo di timur, dan Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat di barat. Dengan kondisi alam dikelilingi Bukit Barisan dan berdekatan dengan Gunung Kerinci, menjadikan iklim udara di Kabupaten Kerinci berhawa sangat sejuk. Diawali perjalanan penuh tantangan sekitar 12 jam dari Kota Jambi, jalanan berliku, naik turun, berlubang, terkadang di kiri kanan jalan terdapat jurang dan tebing yang curam menjadikan perjalanan penuh tantangan. Dengan mobil double gardan ‘Ford Ranger’ yang disewa khusus BPS Provinsi Jambi sebagai mobil operasional pelaksanaan SP2010, suatu kehormatan bagi kami berempat yang semuanya perempuan karena perjalanan kami langsung dikawal Kepala BPS Jambi, Dyan Pramono Effendi. Perjalanan panjang semakin berat karena tiba-tiba di sebuah tanjakan jalan berliku, mobil yang kami tumpangi hampir bertabrakan dengan truk bermuatan kentang dari arah berlawanan. Ternyata tidak hanya satu truk, tetapi konvoi ada empat truk dibelakangnya. Lebar jalan hanya pas untuk dua mobil diapit oleh jurang dan tebing yang curam, membuat kami terdiam, jantung berdebar, cemas, dan suasana menjadi mencekam. Kedua supir berusaha berjalan normal kembali. Spontan Bapak Dyan, satu-satunya laki-laki selain supir, turun dari mobil untuk memberi aba-aba bahkan menjadi juru pengatur jalan agar
77
mobil dapat melanjutkan perjalanan dengan selamat. Sepanjang perjalanan tampak daerah-daerah rawan longsor. Pada salah satu rumah tangga dari tujuh rumah tangga sampel terpilih pengecekan monitoring kualitas, Minggu sore tanggal 9 Mei 2010, terjadi peristiwa kelahiran seorang bayi perempuan pada pukul 4 pagi harinya. Ketika dilakukan wawancara untuk menanyakan keterangan nama bayi yang dilahirkan, orang tua bayi tersebut belum siap memberikan nama sang bayi. PCL yang mendampingi PM kerumah tangga tersebut mengusulkan kepada orang tua bayi agar bayi tersebut dinamakan sesuai nama PM, untuk mengabadikan nama PM yang datang jauh dari Jakarta dan juga untuk mengenang SP2010. Kesepakatan antara usulan PCL dan orangtua bayi diwujudkan dengan memberi nama Dini Iriani Safrina, nama yang manis gabungan antara nama PM dan nama ayah si bayi (Safri). Semoga tumbuh menjadi anak manis dan seperti PM.
w
w
.b p
s. go
.id
Dini Iriani Safrina bersama ibunda
ht
tp :// w
Dini Iriani Safrina bersama ibunda
78
Saya Bangga Menjadi Anak dari Seorang KSK Mohamad Zainudin Usman Mahasiswa STIS
Tugas saya adalah memonitoring kerja para Korlap, Kortim, dan PCL dan pada saat itu bapak dan kakak saya menjadi Korlap.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Ada kebanggaan tersendiri bagi saya menjadi Petugas Monitoring (PM) di daerah asal orang tua saya. Terlebih lagi sebagai anak seorang KSK yang berhasil masuk STIS dan pulang kampung mengenakan Pakaian Dinas Akademik (PDA) dalam mengemban tugas sebagai PM, tentunya sangat membanggakan orangtua. Selain bangga, saya juga merasa sungkan kepada bapak dan kakak yang notabene sebagai KSK dan mitra BPS kabupaten, karena tugas saya adalah memonitoring kerja para Korlap, Kortim, dan PCL dan pada saat itu bapak dan kakak saya menjadi Korlap. Tapi untung saja tempat monitoring saya bukanlah ditempat tugas mereka. Suatu hari saya pergi mengunjungi rumah nenek di kampung yang tidak berjauhan dengan wilayah tugas saya. Sesampainya di sana, banyak orang berkumpul di teras rumah, termasuk bapak dan kakak saya, mereka sibuk mengukir tulisan di atas kertas bergaris jingga. Setelah memarkir motor di depan rumah dan melangkahkan kaki masuk,
79
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
tahu lah saya bahwa rumah nenek dijadikan posko bagi petugas sensus di daerah itu. Tanpa saya sadari ada petugas yang mengucapkan, “Selamat datang, Pak!” Saya pun menjadi malu, apalagi petugas itu adalah paman saya sendiri. Hampir semua petugas sensus adalah sanak keluarga saya mulai dari Korlap, Kortim, dan PCL, namanya juga kampung. Suasananya pun menjadi ramai, satu persatu mulai menceritakan masa kecil saya yang sangat ceroboh tapi sekarang balik ke kampung menjadi petugas monitoring yang diutus BPS Pusat, sedangkan mereka hanyalah petugas PCL. Saya pun hanya tersenyum malu mendengar cerita dan pengakuan mereka. Tante saya pun tidak ketinggalan meledek saya, "Wah.. bapak dan kakak jadi kalah nih sama adik. Masa adik yang ngawasin bapak dan kakak sih.” Ketika mendengar kalimat itu saya tidak tahu harus merespon bagaimana, saya cuma diam dan pura-pura tidak mendengar. Saya melihat ke arah bapak dan kakak saya, mereka tersenyum bahagia dan akhirnya membalas kalimat tante dengan kata-kata yang membuat saya lega. “Itu sih nggak apa-apa, malah saya jadi bangga punya adik kayak dia.” Wajah saya pun memerah malu.
80
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
B BA AG GIIA AN N 66 PPE EN NO OL LA AK KA AN ND DA AN NU UM MPPA AT TA AN N
81
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
82
Susahnya Mendata Perusahaan Migas Adi Permana Mahasiswa STIS
Kesabaran pun ada batasnya, Kades Pematang Lumut akhirnya ikut turun tangan mengancam akan menutup akses perusahaan Petrocina di Pematang Lumut.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Kabupaten Tanjung Jabung (Tanjab) Barat, sesuai namanya merupakan pesisir pantai atau daerah yang dikelilingi sungai besar khususnya di sekitar Kecamatan Betara yang dialiri Sungai Betara. Walaupun airnya berwarna cokelat, sungai menjadi nadi kehidupan dan sumber air untuk kebutuhan MCK warga sekitar aliran sungai. Pelaksanaan listing di Desa Serdang Jaya secara umum berjalan baik. Wilayah perusahaan migas Petrocina menjadi perkecualian karena listing dilaksanakan dengan super susah dan pengamanan yang diperlukan pun super ketat. Petugas yang datang ke sini harus melewati dua pos satpam sebelum bisa masuk ke kantor pengelola. Saat pendataan di perusahaan migas tersebut, petugas telah berhasil melalui pos satpam pertama, namun di pos satpam kedua penjagaan sangat ketat, sampai-sampai tas petugas berlabel SP2010 digeledah satpam di sana. Hari itu untuk kali kedua petugas gagal melakukan listing, Syahrul selaku Korlap berusaha melakukan pendekatan, penjelasan, dan meyakinkan satpam namun usahanya gagal total. Akhirnya dua hari berselang, Kepala BPS Kabupaten Tanjab Barat bersama Kepala Desa Pematang Lumut, petugas, dan Kortim turun tangan mendatangi perusahaan Petrocina. Pos satpam pertama dan kedua terlampaui, dengan susah payah. Permasalahan muncul ketika Kabag Humas Petrocina tidak bisa memberikan data pegawai yang ada. Setiap ditanya, hanya mengeluarkan dua kata, TIDAK TAHU. Berkali-kali dijelaskan dengan panjang lebar, namun terdengar jawaban yang sama, tanpa ada penjelasan lebih rinci. Kades Pematang Lumut pun turun tangan untuk
83
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
menyelesaikan masalah namun tetap saja tidak membuahkan hasil. Kesabaran pun ada batasnya, dengan nada yang tinggi beliau mengancam akan menutup akses perusahaan Petrocina di Pematang Lumut. Setelah memberikan ancaman, rombongan pun meninggalkan kantor perusahaan tersebut. Ancaman Kades ternyata berpengaruh signifikan terhadap keputusan manajemen Petrocina. Pada malam harinya, perwakilan dari Humas Petrocina memohon maaf melalui Syahrul. Bahkan mereka “bersimpuh” di depan Kades Pematang Lumut. Akhirnya, listing di BS tersebut dapat dilakukan dengan lancar walaupun terwujud setelah diluncurkannya ancaman.
84
Tempel Stiker Tunggu Rumah Dicat Nur Amalia Ramadhani Staf Subbagian Protokol dan Persidangan, BPS RI
Rumahnya baru direnovasi dan belum dicat. Pemilik rumah bilang ditempel stikernya nanti saja kalau sudah dicat karena takut mengganggu pengecatan.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Hari pertama saya menginjakkan kaki di Bandara Sultan Thaha Syaifuddin, Jambi, sangat membahagiakan. Setelah dilakukan briefing di kantor BPS Provinsi Jambi, saya dan beberapa teman diantar Pak Aidil, Kepala Bagian Tata Usaha ke Kabupaten Bungo dan Tebo, tempat kami bertugas. Perjalanan menuju kabupaten tujuan ternyata tidak semulus yang dibayangkan. Jalan berliku-liku dan rusak di beberapa ruas serta ‘keharusan’ memakai kecepatan tinggi untuk menyalip truk membuat perut terasa mual. Perjalanan yang menyiksa isi perut kami pun berakhir setelah delapan jam terombang-ambing bagai di tengah lautan. Tibalah kami di Kabupaten Bungo pada malam hari. Hari pertama di lapangan merupakan hari istimewa saya, karena bertepatan dengan hari ulang tahun saya yang ke-23. Allah Maha Baik, Dia memberikan kado ulang tahun terindah yang belum pernah saya terima sebelumnya, hiking gratis ditemani pemandu yang baik dan mengerti medan monitoring. Setelah melapor ke BPS Kabupaten Bungo, saya ditemani oleh Yufri Anda, Kepala BPS Kabupaten Bungo, ke Desa Tanjung Menanti, salah satu desa sampel monitoring SP2010. ‘Petualangan’ mencari bangunan yang belum ditempel stiker pun dimulai dengan menelusuri hutan karet sampai off road. Tercebur lumpur pun menjadi kenangan tersendiri. Di tengah penelusuran, ada satu rumah yang belum diberi stiker. Saya pun bertanya kepada Bambang, PCL di sana, “Mengapa rumah ini belum ditempel stikernya?” Bambang menjelaskan bahwa rumah tangga itu sudah dilisting, tetapi berhubung rumahnya baru
85
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
direnovasi dan belum dicat, si pemilik rumah bilang ditempel stikernya nanti saja kalau sudah dicat karena takut mengganggu pengecatan. “Kan bisa ditempel di kaca?” kata saya. “Tetap saja dia tidak mau, Bu, katanya kusen jendelanya juga mau dicat,” jawab Bambang mulai cemas dengan desakan pertanyaan saya. “Waduh, bagaimana ya? Tapi kalau rumahnya sudah dicat orang itu mau rumahnya ditempeli stiker SP?” tegas saya. “Mau, Bu,” tegas Bambang lagi. “Ya sudah, berarti Penempelan stiker SP2010 di bangunan sensus terus dipantau kalau rumah itu sudah selesai segera pasang stiker SPnya ya!”. Keesokan harinya, saya melanjutkan monitoring di Desa Sepunggur. Meskipun semua bangunan sampel monitoring berstiker, PCL yang mendata di Blok Sensus ini sempat mengeluhkan sikap penduduk yang umumnya tidak kooperatif karena penduduk hanya tahu dua hal, pajak dan bantuan. Mereka khawatir terkena pajak tetapi di sisi lain selalu mengharapkan bantuan. Bahkan ada warga yang meluapkan kemarahannya saat pelaksanaan listing, “Buat apa lagi stiker-stiker itu? Rumah kami sudah banyak ditempeli stiker, tapi bantuan tak datang juga!” Kalau tidak karena kesabaran dan kepandaian PCL mengambil hati penduduk, mungkin rumah tangga di Desa Sepunggur tidak akan mau ditempeli stiker SP.
86
Macam-macam Respon Penduduk Marupa H Situmorang Mahasiswa STIS
Puncak kemarahan si ibu terjadi ketika saya mau pulang, kata-kata yang sangat miris dari mulutnya pun terdengar, "Nanti kalau ada satu petugas lagi datang mau tanya-tanya, saya akan usir dan labrak duluan!"
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Hal yang paling berkesan, yang sangat saya ingat, selama menjalankan tugas monitoring di Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung adalah ketika saya dimarahi oleh seorang ibu yang menjadi responden pada rumah tangga terpilih untuk check monitoring. Rasanya kaget sekali, belum saya mengucapkan salam dan duduk, saya langsung kena semprot sang ibu."Mau minta data apa lagi nih?" tanyanya dengan nada gusar dan wajah tidak bersahabat. "Saya tim peninjau untuk data sensus penduduk, Bu, kemarin kan ibu sudah didatangi petugas sensus,” jelas saya dengan tetap tersenyum dan berusaha tenang, tidak terpancing sikap sang ibu. Namun perdebatan tidak dapat terhindari, sang ibu yang kemudian saya ketahui bernama Ibu Nuriah terus berbicara ketus dengan intonasi suara yang meninggi. PCL, yang bertugas di blok ini dan sedang menunggu di luar atas permintaan saya, tidak tahan untuk tetap berdiam diri. PCL pun menghambur masuk rumah dan seketika sang ibu melunak, menghentikan perdebatan yang tengah ‘panas’. “Ya udah sekarang kamu sebut apa pertanyaannya dan jawabannya, nanti saya tinggal bilang aja itu benar atau salah,” kata sang ibu. Akhirnya, dengan agak segan dan gemetar saya menanyakan beberapa pertanyaan kepada Ibu Nuriah. Tak terduga puncak kemarahan si ibu terjadi ketika saya mau pulang, kata-kata yang sangat miris dari mulutnya pun terdengar. "Nanti kalau ada satu petugas lagi datang mau tanya-tanya, saya akan usir dan labrak duluan...!!". “Iiiii….iiiihhhhh, galak banget sih nih
87
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
ibu,” pikir saya diam-diam dalam hati. Saya berharap dan berdoa agar tidak lagi bertemu responden seperti si ibu ini. Untungnya tidak semua penduduk di wilayah ini seperti Ibu Nuriah. Banyak anggota masyarakat yang ramah walaupun dia sudah berusia lanjut. Bahkan ada juga yang sangat bijaksana. Ketika saya akan beranjak pergi dan mengucapkan terima kasih, ibu yang bijaksana itu berkata, "Saya yang harusnya terima kasih sama kalian. Kalian sudah capek-capek datang untuk minta data tentang saya.” Segar sekali mendengarnya. Si ibu sepertinya mengerti benar kalau pendataan ini juga mempunyai arti sangat penting dalam perencanaan pembangunan agar dapat tepat sasaran.
88
Kok Ketemu Abnormal Terus Ima Sartika Dewi Mahasiswa STIS
Saya pun menjelaskan sambil menunjuk stiker tersebut tapi entah kenapa ia malah mengatakan dalam bahasa Jawa, “Kamu mencari ini…” sambil mengacungkan sebilah pisau. Astaga, saya kaget sekali. Ternyata dia mengalami kelainan jiwa.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Udara pegunungan yang sejuk sangat terasa di bawah kaki Gunung Bancak dan Lawu, lokasi yang menjadi tugas saya monitoring. Jauh berbeda dengan udara Jakarta yang sudah sangat berpolusi. Di sini pemandangan dan suasananya begitu alami dengan dominasi warna hijau pepohonan yang meneduhkan, embun pagi pada rerumputan yang mengalirkan kesegaran hingga ubun-ubun kepala, dan tanah bebatuan yang kala hujan turun menjadi berlumpur. Meski letaknya di Pulau Jawa, jangan berharap ada jalan aspal yang mulus. Awalnya, saya sedang melakukan monitoring pengecekan stiker SP2010 di Desa Pendem. Di sebuah rumah yang berhalaman luas, tentu saja stiker tersebut tidak tampak dari luar sehingga saya harus memasuki halaman rumah tersebut. Ketika sudah di depan pintu rumah yang terbuka dari dalam rumah saya melihat seorang laki-laki berumur kira-kira 25 tahun berjalan mendekat ke arah saya. Setelah memberi salam, saya pun mencoba menjelaskan dalam bahasa Jawa bahwa saya petugas monitoring. Namun tatapan matanya terasa aneh dan dengan senyum yang sama sekali tidak saya mengerti. Dia terus mendekat menuju arah belakang saya, kemudian mencolek pinggang saya dengan sengaja. Seketika itu saya ingin marah terlebih saat saya melihat dia mengembangkan senyumnya setelah melakukan tindakan kurang sopan tersebut. Saat saya akan marah tiba-tiba keluar seorang ibu paruh baya tergopoh-gopoh meminta maaf dan mengatakan bahwa anaknya abnormal. Tentu saja akhirnya saya memakluminya.
89
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Hal serupa saya alami di Desa Bangsri. Dari jalan sudah terdengar suara seorang perempuan bernama Ibu Sri. Bila ditengok, umurnya tak lagi muda karena ia berbicara dengan suara keras tentang zaman perjuangan. Dia bicara mengenai Belanda dan Jepang dengan gaya heroik. Rumah Ibu Sri sedikit tertutup oleh kebun singkong yang ada di depannya. Di samping kebun tersebut ada jalan kecil bersemen menuju rumah tersebut. Perlahan-lahan saya memasuki halaman rumah tersebut sambil berdoa pada Allah SWT untuk kelancaran tugas. Mata saya langsung dengan sigap mencari stiker SP2010. Wanita paruh baya tersebut berteriak-teriak kepada saya menanyakan maksud kedatangan saya. Saya pun menjelaskan sambil menunjuk stiker tersebut tapi entah kenapa ia malah mengatakan dalam bahasa Jawa, “Kamu mencari ini…” sambil mengacungkan sebilah pisau. Astaga, saya kaget sekali ternyata dia mengalami kelainan jiwa juga. Dengan sedikit takut saya bilang tidak dan langsung berpamitan. Saya pun mempercepat langkah menuju sepeda motor dan tancap gas. Rupanya sudah menjadi suratan takdir buat saya saat melaksanakan monitoring menjumpai responden yang mengalami kelainan jiwa. Seperti halnya kejadian di Desa Bangsri, di Desa Ngariboyo saya pun menemui anggota rumah tangga yang sedikit aneh. Awalnya ketika memasuki RT terpilih tersebut hanya terlihat seorang kakek yang sedang duduk di teras. Kemudian saya bicara pada si kakek tersebut dan menjelaskan maksud kedatangan saya tetapi dia terlihat bingung. Tak lama berselang, muncul lelaki berusia 30 tahunan menjelaskan dan mengatakan bahwa si kakek pikun, sambil mempersilahkan saya masuk ke dalam rumah. Kakek pun turut menyusul masuk rumah. Setelah melontarkan beberapa pertanyaan, si kakek tersebut mengajak saya berbicara kemudian berkenalan sambil menjulurkan tangan, saya pun balas memperkenalkan diri. Kemudian saya melontarkan pertanyaan berikutnya kepada KRT. Hal yang sama dilakukan kakek seusai saya melontarkan pertanyaan. Si Kakek mengajak saya berbicara kembali dan menjulurkan tangannya kembali seolah mengajak berkenalan. Astaga… belum ada 5 menit sudah dua kali mengajak saya berkenalan dan bersalaman. Tentunya bukan karena kakek genit tapi karena kakek tersebut pikun.
90
Tragedi Rumah Walet dan Parang M. Murtadho KSK Muara Sabak Timur
Mereka sempat melihat wajah bapak itu sangat marah dan berlari ke arah mereka sambil memegang sebuah parang panjang yang sangat mengkilap di tangan kanannya.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Jafar dan Muhkarim adalah Kortim dan PCL yang bertugas di Desa Kota Raja. Mereka berdua selalu teringat pesan Inda saat pelatihan SP2010 di Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, tentang 3 kunci saat pelaksanaan listing, yaitu tulis, gambar, dan tempel. TGT, begitu istilahnya. Mereka juga selalu mengingat-ingat jenis bangunan, seperti rumah tempat tinggal, rumah kosong, masjid, sekolahan, gudang harus tercatat semua dan tidak boleh ada yang terlewat. Berbekal pengetahuan dan semangat mengemban tugas, mereka berdua mulai bergerak menuju bagian lain dari wilayah Blok Sensus. Matahari sudah berada di atas kepala. Mereka mengikuti anjuran Inda bahwa pendataan harus dimulai dari arah barat daya dan bergerak ke arah timur secara zig-zag. Begitu melintasi persawahan, ternyata ada sebuah bangunan walet yang berada di area persawahan tersebut. Tanpa ba-bi-bu, mereka turun dari sepeda motor, dan menuju ke bangunan walet tersebut. Setelah memastikan bahwa luas bangunan walet itu lebih dari sepuluh meter persegi dan memenuhi syarat untuk ditulis di dokumen SP2010-L1, mereka pun menuliskannya dan menggambar letaknya di peta Blok Sensus. Langkah terakhir adalah menempel stiker. Runtun sekali, sesuai dengan TGT. Namun belum lagi stiker SP2010 tertempel, dari kejauhan tiba-tiba terdengar suara: “Hooooeeeiiii…” dari arah belakang bangunan. Mereka memastikan darimana asal suara itu. Ternyata mereka melihat seorang bapak paruh baya berteriak dan menunjuk ke arah mereka. Mereka sempat melihat wajah bapak itu sangat marah
91
dan berlari ke arah mereka sambil memegang sebuah parang panjang yang sangat mengkilap di tangan kanannya.
Sarang burung walet
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Entah kenapa, langsung ciut nyali mereka melihat parang yang diacung-acungkan ke arah mereka. Mungkin bapak tersebut mengira mereka mencuri sarang waletnya. Tanpa dikomando, mereka berdua lari tunggang langgang ke arah motor yang mereka parkir di pinggir jalan. Untunglah pada saat yang bersamaan, lewat seorang bapak dan bertanya kepada mereka, “Ngapo nian sampe berlarian? Macam nengok antu bae…” sambung bapak tadi. Mereka dengan senyum getir, menjelaskan kepada bapak tadi, “Kami itu petugas sensus penduduk. Lihat bae rompi kami ni buktinyo. Kami mau mendata semuo bangunan dan namo rumah tangga, termasuklah rumah walet bapak iko…” Masih dengan wajah setengah pucat dan nafas yang tersengal, mereka meneruskan, “ sebagai bukti kami lah nyacah di siko kami harus nempel stiker, ehh… bapak tadi mengejar kami pake parang… ngerilah kami pak…” “Ooouuuwww… gitu ya,” kata bapak itu sambil menyungging senyum. “Biaklah kami yang ngomong samo dio.” Akhirnya dengan bantuan bapak tadi, sedikit salah paham itu bisa diselesaikan dengan kepala dingin. “Hampir bae…” batin mereka.
92
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
B BA AG GIIA AN N 77 U UN NIIK KD DA AN NH HU UM MO OR RIISS
93
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
94
KSK Mirip Polo Armed Jahja Kepala Subbagian Hukum KORPRI, BPS RI
Pegawai BPS yang bercita-cita menjadi tentara karena mukanya yang seram ternyata mirip dengan pelawak yang terkenal di era 90-an.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Saya suka laki-laki yang sangat senang membantu saya selama melaksanakan tugas Monitoring Kualitas (MK) SP2010. Ia bernama Agusmadi, KSK Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Agusmadi seringkali bilang seperti ini kalau saya butuh bantuannya, ”Siap, Pak! Tunggu saya di hotel! Saya akan jemput Bapak.” Saya bilang lagi kepadanya, ”Pak Agus, kalau bisa jangan siang-siang, sebab saya mau ke lapangan.” Dengan santainya ia menjawab, ”Oh tidak apa-apa Pak, yang penting Bapak bersiapnya saja.” Saya sering berboncengan sepeda motor dengannya. Ia selalu menaruh tas SP2010 yang sangat besar itu di tangki Honda WIN-nya. Dia sering membetulkan letak tas, apalagi ketika berbelok di tikungan. Saking seringnya ia membetulkan letak tas, saya jadi takut, janganjangan ia lupa dengan kendaraan di depan. Akhirnya saya tahu, kenapa ia menaruh tasnya di depan, karena kalau ditaruh di punggungnya ia khawatir saya akan terganggu. Kalau naik sepeda motor, ia sering membunyikan klakson. Akan tetapi saya tak khawatir ada orang yang terganggu dengan suara klaksonnya, karena tak bersuara kencang, seperti ’mendem’ suaranya. Saya bertanya kepadanya kenapa klaksonnya seperti ini. Ia menjawab, ”Oh iya, Pak. Siap! Saya memang sengaja punya sepeda motor ini, biarpun teman-teman yang lain punya sepeda motor baru. Sepeda motor ini sangat saya cintai. Biarpun klaksonnya tak kencang, saya suka suaranya. Namanya juga cinta, tak masalah suara klaksonnya. Demikian, Pak. Siap!” Saya sering tersenyum kalau ia menyebut kata ’siap’. Saya tanya lagi kenapa sering berteriak ’siap’. Ia menjawab, ”Dulu saya
95
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
ingin menjadi tentara, sebab muka saya katanya seram, dan saya ini ternyata memang seram. Siap, Pak.” Saya ketawa mendengarnya. Akhirnya saya menyeru kepadanya, ”Pak Agusmadi, justru muka Bapak tidak seram. Siapa bilang Pak Agus seram, wong muka Bapak kayak Polo, pelawak Srimulat itu. Jadi, yang bilang Bapak seram mungkin matanya buta, sebab Bapak justru punya tampang pelawak.” Akhirnya Agusmadi alias Polo tertawa cekikikan sambil memegangi perutnya. Ia bilang kepada saya dengan sangat senang, ”Pak Armed, tak saya sangka ternyata Pak Armed yang pelawak.”
ht
KSK yang mirip pelawak Polo
96
Raih Hadiah Total Lima Ratus Ribu Rupiah Firdaus Kepala Subdirektorat Statistik Komunikasi dan Teknologi Informasi, BPS RI
Guna memotivasi Korlap dan menanamkan persaingan sehat, hadiah 50 ribu rupiah per Korlap diganti menjadi total hadiah lima ratus ribu rupiah, ternyata strategi ini ampuh.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Di Kabupaten Kepahiang, Bengkulu, terdapat sepuluh orang Koordinator Lapangan (Korlap) SP2010. Sebagaimana yang terjadi juga di tempat lain, Korlap seringkali mengalami kesulitan dalam pengiriman data ke server BPS via SMS. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Kepala BPS Kabupaten Kepahiang untuk mendongkrak pemasukan data ke server seperti memberitahu pemasukan data dari masing-masing Korlap, memanggil Korlap, termasuk ide menyediakan hadiah 50 ribu rupiah bagi masing-masing Korlap yang mencapai 100 persen pada tanggal 9 Mei pukul 23.00 WIB. Meskipun telah diiming-imingi hadiah, namun karena proses pengiriman data ke server masih seret, maka sampai tanggal 9 Mei siang pun pemasukan data baru mencapai sekitar 40 persen. Bukan semata nominal Rp50.000 menjadi sangat kecil untuk dipergunakan sebagai alat tukar, namun sesungguhnya
97
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
tanpa iming-iming nominal tersebut, Korlap sudah berupaya untuk menyegerakan segala kewajiban. Jawaban Korlap bervariasi, diantaranya sudah dikirim tapi tidak masuk, status menunggu, atau sudah terkirim tapi server belum terima. Kepala BPS Kabupaten Kepahiang tidak kurang ide untuk memaksimalkan efek 50 ribu terhadap penyelesaian pekerjaan. Guna memotivasi Korlap dan menanamkan persaingan sehat, hadiah 50 ribu rupiah per Korlap diganti menjadi total hadiah lima ratus ribu rupiah. Ternyata strategi ini ampuh, tepat pukul 23.00 WIB, pemasukan data Kabupaten Kepahiang mencapai 89,1 persen. Hadiah dibagi rata kepada empat orang Korlap yang mencapai 100 persen yaitu Eko Fajariyanto, Fahria, Nova Primeri, dan Muhammad Balia. Selamat.
98
Keteledoran Petugas MK SP2010 Arief Ibrahim Mahasiswa STIS
Peristiwa cukup menggelikan terjadi pada salah satu petugas MK SP2010 yang bertugas di Kota Batam, Pak Selo. Berbagai keteledoran yang dilakukannya menjadi bumerang untuknya.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Saat pengumuman penempatan petugas Monitoring Kualitas (MK) SP2010, teman-teman banyak yang heboh karena saya mendapat tugas di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang notabene terkenal dengan ‘elektronik murah’. Pesan-memesan barang elektronik pun dilontarkan beberapa teman kepada saya. Tapi saya menganggapnya sebagai hal yang biasa saja karena Provinsi Kepulauan Riau tepatnya Kota Tanjung Pinang merupakan kampung halaman saya, sehingga saya mengetahui bahwa kondisi yang ada tidak seheboh yang dipikirkan kebanyakan orang. Pertama kali yang saya pikirkan ketika mengetahui daerah tugas saya adalah transportasinya. “Waduh, di Batam kan tidak ada transportasi umum kecuali taksi.” Benar saja perkiraan saya, ketika sampai di Kota Batam, tim MK pun harus menggunakan taksi untuk mobilitasnya. Penduduk Kota Batam sangat majemuk: Melayu sangat sedikit jika dibandingkan dengan pendatang yang berasal dari Sumatera Barat, Jawa, dan etnis Cina. Peristiwa cukup menggelikan terjadi pada salah satu petugas MK SP2010 yang turut bertugas di Kota Batam, Pak Selo. Hari pertama di Kota Batam diwarnai dengan kehebohan dari Pak Selo yang baru beberapa menit saja sampai di tempat penginapan, kunci kamarnya tertinggal di dalam ketika ia keluar kamar. Keteledoran berikutnya terjadi setelah pindah hotel keesokan paginya, laptopnya tertinggal di lobi hotel pada saat check in dan hal itu baru disadarinya ketika hari menjelang sore. Untungnya, ada orang yang menemukan lapotop miliknya dan melapor ke petugas hotel. Keberuntungan masih
99
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
berpihak pada Pak Selo. Laptop pun dapat ditemukan. Petugas hotel menyarankan Pak Selo agar lebih berhati-hati lagi. Ternyata kehebohan masih belum berakhir. Kejadian yang satu ini bisa dibilang bukan suatu keteledoran. Ketika akan memesan makan malam di suatu tempat makan di pinggir jalan, Pak Selo salah memesan makanan yang harganya bisa dikategorikan mahal dengan hanya satu menu makanan saja. Ia pun baru menyadarinya ketika akan membayar makanan tersebut dan harus membayarnya lebih dari 100 ribu rupiah. Mengingat mahalnya harga makanan tersebut, Pak Selo tidak ikhlas untuk membiarkan sisa makanan yang tidak tersantap dan meminta dibungkus untuk dibawa pulang. Makanan tersebut mempunyai nasib yang sama dengan laptop yang tertinggal di lobi hotel. Bisa dibayangkan bagaimana raut muka yang ditunjukkan oleh petugas hotel ketika mengetahui bahwa makanan yang ada di lobi hotel ternyata ditinggal oleh orang yang sama dengan yang meninggalkan laptop di tempat yang sama pula namun waktunya saja yang berbeda. “Duh, bagaimana dengan kualitas kerja monitoringnya yah?” pikir saya kalau untuk hal yang dianggap sepele saja dia sudah teledor. Mudah-mudahan keteledoran tidak terjadi dalam memonitor kinerja petugas lapangan SP2010. Semoga….
100
Uang Kertas Kuno Sebagai Pelaris Bhara Yudhiantara Mahasiswa STIS
Lipatan kertas yang dipaku di langit-langit kamar penginapan kemungkinan dianggap jimat pelaris bagi pihak penginapan.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Kabupaten Barito Kuala (Batola) di Provinsi Kalimantan Selatan ternyata panas. Kota Jakarta saja masih ‘kalah panas’ dengan Kabupaten Batola yang mataharinya menyengat hingga menusuk kulit. Sangat berat beradaptasi di hari pertama, keringat terus bercucuran dan alhasil badan pun panas dalam akibat panasnya cuaca. Saya merasa hawa panas tidak hanya berasal dari matahari tapi juga dari daratan. Mungkin ini pengaruh dari Batola yang sebelumnya merupakan wilayah berair yang berupa rawa dan sungai. Jadi hawa panas dari daratan itu berasal dari air yang menguap. Menurut penduduk sekitar, hawa panas di Batola akan semakin panas ketika air sungai pasang. Di Kabupaten Batola, Kecamatan Bakumpai merupakan wilayah cakupan kerja saya untuk Monitoring Kualitas SP2010. Wilayah ini terletak jauh dari Kota Marabahan, ibukota Kabupaten Batola, dan berada di seberang Sungai Barito. Ada dua alternatif untuk sampai ke Kecamatan Bakumpai, yaitu melalui darat dengan menyeberang sungai melalui Jembatan Rumpiang atau melewati sungai dengan perahu ‘klotok’. Saya pun mengambil alternatif dengan menggunakan perahu. Tiga desa pertama saya menggunakan perahu ‘klotok’ biasa, tetapi untuk desa terakhir, yaitu Desa Palingkau, saya menggunakan perahu motor selama 1,5 jam. Ada hal menarik di Desa Palingkau, desa yang sangat terpencil dan diakses hanya menggunakan perahu, dengan keberadaan panelpanel surya. Ternyata desa ini masih belum memiliki instalasi listrik berlabel PLN, karenanya warga setempat berinisiatif menggunakan panel surya sebagai sumber listrik. Setidaknya masih lebih baik dibanding Kota Marabahan, kota tempat kami menginap, kota yang indah, sepi, tapi seringkali padam listriknya.
101
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Penginapan yang saya tempati tergolong unik. Pertama, saya melihat ada lipatan kertas ukuran 3 x 4 cm yang ditempel di pojok ruang tamu. Kedua, saya melihat lipatan kertas yang dipaku di langitlangit ruang tamu. Saya sempat berpikir apakah kertas tersebut untuk menambal sesuatu, tetapi setelah saya perhatikan dengan seksama ternyata masih ada jarak antara lipatan kertas tersebut dengan langitlangit. Saya juga tidak melihat adanya kerusakan atau bolongnya langit-langit tersebut. Rasa penasaran saya terjawab ketika membayar biaya penginapan di front desk penginapan. Teman saya melihat ada beberapa lembar uang kertas kuno dan spontan bertanya apakah ia kolektor uang kuno. Sepertinya pertanyaan tersebut membuat petugas front desk agak kaget. Bukan jawaban iya atau tidak yang didapat, petugas tersebut menjawabnya dengan berbelitbelit, ”Kalau orang yang kita suka disebut, nanti uang ini bengkok,” jawabnya sambil memegang uang kertas tersebut di tangan. Ajaib! Uang kertas yang tadinya lurus tersebut menggulung sendiri. Kemudian saya bertanya kepada petugas tersebut apakah dia bersuku Banjar atau Dayak, dia menjawab Dayak sambil menekankan bahwa orang di wilayah Marabahan umumnya Dayak. Saya heran karena sepengetahuan saya di Kota Marabahan mayoritas orang Banjar. Dari cerita di atas, saya dan teman menyimpulkan sendiri kemungkinan lipatan kertas dijadikan jimat pelaris penginapan. Kesimpulan ini semaunya kami saja karena jawaban petugas terkesan menutup-nutupi. Selain itu, ternyata benar bahwa banyak orang Dayak yang tinggal di Kota Marabahan mengaku dirinya orang Banjar sesuai pernyataan petugas hotel.
102
Jauh-jauh Cuma Dipijat Sama Mbah, Sori Aja Deh Ichwan Staf Seksi Pengembangan Kerangka Sampel Survei Bidang Statistik Sosial, BPS RI
Ditemani PCL, saya menemui Mbah Katimah yang berprofesi sebagai pemijat. Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan, si Mbah bertanya,”Tadi katanya mau dipijat?”
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Untuk mendapatkan informasi yang lengkap dalam sebuah pendataan terkadang perlu trik khusus. Apalagi melihat gelagat sebagian masyarakat yang tidak mau memberikan informasi yang dibutuhkan oleh PCL bahkan ada yang sampai enggan ditemui. Hal serupa inilah yang juga dialami petugas Monitoring Kualitas (MK) SP2010 di Desa Puncak Harapan, Kecamatan Lokpaikat, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Desa Puncak Harapan kebanyakan dihuni masyarakat transmigrasi yang berasal dari Jawa Timur. Mata pencaharian mereka umumnya adalah menyadap karet atau ‘menoreh’. Beberapa penghuni desa yang sudah lanjut usia lebih memilih beraktivitas di sekitar rumah, salah satunya adalah Mbah Katimah yang berprofesi sebagai tukang pijat. Usianya sudah 74 tahun dan tinggal sendiri di rumahnya yang sederhana. Namun, untuk mewawancarainya diperlukan trik tersendiri karena Mbah Katimah enggan menemui orang jika orang tersebut tidak meminta jasanya untuk memijat. Ditemani seorang PCL, saya menemui Mbah Katimah di rumahnya yang sekaligus menjadi tempatnya mengais rezeki. Ketika mengetuk pintu dan memberi salam, si Mbah tidak merespon. Berkalikali usaha dilakukan agar Mbah Katimah mau keluar namun tetap saja tidak berhasil. Padahal si Mbah ada di dalam rumah. Hampir putus asa saya mengetuk pintu rumah si Mbah. Di antara keputusasaan itu PCL mempunyai ide yang cukup ampuh untuk membuat Mbah Katimah mau keluar dan menemui kami. Ia pun langsung masuk ke dalam rumah untuk mempraktikkan ide cemerlangnya.
103
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Tidak lama kemudian, keluarlah Mbah Katimah dengan wajah sumringah, penuh senyum. Saya langsung berpikir, hebat juga PCL ini dapat membuat si Mbah mau keluar dan bertemu dengan saya. Tanpa menyia-nyiakan waktu, langsung saya meminta izin untuk dapat mewawancarainya. Ketika saya akan pamit pulang karena informasi yang saya butuhkan sudah didapat, si Mbah bertanya, “Tadi katanya mau dipijat?” Saya sempat kaget dan agak bingung, namun ketika saya menyadari bahwa ini adalah trik yang dipakai oleh PCL, dengan mengatakan bahwa saya mau dipijat, saya hanya bisa tersenyum kecut.
104
Sapi….Sapi…. Jangan Seruduk Kami Ya…. Muhammad Rio Bastian Mahasiswa STIS
Seekor sapi jantan yang paling besar mendadak menyeruduk saya, untungnya saya tidak terkena tandukannya.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Saat melakukan pengecekan coverage di Desa Jononunu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, saya menanyakan kepada seorang ibu, “Bu, apakah di belakang rumah Ibu masih ada rumah lagi?” Ia mengatakan terdapat empat rumah. Saat saya tanyakan apakah jaraknya jauh, ia mengatakan jaraknya dekat. Benar kata orang kalau jarak itu bersifat relatif. Kata dekat dan jauh yang digunakan oleh orang Sulawesi, ternyata berbeda dengan saya. Jarak rumah yang tadi disebut ‘dekat’ oleh ibu tersebut ternyata aje gile jauhnya! Sampai satu kilometer! Saya sampai berjingkatjingkat saat berjalan karena kaki pegel dan lecet (maklum sepatu kets saya baru). Seharusnya sedari awal saya sudah bersiap dengan kemungkinan ‘dekat’ ini, karena ibu tersebut merelakan dua putrinya untuk mengantarkan saya ke lokasi yang dimaksud. Di tengah perjalanan, saya melihat banyak sapi yang sedang merumput. Kedua putri kecil itu terlihat sangat khawatir saat berjalan melewati kawanan sapi tersebut. Dengan rasa percaya diri, saya mencoba meyakinkan mereka sambil agak tertawa bahwa kalau kita berjalan dengan pelan, sapi-sapi itu tidak akan menyeruduk. Sesaat setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba seekor sapi jantan yang paling besar di sebelah kiri mendadak berlari menyeruduk saya! Beruntung saya tidak terkena tandukannya yang sangat kokoh. Namun, yang paling membuat saya malu adalah kedua putri itu tertawa melihat kejadian tadi dan menangkap dengan jelas wajah shock saya saat kejadian yang sangat cepat itu berlangsung.
105
Rumahnya Sudah Diangkat Nunung Dwisyahesti Staf Seksi Statistik Upah, BPS RI
Bangunan fisik yang dicari ternyata sudah diangkat atau dipindahkan ke wilayah lain. Bangunan di sana hanya terbuat dari kayu, sehingga tidak sulit untuk pindah dengan teknik mengangkat rumah.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Saat pengecekan stiker serta pendataan rumah tangga di kelurahan yang terkena sampel di Kecamatan Paleteang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, saya menemukan suatu kebiasaan masyarakat setempat yang menurut saya agak sedikit aneh. Dengan ditemani PCL wilayah lain, saya menuju lokasi monitoring. Namun alangkah terkejutnya kami berdua karena rumah tersebut sudah tidak ada. Ketika dilakukan pengecekan kembali, bangunan fisik nomor 12 benar-benar tidak kami temukan di lapangan. Sebelum menanyakan ke PCL setempat, saya mencari-cari bangunan tersebut, namun yang saya temukan bangunan fisik 11 dan bangunan fisik 13, mana bangunan fisik nomor 12? Setelah yakin bahwa dengan pengecekan berulang bangunan fisik 12 tetap tidak ditemukan akhirnya saya bertanya kepada petugas yang melakukan listing di blok tersebut. Petugas dengan mantap menjawab “Ada, Bu, waktu saya listing rumah itu rumah kosong,” jelas PCL. Lalu saya bertanya lagi, “Di mana rumah itu?” Jawaban saya dapatkan dari tetangga rumah tersebut, bahwa bangunan fisik yang dimaksud sudah diangkat atau dipindahkan ke wilayah lain. Saya terheran-heran kok rumah bisa diangkat ya? Kemudian saya melanjutkan perjalanan mengelilingi wilayah tersebut hingga selesai satu Blok Sensus. Tak disangka saya menemukan bangunan fisik 12 yang menghilang tadi. Bangunan tersebut sedang dirangkai/dirakit kembali untuk menjadi bangunan tempat tinggal. Rumah diangkat bukan kejadian mengejutkan di Sulawesi Selatan. Penduduk biasanya tinggal di tanah yang bukan miliknya sendiri, sehingga jika mau pindah maka rumahnya juga ikut diangkat.
106
Proses pindah pun gampang-gampang sulit. Bangunan yang hanya terbuat dari kayu memang memudahkan untuk pengangkatan rumah tersebut tetapi tetap dibutuhkan bantuan dari warga masyarakat lainnya. Itulah sebabnya masyarakat di sini memiliki kebiasaan mengangkat seluruh bangunan rumah bersama-sama (bergotong royong) jika ada warga yang pindahan. Sungguh menakjubkan, karena yang saya tahu rumah tidak bisa diangkat-angkat, ternyata di Sulawesi Selatan bisa. Luar biasa!
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Warga bekerja sama untuk memindahkan sebuah rumah
107
Wak Salim Slamet Adi Saputra PCL Kelurahan Nipah Panjang II
Sosok tua yang ramah dan penuh canda adalah pribadi Wak Salim. Beberapa pertanyaan yang diajukan selalu dijawabnya penuh dengan canda tawa.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Slamet Adi Saputra namaku, seorang anak melayu yang tergabung dalam petugas sensus Kecamatan Nipah Panjang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Di Kelurahan Nipah II dan bersama Kortim Masnawati inilah terjadi kisah yang tak akan terlupakan. Pagi itu udara masih sejuk, aku bergegas untuk melaksanakan pendataan di blok ke dua yang menjadi jatah tim kami. Sebelum memulai aktivitas pendataan SP2010, kami berkumpul di rumah kortim. Tepat pukul delapan pagi, kami pun berjalan ke arah blok sasaran. It’s show time… Kami bergantian masuk dari satu rumah ke rumah yang lain untuk melakukan wawancara, membacakan setiap pertanyaan yang ada di kuesioner. Sudah delapan rumah yang kucacah, begitu juga teman-teman setimku. Kedelapan rumah itu ‘standar’ saja. Maksudnya tidak ada anak gadis yang cantik. Maklumlah, namanya juga bujangan, sempat tak sempat tetap berupaya mencari tambatan hati… hehehe. Respon penduduk yang kudatangi pun sangat beragam. Ada tatapan penduduk yang seolah mengharap bantuan, ada juga olok-olok mereka yang seakan menduga kita datang mau minta sumbangan, hingga candaan penduduk yang justru bilang kita kita ini mirip tim sukses salah satu pasangan calon gubernur. Di rumah selanjutnya, yaitu sebuah rumah sangat sederhana sekali yang biasa disebut gubuk, kulihat stiker yang tertempel sudah dipindah. Aku ucapkan salam dan terdengar sahutan dari temanku di kejauhan, “Met…itu dia Wak Salimnyo!”
108
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Seorang lelaki tua menoleh, di tangannya terlihat sebuah gayung kecil “Ngapo?” sahutnya. “Siko dululah… kami mau sensus,” kataku. Dengan tergopoh-gopoh dia pun berlari ke arahku. “Ado apo nean?” tanyanya. “Neh ado sensus penduduk, kami mau bertanyo dikit,” aku sedikit menjelaskan. ”Kukiro apo nean kamu ne ahhhh.” Muka Wak Salim terlihat sedikit jengah. “Kenapo memangnya, Wak?” tanyaku. “Sayo ko mau BAB tadi tuh... Garo-garo kalian panggil, tadi lembek jadi keras lagi, trus dak jadi keluar pulo.” Wkakakakaka… Aku pun tertawa mendengar gurauannya. Ternyata Wak Salim adalah sosok tua yang ramah dan penuh canda, dia adalah duda yang ditinggal mati istrinya. Beberapa pertanyaan yang aku ajukan selalu dijawabnya dengan penuh canda, “Statusnya apa ne, Wak?” tanyaku serius. “Ngapo nanyo nanyo? Mau nyariin Uwak gantinyo pohh? Bolehlah tuh kalo ado yang mau,” jawabnya sekenanya. Aku pun tak mampu lagi menahan tawaku. Beberapa tetangga mulai melihat keseruan kami. “Nah kalo gawe Wak iko apo ne?” Dia langsung menjawab sekenanya lagi. “Sayo ko apolah, paling cuma hilir mudik panjangkan kantung palir.” Jiaaaaaahhhhhh, aku pun tertawa makin keras dari sebelumnya. Tetangganya pun makin heran melihat kami tertawa. “Mana ado gawe tuh, Wak…” terangku. “Hahahaha… bikin sajo ngamen!” katonya. “Mumpung di sini dak ado yang ngamen kan?“ sahutnya sambil tersenyum memperlihatkan giginya yang tak lagi utuh. “Dak biso tuh, Wak… kayak kayaknyo Uwak nih bekebun?” tebakku asal-asalan. “Iyo nian lah,“ jawabnya. Nah itu baru jawaban yang aku harapkan. Pertanyaan demi pertanyaan terus saja aku ajukan. “Nah kalo Wak, ado punyo WC dak di rumah ne?” dia menjawab dengan lirih “Dakdo, rumah kayak gini.” “Lah…. Trus kalo kebelet di mana?” selidikku sedikit meyakinkan . “Paling kayak tadi tuh na… sayo nyuruk di bawah pontoon,” jawabnya sekenanya tapi berusaha jujur. Lagi-lagi aku terbahak-bahak. Yah, beginilah suka duka tugas seorang surveyor, harus dengan sabar menjalani dan menghadapi jawaban yang terkadang tidak
109
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
nyambung. Terkadang pula, demi jawaban yang jujur dan benar, kita harus ikuti alur berpikir dan gaya sang responden. Akhirnya aku pun selesai melakukan tugas di rumah Wak Salim itu dan melanjutkan tugas ke rumah sebelah dengan masih terkekeh-kekeh. Hingga tulisan ini dibuat, leluconnya Wak Salim itu masih terngiang-ngiang di telingaku. “Ado-ado bae Wak Salim ko.”
110
Di Laut Pun Ada “Awas Anjing Galak” Nugroho Bagus Wicaksono Plt. Kasi Statistik Sosial BPS Kabupaten Tanah Bumbu
Kami tak mau ambil risiko digigit anjing maka kami pun melompat terjun bebas ke dalam speedboat. Alhasil speedboat oleng dan menimbulkan kepanikan, operator tanpa komando langsung tancap gas meninggalkan Tugboat.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Luasnya cakupan wilayah perairan dan banyaknya aktivitas kapal mengangkut batubara mengakibatkan kegiatan pendataan Anak Buah Kapal (ABK) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan dilakukan oleh tiga tim. Satu diantaranya dipimpin langsung oleh Kepala BPS Kabupaten Tanah Bumbu, H. Masfian Noor, dengan diawaki oleh empat staf, yaitu Nur Aliansyah, Nugroho, Fiqri R, dan M. Fitriannoor. Kapal yang melintas di perairan Kabupaten Tanah Bumbu mayoritas mengangkut ratusan ton batubara. Tugboat adalah sebutan masyarakat setempat untuk kapal pengangkut batubara tersebut. Sebagian besar tempat berlabuh tugboat susah dijangkau melalui daratan, sehingga untuk mencacah ABK kami berkoordinasi dengan Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KPPP) Batulicin untuk meminjam speedboat. Pada hari pendataan, cuaca pagi harinya kurang bersahabat. Sejak pukul 05.00 WITA hujan deras mengguyur Batulicin, ibukota Kabupaten Tanah Bumbu. Meski demikian, semangat tim Task Force melaksanakan pendataan sepuluh tahunan sama sekali tidak terkendala. Sesuai jadwal, tim berkumpul pukul 12.00 WITA. Saat hujan belum juga mereda, kabar kurang baik pun harus kami terima dengan lapang dada, speedboat berkapasitas 12 orang dari
111
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
KPPP tidak bisa digunakan karena operator mendadak mendapat tugas ke luar daerah. Tak ada rotan, akar pun jadi. Beruntung kami mendapat speedboat pinjaman pengganti meski ukurannya lebih kecil. Pukul 13.00 WITA speedboat meluncur membelah air sungai. Raut wajah panik mulai jelas terlihat di wajah M. Fitriannoor, yang baru pertama kalinya naik speedboat. Suasana mencekam lambat laun sirna, guyonan ringan menghiasi perjalanan, tanda kepanikan mulai hilang. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam, sampailah kami di titik terluar Tanjung Serdang (perbatasan dengan Kabupaten Kotabaru). Operator speedboat dengan gesit dibantu Nur Aliansyah merapatkan speedboat ke kapal yang sedang berlabuh di perairan tersebut. Kepala BPS Kabupaten Tanah Bumbu membantu memegang roda-roda yang ada di tepi badan tugboat untuk memudahkan tim menaiki kapal, dengan cekatan anggota tim naik ke tugboat. Pendataan pun hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk setiap tugboat. Tak terasa hari mulai gelap, gelombang air laut juga kurang bersahabat, operator speedboat menyarankan untuk mengakhiri pendataan hari ini dan dilanjutkan kembali besok pagi. Namun saking semangatnya dan kebetulan tak jauh dari tempat kami, terlihat satu buah tugboat yang sedang merapat, kami memutuskan hunting “one more”. Operator speedboat merapatkan speedboat ke badan kapal, namun baru saja badan kami masuk ke dalam tugboat, seekor anjing menyalak dengan keras dan siap menerjang. Kami berteriak-teriak memanggil ABK supaya anjingnya diikat terlebih dahulu, tapi tak ada jawaban dari dalam tugboat bahkan anjing menyalak lebih keras lagi membuat kami lari menjauh. Kami tak mau ambil risiko digigit anjing maka kami pun melompat terjun bebas ke dalam speedboat. Alhasil speedboat oleng dan menimbulkan kepanikan, operator tanpa komando
112
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
langsung tancap gas meninggalkan tugboat. Ternyata anjing galak tidak hanya momok bagi petugas yang mendata di perumahan tapi juga bagi petugas yang mendata ABK di tugboat. Hampir saja rabies gara-gara tidak mengindahkan saran operator. Setelah menjauh dari tugboat baru kami sadari bahwa kami mempunyai bakat atlit lompat indah.
113
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
“Di laut pun ada anjing galak”
114
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
B BA AG GIIA AN N 88 K KE EIIN ND DA AH HA AN NA AL LA AM M IIN ND DO ON NE ESSIIA A
115
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
116
Seperti Pulang Kampung Eko Setyo Budi Staf Subbagian Bantuan dan Penyuluhan Hukum, BPS RI
Hamparan padi yang membentang bak permadani menjadi pelepas kangen kampung halaman.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Perjalanan ke Musi Rawas, Sumatera Selatan, cukup menyenangkan. Sepanjang jalan kami melewati hutan, rawa, rumah panggung, dan semak belukar. Setelah melalui delapan jam perjalanan yang melelahkan karena jalan yang bergelombang dan tajamnya tikungan kami tiba di Musi Rawas, tempat saya menginap. Alhamdulillah, saya dapat tidur dengan nyenyak sehingga nyeri di kepala karena perjalanan dapat hilang. Kecamatan Tugu Mulyo berjarak sekitar enam kilometer dari kota Lubuk Linggau, daerah tersebut merupakan wilayah monitoring yang pertama saya datangi. Langsung saya teringat akan rumah leluhur saya di Sleman, Yogyakarta. Betapa tidak, sepanjang perjalanan menuju kantor kecamatan di desa tersebut, aku disuguhi pemandangan berupa hamparan sawah hijau yang membentang sejauh mata memandang. Di kiri dan kanan jalan terdapat saluran irigasi yang mengalir deras dengan pepohonan hijau tumbuh subur di sekitarnya. Benar firasatku, ternyata penduduk Tugu Mulyo merupakan transmigran yang berasal dari Jawa puluhan tahun yang lalu. Hal itu saya manfaatkan untuk melepas kangen akan kampung halaman dengan sebisa mungkin berbahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan penduduk setempat yang juga masih fasih berbahasa Jawa. Para transmigran kebanyakan berasal dari Yogyakarta, Purworejo, Kebumen, dan Wonogiri. Tak hanya itu, desa ini ternyata merupakan daerah lumbung padi terbesar di Sumatera. Di Tugu Mulyo ini, saya bertemu dengan salah satu petugas sensus, Pak Min panggilannya. Pria kelahiran Minggir, Kulon Progo ini mengaku telah menjadi mitra BPS sejak tahun 1979. Menurutnya banyak suka duka yang dialaminya saat melakukan pencacahan. Mulai
117
.b p
s. go
.id
dari disangka sebagai salah satu tim sukses calon bupati sampai menemukan penduduk yang tidak mau dicacah. Meski tubuhnya sudah terlihat renta, namun berbagai kesulitan yang dialaminya saat mencacah seolah tidak menyurutkan langkahnya untuk memberikan yang terbaik dalam setiap tugas yang diembannya.
ht
tp :// w
w
w
Suasana pedesaan yang selalu membuat kangen kampung halaman
118
Melihat Langsung Kuda Sandle Wood Berlarian, Seperti dalam Iklan Marlboro Country Nanik Supriyani Staf Seksi Pengolahan Statistik Lingkungan Hidup, BPS RI
Melihat laut yang bersih, pasirnya yang putih serta padang sabana dengan sekumpulan kuda yang berlarian, menghilangkan ingatan dari peristiwa mobil yang masuk ke kubangan lumpur.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Hari pertama bertugas ke Desa Praibakul, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, saya ditemani Umbu Kalimbung, Korlap wilayah setempat. Perjalanan terasa jauh sekali karena sepanjang jalan bebatuan dan mendaki. Pinggang saya terasa pegal karena duduk berboncengan selama berjam-jam, namun semua itu terhapus dan berganti dengan decak kagum “Subhanallah!” Pemandangan laut sangat indah dengan pasir putihnya yang bersih. Padang sabana bagaikan karpet hijau membentang luas. Sekumpulan kuda Sandle Wood yang berlarian, mengingatkan saya pada iklan rokok Marlboro Country. Saat di lapangan, saya mendapatkan respon cukup unik. Mungkin mereka berpikir agak aneh karena tampilan saya yang berkerudung berbeda dengan mereka yang mayoritas nonmuslim. Namun begitu dijelaskan bahwa saya petugas monitoring SP2010 dari Jakarta, mereka langsung merespon baik. Semua pertanyaan saya dijawab mereka dengan baik. Saat melakukan wawancara, kata ning dan da ning sering sekali diucapkan oleh penduduk setempat. Setelah saya konfirmasi ke petugas ternyata ning artinya ada, dan da ning artinya tidak ada. Pada kesempatan selanjutnya saat mewawancarai responden, saya mencoba mempraktekkan dua kata yang sangat sederhana itu agar terasa lebih dekat dengan mereka. Senang rasanya bisa berbahasa Sumba, terasa lebih menyatu. Di penghujung tugas Monitoring Kualitas (MK), Rambu Anamila, Kepala BPS Kabupaten Sumba Timur, mengajak kami
119
mengunjungi daerah yang paling susah jangkauannya di Sumba Timur. Rombongan terdiri dari 11 orang yang menggunakan dua mobil, satu mobil dinas Kepala BPS Kabupaten, satu lagi mobil khusus untuk off road yang dipinjam dari Dinas Perhubungan Kabupaten Sumba Timur. Ternyata betul, mobil dinas BPS tidak bisa melalui jalan berlumpur, sehingga mengharuskan teman laki-laki beberapa kali mendorong mobil tersebut agar bisa jalan kembali. Itu pun harus dilakukan di setiap tempat berlumpur. Melalui perjuangan yang keras akhirnya kami tiba di tempat tujuan, Desa Mahu.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Pulang dari desa tersebut, hari sudah menjelang malam. Sekitar jam tujuh malam, kami kembali berada di wilayah berlumpur, dan harus bersusah payah kembali untuk mendorong mobil tersebut. Namun kali ini gagal. Waktu sudah semakin malam, sampai akhirnya dua orang penduduk desa datang karena mendengar suara mobil ‘meraung-raung’. Kita pun meminjam tali untuk menarik mobil tersebut dengan mobil yang lebih kuat. Dua kali ditarik, tali selalu terlepas, akhirnya diputuskan untuk mengganti tali. Hampir dua jam kami menunggu, membuat kami takut jika terpaksa harus menginap di tengah hutan. Akhirnya setelah mendapat tali baru mobil bisa ditarik dari kubangan lumpur. Kami pun tiba di Waingapu pukul sebelas malam. Perjalanan yang panjang.
120
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
B BA AG GIIA AN N 99 L LA AIIN N--L LA AIIN N
121
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
122
Mitra Borju Jadi Korlap Sari Prastiwi Staf Seksi Neraca Pengeluaran Rumah Tangga, BPS RI
Walaupun mempunyai kehidupan yang lebih dari berkecukupan namun menjadi mitra BPS merupakan kebanggan bagi Aswandi.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Masyarakat Desa Tamiang, Aceh, tidak hanya orang asli Aceh Tamiang, tapi banyak juga orang Jawa transmigran. Mayoritas mereka bermata pencaharian petani sawit dan bermukim di dalam perkebunan kelapa sawit. Untuk menuju ke sana hanya bisa dijangkau menggunakan kereta (sebutan untuk motor, red). Kereta memang sangat familiar dengan kehidupan masyarakat di sana walaupun perekonomian mereka tidaklah ‘wah’. Sampai ada istilah, biar rumah mereka reyot tapi mereka tetap punya kereta, lembu (sapi), dan emas sebagai investasinya. Masyarakat disana jarang ada yang menyimpan uangnya di bank karena terbiasa menyimpannya di bawah kasur. Uang itu pun berputar terus, sehingga sangat sulit mencari uang yang masih baik kondisinya, semua kotor dan kumal. Tak hanya terkesan oleh kehidupan masyarakat di sana, saya pun terkesan oleh sosok seorang Korlap Kecamatan Bendahara, Aswandi. Ia seorang mitra abadi BPS dan memiliki pribadi yang unik. Aswandi adalah Ketua PNPM di kecamatannya, hampir semua orang mengenalnya. Selain memiliki perkebunan kelapa sawit, Aswandi juga memiliki usaha percetakan, tempat kursus, reparasi komputer, dan beberapa ekor lembu. Penghasilan dari seorang mitra BPS tidak seberapa dibanding dengan penghasilan dari usahanya, tapi ia sangat bangga sebagai mitra BPS. Semua anak buahnya (Kortim dan PCL) dibuatkan seragam dan name tag yang bertuliskan Sensus Penduduk 2010 (SP2010). Sampai-sampai ia mendapat ‘order’ mencetak stiker SP2010 untuk kecamatan lain sebanyak 13.000an karena hasil cetakannya yang bagus. Aswandi mampu mengoordinasikan semua anak buahnya untuk bekerja secara kompak, tepat waktu, dan efektif.
123
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Pernah sekali waktu Aswandi mengajak mereka camping dan memancing ikan di Pulau Kuala Penaga, yang dekat dengan perbatasan Malaysia. Begitulah cara Aswandi membangun kebersamaan dalam tim. Bagi Aswandi, menyenangkan anak buahnya merupakan kepuasan tersendiri. Ia tetap ramah menjawab semua masalah yang ditemukan PCL di lapangan. Saya sempat diajak berkeliling ke Kuala Penaga untuk melihat cara kerja anak buahnya. Mereka kompak dan bekerja secara tim. Bila ditemukan masalah di lapangan, mereka menyelesaikan sesegera mungkin, karena mereka sering mengadakan pertemuan untuk membahas hasil kerja dan pengecekan silang masingmasing orang. Namun di balik semua itu, Aswandi mengakui bahwa ia bukanlah orang yang disiplin dalam waktu. Jika Anda mempunyai janji dengannya jam 9 pagi, maka ia akan datang jam 11 siang. Memang ia seorang Korlap yang baik di mata anak buahnya, namun ia juga tidak lepas dari kekurangan layaknya seorang manusia.
124
Disambut Bau Menyengat Intan Angelia Senduk Mahasiswa STIS
Kondisi apapun harus saya lalui dalam mengemban tugas mulia ini, tak pelak aroma yang sangat tidak enak untuk dihirup pun menjadi tantangan yang harus saya hadapi.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Menjelang keberangkatan ke Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, saya sempat berpikir ini akan menjadi perjalanan selama dua minggu yang sangat membosankan. Namun karena banyak teman-teman yang juga berangkat bersama saya, semangat saya terasa dipompa kembali untuk menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawab saya. Di Kota Tasikmalaya kami sempat berganti hotel yang kondisinya lebih baik dan lebih nyaman dibanding kondisi hotel yang pertama. Awal perjalanan dalam pelaksanakan tugas monitoring berjalan dengan lancar di beberapa rumah tangga. Namun, ada hal tidak mengenakkan yang saya alami ketika harus memonitoring Blok Sensus (BS) di Kelurahan Tugujaya. Hari itu, dengan ditemani oleh petugas saya menemui Ibu Romlah, penghuni salah satu rumah di BS tersebut. Tidak ada perasaan aneh yang saya rasakan saat memasuki pekarangan rumah Ibu Romlah. Layaknya orang yang sudah berpengalaman melakukan monitoring karena beberapa rumah tangga sebelumnya berjalan dengan lancar, maka saya yakin rumah ini akan sama halnya dengan rumah tangga lainnya. Pintu dan jendela rumah Bu Romlah tertutup rapat seakan tidak berpenghuni. Agak segan juga mengetuk pintu karena di pikiran saya rumah ini tidak berpenghuni atau mungkin Ibu Romlah sedang keluar. Namun, dengan tekad bulat pintu rumah saya ketuk pelan, “Tok..tok..”. Tidak ada jawaban dari dalam rumah. Saya mencoba kembali mengetuk pintu tersebut, “tok..tok..tok.., mungkin sedang tidur.” batin saya. Setelah beberapa kali, akhirnya yang ditunggutunggu merespon ketukan saya. Terdengar sahutan dan langkah kaki yang diseret dari dalam rumah. Saat pintu rumah dibuka oleh sang
125
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
empunya rumah, air muka saya langsung berubah drastis dikarenakan aroma yang keluar dari dalam rumah. Bahkan petugas yang mendampingi saya pun langsung mundur beberapa langkah menghindari bau yang sangat menyengat tersebut. Dalam hati saya berkata, “bau apa ini?”, tidak mungkin pula saya menanyakan langsung kepada pemilik rumah karena mungkin akan tersinggung. Ketika saya menjelaskan maksud dan tujuan saya menyambangi rumah tersebut, Ibu Romlah mempersilahkan saya masuk ke dalam. Bukannya ingin menolak kebaikan tuan rumah, namun aroma yang sangat tidak sedap membuat saya tidak ingin masuk. Namun apa daya, saya harus tetap melaksanakan tugas secara profesional. Dengan berat hati, saya masuk ke dalam rumah dengan sedikit menahan nafas karena aroma tidak sedap semakin terasa. Petugas yang mendampingi saya tidak ikut masuk ke dalam rumah dan hanya menunggu di teras. Selama wawancara berlangsung, saya hampir tidak bisa konsentrasi bahkan saya merasa sangat mual dan pusing. Melihat air muka saya yang sudah tidak beraturan karena berusaha menahan nafas, Bu Romlah menyadari hal itu dan mengatakan bahwa anaknya mengalami gangguan jiwa. Perkataannya tersebut membuat saya bertanya-tanya, apa hubungannya antara anak yang terkena gangguan jiwa dengan bau yang menyengat ini, tapi saya tidak bisa berbuat apaapa selain meneruskan tugas saya secara profesional. Setelah wawancara, saya bergegas untuk pamit. Ketika sampai di luar rumah menjadi kelegaan tersendiri karena bisa menghirup udara yang tidak ‘tercemar’. Petugas yang sudah menunggu di luar selama saya melakukan wawancara langsung tertawa lepas dan mengatakan kekagumannya karena bisa bertahan cukup lama di dalam rumah tersebut. Ketika saya ceritakan kepada petugas ketidakmengertian saya mengenai hubungan antara anak Bu Romlah yang mengalami gangguan kejiwaan dan bau menyengat dalam rumah Bu Romlah, petugas pun langsung memberitahukan bahwa anaknya memang mengalami gangguan kejiwaan sehingga ia buang air, muntah, dan lain
126
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
sebagainya di dalam rumah dan dari sanalah asal bau tersebut. Mendengar hal itu, saya langsung shock (terkejut, red).
127
Kecurigaan Istri Korlap Chairunnisa Julfadlina Mahasiswa STIS
Melihat suaminya yang langsung jalan seperti itu sang istri semakin panas. Ia berusaha membalap motor yang saya naiki dengan kecepatan yang sangat cepat dan berhenti tidak jauh dari motor yang saya naiki.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Salah satu cerita menarik yang terjadi ketika pelaksanaan monitoring di Kecamatan Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang, Banten adalah ketika saya kepergok berboncengan motor dengan seorang Korlap oleh sang istri Korlap tersebut. Istrinya sempat beranggapan yang tidak-tidak. Saat itu, saya selesai melaksanakan monitoring M11 di Desa Sukaharja dan hendak pergi ke Desa Sindang Sono. Motor yang saya kendarai dengan Korlap berhenti di samping motor yang dikendarai oleh dua orang wanita. Korlap itu kemudian berkata kepada saya, "Bu, kenalkan ini istri saya,” tanpa basa-basi saya bersalaman dengan wanita tersebut. Muka wanita tersebut terlihat sangat marah melihat saya berboncengan dengan suaminya. Kemudian dia berkata, "Emang ibu nggak bisa bawa motor sendiri ya?". Saya tidak berani berkata apaapa melihat wanita yang sudah sangat marah itu. Kemudian ia berkata lagi, "Pantas berangkat pagi-pagi tidak seperti biasanya.." Sebelum wanita itu selesai bicara si Korlap langsung jalan. Melihat suaminya yang langsung jalan seperti itu sang istri semakin panas. Ia berusaha membalap motor yang kami naiki dan berhenti tidak jauh dari motor saya dan Korlap. Kemudian terjadi percekcokan lagi antara Korlap dan istrinya tersebut. Lagi-lagi sebelum sang istri selesai berbicara, sang Korlap hanya berkata, "Nanti saja dibahas di rumah," kemudian jalan begitu saja. Sang istri semakin marah dan berusaha mendahului motor yang kami kendarai seperti sebelumnya dan lagi-lagi berhenti tidak jauh di depan motor yang saya naiki. Tapi kali ini Korlap tidak
128
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
berhenti dan sang istri pun semakin marah sambil berteriak "Minta nomor Pak SUGENG..." (Pak Sugeng adalah nama KSK Kecamatan Sindang Jaya). Akhirnya saya minta kepada si Korlap untuk berhenti dan membiarkan istrinya berbicara via telepon dengan Pak Sugeng untuk menjelaskan bahwa memang benar tidak ada apa-apa antara saya dan Korlap. Akhirnya Korlap pun berhenti dan istrinya pun mendapat penjelasan dari Pak Sugeng. Setelah mendapat penjelasan tersebut, sang istri sedikit mereda marahnya walaupun diam-diam tetap mengikuti kami sampai ke Desa Sindang Sono. Memang sepertinya hari itu saya bernasib sedikit sial. Selang beberapa hari sebelum meninggalkan Banten, saya baru mengetahui penyebab kecemburuan istri Korlap. Ia sangat curiga karena kebetulan hari itu Korlap berangkat lebih pagi dari biasanya untuk meminjam motor ke adiknya karena motornya akan diperbaiki. Selain itu, belakangan Korlap sering pulang malam dan kelelahan karena harus memeriksa dokumen-dokumen SP2010. Hal-hal tersebut menjadi alasan sang istri untuk mencurigai kami berdua. Kejadian ini mungkin terjadi juga pada petugas lainnya. Mereka harus mendahulukan Sensus Penduduk 2010 yang merupakan tugas negara sehingga keluarga untuk sementara menjadi korban.
129
Jadi Mangsa Jerat Kawat Berduri Andang Almukhtar Hede Mahasiswa STIS
Perjalanan yang cukup melelahkan tenaga ditambah dengan luka akibat kawat berduri menjadi pengalaman saya selama menjadi petugas Monitoring Kualitas SP2010.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Untuk melaksanakan tugas mulia memang tidaklah selalu mudah. Cobaan demi cobaan menghampiri saya sejak awal dimulainya monitoring. Saat keberangkatan menaiki pesawat menuju daerah tugas, Kupang, NTT, tempat duduk di pesawat yang seharusnya menjadi tempat duduk saya dan seorang teman ternyata telah ditempati orang lain, seorang WNA dan pemandunya. Sebuah teguran sopan pun kami sampaikan pada mereka, namun mereka bersikukuh mengatakan bahwa itu tempat mereka. Akhirnya kami pun mengalah dan duduk di baris belakangnya yang kebetulan masih kosong. Namun tak lama kemudian si pemilik tempat duduk ini pun datang dan menegur kami tapi kami membela diri bahwa tempat duduk kami pun diduduki orang lain. Dengan bantuan pramugari, terselesaikanlah persoalannya, kami pun bisa duduk ditempat yang benar. Setelah menempuh penerbangan selama dua jam, saya pun sampai di Bandara El-tari, Kupang, NTT. Saat melaksanakan monitoring, mayoritas rumah tangga di wilayah perumahan penduduk memiliki kebun yang cukup luas yang ditanami tanaman pangan. Untuk menghindari hama dan hewan pengganggu tanaman, maka pada umumnya kebun-kebun tersebut diberi jerat kawat berduri. Naas bagi saya hari itu, ketika melintas di salah satu kebun responden, saya juga terkena kawat berujung tajam. Beruntung KSK disana yang akrab disapa Om John mempunyai istri seorang bidan, sehingga bisa segera memberi pertolongan dan pengobatan pada luka di kaki saya.
130
Kepala Rumah Tangga Termuda Muhidin Staf Subbagian Kerjasama dan Hubungan Kelembagaan, BPS RI
Menjadi kepala rumah tangga termuda dijalani dengan suka cita oleh Else walaupun harus hidup di rumah lanting.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Else Kiranda adalah salah seorang lelaki warga Desa Tanjung Niaga, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat yang masih berusia 13 tahun. Sehari-hari, selain sekolah, ia mempunyai kewajiban menjaga kedai kopi milik pamannya. Dari hasil kerja inilah Else bisa memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya. Meskipun makan seadanya, Else tampak segar, ceria dan penuh semangat. Ia tidak manja sebagaimana anak-anak seusianya. Else mampu hidup mandiri meskipun kedua orang tuanya tinggal di desa lain yang cukup jauh. Karena berada jauh dari orang tuanya itu, di salah satu sudut rumah berukuran 20 meter persegi, nampak bergelantungan alat-alat kebutuhan rumah tangga seperti panci, penggorengan, teko plastik, gayung, dan yang lainnya Else sangat pandai memasak mie instan. Else dan puluhan orang lainnya merupakan penghuni Lanting (rumah terapung di tepi sungai) Ngana Pinoh, ibukota Kabupaten Melawi. Rumah Lanting Rumah mereka terbuat dari kayu dan berlantai papan. Lanting menjadi pilihan terakhir untuk berlindung dari panas matahari dan hujan bagi pendatang dan
umah Lanting
131
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
pelajar dari rantau. Dengan sewa yang relatif sangat murah, yakni sekitar Rp. 30.000,- perbulan, penghuni lanting bisa menikmati fasilitas listrik non-meteran alias nyantol, menonton TV dan mendengarkan radio. Untuk menjaring sinyal yang lebih baik, lanting pun dipasangi antena parabola. Menghuni lanting sangat menyenangkan. Jika bosan menghadap utara, bisa diubah menghadap selatan. Tidak suka di lokasi ini, dalam sekejap bisa pindah ke lokasi lain tanpa perizinan. Hal lain yang menyenangkan, buang hajat besar sangat mudah karena akan langsung hanyut bersama arus sungai. Disamping aman, lanting pun dijamin tidak akan kebanjiran. Bila air pasang, bangunan tersebut akan naik mengikuti permukaan air. Jika datang ombak besar, lanting pun bergerak-gerak bak ayunan. Karena itu banyak keluarga yang menetap di lanting selama bertahun-tahun. Dalam pencacahan lapangan Sensus Penduduk 2010, terungkap bahwa Else Kiranda, lelaki berusia 13 tahun, tercatat sebagai Kepala Rumah Tangga. Sebagai petugas monitoring, tentu saya meragukan isian dalam formulir C1 itu. Mengingat usianya yang terbilang masih anak-anak. Untuk mengecek kepastian itu, saya pun berniat untuk langsung bertanya kepada Else. Mencari waktu untuk mewawancarai seorang Else ternyata tidak mudah. Beberapa teman-temannya terpaksa harus menjemputnya dari tempatnya berdagang. Betapa terkejutnya Else melihat kerumunan orang di rumahnya. Maklum tetangganya kepingin tahu ada apa dengan Else. Dari wawancara itulah diyakini kebenarannya bahwa Else benar-benar Kepala Rumah Tangga. Bisa jadi Kepala Rumah Tangga termuda di negeri ini, versi SP2010.
132
Stiker dan Kontrol Publik Terhadap SP2010 Ade Riyawan Staf Subbagian Pengelolaan Opini Publik, BPS RI
Penempelan stiker SP2010 dan pemakaian peta menjadi unsur yang penting sehingga pelaksanaan SP2010 dapat berjalan sesuai dengan Standard Operating Procedures (SOP).
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Johansyah, Kepala BPS Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, sadar betul bahwa publik (masyarakat, red) akan melihat cakupan pelaksanaan Sensus Penduduk 2010 (SP2010) hanya dari satu indikator tunggal, yaitu tertempelnya rumah mereka dengan stiker SP2010. Mereka tidak akan tahu dan peduli, apakah mereka sudah dilisting atau belum, yang mereka tahu hanyalah stiker SP2010 di dinding rumah. Inilah efek dari sosialisasi yang gencar dikampanyekan BPS melalui berbagai media, terutama televisi. Sensus telah menjadi sorotan seluruh media lokal dan nasional. Alat paling canggih juga praktis untuk “mengoreksi” coverage, sebuah bangunan sudah didata atau belum, hanyalah menggunakan stiker. Seorang jurnalis paling profesional pun tidak akan sempat menanyakan lebih lanjut, apakah bangunan yang belum tertempel stiker sudah didata atau belum, apalagi masyarakat awam. Tak ayal, mereka akan berpikir pasar (yang terdiri dari banyak kios) belum terdata petugas sensus. Bahkan mungkin akan ada yang menanyakan, “Pak Petugas, kandang sapi saya kok belum disensus?” Padahal, dibalik penempelan stiker itu, berbagai konsep dan definisi harus diterapkan. Bangunan yang ditempel stiker harus lebih besar dari 10 m2 atau digunakan sebagai tempat tinggal (manusia bukan hewan, red). Untuk pasar ada cara penomoran khusus dan seterusnya. Hal ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Logika inilah yang mendasari Johansyah mengambil kebijakan pencetakan tambahan stiker. Bahkan karena waktu pencetakan yang lama, mereka terpaksa menge-print stiker untuk mengimbangi kontrol
133
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
publik terhadap pelaksanaan SP2010. Kotawaringin Barat, seperti daerah lain juga mengalami kekurangan logistik stiker dan kuesioner C1. Lebih dari 6.000 stiker tambahan ludes tertempel. “Kontrol publik adalah bagian terintegrasi dari setiap pelaksanaan kegiatan BPS, kita tidak akan bisa lepas dari hal tersebut, apalagi dalam pelaksanaan SP2010 ini”, tutur Johansyah. Sosialisasi yang sudah dilaksanakan BPS sangat membantu pelaksanaan SP2010. Sekarang bukan petugas yang menunggu respon penduduk, tapi penduduk yang menunggu petugas. Tinggal petugasnya mau atau tidak datang ke pelosok desa. Oleh karena itu, sambung Johansyah, “Kita tidak boleh menyia-nyiakan respon yang sedemikian besar dari masyarakat. Kita harus tanggap, termasuk masalah stiker ini.”
ht
Pakai Peta yang Mana? Peta WB (wilayah blok sensus) digunakan oleh petugas sebagai dasar untuk melakukan pendataan. Peta ini menjadi acuan wilayah masing-masing petugas untuk melakukan pendataan. Setiap petugas tidak akan mendata di luar wilayah peta WB-nya. Sebaliknya,
134
semua penduduk yang berada dalam wilayah peta WB pasti akan didata oleh petugas. Peta juga menjadi kunci keberhasilan SP2010, karena tanpa peta yang akurat, bisa dipastikan akan banyak wilayah yang terlewatkan atau mungkin terdata 2 kali. Pangkalan Banteng, sebuah wilayah kecamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat, merupakan wilayah yang bisa dibilang mengalami perkembangan sangat pesat. Munculnya perkebunan sawit, menjadi pemicu utama pertumbuhan di wilayah ini. Semut tak pernah jauh dari gula, perkembangan yang pesat ini tentunya juga diikuti oleh perkembangan penduduk yang cukup pesat. Hal ini juga menyebabkan terbentuknya desa-desa pemekaran yang notabene batas-batas wilayahnya masih belum jelas. Kondisi batas wilayah desa yang belum jelas tentu berpengaruh pada kondisi peta WB yang proses pembentukannya juga berdasar pada peta WA (Wilayah Administratif).
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Antara Kualitas dan Kuantitas Kenambui merupakan salah satu desa di Kotawaringin Barat, yang (kata orang, red) masih masuk dalam wilayah perkotaan. Ketika memasuki batas Desa Kenambui, kita akan disuguhi dengan tata desa yang rapi, berjajar rumah-rumah panggung di pinggir sungai. Terlihat jalan kayu tertata rapi di pinggir sungai yang memanjang mengikuti alur sungai. Hanya terdapat sekitar 86 bangunan di sepanjang jalan kayu itu, tapi tata desa yang rapi membuat semakin menarik untuk dikunjungi. Desa Kenambui terbagi dalam tiga wilayah yaitu Sulung, Kenambui, dan Rangda. Letak Sulung dan Kenambui berdekatan. Sementara Rangda dan Kenambui memerlukan waktu dua jam melalui jalan darat, tapi bisa ditempuh 15 menit melalui jalan air (menggunakan speedboat). Hanya ada satu tim yang bertugas di desa itu karena jumlah penduduk yang sedikit dalam tiga BS wilayah kerjanya. Ketiga petugas pendata berasal dari tiga daerah yang berbeda, yaitu Pangkalan Bun, Kenambui, dan Sulung. Jauhnya jarak antara Rangda dan Kenambui membuat pendataan tidak berjalan optimal secara tim, karena pendataan secara tim mengharuskan
135
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
pendataan berbarengan diantara ketiga anggota tim dan satu Kortim di satu BS. Belum lagi ditambah kondisi jalan darat yang tidak mungkin dapat dilalui jika hujan datang. Tim ini dipimpin oleh seorang Kortim bernama H. Mubarak. Usianya sudah kepala enam, walaupun pengetahuan ‘kondef’-nya (konsep dan definisi) lemah ditambah dengan kemampuan baca yang mulai menurun, namun tekad dan semangat kerjanya bisa dibilang masih seusia tujuh-belasan tahun. Setelah pensiun dari guru, dia dikaryakan sebagai Penghulu di Desa Kenambui. Menurut keterangan salah seorang Instruktur Daerah BPS Kabupaten Kotawaringin Barat, tim ini memang telah teridentifikasi sebagai tim yang lemah sehingga memerlukan pengawasan khusus dari koordinator lapangannya. Permasalahan petugas memang sering terjadi di daerah-daerah remote seperti ini. Tapi dengan semangat dan kemauan juang para petugas ini, pelaksanaan sensus dapat dilaksanakan sesuai Standard Operating Procedures (SOP) dan selesai tepat waktu.
136
Deretan Jamban Terpanjang Vina Natalia Mahasiswa STIS
Sungai Katingan menjadi sumber mata pencaharian penduduk di Kecamatan Kamipang dan juga sebagai tempat berderetnya jamban yang berada di tepian sungai tersebut.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Sungguh pengalaman yang tidak pernah terbayangkan dalam benak saya. Mendapat kesempatan berkunjung ke tanah Dayak Ngaju yang dianggap keramat dan sakti, Kecamatan Kamipang, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Jalan gambut berair, parit, rawa, dan sungai menjadi medan yang sehari-harinya harus ditempuh oleh masyarakat Dayak Ngaju. Untuk mencapai ibukota Kecamatan Kamipang yaitu Desa Baun Bango, dari ibukota Kabupaten Katingan harus menempuh perjalanan darat menggunakan sepeda motor selama tiga jam dan dilanjutkan dengan perahu kecil yang disebut ‘klotok’ oleh masyarakat setempat selama satu jam perjalanan. Hampir seluruh penduduk di Kecamatan Kamipang adalah Suku Dayak Ngaju. Di beberapa desa, masyarakat memeluk tiga agama yang berbeda yaitu Islam, Kristen, dan Hindu Kaharingan. Kehidupan masyarakat di Deretan jamban di Kecamatan Kamipang tepian sungai sangatlah sederhana,
TIS
137
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
dengan mengandalkan Sungai Katingan sebagai sumber mata pencaharian dengan menangkap ikan sambil menunggu panen rotan dan menyadap getah karet. Dari sembilan desa di Kecamatan Kamipang, hanya dua desa yang telah menikmati terangnya listrik PLN, walaupun hanya dapat dinikmati mulai dari pukul 18.00 - 06.00 WITA setiap harinya. Hampir semua rumah penduduk di Kecamatan Kamipang, mulai dari lantai, dinding, dan langit-langit terbuat dari kayu, sedangkan untuk atap terbuat dari seng. Menyusuri tepian sungai Katingan kita akan disuguhi pemandangan berupa jamban-jamban yang berderet di sepanjang tepian sungai Katingan. Sungai memang merupakan bagian penting bagi kehidupan masyarakat disana. Selain untuk keperluan sehari-hari seperti makan, minum, dan MCK, sungai juga dipakai untuk sarana transportasi sehari-hari masyarakat setempat. Dengan menggunakan ‘klotok’, ‘jess’, atau speedboat masyarakat dapat bepergian ke berbagai tempat.
138
Jeruk Bali Galih Sudrajat Staf Subbagian Organisasi dan Tatalaksana, BPS RI
Jeruk bali menjadi pelepas dahaga ketika peluh sudah membasahi tubuh dan keringnya dahaga.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Monitoring Kualitas Sensus Penduduk 2010 membawa langkah kaki ini ke bumi Kakao Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Hari pertama monitoring di Desa Totallang blok sensus 001B, saya ditemani oleh seorang Koordinator Statistik Kecamatan yang merangkap Koordinator Lapangan Kecamatan Lasusua, Usmawi. Setelah kurang lebih 1,5 jam, akhirnya kami sampai di bangunan fisik pertama blok sensus 001B Desa Totallang. Jaraknya cukup jauh dari pusat pemukiman Desa Totallang, kira-kira tiga kilometer menempuh jalan menanjak dan berbatu. Dari bangunan fisik tersebut saya dan Usmawi mulai menelusuri bangunan fisik dan bangunan sensus di blok tersebut. Sampai akhirnya kami masuk wilayah perbatasan antara perkebunan kakao dan hutan. Panas sekali rasanya di tempat tersebut karena pada saat itu matahari tepat di atas kepala dan kami ada di wilayah yang cukup tinggi di atas permukaan laut. Usmawi akhirnya bergumam "Panas sekali, Mas. Pening rasanya kepalaku ini". Akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat sejenak duduk di atas batang pohon yang roboh di kelilingi pohonpohon kakao. Kami berdua sempat bingung, karena tidak ada warung atau toko yang dapat disinggahi untuk membeli sedikit air minum dan makanan kecil. Pucuk dicinta ulam pun tiba, ketika kami memeriksa stiker di sebuah bangunan di tengah-tengah kebun, tiba-tiba muncul sosok wanita pemilik rumah menyapa "Silahkan masuk, ada keperluan apa ji?" Kami pun menjawab "Petugas sensus, Bu, ingin memeriksa penempelan stiker." Ibu itu pun kembali menjawab "Silahkan, masuk dulu ji", dan yang paling membahagiakan untuk kami adalah Ibu itu
139
berkata, "Ibu tidak punya makanan dan minuman di sini, karena di sini Ibu hanya berkebun, rumah Ibu di bawah (di pemukiman desa maksudnya), tapi Ibu punya banyak jeruk di pohon, silahkan ambil jika mau." Tanpa berpikir panjang Usmawi langung mengambil galah yang
Makan jeruk bali sebagai pelepas dahaga saat bertugas
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
disandarkan di dinding rumah dan memetik jeruk tersebut. Awalnya saya merasa aneh, apa benar ada pohon jeruk di tengah kebun kakao dan hutan seperti ini, ternyata setelah melihat Pak Usmawi berhasil memetiknya, saya baru paham bahwa jeruk yang dimaksud adalah jeruk bali yang ukuran buahnya besar dan pohonnya juga besar. Akhirnya kami merasa mendapatkan bertetes-tetes embun segar di tengah keringnya dahaga. Jeruk bali rasanya sangat manis, cukup untuk menghilangkan dahaga, dan memberikan energi yang banyak terbuang setelah berjalan mengelilingi hutan dan perkebunan.
140
Ayo Berburu Komunitas Jawa Purwo Nugroho KSK Nipah Panjang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi
Setelah didesak keras, akhirnya Acok mengakui kalau perbuatannya itu dilakukan tidak cuma karena ada niat tapi juga ada kesempatan. Acok pun tersenyum, lalu menjawab dengan penuh canda..
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Kecamatan Nipah Panjang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi merupakan kecamatan yang masih baru buat saya, karena saya baru dipindahtugaskan beberapa saat sebelum pelaksanaan SP2010. Tak banyak yang bisa diceritakan tentang Kecamatan ini, kecuali karakter penduduknya yang tidak jauh beda dengan penduduk di daerah ilir (pinggir laut) yang lain. Mayoritas penduduk di sana adalah Suku Bugis, Melayu dan Jawa serta beberapa suku lain. Meskipun jauh, para mitra/PCL memilih blok sensus (BS) yang sudah dikuasainya. Nak diapokan lagi, tetap saja urusan pilihpilih BS terjadi di kecamatan saya, tapi saya tetap kondisikan berimbang dan tawarkan beberapa alternatif agar tidak ada yang merasa di “anak tirikan”. Mustar Ibrahim, yang lebih dikenal dengan nama Acok, memang sudah jadi mitra andalan di kecamatan ini. Dia memilih wilayah terjauh dari kelurahan tempat tinggalnya. Awalnya saya cukup bingung juga sama orang ini, kok mau-maunya ditempatkan di BS yang jarak antar rumahnya cukup berjauhan dengan kondisi jalan yang masih jelek untuk ukuran sebuah kelurahan. Akhirnya, saya pun melakukan investigasi dengan melakukan penyelidikan dan usaha pun berbuah manis, karena BS yang dipilih Acok adalah wilayah yang mayoritas bersuku Jawa dan merupakan salah satu wilayah “jajahannya”. Hafal wilayah dan orangnya adalah dua unsur yang bagus. Pertanyaannya, kenapa lebih memilih warga yang mayoritas Suku Jawa. Setelah didesak keras, akhirnya Acok mengakui perbuatannya itu dilakukan tidak cuma karena memang ada niat tapi juga ada kesempatan. Acok pun tersenyum lalu menjawab dengan penuh canda.
141
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
“Selain banyak wanita cantiknya, mayoritas orang Jawa cenderung lebih gampang dicacah tanpa pertanyaan neko-neko dari responden. Istilahnya lebih welcome gitu ama petugas, Pak. Dan yang pasti gak akan pernah kehausan apalagi kelaparan.. hmmm…minimal tuh bisa ngopi dan terkadang kita dikasih makan..” Jawaban lugu dari Acok pun mampu membuat senyum saya berkembang lebar. Pertanyaan di benak saya tentang memilih BS yang jauh terjawab sudah dan jawabannya adalah “Berburu Komunitas Jawa.”
142
Dokumen SP2010 Mandi dan Berendam di Gianyar Rina Dwi Sulastri Kepala Bagian Humas BPS RI
Langkah riang dan keceriaan para pegawai terhentikan seketika saat mengetahui gudang penyimpanan boks-boks yang berisi dokumen tergenang air dan mengakibatkan boks-boks tersebut basah.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Tidak ada waktu yang paling ditunggu dari setiap Korlap SP2010 selain selesainya dokumen secara benar, rapih terkemas dalam kardus dan siap dikirim ke pusat pengolahan data (puslahta) sehingga beban tanggung jawab dapat terlepas dan bisa tersenyum lega. Namun, ada kenaasan bagi pegawai BPS Kabupaten Gianyar. Hari demi hari tahapan pendataan dilakukan oleh PCL di bawah pengawasan Kortim dan Korlap sesuai dengan Standard Operating Procedures (SOP) yang telah digoreskan dalam Buku Keramat “Pedoman Pencacah, Kortim/Korlap/KSK.” Memang tidaklah mudah melakukan pendataan karena banyaknya kendala yang ada di lapangan. Mulai dari bubarnya suatu tim dikarenakan dua PCL sakit, ketimpangan jumlah blok sensus (BS), batas BS yang tidak jelas, jumlah Rumah Tangga (Ruta) yang melampaui 400 dalam satu BS, 600 bangunan rumah tinggal di suatu perumahan yang baru selesai dibangun namun belum berpenghuni, responden yang tidak mau dicacah dengan berbagai alasan, sampai kekurangan pensil, stiker dan dokumen. Meski pendataan dilalui dengan hati riang, tetaplah terbersit di setiap sanubari petugas suatu beban untuk tidak menjadi penghalang bagi selesainya dokumen dalam satu tim. Fenomena itu sering kali membuat PCL khususnya, tidak dapat riang hati sampai seluruh dokumen dinyatakan clean oleh Kortim. Namun, dengan kegigihan dan semangat 45 semua kendalakendala tersebut dapat diatasi. Terlebih BPS Provinsi Bali melaksanakan SP2010 satu bulan lebih awal dari provinsi lainnya yaitu 7 April 2010, dikarenakan pelaksanaan Pilkada di Provinsi Bali
143
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
yang berlangsung pada bulan Mei. Sehingga harus juga selesai lebih awal. Satu demi satu dokumen dari lapangan diteliti ulang sebelum dikirim ke pusat pengolahan data. Beberapa informasi yang belum lengkap ataupun tidak jelas diperbaiki bersama-sama. Dokumen yang telah lolos sensor “dibaringkan” dalam boks yang sudah disediakan. Banyaknya tumpukan dokumen lolos sensor berkorelasi positif dengan keceriaan Kortim/Korlap/KSK. Seluruh dokumen SP2010 BPS Kabupaten Gianyar sudah “terbaring” dengan rapi dalam boks-boks besar tersegel rapi dan kuat. Setiap orang pulang ke rumah masingmasing dengan hati lega, langkah ringan, dan senyum mengembang karena tugas berat telah usai. Malam itu Gianyar diguyur hujan lebat. Cuaca dingin menambah nyenyaknya tidur para petugas yang selama satu bulan penuh berkonsentrasi dalam penyelesaian pencacahan. Namun, langkah riang dan keceriaan para pegawai terhenti seketika saat mengetahui gudang penyimpanan boksboksx yang berisi dokumen tergenang air dan mengakibatkan boksboks tersebut basah. Musibah yang tidak dikehendaki setiap orang ini segera diatasi dengan menyelamatkan dokumen yang kering terlebih dahulu dan menyalin dokumen yang basah ke dokumen kosong yang masih tersisa. Nasib baik masih berpihak, tidaklah terlalu banyak dokumen yang “mandi dan berendam” di malam hari itu meskipun berimbas senyum merekah menjadi ciut kembali karena harus
144
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
membongkar hampir seluruh box yang sudah siap dikirim ke Puslahta. Tugas belum berakhir.
145
Tukang Panen Padi Khairil Anwar Kepala Seksi Statistik Neraca Wilayah dan Analisis, BPS Kabupaten Jembrana
Para tukang panen bekerja tidak hanya satu dua hari saja, melainkan bisa dua sampai tiga bulan. Bahkan ada yang sampai enam bulan tergantung dari berapa lokasi daerah panen.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Sensus Penduduk memang unik, tidak hanya penduduk yang bertempat tinggal tetap saja (de jure) yang menjadi obyek sasaran perhitungan, bahkan penduduk yang tidak menetap pun harus di hitung. Ternyata di Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana, ada beberapa penduduk yang selalu berpindah-pindah tempat sesuai dengan lokasi di mana mereka bekerja, khususnya buruh panen padi atau biasa disebut buruh tukang gedig padi. Buruh panen padi biasanya terdiri dari beberapa keluarga seperti suami istri dan anak atau perorangan yang sengaja diajak oleh seorang penebas gabah. Petani-petani di Kabupaten Jembrana tidak biasa memanen padinya sendiri, melainkan ditebaskan pada Penebas. Mereka banyak merekrut para buruh panen yang banyak beasal dari Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
146
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Para tukang panen bekerja tidak hanya satu dua hari saja, melainkan bisa dua sampai tiga bulan. Bahkan ada yang sampai enam bulan tergantung dari berapa lokasi daerah panen. Pola hidup Penebas berpindah-pindah, tidur serta memasak untuk keperluan hidup seharihari dengan mendirikan tenda/kemah didirikan di pinggir pematang sawah atau di pinggir jalanan subak. Sesuai konsep Sensus Penduduk, responden harus tercatat hanya satu kali. Jangan sampai di lokasi kemah mereka dicatat, di kampungnya mereka juga dicatat. Akhirnya tim Task Force pada tanggal 31 Mei 2010 pada siang harinya mengidentifikasi lokasi di mana mereka mendirikan tenda/kemah untuk kemudian pada sore harinya akan dilakukan pencacahan. Ada kurang lebih sembilan titik lokasi perkemahan para tukang panen padi tersebar di seluruh kecamatan. Ditetapkannya tanggal 31 Mei 2010 dikarenakan pada hari sebelumnya mungkin saja mereka masih berpindah-pindah atau bahkan pernah pulang ke kampungnya dan sudah tercacah di Banyuwangi. Nah, bagi mereka yang pernah pulang ke kampungnya dan sudah tercacah atau bahkan belum pulang pada periode Mei 2010, tetapi telah merasa yakin sudah dicacah dari informasi keluarga via handphone maka yang seperti ini tidak dicacah lagi.
147
Serba Serbi Sensus Penduduk 2010 Kabupaten Bangli Humas Provinsi Bali
Peristiwa kematian bagi sebagian orang merupakan peristiwa yang masih membekas dan tidak mudah untuk dilupakan, oleh karenanya petugas harus mampu mengatur strategi untuk menanyakan hal itu kepada anggota keluarganya.
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
Jarum jam menunjukkan pukul 10.00, dengan mengucapkan ‘Om Swastyastu’ mereka disambut dengan baik oleh Jro Mangku selaku Kepala Rumah Tangga. Sepertinya Jro Mangku sudah tahu bahwa saat ini di Provinsi Bali dilakukan Sensus Penduduk. Setelah berbasa basi sejenak petugas pun mulai melakukan wawancara sebagaimana layaknya konsep definisi yang telah diajarkan. Blok I (susunan anggota rumah tangga) dilalui dengan lancar. Blok II (Keterangan anggota rumah tangga) masih aman terkendali, malahan beberapa anggota rumah tangga ada yang ketawa cekikikan saat petugas sensus berseloroh menanyakan tentang jenis kelamin yang tidak perlu ditunjukkan. Pertanyaanpun dilanjutkan ke Blok III (Kematian). Belum selesai petugas membacakan seluruh rincian 301 (kematian di rumahtangga ini sejak 1 Januari 2009) tiba-tiba serentak seluruh anggota rumah tangga responden menangis histeris. Suasana yang santai berubah menjadi gaduh. Beberapa anggota rumah tangga ada yang langsung masuk ke kamar dan memanggil-manggil nama almarhum (bekas anggota rumahtangganya). Terlihat jelas responden dan anggota keluarga lainnya masih belum bisa melupakan kenangan indah ketika almarhum masih hidup. Kenangan terasa bangkit kembali ketika petugas menanyakan tentang kematiannya. Nengah Sujana dan kawan-kawan terbengong-bengong, kaget dan bertanya-tanya kesalahan apakah yang telah ia perbuat. Setelah suasana gaduh itu berlangsung kira-kira 15 menit, akhirnya semuanya hening. Nengah Sujana sempat ragu untuk melanjutkan wawancara tetapi perlahan-lahan dengan suara lirih ia mengucapkan turut berduka cita atas kehilangan salah satu anggota rumah tangganya
148
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
sembil membesarkan hati yang ditinggalkan bahwa kita menjadi manusia hanya menjalani, segala sesuatu sudah ditentukan Yang Maha Esa, kita harus bisa menerima dengan ikhlas, apaun itu baik suka maupun duka. Sejak kejadian itu Tim Nengah Sujana Cs mengubah strategi wawancara yang tadinya berurut mulai dari Blok I dan terakhir Blok IV diubah menjadi Blok I, Blok II, Blok IV, dan terakhir Blok III. Mengantisipasi minimal Blok Rumah Tangga (Blok IV) sudah ditanyakan sebelum menanyakan tentang kematian.
149
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go
150
Daftar Penulis Judul Artikel
Penulis
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
.id
No
s. go
Bagian 1: Kecemasan dan Ketakutan Rumah Hutan dan Rumah Horor
Fitri Andri Astuti
Mahasiswa STIS
2
Benarkah Stereotype Itu?
Reny Andriati
Mahasiswa STIS
3
Kesasar di Tengah Hutan
Junedi
Mahasiswa STIS
4
Takut Tsunami
Sudiyanto
Puji Lestari
Kepala Seksi Pengelolaan Data dan Perangkat Lunak, BPS RI Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Statistik Ketahanan Wilayah, BPS RI
Erika Sari
Mahasiswa STIS
“KKN” yang Menguntungkan
ht
5
tp :// w
w
w
.b p
1
6
Sang Sapi Ingin Berkenalan dengan Petugas
No
Judul Artikel
(1)
Penulis
(2)
(3)
8
Tukang Bakso Edisi Jumat Kliwon
s. go
.id
7
Gerandong atau Kecebur Sungai Komering?
Bagian 2: Empati
Kurniati Bachrun Muhammad Abrar
Keterangan (4)
Staf Seksi Statistik Upah, BPS RI Mahasiswa STIS
Si Manis yang Suka Tersenyum
Armed Jahja
10
Penduduk Desa yang Baik
Ika Kartika Sari
Kepala Subbagian Hukum KORPRI, BPS RI Mahasiswa STIS
11
“Objek Wisata Daerah Kumuh” di Jakarta
Sari Sisilianingsih
Mahasiswa STIS
KTP Seharga Dua Liter Bensin
Sri Prasetyaningsih
Mahasiswa STIS
Tangan Patah 100 Derajat
Nur' Izzah Inayati
Mahasiswa STIS
13
w
w
Masyarakat Papua: Lebih Sayang Anjing, Leksono Sedyo Ketimbang Petugas SP2010
ht
14
tp :// w
12
.b p
9
Staf Seksi Penyiapan Statistik Konstruksi, BPS RI
No
Judul Artikel
Penulis
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
.id
Si Miskin di Antara Tambang Batubara dan Aries Eka Septiyono Kilang Minyak
s. go
15
Staf Seksi Pengolahan Statistik Industri Besar dan Sedang, BPS RI
Bagian 3: Kesulitan Lapangan Berkuda Tanpa Tali
17
Bergoyang-goyang Demi Monitoring SP2010
18
Kisah Para Pejuang SP2010 dari Amuntai
20
w w
tp :// w
Nuri Nasriyah
Mahasiswa STIS
Aris Rusyiana
Staf Subbagian Monitoring Program, BPS RI Kepala Seksi Indikator Statistik Lintas Sektor, BPS RI PJ Kehumasan BPS Provinsi Sumatera Selatan Staf Seksi Integrasi Pengolahan Data Statistik Sosial, BPS RI
Ali Said
Sensus Penduduk 2010 di Daerah Pasang Zaenal Abidin Surut Jembatan Gantung, Durian, Ancaman Ndaru Nuswantari Malaria, dan Buaya
ht
19
.b p
16
No
Judul Artikel
Penulis
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
Satu Marga dengan Responden
22
Mendata Rumah Tangga “Sendiri”
23
Padang Lawas
24
Ridhayani Sinaga
Mahasiswa STIS
Toga Hamonangan
Kepala Seksi Pengolahan Statistik Hortikultura, BPS RI Kepala Seksi Pengolahan Statistik Transportasi, BPS RI
Arianto
w
w
.b p
s. go
21
tp :// w
.id
Bagian 4: Keanekaragaman Budaya
ht
Uniquely Lahat
Mimin Karmiati
Kepala Subbagian Hubungan Media Massa, BPS RI
25
Dari Transporter Menjadi Translator
Frida J.Hutabarat
Mahasiswa STIS
26
Monitoring vs Petugas PLN
Rini Amelia
Mahasiswa STIS
No
Judul Artikel
Penulis
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
Cerita dari Sanggau
28
Nabire, Kota Kecil Sarat Teka-Teki
1.Hartono; 2.Nursani
ht
tp :// w
w
w
.b p
s. go
.id
27
29
Heri Minto Widodo
Arti Kata Men“CACAH” Menurut Bahasa Elly Kurniasih Lokal Kalimantan Barat
1. Staf Seksi Pengembangan Desain Sensus dan Survei Bidang Statistik Sosial, BPS RI; 2. Staf Subbagian Kerjasama dan Hubungan Kelembagaan, BPS RI Kepala Seksi Pengembangan Kerangka Sampel Survei Bidang Statistik Distribusi, BPS RI Staf Seksi Neraca Produksi, BPS Provinsi Kalimantan Barat
No
Judul Artikel
Penulis
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
Dini Iriani
Saya Bangga Menjadi Anak dari Seorang Mohamad KSK Usman
Kepala Seksi Pengembangan Klasifikasi Statistik, BPS RI Zainudin Mahasiswa STIS
w
31
.b p
s. go
.id
Bagian 5: Kehormatan dan Sanjungan 30 In Mover, Bayi Diberi Nama Petugas MK
w
Bagian 6: Penolakan dan Umpatan Adi Permana
Mahasiswa STIS
Tempel Stiker Tunggu Rumah Dicat
Nur Amalia Ramadhani
Staf Subbagian Protokol dan Persidangan, BPS RI
Macam-macam Respon Penduduk
Marupa H Situmorang
Mahasiswa STIS
35
Kok Ketemu Abnormal Terus
Ima Sartika Dewi
Mahasiswa STIS
36
Tragedi Rumah Walet dan Parang
M. Murtadho
KSK Muara Sabak Timur
33
ht
34
tp :// w
Susahnya Mendata Perusahaan Migas
32
No
Judul Artikel
Penulis
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
.id
Bagian 7: Unik dan Humoris KSK Mirip Polo
38
Raih Hadiah Total Lima Ratus Ribu Rupiah
39
Keteledoran Petugas MK SP2010
40
Uang Kertas Kuno Sebagai Pelaris
Armed Jahja
Arief Ibrahim
Kepala Subbagian Hukum KORPRI, BPS RI Kepala Subdirektorat Statistik Komunikasi dan Teknologi Informasi, BPS RI Mahasiswa STIS
Bhara Yudhiantara
Mahasiswa STIS
Firdaus
w
tp :// w
Jauh-jauh Cuma Dipijat Sama Mbah, Sori Ichwan Aja Deh
ht
41
w
.b p
s. go
37
42
Sapi….Sapi…. Jangan Seruduk Kami Ya….
Muhammad Rio Bastian
Staf Seksi Pengembangan Kerangka Sampel Survei Bidang Statistik Sosial, BPS RI Mahasiswa STIS
No
Judul Artikel
Penulis
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
Rumahnya Sudah Diangkat
Nunung Dwisyahesti
44
Wak Salim
45
Di Laut Pun Ada “Awas Anjing Galak”
Staf Seksi Statistik Upah, BPS RI Slamet Adi Saputra PCL Kelurahan Nipah Panjang II Nugroho Bagus Plt. Kasie Statistik Sosial Wicaksono BPS Kabupaten Tanah Bumbu
w
.b p
s. go
.id
43
tp :// w
Seperti Pulang Kampung
ht
46
w
Bagian 8: Keindahan Alam Indonesia
47
Eko Setyo Budi
Melihat Langsung Kuda Sandle Wood Nanik Supriyani Berlarian, Seperti dalam Iklan Marlboro Country
Staf Subbagian Bantuan dan Penyuluhan Hukum, BPS RI Staf Seksi Pengolahan Statistik Lingkungan Hidup, BPS RI
No
Judul Artikel
Penulis
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
.id
Bagian 9: Lain-lain Mitra Borju Jadi Korlap
49
Disambut Bau Menyengat
50
Kecurigaan Istri Korlap
51
Jadi Mangsa Jerat Kawat Berduri
54
.b p
w
Intan Angelia Senduk
Staf Seksi Neraca Pengeluaran Rumah Tangga, BPS RI Mahasiswa STIS
Chairunnisa Julfadlina
Mahasiswa STIS
Stiker dan Kontrol Publik Terhadap SP2010
Ade Riyawan
Deretan Jamban Terpanjang
Vina Natalia
w
Kepala Rumah Tangga Termuda
ht
53
Sari Prastiwi
Andang Hede Muhidin
tp :// w
52
s. go
48
Almukhtar Mahasiswa STIS Staf Subbagian Kerjasama dan Hubungan Kelembagaan, BPS RI Staf Subbagian Pengelolaan Opini Publik, BPS RI Mahasiswa STIS
No
Judul Artikel
Penulis
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
Jeruk Bali
56
Ayo Berburu Komunitas Jawa
57
Dokumen SP2010 Mandi dan Berendam di Rina Dwi Sulastri Gianyar Tukang Panen Padi Khairil Anwar
s. go
Staf Subbagian Organisasi dan Tatalaksana, BPS RI
Purwo Nugroho
KSK Nipah Panjang
.b p
Galih Sudrajat
Serba Serbi Sensus Kabupaten Bangli
ht
59
tp :// w
w
w
58
.id
55
Penduduk
2010 Humas Bali
BPS
Provinsi
Kepala Bagian Humas BPS RI Kepala Seksi Statistik Neraca Wilayah dan Analisis, BPS Kabupaten Jembrana
w
tp :// w
ht .b p
w .id
s. go