BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pentingnya SDM Perhotelan Indonesia dengan potensi alam, kehidupan sosial budaya, adat-istiadat, arsitek bangunan unik, natural dan beraneka ragam memiliki potensi dan peluang bagi pembangunan pariwisata Indonesia untuk terus berkembang dan bersaing dengan destinasi negara-negara lain sudah berkembang terlebih dahulu. Salah satu destinasi sudah berkembang dan mampu bersaing dengan destinasi negara lain adalah Bali merupakan primadona bagi para wisatawan lokal maupun manca negara. Penduduk Bali sebagian besar mata pencahariannya terkait dengan sektor pariwisata seperti usaha-usaha pemenuhan kebutuhan pelayanan jasa (hotel, restoran, atraksi wisata, angkutan) dan cinderamata berupa barangbarang kerajinan di mana satu sama lainnya saling berhubungan dan menunjang. Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana pariwisata terus menerus dilakukan, baik berupa penambahan fasilitas-fasilitas baru maupun perbaikan yang telah ada. Hal ini dapat dilihat
dari semakin
bertambahnya jumlah fasilitas di bidang kepariwisataan terdapat di Bali dewasa ini seperti; hotel, mulai dari kelas melati sampai berbintang lima, restoran dengan beraneka macam masakan disajikan; bar dan restoran menawarkan berbagai jenis minuman mulai dari berkadar alkohol tinggi sampai soft drink, dan masih banyak lagi lainnya. Tingginya jumlah kunjungan wisatawan ke Bali, membuat posisi hotel (perhotelan) sebagai salah satu komponen dalam industri pariwisata yang bergerak dalam bidang penyediaan sarana akomodasi memegang peranan sangat penting dalam menunjang arus pariwisata. Hotel, sesuai dengan keputusan
Menteri
KM.94/HK.103/MPPT-87,
Parpostel merupakan
Republik salah
Indonesia satu
jenis
Nomor akomodasi
mempergunakan sebagian atau seluruh bangunannya untuk menyediakan jasa
pelayanan penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya dikelola secara komersial. Dengan pesatnya perkembangan jumlah hotel di Bali dari tahun ke tahun mengakibatkan timbulnya persaingan semakin ketat dikalangan usaha perhotelan, baik dari segi harga, ragam fasilitas maupun kualitas jasa/service yang ditawarkan, sehingga untuk memenangkan persaingan diperlukan sumber daya manusia selalu berorientasi pada keunggulan berkelanjutan, unggul dalam kualitas pelayanan, inovatif dan kreatif dituntut dari setiap karyawan. Beberapa tempat di Bali memiliki kawasan berdirinya hotel-hotel berbintang terkait dengan jaringan-jaringan hotel internasional. Produk yang dihasilkan merupakan jasa pelayanan dan lebih dominan perannya adalah faktor manusia/tenaga kerja. Dengan jumlah wisatawan menginap berasal dari wisatawan domestik maupun manca negara, dengan kondisi sosial ekonomi golongan menengah atas, budaya beraneka ragam dan orientasi semata-mata untuk berlibur sehingga peka terhadap pelayanan yang diberikan. Di samping itu ancaman dari negara pesaing sebagai tujuan wisata dunia semakin meningkat pula. Keunggulan dari negara pesaing terletak pada proses pelayanan lebih berkualitas dan harga bersaing. Pelayanan diberikan selalu berorientasi pada keunggulan berkelanjutan, baik dalam arti komparatif maupun daya saing. Unggul dalam kualitas pelayanan, inovatif dan kreatif dituntut dari setiap karyawan. Hotel sebagai penghasil jasa harus selalu meningkatkan kualitas layanannya melalui operasi yang sangat ditentukan oleh faktor sumber daya manusia, fasilitas, sistem layanan (teknologi) serta persepsi langsung wisatawan tersebut, karena jasa berkaitan langsung dengan wisatawan. Manajemen harus menyediakan jasa tepat waktu, cepat, ramah dan nyaman sehingga wisatawan merasa puas dilayani serta dalam jangka panjang wisatawan yang puas secara akumulatif akan menjadi konsumen setia (loyal). Oleh karena itu pihak manajemen dalam melayani konsumennya harus selalu berorientasi kepada kepuasan wisatawan.
Menurut, Zeithaml et al. (1996 : 342), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan diantaranya adalah : a. Sistem penyampaian jasa (delivery system), b. Tampilan jasa (service performance), c. Citra Merk (Brand Image), d. Hubungan antara biaya dan manfaat (cost and benefit), e. Kinerja pegawai (Employee performance), f. Keunggulan dan kelemahan pesaing (Strength and weakness). Menurut Parasuraman et al. (1998) kepuasan konsumen dijembatani oleh kualitas pelayanan yang didasarkan pada expected service dan perceived service. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan konsumen sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik atau memuaskan. Jika kualitas pelayanan yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal (service excellent). Sebaliknya bila kualitas layanan lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan tersebut dipersepsikan buruk (tidak memuaskan). Menurut
Teung
(1996),
sesungguhnya
keunggulan
kompetitif
(competitive advantage) adalah mengerjakan sesuatu dengan lebih baik dan cerdik dari pesaing, dan relevan disukai oleh pelanggan. Mengusahakan keunggulan kualitas pelayanan dalam memenangkan persaingan merupakan upaya bersaing dalam situasi nyata yaitu membalikkan pilihan yang diketahui ke dalam tindakan tepat waktu, cepat, ramah, dan nyaman dengan cara-cara lebih unggul dibandingkan pelayanan ditawarkan oleh pesaing. Kualitas pelayanan pada usaha perhotelan sangat tergantung kepada sumber daya manusia, karena sumber daya manusia merupakan faktor utama keberhasilan usaha perhotelan. Sumber daya manusia merupakan unsur penting langsung berinteraksi dengan wisatawan, sehingga pelayanan yang diberikan oleh karyawan akan menentukan kualitas pelayanan tersebut. Setiap manajemen dituntut untuk memacu para karyawannya agar melayani setiap wisatawan seoptimal mungkin. Dengan ciri standar pelayanan demikian dan ancaman dari negara pesaing maka pihak manajemen hotel perlu menetapkan suatu strategi untuk
menanggulangi/mengantisipasi
keadaan
tersebut
melalui
strategi
pengembangan SDM. Strategi ini dititik beratkan pada bagaimana membangun sumber daya manusia memiliki daya saing, inovatif dan kreatif dalam menghasilkan kualitas pelayanan sesuai dengan spesifikasi, ketepatan waktu, keramahtamahan dan berorientasi pada kepuasan wisatawan. Dengan strategi demikian dibutuhkan karyawan memiliki keunggulan berkelanjutan
terutama mampu memberikan pelayanan secara optimal.
Strategi sumber daya manusia yang
dikembangkan adalah
dengan
membangun motivasi, kemampuan, kesadaran moral (MAMA), kepuasan dan komitmen bagi setiap karyawan dengan konsekuwen dan berkelanjutan dan mengambil
kebijakan
tentang
bagaimana
menumbuhkembangkan
kemampuan, motivasi dan membentuk kesadaran moral kuat serta kepuasan kerja seperti kebijakan tentang ganjaran diberikan, kebijakan kerja, suasana kerja; dan kondisi lingkungan kerja, sehingga dapat meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaan maupun komitmen karyawan dengan memberikan pelayanan prima bagi setiap wisatawan. Lebih lanjut akan dilihat kerangka proses berpikir dari tahap-tahap proses penulisan buku ini dari hubungan antar variabel meliputi model MAMA dari variabel kemauan/motivasi, kemampuan dan kesadaran moral sebagai perilaku intrinsik dan kepuasan kerja sebagai perilaku ekstrinsik serta komitmen dalam membangun perilaku organizational citizenship karyawan operasional pada hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali.
Abad 21
Kondisi Persaingan sektor bisnis pariwisaa khususnya perhotelan
Menangkan persaingan harus memiliki
Komitme n OCB
Keunggulan kompettitif dari SDM Kematangan/MAMA (perilaku instrinsik) Kepuasan (perilaku ekstrinsik
Kriteria Strategi Pembangunan SDM
Membangun Gambar 1.1 Alur Proses Penulisan
1.2 Model MAMA, Kepuasan Kerja Komitmen dan Perilaku Ekstra MAMA (motivation, ability and moral awareness) dan kepuasan karyawan merupakan kunci bagi pihak manajemen hotel untuk dapat memberikan pelayanan baik bagi tamu hotel. Maka perusahaan harus memperhatikn MAMA dan kepuasan
karyawan agar karyawan dapat
memaksimalkan kemampuan kerjanya serta bersedia berkomitmen pada perusahaan. Komitmen pada perusahaan sangat penting karena dengan komitmen tersebut perusahaan akan dapat mengandalkan kemampuan karyawan untuk melaksanakan usaha terbaik disertai kesetiaan dan kesediaan untuk tinggal dalam perusahaan sehingga perusahaan tidak khawatir kehilangan karyawan terbaik yang dimiliki.
Ketiga komponen tersebut saling berkait dan mempengaruhi karena kemampuan tinggi dari individu tanpa adanya motivasi atau dorongan untuk bertindak, dan tidak memiliki kesadaran moral “baik”, tidak akan dicapai prestasi kerja yang tinggi demikian sebaliknya, bahwa dengan motivasi tinggi tanpa ditunjang kesadaran moral kokoh dan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan, maka tidak akan dicapai pula prestasi kerja tinggi. 1. Motivasi Kerja Menurut Munandar (2001: 351) terdapat hubungan kausal antara kondisi kerja, sikap kerja, motivasi kerja dan kinerja. Manajemen harus mampu menciptakan kondisi kerja yang dapat menumbuhkan sikap kerja yang positif. Dengan terciptanya kondisi kerja kondusif dan sikap kerja positif akan menumbuhkembangkan motivasi kerja sehingga dapat menghasilkan kinerja optimal dan segala aktivitas akan menjadi efektif pula. Tumbuhnya motivasi kerja karyawan berarti kebutuhan karyawan, kondisi kerja dan sikap kerja menuju arah yang lebih baik, jika karyawan memiliki motivasi kerja tinggi, maka akan berakibat memunculkan kecenderungan kinerja akan menjadi efektif pula. Perasaan dihargai dan diperhatikan bisa menimbulkan kebanggaan menjadi bagian dari perusahaan akibat dari kebijakan dapat menyeimbangkan kebutuhan karyawan dengan kepentingan perusahaan. Tingginya motivasi kerja serta kebanggaan menjadi bagian dari perusahaan dapat menjadi kekuatan besar bagi karyawan bersangkutan untuk berusaha mempertahankan keanggotaannya dengan perusahaan tersebut. Karyawan akan berpikir ulang jika ingin mencari alternatif kerja di tempat lain, karena belum tentu dapat menemukan kondisi kerja yang demikian, sehingga rasa keterkaitan dengan organisasi (komitmen) akan bisa dipertahankan. Teori motivasi McClelland menyatakan bahwa karyawan yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah mereka yang berusaha untuk melakukan
sesuatu
lebih
baik
dibanding
yang
lain,
berusaha
menyelesaikan tugas menantang dengan baik, serta berusaha untuk dapat mengembangkan cara terbaik dalam melakukan sesuatu. Karyawan memiliki motivasi berprestasi bersedia untuk melakukan sesuatu yang lebih dari
standard organisasi,
guna memperoleh hasil
terbaik.
Implikasinya, jika pihak manajemen dapat memfasilitasi dengan memenuhi kebutuhan karyawan dengan berbagai kebijakan seperti misalnya melalui jenjang karier akan semakin mendorong karyawan ke arah perilaku ekstra tersebut. Motivasi kerja berpengaruh pada perilaku organizational citizenship karyawan. 2. Kemampuan Kerja Ciri utama dari globalisasi adalah persaingan ketat, perubahan cepat dan adanya tuntutan begitu tinggi dari suatu pekerjaan. Dalam usaha memenangi persaingan harus mampu membangun kemampuan/ability sehingga dapat menunjukkan kompetensi seorang dalam suatu pekerjaan. Menurut Gardner (1983) dalam Ubaedy (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi dalam usaha membangun kemampuan tinggi seseorang terdiri dari; intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving dan learning skill. Tantangan utama dihadapi tenaga kerja dalam era globalisasi ini adalah kemampuan seorang pekerja melihat potensi yang dimiliki (intrapersonal skill), kemampuan menciptakan hubungan kerja yang harmonis (interpersonal skill), mampu menunjukkan kompetensi yang dimiliki (professional skill), kemampuan dalam menyelesaikan persoalan yang timbul (problem solving skill) dan kemampuan belajar secara terus menerus (learning skill) untuk mendapatkan dan mempraktekkan metode baru, sikap baru, dan nilai-nilai baru yang berguna dalam menghadapi persaingan tinggi dalam era global ini. Terhambatnya kemajuan karier seorang bukan semata karena kurang keahlian, melainkan juga karena belum
memiliki
kemampuan
untuk
menghadapi
masalah
secara
meyakinkan. Kemampuan menghadapi masalah ini penting karena
keberhasilan seseorang lebih banyak terkait dengan bagaimana ia menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Apabila
tenaga
kerja
dalam
melakukan
aktivitas
dengan
kemampuan rendah atau rendahnya intrapersonal skill, interpersonal skill, profesional skill, problem solving skill dan learning skill dalam mendukung pekerjaannya akan berdampak negatif dalam pencapaian tujuan organisasi. Kemampuan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi kerja, dalam artian sejauh mana seseorang dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan yang dimilikinya. Kemampuan akan mendorong terbentuknya sikap diri dalam bekerja dan memandang lingkungannya lebih positif serta cenderung akan memiliki komitmen
tinggi terhadap organisasi. Ini berarti tingginya
kemampuan kerja akan memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi, hal ini ditandai dengan adanya loyalitas yang dimiliki tenaga kerja terhadap organisasi, mereka lebih termotivasi dan lebih berprestasi. Berkaitan Loyalitas tersebut maka seorang pekerja akan rela untuk bekerja melebihi apa seharusnya ia kerjakan. Dalam hal ini berarti apabila pekerja memiliki komitmen organisasi
tinggi maka secara tidak langsung akan
memunculkan suatu perilaku yang melebihi perannya (Extra role OCB). 3. Kesadaran Moral Komitmen karyawan tidak akan tumbuh dengan sendirinya untuk membangun komitmen diperlukan pemicu yang ampuh. Berbagai hasil penelitian terdahulu seperti Odom, Boxx and Dun (1990), O’Reilly, Chatman and Caldwell (1991); Meglino, Ravlin and Adkins (1989); Shadur, Kienzle and Rodwell (1999); menunjukkan adanya hubungan positif antara budaya perusahaan yang menumbuhkan kesadaran moral positif dengan komitmen karyawan, kesadaran moral dianggap sebagai pemicu timbulnya komitmen karyawan, karena kesadaran moral yang
dibangun sejalan dengan nilai-nilai keyakinan/agama setiap karyawan dengan nilai-nilai yang dianut perusahaan. Nilai-nilai keyakinan/agama karyawan yang dapat beradaptasi dengan nilai inti budaya perusahaan akan menunjukkan kesadaran moral tertanam baik bagi tiap karyawan. Karyawan dengan mudah menyerap dan memahami
nilai-nilai
dan
norma-norma
dianut
perusahaan
dan
mengaplikasikan nilai-nilai dan norma-norma tersebut bagi dirinya dan lingkungan kerja sebagai pedoman dalam berperilaku. Lebih lanjut karyawan memiliki komitmen terhadap perusahaannya akan menunjukkan kesadaran moral positif cenderung berprestasi lebih baik dan akan tetap mempertahankan keanggotaannya di dalam perusahaan sebagai wujud kebanggaan pada perusahaan, karena perusahaan mampu memenuhi harapan-harapannya. Dengan kata lain, karyawan yang komit berarti memiliki kesadaran moral positif dimana akan bersedia memberikan diri mereka dengan tulus dan merasa bertanggungjawab untuk memajukan perusahaannya. Komitmen tidak pernah statis, ia akan berubah seiring dengan perubahan lingkungan perusahaan. Komitmen akan tetap dipegang karyawan sebagai bentuk sikap tulus dan kesetiaannya pada perusahaan selama perusahaan mampu memenuhi harapan-harapan karyawan. Oleh karena itu nilai-nilai keyakinan/agama karyawan mampu beradaptasi dengan nilai budaya perusahaan mempunyai peranan besar dalam menanamkan kesadaran moral baik bagi tiap karyawan, untuk bekerja sama mencapai kesuksesan sehingga mampu membangun komitmen karyawan. Kesadaran moral merupakan pondasi dasar dalam interaksi sosial. Kejujuran, ketaatan terhadap peraturan, tanggung jawab dan toleransi yang ada tiap anggota organisasi akan menumbuhkan sikap saling terbuka dalam komunikasi, rasa kebersamaan serta kerelaan untuk saling membantu. Dengan prinsip keberhasilan kelompok adalah keberhasilan bersama, dan sebaliknya kegagalan kelompok adalah kegagalan bersama,
mereka akan berusaha untuk menghindarkan diri dari beragam konflik di antara mereka jika dipandang tidak banyak membawa manfaat. Kesadaran moral baik akan menunjukkan perilaku mentaati aturan dan norma, kejujuran, toleran dan tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga dapat menghasilkan prestasi kerja dengan kata lain nilai-nilai keyakinan/agama yang mampu beradaptasi dengan nilai-nilai budaya perusahaan akan menanamkan kesadaran moral positif dan digunakan sebagai pedoman berperilaku dan mengarahkan karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan. Kejujuran, kesadaran dan kerelaan mentaati aturan, sportivitas dalam keberhasilan tim kerja, serta menghindarkan diri dari konflik-konflik tidak perlu adalah sebagian dari manifestasi perilaku organizational citizenship. 4. Kepuasan Kerja Karyawan bila kebutuhannya telah terpenuhi akan mengakibatkan puas. Strauss and Styles (1990:124) menyatakan bahwa kepuasan kerja penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja, tidak akan pernah mencapai kematangan psikologi dan pada gilirannya akan frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absent dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang dilakukan. Kepuasan
kerja
perlu
mendapat
perhatian
karena
dapat
mempengaruhi absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhankeluhan dan masalah-masalah yang lainnya. Dalam kehidupan organisasi, salah satu gejala yang paling meyakinkan dari kurang stabilnya kepuasan kerja
dalam bentuk yang paling ekstrim seperti pemogokan kerja,
pelambanan kerja, mangkir dan tingginya turn over karyawan. Gejala itu mungkin juga merupakan bagian dari keluhan-keluhan karyawan. Sebaliknya kepuasan kerja
tinggi merupakan tanda suatu organisasi
dikelola dengan baik dan pada dasarnya merupakan hasil manajemen perilaku yang efektif. Penelitian secara empiris dari de Connick et al, (1992) memberikan bukti bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Selanjutnya Kacmar et al, (1999) memberikan bukti mengenai adanya pengaruh kuat dari kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi. Pendapat Byars and Rue (1997: 320) menyatakan bahwa karyawan terpuaskan cenderung akan memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi, hal itu antara lain ditandai dengan adanya loyalitas dimiliki karyawan terhadap organisasi, mereka lebih termotivasi dan lebih berprestasi atau dengan kata lain bekerja lebih bersemangat dibanding karyawan tidak puas. Sebaliknya jika tingkat kepuasan kerja karyawan rendah maka komitmen mereka terhadap organisasi akan rendah, hal tersebut ditandai dengan sikap karyawan sering datang terlambat, tingginya tingkat absensi dan turn over, kesengajaan karyawan memperlambat kerja, pemogokan serta turunnya kesehatan karyawan baik fisik maupun produktivitasnya. Secara teoritis dinyatakan bahwa karyawan yang terpuaskan dalam pekerjaan mereka kemungkinan lebih besar akan menunjukkan perilaku menguntungkan bagi organisasi daripada yang tidak terpuaskan. Dalam pengertian ini kemudian, kepuasan kerja adalah nampak sebagai sebab terjadinya OCB (Organ and Ryan, 1995). Disamping itu Organ and Ligl (1995) mencatat bahwa terdapat beberapa dari 15 penelitian telah menemukan adanya hubungan kuat antara OCB dan kepuasan kerja. Sedangkan William and Anderson (1991) mengamati bahwa kepuasan kerja adalah merupakan variabel
paling
sering digunakan dalam menguji perilaku organizational citizenship. 5. Komitmen Organisasional Sebagaimana organisasi
pada
telah
dasarnya
dibahas
sebelumnya
merupakan
bahwa
keterlibatan
dan
komitmen loyalitas
ditunjukkan oleh pekerja terhadap organisasinya atau unit organisasi. Berkaitan loyalitas tersebut maka seorang pekerja akan rela untuk bekerja melebihi apa seharusnya ia kerjakan. Dalam hal ini berarti apabila pekerja memiliki komitmen organisasi tinggi, maka secara tidak langsung akan memunculkan suatu perilaku melebihi perannya (Extra role/OCB). Secara umum, Meyer, Allen, and Smith (1993) mengatakan bahwa komitmen organisasi telah dihipotesiskan berhubungan secara positif dengan tipe perilaku OCB. Mengenai komponen komitmen organisasi berpengaruh dominan terhadap OCB dapat dilihat dari sejumlah penelitian telah menilai peran komponen komitmen organisasi pada perilaku secara extra role (OCB) diantaranya adalah penelitian dilakukan oleh Meyers and Allen (1991) menyimpulkan bahwa komitmen organisasi bentuk afektif memiliki hubungan
sangat erat dengan OCB, sedangkan komitmen kontinuans
tidak berhubungan dengan OCB. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Morrison (1994), menyatakan bahwa diantara komponen komitmen organisasi (Afektif, Kontinuans, dan Normatif) memiliki pengaruh paling besar terhadap OCB adalah komitmen Afektif. Sebaliknya Al-Busaidi and Kuehn (2003) dalam penelitiannya justru menarik kesimpulan bahwa variabel paling berpengaruh terhadap OCB dibanding dengan variabel lain yang digunakan dalam penelitian adalah Kepuasan Kerja dan Komitmen Normatif. Meskipun terdapat perbedaan dalam hasil penelitian tersebut namun masing-masing menggunakan hipotesis yang sama yakni menyimpulkan bahwa komponen organisasi
diharapkan paling berpengaruh terhadap OCB adalah
komitmen Afektif.
BAB 2 STRATEGI MSDM PERHOTELAN 2.1 Pentingnya Strategi MSDM Perhotelan Perubahan lingkungan bisnis yang cepat akan mengubah peta persaingan bisnis dalam industri. Perubahan ini seringkali tidak dapat direspon dengan cepat oleh organisasi karena berbagai sebab diantaranya tidak tersedianya SDM memiliki motivasi, kemampuan tinggi dan kesadaran moral baik untuk menjalankan strategi bisnis dengan sukses. Berdasarkan kondisi tersebut manajemen hotel harus mengambil keputusan tepat dalam menyusun strategi MSDM dengan tujuan menyiapkan SDM yang memiliki motivasi, kemampuan, kesadaran moral dan komitmen tinggi dalam pekerjaannya dengan orientasi terfokus untuk mencapai tujuan strategi bisnis. Pembangunan model MAMA (Motivation, Ability, and Moral Awareness), kepuasan dan komitmen SDM dalam organisasi melalui strategistrategi MSDM menjadi faktor penting dalam menunjang keberhasilan strategi bisnis SDM memiliki MAMA dan komitmen tinggi dalam mengimplementasikan
praktek-praktek
fungsi
MSDM
yang
mampu
menyediakan orang-orang terbaik dan menempatkan mereka pada job yang tepat. Inti dari strategi MSDM dalam hal ini, bagaimana orang-orang dalam organisasi mampu memberikan kontribusi maksimal mendukung pencapaian tujuan-tujuan strategik organisasi melalui implementasi strategi bisnis yang dijalankan. SDM dengan motivasi, kapasitas kemampuan, kesadaran moral dan komitmen tinggi untuk menjalankan tugas, kewajiban dan tanggungjawab secara profesional, dapat diandalkan menjadi tulang punggung organisasi dan merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif bagi hotel. Organisasiorganisasi memiliki orientasi dan meletakkan prioritas pada strategi SDM selalu berpedoman pada strategi bisnisnya akan memiliki kekuatan untuk menjadi menjadi organisasi memiliki keunggulan berkelanjutan.
Adapun konsep pemikiran tersebut dapat dilihat dari dua faktor : Pertama, tujuan bisnis secara strategik harus selalu dipertimbangkan keterkaitannya dengan strategi-strategi MSDM. Pemikiran ini didasarkan strategi-strategi MSDM sebagai bagian dari keseluruhan strategi bisnis dirumuskan dan dilaksanakan bersama-sama dalam konteks keseluruhan strategi pada tingkat fungsional yaitu strategi-strategi marketing, keuangan, produksi, dan fungsi-fungsi lain perusahaan dalam satu framework. Kedua, apapun bisnis dijalankan jika memiliki SDM berkinerja tinggi tersebut bisnis tersebut akan berhasil. SDM berkinerja tinggi dalam organisasi mampu menjalankan semua tugas, kewajiban dan tanggung jawab tertetra dalam deskripsi jabatan diembannya. SDM tepat pada tempat tepat dan waktu yang tepat adalah prinsip-prinsip harus dipertahankan. Disamping itu diperlukan SDM mampu dan mau mengerjakan tugastugas ekstra role (diluar tugas formal, kewajiban dan tanggung jawabnya), tidak menerima reward dan selalu berorientasi untuk kepentingan organisasi. Tanggung jawab dari departemen SDM dalam hal ini, bersama-sama dengan manajer hotel yang lain adalah, mempersiapkan dan mengembangkan orang-orang dalam organisasi agar memiliki MAMA (Motivation, Ability and Moral Awareness), kepuasan dan komitemen tinggi untuk mendukung implementasi strategi bisnis. Dengan merumuskan pilihan strategi SDM yang tepat dan sesuai diharapkan strategi bisnisnya dapat tercapai. 2.2 Pedoman Dasar Dalam Penyusunan Strategi MSDM Perhotelan Strategi MSDM merupakan rencana mengintegrasikan fungsi-fungsi MSDM dengan menciptakan suatu proses penuangan dan memanfaatkan peluang-peluang dari konsep strategi bisnis ke kemampuan organisasi untuk menyediakan SDM memiliki MAMA, kepuasan dan komitmen tinggi dalam menjalankan strategi bisnis tersebut. Berdasarkan level organisasi, strategi-strategi yang digunakan organisasi dibedakan menjadi tiga level strategi yaitu: strategi korporat, strategi bisnis dan strategi fungsional. Strategi korporat (corporate strategy)
di susun sebagai arah jangka panjang bagi keseluruhan hotel yaitu hotel memiliki beberapa kegiatan bisnis atau multiple product (multibusiness enterprise). Strategi bisnis adalah strategi disusun oleh kegiatan unit bisnis korporat (single business unit). Dalam hal hotel terdiri dari hanya satu unit bisnis, maka strategi korporat sama dengan strategi bisnis. Sedangkan strategi fungsional adalah strategi pada level kegiatan operasional spesifik seperti strategi SDM, strategi marketing, strategi keuangan, strategi produksi, dan strategi sistem informasi. Pedoman dasar dibutuhkan dalam penyusunan strategi MSDM, yaitu: (1) Mengetahui karakter dan kualifikasi yang diperlukan sesuai dengan lingkup pekerjaannya (2) Strategi pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia (3) Kondisi SDM (4) Lingkungan kerja. Pertama, setiap aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan bisnis strategik, hanya dapat dilakukan sumber daya manusia memiliki karakteristik dan kualifikasi kerja tertentu dibutuhkan sesuai dengan jenis usaha dan tujuan bisnis strategik. Keberhasilan dalam menentapkan kriteria karakteristik dan kualifikasi SDM akan sangat tergantung dari perencanaan SDM meliputi job analysis dan job description, dimana digunakan sebagai pedoman dasar dalam menyusun strategi recruitment dan strategi pemutusan hubungan kerja/job redesign. Kedua,
kemampuan
menetapkan
strategi
pemeliharaan
dan
pengembangan SDM sehingga dapat menghasilkan dan memiliki SDM berkinerja tinggi. Strategi MSDM tidak semata-mata berpedoman pada karakteristik dan kualifikasi pekerjaan dimana digunakan sebagai pedoman dasar dalam menyusun strategi MSDM, tetapi harus dipadukan dengan strategi pemeliharaan dan pengembangan
SDM,
meliputi strategi
membangun motivasi, strategi membangun kemampuan, strategi membangun kesadaran moral, strategi membangun kepuasan kerja, strategi meningkatkan komitmen dengan tujuan utama dapat membangun perilaku organizational citizenship dari tiap karyawan.
Ketiga, dalam menentapkan strategi MSDM akan dipengaruhi kondisi SDM, bersangkutan meliputi tingkat motivasi, kemampuan, moralitas dan komitmen yang terlibat langsung dalam pencapaian tujuan strategik. Dengan mengetahui kondisi SDM, maka manajemen hotel dapat menentukan arah strategi MSDM, apakah akan menitik beratkan pada strategi pengembangan SDM, strategi recruitment, strategi pemutusan hubungan kerja atau job redesign strategic. Keempat, dalam menetapkan strategi MSDM akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan kerja. Keberhasilan dalam mengimplementasikan strategi MSDM akan tergantung dari suasana kerja karena memegang peranan penting untuk menciptakan linkungan kerja harmonis antar karyawan maupun karyawan dengan atasannya. Jika timbul masalah dalam implementasi strategi SDM maka dalam kondisi suasana kerja baik semua permasalahan tentu akan lebih mudah dipecahkan.
2.3 Hubungan Strategi Bisnis Dengan Strategi MSDM Perhotelan Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik pada hotel merupakan bagian integral dari Manajemen Strategik bisnis perhotelan karena tidak akan ada program manajemen strategik yang efektif tanpa manajemen sumber daya manusia. Sedangkan manajemen strategis bisnis perhotelan berpusat pada orang-orang (human centered) dan dipengaruhi oleh nilai-nilai serta budaya organisasi. Pada dasarnya perumusan strategi-strategi MSDM perhotelan terkait dengan proses perumusan strategi bisnis perhotelan dalam konteks pencapaian tujuan strategis. Melalui praktek-praktek MSDM seperti desain jabatan, staffing, pelatihan, pengembangan, penilaian dan kompensasi diharapkan dapat menciptakan SDM memiliki motivasi, kemampuan, kesadaran moral dan komitmen tinggi untuk mendukung implementasi strategi bisnis. Berdasarkan nilai-nilai dikembangkan dalam organisasi diharapkan orang-orang dalam organisasi akan berperilaku sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis yang dikembangkan.
Pilihan-pilihan strategi MSDM yang diterapkan akan tergantung pada strategi manajemen bisnis yang dijalankan. Mungkin saja terjadi pilihanpilihan kombinasi karena seringkah juga manajemen hotel menghadapi situasi dan kondisi mendorong manajemen tidak melakukan pilihan-pilihan secara absolut. Dari uraian di muka tentang kaitan antara strategi manajemen bisnis dan strategi MSDM, secara konkret dapat dijelaskan bahwa pada hakekatnya strategi MSDM yang diterapkan,manajemen hotel harus mengacu pada strategi tingkat korporat. Dengan demikian, fokus dari strategi MSDM harus konsisten berdasarkan strategi manajemen bisnis pada tingkat korporat seperti ditunjukkan oleh tabel 2.1 Tebel 2.1 Hubungan strategi manajemen bisnis dan strategi MSDM N Strategi Bisnis o 1 Konsentrasi/ Stability
2 Pertumbuhan/ Expansion
3 Pencintaan Usaha/ Restrukturisasi
4 Kombinasi
Fokus
Strategi MSDM
Fokus
Pengawasan biaya Market share Kombinasi
Pemeliharaan dan pengembangan SDM
Inovasi dan diferensiasi produk Ekspansi pasar Kembali ke core business (bisnis inti)
Recruitment SDM
Perilaku organizational citizenship pendekatan model MAMA, kepuasan dan komitmen Kinerja tinggi Perencanaan SDM (analisis beban kerja, jabatan dan uraian pekerjaan)
Pusat-pusat kinerja
Kombinasi
Pengurangan SDM
Pensiun awal Pemutusan hubungan kerja Mempertahankan karyawan inti Perilaku, kinerja Perencanaan SDM Pemutusan hubungan kerja
2.4 Jenis-Jenis Strategi Manajemen Bisnis Berdasarkan Fred A. David (2001) strategi induk/Criand strategies dapat dibedakan menjadi menjadi : 1. Komentrasi/stability 2. Pertumbuhan/ekspansion 3. Penciutan usaha/restrukturisasi 4. Kombinasi/combination 1. Strategi komentrasi/stability Apabila terdapat kekuatan internal/strength kondisi semakin baik dan kelemahan internal/weakness dapat dikendalikan serta lingkungan eksternal berupa peluang/opportunity dan ancaman/threat tidak terdapat kesenjangan berarti. Faktor IPOLEKSOSBUD Hankam cukup terkendali, persaingan tidak ketat, pasokan berjalan lancar, organisasi buruh dan ekonomi global tidak bergejolak, maka strategi komentrasi/stability cenderung dipilih. Hotel menggunakan strategi konsentrasi, mempunyai tiga pilihan yaitu, biaya rendah (Law cost producer), mempertahankan atau meningkatkan market share dan kombinasi dari keduanya. Hotel menggunakan strategi biaya rendah atau kombinasi berupaya mempertahankan pasar dan berkompetisi dengan cara meningkatkan efisiensi dengan melakukan pengendalian biaya dan mempertahankan kualitas. Strategi MSDM yang dipertimbangkan untuk mendukung strategi ini umumnya terfokus pada strategi pemeliharan dan pengembangan. Hotel berupaya mempertahankan orang-orang yang ada dalam organisasi dan melakukan peningkatan kemampuan
terus
pengembangan
menerus
melalui
kualitas
program pemeliharaan dan
SDM yang intensif, melalui implementasi strategi
menggunakan pendekatan model MAMA, kepuasan dan komitmen
tinggi, dengan tujuan untuk menghasilkan SDM memiliki perilaku organizational citizenship
Perilaku ini sangat dibutuhkan oleh
perusahaan jasa seperti jasa perhotelan. Kemampuan karyawan cenderung dikembangkan kearah multiskill. Perencanaan SDM umumnya lebih terfokus pada suksesi daripada penggantian. Sistem penilaian, biasanya ditekankan pada perilaku. 2. Strategi Pertumbuhan/Ekspansion Apabila terdapat peluang lingkungan eksternal cukup besar dan memiliki kekuatan internal/strength cukup besar. Kinerja penjualan, keuangan produksi dan suasana kerja SDM kondusif dimana berpotensi besar untuk meraih opportunity tersebut, maka alternatif strategi pertumbuhan/ekspansion cenderung dipilih. Strategi pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Strategi Pertumbuhan Internal Strategi
pertumbuhan
internal
(internal
growth
strategy/IGS), memfokuskan pada inovasi, pengembangan produk, perluasan pasar atau melakukan joint venture dengan hotel lain. Salah satu bentuk strategi ini adalah persaingan melalui deferensiasi produk. Untuk mendukung implementasi strategi ini, departemen
SDM
melakukan
upaya
yang
terfokus
pada
recruitment. Artinya, kebutuhan SDM profesional cenderung dipenuhi dengan melakukan pencarian SDM yang well trained atau siap pakai ("Buy" strategy). Pelatihan yang dilakukan bersifat on the job. Pengembangan karir tidak bersifat linear tetapi cenderung bersilang (cross career path). Sistem penilaian kinerja biasanya berorientasi pada hasil. b. Strategi Pertumbuhan Eksternal Strategi pertumbuhan eksternal (external growth strategy/ EGS), salah satu bentuknya adalah merger atau akuisisi. Implikasi strategi ini terhadap strategi MSDM adalah, manajemen mungkin
melakukan pengurangan karyawan (retrenchment) atau paling tidak melakukan passive recruitment. Dalam kondisi ini sangat mungkin terjadi pergantian (replacement), melalui strategi job redesign dalam bentuk rotasi dan promosi. 3. Strategi restrukturisasi/penciutan usaha Apabila terdapat ancaman lingkungan eksternal/threat semakin besar dan sulit untuk diprediksi resikonya. Perusahaan tidak memiliki kekuatan internal untuk menangkalnya, berarti perusahaan memiliki kelemahan/weakness. Beberapa alternatif pemecahan sudah dilakukan tapi belum berhasil malahan kondisinya semakin memburuk, maka strategi menstrukturisasi/penciutan ucaha cenderung dipilih. Restrukturisasi adalah perubahan komposisi bisnis perusahaan dan/atau struktur keuangan. Banyak restrukturisasi menghasilkan perampingan dan pelepasan bisnis. Pemicu utama restrukturisasi adalah kinerja buruk, sekaligus koreksi terhadap overdiversifikasi. Strategi ini tidak hanya sulit bagi perusahaan tetapi untuk masyarakat
sekitar
perusahaan
beroperasi
banyak
kehilangan
pekerjaannya. Masalah lainnya adalah masyarakat juga akan kehilangan peluang bisnisnya mulai peluang usaha akomodasi, transportasi dan peluang usaha lainnya, karena efek multiplier ditimbulkannya. Terdapat
beberapa
model
implementasi
dari
strategi
restrukturisasi, sebagai berikut : a. Downsizing Downsizing adalah pengurangan jumlah karyawan, kadang jumlah unit operasi, namun dengan atau tanpa mengubah komposisi bisnis dalam portfolio perusahaan. Tujuan dowsizing adalah untuk menjadikan perusahaan lebih ramping dan fleksibel dengan sasaran untuk
mengurangi
biaya,
meningkatkan
produktivitas
dan
meningkatkan keunggulan bersaing. Tetapi dari hasil penelitian
yang dipublikasikan oleh wall street journal menunjukkan bahwa banyak perusahaan melakukan downsizing tidak berhasil. Malahan, dowsizing mengandung dampak yang tidak diinginkan dan konsekuensi negatif. Misalnya, dowsizing sering menimbulkan keadaan problematis karena korporasi tidak memiliki kendali total terhadap karyawan yang tinggal dan mencari posisi baru di perusahaan lain. Sering karyawan berkinerja tinggi memanfaatkan keuntungan pembayaran tunjangan pemutusan hubung kerja karena mereka mempunya pilihan pekerjaan lain. b. Downscoping Downscoping adalah pelepasan, pengecilan, atau penghapusan bisnis
tidak
berkaitan
dengan
bisnis
utama
perusahaan.
Downscoping sering juga disebut sebagai pemfokusan ulang secara strategis
bisnis
inti
perusahaan.
Perusahaan
melakukan
downscoping sering juga diikuti dengan tindakan pengurangan jumlah tenaga kerja. Akan tetapi, downscoping tidak mengeluarkan karyawan kunci dari bisnis utamanya, sehingga tidak kehilangan kompetensi Intinya. Perusahaan mengurangi tenaga kerjanya dengan menghapus beberapa bisnis dalam portfolionya. Setelah ukuran perusahaan mengecil tim manajemen puncak bisa mengelola perusahaah dengan lebih efektif Dengan demikian, tim manajemen puncak bisa memahami dan mengelola bisnis yang masih ada dengan lebih baik, terutama bisnis utama dan bisnis terkait lainnya. Perusahaan berhasil melakukan downscoping dengan kebijakan melepaskan
beberapa
bisnis
operasinya
dengan
kebijakan
melepaskan beberapa bisnis operasinya relatif kecil. Alasan utama dalam mengambil kebijakan tersebut adalah bahwa bisnis operasi relatif kecil tetap membutuhkan sejumlah sumber daya berupa modal, SDM dan pengelolaan manajemen dalam operasional
kegiatan bisnisnya dengan kondisi return kecil dan resiko tinggi. Perusahaan tetap fokus pada bisnis utamanya, namun memperluas pasarnya melalui pengembangan internal dengan memperbaiki peluang perluasan dan kinerjanya melalui pemfokusan waktu, tugas dan sumber daya perusahaan untuk bisnis utamanya. c. Leveraged Buyouts Leveraged Buyouts (LBO) adalah restrukturisasi di mana manajer perusahaan dan/atau pihak eksternal membeli seluruh aset bisnis, biasanya dibiayai dengan hutang, dan membuatnya menjadi perusahaan pribadi. Perusahaan di beli oleh beberapa pemilik, terutama dengan melakukan pinjaman, dan saham tidak lagi diperdagangkan di bursa. Bentuk retrukturisasi ini diprediksi oleh para ahli keuangan terkemuka menjadi bentuk perusahaan masa depan. Sering pemilik baru dari perusahaan LBO juga menjual, sejumlah besar asset perusahaan dan dengan demikian, melakukan downscoping. Beberapa asset dijual untuk membantu mengurangi biaya hutang. Selain itu, pemilik baru biasanya ingin meningkatkan efisiensi perusahaan dan
menjual asset tersebut dalam periode
lima sampai delapan tahun (Fred A. David,2001). Meskipun
diakui
restrukturisasi
sebagai
inovasi
yang
signifikan
dalam
perusahaan, leveraged buyout juga mengandung
beberapa kelemahan. Pertama, hutang-yang besar menambah risiko keuangan perusahaan, dan perusahaan menghadapi masalah serius pada arus kas selama masa resesi dan gagal membayar kembali biaya
hutang-hutangnya,
sebagaimana
disyaratkan
dalam
perjanjiannya. Kedua, keinginan pemilik meningkatkan efisiensi perusahaan dan menjualnya dalam lima hingga delapan tahun kadang menciptakan fokus
manajerial
sifatnya
jangka
pendek
dan
cenderung
menghindari risiko. Akibatnya, banyak perusahaan seperti ini gagal melakukan investasi dan melakukan tindakan-tindakan penting
lainnya dirancang untuk mempertahankan atau memperbaiki kinerja utama perusahaan. Ketiga, dalam jangka waktu pendek pengaruh negatif terhadap daya saing strategis perusahaan berhubungan dengan pesaing domestik dan internasional. LBO sangat tepat untuk perusahaan-perusahaan sudah lama berdiri dan produk sudah lama dikenal tapi
tidak efisien dan tidak
membutuhkan investasi besar dalam penelitian dan pengembangan ataupun investasi bertujuan untuk mempertahankan daya saing strategis. Dalam hal ini, perbaikan efisiensi operasi bisa memperbaiki kinerja perusahaan, dan orientasi jangka pendek sedikit terhambat karena penelitian dan pengembangan tidak begitu penting bagi industri produk sudah lama dikenal dan memiliki konsumen loyal. d. Retrukturisasi dan Hasil Pedoman dasar digunakan untuk menilai keberhasilan dari strategi restrukturisasi
adalah
apabila
implementasi
kebijakan
restrukturisaso memudahkan manajemen puncak meraih kembali strategis operasi. Pengurangan investasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi operasional. Investasi terlalu lebar (Broad Investment) dilakukan oleh para konglomerat misalnya sangat rentan terhadap resiko. Adapun alternatif restrukturisasi dari hasil jangka pedek dan panjang dapat disajikan dalam gambar 2.1
Alternatif strategi restrukturisasi Downsizing
Implementasi strategi
Pengurangan jumlah karyawan dan unit operasi
Hasil jangka pendek
Hasil jangka panjang
Pengurangan biaya tenaga kerja
Kehilangan SDM potensial
Pengurangan biaya hutang Downscoping
Pelepasan dan pengapusan bisnis tidak terkait dengan bisnis utama
Leveraged Buyouts (LBO)
Penekanan pada pengendalian strategi
Eksternal membeli seluruh assets bisnis dan sebagian besar sumber pembiayaan dari hutang
Kinerja lebih rendah
Kinerja lebih tinggi
Biaya hutang tinggi
Resiko lebih tinggi
Gambar 2.1 Restrukturisasi dan hasil 4. Strategi Kombinasi Strategi kombinasi dilakukan pada perusahaan multinasional memiliki berbagai macam unit usaha dimanca negara dengan lingkungan internal dan eksternal dengan kondisi multi kompleks. Ada unit usaha lingkungan internal berjalan baik dan lingkungan eksternal tidak menunjukkan adanya kendala tentunya akan berbeda strateginya apabila unit usaha lingkungan internal bermasalah dan peluang lingkungan eksternal juga mengalami tekanan. Strategi kombinasi diambil tergantung dari faktor lingkungan internal dan lingkungan eksternal, juga strategi ini diambil apabila terjadi transisi perubahan business cycle misalnya dari Prosperity ke receasion/resesi.
Faktor-faktor mempengaruhi pengambilan keputusan strategik dipengaruhi, pertama kondisi lingkungan internal dan eksternal, kedua product life cycle (PLC)/situasi produk dapat disajikan pada tabel 2.2 Tabel 2.2 Faktor-faktor mempengaruhi pengambilan keputusan strategi No Faktor-faktor mempengaruhi
Kondisi
1
1. Lingkungan internal, perusahaan masih berjalan baik/tidak bermasalah 2. Lingkungan eksternal tidak menunjukkan kendala berarti dengan peluang/opportunity tidak berarti
Lingkungan Internal 1. Sumber daya 2. Budaya perusahaan 3. Struktur organisasi Lingkungan eksternal 1. Societal envoironment 2. Task environment
2
SDA
3
SDA
1. Memiliki kekuatan internal cukup besar dengan kinerja tinggi 2. Peluang lingkungan eksternal cukup besar, seperti peluang pasar, persaingan ketat, organisasi buruh kondusif dan situasi ekonomi tumbuh baik 1. Lingkungan internal perusahaan bermasalah : penjualan menurun dengan biaya meningkat sehingga margin laba rendah 2. Peluang lingkungan eksternal cukup
Product life cycle (PLC)/situasi produk Produk/jasa ada dalam taraf maturity
Kecendrungan keputusan strategi
Produk/jasa pada taraf growth/ tumbuh
Ekspansion
Produk/jasa pada taraf decline
Restrukturisasi/ pencintaan usaha
Konsentrasi/ stability
besar, kemungkinan laba lebih besar dibidang lain 4
SDA
1. Terjadi pada multi unit usaha 2. Masa transisi perubahan Business cycle/dari prosperity ke receasion
Produk/jasa pada taraf berbeda PLC
Combination
BAB 3 PERILAKU ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP 3.1 Arti dan Pentingnya Perilaku Organizational Citizenship Kualitas perilaku ditunjukkan oleh karyawan atau anggota organisasi didalamnya akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja sebuah organisasi. Peningkatan kinerja sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan atau anggota organisasi didalamnya, dimana perilaku ini diharapkan tidak hanya berkaitan dengan kualitas pelaksanaan atas tugas-tugas yang telah ditetapkan (in-role) namun lebih dari itu juga perilaku yang bersifat ekstra-role atau yang tidak digariskan dalam job description organisasi namun mampu memberikan kontribusi positif bagi efisiensi dan efektifitas organisasi. Banyak peneliti yang memiliki istilah berbeda dalam menyebut OCB. Menurut Puffer (1987), menyebutkan OCB sebagai prosocial behavior, sedangkan menurut Pearce and Greggerson (1991), menyebutkan OCB sebagai extra role behavior, dan yang terbanyak menyebutnya sebagai OCB (Organizational citizenship Behavior). Namun demikian semuanya mengarah pada satu pengertian sama yaitu pada suatu perilaku kerja bekerja tidak hanya pada apa menjadi tugasnya (in-role) tapi juga mampu dan mau bekerja diluar tugas pokoknya (extra role) tidak secara langsung mendapatkan kompensasi pada sistem penghargaan atau penggajian formal. Pearce (1991), OCB adalah sifat mementingkan kepentingan orang lain ditunjukkan dengan tindakan-tindakan tidak terpusat pada diri sendiri, namun selalu berorientasi bagi kepentingan organisasi. Organ (1988) mendefinisikan OCB sebagai perilaku yang diputuskan secara bebas tidak secara langsung atau eksplisit diakui dengan penghargaan formal, dan perilaku ini berdampak meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi. OCB merefleksikan ciri karyawan berperilaku penuh perhatian, empati, kooperatif tenggang rasa dan fokus terhadap pekerjaan Senada dengan itu, menurut Benstock et al. (2003) bahwa OCB merupakan perilaku karyawan
yang tidak dipersyaratkan secara formal oleh pihak manajemen dan dalam penilaian kinerja karyawan, namun keberadaannya mampu meningkatkan fungsi organisasi, kondisi ini bisa terjadi karena lebih didasarkan atas adanya kebebasan menerima dalam berkreasi dan berinisiatif. William and Anderson (1991) bahwa OCB merupakan perilaku pekerja yang melebihi tugas formalnya dan memberikan kontribusi pada keefektifan organisasi. Menurut Al-Busaidi and Kuehn (2002), Organizational citizenship behavior (OCB) mencakup perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan digolongkan sebagai peran ekstra dan tidak secara formal ditetapkan atau diberikan oleh organisasi, Dari definisi diatas dapat ditarik beberapa pokok pikiran penting tentang OCB. yaitu: 1. Tindakan kooperatif, toleran, dan bekerja berorientasi tidak untuk kepentingan diri sendiri namun untuk lembaga (rekan kerja, kelompok atau organisasi). 2. Bekerja di luar tugas pokok/extra role dan tidak diperintahkan secara formal. 3. Tidak diakui dengan kompensasi atau penghargaan formal. Perbedaan yang mendasar antara in-role dan extra-role adalah pada reward. Pada in role biasanya dihubungkan dengan reward dan sanksi (hukuman) sedangkan pada extra-role biasanya terbebas dan reward atau tidak diorganisir dalam reward yang akan mereka terima, Morrison (1994). Kebijakan membangun MAMA (motivation, ability and moral awareness), kepuasaan dan komitmen karyawan akan mempengaruhi positif terhadap perilaku karyawan tidak hanya bekerja sesuai dengan apa yang tertera dalam kontrak kerja (In-role), akan tetapi diharapkan mampu untuk bekerja melebihi apa yang seharusnya dilakukan (Extra-role) atau sering dinamakan sebagai organizational citizenship Behavior (OCB). OCB juga disebut The Extra Role Behavior (Pearce and Gregersen, 1991) merupakan salah satu kategori yang penting bagi efektifitas organisasi. Katz; pada Konovsky and Pugh (1994) yang mengidentifikasikan adanya tiga kategori
perilaku; pertama, individu harus masuk ke dalam dan tinggal di dalam suatu organisasi; kedua mereka harus menyelesaikan peran khusus dalam suatu pekerjaan tertentu; dan ketiga mereka harus terikat pada aktifitas yang inovatif dan spontan melebihi persepsi perannya. Kategori yang terakhir itulah yang sering disebut sebagai Organizational Citizenship Behavior (OCB). Dengan adanya perilaku organizational citizenship tersebut diharapkan akan mencetus ide-ide kreatif dan inovatif sehingga mampu memberikan pelayanan maksimal bagi para wisatawan dan terakumulasi positif terhadap peningkatan citra hotel. Konsep pengembangan sumber daya manusia adalah dengan menjaga keseimbangan antara kebutuhan karyawan dengan kebutuhan perusahaan. Terpenuhinya kebutuhan karyawan berpengaruh pada MAMA (motivation, ability and moral awareness) dan kepuasan kerja karyawan. MAMA dan kepuasan yang muncul akibat telah terpenuhinya kebutuhan karyawan menyebabkan karyawan memiliki komitmen kuat terhadap organisasi tersebut. Konsep ini apabila diimplementasikan secara simultan tidak parsial, kontinyu akan menumbuhkan perilaku organizational citizenship menjadi sangat dibutuhkan saat ini. Terdapat beberapa alasan mengapa perilaku ini begitu penting untuk dimunculkan karena memicu beberapa perilaku konkrit, yaitu : tindakan menjaga kekayaan organisasi secara bersama-sama, munculnya pendapat konstruktif untuk mengembangkan organisasi, adanya kemauan untuk mengembangkan keterampilan dan tanggungjawab pribadi, menciptakan iklim yang baik dalam organisasi, dan mengembangkan aktivitas yang koperatif (Katz, pada Konovsky and Pugh, 1994). Membangun perilaku Organizational Citizenship (OCB) yang kuat, perusahaan harus memfokuskan pada strategi pengembangan sumber daya manusia tidak hanya dapat meningkatkan pada kepuasan yang dirasakan karyawan, tetapi lebih daripada itu MAMA (motivasi, ability and moral awareness) dan komitmen karyawan merupakan faktor pendorong dominan dalam membangun perilaku organizational citizenship.
3.2 Dimensi-Dimensi Perilaku Organizational Citizenship William and Andersen (1991) membagi OCB menjadi 2 kategori. yaitu OCBO (Organization Citizenship Behavior Organization) dan OCBI (Organization Citizenship Behavior Individu). OCBO adalah perilakuperilaku yang memberikan manfaat bagi organisasi pada umumnya, misalnya kehadiran di tempat kerja melebihi normal yang berlaku dan mentaati peraturan-peraturan formal yang ditetapkan untuk memelihara ketertiban OCBI merupakan perilaku-perilaku yang secara langsung memberikan manfaat bagi individu itu sendiri dan secara tidak langsung juga memberikan kontribusi kepada organisasi, misalnya membantu rekannya yang tidak masuk kerja dan mempunyai perhatian personal pada karyawan lain : Bienstock et al. (2003) mengembangkan skala ukur perilaku organizational citizenship mencakup 8 butir pernyataan, yang bersumber dan merefleksikan tiga dimensi, perilaku Organizational citizenship sebagaimana model yang mereka kembangkan. Adapun tiga dimensi OCB pada masingmasing dimensi mencakup perilaku-perilaku sebagai berikut: a. Organizational
participation,
perilaku
yang
dicirikan
dengan
keterlibatannya dalam penyelenggaraan organisasi. 1) Selalu menghadiri setiap pertemuan yang diadakan oleh organisasi (kecuali, jika tidak diminta atau dipersyaratkan hadir) 2) Mengembangkan ide secara kreatif dan selalu berbagi ide dengan yang lain. 3) Melindungi dan menjaga informasi tentang peristiwa-peristiwa organisasional. b. Organizational obedience, adalah karakteristik perilaku yang mengakui dan menerima berbagai nilai dan norma organisasi, serta seperangkat aturan atau perundangan yang berlaku dalam organisasi. Termasuk didalamnya antara lain: 1) Menunjukkan sikap respect dan hormat terhadap peraturan organisasi 2) Menjalankan tugas-tugas dengan taat terhadap nilai dan norma organisasi. 3) Sikap bertanggung jawab atas sumber-sumber daya organisasi
c. Organizational loyalty, adalah loyalitas yang diberikan sepenuhnya kepada organisasi, yang berhadapan dengan loyalitas pada diri sendiri, individu dan unit lain dalam organisasi. Kategori ini ditunjukkan dengan perilaku: 1) Meningkatkan reputasi organisasi 2) Menunjukkan sikap toleran, bekerja sama dan saling mendukung dengan yang lain untuk mewujudkan tujuan atau kepentingan organisasi. Castro et al. (2004) menyebutkan tiga kategori dari OCB, yaitu : pertama suatu tipe perilaku yang melebihi dari apa yang secara formal ditentukan oleh pihak organisasi, kedua, perilaku mawas diri dan dalam berinteraksi dengan anggota organisasi, dan ketiga, perilaku yang berorientasi bagi keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Lebih rinci ketiga kategori OCB tersebut mencakup 6 dimensi sebagai berikut : a. Altruism, yaitu kemauan untuk membantu ketika rekan kerja membutuhkan bantuan. b. Respect, menerima dan menghormati segala peraturan dan kebijakan perusahaan. c. Sportive, jika terjadi kegagalan team bersedia untuk ikut menanggung kegagalan tersebut. d. Voluntary,
yaitu
kesanggupan
melakukan
extra
job
untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan. e. Avoidance, yaitu berusaha untuk menghindari konflik yang tidak perlu. f. Virtuous, selalu sopan, mau memahami dan berempati pada orang lain. Organ (1988); pada Dumler and Schnake (1997) menyebutkan beberapa dimensi dari OCB yaitu: 1. Altruism, yaitu mengutamakan kepentingan orang lain, misalnya dengan membantu rekan kerja dalam suatu tugas.
2. Conscientiousness yang berarti bahwa seorang karyawan mempunyai perilaku cermat dan teliti sehingga kinerjanya diatas standar minimum yang diisyaratkan, misalnya bekerja dengan teliti dan menggunakan waktu kerja yang ada dengan efisien dan efektif. 3. Civic virtue yaitu perilaku karyawan selalu berorientasi dan mengutamakan kepentingan organisasi diatas kepentingan individu maupun kelompok. 4. Sportsmanship yaitu mengindikasikan perilaku santun, terbuka dan sportif, misalnya menghindari konflik tidak perlu, mengambil hikmah dari kejadian buruk dan tidak memperbesar persoalan kecil. 5. Courtesy, yaitu suka menghormati dan berempati pada orang lain. Berdasarkan pada pengertian dan juga pendapat beberapa ahli tentang OCB, maka pengukuran dalam variable OCB akan menggunakan 5 dimensi yang dipakai oleh Podsakoff and MacKenzie (1989) pada Deckop, Mangel, and Cirka (1999) dan telah digunakan oleh Al-Busaidi and Kuehn (2002), William and Anderson (1991) dan Wijaya (2002). Selanjutnya 5 indikator tersebut dijabarkan yang mencakup 9 butir pernyataan sebagai berikut: Tabel 2.6. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR QUESTIONNAIRE INDIKATOR Altruism
BUTIR PERNYATAAN
1. Saya membantu dengan ikhlas ketika rekan kerja mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugasnya dan membutuhkan bantuan Conscientiousness 2. Saya berusaha cermat dan teliti dalam melaksanakan tugas dan mengerjakan tugas lebih baik dan yang diharapkan. Civic virtue 3. Saya bersedia ikut bertanggung jawab jika ada/terjadi kegagalan dalam kerja team 4. Saya bersedia untuk melakukan tugas extra walaupun diluar tugas pokok dan tidak ada reward. Sportsmanship 5. Saya berusaha menciptakan suasana kerja yang kondusif dan kekeluargaan untuk menghindari konflik tidak perlu dalam organisasi ini.
INDIKATOR
6. Saya tidak suka memperbesar persoalan kecil yang terjadi dalam pekerjaan 7. Saya bekerja dilandasi pikiran positif dan etikad baik dan mengambil hikmah dari suatu kejadian buruk, 8. Saya menerima dan menghormati peraturan dan kebijakan organisasi 9. Saya tetap santun, dan berempati pada orang lain, walaupun saat dikritik
Courtesy
3.3 Penelitian
BUTIR PERNYATAAN
Terdahulu
Terkait
Dengan
Perilaku
Organizational
Citizenship Penelitian berkaitan dengan variabel terikat/dependent Organizational citizenship Behavior (OCB) sebenarnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu meskipun dengan obyek yang secara substansi berbeda, sebagai berikut : 1. Al-Busaidi and Kuehn (2002) Penelitian yang dilakukan oleh Al-Busaidi and Kuehn (2002) dengan judul “Citizenship Behavior la-Non Western Context : An Examination of the role of satisfactions Commitment and Job Characteristics On Self-Reported OCB. Penelitian ini mencoba menemukan pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel kepuasan kerja, komitmen
organisasi
dan
karakteristik
kerja
terhadap
perilaku
Organizational Citizenship (OCB) pada Organisasi publik dan sektor swasta di kesultanan Oman, dimana dalam hal ini variabel OCB diukur dengan menggunakan dimensi Altruism, Civic Virtue, Courtesy, Sportsmanship dan Conscientiousness : Variabel karakteristik pekerjaan diukur dengan item-item versi Hackman and Oldham; Variabel komitmen organisasi diukur dengan menggunakan 24 item dari Meyer and Alien (1990) yang semuanya mencerminkan komponen Affective Commitment, Continuance Commitment, dan Normatif Commitment. Dengan mengambil sampel sebanyak 53 responden dan dengan
menggunakan teknik analisis regresi penelitian ini menyimpulkan bahwa kepuasan kerja dan komitmen yang dalam hal ini adalah komitmen normatif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB sedangkan komitmen afektif dan continuous pengaruhnya sangat lemah, adapun karakteristik pekerjaan justru tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB. 2. Utomo (2001) Penelitian yang dilakukan oleh Utomo (2001) dengan judul “Kecenderungan Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional, dan hubungannya dengan OCB, Komitmen dan Kepuasan kerja (studi pada kantor Pemerintah daerah Tk. II Kabupaten Kebumen Jawa Tengah)”. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan yang terjadi antara
gaya
kepemimpinan
transformasional
dan
Transaksional,
komitmen organisasi dan kepuasan kerja dengan OCB. Dalam penelitian yang menggunakan alat analisis Structural Equation Modeling (SEM) ini peneliti menarik beberapa kesimpulan yang diantaranya adalah peneliti menemukan sebuah hubungan yang positif dan signifikan antara komitmen organisasi dengan OCB di lingkungan kantor. Pemerintah daerah Tk. II Kabupaten Kebumen Jawa Tengah), sedangkan kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan. 3. Su-Fen Chin and Hsio – Lan Chen (2005) Penelitian yang dilakukan berjudul Relationship Between Job Characteristics
and
Organizational
Citizenship
Behavior:
The
Meditational Role of Job Satisfaction. Tujuan
penelitian
karakteristik kerja,
untuk
menganalisis
kepuasan kerja
hubungan
dan perilaku
antara
organizational
citizenship. Variabel dalam penelitian ini adalah karakteristik pekerjaan terdiri dari keragaman kerja, identitas kerja, signifikansi kerja, otonomi
dan umpan balik, kepuasan kerja terdiri dari kepuasan intrinsik dan kepuasan ekstrinsik serta perilaku organizational citizenship (OCB). Responden untuk penelitian ini diperoleh dari 24 perusahaan elektronik meliputi staf administrasi dan para insinyur. Tiga ratus quesioner dikirim ke para responden, dikembalikan data lengkap berjumlah 270 responden. Sampel terdiri atas 156 pria dan 114 wanita dengan usia rata-rata 29,9 tahun. Mayoritas (64,8%) dari partisipasi adalah belum menikah. Tingkat pendidikan lulusan S1 (41,5%) dan S2 (30,0%). Pengalaman kerja rata-rata 2,4 tahun. Hasil penelitian menunjukkan dari keragaman kerja dan signifikansi kerja memiliki hubungan signifikan dengan OCB. Sementara identitas kerja, otonomi kerja, umpan balik tidak berhubungan signifikan dengan OCB. Sedangkan kepuasan intrinsik dan kepuasan ekstrinsik berhubungan signifikan dengan OCB sebagai mediasi hubungan antara karakteristik pekerjaan dengan OCB dimana pengaruh mediasi kepuasan intrinsik lebih besar dari pada pengaruh mediasi kepuasan karyawan ekstrinsik. 4. Li Yin Sun, Samuel Aryee and Kenneth, S. Law (2007). Penelitian yang dilakukan berjudul “High performance human resources
practices,
citizenship
behavior,
and
organizational
performance: A relational perspektif”: Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pengaruh sumber daya manusia berkinerja tinggi dengan OCB dan kinerja organisasi. Pada penelitian ini OCB sebagai variabel antara / mediator yang menghubungkan variabel eksogen melalui OCB dengan outcome berupa kinerja organisasi. Penelitian dilakukan terhadap manajer SDM dan supervisor hotel, dari 12 kota provinsi timur RRC. Adapun jumlah sampel untuk manajer SDM sebanyak 81 manajer dan 405 supervisor. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah analisis statistik interclass correlation coefficient (ICC-1 dan ICC-2).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SDM berkinerja tinggi memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap OCB. Juga OCB memediasi hubungan antara SDM berkinerja tinggi dengan turn over dan produktivitas selain itu menunjukkan bahwa OCB berpengaruh signifikan terhadap produktifitas dimana korelasinya lebih besar pada hotel dengan strategi kualitas pelayanan (hotel berbintang 4 – 5) dan pada hotel dengan strategi harga rendah (hotel non bintang, bintang 1 dan 2) 5. Syihabudhin (2008) Judul
penelitian
yang
dilakukan
adalah
“Faktor
Yang
Mempengaruhi Komitmen Organizational Citizenship Behavior”. Tujuan penelitian ini adalah mengintegrasikan variabel eksogen terdiri dari variabel
budaya
perusahaan,
citra
perusahaan,
peluang
karier,
kepercayaan, gaya kepemimpinan dan karakteristik pekerjaan yang mempengaruhi komitmen dan OCB. Penelitian ini dilakukan terhadap karyawan pada usaha sektor industri ritel modern, jumlah populasi dari ritel modern di Malang sebanyak 9 ritel dengan total karyawan sebanyak 572 orang. Adapun jumlah sampel yang diambil sebanyak 200 responden dengan teknik sampling menggunakan proporsional stratified random sampling. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah structural. Equation modeling (SEM), yang dioperasikan melalui program Analysis of Moment Structure (AMOS) 4.01. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya perusahaan, citra perusahaan, peluang karier, kepercayaan, gaya kepemimpinan dan karakteristik pekerjaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen dan OCB. Namun terdapat pengaruh tidak signifikan antara kepercayaan dengan OCB.
6. Christina Esti Susanti (2009) Penelitian yang dilakukan berjudul “pengaruh kualitas pelayanan internal terhadap kepuasan kerja perawat, OCB, kualitas pelayanan episode of care, kepuasan pasien minat perilaku pasien. Pada penelitian ini OCB dan kualitas pelayanan episode of care dimodelkan sebagai variabel antara yang menghubungkan variabel prekusor/eksogen melalui OCB dan kualitas pelayanan episode of care dengan outcome berupa kepuasan pasien dan minat perilaku pasien, variabel prekusor / eksogen terdiri dari kualitas pelayanan internal variabel outcome/endogen terdiri dari kepuasan pasien dan minat perilaku pasien. Penelitian ini dilakukan terhadap perawat dan pasien pada rumah sakit tipe C di Jawa Timur dengan jumlah rumah sakit yang digunakan sebagai tempat penelitian sebanyak 13 RSUD wilayah Jawa Timur. Adapun jumlah sampel untuk perawat sebanyak 210 responden sedangkan untuk pasien diambil sebanyak 210 responden. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM), yang dioperasikan melalui program Analysis of Moment Structural (AMOS) 4.01. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat berpengaruh signifikan terhadap OCB. Namun terdapat pengaruh tidak signifikan antara OCB dengan kualitas pelayanan episode of care, juga berpengaruh tidak signifikan antara OCB dengan kepuasan pasien.
BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN 4.1 Kerangka Konseptual Penelitian Berdasarkan studi teoritik dan studi empirik, maka disusun kerangka proses berpikir seperti tertera di dalam Gambar 3.1. sebagai berikut :
Gambar 4.1 KERANGKA PROSES BERPIKIR Teori mengenai kemampuan kerja, motivasi, kesadaran moral, kepuasan, komitmen dan perilaku organizational citizenship akan menjadi pedoman dalam menyusun konsep penelitian dengan proses berpikir deduktif, karena kajian teori bersifat universal artinya berlaku umum dan dimana saja, tetapi dapat diterapkan pada kasus-kasus spesifik. Studi empirik yang menjadi referensi dalam penulisan ini merupakan hasil penelitian terdahulu. Studi empirik bersifat induktif, karena mengkaji
sesuatu bersifat khusus untuk digeneralisasi guna memperoleh kesimpulan umum. Guna membuktikan kebenaran hipotesis maka perlu dilakukan pengujian statistik sesuai dengan permasalahan penelitian, pengujian hipotesis menggunakan statistik dan dapat digunakan sebagai dasar menarik kesimpulan-kesimpulan akan menjadi hasil penelitian. Selanjutnya penelitian ini secara langsung akan menambah khasanah perbendaharaan studi empirik nantinya diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan studi teoritik. Setelah menyusun kerangka proses berpikir, maka perlu disusun kerangka konseptual menjelaskan variabel-variabel mana berkedudukan sebagai variabel eksogen, variabel intervening, dan variabel endogen/terikat. Dengan proposisi didasarkan pada studi teoritik dan studi empirik akan dijelaskan berapa banyak hipotesis harus disusun, variabel-variabel yang terkandung dalam masing-masing hipotesis dan bagaimana hubungan pengaruh antar variabelnya. Kerangka konseptual ini secara keseluruhan menggambarkan pengaruh langsung MAMA meliputi variabel motivasi (X1) terhadap komitmen (Y1) dan perilaku organizational citizenship (Y2); pengaruh langsung antara kemampuan (X2) terhadap komitmen (Y1) dan perilaku organizational citizenship (Y2); dan pengaruh langsung antara variabel kesadaran moral (X3) terhadap komitmen (Y1) dan perilaku organizational citizenship (Y2); serta pengaruh langsung variabel kepuasan (X4) terhadap komitmen (Y1) dan perilaku organizational citizenship (Y2) pengaruh langsung variabel komitmen (Y1) terhadap perilaku organizational citizenship (Y2). Menumbuhkembangkan
motivasi
karyawan
tergantung
dari
kemampuan manajemen untuk melihat kebutuhan karyawan dengan jalan memperjelas, mengurangi hambatan-hambatan dan ketidakadilan dalam memenuhi kebutuhan karyawan. Semakin tinggi motivasi seorang dalam bekerja maka akan meningkatkan semangat dan kegairahan kerja dan akan memunculkan perilaku melebihi perannya atau mau dan mampu bekerja diluar tugas pokoknya (OCB).
Kemampuan akan mendorong terbentuknya sikap diri dalam bekerja dan memandang lingkungannya lebih positif serta cenderung akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi. Rendahnya kemampuan kerja dapat dilihat dari beberapa indikator produktivitas rendah, tingkat kesalahan produk tinggi, tingginya tingkat absensi dan turn over serta pemogokan. Kondisi ini merupakan perilaku tenaga kerja dengan komitmen kerja rendah. Tingginya kemampuan akan memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi, hal ini ditandai dengan adanya loyalitas dimiliki tenaga kerja terhadap organisasi, mereka lebih termotivasi dan lebih berprestasi. Berkaitan loyalitas tersebut maka seorang pekerja akan rela untuk bekerja melebihi apa yang seharusnya ia kerjakan. Dalam hal ini berarti apabila pekerja memiliki komitmen organisasi tinggi maka secara tidak langsung akan memunculkan suatu perilaku yang melebihi perannya (Extra role OCB). Karyawan yang menerima nilai inti budaya perusahaan akan menunjukkan kesadaran moral tertanam baik bagi tiap karyawan. Karyawan dengan mudah menyerap dan memahami nilai-nilai dan norma-norma dianut perusahaan dan mengaplikasikan nilai-nilai dan norma-norma tersebut bagi dirinya dan lingkungan kerja sebagai pedoman dalam berperilaku. Lebih lanjut
karyawan
memiliki
komitmen
terhadap
perusahaannya
akan
menunjukkan kesadaran moral “baik” cenderung berprestasi lebih baik dan akan tetap mempertahankan keanggotaannya di dalam perusahaan sebagai wujud kebanggaan pada perusahaan, karena perusahaan mampu memenuhi harapan-harapannya. Karyawan yang komit berarti memiliki kesadaran moral “baik” dimana akan bersedia memberikan diri mereka dengan tulus dan merasa bertanggungjawab untuk memajukan perusahaannya. Kesadaran moral baik akan menunjukkan perilaku mentaati aturan dan norma yang ada dan melaksanakan pekerjaan dengan ikhlas dan tulus, sehingga dapat menghasilkan prestasi kerja dengan kata lain budaya perusahaan akan menanamkan kesadaran moral positif dan digunakan sebagai pedoman berperilaku dan mengarahkan karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan. Kesadaran moral positif akan mendorong tumbuhnya
komitmen tinggi terhadap organisasi, hal ini ditandai dengan adanya loyalitas karyawan terhadap organisasi, maka berdampak langsung dan akan memunculkan suatu perilaku yang melebihi perannya (Extra Role / OCB). Pengaruh kuat dari kepuasan kerja terhadap komitmen karyawan, terjadi ketika seorang karyawan mempunyai tingkat kepuasan tinggi dalam organisasi maka karyawan tersebut memiliki kepercayaan positif terhadap organisasi. Dengan adanya kepercayaan positif dan perasaan kondusif karyawan pada organisasi maka karyawan tersebut akan dapat meningkatkan komitmennya terhadap organisasi. Karyawan terpuaskan cenderung akan memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi, hal itu antara lain ditandai dengan adanya loyalitas yang dimiliki karyawan terhadap organisasi, mereka lebih termotivasi dan lebih berprestasi atau dengan kata lain bekerja lebih bersemangat dibanding karyawan tidak puas. Sebaliknya jika tingkat kepuasan kerja karyawan rendah maka komitmen mereka terhadap organisasi akan rendah, hal tersebut ditandai dengan sikap karyawan yang sering datang terlambat, tingginya tingkat absensi dan turn over, kesengajaan karyawan memperlambat kerja dan pemogokan kerja. Karyawan apabila sudah merasa terpenuhi segala kebutuhannya maka cenderung merasakan kepuasan dalam bekerja. Kepuasan kerja akan berpengaruh terhadap, sikap dalam bekerja dan memandang lingkungannya lebih positif dibandingkan karyawan tidak terpuaskan dan mengakibatkan faktor-faktor berkaitan dengan pekerjaan mereka, komitmen mereka terhadap organisasi akan berkurang. Karyawan terpuaskan dalam pekerjaan mereka kemungkinan lebih besar akan menunjukkan perilaku menguntungkan bagi organisasi dari pada karyawan tidak terpuaskan. Dalam kondisi tersebut kepuasan kerja merupakan variabel sangat konsisten untuk menjadi prekdiktor utama dari perilaku organizational citizenship. Perilaku karyawan akan ditentukan oleh bagaimana sikap karyawan tersebut pada lingkungannya. Jika komitmen karyawan merupakan sikap yang ditunjukkan oleh karyawan pada organisasi maka secara konseptual komitmen karyawan akan menentukan OCB. Sikap peduli akan nasib
perusahaan, kebanggaan menjadi bagian dari perusahaan, keinginan untuk mengakhiri karir kerja di perusahaan, kesemuanya akan mendorong karyawan tersebut untuk berbuat sesuatu tidak hanya sekedar memenuhi tuntutan perusahaan. Karyawan akan berusaha berbuat lebih demi tercapainya tujuan perusahaan. Sebagai bentuk kepedulian pada perusahaan karyawan akan rela jika harus bekerja diluar tugas pokoknya (extra roll), jika dirasa harus demikian yang ia lakukan. Keinginan untuk tetap berada di perusahaan hingga akhir jenjang kariernya akan mendorong karyawan bersangkutan untuk menghormati aturan berlaku serta berusaha untuk menghindarkan diri dari konflik-konflik tidak produktif. Berdasarkan uraian tersebut, hubungan pengaruh antar variabel dalam penelitian ini secara keseluruhan digambarkan dalam Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Kerangka Konseptual
MOTIVASI (X1)
KOMITMEN (Y1)
X1.1 = Kebutuhan akan prestasi (n Ach)
Y1.1 = Komitmen afektif
X1.2 = Kebutuhan akan afiliasi (n Aff)
Y1.2 = Komitmen konsinuansa
X1.3 = Kebutuhan akan kekuasaan (n Pow)
Y1.3 = Komitmen normatif
KEMAMPUAN (X2)
PERILAKU ORGANIZATION
X2.1 = Intrapersonal Skill
CITIZENSHIP (Y2)
X2.2 = Interpersonal skill
Y2.1 = Altruisme
X2.3 = Professional Skill
Y2.2 = Consuentiousness
X2.4 = Problem solving Skill
Y2.3 = Civil virtue
X2.5 = Learning Skill
Y2.4 = Sportsmanship Y2.5 = Courtesy
KESADARAN MORAL (X3) X3.1 = Ketaatan terhadap peraturan X3.2 = Kejujuran X3.3 = Inisiatif X3.4 = Tanggung jawab X3.5 = Toleransi KEPUASAN (X4) X4.1 = Ganjaran yang pantas X4.2 = Kebijakan kerja X4.3 = Suasana kerja X4.4 = Lingkungan kerja Mengacu Gambar 4.2. dapat dijelaskan bahwa terdapat enam (6) variabel laten, yaitu sebagai variabel-variabel intrinsik (intrinsic factor) terdiri dari variabel motivasi (X1), kemampuan (X2), dan kesadaran moral (X3). Selanjutnya variabel kepuasan/ extrinsic factor (X4), komitmen (Y1) dan perilaku organizational citizenship (Y2). Indikator digunakan dalam pengukuran variabel motivasi (X1) indikatornya meliputi kebutuhan akan
prestasi (n ach), kebutuhan akan afiliasi (n aff) dan kebutuhan akan kekuasaan (n pow). Variabel kedua kemampuan (X2) meliputi indikator intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving skill dan learning skill. Variabel ketiga kesadaran moral (X3), indikatornya meliputi ketaatan terhadap peraturan, kejujuran, inisiatif, tanggung jawab dan toleransi
Variabel keempat kepuasan (X4), indikatornya meliputi
ganjaran yang pantas, kebijakan kerja, suasana kerja dan lingkungan kerja. Variabel kelima komitmen (Y1), indikatornya terdiri dari komitmen afektif, komitmen kontinuan dan komitmen normatif. Variabel keenam perilaku organizational citizenship, indikatornya terdiri dari altruism (mementingkan kepentingan
orang
lain),
conscientiousness
(sikap
berhati-hati),
sportsmanship (sikap kerjasama), courtesy (menghormati), civic virtue (orientasi pada keuntungan organisasi). 4.2 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah keseluruhan proses dibutuhkan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dengan kata lain rancangan penelitian adalah rencana dan struktur penelitian disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitiannya. (Kerlinger, 1993:532) Penelitian sosial umumnya terbagi atas tiga bentuk yakni penelitian eksploratori (explorative research), penelitian deskriptif (descriptive research),
dan
penelitian
eksplanatori
(explanatory
research)
(Umar,1999:36). Penelitian eksploratori adalah jenis penelitian berusaha untuk mencari ide-ide atau hubungan-hubungan baru. Sedangkan penelitian deskriptif merupakan penelitian bertujuan untuk menguraikan sifat atau karakteristik dari suatu fenomena tertentu. Terakhir, penelitian eksplanatory adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian explanatory research atau confirmatory research karena tujuannya menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesis. Informasi atau data tentang kemampuan motivasi, kesadaran moral, kepuasan karyawan, komitmen dan perilaku organizational citizenship diperoleh dari karyawan operasional hotel berbintang di Nusa Dua Bali disebut responden atau sumber data. 4.3 Populasi Penelitian Populasi adalah seluruh kumpulan elemen dapat digunakan untuk membuat beberapa kesimpulan. Kumpulan elemen tersebut pada hakekatnya merupakan objek dimana pengamatan akan dilakukan oleh peneliti. Jika populasi sangat besar maka perlu dilakukan pengambilan sample (sampling). Ide dasar dari pengambilan sample adalah dengan memilih bagian dari elemen populasi, sehingga kesimpulan tentang keseluruhan populasi dapat diperoleh (Cooper and Emory, 1995). Populasi pada penelitian ini adalah karyawan operasional beragama Hindu pada hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali berinteraksi langsung dengan wisatawan. Pertimbangan di Nusa Dua Bali karena merupakan kawasan hotel dimiliki perusahaan multinasional dan segmen pasar tertentu. 4.4 Sampel, Penentuan Besar Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel Keterwakilan populasi oleh sampel dalam penelitian merupakan syarat
penting
untuk
melakukan
generalisasi.
Sehubungan
dengan
digunakannya model persamaan struktur (Structural Equation Modeling), maka menurut Hair et. al. (1998:605), ukuran sampel harus digunakan : Pertama, bila penelitian menggunakan analisis SEM ukuran sampel adalah antara 100 – 200 sampel untuk tehnik maximum likelihood estimation, Kedua, bila ukuran sampel terlalu besar (>400) maka metode sangat sensitif sehingga sulit untuk mendapatkan ukuran-ukuran goodness of fit test yang
baik, Ketiga, ukuran sampel tergantung pada jumlah indikator dikalikan 5-10 indikator dalam penelitian ini berjumlah 25, maka besarnya sampel adalah antara 125-250. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka ditetapkan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 198 karyawan operasional. Besarnya sampel diambil sudah memenuhi disyaratkan oleh rumus di atas. Teknik sampling yang digunakan adalah: 1. Tahap Penentuan Lokasi Penelitian: Tahap Pertama: identifikasi dan hitung banyaknya hotel berbintang berada di Nusa Dua Bali. Tahap Kedua: Seluruh hotel berbintang diberikan kesempatan sama untuk dipilih sebagai tempat / lokasi penelitian karena tidak menyebar secara geografis dan karakteristik hotel relatif homogen.
Keterangan Hotel 1 = Grand Hyatt Bali
Hotel 5 = Westin
Hotel 2 = Ayodya Bali
Hotel 6 = Melia Bali Sol
Hotel 3 = Putri Bali
Hotel 7 = The Laguna
Hotel 4 = Nusa Dua Beach
Hotel 8 = Club Med
Gambar 4.3. Tahapan Pemilihan Lokasi Penelitian
2. Responden untuk masing-masing hotel terpilih digunakan metode simple random sampling dengan menggunakan alokasi proporsional. Cara ini digunakan karena responden bersifat homogen (Sugiyono, 2007 : 118). Kriteria responden dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi sebagai berikut: a. Karyawan operasional berinteraksi langsung dengan wisatawan pada hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. b. Memiliki masa kerja minimal 1 tahun. c. Beragama Hindu Mengingat banyaknya karyawan pada setiap hotel, maka digunakan metode sample random sampling dengan alokasi proporsional untuk menetapkan jumlah sampel pada masing-masing hotel. Rumus yang digunakan untuk alokasi proporsional adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2007:124). ni =
Ni xn N
Dimana : ni
= jumlah yang diambil untuk setiap hotel terpilih
n
= sampel total yang diambil
Ni = jumlah populasi pada hotel i N
= jumlah populasi total
Alokasi jumlah sampel ke masing-masing hotel secara rinci disajikan dalam Tabel 4.1
Tabel 4.1. ALOKASI JUMLAH SAMPEL UNTUK MASING-MASING HOTEL BERBINTANG TERPILIH DI NUSA DUA BALI 2010
NO NAMA HOTEL
JUMLAH
SAMPEL HOTEL
KARYAWAN POPULASI SAMPEL
1
Grand Hyatt Bali Grand Hyatt Bali
978
39
2
Ayodya Bali
Ayodya Bali
698
28
3
Putri Bali
Putri Bali
684
28
4
Nusa Dua Beach
Nusa Dua Beach
670
27
5
Westin
Westin
630
25
6
Melia Bali Sol
Melia Bali Sol
628
25
7
The Laguna
The Laguna
448
18
8
Club Med
Club Med
239
10
4975
200
Total Sumber : Data Diolah dari Hasil Penelitian
4.5 Variabel Penelitian 1. Klasifikasi Variabel
Model MAMA (Motivation, Ability and Moral Awareness) sebagai perilaku intrinsik dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga variabel eksogen terdiri dari : 1. Motivasi (X1) dengan indikator: a. Kebutuhan berprestasi (n Ach) (X1.1) b. Kebutuhan berafiliasi (n Aff) (X1.2) c. Kebutuhan berkuasa (n Pow) (X1.3) 2. Kemampuan (X2) dengan indikator: a. Intrapersonal skill (X2.1) b. Interpersonal skill (X2.2) c. Professional skill (X2.3) d. Problem solving skill (X2.4) e. Learning skill (X2.5) 3. Kesadaran moral (X3). a. Ketaatan terhadap peraturan (X3.1) b. Kejujuran (X3.2) c. Inisiatif (X3.3) d. Tanggung jawab (X3.4) e. Toleransi (X3.5) 4. Kepuasan (X4) sebagai perilaku ekstrinsik dengan indikator: a. Ganjaran yang pantas (X4.1) b. Kebijakan kerja (X4.2) c. Suasana kerja (X4.3) d. Lingkungan kerja (X4.4) 5. Komitmen (Y1) sebagai variabel antara / intervening variable dengan indikator: a. Komitmen afektif (Y1.1) b. Komitmen konsinuanse (Y1.2) c. Komitmen normatif (Y1.3) 6. Organizational Citizenship Behavior / sebagai variabel endogen (Y2) dengan indikator:
a. Altruism (Y2.1) b. Conscientiousness (Y2.2) c. Sportsmanship (Y2.3) d. Courtesy (Y2.4) e. Civil Virtue (Y2.5) 2. Definisi Operasional Variabel Berdasarkan identifikasi, maka berikut akan dijelaskan definisi operasional variabel yang akan diteliti : 1. Variabel Motivasi (X1) adalah dorongan untuk melakukan pekerjaan dari setiap karyawan. Variabel ini diukur dengan tiga (3) indikator yakni: a. Kebutuhan akan prestasi (X1.1), merupakan pernyataan responden karyawan didasarkan pada kebutuhan akan prestasi. Kebutuhan ini dapat dipenuhi melalui kesempatan karyawan untuk berkembang lebih lanjut, sehingga potensinya dapat dimanfaatkan secara maksimal. b. Kebutuhan akan afiliasi (X1.2), merupakan pernyataan responden karyawan operasional tentang kebutuhan akan perasaan diterima oleh lingkungan kerjanya, dihormati, dihargai dan kebutuhan merasa dilibatkan dalam aktivitas organisasi. c. Kebutuhan
akan
kekuasaan
(X1.3)
merupakan
pernyataan
karyawan operasional tentang kebutuhan akan kekuasaan dengan mengerahkan semua kemampuan untuk mencapai kekuasaan atau kedudukan terbaik. Variabel
motivasi
diukur
menggunakan
skala
Likert
berdasarkan jawaban atas penilaian responden terhadap pernyataanpernyataan dalam kuesioner. Responden diminta untuk memberikan pendapat dalam bentuk pernyataan, pada setiap pernyataan terdapat range skor (1-5), proses pemberian skor tersebut (scoring) akan dihasilkan 5 kategori alternatif jawaban (Sugiyono, 2007: 134), yaitu:
a. Sangat setuju (SS) dengan skor 5. b. Setuju (S) dengan skor 4 c. Kurang setuju (KS) dengan skor 3 d. Tidak setuju (TS) dengan skor 2 e. Sangat tidak setuju (STS) dengan skor 1 2. Variabel kemampuan (X2), yaitu suatu kapasitas seseorang baik secara mental dan fisik untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, terdiri dari: a. Intrapersonal skill (X2.1) adalah kemampuan karyawan dalam menjalin hubungan dengan dirinya dan membuat karyawan mengetahui bentuk kelebihan, perbedaan atau kelemahan yang ada pada dirinya. b. Interpersonal skill (X2.2) adalah kemampuan karyawan dalam membuka,
mempertahankan,
mengembangkan
atau
memberdayakan hubungan dengan orang lain. c. Professional skill (X2.3) adalah kemampuan karyawan dalam mengembangkan
komitmen
pada
kemaslahan
moral
dan
komitmen pada pencapaian dan peningkatan keahlian terkait dengan profesinya. d. Problem solving skill adalah kemampuan karyawan dalam menyelesaikan persoalan yang timbul. e. Learning skill adalah semua bentuk kapasitas karyawan dapat dikembangkan sesuai dengan tuntutan dan terarah sesuai dengan tujuan. Menghindari terjadinya persepsi bias, apabila diminta penilaian hanya dari karyawan semata dan untuk melakukan cross check dari hasil penilaian karyawan dengan penilaian atasan, maka perlu dilakukan penilaian dari atasan berupa persepsi atasan terhadap kemampuan dari karyawan operasional. Adapun 5 indikator digunakan untuk menilai, dimana setiap indikator akan dijabarkan dalam satu atau beberapa butir pertanyaan
dalam menilai kemampuan karyawan oleh atasan adalah sebagai berikut: a. Intrapersonal skill (X2.1) adalah bentuk pernyataan dari atasan tentang penilaian terhadap kemampuan karyawan dalam menjalin hubungan dengan dirinya dan membuat karyawan mengetahui bentuk kelebihan, perbedaan atau kelemahan ada pada dirinya. b. Interpersonal skill (X2.2) adalah bentuk pernyataan dari atasan tentang
penilaian
membuka,
terhadap
kemampuan
mempertahankan,
karyawan
mengembangkan
dalam atau
memberdayakan hubungan dengan orang lain. c. Professional skill (X2.3) adalah bentuk pernyataan dari atasan tentang
penilaian
mengembangkan
terhadap komitmen
kemampuan pada
karyawan
kemaslahan
moral
dalam dan
komitmen pada pencapaian dan peningkatan keahlian terkait dengan profesinya. d. Problem solving skill (X2.4) adalah bentuk pernyataan dari atasan tentang
penilaian
terhadap
kemampuan
karyawan
dalam
menyelesaikan persoalan timbul. e. Learning skill adalah bentuk pernyataan dari atasan tentang penilaian terhadap kemampuan karyawan, bentuk dalam kapasitas karyawan dapat dikembangkan sesuai dengan tuntutan dan terarah sesuai dengan tujuan. Variabel kemampuan diukur dari responden terdiri dari karyawan sendiri / self assessment dan atasan langsung. Selanjutnya masing-masing indikator diukur dengan menggunakan skala semantic differential dikembangkan oleh Osgood. Skala ini digunakan mengukur sikap / kemampuan tertentu yang dimiliki seseorang tersusun dalam bentuk pertanyaan dalam satu garis kontinuan yang jawabannya “sangat mampu” terletak dibagian kanan garis dan jawaban. “tidak mampu” terletak pada bagian kiri garis atau
sebaliknya dan data diperoleh adalah data interval (Sugiyono, 2007: 138). Responden
dapat
memberi
jawaban
atas
kemampuan
dimilikinya, pada rentang jawaban sangat tinggi sampai dengan sangat rendah. Hal ini tergantung pada persepsi responden. Responden memberikan penilaian terhadap kemampuannya dengan angka 5, berarti persepsi responden terhadap kemampuannya sangat tinggi, sedangkan bila memberi jawaban pada angka 3, berarti cukup mampu dan bila memberi jawaban pada angka 1, maka persepsi responden terhadap kemampuannya sangat rendah. Demikian juga atasan memberikan penilaian terhadap kemampuan responden dengan angka 5, berarti persepsi atasan terhadap kemampuan responden sangat tinggi, sedangkan bila memberi jawaban pada angka 3, berarti cukup mampu dan bila memberi jawaban pada angka 1, maka persepsi atasan terhadap responden kemampuannya sangat rendah. 3. Variabel kesadaran moral (X3) suatu sikap yang dapat membedakan mana boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan dan tidak pantas dilakukan karyawan dalam setiap aktivitas pekerjaannya. Pengukuran kesadaran moral karyawan dalam penelitian ini adalah: a. X3.1 Ketaatan terhadap peraturan perusahaan. b. X3.2 Kejujuran c. X3.3 Inisiatif d. X3.4 Tanggungjawab e. X3.5 Toleransi Variabel kesadaran moral diukur menggunakan skala Likert berdasarkan jawaban atas penilaian responden terhadap pernyataanpernyataan dalam kuesioner. Responden diminta untuk memberikan pendapat dalam bentuk pernyataan, pada setiap pernyataan terdapat
range skor (1-5), proses pemberian skor tersebut (scoring) akan dihasilkan 5 kategori alternatif jawaban (Sugiyono, 2007: 134), yaitu : a. Sangat setuju (SS) dengan skor 5. b. Setuju (S) dengan skor 4 c. Kurang setuju (KS) dengan skor 3 d. Tidak setuju (TS) dengan skor 2 e. Sangat tidak setuju (STS) dengan skor 1 4. Kepuasan (X4) adalah merupakan sikap tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan atau respons positif atau negatif karyawan terhadap pekerjaannya. Adapun indikator yang digunakan sebagai pengukuran kepuasan karyawan dalam penelitian ini adalah: a. Ganjaran yang pantas (X4.1), merupakan pernyataan dari karyawan atas jumlah ganjaran / reward yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari pembayaran yang diterima serta kebijakan promosi. b. Kebijakan kerja (X4.2), merupakan pernyataan dari karyawan tentang sejauh mana kebijakan kerja dari pimpinan dianggap menantang,
menarik
dan
memberikan
kesempatan
untuk
menggunakan ketrampilan dan kemampuannya serta menerima tanggung jawab dalam penyelesaian pekerjaan. c. Suasana kerja (X4.3), yaitu peryataan dari karyawan mengenai situasi dan kondisi kerja, pekerjaan itu sendiri, hubungan antar karyawan
maupun
karyawan
dengan
pimpinan
dalam
melaksanakan tugas operasional kesesuaian kerja dan kejelasan uraian pekerjaan. d. Lingkungan kerja (X4.4), adalah pernyataan dari karyawan tentang segala sesuatu yang ada di sekitar lingkungan kerjanya dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan itu. Selanjutnya indikator-indikator tersebut diukur menggunakan skala Likert dan dijabarkan dalam bentuk pernyataan. Pada setiap
pernyataan terdapat range skor (1 – 5). Proses pemberian skor tersebut (skoring) akan dihasilkan 5 kategori jawaban (Sugiyono, 2007: 134), yaitu: a. Sangat setuju (SS) dengan skor 5 b. Setuju (S) dengan skor 4 c. Kurang setuju (KS) dengan skor 3 d. Tidak setuju (TS) dengan skor 2 e. Sangat tidak setuju (STS) dengan skor 1 5. Komitmen (Y1) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah komitmen karyawan yaitu suatu keadaan dimana karyawan terikat oleh tindakannya yang dicirikan dengan adanya keinginan kuat dari karyawan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Adapun indikator digunakan untuk menilai adalah: a. Komitmen Afektif (Y1.1) Komitmen
Afektif
adalah
komitmen
didasarkan
pada
pertimbangan adanya ikatan emosional terjadi antara staf karyawan dengan organisasi, meliputi pernyataan dari karyawan mengenai nilai pribadi sesuai dengan nilai-nilai hotel, memiliki rasa bangga menjadi bagian dari hotel dan akan mengakhiri seluruh karier kerja di hotel tersebut. b. Komitmen Konsinuanse (Y1.2) Komitmen Konsinuanse adalah komitmen didasarkan pada pertimbangan pengorbanan (cost) jika karyawan meninggalkan perusahaan, meliputi pernyataan dari karyawan mengenai alasanalasan tidak meninggalkan hotel dan menerima jenis pekerjaan apapun supaya dapat tetap bekerja di hotel tersebut. c. Komitmen Normatif (Y1.3) Komitmen normatif adalah komitmen muncul karena keyakinan seseorang bahwa organisasi ini menjadi sumber inspirasi dan harus bertanggungjawab kepada organisasi bersangkutan, meliputi
pernyataan dari karyawan bahwa organisasi hotel menjadi sumber inspirasi untuk berprestasi dan merasa bertanggungjawab dan peduli terhadap kelanggengan hotel. Indikator-indikator tersebut akan dijabarkan dalam bentuk pernyataan diisi oleh responden. Pengukuran variabel komitmen menggunakan skala Likert berdasarkan jawaban atau penilaian responden
terhadap
pernyataan-pernyataan
dalam
kuesioner.
Responden diminta untuk memberikan pendapat atau jawaban atas pernyataan (Sugiyono, 2007:134), yaitu: a. Sangat setuju (SS) dengan skor 5 b. Setuju (S) dengan skor 4 c. Kurang setuju (KS) dengan skor 3 d. Tidak setuju (TS) dengan skor 2 e. Sangat tidak setuju (STS) dengan skor 1 6. Variabel OCB (Y2) Variabel OCB dimaksud disini adalah perilaku karyawan operasional hotel yang melebihi dari standart kerja yang ditugaskan kepadanya digolongkan sebagai peran ekstra dan tidak secara formal ditetapkan atau diberikan organisasi, juga selalu berorientasi bagi kepentingan organisasi. Pengukuran dalam variabel OCB akan menggunakan 5 indikator yang dipakai oleh Podsakoff dam MacKenzie (1989: pada Deckop, Mangel, and Cirka,1999) dan telah digunakan oleh AlBusaidi dan Kuehn (2002), William dan Anderson (1991) dan Wijaya (2002). Selanjutnya 5 indikator tersebut dijabarkan dalam 9 butir pertanyaan. Adapun 5 indikator yang digunakan untuk menilai, dimana setiap indikator akan dijabarkan dalam satu atau beberapa butir pertanyaan
dalam
bentuk
pernyataan
perilaku
citizenship (OCB) karyawan adalah sebagai berikut:
organizational
a. Altruism (Y2.1) adalah pengutamaan / berorientasi kepentingan orang lain dengan perilaku dari karyawan yang selalu membantu rekan kerja dalam tugasnya dengan sukarela. b. Conscientiousness (Y2.2) adalah karyawan memiliki perilaku cermat, dan teliti dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan di hotel tersebut sehingga kinerjanya diatas standar minimum yang disyaratkan. c. Civic virtue (Y2.3) adalah perilaku karyawan berorientasi selalu mengutamakan
kepentingan
organisasi
diatas
kepentingan
individu maupun kelompok. d. Sportsmanship (Y2.4) adalah mengindikasikan perilaku karyawan selalu berperilaku santun, terbuka dan sportif sehingga dapat menghindari konflik tidak perlu, mengambil hikmah dari kejadian buruk dan tidak memperbesar persoalan kecil. e. Courtesy (Y2.5) adalah perilaku karyawan selalu menaruh hormat, santun dan berempati kepada karyawan dan atasan. Menghindari terjadinya persepsi bias, apabila diminta pernyataan hanya dari karyawan semata dan untuk melakukan cross check dari hasil pernyataan karyawan dengan penilaian atasan, maka perlu dilakukan penilaian dari atasan berupa persepsi atasan terhadap perilaku Organizational citizenship dari karyawan operasional. Adapun 5 indikator yang digunakan untuk menilai, dimana setiap indikator akan dijabarkan dalam satu atau beberapa butir pernyataan dalam perilaku Organizational citizenship karyawan dinilai oleh atasan adalah sebagai berikut: a. Altruism (Y2.1) adalah pengutamaan / berorientasi kepentingan orang lain dalam bentuk pernyataan dari atasan tentang penilaian perilaku karyawan, apakah perilaku karyawan selalu membantu rekan kerja dalam tugas dengan sukarela.
b. Conscientiousness (Y2.2) adalah perilaku cermat dan teliti dalam bentuk pernyataan dari atasan tentang perilaku karyawan, apakah karyawan dalam melaksanakan tugas selalu cermat dan teliti. c. Civic virtue (Y2.3) adalah perilaku berorientasi kepentingan organisasi, dalam bentuk pernyataan dari atasan tentang penilaian perilaku karyawan, apakah karyawan selalu mengutamakan kepentingan organisasi diatas kepentingan individu maupun kelompok. d. Sportsmanship (Y2.4) adalah mengindikasikan perilaku santun, terbuka dan sportif dalam bentuk pernyataan dari atasan tentang penilaian
perilaku
karyawan,
apakah
karyawan
dalam
melaksanakan tugas selalu berperilaku santun, terbuka dan sportif. e. Courtesy (Y2.5) adalah menaruh rasa hormat dan berempati pada orang lain, dalam bentuk pernyataan dari atasan tentang penilaian perilaku karyawan, apakah karyawan selalu menaruh hormat dan berempati kepada karyawan dan atasan. Variabel OCB diukur dari responden terdiri dari karyawan sendiri / self assessment dan atasan langsung. Responden diminta untuk memberikan pendapat menggunakan skala Likert dalam bentuk pernyataan, pada setiap pernyataan terdapat range skor (1-5) proses pemberian skor tersebut (skoring) akan dihasilkan 5 kategori alternatif jawaban (Sugiyono, 2007: 134), yaitu : a. Sangat setuju (SS) dengan skor 5 b. Setuju (S) dengan skor 4 c. Kurang Setuju (KS) dengan skor 3 d. Tidak setuju (TS) e. Sangat tidak setuju (STS)
4.6 Instrumen Penelitian Data dikumpulkan dengan menggunakan daftar pertanyaan terdiri dari pertanyaan mengenai karakteristik responden dan pertanyaan tentang variabel diteliti. Pertanyaan disajikan dalam bentuk pernyataan dan skala untuk menyatakan respon. Pernyataan yang ada dalam daftar pertanyaan berupa pernyataan karyawan terhadap motivasi, kemampuan, kesadaran moral, kepuasan, komitmen serta perilaku organizational citizenship. 4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Hotel-hotel sebagai tempat penelitian yaitu Grand Hyatt Bali, Ayodya Bali, Putri Bali, Nusa Dua Beach, Westin, Melia Bali Sol, The Laguna, Club Med seluruhnya berlokasi di kawasan Nusa Dua Bali merupakan kawasan berdirinya hotel-hotel berbintang lima. Lokasi penelitian ini dipilih karena hotel-hotel bersangkutan merupakan hotel-hotel berbintang lima terkait dengan jaringan hotel-hotel international. Kawasan Nusa Dua merupakan daerah tujuan wisata sudah dikenal di manca negara, didukung fasilitas infrastruktur memadai dan lingkungan indah, asri, aman dan nyaman, sehingga menjadi kawasan selain untuk berwisata juga berkembang menjadi kawasan konferensi nasional maupun internasional. Waktu penelitian mulai persiapan, pembuatan instrumen survey lapangan, pengumpulan dan tabulasi data, analisa data sampai dengan pembuatan laporan dengan jangka waktu periode April sampai dengan Nopember 2010. 4.8 Teknik Analisis Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan dan menganalisis pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Pengaruh tersebut sangat kompleks, dimana terdapat variabel bebas, variabel antara dan variabel terikat. Variabel-variabel tersebut merupakan variabel laten (latent variable) yang dibentuk oleh beberapa indikator (observed variable). Oleh karena itu untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan teknik
analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan menggunakan paket program AMOS 7 (Analysis of Moment Structure) dan SPSS versi 13.0. Penggunaan SEM memungkinkan peneliti untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian, mengkonfirmasikan ketepatan model sekaligus menguji pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain. SEM dapat menguji secara bersama-sama (Bohlen, dalam Ghozali dan Fuad, 2005:3): 1. Model struktural hubungan antara konstruk independen dan dependen. 2. Model measurement: hubungan (nilai loading) antara indikator dengan konstruk (variabel laten). Digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran tersebut memungkinkan peneliti untuk: 1. Menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SEM. 2. Melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis. Adapun langkah-langkah untuk melakukan pemodelan SEM menurut Ghozali dan Fuad (2005) adalah: 1. Konseptualisasi Model Konseptualisasi model mengharuskan dua hal yang harus dilakukan. Pertama, hubungan yang dihipotesiskan antara variabel laten harus ditentukan. Tahap pengembangan model ini berfokus pada model struktural dan harus mempresentasikan kerangka teoritis yang diuji. Disini, variabel eksogen, endogen dan intervening harus dapat dibedakan dengan jelas. Karena variabel endogen tidak secara sempurna dipengaruhi oleh variabel yang dihipotesiskan (masih terdapat kemungkinan variabel endogen tersebut dipengaruhi oleh variabel selain yang dihipotesiskan), maka error term (residual) juga dihipotesiskan mempengaruhi variabel endogen dalam suatu model. Setelah itu, memutuskan arah (positif atau negatif) dan jumlah hubungan antara variabel-variabel eksogen dan antara variabel eksogen dan variabel endogen. Disini, peran teori dan hasil penelitian sebelumnya sangat berperan.
Kedua, pengukuran model dan menghubungkan dengan operasionalisasi variabel laten, sehingga dikenal beberapa indikator (manifest variable) yang digunakan untuk mengukur variabel laten (unobserved variable) tersebut. Variabel manifest dalam Amos biasanya menggunakan reflective indicators (juga disebut sebagai effect indicators). Indikator reflektif berarti bahwa konstruk laten dianggap ”mempengaruhi” variabel observed. Pengembangan model berdasarkan teori atau konsep ini dikenal sebagai pembuatan model dengan pendekatan konfirmasi. Setelah model terbentuk kemudian dikonfirmasi berdasarkan data empirik melalui SEM. Tabel 4.2. JUSTIFIKASI TEORI UNTUK MODEL KONSEPTUAL PENELITIAN HIPOTESIS 1
KETERANGAN
JUSTIFIKASI TEORI
Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap Harry dan Blanchart komitmen
karyawan
operasional
Hotel (1995) Byars dan Rue
berbintang di Nusa Dua Bali. 2
Motivasi komitmen
berpengaruh karyawan
signifikan operasional
(1997) terhadap Morrison (1994) Dahorou Hotel et al.
berbintang di Nusa Dua Bali. 3
Tra Cey, et al.
Kesadaran moral berpengaruh signifikan terhadap Sivananda (1993) komitmen
karyawan
operasional
Hotel
berbintang di Nusa Dua Bali. 4
Kepuasan
berpengaruh
komitmen
karyawan
signifikan operasional
terhadap Peter J. Poznanski (1997) Hotel Larry J. Williams (1991)
berbintang di Nusa Dua Bali. 5
Morison (1994)
Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap Morrison (1994) perilaku organizational citizenship karyawan operasional Hotel berbintang di Nusa Dua Bali.
6
Motivasi
berpengaruh
signifikan
terhadap Morrison (1994)
perilaku organizational citizenship karyawan operasional Hotel berbintang di Nusa Dua Bali. 7
Kesadaran moral berpengaruh signifikan terhadap Chatman dan Caldwell
HIPOTESIS
KETERANGAN
JUSTIFIKASI TEORI
perilaku organizational citizenship karyawan (1991) Kienzle dan operasional Hotel berbintang di Nusa Dua Bali. 8
Kepuasan
berpengaruh
signifikan
Rodwell (1999)
terhadap Al-Busaidi and Kiehn
perilaku organizational citizenship karyawan (2002), Organ dan L. Kal operasional Hotel berbintang di Nusa Dua Bali.
(1995), Su-Fen Chiu (2005) Larry J. Williams (1991)
9
Komitmen
berpengaruh
signifikan
terhadap Morison (1994) Larry J.
perilaku organizational citizenship karyawan William (1991) operasional Hotel berbintang di Nusa Dua Bali.
Mayer and Allen (1991)
Sumber : Diolah Peneliti Dari Berbagai Sumber, 2008. 2. Penyusunan Diagram Jalur (Path Diagram Construction) Path diagram merupakan representasi grafis mengenai bagaimana beberapa variabel dalam suatu model berhubungan satu sama lain, yang memberikan suatu pandangan menyeluruh mengenai struktur model. Pembangunan diagram alur bermanfaat untuk menunjukkan alur hubungan kausal antar variabel eksogen dan endogen. Untuk melihat hubungan kausal dibuat beberapa model kemudian diuji menggunakan SEM untuk mendapatkan model yang paling tepat, dengan kriteria Goodness of Fit. Berdasarkan teori dibuat model struktural, kemudian ditentukan variabel bebas dan variabel tergantungnya, kemudian dibuat arah panah sesuai dengan arah kausalitas. Bila model pengukuran ini dimasukkan ke dalam diagram jalur, maka diperoleh diagram jalur model struktural dan model pengukuran secara terintegrasi. Setelah diagram jalur dibuat, maka dilakukan konversi diagram alur ke dalam model struktural. Persamaan yang dibangun akan terdiri dari : a. Persamaan-persamaan structural (structural equations). Persamaan ini dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai
konstruk. Persamaan struktural yang diajukan dalam konseptual penelitian seperti gambar 3.2 adalah sebagai berikut: Y1
= 11X1 + 12X2 + 12X3 + 14X4 +
Y2
= 21X1 + 22X2 + 23X3 + 24X4 +
Y2
= 21X1 + 22X2 + 23X3 + 24X4 + 21Y1 + 3
Dimana : (gamma) = Hubungan langsung variabel eksogen terhadap variable endogen (beta)
= Hubungan
langsung
variabel
endogen
terhadap
variabel endogen X1
= Motivasi
X2
= Kemampuan
X3
= Kesadaran moral
X4
= Kepuasan
Y1
= Komitmen
Y2
= OCB
(zeta)
= Measurement error
b. Persamaan pengukuran variable eksogen X1.1
= 1.1X1 + 1
Dimana :
X1.2
= 2.1X1 + 2
X1.1 = Kebutuhan akan prestasi (n Ach)
X1.3
= 3.1X1 + 3
X1.2 = Kebutuhan akan afiliasi (n Aff)
X2.1
= 4.2X2 + 4
X1.3 = Kebutuhan akan kekuasaan (n Pow)
X2.2
= 5.2X2 + 5
X2.1 = Intrapersonal Skill
X2.3
= 6.2X2 + 6
X2.4
= 7.2X2 + 7
X2.5
= 8.2X2 + 8
X3.1
= 9.3X3 + 9
X3.2
= 10.3X3 + 10
X2.2 = Interpersonal skill X2.3 = Professional Skill X2.4 = Problem solving X2.5 = Learning Skill X3.1 = Ketaatan X3.2 = Kejujuran
X3.3
= 11.3X3 + 11
X3.3 = Inisiatif
X3.4
= 12.3X3 + 12
X3.4 = Tanggungjawab
X3.5
= 13.3X3 + 13
X3.5 = Toleransi
X4.1
= 14.4X4 + 14
X4.1 = ganjaran yang pantas
X4.2
= 15.4X4 + 15
X4.2 = kebijakan kerja
X4.3
= 16.4X4 + 16
X4.4
= 17.4X4 + 17
X4.3 = suasana kerja X4.4 = lingkungan kerja
c. Persamaan pengukuran variabel endogen Y1 = 11Y1.1 + 1
Dimana :
Y2 = 21Y1.2 + 2
Y1.1 = komitmen afektif
Y3 = 31Y1.3 + 3
Y1.2 = komitmen kontinuan
Y4 = 42Y2.1 + 4
Y1.3 = komitmen normatif
Y5 = 52Y2.2 + 5
Y2.1 = Altruism
Y6 = 62Y2.3 + 6 Y7 = 72Y2.4 + 7 Y8 = 82Y2.5 + 8
Y2.2 = Conscientiousness Y2.3 = Sportsmanship Y2.4 = Courtesy Y2.5 = Civil Virtue
3. Memilih Matriks Input. Data input untuk SEM dapat berupa matriks korelasi atau matriks kovarians. Input data berupa matriks kovarians, bilamana tujuan dari analisis adalah pengujian suatu model yang telah mendapatkan justifikasi teori, sedangkan input daya tarik matriks korelasi dapat digunakan bilamana tujuan analisis ingin mendapatkan penjelasan pola hubungan kausal antar variabel laten. 4. Identifikasi Model Permasalahan yang sering muncul di dalam model struktural adalah pendugaan parameter, bisa unidentified atau under identified, yang
menyebabkan proses pendugaan parameter tidak memperoleh solusi, bisa over
identified
yang
mengakibatkan
proses
pendugaan
tidak
menghasilkan penduga yang unik, dan model tidak bisa dipercaya. Gejala yang muncul akibat adanya masalah identifikasi antara lain (dalam output komputer): terdapat standard error dari penduga parameter yang terlalu besar, ketidakmampuan program menyajikan matriks informasi yang seharusnya disajikan, pendugaan parameter tidak diperoleh, muncul angka yang aneh seperti varians error yang negatif dan korelasi yang tinggi (> 0,9) antar koefisien hasil dugaan. 5. Estimasi parameter Estimasi parameter untuk suatu model diperoleh dari data karena AMOS berusaha untuk menghasilkan matriks kovarians berdasarkan model (model-based covarians matrix) yang sesuai dengan kovarians matriks sesungguhnya (observed covarians matrix). Uji signifikansi dilakukan dengan menentukan apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol. 6. Penilaian model fit Secara keseluruhan goodness of fit dari suatu model dapat dinilai berdasarkan beberapa ukuran fit berikut: a. Chi-Square dan Probabilitas Nilai chi-square ini menunjukkan adanya penyimpangan antara sample covarians matrix dan model (fitted) covarians matrix. Namun, nilai chi-square ini hanya akan valid apabila asumsi normalitas data terpenuhi dan ukuran sampel adalah besar (hair et al., 1998:389). Chisquare ini merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu model. Nilai chi-square sebesar 0 menunjukkan bahwa model memiliki fit yang sempurna (perfect fit). Probabilitas Chi-Square ini diharapkan tidak signifikan. Nilai chi-square yang signifikan (kurang dari 0,05) menunjukkan bahwa data empiric yang diperoleh memiliki perbedaan
dengan teori yang telah dibangun berdasarkan structural equation modeling. Sedangkan nilai probabilitas yang tidak signifikan adalah yang diharapkan yang menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model. b. Goodness of Fit Indices (GFI) GFI merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara 0 dan 1. Meskipun secara teori GFI mungkin memiliki nilai negatif tetapi hal tersebut seharusnya tidak terjadi. Karena model yang memiliki nilai GFI negatif adalah model yang paling buruk dari seluruh model yang ada. (Joreskog and Sorbom dalam Ghozali dan Fuad, 2005). Nilai GFI yang lebih besar daripada 0.9 menunjukkan fit suatu model yang baik (Diamantopaulus and Sigau dalam Ghozali dan Fuad, 2005). c. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) AFGI adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degrees of freedom pada suatu model. Sama seperti GFI, nilai GFI sebesar 1 berarti bahwa model memiliki perfect fit. Sedangkan model yang fit adalah yang tidak memiliki nilai AGFI adalah 0,9 (Diamantopaulus and Sigauw dalam Ghozali dan Fuad, 2005). Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah Parsimony goodness of fit index (PGFI) yang diperkenalkan oleh Mulaik et al. (1989) tetapi seperti AGFI, juga telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas model interpretasi PGFI ini sebaliknya diikuti dengan indeks model fit lainnya. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0,6 (Byrne, 1998).
d. Root Mean Square of Approximation (RMSEA) RMSEA ini mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarians populasinya (Browne and Cudeck dalam Ghozali dan Fuad, 2005). Nilai RMSEA yang kurang dari 0,05 mengindikasikan adanya model fit, dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0,08 menyatakan bahwa model memiliki perkiraan kesalahan yang reasonable. Sedangkan Mc Callum et al. (dalam Ghozali dan Fuad, 2005) menyatakan bahwa RMSEA berkisar antara 0,08 sampai dengan 0,1 menunjukkan model fit yang cukup, sedangkan RMSEA yang lebih besar dari 0,1 mengindikasikan model fit yang sangat jelek. e. CMIN/DF The minimum sample discrepancy function (CMIN) dibagi dengan degree of freedom nya akan menghasilkan indeks CMIN/DF, yang umumnya dilaporkan oleh para peneliti sebagai salah satu indicator untuk mengukur tingkat fit nya sebuah model. Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah statistic chi-square. X2dibagi DF nya sehingga disebut X2 relatif. Nilai X2 relatif kurang dari 2.0 atau bahkan kadang kurang dari 3.0 adalah indikator dari acceptable fit antara model dan data (Arbuckle, dalam Ferdinand, 2002:58). f. TLI – Tucker Lewis Index TLI
adalah
sebuah
alternatif
increamental
fit
index
yang
membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model (Baurngartner and Homburg, dalam Ferdinand, 2002:59). Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah penerimaan 0,95 (hair dkk, 1995) dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a very good fit (Arbuckle, dalam Ferdinand, 2002:60).
g. Comparative Fit Index (CFI) Besaran indeks ini adalah pada rentang sebesar 0–1, dimana semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi – a very good fit (Arbuckle, dalam Ferdinand, 2002:60). Nilai yang direkomendasikan adalah CFI 0,95. Keunggulan indeks ini adalah bahwa indeks ini besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model. Ringkasan indeks-indeks yang dapat digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model adalah seperti dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3. GOODNESS-OF-FIT INDICES Goodness of fit indices X2-Chi-Square Significance Probability GFI AGFI RMSEA CMIN/DF TLI CFI
Cut-off Value Diharapkan kecil 0.05 0.90 0.90 0.08 2.00 0.95 0.95
Sumber: Ferdinand (2002:61) 7. Modifikasi Model Setelah melakukan penilaian model fit, maka model penelitian diuji untuk menentukan apakah modifikasi model diperlukan karena tidak fitnya hasil yang diperoleh pada tahap keenam. Namun harus diperhatikan, bahwa segala modifikasi (walaupun sangat sedikit) harus berdasarkan teori yang mendukung. Dengan kata lain, modifikasi model seharusnya tidak dilakukan hanya untuk semata-mata untuk mencapai model yang fit.
8. Validasi silang model Yaitu menguji fit tidaknya model terhadap suatu data baru (atau balidasi sub sampel yang diperoleh melalui prosedur pemecahan sampel). Validasi silang ini penting apabila terdapat modifikasi substansial yang dilakukan terhadap model asli yang dilakukan pada langkah ketujuh. 1. Asumsi-asumsi dalam SEM Ghozali dan Fuad (2005:36) menyatakan bahwa terdapat berbagai asumsi yang harusnya dipenuhi dalam pengumpulan dan pengolahan data yang dianalisis dengan permodelan SEM. Asumsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ukuran Sampel Ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam pemodelan ini adalah minimum berjumlah 100 selanjutnya menggunakan perbandingan 5 s/d 10 observasi untuk setiap indikator. 2. Normalitas dan Linearitas Asumsi yang paling fundamental dalam analisis multivariat adalah normalitas yang merupakan bentuk suatu distribusi data pada suatu variabel metrik tunggal dalam menghasilkan distribusi normal. Suatu distribusi data yang tidak membentuk distribusi normal, maka data tersebut tidak normal; sebaliknya data dikatakan normal apabila ia membentuk suatu distribusi normal. Apabila asumsi normalitas tidak dipenuhi dan penyimpangan normalitas tersebut besar, maka seluruh hasil uji statistik adalah tidak valid karena perhitungan uji t dan lain sebagainya, dihitung dengan asumsi data normal. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik. Uji linearitas dapat dilakukan dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linearitas.
3. Multicollinearity Asumsi multicollinearity mengharuskan tidak adanya korelasi yang sempurna atau besar diantara variabel-variabel independen. Nilai korelasi antara variabel observed yang tidak diperbolehkan adalah sebesar 0,9 atau lebih. 4. Angka Ekstrim (Outliers) Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat yaitu yang muncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimiliki dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya. 2. Uji Hipotesis Penelitian ini merupakan penelitian atas 6 variabel yakni: (1) Kemampuan, (2) Motivasi, (3) Kesadaran moral, (4) Kepuasan, (5) Komitmen, dan (6) OCB karyawan operasional. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan analisis multivariat dengan Structural Equation Modelling (SEM), dengan menggunakan program AMOS 7. Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan probabilitas signifikansi (p) dengan taraf signifikansi () yang ditentukan sebesar 0,05. Apabila probabilitas signifikansi lebih kecil dari , maka hipotesis dapat diterima. Sebaliknya, apabila taraf signifikansi lebih besar dari , maka hipotesis ditolak. Dalam pengujian hipotesis yang diajukan, data yang diperoleh selanjutnya akan diolah sesuai dengan kebutuhan analis. Untuk kepentingan pembahasan, data diolah dan dipaparkan berdasarkan prinsipprinsip statistik deskriptif, sedangkan untuk kepentingan analisis dan pengujian hipotesis, digunakan pendekatan statistik inferensial. Namun, sebelum pengujian hipotesis dilakukan terlebih dahulu dilakukan analysis factor confirmatory untuk melihat indicator-indikator yang dapat digunakan untuk membentuk factor atau konstruk. Pengujian
dilakukan dengan jalan melihat nilai probabilitas (p) dari nilai koefisien (lambda). Jika nilai probabilitas (p) koefisien lambda lebih kecil dari nilai (0,05), maka indikator tersebut dapat digunakan untuk membentuk faktor atau konstruk. Begitu pula sebaliknya, jika nilai probabilitas (p) koefisien lambda lebih besar dari nilai (0,05) maka indikator tersebut tidak dapat digunakan untuk membentuk faktor atau konstruk. 3. Uji Validitas (Keabsahan) dan Uji Reliabilitas (Kehandalan) Validitas mempunyai arti seberapa besar ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dengan kata lain, suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud yang dilakukannya pengukuran tersebut. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Uji validitas dilakukan untuk melihat butir-butir pertanyaan mana yang layak (representative) untuk digunakan mewakili variabel-variabel
bebas
dalam
penelitian.
Uji
dilakukan
dengan
menggunakan analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis) pada masing-masing variabel laten. Apabila nilai loading factor pada indikator lebih besar dari 0,5; maka indikator dapat digunakan untuk mengukur variabel (Chin, dalam Ghozali dan Fuad, 2005). Selain harus valid, instrument juga harus reliable (dapat diandalkan). Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat konsistensi instrumen yang digunakan. Dengan demikian instrumen ini dapat dipakai dengan aman karena dapat bekerja dengan baik pada waktu yang berbeda dari kondisi yang berbeda. Jadi realibilitas menunjukkan seberapa besar pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama. Reliabilitas konstruk dinilai dengan menghitung indeks reliabilitas instrumen yang digunakan dari model SEM yang dianalisis. Rumus yang
dapat digunakan untuk menghitung reliabilitas konstruk ini adalah sebagai berikut:
Std.Loading Std.Loading 2
Construct – Reliability =
2
Dimana : Std. Loading diperoleh langsung dari standardized loading untuk tiap-tiap indicator yakni nilai lambda yang dihasilkan oleh masing-masing indikator. adalah measurement error dari tiap-tiap indikator. Measurement error sama dengan 1 – reliabilitas indikator yakni pangkat dua dari standardized loading setiap indikator yang dianalisis. Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0.60 (Maholtra, dalam Solimun. 2002:71). Bila penelitian yang dilakukan adalah eksploratori maka nilai di bawah 0.60 pun masih dapat diterima sepanjang disertai dengan alasanalasan empirik yang terlihat dalam proses eksploratori.
BAB 5 MOTIVASI KERJA 5.1 Kematangan Karyawan Definisi kematangan menurut Hersey and Blanchard (1995: 179) adalah: “……. Sebagai kemampuan dan kemauan orang-orang untuk memikul tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri. Variabelvariabel kematangan itu hendaknya dipertimbangkan dalam tugas tertentu yang perlu dilaksanakan. Artinya seseorang atau kelompok itu tidak dapat dikatakan matang secara menyeluruh apabila masih rendahnya kemampuan dan kemauannya”. Mitchell (1982: 159) mengatakan, ada 3 (tiga) komponen utama yang membentuk serta menjadi pengaruh terhadap kematangan kerja seseorang merupakan cerminan dari beberapa faktor, yaitu kemampuan, motivasi dan psikologis. Lebih lanjut dikatakan bahwa ketiga komponen tersebut saling berkait dan mendukung, dimana motivasi merupakan faktor pendorong dan kematangan psikologis sebagai dasar kokoh bagi tenaga kerja untuk menggunakan kemampuan dimilikinya dalam mencapai prestasi kerja. Berdasarkan berbagai penelitian, Hersey and Blanchard (1995: 187) menyimpulkan bahwa: “Konsep kematangan itu sendiri mengandung dua dimensi, yaitu kematangan pekerjaan (kemampuan) dan kematangan psikologis (kemauan dan moral). Kematangan pekerjaan atau kemampuan dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan. Orang-orang memiliki kematangan pekerjaan tinggi dalam bidang tertentu memiliki pengetahuan, kemampuan dan pengalaman untuk melakukan tugas-tugas tertentu tanpa arahan dari orang lain. Kematangan psikologis dikaitkan dengan kemauan atau motivasi untuk melakukan sesuatu”. Kemampuan tinggi dari individu tanpa adanya motivasi atau dorongan untuk bertindak, dan tidak memiliki kematangan psikologis / kesadaran moral baik, tidak akan dicapai prestasi kerja tinggi demikian sebaliknya, bahwa dengan motivasi tinggi tanpa ditunjang kesadaran moral kokoh dan
kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan, maka tidak akan dicapai pula prestasi kerja tinggi. Berarti kematangan karyawan meliputi motivasi, kemampuan (ability) dan kesadaran moral atau model MAMA (Motivation, Ability and Moral awareness). Kemampuan kerja dapat diukur dari indikator intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving skill dan learning skill. Motivasi kerja, meliputi indikator kebutuhan berprestasi (n Ach), kebutuhan berafiliasi (n Aff) dan kebutuhan akan kekuasaan (n Pow). Sedangkan kesadaran moral meliputi indikator ketaatan terhadap peraturan, kejujuran, inisiatif, tanggung jawab dan toleransi. 5.2 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi merupakan suatu rangsangan dan dorongan bersumber dari keinginan dan kebutuhan fisiologis atau psikologis dari setiap karyawan diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam pencapaian suatu tujuan. Menurut Robbins (1996: 155) mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya tinggi ke arah tujuan organisasi, dikondisikan oleh kemampuan dan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual. Menurut Smith (1994: 249); motivation describes a process or a set process that causes a person to behave in a certain manager. These forces or motivation, can be either social, spiritual, financial or psychological (motivasi menggambarkan suatu proses atau perangkat tenaga yang menyebabkan seseorang berperilaku dengan cara tertentu. Kekuatan atau pendorong diantaranya adalah sosial, spiritual, keuangan atau psikologi). Motivasi adalah kondisi mendorong atau menggerakkan karyawan agar mampu mencapai tujuan. Tiap karyawan mempunyai motivasi atau dorongan berbeda-beda agar mau bekerja dengan baik. Pada dasarnya setiap manusia bekerja didorong untuk memenuhi kebutuhannya. Motif bekerja dan tingkat kebutuhan para karyawan tidaklah sama. Menurut teori kebutuhan, seseorang mempunyai motivasi kalau dia belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dengan kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuaskan bukan lagi menjadi motivator, kebutuhan adalah kekurangan yang dialami
individu pada suatu waktu tertentu. Kekurangan tersebut dapat bersifat fisiologis (kebutuhan akan makan, tempat tinggal, keselamatan dan keamanan). Juga kebutuhan fisikologis (rasa memiliki, penghargaan dan perwujudan/aktualiasasi diri). 5.3 Kebutuhan dan Keinginan Gibson et al. (1996 : 89) menjelaskan berdasarkan teori Maslow bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hirarki. Tingkat kebutuhan paling rendah adalah kebutuhan fisiologis dan tingkat tertinggi adalah kebutuhan kebutuhan akan perwujudan diri (self-actualization needs). Tingkatan kebutuhan-kebutuhan tersebut disusun sebagai berikut : 1. Fisiologis : Kebutuhan akan makan, minum, tempt tinggal, dan bebas dari rasa sakit. 2. Keselamatan dan keamanan (safety andsecurity) : kebutuhan akan kebebasan dari ancaman, yakni aman dari ancaman kejadian atau lingkungan. 3. Rasa memiliki (beiongingness) kebutuhan akan teman, afiliasi, interaksi, dan cinta. 4. Penghargaan (esteems reeds): kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan. 5. Perwujudan diri (sel/actualization): memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan memaksimumkan penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi. Peterson and Plowman (1994) mengatakan bahwa orang mau bekerja karena faktor-faktor berikut : 1. The Desir e to live (keinginan untuk hidup) Keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang manusia bekerja untuk dapat makan dan makan untuk dapat melanjutkan hidupnya. 2 . The Desire forposition (keinginan untuk suatu posisi) Keinginan untuk suatu posisi dengan memiliki sesuatu merupakan keinginan menusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja. 3. The Desire For Power (keinginan akan kekuasaan Keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, yang mendorong orang mau bekerja. 4. The Desire For Recognition (keinginan akan pengakuan). Keinginan akan pengakuan, penghormatan, dan status sosial, merupakan jenis terakhir dari kebutuhan mendorong orang untuk bekerja. Dengan demikian setiap pekerja mempunyai motif keinginan (want) dan kebutuhan (needs) tertentu dan mengharapkan kepuasan dari hasil kerjanya. Berdasarkan teori motivasi dikemukakan oleh Maslow terdiri dari lima tingkat kebutuhan atau keinginan manusia dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kebutuhan Fisiologi
Pemenuhan kebutuhan fisiologi (makanan, pakaian dan tempat tinggal) dapat diperoleh melalui suatu transaksi dengan satuan uang. Uang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan, untuk mendapatkan uang harus bekerja nantinya memperoleh imbalan dalam bentuk upah/gaji. Upah/gaji merupakan suatu imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa telah dilakukan berfungsi sebagai jaminan hidup layak bagi kemanusiaan dan kehidupan dinilai dalam bentuk uang ditetapkan menurut perjanjian, undang-undnag dan dibayarkan atas dasar waktu perjanjian kerja antara pemberi dan penerima kerja. Imbalan kerja atau balas jasa diberikan dalam bentuk remuneration (sistem penggajian) merupakan suatu bentuk penghargaan (reward); pembayaran (payment) atau penggantian biaya. Remuneration lazimnya digunakan bagi para pegawai atau pejabat. Upah/gaji adalah suatu masalah sangat penting, karena justru adanya upah/gaji itulah seseorang mau menjadi karyawan dari suatu perusahaan tertentu, maka untuk itu kebijakan dalam pemberian upah/gaji harus berpedoman pada : a. Upah/gaji harus dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Keinginan karyawan dari upah diterima terutama bertujuan untuk terpenuhinya kebutuhan secara minimal, misalnya kebutuhan fisiologis (makanan, pakaian, dan perumahan), Kebijakan pemberian upah harus juga didasarkan pada ketentuan pemerintah tentang upah minimal regional, berlaku dimana perusahaan beroperasi, khususnya bagi perusahaan sejenis.
b. Upah/gaji harus adil Keadilan dalam pemberian upah/gaji, harus didasarkan pada katagori tugas, wewenang dan tanggung jawab dari tiap karyawan. Katagori pekerjaan tersebut akan menentukan jumlah upah/gaji diberikan
perusahaan. Semakin tinggi tugas, wewenang dan tanggung jawab, maka semakin tinggi penghasilan diperoleh. Adapun pertimbanganpertimbangan lain digunakan dalam menentukan besarnya jumlah upah/gaji diberikan antara lain tingkat kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan, besar kecilnya resiko dan perlu tidaknya keterampilan khusus dalam pekerjaannya. c. Upah/gaji harus dapat menumbuhkan kepuasan dan komitmen kerja karyawan. Besarnya upah/gaji harus diusahakan sedemikian rupa hingga mampu menumbuhkan kepuasan dan komitmen para karyawannya. Hal ini sangat penting sebab bila upah/gaji yang diberikan pada karyawannya tersebut terlalu kecil bila dibandingkan dengan perusahaan lain pada umumnya, maka akan berdampak tingginya labour turn over dengan kecendrungan pindahnya mereka ke perusahaan lain. d. Upah/gaji harus bersifat dinamis Kebijakan pemberian upah/gaji harus disesuaikan dengan peningkatan motivasi, kemampuan dan kesadaran moral. Apabila MAMA meningkat, maka upah/gaji juga dapat ditinjau kembali dan lebih ditingkatkan. Adapun pertimbangan-pertimbangan lain digunakan dalam meningkatkan upah/gaji diberikan antaran lain perubahan tingkat hidup penduduk, perubahan undang-undang/peraturan tentang besarnya upah dan perubahan tingkat upah pada perusahaan lain. 2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan Kerja a. Faktor Keamanan Pengertian keamanan kerja adalah perasaan aman dan tentram ada pada diri pekerja, bebas dari rasa ketakutan akan penghidupannya di masa akan datang, Adanya jaminan akan pekerjaanya, jika terjadi sesuatu atas dirinya, karena milik paling berharga bagi manusia adalah keamanan diri yaitu keamanan terhadap keselamatan diri. Agar dapat menumbuhkembangkan rasa aman dalam bekerja maka perusahaan harus mampu menunjukkan kestabilan perkembangan usahanya dan terus mengalami trend meningkat dari waktu ke waktu.
Umumnya perusahaan seperti ini akan dapat mempertahankan kelangsungan
usahanya
dan
kecendrungan
kinerja
perusahaan
meningkat, sehingga para pekerja di perusahaan tersebut akan terjamin kelangsungan hidupnya. Akhirnya rasa aman bekerja akan
menimbulkan
ketenangan dan ketenangan akan mendorong tumbuhnya motivasi dan komitmen kerja karyawan, sehingga diharapkan prestasi kerja karyawan akan meningkat. b. Faktor Keselamatan Kerja (Safety) Keselamatan kerja adalah keselamatan pekerja berkaitan dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Para pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya perlu mendapatkan perlindungan keselamatan kerja agar pekerja secara aman melakukan pekerjaannya sehari-hari guna meningkatkan prestasi kerjanya. Tujuan dalam menjamin keselamatan kerja adalah suatu kebijakan sedapat mungkin memberikan jaminan kondisi kerja aman dan sehat kepada setiap karyawan untuk melindungi sumber daya manusianya. Karyawan bekerja dalam suatu perusahaan berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, dan perlakuan yang sesuai dengan hakekat karyawan sebagaibagian terpenting dari perusahaan, terutama pada saat melakukan pekerjaan dalam lingkungan kerjanya.
3. Kebutuhan Sosial Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, oleh karena itu manusia memerlukan interaksi sosial melalui persababatan, perasaan memiliki dan diterima kelompok, kekeluargaan dan sosial. Karyawan sering berhubungan dengan teman-teman sekerja hanya karena terdorong oleh perasaan untuk memiliki sahabat, kerjasama baik dalam bekerja, seperti bekerja dalam suatu tim, hal ini sangat membantu dalam memperbaiki kepercayaan diri karyawan bersangkutan. Ditambah adanya perhatian dari atasan mereka memperlakukan mereka dengan adil. menanggapi keluhan-keluhan dan usulan-usulan mereka untuk memperbaiki nasib dan masa depan mereka.
4. Kebutuhan penghargaan Penghargaan adalah merupakan salah satu kebutuhan karyawan. Wajar jika karyawan telah berusaha dan bekerja dengan baik ingin dihargai oleh orang lain, seperti karyawan bagian operasional telah berusaha dan bekerja dengan sebaik-baiknya karena ingin dihargai atasannya. Penghargaan, pengakuan atau recognition atas suatu prestasi yang telah dicapai oleh seseorang akan merupakan motivator kuat. Pengakuan atas suatu prestasi melalui promosi jabatan, akan memberikan kepuasan batin lebih tinggi dari pada penghargaan dalam bentuk materi/uang atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk promosi jabatan dapat menjadi motivator lebih kuat dibandingkan dengan hadiah berupa barang atau uang/bonus. Penghargaan dimaksudkan untuk menghargai terhadap jasa atau prestasi seseorang, semata-mata berpedoman dari sisi manusiawinya. Insentif diberikan kepada seseorang, bukan karena jasa atau prestasi, tetapi justru mengharap agar orang tersebut dapat berprestasi atau berjasa lebih baik dari yang sudah-sudah. Jadi penghargaan mengandung unsur masa lalu. sedangkan insentif mengandung unsur masa depan. Penghargaan pada dasarnya ada dua yaitu penghargaan fisik dan penghargaan non fisik. a. Penghargaan fisik adalah penghargaan
diberikan dalam bentuk benda,
misalnya uang atau barang. Penghargaan secara fisik ini pada umumnya sangat didambakan oleh karyawan/tenaga kerja yang kebetulan keadaan sosial ekomoninya rendah. b. Penghargaan non fisik adalah jenis penghargaan ini pengertiannya sangat luas, mencakup semua hal yang berhubungan dengan kepuasan rohani seseorang dari segi kemanusiaan. Mulai dari penghargaan yang paling kecil dan sederhana (misalnya ucapan terima kasih pada seorang bawahan) sampai penghargaan lebih tinggi berupa promosi jabatan. Karyawan dapat menunjukkan kinerja tinggi bila menyadari bahwa dia memperoleh pengakuan dan penghargaan. Rasa bangga atas pribadi atau prestasi merupakan salah satu bentuk kepuasan kerja karyawan. Dalam hal pemberian penghargaan sebaiknya memperhatikan keadaan sosial ekonomi karyawan.
5.Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan pemenuhan diri, untuk mempergunakan potensi diri, pengembangan diri dari melakukan apa yang paling cocok serta menyelesaikan pekerjaannya berdasarkan kesadaran dan keinginan diri sendiri. Kebutuhan untuk perwujudan diri merupakan tingkat kebutuhan paling tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri. Dalam kondisi ini seseorang ingin memperlihatkan kemampuan secara optimal di tempat masing-masing. Oleh sebab itu pada kebutuhan tingkatan ini orang cenderung untu selalu mewujudkan kemampuan dan mengembangkan diri serta berusaha berbuat terbaik. 5.4 Model-Model Motivasi Kerja Model motivasi berkembang dari teori klasik (tradisional) menjadi teori modern, sesuai dengan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan perbandingan antara dasar kefalsafahan teori klasik (tradisional) dengan teori modern dibedakan dalam dua hal. Pertama: teori klasik secara tidak langsung telah menyatakan unidimensi bahwa jika sesuatu merupakan sebuah benda maka benda tersebut tidak dapat menjadi benda kedua, sehingga lebih menekankan pada satu aspek sebagai dasar penilaian. Sedangkan teori modern biasanya memanfaatkan suatu pandangan yang multidimensi. Misalnya motivasi bukan saja untuk memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga harus memberi kepuasan rohani, sehingga adanya keseimbangan dan keterpaduan antara kepentingan karyawan dengan kepentingan perusahaan. Kedua: Teori klasik menitik beratkan pada analisis dan penguraian (spesialisasi), sedangkan teori modern penegasan nya terletak pada keterpaduan dalam perencanaan, serta pandangan secara komprehensif dalam mengambil suatu kebijakan. Menurut Ranupandojo Husnan (1990: 204) model-model motivasi dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Model Tradisional Model Tradisional
Model
ini
memotivasi
mengemukakan bawahan
agar
bahwa gairah
untuk kerjanya
meningkat, perlu diterapkan sistem insentif, yaitu Memberikan Insentif
memberikan
insentif
(uang/barang)
kepada
karyawan yang berprestasi baik. Semakin banyak produksinya semakin besar pula balas jasanya. Jadi, motivasi bawahan hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa aman berupa insentif (uang/berupa barang) saja.
2. Model Hubungan Manusia Model Hubungan Manusia
Model
ini
mengemukakan
bahwa
untuk
memotivasi bawahan supaya gairah kerjanya meningkat ialah dengan mengakui kebutuhan
sosial mereka dan membuat mereka merasa Mempertimbangkan kebutuhan sosial karyawan berguna dan penting. Sebagai akibatnya, karyawan
mendapatkan
membuat
keputusan
beberapa
dan
kebebasan
kreativitas
dalam
pekerjaannya. Dengan memperhatikan kebutuhan materiil dan non materiil karyawan, motivasi kerjanya akan meningkat pula. Jadi motivasi karyawan adalah disamping untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa aman, juga lebih dominan kebutuhan sosial karyawan. 3. Model Sumber Daya Manusia Model Sumber Daya Manusia
Model
ini
mengatakan
bahwa
karyawan
dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang/ barang atau keinginan akan kepuasan, tetapi juga
Menawarkan tanggung jawab yang bertambah
kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan berarti.
Menurut
model
ini,
karyawan
cenderung
memperoleh kepuasan dari prestasi yang baik. Karyawan bukanlah berprestasi baik karena merasa puas, melainkan karena termotivasi oleh rasa tanggungjawab lebih luas untuk membuat keputusan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Jadi lebih ditekankan pada tanggung jawab dan rasa memiliki organisasi. 5.5 Teori Motivasi Kerja Motivasi sebagai konsep manajemen banyak menarik perhatian para ahli. Hal ini dapat dimengerti karena pentingnya motivasi dalam kehidupan organisasi. Beberapa ahli mencoba mengutarakan berbagai teori tentang motivasi sesuai dengan pandangan masing-masing. Selanjutnya akan diuraikan empat macam teori motivasi yaitu :
1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Teori motivasi dikemukakan oleh Maslow yaitu teori motivasi berdasarkan pada hirarki kebutuhan secara individu, terdiri dari lima tingkatan kebutuhan atau keinginan manusia. Kebutuhan lebih tinggi akan mendorong seseorang untuk mendapatkan atas kebutuhan tersebut, setelah kebutuhan lebih rendah (sebelumnya ) terpuaskan. Milkovic and Boudreau (1991: 167) mengatakan tentang inti teori Maslow ialah bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hirarki sebagai berikut: 1. Physiological need, the needs for food and water 2. Safety security weds, the needs for security, stability and absence from pain. threat or illness. 3. Social needs, the needs of affection. belongingness, love 4. Esteems needs, the needs for personal feelings of achievement or self esteem and also a needs for recognition or respect from the others. 5. Self actualization needs, the needs to become all one is capable of
becoming to realize one s own potential or achieve self fulfillment. Maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan lebih pokok sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan lebih tinggi. Hal penting dalam pemikiran Maslow bahwa kebutuhan telah dipenuhi, mengakibatkan meningkatnya daya motivasi seseorang. Kebutuhan fisiologis terlihat berada pada puncak hirarki, karenanya cenderung memiliki kekuatan paling besar, sampai hal itu terpenuhi. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan pokok manusia untuk mempertahankan hidupnya, makanan, pakaian dan kebutuhan tempat tinggal. Pada umumnya kebutuhan seseorang berada pada level ini, apabila kebutuhan pokok tersebut belum terpenuhi dan karenanya kebutuhan lainnya kurang memotivasinya. Apabila kebutuhan pokok telah terpenuhi, maka level kebutuhan lainnya akan menjadi penting dan kebutuhan ini akan memotivasi perilaku orang bersangkutan, demikian seterusnya ke atas mengikuti hirarki kebutuhan.
2. Teori ERG Alderfer Gibson, et al. (1996: 194), menjelaskan bahwa Alderfer setuju dengan pendapat Maslow dimana setiap orang mempunyai kebutuhan tersusun dalam suatu hirarki, akan tetapi hirarki kebutuhannya hanya meliputi tiga perangkat kebutuhan yaitu : 1. Existence: Merupakan kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, air, udara upah dan kondisi kerja. 2. Relatedness: Kebutuhan, yang dipuaskan oleh hubungan. sosial dan hubungan antar pribadi yang bermanfaat. 3. Growth: Kebutuhan dimana individu merasa puas dengan membuat suatu kontribusi (sumbangan) yang kreatif dan produktif. Teori ERG merupakan teori motivasi kepuasan menekankan bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan eksistensi, keterkaitan dan pertumbuhan. Jika diketahui bahwa tingkat kebutuhan lebih tinggi dari seseorang bawahan (umpamanya pertumbuhan) nampak terhalangi,
mungkin karena kebijaksanaan perusahaan, atau kurangnya sumber daya, maka hal tersebut harus menjadi perhatian utama manajer guna mengarahkan kembali upaya bawahan memenuhi kebutuhan akan keterkaitan atau kebutuhan eksistensi. Teori ERG mengisyaratkan bahwa individu akan termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk memenuhi salah satu dari ketiga perangkat kebutuhan tersebut. 3. Teori Dua Faktor dari Herzberg. Saydam ( 1996 : 25 ) berpendapat bahwa : “Herzberg telah mengembangkan teori kebutuhan dari Maslow menjadi teori dua faktor motivasi. Prinsip dari teori ini ialah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) itu merupakan dua hal yang berbeda. la membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfier/motivator dan kelompok dissatisfied atau hygiene factor. Satisfiers merupakan faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Achievement (Prestasi yang diraih) Recognition (Pengakuan yang lain) The Work it self (Pekerjaan itu sendiri) Responsibility (Tanggung jawab) Advancement (Peluang untuk maju) The possibility of growth (Kemungkinan pengembangan karier)
Hadirnya faktor tersebut akan-menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor itu tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfier (hygiene factors) merupakan faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5.
Kompensasi Keamanan dan keselamatan kerja Kondisi kerja Prosedur perusahaan Mutu dan supervisi teknis dari hubungan interpersonal diantara teman dan sejawat antara atasan dengan bawahan
Perbaikan
terhadap
kondisi
ini
akan
mengurangi
atau
menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja. Dengan demikian perbaikan salary dan working conditions tidak, akan menimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidakpuasan. Selanjutnya menurut Herzberg bahwa yang bisa memicu orang untuk bekerja dengan baik dan bergairah hanyalah kelompok satisfiers. 4. Teori Kebutuhan dari McClelland Motivasi kerja yaitu faktor-faktor yang mendorong tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya menurut McClelland (Saydam, 1996: 254) mengajukan tiga dimensi kebutuhan yaitu : Kebutuhan akan prestasi (n Ach) Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation = n Aff) dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power = n Pow). Kebutuhan akan prestasi (n Ach) merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, kebutuhan akan prestasi akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberikan kesempatan. Kebutuhan untuk berprestasi merupakan motivasi bersedianya yang bersangkutan bekerja keras dan berkreativitas dalam pekerjaannya. Karyawan yang ber n Ach tinggi ini biasanya selalu menghendaki tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung pekerjaannya. Pimpinan harus berupaya memberi kesempatan dengan sebaikbaiknya bagi yang bersangkutan untuk berkembang lebih lanjut agar potensinya itu dapat dimanfaatkan bagi kemajuan perusahaan. Seorang karyawan yang mempunyai n Ach tinggi akan terlihat pada sikap-sikap (Saydam, 1996: 255). 1. Selalu menghindari spekulasi dan memiliki tanggungjawab yang tinggi. 2. Mempunyai semangat dan ingin unggul dalam setiap kesempatan.
3. Cenderung bekerja terus tanpa istirahat dan mempunyai inisiatif yang luar biasa. 4. Menghendaki umpan balik dari setiap kegiatannya. 5. Senang pada pekerjaannya yang menantang dan mau bekerja tanpa memikirkan imbalan materi. 6. Rasa kekerabatan yang bersangkutan biasanya rendah. Kebutuhan akan afiliasi (n Aff) menjadi daya penggerak yang akan memotivasi
semangat
bekerja
seseorang
karena
setiap
orang
menginginkan hal-hal seperti kebutuhan akan perasaan diterima orang lain dilingkungan ia tinggal atau bekerja, kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting, kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal, kebutuhan akan perasaan ikut serta. Ciri-cirinya antara lain : (Saydam, 1996: 255) 1. Selalu ingin menggalang persaudaraan dengan orang lain. 2. Suka berkawan dengan orang lain dan mempunyai rasa sosial yang tinggi. 3. Mau mengubah pendapat sendiri untuk menghindari perselisihan. 4. Suka berkumpul dengan orang lain dan gampang percaya pada seseorang. 5. Suka membantu orang lain dalam setiap kesempatan. Kebutuhan akan kekuasaan (n Pow) merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. Kebutuhan akan kekuasaan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan. Kebutuhan akan kekuasaan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja giat. Ciri-ciri yang dapat terlihat pada orang yang mempunyai kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi ini antara lain : (Saydam, 1996 : 254). 1. Selalu bersedia menjadi pelopor dalam setiap kegiatan. 2. Selalu mencari kedudukan sebagai pimpinan.
3. Mempunyai sifat yang selalu mendesak, memimpin, dan kalau perlu mengekang orang lain. 4. Kalau berbicara berlebih-lebihan dan kadang-kadang bersifat mengancam untuk mendesakkan kemauannya. Oleh sebab itu untuk memberi motivasi kepada karyawan yang ber n Pow besar ini seorang manajer haruslah dapat menciptakan suasana dan berupaya sering memberi tanggung jawab serta memberi kesempatan yang ada untuk maju dan berkembang kepada yang bersangkutan. Pihak eksternal tidak dapat mengendalikan maju dan berkembang kepada yang bersangkutan. Kinman and Russel (2001); common to many conceptualizations of motivation is an emphasis on the presence of stimuli to direct the individual: either an internal drive (intrinsic) or an external environmental incentive (extrinsic). Begitu banyak konsep tentang motivasi terutama ditekankan pada faktor pendorong langsung seseorang, kalau tidak dari dorongan internal (intrinsic) ataupun dari rangsangan lingkungan eksternal (extrinsic). Motivasi intrinsik adalah suatu bentuk motivasi yang didorong oleh kemauan dan kebutuhan dalam diri seseorang dan dapat dikendalikan dan tumbuh, berkembang dari dalam diri seseorang. Keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam memotivasi dirinya akan dominan dipengaruhi oleh kemampuan seseorang dalam mengembangkan dan mengendalikan diri sendiri dimana pihak eksternal tidak dapat mengendalikan maju dan berkembang kepada yang bersangkutan. Misalnya kebutuhan akan berprestasi (n Ach), kebutuhan akan afiliasi (n aff) dan kebutuhan akan kekuasaan (n Pow). Motivasi ekstrinsik adalah suatu bentuk motivasi didorong dan didasarkan kebijakan lingkungan eksternal terutama pimpinan, dimana seseorang bekerja. Seorang karyawan tidak akan dapat mempengaruhi dan mengendalikan kebijakan pimpinan tempat bekerja, seperti misalnya penetapan reward, prosedur kerja, kondisi kerja, keamanan dan keselamatan kerja.
Berdasarkan ke empat teori motivasi tersebut di atas, maka dalam penelitian buku ini, menggunakan teori motivasi dari McClelland, dengan alasan sebagai berikut ; 1. Karena karyawan operasional bekerja pada hotel berbintang lima dan merupakan hotel jaringan internasional, sehingga teori motivasi dari McClelland lebih tepat digunakan. 2. Teori Motivasi dari McClelland lebih menitik beratkan pada kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan, dimana dipengaruhi oleh dorongan internal (intrinsik behavior). 5.6 Dimensi Motivasi Kerja Dimensi motivasi kerja berdasarkan teori motivasi McClelland dibedakan menjadi tiga terdiri dari kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan, sedangkan penelitian ini sesuai dengan subyek penelitian disektor perhotelan mengembangkan skala ukur mencakup 7 butir pernyataan, seperti terlihat dalam tabel berikut : Tabel 5.1 Indikator dan Kuesioner Motivasi kerja VARIABEL
INDIKATOR
Motivasi (X1)
Kebutuhan akan prestasi (X11)
Kebutuhan akan afiliasi (X12)
BUTIR PERNYATAAN 1. Saya terdorong untuk melakukan pekerjaan karena diberikan kesempatan untuk berprestasi dan peningkatan jenjang karier (X111) 2. Saya terdorong untuk melakukan pekerjaan karena menerima pekerjaan-pekerjaan yang menarik dan menantang (X112) 3. Saya terdorong untuk melakukan pekerjaan Karena suasana kerja yang kondusif menjamin
VARIABEL
INDIKATOR
BUTIR PERNYATAAN kenyamanan kerja (X123) 4. Saya terdorong untuk melakukan pekerjaan karena, penempatan karyawan pada suatu jabatan tertentu sesuai dengan kompetensi dan kinerja karyawan bersangkutan (X124) 5. Saya terdorong untuk melakukan pekerjaan karena sikap pimpinan menghargai prestasi bawahan (X135)
Kebutuhan akan kekuasaan (X13)
6. Saya terdorong untuk melakukan pekerjaan karena diberikan kekuasaan melakukan inovasi dan kreatifitas dalam memberikan pelayanan yang terbaik pada wisatawan (X136) 7. Saya terdorong untuk melakukan pekerjaan karena manajemen hotel selalu fokus pada perbaikan proses layanan (X137)
5.7 Pengaruh Antar Variabel 1. Pengaruh Motivasi Terhadap Komitmen Karyawan Operasional Hotel Hasil pengujian koefisien jalur pengaruh langsung menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen karyawan operasional, hal ini terlihat dari angka koefisien jalur bertanda positif sebesar 0,342 kondisi ini berarti, apabila motivasi ditingkatkan maka
akan
berdampak
pada
meningkatnya
komitmen
karyawan
operasional. Apabila dilihat kontribusinya, maka faktor motivasi berkontribusi terhadap komitmen karyawan operasional sebesar 34,2% berarti pengaruhnya signifikan karena probabilitasnya 0,016 < α 0,05 (lebih kecil dari taraf signifikan sebesar 0,05) dengan nilai CR 2,419 > 1,96 dengan demikian hipotesis menyatakan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional diterima dan terbukti
kebenarannya. Sehingga motivasi memegang peranan penting dalam meningkatkan komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Variabel motivasi (X1) dalam penelitian ini memiliki 3 indikator, yaitu kebutuhan akan prestasi (X11), kebutuhan akan afiliasi (X12) dan kebutuhan akan kekuasaan (X13). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah kebutuhan akan kekuasaan (X13) indikator memiliki regression weight terendah adalah indikator akan prestasi (X11), sedangkan komitmen dalam penelitian ini memiliki 3 indikator yaitu komitmen afektif (Y11), komitmen konsinuanse (X12) dan komitmen normatif (Y13). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator komitmen normatif (Y13) dan indikator yang memiliki regression weight terendah adalah komitmen konsinuanse (Y12). Namun demikian 6 indikator tersebut memiliki nilai regression weight dapat disebut kuat (> 0,5) di dalam mengukur varibel latennya. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil statistik deskriptif, dimana nilai rata-rata untuk variabel motivasi sebesar 4,290 berada dalam kategori baik. Artinya bahwa secara keseluruhan karyawan operasional menyatakan setuju terhadap 3 indikator pengukuran variabel motivasi tersebut. Oleh karena itu, untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan operasional hotel harus memperhatikan 3 indikator dari variabel motivasi digunakan di dalam penelitian ini. Terdapat 1 indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata variabel dan 2 indikator memiliki nilai lebih besar dari daripada nilai rata-rata variabel. Indikator memiliki nilai dibawah nilai rata-rata variabel adalah kebutuhan akan kekuasaan dengan 3 item pernyataan karyawan operasional. Sedangkan indikator memiliki nilai lebih besar dari nilai rata-rata adalah kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan afiliasi. Nilai rata-rata indikator kebutuhan akan prestasi sebesar 4,326 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali dapat mengembangkan
kreatifitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi dimilikinya demi mencapai prestasi kerja maksimal. Karyawan tersebut akan memiliki tanggungjawab tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan, karena tanpa adanya motivasi untuk berprestasi sepertinya sulit untuk bertanggung jawab pada setiap pekerjaan telah ditugaskan. Karyawan mempunyai semangat dan ingin unggul dalam setiap kesempatan. Motivasi tinggi untuk meraih keunggulan pada setiap kesempatan ditunjukkan adanya semangat tinggi pula. Cenderung bekerja terus tanpa istirahat dan mempunyai inisiatif luar biasa. Inisiatif sangat diperlukan dalam melayani wisatawan di hotel, karena hal ini berkaitan dengan memberikan layanan terbaik kepada mereka tanpa harus menunggu untuk diperintah. Kebijakan diambil oleh pihak manajemen hotel dalam usaha mendorong motivasi terhadap kebutuhan akan prestasi dari karyawan operasional dikatakan tepat guna apabila karyawan operasional diberikan kesempatan untuk berprestasi dan peningkatan jenjang karier. Juga diberikan pekerjaan-pekerjaan menarik dan menantang. Apabila hal ini terjadi maka karyawan operasional akan memiliki komitmen tinggi dalam mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan serta kekuatan dimiliki demi mencapai prestasi kerja maksimal. Sebaliknya jika kebijakan diambil tidak tepat guna, seperti tidak diberikan kesempatan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan menarik dan menantang, juga peningkatan jenjang karier dilakukan dengan tidak transparan dan adil akan berdampak menurunnya komitmen kerja karyawan operasional. Nilai rata-rata kebutuhan akan afiliasi sebesar 4,306 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki kebutuhan tinggi akan perasaan diterima orang lain di lingkungan kerja, kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal, kebutuhan akan perasaan ikut serta untuk memenuhi kebutuhan supaya dapat diterima oleh orang lain (rekan kerja), maka karyawan selalu ingin menggalang
persaudaraan dengan rekan kerja dan mau mengubah pendapat sendiri untuk menghindari perselisihan. Untuk memenuhi kebutuhan akan perasaan ikut serta, mesti dilakukan adalah suka berkawan, bergaul dan mempunyai rasa sosial tinggi, dan memiliki toleransi tinggi serta suka membantu rekan kerja dalam setiap kesempatan. Indikator kebutuhan akan kekuasaan merupakan indikator dengan nilai terendah dari tiga indikator digunakan dan juga lebih rendah dari ratarata
variabel
motivasi,
indikator
kebutuhan
akan
kekuasaan
dipresentasikan oleh tiga item pernyataan yaitu item pertama, pimpinan menghargai prestasi bawahan, item kedua, diberikan kebebasan melakukan inovasi dan kreatif dalam memberikan pelayanan, item ketiga, manajemen hotel selalu fokus pada perbaikan proses layanan. Item pernyataan pertama merupakan penilaian paling rendah oleh karyawan operasional yaitu sebanyak 66 responden (33,36%) menyatakan sangat setuju, diikuti 95 responden (47,98%) menyatakan setuju, kemudian 37 responden (18,69%) menyatakan kurang setuju. Rendahnya penilaian karyawan operasional atas item pertama, 37 responden (18,69%) menyatakan pimpinan kurang menghargai prestasi bawahan. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaannya masih perlu untuk diperbaiki melalui kebijakan-kebijakan lebih transparan dan berkeadilan. Kebijakan diambil harus memperhatikan dan mempertimbangkan obyektivitas atau prosedur benar pasti akan dapat mengatasi ketidakpuasan karyawan. Menghargai prestasi karyawan melalui peningkatan jenjang karier karyawan harus sesuai dan diberikan kepada karyawan mampu menunjukkan prestasi baik. Memiliki kemampuan dan ketrampilan relevan dengan jabatan, disamping itu peningkatan jenjang karier harus sesuai dengan bakat kemampuan dan ketrampilan dimiliki agar apa menjadi tugas dan tanggung jawab benar-benar dihayati dan dijalankan penuh dengan semangat dan kegairahan kerja tinggi. Penempatan karyawan pada jenjang jabatan tertentu adalah merupakan suatu proses penilaian sangat rawan dan kritis, sebab meskipun telah tersedia pedoman dan persyaratan tertulis
secara rinci serta sangat jelas, tetapi faktor subyektivitas penilai dapat saja terjadi dan sangat mempengaruhi hasil penimbangan prestasi kerja karyawan. Jika faktor subyektivitas ini dirasakan oleh karyawan maka hal tersebut menimbulkan ketidakpercayaan terhadap sistem penilaian prestasi akan berdampak terhadap hubungan kerja kurang harmonis dan pada akhirnya berpengaruh terhadap komitmen karyawan. Hasil penelitian ini menguatkan pendapat Gibson et al. (1996) secara teoritis menjelaskan hubungan motivasi dengan komitmen dan perilaku organizational citizenship. Tumbuhnya motivasi kerja karyawan berarti kebutuhan karyawan, kondisi kerja dan sikap kerja menuju arah lebih baik. Jika karyawan memiliki motivasi kerja tinggi, maka akan berakibat memunculkan kecenderungan kinerja akan menjadi efektif pula. Perasaan dihargai dan diperhatikan bisa menimbulkan kebanggaan menjadi bagian dari perusahaan (komitmen) akibat dari kebijakan dapat menyeimbangkan kebutuhan karyawan dengan kepentingan perusahaan akan mendorong karyawan ke arah perilaku ekstra. Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Meyer et al. (1993) membuktikan adanya pengaruh motivasi terhadap komitmen karyawan. Dalam studi yang dilakukan Meyer et al. (1993) menyatakan bahwa komitmen organisasional dan motivasi adalah dua hal yang berbeda, meskipun secara konsep berhubungan. Lebih khusus, peneliti ini menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah bagian dari motivasi dan dengan mengintegrasikan teori-teori komitmen dan motivasi, peneliti memperoleh pemahaman lebih baik mengenai prosesnya dan perilaku di tempat kerja. 2. Pengaruh
Motivasi
Terhadap
Perilaku
Organizational
Citizenship
Karyawan Operasional Hotel Hasil pengujian koefisien dalam pengaruh langsung menunjukkan bahwa motivasi, berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perilaku
organizational citizenship karyawan operasional, hal ini terlihat dari angka koefisien jalur bertanda positif sebesar 0,375 kondisi ini berarti bahwa apabila motivasi ditingkatkan maka akan berdampak pada meningkatnya perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Apabila dilihat kontribusinya maka faktor motivasi berkontribusi terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional sebesar 37,5%, berarti pengaruhnya signifikan karena didasarkan pada probabilitasnya , 0,006 < α 0,05 (lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 0,05), CR 2,766 > 1,96. Dengan
demikian
hipotesis
menyatakan
bahwa
motivasi
berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional diterima dan terbukti kebenarannya, sehingga motivasi memegang peranan penting dalam meningkatkan perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Variabel motivasi (X1) dalam penelitian ini memiliki 3 indikator yaitu kebutuhan akan prestasi (X11), kebutuhan akan afiliasi (X12), kebutuhan akan kekuasaan (X13). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator yaitu kebutuhan akan kekuasaan (X13) dan indikator memiliki regression weight terendah adalah indikator kebutuhan akan prestasi (X11). Sedangkan perilaku organizational citizenship dalam penelitian ini memiliki 5 (lima) indikator yaitu altruism (Y21), Conscientiousness (Y22) civil virtue (Y23) sportsmanship (Y24) dan courtesy (Y25). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator sportsmanship (Y24) dan indikator yang memiliki regression weight terendah adalah indikator altruism (Y21). Namun demikian 8 indikator tersebut memiliki nilai regression weight yang dapat disebut kuat (> 0,5) di dalam mengukur variabel latennya. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil statistik deskriptif, dimana nilai rata-rata untuk variabel motivasi sebesar 4,290 berada dalam kategori baik. Artinya bahwa secara keseluruhan karyawan operasional menyatakan setuju terhadap 3 indikator pengukuran variabel motivasi
tersebut. Oleh karena itu untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan operasional hotel harus memperhatikan 3 indikator dari variabel motivasi yang digunakan dalam penelitian ini. Terdapat 1 indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata dan 2 indikator memiliki nilai lebih besar dari pada nilai rata-rata. Indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata adalah kebutuhan akan kekuasaan dengan 3 item pernyataan karyawan operasional. Sedangkan indikator memiliki nilai lebih besar dari nilai rata-rata adalah kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan afiliasi. Karyawan operasional hotel dikatakan motivasi kerjanya tinggi apabila dapat terpenuhinya kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan semakin tinggi dari waktu ke waktu. Apabila hal ini terjadi maka perilaku organizational
citizenship
karyawan
operasional
semakin
tinggi.
Sebaliknya motivasi kerja karyawan operasional dikatakan semakin rendah apabila tidak dapat terpenuhinya kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan maka OCB semakin rendah pula dari waktu ke waktu. Karyawan operasional hotel memiliki motivasi kerja tinggi akan meningkatkan perilaku organizational citizenship tercermin dari kualitas pelayanan diberikan kepada wisatawan menginap di hotel tersebut atau sebaliknya perilaku organizational citizenship tinggi mencerminkan motivasi kerja karyawan operasional tinggi. Sebagai contoh apabila kebutuhan akan afiliasi dapat dipenuhi dengan baik sebagai salah satu indikator dari motivasi kerja maka sportsmanship sebagai salah satu indikator perilaku organizational citizenship juga akan tinggi. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan akan afiliasi tidak dapat dipenuhi dengan baik sebagai salah satu indikator motivasi kerja maka sportsmanship sebagai salah satu indikator perilaku organizational citizenship juga tidak baik. Hasil penelitian ini menguatkan pendapat Gibson et al. (1996) secara teoritis menjelaskan hubungan motivasi dengan komitmen.
Tumbuhnya motivasi kerja karyawan berarti kebutuhan karyawan, kondisi kerja dan sikap kerja menuju arah lebih baik, jika karyawan memiliki motivasi kerja tinggi, maka akan berakibat memunculkan kecenderungan kinerja akan menjadi efektif pula. Perasaan dihargai dan diperhatikan bisa menimbulkan kebanggaan menjadi bagian dari perusahaan akibat dari kebijakan
dapat
menyeimbangkan
kebutuhan
karyawan
dengan
kepentingan perusahaan akan mendorong karyawan kearah perilaku ekstra. Teori motivasi McClelland, menyatakan bahwa karyawan memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah mereka berusaha untuk melakukan sesuatu lebih baik dibanding yang lain, berusaha menyelesaikan tugas menantang dengan baik, serta berusaha untuk dapat mengembangkan cara terbaik dalam melakukan sesuatu. Karyawan memiliki motivasi berprestasi bersedia untuk berperilaku ekstra yaitu melakukan sesuatu lebih dari standard organisasi, guna memperoleh hasil terbaik. Implikasinya, jika pihak manajemen dapat memfasilitasi dengan memenuhi kebutuhan karyawan dengan berbagai kebijakan seperti misalnya melalui jenjang karier akan semakin mendorong karyawan ke arah perilaku ekstra tersebut. Motivasi kerja berpengaruh pada OCB karyawan Meyer and Herscovith (2001) mendefinisikan komitmen sebagai kekuatan (force) mengikat individu untuk melakukan tindakan. Hal ini menjelaskan bahwa motivasi memiliki konsep lebih luas dibanding komitmen dan komitmen adalah salah satu dari sekumpulan energizing forces berkontribusi secara sengaja memotivasi perilaku ekstra individu. Ini berarti apabila karyawan memiliki komitmen organisasi tinggi maka ada suatu kekuatan mendorong munculnya suatu perilaku melebihi perannya (extra role OCB).
BAB 6 KEMAMPUAN KERJA 6.1 Pengertian Kemampuan Kerja Sumber daya manusia adalah unsur penting dalam organisasi, hal ini dikarenakan unsur-unsur lain seperti modal / uang, bahan baku, metode dalam bekerja dan sumber daya lainnya hanya dapat memberi manfaat bagi organisasi, jika sumber daya manusia ada di dalam organisasi tersebut mampu merekayasa dalam menghasilkan suatu karya bermanfaat bagi kelangsungan hidup organisasi atau untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, bahwa sumber daya manusia adalah faktor pengendali dan perangsang ke arah tercapainya tujuan organisasi dengan tingkat efektifitas dan efisiensi tertentu. Dengan demikian,sumber daya manusia merupakan modal sangat berharga bagi segala aktifitas dilakukan organisasi. Pada kondisi sebaliknya dapat pula terjadi bahwa sumber daya manusia akan menjadi penghalang dalam pencapaian tujuan organisasi. Hal ini dapat saja terjadi bila sumber daya manusia di dalam organisasi itu melakukan aktivitasnya dengan pengetahuan sedikit sekali tentang pekerjaannya, atau bahkan sama sekali
tidak memiliki keterampilan, pengalaman dan
pengetahuan mendukung dalam melakukan pekerjaannya. Bila memang kondisi ini terjadi, maka manusia itu sendiri justru menjadi masalah harus segera diselesaikan oleh organisasi tersebut. Kemampuan merupakan salah satu faktor sangat penting dalam meningkatkan prestasi kerja, dalam artian sejauh mana seseorang dapat mencapai hasil memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan yang dimilikinya. Robbins (2001: 37), “ability refers to an individual’s capacity to perform the various tasks in a job. It is a current assessment of what one can do. An individual’s overall abilities are essentially made up of two sets of factors: intellectual and physical abilities. Intellectual abilities are those needed to perform mental activities, an than physical Ability that required to do tasks demanding stamina, dexterity, strength, and similar characteristic.
Selanjutnya diuraikan bahwa yang termasuk kemampuan mental/ intelegensia adalah keluwesan dan perimbangan, kefasihan, jalan pikiran secara induktif, ingatan luar biasa, rentang ingatan, kecakapan dalam angkaangka, kecepatan berprestasi, jalan pikiran secara deduktif, orientasi dan visualisasi ruang, dan pemahaman lisan. Termasuk kemampuan fisik adalah : kekuatan dinamis, tingkat kelenturan, koordinasi tubuh nyata, keseimbangan tubuh nyata dan stamina (daya tahan). Hersey dan Blanchard (1995: 187) mengatakan bahwa pendidikan dan atau pengalaman mempengaruhi kemampuan dan motivasi berprestasi. Pendidikan dan pengalaman tidak ada perbedaan konseptual diantara keduanya. Hanya bila berbicara tentang pendidikan, mengacu pada pengalaman pendidikan formal dan pengalaman merupakan hal-hal yang dipelajari seseorang atau yang diperoleh dari pekerjaan. Bertitik tolak dari pendapat-pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini penulis membatasi indikator-indikator kemampuan yang relevan dengan obyek penelitian adalah intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving skill dan learning skill. 6.2 Faktor-Faktor Mempengaruhi Kemampuan Kerja Ciri utama dari globalisasi adalah persaingan ketat, perubahan cepat dan adanya tuntutan begitu tinggi dari suatu pekerjaan. Dalam usaha memenangi persaingan harus mampu membangun kemampuan/ability sehingga dapat menunjukkan kompetensi seorang dalam suatu pekerjaan. Karyawan operasional hotel dalam meningkatkan kualitas pelayanan dituntut agar dapat bekerja tepat waktu, cepat, ramah dan nyaman sehingga wisatawan merasa puas dilayani. Salah satu kebijakan dapat diambil adalah dengan membangun kemampuan tinggi dari sikap karyawan dengan meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan. Menurut Gardner (1983) dalam Ubaedy (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi dalam usaha membangun kemampuan tinggi seseorang terdiri
dari; intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving dan learning skill. 1. Intrapersonal Skill a. Pengertian Intrapersonal skill adalah kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan dirinya. Kemampuan ini akan membuat seseorang mengetahui berbagai bentuk kelebihan, perbedaan, atau kelemahan yang ada pada dirinya. Kemampuan ini akan menunjukkan apa dapat dilakukan, apa belum dapat dilakukan, dan apa perlu dihindari (Ubaedy, 2008: 1). Menurut
Sharon
et
al.
(2003),
mengatakan
bahwa
intrapersonal skill mencakup bawaan atau keadaan seseorang yang membentuk kepribadiannya. Hal paling menentukan disini adalah pengetahuan diri karena pengetahuan itulah akan membimbing seseorang untuk mengetahui lebih banyak tentang dirinya. Selanjutnya menurut Howard Gardner (1983), mendefinisikan intrapersonal intelligence (skill) sebagai sensitifitas seseorang terhadap perasaannya, keinginannya, hal-hal mengancam dirinya, riwayat hidupnya. Termasuk dalam pengertian kesadaran seseorang terhadap kekuatan, kelemahan, rencana dan tujuannya. Dari berbagai pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa keahlian intrapersonal adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui diri ini menjadi kunci karena dengan pengetahuan diri bagus, seseorang akan mengetahui perbedaan antara dirinya dan orang lain. Mampu memahami dirinya, bakat dan potensi dirinya, apa dapat dilakukan, apa ingin dicapai, bagaimana dirinya memberikan respon terhadap keadaannya, apa saja perlu dihindari dan apa perlu dipelajari. b. Penemuan dan Pengembangan Bakat Pengetahuan diri merupakan suatu proses penjelasan untuk menemukan bakat dan potensi di dalam diri, sehingga menjadi suatu
kekuatan untuk menunjukkan potensi seseorang dalam menghadapi persaingan. Kemampuan menusia tumbuh dari bakat dan potensi dalam dirinya akan terus tumbuh dan berkembang melalui suatu pengetahuan dan aktualisasi diri dengan kesadaran terhadap bakat, kemampuan, peluang, kekuatan, keterbatasan dan kelemahannya. Menurut Royani (2007) dalam Ubaedy (2008: 39), langkahlangkah perlu dilakukan untuk menemukan dan mengembangkan bakat seseorang sebagai berikut: Pertama, hasrat sejati (inner calling). Disini perlu dilakukan adalah menemukan keinginan-keinginan selalu mendorong seseorang untuk meraihnya atau melakukannya. Menumbuhkembangkan hasrat dapat dilakukan dengan merumuskan dan memperjuangkan tujuan hidup sudah dibuat berdasarkan kemampuan dimiliki. Hasrat sejati itu dapat berupa hobi, kesukaan, atau kecenderungan tertentu terus menggoda seseorang untuk melakukannya. Kedua,
pembuktian
diri.
Membuktikan
diri
dengan
memunculkan ide, gagasan, atau keinginan. Lalu diperjuangkan sampai berhasil. Agar tidak terlalu sering gagal, pilihlah kira-kira dapat dilakukan dengan kapasitas dimiliki hari ini dan sesuai dengan kelebihan diri sendiri. Oleh karena itu, salah satu unsur terpenting dalam pembuktian diri adalah mengetahui ukuran atau kapasitas diri sendiri. Ketiga, perbandingan positif. Perbandingan positif juga dapat dilakukan, dengan membuat perbandingan antara diri sendiri dan orang lain. Orang lain itu bagaikan cermin buat diri. Dengan mengetahui keunggulan dan kelemahan orang lain, keunggulan dan kelemahan diri sendiri akan dapat ditunjukkan. Keempat,
penempatan/penyaluran,
keunggulan
alamiah
biasanya muncul dari hobi, kegemaran-kegemaran kecil, kegiatan tertentu yang dilakukan tanpa beban dari hal-hal sangat dekat dengan
kebiasaan sehari-hari. Disini dibutuhkan adalah menyalurkan atau menempatkannya
pada
saluran
atau
bidang-bidang
kira-kira
menguntungkan lalu diperbaiki dan dikembangkan. Kelima,
sering-seringlah
melakukan
komunikasi
diri.
Keunggulan mana menurut diri ada di dalam diri sendiri dimana setiap orang punya lebih dari satu potensi dan dapat dikembangkan ke berbagai bentuk, konstruksi, atau “kedapatan” yang tak terbatas. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya supaya dapat menemukan keunggulan diri seperti dikatakan Covery, salah satu caranya adalah banyak-banyak berkomunikasi dengan diri sendiri (self community). Berkomunikasi dapat dilakukan dengan sesering mungkin membicarakan diri sendiri (memikirkan) dengan diri sendiri dan pada saat sendirian (menyepi). Selanjutnya menurut Sidney Moon (2002), dibutuhkan tiga hal agar bakat seseorang itu muncul dan bermanfaat, yaitu: Pertama, kemampuan memahami diri. Kedua, kemampuan membuat keputusan hidup berdasarkan moralitas (berpikir positif, beraksi positif, dan bergaul di lingkungan kondusif). Ketiga, kemampuan mentaati disiplin diri (kemauan, ketekunan, kegigihan dan komitmen). c. Pengukuran Intrapersonal/Pengetahuan Diri Pengetahuan diri adalah kesadaran seorang terhadap bakat, kemampuan, peluang, keterbatasan, kekuatan dan kekuatan dalam diri seseorang. Pengetahuan tentang diri sudah dimiliki seseorang akan terlihat dari kadar terendah sampai dengan kadar tertinggi. Pedoman dasar digunakan untuk mengukur kadar pengetahuan diri seseorang dapat dilihat pada penjelasan berikut.
PENGUKURAN PENGETAHUAN DIRI / INTRAPERSONAL Skala
Indikator Umum
0
Anda tidak tahu atau tidak peduli atau masih baru melihat berbagai kelemahan yang anda miliki, anda berkesimpulan tidak memiliki kelebihan apa-apa. 1 Anda sudah mencari atau mengeksplorasi berbagai potensi dan kelebihan yang anda miliki, tetapi belum menemukan atau berhasil. 2 Anda sudah menemukan kelebihan, kekuatan dan keunggulan personal, tetapi belum menggunakannya perjuangan (aktualisasi diri) secara berkelanjutan. 3 Anda sudah menemukan, sudah menggunakannya secara optimal, tetapi belum mempunyai konsistensi perjuangan (aktualisasi diri) secara berkelanjutan. 4 Anda sudah konsisten mengembangkan berbagai keunggulan yang anda miliki, namun belum dapat mengatasi masalah-masalah yang muncul secara optimal, baik itu masalah eksternal maupun internal. 5 Anda terus merealisasikan ide-ide yang sesuai dengan keunggulan personal anda, mencari terobosan baru untuk menciptakan solusi atas masalah, dan menjalankan proses learning dalam bentuk karya, kreasi, atau prestasi. Sumber: Ubaedy (2008: 11) Penjelasan di atas sebagai pedoman dasar dapat digunakan sebagian atau seluruhnya. Dan dapat juga digunakan sebagai bahan untuk mengoreksi diri. Menurut Microsoft Education dalam Ubaedy (2008: 12), pedoman dasar digunakan untuk mengukur intrapersonal /pengetahuan diri seseorang dibedakan menjadi beberapa level/tingkat sebagai berikut: Level 1: Anda baru mengetahui bakat, kemampuan, peluang, kekuatan, keterbatasan, dan kelemahan anda. Level 2: Anda menyadari bakat, kemampuan, peluang, kekuatan, keterbatasan, dan kelemahan Anda. Anda dapat memperkirakan berbagai bentuk kemampuan/kelemahan paling mungkin, dan dapat menyinergikannya dengan orang lain pada momen tepat. Anda melakukan proses pembelajaran untuk meningkatkan skill atau pengetahuan Anda.
Level 3: Anda sudah mengidentifikasi motif secara akurat, harapan, kecenderungan, keinginan, dan kebutuhan. Anda sudah mempunyai gambaran yang jelas tentang diri Anda (kemampuan kelebihan, atau bakat Anda). Anda berusaha menggali feedback dengan berkreasi, terbuka terhadap kritik, terbuka menerima masukan perbaikan. Anda sudah dapat mendeklarasikan kelebihan dan kelemahan Anda secara fair. Anda sudah dapat menghindari penudingan (blaming) atas apa yang menimpa Anda atau kesalahan Anda. Level 4: Anda dapat mengajari/membimbing orang lain untuk menemukan dan menggali potensinya. 2. Interpersonal skill a. Pengertian Menurut
Howard
Gardner
(1983)
berdasarkan
teori
kompetensi, keahlian interpersonal ini diartikan sebagai keinginan untuk memahami orang lain; dapat juga diartikan sebagai kemampuan dalam menyimak secara akurat atau kemampuan dalam memahami muatan perasaan dan pikiran orang secara objektif baik secara individu maupun kelompok. Selanjutnya menurut Romain (1988) dalam Ubaedy (2008: 57) berdasarkan teori kecerdasan, interpersonal skill diartikan sebagai bentuk kemampuan dalam membaca perasaan, dorongan, dan keinginan orang lain, baik terucapkan maupun tak terucapkan, dan bertindak atas dasar pengetahuan (bacaan) itu. Jadi keahlian ini memiliki dua unsur penting, yaitu peduli atau perhatian kepada orang lain kemudian diikuti oleh dorongan untuk melakukan sesuatu kepada orang lain (concern and action). Menurut Mader (1990) dalam Ubaedy (2008: 58) interpersonal skill adalah komunikasi antara dua orang atau lebih masing-masing mempunyai keterlibatan emosi personal, komitmen dalam menjalani hubungan itu. Contoh: pada hubungan guru-murid, orang tua-anak,
mitra bisnis. Jadi, interpersonal itu adalah involvement with and commitment to. Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa. Keahlian interpersonal adalah kemampuan seseorang dalam menghangatkan hubungan, membuat pendekatan yang mudah, membangun hubungan secara konstruktif dan efektif, menggunakan diplomasi dan teknik untuk mencairkan situasi sedang tegang, dan menggunakan gaya dapat menghentikan permusuhan. Keahlian ini memiliki dua unsur penting yaitu peduli (Concern) dan dorongan (action) Hubungan komunikasi dijalankan antar personal mempunyai keterlibatan emosi personal dan komitmen. b. Pengukuran Interpersonal skill Pengukuran interpersonal skill yang dimiliki seseorang dalam berhubungan dengan orang lain dapat digunakan sebagai pedoman dasar dibagi dalam beberapa tingkatan/level seperti penjelasan berikut ini: PENGUKURAN INTERPERSONAL SKILL No 1
Level Rendah
Deskripsi
Anda baru dapat berteman dengan orang lain, baru dapat menyenangkan orang lain, atau baru dapat bercakap-cakap dengan orang lain. 2 Menengah Anda sudah sanggup membangun hubungan secara konstruktif berdasarkan bidang, mempunyai hubungan yang bertahan lama, dan dapat menempatkan orang ditempatnya yang layak 3 Atas Anda sudah dapat memberikan toleransi dapat membangun diplomasi, dapat mencairkan ketegangan dapat menebar kedamian dan dapat memperlakukan orang secara sabar dan penuh hormat. 4 Tinggi/ahli Anda sudah sanggup membangun hubungan dengan bagus dapat mengatasi konflik secara positif, dan dapat menangani “orang sulit” (trouble maker) secara efektif dan efisien. 5 Catatan Orang yang sulit adalah selalu mengkritik selalu mendebat, selalu ingin menguasai, selalu ingin menang sendiri, selalu ingin ikut campur, selalu protes dan seterusnya. Sumber: Ubaedy (2008: 73)
Interpersonal skill merupakan kunci untuk menjadi orang kompeten di tempat kerja, lebih-lebih di era global ini. Orang bagus dalam kemampuan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Empati dapat berbagi dan peduli kepada orang lain; 2. Mendukung kemajuan orang lain (developing others); 3. Berkomunikasi secara efektif; 4. Dapat mendengarkan orang lain; 5. Punya komitmen yang tinggi dalam menaati janji atau kesepakatan; 6. Dapat menghormati orang lain’ 7. Dapat melihat sisi positif dan negatif secara objektif. 3. Professional Skill a. Pengertian Professional mengandung pengertian sebagai kualitas individu dalam menunjukkan karakteristik tertentu yang dapat menjadi representasi positif terhadap standar profesinya atau menjadi representatif positif atas keomitmennya terhadap berbagai program atau aktivitas peningkatan profesinya (Ubaedy, 2008: 111). Professional itu bersumber pada dua pengertian, Pertama adalah kesadaran moral dan kedua adalah dorongan kuat pada pencapaian dan peningkatan keahlian terkait dengan profesi seseorang. Kesadaran moral mutlak dibutuhkan oleh siapapun, berkarier dibidang apapun dan di era apapun. Keadaan seseorang hanya kuat dalam hal moral, namun lemah dalam hal keahlian, tentu akan kurang menjanjikan dalam hal kemajuan karier, sebaliknya keadaan orang hanya kuat dalam keahlian, namun lemah dalam moral pun tidak akan menjanjikan kemajuan. Medquest Communication (2000), dalam Ubaedy (2008) mempunyai lima karakteristik yang digunakan untuk menyebut apakah seseorang itu Professional atau tidak. Kelima karakteristik itu adalah :
1) Memiliki pengetahuan/keahlian khusus berdasarkan profesi; 2) Mendapatkan pengakuan dari masyarakat, komunitas, kelompok, organisasi, atau industri yang terkait dengan profesi; 3) Memiliki standar etika moral yang tinggi, baik yang bersifat universal maupun yang bersifat spesial, misalnya kode etik profesi; 4) Memiliki otonomi dalam mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman. 5) Memiliki rasa tanggung jawab untuk menciptakan kemaslahatan bagi diri sendiri dan orang lain (tidak bebas nilai). Menurut Ubaedy (2008: 113). Karakteristik Professionalitas seseorang dapat dilihat dari kriteria berikut: 1) Ethical (mempunyai standar moral yang bagus): 2) Altruistic (melayani orang lain dalam hal kebaikan pengabdian): 3) Responsible (bertanggung jawab, dapat dipercaya, sanggup memberikan respon yang positif). 4) Theoretical (mempunyai basis penguasaan teori atau ilmu pengetahuan berdasarkan profesinya. 5) Committed (mempunyai komitmen yang tinggi dalam melayani masyarakat); 6) Intellectual (selalu mengembangkan diri untuk meningkatkan Profesionalitasnya). Pedoman dasar digunakan di era global membangun daya sing SDM, ada tiga hal yang bersifat universal yaitu membangun MAMA (motivation, ability and moral awareness). Apabila seseorang memiliki keahlian professional tanpa motivasi dan didasarkan kesadaran moral tinggi, hanya akan naik sementara, tetapi kemudian akan jatuh. Kunci keberhasilan SDM Indonesia dalam memenangi persaingan
di
era
global
ini
adalah
membangun
perilaku
organizational citizenship menggunakan pendekatan model MAMA dan komitmen kerja. Kemampuan tinggi dari SDM tanpa adanya motivasi, komitmen kerja tinggi dan tidak memiliki kesadaran moral baik, tidak akan dicapai kinerja tinggi. Sebaliknya bahwa dengan motivasi dan komitmen tinggi tanpa ditunjang kesadaran moral kokoh dan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan, maka tidak akan dicapai pula kinerja tinggi.
b. Pengukuran Professional Skill Professionalitas dimasukkan dalam ranah kecakapan khusus (expertise) dan kecakapan mencakup kecakapan teknis, kecakapan Professional, dan kecakapan manajerial. Untuk mengukur sejauh mana seseorang memiliki kecakapan khusus di bidang masing-masing dapat dilihat dari penjelasan berikut ini: PENGUKURAN PROFESSIONAL Skala
Indikator Umum
1
Saudara baru dapat mengerjakan tugas-tugas yang sederhana (tugas yang tidak membutuhkan ketrampilan atau keahlian, pekerjaan itu dapat dipelajari dalam beberapa jam atau beberapa hari). Berarti saudara baru dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya rutin. Saudara sudah mempunyai ketrampilan dasar, mampu mengerjakan tugas yang berurutan, memerlukan latihan beberapa minggu untuk menguasainya. Saudara sudah layak disebut tenaga terampil. Anda sudah dapat menangani beberapa tugas yang membutuhkan perencanaan dan pengaturan. Saudara sudah layak disebut mempunyai ketrampilan tinggi. Apabila mampu mengerjakan tugas yang kompleks dan beragam, membutuhkan perencanaan yang teliti untuk mendapatkan hasil yang baik. Saudara sudah layak disebut Professional dasar. Apabila mampu memberikan pengaturan dan pelayanan Professional kepada pihak lain. Kecakapan ini biasanya membutuhkan pendidikan formal seperti kuliah atau gelar ke Professionalan tertentu atau berdasarkan pengalaman yang dimiliki seperti akuntan, insinyur, dokter, notaris, dan lain-lain. Saudara sudah layak disebut Professional menengah. Apabila mampu memberikan pelayanan spesialis dari suatu profesi secara lebih khusus. Kecakapan ini biasanya membutuhkan pendidikan yang intensif (seperti memperoleh gelar spesialis, master dan sebagainya) yang disertai beberapa tahun pengalaman langsung pada bidangnya, seperti dokter bedah, pengurus pajak, atau senior manager. Saudara sudah layak disebut Professional atau pakar. Apabila ahli di bidang tertentu karena memiliki penguasaan filosofi, pengetahuan dan pengalaman yang mendalam di bidang Anda seperti peneliti senior, CEO, dan lain-lain.
2
3
4
5
6
7
Skala
Indikator Umum
8
Saudara sudah layak disebut “Begawan”. Apabila termasuk orang yang telah diakui dan memiliki otoritas yang sangat tinggi untuk suatu bidang secara nasional atau international. Sumber: Lyle, M. and Signe, M. Spencer, dikutip oleh Ubaedy (2008: 118) 4. Problem solving Skill a. Pengertian Paradok globalisasi di satu sisi menawarkan kemudahan dan efektifitas, sedangkan disini lain memunculkan berbagai problem dulunya belum pernah ada. Kemajuan sains dan teknologi begitu pesat dengan memberikan kemudahan pilihan bagi setiap orang untuk menekuni pekerjaan apapun atau profesi apapun sejauh bersangkutan memiliki kompetensi dibidangnya. Disisi lain kemampuan teknologi juga menimbulkan problem yang tidak mudah diatasi, masuk dalam lingkaran kompleksitas tinggi. Menurut Ubaedy (2008: 169), problem didefinisikan sebagai penyimpangan sesuatu yang direncanakan terjadi, tetapi terjadi ternyata bukan yang direncanakan. Selanjutnya menurut Sugiyono (2008), problem merupakan gap antara harapan dengan kenyataan. Jarvis
(2002)
dalam
Ubaedy
(2008:
170),
problem
dikelompokkan menjadi empat yaitu: (1) Problem disebut misteri (mystery) atau penyimpangan tidak diketahui apa penyebabnya, (2) Jenis problem disebut teka-teki (puzzle) atau penyimpangan yang tidak diketahui solusinya yang tepat, (3) Jenis problem yang disebut dilema (dilemma) atau penyimpangan tidak diketahui pilihan mana yang tepat, (4) Jenis problem disebut kesulitan (difficulties), atau penyimpangan tidak diketahui bagaimana cara menyelesaikannya. Tantangan utama dihadapi tenaga kerja dalam era globalisasi ini adalah kemampuan seorang pekerja dalam menyelesaikan persoalan yang timbul (problem solving skill). Terhambatnya
kemajuan karier seorang bukan semata karena kurang keahlian, melainkan juga karena belum memiliki kemampuan untuk menghadapi masalah secara meyakinkan. Kemampuan menghadapi masalah ini penting karena keberhasilan seseorang lebih banyak terkait dengan bagaimana ia menyelesaikan masalah yang dihadapinya. b. Kapasitas dalam problem solving skill Menurut Ubaedy (2008: 178), kemampuan seseorang dalam menyelesaikan problem pekerjaan yang timbul dipengaruhi oleh beberapa faktor kapasitas seseorang, yaitu: 1) Kecakapan berpikir, meliputi didalamnya: a) Kemampuan seseorang itu melihat problem pekerjaannya. Setiap problem pekerjaan yang dihadapinya dijadikan alat untuk melihat peluang yang ada di balik problem itu. Problem dapat dimaknai sebagai tekanan yang membuat stres dalam waktu lama atau dimaknai sebagai tantangan. Seorang pekerja yang memaknai problem pekerjaan sebagai tekanan akan cenderung tertekan (negatif). Tetapi, bagi pekerja memaknai problem sebagai tantangan, ia akan cenderung dinamis atau positif. Ini kembali kepada orangnya atau cara berpikirnya. b) Kemampuan menetapkan strategi adalah apa yang digambarkan tentang apa yang akan dilakukan. Strategi yang bagus akan menghasilkan teknik dan taktik yang bagus di lapangan. Membuat strategi yang bagus sangat terkait dengan bagaimana melatih pikiran untuk selalu aktif memunculkan rekayasarekayasa atau terobosan-terobosan.
Salah satu ciri khas yang paling menonjol dari orang-orang yang punya kecakapan strategis adalah kemampuannya dalam meletakkan posisi mentalnya di atas problem. Artinya, mereka tidak hanyut atau larut dalam problem itu, yang membuat mata pikirannya gelap. Dari seseorang yang kecakapan strateginya bagus lebih mengikuti akal sehat dan intuisinya. Sebaliknya,
orang
yang
belum
bagus
kecakapannya
strategisnya, umumnya lebih sering menggunakan ledakan emosi sesaat atau reaksi negatif atas problem yang dihadapinya sehingga merugikan kepentingan dirinya untuk jangka panjang. c) Kemampuan berpikir analisis, konseptual dan kreatif. Berpikir analitis atau analytical thinking (AT) adalah kemampuan seseorang dalam memahami situasi dengan cara menguraikan masalah menjadi bagian-bagian yang lebih rinci (faktor-faktor penyebab masalah), atau mengamati akibat suatu keadaan tahap berdasarkan pengalaman masa lalu. Berpikir konseptual atau conceptual thinking (CT) adalah kemampuan seseorang dalam memahami situasi atau masalah dengan cara memandangnya sebagai satu kesatuan yang terintegrasi, mencakup kemampuan mengidentifikasi pola keterkaitan antar masalah yang tidak tampak dengan jelas, atau kemampuan
mengidentifikasi
permasalahan
mendasar dalam situasi yang kompleks.
utama
yang
Berpikir kreatif (creative thinking) adalah kemampuan seseorang dalam menemukan produk atau cara baru yang lebih unggul dari yang lama (atau dari yang sudah ada). Jadi orang akan disebut berpikir kreatif kalau sesuatu yang digagasnya itu baru dan lebih unggul. 2) Kepercayaan diri Adalah achieved quality, kualitas didapat melalui proses usaha, bukan given quality, kualitas yang dianugerahkan begitu saja. Maksudnya, tingkat kepercayaan diri seseorang itu berbedabeda, ada masih di level rendah, level menengah, dan ada sudah berada di lebih tinggi. Kepercayaan diri termasuk success factors. Artinya, siapa pun ingin meraih kesuksesan atau prestasi di bidangnya pasti memerlukan kepercayaan diri. Atau juga dapat dikatakan bahwa semua orang telah meraih prestasi bagus di bidangnya pasti memiliki kepercayaan diri bagus. Menurut teori kepribadian, success factors ini merupakan lapisan kepribadian paling dalam (inti). Menurut Ubaedy (2008: 192), kriteria seseorang memiliki kepercayaan diri bagus dapat dilihat dari situasi dan kondisi seperti ini: - Mempunyai keputusan hidup mantap, tidak plin-plan, tidak ragu-ragu, dan tidak minder. - Memiliki power personal kuat, karismatik, disegani. - Relatif lebih terbebas dari berbagai rasa terancam atau rasa tertekan, baik itu oleh keadaan maupun oleh lingkungan. - Memiliki jati diri jauh lebih kuat dan jauh lebih jelas. - Memiliki komitmen yang kuat untuk maju atau mempunyai kesadaran tanggungjawab yang lebih tinggi. Selanjutnya menurut Pajeres and Schunk (2002). Self efficacy bagus akan menjadi penentu keberhasilan seseorang (pelajar) dalam menjalankan tugas. Mereka lebih siap mental untuk
belajar, lebih mempunyai dorongan kuat untuk bekerja giat, lebih tahan dalam mengatasi kesulitan dan lebih mampu mencapai level prestasi lebih tinggi. Menurut Ubaedy (2008: 198), langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri, yaitu : Pertama, ciptakan definisi diri positif. Adapun cara-cara yang dapat dilakukan adalah - Membuat kesimpulan/opini yang positif tentang diri sendiri. positif disini artinya yang dapat mendorong atau yang dapat membangun, bukan yang merusak atau menghancurkan. - Belajar melihat bagian-bagian positif/kelebihan/kekuatan yang dimiliki. - Membuka dialog dengan diri sendiri tentang hal-hal positif yang dapat dilakukan, mulai dari yang paling kecil dan yang dapat dilakukan hari ini. Kedua,
perjuangkan
keinginan
positif.
Selanjutnya
adalah
merumuskan program/agenda perbaikan diri, misalnya memiliki target baru hendak diwujudkan atau merumuskan langkah-langkah positif hendak dilakukan. Semakin banyak hal positif (target, tujuan, atau keinginan) sanggup diwujudkan, semakin kuatlah kepercayaan diri seseorang. Ketiga, mengatasi masalah secara positif. Kepercayaan diri juga dapat diperkuat dengan membuktikan kepada diri sendiri bahwa ternyata berhasil mengatasi masalah menimpa. Semakin banyak masalah sanggup diselesaikan, semakin kuatlah kepercayaan diri. Keempat, memiliki keputusan berdasarkan kebenaran. Kelima, usaha-usaha dalam memperbaiki diri dapat dilakukan melalui dua hal, yaitu: 1) Life experiencing (pengalaman pribadi); dan 2) Duplicating (mencontoh dan mempelajari orang lain).
5. Learning Skill a. Pengertian Learning adalah bentuk lanjutan dari berbagai level pendidikan formal telah dilewati. Pendidikan formal berfungsi untuk mendukung, sementara learning berfungsi untuk menentukan dan memenuhi perubahan dan kebutuhan terus terjadi. Menurut Krystyna Weinstein (1995) menjelaskan bahwa learning itu pada dasarnya adalah upaya seseorang untuk melakukan sesuatu yang berbeda atau dengan cara berbeda. Usaha itu meliputi: menemukan
pengetahuan
baru,
informasi
baru,
mendapatkan
pemahaman baru dan mengubah keyakinan atau nilai. Learning adalah upaya untuk mengubah perilaku, kebiasaan, dan kultur hidup ke arah yang lebih baik, secara terus-menerus, demi tercapainya apa yang di cita-citakan (Ubaedy, 2008: 243). Selanjutnya menurut Kolb (1984), learning adalah sebuah proses mempersiapkan diri dalam menghadapi situasi baru. Learning mencakup proses untuk mendapatkan dan mempraktikkan metode baru, skill baru, sikap baru, dan nilai-nilai baru berguna dalam menghadapi persaingan tinggi dalam era global ini. Berdasarkan pengertian tersebut diatas, hakekat learning merupakan proses pembelajaran terus-menerus dilakukan baik melalui lembaga
formal
maupun
nonformal
untuk
memperbaiki
dan
meningkatkan kapasitas diri sesuai dengan tuntutan dan tujuan yang ingin dicapai, sehingga learning menjadi skill kunci dalam berkarier di era global. b. Model dan Pengukuran Learning Skill Menurut Kolb (1984), model learning digunakan dalam usaha mengembangkan sumber daya manusia dibedakan menjadi dua yaitu: 1) adaptative learning, 2) generative learning. Adaptatif learning adalah kondisi ketika seseorang melakukan proses perubahan ke arah yang lebih baik berdasarkan masalah
hambatan, keterbatasan atau rintangan yang dihadapi dalam menjalani hidup. Generative
learning
adalah
kondisi
ketika
seseorang
melakukan proses perubahan menuju arah yang lebih baik berdasarkan keinginan yang hendak diwujudkannya. Keinginan ini dapat berbentuk cita-cita, obsesi, visi, tujuan, atau target Pengukuran level kompetensi learning skill yang dimiliki seseorang dapat digunakan sebagai pedoman dasar seperti penjelasan berikut ini. PENGUKURAN LEVEL LEARNING SKILL Skala
Indikator
0
Selalu mengandalkan faktor eksternal, misalnya mengandalkan dukungan orang lain, dukungan keadaan atau dukungan Tuhan, sebagai syarat yang harus lebih dulu ada untuk mengubah hidup. 1 Pasrah pada keadaan yang ada, pasrah pada nasib buruk, pasrah pada realitas, atau merasa tidak mampu mengubah diri ke arah yang lebih baik. Protes pada nasib buruk atau realitas, tidak dibarengi dengan perbaikan protes hanya untuk protes dengan cara negatif 2 Sudah ada upaya untuk memperbaiki diri atau menyelesaikan masalah, tetapi hanya dalam keadaan yang mendukung. Ketika keadaan menjadi buruk, agenda perubahan dan perbaikan pun berhenti. 3 Sudah melakukan upaya perbaikan dan penyiasatan terhadap masalah, tetapi kurang efektif dan masih terlalu umum karena tidak memiliki tujuan yang jelas. 4 Sudah melakukan perubahan secara kontinu sudah spesifik, sudah efektif, dan sudah lebih jelas atau sudah lebih spesifik, namun hanya untuk diri sendiri. 5 Sudah kontinu, sudah spesifik, sudah efektif dan dapat mengajari orang lain untuk mengikuti langkahnya sudah dapat memberdayakan orang lain untuk me-learning-kan dirinya. Sumber: Ubaedy (2008: 260)
6.3 Pelatihan 1. Pentingnya Pelatihan Setiap organisasi usaha berorientasi laba senantiasa mengharapkan dapat memiliki karyawan-karyawan bermotivasi, kemampuan, kesadaran moral dan dan komitmen tinggi sehingga dapat menghasilkan kinerja
tinggi karena dengan memiliki MAMA serta mempunyai komitemen tinggi, seseorang karyawan/pegawai diharapkan dapat meningkat efisiensi kerja secara menyeluruh. Diantara berbagai macam cara untuk meningkatkan skill/kemahiran kerja karyawan, salah satu cara sekarang ini dianggap sangat efektif serta banyak dilaksanakan oleh berbagai organisasi usaha adalah dengan mengikutsertakan karyawan pada berbagai program pelatihan. Tujuan pelatihan untuk membantu karyawan memperbaiki kemampuan kerja, memahami dan mengerti tugas-tugas operasional/teknis guna meningkatkan keterampilan, kecakapan dan sikap karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas operasionalnya. Setiap perusahaan menginginkan agar para karyawannya dapat bekerja lebih efektif dan efisien serta dapat meningkatkan skill/kemahiran kerjanya, maka pihak perusahaan tidak boleh meninggalkan masalah pentingnya pelatihan. Besar kecilnya prestasi diberikan oleh karyawan dapat terpenuhi apabila mereka diberi kesempatan untuk mengembangkan diri mereka sesuai dengan bakat dan pengetahuan sesuai dengan bidangnya. Peningkatan kemahiran kerja karyawan dapat dilakukan melalui program-program pelatihan. Dengan melaksanakan program-program pelatihan maka dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para karyawan sehingga dengan demikian maka prestasi kerja karvawan meningkat dan tujuan hendak dicapai oleh pihak perusahaan dapat tercapai. Demikian juga dikemukakan oleh Alwi (2001 : 217) bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi berkaitan dengan jabatan atau fungsi menjadi tanggung jawab individu bersangkutan saat ini. Sasaran ingin dicapai dari suatu program pelatihan adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau fungsinya saat ini.
Simamora (1997 : 342) mengemukakan bahwa pelatihan (training) adalah proses sistematik perubahan perilaku para karyawan dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasional. Dalam pelatihan diciptakan suatu lingkungan dimana para karyawan dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. Dari uraian diatas maka pelatihan dipandang sebagai suatu cara atau proses untuk meningkatkan kecakapan para karyawan untuk bekerja dengan lebih giat karena karyawan mengetahui lebih baik akan tugas dan tanggung jawab dengan melalui pemberian instruksi dan melatih karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan maupun dengan menambah sikap disiplin pada diri karyawan. Pelatihan karyawan ini dimaksudkan untuk memperbaiki berbagai penguasaan ketrampilan ataupun kemampuan kerja secara teknik pelaksanaan kerja tertentu, dalam waktu relatif singkat yang mana pada umumnya suatu pelatihan dilakukan dalam rangka untuk mengupayakan atau menyiapkan para karyawan untuk melakukan suatu pekerjaanjaan harus dilaksanakan. Program mengembangkan
pelatihan dan
sangat
meningkatkan
membantu
karyawan
kecerdasan
serta
dalam
ketrampilan
khususnya dalam hal pengetahuan-pengetahuan bersifat praktis, justru sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan. Pelatihan diperlukan dalam usaha untuk
meningkatkan kemampuan kerja,
mengembangkan pengetahuan serta prestasi kerja karyawan. 2. Tujuan Pelatihan Kinerja suatu organisasi tergantung pada seberapa baik para karyawannya dilatih, karena kinerja banyak tergantung dari unsur manusianya melakukan pekerjaan serta melayani alat-alat kerja. Apabila karyawan suatu perusahaan mendapatkan pelatihan baik, maka nantinya
karyawan tersebut menjadi terampil dan mampu bekerja dengan baik dan tepat. Tujuan ingin dicapai perusahaan dengan melakukan pelatihan antara lain adalah : 1. Pekerjaan diharapkan lebih efesien dan efektif Melalui pelatihan diikuti oleh para karyawan, maka diharapkan karyawan-karyawan
tersebut
diajar
dan
dilatih
bagaimana
melaksanakan suatu pekerjaan dengan lebih efesien dan efektif daripada dilakukan oleh team sebelumnya. 2. Penghematan menggunakan bahan baku Pelatihan dijalani oleh para karyawan, maka diharapkan sisa bahan terbuang dan rusak menjadi berkurang, dengan demikian diharapkan penggunaan bahan dapat sesuai dengan standard telah ditetapkan secara lebih transparan, ekonomis, dan berhasil guna. 3. Penggunaan peralatan dan mesin Melalui pelatihan diajarkan menggunakan peralatan dan mesin baik dan benar sehingga dapat mengurangi kerusakan, memperpanjang umur peralatan dan lain-lain. Dengan penggunaan baik dan benar dapat mengurangi biaya perbaikan akibat kerusakan dan pemeliharaan. 4. Minimalisasi kecelakaan kerja Pelatihan diajarkan bagaimana menggunakan peralatan dan mesin menurut ketentuan dan keselamatan kerja, maka apabila pelatihan ini dilaksanakan dapat diharapkan angka kecelakaan dapat lebih kecil. Meskipun dengan pendidikan dan pelatihan tersebut angka kecelakaan tidak dapat dihilangkan, tetapi tingkat kesalahan dapat diperkecil. 5. Peningkatan tanggung jawab kerja Pelatihan tidak hanya berusaha memperbaiki dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan saja, tetapi termasuk disini memperbaiki dan mengembangkan sikap dan tingkah laku sesuai dengan keinginan perusahaan bersangkutan. Hal ini berarti dapat pula diberikan pelatihan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan bersangkutan.
6. Efisiensi biaya produksi Pelaksanaan pekerjaan lebih baik, cepat, penghematan bahan dan lainlain telah dicapai dengan melaksanakan program pelatihan, sebenarnya secara tidak langsung dapat menyebabkan biaya produksi barang atau jasa dapat dihemat. Secara garis besar ada dua tujuan utama program pelatihan yaitu : 1. Pelatihan dilakukan untuk meningkatkan keterampilan pengetahuan dan sikap karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. 2. Mampu memecahkan permasalahan sehingga menumbuhkan kemauan dan kerjasama, serta dapat memperbaiki kinerja karyawan dan tujuan perusahaan dapat tercapai. 2.
Metode Pelatihan Bentuk-bentuk
metode
pelatihan
untuk
karyawan-karyawan
operasional terdiri dari 4 (empat) macam yaitu : (Ranupandojo dan Husnan, 2000 : 83) 1. On-the-job training 2. Vestibule School 3. Apprenticeship (Magang) 4. Kursus-kursus khusus. Kegiatan pelatihan dan pengembangan manajemen terdapat 2 (dua) metode yaitu (1) metode praktis simulasi (on the-job training) dan (2). Metode presentasi instruktur/metode simulasi. Masing-masing metode mempunyai sasaran pengajaran sikap,
konsep atau pengetahuan atau
ketrampilan utama berbeda. (On the-job training merupakan metode pelatihan paling banyak digunakan, dalam hal ini peserta karyawan dilatih tentang pekerjaan baru dengan supervisor langsung seorang instruktur. Dalam kegiatan metode ini bisa digunakan dalam praktek adalah (Handoko, 2000 : 112)
1. Rotasi jabatan upaya memberikan pengalaman kepada karyawan melalui cara memindahkan peserta dari jabatan (pekerjaan satu kepada jabatan/pekerjaan lain secara periodik serta melalui praktek-praktek berbagai macam ketrampilan. 2. Latihan instruksi pekerjaan. Petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan yang digunakan terutama untuk melatih para pegawai tentang cara pelaksanaan pekerjaan mereka sekarang. 3. Magang merupakan proses belajar dari seseorang atau beberapa orang kepada orang lain untuk lebih berpengalaman sehingga karyawan peserta dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaannya. 4. Coaching. Dalam metode ini supervisor memberitahu kepada para karyawan peserta mengenai tugas yang dilaksanakan dan bagaimana cara mengerjakannya atau dengan kata lain penyelia memberikan bimbingan dan pengarahan kepada pegawai dalam pelaksanaan pekerjaan rutin. Hubungan penyelia dan
pegawai peserta
dapat
diibaratkan seperti hubungan siswa dan guru. 5. Penugasan sementara yaitu penempatan para karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota team tertentu dalam waktu telah ditentukan,
dan
karyawan bersangkutan terlibat
dalam suatu
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dari suatu organisasi. Metode simulasi, metode ini dilaksanakan dengan meniru semirip mungkin dengan kondisi aktual yang dijumpai dalam pekerjaan dan merangkum para peserta daiam kegiatan yang seolah-olah sedang dihadapi dalam pekerjaan, sehingga akan dipelajari hal-hal harus dilakukan. Sejumlah metode simulasi paling umum digunakan adalah sebagai berikut : 1. Metode studi kasus. Dalam hal ini instruktur memberikan suatu kasus terjadi dalam suatu organisasi, kemudian karyawan terlibat dalam pelatihan diminta untuk menanggapi, mengidentifikasi masalah,
menganalisa situasi dan merumuskan solusi sebagai alternatif pengambilan keputusan. 2. Role playing. Suatu metode pelatihan menugaskan peserta menjadi tokoh tertentu dalam suatu sandiwara atau permainan dan peserta yang lain diminta menanggapi. Dalam hal ini tak ada naskah secara tertulis yang mengatur
pembicaraan sehingga
tergantung kemampuan
peserta
untuk
efektivitas metode ini memainkan
peranan.
Manfaat ini mengembangkan keahlian untuk berkomunikasi dan mengubah sikap peserta, seperti menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual. 3. Vestibule training, Agar program pelatihan tidak mengganggu operasi normal, maka orang membuat suatu duplikat dari bahan dan menciptakan kondisi pelatihan sesuai dengan kondisi kerja yang sebenarnya. Bentuk pelatihan dilaksanakan bukan oleh atasan, melainkan oleh instruktur khusus yang lebih diberi tanggung jawab. 4. Latihan laboratorium yaitu suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antara pribadi. Salah satu bentuk latihan ini adalah sensivity training dimana karyawan peserta dilatih menjadi peka terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Latihan ini juga berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku dan tanggung jawab terhadap pekerjaan pada periode mendatang akan datang. 5. Business games yaitu suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan situasi kehidupan bisnis nyata. Untuk memperlancar permainan diperlukan alat bantu komputer, kemudian para peserta memainkan games dengan memutuskan harga produk yang dipasarkan, perkiraan anggaran periklanan dan siap yang akan menarik dan kegiatan penting lainnya akan mendukung usaha ekonomi. Kegiatan ini dimaksud untuk melatih pegawai dalam program pengambilan keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas berarti tidak ada satu metode yang selalu paling baik, metode terbaik selalu tergantung pada sejauh mana sesuatu metode pelatihan memenuhi faktor-faktor seperti : efektivitas biaya, isi program yang dikehendaki, kelayakan fasilitas preferensi dan kemampuan peserta, preferensi dan kemampuan instruktur serta prinsip metode belajar. 6.4 Dimensi Kemampuan Kerja Dimensi kemampuan kerja berdasarkan teori kemampuan Howard Gardner (1983) dibedakan menjadi lima sedangkan penelitian ini sesuai dengan subyek penelitian disektor perhotelan mengembangkan skala ukur mencakup 7 butir pernyataan, seperti terlihat dalam tabel berikut : Tabel 6.1 Indikator dan Kuesioner Kemampuan Kerja Kemampuan
Intrapersonal
(X2)
skill (X21) Interpersonal Skill (X22)
1. Apakah saudara mampu menemukan, menggunakan secara optimal potensi dan bakat saudara (X211) 2. Apakah saudara mampu membangun hubungan dengan baik dan mampu mengatasi konflik secara positif (X222) 3. Apakah saudara mampu memberlakukan orang secara sabar (X223)
Profesional Skill 4. Apakah saudara mampu melaksanakan tugas sesuai dengan (X23) kompetensi yang saudara miliki (X234) Problem Solving 5. Apakah saudara mampu mengatasi masalah-masalah yang muncul Skill (X24) secara optimal (X245) 6. Apakah saudara mampu belajar mengantisipasi munculnya problem yang berpotensi menghambat kelangsungan tugas (X246)
Learning (X25)
Skill 7. Apakah saudara mampu melakukan perubahan secara kontinu, sesuai dengan tuntutan dan terarah sesuai dengan tujuan organisasi (X247)
6.5 Pengaruh Antar Variabel 1. Pengaruh Kemampuan Terhadap Komitmen Karyawan Operasional Hotel Hasil pengujian koefisien dalam pengaruh langsung menunjukkan bahwa kemampuan berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional, hal ini terlihat dari angka koefisien dalam bertanda positif sebesar 0,519 kondisi ini berarti apabila kemampuan ditingkat maka akan berdampak pada meningkatnya komitmen karyawan operasional. Apabila dilihat kontribusinya maka variabel kemampuan berkontribusi terhadap komitmen karyawan operasional sebesar 51,9%, berarti pengaruhnya signifikan karena probabilitasnya 0,004 < α 0,05 (lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 0,05), CR 2,894 > 1,96. Dengan demikian hipotesis menyatakan
bahwa
kemampuan
berpengaruh
signifikan
terhadap
komitmen karyawan operasional diterima dan terbukti kebenarannya, sehingga kemampuan memegang peranan dalam meningkatkan komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Variabel kemampuan (X2) dalam penelitian ini memiliki lima indikator yaitu intrapersonal skill (X21) interpersonal skill (X22), profesional skill (X23), problem solving skill (X24), dan learning skill (X25). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator problem solving skill dari indikator memiliki Regression Weight terendah adalah indikator interpersonal skill (X21). Sedangkan komitmen dalam penelitian ini memiliki 3 indikator, yaitu komitmen afektif (Y11), komitmen konsinuanse (Y12) dan indikator komitmen normatif (Y13). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator komitmen normatif (Y13) dan indikator memiliki regression weight terendah adalah indikator komitmen konsinuanse (Y12). Namun demikian 8 indikator tersebut
memiliki nilai regression weight dapat disebut kuat (> 0,5) di dalam mengukur variabel latennya. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil statistik deskriptif, dimana nilai rata-rata untuk variabel kemampuan adalah besar 4,054 berada dalam kategori baik. Artinya bahwa secara keseluruhan karyawan operasional menyatakan setuju terhadap 5 indikator pengukuran variabel kemampuan tersebut, oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan kerja karyawan operasional hotel manajemen hotel harus memperhatikan 5 indikator dari variabel kemampuan digunakan di dalam penelitian ini. Terdapat 3 indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata dan 2 indikator memiliki nilai lebih besar dari pada nilai rata-rata. Indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata adalah intrapersonal skill, problem solving skill, dan learning skill. Sedangkan indikator memiliki nilai lebih besar dari nilai rata-rata adalah interpersonal skill dan professional skill. Karyawan operasional
hotel
dikatakan kemampuan
kerjanya
tinggi
apabila
kemampuan intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving skill, dan learning skill, semakin tinggi dari waktu ke waktu. Apabila hal ini terjadi maka komitmen kerja karyawan operasional hotel semakin tinggi. Sebaliknya kemampuan kerja karyawan operasional hotel dikatakan semakin rendah apabila kemampuan intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving skill, dan learning skill semakin rendah dari waktu ke waktu. Karyawan operasional hotel memiliki kemampuan kerja tinggi akan meningkatkan komitmen kerja karyawan tercermin dari kualitas pelayanan diberikan kepada wisatawan menginap di hotel tersebut, atau sebaliknya komitmen kerja yang tinggi mencerminkan kemampuan kerja tinggi. Sebagai contoh adalah apabila, interpersonal skill sebagai salah satu indikator dari kemampuan kerja tinggi, maka komitmen afektif sebagai salah satu indikator komitmen organisasional juga akan tinggi. Begitu pula sebaliknya apabila misalnya interpersonal skill menjadi
indikator kemampuan kerja tidak baik maka komitmen afektif sebagai salah satu indikator komitmen organisasi juga tidak baik. Hasil penelitian ini menguatkan pendapat Gardner (1983) dalam Ubaedy
(2008),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
dalam
usaha
membangun kemampuan tinggi seseorang terdiri dari; intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving dan learning skill. Menurut
Gardner
(1983)
dalam
teori
kompetensi
adalah
kemampuan akan mendorong terbentuknya sikap diri dalam bekerja dan memandang lingkungannya lebih positif serta akan memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi. Kemampuan kerja akan berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. Ditandai dengan adanya loyalitas dan perilaku ekstra yang dimiliki tenaga kerja terhadap organisasi dan berkinerja tinggi. Selanjutnya menurut Davis and Newstrom (1993) berdasarkan teori kinerja bahwa tujuan organisasi akan tercapai dengan efektif dan efisien apabila tenaga kerja terlibat didalamnya memiliki kemampuan dan motivasi. Dua komponen tersebut saling terkait dan mendukung dimana motivasi sebagai pendorong untuk menggunakan kemampuan dimiliki dalam mencapai prestasi kerja. 2. Pengaruh Kemampuan Terhadap Perilaku Organizational Citizenship Karyawan Operasional Hotel Hasil pengujian koefisien jalur pengaruh langsung menunjukkan bahwa kemampuan, berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional, hal ini terlihat dari angka koefisien jalur bertanda positif sebesar 0,452 kondisi ini berarti bahwa apabila
kemampuan
ditingkatkan
maka
akan
berdampak
pada
meningkatnya perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Apabila dilihat kontribusinya maka variabel kemampuan berkontribusi terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional sebesar 45,2%, berarti
pengaruhnya
signifikan hal
ini
didasarkan pada
probabilitasnya , 0,004 < α 0,05 (lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 0,05), CR 2,873 > 1,96. Dengan demikian hipotesis menyatakan bahwa kemampuan berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional diterima dan terbukti kebenarannya, sehingga kemampuan
memegang
peranan
dalam
meningkatkan
perilaku
organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Variabel kemampuan (X2) dalam penelitian ini memiliki 5 (lima) indikator yaitu intrapersonal skill (X21), interpersonal skill (X22), professional skill (X23), problem solving skill (X24), dan learning skill (X25). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah problem solving skill (X24) dan indikator memiliki regression weight terendah adalah intrapersonal skill (X21). Sedangkan perilaku organizational citizenship dalam penelitian ini memiliki 5 (lima) indikator yaitu altruism (Y21), Conscientiousness (Y22) civil virtue (Y23) sportsmanship (Y24) dan courtesy (Y25). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator sportsmanship (Y24) dan indikator memiliki regression weight terendah adalah indikator altruism (Y21). Namun demikian 10 indikator tersebut memiliki nilai regression weight dapat disebut kuat (> 0,5) di dalam mengukur variabel latennya. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil statistik deskriptif, dimana nilai rata-rata untuk variabel kemampuan sebesar 4,054 berada dalam kategori baik. Artinya bahwa secara keseluruhan karyawan operasional menyatakan setuju terhadap 5 indikator pengukuran variabel kemampuan tersebut. Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan kerja karyawan operasional hotel harus memperhatikan 5 indikator dari variabel kemampuan digunakan dalam penelitian ini. Terdapat 3 indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata variabel dan 2 indikator memiliki nilai lebih besar dari pada nilai rata-rata variabel. Indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata variabel adalah
intrapersonal skill (X21), problem solving skill (X24), dan learning skill (X25). Sedangkan indikator memiliki nilai lebih besar dari nilai rata-rata variabel adalah variabel intrapersonal skill dan profesional skill Nilai Intrapersonal Skill sebesar 3,997 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki ke pengetahuan diri karena pengetahuan itulah akan membimbing seseorang untuk mengetahui lebih banyak tentang pribadinya (Sharon et al., 2003). Kemampuan intrapersonal dapat ditemukan melalui aktualisasi diri dengan kesadaran terhadap bakat, kemampuan, peluang dan kekuatan beserta keterbatasan dan kelemahannya juga. Kemampuan intrapersonal menjadi lebih baik jika didukung oleh pengembangan kemampuan interpersonal. Kemampuan interpersonal karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali dalam kategori baik dengan nilai rata-rata 4,080. Kemampuan ini berkaitan dengan keinginan untuk memahami orang lain; dapat juga diartikan sebagai kemampuan dalam menyimak secara akurat atau kemampuan dalam memahami muatan perasaan dan pikiran orang secara objektif baik secara individu maupun kelompok (Howard Gardner, 1983). Peningkatan kemampuan interpersonal bagi karyawan sangat penting untuk memahami apa yang dibutuhkan oleh wisatawan menginap di Hotel tersebut. Komitmen pada pencapaian dan peningkatan keahlian terkait dengan profesi merupakan perwujudan bahwa karyawan mempunyai kemampuan profesional tinggi (nilai rata-rata 4,255), karena untuk mendukung kemajuan karir setiap karyawan hotel harus berkomitmen untuk
selalu
profesional
dalam
melaksanakan
setiap
tugasnya.
Profesionalitas berkaitan dengan kepemilikan pengetahuan/keahlian khusus berdasarkan profesi, memiliki otonomi dalam mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman, memiliki rasa tanggung jawab untuk menciptakan kemaslahatan bagi diri sendiri dan orang lain (Medquest Communication, 2000, dalam Ubaedy, 2008).
Karyawan hotel berbintang lima ternyata memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dengan meyakinkan (nilai rata-rata 3,976). Untuk meningkatkan kemampuan problem solving, dapat dilakukan dengan cara setiap menghadapi problem di tempat kerja dapat dilihat dari sisi baiknya sebagai suatu tantangan untuk diselesaikan bukan sebagai suatu tekanan menyebabkan stress dalam pekerjaan. Hal ini mesti didukung adanya kepercayaan tinggi untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Indikator learning skill sebesar 3,962 merupakan indikator dengan nilai terendah dari 5 indikator yang digunakan dan juga lebih rendah dari rata-rata
variabel
kemampuan.
Indikator
learning
skill
hanya
dipresentasikan oleh satu item pernyataan yaitu, kemampuan melakukan perubahan secara kontinyu sesuai dengan tuntutan dan terarah sesuai dengan tujuan organisasi (X257). Item pernyataan tersebut merupakan penilaian paling rendah oleh karyawan operasional yaitu sebanyak 33 responden (16,16%) menyatakan sangat setuju diikuti 118 responden (59,60%) menyatakan setuju, kemudian 47 responden (23,74%) menyatakan kurang setuju. Rendahnya penilaian karyawan operasional atas item tersebut, 47 responden (23,74%) menyatakan belum mampu melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan dan terarah sesuai dengan tujuan organisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaannya masih perlu untuk diperbaiki melalui manajemen hotel melakukan pendekatan personal dengan berkomunikasi lebih sering dengan karyawan operasional belum mampu melakukan perubahan secara kontinyu dan terarah sesuai dengan tujuan organisasi. Membangun learning skill ini dapat juga dilakukan dengan adaptive learning yaitu melakukan proses perubahan ke arah lebih baik berdasarkan masalah hambatan, keterbatasan atau rintangan dihadapi dalam menjalani hidup. Generative learning yaitu melakukan proses perubahan menuju arah lebih baik berdasarkan keinginan hendak diwujudkannya.
Karyawan operasional hotel dikatakan kemampuan intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving skill, dan learning skill semakin tinggi dari waktu ke waktu. Apabila hal ini terjadi maka perilaku organizational citizenship karyawan operasional semakin tinggi pula. Sebaliknya kemampuan intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving skill, dan learning skill dikatakan semakin rendah apabila tidak dapat terpenuhinya perilaku organizational citizenship semakin rendah pula dari waktu ke waktu. Karyawan operasional hotel yang memiliki kemampuan kerja tinggi akan meningkatkan pelayanan akan diberikan kepada wisatawan menginap di hotel tersebut atau sebaliknya perilaku organizational citizenship tinggi mencerminkan kemampuan kerja tinggi. Sebagai contoh interpersonal skill sebagai salah satu indikator dari kemampuan kerja maka sportsmanship sebagai salah satu indikator perilaku organizational citizenship juga akan tinggi. Begitu pula sebaliknya apabila misalnya interpersonal skill menjadi indikator kemampuan tidak baik maka sportsmanship sebagai salah satu indikator perilaku organizational citizenship juga tidak baik. Hasil penelitian ini menguatkan pendapat Gardner (1983) dalam Ubaedy
(2008),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
dalam
usaha
membangun kemampuan tinggi seseorang terdiri dari; intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving dan learning skill. Menurut
Gardner
(1983)
dalam
teori
kompetensi
adalah
kemampuan akan mendorong terbentuknya sikap diri dalam bekerja dan memandang lingkungannya lebih positif serta akan memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi. Kemampuan kerja akan berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. Ditandai dengan adanya loyalitas dan perilaku ekstra yang dimiliki tenaga kerja terhadap organisasi dan berkinerja tinggi. Selanjutnya menurut Davis and Newstrom (1993) berdasarkan teori kinerja bahwa tujuan organisasi akan tercapai dengan efektif dan
efisien apabila tenaga kerja terlibat didalamnya memiliki kemampuan dan motivasi dua komponen tersebut saling terkait dan mendukung dimana motivasi sebagai pendorong. Untuk menggunakan kemampuan dimiliki dalam mencapai prestasi kerja. Menurut Byars and Rue (1997), menyatakan bahwa tingginya kemampuan kerja akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi, hal ini ditandai dengan adanya loyalitas yang dimiliki tenaga kerja terhadap organisasi, mereka lebih termotivasi dan lebih berprestasi. Apabila karyawan memiliki komitmen organisasi yang tinggi maka secara tidak langsung akan memunculkan suatu perilaku yang melebihi perannya (extra role OCB).
BAB 7 KESADARAN MORAL 7.1 Pengertian Kesadaran Moral Setiap pimpinan organisasi selalu berupaya untuk membentuk dan mengembangkan kesadaran moral karyawannya, karena bagaimanapun sederhananya suatu perusahaan atau organisasi itu, kesadaran moral karyawan sangat diperlukan, karena kesadaran moral merupakan pondasi dasar dalam melancarkan pencapaian tujuan organisasi. Menurut Sivananda (1993: 62), moralitas atau susila adalah ilmu tentang perilaku. Moralitas adalah pelajaran dari apa yang benar atau baik dalam bersikap. Ilmu susila/moral menunjukkan jalan bagi manusia agar bersikap terhadap satu sama lain, demikian pula terhadap ciptaan lain. Mengandung prinsip-prinsip sistematis bagaimana seharusnya bersikap benar atau sadacara. Bekerja sesuai dengan kehendak Tuhan adalah benar dan bekerja tidak selaras dengan kehendak Tuhan adalah salah: Kejujuran, toleransi, ketaatan, ketulusan melayani, membantu dan memberikan kebahagiaan kepada orang lain adalah benar. Semua terbebas dari suatu motif merugikan terhadap makhluk sesungguhnya memiliki moralitas baik. Karena hal itu akan menjernihkan dan mempertinggi derajat karakter seseorang dan meneteskan welas asih dalam hati seseorang. (Sivananda, 1993: 72). Sikap adalah evaluasi, perasaan dan kecenderungan relative konsisten terhadap suatu obyek atau gagasan. Sikap akan menempatkan ke dalam satu pikiran menyukai atau tidak menyukai sesuatu, bergerak mendekati atau menjauhi sesuatu tersebut. Menurut Yusuf (1996) ada tiga pengertian mengenai kesadaran moral / mental yaitu : 1. Kesadaran moral/mental adalah searah atau tidak searahnya perbuatan seseorang dengan hati nuraninya sesuai dengan pengetahuan dan keyakinannya.
2. Kesadaran moral adalah gambaran kepribadian seseorang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. 3. Kesadaran moral/mental adalah satu ukuran utama dalam menilai perilaku manusia dalam kehidupannya selaku pribadi, kehidupannya bermasyarakat, kehidupannya terhadap alam lingkungan, dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kesadaran moral adalah keadaan di dalam jiwa dan diri seorang individu tumbuh dan dipelihara sehingga akan menimbulkan kepercayaan, keyakinan, kejujuran, dan rasa tanggungjawab untuk bereaksi terhadap lingkungannya. Mampu membedakan dengan sadar apa boleh dan tidak boleh dilakukan, benar atau salah dilakukan, pantas dan tidak pantas dilakukan dalam berinteraksi pada lingkungan organisasi. Karakteristik kesadaran moral/mental dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu kesadaran moral/mental terkendali dan kesadaran moral tidak terkendali (Yusuf Suit-Almasdi, 1996). 1. Kesadaran Moral/Mental Terkendali Kesadaran moral terkendali adalah suatu gambaran sikap pada orang-orang menyadari perilaku diri, alat kendalinya berada dalam keadaan baik, sehingga mampu memberikan kendali dengan sadar terhadap jalan pikiran dan tingkah lakunya. Kesadaran moral terkendali ini dapat dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu: a. Kesadaran moral/mental terkendali terpuji Kesadaran moral/mental terkendali terpuji merupakan suatu sikap atau perbuatan orang cepat tanggap dan bersungguh-sungguh, bertingkah laku menyenangkan orang lain, dan berbuat sesuai hasil pemikirannya secara murni atau tidak dibuat-buat serta sesuai pula dengan apa yang diketahuinya
dengan
menggunakan
perimbangan-pertimbangan
obyektif. Dengan kata lain, orang tersebut mengikuti apa yang diinginkan oleh kata hati nuraninya, karena pada akhirnya hati nuranilah yang dapat menimbang mana yang baik dan mana yang buruk yang dikaitkan dengan pengetahuan dan keyakinannya.
b. Kesadaran Moral/Mental Terkendali Tidak Terpuji Kesadaran moral/mental terkendali tidak terpuji, adalah suatu sikap dan perbuatan seseorang yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan keyakinannya. Dengan kata lain, sikap yang mengingkari hati nuraninya, yang sebenarnya telah mengetahui dan meyakini serta telah menunjukkan jalan yang benar yang akan ditempuh, tetapi mentalitasnya tetap juga memilih jalan yang tidak benar. 2. Kesadaran Moral/Mental Tidak Terkendali Kesadaran moral/mental tidak terkendali, yaitu sikap dari seseorang berupaya untuk berbuat normal atau wajar tetapi tidak tercapai. Misalnya, seseorang berupaya melakukan hal-hal baik atau berupaya untuk menghindari hal-hal tidak baik, tetapi tidak tercapai, akibat karena adanya semacam gangguan. Kesadaran moral/mental tidak terkendali juga dapat dibagi dua yaitu : a. Kesadaran moral/mental tidak terkendali sebagian Kesadaran moral tidak terkendali sebagian adalah bilamana seseorang tidak dapat mengendalikan dirinya dalam hal-hal tertentu saja. Misalnya seseorang memiliki kecanduan pada suatu kebiasaan ingin dia tinggalkan, atau rasa tidak percaya diri. b. Kesadaran moral / mental tidak terkendali keseluruhan Kesadaran moral tidak terkendali keseluruhan adalah bilamana seseorang sama sekali tidak dapat mengendalikan dirinya dalam segala hal. 7.2 Hubungan Nilai-Nilai Agama, Nilai Budaya Perusahaan dan Kesadaran Moral Menurut Narayanan and Nash (1993: 448), nilai budaya perusahaan merupakan tingkat keyakinan tertentu dipegang seseorang dalam sebuah organisasi mengenai apa diinginkan, apa baik dan apa harus dilakukan.
Selanjutnya menurut Schein (1992: 14), nilai budaya menunjukkan nilai-nilai yang diyakini sebagai landasan dalam mengerjakan sesuatu dan bagaimana seseorang bertindak menghadapi tugas atau masalah berdasarkan asumsi yang tidak diucapkan Nilai budaya perusahaan merupakan inti dari budaya memiliki pengertian luas, rasional dan irasional dalam suatu perasaan sering secara tidak sadar dan jarang dapat dibicarakan dan tidak dapat diamati tetapi dimanifestasikan dalam berbagai perilaku (Hofstede, et al. 1990). Pentingnya nilai budaya perusahaan dalam mendukung keberhasilan suatu organisasi dinyatakan oleh Newstrom and Davis (1993: 58) dengan beberapa alasan. Nilai budaya perusahaan memberikan identitas bagi karyawannya. Budaya perusahaan juga penting sebagai sumber stabilitas dan kontinyuitas organisasi memberikan rasa aman bagi anggotanya. Dan lebih penting lagi, budaya perusahaan membantu merangsang karyawan untuk antusias terhadap tugas-tugasnya. Budaya perusahaan dilandasi secara khas menghargai individu-individu produktif dan kreatif. Menurut Mar’at (1984: 22) nilai budaya perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan seseorang. Manusia mengamati suatu obyek dengan kacamatanya sendiri diwarnai oleh nilai dan norma, sedangkan obyek itu dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu. Berdasarkan nilai dan norma dimiliki seseorang akan terjadi keyakinan (belief) terhadap obyek tersebut. Dengan demikian, cara karyawan memandang atau mempersepsikan perusahaan berdasarkan nilai dan norma agama dimiliki akan membentuk persepsi tertentu mengenai perusahaannya. Oleh karena setiap karyawan memberikan makna tertentu kepada stimulus nilai-nilai agama sehingga masing-masing karyawan akan berperilaku sesuai dengan nilai agama diyakininya. Akan nilai-nilai agama diyakini karyawan akan mampu beradaptasi dengan nilai budaya perusahaan apabila terdapat kesesuaian persepsi antara nilai-nilai agama diyakini karyawan dengan nilai-nilai budaya
perusahaan, sehingga dapat membentuk kesadaran moral baik dan bermanfaat bagi perusahaan. Konseptualisasi tentang bagaimana nilai-nilai agama mempengaruhi perilaku karyawan dari persepektif sama berdasar pada adaptasi karyawan dan penyesuaian baik dengan nilai-nilai budaya perusahaan orientasi personal. Kesesuaian ini selanjutnya akan membentuk kesadaran moral berdampak pada perilaku karyawan ke arah lebih baik, mereka akan cenderung senang dan betah bekerja dan akan memberikan prestasi terbaik pada perusahaan. Hal ini juga dinyatakan oleh Chatman and Bersade (1995) sebagai berikut: “Greater person-situation congruence thus increases individuals effectiveness in that situation and their tendencies to seek out such situation in the future.” O’Reilly, Chatman and Caldwell (1991) menilai kesesuaian ini dapat menjadi ramalan bagi organisasi untuk memahami tingkat prestasi kerja, lama bekerja dan komitmen yang diungkapkan dalam pernyataan berikut: “Greater fit between a person’s values and his or her organization’s culture, for example, “is associated with behavior and affective outcomes such as better job performance, longer tenure, and greater commitment to the firm.” Nilai-nilai agama merupakan tingkat keyakinan tertentu dipegang seseorang dapat beradaptasi dengan nilai-nilai budaya perusahaan dalam mengerjakan sesuatu mengenai apa diinginkan, apa baik dan apa harus dilakukan membentuk kesadaran moral “baik” dilandasi dari nilai-nilai agama yang diyakini dan beradaptasi dengan budaya perusahaan, akumulasi dari semua itu membentuk perilaku. 7.3 Nilai Agama Hindu 1. Pengertian Nilai-Nilai Agama Hindu Menurut Sudibya (1997: 136), nilai agama Hindu merupakan pancaran totalitas perilaku kehidupan benar didasarlandasi oleh sikap dan dasar keyakinan keagamaan yang terumuskan dalam sistem dan fatwa agama Hindu. Jika ditafsirkan ekstansif mengandung muatan nilai-nilai kesabaran, ketaatan, toleransi, ketulusan dalam hidup dan berkehidupan,
adanya rasa persaudaraan dan kebenaran bersama dalam ungkapan parasparos sarpananya sagilik saguluk salunglung sabayantaka. Perspektif nilai-nilai agama Hindu dalam membangun moralitas dan perilaku sumber daya manusia Bali berdaya saing global harus didasarkan pada nilai-nilai agama Hindu, merupakan suatu proses menampilkan “dirinya” dalam wujud sebagai sistem perilaku mengandung muatan nilai-nilai antara lain seperti Karma Phala, Desa Kala Patra, Trikaya Parisudha dan Yama Niyama Brata. Pertumbuhan kesadaran moral dan perilaku sumber daya manusia Bali dalam kegiatan organisasi berdasarkan perspektif agama Hindu membentuk dimensi sikap dan perilaku dari nilai-nilai agama Hindu Bali terdiri dari Karma Phala, Desa Kala Patra, Trikaya Parisudha dan Yama Niyama Brata. 2. Karma Phala Sivananda (1993:
74)
menyatakan bahwa
hukum
Karma
merupakan jumlah rangkaian perbuatan pada kehidupan ini maupun pada kelahiran-kelahiran terdahulu yang mendatangkan akibat perbuatannya ada penyebabnya dan ada akibat mesti terjadi, sehingga ada hubungan jelas antara apa sekarang dilakukan dengan apa terjadi nantinya. Menurut Murba Widana (2007: 145), hukum karma phala adalah hukum sebab akibat, aksi dan reaksi, ini berarti karma phala itu buah hasil perbuatan, apa anda lakukan akan mendatangkan buah/hasil. Maka dari itu tanamlah kebajikan, benih kesucian agar hidup mendapat Santi (kedamaian) dalam berpikir, berbicara dan berbuatlah positif jangan sampai bertentangan dengan hukum negara maupun hukum Hindu. Selanjutnya menurut Subagiasta (2007: 27) Karmaphala artinya hasil perbuatan dilakukan oleh seseorang. Apa yang dikerjakan, baik atau buruk, maka itulah yang dinikmatinya dalam hidup ini maupun kelak dikemudian hari sampai di alam niskala. Apapun ditaburkan dengan perbuatan, akan kembali kepadamu.
Bila membuat orang lain senang melalui pelayanan, amal dan perbuatan-perbuatan baik, dan hal itu akan memberimu buah kebahagiaan. Bila membuat orang lain tidak senang, melalui kata-kata kasar, penghinaan, perilaku buruk, perbuatan kejam, penindasan ini berarti menebarkan benih-benih ketidak-bahagiaan. Ketenangan dan kebahagiaan dalam melaksanakan suatu pekerjaan tentunya melalui perbuatan baik dengan menanamkan kebajikan sebanyak mungkin, akan terus tumbuh dan berkembang dibentuk melalui sikap dan perilaku bersumber dari nilai-nilai agama Hindu yaitu ketaatan dan kejujuran. 3. Desa Kala Patra Bhagawanta pembaharu sosial di Bali Mpu Kuturan Raja pada saat Gunapriya
Darmapatni-Udayana
Warmadewa
memegang
tampuk
pemerintahan di Bali Dwipa mengandung muatan nilai yang kaya antara lain (Sudibya, 1997: 119). Pertama, dalam desa pakraman pada intinya semua orang bersaudara sehingga hubungan sosial harus menjamin terciptanya kebersamaan, keintiman dan kohesi sosial. Kedua, sistem kemasyarakatan yang ada, dimana sistem kekuasaan merupakan bagian dari padanya, secara otomatis harus menjamin terlindungi kepentingan masyarakat. Kalau tidak, cita-cita kesejahteraan bersama
dalam
desa
pakraman
yang
merupakan
tujuan
utama
kemasyarakatan, akan menjadi sebuah utopia. Ketiga, ruang dalam desa pakraman adalah suci dimana dari konsepsi Tri Murti
yang
mengalirkan
kesucian
spiritualitas,
intelektualitas
kepemimpinan sosial, kesejahteraan bersama melalui gerak kerja kehidupan sejalan dengan swadharma. Di sini terkandung makna manajemen ekonomi ruang untuk kesejahteraan bersama, harus berangkat dari konsepsi ruang untuk kesucian.
Keempat, konsepsi kala (waktu) dalam lingkap luas Tri Semaya meliputi masa lalu, sekarang dan masa depan memaknakan bahwa pelaksanaan swadharma di hari-hari sekarang merupakan perpaduan integratif antara kearifan masa lalu dengan aspirasi bergairah untuk menatap dan mengisi masa depan. Kelima, konsepsi patra manusia dan keadaannya memaknakan bahwa pelaksanaan swadharma di hari-hari sekarang harus menjamin gerak dinamik hidup dan kehidupan menuju keseimbangan optimum holistic yang dinamik. Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa Desa Kala Patra pada perspektif pembentukan sikap dan perilaku dalam suatu organisasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut: a. Kebersamaan, keharmonisan dan kesucian mengandung makna terciptanya kesejahteraan bersama harus berangkat dari konsepsi ruang untuk kesucian dan keharmonisan. b. Sikap dan perilaku sumber daya manusia dalam konsepsi kala (waktu) dimaknai bahwa sikap dan perilaku hari-hari sekarang merupakan perpaduan integratif antara kearifan masa lalu dengan suatu motivasi untuk menatap dan mengisi masa depan. c. Konsepsi patra, memaknakan bahwa sikap dan perilaku saat ini harus adanya keseimbangan optimum holistic yang dinamik dalam artian dalam mencapai suatu tujuan organisasi harus didasarkan toleransi dan keharmonisan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan keseimbangan hubungan harmonis dengan Tuhan (Tri Hita Karana). 4. Tri Kaya Parisudha a. Pengertian Tri Kaya Parisudha artinya tiga perilaku dimuliakan dan disucikan oleh setiap umat Hindu. Bagiannya adalah manacika
parisudha, wacika parisudha, kayika parisudha. Ajaran Etika Hindu tentang Tri Kaya Parisudha ini adalah sebagai landasan utama dalam berpikir baik dan benar, berkata baik dan benar, serta bertindak baik dan benar (Subagiasta, 2007: 14). Tri Kaya Parisudha berasal dari kata “Tri” berarti tiga, “Kaya” berarti perilaku atau perbuatan dan “Parisudha” berarti baik, bersih, suci atau disucikan. Dengan demikian Tri Kaya Parisudha berarti tiga perilaku manusia dalam bentuk pikiran, perkataan dan perbuatan harus disucikan (Mudera, 1992: 65). Menurut Sukartha (2004: 62), menjelaskan bahwa Tri Kaya Parisudha diartikan pula sebagai tiga dasar perilaku harus disucikan yaitu manacika (pikiran) wacika (perkataan) dan kayika (perbuatan). Dengan adanya pikiran baik akan timbul perkataan baik, sehingga terwujudlah perbuatan baik. Selanjutnya menurut Pudja (1981: 291) menjelaskan bahwa dari tiga unsur Tri Kaya, maka yang paling penting adalah pikiran atau manah.
Pikiran
atau
manah
ini
dipandang
sebagai
motor
mempengaruhi cara manusia berbicara ataupun berbuat. Namun ketigatiganya yaitu pikiran, perkataan dan perbuatan itu perlu dikendalikan dengan sebaik-baiknya. Konsep dasar dari Tri Kaya Parisudha adalah berpedoman pada pikiran baik. Dengan pikiran baik, orang akan berkata baik pula. Dengan pikiran baik, maka orang akan berbuat baik pula. Jadi semua dipengaruhi oleh pikiran. Karena itulah maka orang harus selalu menguasai dan mengendalikan pikirannya, menjaga gerakan dan ketenangan pikirannya, sebab hanya dengan pikiran terkendali, tenang dan tenteram sajalah orang dapat berkata dan berbuat baik dan benar. b. Unsur-Unsur Tri Kaya Parisudha Untuk memperoleh gambaran lebih jelas, akan diuraikan unsurunsur dari Tri kaya Parisudha sebagai berikut:
1) Manacika atau berpikir baik: Manas atau manah itu berarti pikiran. Manacika dapat diartikan sebagai segala perilaku berhubungan dengan pikiran. Parisudha sudah dijelaskan diatas berarti bersih atau dapat diartikan juga baik atau suci. Manacika Parisudha dengan demikian dapat diartikan sebagai berpikir benar, baik dan suci. Pikiran adalah inti dari segalanya. Dari ketiga unsur Tri Kaya Parisudha, pikiran adalah paling pokok, dapat menimbul adanya perkataan maupun perbuatan. Rangkuman Sloka-Sloka Kitab Sarasamuccaya berkaitan dengan Tri Kaya Parisudha, khususnya terkait dengan manacika disampaikan Sloka-Sloka (Sukandana, 2007: 129). Sloka 74: Anabhidyyam parawesu sarvasatvesu phalawastiti trividham manasa caret
carusam
Karmanam
Artinya : Sifat pikiran pertama-tama diajarkan, tiga banyaknya, perinciannya, tidak menginginkan atau dengki terhadap milik orang lain, tidak marah kepada semua makhluk dan percaya akan kebenaran ajaran karmaphala, itulah ketiga bentuk sifat pikiran sebagai pengendali atas indria. Menurut Pudja (1981: 291), ada tiga indikator / tolak ukur karma lahir dari manah yaitu : 1) Rasa keinginan 2) Rasa gemas atau benci 3) Rasa iman atau yakin dan percaya kepada ajaran Karmaphala. Diharapkan adalah bagaimana agar setiap orang berusaha secara
sungguh-sungguh
untuk
mengendalikan
nafsu
dan
keinginannya atas harta benda bukan miliknya. Adapun pengendalian pikiran itu dapat dilaksanakan dengan cara-cara seperti dibawah ini (Pudja, 1981: 295):
- Biasakanlah berpikir dan besikap welas asih atau kasih sayang terhadap sesama makhluk dan memupuknya secara terus menerus. - Belajarlah mengendalikan diri, agar rasa iri dan dengki dapat ditiadakan dan tidak timbul lagi dalam pikiran. - Sibukanlah diri dengan rajin bekerja, sehingga tidak ada kesempatan bagi pikiran untuk melamun atau memikirkan bukan-bukan. Sibuk dengan pekerjaan sendiri, tentunya tidak akan ada peluang untuk memikirkan hal aneh-aneh. - Tanamkan terus pikiran dan sikap pengendalian diri baik, sehingga kita mudah memberi maaf kepada orang lain dan tidak cepat marah ataupun putus asa. - Selalulah berpikir baik dan benar, sehingga nafsu atau keinginan buruk timbul karena pengaruh lingkungan dan indriya, dapat ditiadakan. - Biasakanlah berpikir, berkata dan berbuat baik, sehingga kita dapat menjadi manusia berbudi luhur dan beriman teguh antara lain dengan melaksanakan tapa, brata, yoga dan Samadhi. Itulah enam cara yang dapat dicoba untuk mengendalikan pikiran. Jika dilaksanakan dengan baik, benar dan sungguhsungguh, maka orang akan dapat menjadi manusia yang ideal yang dalam agama Hindu dikenal sebagai manusia sejati. 2) Wacika Atau Berkata Baik Perkataan pada hakekatnya adalah penyampaian isi hati. Karena itu hati-hatilah, jangan sampai orang lain merasa tersinggung atau sakit hati. Jangan katakan apa yang anda sendiri tidak senang, kepada orang lain siapapun juga orangnya. Setiap orang hendaknya berkata dengan baik dan benar. Berkata yang baik dan benar inilah yang dinamakan Wacika Parisudha. Setiap katakata dapat menimbulkan akibat baik maupun buruk. Dalam Kitab Nitisastra V.3. dijelaskan sebagai berikut (Sukartha, 2004: 62): Wacika nimittante manemu laksmi Wacika nimittante manemu duhkha Wacika nimittante pati kapanggah Wacika nimittante manemu mitra
Arinya : Karena perkataan anda mendapat kebahagiaan Karena perkataan anda menemui kesulitan Karena perkataan anda menemui ajal Karena perkataan anda memperoleh sahabat Menurut Pudja (1981: 292), ada empat indikator / tolak ukur karma lahir dari wacika / perkataan yaitu : 1) Kata-kata bersifat jahat 2) Kata-kata bersifat kasar atau keras (parusya) 3) Kata-kata bersifat fitnah (paisuna). 4) Kata-kata bersifat tidak benar (mithya ataru anrta) 3) Kayika atau berbuat baik: Perilaku baik dan benar inilah dinamakan Kayika Parisudha. Setiap perbuatan, apakah perbuatan baik ataukah perbuatan buruk akan dapat menimbulkan apa dinamakan karma. Perbuatan baik akan menimbulkan karma baik. Sebaliknya perbuatan buruk akan menimbulkan karma buruk. Karma itu adalah pahala atau hasil dari perbuatan kita. Karena itu janganlah berbuat tidak baik dapat menciptakan karma buruk. Berusahalah selalu berbuat baik, berbuat kebajikan, sesuai dengan ajaran Dharma, sejalan dengan ajaran agama Hindu. Dengan selalu berbuat baik, maka kita pasti akan mendapatkan karma baik pula. Rangkuman Sloka-Sloka kitab Sarasamuccaya berkaitan dengan Tri Kaya Parisudha, khususnya terkait dengan kayika/ perilaku dapat disampaikan melalui Sloka-Sloka dimaksud (Suhardana, 2007: 130). Sloka 76: Pranatipatam stainyam ca paradaranathapi va Trini papani kayena sarvatah parivarjawet
Artinya : Inilah perbuatan tidak patut dilakukan yakni membunuh, mencuri dan berzina. Ketiganya jangan dilakukan terhadap siapapun, baik secara berolok-olok, bergurau, dalam keadaan dirundung malang bahkan dalam mimpipun ketiganya agar dihindari. Menurut Pudja (1981: 292), ada tiga indikator / tolak ukur karma lahir dari kayika/perilaku yaitu : 1) Perbuatan membunuh atau menyiksa makhluk atau pranatipata. 2) Perbuatan mencuri atau stainya atau stenya. 3) Perbuatan zina atau paradara. Dari ketiga unsur Trikaya, maka Manah memegang peran utama. Manah dipandang sebagai motor penggerak dalam berkata maupun berpikir. Manah menjadi unsur penggerak dan penyaring. Karena itu manusia diharapkan berusaha mengendalikan bukan saja Manah (pikiran), tetapi juga Wak (perkataan) dan Kaya (perbuatan). Hanya dengan pengendalian diri seperti itu manusia akan dapat mencapai kebahagiaan di dunia ini. c. Tujuan Tri Kaya Parisudha Tri Kaya Parisudha atau berpikir baik, berkata baik, dan berbuat baik tentu mempunyai tujuan sangat baik bagi masyarakat, khususnya umat Hindu. Secara umum Tri Kaya Parisudha dapat dikatakan
mempunyai
tujuan
seperti
di
bawah
ini
(Pudja,
1981/1982: 51): 1) Untuk mengembangkan sifat dan sikap jujur dan setia dalam berpikir, berkata maupun berbuat bagi masyarakat pada umumnya. 2) Untuk menumbuhkembangkan kesadaran moral yang bertanggung jawab tanpa diawasi oleh orang lain. 3) Untuk menumbuhkan kesadaran guna berbuat baik dan mengenal berbagai akibat yang dapat timbul dari pikiran, perkataan dan perbuatan yang dilakukan.
4) Untuk memberi petunjuk yang baik dan perlu dimiliki serta disadari dalam bergaul, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 5) Untuk mengajarkan agar manusia selalu waspada dan hati-hati terhadap pikiran, perkataan dan perbuatannya, karena baik pikiran, perkataan maupun perbuatan ini dapat menyebabkan orang lain tidak senang, sedih atau marah, sehingga pada gilirannya dapat menimbulkan kesusahan pada diri sendiri. Pikiran, perkataan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari sering disebut sebagai Tri Kaya dan merupakan satu kesatuan dapat dipisahkan. Ketiganya harus diarahkan kepada hal-hal positif untuk dapat menuju kepada kebaikan, karena hanya manusia dapat merubah perilaku tidak baik menjadi baik. 7.4 Dimensi Kesadaran Moral Kesadaran moral/mental baik merupakan salah satu kunci keberhasilan seseorang dalam menikmati pekerjaan. Tuntutan perusahaan kepada karyawan agar memiliki kesadaran moral baik bertujuan untuk menyelaraskan, menyerasikan, serta menyeimbangkan hubungan baik antar karyawan serta atasan. Dimensi kesadaran moral/mental baik menurut Soesarsono (2000) diantaranya : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Orang memiliki kejujuran berusaha untuk tidak melakukan tindak kejahatan walaupun kesempatan itu ada. Orang kesadaran moral “baik” akan selalu mentaati peraturan-peraturan organisasi. Selalu konsisten terhadap pekerjaan dibebankan walau tanpa diawasi. Selalu berinisiatif dan kreatif untuk melakukan hal-hal positif tanpa dorongan orang lain. Selalu mempunyai motivasi kuat dan tinggi dalam menjalin hubungan kerja harmonis dan toleran antar karyawan dan dengan atasan Orang kesadaran moral “baik” mempunyai sikap keteladanan, keberanian, serta penuh tanggungjawab. Selanjutnya menurut Sivananda (1993: 63), dimensi moralitas /
mentalitas baik meliputi didalamnya: 1. Selalu dilandasi kejujuran dan murni dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
2. Memiliki sikap tulus, toleran dan tidak boleh merugikan makhluk hidup manapun dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. 3. Melaksanakan dengan taat pemikiran benar, perkataan dan perbuatan baik. Apabila seseorang memancarkan citra mantap dan penuh percaya diri, dapat dikatakan orang tersebut memiliki kemantapan dan kemampuan dalam mengatasi masalah dalam kehidupan mereka. Siapapun dapat merasa mantap dan percaya diri, untuk itu yang dibutuhkan hanyalah dengan mengembangkan kesadaran moral/mental positif. Menurut kitab silakrama pada Suhardana (2008: 108), Panca Yama Brata merupakan ajaran lima cara pengendalian diri lebih menekankan kepada pengendalian semua perbuatan diakibatkan oleh dorongan nafsu. Adapun lima cara pengendalian diri ini mencakup : 1. 2. 3. 4. 5.
Ahimsa artinya tidak menyakiti atau membunuh. Brahmacari artinya berpikir suci, bersih, dan jernih. Satya artinya menjaga kebenaran, kesetiaan dan kejujuran. Awyawahara artinya tidak terikat dengan keduniawian. Asteya atau Asteneya atau Astainya artinya tidak mencuri. Berdasarkan nilai nilai agama Hindu dihubungkan dengan dimensi dari
kesadaran moral/mental, maka dapat diuraikan dalam tabel 7.1. sebagai berikut. Tabel 7.1. HUBUNGAN NILAI AGAMA HINDU DENGAN DIMENSI KESADARAN MORAL / MENTAL No 1 2
3 4
Nilai Agama Hindu Kharma Phala
Pengertian
Buah hasil perbuatan, apa yang dilakukan akan mendatangkan hasil Desa Kala Patra Kemampuan dalam melakukan penyesuaian diri terhadap tempat, waktu dan keadaan. TriKaya Parisudha Tiga perilaku manusia dalam bentuk pikiran, perkataan dan perbuatan. Panca Yama Brata Lima cara pengendalian kedalam diri,
Dimensi Kesadaran moral Ketaatan dan kejujuran Toleransi dan keharmonisan hubungan. Kesetiaan tanggung jawab dan waspada. Pengendalian diri.
No
Nilai Agama Hindu
Pengertian
mengenghindari semua perbuatan diakibatkan oleh dorongan nafsu. Sumber : Pudja (1981/1982), Sukartha (2004), Suhardana (2008)
Dimensi Kesadaran moral
Sukardana
(2007),
Dimensi kesadaran moral dibedakan menjadi lima bersumber dari nilai-nilai agama Hindu. Adapun penelitian ini sesuai dengan subyek penelitian Disektor perhotelan mengembangkan skala ukur mencakup 7 butir pernyataan, seperti terlihat dalam tabel berikut. TABEL 7.2 INDIKATOR DAN KUESIONER KESADARAN MORAL TAHUN 2011 VARIABEL INDIKATOR BUTIR PERNYATAAN Kesadaran
Ketaatan
Moral (X3)
terhadap peraturan (X31) Kejujuran (X32)
1. Saya menerima menghormati peraturan kebijakan hotel (X311)
dan dan
2. Saya berusaha untuk tidak melakukan tindak kejahatan walaupun kesempatan itu ada (X322) 3. Saya selalu konsisten terhadap pekerjaan yang dibebankan walau tanpa diawasi (X323)
Inisiatif (X33)
4. Saya selalu berinisiatif untuk melakukan hal-hal positif tanpa dorongan orang lain (X334)
Tanggungjawab
5. Saya bersedia bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan kepada saya (X345)
(X34) Toleransi (X35)
6. Saya tetap toleran, mau memahami dan tidak suka memperbesar persoalan kecil yang terjadi dalam pekerjaan (X356)
VARIABEL
INDIKATOR
BUTIR PERNYATAAN 7. Saya berusaha menciptakan suasana kerja harmonis dan kekeluargaan antar karyawan dan dengan manajemen hotel (X357)
7.5 Pengaruh Antar Variabel 1. Pengaruh Kesadaran Moral Terhadap Komitmen Karyawan Operasional Hotel Hasil pengujian koefisien jalur pengaruh langsung menunjukkan bahwa kesadaran moral berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional, hal ini terlihat dari angka koefisien jalur bertanda positif sebesar 0,581 kondisi ini berarti apabila kesadaran moral membaik maka
akan
berdampak
pada
meningkatnya
komitmen
karyawan
operasional. Apabila dilihat kontribusinya maka variabel kesadaran moral berkontribusi terhadap komitmen karyawan operasional sebesar 58,1%, berarti pengaruhnya signifikan, hal ini didasarkan pada probabilitasnya 0,000 < α 0,05 (lebih kecil dari taraf signifikan sebesar 0,05), CR 3,552 > 1,96. Dengan demikian hipotesis menyatakan bahwa kesadaran moral berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima dan terbukti kebenarannya, sehingga kesadaran moral memegang peranan dalam meningkatkan komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Variabel kesadaran moral (X3) dalam penelitian ini memiliki lima indikator yaitu ketaatan terhadap peraturan (X31), kejujuran (X32), inisiatif (X33), tanggungjawab (X34) dan toleransi (X35). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator tanggung jawab (X34) dan indikator memiliki regression weight terendah indikator inisiatif (X33). Sedangkan komitmen dalam penelitian ini memiliki 3 indikator yaitu komitmen afektif (Y11), komitmen konsinuanse (Y12) dan komitmen
normatif (Y13). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator komitmen normatif (Y13) indikator memiliki regression weight terendah adalah indikator komitmen konsinuanse (Y12). Namun demikian 8 indikator tersebut memiliki nilai regression weight dapat disebut kuat (> 0,5) di dalam mengukur variabel latennya. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil statistik deskriptif, dimana nilai rata-rata untuk variabel kesadaran moral adalah sebesar 4,558 berada dalam kategori baik. Artinya bahwa secara keseluruhan karyawan operasional menyatakan sangat setuju terhadap 5 indikator pengukuran variabel
kesadaran
moral
tersebut.
Oleh
karena
itu
untuk
menumbuhkembangkan kesadaran moral baik harus selalu ditandai oleh 5 indikator dari variabel kesadaran moral digunakan di dalam penelitian ini. Terdapat 3 indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata dan 2 indikator memiliki nilai lebih besar dari pada nilai rata-rata, indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata adalah ketaatan terhadap peraturan, inisiatif dan toleransi. Sedangkan yang memiliki nilai lebih besar dari nilai rata-rata adalah kejujuran dan tanggungjawab. Karyawan operasional hotel dikatakan memiliki kesadaran moral baik apabila selalu berpedoman pada sikap-sikap taat terhadap peraturan, jujur, inisiatif, bertanggungjawab dan toleran, semakin baik dari waktu ke waktu. Apabila hal ini terjadi maka komitmen kerja karyawan operasional semakin tinggi. Sebaliknya kesadaran moral karyawan dikatakan semakin rendah apabila sikap-sikap taat terhadap peraturan, kejujuran, inisiatif, tanggungjawab dan toleransi semakin menurun dari waktu ke waktu. Karyawan operasional hotel memiliki kesadaran moral baik maka akan meningkatkan komitmen kerja karyawan tercermin dari kualitas pelayanan diberikan kepada wisatawan menginap di hotel tersebut, atau sebaliknya komitmen kerja tinggi mencerminkan kesadaran moral baik. Sebagai contoh adalah apabila tanggung jawab sebagai salah satu indikator dari kesadaran moral baik, maka komitmen normatif sebagai salah satu indikator komitmen organisasi juga akan tinggi. Begitu pula sebaliknya
apabila misalnya tanggungjawab menjadi indikator kesadaran moral tidak baik maka komitmen normatif sebagai salah satu indikator komitmen organisasi juga tidak baik. Hasil penelitian ini menguatkan pendapat dari berbagai hasil penelitian terdahulu seperti Odom, Boxx and Dun (1990), O’Reilly, Chatman and Caldwell (1991); Meglino, Ravlin and Adkins (1989); Shadur, Kienzle and Rodwell (1999); menunjukkan adanya hubungan positif antara budaya perusahaan yang menumbuhkan kesadaran moral positif dengan komitmen dan perilaku ekstra karyawan, kesadaran moral dianggap sebagai pemicu timbulnya komitmen dan perilaku ekstra karyawan, karena kesadaran moral dibangun sejalan dengan nilai keyakinan karyawan dengan nilai-nilai dianut perusahaan. Dari penelitian ini menyimpulkan bahwa nilai-nilai agama diyakini karyawan mampu beradaptasi dengan nilai inti budaya perusahaan akan menunjukkan kesadaran moral tertanam baik bagi tiap karyawan. Karyawan dengan mudah menyerap dan memahami nilai-nilai dan normanorma dianut perusahaan dan mengaplikasikan nilai-nilai dan normanorma tersebut bagi dirinya dan lingkungan kerja sebagai pedoman dalam berperilaku. Lebih lanjut karyawan memiliki komitmen dan perilaku ekstra terhadap perusahaannya akan menunjukkan kesadaran moral “baik” cenderung berprestasi lebih baik dan akan tetap mempertahankan keanggotaannya di dalam perusahaan sebagai wujud kebanggaan pada perusahaan, karena perusahaan mampu memenuhi harapan-harapannya. Karyawan yang komit berarti memiliki kesadaran moral “baik” dimana akan bersedia berperilaku ekstra dengan memberikan diri mereka dengan tulus dan merasa bertanggungjawab untuk memajukan perusahaannya.
2. Pengaruh Kesadaran Moral Terhadap Perilaku Organizational Citizenship Karyawan Operasional Hotel. Hasil pengujian koefisien jalur pengaruh langsung menunjukkan bahwa kesadaran moral, berpengaruh signifikan terhadap
perilaku
organizational citizenship karyawan operasional, hal ini terlihat dari angka koefisien jalur bertanda positif sebesar 0,573 kondisi ini berarti bahwa apabila kesadaran moral ditingkatkan maka akan berdampak pada meningkatnya perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Apabila dilihat kontribusinya maka variabel kesadaran moral berkontribusi terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional sebesar 57,3%, berarti
pengaruhnya signifikan hal
ini
didasarkan pada
probabilitasnya, 0,000 < α 0,05 (lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 0,05), CR 3,697 > 1,96. Dengan demikian hipotesis menyatakan bahwa kesadaran moral berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima dan terbukti kebenarannya, sehingga kesadaran moral memegang peranan dalam meningkatkan perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Variabel kesadaran moral (X3) dalam penelitian ini memiliki 5 (lima) indikator yaitu ketaatan terhadap peraturan (X31), kejujuran (X32), inisiatif (X33), tanggung jawab (X34), dan toleransi (X55). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator tanggung jawab (X34) dan indikator memiliki regression weight terendah adalah indikator inisiatif (X33). Sedangkan perilaku organizational citizenship dalam penelitian ini memiliki 5 (lima) indikator yaitu altruism (Y21), Conscientiousness (Y22) civil virtue (Y23) sportsmanship (Y24) dan courtesy (Y25). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator sportsmanship (Y24) dan indikator yang memiliki regression weight terendah adalah indikator altruism (Y21). Namun demikian 10
indikator tersebut memiliki nilai regression weight dapat disebut kuat (> 0,5) di dalam mengukur variabel latennya. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil statistik deskriptif, dimana nilai rata-rata untuk variabel kesadaran moral sebesar 4,558 berada dalam kategori sangat baik. Artinya bahwa secara keseluruhan karyawan operasional menyatakan setuju terhadap 5 indikator pengukuran variabel kesadaran moral tersebut. Oleh karena itu untuk membangun kesadaran moral baik bagi setiap karyawan operasional hotel harus selalu dilandasi 5 indikator dari variabel kesadaran moral digunakan dalam penelitian ini. Terdapat 3 indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata variabel dan 2 indikator memiliki nilai lebih besar dari pada nilai rata-rata variabel. Indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata variabel adalah ketaatan terhadap peraturan, inisiatif dan toleransi. Sedangkan indikator memiliki nilai lebih besar dari nilai rata-rata adalah variabel kejujuran dan tanggung jawab. Kesadaran moral pada penelitian ini menggunakan indikator nilai agama Hindu, karena pemberian makna tertentu kepada stimulus nilainilai agama oleh karyawan dapat menjadikan masing-masing karyawan akan berperilaku sesuai dengan nilai agama yang diyakininya. Keyakinan untuk menggunakan nilai-nilai agama dalam bekerja di suatu perusahaan akan meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan nilai budaya perusahaan, sudah pasti dimanfaatkan untuk memberi nilai kebaikan bagi karyawan maupun perusahaan. Karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali mempunyai nilai rata-rata ketaatan terhadap peraturan sebesar 4,535 dan kejujuran sebesar 4,659 berada dalam kategori sangat baik. Ketaatan dan kejujuran
penelitian ini
bersumber dari makna stimulus nilai-nilai
agama Hindu yaitu Kharma Pala. Karyawan yakin bahwa hasil perbuatan dilakukan oleh seseorang baik atau buruk, maka itulah yang dinikmatinya dalam hidup ini maupun kelak dikemudian hari (Subagiasta, 2007). Karyawan hotel bintang lima dapat mengimplementasikan nilai-nilai
Kharma Pala dalam pekerjaan dengan membuat para wisatawan senang melalui pelayanan dan perbuatan-perbuatan baik lainnya akan memberikan kepuasan bagi para wisatawan selama menggunakan jasa hotel tersebut sehingga dapat meningkatkan niat untuk menggunakan jasa hotel itu kembali di masa mendatang. Karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali mempunyai nilai rata-rata inisiatif dalam melaksanakan suatu pekerjaan sebesar 4,520 dan tanggung jawab sebesar 4,586 berada dalam kategori sangat baik. Inisiatif dan tanggungjawab dimensi penelitian ini bersumber dari pemberian makna dari stimulus nilai-nilai agama Hindu yaitu Tri Kaya Parisudha. Salah satu tujuan pelaksanaan nilai Tri Kaya Parisudha adalah untuk menumbuhkembangkan kesadaran moral bertanggung jawab tanpa diawasi oleh orang lain, dan menumbuhkan kesadaran guna berbuat baik dan mengenal berbagai akibat dapat diambil dari pikiran, perkataan dan perbuatan dilakukan (Pudja, 1981/1982). Bertanggung jawab mulai dari berfikir yang baik, berkata yang baik dan berbuat yang baik. Setiap aktivitas pekerjaan yang dilakukan karyawan operasional bersumber dari pikiran-pikiran positif, etikad baik dilandasi ketulusan dan keikhlasan sehingga akan menumbuhkan aura kesejukan, kedamaian dan ketenangan merupakan suatu kondisi dicari wisatawan. Nilai rata-rata toleransi sebesar 4,490 berada dalam kategori sangat baik, toleransi bersumber dari pemberian makna dari stimulus nilai-nilai agama Hindu Bali yaitu Desa Kala Patra. Untuk mengembangkan sikap toleransi antar sesama rekan sekerja, perlu melaksanakan nilai Desa Kala Patra, yaitu karyawan dapat menyesuaikan diri terhadap tempat, keadaan dan waktu sehingga terciptanya kebersamaan, keintiman dan kohesi sosial. Desa Kala Patra juga mengajarkan kepada setiap karyawan untuk selalu bergairah menatap masa depan lebih baik dengan memadukan kebaikan perilaku masa kini untuk meniti jalan masa depan lebih baik.
Karyawan operasional hotel dikatakan memiliki kesadaran moral baik apabila selalu berpedoman pada sikap-sikap taat pada peraturan, jujur, berinisiatif, bertanggung jawab, dan toleran semakin baik dari waktu ke waktu. Apabila ini terjadi maka perilaku organizational citizenship karyawan operasional semakin baik pula. Sebaliknya kesadaran moral karyawan kondisinya semakin rendah apabila sikap-sikap taat terhadap peraturan, jujur, inisiatif, tanggungjawab dan toleransi semakin menurun pula dari waktu ke waktu. Kesadaran moral “baik” berpengaruh positif terhadap perilaku organizational citizenship baik mencerminkan kesadaran moral baik pula sebagai contoh adalah apabila toleransi sebagai salah satu indikator kesadaran moral “baik”, maka sportsmanship sebagai salah satu indikator perilaku organizational citizenship juga akan baik. Begitu pula sebaliknya apabila misalnya toleransi sebagai salah satu indikator kesadaran moral “buruk” maka sportsmanship sebagai salah satu indikator perilaku organizational citizenship juga akan buruk. Hasil penelitian ini menguatkan pendapat dari hasil penelitian terdahulu seperti Odom, Boxx and Dun (1990), O’Reilly, Chatman and Caldwell (1991); Meglino, Ravlin and Adkins (1989); Shadur, Kienzle and Rodwell (1999); menunjukkan adanya hubungan positif antara budaya perusahaan dapat menumbuhkan kesadaran moral positif dengan komitmen dan perilaku ekstra
karyawan, kesadaran moral dianggap
sebagai pemicu timbulnya komitmen dan perilaku ekstra karyawan, karena kesadaran moral dibangun sejalan nilai keyakinan karyawan dengan nilainilai dianut perusahaan. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai agama diyakini karyawan mampu beradaptasi dengan nilai inti budaya perusahaan akan menunjukkan kesadaran moral tertanam baik bagi tiap karyawan. Karyawan dengan mudah menyerap dan memahami nilai-nilai dan normanorma dianut perusahaan dan mengaplikasikan nilai-nilai dan normanorma tersebut bagi dirinya dan lingkungan kerja sebagai pedoman dalam
berperilaku. Lebih lanjut karyawan memiliki komitmen dan perilaku ekstra terhadap perusahaannya akan menunjukkan kesadaran moral positif cenderung berprestasi lebih baik dan akan tetap mempertahankan keanggotaannya di dalam perusahaan sebagai wujud kebanggaan pada perusahaan, karena perusahaan mampu memenuhi harapan-harapannya. Karyawan komit berarti memiliki kesadaran moral positif dimana akan bersedia berperilaku ekstra dengan memberikan diri mereka dengan tulus dan merasa bertanggungjawab untuk memajukan perusahaannya. Selanjutnya dari penelitian Gustafson (2001) menjelaskan bahwa perawat dengan kesadaran moral positif akan memberikan pelayanan berkualitas kepada pelanggan sebagai bentuk komitmen dan loyalitasnya kepada perusahaan. McNeese-Smith (1996) juga menegaskan bahwa kesadaran moral perawat dalam organisasi pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan diberikan kepada pasien sebagai bentuk komitmen dan loyalitas kepada rumah sakit. Kesadaran moral baik akan menunjukkan perilaku mentaati aturan dan norma ada dan melaksanakan pekerjaan dengan ikhlas dan tulus, sehingga dapat membangun perilaku ekstra dengan kata lain budaya perusahaan akan menanamkan kesadaran moral positif dan digunakan sebagai pedoman berperilaku dan mengarahkan karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan (Stoner, Freeman and Gilbert, 1996). Deal and Kennedy (1982) dalam Narayaman and Nath (1993) menggambarkan bagaimana budaya kuat mampu membentuk kesadaran moral positif bagi individu karyawan. Karena kesadaran moral positif memberikan dasar bertindak bagi karyawan dalam membangun komitmen dan perilaku organizational citizenship kuat terhadap perusahaan. Dari penjelasan Odom, Boxx and Dunn, (1990), O’Reilly, Chatman and Caldwell (1991), Gustafson (2001), McNees-Smith (1996), Stoner, Freeman and Colbert (1996), Deal and Kennedy (1982), nampak bahwa secara teoritik terdapat hubungan antara kesadaran moral dengan komitmen dan perilaku organizational citizenship.
BAB 8 KEPUASAN KERJA 8.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan dambaan setiap individu ketika bekerja. Masing-masing karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja berbeda sesuai dengan nilai dianutnya. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan karyawan maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan kerja dirasakan dan demikian sebaliknya. Davis (1996 :120) memberikan definisi tentang kepuasan kerja, sebagai suatu ungkapan rasa senang atau tidak senang seorang karyawan memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja terjadi bilamana ada kesesuaian antara karakteristik pekerjaan dan keinginan karyawan. Kepuasan kerja mengekspresikan sejumlah kesesuaian antara harapan seseorang tentang pekerjaannya dan imbalan diberikan atas pekerjaan tersebut. Menurut Handoko (1996) arti kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosional menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaan mereka, biasanya nampak dalam sikap positif para karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu dihadapi di lingkungan kerjanya. As’ad (1998: 105)) memberikan batasan sederhana dan operasional mengenai kepuasan kerja menggambarkan perasaan seseorang terhadap pekerjaan. “Kepuasan kerja itu sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerja. Jadi determinasi kepuasan kerja menurut batasan ini meliputi perbedaan individu (individual differences) maupun situasi lingkungan pekerjaan. Disamping itu, perasaan orang terhadap pekerjaan tentulah sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan”. 8.2 Faktor-faktor Penentu Kepuasan Kerja Kepuasan
kerja
dihasilkan
dari
persepsi
karyawan
terhadap
pekerjaannya, didasarkan pada faktor lingkungan kerja, seperti penyelia,
kebijakan dan prosedur, afiliasi kelompok kerja, afiliasi kondisi kerja dan tunjangan (Gibson, et al. 1996). Smith, Kendal, Hullin dalam Luthans (1992: 56) kepuasan kerja dipengaruhi oleh berbagai dimensi, antara lain : 1. Pembayaran, merupakan suatu jumlah diterima dan keadaan dirasakan dari pembayaran. 2. Pekerjaan, maksudnya sampai sejauh mana tugas kerja dianggap menarik dan memberikan kesempatan untuk belajar dan menerima tanggung jawab. 3. Kesempatan promosi, maksudnya adalah kesempatan untuk maju. 4. Penyelia, maksudnya kemampuan penyelia untuk memperlihatkan ketertarikan dan perhatian kepada karyawan. 5. Rekan sekerja, maksudnya sampai sejauh mana rekan sekerja bersahabat, kompeten dan mendukung. Dalam beberapa studi, lima dimensi kepuasan kerja seperti dikemukakan tersebut di atas telah diukur dengan Indeks Diskripsi Kerja (JDI, Job Descriptive Index). Para pekerja diharuskan menjawab ya, tidak atau ? (tidak memutuskan) terhadap kata atau kalimat menjelaskan sikap mengenai
pekerjaan mereka. Indeks Diskripsi Kerja berusaha mengukur
seseorang terhadap situasi dan kondisi tertentu dari pekerjaan. Pengukuran kepuasan kerja karyawan sederhana dan langsung pada perhatian dimiliki karyawan akan membuat penyesuaian beralasan untuk mengarahkan perhatian karyawan atau memberdayakan individu untuk mengambil tanggung jawab membuat perubahan, dan sebuah organisasi dapat menjalankannya untuk mengetahui potensi ada secara menyeluruh. Strauss and Styles (1996) menyatakan bahwa terpuaskan
pada pekerjaannya
seseorang akan
tergantung pada faktor-faktor : (1)
pengharapan; (2) penilaian diri; (3) norma-norma sosial; (4) perbandinganperbandingan sosial; (5) hubungan input/output; (6) keikatan; (7) dasar pemikiran. Sedangkan menurut Robbins (1996:181), ada beberapa faktor yang mendorong kepuasan kerja, yaitu : 1. Ganjaran yang pantas, banyak karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi adil sesuai dengan pengharapannya. Bila upah dilihat
sebagai adil didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pengupahan, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan kerja. Banyak orang bersedia menerima uang lebih kecil untuk bekerja di lokasi lebih diinginkan atau pada pekerjaan kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan lebih besar dalam pekerjaan mereka lakukan dan jam kerja. Tetapi kunci mengkaitkan upah dengan kepuasan bukanlah mutlak dari jumlah dibayarkan; lebih penting lagi adalah persepsi keadilan. Sama halnya pula, karyawan merasakan mendapatkan keadilan dalam kebijakan promosi. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab lebih banyak dan status sosial meningkat. 2. Kebijakan kerja, karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan memberi
mereka
kesempatan
untuk
menggunakan
keterampilan,
kemampuannya dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik dalam melaksanakan pekerjaan.Kebijakan kerja diharapkan dapat menumbuhkan tantangan kerja karena pada kondisi tertentu, kebanyakan, karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan menghadapi tantangan kerja. 3. Suasana kerja, dukungan dari rekan sekerja (kelompok kerja) dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi seorang karyawan. Hal ini disebabkan karena karyawan merasa diterima dan dibantu dalam menyelesaikan tugasnya. Sifat dari kelompok kerja akan dibantu dalam menyelesaikan tugasnya berdampak positif terhadap kepuasan kerja. Rekan sekerja ramah dan mendukung, dapat merupakan sumber kepuasan bagi karyawan secara individual.
Kelompok
kerja
bagus
dapat
membuat
kerja
lebih
menyenangkan. Perilaku atasan dapat merupakan faktor penentu kepuasan kerja. Oleh karena itu kelompok kerja dapat merupakan sumber dukungan, kesenangan, nasehat dan bantuan bagi pekerja secara individual. Kemampuan dari seorang supervisi dalam memberikan bantuan teknik dan dukungan pada perilaku karyawan dapat menimbulkan perasaan kepuasan kerja bagi seorang karyawan. Demikian pula dengan iklim partisipatif
diciptakan oleh supervisor dapat memiliki pengaruh substansial terhadap kepuasan pekerja daripada melakukan partisipasi dalam suatu keputusan spesifik, karena mereka merasa mendapat perhatian dan dukungan cukup dari atasannya, Menurut Robbins (1996:150) kepuasan kerja karyawan dapat ditingkatkan, apabila supervisor bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja baik, mendengarkan pendapat karyawan dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka. 4. Lingkungan kerja, karyawan peduli lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas dengan baik. Beberapa penelitian menemukan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur, cahaya, kebisingan dan faktor-faktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrim, misalnya : terlalu panas atau terlalu remangremang. Di samping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja di dukung fasilitas peralatan kerja bersih, memadai dan relatif modern. Komponen-komponen
kepuasan
kerja
penting
untuk
dibahas
khususnya guna memenuhi pertanyaan apa yang diukur dalam variabel kepuasan kerja. Banyak
penulis memperlihatkan sejumlah aspek
situasi
tertentu berbeda sebagai sumber penting dari kepuasan kerja. Pendapat tersebut
antara lain dari Wexley and Yukl (1992:129) sebagai berikut :
terdapat ratusan karakteristik pekerjaan dipertimbangkan seorang pekerja, pada umumnya ditemukan dalam sikap, meliputi : gaji/upah, kondisi kerja, pengawasan, teman kerja, isi pekerjaan, jaminan kerja serta kesempatan promosi.
Hygiene Needs: to avoid pain from the work Gives rise environment to the need for
Hygiene Factors : Money, policies, supervision, working condition interpersonal relation
Which influence
The level of job dissatisfaction
Which influence Hygiene Gives rise Needs: Man’s’need to the to use need for talents and to graw as human being
Which Motivation Factors : influence Achievement the job itself, responsibility advancement personal growth
The level of job dissatisfaction
The level of job dissatisfaction
Sumber : Wexley and Yukl (1992 : 144) Gambar 8.1. Hygiene’s Dan Motivators Serta Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja, Ketidakpuasan Kerja Dan Prestasi Kerja
Pengertian kepuasan kerja di depan menjelaskan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung kepada selisih antara harapan, kebutuhan atau nilai seharusnya dengan apa menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaan. Harapan karyawan adalah mencakup jaminan, kondisi kerja baik, teman sejawat cocok, jam kerja masuk akal, kerja berarti, pengakuan, peluang untuk maju, kebebasan bertindak dan pimpinan cakap. Di bagian lain Wexley and Yukl (1992: 139) mengutip variabelvariabel yang ditanyakan dalam kepuasan kerja dikembangkan Weis Devis, England dan Logquist dikenal dengan Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ). Daftar tersebut terdiri dari 100 item dikelompokkan menjadi 20 faktor yaitu penggunaan kemampuan, kepandaian, aktivitas, kemajuan, otoritas, kebijaksanaan dan praktek perusahaan, kompensasi, teman kerja, kreativitas, kebebasan, nilai moral, pengakuan, tanggung jawab, keamanan, pelayanan sosial, status sosial, pengawasan, hubungan manusia, teknik pengawasan, pergantian dan kondisi kerja.
Wexley and Yukl (1992: 140) menjelaskan tentang Job Descriptive Index menekankan lima kelompok komponen kepuasan kerja yaitu : kondisi kerja (working conditions), gaji, promosi, pengawasan dan teman kerja. Ivancevich and Matteson (1991: 66) kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka. Sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaannya. Kepuasan kerja tidak saja berangkat dari berbagai aspek pekerjaan seperti : imbalan, peluang untuk promosi, supervisi dan kawan kerja. Tapi juga berasal dari faktor-faktor lingkungan kerja seperti : gaya supervisi, kebijaksanaan dan prosedur, keanggotaan kelompok kerja, kondisi kerja dan tunjangan. Dari berbagai faktor di atas lima faktor amat penting : 1. Imbalan, sejumlah imbalan diterima dan dirasakan. 2. Pekerjaan, di sini diartikan adalah keadaan dimana tugas pekerjaan dianggap menarik, memberikan kesempatan untuk belajar dan bertanggung jawab. 3. Peluang promosi, tersedianya kesempatan untuk maju. 4. Supervisi, adalah kemampuan supervisi untuk menunjukkan minat dan perhatian terhadap karyawan. 5. Rekan kerja, adalah dimana rekan kerja sekerja menunjukkan sikap bersahabat dan mendorong. As’ad (1998: 115) merangkum berbagai pendapat dari Blum (1950); Gilmer (1966); dan Cougemi and Claypool (1978) mengenai faktor-faktor mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: 1. Faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan ketrampilan. 2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. 3. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya. 4. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas, promosi dan sebagainya.
Dari berbagai faktor pendorong tinggi rendahnya kepuasan kerja dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap efektif seseorang atas pekerjaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dan sikap kepuasan ini harus dimonitor terus menerus untuk memelihara kualitas kerja karyawan. 8.3 Teori Kepuasan Kerja Terdapat empat teori pendekatan dapat digunakan dalam membahas kepuasan kerja (A’sad, 1998: 79). Keempat pendekatan tentang teori kepuasan kerja, pertama kali dikembangkan adalah teori pemenuhan kebutuhan (fulfillment theory). Kemudian (discrepancy theory)
dikembangkan
teori ketidaksesuaian
dan teori keadilan (equity theory) secara khusus
merupakan reaksi-reaksi terhadap kekurangan dari fulfillment theory. Teori dua faktor merupakan pendekatan keempat, menggambarkan sebuah pendekatan baru dan lengkap untuk memberikan gambaran tentang kepuasan kerja. 1. Teori Pemenuhan Keinginan (Fulfillment Theory) Kepuasan kerja akan berbeda-beda secara langsung berkaitan dengan tingkatan kebutuhan individu dapat dipuaskan secara aktual. Sedangkan Vroom dalam Lawler (1979: 99) juga melihat kepuasan kerja dari suatu tingkatan, dimana pekerjaan memberikan seseorang suatu hasil yang bernilai positif. Vroom membuat persamaan kepuasan dengan valensi dan tambahan, “Jika kita menggambarkan seseorang terpuaskan dengan sebuah obyek, kita mengartikan bahwa obyek tersebut mempunyai valensi positif untuknya.” Para peneliti telah mengadopsi pendekatan pemenuhan kebutuhan mengukur kepuasan seseorang dengan pertanyaan sederhana berapa banyak pemberian atau hasil mereka terima. Oleh karena itu, para peneliti tersebut memandang kepuasan pada berapa banyak hasil diberikan atau kelompok hasil diterima seseorang. Teori pemenuhan kebutuhan telah mempertimbangkan bagaimana segi pengukuran kepuasan dikombinasikan terhadap penentuan seluruh
kepuasan. Isu-isu penting adalah apakah segi pengukuran kepuasan seharusnya dibebani oleh kepentingan mereka terhadap seseorang ketika dikombinasikan. Kita tahu bahwa beberapa faktor pekerjaan lebih penting daripada faktor-faktor pekerjaan lain untuk setiap individu. Oleh karena itu, faktor-faktor penting dibutuhkan untuk lebih ditekankan dalam menentukan kepuasan individu secara menyeluruh. Bagaimanapun, ada bukti bahwa nilai segi kepuasan individu telah menggambarkan penekanan ini dan dengan demikian tidak membutuhkan penekanan lebih lanjut. 2. Teori Diskrepansi (Discrepancy Theory) Teori diskrepansi pertama dipelopori oleh Porter (1961) mengukur kepuasan kerja seorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan dirasakan (difference between how much of something there should be and how much there “is now”) Kemudian Locke (As’ad, 1998: 105) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung kepada discrepancy antara should be (expectation, needs dan values) dengan apa menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan puas bila tidak ada perbedaan antara diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum diinginkan telah terpenuhi. Apabila didapat ternyata lebih besar daripada diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan dirasakan itu di bawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang dalam pekerjaan. Individu bekerja pada dasarnya mempunyai sejumlah kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, rasa memiliki, penghargaan, promosi, hubungan kerja pada dasarnya juga dapat memenuhi satu atau lebih kebutuhan-kebutuhan tersebut. Pendekatan teori diskrepansi dari studi Lawler menjelaskan bahwa ada tiga faktor mempengaruhi harapan pekerja:
a. Individu membawa asset ke organisasi berupa pengalaman, senioritas pendidikan dan lain sebagainya. b. pekerja juga mempertimbangkan berbagai macam tuntutan kerja, antara lain : apakah mereka memiliki sedikit atau banyak pekerjaan?, apakah pekerja bekerja dalam waktu
panjang, apakah pekerjaan
memerlukan keahlian khusus?, semakin banyak pekerjaan (job) yang ada. c. Pekerja memperhatikan pekerja lain disekitarnya untuk melihat apakah dia mendapatkan keadilan, pantas dan wajar. Dengan demikian unsur mempengaruhi suasana dan lingkungan seharusnya ada adalah perasaan seseorang terhadap masukan, karakteristik pekerjaan (job) dan perasaan keadilan.
Gambar 8.2. Model Kepuasan Kerja Dengan Pendekatan Teori Diskrepansi Sumber : Arnold dan Feldman (1988)
3. Teori Keadilan (Equity Theory) Adam dalam As’ad, (1998) mengemukakan teori keadilan menjelaskan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Keadilan yaitu suatu keadaan muncul dalam pikiran seseorang jika ia merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan adalah seimbang dengan rasio individu yang dibandingkan. Keadilan dikatakan ada jika karyawan beranggapan bahwa rasio antara masukan (input) dengan perolehan (output/hasil) sepadan dengan rasio karyawan lain. Input adalah sesuatu bernilai bagi seseorang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya
usaha
dicurahkan
dan
jumlah
jam
kerja.
Perolehan
(output/hasil) adalah sesuatu dianggap bernilai oleh seseorang karyawan diperoleh dari hasil pekerjaannya, seperti : upah/gaji, keuntungan sampingan, simbul status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil (Wexley and Yukl, 1992). Gibson, (1997:368) mengatakan bahwa ada empat ukuran penting dalam teori keadilan adalah : (1) orang : individu merasakan diperlakukan adil atau tidak adil ; (2) perbandingan dengan orang lain : setiap individu atau kelompok yang
digunakan oleh seseorang
sebagai suatu
pembanding masukan dan hasil; (3) masukan : karakteristik individu dibawa seseorang ke dalam pekerjaan. Hal ini mungkin diraih seperti ketrampilan, pengalaman, pembelajaran dan sebagainya atau bawaan seperti umur, jenis kelamin, ras dan sebagainya; (4) hasil: apa diterima seseorang dari pekerjaan seperti pengakuan, tunjangan, gaji dan sebagainya. Dalam teori keadilan ini, Gibson dkk membuat sebuah model seperti pada gambar 8.3 berikut ini :
Barang (P) dengan masukan tertentu (I) dan menerima hasil tertentu (O).
Bandingkan rasio masukan keluaran terhadap dirinya dengan
Dan merasa
OP ORP (keadilan) IP IRP atau OP ORP (ketidakadilan) IP IRP atau OP ORP (ketidakadilan) IP IRP
Sumber : Gibson (1997:36) Keterangan : IP =
Masukan dari seseorang
OP
=
Keluaran dari seseorang
IRP
=
Masukan dari orang yang menjadi pembanding
ORP
=
Keluaran dari orang yang menjadi pembanding Gambar 8.3. Model Teori Keadilan Motivasi
4. Teori Dua-Faktor (Two Factor Theory) Herzberg dalam Wexley and Yukl (1992), mengemukakan teori dua faktor, yaitu : (1) Faktor membuat orang merasa tidak puas dan (2) faktor menyebabkan orang puas. Faktor penyebab ketidakpuasan berkaitan dengan kondisi kerja ekstrinsik (hygiene factors) yang meliputi : gaji, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu supervisi dan mutu hubungan antar pribadi diantara rekan sekerja, atasan dengan bawahan. Sedangkan faktor penyebab kepuasan berkaitan dengan kondisi instrinsik. Saydam (2000: 245) berpendapat bahwa: “Herzberg telah mengembangkan teori kebutuhan dari Maslow menjadi teori dua faktor kepuasan. Prinsip dari teori ini ialah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) itu merupakan dua hal yang berbeda. Ia membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfer / motivator dan kelompok dissatisfied atau hygiene factor”
Satisfiers merupakan faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja, merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi bersumber dari dalam diri orang bersangkutan (intrinsik). Menurut Herzberg faktor-faktor tersebut terdiri dari: a. Achievement (Prestasi diraih). b. Recognition (pengakuan lain) c. The Work it self (pekerjaan itu sendiri) d. Responsibility (tanggung jawab) e. Advancement (peluang untuk maju) f. The possibility of growth (kemungkinan pengembangan karier) Hadirnya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor itu tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Faktor pemeliharaan atau Maintenance Factor disebut juga sebagai hygiene factor merupakan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai
manusia, pemeliharaan
ketentraman dan kesehatan. Factor ini sering pula disebut sebagai dissatisfier (sumber ketidakpuasan). Ia merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah (lower order needs) yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik/faktor eksternal, yang terdiri dari : a. Kompensasi b. Keamanan dan keselamatan kerja c. Kondisi kerja d. Prosedur perusahaan e. Mutu dan supervisi teknis dari hubungan interpersonal diantara teman dan sejawat antara atasan dengan bawahan. Faktor-faktor di atas disebut sebagai faktor pemeliharaan karena hampir semua komponen tercakup dalam faktor ini merupakan kebutuhan paling mendasar bagi kehidupan para karyawan dapat memelihara dan melindungi
mereka
dari
kemerosotan
hidup.
Karena
itu
factor
maintenance ini dikatakan sebagai faktor besar tingkat ketidakpuasannya, bila tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Pemenuhan kebutuhan ini
sedikit banyak dapat menurunkan tingkat ketidakpuasan di kalangan pada karyawan namun tidak pernah dapat membuat kepuasan paripurna, karena faktor tersebut bukan sumber kepuasan kerja. 8.4 Dimensi kepuasan kerja Dimensi kepuasan kerja berdasarkan Robbinas (1996) dibedakan menjadi empat, sedangkan penelitian ini sesuai dengan sebjek penelitian disektor perhotelan mengembangkan skala ukur mencakup 7 butir pernyataan, seperti terlihat dalam tabel berikut TABEL 8.1 KUSIONER KEPUASAN KERJA TAHUN 2011 VARIABEL
INDIKATOR
Kepuasan
Ganjaran yang
karyawan (X4)
pantas (X41)
Kebijakan kerja (X42)
BUTIR PERNYATAAN 1. Saya menerima reward sesuai dengan harapan dan beban kerja saya (X411) 2. Saya merasa kebijakan promosi dan jenjang karier dilaksanakan dengan transparan dan adil (X412) 3. Pekerjaan diberikan kepada saya menuntut tanggung jawab yang tinggi (X423) 4. Pekerjaan saya banyak mendapat tekanan, kendala dan tantangan (X424)
Suasana kerja (X43) 5. Kadang-kadang terjadi perselisihan / ketegangan antar karyawan dalam kelompok kerja saya (X435) 6. Sangat jelas uraian pekerjaan standard-standar yang ditetapkan dan batas-batas tugas dalam pekerjaan saya (X436) Lingkungan kerja (X44)
7. Fasilitas, peralatan dan kelengkapan penyelesaian kerja sangat memadai (X447)
8.5 Pengaruh Antar Variabel 1. Pengaruh Kepuasan Terhadap Komitmen Karyawan Operasional Hotel Hasil pengujian koefisien jalur pengaruh langsung menunjukkan bahwa kepuasan berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional, hal ini terlihat dari angka koefisien jalur bertanda positif sebesar 0,471 kondisi ini berarti bahwa apabila kepuasan kerja meningkat maka
akan
berdampak
pada
meningkatnya
komitmen
karyawan
operasional. Apabila dilihat kontribusinya maka variabel kepuasan berkontribusi terhadap komitmen karyawan operasional sebesar 47,1%, berarti pengaruhnya signifikan, hal ini didasarkan dari probabilitasnya 0,009 < α 0,05 (lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 0,05), CR 2,627 1,96. Dengan
demikian
hipotesis
menyatakan
bahwa
kepuasan
berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional diterima dan terbukti kebenarannya, sehingga kepuasan memegang peranan dalam meningkatkan komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Variabel kepuasan (X4) dalam penelitian ini memiliki 4 indikator yaitu ganjaran yang pantas (X41), kebijakan kerja (X42), suasana kerja (X43), dan lingkungan kerja (X44). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah ganjaran yang pantas (X41) dan indikator memiliki regression weight terendah adalah indikator suasana kerja (X43). Sedangkan komitmen dalam penelitian ini memiliki 3 indikator komitmen afektif (Y11), komitmen Konsinuanse (Y12) dan komitmen normatif (Y13). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator komitmen normatif (Y13) dan indikator yang memiliki regression weight terendah adalah indikator komitmen Konsinuanse (Y12). Namun demikian 7 indikator tersebut memiliki nilai regression weight dapat disebut kuat (> 0,5) di dalam mengukur variabel latennya. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil statistik deskriptif, dimana nilai rata-rata untuk variabel kepuasan adalah sebesar 3,981 berada
dalam kategori baik. Artinya bahwa secara keseluruhan karyawan operasional menyatakan setuju terhadap 4 indikator pengukuran variabel tersebut. Oleh karena itu untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan operasional hotel pihak manajemen hotel harus memperhatikan 4 indikator dari variabel kepuasan digunakan dalam penelitian ini. Terdapat 2 indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata dan 2 indikator memiliki nilai lebih besar dari pada nilai rata-rata. Indikator memiliki nilai di bawah nilai rata-rata adalah suasana kerja dan lingkungan kerja. Sedangkan indikator memiliki nilai lebih besar dari nilai rata-rata adalah ganjaran yang pantas dan kebijakan kerja. Karyawan operasional hotel dikatakan kepuasan kerjanya tinggi apabila kepuasan kerja bersumber dari ganjaran yang pantas, kebijakan kerja, suasana kerja dan lingkungan kerja, semakin tinggi dari waktu ke waktu. Apabila hal ini terjadi maka komitmen kerja karyawan operasional semakin tinggi. Sebaliknya kepuasan kerja karyawan operasional dikatakan semakin rendah apabila kondisi dari ganjaran yang pantas, kebijakan kerja, suasana kerja semakin rendah dari waktu ke waktu. Karyawan operasional hotel memiliki kepuasan kerja tinggi akan meningkatkan komitmen kerja karyawan tercermin dari kualitas pelayanan yang diberikan kepada wisatawan menginap di hotel tersebut atau sebaliknya komitmen kerja tinggi mencerminkan kepuasan kerja tinggi. Sebagai contoh adalah apabila kebijakan kerja sebagai salah satu indikator dari kepuasan tinggi, maka komitmen normatif sebagai salah satu indikator komitmen organisasi juga akan tinggi. Begitu pula sebaliknya apabila misalnya kebijakan kerja menjadi indikator kepuasan tidak baik maka komitmen normatif sebagai salah satu indikator komitmen organisasi juga tidak baik. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Poznaski (1997) dan Alpander (1990) menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Hal tersebut terjadi ketika seorang karyawan mempunyai tingkat kepuasan tinggi dalam organisasi maka karyawan
tersebut memiliki kepercayaan positif terhadap organisasi. Dengan adanya kepercayaan positif dan perasaan kondusif karyawan pada organisasi maka karyawan tersebut akan berdampak positif meningkatkan komitmennya terhadap organisasi. Penelitian secara empiris dari De Connick et al. (1992) memberikan bukti bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Selanjutnya Kacmar et al, (1999) memberikan bukti mengenai adanya pengaruh kuat dari kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi. Pendapat Byars and Rue (1997: 320) menyatakan bahwa karyawan terpuaskan cenderung akan memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi, hal itu antara lain ditandai dengan adanya loyalitas dimiliki karyawan terhadap organisasi, mereka lebih termotivasi dan lebih berprestasi atau dengan kata lain bekerja lebih bersemangat dibanding karyawan tidak puas. Sebaliknya jika tingkat kepuasan kerja karyawan rendah maka komitmen mereka terhadap organisasi akan rendah, hal tersebut ditandai dengan sikap karyawan sering datang terlambat, tingginya tingkat absensi dan turn over, kesengajaan karyawan memperlambat kerja, pemogokan serta turunnya kesehatan karyawan baik fisik maupun produktivitasnya. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Poznaski (1997), Alpander 1990), De Connick et al. (1992), Byars and Rue (1997). Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan. 2. Pengaruh kepuasan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel Hasil pengujian koefisien jalur pengaruh langsung menunjukkan bahwa kepuasan, berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional, hal ini terlihat dari angka koefisien jalur bertanda positif sebesar 0,326 kondisi ini berarti bahwa apabila kepuasan
ditingkatkan maka akan berdampak pada meningkatnya perilaku organizational
citizenship
karyawan
operasional.
Apabila
dilihat
kontribusinya maka variabel kepuasan berkontribusi terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional sebesar 32,6%, berarti pengaruhnya signifikan hal ini didasarkan pada probabilitasnya, 0,019 < α 0,05 (lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 0,05), CR 2,348 > 1,96. Dengan demikian hipotesis kedelapan yang menyatakan bahwa kepuasan berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional diterima dan terbukti kebenarannya, sehingga kepuasan karyawan memegang peranan dalam meningkatkan perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Variabel kepuasan (X4) dalam penelitian ini memiliki 4 (empat) indikator yaitu ganjaran yang pantas (X41), kebijakan kerja (X42), suasana kerja (X43), lingkungan kerja (X44). Indikator yang memiliki regression weight terbesar adalah indikator yaitu ganjaran yang pantas (X41) dan indikator yang memiliki regression weight terendah adalah indikator suasana kerja (X43). Sedangkan perilaku organizational citizenship dalam penelitian ini memiliki 5 (lima) indikator yaitu altruism (Y21), Conscientiousness (Y22) civil virtue (Y23) sportsmanship (Y24) dan courtesy (Y25). Indikator yang memiliki regression weight terbesar adalah indikator sportsmanship (Y24) dan indikator yang memiliki regression weight terendah adalah indikator altruism (Y21). Namun demikian 9 indikator tersebut memiliki nilai regression weight yang dapat disebut kuat (> 0,5) di dalam mengukur variabel latennya. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil statistik deskriptif, dimana nilai rata-rata untuk variabel kepuasan sebesar 3,981 berada dalam kategori baik. Artinya bahwa secara keseluruhan karyawan operasional menyatakan setuju terhadap 4 indikator pengukuran variabel kepuasan tersebut. Oleh karena itu untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan
operasional hotel harus berpedoman pada 4 indikator dari variabel kepuasan digunakan di dalam penelitian ini. Terdapat 2 indikator yang memiliki nilai di bawah nilai rata-rata variabel dan 2 indikator yang memiliki nilai lebih besar dari pada nilai rata-rata variabel. Indikator yang memiliki nilai di bawah nilai rata-rata variabel adalah suasana kerja dan lingkungan kerja. Sedangkan indikator yang memiliki nilai lebih besar dari nilai rata-rata adalah ganjaran yang pantas dan kebijakan kerja. Karyawan hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali merasa puas dengan ganjaran yang diberikan oleh pihak Hotel (nilai rata-rata 4,078). Hal
ini
menunjukkan
gaji
yang
diberikan
adil
sesuai
dengan
pengharapannya, karena kepuasan pada gaji bukan pada besarnya tetapi lebih penting pada prinsip keadilan yang diberikan sesuai dengan tanggung jawab yang diembannya. Karyawan hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali puas dengan kebijakan kerja yang dihadapi (nilai rata-rata 4,071). Kebijakan kerja yang diberikan manajemen / pimpinan hotel bukan berarti pekerjaannya itu sulit untuk dilakukan, tetapi pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan, kemampuannya dan menawarkan beragam tugas. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Kepuasan
akan
lingkungan
kerja
(nilai
rata-rata
3,944)
memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Kepuasan akan lingkungan kerja merupakan kepuasan akan faktor psikologi yaitu ketentraman dalam bekerja (As’ad, 1998). Lingkungan kerja yang mendukung memberikan peluang untuk maju dengan capaian prestasi yang lebih baik. Indikator suasana kerja (X43) sebesar 3,831 merupakan indikator dengan nilai terendah dari 4 (empat) indikator yang digunakan dan juga lebih rendah dari rata-rata variabel kepuasan sebesar 3,981. Indikator suasana kerja dipresentasikan oleh 2 (dua) item pernyataan yaitu pertama, jarang terjadi perselisihan/ketegangan antar karyawan dalam kelompok
kerja (X435), item kedua uraian pekerjaan, standard-standard yang ditetapkan dan batas tugas sangat jelas (X436). Item pernyataan pertama merupakan penilaian paling rendah oleh karyawan operasional yaitu, sebanyak 17 responden (8,59%) menyatakan sangat setuju, diikuti 68 responden (34,34%) menyatakan setuju, kemudian 113 responden (57,07%) menyatakan kurang setuju. Rendahnya penilaian karyawan operasional atas item pertama 113 responden (57,07%) menyatakan tingginya intensitas perselisihan/ ketegangan
antara
karyawan
maupun
dengan
atasan.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa suasana kerja masih perlu untuk diperbaiki melalui kebijakan-kebijakan lebih transparan dan berkeadilan. Produk yang dihasilkan industri perhotelan merupakan jasa pelayanan dimana sumber daya manusia sangat berperan sentral dalam melayani tamu yang menginap di hotel tersebut. Dengan jumlah tamu yang cukup banyak melibatkan banyak tenaga kerja dan keanekaragaman jenis pekerjaan dan pelayanan yang diberikan kepada setiap tamu dengan standar pelayanan yang tinggi. Dengan rumitnya pelayanan yang diberikan menimbulkan situasi dan kondisi kerja keras dari karyawan yang terlibat dalam proses pelayanannya seperti mobilitas karyawan begitu tinggi dan intensitas antara karyawan maupun dengan tamu cukup tinggi pula. Diperlukan juga kerjasama dalam kelompok kerja dengan berbagai jenis pelayanan yang diberikan dengan intensitas dan kolektifitas tinggi. Suasana kerja memegang peranan penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis antar karyawan maupun antar karyawan dengan atasannya. Jika timbul masalah mengenai penyelesaian pekerjaan, maka dalam kondisi suasana kerja yang baik semua permasalahan tentu akan lebih mudah dipecahkan secara kekeluargaan. Hubungan kerja antar atasan dan bahwa perlu dibina untuk lebih mudah pemberian motivasi kerja kepada karyawan, dan membantu atasan dalam tugasnya melalui informasi dan laporan yang lancar dan tepat waktu dari bawahan.
Berdasarkan
situasi
dan
kondisi
demikian,
dalam
usaha
meminimalisasi perselisihan/ketegangan antar karyawan, maka manajemen hotel perlu mengambil kebijakan seperti: a. Optimalisasi Peranan Kelompok Kerja Kebijakan
optimalisasi
kelompok-kelompok
kerja
perlu
dilakukan. Sebab dalam kelompok kerja tiap-tiap karyawan dapat menemukan pemahaman, pengaruh dan kesetiakawanan dalam pekerjaan. Persahabatan, keeratan, kerjasama dengan teman sekerja sangat besar artinya bila rangkaian pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama team dan mobilitas karyawan tinggi. Tingkat keeratan hubungan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan intensitas interaksi yang terjadi dalam suatu kelompok. Tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan hubungan kerja tumbuh dengan baik. b. Proses Pekerjaan Kebijakan yang lain dapat dilakukan dengan didasarkan pada proses pekerjaan itu sendiri. Kontrol terhadap metode dan langkahlangkah kerja melalui pembagian kerja yang baik, saluran tugas dan tanggung jawab yang jelas. Dengan didukung kebijakan sistem pengupahan yang transparan, kejelasan perkembangan karier, memberi kesempatan yang luas dalam menunjukkan prestasi kerja, sehingga mampu secara terus-menerus mempertahankan suasana kerja yang kondusif antar karyawan maupun karyawan dengan pimpinannya. Secara teoritis dinyatakan bahwa karyawan yang terpuaskan dalam pekerjaan mereka kemungkinan lebih besar akan menunjukkan perilaku yang bebas dan menguntungkan bagi organisasi daripada yang tidak melakukan. Dalam pengertian ini kemudian, kepuasan kerja adalah nampak sebagai sebab terjadinya OCB (Organ and Ryan, 1995). Disamping itu Organ and Ligl (1995) mencatat bahwa terdapat beberapa dari 15 penelitian telah menemukan adanya hubungan yang kuat antara OCB dan kepuasan kerja. Sedangkan William and
Anderson (1991) mengamati bahwa kepuasan kerja adalah merupakan variabel yang paling sering digunakan dalam menguji perilaku citizenship. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang melakukan studi tentang hubungan antara kedua variabel ini, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Al-Busaidi and Kuen (2002) yang melakukan penelitian atas perilaku citizenship pada warga OMAN, mereka menemukan bahwa terdapat hubungan positif yang konsisten antara kepuasan kerja dengan perilaku OCB pada masyarakat OMAN. Hasil penelitian ini, mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh organ and Ryan (1995), William and Anderson (1991), Al-Busaidi and Kuen (2002), hasil penelitian mereka membuktikan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship.
BAB 9 KOMITEMEN ORGANISASI 9.1 Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen pada organisasi merupakan peristiwa dimana individu sangat tertarik dan mempunyai keterikatan pada tujuan-tujuan, nilai-nilai dan sasaran-sasaran organisasi. Komitmen meliputi sikap sangat menguntungkan organisasi sikap selalu berorientasi dan dorongan kuat untuk mengusahakan tingkat upaya tinggi bagi kepentingan organisasi demi memperlancar pencapaian tujuan organisasi. Pengertian komitmen organisasi menurut Streers and Porter (1991: 290) bahwa komitmen pada organisasi sebagai kekuatan dan kemauan dari keterlibatan individu pada suatu organisasi tertentu. Diindikasikan dengan adanya keyakinan kuat pada tujuan dan nilai-nilai organisasi, kesediaan untuk melakukan usaha-usaha tertentu bagi kepentingan organisasi serta keinginan kuat untuk terus menjadi anggota organisasi. Komitmen merupakan peristiwa dimana individu sangat tertarik, memiliki keyakinan kuat dan selalu berorientasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Jadi komitmen bukan hanya sekedar kepentingan anggota saja karena komitmen meliputi sikap loyal terhadap pimpinan dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya tinggi bagi kepentingan organisasi. 9.2 Faktor-Faktor Mempengaruhi Komitmen Pada Organisasi Mowday, Porter and Steers (1982) mengemukakan 4 faktor utama mempengaruhi komitmen pada organisasi, terdiri dari : 1. Karakteristik personal Penelitian menunjukkan bahwa umur dan masa jabatan merupakan karakteristik personal berhubungan secara positif dengan komitmen. Semakin orang bertambah tua dan berpengalaman dalam pekerjaannya, komitmen mereka semakin meningkat. Latar belakang pendidikan selain
latar belakang budaya, dalam beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan komitmen. Selain itu berbagai sikap personal juga berhubungan dengan komitmen, diantaranya minat hidup berorientasi kerja, motivasi berprestasi dan rasa bersaing. 2. Karakteristik peran dan pekerjaan Beberapa karakteristik peran kerja berhubungan dengan komitmen. Lingkup kerja secara positif berhubungan dengan komitmen, mungkin karena lingkup kerja lebih luas lebih menentang daripada lingkup kerja yang sempit. 3. Karakteristik struktural Karakteristik struktur organisasi menggambarkan bagaimana pengaturan struktural organisasi akan mempengaruhi karyawan. Karakteristik struktural ini berkaitan dengan formalisasi, ketergantungan sosial dan desentralisasi selalu berhubungan dengan komitmen. 4. Pengalaman kerja Pengalaman kerja berhubungan dengan komitmen termasuk keterlibatan sosial, ketergantungan organisasional, kepentingan personal terhadap organisasi, pembayaran yang adil dan norma kelompok sehubungan dengan kerja keras. Komitmen didapatkan dari hubungan antara pekerjaan satu dengan pekerjaan lain dalam organisasi. Integrasi kerja dapat mempengaruhi komitmen dengan kenyataan bahwa pekerjaan terintegrasi cenderung dihubungkan dengan tuntutan menonjol dari karyawan lainnya dalam organisasi.
Apabila
seseorang
mempunyai
pekerjaan
mempengaruhi
pekerjaan orang lain dalam organisasi, maka diharapkan adanya komunikasi
mengenai prestasi diinginkan dari pekerjaan tersebut, karena jika “seseorang” tidak mengetahui apa yang diharapkan orang lain dari dirinya, maka ia cenderung kurang memiliki komitmen pada organisasi. 9.3 Model Komitmen Pada Organisasi 1. Model Mowday, Poster dan Steers Model komitmen pada organisasi digambarkan oleh Mowday, Porter and Steers dalam Griffith (1982) mengembangkan suatu model komitmen pada organisasi yang menghubungkan antara faktor-faktor mempengaruhi
komitmen
pada
organisasi
dengan
output
atau
konsekuensi dari komitmen pada organisasi. Faktor-faktor mempengaruhi komitmen pada organisasi yaitu karakteristik personal, karakteristik peran dan pekerjaan, karakteristik struktural dan pengalaman kerja berupa kemauan menghasilkan output atau konsekwensi komitmen pada organisasi berupa kemauan bertahan dalam organisasi, yaitu : a. Tidak menganggap perusahaan sebelumnya hanya sebagai batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan di tempat lain walaupun dengan penawaran gaji lebih tinggi. b. Tingkat
kehadiran,
yaitu
adanya
tanggung
jawab
untuk
menyelesaikan pekerjaan sehingga tidak mangkir dari kewajiban bekerja, c. Perasaan memiliki dan menjadi bagian dari organisasi, yaitu menghayati segala pekerjaan dan merasakan segala sesuatu yang dialami organisasi sebagian bagian dari diri karyawan. d. Kesediaan untuk berusaha semaksimal mungkin bagi kepentingan organisasi, yaitu mau melibatkan diri baik pada hal-hal berhubungan dengan pekerjaan maupun diluar tugas-tugas menjadi kewajiban untuk memajukan organisasi. Kepuasan tinggi merupakan pendorong bagi karyawan untuk meningkatkan komitmen terhadap organisasi (Robbin, 1996: 152). Lebih
lanjut ditegaskan bahwa komitmen karyawan akan sangat bergantung pada ganjaran yang pantas, pekerjaan secara mental menantang, suasana kerja dan lingkungan kerja mendukung. Selain itu kepuasan kerja akan berdampak pada produktivitas kerja karyawan, komitmen karyawan untuk tetap loyal dan tidak mangkir dari tugas dan tanggung jawab. Pengertian komitmen karyawan diberikan oleh Encyclopedia American: merupakan suatu penyerahan diri (pengorbanan) penuh dedikasi diarahkan untuk mempertahankan sejumlah prinsip ada dalam intuisi. Hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen karyawan dalam arti luas dikaitkan sebagai aliran karyawan masuk dan keluar dalam perusahaan ini merupakan petunjuk tinggi rendahnya komitmen karyawan. Maka makin tinggi turnover menunjukkan makin rendah komitmen, apabila ini terjadi maka semakin besar kerugian perusahaan. 2. Model Meyer, Allen dan Smith. Meyer et al. (1993: 539) mengemukakan tiga dimensi komitmen yang digunakan dalam meningkatkan komitmen pada organisasi yaitu komitmen afektif, kontinuan dan normatif. a. Komitmen
afektif
(Affective
Commitment),
dipengaruhi
dan
berkembang apabila keterlibatan dalam organisasi terbukti menjadi pengalaman yang memuaskan, yaitu dapat memberikan kesempatan untuk melakukan pekerjaan dengan memuaskan atau menghasilkan kesempatan untuk menghasilkan keahlian berharga. Greenberg and Baron (1993: 175) mengatakan bahwa komitmen afektif hampir sama dengan
pendekatan
orientasi
kesamaan
tujuan
individual-
organisasional menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi organisasi karena ia sejalan dan memang berkeinginan untuk melakukannya. b. Komitmen kontinuan (Continuance Commitment) dipengaruhi dan atau dikembangkan pada saat seseorang melakukan investasi, dimana investasi tersebut akan hilang atau berkurang nilainya apabila
seseorang beralih dari organisasinya. Komitmen ini berhubungan dengan pendekatan bet side atau pendekatan orientasi sisi petaruhan menunjukkan kuatnya tendensi kebutuhan seseorang untuk terus bekerja bagi organisasi karena sulitnya lowongan kerja dan penghasilan lebih rendah dibandingkan penghasilan di tempat kerja saat ini (Greenberg dan Baron, 1993 : 175). c. Komitmen normatif (Normative Commitment), dipengaruhi dan atau berkembang sebagai hasil dari internalisasi tekanan normatif untuk melakukan serangkaian tindakan tertentu dan penerimaan keuntungan yang menimbulkan perasaan akan kewajiban yang harus dibalas. 3. Model O’Reilly dan Chatman’s Bentuk organizational comitment yang dikembangkan oleh O’Reilly and Chatman’s (1986), dikenal dengan istilah O’Reilly and Chatman’s Model mengklasifikasikan komitmen organisasi ke dalam tiga bentuk yaitu: a. Compliance, karyawan bergabung dengan suatu organisasi sebagai instrumen untuk memperoleh imbalan extrinsik (extrinsic rewards). b. Identifications, disadari oleh keinginan karyawan untuk bergabung karena mengidentifikasikan diri dengan anggota organisasi. c. Internalization, keterlibatan karyawan dalam suatu organisasi didasari adanya kesesuaian antara nilai-nilai seseorang dengan nilai organisasi. Pendapat O’Reilly and Chatman’s ini juga telah dikembangkan kembali oleh Meyer and Herscovitch (2001), dimana kerangka multidimensional mencakup tiga bentuk OC tersebut, didasarkan pada asumsi bahwa komitmen mempresentasikan suatu sikap terhadap organisasi, dan keberadaannya dapat beragam sesuai dengan sikap yang dapat dikembangkan oleh setiap orang.
9.4 Dimensi Komitmen Organisasi 1. Mowday et al. (1979), telah mengembangkan suatu kuisioner komitmen organisasi (Organizational Commitment Questionnaire / OCQ), yang dapat digunakan untuk mendukung penelitian tentang komitmen organisasi model OCQ yang dikembangkan Mowday et al. (1979) sebagaimana dikutip ulang oleh Luthans (2006: 249), mencakup butirbutir berikut.
ORGANIZATIONAL COMMITMENT QUESTIONNAIRE Saya bersedia melakukan usaha dari yang diharapkan secara normal untuk membantu kesuksesan organisasi. Saya mengatakan kepada teman saya bahwa ini adalah organisasi yang 2 hebat sebagai tempat kerja. 3 Saya merasa hanya sedikit loyal pada organisasi ini (R) Saya menerima hampir semua jenis tugas pekerjaan agar saya tetap dapat 4 bekerja di organisasi ini. Saya menyadari bahwa nilai-nilai dalam diri saya dan organisasi sangat 5 serupa. 6 Saya bangga mengatakan bahwa saya adalah bagian dari organisasi ini. Saya bisa saja bekerja pada organisasi yang sangat berbeda sepanjang jenis 7 pekerjaan serupa (R) Organisasi ini benar-benar memberikan inspirasi terbaik dalam kinerja 8 saya. Perubahan yang sangat kecil dalam hidup saya sekarang menyebabkan saya 9 meninggalkan organisasi ini (R) Saya sangat senang karena saya memilih organisasi ini sebagai tempat kerja 10 dan bukannya organisasi lain saat saya memutuskan untuk bergabung. Tidak banyak yang dapat diperoleh dengan tetap bergabung di organisasi 11 ini untuk jangka waktu yang tidak terbatas (R) Saya sangat susah untuk sepaham dengan kebijakan organisasi mengenai 12 hal-hal penting yang berkaitan dengan karyawan (R) 13 Saya benar-benar peduli dengan nasib organisasi ini. 14 Bagi saya, ini merupakan organisasi terbaik untuk bekerja. Memutuskan bekerja untuk organisasi ini merupakan kesalahan besar 15 dalam hidup saya (R) Keterangan Tanda “R” menandai frase negatif dan nilainya terbalik. 1
Sumber : Mowday, R.T., R.M. Steers, and L.W. Porter, 1979, The Measure of Organizational Commitment, Journal of Vocational Behaviour. Vol. 14, p.288. dikutip ulang dari: Luthans (2006: 249)
2. Mowday et al. (1982) juga telah mengembangkan lebih lanjut suatu skala disebut “self scales” untuk mengukur komitmen karyawan terhadap organisasi, merupakan penjabaran dari tiga aspek komitmen. Yaitu penerimaan terhadap tujuan organisasi, keinginan untuk bekerja keras, dan keinginan untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi, sebagai berikut:
ORGANIZATIONAL COMMITMENT QUESTIONNAIRE FROM MOWDAY Saya merasa bahwa nilai-nilai yang saya anut sangat mirip dengan nilai-nilai yang ada pada organisasi. Saya merasa bangga apabila berkata pada orang lain bahwa saya 2 menjadi bagian dari organisasi. Saya hanya dapat bekerja dengan baik di organisasi yang lain asalkan 3 tipe pekerjaannya sama dengan tipe pekerjaan yang ada di organisasi ini. Organisasi ini benar-benar memberikan inspirasi yang terbaik bagi 4 diri saya dalam mencapai prestasi kerja. Sumber : Mowday (1982) 1
3. Meyer and Allen (1993) mengembangkan skala ukur yang mencakup 7 butir
pernyataan,
yang
merefleksikan
tiga
dimensi
komitmen
organisasional sebagaimana model yang mereka kembangkan. ORGANIZATIONAL COMMITMENT QUESTIONNAIRE FROM MEYER Affective 1. Saya tekankan menghabiskan sisa karier saya di Commitment organisasi ini. 2. Saya benar-benar merasakan bahwa seakan-akan masalah di organisasi ini adalah masalah saya. 3. saya bangga menjadi bagian organisasi tersebut. Continuance 4. Saya tidak akan berhenti bekerja pada organisasi ini, Commitment karena sulitnya lowongan kerja di tempat lain. 5. Terjadi perubahan yang sangat besar dalam kehidupan saya sekarang menyebabkan saya tetap bekerja pada organisasi ini. Normative 6. Saya merasa organisasi sebagian sumber impian. Commitment 7. Saya berusaha bekerja sungguh-sungguh pada setiap tugas organisasi, karena tanggung jawab saya terhadap kelanggengan organisasi ini. Sumber Meyer et al. (1993)
Dimensi komitmen organizational berdasarkan Meyer and Allen (1993) dibedakan menjadi tiga, sedangkan penelitian ini sesuai dengan subyek penelitian disektor perhotelan mengembangkan skala ukur dalam bentuk kuesioner mencakup 7 butir pernyataan, seperti terlihat dalam tabel berikut. TABEL 9.1. Indikator dan Kuesioner Komitmen Organisasi VARIABEL Komitmen organisasional (Y1)
INDIKATOR
BUTIR PERNYATAAN
Komitmen afektif 1. Saya merasa nilai pribadi saya sesuai dengan nilai-nilai hotel (Y11) (Y111) 2. Saya merasa bangga untuk mengatakan kepada orang lain bahwa saya menjadi bagian dari hotel ini (Y112) 3. Saya ingin mengakhiri seluruh karir kerja di hotel ini (Y113) Komitmen konsinuanse (Y12)
4. Saya tidak akan berhenti bekerja pada hotel ini karena sulitnya lowongan kerja di tempat lain (Y124) 5. Saya mengalami peningkatan taraf hidup selama bekerja pada hotel ini, sehingga saya tetap bekerja pada hotel ini (Y125)
Komitmen normatif (Y13)
6. Saya merasa hotel ini sebagai sumber inspirasi terbaik untuk berprestasi (Y137) 7. Saya merasa bertanggungjawab dan peduli akan nasib hotel ini (Y137)
9.5 Pengaruh Komitmen Terhadap Perilaku Organizational Citizenship Karyawan Operasional Hotel Hasil pengujian koefisien jalur pengaruh langsung menunjukkan bahwa komitmen berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional, hal ini terlihat dari angka koefisien jalur bertanda positif sebesar 0,634 kondisi ini berarti, apabila komitmen meningkat perilaku organizational citizenship karyawan operasional juga meningkat. Apabila dilihat kontribusinya, maka variabel komitmen berkontribusi
terhadap
perilaku
organizational
citizenship
karyawan
operasional sebesar 63,4% berarti pengaruhnya signifikan, hal ini didasarkan pada probabilitasnya 0,000 < α 0,05 (lebih kecil dari taraf signifikan sebesar 0,05) dengan nilai CR 3,906 > 1,96 dengan demikian hipotesis menyatakan bahwa perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima dan terbukti kebenarannya. Sehingga komitmen memegang peranan penting dalam meningkatkan perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Variabel komitmen (Y1) dalam penelitian ini memiliki 3 indikator, yaitu komitmen afektif (Y11), komitmen konsinuanse (Y12) dan komitmen normatif (Y13). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator komitmen normatif (X13) dan Indikator memiliki regression weight terendah adalah indikator komitmen konsinuanse (X12), sedangkan perilaku organizational citizenship dalam penelitian ini memiliki 5 (lima) indikator yaitu altruism (Y21), Conscientiousness (Y22) civil virtue (Y23) sportsmanship (Y24) dan courtesy (Y25). Indikator memiliki regression weight terbesar adalah indikator sportsmanship (Y24) dan indikator memiliki regression weight terendah adalah indikator altruism (Y21). Namun demikian 8 indikator tersebut memiliki nilai regression weight dapat disebut kuat (> 0,5) di dalam mengukur variabel latennya. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil statistik deskriptif, dimana nilai rata-rata untuk variabel komitmen sebesar 4,150 berada dalam
kategori baik. Artinya bahwa secara keseluruhan karyawan operasional menyatakan setuju terhadap 3 indikator pengukuran variabel komitmen tersebut. Oleh karena itu, untuk meningkatkan komitmen kerja karyawan operasional hotel harus memperhatikan 3 indikator dari variabel komitmen digunakan di dalam penelitian ini. Terdapat 1 indikator memiliki nilai di bawah nilai dibawah nilai rata-rata variabel dan 2 indikator memiliki nilai lebih besar dari daripada nilai rata-rata. Indikator memiliki nilai dibawah nilai rata-rata adalah komitmen konsinuanse (Y12) dengan 2 item pernyataan karyawan operasional. Sedangkan indikator memiliki nilai lebih besar dari nilai rata-rata adalah komitmen afektif dan komitmen normatif. Komitmen afektif karyawan hotel bintang lima berada dalam kategori baik (nilai rata-rata 4,195). Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah dilibatkan dalam organisasi dengan pekerjaan yang dilakukan. Perusahaan telah memberikan pengalaman memuaskan dan memberikan kesempatan untuk menghasilkan keahlian berharga (Meyer, 1993). Komitmen afektif dapat terjadi karena
adanya kesamaan tujuan individual-organisasional
menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi organisasi karena ia sejalan dan memang berkeinginan untuk melakukannya (Greenberg and Baron , 1993). Komitmen mormatif karyawan hotel bintang lima sangat kuat (nilai rata-rata 4,313). Komitmen normatif berkaitan dengan tindakan dilakukan oleh karyawan hotel berdasarkan hasil diperoleh dengan biaya dikorbankan. Komitmen ini berhubungan dengan pendekatan orientasi hasil dan biaya dipertaruhkan menunjukkan kuatnya kebutuhan seseorang untuk terus bekerja bagi organisasi karena sulitnya lowongan kerja dan penghasilan lebih rendah dibandingkan penghasilan ditempat kerja saat ini. Indikator komitmen konsinuanse merupakan indikator dengan nilai terendah dari tiga indikator digunakan dan juga lebih rendah dari rata-rata variabel komitmen, indikator komitmen konsinuanse dipresentasikan oleh dua item pernyataan yaitu item pertama, yaitu tidak akan berhenti bekerja pada hotel ini, karena sulitnya lowongan kerja di tempat lain (Y124). Item kedua
mengalami peningkatan taraf hidup selama bekerja pada hotel ini, sehingga saya tetap bekerja pada hotel ini (Y125). Item pernyataan pertama merupakan penilaian paling rendah oleh karyawan operasional yaitu sebanyak 39 responden (19,69%) menyatakan sangat setuju, diikuti 81 responden (40,91%) menyatakan setuju, kemudian 77 responden (38,89%) menyatakan kurang setuju dan 1 responden (0,51%) menyatakan tidak setuju tabel (5.27). Rendahnya penilaian karyawan operasional atas item pertama, 78 responden (39,5%) menyatakan kalau ada peluang untuk pindah akan dilakukan oleh karyawan operasional dengan alasan dengan pengalaman, kompetensi dimiliki dan kinerja sudah terbukti karyawan akan mampu bersaing, tentunya pertimbangan utama adalah reward akan diterima di tempat kerja baru. Labour turn over (perpindahan karyawan) dengan kondisi seperti ini cenderung akan tinggi. Apabila banyak tenaga potensial pindah perusahaan lain tentunya kondisi ini akan merugikan pihak manajemen hotel baik dari segi biaya maupun citra. Hal ini untuk mengindikasikan bahwa kondisi ini perlu untuk ditanggulangi melalui kebijakan-kebijakan lebih transparan dan berkeadilan. Karyawan operasional hotel dikatakan komitmen konsinuanse dan komitmen normatif semakin tinggi dari waktu ke waktu. Apabila hal ini terjadi maka perilaku organizational citizenship semakin tinggi pula. Sebaliknya komitmen karyawan operasional dikatakan semakin rendah dari waktu ke waktu. Hal ini akan berdampak langsung terhadap menurunnya perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Karyawan operasional hotel memiliki komitmen kerja tinggi akan meningkatkan perilaku organizational citizenship karyawan tercermin dari kualitas pelayanan diberikan kepada wisatawan menginap di hotel tersebut, atau sebaliknya perilaku organizational citizenship tinggi mencerminkan komitmen organisasinya tinggi pula sebagai contoh adalah apabila komitmen normatif sebagai salah satu indikator perilaku komitmen baik maka civil virtue sebagai salah satu indikator perilaku organizational citizenship akan
baik. Begitu pula sebaliknya apabila misalnya komitmen normatif sebagai salah satu indikator komitmen buruk maka civil virtue sebagai salah satu indikator perilaku organizational citizenship juga akan buruk. Hasil penelitian ini menguatkan penelitian dilakukan oleh Meyers and Allen (1991) menyimpulkan bahwa komitmen organisasi bentuk afektif memiliki hubungan sangat erat dengan OCB, sedangkan komitmen kontinuans tidak berhubungan dengan OCB. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Morrison (1994), menyatakan bahwa diantara komponen komitmen organisasi (Afektif, Kontinuans, dan Normatif) memiliki pengaruh paling besar terhadap OCB adalah komitmen Afektif. Sebaliknya Al-Busaidi and Kuehn (2002) dalam penelitiannya justru menarik kesimpulan bahwa variabel paling berpengaruh terhadap OCB dibanding dengan variabel lain yang digunakan dalam penelitian adalah Kepuasan Kerja dan Komitmen Normatif. Meskipun terdapat perbedaan dalam hasil penelitian tersebut namun masing-masing menggunakan hipotesis sama yakni menyimpulkan bahwa komponen komitmen organisasi yang diharapkan paling berpengaruh terhadap OCB adalah komitmen Afektif. Hasil penelitian ini, mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Meyers and Allen (1991), Morison (1994, Al-Busaidi and Kuehn (2002). Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa komitmen organisasi citizenship.
berpengaruh
signifikan
terhadap
perilaku
organizational
BAB 10 DATA DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN 10.1 Data Penelitian 1. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan yang dilakukan terhadap 198 responden berstatus sebagai karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali, merupakan gambaran karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, masa kerja dan pendidikan terakhir. a. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Umur Pada Hotel Berbintang Lima Di Nusa Dua Bali Karakteristik karyawan operasional menurut tingkat umur pada masing-masing hotel dapat dilihat pada tabel 10.1. data mengenai tabel karyawan operasional menurut tingkat umur pada masing-masing hotel menunjukkan sebagian besar berada pada kisaran umur 44 sampai 50 tahun sebesar 42,42% dan kisaran umur 37 sampai 43 tahun sebesar 24,24%. Sisanya tersebut pada kisaran unsur di atas 51 tahun sebesar 11,62% dan kisaran 29 tahun ke bawah sebesar 8,59%. Kondisi ini memberikan arti sebagian besar karyawan operasional yang berinteraksi langsung dengan wisatawan berada pada usia matang dengan ciri emosi terkendali, pengalaman kerja sudah cukup lama dan kemampuan sudah teruji. Ciri-ciri ini sangat dibutuhkan oleh manajemen hotel, diharapkan karyawan yang sudah matang tersebut dapat memberikan pelayanan lebih berkualitas. Pelayanan yang diberikan harus selalu berorientasi pada keunggulan berkelanjutan, baik dalam arti komparatif maupun daya saing. Unggul dalam kualitas pelayanan, inovatif dan kreatif dituntut dari setiap karyawan operasional.
Tabel 10.1. DESKRIPSI RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT UMUR PADA HOTEL BERBINTANG LIMA DI NUSA DUA BALI TAHUN 2010 No
Usia (Tahun)
1
Jumlah Frekuensi
%
≤ 29
17
8,59
2
30 – 36
26
13,13
3
37 – 43
48
34,24
4
44 – 50
84
42,42
5
≥ 51
23
11,62
198
100
Jumlah
Sumber : Data Primer Diolah, Juli 2010
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Hotel Berbintang Lima Di Nusa Dua Bali Karakteristik responden karyawan operasional menurut jenis kelamin pada masing-masing hotel dapat dilihat pada tabel 10.2. Data pada tabel 10.2. mengenai komposisi responden menurut jenis kelamin pada masing-masing hotel menunjukkan sebagian besar adalah laki-laki sebesar 68,18% sedangkan jenis kelamin perempuan sebesar 31,82%. Hal ini memberikan arti bahwa komposisi jenis kelamin yang demikian memperlihatkan peran laki-laki masih sangat dominan dalam perhotelan. Dari Front Office Departement, Housekeeping Departement, Food and Beverage Departement, Marketing
Departement,
Accounting
Departement,
Engineering
Departement, dan Personal Departement sebagian besar karyawannya adalah laki-laki. Ada beberapa departement yang diisi oleh karyawan wanita tetapi jumlahnya tidak dominan. Tabel 10.2. DESKRIPSI RESPONDEN BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA HOTEL BERBINTANG LIMA DI NUSA DUA BALI TAHUN 2010
No
Jenis Kelamin
1
Laki-Laki
135
-
68,18
2
Perempuan
-
63
31,82
135
63
100
Jumlah
Jumlah
%
Sumber : Data Primer Diolah, Juli 2010
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Hotel Berbintang Lima Di Nusa Dua Bali Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan pada masingmasing hotel dapat dilihat pada tabel 10.3. Data pada tabel 10.3. mengenai komposisi responden menurut tingkat pendidikan pada masing-masing hotel menunjukkan sebagian besar berijasah Diploma (D3) sebesar 45,16%, dan berijasah SMA plus sebesar 44,44% sebagian kecil berijasah Sarjana (S1) sebesar 7,58% dan prosentase terkecil adalah berpendidikan SMP sebesar 2,02%. Hal ini memberikan arti bahwa komposisi tingkat pendidikan yang demikian memperlihatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki para responden hotel di Nusa Dua Bali sangat baik. Ini dikarenakan untuk karyawan jenjang karyawan operasional di hotel, mereka harus memiliki skill dan pendidikan yang sesuai dengan departement yang ada. Kompetensi yang perlu dimiliki oleh karyawan operasional jaringan hotel internasional harus memiliki skill / ketrampilan bersifat khusus sesuai dengan kebutuhan tiap departement, oleh karena itu HRD (Human Resource Departement)
tiap-tiap
hotel
secara
berkala
terus
melakukan
pelatihan/training dan pendidikan tambahan untuk menambah ketrampilan dan
wawasan
karyawan
operasional
hotel,
dengan
tujuan
dapat
meningkatkan kualitas pelayanan terhadap para wisatawan. Tabel 10.3. DESKRIPSI RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN PADA HOTEL BERBINTANG LIMA DI NUSA DUA BALI TAHUN 2010. No
Pendidikan
Jumlah
Terakhir
Frekuensi
%
1
SD
-
-
2
SMP
4
2,02
3
SMA
88
44,44
4
Diploma
91
45,96
5
Sarjana
15
7,58
198
100
Jumlah
Sumber : Data Primer Diolah, Juli 2010
d. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Pada Hotel Berbintang Lima Di Nusa Dua Bali Karakteristik karyawan operasional menurut masa kerja pada masingmasing hotel dapat dilihat pada tabel 10.4. Data pada tabel 10.4. mengenai komposisi karyawan operasional menurut masa kerja pada masing-masing hotel menunjukkan sebagian besar berada pada kisaran 16 sampai 20 tahun masa kerja sebesar 46,47% dan kisaran 11 sampai 15 tahun masa kerja sebesar 18,18%. Sisanya tersebar pada kisaran lebih besar dari 21 tahun sebesar 19,69% berada pada kisaran 6 sampai 10 tahun ke bawah sebesar 8,59% dan kisaran 5 tahun ke bawah sebesar 6,5%. Hal ini memberikan arti bahwa komposisi masa kerja yang demikian, sebagian besar berada dalam masa kematangan kerja, dengan pola penyebaran yang tidak berbeda dengan pola penyebaran umur para karyawan. Kondisi
ini
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
karyawan
operasional yang berinteraksi langsung dengan wisatawan berada pada masa kematangan kerja, dengan pengalaman kerja sudah cukup lama, kemampuan dan komitmen sudah teruji. Karyawan operasional berada pada masa kematangan kerja sangat dibutuhkan untuk memberikan pelayanan lebih berkualitas inovatif dan kreatif. Hotel sebagai penghasil jasa harus selalu meningkatkan kualitas layanannya melalui operasi yang sangat ditentukan oleh faktor kematangan,
sumber daya manusia, fasilitas, sistem layanan (teknologi) serta persepsi langsung wisatawan tersebut, karena jasa berkaitan langsung dengan wisatawan. Karyawan operasional harus mampu memberikan jasa, cheaper, better, faster, dan smarter, sehingga wisatawan merasa puas dilayani serta dalam jangka panjang wisatawan yang puas secara akumulatif akan menjadi konsumen yang setia (loyal). Oleh karena itu karyawan dalam melayani konsumennya harus selalu berorientasi kepada kepuasan wisatawan.
Tabel 10.4. DESKRIPSI RESPONDEN BERDASARKAN MASA KERJA PADA HOTEL BERBINTANG LIMA DI NUSA DUA BALI TAHUN 2010. No
Jumlah
Masa Kerja (Tahun)
Frekuensi
%
1
0–5
13
6,57
2
6 – 10
17
8,59
3
11 – 15
36
18,18
4
16 – 20
93
46,97
5
≥ 21
39
19,69
198
100
Jumlah
Sumber : Data Primer Diolah, Juli 2010
2. Distribusi Penilaian dan Deskripsi Variabel Penelitian a. Distribusi Penilaian Responden Dalam menganalisis dan menginterpretasikan data digunakan metode analisis deskripsi dan metode analisis verifikatif. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden dan indikator masing-masing variabel penelitian sedangkan metode analisis verifikatif digunakan untuk menguji hipotesis. Penelitian ini menggunakan uji statistik
dengan teknik analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan menggunakan paket program AMOS 7 dan SPSS versi 13.0. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan menyusun tabel frekuensi distribusi untuk mengetahui apakah tingkat perolehan nilai variabel masuk dalam pernyataan kategori: sangat baik, baik, kurang baik, tidak baik atau sangat tidak baik. Untuk itu dibuat kriteria pengklarifikasian dimana interval kelas diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
Karena jumlah kelas sebanyak 5 (lima) berasal dari nilai skala penelitian, maka interval kelas yang diperoleh sebesar 0,8. Dengan demikian, nilai interval pada 5 kelas dimaksud beserta klasifikasi penilaian pernyataan responden terhadap keseluruhan variabel penelitian adalah sebagai berikut: 4,20 – 5,00
: Sangat Baik
3,50 – 4,19
: Baik
2,60 – 3,39
: Kurang Baik
1,80 – 2,59
: Tidak Baik
1,00 – 1,79
: Sangat Tidak Baik
b. Deskripsi Variabel Penelitian Pada bagian ini akan dijelaskan deskripsi setiap variabel penelitian yaitu dengan menjelaskan nilai dari masing-masing item pernyataan dari setiap indikator yang membentuk variabel tersebut dengan tujuan mengetahui
tanggapan
responden
tentang
indikator-indikator
yang
membentuk variabel motivasi (X1), kemampuan (X2), kesadaran moral (X3), kepuasan karyawan (X4), komitmen organisasi (Y1) perilaku Organizational citizenship (Y2). 1) Motivasi (X1)
Motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual. Menurut McClelland (Saydam, 1966: 254) motivasi dibentuk dari tiga dimensi kebutuhan yaitu: Kebutuhan akan prestasi (n Ach) kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation = n Aff) dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power = n Pow). a) Kebutuhan akan prestasi (X11) Kebutuhan akan prestasi (n Ach) akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan diberi kesempatan untuk berprestasi dan meningkatkan jenjang karier serta diberikan pekerjaan-pekerjaan yang menarik dan menantang. Kebutuhan untuk berprestasi merupakan motivasi bersedianya yang bersangkutan bekerja keras dan berkreativitas dalam pekerjaannya. Karyawan yang ber n Ach tinggi ini biasanya selalu menghendaki tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung perkerjaannya. Gambaran lengkap dari item pernyataan responden untuk masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 10.5. sampai tabel 10.7. Tabel 10.5. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR KEBUTUHAN AKAN PRESTASI (X11) Item Pernyataan Nilai
Kesempatan Yang Diberikan
Diberikan Pekerjaan-Pekerjaan
Jawaban
Untuk Berprestasi dan
Yang Menarik dan Menantang
Responden Peningkatan Jenjang Karier (X111)
(X112)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
2,00
0
0
0
0
3,00
10
5,05
12
6,06
4,00
101
51,01
122
61,62
5,00
87
43,94
64
32,32
Total
198
100
198
100
Mean
4,389
4,263
Mean
4,326
Indikator
Sumber: Lampiran 1
Pada tabel 10.5. Menunjukkan indikator kebutuhan akan prestasi yang akan dipresentasikan oleh dua item pernyataan. Item pertama yaitu kesempatan yang diberikan untuk berprestasi dan peningkatan jenjang karier (X111) sebanyak 87 responden (43,94%) menyatakan sangat setuju, diikuti 101 responden (51,01%) menyatakan setuju, kemudian 10 responden (5,05%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil dari pernyataan responden terdorong bekerja karena diberikan kesempatan berprestasi dan peningkatan jenjang karier sebesar 4,389 berada dalam kategori sangat baik. Untuk item kedua yaitu, terdorong bekerja karena diberikan pekerjaan-pekerjaan menarik dan menantang (X112) sebanyak 64 responden (32.32%) menyatakan sangat setuju, diikuti 122 responden (61,62%) menyatakan
setuju, kemudian 12 responden
(6,06%)
menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil dari pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terdorong bekerja karena diberikan pekerjaan-pekerjaan menarik dan menantang sebesar 4,263 berada dalam kategori baik. Tabel 10.5. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kebutuhan akan prestasi sebesar 4,326 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali terdorong bekerja karena diberikan kesempatan untuk berprestasi dan peningkatan jenjang karier juga diberikan pekerjaanpekerjaan
menarik
dan
menantang,
sehingga
karyawan
dapat
mengembangkan kreatifitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. b) Kebutuhan akan afiliasi (X12) Kebutuhan akan afiliasi (n Aff) menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang karena setiap orang menginginkan
adanya
suasana
kerja
yang
kondusif,
menjamin
kenyamanan kerja dan penempatan karyawan sesuai dengan kompetensi, ini dapat diwujudkan apabila kebutuhan akan perasaan diterima orang lain di lingkungan ia tinggal atau bekerja, kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal, juga kebutuhan akan perasaan ikut serta. Tabel 10.6. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR KEBUTUHAN AKAN AFILIASI (X12) Nilai Jawaban Responden 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 Total Mean Mean Indikator
Item Pernyataan Suasana Kerja Yang Kondusif Penempatan Karyawan Sesuai dan Adanya Kenyamanan Dengan Kompetensi Dan Kerja (X123) Kinerja Karyawan (X124) Frekuensi % Frekuensi % 0 0 0 0 0 0 0 0 12 6,06 16 8,08 122 61,62 115 58,08 64 32,32 67 33,84 198 100 198 100 4,348 4,263 4,306 Sumber: Lampiran 1
Pada tabel 10.6. menunjukkan indikator kebutuhan akan afiliasi (X12) dipresentasikan oleh dua item pernyataan. Item pernyataan yang pertama yaitu suasana kerja dan kenyamanan kerja sebanyak 64 responden (32,32%) menyatakan sangat setuju, diikuti 122 responden (61,62%) menyatakan
setuju, kemudian 12 responden
(6,06%)
menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terdorong
untuk bekerja karena terciptanya suasana kerja yang kondusif dan adanya kenyamanan kerja sebesar 4,348 berada dalam kategori sangat baik. Untuk item yang kedua yaitu penempatan karyawan sesuai dengan kompetensi dan kinerja karyawan sebanyak 67 responden (33,84%) menyatakan sangat setuju, diikuti 115 responden (58,08%) menyatakan setuju, kemudian 16 responden (8,08%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terdorong untuk bekerja karena penempatan karyawan sesuai dengan kompetensi dan kinerja karyawan sebesar 4,263 berada dalam kategori baik. Tabel 10.6. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kebutuhan akan afiliasi sebesar 4,306 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap terciptanya suasana kerja yang kondusif, adanya kenyamanan kerja dan penempatan karyawan sesuai dengan kompetensi. c) Kebutuhan Akan Kekuasaan (X13) Kebutuhan akan kekuasaan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan. Persaingan harus di tumbuh kembangkan secara sehat dalam organisasi dalam memotivasi karyawan memiliki kebutuhan akan kekuasaan. Tabel 10.7. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR KEBUTUHAN AKAN KEKUASAAN (X13) Nilai Jawaban Responden
Item Pernyataan Pimpinan Menghargai Diberikan Kebebasan
Manajemen Hotel
Prestasi Bawahan
Melakukan Inovasi
selalu fokus pada
(X135)
dan Kreatifitas Dalam
perbaikan proses
Memberikan
layanan (X137)
Pelayanan (X136) Frekuensi
%
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
0
0
2,00
0
0
0
0
0
0
3,00
37
18,69
15
7,58
18
9,09
4,00
95
47,98
107
54,04
110
55,56
5,00
66
33,33
76
38,38
70
35,35
Total
198
100
198
100
198
100
Mean
4,146
4,308
Mean
4,263
4,239
Indikator
Sumber: Lampiran 1
Pada tabel 10.7. Menunjukkan indikator kebutuhan akan kekuasaan (X13) dipresentasikan oleh tiga item pernyataan. Untuk item pernyataan yang pertama yaitu pimpinan menghargai prestasi bawahan sebanyak 66 responden (33,33%) menyatakan sangat setuju, diikuti 95 responden (47,98%) menyatakan setuju, kemudian 37 responden (18,69%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terdorong bekerja karena sikap pimpinan menghargai prestasi bawahan sebesar 4,146 berada dalam kategori baik. Untuk item pernyataan yang kedua yaitu diberikan kebebasan melakukan inovasi dan kreativitas dalam memberikan pelayanan sebanyak 76 responden (38,38%) menyatakan sangat setuju diikuti 107 responden (54,04%) menyatakan setuju, kemudian 15 responden (7,58%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terdorong bekerja karena diberikan
kebebasan melakukan inovasi dan kreatifitas dalam memberikan pelayanan sebesar 4,308 berada dalam kategori sangat baik. Item pernyataan ketiga yaitu manajemen hotel selalu fokus pada perbaikan proses layanan sebanyak 70 responden (35,35%) menyatakan sangat setuju, diikuti responden (55,56%) menyatakan setuju, kemudian 18 responden (9,09%) menyatakan kurang setuju, berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terdorong bekerja karena manajemen hotel selalu fokus pada perbaikan proses layanan sebesar 4,263 berada dalam kategori baik. Tabel 10.7. menunjukkan bahwa rata-rata kebutuhan akan kekuasaan sebesar 4,239 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali terdorong bekerja karena pimpinan menghargai prestasi bawahan, diberikan
kebebasan
melakukan
inovasi
dan
kreatifitas
dalam
memberikan pelayanan, juga manajemen hotel selalu fokus pada perbaikan proses layanan. Tabel 10.8. NILAI RATA-RATA INDIKATOR MOTIVASI (X1) No
Rata-rata
1
Kebutuhan akan prestasi (X11)
4,326
2
Kebutuhan akan afiliasi (X12)
4,306
3
Kebutuhan akan kekuasaan (X13)
4,239
Rata-Rata Motivasi
4,290
Sumber : Lampiran 1
Nilai rata-rata motivasi secara keseluruhan sebesar 4,290 berada dalam kategori baik hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali termotivasi untuk berprestasi karena didorong oleh kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan untuk meraih kedudukan yang lebih tinggi.
2) Kemampuan (X2) Deskripsi variabel kemampuan dapat dijabarkan dengan menjelaskan nilai dari masing-masing item pernyataan bersumber dari persepsi responden dan penilaian atasan. Pernyataan responden dan penilaian atasan dapat digunakan sebagai pedoman dasar untuk mengukur masing-masing indikator yang membentuk variabel kemampuan dengan tujuan mengetahui tanggapan responden
tentang
indikator-indikator
yang
membentuk
variabel
kemampuan. Menurut Gardner (1983) dalam Ubaedy (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi dalam usaha membangun kemampuan tinggi seseorang terdiri dari; intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving dan learning skill. a) Intrapersonal Skill (X21) Intrapersonal skill adalah kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan dirinya. Kemampuan ini akan membuat seseorang mengetahui berbagai bentuk kelebihan, perbedaan, atau kelemahan yang ada pada dirinya. Mampu memahami dirinya, bakat dan potensi dirinya, apa yang dapat dilakukan, apa yang ingin dicapai, bagaimana dirinya memberikan respon terhadap keadaannya, apa saja yang perlu dihindari dan apa yang perlu dipelajari. Gambaran lengkap dari item pernyataan responden dan penilaian atasan untuk masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 10.9. sampai tabel 10.14. Tabel 10.9. PERNYATAAN RESPONDEN DAN PENILAIAN ATASAN TERHADAP INDIKATOR INTRAPERSONAL SKILL (X21) Item Pernyataan Nilai Jawaban Responden
1,00
Karyawan
Atasan
Mampu Menemukan,
Mampu Menemukan,
Menggunakan Secara Optimal
Menggunakan Secara Optimal
Potensi dan Bakat (X211)
Potensi dan Bakat (X211)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
0
0
0
0
2,00
0
0
0
0
3,00
42
21,21
28
14,14
4,00
124
62,63
133
67,17
5,00
32
16,16
37
18,69
Total
198
100
198
100
Mean
3,949
Mean
4,045 3,997
Indikator
Sumber: Lampiran 2
Pada tabel 10.9. Menunjukkan indikator intrapersonal skill yang dipresentasikan hanya oleh satu item pernyataan responden dan penilaian dari atasan. Item pertama, yaitu : kemampuan menemukan, menggunakan secara optimal potensi dan bakatnya, dari pernyataan responden, sebanyak 32 responden (16,16%) menyatakan sangat setuju, diikuti 124 responden (62,63%) menyatakan setuju, kemudian 42 responden (21,21%) menyatakan kurang setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 37 responden (18,69%) dinilai sangat mampu, diikuti 133 responden (67,17%) dinilai mampu, kemudian 28 responden (14,14%) dinilai kurang mampu. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap kemampuan menemukan, menggunakan secara optimal potensi dan bakatnya sebesar 3,949 berada dalam kategori baik. Sedangkan penilaian atasan diperoleh nilai rata-rata penilaian atasan terhadap responden tentang kemampuan menemukan, menggunakan secara optimal potensi dan bakatnya sebesar 4,045 berada dalam kategori baik. Tabel 10.9. menunjukkan bahwa nilai rata-rata intrapersonal skill sebesar 3,997 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali sudah mampu menemukan dan menggunakan secara optimal potensi dan bakatnya dengan baik sehingga menjadi suatu kekuatan untuk
menunjukkan potensi seseorang dalam memberikan pelayanan maksimal kepada para wisatawan. b) Interpersonal skill (X22) Romain (1988) dalam Ubaedy (2008: 57) berdasarkan teori kecerdasan, interpersonal skill diartikan sebagai bentuk kemampuan dalam membaca perasaan, dorongan, dan keinginan orang lain, baik yang terucapkan maupun yang tak terucapkan, dan bertindak atas dasar pengetahuan (bacaan) itu. Jadi keahlian ini memiliki dua unsur penting, yaitu peduli atau perhatian kepada orang lain yang kemudian diikuti oleh dorongan untuk melakukan sesuatu kepada orang lain (concern and action) Tabel 10.10. PERNYATAAN RESPONDEN DAN PENILAIAN ATASAN TERHADAP INDIKATOR INTERPERSONAL SKILL (X22) Item Pernyataan Karyawan Atasan Mampu Karyawan membangun mampu Karyawan hubungan Mampu membangun Nilai Mampu Jawaban dengan baik dan memberlakukan hubungan dan memberlakukan mampu orang secara mampu Responden orang secara mengatasi sabar (X223) mengatasi sabar (X223) konflik secara konflik secara positif (X222) positif (X222) Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % 1,00
0
0
0
0
0
0
0
0
2,00
0
0
0
0
0
0
0
0
3,00
23
11,62
27
13,64
28
14,14
30
15,15
4,00
136
68,69
139
70,20
128
64,65
110
55,56
5,00
39
19,65
32
10,16
42
21,21
58
29,29
Total
198
100
198
100
198
100
198
100
Mean Mean Indikator
4,081
4,025
4,071 4,080
Sumber: Lampiran 2
4,141
Pada tabel 10.10. Menunjukkan indikator interpersonal skill yang dipresentasikan oleh dua item pernyataan responden dan penilaian dari atasan item pertama yaitu mampu membangun hubungan dengan baik dan mampu mengatasi konflik secara positif (X222), dari pernyataan responden sebanyak 39 responden (19,65%) menyatakan sangat setuju, diikuti 136 responden (68,69%) menyatakan setuju, kemudian 23 responden (11,62%) menyatakan kurang setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 42 responden (21,21%) dinilai sangat mampu, diikuti 128 responden (64,65%) dinilai mampu, kemudian 28 responden (14,14%) dinilai kurang mampu. Berdasarkan hasil pernyataan responden dan penilaian atasan, maka
diperoleh
nilai
rata-rata
pernyataan
responden
terhadap
kemampuan responden membangun hubungan dengan baik dan mampu mengatasi konflik secara positif sebesar 4,081 berada dalam kategori baik.
Sedangkan
penilaian
atasan
terhadap
responden
tentang
kemampuan responden membangun hubungan dengan baik dan mampu mengatasi konflik secara positif sebesar 4,071 berada dalam kategori baik. Untuk item kedua yaitu kemampuan memberlakukan seorang secara sabar, dari pernyataan responden sebanyak 32 responden (16,16%) menyatakan sangat setuju, diikuti 134 responden (70,20%) menyatakan setuju, kemudian 27 responden (13,64%) menyatakan kurang setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 58 responden (29,29%) dinilai sangat setuju, diikuti 110 responden (55,56%) dinilai mampu, kemudian 30 responden (15.15%) dinilai kurang mampu. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai
rata-rata
pernyataan
responden
terhadap
kemampuan
memberlakukan orang secara sabar sebesar 4,025 berada dalam kategori baik sedangkan penilaian atasan terhadap responden tentang kemampuan responden memberlakukan orang secara sabar 4,141 berada dalam kategori baik.
Tabel 10.10. menunjukkan bahwa nilai rata-rata interpersonal skill sebesar 4,080 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali sudah mampu membangun hubungan dengan baik terhadap rekan sekerja maupun atasan dan mampu mengatasi konflik secara positif. Juga mampu memberlakukan orang secara sabar, meliputi rekan sekerja, atasan maupun kepada wisatawan. c) Profesional Skill (X23) Professional mengandung pengertian sebagai kualitas individu dalam
menunjukkan
karakteristik
tertentu
yang
dapat
menjadi
representasi positif terhadap standar profesinya atau menjadi representatif positif atas komitmennya terhadap berbagai program atau aktivitas peningkatan profesinya (Ubaedy, 2008: 111)
Tabel 10.11. PERNYATAAN RESPONDEN DAN PENILAIAN ATASAN TERHADAP INDIKATOR PROFESIONAL SKILL (X23) Item Pernyataan Nilai Jawaban Responden
Karyawan
Atasan
Mampu melaksanakan tugas
Karyawan Mampu melaksanakan
sesuai dengan kompetensi yang
tugas sesuai dengan kompetensi
dimiliki (X234)
yang dimiliki (X234)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
2,00
0
0
0
0
3,00
15
7,58
17
8,59
4,00
118
59,60
113
57,07
5,00
65
32,82
68
34,34
Total
198
100
198
100
Mean
4,252
Mean
4,258 4,255
Indikator
Sumber: Lampiran 2
Pada tabel 10.11. menunjukkan indikator professional skill yang dipresentasikan hanya oleh satu item pernyataan responden dan penilaian atasan. Item pertama yaitu kemampuan melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (X234), dari pernyataan responden sebanyak 65 responden (32,82%) menyatakan sangat setuju, diikuti 118 responden (59,60%) menyatakan setuju, kemudian 15 responden (7,58%) menyatakan kurang setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 68 responden (34,34%) dimulai sangat mampu, diikuti 113 responden (57,07%) dinilai mampu, kemudian 17 responden (8,59%) dinilai kurang mampu. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap kemampuan melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi yang dimiliki sebesar 4,252 berada dalam kategori baik. Sedangkan penilaian atasan diperoleh nilai rata-rata penilaian atasan terhadap responden tentang kemampuan melakukan tugas sesuai dengan kompetensi yang dimiliki sebesar 4,258 berada dalam kategori baik. Tabel 10.11. Menunjukkan bahwa nilai rata-rata professional skill sebesar 4,255 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali sudah mampu melaksanakan tugas dengan baik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, karena untuk mendukung kemajuan karier setiap karyawan hotel
harus berkomitmen untuk selalu profesional dalam melaksanakan tugasnya. d) Problem solving Skill (X24) Tantangan utama dihadapi tenaga kerja dalam era globalisasi ini adalah kemampuan seorang pekerja dalam menyelesaikan persoalan yang timbul (problem solving skill). Terhambatnya kemajuan karier seorang bukan semata karena kurang keahlian, melainkan juga karena belum memiliki kemampuan untuk menghadapi masalah secara meyakinkan. Kemampuan menghadapi masalah ini penting karena keberhasilan seseorang lebih banyak terkait dengan bagaimana ia menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Tabel 10.12. PERNYATAAN RESPONDEN DAN PENILAIAN ATASAN TERHADAP INDIKATOR PROBLEM SOLVING SKILL (X24) Item Pernyataan Karyawan
Atasan Karyawan
Mampu Belajar Mampu
Nilai Jawaban Responden
Mengatasi Masalah Yang Muncul Secara Optimal (X245)
Mengantisipasi
Karyawan
Munculnya
Mampu
Problem Yang
Mengatasi
Berpotensi
Masalah Yang
Menghambat
Muncul Secara
Pelaksanaan
Optimal (X245)
Tugas (X246)
Mampu Belajar Mengantisipasi Munculnya Problem Yang Berpotensi Menghambat Pelaksanaan Tugas (X246)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
0
0
0
0
2,00
0
0
0
0
0
0
0
0
3,00
44
22,22
52
26,26
37
18,69
34
17,17
4,00
125
63,13
109
55,05
121
61,11
122
61,62
5,00
29
14,65
37
18,62
40
20,20
42
21,21
Total
198
100
198
100
198
100
198
100
Mean
3,924
Mean Indikator
3,924
4,015
4,040
3,976 Sumber: Lampiran 2
Pada tabel 10.12. menunjukkan indikator problem solving skill (X24) yang dipresentasikan oleh dua item pernyataan responden dan penilaian dari atasan. Item pertama yaitu mampu mengatasi masalah secara optimal (X245), dari pernyataan responden sebanyak 29 responden (14,65%) menyatakan sangat setuju, diikuti 125 responden (63,13%)
menyatakan setuju, kemudian 44 responden (22,22%) menyatakan kurang setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 40 responden (20,20%) dinilai sangat mampu, diikuti 121 responden (61,11%) dinilai mampu kemudian 37 responden (18,69%) dinilai kurang mampu. Berdasarkan hasil pernyataan responden dan penilaian atasan, maka
diperoleh
nilai
rata-rata
pernyataan
responden
terhadap
kemampuan responden mengatasi masalah yang muncul secara optimal sebesar 3,924 berada dalam kategori baik. Sedangkan penilaian atasan terhadap responden tentang kemampuan mengatasi masalah-masalah yang muncul secara optimal sebesar 4,015 berada dalam kategori baik. Untuk item kedua yaitu kemampuan mengantisipasi munculnya problem yang berpotensi menghambat pelaksanaan tugas (X246), dari pernyataan responden sebanyak 37 responden (18,62%) menyatakan sangat setuju, diikuti 109 responden (55,05%) menyatakan setuju, kemudian 52 responden (26,26%) menyatakan kurang setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 42 responden (21,21%) dinilai sangat mampu, diikuti 122 responden (61,62%) dinilai mampu, kemudian 34 responden dinilai kurang mampu. Berdasarkan hasil pernyataan responden dan penilaian atasan, maka
diperoleh
nilai
rata-rata
pernyataan
responden
terhadap
kemampuannya mengantisipasi munculnya problem yang berpotensi menghambat pelaksanaan tugas sebesar 3,924 berada dalam kategori baik.
Sedangkan
penilaian
atasan
terhadap
responden
tentang
kemampuan responden mengantisipasi munculnya problem yang berpotensi menghambat pelaksanaan tugas sebesar 4,040 berada dalam kategori baik. Tabel 10.12. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator problem solving skill sebesar 3,976 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali sudah mampu mengatasi dengan baik masalah yang muncul
secara optimal dan mampu mengantisipasi dengan baik munculnya problem yang berpotensi menghambat pelaksanaan tugas. e) Learning Skill (X25) Kemampuan untuk belajar mengubah perilaku dan kebiasaan ke arah yang lebih baik, secara terus menerus, demi tercapainya apa yang di cita-citakan (Ubaedy, 2008: 243)
Tabel 10.13. PERNYATAAN RESPONDEN DAN PENILAIAN ATASAN TERHADAP INDIKATOR LEARNING SKILL (X25) Item Pernyataan Karyawan
Atasan
Nilai
Mampu Melakukan Perubahan
Jawaban
Secara Kontinu, Sesuai Dengan
Responden
Tuntutan Dan Terarah Sesuai Dengan Tujuan Organisasi (X234)
Karyawan Mampu Melakukan Perubahan Secara Kontinu, Sesuai Dengan Tuntutan Dan Terarah Sesuai Dengan Tujuan Organisasi (X257)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
2,00
0
0
0
0
3,00
47
23,74
35,
17,68
4,00
118
59,60
129
65,15
5,00
33
16,66
34
17,17
Total
198
100
198
100
Mean Mean Indikator
3,929
3,995 3,962
Sumber: lampiran 2
Pada tabel 10.13. menunjukkan indikator learning skill yang dipresentasikan hanya oleh satu item pernyataan responden dan penilaian dari atasan. Item pertama yaitu kemampuan melakukan perubahan secara kontinu sesuai dengan tuntutan dan terarah sesuai dengan tujuan organisasi (X257), dari pernyataan responden sebanyak 33 responden (16,16%) menyatakan sangat setuju, diikuti 118 responden (59,60%) menyatakan setuju, kemudian 47 responden (23,74%) menyatakan kurang setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 34 responden (17,17%) dinilai sangat mampu, diikuti 129 (65,15%) responden dinilai mampu, kemudian 35 responden (17,68%) dinilai kurang mampu. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap kemampuan dengan tuntutan dan terarah sesuai dengan tujuan organisasi sebesar 3,929 berada dalam kategori baik. Sedangkan penilaian atasan terhadap responden tentang kemampuan melakukan perubahan secara kontinu dan terarah sesuai dengan tujuan organisasi sebesar 3,945 berada dalam kategori baik. Tabel 10.13. menunjukkan bahwa nilai rata-rata learning skill sebesar 3,962 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali sudah mampu dengan baik melakukan perubahan secara kontinu dan terarah sesuai dengan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat mendukung karyawan operasional hotel untuk memberikan pelayanan maksimal kepada para wisatawan. Tabel 10.14. NILAI RATA-RATA INDIKATOR KEMAMPUAN (X1) No
Rata-rata
1
Intrapersonal Skill (X21)
3,997
2
Interpersonal skill (X22)
4,080
3
Profesional Skill (X23)
4,255
4
Problem solving Skill (X24)
3,976
5
Learning Skill (X25)
3,962
Rata-Rata Motivasi
4,054
Sumber : Lampiran 2
Nilai rata-rata kemampuan sebesar 4,054 menunjukkan karyawan hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki Intrapersonal Skill, Interpersonal skill, Profesional Skill, Problem solving Skill, Learning Skill berada dalam kategori baik. 3) Kesadaran moral (X3) Deskripsi variabel kesadaran moral dapat dijabarkan dengan menjelaskan nilai dari masing-masing item pernyataan bersumber dari persepsi responden. Pernyataan responden dapat digunakan sebagai pedoman dasar untuk mengukur masing-masing indikator yang membentuk variabel kesadaran moral dengan tujuan mengetahui tanggapan responden tentang indikator-indikator yang membentuk variabel kesadaran moral. Kesadaran moral terdiri dari lima indikator yaitu ketaatan terhadap peraturan (X31), kejujuran (X32), inisiatif (X33), tanggung jawab (X34) dan toleransi (X35). Gambaran lengkap pernyataan responden untuk masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 5.15. sampai tabel 5.20. a) Ketaatan Terhadap Peraturan (X31) Tabel 10.15. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR KETAATAN TERHADAP PERATURAN(X31)
Item Pernyataan Nilai Jawaban
Menerima dan menghormati peraturan dan
Responden
kebijakan hotel (X31) Frekuensi
%
1,00
0
0
2,00
0
0
3,00
4
2,02
4,00
84
42,42
5,00
110
55,56
Total
198
100
Mean
4,535
Mean Indikator
4,535 Sumber: Lampiran 3
Pada tabel 10.15. menunjukkan indikator ketaatan terhadap peraturan (X31) yang dipresentasikan hanya oleh satu item pernyataan responden. Item tersebut yaitu menerima dan menghormati peraturan dan kebijakan hotel (X311), dari pernyataan responden sebanyak 110 responden (55,56%) menyatakan sangat setuju, diikuti 84 responden (42,42%)
menyatakan
setuju,
kemudian
4
responden
(2,02%)
menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap ketaatan menerima dan menghormati peraturan dan kebijakan hotel sebesar 4,535 berada dalam kategori sangat baik. Tabel 10.15. menunjukkan bahwa nilai rata-rata ketaatan terhadap peraturan sebesar 4,535 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki komitmen dan disiplin kerja yang tinggi terhadap ketaatan melaksanakan peraturan dan kebijakan hotel. Kondisi ini
mengakibatkan terjadinya keteraturan dalam melaksanakan tugas dan berdampak positif dalam memberikan pelayanan kepada para wisatawan. b) Kejujuran (X32) Tabel 10.16. PERNYATAAN RESPONDEN INDIKATOR KEJUJURAN (X32) Item Pernyataan Nilai Jawaban Responden
Tidak Melakukan Tindak
Konsisten Terhadap
Kejahatan Walaupun
Pekerjaan Yang
Kesempatan Itu Ada
Dibebankan Walau Tanpa
(X322)
Diawasi (X323)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
2,00
0
0
0
0
3,00
0
0
2
0,01
4,00
45
22,73
86
43,43
5,00
153
77,27
110
55,56
Total
198
100
198
100
Mean
4,773
Mean
4,545 4,659
Indikator
Sumber: Lampiran 3
Pada tabel 10.16. Menunjukkan indikator kejujuran (X32) yang dipresentasikan oleh dua item pernyataan responden. Item pertama yaitu tidak melakukan tindak kejahatan walaupun kesempatan itu ada (X322), dari
pernyataan
responden
sebanyak
153
responden
(77,27%)
menyatakan sangat setuju, diikuti 45 responden (22,73%) menyatakan setuju.
Untuk item pernyataan kedua yaitu konsisten terhadap pekerjaan yang dibebankan walau tanpa diawasi (X323), dari pernyataan responden sebanyak 110 responden (55,56%) menyatakan sangat setuju, diikuti 86 responden (43,43%) menyatakan setuju, kemudian 2 responden (0,01%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden maka diperoleh nilai rata-rata
pernyataan
responden
terhadap
sikap
responden
tidak
melakukan tindak kejahatan walaupun kesempatan itu ada sebesar 4,773 berada dalam kategori sangat baik. Sedangkan hasil pernyataan responden untuk item pernyataan kedua, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap sikap responden yang selalu konsisten terhadap pekerjaan yang dibebankan walau tanpa diawasi sebesar 4,545 berada dalam kategori sangat baik. Tabel 10.16. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator kejujuran sebesar 4,659 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki sikap kejujuran sangat baik. Kondisi ini merupakan suatu kekuatan moral yang dapat menumbuhkembangkan suasana nyaman dan damai dalam bekerja, tentunya akan berdampak positif dalam membentuk pelayanan yang maksimal pada para wisatawan. c) Inisiatif (X33) Tabel 10.17. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR INISIATIF (X33) Item Pernyataan Nilai Jawaban
Berinisiatif untuk melakukan hal-hal
Responden
positif tanpa dorongan orang lain (X334)
1,00
Frekuensi
%
0
0
2,00
0
0
3,00
2
1,01
4,00
91
45,96
5,00
105
53,03
Total
198
100
Mean
4,520
Mean Indikator
4,520 Sumber: Lampiran 3
Pada tabel 10.17. menunjukkan indikator inisiatif (X33) yang dipresentasikan hanya oleh satu item pernyataan responden. Item tersebut yaitu berinisiatif untuk melakukan hal-hal positif tanpa dorongan orang lain (X334), dari pernyataan responden sebanyak 105 responden (53,03%) menyatakan sangat setuju, diikuti 91 responden (45,96%) menyatakan setuju, kemudian 2 responden (1,01%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap sikap responden yang selalu berinisiatif untuk melakukan hal-hal positif tanpa dorongan orang lain sebesar 4,520 berada dalam kategori sangat baik. Tabel 10.17. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator inisiatif sebesar 4,520 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki inisiatif yang tinggi untuk melakukan hal-hal positif tanpa dorongan orang lain untuk selalu berorientasi demi kepentingan organisasi / institusi. d) Tanggung Jawab (X34) Tabel 10.18. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR TANGGUNG JAWAB (X34)
Item Pernyataan Nilai Jawaban
Berinisiatif untuk melakukan hal-hal
Responden
positif tanpa dorongan orang lain (X334) Frekuensi
%
1,00
0
0
2,00
0
0
3,00
0
0
4,00
82
41,41
5,00
116
58,59
Total
198
100
Mean
4,586
Mean Indikator
4,586 Sumber: Lampiran 3
Tabel 10.18. menunjukkan indikator tanggung jawab (X34) yang dipresentasikan hanya oleh satu item pernyataan responden. Item tersebut yaitu bertanggung jawab terhadap tugas yang disebutkan (X345) dari pernyataan responden sebanyak 116 responden (58,59%) menyatakan sangat setuju, diikuti 82 responden (41,41%) menyatakan setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap sikap responden yang selalu bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan sebesar 4,586 berada dalam kategori sangat baik. Tabel 10.18. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator tanggung jawab sebesar 4,586 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan tugas yang diberikan. e) Toleransi
Tabel 10.19. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR TOLERANSI (X35) Item Pernyataan Toleransi, memahami,
Menciptakan Suasana
Nilai
tidak memperbesar
Kerja Yang Harmonis
Jawaban
persoalan kecil yang
dan Kekeluargaan Antar
Responden
terjadi dalam pekerjaan
Karyawan Dan Dengan
(X356)
Manajemen Hotel (X357)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
2,00
0
0
0
0
3,00
1
0,51
1
0,51
4,00
114
57,58
84
42,42
5,00
83
41,91
113
57,07
Total
198
100
198
100
Mean
4,414
Mean
4,566 4,490
Indikator
Sumber: Lampiran 3
Pada tabel 10.19. menunjukkan indikator toleransi (X35) yang dipresentasikan oleh dua item pernyataan responden. Item pertama yaitu toleran, mau memahami dan tidak memperbesar persoalan kecil yang terjadi dalam pekerjaan (X356), dari pernyataan responden sebanyak 83 responden (41,91%) menyatakan sangat setuju, diikuti 114 responden (57,58%)
menyatakan
setuju,
kemudian
1
responden
(0,51%)
menyatakan kurang setuju. Untuk item pernyataan kedua yaitu menciptakan suasana kerja yang harmonis dan kekeluargaan antar karyawan dan dengan manajemen hotel (X357), dari pernyataan responden sebanyak 113 responden
(57,07%) menyatakan sangat setuju, diikuti 84 responden (42,42%) menyatakan setuju, kemudian 1 responden (0,51%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden dan item pernyataan pertama, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap sikap responden selalu toleran, mau memahami dan tidak memperbesar persoalan kecil yang terjadi dalam pekerjaan sebesar 4,414 berada dalam kategori sangat baik. Sedangkan hasil pernyataan responden untuk item pernyataan kedua, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap sikap responden berusaha menciptakan suasana kerja yang harmonis dan kekeluargaan antar karyawan dan dengan manajemen hotel sebesar 4,566 berada dalam kategori sangat baik. Tabel 10.19. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator toleransi sebesar 4,490 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki sikap toleransi sangat tinggi, mau memahami dan tidak memperbesar persoalan kecil yang terjadi dalam pekerjaan dan selalu berusaha menciptakan suasana kerja yang harmonis dan kekeluargaan antar karyawan dan dengan manajemen hotel.
Tabel 10.20. NILAI RATA-RATA INDIKATOR KESADARAN MORAL (X3) No
Rata-rata
1
Ketaatan terhadap peraturan (X31)
4,535
2
Kejujuran (X32)
4,659
3
Inisiatif (X33)
4,520
4
Tanggung Jawab (X34)
4,586
5
Toleransi (X35)
4,490
Rata-Rata Kesadaran Moral
4,558
Sumber: Lampiran 3
Nilai
rata-rata
variabel
kesadaran
moral
sebesar
4,558,
menunjukkan karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Memiliki sikap ketaatan terhadap peraturan, kejujuran, inisiatif, tanggungjawab dan toleransi berada dalam kategori sangat baik. 4) Kepuasan Karyawan (X4) Deskripsi variabel kepuasan karyawan dapat dijabarkan dengan menjelaskan nilai dari masing-masing item pernyataan bersumber dari persepsi responden. Pernyataan responden dapat digunakan sebagai pedoman dasar untuk mengukur masing-masing indikator yang membentuk variabel kepuasan karyawan dengan tujuan mengetahui tanggapan responden tentang indikator-indikator yang membentuk variabel kepuasan karyawan. Kepuasan karyawan adalah sikap dan perasaan umum dari seseorang karyawan terhadap pekerjaannya. Kepuasan karyawan dibentuk oleh 4 (empat) indikator yaitu ganjaran yang pantas (X41), kebijakan kerja (X42), suasana kerja (X43), dan lingkungan kerja (X44). Gambaran lengkap pernyataan responden untuk masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 10.21.
a) Ganjaran Yang Pantas (X41) Tabel 10.21. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR GANJARAN YANG PANTAS (X41) Nilai Jawaban
Item Pernyataan
Responden
Kebijakan Promosi dan
Reward Yang Diterima
Jenjang Karier
Sesuai Dengan Harapan dan Beban Kerja (X411)
Dilaksanakan Dengan Transparan dan Adil (X412)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
2,00
0
0
0
0
3,00
30
15,15
53
26,77
4,00
115
58,08
84
42,42
5,00
53
26,77
61
30,81
Total
198
100
198
100
Mean Mean Indikator
4,116
4,040 4,078
Sumber: Lampiran 4
Pada tabel 10.21. menunjukkan indikator ganjaran yang pantas (X41) yang dipresentasikan oleh dua item pernyataan responden, item pertama yaitu reward yang diterima sesuai dengan harapan dan beban kerja (X411), dari pernyataan responden sebanyak 53 responden (26,77%) menyatakan sangat setuju, diikuti 115 responden (58,08%) menyatakan setuju, kemudian 30 responden (15,15%) menyatakan kurang setuju. Untuk item pernyataan kedua yaitu kebijakan promosi dan jenjang karier dilaksanakan dengan transparan dan adil (X412), dari pernyataan responden sebanyak 61 responden (30,81%) menyatakan sangat setuju, diikuti 84 responden (42,42%) menyatakan setuju, kemudian 53 responden (26,77%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden tentang reward yang diterima sesuai dengan harapan dan beban kerja sebesar 4,116 berada dalam kategori baik. Sedangkan hasil pernyataan responden untuk item pernyataan
kedua, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden tentang kebijakan promosi dan jenjang karier dilaksanakan dengan transparan dan adil sebesar 4,040 berada dalam kategori baik. Tabel 10.21. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator ganjaran yang pantas sebesar 4,078 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali puas dengan reward yang diterima sesuai dengan harapan dan beban kerja dan kebijakan promosi dan jenjang karier dilaksanakan dengan transparan dan adil. b) Kebijakan Kerja (X42) Tabel 5.22. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR KEBIJAKAN KERJA (X42) Item Pernyataan Nilai Jawaban Responden
Dituntut Tanggung Jawab
Pekerjaan Jarang Mendapat
Yang Tinggi Terhadap
Tekanan, Kendala dan
Pekerjaan (X423)
Tantangan (X424)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
2,00
0
0
0
0
3,00
2
1,01
89
44,95
4,00
107
54,04
79
39,90
5,00
89
44,95
30
15,15
Total
198
100
198
100
Mean Mean Indikator
4,439
3,702 4,071
Sumber: Lampiran 4
Pada tabel 10.22. menunjukkan indikator kebijakan kerja (X42) yang dipresentasikan oleh dua item pernyataan responden. Item pertama yaitu dituntut tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaan (X423), dari pernyataan responden sebanyak 89 responden (44,95%) menyatakan sangat setuju, diikuti 107 responden (54,04%) menyatakan setuju, kemudian 2 responden (1,01%) menyatakan kurang setuju. Untuk item pernyataan kedua yaitu pekerjaan jarang mendapat tekanan, kendala dan kebijakan kerja (X424), dari pernyataan responden sebanyak 30 responden (15,15%) menyatakan sangat setuju, diikuti 79 responden menyatakan setuju, kemudian 89 responden (44,45%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden tentang tuntutan tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaan sebesar 4,439 berada dalam kategori sangat baik. Sedangkan hasil pernyataan responden untuk item pernyataan kedua, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden tentang pekerjaan jarang mendapat tekanan, kendala dan tantangan sebesar 3,702 berada dalam kategori baik. Tabel 10.22. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator kebijakan kerja sebesar 4,071 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali selalu bekerja dengan tanggung jawab penuh dan menghadapi tekanan, kendala dan kebijakan kerja dari atasan dengan tenang dan pengendalian diri yang baik. c) Suasana Kerja (X43) Tabel 10.23. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR SUASANA KERJA (X43) Nilai Jawaban Responden
Item Pernyataan Jarang Terjadi Perselisihan Uraian Pekerjaan, Ketegangan Antar Standard-Standard Yang Karyawan Dalam Ditetapkan Dan Batas Kelompok Kerja (X435) Tugas Sangat Jelas (X436)
1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 Total Mean Mean Indikator
Frekuensi % 0 0 0 0 113 57,07 68 34,34 17 8,59 198 100 3,515
Frekuensi % 0 0 0 0 17 8,59 132 66,67 48 24,24 198 100 4,146 3,831
Sumber: Lampiran 4
Pada tabel 10.23. menunjukkan bahwa indikator suasana kerja (X43) yang dipresentasikan oleh dua item pernyataan responden. Item pernyataan yaitu jarang terjadi perselisihan ketegangan antar karyawan dalam kelompok kerja (X435), dari pernyataan responden sebanyak 17 responden (8,59%) menyatakan sangat setuju, diikuti 68 responden (34,34%) menyatakan setuju, kemudian 113 responden (57,07%) menyatakan kurang setuju. Untuk item pernyataan kedua yaitu uraian pekerjaan, standardstandard yang ditetapkan dan batas tugas sangat jelas (X436), dari pernyataan responden sebanyak 48 responden (24,24%) menyatakan sangat setuju, diikuti 132 responden (66,67%) menyatakan setuju, kemudian 17 responden (8,59%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden tentang jarang terjadi perselisihan / ketegangan antar karyawan dalam kelompok kerja sebesar 3,515 berada dalam kategori baik. Sedangkan hasil pernyataan responden untuk item kedua, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden tentang uraian pekerjaan, standar-standar yang ditetapkan dan batas tugas sangat jelas sebesar 4,146 berada dalam kategori baik. Tabel 10.23. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator suasana kerja sebesar 3,831 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali dalam suasana kerja baik walaupun terjadi perselisihan / ketegangan antar karyawan dalam kelompok kerja relatif tinggi didukung adanya kepastian dan kejelasan mengenai uraian pekerjaan, standard-standard
kerja dan batas tugas sehingga perselisihan antar karyawan dapat diminimalisasi.
d) Lingkungan Kerja (X44) Tabel 10.24. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR LINGKUNGAN KERJA (X44) Item Pernyataan Nilai Jawaban
Fasilitas peralatan dan kelengkapan
Responden
penyelesaian kerja sangat memadai (X447) Frekuensi
%
1,00
0
0
2,00
0
0
3,00
47
23,74
4,00
115
58,08
5,00
36
18,18
Total
198
100
Mean
3,944
Mean Indikator
3,944 Sumber: Lampiran 4
Pada tabel 10.24. menunjukkan indikator lingkungan kerja (X44) yang dipresentasikan hanya oleh satu item pernyataan responden. Item tersebut yaitu fasilitas, peralatan dan kelengkapan penyelesaian kerja sangat memadai (X447), dari pernyataan responden sebanyak 36 responden (18,18%) menyatakan sangat setuju, diikuti 115 responden (58,08%) menyatakan setuju, kemudian 42 responden (23,74%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap fasilitas, peralatan dan kelengkapan penyelesaian kerja yang disediakan sangat memadai sebesar 3,944 berada dalam kategori baik. Tabel 10.24. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator lingkungan kerja sebesar 3,944 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa
Dua Bali puas terhadap fasilitas, peralatan dan kelengkapan penyelesaian kerja yang disediakan oleh manajemen hotel. Kondisi ini akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada para wisatawan.
Tabel 10.25. NILAI RATA-RATA INDIKATOR KEPUASAN (X4) No
Indikator
Rata-rata
1
Ganjaran Yang Pantas (X41)
4,078
2
Kebijakan kerja (X42)
4,071
3
Suasana Kerja (X43)
3,831
4
Lingkungan Kerja (X44)
3,944
Rata-Rata Kepuasan Karyawan
3,981
Sumber: Lampiran 4
Nilai rata-rata variabel kepuasan karyawan sebesar 3,981 berada dalam kategori baik, menunjukkan karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali puas terhadap ganjaran / reward yang diberikan, kebijakan kerja, suasana kerja dan lingkungan kerja. 5) Komitmen Organisasional (Y1) Deskripsi
variabel
komitmen
dapat
dijabarkan
dengan
menjelaskan nilai dari masing-masing item pernyataan bersumber dari persepsi responden. Pernyataan responden dapat digunakan sebagai pedoman dasar untuk mengukur masing-masing indikator yang membentuk variabel komitmen dengan tujuan mengetahui tanggapan responden
tentang indikator-indikator
yang
membentuk
variabel
komitmen. Komitmen organisasional adalah perasaan memiliki karyawan menjadi bagian dari organisasi dan kesediaan untuk berusaha semaksimal mungkin bagi kepentingan organisasi. Komitmen dibentuk oleh 3
indikator yaitu komitmen afektif (Y11), komitmen Konsinuanse (Y12) dan komitmen normatif (Y13). Gambaran lengkap pernyataan responden untuk masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 10.26.
a) Komitmen Afektif (Y11) Tabel 10.26. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR KOMITMEN AFEKTIF (Y11) Item Pernyataan Dirasakan ada Dirasakan nilai kebanggaan Nilai Ingin mengakhiri pribadi saya sesuai mengatakan kepada Jawaban seluruh karir kerja dengan nilai-nilai orang lain bahwa Responden dihotel ini (X113) (X111) saya menjadi bagian dari hotel ini (X112) Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % 1,00 0 0 0 0 0 0 2,00 0 0 1 0,51 2 1,01 3,00 12 6,06 8 4,04 45 22,73 4,00 145 73,23 108 54,55 86 43,43 5,00 41 20,71 81 40,90 65 32,83 Total 198 100 198 100 198 100 Mean 4,146 4,359 4,081 Mean 4,195 Indikator Sumber: Lampiran 5
Pada tabel 10.26. menunjukkan indikator komitmen afektif (Y11) yang dipresentasikan oleh tiga item pernyataan responden item pertama yaitu dirasakan nilai pribadi karyawan sesuai dengan nilai hotel (Y111, dari pernyataan responden sebanyak 41 responden (20,71%) menyatakan
sangat setuju, diikuti 145 responden (73,23%) menyatakan setuju, kemudian 12 responden (6,06%) menyatakan kurang setuju. Untuk item pernyataan kedua yaitu dirasakan adanya kebanggaan menyatakan kepada orang bahwa bangga menjadi bagian dari hotel ini (Y112), pernyataan responden sebanyak 81 responden (40,90%) menyatakan sangat setuju, diikuti 108 responden (54,55%) menyatakan setuju, kemudian 1 responden (0,51%) menyatakan tidak setuju. Untuk item pernyataan ketiga yaitu ingin mengakhiri seluruh karier kerja di hotel ini (Y113), pernyataan responden sebanyak 65 responden (32,83%) menyatakan sangat setuju, diikuti 86 responden (43,43%)
menyatakan
setuju,
kemudian
2
responden
(1,01%)
menyatakan tidak setuju Berdasarkan hasil pernyataan responden, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden tentang dirasakan nilai pribadi karyawan sesuai dengan nilai-nilai hotel sebesar 4,146 berada dalam kategori baik. Hasil pernyataan responden untuk item pernyataan kedua maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden tentang adanya kebanggaan menyatakan kepada orang bahwa bangga menjadi bagian dari hotel ini sebesar 4,359 berada dalam kategori sangat baik. Sedangkan hasil pernyataan responden untuk item pernyataan ketiga, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden tentang keinginan mengakhiri seluruh karier kerja di hotel ini sebesar 4,081 berada dalam kategori baik. Tabel 10.26. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator komitmen afektif (Y11) sebesar 4,195 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali merasakan nilai pribadi sesuai dengan nilai-nilai hotel, adanya kebanggaan menjadi bagian dari hotel ini dan mengakhiri seluruh karier kerja di hotel ini. b) Komitmen Konsinuanse (Y12) Tabel 10.27. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR
KOMITMEN KONSINUANSE (Y12)
Nilai Jawaban Responden
1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 Total Mean Mean Indikator
Item Pernyataan Mengalami peningkatan Tindakan berhenti bekerja taraf hidup selama bekerja pada hotel ini, karena pada hotel ini, sehingga sulitnya lowongan kerja di saya tetap bekerja pada tempat lain (X124) hotel ini (X125) Frekuensi % Frekuensi % 0 0 0 0 1 0,51 0 0 77 38,89 29 14,65 81 40,91 123 62,12 39 19,69 46 23,23 198 100 198 100 3,798 4,086 3,942 Sumber: Lampiran 7
Pada tabel 10.27. menunjukkan indikator komitmen Konsinuanse (X12) yang dipresentasikan oleh dua item pernyataan responden. Item pertama yaitu tidak akan berhenti bekerja pada hotel ini, karena sulitnya lowongan kerja di tempat lain (X124) dari pernyataan responden sebanyak 39 responden (19,69%) menyatakan sangat setuju, diikuti 81 responden (40,91%) menyatakan setuju, kemudian 77 responden (38,89%) menyatakan kurang setuju, dan 1 responden (0,51%) tidak setuju. Untuk item pernyataan kedua yaitu mengalami peningkatan taraf hidup selama bekerja pada hotel ini, sehingga saya tetap bekerja pada hotel ini (X125), dari pernyataan responden sebanyak 46 responden (23,23%) menyatakan sangat setuju, diikuti 123 responden (62,12%) menyatakan setuju, kemudian 29 responden (14,65%) menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap sikap karyawan tidak akan berhenti bekerja pada hotel ini karena sulitnya lowongan kerja di tempat lain sebesar 3,798 berada dalam kategori baik. Sedangkan hasil pernyataan responden untuk item pernyataan kedua, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden tentang taraf hidupnya mengalami peningkatan selama bekerja pada hotel ini sehingga akan tetap bekerja pada hotel ini sebesar 4,086 berada dalam kategori baik.
Tabel 10.27. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator komitmen konsinuase sebesar 3,942 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki sikap tidak akan berhenti bekerja pada hotel ini dan merasakan adanya peningkatan taraf hidup selama bekerja pada hotel ini.
c) Komitmen Normatif (Y13) Tabel 10.28. PERNYATAAN RESPONDEN TERHADAP INDIKATOR KOMITMEN NORMATIF (Y13) Item Pernyataan Nilai Jawaban Responden
Hotel ini sebagai sumber
Bertanggung jawab dan
inspirasi terbaik untuk
peduli akan nasib hotel ini
berprestasi (X136)
(X137)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
2,00
1
0,51
0
0
3,00
20
10,10
4
2,02
4,00
120
60,61
101
51,01
5,00
57
28,78
93
46,97
Total
198
100
198
100
Mean
4,177
Mean
4,449 4,313
Indikator
Sumber: Lampiran 5
Pada tabel 10.28. menunjukkan indikator komitmen normatif (X12) yang dipresentasikan oleh dua item pernyataan responden. Item pertama yaitu hotel ini sebagai sumber inspirasi terbaik untuk berprestasi (X136) dari pernyataan responden sebanyak 57 responden (28,78%) menyatakan sangat setuju, diikuti 120 responden (60,61%) menyatakan setuju, kemudian 20 responden (10,10%) menyatakan kurang setuju, dan 1 responden (0,51%) tidak setuju. Untuk item pernyataan kedua yaitu Bertanggung jawab dan peduli akan nasib hotel ini (X137), dari pernyataan responden sebanyak 93 responden (46,97%) menyatakan sangat setuju, diikuti 101 responden (51,01%)
menyatakan
setuju,
kemudian
4
responden
(2,02%)
menyatakan kurang setuju. Berdasarkan hasil pernyataan responden, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden, karyawan merasakan bahwa hotel ini sebagai sumber inspirasi terbaik untuk berprestasi sebesar 4,177 berada dalam kategori baik. Sedangkan hasil pernyataan responden untuk item pernyataan kedua, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden tentang sikap karyawan akan bertanggung jawab dan peduli terhadap hotel ini sebesar 4,449 berada dalam kategori sangat baik. Tabel 10.28. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator komitmen normatif sebesar 4,313 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap keberadaan hotel ini, dan merupakan sumber inspirasi untuk berprestasi. Kondisi ini akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan berkelanjutan untuk setiap wisatawan yang menginap di hotel ini. Tabel 10.29. NILAI RATA-RATA INDIKATOR KOMITMEN ORGANISASI
No
Indikator
Rata-rata
1
Komitmen efektif (X11)
4,195
2
Komitmen Konsinuanse (X12)
3,942
3
Komitmen normatif (X13)
4,313
Rata-Rata Komitmen Organisasi
4,150
Sumber Lampiran 5
Nilai rata-rata variabel komitmen organisasi sebesar 4,150 berada dalam kategori baik, menunjukkan karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaan, nilai pribadi karyawan sesuai dengan nilai-nilai hotel, adanya kebanggaan dan peningkatan taraf hidup selama bekerja di hotel dan ingin mengakhiri karier kerja di hotel ini. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional memiliki komitmen yang tinggi dan selalu fokus untuk memajukan institusi / organisasi. 6) Perilaku Organizational Citizenship (Y2) Deskripsi variabel perilaku organizational citizenship (OCB) dapat digambarkan nilai dari masing-masing item pernyataan bersumber dari persepsi responden dan penilaian atasan dapat digunakan sebagai pedoman dasar untuk mengukur masing-masing indikator yang membentuk variabel perilaku organizational citizenship dengan tujuan mengetahui tanggapan responden dan penilaian atasan tentang indikatorindikator yang membentuk variabel perilaku organizational citizenship. Menurut Organ (1988); pada Dumler and Sehnake (1977), indikator yang digunakan untuk mengukur perilaku organizational citizenship
dibedakan
menjadi
lima
indikator,
yaitu
altruism,
Conscientiousness, civil virtue, Sportsmanship dan courtesy. a) Altruisme (Y21) Dimaksud dengan altruisme adalah mengutamakan kepentingan orang lain / teman sejawat, seperti membantu dengan tulus rekan kerja
dalam melaksanakan suatu tugas. Gambaran lengkap dari item pernyataan responden dan penilaian atasan untuk masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 10.30. Tabel 10.30. PERNYATAAN RESPONDEN DAN PENILAIAN ATASAN TERHADAP INDIKATOR ALTRUISM (Y21) Item Pernyataan Karyawan Nilai Jawaban Responden
Atasan Karyawan selalu membantu
Membantu rekan sekerja ketika mengalami kesulitan dalam mengerjakan
rekan sekerja ketika mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugasnya
tugasnya (Y211)
(X211)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
2,00
3
1,52
0
0
3,00
9
4,55
6
3,03
4,00
84
44,95
102
51,52
5,00
97
48,98
90
45,45
Total
198
100
198
100
Mean Mean Indikator
4,414
4,424 4,419
Sumber: Lampiran 6
Pada tabel 10.30. menunjukkan indikator altruisme (Y21) yang dipresentasikan hanya satu item pernyataan responden dan penilaian dari atasan. Item tersebut yaitu membantu rekan sekerja dengan tulus ketika mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugasnya dan pernyataan responden sebanyak 97 responden (48,98%) menyatakan sangat setuju, diikuti 89 responden (44,95%) menyatakan setuju, kemudian 9 responden
(4,55%) menyatakan kurang setuju, dan 3 responden (4,55%) menyatakan tidak setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 90 responden (45,45%) dinilai sangat baik, diikuti 102 responden (51,52%) dinilai baik, kemudian 6 responden (3,03%) dinilai kurang baik. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden, yaitu membantu rekan sekerja dengan tulus ketika mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas sebesar 4,414 berada dalam kategori baik. Sedangkan penilaian atasan diperoleh nilai rata-rata penilaian atasan terhadap perilaku responden dalam membantu rekan sekerja ketika mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas sebesar 4,424 berada dalam kategori baik. Tabel 10.30. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator altruisme sebesar 4,419 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki perilaku baik dalam usaha membantu rekan sekerja yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugasnya. Kondisi ini akan menimbulkan suasana kerja yang harmonis, menumbuhkembangkan ketenangan bekerja, hal ini akan berdampak positif dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan yang menginap di hotel tersebut. b) Conscientiousness (Y22) Conscientiousness yang berarti bahwa seseorang karyawan mempunyai perilaku cermat dan teliti sehingga kinerjanya diatas standar minimum yang diisyaratkan, misalnya bekerja dengan teliti dan menggunakan waktu kerja yang ada dengan efisiensi dan efektif.
Tabel 10.31. PERNYATAAN RESPONDEN DAN PENILAIAN ATASAN TERHADAP INDIKATOR CONSCIENTIOUSNESS (Y22) Item Pernyataan Karyawan Nilai Jawaban Responden
Atasan
Inovatif dan kreatif dalam
Karyawan bekerja dengan cermat dan teliti dalam
melaksanakan tugas dan tugas dikerjakan lebih baik dari yang diharapkan (Y222)
melaksanakan tugas dan tugas dikerjakan lebih baik dari yang diharapkan (Y222)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
2,00
1
0,51
0
0
3,00
11
5,56
8
4,04
4,00
97
48,99
133
67,17
5,00
89
44,94
57
28,79
Total
198
100
198
100
Mean Mean Indikator
4,384
4,247 4,316
Sumber: Lampiran 6
Pada tabel 10.31. menunjukkan indikator Conscientiousness (Y22) yang dipresentasikan hanya oleh satu item pernyataan responden dan penilaian dari atasan. Item tersebut yaitu membantu rekan sekerja dengan tulus ketika mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugasnya dan pernyataan responden sebanyak 97 responden (48,98%) menyatakan sangat setuju, diikuti 89 responden (44,95%) menyatakan setuju, kemudian 9 responden (4,55%) menyatakan kurang setuju, dan 3 responden (4,55%) menyatakan tidak setuju.
Adapun penilaian atasan sebanyak 57 responden (28,79%) dinilai sangat mampu, diikuti 133 responden (67,17%) dinilai mampu, kemudian 8 responden (4,04%) dinilai kurang mampu. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden, terhadap pelaksanaan tugas dengan inovatif dan mengerjakan tugas lebih baik dari standard / yang diharapkan sebesar 4,384 berada dalam kategori sangat baik. Sedangkan penilaian atasan diperoleh nilai rata-rata penilaian atasan dalam melaksanakan tugas secara inovatif dan kreatif juga melaksanakan tugas lebih baik dari standard yang diharapkan sebesar 4,247 berada dalam kategori baik. Tabel 10.31. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator Conscientiousness sebesar 4,316 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali sudah mampu dengan baik melakukan tugas dengan inovatif dan kreatif, juga mampu mengerjakan tugas lebih baik dari standard. Kondisi ini dapat mendukung karyawan operasional hotel untuk memberikan pelayanan maksimal kepada para wisatawan. c) Civil Virtue (Y23) Tabel 10.32. PERNYATAAN RESPONDEN DAN PENILAIAN ATASAN TERHADAP INDIKATOR CIVIL VIRTUE (Y23) Item Pernyataan Karyawan Nilai Jawaban Responden
1,00
Ikut bertanggung jawab jika terjadi kegagalan dalam kerja team (Y233) Frekuensi 0
% 0
Atasan
Karyawan Bersedia untuk Karyawan ikut bersedia untuk melakukan bertanggung melakukan tugas ekstra jawab jika tujuan ekstra walaupun diluar terjadi walaupun diluar tugas pokok dan kegagalan tugas pokok dan tak ada reward dalam kerja tidak reward (Y233) team (Y233) (Y233) Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % 0 0 0 0 0 0
2,00 3,00 4,00 5,00 Total Mean Mean Indikator
1 0,51 15 7,58 107 54,04 198 37,87 198 100 4,293
0 0 34 17,17 94 47,47 70 35,36 198 100 4,182
0 0 10 5,05 133 67,17 55 27,78 198 100 4,227
0 0 14 7,07 13,4 67,68 50 25,25 198 100 4,182
4,221 Sumber: Lampiran 6
Pada tabel 10.32. Menunjukkan indikator Civil Virtue (Y23) yang dipresentasikan oleh dua item pernyataan responden dan penilaian dari atasan item pertama yaitu ikut bertanggung jawab jika terjadi kegagalan dalam kerja team (X233), dari pernyataan responden sebanyak 75 responden (37,87%) menyatakan sangat setuju, diikuti 107 responden (54,04%) menyatakan
setuju, kemudian 15 responden (7,58%)
menyatakan kurang setuju dan 1 responden (0,51%) menyatakan tidak setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 55 responden (27,78%) dinilai sangat bertanggung jawab, diikuti 133 responden (67,17%) dinilai bertanggung jawab, kemudian 10 responden (5,05%) dinilai kurang bertanggung jawab. Berdasarkan hasil pernyataan responden dan penilaian atasan, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap tanggung jawabnya jika terjadi kegagalan dalam kerja team sebesar 4,293 berada dalam kategori baik. Sedangkan penilaian atasan tentang tanggung jawab responden jika terjadi kegagalan dalam kerja team sebesar 4,227 berada dalam kategori baik. Untuk item kedua yaitu bersedia untuk melakukan tugas ekstra walaupun diluar tugas pokok dan pernyataan responden sebanyak 70 responden (35,36%) menyatakan sangat setuju, diikuti 94 responden (47,47%) menyatakan setuju, kemudian 34 responden (17,17%) menyatakan kurang setuju.
Adapun penilaian atasan sebanyak 50 responden (25,25%) dinilai sangat bersedia, diikuti 134 responden (67,68%) dinilai bersedia, kemudian 14 responden (7,07%) dinilai kurang bersedia. Berdasarkan hasil pernyataan responden tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap kesediaan responden untuk melakukan tugas ekstra walaupun diluar tugas pokoknya dan tidak ada reward sebesar 4,182 berada dalam kategori baik. Sedangkan penilaian atasan terhadap kesediaan responden untuk melakukan tugas ekstra walaupun di luar tugas pokoknya dan tidak ada reward. Tabel 10.32. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator Civil Virtue sebesar 4,221 berada dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki tanggung jawab jika terjadi kegagalan dalam kerja team dan adanya kesediaan untuk melakukan tugas ekstra walaupun diluar tugas pokok dan tidak ada reward.
d) Sportsmanship (Y24) Tabel 10.33. PERNYATAAN RESPONDEN DAN PENILAIAN ATASAN TERHADAP INDIKATOR SPORTSMANSHIP (Y24) Item Pernyataan Karyawan
Atasan
Berusaha Nilai Jawaban Responden
Bekerja dilandasi
menciptakan
Tidak suka
suasana kerja yang
memperbesar
kondusif dan
persoalan kecil
kekeluargaan untuk yang terjadi dalam menghindari
pekerjaan (Y246)
konflik (Y245)
pikiran positif dan etikad baik dan mengambil hikmah dari suatu kejadian buruk (Y247)
Karyawan berusaha
Karyawan bekerja
menciptakan
Karyawan tidak
dilandasi pikiran
suasana kerja yang
suka memperbesar
positif dan etikad
kondusif dan
persoalan kecil
baik dan mengambil
kekeluargaan untuk yang terjadi dalam menghindari konflik
pekerjaan (Y246)
hikmah dari suatu kejadian buruk
(Y245)
(Y247)
Frekuensi
%
Frekuensi
%
Frekuensi
%
Frekuensi
%
Frekuensi
%
Frekuensi
%
1,00
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2,00
1
0,51
1
0,51
0
0
0
0
0
0
0
0
3,00
7
3,54
4
2,02
5
2,53
6
3,03
4
2,02
6
3,03
4,00
99
50
90
45,45
88
44,44
91
45,96
111
56,06
120
60,01
5,00
91
45,95
103
52,02
105
53,03
101
51,01
83
41,92
72
36,36 204
Total Mean Mean Indikator
198 4,474
100
198 4,490
100
198
100
198
4,505
4,480 4,437
Sumber: Lampiran 6
100
198 4,399
100
198 4,333
100
Pada tabel 10.33. Menunjukkan indikator sportsmanship (Y24) yang dipresentasikan oleh tiga item pernyataan responden dan penilaian dari atasan item pertama yaitu ikut menciptakan suasana kerja yang kondusif dan kekeluargaan (Y245), dari pernyataan responden sebanyak 91 responden (45,95%) menyatakan sangat setuju, diikuti 99 responden (50%) menyatakan setuju, kemudian 7 responden (3,54%) menyatakan kurang setuju dan 1 responden (0,51%) menyatakan tidak setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 101 responden (51,01%) dinilai sangat mampu, diikuti 91 responden (45,96%) dinilai mampu, kemudian 6 responden (3,03%) dinilai kurang mampu. Berdasarkan hasil pernyataan responden dan penilaian atasan, maka
diperoleh
nilai
rata-rata
pernyataan
responden
terhadap
kemampuan menciptakan suasana kerja yang kondusif dan kekeluargaan sebesar 4,414 berada dalam kategori sangat baik. Sedangkan penilaian atasan terhadap responden tentang kemampuan menciptakan suasana kerja yang kondusif dan kekeluargaan sebesar 4,480 berada dalam kategori sangat baik. Untuk item kedua yaitu perilaku tidak suka memperbesar persoalan kecil yang terjadi dalam pekerjaan (Y246), dari pernyataan responden sebanyak 103 responden (52,03%) menyatakan sangat setuju, diikuti 90 responden (45,45%) menyatakan setuju, kemudian 4 responden (2,02%) menyatakan kurang setuju, dan 1 responden (0,51%) menyatakan tidak setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 83 responden (41,42%) dinilai sangat toleran, diikuti 111 responden (56,06%) dinilai toleran, kemudian 4 responden (2,06%) dinilai kurang toleran. Berdasarkan hasil pernyataan responden dan penilaian atasan, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap perilaku tidak suka memperbesar persoalan kecil yang terjadi dalam pekerjaan sebesar 4,490 berada dalam kategori sangat baik. Sedangkan penilaian atasan terhadap responden tentang perilaku tidak suka memperbesar
persoalan kecil yang terjadi dalam pekerjaan sebesar 4,399 berada dalam kategori sangat baik. Untuk item ketiga yaitu bekerja dilandasi pikiran positif dan etikad baik dan mengambil hikmah dari suatu kejadian buruk (Y246), dari pernyataan responden sebanyak 105 responden (53,03%) menyatakan sangat setuju, diikuti 88 responden (44,44%) menyatakan setuju, kemudian 5 responden (2,53%) menyatakan kurang setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 72 responden (36,36%) dinilai sangat mampu, diikuti 120 responden (60,61%) dinilai mampu, kemudian 6 responden (3,03%) dinilai kurang mampu. Berdasarkan hasil pernyataan responden dan penilaian atasan, maka
diperoleh
nilai
rata-rata
pernyataan
responden
terhadap
kemampuan bekerja dilandasi pikiran positif dan etikad baik dan mengambil hikmah dari suatu kejadian buruk sebesar 4,505 berada dalam kategori sangat baik. Sedangkan penilaian atasan diperoleh nilai rata-rata penilaian atasan terhadap responden tentang kemampuan bekerja dilandasi pikiran positif dan etikad baik dan mengambil hikmah dari suatu kejadian buruk sebesar 4,333 berada dalam kategori sangat baik. Tabel 10.33. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator sportsmanship (Y24) sebesar 4,437 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali menciptakan suasana kerja yang kondusif dan kekeluargaan, tidak suka memperbesar persoalan kecil yang terjadi dalam pekerjaan dan bekerja dilandasi pikiran positif dan etikad baik juga mengambil hikmah dari suatu kejadian buruk. Kondisi ini dapat mendukung pekerjaan karyawan operasional hotel dalam usaha memberikan pelayanan berkualitas kepada para wisatawan yang menginap di hotel bersangkutan.
e) Courtesy (Y25) Tabel 10.34. PERNYATAAN RESPONDEN DAN PENILAIAN ATASAN TERHADAP INDIKATOR COURTESY (Y25) Item Pernyataan Karyawan Nilai Jawaban Responden
1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 Total Mean Mean Indikator
Tetap santun, Menerima dan mau memahami menghormati dan berempati peraturan dan pada orang lain kebijakan hotel walaupun saat (Y258) dikritik (Y259) Frekuensi % Frekuensi % 0 0 0 0 0 0 0 0 3 1,52 0 0 90 45,45 122 61,62 105 53,03 76 38,38 198 100 198 100 4,515 4,384
Atasan Karyawan tetap Karyawan santun, mau menerima dan memahami dan menghormati berempati pada peraturan dan orang lain kebijakan hotel walaupun saat (Y258) dikritik (Y259) Frekuensi % Frekuensi % 0 0 0 0 0 0 0 0 14 7,07 18 9,09 100 50,51 98 49,49 84 42,42 82 41,42 198 100 198 100 4,354 4,323
4,394 Sumber: Lampiran 6
Pada tabel 10.34. Menunjukkan indikator Courtesy (Y25) yang dipresentasikan oleh dua item pernyataan responden dan penilaian dari atasan item pertama yaitu menerima dan menghormati peraturan dan kebijakan hotel (X258), dari pernyataan responden sebanyak 105 responden (53,03%) menyatakan sangat setuju, diikuti 90 responden (45,45%)
menyatakan
setuju,
kemudian
3
responden
(1,52%)
menyatakan kurang setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 84 responden (42,42%) dinilai sangat menerima dan menghormati, diikuti 100 responden (50,51%) dinilai menerima dan menghormati, kemudian 14 responden (7,07%) dinilai kurang menerima dan menghormati.
Berdasarkan hasil pernyataan responden dan penilaian atasan, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap perilaku menerima dan menghormati peraturan dan kebijakan hotel sebesar 4,515 berada dalam kategori sangat baik. Sedangkan penilaian atasan terhadap responden tentang perilaku menerima dan menghormati peraturan dan kebijakan hotel sebesar 4,354 berada dalam kategori sangat baik. Untuk item kedua yaitu perilaku santun, memahami dan berempati pada orang lain walaupun saat dikritik (Y259), dari pernyataan responden sebanyak 76 responden (38,38%) menyatakan sangat setuju, diikuti 122 responden (61,62) menyatakan setuju, kemudian tidak ada responden menyatakan kurang setuju. Adapun penilaian atasan sebanyak 82 responden (41,42%) dinilai sangat santun dan memahami, diikuti 98 responden (49,49%) dinilai santun dan memahami, kemudian 18 responden (5,09%) dinilai kurang santun dan memahami. Berdasarkan hasil pernyataan responden dan penilaian atasan, maka diperoleh nilai rata-rata pernyataan responden terhadap perilaku santun mau memahami dan berempati pada orang lain walaupun saat di kritik sebesar 4,384 berada dalam kategori sangat baik. Sedangkan penilaian atasan terhadap responden tentang perilaku santun mau memahami dan berempati pada orang lain walaupun saat dikritik sebesar 4,323 berada dalam kategori sangat baik. Tabel 10.34. menunjukkan bahwa nilai rata-rata indikator courtesy sebesar 4,394 berada dalam kategori sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki perilaku santun, mau memahami dan berempati pada orang lain sangat baik walaupun saat dikritik. Kondisi ini akan menimbulkan suasana kerja tenang, harmonis dan adanya rasa aman, akan berdampak positif dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada wisatawan.
Tabel 10.35. NILAI RATA-RATA INDIKATOR DAN VARIABEL ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) No
Indikator
Rata-rata
1
Altruism (Y21)
4,419
2
Conscientiousness (Y22)
4,316
3
Civil Virtue (Y23)
4,221
4
Sportsmanship (Y24)
4,437
5
Courtesy (Y25)
4,394
Rata-Rata OCB
4,357
Sumber : Lampiran 6
Nilai rata-rata variabel perilaku organizational citizenship (OCB) sebesar 4,357 berada dalam kategori sangat baik, menunjukkan karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali memiliki perilaku sangat baik seperti membantu rekan sekerja ketika mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas hotel, inovatif dan kreatif dalam bekerja, memiliki tanggung jawab tinggi, bersedia melakukan tugas ekstra diluar tugas pokoknya dan berperilaku santun menghormati peraturan. Menciptakan suasana kerja yang kondusif, tidak suka memperbesar persoalan kecil dalam pekerjaan dan bekerja dilandasi pikiran positif dan etikad
baik.
Akumulasi
dari
semua
itu
membentuk
perilaku
organizational citizenship yang sangat dibutuhkan dalam memberikan pelayanan berkualitas terhadap wisatawan. 10.2 Analisis Hasil Penelitian 1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Setelah data terkumpul dirangkum dalam latent variable (variabel tidak dapat diukur secara langsung) dan indikatornya merupakan observed variable (variabel yang diamati, sebagai operasional pengukuran atas latent variable) dilakukan uji validitas dan reliabilitas data dengan menggunakan prosedur SEM. Validitas adalah tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai akuratnya ukuran atas apa seharusnya diukur. Uji validitas dilakukan untuk melihat butir-butir pertanyaan mana yang tepat dipergunakan untuk mewakili variabel-variabel bebas uji validitas ini dilakukan dengan menggunakan analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis) pada masing-masing latent variabel yaitu motivasi (X1), kemampuan (X2), kesadaran moral (X3),kepuasan (X4), komitmen (Y1) dan perilaku Organizational citizenship (Y2). Apabila nilai loading factor pada indikator lebih besar dari 0,5; maka indikator dapat digunakan untuk mengukur variabel (Chin, dalam Ghozali dan Fuad, 2005). Selain harus valid, instrument juga harus reliable (dapat diandalkan). Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat konsistensi instrumen yang digunakan. Jadi realibilitas menunjukkan seberapa besar pengukuran dapat memberikan hasil
relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali
terhadap subjek yang sama. Reliabilitas konstruk dinilai dengan menghitung indeks reliabilitas instrumen digunakan dari model SEM yang dianalisis. Rumus dapat digunakan untuk menghitung reliabilitas konstruk ini adalah sebagai berikut:
Std.Loading Std.Loading 2
Construct – Reliability =
2
Dimana : Std. Loading diperoleh langsung dari standardized loading untuk tiap-tiap indikator. adalah measurement error dari tiap-tiap indikator. Nilai batas digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas dapat diterima adalah > 0.60 (Maholtra, dalam Solimun. 2002:71). a. Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Motivasi (X1)
Motivasi adalah merupakan latent variable diukur dengan tiga variabel terukur atau indikator yaitu kebutuhan akan prestasi (X11) kebutuhan akan afiliasi (X12) dan kebutuhan akan kekuasaan (X13). Hasil pengujian dengan analisis faktor konfirmatori dapat dilihat pada tabel 10.36
Tabel 10.36. UJI VALIDITAS MOTIVASI Indikator Estimate Loading
CR
Keterangan
X1.1
0,767
Fix
Signifikan
X1.2
0,768
10,822
Signifikan
X1.3
0,848
11,977
Signifikan
Sumber: Lampiran 1 (data diolah)
Berdasarkan tabel 10.36. nilai Critical Ratio (CR) dari ketiga indikator masing-masing mempunyai nilai lebih besar dari 1,96 pada level of significant (α) 5% dan besarnya loading faktor pada ketiga indikator diatas 0,5 maka dapat dikatakan bahwa ketiga indikator tersebut valid digunakan untuk mengukur Motivasi. Tahap selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, yang bertujuan untuk mengetahui keandalan tanggapan responden pada setiap indikatornya. Hasil penghitungan dari uji tersebut, diperoleh hasil nilai standar loading dan measurement error CFA motivasi seperti pada tabel 10.37. sebagai berikut: Tabel 10.37 RELIABILITAS KONSTRUK MOTIVASI Indikator Standar loading () X1.1
0,767
(2)
measurement error (1-2)
0,5883
0,4117
X1.2
0,768
0,5898
0,4102
X1.3
0,848
0,7191
0,2809
Jumlah
2,3830
1,8972
1,1028
Sumber : Lampiran 1 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 10.37 dilakukan penghitungan nilai reliabilitas konstruk motivasi sebagai berikut : CR =
2,3802 2,3802 1,102
=
5,6787 = 0,8374 6,7815
Uji reliabilitas untuk variabel Motivasi dapat dilihat pada tabel 10.37. Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa construct reliability variabel motivasi adalah sebesar 0,8374 di atas nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat diterima yaitu 0,60. Dengan demikian semua indikator pada motivasi reliabel secara signifikan dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. b. Uji Validitas dan Reliabilitas Pada Variabel Kemampuan Variabel kemampuan mempunyai lima variabel terukur atau indikator yaitu intrapersonal skill (X21), interpersonal skill (X22), professional skill (X23), problem solving skill (X24), dan learning skill (X25), adapun hasil pengujian dengan analisis faktor konfirmatori dapat dilihat pada tabel 10.38. sebagai berikut: Tabel 10.38. UJI VALIDITAS KEMAMPUAN Indikator
Estimate
CR
Keterangan
X2.1
0,614
fix
Signifikan
X2.2
0,700
7,469
Signifikan
X2.3
0,600
6,691
Signifikan
X2.4
0,735
7,696
Signifikan
X2.5
0,638
7,007
Signifikan
Sumber : Lampiran 2 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 10.38 nilai Critical Ratio (CR) dari kelima indikator, masing-masing mempunyai nilai lebih besar dari 1,96 pada level of significant (α) 5%. Dan besarnya loading faktor pada kelima indikator di atas 0,5. Dengan demikian kelima indikator tersebut valid digunakan untuk mengukur variabel kemampuan. Tahap selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, yang bertujuan untuk mengetahui keandalan tanggapan responden pada setiap indikatornya. Hasil penghitungan dari uji tersebut, diperoleh hasil nilai standard loading dan measurement error CFA kemampuan seperti pada Tabel 10.39 sebagai berikut :
Tabel 10.39 RELIABILITAS KONSTRUK KEMAMPUAN
Indikator Standar loading ()
(2)
measurement error (1-2)
X2.1
0,614
0,377
0,623
X2.2
0,700
0,490
0,510
X2.3
0,600
0,360
0,640
X2.4
0,735
0,540
0,460
X2.5
0,638
0,407
0,593
Jumlah
3,287
2,174
2,826
Sumber : Lampiran 2 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 10.39 dilakukan penghitungan nilai reliabilitas konstruk kemampuan sebagai berikut :
CR =
3,2872 3,2872 2,826
=
10,804 = 0,7927 13,630
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa construct reliability variabel kemampuan adalah sebesar 0,7927 di atas nilai batas yang digunakan yaitu 0,60. Dengan demikian semua indikator pada kemampuan reliabel secara signifikan dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. c.
Uji Validitas dan Reliabilitas Pada Kesadaran Moral (X3) Variabel kesadaran moral mempunyai lima variabel terukur atau
indikator yaitu ketaatan terhadap peraturan (X31), kejujuran (X32), inisiatif (X33), tanggung jawab (X34), dan toleransi (X35) adapun hasil pengujian dengan analisis faktor konfirmatori dapat dilihat pada tabel 10.40. sebagai berikut:
Tabel 10.40. UJI VALIDITAS KESADARAN MORAL Indikator
Estimate
CR
Keterangan
X3.1
0,706
fix
Signifikan
X3.2
0,728
8,996
Signifikan
X3.3
0,598
7,522
Signifikan
X3.4
0,612
7,697
Signifikan
X3.5
0,718
8,895
Signifikan
Sumber : Lampiran 3 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 10.40 nilai Critical Ratio (CR) dari kelima indikator, masing-masing mempunyai nilai lebih besar dari 1,96 pada level of significant (α) 5%. Dan besarnya loading faktor pada kelima indikator di atas 0,5 maka dapat dikatakan bahwa kelima indikator tersebut valid digunakan untuk mengukur variabel kesadaran moral. Tahap selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, yang bertujuan untuk mengetahui keandalan tanggapan responden pada setiap indikatornya. Hasil penghitungan dari uji tersebut, diperoleh hasil nilai standard loading dan measurement error CFA kesadaran moral seperti pada Tabel 10.41 sebagai berikut : Tabel 10.41 RELIABILITAS KONSTRUK KESADARAN MORAL Indikator Standar loading ()
(2)
measurement error (1-2)
X3.1
0,706
0,4984
0,5016
X3.2
0,728
0,5300
0,4700
X3.3
0,598
0,3576
0,6424
X3.4
0,612
0,3745
0,6255
X3.5
0,718
0,5155
0,4845
Jumlah
3,3620
2,2761
2,7239
Sumber : Lampiran 3 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 10.41 dilakukan penghitungan nilai reliabilitas konstruk kesadaran moral sebagai berikut : CR =
3,36202 3,36202 2,7239
=
11,3030 = 0,8058 14,0270
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa construct reliability variabel kesadaran moral adalah sebesar 0,8058 di atas nilai batas yang digunakan yaitu 0,60. Dengan demikian semua indikator pada
variabel kesadaran moral reliabel secara signifikan dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. d. Uji Validitas dan Reliabilitas Pada Variabel Kepuasan (X4) Variabel kepuasan mempunyai empat terukur atau indikator yaitu ganjaran yang pantas (X41), kebijakan kerja (X42), suasana kerja (X43), lingkungan kerja (X44). Adapun hasil pengujian dengan analisis faktor konfirmatori dapat dilihat pada tabel 10.42. sebagai berikut: Tabel 10.42. UJI VALIDITAS KEPUASAN KARYAWAN Indikator
Estimate
CR
Keterangan
X4.1
0,765
fix
X4.2
0,646
4,511
Signifikan
X4.3
0,555
7,326
Signifikan
X4.4
0,656
5,978
Signifikan
Sumber : Lampiran 4 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 10.42 nilai Critical Ratio (CR) dari keempat indikator, masing-masing mempunyai nilai lebih besar dari 1,96 pada level of significant (α) 5%. Dan besarnya loading faktor pada keempat indikator di atas 0,5 maka dapat dikatakan bahwa keempat indikator tersebut valid digunakan untuk mengukur variabel kepuasan karyawan. Tahap selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, yang bertujuan untuk mengetahui keandalan tanggapan responden pada setiap indikatornya. Hasil penghitungan dari uji tersebut, diperoleh hasil nilai standard loading dan measurement error CFA kepuasan karyawan seperti pada Tabel 10.43 sebagai berikut :
Tabel 10.43 RELIABILITAS KONSTRUK KEPUASAN KARYAWAN Indikator Standar loading ()
(2)
measurement error (1-2)
X4.1
0,765
0,5852
0,4148
X4.2
0,646
0,4173
0,5827
X4.3
0,555
0,3080
0,6920
X4.4
0,656
0,4303
0,5697
Jumlah
2,6220
1,7409
2,2591
Sumber : Lampiran 4 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 10.43 dilakukan penghitungan nilai reliabilitas konstruk kepuasan karyawan sebagai berikut : CR =
6,8749 2,6222 = 2,6222 2,2591 9,1340
= 0,7527
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa construct reliability variabel kepuasan karyawan adalah sebesar 0,7527 di atas nilai batas yang digunakan yaitu 0,60. Dengan demikian semua indikator pada variabel kepuasan karyawan reliabel secara signifikan dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. e.
Uji Validitas dan Reliabilitas Pada Komitmen (Y1) Variabel komitmen organisasi mempunyai tiga variabel terukur
atau indikator yaitu komitmen afektif (Y11), komitmen konsinuansa (Y12), dan komitmen normatif (Y13). Adapun hasil pengujian dengan analisis faktor konfirmatory dapat dilihat pada tabel 10.44. sebagai berikut: Tabel 10.44. UJI UNIDIMENSIONALITAS KOMITMEN ORGANISASI Indikator
Estimate
CR
Keterangan
Y1.1
0,792
fix
Signifikan
Y1.2
0,634
8,862
Signifikan
Y1.3
0,797
11,462
Signifikan
Sumber : Lampiran 5 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 10.44 nilai Critical Ratio (CR) dari ketiga indikator, masing-masing mempunyai nilai lebih besar dari 1,96 pada level of significant (α) 5% dan besarnya loading faktor pada ketiga indikator di atas 0,5 maka dapat dikatakan bahwa ketiga indikator tersebut valid digunakan untuk mengukur variabel komitmen organisasi. Tahap selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, yang bertujuan untuk mengetahui keandalan tanggapan responden pada setiap indikatornya. Hasil penghitungan dari uji tersebut, diperoleh hasil nilai standard loading dan measurement error CFA komitmen organisasi seperti pada Tabel 10.45 sebagai berikut : Tabel 10.45 RELIABILITAS KONSTRUK KOMITMEN ORGANISASI Indikator Standar loading ()
(2)
measurement error (1-2)
Y1.1
0,792
0,6273
0,3727
Y1.2
0,634
0,4020
0,5980
Y1.3
0,797
0,6352
0,3648
Jumlah
2,2230
1,6644
1,3356
Sumber : Lampiran 7 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 10.45 dilakukan penghitungan nilai reliabilitas konstruk komitmen organisasi sebagai berikut : CR
2,2302 2,2302 1,3356
=
4,9417 = 0,7872 6,2773
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa construct reliability variabel kepuasan karyawan adalah sebesar 0,7872 di atas nilai
batas yang digunakan yaitu 0,60. Dengan demikian semua indikator pada variabel komitmen organisasi reliabel secara signifikan dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
f.
Uji validitas dan Reliabilitas Variabel Perilaku Organizational Citizenship Perilaku
Organizational
citizenship
(Y2)
variabel
perilaku
Organizational citizenship mempunyai lima indikator yaitu : Altruism (Y2.1), Conscientiousness (Y2.2), Civic virtue (Y2.3), Sportsmanship (Y2.4), Courtesy (Y2.5). Adapun hasil pengujian dengan analisis faktor konfirmatori dapat dilihat pada tabel 10.46. sebagai berikut: Tabel 10.46 UJI VALIDITAS PERILAKU ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP (OCB) Indikator
Estimate
CR
Keterangan
Y2.1
0,654
fix
Signifikan
Y2.2
0,707
8,394
Signifikan
Y2.3
0,706
8,39
Signifikan
Y2.4
0,757
8,862
Signifikan
Y2.5
0,741
8,716
Signifikan
Sumber : Lampiran 7 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 10.46 nilai Critical Ratio (CR) dari kelima indikator, masing-masing mempunyai nilai lebih besar dari 1,96 pada level of significant (α) 5% dan besarnya loading faktor kelima indikator di atas 0,5 maka dapat dikatakan bahwa kelima indikator tersebut valid digunakan untuk mengukur variabel perilaku organizational citizenship (OCB). Tahap selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, yang bertujuan untuk mengetahui keandalan tanggapan responden pada setiap indikatornya.
Hasil penghitungan dari uji tersebut, diperoleh hasil nilai standard loading dan measurement error CFA perilaku organizational citizenship (OCB) seperti pada Tabel 10.47 sebagai berikut :
Tabel 10.47 RELIABILITAS KONSTRUK PERILAKU ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP (OCB) Indikator Standar loading ()
(2)
measurement error (1-2)
Y2.1
0,654
0,4277
0,5723
Y2.2
0,707
0,4998
0,5002
Y2.3
0,706
0,4984
0,5016
Y2.4
0,757
0,5730
0,3284
Y2.5
0,741
0,5491
0,3015
Jumlah
3,5650
2,5481
2,2039
Sumber : Lampiran 6 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 10.47 dilakukan penghitungan nilai reliabilitas konstruk perilaku organizational citizenship (OCB) sebagai berikut : CR =
3,5652 3,5652 2,2039
=
12,7092 = 0,8522 14,9131
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa construct reliability variabel perilaku organizational citizenship adalah sebesar 0,8522 di atas nilai batas yang digunakan yaitu 0,60. Dengan demikian semua indikator pada perilaku organizational citizenship reliabel secara signifikan dan dapat digunakan untuk analisis berikut. 2. Uji Asumsi SEM Sebelum menguji model penelitian dengan persamaan permodelan struktural, maka data terlebih dahulu diuji untuk mengetahui apakah memenuhi persyaratan asumsi permodelan struktural. Pengujian asumsi tersebut terdiri dari : (1) evaluasi normalitas data baik univariate maupun multivariate ; (2) evaluasi atas outliers baik univariate maupun multivariate.
a. Evaluasi Normalitas Univariate dan Multivariate Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak pada setiap indikatornya (univariate) maupun multivariate. Data dikatakan normal secara univariate maupun multivariate apabila nilai Critical Ratio (CR) berada diantara 2,58 < CR < 2,58. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 10.48. Berdasarkan tabel 10.48 dapat diketahui bahwa secara univariate (per indikator) maupun multivariate nilai Critical Ratio berada pada interval -2,58 < CR < 2,58. Dengan demikian seluruh data baik univariate maupun multivariate berdistribusi normal.
Tabel 10.48. UJI NORMALITAS UNIVARIATE DAN MULTIVARIATE
Variable X1.1 X1.2 X1.3 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y2.1 Y2.2 Y2.3 Y2.4 Y2.5 Multivariate
skew 0,119 -0,061 0,033 -0,087 0,313 -0,188 -0,117 -0,070 -0,330 -0,417 -0,297 -0,349 -0,059 0,043 0,158 0,419 0,056 0,196 0,404 -0,021 -0,050 0,083 0,163 -0,194 0,239
c.r. 0,689 -0,353 0,191 -0,504 1,812 -1,088 -0,677 -0,405 -1,910 -2,414 -1,719 -2,020 -0,341 0,249 0,914 2,425 0,324 1,134 2,338 -0,122 -0,289 0,480 0,943 -1,123 1,383
kurtosis -0,651 -0,683 -0,761 0,172 0,200 -0,112 -0,240 -0,029 -0,531 -0,781 -0,633 -0,878 -0,703 -0,685 0,672 0,073 -0,661 -0,520 -0,475 -0,811 -0,921 -0,246 -0,223 -0,576 -0,695 10,366
Sumber : Lampiran 7 (data diolah)
b. Evaluasi Outlier Univariate dan Multivariate
c.r. -1,870 -1,962 -2,186 0,494 0,574 -0,322 -0,689 -0,083 -1,525 -2,243 -1,818 -2,522 -2,019 -1,968 1,930 0,210 -1,899 -1,494 -1,364 -2,329 -2,645 -0,707 -0,641 -1,654 -1,996 1,985
Evaluasi outliers adalah observasi memiliki karakteristik unik yang sangat berbeda dari observasi
lain serta muncul dalam bentuk nilai
ekstrim, baik untuk sebuah variabel tunggal maupun variabel-variabel kombinasi (Augusty, 2006 : 353). Perlakuan terhadap outliers dilakukan tergantung pada bagaimana outliers itu muncul. Evaluasi outliers dapat dilakukan dengan analisis terhadap multivariate outliers. Untuk univariate outlier dapat dilakukan dengan menentukan ambang batas dikategorikan sebagai outlier dengan cara mengkonversi nilai data penelitian ke dalam standar skor atau Z-score memiliki nilai rata-rata nol dan standar deviasi 1,0. Nilai Z-score tidak termasuk outlier apabila berada pada -3,00 ≤ Z-score ≤ 3,00, sedangkan apabila berada di luar range tersebut, maka indikator dapat dikatakan terkena outlier. Hasil selengkapnya nilai Z-score seluruh indikator pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 10.49. Tabel 10.49. UJI OUTLIER DENGAN Z-SCORE DESCRIPTIVE STATISTICS N
Minimum Maximum
Z-score (X1.1)
198
-2,76658
1,40700
Z-score (X1.2)
198
-2,62409
1,39579
Z-score (X1.3)
198
-2,48673
1,52712
Z-score (X2.1)
198
-2,32535
2,33713
Z-score (X2.2)
198
-2,34943
2,60690
Z-score (X2.3)
198
-2,73875
1,62561
Z-score (X2.4)
198
-2,29680
2,40971
Z-score (X2.5)
198
-2,04828
2,20956
Z-score (X3.1)
198
-2,84803
,86190
Z-score (X3.2)
198
-1,69636
,87743
Z-score (X3.3)
198
-2,91935
,92139
Z-score (X3.4)
198
-1,18638
,83865
Z-score (X3.5)
198
-2,31630
1,19360
N
Minimum Maximum
Z-score (X4.1)
198
-1,71875
1,46919
Z-score (X4.2)
198
-2,19455
1,88243
Z-score (X4.3)
198
-1,79757
2,52971
Z-score (X4.4)
198
-1,44300
1,61277
Z-score (Y1.1)
198
-2,32729
1,64935
Z-score (Y1.2)
198
-2,48962
1,82688
Z-score (Y1.3)
198
-2,65786
1,39027
Z-score (Y2.1)
198
-2,18993
1,38375
Z-score (Y2.2)
198
-2,31547
1,72455
Z-score (Y2.3)
198
-2,78789
2,23684
Z-score (Y2.4)
198
-2,66510
1,60205
Z-score (Y2.5)
198
-2,68896
1,82303
Valid N (lislwise)
198
Berdasarkan tabel 10.49 diketahui bahwa Z-score seluruh indikator berada di interval -3,000 sampai 3,000, artinya seluruh data pada seluruh indikator tidak terkena outlier. 3. Analisis Model Struktural Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada semua latent variable dimana hasilnya adalah valid dan reliable, data multivariat normal, tidak terjadi multikolinearitas dan outlier di bawah 5%, maka latent variable tersebut dapat dilanjutkan dengan uji kesesuaian model dan pengujian hipotesis. a. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit Test) Hasil persamaan model struktural motivasi, kemampuan, kesadaran moral, kepuasan karyawan, komitmen organisasi dan OCB menggunakan AMOS 7.0 dapat dilihat pada tabel 10.50. di bawah ini.
Tabel 10.50. GOODNESS OF FIT INDEX KONFIRMATORI Goodness of Fit Index
Cut-off value
Hasil Model
Keterangan
Chi Square
Diharapkan kecil
281,128
Prob
0,05
0,175
Sangat baik
GFI
0,90
0,938
Sangat baik
AGFI
0,90
0,922
Sangat baik
TLI
0,95
0,909
Cukup baik
CFI
0,95
0,921
Cukup baik
RMSEA
0,08
0,056
Sangat baik
Sumber : Lampiran 7 (data diolah)
Tabel 10.50. menunjukkan bahwa delapan kriteria yang digunakan untuk menilai layak atau tidaknya suatu model ternyata semua kriteria terpenuhi, dengan demikian tidak perlu dilakukan lagi modifikasi. Hal ini dapat dikatakan bahwa model dapat diterima, yang berarti ada kesesuaian antara model dengan data. b. Pengujian Hipotesis Model Persamaan Struktural Berdasarkan hasil analisis model persamaan struktural pengaruh motivasi, kemampuan, kesadaran moral, kepuasan karyawan terhadap komitmen dan perilaku organizational citizenship karyawan operasional hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 10.1. Nilai Loading, Critical Ratio dan p Value hasil analisis SEM Sumber : Lampiran 7 (Data Diolah)
Berdasarkan hasil analisis model persamaan struktural dapat diketahui nilai Loading, Critical Ratio dan P Value pada setiap pengaruh antar konstruk. Tabel 10.51 PENGUJIAN HIPOTESIS MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL Pengaruh H1 : motivasi komitmen organisasi H2 : kemampuan komitmen organisasi
Loading
Critical Ratio
0,342
2,419
0,519
2,894
P-Value 0,016 0,004
Keterangan Signifikan Signifikan
Pengaruh
Loading
H3 : kesadaran moral komitmen organisasi H4 : kepuasan karyawan komitmen organisasi H5 : motivasi perilaku organizational citizenship H6 : kemampuan perilaku organizational citizenship H7 : kesadaran moral perilaku organizational citizenship H8 : kepuasan karyawan perilaku organizational citizenship H9 : komitmen organisasi perilaku organizational citizenship
Critical Ratio
0,581
3,552
0,471
2,627
0,375
2,766
0,452
2,873
0,573
3,697
0,326
2,348
0,634
3,906
P-Value 0,000 0,009 0,006 0,004 0,000 0,019 0,000
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
Sumber : Lampiran 7 (data diolah)
Hipotesis 1 : Motivasi
berpengaruh
signifikan
terhadap
komitmen
karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Berdasarkan hasil perhitungan AMOS yang dapat dilihat pada Tabel 10.51. menunjukkan bahwa motivasi (X1) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap komitmen karyawan operasional hotel (Y1). Hal ini terlihat dari koefisien jalur / nilai loading yang tertanda positif sebesar 0,342 dengan nilai CR sebesar 2,419 berarti nilai CR lebih besar dari 1,96 dan diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,016 yang lebih kecil dari taraf signifikan (α) yang ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikian motivasi (X2) berpengaruh secara langsung pada komitmen karyawan operasi sebesar 0,342 yang berarti setiap ada kenaikan satu kesatuan motivasi maka akan menaikkan komitmen karyawan sebesar 0,342.
Jadi hipotesis pertama menyatakan motivasi berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima. Hipotesis 2 : Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Berdasarkan hasil perhitungan AMOS dapat dilihat pada Tabel 10.51. menunjukkan bahwa kemampuan (X2) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap komitmen karyawan operasional (Y1). Hal ini terlihat dari koefisien jalur / nilai loading yang tertanda positif sebesar 0,519 dengan nilai CR sebesar 2,894 berarti nilai CR lebih besar dari 1,96 dan diperoleh probabilitas signifikan (p) sebesar 0,04 yang lebih kecil dari taraf signifikan (α) yang ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikian kemampuan (X2) berpengaruh secara langsung pada komitmen karyawan operasional (Y1) sebesar 0,519 yang berarti setiap ada kenaikan satu kesatuan kemampuan maka akan menaikkan komitmen karyawan operasional sebesar 0,519. Jadi hipotesis kedua
menyatakan kemampuan berpengaruh signifikan
terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima. Hipotesis 3 : Kesadaran moral berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Berdasarkan hasil perhitungan AMOS
dapat dilihat pada tabel 10.40.
menunjukkan bahwa kesadaran moral (X3) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap komitmen karyawan operasional (Y1) koefisien jalur / nilai loading bertanda positif sebesar 0,581 dengan nilai CR sebesar 3,552 berarti nilai CR lebih besar dari 1,96 dan diperoleh probabilitas signifikan (p) sebesar 0,000
lebih kecil dari taraf signifikan (α) ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikian kesadaran moral (X3) berpengaruh secara langsung pada komitmen karyawan operasional sebesar 0,581
berarti setiap ada kenaikan komitmen karyawan
operasional sebesar 0,581. Jadi hipotesis ketiga menyatakan kesadaran moral berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima. Hipotesis 4 : Kepuasan
berpengaruh
signifikan
terhadap
komitmen
karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Berdasarkan hasil perhitungan AMOS dapat dilihat pada Tabel 10.51. menunjukkan bahwa kepuasan karyawan (X4) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap komitmen karyawan operasional (Y1). Hal ini terlihat dari koefisien jalur / nilai loading yang bertanda positif sebesar 0,471 dengan nilai CR sebesar 2,627 berarti nilai CR lebih besar dari 1,96 diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,069 yang lebih kecil dari taraf signifikan (α) yang ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikian kepuasan karyawan berpengaruh secara langsung pada komitmen karyawan operasional sebesar 0,471
berarti
setiap ada kenaikan satu kesatuan kepuasan karyawan maka akan menaikkan komitmen karyawan operasional sebesar 0,471. Jadi hipotesis keempat
menyatakan kepuasan berpengaruh signifikan
terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima. Hipotesis 5 : Motivasi
berpengaruh
organizational
citizenship
signifikan karyawan
berbintang lima di Nusa Dua Bali.
terhadap
perilaku
operasional
hotel
Berdasarkan hasil perhitungan AMOS dapat dilihat pada Tabel 10.51. menunjukkan bahwa motivasi (X1) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap perilaku organization citizenship. Hal ini terlihat dari koefisien jalur / nilai loading bertanda positif sebesar 0,375 dengan nilai CR sebesar 2,766 berarti nilai CR lebih besar dari 1,96 dan diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,006
lebih kecil dari taraf signifikan (α)
ditentukan sebesar 0,05. Dengan
demikian motivasi berpengaruh secara langsung pada perilaku organization citizenship sebesar 0,375 berarti setiap ada kenaikan satu satuan motivasi maka akan menaikkan perilaku organization citizenship sebesar 0,375. Jadi hipotesis kelima
menyatakan kepuasan berpengaruh signifikan
terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima. Hipotesis 6 : Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational
citizenship
karyawan
operasional
hotel
berbintang lima di Nusa Dua Bali. Berdasarkan hasil perhitungan AMOS dapat dilihat pada Tabel 10.51. menunjukkan bahwa Kemampuan (X2) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap perilaku organization citizenship (Y2). Hal ini terlihat dari koefisien jalur / nilai loading bertanda positif sebesar 0,452 dengan nilai CR sebesar 2,875 berarti nilai CR lebih besar dari 1,96 dan diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,004 lebih kecil dari taraf signifikan (α) yang ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikian kemampuan berpengaruh secara langsung pada perilaku organization citizenship sebesar 0,452 yang berarti setiap ada kenaikan satu satuan kemampuan maka akan menaikkan perilaku organization citizenship sebesar 0,452. Jadi hipotesis keenam menyatakan kemampuan berpengaruh signifikan terhadap perilaku organization citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima.
Hipotesis 7 : Kesadaran moral berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational
citizenship
karyawan
operasional
hotel
berbintang lima di Nusa Dua Bali. Berdasarkan hasil perhitungan AMOS yang dapat dilihat pada Tabel 10.51. menunjukkan bahwa kesadaran moral (X3) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap perilaku organization citizenship (Y2). Hal ini terlihat dari koefisien jalur / nilai loading yang bertanda positif sebesar 0,573 dengan nilai CR sebesar 3,647 berarti nilai CR lebih besar dari 1,96 dan diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf signifikan (α) yang ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikian kesadaran moral berpengaruh secara langsung pada perilaku organization citizenship sebesar 0,573 yang berarti setiap ada kenaikan satu satuan kesadaran moral maka akan menaikkan perilaku organization citizenship sebesar 0,575. Jadi hipotesis ketujuh
menyatakan kesadaran moral berpengaruh
signifikan terhadap perilaku organization citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima. Hipotesis 8 : Kepuasan
berpengaruh
organizational
citizenship
signifikan karyawan
terhadap
perilaku
operasional
hotel
berbintang lima di Nusa Dua Bali. Berdasarkan hasil perhitungan AMOS dapat dilihat pada Tabel 10.51. menunjukkan bahwa Kepuasan (X4) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap perilaku organization citizenship (Y2). Hal ini terlihat dari koefisien jalur / nilai loading bertanda positif sebesar 0,326 dengan nilai CR sebesar 2,348 berarti nilai CR lebih besar dari 1,96 dan diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,019 lebih kecil dari taraf signifikan (α) yang ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikian kepuasan berpengaruh secara langsung pada perilaku organization citizenship sebesar 0,326 berarti setiap ada kenaikan satu satuan kepuasan maka akan menaikkan perilaku organization citizenship sebesar 0,326.
Jadi hipotesis ke delapan
menyatakan kesadaran moral berpengaruh
signifikan terhadap perilaku organization citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima. Hipotesis 9 : Komitmen
berpengaruh
organizational
citizenship
signifikan karyawan
terhadap
perilaku
operasional
hotel
berbintang lima di Nusa Dua Bali. Berdasarkan hasil perhitungan AMOS dapat dilihat pada Tabel 10.51. menunjukkan bahwa komitmen (Y1) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap perilaku organization citizenship (Y2). Hal ini terlihat dari koefisien jalur / nilai loading bertanda positif sebesar 0,634 dengan nilai CR sebesar 3,906 berarti nilai CR lebih besar dari 1,96 dan diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf signifikan (α) yang ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikian komitmen berpengaruh secara langsung pada perilaku organization citizenship sebesar 0,634 berarti setiap ada kenaikan satu satuan komitmen maka akan menaikkan perilaku organization citizenship sebesar 0,634. Jadi hipotesis ke sembilan menyatakan komitmen berpengaruh signifikan terhadap perilaku organization citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali diterima.
BAB 11 TEMUAN HASIL PENELITIAN 11.1 Faktor-Faktor Mempengaruhi Perilaku Organizational Citizenship Membangun perilaku Organizational Citizenship (OCB) yang kuat, perusahaan harus memfokuskan pada strategi pengembangan sumber daya manusia tidak hanya dapat meningkatkan pada kepuasan dirasakan karyawan, tetapi lebih daripada itu model MAMA (motivation, ability and moral awareness) dan komitmen karyawan merupakan faktor pendorong dominan dalam membangun perilaku organizational citizenship. Mitchell (1982: 159) mengatakan, ada 3 (tiga) komponen utama membentuk serta menjadi pengaruh terhadap kematangan kerja/perilaku ekstra seseorang merupakan cerminan dari beberapa faktor, yaitu kemampuan, motivasi dan kematangan psikologis. Sedangkan teori motivasi McClelland, teori kemampuan Gardner (1983) dan teori kinerja tinggi Li Yun Sun (2007), perilaku ekstra seseorang dipengaruhi oleh 2 (dua) komponen utama, yaitu motivasi dan kemampuan. Berdasarkan dua pendapat berbeda tersebut, penelitian ini diharapkan menghasilkan pengembangan teori perilaku organizational citizenship dan pengembangan penelitian empiris sebelumnya mengenai perilaku organizational citizenship yaitu pengembangan dari teori motivasi McClelland, teori kemampuan Gardner (1983) dan teori kinerja tinggi Li Yun Sun (2007). Berdasarkan hasil penelitian telah dilakukan oleh Al-Busaidi and Kuehn (2002), Dumber (1997), mengajukan teori bahwa variabel utama mendorong munculnya perilaku organizational citizenship adalah kepuasan kerja dan komitmen organisasi khususnya untuk komitmen Normatif. Organ and Ryan (1995) menyatakan bahwa secara teoritis terdapat hubungan signifikan antara kepuasan kerja dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB), dimana karyawan terpuaskan dalam pekerjaan mereka kemungkinan lebih besar akan menunjukkan perilaku menguntungkan organisasi. Lebih lanjut penelitian dari Utomo (2002), menemukan bahwa
faktor komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB), sedangkan kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan. Hasil penelitian ini menemukan dan mengembangkan teori OCB dan pengembangan penelitian empiris sebelumnya mengenai OCB, yaitu Teori Model MAMA (motivation, ability and moral awareness) merupakan pengembangan dari teori motivasi McClelland, teori kemampuan Gardner (1983) dan teori kinerja tinggi Li Yun Sun (2007), menyatakan bahwa perilaku ekstra seseorang akan dipengaruhi oleh motivasi / motivation dan kemampuan (ability). Sedangkan dari penelitian ini menemukan suatu pengembangan teori motivasi McClelland, teori kemampuan Gardner (1983) dan teori kinerja tinggi Li Yun Sun (2007), bahwa OCB tidak hanya dipengaruhi oleh Motivation and ability, tapi dikembangkan dengan rumusan OCB = M.A.MA, artinya model MAMA (motivation, ability and moral awareness) mempengaruhi OCB (Organization Citizenship Behavior). Selanjutnya dari hasil penelitian ini ditemukan pengembangan teori Al-Busaidi and Kuehn (2002), Dumber (1997) bahwa OCB tidak hanya dipengaruhi oleh kepuasan kerja sebagai perilaku ekstrinsik dan komitmen, tapi dipengaruhi pula oleh MAMA (motivation, ability and moral awareness) sebagai perilaku intrinsik, artinya penelitian ini akan mengajukan suatu teori bahwa variabel utama mendorong munculnya perilaku Organizational citizenship adalah MAMA (motivation, ability and moral awareness) sebagai perilaku intrinsik, kepuasan kerja sebagai perilaku ekstrinsik dan komitmen atau perilaku organizational citizenship fungsi dari MAMA, kepuasan dan komitmen atau dapat dirumuskan, OCB = f (Mama.sat.com.). Dari hasil penelitian ini juga dapat diungkapkan bahwa perilaku itu dibedakan menjadi dua, yaitu perilaku intrinsik (Intrinsic Behavior) dan perilaku ekstrinsik (Extrinsic Behavior). Penelitian ini juga menemukan bahwa dalam membangun perilaku Organizational
Citizenship
berdasarkan pendekatan model MAMA,
kepuasan dan komitmen, yaitu ditemukan keseimbangan hubungan antara
karyawan dengan Tuhan / hubungan vertikal dengan hubungan horisontal antara
karyawan
dengan
karyawan
dan
antara
karyawan
dengan
lingkungannya. Berarti semakin tinggi motivasi, kemampuan, kesadaran moral, kepuasan dan komitmen akan berpengaruh baik pula pada perilaku Organizational Citizenship karyawan dengan implikasi semakin baiknya keseimbangan / hubungan vertikal dengan hubungan horisontal. Apabila semata-mata hanya menekankan hubungan vertikal tanpa adanya pengendalian dengan baik akan berpotensi tumbuhnya fenomena paham radikalisme di tengah kehidupan organisasi dan masyarakat seperti kekerasan mengatasnamakan agama, arogan, dan emosi tidak terkendali. Sebaliknya apabila hanya menekankan hubungan horizontal berpotensi tumbuhnya paham individual kapitalistik. Maka untuk meminimalisasi berkembangnya paham tersebut perlu adanya kesepahaman cara pandang bahwa dengan terciptanya keseimbangan hubungan vertikal dengan hubungan horisontal melalui pendekatan model MAMA, kepuasan dan komitmen maka diharapkan akan tumbuh perilaku soleh, santun, toleran dan menghargai sesama, dimana perilaku ini sangat dibutuhkan dalam organisasi dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hasil penelitian yang ditemukan tersebut berdasarkan hasil hipotesis dan hasil analisis penelitian maka temuan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 11.1. Faktor-Faktor Mempengaruhi Komitmen dan Perilaku organizational citizenship. Hasil penelitian ini juga menghasilkan temuan sembilan hipotesis signifikan dari variabel leten nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan kajian-kajian lebih lanjut berkaitan dengan variabelvariabel tersebut sebagai berikut: 1. Hipotesis 1 Motivasi berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Temuan penelitian ini menguatkan teori ditemukan oleh Gibson at al. (1996) secara teoritis menyatakan bahwa karyawan memiliki motivasi kerja teruji, maka akan memunculkan komitmen tinggi. Dilihat dari sudut
pandang bahwa komitmen adalah sebagai variabel tergantung (dependent variable) dari motivasi sebagai variabel bebas (independen variabel). Temuan penelitian ini menguatkan teori dikemukakan oleh Meyer at al. (1993) menjelaskan bahwa ada pengaruh motivasi terhadap komitmen karyawan. Temuan penelitian ini juga menguatkan teori dikemukakan oleh Newstrom and Davis (1993) menyatakan bahwa komitmen merupakan fungsi dari kemampuan dan motivasi. Secara empiris juga mendukung penelitian dari Ma’rifah (1999), Tyilana (2005), Diana Sulianti (2009), Testa (2001). Temuan empirik para peneliti terdahulu tersebut membuktikan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan. 2. Hipotesis 2 Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional berbintang lima di Nusa Dua Bali. Temuan penelitian ini menguatkan teori dikemukakan oleh Gardner (1983) dalam Ubaedy (2008) menyatakan bahwa kemampuan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. Ditandai dengan adanya loyalitas dan perilaku ekstra dimiliki tenaga kerja terhadap organisasi. Temuan penelitian ini juga menguatkan teori yang menyatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari kemampuan dan motivasi. 3. Hipotesis 3 Kesadaran moral berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Temuan penelitian ini menguatkan teori dari Odom, Boxx and Dun (1990), O’Reilly, Chatman and Caldwell (1991); Meglino, Ravlin and Adkins (1989); Shadur, Kienzle and Rodwell (1999); menunjukkan adanya hubungan positif antara budaya perusahaan menumbuhkan kesadaran moral positif dengan komitmen dan perilaku ekstra karyawan,
kesadaran moral dianggap sebagai pemicu timbulnya komitmen dan perilaku ekstra karyawan, kesadaran moral dibangun sejalan dengan nilai keyakinan karyawan dengan nilai-nilai dianut perusahaan. Secara empiris juga mendukung penelitian Stoner, Freeman and Gilbert (1996), menyatakan bahwa, kesadaran moral baik akan menunjukkan perilaku mentaati aturan dan norma yang ada dan melaksanakan pekerjaan dengan ikhlas dan tulus, sehingga dapat membangun perilaku ekstra dengan kata lain budaya perusahaan akan menanamkan kesadaran moral positif dan digunakan sebagai pedoman berperilaku dan mengarahkan karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan. Diperkuat pula dari hasil penelitian empiris terdahulu dari Deal and Kennedy (1982) dalam Narayaman and Nath (1983) menggambarkan bagaimana budaya kuat mampu membentuk kesadaran moral positif bagi individu karyawan. Karena kesadaran moral positif memberikan dasar bertindak bagi karyawan dalam membangun komitmen dan perilaku organizational citizenship yang kuat terhadap perusahaan. 4. Hipotesis 4 Kepuasan berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Temuan penelitian menguatkan teori dari Robbins (1996) menyatakan bahwa kepuasan tinggi merupakan pendorong bagi karyawan untuk meningkatkan komitmen terhadap organisasi. Hasil penelitian ini didukung oleh teori dikemukakan oleh Poznaski (1997) dan Alpander (1990) menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Secara empiris juga mendukung penelitian dari de Connick et al, (1992) memberikan bukti bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi. Selanjutnya Kacmar et al, (1999) memberikan bukti mengenai adanya pengaruh kuat dari kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi. Pendapat Byars and Rue (1997: 320)
menyatakan bahwa karyawan terpuaskan cenderung akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi, ditandai dengan adanya loyalitas tinggi terhadap organisasi. 5. Hipotesis 5 Motivasi berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Hasil penelitian ini menguatkan pendapat dari Gibson at al. (1996) secara teoritis menjelaskan hubungan motivasi dengan komitmen dan perilaku organizational citizenship. Menyatakan bahwa jika karyawan memiliki motivasi kerja tinggi, maka akan berakibat timbulnya kebanggaan menjadi bagian dari perusahaan (komitmen) dan akan mendorong karyawan ke arah perilaku ekstra. Temuan penelitian ini juga menguatkan teori motivasi dikemukakan oleh McClelland (dalam Saydam, 1996) menyatakan bahwa karyawan memiliki motivasi berprestasi tinggi bersedia untuk berperilaku ekstra yaitu melakukan sesuatu lebih tinggi dari standard organisasi, guna memperoleh hasil terbaik. Secara empiris juga mendukung penelitian dari Meyer and Herscovith (2001) menyatakan bahwa komitmen adalah salah satu dari sekumpulan energizing forces berkontribusi secara nyata memotivasi perilaku ekstra individu. 6. Hipotesis 6 Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Temuan penelitian ini menguatkan teori dikemukakan oleh Gardner (dalam
Ubaedy,
2008)
menyatakan
bahwa
kemampuan
kerja
berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. Ditandai dengan adanya loyalitas dan perilaku ekstra dimiliki tenaga kerja terhadap organisasi. Temuan penelitian ini juga menguatkan teori menyatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari kemampuan dan motivasi.
7. Hipotesis 7 Kesadaran moral berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Temuan penelitian ini menguatkan teori dari Odom, Boxx and Dun (1990), O’Reilly, Chatman and Caldwell (1991); Meglino, Ravlin and Adkins (1989); Shadur, Kienzle and Rodwell (1999); menunjukkan adanya hubungan positif antara budaya perusahaan menumbuhkan kesadaran moral positif dengan komitmen dan perilaku ekstra karyawan. Kesadaran moral dianggap sebagai pemicu timbulnya komitmen dan perilaku ekstra karyawan, kesadaran moral dibangun sejalan dengan nilai keyakinan karyawan dengan nilai-nilai dianut perusahaan. Secara empiris juga mendukung penelitian dan Stoner, Freeman and Gilbert (1996), menyatakan bahwa, kesadaran moral baik akan menunjukkan perilaku mentaati aturan dan norma yang ada dan melaksanakan pekerjaan dengan ikhlas dan tulus, sehingga dapat membangun perilaku ekstra dengan kata lain budaya perusahaan akan menanamkan kesadaran moral positif dan digunakan sebagai pedoman berperilaku dan mengarahkan karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan. Diperkuat pula dari hasil penelitian empiris terdahulu dari Deal and Kennedy (1982) dalam Narayaman and Nath (1983) menggambarkan bagaimana budaya kuat mampu membentuk kesadaran moral positif bagi individu karyawan. Karena kesadaran moral positif memberikan dasar bertindak bagi karyawan dalam membangun komitmen dan perilaku organizational citizenship kuat terhadap perusahaan. 8. Hipotesis 8 Kepuasan berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Temuan penelitian ini menguatkan teori dikemukakan oleh Organ and Lyan (1993). Bahwa karyawan terpuaskan dalam pekerjaan mereka
kemungkinan lebih besar akan menunjukkan perilaku bebas dan menguntungkan bagi organisasi daripada tidak melakukan. Dalam pengertian ini kemudian, kepuasan kerja adalah nampak sebagai sebab terjadinya OCB. Temuan penelitian ini juga menguatkan teori dikemukakan oleh itu Organ and Ligl (1995) mencatat bahwa terdapat beberapa dari 15 penelitian telah menemukan adanya hubungan kuat antara OCB dan kepuasan kerja. Sedangkan William and Anderson (1991) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah merupakan variabel paling sering digunakan dalam menguji perilaku citizenship. Secara empiris juga mendukung beberapa penelitian terdahulu yang melakukan studi tentang hubungan antara kedua variabel ini, diantaranya adalah penelitian dilakukan oleh Al-Busaidi and Kuen (2002) yang melakukan penelitian atas perilaku organizational citizenship pada warga OMAN, mereka menemukan bahwa terdapat hubungan positif dan konsisten antara kepuasan kerja dengan perilaku OCB pada masyarakat OMAN. 9. Hipotesis 9 Komitmen berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Temuan penelitian ini menguatkan teori yang dikemukakan oleh oleh Meyers and Allen (1991) menyatakan bahwa komitmen organisasi bentuk afektif memiliki hubungan sangat erat dengan OCB, sedangkan komitmen kontinuans tidak berhubungan dengan OCB. Temuan penelitian ini juga menguatkan teori dikemukakan oleh Morrison (1994), menyatakan bahwa diantara komponen komitmen organisasi (Afektif, Kontinuans, dan Normatif) yang memiliki pengaruh paling besar terhadap OCB adalah komitmen Afektif. Secara empiris juga mendukung penelitian oleh Al-Busaidi and Kuehn (2002) dalam penelitiannya justru menarik kesimpulan bahwa variabel
paling berpengaruh terhadap OCB dibanding dengan variabel lain yang digunakan dalam penelitian adalah Kepuasan Kerja dan Komitmen Normatif. Meskipun terdapat perbedaan dalam hasil penelitian tersebut namun
masing-masing
menyimpulkan
bahwa
menggunakan komponen
hipotesis
komitmen
sama
yakni
organisasi
paling
berpengaruh terhadap OCB adalah komitmen Afektif.
11.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu: Penelitian ini dilakukan dalam horizon waktu cross sectional. Cara ini dipandang sebagai sebuah keterbatasan karena karyawan operasional yang bekerja untuk memberikan pelayanan kepada wisatawan rata-rata 8 jam sehari dan situasi kondisi emosi responden pada waktu mengisi responden tentunya akan berbeda setiap saat.
11.3 Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah, hipotesis, hasil analisis penelitian dan pembahasan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka beberapa kesimpulan diperoleh dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Motivasi
berpengaruh
signifikan
terhadap
komitmen
karyawan
operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali Hal ini berarti perubahan-perubahan terjadi dalam variabel motivasi mampu menimbulkan perubahan-perubahan berarti pada komitmen karyawan operasional. Temuan ini bermakna bahwa karyawan yang telah terpenuhinya kebutuhan akan prestasi, afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan mampu memberikan pengaruh, berarti pada peningkatan komitmen karyawan operasional. Dengan demikian semakin tinggi motivasi karyawan maka akan berdampak pada meningkatnya komitmen karyawan operasional.
2. Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali Hal ini berarti perubahan-perubahan terjadi dalam variabel kemampuan mampu menimbulkan perubahan-perubahan berarti pada komitmen karyawan operasional. Temuan ini bermakna bahwa karyawan memiliki intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving skill, dan learning skill semakin baik mampu memberikan pengaruh, berarti pada peningkatan komitmen karyawan operasional. Dengan demikian semakin tinggi kemampuan karyawan operasional dalam melaksanakan tugasnya maka akan berdampak pada meningkatnya komitmen karyawan operasional. 3. Kesadaran moral berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan-perubahan terjadi dalam variabel kesadaran moral terbukti mampu menimbulkan perubahanperubahan berarti pada komitmen karyawan operasional. Temuan ini bermakna bahwa karyawan memiliki kesadaran moral tinggi dapat diindikasikan dengan tingginya ketaatan terhadap aturan, jujur, berinisiatif, tanggung jawab dan toleransi, mampu memberikan pengaruh berarti pada peningkatan komitmen karyawan operasional. Dengan demikian semakin baik kesadaran moral karyawan operasional maka akan berdampak pada meningkatnya komitmen karyawan operasional. 4. Kepuasan
berpengaruh
signifikan
terhadap
komitmen
karyawan
operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan-perubahan terjadi dalam variabel kepuasan terbukti mampu menimbulkan perubahan-perubahan berarti pada komitmen karyawan operasional. Dengan demikian semakin baik kepuasan karyawan operasional maka akan berdampak pada meningkatnya komitmen karyawan operasional.
5. Motivasi berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan-perubahan terjadi dalam variabel motivasi terbukti mampu menimbulkan perubahan-perubahan berarti pada perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Adanya indikasi karyawan telah terpenuhinya kebutuhan akan prestasi, afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan dalam dimensi konteks penelitian ini mampu memberikan pengaruh berarti pada perubahan perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Dengan demikian semakin tinggi motivasinya maka akan berdampak pada semakin baiknya perilaku organizational citizenship karyawan operasional. 6. Kemampuan berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan-perubahan terjadi pada variabel
Kemampuan
terbukti
mampu
menimbulkan
perubahan-
perubahan berarti pada perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Dengan demikian semakin tinggi kemampuan karyawan operasional dalam melaksanakan tugasnya maka akan berdampak pada semakin
baiknya
perilaku
organizational
citizenship
karyawan
terhadap
perilaku
operasional. 7. Kesadaran
moral
berpengaruh
signifikan
organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan-perubahan terjadi pada variabel kesadaran moral terbukti mampu menimbulkan perubahanperubahan berarti pada perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Adanya indikasi karyawan memiliki perilaku taat terhadap
peraturan, jujur, berinisiatif, bertanggungjawab dan toleran dalam dimensi konteks penelitian ini mampu memberikan pengaruh berarti pada perubahan perilaku positif karyawan dicirikan dalam perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Dengan demikian semakin baik kesadaran moral karyawan maka akan berdampak pada semakin
baiknya
perilaku
organizational
citizenship
karyawan
operasional. 8. Kepuasan berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan-perubahan terjadi pada variabel kepuasan terbukti mampu menimbulkan perubahan-perubahan berarti pada perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Adanya indikasi karyawan puas terhadap sistem reward diberikan, kejelasan dalam peningkatan jenjang karier, fasilitas kerja yang disediakan serta diberikan kesempatan luas dalam menunjukkan prestasi kerja dalam dimensi konteks penelitian ini mampu memberikan pengaruh berarti pada perubahan perilaku positif karyawan dicirikan dalam perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Dengan demikian semakin tinggi kepuasan karyawan maka akan berdampak pada semakin
baiknya
perilaku
organizational
citizenship
karyawan
operasional. 9. Komitmen berpengaruh signifikan terhadap perilaku organizational citizenship karyawan operasional hotel berbintang lima di Nusa Dua Bali. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan-perubahan terjadi pada variabel komitmen terbukti mampu menimbulkan perubahan-perubahan berarti pada perilaku organizational citizenship karyawan operasional. Adanya indikasi karyawan memiliki kebanggaan terhadap tempat
kerjanya, mengakhiri seluruh karier kerja diperusahaannya, bertanggung jawab, dan selalu peduli terhadap nasib perusahaan dalam dimensi konteks penelitian ini mampu memberikan pengaruh berarti pada perubahan
perilaku
positif
karyawan
dicirikan
dalam
perilaku
organizational citizenship karyawan operasional. Dengan demikian semakin tinggi komitmen karyawan maka akan berdampak pada semakin baiknya perilaku organizational citizenship karyawan operasional. 10. Berdasarkan temuan hasil penelitian ini bahwa variabel eksogen terdiri dari variabel model MAMA (Motivation, Ability, and Moral Awareness) dan kepuasan secara parsial variabel berpengaruh paling dominan adalah variabel kesadaran moral. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur tertinggi sebesar 0,573. Probabilitas terendah sebesar 0,000 serta CR tertinggi sebesar 3,697. Variabel berpengaruh paling rendah adalah variabel kepuasan karyawan. Hal ini dapat ditunjukkan dari koefisien jalur terendah sebesar 0,326, probabilitas tertinggi sebesar 0,019, serta CR terendah sebesar 2,348. 11. Penelitian ini juga menemukan bahwa semakin baik perilaku Organizational
Citizenship,
ditemukan
terjadinya
keseimbangan
hubungan antara karyawan dengan Tuhan / hubungan vertikal dengan hubungan horisontal antara karyawan dengan karyawan dan karyawan dengan lingkungannya. 12. Hasil dari penelitian ini menemukan suatu pengembangan teori Motivasi McClelland, teori kemampuan Gardner (1983) dan teori kinerja tinggi Li Yun Sun (2007) bahwa perilaku organizational citizenship tidak hanya dipengaruhi oleh motivation and ability tapi berhasil dibuktikan dengan rumusan OCB = MAMA, artinya Model MAMA (Motivation, Ability, and Moral Awareness) mempengaruhi OCB (Organizational Citizenship Behavior). Penelitian ini juga menemukan bahwa faktor-faktor
mempengaruhi perilaku organizational citizenship adalah variabel model MAMA, kepuasan dan komitmen atau perilaku
organizational
citizenship fungsi dari MAMA, kepuasan dan komitmen, atau dapat dirumuskan menjadi OCB = f (Mama.Sat.Com). 11.4 Saran Berdasarkan hasil temuan penelitian dan kesimpulan penelitian maka dapat disampaikan beberapa saran-saran sebagai berikut: 1. Untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu manajemen khususnya manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi, hendaknya pengembangan teori motivation McClelland, teori kemampuan Gardner (1983) dan teori kinerja tinggi Li Yun Sun (2007) dalam bentuk model MAMA (Motivation, Ability, and Moral Awareness) dan kepuasan kerja dapat dimanfaatkan. Hasil temuan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan dikembangkan oleh peneliti
berikutnya
organizational
untuk
citizenship
membangun lebih
komitmen
komprehensif
dan
perilaku
dalam
rangka
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. 2. Karyawan operasional hotel memiliki peran strategis dalam memberikan pelayanan optimal kepada wisatawan. Oleh karena itu, manajemen hotel perlu mengambil kebijakan secara berkelanjutan membangun perilaku organizational
citizenship
karyawan
operasional
dengan
selalu
berpedoman pada variabel-variabel pembentuk perilaku organizational citizenship, seperti
model MAMA (Motivation, Ability, and Moral
Awareness), kepuasan dan komitmen. 3. Model MAMA (Motivation, Ability, and Moral Awareness) memiliki peran strategis dalam membentuk perilaku organizational citizenship karyawan. Oleh karena itu, dalam membangun perilaku organizational
citizenship manajemen hotel harus memperhatikan dan berpedoman pada motivasi, kemampuan dan kesadaran moral secara berkelanjutan. Upaya peningkatan motivasi karyawan operasional dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan untuk berprestasi, peningkatan jenjang, karier secara adil dan transparan. Tericiptanya kenyamanan kerja, diberikan ruang bagi karyawan berinovasi dan berkreatif, serta memberikan penghargaan dan insentif sepadan dengan kinerja karyawan operasional. Kebijakan dalam meningkatkan kemampuan kerja, dengan selalu membangun intrapersonal skill, interpersonal skill, professional skill, problem solving skill, dan learning skill, secara adil, transparan dan berkelanjutan. Sementara itu upaya membangun kesadaran moral yang baik dapat dilakukan dengan menumbuhkembangkan sikap-sikap taat terhadap peraturan, jujur, berinisiatif, bertanggungjawab dan toleran, sikap ini dapat dibentuk dengan menciptakan keselarasan antara nilainilai keyakinan karyawan dengan nilai-nilai budaya organisasi yang dianut perusahaan. 4. Manajemen hotel hendaknya dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan operasional yang berinteraksi langsung dengan wisatawan dalam usaha memberikan kualitas pelayanan optimal. Upaya peningkatan kepuasan karyawan operasional dapat dilakukan dengan mengambil kebijakan-kebijakan, seperti menerapkan sistem pengupahan
berasaskan
keadilan
dan
transparan,
kejelasan
perkembangan jenjang karier, memberi kesempatan luas dalam menunjukkan prestasi kerja serta menyediakan fasilitas kerja yang memadai maka akan dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan operasional. 5. Menumbuhkembangkan suasana kerja penuh rasa saling percaya, saling menghormati dan toleran diantara karyawan maupun dengan manajemen
hotel, karena perilaku ini sangat berarti dalam membentuk dan meningkatkan perilaku organizational citizenship. Selain itu kebijakan optimalisasi kelompok-kelompok kerja perlu dilakukan. Sebab dalam kelompok kerja tiap-tiap karyawan dapat menemukan
pemahaman,
pengaruh
dan
kesetiakawanan
dalam
pekerjaan. Persahabatan, keeratan kerjasama dengan teman sekerja sangat besar artinya bila rangkaian pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama team dan mobilitas karyawan tinggi. Tingkat keeratan hubungan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan intensitas interaksi terjadi dalam suatu kelompok cenderung menyebabkan suasana kerja tumbuh dengan baik. 6. Berdasarkan temuan hasil penelitian ini bahwa variabel eksogen terdiri dari variabel model MAMA (Motivation, Ability, and Moral Awareness), dan kepuasan secara parsial berpengaruh paling dominan adalah variabel kesadaran moral. Menjadi persoalan pokok bagaimana membangun kesadaran moral kuat menjadi pondasi dasar untuk membangun sumber daya manusia memiliki daya saing tinggi diera global ini. Pemerintah khususnya departemen agama dan departemen pendidikan nasional menjadi tugas dan tanggungjawabnya untuk melakukan revitalisasi dan koreksi total terhadap strategi pendidikan sumber daya manusia Indonesia khususnya membentuk budi pekerti / kesadaran moral kuat. Disamping mampu menanamkan kaidah-kaidah agama / nilai-nilai keyakinan beragama, tapi nilai-nilai tersebut dapat ditanamkan dan diimplementasikan untuk kepentingan-kepentingan meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia melalui pembetukan kesadaran moral kuat, ditambah keharusan memiliki motivasi, kemampuan, kepuasan dan komitmen sebagai faktor-faktor mempengaruhi perilaku organizational citizenship.
DAFTAR PUSTAKA Al-Busaidi Yousef and Kermit. W Kuehn, 2002. Citizenship Behavior in Non Western Context: An Examination of The Role of satisfaction, Commitment and Job Characteristic on Self-Reported OCB. Everald Backfile, Vol 12, pp. 107-125. Alwi, Syafaruddin, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia: Strategi Keunggulan Kompetitif. Edisi Pertama, Yogyakarta.: BPFE Amabile. T. M., 1993. Motivational Synergy Toward new conceptualization of intrinsic and extrinsic motivation in the workplace. Human Resource Management Review. Vol. 3, pp. 185-201. Appelbaum, Steven; Nicolas Bartolomucci, Erika Beamier, Jonathan Boulanger, Rodney Corrgan: Isabella Dore; Christine Girard, and Carlo Serroni, 2004. Organizational Citizenship Behaviour, a Case Study of Culture, Leadership and Trust. Managemen Decision, Vol. 42 No. 1, pp. 13-40. Arnold, Daniel Hugh J. and C. Feldman, 1988. Organizational Behavior International. Edition, New York: McGraw Hill As’ad, M., 1998. Seri Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia Psikologi Industri. Penerbit alumni Bandung, Yogyakarta: Liberty. Azwar, Saifuddin, 1997. Reliabilitas dan Validitas. Edisi ketiga, Yogjakarta: Pustaka pelajar Bangun, Anna W., 2004. Cetakan pertama. Mencapai Sukses Pribadi dan Professional Dengan Menjaga Kesadaran moral Tetap Positif. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Bavendam, James, 2000. Managing Job Satisfaction. Special Reports : Bavendam Research Incorporated, Vol. 6, http://www.bavendam.com. Bienstok, Carol C, Carol W. Demoranville, and Rachel K. Smith, 2003. Organizational Citizenship Behavior and Service Quality. Journal of Service Marketing, Vol. 17 No. 4, pp. 357-378. Brightman, Bird K., John W. Moran, 1999. Building Organizational Citizenship. Management Decision, Vol. 37 No. 9, pp. 678-685.
Byars, L Lloyal and Leslie Rue, 1977, Human Resource Management, Sixth Edition, New York : Irwin McCrow-Hill Cahayani, Ati, 2009. Strategi dan Kebijaksanaan Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan II, Jakarta : PT Macanan Jaya Cemerlang. Castro Carmen Barroso, Enrique Martin Armario, and David Martin Ruiz, 2004. The Influence of Employee Organizational Citizenship Behavior on Customer
Loyalty.
International
Journal
of
Service
Industry
Management, Vol. 156 No. 1, pp. 27-53. Chatman, J.A. and S.G. Barsade, 1995. Personality, Organizational Culture, and Cooperation Evidence from a Business Simulation. Administrative Science Quarterly, Vol. 40 September, pp. 423-443. Cherrington, DJ., 1994. Organizational Behavior: The Management of Individual and Organizational Performance. Second edition, Massachusetts USA: Allyn and Bacon, Needhan Heights Chiu, S.F., and Chen, HL., 2005. Relationalship Between Job Characteristics and Organizational Citizenship Behavior: The Medational Role of Job Satisfaction, Sosial Behavior and Personality, Vol.33 (6), pp. 523-540. Comeau, Dnaiel J. and Richard L. Griffith, 2005. Structural interdependence, personality, and Organizatinal Citizenship Behavior, an Examination of Person Environment Interaction. Personnel Review, Vol. 34 No. 3, pp. 310-330. Cooper, Donal R. and C. William Emory, 1995. Business Research Methods 5th. Edition, Chicago: Richard D. Irwin Inc. Daviddow, William H. Malone and Michael S., 1992. The Virtual Coorperation, New York :Harper Business. Davis Keith and William Frederick, 1984. Business and Society. Fifth Edition, Japan: McGraw Hill. Davis, Keith and John W. Newstorm, 1993. Behavior In Organization. Singapore: McGraw Hill. Davis, Keith and Newstorm, JW., 1996. Perilaku Dalam Organisasi. Terjemahan Agus Dharma, Jilid I, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Deckop, John R, Mangel, Robert and Cirka, Carol C., 1999. Getting More Than You Pay For: Organizational Citizenship Behavior and Pay-forPerformance Plans. Academy of Management Journal, Vol. 42, pp. 420428. Dumler, Michel P, and Schanke, Mel, 1997. Organizational Citizenship Behavior: The Impact of rewards and reward Practices. Journal of Managerial Issue. Dunham, Randall B, Jean A Grube, and Costaneda Maria. B., 1994. Organizational Commitment: The Utility of an Integrative definition. Journal of Applied Psychology, Vol. 79, pp. 370-380. Ferdinand, Augusty, 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen. Edisi 2, Semarang: Fakultas Ekonomi Undip. Fred A. David, 2001. Strategic Management. 8 th ed., Prentice Hall, New York. Gardner, Howard, 1983. Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelegences. New York: Basil. Garry, Desler, 1993. Manajemen Personal. Terjemahan Agus Dharma, SH., Jakarta: Penerbit Erlangga. Gaspersz, Vincent, 2002. Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia. Ghozali, Imam dan Fuad, 2005. “Structural Equation Modelling. Teori, Konsep dan Aplikasi”. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Gibson, James, Ivancevich, john M and Donnelly James, H. Jr., 1996. Organisasi Perilaku Struktur. Pross, Jilid I, terjemahan Nunuk Adiarni, editor Cyndon Saputra, Jilid I, Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara. Gleason, David, H., 2001. The Concept of Professionalism. Boston: Information Ethics. Gluek, William F., 1982. Personnel a Diagnostic Approach. Third Edition, Texas: Business publication Inc, Plano. Greenberg Jerald, and Robert A Baron, 1993. Behavior in Organization: Understanding and Managing The Human Side of Work. 4th. Edition, Boston: Allyn and Baron.
Griffith Horn, 1995. Employee Turnover: South Western Series in Human Resources Management. Boston : Houghton Mifflin Company. Grustafson, M Bobette, 2001, Improving Staff Satisfaction Ensures PFS Success, Healthcare Financial Management, PP 66-68. Handoko, Hani, 1996. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : BPFE. Hair J.F., Anderson R.E., Tathan R.L., Black W.C., 1998. Multivariate Data Analysis. Fifth Edition. New Jersey : Prentice Hall. Hersey, Paul, and Kenneth, H Blanchard, 1995. Manajemen Perilaku Organisasi: Mendayagunakan Sumber Daya Manusia. Edisi keempat, Terjemahan, Jakarta : Erlangga. Hofstede, G., B. Neuijen, D.D., Ohavy and G. Sanders, 1990. Measuring Organizational Culture: A Qualitative and Quantitative Study Across Twenty Cases. Administrative Science Quarterly, Vol. 35 Iss., June, pp. 286-316. Ivancevich, John M, and Matteson, MT., 1993. Organizational Behavior and Management. Fifth Edition, Singapore : Irwin McGraw-Hill. Jarvis, Philips, S., 2002. Career Management Paradigm Shift : Prosperity For Citizens, Wind Fall for Goverments. Ottawa Canada: Work Centre. Koentjaraningrat, 2008. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Cetakan 23, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kolb, David A., 1984. Experiential Learning, Experience as the Source of Learning and Development. New York: Prentile-Hall, Inc. Konovsky MA, and Pugh SD., 1994. Citizenship Behavior and Social Exchange. Academy of Management Journal, Vol. 37,pp. 656-669. Li Yun Sun, Samuel Aryee and Kenneth S. Law., 2007. High-performance Human Resource Practices, Citizenship Behavior , and Organizational Performance : a relation perspective. Academy of Management Journal, Vol. 50, PP. 50. 558-577. Luthans, Fred, 1992. Organizational Behaviour 10th. Yogyakarta: Andi Offset
Madders, Thomas, F. and Mader, Diane C., 1990. Understanding One Another. Kumpulan Artikel Psikologi, www.e-psikologi.com. Mar’at, 1984. Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta : Ghalia Indonesia. Masitho, Nurul, 1998. Pengaruh Unsur-unsur Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja karyawan Operasional Pada perusahaan Sepatu Yang Go Publik Di Jawa Timur. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Mc Nees-Smith, K Donna, 1996, Increasing Employee Productivity, Job Satisfaction, and Organizational Citizenship, Hospital & Health Services Administration, vol.41, pp. 160-175. Meyer J.P., Allen N.J, Smith C.A., 1993. Commitment to Organizational Occupations:
Extension
and
Test
of
a
Three-Component
Conceptualization. Journal of Applied Psychology, Vol. 78,pp. 538-551. Meyer J.P., Allen N.J., 1990. The Measurement and Antecedent of Affective, Continuance, and Normative Commitment to The Organization. Journal of Occupational Psychology, Vol. 63, pp. 1-18. Meyer, J.P. and Herscovitch, L., 2001. Commitment In The Workplace. Toward a General Model. Human Resources Management Review, vol 11 pp. 219236. Michell TR., 1982. People In Organization: An Introduction To Organizational Behavior 2nd, Singapore : MeGraw – Hill International Book, Co. Miller, K.L. and Monge P.R., 1986. Participation, Satisfaction and Productivity A Metanalitic Review. Academy of Management Journal, Dec., pp. 748759. Miner John B., 1992. Industrial Organizational Psychology. Singapore: McGraw Hill Inc. Morrison, 1994. Role definition and Organizational Citizenship Behavior : The Importance of the Employe’s Prespective. Academy of Management Journal, Vol. 37,pp. 1543-1567
Mowday, R.T., Porter, L. and Steers, R., 1982. Organizational Linkages, Psychology of Commitment, Absenteeism, Turnover. San Diego: Academic Press. Muchsinati, Silvana Evi, 2002. Pengaruh Leader-Member Exchange, Keadilan Distributive, Keadilan Prosedural, dan Kepuasan Kerja Terhadap OCB. Yogyakarta : Universitas Gadja Mada. Mudera, I Wayan, 1992. Pendidikan Agama Hindu, Bandung: Ganesa. Murba Widana, I Nyoman, 2007. Dharma Wacana Bagi Umat Hindu, Surabaya: Paramita. Murphy, G. James A., Neville King, 2002. Job Satisfaction and Organizational Citizenship Behavior, Journal of Managerial Psychology, Vol. 17 No. 4, pp. 287-297. Narayanan, V.K. and Raghu Nath, 1993. Organizational Theory: A Strategic Approach, Richard D. Boston: Irwin Inc. Newstrom, John. W and Keith Davis, 1993. Organizational Behavior, Human Behavior At Work. Singapore: McGraw Hill. Nitisemito AS., 1996. Manajemen Personalia (Manajemen sumber Daya manusia). Edisi Ketiga, Jakarta : Ghalia Indonesia. Odom, Rendall Y., W. Rendy Boxx and Mark G. Dunn 1990. Organizational Cultures Commitment, Satisfaction, and Cohesion. Public Productivity & Management Review, Vol. XIV, No. 2, p. 157-169. O’Reilly , C.A., J. Chatman and D.F. Caldwell, 1991. People and Organizational Culture: A Profile Comparison Approach To Assessing PersonOrganization Fit. Academy of Management Journal. Vol. 34 No. 3, pp. 487-516. O’Reilly, C.A., and Chatman, J., 1986. Organizational Commitment and psychological attachment the effects of compliance, identification and internalization on prosocial behavior. Journal of Applied psychology. vol. 71, pp. 492-499. Organ D.W., 1988. A Restatement of The Satisfaction-Performance Hypothesis. Journal of Management, Vol. 14, pp. 547-557.
Organ, D.W, and Ligl A., 1995. Personality, satisfaction, and Organizational Citizenship Behavior. Journal of Social Psychology, Vol 135, pp. 339350. Organ, D.W, and Ryn K., 1995. A meta-Analytic review of Attitudinal and Dispositional Predictors of Organizational Citizenship Behavior. Personnel Psychology, Vol. 48, pp. 775-802. Pajares and Schunk, 2002. The Development of Achievements Motivation. San Diego: Academic Press. Parasuraman, A., V. A. Zeithaml and Leornard L. Berry, 1998. SERVQUAL : A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing, Vol. 64 (Spring), pp. 12-40. Pearce Jl, Greggerdsen HB., 1991. Task Interdependence and Extra Role Behavior : A Test of The Mediating Effects of Felt Responsibility. Journal of Applied Psychology, Vol 6,pp. 838-844. Podsakoff, PM Mackenzie SB, Bomer WH., 1996. Transformational Leader Behaviors and Substitutes for Leadership as Determinant of Employee Satisfaction, Commitment, Trust, and Organizational Citizenship Behavior. Journal, Vol. 72,pp. 615-625. Pudja, 1981. Sarasamuccaya. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia. ., 1981. Buku Pelajaran Agama Hindu. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia. Puffer SM., Stephen P., 2003. Organizational Behavior. Tenth Edition, New Jersey: Prentice hall. Ranupandojo H., dan Suad Husnan, 1990. Manajemen Personalia. Edisi Ketiga, Yogyakarta : BPFE. Robbin, Stephen, P., 2001. Organizational Behavior. Nine Edition, New Jersey: Prentice-Hall. ., 1996. Perilaku Organisasi Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit PT. Prenhalhindo. Romain, Philip, ST., 1988. Lesson in Loving Developing Relationship Skill. Boston: Liguori Publication.
Royani, Rama, 2007. Tema Bakat, Talents Mapping. Jakarta: Majalah People and Business. Rue, Leslie W., and Lyoyd L., Byars, 1997. Management Theory and Application. Homewood: Richard D. Irian. Inc. Sagir, S., 1987. Motivasi dan Disiplin Kerja Karyawan Untuk Peningkatan Produktivitas dan Produksi. Jakarta : SIUP. Saydam, G., 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management). Jilid I, Jakarta : Penerbit Gunung Agung. Schein, Edger, H., 1992. Organizational Culture and Leadership. Second Edition, San Francisco: Jossey Bass Publishers. Shadur, M.A., R. Kienzle, and JJ. Rodwell, 1999. The Relationship Between Organizational Climate and Employee Perceptions of Involvement. Group and Organizational Management, Vol. 24, Iss. 4, December, p. 479-504. Sharon, M., Kolb, 2003. Critical Social Skills for Adolescents With High Incidence Disabilities: Parental Perspectives. http:/www.cec.sped.org/. Siagian, Sondang P., 1990. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Cetakan kelima, Jakarta : Penerbit Gunung agung. Sidney Moon, October, 2002. Developing Personal Talent The 8th Annual Conference of The European Council for High Ability, Rhodes, Greece. Sikula, Andrew F., 1981. Personel Administration and Human Resources Management. Santa Barbara: John Wiley and Son, Inc. Simamora, Henry, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. STIE, Yogyakarta : YKPH. Sivananda, Sri Swami, 1993. Intisari Ajaran Hindu. Cetakan Pertama, Terjemahan, Surabaya: Paramita. Soesarsono Wijandi, 2000. Pengantar Kewiraswastaan. Cetakan Kedua, Bandung: PT Sinar Baru Algensindo. Solimun. 2002. “Structural Equation Modeling, Lisrel and Amos,” Malang: Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya.
Spencer, Lyle M. and Spencer, Signe M., 1993. Competence at Work, Models For Superior Performance. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Sternberg, 2003. Practical Intelligence. Yale University: John Meunier Falk. Stonet, James A.F., R. Edward Freeman and Daniel R. Gilbert Jr., 1996. Managemen. Jilid 1, Edisi Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta. Straus, George and Leonard R. Styles, 1996. Manajemen Personalia. Terjemahan, Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo. Streers, R.M. Richard M. Lyman W. Porter, 1991. Motivation and Work Behavior. Fifth Edition, New York : McGraw-Hill. Inc. Streers, R.M. Richard M., 1985. Organizational Effectiveness : A Behavioural View. Terjemahan Seri Manajemen No. 47, Cetakan kedua, Jakarta: Erlangga. Subagianta, I Ketut, 2007. Etika Pendidikan Agama Hindu. Surabaya: Paramita. Sudibya, I Gede, 1997. Hindu dan Budaya Bali Bunga Rampai Pemikiran. Cetakan Pertama, Denpasar: PT Bali Post. Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV Alvabeta. Suhandana, K.M., 2007. Tri Kaya Parisudha. Cetakan Pertama, Surabaya: Paramita. Sujak, Abi, 1990. Kepemimpinan Manajer: Eksistensinya dalam Perilaku Organisasi. Jakarta : Rajawali Pers. Sukartha, I Ketut, 2004. Widya Dharma Agama Hindu. Bandung: Ganesa. Susanti, Christian Esti, 2009. “Pengaruh Kualitas Pelayanan Internal Terhadap Kepuasan Kerja Perawat, Organizational Citizenship Behavior, Kualitas Pelayanan, Episode of Care, Kepuasan Pasien, dan Minat Perilaku Pasien Pada Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Type C di Jawa Timur”, Desertasi, Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Supomo, I., 1980. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta : Jembatan.
Syihabudhin, 2008. “Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Organizational dan Organizational Citizenship Behavior”, Desertasi, Surabaya : Program Pascsarjana Universitas Airlangga Surabaya. Teung, V. C. S. Mok. C., Kwan A., 1996. Brand Loyalty in Hotels; an exploratory study of overseas visitors to Hongkong. Australian Journal of Hospitality Management. Vol. 1, pp. 1 – 11. Thoha Miftah, 1986. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali. Tulus MA., 1989. Manajemen Sumber Daya Manusia. Pusat Penelitian Unika, Jakarta : Atmajaya. Ubaedy, AN, 2008. Berkarier di Era Global, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Utomo
K.W., 2001.
Kecenderungan
Kepemimpinan Transaksional
dan
Transformasional dan Hubungannya dengan OCB, Komitmen dan Kepuasan Kerja. Yogyakarta : Universitas Gadja Mada. Wexley, K.N and Yukl, GA., 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Perusahaan, Jakarta : Rineka Cipta. Wijaya Nikodemus HS., 2002. Pengaruh Komponen Komitmen Organisasional pada Hubungan Persepsi Kaitan Kinerja-gaji dan Organizational Citizenship Behavior. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. William LJ, Anderson, SE., 1991. Job Satisfaction and Organizational Commitment as Predictor of Organizational Citizenship and In-role Behavior. Journal of Management, Vol. 17, pp. 601-617. Yusuf Suit-Almasdi, 1996. Aspek Sikap Mental dalam Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Pertama, Jakarta : Ghalia Indonesia.. Zeithaml, Valery A., Leonard L. Berry, A. Parasuraman, 1996. The Behavioral Consequences of Service Quality. Journal of Marketing, Vol. 60 (April), pp. 31-46.
LAMPIRAN 1-6 PENGOLAHAN DATA
Lampiran 1 Rekapitulasi Skor Rata-Rata Indikator Variabel Motivasi No
X1.1
X1.2
X1.3
Total
Mean
1
4,500
5,000
4,667
14,167
4,722
2
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
3
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
4
4,500
5,000
4,667
14,167
4,722
5
5,000
4,500
4,000
13,500
4,500
6
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
7
4,000
4,500
4,333
12,833
4,278
8
4,000
4,000
4,333
12,333
4,111
9
3,500
3,500
3,333
10,333
3,444
10
4,000
3,500
3,333
10,833
3,611
11
3,500
3,500
3,667
10,667
3,556
12
4,500
5,000
5,000
14,500
4,833
13
3,500
3,500
3,333
10,333
3,444
14
5,000
5,000
4,333
14,333
4,778
15
5,000
4,500
4,333
13,833
4,611
16
3,500
3,500
4,000
11,000
3,667
17
3,500
3,000
3,333
9,833
3,278
18
4,500
4,000
4,000
12,500
4,167
19
4,000
3,500
3,667
11,167
3,722
20
4,500
4,000
5,000
13,500
4,500
21
5,000
4,000
4,667
13,667
4,556
22
4,500
4,500
4,333
13,333
4,444
23
3,500
3,500
3,667
10,667
3,556
24
4,500
4,000
4,000
12,500
4,167
25
3,500
3,500
3,667
10,667
3,556
26
4,500
4,000
3,667
12,167
4,056
27
4,000
4,500
4,333
12,833
4,278
28
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
29
4,000
4,000
3,667
11,667
3,889
Indikator Variabel Motivasi No
X1.1
X1.2
X1.3
Total
Mean
30
4,000
4,000
3,333
11,333
3,778
31
4,000
4,000
3,667
11,667
3,889
32
5,000
5,000
4,667
14,667
4,889
33
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
34
4,500
4,500
4,667
13,667
4,556
35
4,500
4,000
4,333
12,833
4,278
36
4,000
4,500
4,000
12,500
4,167
37
4,500
4,000
4,000
12,500
4,167
38
4,000
3,000
3,333
10,333
3,444
39
4,500
3,000
4,000
11,500
3,833
40
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
41
4,000
3,500
3,667
11,167
3,722
42
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
43
4,000
3,500
3,333
10,833
3,611
44
4,000
4,500
3,333
11,833
3,944
45
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
46
4,500
3,500
3,667
11,667
3,889
47
4,500
5,000
4,000
13,500
4,500
48
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
49
4,000
4,500
4,333
12,833
4,278
50
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
51
4,500
4,000
4,000
12,500
4,167
52
4,500
4,000
4,333
12,833
4,278
53
5,000
5,000
3,667
13,667
4,556
54
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
55
4,000
4,000
3,667
11,667
3,889
56
4,000
4,000
5,000
13,000
4,333
57
4,500
4,000
4,000
12,500
4,167
58
5,000
5,000
4,667
14,667
4,889
59
4,500
4,500
4,333
13,333
4,444
Indikator Variabel Motivasi No
X1.1
X1.2
X1.3
Total
Mean
60
4,500
4,500
5,000
14,000
4,667
61
4,000
4,500
4,000
12,500
4,167
62
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
63
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
64
4,000
4,000
3,667
11,667
3,889
65
4,500
4,500
4,000
13,000
4,333
66
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
67
4,000
4,500
4,333
12,833
4,278
68
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
69
4,000
4,500
4,000
12,500
4,167
70
5,000
5,000
4,000
14,000
4,667
71
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
72
3,000
3,500
3,000
9,500
3,167
73
5,000
4,500
4,667
14,167
4,722
74
4,000
5,000
4,333
13,333
4,444
75
4,000
5,000
4,000
13,000
4,333
76
4,000
4,000
4,667
12,667
4,222
77
4,000
3,500
3,667
11,167
3,722
78
5,000
4,000
4,000
13,000
4,333
79
4,000
3,500
3,667
11,167
3,722
80
4,000
4,500
4,333
12,833
4,278
81
4,000
4,000
4,333
12,333
4,111
82
3,500
4,000
4,000
11,500
3,833
83
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
84
4,000
4,000
3,333
11,333
3,778
85
5,000
4,000
4,000
13,000
4,333
86
5,000
4,000
4,667
13,667
4,556
87
4,500
4,500
4,000
13,000
4,333
88
5,000
5,000
4,333
14,333
4,778
89
4,000
4,500
4,333
12,833
4,278
Indikator Variabel Motivasi No
X1.1
X1.2
X1.3
Total
Mean
90
4,500
5,000
4,333
13,833
4,611
91
4,500
4,500
4,667
13,667
4,556
92
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
93
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
94
3,500
4,000
3,333
10,833
3,611
95
3,500
4,500
4,333
12,333
4,111
96
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
97
5,000
5,000
4,667
14,667
4,889
98
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
99
4,000
4,500
4,667
13,167
4,389
100
5,000
5,000
4,667
14,667
4,889
101
4,000
4,500
5,000
13,500
4,500
102
4,000
4,000
4,333
12,333
4,111
103
4,000
4,000
3,667
11,667
3,889
104
4,000
4,000
4,667
12,667
4,222
105
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
106
4,500
4,500
5,000
14,000
4,667
107
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
108
4,500
4,500
4,000
13,000
4,333
109
3,500
4,000
3,667
11,167
3,722
110
4,500
4,000
4,667
13,167
4,389
111
4,500
4,000
4,333
12,833
4,278
112
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
113
5,000
4,000
4,000
13,000
4,333
114
3,500
4,500
4,000
12,000
4,000
115
4,000
4,000
3,667
11,667
3,889
116
4,500
4,000
4,000
12,500
4,167
117
4,000
4,500
4,000
12,500
4,167
118
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
119
4,000
4,500
4,333
12,833
4,278
Indikator Variabel Motivasi No
X1.1
X1.2
X1.3
Total
Mean
120
4,000
4,000
3,667
11,667
3,889
121
4,500
3,500
3,667
11,667
3,889
122
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
123
4,000
4,500
4,000
12,500
4,167
124
4,000
4,000
3,667
11,667
3,889
125
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
126
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
127
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
128
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
129
4,500
5,000
5,000
14,500
4,833
130
4,000
4,000
4,667
12,667
4,222
131
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
132
4,500
5,000
5,000
14,500
4,833
133
4,500
5,000
4,333
13,833
4,611
134
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
135
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
136
4,000
4,500
3,667
12,167
4,056
137
4,000
4,500
3,667
12,167
4,056
138
4,000
4,000
3,333
11,333
3,778
139
4,000
4,500
3,333
11,833
3,944
140
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
141
5,000
5,000
4,667
14,667
4,889
142
4,500
4,500
5,000
14,000
4,667
143
5,000
4,500
4,333
13,833
4,611
144
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
145
4,500
5,000
5,000
14,500
4,833
146
5,000
5,000
4,667
14,667
4,889
147
4,500
4,000
4,000
12,500
4,167
148
4,000
4,500
3,667
12,167
4,056
149
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
Indikator Variabel Motivasi No
X1.1
X1.2
X1.3
Total
Mean
150
4,000
4,500
3,667
12,167
4,056
151
4,000
4,500
3,667
12,167
4,056
152
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
153
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
154
5,000
4,500
4,667
14,167
4,722
155
5,000
4,000
4,667
13,667
4,556
156
4,000
4,500
4,667
13,167
4,389
157
5,000
4,500
4,333
13,833
4,611
158
5,000
4,500
4,667
14,167
4,722
159
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
160
4,000
4,000
4,333
12,333
4,111
161
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
162
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
163
5,000
4,500
5,000
14,500
4,833
164
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
165
4,500
4,000
4,667
13,167
4,389
166
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
167
4,000
5,000
5,000
14,000
4,667
168
4,000
4,000
4,333
12,333
4,111
169
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
170
4,000
4,500
4,000
12,500
4,167
171
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
172
5,000
4,500
4,333
13,833
4,611
173
4,000
5,000
4,333
13,333
4,444
174
5,000
5,000
4,667
14,667
4,889
175
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
176
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
177
5,000
4,500
5,000
14,500
4,833
178
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
179
4,500
4,000
4,000
12,500
4,167
Indikator Variabel Motivasi No
X1.1
X1.2
X1.3
Total
Mean
180
4,500
4,500
4,667
13,667
4,556
181
4,500
4,000
4,667
13,167
4,389
182
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
183
5,000
5,000
4,667
14,667
4,889
184
5,000
4,500
4,667
14,167
4,722
185
4,000
5,000
5,000
14,000
4,667
186
5,000
4,000
4,667
13,667
4,556
187
4,500
4,000
4,333
12,833
4,278
188
5,000
4,000
4,333
13,333
4,444
189
4,500
4,000
4,333
12,833
4,278
190
4,500
5,000
4,667
14,167
4,722
191
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
192
4,000
4,500
4,000
12,500
4,167
193
4,500
5,000
4,333
13,833
4,611
194
3,500
4,000
4,000
11,500
3,833
195
3,500
4,000
3,667
11,167
3,722
196
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
197
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
198
4,000
4,000
4,333
12,333
4,111
Mean
4,326
4,306
4,239
4,290
Lampiran 2 Rekapitulasi Skor Rata-Rata Indikator Variabel Kemampuan No
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5
Total
Mean
1
3,500
4,750
3,500
4,500
4,500
20,750
4,150
2
5,000
4,500
5,000
4,000
4,000
22,500
4,500
3
4,000
4,250
4,500
4,000
4,500
21,250
4,250
4
3,000
4,500
3,500
4,500
4,500
20,000
4,000
5
4,000
3,500
4,000
4,000
4,000
19,500
3,900
6
3,500
3,750
4,000
3,500
4,000
18,750
3,750
7
3,000
4,000
4,000
3,250
4,000
18,250
3,650
8
4,000
3,750
4,000
4,000
4,000
19,750
3,950
9
3,500
4,000
4,000
4,250
4,000
19,750
3,950
10
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
11
4,000
4,250
4,500
4,000
4,500
21,250
4,250
12
4,500
4,000
4,500
4,250
3,500
20,750
4,150
13
3,500
3,750
4,000
4,250
4,000
19,500
3,900
14
4,000
4,000
5,000
4,500
4,500
22,000
4,400
15
4,500
4,250
4,500
4,000
4,000
21,250
4,250
16
4,000
4,000
4,000
4,000
4,500
20,500
4,100
17
3,500
3,500
4,000
4,000
4,500
19,500
3,900
18
3,500
4,250
4,500
4,250
4,000
20,500
4,100
19
3,000
3,250
4,500
3,250
4,000
18,000
3,600
20
4,000
4,250
4,500
4,250
4,000
21,000
4,200
21
4,500
4,000
4,000
4,000
4,000
20,500
4,100
22
4,000
4,250
5,000
4,500
4,000
21,750
4,350
23
4,000
4,000
4,500
4,250
4,000
20,750
4,150
24
4,000
4,000
5,000
4,250
4,500
21,750
4,350
25
4,000
4,250
4,000
3,500
4,000
19,750
3,950
26
3,500
3,750
3,500
3,750
4,500
19,000
3,800
27
4,000
4,500
3,500
4,500
5,000
21,500
4,300
28
4,000
4,000
4,000
4,250
4,500
20,750
4,150
29
4,000
4,000
4,500
4,250
4,000
20,750
4,150
Indikator Variabel Kemampuan No
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5
Total
Mean
30
3,500
3,750
4,500
4,000
3,500
19,250
3,850
31
4,000
4,000
4,000
4,000
3,500
19,500
3,900
32
4,000
4,250
4,500
4,000
4,500
21,250
4,250
33
4,000
4,000
4,000
3,750
4,000
19,750
3,950
34
4,000
4,000
5,000
3,500
3,000
19,500
3,900
35
3,500
4,000
4,500
4,250
4,000
20,250
4,050
36
4,000
3,500
4,000
3,000
3,000
17,500
3,500
37
4,500
4,250
4,500
3,750
4,500
21,500
4,300
38
4,000
4,250
4,500
4,000
3,500
20,250
4,050
39
4,000
4,250
4,000
4,000
4,000
20,250
4,050
40
4,000
4,000
3,500
4,000
4,000
19,500
3,900
41
4,000
4,750
4,000
3,500
4,000
20,250
4,050
42
4,000
4,000
4,000
4,250
4,000
20,250
4,050
43
4,000
5,000
4,000
3,500
3,500
20,000
4,000
44
3,500
3,750
3,000
3,250
3,500
17,000
3,400
45
4,000
4,000
4,500
4,000
3,500
20,000
4,000
46
4,000
4,000
4,500
3,750
4,000
20,250
4,050
47
4,000
4,000
4,000
3,250
4,000
19,250
3,850
48
4,000
4,000
4,000
3,500
3,000
18,500
3,700
49
4,000
4,000
4,000
3,250
3,500
18,750
3,750
50
4,500
4,000
5,000
3,500
4,000
21,000
4,200
51
4,000
3,750
5,000
4,500
3,500
20,750
4,150
52
4,000
3,500
4,000
3,750
4,000
19,250
3,850
53
4,500
4,500
4,000
3,750
4,000
20,750
4,150
54
4,500
3,750
4,500
4,250
4,000
21,000
4,200
55
4,000
4,250
4,000
3,500
4,000
19,750
3,950
56
3,000
4,000
4,000
3,750
3,000
17,750
3,550
57
3,500
4,000
4,000
4,000
3,000
18,500
3,700
58
4,500
4,500
4,500
4,500
4,000
22,000
4,400
59
4,000
3,750
4,500
3,750
4,000
20,000
4,000
Indikator Variabel Kemampuan No
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5
Total
Mean
60
4,000
4,500
4,000
4,000
4,000
20,500
4,100
61
3,500
3,750
4,000
4,000
4,000
19,250
3,850
62
4,500
4,500
5,000
4,750
4,000
22,750
4,550
63
4,500
3,750
4,500
4,000
5,000
21,750
4,350
64
4,500
5,000
4,500
5,000
4,000
23,000
4,600
65
4,000
4,500
4,500
5,000
4,000
22,000
4,400
66
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
67
4,000
4,000
4,000
3,000
3,000
18,000
3,600
68
4,000
4,000
4,500
4,250
4,000
20,750
4,150
69
4,000
4,000
4,000
3,750
4,500
20,250
4,050
70
4,500
4,500
4,000
4,750
4,500
22,250
4,450
71
4,500
4,000
4,000
4,500
4,000
21,000
4,200
72
3,500
4,000
3,500
3,500
3,500
18,000
3,600
73
3,500
4,000
4,500
4,000
4,000
20,000
4,000
74
4,500
3,500
4,500
3,750
4,000
20,250
4,050
75
4,000
3,750
4,000
3,750
4,000
19,500
3,900
76
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
77
3,500
3,500
3,500
3,500
3,500
17,500
3,500
78
4,500
4,250
4,500
4,000
4,500
21,750
4,350
79
4,000
3,250
4,000
3,250
3,000
17,500
3,500
80
3,500
3,500
4,000
3,500
4,000
18,500
3,700
81
3,500
3,750
4,000
4,000
3,500
18,750
3,750
82
4,000
4,250
4,000
4,250
4,000
20,500
4,100
83
3,500
3,750
3,500
3,250
3,500
17,500
3,500
84
3,500
4,000
4,000
3,750
3,500
18,750
3,750
85
4,000
3,750
4,000
4,500
4,500
20,750
4,150
86
4,000
3,750
4,500
3,750
4,000
20,000
4,000
87
3,500
3,500
3,500
3,500
3,500
17,500
3,500
88
3,500
3,750
4,000
3,500
3,500
18,250
3,650
89
4,500
4,000
4,000
3,500
3,500
19,500
3,900
Indikator Variabel Kemampuan No
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5
Total
Mean
90
5,000
4,500
5,000
4,500
4,000
23,000
4,600
91
4,000
3,750
3,500
3,750
3,000
18,000
3,600
92
4,000
3,500
3,500
3,500
4,000
18,500
3,700
93
4,000
3,750
3,500
3,500
3,500
18,250
3,650
94
4,000
4,250
4,500
4,000
3,500
20,250
4,050
95
4,000
3,750
4,500
3,000
3,500
18,750
3,750
96
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
97
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
98
4,000
4,250
4,000
3,750
3,500
19,500
3,900
99
3,000
4,000
5,000
4,250
4,000
20,250
4,050
100
3,000
3,750
4,500
3,500
4,000
18,750
3,750
101
4,000
4,250
4,500
3,750
3,500
20,000
4,000
102
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
103
4,500
4,500
5,000
4,250
4,000
22,250
4,450
104
3,500
4,000
4,000
4,000
4,000
19,500
3,900
105
4,000
4,250
4,000
4,000
4,000
20,250
4,050
106
4,000
4,250
5,000
4,250
4,500
22,000
4,400
107
3,500
3,500
4,500
3,250
3,500
18,250
3,650
108
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
109
3,500
4,000
4,000
3,750
4,000
19,250
3,850
110
4,000
3,750
3,500
3,750
3,500
18,500
3,700
111
4,000
3,750
4,000
3,750
4,000
19,500
3,900
112
4,000
4,250
4,000
3,750
4,000
20,000
4,000
113
4,500
4,000
4,000
4,000
3,500
20,000
4,000
114
4,500
4,000
4,500
4,000
4,000
21,000
4,200
115
4,000
4,000
4,000
4,500
3,500
20,000
4,000
116
4,000
4,000
4,000
3,500
3,500
19,000
3,800
117
3,500
3,250
3,500
3,000
3,000
16,250
3,250
118
3,500
3,500
3,500
3,250
3,000
16,750
3,350
119
4,000
3,750
4,000
3,500
3,500
18,750
3,750
Indikator Variabel Kemampuan No
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5
Total
Mean
120
4,000
4,250
3,500
3,500
3,500
18,750
3,750
121
4,000
4,500
4,500
3,750
3,500
20,250
4,050
122
4,000
4,000
4,500
4,000
4,000
20,500
4,100
123
3,500
4,000
4,500
3,500
4,000
19,500
3,900
124
4,000
4,500
4,500
4,000
4,500
21,500
4,300
125
4,000
4,500
4,500
3,000
4,000
20,000
4,000
126
4,000
4,500
4,500
4,250
4,000
21,250
4,250
127
4,000
4,500
4,500
4,000
4,000
21,000
4,200
128
5,000
4,500
5,000
4,250
4,000
22,750
4,550
129
4,000
4,000
4,500
4,250
4,500
21,250
4,250
130
3,500
4,000
4,000
4,250
4,500
20,250
4,050
131
4,500
4,750
4,500
4,500
5,000
23,250
4,650
132
4,500
4,750
4,500
4,500
4,500
22,750
4,550
133
4,500
4,000
4,000
4,500
3,500
20,500
4,100
134
4,500
5,000
5,000
4,500
4,500
23,500
4,700
135
4,500
4,250
4,500
4,500
4,500
22,250
4,450
136
3,500
4,250
4,500
3,750
3,500
19,500
3,900
137
3,500
4,250
5,000
3,750
4,500
21,000
4,200
138
4,500
4,250
4,500
4,000
4,500
21,750
4,350
139
4,500
4,000
4,000
4,000
4,000
20,500
4,100
140
4,500
4,500
4,500
4,500
4,000
22,000
4,400
141
4,000
4,500
5,000
4,250
4,000
21,750
4,350
142
4,500
4,750
4,500
4,750
4,500
23,000
4,600
143
4,500
4,250
4,000
4,250
4,500
21,500
4,300
144
3,500
4,000
4,500
4,250
4,500
20,750
4,150
145
3,500
4,000
4,000
4,250
4,000
19,750
3,950
146
5,000
4,500
5,000
4,500
4,500
23,500
4,700
147
4,000
4,000
4,500
4,000
4,500
21,000
4,200
148
3,000
3,750
3,500
3,250
3,500
17,000
3,400
149
4,000
3,750
4,000
3,500
4,000
19,250
3,850
Indikator Variabel Kemampuan No
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5
Total
Mean
150
4,000
4,250
4,500
3,500
4,000
20,250
4,050
151
3,500
4,000
4,000
3,750
3,500
18,750
3,750
152
4,000
4,000
4,000
3,750
4,000
19,750
3,950
153
5,000
5,000
4,500
4,500
5,000
24,000
4,800
154
4,000
4,000
4,000
3,500
4,000
19,500
3,900
155
4,000
4,250
4,500
4,000
4,000
20,750
4,150
156
4,000
3,500
5,000
4,250
4,000
20,750
4,150
157
4,500
4,000
4,500
4,750
5,000
22,750
4,550
158
4,000
4,500
4,500
4,750
4,500
22,250
4,450
159
4,000
4,500
4,500
4,000
4,000
21,000
4,200
160
3,500
3,750
4,000
3,000
3,500
17,750
3,550
161
4,500
4,250
4,500
4,500
4,500
22,250
4,450
162
4,000
4,250
4,000
4,000
4,000
20,250
4,050
163
4,000
4,250
4,000
3,750
4,000
20,000
4,000
164
4,000
4,500
5,000
4,250
3,500
21,250
4,250
165
3,500
3,500
4,000
4,000
4,000
19,000
3,800
166
4,500
4,000
4,000
4,500
4,000
21,000
4,200
167
4,000
4,000
4,500
4,000
3,500
20,000
4,000
168
3,500
3,750
4,000
4,000
3,000
18,250
3,650
169
4,500
4,250
5,000
4,500
4,500
22,750
4,550
170
4,000
4,000
4,000
4,000
3,500
19,500
3,900
171
3,000
3,500
3,000
3,500
3,000
16,000
3,200
172
3,500
4,000
4,000
3,750
4,000
19,250
3,850
173
4,500
4,000
5,000
4,000
4,500
22,000
4,400
174
4,500
4,000
5,000
4,250
5,000
22,750
4,550
175
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
176
4,500
4,500
4,500
4,000
4,000
21,500
4,300
177
4,000
4,000
5,000
3,750
4,000
20,750
4,150
178
4,000
3,750
4,000
3,500
4,000
19,250
3,850
179
4,000
4,500
4,000
4,250
4,000
20,750
4,150
Indikator Variabel Kemampuan No
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5
Total
Mean
180
4,500
4,500
4,000
4,250
4,000
21,250
4,250
181
4,000
4,500
5,000
4,750
3,500
21,750
4,350
182
4,500
4,000
4,500
4,750
5,000
22,750
4,550
183
4,500
4,000
5,000
4,500
4,500
22,500
4,500
184
4,000
3,750
4,500
4,000
4,000
20,250
4,050
185
4,000
5,000
4,500
4,500
4,500
22,500
4,500
186
4,000
4,500
5,000
4,000
5,000
22,500
4,500
187
4,500
4,250
4,000
4,500
4,000
21,250
4,250
188
3,500
4,250
4,500
4,000
4,500
20,750
4,150
189
4,500
4,250
5,000
4,500
4,000
22,250
4,450
190
4,000
4,250
4,500
4,250
4,500
21,500
4,300
191
4,000
4,000
4,500
4,000
4,000
20,500
4,100
192
4,000
3,750
4,000
4,000
3,000
18,750
3,750
193
4,000
4,000
4,500
4,250
3,500
20,250
4,050
194
5,000
4,000
4,500
4,250
4,000
21,750
4,350
195
3,500
3,750
3,000
3,500
3,000
16,750
3,350
196
4,500
4,250
5,000
4,000
4,000
21,750
4,350
197
4,000
4,500
4,500
3,750
3,500
20,250
4,050
198
3,000
3,500
3,000
4,000
3,000
16,500
3,300
Mean
3,997
4,080
4,255
3,976
3,962
4,054
Lampiran 3 Rekapitulasi Skor Rata-Rata Indikator Variabel Kesadaran Moral No
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X3.5
Total
Mean
1
5,000
5,000
5,000
4,000
4,000
23,000
4,600
2
4,000
5,000
5,000
5,000
5,000
24,000
4,800
3
4,000
4,500
4,000
4,000
4,000
20,500
4,100
4
5,000
5,000
5,000
4,000
4,000
23,000
4,600
5
5,000
4,500
5,000
4,000
4,000
22,500
4,500
6
4,000
4,000
5,000
5,000
4,000
22,000
4,400
7
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
8
4,000
4,500
4,000
4,000
4,500
21,000
4,200
9
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
10
4,000
4,500
5,000
5,000
4,500
23,000
4,600
11
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
12
4,000
4,000
4,000
5,000
5,000
22,000
4,400
13
4,000
5,000
4,000
4,000
5,000
22,000
4,400
14
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
15
5,000
4,500
4,000
5,000
5,000
23,500
4,700
16
4,000
5,000
5,000
5,000
5,000
24,000
4,800
17
3,000
4,000
4,000
4,000
4,000
19,000
3,800
18
4,000
4,500
4,000
5,000
4,000
21,500
4,300
19
3,000
4,500
5,000
4,000
4,000
20,500
4,100
20
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
21
5,000
4,000
5,000
4,000
4,000
22,000
4,400
22
5,000
4,500
5,000
4,000
4,500
23,000
4,600
23
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
24
5,000
4,000
5,000
4,000
4,500
22,500
4,500
25
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
26
5,000
5,000
4,000
4,000
4,000
22,000
4,400
27
5,000
5,000
5,000
4,000
4,500
23,500
4,700
28
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
29
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
Indikator Variabel Kesadaran Moral No
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X3.5
Total
Mean
30
5,000
5,000
4,000
5,000
4,000
23,000
4,600
31
3,000
4,000
4,000
4,000
3,500
18,500
3,700
32
4,000
5,000
4,000
4,000
4,000
21,000
4,200
33
4,000
4,500
4,000
4,000
5,000
21,500
4,300
34
5,000
5,000
5,000
4,000
4,500
23,500
4,700
35
5,000
4,000
5,000
4,000
4,500
22,500
4,500
36
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
37
4,000
4,500
5,000
4,000
4,000
21,500
4,300
38
3,000
4,000
4,000
4,000
4,000
19,000
3,800
39
5,000
4,500
4,000
5,000
4,500
23,000
4,600
40
4,000
4,500
4,000
4,000
4,500
21,000
4,200
41
4,000
4,500
4,000
5,000
4,000
21,500
4,300
42
4,000
4,500
4,000
4,000
4,500
21,000
4,200
43
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
44
4,000
5,000
4,000
4,000
4,000
21,000
4,200
45
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
46
4,000
5,000
4,000
4,000
4,000
21,000
4,200
47
5,000
5,000
3,000
5,000
4,500
22,500
4,500
48
5,000
4,500
5,000
4,000
5,000
23,500
4,700
49
5,000
4,500
5,000
4,000
4,500
23,000
4,600
50
4,000
4,500
4,000
5,000
4,000
21,500
4,300
51
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
52
5,000
5,000
4,000
5,000
4,000
23,000
4,600
53
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
54
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
55
4,000
4,500
5,000
4,000
4,500
22,000
4,400
56
4,000
4,500
4,000
5,000
4,500
22,000
4,400
57
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
58
4,000
5,000
5,000
5,000
5,000
24,000
4,800
59
4,000
4,500
5,000
5,000
4,000
22,500
4,500
Indikator Variabel Kesadaran Moral No
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X3.5
Total
Mean
60
5,000
5,000
5,000
5,000
4,000
24,000
4,800
61
5,000
4,500
4,000
5,000
4,000
22,500
4,500
62
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
63
4,000
4,500
4,000
5,000
4,000
21,500
4,300
64
4,000
4,500
4,000
5,000
4,500
22,000
4,400
65
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
66
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
67
4,000
4,500
5,000
4,000
4,500
22,000
4,400
68
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
69
4,000
4,500
4,000
5,000
4,500
22,000
4,400
70
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
71
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
72
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
73
5,000
5,000
4,000
5,000
4,000
23,000
4,600
74
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
75
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
76
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
77
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
78
4,000
4,500
5,000
4,000
4,000
21,500
4,300
79
4,000
4,000
5,000
4,000
4,000
21,000
4,200
80
5,000
4,000
4,000
5,000
4,000
22,000
4,400
81
5,000
4,500
4,000
5,000
4,500
23,000
4,600
82
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
83
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
84
4,000
4,500
5,000
5,000
4,000
22,500
4,500
85
4,000
5,000
5,000
5,000
5,000
24,000
4,800
86
4,000
4,000
5,000
5,000
4,500
22,500
4,500
87
4,000
4,500
4,000
4,000
4,000
20,500
4,100
88
4,000
4,500
4,000
4,000
4,000
20,500
4,100
89
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
Indikator Variabel Kesadaran Moral No
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X3.5
Total
Mean
90
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
91
5,000
4,500
5,000
5,000
4,500
24,000
4,800
92
5,000
4,500
5,000
5,000
4,000
23,500
4,700
93
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
94
5,000
4,500
4,000
5,000
5,000
23,500
4,700
95
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
96
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
97
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
98
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
99
5,000
5,000
4,000
4,000
4,000
22,000
4,400
100
5,000
4,500
5,000
5,000
5,000
24,500
4,900
101
4,000
4,500
4,000
4,000
4,500
21,000
4,200
102
4,000
4,500
4,000
4,000
4,500
21,000
4,200
103
4,000
4,500
4,000
4,000
4,500
21,000
4,200
104
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
105
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
106
5,000
4,500
5,000
5,000
4,500
24,000
4,800
107
4,000
5,000
5,000
4,000
4,500
22,500
4,500
108
5,000
4,500
4,000
4,000
4,500
22,000
4,400
109
4,000
4,500
4,000
5,000
4,500
22,000
4,400
110
5,000
4,500
4,000
5,000
4,500
23,000
4,600
111
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
112
5,000
5,000
4,000
5,000
4,500
23,500
4,700
113
4,000
5,000
3,000
4,000
5,000
21,000
4,200
114
4,000
4,000
4,000
4,000
4,500
20,500
4,100
115
5,000
5,000
4,000
5,000
3,500
22,500
4,500
116
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
117
5,000
4,000
4,000
4,000
4,500
21,500
4,300
118
4,000
4,500
5,000
4,000
4,000
21,500
4,300
119
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
Indikator Variabel Kesadaran Moral No
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X3.5
Total
Mean
120
5,000
4,000
4,000
4,000
4,000
21,000
4,200
121
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
122
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
123
4,000
4,500
4,000
5,000
4,000
21,500
4,300
124
4,000
5,000
4,000
4,000
4,000
21,000
4,200
125
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
126
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
127
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
128
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
129
4,000
4,000
5,000
4,000
4,000
21,000
4,200
130
4,000
4,500
5,000
5,000
4,000
22,500
4,500
131
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
132
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
133
4,000
4,500
4,000
5,000
4,000
21,500
4,300
134
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
135
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
136
4,000
5,000
4,000
4,000
4,500
21,500
4,300
137
4,000
5,000
4,000
4,000
4,500
21,500
4,300
138
4,000
4,500
4,000
5,000
4,500
22,000
4,400
139
5,000
4,500
4,000
4,000
5,000
22,500
4,500
140
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
141
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
142
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
143
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
144
5,000
5,000
4,000
5,000
4,000
23,000
4,600
145
5,000
5,000
4,000
4,000
4,500
22,500
4,500
146
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
147
4,000
4,500
4,000
5,000
5,000
22,500
4,500
148
4,000
4,500
4,000
5,000
4,000
21,500
4,300
149
4,000
4,500
4,000
5,000
4,000
21,500
4,300
Indikator Variabel Kesadaran Moral No
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X3.5
Total
Mean
150
4,000
4,500
5,000
4,000
4,500
22,000
4,400
151
4,000
4,500
5,000
4,000
4,500
22,000
4,400
152
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
153
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
154
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
155
5,000
5,000
5,000
4,000
4,500
23,500
4,700
156
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
157
5,000
5,000
4,000
4,000
4,000
22,000
4,400
158
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
159
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
160
5,000
4,500
5,000
5,000
5,000
24,500
4,900
161
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
162
5,000
4,500
4,000
5,000
5,000
23,500
4,700
163
5,000
5,000
5,000
5,000
4,000
24,000
4,800
164
4,000
5,000
4,000
4,000
4,500
21,500
4,300
165
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
166
4,000
5,000
4,000
4,000
4,500
21,500
4,300
167
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
168
4,000
4,000
4,000
4,000
4,500
20,500
4,100
169
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
170
5,000
4,500
5,000
5,000
4,500
24,000
4,800
171
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
172
5,000
5,000
4,000
4,000
5,000
23,000
4,600
173
5,000
5,000
4,000
4,000
5,000
23,000
4,600
174
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
175
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
176
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
177
5,000
5,000
4,000
5,000
5,000
24,000
4,800
178
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
179
5,000
5,000
4,000
4,000
4,500
22,500
4,500
Indikator Variabel Kesadaran Moral No
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X3.5
Total
Mean
180
4,000
5,000
5,000
5,000
5,000
24,000
4,800
181
4,000
4,000
5,000
4,000
4,500
21,500
4,300
182
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
183
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
184
4,000
5,000
5,000
5,000
4,000
23,000
4,600
185
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
186
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
187
4,000
5,000
4,000
4,000
4,500
21,500
4,300
188
4,000
5,000
5,000
5,000
4,500
23,500
4,700
189
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
190
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
191
5,000
4,500
4,000
4,000
4,000
21,500
4,300
192
5,000
4,000
4,000
4,000
4,500
21,500
4,300
193
5,000
4,000
5,000
5,000
4,500
23,500
4,700
194
5,000
5,000
4,000
5,000
4,500
23,500
4,700
195
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
196
4,000
4,500
4,000
5,000
4,000
21,500
4,300
197
4,000
4,500
4,000
5,000
4,000
21,500
4,300
198
4,000
4,500
4,000
5,000
4,000
21,500
4,300
Mean
4,535
4,659
4,520
4,586
4,490
4,558
Lampiran 4 Rekapitulasi Skor Rata-Rata Indikator Variabel Kepuasan No
X4.1
X4.2
X4.3
X4.4
Total
Mean
1
5,000
3,500
3,500
5,000
17,000
4,250
2
4,000
3,500
3,500
5,000
16,000
4,000
3
3,000
3,500
3,500
4,000
14,000
3,500
4
5,000
3,500
3,500
5,000
17,000
4,250
5
4,500
4,500
4,500
5,000
18,500
4,625
6
3,500
4,500
3,000
3,000
14,000
3,500
7
3,500
4,500
3,500
3,000
14,500
3,625
8
4,000
4,000
4,000
4,000
16,000
4,000
9
3,500
4,000
3,500
3,000
14,000
3,500
10
3,500
4,500
3,500
3,000
14,500
3,625
11
3,500
4,000
3,500
4,000
15,000
3,750
12
5,000
4,500
3,500
3,000
16,000
4,000
13
3,500
4,000
4,000
4,000
15,500
3,875
14
3,500
5,000
4,500
4,000
17,000
4,250
15
4,000
4,500
5,000
5,000
18,500
4,625
16
3,500
4,500
4,500
4,000
16,500
4,125
17
3,000
4,000
3,500
4,000
14,500
3,625
18
4,500
5,000
4,000
4,000
17,500
4,375
19
3,500
4,000
3,500
3,000
14,000
3,500
20
4,500
4,500
4,000
4,000
17,000
4,250
21
5,000
4,000
4,500
4,000
17,500
4,375
22
4,500
4,000
4,500
5,000
18,000
4,500
23
3,500
4,000
4,000
3,000
14,500
3,625
24
4,000
5,000
4,000
4,000
17,000
4,250
25
5,000
3,500
3,500
3,000
15,000
3,750
26
3,000
4,000
4,000
4,000
15,000
3,750
27
4,000
4,500
4,000
5,000
17,500
4,375
28
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
29
3,500
3,500
3,500
5,000
15,500
3,875
Indikator Variabel Kepuasan No
X4.1
X4.2
X4.3
X4.4
Total
Mean
30
3,000
3,500
3,500
4,000
14,000
3,500
31
4,000
4,000
4,000
4,000
16,000
4,000
32
4,000
4,000
4,000
4,000
16,000
4,000
33
4,000
4,000
3,500
4,000
15,500
3,875
34
5,000
5,000
3,500
5,000
18,500
4,625
35
4,500
5,000
5,000
5,000
19,500
4,875
36
3,500
3,500
3,500
4,000
14,500
3,625
37
3,500
3,500
3,500
4,000
14,500
3,625
38
3,500
4,000
3,500
3,000
14,000
3,500
39
3,500
4,000
4,000
4,000
15,500
3,875
40
3,500
4,000
4,000
4,000
15,500
3,875
41
3,500
4,000
3,500
4,000
15,000
3,750
42
3,500
3,500
4,000
4,000
15,000
3,750
43
3,500
5,000
3,500
3,000
15,000
3,750
44
3,000
4,000
4,000
3,000
14,000
3,500
45
3,000
4,000
3,500
4,000
14,500
3,625
46
4,000
4,000
3,500
4,000
15,500
3,875
47
3,000
4,500
4,000
3,000
14,500
3,625
48
4,000
3,500
3,000
4,000
14,500
3,625
49
5,000
3,500
3,000
4,000
15,500
3,875
50
3,500
4,000
3,500
4,000
15,000
3,750
51
3,500
3,500
4,500
3,000
14,500
3,625
52
4,000
4,000
4,000
4,000
16,000
4,000
53
3,500
5,000
4,500
5,000
18,000
4,500
54
3,500
3,500
3,000
3,000
13,000
3,250
55
4,000
4,000
3,500
4,000
15,500
3,875
56
4,000
4,000
3,500
3,000
14,500
3,625
57
4,000
4,000
4,000
3,000
15,000
3,750
58
5,000
5,000
5,000
4,000
19,000
4,750
59
3,000
4,000
4,000
4,000
15,000
3,750
Indikator Variabel Kepuasan No
X4.1
X4.2
X4.3
X4.4
Total
Mean
60
4,000
4,000
3,500
4,000
15,500
3,875
61
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
62
5,000
5,000
5,000
5,000
20,000
5,000
63
4,000
4,000
3,500
4,000
15,500
3,875
64
3,500
4,000
3,500
3,000
14,000
3,500
65
3,000
5,000
3,500
3,000
14,500
3,625
66
4,000
3,500
4,000
4,000
15,500
3,875
67
4,500
3,500
4,000
4,000
16,000
4,000
68
5,000
5,000
5,000
5,000
20,000
5,000
69
4,500
3,500
4,000
3,000
15,000
3,750
70
5,000
5,000
5,000
5,000
20,000
5,000
71
4,000
5,000
4,500
4,000
17,500
4,375
72
4,500
3,500
4,500
4,000
16,500
4,125
73
4,000
4,000
3,500
4,000
15,500
3,875
74
4,500
4,000
4,000
4,000
16,500
4,125
75
4,000
3,500
3,500
3,000
14,000
3,500
76
3,000
3,500
3,500
3,000
13,000
3,250
77
3,000
3,500
3,500
3,000
13,000
3,250
78
3,000
3,500
3,500
3,000
13,000
3,250
79
3,000
4,000
4,000
3,000
14,000
3,500
80
4,000
4,000
3,500
3,000
14,500
3,625
81
4,000
4,000
3,500
4,000
15,500
3,875
82
4,000
3,500
3,500
3,000
14,000
3,500
83
4,000
3,500
3,500
3,000
14,000
3,500
84
3,000
4,500
4,000
3,000
14,500
3,625
85
3,000
5,000
3,500
3,000
14,500
3,625
86
4,500
4,500
4,000
3,000
16,000
4,000
87
4,500
4,000
4,000
3,000
15,500
3,875
88
4,000
3,500
3,500
3,000
14,000
3,500
89
4,000
5,000
4,500
3,000
16,500
4,125
Indikator Variabel Kepuasan No
X4.1
X4.2
X4.3
X4.4
Total
Mean
90
5,000
4,000
3,500
4,000
16,500
4,125
91
4,500
4,500
4,000
4,000
17,000
4,250
92
4,000
4,000
4,000
3,000
15,000
3,750
93
4,500
3,500
3,500
4,000
15,500
3,875
94
3,500
4,000
3,000
3,000
13,500
3,375
95
3,000
4,000
3,500
3,000
13,500
3,375
96
4,000
4,000
4,000
4,000
16,000
4,000
97
5,000
4,000
4,000
5,000
18,000
4,500
98
5,000
3,500
4,000
5,000
17,500
4,375
99
4,000
4,000
3,500
4,000
15,500
3,875
100
5,000
4,500
3,500
4,000
17,000
4,250
101
4,500
4,500
4,000
4,000
17,000
4,250
102
4,000
4,500
3,500
4,000
16,000
4,000
103
4,000
4,000
3,500
4,000
15,500
3,875
104
3,500
4,000
3,500
4,000
15,000
3,750
105
5,000
5,000
4,500
3,000
17,500
4,375
106
4,500
3,500
3,500
5,000
16,500
4,125
107
5,000
4,000
3,500
3,000
15,500
3,875
108
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
109
3,000
3,500
3,500
4,000
14,000
3,500
110
3,500
4,000
4,000
4,000
15,500
3,875
111
4,500
4,000
3,500
4,000
16,000
4,000
112
4,000
4,000
3,500
5,000
16,500
4,125
113
5,000
4,000
4,500
4,000
17,500
4,375
114
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
115
3,500
3,500
3,500
4,000
14,500
3,625
116
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
117
4,500
3,500
3,500
5,000
16,500
4,125
118
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
119
5,000
4,000
3,500
4,000
16,500
4,125
Indikator Variabel Kepuasan No
X4.1
X4.2
X4.3
X4.4
Total
Mean
120
3,500
4,000
3,000
4,000
14,500
3,625
121
3,000
4,000
3,000
4,000
14,000
3,500
122
4,000
4,000
4,000
4,000
16,000
4,000
123
4,000
4,000
3,500
4,000
15,500
3,875
124
3,500
4,000
3,500
4,000
15,000
3,750
125
5,000
4,000
3,500
4,000
16,500
4,125
126
5,000
4,000
4,500
4,000
17,500
4,375
127
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
128
5,000
5,000
5,000
5,000
20,000
5,000
129
5,000
5,000
4,500
4,000
18,500
4,625
130
4,000
4,500
4,000
5,000
17,500
4,375
131
5,000
5,000
5,000
5,000
20,000
5,000
132
5,000
4,000
4,000
5,000
18,000
4,500
133
5,000
4,000
4,000
5,000
18,000
4,500
134
4,500
4,000
4,000
5,000
17,500
4,375
135
5,000
4,000
4,000
5,000
18,000
4,500
136
3,500
4,000
4,000
4,000
15,500
3,875
137
3,500
4,000
3,500
4,000
15,000
3,750
138
3,500
4,000
4,000
4,000
15,500
3,875
139
3,500
3,500
3,500
4,000
14,500
3,625
140
5,000
4,500
4,500
5,000
19,000
4,750
141
5,000
4,500
4,000
4,000
17,500
4,375
142
4,000
4,000
4,000
5,000
17,000
4,250
143
4,500
4,500
4,000
4,000
17,000
4,250
144
4,000
4,000
4,000
4,000
16,000
4,000
145
4,500
4,500
4,000
4,000
17,000
4,250
146
4,000
4,500
3,500
3,000
15,000
3,750
147
4,500
5,000
4,500
4,000
18,000
4,500
148
3,500
4,500
4,000
4,000
16,000
4,000
149
4,000
4,500
3,500
4,000
16,000
4,000
Indikator Variabel Kepuasan No
X4.1
X4.2
X4.3
X4.4
Total
Mean
150
3,500
4,500
4,000
4,000
16,000
4,000
151
3,500
4,500
3,500
4,000
15,500
3,875
152
5,000
4,000
4,500
5,000
18,500
4,625
153
5,000
5,000
5,000
5,000
20,000
5,000
154
5,000
4,000
4,500
5,000
18,500
4,625
155
4,000
3,500
3,500
5,000
16,000
4,000
156
4,500
4,000
3,500
4,000
16,000
4,000
157
3,500
3,500
3,500
4,000
14,500
3,625
158
5,000
4,500
3,500
4,000
17,000
4,250
159
5,000
4,000
4,000
5,000
18,000
4,500
160
4,500
4,000
3,500
3,000
15,000
3,750
161
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
162
3,500
3,500
4,000
5,000
16,000
4,000
163
4,500
4,000
4,000
4,000
16,500
4,125
164
3,500
4,500
3,500
4,000
15,500
3,875
165
4,000
4,500
4,500
5,000
18,000
4,500
166
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
167
4,500
4,000
4,000
3,000
15,500
3,875
168
4,000
4,000
3,500
4,000
15,500
3,875
169
5,000
4,000
4,500
3,000
16,500
4,125
170
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
171
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
172
3,500
3,500
4,000
4,000
15,000
3,750
173
4,000
4,000
3,000
3,000
14,000
3,500
174
5,000
4,500
4,000
5,000
18,500
4,625
175
4,500
4,000
4,000
3,000
15,500
3,875
176
4,500
4,000
4,000
4,000
16,500
4,125
177
4,500
4,500
3,500
4,000
16,500
4,125
178
5,000
4,000
4,000
4,000
17,000
4,250
179
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
Indikator Variabel Kepuasan No
X4.1
X4.2
X4.3
X4.4
Total
Mean
180
4,000
4,500
3,500
3,000
15,000
3,750
181
4,000
4,000
3,500
3,000
14,500
3,625
182
4,500
4,000
4,000
4,000
16,500
4,125
183
4,000
4,500
4,500
4,000
17,000
4,250
184
4,000
3,500
4,500
4,000
16,000
4,000
185
5,000
4,000
4,000
4,000
17,000
4,250
186
5,000
4,000
4,500
3,000
16,500
4,125
187
5,000
5,000
3,500
4,000
17,500
4,375
188
4,500
5,000
4,500
4,000
18,000
4,500
189
4,000
4,000
4,000
4,000
16,000
4,000
190
5,000
4,000
4,000
4,000
17,000
4,250
191
4,000
3,500
3,500
4,000
15,000
3,750
192
4,000
4,000
3,000
4,000
15,000
3,750
193
4,500
4,000
4,500
5,000
18,000
4,500
194
3,500
5,000
4,500
4,000
17,000
4,250
195
3,000
4,500
3,500
3,000
14,000
3,500
196
3,500
4,000
3,500
4,000
15,000
3,750
197
3,500
4,000
3,500
4,000
15,000
3,750
198
4,000
2,000
3,500
4,000
13,500
3,375
Mean
4,078
4,071
3,831
3,944
3,981
Lampiran 5 Rekapitulasi Skor Rata-Rata Indikator Variabel Komitmen No
Y1.1
Y1.2
Y1.3
Total
Mean
1
4,667
5,000
5,000
14,667
4,889
2
4,333
5,000
4,000
13,333
4,444
3
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
4
4,667
5,000
5,000
14,667
4,889
5
5,000
4,000
4,000
13,000
4,333
6
3,667
2,500
3,500
9,667
3,222
7
4,667
4,000
4,000
12,667
4,222
8
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
9
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
10
4,333
4,500
4,000
12,833
4,278
11
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
12
4,000
3,500
3,500
11,000
3,667
13
3,333
3,000
3,500
9,833
3,278
14
4,667
4,000
4,000
12,667
4,222
15
2,667
4,000
3,000
9,667
3,222
16
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
17
4,000
3,500
3,500
11,000
3,667
18
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
19
4,000
4,000
3,500
11,500
3,833
20
3,333
3,000
4,000
10,333
3,444
21
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
22
4,333
3,500
4,500
12,333
4,111
23
4,000
5,000
4,500
13,500
4,500
24
4,000
4,000
4,500
12,500
4,167
25
3,667
4,000
3,500
11,167
3,722
26
4,333
4,000
4,500
12,833
4,278
27
3,667
4,000
3,500
11,167
3,722
28
4,333
4,500
4,500
13,333
4,444
29
4,333
4,000
5,000
13,333
4,444
Indikator Variabel Komitmen No
Y1.1
Y1.2
Y1.3
Total
Mean
30
4,667
4,000
5,000
13,667
4,556
31
3,667
3,000
4,000
10,667
3,556
32
4,000
4,500
4,500
13,000
4,333
33
4,000
4,000
3,500
11,500
3,833
34
4,000
4,000
3,500
11,500
3,833
35
4,667
4,000
4,500
13,167
4,389
36
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
37
4,667
3,500
3,500
11,667
3,889
38
3,667
3,500
3,500
10,667
3,556
39
4,000
4,500
3,500
12,000
4,000
40
4,000
3,500
4,500
12,000
4,000
41
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
42
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
43
4,667
3,500
4,500
12,667
4,222
44
4,000
4,000
4,500
12,500
4,167
45
4,667
4,000
4,000
12,667
4,222
46
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
47
5,000
3,000
4,500
12,500
4,167
48
4,000
3,500
4,500
12,000
4,000
49
4,000
3,000
4,000
11,000
3,667
50
4,000
3,500
4,500
12,000
4,000
51
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
52
4,333
3,500
4,000
11,833
3,944
53
3,333
4,000
4,000
11,333
3,778
54
4,333
3,500
4,500
12,333
4,111
55
3,667
4,000
4,000
11,667
3,889
56
4,000
5,000
4,500
13,500
4,500
57
4,333
4,500
4,500
13,333
4,444
58
5,000
4,500
5,000
14,500
4,833
59
4,000
3,500
4,500
12,000
4,000
Indikator Variabel Komitmen No
Y1.1
Y1.2
Y1.3
Total
Mean
60
4,333
3,500
4,500
12,333
4,111
61
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
62
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
63
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
64
3,667
3,500
3,500
10,667
3,556
65
5,000
3,500
4,500
13,000
4,333
66
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
67
3,000
3,500
4,000
10,500
3,500
68
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
69
4,000
3,000
4,500
11,500
3,833
70
4,667
3,500
4,500
12,667
4,222
71
4,000
4,000
4,500
12,500
4,167
72
4,000
3,000
4,500
11,500
3,833
73
4,000
5,000
5,000
14,000
4,667
74
4,000
4,000
4,500
12,500
4,167
75
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
76
4,667
3,000
4,500
12,167
4,056
77
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
78
3,333
3,000
3,500
9,833
3,278
79
3,667
4,000
4,000
11,667
3,889
80
4,333
4,500
4,500
13,333
4,444
81
4,000
4,000
4,500
12,500
4,167
82
4,000
4,000
4,500
12,500
4,167
83
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
84
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
85
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
86
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
87
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
88
4,667
3,000
4,000
11,667
3,889
4,333
4,000
4,000
12,333
4,111
90
Indikator Variabel Komitmen No
Y1.1
Y1.2
Y1.3
Total
Mean
91
4,333
4,500
5,000
13,833
4,611
92
4,333
5,000
4,000
13,333
4,444
93
4,000
4,000
3,500
11,500
3,833
94
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
95
4,000
3,000
4,000
11,000
3,667
96
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
97
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
98
4,667
4,000
5,000
13,667
4,556
99
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
100
4,667
4,500
5,000
14,167
4,722
101
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
102
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
103
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
104
3,667
4,000
3,500
11,167
3,722
105
5,000
4,000
5,000
14,000
4,667
106
4,333
3,500
4,500
12,333
4,111
107
4,000
3,000
4,000
11,000
3,667
108
4,000
3,500
4,500
12,000
4,000
109
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
110
4,667
3,500
5,000
13,167
4,389
111
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
112
3,667
4,500
4,500
12,667
4,222
113
4,667
3,500
5,000
13,167
4,389
114
4,000
4,000
4,500
12,500
4,167
115
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
116
4,333
4,000
4,000
12,333
4,111
117
3,333
3,500
4,500
11,333
3,778
118
4,333
4,000
4,000
12,333
4,111
119
3,667
3,500
4,500
11,667
3,889
120
3,667
3,000
3,000
9,667
3,222
Indikator Variabel Komitmen No
Y1.1
Y1.2
Y1.3
Total
Mean
121
4,333
4,500
4,000
12,833
4,278
122
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
123
3,667
3,500
5,000
12,167
4,056
124
4,000
3,500
4,500
12,000
4,000
125
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
126
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
127
3,667
3,000
4,000
10,667
3,556
128
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
129
4,000
5,000
5,000
14,000
4,667
130
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
131
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
132
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
133
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
134
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
135
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
136
3,667
3,000
5,000
11,667
3,889
137
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
138
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
139
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
140
5,000
4,000
5,000
14,000
4,667
141
5,000
4,000
5,000
14,000
4,667
142
4,667
4,500
5,000
14,167
4,722
143
4,667
4,500
5,000
14,167
4,722
144
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
145
5,000
4,000
4,500
13,500
4,500
146
5,000
4,500
5,000
14,500
4,833
147
5,000
4,500
4,500
14,000
4,667
148
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
149
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
150
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
Indikator Variabel Komitmen No
Y1.1
Y1.2
Y1.3
Total
Mean
151
3,667
4,000
4,000
11,667
3,889
152
4,667
4,500
5,000
14,167
4,722
153
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
154
4,000
4,000
5,000
13,000
4,333
155
3,667
4,000
4,000
11,667
3,889
156
4,667
5,000
5,000
14,667
4,889
157
4,333
5,000
5,000
14,333
4,778
158
5,000
4,500
5,000
14,500
4,833
159
4,333
5,000
5,000
14,333
4,778
160
3,667
3,500
4,500
11,667
3,889
161
3,667
4,000
4,000
11,667
3,889
162
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
163
4,667
4,000
4,000
12,667
4,222
164
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
165
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
166
3,667
3,500
4,500
11,667
3,889
167
4,667
3,500
4,500
12,667
4,222
168
4,000
3,500
3,500
11,000
3,667
169
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
170
4,667
5,000
5,000
14,667
4,889
171
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
172
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
173
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
174
4,667
4,000
5,000
13,667
4,556
175
4,333
3,500
5,000
12,833
4,278
176
5,000
3,500
5,000
13,500
4,500
177
4,000
4,000
4,500
12,500
4,167
178
5,000
4,000
5,000
14,000
4,667
179
4,000
3,500
4,500
12,000
4,000
180
4,000
3,500
4,000
11,500
3,833
Indikator Variabel Komitmen No
Y1.1
Y1.2
Y1.3
Total
Mean
181
4,333
4,000
4,000
12,333
4,111
182
5,000
5,000
5,000
15,000
5,000
183
4,667
4,500
5,000
14,167
4,722
184
4,333
4,500
4,000
12,833
4,278
185
4,667
5,000
5,000
14,667
4,889
186
4,333
4,000
5,000
13,333
4,444
187
5,000
4,500
4,500
14,000
4,667
188
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
189
5,000
4,000
4,500
13,500
4,500
190
5,000
4,000
4,000
13,000
4,333
191
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
192
4,000
3,500
4,500
12,000
4,000
193
4,333
4,000
4,000
12,333
4,111
194
3,667
3,500
4,500
11,667
3,889
195
4,000
4,000
4,000
12,000
4,000
196
3,667
3,500
4,500
11,667
3,889
197
3,667
3,500
4,500
11,667
3,889
198
3,667
3,500
4,000
11,167
3,722
Mean
4,195
3,942
4,313
4,150
Lampiran 6 Rekapitulasi Skor Rata-Rata Indikator Variabel OCB No
Y2.1
Y2.2
Y2.3
Y2.4
Y2.5
Total
Mean
1
4,500
4,500
4,750
4,333
4,750
22,833
4,567
2
4,500
4,500
4,000
4,667
4,000
21,667
4,333
3
4,500
4,000
4,000
4,500
4,500
21,500
4,300
4
5,000
5,000
4,750
4,500
4,500
23,750
4,750
5
4,500
4,500
4,250
4,000
4,000
21,250
4,250
6
4,500
4,500
3,500
4,167
4,000
20,667
4,133
7
4,500
4,500
4,500
4,333
4,250
22,083
4,417
8
4,000
4,000
4,250
4,167
4,000
20,417
4,083
9
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
10
4,500
4,500
3,750
4,167
4,250
21,167
4,233
11
4,000
4,000
4,250
4,167
4,250
20,667
4,133
12
4,000
4,000
4,250
3,833
4,250
20,333
4,067
13
5,000
4,000
4,000
4,667
4,000
21,667
4,333
14
4,500
4,500
4,000
4,333
4,250
21,583
4,317
15
4,000
4,000
4,000
4,500
4,750
21,250
4,250
16
4,500
4,000
4,000
4,167
4,500
21,167
4,233
17
4,000
4,000
4,250
4,167
4,500
20,917
4,183
18
4,000
4,500
4,500
4,333
4,500
21,833
4,367
19
4,000
4,000
4,000
3,833
4,000
19,833
3,967
20
4,500
4,000
4,250
4,000
4,000
20,750
4,150
21
4,000
4,500
3,750
4,167
4,000
20,417
4,083
22
4,000
4,000
4,000
4,833
4,500
21,333
4,267
23
5,000
4,000
4,500
4,500
4,500
22,500
4,500
24
4,500
4,500
3,750
4,333
4,000
21,083
4,217
25
4,500
4,500
4,000
4,167
4,750
21,917
4,383
26
4,500
4,000
3,750
4,000
4,000
20,250
4,050
27
4,500
4,500
3,500
5,000
4,750
22,250
4,450
28
4,000
4,000
4,000
4,333
4,250
20,583
4,117
29
4,500
4,000
4,750
5,000
5,000
23,250
4,650
Indikator Variabel OCB No
Y2.1
Y2.2
Y2.3
Y2.4
Y2.5
Total
Mean
30
4,000
4,000
4,000
3,667
4,000
19,667
3,933
31
5,000
5,000
4,500
5,000
5,000
24,500
4,900
32
4,000
4,000
3,500
4,667
4,000
20,167
4,033
33
5,000
5,000
4,500
4,833
5,000
24,333
4,867
34
4,000
4,000
4,000
4,333
4,000
20,333
4,067
35
4,000
3,500
4,500
4,500
4,500
21,000
4,200
36
5,000
4,000
4,000
4,333
4,500
21,833
4,367
37
5,000
4,000
4,000
4,333
4,500
21,833
4,367
38
4,500
4,500
4,250
4,833
4,750
22,833
4,567
39
5,000
5,000
4,000
4,000
4,250
22,250
4,450
40
4,000
4,000
4,500
4,167
4,000
20,667
4,133
41
3,500
4,500
4,500
4,667
5,000
22,167
4,433
42
4,000
4,500
3,750
4,500
4,500
21,250
4,250
43
4,000
4,500
4,750
4,167
4,500
21,917
4,383
44
4,000
4,000
4,000
4,833
4,500
21,333
4,267
45
5,000
4,500
4,000
4,500
4,750
22,750
4,550
46
5,000
4,500
4,500
4,500
4,750
23,250
4,650
47
4,000
4,000
4,250
4,333
4,250
20,833
4,167
48
4,500
4,500
4,000
4,333
4,500
21,833
4,367
49
4,000
4,000
4,000
4,167
4,250
20,417
4,083
50
4,500
4,500
4,750
4,833
4,500
23,083
4,617
51
5,000
4,000
4,250
4,667
4,750
22,667
4,533
52
4,500
4,000
3,750
4,167
4,000
20,417
4,083
53
5,000
5,000
4,500
4,333
4,250
23,083
4,617
54
4,000
4,500
4,000
4,167
4,250
20,917
4,183
55
4,000
4,000
4,000
4,333
4,000
20,333
4,067
56
4,500
4,000
4,250
4,333
4,000
21,083
4,217
57
4,500
3,500
3,750
4,000
4,250
20,000
4,000
58
4,500
4,500
4,500
4,833
4,250
22,583
4,517
59
4,500
4,000
3,750
4,167
4,250
20,667
4,133
Indikator Variabel OCB No
Y2.1
Y2.2
Y2.3
Y2.4
Y2.5
Total
Mean
60
5,000
4,500
4,750
4,833
4,500
23,583
4,717
61
4,000
4,500
4,250
3,833
4,250
20,833
4,167
62
4,500
4,000
4,000
4,500
4,000
21,000
4,200
63
3,500
3,500
4,000
3,500
4,000
18,500
3,700
64
4,000
4,000
4,000
4,167
4,500
20,667
4,133
65
3,500
3,500
3,500
3,667
4,000
18,167
3,633
66
4,500
4,500
4,000
4,500
4,750
22,250
4,450
67
3,500
4,000
3,500
4,000
4,000
19,000
3,800
68
4,000
3,500
3,750
4,000
4,250
19,500
3,900
69
4,500
4,500
4,000
3,500
4,000
20,500
4,100
70
4,000
4,500
4,250
4,167
4,000
20,917
4,183
71
4,000
4,000
4,000
4,000
4,250
20,250
4,050
72
4,000
4,000
4,000
4,333
4,000
20,333
4,067
73
4,500
4,500
4,500
4,333
4,750
22,583
4,517
74
4,000
4,000
4,000
4,000
4,750
20,750
4,150
75
4,000
3,500
4,000
3,667
4,000
19,167
3,833
76
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
77
5,000
4,000
4,250
4,333
4,750
22,333
4,467
78
5,000
4,500
4,500
4,500
5,000
23,500
4,700
79
4,000
4,500
4,250
4,167
4,750
21,667
4,333
80
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
81
4,500
4,500
3,500
4,500
4,250
21,250
4,250
82
5,000
5,000
4,000
4,333
4,500
22,833
4,567
83
4,000
4,000
3,750
4,000
4,250
20,000
4,000
84
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
85
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
86
5,000
4,500
4,750
5,000
4,750
24,000
4,800
87
5,000
5,000
4,500
5,000
4,250
23,750
4,750
88
4,500
4,500
4,500
4,500
4,250
22,250
4,450
89
4,500
4,500
4,750
4,500
4,000
22,250
4,450
Indikator Variabel OCB No
Y2.1
Y2.2
Y2.3
Y2.4
Y2.5
Total
Mean
90
4,000
4,000
4,000
3,833
4,000
19,833
3,967
91
5,000
4,000
4,000
4,333
4,250
21,583
4,317
92
4,000
4,000
4,000
4,167
4,250
20,417
4,083
93
4,500
4,500
4,250
4,667
5,000
22,917
4,583
94
4,500
4,500
4,000
4,667
4,250
21,917
4,383
95
5,000
4,000
4,500
4,333
4,000
21,833
4,367
96
4,500
4,000
3,750
4,500
4,250
21,000
4,200
97
4,500
4,000
4,500
4,333
4,000
21,333
4,267
98
4,000
4,000
4,250
3,667
3,750
19,667
3,933
99
4,500
4,000
4,000
4,333
4,250
21,083
4,217
100
4,500
4,500
4,500
4,500
4,250
22,250
4,450
101
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
20,000
4,000
102
4,000
4,000
4,000
4,500
4,500
21,000
4,200
103
4,500
4,500
4,750
4,333
4,500
22,583
4,517
104
4,500
4,500
3,750
4,667
4,500
21,917
4,383
105
5,000
5,000
4,000
5,000
5,000
24,000
4,800
106
4,000
5,000
4,250
4,333
4,500
22,083
4,417
107
4,500
4,500
3,750
4,167
3,500
20,417
4,083
108
4,500
4,000
4,000
4,000
4,250
20,750
4,150
109
4,500
4,000
4,000
4,667
4,000
21,167
4,233
110
4,500
4,000
4,000
4,000
4,250
20,750
4,150
111
4,000
4,000
4,000
4,000
4,250
20,250
4,050
112
4,500
4,000
4,250
4,000
4,000
20,750
4,150
113
5,000
4,500
4,000
4,333
4,500
22,333
4,467
114
4,500
5,000
4,000
4,667
4,500
22,667
4,533
115
4,000
4,500
4,250
4,500
4,000
21,250
4,250
116
4,000
4,000
3,750
3,833
3,750
19,333
3,867
117
3,500
3,000
3,750
4,000
4,250
18,500
3,700
118
4,000
4,000
3,750
4,000
4,250
20,000
4,000
119
4,500
5,000
4,250
4,167
4,500
22,417
4,483
Indikator Variabel OCB No
Y2.1
Y2.2
Y2.3
Y2.4
Y2.5
Total
Mean
120
3,500
4,000
3,250
4,333
4,250
19,333
3,867
121
3,500
4,500
4,500
4,500
4,500
21,500
4,300
122
4,500
4,000
4,250
4,500
4,500
21,750
4,350
123
4,500
4,000
4,000
4,167
4,500
21,167
4,233
124
5,000
4,500
4,500
4,833
4,500
23,333
4,667
125
4,500
4,500
4,500
4,500
4,500
22,500
4,500
126
4,000
4,500
5,000
5,000
4,500
23,000
4,600
127
4,500
4,000
4,250
4,500
4,500
21,750
4,350
128
5,000
4,500
4,500
5,000
4,500
23,500
4,700
129
4,500
4,000
4,250
4,833
4,500
22,083
4,417
130
4,500
4,000
4,250
4,167
4,000
20,917
4,183
131
4,500
4,500
4,500
4,833
5,000
23,333
4,667
132
4,500
5,000
4,750
4,833
4,750
23,833
4,767
133
4,500
4,000
4,000
4,167
4,250
20,917
4,183
134
5,000
4,500
4,750
4,667
5,000
23,917
4,783
135
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
136
4,500
4,000
4,250
4,833
4,500
22,083
4,417
137
4,000
4,500
4,250
4,333
4,000
21,083
4,217
138
4,500
5,000
4,500
4,833
4,500
23,333
4,667
139
4,000
3,500
4,250
4,167
4,000
19,917
3,983
140
4,500
4,500
4,250
4,833
4,500
22,583
4,517
141
4,500
4,500
4,500
4,833
4,500
22,833
4,567
142
4,500
4,500
5,000
4,667
4,750
23,417
4,683
143
5,000
4,500
4,750
4,667
4,500
23,417
4,683
144
4,500
4,500
4,000
4,500
4,500
22,000
4,400
145
4,000
4,500
4,000
4,500
4,250
21,250
4,250
146
5,000
5,000
4,500
4,667
5,000
24,167
4,833
147
4,500
5,000
4,250
5,000
4,500
23,250
4,650
148
4,000
4,500
4,250
4,833
4,500
22,083
4,417
149
4,000
4,000
4,000
4,000
4,250
20,250
4,050
Indikator Variabel OCB No
Y2.1
Y2.2
Y2.3
Y2.4
Y2.5
Total
Mean
150
4,500
4,500
4,000
4,333
4,250
21,583
4,317
151
4,000
4,500
4,250
4,833
4,250
21,833
4,367
152
4,500
4,500
4,500
4,500
4,500
22,500
4,500
153
5,000
4,500
4,500
4,833
4,500
23,333
4,667
154
4,500
5,000
4,500
4,833
4,500
23,333
4,667
155
5,000
4,000
4,000
4,833
4,250
22,083
4,417
156
4,500
4,500
4,500
4,500
4,750
22,750
4,550
157
5,000
5,000
4,500
4,500
5,000
24,000
4,800
158
5,000
5,000
4,500
4,833
4,750
24,083
4,817
159
5,000
4,500
4,000
4,667
4,750
22,917
4,583
160
4,500
4,000
4,000
4,333
4,250
21,083
4,217
161
4,500
4,000
4,250
4,500
4,500
21,750
4,350
162
4,000
4,000
4,500
4,500
4,500
21,500
4,300
163
5,000
4,500
5,000
4,667
5,000
24,167
4,833
164
4,000
4,000
4,500
4,833
4,500
21,833
4,367
165
5,000
5,000
4,500
5,000
5,000
24,500
4,900
166
5,000
4,000
4,500
4,500
4,500
22,500
4,500
167
5,000
5,000
4,750
5,000
5,000
24,750
4,950
168
4,500
4,000
3,750
4,333
4,000
20,583
4,117
169
4,500
4,500
4,500
4,833
4,500
22,833
4,567
170
4,500
4,000
4,500
4,833
4,250
22,083
4,417
171
4,500
4,000
4,000
4,500
4,250
21,250
4,250
172
4,000
4,000
4,000
4,333
4,000
20,333
4,067
173
4,000
4,500
4,250
4,333
4,000
21,083
4,217
174
5,000
5,000
4,500
4,833
4,750
24,083
4,817
175
5,000
5,000
4,750
4,833
4,750
24,333
4,867
176
5,000
4,500
5,000
5,000
5,000
24,500
4,900
177
4,000
4,500
4,250
4,667
4,750
22,167
4,433
178
4,500
4,500
4,500
4,500
4,500
22,500
4,500
179
4,000
4,000
4,500
4,500
4,250
21,250
4,250
Indikator Variabel OCB No
Y2.1
Y2.2
Y2.3
Y2.4
Y2.5
Total
Mean
180
4,000
4,500
4,250
4,500
4,250
21,500
4,300
181
4,000
4,500
4,250
4,167
4,250
21,167
4,233
182
5,000
5,000
5,000
5,000
5,000
25,000
5,000
183
5,000
5,000
4,500
5,000
5,000
24,500
4,900
184
4,000
4,000
4,000
4,167
4,250
20,417
4,083
185
4,500
4,500
4,250
4,667
5,000
22,917
4,583
186
5,000
5,000
4,750
5,000
5,000
24,750
4,950
187
5,000
4,500
4,250
4,833
5,000
23,583
4,717
188
4,500
5,000
4,750
5,000
4,500
23,750
4,750
189
5,000
4,500
4,250
4,833
4,750
23,333
4,667
190
5,000
5,000
5,000
5,000
4,500
24,500
4,900
191
4,000
4,500
4,000
4,333
4,000
20,833
4,167
192
5,000
4,500
4,000
4,667
4,000
22,167
4,433
193
4,500
4,000
4,250
4,500
4,000
21,250
4,250
194
5,000
4,000
4,000
4,333
4,750
22,083
4,417
195
4,000
4,000
3,750
4,667
4,000
20,417
4,083
196
4,000
4,000
4,250
4,000
4,000
20,250
4,050
197
4,000
4,000
4,500
4,167
4,500
21,167
4,233
198
4,000
4,000
4,250
4,667
4,500
21,417
4,283
Mean
4,419
4,316
4,221
4,437
4,394
4,357
LAMPIRAN 7 MODEL PERSAMAAN STRUCTURAL (STRUCTURAL EQUATION MODEL)
Lampiran 9 HASIL ANALISIS SEM MOTIVASI, KEMAMPUAN, KESADARAN MORAL, KEPUASAN KARYAWAN TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN OCB
VARIABEL SUMMARY (GROUP NUMBER 1) Your model contains the following variables (group number I) Observed, endogenous variables X1.1 X1.2 X1.3 Y1.1 Y1.2 Y1.3 X2.4 X2.3 X2.2 X2.1 X3.4 X3.3 X3.2 X3.1 X4.4 X4.3 X4.2 X4.1 Y2.1 Y2.2 Y2.3 Y2.4 Y2.5 X2.5 X3.5 Unobserved, endogenous variables Komitmen organisasi (Y1) OCB (Y2) Unobserved, exogenous variables Motivasi (X1) e_X1.1 e_X1.2 e_X1.3 e_Y1.1 e_Y1.2 e_Y1.3
Kemampuan (X2) e_X2.4 e_X2.3 e_X2.2 e_X2.1 Kesadaran Moral (X3) e_X3.4 e_X3.3 e_X3.2 e_X3.1 Kepuasan Karyawan (X4) e_X4.4 e_X4.3 e_X4.2 e_X4.1 e_Y2.1 e_Y2.2 e_Y2.3 e_Y2.4 e_Y2.5 eKO eOCB eKO e_X2.5 e_X3.5 Variabel counts (group number 1) Number of variables in your model Number of observed variables Number of unobserved variables Number of exogenous variables Number of endogenous variables
58 25 33 31 27
ASSESSMENT OF NORMALITY (GROUP NUMBER 1) Variabel
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
X1.1
3,500
5,000
0,119
0,689
-0,651
-1,870
X1.2
3,000
5,000
-0,061
-0,353
-0,683
-1,962
X1.3
3,500
5,000
0,033
0,191
-0,761
-2,186
X2.1
3,500
5,000
-0,087
-0,504
0,172
0,494
Variabel
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
X2.2
3,250
5,000
0,313
1,812
0,200
0,574
X2.3
3,000
5,000
-0,188
-1,088
-0,112
-0,322
X2.4
3,500
5,000
-0,117
-0,677
-0,240
-0,689
X2.5
3,000
5,000
-0,070
-0,405
-0,029
-0,083
X3.1
2,000
5,000
-0,330
-1,910
-0,531
-1,525
X3.2
3,000
5,000
-0,417
-2,414
-0,781
-2,243
X3.3
3,000
5,000
-0,297
-1,719
-0,633
-1,818
X3.4
3,000
5,000
-0,349
-2,020
-0,878
-2,522
X3.5
4,000
5,000
-0,059
-0,341
-0,703
-2,019
X4.1
3,000
5,000
0,043
0,249
-0,685
-1,968
X4.2
4,000
5,000
0,158
0,914
0,672
1,930
X4.3
3,000
5,000
0,419
2,425
0,073
0,210
X4.4
3,250
5,000
0,056
0,324
-0,661
-1,899
Y1.1
3,000
5,000
0,196
1,134
-0,520
-1,494
Y1.2
3,000
5,000
0,404
2,338
-0,475
-1,364
Y1.3
3,000
5,000
0,021
-0,122
-0,811
-2,329
Y2.1
2,500
5,000
0,050
-0,289
-0,921
-2,645
Y2.2
2,667
5,000
0,083
0,480
-0,246
-0,707
Y2.3
3,000
5,000
0,163
0,943
-0,223
-0,641
Y2.4
3,000
5,000
0,194
-1,123
-0,576
-1,654
Y2.5
3,000
5,000
0,239
1,383
-0,695
-1,996
10,366
1,985
Multivariate Notes for Model (Default Model) Computation of degrees of freedom (Default Model) Number of distinct sample moments Number of distinct parameters to be estimated Degrees of freedom (325 – 65) Result (Default Model)
: 325 : 65 : 260
Minimum was achieved Chi-Square = 281,128 Degrees of freedom = 260 Probability level = .175 Scalar estimates (group number 1 – Default Model) Maximum likelihood Estimates Regression Weight (Group Number 1 – Default Model)
Scalar Estimates (Group Number I – Default Model) Maximum Likelihood Estimates Regression Weight (Group Number I – Default Model)
Komitmen organisasi (Y1) ← Motivasi (X1)
Estimate S.E. 0,044 0,018
C.R. 2,419
P 0,016
Komitmen organisasi (Y1) ← Kemampuan (X2)
0,175
0,060
2,894
0,004
Komitmen organisasi (Y1) ← Kesadaran Moral (X3)
0,287
0,081
3,552
***
Komitmen organisasi (Y1) ← Kepuasan karyawan (X4)
0,541
0,206
2,627
0,009
OCB (Y2)
← Motivasi (X1)
0,168
0,220
2,766
0,006
OCB (Y2)
← Kemampuan (X2)
0,367
0,128
2,873
0,004
OCB (Y2)
← Kesadaran moral (X3)
0,289
0,078
3,697
***
OCB (Y2)
← Kepuasan karyawan (X3)
0,032
0,014
2,348
0,019
OCB (Y2)
← Komitmen organisasi (Y1) 0,259
0,103
3,906
***
X1.1
← Motivasi (X1)
1,000
X1.2
← Motivasi (X1)
1,039
0,096
10,822 ***
X1.3
← Motivasi (X1)
1,149
0,096
11,977 ***
X2.1
← Kemampuan (X2)
1,000
X2.2
← Kemampuan (X2)
0,939
0,126
7,469
***
X2.3
← Kemampuan (X2)
1,043
0,156
6,691
***
X2.4
← Kemampuan (X2)
1,185
0,154
7,696
***
X2.5
← Kemampuan (X2)
1,138
0,162
7,007
***
X3.1
← Kesadaran moral (X3)
1,000
X3.2
← Kesadaran moral (X3)
0,743
0,083
8,996
***
X3.3
← Kesadaran moral (X3)
0,818
0,109
7,522
***
X3.4
← Kesadaran moral (X3)
0,795
0,103
7,697
***
X3.5
← Kesadaran moral (X3)
0,807
0,091
8,895
***
X4.1
← Kepuasan karyawan (X3)
1,000
X4.2
← Kepuasan karyawan (X3)
0,356
0,079
4,511
***
X4.3 X4.4 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y2.1 Y2.2
← Kepuasan karyawan (X3) ← Kepuasan karyawan (X3) ← Komitmen organisasi (X3) ← Komitmen organisasi (X3) ← OCB (Y2) ← OCB (Y2) ← OCB (Y2)
0,535 0,622 1,000 0,951 1,019 1,000 1,021
0,073 0,104
7,326 5,978
*** ***
0,107 0,089
8,862 *** 11,462 ***
0,122
8,394
***
Y2.3 Y2.4 Y2.5
← OCB (Y2) ← OCB (Y2) ← OCB (Y2)
0,896 0,970 0,897
0,107 0,109 0,103
8,390 8,862 8,716
Standardized Regression Weight: (Group Number 1 – Default Model) Estimate Komitmen organisasi (Y1) ← Motivasi (X1) 0,342 Komitmen organisasi (Y1) ← Kemampuan (X2)
0,519
Komitmen organisasi (Y1) ← Kesadaran Moral (X3)
0,581
Komitmen organisasi (Y1) ← Kepuasan karyawan (X4)
0,471
OCB (Y2)
← Motivasi (X1)
0,375
OCB (Y2)
← Kemampuan (X2)
0,452
OCB (Y2)
← Kesadaran moral (X3)
0,573
OCB (Y2)
← Kepuasan karyawan (X3)
0,326
OCB (Y2)
← Komitmen organisasi (Y1)
0,634
X1.1
← Motivasi (X1)
0,767
X1.2
← Motivasi (X1)
0,768
X1.3
← Motivasi (X1)
0,848
X2.1
← Kemampuan (X2)
0,614
X2.2
← Kemampuan (X2)
0,700
X2.3
← Kemampuan (X2)
0,600
X2.4
← Kemampuan (X2)
0,735
X2.5
← Kemampuan (X2)
0,638
X3.1
← Kesadaran moral (X3)
0,706
X3.2
← Kesadaran moral (X3)
0,728
X3.3
← Kesadaran moral (X3)
0,598
X3.4
← Kesadaran moral (X3)
0,612
X3.5
← Kesadaran moral (X3)
0,718
X4.1
← Kepuasan karyawan (X3)
0,765
X4.2
← Kepuasan karyawan (X3)
0,646
X4.3 X4.4 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y2.1
← Kepuasan karyawan (X3) ← Kepuasan karyawan (X3) ← Komitmen organisasi (X3) ← Komitmen organisasi (X3) ← OCB (Y2) ← OCB (Y2)
0,555 0,656 0,792 0,634 0,797 0,654
*** *** ***
Y2.2 Y2.3 Y2.4 Y2.5
← OCB (Y2) ← OCB (Y2) ← OCB (Y2) ← OCB (Y2)
0,707 0,706 0,757 0,741
Correlation: (Group Number 1 – Default Model) Estimate ,449 ,368 ,302 ,466 ,497 ,486
Motivasi (X1) ↔ Kemampuan (X2) Motivasi (X1) ↔ Kesadaran moral (X3) Motivasi (X1) ↔ Kepuasan karyawan (X4) Kemampuan (X2) ↔ Kesadaran moral (X3) Kemampuan (X2) ↔ Kepuasan karyawan (X4) Kesadaran moral (X3) ↔ Kepuasan karyawan (X4)
MODEL Default model Saturated model Independent model MODEL Default model Saturated model Independent model MODEL Default model Saturated model Independent model
Model Fit Summary CMIN NPAR CMIN DF 65 281,128 260 325 ,000 0 25 239,551 300 RMR, GFI RMR GFI ,013 ,938 ,000 1,000 ,071 ,267
P ,175
CMIN/DF 1,081
,161
,798
AGFI ,922
PGFI ,926
,206
,246
Baseline Comparisons NFI RFI IFI ,820 ,792 ,923 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000
TLI ,909 ,000
Parsimony Adjusted Measures MODEL NFI RFI Default model ,897 ,711 Saturated model ,000 ,000 Independent model 1,000 ,000 MODEL Default model Independent model
RMSEA RMSEA LO 90 ,056 ,046 ,186
,179
CFI ,921 1,000 ,000 IFI ,798 ,000 ,000
HI 90 ,066
PCLOSE ,152
,193
,000