rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter 1 agustus 2013
artikel Prinsip dan Standar Kualitas Daftar Pemilih Oleh Hasyim Asy’ari
» Hlm. 4
Menyoal Partisipasi Pemilih Oleh August Mellaz
» Hlm. 7
n
pengantar
Memilih Orang “Baik” di Pemilu “Wah. Percuma mas. Sistemnya udah rusak. Siapa yang kepilih, sama aja.”
Caleg Kok Malu-Malu Oleh Fadli Ramadhanil
» Hlm. 9
Revolusi via Pemilu Oleh AHMAD HALIM
» Hlm. 11
Kalimat itu merupakan jawaban tukang ojek yang biasa mangkal di Tebet Timur IV, Jakarta Selatan. Ia ditanya, “pilih partai apa nanti di Pemilu 2014?” Si tukang ojek mengaku sebagai aktivis dan ikut bergerak saat Reformasi 98. Ia sebutkan nama-nama pemuda yang dinilai idealis revolusioner saat itu, kini malah menjadi orang partai besar yang berdasar kacamata Reformasi pilihan politik mereka sulit dimengerti. Kita boleh setuju dengan pernyataan itu. Tapi ada beberapa catatan terhadap sikap tak memilih di pemilu. Pertama, kita perlu sadar, jika tak memilih maka pemilu tetap berlangsung untuk mengisi pemerintahan yang dinilai rusak sistemnya. Kedua, jika tak melalui pemilu, lalu dengan cara apa kita mengisi pemerintahan? Ketiga, taruhlah kita semua sepakat tak usah dengan pemilu untuk mengisi pemerintahan, lalu siapa yang berhak menunjuk orang-orang tertentu untuk mengisi pemerintahan dan siapa pengisi pemerintahan yang bisa diterima rakyat banyak? » Hlm. 2
Kaleidoskop Juli Pemilu 2014 » Hlm. 13
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
n
pengantar power corrupt absolutely. Memilih partai dan caleg yang relatif punya semangat antikorupsi bisa mengurangi potensi tersebut.
Catatan tersebut menempatkan golput, atau tak menggunakan hak pilih, menjadi sikap yang tak strategis. Kalau pun kita menilai sistem pemerintahan rusak, golput bermakna sikap pasif terhadap keadaan yang belum baik. Maka memilih orang “baik” untuk memperbaiki sistem pemerintahan yang rusak menjadi kebutuhan mendesak.
Indonesia Corruption Watch (ICW) telah membuat peringkat partai terkorup di akhir 2012. Transparency International Indonesia pun membuat peringkat partai transparan di awal 2013. Data partai itu perlu dipertimbangan dengan daftar nama caleg yang oleh ICW dikategorikan sebagai caleg yang tak mendukung pemberantasan korupsi. Cari, siapa mantan koruptor? Siapa yang namanya pernah disebutkan sebagai orang terlibat dalam kesaksian persidangan pada kasus korupsi?
Pakar hukum tata negara, Saldi Isra menyimpulkan, tata negara tak baik saat ini menempatkan partai sangat mungkin menjadi kekuatan yang sulit dikontrol. Salah satu poros kuasa partai ada dalam parlemen tempat orangorang peserta pemilu akan berada. Untuk itu, kampanye yang bersifat massif dan terstruktur diperlukan, terutama dalam menyampaikan jejak rekam partai dan caleg peserta pemilu. Diperlukan kerja keras membukakan mata pemilih untuk tak lagi memilih partai dan orang-orang yang telah berkhianat pada rakyat beserta hasilkan pemerintahan yang menurut tukang ojek di atas sebagai sistem yang rusak.
Antikorupsi merupakan salah satu perspektif untuk memilih caleg Pemilu 2014. Masih banyak perspektif lain yang juga perlu disertakan atau mungkin lebih diutamakan. Hak asasi manusia (HAM) penting disertakan bagi kita yang menyayangkan makin dilupakannya pengadilan terhadap kejahatan yang menggunakan kewenangan negara (ekstra ordinary crime). Feminisme genting hadir karena perempuan berdasar tubuhnya belum mendapatkan akses keadilan pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Environmentalisme bisa lebih mendesak saat lingkungan semakin rusak menyertai hilangnya hak milik tanah orang banyak. Keberpihakan terhadap kaum disabilitas. Pluralisme untuk memenuhi hak warga negara beridentitas diri minoritas. Nasionalisasi barang publik seperti air, tanah dan tambang sangat strategis saat pemerintah bersama rakyatnya tak punya kemandirian berdasar undang-undang. Semuanya perspektif tersebut perlu dimengerti dan dipertimbangkan menjadi dasar menentukan pilihan.
Perspektif menilai “baik” Pertanyaannya, bagaimana menilai seorang caleg sebagai orang baik? Komisi Pemilihan Umum telah mengumumkan profil caleg. Profil umumnya berisi riwayat pendidikan dan pekerjaan. Sederhananya memang kita bisa mulai menilai baik caleg dari dua variabel itu. Jika ingin lebih jauh menilai caleg sebagai orang baik, kita memerlukan perspektif untuk menilai permasalahan bidang apa yang perlu diperbaiki melalui undang-undang beserta alokasi anggarannya. Apakah caleg yang akan kita pilih akan menyelesaikan masalah yang menurut kita penting diutamakan.
Tak sulit mencari orang “baik” untuk mewakili rakyat di parlemen. Bagi kita yang dekat dengan akses internet kita tinggal gunakan Google untuk membahas perspektif tersebut dalam pencarian. Bagi kita yang suka diskusi, perbincangkan perspektif tersebut dengan orang-orang yang dekat dengan perspektif tersebut. Kaitkan dengan
Antikorupsi baik menjadi perspektif yang kita sertakan. Mengingat kewenangan parlemen sekarang beserta relasi partai di dalamnya, tak tertutup kemungkinan poros kuasa ini terperangkap ke dalam postulat yang pernah dikemukakan Lord Acton: power tends to corrupt,absolute 2
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
partai atau orang-orang yang mencalonkan sebagai peserta pemilu. Menerbitkan Newsletter Rumah Pemilu ini pun menjadi bagian dari tawaran referensi perspektif untuk memilih orang “baik” di pemilu. Peneliti Hukum Perludem, Fadli Ramadhanil melalui opini “Caleg Kok MaluMalu” menyarankan kita tak memilih caleg yang tak mempublikasikan profilnya. Anggota KIPP Jakarta, Ahmad Alim melalui “Revolusi via Pemilu” mendorong kita melakukan perubahan radikal dengan menggunakan hak pilih, memilih caleg dan pemimpin yang bisa membuat revolusi kebijakan. Kedua opini tersebut disertai opini yang menekankan pada upaya perbaikan penyelenggaraan pemilu. Akademisi Universitas Diponegoro, Hasyim Asy’ari memberikan gagasan mengenai standar dan prinsip daftar pemilih. Peneliti pemilu Perludem, August Mellaz mengingatkan aktor-aktor pemilu untuk mengingatkan partisipasi pemilih di konteks kecenderungan golput yang semakin meningkat. Bisa jadi tak ada caleg ideal di penyelenggaraan pemilu dan sistem politik/pemerintahan yang belum ideal ini. Mungkin tak ada caleg yang lepas bersih dari kejahatan berdasar perspektif yang kita rumuskan. Tapi sangat mungkin ada orang yang relatif baik untuk kita pertimbangan sebagai sasaran pilih di pemilu. Silahkan. Masih ada waktu untuk memandang positif dan optimis Pemilu 2014 berjalan baik menghasilkan pemerintahan baik dengan diisi orang-orang “baik”. Jadi, “Pilih (caleg) partai apa nanti di Pemilu 2014?”. Sebelum kita lempar pertanyaan itu pada orang lain, tanya dulu diri kita.
Usep Hasan Sadikin Redaktur
3
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
Prinsip dan Standar Kualitas Daftar Pemilih Oleh Hasyim Asy’ari
Daftar pemilih dalam pemberitaan tak lebih diperhatikan dibandingkan daftar calon legislator. Ini mungkin terkait pemberitaan yang muncul di media dan informasi yang dominan dikonsumsi publik seputar pencalonan anggota DPR, DPD dan DPRD. Isu daftar pemilih biasanya akan ramai menyita perhatian publik menjelang hari H pemungutan suara karena ditemukan sejumlah warga yang tidak masuk dalam daftar pemilih.
dalam pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih, merupakan sisi lain yang belum banyak diketahui oleh publik. Oleh karena itu, penting kiranya KPU memberikan penjelasan kepada masyarakat seputar isu-isu dan masalah dalam pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih, serta apa yang telah dilakukan KPU, dengan tujuan agar daftar pemilih lebih baik kualitasnya dibandingkan pemilu sebelumnya.
Di lapangan masih banyak ditemukan masalah-masalah yang dihadapi oleh pemilih. Sebut saja warga Ahmadiyah yang harus terusir dari kampung halamannya; warga Syiah di Sampang Madura yang harus ‘dipaksa relokasi’ ke Sidoarjo; warga Sidoarjo yang terpaksa pindah akibat luapan lumpur Lapindo; warga korban bencana alam gempa di Aceh; warga Mesuji Lampung yang dianggap menduduki tanah sengketa sehingga sampai saat ini tidak memiliki identitas kependudukan (KTP dan KK). Bagaimana nasib warga yang demikian itu? Apakah warga itu masuk dalam daftar pemilih?
Pada sisi lain, dalam proses penyusunan dan pemutakhiran daftar pemilih ini, terlihat absennya fungsi pengawasan yang harusnya dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) beserta jajarannya. Hingga saat ini, tidak diketahui hasil dan proses pengawasan yang telah dilakukan oleh lembaga tersebut. Satu situasi yang sungguh sangat disayangkan, mengingat isu daftar pemilih dari pemilu ke pemilu selalu memunculkan persoalan, baik yang meliputi teknis-administratif maupun yang bersifat politik-kebijakan. Demikian halnya dengan partai politik. Meskipun pada tahap ini belum terlihat peran ataupun kepentingannya, namun perlu untuk diingatkan bahwa isu daftar pemilih merupakan bagian penting yang membutuhkan komitmen serta tanggung jawab partai terhadap konstituen atas proses pemilu yang jurdil. Oleh karena itu, komitmen partai politik untuk mengawal proses pemutakhiran daftar pemilih hingga tingkat desa/kelurahan menjadi penting, sehingga berbagai kendala dan persoalan yang muncul di lapangan dapat segera dilakukan perbaikan dan tidak menjadi bom waktu di kemudian hari.
Itu hanya sebagian masalah yang tampak di permukaan. Belum lagi masalah program e-KTP yang tak kunjung tuntas, warga yang masih beridentitas ganda, pemilih ganda, kinerja penyelenggara pemilu di tingkat pusat (KPU) hingga di lapangan (Panitia Pemutakhiran Daftar Pemilih-Pantarlih) yang dinilai belum optimal, anggaran KPU yang belum jelas sudah cair atau belum. Demikian juga berbagai masalah yang terkait dengan mekanisme, metode dan sistem yang dipergunakan KPU 4
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
Pengalaman Pemilu 2009
menghapus nama-nama tertentu dalam daftar pemilih karena alasan politik, suku, agama, kelas atau alasan apapun.
Salah satu masalah yang dihadapi pada Pemilu 2009 adalah soal informasi dan sosialisasi daftar pemilih. Hasil audit daftar pemilih Pemilu 2009 yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) terhadap daftar pemilih sementara (DPS) pada Juli-Agustus 2008 menunjukkan sekitar 20,8% masyarakat belum terdaftar.
Prinsip akurat adalah daftar pemilih diharapkan mampu memuat informasi tentang pemilih, meliputi nama, umur/ tanggal lahir, status kawin, status bukan anggota TNI/ Polri, dan alamat, tanpa kesalahan penulisan, tidak ganda, dan tidak memuat nama yang tidak berhak.
Berkaitan dengan informasi pemutakhiran daftar pemilih, audit Daftar Pemilih Pemilu 2009 oleh LP3ES menunjukkan bahwa: hanya 7,3% pemilih yang mengetahui periode pengecekan nama dalam DPS; 62,8% pemilih merasa dirinya sudah terdaftar; 15% pemilih merasa dirinya tidak terdaftar; dan 22,2% tidak mengetahui apakah dirinya terdaftar ataupun tidak.
Prinsip mutakhir adalah daftar pemilih disusun berdasarkan informasi terakhir mengenai pemilih, meliputi umur 17 tahun pada hari pemungutan suara, status telah/pernah kawin, status pekerjaan bukan anggota TNI/Polri, alamat pada hari pemungutan suara, dan meninggal. Secara teknis bentuk jaminan pemilih untuk dapat menggunakan hak pilihnya adalah tersedianya daftar pemilih yang akurat. Hal ini mengingat persyaratan bagi pemilih untuk dapat menggunakan hak pilih adalah terdaftar dalam daftar pemilih. Dengan kata lain bila pemilih telah terdaftar dalam daftar pemilih, maka pada hari pemungutan suara mereka mendapat jaminan untuk dapat menggunakan hak pilihnya. Demikian pula sebaliknya, bila pemilih tidak terdaftar dalam daftar pemilih, maka mereka potensial kehilangan hak pilihnya.
Menurut audit Daftar Pemilih Pemilu 2009 oleh LP3ES menemukan bahwa tingkat keaktifan masyarakat untuk memeriksa daftar pemilih masih sangat rendah, yaitu 48,1% responden mengatakan akan memeriksa namanya; 36,6% mengaku tidak akan mengecek; dan hanya 3,4% yang sudah mengecek namanya. Oleh karena itu diskusi publik seputar isu daftar pemilih hendaknya mulai dikampanyekan.
Standar Kualitas Daftar Pemilih
Prinsip Daftar Pemilih
Untuk memberikan jaminan agar pemilih dapat menggunakan hak pilihnya, maka harus tersedia daftar pemilih akurat yang memenuhi standar kualitas daftar pemilih. Standar ini memiliki dua aspek, yaitu standar kualitas demokrasi dan standar kualitas manfaat teknis.
Dalam menyediakan daftar pemilih, KPU bekerja dengan berpedoman kepada prinsip-prinsip sebagai berikut: komprehensif/inklusif, akurat, dan mutakhir. Prinsip komprehensif adalah daftar pemilih diharapkan memuat semua warga negara Republik Indonesia, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri, yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih agar dapat dimasukkan dalam daftar pemilih. Dalam kegiatan pendaftaran dan pemutakhiran pemilih tidak dibenarkan tindakan diskriminatif dalam rangka memasukkan atau
Dari aspek standar kualitas demokrasi, daftar pemilih hendaknya memiliki dua cakupan standar, yaitu pemilih yang memenuhi syarat masuk daftar pemilih, dan tersedianya fasilitasi pelaksanaan pemungutan suara. Dari aspek standar kualitas manfaat teknis, daftar pemilih 5
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
hendaknya memiliki empat cakupan standar, yaitu mudah diakses oleh pemilih, mudah digunakan saat pemungutan suara, mudah dimutakhirkan, dan disusun secara akurat. Dari pembahasan tersebut, maka perlu merekomendasikan kepada pemangku kepentingan Pemilu 2014: 1. KPU sebagai penyelenggara agar meningkatkan dan memperluas kampanye dan penyebarluasan informasi tentang daftar pemilih; 2. Bawaslu sebagai pengawas pemilu agar memastikan fungsi pengawasan berjalan optimal dalam kegiatan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih; 3. Partai Politik peserta pemilu agar memegang komitmen sedari awal dalam proses perbaikan daftar pemilih di tingkat lapangan; dan 4. Masyarakat agar meningkatkan partisipasi dalam memeriksa, memberikan tanggapan dan masukan dalam proses pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
Hasyim Asy’ari Dosen Hukum Tata Negara Universitas Diponegoro Anggota KPU Jawa Tengah 2003-2008
6
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
Menyoal Partisipasi Pemilih Oleh August Mellaz
Pelaksanaan pemilu legislatif tak sampai setahun lagi. Dari sekian banyak isu yang menjadi wacana dan perdebatan, partisipasi pemilih kurang mendapatkan perhatian memadai. Tingkat partisipasi pemilih, seharusnya menjadi salah satu indikator penting, sejauh mana respon pemilih terhadap pemilu.
setara dengan 14 juta lebih suara pemilih. Jumlah suara tidak sah pada 11 data pilkada gubernur sendiri secara rata-rata berada pada kisaran angka 4,10 persen. Angka ini relatif kecil dan dapat dipahami, karena mekanisme pemberian suara pilkada lebih sederhana dibandingkan pemilu legislatif. Namun jika diperhatikan data dua provinsi, yaitu Sulawesi Barat dan Papua menunjukkan angka 14,44 dan 14,47 persen. Jumlah yang tidak kecil, meski tata cara pemberian suara yang jauh lebih sederhana.
Data partisipasi pemilih pada tiga kali pemilu legislatif menunjukkan kecenderungan penurunan. Dari angka 92,99 persen di Pemilu 1999, turun menjadi 84,07 persen pada Pemilu 2004. Lalu, terus turun pada angka 70,99 persen di Pemilu 2009. Tingkat partisipasi pada pemilu legislatif juga tidak berbeda jauh jika diperbandingkan dengan data pilkada di 11 provinsi dalam kurun waktu 2012-2013. Mulai dari Papua Barat, NAD, Sulawesi Barat, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Papua, Jawa Barat, dan terakhir Sumatera Utara. Secara rata-rata tingkat partisipasi berada pada angka 68,82 persen.
Tidak Menggunakan Hak Pilih Jumlah pemilih terdaftar yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilu legislatif atau kerap disebut ‘golput’ juga terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Diawali dengan angka 7,01 persen Pemilu 1999, meningkat menjadi 15,93 persen pada Pemilu 2004, dan kemudian naik hampir dua kali lipat menjadi 29,01 persen pada Pemilu 2009 lalu. Angka 29 persen ini setara dengan 49,7 juta pemilih dari total 171 juta pemilih terdaftar.
Suara Tidak Sah Data lain yang terungkap dari tiga kali pelaksanaan pemilu legislatif maupun 11 data pilkada gubernur, adalah peningkatan jumlah suara tidak sah. Suara tidak sah, berkaitan erat dengan mekanisme dan tata cara pemberian suara. Semakin meningkat jumlahnya, dapat dikatakan pemilu semakin rumit atau bahkan makin tidak ramah bagi pemilih.
Sedangkan data 11 pilkada provinsi, secara rata-rata berada pada kisaran angka 31,18 persen. Jumlah yang tidak jauh berbeda antara pemilu legislatif terakhir dengan rata-rata pilkada gubernur. Untuk pilkada provinsi, rekor tertinggi ‘golput’ terjadi di Provinsi Sumatera Utara dengan angka 51,42 persen atau setara 5,2 juta pemilih terdaftar. Kemudian berturut-turut Papua Barat 46,61 persen, Bangka Belitung 38,15 persen, Banten 37,62 persen, dan Sulawesi Selatan 36,27 persen. Sedangkan untuk Provinsi Jawa Barat berada pada angka 36,34 persen atau setara 11,8 juta pemilih terdaftar.
Pada tiga kali pemilu legislatif jumlah suara tidak sah secara konsisten terus mengalami peningkatan. Diawali pada angka 3,33 persen di Pemilu 1999, naik menjadi 9,66 persen pada Pemilu 2004, dan melonjak pada angka 14,43 persen di Pemilu 2009. Persentase pada pemilu terakhir 7
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
Catatan akhir
Sepintas penyajian data ini terkesan hanya sederet angkaangka. Namun sesungguhnya ada makna tersembunyi di balik angka-angka tersebut. Sudah saatnya aktor-aktor pemilu mengungkap makna di sederetan angka-angka itu.
Dari beberapa data dan kecenderungan yang tersaji di atas, tentu memunculkan pertanyaan lebih lanjut. Apakah tingkat partisipasi pemilih Pemilu 2014 mengalami peningkatan, berada pada kisaran yang sama, atau bahkan mengalami penurunan. Hal ini akan diuji dengan target yang telah dicanangkan KPU pada pemilu mendatang, yaitu meningkatkan partisipasi pemilih hingga 75 persen.
August Mellaz Peneliti Pemilu Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
Mengenai kecenderungan peningkatan jumlah suara tidak sah, hendaknya diperhatikan semua pihak, karena ini menjadi tanggung jawab kita bersama. Dari sisi penyelenggara, perlu ada penjelasan mengenai penyebab peningkatan jumlah suara tidak sah. Apakah kerumitan dalam hal tata cara pemberian suara, ataukah faktor-faktor lain. Sebagai catatan, data sensus penduduk BPS 2010 menyatakan tingkat melek huruf pada angka yang cukup tinggi sekitar 92,58 persen. Pada Pemilu 2014 mendatang, dialokasikan kurang lebih 14 trilyun anggaran negara. Suatu angka yang cukup fantastis. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab bersama baik penyelenggara, pemerintah, partai politik, dan organisasi non-pemerintah untuk dapat bekerjasama dalam rangka mengembangkan berbagai aktifitas yang dapat merangsang pemilih lebih tertarik kepada pemilu. Khusus untuk administrasi pemilu dalam hal ini KPU, akan sangat bermanfaat jika dalam daftar pemilih memuat klasifikasi gender dan pemilih berkebutuhan khusus (disabilitas). Klasifikasi tersebut hendaknya juga diterapkan dalam pencatatan bagi pemilih terdaftar yang tidak menggunakan hak pilihnya.
8
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
Caleg Kok Malu-Malu Oleh Fadli Ramadhanil
Baru saja tahapan pemilu sampai di pengumuman daftar calon sementara (DCS), proses penting dalam demokrasi ini sudah bergejolak. Data terakhir yang diserahkan Koalisi Amankan Pemilu kepada KPU mencatat ada sekitar 192 calon legislator (caleg) yang tidak mau daftar riwayat hidupnya di sebarluaskan ke masyarakat.
Para calon bisa dengan serta merta dikenal oleh publik tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun. Kemudian, kesempatan ini juga bisa dimanfaatkan oleh para calon untuk bisa dikenal publik lebih jauh, meskipun masih dalam tahap calon sementara. Setidaknya, dengan membaca daftar riwayat hidup para calon, para pemilih bisa mendapatkan gambaran awal tentang siapa saja para calon anggota legislatif yang akan maju pada pemilu 2014 mendatang.
Ini tentu sangat mengherankan. Calon wakil rakyat yang akan dipilih sebagai penerima mandat oleh pemilih, justru malu-malu dan melarang riwayat hidupnya di muat oleh KPU melalui media publik. Kalau keterbukaan dalam daftar riwayat hidup saja sudah dilarang, lalu apa yang bisa dijadikan publik sebagai indikator penilaian untuk memilih wakilnya di ruang parlemen.
Namun melihat apa yang sekarang dilakukan oleh para caleg yang tidak mau membuka diri, pada prinsipnya telah mencederai nilai dasar demokrasi, yakni keterbukaan dan transparansi. Keadaan ini pun berpotensi bisa menjadi simpulan awal publik, bahwa mereka yang tidak mau terbuka, bisa diragukan integritas dan kredebilitasnya sebagai seorang calon wakil rakyat.
Keengganan para calon legislator untuk membuka riwayat hidupnya, tentu seolah ingin menyampaikan pesan, kalau sang caleg tidak ingin terbuka kepada para konstituennya. Padahal, daftar riwayat hidup yang diunggah oleh KPU merupakan salah satu nilai awal publik terhadap para calon wakilnya. Namun, jika kini keinginan untuk mendalami latar belakang para calon anggota legislatif itu telah dinafikan, maka pemilih telah dibuat buta oleh para calon yang seolah malu-malu jika rekam jejaknya diketahui.
Tetap harus dibuka
Indikasi caleg bermasalah
Sikap malu-malu para caleg untuk transparan dan terbuka mau tak mau harus disingkirkan. Bersedia atau tidak, daftar riwayat hidup mereka tetap harus disampaikan kepada publik. Karena para calon harus sadar, bahwa salah satu konsekuensi logis menjadi pejabat publik adalah, mereka harus siap, banyak hal tentang kehidupan pribadi mereka akan banyak diketahui khalayak.
Penolakan keras dari para caleg dalam “memasyarakatkan” daftar riwayat hidupnya tentu menimbulkan spekulasi. Publik tentu curiga, jangan-jangan para calon yang menolak tersebut, pernah menggoreskan “tinta hitam” dalam masa lalunya. Kecurigaan ini tentu sangat beralasan. Mengingat jika kita menggunakan sudut pandang lain, dimuatnya daftar riwayat hidup calon anggota legislatif oleh KPU, bisa diartikan sebagai “kampanye gratis” bagi para calon.
Dengan membuka daftar riwayat hidup para calon, setidaknya para pemilih bisa mendapatkan banyak gambaran penting pada diri calon. Misalnya latar belakang kehidupan, pekerjaan, pengalaman dalam organisasi, dan yang paling penting adalah latar pendidikan dari para calon. Ini mejadi sangat penting, karena akan berbanding lurus terhadap sumber daya manusia yang akan memperjuangkan aspirasi masyarakat di parlemen nantinya. 9
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
Namun jika para caleg masih tetap bersikeras “merahasiakan” jejak rekamnya, publik akan menghukum dengan mengasingkan sang calon dari daftar kandidat yang patut diperhitungkan untuk dipilih. Prinsipnya jelas, bahwa alam demokrasi kita menghendaki keterbukaan dan keseimbangan dalam mewujudkan visinya, yakni kesejahteraan. Jadi caleg kok malu-malu.
Fadli Ramadhanil Peneliti Hukum Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
10
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
Revolusi via Pemilu Oleh AHMAD HALIM
Menyaksikan dagelan politik yang ada di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin, 17 Juni lalu, menjadi suatu bukti bahwa memang benar DPR adalah kependekan dari Dewan Penindas Rakyat. Pasalnya dari Sembilan partai parlemen hanya empat partai yang menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yaitu PDI P, PKS, Gerindra dan Hanura. Sedangkan, Demokrat, Golkar, PAN, PKB dan PPP menerima usulan dari pemerintah yaitu menghapus subsidi BBM yang sebelumnya sepenuhnya di subsidi pemerintah pusat.
Bukan solusi Demonstrasi yang dilakukan kaum buruh dan para mahasiswa untuk memaksa anggota dewan tidak menaikan harga BBM sesungguhnya sudah jauh-jauh hari dilakkukan. Aksi parlemen jalanan ini dilakukan setelah merebak wacana bahwa BBM akan pasti dinaikan oleh pemerintah melalui anggota dewan. Tetapi aksi yang mereka lakukan tidak begitu massif bahkan di Makasar konon mendapat perlawanan yang sengit dari masyarakat setempat akibat merasa terusiknya mereka dengan aksi rusuh yang dilakukan para mahasiswa tersebut.
Padahal saat ini saja masih banyak rakyat Indonesia yang mati akibat kelaparan, dan menurut catatan International Food Policy Research Institute yang menerbitkan data Global Hunger Index, Indonesia pada 2012 “tidak naik kelas” dari posisinya di 2011 yang berada pada posisi kelompok Negara dengan krisis pangan serius, dan dengan nilai index 10.0 sampai dengan 19.9, dan Indonesia mendapatkan rangking 30 (score 10.0-19.9). Tentunya hal ini sangat bertolak belakang dengan indeks prestasi pembangunan yang selalu diinformasikan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada publik selama ini.
Sayangnya unjuk rasa yang dilakukan di beberapa titik tidak dapat merubah keputusan dari para anggota dewan khususnya dari fraksi PPP, Golkar, PKB, Demokrat dan PAN yang berpendapat bahwa saat ini subsidi dari pemerintah 80 persen lebih dinikmati oleh golongan menengah ke atas sehingga rakyat miskin tidak dapat merasakan subsidi tersebut, dan jalan satu-satunya adalah menaikan harga BBM, kemudian membagikan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) selama empat bulan dengan nominal Rp. 150.000/bulan, agar rakyat yang tidak mampu bisa terbantu secara perekonomian.
Kemudian ironisnya lagi, menurut Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Polisi Saud Usman, tingkat kriminalitas pun meningkat di tahun 2012, tepatnya hingga November 2012, mencapai 316.500 kasus. Semakin tinggi tingkat keriminalitas dan kematian akibat kelaparan tersebut lebih dikarenakan beberapa faktor. Prof Christy L Eby, peneliti IPCC menyebutkan salah satu faktor itu adalah penaikan harga BBM oleh pemerintah Negara dengan krisis pangan serius.
Degradasi kepercayaan Tingginya tingkat golongan putih (golput) di setiap pemilu baik pemilihan kepala desa, pilkada provinsi/kabupaten/ kota, pemilihan legislative dan pemilihan presiden sesungguhnya mengindikasikan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat saat ini sudah mulai menurun sejak pemilu
11
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
pascareformasi 2004 dan 2009. Diprediksikan Pemilu 2014 juga akan mengalami tingginya golput.
Sudah saatnyalah rakyat Indonesia melakukan revolusi melalui pemilu. Menggunakan hak pilih dengan memilih caleg atau pemimpin yang berprospek merubah secara radikal. Tak relevan lagi revolusi dilakukan dengan fisik kerusuhan yang mengakibatkan kerugian serta kerusakan fasilitas Negara dan tentunya meninggalkan korban jiwa.
Tingkat kepercayaan publik semakin terdegradasi baik terhadap mahasiswa, anggota legislatif, yudikatif, aparat militer ataupun pemerintah itu sendiri. Sebab tingkat kesejahteraan dan keadilan yang digadang-gadang tidak tercapai, justru tingkat kriminalitas, kemiskinan, korupsi, ketidakadilan semakin bertambah dan terus meningkat.
Ahmad Halim Anggota KIPP Jakarta Staf Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Oleh karena itu, pemerintah seharusnya berbenah dan mengintropeksi diri melihat hal tersebut. Menurut Muhammad Yunus, Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat, salah satu bentuk golput berarti, si pemilih secara sadar tidak menggunakan hak pilih karena sudah mengetahui terlebih dahulu dengan calon-calon yang akan dipilih, dan ia lebih memilih untuk tidak mencoblos. Ini yang disebut golput by choice. Saat ini bukan lagi zamannya kekerasan dengan cara berdemonstrasi secara rusuh, karena kepercayaan rakyat sudah memudar terhadap cara-cara demikian. Menurut penulis, saat ini demonstrasi atau menyatakan hak berpendapat di depan umum dengan cara rusuh sudah tidak ampuh lagi untuk menarik simpati publik. Pemilu menurut penulis adalah jalan alternatif yang tidak memakan banyak korban jiwa untuk melakukan revolusi di negeri ini. Salah satu contoh kongkritnya adalah warga Iran yang memilih Hassan Rouhani sebagai presiden mereka. Pemilu benar-benar digunakan sebagai alat untuk perubahan radikal.
12
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
Kaleidoskop Juli Pemilu 2014 Minggu Pertama Juli
KPU pun menekan pengeluaran biaya pemilu melalui penggunaan kota suara plastik dan transparan (5/7). Kotak baru ini sebagai penambah/pengganti sejumlah kotak suara rusak/hilang. Kotak suara lama yang masih layak bisa dipakai. Kotak baru diperuntukan hanya untuk Pemilu 2014. Hasil evaluasi KPU, jenis bahan kotak suara sekali pakai lebih efisien karena tak memikirkan biaya perawatan dan ruang sewa penyimpanan kotak suara di masa jeda pemilu.
Penyelenggaraan pemilu ada di tahap permintaan klarifikasi partai (28 Juni sampai 4 Juli) terkait tanggapan masyarakat terhadap daftar calon sementara (DCS) anggota DPR RI. Sebelumnya di pertengahan Juni, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan DCS beserta riwayat diri (profil) melalui situs resmi KPU dan harian nasional. KPU menyampaikan ada 140 caleg tak bersedia profilnya diumumkan KPU. Anggota KPU, Hadar Nafis Gumay menjelaskan, alur kerja KPU dalam pengumuman profil DCS ini diawali izin KPU terhadap setiap caleg (25/6). Lalu, Koalisi Amankan Pemilu (KAP) temukan, ternyata ada 192 caleg yang tak umumkan profil.
Mengenai peningkatan partisipasi pemilih di pemilu, KPU (5/7) mengadakan perlombaan maskot dan jingle Pemilu 2014. Program KPU ini dinilai positif. Diharapkan Pemilu 2014 akan menjadi lebih menarik banyak orang dan mendorong untuk menggunakan hak pilihnya.
KAP menilai aneh caleg yang tak bersedia profilnya diumumkan. Karena, jika tak ada permasalahan, mengapa profilnya tak mau diumumkan KPU. KAP menyarankan masyarakat untuk tak memilih caleg tersebut saat pencoblosan Pemilu 2014 (1/7).
DCS yang disusun partai peserta Pemilu 2014 terkait daerah pemilihan (dapil) ternyata ada yang tak sesuai persyaratan kuota dan nomor urut caleg perempuan. Partai tersebut adalah, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). KPU lalu mencoret kepesertaan partai tersebut di dapil yang tak dipenuhi persyaratannya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menindaklanjuti pengumuman caleg dengan mengkategorikan 36 nama caleg yang tak mendukung pemberantasan korupsi (5/7). Daftar nama merupakan bagian dari masukan perbaikan legislatif. Pemilu dinilai sebagai cara perbaikan demokrasi untuk memilih legislator yang lebih baik.
Hasil verifikasi KPU di 10 Juni tersebut hasilkan sengketa antara KPU dengan empat partai tersebut. Bawaslu mefasilitasi melalui sidang sengket pemilu. KPU bersikap mengikuti apa yang direkomendasikan Bawaslu. Anggota KPU, Ida Budhiati di Gedung Bawaslu (1/7) mengatakan, dirinya hanya mengikuti apa yaang direkomendasikan Bawaslu dalam mediasi tersebut dan memberikan sepenuhnya kepada Bawaslu dalam hal sengketa pemilu.
Di luar pengumuman profil caleg, KPU (3/7) merencanakan daya tahan tinta pencoblosan untuk Pemilu 2014 hanya satu hari saja. Rencana ini menekankan fungsi tinta sebagai pemenuhan hak pemilih usai memberikan suaranya. Pilihan ini pun lebih efisien dalam biaya. Hal ini dilakukan KPU menekan biaya logistik yang mahal. 13
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
Minggu Kedua Juli
memutakhirkan data pemilih kendati banyak kendala. Komisioner KPU, Ferry menjelaskan, alamat sekitar 4,2 juta warga di data penduduk potensial pemilih pemilu tidak lengkap. Selain itu, sekitar 1.000 desa belum dapat kode wilayah dari Kementerian Dalam Negeri.
Komisi Pemilihan Umum (8/7) mengalokasikan Rp 4,1 triliun untuk pengadaan logistik Pemilu 2014. Kepala Biro Logistik KPU Boradi mengatakan jumlah itu tak termasuk anggaran pengadaan kotak dan bilik suara. Menurutnya, anggaran mencakup biaya produksi surat suara dan tinta jari untuk pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dua putaran.
Lalu (9/7) untuk kesekian kalinya rapat pleno Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat kembali gagal memutuskan perlu-tidaknya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden direvisi. Padahal, tahapan pilpres harus sudah mulai dilaksanakan pada Oktober mendatang.
Boradi menargetkan surat suara untuk pemilu legislatif mulai diproduksi pada Januari tahun depan. Sedangkan surat suara pemilihan presiden dicetak sekitar Juli 2014. Namun KPU belum bisa memastikan jumlah surat yang dicetak. Biro Logistik masih menunggu pengesahan Daftar Pemilih Tetap. Tanpa Daftar Pemilih, ujar dia, KPU tak bisa menentukan jumlah surat suara yang dicetak.
Pengamat hukum pemilu Hasyim Asy’ari mengatakan (11/7), banyak masalah daftar pemilih yang ditemukan di lapangan. Misalnya warga Ahmadiyah, warga Syiah di Sampang, warga Sidoarjo, warga Mesuji, serta warga Aceh korban bencana alam gempa. Tak ketinggalan, kaum penyandang cacat yang memiliki hak pilih juga tidak boleh diabaikan dalam proses penyusunan DPS.
Mengenai hak pilih warga di Pemilu 2014, KPU mengatakan niat yang sangat penting untuk mengupayakan semua warga negara berhak pilih bisa memilih berdasarkan domisili. Ini bisa menangani permasalahan partisipasi warga yang tak bisa memilih karena tak bisa pulang kampung atau mempunyai tempat tinggal atau kerja yang tak tetap.
Pada persoalan pemilihan presiden, perdebatan masih soal ketentuan yang mengatur syarat pencalonan presidenwakil presiden (presidential threshold). Dalam rapat pleno tersebut, anggota Baleg hanya bersepakat menunda pembahasan hingga masa sidang yang akan datang.
Niat KPU ini disambut positif Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Koordinator nasional JPPR, M Afifuddin mengatakan, peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2013 berusaha untuk lebih menjaring pemilih sebanyak mungkin. Warga berdomisili di tempat yang tak sesuai KTP tetap berhak memiliki hak pilih (8/7).
Penundaan disepakati lantaran fraksi-fraksi tetap bersikukuh dengan pendapat dan keinginan masingmasing. Jika melihat pandangan fraksi-fraksi, mayoritas mengusulkan Pilpres 2014 tetap menggunakan UU No 42/2008. Jadi, syarat pencalonan presiden tak berubah.
Namun nilai positif KPU ini beserta catatan. Deputi Koordinator JPPR, Masykurudin Hafidz mengatakan (8/7), memaksimalkan pemutakhiran Data Pemilih Sementara (DPS) penting dalam menjamin hak pilih dari warga negara dalam Pemilu 2014 nanti. Meskipun nantinya akan ada penambahan jumlah pemilih, tetapi KPU tetap harus melakukan usaha maksimal dalam pemutakhiran data pemilih. Menjelang
pengumuman
DPS,
KPU
(9/7)
Minggu Ketiga Juli KPU mengumumkan daftar pemilih sementara untuk pemilihan legislatif 2014 (15/7). Hasil rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) seluruh provinsi di Indonesia yang telah tercatat KPU adalah berjumlah 177.257.048 pemilih. Namun
tengah
14
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
rekapitulasi tersebut belum termasuk Provinsi Sumatera Selatan, Maluku Utara dan Papua. Demikian disampaikan Ketua KPU Husni Kamil Manik dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) KPU, Bawaslu, dengan Komisi II DPR di Gedung DPR RI-Senayan (15/7).
KPU memastikan hal tersebut setelah ketua serta komisioner menyelesaikan rapat pleno untuk membahas hal ini. Hasil sidang sengketa Bawaslu mengabulkan kepesertaan partai pada dapil yang sebelumnya dicoret KPU. Di sisi lain, hasil ini hadirkan sengketa pemilu antara caleg partai yang dicoret dengan Bawaslu. 20/7, pegiat pemilu Perludem, Veri Junaedi mengatakan partai yang tak puas terhadap keputusan Bawaslu bisa mengajukan banding ke PTTUN. PAN mengajukan gugatan ke PTTUN. Objek perkara caleg PAN dapil sumbar itu soal kesalahan administrasi.
16/7, Komisi Pemilihan Umum (KPU) peluncuran sistem data pemilih (Sidalih) yang memuat daftar pemilih sementara (DPS) yang tersambung internet (online). DPS online ini dapat dilihat masyarakat dengan mengunjungi situs resmi KPU di www.kpu.go.id. Ketua KPU, Husni Kamil Manik dalam konferensi pers di Media Center KPU, Jakarta (16/7) menyampaikan peluncuran Sidalih ini merupakan upaya mengatur data pemilih yang tertata dalam sistem online. Ini suatu kemajuan dalam tahapan pemilu.
Pada tahap penyampaian hasil klarifikasi partai mengenai tanggapan masyarakat terhadap DCS (5 sampai 18 Juli), permasalahan relasi seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tak berpengaruh merubah DCS meski tanggapan masyarakat soal KDRT cukup banyak. Wakil Ketua Komnas Perempuan, Masruchah mengatakan, pengarusutamaan gender seharusnya terintegrasi semua lembaga negara, termasuk menentukan caleg sebagai peserta pemilu. Ini seiring juga gerakan-gerakan masyarakat sipil.
Jika warga tak terdaftar di situs itu, KPU akan mengumpulkan laporan tak terdaftarnya nama lalu akan disahkan sebagai pemilih. Komisioner KPU, Ferry mengatakan, KPU akan mengupayakan agar data pemilih yang belum masuk dapat dikumpulkan dan divalidasi secepatnya. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3S) di Jakarta (19/7) menyampaikan bahwa DPS masih bermasalah. Di Provinsi Maluku, pengumuman DPS mengalami keterlambatan. Dari 11 kabupaten/kota hanya satu kabupaten yang mengumumkan DPS tepat waktu di 11 Juli 2013.
Minggu Keempat Juli Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, Jumat (19/7), di Jakarta menilai, saat Bawaslu mengembalikan dapil yang sudah dinyatakan tak memenuhi syarat keterwakilan perempuan KPU, aturan tidak konsisten ditegakkan. Ini sekaligus mengesankan ada perseteruan antara KPU dan Bawaslu yang bisa ditunggangi kepentingan tertentu.
Direktur Eksekutif LP3ES, Kurniawan Zein (19/7) menjelaskan, setidaknya ada sejumlah masalah yang dihadapi dalam pengumuman DPS: kualitas data awal buruk, DP4, kemudian data pilkada yang digunakan untuk mensinkronisasi DP4, di lapangan pantarlih menggunakan DP4 dan data pilkada. Terbatasnya waktu di dalam pemutakhiran data pemilih menjadi masalah yang melengkapi proses yang dinilai alami kekurangan dana ini.
Sebelumnya (12/7), Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengatakan, kewenangan Bawaslu tumpang tindih. Di satu sisi, Pasal 257 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 memberikan alternatif penyelesaian sengketa pemilu bagi Bawaslu. Di lain sisi, Pasal 259 UU No 8/2012 menyebutkan bahwa keputusan Bawaslu merupakan keputusan terakhir dan mengikat.
Pada sengketa KPU dengan partai, KPU (15/7) akhirnya resmi mengembalikan hak keikutsertaan empat partai bersengketa berdasar rekomendasi Bawaslu. Komisioner 15
rumahpemilu.org Indonesia ElectI
n Portal
newsletter | 1 agustus 2013
Pada 18 Juli, merespon kritik dan upaya perbaikan DCS dari masyarakat, KPU rencanakan kajian terhadap hasil klarifikasi partai dari tanggapan masyarakat terhadap DCS. Jika ditemukan adanya bakal calon legislator (bacaleg) yang diketahui terbukti tak memenuhi syarat seperti yang diadukan, maka KPU akan menindak tegas. Komosioner KPU, Ferry mengatakan, penyerahan hasil klarifikasi telah ditutup sejak 18 Juli kemarin. Seluruh parpol pun telah menyerahkan laporan atas masukan DCS tersebut kepada KPU.
Mengumumkan Laporan Dana Kampanye” di Cikini, Jakarta Pusat (18/7), KAP mengupayakan, dana kampanye caleg wajib dilaporkan melalui partai yang bersangkutan kepada KPU. Ini bukan lagi hal yang diperdebatkan. Peraturan KPU (PKPU) tentang dana kampanye sebentar lagi akan disosialisasikan.
Usep
Terkait Daftar Pemilih, Ferry (23/7) mengatakan, KPU berharap warga mau mengecek namanya di DPS yang ditempel kelurahan/desa atau di situs KPU www.kpu.go.id. Kalau belum terdaftar, laporkan saja ke PPS atau pantarlih dan setelah itu warga akan mendapatkan formulir tanda sudah didaftarkan. Selanjutnya, warga bisa cek keberadaan namanya di daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) yang diumumkan pada 17-23 Agustus. Bila masih ada kesalahan, warga bisa kembali melapor sebelum daftar pemilih tetap diputuskan di tingkat kabupaten/kota pada 7-10 September. Terkait dengan dana kampanye, kalangan Dewan Perwakilan Rakyat meminta agar ketentuan tentang pelaporan dana kampanye tidak menyulitkan pembuatnya. Terutama, terkait dengan kesalahan pencatatan dana yang berujung pidana. Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo, di Jakarta, Senin (22/7), mengatakan prinsipnya pelaporan dana kampanye tidak boleh menyulitkan karena administrasi yang rumit. Komisi II DPR menginginkan sistem pelaporan dana kampanye dibuat semudah mungkin. Oleh karena itu, Komisi II akan minta penjelasan dari akuntan publik tentang teknis pelaporan dana kampanye. Penjelasan diperlukan agar tidak timbul kesalahan dalam pencatatan. Sebelumnya
dalam
diskusi
“Mendorong
Caleg
16