NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA IBADAH HAJI
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Ilmu Tarbiyah
Oleh
YUYUN ARIFAH NIM 3103082
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008
ii
PENGESAHAN PENGUJI
Drs. H. Djoko Widagdho, M. Pd (NIP. 130 388 591)
Tanggal
Tanda Tangan
______________
______________
______________
______________
______________
______________
______________
______________
Ketua
Drs. Wahyudi, M. Pd (NIP. 150 274 611) Sekretaris
Drs. H. Syamsuddin Yahya (NIP. 150 170 121) Anggota I
Nasirudin, M. Ag (NIP. 150 274 611) Anggota II
iii
PERNYATAAN
Penulis menyatakan dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 2 Januari 2008 Deklarator,
Yuyun Arifah
iv
ABSTRAK Yuyun Arifah (3103082) Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2008 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung pada ibadah haji. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research). Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan deduktif dan pendekatan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibadah haji adalah kegiatan mengunjungi Makkah yang dilakukan pada waktu tertentu untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan khusus berupa thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan seluruh rangkaian ibadah haji dalam rangka memenuhi perintah Allah dan mengharap ridhoNya. Nilai-nilai pendidikan akhlak pada ibadah haji antara lain: a. Syukur. Melaksanakan haji merupakan ungkapan syukur atas nikmat harta dan kesehatan. Keduanya merupakan kenikmatan terbesar yang diterima didunia. Hal ini dapat dilihat ketika jamaah mengucapkan talbiyah. b. Takwa. Haji merupakan ibadah yang melambangkan ketaatan atau penyerahan diri secara total kepada Allah baik harta benda maupun jiwa raga. Di hadapan Allah mereka bersyukur atas segala nikmat, memohon ampun, berdzikir, memohon perlindungan dari dosa, hawa nafsu dan godaan setan. c. Ikhlas. Ibadah haji merupakan ibadah sempurna yang harus dilaksanakan dengan ikhlas karena Allah. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 97, dan Al-Baqarah ayat 196 yang menjelaskan tentang kewajiban haji. d. Bershalawat dan patuh pada ajaran Rasulullah. Hal ini bisa dipahami ketika jama’ah di Raudhah mereka bershalawat kepada Nabi. Selain itu dapat dipahami ketika jama’ah melaksanakan rangkaian ibadah haji sesuai dengan ajaran Rasulullah. Misalnya thawaf, wukuf, sa’i, tahalul. e. Tidak melakukan rafats, fusuq dan jidal. Pada ibadah haji, ketika jamaah sedang ihram ada larangan untuk tidak rafats, fusuq dan jidal. Hal ini karena ibadah haji merupakan pekerjaan yang sangat mulia dan terpuji. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 197. f. Mengendalikan hawa nafsu. Hal ini bisa dipahami ketika jamaah melempar jumrah. Melempar jumrah merupakan perwujudan permusuhan dan kebencian terhadap setan yang selalu berusaha untuk menyesatkan manusia dari jalan yang diridai Allah. g. Tolong menolong. Ibadah haji bukan hanya suatu bentuk budaya/adat istiadat. Di situ dibutuhkan pengertian dan toleransi, tolong menolong antara jama’ah yang satu dengan yang lain. h. Ukhuwah/Persaudaraan. Ibadah haji merupakan wujud nyata dari persaudaraan antara muslim sedunia. Dengan perkumpulan yang berasal dari berbagai negara dan bangsa, mereka harus saling toleransi dan memahami keadaan orang lain, sehingga tercipta ukhuwah islamiyah yang baik.
v
MOTTO ﺟﺪَا َل ِ ق َوﻟَﺎ َ ﺚ َوﻟَﺎ ُﻓﺴُﻮ َ ﺞ َﻓﻠَﺎ َر َﻓ ﺤﱠ َ ﻦ ا ْﻟ ض ﻓِﻴ ِﻬ ﱠ َ ﻦ َﻓ َﺮ ْ ت َﻓ َﻤ ٌ ﺷ ُﻬ ٌﺮ َﻣ ْﻌﻠُﻮﻣَﺎ ْ ﺞ َأ ﺤﱡ َ ا ْﻟ (١٩٧ :…)ﺍﻟﺒﻘﺭﺓ. ﺞ ّﺤ َ ﻓِﻲ ا ْﻟ Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.* (QS. Al-Baqarah: 197)
*
Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Bandung: J-Art, 2005), hlm. 31.
vi
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan hati dan rasa syukur skripsi ini kupersembahkan kepada: 1. Ayahku H. Suroso dan Bunda tersayang Siti Khasanah yang selalu memberikan kasih sayang tanpa akhir. Iringan doa dan restumu adalah pijakan bagiku untuk menggapai mimpi indahku. 2. Kakakku Ahmad Faizin, S.Pd.I dan adikku Sri Mulyani yang menjadi penyemangat hidup penulis. 3. Pelita hatiku, mutiara hidupku, calon pendamping hidupku, semoga engkau yang terbaik bagiku. 4. Keluarga besar PPTQ Purwoyoso Semarang, semua sahabat senasib seperjuangan, terima kasih atas kebersamannya dalam suka dan duka. 5. Teman senasib dan seperjuangan di kampus hijau Fakultas Tarbiyah angkatan 2003. Dengan tulus hati aku persembahkan skripsi ini, mudah-mudahan bisa bermanfaat.
vii
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ Penulis bersyukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Tidak lupa, penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan kita, Nabi Muhammad yang telah membawa risalah yang penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita, baik di dunia dan di akhirat kelak. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dengan moral dan bantuan apapun yang sangat besar artinya bagi penulis. Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, M. Ed. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah merestui pembahasan skripsi ini. 2. Dra. Muntholi’ah, M.Pd selaku wali studi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan studi. 3. Sulja’i M. Ag dan H. Mursid, M Ag selaku pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.. 4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen beserta karyawan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah membekali berbagai pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu serta kakak dan adikku yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian dan doanya untuk keberhasilan penulis. 6. Abah K.H. Amna Abdullah Umar, K.H. Azka Abdullah Umar (Alm), Abah Muhibbin, Umi Aufa, Ibu Nyai Hj. Jamzatur Rohmah AH sebagai Pengasuh PPTQ Purwoyoso Ngaliyan Semarang. Terima kasih kami haturkan kepada
viii
belaiau yang telah mengasuh, mendidik dengan tulus ikhlas, sehingga kami mendapat ilmu yang bermanfaat dan barokah. 7. Sahabat, teman senasib seperjuangan, santriwati PPTQ Purwoyoso Semarang (Hidayah, Rifqoh, Mei, Ida, Mifroh, Mursyidah, Anik dan adik-adik kamar pink), teman-teman TIM PPL MAN 2 Semarang 2007 dan TIM KKN POSKO 16 Desa Malebo Kabupaten Temanggung 2007, yang selalu setia menemani, menasehati, membantu, memotivasi dan mendoakan dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi dan studi di IAIN Walisongo Semarang. 8. berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa hanya untaian terima kasih dengan tulus serta iringan doa, semoga Allah membalas semua amal kebaikan mereka dan melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah dan inayah-Nya, dan semoga skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji” ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang berkesempatan membacanya. Pada akhirnya penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Amin.
Semarang, 2 Januari 2008
Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL..........................................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................
iii
DEKLARASI .....................................................................................................
iv
ABSTRAK .........................................................................................................
v
MOTTO .............................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN ..............................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................
viii
DAFTAR ISI .....................................................................................................
x
BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................................
5
C. Tujuan Penelitian..........................................................................
5
D. Kajian Pustaka ..............................................................................
5
E. Penegasan Istilah ..........................................................................
6
F. Metode Penelitian.........................................................................
9
G. Sistematika Penulisan...................................................................
11
BAB II. IBADAH HAJI DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. IBADAH HAJI ............................................................................
12
a. Pengertian Haji........................................................................
12
b. Dasar Hukum Haji ..................................................................
13
c. Syarat-Syarat Haji ...................................................................
15
d. Rangkaian Amalan Ibadah Haji ..............................................
16
e. Hikmah Ibadah Haji ...............................................................
26
B. PENDIDIKAN AKHLAK...........................................................
26
a. Pengertian Pendidikan Akhlak ...............................................
26
b. Dasar-dasar Pendidikan Akhlak..............................................
31
x
c. Metode-metode Pendidikan Akhlak........................................
33
d. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak.................................................
36
e. Tujuan Pendidikan Akhlak......................................................
39
C. NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA IBADAH HAJI
40
a. Akhlak kepada Allah...............................................................
40
b. Akhlak kepada Rasul...............................................................
40
c. Akhlak kepada diri sendiri dan orang lain ..............................
40
BAB III. NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA IBADAH HAJI A. AKHLAK KEPADA ALLAH
...............................................
41
a.. Syukur
.................................................................................
41
b. Takwa
..................................................................................
42
c. Ikhlas
..................................................................................
43
B. AKHLAK KEPADA RASUL ......................................................
44
a. Patuh mengikuti ajarannya ......................................................
44
b. Bershalawat .............................................................................
44
C. AKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN.......
45
a. Tidak melakukan rafats, fusuq dan jidal ..................................
45
b. Mengendalikan hawa nafsu .....................................................
45
c. Tolong menolong......................................................................
46
d. Persaudaraan.............................................................................
46
BAB IV. ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA IBADAH HAJI A. Hubungan Ibadah Haji dengan Pendidikan ..................................
48
B. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Ibadah Haji ......................
49
1. Akhlak kepada Allah..................................................................
49
2. Akhlak kepada Rasul..................................................................
52
3. Akhlak kepada Diri Sendiri dan Orang Lain..............................
52
xi
BAB V. PENUTUP A. Simpulan ......................................................................................
55
B. Saran-Saran ..................................................................................
56
C. Kata Penutup ...............................................................................
57
DAFTAR KEPUSTAKAAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan Islam merupakan pendidikan tingkah laku praktis: tidak cukup dengan kata-kata, tetapi memperhatikan aspek perbuatan. Rukun Islam yang kelima umpamanya, menuntut tingkah laku verbal dan praktis secara simultan. Kesempurnaan manusia muslim antara lain terletak pada kesesuaian antara perkataan dan perbuatan.1 Salah satu tujuan pendidikan Islam ialah mengembangkan manusia yang baik, yaitu manusia yang beribadah dan tunduk kepada Allah serta mensucikan diri dari dosa. Atas dasar itu, tujuan pendidikan Islam diukur antara lain dengan nilai isi pendidikannya, yaitu merealisasi tercapainya keutamaan dan kesempurnaan diri dengan jalan ma’rifat kepada Allah dan berorientasi kepada kehidupan yang baik dan utama. Isi pendidikan tersebut mencakup kepentingan manusia di dunia dan akhirat. Manusia sempurna ialah manusia yang berakhlak mulia serta bertingkah laku dan bergaul dengan baik. Inilah aspek penting tujuan pendidikan akhlak dalam pendidikan Islam.2 Ibadah merupakan salah satu sarana yang efektif untuk mengarahkan pendidikan kepada orientasi akhlaki yang lurus serta merealisasi pendidikan secara seimbang dan komprehensif. Ibadah fardhu seperti shalat, zakat, puasa, haji mengandung maksud mendidik ruh dan mengarahkan pendidikan akhlak Haji merupakan rukun Islam yang kelima, yang diwajibkan oleh Allah atas orang-orang yang mampu, baik fisik, mental maupun biaya.3 Sebagai rukun Islam yang kelima haji bukanlah sekedar prosesi lahiriah formal belaka, melainkan momen revolusi lahir dan batin untuk mencapai kesejatian diri sebagai manusia. Proses pencapaian kesejatian tersebut dapat diraih dengan mempelajari makna ibadah haji lebih dalam. Banyak orang menganggap bahwa haji adalah ungkapan puncak sekaligus panacea (obat mujarab) bagi kebaikan keagamaan seorang muslim Seorang muslim yang telah berhaji, jika dia dikenal sebagai orang yang baik,
1
Hery Noer Ali dan Munzir, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Fisika Agung Insani, 2000), hlm. 154. 2 Ibid, hlm. 152 3 Nasir Yusuf, Problematika Manasik Haji, (Bandung: Pustaka, 1994), hlm. 1.
2
dengan kebaikannya telah mencapai puncaknya.4 Apabila seseorang menjadi pelaku ibadah haji yang sejati, maka ibadah itu mengandung sebuah hakikat yang nyata. Bentuk nyata ibadah haji adalah akhlak orang yang berhaji.5 Dalam ibadah haji, nilai pembinaan akhlak lebih besar dibanding dengan ibadah lain dalam rukun Islam. Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji merupakan ibadah yang bersifat komprehensif yang menuntut persyaratan banyak, disamping harus menguasai ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan keras, bersabar dalam menjalankannya serta mengeluarkan biaya yang banyak.6 Hubungan ibadah haji dengan pembinaan akhlak ini dapat dipahami dari ayat yang berbunyi:
ﻻ َ ق َو َ ﺴ ْﻮ ُ ﻻ ُﻓ َ ﺚ َو َ ﻼ َر َﻓ َ ﺞ َﻓ ﺤﱠ َ ﻦ ا ْﻟ ض ِﻓ ْﻴ ِﻬ ﱠ َ ﻦ َﻓ َﺮ ْ ﺖ َﻓ َﻤ ٌۚ ﺷ ُﻬ ٌﺮ َﻣ ْﻌُﻠ ْﻮﻣ ْ ﺞ َأ ﺤﱡ َ َا ْﻟ ﺧ ْﻴ َﺮاﻟ ﱠﺰا ِد َ ن ﺧ ْﻴ ٍﺮ َﻳ ْﻌَﻠ ْﻤ ُﻪ اﷲۗ َو َﺗ َﺰ ﱠو ُد ْوا َﻓِﺈ ﱠ َ ﻦ ْ ﺤﺞۗﱢ َو َﻣﺎ َﺗ ْﻔ َﻌُﻠ ْﻮا ِﻣ َ ل َﻓﻰ ا ْﻟ َ ﺟ َﺪا ِ (١٩٧ :ﺐ )اﻟﺒﻘﺮة ِ ﻷ ْﻟﺒ َ ن َﻳُﺄوِﻟﻰ ْا ِ ﻮىۚ َواﱠﺗ ُﻘ ْﻮاﻟﱠﺘ ْﻘ Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan didalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. AlBaqarah: 197)7 Ibadah haji dengan implementasi amaliahnya, tidak hanya sematamata dogma. Namun terkandung makna yang sangat dalam seperti dari segi persaudaraan, kemanusiaan, persamaan dan persatuan, perlu bekerja keras dan selalu berusaha sampai pada akhirnya dari seluruh perbuatan haji terdapat pengakuan akan Kemahakuasaan dan Keagungan-Nya8. Quraish Shihab, mengutarakan bahwa dalam pelaksanaan ibadah haji, baik dalam acara ritual atau dalam tuntunan non ritualnya, dalam bentuk 4
Ramli Bihar Anwar, ASQ For Haji, (Bandung: Arazy PT Mizan Pustaka, 2004) cet. 1, hlm 118-119 5 Jawadi Amuli, Hikmah dan Makna Haji, (Bogor: Cahaya, 2004), cet. 2hlm. 117 6 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet. 2, hlm. 161 7 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: J-Art, 2005), hlm. 31 8 Ishak Farid, Ibadah Haji dalam Filsafat Hukum Islam , (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 5
3
kewajiban atau larangan, dalam bentuk nyata atau simbolik mempunyai makna tersendiri, antara lain:9 1. Ibadah haji dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram. Tidak dapat disangkal bahwa pakaian menurut kenyataannya merupakan pembeda antara seorang dengan yang lainnya. Pembedaan tersebut dapat membawa antara lain, kepada perbedaan status sosial, ekonomi atau profesi. Di miqat makani, pembedaan tersebut harus ditanggalkan, sehingga semua harus memakai pakaian yang sama. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam ibadah haji terdapat pendidikan egaliter (kesamaan). 2. Dengan dikenakannya pakaian ihram, maka sejumlah larangan harus ditinggalkan oleh pelaku ibadah haji. Dilarang membunuh binatang dan mencabut pepohonan. Mengapa? Karena manusia berfungsi memelihara makhluk-makhluk Allah serta memberinya kesempatan seluas mungkin untuk mencapai tujuan penciptaan-Nya. 3. Setelah selesai melakukan thawaf, yang menjadikan pelakunya larut dan berbaur bersama manusia-manusia yang lain, serta memberikan kesan kebersamaan menuju satu tujuan yang sama yakni berada dalam lingkungan Allah, dilakukanlah sa’i. 4. Di Arafah, padang yang luas lagi gersang itu, seluruh jamaah wuquf (berhenti) sampai terbenamnya matahari. Di sanalah mereka seharusnya menemukan ma’rifah pengetahuan sejati tentang jatidirinya, akhir perjalanan hidupnya. Di sana pula seharusnya ia menyadari langkah-langkahnya selama ini. Dengan kesadaran-kesadaran itulah yang menghantarkannya di padang Arafah untuk menjadi arif (sadar) dan mengetahui. 5. Dari Arafah, para jama’ah ke Muzdalifah untuk mengumpulkan senjata dalam menghadapi musuh utama yaitu setan. Kemudian melanjutkan 9
M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur'an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2004), hlm. 335-337.
4
perjalanan ke Mina dan di sana para jamaah haji melampiaskan kebencian dan kemarahan mereka menjadi penyebab segala kegetiran yang dialaminya. Batu dikumpulkan di tengah malam sebagai lambang bahwa musuh tidak boleh mengetahui siasat dan senjata kita. Selain itu, Ismail Muhammad Syah, dalam bukunya Filsafat Hukum Islam mengutarakan bahwa haji merupakan kumpulan yang sangat indah dari lambang-lambang kerohanian yang mengantarkan umat Islam dari seluruh penjuru dunia dengan berbagai ras, bangsa dan bahasa merupakan suatu momentum untuk mempererat tali persaudaraan.10 Ibadah haji tidak hanya semata-mata ditujukan untuk menjaga hubungan baik dengan Allah tetapi juga menjaga hubungan baik dengan diri sendiri, sesama manusia, menjaga hubungan baik dengan alam. Hubungan kita dengan diri kita, dengan sesama manusia harus kita pelihara secara terus menerus, seperti halnya ketika seorang haji memakai pakaian ihram. Pada saat itu dilarang membunuh hewan sekecil apapun, menebang pepohonan. Larangan ini terkait dengan persoalan menjaga hubungan baik dengan alam dan lingkungan sekitar.11 Amaliah tersebut mengajarkan kepada umat manusia untuk senantiasa
ramah
mengeksploitasi
terhadap lingkungan.
lingkungan Hal
dengan
tersebut
menjaga
sangat
dan
aplikatif
tidak apabila
diaplikasikan oleh setiap muslim, mengingat sekarang ini banyak manusia yang tidak sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Penulis beranggapan bahwa penggalian nilai-nilai edukatif dalam ibadah haji merupakan hal yang sangat urgen. Pasalnya banyak orang muslim yang melaksanakan ibadah haji, tetapi sepulang dari ibadah haji belum ada perubahan yang signifikan dalam tingkah laku atau akhlak dalam keseharian mereka. Selain itu juga disebabkan kekeliruan penafsiran bahwa ibadah haji
10
204.
11
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hlm.
Ahmad Thib Raya, Menyelami Seluk Beluk Ibadah dalam Islam, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 339.
5
hanya habl min Allah sehingga nilai-nilai sosial dalam ibadah haji tidak terakomodasi. Oleh karena itu, penulis bermaksud mengadakan penelitian mengenai Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji, melalui studi pustaka yang relevan dengan tema tersebut.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas, maka ada permasalahan yang akan di kaji melalui penelitian ini. Permasalahan tersebut adalah nilai-nilai pendidikan akhlak apa saja yang terkandung dalam ibadah haji?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka tujuan yang hendak di capai dalam penyusunan skripsi ini adalah mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam ibadah haji.
D. Kajian Pustaka Kajian yang di bahas dalam skripsi ini difokuskan pada ajaran ibadah haji yang di dalamnya terkandung nilai-nilai pendidikan akhlak yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari sini dibutuhkan suatu kajian kepustakaan, dimana sepengetahuan penulis belum pernah menemukan penelitian skripsi yang mengkaji tentang “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji” Untuk memperoleh gambaran yang pasti tentang posisi penelitian ini diantara karya-karya yang sudah ada, berikut kami ilustrasikan beberapa karya yang telah mengkaji nilai-nilai pendidikan. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Agus Hakim tentang “NilaiNilai Pendidikan dalam Qiyamullail.” Skripsi ini memaparkan nilai-nilai pendidikan dalam qiyamullail meliputi nilai jasmani berupa keadaan tubuh yang rileks, efektif, tidak malas dan selalu optimis. Nilai rohaninya yaitu
6
menjadikan keadaan tenang dan jiwa damai, tidak terjadi was-was, kegelisahan yang berakibat pada sifat minder. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Sutanti Exa Zulhijah tentang “Nilai-Nilai Edukatif Ibadah Puasa dalam Pandangan Imam al-Ghazali.” Skripsi ini memaparkan nilai-nilai edukatif dalam ibadah puasa yaitu pendidikan akhlak, pendidikan sosial, dan pendidikan pola hidup sehat. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Nanik Qoriah tentang “NilaiNilai Pendidikan dalam Ibadah Aqiaqah dan Implementasinya dalam Pendidikan Anak.” Skripsi ini memaparkan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam aqiqah adalah pendidikan akhlak, pendidikan keimanan, pendidikan kesehatan, pendidikan sosial, pendidikan ekonomi dan pendidikan kejiwaan. Dari uraian tersebut nampaklah penelitian tentang nilai-nilai pendidikan telah banyak dikaji, tetapi sepengetahuan penulis belum pernah ada yang membahas tentang Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji.
E. Penegasan Istilah 1. Nilai Pendidikan Akhlak a. Nilai Nilai secara etimologi adalah banyak sedikitnya isi, kadar, mutu12. Nilai adalah seperangkat keyakinan ataupun perasaan-perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku13. Jadi nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu dan membutuhkan penghayatan yang menyebabkan hal itu pantas dikerjakan oleh manusia.
12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 615 13 Muhammad Amin dkk, Dasar-Dasar Pendidikan Agama, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996), hlm. 156
7
b. Pendidikan Akhlak 1). Pengertian pendidikan Pendidikan di artikan sebagai proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan kepribadiannya melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses,perbuatan, mendidik14. 2). Pengertian akhlak Secara etimologi akhlak dapat diartikan budi pekerti, watak, tabi’at.15 Sedangkan menurut Imam al-Ghazali dalam bukunya Ihya ‘ulumuddin mendefinisikan akhlak sebagai berikut
ﻓﺎﻟﺨﻠﻕ ﻋﺒﺎﺭﺓ ﻋﻥ ﻫﻴﺌﺔ ﻓﻰ ﺍﻟﻨﻔﺱ ﺭﺍﺴﺨﺔ ﻋﻨﻬﺎ ﺘﺼﺩﺭ ﺍﻷﻓﻌﺎل ﺒﺴﻬﻭﻟﺔ ﻭﻴﺴﺭ ﻤﻥ ﻏﻴﺭ ﺤﺎﺠﺔ ﺍﻟﻰ ﻓﻜﺭ ﻭﺭﻭﻴﺔ ﻓﺎﻥ ﻜﺎﻨﺕ ﺍﻟﻬﻴﺌﺔ ﺒﺤﻴﺙ ﺘﺼﺩﺭﻋﻨﻬﺎ ﺍﻷﻓﻌﺎل ﺍﻟﺠﻤﻴﻠﺔ ﺍﻟﻤﺤﻤﻭﺩﺓ ﻋﻘﻼ ﻭﺸﺭﻋﺎﺴﻤﻴﺕ ﺘﻠﻙ ﺍﻟﻬﻴﺌﺔ ﺨﻠﻘﺎﺤﺴﻨﺎ ﻭﺍﻥ ﻜﺎﻥ ﺍﻟﺼﺎﺩﺭ ﻋﻨﻬﺎ 16
ﺍﻷﻓﻌﺎل ﺍﻟﻘﺒﻴﺤﺔ ﺴﻤﻴﺕ ﺍﻟﻬﻴﺌﺔ ﺍﻟﺘﻰ ﻫﻰ ﺍﻟﻤﺼﺩﺭ ﺨﻠﻘﺎﺴﻴﺌﺎ
Akhlak merupakan ungkapan tntang keadaan yang melekat pada jiwa dan dirinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa membuthkan kepada pemikiran dan pertimbangan. Apabila suatu keadaan melahirkan perbuatan-perbuatan terpuji baik menurut pertimbangan akal maupun agama, maka keadaan itu disebut akhlak yang baik, dan juga sebaliknya, apabila suatu keadan melahirkan pebuatan-perbuatan tercela, maka ia juga disebut akhlak tercela. Jadi yang dimaksud pendidikan akhlak dalam skripsi ini adalah pendidikan untuk merubah tingkah laku (bukan pengetahuan “dari belum atau tidak tahu menjadi tahu”) yang dimulai dari hati atau pangkal perasaan sehingga menjadi suatu kebiasaan, baik kepada Allah maupun kepada sesama. 14
Tim Penyusun Pembinaan dan Penegembangan Bahsa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm. 264 15 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit, hlm.15 16 Al Ghazali, Ihya’ Ulum adalah Din, Juz III, (Mesir: Masyahad Al Husaini, tt), hlm. 58
8
Berdasarkan
pengertian
diatas,
yang
dimaksud
nilai
pendidikan akhlak adalah isi/kandungan pendidikan yang dijadikan sebagai acuan pengkajian kehidupan manusia untuk merubah tingkah laku individu baik kepada Allah, Rasul, diri sendiri dan sesama. 2. Ibadah haji a. Pengertian ibadah Ibadah secara lughawi berarti mematuhi, tunduk, berdoa. Secara istilah berarti kepatuhan atau ketundukan kepada Dzat yang memiliki puncak Keagungan Tuhan Yang Maha Esa17. Secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid18. Jadi, ibadah adalah segala bentuk perbuatan dan perkataan yang dilakukan oleh setiap muslim dengan tujuan untuk mencari keridloan Allah swt. b. Pengertian haji Haji menurut istilah bahasa artinya maksud19. Menurut istilah agama, haji adalah sengaja berkunjung ke Baitullah al-Haram (ka’bah) di Makkah al-Mukarromah untuk melakukan rangkaian amalan yang telah diatur dan di tetapkan oleh Allah swt sebagai ibadah dan persembahan dari hamba kepada Tuhan, yang berupa wukuf, thawaf, sa’i dan amalan lainnya pada masa dan tempat tertentu, demi memenuhi panggilan Allah SWT dengan mengaharapkan Ridho-Nya.20 Jadi, ibadah haji adalah sengaja berkunjung ke Baitullah untuk menuju kepada Allah dan mengabdikan diri kepada-Nya, dengan
17
hlm. 385
18
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid II, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeue, 1993),
Nasrudin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1993), hlm. 44 Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi, Fikih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. 3, hlm. 135 20 Djamaludin Dimjati, Panduan Ibadah Haji danUmrah Lengkap Di sertai Rahasia dan Hikmahnya, (Solo: Era Intermedia, 2006), cett. I, hlm. 3 19
9
mengerjakan suatu pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dikerjakan pada masa dan tempat serta ritual tertentu untuk mendapat ridloNya.
F. Metode Penelitian Penelitian skripsi ini menggunakan metode library research atau penelitian kepustakaan. Oleh karenanya, objek penelitiannya adalah berupa buku-buku, majalah, jurnal serta tulisan lain yang dapat memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan penulis. 1. Sumber data a. Data primer Dalam penelitian ini sebagai sumber primernya adalah al-Quran, hadis dan kitab fikih. b. Data sekunder Sumber data sekunder adalah data tangan kedua atau data yang diperoleh dari pihak lain, dalam arti tidak langsung diperoleh peneliti subjek penelitian.21. Adapun data sekunder antara lain buku buku-buku yang berisi tentang ibadah haji, antara lain: buku Ibadah Haji dalam Filsafat Hukum Islam karya Ishak Farid, Panduan Ibadah Haji dan Umrah Lengkap Disertai Rahasia dan Hikmahnya karya Djamaluddin Dimjati. Akhlak Tasawuf karya Abuddin Nata, Watak Pendidikan Islam karya Hery Noer Ali dan Munzier. 2. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan menggunakan dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan lain sebagainya.22 Dokumentasi yang penulis perlukan dalam penelitian ini adalah buku-buku yang representatif, relevan dan mendukung terhadap objek 21
Saefudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 91 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), hlm. 236 22
10
kajian sehingga dapat memperoleh data-data sekunder yang faktual dan dapat dipertanggung jawabkan dalam memecahkan permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini. 3. Metode analisis data a. Metode maudu’i /tematik Yang dimaksud dengan metode tematik adalah membahas ayatayat al-Quran sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya seperti asbab al nuzul, kosakata dan sebagainya.23 Metode ini digunakan untuk membahas ayat-ayat al Quran yang berkaitan dengan ibadah haji, kemudian dikaitkan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak dan memperkuatnya dengan hadis-hadis nabi yang relevan ditambah dengan pendapat para ahli. b. Metode analisis isi Metode content analysis adalah mendeskripsikan, membahas dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontasikan dengan gagasan primer yang lain dalam upaya studi perbandingan, hubungan dan pengembangan model.24 Untuk mendukung dalam penjelasan melalui analisis isi, maka penulis menggunakan kerangka berpikir yang bersifat deduksi yaitu pembahasan dengan cara menyajikan kenyataan-kenyataan yang bersifat umum kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus25. Dan juga kerangka berpikir yang bersifat induksi yaitu metode pengambilan keputusan yang diletakkan atas dasar-dasar khusus kemudian digeneralisasikan kepada hal-hal yang bersifat umum26.
23
Nashrudin Baidan, Metodologi Penafsiran Al Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 151 24 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 85 25 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: Andi, 2000), hlm. 47. 26 Ibid
11
G. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman skripsi ini, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar sebagi berikut a. Bagian muka (Preliminaries) Pada bagian ini dimuat: halaman sampul, halaman judul, abstraksi, persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, deklarasi, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi. b. Bagian isi (batang tubuh) Bab pertama tentang pendahuluan, berisi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. Bab kedua tentang ibadah haji dan pendidikan akhlak, berisi tentang: pengertian ibadah haji, dasar hukum, syarat haji, rangkaian amalan haji, hikmah ibadah haji. Pendidikan akhlak, pengertian, dasar, metode, nilai dan tujuan pendidikan akhlak, nilai-nilai pendidikan akhlak pada ibadah haji. Bab ketiga tentang Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak, berisi: akhlak kepada Allah, Rasulullah, diri sendiri dan orang lain. Bab keempat tentang Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji, berisi tentang analisis nilai-nilai pendidikan akhlak pada ibadah haji antara lain hubungan ibadah haji dengan pendidikan, nilai-nilai pendidikan akhlak dalam ibadah haji yang meliputi akhlak kepada Allah, Rasulullah, diri semdiri dan orang lain. Bab kelima Penutup, berisi simpulan, saran-saran dan penutup. c. Bagian akhir skripsi Pada bagian ini akan dimuat daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup penulis.
BAB II IBADAH HAJI DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. Ibadah Haji a. Pengertian Ibadah Haji Secara etimologi kata haji adalah berasal dari bahasa Arab yaitu ﺎﺣﺠ - ﺤﺞ ﻳ – ﺞ ﺣ berarti berziarah, mengunjungi, menyengaja.1 Namun dalam penggunaannya para ulama telah sepakat bahwa kata haji digunakan dalam pengertian untuk mengunjungi ka’bah untuk menyelesaikan manasik haji.2 Sedangkan pengertian haji menurut istilah syara’ di kalangan ulama terdapat beberapa pendapat yang pada intinya sama. Di antaranya, menurut Sayyid Sabiq
ﺍﻟﺤﺞ ﻗﺼﺩ ﻤﻜﺔ˛ ﻷﺩﺍﺀ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﺍﻟﻁﻭﺍ ﻑ˛ ﻭﺍﻟﺴﻌﻲ˛ ﻭﺍﻟﻭﻗﻭﻑ ﺒﻌﺭﻓﺔ˛ ﻭﺴﺎﺌﺭﺍﻟﻤﻨﺎﺴﻙ˛ ﺍﺴﺘﺠﺎﺒﺔ ﻷﻤﺭﺍﷲ˛ ﻭﺍﺒﺘﻐﺎﺀ ﻤﺭﻀﺎﺘﻪ Menyengaja (mengunjungi) Makkah untuk menunaikan ibadah thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan seluruh rangkaian ibadah (haji) dalam rangka memenuhi perintah Allah dan mengharapkan ridho-Nya.3 Sedangkan menurut Wahbah al-Zuhaily menyatakan:
ﻗﺼﺩ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﻷﺩﺍﺀ اﻓﻌﺎل ﻤﺨﺼﻭﺼﺔ˛ ﺍﻭ ﻫﻭ ﺯﻴﺎﺭﺓ ﻤﻜﺎﻥ ﻤﺨﺼﻭﺹ ﻓﻰ ﺯﻤﻥ ﻤﺨﺼﻭﺹ ﺒﻔﻌل ﻤﺨﺼﻭﺹ Menyengaja (mengunjungi) ka’bah untuk mengerjakan perbuatan tertentu atau mengunjungi tempat tertentu pada waktu tertentu4 Menurut Majeed, the hajj is visit a specified place during a specified time to perform specified rites as acts of submission.5 Haji adalah
1 Djamaludin Dimjati, Panduan Ibadah Haji danUmrah Lengkap Di sertai Rahasia dan Hikmahnya, (Solo: Era Intermedia, 2006), cett. I, hlm. 3 2 M. Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Haji, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), cet. 3, hlm. 2 3 Sayyid Sabiq, Fiqih as-Sunnah Juz 5, (Kuwait: Darul Bayan, 1968), hlm. 20 4 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam wa Adilatuhu, Juz III, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), hlm. 8
13
mengunjungi tempat tertentu selama waktu tertentu untuk melaksanakan ritual atau ibadah khusus sebagai pengakuan akan kepasrahan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud haji adalah suatu kegiatan mengunjungi Makkah yang dilakukan pada waktu tertentu untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan khusus berupa thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan seluruh rangkaian ibadah haji dalam rangka memenuhi perintah Allah dan mengharapkan ridho-Nya. b. Dasar Hukum Haji Setiap ibadah dalam Islam, pelaksanaannya harus berdasarkan nash hukum yang tegas baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah. Haji adalah salah satu rukun Islam setelah syahadatain, shalat, zakat, dan puasa.6 Adapun dasar haji tersebut sebagai berikut: a. Al-Qur’an − QS. Ali Imran: 97
... ﻼ ﺴﺒِﻴ ﹰ ِﻴﻪ ﻉ ﺇِﹶﻟ ﺴ ﹶﺘﻁﹶﺎ ﻥﺍ ِ ﻤ ﺕ ِ ﻴ ﺒ ﺞ ﺍ ﹾﻟ ﺤ ِ ﺱ ِ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﱠﺎ َِﻭِﷲ ﴾٩٧:ﻥ١﴿ﺍل ﻋﻤﺭ Dan karena Allah, wajiblah atas orang-orang yang melakukan haji ke Baitullah, yaitu bagi orang yang mampu melaksanakan perjalanan (ke sana).7 (QS. Ali Imran: 97) − QS. al-Baqarah 196
﴾١٩٦: ﴿ﺍﻟﺒﻘﺭﺓ....ﺭ ﹶﺓ ِﻟﱠﻠ ِﻪ ﻤ ﻌ ﺍ ﹾﻟﺞ ﻭ ﺤ ﻭﺍ ﺍ ﹾﻟَﺃﺘِﻤﻭ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.8 (QS. al-Baqarah: 196) − QS. al-Baqarah: 197
....ﺤﺞۗﱢ َ ل ﻓَﻰ ا ْﻟ َ ﺟﺪَا ِ ﻻ َ ق َو َ ﺴ ْﻮ ُ ﻻ ُﻓ َ ﺚ َو َ ﻼ َر َﻓ َ ﺞ َﻓ ﺤﱠ َ ﻦ ا ْﻟ ض ِﻓ ْﻴ ِﻬ ﱠ َ ﻦ َﻓ َﺮ ْ َﻓ َﻤ 5
FSA Majeed, The Hajj: The Law and The Rationale, (Singapore: Ze Majeed’s Publishing, 1995), hlm. 5 6 Jaih Mubarak, Modifikasi Hukum Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 2003), hlm. 213 7 Departemen Agama, Op. cit, hlm. 62 8 Ibid, hlm. 30
14
﴾ ١٩٧ :﴿اﻟﺒﻘﺮة Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.9 (QS. alBaqarah: 196) b. Hadits Rasulullah
ﺤﺩﺜﻨﺎ ﻋﺒﺩﺍﷲ ﺒﻥ ﻤﻭﺴﻰ ﻗﺎل ﺍﺨﺒﺭﻨﺎ ﺤﻨﻅﻠﺔ ﺒﻥ ﺍﺒﻰ ﺴﻔﻴﺎﻥ ﻋﻥ ﷲ ُ ﻰ ﺍ ﻠﷲ ﺼ ِ ل ﺍ ُ ﻭﺭﺴ ل َ ﻗﹶﺎ:ﻋﻜﺭﻤﺔ ﺒﻥ ﺨﺎﻟﺩﻋﻥ ﺍﺒﻥ ﻋﻤﺭ ﻗﺎل ﻥ ﻭﹶﺍ ﻻ ﺍﷲ ِﺍ ﱠﻻﺍِﹶﻟﻪ ﻥ ﹶ ﺓِ ﹶﺍﻤﺱٍ ﺸﹶﻬﹶﺎﺩ ﺨ ﻋﻠﹶﻰ ﹶ ﻡ ﻼ ﺴ ﹶ ﻻ ِ ﻲ ﹾﺍ ﺒ ِﻨ ﻡ ﺴﱠﻠ ﻭ ِﻴﻪ ﹶﻠﻋ ﻭ ِﻡ ﺼ ﻭ ﺞ ﺤ ﺍ ﹾﻟﺯﻜﹶﺎ ِﺓ ﻭ ﻭﺍِﻴﺘﹶﺎ ِﺀ ﺍﻟ ِﻼﺓ ﺼ ﹶ ﻭﺇِﻗﹶﺎﻡِ ﺍﻟ ل ﺍﷲ ُ ﻭﺭﺴ ﺍﻤﺩ ﺤ ﻤ ﺎﻤﻀ ﺭ ( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ10ﻥ Dari Ibnu Umar r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Islam didirikan atas lima (dasar), bersaksi tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, mengunjungi Baitullah ,berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari) c. Ijma’ Ulama Para ulama telah sepakat bahwa haji diwajibkan kepada kaum muslimin hanya satu kali seumur hidup, adapun selebihnya adalah sunnat.11 Berdasarkan hadis Rasulullah
ﺜﻨﺎ:ﻥ ﺒﻥ ﺍﺒﻰ ﺸﺒﻴﺔ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﻗﺎل ﺎﻋ ﹾﺜﻤ ﻭ ﻥ ﺤﺭﺏ ﺒ ﺭ ﻴ ﻫ ﺯ ﺩ ﹶﺜ ﹶﻨﺎ ﺤ ﻋﻥ ﺍﺒﻰ,ﻋﻥ ﺴﻔﻴﺎﻥ ﺒﻥ ﺤﺴﻴﻥ ﻋﻥ ﺯﻫﺭﻱ,ﻴﺯﻴﺩ ﺍﺒﻥ ﻫﺎﺭﻭﻥ .ﻡ.ل ﺍﻟﻨﺒﻰ ﺹ َ َﺄﺎﺒِﺱ ﺴﻉ ﺒﻥ ﺤ ﺭ ﻻ ﹾﻗ ﻥ ﹾﺍ ﹶ ﺱ ﹶﺍ ٍ ﺎﻋﺒ ﻋﻥ ﺍﺒﻥ,ﺴﻨﺎﻥ ل ﺍﷲ َ ﻭﺭﺴ ﺎﻴ 9 10
hlm. 14.
11
Ibid Al-Bukhari, Matan al-Bukhari, Juz I, (Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2007), Cet. 3, Farid Ishaq, Op. cit, hlm. 49
15
ﻥ ﻤ ﹶﻓ,ﺩ ﹰﺓ ﺤ ِ ﺍﺭ ﹰﺓ ﻭ ﻤ ﺭﺠل:ل َ ﺩ ﹰﺓ ؟ ﻗﹶﺎ ﺤ ِ ﺍﺭ ﹰﺓ ﻭ ﻤ ﹶﻨﺔٍ ﺍﹶﻭﺞ ﻓِﻰ ﹸﻜلﱢ ﺴ ﺤ ﺍﻟ (ﻉ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺒﻭﺩﻭﺩ ﻭ ﻁ ﹶﺘ ﹶﻬﻭ ﺩ ﹶﻓ ﺍﺯ 12
“Dari ibn Abbas al-Iqna bin Habis bertanya kepada Nabi dan berkata: wahai Rasulullah apakah mengerjakan haji itu setiap tahun atau hanya sekali saja? Rasulullah saw bersabda: “cukup sekali saja. Barang siapa menambahkannya maka itu ibadah sukarela saja.” (HR. Imam Abu Dawud). c. Syarat-Syarat Haji Ibadah haji itu diwajibkan dengan beberapa syarat: 1. Islam Tidak wajib atas orang kafir dan tidak sah hukumnya jika melaksanakannya, karena haji adalah kegiatan ibadah secara Islami. Oleh karena itu,
jika ada orang kafir yang melaksanakan haji
kemudian ia masuk Islam maka ia wajib mengulangi jika mampu.13 2. Baligh Tidak wajib haji atas anak-anak.14 Seandainya ada anak yang belum baligh mengerjakan haji dengan memenuhi syarat, rukun dan wajib haji, maka dianggap sah namun hajinya tidak menggugurkan kewajiban hajinya kalau sudah dewasa kelak jika ia mampu. 3. Berakal sehat, bagi orang gila tidak wajib. 4. Merdeka Maksudnya bukan budak atau hamba sahaya yang terikat dengan kewajiban kepada tuannya dan di bawah kekuasaannya, karena ibadah haji di samping membutuhkan waktu yang cukup lama juga membutuhkan biaya. Sedang seorang budak disibukkan dengan hakhak tuannya dan tentunya ia tidak mempunyai uang. Jika ia diajak oleh
12
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz II, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996), hlm. 3 Wahbah al-Zuhaily, Op. cit, hlm. 20 14 Djamaludin Dimjati, Panduan Ibadah Haji danUmrah Lengkap di sertai Rahasia dan Hikmahnya, (Solo: Era Intermedia, 2006), cett. I, hlm. 20 13
16
tuannya melaksanakan haji, maka setelah merdeka ia diwajibkan mengulang jika mampu.15 5. Kemampuan Para fuqaha berbeda pendapat dalam menentukan batasan dan bentuk istitha’ah. Akan tetapi secara umum yang dimaksud istitha’ah meliputi dua hal yaitu bekal dan aman dalam perjalanan. Kemampuan yang menjadi salah satu dari syarat-syarat haji dengan ketentuan sebagai berikut:16 a). Sehat badannya Jika ia tidak sanggup menunaikan haji itu disebabkan tua, cacat, atau karena sakit, yang tidak dapat diharapkan dapat sembuh, hendaklah diwakilkan kepada orang lain jika ia mempunyai harta. b). Aman dalam perjalanan, baik dirinya maupun hartanya c). Memiliki bekal dan kendaraan. Mengenai bekal, yang diperhatikan ialah agar cukup untuk dirinya pribadi guna terjamin kesehatan badanya, juga keperluan keluarga dalam tanggungannya. Mengenai kendaraan, syaratnya ialah dapat mengantarkan pergi dan pulang kembali, baik dengan menempuh jalan darat, laut, atau udara. d. Rangkaian Amalan Haji 1. Ihram Ihram adalah berniat untuk memulai ibadah haji.17 Ketentuan ihram ini berdasarkan sabda Rasulullah saw:
ِﻴﻪ ﹶﻠﷲ ﻋ ُ ﺼﻠﱠﻰ ﺍ ﷲ ِ لﺍ َ ﻭﺭﺴ ﺕ ﻌ ﹸ ﺴ ِﻤ :ل َ ﺏ ﻗﹶﺎ ِ ﺨﻁﱠﺎ ﻥ ﺍﻟ ﹶ ِ ﺒ ﺭ ﻤ ﻋ ﻥ ﻋ ﺎﻨﹶﻭﻯﻤﺭِﺀٍ ﻤ ﺎ ِﻟ ﹸﻜلﱢ ﹶﺍﻭِﺍ ﱠﻨﻤ ﺕ ِ ﺎل ﺒﺎِﺍﻟ ﱢﻨﻴ ُ ﺎﻋﻤ ﻷ َ ﺎ ﹾﺍ ِﺍ ﱠﻨﻤ:ل ُ ﻭ ﻴ ﹸﻘ ﻡ ﺴﱠﻠ ﻭ 15
hlm. 974
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 1997), cet. I,
16 Mahmudin Syaf, Fiqh Sunnah 5, terj. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq, (Bandung: PT AlMa’arif, 1992), hlm. 43-44 17 Lahmudin Nasution, Fiqih I, (Jakarta: Logos, 1995), hlm. 214
17
18
()ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ
Dari Umar bin Khattab r.a. berkata saya mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya tiap-tiap amal itu tergantung pada niatnya. Dan tiap-tiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang diniatkannya” Dalam persiapan melakukan ihram, ada beberapa hal sunah yang harus dikerjakan:19 a). Bersih.
Ini
dapat
dilakukan
dengan
memotong
kuku,
memendekkan kumis, mencabut bulu ketiak, mencabut bulu kemaluan, berwudhu atau lebih utama mandi, menyisir jenggot dan mandi. b). Meninggalkan semua pakaian yang dijahit, dan memakai kedua pakaian ihram , yaitu rida’ atau selubung untuk menutupi tubuhnya bagian atas kecuali kepala dan izar atau sarung untuk menutupi tubuhnya yang separo lagi yaitu bagian bawah. c). Memakai minyak wangi, baik pada tubuh maupun pada belakang rambut serta pakaian, walaupun akan tinggal bekasnya setelah ihram. d). Shalat dua rakaat dengan niat sunat ihram. Sebaliknya, ada pula beberapa perbuatan yang haram dilakukan selama berihram, dan orang yang melanggarnya diwajibkan membayar fidyah. Larangan-larangan tersebut ialah:20 a). Bersenggama dan pendahuluan-pendahuluannya, seperti mencium, menyentuh dengan dorongan syahwat, percakapan laki-laki dan perempuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seks. b). Melakukan kejahatan dan berbuat maksiat yang mengakibatkan penyelewengan dari menaati Allah swt. c). Berselisih dengan teman sejawat, dengan pelayan dan lain-lain. Sebagai alasan diharamkannya hal-hal tersebut ialah firman Allah: 18
Al-Bukhari, OP. cit, hlm. 3 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 5, terj., (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1978), hlm. 85-88 20 Sayyid Sabiq, Op. cit, hlm. 120-133 19
18
ل ﻓِﻲ َ ﺍﺠﺩ ِ ﻻ ﹶﻕ ﻭ ﻭ ﹶﻻ ﹸﻓﺴ ﹶﺙ ﻭ ﹶﻓ ﹶﻼ ﺭ ﺞ ﹶﻓ ﹶ ﺤ ﻥ ﺍ ﹾﻟ ﻓِﻴ ِﻬﺽﻥ ﹶﻓﺭ ﻤ ﹶﻓ ﴾١٩٧ :﴿ﺍﻟﺒﻘﺭﺓ
ﺞ ﺤ ﺍ ﹾﻟ
Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats , berbuat fasik dan berbantah bantahan di dalam masa mengerjakan haji.”(QS. alBaqarah: 197)21 Dan diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda
ﷲ ِ ل ﺍ َ ﻭﺭﺴ ﺕ ﻌ ﹸ ﺴ ِﻤ :ﻋﻥ ﺍﺒﻥ ﻋﻤﺭ ﺭﻀﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل ﻕ ﺴ ﹾ ﻴ ﹾﻔ ﻡ ﻭﹶﻟ ﺙ ﺭ ﹸﻓ ﹾ ﻴ ﻡ ﺞ ﹶﻓﹶﻠ ﺤ ﻥ ﻤ :ل ُ ﻭ ﻴ ﹸﻘ ﻡ ﺴﱠﻠ ﻭ ِﻴﻪ ﹶﻠﷲ ﻋ ُ ﺼﻠﱠﻰ ﺍ ( )ﻤﺘﻔﻕ ﻋﻠﻴﻪ22ﻪ ﻪ ﹸﺍﻤ ﺘﻭﹶﻟﺩ ِﻭﻡ ﻊ ﹶﻜﻴ ﺠ ﺭ Barang siapa yang mengerjakan haji sedang ia tidak melanggar kesopanan dan tidak pula melanggar ketentuan, maka ia akan bebas dari dosa-dosa seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. d). Memakai pakaian yang dijahit, seperti baju, baju dingin, jubah, celana dan lain-lain atau pakaian sungkup seperti serban, tarbus dan pakaian-pakaian lain yang ditaruh di atas kepala. e). Melangsungkan akad pernikahan baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Sebagai wali atau wakil. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Mulim dari Usman bin Affan bahwa Rasulullah saw bersabda:
21
Departemen Agama, Op. cit, hlm. 31 Imam Abi Zakaria bin Syarif an-Nawawi ad-Damsyiqi, Riyadh as-Shalihin, (Beirut, Libanon: Al-Maktabah al-Ilmiyah, t.th), hlm. 457 22
19
ﷲ ِ ل ﺍ َ ﻭﺭﺴ ﺃﻥ:ﻭﻋﻥ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺒﻥ ﻋﻔﺎﻥ ﺭﻀﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ُ ﺼﻠﱠﻰ ﺍ ﻻ ﹶ ﻭ,ﺢ ﻴ ﹾﻨ ِﻜ ﻻ ﹶ ﻭ,ﻡ ﺤ ِﺭ ﻤ ﺢ ﺍ ﹾﻟ ﻴ ﹾﻨ ِﻜ ﻻ ﹶ:ﻡ ﻗﺎل ﺴﱠﻠ ﻭ ِﻴﻪ ﹶﻠﷲ ﻋ 23
(ﺏ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻤﺴﻠﻡ ﺨﻁﹸ ﻴ ﹾ
Tidak boleh orang yang sedang ihram itu nikah, tidak menikahkan dan tidak pula meminang. f). Memotong kuku dan rambut. Dengan dicukur, digunting atau dengan jalan lain baik rambut kepala maupun lainnya. Berdasarkan firman Allah swt
:…﴿ ﺍﻟﺒﻘﺭﺓ
ﻪ ﺤﱠﻠ ِ ﻤ ﻱ ﺩ ﻬ ﺒﹸﻠ ﹶﻎ ﺍ ﹾﻟ ﺤﺘﱠﻰ ﻴ ﻡ ﺴ ﹸﻜ ﻭﺭﺀ ﺤِﻠﻘﹸﻭﺍ ﻻ ﹶﺘ ﹶﻭ ﴾١٩٦
Dan jangan kamu mencukur kepalamu , sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya 24(QS. Al-Baqarah: 196) Ulama telah ijma’ mengenai diharamkannya mengerat kuku bagi orang yang sedang ihram tanpa udzur. Tetapi bila ia pecah, maka boleh dibuang tanpa fidyah. Dibolehkan pula menghilangkan rambut bila seorang merasa terganggu dengan adanya rambut itu, hanya ia wajib membayar fidyah. Sebagaimana firman Allah
ﺎ ٍﻡﺼﻴ ِ ﻥ ﹲﺔ ِﻤﺩﻴ ِﺴ ِﻪ ﹶﻓﻔ ِ ﺭ ْﺃ ﻥ ﻭ ِﺒ ِﻪ َﺃﺫﹰﻯ ِﻤ ﺎ َﺃﻤﺭِﻴﻀ ﻡ ﻥ ِﻤ ﹾﻨ ﹸﻜ ﻥ ﻜﹶﺎ ﻤ ﹶﻓ ﴾١٩٦ : ﴿ ﺍﻟﺒﻘﺭﺓ... ﻙ ٍﺴ ﻭ ﹸﻨ ﹶﻗﺔٍ َﺃﺩﻭ ﺼ َﺃ Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya, maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. 25(QS. Al-Baqarah: 196) g). Memakai wangi-wangian di pakaian atau badan, baik laki-laki maupun perempuan. h). Sengaja berburu 23
Muhammad Ibnu Ismail al-Shina’i, Subul al-Salam, Syarah Bulugh al-Maram Juz II, (Beirut, Libanon, t.th), hlm. 388 24 Departemen Agama, Op. cit., hlm. 30 25 Ibid.
20
Orang yang sedang ihram boleh berburu binatang laut, merencanakan
memberi
petunjuk
dan
memakan
hasilnya.
Sebaliknya haram baginya membunuh atau menyembelih buruan darat, menunjukkan hewan-hewan yang tampak di mata atau memberi petunjuk terhadap yang tidak tampak. Sebagaimana firman Allah
ﻡ ﺭ ﺤ ﻭ ﺭ ِﺓ ﺎﺴﻴ ﻭﻟِﻠ ﻡ ﺎ ﹶﻟ ﹸﻜﻤﺘﹶﺎﻋ ﻪ ﻤ ﺎﻁﻌ ﻭ ﹶ ﺤ ِﺭ ﺒ ﺩ ﺍ ﹾﻟ ﻴ ﺼ ﻡ ﺤلﱠ ﹶﻟ ﹸﻜ ِ ُﺃ ﻡ ﻤﹸﺘ ﺩ ﺎﺭ ﻤ ﺒ ﺩ ﺍ ﹾﻟ ﻴ ﺼ ﻡ ﻴ ﹸﻜ ﻋﹶﻠ ﴾٩٦: ﴿ﺍﻟﻤﺎﺌﺩﺓ...ﺎﺭﻤ ﺤ Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. 26(QS. Al-Maidah: 96) 2. Wukuf di Arafah Wukuf di Arafah adalah berdiam diri di Arafah walau sebentar pada tanggal 9 Dzulhijjah setelah tergelincirnya matahari (setelah masuk waktu dhuhur) sampai waktu fajar tanggal 10 Dzulhijjah untuk beribadah kepada Allah.27 Artinya kalau wukuf di Arafah itu dilakukan sebelum atau sesudah waktu itu maka tidak sah hajinya. Nabi saw bersabda
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ا َ ﷲ ِ لا َ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﻳﻌﻤﺮ ﻗﺎل ﺷﻬﺪت َرﺳُﻮ ﻦ َﻟ ْﻴَﻠ ِﺔ ْ ﺠ ِﺮ ِﻣ ْ ع ا ْﻟ َﻔ ِ ﻃﻠُﻮ ُ ﻞ َ ﻋ َﺮ َﻓ َﺔ َﻗ ْﺒ َ ك َﻟ ْﻴَﻠ َﺔ َ ﻦ َادْر ْ ﻋ َﺮ َﻓ ُﺔ َﻓ َﻤ َ ﺞ ﺤﱡ َ ﺳﱠﻠ َﻢ َا ْﻟ َ َو ()رواﻩ اﻟﻨﺴﺎﺋﻰ
28
ﺣﺠﱠ ُﻪ َ ﺟ ْﻤ ٍﻊ َﻓ َﻘ ْﺪ َﺗ ﱠﻢ َ
Dari Abdurrahman bin Ya’mur berkata: “saya menyaksikan Rasulullah saw. Maka manusia menghampirinya, maka mereka bertanya kepadanya tentang haji, maka Rasulullah saw bersabda: “haji itu wukuf di Arafah. Barang siapa mencapai malam di Arafah sebelum
26
Ibid., hlm. 124 Djamaluddin Dimjati, Op. cit, hlm. 40 28 Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i Juz V, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), hlm. 25 27
21
terbitnya fajar dari keseluruhan malam itu, sempurnakanlah hajinya. (HR. An-Nasa’i) Walaupun tempat itu hanya di Arafah setiap tanggal 9 Dzulhijah sejak tergelincir matahari itu mempunyai arti yang sangat penting bagi jamaah haji. Pada hari Arafah, jamaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan rukun haji yang menentukan sah atau tidaknya ibadah haji.29 Dalam melaksanakan wukuf ini, jamaah melakukannya dengan memperbanyak istighfar, tobat, berdoa kepada Allah, dzikir, membaca al-Qur’an. Dengan demikian, hati akan selalu ingat dan terasa dekat kepada Allah di manapun berada. Padang Arafah adalah lokasi tempat berkumpulnya jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia, yang berbeda-beda bahasa dan kulitnya, tetapi mereka mempunyai satu tujuan yang dilandasi persamaan, tidak ada perbedaan antara yang kaya dan yang miskin, pejabat dan rakyat biasa, distulah tampak nyata persamaan yang hakiki.30 3. Thawaf Thawaf artinya mengelilingi, maksudnya mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali putaran. Ketentuan thawaf ini disebutkan dalam firman Allah:
﴾٢٩ :﴿ﺍﻟﺤﺞ
ﻕ ِ ﻌﺘِﻴ ﺕ ﺍ ﹾﻟ ِ ﻴ ﺒ ﻭﻓﹸﻭﺍ ﺒِﺎ ﹾﻟ ﻁ ﻴ ﱠ ﻭ ﹾﻟ ....
Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu.31 (QS. Al-Hajj: 29) a. Syarat-syarat thawaf Bagi thawaf itu disyaratkan hal-hal berikut:32 1). Suci dari hadas kecil, besar dan najis 29
Departemen Agama Republik Indonesia, Hikmah Ibadah Haji, (Jakarta: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003), hlm. 93 30 Ibid., hlm. 63 31 Departemen Agama, Op. cit., hlm. 335 32 Sayyid Sabiq, Loc. Cit, hlm. 167-171
22
2). Menutup aurat 3). Hendaklah sempurna tujuh kali putaran 4). Hendaklah thawaf itu dimulai dari hajar aswad dan berakhir di sana 5). Hendaklah ka’bah berada di sebelah kiri orang yang thawaf 6). Hendaklah thawaf itu di luar ka’bah 7). Terus menerus berjalan b. Sunah-sunah thawaf 1). Menghadap hajar aswad ketika memulai thawaf sambil membaca takbir dan tahlil dengan mengangkat kedua tangan sebagaimana di waktu shalat 2). Menjepit kain selubung dengan ketiak yang kanan 3). Berjalan cepat dengan menggerakkan bahu dan memperkecil langkah pada tiga kali putaran dan berjalan biasa pada empat putaran selanjutnya. Sebagaimana thawaf yang dimulai dan diakhiri di tempat terbaik, serta dilakukan berulang-ulang sampai tujuh kali putaran. Demikian pula seharusnya seseorang harus melakukan amal salehnya dengan cara yang baik dan sempurna. Serta berkesinambungan terus menerus sepanjang hidupnya secara aktif. Dalam pelaksanaan thawaf, jamaah melakukannya dengan langkah seiring sejalan sehingga tidak terjadi tabrakan di antara mereka. Apabila di antara mereka melakukan thawaf tersebut dengan cara sebaliknya atau menentang arus, maka thawafnya tidak sah. 4. Sa’i dari bukit Shafa ke Marwah Shafa dan Marwah adalah dua buah bukit kecil di dekat Ka’bah. Sedangkan yang dimaksud dengan sa’i adalah berjalan dan berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah dengan niat ibadah sebanyak tujuh kali putaran.33
33
Abdul Azis Dahlan, Op. cit, hlm. 463
23
Syarat-syarat sa’i yaitu:34 a. Hendaklah dilakukan setelah thawaf b. Hendaklah tujuh kali putaran c. Di mulai dari Shafa dan di akhiri di Marwah d. Hendaklah sa’i itu dilakukan ditempat mas’a yaitu jalan yang terbentang di antara Shafa dan Marwah. Amalan sa’i yang dilakukan oleh jamaah antara bukit shafa dan marwah merupakan napak tilas atau mengikuti jejak yang pernah dilakukan oleh Siti Hajar (Istri Nabi Ibrahim as) dan Nabi Ismail as dalam usahanya mendapatkan air untuk mempertahankan hidup di tengah-tengah padang pasir yang tandus, agar tetap dapat beribadah kepada Allah swt dengan tenang dan penuh rasa syukur. Amalan sa’i yang menjadi rukun haji ini memberikan inspirasi bagi jamaah haji sepulang dari tanah suci untuk berusaha keras dan sungguh-sungguh dalam mencari sumber kehidupan yang dapat diandalkan di daerahnya masing-masing agar dapat menjalankan berbagai kegiatan ibadah kepada Allah dengan tenang, khusyu dan penuh rasa syukur, sebagaimana yang telah dipertunjukkan oleh Siti Hajar ra.35 5. Tahallul/Bercukur atau memotong rambut Kata mencukur mencakup perbuatan apapun yang bisa disebut mencukur rambut. Jadi menggunting tiga kali rambut atau lebih dan termasuk pula menggundul rambut kepala. Adapun syarat-syarat mencukur rambut kepala sebagai 36
berikut:
a. Tidak mendahului waktu yang semestinya.
34
Sayyid Sabiq, Op. cit, hlm. 203 Djamaluddin Dimjati, Op. cit, hlm. 167 36 Mushafa al-Khin, et. al, Fiqh Syafi’i Sistematis II, terj. Al-Fiqh al-Manhaji ‘Ala Madzhaibil Imam Asy-Syafi’i, Anshari Umar Sitanggal, (Damsyik: Darul Qalam, 1987), cet. 2, hlm. 175 35
24
Waktunya ialah sesudah tengah malam nahar (10 Dzulhijjah). Dengan demikian mencukur kepala sebelum itu adalah dosa dan wajib membayar fidyah. b. Rambut yang dicukur atau dipendekkan tidak kurang dari tiga helai c. Rambut yang dicukur disyaratkan berada dalam batasan-batasan kepala. Jadi, tidak sah mencukur rambut janggut dan kumis. Sedang bagi wanita cukup dengan dipendekkan saja, dan menurut ijma’ tidak diperintah mencukurnya. Bercukur atau memotong rambut termasuk salah satu rukun haji yang tidak boleh ditinggalkan, bila ini tidak dikerjakan maka ibadah hajinya tidak sah. 6. Mabit di Muzdalifah Maksud mabit di Muzdalifah memberi peluang waktu untuk beristirahat bagi jamaah guna memulihkan tenaga untuk selanjutnya bersiap-siap melaksanakan rangkaian ibadah haji berikutnya, yaitu melempar jumrah aqabah di Mina agar dapat terlaksana dengan hasil yang baik dan sempurna. Hal tersebut memberi pelajaran bagi kita semua bahwa untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban, apalagi dalam menghadapi godaan syetan, maka dibutuhkan persiapan yang matang dan cukup memadahi agar hasilnya tidak mengecewakan. Oleh karena itu, nilai yang terkandung dalam mabit di Muzdalifah sangat penting diterapkan dalam kehidupan terutama dalam menghadapi berbagai godaan syetan dan hawa nafsu yang menyesatkan.37 7. Melempar Jumrah Jumrah ialah batu-batu kecil atau kerikil.38 Jumrah yang akan dilempar ada tiga, yaitu jumrah aqabah, al-wustha dan as-sughra. Tiaptiap jumrah dilempar dengan tujuh batu kerikil. Waktu melempar 37 38
Ibid, hlm. 169 Sayyid Sabiq, Log.cit, hlm. 234
25
jumrah ialah sesudah tergelincir matahari pada tiap-tiap hari (tanggal 10, 11, 12 Dzulhijah).39 Asal usul jumrah, bermula dari peristiwa Nabi Ibrahim untuk menyembelih Nabi Ismail as. Setelah keduanya sama-sama ikhlas dan bersepakat
melaksanakan penyembelihan Ismail oleh ayahnya
(Ibrahim) mereka berjalan menuju bukit batu yang disebut bukit qurban. Dalam perjalanan, iblis menggoda dan membujuk keduanya agar penyembelihan ismail tidak dilaksanakan. Mereka tidak mau tergoda, maka mereka melempar iblis dengan batu kerikil supaya menghentikan
godaannya.
Keduanya
berbulat
tekad
untuk
melaksanakannya dan mereka mengusir dan melempar iblis. Demikian peristiwa pelemparan iblis terjadi di tiga tempat. Ketiga tempat itulah yang disebut dengan jumrah al-aqabah, al-wustha, al-ula.40 Pelemparan pada setiap jumrah, baik jumrah ula, wustha atau aqabah yang dilakukan dengan cara melempar batu masing-masing tujuh kali itu terkandung maksud bahwa rasa benci dan permusuhan terhadap setan dan seluruh pengikutnya adalah abadi. Mereka semua adalah musuh abadi bagi seluruh umat manusia. Semua perilaku syaitaniyah harus dijauhi manusia, yang mengajak ke jalan kesesatan. Dengan melontar jumrah diharapkan perilaku buruk hilang dalam diori seseorang dan dapat digantikan perilaku yang baik.41 8. Talbiyah Talbiyah adalah suatu ungkapan akan kepatuhan dan ketaatan untuk memenuhi panggilan melaksanakan ibadah haji atau umrah.42
ﻤ ﹶﺔ ﹶﻟﻙ ﻌ ﺍﻟ ﱢﻨﺩ ﻭ ﻤ ﺤ ﻥ ﺍ ﹾﻟ ِﺍ,ﻴﻙ ﺒ ﹶﻟ ﹶﻟﻙﻴﻙ ِﺸﺭ ﻻ ﹶ ﹶﻴﻙ ﺒ ﹶﻟ,ﻴﻙ ﺒ ﹶﻟﻬﻡ ّ ﺍﻟﻠﹼﻴﻙ ﺒﹶﻟ ﹶﻟﻙﻴﻙ ِﺸﺭ ﻻ ﹶ ﻤﻠﹾﻙ ﹶ ﺍ ﹾﻟﻭ 39
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), hlm. 261 Ishak Farid, log.cit., hlm. 72 41 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 301 42 Ibid, hlm. 33 40
26
Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memnuhi panngilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh segala puji nikmat dan seluruh kekuasaan adalah milikmu semata. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Gema talbiyah yang selalu dibaca berulang-ulang pada pelaksanaan ibadah haji memberikan pengaruh positif untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan peningkatan iman dan takwa. e. Hikmah Ibadah Haji 1. Hikmah perorangan a. Dapat diampuni dosanya oleh Allah, menghilangkan kesalahan kecuali terhadap hak adami, sebab hak adami ini berkaitan dengan tanggung jawab sehingga Allah akan mengumpulkan (pada hari kiamat) para pemilik hak untuk mengambil haknya. b. Mensucikan jiwa, mengembalikannya kepada kejernihan dengan keikhlasan, membuat semangat hidup baru, mengangkat nilai-nilai manusia, memperteguh harapan dan senantiasa khusnudzan terhadap Allah. c. Mensyukuri nikmat Allah.43 2. Hikmah bagi kelompok (sosial) a. Mewujudkan perkenalan (ta’aruf) antara seluruh umat yang berbeda warna kulit, bahasa dan tanah air. b. Mempererat tali persaudaraan mukminin di seluruh penjuru dunia. c. Membantu penyebaran dakwah Islam.44
B. Pendidikan Akhlak a. Pengertian Pendidikan Akhlak 1. Pendidikan Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberi awalan “pe” dan akhiran “kan” mengandung arti “perbuatan” (hal, 43 Wahbah al-Zuhaily, Fiqh Shaum, I’tikaf dan Haji (Menurut Kajian Berbagai Madzhab), terj., (Bandung: Pustaka Media Utama, 2006), ceet. I, hlm. 170 44 Ibid, hlm. 171
27
cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu, “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan kata education, yang berarti pengembangan atau bimbingan45. Kata education berasal dari bahasa latin educare yang berarti memasukkan sesuatu atau memasukkan ilmu ke kepala orang lain. Dari pengertian istilah ini ada 3 hal yang terlibat yaitu ilmu, proses memasukkan dan kepala orang, kalaulah ilmu itu memang masuk di kepala46. Dalam bahasa Arab ada beberapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pengertian pendidikan, yaitu ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Namun menurut ahli pendidikan terdapat perbedaan dari ketiga istilah itu. Ta’lim hanya berarti pengajaran, jadi lebih sempit dari pendidikan. Sedangkan kata tarbiyah sering digunakan di negaranegara berbahasa Arab, terlalu luas. Sebab kata tarbiyah juga digunakan untuk binatang, tumbuh-tumbuhan dengan pengertian memelihara atau menggembala atau menternak. Sementara pendidikan yang diambil dari istilah education itu hanya untuk manusia saja47. Sedangkan at-ta’dib diartikan pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan demikian, pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.48 Pendidikan dalam konsep ta’dib lebih mengarah pada perbaikan tingkah laku menuju kepribadian yang mulia.
45
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 1 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, ( Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003),Cet. V, hlm. 2 47 Ibid, hlm. 3 48 Muhammad Naquib al-Atas, Konsep Pendidikan Dalam Islam,Terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1994),hlm. 61 46
28
Dalam buku “Educational Psicology” disebutkan bahwa “education is a process or an activity wich is directed at producing desirable changes in the behavior of human beings”49. Pendidikan adalah sebuah proses atau sebuah aktivitas yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam perilaku manusia. Para ahli pendidikan telah memberikan argumennya tentang pendidikan, antara lain: a. Menurut John Dewey tokoh pendidikan terkemuka, mendefinisikan bahwa
pendidikan
adalah
proses
pembentukan
kecakapan
fundamental, secara intelektual dan emosional terhadap manusia50. b. Musthafa al-Ghulayani dalam kitabnya ‘Izhah an-Nasyi’in menyamakan pendidikan dengan tarbiyah.
ﻥ ﻴ ﺸ ِﺌ ِ ﺱ ﺍﻟﻨﱠﺎ ِ ﻭ ﻼﻕِ ﹶﺍ ﹾﻟﻔﹶﺎﻀِﹶﻠﺔِ ﻓِﻰ ﹸﻨ ﹸﻔ ﺨ ﹶ ﻻﹾ ﺱ ﹾﺍ ﹶ ﺭ ﻏ ﻰ ﹶ ﻴ ﹸﺔ ِﻫ ﺭ ِﺒ ﺍﹶﻟ ﱠﺘ ﻥ ﹶﻠ ﹶﻜﺔﹰ ِﻤﺢ ﻤ ﺼ ِﺒ ﺤﺘﱠﻰ ﹸﺘ ,ﺤ ِﺔ ﻴ ﺼ ِ ﺍﻟ ﱠﻨﺭﺸﹶﺎ ِﺩ ﻭ ﻹ ِ ﺎ ِﺀ ﺍﺎ ِﺒﻤﻴﻬ ﺴ ﹾﻘ ﻭ ﺤﺏ ﻭ ,ﺭ ﻴ ﺨ ﺍ ﹾﻟ ﹶﻴﹶﻠ ﹶﺔ ﻭ ِﺎ ﹶﺍ ﹾﻟ ﹶﻔﻀﺭﹶﺍ ﹸﺘﻬﻥ ﹶﺜﻤ ﻭ ﹶﺘﻜﹸ ﹸﺜﻡ,ِﺕ ﺍﻟ ﹶﻨ ﹾﻔﺱ ِ ﻤﹶﻠﻜﹶﺎ 51
ِﻁﻥ ﹶل ﻟِ ﹶﻨ ﹾﻔ ِﻊ ﺍ ﹾﻟﻭ ِ ﻤ ﻌ ﺍ ﹾﻟ
Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia (utama) dalam jiwa anak atau memberi siraman petunjuk serta nasihat sehingga semua itu nantinya akan tertancap dalam diri anak atau jiwa anak yang diharapkan bisa menghasilkan sifat-sifat keutamaan, kebaikan dan selalu suka berbuat (bekerja) demi kebaikan negara atau bangsa. c. M. Fadhali al-Jamali menyatakan pendidikan sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, 49
Frederick J. Mc Donald, Educatinal Psichology, First Printing,(Asian Text Edition), (California: Wadsworth Publishing Company, INC, 1959), hlm. 4 50 Azumardi Azra, Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: LogosWacana Ilmu, 1999), cet. 1, hlm. 4 51 Syaikh Musthafa al-Ghulayani, Izhah an-Nasyi’in, (Beirut: al-Maktabah al-Ashriyah Li at Taba’ah wa al Nasyr, 1373 H / 1953 M), hlm. 185
29
sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan52. Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha untuk membina pribadi manusia dari aspek jasmani dan ruhaninya dalam upaya mengembangkan potensinya untuk menuju pribadi yang sempurna. 2. Akhlak Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari bentuk mufradnya ﺧﻠﻖyang menurut lughat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat53. Sedangkan secara terminologis terdapat rumusan akhlak yang dilihat dari timbulnya akhlak tersebut. Pengertian akhlak lebih jelas dapat diketahui dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli pendidikan akhlak : a. Menurut Ahmad Amin
ﻋﺮف ﺑﻌﻀﻬﻢ اﻟﺨﻠﻖ ﺑﺄ ﻧﻪ ﻋﺎدة اﻹرادة ﻳﻌﻨﻰ أن اﻹ رادة إذا اﻋﺘﺎدت ﺷﻴﺌﺎ ﻓﻌﺎدﺗﻬﺎ هﻲ اﻟﻤﺴﻤﺎة ﺑﺎﻟﺨﻠﻖ Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak.54 b. Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai gerakan jiwa yang mendorong melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran55. c. Syaikh Muhammad bin Ali asy Syarif al Jurjani mengartikan akhlak sebagai stabilitas sikap jiwa yang melahirkan tingkah laku dengan mudah tanpa melalui proses berpikir56. 52
hlm. 73
53
Jalaluddin, Teologi Pendidikan , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), cet. I,
Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 11 54 Ibid, hlm. 4 55 Rahamat Djatnika, , (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1996), cet. II, hlm. 27
30
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah tingkah laku atau tabiat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa ada pertimbangan lagi. Istilah akhlak juga memiliki kesepadanan arti dengan beberapa istilah seperti moral, etika, budi pekerti a. Moral Kata “moral” berasal dari bahasa latin mores, kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan57. Moral merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia yang dinilai atau dihukum baik atau buruk, benar atau salah. Dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang yang mempunyai tingkah laku baik disebut orang yang bermoral. b. Etika Selain akhlak, juga lazim dipergunakan kata etika. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunaani “ethos” yang berarti adat kebiasaan, perasaan batin kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan58. Etika adalah suatu ilmu yang membicarakan baik dan buruk perbuatan manusia59. Dengan kata lain, etika dapat dikatakan sebagai ilmu akhlak karena ilmu akhlak merupakan batas antara baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin60. c. Budi Pekerti Kata “budi pekerti” dalam bahasa Indonesia merupakan kata majemuk dari kata “budi” dan “pekerti”. Perkataan “budi” berasal
hlm. 37 hlm. 8
56
Ali Abul Halim Mahmud, Tarbiyah khuluqiyah, (Solo: Insani Press, 2003), cet. I,
57
Asmaran As, Pengantar Study Akhlak, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), Edisi I, cet. I,
58
Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Op.cit, hlm. 43 Amin Syukur, Studi Islam, (Semarang: PT Bina Sejati, 2003), cet. VI, hlm. 118 60 Barmawie Umary, Materia Akhlak , (Solo: Ramadhani, 1995), cet. 12, hlm. 1 59
31
dari bahasa sansekerta, yang berarti yang sadar atau yang menyadarkan. Pekerti, berasal dari bahasa Indonesia yang berarti kelakuan61. Menurut terminologi, “budi” adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, ratio yang disebut karakter. Pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati yang disebut behaviour. Jadi, budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil ratio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia62. Persamaan ketiganya adalah bahwa semuanya menentukan nilai baik dalam buruk sikap dan perbuatan manusia, yaitu membicarakan kebaikan yang semestinya dikerjakan serta perilaku buruk yang harus ditinggalkan. Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Akhlak standarnya adalah al-Qur’an dan as Sunnah, bagi etika standarnya adalah pertimbangan akal pikiran, dan bagi moral standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat63. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, pendidikan akhlak adalah usaha sadar yang dilaksanakan oleh manusia dalam rangka mengalihkan, menanamkan pikiran, pengetahuan maupun pengalamannya dalam hal tata nilai terutama nilai Islam dan cara bersikap atau berperilaku yang baik supaya dapat melakukan fungsi hidupnya untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat. b. Dasar-dasar Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi pendidikan Islam. Posisi ini terlihat dari kedudukan al-Qur’an sebagai referensi paling penting tentang akhlak bagi kaum muslimin, baik individu, keluarga maupun masyarakat. Akhlak merupakan buah Islam yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat hidup dan kehidupan menjadi 61
Rahmat Djatmika, Op.cit, hlm. 26 Ibid 63 Asmaran AS, Op.cit, hlm. 9 62
32
baik. Akhlak juga sebagai alat kontrol psikis dan sosial bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, manusia tidak akan berbeda dari sekumpulan binatang. Untuk itu pendidikan akhlak mempunyai dasar-dasar yang jelas dan dapat dijadikan sebagai pedoman. Diakui atau tidak, pendidikan akhlak merupakan sasaran terpenting untuk membentuk kepribadian manusia dalam kehidupan. Di zaman yang serba materialistik ini, perilaku manusia cenderung menyimpang dari ajaran-ajaran Islam. Harta, pangkat, kemasyhuran, kekuasaan dan keduniawian lainnya menyebabkan manusia jatuh dan terjebak di jurang kehancuran yang tercermin dari buruknya akhlak manusia pada umumnya. Dalam pelaksanaan pendidikan akhlak di Indonesia mempunyai dasar yang dapat ditinjau dari aspek: 1. Dasar Yuridis atau Hukum Dasar dari sisi ini berasal dari peraturan-peraturan perundangundangan yang secara langsung dapat dijadikan pedoman atau dasar dalam pendidikan akhlak. Dasar pendidikan akhlak itu berupa dasar yang operasional, yaitu dasar yang secara langsung mengatur tentang pelaksanaan pendidikan termasuk pendidikan akhlak adalah UndangUndang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) No. 20 tahun 2003 pada Bab II pasal 3 dinyatakan bahwa: “pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”64. 2. Dasar Religius atau Agama Dasar hukum akhlak adalah al-Qur’an dan hadis yang merupakan dasar pokok ajaran Islam. Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam aturan tingkah laku, kredibilitasnya tidak diragukan lagi. AlQur’an memberi petunjuk kepada jalan kebenaran mengarahkan 64
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, No. 2 tahun 2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), cet. I, hlm. 5
33
kepada pencapaian kesejahteraan hidup baik di dunia maupun di akhirat Adapun dasar pendidikan akhlak dalam al-Qur’an, fiman Allah QS al-Qalam: 4
(٤:ﻴ ٍﻡ )ﺍﻟﻘﻠﻡ ﻅ ِﻋ ﻕ ٍ ﺨﹸﻠ ﻠﻰ َ ﹸﻙ ﹶﻟﻌ ﻭِﺍ ﱠﻨ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung 65 (QS al-Qalam: 4) Sebagai pedoman kedua sesudah al Qur’an adalah al-Hadis, banyak hadis nabi yang menjelaskan tentang akhlak, di antaranya hadis tentang iman seseorang dikatakan sempurna apabila ia mempunyai akhlak yang baik. Rasulullah saw bersabda:
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪاﷲ ﺣﺪﺛﻨﻰ اﺑﻰ ﺛﻨﺎ ﻳﺤﻲ ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ ﻋﻦ ﻣﺤﻤﺪﺑﻦ ﻋﻤﺮو ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ: ﺛﻨﺎ اﺑﻮﺳﻠﻤﺔ ﻋﻦ اﺑﻰ هﺮﻳﺮة ﻗﺎل:ﻗﺎل 66
(ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ اآﻤﻞ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ اﻳﻤﺎﻧﺎ ٲﺣﺴﻨﻬﻢ ﺧﻠﻘﺎ )رواﻩ اﺣﻤﺪ
Abdullah telah menceritakan pada kami, Abi telah menceritakan pada kami, telah menceritakan pada kami Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Amru berkata: telah menceritakan pada kami Abu salamah dari Abu Hurairah, Rasulullah saw telah bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang terbaik akhlaknya.(HR Ahmad) Dengan memahami ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah tersebut di atas, jelas bahwa pendidikan akhlak itu sangat penting. Dengan akhlak yang baik, seseorang dapat mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. c. Metode-metode Pendidikan Akhlak Metode merupakan cara yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Demikian pula halnya dalam 65
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: JArt, 2005), hlm. 564 66 Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Juz II, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah, 1993), cet. I, hlm. 621
34
pendidikan akhlak pun harus ada metode-metode spesifik untuk diaplikasikan. Adapun metode-metode pendidikan akhlak antara lain: 1. Metode Keteladanan Dalam bahasa Arab keteladanan diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah, yang mempunyai arti mengikuti yang diikuti.67 Metode keteladanan ini merupakan metode samawi yang diajarkan Allah kepada hamba-Nya yaitu dengan diutusnya seorang Rasul untuk menyampaikan risalah samawi kepada setiap umat. Rasul yang diutus tersebut adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat luhur baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya,
belajar
darinya,
memenuhi
panggilannya,
menggunakan metodenya dalam hal kemuliaan keutamaan dan akhlak yang terpuji.68 Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ahzab: 21
ن َﻳ ْﺮﺟُﻮ اﻟﱠﻠ َﻪ َ ﻦ آَﺎ ْ ﺴ َﻨ ٌﺔ ِﻟ َﻤ َﺣ َ ﺳ َﻮ ٌة ْ ل اﻟﱠﻠ ِﻪ ُأ ِ ن َﻟ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ َرﺳُﻮ َ َﻟ َﻘ ْﺪ آَﺎ (٢١ :ﺧ َﺮ َو َذ َآ َﺮ اﻟﱠﻠ َﻪ َآﺜِﻴﺮًا )اﻻﺣﺰاب ِﻵ َ وَا ْﻟ َﻴ ْﻮ َم ا Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.69 (QS. Al-Ahzab: 21) 2. Metode Nasihat Dalam bahasa Arab kata nasihat diungkapkan dengan mau’izhah
yang
artinya
mengingatkan
terhadap
apa
yang
70
melembutkan hati dari pahala dan siksa.
67 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 17 68 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, Kaidah-Kaidah Dasar, (Bandung: Rosdakarya, 1992), hlm. 2 69 Departemen Agama, op.cit, hlm. 420 70 Erwati Azis, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), cet. I, hlm. 84
35
Metode nasihat dalam pendidikan akhlak dilakukan dengan menggunakan
kalimat-kalimat
yang
menyentuh
hati
untuk
71
menggerakkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. 3. Metode Pembiasaan
Cara lain yang ditempuh untuk pendidikan akhlak adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu. Imam al-Ghazali yang dikutip oleh Abudin Nata mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat maka ia akan menjadi orang jahat.72 Pembiasaan ini harus diikuti dengan pencerahan. Pencerahan bertujuan
untuk
mengokohkan
iman
dan
akhlak atas
dasar
pengetahuan, agar orang yang dididik tetap pada jalan yang benar dan tidak mudah tergoncang atau terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh negatif dari luar.73 4. Metode ‘Ibrah ‘Ibrah menurut an Nahlawi yang dikutip oleh Ahmad Tafsir, ibrah adalah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar yang menyebabkan hati mengakuinya.74 Tujuan metode ini adalah mengantarkan manusia kepada kepuasan pikir tentang perkara keagamaan yang bisa menggerakkan, mendidik,
atau
menumbuhkan
perasaan
keagamaan.
Adapun
pengambilan ‘ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau peristiwa yang terjadi baik di masa lalu atau masa sekarang. 71
hlm. 98
72
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), cet. I,
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 162 Miqdad Yaljan, op. Cit, hlm. 29 74 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), cet. 2, hlm. 145 73
36
Selain metode di atas, masih banyak metode-metode lain dalam pendidikan akhlak. Menurut ‘Athiyah al-Abrasy, metode yang praktis dan efektif bagi pendidikan akhlak antara lain: a). Pendidikan secara langsung. Dengan cara memberi petunjuk atau nasihat, menjelaskan manfaat dan bahaya, menuntun pada amalamal baik, mendorong mereka berbudi pekerti tinggi dan menghindari hal-hal tercela. b). Pendidikan secara tidak langsung. Dengan jalan seperti mendidik sajak-sajak, syair-syair, kata-kata hikmah, nasihat-nasihat dan budi pekerti yang luhur yang berpengaruh pada mereka. Mengambil manfaat dari kecenderungan dan pembawaan anak didik dalam rangka mendidik akhlak, contohnya kesenangan anak meniru sesuatu, maka guru seyogyanya menghias diri dengan akhlak yang mulia.75 d. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak 1. Akhlak kepada Allah a). Syukur Syukur adalah memanjatkan pujian kepada Sang Pemberi Nikmat, atas keutamaan dan kebaikan yang dikaruniakan kepada kita.76 Realitas syukur dapat dibagi beberapa bentuk. Syukur dengan lisan adalah berupa pengakuan dengan lidahnya akan nikmat-Nya. Syukur dengan anggota tubuh ialah mempergunakan nikmat itu dalam mentaati Allah dan syukur dengan hati ialah pengakuan serta membesarkan yang memberi nikmat. b). Tawakal Tawakal artinya berpasrah diri kepada Allah setelah melakukan upaya-upaya atau berikhtiar dahulu.77 75
M. Athiyah al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustain alGhani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 104 76 Ahmad Faried, Op.cit., hlm. 103 77 Didiek Ahmad Supadie, ed, Studi Islam I, (Semarang: Unissula Press, 2002), hlm. 99
37
c). Keikhlasan Ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dari berbagai tendensi diri.78 2. Akhlak kepada Rasul Allah Rasulullah saw merupakan suri tauladan bagi umat manusia. Beliau diutus ke muka bumi untuk menjadi pengaruh dan pembimbing umat manusia menuju jalan yang diridhoi Allah. Akhlak kepada Rasulullah dapat dilakukan dengan cara: a). Menerima ajaran yang dibawanya b). Mengikuti sunnahnya c). Mengucapkan salam dan salawat kepadanya.79 3. Akhlak kepada diri sendiri dan orang lain a). Mengendalikan hawa nafsu Allah swt menyuruh agar kita senantiasa mengikuti perintahNya dan jangan mengikuti perintah hawa nafsu yang akan merugikan dan menghancurkan kehidupan kita Hawa nafsu mengandung pengertian kecenderungan hati kepada yang disukai dan dicintai yang tidak ada kaitannya dengan urusan akhirat.80 b). Tolong menolong Tolong menolong adalah sikap yang senang menolong orang lain, baik dalam bentuk material maupun dalam bentuk tenaga moril.81 Sikap ini dikemukakan dalam QS. Al-Maidah: 2
ﻭﺍِﻥ ﺩ ﻌ ﺍ ﹾﻟﻻ ﹾﺜ ِﻡ ﻭ ِ ﻋﻠﹶﻰ ﹾﺍ ﺍﻭ ﹸﻨﻭ ﺎﻻ ﹶﺘﻌ ﻭ ﹶ ﻯﺍﻟ ﱠﺘ ﹾﻘﻭﺭ ﻭ ﻰ ﺍ ﹾﻟ ِﺒ ﻠﺍ ﻋﻭ ﹸﻨﻭ ﺎﻭ ﹶﺘﻌ (٢ :)ﺍﻟﻤﺎﺌﺩﺓ
78
Ibid, hlm. 1 Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: CV Diponegoro, 1993), hlm. 145 80 Arif Supono, ed, Seratus Cerita Tentang Akhlak, (Jakarta: Republika, 2006), hlm. 25 81 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar), (Bandung: CV Diponegoro, 1993), hlm. 125 79
38
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.(QS. Al-Maidaاh: 2)82 c). Persaudaraan / Ukhuwah Menumbuhkan kesadaran untuk memelihara persaudaraan serta menjauhkan diri dari perpecahan merupakan realisasi pengakuan bahwa pada hakikatnya kedudukan manusia adalah sama di hadapan Allah. Sama kedudukannya sebagai hamba dan khalifah Allah. Tidak ada pembeda di antara hamba Allah kecuali ketakwaan mereka.83 Sebagaimana firman Allah dalam surat alHujurat: 13
ﻞ َ ﺷﻌُﻮﺑًﺎ َو َﻗﺒَﺎ ِﺋ ُ ﺟ َﻌﻠْﻨ ُﻜ ْﻢ َ ﻦ َذ َآ ٍﺮ َوُا ْﻧﺜَﻰ َو ْ ﺧَﻠﻘْﻨ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َ س ِاﻧﱠﺎ ُ ﻳَﺎ َا ﱡﻳﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ﺧ ِﺒ ْﻴ ٌﺮ َ ﻋِﻠ ْﻴ ٌﻢ َ ﷲ َ نا ﷲ َاﺗْﻘﻜُﻢ ۗ ِا ﱠ ِ ﻋ ْﻨﺪَا ِ ن َا ْآ َﺮ َﻣ ُﻜ ْﻢ ِﻟ َﺘﻌَﺎ َرﻓُﻮا ِا ﱠ ْ(١٣:)اﻟﺤﺠﺮات Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki, seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal. 84 (QS. Al-Hujurat: 13) Pengertian dari ayat tersebut adalah segala bangsa yang tersebar di seluruh dunia adalah keturunan yang sama yakni Adam dan Hawa. Perbedaan warna kulit, bahasa dan tempat berpijak bukanlah
halangan
untuk
saling
kenal-mengenal
menuju
persaudaraan.
82 83
Departemen Agama, Log.cit, hlm. 106 Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (Semarang: Wicaksana, 1993), cet.
4, hlm. 339
84
Departemen Agama, op.cit, hlm. 412
39
e. Tujuan Pendidikan Akhlak Tujuan merupakan suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir (ultimate aims of education). Tujuan akhir biasanya dirumuskan secara padat dan singkat seperti terbentuknya kepribadian muslim85. M. Athiyah al Abrasy dalam kitabnya Ruh at Tarbiyah wa at Ta’lim, telah menjelaskan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah:
،واﻟﻐﺮض ﻣﻦ اﻟﺘﺮﺑﻴﺔ اﻟﺨﻠﻘﻴﺔ ﺗﻜﻮﻳﻦ رﺟﺎل ﻣﻬﺬﺑﻴﻦ وﺳﻴﺪات ﻣﻬﺬﺑﺎت ،ذي إرادة ﻗﻮﻳﺔ وﻋﺰﻳﻤﺔ ﺻﺎدﻗﺔ ﻳﺘﺤﻠﻮن ﺑﺎاﻟﻔﻀﻴﻠﺔ ﺣﺒﺎ ﻟﻠﻔﻀﻴﻠﺔ 86
وﻳﺘﺠﻨﺒﻮن اﻟﺮذﻳﻠﺔ ﻵﻧﻬﺎ رذﻳﻠﺔ
Tujuan pendidikan akhlak (budi pekerti) adalah membentuk manusia yang berakhlak baik (baik laki-laki maupun wanita), agar mempunyai kehendak yang kuat dan tujuan yang baik, dengan menghiasi diri mereka dengan kemuliaan karena cinta kepada kemuliaan dan menjauhi kekejian karena kekejian merupakan perbuatan yang hina”. Mohammad Rifa’i memberikan argumennya bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah mengetahui perbedaan-perbedaan perangai manusia yang baik dan buruk, agar manusia dapat memegang dengan perangai-perangai yang baik dan menjauhkan diri dari perangai-perangai jahat, sehingga tercipta tata tertib dalam pergaulan masyarakat87. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah terbinanya
akhlak mulia sehingga dapat tercipta
kebahagiaan dunia dan akhirat serta mendapat ridho dari Allah SWT, dan juga terwujud hubungan yang baik antara manusia dan Tuhannya (habl min Allah) dan manusia dengan sesama makhluk (habl min an nas).
85
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 49 86 M. Athiyah al Abrasy, Ruh at Tarbiyah wa at Ta’lim, (Beirut: Dar Ihya’ al Kutub al Tarbiyah, tt), hlm. 41) 87 Mohammad Rifa’i, Pembina Pribadi Muslim, (Semarang: CV Wicaksana, 1993), cet. I, hlm. 575
40
C. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Ibadah Haji Ibadah haji merupakan ibadah fisik yang dilakukan secara individual untuk memenuhi panggilan Allah dan mendapat ridhonya. Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak pada ibadah haji antara lain: a. Akhlak kepada Allah 1. Syukur 2. Takwa 3. Ikhlas b. Akhlak kepada Rasul Allah 1. Bershalawat 2. Mengikuti ajarannya c. Akhlak kepada diri sendiri dan orang lain 1. Tidak melakukan rafats, fusuq dan jidal 2. Mengendalikan hawa nafsu 3. Tolong menolong 4. Persaudaraan Untuk lebih jelasnya, akan dibahas pada bab selanjutnya.
BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA IBADAH HAJI
A. Akhlaq kepada Allah a. Syukur Melaksanakan kewajiban haji merupakan syukur atas nikmat harta dan kesehatan.1 Keduanya merupakan kenikmatan terbesar yang diterima manusia di dunia. Untuk itu kaum muslimin yang telah diberi anugerah harta dan kenikmatan untuk segera menyempurnakan penghambaannya kepada Allah dan rasa syukur atas nikmatnya dengan menunaikan ibadah haji dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Sebagaimana firman Allah:
ﻦ ِﻋ َ ﻦ َ ﻆ وَا ْﻟﻌَﺎﻓِﻴ َ ﻦ ا ْﻟ َﻐ ْﻴ َ ﻇﻤِﻴ ِ ﻀﺮﱠا ِء وَا ْﻟﻜَﺎ ﺴﺮﱠا ِء وَاﻟ ﱠ ن ﻓِﻲ اﻟ ﱠ َ ﻦ ُﻳ ْﻨ ِﻔﻘُﻮ َ اﱠﻟﺬِﻳ (١٣٤ :ﻦ )ال ﻋﻤﺮان َ ﺴﻨِﻴ ِﺤ ْ ﺤﺐﱡ ا ْﻟ ُﻤ ِ س وَاﻟﻠﱠ ُﻪ ُﻳ ِ اﻟﻨﱠﺎ (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.2 (QS. Ali Imran: 134) Haji sebagai wujud syukur adalah ibadah total dalam segala aspek. Terutama terkait dengan kesehatan badan, harta kekayaan, kemampuan dan sebagainya.3 Oleh karena itu, ibadah haji hanya diwajibkan atas kaum muslimin yang telah mendapatkan anugerah dan kenikmatan tersebut. Jadi, di dalam ibadah haji terkandung rasa syukur kepada Allah atas berbagai karunia dan kenikmatan, sedangkan mensyukuri nikmat merupakan kewajiban
seorang
hamba
kepada
Tuhannya
yang
tidak
boleh
ditinggalkan. 1
Depag RI, Hikmah Ibadah Haji, (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Penyelenggaraan Haji, 2003), hlm. 14. 2 Depag, log.cit., hlm. 67. 3 Djamaluddin Dimjati, op.cit., hlm. 85.
42
b. Taqwa Ibadah haji merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang telah mampu melaksanakannya, sesuai perintah-Nya tanpa ragu. Apapun yang diperintahkan-Nya harus dikerjakan dan apapun yang dilarang-Nya harus ditinggalkan.4 Kepatuhan dan ketaatan semacam ini merupakan cermin dari kuatnya keimanan seseorang kepada Allah. Tanpa didasari oleh keimanan yang kuat, mustahil seorang hamba mau melaksanakan ibadah haji. Sebagaimana yang telah diterangkan pada Bab II, ketika ihram ada beberapa larangan yang harus ditinggalkan antara lain dilarang untuk bersenggama dan pendahuluan-pendahuluannya (rafats), melakukan kejahatan dan berbuat maksiat yang mengakibatkan penyelewengan dari mentaati perintah Allah (fusuq), serta berselisih dengan teman sejawat (jidal). Hal tersebut harus ditinggalkan karena merupakan larangan Allah sebagaimana firman Allah:
ق َ ﺚ َوﻟَﺎ ُﻓﺴُﻮ َ ﺞ َﻓﻠَﺎ َر َﻓ ﺤﱠ َ ﻦ ا ْﻟ ض ﻓِﻴ ِﻬ ﱠ َ ﻦ َﻓ َﺮ ْ ت َﻓ َﻤ ٌ ﺷ ُﻬ ٌﺮ َﻣ ْﻌﻠُﻮﻣَﺎ ْ ﺞ َأ ﺤﱡ َ ا ْﻟ ن ﺧ ْﻴ ٍﺮ َﻳ ْﻌَﻠ ْﻤ ُﻪ اﻟﱠﻠ ُﻪ َو َﺗ َﺰ ﱠودُوا َﻓ ِﺈ ﱠ َ ﻦ ْ ﺞ َوﻣَﺎ َﺗ ْﻔ َﻌﻠُﻮا ِﻣ ﺤﱢ َ ل ﻓِﻲ ا ْﻟ َ ﺟﺪَا ِ َوﻟَﺎ (١٩٧ :ب )ﺍﻟﺒﻘﺭﺓ ِ ن ﻳَﺎ أُوﻟِﻲ ا ْﻟَﺄ ْﻟﺒَﺎ ِ ﺧ ْﻴ َﺮ اﻟﺰﱠا ِد اﻟ ﱠﺘ ْﻘﻮَى وَا ﱠﺗﻘُﻮ َ Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.5 (QS. Al-Baqarah: 197) Dalam hadits juga disebutkan:
ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺴﻭل ﺍﷲ ﺼﻠﻰ ﺍﷲ:ﻋﻥ ﺍﺒﻥ ﻋﻤﺭ ﺭﻀﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﻴﻘﻭل ﻤﻥ ﺤﺞ ﻓﻠﻡ ﻴﺭﻓﺙ ﻭﻟﻡ ﻴﻔﺴﻕ ﺭﺠﻊ ﻜﻴﻭﻡ ﻭﻟﺩﺘﻪ 6 (ﺍﻤﻪ )ﻤﺘﻔﻕ ﻋﻠﻴﻪ 4
Djamaluddin Dimjati, Panduan Haji dan Umroh Lengkap Disertai Rahasia dan Hikmahnya, (Solo: Era Intermedia, 2006), hlm. 93. 5 Depag, op.cit., hlm. 31. 6 Imam Abi Zakaria bin Syarif an-Nawawi ad-Damsyiqi, Riyadh as-Shalihin, (Beirut Libanon: Al-Maktabah al-Ilmiyah, tth), hlm. 457.
43
Dari Ibnu Umar r.a. berkata: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang mengerjakan haji sedang ia tidak melanggar kesopanan dan tidak pula melanggar ketentuan, maka ia akan bebas dari dosa-dosa seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. Dari penjelasan ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi tersebut jelas bahwa
ketika
melaksanakan ibadah
haji
semua
larangan
harus
ditinggalkan, dengan berakhlaqul karimah maka akan menjadi haji mabrur. c. Ikhlas Ibadah haji memiliki nilai-nilai spiritual keagamaan yang sangat tinggi yang perlu dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari, untuk membentuk kepribadian, moral dan akhlak yang mulia, sehingga diharapkan akan menjadi suri tauladan yang baik atau uswatun khasanah yang dapat dicontoh bagi masyarakat luas di sekitar. Dalam ibadah haji, aspek ubudiyah (memperhambakan diri kepada Allah) tampak jelas, di mana jama’ah memperlihatkan kehinaan dan kerendahan martabat dirinya di hadapan Allah, dengan berpakaian ihrom yang amat sederhana, tanpa berhias, tidak ada pangkat dan jabatan. Mereka semua adalah hamba Allah yang datang kepada-Nya dengan penuh harapan untuk mendapatkan ampunan dari segala dosa dan kesalahan. Serta memperoleh rahmat, barokah dan ridho-Nya. Oleh karena itu, ibadah haji dilakukan dengan niat yang ikhlas karena Allah dan niat yang suci. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Ali Imran: 97,
ن ﻦ َآ َﻔ َﺮ َﻓ ِﺈ ﱠ ْ ﺳﺒِﻴﻠًﺎ َو َﻣ َ ع ِإَﻟ ْﻴ ِﻪ َ ﺳ َﺘﻄَﺎ ْﻦا ِ ﺖ َﻣ ِ ﺞ ا ْﻟ َﺒ ْﻴ ﺣﱡ ِ س ِ ﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺎ َ َوِﻟﱠﻠ ِﻪ َ ﻦ ا ْﻟﻌَﺎَﻟﻤِﻴ ِﻋ َ ﻲ ﻏ ِﻨ ﱞ َ اﻟﱠﻠ َﻪ (٩٧ :ﻦ )ﺍل ﻋﻤﺭﺍﻥ Dan karena Allah, wajiblah atas orang-orang yang melakukan haji ke Baitullah, yaitu bagi orang yang mampu melaksanakan perjalanan ke sana.7 (QS. Ali Imran: 97) Dari ayat tersebut jelas diterangkan bahwa ketika melaksanakan ibadah haji harus dengan niat suci karena Allah, bukan karena niat untuk riya’, sombong, dan takabur. 7
Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Bandung: J-Art, 2005), hlm. 49.
44
B. Akhlak kepada Rasul Allah a. Patuh mengikuti ajarannya Ibadah haji dalam syari’at Islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW mengajarkan upacara-upacara peribadatan yang sangat jelas hubungannya dengan syari’at Islam yang disampaikan Nabi Ibrahim a.s. Hal ini bisa dipahami ketika jama’ah melakukan thowaf dan sa’i. Ketika thowaf jama’ah disunahkan untuk mencium atau mengusap hajar aswad. Mencium hajar aswad itu mengikuti amaliah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Muhammad SAW. Dalam hubungan ini riwayat tentang sahabat Umar r.a. ketika mencium hajar aswad mengatakan:8 “Umar ra. berkata: sungguh aku mengetahui engkau hanyalah batu, sekiranya aku tidak melihat kekasihku Rasulullah SAW telah menciummu dan mengusapmu, niscaya aku tidak akan mengusapmu dan menciummu”. Jadi, nilai yang menonjol dalam mencium hajar aswad adalah nilai kepatuhan mengikuti sunnah Rasul Allah. Sebagaimana firman Allah:
ﻻ ْﻣ ِﺮ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َ ل َوُأوِﻟﻰ ْا َ ﺳ ْﻮ ُ ﻃ ْﻴ ُﻌﻮا اﻟ ﱠﺮ ِ ﻃ ْﻴ ُﻌﻮا اﷲ َوَا ِ ﻦ َا َﻣ ُﻨ ْﻮا َا َ َﻳﺎ َاﱡﻳ َﻬﺎ اﱠﻟ ِﺬ ْﻳ (59:)اﻟﻨﺴﺎء “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu.”9 (QS. An-Nisa’: 59) b. Bershalawat Bershalawat kepada Nabi merupakan salah satu ungkapan untuk mencintai Rasulullah. Dengan harapan untuk mendapat syafa’atnya. Pada
ibadah
haji,
ketika
jama’ah
di
Raudhah,
mereka
memperbanyak membaca shalawat, sholat sunnah, dzikir tahlil, dan sebagainya.10 8
Depag Republik Indonesia, op.cit., hlm. 42. Depag, op.cit., hlm. 87. 10 Djamaluddin Dimjati, log.cit., hlm. 183. 9
45
Di tempat yang suci dan mulia ini Rasulullah selalu bertaqarub dan bermunajat kepada Allah hingga wafatnya. Hal tersebut merupakan bukti kecintaan manusia terhadap Rasulullah, yaitu dengan memperbanyak membaca shalawat.
C. Akhlak kepada diri sendiri dan orang lain Pada ibadah haji, nilai-nilai pendidikan akhlak kepada siri sendiri dan orang lain sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah 197. a. Tidak melakukan rafats, fusuq dan jidal Dalam memenuhi kewajiban bagi dirinya, Islam mengingatkan manusia agar tidak merugikan hak-hak orang lain. Islam melarang manusia untuk mengucapkan kata-kata yang kotor. Pada ibadah haji, ketika jama’ah melakukan ihram ada beberapa larangan yang harus ditinggalkan antara lain rafats, fusuq dan jidal. Hal tersebut sangat aplikatif apabila setiap muslim mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat AlBaqarah 197. b. Mengendalikan hawa nafsu Dalam melaksanakan ibadah haji, mengendalikan hawa nafsu merupakan hal sangat urgen. Sebab setiap saat setan menggoda jama’ah untuk mengajak pada jalan yang sesat. Firman Allah SWT:
(٢٦ :ﻞ اﻟﱠﻠ ِﻪ )ص ِ ﺳﺒِﻴ َ ﻦ ْﻋ َ ﻚ َ ﻀﱠﻠ ِ َوﻟَﺎ َﺗ ﱠﺘ ِﺒ ِﻊ ا ْﻟ َﻬﻮَى َﻓ ُﻴ Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.11 (QS. Shad: 26) Hal ini bisa dipahami ketika ihram banyak larangan-larangan yang harus ditinggalkan oleh jamaah. Nilai yang terkandung di dalamnya adalah
11
Depag, log.cit., hlm. 454.
46
agar jamaah mampu mengendalikan hawa nafsunya untuk mendapatkan ridho dari Allah. c. Tolong menolong Tolong menolong merupakan sikap senang menolong orang lain baik dalam bentuk material maupun dalam bentuk tenaga moril. Dalam ibadah haji, tolong menolong dapat dilihat ketika jamaah melempar jumrah. Ketika ada jamaah yang tidak mampu untuk melaksanakan pelemparan jumrah, maka jamaah lain wajib membantunya. Selain itu, bisa juga dilihat ketika ada jamaah yang tersesat, maka bagi jamaah lain untuk membantu menunjukkan jalan yang benar. Prinsip tolong menolong ini sesuai dengan firman Allah:
ن ِ ﻋﻠَﻰ ا ْﻟِﺈ ْﺛ ِﻢ وَا ْﻟ ُﻌ ْﺪوَا َ ﻋﻠَﻰ ا ْﻟ ِﺒ ﱢﺮ وَاﻟ ﱠﺘ ْﻘﻮَى َوﻟَﺎ َﺗﻌَﺎ َوﻧُﻮا َ َو َﺗﻌَﺎ َوﻧُﻮا (٢ :)اﻟﻤﺎﺋﺪة Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.12 (QS. Al-Maidah: 2) Dengan tolong menolong di antara jamaah, maka akan tercipta suasana yang damai sehingga ukhuwah islamiyah bisa terwujud di antara kaum muslimin. d. Persaudaraan Allah SWT mensyari’atkan ibadah haji, sehingga umat Islam berkumpul di suatu tempat dengan berbagai jenis bangsa, suku atau ras yang berjauhan asal negara dan daerahnya.13 Dengan perkumpulan yang berasal dari berbagai negara dan bangsa yang jauh itu, tentu terjadi perkenalan dan persahabatan. Prinsip ta’aruf ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur'an:
12
Depag, ibid., hlm. 105. Ishak Farid, Ibadah Haji dalam Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), hlm. 77. 13
47
ﻞ َ ﺷﻌُﻮﺑًﺎ َو َﻗﺒَﺎ ِﺋ ُ ﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُآ ْﻢ َ ﻦ َذ َآ ٍﺮ َوُأ ْﻧﺜَﻰ َو ْ ﺧَﻠ ْﻘﻨَﺎ ُآ ْﻢ ِﻣ َ س ِإﻧﱠﺎ ُ ﻳَﺎ َأ ﱡﻳﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ :ﺧﺒِﻴ ٌﺮ )اﻟﺤﺠﺮات َ ﻋﻠِﻴ ٌﻢ َ ن اﻟﱠﻠ َﻪ ﻋ ْﻨ َﺪ اﻟﱠﻠ ِﻪ َأ ْﺗﻘَﺎ ُآ ْﻢ ِإ ﱠ ِ ن َأ ْآ َﺮ َﻣ ُﻜ ْﻢ ِﻟ َﺘﻌَﺎ َرﻓُﻮا ِإ ﱠ (١٣ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13)14 Ibadah haji adalah kebersamaan/jama’ah umat Islam untuk ibadah kepada Allah SWT. Mereka melaksanakan apa yang diperintahnya dan apa yang dilarang-Nya. Semua itu dilakukan untuk mendapatkan ridho-Nya. Dengan pertemuan dan kebersamaan itu, mereka menjalin ukhuwah Islamiyah seagama tanpa membedakan suku, ataupun ras. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
( )رواﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬى15اﻟﻤﺴﻠﻢ اﺧﻮا اﻟﻤﺴﻠﻢ ﻻ ﻳﻈﻠﻤﻪ وﻻ ﻳﺴﻠﻤﻪ “Orang muslim itu saudara bagi orang muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak pula membiarkannya dizalimi.” Dengan menjalin ukhuwah Islamiyah mereka akan saling tolong menolong dengan jama’ah yang lain. Menurut Syekh Ali Ahmad Al-Jurjani bahwa dengan pertemuan dan perkenalan ini, mereka menjalin persaudaraan seagama tanpa ada perbedaan suku ataupun ras.16 Karena dalam pertemuan ini Allah melarang mereka saling berdebat yang mendorong terjadinya permusuhan dan pertumpahan darah.
14
Depag, op.cit., hlm. 517. Turmudzi, Shahih Sunan Turmudzi, Juz IV, (Beirut: Daar Ilmiah, tt), hlm. 26. 16 Ishak Farid, op.cit., hlm. 79. 15
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA IBADAH HAJI
A. Hubungan Ibadah Haji dengan Pendidikan Ibadah dalam Islam merupakan jalan hidup yang sempurna. Nilai hakiki ibadah terletak pada keterpaduan antara tingkah laku, perbuatan dan pikiran. Islam dengan tegas memandang amal (aktivitas) bernilai apabila dalam pelaksanaannya manusia menjalin hubungan dengan Tuhannya serta bertujuan merealisasi kebaikan bagi dirinya dan masyarakatnya. Karakteristik sistem pendidikan Islam yang menonjol adalah sistem ibadahnya. Hubungan terus menerus dengan Allah merupakan proses pendidikan Islam. Pelaksanaan kebaikan yang hakiki tidak dapat dijamin tanpa hubungan yang hidup antara individu dan penciptanya. Demikian pula penegakan kebenaran dan keadilan baru dapat dikatakan terjamin manakala semua manusia sama-sama berorientasi kepada Tuhan, baik ketika beribadah maupun bekerja, baik dalam tingkah laku sehari-hari maupun kehidupan biasa. Dari prinsip di atas terlihat hubungan yang erat antara akhlak yang mulia dan konsep ibadah dalam pendidikan Islam. Metode yang digunakan Islam dalam mendidik jiwa adalah menjalin hubungan terus menerus antara jiwa dan Allah di setiap saat dalam segala aktivitas dan pada setiap kesempatan berpikir. Konsep ibadah berkaitan erat dengan dasar akhlaki. Konsep ibadah berpusat pada prinsip dasar bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi. Fungsi khalifah di muka bumi akan terealisasi apabila tingkah laku, akhlak, ilmu dan perbuatan manusia sesuai dengan format yang telah digariskan oleh Allah. Dengan demikian, ibadah merupakan salah satu sarana yang efektif untuk mengarahkan pendidikan kepada orientasi akhlaki yang lurus serta merealisasi pendidikan secara seimbang dan komprehensif.
49
Dalam ibadah haji, nilai pendidikan akhlaknya lebih besar dibanding dengan ibadah lainnya. Mengerjakan ibadah haji ditujukan agar menjauhi perbuatan keji, pelanggaran secara sengaja (fasik) dan bermusuh-musuhan.1 Hubungan ibadah haji dengan pendidikan akhlak dapat dipahami dari ayat yang berbunyi:
:ﺞ )ﺍﻟﺒﻘﺭﺓ ﺤﱢ َ ل ﻓِﻲ ا ْﻟ َ ﺟﺪَا ِ ق َوﻟَﺎ َ ﺚ َوﻟَﺎ ُﻓﺴُﻮ َ ﺞ َﻓﻠَﺎ َر َﻓ ﺤﱠ َ ﻦ ا ْﻟ ض ﻓِﻴ ِﻬ ﱠ َ ﻦ َﻓ َﺮ ْ َﻓ َﻤ (١٩٧ Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantahbantahan di dalam masa mengerjakan haji. (QS. Al-Baqarah: 197)2 Haji merupakan ibadah yang berdimensi pendidikan sosial. Dalam ibadah ini kaum muslimin berkumpul dengan segala perbedaan kebangsaan, warna kulit dan bahasanya. Dalam muktamar ini kaum muslimin dapat menyaksikan berbagai manfaat, tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.3 Ibadah haji dengan berbagai amaliahnya mengandung nilai pendidikan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun nilai pendidikan yang terdapat di dalamnya antara lain ikhlas, syukur, tawakal, selalu ingat Allah, mengendalikan hawa nafsu, persaudaraan, persamaan serta memelihara dan menjaga lingkungan.
B. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlaq pada Ibadah Haji 1. Akhlak kepada Allah a. Syukur Melaksanakan kewajiban haji merupakan ungkapan syukur atas nikmat harta dan kesehatan. Keduanya merupakan kenikmatan terbesar yang diterima manusia di dunia. Dalam haji ungkapan syukur atas kedua nikmat terbesar ini dicurahkan, dan dalam haji pula manusia 1
Said Agil Al-Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 2003), hlm. 31. 2 Depag, op.cit., hlm. 31. 3 Hery Noer Ali dan Munzir, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Fisika Agung Insani, 2000), hlm. 100.
50
melakukan perjuangan jiwa raga, menafkahkan hartanya dalam rangka menaati serta mendekatkan diri kepada Allah. Jadi, di dalam ibadah haji terkandung rasa syukur kepada Allah atas berbagai karunia dan kenikmatan, sedangkan mensyukuri nikmat merupakan kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya yang tidak boleh ditinggalkan. Apabila ditinggalkan, berarti dia telah mengingkari nikmat Allah. Untuk itu kaum muslimin yang telah diberi anugerah dan kenikmatan untuk segera menyempurnakan penghambaannya kepada Allah dan rasa syukur atas nikmatnya dengan menunaikan ibadah haji dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Oleh karena itu, gema talbiah berulang-ulang diucapkan dalam perjalanannya menuju tempattempat pelaksanaan ibadah haji. Dalam talbiyah, mereka selalu mengucapkan:
ﺍﻥ ﺍﻟﺤﻤﺩ ﻭﺍﻟﻨﻌﻤﺔ ﻟﻙ ﻭﺍﻟﻤﻠﻙ ﻻ ﺸﺭﻴﻙ ﻟﻙ Sesungguhnya segala puji, segenap nikmat dan kekuasaan adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. Di
dalam
kalimat
tersebut,
jelas
tergambar
bahwa
sesungguhnya segala puji itu semata-mata milik Allah. Hal ini merupakan penghambaan diri kepada Allah. Kemudahan pengakuan selanjutnya adalah bahasa segala kenikmatan dan kekuasaan itu adalah milik Allah, termasuk keanekaragaman nikmat yang tak terhitung jumlahnya. b. Taqwa Peribadatan agama Islam sejalan dengan bentuk-bentuk peribadatan yang melambangkan kebesaran syi’ar Allah. Misalnya melaksanakan thawaf di sekeliling Ka’bah adalah gerakan terikat dengan ketentuan dan tata aturan seperti perputaran yang harus dimulai dari hajar aswad berputar ke arah kiri, dilarang berbicara yang tidak berarti atau maksiat, bahkan hati dan badan harus bersih dari kotoran.
51
Ini semua membuktikan bahwa ibadah haji benar-benar suatu ibadah yang harus kita laksanakan dengan satu sikap penyerahan diri secara total kepada Allah SWT. Kemauan keras, ketakwaan dan keikhlasan sangat berarti bagi jamaah karena hanya dengan modal itulah ia mendapatkan ibadah haji yang diterima Allah. Firman Allah SWT:
:ب )اﻟﺒﻘﺮة ِ ن ﻳَﺎ أُوﻟِﻲ ا ْﻟَﺄ ْﻟﺒَﺎ ِ ﺧ ْﻴ َﺮ اﻟﺰﱠا ِد اﻟ ﱠﺘ ْﻘﻮَى وَا ﱠﺗﻘُﻮ َ ن َو َﺗ َﺰ ﱠودُوا َﻓِﺈ ﱠ (١٩٧ Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.4 (QS. AlBaqarah: 197) c. Ikhlas Ibadah haji itu memiliki ciri khusus, berbeda dengan ibadah lainnya, seperti sholat, puasa, zakat, dan sebagainya, apalagi banyak amalan dan peraturan ibadah haji yang tidak mudah dicerna oleh pikiran.
Hal
tersebut
dimaksudkan
agar
manusia
dalam
menghambakan diri kepada Allah lebih tulus dan sempurna. Karena hakikatnya, ibadah haji merupakan perintah Allah kepada hamba-Nya yang telah mampu melaksanakannya. Kepatuhan dan ketaatan semacam ini merupakan cermin dari kuatnya keimanan seseorang, sehingga seorang hamba mau melaksanakan haji dengan penuh keikhlasan. Hal ini sesuai dengan Qur’an surat Ali Imran ayat 97. Dengan demikian dapat dipahami bahwa jama’ah yang sedang melaksanakan ibadah haji dengan cara yang benar dan baik sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya, ibarat malaikat yang dengan penuh keikhlasan melaksanakan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya.
4
Departemen Agama, op.cit., hlm. 31.
52
2. Akhlak kepada Rasul Allah Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada semua RasulNya sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad SAW. Agama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW adalah mata rantai terakhir agama Allah yang telah disempurnakan-Nya. Ibadah haji yang disampaikan Nabi Muhammad merupakan salah satu ajarannya. Seperti halnya ketika wuquf di padang Arafah, Rasulullah bersama sahabat memimpin sekaligus membimbing manusia menjalankan ibadah dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan petunjuk Allah. Jadi, semua amalan-amalan yang dilakukan jama’ah haji merupakan
bukti
kepatuhan
akan
ajaran
Rasulullah,
dari
cara
melaksanakan thowaf, wukuf, sa’i, tahalul, dan lain-lain. Semua dilaksanakan demi menjalankan syari’at Allah sesuai dengan ajaran-ajaran Rasulullah. Selain hal di atas, dapat dipahami ketika jama’ah melaksanakan shalat di Hijr Isma’il, Maqam Ibrahim, Raudhah. Jama’ah bershalawat dan salam untuk Rasulullah dengan harapan akan mendapat syafa’atnya.
3. Akhlak kepada diri sendiri dan orang lain a. Tidak melakukan rafats, fusuq, jidal Dalam ibadah haji, ketika sedang ihram ada larangan untuk tidak rafats (berhubungan seks). Hal ini karena ibadah haji merupakan pekerjaan yang sangat mulia dan terpuji. Rasulullah SAW bersabda:
ﺴﻤﻌﺕ ﺭﺴﻭل ﺍﷲ ﺼﻠﻰ:ﻋﻥ ﺍﺒﻥ ﻋﻤﺭ ﺭﻀﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﻴﻘﻭل ﻤﻥ ﺤﺞ ﻓﻠﻡ ﻴﺭﻓﺙ ﻭﻟﻡ ﻴﻔﺴﻕ ﺭﺠﻊ ﻜﻴﻭﻡ 5
(ﻭﻟﺩﺘﻪ ﺍﻤﻪ )ﻤﺘﻔﻕ ﻋﻠﻴﻪ
Barangsiapa yang mengerjakan haji sedang ia tidak melanggar kesopanan dan tidak pula melanggar ketentuan, maka ia akan bebas dari dosa-dosa seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. 5
Imam Abi Zakaria bin Syarif an-Nawawi ad-Damsyiqi, op.cit., hlm. 457.
53
b. Mengendalikan hawa nafsu Dalam melaksanakan ibadah haji, mengendalikan hawa nafsu merupakan hal yang sangat urgen. Sebab setiap saat setan menggoda jamaah untuk mengajak pada jalan yang sesat. Hal ini bisa dipahami ketika jamaah melempar jumrah. Melempar jumrah merupakan perwujudan permusuhan dan kebencian terhadap setan yang selalu berusaha untuk menyesatkan manusia dari jalan yang diridhoi Allah. Hal
tersebut
membuktikan
betapa
seriusnya
Allah
memperingatkan kepada para hamba-Nya untuk selalu mengendalikan hawa nafsu agar tidak terbujuk oleh rayuan setan.
c. Tolong menolong Suasana pertemuan akbar (haji) bukan hanya satu bentuk budaya atau adat istiadat. Baik dari cara tutur kata maupun tingkah laku yang mungkin asing satu sama lainnya membutuhkan pengertian dan toleransi untuk saling memahami keadaan orang lain dan menghilangkan sifat egois. Mereka dengan berpakaian yang sama, saling bergaul, dilandasi dengan ukhuwah islamiyah sehingga mereka saling mengingatkan dan saling tolong menolong.
d. Ukhuwah (persaudaraan) Ibadah haji merupakan wujud nyata dari persaudaraan antara muslim sedunia. Pertemuan ini akan dapat menghilangkan perbedaanperbedaan sistem politik yang dianutnya atau perbedaan madzhab, baik yang menyangkut aqidah maupun ibadah. Dengan demikian kita harus menumbuhkan kembali kesadaran kita tentang hakikat penciptaan manusia dari asal yang satu yaitu Adam, sehingga antara satu suku dengan suku yang lain, antara satu bangsa dengan bangsa lain yang berbeda warna kulit, bahasa dan adat
54
istiadat, berbeda kemampuan dan keberadaannya, akan duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Menumbuhkan kesadaran untuk memelihara persaudaraan serta menjauhkan diri dari perpecahan merupakan realisasi pengakuan bahwa pada hakikatnya kedudukan manusia adalah sama di hadapan Allah. Tidak ada pembeda di antara hamba Allah kecuali ketakwaan mereka.6
6
hlm. 339.
Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (Semarang: Wicaksana, 1993), Cet. 4,
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam ibadah haji antara lain: a. Syukur Hal ini dapat dipahami ketika jama’ah mengucapkan talbiyah. Dalam kalimat tersebut jelas bahwa segala kenikmatan kekuasaan itu adalah milik Allah. Termasuk juga terdapat dalam syarat haji yang menyebutkan kemampuan (istatha’ah) meliputi sehat badan serta memiliki bekal yang cukup. Ini merupakan manifestasi dari rasa syukur atas nikmat Allah. b. Takwa Haji merupakan ibadah yang melambangkan ketaatan atau penyerahan diri secara total kepada Allah baik harta benda maupun jiwa raga. Di hadapan Allah mereka bersyukur atas segala nikmat, memohon ampun, berdzikir, memohon perlindungan dari dosa, hawa nafsu dan godaan setan. c. Ikhlas Bahwa ibadah haji merupakan perjalanan suci yang semua rangkaian kegiatannya merupakan ibadah. Semua larangan harus ditinggalkan guna mencapai haji mabrur. Semua kegiatan yang dilakukan (ihram, thowaf, sa’i, wukuf, melempar jumrah) harus dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan. Tanpa dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan, maka semua kegiatan akan sia-sia. d. Bershalawat dan patuh pada ajaran Rasulullah Hal ini bisa dipahami ketika jama’ah di Raudhah mereka bershalawat kepada Nabi. Selain itu dapat dipahami ketika jama’ah melaksanakan rangkaian ibadah haji sesuai dengan ajaran Rasulullah. Misalnya thawaf, wukuf, sa’i, tahalul.
56
e. Tidak melakukan rafats, fusuq dan jidal Pada ibadah haji, ketika jamaah sedang ihram ada larangan untuk tidak rafats, fusuq dan jidal. Hal ini karena ibadah haji merupakan pekerjaan yang sangat mulia dan terpuji. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 197. f. Mengendalikan hawa nafsu Hal ini bisa dipahami ketika jamaah melempar jumrah. Melempar jumrah merupakan perwujudan permusuhan dan kebencian terhadap setan yang selalu berusaha untuk menyesatkan manusia dari jalan yang diridai Allah. g. Tolong menolong Ibadah haji bukan hanya suatu bentuk budaya/adat istiadat. Di situ dibutuhkan pengertian dan toleransi, tolong menolong antara jama’ah yang satu dengan yang lain. h. Ukhuwah/Persaudaraan Ibadah haji merupakan wujud nyata dari persaudaraan antara muslim sedunia. Dengan perkumpulan yang berasal dari berbagai negara dan bangsa, mereka harus saling toleransi dan memahami keadaan orang lain, sehingga tercipta ukhuwah islamiyah yang baik.
B. Saran-Saran a. Bagi orang-orang Islam yang mampu untuk melaksanakan ibadah haji, untuk segera melaksanakannya. Hal ini sebagai manifestasi rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah. b. Kepada seluruh umat Islam, untuk selalu memperbaiki akhlaknya. Apalagi bagi orang yang telah menunaikan ibadah haji, yang mana dalam ibadah haji terdapat nilai-nilai pendidikan akhlak yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan tercipta masyarakat yang rukun, damai dan sejahtera.
57
C. Penutup Penulis bersyukur ke hadirat Allah swt yang telah memberikan petunjuk dan pertolongan sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan juga bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya serta semoga dapat menambah pengetahuan kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghazali, Ihya’ Ulum adalah Din, Juz III, (Mesir: Masyahad Al Husaini, tt) Amin, Muhammad dkk, Dasar-Dasar Pendidikan Agama, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1996) Anwar, Ramli Bihar, ASQ For Haji, (Bandung: Arazy PT Mizan Pustaka, 2004) cet. 1 Baidan, Nashrudin, Metodologi Penafsiran Al Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998) Danim Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002) Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2005) Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, 1990) Dewey, John, Democracy and Education, (New York: The Macmillan Company, 1964) Dimjati, Djamaludin, Panduan Ibadah Haji danUmrah Lengkap di sertai Rahasia dan Hikmahnya, (Solo: Era Intermedia, 2006), cett. I Farid, Ishak, Ibadah Haji dalam Filsafat Hukum Islam , (Jakarta: Rineka Cipta, 1999) Hadi Sutrisno, Metodologi Research Jilid I, (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2000) Idris, Abdul Fatah, Abu Ahmadi, Fikih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. 3 Muhajir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996)
Raya, Ahmad Thib, Menyelami Seluk Beluk Ibadah dalam Islam , (Jakarta: Kencana, 2003) Razak, Nasrudin, Dienul Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1993) Suryabrata, Sumadi, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998)
Syah, Ismail Muhammad, Filsafat Hukum Islam, (Jakrta: Bumi Aksara, 1992) Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Jilid II, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeue, 1993) Yusuf, Nasir, Problematika Manasik Haji, (Bandung: Pustaka, 1994)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama
: Yuyun Arifah
2. NIM
: 3103082
3. Tempat, Tanggal Lahir :Purworejo, 6 Februari 1985 4. Jenis Kelamin
: Perempuan
5. Agama
: Islam
6. Alamat Asal
: Bayem RT. 02 RW I No. 12 Kec. Kutoarjo Kab. Purworejo Jawa Tengah 54215
7. Pendidikan SD
: SDN II Bayem Kutoarjo Purworejo
SMP
: MTs N Prembun Kab. Kebumen
SMA
: MAN Purworejo
S1
: IAIN Walisongo Semarang Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Angkatan 2003