BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menurut WHO, kelompok remaja yaitu penduduk dalam rentang usia 10 – 19 tahun di Indonesia memiliki proporsi kurang lebih 1/5 dari jumlah seluruh penduduk. Sesuai dengan proporsi remaja dunia dimana jumlah remaja diperkirakan 1,2 milyar atau sekitar 1/5 dari jumlah penduduk dunia. Masa remaja merupakan masa pancaroba yang pesat, baik secara fisik, psikis dan sosial. Masuknya berbagai yang bebas tidak melalui saringan yang benar menurut etika dan moral menyebabkan remaja rentan terhadap pengaruh yang merugikan (Depkes RI, 2007). Pertumbuhan pesat umumya pada usia 10 – 11 tahun. Perkembangan payudara merupakan tanda awal dari pubertas dimana daerah putting susu dan sekitarnya mulai membesar. Pengeluaran sekret vagina terjadi pada usia 10 – 13 tahun dan keringat ketiak mulai diproduksi pada usia 12 – 13 tahun, hal ini disebabkan karena berkembangnya kelenjar apokrin yang juga menyebabkan keringat ketiak mempunyai bau yang kas (Depkes RI, 2007). Masa remaja merupakan masa dimana banyak terjadi perubahan fisik sebagai akibat mulai berfungsinya kelenjar endokrin yang menghasilkan berbagai hormon yang akan mempengaruhi pertumbuhan secara keseluruhan dan pertumbuhan organ seks pada khususnya. Masa remaja sering disebut juga sebagai masa pancaroba, masa krisis, dan masa pencarian identitas. Dalam
1
2
usaha mencari identitas diri seorang remaja sering membantah orang tuanya karena ia mulai mempunyai pendapat-pendapat sendiri, cita-cita serta nilainilai sendiri yang berbeda dengan orang tuanya. Sebenarnya mereka belum cukup mampu untuk berdiri sendiri oleh karena itu mereka sering terjerumus ke dalam kegiatan yang menyimpang dari aturan atau disebut kenakalan remaja. Salah satu bentuk kenakalan remaja itu adalah perilaku seksual remaja (Notoatmodjo, 2011). Pengetahuan seksual yang benar dapat memimpin seseorang ke arah perilaku seksual yang rasional dan bertanggung jawab serta dapat membantu membuat keputusan pribadi yang penting terkait seksualitas. Sebaliknya pengetahuan seksual yang salah dapat mengakibatkan kesalahan persepsi tentang seksualitas sehingga selanjutnya akan menimbulkan perilaku seksual yang salah dengan segala akibatnya. Informasi yang salah menyebabkan pengertian dan persepsi masyarakat khususnya remaja tentang seks menjadi salah pula (Kumalasari dan Andhyantoro, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan melakukan wawancara pada tanggal 13 Oktober 2014 terhadap 12 siswa didapatkan 8 siswa belum mengetahui pengertian seks bebas dan 4 siswa sudah mengetahui pengertian seks bebas dan dampaknya. Pembekalan pengetahuan tentang seks, kejiwaan dan kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi kematangan seksual. Informasi tentang Seks perlu diperoleh setiap remaja. Remaja memerlukan informasi tersebut agar waspada dan berperilaku seksual sehat serta bergaul
3
untuk pembekalan mempertahankan diri sendiri secara fisik maupun psikis serta mental dalam menghadapi godaan. Dari uraian di atas penulis tertarik mengambil judul penelitian “Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas VII tentang Perilaku Seks di SMP Negeri 18 Surakarta”.
B. Perumusan Masalah Bagaimanakah Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas VII tentang Perilaku Seks di SMP Negeri 18 Surakarta?.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui mengetahui tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta pada tingkat pengetahuan baik. b. Mengetahui tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta pada tingkat pengetahuan cukup. c. Mengetahui tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta pada tingkat pengetahuan kurang. d. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat tingkat pengetahuan siswa tentang perilaku seksual
4
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini dapat mengembangkan pengetahuan disiplin ilmu khususnya kesehatan reproduksi remaja dan dapat menambah wacana kepustakaan mengenai tingkat pengetahuan siswa tentang perilaku seksual. 2. Bagi Peneliti Sebagai
pengalaman
nyata
dalam
melakukan
penelitian
tentang
pengetahuan siswa tentang perilaku seksual 3. Bagi Institusi a. Pendidikan Dapat digunakan sebagai sumber referensi untuk penelitian selanjutnya atau dijadikan sumber bacaan untuk peningkatan kualitas pendidikan kebidanan khususnya kesehatan reproduksi remaja. b. SMP Negeri 18 Surakarta Dapat digunakan sebagai masukan pada SMP Negeri 18 Surakarta dalam upaya menstimulasi pengetahuan siswa tentang perilaku seksual dan dapat digunakan sebagai acuan pembelajaran.
E. Keaslian Penelitian 1. Yulian Endarto 2012. Surya Medika Yogyakarta, dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja di SMK Negeri 4 Yogyakarta”. Metode: penelitan ini menggunakan metode observasional analitik dengan
5
pendekatan cross sectional. Berdasarkan pengujian regresi sederhana pada tabel 10, menunjukkan hasil bahwa nilai thitung > ttabel (2,699 > 2,000) sehingga Ho ditolak atau Ha diterima. Jadi ada pengaruh antara faktor pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap perilaku seksual. Nilai R square (R2) sebesar 0,076, hal ini berarti bahwa 7,6 % dari perilaku seksual remaja bisa dijelaskan oleh variabel pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, sedangkan 92,4 % sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Hasil pengujian tersebut jug didukung dengan nilai probabilitas (Sig.) = 0,008 lebih kecil daripada tingkat signifikansi yang telah ditentukan, yaitu ρ = 0,05. Nilai probabilitas (Sig.) = 0,008 berarti Ha diterima atau ada pengaruh antara faktor pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap perilaku seksual remaja. 2. Riske Chandra Kartika (2013) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Surakarta dengan judul “Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa Kelas XI DI SMA N Colomadu. Metode: penelitan ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional terhadap 67 responden dengan analisa data chi square. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil perhitungan melalui program software diperoleh nilai pValue (0,000) < 0,05 dan X2hitung (24.091) > X2tabel (5.991). Perbedaan keaslian penelitian dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu jenis penelitian yaitu observasional analitik analisis menggunakan chi square, tempat, waktu, lokasi dan analisis data.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil “tahu” pengindraan manusia terhadap suatu obyek tertentu. Proses pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan melalui kulit. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2010). b. Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2011), ada enam tingkat pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif yaitu : 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang,
tahu
tentang
6
apa
yang
dipelajari
antara
lain
7
menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya 2) Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui
dan
dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar, orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya, aplikasi ini diartikan dapat sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan seperti
sebagainya.
Analisis
merupakan
mengidentifikasi, memisahkan dan sebagainya.
kemampuan
untuk
8
5) Sintesa (Syntesis) Sintesa
dalah
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari informasi-informasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat menggunakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. c. Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut
Notoatmodjo (2010),
ada beberapa cara
untuk
memperoleh pengetahuan, yaitu: 1) Cara Coba-Salah (Trial and Error) Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak
berhasil,
dicoba
kemungkinan
yang
lain.
kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba
Apabila dengan
kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba-salah coba-coba.
9
2) Cara Kekuasaan atau Otoritas Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaankebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya, dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahliahli ilmu pengetahuan. Prinsip ini adalah, orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa yang dikemukakannya adalah benar. 3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah, pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan. 4) Melalui Jalan Pikiran Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
10
menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. 5) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology). d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Mubarak (2012), terdapat 7 faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu: 1) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat memahami hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak. Sebaliknya jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, maka akan menghambat perkembangan sikap orang tersebut terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
11
diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. 2) Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya 3) Umur Bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik dan psikologis (mental). Secara
garis besar,
pertumbuhan fisik terdiri atas empat (4) kategori pertumbuhan yaitu pertumuhan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Perubahan ini terjadi karena pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental, taraf berpikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap
dan
pola
pikirnya,
sehingga
pengetahuan
yang
12
diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini 4) Minat Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal, sehingga seseorang memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam. 5) Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Orang cenderung berusaha melupakan pengalaman yang kurang baik. Sebaliknya jika pengalaman tersebut menyenangkan, maka secara psikologis mampu menimbulkan kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiawaan seseorang. Pengalaman baik ini akhirnya dapat membentuk sikap positif dalam kehidupannya. 6) Kebudayaan lingkungan sekitar Lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau seseorang. Kebudayaan lingkungan tempat kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan
13
sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai sikap menjaga kebersihan
lingkungan
maka
sangat
mungkin
masyarakat
sekitarnya
mempunyai
sikap
selalu
menjaga
kebersihan
lingkungan. Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 7) Informasi Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media masa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media masa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.
14
e. Pengukuran Pengetahuan Menurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ukur atau kita ketahui dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatannya. Adapun pertanyaan yang dapat digunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: 1) Pertanyaan subyektif, misalnya jenis pertanyaan essay. Pertanyaan
essay disebut
pertanyaan
subyektif
karena
penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subyektif dari penilai, sehingga nilainya akan berbeda dari seseorang penilai satu dibandingkan dengan yang lain dari satu waktu ke waktu yang lainnya 2) Pertanyaan obyektif Pertanyaan obyektif misalnya pertanyaan pilihan ganda (multiple choise), bentul salah, dan pertanyaan menjodohkan. Pertanyaan pilihan ganda, betul salah, menjodohkan disebut pertanyaan obyektif karena pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilai. Dari kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan obyektif khususnya pertanyaan pilihan ganda lebih disukai untuk dijadikan sebagai alat ukur dalam pengukuran pengetahuan karena lebih mudah
15
disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan penilaiannya akan lebih cepat. 2. Perilaku Seksual a. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2011), perilaku seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang memiliki pengertian yang sangat berbeda satu sama lainnya. Perilaku dapat diartikan sebagai respon organisme atau respon sesesorang terhadap stimulus (rangsangan)
yang ada.
Sedangkan seksual adalah rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul berhubungan dengan seks. Jadi perilaku seksual adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja berhubungan dengan dorongan seksual yang datang baik dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya. Perilaku seksual adalah segala sesuatu tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Wirawan, 2007). b. Perilaku Seks berisiko Menurut Depkes RI (2007), perilaku seks beresiko, yaitu: 1) Seks pranikah Seks pranikah adalah seks yang dilakukan remaja sebelum menikah. 2) Penyimpangan perilaku seksual Homoseksual (lesbian atau gay) merupakan perilaku seksual dimana seseorang tertarik pada jenis kelamin yang sama. Penderita homoseksual tidak mengalami gangguan dalam identitas gendernya
16
atau jenis kelamin, hanya objek seksualnya tertuju pada sesama jenis. 3) Kekerasan seksual Beberapa remaja baik laki-laki maupun perempuan menghadapi ancaman kekerasan seksual yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa. c. Pengaruh buruk Perilaku Seks yang salah bagi remaja 1) Kesehatan fisik a) Terjadi kehamilan yang tidak diinginkan Menurut Notoatmodjo (2011), kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy) merupakan salah satu akibat dari perilaku seksual remaja. Anggapan-anggapan yang keliru seperti melakukan hubungan seks pertama kali atau hubungan seks jarang dilakukan sebelum atau sesudah menstruasi atau bila menggunakan teknik. Kehamilan yang tidak diinginkan membawa remaja pada dua pilihan, melanjutkan kehamilan atau menggugurkan kandungan. Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan itu yaitu: (1) Faktor internal Intensitas hubungan dan komitmen pasangan remaja untuk
menjalin
hubungan
jangka
panjang
dalam
perkawinan, sikap dan persepsi terhadap janin yang dikandung serta persepsi subyektif mengenai kesiapan
17
psikologis dan ekonomi untuk memasuki kehidupan perkawinan. (2) Faktor eksternal Faktor eksternal meliputi sikap dan penerimaan orang tua kedua belah pihak, penilaian masyarakat, nilai-nilai normatif dan etis lembaga keagamaan dan kemungkinan perubahan
hidup
di
masa
depan
yang
mengikuti
pelaksanaan keputusan yang dipilih. Terlepas dari alasan di atas yang pasti melahirkan dalam usia remaja (early childbirthing) dan melakukan aborsi merupakan pilihan yang harus mereka jalani. Banyak remaja putri yang mengalami kehamilan tidak diinginkan terus melanjutkan kehamilannya. Konseksuensi dari keputusan yang mereka ambil itu adalah melahirkan anak yang dikandungnya dalam usia yang relatif muda. Hamil dan melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu faktor risiko kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu. b) Infeksi Menular Seksual (IMS) Menurut Notoatmodjo (2011), dampak lain dari perilaku seksual remaja terhadap kesehatan adalah tertular Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS. Seringkali remaja melakukan hubungan seks yang tidak aman. Adanya kebiasaan berganti-ganti pasangan dan melakukan seks yang menyimpang menyebabkan remaja semakin rentan untuk
18
tertular Penyakit Menular Seksual (PMS). Dampak perilaku seks dapat menyebabkan terjadinya Infeksi Menular Seksual (IMS) yaitu: Gonorhoe, Sifilis (Raja Singa), Ulkus molle, Granuloma
inguinale,
Herpes
Genitalis,
Kondiloma
akuiminata, Kandidiasis, Trikomonas Vaginalis. c) Aborsi dengan segala resikonya Menurut Handoyo dan Andhyantoro (2010), Banyak remaja memilih untuk mengakhiri
kehamilan (aborsi), aborsi
mengakibatkan resiko, yaitu: (1) Risiko fisik, perdarahan dan komplikasi juga bisa mengakibatkan kemandulan. Aborsi yang dilakukan seara tidak aman bisa berakibat fatal. (2) Risiko psikis, pelaku aborsi sering kali mengalami perasaan-perasaan takut, panik, tertekan atau stress, trauma mengingat proses aborsi,dan kesakitan. Kecemasan karena rasa bersalah atau dosa akibat aborsi bisa berlangsung lama. Selain itu pelaku juga sering kali kehilangan kepercayaan diri. (3) Risiko sosial, ketergantungan pada pasangan sering kali menjadi lebih besar perempuan merasa sudah tidak perawan,pernah mengalami KTD dan aborsi. (4) Risiko ekonomi, biaya aborsi cukup tinggi. Bila terjadi komplikasi maka biaya menjadi semakin tinggi.
19
2) Psikologis Mereka yang sudah terjerumus pada perilaku seks bebas biasanya selalu dirundung rasa bersalah. Perasaan malu dan bersalah semakin muncul ketika dirinya atau pasangannya diketahui hamil, padahal secara resmi belum menjadi suami istri. Bukan pelakunya yang mendapat aib tetapi keluarga besarpun ikut merasakan malu (Handoyo, 2010). Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsekuensi psikologis, setelah kehamilan terjadi pihak perempuan atau tepatnya korban utama dalam masalah ini. Kodrat hamil dan melahirkan menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat dilematis dalam pandangan masyarakat remaja putri yang hamil merupakan aib keluarga yang secara telah mencoreng nama baik keluarga yang telah norma-norma sosial dan agama. Penghakiman sosial ini tidak jarang meresap dan terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan bingung, cemas, malu dan bersalah yang dialami (Notoatmodjo, 2011). d. Faktor yang yang mempengaruhi perilaku seksual remaja Menurut Kumalasari dan Andhyantoro (2010), beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja, yaitu: 1) Faktor perkembangan yang tejadi dalam diri remaja yaitu berasal dari keluarga di mana anak mulai tumbuh dan berkembang.
20
2) Faktor luar yaitu mencakup kondisi sekolah atau pendidikan formal yang cukup berperan terhadap perkembangan remaja dalam mencapai kedewasaan 3) Faktor masyarakat yaitu adat-istiadat, pergaulan dan perkembagnan di segala bidang khususnya teknologi yang dicapai manusia. Menurut Wirawan (2007), faktor penyebab perilaku seksual remaja, yaitu: 1) Meningkatnya libido seksual Seorang
remaja
menghadapi
tugas
perkembangan
(development taks) sehubungan dengan perubahan-perubahan fisik dan peran sosial yang sedang terjadi pada dirinya. 2) Penundaan usia perkawinan Taraf pendidikan masyarakat dengan makin banyaknya remaja perempuan yang bersekolah, makin tertunda kebutuhan untuk mengawinkan
anak-anak.
Kecenderungan
ini
terjadi
pada
masyarakat di kota-kota besar atau pada kalangan kelas sosialekonomi menengah ke atas. 3) Tabu (larangan) Tabunya pembicaraan mengenai seks tentunya disebabkan karena seks dianggap bersumber pada dorongan-dorongan di dalam “id”. Dorongan-dorongan naluri seksual ini bertentangan dengan dorongan moral yang ada dalam “super ego” sehingga harus ditekan tidak boleh dimunculkan pada orang lain dalam bentuk tingkah laku terbuka.
21
4)
Kurangnya informasi tentang seks Memasuki usia remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang
seks
dan
selama
hubungan
pacaran
berlangsuh
pengetahuan itu bertambah akan tetapi bertambah dengan informasi-informasi yang salah. Hal ini disebabkan orang tua tabu membicarakan seks dengan anaknya. Pengetahuan seksual yang benar dapat memimpin seseorang ke arah perilaku seksual yang rasional dan bertanggung jawab serta dapat membantu membuat keputusan pribadi yang penting terkait seksualitas. Sebaliknya pengetahuan seksual yang salah dapat mengakibatkan kesalahan persepsi tentang seksualitas sehingga selanjutnya akan menimbulkan perilaku seksual yang salah dengan segala akibatnya. Informasi yang salah menyebabkan pengertian dan persepsi masyarakat khususnya remaja tentang seks menjadi salah pula (Kumalasari dan Andhyantoro, 2010). 5) Pergaulan yang bebas Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dngan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya di kota-kota besar. e. Cara mengatasi perilaku seksual remaja Menurut Kumalasari dan Andhyantoro (2010), bahwa penyimpangan perilaku seksual remaja dapat diatasi dengan cara sebagai berikut: 1) Mengikis kemiskinan sebab kemiskinan membuat banyak orang tua melacurkan anaknya sendiri.
22
2) Menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi, karena ketidaktersediaan informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja untuk melakukan eksplorasi sendiri baik melalui media informasi maupun teman sebaya. 3) Memperbanyak akses pelayanan kesehatan yang diiringi dengan sarana konseling 4) Meningkatkan
partisipasi
remaja
dengan
mengembangkan
pendidikan 5) Meninjau ulang segala peraturan yang membuka peluang terjadinya reduksi atas pernikahan dini. 6) Meminimalkan informasi tentang kebebasan seks dalam hal ini media masa dan hiburan sangat berperan penting. 7) Menciptakan lingkungan keluarga yang kukuh, kondusif dan informatif.
Pandangan bahwa seks adalah hal tabu yang telah
sekian lama tertanam justru membuat remaja enggan bertanya tentang kesehatan reproduksinya dengan orang tuanya sendiri. Menurut Kumalasari dan Andhyantoro (2010), pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku hidup sehat bagi remaja di samping juga untuk mengatasi masalah yang ada. Pengetahuan yang memadai dan adanya motivasi untuk menjalani masa remaja secara sehat, para remaja diharapkan mampu memelihara kesehatan dirinya agar dapat memasuki masa kehidupan berkeluarga dengan sistem reproduksi yang sehat. Beberapa hal penting yang perlu
23
diperhatikan sebagai bekal bagi remaja dalam kaitan dengan kesehatan reproduksi remaja adalah sebagai berikut: 1) Perkembangan fisik, kejiwaan dan kematangan seksual remaja Pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiawaan dan kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang membingungkan. Pada umumnya remaja menganggap pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan seks. Hal ini tentunya akan membuat para orang tua merasa khawatir 2) Proses reproduksi yang bertanggung jawab Manusia secara biologis mempunyai kebutuhan seksual, remaja perlu mengendalikan naluri seksual dan menyalurkannya menjadi kegiatan positif. 3) Pergaulan yang sehat antar remaja laki-laki dan perempuan serta kewaspadaan terhadap masalah remaja yang banyak ditemukan 4) Pesiapan pranikah Informasi tentang hal ini diperlukan agar calon pengantin lebih siap secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan berkeluarga.
24
B. Kerangka Teori
Pengetahuan Siswa
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan : 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Umur 4. Minat 5. Pengalaman 6. Kebudayaan lingkungan sekitar 7. Informasi
Perilaku Seksual 1. Pengertian 2. Perilaku Seks berisiko 3. Pengaruh buruk Perilaku Seks yang salah bagi remaja 4. Faktor yang yang mempengaruhi perilaku seksual remaja 5. Cara mengatasi perilaku seksual remaja
1.
Gambar 2.1 Kerangka teori Sumber: Modifikasi Notoatmodjo (2007), Depkes RI (2007) dan Kumalasari dan Andhyantoro (2009)
25
C. Kerangka Konsep Baik
Pengetahuan remaja tentang Perilaku Seksual
Cukup
Kurang Faktor yang mempengaruhi pengetahuan : 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Umur 4. Minat 2. 5. Pengalaman 6. Kebudayaan lingkungan sekitar 7. Informasi 3.
Keterangan: : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti Gambar 2.2 Kerangka Konsep
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan deskriptifkuantitatif. Menurut Nursalam (2013), penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa yang penting yang terjadi pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan. Penelitian kuantitatif adalah teknik yang digunakan untuk mengolah data yang berbentuk angka, baik sebagai hasil pengukuran maupun hasil konvensi (Nototatmodjo, 2010). Pada penelitian ini menelititingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Lokasi adalah tempat yang digunakan untuk pengambilan data selama kasus berlangsung (Notoatmodjo, 2012).Penelitian inidilakukan di SMP N 18 Surakarta. 2. Waktu penelitian Waktu penelitian adalah jangka waktu yang dibutuhkan penulis untuk
memperoleh
data
penelitian
yang
dilaksanakan
(Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 – Juli 2015.
26
27
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Populasi adalah total dari seluruh unit atau elemen dimana peneliti tertarik. Populasi dapat berupa organisme, orang atau satu kelompok, masyarakat, organisasi, benda, obyek, peristiwa atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan harus didefinisikan secara spesifik (Silalahi, 2012). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalahsiswa di SMP Negeri 18 Surakarta yang berjumlah 232 siswa. 2. Sampel Sampel adalah bagian tertentu yang dipilih dari populasi (Silalahi, 2010). Menurut Nursalam (2013), rumus untuk mendapatkan menggunakan dengan perhitungan sebagai berikut : n=
N 1 + N (d 2 )
Dimana : n = Besarnya sampel N = Populasi d = Tingkat Signifikansi n=
232 232 = = 69,8 dibulatkan 70 2 1 + 232 (0,1) 3,32
3. Teknik Pengambilan sampling Teknik
sampling
adalah
cara-cara
yang
ditempuh
dalam
pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2013). Pengambilan
28
sampel menggunakan simple random sampling. Teknik simple random sampling atau acak sederhana adalah setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian pengambilan sampel dengan dengan mengundi anggota populasi. Menurut Arikunto (2010), untuk mendapatkan sampel dari tiap kelas digunakan perhitungan sebagai berikut: n=
F xn N
n : Sampel dari masing-masing N : Jumlah semua populasi F : Jumlah responden di masing-masing kelas: a. Kelas VII A =
29 x 70 = 8,7 dibulatkan 9 232
b. Kelas VII B =
29 x 70 = 8,7 dibulatkan 9 232
c. Kelas VII C =
28 x 70 = 8,4 dibulatkan 8 232
d. Kelas VII D =
29 x 70 = 8,7 dibulatkan 9 232
e. Kelas VII E =
29 x 70 = 8,7 dibulatkan 9 232
Kelas VII F =
28 x 70 = 8,4 dibulatkan 8 232
f.
g. Kelas VII G =
30 x 58 = 9,05 dibulatkan 9 232
h. Kelas VII H =
29 x 70 = 8,7 dibulatkan 9 232
Jadi sampel yang digunakan pada penelitian adalah 70 siswa.
29
D. Variabel penelitian Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian hanya menggunakan variabel tunggal yaitu tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta.
E. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan definisi yang membatasi ruang lingkup atau
pengertian
variabel-variabel
yang
diamati
atau
diteliti
(Notoatmodjo, 2010).
Nama Variabel Tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks
Tabel 3.1 Definisi Operasional Pengertian Indikator Kemampuan remaja
menjawab tentang perilaku seks yang meliputi
1. Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD 2. Cukup : Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤mean + 1 SD 3. Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean – 1 SD
pengertian, perilaku seks berisiko, pengaruh buruk Perilaku Seks yang salah bagi remaja, faktor yang yang mempengaruhi perilaku seksual remaja, cara mengatasi perilaku seksual remaja Sumber: Notoatmodjo (2007), Depkes RI (2007)
Alat Ukur Kuesioner
Skala Ordinal
30
F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis. Instrumen dalam penelitian yaitu kuesioner. Kuesioner adalah daftar pernyataan yang diberikan kepada orang lain bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan permintaan pengguna (Riduwan, 2012). Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup. Kuesioner tertutup adalah
daftar
pernyataan
dimana
sudah
disediakan
jawabannya
(Arikunto, 2010). Kuesioner dalam penelitian ini dengan kriteria positif (favorable) dengan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 bila jawaban salah, pernyataan negatif (unfavorable) dengan skor 0 untuk jawaban benar dan dengan skor 1 untuk jawaban salah. Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pernyataan Variabel
Indikator
Tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks
1. Pengertian 2. Perilaku Seks berisiko 3. Pengaruh buruk Perilaku Seks yang salah bagi remaja 4. Faktor yang yang mempengaruhi perilaku seksual remaja 5. Cara mengatasi perilaku seksual remaja
Favourable
Pernyataan Unfavourable
1,2 7,8
3,4 5,6
Jumlah Soal 4 4
10,11,12*,14 16,17
9,13,15
9
19,20,22 24
18,21,23 25
8
26,27*,29 30,32
28,31
7
20
12
32
31
Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah alat ukur yang telah memenuhi uji validitas dan reliabilitas data. Kuesioner untuk penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan karakteristik seperti sejenis di luar lokasi penelitian. Uji validitas dilakukan di SMP Negeri 23 Surakarta dengan 30 responden. Menurut Riwidikdo (2013), uji coba validitas dan reliabilitas minimal dilakukan terhadap 30 responden. 1. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya hendak diukur. Penelitian ini menggunakan uji validitas dengan bantuan SPSS for windows versi 16.0 rumus product moment. Menurut Hidayat (2011), rumus product moment yaitu:
rxy =
N . SXY - SX.SY {N SX - (SX ) }{N SY 2 - (SY ) } 2
2
2
Keterangan: N
: Jumlah responden
rxy
: Koefisien korelasi product moment
x
: Skor pertanyaan
y
: Skor total
xy
: Skor pertanyaan dikalikan skor total
Dikatakan valid jika rhitung>rtabel. Pada penelitian ini menggunakan taraf signifikan 0,05 dan rtabel. Setelah dilakukan uji validitas dari 32 pernyataan
32
didapatkan 2 pernyataan tidak valid yaitu nomor 12 (0,165) dan 27 (0,070), untuk selanjutnya nomor yang tidak valid tidak digunakan dalam penelitian karena sudah terwakili dengan kuesioner yang valid dengan rhitung (0,375 – 0,505). 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-jawaban tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto, 2010). Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan Alpha Chronbach dengan bantuan program komputer SPSS for Windows. Rumus Alpha Chronbach adalah sebagai berikut: 2 é k ù é Ssb ù r11 = ê ê1 - 2 ú s t û ë k - 1úû ë
Keterangan: r11
= Reliabilitas Instrument
k
= Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σb2 = Jumlah varian butir σt2
= Varians total
Instrumen dikatakan reliabel bila nilai alpha cronbach’s > rkriteria (0,60) (Ghozali, 2005). Setelah dilakukan uji reliabilitas didapatkan alpha
33
cronbach’ssebesar 0,849> 0,60, sehingga instrumen cukup dapat dipercaya untuk penelitian.
G. Teknik Pengumpulan Data Menurut Hidayat (2011), teknik pengumpulan data adalah cara peneliti mengumpulkan data yang akan dilakukan dalam penelitian Teknik pengumpulan data dari primer dan data sekunder, yaitu: 1. Data Primer Data primer diperoleh secara langsung dari sumbernya atau objek penelitian oleh peneliti perorangan atau organisasi (Riwidikdo, 2009). Dalam penelitian ini data primer didapatkan dari pengisian kuesioner tentang perilaku seks. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian (Riwidikdo, 2009). Data sekunder didapatkan dari SMP Negeri 18 Surakarta yaitu jumlah siswa.
H. Metode Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya adalah pengolahan data. Proses pengolahan data (Notoatmodjo, 2010) adalah: a. Editing Kegiatan ini dilakukan dengan cara memeriksa data hasil jawaban dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden dan kemudian
34
dilakukan koreksi apakah telah terjawab dengan lengkap. Editing dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau tidak sesuai dapat segera dilengkapi. b. Coding Kegiatan ini memberi kode angka pada kuesioner terhadap tahaptahap dari jawaban responden agar lebih mudah dalam pengolahan data selanjutnya. c. Tabulating Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari jawaban kuesioner responden yang sudah diberi kode, kemudian dimasukkan ke dalam tabel. d.
Memasukkan Data (Data Entri) atau processing Memasukkan data yaitu jawaban dari masing-masing responden dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau soffware komputer.
e. Pembersihan data (Cleaning) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian di lakukan pembetulan atau koreksi, Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning).
35
2. Analisis Data Menurut Notoatmodjo (2010), analisis univariatyaitu menganalisa terhadap tiap variabel dari hasil tiap penelitian untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel.Penelitian ini hanya mendeskirpsikan pengetahuan responden tentang seks bebas. Menurut Riwidikdo (2013), maka digunakan perhitungan sebagai berikut: Baik
: Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD
Cukup : Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean – 1 SD Menurut Notoatmodjo (2007), rumus mean yaitu:
åx
Rumus : X =
n
Keterangan : X
: Rata-rata ( mean )
åx
: Jumlah seluruh jawaban responden
n
: Jumlah responden Simpangan baku (standard deviation) adalah ukuran yang dapat
dipakai untuk mengetahui tingkat penyebaran nilai-nilai (data) terhadap rata-ratanya. Rumus :
SD =
å xi
2
-
(å xi ) 2
n -1
n
36
Keterangan: x
: Nilai responden
n
: Jumlah responden Untuk mendapatkan distribusi persentase pengetahuan siswa
tentang perilaku seks digunakan rumus persentase. Menurut Riwidikdo (2010), rumus persentase yaitu:
Jumlah responden menurut Tingkat Pengetahuan Persentase = –––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––– x 100% Jumlah total responden
I. Etika Penelitian Setelah mendapat persetujuan, peneliti mulai melakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika menurut Hidayat (2011), meliputi : 1. Informed Consent ( lembar persetujuan menjadi responden) Sebelum lembar persetujuan diberikan pada subyek penelitian peneliti menjelaskan maskud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta manfaat yang dilakukannya penelitian. Setelah diberikan penjelasan, lembar persetujuan diberikan kepada subyek penelitian. Jika subyek penelitian bersedia diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika subyek penelitian menolak untuk diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika subyek penelitian menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
37
2. Anonimity (tanpa nama) Untuk
menjaga
kerahasiaan
subyek
penelitian,
peneliti
tidak
mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan inisial dan memberi nomor pada masing–masing lembar tersebut. 3. Confidentiality (kerahasiaan) Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh oleh subyek penelitian dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.
J. Jadwal Penelitian Bagian ini diuraikan langkah-langkah kegiatan dari mulai menyusun proposal penelitian, sampai dengan penulisan laporan penelitian, beserta waktu berjalan atau berlangsungnya tiap kegiatan tersebut (Notoatmodjo, 2010). Jadwal penelitian (Terlampir)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMP Negeri 18 Surakarta terletak di Jl. Tembus Kadipiro, Kelurahan Banjarsari, Kabupaten Surakarta. SMP ini terdiri dari 24 kelas yaitu kelas VII, VIII dan IX. Kelas VII terdiri dari 8 kelas yaitu kelas VII A, B, C, D, E, F, G, H dan total seluruh kelas VII ada 232. Kelas VIII terdiri dari 8 kelas yaitu A, B, C, D, E, F, G, H dan total seluruh kelas VIII ada 118 siswa dan 105 siswi. Kelas IX terdiri dari 8 kelas yaitu dari kelas A, B, C, D, E, F, G, H dan total seluruh kelas IX ada 117 siswa dan 90 siswi. Total keseluruhan siswa ada 350 siswa sedangkan siswi ada 305 siswi sehingga total keseluruhan siswa dan siswi ada 655 orang. SMP Negeri 18 Surakarta ini di kepalai oleh Bapak Tarno, S.Pd., M.Pd yang membawahi 49 guru dan 10 karyawan tata usaha. SMP Negeri 18 Surakarta ini memiliki beberapa fasilitas seperti perpustakaan, UKS (Unit Kesehatan Sekolah), ruang pramuka, ruang osis, ruang kesenian karawitan, lapangan volley, lapangan basket dan mushola. Secara umum keadaan SMP Negeri 18 Surakarta terlihat bersih dan juga rapi.
B. Hasil Penelitian Sebelum mengetahui tingkat pengetahuan terlebih dahulu mencari nilai mean dan standar deviasi, setelah dilakukan perhitungan maka hasil dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
38
39
a. Karakteristik Responden 1) Informasi yang pernah didapat Karakteristik responden dapat dikategorikan berdasarkan informasi yang pernah didapat dan sumber informasi. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.1 Informasi yang didapat Informasi yang didapat 1 Ya 2 Tidak Total Sumber: Data Primer 2015 No
Frekuensi Responden 17 53 70
Prosentase (%) 75,7 24,3 100
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan informasi yang pernah didapatkan sebanyak 53 responden (75,7%) tidak pernah mendapatkan informasi dan sebanyak 17 responden (24,3%). 2) Sumber Informasi Tabel 4.2 Sumber informasi No 1 2 3
Sumber Informasi
Belum Pernah Guru Media Cetak dan Elektronik Total Sumber: Data Primer 2015
Frekuensi Responden 53 5 12 70
Prosentase (%) 75,7 7,1 17,2 100
Berdasarkan sumber informasi dapat diketahui 53 responden (75,7%) belum pernah mendapat informasi, mendapat informasi dari guru sebanyak 5 responden (7,1%) dan mendapat informasi dari media cetak dan elektronik sebanyak 12 responden (17,2%).
40
3) Lingkungan Tabel 4.3 Lingkungan Masyarakat Tinggal No
Lingkungan
1 2
Menyenangkan Tidak Menyenangkan Total Sumber: Data Primer 2015
Frekuensi Responden 52 18 70
Prosentase (%) 74,3 25,7 100
Berdasarkan lingkungan masyarakat tinggal sebanyak 52 responden (74,3%) dengan lingkungan masyarakat yang menyenangkan dan sebanyak 18 respoden (25,7%) mempunyai lingkungan yang tidak menyenangkan. 4) Pengalaman berciuman Tabel 4.4 Pengalaman Ciuman No 1 2
Ciuman Ya Tidak Total
Frekuensi Responden – 70 70
Prosentase (%) – 100 100
Berdasarkan pengalaman berciuman dapatkan hasil dari 70 responden belum pernah berciuman. 5) Pengalaman berhubungan seks Tabel 4.5 Pengalaman berhubungan seks Frekuensi No Hubungan Seks Responden 1 Ya – 2 Tidak 70 Total 70
Prosentase (%) – 100 100
Berdasarkan pengalaman berhubungan seks didapatkan hasil dari 70 responden belum pernah berhubungan seks dengan pacar.
41
b. Mean dan Standar Deviasi 1) Perhitungan Mean
x=
=
åx n
1468 70
= 20,9 2) Perhitungan Standar Deviasi
å xi
2
SD =
-
(å xi ) 2 n
n -1
2155024 70 70 - 1
31816 =
=
1029 69
= 14,92 = 3,8 Tabel 4.6 Mean dan Standar Deviasi Variabel Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas VII tentang Perilaku Seks di SMP Negeri 18 Surakarta
Mean
Standar Deviasi
20,9
3,8
42
c. Tingkat pengetahuan Siswa Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dapat dikategorikan 3 tingkat pengetahuan siswa dapat dikategorikan pada tingkat pengetahuan baik, cukup dan kurang, perhitungan tingkat pengetahuan siswa, yaitu: 1) Baik : (x) > mean+1 SD (x) > 20,9 + 1 x 3,8 (x) > 24,7, jadi pengetahuan baik jika nilai responden x > 24,7 2) Cukup : mean – 1SD ≤ x ≤ mean + 1 SD 20,9 – 1 x 3,8 ≤ x ≤ 20,9 + 1 x 3,8 (x) 17,1 ≤ x ≤ 24,7, jadi pengetahuan cukup jika nilai responden 17,1 ≤ x ≤ 24,7 3) Kurang : (x) < mean–1 SD (x) < 20,9 – 1 x 3,8 (x) < 17,1 jadi pengetahuan kurang jika nilai responden < 17,1 Hasil tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.7 Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas VII tentang Perilaku Seks di SMP Negeri 18 Surakarta Frekuensi Prosentase No Pengetahuan Responden (%) 1 Baik 15 21,4 44 62,9 2 Cukup Kurang 11 15,7 3 Total Sumber: Data Primer, 2015
70
100
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dikategorikan tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18
43
Surakarta yaitu tingkat pengetahuan baik sebanyak 15 responden (21,4%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 44 responden (62,9%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 11 responden (15,7%). Jadi tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta mayoritas pada tingkat pengetahuan cukup. d. Hasil Tabulasi Silang (Crosstabulation) 1) Informasi yang pernah didapat tentang Perilaku Seks Tabel 4.8. Tabulasi Silang Informasi dan Pengetahuan Pengetahuan Baik Cukup Kurang Informasi Tidak 4 38 11 tentang 5,7% 54,3% 15,7% Perilaku Ya 11 6 0 Seks 15,7% 8,6% .0% Total 15 44 11 21,4% 62,9% 15,7%
Total 53 75,7% 17 24,3% 70 100%
Berdasarkan tabel tabulasi silang di atas didapatkan 4 responden (5,7%) tidak pernah mendapat informasi dengan pengetahuan baik dan 11 responden (15,7%) pernah mendapatkan informasi dengan pengetahuan baik. Belum pernah mendapatkan informasi dengan pengetahuan cukup sebanyak 38 responden (54,3%) dan pengetahuan kurang sebanyak 11 responden (15,7%).
44
2) Linkungan Tabel 4.9. Tabulasi Silang Lingkungan dan Pengetahuan Pengetahuan Baik Cukup Kurang Lingkungan Menyenangkan 14 38 0 20,0% 54,3% .0% Tidak 1 6 11 1,4% 8,6% 15,7% Total 15 44 11 21,4% 62,9% 15,7%
Total 52 74,3% 18 25,7% 70 100%
Berdasarkan tabel di atas lingkungan menyenangkan dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 14 responden (20%) dan tingkat pengetahuan cukup sebanyak 38 responden (54,3%) dan tingkat pengetahuan kurang tidak ada. Lingkungan tidak menyenangkan dengan pengetahuan baik sebanyak 1 responden (1,4%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 6 responden (8,6%) dan pengetahuan kurang sebanyak 11 responden (15,7%). 3) Sumber Informasi Tabel 4.10 Sumber Informasi
Sumber Belum pernah informasi Guru Media Cetak dan Elektronik Total
Baik 4 5.7% 4 5.7% 7 10.0% 15 21.4%
Pengetahuan Cukup Kurang 38 11 54.3% 15.7% 1 0 1.4% .0% 5 0 7.1% .0% 44 11 62.9% 15.7%
Total 53 75.7% 5 7.1% 12 17.1% 70 100.0%
45
Berdasarkan tabel 4.10 dipatkan sumber informasi dengan tingkat pengetahuan didapatkan belum pernah mendapatkan informasi dengan pengethauan baik 4 responden (5,7%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 38 responden (54,3%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak responden (15,7%). Sumber informasi dari guru dengan pengetahuan baik sebanyak 4 responden (5,7%), tingkat pengethauan cukup sebanyak 1 responden (1,4%) dan tingkat pengetahuan kurang tidak ada. Sumber informasi dari media cetak dan elektronik dengan pengetahuan baik sebanyak 7 responden (10%), tingkat pengetauan cukup sebanyak 5 responden (7,1%) dan tingkat pengetahuan kurang tidak ada. 4) Pengalaman a) Berciuman Tabel 4.11. pengalaman berciuman Pengetahuan Baik Cukup Kurang Ciuman Tidak 15 44 11 21,4% 62,9% 15,7% Ya 0 0 0 Total 15 44 11 21,4% 62,9% 15,7%
Total 70 100% 0 70 100%
Berdasarkan tabel di atas pengalaman tidak berciuman dengan pengetahuan baik sebanyak 15 responden (21,4%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 44 responden (62,9%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 11 responden (15,7%). Seluruh responden dalam penelitian belum pernah berciuman.
46
b) Berhubungan seks Tabel 4.12 Pengalaman Berhubungan Seks Pengetahuan Hubunga seks Tidak Ya Total
Baik
Cukup
Kurang
Total
15
44
11
70
21,4%
62,9%
15,7%
100%
0
0
0
0
15
44
11
70
21,4%
62,9%
15,7%
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui pengalaman tidak berhubungan seks dengan pengetahuan baik sebanyak 15 responden (21,4%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 44 responden (62,9%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 11 responden (15,7%). Seluruh responden belum pernah berhubungan seks.
C. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta yaitu tingkat pengetahuan baik sebanyak 15 responden (21,4%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 44 responden (62,9%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 11 responden (15,7%). Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil “tahu” pengindraan manusia terhadap suatu objek tertentu. Proses penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan melalui kulit. Pengetahuan atau kognitif merupakan
47
domain yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta tingkat pengetahuan baik sebanyak 15 responden (21,4%). Berdasarkan lingkungan masyarakat tinggal sebanyak 52 responden (74,3%) dengan lingkungan masyarakat yang menyenangkan dan sebanyak 18 respoden (25,7%) mempunyai lingkungan yang tidak menyenangkan. Menurut Mubarak (2012), lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau seseorang dengan demikian lingkungan yang menyenangkan akan menambah pengetahuan seseorang walaupun tidak. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Berdasarkan penelitian faktor lingkungan menjadi faktor pendorong tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta tingkat pengetahuan cukup sebanyak 44 responden (62,9%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 11 responden (15,7%). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan responden dalam penelitian ini adalah informasi. Berdasarkan sumber informasi yang pernah didapatkan sebanyak 53 responden (75,7%) tidak pernah mendapatkan
48
informasi. Menurut Mubarak (2012), faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu informasi. Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan
pengaruh
jangka
pendek
(immediate
impact)
sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berdasarkan hasil penelitian pengalaman responden didapatkan pengalaman berciuman dapatkan hasil dari 70 responden belum pernah berciuman dan pengalaman berhubungan seks didapatkan hasil dari 70 responden belum pernah berhubungan seks dengan pacar, hal ini faktor pengalaman menjadi faktor penghambat tingkat pengetahuan tentang perilaku seks. Menurut Mubarak (2012), pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Orang cenderung berusaha melupakan pengalaman yang kurang baik. Sebaliknya jika pengalaman tersebut menyenangkan, maka secara psikologis mampu menimbulkan kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiawaan seseorang. Pengalaman baik ini akhirnya dapat membentuk sikap positif dalam kehidupan Berdasarkan sumber informasi dapat diketahui 53 responden (75,7%) belum pernah mendapat informasi, mendapat informasi dari guru sebanyak 5 responden (7,1%) dan mendapat informasi dari media cetak dan elektronik sebanyak 12 responden (17,2%). Menurut Mubarak (2012), sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media masa seperti televisi, radio, surat kabar,
49
majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media masa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Dalam hal ini informasi menjadi faktor penghambat tingkat pengetahuan remaja tentang seks bebas, untuk peningkatan pengetahuan diperlukan kerja sama dari pihak sekolah dengan pihak terkait dalam upaya peningkatan pengetahuan siswa khususnya pengetahuan tentang seks bebas.
D. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini mempunyai kelemahan, yaitu : 1.
Kendala dalam penelitian ini adalah pada saat pengisian kuesioner siswa kurang sungguh-sungguh dan banyak yang menyontek dari teman lain, sehingga berpengaruh pada jawaban pengetahuan.
2.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah variabel penelitian ini merupakan variabel tunggal, sehingga hasil penelitian terbatas pada tingkat pengetahuan dan penelitian ini ada kelemahan dalam menyusun alat (kuesioner) yang menggunakan jawaban tertutup sehingga responden hanya bisa menjawab benar atau salah.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Bab ini penulis akan menuliskan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tingkat pengetahuan remaja tentang seks bebas di SMP N 18 Surakarta tingkat pengetahuan baik sebanyak 16 responden (22,9%), 2. Tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta tingkat pengetahuan cukup sebanyak 44 responden (62,9%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 11 responden (15,7%). 3. Tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta tingkat pengetahuan kurang sebanyak 11 responden (15,7%). 4. Faktor penghambat tingkat pengetahuan siswa kelas VII tentang perilaku seks di SMP Negeri 18 Surakarta yaitu informasi dan faktor pendorong yaitu lingkungan.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas saran yang diberikan penulis yaitu: 1. Bagi Siswa Diharapkan siswa untuk lebih meningkatkan pengetahuan dengan banyak membaca artikel-artikel maupun buku tentang kesehatan reproduksi khususnya perilaku seks serta dampak-dampaknya.
50
51
2. Bagi Institusi a. Institusi Pendidikan Sebaikanya institusi lebih banyak menambah referensi tentang kesehatan reproduksi
khususnya
perilaku
seks serta
dampak-
dampaknya b. Bagi SMP Negeri 18 Surakarta Diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan siswa dengan bekerja sama dengan instansi kesehatan terkait untuk pelaksanaan penyuluhanpenyuluhan tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang perilaku seks serta dampak-dampaknya. 3. Peneliti selanjutnya Diharapkan lebih meningkatkan penelitian yang serupa dengan menambah variabel penelitian sehingga akan didapatkan hasil penelitian yang lebih sempurna.