NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM* Mohamad Hasib Dosen STKIP PGRI Tulungagung ABSTRAKSI : Pada prinsipnya dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, kemudian dilanjutkan dalam ayat (2) bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Sebagai salah satu lembaga hukum dalam bidang peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu, maka Peradilan Agama dapat memeriksa suatu kasus seperti tersebut diatas yang berkaitan dengan melegalkan pernikahan yang tidak tercatat atau dalam istilah hukumnya Pengesahan Nikah atau Istbat Nikah (pasal 7 Kompilas Hukum Islam). Kata Kunci : Nikah Siri
perkawinan
A. Latar Belakang
sebelumnya,
akan
Keinginan pemerintah untuk
dikenai sanksi pidana 1 tahun
memberikan fatwa hukum yang
penjara. Pegawai Kantor Urusan
tegas terhadap pernikahan siri kini
Agama yang menikahkan mempelai
telah dituangkan dalam rancangan
tanpa syarat lengkap juga diancam
undang-undang tentang perkawinan
denda Rp. 6 Juta dan 1 tahun
yang akan memperketat pernikahan
penjara.
siri, kawin kontrak dan poligami. Berkenaan dengan nikah siri
Pada
prinsipnya
dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun
dalam RUU yang baru sampai di
1974
meja Setneg, pernikahan dianggap
menyebutkan bahwa perkawinan
perbuatan
illegal,
adalah
pelakunya
akan
sehingga dipidanakan
menurut
pada Pasal 2 ayat (1)
sah
apabila
hukum
dilakukan
masing-masing
dengan sanksi penjara maksimal 3
agama dan kepercayaannya itu,
bulan dan denda 5 juta rupiah.
kemudian dilanjutkan dalam ayat
Tidak hanya itu saja, sanksi juga
(2) bahwa tiap-tiap perkawinan
berlaku
bagi
mengawinkan dikawinkan
pihak
yang
dicatat
atau
yang
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Negara Demokrasi yang
poligami maupun nikah kontrak.
berdasar atas hukum baik dalam
Setiap penghulu yang menikahkan
konsepsi
seseorang
maupun rule of law adalah lembaga
yang masih
nikah
peraturan
siri,
misalnya
secara
menurut
bermasalah terikat
dalam
nomocracy,
rechstaat
pemerintah yang telah ditetapkan
Mohamad Hasib: Nikah Siri Dari Sudut Pandang Hukum Islam, April 2014
20
untuk
perkawinan
berkaitan
dengan
sebagaiamana dimaksud pasal 1 ayat
tanggung
jawab
(2) Undang-undang Nomor 1 Tahun
Agama.
1974,
mencatatakan
yaitu
tugas
dan
Pengadilan
KUA setempat bagi
yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi Non Islam
D. Permasalahan Pernikahan
siri
sering
diartikan oleh masyarakat umum dengan berbagai pemikiran dan
B. Landasan Hukum Yang menjadi landasan hukum
doktrin seperti yang kita sering
adalah sebagai berikut :
dengar, yakni:
1. Undang-undang Tahun
Nomor
1974
1
1. Pernikahan
tentang
Pernikahan
Perkawinan
wali.
semacam
ini
dilakukan secara rahasia (siri)
2. Undang-undang Tahun
tanpa
Nomor
2004
Kekuasaan
4
tentang Kehakiman
dikarenakan
pihak
wali
perempuan tidak setuju, atau kaena
menganggap
absah
(Lembaran Negara Republik
Pernikahan tanpa wali; atau
Indonesia Nomor 4358)
hanya karena ingin memuaskan
3. Undang-undang Nomor 50 Tahun
2009
jo.
Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan
Kedua
nafsu
syahwat
belaka
tanpa
mengindahkan lagi ketentuanketentuan Syariat. 2. Pernikahan
yang sah
secara
Atas Undang-undang Nomor
agama namun tidak dicatatkan
7
dalam
tahun
1989
tentang
Peradilan Agama.
Keputusan
Edaran
serta
Pimpinan
pencatatan
Negara, banyak faktor yang
4. Kompilasi Hukum Islam C. Surat
lembaga
dan
menyebabkan seseorang tidak Surat
mencatatkan pernikahannya di
kebijaksanaan
lembaga pencatatan sipil Negara.
Mahkamah
Agung
Ada yang karena faktor biaya,
R.I., dan Pimpinan Pengadilan
alias tidak mampu membayar
Tinggi Agama, serta Pimpinan
administrasi
Pengadilan
pula yang disebabkan karena
Agama
yang
pencatatan;
Mohamad Hasib: Nikah Siri Dari Sudut Pandang Hukum Islam, April 2014
ada
21
takut ketahuan melanggar aturan
tindak
kemaksiatan
yang melarang pegawai negeri
berhak
dijatuhi
nikah nikah lebih dari satu; dan
Pasalanya, suatu perbuatan baru
lain sebagaianya.
dianggap kemaksiatan dan berhak
3. Pernikahan
,
sehingga
sanksi
hukum.
yang dirahasiakan
dijatuhi sanksi di dunia dan di
pertimbangan-
akhirat, ketika perbuatan tersebut
pertimbangan tertentu, misalnya
terkategori “ mengerjakan yang
karena
haram” dan “meninggalkan yang
karena
takut
mendapatkan
stigma negatif dari masyarakat
wajib”.
yang terlanjur menganggap tabu
dinyatakan melakukan kemaksiatan
pernikahan
ketika
siri
atau
karena
Seseorang
ia
baru
telah
mengerjakan
pertimbangan-perimbangan
perbuatan
rumit yang memaksa seseorang
meninggalkan
untuk
telah ditetapkan oleh syariat.
merahasiakan
pernikahannya.
yang
abash
haram,
atau
kewajiban yang
Begitu pula orang yang
Dalam pandangan Islam bahwa
meninggalkan atau mengerjakan
Pernikahan siri adalah pernikahan
perbuatan-perbuatan
yang sah menurut ketentuan syariat
berhukum sunnah, mubah, dan
meskipun
makruh, maka orang tersebut tidak
tidak
dicatatkan
pada
lembaga Perkawinan.
yang
boleh dinyatakan telah melakukan
Dan sesungguhnya ada dua
kemaksiatan , sehingga berhak
hukum yang harus dikaji secara
mendapatkan
berbeda
maupun di akhirat. Untuk itu
berkaitan
dengan
sanksi
dunia
Pernikahan siri tersebut, yakni (1)
seorang
Hukum Pernikahannya dan (2)
menjatuhkan sanksi kepada orang-
Hukum
orang
tidak
mencatatkan
qadliy
di
yang
tidak
boleh
meninggalkan
pernikahan di lembaga pencatatan
perbuatan sunnah , dan mubah atau
Negara.
mengerjakan perbuatan mubah atau
Dan aspek Pernikahannya, nikah
siri
tetap
sah
menurut
makruh. Seseorang sanksi
baru
berhak
hukum
didunia
ketetntuan syariat, dan pelakunya
dijatuhi
tidak boleh dianggap melakukan
ketika orang tersebut, pertama,
Mohamad Hasib: Nikah Siri Dari Sudut Pandang Hukum Islam, April 2014
22
meninggalkan kewajiban, seperti
hukum
meninggalkan sholat, jihad dan lain
Pernikahan di lembaga pencataana
sebagainya. Kedua , mengerjakan
Negara, maka kasus ini dapat dirinci
tindak
sebagai berikut:
haram,
seperti
minum
khamer dan mencaci Rasulullah SAW, dsb, Ketiga , melanggar aturan-aturan administrasi Negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas,
perijinan
mendirikan
bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh Negara. E. Pembahasan Dari diatas
permasalahan
dapat
tersbut
diambil
suatu
kesimpulan bahwa Pernikahan yang tidak
dicatatkan
pencatatan
di
Negara
lembaga
tidak
boleh
dianggap sebgai tindakan kriminal, sehingga
pelakunya
berhak
mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, Pernikahan yang ia lakukan
telah
memenuhi
rukun-
rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah SWT. Adapun rukunrukun Pernikahan
adalah sebagai
berikut : (1) Wali, (2) dua orang saksi, (3) ijab qabul. Jika tiga hal ini telah dipenuhi maka Pernikahan seseorang
dianggap
sah
secara
syariat walupun tidak dicatatkan dalam perkawinan.
lembaga Adapun
pencatatan berkaitan
tidak
mencatatkan
Pertama : pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan
sipil
seseorang
memiliki
(bayyinah)
adalah
agar
alat
bukti
untuk
membuktikan
bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain.
Sebab,
salah
bukti
yang
dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah
syar’iyyah)adalah
dokumen resmi yang dikeluarkan oleh
negara.
Ketika
pernikahan
dicatatkan pada lembaga pencatatan perkawinan,
tentunya seseorang
telah memiliki
sebuah dokumen
resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis
peradilan,
ketika
sengketa
yang berkaitan
ada
dengan
pernikahan, maupun sengketa yang lahir
akibat
pernikahan,
seperti
waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah dan lain sebagainya. Hanya saja,dokumen
resmi
yang
dikeluarkan oleh Negara, bukanlah satu-satunya
alat bukti syar’iy.
Kesaksian
dari
saksi-saksi
pernikahan atau orang-orang yang
Mohamad Hasib: Nikah Siri Dari Sudut Pandang Hukum Islam, April 2014
23
menyaksikan pernikahan, juga absah
pemerintahan
dan harus diakui oleh Negara sebagai
memeidanakan
alat bukti syar’iy.
Negara tidak
melakukan pernikahan yang tidak
boleh
bahwa
dicatatkan pada lembaga pencatatan
menetapkan
satunya
alat
bukti
satuuntuk
resmi
Islam
yang
orang-orang
Negara.
Lebih
dari
yang
itu,
membuktikan keabsahan pernikahan
kebanyakan masyarakat pada saat
seseorang adalah dokumen tertulis.
itu, melakukan pernikahan tanpa
Pasalnya, syariat telah menetapkan
dicatat
keabsahan alat bukti lain selain
perkawinan. Tidak bisa dinyatakan
dokumen tertulis , seperti kesaksian
bahwa
saksi, sumpah, pengakuan (iqrar) ,
pencatatan belum berkembang, dan
dan lain sebagainya. Berdasarkan
keadaan
penjelasan ini dapatlah disimpulkan
belumnya
sekompleks
bahwa, orang yang menikah siri tetap
masyarakat
sekarang.
memiliki hubungan pewarisan yang
para penguasa dan ulama-ulama’
sah, dan hubungan-hubungan lain
kaum Muslim saat itu memahami
yang lahir dari pernikahan. Selain
bahwa
itu, kesaksian dari saksi-saksi yang
perkawinan bukanlah wajib, akan
menghadiri pernikahan siri tersebut
tetapi
sah dan harus diakui sebagai alat
memahami
bukti syar”iy. Negara tidak boleh
syar’iy
menolak kesaksian mereka hanya
tertulis.
karena
pernikhan
tersebut
tidak
dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; atau tidak mengakui hubungan pewarisan, nasab, dan hubunganhubungan
lain
yang
lahir
dari
pernikahan siri tersebut.
di
lembaga
pada
saat
pencatatan
itu
masyarakat
hukum
mubah.
asal
saat
hanya
itu
keadaan Pasalanya,
pencatatan
Mereka
bahwa
bukan
lembaga
juga
pembuktian dokumen
Sebagai salah satu lembaga hukum dalam bidang peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu, maka Peradilan Agama
Kedua: pada era keemasan Islam,
dapat memeriksa suatu kasus seperti
dimana
tersebut
sistem
pencatatan
telah
diatas yang berkaitan
berkembang dengan pesat dan maju,
dengan melegalkan pernikahan yang
tidak pernah kita jumpai satupun
tidak tercatat atau dalam istilah
Mohamad Hasib: Nikah Siri Dari Sudut Pandang Hukum Islam, April 2014
24
hukumnya Pengesahan Nikah atau
23. Wali Adhal
Istbat Nikah
24. Ekonomi Syar’ah
Hukum
(pasal 7 Kompilas
Islam),
perkara-perkara
25. Kewarisan
tertentu yang menjadi kekuasaan
26. Wasiat
absolute
27. Hibah
Lingkungan
Pengadilan
Agama adalah sebagai berikut;
28. Wakaf
1. Ijin poligami
29. Shadaqah
2. Pencegahan Perkawinan
30. Lain-lain
3. Penolakan Perkawinan
Meskipun
dalam
Kompilasi
4. Pembatalan Perkawinan
Hukum Islam (KHI) telah ditetapkan
5. Kelalaian kewajiban suami dan
untuk itu, pengesahan nikah tidak
istri
semata-mata daris suatu pernikhan
6. Cerai Talak
siri karena pembuktian untuk kasus
7. Cerai Gugat
tersebut juga tidak mudah, seperti
8. Harata Bersama
saksi-saksi pernikhan dahulu siapa,
9. Penguasaan Anak
maharnya berapa, wali nikahnya
10. Nafkah oleh Ibu
siapa dan yang mengijabkan dari
11. Hak-hak Bekas Istri
penghulu
12. Pengesahan Anak
dimaksud dalam pasal 7 ayat (3)
13. Pencabutan Kekuasaan Orang
KHI, bahwa istbat nikah (pengesahan
Tua
nikah)
14. Perwalian 15. Pencabutan
mana.
wali 16. Penunjukan Orang Lain sebagai Wali 17. Ganti Rugi terhadap Wali
yang
yang dapat diajukan ke
Pengadilan kekuasaan
Seperti
Agama
terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan : a. Adanya
perkawinan
rangka
dalam
peneyelesaian
perceraian;
18. Asal Usus Anak
b. Hilangnya Akta Nikah;
19. Penolakan Kawin Campur
c. Adanya keraguan tentang sah
20. Istbat Nikah
atau tidaknya salah satu syarat
21. Izin Kawin
perkawinan;
22. Dispensasi Kawin
Mohamad Hasib: Nikah Siri Dari Sudut Pandang Hukum Islam, April 2014
25
d. Adanya terjadi
perkawinan sebelum
yang
berlakunya
Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358)
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan ; e. Perkawinan oleh
yang
mereka
dilakukan
yang
mempunyai
tidak
halangan
perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974; Maka
disini
pengadilan
agama akan sangat jeli melihat
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Zainal Abidin Abu Bakar, SH. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama,
apakah mereka yang mengajukan “ Pengesahan Nikah “
betul-betul
yang menikah menurut syariat atau aturan
yang
telah
ditentukan
ataukah tidak. Daftar Pustaka Edisi 2009, Buku II, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, Jakarta: Mahkamah Agung RI. Soesilo, R. 1995. Kompilasi Hukum Islam. Bogor: Politeia. Surat Keputusan dan Surat Edaran serta kebijaksanaan Pimpinan Mahkamah Agung R.I., dan Pimpinan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, serta Pimpinan Pengadilan Agama yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab Peradilan Agama. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Mohamad Hasib: Nikah Siri Dari Sudut Pandang Hukum Islam, April 2014
26