NETRALITAS BIROKRASI DAN PARTISIPASI RAKYAT DALAM PEMBANGUNAN Oleh: Koentjoro ABSTRAK The role
of bureaucracy in national development
increases greatly. The grcat role of it leads ineffciency- To anlicipate this condition, it needs the role of society in planning, implementing and evaluating the product o.f the developnentNeulrality o-f bureaucracy is needed. It is expected thal the society take bene.fit of development- Many people think
that bereaucracy is nol neulral and changes into political power. T'here must be professional bureaucracy thal takes sides
to the society.
Keyuord: Neutraliry of burcaucracy, sociery lnrticipation, development.
A. PENDAHULUAN Dalam proses pembangunan yang senantiasa menunjukkan gejala yang meningkat maka peran birokrasi pemerintah merupakan suatu proses yang semakin besar, komplikatif dan tiada terhindarkan. Kecenderungan arah baru dari proses pembangunan ini menekankan
dari arus bawah, sedangkan kecenderungan birokrasi pemerintah
memulai dari arus atas. Birokrasi pemerintah sedikit banyak mengetengahkan hal-hal yang berlawanan dengan kehendak pembangunan yang bersifat partisipatory MI. Banyak perencanunn dan proyek-proyek yang gagal dalam pelaksanaannya, "inefficiency" sistem birokrasi justru merupakan penghambat pokok dari pembangunan.
54
Netralitas Birokrasl dan pallitipa.el Ra*yat futzn pembanguaan (K@ntjoto)
Pengalaman demi pengalaman dalam pembangrman ini ht4 bahwa keterlibatan rakyat dan potensi lokal dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya merupakan faktor decisive yang menenfukan keberhasilan suatu proyek pembangunaq partisipatori dalam manajemen pembangunn dengan menekankan "peoplecentered development',, yakni peran serta yang aktif dari potensi lokal yang menghargai dan menempatkan'manusia sebagai faktor utama akan mendapatkan memberikan pelajaran kepada
efisiensi dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proy"t. Sebagian dari rakyat mulai bertanya-tanya apakah pejabat birokrat pemerintah benar-benar merupakan insfumen yang cocok
untuk rnel ak sanakan ke gi atan-kegiatan pembang,n an. Sunggrh, "people-centered development" merupakan konsep Uam aalam pembanguran dan dirasakan manfaatnya. salah saru usaha urtuk melaksanakan program pembangunan lebihlebrh untuk perencanaan sumber daya yang berwawasan-lokal ialah Partisipasi.
Isu partisipasi dalam proses pembangunan mulai populer sebenarnya pertama kali muncul dalarn rnasyarakat n.g"*-n.gr.u
yang sudah lebih maju. partisipasi muncul bersamaan dan bergandengan dengan pertunbuhan pendidikan, tumbuhnya institusi demokrasi otonomi daerah dan menyebarnya komrurikasi.
Daniel Lemer lebih 50 tahun yang lalu
(I
95g). mengatakan:
"Traditional society is non-participant.... Modern society is participanf'. Kutipan di atas menunjukkan bahwa partisipasi rnerupakan s'lit diabaikan dalam melaksanakan program-prog:un
elemen yang
pembangunan. Bahkan salah satu aspek penting yang ingin dinrnjukkan dalam pengeftian partisipasi tersebut ialah keterlibatan sejak awal dalam proses pembangwan. perubahan situasi dari proses
55
VoL
pembangunan yang
todown
26 No. I, 15 Februai 2008 : 51-72
ke partisrpasi itu menunfr Rogers dan
kawan-kawankarena didorong olehtiga alasan berikut ini. I
)
Adanya kesadaran yang tumbuh diantara banyak negara-negara sedang berkembang bahwa sumber daya yang terbesar dalam
proses pembangunan itu terletak pada orang-orangnya (rakyatnya).
2) Bertambahnya keinsyafan dari birokrat atau mereka yang bertan$gung jawab atas berbagai sistan pelayanan pemerintah.
3) Pola perbuatan keputusan pembangunan yang terpusat (centralized patters) pada umumnya tidak mampu lagi mengakomodasikan variasi sosio-kultrnal lokal, dan juga tidak berdaya memobilisasikan surnber da_;ra lokal yang dibutuhkan.
A- PENTBAHASAU\
Partisipasi Masya rakat Tidak hanya orang yang dipenganrtri dan dikenai pembangunan
juga saja yang mempersulit partisipasi sekarang MI. Akan tetapi para perencana pembangunan yang dulturya tidak menyukai itu sekarangmaryukarnya. Mereka menglnginkan agar ralcyat menil
lokal dalam semua aspek dan proses pembangunan.
Keuntungan yang diperoleh dari adanya partisipasi dalam pelaksanaan program pembangunan ini antara lain
:
l) Adanya partisipasi dapat memecahkan persoalan pelaksanaan proyek pembangunan yang tidak diperkirakan sebelumnya. 2) Melalui partisipasi informasi yang amat berharga akan diperoleh 56
Netmlitas 8liroknsi daa partisipo.si Rahyat dalan pertoaganan (Koenrjoro)
planner dan para birolaat.
3) Partisipasi masyarakat daram pembangunan masyarakat pedesaan merupakan suafu proses yang harus dimurai dari saat merancang, mengkonsfuksi, melaksanakan, dan sampai pada
saatmengevaluasinya. 4) Dengan partisipasi akan banyak mengfremat biaya, karena rebih memanfaatkan sumber daya lokal secara maksimal. 5) Keterlibatair rakyat memberikan manfaat yang besar sekali dalam merampungkan sesuatu proyek.
6) Proses monitoring merupakan kegiatan yang baik jika
7)
menekankan pada suatu sistem dimana rakyat bisa mengawasi dan memonitor dirinya sendiri.
Partisipasi merupakan proses pendidikan. Di didik urtuk merasakan ikut memiliki, menjaga, dan mengendalikan setiap
program yang dibuat bersama.
Hambatan Partisipasi I
.
Internal, harnbatar ini biasanya dikararakan frktor sosio-kultual. Budaya diam (karena ketidaktahuan, takut salah) Sikap dan perilaku para birokrat yang lebih banyak membuat
r .
o
jarak dengan rakyat. Tingkat kesadaran rakyat yang amat rendah
Ada beberapa alasan men'gapa partisipasi rakyat miskin ini begitu
rendah:
.t Rakyat yang miskin itu tidak mempunyai
{.
daya untuk
berpattisipasi secara efektif. Di dalam tingkat pendapatan yang rendah rakaat biasanya
dibagi atas kelompok-kelompok ras, suku, agama atau bahaya.
*
Rakyat miskin yang hanya cenderung meminta dan atau 57
VoL 26
Na I, I5
Februarl 2(M6 : 51-72
menekankanbagiannya.
Kelompok elit baik di birokrasi desa atau di birolaasi pemerintah pada umunnya cenderung untuk memonopoli semua hubungan
kerja dan menjalin hubungan dengan kelompok-kelompok lain yang lebih makrnur dan padat modal yang terutama berasal dari luardaeralurya.
2. Eksternal,lumbatan inimerupakan hanbatan
yang melekat pada
badan politik dan rutinitas mesinbirokrasi.
Para birokrat percaya bahwa mereka sendiri mempunyai jawaban-jawaban untuk mengatasi segala persoalan kemiskinan; dan oleh karenanyamereka sendiri satu-satuurya yang berwenarg dan mengetahui seluk-beluk kemiskinan itu. Ketidakrnampuan staf menjawab persoalan-persoalan lokal seperti itu merupakan ciri khas cara kerja birokrasi yang sentralitas.
Pelayanan Sosial Dalam Sistem Birokrasi Di Indonesia Pelayanan sosial mempakan suatu rsahayang dilalarkan oleh seseorang/kelompok orang atau institusi tertenhr unhrk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai
suatutujuan tertenhr. Beberapa institusi yangbisa dikelompokkan ke dalam gugus "pemberi pelayanan sosial" ini ialah : (a) Pemerintah dan (b) Non Pemerintah. jika pemerintah, maka organisasi birokasi pemerintah merupakan garis terdepan yang berhubungan dengan pernberian
pelayanan sosial ini. Jika non pemerintah, bisa berupa macammacarn organisasi sosial, politik dan keagam.un. Organisasi sosial (LSM), Partai-partai Politik, Organisasi Keagamaan dan sosial seperti NU, Muhammadiyah.
Pemberian pelayanar sosial yang dilalekan oleh birokrasi
58
Netralitas Birokrasi daa paflieipast Ra*yu dalam pcrtangunaa (Koerdjoro)
swasta lebih-lebih birokrasi pernerintah seraru bersinggmgan dengan
masalah politik.
*t
Bal*an dijumpai mat yarg baik * ."mu"rii* bantuan pelayanan sosiar kepada -r"y*ikut, diikuti pu r a secara benelubung niatan politk Dalam suasana yang serba ingin keterbukaan ini, pemberian pelayarnn sosial dirasakan perrujuga merararkan aksi keierbukaan. Lebih-lebih keterbukaan perayanan sosiar yang dilakukan oleh birokrasi pemerintah sangat dibuhrlrkaq mengrngat sistem
birolrasi pemerintah ini salah satu sebabnya karena birokrasi ]tit telah merupakan kekuatan poritik yang dominan meng,ngguri kekuatankekuatan politik lainnya. Pelayanan Sosial Dalam Birokrasi pemerintah sifat sistem pelayanan birokrasi pemerintah antara lain memerlukan adanya kepatuhan, dan tidak bisa dihindari (unavoi dabl e) oleh masyarakat. Attinya perayanan yang diberikan oleh birokrasi pemerintah itu mempunyai monopori untuk
mempergunakan wewenang dan kelarasaan yang ada padanya unt'k memaksa setiap wargp-negara. Setiap orang selama hid'upnyq atau tidak senang selalu berhuburgan dengan birokrasipe*".intui, tidak bisa putus.
*n*g
Sifat sistem pelayanan birokrasi pemerintah seperti yang disebutkan ihr, membuat perilaku birokasi pemerintah men;aai
tatu,
formal, hirarkikel, impersonatdan tidak m.rni.t (rasionari perilaku seperti ini kadang*adang tidak membu,at senang dan menjengkelkan
bagi yang kurang memahami birokrasi pemerintah. aki:butnyu teqadilah polarisasi pemahaman birokrasiltu. Ada yang menganut faham birolaasi itu baft , dan ada p,ra yang mengikuti put un, uit *u birolaasi itujelek.
59
VoL
26 No.
I,
15 Februai 2008
:
51'72
Birokrasi Sebagai Kekuatan Politik Pada hakekatnya birokrasi pemerintah itu membatasi pada
lingkungan "ex@utive branch". Birolaasi yang berada di lembaga executive ini menurut ideal-tipenya Max Weber itu bukanlah menpakan kekuatan politilq melainkan lebih banyak penekanannya pada aspek teknis admnistrative. Dengan demikian birokrasi yang bukan merupakan kekuatan politik ini malahan seharusnya dibebaskan dari pengaruh dan keterjalinan ikatan politik dengan kekuatan-kekuatan politik yang sewaktu-waktu bisa masuk ke birokrasi. Hal ini diharapkan pelayanan kepada masyarakat yang diberikan olehbirolcasi ituneral, tidak akan memihak dan objektif. Di era pemerintahan kita sekarang ini berlaku sebaliknya, dalarn sistan presidensial sekarang ini para menteri tidak hanya harus patuh pada presiden dan yang mengangkatnya, tetapi juga harus hrnduk pada partainya hal inilah yang menyulitkan.
Pelayanan Sosial dari Birokrasi Non Pemerintah Birolcasi swasta peranannya dalam memberikan pelayanan sosial telah banyak dibuktikan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan dan keagamaan di Indonesia. Berbeda sekali dengatr guya srkap dan penlaku sistem pelayanan sosial dai birokrasi pemerintah, birokrasi swasta ini lebih kendor, tidak kaku, kurang formalitas, mudah menyesuaikan dengan keadaan lingkungan yang dihadapi, dan ini berarti inovatit: FIal ini disebabkan hubungan kerja antara fi.mgsionaris organisasi dengan masyarakat sangat informal. Akibat dari sifat-sifat tersebut, birokrasi swasta itu lebih intensif menciptakan hubungan-hubungan dengan masyarakat dan lebih dekat. Sependapat dengan gagasan dari seorangAll birokrasi barat yang bernama Louis Gawthroup (1969), bahwa baik birokrasi
60
Netralitas Bboknsi dan panisipasi Rall/o! datam penbaagaaan (Koeatjoro)
pemerintah ataupun swasta keduanya berlaku prinsip-prinsip birokrasi menurut ideal-typenya Max Weber. Gagasan ini mengandung arti bahwa ideal-type birokrasi itu bisa te{adi di pemerintahan atau non pemerintahan. Pelayanan sosial yang bisa dimainkan oleh birokrasi swasta ini antara lain tidak meniru mengadaptasi kelemahan-kelemahan birokrasi pemerintah. tetapi mencoba rneniru kepositipan dan cara
kerja yang bisb meningkatkan efisiensi dan efektivitas, dengan demihan pelayanan sosial yang dilahrkan oleh institusi pemeriniah dan non pemerintah kelihatannya ada perbedaan cara, sikap dan perilaku. Pelaku institusi pernerintah dalam pelayanan sosial inl iatatr birokrasi pemerintah. sedangkan pelaku institusi non pemerintah s€muzl organisasi sosial, politik dan keagamaan.
Netralisasi Birokrasi Pemerintah Di Indonesia Jika kita membicarakan tentang netralisasi birokasi, maka setidak-trdaknya ada dua asumsi dasar yang mengikrrtinya pertama_ bahwa birokrasi itu telah mernrhalq kedua oreh karena telah memihak maka harus diuahakan supaya netral. Memihak kepada siap4 dan
kalaunetral lalunetral dari siapa
?
Orang berpendapat bahwa birokrasi hta telah memihak dan telah ikut main politik Balrkan ada yang mengatakan bahwa birokrasi kita telah menjelma menjadi kekuatan politik yang kuat. Menurut "ideal type" weberian, birokrasi pemerintah bukanlah kekuatan politik, melainkan sebagar instrumenpolitik. Artiny4 birokrasi itu hams berfungsi sebagai agent bukannya sebagai master. Birokrasi
lebih banyak menekankan pada aspek teknis administrative dan teknis operasional dart politik. Kalau terpaksa memihak, maka
alternatifnya ialah hanya memihak kepada pemerintah urtuk memturgkinkan pemberian pelayanan kepada seluruh rakryat dan objektif.
6l
VoL
26 No. 1, 15 Fcbruari 2008 : 51-72
Jalan pikiran semacam itu ternyata bisa berubah dan sulit di sedang berkembang, khususnya amalkan di negara-negara -yang yang mengikuti pola patemalistik yang kuat, seperti di negara kita ini. FIal ini disebabkar krena pimpinan birokrasi itu dipilih dari orangorang yang berasal dari kekuatan politik yang ada. Setelah terpilih
birokrasi pemerintah yang seharusnya tidak memihak tadi. Pimpinan politik ini rnasuk ke dalam siSem birokrasi pemerintah mernbduhkan staf atau pernbantu
pr*pin* politik (bapak) ini akan memimpin
(anak buah) yang bisa diajak kerjasama. staf atau pembantu ini mestinya yang sudah lama dikenal dengan rnempunyai kesamaan preferensi ideologt dan politik. Dengan alasar supaya pirnpinall politik itu bisa bekerjasama dengan stafmaka sering terjadi seseorang yang "mbedol terpilih atau terangkat marduduki jabatan politil< melaktkan
desa". Maka begitu pimpinan politik (bapak) tadi ditunjuk atau dipilih untuk menduduki jabatan, maka lalu diikuti dengan berpindahnya sejumlah anak bualr" seperti layaknya transmigrasi "mbedoldesa". Dari sini awal mulanya ide atau diskusi mengenai nefralisasi birolcasi. Konsep netralisasi dat organisasi birolaasi (bureaucratic organization) sanpt erat dengan pengembangan analisis sosial dan politik hampirdua abad Yanglalu. sekitar pertengahan abad ke-20 konsep netralitas organisasi birokrasi itu menjadi suatu konsep yang arnat penting dalam kehidupan sosial dan politik modem'
Netralisasi Birokrasi Pemerintah : Tinjauan Teoritis Persoalan netralisasi birokrasi seberlamya bukan barang bam' Karl Marx dan Hegel yang menyoroti tentang konsep kenetralan birolcasi. Karl Marx merupakan orang pertarna yang meramaikan
masalah netralisasi birolaasi ini. Marx memulai mengelaborasi
62
Namlitas Biroknsi dan Paftisipati Raliyat dalam pembangunan (Koentjoro)
konsep birolffasi dengan menganalisis dan mengkitik firsafah Hegel mengenai negara. Analisis Hegelian menggambarkan bahwa administrasi negara atau birokrasi sebagai suatujembatan antara negara (the state) dengan masyarakat rakyatnya. Pada tahun I 887 akhir abad ke- 19 Thomas Woodrow Wilson bekas President AS yang ke-28 (1913-1921) menyoroti tentang
kenetralan biroknasi. wilson menggunakan istilah adninisn'asi negara yang dilawankan dengan ilrnu politik. Istilah administrasi negara itu
tidak ada perbedaannya dengan birokrasi (Peter, lgTS). Wilson menggunakan dikotorni antara politik dan adrninistrasi untuk menjelaskan apa sebenarnya bidang kajian administrasi negara. Administrasi negara atau birokrasi pemerintah itu berfungsi rnelaksanakan kebijakan politik. Dalam kaitan dengan nehalisasi birokrasi, Woodrow Wilson menegaskan bahwa adminsitrasi/ birokrasi itu berada di luar kajian politik. persoalan-persoaran admin-srasi/birolaasi itu bukanlah termasuk persoalan poritik. r3idang kajian adminstrasi/birokrasi rtu merupakan bidang kajian bisnis yang bams terpisah dengan segala macam "tetek-bengek" politik. Konsep dasaryang diletakkan oleh Wilson ini kemudian diikuh para oleh saf ana ilrnu politik lairurya seperti Frank Goodnow ( I 900),
Leonald D. Shite ( 1 026), dan Willoughby ( I 97) Goodnow sendiri mengatakan bahwa ada dua fungsi pokok pemerintah yang amat berbeda satu sama lain. Dua fiurgsi pokok tersebut ialah politik dan
administrasi. Politik menurut Goodnow harus membuat dan merumuskan kebijakan-kebijakan, sementara administrasi berhubturgan dengan pelaksana.iul kebijakan tersebut.
Peletakan dasar netralitas birokrasi dari politik ini, kala diteluuri letih cermat karena doronganyangkuat dari wlson untuk melembagakan meritokrasi datam birokasi pemerintah. Ganggr.ran
politik pertama yang datang ialah dari partai politik yang bernafsu
63
YoL 26 No.
I,
15 Februad 200E
:
51'72
mempergunakan jabatan birokrasi pemerintah sebagai "building blocK' unhrk mengembangkan dan membina organisasi partai. Daiam penaeldif lainny4 netralisasi birolaasi dibicarakan oleh Francis Rourke (1984), Grry Peten (1978), Nicholas Henry (1980), yang menyoroti dari keterlibatannya dengan proses pembuatan
kebijakan politik. Rourke mengatakan bahwa walaupun birokrasi itu pada mulanya berfilrgsi hanya untuk melaksanakan kebijakan politik, akan tetapi birokrasi bisa berperan membuat kebijakan
polifik Dan oleh karenanya memerlukan dukungan politik. Drkrngan politik sama-sama pentingnya dengan melaksanakan politikDrkungan politik itrr dapat diperoleh melalui tiga konsenfasi, pada masyarakat [nr, pada legislatrf, dan pada diri birolaasi sendiri. Masyarakat luar dapat berupa kalangan pers, para pengusaha, mahasiswa, dan lain sebagainya. Leglslatifdari kalangan DPR. dan birolaasi sendiri semisal dari kalangan perguruan tinggi.
Suatu kenyataan yang tidak bisa disangkal lagl bahwa birokrasi itu mempunyai kekuatan (power). Dua kekuasaan yang menonjol antar lain, pertama, kekuataan untuk tetap tinggal hidup selamanya (staying power), dan kedua kekuasaan untuk membuat keputusan (policy-making power). Kekuasaan atau hak untuk tinggal hidup ini Nicholas menggaris bawahi pendapat Herbert Kaufinan (1 976), bahwa birolczsi pemerintah itu'tmmortal". Kalau dibandingkan dengan birokrasi non pernerintah seperti perusahaan yang seringkali bangkrut, maka jarang sekali organisasi birokrasi pernerintah mengalarni kebangkrutan. Sekali organisasi birokras i pemerintah diciptakan, maka untuk selamanya tidak bakal mati (immortal). Kekuasaan kedua dari birokrasi pemerintah ialah kektrasaan untuk membuat keputusan. Semakin jelas memberikan bukti bahwa birolaasi merupakan tangan pemerintah dalam membuat
keputusanpolitik.
64
Nctrulilas Bito*rasi dan Paaisipasi Rahyor dalam pembangunan (Krentjoro)
Bahan netralisasi birokrasi ini memberikan kesimpulan sebagai
berikut: I
)
Jika dihadapkan pada persoatan kekuatan sosial dan politrk, maka birokrasi menurut Marx tidaknehal dan harus memihak pada klas. Sedangkan menurut Hegel birokrasi seharusnya netral dan sebagai perantara antara kepentingan khusus dengan kepentingan
umum, antara kekuatan sosial dan politik masyarakat dengan pemerintah..
2) Jika dihadpkan kepada dikotomi antara politik dan birokrasi maka Wilson, Goodnow, White dan lainnya mengatakan bahwa birokrasi harus netral dari politik termasuk pengaruh partar politrk.
Birokrasi itu adalah apolitic. 3) Jika dihadapkan pada persoalan tentang kekuasaan mengambil keputusan politik, maka birokrasi pemerintah tidak neffal. Birokasi merupakan tangan pemerintah yang hams mempunyai kekuasaan turtuk rnembuat keputusan.
Dari uraian-uraian di atas kelihatan sekali bahwa netralitas birokrasi dikaitkan dengan politik dan kekuatan politik. Ada semacam axoma politik bahwalika birokasi lema[ maka kekuatan politk bisa kuat. Sebaliknyajika birokasi kuat maka kektatan politik menjadi lemah.
Manihaknya birokrasi pemerinah pada kekuatan politik atau pada golongan yang dominan membuat birolcasi tidak steril. Banyak vins yangmenjangkitiny4 antara lain pelayanan yang memrhalq tidak
objektii birokratis, dan tidak rnau dikontrol. Akibatnya merasa lebih kuat sendiri dan kebal dari pengawasan dan l
65
VoL
26 No.
I,
15 Fcbruari 200t
:
51-72
jatuh ke dalam swrtu persoalan dikotomi. Karena itu saya lebih condong membicarakan yang ringan-ringan saja. Yang ringan itu menumt persepsi saya tentang pengalaman Pancasila dalam suatu
sistem birokrasi. Dengan kata lain saya lebih condong untuk
membicarakan perilaku birokrasi sesuai dengan pedoman pengalaman Pancasila. Kaena dari sudut ini menekankan bahwa birokrasi itu Suatu sistem yang harus menyesuaikan dengan lingkmgantertentu. Ada semacam tarik-menarik antara birokrasi dan Pancasila. Selama ini kita mengetahui birolaasi itu selain rnempunyai arti baik juga tertenal kurang baik. Bahkan yang lebih terkenalnya yang kurang baiknya itu katimbangyang baiknya. Sedangkan Pancasila selama lnikita kenal baiknya.
Jika kita kembali menghayati bahwa budaya birokrasi itu rnerupakan suatu sistem, maka birokasi mempunyai suatu perilaku tertentu agar supaya sistem tadi beroperasi. Perilaku itu merupakan
suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan linglaurgannya. Perilak-u birokrasi pada hakekatnya merupakan hasil interaksi antara birokrasi sebagai kumpulan individu dengan lingkungarmya. Oleh karena hngkrngan kita merupakan lingkungan yangberPancasila, maka corak perilaku budaya birokrasi hta ialah budaya birokrasi Pancasila. Pertanyaan sekarang ialah, bagaimanakah budaya birokrasi kita dioperasionalkan dalam sistem negara Pancasila.
Budaya Birokrasi Budaya merupakan cara berfikir, berperasa dan berpercay4 suatu kebiasaan dan adat istiadat yang dilaksanakan oleh suatu masyarakat untuk mengalur cara hidupnya. Budaya birokrasi itu menurut Max Webeq suatu budaya yang mengatur dirinya dengan
66
Netralitas Bitokrasi dan paaisipasi Ra*yd dabm penbangunoa (Koentjoro)
cara-cara hirarkis, impersonal, rasional, yurisdiktif legalistilq dan meritokrasi. Sifat impersonal menekankan bahwa cara kerja birokrasi tidak didasarkan atas hubungan pribadi maupuan politik. Sikap yurisdiktif regalistik menekankan bahwa lrubuangan budaya yang dianut oleh birokrasi itu budaya kerja yang seralu
dibatasi oleh ketentuan hukum dan bukannya ketenruan"politik. Meritokrasi, mengharuskan cara-cara rekrurinen dan kenaikan jabatan dalarn birolaasi didasa*an pada kualifikasi kealrlian tehnis, bukannya didasarkan_atas cara dan budaya konco atau patronage system. Flarus bisa dibedakan dan dipisahkan antara milik pribali dengm milik perusahaan atau milik organisasi.
Budaya birokasi s€macam ini merupakan ideal type yang bisa diwujudkan dalam setiap organisasi pernerintahan.
Birokrasi Dan Restu Restu merupakan suatu proses yang tidak berhenti pada manusi4 melainkan menjadikan manusia rri sebagai perantara untuk
memohon kepada Tuhan yang Maha Esa. Sekaligus mengakui bahwamanusia ini sangat lemah dihadapan Tuhan, tidak beidava tanpabantuanNYA. Restu dapat pula berarti ijin atau dalam bahasa birokrasi merupakan kekuasaan rnelijitimasikan sesuatu kegiatan daram y'un sdiksi j abatan birolcasi. Restu selalu dikaitkan dengan pejabat atasan. Lebih-rebih bangsa Indonesia ini mempunyai kebiasaan meretakkan orangtua pada tempat yang terhormat. Maka sudah selayalatya bahwa yi21g rnempuryai restu itu adalah orang hra atau pejabat yang mewujudkan
posisi sebagai orang tua. pejabat semacam itu ialah pejabat "pimpinan" atau "atasan". Dalam birokrasi kita, restu biasanya digelindingkan dalam
67
VoL
26 No.
I, I5
Februad 2(N8
:
54-72
p€ngertian yang kedua ini. Para birokrat papan bawah tidak beram melangkah dan bertindak mengenai sesmtu kasus, belum mendapat restu dari big boss. Restu yang mempunyai arti ijin ini seringkali dijadikan ciri dari kepemrmpinan birokrasi yang patrimonial.
Pemimpin birokrasi papan bawall selalu menunggu petunjuk dan pengarahan dari atas itu ada sebabnya. Selain karena telah terbiasa dehgan budaya restu, barangkali karena perafirannya tidak jelas atau belum ada yang mengaturnya. Dengan istilah lain tidak adanya Juklak dan Julnis yang diskriptit. Karena perattrannya tidak jelas, petunjuk pelaksanaan dan teknimya tidak kunjung tib4 maka daripada menanggurg risko " disalahkan" lebih baik sowan ke atas meminta pehmjuk atau restu pada pimpinan. Barangkali, sekali lagi barangkali, karena peraturan yang tidak jelas makaparapelaku birokasi kita sangat menyukai mohon resttt dan
pettnjuk
Usaha Merampingkan Birokrasi Pemerintah Bertambahnya jumlah pe gawai ne geri di Indonesia mem ang dinilai terlalu pesat. Dengan jumlah pegawai dalam birokrasi pemerintah yang beglni besar, kiranya pemerintah akan memperoleh
kesulitan selain untuk membiayai juga untuk menempatkanya. Penempatan pegawai yang tepat pada tugas jabatan yang tepat merupakan cita-cita bagl birokrasi pemerintah. Usaha merampingkan birolaasi itu bukan hanya sekarang saja terladi Dahulu kehka pemenntalnnjajahan Indra Belanda mengalami
kelebihanjwnlah pegawainya di IndonesiE karena kesulttan anggaran
negara, maka dilakukan usaha perampingan birokrasi. Cara perampingan pegawai saat ialah mempercepat proses pensiun dan menyetop tidak menerima pegawai. Dan cara terbaik menghemat
68
Naralitos Birokrasi doa paaisipasl Ra*yet dalam pembongunaa (Koentjoto)
dana pembiayaan pegawai ialah dengan mengurangi pegawai_ -pegawai. Membesamya jumlah pegawai dalam birokrasi pemerintah
jika ditelusuri karena kena pengaruh "parkinsonian". yakni suatu nafsu yang dipunyai hampir setiap pimpinan birokrasi yang selalu ingin marambahjtunJah stafpepwai tanpa mau marganalisis apakah
penambahan itu memang diperlukan atau tidak. Membesarnya birokrasi pemerintah itu dapat dramati den&tr semakin bertambahnva organisasi-organisasi birokrasi pemerintah.
Jacksonian Dalam Birokrasi Namajackson bagi telinga kita bukan nama yang aneh. Akhir_ akhir ini ada Jackso4 rockeq situkang nyanyi lang suaranya dikagumi da'dipuja ofturg-orang seantero duria ini. yang satu ini telah dua
kali mencalonkan sebagai presiden AS tetapi selalu gagal.
Penampilannya sebagai kontestan calon presiden dari Fartai Dernokrat menand'rgi Michel Dukakis benar-benar menakjubkan. Sayangnya public Amerika belun sampai hatl mengrjurkan dipimpin oleh orang hitarn pendeta Jasse Jackson ini. Jackson yang lain yang membuat sejarah dalam khasanah birokrasi pemerintah. Jactson yang ini orang kulit putih. Andrew Jackson seorangjenderal militer yang tangguh dan seorang negarawan yang terkenal sebagai bekas
Presiden AS yang ke 7 (1824-1932). Menjabat dua kali masa iabatan. Da presiden Amerika pertama yang dipilih langs'ng dari drrkurgan massa perrulihnva itu sebabnya kemenangannya diarg€up sebagai kemenangan demokrasi dan waktu itu dikenal aengan
sebutan "Jaksonian Democracy',. Tindakan Jackson yang mengundang celaan politik ialah mengganti semua pejabat Federal lawannya diganti dengan teman-teman pendukturgnya.
Tindakan Jackson yang mengangkat para pejabat birokasi reoera
69
VoL
26 No. 1, 15 Februai 200E : 51-72
dari kelompok temarFteman segolongannya ini merunfr bahasa polink disebut spoil system atau patronage system. Dan mulai saat itu
dalam perbendaharaan bahasa birokrasi dikenal sap istilah baru
"Jacksonian" atau "Jackonism". Usaha Debirokratisasi Istilah inimenjadi populer di negara kita sernenjak Menten Keuangarf Dr. J.B, Sinnarlin mempelopori memotong selnua prosedur yang bisa rnenglrambat lajrurya pertumbhan perekonomian
iita. temyata ada hambatan prosedural yang mestinya tidak perlu mengharnbat. Maka kemudian dicari kebijaksanaan untuk memotong harnbatan prosedural tersebut. jiwa dari debirokratisasi
d6
siSan yang pertumbuhan tidak efisien yang bisa menghambat lajunya perekonomian kita., orang sementara inbi mengenal bahwa ide debirokratisasi erat kaitannya dengan usaha menumbuhkan dan menyehatkan perekonomian kita. sedangkan birokrasi AU dikenal sebagai suatu sistem yang bisa rnenghambat perekonomian kita. ini ialah rnenghilangkan semua prosedtr, cara kerja"
Meningkatkan Kualitas Birokrasi Dalam salah safu sidang seminar yang menampilkan masalah birolaasi selalu dipertanyakan oleh peserta seminar tentang sistem dan sikap perilaku birokrasi kita. tunumnya mereka menggugat
pelayanan birokrasi yang dinilainya tidak efisien. Barangkali ini mencenninkan ketidak puasan kita terhadap mutu pelayanan
birolaasi kita yang dianggap ktrrangberkualitas selarna ini' sistem birokrasi patrimonial dirasakan kurang memberikan akses kontrol sosial. Birolaasi pafimonial yang kita miliki kurang mernbefikan pelayanan sosial yang lebih egatitarian dan berorientasi pada kepentingan masYarakat.
70
Nctralilas Bhokrcsi dan Panisipasi Rehyat dalan pembangunaa (Kocatjoro)
Salah satu perilaku birolcasi yang membuat sesak napas ialah para pelaku birokrasi kita masih banyak yang berorientasi sikap pada stah$, prestis€, resfu dan segalamacam seremoni. Kurangnya
perhatian pada martabat manusia yang mampu untuk berprestasi. Orientasi semacam ini tidak jarang membuat temuan-temuan ilmuan
dan peneliti sosial kandas kurang bergema di arena birokrasi pemerintah.
B. SIMPULAN Pelayanan birokrasi yang selalu menonjolkan stahrs itu belum tentu bisa mewakili kualitas. Jika status yang disandang kebehilan sama derajamya dengan kualitasnya, maka martabat birokasi bisa anda. Sebaliknya status yang tidak disertai dengan kualitas birokrat
yang mendudukinya, bisa membuat martabat birokrasi sebagai keluhan masyarakat. Usaha meningkatkan kualitas pelayanan birokrasi kita banyak cara yang bisa dilalalkan. BarangLali salah satu cara itu Wall kernbali kepada sistem pendidika.n yang mernbesarkan sistem birokrasi kitaitu sendin. Apakah pendidikan selama ini memberikan perspektif yang salah dan hanya rnenekankan pada kualitas rendah ? Atau terlalu
lamanya para birokrat terbenarn pada kerja rutine, sedikit kesempatannya untuk penyegaran ilmu, sehingga kurang dialog. Para birokrat selama men jadi birolcat karena kesibukan ke{a rutine yang dilakukan, rnenjadikan dirinya kurang berkesempatan urtuk belajar kembali. Kejenuhan birokrat untuk melakukan kerja rutine tanpa ada kesempatan refreshing yang terlalu lama, akan membuat kualitas pelayanan birokrasi kita merosot. Sementara itu sistem dan hal-hal yang diperoleh dalam pendidikan telah jauh ketinggalan dengan perkembangan limit pangetahuan yang sekarang ini. Dengan dernikian terdapat dua sisi yang saling bertanggungjawab
7t
VoL
26 No.
I,
15 Fehruari 20OE
:
51-72
untuk meningkatkan kualitas sistem dan perilaku birokrasr pemerintah. Sisi pendidikan yang selama ini melahirkan para calon birokat, dan sisi birokrat sendiri yang terbenam oleh rutinitas kerja birokrasi. Dua sisi itu perlu dialog. Barangkali, sekali lagr barangkali inilah cara untuk saling meningkatkan kwalitas birokrasi pemerintah !
.
DAF*TAR PUSTAKA
DC Korten dan Syahrir; Pembangunan berdimensi kerakyatctn. Yayasan Obor lndonesia, 1988. Jakarta Robert Charnbers; Pembongunan desa. LP 3 ES. 1983. Jakarta Desentralisasi dan otonomi daerah; Syamsudin Haris. Jakarta. 2005
.
Aipi Andi A. Malaran geng dkk; 0 t on o m i dn e r a h, P e r spe kt if,'lb o r il i s dan prakt i s. Yogryakarta. 200 I . Bigaf. Yogyakarta Agus Dwiyanto dkk; Re.fbrmosi birokrosi Publik di Indonesra. Gaialr Mada Universit-v Press. Yogyakarta. 2006 Gunawan Sumodiningr al M e m b on gun pe rekon tt nt i an ra k,vat Pustaka pelajar Yogyakarta. 1 998 .
72